Professional Documents
Culture Documents
"Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah
diberi Kitab (yaitu): 'Hendaklah kamu menerangkan isi Kitab itu
kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya.'." [Q.S. Ali
Imron: 187]
Perjanjian yang Alloh ambil ini, bukanlah seperti perjanjian tertulis yang
dapat disaksikan manusia, namun ia adalah perjanjian untuk mempelajari
segala hal yang Alloh berikan kepada seseorang berupa ilmu. Apabila
Alloh telah memberikannya ilmu, maka ini merupakan perjanjian yang
Alloh telah mengikat pria atau wanita yang Ia berikan ilmu tersebut.
Dan sabda beliau yang lain ketika mensifati sebagian kaum muslimin yang selamat darinya (terj.),
"Apa yang pada hari ini aku dan para sahabatku berada di atasnya."
[SHAHIH. Riwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah.]
Dengan demikian, bekal bagi setiap muslim adalah bertakwa kepada Alloh
Azza wa Jalla. Dan balasannya tak lain adalah surga. Sebagaimana
firman-Nya (terj.):
Syaikh menjelaskan:
3
Aku teringat dengan ucapan Imam Bukhori Rohimahulloh dalam kitab Shahih-Nya juz 1 hlm. 45. Aku
menukilnya tidak langsung dari kitab Shahih itu (maklum Tholabul Ilmi), namun dari kitab Ushuluts Tsalatsah (
)األصول الثالثة وأدلتهاyang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rohimahulloh. Karena kitab ini
punya teman dan berbahasa Arab, kutulis juga bahasa Arabnya karena aku khawatir keliru dalam mengingat
apa yang diucapkan oleh temanku – Akh Dikdik Fazzarudin, Elektro 2006 - ketika menterjemahkannya untukku.
Silahkan dicek apa terjemahan ini benar ataukah sebaliknya.
َ " فاعل ْم أنهُ ال إلهَ إال هللا واستغفِرْ لذنب: والدليل قوله تعالى,(باب) العلم قبل القول والعمل
ك" فبدأ بالعلم قبل القول
.والعمل
(Bab) Ilmu sebelum amal, dan dalilnya adalah firman Alloh Ta'ala (Q.S. Muhammad: 19 -penj.) :
"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu."
(Demikian) Alloh mendahulukan berilmu (dengan firman Alloh yang didahului ‘ketahuilah’ –penj.), kemudian
baru setelahnya beramal (yakni realisasinya adalah memohon ampun dalam konteks ayat ini –penj.).
Subhanalloh, inilah ilmunya para ulama yang fakih. Dapat melihat apa yang luput dari penglihatan
kita. Barangkali dari sinilah, atau sejenisnya, Syaikh Utsaimin menghimpun sifat takwa di atas yang berupa
2. Amal,
3. Mengharap pahala, dan
4. Takut akan siksa-Nya
Enam Bekal Seorang Da'i dalam Menyeru di Jalan Alloh dan Rosul-Nya:
1. Ilmu
Sebagai sebuah bekal pertama, seorang da’i haruslah memiliki ilmu yang
shahih yang berangkat dari Kitabulloh dan Sunnah Rosululloh Shollallohu
‘alaihi wa Sallam.
Sementara itu, setiap ilmu yang diambil dari selain Kitabulloh dan Sunnah
Rosululloh, wajib diteliti terlebih dahulu. Apabila ilmu tersebut selaras
dengan Kitabulloh dan sunnah Rosululloh, maka diterima. Dan apabila
menyelisihi maka wajib ditolak dengan tidak peduli siapapun yang
mengucapkannya.
Sungguh nyaris kalian ditimpa hujan batu dari langit. Saya mengatakan,
"sabda Rosululloh", kalian malah menjawab dengan ucapan Abu Bakr dan
’Umar.
Apabila pada ucapan Abu Bakr dan ’Umar yang menyelisihi ucapan
Rasulullah Shollallohu ’alaihi wa Sallam saja diancam seperti ini oleh Ibnu
‘Abbas, lantas bagaimanakah keadaan ucapan orang yang keilmuan dan
ketakwaannya di bawah beliau berdua Rodhiyallohu anhuma?
Syaikh menjelaskan:
Adapun dakwah tanpa ilmu, maka ini adalah dakwah di atas kejahilan.
Berdakwah di atas kejahilan itu madharatnya lebih besar dibandingkan
manfaatnya. Karena da’i yang berdakwah di atas kejahilan ini,
menempatkan dirinya sebagai orang yang mengarahkan dan
membimbing. Apabila ia orang yang jahil, maka dengan melakukan
dakwah seperti ini (di atas kejahilan), dapat menyebabkannya sesat dan
menyesatkan, wal’iyadzubillah.
4
Sebagai contoh sederhana dalam hal ini adalah dalam masalah kewajiban sholat. Jika seseorang
sudah mengetahui hukum sholat dengan dalilnya dari mana, itu sudah cukup baginya untuk menyeru suatu
kaum atau seorang muslim untuk sholat. Tak perlu harus menjadi ahli dalam hukum-hukum sholat hingga
mendetail, baru kemudian menyeru orang lain. Tak perlu juga melihat apakah dia seseorang yang ahli sholat
ataukah bukan, sehingga baru mengajak orang lain untuk sholat, padahal dia mengetahui kewajibannya.
”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik.” [Q.S. an-Nahl : 125]
Syaikh menjelaskan:
Sebagian manusia, acap kali ketika menjumpai suatu kemungkaran,
ia langsung terburu-buru main sikat. Ia tidak berfikir akan dampak
dan akibat perbuatannya ini, tidak hanya bagi dirinya, namun juga
bagi dirinya dan rekan seperjuangannya sesama da’i yang menyeru
kepada kebenaran.
2. Sabar
Seorang da’i haruslah bersabar di atas dakwahnya, sabar atas apa yang
ia dakwahkan, sabar terhadap orang yang menentang dakwahnya dan
sabar atas segala aral rintangan yang menghadangnya.
Setiap manusia yang menjadi seorang da’i di jalan Alloh Azza wa Jalla
pastilah akan menghadapi rintangan :
“Dan seperti itulah, Telah kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari
orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi
petunjuk dan penolong.” [Q.S. al-Furqon : 31]
Jadi, segala hal yang merintangi dakwah Anda wahai para da’i, apabila
hal itu benar (yakni maksudnya hal yang merintangi ternyata adalah
kebenaran –penj.) maka wajib bagi Anda kembali kepada kebenaran
tersebut, dan apabila batil maka jangan sampai tekad Anda
dibelokkan dari tujuan semula pada dakwah Anda.
”Dan apakah orang yang sudah mati, kemudian dia Kami hidupkan dan
Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu
5
Aku teringat pernah membaca ucapan yang menggetarkan dari Syaikhul Islam Ibnu Qayyim al
Jauziyyah Rohimahulloh di suatu alamat web:
Wahai orang-orang yang bermental banci, di mana Anda dari jalan? Jalan di mana di atasnya: Adam
kelelahan, Nuh meratap sedih, Al-Khalil dilempar ke dalam api, Ismail dibaringkan untuk disembelih, Yusuf
dijual dengan harga murah dan dipenjara beberapa tahun, Zakaria digergaji, Yahya disembelih, Ayyub
menderita sakit parah, tangisan Daud melebihi batas kewajaran, Isa berjalan kesusahan seorang diri dan
Muhammad sholallahu ‘alaihi wa Sallam mengalami kemiskinan dan berbagai siksaan. Anda malah bersantai
dengan kelalaian dan permainan? [Al-Fawaid, katanya hlm. 56].
dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan
orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak
dapat keluar dari padanya?" [Q.S. al-An’aam : 122]
3. Hikmah
Dan,
”Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli kitab, melainkan dengan cara
yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka.”
[Q.S. al-‘Ankabuut: 46] 6
6
Abu Salma keliru lagi dalam penulisan sumber ayat-Nya. Seharusnya ayat 46, bukan 49. Maklumlah,
beliau banyak sekali menyusun e-books dan tulisannya di banyak situs beliau.
Sesungguhnya hikmah Alloh Azza wa Jalla sangat jauh dari hal ini. Hal ini
dapat ditunjukkan dengan kenyataan bahwa al-Kitab diturunkan kepada
beliau secara bertahap sampai menjadi mantap dan sempurna di dalam
jiwa.
Begitu juga dengan sholat. Sholat ketika pertama kali disyariatkan, tidak
diwajibkan sebagaimana sekarang ini. Sholat yang pertama kali
diwajibkan adalah dua rakaat zhuhur, ashar, isya’ dan fajar, serta tiga
rakaat maghrib sebagai witir pada pertengahan hari. Setelah hijrah dan
setelah Rasulullah Shollallohu ’alaihi wa Sallam melewati masa 13 tahun
di Makkah, rakaat shalat ditambah menjadi empat rakaat untuk zhuhur,
ashar dan isya’.
Saya berkata : Sesungguhnya hikmah itu menolak bahwa dunia ini dapat
berubah hanya dalam sehari semalam, untuk itu haruslah ada kelapangan
jiwa. Terimalah dari saudara yang Anda dakwahi kebenaran yang ada
padanya hari ini, dan berjalanlah bersamanya secara bertahap sedikit
demi sedikit sampai akhirnya ia terbebas dari kebatilan. Janganlah anda
beranggapan bahwa manusia itu memiliki tingkatan yang sama, karena
sungguh berbeda antara orang yang jahil dengan orang yang
menentang7.
7
Subhanalloh, inilah kata-kata yang sangat menyentuh kalbu dari seorang Syaikh yang fakih, dan
terkenal keilmuannya, terutama dalam masalah-masalah fikih. Betapa mulianya akhlak beliau, dan betapa
konsistennya beliau dengan manhaj Salafush Sholih, manhaj yang penuh dengan hikmah. Dan lihatlah, betapa
jeleknya orang-orang yang menuduh beliau dengan beragam fitnah, yaitu orang-orang yang ghuluw dalam
agamanya. Semoga Alloh memberi hidayah kapada lisan-lisan yang mencela para ulama. Seandainya tidak
dikabulkan, semoga Alloh menjelekkan lisannya di hadapan para manusia! Sehingga tak ada seorangpun
Kemudian Syaikh menceritakan contoh-contoh teladan dari Rosululloh
Shollallohu ’alaihi wa Sallam:
manusia yang terpengaruh oleh kedustaannya. Dan sangatlah tepat menurutku jika beliau adalah seorang da’i
yang termasuk di dalam ucapan beliau sendiri: “Pada hakikatnya, kehidupan seorang da’i tidaklah berarti
ruhnya tetap berada di dalam jasadnya saja, namun ucapannya tetap hidup di tengah-tengah manusia.”
Wallohu a’lam.
sedangkan ia tidak mengetahui bahwa hal itu dapat membatalkan
sholat, maka sholatnya sah.
8
Lihatlah, bagaimana Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa Sallam menempatkan segala sesuatu pada
tempatnya. Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa Sallam bersikap lunak dan bersikap keras pada saat-saat yang
tepat. Sehingga tidak ada respon dari umatnya melainkan semakin kuat imannya, semakin mencintai
Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa Sallam, dan semakin besar ghirohnya kepada Islam. Wallohu a’lam.
Poin Penting dalam Perihal Ini:
9
Sebenarnya aku merasa tak pantas untuk mengomentari ucapan Syaikh Utsaimin Rohimahulloh.
Namun, aku ingin sekali menambahkannya supaya dapat lebih banyak diambil hikmahnya.
Aku berkata: “Dan orang tersebut sebenarnya paham akan kebenaran, namun menyengaja
menyelisihinya lantaran hawa nafsunya. Wallohu a’lam.”
10
Riwayat lain dalam masalah ini adalah:
Alloh Ta’ala berfirman (terj.):
Apabila Anda tidak menginginkan ada orang selain Anda yang menyelisihi
Anda, demikian pula dengan orang lain. Ia juga tidak menginginkan ada
orang lain yang menyelisihinya. Sebagaimana pula Anda menghendaki
supaya manusia mau menerima pendapat Anda, maka orang yang
menyelisihi Anda pun juga ingin supaya pendapat mereka diterima.
“Diriwayatkan dari Maimun bin Mahran, ia mengisahkan: “Dahulu Abu Bakar (As Shiddiq) bila datang
kepadanya suatu permasalahan (persengketaan), maka pertama yang ia lakukan ialah membaca Al Qur’an,
bila ia mendapatkan padanya ayat yang dapat ia gunakan untuk menghakimi mereka, maka ia akan
memutuskan berdasarkan ayat itu. Bila ia tidak mendapatkannya di Al Qur’an, akan tetapi ia mengetahui
sunnah (hadits) Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam, maka ia akan memutuskannya berdasarkan hadits
tersebut. Bila ia tidak mengetahui sunnah, maka ia akan menanyakannya kepada kaum muslimin, dan berkata
kepada mereka: Sesungguhnya telah datang kepadaku permasalahan demikian dan demikian, apakah kalian
mengetahui bahwa Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam pernah memutuskan dalam permasalahan itu dengan
suatu keputusan? Kadang kala ada beberapa sahabat yang semuanya menyebutkan suatu keputusan (sunnah)
dari Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam, sehingga Abu bakar berkata: Segala puji bagi Allah yang telah
menjadikan diantara kita orang-orang yang menghafal sunnah-sunnah Nabi kita shollallahu’alaihiwasallam.
Akan tetapi bila ia tidak mendapatkan satu sunnah-pun dari Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam, maka ia
mengumpulkan para pemuka dan orang-orang yang berilmu dari masyarakat, lalu ia bermusyawarah dengan
mereka. Bila mereka menyepakati suatu pendapat, maka ia akan memutuskan dengannya. Dan demikian pula
yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khatthab sepeninggal beliau.” [Riwayat Ad Darimi dan Al Baihaqi, dan
Al Hafiz Ibnu Hajar menyatakan bahwa sanadnya adalah shahih]
Sikap Abu Bakar Rodhiyallohu anhu dapat kita teladani dengan menanyakan suatu permasalahan
yang rumit terhadap ulama yang ahli dalam bidang tersebut. Sebab, semua sahabat yang ditanyai Abu Bakar
Rodhiyallohu anhu tertunya semuanya adalah seorang ulama.
Jika telah jelas bagi Anda suatu kebenaran, maka wajib bagi Anda
melempar ucapan orang yang menyelisihi kebenaran itu ke balik tembok,
dan janganlah Anda menoleh kepadanya walau setinggi apapun
kedudukannya di dalam ilmu dan agama. Karena ucapan seseorang bisa
saja salah sedangkan Kalamullah Ta’ala dan ucapan Rasul-Nya Shallallahu
’alaihi wa Sallam tidak mungkin salah.11
”Sesungguhnya ummat kamu semua ini adalah ummat yang satu, dan
Aku adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku.” [Q.S. al-Mu’minun :
52]
Wajib bagi kita menerima arahan ini dan wajib bagi kita bersatu di atas
landasan pembahasan dan saling berdiskusi satu dengan lainnya di atas
koridor ishlah (perbaikan) bukannya di atas koridor kritikan dan balas
dendam.