You are on page 1of 4

CEDERA ANAK

Perhatian
• Anak dengan cedera multisistem dapat mengalami perburukan yang cepat serta
akan mengalami komplikasi yang serius.
• Karakteristik anatomi yang unik membutuhkan pertimbangan yang khusus dalam
pemeriksaan dan tatalaksananya.
• Tulang pada anak lebih lentur, sehingga kerusakan organ dalam dapat terjadi
tanpa adanya fraktur. Sehingga bila didapatkan adanya fraktur kosta, dapat
dipastikan anak tersebut telah mengalami high impact injury yang multiple,
sehingga harus dicurigai adanya cedera pada organ lain yang serius.
• Waspada terhadap kemungkinan non-accidental injury sebagai penyebab cedera
yang terlihat.

Penatalaksanaan
Jalan Nafas
• Intubasi orotrakeal dibawah direct vision dengan immobilisasi yang adekuat serta
proteksi terhadap cervical spine.
• Preoksigenasi sebelum melakukan intubasi.
• Gunakan uncuffed endotracheal tubes (ETT) untuk intubasi anak-anak. Ukuran
ETT dapat diperkirakan dengan mengukur diameter external nares atau jari
kelingking anak tersebut. Lihat Bab Paediatrics Drugs Equipment
• Atropin (0,1-0,5mg) harus diberikan sebelum intubasi untuk mencegah
bradikardia selama intubasi.
• Ketika akses dan control jalan nafas tidak bisa dipenuhi oleh bag-valve mask atau
orotracheal intubation, maka needle cricothyroidotomy merupakan metode yang
dipilih. Surgical cricothyroidotomy jarang digunakan, jika ada, harus ada
indikasinya.
Pernafasan
• Respiratory Rate (RR) pada anak menurun seiring usia
Bayi : 40-60 x/menit
Anak yang lebih besar : 20 x/menit
• Pemberian Ventilasi berlebihan dengan high tidal volume dan airway pressure
dapat berakibat pada iatrogenic bronchoalveolar injury. Volume tidal : 7 sampai
10ml/kg.

• Dekompresi pleural dilakukan dengan tube thoracostomy, sama seperti dewasa


yakni pada ICS 5, anterior dari midaxillary line. Chest tube ditempatkan pada
cavum thorax dengan memasukkan tube melewati kosta pada lokasi kulit yang
telah diinsisi.

Sirkulasi
• Peningkatan physiologic reserves pada anak memberikan kemungkinan untuk
mempertahankan tanda vital berada pada kisaran normal, walaupun anak berada
pada keadaan shock berat. Tanda awal adanya syok hipovolemik pada anak
adalah takikardia dan perfusi kulit yang buruk. Penurunan volume darah sirkulasi
minimal sebesar 25% akan menunjukkan tanda/manifestasi syok:
1. Takikardi
2. Perfusi kulit yang buruk
3. Penurunan pulse pressure
4. Skin mottling
5. Ekstremitas dingin bila dibandingkan dengan kulit bagian torso.
6. Penurunan tingkat kesadaran dengan respon yang tumpul terhadap nyeri.
7. Penurunan tekanan darah
8. Urin output yang sedikit
• Hipotensi pada anak menunjukkan keadaan shock yang tidak
terkompensasi dan mengindikasikan kehilangan darah yang banyak > 45% dari
volume darah sirkulasi. Takikardi akan berubah menjadi bradikardi sering disertai
dengan keadaan hipotensi serta tanda lainnya :
SBP = 70 + (2x usia dalam tahun)
DBP = 2/3 x SBP

Resusitasi Cairan
• Resusitasi cairan pada anak didasarkan pada berat badan anak. Gunakan Broselow
resuscitation measuring tape.
• Untuk syok, bolus cairan 20ml/kg kristaloid yang hangat dapat diberikan.
Mungkin akan diperlukan total cairan sebesar 3 bolus 20ml/kgBB jika terjadi
kehilangan darah 25% volume darah sirkulasi.jika sedang memberikan bolus
cairan yang ketiga, pertimbangkan untuk pemberian 10ml/kg darah dengan tipe
yang spesifik untuk anak. Rujuk ke bagian bedah jika tidak ada perbaikan setelah
pemberian bolus cairan yang pertama.
• Lokasi akses vena pada anak a.l:
1. perkutaneus peripheral (2 percobaan)
2. intraosseus (anak usia < 6 tahun)
3. Venous cutdown : vena saphena pada pergelangan kaki.
4. perkutaneus placement : vena femoralis
Infus intraosseus harus dihentikan ketika akses peripheral yang baik telah
didapatkan. Lokasi infus intraosseus yang disarakan adalah pada permukaan
anteromedial tibia proksimalis, 2 cm dibawah tuberoseus tibia. Lokasi ini tidak
disarankan bila terdapat fraktur pada bagian proksimalnya; kanulasi kemudian
dapat dilakukan pada bagian distal femur. Output urin yang diharapkan pada px
yang telah mendapatkan resusitasi adekuat adalah 1-2ml/kg/jam.

Penanganan Cedera yang Spesifik


Trauma dada
• cedera pada dada merupakan petunjuk adanya cedera organ yang lain karena lebih
dari 2/3 anak dengan cedera dada juga mengalami cedera system organ yang
lainnya.
• Fraktur kostae menunjukkan adanya severe injuring force.
• Cedera spesifik serta penatalaksanaannya sama seperti pada dewasa.

Trauma Abdominal
• Cedera penetrasi pada abdomen membutuhkan perhatian yang besar dari ahli
bedah.
• Pemeriksaan abdomen pada anak dengan trauma tumpul dapat sulit dilakukan
karena anak bisaanya tidak kooperatif, terutama bila mereka mengalami ketakutan
akibat trauma yang telah dialami.
• Dekompresi gaster dan urinary dapat memfasilitasi evaluasi.
• Alat pembantu diagnostik a.l:
1. Computed tomography (CT)
a. Bermanfaat pada anak dengan hemodinamik yang normal
dan stabil.
b. Harus dilakukan dengan menggunakan double atau triple
contrast.
c. Biasanya membutuhkan sedasi.
d. Tindakan ini tidak boleh sampai menunda terapi yang lain
e. Dapat menunjukkan identifikasi cedera secara tepat.
2. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
a. Digunakan untuk mendeteksi perdarahan intraabdominal pada anak
yang hemodinamikanya abnormal.
b. Digunakan NS hangat 10ml/kg (sampai 1000ml) selama 10 menit.
c. Cedera organ retroperitoneal tidak dapat dideteksi
d. Definisi hasil lavage yang positif sama dengan dewasa.
e. Adanya darah pada peritoneum saja tidak menjadikannya sebagai
indikasi untuk dilakukannya laparotomi.
f. Harus dilakukan oleh ahli bedah anak.
3. Focus Assessment using Sonography in Trauma (FAST)
a. Hanya sedikit penelitian mengenai efikasi ultrasonografi pada anak
yang telah dilaporkan.
b. Selektif, manajemen non-operatif pada anak dengan trauma tumpul
pada abdomen dilakukan pada berbagai trauma center. Telah ditunjukkan
bahwa perdarahan yang berasal dari cedera spleen, liver dan ginjal
bisaanya bersifat self limiting.
c. Anak-anak ini harus dimonitor secara ketat pada intensive care dengan
pemeriksaan yang berulang oleh ahli bedah.

Trauma Kepala
• Manajemennya sama seperti pada orang dewasa. GCS sangat
bermanfaat. Namun komponen skor verbal pada anak harus dimodifikasi :
Respon Verbal Skor V
1. Kata-kata yang terarah, atau tersenyum, menurut 5
2. Menangis, namun dapat dihibur 4
3. ‘Lekas marah/irritabel’ yang persisten 3
4. Gelisah, agitasi 2
5. Tidak ada respon 1
• Sama seperti dewasa, hipotensi jarang terjadi, jika ada,
kemungkinan disebabkan oleh cedera kepala itu sendiri, serta penyebab lainnya.
Pada bayi, sekalipun jarang terjadi, hipotensi akibat kehilangan darah akibat
perdarahan di sub galeal atau epidural space, karena sutura krnialis dan fontanella
yang masih terbuka pada bayi.
• Restorasi yang cepat dan adekuat dari volume darah sirkulasi
harus dilakukan, juga harus menghindari terjadinya hipoksia.
• Pada anak kecil dengan fontanella terbuka dan garis sutura
cranial yang mobile, tanda expanding mass mungkin tidak terlihat sampai timbul
dekompensasi yang cepat. Sehingga harus diterapi sebagai cedera kepala berat.
• Vomiting, kejang dan amnesia sering terjadi pada anak
setelah cedera kepala. Selidiki anak yang mengalami vomiting persisten atau
memburuk, atau kejang yang berulang dengan CT scan kepala.
• Obat-obatan yang sering digunakan pada cedera kepala anak
a.l:
1. Fenobarbital 2-3 mg/kg
2. Diazepam 0,25 mg/kg, bolus Iv pelan
3. Fenitoin 15-20 mg/kg, diberikan pada 1mg/kg/menit sebagai loading dose,
kemudian 4-7 mg/kg/hari untuk maintenance
4. Mannitol 0,5-1,0g/kg (jarang diperlukan). Obat ini dapat memperburuk
hipovolemi dan harus diberikan hati-hati pada awal resusitasi pada anak
dengan cedera kepala.

Cedera Spinal Cord (Spinal Cord Injury)


• Cedera spinal cord pada anak jarang terjadi.
• Anak dengan Spinal Cord Injury Without Radiographic Abnormalities
(SCIWORA) lebih banyak ditemukan daripada pada dewasa. Hasil radiografi
spine yang normal ditemukan pada sekitar 2/3 anak dengan spinal cord injury,
sehingga hasil yang normal tersebut tidak dapat digunakan untuk menyingkirkan
diagnosa spinal injury yang signifikan.
• Cedera spinal cord pada anak diterapi sama seperti pada orang dewasa.
Untuk spinal injury non-penetrating yang terjadi dalam 8 jam sejak cedera, dapat
diberikan methylprednisolone 30mg/kg dalam 15 menit pertama, dilanjutkan
dengan 5,4 mg/kg per jam untuk 23 jam selanjutnya.

You might also like