You are on page 1of 26

PEPTIC ULCER DISEASE

PENDAHULUAN

Lambung sebagai reservoir makanan berfungsi menerima


makanan/minuman, menggiling, mencampur, dan mengosongkan makanan ke
dalam duodenum. Lambung yang selalu berhubungan dengan semua jenis
makanan, minuman dan obat-obatan akan mengalami iritasi kronik. Lambung
sebenarnya terlindungi oleh lapisan mucus, tetapi oleh karena beberapa factor
iritan seperti makanan, minuman, dan obat-obatan anti inflamasi non-steroid
(NSAID), alcohol dan empedu, yang dapat menimbulkan defek lapisan mukosa
dan terjadi difusi balik ion H+ sehingga timbul gastritis akut/kronik atau ulkus
gaster.

Dengan ditemukannya kuman H. pylori pada kelainan saluran cerna, saat ini
dianggap H. Pylori merupakan penyebab utama ulkus gaster, di samping NSAID,
alcohol dan sindrom Zollinger Ellison yang menyebabkan terjadinya peningkatan
produksi dari hormone gastrin sehingga produksi HCl pun turut meningkat.

ANATOMI DAN FISIOLOGI GASTER

Lambung (bahasa Inggris: stomach) atau ventrikulus berupa suatu kantong


yang terletak di bawah diafragma, berbentuk huruf J. Fungsi lambung secara
umum adalah tempat di mana makanan dicerna dan sejumlah kecil sari-sari
makanan diserap. Lambung dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah kardia,
fundus dan pilorus. Kardia adalah bagian atas, daerah pintu masuk makanan dari
kerongkongan . Fundus adalah bagian tengah, bentuknya membulat. Pilorus
adalah bagian bawah, daerah yang berhubungan dengan usus 12 jari duodenum.

Dinding lambung tersusun menjadi empat lapisan, yakni mukosa,


submukosa, muscularis, dan serosa. Mukosa ialah lapisan dimana sel-sel
mengeluarkan berbagai jenis cairan, seperti enzim, asam lambung, dan hormon.
Lapisan ini berbentuk seperti palung untuk memperbesar perbandingan antara luas
dan volume sehingga memperbanyak volume getah lambung yang dapat
dikeluarkan. Submukosa ialah lapisan dimana pembuluh darah arteri dan vena
dapat ditemukan untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut sekaligus
untuk membawa nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari sel-sel
tersebut. Muscularis adalah lapisan otot yang membantu perut dalam pencernaan
mekanis. Lapisan ini dibagi menjadi 3 lapisan otot, yakni otot melingkar,
memanjang, dan menyerong. Kontraksi dari ketiga macam lapisan otot tersebut
mengakibatkan gerak peristaltik (gerak menggelombang). Gerak peristaltik
menyebabkan makanan di dalam lambung diaduk-aduk. Lapisan terluar yaitu
serosa berfungsi sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di lapisan ini
mengeluarkan sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara
perut dengan anggota tubuh lainnya.

Gambar 1. Anatomi Gaster: 1.Esofagus, 2.Kardia, 3.Fundus, 4.Selaput


Lendir, 5.Lapisan Otot, 6.Mukosa Lambung, 7.Korpus, 8.Antrum Pilorik,
9.Pilorus, 10.Duodenum
Di lapisan mukosa terdapat 3 jenis sel yang berfungsi dalam pencernaan,
yaitu sel goblet [goblet cell], sel parietal [parietal cell], dan sel chief [chief cell].
Sel goblet berfungsi untuk memproduksi mucus atau lendir untuk menjaga lapisan
terluar sel agar tidak rusak karena enzim pepsin dan asam lambung. Sel parietal
berfungsi untuk memproduksi asam lambung [Hydrochloric acid] yang berguna
dalam pengaktifan enzim pepsin. Diperkirakan bahwa sel parietal memproduksi
1.5 mol dm-3 asam lambung yang membuat tingkat keasaman dalam lambung
mencapai pH 2 yang bersifat sangat asam. Sel chief berfungsi untuk memproduksi
pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak aktif. Sel chief memproduksi
dalam bentuk tidak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna protein yang dimiliki
oleh sel tersebut yang dapat menyebabkan kematian pada sel tersebut.

Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat kelenjar-kelenjar yang


menghasilkan getah lambung. Aroma, bentuk, warna, dan selera terhadap
makanan secara refleks akan menimbulkan sekresi getah lambung. Getah lambung
mengandung asam lambung (HCI), pepsin, musin, dan renin. Asam lambung
berperan sebagai pembunuh mikroorganisme dan mengaktifkan enzim pepsinogen
menjadi pepsin. Pepsin merupakan enzim yang dapat mengubah protein menjadi
molekul yang lebih kecil. Musin merupakan mukosa protein yang melicinkan
makanan. Renin merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada mamalia,
berperan sebagai kaseinogen menjadi kasein. Kasein digumpalkan oleh Ca2+ dari
susu sehingga dapat dicerna oleh pepsin. Tanpa adanya renim susu yang berwujud
cair akan lewat begitu saja di dalam lambuing dan usus tanpa sempat dicerna.

Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi
lembut seperti bubur, disebut chyme (kim) atau bubur makanan. Otot lambung
bagian pilorus mengatur pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum.
Caranya, otot pilorus yang mengarah ke lambung akan relaksasi (mengendur) jika
tersentuk kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otot pilorus yang mengarah ke
duodenum akan berkontraksi (mengerut) jika tersentu kim. Jadi, misalnya kim
yang bersifat asam tiba di pilorus depan, maka pilorus akan membuka, sehingga
makanan lewat. Oleh karena makanan asam mengenai pilorus belakang, pilorus
menutup. Makanan tersebut dicerna sehingga keasamannya menurun. Makanan
yang bersifat basa di belakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka.
Akibatnya, makanan yang asam dari lambung masuk ke duodenum. Demikian
seterusnya. Jadi, makanan melewati pilorus menuju duodenum segumpal demi
segumpal agar makanan tersebut dapat tercerna efektif. Seteleah 2 sampai 5 jam,
lambung kosong kembali.

Pengaturan peristiwa ini terjadi baik melalui saraf maupun hormon. Impuls
parasimpatikus yang disampaikan melalui nervus vagus akan meningkatkan
motilitas, secara reflektoris melalui vagus juga akan terjadi pengosongan
lambung. Refleks pengosongan lambung ini akan dihambat oleh isi yang penuh,
kadar lemak yang tinggi dan reaksi asam pada awal duodenum. Keasaman ini
disebabkan oleh hormon saluran cerna terutama sekretin dan kholesistokinin-
pankreo-zimin, yang dibentuk dalam mukosa duodenum dan dibawa bersama
aliran darah ke lambung. Dengan demikian proses pengosongan lambung
merupakan proses umpan balik humoral.

Kelenjar di lambung tiap hari membentuk sekitar 2-3 liter getah lambung,
yang merupakan larutan asam klorida yang hampir isotonis dengan pH antara 0,8-
1,5, yang mengandung pula enzim pencemaan, lendir dan faktor intrinsik yang
dibutuhkan untuk absorpsi vitamin B12. Asam klorida menyebabkan denaturasi
protein makanan dan menyebabkan penguraian enzimatik lebih mudah. Asam
klorida juga menyediakan pH yang cocok bagi enzim lambung dan mengubah
pepsinogen yang tak aktif menjadi pepsin.

Asam klorida juga akan membunuh bakteri yang terbawa bersama makanan.
Pengaturan sekresi getah lambung sangat kompleks. Seperti pada pengaturan
motilitas lambung serta pengosongannya, di sini pun terjadi pengaturan oleh saraf
maupun hormon. Berdasarkan saat terjadinya, maka sekresi getah lambung dibagi
atas fase sefalik, lambung (gastral) dan usus (intestinal).

Fase Sekresi Sefalik diatur sepenuhnya melalui saraf. Penginderaan


penciuman dan rasa akan menimbulkan impuls saraf aferen, yang di sistem saraf
pusat akan merangsang serabut vagus. Stimulasi nervus vagus akan menyebabkan
dibebaskannya asetilkolin dari dinding lambung. Ini akan menyebabkan stimulasi
langsung pada sel parietal dan sel epitel serta akan membebaskan gastrin dari sel
G antrum. Melalui aliran darah, gastrin akan sampai pada sel parietal dan akan
menstimulasinya sehingga sel itu membebaskan asam klorida. Pada sekresi asam
klorida ini, histamin juga ikut berperan. Histamin ini dibebaskan oleh mastosit
karena stimulasi vagus (gambar 3). Secara tak langsung dengan pembebasan
histamin ini gastrin dapat bekerja.

Fase Lambung. Sekresi getah lambung disebabkan oleh makanan yang


masuk ke dalam lambung. Relaksasi serta rangsang kimia seperti hasil urai
protein, kofein atau alkohol, akan menimbulkan refleks kolinergik lokal dan
pembebasan gastrin. Jika pH turun di bawah 3, pembebasan gastrin akan
dihambat.

Pada Fase Usus mula-mula akan terjadi peningkatan dan kemudian akan
diikuti dengan penurunan sekresi getah lambung. Jika kim yang asam masuk ke
usus duabelas jari akan dibebaskan sekretin. Ini akan menekan sekresi asam
klorida dan merangsang pengeluaran pepsinogen. Hambatan sekresi getah
lambung lainnya dilakukan oleh kholesistokinin-pankreozimin, terutama jika kim
yang banyak mengandung lemak sampai pada usus halus bagian atas.

Di samping zat-zat yang sudah disebutkan ada hormon saluran cerna lainnya
yang berperan pada sekresi dan motilitas. GIP (gastric inhibitory polypeptide)
menghambat sekresi HC1 dari lambung dan kemungkinan juga merangsang
sekresi insulin dari kelenjar pankreas.

Somatostatin, yang dibentuk tidak hanya di hipothalamus tetapi juga di


sejumlah organ lainnya antara lain sel D mukosa lambung dan usus halus serta
kelenjar pankreas, menghambat sekresi asam klorida, gastrin dan pepsin lambung
dan sekresi sekretin di usus halus. Fungsi endokrin dan eksokrin pankreas akan
turun (sekresi insulin dan glukagon serta asam karbonat dan enzim pencernaan).
Di samping itu, ada tekanan sistemik yang tak berubah, pasokan darah di daerah
n. Splanchnicus akan berkurang sekitar 20-30%.
Rangsang bau dan
Rangsang n. Vagus
rangsang kecap

Rangsang Lokal Rangsang Ganglion


(makanan)

Degranulasi mastosit
Pembebasan
Stimulasi sel G
asethilkolin

Pembebasan histamin Pembebasan Gastrin

Stimulasi Sel Parietal

Pembebasan HCl

Bagan 1. Pengaruh Sekresi Sel Parietal

ULKUS PEPTIKUM
DEFENISI

Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa


esophagus, lambung ataupun duodenum terputus dan meluas sampai di bawah
epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi,
walaupun seringkali dianggap juga sebagai ulkus. Ulkus kronik berbeda dengan
ulkus akut, karena memiliki jaringan parut pada dasar ulkus. Menurut definisi,
ulkus peptik dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah
asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroduodenal,
juga jejunum. Walaupun aktivitas pencernaan peptic oleh getah lambung
merupakan factor etiologi yang penting, terdapat bukti bahwa ini hanya
merupakan salah satu factor dari banyak factor yang berperan dalam patogenesis
ulkus peptic.

ETIOLOGI DAN INSIDEN

Salah satu penyebab utama sekitar 60% dari ulkus gaster dan 90% dari
ulkus duodenum ialah adanya reaksi inflamasi kronik akibat invasi dari
Helicobacter Pylori yang mana paling banyak membentuk koloni di sekitar
antrum pylori. Sistem imun tidak dapat mengatasi infeksi ini, meskipun telah
terbentuk antibody. Keadaan inilah yang menyebabkan bakteri dapat
menyebabkan gastritis kronik yang aktif oleh karena teradinya gangguan regulasi
gastrin dari bagian lambung yang terinfeksi Sekresi gastrin dapat menurun yang
menyebabkan keadaan hipo- maupun achlorida, dapat juga menjadi meningkat.
Gastrin dapat menstimulasi produksi dari asam lambung oleh sel parietal.
Helicobacter akan terancam dengan peningkatan asam lambung ini. Peningkatan
kadar asam lambung mempunyai kontribusi besar terhadap erosi dari mukosa
yang dapat berkembang menjadi formasi ulkus.

Penyebab utama yang lain ialah NSAID. Lambung melindungi diri dari
asam lambung dengan adanya lapisan mukosa yang tebal. Sekresi asam lambung
dipengaruhi oleh prostaglandin. NSAID memblokade fungsi dari cyclooxygenase
1 (cox-1), yang sangat penting dalam produksi prostaglandin. Anti inflamasi
selektif cox-2 seperti celecoxibe dan rofecoxibe kurang mempunyai peranan
penting terhadap keadaan ulkus pada mukosa lambung. Meningkatnya angka
kejadian helicobacter pylori penyebab ulkus di dunia Barat seiring dengan
bertambahnya terapi medis, terutama meningkatnya penggunaan NSAID pada
pasien Arthritis. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya angka harapan hidup
warga di Barat.

Insidensi ulkus duodenum telah jauh berkurang sejak 30 tahun yang lalu,
meskipun angka kejadian ulkus gaster meningkat sedikit oleh karena penggunaan
secara luas dari NSAID. Turunnya angka kejadian ini disadari sebagai suatu
fenomena kohort independen terhadap kemajuan terapi penyakit. Fenomena
kohort mungkin dapat menjelaskan keadaan meningkatnya taraf hidup masyarakat
seiring dengan menurunnya angka kejadian infeksi dari Helicobacter Pylori.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara merokok


dan formasi ulkus, namun di penelitian lain mengatakan sebaliknya. Dari
beberapa hasil penelitian menyimpulkan makanan yang merangsang seperti
makanan pedas serta golongan darah tertentu bersifat ulserogenosa, hipotesis ini
bertahan hingga akhir abad ke-20 tapi telah terbantahkan terhadap proses
terjadinya ulkus peptic. Suatu hipotesa yang hampir mirip yaitu konsumsi dari
alcohol yang disertai dengan infeksi dari Helicobacter Pylori, keduanya harus
saling bersamaaan, tak bias berdiri sendiri.

Gastrinomas atau Zollinger Ellison Syndrome ialah suatu keadaan dimana


terjadi peningkatan produksi hormone gastrin. Gastrin bekerja di sel parietal
lambung untuk sekresi ion hydrogen di lumen lambung. Bila hormone gastrin
terus meningkat dapat menyebabkan hyperplasia sel parietal. Ion hydrogen akan
berikatan secara bebas dengan ion clorida membentuk asam klorida. Akumulasi
asam klorida yang terjadi secara terus-menerus memudahkan terjadinya ulkus di
mukosa lambung.

Para peneliti juga terus melihat stres sebagai penyebab yang mungkin, atau
setidaknya komplikasi, dalam perkembangan ulkus. Ada perdebatan mengenai
apakah stres psikologis dapat mempengaruhi perkembangan ulkus gaster. Luka
bakar dan trauma kepala, dari beberapa penelitian mengatakan kedua hal ini dapat
menyebabkan ulkus stres fisiologis, yang dilaporkan pada banyak pasien yang
mengalami gangguan ventilasi.

Sebuah pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh Academy of


Behavioral Medicine Research menyimpulkan bahwa ulkus tidak murni sebuah
penyakit infeksi dan gangguan fisiologis dalam lambung, namun faktor-faktor
psikologis juga memainkan peran penting. Para peneliti kini sedang mempelajari
bagaimana stres dapat mempromosikan infeksi H. pylori. Mereka menyimpulkan,
Helicobacter pylori tumbuh subur di lingkungan asam, dan keadaan stres dapat
menyebabkan produksi asam lambung berlebih. Hasill penelitian ini didukung
oleh sebuah penelitian lain pada tikus yang menunjukkan bahwa stress yang
timbul akibat perendaman dalam jangka panjang dan infeksi Helicobacter pylori
secara independen terkait dengan pengembangan tukak lambung.

Sebuah studi pasien ulkus peptikum di sebuah rumah sakit Thailand


menunjukkan bahwa stres kronis itu sangat terkait dengan peningkatan risiko
tukak lambung, dan kombinasi dari stres kronis dan waktu makan yang tidak
teratur adalah faktor risiko yang signifikan.

PATOGENESIS
Bagan 2. Patogenesa Peptic Ulcer Disease

GEJALA KLINIS

Gejala klinik yang dapat ditemukan pada penderita ulkus peptikum:

 Heartburn yang terkait dengan waktu makan dan pola makan


 Perut kembung dan sering merasa kenyang
 Produksi air liur yang berlebih untuk mengatasi produksi asam yang
berlebih
 Mual dan muntah
 Hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan
 Hematemesis yang dapat terjadi akibat ulkus yang menyebabkan
perdarahan atau karena rangsangan mukosa akibat muntah yang terjadi
terus-menerus
 Melena, kotoran berbau busuk karena kotoran teroksidasi dengan asam
lambung
 Peritonitis bila terjadi perforasi gaster ataupun duodenum
Asam lambung terbukti berperan dalam timbulnya ulkus. Pada ulkus
duodenum sering ditemukan hiperasiditas, namun pada ulkus lambung jumlah
asam lambung normal ataubahkan sedikitjumlah asam lambung. Ini disebabkan
oleh keseimbangan antara faktor agresif dan defensif.

Faktor agresif meliputi:


1. Faktor internal: asam lambung dan enzim pepsin.
2. Faktor eksternal: bahan iritan dari luar, infeksi bakteri H. Pylori.

Faktor defensif, meliputi:


1. Lapisan mukosa yang utuh
2. Regenerasi mukosa yang baik
3. Lapisan mukus yang melapisi lambung.
4. Sekresi bikarbonat oleh sel-sel lambung
5. Aliran darah mukosa yang adekuat
6. Prostaglandin

Terjadinya suatu peradangan diduga disebabkan oleh:


1. Meningkatnya faktor agresif
2. Menurunnya faktor defensif
3. Gabungan kedua faktor diatas yang terjadi bersamaan
Gambar 2. Patofisiologi ulkus gaster akibat infeksi Helycobacter Pylori
1. Faktor agresif
Asam lambung sudah sejak dahulu dikenal sebagai faktor agresif yang
utama karena sifat asamnya. Asam lambung selain bersifat anti bakteri, sifat yang
sebenarnya kita butuhkan untujk mensteerilkan suasan makanan yang kita makan,
juga bersifat merusak (destruktif). Selain itu peranan enzim pepsin juga penting.
Sesui dengan fungsinya yakni mencerna protein, maka mukosa saluan cerna yang
mengandung protein juga dicerna. Oleh karena itu, enzim ini bisa mencerna tidak
hanya protein dari makanan yang kita makan, tetapi juga mulosa saluran cerna itu
sendiri, sehingga terjadi kerusakan mukos yang verfungsi melindumgi sel di
bawahnya. Proses ini disebut autodigestion.

Faktor lain yang dapat meningkatkan faktor agresif adalah faktor eksternal
missalnya zat korosif atau infeksi kuman Helicobacter pylori. Zat korosif yang
sering masuk adalah makanan yang asam pedas, obat-obatan tertentu (NSAID,
anti inflamasi non steroid).

Faktor-faktor yang mempengaruhi sekresi asam lambung:


a. zat-zat kimiawi (gastrin, histamin)
b. sistem neuro-hormonal (nervus vagus)

Gastrin
Gastrin mrupakan hormon polipeptida yang merupakan salah satu pengtur
sekresi sam lambung.gasterin yang dihasilkan oleh sel G di mukosa lambung
dibawa melalui aliran darah ke sel parietal. Kemudian gastrin merangsang sekresi
asam lambung. Produksi dan pelepasan gastrin dirangsang melalui sistem saraf
otonom yakni nervus vagus, jadi sekresi asam lambung juga dirangsang oleh
sistem saraf otonom melalui nervus vagus, yang bersifat kolinergik.

Histamin
Histamin banyak terdapat di lapisan mukosa lambung di sel mast. Pasa
manusia terdapat beberpa tipe reseptor histamin yang masing-masing berbeda
lokasi dan reaksinya terhadap histamin, yaitu:
a. Reseptor H-1
Banyak terdapat di pembuluh darah dan otot polos. Perangsangan reseptor
ini meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, dan dilatasi (pelebaran). Efek
inisering disertai rasa sakit, panas, dan gatal. Obat-obatan yang meghambat
reseptor H-1 dikenal sebagai antihistamin yang umum, antara lain: chlorfeniramin
maleat, difenhidramin, siproheptadin, mebhidrolin nafadisilat dan lain-lain yang
menyebabkan sedasi. Kelompok yang tidak menyebabkan kantuk misalanya:
terfenadin, astemizol, fexofenadin, dan cetrizine dosis rendah.

b. Reseptor H-2
Histamin pada reseptor H-2 lambung erangsang produksi asam lambung.
Obat yang menghambat reepto H-2 ini disebut antagonis H-2 seperti, simetidin,
ranitidin, dan famotidin. Pada ulkus duodenum, faktor agresif lebih berperan
dalam proses patogenesisnya. Penderita ulkus duodenum biasanya mensekresi
asam lambung lebih banyak daripada orang normal.

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa derajat keasaman isi lambung


dipengaruhi oleh beberapa faktor:
 Jumlah sekresi asam lambung. Makin banyak, makin asam.
 Jumlah makanan yang masuk dan sifatnya. Makanan yang tidak bersifat
asam mengurangi suasana asam di lambung.
 Motilitas lambung. Makin cepat pengosongan, makin kurang asam
lambung.

2. FAKTOR DEFENSIF
 Kontinuitas lapisan mukosa/regenerasi mukosa
kontinuitas jaringan ini dipengaruhi berbagai hal yaitu: regenerasi sel
mukosa, nutrisi umum, dll. Regenerasi normal sel-sel mukosa lambung
terjdi dalam 1-2 hari. Jika regenerasi sel ini terganggu, pertahanan
lambung juga terganggu.
 Lapisan Mukus Lambung
Lapisan mukus merupakan suatu faktor yang penting dalam proses
melindungi mukosa karena:
a. mukus terdiri atas glikoprotein, merupakan suatu jel yang kental dan
lengket
b. bekerja sebagai pelumas sehingga dapat melindungi terhadap bahan
yang keras dan tajam yang lewat di atasnya
c. Mencegah difusi balik ion H+, mencegah difusi balik pepsin karena
ion H+ dicegah masuk kembali. Aktivasi pepsinogen yang ada di
mukosa dicegah, sehingga pembentukan pepsin dicegah dan tidak
terjadi perusakan mukosa.

 Bikarbonat
Sekresi bikarbonat dipengaruhi oleh sel-sel epitel sangat sedikit. Akan
tetapi, bikarbonat yang sedikit tersebut ditahan oleh membran sel epitel
dan mukus. Dengan demikian, bikarbonat tersebut dapat menetralisasi ion
H+ yang mungkin masuk menembus mukus.

 Aliran Darah Lambung


Sirkulasi darah dalam mukosa harus mencukupi untuk menjamin nutrisi
(O2 dan glukosa). Aliran darah juga menyingkirkan asam yang terlalu
banyak di dalam sel.

 Prostaglandin
Zat ini banyak terdapat di mukosa lambung. Prostaglandin, terutama
prostaglandin E, mempunyai beberapa peranan dalam menjaga faktor
defensif, yaitu merangsang terbentuknya mukus, ion bikarbonat, menjaga
aliran darah yang cukup, dan regenerasi sel-sel mukosa. Efek
prostaglandin ini juga didapat dengan pemberian analog prostaglandin.
Pembentukan prostaglandin dihambat oleh obat analgesik dan anti-
inflamasi.
Pada ulkus lambung, penurunan faktor defensif lebih banyak berperan
dalam patogenesis, berbeda dengan ulkus duodenum, dimana faktor agresif yang
berlebihan.

DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik
atau distensi abdominal. Bising usus mungkin tidak ada. Pemeriksaan dengan
barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan adanya ulkus, namun
endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan. Endoskopi GI atas digunakan untuk
mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa
dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui
dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X
karena ukuran atau lokasinya. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan
laboratorium adalah negatif terhadap adanya darah. Pemeriksaan sekretori
lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria
(tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-
ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri
yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus. Adanya H. Pylory dapat
ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur, meskipun hal ini
merupakan tes laboratorium khusus. Ada juga tes pernafasan yang mendeteksi H.
Pylori, serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H. Pylori.
Gambar 3. Penampakan ulkus gaster pada Barium enema X-Ray

Gambar 4. Tampak Ulkus pada mukosa lambung


pada pemeriksaan endoskopi

DIAGNOSIS BANDING
1. GERD
2. Gastritis
3. Kanker Lambung
4. Infark Miokard akut
PENATALAKSANAAN
Tujuan Pengobatan adalah:
1. Menyembuhkan ulkus
2. Menghilangkan rasa nyeri
3. Mencegah kekambuhan

Prinsip Pengobatan adalah:


1. Menghilangkan/Mengurangi factor agresif
2. Meningkatkan factor defensive
3. Kombinasi keduanya

Pengobatan non medika mentosa:


1. Mengatur frekuensi makan
2. Jumlah makanan
3. Jenis makanan
4. Mengendalikan stress

Pengobatan medika mentosa:


1. Penetralisir asam lambung: antasida
2. Penghambat sekresi asam lambung: antihistamin-2, antikolinergik, pengha
3. Proton Pump Inhibitor
4. Obat protektor mukosa: obat sitoprotektif, obat site-protective.
5. Antisecretory-cytoprotective agent: analog prostaglandin E, Ebrotidine.
6. Digestive enzyme
7. Obat prokinetik
8. Obat antiemetic
9. Antibiotik
10. Lain-lain: Antiansietas

a. Antasida
Antasida adalah obat yang bekerja lokal pada lambung untuk menetralkan
asam lambung. Karena antasida menetralkan asam lambung, maka pemberian
antasida akan eningkatkan pH lambung sehingga kemampuan proteolitik
(penguraian protein) enzim pesin (yang aktif pada pH 2) serta sifat korosf asam
dapat dimnimalkan. Peningkatan pH lebih dari 5 dapat menmbulkan efek acid
rebound. Acid rebound adalah hipersekresi dari asam lambung untuk
mempertahankan pH lambung yang normal (3 - 4). Dilihat dari sudut efek yang
merusak dari asam dan pepsin maka pencapaian pH yang ideal adalah pH 5
dimana kapasitas proteolitik pepsin dapat dihilangkan dan efek korosif dari asam
dapat diminimalkan.
Ada bermacam-macam antasida yang beredar di pasaran, baik jenis dan
merk dagang. Antasid merupakan senyawa basa yang dapat menetralkan asam
secara kimiawi misalnya kalsium karbonat, alumunium hidroksida, magnesium
hidroksida dalam kombinasi.
Indikasi Antasida adalah pengobatan simptomatik nyeri epigastrum, nyeri
lambung dan rasa kembung yang menyertai hipersiditas lambung, gastritis, ulkus
lambung dan ulkus duodenum.
Antasida diberikan bersama simetidin atau tetrasiklin oral dapat
mempengaruhi penyerapan obat-obat tersebut. Karena itu diberikan dengan
interval 2 jam. Antasida sampai sekarang masih tetap digunakan secara luas dalam
kombinasi dengan obat-obat antiulkus karena memberikan pengurangan rasa nyeri
di ulu hati dengan cepat dan efektif walaupun bersifat sementara. Nyeri dapat
diatasi dengan meningkatkan pH isi lambung diatas 2 dan keadaan ini mudah
dapat dicapai dengan pemberian antasida, tetapi untuk menyembuhkan ulkus
diperlukan pemberian antasida yang sering dengan dosis yang mencukupi.
Pemberian dosis tinggi yang menyebabkan peningkatan pH yang tinggi
disertai acid rebound yang akan menurunkan pH kembali, sehingga diperlukan
pemberian antasida dengan interval yang makin pendek (makin sering) agar pH
tetap tinggi secara kontinyu. Dikenal 2 regimen dosis yaitu:
a. Pengobatan antasida yang intensif
Pengobatan ini bertujuan menyembuhkan ulkus, antasida diberikan 1
dan 3 jam setelah makan dan sebelum tidur (dibagi dalam 7 kali
pemberian).
b. Pengobatan antasida yang tidak intensif
Termasuk disini pengobatan untuk menghilangkan ras nyeri. Untuk
keperluan ini antasida cukup diminum sesuai kebutuhan. Makanan dan
minuman juga mempunyai kemmpuan untuk menetralkan asam lambung,
sehingga dikenal istilah pain food reliefe, tetapi netralusasi ini hanya
bersifat sementara, oleh karena 1 jam kemudian sekresi asam mencapai
puncaknya. Karena itu rasa nyeri akan timbul kembali, biasanya mulai
kurang lebih 90 menit setelah makan. Adanya makanan akan
memperlambat pengosongan lambung sehing daya kerja antasida lebih
panjang, yaitu sekitar 2 jam.
Pada lambung yang kosong, daya kerja antasida hanya 20 - 40 menit,
karena antasida dengan cepat masuk ke duodenum. Satu jam sesudah
makan sekresi asam lambung mencapai maksimal, karena itu pemberian
antasida yang tepat adalah 1 jam sesudah makan dan daya kerja antasida
akan bertahan lebih lama karena makanan akan memperlambat
pengosongan lambung. Antasida diberikan lagi 3 jam sesudah makan
dengan maksud untuk memperpanjang daya kerja antasida kira-kira 1 jam
lagi.
Pada keadaan yang lebih parah misalnya pada ulkus berat atau
terjadi perdarahan, dianjurkan pemberian antasida tiap jam. Antsida
adakalanya diberikan sebelum tidur maksudnya untuk menetralkan asam
lambung yang disekresi pada malam hari. Tetapi daya kerja ini terbatas
karena lambung dalam keadaaan kosong sehingga untuk menghilangkan
nyeri pada malam hari sebaiknya digunakan obat antisekresi asam.

b. Penyekat Reseptor H-2


Sering disebut juga sebagai antagonis reseptor H-2. kerjanya sangat spesifik,
hanya menghambat reseptor H-2 saja yang terdapat dalam jumlah banyak di
mukosa lambung. Penyekat reseptor H-2 bekerja dengan menurunkan sekresi
asam lambu ng dalam waktu yang lebih lama daripada efek antasida, sehingga
lebih efektif. Contohnya simetidin, ranitidin, famotodin, dan nizatidin.
Penyekat reseptor H-2 bekerja dengan menghambat reseptor H-2 secara
bersaing dengan histamin. Penyekat reseptor H-2 akan berikatan dengan reseptor
tersebut karena mempunyai rumus bangun yang mirip dengan histamin. Histamin,
gastrin, dan asetilkolin terdapat di sel parietal lambung. Apabila histamin
berikatan dengan reseptornya, akan terbentuk siklik AMP (adenosin monofosfat)
dan akan menjadi aktif. Sedangkan jika gastrin dan asetilkolin yang berikatan
dengan reseptornya masing-masing akan menyebabkan peningkatan kadar
kalsium intrasel, yang selanjutnya diperantarakan histamin dan reseptor H-2.
Peningkatan siklik AMP maupun kadar kalsium akan mengaktifkan pompa proton
dari sel parietal. Pompa proton merupakan suatu enzim H-K-ATPase yang
memecahkan zat kimia pembawa energi yakni ATP sehingga memberikan energi
yang diperlukan untuk mengaktifkan pemompaan ion keluar masuk sel parietal.
Pompa proton akan secara aktif mengeluarkan ion H+ dari dalam sel ke kanalikuli
dan menukarnya dengan ion K+ dari kanalikuli. Ion K+ akan keluar lagi dari sel
parietal bersama-sama ion Cl-. Ion Cl- yang dikeluarkan ini kemudian akan
berikatan dengan ion H+ di kanlikuli membentuk asam lambung. Bila reseptor
histamin H-2 telah diikat oleh penyekat reseptor H-2, maka proses seperti diatas
tidak terjadi dan asam lambung tidak akan terbentuk.

c. Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sel parietal
sehingga menghambat sekresi asam lambung. Contohnya pirenzepine. Pirenzepin
pada dosis yang cukup tinggi juga mempengaruhi reseptor asetilkolin tipe lain
sehingga dapat menyebabkan efek samping antikolinergik klasik seperti mulut
kering, penglihatan kabur, jantung berdebar-debar, konstipasi, dan kesulitan
miksi.Indikasi utama adalah untuk ulkus lambung dan ulkus duodenum. Juga
diindikasikan pada dispepsia karena efek antispasmodik pada motilitas lambung
(menurunkan motilitas lambung). Dosisi pirenzepin yang direkomendasikan
adalah 1 tablet 50mg, 2 kali sehari sebelum makan. Obat antikolinergik lain
misalnya atropin dan skopolamin butil bromida tidak efektif menekan sekresi
asam lambung.
d. Proton Pump Inhibitor
Proton Pump Inhibitor juga disebut H-K-ATPase Inhibitor, karena memang
menghambat kerja enzim H-K-ATPase. Obat ini baru ditemukan tahun 80-an dan
terbukti jauh lebih kuat hambatannya terhadap sekresi asam lambung dibanding
bloker H-2. waktu kerjanya juga lebih lam sehingga dapat diberikan 1 kali sehari.
Contohnya omeprazole, esomeprazole, dan lansoprazole.
Golongan obat ini yang pertama kali dipasarkan ialah omeprazole.
Omeprazole merupakan suatu pro-drug yang tidak aktif di tubuh sampai
diaktifkan di sel parietal. Omeprazole merupakan basa lemah sehingga akan
terkonsemtrasi pada bagian-bagian yang asam. Selain rongga lambung, pada
tubuh satu-satunya tempat dimana terdapat keasaman adalah kanalikuli sekretori
sel parietal. PPI menghambat sekresi asam pada tahap akhir yaitu di pompa
proton.
Pada kanalikuli sekretori di sekitar pompa proton, omeprazole akan menarik
proton (ion H+) dan dengan cepat berubah menjadi sulfonamid tiofilik atau asam
sulfenat, yang merupakan penghambat pompa proton aktif. Sulfonamid akan
bereaksi cepat dengan pompa proton dan menghambatnya secara efektif yaitu
menghambat sekresi asam sebanyak 95 % selama 24 jam. Untuk menghindari
pemecahan omeprazole dalam rongga lambung yang asam, adalah formulasi
oralnya mengandung granul selaput enterik yang tahan asam. Jadi omeprazole
menghambat sekresi asam pada tahap akhir mekanisme sekresi asam yaitu di
pompa proton. Sifat omeprazole yang lipofilik sehingga mudah menembus
membran sel parietal tempat sel dihasilkan. Omeprazole hanya aktif dalam
lingkungan asam dan tidak aktif pada pH fisiologis, sehingga tidak menghambat
pompa proton di tempat lain. Hal ini membuat omeprazole aman karen hanya
menghambat pompa proton di sel parietal lambung. Dengan menghambat
produksi asam pada tahap ini, berarti omeprazole mengontrol sekresi asam tanpa
terpengaruh rangsangan lain (histamin, asetilkolin).

e. Mucosal protecting agent


Prinsip dari obat-obatan ini adalah melindungi mukosa lambung, baik secara
langsung maupun tidak. Obat yang melindungi secara langsung itu terjadi karena
obat tersebut membentuk suatu gel yang melekat erat pada mukosa lambung.
Berbeda dengan antasida, obat ini melindumgi mukosa dan dapat melekat erat di
mukosa lambung, maka obat ini harus diberikan dalam keadaan perut kosong.
Contohnya sukralfat dan bismuth. Sedangkan obat yang bekerja tidak langsung
melindungi mukosa adalah analog prostaglandin yaitu misoprostol.

f. Cytoprotective Agent (Setraksat)


Cytoprotective Agent merupakan golongan sitoprotektif karena
meningkatkan mekanisme pertahanan lambung dan duodenum. Peningkatan
ketahanan mukosa ini disebabkan oleh peningkatan mikrosirkulasi. Peningkatan
aliran darah mukosa lambung menyebabkan peningkatan produksi mukus,
produksi PgE, dan perbaikan sawar mukosa. Dengan meningkatnya
mikrosirkulasi, berarti suplai glukosa, oksigen dan zat-zat makanan semakin
meningkat sehingga aktivitas dan regenerasi sel-sel epitel mukosa semakin baik.
Efek utamanya adalah meningkatkan aliran darah mukosa lambung dan duodenum
sehingga meningkatkan regenerasi epitel mukosa dan produksi mukus dan
menghambat difusi balik ion hidrogen serta konversi pepsinogen menjadi pepsin
di membran mukosa. Jadi dengan meningkatkan resistensi mukosa, setraksat
mempercepat penyembuhan ulkus peptikum dan memperpendek lama
pengobatan.

g. Site Protective Agent (Sukralfat)


Sukralfat adalah kompleks alumunium dan sukrosa. Sukralfat menjadi
kental dan lengket dalam lingkungan asam serta melekat erat ke protein di kawah
ulkus. Sukralfat melindungi ulkus dari erosi lebih lanjut dan menghambat kerja
agresif pepsin dan empedu di tempat ulkus.

h. Tripotasium Dicitrato Bimustat (Colloidal Bismuth Subcitrate)


Pada pH asam, CBS akan membentuk endapan bismut oksiklorida dan
bismut sitrat yang melekat terutama pada tempat ulkus. Obat ini mempunyai efek
membentuk barrier terhadap asam dan pepsin namun tidak mempunyai efek
menetralkan asam. In-vitro obat ini juga dilaporkan mempunyai efek
bakteriostatik terhadap kuman Helicobacter pylori. Biasanya dikombinasi dengan
metronidazol dan amoksisilin atau tetrasiklin (triple therapy).

i. Analog Prostaglandin E
Substansi ini terdapat secara alamiah dalam tubuh dan diketahui berperan di
lambung. Derivat pertama yang dipasarkan adalah Misoprostol. Misoprostol
pertama kali dipasarkan di meksiko tahun 1985. obat ini telah memsuki pasar
dunia tetapi gagal baik klinis maupun komersial, karena itu diposisikan kembali
untuk pengobatan ulkus yang disebabkan oleh penggunaan obat AINS (Anti
Inflamasi Non Steroid), kemudian untuk pencegahan ulkus pada penderita yang
menggunakan AINS. Obat ini dikembangkan untuk memperkuat pertahanan
mukosa.

j. Antibiotika
Penelitian akhir-akhir ini membuktikan bahwa ada kaitan antara kuman
Helicobacter pylori dengan gastritis kronik, ulkus duodenum dan kanker lambung.
Ada banyak antibiotika yang secara in vitro sensitif terhadap kuman ini. Tapi
banyak yang kurang berhasil karena banyak antibiotika yang tidak aktif dalam
suasana asam. Sedangkan kuman Helicobacter pylori ini hidup dalam suasana
asam. Oleh karena itu, antibiotika seperti amoksisilin harus dikombinasikan
dengan obat penekan sekresi asam lambung yang kuat. Pengobatan ideal untuk
membasmi kuman ini belum ditetapkan.
Hasil konsensus asia pasifik tahun 1997 mengeluarkan pedoman eradikasi
Helicobacter pylori dengan triple therapy yang terdiri dari:

1. PPI dosis standar 2 kali sehari


Klaritromisin 500 mg 2 kali sehari
Amoksisilin 1000 mg 2 kali sehari
2. PPI dosis standar 2 kali sehari
Klaritromisin 500 mg 2 kali sehari
Metronidazol 400 mg 2 kali sehari
Semua obat diatas diberikan selama 7 hari. Regimen ini memberikan
efektifitas sekitar 90%. Namun lebih dari 30% penderita mengalami efek
samping dengan pengobatan ini, sebagian besar berupa efek samping ringan.
Suatu alternatif lain yan diberikan selama 2 minggu (efektifitas 80%) ialah:
 Omeprazole 40 mg 2 kali sehari
 Amoksisilin 500 mg 4 kali sehari

k. Obat-obat Lain
Ada beberapa obat yang juga bisa dipakai untuk ulkus peptikum seperti obat
antiansietas seperti Diazepam dan Cholordiazepoxide. Dasarnya adalah untuk
mengurangi stres, sehingga mengurangi juga pembentukan asam lambung.

l. Obat prokinetik (Metoklopropamid dan Domperidone)


a. Metoklopropamid
Metoklopropamid adalah obat yang bekerja melalui susunan saraf pusat
untuk merangsang motilitas lambung. Metoklopropamid mempercepat
pengosongan lambung dan meningkatkan tekanan sfingter esofagus bawah.
Kedua sifat ini membantu mengurangi refluks (pengaliran kembali) asam
lambung ke esofagus. Indikasi utama adalah heartburn (rasa panas menusuk
di ulu hati dan dada), dispepsia dan mual/muntah selama pengobatan dengan
kemoterapi. Efek samping dihubungkan dengan efeknya terhadap susunan
saraf pusat yaitu gelisah, kelelahan, pusing dan lesu. Diare juga merupakan
masalah pada beberapa penderita dan merupakan akibat dari peningkatan
motilitas lambung.

b. Domperidone
Digunakan untuk meningkatkan motilitas saluran cerna bagian atas.
Penggunaan utama adalah mengontrol rasa mual dan muntah tanpa melihat
penyebabnya. Domperidone meningkatkan motilitas lambung dengan
menghambat reseptor dopamin di dinding lambung.
KOMPLIKASI
Ulkus yang telah berlangsung lama akan menimbulkan komplikasi dan harus
segera dilakukan tindakan pembedahan. Komplikasi ulkus peptikum harus
ditanamkan dalam pikiran kita, beberapa di antaranya:
1. Intraktibilitas
Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah intraktibilitas, yang
berarti bahwa terapi medic telah gagal mengatasi gejala-gejala secar
adekuat. Penderita dapat terganggu tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu
untuk bekerja, sering memerlukan perawatan di rumah sakit, atau hanya
tidak mampu mengikuti cara pengobatan.
2. Perforasi
Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalami perforasi, dan komplikasi
ini bertanggung jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum.
Tukak biasanya pada dinding anterior duodenum atau lambung, karena
daerah ini hanya diliputi oleh peritoneum.
3. Obstruksi
Obstruksi pintu keluar lambung akibat peradangan dan edema,
pilorospasme, atau jaringan parut, terjadi pada sekitar 5% dari penderita
ulkus peptikum.Obstruksi lebih sering timbul pada penderita ulkus
duodenum, tetapi kadang-kadang terjadi bila tukak lambung terletak dekat
dengan sfingter pylorus.
4. Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering
terjadi, setidaknya ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit.
Tempat yang paling sering mengalami perdarahan adalah dinding posterior
bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria
pankreatikoduodenalis atau arteria gastroduodenalis.
5. Keganasan
Untuk menegakkan adanya suatu keganasan diperlukan pemeriksaan
biopsy sitologi jaringan.

You might also like