Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Redefinisi tugas Kelembagaan Pengelolaan Irigasi (KPI) merupakan salah satu kebijakan
yang ditempuh pemerintah sebagai bagian dari reformasi kebijakan pengelolaan irigasi seiring
dengan proses reformasi yang dilancarkan dalam setiap bidang sejak 1998. Dalam aspek hukum
proses reformasi tersebut telah berhasil melahirkan beberapa produk hukum seperti Undang-
undang No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2006
tentang Irigasi dan sejumlah peraturan menteri yang mengatur pelaksanaan lebih lanjut
ketentuan-ketentuan dalam bidang irigasi. Dengan kelahiran beberapa produk hukum tersebut
perubahan-perubahan dalam praktek penyelenggaraan pengembangan dan pengelolaan irigasi
memiliki landasan hukum yang semakin kuat untuk terus didorong sesuai tujuan reformasi.
Salah satu unsur dalam penyelenggaraan pengembangan dan pengelolaan irigasi yang cukup
menentukan adalah perangkat daerah sebagai bagian dari KPI. Kesiapan perangkat daerah dalam
pengaturan dan pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya untuk mendukung reformasi
kebijakan sangat diperlukan mengingat sampai saat ini umumnya mereka masih mengacu pada
dasar hukum yang berlaku sebelumnya.
Panduan ini disusun terutama dalam rangka membantu perangkat daerah propinsi dan
perangkat daerah kabupaten/kota melakukan perumusan kembali tugas dan tanggung jawabnya
dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yakni UU No 7/2004 dan PP No 20/2006 serta peraturan pelaksanaannya. Seperti
diketahui tugas dan tanggung jawab perangkat daerah selama ini ditetapkan berdasar peraturan
daerah masing-masing. Pengaturan lebih rinci umumnya ditetapkan lebih lanjut melalui
Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota untuk setiap perangkat. Peraturan daerah (Perda) maupun
Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota yang mengatur tugas dan tanggung jawab perangkat
daerah tersebut umumnya masih didasarkan pada undang-undang dan peraturan pemerintah
yang kini sudah diperbarui, yakni UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah diperbarui
dengan UU No 32/2004 dan Peraturan Pemerintah No 25/2001 tentang Pembagian Kewenangan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah diperbarui dengan PP No 38/2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Baik UU No 32/2004 maupun
PP No 38/2007 telah sesuai dengan UU No 7/2004 dan PP No 20/2006. Dengan demikian kini
tinggal Perda dan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota di setiap daerah yang perlu diperbarui
sesuai dengan dasar hukum baru tersebut untuk pengaturan tugas dan tanggung jawab perangkat
daerah.
Berkaitan dengan tugas dan fungsi perangkat daerah, sebagai penyesuaian terhadap UU
No 32/2004, telah diterbitkan pula PP No 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah yang
menggantikan PP No 8 tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Selanjutnya
telah dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 57/2007 tentang Petunjuk Teknis
Penataan Organisasi Perangkat Daerah sebagai pengaturan lebih lanjut PP No 41/2007.
Dengan lahirnya beberapa peraturan tersebut, seluruh pemerintah daerah dewasa ini berada
dalam proses penyesuaian organisasi perangkat daerah, suatu momentum yang tepat untuk
sekaligus melaksanakan redefinisi tugas KPI.
Disamping merupakan implikasi dari perubahan kebijakan dan peraturan perundang-
undangan, perumusan kembali tugas dan tanggung jawab perangkat daerah dalam
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi merupakan kebutuhan mendesak yang timbul dari
kondisi dan situasi nyata di lapangan. Sebagai akibat dari perubahan-perubahan dalam sistem
pemerintahan, khususnya setelah pemberlakuan otonomi daerah berdasar UU No 22/1999 terjadi
reorganisasi perangkat daerah dan perubahan hubungan antar tingkat pemerintahan yang
berdampak pada pelaksanaan tugas-tugas perangkat daerah dalam pengelolaan sistem irigasi.
Situasi ketidak-pastian dirasakan terutama di tingkat kabupaten ketika pemerintah kabupaten
harus membentuk perangkat daerah sendiri untuk melaksanakan tugas-tugas pengelolaan sistem
III. TUJUAN
1. Menyediakan acuan dan arahan bagi perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah
kabupaten/kota yang memiliki kaitan fungsi dengan pengembangan dan pengelolaan
irigasi untuk merumuskan tugas, fungsi, struktur organisasi dan tata kerja dalam
rangka penyelenggaraan kegiatan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi
partisipatif.
2. Memperjelas pembagian tugas dan hubungan kerja perangkat daerah propinsi dan
perangkat daerah kabupaten/kota sesuai wewenang dan tanggung jawabnya dalam
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi.
Pedoman dimaksudkan untuk dapat digunakan oleh perangkat daerah sebagai berikut :
A. Tingkat Kabupaten/Kota :
V. RUANG LINGKUP
Pedoman menguraikan tugas dan fungsi perangkat daerah dalam pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi yang meliputi :
1. Perencanaan
2. Pengembangan jaringan irigasi
3. Pengelolaan air irigasi
4. Pengelolaan jaringan irigasi
5. Pengelolaan aset irigasi
6. Pembiayaan pengembangan jaringan irigasi
7. Pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi
8. Partisipasi masyarakat petani
9. Pemberdayaan kelembagaan pengelolaan irigasi
10. Monitoring, evaluasi, pengawasan dan pengendalian
Pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilakukan oleh KPI yang
terdiri atas : (1) instansi pemerintah yang membidangi irigasi; (2) perkumpulan petani pemakai
air dan (3) komisi irigasi. Kelembagaan irigasi yang sekarang ada, merupakan kelanjutan dan
hasil dari proses pembentukan, pengembangan dan perubahan terus menerus atas bentuk-bentuk
awal yang telah diwarisi sejak masa sebelum kemerdekaan. Perubahan dan perkembangan
kelembagaan irigasi biasanya didorong dan mengikuti perubahan kebijakan dan peraturan
perundangan yang menyangkut irigasi.
Dalam perkembangannya terakhir, kelembagaan pengelolaan irigasi masih dalam proses
penyesuaian dengan UU No.7 tahun 2004 tentang SDA, dan PP No.20 tahun 2006 tentang
Irigasi. Sebelumnya kelembagaan pengelolaan irigasi telah mengalami proses transisi yang
cukup mendasar sebagai akibat proses reformasi yang berlangsung sejak tahun 1998. Perubahan
yang cukup mendasar adalah kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang mulai
diberlakukan sejak tahun 2001 berdasarkan UU No.22 tahun1999 tentang Pemerintah Daerah
dan UU No.25 tahun 2001 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan
Daerah.
Di tingkat provinsi dan kabupaten/kota instansi pemerintah yang membidangi irigasi
umumnya adalah Dinas Pekerjaan Umum (DPU). Sebelum pemberlakukan kebijakan otonomi
daerah, organisasi DPU hanya sampai pada Dinas PU Provinsi, sedangkan organisasi kebawah
yang ada hanya Cabang Tingkat I yang berada di Kabupaten dengan berbasis pada kombinasi
prinsip administrasi dan hidrologi serta luas area pengelolaan. Oleh karena itu dalam satu
Kabupaten dapat terdiri lebih dari satu Cabang Dinas Tingkat I, bahkan ada yang dalam satu
Kabupaten terdiri dari tiga Cabang Dinas Tingkat I (contoh Kabupaten Brebes terdiri dari
Cabang Dinas Tingkat I Bumiayu, Brebes dan Padakaton/Malahayu).
Organisasi dibawah Cabang Dinas, yaitu Ranting Dinas yang diketuai Pengamat
langsung berbasis pelayanan lapangan, dengan areal irigasi 3000 ha sampai dengan 5000 ha.
Selanjutnya dibawah Ranting dinas Kemantren yang diketuai oleh Juru Pengairan, yang berbasis
pada panjang saluran primer/ sekunder (+4 Km sampai 6 Km) dan banyaknya pintu
pengambilan tersier (+8 buah sampai 12 buah) dengan areal irigasi +750 ha sampai dengan 1500
ha. Dengan demikian dalam satu Ranting Dinas akan terdiri dari + 2 sampai dengan 5
Kemantren.
Selain Dinas PU, penyelenggaraan urusan irigasi di daerah juga melibatkan peran Dinas
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura dan Bappeda. Dalam upaya mewujudkan
Pengembangan dan Pengekolaan Sistem Irigasi Partisipatif (PPSIP), keterlibatan peran Komisi
Irigasi dan P3A/GP3A/IP3A juga diperlukan. Oleh karena itu dalam Panduan ini juga diuraikan
hubungan dan tata kerja yang melibatkan peran kelembagaan pengelolaan irigasi tersebut.
Tugas pokok dan fungsi yang diuraikan dalam Pedoman ini merupakan hasil identifikasi
dan perumusan melalui suatu proses analisa tugas (task analysis) berdasar wewenang dan
tanggung jawab sebagaimana telah ditetapkan dalam UU No 7/2004, PP No 20/2006 dan PP No
38/2007 serta mempertimbangkan ketentuan-ketentuan mengenai tugas dan fungsi perangkat
daerah sebagaimana diatur dalam PP No 41/2007. Pengertian tugas pokok dalam Panduan ini
Tugas pokok Dinas PU Pengairan Propinsi dalam pengembangan dan pengelolaan sistem
irigasi meliputi :
1. Mempersiapkan rancangan kebijakan propinsi dalam pengembangan dan pengelolaan
sistem irigasi di wilayah propinsi;
2. Melaksanakan program-program bidang irigasi sesuai kebijakan propinsi dalam
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi;
3. Melaksanakan monitoring dan evaluasi kebijakan propinsi dalam pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi di wilayah propinsi;
4. Menyusun rencana pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi
lintas kabupaten/kota yang menjadi wewenang Pemerintah Propinsi;
5. Mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan pengembangan sistem irigasi primer dan
sekunder pada daerah irigasi lintas kabupaten/kota yang menjadi wewenang Pemerintah
Propinsi;
6. Mendorong partisipasi masyarakat petani dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
pengembangan sistem irigasi pada daerah irigasi lintas kabupaten/kota;
7. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan operasi sistem irigasi primer dan sekunder
pada daerah irigasi yang luasnya 1000-3000 ha atau pada daerah irigasi lintas
kabupaten/kota yang menjadi wewenang Pemerintah Propinsi;
8. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan rehabilitasi sistem irigasi
primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnya 1000-3000 ha atau pada daerah
irigasi lintas kabupaten/kota yang menjadi wewenang Pemerintah Propinsi;
9. Mendorong partisipasi masyarakat petani dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah
irigasi yang luasnya 1000-3000 ha atau pada daerah irigasi lintas kabupaten/kota yang
menjadi wewenang Pemerintah Propinsi;
10. Merencanakan dan melaksanakan pengelolaan aset irigasi dalam sistem irigasi primer
dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnya 1000-3000 ha atau pada daerah irigasi
lintas kabupaten/kota yang menjadi wewenang Pemerintah Propinsi;
11. Melaksanakan upaya-upaya pengendalian alih fungsi lahan pada daerah irigasi yang
luasnya 1000-3000 ha atau pada daerah irigasi lintas kabupaten/kota yang menjadi
wewenang Pemerintah Propinsi;
12. Menyiapkan rekomendasi teknis untuk penggunaan dan pengusahaan air tanah bagi
irigasi yang diambil dari cekungan air tanah lintas kabupaten/kota;
13. Memfasilitasi penyelesaian sengketa antar kabupaten/kota di wilayah propinsi dalam
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi;
Fungsi Dinas PU Pengairan Propinsi dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi
meliputi :
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi memiliki peran dalam
pelaksanaan beberapa tugas pokok sebagai berikut :
Bappeda Propinsi memiliki peran dalam pelaksanaan beberapa tugas pokok sebagai berikut :
Sekda Propinsi memiliki peran dalam pelaksanaan beberapa tugas pokok sebagai
berikut :
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten memiliki peran dalam
pelaksanaan beberapa tugas pokok sebagai berikut :
Sekda Kabupaten/kota memiliki peran dalam pelaksanaan beberapa tugas pokok sebagai
berikut :
(a) daerah irigasi yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah
provinsi yang meliputi daerah irigasi yang luasnya 1000 ha sampai dengan 3000 ha atau pada
daerah irigasi yang bersifat lintas kabupaten/kota;
(b) daerah irigasi strategis nasional dan daerah irigasi yang luasnya lebih dari 3000 ha yang
bersifat lintas kabupaten/kota, baik yang sudah ditugas-pembantuankan maupun yang belum
ditugas-pembantuankan dari Pemerintah kepada pemerintah provinsi.
Untuk wilayah kerja (a), Komisi Irigasi Propinsi berfungsi membantu gubernur untuk
melaksanakan tugas sebagai berikut :
1. Merumuskan rencana kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi
dan fungsi irigasi;
2. Merumuskan rencana tahunan penyediaan, pembagian dan pemberian air irigasi bagi
pertanian, dan keperluan lainnya;
3. Merekomendasikan prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi melalui forum
musyawarah pembangunan;
Sedang utnuk wilayah kerja (b), Komisi Irigasi Propinsi berfungsi membantu gubernur dalam
melaksanakan tugas sebagai berikut :
(a) daerah irigasi yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab kabupaten/kota
yang meliputi daerah irigasi yang luasnya kurang dari 1000 ha;
(b) daerah irigasi yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah
provinsi yang meliputi daerah irigasi yang luasnya 1000 ha sampai dengan 3000 ha yang
berada dalam satu kabupaten/kota yang sudah ditugas-pembantuankan dari pemerintah
provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota;
(c) daerah irigasi yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah
yang meliputi daerah irigasi yang luasnya lebih dari 3000 ha dan daerah irigasi strategis
nasional yang berada dalam satu kabupaten/kota, baik yang sudah ditugas-pembantuankan
maupun yang belum ditugas-pembantuankan dari Pemerintah kepada pemerintah
kabupaten/kota;
(d) daerah irigasi desa.
Untuk Wilayah Kerja (a), Komisi Irigasi Kabupaten/Kota berfungsi membantu bupati/walikota
dalam melaksanakan tugas sebagai berikut :
a. Merumuskan rencana kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi dan
fungsi irigasi;
b. Merumuskan rencana tahunan penyediaan, pembagian, dan pemberian air irigasi yang
efisien bagi pertanian dan keperluan lain;
c. Merekomendasikan prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi melalui forum musyawarah
pembangunan;
d. Memberikan pertimbangan mengenai izin alih fungsi lahan beririgasi;
e. Merumuskan rencana tata tanam yang telah disiapkan oleh dinas instansi terkait dengan
mempertimbangkan data debit air yang tersedia pada setiap daerah irigasi, pemberian air
serentak atau golongan, kesesuaian jenis tanaman, serta rencana pembagian dan
pemberian air;
f. Merumuskan rencana pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan irigasi yang meliputi
prioritas penyediaan dana, pemeliharaan, dan rehabilitasi;
g. Memberikan masukan dalam rangka evaluasi pengelolaan aset irigasi;
h. Memberikan pertimbangan dan masukan atas pemberian izin alokasi air untuk kegiatan
perluasan daerah layanan jaringan irigasi dan peningkatan jaringan irigasi;
i. Memberikan masukan atas penetapan hak guna pakai air untuk irigasi dan hak guna
usaha untuk irigasi kepada badan usaha, badan sosial, ataupun perseorangan;
j. Membahas dan memberi pertimbangan dalam mengatasi permasalahan daerah irigasi
akibat kekeringan, kebanjiran, dan akibat bencana alam lain;
k. Memberikan masukan dan pertimbangan dalam proses penetapan peraturan daerah
tentang irigasi;
l. Memberikan masukan dan pertimbangan dalam upaya menjaga keandalan dan
keberlanjutan sistem irigasi; dan
m. Melaporkan hasil kegiatan kepada bupati/walikota mengenai program dan progres,
masukan yang diperoleh, serta melaporkan kegiatan yang dilakukan selama 1 (satu)
tahun.
Untuk Wilayah Kerja (c), Komisi Irigasi Kabupaten/Kota berfungsi membantu bupati/walikota
melaksanakan tugas sebagai berikut :
a. Mengusulkan rumusan kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi dan
fungsi irigasi kepada Menteri;
b. Merumuskan rencana tahunan penyediaan, pembagian, dan pemberian air irigasi bagi
pertanian serta keperluan lainnya;
c. Merekomendasikan prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi melalui forum musyawarah
pembangunan untuk diteruskan kepada Menteri;
d. Merumuskan rencana tata tanam yang telah disiapkan oleh dinas instansi terkait dengan
mempertimbangkan data debit air yang tersedia pada setiap daerah irigasi, pemberian air
serentak atau golongan, kesesuaian jenis tanaman, rencana pembagian dan pemberian air
untuk diteruskan kepada Menteri ;
e. Merumuskan rencana pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan irigasi yang meliputi
prioritas penyediaan dana, pemeliharaan, dan rehabilitasi untuk diteruskan kepada
Menteri;
f. Memberikan masukan dalam rangka evaluasi pengelolaan aset irigasi untuk diteruskan
kepada Menteri;
Untuk Wilayah Kerja (d), di dalam Permen PU No 31/PRT/M/2007 tidak diuraikan tugas
Komisi Irigasi Kabupaten/Kota.
Tugas P3A :
Tugas GP3A :
Tugas IP3A :
Tata kerja dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi dinas memerlukan pengaturan
karena dalam menjalankan tugas-tugas tersebut akan terkait atau dibutuhkan peran dari pihak-
pihak lain, baik dalam lingkungan internal dinas maupun eksternal. Tata kerja yang diatur
dengan baik akan sangat mendukung efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas. Bahkan jika
mampu menciptakan sinergi antar bagian atau antar dinas, tata kerja yang dijalankan akan
meningkatkan produktivitas.
Kebutuhan merumuskan tata kerja bagi dinas semakin penting mengingat pendekatan
baru dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi menekankan partisipasi para pemilik
kepentingan (stakeholder), baik di lingkungan instansi pemerintah maupun di luarnya.
Koordinasi dan kerjasama antar instansi semakin penting dilakukan untuk menerapkan
pendekatan partisipatif tersebut.
Selain itu juga perlu diingatkan adanya aspek-aspek yang tak terpisahkan dalam sistem
irigasi, khususnya aspek teknis dan sosial, kelembagaan dan ekonomi serta lingkungan.
WISMP/IMRI Panduan Redefinisi Tugas KPI Tingkat Daerah 20
Kesadaran mengenai dimensi sistem irigasi secara utuh mencakup aspek-aspek tersebut akan
menunjukkan semakin pentingnya tata kerja yang mengaitkan tugas-tugas dalam bidang teknis
keirigasian dengan bidang-bidang terkait lainnya.
Meskipun dirumuskan dengan baik, pelaksanaan tata kerja akan ditentukan oleh
kesadaran dan kesediaan setiap pelaku yang berperan. Dalam kenyataan masih sering ditemukan
tata kerja yang telah ditetapkan dalam uraian tupoksi (tugas pokok dan fungsi) masing-masing
dinas tidak berjalan sebagaimana mestinya. Salah satu upaya yang dapat disarankan untuk
mendukung pelaksanaan tata kerja adalah mengintensifkan penjelasan dan penyebarluasan
tentang visi dan misi yang dimiliki dinas dan daerah kepada setiap bagian. Rencana strategis
pembangunan daerah dan rencana strategis setiap dinas merupakan pengikat yang seharusnya
dapat mengarahkan program dan kegiatan setiap bagian.
Seperti sering dirumuskan dalam uraian tugas pokok, fungsi dan tata kerja organisasi
dinas selama ini, beberapa prinsip berikut tetap relevan untuk terus digunakan dalam tata kerja
antar bagian secara internal maupun antar dinas yang terkait, yaitu :
1. Komunikasi
Informasi mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan
hasilnya saling dipertukarkan antar bagian yang dipandang memiliki keterkaitan. Proses
berbagai informasi ini akan menghindarkan terjadinya kesalahpahaman, memperkaya
pengetahuan kolektif dan memberikan kondisi awal untuk menciptakan dukungan dan kerjasama
antar bagian.
2. Sinkronisasi
Hal-hal yang dapat disesuaikan dan dibuat sejalan sedapat mungkin dilakukan proses
penyesuaian sehingga dapat dihindarkan terjadinya tumpang tindih atau benturan antar kegiatan.
3. Integrasi
Penyatuan kegiatan atau hal-hal lain yang pada dasarnya memiliki kesamaan akan
meningkatkan efisiensi. Meskipun biasanya berimplikasi pada penyederhanaan dan
menimbulkan resiko, prinsip integrasi layak diterapkan jika hal-hal positif yang akan diperoleh
secara kolektif melebihi resiko yang timbul.
4. Simplifikasi
5. Koordinasi
Jika pelaksanaan suatu tugas membutuhkan peran bagian lain atau dinilai akan
menimbulkan dampak bagi pihak lain, koordinasi mutlak diperlukan. Pengabaian prinsip ini
akan mengurangi efektivitas, efisiensi atau prodduktivitas pelaksanaan tugas dan bahkan dapat
menimbulkan dampak buruk secara kolektif.
Hubungan antar instansi dalam pelaksanaan proses-proses kegiatan tersebut dapat dilihat
pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
Seluruh tugas dan fungsi sebagaimana telah diuraikan harus dapat dilaksanakan oleh
perangkat daerah sesuai dengan bidangnya masing-masing. Untuk melaksanakan tugas dan
fungsi tersebut diperlukan struktur organisasi yang tepat, cocok dan memadai. Struktur
organisasi yang dimaksud disamping memiliki bagian-bagian yang dapat menampung semua
tugas dan fungsi yang akan dijalankan, juga harus menjamin arus informasi dan komunikasi
yang lancar antar bagian, baik secara horisontal, vertikal, internal maupun eksternal. Ciri
sebuah struktur organisasi yang baik, disamping memenuhi kriteria diatas, juga efisien dalam arti
sesuai kebutuhan fungsinya, tidak berlebihan atau kegemukan, namun juga tidak terlalu ramping
sehingga menyulitkan.
Pembentukan struktur organisiasi perangkat daerah merupakan bagian tak terpisahkan
dari penetapan tugas pokok dan fungsinya masing-masing melalui peraturan daerah sebagaimana
diamanatkan oleh UU No 32/2004. Pembentukan organisasi perangkat daerah harus mengacu
pada ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam PP No 41 Tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah. Sebagai peraturan yang relatif baru lahir menggantikan peraturan yang
sebelumnya berlaku, PP No 41/2007 umumnya masih belum banyak diterapkan di daerah. Saat
ini proses penyesuaian sedang dilakukan di berbagai daerah dan menjadi kesempatan yang baik
untuk sekaligus memasukkan perubahan-perubahan dalam bidang irigasi dalam organisasi
perangkat daerah yang baru tersebut.
Berdasar PP No 41/2007 tersebut, pembentukan organisasi perangkat daerah
dimungkinkan mengambil salah satu dari tiga pilihan berdasar besarannya. Pilihan pertama
memungkinkan pembentukan dinas dalam jumlah paling besar yaitu 18 dinas dengan 12 lembaga
teknis daerah; pilihan kedua memiliki jumlah dinas paling banyak 15 dinas dan 10 lembaga
teknis daerah dan pilihan ketiga dengan jumlah dinas paling banyak 12 dinas dan 8 lembaga
teknis daerah. Semakin besar jumlah dinas yang dapat dibentuk semakin memungkinkan untuk
melaksanakan tugas pokok di bidang irigasi dalam bagian tersendiri. Sebaliknya daerah yang
kurang memungkinkan membentuk dinas dalam jumlah besar terpaksa harus menggabungkan
beberapa tugas pokok dalam satu bagian yang sama.
Keterbatasan atau keleluasaan membentuk dinas tersebut dengan sendirinya berimplikasi
pada penyusunan struktur internal organisasi dinas. Dalam hal ini juga terdapat ketentuan yang
membatasi, misalnya jumlah bagian dalam dinas paling banyak 4 bidang dan setiap bidang
Keseluruhan tugas dan fungsi sebagaimana telah diuraikan perlu dikelompokkan dalam
satuan-satuan yang lebih sederhana agar dapat ditangani secara efektif oleh bagian-bagian dalam
struktur organisasi dinas yang akan dibentuk. Berikut ini disarankan suatu contoh pembagian
urusan dan bagian yang menangani tugas dan fungsi dalam rangka pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi di lingkungan Dinas PU Pengairan. Contoh ini dapat diterapkan baik
untuk provinsi maupun kabupaten/kota dengan menyesuaiakan kondisi masing-masing daerah.
Dalam penerapannya pembagian urusan dan bagian ini dapat disatukan dengan urusan sumber
daya air lainnya asal memiliki ciri kegiatan yang relatif sama.
Atas dasar hal tersebut dinas perlu mempunyai Bagian Perencanaan/Program yang
memiliki tugas dan tanggung jawab :
Pengembangan sistem irigasi dilaksanakan untuk pendayagunaan sumber daya air secara
optimal yang didasarkan pada keterkaitan antara air hujan, air permukaan, dan air tanah secara
terpadu dengan mengutamakan pendayagunaan air permukaan, dan memperhatikan rencana tata
ruang daerah
Agar tercipta suatu pengembangan yang terencana dengan baik, tugas dan tanggung
jawab Bagian Pengembangan ini dapat dibagi menjadi :
1) Survey dan investigasi, untuk melihat apakan sumberdaya air sudah dimanfaatkan
secara optimal dan selaras dengan rencana tata ruang wilayahnya, dan apakan
pembangunan itu layak untuk dilaksanakan;
2) Detail Desain, membuat rancang bangun secara rinci, sehingga memudahkan
pelaksanaan pengembangan irigasi;
Pengelolaan irigasi merupakan bagian dari siklus pembangunan, setelah selesainya tahap
pelaksanaan konstruksi. Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin yang harus dilakukan, dalam
rangka pemanfaatan hasil pembangunan dan mengupayakan keberlanjutannya. Agar jaringan
irigasi dapat berdaya guna dan berhasil guna secara optimal, pengelolaan jaringan irigasi harus
dijalankan secara efektif, efisien,dan dibiayai sesuai dengan kebutuhannya.
Kegiatan pengelolaan jaringan irigasi merupakan tugas dan tanggung jawab Bagian
Pengelolaan. Kegiatannya meliputi :
1) Penyusunan Rancangan Hak Guna Air Irigasi;
2) Pengumpulan data tanaman;
3) Mengukur dan mengumpulkan data debit dan curah hujan;
4) Menghitung kebutuhan air;
5) Menghitung ketersediaan air di sumbernya;
6) Melakukan pengaturan dan pembagian air irigasi;
7) Membuang kelebihan air irigasi;
8) Melakukan pemeliharaan rutin dan berkala;
9) Melakukan perbaikan jaringan irigasi;
10) Melaksanakan pengamanan jaringan irigasi;
11) Melaksanakan rehabilitasi jaringan irigasi;
12) Menghitung kebutuhan biaya O&P.
1) Perijinan
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah no 20 tahun 2006 mengenai tugas dan
tanggung jawab, salah satu tugas dari pemerintah, pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota adalah memberikan izin yang meliputi :
a) Izin pembangunan;
b) Izin perubahan fungsi jaringan irigasi;
c) Izin prinsip alokasi air;
d) Izin pemakaian air;
e) Izin pengusahaan air
f) Izin pembongkaran jaringan irigasi;
g) Izin untuk memperoleh Hak Guna Air.
Peran Bagian Perijinan dalam kegiatan ini antara lain mengumpulkan data, dan menganalisa
serta memfasilitasi proses pemberian izin tersebut diatas.
2) Kerjasama Masyarakat
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan irigasi dilakukan secara berkelompok dalam
satu unit organisasi yaitu petani pemakai air. Oleh sebab itu organisasi petani pemakai air perlu
dibentuk. Ditingkat tersier P3A, ditingkat sekunder GP3A, yang merupakan gabungan dari P3A
dalam satu sekunder, dan di primer induk P3A(IP3A)
Mengingat pembentukan P3A telah dialihkan menjadi tugas dn tanggung jawab instansi
Dinas Pertanian sesuai PP 38/2007, peran Bagian Kerjasama Masyarakat dalam Dinas
Pengairan/Sumber Daya Air antara lain memberi dukungan aspek teknis irigasi dalam
pemberdayaan P3A/GP3A/IP3A, sehingga mampu untuk berpartisipasi dalam setiap tahapan
pembangunan dan pengelolaan jaringan irigasi.
Untuk lebih mendekatkan pelayanan terhadap masyarakat dan melaksanakan tugas tugas
di lapangan, dibutuhkan suatu unit pengelola di lapangan yang merupakan kepanjangan tangan
dari Dinas Propinsi/Kabupaten/Kota. Unit ini dahulu dikenal dengan nama ”PENGAMAT”/
”RANTING DINAS” dan dibantu oleh ”JURU”/”KEMANTREN”. Untuk masa sekarang,
dengan menyesuaikan pada daerah otonom, disarankan menggunakan nama ”Cabang Dinas
Kabupaten” bagi kabupaten/kota, yang berbasis areal pelayanan atau kombinasi batas
administrasi dan areal pengelolaan irigasi. Selanjutnya, Cabang Dinas dapat dibantu Juru
/Mantri beserta petugas lapangan yang terdiri atas Petugas Operasi Bendung (POB), Petugas
Pintu Air (PPA) dan Pekarya Saluran (PS) serta staf sekretariat Cabang Dinas.
Untuk propinsi masih terbuka kemungkinan membentuk unit tersendiri di tingkat
lapangan guna melaksanakan tugas-tugas operasional bagi sistem irigasi yang menjadi tanggung
jawabnya atau bekerjaama dengan pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan. Sesuai PP
41/2007, unit yang dimaksud dapat dibentuk sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada
di bawah dinas yang menangani urusan irigasi di propinsi. Seperti di tingkat kabupaten, UPT
yang dimaksud memiliki beberapa staf dan petugas lapangan seperti Kepala UPT yang sama
dengan Pengamat, Juru/Mantri Pengairan, Petugas Operasi Bendung, Petugas Pintu Air, Pekarya
Saluran (PS) dan staf UPT. Unit ini sangat penting dan strategis sekali, karena melalui unit inilah
tempat terjadinya interaksi antara masyarakat dan dinas, dan melalui unit ini pula segala kegiatan
khususnya O&P dilapangan dapat dilaksanakan, dan seyogyanya bertanggungjawab langsung ke
Kepala Dinas PU SDA Propinsi/Kabupaten.
Mengacu pada Permen No 32/PRT/M/2007, kebutuhan staf dan petugas lapangan
tersebut adalah sebagai berikut :
Persyaratan kompetensi dan tingkat pendidikan bagi para petugas lapangan tersebut
adalag sebagai berikut :
Pendidikan
Jabatan Kompetensi Fasilitas
Minimal
Kepala Ranting/ Mampu melaksanakan Sarjana Muda / D- Mobil pick up
pengamat/ UPTD/ tupoksi untuk areal III Teknik Sipil
Rumah dinas
cabang dinas/ korwil/ irigasi 5.000-7.500 Ha
Pengamat Alat komunikasi
Juru / Mantri Mampu melaksanakan STM Bangunan Sepeda motor
Pengairan tupoksi untuk areal Alat komunikasi
irigasi 750-1.500 Ha
Petugas Operasi Mampu melaksanakan ST, SMP Sepeda
Bendung tupoksi Alat komunikasi
Petugas Pintu Air Mampu melaksanakan ST, SMP Sepeda
tupoksi Alat komunikasi
Pekerja/Pekarya Mampu melaksanakan SD Alat kerja pokok
Saluran tupoksi
e) Menyusun / memilih secara bersama kebutuhan biaya pada kerusakan yang dipilih atau
disepakati.
a) Membuka dan menutup pintu air sehingga debit air yang mengalir sesuai dengan
perintah Juru/Mantri Pengairan;
b) Memberi minyak pelumas pada pintu air;
c) Melaksanakan pengecatan pintu dan rumah pintu secara periodik;
d) Membersihkan endapan sampah di sekitar bangunan sadap / bagi-sadap dan di sekitar
alat pengukur debit;
e) Mencatat kerusakan bangunan air / pintu air pada Blangko pemeliharaan;
f) Memelihara saluran sepanjang 50 m di sebelah hilir bangunan sadap.
Pada Gambar 3 dan Gambar 4 diperlihatkan contoh struktur organisasi Dinas Pertanian
untuk menangani urusan irigasi. Urusan irigasi dapat ditangani oleh bagian Lahan dan Air yang
biasanya menjadi bagian dari urusan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura. Jika Dinas
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura digabung dengan Perkebunan dan Kehutanan atau
urusan lainnya di daerah yang relatif kecil, urusan irigasi mungkin hanya dapat diurus sebagai
B.3. Bappeda
Urusan irigasi biasanya menjadi bagian dari urusan Sub Bidang Fisik dan Prasarana, baik
di Bappeda tingkat propinsi maupun kabupaten/kota. Berbeda dengan Dinas Pekerjaan Umum
dan Dinas Pertanian yang di beberapa daerah mungkin digabungkan dengan dinas lainnya,
Bappeda merupakan kelengkapan perangkat organisasi daerah yang fungsinya telah ditetapkan
secara khusus dalam PP No 41/2007 sehingga keberadaannya dapat lebih dipastikan. Struktur
internal organisasinya dapat berbeda-beda antar daerah namun secara umum tidak jauh berbeda
dengan struktur organisasi seperti ditunjukkan dalam Gambar 5. Seperti dapat dilihat dalam
gambar tersebut, urusan irigasi hanya menjadi salah satu urusan yang ditangani oleh Sub Bidang
Fisik dan Prasarana.