Professional Documents
Culture Documents
Penciptaan sastra pada masa kini lebih menekankan kepada masalah manusia, demikian pula dengan puisi, hanya bagaimana penyair
menyajikan itulah yang berbeda. Puisi diciptakan didasarkan atas ilham dari beragam peristiwa yang dituangkan dengan media terpilih,
penjiwaan yang lengkap, dan membawa suatu konsep secara puitis.
Tidak dapat dipungkiri bahwa gaya bahasa memainkan peranan yang penting dalam sebuah puisi. Gaya bahasa yang menjadikan karya itu
hidup atau kaku. Kalau gaya bahasa dipersembahkan dengan baik, indah dan sempurna menjadikan karya itu menarik dan memikat hati
pembaca. Begitulah sebaliknya.
Dalam penulisan sajak atau puisi, setiap penyair mempersembahkannya dengan gaya bahasa yang tersendiri. Pembaca akan dapat
mengesan kelainan gayabahasa diantara seorang penyair dengan penyair yang lain. Gaya bahasa juga menjadikan sesebuah karya itu
bermutu tinggi di mata pembaca. Dan biasanya gayabahasa itu bergantung kepada pengalaman, ilmu dan kemahiran berbahasa yang
dimiliki oleh setiap individu.
Majas atau figurative language adalah bahasa kias, bahasa yang dipergunakan untuk menciptakan efek tertentu. Majas merupakan bentuk
retoris yang pengunaannya antara lain untuk menimbulkan kesan imajinatif bagi penyimak atau pembacanya
Terdapat empat macam jenis kelompok majas yaitu: (1) majas perbandingan, (2) majas penegasan, (3) majas pertentangan, dan (4) majas
sindiran. Majas perbandingan adalah gaya bahasa yang bertujuan untuk membandingkan, yang termasuk majas ini diantaranya metafora,
litotes, hiperbola, alusio, dan sebagainya. Majas penegasan adalah gaya bahasa yang betujuan untuk menegaskan sesuatu, yang
termasuk majas ini diantaranya adalah antiklimaks, anaphora, koreksio, dan sebagainya. Majas pertentangan adalah gaya bahasa yang
bertujuan untuk mempertentangkan sesuatu, yang termasuk majas ini diantaranya paradoks, antithesis, okupasi, dan sebagainya. Majas
sindiran adalah gaya bahasa yang bertujan untuk menyindir, yang termasuk majas ini diantaranya ironi, sinisme, dan sarkasme.
Berikut ini akan membahas penggunaan majas pada puisi “Jakarta” karya Husni Djamaludin.
Jakarta
dan memutar
nasib angka-angka
jakarta adalah ciliwung
Pada puisi ini terdapat majas perbandingan yaitu alegori. Alegori adalah majas perbandingan yang bertautan satu dengan yang lainnya
dalam kesatuan yang utuh. Hal ini terlihat pada bait pertama, yaitu:
Pada bait pertama tersebut, penyair menyimbolkan kota Jakarta dengan, biskota /yang berjubel penumpangnya/bergerak antara
kemacetan jalan raya/dan terobosan-terobosan tak terduga/, dengan maksud menautkan ciri-ciri biskota dan kemacetan dengan
situasi kota Jakarta.
Selain pada bait pertama, di tiap bait puisi ini juga terdapat majas alegori,
Pada bait ini, kota Jakarta disimbolkan dengan perbedaan bos besar dan babu, dengan maksud menautkan ciri-ciri kesenangan bos besar
dan penderitaan babu sebagai rakyat kecil dengan keadaan masyarakat kota Jakarta.
Pada bait ketiga, kota Jakarta disamakan dengan rumah-rumah kumuh dan gedung-gedung pencakar langit, ”/jakarta adalah rumah-rumah
kumuh/yang mengusik tata keindahan gedung-gedung pencakar langit/jakarta adalah gedung-gedung pencakar langit/yang mencakar
wajah-wajah kemiskinan rumah-rumah kumuh/”.
Pada bait keempat, Jakarta disamakan dengan “komputer”, yang mengatur segala kehidupan ekonomi manusia lewat “angka-angka” yang
di utak-atik.
dan memutar
nasib angka-angka
Pada bait kelima, Jakarta disimbolkan dengan sungai ciliwung yang kumuh, yang mengalir air mata ibukota.
Pada bait I baris I, “Jakarta adalah biskota”, pada bait ke II baris I, “Jakartaadalah bos besar”, bait ke III baris I, “Jakarta adalah rumah-
rumah kumuh”, pada bait IV baris I, “Jakarta adalah komputer”, pada bait ke V baris ke I, “Jakarta adalah sungai ciliwung”.
Penyair dengan sangat jelas membandingkan Jakarta dengan biskota,Jakarta bagaikan bos besar, Jakarta bagaikan
komputer, jakarta bagaikan rumah kumuh dan Jakarta bagaikan sungai ciliwung.
Majas hiperbola juga terdapat pada puisi tersebut. Hiperbola adalah majas yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan dengan
maksud untuk memperhebat meningkatkan kesan dan daya pengaruh, bukan yang sebenarnya (2006: 111). Pada bait ke II baris II,
“gajinya sebulan empat milyar”, adalah ungkapan kiasan, bukan makna yang sesungguhnya melainkan ingin melebih-lebihkan penghasilan
bos besar yaitu kota Jakarta adalah sebulan empat milyar.
Pada bait III baris III dan IV terdapat majas personifikasi, yaitu seolah-olah menghidupkan benda-benda mati, ”/jakarta adalah gedung-
gedung pencakar langit/yang mencakar-cakar wajah kemiskinan rumah-rumah kumuh/”. Gedung-gedung pencakar langit diibaratkan
menjadi benda yang benyawa yang mencakar-cakar wajah kemiskinan rumah-rumah kumuh. Mencakar digunakan penyair untuk
mengambarkan betapa tinggi gedung-gedung pencakar langit sehinga rumah-rumah kumuh seperti di robeknya. Majas personifikasi juga
terdapat pada bait ke-5 baris ke-4, “Air mata ibukota”, ibukota dihidupkan dengan bisa mengeluarkan air mata. Padahal, hanya mata saja
yang bisa mengeluarkan air mata.