You are on page 1of 7

MAKALAH

PTM

Tentang

POSTIVISME LOGIS

Oleh

AZIZMAN
BP : 505 028

Dosen Pembimbing :

ZULFIS. S.Ag,M.Hum

FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
2008 M / 1429 H
PENDAHULUAN

Positivisme Logis (disebut juga sebagai empirisme logis, empirisme


rasional, dan juga neo-positivisme) adalah sebuah filsafat yang berasal dari
Lingkaran Wina pada tahun 1920-an. Positivisme Logis berpendapat bahwa
filsafat harus mengikuti rigoritas yang sama dengan sains. Filsafat harus dapat
memberikan kriteria yang ketat untuk menetapkan apakah sebuah pernyataan
adalah benar, salah atau tidak memiliki arti sama sekali.

Tokoh-tokoh yang menganut paham positivisme logis ini antara lain


Moritz Schlick, Rudolf Carnap, Otto Neurath, dan A.J. Ayer. Karl Popper,
meski awalnya tergabung dalam kelompok Lingkaran Wina, adalah salah satu
kritikus utama terhadap pendekatan neo-positivis ini.
POSITIVISME LOGIS

A. Pengertian Positivisme
Positivisme Logis merupakan Aliran pemikiran yang membatasi
pikiran pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau pada
analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah.
Positivisme Logis (disebut juga sebagai empirisme logis, empirisme
rasional, dan juga neo-positivisme) adalah sebuah filsafat yang berasal dari
Lingkaran Wina pada tahun 1920-an. Positivisme Logis berpendapat bahwa
filsafat harus mengikuti rigoritas yang sama dengan sains. Filsafat harus dapat
memberikan kriteria yang ketat untuk menetapkan apakah sebuah pernyataan
adalah benar, salah atau tidak memiliki arti sama sekali.
Tokoh-tokoh yang menganut paham positivisme logis ini antara lain
Moritz Schlick, Rudolf Carnap, Otto Neurath, dan A.J. Ayer. Karl Popper,
meski awalnya tergabung dalam kelompok Lingkaran Wina, adalah salah satu
kritikus utama terhadap pendekatan neo-positivis ini.
Secara umum, para penganut paham positivisme memiliki minat kuat
terhadap sains dan mempunyai sikap skeptis terhadap ilmu agama dan hal-hal
yang berbau metafisika. Mereka meyakini bahwa semua ilmu pengetahuan
haruslah berdasarkan inferensi logis yang berdasarkan fakta yang jelas.
Sehingga, penganut paham ini mendukung teori-teori paham realisme,
materialisme naturalisme filsafat dan empirisme.
Salah satu teori Positivisme Logis yang paling dikenal antara lain teori
tentang makna yang dapat dibuktikan, yang menyatakan bahwa sebuah
pernyataan dapat disebut sebagai bermakna jika dan hanya jika pernyataan
tersebut dapat diverifikasi secara empiris. Konsekuensi dari pendapat ini
adalah, semua bentuk diskursus yang tidak dapat dibuktikan secara empiris,
termasuk di antaranya adalah etika dan masalah keindahan, tidak memiliki
makna apa-apa, sehingga tergolong ke dalam bidang metafisika.
B. Sejarah Muncul
Positivisme Logis menyajikan suatu fusi dari empiris yang berasal dari
Hume, Mill, dan Mach, dengan logika Simbolis sebagaimana ditafsirkan oleh
L. Wittgenstein. Menurut teori ini, semua kalimat yang bermakna harus
bersifat analitik maupun bersifat sintetik. Kalimat-kalimat analitik itu bisa
betul (tautologi) dan bisa salah ( kontradiksi ) semata-mata karena bentuk
logisnya dan tidak mengandung informasi faktual. Kalimat sintetik, atau
empiris,merupakan laporan tentang pengamatan indera atau pun generalisi
yang didasarkan pada pengamatan empiris. Kalimat-kalimat sintetik bermakna
sejauh dapat di verifikasi. Pernyataan metafisik dan teologis tidak cocok
dengan kedua Kategori di atas dan di hilangkan karena pernyataan semu yang
tak bermakna.
Rumusan asli ini ( dari M.schlick, R.Carnap, O.Neurath, dan lain-lain
lambat laun engalami serangkaian modifikasi saat kekurangan-kekurangannya
menjadi semakin jelas. Verifikasi, sebagai kriterium keberartian, secara
berturut-turut dimodifikasi ke dalam Verifikasi prinsip, konfirmabilitas, dan
akhirnya desakan bahwa evidensi empiris harus memainkan suatu peranan
yang berarti dalam penerimaan suatu pernyataan ilmiah. Pada saat yang sama
basis faktual diperluas daei pencerapan-pencerapan ke laporan laporan
pengamatan, kebahasa empiris.
Positivisme dewasa ini menjelaskan pengetahuan ilmiah berkenaan
dengan tiga komponen : bahasa teoritis, bahasa observational, dan kaidah-
kaidah korespondensi yang mengaitkan keduanya. Tekanan positivistik
menggarisbawahi penegasannya bahwa hanya bahasa observational yang
menyatakan informasi faktual, sementara pernyataan-pernyataan dalam
bahasa teoritis tidak mempunyai arti faktual sa mapi pernyataan-pernyataan itu
diterjemahkan ke dalam bahasa observational dengan kaidah-kaidah
korespondensi.
Kendati positivisme logis dikembangkan sebagai suatu basis
interpretatif bagi ilmu-ilmu alam, ia sudah diperluas ke ilmu-ilmu manusia.
Dalam psikologi ia menemukan prtalian alami dalam behaviorisme dan
operasionalisme. Dalam etika ( Ayer, Stevenson ) ia berupaya menjelaskan
makna dari pernyataan-pernyataan yang menyatakan kewajiban moral
sehubungan dengan konotasi emotifnya. Dalam yurisprudensi, ketentuan-
ketentua dan larangan-larangan yang ditetapkan oleh komunitas dilihat
sebagai basis terakhir dari hukum. Dengan demikian ditolak pandangan akan
hukum kodrat atau norma-norma trans-empiris, misalnya, imperatif kategoris
kant.
C. Ajaran Pokok Positivsme logis
pernyataan-pernyataan metafisik tidak bermakna. Pernyataan itu tidak
dapat diverifikasi secara empiris dan bukan tautologi yang berguna. Tidak ada
cara yang mungkin untuk mentukan kebenarannya ( atau kesalahannya )
dengan mengacu pada pengalaman. Tidak ada pengalaman yang mungkin
yang pernah dapat mendukung pertanyaan-pertanyaan metafisik seperti : “
Yang tiada itu sendiri tiada” ( The nothing it self nothing- Das Nichts selbst
nichest, Martin Heidegger ), “ yang mutlak mengatasi Waktu”, “ allah adalah
Sempurna “, ada murni tidak mempunyai ciri “, pernyataan-pernyataan
metafisik adalah semu. Metafisik berisi ucapan-ucapan yang tak bermakna.
Auguste Comte ( 1798-1857 ) ia memiliki peranan yang sangat
penting dalam aliran ini. Istilah “positivisme” ia populerkan. Ia menjelaskan
perkembangan pemikiran manusia dalam kerangka tiga tahap. Pertama,tahap
teologis. Disini , peristiwa-peristiwa dalam alam dijelaskan dengan istilah-
istilah kehendak atau tingkah dewa-dewi. Kedua, tahap metafisik. Disini,
peristiwa-peristiwa tersebut dijelaskan melalui hukum-hukum umum tentang
alam. Dan ketiga, tahap positif. Disini, peristiwa-peristiwa tersebut dijelaskan
secara ilmiah.
Upaya-upaya kaum positivis untuk mentransformasikan positivisme
menjadi semacam “agama baru”,cendrung mendiskreditkan pandangan-
pandangannya. Tetapi tekanan pada fakta-fakta, indentifikasi atas fakta-fakta
dengan pengamatan-pengamatan indera,dan upya untuk menjelaskan hukum-
hukum umum dengan induksi berdasarkan fakta,diterima dan de ngan cara
berbeda-beda diperluas oleh J.S Mill ( 1806-1873 ).E.Mach (1838-1916 ),
K.Pierson ( 1857-1936 ) dan P.Brdgeman ( 1882-1961 ).

PENUTUP
KESIMPULAN

Positivisme logis merupkan aliran pemikiran yang membatasi pikiran


pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau analisis definisi
dan relasi antara istilah-istilah. Tugas pertama dipersiapkan untuk ilmu dan
yang kedua khusus untuk filsafat. Menurut Pistivisme logis, filsafat ilmu murni
mungkin hanya sebagai suatu analisis logis tentng bahasa ilmu. Fungsi analisis
ini,disatu pihak, mengurangi “ metafisika” (yaitu,filsafat dalam arti tradisional)
dan di lain pihak meneliti struktur logis pengetahuan ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA

Bagus Lorenz, Kamus Filsafat penerbit Gramedia Pustaka Utama

http://haqiqie.wordpress.com/2007/02/27/positivis-logis/

http://id.wikipedia.org/wiki/Positivisme_Logis

You might also like