You are on page 1of 96

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut MORRIS KLINE (Suriasumantri. 1983:172) bahwa jatuh

bangunnya suatu negara dewasa ini tergantung dari kemajuan di bidang

matematika dan Slamet Imam Santoso (Ibid:225) mengemukakan bahwa

fungsi matematika dapat merupakan ketahanan Indonesia dalam abad 20

karena matematika sebagai basicnya ilmu pengetahuan memegang peranan

penting untuk mengikuti perkembangan teknologi serta mampu menjadi

produsen teknologi yang didukung oleh sumber daya manusia berkualitas dan

menguasai konsep-konsep matematika.

Untuk mewujudkan semua itu, pembangunan nasional di bidang

pendidikan perlu meningkatkan dan menyempurnakan penyelenggaraan

pendidikan nasional, yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta kesenian, perkembangan masyarakat, serta

kebutuhan pembangunan. Upaya penyempurnaan dibidang pendidikan telah

dilaksanakan, hal ini ditandai dengan adanya penyempurnaan kurikulum,

peningkatan kemampuan guru melalui penataran, pengadaan prasana, alat dan

media pengajaran, serta penilaian pendidikan. Seperti diungkapkan

Mendikbud bahwa nilai rata-rata matematika pelajaran ditanah air berkisar

antara 4 dan 5 untuk semua jenjang pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa

prestasi belajar matematika masih rendah dibanding mata pelajaran yang lain.

(Media Indonesia; 1999). Hal ini dapat kita lihat pada tabel sebagai berikut:

1
2

Tabel 1. Nilai Rata-rata Nem/EBTA di Wilayah DIY pada Tingkat SD, SMP dan
SMA Periode 1987-1998.

MAKS/ MAKS/ MAKS/


PELAJARAN SD PELAJARAN SMP PELAJARAN SMA
MIN MIN MIN

PMP 7,10 7,80/6,13 PMP 6,38 7,49/6,03 PMP 6,73 7,42/6,28

Bahasa 6,68 7,09/4,98 Bahasa 6,52 7,41/5,76 Bahasa 6,67 7,32/6,10


Indonesia Indonesia Indonesia
Matematika 5,95 6,92/4,98 Bahasa Inggris 4,57 5,89/3,74 Bahasa Inggris 5,48 7,03/4,95

IPA 6,18 6,92/5,05 Matematika 4,71 5,68/3,49 Matematika 4,66 5,41/3,69

IPS 6,18 6,58/5,80 IPA 5,00 5,59/4,27 Fisika 4,62 5,20/3,90

IPS 5,25 6,30/4,25 Biologi 5,28 5,98/4,69

Kimia 4,93 5,90/4,00

Sumber data: Marpaung(1999)

(BASIS.2004:19)

Di tingkat internasional hal itu semakin nyata, selama beberapa tahun

Indonesia mengikuti IMO (International Mathematics Olympiad) prestasi

wakil Indonesia selalu pada ranking bawah kecuali tahun 2003 yang naik agak

ke tengah. Demikian juga dalam TIMSS (Third International Mathematic and

Science Study) dan PISA (Programme of International Student Assessment)

(BASIS.2004: 16). Lihat tabel-tabel berikut ini:


3

Tabel 2. Ranking Indonesia dalam Olimpiade Matematika selama 1995-2003

TAHUN PESERTA RANKING SKOR RANKING SKOR RANKING SKOR


PERTAMA INDONESIA TERENDAH
1995 73 Cina 236 53 68 Kuwait 0
1996 75 Rumania 187 70 11 Kuwait 1
1997 82 Cina 223 63 44 Aljazair 3
1998 76 Iran 211 68 16 Kuwait 0
1999 81 Cina-Rusia 182 64 35 Sri Langka 6
2000 81 Cina 218 51 54 Brunei-Puerto Rico 8
2001 83 Cina 225 59 36 Ekuador 0
2002 84 Cina 212 64 38 Uruguay 1
2003 82 Bulgaria 227 37 70 Paraguay 0
Sumber data:http://imo.math.ca/result/CRBY.html

Tabel 3. Ranking Indonesia dalam TIMSS 1999


TIMSS = Third International Mathematics and Science Study

MATEMATIKA SAINS
NEGARA RANKING SKOR NEGARA RANKING SKOR
Singapura 1 dari 38 604 Cina,Taipei 1 dari 38 569
Indonesia 34 dari 38 403 Indonesia 32 dari 38 435
Afrika Selatan 38 dari 38 275 Afrika Selatan 38 dari38 243
Sumber data:http://nces.ed.gov/timss/result.asp

Tabel 4. Ranking Indonesia dalam PISA untuk “Mathematical Literacy”


PISA:Programme of International Student Assessment

NEGARA RANKING SKOR KETERANGAN


Hongkong Cina 1 dari 41 560
Indonesia 39 dari 41 367
Peru 41 dari 41 292
Sumber data:OECD/UNESCO-UIS 2001
4

Tabel 5. Ranking Indonesia dalam PISA yang diikuti oleh 41 negara

SKOR PADA BIDANG


RANKING NEGARA READING MATHEMATICAL SCIENTIFIC PENDAPATAN
LITERACY LITERACY LITERACY PER KAPITA

1 Finlandia 546
1 Hongkong 560
Cina
1 Korea 552
1 Luxemberg 48.239
39 Indonesia 371
39 Indonesia 367
38 Indonesia 393
41 Indonesia 3.043
41 Peru 327
41 Peru 292
41 Peru 333
40 Albania 3.506
Sumber data:OECD/UNESCO-UIS 2001

(Marpaung.BASIS,2004:17-18)

Penggunaan matematika atau berhitung dalam kehidupan sehari-hari

telah menunjukkan hasil nyata seperti dasar bagi disain ilmu tehnik misalnya

perhitungan untuk pembangunan antariksa dan di samping dasar disain ilmu

tehnik metode matematis memberikan inspirasi kepada pemikiran di bidang

sosial dan ekonomi dan dapat memberikan warna kepada kegiatan seni lukis,

arsitektur dan musik. Pengetahuan mengenai matematika memberikan bahasa,

proses dan teori yang memberikan ilmu suatu bentuk dan kekuasaan yang

akhimya bahwa matematika merupakan salah satu kekuatan utama

pembentukan konsepsi tentang alam suatu hakikat dan tujuan manusia dalam
5

kehidupannya. Berdasar kenyataan inilah matematika mempunyai potensi

sangat besar dalam hal memacu terjadinya perkembangan secara cermat dan

tepat, maupun dalam mempersiapkan warga masyarakat yang mampu

mengantisipasi perkembangan dengan cara berpikir dan bersikap yang tepat

pula.

Banyak orang yang memandang matematika sebagai bidang studi yang

paling sulit. Bahkan fenomena menunjukkan bahwa dalam proses belajar

matematika sebagian besar siswa masih merasa cemas dan kesulitan

(Putu.B,1995 : l). Meskipun demikian, siswa harus mempelajarinya karena

merupakan sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Kalau tidak, siswa akan menghadapi banyak masalah karena hampir semua

bidang studi memerlukan matematika yang sesuai. Kecemasan yang dialami

siswa dalam belajar matematika dapat mempengaruhi proses belajar

matematika, sehingga hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan atau

nilainya rendah

Jika dikaitkan dengan peranan matematika tersebut diatas, sangatlah

bertentangan, karena sudah seharusnya kalau matematika merupakan ilmu

yang dicari dan disenangi siswa. Rendahnya prestasi belajar matematika siswa

dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satu faktor diantaranya adalah proses

belajar -mengajar.

Dalam proses belajar-mengajar ada empat komponen penting yang

mempengaruhi keberhasilan belajar siswa antara lain bahan belajar, suasana

belajar, media dan sumber belajar, dan subjek belajar (Dimyati,l994:3l).

Komponen-komponen tersebut sangat penting dalam proses belajar-mengajar,


6

melemahnya satu atau lebih komponen dapat menghambat tercapainya tujuan

belajar yang optimal. Media dan sumber belajar yang digunakan dalam proses

belajar mengajar dipilih atas dasar tujuan dan bahan yang telah ditetapkan.

Oleh karena itu guru sebagai subjek belajar harus dapat memilih media dan

sumber belajar yang tepat sehingga bahan yang disampaikan dapat diterima

siswa dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar.

Menurut Sudjana (1989) mengajar adalah memberi bimbingan pada

siswa agar belajarnya optimal. Dengan kata lain mengajar tidak semata-mata

berorientasi pada hasil (by product) tetapi juga berorientasi pada proses (by

proses) dengan harapan semakin tinggi pula hasil yang dicapai. Dengan

demikian mengajar matematika adalah suatu proses untuk membimbing dan

mengoptimalkan kemampuan siswa agar berpikir dan berbuat matematika.

Upaya untuk mengoptimalkan siswa tersebut dapat dipacu dengan

menggunakan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), dalam hal ini tidak terlepas

dengan penggunaan media pendidikan yang diaplikasikan dalam proses

belajar mengajar. Media pendidikan sebagai salah satu sumber belajar ikut

membantu guru memperkaya wawasan anak didik. Penggunaan media

pendidikan dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan,

tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi

belajar mengajar yang efektif. Suatu proses belajar mengajar yang tidak

menggunakan media akan merupakan suatu "proses belajar yang kering" yang

tidak menarik serta kurang menimbulkan minat belajar siswa sehingga

mengurangi keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang berdampak

mengurangi kualitas belajar mengajar.


7

Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa

dari SD hingga SLTA dan bahkan juga diperguruan tinggi pembelajaran

matematika disekolah dasar ditekankan pada pembelajaran penguasaan

bilangan (number sense) yang tidak hanya bermakna mengenal dan terampil

melakukan operasi pada bilangan tetapi harus dapat memantapkan

pengetahuan bilangan.

Perkembangan kognitif anak usia Sekolah Dasar pada hakikatnya

berada dalam operasi kongkret. Siswa sudah dapat memahami konsep-konsep

matematika yang sangat sederhana, dan masih dipengaruhi oleh obyek-obyek

visual. Di sisi lain anak-anak kelas III SD cenderung memiliki sifat hiperaktif,

tidak mau diam, cenderung bermain-bermain sesama temannya ketika diajar,

sulit untuk diam, cenderung ribut dan daya tangkap terhadap pelajaran sangat

heterogen (ada yang cepat dan ada yang sangat lambat) (Bonasir, 2003 : 177).

Faktor lainnya adalah selama ini pembelajaran matematika di Indonesia lebih

cenderung pada pencapaian target materi menurut kurikulum atau berdasarkan

runtutan materi pada buku acuan, selain itu guru lebih aktif dilain pihak siswa

cenderung pasif dan kurang kreatif. Hal itu dapat menyebabkan guru pengajar

kesulitan dalam melakukan pengelolaan kelas/belajar mengajar.

Untuk menanggulangi hal tersebut dilakukan manipulasi-manipulasi

objek yang digunakan untuk berlatih belajar matematika yang lazim disebut

media pengajaran. Media pembelajaran sangat penting dalam pengajaran

matematika di SD. Menyadari pentingnya media pembelajaran, maka masalah

penyediaan pemilihan, dan penggunaan media pendidikan perlu menjadi

pemikiran yang serius bagi para pelaku pendidikan.


8

Dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran dan prestasi belajar

matematika di SD, perlu adanya upaya menumbuh-kembangkan kecintaan

peserta didik terhadap matematika melalui inovasi dalam pelaksanaan

pembelajaran agar lebih menarik dan menyenangkan. Hal ini dapat dilakukan

dengan metode pengajaran yang bervariasi dan mengoptimalkan penggunaan

media pembelajaran.

Media kartu akselerasi merupakan salah satu media yang menarik

untuk pembelajaran matematika di SD khususnya dalam berlatih mengerjakan

soal-soal. Dengan mengerjakan soal-soal tersebut, mereka diharapkan dapat

meningkatkan pencapaian hasil belajar matematika yang lebih optimal. Selain

itu media kartu akselerasi nampaknya belum banyak dikembangkan oleh para

guru SD di kota Semarang secara efektif. Hal tersebut dikarenakan media

kartu pecahan belum tersedia, guru harus membuat sendiri. Kartu ini sudah

pernah digunakan dalam pembelajaran matematika di SD Jeddah Jawa Timur

dan hasilnya sangat efektif.

Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian tentang pengajaran menggunakan media kartu akselerasi, pada

pengajaran matematika pokok bahasan "Pecahan", dengan judul :"Efektivitas

Penggunaan Kartu Akselerasi Dalam Pembelajaran Matematika Pada Siswa

Kelas III Semester I SD Negeri Petompon I dan II Semarang Tahun Ajaran

2004/2005.
9

B. Identifikasi Masalah

Pada waktu penyajian materi pelajaran kepada siswa, seringkali guru

mengalami kesulitan yang berhubungan dengan cara bagaimana menarik

minat perhatian siswa selama pelajaran berlangsung dan cara membantu siswa

mengingatkan kembali akan pengetahuan dan keterampilan yang telah

dipelajari dengan cepat dan pada saat yang tepat.

Bertolak dari masalah di atas, maka timbul permasalahan sebagai berikut:

1. Guru dalam mengajar matematika kurang bervariasi dalam memanfaatkan

media dan metode.

2. Nilai matematika siswa rendah apabila dibandingkan mata pelajaran yang

lainnya.

3. Pelajaran matematika selama ini menjadi momok dan ditakuti oleh para

siswa.

4. Strategi pembelajaran matematika yang dianggap monoton dan

membosankan.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan judul, latar belakang, serta identifikasi masalah diatas

maka rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Sejauh mana efektivitas penggunaan kartu akselerasi dalam pembelajaran

matematika pada siswa kelas III semester I SD N Petompon I dan II

Semarang tahun ajaran 2004/2005 ?.

2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam penggunaan kartu akselerasii

pada siswa kelas III semester I SD N Petompon I dan II Semarang dalam

pembelajaran matematika ?.
10

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai ataupun yang diharapkan adalah:

1. Untuk mengetahui efektivitas penggunaan kartu akselerasi dalam

pembelajaran matematika pada siswa kelas III semester I SD N Petompon

I dan II Semarang tahun ajaran 2004/2005.

2. Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam

penggunaan kartu akselerasi pada siswa kelas III SD N Petompon I dan II

Semarang dalam pembelajaran matematika.

E. Penegasan 1stilah

Untuk mengantispasi adanya penafsiran yang berbeda dalam

mewujudkan kesatuan pandangan dan pengertian, maka perlu adanya batasan

atau penegasan dari istilah-istilah yang digunakan untuk membatasi secara

keseluruhan hal-hal yang berhubungan dengan penelitian ini:

1. Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti tepat guna. Efektivitas

merupakan hal yang dikerjakan dengan waktu yang tepat kegunaannya

(Depdikbud.19045:67). Dalam hal ini adanya efektivitas penggunaan kartu

akselerasi yang digunakan oleh siswa.

2. Penggunaan Kartu Akselerasi

Yang dimaksud dengan penggunaan kartu akselerasi adalah cara memberikan

soal-soal latihan dengan menggunakan kartu akselerasi sebagai alat

pengajaran. Menurut Bonasir (2003:180) kartu akselerasi adalah kertas tebal

berbentuk persegi panjang, yang berisi soal-soal untuk mempercepat dan

membangkitkan minat anak-anak dalam menyelesaikan soal-soal matematika.


11

3. Siswa kelas III SD Negeri Petompon I dan II Semarang Tahun Ajaran

2004/2005, yang dimaksud siswa kelas III SD Negeri Petompon I-II

Semarang adalah siswa-siswa yang pada tahun ajaran 2004/2005 tercatat

sebagai siswa kelas III SD Negeri Petompon I dan II Semarang.

4. Pembelajaran Matematika

Yang dimaksud dengan pembelajaran matematika adalah memahami suatu

konsep matematika yang terbentuk dengan ide, proses, dan

penalaran.(Ruseffendi ET, 1980 : 148).Dalam penelitian ini, siswa diajak

mengenal 2 pengetahuan yang perlu dikuasai oleh anak SD, yaitu

pengetahuan konseptual mengacu pada pemahaman konsep, dan

pengetahuan prosedural mengacu pada keterampilan melakukan suatu

algoritma atau prosedur pengerjaan.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, manfaat

yang diharapkan diantaranya yaitu:

1. Manfaat Teoritis

a. Konsep-konsep yang dihasilkan ini merupakan masukan yang berharga

bagi dunia pendidikan khususnya dalam kegiatan belajar mengajar.

b. Hasil-hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber bahan yang penting

bagi para peneliti bidang pendidikan.

c. Memberi rekomendasi kepada para peneliti lain untuk melakukan

penelitian sejenis atau melanjutkan penelitian tersebut secara lebih

luas, intensif, dan mendalam.


12

2. Manfaat Praktis

a. Dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat menjadi

masukan bagi guru di sekolah Dasar Negeri I dan II Petompon

Semarang, sebagai bahan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa

dengan penggunaan kartu akselerasi dalam pembelajaran matematika.

b. Dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini pula dapat dijadikan

respon yang positif bagi para siswa dan masyarakat tentang

penggunaan kartu akselerasi dalam pembelajaran matemtika.

G. Sistematika Skripsi

Untuk memberikan gambaran mengenai isi dari penelitian ini, maka

peneliti membuat sistematika sebagai garis besar. Adapun sistematika skripsi

ini adalah sebagai berikut:

Bagian awal pendahuluan skripsi berisi halaman judul, lembar persetujuan,

lembar pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, sari, daftar isi,

daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.

Bab I : Pendahuluan berisi mengenai latar belakang masalah, identifikasi

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penegasan istilah

dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan skripsi.

Bab II : Landasan teori dan hipotesis berisi mengenai tinjauan pustaka yang

meliputi hakikat belajar, media pembelajaran, tinjauan mengenai

kartu akselerasi, mata pelajaran matematika, kerangka berpikir dan

hipotesis.
13

Bab III : Metode penelitian berisi mengenai populasi penelitian, variabel

penelitian, metode pengumpulan data, metode penyusunan

instrumen serta metode analisis data.

Bab IV : Hasil penelitian dan pembahasan berisi penyajian data secara garis

besar, kemudian dianalisis menggunakan metode statistik serta

pembahasan hasilnya.

Bab V : Penutup berisi mengenai kesimpulan dan saran dari hasil

penelitian

Bagian akhir skripsi berisi mengenai daftar pustaka dan lampiran-lampiran.


14

BAB I

PENDAHULUAN

H. Latar Belakang Masalah

Menurut MORRIS KLINE (Suriasumantri. 1983:172) bahwa jatuh

bangunnya suatu negara dewasa ini tergantung dari kemajuan di bidang

matematika dan Slamet Imam Santoso (Ibid:225) mengemukakan bahwa

fungsi matematika dapat merupakan ketahanan Indonesia dalam abad 20

karena matematika sebagai basicnya ilmu pengetahuan memegang peranan

penting untuk mengikuti perkembangan teknologi serta mampu menjadi

produsen teknologi yang didukung oleh sumber daya manusia berkualitas dan

menguasai konsep-konsep matematika.

Untuk mewujudkan semua itu, pembangunan nasional di bidang

pendidikan perlu meningkatkan dan menyempurnakan penyelenggaraan

pendidikan nasional, yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta kesenian, perkembangan masyarakat, serta

kebutuhan pembangunan. Upaya penyempurnaan dibidang pendidikan telah

dilaksanakan, hal ini ditandai dengan adanya penyempurnaan kurikulum,

peningkatan kemampuan guru melalui penataran, pengadaan prasana, alat dan

media pengajaran, serta penilaian pendidikan. Seperti diungkapkan

Mendikbud bahwa nilai rata-rata matematika pelajaran ditanah air berkisar

antara 4 dan 5 untuk semua jenjang pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa

prestasi belajar matematika masih rendah dibanding mata pelajaran yang lain.

(Media Indonesia; 1999). Hal ini dapat kita lihat pada tabel sebagai berikut:
15

Tabel 1. Nilai Rata-rata Nem/EBTA di Wilayah DIY pada Tingkat SD, SMP dan
SMA Periode 1987-1998.

MAKS/ MAKS/ MAKS/


PELAJARAN SD PELAJARAN SMP PELAJARAN SMA
MIN MIN MIN

PMP 7,10 7,80/6,13 PMP 6,38 7,49/6,03 PMP 6,73 7,42/6,28

Bahasa 6,68 7,09/4,98 Bahasa 6,52 7,41/5,76 Bahasa 6,67 7,32/6,10


Indonesia Indonesia Indonesia
Matematika 5,95 6,92/4,98 Bahasa Inggris 4,57 5,89/3,74 Bahasa Inggris 5,48 7,03/4,95

IPA 6,18 6,92/5,05 Matematika 4,71 5,68/3,49 Matematika 4,66 5,41/3,69

IPS 6,18 6,58/5,80 IPA 5,00 5,59/4,27 Fisika 4,62 5,20/3,90

IPS 5,25 6,30/4,25 Biologi 5,28 5,98/4,69

Kimia 4,93 5,90/4,00

Sumber data: Marpaung(1999)

(BASIS.2004:19)

Di tingkat internasional hal itu semakin nyata, selama beberapa tahun

Indonesia mengikuti IMO (International Mathematics Olympiad) prestasi

wakil Indonesia selalu pada ranking bawah kecuali tahun 2003 yang naik agak

ke tengah. Demikian juga dalam TIMSS (Third International Mathematic and

Science Study) dan PISA (Programme of International Student Assessment)

(BASIS.2004: 16). Lihat tabel-tabel berikut ini:


16

Tabel 2. Ranking Indonesia dalam Olimpiade Matematika selama 1995-2003

TAHUN PESERTA RANKING SKOR RANKING SKOR RANKING SKOR


PERTAMA INDONESIA TERENDAH
1995 73 Cina 236 53 68 Kuwait 0
1996 75 Rumania 187 70 11 Kuwait 1
1997 82 Cina 223 63 44 Aljazair 3
1998 76 Iran 211 68 16 Kuwait 0
1999 81 Cina-Rusia 182 64 35 Sri Langka 6
2000 81 Cina 218 51 54 Brunei-Puerto Rico 8
2001 83 Cina 225 59 36 Ekuador 0
2002 84 Cina 212 64 38 Uruguay 1
2003 82 Bulgaria 227 37 70 Paraguay 0
Sumber data:http://imo.math.ca/result/CRBY.html

Tabel 3. Ranking Indonesia dalam TIMSS 1999


TIMSS = Third International Mathematics and Science Study

MATEMATIKA SAINS
NEGARA RANKING SKOR NEGARA RANKING SKOR
Singapura 1 dari 38 604 Cina,Taipei 1 dari 38 569
Indonesia 34 dari 38 403 Indonesia 32 dari 38 435
Afrika Selatan 38 dari 38 275 Afrika Selatan 38 dari38 243
Sumber data:http://nces.ed.gov/timss/result.asp

Tabel 4. Ranking Indonesia dalam PISA untuk “Mathematical Literacy”


PISA:Programme of International Student Assessment

NEGARA RANKING SKOR KETERANGAN


Hongkong Cina 1 dari 41 560
Indonesia 39 dari 41 367
Peru 41 dari 41 292
Sumber data:OECD/UNESCO-UIS 2001
17

Tabel 5. Ranking Indonesia dalam PISA yang diikuti oleh 41 negara

SKOR PADA BIDANG


RANKING NEGARA READING MATHEMATICAL SCIENTIFIC PENDAPATAN
LITERACY LITERACY LITERACY PER KAPITA

1 Finlandia 546
1 Hongkong 560
Cina
1 Korea 552
1 Luxemberg 48.239
39 Indonesia 371
39 Indonesia 367
38 Indonesia 393
41 Indonesia 3.043
41 Peru 327
41 Peru 292
41 Peru 333
40 Albania 3.506
Sumber data:OECD/UNESCO-UIS 2001

(Marpaung.BASIS,2004:17-18)

Penggunaan matematika atau berhitung dalam kehidupan sehari-hari

telah menunjukkan hasil nyata seperti dasar bagi disain ilmu tehnik misalnya

perhitungan untuk pembangunan antariksa dan di samping dasar disain ilmu

tehnik metode matematis memberikan inspirasi kepada pemikiran di bidang

sosial dan ekonomi dan dapat memberikan warna kepada kegiatan seni lukis,

arsitektur dan musik. Pengetahuan mengenai matematika memberikan bahasa,

proses dan teori yang memberikan ilmu suatu bentuk dan kekuasaan yang

akhimya bahwa matematika merupakan salah satu kekuatan utama

pembentukan konsepsi tentang alam suatu hakikat dan tujuan manusia dalam
18

kehidupannya. Berdasar kenyataan inilah matematika mempunyai potensi

sangat besar dalam hal memacu terjadinya perkembangan secara cermat dan

tepat, maupun dalam mempersiapkan warga masyarakat yang mampu

mengantisipasi perkembangan dengan cara berpikir dan bersikap yang tepat

pula.

Banyak orang yang memandang matematika sebagai bidang studi yang

paling sulit. Bahkan fenomena menunjukkan bahwa dalam proses belajar

matematika sebagian besar siswa masih merasa cemas dan kesulitan

(Putu.B,1995 : l). Meskipun demikian, siswa harus mempelajarinya karena

merupakan sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Kalau tidak, siswa akan menghadapi banyak masalah karena hampir semua

bidang studi memerlukan matematika yang sesuai. Kecemasan yang dialami

siswa dalam belajar matematika dapat mempengaruhi proses belajar

matematika, sehingga hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan atau

nilainya rendah

Jika dikaitkan dengan peranan matematika tersebut diatas, sangatlah

bertentangan, karena sudah seharusnya kalau matematika merupakan ilmu

yang dicari dan disenangi siswa. Rendahnya prestasi belajar matematika siswa

dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satu faktor diantaranya adalah proses

belajar -mengajar.

Dalam proses belajar-mengajar ada empat komponen penting yang

mempengaruhi keberhasilan belajar siswa antara lain bahan belajar, suasana

belajar, media dan sumber belajar, dan subjek belajar (Dimyati,l994:3l).

Komponen-komponen tersebut sangat penting dalam proses belajar-mengajar,


19

melemahnya satu atau lebih komponen dapat menghambat tercapainya tujuan

belajar yang optimal. Media dan sumber belajar yang digunakan dalam proses

belajar mengajar dipilih atas dasar tujuan dan bahan yang telah ditetapkan.

Oleh karena itu guru sebagai subjek belajar harus dapat memilih media dan

sumber belajar yang tepat sehingga bahan yang disampaikan dapat diterima

siswa dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar.

Menurut Sudjana (1989) mengajar adalah memberi bimbingan pada

siswa agar belajarnya optimal. Dengan kata lain mengajar tidak semata-mata

berorientasi pada hasil (by product) tetapi juga berorientasi pada proses (by

proses) dengan harapan semakin tinggi pula hasil yang dicapai. Dengan

demikian mengajar matematika adalah suatu proses untuk membimbing dan

mengoptimalkan kemampuan siswa agar berpikir dan berbuat matematika.

Upaya untuk mengoptimalkan siswa tersebut dapat dipacu dengan

menggunakan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), dalam hal ini tidak terlepas

dengan penggunaan media pendidikan yang diaplikasikan dalam proses

belajar mengajar. Media pendidikan sebagai salah satu sumber belajar ikut

membantu guru memperkaya wawasan anak didik. Penggunaan media

pendidikan dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan,

tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi

belajar mengajar yang efektif. Suatu proses belajar mengajar yang tidak

menggunakan media akan merupakan suatu "proses belajar yang kering" yang

tidak menarik serta kurang menimbulkan minat belajar siswa sehingga

mengurangi keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang berdampak

mengurangi kualitas belajar mengajar.


20

Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa

dari SD hingga SLTA dan bahkan juga diperguruan tinggi pembelajaran

matematika disekolah dasar ditekankan pada pembelajaran penguasaan

bilangan (number sense) yang tidak hanya bermakna mengenal dan terampil

melakukan operasi pada bilangan tetapi harus dapat memantapkan

pengetahuan bilangan.

Perkembangan kognitif anak usia Sekolah Dasar pada hakikatnya

berada dalam operasi kongkret. Siswa sudah dapat memahami konsep-konsep

matematika yang sangat sederhana, dan masih dipengaruhi oleh obyek-obyek

visual. Di sisi lain anak-anak kelas III SD cenderung memiliki sifat hiperaktif,

tidak mau diam, cenderung bermain-bermain sesama temannya ketika diajar,

sulit untuk diam, cenderung ribut dan daya tangkap terhadap pelajaran sangat

heterogen (ada yang cepat dan ada yang sangat lambat) (Bonasir, 2003 : 177).

Faktor lainnya adalah selama ini pembelajaran matematika di Indonesia lebih

cenderung pada pencapaian target materi menurut kurikulum atau berdasarkan

runtutan materi pada buku acuan, selain itu guru lebih aktif dilain pihak siswa

cenderung pasif dan kurang kreatif. Hal itu dapat menyebabkan guru pengajar

kesulitan dalam melakukan pengelolaan kelas/belajar mengajar.

Untuk menanggulangi hal tersebut dilakukan manipulasi-manipulasi

objek yang digunakan untuk berlatih belajar matematika yang lazim disebut

media pengajaran. Media pembelajaran sangat penting dalam pengajaran

matematika di SD. Menyadari pentingnya media pembelajaran, maka masalah

penyediaan pemilihan, dan penggunaan media pendidikan perlu menjadi

pemikiran yang serius bagi para pelaku pendidikan.


21

Dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran dan prestasi belajar

matematika di SD, perlu adanya upaya menumbuh-kembangkan kecintaan

peserta didik terhadap matematika melalui inovasi dalam pelaksanaan

pembelajaran agar lebih menarik dan menyenangkan. Hal ini dapat dilakukan

dengan metode pengajaran yang bervariasi dan mengoptimalkan penggunaan

media pembelajaran.

Media kartu akselerasi merupakan salah satu media yang menarik

untuk pembelajaran matematika di SD khususnya dalam berlatih mengerjakan

soal-soal. Dengan mengerjakan soal-soal tersebut, mereka diharapkan dapat

meningkatkan pencapaian hasil belajar matematika yang lebih optimal. Selain

itu media kartu akselerasi nampaknya belum banyak dikembangkan oleh para

guru SD di kota Semarang secara efektif. Hal tersebut dikarenakan media

kartu pecahan belum tersedia, guru harus membuat sendiri. Kartu ini sudah

pernah digunakan dalam pembelajaran matematika di SD Jeddah Jawa Timur

dan hasilnya sangat efektif.

Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian tentang pengajaran menggunakan media kartu akselerasi, pada

pengajaran matematika pokok bahasan "Pecahan", dengan judul :"Efektivitas

Penggunaan Kartu Akselerasi Dalam Pembelajaran Matematika Pada Siswa

Kelas III Semester I SD Negeri Petompon I dan II Semarang Tahun Ajaran

2004/2005.
22

I. Identifikasi Masalah

Pada waktu penyajian materi pelajaran kepada siswa, seringkali guru

mengalami kesulitan yang berhubungan dengan cara bagaimana menarik

minat perhatian siswa selama pelajaran berlangsung dan cara membantu siswa

mengingatkan kembali akan pengetahuan dan keterampilan yang telah

dipelajari dengan cepat dan pada saat yang tepat.

Bertolak dari masalah di atas, maka timbul permasalahan sebagai berikut:

1. Guru dalam mengajar matematika kurang bervariasi dalam memanfaatkan

media dan metode.

2. Nilai matematika siswa rendah apabila dibandingkan mata pelajaran yang

lainnya.

3. Pelajaran matematika selama ini menjadi momok dan ditakuti oleh para

siswa.

4. Strategi pembelajaran matematika yang dianggap monoton dan

membosankan.

J. Rumusan Masalah

Berdasarkan judul, latar belakang, serta identifikasi masalah diatas

maka rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Sejauh mana efektivitas penggunaan kartu akselerasi dalam pembelajaran

matematika pada siswa kelas III semester I SD N Petompon I dan II

Semarang tahun ajaran 2004/2005 ?.

2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam penggunaan kartu akselerasii

pada siswa kelas III semester I SD N Petompon I dan II Semarang dalam

pembelajaran matematika ?.
23

K. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai ataupun yang diharapkan adalah:

1. Untuk mengetahui efektivitas penggunaan kartu akselerasi dalam

pembelajaran matematika pada siswa kelas III semester I SD N Petompon

I dan II Semarang tahun ajaran 2004/2005.

2. Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam

penggunaan kartu akselerasi pada siswa kelas III SD N Petompon I dan II

Semarang dalam pembelajaran matematika.

L. Penegasan 1stilah

Untuk mengantispasi adanya penafsiran yang berbeda dalam

mewujudkan kesatuan pandangan dan pengertian, maka perlu adanya batasan

atau penegasan dari istilah-istilah yang digunakan untuk membatasi secara

keseluruhan hal-hal yang berhubungan dengan penelitian ini:

1. Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti tepat guna. Efektivitas

merupakan hal yang dikerjakan dengan waktu yang tepat kegunaannya

(Depdikbud.19045:67). Dalam hal ini adanya efektivitas penggunaan kartu

akselerasi yang digunakan oleh siswa.

2. Penggunaan Kartu Akselerasi

Yang dimaksud dengan penggunaan kartu akselerasi adalah cara memberikan

soal-soal latihan dengan menggunakan kartu akselerasi sebagai alat

pengajaran. Menurut Bonasir (2003:180) kartu akselerasi adalah kertas tebal

berbentuk persegi panjang, yang berisi soal-soal untuk mempercepat dan

membangkitkan minat anak-anak dalam menyelesaikan soal-soal matematika.


24

3. Siswa kelas III SD Negeri Petompon I dan II Semarang Tahun Ajaran

2004/2005, yang dimaksud siswa kelas III SD Negeri Petompon I-II

Semarang adalah siswa-siswa yang pada tahun ajaran 2004/2005 tercatat

sebagai siswa kelas III SD Negeri Petompon I dan II Semarang.

4. Pembelajaran Matematika

Yang dimaksud dengan pembelajaran matematika adalah memahami suatu

konsep matematika yang terbentuk dengan ide, proses, dan

penalaran.(Ruseffendi ET, 1980 : 148).Dalam penelitian ini, siswa diajak

mengenal 2 pengetahuan yang perlu dikuasai oleh anak SD, yaitu

pengetahuan konseptual mengacu pada pemahaman konsep, dan

pengetahuan prosedural mengacu pada keterampilan melakukan suatu

algoritma atau prosedur pengerjaan.

M. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, manfaat

yang diharapkan diantaranya yaitu:

1. Manfaat Teoritis

a. Konsep-konsep yang dihasilkan ini merupakan masukan yang berharga

bagi dunia pendidikan khususnya dalam kegiatan belajar mengajar.

b. Hasil-hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber bahan yang penting

bagi para peneliti bidang pendidikan.

c. Memberi rekomendasi kepada para peneliti lain untuk melakukan

penelitian sejenis atau melanjutkan penelitian tersebut secara lebih

luas, intensif, dan mendalam.


25

2. Manfaat Praktis

a. Dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat menjadi

masukan bagi guru di sekolah Dasar Negeri I dan II Petompon

Semarang, sebagai bahan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa

dengan penggunaan kartu akselerasi dalam pembelajaran matematika.

b. Dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini pula dapat dijadikan

respon yang positif bagi para siswa dan masyarakat tentang

penggunaan kartu akselerasi dalam pembelajaran matemtika.

N. Sistematika Skripsi

Untuk memberikan gambaran mengenai isi dari penelitian ini, maka

peneliti membuat sistematika sebagai garis besar. Adapun sistematika skripsi

ini adalah sebagai berikut:

Bagian awal pendahuluan skripsi berisi halaman judul, lembar persetujuan,

lembar pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, sari, daftar isi,

daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.

Bab I : Pendahuluan berisi mengenai latar belakang masalah, identifikasi

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penegasan istilah

dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan skripsi.

Bab II : Landasan teori dan hipotesis berisi mengenai tinjauan pustaka yang

meliputi hakikat belajar, media pembelajaran, tinjauan mengenai

kartu akselerasi, mata pelajaran matematika, kerangka berpikir dan

hipotesis.
26

Bab III : Metode penelitian berisi mengenai populasi penelitian, variabel

penelitian, metode pengumpulan data, metode penyusunan

instrumen serta metode analisis data.

Bab IV : Hasil penelitian dan pembahasan berisi penyajian data secara garis

besar, kemudian dianalisis menggunakan metode statistik serta

pembahasan hasilnya.

Bab V : Penutup berisi mengenai kesimpulan dan saran dari hasil

penelitian

Bagian akhir skripsi berisi mengenai daftar pustaka dan lampiran-lampiran.


27

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hakikat Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan

latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku baik yang

meliputi pengetahuan, keterampilan, maupun sikap, bahkan meliputi

segenap aspek organisme atau pribadi.

Ada beberapa pendapat dari ahli tentang pengertian belajar

diantaranya:

1) G.A Kimble mengatakan bahwa belajar adalah perubahan yang relatif

menetap dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari

latihan dengan penguatan dan tidak termasuk perubahan-perubahan

karena kematangan, mengetahui dan memahami sesuatu sehingga terjadi

perubahan dalam diri seseorang yang belajar. (Simanjutak, 1993 : 38).

2) Marle J Moskowitz dan Arthur R Orgel mengatakan bahwa belajar

adalah perubahan perilaku sebagai hasil langsung dari pengalaman dan

bukan akibat hubungan-hubungan dalam sistem saraf yang dibawa

sejak lahir (Darsono,2000:3)

3) W.S Winkel mengatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental

atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan,


28

yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan pemahaman,

keterampilan, dan nilai sikap (W.S.Winkel,1987:36)

4) Aliran Gestalt mengatakan bahwa belajar adalah bagaimana seseorang

memandang suatu obyek (persepsi) dan kemampuan mengatur atau

mengorganisir obyek yang dipersepsi (khususnya yang kompleks),

sehingga menjadi suatu bentuk (struktur) yang bermakna atau mudah

dipahami (Darsono, 2000 : 15)

Dengan demikian belajar merupakan suatu proses yang ditandai

dengan adanya perubahan tingkah laku. Oleh karena itu, seseorang

dikatakan belajar apabila dalam diri orang tersebut terjadi perubahan

tingkah laku. Perubahan tingkah laku dapat ditunjukkan dalam berbagai

bentuk seperti: berubahnya pengetahuan, sikap, percakapan, kebiasaan dll.

Tetapi tidak semua perubahan tingkah laku merupakan hasil belajar.

Berikut ini ciri-ciri belajar adalah :

1) Belajar dilakukan dengan sadar dan mempunyai tujuan

2) Belajar merupakan pengalaman sendiri

3) Belajar merupakan proses interaksi antara individu dan lingkungan

4) Belajar mengakibatkan terjadinya perubahan pada diri orang yang

belajar. (Darsono, 2000 : 30-31)

Jadi perubahan tingkah laku yang terjadi merupakan hasil atau

akibat dari upaya-upaya atau latihan yang dilakukan secara sadar dan

mempunyai tujuan.Tingkah laku yang terjadi merupakan hasil dari proses

belajar yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:


29

1) Faktor-faktor yang berasal dari luar individu siswa

a. Faktor faktor non sosial

Faktor-faktor non sosial meliputi keadaan lingkungan dan sarana

prasarana dalam belajar

b. Faktor-faktor sosial

Faktor-faktor sosial disini adalah faktor manusia dalam proses

belajar-mengajar, misalnya: kehadiran orang yang membuat gaduh

pada waktu seseorang sedang belajar akan mengganggu

konsentrasi dalam belajar.

2) Faktor-faktor sosial

a. Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis adalah keadaan fisik siswa, dalam keadaan sehat

siswa dapat belajar dengan baik, sebaliknya bila dalam keadaan

sakit atau cacat siswa tidak dapat memahami pelajaran yang

diberikan dengan sempurna sehingga proses belajar terganggu yang

pada akhirnya prestasi belajarpun tidak optimal.

b. Faktor Psikologis

Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi proses dan hasil

belajar adalah kecerdasan, bakat, minat, motivasi, emosi, dan

kemampuan kognitif (Suryabrata, 1998:233-237).


30

2. Pembelajaran Matematika di SD

Salah satu pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya

didasarkan pada teori psikologi pembelajaran, sesuai dengan ciri tersebut

dalam pembahasan ini akan dibicarakan tentang berbagai teori

pembelajaran tersebut dalam pembelajaran matematika yang meliputi:

1. Aliran Psikologi Tingkah Laku

a. Teori Thorndike

Edward L.Thorndike (1874-1949) mengemukakan beberapa

hukum belajar diantaranya adalah teori belajar stimulus respon atau

koneksionisme, yang menyatakan : bahwa pada hakekatnya belajar

merupakan proses hubungan antar stimulus dan respon. Menurut

hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon murid terhadap

suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan

dapat berupa pujian atau ganjaran saat murid dapat menyelesaikan

tugasnya dengan baik.Tugas tersebut dapat dikerjakan melalui

penggunaan kartu akselerasi dalam pembelajaran matematika

sehingga anak akan terlatih dalam menyelesaikan soal-soal latihan

dengan baik dan benar.(Suminarsih, 2003:2)

b. Teori Skinner

Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau

penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses

belajar. Terdapat perbedaan antara ganjaran dan penguatan,

ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan


31

sebagai tingkah laku yang sifatnya subyektif, sedangkan penguatan

merupakan sesuatu yang diberikan pada anak untuk memperkuat

tindakan anak, sehingga semakin sering melakukannya.

Penguatan akan berbekas kepada anak, sehingga diharapkan

dalam memberikan penguatan harus benar-benar pada hal yang

positif sehingga anak akan semakin sering mengulang penguatan

positif tersebut. Dalam penelitian ini, penguatan diberikan dengan

menggunakan kartu akselerasi sebagai sarana berlatih dan

menyelesaikan soal-soal matematika yang diharapkan akan

meningkatkan hasil belajar.(Suminarsih, 2003:3)

c. Teori Gagne

Menurut Gagne, dalam belajar matematika ada dua obyek

yang dapat diperoleh siswa, yaitu obyek langsung maupun tak

langsung. Obyek tak langsung antara lain kemampuan, menyelidiki

dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif

terhadap matematika dan tahu bagaimana seharusnya belajar.

Sedangkan obyek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep dan

aturan.

Fakta adalah obyek matematika yang tinggal menerimanya,

seperti lambang bilangan, sudut dan notasi-notasi matematika

lainnya. Cara mengajarkan fakta dengan cara menghafal, driil,

peragaan dan sebagainya. Keterampilan berupa keterampilan

memberikan jawaban dengan tepat dan cepat, misalkan

menjumlahkan pecahan, perkalian bilangan dengan bilangan dua


32

puluh lima dan sebagainya. Konsep adalah ide abstrak yang

memungkinkan kita dapat mengelompokkan contoh dan bukan

contoh, misalkan konsep bilangan prima dan himpunan. Aturan

dan prinsip adalah obyek yang paling abstrak yang berupa sifat

atau teorema yang merupakan hubungan fungsional antar konsep-

konsep. Untuk mempelajari aturan dapat dengan cara proses

inkuiri, penemuan terbimbing, pemecahan masalah dan

demonstrasi.

2. Aliran Psikologi Kognitif

a. Teori Piaget

Pendapat Jean Piaget yang paling terkenal, sesuai hasil

penelitiannya mengemukakan bahwa ada empat tahap

perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang

secara kronologis (menurut usia), yaitu:

1) Tahap Sensori Motor, dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun

Pada tahap ini aktivitas kognitif anak didasarkan atas

pengalaman langsung melalui pancaindera.

2) Tahap Pra Operasional, dari sekitar 2 tahun sampai 7 tahun

Pada Tahap ini anak mulai memanipulasi simbul dari

benda-benda si sekitarnya.Anak sudah siap untuk belajar

bahasa, membaca, dan menyanyi.

3) Tahap Operasi Kongkret, dari umur 7 sam pai 11 tahun

Pada Tahap ini anak sudah memahami hubungan fungsional,

cara berpikirnya kongkret belum menangkap yang abstrak.


33

Tahap ini sangat penting karena anak sudah mulai

menggeneralisasikan objek-objek yang diamatinya. Hal

tersebut erat hubungannya dengan matematika. Konsep

matematika yang didasarkan pada benda-benda kongkret lebih

mudah dipahami dari pada memanipulasi istilah-istilah abstrak.

4) Tahap Formal, dari umur 11 tahun ke atas

Tahap ini adalah tahap tertinggi dari perkembangan kognitif

anak. Anak usia 11-12 tahun belum mencapai tahap ini. Tahap

ini disebut juga tahap hipotetis-deduktif. Anak-Anak pada

tahap ini memberikan alasan dengan menggunakan lebih

banyak simbol-simbol atau ide dari pada objek-objek yang

berkaitan dengan benda-benda didalam cara berpikirnya..

Dari uraian di atas jelaslah bahwa siswa sekolah dasar

menurut Piaget berada pada tahap operasi kongkret, dimana anak

sudah mulai memiliki pemahaman operasi logis

dengan bantuan benda-benda kongkret. Siswa memahami konsep

kekekalan kemampuan mengklasifikasi kemampuan mengurutkan

obyek dan juga telah memiliki kemampuan ekivalensi.

Ciri-ciri anak yang berada dalam tahap operasional

kongkret adalah :

 Siswa belum mampu melakukan operasi yang komplek

 Siswa dapat melakukan operasi logis yang berorientasi kepada

obyek-obyek atau peristiwa yang dialaminya.


34

 Siswa dapat menalar induktif, tetapi sangat lemah bernalar

deduktif.

 Masih mengalami kesulitan menangkap ide atau gagasan

abstrak.(Suminarsih, 2003:4).

Dalam menangkap ide abstrak mereka memerlukan bantuan

memanipulasi benda kongkret, oleh karena itu pembelajaran di SD

masih memerlukan alat peraga atau media sebagai sarana berlatih

dalam mendalami materi pelajaran yang telah diberikan guru.

b. Teori Bruner

Metode yang sangat didukung oleh Jerome Bruner adalah

belajar dengan penemuan. Ia meyakini bahwa dalam mempelajari

matematika seseorang siswa perlu secara langsung menggunakan

bahan-bahan manipulatif. Bahan–bahan tersebut merupakan benda

kongkret yang dirancang khusus dan dapat diotak-atik oleh siswa

dalam berusaha memahami konsep matematika.

Adanya interaksi antara siswa dengan lingkungan fisik ini

akan memberikan kesempatan siswa untuk melaksanakan

penemuan. Sangat disarankan keaktifan siswa dalam proses belajar

secara penuh ditempat khusus misalnya dilaboratorium.

Bruner mengemukakan bahwa dalam proses belajar anak

melewati tiga tahap, yaitu:

1) Tahap Enaktif (kongkret)

Siswa belajar konsep dengan memanipulasi benda-benda secara

langsung. Kegiatan enaktif berupa pemecahan masalah

kontekstual yang melibatkan benda konkret berupa benda


35

sesungguhnya yang bersangkutan dengan masalah kontekstual

yang sedang dihadapi, atau berupa model fisik benda dari

benda tersebut. Kematangan pada tahap kegiatan enaktif,

misalnya ditunjukkan dengan kelancaran murid menggunakan

model fisik, atau penggunaan model gambar atau model

simbolik pada kegiatan tersebut. Dengan penggunaan model

tersebut akan memberikan pengertian yang lebih melekat pada

anak. Contoh: jika ingin menunjukkan angka 3 (tiga) supaya

menunjukkan sebuah himpunan dengan tiga anggotanya, dapat

dengan menggunakan contoh himpunan tiga buah mangga. Hal

ini dimaksudkan untuk menanamkan pengertian 3 diberikan

contoh 3 buah himpunan mangga.

2) Tahap Ikonik (semi kongkrit)

Siswa memahami konsep matematika yang bersifat abstrak

dengan bantuan model-model semikongkret, tabel, bagan, peta

dll. Dalam kegiatan ikonik, anak mendeskripsikan dan

memecahkan masalah kontekstual dengan memakai model

gambar berupa skema atau gambaran situasi. Kematangan anak

dalam kegiatan ikonik akan mengantarnya pada kegiatan

simbolik yang melibatkan penggunaan simbol untuk

menyatakan penalaran anak. Akan tetapi, berkat langkah ini

anak menjadi siap berkenalan dengan simbolisasi baku dalam

matematika formal.

3) Tahap Simbolik (abstrak)

Siswa belajar konsep dan operasi, matematika langsung dengan

kata-kata atau simbol-simbol tanpa obyek kongkret maupun


36

model semi kongkret. Contohnya: dalam perhitungan jual beli

produk memakai model simbolik yang menyatakan kode harga

persatuan tiap-tiap produk (“x,’y” dll).(Suminarsih, 2003:5).

c. Teori Dienes

Zoltan P.Dienes meyakini dengan menggunakan berbagai sajian

(representasi) tentang suatu konsep matematika anak akan dapat

memahami secara penuh konsep tersebut jika dibandingkan dengan

menggunakan satu macam sajian saja. Menurut Dienes dalam

Rusefendi (1993:72) pendekatan belajar matematika yang

semestinya dilakukan yaitu (1) Siswa belajar matematika harus

melalui benda-benda konkret dan membuat abstraksinya dari

konsep dan strukturnya, (2) terdapat proses yang wajar dan harus

dialami agar siswa dapat memahami konsep matematika yakni

tahap bermain dengan benda konkret yang meliputi permainan :

kartu bilangan pecahan, membangun dinding pecahan, papan catur

pecahan. Dengan adanya permainan tersebut, diharapkan suasana

pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan tidak menjenuhkan

serta bersifat menghibur.(Suminarsih, 2003:5).

3. Karakteristik Pembelajaran Matematika di SD

a. Pembelajaran matematika dilakukan berjenjang

♦ Dari konsep sederhana menuju konsep yang lebih sukar.

♦ Dari hal yang konkret menuju semi konkret kemudian ke semi

abstrak dan berakhir pada abstrak.

b. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral


37

Metode Spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep

dan dimulai dengan benda kongkret secara intuitif, kemudian pada tahap-

tahap yang lebih tinggi (sesuai kemampuan siswa ). Konsep ini diajarkan

dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum

dipakai dalam matematika (Lisnawaty.1993:71) antara lain dengan cara:

♦ Konsep baru diperkenalkan dengan mengaitkannya pada

konsep yang telah dipahami siswa. Hal ini merupakan prinsip

belajar bermakna atau belajar dengan pemahaman.

♦ Konsep baru merupakan perluasan dan pendalaman konsep

sebelumnya.

c. Pembelajaran matematika menekankan penggunaan pola deduktif.

Yaitu memahami suatu konsep melalui pemahaman definisi umum kemudian

contoh-contoh. Sebaliknya di SD ditempuh pola pendekatan induktif, yaitu

mengenal konsep melalui contoh-contoh.. Hal ini disebabkan alasan

psikologis siswa SD masih pada tingkat berfikir kongkret.

d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi.

Yaitu suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan atas pernyataan

sebelumnya sudah dianggap benar.

Pembelajaran matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan

berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta

ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan

permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika di SD diutamakan

agar siswa mengenal, memahami serta mahir menggunakan bilangan dalam


38

kaitannya dengan praktek di kehidupan sehari-hari (Slamet Hariyanto,1994:

66).

Secara umum, tujuan diberikannya matematika di sekolah

adalah untuk mempersiapkan peserta didik agar sanggup

menghadapi perubahan keadaan didalam kehidupan dan di dunia

yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar

pemikiran yang logis, rasional dan kritis. Tujuan lain adalah

mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan

pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam

mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Penekanan tujuan umum

pendidikan matematika di sekolah adalah penataan nalar dan

pembentukan sikap siswa, serta keterampilan dalam penerapan

matematika. (Depdikbud, 1995).

Tujuan pembelajaran matematika di SD adalah :

1) Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung

(menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-

hari.

2) Menumbuhkan kemauan siswa, yang dialih gunakan melalui

kegiatan matematika.

3) Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal

belajar lebih lanjut disekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP).

4) Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif, dan disiplin.

(Depdikbud, 1994:111-112)

Agar tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain perkembangan


39

kognitif anak, pengalaman belajar dan strategi pembelajaran

matematika itu sendiri.

Perkembangan kognitif anak melalui pengetahuan dan

pemahaman konsep dasar matematika di Sekolah Dasar harus

dimulai dari yang kongkret ke abstrak, dari hal yang mudah ke hal

yang komplek dan pengulangan materi dianggap sulit perlu

dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.

Pengalaman belajar anak cenderung menimbulkan “luka

psikologis” yang diderita siswa berkaitan dengan pendidikan

matematika misalnya gurunya galak, seram, menakutkan, dan sering

menghukum siswa. Hal ini dapat mengurangi minat siswa terhadap

matematika,”luka-luka psikologis “tersebut harus disembuhkan

terlebih dahulu. Dan guru memiliki peran yang sangat besar dalam

hal ini. Menurut Sastrapraptedja (2001), proses belajar mengajar

merupakan transaksi manusiawi yang sangat halus yang menuntut

kepekaan dan keterampilan dalam hal hubungan antar manusia.

Hubungan ini merupakan hubungan yang rapuh karena kecemasan

yang ada pada siswa atau ancaman yang datang dari pengajar atau

perasaan ketergantungan pada pengajar dari pihak pelajar. Sikap

yang diperlukan ialah bahwa pengajar mampu menerima siswa

sebagai pribadi yang utuh. Disamping itu interaksi yang terjalin

antara guru dan siswa dalam kelas harus dapat membuat siswa lebih

bisa terbuka mengungkapkan kesulitan dan persoalan yang

dihadapinya dalam pembelajaran matematika. Hal ini bisa dilakukan

guru dengan menghadirkan dirinya sebagai sosok teman yang


40

akrab, familiar, mau terbuka untuk mendengarkan, dan membantu

setiap kesulitan yang dihadapi siswa. (BASIS, 2004:51)

Strategi pembelajaran merupakan pola dan urutan umum

perbuatan guru dan siswa dalam mewujudkan kegiatan

pembelajaran. Strategi pembelajaran matematika adalah siasat atau

kiat yang sengaja direncanakan oleh guru berkenaan dengan segala

persiapan pembelajaran agar pelaksanaan pembelajaran berjalan

dengan lancar dan tujuan yang berupa hasil belajar bisa tercapai

secara optimal. (Tim MKPBM, 2001 : 6). Strategi pembelajaran

yang digunakan dalam pembelajaran matematika memegang peran

yang penting. Strategi tersebut yaitu mengaktifkan siswa untuk

belajar. Pada dasarnya strategi ini bertumpu pada 2 hal sebagai

berikut :

1) Optimalisasi interaksi antar semua elemen pembelajaran (guru,

siswa dan media)

2) Optimalisasi keikutsertaan seluruh sense siswa (panca indra,

nalar, rasa dan karsa)

Optimalisasi yang dikehendaki dapat dicapai dengan

pemaduan berbagai metode secara tepat. Dalam hal ini perlu diingat

bahwa tidak ada satu metodepun yang tidak memiliki kelemahan.

Oleh sebab itu, kreativitas guru tetap diperlukan untuk memilih

metode yang sekiranya cocok dengan kajian dan kondisi yang

dihadapi (Moeseno, 1994:2). Pada prinsipnya pengajaran

matematika agar berhasil harus dimulai dari operasi konkret atau


41

kerja praktek dilanjutkan ke operasi semi konkret terus ke semi

abstrak dan terakhir ke operasi abstrak, antara lain :

1) Menyiapkan anak untuk belajar matematika

2) Maju dari konkret ke abstrak

3) Menyediakan kesempatan untuk berlatih dan mengulang

4) Generalisasi ke situasi baru

5) Menyadari kekuatan dan kelemahan siswa

6) Perlunya membangun fondasi yang kuat tentang konsep dan

keterampilan matematika

7) Penyediaan program matematika yang seimbang

8) penggunaan kalkulator

3. Prestasi Belajar Matematika

Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan

yang dikembangkan oleh mata pelajaran yang lazimnya ditunjukan dengan

nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru (Purwodarminto, 1993:700).

Sedangkan prestasi belajar menurut beberapa ahli pendidikan

adalah antara lain:

a. Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang

dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai

tes/angka nilai dari guru (Depdikbud, 1994:787).


42

b. Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai seseorang setelah

melakukan proses untuk memperoleh perubahan tingkah laku kognitif,

afektif, psikomotorik. (Tim MKDK IKIP Semarang, 1990:28).

c. Menurut Winkel (1991:48), prestasi belajar adalah hasil berbagai

pengalaman dengan interaksi edukatif yang tampak dari perubahan

tingkah laku dan meliputi aspek pengetahuan / kognitif, sikap / afektif,

dan keterampilan / psikomotorik.

Tingkah laku baru sebagai hasil belajar tersebut harus memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut:

a. Pencapaian tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelum proses belajar

b. Prestasi belajar merupakan hasil yang harus disadari.

c. Prestasi belajar merupakan hasil latihan/ujicoba yang disengaja

d. Prestasi belajar merupakan tindak tanduk yang berfungsi efektif dalam

kurun waktu tertentu

e. Prestasi belajar memiliki fungsi operasional dan potensial

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar

merupakan hasil belajar individu secara maksimal yang bertujuan

penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang dikembangkan dari mata

pelajaran yang biasanya ditunjukan dengan nilai tes yang diberikan guru.

Hasil prestasi belajar matematika kita mulai dari SD sampai

dengan SMA bahkan mungkin sampai perguruan tinggi belum bagus. Hal
43

ini dapat dilihat dari hasil prestasi belajar yang sangat rendah. Rata-rata

nasional NEM untuk matematika sejak beberapa tahun yang lalu sangat

rendah. Kurang dari 6 untuk SD, dan kurang dari 5 untuk SMA .Makin ke

atas makin rendah (Marpaung, 1999). Ada berbagai alasan yang masuk

akal untuk menjelaskan hal itu antara lain:

a. Pembelajaran matematika di sekolah pada umumnya masih bersifat

menjejalkan pengetahuan ke pikiran anak.

b. Pembelajaran matematika di SD selama ini, berpusat pada guru bukan

pada siswa

c. Bekal yang dibawa guru dari dia dipersiapkan menjadi guru kurang

memadai.

d. Kurangnya penghargaan dari masyarakat terhadap profesi guru melalui

pendidikan anak-anak mereka di sekolah.

e. Banyaknya hukuman untuk memperlemah/ menghilangkan tingkah

laku yang tidak diinginkan sehingga menyebabkan situasi belajar

menjadi tegang. (BASIS, 2004.17-19).

Faktor lain, yang menyebabkan prestasi belajar matematika rendah

tidak terlepas dari peran dan kompetensi guru dalam proses belajar-

mengajar guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan

belajar yang nyaman dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga

hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal. Terutama, dalam

pembelajaran matematika, seorang guru matematika harus mempunyai

konsekuensi sbb:
44

a) Mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengajar (menyajikan

pembelajaran) secara komprehensif dan holistik dengan metode dan

pendekatan yang tepat dan proporsional.

b) Senantiasa berusaha menambah pengetahuan dan keterampilan untuk

mengimbangi perubahan dan dinamika ilmu pengetahuan dan

pengetahuan yang terjadi, khususnya kaitan antar topik dalam

matematika dan pemanfaatan oleh bidang lain.

c) Berusaha dalam penelitian (khususnya penelitian kelas) untuk

mengidentifikasi kelemahan dalam kegiatan pembelajaran matematika

(yang terintegrasi) yang dilakukan dan selanjutnya mencari alternatif

solusi yang mungkin untuk perbaikan pembelajaran dimasa datang.

Konsekuensi tersebut, juga harus didukung dengan penggunaan

sarana dan prasarana yang memadai dalam hal ini penggunaan media

dalam pembelajaran matematika. Penggunaan media pembelajaran

biasanya didasarkan atas relevansinya dengan isi dan bahan ajar, tujuan

pembelajaran, waktu pembelajaran, karakteristik siswa, biaya, dan faktor

yang perlu diperlukan.

Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pada alat bantu

mengajar berupa media pembelajaran kartu akselerasi yaitu efektifitas

penggunaan media, karena media adalah salah satu faktor penting yang

mempengaruhi hasil belajar khususnya mata pelajaran matematika.

Dengan mengefektifkan penggunaan media, siswa diharapkan termotivasi,

tertarik, berminat dan pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar.


45

B . Media Pembelajaran

1. Pengertian Media

Menurut Lukman dalam Darhim (1993:3), media adalah sarana

atau chanel, mendengar dan melihat dalam batas-batas jarak, ruang dan

waktu. Kini dengan bantuan media batas-batas itu hampir tidak ada.

Menurut Blake dan Horalsen dalam Darhim (1993:5) media adalah

saluran komunikasi atau perantara yang digunakan untuk membawa atau

menyampaikan sesuatu pesan, dimana perantara itu merupakan jalan atau

alat untuk lalu lintas suatu pesan antara komunikator dan komunikan.

Media pembelajaran matematika didefinisikan sebagai suatu alat

peraga yang penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan isi

pembelajaran yang telah dituangkan dalam GBPP bidang studi matematika

dan bertujuan untuk mempertinggi mutu kegiatan belajar mengajar

(Darhim,1993 : 6).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran

matematika adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam proses

belajar mengajar untuk membantu menyampaikan materi pelajaran,agar

proses belajar mengajar lebih bermutu dan tujuan pembelajaran dapat

dicapai secara optimal.

Dalam pembelajaran matematika penggunaan media pendidikan

didasarkan pada perhitungan rasional sebagai berikut:


46

1) Obyek-obyek matematika yang abstrak perlu dicari upaya untuk dapat

dipahami secara bertahap oleh peserta didik.

2) Media dapat menghasilkan keseragaman pengamatan.

3) Media dapat membangkitkan keingintahuan pada peserta didik

Dienes dalam Suwito (1993:5-6) dengan teori “permainan”

memandang matematika sebagai studi tentang struktur dan

pengklasifikasian struktur. Konsep dan prinsip matematika dapat dipahami

secara baik oleh peserta didik. Jika pertama-tama disajikan dalam bentuk

konkret, karena semua abstraksi didasarkan kepada intuisi dan

pengalaman konkret.

Untuk mendapatkan pengalaman yang konkret tentunya

membutuhkan alat bantu berupa alat peraga atau media. Dalam penelitian

ini penulis menggunakan alat bantu mengajar dengan kartu akselerasi

untuk pembelajaran matematika dikelas III SD dengan pokok bahasan

“pecahan”.

Media pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran

matematika dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu:

1. Media Model adalah media pendidikan matematika yang menyajikan

objek pandang .Contoh: kartu, transparansi, model bangun ruang, dan

sebagainya.
47

2. Media Audio adalah media pendidikan matematika yang menyajikan

objek pendengaran.Contoh: penyajian kaset recorder “berpikir

deduktif”

3. Media Audio-Visual adalah media pendidikan matematika yang

menyajikan objek pandang dan dengar. Contoh : Slide Suara”Pengenal

benda-benda”, VCD pembelajaran “Model-Model Bangun Ruang”,

dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menggunakan media model

yang berguna untuk membangkitkan minat anak-anak SD kelas III dalam

menyelesaikan soal-soal yang ada dalam kartu akselerasi tersebut.

2. Fungsi Media pembelajaran

Konsep-konsep dalam matemtika itu abstrak, sedangkan pada

umumnya siswa berpikir dari hal yang kongkret menuju hal-hal yang

abstrak, maka salah satu jembatannya agar siswa mampu berpikir abstrak

tentang matematika adalah penggunaan media pembelajaran.

Darhim (1993:10) menyatakan bahwa media pembelajaran

matematika mempunyai nilai atau fungsi yang telah khusus antara lain :

1) Untuk menghindari terjadinya salah komunikasi

2) Untuk meningkatkan proses belajar mengajar

3) Untuk membangkitkan minat belajar siswa


48

4) Untuk menyajikan konsep matematika yang abstrak dalam bentuk

kongkret sehingga lebih mudah dipahami, dimengerti, dan dapat

disajikan sesuai dengan tingkat berpikir siswa.

5) Untuk membantu daya pikir siswa dalam memahami sesuatu.

6) Untuk melihat hubungan konsep matematika dengan alam sekitar

7) Dapat digunakan sebagai obyek penelitian untuk menyempurnakan

nilai atau manfaat dari alat itu sendiri.

8) Untuk menghindari terjadinya verbalisme.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran

sangat besar peranannya dalam mencapai tujuan pembelajaran secara

optimal.

C. Tinjauan Mengenai kartu Akselerasi

Yang dimaksud dengan kartu akselerasi adalah kertas tebal berbentuk

persegi panjang dengan ukuran tertentu, yang berisi soal-soal latihan

matematika agar dapat mempercepat keterampilan anak-anak dalam

menyelesaikan soal-soal (Bonasir, 2003 : 180).

1) Jenis dan Fungsi Kartu Akselerasi

Jenis dan fungsi kartu akselerasi dapat dilihat pada tabel 6

berikut ini.

Tabel 6. Jenis dan fungsi kartu akselerasi


49

Jenis Kartu Fungsi

Kartu Untuk Materi Mengenal Letak Pecahan Pada Garis

Akselerasi 1 Bilangan dan Membandingkan 2 Pecahan

Kartu Untuk Materi Menjumlahkan 2 Pecahan

Akselerasi 2 Berpenyebut Sama

Kartu Untuk Materi Menjumlah 3 Pecahan Berpenyebut

Akselerasi 3 Sama

Kartu Istimewa Untuk Posttes dari semua materi yang telah

diberikan

2) Langkah-langkah Pembuatan Kartu Akselerasi

a) Membuat kartu kosong untuk siswa pria, contohnya sebagai berikut :

KARTU AKSELERASI
MATERI : PECAHAN
B. STUDI : MATEMATIKA

Nama : .............................

Kelas : .........................
50

Gambar 1. Kartu Akselerasi kosong untuk siswa pria


51

b) Membuat kartu kosong untuk siswa perempuan, contohnya sebagai

berikut :

KARTU AKSELERASI
MATERI : PECAHAN

B. STUDI : MATEMATIKA

Nama : ................................
Kelas : ................................

Wow Nilaiku

Bagian Depan

Tanda Tangan Guru Pengajar : ..................

Bagian Belakang

Gambar 2. Kartu Akselerasi kosong untuk siswa perempuan


52

c) Membuat kartu yang sudah diisi dengan soal-soal dari materi yang

akan diajarkan. Contohnya sebagai berikut untuk siswa pria.

KARTU AKSELERASI
MATERI : PECAHAN

B. STUDI : MATEMATIKA
Menunjukan Pecahan Per berapakah daerah yang

Nama : ........................


Kelas : ........................
berbayang-bayang pada gambar berikut ini?

9


8
2



4

7
1

Bagian Depan

Tanda Tangan Guru Pengajar : ...............

Bagian Belakang

Gambar 3. Kartu Akselerasi yang sudah diisi dengan soal-soal untuk siswa pria
53

d) Membuat kartu yang sudah diisi dengan soal-soal dari materi yang

akan diajarkan. Contohnya sebagai berikut untuk siswa perempuan :

KARTU AKSELERASI
MATERI : PECAHAN
B. STUDI : MATEMATIKA



Menunjukan Pecahan Per berapakah daerah yang

Nama : ...........................
berbayang-bayang pada gambar berikut ini?

9
Kelas : ...........................


8
2


Wow Nilaiku
4

7
1

Bagian Depan

Tanda Tangan Guru Pengajar : .............

Bagian Belakang

Gambar 3. Kartu Akselerasi yang sudah diisi dengan soal-soal untuk


siswa perempuan
54

e) Berikut contoh kartu akselerasi yang telah diterapkan dan diisi oleh

siswa.

Bagian Depan

KARTU AKSELERASI
MATERI : PECAHAN

B. STUDI : MATEMATIKA

Bagian Belakang

5/6
3/4

=
=

2/4

3/6
+

+
1/4

2/6
Kerjakanlah!

Gambar 5. Kartu Akselerasi yang sudah diisi jawaban oleh siswa


55

3) Kelebihan dan Kelemahan Penggunaan Kartu Akselerasi

Kartu akselerasi diberikan kepada siswa setelah guru selesai

menerangkan materi pelajaran.Namun, sebelumnya siswa diajak bermain

matematika yang berhubungan dengan materi yang diajarkan.

Para pendidik berpendapat bahwa”tidak ada metode mengajar yang

terbaik. Ini berarti bahwa setiap metode pengajaran memiliki beberapa

kelebihan dan kekurangan. Demikian pula penggunaan kartu akselerasi

sebagai media pembelajaran dalam proses belajar-mengajar mempunyai

beberapa kelebihan dan kelemahan.

Kelebihan kartu akselerasi dalam pembelajaran antara lain:

1. Kartu akselerasi dapat mempercepat dan memperkaya siswa dalam

memperdalam materi pembelajaran

2. Kartu akselerasi dapat menumbuhkan gairah belajar siswa

3. Kartu akselerasi dapat memberi kesempatan belajar secara optimal

sesuai kemampuan masing-masing

4. Desain kartu yang berwarna-warni akan menarik dan membangkitkan

minat siswa.

5. Kartu akselerasi dapat mengkongkretkan konsep yang abstrak dan

praktis dibawa kemana-mana. (Bonasir, 2003:178).

Adapun kelemahan penggunaan kartu akselerasi dalam pembelajaran

adalah sebagai berikut:

1. Banyak guru yang enggan untuk membuat kartu akselerasi.


56

2. Terjadinya kesalahan dalam proses pembuatan kartu akselserasi.

3. Belum tersedianya kartu akselerasi sehingga guru harus membuat

sendiri.

4. Kartu akselerasi mudah hilang karena tidak dalam bentuk

buku.(Bonasir, 2003:179).

D. Mata Pelajaran Matematika

Matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari oleh semua

siswa dari SD hingga SLTA dan bahkan juga di perguruan tinggi. Berdasarkan

etimologis (Elea Tinggih, 1972:5) perkataan matematika adalah ilmu

pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Fungsi mata pelajaran

matematika di sekolah sebagai alat, pola pikir, dan ilmu pengetahuan atau

pengalaman..

Pelajaran matematika di sekolah seringkali menjadi momok bagi

sebagian besar siswa. Selama ini matematika dianggap sebagai pelajaran

yang sulit oleh sebagian besar siswa. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor

sebagai berikut:

 adanya persepsi yang berkembang dalam masyarakat tentang matematika

sebagai pelajaran yang sulit.

 Anggapan bahwa matematika merupakan ilmu yang kering, abstrak,

teoritis, penuh lambang-lambang dan rumus yang sulit serta

membingungkan, sehingga muncul pengalaman yang kurang

menyenangkan ketika belajar matematika di sekolah


57

 Guru yang mengajarkan matematika seringkali berperilaku killer, cepat

marah, suka mencela, sering menghukum siswa, kalau mengajar garing,

terlalu cepat dan monoton.

 Adanya tuntutan orang tua agar anaknya mendapatkan nilai yang baik

dalam pelajaran matematika membuat anak merasa tertekan dan terbebani.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pelajaran matematika

selama ini menjadi momok yang menakutkan dan tidak diminati siswa, untuk

itu dalam pembelajaran matematika perlu diciptakan suasana pembelajaran

yang nyaman dan menyenangkan. Sehingga siswa merasa senang dan tertarik

dalam menerima materi pelajaran yang disampaikan guru.

Struktur materi mata pelajaran matematika untuk siswa kelas III SD

semester 1 adalah sebagai berikut:

1) Bilangan bulat

2) Garis bilangan

3) Perbandingan dua bilangan.

4) Pecahan

5) Waktu dan panjang

6) Bilangan cacah

Materi yang dipilih untuk di ujicobakan adalah materi pecahan. Pada

materi ini siswa diharapkan mampu menyelesaikan soal-soal dengan

penggunaan kartu akselerasi.


58

E. Kerangka Berpikir

Matematika adalah pelajaran yang dianggap sulit dipelajari dan ilmu

yang menakutkan. Oleh karena itu seorang guru dituntut untuk dapat

menyampaikan materi pelajaran yang dapat dengan mudah dipahami oleh

siswa dan disesuaikan dengan perkembangan kognitifnya serta mampu

memotivasi siswa untuk lebih tertarik dan tidak takut pada pelajaran

matematika, sehingga hasil pembelajaran matematika dapat ditingkatkan.

Upaya untuk berhasilnya pembelajaran dikelas perlu didukung oleh

semua komponen sistem pembelajaran yang terkait. Sistem pembelajaran

dimaksud didalamnya mencakup penguasaan materi oleh guru, penggunaan

strategi pembelajaran yang tepat, pengelolaan kelas yang efektif, penggunaan

media dan alat bantu mengajar yang relevan dan sebagainya.

Sesuai dengan taraf perkembangan kognitif, siswa Sekolah Dasar

kelas III pada tahap operasional kongkret, sangat dianjurkan untuk

menggunakan alat bantu benda nyata atau media untuk mempermudah

pemahaman konsep. Dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan

media pembelajaran dapat diharapkan siswa akan tertarik, senang, dan tidak

takut lagi pada pelajaran matematika.

Berkaitan dengan taraf perkembangan kognitif siswa SD kelas III

yang pada tahap operasi kongkret, penggunaan kartu akselerasi dalam

pembelajaran materi pecahan dapat membantu siswa dalam memahami

materi, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan kartu akselerasi dalam

pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam


59

memahami dan mendalami materi yang diajarkan. Dengan kata lain proses

pembelajaran menggunakan kartu akselerasi lebih efektif dari pada yang tanpa

menggunakan kartu.

F. Hipotesis

Mengacu pada landasan teori dan kerangka berpikir sebagaimana yang

diuraikan didepan, penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:

“Penggunaan kartu akselerasi dalam pembelajaran matematika efektif untuk

meningkatkan hasil belajar bagi siswa kelas III SD Negeri Petompon I-II

Semarang tahun pelajaran 2004/2005”.


60

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu proses yang meliputi langkah-langkah

dalam rangka pemecahan masalah atau dapat menjawab terhadap permasalahan

yang hendak dipecahkan (Nasir,1985:51). Sedangkan metodologi penelitian

mengemukakan secara teknis metode-metode yang digunakan dalam penelitian

(Riyanto,1996:13). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metodologi

penelitian membahas konsep umum tentang metode, sedangkan metode penelitian

membahas secara teknis tentang metode yang digunakan.

Adapun metode dalam penelitian ini mencakup tentang populasi dan

sampel penelitian, variabel, instrumen pengumpul data, uji coba instrumen

(validitas, reabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda) dan teknik analisa data.

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah sebuah titik tolak pemikiran yang akan

berguna untuk mengumpulkan data yang bermanfaat terhadap penelitian,

kemudian untuk dianalisis dan mencari peranannya yang dapat digunakan

sebagai pedoman yang diharapkan.

Berdasarkan klasifikasi menurut jenis penelitian ditinjau dari caranya,

penelitian ini termasuk penelitian eksperimen. Dengan cara ini peneliti sengaja

membangkitkan timbulnya sesuatu kejadian atau keadaan, kemudian diteliti

bagaimana akibatnya.(Arikunto, 2002:3).

Penelitian eksperimen atau percobaan adalah penelitian yang benar-

benar untuk melihat hubungan sebab akibat dan perlakuan terhadap variabel
61

bebas dilihat hasilnya pada variabel terikat (Ruseffendi dan Achmad Sanusi,

1994 : 27-32)

Menurut Ruseffendi dan Sanusi (2001 : 22-31) juga memberikan

karakteristik penelitian eksperimen sebagai berikut:

i. Ada kesetaraan subjek dalam kelompok–kelompok yang berbeda.

ii. Paling tidak ada dua kelompok/ kondisi yang berbeda pada saat yang sama

atau satu kelompok tetapi untuk soal yang berbeda.

iii. Variabel terikatnya diukur secara kuantitatif atau dikuantitatifkan

iv. Menggunakan statistik inferensial

v. Adanya kontrol terhadap variabel-variabel luar

vi. Paling tidak ada satu variabel bebas yang dimanipulasikan.

Desain eksperimen merupakan kerangka berpikir konseptual

bagaimana eksperimen itu dilakukan. Ada 2 fungsi desain eksperimen yaitu:

1. Memberikan kesempatan untuk membandingkan kondisi yang ditunjuk

oleh hipotesis penelitian.

2. Memungkinkan peneliti membuat interpretasi dari hasil studi melalui

analisis data secara statistik.

Dalam desain eksperimen terdapat kelompok eksperimen yaitu

kelompok yang sengaja dipengaruhi oleh variabel–variabel tertentu, misalnya

dengan menggunakan media kartu akselerasi. Selain itu ada pula kelompok

kontrol, yaitu kelompok yang tidak dipengaruhi oleh varabel-variabel itu,

misalnya pembelajaran yang diberikan tanpa menggunakan media. Adanya

kelompok kontrol dimaksudkan sebagai pembanding hingga manakah terjadi

perubahan akibat variabel eksperimen tersebut (Nasution, 1995:30).


62

Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti pengaruhnya adalah

pengunaan kartu akselerasi dalam pembelajaran matematika bagi siswa kelas

III SD Negeri Petompon I dan II Semarang. Kelompok eksperimen adalah

siswa kelas I SD Negeri Petompon I sedangkan kontrol adalah siswa kelas III

SD Negeri Petompon II.

Dalam penelitian ini menggunakan pola eksperimen”Matched Group

Designs”. Matched Groups Designs” , atau disebut dengan singkat pola M-G,

bertitik tolak pada Group Matching. Sebelum eksperimen dilakukan, terlebih

dahulu diadakan matching antara group eksperimen dan group kontrol. Antara

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diseimbangkan lebih dahulu

sehingga dua-duanya berangkat dari titik tolak yang sama (Sutrisno Hadi : 475).

Kaitannya dengan penelitian ini yang diseimbangkan adalah nilai

matematika semester II. Untuk itu peneliti, menyusun treatment dalam bentuk

satuan pelajaran eksperimen dan kelompok kontrol.Treatment untuk kelompok

eksperimen dalam pembelajaran matematika pokok bahasan pecahan dengan

menggunakan media pembelajaran kartu akselerasi, sedangkan untuk

kelompok kontrol tidak menggunakan media pembelajaran.

Siswa sebagai objek penelitian diseimbangkan antara jumlah laki-laki

dan perempuan, umur siswa yang sebaya, dan nilai semester II. Program

satuan pelajaran, daftar nama siswa, dan umur, serta nilai ulangan semester II

(Terlampir).
63

Rancangan penelitian yang digunakan dapat digambarkan sebagai

berikut:

Tabel 7. Desain Eksperimen

Group/kelompok Nilai Rapor Semester II Treatmen Hasil Test

Eksperimen E X Ye

Kontrol K - Yk

E = Nilai semester II kelompok eksperimen

K = Nilai semester II kelompok kontrol

X = Pengajaran dengan menggunakan kartu akselerasi

Ye = Hasil tes pengajaran menggunakan kartu akselerasi

Yk = Hasil tes pengajaran tidak menggunakan kartu akselerasi

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas III SD N

Petompon I dan II tahun ajaran 2004/2005. Adapun ciri-ciri dan sifat

populasi dalam penelitian ini adalah mempunyai usia yang sebaya, artinya

perbedaan usia tidak terlalu jauh, waktu belajar yang sama, dan

perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda yaitu

laki-laki 50% dan perempuan 50%.


64

2. sampel

Dalam penelitian ini sampel diambil dengan metode purposive

sampling, yaitu pemilihan subyek kelompok didasarkan pada ciri-ciri

tertentu yang dipandang ada kaitannya dengan sifat populasi yang sudah

diketahui sebelumnya.

Berdasarkan sifat populasi di atas, maka sampel penelitian ini

adalah seluruh siswa kelas III SD N Petompon I dan II. Dalam penelitian

akan diambil sampel sebanyak 40 siswa dan dibagi menjadi dua

kelompok. Kelompok pertama 20 siswa sebagai kelompok eksperimen dan

20 siswa sebagai kelompok kontrol.

Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

a. Dari dua kelas yang terpilih diundi untuk menentukan kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Ternyata dari hasil undian

diketahui kelas III SD Negeri Petompon I Semarang sebagai kelompok

eksperimen dan kelas III SD Negeri Petompon II Semarang sebagai

kelompok kontrol.

b. Dari masing-masing kelompok diambil masing-masing kelompok 20

anak sebagai objek penelitian dengan ketentuan umur tidak jauh

berbeda. Jumlah laki-laki dan perempuan seimbang, nilai ulangan

semester II tidak memiliki perbedaan jauh.

C. Variabel Penelitian

Gambaran tentang variabel yang ada dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:
65

1. Variabel eksperimen

Sebagai variabel eksperimental dalam penelitian ini adalah

penggunaan kartu akselerasi dalam pembelajaran matematika pada pokok

bahasan pecahan pada siswa kelas III SD Negeri Petompon I dan II

Semarang tahun pelajaran 2004/2005.

Prosedur pembelajaran matematika dengan menggunakan kartu akselerasi

dirancang sebagai berikut:

a. Situasi Kelas

Dalam pembelajaran ini secara klasikal, tempat duduk siswa

menghadap papan tulis pada saat guru menerangkan, saling

berhadapan pada saat ada permainan matematika.

b. Langkah-Langkah Pembelajaran:

1) Guru memotivasi siswa agar memusatkan perhatian pada pelajaran.

2) Siswa menyiapkan catatan dan buku-buku yang diperlukan dalam

pembelajaran.

3) Guru menjelaskan pokok-pokok materi pelajaran dan memberi

contoh –contoh soal materi pecahan.

4) Siswa diajak bermain matematika.

5) Siswa diberi kartu akselerasi yang telah diisi soal-soal latihan

matematika.

6) Siswa secara individu mengerjakan soal-soal latihan dalam kartu

akselerasi pada akhir sub pokok bahasan.

7) Pembahasan evaluasi
66

c. Materi pelajaran meliputi:

1) Memahami arti, letak pecahan pada garis bilangan dan

membandingkan 2 pecahan.

2) Menjumlahkan 2 pecahan berpenyebut sama

3) Menjumlahkan 3 pecahan berpenyebut sama.

Treatment ini dikenakan pada kelompok eksperimen, seperti telah

diuraikan dimuka. Oleh karena itu penelitian membutuhkan dua group atau

kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Kelompok eksperimen adalah kelompok yang dikenai treatment

pembelajaran matematika dengan menggunakan kartu akselerasi.

Sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok kelompok yang tidak

dikenai treatment, dengan kata lain kelompok kontrol dalam pembelajaran

matematika tidak menggunakan kartu akselerasi.

Guru yang melaksanakan treatment harus yang menguasai materi

seperti yang dimaksud dalam penelitian, untuk itu peneliti menyusun paket

treatment dalam bentuk satuan pelajaran eksperimen (Terlampir)

2. Variabel non eksperimental

Salah satu variabel non eksperimental adalah variabel kontrol,

dimana variabel tersebut harus diseimbangkan. Cara menyeimbangkan

variabel kontrol disesuaikan dengan pola eksperimen yang dipilih. Karena

pola eksperimen yang dipilih pola M-G atau matching group design, maka

dalam penyeimbangan dilaksanakan secara kelompok atau group

matching.
67

Adapun variabel kontrol yang perlu diseimbangkan, beserta teknik

penyeimbangannya, sebagai berikut:

a. Kemampuan belajar matematika

Tingkat kemampuan belajar matematika ditunjukkan dengan nilai tes

semester II tahun pelajaran 2004/2005.Tingkat kemampuan belajar

matematika perlu diseimbangkan karena sangat berpengaruh terhadap

hasil eksperimen.

b. Umur siswa

Umur siswa dapat dijadikan sebagai gambaran umum tentang tingkat

kematangan siswa.Banyak materi pelajaran tertentu yang oleh siswa

dianggap sukar tetapi setelah mencapai umur tertentu dianggap mudah,

sehubungan dengan itu maka umur siswa perlu diseimbangkan.

c. Jenis kelamin siswa

Jenis kelamin siswa diasumsikan berkorelasi dengan minat terhadap

pelajaran matematika, maka perlu diseimbangkan.

3. Variabel ekstra

Sedangkan variabel ekstra yang mungkin ada dalam penelitian

adalah: kegiatan siswa diluar sekolah yang bersifat ekstra, cara belajar

siswa dirumah, gizi siswa, kesehatan siswa, presensi siswa dan lain-

lain.Variabel ini dapat memungkinkan terjadinya kesesatan eksperimen.


68

D. Metode Pengumpulan Data

1. Metode Dokumentasi

Dalam penelitian ini, dokumentasi yang dimaksud adalah data

tentang nama siswa, data umur siswa, dan data nilai semester II

(Terlampir).

Adapun alasan peneliti menggunakan teknik dokumentasi adalah:

a. Dokumen biasanya ada, tersedia dan tersimpan secara rapi, sehingga

memudahkan peneliti mendapatkan data yang diperlukan.

b. Dokumentasi adalah berupa catatan-catatan penting dan penulisannya

dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

2. Metode tes

Tes yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk

memperoleh data akhir tentang prestasi belajar siswa, setelah perlakuan

diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Alat tes

yang digunakan sama untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

yaitu tes formatif, tetapi dilakukan secara terpisah. Peneliti menggunakan

tes formatif karena ingin mengetahui efektivitas media pembelajaran yang

digunakan dalam pembelajaran matematika pada kelompok eksperimen.

Selanjutnya data hasil tes dianalisis dengan rumus yang telah ditentukan.

Adapun tehnik penyusunan perangkat tes sebagai berikut:

a. Pembatasan terhadap bahan yang akan diujikan

Bahan yang akan diujikan adalah pokok bahasan pecahan


69

b. Menentukan waktu yang disediakan untuk tes

Waktu yang disediakan untuk mengerjakan tes adalah 60 menit

c. Menentukan jumlah butir soal

Banyaknya soal yang digunakan 30 butir dengan waktu pengujian rata-

rata 2 menit tiap soal.

d. Menentukan bentuk soal

Bentuk soal yang dipilih adalah objektif pilihan ganda dengan 4

alternatif jawaban (option).Tes objektif pilihan ganda dengan 4

alternatif jawaban dipilih dengan pertimbangan:

1) Lebih representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih objektif,

dapat menghindari campur tangannya unsur-unsur subjektif baik

dari siswa maupun guru.

2) Lebih mudah dan cepat dalam memeriksanya.

3) Pemeriksaan dapat diserahkan orang lain.

4) Dalam pemeriksaannya tidak ada unsur subjektivitas yang

mempengaruhi.(Arikunto,1999:164-165)

e. Menentukan kisi-kisi soal

f. Uji coba perangkat tes

Setelah soal tersusun, kemudian dilakukan uji coba perangkat tes serta

dianalisis keterhandalannya.Uji coba dilakukan pada kelas IV SD

Negeri Petompon II Semarang dengan siswa sebanyak 32 orang yang

bukan kelompok sampel.


70

E. Metode Penyusunan Instrumen

Untuk melakukan penelitian eksperimen ini ditempuh tahapan-tahapan

dalam penyusunan instrumen sebagai berikut :

1. Tahap persiapan pelaksanaan eksperimen

a. Menyusun rancangan pembelajaran

Setelah menentukan kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol, peneliti menyusun satuan pelajaran (Satpel) sebelum

melaksanakan penelitian didalam kelas. Adapun pokok bahasan yang

ditentukan untuk kedua kelompok sama yaitu pecahan. Satuan

pelajaran dirancang untuk 6 jam pelajaran masing-masing 40 menit,

3X pertemuan.

b. Merancang pembelajaran bermedia

Setelah satuan pelajaran dirancang, peneliti memilih alat yang

akan digunakan untuk membantu dalam pembelajaran berupa alat

bantu mengajar/media. Peneliti ini menggunakan kartu akselerasi

sebagai alat bantu mengajar yang terbuat dari kertas tebal berwarna-

warni berbentuk persegi panjang yang berisi soal-soal matematika

(Bonasir, 2003:177).

Status media : sebagai penutup artinya media ini digunakan

dalam pembelajaran untuk membantu siswa dalam memperjelas

pelajaran dan mempercepat dalam mendalami soal-soal yaitu, pecahan


71

dengan tujuan menarik minat siswa dan selanjutnya memotivasi siswa

untuk aktif menyelesaikan soal-soal dalam pembelajaran matematika.

c. Penyusunan instrumen penelitian

Langkah-langkah yang ditempuh dalam penyusunan instrumen

penelitian ini yakni berupa tes formatif adalah membuat batasan-

batasan materi yang akan diajarkan. Pada penelitian ini bahan yang

diajarkan adalah materi pelajaran matematika kelas III tahun

2004/2005 dengan pokok bahasan pecahan.

Dari materi tersebut disusun alat ukur berupa tes formatif,

berbentuk objektif tes pilihan ganda sejumlah 30 soal dengan option

(alternatif jawaban) 4 dalam waktu 60 menit.Tes tidak distandart

dibuat oleh guru dengan bantuan kisi-kisi yang disesuaikan dengan

kurikulum Sekolah Dasar tahun 2002 yang disempurnakan.

Setelah perangkat tes tersusun kemudian dilakukan uji coba

instrumen pada kelas IV SD N Petompon II Semarang. Tujuan uji coba

tersebut adalah untuk mengetahui apakah instrumen layak digunakan

sebagai alat pengambilan data atau tidak. Indikatornya adalah dengan

menghitung validitas dan reliabilitas, daya pembeda dan tingkat

kesukaran.

1. Validitas Tes

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan validitas item

atau validitas butir soal. Hal ini karena peneliti ingin mengetahui

valid dan tidaknya instrumen atas dasar kevalidan soal setiap butir
72

soal, sehingga instrumen tersebut nantinya dapat digunakan secara

efektif.

Suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut

dapat dengan tepat mengukur apa yang hendak diukur dan

instrumen yang valid mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya

instrumen yang kurang valid berarti validitasnya rendah.

Adapun tehnik yang digunakan untuk menganalisis

validitas tes digunakan rumus korelasi product moment angka

kasar Pearson sebagai berikut :

N ∑ XY − (∑ X )(∑ Y )
rxy =
{N ∑ X 2
− (∑ X )}{N ∑ Y − (∑ Y )}
2 2 2

Keterangan :

Rxy = Koefisien Korelasi antara X dan Y

X = Skor tiap item

Y = Skor total

N = Jumlah responden atau peserta

(Arikunto, 2002:162)

Hasil rxy dikonsultasikan dengan harga rtabel, dengan taraf

signifikansi tertentu maka harga rxy >rtabel maka kerangka tes

dinyatakan valid. Sedang item soal yang tidak valid tidak

digunakan lagi dalam penelitian (Arikunto, 1996:160).

2. Reliabilitas Tes

Suatu instrumen yang baik hendaknya memiliki reliabilitas

yang tinggi yaitu dapat dipercaya dan memberikan hasil yang

tetap.. Menurut Arikunto reliabilitas yaitu : ”Tingkat keajegan atau


73

ketepatan dalam mengungkapkan gejala tertentu dari sekelompok

individu meskipun dilakukan pada waktu yang berbeda”.

Sebuah tes dikatakan reliabel apabila tes tersebut dapat

memberikan hasil yang tetap. Reliabel tes dalam penelitian ini diuji

dengan menggunakan rumus Kuder-Richarson K-R20, sebagai

berikut:

 K   Vt − ∑ pq 
r11=  
 K − 1   Vt 

Keterangan :

r11 = Reliabilitas instrumen

K = Banyaknya butir pertanyaan

Vt = Varians total

P = Proporsi subjekyang menjawab betul pada sesuatu butir

(proporsi subjek yang mendapat skor 1)

∑ pq = Hasil perkalian antara p dan q

q = Proporsi subjek yang mendapat skor 0


(q = 1-p)

(Arikunto, 2002:163)

r11 yang diperoleh dikonsultasikan dengan rtabel product moment

dengan taraf signifikansi tertentu. Jika r11> rtabel, maka instrumen tersebut

reliabel.

2. Daya Pembeda Soal

Bila siswa yang pandai lebih banyak menjawab benar dari pada

siswa yang kurang pandai maka soal itu mempunyai daya pembeda yang
74

baik. Sebaliknya jika siswa yang kurang pandai menjawab lebih banyak

benar dari pada siswa yang pandai maka soal itu mempunyai daya

pembeda yang jelek. Untuk menentukan daya pembeda soal, diambil 50%

kelompok atas dan 50% kelompok bawah.

Untuk menghitung daya pembeda soal dari alat ukur yang

digunakan rumus, sebagai berikut :

BA BB
D= − = PA − PB
JA JB

Keterangan :

D = Indeks diskriminasi

JA = Banyaknya peserta kelompok atas

JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal

dengan benar

JB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal

dengan benar

PA = Proporsi kelompok atas yang menjawab benar

PB = Proporsi kelompok bawah yang menjawab benar

Klasifikasi untuk daya pembeda adalah sebagai berikut :

0,00 < D ≤ 0,20 adalah soal jelek

0,20 < D ≤ 0,40 adalah soal cukup

0,40 < D ≤ 0,70 adalah soal baik

0,70 < D ≤ 1,00 adalah soal baik sekali


75

Soal dengan D: negatif, semuanya tidak baik

(Arikunto, 1996:213-214)

3. Indeks Kesukaran

Tehnik perhitungannya adalah dengan menghitung berapa tes yang

gagal menjawab benar atau memperoleh skor nilai dibawah lulus untuk

tiap-tiap soal. Dalam penelitian ini, untuk menghitung taraf kesukaran

item soal digunakan rumus :

B
P =
JS

Keterangan :

P = Indeks kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal betul

JS = Jumlah seluruh peserta tes

Untuk mengetahui taraf kesukaran item soal dilakukan dengan

mengkonsultasikan skor P yang diperoleh dari perhitungan dengan indeks

kesukaran yaitu :

0,00 < P ≤ 0,30 adalah soal sukar

0,30 < P ≤ 0,70 adalah soal sedang

0,70 < P ≤ 1,00 adalah soal mudah

(Arikunto, 1997:208-210)

F. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian


76

Instrumen diujicobakan pada 32 responden. Hasil analisis uji coba

soal dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 8. Hasil Uji Coba Instrumen

Tingkat
Validitas Daya Pembeda
No Kesukaran Ket
rhitung rtabel Kriteria DP Kriteria IK Kriteria
1 0.566 0.349 Valid 0.25 Cukup 0.69 Sedang Dipakai
2 0.593 0.349 Valid 0.50 Baik 0.69 Sedang Dipakai
3 0.297 0.349 Tidak 0.19 Jelek 0.84 Mudah Dibuang
4 0.429 0.349 Valid 0.50 Baik 0.69 Sedang Dipakai
5 0.327 0.349 Tidak 0.19 Jelek 0.28 Sukar Dibuang
6 0.556 0.349 Valid 0.38 Cukup 0.44 Sedang Dipakai
7 0.393 0.349 Valid 0.19 Jelek 0.28 Sukar Dibuang
8 0.658 0.349 Valid 0.31 Cukup 0.84 Mudah Dipakai
9 0.557 0.349 Valid 0.25 Cukup 0.88 Mudah Dipakai
10 0.319 0.349 Tidak 0.25 Cukup 0.81 Mudah Dibuang
11 0.488 0.349 Valid 0.25 Cukup 0.63 Sedang Dipakai
12 0.588 0.349 Valid 0.31 Cukup 0.84 Mudah Dipakai
13 0.251 0.349 Tidak 0.13 Jelek 0.25 Sukar Dibuang
14 0.329 0.349 Tidak 0.06 Jelek 0.91 Mudah Dibuang
15 0.447 0.349 Valid 0.50 Baik 0.69 Sedang Dipakai
16 0.617 0.349 Valid 0.50 Baik 0.75 Mudah Dipakai
17 0.412 0.349 Valid 0.31 Cukup 0.78 Mudah Dipakai
18 0.502 0.349 Valid 0.25 Cukup 0.69 Sedang Dipakai
19 0.455 0.349 Valid 0.25 Cukup 0.88 Mudah Dipakai
20 0.560 0.349 Valid 0.44 Baik 0.66 Sedang Dipakai
77

21 0.218 0.349 Tidak 0.19 Jelek 0.78 Mudah Dibuang


22 0.490 0.349 Valid 0.38 Cukup 0.75 Mudah Dipakai
23 0.208 0.349 Tidak 0.06 Jelek 0.72 Mudah Dibuang
24 0.455 0.349 Valid 0.25 Cukup 0.88 Mudah Dipakai
25 0.238 0.349 Tidak 0.13 Jelek 0.88 Mudah Dibuang
26 0.400 0.349 Valid 0.31 Cukup 0.66 Sedang Dipakai
27 0.405 0.349 Valid 0.25 Cukup 0.81 Mudah Dipakai
28 0.535 0.349 Valid 0.44 Baik 0.78 Mudah Dipakai
29 0.553 0.349 Valid 0.44 Baik 0.28 Sukar Dipakai
30 0.431 0.349 Valid 0.31 Cukup 0.28 Sukar Dipakai
31 0.391 0.349 Valid 0.25 Cukup 0.88 Mudah Dipakai
32 0.542 0.349 Valid 0.63 Baik 0.56 Sedang Dipakai
33 0.452 0.349 Valid 0.38 Cukup 0.50 Sedang Dipakai
34 0.366 0.349 Valid 0.25 Cukup 0.88 Mudah Dipakai
35 0.453 0.349 Valid 0.44 Baik 0.66 Sedang Dipakai
36 0.588 0.349 Valid 0.31 Cukup 0.84 Mudah Dipakai
37 0.588 0.349 Valid 0.31 Cukup 0.84 Mudah Dipakai
38 0.289 0.349 Tidak 0.06 Jelek 0.97 Mudah Dibuang
39 0.471 0.349 Valid 0.44 Baik 0.59 Sedang Dipakai
40 0.455 0.349 Valid 0.25 Cukup 0.88 Mudah Dipakai

Berdasarkan ringkasan hasil uji coba soal tersebut di atas terlihat

bahwa dari 40 butir soal yang diujicobakan, 10 soal di antaranya tidak

memenuhi kriteria yaitu no soal 3,5,7, 10,13, 14, 21,23, 25 dan 38 sehingga

tidak digunakan untuk alat pengambilan data penelitian.

Dilihat dari reliabilitasnya diperoleh koefisien reliabilitas instrumen

sebesar 0,844. Pada taraf kesalahan 5% dengan n = 32 diperoleh rtabel 0,349.


78

Karena r11 > rtabel maka disimpulkan bahwa instrumen tersebut reliabel dan

dapat digunakan untuk pengumpulan data penelitian.

G. Metode Analisis Data

Yang dimaksud dengan analisis data adalah metode untuk mengolah

data yang diperoleh dari hasil tes dan data dokumentasi. Data penelitian

berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Dalam penelitian ini menggunakan

teknik kuantitatif, yaitu menggunakan bantuan formula statistik.

1. Analisis tahap Awal

Sebelum penelitian terlebih dahulu dilakukan Matched Group

Design atau M-G, ke titik tolak pada Group Matching. Sebelum suatu

eksperimen dilakukan terlebih dahulu diadakan matching antara kelompok

eksperimen dan kelompok pembanding “diseimbangkan” lebih dahulu

sehingga kedua duanya berangkat dari titik yang sama (Hadi, 1995:475).

Dalam penelitian ini, matching dilakukan terhadap nilai hasil

belajar siswa yang diambil dari nilai semeter II.

Pola M-G terdiri dari tiga langkah yaitu :

a. Mean matching

Mean matching adalah persamaan dari group-group yang turut

dalam eksperimen yaitu kelompok eksperimen dan kelompok

pembanding/kontrol. Apabila mean kedua kelompok itu sama atau

hampir sama, maka dikatakan data telah di matching. Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut :


79

∑ Xe
Me =
ne

∑ Xk
Mk =
nk

b. Varians matching

Varians matching digunakan untuk mempersamakan antara

varian dari kedua kelompok. Rumus yang digunakan adalah sebagai

berikut:

Vb
f (n b − 1, n k − 1) =
Vk

Keterangan :

Vb : varians yang lebih besar

Vk : varians yang lebih kecil

nb : jumlah subyek yang mempunyai varians besar

nk : jumlah subyek yang mempunyai varians kecil

(Hadi, 1995:477)

Hasil perhitungan yang dilakukan terhadap data yang ada

dibandingkan dengan nilai F tabel distribusi F dengan taraf signifikansi

5% sehingga dapat diketahui apakah varians-varians tersebut berbeda

atau tidak. Jika Fdata< Ftabel maka dikatakan kedua kelompok berasal

dari populasi yang sama.

c. t-matching
80

t-matching merupakan perpaduan antara mean matching

dengan variance matching. Rumus yang digunakan dalam t-matching

adalah sebagai berikut :

Mk − Me
t=
SD 2 Mk + SD 2 Me

Derajat kebebasan dalam rumus ini adalah nk + ne –2 dengan:

SD 2 k SD 2 M e
SD 2 M k = , SD 2 Me =
n k −1 ne −1

Keterangan :

Mk : mean kelompok kontrol

Me : mean kelompok eksperimen

SD2Mk : varians matching kelompok kontrol

SD2Me : varians matching kelompok eksperimen

nk : banyaknya anggota kelompok kontrol

ne : banyaknya anggota kelompok eksperimen

(Hadi, 1995:480)

2. Analisis Tahap Akhir

Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan uji statistika

uji-t pihak kanan (Sudjana, 1992:237). Setelah kedua kelompok diuji

homogenitasnya. Uji homogenitas atau (uji kesamaan dua varians) rumus

yang digunakan adalah sebagai berikut:

Ho : σ12 = σ22

Ha : σ12 ≠ σ22
81

2
S1
F= 2
S2

Diterima jika Ho Fhitung<Ftabel

Ditolak Ho jika Fhitung>Ftabel

(Sudjana, 1992:249).

a. Uji perbedaan rata-rata

Untuk menguji perbedaan rata-rata maka pasangan hipotesis

yang akan diuji yaitu:

Ho = µ1 ≤ µ 2 : nilai rata-rata post test kelompok eksperimen kurang

dari atau sama dengan nilai rata-rata kelompok

kontrol.

Ha = µ1 φ µ 2 : nilai rata-rata post test kelompok eksperimen lebih

tinggi daripada kelompok kontrol

Untuk menguji kebenaran hipotesis yang diajukan digunakan uji t satu

pihak (pihak kanan). Penggunaannya dibedakan menjadi dua yaitu:

1) Jika data mempunyai varians yang sama maka statistik yang

digunakan adalah statistik t test, yang dapat dituliskan sebagai

berikut.

t=
X1 − X 2 (n1 − 1)S1 2 + (n2 − 1)S 2 2
dengan S =
1 1 n1 + n2 − 2
S +
n1 n2

Kriteria keputusan : Ho diterima jika t hitung < t1−α dan Ho

ditolak jika t mempunyai harga yang lain dengan α = 5% dan

dk = n1+ n2-2. (Sudjana, 1996:243)


82

X1 = rata-rata prestasi belajar kelompok eksperimen

X2 = rata-rata prestasi belajar kelompok kontrol

n1 = banyaknya kelompok eksperimen

n2 = banyaknya kelompok kontrol

S1 = simpangan baku kelompok eksperimen

S2 = simpangan baku kelompok kontrol

S = simpangan baku gabungan

2) Jika data tidak memiliki kesamaan varians, maka rumus yang

digunakan sebagai berikut.

X1 - X 2
t 1hitung =
s12 s 22
+
n1 n 2

Kriteria pengujian menurut Sudjana (1996:237), tolak H0 jika;

w 1t 1 + w 2 t 2
t1 ≥ dan terima Ho jika terjadi sebaliknya,
w1 + w 2

s12 s2
dengan w1 = dan w 2 = 2
n1 n2

t1 = t (1 -α ), ( n 1 - t );
t2 = t (1 -α ), ( n 2 -1 )

α = taraf nyata
83

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Data Kondisi Awal

Data kondisi awal siswa dapat dilihat dari hasil matching yang
meliputi jenis kelamin, umur dan prestasi siswa semester II. Analisis matching
terhadap jenis kelamin dan umur siswa menggunakan uji chi kuadrat
sedangkan prestasi belajar siswa menggunakan rumus mean matching, varians
matching dan t matching.
1. Jenis kelamin siswa

Data tentang jenis kelamin responden penelitian dapat dilihat pada

tabel 9 berikut ini.

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden Penelitian

Jenis Kelamin Kelompok Total


Eksperimen Kontrol
Laki-laki f 10 10 20
% 50% 50% 50%
Perempuan 10 10 20
50% 50% 50%
Total 20 20 40
100% 100% 100%

Berdasarkan tabel tersebut tampak bahwa siswa perempuan dari

kedua kelompok sama-sama 10 orang, demikian juga dengan siswa laki-

laki yaitu sebanyak 10 orang juga. Dari hasil uji chi kuadrat diperoleh

χ2hitung = 0,000 dengan signifikansi 1,000 > 0,05, yang berarti Ho

diterima. Dengan diterimanya Ho menunjukkan bahwa kedua kelompok

mempunyai kondisi yang sama ditinjau dari jenis kelaminnya.

2. Umur siswa
84

Data tentang jenis kelamin responden penelitian dapat dilihat pada

tabel 10 berikut ini.

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Umur Responden Penelitian

Jenis Kelamin Kelompok Total


Eksperimen Kontrol
10 th f 2 1 3
% 7.5% 2.5% 15%
11 th f 1 0 1
% 2.5% 2.5% 5.0%
9 th f 17 19 36
% 90% 95% 80%
Total 20 20 40
100% 100% 100%

Berdasarkan tabel tersebut tampak bahwa pada kelompok

eksperimen terdapat 2 siswa yang berumur 10 tahun, 1 siswa berumur 11

tahun dan 17 siswa berumur 9 tahun, sedangkan pada kelompok kontrol

terdapat 1 siswa berumur 10 tahun dan 19 siswa berumur 9 tahun. Dari

hasil uji chi kuadrat diperoleh χ2hitung = 1,444 dengan signifikansi 0,486 >

0,05, yang berarti Ho diterima. Dengan diterimanya Ho menunjukkan

bahwa kedua kelompok mempunyai kondisi yang sama ditinjau dari jenis

umurnya yaitu berkisar antara 9-11 tahun.

3. Deskripsi kemampuan awal

Untuk mengetahui kondisi kemampuan awal siswa, maka

digunakan nilai semester II. Untuk mengetahui kesepadanan kondisi awal

siswa tersebut dilakukan dengan melihat kesepadanannya ditinjau dari

rata-rata dan variansnya. Hasil pengujian data kemampuan awal tersebut

adalah sebagai berikut :

a. Mean Matching
85

Dalam mencari mean dimaksudkan untuk mencari persamaan

rata-rata kedua kelompok. Dari perhitungan pada lampiran diperoleh

rata-rata nilai semester II pada kelompok eksperimen yaitu 7,60 dan

rata-rata nilai semester II pada kelompok kontrol yaitu 7,60. Dari hasil

tersebut menunjukkan bahwa ada kesepadanan rata-rata nilai semester

II dari kedua kelompok.

b. Varian Matching

Varian matching ini dimaksudkan untuk mengetahui kesamaan

varian kedua kelompok. Dari hasil perhitungan uji kesamaan varian

pada lampiran diperoleh Fhitung = 0,00 < F0,025 (37:41) = 2,53. Karena

Fhitung < Ftabel sehingga dapat disimpulkan nilai semester II dari kedua

kelompok tidak berbeda variannya.

c. t Matching

Perhitungan t matching ini dimaksudkan untuk mengetahui

kesamaan rata-rata nilai semester II dari kedua kelompok. Dari

perhitungan pada lampiran diperoleh hasil yaitu thitung = 0,00. Pada

taraf signifikasi 5% dengan dk = 20+20-2 = 38 diperoleh F(0,975)(38) =

2,02. Dengan demikian diketahui bahwa thitung < ttabel dan terletak pada

daerah penerimaan 2,02 < t < 2,02. Hal ini menunjukkan bahwa Ho

diterima yang berarti tidak ada perbedaan rata-rata nilai semster II dari

kedua kelompok atau dapat dikatakan pula bahwa kedua kelompok

memiliki kesepadanan atau memiliki kemampuan awal yang sama atau

homogen.

4. Analisis Tahap Akhir


86

Uji normalitas data prestasi belajar siswa

Uji kenormalan data hasil belajar mata pelajaran matematika

pada kelompok eksperimen yaitu kelas III SD semester I yang

menggunakan kartu akselerasi diperoleh harga χ2hitung = 2,3730 dan

hasil uji kenormalan data hasil belajar mata pelajaran matematika pada

kelompok kontrol yaitu kelas III SD semester I diperoleh

χ 2hitung = 1,5958, sedangkan χ 2(0,95)(3) = 7,81. Karena χ2hitung < χ 2tabel,

maka data hasil belajar mata pelajaran matematika pada siswa kelas III

SD semester I kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tersebut

berdistribusi normal.

Uji kesamaan dua varians nilai hasil belajar

Hasil uji kesamaan dua varians data hasil belajar mata pelajaran

matematika kelas II SD semester I pada kelompok eksperimen yang

menggunakan kartu akselerasi dan hasil belajar mata pelajaran

matematika kelas II SD semester I pada kelompok kontrol memperoleh

Fhitung = 1,6411 sedangkan F(0,025)(37:41) = 2,53. Karena Fhitung <

F(0,025)(37:41) berarti tidak ada perbedaan (ada kesamaan) dua varians

data hasil belajar mata pelajaran matematika kelas II SD semester I

pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Perhitungan

selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

Uji perbedaan rata-rata hasil belajar siswa


87

Rata-rata hasil belajar matematika kelas III SD semester I pada

kelompok eksperimen yaitu yang menggunakan kartu akselerasi adalah

8,17 dan pada kelompok kontrol 7,47. Setelah dilakukan analisis data

dengan menggunakan uji t diperoleh thitung = 3,045. Sedangkan t(0,975)(38) =

2,02. Karena thitung > t(0,975)(38) maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak

yang berarti bahwa ada perbedaan rata-rata hasil belajar matematika kelas

III SD semester I pada kelompok eksperimen yang menggunakan kartu

akselerasi dengan rata-rata hasil belajar matematika kelas III SD semester

I pada kelompok kontrol yang tidak menggunakan kartu ekselarasi. Rata-

rata hasil belajar siswa yang mendapatkan pengajaran matematika dengan

kartu akselerasi yaitu 8,17 sedangkan hasil belajar siswa yang tidak

menggunakan kartu akselerasi hanya 7,47. Dengan demikian dapat

dijelaskan bahwa pembelajaran matematika kelas III SD semester I dengan

menggunakan kartu akselerasi cukup efektif untuk meningkatkan prestasi

belajar siswa.

Perkembangan Belajar Siswa

Walaupun secara umum pembelajaran matematika kelas III SD

semester I dengan menggunakan media berupa kartu akselerasi cukup

efektif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, akan tetapi dalam

perkembangannya saat proses pembelajaran berlangsung menunjukkan

adanya penurunan perkembangan hasil belajar siswa pada tahap

pembelajaran yang ke IV. Lebih jelasnya hasil perkembangan belajar

siswa tersebut dirangkum pada tabel 11 berikut :

Tabel 11. Perkembangan Belajar Siswa Dengan Media Kartu Akselerasi


88

Perkembangan Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol


I 6,29 5,68
II 9.86 8,53
III 9,19 8,18
IV 7.68 7,31
Sumber : Data Penelitian, Diolah

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa perkembangan

kemampuan belajar siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan kartu

akselerasi pada tahap perkembangan yang pertama adalah kurang

memuaskan. Pada perkembangan kedua dan ketiga sudah tampak adanya

peningkatan hasil belajar dan pada perkembangan ke empat mengalami

penurunan hasil belajar. Penurunan hasil belajar pada tahap perkembangan

ke keempat tersebut seiring dengan semakin kompleksnya materi yang

diajarkan dan bukan disebabkan ketidak efektifan penggunaan media.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil uji kesamaan rata-rata data keadaan awal yang

berupa nilai semester II dengan menggunakan pola matching group dapat

diketahui bahwa kedua kelompok tidak mempunyai perbedaan varian dan

perbedaan rata-rata kemampuan awal (nilai semester II) yang signifikan,

sehingga dapat dikatakan kedua kelompok mempunyai keadaan awal yang

sama. Setelah diberi perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan

kartu akselerasi pada kelompok eksperimen dan pembelajaran yang tidak

menggunakan kartu akselerasi pada kelompok kontrol, diperoleh suatu temuan

yaitu adanya perbedaan rata-rata hasil belajar yang signifikan dan kelompok
89

eksperimen yaitu pembelajaran yang menggunakan kartu akselerasi

mempunyai rata-rata hasil belajar yang lebih tinggi atau lebih baik daripada

rata-rata hasil belajar dari kelompok kontrol yang tidak menggunakan kartu

akselerasi.

Dengan hasil penelitian di atas, maka penggunaan kartu akselerasi

dalam pengajaran matematika kelas III SD semester I lebih efektif untuk

meningkatkan hasil belajar siswa. Melalui pengajaran dengan menggunakan

kartu akselerasi mampu menginformasikan materi pelajaran kepada siswa

secara jelas sehingga siswa mampu memahami dan menyelesaikan soal-soal

materi pelajaran tersebut secara baik.

Melalui alat bantu berupa kartu akselerasi, materi matematika yang

sifatnya abstrak dapat disajikan secara kongkret dan melibatkan seluruh panca

indera siswa. Melalui alat bantu ini siswa menjadi lebih termotivasi, tertarik,

berminat dan pada akhirnya mampu meningkatkan keaktifan siswa saat proses

pembelajaran. Dengan adanya keaktifan tersebut akan menumbuhkan motivasi

belajar yang tinggi pada siswa dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap

prestasi belajar.Hal ini juga didukung dari hasil penelitian sebelumnya oleh

Vernon a. Magnesen dalam De Porter (2001:57) yang menyatakan bahwa

“Kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar,

30% dari apa yang kita lihat, 50 % dari apa yang kita lihat dan dengar, 70%

dari apa yang kita katakan dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan”.

Berdasarkan hasil penelitian De Porter tersebut secara teoritis maka

penggunaan kartu akelerasi yang didahului dengan permainan matematika

maka hasil yang diprediksi dapat mencapai 70%, sebab siswa tidak hanya
90

mendengarkan, melihat apa yang diajarkan guru, namun mereka lebih aktif,

sedangkan kelompok kontrol menggunakan model konvensional, keaktifan

lebih didominasi oleh guru, siswa relatif memfungsikan indra penglihatan dan

pendengaran, sehingga secara teoritis pengetahuan akan mengendap sampai

50%. Hasil akhir yang dicapai dengan penggunaan media pembelajaran

berupa kartu akselerasi adalah adanya peningkatan hasil belajar siswa.

Dilihat dari perkembangan saat kegiatan pembelajaran berlangsung

diperoleh suatu informasi bahwa perkembangan para siswa dalam mengalami

penurunan seiring dengan semakin kompleknya materi yang dikaji. Hasil

kajian terhadap pelaksanaan pembelajaran tersebut, ternyata menurunnya

kemampuan siswa dari tahap perkembangan kedua ke tahap perkembangan

berikutnya lebih didominasi oleh semakin kompleknya materi yang diberikan

kepada siswa dan kurangnya kesiapan siswa untuk mengikuti evaluasi di tiap

akhir pembelajaran. Oleh karena itu dalam kegiatan evaluasi untuk

mengetahui perkembangan siswa, maka materi evaluasi diusahakan lebih

sederhana dan berisi materi-materi yang sedang dipelajari siswa pada setiap

tahap pembelajaran. Melakukan kegiatan evaluasi dengan menggunakan

materi yang komplek yaitu seluruh materi yang telah disampaikan kepada

siswa seperti yang terjadi pada penelitian ini kurang dapat mengungkap

perkembangan siswa secara spesifik di setiap tahap perkembangan. Disamping

cukup memakan waktu, pelaksanaan evaluasi seperti ini akan menyulitkan

siswa karena siswa banyak yang tidak siap untuk menyelesaikan soal yang

berisi materi yang telah lalu.


91

Disisi lain, dalam penggunaan kartu akselerasi tersebut mengalami

kendala-kendala yang harus dihadapi antara lain: banyaknya guru yang enggan

untuk membuat kartu akselerasi, terjadinya kesalahan dalam proses pembuatan

kartu akselerasi, belum tersedianya kartu akselerasi sehingga guru harus

membuatnya sendiri dan kartu tersebut mudah hilang karena tidak dalam

bentuk buku.(Bonasir, 2003:179).

Berdasarkan hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa

penggunaan kartu akselerasi dalam pembelajaran matematika cukup efektif

untuk meningkatkan hasil belajar siswa di SD N Petompon I Semarang dari

pada pembelajaran secara konvensional di SD N Petompon II Semarang.


92

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal

sebagai berikut :

1. Penggunaan kartu akselerasi dalam pembelajaran matematika dapat

meningkatkan pemahaman dan keaktifan siswa kelas III semester I SD N

Petompon I Semarang dalam menyelesaikan soal-soal matematika

sehingga hasil belajar siswa meningkat.

4. Kendala-kendala yang dihadapi dalam penelitian ini, antara lain:

banyaknya guru yang enggan untuk membuat kartu akselerasi, terjadinya

kesalahan dalam proses pembuatan kartu akselerasi, belum tersedianya

kartu akselerasi sehingga guru harus membuatnya sendiri dan kartu

tersebut mudah hilang karena tidak dalam bentuk buku.

Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti memberikan saran-

saran sebagai berikut.

Penggunaan kartu akselerasi dalam pembelajaran matematika perlu

dikembangkan oleh guru pada konsep lain yang memiliki permasalahan yang

sama.
93

Guru hendaknya mampu membuat kartu akselerasi dengan memanfaatkan

segala potensi dan kreativitas yang dimiliki agar tercipta suasana

pembelajaran yang menyenangkan.

Bagi peneliti lain dapat melakukan penelitian dengan membandingkan

hasil belajar yang menggunakan kartu akselerasi dan yang menggunakan

LKS, serta menambah populasi yang lebih luas sehingga hasilnya dapat

digeneralisasikan kearah yang lebih luas.


94

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.


Jakarta : Depdikbud dan Rineka Cipta

Ali, Mohamad 1987. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Bandung.


Angkasa.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta : Rineka Cipta

Bahri Jamarah, Syaful dan Zain Aswan, 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta
: Rineka Cipta

------- BASIS Menembus Fakta(Edisi Khusus Pendidikan Matematika).nomor 07-


08; Tahun Ke 53 Juli-Agustus 2004.Yogyakarta:Yayasan BP Basis.

Darhim . 1993. Workshop Matematika .Jakarta : Depdikbud

Darsono, Max. 2000. Belajar Dan Pembelajaran, Semarang : IKIP Semarang


Press.

Depdiknas. 2003. Bunga Rampai Keberhasilan Guru Dalam Pembelajaran atau


Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Depdiknas

Hadi,MA.1985.Metodologi Research 4.Yogyakarta:Yayasan Penerbitan Fakultas


Psikologi UGM.

Haryanto, Slamet. 1994. Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Jakarta : Duta
Nusindo

Hudoyo, Herman.1988.Mengajar Belajar Matematika .Jakarta:Depdikbud


&P2LPTK.

Khafid,M &Suyati.2002.Pelajaran Matematika Penekanan Pada Berhitung 3A.


Jakarta : Erlangga.

Latuheru, John D.1988.Media Pembelajaran Dalam Proses Belajar Mengajar


Masa Kini.Jakarta:Depdikbud &P2 LPTK

M.Amin,Siti & Zaini M.Saini.2001.Matematika SD di Sekitar Kita Jilid 3A.


Jakarta:ESIS.

MATRIK. 2003. Edisi Oktober


95

Margono ,S.2000.Metodologi Penelitian Pendidikan.Jakarta.Rineka Cipta.

Nasution.S. 2003. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar.


Bandung : Bumi Aksara

Poerwodarminto, Wjs. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai


Pustaka

Rahman, Maman . 1996. Metodologi Research. Yogyakarta : Sinar Baru.

Reffles.2002.Belajar Praktis Matematika SD.Surakarta.

Sadiman, Arif S. 1984. Media Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Simanjutak, Lisnawaty dkk, 1993. Metode Mengajar Matematika 1. Jakarta :


Rineka Cipta.

Sriningsih Satmoko, Retno . 1999. Proses Belajar Mengajar II. Semarang : IKIP
Semarang Press.

Soemanto, Wasty .1998.Psikologi Pendidikan .Jakarta: PT.Rineka Cipta.

S.P, Muchtar.2002.Matematika 3B SD.Jakarta:Yudhistira.

Sugiyono. 1997. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : ALFABETA.

Sugiyono.1997.Metode Penelitian Administrasi.Bandung:ALFABETA.

Suminarsih. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika. Makalah disampaikan


dalam Penataran Guru di LPMP Jawa Tengah:LPMP Jawa Tengah

Suryabrata, Sumadi.1998.Psikologi Pendidikan. Jakarta:Raja Grafindo Persada.

Tim Matematika. 2003. Cerdas Matematika 3A. Jakarta : Yudhistira

Uzer Usman,Moh.2002.Menjadi Guru Profesional.Bandung:Remaja Rosda


Karya.

Winkel.W.s. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Raja Grafindo Persada.


96

You might also like