You are on page 1of 11

Istilah “Remaja” berasal dari bahasa latin “Adolescere” yang bererti remaja.

Jhon Pieget, (dalam


Lapu,2010) mengungkapkan; secara psikologi masa remaja adalah usia saat individu berintegrasi
dengan masyarakat dewasa, usia saat anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang yang lebih
tua, melainkan berada dalam tingkat yang sama

Menurut para ahli, salah satunya adalah Kartono seorang ilmuan sosiologi, (dalam Lapu, 2010)
mengemukakan pendapatnya bahawa kenakalan remaja atau dalam bahasa Inggeris dikenali
dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang
disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk
perilaku yang menyimpang.

Anonim, (2010) menyebutkan kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari
norma-norma hukum pidana yang dialukukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan
dirinya sendiri dan orang-orang sekitarnya. Sedangkan Daryanto (1997) menyebutkan kenakalan
dengan kata dasar nakal adalah suka berbuat tidak baik, suka mengganggu, dan suka tidak
menurut, sedangkan kenakalan adalah perbuatan nakal, perbuatan tidak baik dan bersifat
mengganggu ketenangan orang lain ; tingkah laku yang melanggar norma kehidupan masyarakat.

Dalam tulisan-tulisan lain, kenakalan remaja diertikan sebagai suatu hasil dari suatu proses yang
menunjukkan penyimpangan tingkah laku atau pelanggaran terhadap norma-norma yang ada. 
Kenakalan remaja disebabkan oleh pelbagai faktor baik, faktor peribadi, faktor keluarga yang
merupakan lingkungan utama (Willis, 1994), mahupun faktor lingkungan sekitar yang secara
potensial dapat membentuk perilaku seorang anak. (Mulyono, 1995).

Pelbagai macam faktor yang berpengaruh pada kenakalan remaja, iaitu faktor keluarga (seperti
kedekatan hubungan orang tua–anak, gaya pengasuhan orang tua, pola disiplin orang tua, serta
pola komunikasi dalam keluarga) dan faktor lain di luar keluarga (seperti hubungan dengan
kelompok bermain atau ‘peer group’, ketersediaan pelbagai sarana seperti gedung bioskop,
diskotik, tempat-tempat hiburan, televisi, VCD, internet, akses kepada ubatan terlarang dan
buku-buku porno serta minuman beralkohol). (Gunarsa,1995).

Seks bebas merupakan tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang ditujukan dalam
bentuk tingkah laku. Faktor penyebab remaja melakukan seks bebas, diantaranya adalah
menonton film porno, pengaruh pergaulan bebas, penyaluran hasrat seksual, dan kurangnya
peran dan perhatian orang tua kepada anaknya.
(Anonim, 2010)

Anonim (2009) juga menyatakan bahwa seks bebas adalah hubungan seksual yang dilakukan
diluar ikatan pernikahan, baik suka sama suka atau dalam dunia prostitusi. Perilaku seksual
diluar nikah terjadi sebagai akibat masuknya kebudayaan barat.

III.  Pembahasan

Remaja dengan segala perubahan dan fakta-fakta remaja lainnya memang selalu menarik untuk
dibahas. Masa remaja adalah masa yang paling berseri, kerana di masa remaja terjadi proses
pencarian jati diri. Ini bertentangan dengan persepsi umum yang mengatakan bahawa remaja
merupakan kelompok yang biasanya tidak berada dengan kelompok manusia yang lain, ada yang
berpendapat  bahwa remaja adalah kelompok orang-orang yang sering menyusahkan orang tua.

Kita juga tidak boleh lupa bahwa masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang
penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru sebagai bekal untuk
mengisi kehidupan mereka kelak. Di saat remajalah proses menjadi manusia dewasa
berlangsung. Pengalaman manis, pahit, sedih, gembira, lucu bahkan menyakitkan mungkin akan
dialami dalam rangka mencari jati diri. Sayangnya, banyak diantara mereka yang tidak sadar
bahwa beberapa pengalaman yang tampaknya menyenangkan justru dapat menjerumuskan.

Dalam kehidupan para remaja sering kali diselingi hal-hal yang negatif dalam rangka
penyesuaian dengan lingkungan sekitar baik lingkungan dengan teman temannya di sekolah
maupun lingkungan pada saat dia di rumah.  Rasa ingin tahu dari para remaja kadang-kadang
kurang disertai pertimbangan rasional akan akibat lanjut dari suatu perbuatan. Dan disanalah
para remaja banyak yang terjebak dalam beberapa perilaku menyimpang yang lazim disebut
dengan kenakalan remaja.

Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku
menyimpang.  Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat
penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial
yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah kerana dapat
membahayakan tegaknya sistem sosial.

Perilaku menyimpang dikalangan remaja atau yang biasa disebut dengan kenakalan remaja
bentuknya bermacam-macam seperti perkelahian secara perorangan atau kelompok, mabuk-
mabukan, pemerasan, pencurian, perompakan, penganiayaan, penyalahgunaan dadah, dan seks
bebas pranikah. Bentuk-bentuk kenakalan yang demikian biasa disebut juga dengan pergaulan
bebas.

Perilaku yang penuh dengan kebebasan seringkali mengarah pada kenakalan yang sangat
mencemaskan Sangat menyedihkan saat perilaku ini mengakibatkan tingginya jumlah
penyimpangan dikalangan remaja. Penyimpangan-penyimpangan yang makin marak dan
menarik untuk dibahas adalah pergaulan bebas atau lebih spesifiknya disebut seks bebas.

Selain menimbulkan hal-hal berbahaya yang tidak diinginkan kerana kes pengguguran, seks
bebas juga akan menyebabkan penyakit menular seksual, seperti sifilis, GO (ghonorhoe), hingga
HIV/AIDS, serta meningkatkan risiko kanser mulut rahim untuk wanita. Bahkan jika hubungan
seks tersebut dilakukan sebelum usia 17 tahun, risiko terkena penyakit tersebut bisa mencapai
empat hingga lima kali ganda.

Dilihat dari sejarah, perilaku seks bebas sudah pernah menjadi tradisi dalam masyarakat zaman
jahiliyah dulu. Zaman di mana kondisi masyarakat Arab pra-Islam yang sangat tenggelam dalam
“tanah lumpur” kebodohan dan keterbelakangan. Masyarakat senang pertikaian dan
pembunuhan, kekejaman dan suka mengubur anak perempuan. Potret sosial mereka begitu gelap,
amat primitif dan jauh dari peradaban.

Secara garis besar, penyebab maraknya seks bebas sekarang ini antara lain;  kurangnya kasih
sayang orang tua yang akan menyebabkan anak/remaja mencari  kesenangan di luar dan mereka
akan bergaul bebas dengan siapa saja yang mereka inginkan dan terkadang mereka mencari
teman yang tidak sebaya yang memungkinkan mereka akan terpengaruh dangan apa yang
dilakukan orang dewasa.
Selain itu peran dari perkembangan teknologi yang memberikan efek positif dan negatif tidak
dapat dinafikan bahawa setiap individu dari kita merasa senang dengan kehadiran produk atau
layanan yang lebih canggih dan praktis. Tidak terkecuali teknologi internet yang telah
merobohkan batas dunia dan media televisyen yang menyajikan hiburan, informasi serta berita
aktual. Di era kehidupan dengan sistem komunikasi global, dengan kemudahan mengakses
informasi baik melalui media cetak, TV, internet, komik,  media ponsel, dan DVD cetak rompak
yang berkeliaran di masyarakat, tentunya memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan kita,
namun perkembangan teknologi yang sangat baik dan penting bagi perkembangan ilmu
pengetehuan dan informasi para remaja, namun saat ini remaja justeru salah mempergunakan
kecanggihan teknologi tersebut, dan mereka menyelewengkan fungsi teknologi yang sebenarnya.
Bahkan tayangan televisi, media-media berbau porno( bahkan VCD dan DVD porno yang begitu
mudah diperoleh), semakin mendekatkan para remaja itu melakukan hubungan seks di luar
nikah.

Semua media informasi tersebut menyerbu anak-anak dan dikemas sedemikian rupa sehingga
perbuatan seks itu dianggap lumrah dan menyenangkan. Mulai dari berciuman, berhubungan
seks sebelum nikah, menjual keperawanan, berganti-ganti pasangan, gay atau lesbian, semuanya
tersedia dalam berbagai media informasi

Dasar-dasar agama yang kurang juga menjadi pendorong terhadap maraknya kes seks bebas. Hal
ini kadang- kala tidak terlalu diperhatikan oleh orang tua yang sibuk dengan segala usaha dan
kegiatan mereka dan juga oleh pihak sekolah terkadang kurang memperhatikan hal ini, karena
jika remaja tidak mendapat pendidikan agama yang baik mereka akan jauh dari Tuhan dan pasti
tingkah laku mereka akan sembarangan. Selain itu, tidak adanya media penyalur bakat dan hobi
remaja juga menjadi faktor maraknya kes seks bebas.

Lain dari hal di atas, seks bebas juga terjadi kerana pola pemikiran yang dangkal dan memiliki
konsep diri rendah di kalangan remaja, seperti; tidak bisa mengatakan ”TIDAK” terhadap seks
bebas (merasa takut diputus hubungan oleh kekasihnya/dijadikan alasan sebagai pembuktian
cinta/kekasih sudah merayu sedemikian rupa, sampai akhirnya tidak bisa menolak). Akhirnya,
ada beberapa orang malah sudah menjalaninya sebagai gaya hidup.
Resolusi pembuangan bayi

KEMPEN Anda Bijak Jauhi Zina (ABJZ) anjuran Pertubuhan Jemaah Islam Malaysia (JIM)
amat dialu-alukan ketika masyarakat digemparkan dengan insiden pembuangan bayi yang
seolah-olah tiada kesudahan.

Setelah lebih dua dekad isu pembuangan bayi yang disyaki dilakukan oleh remaja, kempen
ABJZ JIM memang tepat pada waktunya. Mengapa?

Sebahagian besar daripada mereka yang terlibat dalam gejala seks luar nikah adalah kalangan
kumpulan remaja dan awal dewasa. Menurut JIM bilangan kelahiran bayi luar nikah dilakukan
oleh pelajar Institusi Pengajian Tinggi Awam (IPTA) dan Institusi Pengajian Tinggi Swasta
(IPTS) meningkat. Ini merupakan satu jumlah yang amat menggerunkan.

Dalam memperkatakan ABJZ, JIM menggunakan terma zina. JIM menolak penggunaan terma
seks bebas, seks rambang, hubungan luar nikah dan terlanjur. Penolakan kepada terma-terma
yang menjurus kepada perspektif psikologi Barat itu adalah tindakan berani JIM.

Terma zina lebih berat kerana ia merangkumi isu moral, sahsiah, hukum hakam, dosa dan
hukuman di dunia dan di akhirat. Malah, zina turut diiringi dengan konsep taubat yang dapat
membersihkan diri daripada dosa selagi perbuatan itu tidak diulangi.

Memang banyak pendapat dan kritikan daripada pelbagai pihak diutarakan apabila gejala
pembuangan bayi mendapat liputan meluas media. Ada yang menyalahkan remaja yang tidak
berupaya mengawal tuntutan nafsu, malah ada juga yang menuding jari kepada institusi keluarga
yang goyah.

Pasca pemodenan

Ada juga yang mengatakan gejala pembuangan bayi kesan akibat pembangunan pasca
pemodenan.

Pada era globalisasi dengan kecanggihan perkembangan teknologi komunikasi turut


mempengaruhi perlakuan seksual remaja.

Setakat ini, JIM dengan Rumah Perlindungan Pusat Bimbingan Remaja Puteri Raudatus Sakinah
di Sungai Buluh, Selangor dan Sungai Bakap, Pulau Pinang termasuk Kem Modal Insan Pusat
Kebahagiaan Wanita Remaja (Kewaja) di Gombak dan Baitul Figh di Hulu Langat, Selangor
begitu proaktif dalam mengurus remaja dan gadis-gadis malang yang trauma, ketakutan dan
kebimbangan akibat keterlanjuran seksual.

Ketiga-tiga badan bukan kerajaan (NGO) itu bertungkus- lumus mengurus dan membimbing
remaja serta gadis malang yang mengandung luar nikah bagi meneruskan kehidupan semasa,
sewaktu dan selepas melahirkan anak menerusi pendekatan Islam.

NGO itu ternyata menzahirkan keprihatinan mereka dalam


bentuk tindakan. Isu pembuangan bayi di kemuncaknya
apabila berlaku kes bayi yang dibuang kemudian di bakar di
tempat pembuangan sampah.

Adakah persatuan-persatuan profesional dan kementerian


terbabit masih dilihat lambat menangani situasi itu? Atau
mungkinkah disebabkan dana kementerian atau jabatan
terbabit makin berkurangan akibat kegawatan ekonomi global
yang menghindar mereka daripada terus bertindak proaktif?

Realitinya, persatuan-persatuan dan agensi-agensi terbabit


tidak mempunyai rumah-rumah perlindungan. Mereka juga
tidak mempunyai pusat bantuan dengan kakitangan-kakitangan
yang boleh mengurus remaja dan gadis mengandung luar
nikah dalam masa terdekat.

Dalam keadaan mendesak dapatkah ahli persatuan, graduan


profesional dan kakitangan kementerian terbabit menguruskan kes-kes kehamilan luar nikah
sehingga saat mereka melahirkan anak?

Dalam memperkatakan tentang tindakan membuang bayi itu, kita mungkin terlupa malah
mengenepikan sama sekali salah satu punca utama bencana musibah kehamilan luar nikah itu.
Tumpuan lebih kepada bayi malang yang mati dibuang dan dosa kesilapan yang dilakukan oleh
gadis yang terlanjur.

Kita alpa kepada lelaki durjana yang bertanggungjawab di atas bencana keterlanjuran seksual itu.
Mereka perlu diburu, dipertanggungjawabkan di atas apa yang telah dan sedang berlaku.

Tidak adil dengan hanya menyalahkan gadis perempuan yang menanggung beban penderitaan
keterlajuran seksual ini.

Lelaki itu wajar diheret ke muka pengadilan di atas perbuatan salah laku seksual mereka. Gadis-
gadis malang itu ditinggalkan menanggung trauma mengandung luar nikah dengan sokongan
sosial yang lebih banyak mencemuh, mencerca daripada membantu.

Memandangkan perbuatan zina kebanyakannya dituruti dengan pembuangan bayi dalam


kalangan remaja sekolah mahupun di institusi pengajian tinggi (IPT), peranan kaunselor amat
penting.

Di Amerika Syarikat (AS), di samping kaunselor, jawatan pekerja sosial diwujudkan di sekolah
bagi meluaskan lagi peranan proses bantuan.

Kepekaan, kesanggupan, kerelaan berkerjasama, memberi sumbangan dalam apa juga bentuk
amat diperlukan tanpa mengharapkan pengiktirafan. Persoalannya, sanggupkah kita?

http://www.kosmo.com.my/kosmo/content.asp?
y=2010&dt=0312&pub=Kosmo&sec=Pesona&pg=ps_02.htm

ARKIB : 29/04/2010
Selesaikan punca masalah

Semua orang yang waras barangkali akan terkejut dengan statistik Jabatan Pendaftaran Negara
(JPN) baru-baru ini yang menyebut bahawa jumlah anak luar nikah di kalangan gadis Melayu
yang beragama Islam pada tahun 2009 adalah 17,300 orang.

Bagi tempoh 2004 sehingga 2009, jumlahnya adalah 74,723 orang. Sudah tentu angka-angka itu
tidak termasuk bayi-bayi bangsa lain, bayi-bayi yang tidak didaftarkan, dibuang atau tidak
sempat menikmati kehidupan di dunia ini. Sudahlah berdosa terlanjur, anak pula dibuang
seumpama sampah.

Bayangkan dalam tempoh lima tahun lagi, bagaimana pula angkanya? Suatu jumlah dan
fenomena yang memalukan dan menakutkan! Ia juga membawa konotasi, sebenarnya gadis
remaja yang terjebak dalam keterlanjuran dan perzinaan lebih ramai daripada itu.

Jika dicampur dengan masalah-masalah sosial lain seperti penyalahgunaan dadah, merompak,
membunuh dan sebagainya, sudah pasti kita tidak senang duduk memikirkan nasib remaja hari
ini.

Salah siapa?

Seringkali kita menjadi takut kepada perangkaan dan hasil akhir kerosakan. Kesalahan, daripada
sekecil-kecil berbohong dan mencuri sehinggalah sebesar-besar merompak, merogol, berzina,
rasuah dan sebagainya perlu ditangani secara holistik.

Kebanyakan kita menyalahkan pihak sana dan sini setelah sesuatu kerosakan berlaku. Memang
benar perawatan selepas sesuatu kejadian berlaku adalah perlu, tetapi sewajarnya kaedah
pencegahan perlu diambil berat sebelum sesuatu kerosakan berlaku.

Seringkali yang dipersalahkan adalah ibu bapa, keluarga dan didikan di sekolah. Anak-anak
adalah cermin kepada didikan dan asuhan ibu bapa, justeru ramai yang berfikir memang wajarlah
ibu bapa dipersalahkan.

Ibu bapa terlalu sibuk mencari rezeki dan pangkat, sehingga mengabaikan keperluan rohani dan
sahsiah.

Sekolah pula hanya menekankan aspek peperiksaan, tanpa menitikberatkan soal akhlak dan
pegangan pelajar. Yang pandai mendapat perhatian, yang dianggap dungu diabaikan kerana
gagal dalam peperiksaan.

Sebab itulah ramai remaja yang tidak terdidik dengan betul dan natijahnya banyak masalah sosial
berlaku.

Namun apakah hanya dengan sebab itu remaja menjadi rosak dan tergelincir daripada landasan
yang benar? Sudah tentu kita bersetuju bahawa banyak lagi faktor yang menyebabkan ia berlaku.
Kita tidak boleh menafikan bahawa pengaruh rakan sebaya juga amat kuat dalam kehidupan
sosial remaja. Bahkan ada remaja yang lebih mempercayai rakan sebaya daripada ibu bapa yang
lebih berpengalaman.

Kebebasan yang diberikan kepada remaja disalahgunakan, lantas terjebak ke dalam kancah
kerosakan.

Perubahan budaya yang berlaku dan seringkali dicedok bulat-bulat daripada Barat juga
menghasilkan kejutan budaya terhadap remaja dan muda-mudi.

Kebebasan dan hak yang dilaungkan oleh mereka sering disalah ertikan sebagai kebebasan
mutlak tanpa batasan, lantas mewujudkan garisan pemisah yang halus antara yang hak dan batil.

Sebagai remaja yang prihatin terhadap masalah sosial dan ingin menjadi sebahagian daripada
langkah penyelesaiannya, kita sewajarnya prihatin terhadap akar sesuatu masalah, bukan hanya
prihatin memandang pada hasil akhir sesuatu masalah.

Prihatin terhadap akar masalah

Dalam Islam, kaedah pencegahan adalah lebih baik daripada merawat. Ini kerana apabila sesuatu
kerosakan akhlak telah terjadi, kesannya adalah sangat besar kepada diri, orang-orang sekeliling,
masyarakat serta negara.

Misalnya, dalam soal perhubungan, Allah melarang keras manusia menghampiri zina. Tegahan
ini membawa maksud yang jelas bahawa jalan-jalan ke arah perzinaan juga harus dijauhi, apatah
lagi melakukannya.

Sememangnya kita mengetahui bahawa zina itu merosakkan nasab keturunan, menghancurkan
rumahtangga, meretakkan perhubungan, meluasnya penyakit kelamin, kejahatan nafsu, dan
meruntuhkan hubungan masyarakat setempat.

Larangan Allah adalah tanda manusia sememangnya akan sentiasa teruji dengan hawa nafsu.
Justeru tegahan bertujuan membimbing manusia supaya tidak terpesong daripada laluan fitrah.

Pendekatan ini dilaksanakan dengan mengenal pasti sebab utama kenapa gejala sosial boleh
berlaku dan kemudian mengambil tindakan untuk menghapuskan atau mengawal sebab tersebut.
Begitu juga dengan larangan minum arak.

Kebebasan yang melampau atau tanpa kekangan boleh menyebabkan nilai-nilai agama dan adat
terhakis sama ada secara drastik atau beransur-ansur.

Barangkali semua remaja tahu hukum haram berzina tetapi kemungkaran yang dilakukan itu
adalah berpunca daripada iman yang rapuh. Iman yang rapuh mendorong proses pereputan jati
diri dan akal budi.
Kesan daripada mengambil fahaman kebebasan secara membuta tuli fahaman kebebasan itu
menjadikan masyarakat kita bersifat individualistik dan boleh menyebabkan sesuatu
kemungkaran itu dipandang ringan.

Pemahaman bahawa pergaulan adalah hak seseorang individu dan tidak boleh disekat perlu
diwaspadai.

Cara hidup di Barat misalnya, tidak kisah akan batas-batas lelaki dan perempuan. Bahkan
pendidikan seks di Barat hanya mengajar bagaimana untuk mencegah kehamilan dan penyakit
kelamin, bukannya mengajar tentang salahnya perlakuan tersebut.

Pola-pola hubungan sejenis seperti gay dan lesbian yang makin meresapi segelintir remaja dan
muda-mudi juga amat meresahkan, yang mengakibatkan masalah lain iaitu krisis pewarisan.

Justeru, dalam Islam, bukan sahaja akibat daripada sesuatu kesalahan diterangkan, bahkan asbab
sesuatu larangan juga dinyatakan. Tetapi kita harus ingat bahawa kaedah mencegah memerlukan
keprihatinan semua pihak untuk menjayakannya.

Institusi kekeluargaan perlu diperkukuhkan supaya anak-anak yang lahir boleh dibentuk menjadi
insan yang berilmu dan berakhlak mulia.

Angka penceraian yang dikeluarkan oleh Jabatan Kemajuan Islam Malaysia pada 2008 iaitu
sebanyak 22,289 kes juga memberi petanda institusi kekeluargaan yang semakin rapuh.

Kebanyakan remaja bermasalah lahir daripada keluarga yang bermasalah. Peningkatan dalam
kadar perceraian adalah satu amaran kepada masyarakat bahawa sesuatu perlu dibuat segera
dalam sistem kekeluargaan bagi menangani isu yang nampak kecil tetapi sebenarnya ibarat barah
yang akan memusnahkan bangsa dan negara.

Pendidikan di sekolah juga mestilah menumpukan kepada pembangunan akhlak dan pembinaan
sahsiah di kalangan pelajar. Potensi diri pelajar perlu dibangunkan secara menyeluruh dan
bersepadu, seperti yang termaktub dalam Falsafah Pendidikan Negara.

Pelaksanaan di sekolah bukanlah sesuatu yang mudah, dan ia perlu mendapat kerjasama ibu
bapa, masyarakat dan pemimpin setempat.

Pihak berkuasa juga mesti berusaha tidak menggalakkan tempat-tempat maksiat dan mengadakan
acara-acara yang boleh mengundang kepada gejala sosial.

Program-program yang membina seperti ceramah dan forum agama, aktiviti-aktiviti sihat,
kempen kesedaran dan lain-lain boleh diadakan untuk mengelak remaja terjebak dalam situasi
yang kurang sihat.

Segala program dan perancangan oleh pihak berkuasa, lebih-lebih lagi yang melibatkan
kepentingan golongan remaja dan belia, hendaklah menjurus kepada pengukuhan iman,
pembinaan akhlak dan pemuliharaan jati diri bahasa, bangsa dan negara.
Pelaksanaan undang-undang yang tegas juga perlu untuk mengelak perbuatan mungkar dan
maksiat agar ia tidak membarah dan menjadi parah.

Kebebasan media massa juga perlu diberi perhatian. Berita-berita hiburan yang melampau dan
cerita-cerita yang tidak senonoh dan terlalu bebas tidak perlu dipertontonkan kepada umum.

Limpahan gambar, video dan unsur-unsur porno amat mudah didapati di alam maya dan dengan
kecanggihan teknologi, semua itu boleh dimuat turun ke dalam telefon dan komputer riba,
dikongsi dan dibawa kemana sahaja.

Selain pengawalan dan sekatan daripada pihak berkuasa, ibu bapa sewajarnya mendidik anak
akan batas halal dan haram serta betul salah terhadap sesuatu perkara.

Remaja mesti memiliki jati diri berasaskan kepada didikan agama supaya ia mempunyai
kekuatan untuk membezakan antara baik dan buruk serta dosa dan pahala.

http://www.utusan.com.my/utusan/info.asp?
y=2010&dt=0429&pub=Utusan_Malaysia&sec=Bicara_Agama&pg=ba_02.htm

You might also like