You are on page 1of 28

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

EKSTRAK ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI UBI JALAR UNGU

BIDANG KEGIATAN
PKM PENELITIAN

Diusulkan oleh :
Mita Ramadiyanti 05.30.20054 Angkatan 2005
Fitriana Dewi 05.30.20056 Angkatan 2005
Azalea Chairunisaa H 05.30.20083 Angkatan 2005

UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2010
HALAMAN PENGESAHAN USULAN KREATIVITAS MAHASISWA PKM-P

1. Judul Kegiatan : EKSTRAKSI ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI UBI


JALAR UNGU (Ipomoea batatas var Ayamurasaki).
2. Bidang kegiatan : PKM-P
3. Bidang ilmu : Pertanian
4. Ketuan pelaksanaan kegiatan :
a. Nama lengkap : Mita Ramadiyanti
b. NIM : 053020054
c. Jurusan : Teknologi pangan
d. Universitas : PASUNDAN (UNPAS)
e. Alamat rumah dan no tel/HP : Jalan gunung batu No 51
(022)6614028/085720011352
f. Alamat email : mta_cewe23@yahoo.co.id
5. Anggota Pelaksanaan kegiatan/penulis : 3 orang
6. Dosen pendamping :
a. Nama Lengkap dan Gelar : Dr Yudi Garnida,Ir.,Ms
b. NIP : 15.110.229
c. Alamat rumah dan no tel/HP :Jalan Wartawan I no 22
(08122393830)
7. Biaya kegiatan total : Rp. 8.988.500
a. DIKTI : Rp. 6.750.000
b. SUMBER LAIN : --
8. Jangka waktu pelaksanaan : 4 bulan

Menyetujui
Ketua Jurusan Teknologi Pangan Ketua Pelaksana
Kegiatan

(Dr Yudi Garnida,Ir.,Ms) (Mita Ramadiyanti)


NIP. 15.110.229 NIP. 053020054

Pembantu atau Wakil Rektor Dosen Pendamping


Bidang kemahasiswaan

(Yaya Mulyana Abdul Aziz, Drs., Msi) (Dr Yudi Garnida,Ir.,Ms)


NIP.131.122.483 NIP. 15.110.229
ABSTRACT

Ipomoea batatas to addition food has recently renewed interest in natural


pigmens as food colorants. Anthocyanins the naturally pigmen dissolve are water,this
cemical anthosianin is the flavonoid and phenolic group.
The purpose of this research were knowed the influence of solven types and
duration of ekstract antosianin leaves of Ipomoea batatas Var Ayamurasaky which are
produced, and concentration ektract to antosianin product which has the best
characteristic.
Besides this research intends to increase extra value of ipomoea batatas leaves
as product difersifikation in graning antosianin extract whith is useful for subtitution
colour food products and also as the main product for making drink suplement and
health.
The design of the research that were included thee factors are the comparison
between aquadest as faktor p1, alkohol 70% as faktor p2, and alkohol 95% as faktor p3,
and duration ekstraktion with thee level that is t 1 (1 hours), t2 (2 hours) and t3 (3 hours,.
While the design of testing in this reseach is using pattern of factorial 3 x 3 according
to Randomized of Group Design (RGD) by Three times reviews.
Based on the research was showed that p 3t3 of the best selected sample which
contains high anthosianin rate auch as 3,50 ppm, contains rendemen rate 17,34%,
contains 2,33 dPas viskosita, and contains pH 5,64.
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT. yang setiap saat melimpahkan segala macam
nikmat yang tiada tara kepada penulis sehingga laporan akhir Program Kreatifitas
Mahasiswa dengan judul “EKSTRAKSI ZAT WARNA ANTOSIANIN DARI UBI
JALAR UNGU (Ipomoea batatas var Ayamurasaki)” ini dapat selesai dengan baik.
Laporan penelitian PKM ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat penerimaan
hibah Derektorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Derektorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Jakarta 2009. Sholawat serta salam
juga tak lupa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
Penyelesaian laporan tugas akhir ini tidak lepas dari bimbingan, arahan, bantuan
serta dorongan dari banyak pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendididkan Nasional.
2. Yaya Mulyana Abdul Aziz, Drs., Msi sebagai pembantu rektor tiga.
3. Darojat Ir.,Msi sebagai bendahara Universitas Pasundan
4. Dr. Ir. Yudi Garnida, MP sebagai dosen Pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada penulis, serta sebagai Ketua Jurusan Teknologi
Pangan Universitas Pasundan.
5. Kedua orang tua tersayang Dr. Ir. H. Dedi Sugandi., Ms dan Hj. E.Kartini, SH yang
selalu menberikan do'a, kasih sayang, bantuan, dan dukungan baik moril maupun
materil kepada penulis agar diberikan kemudahan dan kelancaran dalam segala
aktivitas.
6. Sahabat-sahabatku tercinta Lia, Reptian, Reni, Azalea, Lilis, Femi terimakasih
dorongan, semangat, dan dukungan.
7. Teman- temanku Astri, Ratna, Rudianto, Fitriana dan semua anak TP’05 yang tidak
dapat saya sebutkan satu per satu terimakasih atas bantuan, dorongan, semangat,
dukungan dan rasa persaudaraan selama ini.
8. Seluruh staff dosen dan karyawan Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik,
Universitas Pasundan terimakasih atas bantuannya.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan ini.
Penulis berharap semoga laporan akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri
dan pihak yang membacanya, serta kekurangan yang ada di dalamnya merupakan
bentuk ketidaksengajaan dan keterbatasan dalam pengetahuan penulis.
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Warna merupakan faktor yang pertama kali dipertimbangkan oleh manusia


dalam menilai suatu makanan. Selain membuat makanan menjadi menarik, juga dapat
menunjukan cita rasa suatu makanan, mutu dan tingkat kematangan umbi, bunga, buah
atau sayuran. Warna dapat menentukan 45% dari keseluruhan mutu makanan
(Oktaviani, 1987).
Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang
termasuk dalam golongan bahan tambahan makanan, yaitu pewarna alami dan sintetik
(Cahyadi, 2005). Kelebihan pewarna sintetik yaitu penggunaan lebih praktis dan
harganya lebih murah sedangkan kekurangan dari pewarna sintetik yaitu berbahaya bila
tidak sesuai takaran yang telah ditentukan, karsinogenik, beracun, sering terjadi
penyalahgunaan misalnya pemakaian zat warna tekstil dijadikan pewarna makanan
dikarenakan harga yang lebih murah, sedangkan kelebihan dari zat warna alami adalah
aman dikonsumsi, warna lebih menarik, dan terdapat zat gizi sedangkan kekurangan
dari zat warna alami yaitu tidak stabil pada saat proses pemasakan. Zat warna alami
yang sudah sejak lama dikenal dan digunakan dalam pengolahan makanan, misalnya
klorofil (daun rami, suji), karatenoid (wortel), β-lain (ubi beet), antosianin (kubis merah,
elderberries, blueberries, jagung merah, dan ubi jalar ungu).
Industri makanan semakin marak menggunakan ubi jalar dikarenakan
perkembangan produksi ubi jalar di Indonesia menunjukan angka 2.126.374 ton pada
tahun 1989, kemudian ubi jalar mengalami peningkatan produksi di Indonesia menjadi
1.906.222 ton pada tahun 2008, dan untuk di Jawa Barat sendiri produksi ubi jalar pada
tahun 2008 384.116 ton (BPS, 2008). Sentra produksi ubi jalar di Jawa Barat terutama
Kabupaten Bogor, Garut, Bandung, Kuningan, Serang, Sukabumi, Purwakarta,
Magelang, Semarang, Batang, Wonosobo, Blora, Karang Anyar, Banjarnegara,
Sampang, Magetan, Malang, dan Bangkalan. Pada tahun inilah diketahui macam-
macam varietas ubi jalar termasuk ubi jalar berwarna ungu (Juanda, 2000).
Terdapat 3 jenis ubi jalar berdasarkan warna umbinya, yaitu ubijalar putih,
kuning, dan merah/jingga/ungu. Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas var Ayamurasaki)
biasa disebut Ipomoea batatas blackie karena memiliki kulit dan daging umbi yang
berwarna ungu kehitaman (ungu pekat) (Ferlina,2009). Warna alami yang terdapat pada
ubi jalar ungu yaitu antosianin, tokofenol, dan beta karoten banyak terkandung dalam
ubi jalar ungu namun kandungan tertinggi merupakan antosianin yang sekitar 519
mg/100 g berat basah lebih tinggi daripada ubi jalar jenis lain telah lama diketahui dapat
dimanfaatkan sebagai pewarna alami, namun dalam beberapa tahun terakhir, pigmen
alami ini tidak hanya dimanfaatkan sebagai pewarna, tetapi juga mempunyai peranan
fungsional dalam bidang kesehatan seperti mendorong kelancaran peredaran darah,
antioksidan, antikangker, dan antibakteri (Pratiwi, 2004).
Pigmen warna antosianin pada ubi jalar ungu lebih stabil bila dibandingkan
antosianin yang berasal dari sumber lain seperti kubis merah, elderberries, blueberries
dan jagung merah sehingga dapat diolah menjadi salah satu ekstrak pewarna alami
untuk makanan (Ferliana, 2009).
Ekstraksi adalah pemisahan suatu konstituen yang dapat larut yang semula
padatan atau cairan, dipisahkan dari campurannya dengan menggunakan zat pelarut.
Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen-komponen
dalam campuran (Hardojo, 1995). Cara ekstraksi perkolasi diperlukan pelarut yang
berfungsi mengeluarkan warna yang diinginkan dengan cara dingin merendam bahan
dengan waktu dan pelarut yang telah ditentukan. Pelarut adalah benda cair atau gas yang
melarutkan benda padat, cair atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut yang
banyak digunakan dalam proses ekstraksi pewarna dengan pelarut adalah air, aseton,
etanol, metanol, etil asetat, klorofrom, heksana, dan etilen diklorida (Oktaviani, 1987).

Perumusan Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


1. Bagaimana pengaruh jenis pelarut terhadap kandungan ekstrak antosianin ubijalar
ungu.
2. Bagaimana pengaruh lama ekstraksi terhadap kandungan ekstrak antosianin ubi
ungu.
3. Bagaimana pengaruh interaksi antara jenis pelarut dengan lama ekstraksi terhadap
kandungan ekstrak antosianin ubijalar ungu.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis pelarut dan
lama ekstraksi terhadap kandungan ekstrak antosianin ubi jalar ungu yang dihasilkan.

Luaran yang Diharapkan


1. Dapat memperoleh zat warna alam yang aman untuk dikonsumsi dan dapat
digunakan oleh konsumsi.
2. Diperoleh metode ekstraksi yang tepat untuk memperoleh pigmen ubi jalar ungu
secara maksimal, dan
3. Hasil penelitian akan dipublikasikan dalam bentuk artikel ilmiah.

Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Meningkatkan nilai tambah dari ubi ungu, sebagai diversifikasi produk dan
memperoleh ekstrak antosianin yang bermanfaat sebagai pengganti penggunaan
pewarna makanan buatan maupun sebagai bahan dasar pembuatan makanan.
2. Aspek ekonomi : Dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dengan peningkatan
budidaya tanaman (khususnya Ubi jalar ungu) sebagai sumber bahan baku obat yang
alami. Dan dapat menyediakan, menyerap lapangan kerja baru, dengan merintis
terbentuknya usaha industrialisasi secara berkala dengan berbasis ekosistem atau
kekayaan hayati lokal.

TINJAUAN PUSTAKA
Ubi Jalar Ungu
Ubi jalar ungu (Ipomea batatas Ayamurasaki) merupakan tanaman yang banyak
sekali ditemukan diberbagai pelosok daerah di Indonesia. Umbinya dapat dimakan baik
secara langsung dengan cara direbus maupun digoreng ataupun diolah menjadi produk
industri untuk pelengkap seperti pembuatan tepung dan ekstrak hingga banyak disukai
oleh sebagian besar masyarakat (Rukmana, 1997).
Ekstrak pewarna dari umbi-umbian merupakan salah satu alternatif dalam
pengolahan produk holtikultura termasuk ubi jalar. Dengan diolah menjadi ekstrak
warna diharapkan dapat memberikan nilai tambah dari segi ekonomis terhadap ubi jalar.
Untuk membuat ekstrak warna dari umbi-umbian harus memilih bahan baku yang tepat
agar sesuai dengan hasil yang diharapkan. Bahan baku yang baik digunakan untuk
membuat ekstrak warna adalah ubi beet dan ubi jalar ungu yang memiliki kadar warna
tinggi, kadar warna yang terdapat pada ubi tersebut adalah antosianin yang berwarna
ungu. Ekstrak warna alami dari tumbuhan termasuk salah satu jenis pewarna yang
cukup banyak dicari oleh kalangan industri saat ini mengingat banyaknya bahaya yang
ditimbulkan oleh zat warna sintetis.
Salah satu cara pengembangan yang dinilai berpotensi baik untuk
mengembangkan ubi jalar ungu menjadi produk olahan yang bermanfaat dan banyak
diminati adalah dengan membuat ekstrak pewarna ungu karena kandungan antosianin
pada ubi jalar ungu pada varietas Amamurasaki 923,65 mg / 100 g yang termasuk tinggi
yang berpotensi baik bila dilakukan pembuatan ekstrak warna.
Antosianin

Antosianin adalah kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru yang
tersebar dalam tanaman. Pada dasarnya, antosianin terdapat dalam sel epidermal dari
buah, akar, dan daun pada buah tua dan masak (Abbas 2003). Pada beberapa buah-
buahan dan sayuran serta bunga memperlihatkan warna-warna yang menarik yang
mereka miliki termasuk komponen warna yang bersifat larut dalam air dan terdapat
dalam cairan sel tumbuhan (Fennema, 1976).
Keberadaan senyawa antosianin pada ubi jalar yaitu pigmen yang terdapat pada
ubi jalar ungu atau merah dapat berfungsi sebagai komponen pangan sehat dan paling
lengkap. Pigmen antosianin pada ubi jalar lebih tinggi konsentrasinya dan lebih stabil
bila dibandingkan dengan antosianin dari kubis dan jagung merah. Hasil penelitian
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Balitbang Pertanian,
menunjukkan antosianin bermanfaat bagi kesehatan tubuh karena dapat berfungsi
sebagai antioksidan, antihipertensi, dan pencegah gangguan fungsi hati, jantung
koroner, kanker, dan penyakit-penyakit degeneratif, seperti arteosklerosis.
Antosianin juga mampu menghalangi laju perusakan sel radikal bebas akibat Nikotin,
polusi udara, dan bahan kimia lainnya. Antosianin berperan dalam mencegah terjadinya
penuaan, kemerosotan daya ingat dan kepikunan, polyp, asam urat, penderita sakit maag
(asam lambung) (Kunia, 2009).
Menurut De Man (1997), pigmen antosianin terdapat dalam cairan sel tumbuhan,
senyawa ini berbentuk glikosida dan menjadi penyebab warna merah, biru, dan violet
yang banyak terdapat pada buah dan sayur. Antosianin berwarna kuat dan namanya
diambil dari nama bunga. Sebagian besar, antosianin mengalami perubahan selama
penyimpanan dan pengolahan. Beberapa studi mengatakan bahwa warna kuning, orange
atau merah yang disebabkan oleh pigmen karotenoid ini terdapat dalam jumlah kecil
(0,005-0,008% berat bahan segar) bersama-sama klorofil. Disamping itu, karotenoid
terdapat pada jaringan yang tidak hijau sebagai kristal-kristal kecil dalam sitoplasma
atau dalam membran yang membatasi kromoplas. Karotenoid yang terdapat pada bagian
selain kloroplas dalam hal tertentu dapat terakumulasi sampai kurang lebih 0,1% berat
bahan segar (Tranggono, 1990).
Pewarna

Sejak zaman dahulu orang telah menggunakan zat warna alami sebagai pewarna
bahan makanan. Pada mulanya sumber warna berasal dari alam, seperti binatang, dan
sayuran. Misalnya zat warna hijau dari daun, zat warna kuning dari kunyit, zat warna
ungu dari ubi jalar ungu, dan sebagainya. Diduga makanan yang mula-mula diwarnai
adalah makanan yang digunakan untuk upacara-upacara ritual keagamaan yang
dimaksudkan untuk menghilangkan perasaan monoton dari makanan-makanan biasa.
Kemudian akhirnya digunakan untuk tujuan komersil, untuk memanipulasi komposisi
makanan seperti mentega, telur, coklat, dan cita rasa buah-buahan (Ferdian, 2007).
Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau
memberi warna pada makanan dan minuman. Menurut FDA (Food Drug
Administration) zat warna tambahan adalah pewarna, zat warna bisa dibuat secara
sintetis (kimiawi) atau dari bahan alami, seperti dari tanaman, hewan, mineral, dan
bahan-bahan lainnya yang diekstraksi, diisolasi, yang bisa ditambahkan dalam bahan
makanan dan miniman, obat-obatan, serta kosmetik tanpa merubah identitas jenisnya.
Salah satu unsur kualitas sensori yang paling penting untuk makanan adalah
warna. Meskipun bau, rasa, dan tekstur menarik namun jika warna tidak menarik. Pada
pengolahan bahan makanan modern, bahan pewarna sering ditambahkan untuk
memperkuat warna asli makanan yang bersangkutan atau sama sekali merupakan satu-
satunya warna penentu dari makanan tersebut. Pewarna tersebut bisa merupakan bahan
sintetik maupun ekstrak zat warna alami yang telah dimurnikan. Setiap bahan olahan
yang diberi warna, maka warna olahan tersebut dinyatakan artificial atau buatan, tidak
tergantung apakah bahan yang ditambahkan adalah alami atau sintetik (Tranggono,
1989).
Pembuatan pewarna alami dari bahan baku tumbuhan dan hewan selalu
dilakukan proses pemisahan warna dari bahan pangan dengan beberapa metode
dientaranya metode ekstraksi.

Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu istilah yang digunakan untuk setiap kegiatan, dimana
komponen-komponen pembentuk bahan berpindah ke dalam cairan lain (pelarut).
Metode paling sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah mencampurkan seluruh
bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut (Brown,
1950).
Ekstraksi juga dapat diartikan sebagai proses pemisahan zat dari campurannya
dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Berdasarkan bentuk campuran yang
diekstrak, ekstraksi dibedakan menjadi dua macam, yaitu ekstraksi padat-cair: campuran
yang diekstrak berbentuk padat, dan ekstraksi cair-cair: cairan yang diekstrak berbentuk
cair. Ekatraksi berbentuk padat-cair paling sering digunakan untuk mengisolasi zat yang
terkandung dalam bahan alami. Sifat-sifat seperti kepolaran, larutan bahan alami yang
diisolasi berperan penting terhadap sempurnanya proses ekstraksi. Di samping
pemilihan pelarut dan pengaturan suhu (Svehla, 1978).
Antosianin adalah senyawa polar yang lebih mudah diekstrak dalam suasana
asam. Hasil penelitian Lestario, dkk (2005), menunjukkan bahwa ekstrak buah duwet
dengan pelarut metanol-HCL 1% menghasilkan ekstrak dengan kadar antosianin
tertinggi, diikuti oleh pelarut air, aseton-air (7:3), dan aseton.
Ekstraksi pigmen antosianin dari bahan nabati umumnya menggunakan pelarut HCl
dalam metanol. Untuk kepentingan penelitian pangan, menurut Francis (1982), HCl
dengan konsentarsi 1 % dalam larutan pengekstrak sudah mencukupi jika proses
ekstraksi dilakukan selama 24 jam pada suhu 4oC. Penelitian Viguera et al. (1996),
dalam mengekstrak bubur buah yang mengandung antosianin menggunakan pelarut
metanol : asam asetat : air ( 25 : 1 : 24) selama 20 menit pada temperatur ruang.

Pelarut

Faktor terpenting dalam ekstraksi ubi ungu adalah pemilihan pelarut. Pelarut
adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas, yang
menghasilkan sebuah larutan (Anonim, 2009).
Menurut Ketaren (1985), syarat-syarat pelarut yang digunakan dalam ekstraksi
adalah sebagai berikut :
1. Dapat melarutkan komponen tertentu dalam bahan secara selektif, cepat dan optimal,
serta sesedikit mungkin melarutkan bahan pengotor seperti lilin, pigmen dan senyawa
albumin.
2. Mempunyai titik didih yang tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. Hal ini
terutama berkaitan dengan pengambilan kembali pelarut melalui evaporasi. Pelarut
dengan titik didih yang terlalu tinggi hanya dapat diuapkan dengan menggunakan suhu
tinggi sehingga selain membutuhkan energi yang besar juga dapat menyebabkan
kerusakan pada bahan yang diekstraksi. Sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat
mengakibatkan kehilangan pelarut.
3. Tidak larut dalam air.
4. Bersifat inert terhadap bahan baku, sehingga tidak bereaksi dengan komponen yang
diekstrak.
5. Mempunyai titik didih seragam agar tidak meninggalkan residu dalam bahan pangan.
6. Harga pelarut harus serendah mungkin serta tidak mudah terbakar.

Air

Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O, satu molekul air tersusun
atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Zat kimia
ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan
banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan
banyak macam molekul organik. Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air
melarutkan banyak zat kimia. Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair
dan padat di bawah tekanan dan temperatur standar. Dalam bentuk ion, air dapat
dideskripsikan sebagai sebuah ion hidrogen (H+) yang berasosiasi (berikatan) dengan
sebuah ion hidroksida (OH-). Air adalah pelarut yang kuat, melarutkan banyak jenis zat
kimia (Wikipedia, 2009).

Etanol

Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol
saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan
merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol
dan termometer modern. Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-
bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah
pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah
pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia
lainnya (Wikipedia, 2009).

Aseton

Aseton larut dalam berbagai perbandingan dengan air, etanol, dietil, eter. Aseton
merupakan zat cair yang mudah terbakar dengan bau yang manis, tidak berwarna, dan
mudah menguap.

METODE PENDEKATAN

Bahan-bahan yang Digunakan

Bahan utama yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah ubi jalar ungu. Bahan-
bahan tambahan lain yaitu Aquades, Etanol, aseton, dan pasir silika, dan bahan-
bahan lain yang digunakan untuk analisis.

Alat-alat yang Digunakan

Peralatan yang diperlukan dalam pembuatan ekstrak antosianin adalah vaccum


evaporator, colums vacum, blender, kertas saring, pisau, sarung tangan karet,
timbangan, blender kering, dan saringan. Sedangkan peralatan untuk analisa adalah
seperangkat spektrofotometer, tabung reaksi, labu takar, botol semprot, pipet tetes,
gelas ukur, corong, gelas kimia, erlenmeyer, pipet gondok, batang pengaduk.

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan jenis ubi ungu yang


terbaik, yaitu antara ubi dengan usia muda dengan usia tua. Dimana kriteria ubi muda
yaitu tumbuh dipohon dengan usia 1-2 bulan setelah ditanam, sedangkan untuk usia tua
antara 3-4 bulan setelah ditanam ubi tumbuh setelah terjadi penyerbukan. Selanjutnya
dilakukan analisis terhadap bahan baku yaitu analisis kadar zat antosianin pada ubi jalar
ungu dengan menggunakan metoda spektrofotometri, agar diketahui kadar antosianin
sebelum diekstrak untuk membandingkan hasil ekstraksi pada penelitian utama.
Penelitian pendahuluan sangat berpengaruh pada penelitian utama untuk menentukan
jenis pelarut yang cocok dan waktu yang tepat untuk pengeluaran pigmen antosianin
pada ubi jalar ungu.

Penelitian Utama

Penelitian utama yang dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh jenis


pelarut dan waktu ekstraksi terhadap kandungan ekstrak antosianin ubi jalar ungu.
Penelitian utama terdiri dari rancangan perlakuan, rancang percobaan, rancang
analisis, dan rancang respon.
Rancangan Perlakuan

Rancangan perlakuan pada penelitian utama terdiri dari dua faktor, yaitu jenis
pelarut (P),serta lama ekstraksi (T).
a. Faktor jenis pelarut (P) terdiri dari 3 taraf, yaitu :
P1 = Aquadest
P2 = Etanol
P3 = Aseton
b. Faktor lama ekstraksi (T) terdiri dari 3 taraf, yaitu :
T1 = Lama ekstraksi selama 3 jam
T2 = Lama ekstraksi selama 4 jam
T3 = Lama ekstraksi selama 5 jam

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancang acak
Kelompok (RAK) dengan pola factorial 3 x 3 dengan 3 kali ulangan dan duplo, ulangan
tersebut didapat dari rumus (t-1)(r-1) (Gaspersz, 1995).
Model percobaan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut :
Yijk =  + Pi + Tj + (PT)ij + ijk
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan dari kelompok ke-k, yang memperoleh taraf ke-i
dari faktor jenis pelarut, taraf ke-j dari faktor lama ekstraksi
 = Nilai rata-rata sebenarnya.
Pi = Pengaruh perlakuan taraf ke-i Faktor P
Tj = Pengaruh perlakuan taraf ke-j Faktor T
(PT)ij = Pengaruh interaksi antara taraf ke-i dan taraf ke- j faktor T.
i = 1,2,3 (banyaknya variasi jenis pelarut (P1, P2,p3)).
j = 1,2,3 (banyaknya variasi lama ekstraksi (T1, T2, T3 )).
K = 1,2,3 (banyaknya ulangan)
ijk = Pengaruh galat karena kombinasi perlakuan ij.

Tabel 1. Rancang Acak Kelompok Dengan Desain Faktorial 3 x 3


Jenis pelarut Lama ekstraksi Kelompok ulangan
(jam)
3 (T1) 1 2 3
Alkohol (P1) 4 ( T2) P1T1 P1T1 P1T1
5 (T3) P1T2 P1T2 P1T2
3 (T1) P1T3 P1T3 P1T3
Aseton (P2) 4 ( T2) P2T1 P2T1 P2T1
5 (T3) P2T2 P2T2 P2T2
3 (T1) P2T3 P2T3 P2T3
n-hexan (P3) 4 ( T2) P3T1 P3T1 P3T1
5 (T3) P3T3 P3T3 P3T3

Tabel 2. Denah (Layout) Rancang Acak Kelompok (RAK) 3 X 3


Kelompok I
1 2 3 4 5 6 7 8 9
P2T2 P1T1 P2T1 P3T1 P2T2 P1T2 P3T3 P3T2 P1T3

Kelompok II
10 11 12 13 14 15 16 17 18
P3T1 P2T2 P1T3 P1T2 P3T2 P1T1 P2T3 P2T1 P3T3

Kelompok III
19 20 21 22 23 24 25 26 27
P3T2 P1T2 P2T2 P1T1 P3T1 P3T3 P2T3 P1T3 P2T1
Sumber : Gaspersz, 1995

Rancangan Analisis

Rancangan analisis dilakukan untuk mengetahiui pengaruh perlakuan yang


dicobakan terhadap respon yang diamati yang disusun pada tabel ANAVA, seperti yang
ditunjukan pada tabel 3

Tabel 3. Analisis Variasi (ANAVA)


Derajat Jumlah
Kuadrat F tabel
Sumber Keragaman Bebas Kuadrat F hitung
Tengah (KT) 5%
(DB) (JK)
Kelompok r–1 JKK JKK/(r-1) - -
Jenis pelarut (A) A-1 JKA JKA/DBA KTA/KTG -
Lama Ekstraksi (B) B-1 JKB JKB/DBB KTB/KTG -
Interaksi (A-1)(B-1) JK(AxB) JKAB/DBAB KT(AxB)/
(AxB) KTG -
Galat (AB)(r-1) JKG JKG/DBG
Total Abr-1 JKT
Sumber : Gasperz, 1995

Berdasarkan tabel diatas (ANAVA), dapat ditentukan daerah penolakan


hipotesis yakni :
1) Jika F hitung > F tabel pada taraf 5 %, maka perlakuan jenis pelarut dan lama
ekstraksinya berpengaruh terhadap ekstrak antosianin dari ubi jalar ungu yang
dihasilkan. Dengan demikian hipotesis diterima, kemudian akan dilanjutkan dengan
uji lanjut Duncan untuk mengetahui perbedaan sempel.
2) Jika F hitung < F tabel pada taraf 5%, maka perlakuan jenis pelarut dan lama ekstraksi
serta interaksinya tidak berpengaruh terhadap ekstrak antosianin dari ubi jalar ungu
yang dihasilkan. Dengan demikian hipotesis penelitian ditolak.

Rancangan Respon

Rancangan respon yang dilakukan dalam penelitian utama meliputi respon


fisik,dan respon kimia.
(1) Respon fisik
Respon fisik dilakukan terhadap ekstrak ubi jalar ungu uji % Rendemen, dan uji
kekentalan (viskositas) dengan menggunakan alat viscometer.
(2) Respon Kimia
Respon kimia dilakukan meliputi analisis kadar zat antosianin dengan metode
spektrofotometer, analisis kadar air dengan metode destilasi pada sempel terbaik.
(Brand-Wiliams, dkk, 1995).

Deskripsi Penelitian

Penyortiran
Ubi jalar disortasi terlebih dahulu, tujuannya untuk memilih ubi yang masih
segar dan tidak cacat secara fisik, dipisahkan dari kotoran-kotoran yang mungkin
melekat pada kulit luar ubi, kemudian dipilih ukuran yang seragam.

Pencucian
Setelah disortasi, ubi jalar ungu kemudian dicuci sampai bersih diair yang
mengalir agar semua kotoran seperti tanah yang menempel pada kulit ubi terbuang lalu
ditiriskan. Tujuannya agar ubi jalar ungu tersebut benar-benar bersih sesuai dengan
yang dibutuhkan untuk penelitian.

Pemotongan
Setelah dicuci, ubi jalar ungu kemudian dipotong menggunakan pisau sebesar 1
cm x 1 cm. Tujuannya untuk mempermudah proses selanjutnya.

Penimbangan
Ubi jalar ungu yang sudah dipotong kemudian ditimbang masing-masing 1000
gram untuk 27 sampel atau sesuai dengan kebutuhan penelitian.Tujuan penimbangan
adalah untuk mendapatkan hasil yang tepat dan teliti pada proses awal dan akhir
penelitian.

Penghancuran
Ubi jalar ungu yang sudah ditimbang kemudian dihancurkan dengan
menggunakan blender sampai ubi jalar ungu benar-benar hancur dan ditambahkan 1/3
dari jumlah pelarut dengan perbandingan 1 : 10. Tujuan dari penghancuran yaitu untuk
merusak jaringan pada umbi yang diharapkan dapat mengeluarkan zat warna antosianin
secara maksimal.

Pembungkusan
Ubi jalar ungu yang telah dihancurkan dibungkus menggunakan kertas saring.
Tujuannya agar bahan yang akan diekstrak terpusat pada satu titik.

Ekstraksi
Setelah dilakukan pembungkusan kemudian dilakukan ekstraksi dengan
menggunakan alat magnetic strirrer dan ditambahkan masing-masing jenis pelarut
kedalamnya sebanyak 2/3 jumlah pelarut dengan perbandingan 1 : 10 dengan waktu
yang ditentukan sesuai dengan penelitian. Tujuan ekstraksi adalah untuk mencampurkan
seluruh bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan yang tidak
terlarut.

Filtrasi
Setelah ekstraksi berlangsung maka dilakukan filtrasi atau penyaringan. Tujuan
dari filtrasi adalah untuk mendapatkan filtrat atau padatan untuk dilakukan proses
penguapan.

Penguapan
Proses penguapan memiliki tujuan agar pelarut dari proses ekstraksi dipastikan
hilang, pada proses penguapan ini dilakukan dengan menggunakan vaccum evaporator.

Pengemasan (Ekstrak Pigmen Antosianin)


Ekstrak Ubi jalar ungu yang telah dihasilkan, kemudian dikemas kedalam botol
plastik berukuran kecil dan setelah itu dapat diuji selanjutnya seperti pengukuran kadar
antosianin dengan menggunakan alat spektrofotometer. Tujuan dari pengemasan adalah
untuk melindungi produk dari gangguan lingkungan seperti cahaya matahari dan
kontaminan.
Pengukuran Kadar Antosianin
Analisis kadar pigmen antosianin dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 490 nm – 590 nm. Tujuan dari
pengukuran kadar antosianin adalah untuk mengetahui seberapa banyak kadar
antosianin setelah dilakukan proses ekstraksi.

Penelitian Utama Lanjutan

Penelitian utama lanjutan yang dilakukan adalah mengimplementasikan ekstrak


pigmen alami antosianin yang dihasilkan dari ubi unggu varietas Amamurasaki yang
memiliki kandungan antosianin 923,65 mg / 100 g berat basah, yang telah dijadikan
ekstrak dengan bentuk pasta berwarna ungu untuk dijadikan bahan tambahan makanan
sebagai pewarna pada pembuatan jajanan pasar seperti bolu kukus dan kue Ku.

PELAKSANAAN PROGRAM

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian dimulai pada bulan Januari 2010 sampai Juni 2010. Tempat yang
digunakan untuk penelitian adalah di Laboratorium Penelitian Universitas Pasundan dan
Laboratorium Kimia Organik, Fakultas MIPA, Universitas Padjajaran Bandung.

Tahapan Pelaksanaan
No Kegiatan Bulan ke-I Bulan ke-II Bulan ke-III Bulan ke-IV
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1. Studi literatur                                
2. Penyusunan proposal                                
3. Seminar usulan penelitian                                
4. Persiapan Bahan baku                                
5. Pelaksanaan penelitian
pendahuluan EKSTRAK
ANTOSIANIN                                
 6. Analisis data pendahuluan                                
7. Pengolahan data
pendahuluan                                
8. Pelaksanaan penelitian
utama EKSTRAK
ANTOSIANIN                                
9. Analisis data utama                                
10 Pengolahan data utama                                
11 Penyusunan Laporan                                
12 Ekspose hasil kegiatan
penelitian                                

Pelaksanaan

Pelaksanaan sesuai dengan jadwal kegiatan yang telah dibuat dimulai dari bulan
pertama mencari studi literatur, Penyusunan proposal, hingga seminar usulan penelitian,
bulan kedua melakukan persiapan bahan baku, pelaksanaan penelitian pendahuluan
ekstrak antosianin dari ubi jalar ungu, analisis, dan pengolahan data pendahuluan, bulan
ketiga dilakukannya penelitian utama, analisis, pengolahan data utama, dan dilanjutkan
pada penelitian utama lanjutan yang berupa aplikasi terhadap produk jajanan pasar
seperti bolu kukus dan kue Ku, kemudian pada penelitian Ekstraksi Zat Warna
Antosianin dari Ubi Jalar Ungu dilakukan penyusunan laporan.

Instrumen Pelaksanaan

Penentuan kadar air(Apriyantono dkk,1998).


Penentuan kadar air diawali dengan menimbang sempel (ubi jalar ungu) yang telah
diiris secara teliti sebanyak ±5 gram kemudian dimasukan dalam labu dasar bundar,
kemudian ditambahkan toluen secukupnya dan masukan batu didih. Setelah labu dasar
bundar siap dipasangkan pada alat destilasi kemudian dipanaskan selama 60 menit,
matikan api, dinginkan dan bilas dengan toluen. Panaskan kembali labu dasar bundar
selama 5 menit dan dinginkan kembali untuk dibaca volume air. Kadar air dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :

Faktor destilasi : Berat yang terdestilasi (4,251)


Va

Penentuan rendemen (Markakis, 1982).


Penentuan rendemen diawali dengan menentukan berat bahan awal yang
digunakan sebagai input proses. Pada penentuan rendemen komponen ekstrak ubi ungu,
berat awal dihitung dari berat ubi ungu yang akan digunakan pada proses ekstraksi, dan
untuk berat akhir adalah ekstrak yang sudah melalui tahap proses evaporasi. Penentuan
rendemen dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
% Rendemen = berat produk (Ekstrak antosianin) x 100%
berat bahan (bahan baku)

Penentuan Kadar Antosianin Metode pH differensial (AOAC 2006).


a. Pembuatan larutan buffer pH 1,0 dan pH 4,5
Untuk pembuatan buffer pH 1,0 digunakan KCl sebanyak 1,86 gram dilarutkan
dalam 980 ml aquades atur phnya hingga mencapai 1 dengan menggunakan HCL pekat.
Selanjutnya larutan dipindahkan kedalam labu ukur 1 L dan ditambahkan aquadest
sampai volume larutan 1L. Sedangkan untuk larutan buffer pH 4,5 digunakan
CH3CO2Na.3HA2O sebanyak 54,43 g dicampur dengan 960 ml air suling. Kemudian pH
diukur dan diatur dengan HCL pekat sehingga diperoleh larutan dengan pH 4,5.
Selanjutnya larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 1 L dan diencerkan dengan
aquadest hingga tanda batas.
b. Pengukuran dan Perhitungan Konsentrasi Antosianin Total
1. Faktor pengenceran yang tepat untuk sampel harus ditentukan terlebih dahulu dengan
cara melarutkan sampel dengan buffer KCl pH 1 hingga diperoleh absorbansi kurang
dari 1,2 pada panjang gelombang 520 nm.
2. Selanjutnya diukur absorbansi aquades pada pajang gelombang yang akan digunakan
(520 dan 700 nm)untuk mencari titik nol. Panjang gelombang 520 nm adalah panjang
gelombang maksimum untuk sianidin-3-glukosida sedangkan panjang gelombang 700
nm untuk mengoreksi endapan yang masih terdapat pada sampel. Jika sampel benar-
benar jernih maka absorbansi pada 700 nm adalah 0.
1. Dua larutan sampel disiapkan, pada sampel pertama digunakan buffer KCl dengan
pH 1 dan untuk sampel kedua digunakan buffer Na-asetat dengan pH 4,5. Masing-
masing sampel dilarutkan dengan larutan buffer berdasarkan DF (dilution faktor / faktor
pengenceran) yang sudah ditentukan sebelumnya. Sampel yang dilarutkan
menggunakan buffer pH 1 dibiarkan selama 15 menit sebelum diukur, sedangkan untuk
sampel yang dilarutkan dengan buffer pH 4,5 siap diukur setelah dibiarkan bercampur
selama 5 menit.
2. Absorbansi dari setiap larutan pada panjang gelombang 520 dan 700 nm diukur
dengan buffer pH 1 dan buffer 4,5 sebagai blankonya.
3. Absorbansi dari sampel yang telah dilarutkan (A) ditentukan dengan rumus :

A = (A520 – A700)pH 1, – (A520 – A700)pH 4,5


Kandungan pigmen antosianin pada sampel dihitung dengan rumus :
Total Antosianin (mg/l) = A X MW X DF X 1000
٤X1
Keterangan :
A = Absortivitas molar Sianidin-3-glukosida = 26.900 L / (mol.cm)
MW = Berat molekul Sianidin-3-glukosida = 449,2 g/mol
DF = Faktor Pengenceran
Penentuan Kekentalan dengan Metode Viskotester (Baeodhowie, M dan
Pranggonawati, S., 1983).

Kekentalan diukur dengan menggunakan alat viskotester, cara menggunakannya


yaitu sampel dimasukkan ke dalam tabung silinder sampai tanda tera, tanpa diaduk
terlebih dahulu. Bandul dimasukkan dengan ukuran tertentu berdasarkan kekentalan
cairan yang akan diukur kekentalannya, kemudian pengadukan diatur sampai mulai dari
kecepatan rendah sampai kecepatan tinggi, sampai 1500 putaran per menit. Kekentalan
dinyatakan dengan dPas.
Penentuan pH dengan Metode pHmeter

Sifat suatu larutan dalam hal ini pasta pewarna antosianin dapat diukur dengan
menggunakan alat pHmeter untuk dapat mengetahui sifat pasta tersebut bersifat asam,
netral, atau basa, cara menggunakan pHmeter dimasukkan ke dalam botol yang berisi
pasta, kemudian lihat angka yang tertera dimonitor pHmeter dari angka tersebut dapat
diketahui sifat dari pasta tersebut bila 1-6 bersifat asam, 7 bersifat netral, dan 8-14
bersifat basa.

Rancangan dan Realisasi Biaya


No Jenis Jumlah Harga Jumlah Biaya
Alat/Barang/Alat/Jasa satuan(Rp)
1. Bahan Baku :
Ubi Jalar Ungu 50 Kg Rp 3000/kg Rp 150.000
2. Bahan Penunjang :
Aquadest 45 liter Rp 3000/ltr Rp 1.350.000
Alkohol 70% 9 liter Rp 25.000/ltr Rp 225.000
Alkohol 95% 80 liter Rp 27.500/ltr Rp 2.200.000
3. Biaya Pembelian Alat :
Sarung tangan karet 2 pasang Rp 5000/pasang Rp 10.000
Tabung Reaksi 10 unit Rp 2500/ unit Rp 25.000
Pipet tetes 10 unit Rp 2000/ unit Rp 20.000
Batang Pengaduk 3 unit Rp 3000/ unit Rp 9.000
Botol pengemas 15 unit Rp 2500/ unit Rp 37.500
4. Biaya Sewa laboratorium :
Laboratorium penelitian 3 Bulan Rp 250.000 Rp 250.000
UNPAS
Laboratorium Kimia 2 Bulan Rp 200.000 Rp 200.000
Organik Jurusan MIPA
UNPAD
5. Biaya Sewa Alat :
Viscometer 5 jam Rp 30.000 Rp 150.000
Vaccum evaporator 20 jam Rp 40.000 Rp 800.000
Spektrometer 10 jam Rp 20.000 Rp 200.000
6. Biaya Analisis Produk :
Analisis rendemen 27Perlakuan Rp 5000 Rp 135.000
Analisis kadar antosianin 27Perlakuan Rp 20.000 Rp 540.000
Analisis uji kekentalan 27Perlakuan Rp 10.000 Rp 270.000
Analisis kadar air 27Perlakuan Rp 10.000 Rp 270.000
7. Biaya Pembelian ATK Rp 100.000 Rp 100.000
8. Biaya Pencarian data Rp 200.000 Rp 200.000

JUMLAH RP 7.141.500

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan yang dilakukan meliputi analisis bahan baku (ubi jalar)
jenis ubi ungu yang terbaik, yaitu antara ubi dengan usia muda dengan usia tua.
Dimana kriteria ubi muda yaitu tumbuh dipohon dengan usia 1-2 bulan setelah ditanam,
sedangkan untuk usia tua antara 3-4 bulan setelah ditanam ubi tumbuh setelah terjadi
penyerbukan. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap bahan baku yaitu analisis kadar
zat antosianin pada ubi jalar ungu dengan menggunakan metoda spektrofotometri, agar
diketahui kadar antosianin sebelum diekstrak untuk membandingkan hasil ekstraksi
pada penelitian utama. Penelitian pendahuluan sangat berpengaruh pada penelitian
utama untuk menentukan jenis pelarut yang cocok dan waktu yang tepat untuk
pengeluaran pigmen antosianin pada ubi jalar ungu.

Penelitian Utama
Penelitian utama merupakan penelitian lanjutan dari penelitian pendahuluan
yang diawali dengan pembuatan produk ekstrak ubi jalar ungu dengan menggunakan
metode perkolasi. Produk ekstrak ubi jalar ungu yang dihasilkan selanjutnya diamati
secara kimia, dan fisika. Adapun pengamatan secara kimia dan fisika meliputi analisis
kadar rendemen, analisis kekentalan (viskositas), analisis pH, analisis % kadar pigmen
antosianin yang dihasilkan.
Penelitian utama menggunakan tiga jenis pelarut aquadest (P1), alkohol 70%
(P2), dan alkohol 95% (P3). Sedangkan untuk lama ekstraksi menggunakan tiga jenis
waktu yaitu 1 jam (T1), 2 jam (T2), dan 3 jam (T3).
Respon Fisika
% Rendemen
Rendemen adalah selisih berat produk yang dihasilkan dengan berat bahan yang
digunakan. Banyak faktor yang menentukan jumlah rendemen yang dihasilkan,
diantaranya adalah susut berat pada saat pengolahan maupun pengeringan atau
penguapan.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis variansi (ANAVA) terhadap kadar %
rendemen menunjukkan bahwa faktor jenis pelarut (P) dan faktor lama ekstraksi (T),
dan interaksi antara jenis pelarut dan lama ekstraksi (PT) berpengaruh terhadap kadar %
rendemen ubi jalar ungu. Antara jenis pelarut dan lama ekstraksi pada perlakuan lama
ekstraksi 1 jam dan 3 jam menunjukan perbedaan yang nyata terhadap rendemen ekstrak
ubi ungu pada penggunaan pelarut aquadest (p1) dengan penggunaan pelarut alkohol
70% (p2) dan alkohol 95% dan rendemen yang sama pada penggunaan pelarut alkohol
70% (p2) dan alkohol 95%, sedangkan untuk perlakuan dengan lama ekstraksi 2 jam
memperlihatkan hasil rendemen yang berbeda nyata pada lama ekstraksi 1 jam, 2 jam,
dan 3 jam, namun dari tabel diatas dapat diketahui bahwa semakin lama proses ekstraksi
maka semakin meningkat rendemen yang dihasilkan dengan penggunaan pelarut
aquadest, alkohol 70%, dan alkohol 95%, dan semakin banyak kandungan air pada
ekstraksi maka semakin meningkat rendemen yang dihasilkan.
Hal ini diduga karena waktu yang digunakan memiliki kemampuan berbeda dalam
memecahkan jaringan yang mengelilingi masing-masing ubi jalar ungu, dan
menyebabkan pembentukan pewarna yang semakin pekat, sehingga pewarna yang
dihasilkan dari perlakuan tersebut berbeda nyata. Kemampuan pelarut dalam memecah
membran yang terdapat pada permukaan partikel-patikel jaringan ini sangat penting,
karena semakin banyak jaringan yang dapat dipecahkan maka antosianin yang diperoleh
semakin banyak (Markakis, 1982).
Semakin rendah konsentrasi etanol maka semakin banyak rendemen yang
dihasilkan dalam ekstrak ubi ungu. Lama ekstraksi sangat berpengaruh terhadap hasil
rendemen yang akan diperoleh. Semakin lama waktu ekstraksi maka kesempatan
bersentuhan antara bahan dan pelarutnya semakin besar sehingga hasilnya terus
bertambah dan semakin banyak rendemen yang dihasilkan tetapi belum tentu mutu yang
dihasilkan akan semakin baik (Widyastuti, 1995).
Ekstraksi adalah suatu istilah dimana setiap operasi baik zat padat atau cairan
oleh suatu pelarut diubah menjadi cairan yang lain. Ekstraksi zat padat cair banyak
kegunaan dalam proses industri seperti pengambilan biji Cu dari oksisda Cu, minyak
biji-bijian, kacang-kacangan dan pewarna alami seperti ekstrak berwarna kuning dari
kunyit, ekstrak berwarna hijau dari daun.
Viskositas
Kekentalan adalah suatu sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan
untuk mengalir, dimana makin tinggi kekentalan maka makin besar hambatannya.
Kekentalan didefenisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk menggerakkan secara
berkesinambungan suatu permukaan datar melewati permukaan datar lain dalam kondisi
mapan tertentu bila ruang diantara permukaan tersebut diisi dengan cairan yang akan
ditentukan kekentalannya (Anonim, 2007).
Berdasarkan hasil perhitungan analisis variansi (ANAVA) terhadap viskositas
menunjukkan bahwa faktor jenis pelarut (P) dan faktor lama ekstraksi (T), dan interaksi
antara jenis pelarut dan lama ekstraksi (PT) berpengaruh terhadap viskositas ubi jalar
ungu.
Interaksi yang ditunjukan antara jenis pelarut dan lama ekstraksi pada perlakuan
lama ekstraksi 2 jam, dan 3 jam menunjukan perbedaan yang nyata terhadap viskositas
ekstrak ubi ungu pada penggunaan pelarut aquadest, alkohol 70%, dan alkohol 95%,
untuk perlakuan pada lama ekstraksi 1 jam dalam hal viskositas menunjukan perbedaan
yang nyata pada pelarut aquadest dengan alkohol 70% dan alkohol 95% namun tidak
berbeda nyata viskositas pada penggunaan alkohol 70% dan alkohol 95%. Jika dilihat
dari hasil tabel 10 dapat diketahui semakin lama ekstraksi dilakukan maka hasil yang
diperoleh dari kekentalan ekstrak yang berbentuk pasta semakin meningkat.
Semakin lama ekstraksi maka semakin kental produk yang diperoleh , dan
semakin tinggi kadar air dalam pelarut maka semakin tinggi kekentalan yang diperoleh,
keadaan ini terjadi karena air merupakan pelarut universal yang dapat melarutkan
semua jenis produk oleh karena itu pada proses ekstraksi yang berlangsung
menggunakan pelarut aquadest bukan hanya pewarna yang terlarut namun kandungan
pati ikut terlarut dengan aquadest sehingga kekentalan yang ditimbulkan bernilai lebih
tinggi (Wikipedia, 2009). Sedangkan pelarut yang memiliki kandungan air rendah
maka kandungan kekentalan dari pasta pewarna akan berkurang kekentalannya.
Semakin kental produk ekstrak yang dihasilkan dalam bentuk pasta maka akan semakin
baik, yang mempengaruhi kekentalan tersebut karena alat yang digunakan untuk
produk menjadi kental adalah vacum evaporator.
Evaporasi merupakan peristiwa perubahan air menjadi uap air yang bergerak
dari permukaan tanah ke udara. Prinsip dari vacum evaporator itu sendiri adalah proses
pemekatan cairan dengan memberikan panas pada cairan tersebut dengan menggunakan
energi yang intensif yaitu sejumlah uap sebagai sumber panas (Anonim, 2009).
Respon Kimia
pH
Salah satu pengukuran yang sangat penting dalam berbagai cairan proses
(industri, farmasi, manufaktur, produksi makanan dan sebagainya) adalah nilai pH,
yaitu pengukuran ion hidrogen dalam suatu larutan. Berdasarkan hasil perhitungan
analisis variansi (ANAVA) terhadap pH menunjukkan bahwa faktor jenis pelarut (P)
dan faktor lama ekstraksi (T), dan interaksi antara jenis pelarut dan lama ekstraksi (PT)
berpengaruh terhadap pH ubi jalar ungu.
Interaksi yang ditunjukan antara jenis pelarut dan lama ekstraksi pada perlakuan
lama ekstraksi menunjukan perbedaan yang nyata terhadap pH ekstrak ubi ungu. Jenis
pelarut dan lama ekstraksi pada perlakuan lama ekstraksi 2 jam, dan 3 jam menunjukan
perbedaan yang nyata terhadap pH pada penggunaan pelarut aquadest dan alkohol 95%
dan berbeda nyata pada penggunaan pelarut alkohol 70%, untuk perlakuan pada lama
ekstraksi 1 jam dalam hal pH menunjukan perbedaan yang nyata pada pelarut aquadest
dengan alkohol 70% dan alkohol 95% namun tidak berbeda nyata pH pada penggunaan
alkohol 70% dan alkohol 95%. Jika dilihat dari hasil tabel dapat diketahui bahwa pH
berpengaruh terhadap jenis pelarut dan lama ekstraksi, semakin lama ekstraksi
dilakukan maka hasil yang diperoleh dari pH ekstrak yang berbentuk pasta semakin
tinggi dan menuju pada pH asam menuju normal, pada tabel diatas dapat dilihat sempel
terbaik yang dihasilkan pada perlakuan menggunakan lama ekstraksi 2 jam dengan
pelarut yang digunakan alkohol 70% sebesar 4,62. Hal ini dikarenakan pewarna
antosianin baik dan stabil pada pH besuasana asam.
Nilai pH berpengaruh pada lama ekstraksi semakin lama waktu yang digunakan
untuk diekstrak maka semakin tinggi nilai pH dan bersifat asam mendekati normal,
semakin sedikit waktu yang diperlukan untuk ekstraksi maka semakin bersifat asam
ekstrak ubi jalar ungu.
Antosianin, zat warna ini berupa pigmen yang larut dalam air dan memberi
warna pekat jingga, merah, dan biru, pigmen ini biasa dijumpai di dalam buah-
buahan dan sayur-sayuran dan terdiri dari kombinasi beberapa pigmen. Pigmen ini
sangat mantap dalam keadaan masam, oleh karena itu hendaklah disimpan pada suasana
asam antara ph 1-6 (Lemmens, 1999).
Zat warna alami khususnya antosianin baik pada pH asam, perubahan pada
lingkungan dapat mempengaruhi nilai pH terhadap evektifitas dan warna terhadap hasil
pewarna yang dihasilkan. Disamping pengaruh terhadap lingkungan pH rendah dapat
merubah pewarna semakin baik dan pH tinggi akan membuat pewarna semakin tidak
baik dan ini akan mengakibatkan menurunnya nilai kualitas dari warna baik dalam
keadaan sebelum diolah maupun setelah diolah.
Kadar Antosianin
Berdasarkan hasil perhitungan analisis variansi (ANAVA) terhadap kadar
Antosianin menunjukkan bahwa faktor jenis pelarut (P) dan faktor lama ekstraksi (T),
berpengaruh terhadap kadar Antosianin ubi jalar ungu, namun interaksi antara jenis
pelarut dan lama ekstraksi (PT) tidak berpengaruh terhadap kadar antosianin ubi jalar
ungu.
Alkohol yang digunakan dalam penelitian ini memiliki titik didih 70 0C, sehinga
pada proses ekstraksi alkohol lebih cepat dan lebih banyak memecah jaringan sel yang
mengakibatkan antosianin dapat keluar lebih banyak. Antosianin merupakan salah satu
flavonoid memiliki struktur dengan cincin aromatik yang berisi substituen komponen
polar dan residu glikosil sehingga menghasilkan molekul polar. Dengan keadaan yang
polar, antosianin mudah larut dengan air dan pelarut polar lainnya dibanding pada
pelarut non polar (Jackman dan smith, 1996 dalam Journal food cemistry).
Berbeda pada perlakuan p1t1 , pada perlakuan ini menghasilkan nilai yang
terkecil yaitu sebesar 2,89 mg/l kadar antosianin. Hal ini menjelaskan bahwa pelarut
aquadest memiliki titik didih yang tinggi namun sukar untuk menguap dan memecah sel
sehingga pada proses ekstraksi dan evaporasi berlangsung lebih lambat prosesnya,
aquadest lebih sedikit memecah jaringan sel dan melakukan penarikan pewarna dari
umbi, sehingga jumlah antosianin yang dihasilkan lebih sedikit.
Lama ekstraksi menentukan jumlah komponen yang dapat diekstraksi dari
bahan. Lama Ekstraksi berhubungan dengan waktu kontak antara bahan dan pelarut.
Semakin lama waktu ekstraksi atau jumlah ekstraksi maka kesempatan untuk
bersentuhan antara bahan dan pelarut semakin besar sehingga kelarutan komponen
bioaktif dalam larutan akan meningkat (Bombardelli, 1991). Sifat dan warna antosianin
dalam jaringan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jumlah pigmen,
letak dan jumlah gugus hidroksil. Konsentrasi pigmen yang tinggi didalam jaringan
akan menyebabkan warna merah hingga gelap, sedangkan konsentrasi pigmen yang
sedang akan menyebabkan warna ungu, dan konsentrasi pigmen yang rendah akan
menyebabkan warna biru (Markakis, 1982).
Kadar antosianin telah diidentifikasi dengan menggunakan metode kromatografi
dan spektroskopik secara cepat dan akurat. Menurut Markham (1988), analisis
spektroskopi UV dan sinar tampak merupakan cara tunggal yang paling baik untuk
menganalisa struktur flavonoid . Hal ini dikarenakan ciri spektrum yang sama
memberikan data mengenai jenis senyawa yang sama. Keuntungan dari analisis
spektroskopi adalah sangat sedikitnya sempel yang digunakan untuk analisis lengkap.
Prinsip dasar dari analisis spektroskopi adalah bila suatu sinar melalui larutan
kimia tertentu, maka senyawa tersebut akan menyerap sinar dengan panjang gelombang
tertentu (Underwood,1983).Warna larutan kimia tergantung pada jenis sinar yang
dipancarkan dan ditangkap oleh mata, sehingga senyawa kimia ada yang berwarna atau
pun tidak. Spektrofotometer merupakan alat pengukur kualitatif dan kuantitatif karena
jumlah sinar yang diserap oleh partikel di dalam larutan juga tergantung pada jenis dan
jumlah partikel (Nur, 1989).

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1. Jenis pelarut terhadap kandungan ekstrak antosianin ubi jalar ungu, berpengaruh
terhadap rendemen, viskositas, pH, dan kadar antosianin.
2. Pengaruh interaksi jenis pelarut dan lama ekstraksi terhadap kandungan ekstrak
antosianin ubi jalar ungu, berpengaruh terhadap rendemen, dan pH jenis ekstrak
pewarna yang berbentuk pasta.
3. Hasil dari penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa ekstrak ubi jalar ungu yang
menggunakan metode perkolasi yang terpilih menjadi metode yang digunakan pada
penelitian utama karena memiliki nilai kadar air bahan baku 62,37%, kadar air ekstrak
ubi jalar ungu 38,46%, rendemen 4,25% , kadar antosianin 3,6 mg/l.
4. Berdasarkan hasil dari penelitian utama terhadap respon analisis kimia, analisis fisika,
dan organoleptik yang diamati menunjukkan bahwa perlakuan terpilih diperoleh pada
perlakuan p3t3 dengan jenis pelarut alkohol 95% dengan lama ekstraksi selama 3 jam.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kadar antosianin menggunakan
metode spektrometer dengan menggunakan larutan standar ekstrak antosianin murni
agar produk pewarna alami yang dihasilkan lebih maksimal.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai variasi jenis pelarut dan lama
ekstraksi (waktu) yang berbeda untuk pembuatan ekstrak ubi jalar ungu.
3. Perlu dilakukan penelitian mengenai masa simpan ekstrak ubi jalar ungu sehingga
ekstrak ubi jalar ungu dapat tahan disimpan pada waktu yang cukup lama.

DAFTAR PUSTAKA
AOI, (2007), Pewarna Alami, http://www.organianindonesia.org/index.phb., Diakses :
23/09/2009.
Anonim, (2009), Air, http://wikipedia.com., Diakses : 07/10/2009.
Anonim, (2009), Evaporator, http://www.acehforum.or.id., Diakses :23/010/2009.
Anonim, (2009), Viskositas, http://wikipedia.com., Diakses : 25/01/2010.

Balitkabi, (2010), Ubi Ungu, http://balitkabi.com., Diakses : 02/04/2010.


Buckle, K. A. Edwards, G. H Fleet and M. Wotton. (1987), Ilmu Pangan.
Diterjemahkan oleh Purnomo, A. Adiono. UI-Press. Jakarta.
Brown, (1950), Unit Operation, Webster School & Office Suppliers CO.Manila.
Cahyadi, W. (2006), Bahan Tambahan Pangan, Bumi Aksara. Jakarta.
Deman, J.M., (1997), Kimia Makanan, Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Dianawati, E., (2001), Mempelajari Ekstraksi Antosianin dari Daun Erpa
(Aerva sp.) Menggunakan Pelarut yang Diasamkan dengan Asam
Klorida, Skripsi, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Fennema, O. R. (1996), Food Chemistry. Marcel Dekker, inc. New York.
Fessenden. (1982), Kimia Organik edisi ketiga. Erlangga.Jakarta
Anthocyanin. 1985. Analysis of Anthosianin. Di dalam Fennema, O.R. Principle
of Food Science. Marcell Dekker Inc. New York.

Ferdian.F, (2007), Pengaruh Jenis Pelarut dan Lama Ekstraksi Terhadap


Kandungan Ekstrak Klorofil Daun Rami (Boehmeria nivea L), Skripsi
Teknologi Pangan, Universitas Pasundan. Bandung.
Ferlina, (2004), Khasiat Ubi Jalar Ungu, http://www.googleads.g.net., Diakses :
26/09/2009.
Fessenden.R.J, (1997), Fundamentals of Organic Chemistry, Penerjemah Binarupa
Aksara. Jakarta.
Francis, F. J., (2002), Food Colorings, di dalam MacDougall, D. B (ed), (2002),
Colour in Food, Woodhead Published Limited and CRC Press
LLC. Boca Raton Boston New York Washington DC.
Green, L.F.1978. Introduction. In:H.W.Houghton (ed). Development in Drinks
Technology. Applied Science Publishers Ltd., London.
Handayani, (2005), STUDI STABILITAS PIGMEN ANTOSIANIN BUNGA
MAWAR MERAH (Rosa damascena Mill.), http://www. Digilib.umm.ac.id.,
Diakses : 13/11/2009.
Hardojo,L, (1995), Teknologi Kimia Bagian II, PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Jackman, R.L and J.L. Smith. 1996. Anthosianins and betalains. In: G.A.F. Hendry and
J.D. Houghton (eds). Natural Food Colorant. Blackie Academic and Profesional
London.

Juanda, D, (2000), Ubi Jalar, Kanisius. Yogyakarta.


Kartika, B., P. Hastuti, W. Supartono., (1987), Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan,
Penerbit Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Ketaren,S, (1985), Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Balai Pustaka. Jakarta.
Khopkar, S.M, (2002), Konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Kurnia, K, (2009), Ubi Jalar Sehat Kaya Manfaat, http://www. Pikiran-
rakyatg.com/index., Diakses : 13/10/2009.

Markakis, P. 1982. Anthocyanins as Food Additives. Didalam. P.Markakis (ed). 1982.


Anthocyanins as Food Colors. Academic Press, New York.
Markham, K. R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flaavonoid. Terjemahan. Penerbit ITB,
Bandung.
Nur, M.A. 1989. Spektroskopi. PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.
Rahayu, S., (2009), Kolom Ekstraksi., http://www.cheeem-is-try.org., Diakses :
13/10/2009.
Oktaviani.L., (1987), Perubahan-perubahan Yang Terjadi Pada Ekstrak Warna
Hijau Daun Suji (Pleomele angustifolia) Selama Penyimpanan, Skripsi
Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Permatasari, D., (2003), Efektivitas Penggunaan Jenis Pelarut dan Asam
dalam Proses Ekstraksi Pigmen Antosianin Bunga Kana (Canna coccinea
Mill.), (http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id= jiptumm-gdl-s1-
2003-diahpermat-1031&q=Kualitas)., Accessed 19/10/2009.
Petrucci, R. H., (1987), Kimia Dasar, Edisi Keempat, Terjemahan A Suminar,
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Prangdimurti, E., (2005), Peningkatan Khasiat Biologis Klorofil Ekstrak Daun Suji
Untuk Digunakan Sebagai Pangan Fungsional Pencegah Penyakit
Degeneratif. Bogor.
Pratiwi, G., (2005), Formulasi dan Evaluasi Mutu Minuman Suplemen Klorofil
dari Daun Kangkung Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB. Bogor.

Purseglove, J. W., (1981), Spices, Vol 11 Longman Inc. New York.


Retno, W., Diana, P., Fungki, S.R., Endang, N dan Rahayuningsih, T., (2008),
Ekstraksi Zat Warna Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.)
Sebagai Alternatif Pewarna Alami Bahan  Pangan, Teknologi Industri
Pertanian Fakultas Teknik UWKS, (http://seminartp.wordpress.com), Accesed
10/11/2009.
Saati, E. A., Mujianto, Hastuti. N., (2001), Pengaruh Jenis Pelarut pada Proses
Ekstraksi Terhadap Kualitas Pigmen Bunga Turi (Sesbania grandiflora (L)
Pers), Universitas Muhamadiyah Malang, (http://seminartp.wordpress.com).,
Accesed 10/10/2009.
Sabel and Waren, (1973), Theory and Practice of Oleoresin Extraction, in
Proceeding of The Conference of Spice, Trop. Prod. Inst, London

Samsudin, (2008), EKSTRAKSI, FILTRASI MEMBRAN DAN UJI STABILITAS


ZAT WARNA DARI KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana, Universitas
Diponegoro, (http://seminartp.wordpress.com), Accesed 10/10/2009.
Sutomo, B., (2009), Ekstrak Daun Suji, http://www.cheeem-is-try.org., Diakses :
13/10/2009.
Tensiska, (2007), APLIKASI EKSTRAK PIGMEN DARI BUAH ARBEN (Rubus
idaeus (Linn.)) PADA MINUMAN RINGAN DAN KESTABILANNYA
SELAMA PENYIMPANAN, Universitas Padjadjaran Bandung,
(http://seminartp.wordpress.com)., Accesed 10/10/2009.
Tim Biokimia. (2006). Penuntun Praktikum Biokimia, FP MIPA Jurusan Pendidikan
Biologi UPI. Bandung.
Tyoso, B., (1992), Bahan Pengajaran Satuan Operasi pada Proses Pangan II,
Penerbit PAU Pangan dan Gizi, Edisi ke-1, UGM. Yogyakarta.
Tranggono. (1989). Bahan Tambahan Makanan. Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi, UGM. Yogyakarta.
Tranggono. (1990). Kimia Nutrisi dan Makanan. PAU Pangan dan Gizi. UGM-Press.
Yogyakarta.
Widjanarko, S. B., (2008), Ekstraksi Pigmen Bahan Nabati,
(
http://id.simonbwidjanarko.wordpress.com/tag/ekstraksi_pigmen_bahan_na
bati)., Accesed 03/11/2009
Winarno, F. G., Fardiaz, D., Fardiasz, S., (1973), Ekstraksi, Khromatografi,
dan Elektroforesis, Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta, Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Winarno, F. G., (2002), Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia. Jakarta.
Winarno, F. G., (1997), Air Untuk Industri Pangan, PT. Gramedia. Jakarta.
Widyastuti, (1995), Mempelajari Pengaruh Perbandingan Serbuk Kunyit
(Curcuma domestica Val) Dengan Pelarut dan Lama Ekstraksi Terhadap
Produksi Kurkumin, Skripsi Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

Dokumentasi Kegiatan
Aquadest Alkohol 70% Alkohol 95%

Kadar Air Viskotester Spektrometer

Lampiran Dokumentasi Kegiatan

1. Bahan Baku Ubi Jalar Ungu

3. Perajangan Ubi Jalar Ungu

4. Ekstraksi Perlokasi
5. Evaporasi

6. Hasil Ekstraksi

Pelarut Aquadest Pelarut Alkohol 70% Pelarut Alkohol 95%

7. Analisis
Kadar Air Viskotester Spektofotometer
8. Kegiatan Penelitian

Pencucian Alat

Persiapan Ekstraksi

Persiapan Analisis
Kegiatan Analisis

Proses Pembuatan Bolu Kukus

Produk Bolu Kukus Ubi

Produk Kue Ku

You might also like