You are on page 1of 105

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan


World Tourism Organization (WTO), telah mengakui bahwa pariwisata
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama
menyangkut kegiatan social dan ekonomi. Diawali dari kegiatan yang semula
hanya dinikmati oleh segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal abad
ke-20, kini telah menjadi bagian dari hak azazi manusia, sebagaimana
dinyatakan oleh John Naisbitt dalam bukunya Global Paradox yakni bahwa
“where once travel was considered a privilege of the moneyed elite, now it is
considered a basic human right. Hal ini terjadi tidak hanya di negara maju
tetapi mulai dirasakan pula di negara berkembang termasuk pula Indonesia.

Dalam hubungan ini, berbagai negara termasuk Indonesia pun turut


menikmati dampak dari peningkatan pariwisata dunia terutama pada periode
1990 – 1996. Badai krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak akhir tahun
1997, merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi masyarakat
pariwisata Indonesia untuk melakukan re-positioning sekaligus re-
vitalization kegiatan pariwisata Indonesia. Disamping itu berdasarkan
Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Perencanaan Nasional
pariwisata mendapatkan penugasan baru untuk turut mempercepat pemulihan
ekonomi nasional dan memulihkan citra Indonesia di dunia internasional.
Penugasan ini makin rumit terutama setelah dihadapkan pada tantangan baru
akibat terjadinya tragedi 11 September 2001 di Amerika Serikat.

Aset pariwisata bagi daerah adalah menjadi salah satu factor yang
menunjang pembangunan daerah. Betapa tidak, di era otonomi daerah yang
memungkinkan satu daerah memiliki kewenangan besar untuk mengatur
rumah tangganya, sector pariwisata menjadi salah satu sumber pendapatan
asli daerah (PAD) yang ujungnya digunakan untuk pembangunan daerah
tersebut.

System desentralisasi pemerintahan semacam ini terdapat keuntungan


dan mengikuti pula beberapa kerugian. Keuntungan yang dimaksud adalah
setiap daerah memiliki hak prerogative untuk mengatur rumah tangga
pariwisatanya sendiri dan berhak atas hasil dari manajemen kepariwisataan
yang dikelolanya. Sistem semacam ini juga memungkinkan daerah untuk
dapat berkembang kepariwisataannya karena untuk menggenjot pendapatan
dari sector ini, kreativitas dan inovasi pemerintah daerah sangat dibutuhkan
agar mampu menyedot wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun
wisatawan mancanegara.

Disamping peluang yang dimaksud, beberapa kelemahan juga mengikuti


perubahan system, terutama pada aspek sumber daya manusia dan pola
penerapan system baru tersebut terhadap objek yang ada. Kelemahan sumber
daya manusia yang dimaksud adalah, masih terdapat perangkat pengelola
asset pariwisata yang mengikuti ‘cara lama’ dengan hanya membiarkan
tempat wisata berjalan dengan normative, tidak ada kreativitas yang muncul
dengan kesadaran keharusan meraup pendapatan asli daerah setinggi-
tingginya dari sector wisata.

Di Kabupaten Wonosobo, asset pariwisata sangat banyak yang harus


mendapatkan perhatian serius dari semua elemen. Menurut tugas pokok dan
fungsi Pemerintah Kabupaten Wonosobo, pihak yang paling
bertanggungjawab atas perkembangan bidang kepariwisataan ini adalah Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan. Sebagai badan usaha pemerintah yang
bertanggungjawab atas hal tersebut, tentulah didalamnya proses kreativitas
pengembangan manajemen pariwisata harus diterapkan untuk dapat
menunjang suksesi pemerintahan secara umum.

Diruntut secara ringkas, keberadaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan


adalah penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi setelah penghabusan
Departemen Kebudayaan yang tadinya merupakan satu kesatuan dengan
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Susuan rganisasi dan tata kerja dinas-
dinas daerah memberikan legitimasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan untuk
menjadi pihak yang menjadi garda depan pembangunan sector
kepariwisataan.

Perubahan yang terjadi pada system tersebut, disamping terjadinya


berbagai kejadian besar di Indonesia sempat membuat sector kepariwisataan
nasional mengalami penurunan jumlah pengunjung dalam angka yang cukup
drastic. Aksi terror yang terjadi disejumlah tempat wisata membuat
pengunjung, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara
enggan menyambangi tempat-tempat wisata yang ada. Disinilah hal tersebut
memberi pengaruh besar terhadap sector kepariwisataan dalam skala kecil di
masing-masing daerah. Di Wonosobo contohnya, angka kunjungan di tempat-
tempat wisata selama tiga tahun terakhir (terhitung sampai 2009), jumlah
pengunjung wisata hanya mengalami kenaikan yang normatif.

Dari enam objek wisata besar yang ada, masing-masing Dieng Plateau,
Lembah Dieng, Telaga Menjer, Kalianget, Gelanggang Renang Mangli dan
Waduk Wadaslintang, pada tahun 2007 jumlah pengunjung 205.598 orang
yang terdiri dari 9,665 wisatawan mancanegara dan 195.933 wisatawan
nusantara. Setahun berikutnya angkanya naik menjadi 219.748 pengunjung
dan pada tahun 2009 kenaikan terjadi hingga menembus 326.551 pengunjung
yang 23.235 orang merupakan wisatawan mancanegara.

Padahal, untuk sekelas objek wisata alam yang sangat indah itu,
setidaknya jumlah pengunjung harus mampu digenjot dengan angka
sedikitnya dua kali lipat dari jumlah tersebut agar kepariwisataan nasional
melonjak tinggi. Tantangan inilah yang harus dihadapi oleh Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo untuk membangun sector
kepariwisataan menjadi lebih baik.
Namun, untuk mencapai target idealitas semacam itu, beberapa tantangan
harus dilewati di internal Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Pembenahan
baik dari sector sumber daya manusia dan penerapan system menjadi langkah
awal untuk pembenahan tersebut. Keberadaan sumber daya manusia harus
menyadari sepenuhnya bahwa pembangunan sector ini lebih mengutamakan
kreativitas sumber daya manusia sendiri dibandingkan harus menjalankan
kepariwisataan dengan alur yang normative.

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Wonosobo harus berani mengambil


kebijakan yang proaktif, antisipatif dan fleksibel. Kebijakan proaktif adalah
kebijakan yang dikeluarkan tidak hanya disandarkan pada reaksi terhadap
perubahan yang terjadi saat itu, tetapi juga melakukan diagnosis terhadap
pencapaian hasil yang diinginkan secara objektif. Langkah antisipasif
mengarah pada kebijakan yang ditempuh adalah diproyeksikan terhadap
situasi masa depan berdasarkan analisis kondisi yang sedang terjadi.
Sementara fleksibilitas berarti kebijakan yang diambil sangat memperhatikan
kemampuan dan peluang yang tersedia bagi organisasi.

Untuk mencapai hal tersebut, beberapa langkah awal yang perlu


diperhatikan agar menjadi dasar pemikiran selanjutnya harus benar-benar
diperhitungkan. Pertama, Sumber daya manusia yang memadai, kedua,
anggaran program kepariwisataan yang cukup dan sarana, ketiga sarana dan
prasarana kepariwisataan yang memadai dan terakhir organisasi dan
manjemen kepariwistaan yang baik.

Landasan diatas selaras dengan prinsip dasar teori manajemen, dimana


penempatan hal tersebut adalah merupakan bagian inti dari proses
berlangsungnya sebuah system yang ideal. Namun demikian, pengembangan
terhadap factor tersebut mutlak diperlukan, apalagi untuk menunjang program
perencanaan yang melibatkan pengembangan berbagai bidang
kepariwisataan. Munculnya staff, planning, organizing, directing dan
controlling dalam teori dasar manajemen oleh Hendri Fayol dapat
dikembangkan untuk langkah persiapan setelah landasan tersebut dikaji.

Factor pertama yakni pengembangan sumber daya manusia


kepariwisataan. Factor ini menempati unsure vital karena sebuah system
tanpa dilakukan sumber daya manusia yang mumpuni dapat menjadi mentah
dan tidak berjalan. Pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Wonosobo, sumber daya manusia yang tersedia adalah :

Pelatihan
No Nama Pendidikan
Jabatan
1 Drs. Aziz Wijaya, M.Si Administrasi X
2 Drs. Edy Riyanto Komunikasi X
3 Suprayudhi, S.Sos Sospol X
4 Muh Chamim, S.Sos Administrasi Negara X
5 Drs. Sapitya Coentjoro Administrasi Negara X
6 Drs. Rully Esmono Basuki Ekonomi X
7 Elias Sumar, S.Pd Pendidikan X
8 Supini SMEA/Sekretaris X
9 Retno Mardiningsih Bahasa Inggris X
10 Suradi, SH Ilmu Hukum X
11 Sri Setiyawati, SE Ekonomi X
12 Widi Harsono SMA/IPS X
13 Sulistriyaningsih, BA Seni Tari X
14 Fadholi, S.Sos Sospol X
15 Daldiri SMEA/Tata Niaga X
16 Edi SAntoso, S.STP Pemerintahan X
17 Bambang Triyono P, SE Ekonomi

18 Riana Twindar Astuti, SE Manajemen

19 Sri Handayani SMA/IPA X


20 M. Zakroh Manajemen

21 Subuh Oni Wiyono, SE Ekonomi

22 Sulastri, S.Pd Pendidikan X


23 Tukijo SMA/IPS

24 Sri Mulyono Basuki STM/Listrik X


25 Muazaroh, A.Md Bahasa Inggris

26 Sri Ariyanti, S.IP APMD

27 Suwignyo SMEA/Perdagangan

28 Sri Uneng Luswiyati Peternakan

29 Esti Utami Akpari


30 Uswatun Khasanah, A.Md Bahasa Inggris

31 Suwarno SMP

32 Muhabin SMU

33 Sumarno MAN

34 Slamet Rumadi STM

35 Bolot Suparman SD

36 Qomar SD

37 Kandar SMEA/Perkantoran

38 Untung SMEA

39 Liwon SMEA/Keuangan

40 Farikhun SMA

41 Heli Irtiqo MAN

42 Sukmowati SMA

43 Lia Susiana SMA

44 Saban SMP

45 Ngahad SD

46 Lukman MAN

47 Sabar SD

Dari data jumlah sumber daya manusia kepariwisataan yang ada, 19


diantara mereka merupakan sumber daya manusia yang telah melewati
pelatihan profesi jabatan. Artinya, 58,3 persen diantara jumlah tersebut masih
belum mendapatkan pelatihan serupa. Namun ketika dilihat dari tugas pokok
dan fungsi yang diemban oleh masing-masing sumber daya manusia yang
ada, prosentase itu sudah terbilang lebih dari cukup karena setengah atau
lebih sumber daya manusia yang berkaitan dengan pengambilan kebijakan
atau tenaga teknis langsung telah mendapat pelatihan profesi yang
memungkinkan pendalaman terhadap bidang yang diembannya.

Untuk pengelolaan sumber daya manusia yang memiliki kapasitas dan


kapabilitas sesuai standar kompeten, menurut Firdaus (1999:20) setidaknya
dua cara memandang persoalan pengelolaan sumber daya manusia kaitannya
dengan pengorganisasian sumber daya manusia, masing-masing pendekatan
proses dan pendekatan kebijakan.

Pendekatan proses mengarah pada pengelolaan sumber daya manusia


focus pada proses pencapaian output, kinerja, produktivitas, kapasitas,
ketrampilan dan keahlian sumber daya manusia yang bersangkutan.
Sedangkan dalam pendekatan kebijakan, maka kepentingan organisasi
menjadi focus utama. Artinya, pengelolaan dan pengembangan sumber daya
manusia akan sangat dipengaruhi oleh kondisi dan kepentingan organisasi
seperti penyatuan elemen organisasi dan kelenturan organisasional.

Dalam teorinya tersebut, Firdaus (1999:7) sangat menyadari bahwa


perubahan teknologi informasi telah memberikan peluang kepada organisasi
dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada.
ARtinya, perubahan di luar organisasi menjadi factor penting dalam
menentukan kebijakan pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi
tertentu. Ditambahkan Firdaus, kehadiran system informasi memberkan
peluang baru untuk lebih mengoptimalkan berbagai kegiatan organisasi.
Penataan system informasi memungkinkan adanya kesamaan persepsi dari
semua sumber daya manusia sehingga hal yang sifatnya parsialitis dapat
dihindari. Hal ini juga harus diperhatikan adalah pemanfaatan system
informasi yang ada untuk mengarah pada aspek masa depan yang membawa
instansi atau perusahaan mencapai tujuannya.

Kebijakan menyangkut sumber daya manusia, manusia dalam organisasi


tidak lepas dari situasi lingkungan di luar organisasi maupun yang ada dalam
organisasi, sehingga pengembangan sumber daya manusia melalui: (a) Sistem
manajemen sumber daya manusia komprehensif (mulai rekruitmen hingga
pemeliharaan sumber daya manusia), (b) Proses pengembangan sumber daya
manusia berkesinambungan, berjenjang dan berlandaskan stakeholder total
values, dengan menggunakan pendekatan continuous learning dan
pengembangan kompetensi (knowledge and skill), attitude (motivasi, etika,
budaya kerja) dan intellectual ability (inovasi, adaptasi, immitasi). Sumber :
diadaptasi Silabus Mata Kuliah Pengembangan SDM; STIE WW (2007).

Pentingnya analisis mengenai situasi lingkungan dimana organisasi


berada dan kondisi organisasi itu sendiri bagi pengembangan sumber daya
manusia, dengan kata lain audit situasional sangat penting bagi semua
organisasi. Tidak hanya penting bagi organisasi swasta yang berorientasi
profit, melainkan juga birokrasi pemerintahan yang memberikan pelayanan
public. Dengan audit situasional, maka organisasi dapat mengambil sebuah
kebijakan yang tepat dalam pengembangan sumber daya manusia yang
dimiliki.

Ketika diterapkan dalam kasus Dinas Pariwisata dan Kebudayaan sebagai


pengelola kepariwisataan di Wonosobo, untuk menciptakan sumber daya
manusia kepariwisataan yang sesuai standar kompetensi, maka audit
situasional adalah sangat penting. Asil dari kegiatan audit situasional tersebut
akan memberikan bahan kajian untuk menentukan alternative kebijakan dan
program yang tepat dengan tujuan organisasi (Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan), ujung dari semua itu, maka kepariwistaaan yang kompeten di
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan akan tidak mustahil terwujud.

Selain persoalan mengenai sumber daya manusia sebagaimana telah


disebutkan dimuka, problem juga terjadi pada kondisi anggaran daerah untuk
program kepariwisataan. Hal ini menjadi masalah penting, mengingat setelah
mampu mewujudkan sumber daya manusia yang sesuai standar, apabila tidak
didukung dengan anggaran yang memadai maka akan menjadi percuma dan
tidak bermanfaat untuk pengembangan kepariwisataan.

Bupati Wonosobo, Drs. Kholiq Arief, M.Si dalam Rapat Paripurna


DPRD Kabupaten Wonosobo dengan agenda Pembahasan KUA dan PPAS
perubahan tahun 2010 pada 18 Agustus 2010 menunjukkan. Prioritas
anggaran, dalam APBD Perubahan tahun anggaran 2010 ini akan
memfokuskan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kabupaten Wonosobo tahun 2006-2010. Berdasarkan RPJMD
tersebut, Kholiq memprioritaskan pada program pembangunan.

Menurutnya beberapa program dan kegiatan yang belum dipenuhi dan


patut menjadi prioritas dalam perubahan yakni khususnya untuk
memenuhi kekurangan Belanja Tidak Langsung (Belanja Pegawai untuk
Guru non Sertifikasi), Belanja Langsung khususnya Eks. BAU untuk RSU,
Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pendidikan (DPPIP). Disamping
itu, Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal dan Percepatan Pembangunan
Daerah (DPDF & PPD) dan Percepatan Pembangunan Infrastruktur
Perdesaan (PPIP).

Melihat keadaan keuangan, khususnya pada APBD Perubahan 2010 ini,


hal yang menjadi catatan adalah, sector pengembangan pariwisata ternyata
tidak menjadi prioritas utama RPJMD Kabupaten Wonosobo yang ditetapkan.
Hal ini berarti bahwa kondisi keuangan daerah tidak memungkinkan untuk
pengembangan sector pariwisata secara lebih optimal, kendati sector ini juga
tidak sedikit menyetorkan PAD untuk kepentingan pembangunan daerah
secara umum.

Faktor selanjutnya, adalah sarana dan prasarana kepariwisataan yang


memadai. Secara umum, di Wonosobo sumber daya pariwisata sudah tidak
diragukan lagi, adanya tempat-tempat wisata, baik wisata alam maupun
wisata buatan sudah memiliki daya tarik tersendiri, apalagi didukung dengan
kondisi alam yang memungkinkan wisatawan betah berlama-lama di kota
pegunungan ini. Dieng Plateau misalnya, di daerah wisata alam dan wisata
sejarah ini, merupakan salah satu area tujuan wisata besar, baik untuk skala
nasional maupun internasional. Potensi ini seharusnya menjadi salah satu
bentuk daya tarik wisata tersendiri.

Belum lagi tempat wisata budaya seperti Desa Wisata Giyanti (Janti) dan
Desa Wisata Sendangsari yang berpotensi menarik wisatawan untuk study
wisata budaya khas Wonosobo.

Pengembangan pariwisata regional, khususnya untuk kawasan wisata


meliputi pula pengembangan sarana dan prasarana pendukung,
pengembangan jaringan kunjungan wisata melalui kerja sama pengembangan
produk wisata, jalur wisata pemasaran dan promosi. Untuk mendukung
pengembangan produk wisata, diperlukan pembagian daerah
pengembangannya.

Daerah pengembangan wisata secara umum dapat diklasifikasikan


menjadi tiga macam, masing-masing pengembangan wisata keagamaan,
ekologi dan budaya pedesaan, selanjutnya pengembangan wisata budaya
kerajaan-kerajaan Jawa (grand culture) dan pengembangan kegiatan wisata
alam dan minat khusus (nature and special interest tourism).

Pengembangan wisata ini, ditekankan pada ptensi wisata yang dimiliki


dan permintaan pasar wisata. Dengan mengarahkan peningkatan pada obyek
yang bersifat wisata budaya, wisata alam dan wisata buatan. Di Wonosobo,
objek wisata alam dan grand culture memiliki daya pikat kuat, khususnya di
Kawasan Dieng Plateau yang lengkap pula dengan wisata budaya dan
ekologi.

Faktor terakhir, organisasi dan manajemen kepariwisataan yang baik.


Factor keempat ini lebih lari pada penanganan pascapenanganan pertama
yakni mengenai sumber daya manusia. Apabila sumber daya manusia telah
berkembangan sesuai dengan standar yang diharapkan, maka dalam
mengorganiser dan memanage perkembangan pariwisata akan mengikuti. Hal
ini juga berkaitan dengan factor lain seperti masalah anggaran daerah untuk
pengembangan wisata dan kondisi tempat wisata yang ada.

Sesuai latar belakang dan penjabaran yang peneliti jabarkan dimuka,


empat hal yang peneliti tekankan dalam hal ini adalah kondisi sumber daya
manusia, kondisi anggaran daerah, kondisi tempat wisata dan manajemen
serta organisasi kepariwisataan. Namun dari keempat factor tersebut, hal
utama yang akan peneliti dalami lebih pada factor sumber daya manusia.
Mengingat factor sumber daya manusia memiliki potensi yang besar untuk
mengembangkan tiga factor lain setelahnya.

Peneliti dalam hal ini akan menggali lebih dalam dan mendetail
mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang harus dihadapi
oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dalam menghadapi problem
kepariwisataan Wonosobo, lebih spesifik lagi mengenai pengembangan
sumber daya manusia yang ada didalamnya. Hal ini juga yang kemudian
mendorong peneliti untuk melakukan riset dengan mengambil judul
STRATEGI PENINGKATAN POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA
PADA DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN
WONOSOBO. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan
rencana strategis pengembangan sumber daya kepariwisataan yang berujung
pada peningkatan potensi sumber daya wisata Kabupaten Wonosobo.
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang permasalahan yang telah penulis


ungkapkan dimuka, untuk mempermudah pembahasan serta menghindari
overleap dalam pembahasan, penulis menetapkan rumusan permasalahn yang
akan dibahas dalam penelitian ini, yakni:

“Bagaimana strategi yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah


Kabupaten Wonosobo dalam rangka meningkatkan sumber daya
Pariwisata pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dalam rangka
pengembangan kepariwisataan daerah?”.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan bertujuan untuk:

a. Mendiskripsikan kondisi internal dan kondisi eksternal yang berkaitan


langsung dan tidak langsung terhadap pengengembangan potensi sumber
daya manusia pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Wonosobo dalam upaya pengembangan kepariwisataan secara umum.

b. Menelaah keadaan, menyusun hipotesis serta mendapatkan isu-isu


strategis untuk pengembangan kepariwisataan Wonosobo dari sisi
pengembangan sumber daya manusia.

c. Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Wonosobo


berdasarkan hasil penelitian dalam rangka menyusun rencana strategi
pengembangan potensi pariwisata.

1.4. Manfaat Penelitian


Setelah dilakukan penelitian berdasarkan kondisi lapangan yang ada, penulis
mengharapkan hasil penelitian ini bermanfaat untuk:

a. Bagi ilmu pengetahuan, khususnya manajemen sumber daya manusia


pariwisata. Maka hasil penelitian ini akan menjadi pengayaan dan
pengembangan studi kompetensi sumber daya manusia dan analisis
SWOT Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

b. Bagi peneliti, mendalami dan menambah wawasan, konsep-konsep serta


permasalah pengembangan sumber daya manusia, khususnya dalam
bidang kompetensi sumber daya manusia pariwisata.

c. Bagi pemerintah, lebih khusus Dinas Pariwisata dan Kebudayaan


Kabupaten Wonosobo, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan diskusi
maupun bahan tambahan dalam kebijakan pengembangan sumber daya
manusia di masa mendatang.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Penelitian Terdahulu

Catatan dan hasil penelitian ilmiah mengenai strategi pengembangan


pariwisata sudah sangat banyak, bahkan terbilang berlebih untuk sebuah
konsep yang dapat diterapkan di salah satu institusi yang mengembangkan
kepariwisataan. Namun sepanjang pengetahuan penulis, belum tampak hasil
penelitian ilmiah yang membidik langsung secara spesifik pada factor sumber
daya manusia. Rata-rata, hasil penelitian tersebut mengarah pada
pengembangan sector pariwisata secara umum, dan terlalu luas skala
penelitiannya.

Dari data yang penulis himpun, terdapat beberapa hasil penelitian ilmiah
yang hampir sama dengan yang penulis ajukan, yakni:

Hasil penelitian ilmiah yang dilakukan oleh XXXXXXXXX, pada tahun


2009 dengan judul

“STRATEGI MENGEMBANGKAN POTENSI SUMBER DAYA


PARIWISATA PADA DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN
KABUPATEN WONOSOBO”

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Widya Wiwaha.

Penelitian ini ingin mengetahui potensi secara umum mengenai sumber


daya wisata dan menentukan strategi yang akan diterapkan dalam
pengembangan sector wisata secara umum.
Dari hasil penelitian diatas, diketahui bahwa apa yang dijabarkan dalam
penelitian tersebut masih bersifat global dan tidak spesifik mengarah pada
salah satu factor pengembangan sector pariwisata. Untuk itu, penulis hendak
mengarahkan penilitian ini lebih spesifik kepada factor sumber daya manusia
berikut potensi yang ada di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

2.2. Perencanaan Pengembangan Pariwisata

Pengembangan konsep kepariwisataan tidak lepas dari proses


perencanaan yang melibatkan semua unsur dalam pariwisata itu sendiri.
Perencanaan pembangunan sector pariwisata yang melibatkan semua unsure
pariwisata akan menghasilkan out put yang mengakomodir semua unsur.
Unsur-unsur yang dimaksud selain sumber daya manusia yang ada, adalah
unsur tempat wisata itu sendiri, unsur materi berupa anggaran pembangunan
dan system yang digunakan untuk pengembangan.

Mengenai perencanaan pengembangan pariwisata, Yoeti (1997:5-6)


memiliki alasan tersendiri, menurutnya perencanaan menempati posisi vital
apabila sektor pariwisata akan benar-benar dioptimalkan. Beberapa
penjelasan Yoeti terkait pentingnya hal tersebut antara lain:

a. Memberi pengarahan.

b. Membimbing kerjasama.

c. Menciptakan koordinasi.

d. Menjalin tercapainya kemajuan.

e. Untuk memperkecil resiko.

f. Mendorong dalam pelaksanaan

Menurut Yoeti, perencanaan menempati posisi yang paling depan dan


dilakukan dengan optimal sebelum mengambil tindakan penanganan
pengembangan. Fungsi perencanaan yang akan memberikan pengarahan
terhadap tindakan yang akan diambil memungkinkan minimalisasi kegagalan
dalam proses pengembangan yang terlalu over leap. Dengan minimnya
kegagalan tersebut, secara otomatis memperkecil resiko atau dampak negative
atas usaha yang dilakukan.

Program pengembangan pariwisata yang merupakan bagian dari


pembangunan daerah secara menyeluruh, untuk itu dalam program ini,
perencanaan harus dilakukan dengan matang. Dengan perencanaan yang
matang, sukses pembangunan pariwisata daerah memberi andil besar dalam
rangka pembangunan nasional. Beberapa tahapan yang harus dipahami dalam
perencanaan pengembangan sektor pariwisata menurut Yoeti adalah:

a. Melakukan inventarisasi mengenai semua fasilitas yang tersedia dan


potensi yang dimiliki.

b. Menaksir pasaran pariwisata dan mencoba melakukan proyeksi lalu


lintas wisatawan pada masa yang akan datang.

c. Sesuai dengan mekanisme hukum pasar, Memperhatikan di daerah


belahan dunia mana permintaan (demand) adalah lebih besar dari
pada persediaan atau penawaran (supply).

d. Melakukan riset kemungkinan perlunya penanaman modal, baik


modal dari investor dalam negeri maupun investor asing untuk
pengembangan.

e. Melakukan tindakan konkrit terhadap kekayaan alam yang dimiliki


dan memelihara warisan budaya bangsa serta adat istiadat suatu
bangsa yang ada.

Mengingat bahwa pengembangan pariwsata harus direncanakan dengan


baik agar terintegarsi dengan rencana pembangunan nasional, maka
kebijakanpengembangan pariwsata harus cocok dengan tujuan-tujuan umum
pemerintah dan Rencana Pembangunan Nasional. Tujuan-tujuan ini,
sebagaimana diterapkan dalam bidang pariwisata seperti dikatakan Wahab
(1997:191-192) hendaknya mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Menarik modal dan keahlian asing (misalnya dalam usaha


perhotelan)

b. Meningkatkan pendapatan valuta asing.

c. Memperoleh suatu hasil ganda (multiplier effect) dalam kegiatan


ekonomi Negara penerima wisatawan.

d. Mengurangi angka pengangguran atau setengah penganggur,


khususnya pada bidang pertanian dengan cara menciptakan lapangan
kerja baru.

e. Melestarikan tradisi budaya dan mengurangi lunturnya budaya


bangsa.

f. Melindungi lingkungan hidup yang baik dan mencegah terjadinya


polusi.

g. Memperluas daerah kunjungan wisata dan mengarahkannya ke pusat-


pusat atraksi wisata, di daerah yang penghasilan masyarakat masih
rendah.

h. Meningkatkan dan mempertahankan suatu tingkat angka


pengembangan modal yang ditanam dalam dalam industry pariwsata
yang memadai.

i. Mengembangkan suatu produk wisata kelas satu atau kelas elite atau
produk wisata untuk masyarakat biasa secara missal.

j. Mengawasi tingkat inflasi musiman, karena terjadinya peningkatan


pendapatan dari sektor pariwisata pada bulan-bulan tertentu.

k. Membatasi jumlah kunjungan wisatawan dalam prosentase tertentu


seimbang dengan jumlah penduduk untuk menghindarkan
pencemaran penduduk setempat dan kebudayaannya.

l. Mengindari perluasan industry melanggar atas kawasan industry yang


ditentukan, khususnya ke daerah yang bernilai wisata (misalnya
daerah wisata pantai yang baik untuk daerah wisata).

m. Mengawasi spekulasi real estate dan menjaga keindahan kualitas


sarana-sarana wisata (sehingga para wisatawan tidak merasa kecdewa
berlibur disana).

Dipaparkan Wahab (1997:185), perencanaan harus dilakukan secara


menyeluruh secara deduktif, dari hal yang bersifat umum ke hal yang bersifat
khusus. Artinya, perencanaan harus dimulai dari hal yang global kemudian
diturunkan pada hal yang lebih sektoral. Dalam hal ini, perencanaan
pembangunan pariwisata harus dilakukan dari pembuatan rencana secara
nasional, yang berujung pada penurunan ke daerah-daerah, bahkan objek-
objek tertentu. Sumber-sumber kekayaan yang diteliti itu harus ada kaitannya
dengan industry pariwisata dan maksud penyusunannya ke dalam suatu daftar
yakni untuk mempersiapkan langkah berikutnya:

a. Untuk menentukan tantangan yang dapat menghambat pencapaian


tujuan pariwisata nasional.

b. Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan kita pada taraf nasional


dalam mikat calon wisatawan.

Sumber-sumber wisata yang telah didaftar tadi, dapat digolongkan


menjadi:

a. Sumber-sumber ekonomi makro-tantangan-tantangan.

b. Sumber-sumber wisata kekuatan dan kelemahannya. (Wahab,


1997:185).

Menjabarkan apa yang dimaksudkan oleh Wahab, dalam pariwisata


setidaknya terdapat lima pembedaan tingkat perencanaan yang berbeda,
masing-masing:

a. Tingkat I : Rencana Nasional yang menyeluruh

Rencana nasional yang menyeluruh ini menentukan peruntukan


sumber-sumber yang dimiliki dan menetapkan tujuan pada taraf
nasional, yang siklus perencanaan pariwisata biasanya berada pada
keempat tingkat perencanaan berikut.

b. Tingkat II : Rencana Induk Pariwisata Nasional

Biasanya siklus sama lamanya dengan perencanaan nasional yang


menyeluruh (biasanya antara empat sampai dengan enam tahun).
Tingkat perencanaan ini biasanya disusun oleh Organisasi Pariwsata
Nasional (departemen, lembaga, komisi-komisi dan sebagainya)
sesuai dengan pedoman garis-garis besar bidang pariwisata yang
tertera dalam rencana nasional tadi.

c. Tingkat III : Rencana Tngkat Provinsi atau sektoral

Tingkat Provinsi

Disusun untuk suatu daerah provinsi atau kawasan tertentu oleh suatu
organisasi pariwisata tingkat nasional, atau suatubadan campuran
atau badan konsultan swasta.

Tingkat Sektoral

Dikembangkan untuk suatu sektor kegiatan tertentu atau yang


berkaitan dengan pariwisata (misalnya : pusat ski, marina, olahraga
berkuda, kawasan pantai, budaya setempat). Biasanya tenggang
waktunya lebih singkat sedikit dari suatu perencanaan nasional.

d. Tingkat IV : Program-Program

Pada tahap ini biasanya ditentukan proyek-proyek khusus yang akan


dilaksanakan atau diselesaikan khusus untuk tahun anggaran tertentu.
e. Tingat V : Proyek-Proyek

Suatu proyek adalah komponen terpisah dan beridir sendiri dari suatu
program tahunan.Perlu ditekankan disini bahwa siklus perencanaan
yang telah diuraikan dapat dan harus dipakaipada semua tingkatan
perencanaan. Justru sungguh layak dan patans jika suatu perencanaan
dikembangkan dengan mencakup didalamnya tujuan, metode, analisis
untung rugi, tanggung jawab, batas-batas waktu, pendanaan dan
pengawasan.

Sebagaimana telah dijabarkan dimuka, pada era otonomi daerah


semacam ini, pemerintah kabupaten memiliki kewenangan penuh untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri tanpa campur tangan dari
pemerintah pusat. Kewenangan yang diatur oleh daerah salah satunya adalah
kewenangan bidang pariwisata yang menjadi salah satu pintu diantara pintu
lainnya untuk mendapatkan pendapatan asli daerah (PAD) untuk
pembangunan daerah secara luas.

Kabupaten Wonosobo yang memiliki potensi kepariwisataan yang cukup


banyak harus menyadari pentingnya pengembangan potensi pada setiap objek
wisata yang ada. Pengembangan sektor pariwisata akan berdampak langsung
pada penerimaan PAD setiap tahunnya yang pada akhirnya berujung dengan
semakin meluasnya pembangunan dari berbagai arah. Untuk melakukan
pengembangan, sekali lagi, perencanaan harus mendapatkan posisi terdepan.

Perencanaan pengembangan pariwsata yang baik itu harus melibatkan


seluruh stakeholder yang ada didaerah sehingga hasil yang akan diperoleh
akan bermanfaat dalam menunjang pelaksanaan pembangunan daerah dan
dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat. Pada gilirannya, kesejahteraan
masyarakat akan meingkat ke arah yang lebih baik.

Membiacarakan konsep perencanaan, erat kaitannya dengan sumber daya


manusia yang ada di Dinas Pariwsata dan Kebudayaan sebagai pelaksana
langsung kegiatan pengembangan pariwisata. Beberapa hal yang harus
ditekankan antara lain adalah bahwa sumber daya manusia pariwisata yang
ada di Dinas Pariwsata dan Kebudayaan harus sudah benar-benar siap dan
memiliki pengalaman dan pengetahuan luas mengenai konsep kepariwisataan.
Disamping itu, sumber daya manusia yang ada juga harus mengendapankan
prinsip pengembangan, bukan prinsip pekerjaan standar tanpa pengembangan
kearah yang lebih baik.

Sumber daya manusia harus dikembangkan melalui berbagai system


pengayaan pengetahuan dan ketrampilan. Upaya ini ditempuh dengan
seringnya sumber daya manusia yang ada mengikuti pelatihan, pendidikan
dan praktek lapangan terkait dengan keparwisataan. Hal ini juga akan diikuti
dengan praktek secara nyata dilapangan yang kemudian mengundang
pertanyaan mengenai etos kerja dan kreativitas sumber daya manusia tersebut
berbenturan dengan fakta di lapangan.

Beberapa catatan mengenai pengembangan sumber daya manusia, secara


umum, optimalisasi sumber daya manusia harus dilihat pula pada faktor
pendidikan. Problem yang terjadi saat ini berdasarkan data sumber daya
manusia yang ada, dari sebagian besar tenaga kepariwisataan yang ada hanya
58,3 persen atau sejumlah 19 orang dari 47 tenaga yang telah mengikuti
pelatihan kepariwisataan. Disamping itu, dari jumlah tersebut, rata-rata
jurusan pendidikan mereka hanya beberapa yang berkaitan langsung dengan
kepariwisataan. Problem semacam ini akan menjadi kendala yang cukup
berarti dalam upaya pengembangan kepariwisataan secara umum.

Untuk meminimalisir ketidakberhasilan pengembangan sektor pariwisata


karena lemahnya pendidikan kepariwisataan, beberapa hal yang dapat
ditempuh antara lain dengan menggiatkan sumber daya manusia yang ada
dalam praktek di objek wisata dengan pemahaman yang mendalam serta
dibekali dengan teori-teori kreativitas untuk pengembangan objek wisata.
Tindakan semacam ini perlu dilakukan juga dengan diikuti system
‘pertandingan’ antar sumber daya manusia dilihat dari keberhasilan
pengembangan melalui system perencanaan yang baik dan penerapan atas
perencanaan yang telah disusun tadi dengan kreativitas dan inovatif.

2.3.Konsep Pengembangan Sumber Daya Pariwisata

Untuk mengetahui pembangunan dan pengembangan sektor wisata secara


umum, harus diketahui pula secara mendetail mengenai potensi sumber daya
manusia yang ada. Sebelum sampai peningkatan pengembangan secara
global, penelitian terhadap aspek-aspek spesifiki sangat diperlukan dalam
rangka mengukur kemampuan dan potensi yang dimiliki.

Syamsu, dkk (2001) mengatakan bahwa perencanaan pengembangan


suatu kawasan wisata memerlukan tahapan-tahapan pelaksanaan seperti:
Marketing Research, Situational Analysis, Marketing Target, Tourism
Promotion, pemberdayaan masyarakat dan swasta dalam promosi dan
Marketing.

Lebih lanjut dijelaskan, untuk menjadikan suatu kawasan menjadi objek


wisata yang berhasil haruslah memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut.
(1) Faktor kelangkaan (Scarcity) yakni: sifat objek/atraksi wisata yang tidak
dapat dijumpai di tempat lain, termasuk kelangkaan alami maupun
kelangkaan ciptaan. (2) Faktor kealamiahan (Naturalism) yakni: sifat dari
objek/atraksi wisata yang belum tersentuh oleh perubahan akibat perilaku
manusia. Atraksi wisata bisa berwujud suatu warisan budaya, atraksi alam
yang belum mengalami banyak perubahan oleh perilaku manusia.

Selanjutnya, (3) Faktor Keunikan (Uniqueness) yakni sifat objek/atraksi


wisata yang memiliki keunggulan komparatif dibanding dengan objek lain
yang ada di sekitarnya. (4) Faktor pemberdayaan masyarakat (Community
empowerment). Faktor ini menghimbau agar masyarakat lokal benar-benar
dapat diberdayakan dengan keberadaan suatu objek wisata di daerahnya,
sehingga masyarakat akan memiliki rasa memiliki agar menimbulkan
keramahtamahan bagi wisatawan yang berkunjung.

Kemudian, (5) Faktor Optimalisasi lahan (Area optimalsation)


maksudnya adalah lahan yang dipakai sebagai kawasan wisata alam
digunakan berdasarkan pertimbangan optimalisasi sesuai dengan mekanisme
pasar. Tanpa melupakan pertimbangan konservasi, preservasi, dan proteksi.
(6) Faktor Pemerataan harus diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan
manfaat terbesar untuk kelompok mnasyarakat yang paling tidak beruntung
serta memberikan kesempatan yang sama kepada individu sehingga tercipta
ketertiban masyarakat tuan rumah menjadi utuh dan padu dengan pengelola
kawasan wisata.

Di Kabupaten Wonosobo, sebenarnya factor-faktor tersebut telah


terpenuhi, dimana semua unsur yang ada didalamnya telah ada dan
berkembang. Namun perkembangan kepariwisataan Wonosobo justru kurang
begitu optimal pengembangannya. Hal ini perlu diselidiki lebih lanjut
mengenai factor penyebab dan kemungkinan terjadinya kesalahan tindakan
yang dilakukan oleh sumber daya pariwisata yang lain selain potensi objek
yang ada.

Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah, bahwa keberadaan objek


wisata serta sumber daya pariwisata lainnya harus mendapatkan perhatian
secara menyeluruh dan bekerlanjutan. Selama ini, kenyataan menunjukkan
adanya objek wisata hanya dilihat dari faktor objeknya dan
mengesampingkan multiple effect yang ditimbulkan akibat adanya area
wisata tersebut. Untuk itu, konsep pengembangan berkelanjutan harus benar-
benar dioptimalkan.

Menutut Ardiwidjaja (2003), berkelanjutan dapat diartikan kelestarian


yang menyangkut aspek fisik, sosial, dan politik dengan memperhatikan
pengelolaan sumber daya alam (resources management) yang mencakup
hutan, tanah, dan air, pengelolaan dampak pembangunan terhadap
lingkungan, serta pembangunan sumber daya manusia (human resources
development).

Sedangkan Swarbrooke (1998), mengatakan bahwa pada hakekatnya


pariwisata berkelanjutan harus terintegrasi pada tiga dimensi. Tiga dimensi
tersebut adalah, (1) dimensi lingkungan, (2) dimensi ekonomi, dan (3)
dimensi sosial.

Selanjutnya berdasarkan konteks pembangunan berkelanjutan, pariwisata


berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai: pembangunan kepariwisataan yang
sesuai dengan kebutuhan wisatawan dengan tetap memperhatikan kelestarian
(conservation, environmental dimention), memberi peluang bagi generasi
muda untuk memanfaatkan (economic dimention) dan mengembangkannya
berdasarkan tatanan social (social dimention) yang telah ada.

Mengutip UU Nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan, disebutkan


bahwa pembangunan objek dan daya tarik wisata dilakukan dengan
memperhatikan; (1) kemampuan untuk mendorong peningkatan
perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya. (2) nilai-nilai agama,
adat istiadat serta pandangan da nilai0nilaiyang hidup dalammasyarakat. (3)
kelestarian mutu lingkungan hidup. (4) Kelangsunganusaha pariwsata itu
sendiri.

Untuk mengjelaskan pengemnai pengembangan pariwsata, Yoeti


(2002:52) menetapkan sasaran pengembangan pariwisata pada suatu daerah
tujuan wisata sebagai berikut:

Pertama, mempersiapkan aksesbilitas, fasilitas dan daya tarik pariwisata


sedemikian ruap sehingga bila wisatawan berkunjung ke daerah tempat wisata
tersebut merasa puas, senang dan sesuai harapannya, harapan tentang alas an
ia melakukan perjalanan wisata.

Kedua, supaya perusahaan-perusahaan yang termasuk kelompok industry


pariwisata memperoleh hasil keuntungan yang berimbang atau proposional
dengan volume kunjungan wisatawan ke daerah itu, apalagi bagi pengusaha
yang telah menginvestasikan modalnya dalam sector pariwisata untuk
pengembalian relative cukup lama.

Ketiga, pengembangan yang dilakukan hendaknya sekaligus dapat


memberikan perlundungan terhadap kerusakan lingkungan, pencemaran seni
dan budaya, kerusakan moral dan kepribadian bangsa, kehancuran kehidupan
beragama dan terhindar dari perdagangan narkotika internsional. Ia
menekankan pada ekonomi, namun sasaran akhirnya mengingatkan agar
sasaran ketiga dianggapnya lebih penting diperhatikan.

Daerah biasanya memiliki banyak gagasan atau ide bagaimana


meningkatkan peranan pariwisata tersebut, akan tetapi sering dihadapkan
pada keterbatasan sumber daya dan keuangan. Bila demikian halnya, karena
da keterbatasan-keterbatasan maka harus memilah-milah proyek mana saja
yang harus diprioritaskan untuk dikembangkan pertama kali dan proyek mana
saja yang dapat dikerjakan belakangan. Istilahnya menyusun skala prioritas
pembangaunan pengembangan potensi pariwisata.

2.4.Perencanaan Strategis

Perencanaan strategis merupakan unsur yang cukup penting dalam


rangka pemberdayaan sumber daya pariwisata. Seberapa penting unsur ini
tergantung dari seberapa dalam mampu menganalisis fungsi dan manfaat
rencana strategis. Menurut Olsen dan Eadie (dalam Bryson 2000:184)
perencanaan strategis adalah upaya yang didisiplinkan untuk membuat
keputusan dan tindakan penting yang membentuk dan memandu bagaiman
menjadi organisasi (atau entitas lainnya) apa yang dikerjakan organisasi (atau
entitas lainnya) dan mengapa organisasi (atau entitas lainnya) mengerjakan
hal seperti itu.

Dalam perencanaan pariwsata dilaksankan diberbagai tingkat, dari


tingkat makro sampai local atau lebih detil. Tiap level berfokus pada
pertimbangan-pertimbangan tertentu, yang tak jarang pertimbangan tersebut
merupakan pertimbangan khusus. Dalam kerangka umum, level tersebut
terdiri dari perencanaan pariwisata tingkat internasional (WTO, IATA,
WTTC, IFTO, IH&RA, ICCL dan lainnya), di tingkat regional muncul
PATA, TCSP dan IOTO sebagai salah satu penggiat rencana strategis
(renstra) tersebut.

Pada tingkat nasional, kebijakan nasional wisata, rencana structural,


pencapaian internasional ke dalam ngeri, fasilitas di tingkat nasional, standar
pelayanan, kebijakan penanaman modal dan kebijakan pemasaran merupakan
bagian penting dalam renstra. Pada tingkat provinsi, renstra tersusun atas
jaringan pencapaian dan kendaraan, fasilitas dan standar pelayanan dan
sebagainya. Sementara lebih spesifik lagi pada tingkat objek lebih mengarah
pada lokasi bangunan dan fasilitas yang tersedia.

Teori perencanaan tidak hanya berdasar pada satu paradigma


Perencanaan adalah fasilitasi, atau advokasi, atau intervensi yang bertujuan
mengubah proses yang sudah ada. Makin kompleks dan tidak pastinya
keberpihakan perencana antara sektor publik dan sektor swasta, antara
menuruti atasan, kolega perencana lain, dan publik. Umumnya perencana
dituntut untuk dapat mewujudkan keinginan publik/masyarakat.

Beberapa pendekatan yang umumnya dilakukan (untuk semua sector dan


level, tidak hanya pariwisata) adalah;

a. Pendekatan system

b. Pendekatan komprehensif,

c. Pendekatan integrative

d. Pendekatan lingkungan dan bekelanjutan

e. Pendekatan strategis

f. Dapat diimplementasikan,
g. Perencanaan terpusat

h. Perencanaan dari bawah

i. Penyediaan dan permintaan

Dalam pendekatan perencanaan tersebut, acapkali beberapa pendekatan


digunakan dalam satu upaya penyusunan renstra sekaligus. Hasilnya memang
cukup efektif dan tepat sasaran, namun ditengah melakukan analisis
mengenai hal tersebut berhadapan pula dengan beberapa problem analisis,
khususnya tentang kerumitan processing data. Dalam proses perencanaan,
beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain; (1) Analisis, mengenai
penyediaan dan permintaan, (2) sintesis, tentang penentuan visi dan misi
strategis, (3) Penentuan, mengenai tujuan, sasaran dan pemilihan strategi, (4)
Pembuatan rencana dan cara implementasi dan (5) penentuan cara
monitoring, evaluasi dan koreksi.

Menurut cara pandang Olsen dan Eadie (dalam Bryson 2000:189), dalam
proses perumusan perencanaan strategis harus meliputi komponen-komponen
dasar yang teridir dari :

a. Pernyataan misi dan tujuan umum (overall mission and goals


statement), yang dirumuskan oleh para pimpinan (eskekutif)
manajemen dan menekankan pemikiran strategis yang dikembangan
dengan target-target kedepan.

b. Analisis lingkungan (environmental scan or analiysis), dengan


menidentifikasi dan menilai serta mengatisipasi faktor-faktor
eksternal dan kondisi yang harus diperhitungkan untuk bahan
memformulasikan strategi organisasi.

c. Memeriksa keadaan dan sumber daya internal (internal profile and


resource audit), dengan menevaluasi kekuatan dan kelemahan
organisasi, sehingga dapat dipertimbangkan dalam penyusunan
perencanaan strategis.
d. Melaksanakan dan mengawasi rencana strategis (the implementation
and control of the strategic plan).

Selain komponen-komponen diatas dalam proses perencanaan strateigs


ada pula tahapan-tahapan dalam proses perencanaan strategis yang dapat pula
dikatakan seabgai komponen yang peril diperhatikan dalam upaya menyuns
renstra. Osborne dan Gaebler (1999:43) memandang beebrapa hal terkait
dengan ini:

a. Analisis situasi, baik internal maupun ekstrenal (analysis of the


situation, both internal and eksternal).

b. Diagnosis, atauidentifikasi isu-isu kunci (diagnosis, or identification


of the key issues facing the organization).

c. Mendefinisikan misi organisasi (definition of the organization’s


fundamental mission).

d. Mengartikulasian tujuan dasar organisasi (articulation of the


organization’s basic goals).

e. Menciptakan sebuah visi: keberhasilan seperti apa yang diinginkan


(creation of a vision: what success looks like).

f. Mengembangkan suatu strategi untuk meralisasikan visi dan tujuan-


tujuan (development of a strategy to realize the vsion and goals).

g. Mengembangkan jadwal untuk melaksanaan strategi (development of


a timetable for that strategy).

h. Mengukur dan mengevaluasi hasil (measurement and evaluation of


results)

Dalam rangka penyusunan perencanaan strategis tersebut, beberapa


proses yang diperlukan antara lain:

a. Merumuskan visi dan misi organisasi.


b. Melakukan analisis SWOT dalam rangka identifikasi lingkungan
internal dan eksternal.

c. Mengidentifikasi isu strategis

d. Merumuskan strategi untung mengelola isu.

e. Implementasi.

Visi menempati urutan pertama karena keberadaan visi sangat penting,


khususnya untuk langkah kesuksesan masa depan yang menjadi impian
realistis. Visi merupakan sesuatu yang dicita-citakan, nilai yang hendak
dikejar atau kondisi ideal di masa depan yang ingin diwujudkan. Bryson
(1995:184) mengemukanan tentang visi sebagai suatu deskripsi yang jelas
dan ringkas tentang organisasi atau komunitas harus seperti apa ketika
organisasi tersebut berhasil mengimplementasikan strateginya dan mencapai
seluruh potensinya.

Fungsi visi bagi suatu organisasi adalah memberikan arahan kepada


organisasi, kemana arah organisasi akan menuju. Visi yang jelas juga akan
mendorong anggota organisasi melakukan perubahan untuk menuju kepada
visi, atau dengan katalain visi merupan driving forces perubaha. Untuk
mewujudkan visi tersebut, misi menjadi langkah-langkah strategis yang
kemudian harus diambil dalam upaya merealisasikan visi. Misi memberi
gambaran global mengenai langkah-langkah strategis seperti apa yang perlu
diambil.

Perumusan suatu rencana strategi untuk pengembangan potensi


pariwisata harus mencakup semua strategi, baik untuk daerah tujuan wisata
itu sendiri maupun untuk perusahaan-perusahaan yang berkegar dalam usaha
pariwata yang terlibat dalam kegiatan pariwisata di daerah. Rencana strategi
hendaknya mencakpu program dan kegiatan yang kini sedang dilaksanakan
dengan memperhatikan, apakahah kegiatan dan program tersebut relevan
dengan kondisi yang terjadi di daerah.
Kolter dan Fox (dalam Yoeti, 2002:1) mengingatkan perumusan suatu
strategi harus berdasarkan dan berpedoman kepada: environment analysis,
resource analysis dan goal formulation steps. Dalam perumusan strategi
suatu daerah tujuan wisata, dianjurkan untuk melakukan tiga tingkatan, yaitu:
pertama, melakukan analisis terhadap perusahan-perusahaan kelompok
industry pwariwsata ang terdapat di daerah tujuan wisata tersebut. Kedua,
penyusunan strategis yang menyangkut kebijakan pemerintah daerah tentang
pengembangan pariwisata, dan ketiga, strategi pengembangan pariwisata
secara regional menyangkut aksesibilitas, fasilitas, objek dan atraksi wisata
dan sarana pendukung lainnya.

2.5.Konsep Perumusan Strategis dalam Pengembangan Sumber Daya


Parwisata

Dari teori perumusan strategis yang telah dikemukakan dimuka, untuk


menjabarkannya pada dataran teknis, perlu dilakukan pengonsepan
perumusan strategis dalam pengembangan sumber daya pariwisata. Konsep
tersebut merupakan unsur turunan yang akan menjadi pemandu menyusun
program-program teknis dalam rangka pengembangan pariwisata secara
umum.

Untuk membuat suatu rumusan strategi bagi Pemerintah Kabupaten


Wonosobo, khususnya untuk Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dalam
mengembangkan potensi pariwisata sebagaimana yang penulis harapkan
dalam penyusunan tesis ini, penulis menggunakan pendekatan perencanaan
strategis pada langkah-langkah proses perencanaan strategis yang dikemukan
oleh Bryson (1995:55) yakni:

a. Memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan strategis.

b. Mengidentifikasi mandate organisasi.


c. Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi.

d. Menilai lingkungan ekstrnal : peluang dan ancaman.

e. Menilai lingkungan internal : kekuatan dan kelemahan.

f. Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi.

g. Merumuskan strategi untuk mengelola isu.

h. Menciptakan visi organisasi yang efektif bagi masa depan.

Adapun terkait dengan langkah-langkah yang dirumuskan Bryson


tersebut, secara umum akan digunakan oleh penulis sebagai pendekatan untuk
perumusan perencanaan strategis. Langkah-langkah tersebut apabila
dijabarkan dalam skema besar adalah:

2.5.1. Mengidentifikasi mandat organisasi

2.5.2. Analisis terhadap lingkungan strategis, berupa;

2.5.2.1. Penilaian LIngkungan Internal Mengacu pada 3 kategori


utama, yaitu:

2.5.2.1.1. Sumber Daya (input)

Merupakan kumpulan dari faktor-faktor yang


tersedia yang dikendalikan atau dimiliki oleh suatu
organisasi. Sumber daya merupakan input proses
produksi organisasi seperti kemampuan staf,
anggaran serta sarana dan prasaran pendukung.
Kelangkaan sumber daya tetap merupakan hambatan
bagi pelaksanaan kegiatan organisasi. Suatu rencana
apabila tidak didukung oleh mobilisasi sumber daya
yang layak, tidak akan dapat diubah menjadi suatu
tindakan. Perkiraan sumber daya akan terutama
memperhatikan implikasi financial, sebagai kondisi
apriori dari karakter investasi dalam rencana
tindakan.

2.5.2.1.2. Strategi sekarang (proses)

Strategi sekerang menyangkut strategi yang telah


dilakukan sekarang. Untuk itu makan perumusan
strategi yang dilkaukan tersebut pada dasarnya perlu
memedomani para pemimpin dalam menetapkan
aktivitas yang akan ditekuni organisasi, tujuan akhir
yang ingin dicapai. Ancangan formulasi strategi
merupakan penyempurnaan dari ancangan
perencanaan jangka panjang. Proses untuk membuat
strategi biasanya perlu diawali dengan menetapkan
visi-misi organisasi sampai penetapan strategi.

2.5.2.1.3. Kinerja (output)

Kinerja suatu organisasi public khususnya


pemerintah merupakan hasil kerja dan kemampuan
sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi
yang bersangkutan atau dengan kata lain kemajuan
dan kinerja suatu organisasi public sangat tergantung
kepada kemampuan dan etos kerja para
stakeholders yang berkepentingan dengan
organisasi. Kemampuan dan etos kerja dimaksud
adalah kemampuan dan etos kerja di dialam
mengoptimalkan dimensi-dimensi territorial
aktivitas organisasi public baik pada aspek ekonomi,
sosial, budaya, politik dan teknologi, implicit
kemampuan menciptakan kesejahteraan setiap warga
masyarakat maupun stakeholders.

2.5.2.2. Penilaian lingkungan eksternal mengacu pada 4 kategori,


yaitu:

2.5.2.2.1. Faktor Politik

Dalam faktor ini perlu mendapatkan perhatian dan


harus disimak dan dinilai degan cermat meliputi; (a)
kondisi kestabilan politik dalam negeri, stabilitas
politik dalam negeri memberikan peluang bagi
pemerintah daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan mendapatkan otonomi
yang lebih luas dan nyata. Pada tingkat
internasional, perlu dipelajari tentang iklim politik
internasional, di kawasan-kawasan tertentu dan
beberapa Negara yang tekait dengan kegaitan
pembangunan. (b) Konsistensi dari kebijakan dan
peraturan daerah, konsistensi dari kebijakan dan
peraturan pemerintah sangat diharapkan agar proses
manajerial organisasi public pada tingkat di
bawahnya akan berjalan sesuai dengan yang
direncankan. Konsistensi yang dimaksud adalah
kebijakan, peraturan-peraturan maupun undang-
undang.

2.5.2.2.2. Faktor Ekonomi

Yang dimaksud engan faktor ekonomi adalah


berbagai faktor di bidang ekonomi dalam
lingkungan mana suatu organisasi bergerak atau
beroperasi. Karena pola konsumsi dipengaruhi oleh
kesejahteraan relative berbagai segmen pasar, dalam
perencanaan strategis setiap organisasi harus
mempertimbangkan kecenderungan ekonomi di
segmen-segmen yang mempengaruhinya.

Dalam faktor ekonomi yang perlu disimak dan


dinilai adalah: a) situasi ekonomi saat ini dan arah
perubahan pada masan yang akan dating, ditngkat
nasional, regional dan internasional. b) Kondisi saat
ini dan arah perubahan dari tingkat pertumbuhan
ekonomi yangmeliputi antara lain: produk domestic
regional buto (PDRB), ketersediaan modal dan
tingkat pendapatan.

2.5.2.2.3. Faktor Sosial

Dalam bidang sosial, faktor-faktor yang perlu


mendapatkan perhatian dan dinilai antara lian yang
berkaitan dengan: nilai0nilai yang dianut, sikap,
pandangan dan pola hidup dan kebudayaan. Pada
aspek lain perubahan sosial yang merupakan suatu
perubahan yang dinamis, yang terus menerus terjadi
sebagai hasil suatu usaha manusia untuk
mengendalikan dan menyesuaikan diri dengan
faktor-faktor lainnya, agar dapat memuaskan
kebutuhan (need) dan keinginan (want) mereka.
Faktor yang perlu dipertimbangkan untuk dinilai
adalah; jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan,
pendidikan dan pola hidup.
2.5.2.2.4. Faktor Teknologi

Untuk menghindari keusangan dan mendorong


inovasi, organisasi harusmewaspadai perubahan
teknologi yang mungkin mempengarhuinya.
Adaptasi teknologi yang kreatif dapat membuka
kemungkinan terciptanya produk baru,
penyempurnaan produk yang sudah ada atau
penyempurnaan dalam teknik produksi dan
pemasaran. Terobosan teknologi dapat mempunyai
dampak segera dan dramatic atas lingkungan
organisasi, terobosan teknologi dapat membuka
pasar dan produk baru yang canggih. Dengan
perubahan teknologi yang pesat, adalah penting bagi
organisasi untuk segera teliti mengamati elemen
yang berbeda dalam segmen teknologi.

2.5.3. Identifikasi isu-isu strategis

Langkah ketiga ini merupakan langkah yang paling penting dalam


rangka merumuskan strategi pengembangan sector pariwisata, karena
menurut Bryson (2000: 161) mengidentifikasi isu-isu strategis adalah
jantung dalam proses perencanaan strategis.

Dari beberapa isu yang telah teidentifikasi, maka untuk mengetahui


ukuran tentang bagaiman stragisnya suatu isu dengan menggunakan
litmus test. Untuk lebih jelas, dapat dilihat dari table dibawah ini:

Tabel II.1
Litmus Test untuk Isu-isu Strategis
Pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam Pengembangan Potensi Pariwisata
No Pertanyaan Skor 1 Skor 2 Skor 3
1 Kapan tantangan atau peluang isu- Dua tahun atau
isu strategis ada dihadapan Sekarang Tahun depan lebih dari
organisasi? sekarang
2 Seberapa luas isu tersebut akan Beberapa Seluruh instansi
Instansi tunggal
berpengaruh kepada organisasi? instansi
3 Seberapa banyak resiko Sedang
Kecil (kurang Besar (lebih dari
keuangan/eluang keuangan instansi (antara 10-25 25 persen)
dari 10 persen)
anda persen)
4 Akankah strategi-strategi bagi
pemecahan isu akan memerlukan:
1. Pengembangan sasaran dan
program pelayanan baru?
2. Perubahan signifikan dalam
sumber-sumber
keuangan/anggaran? Ya
Tidak
3. Perubahan signifikan dalam
peraturan perundang-
undangan?
4. Penambahan atau
modifikasi fasilitas utama?
5. Penambahan staf yang
signifikan?
5 Parameter
Bagaimana pendekatan yang terbaik Jelas siap Terbuka luas
luas agak
bagi pemecahan isu? diimplemntasikan
terperinci
6 Tingkat manajemen terendah
Kepala sub Kepala dinas
manakah yang dapati menetapkan Staf lini
dinas
bagaimana menaggulangi isu?
7 Kekacauan
Kekacauan pelayanan jangka
Konsekuensi apakah yang mungkin Ada gangguan pelayanan, panjang dan
biaya
terjadi bila isu ini tidak diselesaikan? inefisiensi kehilangan
besar/penghaisla
sumber dana n merosot

8 Seberapa banyak dinas/instansi


Satu sampai Empat atau lebih
lainnya yang dipengarhui dan Tidak ada
tiga
dilibatkan dalam pemecahan?
9 Bagaimana sensivitas atau charged Lunak Sedang keras
isu ini terhadap nilai-nilai sosial,
politik, religious dan cultural
komunitas?
Sumber: Bryson (2000: 184)
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian yang penulis lakukan, penulis menggunakan metode


deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan metodologi ini
memungkinkan untuk menyajikan data yang dapat memberikan gambaran
atau mendeskripsikan secara sistematis, factual dan akurat terhadap objek
yang diteliti. Metode ini merupakan salah satu dari beberapa jenis penelitian
yang dinilai paling cermat dalam mengukur fenomena tertentu.

Menurut Jazuli Akhmad dan Nur Widiastuti (2010:13) penelitian


deskriptif adalah pengumpulan data untuk diuji hipotesis atau menjawab
pertannyaan mengenai status terakhir dari subyek penelitian. Tipe yang palin
gumum adalah penilaian sikap atau pendapat terhadap individu, organisasi,
keadaan atau prosedur.

Dari pengertian diatas, ada dua kemungkinan yang dapat diambil dalam
penelitian menggunakan metode ini, yakni mengumpulkan data untuk diuji
hipotesis dan menjawab pertanyaan mengenai situasi terakhir dari obyek
penelitian. Dalam penulisan ini, penulis mengembangkan konsep
menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis.

Terkait dengan penelitian ini, yang dimaksud orang dalam lingkungan


hidupnya adalah mereka yang terlibat dalam pengembangan potensi
pariwsata, yaitu pemerintah daerah, stakeholders, yang terkait dengan
pariwisata dan masyarakat yang mengenal dampak dari pengembangan
pariwisata.

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, maka penlis akan melakukan


penelitian terhadap bagaiman aupaya-upaya yang seharusnya dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam rangka mengembangkan sector
pariwisata, dimana potensi pariwsata sangat besar tetapi tidak dikelola secara
professional sehingga akan mendatngkan manfaat bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat.

3.2. Aspek yang Diteliti

Dalam penelitian ini, penulis lebih memfokuskan pembahasan pada


aspek sebagai berikut;

3.2.1. Misi dan Mandat Organisasi

Misi adalah tujuan yang hendak diwujudkan pemerintah Kabuaten


Wonosobo dalam upayanya mengembangkan potensi pariwisata di
daerahnya. Sementara pengamatan terhadap faktor misi adalah apa
yang hendak diwujudkan oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo
apabila mandate tersebut dilaksanakan.

Sedangkan madat adalah apa yang seharusnya dilakukan oleh


Pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam pengembangan potensi
pariwisata. Faktor yang diamati adalah seluruh tugas dan kewajiban
yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo.

3.2.2. Lingkungan Internal

Lingkungan internal yaitu berbagai faktor lingkungan yang berada di


dalam tubh organisasi pemerintah daerah yang berkaitan dengan
pariwsata yang berpengaruh secara langsung atau tidak langsung
terhadap pencapaian visi, misi dan mandate organisasi yang
merupakan kekuatan dan kelemahan organisasi yang meliputi antara
lain;

a. Faktor Sumber Daya (Input) yaitu gambaran sumber daya,


anggaran/dana, fasilitas/sarana dalam rangka pengembangan
potensi pariwisata oleh Pemerintah Daerah.

b. Faktor Strategi (proses), yaitu gambaran strategi pengembangan


potensi parwisata yang telah ditetapkan di Kabupaten Wonosobo
yang dapat dikaji melluik kebijakan apa yang telah dilakukan
pemerintah kabuapten dalam memanfaatkan sumber daya, dana,
SD,M, fasiltas yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk
pengembangan potensi pariwisata.

c. Faktor Kinerja (output), yaitu gambaran hasil yang telah dicapai


oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam rangka melakukan
pengembangan potensi pariwisata.

3.2.3. Lingkungan Eksternal

Yang dimaksudkan dengan lingkungan eksternal adalah berbagai


fkator lingkungan yang berda di luar organisasi Pemerintah Kabupaten
Wonosobo yang dapat mempengarhui secara langsung atau tidak
langsung terhadap pencapaian visi dan misi di sector pariwisata.

a. Faktor Politik, yaitu menyangkut berbagai kebijakan pemerintah,


khususnya di bidang pariwisata atau yang memiliki keterkaitan
dengan bidang tersebut dimana dapat memberikan dampak
langsung atau tidak langsung terhadap pengembangan potensi
pariwisata, yaitu komitmen-komitmen politik, perungang-
undangan, pemgbanungan dan sebagainya.

b. Faktor Ekonomi, yaitu berbagai kecenderungan dinamika


perekonomian di luar sector pariwisata yangmemberikan dampak
langsung atau tidak langsung terhadap pengembangan sector
pariwisata.

c. Faktor Sosial, yaitu berbgai gambaran keadaan sosial budaya


masyarakat yang memberikan dampak langsung atau tidak
langsung terhadap pengembangan potensi pariwisata berupa
kebiasaan hidup (lifestyle) maupun budaya masyarakat.

d. Faktor Teknologi, yaitu perkembangan teknologi yang


memberikan dampak langsung atau tidak langsung tehadap
pengembangan potensi pariwisata.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk kepentingan pengumpulan data, beberapa pendekatan yang penulis


lakukan adalah:

a. Pengamatan (Obeservasi)

Yaitu melakukan pengamatan secara langsung berkaitan dengan


kondisi lokasi penelitian maupun terhadap hal-hal lain yang terkait
dengan tujuan penelitian, untuk mendapatkan data yang obyektif.

b. Wawancara (interview)

Teknik wawancara atau interview merupakan teknik dalam


pengumpulan data yang dilakukan dengan Tanya jawab secara bebas
namun tetap terarah, maksudnya bahwa dalam melakukan
wawancara, peneliti tetap berpedoman pada pertanyaan-pertanyaan
yang telah disiapkan. Tidak terlepas dari itu peneliti juga akan
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya spontan untuk
menunjang data-data penelitian ini. Wawancara diarahkan kepada
pihak-pihak yang memiliki keterlibatan langsung dengan penelitian
ini.
c. Studi Dokumenter

Teknik ini merupakan teknik pengumpulan data dengan cara


mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan denganpenelitian ini
berupa catatan-catatan, arsip-arsip dan kumpulan peraturan
perundang-undangan, sertalaporan-laporan dari dinas-dinas terkait
dengan penelitian ini.

3.4. Sumber Data

Dalam rangka pengumpulan data yang menunjang penelitian ini, maka


peneliti akan menetapkan sumber data sesuai dengan data yang dibutuhkan.
Untuk itu maka peneliti menetapkan beberap aorang sebagai sumber data
sebagai berikut : Kepala Bagian Pemasaran Sekreatiat Daerah Kabuapaten
Wonosobo, Kelaa Dinas Pekerjaan Umum, Kepala Dinas Perhubungan,
Kepala Bappeda, Kepala Cabang PT Telkom, Kepala Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan dan sebagainya.

3.5. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data yang akan diperoleh dalam penelitian ini, maka
penulis akan mempergunakan teknik analisis kualititatif, yaitu teknik analisis
yang dilakukan mellaui pemikiran logis, baik secara induktif, deduktif,
analogi, maupun komparatif dengan tujuan untuk memperoleh suatulangkah
strategis dalam pengembangan pariwisata.

Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini akan diproses dengan


analisis data yang mengacu pada model perencanaann strategis dan dalam hal
ini dibagi dalam pbeberapa tahapan proses, yakni;

a. Mengidentifikasi visi, misi dan madat organisasi, dengan menanalisis


data sekunder berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Analisis SWOT : yaitu dengan menganalisis data sekunder maupun
data primer untuk menilai lingkungan internal berupa kekuatan dan
kelemahan denganmemantau sumber daya (input), strategi (proses)
dan kinerja (output). Lingkungan kesternal berupa peluang dan
ancaman dengan memantau berbagai kekuatan kecenederungan
politik, ekonomi, sosial dan teknologi.

c. Mengidentifikasi isu-isu strategis; dalam proses identifikasi isu


strategis selain berpegang pada hasil analisis SWOT juga harus tidak
terlepas dari visi dan misinya sehingga strategi yang akan
dikembangkan akan menuju pada pencapaian visi dan misi tersebut.

Bryson mengemukakakn ada empat pendekatan untuk merumuskan


isu strategis yaitu: 1) Pendekatan langsung (the direct approach); 2)
pendekatan sasaran (the goals approach) dan 3) Pendekatan visi
kebehrasilan (the vision of the success approach).

Pendekatan langsung meliputi jalna lurus dari ulasan terahdap


mandate, misi dan SWOT (kekuatan-kelemahan-peluang dan
ancaman) hingga identifikasi isu-isu strategis. Pendekatan ini
merupakan yang tebaik ketika tidak adak kesepakatan tetnang sasaran
(goals), atau jika ada kesepakatan tentang sasaran, maka sasaran itu
sendiri terlalu abstrak untuk digunakan. Dengan kata lain pendekatan
langsung akan bekerj sangat baik ketika tidak ada kesesuaian nilai.
Pendekatan langsung akan sangat baik jika tidak ada visi keberhasilan
sebelumnya dan megembangkan visi berdasarkan konsensus akan
terlalu sulit.

Pendekatan sasaran dapat bekerja jika kesepakatan yang agak luas


dan mendalam tentang sasaran dan tujuan organisasi serta jika
sasaran dan tujuan itu cukup terperinci dan spesifik untuk memandu
pengembangan strategi. Pendekatan ini juga dapat diharapkan bekerja
ketika ada struktur otoritas herarkis dengan para pemimin di puncak
dapat memksakan ssaran itu pada keseluruhan system. Pendekatan ini
lebih mungkin bekerja dalam organisasi public yang berfungsi
tunggal dari pada dalam situasi multi organisasi atau multi fungsi.

Pendekatan visi keberhasilan menjadi sangat berguna jika organisasi


kesulitan mengidentifikasi isu-isu strategis secara langsung. Jika
tidak ada kesepakatan sasaran dan tujuan yang terperinci dan spesifik
serta akan sulit mengembangkan strategi, dan jika perubahan drastic
mngkin diperlukan. Pendekatan ini lebih mungkin bekerja dalam
organisasi nirlaba ketimbang organisasi public.

Mengingat bahwa Pemerintah Kabupaten Wonosobo adalah


organisasi public, maka pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan langsung yaitu setelah identifikasi imisi,mandate dan
SWOT langusng melakukan identifikasi isu-isu strategis.

d. Mengevaluasi isu strategis, berdasarkan isu-isu strategis yang telah


ditetapkan pada tahap ketiga, maka tahap ini bertujuan untuk
mengukur tingkat kestrategisan suatu isu dengan mempergunakan
alat ukur berupa litmus test.

e. Merumuskan Program Strategis: program strategis disusun sebagai


respon terhadap isu-isu strategis yaitu apa yang akan dilakukan oleh
organisasi untuk menanggulangi isu. Pada tahap ini dirumuskan
rencana langkah-langkah strategis, alternatif kebijakan mendasar
yang akan dilalkukan untuk menanggulangi atau menjawab isu
strategis.
BAB IV

HASIL DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

4.1. Visi, Misi, Mandat Kabuaten Wonosobo dan Strategi Kebijakan Sektor
Pariwisata

Menjabarkan visi, misi dan mandate Kabupaten Wonosobo terkait


dengan perihal pengembangan sumber daya pariwisata merupakan langkah
awal sebelum melakukan analisis mendalam mengenai hal tersebut yang
selanjutnya akan digunakan sebagai kerangka acuan dalam rangka menyusun
program dan teknis pelaksanaan pengembangan pariwisata.

Perihal pembangunan pariwisata ini, Kabupaten Wonosobo memiliki visi


“Mewujudkan Wonosobo sebagai daerah tujuan wisata utama (main tourism
destination) di Indonesia yang berkualitas dan bernilai ekonomis tinggi,
dengan cirri khas wisata alam (natural tourism) yang mampu menampilkan
inovasi dan kreasi baru berdasarkan indigenous value dari potensi yang
ada”.

Dengan adanya visi tersebut, Pemerintah Kabupaten Wonosobo terus


melakukan berbagai upaya kegiatan agar visi tersebut secara bertahap dapat
terealisasi. Dalam penerapan visi tersebut, Pemerintah Kabupaten Wonosobo
kemudian menurunkan visi tersebut kedalam konsep-konsep yang lebih teknis
berupa misi pengembangan pariwisata. Spillane, James (2001:21)
mengemukanan misi adalah tujuan (prupose) yang unik yang membedakan
dari perusahaan/organisasi lain yang sejenis dan mengidentifikasi cakpuan
operasinya.

Pengembangan pariwisata di Kabupaten Wonosobo merupakan bagian


dari pembangunan pariwisata nasional dan wilayah pengembangan wisata.
Hal ini berarti misi yang akan dilaksanakan disusun dalam kerangka misi
pengembangan pariwisata nasional dan wilayah. Namun demikian,
penyusunan misi pengembangan pariwisata Kabupaten Wonosobo tetap akan
mempertimbangkan karakteristik wisata yang ada serta visi pengembangan
pariwisata akan dicapai.

Hasil dari analisis penyusunan misi tersebut oleh Pemerintah Kabupaten


Wonosobo adalah:

a. Mengembangkan produk wisata yang variatif dengan tingkat


pelayanan tinggi sehingga mampu menarik dan menahan wisatawan
yang dating berkunjung.

b. Memperbesar penerimaan Pendapatan Asli Daerah dari sector


pariwisata.

c. Mampu berperan dalam pengembangan dan peningkatan kualitas


sumber daya manusia.

d. Memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat luas.

e. Berorientasi pada pengembangan usaha skala kecil dan menengah.

f. Menjadikan pariwisata sebagai agen pelestari adat dan budaya serta


lingkungan.

g. Mampu mendukung kegiatan pembangunan dan pengembangan


wilayah seara umum.

h. Membentuk suatu kesadaran dari stakeholders, pengusaha di bidang


pariwisata dan masyarakat untuk mengembangkan pariwisata yang
ramah lingkungan baik fisik maupun non fisik sehingga
pengembangan pariwsata dapat diterima secara sosial (sosiocultural
acceptable) dan ekologis (ecologically sustainable).

4.2. Analisis Lingkungan Internal


4.2.1. Aspek Input (Sumber Daya)

Aspek sumber daya merupakan aspek yang paling penting,


gabungan dari unsur ini merupakan energy yang menentukan apakah
kepariwisataan dapat berjalan sesuai dengan harapan atau tidak. Aspek
input sendiri meliputi sumber daya manusia, sumber daya anggaran,
sumber daya sarana dan prasarana, informasi dan budaya organisasi
yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam rangka
pengembangan potensi.

4.2.1.1. Sumber Daya Manusia

Aspek sumber daya manusia (SDM) adalah aparartur yang


ada di jajaran Pemerintah Kabupaten Wonosobo, lebih spesifik
tenaga yang dimiliki Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Saat
ini secara kuantitas, jumlahnya masih harus diperhitungkan
ulang untuk kabupaten yang memiliki potensi wisata cukup
besar. Betapa tidak, SDM yang dimiliki oleh instansi tersebut
apabila dibandingkan dengan beban kerja yang harus
ditanggung memiliki jarak yang cukup jauh, akibatnya satu
SDM diwajibkan untuk mengerjakan pekerjaan yang
seharusnya untuk dua atau tiga orang tenaga. Pada instansi-
instansi tersebut, jumlah pengawainya kurang memenuhi
target, kekurangan jumlah pegawai ini diakibatkan oleh
Kabupaten Wonosobo merupakan kabupaten yang baru
dimekarkan. Untuk itu pemerintah daerah berupaya untuk
memenuhi target jumlah pegawai dengan melakukan
rekrutmen sesuai dengan kemampuan yang tersedia.

Sementara itu, apabila ditinjau dari sisi kualitas,


kondisinya tidak kalah memprihatinkan, betapa tidak dari
jumlah SDM yang ada, masih banyak egawai yang mempunyai
latar belakang pendidikan kurang memadai. Sesuai hasil
obeservasi yang dilakukan pada masing-masing dinas, kantor,
instansi maupun badan di Kabupaten Wonosobo, dimana
pegawai yang berlatar belakang pendidikan sarjana S1 pada
masing-masing instansi hanya sebanyak 15 persen dari jumlah
pegawai yang ada.

Spesifik ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten


Wonosobo, sumber daya aparatur khusus di bidang
kepariwsataaan sampai dengan saat ini belum ada. Hal init
erlihat dari seluruh jumlah pegawai di Kabupaten Wonosobo
hanya satu orang yang mempunya latar belakang pendidikan
kepariwsataan. Akibatnya dalam rangka upaya pengembangan
pariwisata maupun dalam rangka penyusunan rencana
pengembangan pariwisata masih mengalami banyak kendala.

Untuk mengubahnya, tampaknya Pemerintah Kabupaten


Wonosobo harus melakukan langkah antisipasi dengan dengan
mengikutsertakan para pegawai khusus untuk menangani
urusan kepariwisataan dengan mengikuti pendidikan maupun
pelatihan bidang kepariwisataan.

Terkait dengan persoalan sumber daya manusia tersebut,


maka di Bagian Pesaran Sekretariat Daerah Kabupaten
Wonosobo yang diserahi keewenangan untuk menangani
urusan kepariwsataan di Kabupaten Wonosobo dari sisi
kuantitas hanya diperkuat dengan 15 orang pegawai yang
melakukan aktivitas sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Komposisi 15 orang pegawai yang ada pada bagian
tersebut dibagi menjadi empat sub bagian.

Secara kuantitas, jumlah tersebut juga sangat tidak


memadai apabila dibandingkan dengan volume kerja dan
rutinitas yang begitu padat. Sementara ditilik dari sisi kualitas,
rata-rata pegawai yang ada pada bagian tersebut belum
memdai pula. Hal ini dikarenakan Dinas Pariwsata dan
Kebudayaan merupakan hasil gabungan dari dua macam dinas,
masing-masing Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dan Sub
Bdinas Kebudayaan yang tadinya berada di bawah Dinas
Pendidikan. Kemudian, berbagai macam mutasi pegawa dan
wajar apabila dilihat dari kedua tolok ukur tersebut keberadaan
sumber daya manusia tidak memenuhi target.

Menilik pada internal Dinas Pariwisata dan Kebudayaan,


ternyata sumber daya manusia yang ada secara kualitas juga
masih belum memadai, hal ini akan tampak jelas pada table
dibawah ini:

Tabel IV.1

Susunan Kepegawaian Menurut Tingkat Pendidikan

Pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

Kabupaten Wonosobo

Tahun 2010

Prosentas
No Pendidikan Jenis Kelamin Jumlah
e
L P

Pendidikan Formal

1 SD 5 - 5 10,63
4,
2 SMP 2 - 2 25

3 SMA 13 4 17 36,17
17
,0
4 Sarjana Muda/Diploma 2 6 8
2

29
,7
5 S.1 9 5 14
8

6 S.2 1 - 1 2,12
Jumlah 32 15 47 100
Latihan Jabatan

1 Diklat Pim IV 10 6 16 34,04


6,
2 Diklat Pim III 3 3 38

0
3 Diklat Pim II - - -

Jumlah 10 9 19 40,42
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo, diolah

Berdasarkan table diatas, diketahui bahwa tingkat


pendidikan pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Wonosobo sangat tidak memadahi karena didominasi oleh
lulusan SMA sederajat sebanyak 36,17 persen. Disamping itu,
tenaga yang belum mengikuti pelatihan jabatan juga terbilang
cukup banyak yang prosentasenya mencapai 59,68 persen.

Pengalaman pendidikan dan pelatihan dibidang pariwisata


yang belum memadai tersebut, membuat para pegawai bekerja
hanya berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang harus
dikerjakan. Sementara kreativitas dan inovasi tidak terlalu
Nampak kental dalam nuansa kerja para pegawai. Fakta
tersebut membuat sangsi ketika harus menyusun perencanaan
pengembagan pariwisata sesuai dengan target dan tujuan yang
dikehendaki.
4.2.1.2. Sumber Dana/Anggaran

Anggaran adalah salah satu sumber daya yang cukup vital


untuk mendapatkan perhatian. Operasional tugas-tugas rutin
maupun pembangunan yang harus dilakukan tergantung dari
jumlah faktor ini, apabila mendapatkan prosi yang kecil, maka
rencana pembangunan yang sudah tertata sedemikian bagusnya
akan runtuh dengan sendirinya. Ketersediaan anggaran dan
kemamuan mengelola dan memanfaatkannya secara optimal
sangat mempengaruhi produktivitas bahkan bermuara pada
keberhasilan kinerja organisasi. Sehubungan dengan hal
tersebut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan yang berkaitan
langsung harus terlibat aktif dalam menentukan anggaran yang
dibutuhkan untuk realisasi perencanaan.

Dalam program pembangunan daerah (Properda)


Kabupaten Wonosobo 2006-2010, disebutkan bahwa
kebijakan sector pariwisata menjadi bagian dari pembangunan
bidang ekonomi. Arah kebijakan pariwisata dan kebudayaan
adalah meningkatnya peran pariwiasata sebagai sector andalan
yang mampu menggalakkan ekonomi termasuk kegatan sector
lain, sehingga dapat meningkatkan lapangan kerja, pendapatan
masyarakat, pendapatan daerah, pendapatan Negara dan
meningkatkan devisa melalui upaya pengembangan potensi
kepariwisataan.

Properda tersebut mengisyaratkan dilakukannya program-


program teknis, seperti :

a. Program pengembangan obyek wisata

b. Program pengembangan penyuluhan tenaga


kepariwisataan
c. Program pengembangan promosi dan pemasaran
wisata

d. Program pengembangan sarana dan prasarana


pariwisata, dan

e. Program pelestarian dan pengembangan budaya


Wonosobo.

Sementara itu, dari data yang dilansir Dinas Pariwisata


dan Kebudayaan dalam tahun anggaran 2010, sedikitnya ada
lima program besar yang akan diusung. Masing-masing dapat
dilihat dari table berikut;

Tabel IV.2.

Rincian Program dan REalisasi

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo

Tahun Anggaran 2010

REALISASI
No PROGRAM
ANGGARAN
Program Pengembangan Pemasaran Rp.
1 330.000.000,-
Pariwisata
Program Perencanaan Pembangunan Rp
2 750.000.000,-
Daerah
Program Peningkatan Sarana dan Rp
3 50.000.000,-
Prasarana Aparatur
Rp.
4 Program Pengembangan Nilai Budaya 150.000.000,-

Rp.
5 Program Pelayanan Administrasi Kantor 276.369.750,-

Jumlah Rp. 1.556.369.750,-


Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo, diolah

Melihat anggaran jumlah tersebut, maka dana yang


disediakan oleh pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam
upaya pembangunan sumber daya pariwisata dinilai telah
mencukupi. Hal ini menunjukkan, Pemerintah Kabupaten
Wonosobo sudah mulai memahami betapa pentingnya upaya
pengembangan pariwisata dalam rangka meningkatkan
pendapatan asli daerah (PAD) serta multiple effect yang
ditimbulkan karenanya untuk masyarakat disekitarnya.

Pada model pemerintahan otonomi daerah, peran legeslatif


dalam menentukan angka-angka penganggaran sangat terlihat
paling mencolok. Dimana setiap angka yang ditetapkan adalah
bagian dari campur tangan mereka sejak mulai pengusulan
anggaran dari masing-masing dinas. Untuk itu, komitmen para
anggota dewan dalam upaya pengembangan pariwisata di
Kabupaten Wonosobo sangat diharapakan.

4.2.1.3. Sarana dan Prasarana

Pengembangan pariwisata adalah kegiatan yang tidak


dapat terpisah dari sarana dan prasarana umum dan berperan
sebagai faktor penunjang produk wisata. Gambaran kondisi
sarana dan prasarana umum mencakup sarana fasilitas
kesehatan, keamanan dan peribadatan, sedangkan gambaran
kondisi prasarana mencakup transportasi, air serta
telekomunikasi.

Dalam hal sarana umum berupa fasilitas kesehatan,


keamanan, peribadatan dan lainnya di Kabupaten Wonosobo
sudah terbilang cukup baik. Iklim keamanan yang kondusif
serta fasilitas kesehatan yang cukup dan tempat peribadatan
yang ada hampir disetiap tempat wisata memberi dampak
positif terhadap upaya pengembangan pariwisata.
Sayangnya, prasarana yang ada kurang begitu mendukung,
terutama dalam hal transportasi. Di beberapa objek wisata,
tidak ada jalur trasportasi umum yang memungkinkan
wisatawan dapat mengunjungi beberapa tempat sekaligus
dengan satu kendaraan. Disamping itu, terbelit pula dalam hal
sarana berupa jalan aspal yang belum menjangkau atau
terdapat banyak kerusakan untuk mengakses tempat wisata
tersebut.

Sementara itu diinternal Dinas Pariwisata dan


Kebudayaan, beberapa hal yang perlu mendapatkan evaluasi
antara lain keberadaan gedung yang terpisah antara Bidang
Pariwisata dan Bidang Kebudayaan. Terpisahnya gedung
meski tidak terpaut jauh, namun memberi dampak besar
terhadap pola komunikasi yang dibangun. Sementara itu,
gedung tourist information center (TIC) kurang begitu terawat
keberadaannya kendati tempatnya sudah sangat strategis, yakni
tepat di depan alun-alun kota Wonosobo.

4.2.1.4. Informasi

Untuk melakukan perencanaan strategis dalam


pengembangan pariwisata memerlukan informasi yang
mendalam dan akurat. Informasi tersebut diperlukan dalam
upaya pengambilan keputusan dalam rangka pengembangan
pariwisata dan dalam rangka mengantisipasi perubahan-
perubahan yang cepat beruba di masa yang akan datang.

Dengan kemampuan mengakses informasi yang cepat,


valid dan actual sangat mendukung pelaksanaan kinerja para
pegawai sehingga nantinya memudahkan dalam pengambilan
kebijakan dan kebijakan tersebut dapat
dipertanggungjawabkan. Informasi mengenai potensi wisata
yang ada di kabupaten Wonosobo saat ini mulai diupayakan
dengan menysun data-data mengenai profil kepariwisataan
yang ada, membuat stiker-stiker, brosur, maupun iklan-iklan
yang terkait dengan potensi wisata yang ada.

Selain itu, langkah promo juga dilakukan melalui internet


dan penggunaan pihak ketiga untuk memasarkan produk
wisata. Pihak ketiga yang dimaksud adalah perhotelan, biro
perjalanan wisata, serta pihak lain yang memiliki andil besar
dalam pengembangan potensi wisata. Secara umum,
pemasaran produk wisata sudah cukup bagus.

Problem yang terjadi justru di internal Dinas Pariwisata


dan Kebudayaan sendiri yang seringkali kurang dapat
mengakses informasi melalui internet, dimana dengan media
ini perkembangan kepariwisataan dunia dapat diperoleh
dengan cepat dan akurat. Pemantauan informasi hanya sebatas
pada media massa yang ada.

4.2.1.5.Budaya Organisasi

Budaya organisasi lebih mengarah kepada buday akerja,


kecenderungan yang muncul pada setiap organisasi public
adalah buday kerja berdasarkan rutinitas pekerjaan dan hanya
menunggu perintah atasan, sebagian besar pegawai
menganggap bahwa pekerjaan yang diberikan harus ada
imbalan, sehingga setiap pekerjaan yang tidak ada imbalannya
merek aenggan untuk mengerjakannya.

Kendati para pegawai telah diberikan gaji setiap bulannya,


namun mereka hanya melakukan pekerjaan rutin saja tana ada
pemikiran untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang
segar dalam rangka kemajuan daerah, khususnya sector
pariwisata. Etos kerja yang rendah serta pengaruh budaya lain
juga menjadi kendala mencapai kemajuan organisasi. Para
pegawai tersebut acap kali enggan memberikan kritikan secara
terbuka, usulan atau gagasan-gagasan baru kepada rekan kerja
maupun kepada atasan mereka. Parahnya, budaya kerja
semacam ini sudah berlangsung lama dan mengakar seolah
menjadi bagian dari profesionalitas kerja mereka, meskipun
sebenarnya menjadi batu sandungan dalam rangka
pengembangan sumber daya pariwisata.

Budaya kerja tersebut sudah hampir merupakan hal yang


lazim terjadi dalam lingkup Pemerintahan Kabupaten
Wonosobo di semua instansi. Tak jarang, tugas dan
tanggungjawab pokok para pegawai seringkali diabaikan
karena mereka mencoba menyibukkan diri pada hal yang
beroientasi proyek, yang diidentikkan dengan uang. Begitupun
kritikan-kritikan yang seharusnya dilontarkan oleh pimpinan
kepada bawahan, apabila melakkan pelanggaran-pelanggaran
kepegawaian, hal tersebut tidak pernah dilakukan, apalagi
kepada sesame rekan kerja dalam satu unit kerja yang sama.

4.2.2. Strategi yang dilakukan (Proses)

Strategi yang dilakukan adalah berbagai gambaran strategi untuk


pengembangan potensi pariwisata yang telah ditetapkan di Kabupaten
Wonosobo, yang dapat dikaji melalui kebijakan apa yang telah
dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam
memanfaatkan sumber daya, dana/anggaran, sumber daya manusia dan
srana dan prasarana yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Wonosobo
untuk melaksankan pengembangan potensi pariwisata.

Salah satu karakteristik dari pariwisata adalah produk yang dijual


bersifat abstrak, tidak nyata hanya berupa pengalaman. Semakin
beragam pengalaman yang dapat diperoleh di tempat wisata, akan
semakin tinggi nilai jual area tempat wisata tersebut. Pemahaman
mengenai hal ini juga harus menjadi dasar pemikiran pengelola wisata
agar memiliki kreativitas dalam pengelolaan aspek pariwisata agar
dapat tercipta banyak pengalaman-pengalaman yang dirasakan
pengunjung.

Untuk memberikan pengalaman kepada wisatawan, maka sumber


daya wisata tersebut harus dikemas dengan baik. Salah satu caranya
adalah dengan menciptakan berbagai jenis kegiatan wisata sesuai
dengan ketersediaan sumber daya wisata tersebut. Dengan
pengembangan sumber daya wisata yang ada melalui penciptaan jenis
kegiatan serta didukung dengan faktor pelengkap kepariwisataan yang
lain, maka diharapkan dapat memberi nilai dari sumber daya tersebut
yang berdampak langsung pada peningkatan dan dapat dimanfaatkan
secara optimal.

Pada dasranya pengembangan sumber daya wisata bertujuan untuk


menarik serta menahan wisatawan untuk data serta tinggal lebih lama
di Kabupaten Wonosobo. Dengan kondisi tersebut maa sasaran
pengembangan pariwisata berupa peningkatan jumlah kunjungan serta
tingkat lama tinggal (length of stay), dapat tercapai. Untuk mendukung
tujuan tersebut, strategi pengembangan sumber daya wisata yang
ditetapkan adalah dengan (1) Diversifikasi jenis kegaiatan wisata yang
akan dikembangkan dengan mengeksplorasi sesuatu yang baru serta
pengaturan rute wisata, dan (2) Intessifikasi dan revitalisasi objek-
objek wisata yang telah ada.

Strategi diversifikasi jenis kegiatan wisata dan pengaturan rute


wisata diarahkan untuk dapat memberikan keragaman pengalaman dan
pilihan kepada wisatawan yang melakukan kegiatan wisata di
Kabupaten Wonosobo. Dengan kreativitas di dalam penciptaan dan
pengembangan jenis kegiatan wisata baru maka diharapkan dapat
dihasilkan suatu jenis kegiatan yang berkualitas dan bernilai jual
tinggi. Sedangkan strategi pengaturan rute wisata dimaksudkan untuk
mempertinggi daya dukung pada masing-masing titik sumber daya
wisata.

Beberapa tindakan yang diambil untuk mendukung strategi tersebut


adalah:

a. Pembuatan film dokumentasi mengenai alam dan budaya


masyarakat Kabupaten Wonosobo yang ditayangkan di Dieng
Plateau Theatre.

b. Mendokumentasikan sumber daya wisata yang ada.

c. Menciptakan berbagai alternative paket jenis kegiatan wisata.

d. Mengembangkan atraksi wisata budaya melalui event-event


wisata yang menggunakan akar budaya tradisional Wonosobo.

e. Pengembangan spiritual tourism.

f. Merencanakan dan menyusun rute wisata.

g. Pengembangan proyek percontohan desa wisata di setiap


wilayah adat.

Sedangkan strategi intensifikasi dan revitalisasi objek-objek wisata


merupakan strategi pemanfaatan produk yang telah ada dalam arti
lebih terfokus kepada pemanfaatan kapasitas yang telah dimiliki untuk
melayani wisatawan. Dengan demikian diperlukan upaya-upaya untuk
pengembangan objek yang telah ada tersebut. Upaya pengembangan
tersebut dimaksudkan untuk dapat lebih meningkatkan kualitas objek,
meningkatkan daya tarik serta mampu menciptakan variasi bagi
wisatawan yang melakukan kunjungan ulang.

Strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan popularitas dari objek


bersangkutan yang telah terbentuk sebelumnya. Hal ini berarti
pembangungan dilakukan di lokasi-lokasi yang telah dikenal oleh
wisatawan. Dalam strategiini terkandung pula makna pertimbangan
daya dukung untuk pengembangan dan pencegahan degradasi kualitas
objek wisata yang ada.

Tindakan yang dilakukan untuk mendukung strategi ini adalah:

a. Penelitian untuk mengevaluasi kondisi objek yang ada untuk


menentukan tindakan yang perlu diambil.

b. Revitalisasi objek wisata yang telah ada berdasarkan penelitian


tersebut.

c. Perbaikan sarana dan prasarana yang rusak di objek wisata


yang bersangkutan.

d. Menyusun site plan dan mengembangkan rencana pengelolaan.

e. Penyempurnaan system ticketing yang handal dan berkeadilan.

f. Menjadwalkan kembali event-event pariwisata yang telah ada.

g. Optimalisasi kualitas pelayanan.

4.2.3. Hasil yang telah dicapai/Kinerja (Output)

Penilaian hasil kinerja merupaka suatu kegiatan yang sangat


penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu
organisasi dalam mencapai misinya. Untuk itu maka kinerja yang
dimaksudkan disini adalah gambaran hasil yang telah dicapai oleh
Pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam melakukan upaya
pengembangan potensi pariwisata.

Walaupun kondisi eksitting kunjungan wisatawan yang datang ke


Kabupaten Wonosobo, baik wisatawan mancanegara mupun wisatwan
nusantara menunjkkan angka yang sangat rendah. Yang terjadi baru
pergerakan wisatawan local, namun demikian, kondisi ini tidak
menyrutkan semangat pemerintah kabupaten untuk menghidupkan
sector pariwisata di daerahnya.

Hasil kerja keras dari pemerintah kabupaten dalam rangka


pengembangan potensi pariwisata adalah dengan dikembangakannya
beberapa objek wisata, antara lain Dieng Plateau Theatre (DPT), Desa
Wisata Giyanti, Desa Wisata Sendangsari, serta objek wisata lainnya.

Dalam menunjang program-program pariwisata, disamping


pembangunan lokasi wisata, juga dalam tahun anggaran 2010 ini telah
dilakukan studi kelayakan dalam rangka pembangunan lokasi wisata
kecil dalam jalur transportasi arus lalu lintas dari dan ke Banyumas.

Beberapa capaian yang dari kinerja Dinas Pariwisata dan


Kebudayaan dalam kaitannya mengenai pengembangan pariwisata
sedikitnya ada enam unsur berdasarkan laporan akuntabilitas kinerja
dinas tersebut, masing-masing adalah;

a. Program pengembangan nilai budaya.

b. Program pengelolaan keragaman budaya

c. Program pengelolaan kekayaan budaya

d. Program pengembangan destinasi pariwisata

e. Program pengembangan pemsaran pariwisata

f. Program pengembangan kemitraan


4.3. Analisis Lingkungan Eksternal

Faktor ekstrnal memiliki pengaruh besar dalam upaya pengembangan


sumber daya pariwisata. Analisis terhadap faktor ini memungkinkan
pengembangan sumber daya pariwisata dapat dilakukan dengan cermat dan
tepat sasaran. Selain itu, analisis terhadap faktor ini juga akan dapat
berpengaruh terhadap tingkat kunjungan wisata.

4.3.1. Faktor Politik

Faktor politik memiliki pengaruh yang cukup besar dalam upaya


pengembangan sumber daya pariwisata, apalagi ditengah
berlangsungnya system otonomi daerah, yang memungkinkan
pemerintah daerah menjadi raja-raja kecil dalam mengatur rumah
tangganya. Faktor politik mempengarhi dalam hal menyangkut
berbagai kebijakan pemerintah khususnya pemerintah Kabupaten
Wonosobo di sector pariwisata yang memiliki keterkaitan dengan
pariwisata dan memberikan dampak terhadap pengembangan potensi
pariwisata berupa Peraturan Daerah, Perundang-Undangan, komitmen-
komitmen politik serta regulasi lain, baik formal maupun informal.

Namun pada sisi yang lain anggaran untuk pembangunan daerah


yang selama ini sebagain besar merupakan subsidi dari pemerintah
pusat melalui APBD I, APBD II, APBN serta paket bantuan lainnya
dengan dipraktekkannya system otonomi daerah berkurang secara
drastic. Penurunan ini akan berpengaruh besar terhadap pembangunan
sumber daya pariwisata di Kabupaten Wonosobo. Dapat disimpulkan,
bahwa system otonomi daerah selain memberikan peluang untuk
mengatur rumah tangganya sendiri, juga menjadi ancaman sector
pariwisata yang kehilangan beberapa sumber pokok pengembangan
potensi sumber daya pariwisata.
4.3.2. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi dalam lingkungan eksternal dimaksudkan adalah


berabgai kecenderungan dinamika pereknomia di luar sector pariwisata
yang memberikan dampak langsung maupun tidak langsung terhadap
pengembangan potensi wisata yang tercermin antara lain melalui
fluktuasi produk domestic regional brutto (PDRB)., pengaruh krisis
ekonomi dan moneter terhadap perkembanganpariwisata serta
perkembangan ekonomi diluar sector pariwisata.

Faktor ekonomi apabila dikaitkan memiliki kaitan erat dengan


tingkat kunjungan wisata, yang hal itu berarti berpengaruh pula
terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Sejak krisis ekonomi pada
medio 1997 hingga krisis keuangan dunia pada awal 2010 lalu
memberi dampak besar terhadap peningkatan aspek pengembangan
sumber daya pariwisata. Salah satu indikatornya adalah menurunnya
nilai tukar rupiah terhadap dollar mata uang luar negeri lainnya. Dalam
skala lebih detil, pengaruh ini juga berdampak pada menurunnya daya
beli masyarakat dari berbagai sector. Sedikit banyak kejadian ini
memberi pengeruh terhadap kunjungan wisatawan baik local maupun
mancanegara karena menurunnya kemampuan pada aspek tersebut tadi
akan memperhitungkan ulang biaya untuk parwisata keluarga.

4.3.3. Faktor Sosial

Faktor sosial yang mempengaruhi lingkungan eksternal yaitu


berbagai gambaran keadaan sosial budaya masyarakat berupa nilai-
nilai yang dianut oleh masyarakat, sikap, pola hidup, kebudayaan,
jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan yang memberikan dampak
langsung ataupun tidak langsung terhadap pengembangan potensi
pariwisata.

Perbaikan lingkungan non fisik akan sangat terkait dengan tindakan


penjagaan dan perbaikan kondisi sosial budaya masyarakatnya.
Seperti telah diketahui, pariwisata missal (mass tourism) telah
meberikan dampak negative yang sangat besar dan signifikan terhadap
adat dan budaya suatu masyarakat pada suatu daerah yang menjadi
tujuan wisata.

Dari sisi negative, dengan berkembangnya parwiisata telah banyak


terjadi kerusakan/degradasi nilai budaya, sehingga banyak budaya
masyarakat yang tidak jelas lagi akarnya, stabilitas sosial terganggu,
seta terjadi pola konsumerisme pada masyarakat di daerah tujuan
wisata. Dengan demikian, sasaran perbaikan lingkungan non fisik di
dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten
Wonosobo adalah meminimalisir dampak negative tersebut.

4.3.4. Faktor Teknologi

Faktor teknologi yang mempengarhui lingkungan eksternal


organisasi yaitu, perkembangan teknologi yang tekrait dengan
teknologi di bidang pariwisata yang memberikan dampak langsung
atau tidak langsung terhadap pembangunan sector pariwisata seperti
teknologi informasi berupa internet, telekomunikasi maupun
transportasi.

Perkembangan teknolog akan sangat mempengaruhi bisnis


pariwisata pada era seperti sekarang ini. Suatau perusahaan atau
organisasi yang tidak memperhatikan perkembangan dan kemajuan
teknologi akan diramalkan kalah dalam persaingan dan lambat laun
akan mati secara pelan-pelan. Kemajuan teknologi juga memang diaku
lebih jarang terjadi, tetapi sekali datang kalau tidak diantisipasi akan
meberikan dampak cuku besar terhadap perusahaan atau organisasi.

Perkembangan teknologi informasi harus direspon oleh


penguasanya untuk kepentingan penunjangan kinerja. Teknologi
informasi ini memungkinkan akses pemasaran, promosi wisata akan
cepat dikuasai oleh aparat pemerintah Kabupaten Wonosobo. Kegiatan
bidang pariwisata adalah menjual akses wisata yang ada dan berusaha
menawarkan melalui promosi yang menarik. Dari hasal pengamatan
yang dilakukan pada instansi-instansi pemerintah berupa dinas, badan
dan kantor belum ada satupun yang menggunakan internet secara
optimal untuk menunjang tugas-tugasnya. Keberadaan internet di
kantor tersebut hanya terbatas pada urusan kedinasan, pribadi dan
lainnya.

4.4. Strategi Dalam Membangun Jaringan Kerja (Network)

Pemerintah Kabupaten Wonosobo memang dapat dengan mudah berdiri


sendiri untuk mengembangkan pariwisata yang dikelolanya. Kemudahan
pengelolaan sendiri ini akan berdampak pada tingkat intensitas kerja yang
tinggi, yang pasti struktur didalamnya mengalami banyak kendala yang akan
dihadapi. Untuk melakukan hal tersebut sendiri, memang mungkin dilakukan,
tetapi hasil yang tidak optimal akan didapatkan.

Kerjasama atau kemitraan menjadi salah satu solusi yang harus ditempuh.
Kerjasama akan berdampak pada peningkatan upaya pengembangan
pariwisata secara kolektif melalui jejaring yang dibangun, baik di internal
pemerintahan, pemerintahan antar wilayah ataupun pihak swasta.

Pentingnya kerjasama ini juga akan berdampak pada pemasaran pariwisata


yang berujung pada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dari sector ini.
Selain itu, kemudahan dalam realisasi kerja di internal Pemerintah Kabupaten
Wonosobo juga akan didapatkan karena pihak jejaring tersebut sedikit banyak
membantu dalam ‘menjual’ produk wisata yang ada.

Focus kerjasama harus diarahkan pada dua hal pokok, pertama kerjasama
dengan pihak swasta yang memungkinkan dapat menjadi pemasar terbaik.
Pihak swasta yang dapat diperbantukan untuk meningkatkan potensi
pariwisata antara lain, perhotelan, biro perjalanan wisata, media massa, pihak
atau orang yang memiliki pengaruh besar yang memungkinkan untuk dapat
menarik massa mengunjungi daerah wisata yang ada.

Kedua, kerjasama antar pemerintah. Kerjasama ini diwujudkan melalui


pola komunikasi yang tepat antara Wonosobo dan daerah sekitarnya,
disamping secara horizontal, kerjasama ini juga perlu diarahkan vertical,
yakni system kerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan
pemerintah pusat untuk membantu memasarkan produk wisata.

Kedua pola tersebut apabila dikembangkan dengan serius akan berdampak


positif bagi pengembangan pariwisata Kabupaten Wonosobo. Dalam catatan
selanjutnya, penulis akan lebih memfokuskan pembahasan pada dua hal
tersebut.

4.4.1. Kerjasama dengan Pihak Swasta

Pemerintah Kabupaten Wonosobo sangat penting untuk terus


menjalin hubungan baik dengan pihak-pihak swasta dalam upaya
pengembangan potensi pariwisata. Kerjasama yang dimaksud harus
diarahkan pada upaya promosi potensi wisata yang ada di Wonosobo
dengan mengedepankan prinsip saling menguntungkan. Secara umum,
pihak swasta berorientasi profit dalam setiap langkah yang akan
ditempuhnya, untuk itu, Pemerintah Kabupaten Wonosobo harus
mampu memahami itu serta memposisikan diri sebagai pihak yang
tidak merugikan swasta.

Beberapa pihak swasta yang memungkinkan untuk menjadi relasi


semacam itu antara lain biro perjalanan wisata, pengusaha dibidang
pariwisata, media massa, hotel dan penginapan serta beberapa
komunitas kepariwisataan yang ada, baik di tingkat nasional maupun
tingkat local. Jaringan tersebut bisa didapatkan melalui pengembangan
jaringan di daerah-daerah kantong wisata seperti Bali, Yogyakarta,
Jakarta dan sebagainya. Pemerintah Kabupaten Wonosobo harus
mampu meyakinkan kepada jejaring tersebut mengenai upaya promosi
terhadap potensi kepariwisataan yang ada. Dengan keyakinan
semacam itu, maka pihak swasta tersebut dengan mudah dapat
mengarahkan usahanya kedalam pengembangan potensi
kepariwisataan yang ada di Wonosobo.

Cara semacam itu merupakan bagian yang sangat enting dan vital
dalam upaya mendorong pengembangan potensi pariwisata.
Kunjungan-kunjungan itu harus direncanakan dengan baik, agar
mampu memberi kesan yang baik dan pengertian yang benar mengenai
keadaan objek wisata yang tersedia di daerah tersebut. Dan sebaliknya,
keuntungan secara profit dapat mereka peroleh manakala mampu
menggiring wisatawan mendatangi potensi wisata yang ada di
Wonosobo. Kesan pertama yang baik, akan berdampak pada
peningkatan produktivitas kepariwisataan pada kunjungan-kunjungan
selanjutnya.

Pemerintah Kabupaten Wonosobo belum menyikapi strategi-


strategi seperti itu untuk diterapkan dalam upaya pengembangan
potensi pariwisata. Hal ini dapat dilihat dari belum banyaknya
pengusaha dibidang pariwisata yang melakukan investasi besar-
besaran di wilayah tersebut. Begitu pula dengan biro perjalanan wisata
yang sampai dengan saat ini belum ada satupun yang beroperasi di
daerah yang sebenarnya memiliki potensi pariwisata yang besar.

Agaknya, pola komunikasi antara Pemerintah Kabupaten


Wonosobo dengan sejumlah pihak swasta tersebut perlu dibenahi.
Khusus untuk kerjasama dengan media massa, penting kiranya sebagai
salah satu daya jual yang dapat memperkenalkan pariwisata secara
lebih luas lagi, baik ditingkat local, nasional maupun internasional.
media massa mampu menjangkau wilayah tersebut melalui
pengembangan-pengembangan jejaring pembacanya yang tersebar
luas. Sayangnya, kesadaran media massa di Pemerintah Kabupaten
Wonosobo, khususnya dalam upaya pengembangan pariwisata masih
sangat rendah. Mereka masih belum mampu memanfaatkan media
massa sebagai salah satu jejaring yang mampu mengangkat potensi
wisata secara lebih luas lagi.

4.4.2. Kerjasama dengan Vertikal dan Horizontal Pemerintahan

Kerjasama tersebut mengarahkan pada pola kerjasama yang


memungkinkan Kabupaten Wonosobo dapat menjadi salah satu daerah
tujuan wisata utama. Kerjasama vertical adalah kerjasama antara
Pemerintah Kabupaten Wonosobo dengan Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah dan Pemerintah pusat. Kerjasama semacam ini adalah
kerjasama bertingkat yang memungkinkan pengembangan potensi
wisata dapat lebih optimal lagi.

Sementara kerjasama horizontal merupakan kerjasama antar


pemerintah kabupaten disekitar Wonosobo dan daerah lainnya yang
memiliki potensi wisata yang besar. Kerjasama antara daerah ini
dilakukan mengingat pemasaran dan pengembangan produk pariwisata
dapat dilakukan dengan study banding, kerjasama promo dan bentuk
lainnya dalam rangka mencapai tujuan pengembangan potensi daerah.

Salah satu contoh yang ada misalnya, Kawasan Dieng Plateau,


secara geografis administrative dimiliki oleh dua kabupaten sekaligus,
masing-masing Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara.
Kerjasama yang baik antara Wonosobo dan Banjarnegara
memungkinkan pengembangan kepariwisataan dapat dilakukan dengan
lebih optimal lagi.

Selain itu, kerjasama dengan wilayah disekitarnya, yakni


Kabupaten Temanggung, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang,
Kabupaten Purworejo dan sebagainya juga sangat dibutuhkan. Hal ini
untuk dapat lebih mempermudah peengembangannya dapat
diintegrasikan dalam satu wilayah pengembangan. Hal ini dilakukan
karena pembangunan terhadap kawasan wisata seharusnya ditopang
pula oleh daerah-daerah sekitar yang sudah maju kondisi
kepariwisataannya, karena daerah yang ada dalam satu wilayah
transportasi pariwisata, secara umum memiliki kesamaan baik dari ssi
budaya, potensi sumber daya alam maupun perekonomiannya.

Pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam mengembangkan potensi


pariwisata kurang mampu menjalin komunikasi dengan daerah-daerah
sekitarnya. Disamping itu, pengembangan juga tidak dilakukan dengan
didasarkan pada pengembangan pariwisata berdasarkan konsep arus
transportasi yang memungkinkan dapat membelah daerah pariwisata
yang dekat menjadi terkesan jauh. Untuk itu, maka strategi
pengembangannya terkait dengan kerjasama antara daerah perlu
didasari atas konsep model wisata serumpun sehingga upaya
percepatan pengembangan pariwisata dapat mencapai sasaran yang
diharapkan.

Table IV.3
Ringkasan Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal
Pengembangan Potensi Pariwisata Kabupaten Wonosobo

No Penilaian Lingkungan S W O T
1 Lingkungan Internal
a. Sumber Daya Manusia
1. Tidak adanya pegawai yang berlatarbelakang
pendidikan khusus kepariwisataan.
2. Tingkat pendidikan pegawai secara kualitas dan
kuantitas masih rendah
Sumber Dana/Anggaran
1. Ketersediaan dana untuk pengembangan
pariwisata cukup memadai.
2. Adanya komitmen dari DPRD untuk
b.
meningkatkan anggaran pariwisata
3. DPRD selalu menaikkan porsi anggaran yang akan
diusulkan eksekutif dalam program
pengembangan pariwisata.
Sarana dan Prasarana
1. Kondisi perkantoran kurang mendukung
c.
2. Infrastruktur maupun suprastruktur kepariwisataan
belum memadai.
Informasi
1. Tersedianya data-data tentang profil
kepariwisataan.
d. 2. Dibuatnya stiker, brosur, iklan yang terkait dengan
promosi wisata.
3. Akses informasi perkembangan pariwisata dari
dalam dan luar negeri melalui internet.
Budaya Kerja
1. Dalam pelaksanaan pekerjaan, hanya menunggu
perintah atasan.
e.
2. Tidak adanya gagasan/ide yang segar dalam
rangka kemajuan daerah.
3. Etos kerja sangat kurang
2 Lingkungan Eksternal
a. Politik
1. Belum ada perangkat untuk pengembangan
pariwisata
2. Sudah diundangkannya perda No. 5/2003 tentang
pembnetukan Susuan Organisasi dan Tata Kerja
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
3. Dibuatnya rencana Induk Pengembangan
Pariwisata Daerah (Rippda).
4. Kebijakan Otda yang memberikan kewenangan
kepada daerah untuk menggali potensi sumber
daya alam.
5. Kebijakan Otda yang mengakibatkan anggaran
pembangunan daerah melalui subsidi pemerintah
pusat menjadi berkurang.
Ekonomi
1. Krisis ekonomi, krisis keuangan dan krisis
moneter yang terus terjadi di tingkat nasional dan
b.
internasional.
2. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wonosobo
mengalami pertumbuhan yang kurang baik.
Sosial
1. Keindahan serta keragaman budaya yang ada.
2. Lingkungan sosial akan berubahnya di masa
mendatang.
3. Struktur kependudukan yang tidak merata.
c.
4. Kerusakan lingkungan hidup.
5. Bergulirnya paradigm baru pengembangan
pariwisata yang ramah lingkungan dan
berkelanjutan.
6. Terjadi degradasi/kerusakan nilai-nilai budaya.
Teknologi
1. Kemajuan teknologi yang pesat.
d.
2. Sudah masuk jaringan internet.
3. System komputerisasi yang belum optimal.

4.5. Perumusan Isu-Isu Strategis

4.5.1. Identifikasi Isu Strategis

Isu strategis merupakan suatu pilihan kebijakan mendasar yang


mempengaruhi mandate, misi, nilai, tingkat dan kombinasi pelayanan,
klien, biaya, organisasi atau manajemen (Bryson, 1995;104). Suatu isu
dapat dikatakan strategis apabila isut tersebut merupakan faktor
determinan bagi pencapaian visi, bila tidak maka halt ersebut bukan
merupakan isu strategis.
Untuk mengatasi masalah pengembangan potensi pariwisata di
Kabupaten Wonosobo, dengan mempelihatkan segenap faktor
lingkungan eksternal yang berupaya pelung maupun ancaman bagi
keberlanjutan pengembangan pariwisata, dengan menggunkaan matrik
SWOT akan ditentukan isu strategis yang perlu segera ditangani dalam
pengembangan potensi pariwisata di Kabupaten Wonosobo.

Mengacu pada table IV.3 ringkasan analisis lingkungan interla dan


lingkungan eksternal yang telah dikemukanan pada halaman
sebelumnya, selanjutnya untuk menentukan isu strategisnya dengan
menggunakan matrik SWOT seperti ditampilkan pada table berikut:

Tabel IV.4
Matrik SWOT Pengembangan Potensi Sumber Daya Pariwisata
Di Kabupaten Wonosobo

WEAKNESS (W)
IFAS
STRENGTH (S) 1. Pendidikan pegawai
secara kualitas dan
1. Komitmen DPRD kuantitas rendah.
untuk tingkatkan 2. Kondisi perkantoran
anggaran pariwisata. kurang mendukung
2. Tersedianya data 3. Dalam pelaksaaan
tentang profil pekerjaan sering
Kepariwistaan. menunggu perintah
3. Dalam rangka atasan.
Promosi wisata 4. Tidak ada
dibuat stiker, brosur, gagasan/ide segar
serta iklan tentang dalam rangka
potensi wisata. pengembangan
EFAS
pariwisata.
5. Etos kerja kurang
OPPORTUNITIES (O) ISU STRATEGIS S-O ISO STRATEGIS W-O
1. Manfaatkan anggaran 1. Meningkatkan
1. Sudah pariwisata yang kualitas aparatur,
diundangkannya memadai untuk khusus dibidang
perda No. 5/2003 pengembangan kepariwisataan agar
tentang seluruh potensi dapat mengatasi
pembnetukan Susuan sumber daya permasalahan
Organisasi dan Tata pariwisata. pariwisata.
Kerja Dinas 2. Manfaatkan 2. Meningkatkan sarana
Pariwisata dan kemajuan teknologi dan prasarana kerja
Kebudayaan untuk meningkatkan untuk menungjang
2. Dibuatnya rencana pengembangan kegiatan pariwisata
Induk pariwisata
Pengembangan 3. Bagaimana
Pariwisata Daerah
(Rippda).
3. Kebijakan Otda yang
memberikan
kewenangan kepada
daerah untuk
menggali potensi
sumber daya alam
memanfaatkan
4. Kemajuan teknologi
potensi pariwisata
yang pesat
dengan optimal.
5. Keindahan alam dan
keragaman budaya
6. Paradigma baru
pengembangan
pariwisata yang
ramah lingkungan
7. Sudah ada jaringan
internet
THREAT (T)

1. Belum ada perangkat


pengembangan
pariwisata.
2. Kebijakan otda yang
mengakibatkan
anggaran
pembangunan daerah
melalui subsidi ISU STRATEGIS W-T
pemerintah pusat ISU STRATEGIS S-T 1. Meningkatkan
menjadi berkurang. 1. Meningkatkan upaya keterlibatan
3. Krisis ekonomi, untuk mengatasi masyarakat local
keuangan dan global kerusakan dalam pembangunan
berkepanjangan. lingkungan. pariwisata
4. Pertumbuhan 2. Meningkatkan upaya Meningkatkan
ekonomi yang tidak promosi wisata. loyalitas aparatur.
maju.
5. Struktur
kependudukan tidak
merata.
6. Terjadi degradasi
nilai budaya
7. System
komputerisasi belum
optimal

Selanjutnya dalam pengidentifikasian isuatu isu strategis


didasarkan pada dua criteria utama (Bryson, 1995;101), yakni,
pertama, seberapa besar keterkaitan isu tersebut dengan lingkungan
internal yangmembuat isu tersebut menjadi strategis. Kedua, seberapa
besar resiko yang akan diterima jika isu tesebut gagal dipecahkan,
proses perumusan isu strategis diawali dengan mengkaji visi, misi,
mandate dengan kominasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan)
dan faktor eksternal (peluang dan ancaman), kombinasi empat faktor
strategis tersebut akan muncul isu-isu strategis sebagai berikut:

4.5.2. Isu Strategis Strong-Threat

Dalam sebuah organisasi, anggaran merupakan sesuatu yang sangat


vital untukmelaksankan kegiatan-kegiatan, baik itu kegiatan
pembangunan, pemerintahan maupun pelayanan kepada masyarakat.
Undang-undang nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah membawa perubahan fundamental
dalam hubungan tata pemerintahan dan hubungan keuangan sekaligus
membawa perubahan penting dalam pengelolaan anggaran daerah.

Dari anggaran yang tersedia yang dalokasikan khusus untuk sector


pariwisata perlu dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk
mengembangkan seluruh potensi parwisata yang ada dan membuka
akses wisata yang ada diaerah shingga akan dapat meraih peluang yang
ada seperti menyiapkan anggaran untuk pembuatan Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Daerah (Rippda), kebijkaan otonomi daerah
yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk menggali potensi
sumber daya alam yang ada, mengantisipasi kemajuan teknologi yang
pesat dengan melakukanpengadaan peralatan teknologi yang canggih,
menglola keindahan alam dan keragaman budaya sebagai asset wisata.

Anggaran untuk pengembangan pariwisata yang cukup memadai


tersebut merupakan suatu kekuatan yang sangat besar untuk
melakukanpengembangan potensi pariwisata yang ada. Tanpa
dukungan anggaran, maka kegiatan yang dilakukan sulit dan tidak
mungkin dapat diralisasikan, melihat besarnya kekuatan tersebut maka
isu strategisnya adalah : memanfaatkan anggaran pariwisata yang
memadai untuk pengembangan potensi sumber daya pariwisata.

Kemajuan teknologi dewasa ini berkembang demikian pesatnya,


sehingga dapat dikatakan bahwa umat manusia belum pernah
mengalami perkembangan secaepat itu. Perkembangan yang amat
pesat itu berdampak antara lain pada lahirnya berbagai ilmu yang baru
dan aneka ragam temuan dan terbosan terjadi dalam bidang teknologi.
Berbagai temuan dan terobosan tersebut sudah seedemikian rupa
sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada lagi segi-segi dan proses
pengeloaan bisnis, khususnya bisnis di bidang parwiwisata yang tidak
disentuh oleh teknologi tersebut.

Perkembangan teknologi yang begitu besar tersebut, baik teknologi


dibidang informasi maupun di bidang transportasi makin
memudahkanorang untuk mengakses dari suatu tempat ke tempat yang
lain dalam waktu yang sangat singkat. Hal ini akan sangat mendukung
perkembangan pariwisata di suatu daerah. Karena promosi dapat
dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi seperti internet.
Disamping itu, dengan berkembangnya teknologi transportasi
wisatawan akan leih mudah bepertgian dari tempat tinggalnya menuju
ke objek-objek wisata dengan cepat. Melihat pentingnya faktor
teknologi tersebut maka isu strategisnya adalah: Pelatihan dan
implementasi sumber daya manusia untuk memanfaatkan kemajuan
teknologi untuk peningkatan pengembangan pariwisata.

4.5.3. Isu Strategis Weakness-Opportunity

Untuk pengelolaan potensi wisata yang berlimpah di Kabupaten


Wonosobo maka diperlukan tenaga-tenaga khusus yang ahli dibidang
kepariwisataan. Untuk itu maka aparatur yang menangani urusan
kepariwisataan perlu diikutsertakan dalam mengikuti pendidikan yang
bersifat formal maupun yang bersifat nonformal berupa pendidikan
dan elatihan maupun mengikutimagang yang terkait dengan
kepariwisataan. Ini dimaksudkan agar tenaga-tenaga tersebtu dapat
menadi tenaga yang professional dalam mengembangkan potensi
parwisata yang ada tersebut.

Peningkatan aparatur, khusus di bidang kepariwisataan agar dapat


mengatasi permasalah pariwisata dengan memanfaatkan peluang
berupa Peraturan Daerah No. 5 tahun 2003 tentang Susunan dan Tata
Kerja Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Dengan diundangkanny
perda tersebut maka perlu diantisipasi dengan menyiapkan tenaga-
tenaga khusus di bidang kepariwisataan agar dapat melaksanakan tugas
sesuai apa yang diundangkan dalam regulasi tersebut. Begitupun dapat
memanfaatkan peulang berupa kemajuan teknlogi yang pesat, dapat
mengelola potensi pariwisata berupa keindahan alam dan keraguaman
budaya, dan dapat menangkap peluang berupa bergulirnya paradigm
baru pengembangan pariwisata yang ramah lingkungan.

Peningkatak nualitas aparatur merupakan satu hal yang mutlak


harus dilakukan dalam menghadai arus perubahan yang semakin ceat
dan untuk menciptakan efektivitas dan efisiensi kerja. Melihat
kegunaan kekuatan tersebut, maka isu strategisnya dalah:
meningkatkan kualitas aparatur, khusus dibidang kepariwisataan agar
dapat mengatasi persoalan pariwisata.

Selanjutnya sarana dan prasarana pariwisata, keberadaannya dalam


rangka pengembangan potensi pariwisata memiliki peran besar,
apabila memadai maka akan dapat mendukung optimalisasi kinerja.
Melihat kondisi ruang kerja yang belum memadai, karena terpisah-
pisah dan kurangnya sarana pengembangan potensi kebudayaan, maka
halo tersebut perlu diminimalkan dengan menangkap peluang berupa
perda No. 5 tahun 2003. Bergulirnya paradigm baru yang ramah
lingkungan, dibuatnya Rippda dan memanfaatkan peluang berupa
keindahan alam dan keragaman budaya yang ada.

Dengan melihat sarana dan prasarana kerja dalam rangka


menunjang kegiatan pariwisata yang belum memadai tersebut, maka
perlu ditanggapi oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo secara serius
dan resonsif karena kelengkapan sarana dan prasarana sangat
dibutuhkan, dari penggunaan peluang terkait meminimakan kelemahan
yang ada, maka isu strategis yang perlu dikembangkan adalah:
Meningkatkan sarana dan prasarana sumber daya pariwisata Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan untuk menunjang kegiatan pariwisata.

4.5.4. Isu Strategis S-T

Dalam membahas mengenai isu strategis ini, terdapat paradoks


yang seringkali menjadi persoalan klasik. Pemerintah Kabupaten
Wonosobo terus berupaya melakukan upaya untuk mendatangkan
wisatawan sebanyak-banyaknya. Namun kedatangan wisatawan yang
sangat banyak itu terkadang membuat tempat menjadi rusak dan
kurang menarik. Selain itu juga, pembangunan sarana-dan prasarana
pariwisata kurang begitu optimal. Sarana dan prasarana seperti hotel,
terminal, jalan dan tempat ibadah akan memperlancar kedatangan
wisatawan. Hal ini penting untuk dilakukan terlepas dari paradoks
yang muncul tadi.

Kerusakan lingkungan yang terjadi di Kabupaten Wonosobo karena


kedatangan wisatawan yang membanjiri ini terlihat belum begitu
parah. Yang paling parah adalah kerusakan lingkungan hidup akibat
penebangan hutan yang tidak terkendali sehingga menimbulkan
bencana seperti tanah longsor, erosi dan banjir yang kesemuanya itu
sangat dirasakan mengganggu upaya pengembangan pariwisata.
Longsor yang terjadi di Desa Tieng, Kecamatan Kejajar yang terjadi
pada medio 2010 lalu berdampak pada tertutupnya akses menuju
Dieng Plateau karena jalan mengalami kerusakan yang sangat parah.

Maka dari itu, Pemerintah Kabupaten Wonosobo kini sedang


berusaha melakukan berbagai upaya kea rah perbaikan lingkungan
tersebut dengan melestarikan lingkungan baik fisik maupun non fisik.
Kegiatan seperti penanaman pohon, penghijauan dan upaya lainnya
terus digalakan melalui berbagai event dengan memanfaatkan
paradigma baru pengembangan pariwisata yang ramah lingkungan.

Faktor lingkungan hidup sangat penting untuk mendapatkan


perhatian khusus dalam upaya pengembangan pariwisata. Maka dari
itu, dari keadaan tersebut dapat ditarik isu strategis berupa:
Meningkatkan upaya untuk mengatasi kerusakan terhadap lingkungan
hidup.

Seperti diketahui, strategi promosi terdiri dari bermacam-macam


komunikasi yang dilakukan untuk menyampaikan informasi dan
meyakinkan atau membujuk calon wisatawan yang ptensial untuk
melakukan perjalanan wisata. Adapun macam kegiatan promosi yang
biasa dilakukan adalah; advertising, personal selling, sales
promotions, brochures printing, positioning, public relation, publiciy.

Promosi adalah hal yang paling penting dalam rencana strategis


dan dapat dipandang sebagai suatu unsur untuk menciptakan
kesempatan menguasai pasar wisata. Unsur promosi yang digunakan
disusun oleh lingkungan, terutama oleh keadaan atau kondisi
permintaan wisatawan. Namun promosi dapat menjadi fungsi
penghubung atau katalisator dalam strategi pemasaran dan sejak
permintaan menjadi salah satu kekuatanyang tidak terawasi yang
sebenarnya harus diperhitungkan. Maka promosi digunakan untuk
mengganti permintaand an mempercepat proses keputusan untuk
melakukan perjalanan wisata.
Melihat begitu pentingnya kegiatan promosi dalam pengembangan
pariwisata, maka kekuatan tersebut perlu ditingkatkanguna dapat
mengatasi ancaman-ancaman berupa belum adanya perangkat
pengembangan pariwisata, kerusakan lingkungan hidup, dalam
melakukan promosi wisata pelru pula dilakukan himbauan tentang
pentingnya menjaga lingkungan hidup disekitar lokasi wisata dan
perlunya menjaga nilai-nilai budaya setempat.

Penggunaan media promosi seperti media massa masih sangat


kurang. Promosi menggunakan media massa semacam ini dapat
mempermudah dalam hal pemasaran, karena media massa merupakan
alat yang paling cepat dan akurat sampai kepada masyarakat. Dengan
demikian, isu strategisnya adalah : Meningkatkan upaya promosi
wisata.

4.5.5. Isu Strategis WT

Peran masyarakat dalam pembangunan adalah bagian dari cirri dari


darah yang mandiri. Dalam masyarakat yang semakin maju dan
berkembang, keaktifan masyarakat dalam proses perubahan merupakan
sebuah keniscayaan, sesuatu yang tidak mungkin dihindari. Sejalan
dengan proses otonomi daerah dan desentralisasi yang salah satu
tujuannya untuk mengembangakan sumber daya local, maka
kandungan kearifan local dalam perencanaanpembangunan daerah
semakin diperlukan mengingat semakin banyaknya program
pembangunan yang tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat local.

Penyebab kegagalan adalah karena model pembangunanyang


berlaku tidak memberi kesempatan yang luas kepada masyarakat local
untuk ikut dalam proses pembangunan. Dengan kata lain masyarakt
diposisikan sebagai objek pembangunan yang terus tunduk dan patuh
terhadap kebijakan pembangnan yang dintrodusir oleh pemerintah.
Pola pengembangan pariwisata di Kabupaten Wonosobo belum
sepenuhnya melibatkan masyarakat local. Masyarkaat local hanya
dijadikan sebagai objek serta penonton dalam proses pengembangan
pariwisata. Untuk itu, maka sasaran pemberdayaan masyarkat local
dalam kaitannya dengan pengembangan pariwisata di Kabupaten
Wonosobo dapat dicapai jika sumber daya masyarakat loka tersebut
sudah siap untuk terlibat dalam proses pengembangan pariwisata.

Untuk itu perlu dilakukan upaya peningkatan sumber daya manusia


masyarakat local yang akan terlibat dalam pengembangan pariwisata.
Melihat perlunya keterlibatan masyarakat local dalam pengembangan
pariwisata maka isu strategisnya adalah: Meningkatkanketerlibatan
sumber daya manusia masyarakat local dalam pembangunan parwisata.

4.5.6. Weakness

Meningkatkan loyalitas merupakan satu hal yang sangat penting


dalam upaya meningkatkan potensi kepariwisataan. Loyalitas yang
tinggi dalam melaksanakan pekerjaan merupakan suatu modal yang
sangat bermanfaat apabila dapat diarahkan dengan tepat, loyalitas
tersebut harus lebih diarahkan pada pekerjaan yang diemban oleh
masing-masing personal. Bukan hanya loyalitas kepada pimpinan,
dengan adanya loyalitas yang tinggi sangatberguna dalam menghadapi
ancaman yang muncul.

Apabila loyalitas tidak dimanfatkans ebagaimana mestinya


mungkin akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan pada
akhirnya akan bermuara kepada terjadinya semacam budaya nepotisme
maupun kolusi. Melihat begitu rugensinya maka isu strategisnya
adalah: Meningkatkan loyalitas perangkat sumber daya manusia pada
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
4.6. Evaluasi Isu Strategis

dari analisis isu strategis data yang merupakan kombinasi empat faktor
tersebut, telah dapat diidentifikasi delapan isu strategis, yaitu:

1. Manfaatkan anggaran pariwisata yang memadai untuk


pengembanganpotensi sumber daya manusia dan objek pariwisata yang
ada.

2. Manfaatkan kemajuan teknologi untuk meningkatkan pengembangan


pariwisata.

3. Sumber daya manusia terkait memanfaatkan kemajuan teknologi untuk


meningkatkan pengembangan pariwisata.

4. Meningkatkan kualitas aparatur, khusus dibidang kepariwisataan agar


dapat mengatasi permasalahan pariwisata.

5. Meningkatkan sarana dan prasarana sumber daya manusia di Dinas


Pariwisata dan Kebudayaan untuk menunjang kegiatan pariwisata.

6. Meningkatkan upaya untuk mengatasi kerusakan lingkungan hidup.

7. Meningkatkan promosi wisata

8. Meningkatkan keterlibatan sumber daya manusiamasyarakat local


dalam pembangunan pariwisata.

Isu-isu strategis yang telah berhasil diidentifikasi pada setiap tahap


sebelumnyaharus diuji terlebih dahulu untuk mengukur tingkat kestrategisan
masing-masing isu dengan menggunakan litumus tes, yaitu
denganmengajukan 13 pertanyaan kepada masing-masing isu. Jawaban
pertanyaan tersebut diberikan skor 1-3. Isu dengan skor tertinggi
menunjukkan bahwa isu tersebut sangat strategis memperluas prioritas
pemecahan. Sebaliknya, isu dengan skor rendah menunjukkan bahwa isu
tersebut merupakan bagian dari isu strategis (bersifat operasional) yang
penyelesainnya dapat dilakukan melalui kegiatan rutin.

Penilaian yang dilakukand alam penelitian ini dilakukan dengan cara


melibatkan aparat yang menduduk I posisi kunci dalam pengmbilan
keputusan pengembangan pariwisata, baik yang ada di Bagian Pemasaran
Setda Wonosobo yang menangani urusan kepariwisataan maupun dari unsur
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan atau Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan dengan cara wawancara. Untuk mengetahui
penilaian hasil litmus tes dapat dilihat dalam table berikut:
Tabel IV.5
Litmus Test 1
Manaatkan anggaran pariwisata yang memadai untuk pengembangan Potensi
Sumber Daya Pariwisata
Kabupaten Wonosobo

No Pertanyaan Jawaban Skor


1 Kapan tantangan atau peluang isu-isu strategis ada Sekarang 1
dihadapan anda?
2 Seberapa luas isu tersebut akan berpengaruh kepada Beberapa instansi 2
organisasi?
3 Seberapa banyak resiko keuangan/peluang keuangan Besar (lebih dari 3
organisasi? 25% anggaran)
4 Akankah strategi-strategi bagi pemecahan isu akan
memerlukan:
a. Pengembangan sasaran dan program Ya 3
pelayanan yang baru?
b. Perubahan signifikan dalam sumber- Ya 3
sumber keuangan /anggaran?
c. Perubahan signifikan dalamperaturan Tidak 1
perundang-undangan?
d. Penambahan atau modifikasi fasilitas Ya 3
utama?
e. Penambahan staf yang signifikan? Ya 3

5 Bagaimana pendekatan yang terbaik bagi pemecahan Terbuka luas 3


isu?
6 Tingkat manajemen terendah manakah yang dapat Kepala Bagian 3
menetapkan bagaimana menaggulangi isu?
7 Konsekuensi apakah yang mungkin terjadi bila isu ini Kekacauan 2
tidak diselelsaikan? pelayanan,
kehilangan sumber
dana
8 Seberapa banyak dinas/instansi lainnya yang Empat atau lebih 3
dipengarhui dan harus dilibatkan dalam pemecahan?
9 Bagaimana sensivitas atau ‘charged’ isu ini terhadap Keras 3
nilai-nilai sosial, politik, religious dan kulural
komunitas?
Jumlah 33
Sumber : Bryson (2000;184)
Tabel IV.6
Litmus Test 2
Manaatkan kemajuan teknologi
untuk pengmbangan Potensi Sumber Daya Pariwisata
Kabupaten Wonosobo

No Pertanyaan Jawaban Skor


1 Kapan tantangan atau peluang isu-isu strategis ada Sekarang 1
dihadapan anda?
2 Seberapa luas isu tersebut akan berpengaruh kepada Instansi tunggal 1
organisasi?
3 Seberapa banyak resiko keuangan/peluang keuangan Sedang (antara 20- 2
organisasi? 25% anggaran)
4 Akankah strategi-strategi bagi pemecahan isu akan
memerlukan:
a. Pengembangan sasaran dan program tidak 1
pelayanan yang baru?
b. Perubahan signifikan dalam sumber- Ya 3
sumber keuangan /anggaran?
c. Perubahan signifikan dalamperaturan Tidak 1
perundang-undangan?
d. Penambahan atau modifikasi fasilitas tidak 1
utama?
e. Penambahan staf yang signifikan? tidak 1

5 Bagaimana pendekatan yang terbaik bagi pemecahan Terbuka luas 3


isu?
6 Tingkat manajemen terendah manakah yang dapat Kepala Sub Bagian 2
menetapkan bagaimana menaggulangi isu?
7 Konsekuensi apakah yang mungkin terjadi bila isu ini Ada gangguan 1
tidak diselelsaikan? efisiensi
8 Seberapa banyak dinas/instansi lainnya yang Satu sampai tiga 2
dipengarhui dan harus dilibatkan dalam pemecahan?
9 Bagaimana sensivitas atau ‘charged’ isu ini terhadap Lunak 1
nilai-nilai sosial, politik, religious dan kulural
komunitas?
Jumlah 20
Sumber : Bryson (2000;184)
Tabel IV.7
Litmus Test 3
Pelatihan dan Implementasi SDM terkait
untuk pengembangan Potensi Sumber Daya Pariwisata
Kabupaten Wonosobo

No Pertanyaan Jawaban Skor


1 Kapan tantangan atau peluang isu-isu strategis ada Sekarang 1
dihadapan anda?
2 Seberapa luas isu tersebut akan berpengaruh kepada Beberapa instansi 2
organisasi?
3 Seberapa banyak resiko keuangan/peluang keuangan Besar (lebih dari 3
organisasi? 25% anggaran)
4 Akankah strategi-strategi bagi pemecahan isu akan
memerlukan:
a. Pengembangan sasaran dan program ya 3
pelayanan yang baru?
b. Perubahan signifikan dalam sumber- Ya 3
sumber keuangan /anggaran?
c. Perubahan signifikan dalamperaturan Tidak 1
perundang-undangan?
d. Penambahan atau modifikasi fasilitas Tidak 1
utama?
e. Penambahan staf yang signifikan? Ya 3

5 Bagaimana pendekatan yang terbaik bagi pemecahan Terbuka luas 3


isu?
6 Tingkat manajemen terendah manakah yang dapat Kepala Bagian 3
menetapkan bagaimana menaggulangi isu?
7 Konsekuensi apakah yang mungkin terjadi bila isu ini Ada gangguan 1
tidak diselelsaikan? efisiensi
8 Seberapa banyak dinas/instansi lainnya yang Satu sampai tiga 2
dipengarhui dan harus dilibatkan dalam pemecahan?
9 Bagaimana sensivitas atau ‘charged’ isu ini terhadap Sedang 2
nilai-nilai sosial, politik, religious dan kulural
komunitas?
Jumlah 30
Sumber : Bryson (2000;184)
Tabel IV.8
Litmus Test 4
Meningkatkan kualitas aparatur, khusus dibidang kepariwisataan
Agar dapat mengatasi persoalan Pariwisata
Kabupaten Wonosobo

No Pertanyaan Jawaban Skor


1 Kapan tantangan atau peluang isu-isu strategis ada Sekarang 1
dihadapan anda?
2 Seberapa luas isu tersebut akan berpengaruh kepada Semua instansi 3
organisasi?
3 Seberapa banyak resiko keuangan/peluang keuangan Besar (lebih dari 3
organisasi? 25% anggaran)
4 Akankah strategi-strategi bagi pemecahan isu akan
memerlukan:
a. Pengembangan sasaran dan program Ya 3
pelayanan yang baru?
b. Perubahan signifikan dalam sumber- Ya 3
sumber keuangan /anggaran?
c. Perubahan signifikan dalamperaturan ya 3
perundang-undangan?
d. Penambahan atau modifikasi fasilitas Ya 3
utama?
e. Penambahan staf yang signifikan? Ya 3

5 Bagaimana pendekatan yang terbaik bagi pemecahan Jelas, siap 1


isu? diimplementasikan
6 Tingkat manajemen terendah manakah yang dapat Semua sub system 3
menetapkan bagaimana menaggulangi isu?
7 Konsekuensi apakah yang mungkin terjadi bila isu ini Ada ganguan 1
tidak diselelsaikan? efisiensi
8 Seberapa banyak dinas/instansi lainnya yang Empat sampai tiga 3
dipengarhui dan harus dilibatkan dalam pemecahan?
9 Bagaimana sensivitas atau ‘charged’ isu ini terhadap lunak 1
nilai-nilai sosial, politik, religious dan kulural
komunitas?
Jumlah 31
Sumber : Bryson (2000;184)
Tabel IV.9
Litmus Test 5
Meningkatkan kualitas SDM Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
untuk pengmbangan Potensi Sumber Daya Pariwisata
Kabupaten Wonosobo

No Pertanyaan Jawaban Skor


1 Kapan tantangan atau peluang isu-isu strategis ada Tahun depan 3
dihadapan anda?
2 Seberapa luas isu tersebut akan berpengaruh kepada Beberapa instansi 1
organisasi?
3 Seberapa banyak resiko keuangan/peluang keuangan Besar (lebih dari 3
organisasi? 25% anggaran)
4 Akankah strategi-strategi bagi pemecahan isu akan
memerlukan:
a. Pengembangan sasaran dan program tidak 1
pelayanan yang baru?
b. Perubahan signifikan dalam sumber- Ya 3
sumber keuangan /anggaran?
c. Perubahan signifikan dalamperaturan ya 1
perundang-undangan?
d. Penambahan atau modifikasi fasilitas tidak 1
utama?
e. Penambahan staf yang signifikan? tidak 1

5 Bagaimana pendekatan yang terbaik bagi pemecahan Terbuka luas 3


isu?
6 Tingkat manajemen terendah manakah yang dapat Kepala Bagian 3
menetapkan bagaimana menaggulangi isu?
7 Konsekuensi apakah yang mungkin terjadi bila isu ini Kekacauan 3
tidak diselelsaikan? pelayanan jangka
panjang, biaya
besar/merosotnya
penghasilan
8 Seberapa banyak dinas/instansi lainnya yang Satu sampai tiga 3
dipengarhui dan harus dilibatkan dalam pemecahan?
9 Bagaimana sensivitas atau ‘charged’ isu ini terhadap sedang 3
nilai-nilai sosial, politik, religious dan kulural
komunitas?
Jumlah 27
Sumber : Bryson (2000;184)
Tabel IV.10

Litmus Test 6
Meningkatkan upaya untuk mengatasi kerusakan lingkungan hidup
Untuk pengembangan potensi sumber daya pariwisata
Kabupaten Wonosobo

No Pertanyaan Jawaban Skor


1 Kapan tantangan atau peluang isu-isu strategis ada Sekarang 1
dihadapan anda?
2 Seberapa luas isu tersebut akan berpengaruh kepada Beberapa instansi 2
organisasi?
3 Seberapa banyak resiko keuangan/peluang keuangan Besar (lebih dari 3
organisasi? 25% anggaran)
4 Akankah strategi-strategi bagi pemecahan isu akan
memerlukan:
a. Pengembangan sasaran dan program tidak 1
pelayanan yang baru?
b. Perubahan signifikan dalam sumber- Ya 3
sumber keuangan /anggaran?
c. Perubahan signifikan dalamperaturan Tidak 1
perundang-undangan?
d. Penambahan atau modifikasi fasilitas Ya 3
utama?
e. Penambahan staf yang signifikan? tidak 1

5 Bagaimana pendekatan yang terbaik bagi pemecahan Terbuka luas 3


isu?
6 Tingkat manajemen terendah manakah yang dapat Kepala Bagian 3
menetapkan bagaimana menaggulangi isu?
7 Konsekuensi apakah yang mungkin terjadi bila isu ini Ada gangguan 1
tidak diselelsaikan? efisiensi
8 Seberapa banyak dinas/instansi lainnya yang Satu sampai tiga 2
dipengarhui dan harus dilibatkan dalam pemecahan?
9 Bagaimana sensivitas atau ‘charged’ isu ini terhadap Keras 3
nilai-nilai sosial, politik, religious dan kulural
komunitas?
Jumlah 26
Sumber : Bryson (2000;184)
Tabel IV.11
Litmus Test 7
Meningkatkan upaya promosi wisata
untuk pengembangan Potensi Sumber Daya Pariwisata
Kabupaten Wonosobo

No Pertanyaan Jawaban Skor


1 Kapan tantangan atau peluang isu-isu strategis ada Dua tahun atau 2
dihadapan anda? lebih dari Sekarang
2 Seberapa luas isu tersebut akan berpengaruh kepada Instansi tunggal 2
organisasi?
3 Seberapa banyak resiko keuangan/peluang keuangan Kecil (kurang dari 3
organisasi? 10% anggaran)
4 Akankah strategi-strategi bagi pemecahan isu akan
memerlukan:
a. Pengembangan sasaran dan program tidak 1
pelayanan yang baru?
b. Perubahan signifikan dalam sumber- Ya 3
sumber keuangan /anggaran?
c. Perubahan signifikan dalamperaturan Tidak 3
perundang-undangan?
d. Penambahan atau modifikasi fasilitas tidak 1
utama?
e. Penambahan staf yang signifikan? tidak 1

5 Bagaimana pendekatan yang terbaik bagi pemecahan Terbuka luas 3


isu?
6 Tingkat manajemen terendah manakah yang dapat Kepala Bagian 3
menetapkan bagaimana menaggulangi isu?
7 Konsekuensi apakah yang mungkin terjadi bila isu ini Ada gangguan 2
tidak diselelsaikan? efiseinsi
8 Seberapa banyak dinas/instansi lainnya yang Semua instansi 2
dipengarhui dan harus dilibatkan dalam pemecahan?
9 Bagaimana sensivitas atau ‘charged’ isu ini terhadap Keras 3
nilai-nilai sosial, politik, religious dan kulural
komunitas?
Jumlah 29
Sumber : Bryson (2000;184)
Tabel IV.12
Litmus Test 8
Meningkatkan keterlibatan SDM masyarakat lokal
untuk pengembangan Potensi Sumber Daya Pariwisata
Kabupaten Wonosobo

No Pertanyaan Jawaban Skor


1 Kapan tantangan atau peluang isu-isu strategis ada Sekarang 1
dihadapan anda?
2 Seberapa luas isu tersebut akan berpengaruh kepada Seluruh instansi 3
organisasi?
3 Seberapa banyak resiko keuangan/peluang keuangan Kecil (kurang dari 1
organisasi? 10% angaran)
4 Akankah strategi-strategi bagi pemecahan isu akan
memerlukan:
a. Pengembangan sasaran dan program tidak 1
pelayanan yang baru?
b. Perubahan signifikan dalam sumber- tidak 1
sumber keuangan /anggaran?
c. Perubahan signifikan dalamperaturan ya 3
perundang-undangan?
d. Penambahan atau modifikasi fasilitas tidak 1
utama?
e. Penambahan staf yang signifikan? tidak 1

5 Bagaimana pendekatan yang terbaik bagi pemecahan Jelas siap 1


isu? diimplementasikan
6 Tingkat manajemen terendah manakah yang dapat Kepala Bagian 3
menetapkan bagaimana menaggulangi isu?
7 Konsekuensi apakah yang mungkin terjadi bila isu ini Ada gangguan 3
tidak diselelsaikan? efisensi
8 Seberapa banyak dinas/instansi lainnya yang Empat atau lebih 3
dipengarhui dan harus dilibatkan dalam pemecahan?
9 Bagaimana sensivitas atau ‘charged’ isu ini terhadap Keras 3
nilai-nilai sosial, politik, religious dan kulural
komunitas?
Jumlah 25
Sumber : Bryson (2000;184)

Berdasarkan litmus test dan berdasarkanperhitungan skor maka dapat


ditentukan empat isu yang dikategorikan sangat strategis, isu-isu tersebut
adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana memanfaatkan angagaran pariwisata yang memadai untuk


pengembangan seluruh potensi SDM pariwisata yang ada.

b. Bagaimana meningkatkan kualitas aparatur, khsuus di bidang


kepariwisataan agar dapat mengatasi permaslaah pariwisata.

c. Mengatasi bagaiamana SDM agar dapat memanfaatkan teknologi da


pengembangan pariwisata.

d. Bagaimana meningkatkan upaya promosi wisata.

Keempat isu yang termasuk dalam kategori sangat strategsi tersebut yang
harus dijawab dalam perumusan trategi

Tabel IV.13

Rekapitulasi Hasil Litmus Test terhadap Isu Strategis

No isu Skor pertanyaan untuk tiap pertanyaan Skor Tingkat


Strategis rata-rata strategis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 1 2 3 3 3 1 3 3 3 3 2 3 3 2.5 SS
2 1 1 2 1 3 1 1 1 3 2 1 2 1 1,53 S

3 1 3 3 3 3 1 1 3 3 3 1 2 2 2,30 SS

4 1 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 1 2,46 SS

5 3 1 1 1 3 1 1 1 3 3 3 3 3 2,07 S

6 1 2 3 1 3 1 3 1 3 2 1 2 3 2,00 S

7 2 2 3 1 3 3 1 1 3 3 3 2 2 2,23 SS

8 1 3 1 1 1 3 1 1 1 3 3 3 3 1,92 S

Sumber: Data olahan

Keterangan : SS = Sangat Strategis

S = Strategis

4.7. Strategi untuk Mengelola Isu

Setelah mengemukakan mengenai isu strategisnya, maka berdasarkan


proses perencanaan strategis ditindaklanjuti dengan pengembangan strategi
agar isu tersebut tidak hanya sekedar isu, melainkan ada penyelesaiannya.
Pada tahap identifikasi isu strategis, telah dihasilkan empat isu yang dinilai
sangat strategis yang perlu dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten
Wonosbo dalam rangka pengembangan sumber daya pariwisata.

Tindak lanjut dari empat isu terpilih sebagai isu yang terkategorikan
dalam isu sangat strategis dalam rangka pengembangan potensi pariwisata
dapat dipaparkan satu demi satu sebagai berikut:

4.7.1. Bagaimana memanfaatkan anggaran pariwisata yang memadai


untuk pengembangan seluruh potensi yang ada

Untuk menyelesaikan problem mengenai penggunaan anggaran


yang sesuai dengan misi, visi, mandate dan tujuan organisasi, maka
langkah yang perlu ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo
dalam upayanya mengembangkan potensi sumber daya pariwisata
adalah sebagai berikut:

a. Menyiapkan dan melakukan suatu perencanaan yang matang


dalam rangka pengembangan potensi pariwisata: perencanaan
yang matang sangat diperlukan dalam upaya pengembangan
potensi pariwisata, sebab akan berdampak terhadap pencapaian
sasaran yang diinginkan. Untuk itu, pemerintah daerah erlu
melakukan suatu perencanaanyang matang dan hendaknya
perencanaan tersebut dapat memberi rincian tentang tindakan
apa saja yang diperlukan untuk mencapai tujuan, melaksankan
strategi dan memenuhi sasaran perencanaan itu. Rencana itu
haruslah mencermati satu persatu tujuan dan menspesifikasi
tindakan apa yang harus dilakukan untuk mengikutinya.

b. Penataan dan pembangunan semua infrastruktur maupun


suprastruktur yang terkait dengan kepariwisataan; dalam upaya
melakukan pengembangan potensi pariwisata, perlu didukung
oleh tersedianya infrasturktur maupun suprastruktur pariwisata
yang memadai. Untuk itu pemerintah kabupaten perlu menata
ulang dan membangun seluruh infrastruktur dan suprastruktur
tersebut sehingga dapat mendukung upaya proses
pengembangan potensi pariwisata dan pada akhirnya akan
dapat mencapai hasil yang diinginkan.

c. Membangun kerjasama dengan pihak-pihak yang terkait, dalam


membangun fasilitas kepariwisataan; kerjasama merupakan
faktor yang sangat penting dalam pengembangan potensi
pariwisata. Kerjasama ini sangat diperlukan oleh karena
pemerintah kabupaten mempunyai keterbatasan kemampuan
baik dari sisi pembiayaan, maupun dari sisi keahlian. Untuk itu
maka pemerintah kabupaten perlu melakukankerjasama
terutama dengan lembaga-lembaga perguruan tinggi setempat
maupun yang ada diluar daerah dalam rangka melakukan
penelitian-penelitian yang terkait dengan pengembangan
potensi pariwisata yang ada. Pelu juga melakukan kerjasama
dengan para investor baik dari dalam maupun luar negeri untuk
menanamkan modalnya disektor pariwisata.

d. Membuat Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah


(Rippda) yang lebih komprehensif: ripda yang dibuat perlu
didasarkan pada pertimbangan kondisi pariwisat regional,
nasional dan local. Jug aperlu didasrkan pada pertimbangan
ekonomi, sosial budaya, lingkungan, politik, keamanan dan
faktor lain yang terkait.. yang paling pokok dari semua itu
adalah produk perencanaan pariwisata tersebut dapat
diimplementasikan.

e. Melakukan studi banding ke daerah-daerah yang kondisi


pariwisatanya sudah sangat maju; dalam pengembangan potensi
pariwisata, satu hal yang harus sangat diperlukan oleh
Pererintah Kabupaten Wonosobo adalah melakukan studi
banding ke daerah-daerah yang kondisi pariwisatanya sudah
sangat maju. Studi banding ini dimaksudkan agar dapat melihat
kondisi pariwisata yang ada disana. Bagaimana
pembangunannya, bagaimana penataan untuk dapat diterapkan
didaerah dan juga diharapkan menjadi masukan kepada daerah
dalam rangka pengembangannya.

4.7.2. Bagaimana meningkatkan kualitas aparatur, khusus dibidang


kepariwisataan agar dapat mengatsi permasalahan pariwisata.

Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, kondisi aparatur,


sumber daya manusia yang ada di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Wonosobo masih sangat rendah. Hal ini terkait dengan
background pendidikan mereka yang masih belum banyak
mendapatkan pendidikan dan pelatihan khusus kepariwisataan.
Strategi yang perlu ditempuh pemkab dalam rangka peningkatan
kualitas aparatur, khsuus dibidang kepariwisataan untuk mengatasi
permaslaah pariwisata adalah dengan melalui pendidikan dan
pelatihan khsuus di bidang kepariwisataan, baik yang sifatnya formal
maupun informal.

Pendidikan dan pelatihan difokuskan kepada aparatur yang lama


sedangkan untuk aparatur baru, perlu untuk mengikuti magang bagi
staff yang akan menangani bidang ini. Langkah yang perlu diambl
untuk mendukung strategi ini adalah:

a. Membentuk pusat pelatihan ilmu pariwisata. Hal ini


membutuhkan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang
menangani pariwisata atau perguruan tinggi yang konsen pada
bidang tersebut.
b. Pelatihan berbagai bidang ketrampilan praktis mengenai
manajemen kepariwisataan bagi aparatur yang khusus
menangani urusan pariwisata di daerah.

c. Bagi aparatur agar tingkat produktivitas tinggi, maka


diperlukan pelaksanaan system reward and punishment alam
lingkungan kerja sehari-hari.

d. Diversifikasi pelatihan tetang berbagai aspek industry


pariwisata bagi aparatur yang menangani urusan kepariwisataan
dengan melibatkan pula tenaga kerja dalam sector pariwisata.

e. Mengikutsertakan aparatur yang menangani urusan


kepariwisataan untuk melanjutkan studi jenjang selanjutnya
khusus dibidang manajemen kepariwisataan.

4.7.3. Bagaimana mengatasi SDM agar dapat memanfaatkan teknologi


dalam pengembangan pariwisata dan implementasi SDM terkait
untuk memanfaatkan kemajuan teknologi untuk meningkatkan
pengembangan sumber daya pariwisata.

Di era seperti ini, kemajuan teknologi informasi juga perlu terkejar


oleh aparatur pemerintahan yang bergerak di sector pariwisata. Untuk
itu pemerintah kabupaten perlu melakukan langkah-langkah strategis
dalam upaya pengembangan pariwisata melalui:

a. Melakukan pelatihan-pelatihan maupun pendidikan teknologi


informasi kepariwisataan.

b. Pengenalan informasi teknologi yang sedang berkembang saat


ini,melalui forum-forum internet, maupun teknologi gateway
(jaringan selular).

c. Menekan biaya administrative manual dengan mengoptmalkan


teknologi informasi agar pesan kepariwisataan dapat efektif dan
efesien.

d. Mengoptimalkan jejaringinternet yang sudah ada pada kantor


dinas sebagai media publikasi eksternal maupun internal.

4.7.4. Bagaimana meningkatkan upaya promosi wisata.

Promosi wisata adalah bagian yang harus diperhitungkan dan


mendapatkan tempat tersendiri dalam upaya peningkatan sumber daya
pariwisata. Melalui peningkatan promo, maka pendapatan daerah dari
sector ini dapat digenjot karena dampak dari promo wisata adalah
meningkatnya angka kunjungan ke tempat wisata. Adapun langkah
yang perlu ditempuh dalam hal ini adalah:

a. Menetukan target pasar yang akan dipengaruhi oleh kegiatan


promosi yang akan dilakukan; untuk melakukan strategi ini,
pemerintah kabupaten Wonosobo perlu mengetahui target
pasar, karena dengan strategi ini akanlebih mudah bagi Pemab
melakukan pemilihan terhadap media yang akan digunakan
maupun akan dapat mengetahui waktu-waktu yang biasanya
melakukan perjalanan wisata.

b. Menetapkan kelayakan promosi yang akan dilakukan;


maksudnya jenis dan macam promosi apa saja yang akan
dilakukan, dan berapa anggaran yang akan digunakan untuk
target pasar tertentu.

c. Mempersiapkan bentuk-bentuk deain iklan yang akan


digunakan: desain iklan yang akandigunakan mulai dari
penentuan ukuran, warna, bahasa yang akan digunakan dalam
iklan tersebutmaupun produk apa yang ditonjolkan dalam
promo tersebut.
d. Menunjuk seorang public relation officer, untuk menajaga atau
memelihara citra daerah tujuan wisata; keberadaan public
relation officer sangat penting dalam upaya untuk mencouhnter
berita-berita negative terkait dengan daerah tujuan wisata untuk
konsumsi luar negeri, khususnya target pasar yang dituju.

e. Menentukan tujuan promosi: strategi ini diharapkan agar para


calon wisatawan yang akan datang ke daerah tujuan wisata
merespon pormosi yang akan dilakukanatau informasi yang
disampaikan sesuai dengan apa yang diinginkan atau
diharapkan oleh calon wisatawan yang dijadikan target pasar.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Dari analisis yang telah penulis jabarkan dimuka, beberapa simpulan


yang dapat diambil dalam rangka upaya pengembangan sumber daya
pariwisata di Kabupaten Wonosobo adalah:

a. Potensi pariwisata yang ada di Kabupaten Wonosobo sangat


besar, baik dari sisi kuantitas maupun dari keragaman jenis dan
bentuknya apabila dibandingkan dengan daerah lain sekitar
Wonosobo. Wisata alam yang didukung dengan wisata sejarah
berupa peninggalan-peninggalan sejarah dan potensi wisata
budaya berupa adat istiadat serta tradisi masayrakat setempat
merupakan bukti potensi besar yang dimiliki. Namun, semua itu
ternyata belum mendapatkan pengelolaan yang khusus dan
memadai dalam rangka pengembangan kedepan. Penanganan
yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam hal ini
belum dilakukan optimal dengan menggunakanstrategi dalam
pengembangan sumber daya pariwisata yang ada. Stragei
kebijakan sector pariwisata dirasakan belum efektif sehingga
ditharapkan strategi yang penulis tawarkandalam peneilian ini
akan dapat membuka peluang baru dalam upaya pengembangan
kepariwisataan agar lebih optimal.

b. Dalamkoneks pariwisata di daerah, Kabupaten Wonosobo belum


memiliki perangkat pengembanganpariwisata. Hal tersebut
berdampak pada pelaksanaan pengembangan pariwisata di
daerah dan di kawasan wisata yang akan dikembangankan belum
memiliki dasar acuan terutama dalam penyusunan program dan
strategi pengembagnan pariwista. Pembentukansusunan
organisasi dan tata kerja Dinas Pariwisata dan Kebudayaan telah
mendapatkan legalitas, akan tetapi hingga pnelieitan ini
dilaksanakan tindak lanjut dari regulasi tersebut belum Nampak
optimal dalam realisasinya.

c. Peluang yang dimiliki daerah untuk melaksanakan


pengembangan potensi daerah adalah:

1. Telah diundangankannya Perna No. 05 tahun 2003 tentang


Pembentukan Susunan dan Tata Kerja Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan.

2. Kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewanangan


kepada daerah untuk menggali sumber daya alam.

3. Kemajuan teknologi yang pesat

4. Keindahan alam dan keragaman budaya.

5. Paradigm baru pengembangan pariwisata yang ramah


lingkungan.

d. Ancaman yang harus dihadapi yang berpotnesi menghambat


tercapainya tujuang pengembangan potensi sumber daya
pariwisata adalah:

1. Belum adanya perangkat pengembangan pariwisata.

2. Kebijakan otonomi daerah yang mengakibatkan anggaran


untuk pembangunan daerah melalui pemerintah pusat
menjadi berkurang.

3. Krisis eknomi yang berkepanjangan.

4. Pertumbuhan ekonomi daerah yang negative.


5. Struktur kependudukan yang tidak merata.

6. Kerusakan lingkungan hidup

7. Terjadi degradasi nilai budaya.

8. Belum optimal penggunaan teknologi informasi.

e. Kekuatan yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo


untuk dapat mengembangkan potensi pariwisata adalah:

1. Ketersediaan dana yang memadai dalam pegembangan


sumber daya pariwisata.

2. Komitmen DPRD untuk meningkatkan angagaran pariwisata.

3. DPRD selalu menaikkan porsi anggaran yang diusulkan


eksekutif dalam program pariwisata.

4. Tersedianya data tentang profil kepariwisataan Kabupaten


Wonosobo.

5. Dalam rangka promosi wisata dibuat stiker, brosur, serta


iklan tentang potensi wisata.

f. Kelemahan yang masih ada pada pemerintah Kabupaten


Wonosobo dalam pengembangan potensi pariwisata adalah:

1. Tidak adanya pegawai yang berlatar belakang pendidikan


kepariwisataan.

2. Pendidikan pegawai secara kualitas dan kuantitas sangat


rendah.

3. Kondisi perkantoran kurang mendukung.

4. Dalam melaksankan pekerjaan sering menunggu perintah


atasan.
5. Tidak ada gagasan/ide segar dalam rangka pengembangan
pariwisata.

6. Etos kerja sangat lemah.

g. Dari serangkaian analisisi lingkungan strategis tersebut dikaitkan


dengan visi dan misi pengmbangan pariwisata di Kabupaten
Wonosobo dan setleah melalui uji tes litmus maka isu strategis
dalam pengembangan potensi pariwisata adalah:

1. Bagaimanan memanfaatkan anggaran pariwisata yang


memadai untuk pengembagan seluruh potensi sumber daya
pariwisata.

2. Bagaimana meningkatkan kualitas aparatur, khusus dibidang


kepariwisataan agar dapat mengatasi permasalahan
pariwisata.

3. Bagaimana mengatasi sumber daya agar dapat memanfaatkan


teknologi dalam pengembangan pariwisata.

4. Bagaimana meningkatkan upaya promosi wisata.

5.2. REKOMENDASI

Dalam penelitian ini, beberapa rekomendasi yang penulis hendak


sampaikan dalam upaya pengmbangan potensi pariwisata di Kabupaten
Wonosobo adalah:

a. Pembiayaan dalam bidang pelatihan dan peningkatan mutu


sumber daya manusia dibidang kepariwistaan masih perlu
banyak ditingkatkan. Sehiubungan dengan itu, maka Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan adalah lembaga institusi pemerintah
yang harus menerapkan system pengembangan sumber daya
manusia yang ada, pendeknya, tidak mengoptimalkan rekruitmen
baru tetapi lebih mengoptimalkan kualitas tenaga yang sudah
ada.

Table V.1

Data Pegawai: Jabatan dan Pendidikan (Juli 2010)

No Jabatan Pendidikan
1 Kepala S2
2 Kabid S1
3 Pegawai S1/D3/SMA/SMP
4 Staff SMA/SMP/SD
Sumber:Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo

Dari data tersebut, diketahui tingkat pendidikan masih banyak


yang belum memadai, apalagi secara lebih spesifik jurusan dan
konsentrasi pendidikan masing-masing yang rata-rata tidak
memiliki background kepariwisataan. Selain itu, dari 47 aparatur
di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan baru beberapa orang yang
mengikuti pelatihan kepariwisataan, selebihnya belum. Beberapa
rekomendasi yang penulis hendak sampaikan adalah:

1. Kursus, diklat dan pendidikan kepariwisataan perlu diadakan


untuk aparatur.

2. Pelatihan pengmbangan information and communication


technology (ICT) bagi aparatur perlu digalakkan untuk
memperlancar pengembangan pemasaran pariwisata.

3. Memberikan intensif dan dukungan kepada karyawan dalam


upaya meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan yang
diminati sesuai bidang peningkatan sumber daya pariwisata.

b. Dalam usah meningkatkan kualitas aparatur di Dinas Pariwisata


dan Kebudayaan, agar dalam pengembangan objek wisata dan
wisata budaya lebih baik tidak hanya terfokus pada sebuah
masalah saja namun perlu menimbang hal lain. Dalam penelitian
ini melalui isu strateis ditemukan bahwa peningkatan mutu
sumber daya manusia menjadi faktor yang sangat penting
dilakukan. Hal ini pula akan berdampak pada pengembangan
sumber daya pariwisata yang ada tidak bertentangan dengan
visi, misi dan tujuan kepariwiataan Kabupaten Wonosobo.

Contoh dari pengembangan pariwisata yang tidak hanya terfokus


pada satu objek saja dapat dilihat dari table Rinican Program dan
Realisasi Anggaran pada APBD 2010 dibawah ini:

Table V.2
Rincian Program dan Realisasi
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Tahun Anggaran 2010

REALISASI
No PROGRAM
ANGGARAN
Rp.
Program Pengembangan Pemasaran 330.000.000
1
Pariwisata ,-

Rp
750.000.000
2 Program Perencanaan Pembangunan Daerah
,-

Rp
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana 50.000.000,
3
Aparatur -

Rp.
150.000.000
4 Program Pengembangan Nilai Budaya
,-

Rp.
276.369.750
5 Program Pelayanan Administrasi Kantor
,-

Jumlah Rp. 1.556.369.750,-


Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo; diolah
Dapat dilihat dalam table diatas bahwa pembangunan
kepariwisataan tidak hanya terfokus pada satu objek saja,
melainkan dilakukan pula upaya memacu sumber daya
kepariwisataan yang lain agar mendukung tercapainya
peningkatan sumber daya pariwisata secara menyuluruh disemua
elemen.

Dari contoh anggaran diatas pula, adalah bentuk untuk mengatasi


kemacetan anggaran yang biasa digunaan sebagai kegiatan tetap,
yaitu perawatan dan pemberdayaan objek. Meskipun dalam
kenyataan sebuah public hearing dalam bidang pariwisata ini
sering tidak imbang antara income dan outcome-nya.

Berikut grafik perbandingan pendapatan dan pengeluaran


anggaran untuk sector pariwisata dari 13 objek wisata yang ada
di Kabupaten Wonosobo;

Table V.3
Data Pendapatan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Wonosobo
Tahun 2003-2010

No Tahun Target Realisasi Prosentase


97,2
1 2003 427.500.000 415.879.280 8

84,5
2 2004 435.650.000 368.134.730 0

97,1
3 2005 489.250.000 475.254.950 4

4 2006 643.150.000 495.425.150 77,0


3

113,
5 2007 562.650.000 637.324.420 27

81,5
6 2008 754.000.000 614.941.820 6

105,
7 2009 550.500.000 580.675.150 48

52,2
8 2010* 560.500.000 292.666.550 2

Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo; diolah

*Data sampai Juli 2010

Table V.4.
Tingkat Popularitas Objek Wisata
Di Kabupaten Wonosobo

No Nama Objek Prosentase Popularitas


1 Dataran Tinggi Dieng 95,30
2 Pemandian Kalianget 67,60
3 Telaga Warna 47,80
4 Ruwat Rambut Gembel 27,20
5 Telaga Menjer 22,70
6 Air Terjun Sikarim 22,50
7 Pendakian Gunung Sindoro 19,40
8 Air Terjun Winong 18,80
9 Agrowista Tambi 17,90
10 Kawah Candradimuka 14,60
11 Makam Tumenggung Jogonegoro 13,40
Sumber : Litbang Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tidak semua kawasan


wisata yang ada memiliki popularitas yang tinggi bagi
masyarakat kendati secara umum objek yang ada terbilang
memiliki daya tarik yang besar. Dengan tingkat kunjungan objek
yang kurang begitu besar, maka popularitas objek wisata perlu
digenjot ulang, sehubungan dengan upaya mencapai target
pendapatan daerah.
Dilihat secara umum selama delapan tahun terakhir, hanya dua
kali Dinas Pariwisata dan Kebudayaan mampu menutup target
pendapatan mereka. Yang itu menunjukkan bahwa daya jual
kawasan wisata tersebut belum optimal. Hal ini bersumber pada
masih rendahnya kinerja aparatur yang ada dan kurangnya
pengalaman dan pendidikan mengenai kepariwisataan.

Berkitan dengan pengembangan sumber daya pariwisata, selama


ini pola pengembangan pariwisata di Kabupaten Wonosobo
belum sepenuhnya melibatkan masyarakat local. Selama ini
masyarakat hanya dijadikan objek serta penonton dalam proses
pengembangan pariwisata. Untuk itu maka perlu adanya usaha
menggandeng masyarakat local yang pada ujungnya nanti akan
berdampak pada rasa memiliki (save to belonging) masyarakat
local terhadap objek wisata yang ada, dan ini akan berdampak
pada kenyamanan wisatawan yang datang. Hal ini juga sesuai
dengan system pariwisata yang berbasis masyarakat (community
based tourism development).

c. Mengatasi sumber daya manusia agar dapat menggunakan


information and communication technology (ICT) sebagai model
pengembangan pariwisata. Kemajuan teknologi dan komunikasi
yang pesat akhir-akhir ini harus mampu diakomodir dan
digunakan sebagai media promo yang mampu mengembangkan
potensi dan promosi pariwisata yang ada di daerah tersebut.

d. Promosi wisata perlu peningkatan yang optimal. Promosi wisata


melalui media massa, pembuatan baliho, pamphlet dan media
reklame lainnya harus lebih diperbanyak dalam rangka
meningkatkan popularitas objek wisata yang ada.

You might also like