You are on page 1of 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada
manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan
dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat terus menerus
mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks,
melalui proses berfikir dan belajar secara terus menerus.

Dalam pandangan psikologi, sesungguhnya hewan pun diberikan


kecerdasan namun dalam kapasitas yang sangat terbatas. Oleh karena itu untuk
mempertahankan keberlangsungan hidupnya lebih banyak dilakukan secara
instingtif (naluriah). Berdasarkan temuan dalam bidang antropologi, kita
mengetahui bahwa jutaan tahun yang lalu di muka bumi ini pernah hidup makhluk
yang dinamakan Dinosaurus yaitu sejenis hewan yang secara fisik jauh lebih besar
dan kuat dibandingkan dengan manusia. Namun saat ini mereka telah punah dan
kita hanya dapat mengenali mereka dari fosil-fosilnya yang disimpan di musium-
musium tertentu. Boleh jadi, secara langsung maupun tidak langsung, kepunahan
mereka salah satunya disebabkan oleh faktor keterbatasan kecerdasan yang
dimilikinya. Dalam hal ini, sudah sepantasnya manusia bersyukur, meski secara
fisik tidak begitu besar dan kuat, namun berkat kecerdasan yang dimilikinya
hingga saat ini manusia ternyata masih dapat mempertahankan kelangsungan dan
peradaban hidupnya.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian IQ, EQ, dan SQ?

2. Apa peran IQ, EQ, dan SQ?

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT

Adapun tujuan adalah sebagai berikut;

1. Untuk mengetahui pengertian IQ, EQ, dan SQ.

2. Untuk mengetahui peran IQ, EQ, dan SQ.

Tujuan adalah sebagai berikut;

1. Dapat mengetahui pengertian IQ, EQ, dan SQ.

2. Dapat mengetahui peran IQ, EQ, dan SQ.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN IQ, EQ, DAN SQ

A. Kecerdasan Intelektual (IQ)

Orang sering kali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal


kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. 1Menurut
David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara
terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara
efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu
kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh
karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus
disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari
proses berpikir rasional itu. sedangkan IQ atau singkatan dari Intelligence
Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan.
Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf
kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang
secara keseluruhan.

Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan


istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali
diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal
abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha
membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan

1
http://4gus3.blogspot.com/2009/05/pengertian-atau-definisi-dari-iq-eq-
dan.html

3
mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut
dikenal sebagai test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual
(IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya
hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu
tersebut. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur
kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.

Inti kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak. Otak adalah organ


luar biasa dalam diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5
% dari total berat badan kita. Namun demikian, benda kecil ini
mengkonsumsi lebih dari 30 persen seluruh cadangan kalori yang tersimpan
di dalam tubuh. Otak memiliki 10 sampai 15 triliun sel saraf dan masing-
masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan. Otak satu-satunya organ
yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan. Kapasitas memori
otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5 % dan untuk orang
jenius memakainya 5-6 %. Sampai sekarang para ilmuan belum memahami
penggunaan sisa memori sekitar 94 %.

Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik


oleh IQ (Intellegentia Quotient) memegang peranan penting untuk
suksesnya anak dalam belajar. Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap
seseorang mulai dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun. Daya tangkap sangat
dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic) yang dibawanya dari keluarga
ayah dan ibu di samping faktor gizi makanan yang cukup.

IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai seseorang


dewasa, kecuali bila ada sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan
kecelakaan. IQ yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan
memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang kurang merupakan penyebab
kesulitan belajar pada seorang murid, disamping faktor lain, seperti
gangguan fisik (demam, lemah, sakit-sakitan) dan gangguan emosional.
Awal untuk melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai berkata-kata.
Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya.

4
Apabila seorang anak dengan IQ tinggi masuk sekolah, penguasaan
bahasanya akan cepat dan banyak.

Rumus kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para


ilmuwan adalah :

Usia Mental Anak


x 100 = IQ
Usia Sesungguhnya

Contoh : Misalnya anak pada usia 3 tahun telah punya kecerdasan anak-
anak yang rata-rata baru bisa berbicara seperti itu pada usia 4
tahun. Inilah yang disebut dengan Usia Mental. Berarti IQ si
anak adalah 4/3 x 100 = 133.

Interpretasi atau penafsiran dari IQ adalah sebagai berikut :

TINGKAT KECERDASAN IQ
Genius Di atas 140
Sangat Super 120 - 140
Super 110 - 120
Normal 90 -110
Bodoh 80 - 90
Perbatasan 70 - 80
Moron / Dungu 50 - 70
Imbecile 25-50
Idiot 2.1 - 25

B. Kecerdasan Emosional (EQ)


EQ adalah istilah baru yang dipopulerkan oleh Daniel Golleman.
Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman (1995)
berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu
pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh

5
kemampuan intelektual atau “Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran
emosional digerakkan oleh emosi.

Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994)


menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya
sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor
yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama teknis itu ada yang
berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat
fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan
keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam
dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang
positif dan bermanfaat.

Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk


“menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih
positif. Seorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi
emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari
berbagai segi.

Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang sangat erat
secara fungsional. Antara satu dengan lainnya saling menentukan. Otak
berfikir harus tumbuh dari wilayah otak emosional. Beberapa hasil
penelitian membuktikan bahwa kecerdasan emosional hanya bisa aktif di
dalam diri yang memiliki kecerdasan intelektual.

Beberapa pengertian EQ yang lain, yaitu :

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu untuk


mengenal emosi diri sendiri, emosi orang lain, memotivasi diri sendiri, dan
mengelola dengan baik emosi pada diri sendiri dalam berhubungan dengan
orang lain (Golleman, 1999). Emosi adalah perasaan yang dialami individu
sebagai reaksi terhadap rangsang yang berasal dari dirinya sendiri maupun
dari orang lain. Emosi tersebut beragam, namun dapat dikelompokkan

6
kedalam kategori emosi seperti; marah, takut, sedih, gembira, kasih sayang
dan takjub (Santrock, 1994).

Kemampuan mengenal emosi diri adalah kemampuan menyadari


perasaan sendiri pada saat perasaan itu muncul dari saat-kesaat sehingga
mampu memahami dirinya, dan mengendalikan dirinya, dan mampu
membuat keputusan yang bijaksana sehingga tidak ‘diperbudak’ oleh
emosinya.

Kemampuan mengelola emosi adalah kemampuan menyelaraskan


perasaan (emosi) dengan lingkungannnya sehingga dapat memelihara
harmoni kehidupan individunya dengan lingkungannya/orang lain.

Kemampuan mengenal emosi orang lain yaitu kemampuan


memahami emosi orang lain (empaty) serta mampu mengkomunikasikan
pemahaman tersebut kepada orang lain yang dimaksud.

Kemampuan memotivasi diri merupakan kemampuan mendorong


dan mengarahkan segala daya upaya dirinya bagi pencapaian tujuan,
keinginan dan cita-citanya. Peran memotivasi diri yang terdiri atas
antusiasme dan keyakinan pada diri seseorang akan sangat produktif dan
efektif dalam segala aktifitasnya

Kemampuan mengembangkan hubungan adalah kemampuan


mengelola emosi orang lain atau emosi diri yang timbul akibat rangsang dari
luar dirinya. Kemampuan ini akan membantu individu dalam menjalin
hubungan dengan orang lain secara memuaskan dan mampu berfikir secara
rasional (IQ) serta mampu keluar dari tekanan (stress).

Manusia dengan EQ yang baik, mampu menyelesaikan dan


bertanggung jawab penuh pada pekerjaan, mudah bersosialisasi, mampu
membuat keputusan yang manusiawi, dan berpegang pada komitmen.
Makanya, orang yang EQ-nya bagus mampu mengerjakan segala sesuatunya
dengan lebih baik.

7
Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami
dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber
energi, informasi koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Dapat dikatakan
bahwa EQ adalah kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber
informasi. Untuk pemilik EQ yang baik, baginya infomasi tidak hanya
didapat lewat panca indra semata, tetapi ada sumber yang lain, dari dalam
dirinya sendiri yakni suara hati. Malahan sumber infomasi yang disebut
terakhir akan menyaring dan memilah informasi yang didapat dari panca
indra.

Substansi dari kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan


dan memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi. Orang yang
EQ-nya baik, dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang
tersurat dan yang tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non verbal.
Semua pemahaman tersebut akan menuntunnya agar bersikap sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan lingkungannya Dapat dimengerti kenapa orang yang
EQ-nya baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga baik. Tidak lain karena
orang tersebut dapat merespon tuntutan lingkungannya dengan tepat .

Di samping itu, kecerdasan emosional mengajarkan tentang


integritas kejujuran komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental
kebijaksanaan dan penguasaan diri. Oleh karena itu EQ mengajarkan
bagaimana manusia bersikap terhadap dirinya (intra personal) seperti self
awamess (percaya diri), self motivation (memotivasi diri), self regulation
(mengatur diri), dan terhadap orang lain (interpersonal) seperti empathy,
kemampuan memahami orang lain dan social skill yang memungkinkan
setiap orang dapat mengelola konflik dengan orang lain secara baik .

Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengendalikan


emosinya saat menghadapi situasi yang menyenangkan maupun
menyakitkan. Mantan Presiden Soeharto dan Akbar Tandjung adalah contoh
orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, mampu mengendalikan
emosinya dalam berkomunikasi.

8
Dalam bahasa agama , EQ adalah kepiawaian menjalin "hablun min
al-naas". Pusat dari EQ adalah "qalbu" . Hati mengaktifkan nilai-nilai yang
paling dalam, mengubah sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang
dijalani. Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh otak.
Hati adalah sumber keberanian dan semangat , integritas dan komitmen.
Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi
dorongan untuk belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani.

C. Kecerdasan Spiritual (SQ)

Selain IQ, dan EQ, di beberapa tahun terakhir juga berkembang


kecerdasan spiritual (SQ = Spritual Quotiens). Tepatnya di tahun 2000,
dalam bukunya berjudul ”Spiritual Intelligence : the Ultimate Intellegence,
Danah Zohar dan Ian Marshall mengklaim bahwa SQ adalah inti dari
segala intelejensia. Kecerdasan ini digunakan untuk menyelesaikan masalah
kaidah dan nilai-nilai spiritual. Dengan adanya kecerdasan ini, akan
membawa seseorang untuk mencapai kebahagiaan hakikinya. Karena
adanya kepercayaan di dalam dirinya, dan juga bisa melihat apa potensi
dalam dirinya. Karena setiap manusia pasti mempunyai kelebihan dan juga
ada kekurangannya. Intinya, bagaimana kita bisa melihat hal itu. Intelejensia
spiritual membawa seseorang untuk dapat menyeimbangkan pekerjaan dan
keluarga, dan tentu saja dengan Sang Maha Pencipta.

Denah Zohar dan Ian Marshall juga mendefinisikan kecerdasan


spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value,
yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks
makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan
atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.

Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang berperan sebagai


landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.
Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi dalam diri kita. Dari pernyataan
tersebut, jelas SQ saja tidak dapat menyelesaikan permasalahan, karena
diperlukan keseimbangan pula dari kecerdasan emosi dan intelektualnya.

9
Jadi seharusnya IQ, EQ dan SQ pada diri setiap orang mampu secara
proporsional bersinergi, menghasilkan kekuatan jiwa-raga yang penuh
keseimbangan. Dari pernyataan tersebut, dapat dilihat sebuah model ESQ
yang merupakan sebuah keseimbangan Body (Fisik), Mind (Psikis) and
Soul (Spiritual).

Selain itu menurut Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the ultimate
intelligence: 2001, IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ
bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ (spiritual
quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’

Kecerdasan spiritual ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi


jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan
kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini.
Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh
kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi terkapling-kapling
sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan
jiwa. Orang yang ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup
dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan
penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia
mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan
yang positif.

Mengenalkan SQ Pengetahuan dasar yang perlu dipahami adalah SQ


tidak mesti berhubungan dengan agama. Kecerdasan spiritual (SQ) adalah
kecerdasan jiwa yang dapat membantu seseorang membangun dirinya
secara utuh. SQ tidak bergantung pada budaya atau nilai. Tidak mengikuti
nilai-nilai yang ada, tetapi menciptakan kemungkinan untuk memiliki nilai-
nilai itu sendiri.

10
2.2 PERAN IQ, EQ, DAN SQ

 PERAN IQ

Kecerdasan intelektual memiliki peranan penting dalam kehidupan


setiap individu, karena IQ merupakan kecerdasan yang dimiliki oleh otak
manusia yang dapat melakukan beberpa kemampuan, seperti kemampuan
menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami
gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar serta mengambil keputusan dan
menjalankan keputusan tersebut. Orang yang memiliki tingkat kecerdasan
intelektual yang baik, baginya tidak ada informasi yang sulit, semuanya
dapat disimpan dan diolah, untuk pada waktu yang dan pada saat
dibutuhkan diolah dan diinformasikan kembali.

 PERAN EQ

Sama seperti halnya IQ, EQ juga memiliki peranan penting dalam


kehidupan setiap individu. Menurut Goleman bahwa EQ memiliki
kontribusi penting dalam kesuksesan seseorang, bahkan melebihi dari IQ.
IQ mengangkat fungsi pikiran, sedangkan EQ mengangkat fungsi perasaan.
Orang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi akan berupaya menciptakan
keseimbangan dalam dirinya, dapat mengusahakan kebahagiaan dari dalam
dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang
positif dan bermanfaat.

Dengan memiliki kecerdasan emosional yang bagus, setiap individu


memiliki kemampuan untuk mengenal diri sendiri, kemampuan mengelola
emosi, kemampuan memotivasi diri, berhubungan dengan orang lain,
kesadaran akan emosi orang lain (kemampuan mendengarkan, merasakan
atau mengintuisikan perasaan orang lain dari kata, bahasa tubuh maupun
petunjuk lain, serta kemampuan untuk menggunakan perasaan yang muncul
dari dalam.

11
Substansi dari kecerdasan emosionoal adalah kemampuan merasakan
dan memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi. Orang yang
EQ-nya baik dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang
tersurat dan tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non verbal. Semua
pemahaman tersebut akan menuntun agar bersikap sesuai dengan kebutuhan
dan tuntunan lingkungannya. Kecerdasan emosional mengajarkan tentang
integritas kejujuran komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental
kebijaksanaan dan penguasaan. Oleh karena itu, EQ mengajarkan
bagaimana manusia bersikap terhadap dirinya dan terhadap orang lain, dan
kemampuan memahami orang lain yang memungkinkan setiap orang dapat
mengelola konflik dengan orang lain secara baik.

 PERAN SQ

Sehebat apapun manusia dengan kecerdasan intelektual maupun


kecerdasan emosional, pada saat-saat tertentu melalui pertimbangan afektif,
kognitif, dan konatifnya, manusia akan meyakini dan menerima tanpa
keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha Agung
yang melebihi apapun, termasuk dirinya. Menurut Danah Zohar, bahwa IQ
bekerja untuk melihat keluar (mata pikiran)dan EQ bekerja mengolah yang
di dalam (telinga perasaan), maka SQ menunjuk pada kondisi pusat diri.
Orang yang ber-SQ tinggi memaknai penderitaan hidup dengan memberi
makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang
dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, seseorang mampu
membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang
positif.

Kecerdasan spiritual (SQ) menyadarkan seseorang akan tujuan hidup


dan pemaknaan kehidupan yang dijalaninya. Bahwa hidup memiliki arah
dan tujuan hidup, bahwa setiap kehidupan memiliki pemaknaan yang tidak
sekedar makna-makna yang bersifat duniawi. Kecerdasan ini menjadi
pedoman, arah dan tujuan hidup untuk menjalani kehidupan.

12
HUBUNGAN ANTARA IQ, EQ, DAN SQ

Pendidikan selama ini, terlalu menekankan arti penting nilai


akademik, kecerdasan otak atau IQ saja. Mulai dari tingkat sekolah dasar
sampai ke perguruan tinggi, jarang sekali ditemukan pendidikan tentang
kecerdasan emosi yang mengajarkan tentang integritas, kejujuran,
komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan,
prinsip kepercayaan, penguasaan diri atau sinergi, padahal justru inilah hal
yang terpenting. Berkat kecerdasan intelektualnya, memang manusia telah
mampu menjelajah ke bulan dan luar angkasa, menciptakan alat-alat
teknologi informasi dan transportasi yang menjadikan dunia terasa lebih
dekat dan semakin transparan, menciptakan bom nuklir serta sesuatu-
sesuatu yang canggih lainnya. Namun bersama itu pula kerusakan yang
menuja kehancuran total sudah mulai nampak. Lingkungan alam merasa
terusik dan tidak bersahabat lagi. Lapisan ozon yang semakin menipis telah
menyebabkan terjadinya pemanasan global, banyaknya bencana alam,
penyakit-penyakit yang mematikan mulai bermunculan, bahkan tatanan
sosial ekonomi menjadi kacau balau karena sikap dan perilaku manusia itu
sendiri. Manusia telah berhasil menciptakan “raksasa-raksasa teknologi”
yang dapat memberikan manfaat bagi kepentingan hidup manusia itu
sendiri. Namun dibalik itu, ciptaan-ciptaan tersebut telah bersiap-siap untuk
menerkam dan menghabisi manusia itu sendiri. Kecerdasan intelektual yang
tidak diiringi dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritualnya,
tampak hanya akan menghasilkan kerusakan dan kehancuran bagi
kehidupan dirinya maupun umat manusia.

Kesuksesan manusia dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu IQ (aspek


kecerdasan), EQ (aspek emosi), dan SQ (aspek relegius). Jika salah satu
tidak terpenuhi, maka keberhasilan itu diragukan. Apabila tidak terjadi
integrasi antara otak dan hati, kondisi ini pada suatu saat akan menimbulkan
krisis multi dimensi yang sangat memprihatinkan. Hal ini telah
menyadarkan para pakar bahwa kesuksesan seseorang tidak hanya

13
ditentukan oleh kemampuan otak dan daya pikir semata, malah lebih banyak
ditentukan oleh kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

 STIMULASI IQ-EQ-SQ SEJAK PRASEKOLAH

Konsep tradisional tentang inteligensi seseorang mengemukakan


bahwa tingkat kecerdasan merupakan faktor bawaan yang sudah ditentukan
sejak lahir. Karena itu, siapa pun tidak dapat mengubah, apalagi
meningkatkan, kadar inteligensi seseorang.

Namun, seiring perkembangan pendidikan, konsep tersebut mulai


tergeser oleh hasil penelitian yang secara intens mempelajari cara
meningkatkan kecerdasan seseorang. Hasilnya, tingkat kecerdasan
seseorang dapat ditingkatkan. Caranya, antara lain, menyekolahkan dan
meningkatkan asupan gizi untuk perkembangan saraf otak.

Upaya meningkatkan intelektual peserta didik di sekolah tidak


mungkin dilakukan secara instan. Hal itu harus dilakukan secara stimultan
sejak dini, sejak usia prasekolah, dengan menyediakan atau menciptakan
lingkungan yang memberi stimulasi intelektual. Sebab, inteligensia anak
tidak akan berkembang hanya dengan memperhatikan sudut gizi tanpa
memperhatikan sudut lingkungan.

Dari sudut pendidikan, inteligensi didefinisikan sebagai kemampuan


mengunakan potensi intelek untuk belajar. Sedangkan hasil belajar
merupakan pengetahuan yang dimulai dari pengalaman indra, persepsi,
imajinasi, konsentrasi, abstraksi, penilaian, dan penalaran. Proses tersebut
menyangkut daya ingat atas bahan yang diperoleh sebelumnya, kemudian
dikeluarkan untuk proses lebih lanjut (M.S. Hadisubrata, 1988)

Secara kongkret dapat dikatakan, anak dengan kadar intelek dan


inteligensi tinggi (cerdas) adalah anak yang pengamatannya tajam, daya
persepsi dan imajinasinya kuat, daya abstraksi dan apresiasinya tinggi, daya
penalarannya lurus, serta daya konsentarsi dan daya ingatnya kuat.

14
Pertanyaannya, seberapa jauh urgensi stimulasi untuk merangsang
perkembangan IQ (intelegence quotient), EQ (emotional quotient), dan SQ
(spiritual quotient)? Hasil penelitian psikolog Skeels dan Dye (1938), White
(1971), dan psikolog lain menyimpulkan hal-hal berikut.

Pertama, tanpa stimulasi dari lingkungan, anak tidak akan dapat


mengaktualisasikan potensi inteleknya secara maksimal. Di sini, anak belum
mencapai titik IQ, EQ, dan SQ optimal yang seharusnya bisa dicapai.

Kedua, ada kecenderungan para ahli untuk merangsang perkembangan


inteligensi secara maksimal dalam dua kategori, nonverbal dan verbal. Yang
termasuk nonverbal adalah aktivitas untuk merangsang pengakraban indera
seperti mainan dan aktivitas fisik lain sejenis.

Sedangkan yang dimaksud verbal adalah berbicara, menghafal,


mengajar bahasa, dan sejenisnya. Bagi peserta didik di kelas rendah (SD,
TK, playgroup), dua jenis rangsangan itu merupakan learn climate (iklim
belajar) seperti halnya yang terjadi pada peserta didik di kelas menengah
(SMP, SMA).

Yang paling perlu diingat dalam rangka stimulasi kecerdasan, emosi,


dan spiritual adalah peran orang tua dan guru sama-sama penting. Fungsi
sekolah dan lingkungan keluarga, dan tempat bermain sama vitalnya. Semua
harus saling mendukung, tidak boleh ada satu aspek pun yang lemah.

Untuk mendapatkan tingkat intelektual yang optimal di semua jenjang


pendidikan, stimulasi harus dilakukan sejak dini, bahkan sejak prasekolah.
Pada masa bayi, orang tua bertanggung jawab merangsang indera, aktivitas
motorik, dan bahasa. Idealnya, anak usia 12 bulan harus bisa menjawab
pertanyaan kita. Meski, saat ditanya "mana mobilnya", anak hanya
menunjuk ke lantai seraya merangkak mengambil mobil-mobilannya.

Karena itu, perlu sekali merangsang inteligensi peserta didik sedini


mungkin, sejak usia pembentukan, saat masih mudah merangsang
perkembangan kecerdasan, emosi, dan fisik. Grade perkembangan yang

15
diperoleh pada masa balita itulah yang nanti menjadi dasar pola
perkembangan inteligensi selanjutnya. Sehingga, tidak aneh bila tingkat
kecerdasan, stabilitas emosi, dan kepekaan sosial peserta didik di tingkat
SMP/SMA sangat variatif meski mereka belajar di satuan pendidikan
dengan fasilitas sama.

Sikap Pendidik dalam Menumbuhkan IQ, EQ dan SQ yang Baik


kepada Peserta Didik
Perlu disadari oleh pendidik bahwa tingkat kecerdasan seseorang
dapat ditingkatkan. Caranya, antara lain, menyekolahkan dan meningkatkan
asupan gizi untuk perkembangan saraf otak.
Upaya meningkatkan intelektual peserta didik di sekolah tidak
mungkin dilakukan secara instan. Hal itu harus dilakukan secara stimultan
sejak dini, sejak usia prasekolah, dengan menyediakan atau menciptakan
lingkungan yang memberi stimulasi intelektual. Sebab, inteligensia anak
tidak akan berkembang hanya dengan memperhatikan sudut gizi tanpa
memperhatikan sudut lingkungan.
Dari sudut pendidikan, inteligensi didefinisikan sebagai kemampuan
mengunakan potensi intelek untuk belajar. Sedangkan hasil belajar
merupakan pengetahuan yang dimulai dari pengalaman indra, persepsi,
imajinasi, konsentrasi, abstraksi, penilaian, dan penalaran. Proses tersebut
menyangkut daya ingat atas bahan yang diperoleh sebelumnya, kemudian
dikeluarkan untuk proses lebih lanjut (M.S. Hadisubrata, 1988)
Secara kongkret dapat dikatakan, anak dengan kadar intelek dan
inteligensi tinggi (cerdas) adalah anak yang pengamatannya tajam, daya
persepsi dan imajinasinya kuat, daya abstraksi dan apresiasinya tinggi, daya
penalarannya lurus, serta daya konsentarsi dan daya ingatnya kuat.
Pertanyaannya, seberapa jauh urgensi stimulasi untuk merangsang
perkembangan IQ (intelegence quotient), EQ (emotional quotient), dan SQ
(spiritual quotient)? Hasil penelitian psikolog Skeels dan Dye (1938), White
(1971), dan psikolog lain menyimpulkan hal-hal berikut.
Pertama, tanpa stimulasi dari lingkungan, peserta didik tidak akan
dapat mengaktualisasikan potensi inteleknya secara maksimal. Di sini,

16
peserta didik belum mencapai titik IQ, EQ, dan SQ optimal yang seharusnya
bisa dicapai.
Kedua, ada kecenderungan para ahli untuk merangsang perkembangan
inteligensi secara maksimal dalam dua kategori, nonverbal dan verbal. Yang
termasuk nonverbal adalah aktivitas untuk merangsang pengakraban indera
seperti mainan dan aktivitas fisik lain sejenis.
Sedangkan yang dimaksud verbal adalah berbicara, menghafal,
mengajar bahasa, dan sejenisnya. Bagi peserta didik di kelas rendah (SD,
TK, playgroup), dua jenis rangsangan itu merupakan learn climate (iklim
belajar) seperti halnya yang terjadi pada peserta didik di kelas menengah
(SMP, SMA).

BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Setiap manusia memiliki kecerdasan otak (Intelligence Quotient),


kecerdasan emosional (Emotional Quotient) dan Spiritual Quotient. IQ
berupa keahlian (skill) dan pengetahuan yang memiliki aspek-aspek
diantaranya kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, dan
lain sebagainya. EQ merupakan kemampuan untuk merasa, yang berpusat
pada kejujuran suara hati sehingga memiliki kemampuan untuk mengenal diri
sendiri dan orang lain, mengendalikan emosi serta kemampuan berhubungan
dengan orang lain. SQ merupakan kecerdasan untuk menghadapi persoalan
makna, kecerdasan untuk menilai tindakan atau jalan hidup seseorang lebih
bermakna. Tiga kecerdasan ini tidak dapat dipisah kan, ketika seseorang

17
berhasil meraih kesuksesan dengan memksimalkan IQ dan EQ, sering kali
ada perasaan hampa dalam kehidupan batinnya., kerana mereka tidak memuat
SQ. Untuk menjadi seorang pribadi yang sukses, maka pribadi tersebut harus
mampu menggabungkan dan mensinergakan IQ, EQ, dan SQ. Ilmu tanpa hati
adalah buta, sedangkan ilmu tanpa hati dan jiwa adalah hampa.

18

You might also like