You are on page 1of 12

PERAWATAN LUKA

By Arifin | Comments (1) | Trackbacks (0)

PERAWATAN LUKA
DEFINISI
Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat
substansi jaringan yang rusak atau hilang.
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
Mekanisme terjadinya luka :
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal
yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura
seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau
yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau
oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya
pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya
lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio)

Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :


1. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi
proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital
dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika
diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan
terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan
dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol,
kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
3. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat
kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi
dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen.
Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
4. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme
pada luka.

Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :


Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada
lapisan epidermis kulit.
Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda
klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak
melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis
dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang
dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang
dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

Menurut waktu penyembuhan luka dibagi menjadi :


1. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan
yang telah disepakati.
2. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat
karena faktor eksogen dan endogen.
PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses peradangan”,
yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling), kemerahan
(redness), panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function). Proses
penyembuhannya mencakup beberapa fase :
1. Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan
yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan
perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk
mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini kerusakan
pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai
hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan
“substansi vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi.
Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini
berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi
saraf sensoris (Local sensory nerve endding), local reflex action dan adanya substansi
vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin). Histamin juga menyebabkan
peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh
darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan dan keadaan
lingkungan tersebut menjadi asidosis.
Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pada kulit, oedema dan
rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.
2. Fase Proliferatif
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan
menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar
pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk
struktur protein yang akan digunakan selama proses reonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat
jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka,
fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian
akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin,
hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun
(rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal
bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh
fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga
fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan
pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai
jaringan “granulasi”.
Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk,
terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibentuk
oleh makrofag dan platelet.
3. Fase Maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih
12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah ; menyempurnakan terbentuknya jaringan baru
menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai
meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringa mulai berkurang karena
pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk
memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada
minggu ke-10 setelah perlukaan.
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen
yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi
penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang
akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut
mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas normal. Meskipun proses
penyembuhanluka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai
sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya
luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan
kurang gizi, diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus).

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA


1. Usia
Semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan jaringan
2. Infeksi
Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga
menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran
dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.
3. Hipovolemia
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya
ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
4. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap
diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar
hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat
proses penyembuhan luka.
5. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu
abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel
mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang
disebut dengan nanah (“Pus”).
6. Iskemia
Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian
tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada
luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada
pembuluh darah itu sendiri.
7. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi
tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-
kalori tubuh.
8. Pengobatan
• Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera
• Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
• Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab
kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan
efektif akibat koagulasi intravaskular.

NURSING MANAGEMENT
Dressing/Pembalutan
Tujuan :
1. memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka
2. absorbsi drainase
3. menekan dan imobilisasi luka
4. mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
5. mencegah luka dari kontaminasi bakteri
6. meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
7. memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien
ALAT DAN BAHAN BALUTAN UNTUK LUKA
Bahan untuk Membersihkan Luka
• Alkohol 70%
• Aqueous and tincture of chlorhexidine gluconate (Hibitane)
• Aqueous and tincture of benzalkonium chloride (Zephiran Cloride)
• Hydrogen Peroxide
• Natrium Cloride 0.9%
Bahan untuk Menutup Luka
• Verband dengan berbagai ukuran
Bahan untuk mempertahankan balutan
• Adhesive tapes
• Bandages and binders

KOMPLIKASI DARI LUKA


a. Hematoma (Hemorrhage)
Perawat harus mengetahui lokasi insisi pada pasien, sehingga balutan dapat diinspeksi
terhadap perdarahan dalam interval 24 jam pertama setelah pembedahan.
b. Infeksi (Wounds Sepsis)
Merupakan infeksi luka yang sering timbul akibat infeksi nosokomial di rumah sakit.
Proses peradangan biasanya muncul dalam 36 – 48 jam, denyut nadi dan temperatur
tubuh pasien biasanya meningkat, sel darah putih meningkat, luka biasanya menjadi
bengkak, hangat dan nyeri.
Jenis infeksi yang mungkin timbul antara lain :
• Cellulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan
• Abses, merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh : terkumpulnya pus
(bakteri, jaringan nekrotik, Sel Darah Putih).
• Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses yang menuju ke sistem
limphatik. Hal ini dapat diatasi dengan istirahat dan antibiotik.
c. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence adalah rusaknya luka bedah
Eviscerasi merupakan keluarnya isi dari dalam luka
d. Keloid
Merupakan jaringan ikat yang tumbuh secara berlebihan. Keloid ini biasanya muncul
tidak terduga dan tidak pada setiap orang.

Bagaimana menurut anda…, atau anda ingin menambahkan yang lain?


V. Pengkajian Luka
A. Kondisi luka
1. Warna dasar luka
• Slough (yellow)
• Necrotic tissue (black)
• Infected tissue (green)
• Granulating tissue (red)
• Epithelialising (pink)
2. Lokasi ukuran dan kedalaman luka
3. Eksudat dan bau
4. Tanda-tanda infeksi
5. Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban
6. Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
B. Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin
C. Status vascular : Hb, TcO2
D. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan yang
lain
E. Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya

VI. Perencanaan
A. Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi
dalam perawatan luka ini dimulai dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan
oleh Professor G.D Winter pada tahun 1962 yang dipublikasikan dalam jurnal
Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka.
Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori perawatan luka dengan
suasana lembab ini antara lain:
1. Mempercepat fibrinolisis
Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh
netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
2. Mempercepat angiogenesis
Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang
lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat.
3. Menurunkan resiko infeksi
Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan
perawatan kering.
4. Mempercepat pembentukan Growth factor
Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk membentuk
stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut
lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang lembab.
5. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif.
Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan
limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.

Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk membalut
luka harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:
1. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh luka
(absorbing)
2. Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan mengurangi
resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable tissue removal)
3. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration)
4. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
5. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau pendistribusian
antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann, 1999; Ovington, 1999)

Dasar pemilihan terapi harus berdasarkan pada :


• Apakah suplai telah tersedia?
• Bagaimana cara memilih terapi yang tepat?
• Bagaimana dengan keterlibatan pasien untuk memilih?
• Bagaimana dengan pertimbangan biaya?
• Apakah sesuai dengan SOP yang berlaku?
• Bagaimana cara mengevaluasi?

B. Jenis-jenis balutan dan terapi alternative lainnya


1. Film Dressing
• Semi-permeable primary atau secondary dressings
• Clear polyurethane yang disertai perekat adhesive
• Conformable, anti robek atau tergores
• Tidak menyerap eksudat
• Indikasi : luka dgn epitelisasi, low exudate, luka insisi
• Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak
• Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm

2. Hydrocolloid
• Pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan elastomers
• Support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough
• Occlusive –> hypoxic environment untuk mensupport angiogenesis
• Waterproof
• Indikasi : luka dengan epitelisasi, eksudat minimal
• Kontraindikasi : luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV
• Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll, Comfeel

3. Alginate
• Terbuat dari rumput laut
• Membentuk gel diatas permukaan luka
• Mudah diangkat dan dibersihkan
• Bisa menyebabkan nyeri
• Membantu untuk mengangkat jaringan mati
• Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita
• Indikasi : luka dengan eksudat sedang s.d berat
• Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering
• Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan

4. Foam Dressings
• Polyurethane
• Non-adherent wound contact layer
• Highly absorptive
• Semi-permeable
• Jenis bervariasi
• Adhesive dan non-adhesive
• Indikasi : eksudat sedang s.d berat
• Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam
• Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva

5. Terapi alternatif
• Zinc Oxide (ZnO cream)
• Madu (Honey)
• Sugar paste (gula)
• Larvae therapy/Maggot Therapy
• Vacuum Assisted Closure
• Hyperbaric Oxygen

VII. Implementasi
A. Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound)
• Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati (slough tissue)
• Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat
• Untuk merangsang granulasi
• Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
• Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids, alginates dan
hydrofibre dressings

B. Luka Nekrotik
• Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik (eschar)
• Berikan lingkungan yg kondusif u/autolisis
• Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
• Hydrogels, hydrocolloid dressings

C. Luka terinfeksi
• Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat
penyembuhan luka
• Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka
• Wound culture – systemic antibiotics
• Kontrol eksudat dan bau
• Ganti balutan tiap hari
• Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon
dressings, silver dressings

D. Luka Granulasi
• Bertujuan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi jaringan yang
baru, jaga kelembaban luka
• Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
• Moist wound surface – non-adherent dressing
• Treatment overgranulasi
• Hydrocolloids, foams, alginates

E. Luka epitelisasi
• Bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk “re-
surfacing”
• Transparent films, hydrocolloids
• Balutan tidak terlalu sering diganti

F. Balutan kombinasi
Tujuan Tindakan

Rehidrasi Hydrogel + film


atau hanya hydrocolloid

Debridement (deslough) Hydrogel + film/foam


Atau hanya hydrocolloid
Atau alginate + film/foam
Atau hydrofibre + film/foam
Manage eksudat sedang Extra absorbent foam
s.d berat Atau extra absorbent alginate + foam
Atau hydrofibre + foam
Atau cavity filler plus foam

VIII. Evaluasi dan Monitoring Luka


• Dimensi luka : size, depth, length, width
• Photography
• Wound assessment charts
• Frekuensi pengkajian
• Plan of care

IX. Dokumentasi Perawatan Luka


- Potential masalah
- Komunikasi yang adekuat
- Continuity of care
- Mengkaji perkembangan terapi atau masalah lain yang timbul
- Harus bersifat faktual, tidak subjektif
- Wound assessment charts

X. Kesimpulan
1. Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat
memberikan nilai optimal jika digunakan secara tepat
2. Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah pengkajian luka yang
komprehensif agar dapat menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan
kebutuhan pasien
3. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinis diperlukan untuk menunjang
perawatan luka yang berkualitas

Referensi
1. http://www.podiatrytoday.com/article/1894
2. Georgina Casey, Modern Wound Dressings. Nursing Standard, Oct 18-Oct 24,
2000:15,5: Proquest Nursing & Allied Health Search
3. Kathleen Osborn, Nursing Burn Injuries. Nursing Management; May 2003; 34,5:
Proquest Nursing & Allied Health Search
4. Madelaine Flanagan, Managing Chronic Wound Pain in Primary Care. Practice
Nursing; Jun 23, 2006; 31, 12; ABI/INFORM Trade & Industry
5. Maureen Benbow, Healing and Wound Classification. Journal of Community
Nursing; Sep 2007; 21,9; Proquest Nursing & Allied Health Search
6. Ritin Fernandez, Rhonda Griffiths, Cheryl Ussia (2002). The Effectiveness of
Solutions, Techniques and Pressure in Wound Cleansing. The Joanna Briggs
Institute for Evidence Based Nursing & Midwifery. Australia.
www.joannabriggs.org.au
7. Ruth Ropper. Principles of Wound Assessment and Management. Practice Nurse;
Feb 24, 2006; 31,4; Proquest Nursing & Allied Health Search

You might also like