You are on page 1of 249

PENGGUNAAN INTERNET

OLEH AKTIVIS LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan


mencapai derajat Sarjana S-2

Program Studi Ilmu Politik


Minat Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

diajukan oleh:

Challida Noor Septina Hikmarani


07/259545/PSP/3056

kepada

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA

2009
MY GRATITUDES

Subhanallah, Alhamdulillah, segala puja dan puji ke hadapan Allah Subhana wa ta’ala.
Segala rasa syukur atas saya panjatkan atas rampungnya amanah belajar ini. Saya ucapkan
terima kasih kepada banyak pihak yang sudah mendukung proses ini selama dua setengah
tahun terakhir.

Kepada Bapak dan Ibu, yang sudah mendukung sepenuhnya, secara finansial dan
emosional, dengan doa yang tak henti-henti, mengawalku sepanjang perjalanan ini. Teruntuk
Ninik dan Nia, yang sudah bersabar, dan menemani hari-hariku dengan tawa dan kebahagiaan.
Untuk Ichaq, kekasih tercintaku, yang sudah bertahan hari demi hari dalam penantian. Akhirnya
kita bisa benar-benar bersama Sayang! Untuk Bapak, Ibu, dan Dhek Yulan di Wonosobo, terima
kasih untuk semua dukungan dan doa.

Kepada Mas Nunung, yang tak pernah henti percaya. Untuk Bang Abrar dan Mas Ngurah,
atas masukannya untuk tulisan saya dan bantuannya selama ini. Teruntuk keluarga besar
Jurusan Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM, terima kasih selalu membuka pintu untukku. Dadok,
Pulung, Mas Adam, Ina, thanks always Guys! Untuk Mbak Okta, yang sudah bekerja dengan
sepenuh hati untuk kami para mahasiswa S-2 yang sering sekali merepotkan.

Untuk sobat-sobatku, thanks a bunch! Hayu, Adit, Dendi, Ikie, terima kasih sudah
bersedia berbagi darah muda kalian untukku, hehe... You have no idea how much that means to
me...

Terakhir, untuk semua yang sudah pernah mendoakan dan mendukungku, semoga Allah
SWT membalas perhatian dan kemurahan hati kalian dengan kebaikan berlipat ganda.

Yogyakarta, 21 Desember 2009


KATA PENGANTAR

Internet saat ini telah menjadi bagian keseharian dari banyak anggota masyarakat
Indonesia. Entah sebagai alat komunikasi, ekspresi diri, ataupun sarana pencapaian
tujuan-tujuan ekonomi. Apapun itu, setiap penggunanya dapat memilih untuk
memposisikan internet sebagai apa. Bagi sebagian penggunanya, internet menjadi
jembatan untuk menghubungkan diri dengan orang-orang yang memiliki hasrat dan
ketertarikan serupa. Termasuk saya, yang banyak menggunakan internet untuk
memperoleh informasi lingkungan. Berangkat dari kondisi inilah saya memilih topik
penulisan tentang penggunaan internet dan aktivis lingkungan.

Dalam pembicaraan saya dengan salah satu informan, saya mengungkapkan


maksud atau niatan awal dalam menyusun tesis ini. Saya katakan bahwa saya ingin tahu
dan memahami alasan dan motivasi para aktivis lingkungan yang sering saya ditemui di
dunia mata. Mengapa mereka melakukan sesuatu yang membutuhkan banyak energi
tanpa dibayar. Saya ingin mengerti karena saya ingin dapat menularkan semangat atau
motivasi itu. Tanggapan saya rupanya membuat informan tersebut tertarik untuk
menanyakan hal yang sama pada dirinya.

Ilustrasi sederhana di atas hanyalah gambaran bagaimana internet dapat didekati


sebagai sebuah wadah pertemuan, percakapan, dan sekaligus pembelajaran. Berangkat
dari sudut pandang senada, tulisan ini ingin menggambarkan bagaimana internet
sebenarnya dapat digunakan untuk berbagi pengetahuan dan membangun kesadaran serta
kepedulian bersama. Sebuah kondisi yang semoga dapat terwujud seiring kematangan
bermedia dan berinternet masyarakat Indonesia.

Yogyakarta, 22 Desember 2009

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................ii

SURAT PERNYATAAN ....................................................................................iii

UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................iv

KATA PENGANTAR ...........................................................................................v

DAFTAR ISI ........................................................................................................vi

DAFTAR TABEL, BAGAN, DAN DIAGRAM .................................................ix

INTISARI..............................................................................................................xi

ABSTRACT...........................................................................................................xii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1


B. Rumusan Permasalahan ............................................................................ 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................ 3
D. Kerangka Pemikiran ................................................................................. 3
1. Internet sebagai Objek Kajian Ilmu Komunikasi ............................ 4
2. Pendekatan Uses and Gratifications dan Social Action
untuk Mengkaji Internet ................................................................ 10
3. Internet dan Masyarakat Sipil ....................................................... 15
E. Metodologi Penelitian ............................................................................ 19
1. Jenis dan Sifat Penelitian ............................................................... 19
2. Metode Penelitian .......................................................................... 20
3. Pemilihan Informan ....................................................................... 21
4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 23
5. Teknik Analisis Data ..................................................................... 24
F. Batasan Pene litian .................................................................................. 25

vi
BAB II. PENGGUNAAN INTERNET

A. Internet di Indonesia ............................................................................... 27


B. Pengguna dan Penggunaan Internet ....................................................... 32
C. Pengguna dan Penggunaan Internet di Indonesia ................................... 42
D. Penggunaan Internet oleh Masyarakat Sipil ........................................... 48
E. Penggunaan Internet oleh Masyarakat Sipil di Indonesia ...................... 56

BAB III. AKTIVIS DAN GERAKAN LINGKUNGAN HIDUP

A. Gerakan dan Aktivisme Lingkungan Hidup ........................................... 61


1. Definisi Gerakan Lingkungan ....................................................... 62
2. Sejarah Gerakan Lingkungan ........................................................ 65
3. Gerakan Lingkungan Hidup di Dunia ........................................... 68
4. Penjelasan Atas Kemunculan Gerakan Lingkungan ..................... 71
5. Keragaman dalam Gerakan Lingkungan ....................................... 73
6. Taktik dan Metode Aksi Gerakan Lingkungan ............................. 78
7. Karakteristik Aktivis Lingkungan ................................................. 80
B. Gerakan dan Aktivisme Lingkungan Hidup di Indonesia ...................... 82
C. Aktivisme Lingkungan Hidup dan Internet ............................................ 86
1. Gerakan Lingkungan dan Media ................................................... 86
2. Penggunaan Internet dalam Gerakan Lingkungan ........................ 87

BAB IV. ANALISIS DAN TEMUAN

A. Proses Penelitian .................................................................................... 93


1. Penelusuran dan Penentuan Informan ........................................ 93
2. Proses Wawancara ...................................................................... 96
3. Pengolahan Data ......................................................................... 98
B. Profil Informan ....................................................................................... 99
C. 1. Ade Fadli .................................................................................... 99
2. Armely Meiviana ...................................................................... 101
3. Djuni Pristiyanto ...................................................................... 103
4. Marwan Azis ............................................................................ 105
5. Melinda Rachman .................................................................... 107
6. Michael Dharmawan ................................................................ 109
D. Penggunaan Internet Secara Umum ..................................................... 111
1. Awal Perkenalan dan Penggunaan Internet .............................. 111
2. Waktu dan Kebiasaan Penggunaan ........................................... 112
3. Persepsi terhadap Internet ........................................................ 113
E. Penggunaan Internet untuk Aktivisme Lingkungan ............................. 114
1. Tujuan Penggunaan Internet ..................................................... 115
2. Latar Belakang dan Motivasi .................................................... 115

vii
3. Bentuk-bentuk Penggunaan ...................................................... 116
4. Sifat Penggunaan Internet ......................................................... 119

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................... 121


B. Saran ..................................................................................................... 122

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN:

• Daftar Milis Lingkungan


• Surat- menyurat dengan Para Informan
• Transkrip Wawancara

viii
DAFTAR DIAGRAM, TABEL, BAGAN, DAN GAMBAR

Diagram

Diagram 1.1. Model Tindakan Sosial atas Penggunaan Media ............................................ 14

Tabel
Tabel 2.1. Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Pemakai
Internet Indonesia (kumulatif) ........................................................................ 43
Tabel 3.1. Spektrum Pemikiran dalam Gerakan Lingkungan (dalam Garner, 1996) ...... 76

Bagan

Bagan 2.1. Peningkatan Jumlah Pelanggan dan Pengguna Internet di Indonesia ............ 44

Bagan 4.1. Penggolongan Penggunaan Internet oleh Aktivis Lingkungan .....................119

Gambar

Gambar 4.1. Tampilan Blog Timpakul ..............................................................................100

Gambar 4.2. Tampilan Blog Greenlifestyle ...................................................................... 102

Gambar 4.3. Tampilan Milis Greenlifestyle ...................................................................... 102

Gambar 4.4. Tampilan Milis Lingkungan ......................................................................... 103

Gambar 4.5. Tampilan Blog Jalan Setapak ....................................................................... 104

Gambar 4.6. Tampilan Blog GreenPress ........................................................................... 106

Gambar 4.7. Tampilan Blog Go Green ............................................................................. 108

Gambar 4.8. Tampilan Blog Aku Ingin Hijau ................................................................... 110

ix
INTISARI

Penggunaan Internet oleh Aktivis Lingkungan Hidup di Indonesia

Challida Noor Septina Hikmarani


07/259545/PSP/3056

Riset ini menggambarkan bagaimana praktek-praktek penggunaan internet oleh aktivis


lingkungan untuk mendukung nilai-nilai pro- lingkungan. Penelitian deksriptif ini
menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam. Secara umum,
ditemukan bahwa penggunaan internet para informan, baik sebagai perseorangan maupun
dalam konteks dirinya sebagai aktivis atau pemerhati lingkungan, saling berkaitan erat dan
tidak dapat dianalisis secara terpisah. Sejalan dengan kerangka konseptual Uses and
Gratifications dan Model Social Action, ditemukan bahwa kekuatan awal yang mendorong,
memotivasi, dan menjadi alasan seseorang menggunakan internet –dalam konteks ini,
terutama untuk mendukung isu lingkungan– dapat berasal dari diri sendiri dan juga datang
dari adanya situasi-situasi ekonomi, sosial, dan politik yang berlangsung di sekitar pengguna
internet tersebut.

Penggunaan internet para aktivis tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor psikologis
dalam diri mereka sebagai pengguna tetapi juga oleh dimensi-dimensi sosial yang melingkupi
kehidupan mereka. Dimensi seperti status dalam keluarga, kualitas pendidikan, jenis
pekerjaan, serta aktivitas keseharian lain dari pengguna turut mempengaruhi bagaimana
seseorang menggunakan dan memposisikan internet dalam kehidupannya. Dalam prakteknya,
para aktivis dalam penelitian ini menggunakan blog dan milis sebagai senjata utama untuk
memperkenalkan dan menyebarluaskan informasi- informasi lingkungan. Kedua bentuk
tersebut dipilih karena lebih hemat, mudah, dan populer. Dalam pengelolaannya blog-blog
dan milis- milis tersebut, sebagian mengelolanya secara individual dan sebagian lagi
mengelolanya secara kolektif. Pilihan pengelolaan umumnya berhubungan dengan pilihan
pribadi dan keterbatasan sumber daya, terutama waktu luang. Lepas dari itu, mereka
meyakini bahwa internet berperan penting dalam penyebarluasan nilai- nilai pro- lingkungan.

Kata kunci: penggunaan internet, aktivis lingkungan, uses and gratifications, social action
model, blog, milis.

xi
ABSTRACT

Internet Use by Environmental Activists in Indonesia

Challida Noor Septina Hikmarani


07/259545/PSP/3056

This study describes the practices of internet use by environmental activists in


Indonesia to support environmental values. This descriptive research uses in-depth interview
as a data collecting technique. In general, it is found that the informants’ internet use, whether
as an individual or in the context of themselves as environmental activists, is highly
interconnected and cannot be analyzed separately. This finding is in coherence with the
conceptual framework used in the research -Uses and Gratifications and Social Action
Model- where the initial force and motivations of their internet use can be sourced form
themselves and also from other economics, social, and political conditions surrounding them
as an internet user.

The activists’ internet use is not only determined by psychological factors within
themselves as an internet users, but also by the social dimensions around them. Dimensions
such as their status in the family, education attainment, types of occupation, and daily
activities can contribute into how they use and position internet in their lives. In practice,
these activists use weblog and mailing list as their primary tools to introduce and disseminate
environmental informations. They manage those blogs and mailing list in certain ways;
several of them manage it individually, some others manage it collectively with friends in
their community. These ways are chosen due to limitations in resources, especially in
allocation of time to manage the blogs and mailing list. Above it all, the activists which
became informants of this study fully believe in the internet’s important role in disseminating
environmental values.

Keywords : internet use, environmental activist, uses and gratifications, social action
model, weblog, mailing list.

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gagasan awal penelitian ini berangkat dari pengamatan sederhana


peneliti atas berbagai aktivitas dunia maya yang dilancarkan oleh sejumlah
aktivis lingkungan Indonesia. Secara umum, penggunaan internet oleh LSM
ataupun organisasi masyarakat sipil di Indone sia dinilai telah mampu
mendukung dan mendorong kerja organisasi. Hal ini terutama terkait dengan
salah satu kemudahan yang ditawarkan internet, yakni kecepatan dan kemudahan
berkomunikasi. Dalam kasus gerakan lingkungan hidup, pekerja dari organisasi
lingkungan maupun aktivis lingkungan perseorangan (non-afiliasi) sama-sama
aktif bekerja mengkampanyekan beragam isu lingkungan hidup di Indonesia; dan
tidak sedikit dari mereka yang menjalankan program tersebut melalui internet.
Para aktivis ini umumnya memanfaatkan beragam fasilitas seperti e-mail,
mailing list, weblog, dan webpage untuk melakukan organisasi, koordinasi,
sosialisasi, dan mobilisasi orang maupun informasi dalam berbagai aktivitas
mereka. Namun, dari pengamatan pendahuluan terhadap sejumlah situs (website)
dan mailing list lingkungan hidup Indonesia, aktivisme online yang terjadi
tampaknya masih terbatas pada bentuk-bentuk tertentu (misalnya, e-mail dan
weblog) dan baru dilakukan oleh sejumlah tokoh-tokoh tertentu saja. Kondisi
kontradiktif ini menjadi menarik untuk dikaji mengingat keberadaan dan
penggunaan internet selama ini kerap dihubung-hubungkan dengan kesetaraan
individu untuk terlibat secara aktif. Terlebih lagi, belum banyak kajian ataupun
penelitian yang membahas pemanfaatan internet oleh masyarakat sipil di
Indonesia. Keinginan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan inilah yang
menjadi salah satu kekuatan pendorong dalam penelitian ini.

Penggunaan internet terkait isu- isu lingkungan di Indonesia, terutama


penggunaannya oleh aktivis lingkungan memang belum berlangsung lama,
sehingga wajar bila belum banyak keragaman bentuk dan pengalaman

1
berinternet yang muncul. Keterbatasan pemanfaatan internet dalam isu- isu
lingkungan secara lebih luas juga terkait dengan masih rendahnya kesadaran
lingkungan, yang tampaknya belum cukup menyebar dan menyentuh masyarakat
umum. Hal ini tentunya menjadi keresahan tersendiri bagi para aktivis serta
pengurus organisasi-organisasi lingkungan hidup di Indonesia. Tidak sedikit dari
mereka yang terus mengujicobakan cara-cara terbaik untuk mengoptimalkan
fasilitas internet dalam upaya menyentuh dan melibatkan publik. Berangkat dari
keingintahuan teman-teman aktivis inilah peneliti menempatkan arti penting
penelitian ini; yakni untuk memahami bagaimana internet dipergunakan untuk
menunjang aktivisme lingkungan di Indonesia. Gambaran ideal penggunaan
internet untuk membangun masyarakat sipil dan memperkuat demokrasi
barangkali terlalu jauh untuk dikaitkan. Namun, dalam lingkup yang lebih luas,
kajian empiris atas penggunaan internet oleh aktivis dipandang penting dan perlu
dilakukan sebagai batu pijakan untuk memahami bagaimana proses interaksi,
komunikasi, serta aktivisme dalam masyarakat sipil membantu mendorong
tingkat partisipasi publik dalam kehidupan sosial politik secara lebih luas.

Penelitian mengenai penggunaan media baru, khususnya internet, oleh


organisasi non-profit atau non-pemerintah serta masyarakat sipil telah banyak
dilakukan di sejumlah negara, tetapi masih sangat sedikit yang membahas hal
tersebut dalam konteks Indonesia. Kelangkaan bahan kajian juga tampak jelas
untuk kasus penggunaan internet oleh organisasi maupun aktivis yang bergerak
dalam isu lingkungan. Secara tegas dapat dikatakan bahwa penelitian me ngenai
penggunaan internet oleh aktivis lingkungan hidup di Indonesia belum pernah
dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, sebagai sebuah kajian awal adalah
penting untuk mengeksplorasi bagaimana aktivis lingkungan sebagai individu
memanfaatkan internet sebagai media komunikasi baru. Dalam penelitian
eksploratoris ini, penelusuran akan difokuskan pada penggunaan internet oleh
aktivis lingkungan dalam mendukung aktivisme lingkungan (environmental
activism) di Indonesia. Kajian ini secara pragmatis diharapkan mampu menjadi
masukan bagi aktivis lingkungan pada khususnya dan gerakan lingkungan hidup
di Indonesia pada umumnya.

2
B. RUMUSAN PERMASALAHAN

Gambaran-gambaran fenomena di atas menunjukkan arti penting


penelitian ini. Dengan latar belakang yang telah disebutkan maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimanakah penggunaan internet oleh aktivis lingkungan


hidup di Indonesia?”

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan memahami dan menggambarkan bagaimana


aktivis lingkungan hidup menggunakan internet untuk mendukung aktivisme
lingkungan (environmental activism) di Indonesia. Hasil penelitian ini secara
keilmuan diharapkan menyumbang pengetahuan mengenai penggunaan media
baru, khususnya internet, oleh kelompok masyarakat tertentu di Indonesia.

D. KERANGKA PEMIKIRAN

Internet1 adalah salah satu media baru (new media) yang belum cukup
banyak dikaji di Indonesia, terutama dari sudut pandang ilmu komunikasi.
Dalam penelusuran sejumlah literatur ilmu komunikasi, kajian mengenai internet
tidak jarang dikaitkan dengan hakekatnya sebagai sebentuk teknologi

1
Pemahaman akan internet dalam penelitian ini berangkat dari pandangan DiMaggio dkk (dalam
Flew, 2005: 4) bahwa internet mengacu pada dua hal sekaligus. Pertama, internet sebagai
infrastruktur teknis jaringan komputer-komputer dan alat-alat digital lainnya yang terhubung
melalui jaringan telekomunikasi berkecepatan tinggi. Kedua, internet mengacu pada beragam isi
serta aktivitas berkomunikasi dan berbagi informasi yang berlangsung melalui jaringan di atas.
Pemahaman pertama berkonsekuensi pada analisis terhadap penggunaan internet sebagai
penggunaan teknologi, yang berhadapan dengan dimensi teknologis seperti jenis dan kecepatan
akses, serta fasilitas yang tersedia melalui internet. Namun, pandangan yang kedua terhadap
internet akan mewarnai pembacaan penggunaan internet sebagai sebuah tindakan komunikatif
(communicative action).

3
komunikasi2 berikut beragam bentuk dan dimensi-dimensi pengaruh yang
dihadirkannya (Pavlik, 1996; Giles, 2003). Sedari awal, kehadiran teknologi
komunikasi dalam beragam bentuk penemuan (misalnya, telepon dan telegraf)
selalu dipertanyakan manfaat, kegunaan, serta dampaknya bagi masyarakat.
Dalam era terkini, pesatnya kemajuan teknologi komunikasi semakin mendorong
keingintahuan tersebut. Tidak dapat dipungkiri, kehadiran suatu teknologi
komunikasi memang membawa konsekuensi-konsekuensi sosial, kultural, dan
psikologis 3 yang pengaruhnya bekerja mulai dari tingkatan individu hingga ke
level institusional (Rogers, 1986; Pavlik, 1996; Abrar, 2003). Dan meskipun ada
persamaan pola-pola penggunaan internet di sejumlah kasus tetapi secara umum
pengaruh penggunaannya memiliki beragam bentuk dan tidaklah homogen; baru
akhir-akhir ini saja mulai dikaji secara ilmiah; serta masih belum dapat diterka
kemana arah perkembangannya (Pavlik, 1996: 315). Kondisi ini menyiratkan
masih sangat terbukanya ruang kajian dan penyelidikan terhadap teknologi
komunikasi ataupun media baru, terutama internet, lebih- lebih lagi dalam
konteks Indonesia.

1. Internet sebagai Objek Kajian Ilmu Komunikasi

Kajian mengenai internet (internet studies) memang tidak berakar dari


kajian komunikasi, namun secara aplikatif relatif berguna dan cukup relevan
untuk menjawab keingintahuan terkait fenomena komunikasi yang termediasi
(mediated communication). Tradisi pertama riset tentang internet menurut
Giles (2003: 263) lebih dominan berada dalam ranah ilmu komputer dan
memfokuskan diri pada perkembangan mutakhir internet dilihat dari sudut
teknologi. Sementara itu, tradisi kedua internet studies berangkat dari ranah

2
Internet juga kerapkali dikategorikan sebagai produk teknologi komunikasi dan informasi (ICT-
information and communication technology), namun dalam penelitian ini internet lebih
dipandang dari sudut teknologi komunikasi.
3
Pengetahuan dan kesadaran (awareness) tentang konsekuensi-konsekuensi penggunaan internet
akan menjadi salah satu dimensi yang akan digali dari aktivis lingkungan; yakni untuk melihat
sejauh mana mereka mengenali adanya perubahan atau pengaruh dari penggunaan internet,
bagaimana mereka berefleksi tentang manfaat ataupun dampak yang mereka rasakan selama
menggunakan internet, dan bagaimana mereka memanfaatkan pemahaman tersebut untuk
beradaptasi atau mengatasi masalah-masalah yang mungkin timbul selama menggunakan internet
itu sendiri.

4
keilmuan arts and humanities yang memadukan beragam pendekatan
filosofis untuk mengkaji implikasi teknologi; mulai dari penggunaan teori-
teori sosial terhadap pengaruh media baru terhadap budaya manusia, hingga
pandangan posmodernis terhadap kemunculan cyberpunk (Giles, 2003: 264).
Perkembangan terakhir ditunjukkan oleh kemunculan tradisi ketiga riset
tentang internet yang berada dalam ranah media studies dan ditandai oleh
tulisan Gauntlett di tahun 2000 (dalam Giles, 2003: 264). Gauntlett menolak
tradisi kajian media dan lebih memilih proposisi yang lebih “sexy”, yakni
new media studies. Pemaparan lebih dalam tentang kajian media baru
disajikan Flew sebagai berikut.

Secara historis, Terry Flew (2005:79-81) membagi kajian media baru


(new media studies) menjadi tiga generasi. Generasi pertama, yang
digawangi oleh pemikiran Howard Rheingold, Sherry Turkle, Mark Douglas,
dan Douglas Schuler mengedepankan klaim-klaim tentang arti penting
internet sebagai sesuatu yang radikal dan transformatif bagi masyarakat.
Misalnya, melalui pandangan-pandangan optimistik mereka terhadap potensi
demokratis yang terkandung dalam eksistensi komunitas virtual. Generasi
pertama juga meminta pada para pengguna internet untuk tidak hanya
memahami dunia online, tapi juga untuk secara aktif terlibat dengan dan di
dalamnya. Pavlik (1996: 315) mengatakan bahwa kekuatan dan potensi
positif internet yang diyakini oleh generasi ini adalah potensi desentralisasi
dan komunikasi secara lebih meluas (multidirectional communication); serta
peningkatan efisiensi, produktivitas, dan adaptability. Dalam dunia
pendidikan, pengaruh positif internet ditunjukkan melalui berbagai fasilitas
yang tersedia dan mampu menghubungkan berbagai institusi pendidikan,
penelitian, dan kepustakaan (Pavlik, 1996: 319-328). Generasi ini dipandang
Flew mewakili pandangan dominan kajian media baru pada awal hingga
akhir pertengahan tahun 90-an.

Generasi selanjutnya dalam kajian media baru berkembang di akhir


tahun 90-an hingga awal tahun 2000. Generasi kedua ini dapat dijuluki
generasi kritis karena lebih banyak mengedepankan kritik-kritik terhadap
pandangan generasi pertama, diantaranya dengan menggugurkan janji-janji

5
indah internet dan menunjukkan berbagai keterbatasan internet. Keterbatasan
internet yang diungkapkan antara lain adalah adanya “digital divide” yang
sedikit banyak memang membatasi siapa yang sebenarnya punya akses ke
internet dan siapa yang tidak; kerapuhan komunitas virtual ketika dihadapkan
dengan konflik internal; kuatnya pengaruh determinisme teknologi dalam
adopsi internet; dan pengabaian konteks sejarah dan sosial dalam
pembentukan budaya-budaya terkini di internet (Flew, 2005: 80). Pemikir
generasi kedua, di antaranya adalah Kevin Robins dan Frank Webster,
seringkali menggunakan logika ekonomi-politik untuk melihat kekuatan-
kekuatan atau pihak-pihak yang diuntungkan di balik ketersebaran dan
penggunaan internet yang semakin luas dan padat. Skeptisisme yang juga
muncul dalam aliran ini misalnya adalah apa yang digambarkan Pavlik
(1996: 317) sebagai ketakutan bahwa pada akhirnya sebagian besar isi
internet akan dikuasai oleh kekuatan-kekuatan komersial yang sudah lebih
dulu mengontrol media tradisional atau konvensional; apalagi kalau
dihadapkan pada kenyataan bahwa hingga kini terdapat kesenjangan yang
sangat lebar antara siapa yang dapat dan tidak dapat mengakses internet.
Bahkan sejumlah ilmuwan neo- marxis meramalkan bahwa teknologi media
baru hanya akan menghasilkan lebih banyak -dan bukan lebih sedikit-
ketidaksetaraan (inequality) dalam distribusi kekayaan di masyarakat,
terutama bagi perempuan dan kelompok minoritas (Pavlik, 1996: 348).
Meskipun para pemikir generasi kedua sudah berhasil berpikir lebih jauh,
mendalam, dan komprehensif tentang internet; namun, mereka belum mampu
menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar bagaimana sesungguhnya cara
khalayak atau pengguna menggunakan internet sebagai media baru. Celah
inilah yang menjadi awal bangkitnya pendekatan generasi ketiga dalam
kajian media baru.

Generasi ketiga new media studies menitikberatkan pendekatan empiris


untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana orang
berinteraksi dengan lingkungan internet. Pendekatan dalam generasi ini juga
berangkat dari sejumlah kritik terhadap generasi pertama, misalnya kritik dari
Slevin di tahun 2000 dan Slater di tahun 2002 (dalam Flew, 2005: 67) yang
menunjukkan dua keterbatasan utama kajian-kajian awal tentang komunitas

6
virtual. Pertama, kajian-kajian tersebut lebih banyak mengkaji fenomena-
fenomena “heroik” di dunia maya, dan belum menyentuh fenomena-
fenomena “remeh” dalam keseharian para pengguna internet. Keterbatasan
yang kedua adalah bagaimana generasi pertama terlalu berfokus pada internet
sebagai medium dan bukan sebagai sebuah konteks sosial tempat
berlangsungnya produksi dan penerimaan informasi. Pandangan optimistik
mereka seolah-olah memandang bahwa orang-orang yang bergabung dalam
komunitas di dunia cyber datang tanpa membawa apa-apa; tanpa memiliki
perbedaan sumber daya, kemampuan, kelebihan, serta pengetahuan; beserta
hal- hal yang telah dimiliki sebelumnya di dunia “nyata”.

Keinginan untuk melampaui keterbatasan-keterbatasan generasi


sebelumnya mendorong para pemikir generasi ketiga seperti Nancy Baym
serta Miller dan Slater untuk bekerja dengan tiga proposisi utama. Proposisi
pertama, untuk tidak lagi meributkan perbedaan antara online dan offline atau
“real vs virtual” tapi berusaha melihat bagaimana orang-orang menggunakan
CMC (computer mediated-communication) dan teknologi internet sebagai
bagian dari material culture yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari- hari
mereka. Selain itu, Miller dan Slater (dalam Flew, 2005: 59) mengingatkan
perlunya kajian mendalam untuk memahami kaitan antara hubungan-
hubungan sosial, institusi- institusi sosial di dalamnya, dan praktek-praktek
yang berlangsung dalam beragam kondisi khusus di berbagai setting
masyarakat. Misalnya, hasil penelitian mereka terhadap penggunaan internet
oleh masyarakat Trinidad yang tinggal di luar negaranya menunjukkan
bagaimana akses terhadap teknologi komunikasi telah memperkuat dan
memperkaya praktek-praktek komunikasi khas masyarakat Trinidad.
Penelitian itu juga menunjukkan bagaimana penggunaan internet oleh
kelompok masyarakat tersebut tidaklah terpisah dari pengalaman nyata dan
interaksi keseharian mereka.

Proposisi kedua dari para pemikir generasi ketiga adalah perlunya


mengkaji penggunaan internet dengan melihat “siapa” para penggunanya,
yakni posisi geografis mereka (misalnya, apakah mereka tinggal di wilayah
urban atau sub urban); dan karakter-karakter ras, gender, kelas, umur, serta

7
pendidikan mereka. Sementara itu, proposisi ketiga masih berkaitan erat
dengan proposisi sebelumnya, yakni meski orang bisa memiliki banyak
identitas online dan menjadi anggota suatu komunitas virtual -yang tidak
terdefinisikan secara sosial maupun geografis- namun hal ini tidak berarti
bahwa cyberspace itu sendiri sebuah ruang yang sepenuhnya independen dan
terpisah dari ruang-ruang yang telah ada sebelumnya di kehidupan “nyata”.
Sejumlah kritik yang muncul terhadap pemikiran generasi pertama dan kedua
menurut Flew (2005: 60) menunjukkan perlunya para peneliti bergerak dari
pandangan terhadap teknologi dan perubahan sosial secara makro-sosiologis
menuju ke pemahaman empiris tentang penggunaan media baru dalam
beragam komunitas dan budaya. Hal ini disebut Flew sebagai kebangkitan
semangat untuk mengkaji media baru secara empiris atau “empirical turn in
new media studies” (2005: 79).

Penelitian ini bermaksud mengusung semangat generasi ketiga tersebut,


dengan upaya memahami secara empiris bagaimana internet digunakan dan
dimaknai oleh aktivis lingkungan dalam sebuah komunitas budaya yang
spesifik, yakni budaya aktivisme (activism). Penelitian ini sejalan dengan
fase kedua dan ketiga dari apa yang digambarkan Wimmer dan Dominick
(2006: 7-8) sebagai empat fase perkembangan penelitian media massa4 .
Penelitian ini memadukan keingintahuan dalam fase kedua dan ketiga dari
empat fase yang ada, yakni ingin mengetahui bagaimana penggunaan media
oleh para penggunanya; dan lebih dari itu, berusaha menggali bagaimana
efek sosial, psikologis, dan fisik dari suatu media. Pertanyaan dalam riset
fase kedua lebih berfokus pada penggunaan media, sementara yang
dimunculkan di fase ketiga terkait dengan bagaimana suatu media mampu
mengubah perspektif orang. Yakni, mempertanyakan apa yang pengguna
suatu media inginkan dan harapkan dari media tersebut; bentuk-bentuk efek
negatif apa saja yang muncul (bila ada); dengan cara apa suatu media
membantu manusia dan juga masyarakat; atau dengan mencari tahu apakah

4
Meskipun disebut empat fase perkembangan penelitian media massa namun sesungguhnya
model ini tidaklah linear dan kumulatif (Wimmer dan Dominick, 2006; Kim & Weaver, 2002);
penelitian terhadap suatu media dapat maju, melompat ke fase selanjutnya, mundur kembali ke
fase sebelumnya, ataupun secara simultan dilakukan lintas fase; kesemuanya lebih bergantung
pada fenomena terkini ataupun pertanyaan penelitian yang belum terjawab.

8
suatu media dapat digabungkan (combined) dengan media lain untuk
menjadikannya lebih berguna bagi individu maupun masyarakat. Oleh karena
itu, penelitian ini akan menggali bagaimana bentuk-bentuk penggunaan
internet oleh aktivis lingkungan dan melihat bagaimana hal tersebut
mengubah cara mereka memandang dan menjalankan aktivisme mereka.

Argumen akan pentingnya peneliti komunikasi mempelajari internet


sudah pernah diungkap dalam dialog Newhagen dan Rafaeli sejak
pertengahan tahun 90-an5 . Namun, riset terkait internet masih belum cukup
banyak dilakukan oleh peneliti ilmu komunikasi, terutama bila dibandingkan
dengan penelitian terhadap media konvensional, padahal kehadiran internet
sebagai media yang tersedia bagi banyak orang (sudah massif dan tak lagi
hanya di kalangan militer dan akademisi) sudah berlangsung lebih dari satu
dekade. Hal ini cukup mengherankan karena ilmu komunikasi sesungguhnya
memberikan ruang bagi kajian terhadap internet karena internet merupakan
salah satu objek material ilmu komunikasi. Rupanya, hambatan teoretis
membuat banyak ilmuwan komunikasi masih menahan diri untuk mengkaji
internet (Morris & Ogan, 2002: 136). Hal ini karena banyak ilmuwan
komunikasi masih mengungkung diri dalam batasan-batasan teoretis
penelitian komunikasi massa.

Kim dan Weaver (2002: 522), di sisi lain menemukan adanya


peningkatan jumlah riset komunikasi tentang internet dari tahun 1996 hingga
ke tahun 2000. Fenomena ini barangkali jawaban para ilmuwan komunikasi
terhadap tantangan Morris dan Ogan di tahun 1996 6 , yakni bahwa teknologi
komunikasi baru seperti internet sejatinya memungkinkan para ilmuwan to
rethink, rather abandon, definition and categories yang selama ini telah ada.
Hal ini dapat dilakukan dengan memahami internet sebagai multifaceted
mass medium, yang memiliki banyak konfigurasi atau bentuk komunikasi;

5
Newhagen, John E. dan Sheizaf Rafaeli. 1995. Why Communication Researchers Should Study
the Internet: A Dialogue. Journal of Computer-Mediated Communication, 1(4). Diakses pada
tanggal 10 Desember 2007 dari http://jcmc.indiana.edu/vol1/issue4/rafaeli.html
6
Artikel dari Morris & Ogan sebenarnya dimuat pertama kali pada tahun 1996 di Journal of
Communication, namun versi yang dapat peneliti akses adalah yang dimuat dalam McQuail’s
Reader in Mass Communication Theory (2002).

9
mulai dari bentuk hubungan interpersonal, kelompok kecil, hingga yang
menyerupai format komunikasi massa 7 . Untuk memulai kajian komunikasi
tentang internet, salah satu kerangka teoretis yang dipandang Morris dan
Ogan cuk up membantu adalah pendekatan penggunaan dan kepuasan (uses
and gratifications).

2. Pendekatan Uses and Gratifications dan Social Action untuk


Mengkaji Internet

Penelitian ini memang tidak bertujuan untuk menguji suatu teori,


namun tetap akan memanfaatkan dua buah model teoretis yang telah cukup
dikenal dalam kajian ilmu komunikasi, yakni pendekatan Uses and
Gratifications dan model Social Action untuk menggali secara lebih
mendalam fenomena penggunaan internet oleh aktivis lingkungan. Teori
yang pertama akan digunakan untuk mendapatkan gambaran umum
penggunaan internet oleh aktivis lingkungan. Sementara yang kedua akan
berguna dalam penggalian pemahaman dan pemaknaan aktivis terhadap
aktivisme yang mereka lakukan melalui internet.

Penggunaan dan kepuasan (uses and gratifications) adalah salah satu


pendekatan dalam ilmu komunikasi. Pendekatan ini sesungguhnya telah
muncul sejak tahun 1940-an (McQuail & Windahl, 1993: 133), namun baru
mewujud menjadi sebuah paparan konseptual dalam tulisan Katz, Blumler,
dan Gurevitch di tahun 1974. Logika pendekatan yang berakar pada analisis
fungsional8 ini pada dasarnya melihat bahwa orang mengkonsumsi media

7
Bentuk-bentuk dan tingkatan komunikasi digunakan Morris dan Ogan (2002: 138) untuk
menyusun empat kategori pengguna internet, yakni yang menggunakannya untuk (a) one-to-one
asynchronous communication, seperti e-mail; (b) many-to-many asynchronous communication,
seperti bulletin boards atau mailing list; (c) synchronous communication, yang berlangsung di
waktu bersamaan dan secara simultan, baik one-to-one, one-to-many, ataupun many-to-many;
seperti chatting dan Multi-User-Dungeons (MUDs) ; (d) asynchronous communication, yang
bersifat memenuhi kebutuhan penerima informasi dalam mencari dan mengakses informasi,
dimana dapat dikatakan ada pihak yang menyediakan informasi secara sepihak, seperti
penggunaan situs www dan ftp. Empat kategori penggunaan internet ini akan digunakan sebagai
kerangka untuk mengenali pola -pola atau kebiasaan penggunaan internet oleh aktivis lingkungan
dan bagaimana kelebihan dan kekurangan masing-masing bentuk komunikasi lewat internet.

8
Penelitian ini sesungguhnya berada di paradigma dominan pendekatan fungsionalis karena
percaya pada “‘positive’ contribution of media to the existing social order” (McQuail, 2002: 6).

10
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial dan psikologis tertentu.
Konsep dasar pendekatan ini tertarik pada:

“(1) the social and psychological origins of (2) needs, which


generate (3) expectations of (4) the mass media or other
sources, which lead to (5) differential patterns of media
exposure (or engagement in other activities), resulting in (6)
needs gratifications and (7) other consequences, perhaps
mostly unintended ones.” (Katz, Blumler, & Gurevitch, 1974:
510).

Tentu saja, model ini mengasumsikan bahwa khalayak bersifat aktif


dan membuat pilihan-pilihan berdasarkan motivasi tertentu yang juga
didasarkan pada pengalaman-pengalaman mereka sebelumnya dengan media
(McQuail & Windahl, 1993: 134). Dapat dikatakan bahwa pendekatan ini
mensyaratkan adanya derajat keaktifan khalayak (audience activity), baik
secara instrumental maupun ritualized (Morris & Ogan, 2002: 142). Selain
itu, berdasarkan masukan dari Lundberg dan Hulten di tahun 1968, Katz,
Blumler, dan Gurevitch selanjutnya juga menyatakan bahwa pendekatan ini
memandang:

“(a) proses menghubungkan need gratifications dan media


choice sesungguhnya berada di tangan khalayak atau
pengguna itu sendiri; (b) media bersaing dengan sumber-
sumber lain untuk memenuhi kebutuhan khalayak; (c)
khalayak mampu secara sadar bercerita tentang ketertarikan
dan motif mereka mengkonsumsi media; dan (d) penilaian
tentang signifikansi kultural komunikasi massa harus hati-hati
diberikan, hal ini untuk melihat perbedaan antara pendekatan
ini dengan pandangan spekulatif mengenai budaya populer.”
(1974:510-1)

Berdasarkan asumsi-asumsi di atas maka pendekatan ini banyak dipakai


untuk meneliti bagaimanakah penggunaan media (media use) oleh khalayak.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa penelitian ini juga memijakkan kaki di paradigma
interpretif karena ingin menggali dan memahami kualitas, persepsi, dan pemaknaan aktivis
sebagai pengguna internet terhadap aktivitas yang dilakukannya di internet dan keberadaan
internet itu sendiri.

11
Penelitian penggunaan media selama ini memang masih belum dapat
digeneralisasi dan masih bersifat spesifik, misalnya dengan hanya berfokus
pada kelompok khalayak tertentu (anak-anak, ibu rumah tangga); jenis acara
tertentu (kuis, berita); atau pada medium tertentu saja (radio, koran). Dari
sejumlah penelitian yang telah dilakukan, McQuail (dalam Fiske, 1990: 152)
menemukan empat kategori utama need gratifications atau kebutuhan yang
berusaha dipenuhi khalayak saat mengkonsumsi media, yakni pelarian
(diversion); hubungan sosial (personal relationship); jati diri (personal
identity); dan pengawasan (surveillance) terhadap kehidupan di sekitarnya.

Terdapat dua kritik utama yang dilayangkan pada peneliti yang


menggunakan model uses and gratifications (Fiske, et al, 1992: 327).
Pertama, bahwa pendekatan ini terlalu menekankan dimensi individualistik
dan psikologis dari khalayak, sehingga mengabaikan atau gagal menangkap
secara utuh fondasi struktural dan sifat sosial dari kebutuhan dan kepuasan
khalayak. Kritik kedua, teoritisi uses and gratifications tampaknya
mengabaikan atau bahkan tidak memperhitungkan isi atau content dari pesan
media massa, padahal media massa sendiri memiliki preferred meaning yang
sudah mereka bentuk sedemikian rupa.

Kritik-kritik di atas tampaknya muncul dalam konteks penggunaan


pendekatan ini untuk mengkaji khalayak media massa. Namun, tentunya
terdapat perbedaan antara khalayak media massa konvensional dan khalayak
atau pengguna media interaktif. Oleh karena itu, meskipun dianggap
memiliki banyak kelemahan, tetapi pendekatan ini dinilai masih cocok bila
digunakan untuk menilai secara umum atau mengkaji secara ilmiah pengaruh
kehadiran dan penggunaan teknologi komunikasi interaktif (Pavlik, 1996:
343); terutama untuk menyediakan kerangka awal bagi penelitian
komunikasi tentang Internet (Morris & Ogan, 2002: 141). Pandangan ini
terlihat dari tingginya penggunaan teori atau pendekatan uses and
gratifications dalam riset tentang internet hingga akhir tahun 2000 (Kim &
Weaver, 2002: 529), meskipun hanya sedikit dari riset-riset internet tersebut
yang secara spesifik menguji teori komunikasi. Hal ini tampaknya karena
bentuk-bentuk teknologi komunikasi terkini memang mensyaratkan keaktifan

12
lebih di pihak pengguna atau khalayak, sesuatu yang sejalan dengan asumsi
dasar pendekatan uses and gratifications. Penerapan pendekatan penggunaan
dan kepuasan dalam penelitian terhadap pengguna internet misalnya
mengungkapkan bagaimana pelajar SMP dan SMA di sepuluh sekolah negeri
di Amerika menggunakan internet (Ebersole, 2000); serta bagaimana
penerapan uses and gratifications digunakan untuk mengkaji para pengguna
berita online dan offline (Lyn, Salwen, dan Abdulla, 2005).

Penelitian ini sendiri tidak memposisikan pendekatan uses and


gratifications untuk diuji ataupun dikembangkan secara teoretis namun
hanya akan dimanfaatkan sebagai kerangka berpikir; terutama untuk
menajamkan pertanyaan dalam wawancara dan mengeksplorasi dimensi-
dimensi penggunaan internet oleh aktivis dalam tahapan analisis. Oleh
karena itu, dari para informan akan dieksplorasi sejumlah dimensi seperti (a)
asal-usul sosial dan psikologis dari adanya; (b) kebutuhan aktivis
lingkungan, yang memunculkan; (c) pengharapan terhadap; (d) media
massa dan interaktif, yang mengarah pada suatu; (e) penggunaan internet
dan pelaksanaan aktivitas lain, yang menghasilkan; (f) pemuasan
kebutuhan dan; (g) konsekuensi-konsekuensi lainnya.

Tentunya, ketujuh dimensi di atas akan digali secara kualitatif dan


digunakan untuk melengkapi pembacaan terhadap penggunaan internet oleh
aktivis lingkungan di Indonesia. Hal ini karena secara mendasar pendekatan
penggunaan dan kepuasan sudah cukup untuk mendapatkan gambaran umum
penggunaan internet oleh aktivis, tetapi belum memadai untuk menggali
pemaknaannya oleh para aktivis. Untuk mengisi celah itu, penggalian data
dalam penelitian ini akan lebih banyak memanfaatkan Social Action Model.

Social Action Model atau Model Tindakan Sosial merupakan sebuah


revisi atas pendekatan uses and gratifications dan juga bisa disebut sebagai
sebuah gebrakan teoretis yang dilakukan oleh Renckstorf di tahun 1989
(dalam McQuail & Windahl, 1993: 143-144). Model Renckstorf sebenarnya
berangkat dari dan masih memanfaatkan proses interaktif dan recurrent yang
disarankan Rosengren, namun Renckstorf me nambahkan titik awal yang
berbeda dan menawarkan pilihan alternatif (McQuail & Windahl, 1993: 144).

13
Sesungguhnya, Renckstorf ingin meletakkan khalayak sebagai pusat dalam
proses komunikasi massa. Namun, dia tetap melihat khalayak sebagai bagian
tak terpisahkan dari lingkungan sosial di sekitarnya. Lebih dari itu, khalayak
dan media tak henti saling berinteraksi dalam suatu lingkungan simbolik. Hal
ini tampak dalam sejumlah pandangan inti Renckstorf bahwa:

“People engage in activity on the basis of their own objectives,


intentions and interests, but they are in interaction with many
others and are capable of reflecting on their own actions and
interactions. Human beings are not determined but can reflect
on their ‘life-world’ which they share with others. Individuals
have to interpret their situation and act accordingly. In the
normal way of things, everyday life is “unproblematic’, since
recurring problems are provided with solutions. The media are
also not to be considered as ‘stimuli’ which provoke a reaction
from audiences, and they form only part of the relevant
‘meaning producing symbolic environment’ of human actors.
The individual has a self-image and engages in an interaction
with self in which media can become involved.” (dalam
McQuail & Windahl, 1993: 143-144)

Pandangan inti Renckstorf di atas terangk um dalam Model Tindakan


Sosial yang digambarkan melalui diagram berikut:

(2) Surrounding society

(including mass media and social, political, cultural, economic institutions,etc)

(4) (6) (7) (8) (10)


(1)
Problematic Motive Projection, External
Definition of problem decision action,
the situation Eval
e.g. uati
Perceiving media on
use
Thematizing

Diagnosing (5) (9)

Unproblematic Everyday routines

(3) Individual and social characteristics

(including basic human needs, psychological set-up, social status, individual life history, etc.)

14
Diagram 1.1. Model Tindakan Sosial atas Penggunaan Media

(Renckstorf 1989, dalam McQuail & Windahl, 1993: 143-144)

Diagram di atas dibaca sebagai: pada awalnya (1) individu mengambil


atau menetapkan definisi dari sebuah situasi, dengan memanfaatkan
pengalaman-pengalaman kehidupan dan interaksi keseharian mereka yang
kemudian di-perceived, thematized, and interpreted (McQuail & Windahl,
1993: 144). Di saat yang sama, faktor- faktor seperti kedirian individu (self),
posisi, dan pengalaman sosial (2 dan 3) masuk ke proses defining and
interpreting. Jalur yang diikuti kemudian bergantung pada apakah situasi
yang dihadapi dipandang bermasalah (4) ataukah tidak bermasalah (5). Bila
bermasalah, maka jawaban atas masalah itu kemudian direnungkan, hingga
muncul motif terformulasi (6); untuk kemudian mengambil keputusan
tentang jawaban dari masalah itu (7). Jawaban dari masalah bisa berbentuk
pemilihan dan penggunaan media, namun hal tersebut hanya sebagai salah
satu tindakan eksternal (8). Sementara bila dianggap tidak bermasalah (5),
jalur yang ditempuh langsung menuju rutinitas keseharian (9), termasuk di
dalamnya adalah penggunaan media. Setelahnya, terlepas dari termotivasi
atau tidak, penggunaan media sebagai sebuah tindakan sosial akan melewati
tahap penilaian atau evaluasi (10) oleh individu; yang kemudian dapat diikuti
oleh sekuen-sekuen pendefinisian dan pemaknaan berikut nya.

Pandangan-pandangan Renckstorf tampaknya banyak dipengaruhi oleh


pemikiran yang berakar pada interaksionisme simbolik dan fenomenologi.

15
Sebagai konsekuensinya, menurut McQuail dan Windahl (1993: 144),
penelitian yang menggunakan model ini secara metodologis lebih
mengandalkan metodologi interpretatif dan pendekatan kualitatif secara
umum. Oleh karena itu, dalam penelitian ini pendekatan penggunaan dan
kepuasan (uses and gratifications) ataupun model tindakan sosial (social
action) akan digunakan secara bersamaan dan seoptimal mungkin untuk
menggali dan mengeksplorasi bagaimana aktivis lingkungan menggunakan
internet untuk mendukung aktivisme lingkungan di Indonesia.

3. Internet dan Masyarakat Sipil

Awal ketertarikan peneliti pada isu ini tidak terlepas dari pandangan
optimistis peneliti terhadap narasi besar potensi perubahan yang terkandung
dalam penggunaan media interaktif, khususnya internet. Pandangan ini
berangkat dari pembacaan terhadap keberhasilan sejumlah gerakan sosial
dalam memanfaatkan internet untuk memobilisasi isu ataupun massa. Salah
satu contoh penggunaan internet paling fenomenal adalah keberhasilan
gerakan anti- globalisasi memobilisasi massa melalui indymedia.org untuk
melakukan protes terhadap WTO saat berlangsung pertemuan WTO pada
tahun 1999 di Seattle, Amerika Serikat (Croteau & Hoynes, 2003: 250).
Selain itu, juga terdapat kesukesan penggalangan massa dalam aksi protes
jalanan pada acara World Social Forum (WSF) di tahun 2001 (Flew, 2005:
183). Kedua peristiwa di atas hanya contoh kecil dari bagaimana pada akhir
tahun 90-an internet semakin sering dipilih sebagai medium memobilisasi
massa. Alasan-alasan utamanya karena internet adalah alat komunikasi dan
mobilisasi yang lebih cepat, murah, mudah, dan juga karena sudah semakin
banyak kelompok masyarakat yang terhubung dengan internet. Di samping
itu, berkomunikasi lewat internet tak jarang dianggap lebih “aman” dari
pengawasan pemerintah dan kepolisian yang seringkali menghalangi ataupun
membatasi rencana-rencana aksi atau protes sosial.

Jauh sebelum internet menjadi barang lazim seperti saat ini, hubungan
antara media dan masyarakat sipil atau gerakan sosial sebenarnya sudah

16
berlangsung lama. Gerakan sosial pada intinya adalah sekelompok warga
yang bersatu untuk memperjuangkan suatu kepentingan (cause), baik sosial
ataupun politis; dan keberadaan mereka merupakan bagian penting dalam
ranah politik karena mereka bisa menghubungkan warganegara dengan elit-
elit politik (Croteau & Hoynes, 2003: 247). Posisi penting inilah yang
membuat mereka cukup dilirik oleh media; dan hubungan keduanya pun
sebenarnya saling membutuhkan. Gerakan sosial atau kemasyarakatan
memerlukan media untuk menyampaikan pesan mereka secara lebih luas
kepada publik; sementara media berpaling pada gerakan sebagai salah satu
sumber berita yang potensial.

Hubungan saling membutuhkan seperti di atas pada prakteknya tidak


berjalan dua arah dan secara setara (Gamson & Wolfsfeld, dalam Croteau &
Hoynes, 2003: 248). Kondisi itu terjadi karena media memiliki lebih banyak
pilihan sumber berita; sementara gerakan sosial tidak dipungkiri sangat
membutuhkan liputan media (terutama dari radio, televisi, dan suratkabar)
sebagai salah satu saluran komunikasi mereka pada publik. Hal ini karena
liputan yang ditampilkan di media sangat membantu gerakan sosial untuk
lebih dikenal publik, untuk mengumpulkan dukungan; memperoleh
pengakuan sebagai kelompok penekan yang memiliki posisi tawar; serta
memperluas cakupan isu untuk mengundang lebih banyak sekutu ataupun
jaringan pendukung. Dalam ketimpangan seperti di atas, media kemudian
seringkali berada di atas angin dan “me ngkondisikan” gerakan sosial untuk
berkompromi dengan kebutuhan dan tuntutan media.

Situasi dan relasi di atas kemudian mendorong banyak gerakan sosial


untuk beralih dari media arus utama (mainstream atau media massa
konvensional, seperti televisi, radio, dan suratkabar) ke media “alternatif”
dan independen (Croteau & Hoynes, 2003: 249). Strategi ini umumnya
dipilih agar pesan yang disampaikan pada publik tidak terdistorsi oleh
kepentingan media ataup un penguasa. Bentuk-bentuk media alternatif yang
dipilih umumnya adalah pamflet, brosur, koran “bawah tanah” ataupun
“zine”, yakni majalah dengan format dan isi alternatif, yang seringkali
memanfaatkan grafis buatan tangan dan tata letak “amburadul”. Tetapi,

17
seiring dengan makin familiarnya gerakan sosial dengan internet, semakin
banyak juga gerakan yang memanfaatkan internet sebagai saluran penting
untuk menjaring anggota baru; mengumpulkan dukungan dan dana ;
bekerjasama dengan gerakan dari daerah atau negara lain; serta menampilkan
ekspresi, informasi, dan jenis analisis yang khas dan jarang dapat disalurkan
melalui media arus utama.

Kehadiran internet memang membuka saluran komunikasi baru bagi


masyarakat sipil, termasuk membuka kemungkinan beragam bentuk interaksi
baru. Hal ini sejalan dengan karakter-karakter, atau bahkan dapat dikatakan
elemen-elemen kekuatan, dari internet; yakni bagaimana jaringan komputer
di internet memungkinkan terbongkarnya sekat-sekat perbedaan dan
pemisahan antara “produsen” atau pengirim pesan dengan penerima pesan;
serta bagaimana komunikasi melalui media interaktif membuka
kemungkinan menggabungkan karakter media massa dengan karakter
komunikasi tatap muka perseorangan (Rogers, 1986: 21). Kedua elemen di
atas membuat sebagian kritikus berpendapat bahwa jaringan komputer
bernama internet adalah sebuah wilayah penuh kebebasan, bebas dari
kekangan birokrasi dan tradisi (Croteau & Hoynes, 2003: 150); sebuah ruang
ideal yang diharapkan para aktivis sosial dapat membantu mewujudkan
masyarakat yang lebih baik.

Penggunaan internet oleh aktivis sosial selama ini umumnya lebih


banyak berkaitan dengan isu- isu anti- globalisasi, terutama terlihat dari
keberhasilan sejumlah gerakan anti-globalisasi menggunakan internet untuk
menyebarkan isu dan memobilisasi massa. Walau tidak sedikit aktivis
lingkungan yang juga ikut dalam protes-protes anti- globalisasi (Flew, 2005:
183); pembahasan mengenai penggunaan internet secara spesifik oleh aktivis
atau gerakan lingkungan masih sangat terbatas dan belum banyak data atau
hasil penelitian yang dapat diacu. Lebih jauh lagi, masih sedikit sekali bahan
yang mengkaji penggunaan internet oleh masyarakat sipil ataupun aktivis di
Indonesia. Dari sedikit literatur yang ditemukan, terdapat dua peneliti yang
banyak membahas penggunaan internet oleh masyarakat sipil di Indonesia,
yakni Merlyna Lim dan Yanuar Nugroho.

18
Kedua peneliti tersebut telah mengkaji penggunaan internet untuk
kerja-kerja sosial oleh aktivis Indonesia. Tetapi penelitian yang telah
dilakukan keduanya masih berada di level makro masyarakat sipil ataupun
tingkatan institusional dari lembaga swadaya masyarakat, dan belum mampu
menggambarkan penggunaan internet oleh aktivis di level individual;
padahal tidak sedikit aktivis yang bergerak secara independen dan tidak
berada di bawah suatu organisasi tertentu. Denga n memanfaatkan celah
tersebut penelitian ini akan difokuskan pada bagaimana aktivis lingkungan
secara perseorangan menggunakan internet untuk mendukung aktivisme
lingkungan di Indonesia. Fokus pada aktivis lingkungan diambil karena
ketertarikan peneliti dengan aktor-aktor yang bergerak dalam isu tersebut,
serta karena belum adanya riset yang membahas topik penggunaan internet
oleh aktivis dalam konteks aktivisme lingkungan di Indonesia.

Untuk memudahkan penggalian data, konsep-konsep dan pemikiran-


pemikiran di atas telah dibatasi dan dipersempit sesuai dengan tujuan
penelitian. Dalam penelitian ini “penggunaan internet” mengacu pada segala
bentuk pemanfaatan internet, baik e-mail, mailing list, weblog, maupun petisi
online, yang pernah dilakukan oleh para aktivis lingkungan yang menjadi
informan penelitian ini. Sejalan dengan Model Tindakan Sosial Renckstorf,
penggalian data tentang penggunaan internet dalam penelitian ini juga akan
menggali dimensi-dimensi sosial dan pemaknaan oleh aktivis lingkungan
terhadap aktivitas yang dilakukannya. Sementara itu, yang dimaksud dengan
“aktivis lingkungan hidup” adalah perseorangan yang memiliki kepedulian
terhadap isu- isu pelestarian dan keadilan lingkungan hidup. Informan dalam
penelitian ini adalah aktivis-aktivis lingkungan yang aktif membela
lingkungan melalui saluran internet. Namun, terdapat satu persyaratan dalam
batasan di atas, yakni aktivis tersebut memiliki intensitas 9 yang cukup tinggi
dalam penggunaan internet untuk penyebaran isu lingkungan dan atau dalam
pengalaman menjadi aktivis lingkungan. Dengan intensitas pemanfaatan
internet yang relatif tinggi serta kesungguhan, komitmen, ataupun rentang

9
Intensitas disini mengacu pada kuantitas dan kualitas penggunaan internet. Aktivis yang
menjadi subyek penelitian hendaknya cukup sering mempergunakan internet (baik dari segi
rutinitas kekerapan maupun durasi akses internet) dan mempergunakannya untuk beragam
aktivitas dalam kerangka aktivisme lingkungan hidup.

19
pengalaman yang cukup panjang sebagai aktivis maka diharapkan calon
informan memiliki keluasan dan kedalaman pengetahuan yang memadai
mengenai topik penelitian. Sehingga dapat dikatakan bahwa persyaratan
“intensitas” digunakan sebagai upaya meningkatkan keterandalan data yang
akan digali. Sementara itu, istilah “aktivisme lingkungan” atau
environmental activism mencakup segala bentuk perilaku, tindakan, kegiatan,
ataupun program yang dijalankan untuk mendukung penegakan prinsip-
prinsip pelestarian, perlindungan, dan keadilan lingkungan.

E. METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Kajian ini bermaksud memahami dan menggambarkan bagaimana


aktivis lingkungan di Indonesia menggunakan internet untuk mendukung
aktivisme lingkungan. Penelitian deskriptif ini berupaya mendapatkan
gambaran detail dan mendalam mengenai penggunaan Internet oleh aktivis
lingkungan hidup di Indonesia. Ragam penelitian sosial dapat dikenali
melalui beberapa aspek yang dikandungnya, seperti jenis pendekatan,
kegunaan penelitian, teknik pengumpulan data, ataupun tujuan penelitian
tersebut. Neuman (2000: 21) memaparkan bahwa berdasarkan tujuannya
(purpose of study) penelitian dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok,
yakni untuk melakukan eksplorasi (exploration), deskripsi (description), dan
eksplanasi (explanation). Dengan tujuan yang ingin dicapai, studi deskriptif
dinilai memadai untuk menjawab rumusan masalah penelitian ini.

Dalam penyajiannya penelitian ini menggunakan beberapa hal yang


menurut Neuman (2000: 22) menjadi prinsip-prinsip penelitian deskriptif,
yakni menyajikan gambaran rinci dan akurat tentang sebuah objek penelitian;
membangun kategorisasi dan klasifikasi; serta untuk memaparkan latar
belakang dan konteks sebuah situasi. Gambaran-gambaran yang didapat akan
dikaji untuk mengetahui pola penggunaan, pemaknaan, dan refleksivitas
aktivis atas penggunaan internet sehingga penelitian ini dapat memberikan

20
gambaran awal yang utuh tentang penggunaan internet oleh aktivis
lingkungan.

Dari gambaran awal tersebut, hasil penelitian deskriptif ini diharapkan


dapat menjadi batu pijakan untuk memahami penggunaan Internet oleh
aktivis lingkungan. Hal ini agar penelitian-penelitian terkait topik ini pada
tahapan selanjutnya dapat diarahkan pada penyelidikan yang lebih empiris
ataupun bersifat pengujian hipotesis mengenai penggunaan internet oleh
aktivis. Sehingga di masa datang dapat diperoleh temuan yang lebih aplikatif
dan dapat membantu aktivis serta organisasi lingkungan untuk menyusun
strategi pemanfaatan Internet yang lebih efektif dan tepat sasaran untuk
menyokong aktivisme lingkungan di Indonesia.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini secara paradigmatik memanfaatkan pendekatan


interpretif, yang bertujuan memahami bagaimana orang dalam situasi
alaminya menciptakan makna dan memaknai kejadian-kejadian di dunia
mereka (Wimmer & Dominick, 2006: 113). Peneliti interpretif menyelidiki
proses sosial secara menyeluruh karena percaya bahwa realitas itu holistik
dan tidak bisa dibagi-bagi. Sebagai konsekuensi, peneliti interpretif
memanfaatkan metode penelitian yang bisa menggali data secara
interpretatif, yakni metode penelitian kualitatif.

Penelitian ini memanfaatkan metode penelitian kualitatif untuk


mendapatkan hasil paling optimal. Metode ini dipilih dengan
mempertimbangkan tujuan penelitian yang bermaksud memahami dan
menggambarkan bagaimana aktivis lingkungan hidup menggunakan Internet
untuk mendukung aktivisme lingkungan. Metode penelitian kualitatif
dianggap cocok karena memungkinkan peneliti menelisik melampaui data
angka dan masuk untuk memahami makna- makna di balik tindakan
komunikatif yang dilakukan manusia (Lindlof, 1995). Secara lebih spesifik,
penelitian komunikasi yang menggunakan metode penelitian kualitatif
memandang tindakan komunikasi (communicative actions) sebagai suatu

21
“performances and practices of human communication” (Lindlof, 1995: 13),
yakni sebagai serangkaian tindakan-tindakan yang bermakna bagi diri
pelakunya dan juga orang di sekitarnya. Secara mendasar, peneliti kualitatif
tidak menyandarkan hasil penelitian mereka pada data-data statistik, namun
pada pembicaraan, bahasa tubuh, dan tindakan sosial lainnya (Lindlof, 1995:
21). Hal ini dilakukan untuk menangkap makna dan kualitas dari tindakan-
tindakan komunikatif dan bukan hanya dimensi-dimensi terukur yang
melekat padanya.

Penelitian untuk mengkaji fenomena internet di Indonesia secara


kualitatif dapat dikatakan sebagai sesuatu yang baru dan contoh
pengaplikasiannya untuk sementara ini dapat dilihat dari hasil kajian
Nugroho (2007) dan Lim (2003). Sementara itu, penelitian tentang
penggunaan internet oleh aktivis di Indonesia, khususnya aktivis lingkungan,
juga merupakan topik dan wilayah yang baru10 . Oleh karena itu, untuk
mencapai tujuan dan esensi penelitian ini, metode penelitian kualitatif-
interpretatif dianggap paling sesuai.

3. Pemilihan Informan

Subjek penelitian ini adalah aktivis lingkungan Indonesia yang “eksis”


di dunia maya, yakni yang aktivismenya banyak menggunakan fasilitas di
internet dan tingkat aktivitasnya relatif tinggi. Untuk mendukung tujuan
penelitian, informan dipilih dengan memanfaatkan prinsip-prinsip dalam
purposive sampling 11 , yakni memilih informan dengan tujuan khusus dan
tertentu, yang dipilih berdasarkan kualitas dan karakter-karakter spesifik
yang mereka miliki, dan menyingkirkan siapa-siapa yang tidak memenuhi
kriteria tersebut (Wimmer & Dominick, 2006: 91). Purposive sampling
dinilai cocok digunakan dalam tiga keadaan (Neuman, 2000: 198). Pertama,
bila peneliti menggunakannya untuk memilih kasus-kasus unik yang bisa

10
Sejauh ini, tampaknya salah satu alasan mengapa belum ada penelitian kuantitatif terhadap
aktivis secara umum, dan aktivis lingkungan secara khusus adalah karena tidak terdapat data
populasi ataupun kerangka sampling aktivis yang dapat diukur secara jelas.
11
Pembahasan lebih lengkap dan sesuai dengan yang terjadi di lapangan dapat dibaca di Bab IV.

22
memberikan informasi secara lebih baik. Kedua, bila populasi yang dipilih
sangat spesifik dan sulit dijangkau dengan survei. Terakhir, jika peneliti
ingin mengenali tipe-tipe khusus dari kasus-kasus yang ada (particular types
of cases) dengan penyelidikan mendalam.

Cara pemilihan informan seperti di atas dipilih untuk penelitian ini


karena sejalan dengan keadaan di lapangan, yakni karena aktivis lingkungan
di Indonesia sangatlah spesifik dan tidak mudah mendapatkan data lengkap
mengenainya; selain itu cara ini memungkinkan peneliti memilih kasus-kasus
unik dari para aktivis lingkungan yang ada dan mengkajinya secara
mendalam. Secara teknis, hal ini dilakukan dengan memilih informan yang
dianggap dapat memberikan informasi paling optimal mengenai topik
penelitian. Untuk penelitian ini, informan dianggap dapat memberi informasi
dan data secara optimal bila (a) sudah beraktivitas di dunia maya lebih dari
lima tahun; (b) berkomitmen pada isu lingkungan hidup; dan atau (c)
(dibuktikan dengan) memiliki atau mengelola situs, blog, ataupun mailing list
(terkait isu lingkungan) dengan aktivitas tinggi 12 .

Prinsip pemilihan informan secara purposif dinilai sesuai dengan jenis


penelitian eksploratoris yang lebih bertujuan untuk “get a sense of what
respondents are thinking, believing, or feeling about a topic or information
that may be useful in designing a larger and more comprehensive study at a
later time” (Csaja & Blair, 2005: 130). Sehingga diharapkan dari para
informan didapat informasi yang detail dan mendalam mengenai aktivitas
mereka di internet sebagai aktivis lingkungan. Selain itu, juga dilakukan
snowball sampling pada informan yang sudah terlebih dahulu dipilih, dengan
cara menanyai apakah mereka mengenal orang lain yang memenuhi kriteria

12
Ditandai dengan jumlah anggota; jumlah pesan; dan atau jumlah post/artikel (bila di blog)
yang relatif tinggi bila dibandingkan dengan situs, blog, ataupun mailing list sejenis. Data
mengenai para aktivis lingkungan pengguna internet didapatkan dari database anggota milis -
milis lingkungan yang berbasis di Indonesia. Daftar milis didapatkan dari yahoogroups dan
googlegroups, yang mencatat terdapat 21 buah milis bertema lingkungan (per 17 Februari
2009) yang memiliki keangotaan di atas sepuluh orang. Dari 21 milis tersebut dipilih satu
milis dengan anggota dan pesan terbanyak, yakni milis bernama lingkungan. Kemudian
dilakukan observasi pra-penelitian terhadap milis tersebut untuk mencari tahu siapa-siapa
anggota yang paling aktif. Selain itu, dilakukan cross-check dengan melihat pula blog-blog
lingkungan dan mencari tahu adakah anggota aktif milis lingkungan yang juga memiliki atau
mengelola blog yang aktif memuat informasi lingkungan.

23
penelitian ini. Namun, arahan orang yang mereka usulkan tidak serta merta
peneliti jadikan informan; karena perlu diamati juga apakah orang-orang
tersebut memenuhi kriteria. Tentu saja, secara mendasar kedua cara
pemilihan informan di atas dipilih untuk mendapatkan gambaran unik dan
mendalam mengenai penggunaan internet oleh aktivis lingkungan; dan bukan
bertujuan mendapatkan perwakilan; sehingga hasil penelitian nantinya tidak
bisa digeneralisasi terhadap keseluruhan aktivis lingkungan (Wimmer &
Dominick, 2006: 88). Oleh karena itu, informasi yang didapatkan dari para
informan tentunya tidak menggambarkan penggunaan internet secara umum
dari para aktivis lingkungan di Indonesia.

4. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini memiliki tujuan deskriptif, maka teknik yang sesuai untuk
menggali informasi dari informan dan menjawab pertanyaan penelitian adalah
wawancara mendalam (in-depth interview). Selain menggunakan wawancara,
penelitian ini juga mengumpulkan dokumen aktivitas para informan di dunia
maya melalui data yang tersimpan di mailing list dan atau blog/situs mereka.
Wawancara mendalam dilakukan dengan menanyai informan dengan
menggunakan pertanyaan terbuka (open-ended questions), dimana informan
menjawab secara bebas tanpa dibatasi pilihan-pilihan. Hal ini karena
penelitian kualitatif menggunakan pendekatan pertanyaan yang fleksibel
(Wimmer & Dominick, 2006: 116), dimana peneliti dapat mengganti
pertanyaan di tengah wawancara atau bertanya suatu hal yang sebelumnya
tidak terdapat dalam panduan wawancara. Panduan pertanyaan akan
disiapkan, namun hanya berfungsi untuk mengingatkan peneliti tentang topik-
topik utama yang perlu ditanyakan atau dibicarakan; bukan untuk membatasi
atau mengekang peneliti. Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali
kedalaman pemanfaatan dan pemaknaan terhadap penggunaan internet oleh
aktivis lingkungan.

Secara lebih teknis, wawancara dilakukan melalui pertemuan tatap


muka (face-to-face interview) dan juga wawancara yang termediasi melalui

24
fasilitas chatting (misalnya, melalui Yahoo Messenger), bergantung pada
kesediaan dan keluangan informan. Wawancara secara langsung memiliki
keuntungan lebih, yakni memungkinkan peneliti menangkap lebih detail
bahasa tubuh dan gesture informan, serta setting alami tempat berlangsungnya
wawancara. Namun, karena para informan berdomisili di sejumlah tempat
yang berbeda dan berjauhan maka pelaksanaannya menuntut waktu yang lebih
panjang dengan lebih banyak biaya. Oleh karena itu, informan ditawari untuk
diwawancara melalui Yahoo Messenger. Cara kedua ini juga dipilih karena
jauh lebih efisien, praktis, serta fleksibel. Fleksibilitas cukup penting ketika
peneliti merasa perlu melakukan sesi wawancara tambahan untuk
mengkonfirmasi sejumlah informasi atau data. Selain itu, wawancara
termediasi lewat internet dinilai tidak akan mengurangi ketajaman informasi
yang diberikan informan karena para informan adalah orang-orang yang
cukup terampil, fasih, internet-savvy, dan berpengalaman menggunakan
internet sebagai media komunikasi.

5. Teknik Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian dibaca menurut kaitannya


dengan beberapa topik yang muncul, kemudian dikelompokkan menjadi
kategori-kategori yang cocok dan bermakna. Lindlof (1995: 215)
memaparkan bagaimana analisis data kualitatif dilakukan melalui langkah
process, reduction, explanation, dan theory; untuk selanjutnya masuk ke
tahapan conceptual development dan akhirnya interpretation evaluation.
Masih sejalan dengan Lindlof, penjelasan Wimmer & Dominick (2006: 116)
secara lebih teknis menunjukkan bagaimana peneliti kualitatif pertama-tama
menata informasi menurut dimensi waktu, yakni sesuai urutan kejadian yang
kronologis saat pengambilan data, kemudian setiap potongan informasi di-
coding dan dikenali masing- masing sumbernya. Setelah itu, data ditata
menurut sistem kategori pendahulu (preliminary category system); dimana
kategori dapat muncul dari data itu sendiri atau berdasarkan teori atau riset-
riset terdahulu. Kemudian peneliti membaca kumpulan data itu satu persatu
dan berkali-kali, untuk menemukan pola dalam data tersebut, yakni “recurrent

25
behaviors, objects, or a body of knowledge” (Neuman, 2000: 426). Setelah
data tidak lagi “mentah”, baru kemudian dilakukan dua tahapan terakhir untuk
membangun suatu hipotesis konseptual. Perlu diingat bahwa walaupun
penelitian ini melihat aktivis lingkungan sebagai pengguna internet namun, di
saat yang sama tentunya aktivis sebagai pribadi punya konteks aktivitas,
pekerjaan, ataupun peran sosial dalam bidang lingkungan hidup; sehingga
informasi terkait kehidupan sosial mereka tidak akan dikesampingkan dalam
pembacaan data.

F. BATASAN PENELITIAN

Penelitian deskriptif ini memiliki dua batasan. Pertama, penelitian ini tidak
dimaksudkan untuk menjelaskan alasan-alasan khusus, kasuistik, maupun
kondisional di balik perilaku penggunaan internet oleh aktivis lingkungan.
Kedua, penelitian ini tidak dimaksudkan untuk memberikan generalisasi
terhadap penggunaan internet oleh aktivis lingkungan di Indonesia. Kedua
keterbatasan di atas muncul terutama karena penelitian ini lebih memusatkan diri
pada penggambaran mendetail beragam penggunaan internet oleh aktivis dan
kedalaman pemaknaan mereka atas tindakan komunikatif mereka tersebut. Dan
karena penelitian ini tidak bertujuan melakukan generalisasi ataupun menguji
suatu hubungan (korelasi) ataupun kausalitas maka penarikan kesimpulan
(generalisasi) atas hasil penelitian juga tidak dapat dilakukan.

26
BAB II

PENGGUNAAN INTERNET

A. INTERNET DI INDONESIA

Sejarah internet di Indonesia sering disebut-sebut bercikal bakal pada


semangat kekeluargaan dan gotong royong. Hal ini karena perkembangan teknologi
internet di Indonesia pada awal mulanya adalah upaya- upaya sejumlah universitas
dalam mengujicobakan dan menggunakan teknologi informasi LAN (local area
network) yang berbasis TCP/IP. Kemudian, baru pada tahap selanjutnya terdapat
upaya untuk membangun jaringan antar kampus (Luhukay dan Budiardjo, 1983).
Semangat “gotong royong” tersebut secara sekilas tampak dari tulisan Samik-
Ibrahim (2004) yang menunjukkan banyaknya pihak yang terlibat dari awal sejarah
penggunaan dan perkembangan internet di Indonesia.

Tidak terdapat informasi yang benar-benar jelas tentang kapan internet


“lahir” ataupun “masuk” ke Indonesia. Sebagai salah satu pengguna awal internet di
Indonesia, Rahmat M. Samik-Ibrahim (2004), mengingatkan masyarakat untuk
berhati- hati dengan kecenderungan pandangan yang menganggap kemunculan
internet sebagai “sebuah ‘tombol lampu’ yang statusnya semula ‘off'’, lalu menjadi
‘on’”. Hal ini karena internet pada dasarnya memanfaatkan teknologi TCP/IP yang
juga lazim digunakan pada Local Area Network (LAN), sehingga dapat dikatakan
bahwa rintisan kemunculan internet sudah berakar sejak akhir tahun 60-an dengan
riset-riset ARPANET oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Dengan
kesadaran akan sejarah panjang kemunculan internet, diharapkan terbangun juga
pemahaman masyarakat tentang konteks lebih luas yang menyertai keberlangsungan
hidup internet hingga saat ini.

27
Internet sebagai sebuah jaringan komunikasi dan informasi sesungguhnya
telah hadir di Indonesia sejak akhir tahun delapan puluhan. Namun, karena
perangkat-perangkat yang dibutuhkan cukup mahal, hanya kalangan terbatas seperti
akademisi dan dunia bisnis saja yang memanfaatkannya. Saat itu, perkembangan dan
penggunaan internet dapat dikatakan memang lebih sebagai “perangkat akademis”
(Samik-Ibrahim, 2004) karena masih terbatas di kalangan akademisi, terutama yang
berkutat dengan perkembangan ilmu komputer dan teknologi informasi. Barulah
pada awal tahun sembilan puluhan, BPPT membangun jaringan yang bersifat umum.
Sebenarnya, sejumlah perusahaan telah memiliki jaringan internet sebelum tahun
1993, namun memang BPPT/IPTEKnet yang pertama kali memiliki sebuah jaringan
"publik" (Samik-Ibrahim, 2004). Seiring dengan perkembangan teknologi
komunikasi dan informasi di pertengahan tahun sembilan puluhan, sejumlah pihak
mulai melirik kesempatan usaha di bidang jaringan informasi, khususnya internet.

Perkembangan dan penggunaan internet di Indonesia selama satu dasawarsa


terakhir sedikit banyak telah mengubah pola interaksi masyarakat, baik interaksi
bisnis, ekonomi, sosial, maupun budaya. Walaupun perubahan pola interaksi ini
lebih tampak nyata di masyarakat perkotaan, tetapi bukan tidak mungkin
kecenderungan tersebut akan meluas seiring dengan tersebarnya fasilitas akses
internet di daerah suburban maupun kabupaten. Perubahan ataupun penyesuaian
pola-pola interaksi masyarakat merupakan hal yang tak terelakkan seiring semakin
meningkatnya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya internet,
dalam berbagai bidang kehidupan. Meskipun perubahan yang terjadi tidak selalu
bermakna positif, situasi tersebut merupakan bagian dari dinamika masyarakat.

Bentuk-bentuk perubahan, penyesuaian, dan perkembangan yang terjadi di


masyarakat sebagai konsekuensi penerapan internet dapat dicermati lebih seksama
bila dilihat dari beraneka ragam perspektif. Perspektif ekono mi misalnya, melihat
penggunaan internet sebagai kekuatan positif yang mampu mempercepat
pertumbuhan ekonomi. Dalam kasus Indonesia, kehadiran serta perkembangan
internet dan juga peningkatan jumlah penggunanya telah menyumbang pertumbuhan
yang cukup signifikan. Mulai dari menjamurnya bisnis warung internet, peningkatan

28
penjualan berbagai sarana dan prasarana untuk internet, tumbuhnya beragam bentuk
bisnis via internet, hingga pembentukan komunitas-komunitas ekonomi mikro yang
bergerak dalam bidang information technology. Selain itu, secara teknis internet
telah meningkatkan kecepatan dan efisiensi pertukaran informasi dan transaksi
ekonomi, sehingga mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Internet telah
memberikan kontribusi yang cukup besar bagi masyarakat, perusahaan atau industri,
maupun pemerintah. Hadirnya internet telah menunjang efektivitas dan efisiensi
kerja perusahaan, terutama karena perannya sebagai sarana komunikasi, publikasi,
serta sarana untuk mendapatkan berbagai informasi yang dibutuhkan oleh badan
usaha atau lembaga ekonomi lainnya. Meskipun mendatangkan banyak keuntungan
dan kemudahan, internet juga memiliki sejumlah sisi negatif di bidang ekonomi.
Misalnya, internet membuka peluang bagi munculnya bentuk-bentuk baru kejahatan
ekonomi seperti carding dan memungkinkan bertambah canggihnya bentuk
kejahatan yang selama ini telah ada, seperti semakin rumitnya modus ataupun
teknik-teknik fraud, penipuan, serta perdagangan ilegal “berkat” bantuan internet.
Kondisi tersebut tentu mendatangkan ancaman tersendiri bagi para pelaku bisnis
serta konsumen yang banyak mengandalkan penggunaan internet.

Berbeda dengan apa yang terlihat dari perspektif ekonomi, dari sudut
pandang sosial dapat ditemui fenomena- fenomena menarik sehubungan dengan
menyebarnya penggunaan internet di Indonesia. Secara sosial kultural misalnya,
internet membantu memperkuat jaringan sosial dan mendorong terbentuknya
komunitas-komunitas sosial. Hal ini terjadi karena penggunaan internet
memungkinkan bertemu dan bekerjasamanya banyak orang yang sebelumnya
terpisah-pisah oleh batasan geografis. Fenomena merebaknya penggunaan situs
pertemanan misalnya, sebenarnya juga tidak terlepas dari karakter sosial budaya
masyarakat Indonesia yang masih dominan dan kental rasa kekeluargaan atau
guyub-nya. Sementara itu, dari perspektif politik dapat dilihat bagaimana internet
digunakan oleh tak sedikit kelompok-kelompok kepentingan untuk menyampaikan
visi misi ataupun nilai- nilai yang mereka anut. Walaupun internet di Indonesia
belum dimanfaatkan secara utuh untuk penyelenggaraan pemilihan umum atau

29
penerapan e-governance, tetapi partai politik, politisi, media, dan masyarakat umum
mulai terbangun kesadarannya akan potensi internet untuk membangun transparansi
pemerintahan, memantau kinerja kelembagaan, mengkampanyekan program-
program lembaga pemerintah ataupun masyarakat sipil, serta untuk berkomunikasi
antar dan antara unsur-unsur masyarakat.

Tidak berbeda jauh dengan apa yang terjadi di negara lain, kehadiran internet
di Indonesia juga telah memunculkan modus-modus kejahatan baru seperti carding,
hacking, ataupun stalking (menguntit orang). Gejala tersebut diduga muncul karena
penggunaan internet mempercanggih bentuk-bentuk kejahatan dan memperkuat
kecenderungan negatif yang telah ada sebelumnya di masyarakat. Contoh yang amat
tampak adalah dalam kasus-kasus kejahatan yang berhubungan dengan pornografi
atau kejahatan seksual. Internet memungkinkan penyebaran produk-produk
pornografi secara mudah, murah, dan dengan restriksi yang amat minim. Sementara
itu, internet secara sosial membuka kemungkinan berkumpulnya orang-orang yang
berpaham sama dari banyak tempat di dunia untuk membangun komunitas yang
membenci atau mendiskreditkan suku, agama, atau ras tertentu; seperti komunitas
fasis, anti-semitik, atau kelompok-kelompok fundamentalis. Dan untuk kasus
politik, internet menjadi sarana baru untuk melancarkan black campaign,
pencemaran nama baik, atau perusakan situs lawan-lawan politik.

Manfaat- manfaat positif serta konsekuensi-konsekuensi negatif yang telah


disebutkan di atas merupakan sebagian kecil gambaran dinamika masyarakat yang
sedang belajar menempatkan internet dalam kehidupan mereka. Meskipun sebagian
masyarakat Indonesia baru mengenal internet selama satu dekade terakhir, kehadiran
dan perkembangan internet di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari konteks
ekonomi, hukum, politik, sosial, dan budaya yang berlangsung di Indonesia
sepanjang waktu tersebut. Dalam konteks ekonomi, awal penyebaran internet di
Indonesia justru berlangsung saat terjadi krisis moneter di akhir tahun sembilan
puluhan. Namun tampaknya bentuk resesi ekonomi apapun tidak terlalu
menghambat perkembangan internet di Indonesia, setidaknya hal ini terlihat dari
peningkatan jumlah pengguna internet dari tahun ke tahun. Dalam konteks politik,

30
internet di Indonesia telah lahir, tumbuh, dan berkembang dalam situasi-situasi
politik yang beragam dan sangat dinamis. Mulai dari menjelang Soeharto
digulingkan, huru-hara reformasi, fase euforia politik, Pemilu 2004, skeptisisme
politik, hingga yang paling terkini adalah proliferasi penggunaan internet dalam
berbagai tahapan Pemilu 2009 kemarin. Kondisi-kondisi tersebut tentunya menjadi
peluang tersendiri bagi para pengguna internet untuk memanfaatkan dan bahkan
mungkin “memainkan” berbagai keunggulan internet untuk mendapatkan informasi,
menyebarkan pendapat, dan secara bertahap belajar menempatkan teknologi dalam
suatu kehidupan berpolitik dan berdemokrasi.

Sementara itu, dalam konteks sosial budaya Indonesia, internet lahir dan
berkembang seiring dengan perubahan-perubahan sosial kultural dalam masyarakat
Indonesia itu sendiri. Hill dan Sen (2005) misalnya, berhasil mengamati dinamika
internet yang terjadi di tengah konteks negara Indonesia yang sedang mengalami
puncak proses globalisasi dan ekspansi besar-besaran media komersial. Di saat yang
berdekatan, euforia kebebasan bermedia pasca gerakan sosial 1998 tak luput turut
membentuk pola perilaku dan cara pandang masyarakat, terutama di perkotaan,
tentang fungsi, peran, dan karakter beragam media. Terbukanya batasan-batasan
sosial, budaya, bahkan normatif ikut mempengaruhi bagaimana masyarakat
menjalankan kehidupan dan mengelo la keragaman di sekitar mereka. Meskipun
begitu, tak dipungkiri bahwa kondisi keterbukaan tersebut juga memunculkan
keresahan serta ketakutan bagi sebagian kelompok masyarakat di Indonesia akan
maraknya kerusakan moral di sekitar mereka, terutama bagi anak-anak dan remaja.
Tarik-menarik opini dan kepentingan publik terkait kehadiran dan perkembangan
internet pun tak pelak menjadi bagian dari proses pendewasaan masyarakat atas
adopsi sebuah teknologi bernama internet.

Perkembangan internet di Indonesia sebenarnya masih harus menempuh


perjalanan panjang, baik dari segi tantangan pembangunan infrastruktur dan sarana
teknis 14 , maupun dari segi sosial kultural masyarakat Indonesia sebagai pengguna

14
Lihat Indonesian ICT Indicators, Depkominfo 2007, di http://www.unescap.org/icstd/events/Info-
Society-Stats-Workshop-2007/Indonesia-ICT-Indicators.pdf

31
internet. Sehingga upaya- upaya untuk mengurangi kesenjangan informasi harus
diteruskan agar manfaat internet dapat dirasakan di lebih banyak wilayah di
Indonesia. Dan meskipun internet memiliki sejumlah konsekuensi negatif, manfaat
serta potensi positif internet jauh lebih banyak dan masih menunggu untuk
dimanfaatkan. Maka diharapkan masyarakat serta para pengguna internet di
Indonesia agar dapat menggunakan internet seoptimal mungkin unt uk aktivitas dan
tujuan positif, mengambil sebesar-besarnya manfaat dari internet seperti halnya yang
dilakukan para pengguna internet di dunia berikut ini.

B. PENGGUNA DAN PENGGUNAAN INTERNET

Pengguna internet (internet user) dan penggunaan internet (internet usage/


uses) merupakan dua hal menarik yang sedang cukup banyak dikaji di negara-negara
yang sudah lebih dulu mengimplementasikan internet. Kajian-kajian tersebut pada
awalnya dilakukan untuk dapat menangkap gambaran umum tentang siapa pengguna
internet; karakteristik sosial dan demografisnya, ataupun penyebarannya secara
geografis. Kemudian arah kajian pun melangkah maju dan bergerak untuk
memahami penggunaan internet di negara masing- masing, perilaku-perilaku para
pengguna internet, dan pilihan-pilihan tindakan yang pengguna ambil saat
mengakses internet. Kesadaran akan pentingnya pemahaman terhadap fenomena
internet dan bagaimana hal tersebut berperan dalam kehidupan warga negaranya
secara lebih luas -baik secara politis, ekonomis, sosial, ataupun budaya- tampaknya
telah mendorong negara-negara tersebut untuk meneliti dan mengkaji bagaimana
sesungguhnya pengguna dan penggunaan internet di negara mereka.

Berbicara tentang pengguna internet, topik yang pada awal mulanya banyak
dibahas adalah siapa pengguna internet. Hal ini menjadi bahasan utama karena
banyak pihak merasa penting untuk mengetahui dan memahami siapa saja yang
menggunakan internet, datang dari latar belakang seperti apa, dan atau
menggunakan internet untuk tujuan apa. Analisis Terry Schau (2001) dapat
dijadikan salah satu contoh riset yang cukup komprehensif membahas pengguna

32
internet di Amerika Serikat beserta pola-pola dan kebiasaan penggunaan mereka.
Analisis Schau dilakukan berdasar pada data Suplemen Current Population Survey
(CPS) Desember 1998, sebuah survei sampel nasional terhadap 48.000 rumah
tangga di Amerika Serikat yang dilakukan oleh Bureau of the Census untuk Bureau
of Labor Statistics. Hasil survei nasional tersebut menggambarkan empat hal: siapa
para pengguna internet; karakteristik sosial, pekerjaan, dan pendidikan mereka;
tempat mengakses; serta tujuan dan aktivitas mereka saat menggunakan internet.
Dari hasil survei tersebut Schau (2001) membaca bahwa tingkat penggunaan internet
berbeda-beda di berbagai tingkatan umur dan pendidikan. Tingkat penggunaan
internet tertinggi berada di kelompok umur dewasa muda, sementara tingkat
penggunaan terendah ada pada kelompok usia dewasa tua (lanjut usia). Perbedaan
dalam berbagai tingkatan umur diduga Schau ada kaitannya dengan seberapa awal
seseorang berkenalan dengan komputer dan internet. Banyak dari para dewasa muda
mengenal komputer sejak di bangku sekolah, sehingga memudahkan mereka untuk
menjadi computer literate. Sementara itu, banyak orang dewasa tua kurang familiar
dan nyaman dengan komputer; kondisi yang sepertinya berhubungan dengan
minimnya perkenalan dengan alat-alat tersebut, terutama melalui pendidikan formal;
sehingga ketidak- nyamanan mereka dengan komputer berlanjut ke jarangnya
menggunakan internet.

Selain faktor umur, penggunaan internet juga dipandang Schau (2001)


berhubungan dengan tingkat pendidikan. Secara umum, penggunaan internet juga
berbeda-beda bergantung pada tingkat pendidikan (educational attainment)
responden. Yakni, individu dengan tingkat pendidikan ya ng lebih tinggi lebih
cenderung untuk menggunakan internet karena mereka telah lebih dahulu dan
kerapkali terpapar penggunaan komputer dan internet selama mereka menjadi
(maha)siswa; sehingga mereka lebih terampil dalam memanfaatkan fasilitas yang
tersedia di internet. Temuan Schau di atas sejalan dengan hasil riset Sun, Zhong, dan
Zhang (2006) tentang kaitan umur dan pendidikan dengan penggunaan internet
dalam kasus pengguna permainan online (online games).

33
Lebih jauh lagi, Schau (2001) melihat bahwa hubungan antara tingkat
penggunaan internet dan tingkat pendidikan juga berkaitan dengan hubungan antara
tingkat penggunaan internet dan jenis pekerjaan; hal ini karena umumnya pekerjaan
yang menuntut gelar, pendidikan, dan keahlian kesarjanaan juga menuntut
pemakaian internet secara intensif. Kondisi ini terlihat dari bagaimana tujuan
penggunaan internet serta waktu yang dihabiskan online bervariasi menurut jenis
pekerjaan pengguna. Pekerjaan manajerial dan profesional/spesialis adalah jenis
pekerjaan yang dilaporkan memiliki tingkat penggunaan internet tertinggi.
Sementara jenis pekerjaan dengan tingkat penggunaan terendah adalah di lini
produksi dan perbaikan. Perbedaan ini diduga berkaitan baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan tingkat pendidikan yang diperlukan oleh suatu
pekerjaan, dan seberapa banyak informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
suatu jenis pekerjaan. Pekerjaan di bidang produksi misalnya, adalah jenis pekerjaan
yang labor intensive, dan tidak menuntut banyak pemutakhiran maupun
pengkomunikasian informasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa jenis penggunaan
internet memang beragam dan dibentuk oleh banyak hal, dengan jenis pekerjaan
pengguna sebagai salah satu faktor.

Berkaitan dengan tempat saat mengakses internet, para responden Current


Population Survey (CPS) Desember 1998 menjawab bahwa tempat-tempat teratas
dalam mengakses internet adalah rumah, sekolah atau kampus, dan tempat kerja
(kantor). Selain itu, tempat-tempat atau fasilitas umum seperti perpustakaan atau
pusat kegiatan masyarakat juga menjadi pilihan dimana mereka dapat mengakses
internet. Umumnya, para pengguna memanfaatkan internet untuk tujuan-tujuan
tertentu. Beberapa kegiatan utama yang paling sering dilakukan adalah menerima
dan mengirim e-mail; mencari informasi; serta memantau berita terkini (Schau,
2001). Temuan berdasarkan survei tahun 1998 tersebut tampaknya tidak berbeda
dengan kondisi satu dekade berikutnya. Berdasarkan data PEW Internet Research
bulan Maret 2008, tiga teratas kegiatan harian via internet (daily internet activities)
di Amerika Serikat adalah mengirim atau menerima e- mail, mencari informasi lewat

34
search engine; dan mendapatkan berita 15 . Dari kedua penelitian tersebut dapat
ditemui kecenderungan penggunaan internet di Amerika Serikat. Walaupun keadaan
tersebut belum tentu berlaku sama di semua negara namun dapat dijadikan contoh
riset yang berhasil menangkap gambaran umum perilaku penggunaan interne t.

Penelitian atau kajian di luar negeri yang membahas penggunaan internet tidak
sedikit yang menggunakan pendekatan atau teori uses and gratifications untuk
menjelaskan perilaku penggunaan media (media use) dari para pengguna internet.
Penelitian dengan pendekatan di atas umumnya mengadopsi metode survei dan
menganalisisnya secara kuantitatif. Meskipun beberapa penelitian menempatkan
kajian di level penggunaan internet secara umum -seperti bagaimana penggunaan
survei internet untuk mengetahui penggunaan dan kepuasan terhadap internet dan e-
mail (Harrell, 2000)-, tetapi banyak riset mengamati kasus-kasus dalam berbagai
setting, konteks, dan perspektif yang spesifik. Penelitian tentang penggunaan
internet dalam konteks pendidikan misalnya membahas bagaimana penggunaan
internet oleh pelajar SMP dan SMA di sepuluh sekolah negeri di Amerika (Ebersole,
2000); penggunaan BBS (bulletin board system) oleh mahasiswa di China (Liu dan
Dimitrova, 2007); serta penggunaan internet untuk keperluan akademis oleh
mahasiswa undergraduate di United Kingdom (Selwyn, 2008). Dalam setting bisnis
dan aktivitas ekonomi terdapat riset yang mengulas penggunaan WWW oleh
pebisnis Amerika dan Meksiko (Witmer dan Taweesuk, 1998) serta penggunaan
internet oleh pelanggan AOL (America Online-sebuah ISP di Amerika Serikat) baik
untuk bisnis (e-commerce) maupun untuk kebutuhan sosial (Stafford, 2004). Selain
itu, beberapa riset juga tertarik mengkaji penggunaan internet dan kaitannya dengan
aktivitas kesenangan (leisure), hubungan sosial, dan ranah politik. Beberapa ragam
penelitian tersebut membahas antara lain: uses and gratifications dari para pengguna
berita online dan offline (Lyn, Salwen, dan Abdulla, 2005); penggunaan dan
kepuasan Chinese online gamers (Sun, Zhong, dan Zhang, 2006); hubungan antara
keterlibatan (engagement) di internet dan partisipasi politik (Weber, Loumakis, dan

15
Untuk mengetahui versi terbaru survei tersebut, lihat http://www.pewinternet.org/trends.asp

35
Bergman, 2003), bahkan ke ranah penyimpangan psikososial seperti problematic
internet use (PIU) (Caplan, 2003).

Sementara itu, contoh penelitian kualitatif tentang pengguna dan penggunaan


internet misalnya adalah penelitian analisis dokumen McMillan dan Morrison
(2006) tentang bagaimana internet menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan
mahasiswa dewasa muda di Tennessee, Amerika Serikat. Selain itu, juga terdapat
riset Maignan dan Lukas (1997) yang melakukan penggolongan konsumen dan
pengguna internet berdasarkan persepsi mereka yang melihat internet sebagai (a)
sumber informasi; (b) wadah atau objek konsumsi; (c) alat untuk berkomunikasi;
dan (d) sebuah sistem sosial. Persepsi pengguna memang diduga berhubungan
dengan motif mereka menggunakan internet. Hal ini misalnya terbaca dari penelitian
Papacharissi dan Rubin (2000) misalnya, yang mencari tahu motif para pengguna
komputer saat menggunakan internet dengan memanfaatkan lima kelompok motif,
yakni “interpersonal utility, pass time, information seeking, convenience, and
entertainment”. Dari hasil penelitian mereka, ditemukan indikasi bahwa penggunaan
internet (internet use) lebih cenderung bersifat “bertujuan”, yakni instrumental dan
bukan ritual. Temuan tersebut menunjukkan bagaimana penggunaan internet lebih
dominan bersifat aktif, sejalan dengan persepsi para pengguna internet yang secara
sadar mengetahui mereka menggunakan internet untuk melakukan apa dan
memenuhi kebutuhan seperti apa.

Pengguna internet tidak dapat dipungkiri cukup heterogen perilakunya.


Mulai dari jenis pengguna yang sangat task-oriented dan hanya memanfaatkan
internet untuk tujuan-tujuan fungsional dan menyelesaikan “pekerjaan”; hingga ke
yang social-emotion-oriented dan lebih memanfaatkan internet untuk memenuhi dan
memuaskan kebutuhan-kebutuhan sosial dan emosionalnya (Liu, 2002). Sementara
itu, bila selama ini dalam sejumlah penelitian dan kajian pengguna internet
dipandang sebagai pengguna media yang “aktif” 16 , dalam kenyataannya, tidak

16
Active audience, sebuah konsep yang banyak diperdebatkan; mulai dari sejauh mana khalayak
dapat dikatakan aktif hingga ke bentuk-bentuk aktivitas seperti apa yang membuat khalayak layak
dinilai aktif.

36
sedikit pengguna internet yang “pasif”. Misalnya, seperti apa yang digambarkan Rob
Kitchin (dalam Flew, 2005: 68) sebagai cyber-surfer atau cyber-lurker; jenis
pengguna internet yang lebih sering hanya “mampir” ke berbagai kelompok diskusi
online, menerima informasi dari berbagai situs, meninggalkan komentar singkat, tapi
“remain a vicarious consumer of the content generated rather than an active
participant in its ongoing development”. Temuan Kitchin tampaknya sejalan dengan
pengamatan Slevin yakni bahwa banyak pengguna internet cenderung tidak secara
mendalam berkomitmen terhadap satu komunitas online, tetapi lebih sering
berpartisipasi dan keluar masuk dalam banyak komunitas sekaligus. Hal ini menurut
Slevin bertujuan untuk “taking maximum advantage of the new forms of human
association enabled by the Internet” (dalam Flew, 2005: 68). Pilihan-pilihan
perilaku pengguna seperti yang telah disebut di atas tentunya bagian dari dinamika
pengguna internet sebagai individu dan juga sekaligus makhluk sosial.

Penelitian-penelitian yang telah disebutkan dari permulaan subbab ini


memberikan beragam gambaran tentang pengguna dan penggunaan internet mereka
dari berbagai sudut pandang, namun penelitian ini menempatkan pengguna dan
penggunaan internet mereka sebagai bagian dari kehidupan sosial, dan tidak hanya
melihat perilaku pengguna dari sisi psikologis kognitif semata. Posisi ini berangkat
dari pandangan McQuail (1994: 313) yang memaparkan penggunaan media sebagai
perilaku sosial (social use of media) yang memiliki enam ciri. Pertama, penggunaan
media dapat dibedakan secara sosial dan budaya. Misalnya, dalam hal pemilihan
acara dan waktu penggunaan media. Kedua, penggunaan media diatur oleh norma-
norma formal dan informal, terutama terkait pemilihan isi (content) dan perilaku.
Yakni, isi media dan perilaku penggunaan media seperti apa yang dapat diterima
secara normatif. Selanjutnya, penggunaan media seringkali terstruktur oleh pola-
pola hubungan sosial. Misalnya, penggunaan media seorang ibu dan anaknya yang
terpengaruh oleh hubungan di antara keduanya, bisa jadi sang ibulah yang lebih
sering menentukan bagaimana anaknya mengkonsumsi media. Ciri yang keempat,
penggunaan media seringkali telah melebur dalam bentuk-bentuk kehidupan sosial
lainnya. Sehingga penggunaan media bukanlah sebuah bentuk tunggal, tetapi

37
menyatu dengan, misalnya, aktivitas sore hari sebuah keluarga. Kelima, penggunaan
media itu sendiri sering bersifat “sociable” dan menjadi dasar bagi interaksi sosial
lainnya. Contoh yang sering digunakan adalah bagaimana menonton film di bioskop
menjadi aktivitas kolektif kelompok-kelompok pergaulan. Ciri yang terakhir,
bagaimana perilaku orang umumnya terikat dengan perilaku penggunaan media
yang telah mereka pilih.

Berkaitan dengan pilihan untuk memandang perilaku penggunaan media -


dan juga dalam hal ini perilaku penggunaan internet- sebagai perilaku sosial maka
perlu dilihat bagaimana penggunaan internet bila diletakkan dalam kerangka
aktivitas dan hubungan sosial lainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran dan
selanjutnya penggunaan internet dalam suatu ma syarakat tidak terlepas dari
dukungan-dukungan banyak faktor dalam perwujudannya. Sehingga penggunaan
internet itu sendiri sesungguhnya tidaklah bersifat tunggal dan berdiri sendiri. Dalam
hal penggunaan internet di sebuah negara misalnya, Zhu dan He (2002)
mengemukakan bahwa adopsi atau penerimaan internet di Hong Kong dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain: karakteristik pribadi, status sosial dan ekonomi,
setting sosial kultural, dan pandangan pengguna atas kesesuaian diri dengan internet
(perceived compatibility of the Internet). Tetapi, di sisi lain, tingkat penggunaan
internet lebih dominan dipengaruhi oleh dua faktor, yakni status sosial ekonomi dan
pandangan diri terhadap internet. Temuan Zhu dan He di atas menunjukkan bahwa
perilaku penggunaan internet secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi
oleh kondisi-kondisi sosial di sekitar pengguna.

Sementara itu, terkait dengan konteks interaksi sosial, Zhao (2006)


menemukan bahwa ikatan atau hubungan sosial (social ties) para pengguna internet
bergantung pada jenis aktivitas online yang dilakukan dan jumlah waktu yang
dihabiskan untuk melakukan aktivitas tersebut. Pengguna yang lebih banyak
menggunakan internet untuk hubungan atau komunikasi interpersonal (misalnya, e-
mail dan chatting) cenderung memiliki lebih banyak ikatan sosial dibanding yang
menggunakan internet untuk solitary activities seperti web surfing. Kecenderungan
tersebut tentunya bisa digunakan untuk menampik tudingan bahwa pengguna

38
internet cenderung bersifat egois, individualis, dan asosial. Hal ini karena hubungan
sosial pengguna internet tidak semata- mata dibentuk oleh aktivitasnya berinternet
tetapi faktor- faktor sosial yang telah dimiliki sebelumnya. Keadaan ini tentunya
sejalan dengan harapan dan temuan beberapa pihak yang memandang potensi
internet dalam memajukan kehidupan sosial politik.

Terkait dengan konteks sosial penggunaan internet, Wellman dkk (2003)


misalnya mengungkapkan bagaimana internet telah mengubah dan mendorong
dinamika dalam komunitas dan masyarakat. Hal ini karena internet telah
dipergunakan untuk berhubungan baik secara lokal maupun global, meskipun sifat
penggunaanya bisa beragam dari satu negara ke negara lain. Selain itu, penggunaan
internet bersifat menambahi atau melengkapi dan bukan menggantikan bentuk-
bentuk komunikasi lain yang telah lebih dulu ada. Wellman dkk juga menemui
indikasi bahwa penggunaan internet telah mendorong perubahan dalam masyarakat
di negara maju seiring dengan menguatnya jaringan perseorangan (networked
individualism), sebuah keadaan yang mungkin turut mempengaruhi tingkat
keterlibatan masyarakat (civic involvement).

Keadaan positif yang digambarkan Wellman dkk akan lebih banyak dibahas
dalam subbab tentang penggunaan internet oleh masyarakat sipil. Tentunya, kondisi
positif yang digambarkan di atas akan lebih mudah disebarkan seiring dengan
penyebaran internet dan peningkatan jumlah penggunanya di lebih banyak tempat di
dunia. Harapan ini diungkapkan banyak pihak karena penggunaan internet di seluruh
dunia sebenarnya belum merata, terpusat di negara-negara maju, dan baru dirasakan
sebagian kecil masyarakat dunia. Ketidaksetaraan pemanfaatan internet terjadi baik
secara geografis-regional maupun secara hierarkis dalam kelas sosial, yakni
berdasarkan pendapatan dan pendidikan (Hill dan Sen, 2005: 144). Kondisi ini
seringkali diacu sebagai “digital divide” yang berarti adanya keterpisahan atau jarak
secara digital karena belum meratanya adopsi internet di dunia. Namun, dengan
sedikit ketidaksetujuan, Hargittai (2004) berpendapat bahwa digital divide adalah
istilah yang kurang tepat karena seolah-olah divide atau kesenjangan yang ada di
dunia hanya bersifat digital, padahal sesungguhnya kesenjangan tersebut berada di

39
banyak dimensi, seperti akses terhadap teknologi, dukungan sosial, keterampilan
menggunakan komputer dan internet, serta keragaman penggunaan. Terkait dengan
ketidaksetaraan digital, dia juga mengingatkan bahwa kesenjangan tersebut tidak
hanya bersifat sebagai pembeda antar berbagai lapisan masyarakat, tapi sangat
mungkin menciptakan diskriminasi antar lapisan masyarakat. Meskipun terdapat
istilah yang berbeda-beda dalam membahas kesenjangan di atas tapi tak dapat
disangkal bahwa memang terdapat kesenjangan pemanfaatan internet secara khusus
dan teknologi informasi secara umum. Bucy (2000) terutama melihat masih adanya
ketimpangan dalam akses terhadap internet terutama di kalangan single mothers,
kalangan lanjut usia, dan kelompok ekonomi sosial bawah. Keadaan ini tentunya
sangat disayangkan karena ketidaksetaraan (inequality) dalam akses terhadap
internet berkemungkinan menghambat potensi perkembangan postif dalam suatu
masyarakat atau komunitas. Kondisi ini sangat mungkin terjadi, apalagi karena
menurut Dutta-Bergman (2005a) akses suatu komunitas terhadap internet
berhubungan erat dengan community participation dan community satisfaction;
yakni bila suatu komunitas atau kelompok masyarakat memiliki akses internet yang
memadai di tempat tinggal mereka maka hal itu akan saling mendukung dengan
keterlibatan anggota komunitas tersebut dalam aktivitas-aktivitas kemasyarakatan,
dan bahkan mendorong kepuasan menjadi anggota dalam komunitas tersebut.

Kondisi pemanfaatan internet di seluruh dunia memang belumlah merata


baik secara kuantitatif maupun kualitatif, namun kecenderungan selama ini
menunjukkan bahwa pengguna dan penggunaan internet di dunia tidak pernah
berhenti meningkat jumlahnya. Jumlah pengguna dan pelanggan internet yang terus
meningkat kemungkinan berkaitan erat dengan pengetahuan dan kesadaran mereka
akan keuntungan penggunaan internet. Terdapat empat keuntungan mendasar
penggunaan internet: pertama, rendahnya biaya yang perlu dikeluarkan untuk dapat
mengakses internet, apalagi bila dibandingkan dengan luasan manfaat yang didapat.
Kedua, mampu melampaui batasan wilayah dan negara, sejalan dengan bagaimana
luas dan banyaknya orang dan wilayah yang mungkin dihubungi lewat internet.
Ketiga, tersedianya informasi dalam jumlah besar dan juga beragam di jutaan situs;

40
kesemuanya sebagian besar dapat diakses tanpa biaya, kecuali biaya koneksi internet
itu sendiri. Keempat, internet menyediakan metode- metode pencarian informasi
yang terus dikembangkan. Empat kemudahan di atas adalah alasan-alasan utama
penggunaan internet, terutama bagi para pengguna pemula.

Penggunaan internet memang membuka banyak kemungkinan dan peluang,


namun internet sebagai sebentuk teknologi media juga memiliki beberapa
kekurangan. Terdapat setidaknya lima “kekurangan” internet yang menghambat
masyarakat memanfaatkan potensinya. Pertama, masih rendahnya ketersediaan
akses internet dan fasilitas pendukung, terutama di negara berkembang seperti
Indonesia. Meskipun jumlah pengguna dan pelanggan internet terus meningkat,
tetapi angka penetrasi internet Indonesia masih rendah, bahkan bila dibandingkan
negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Hal inilah yang terbaca ketika
jumlah dan persentase pengguna internet belum seberapa bila dibandingkan dengan
total penduduk Indonesia. Kekurangan pertama inilah yang paling menjadi dinding
penghalang antara masyarakat luas dan potensi kemanfaatan internet. Kelemahan
yang kedua adalah validitas informasi yang tidak selalu dapat diandalkan, sebuah
ekses yang tak terelakkan dari karakter internet itu sendiri. Karena internet memberi
kebebasan yang amat luas bagi siapapun untuk memuat dan menuliskan ide apapun,
tidak terdapat jaminan mutlak atas kebenaran informasi yang didapat.

Kelemahan ketiga adalah pembatasan akses. Meskipun internet selama ini


selalu digembar-gemborkan sebagai media yang sangat bebas, pada kenyataannya -
seperti yang terjadi di Singapura dan China- pemerintah dapat melakukan
pembatasan akses. Terutama bila penyedia jasa internet (ISP-internet service
provider) di negara itu berada di bawah kendali dan pengawasan pemerintah.
Ancaman ini tentu dapat menghambat pemanfaatan internet untuk penguatan
kapasitas masyarakat. “Kekurangan” internet yang keempat adalah keterbatasan
informasi. Walaupun internet menjanjikan dan menyediakan akses tak terbatas pada
banyak sekali informasi dan pengetahuan, namun banyak juga informasi yang
sesungguhnya tidak tersedia di internet. Hal ini karena proses menghasilkan dan
menyajikan data serta informasi terpercaya membutuhkan sumber daya yang tidak

41
sedikit, sehingga banyak organisasi atau lembaga tidak mampu
mempublikasikannya. Sebagai konsekuensinya, jika memerlukan suatu informasi
bukan tidak mungkin kita harus memesan dan membayar untuk mendapatkannya.
Sementara itu, “kelemahan” terakhir dari internet adalah mayoritas informasi yang
tersedia disajikan dalam bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya. Sebenarnya
“kelemahan” ini tidak berasal semata dari karakter internet itu sendiri, tapi lebih
berasal dari keterbatasan pengguna internet itu sendiri. Tetapi kendala melek bahasa
asing tidak dipungkiri menjadi salah satu penghambat bagi banyak orang untuk
mengoptimalkan potensi internet. Dari hambatan- hambatan atau kelemahan-
kelemahan yang disebut di atas, tidak sedikit yang masih dihadapi para pengguna
internet di Indonesia, namun penjelasan selengkapnya tentang pengguna dan
penggunaan internet di Indonesia dapat ditemui dalam subbab berikut ini.

C. PENGGUNA DAN PENGGUNAAN INTERNET DI INDONESIA

Data pengguna dan penggunaan internet di Indonesia dapat dikatakan masih


sangat terbatas, keadaan ini terutama karena tidak terdapat survei ataupun penelitian
rutin mengenainya. Informasi mengenai pengguna internet di Indonesia secara
mendasar biasanya diperoleh dari data APJII (Asosiasi Penyedia Jasa Internet
Indonesia). Dari data APJII terlihat bahwa secara keseluruhan dapat dikatakan
bahwa internet relatif baru dikenal oleh masyarakat Indonesia ; dan jumlah pengguna
ataupun pelanggannnya belum terlalu banyak, apalagi bila dibandingkan dengan
total jumlah penduduk Indonesia. Indikasi yang kuat adalah masih terbatasnya
jumlah pelanggan internet; baru berkisar dua juta pelanggan atau hingga dua puluh
lima juta pengguna sampai dengan tahun 2007 (APJII). Perkiraan resmi dari APJII
terhadap jumlah pelanggan dan pemakai internet selama ini dan perkiraan sampai
akhir tahun 2007 adalah sesuai dengan tabel berikut ini:

42
Tahun Jumlah Pelanggan Jumlah Pengguna
1996 31.000 110.000
1997 75.000 384.000
1998 134.000 512.000
1999 256.000 1.000.000
2000 400.000 1.900.000
2001 581.000 4.200.000
2002 667.002 4.500.000
2003 865.706 8.080.534
2004 1.087.428 11.226.143
2005 1.500.000 16.000.000
2006 1.700.000 20.000.000
2007 2.000.000 25.000.000

Tabel 2.1. Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Pemakai Internet Indonesia (kumulatif) 17

Angka-angka di atas memang terlihat banyak namun sebenarnya tidak lebih


dari sepuluh persen jumlah seluruh penduduk Indonesia. Meskipun persentasenya
masih rendah, terutama bila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura
dan Malaysia, tetapi perkembangan internet di Indonesia terus menunjukkan
perkembangan ya ng signifikan, setidaknya terlihat dari kecenderungan terus
meningkatnya jumlah pelanggan maupun pengguna internet dari tahun ke tahun.
Walaupun Indonesia dikatakan masih dalam tahap awal perkembangan pasar
internet, namun peningkatan jumlah pelanggan internet saat ini menunjukkan bahwa
peluang pasar internet di Indonesia cukup besar (Prayitno, 2001).

Berdasarkan data APJII (Tabel 2.1 di atas), pada tahun 1998 jumlah
pengguna internet di Indonesia baru mencapai 512.000 pengguna. Angka tersebut
kemudian meningkat pesat dalam jangka waktu lima tahun dan mencapai delapan
juta lebih pengguna di tahun 2003. Selanjutnya, pada tahun 2006, data menunjukkan
angka dua puluh juta pengguna. Jumlah ini tampaknya akan terus bertambah seiring
dengan pembangunan infrastruktur dan perkembangan teknologi informasi. Namun,
memang terdapat perbedaan antara persentase peningkatan jumlah pengguna dengan

17
Data s/d akhir 2007. Sumber: APJII, http://www.apjii.or.id/dokumentasi/statistik.php?lang=eng

43
pertambahan jumlah pelanggan (lihat Bagan 2.1) yakni, jumlah pengguna meningkat
dengan tajam sementara jumlah pelanggan meningk at tidak jauh berbeda dari tahun
ke tahun. Pada dasarnya, pelanggan internet adalah seseorang yang berlangganan
akses internet dari ISP (internet service provider), sementara pengguna internet
adalah orang yang semata menggunakan internet dan belum tentu seorang pelanggan
atau menggunakan internet secara berlangganan. Kecenderungan yang tergambar di
atas tampaknya terjadi karena sebagian besar pengguna internet di Indonesia
mengakses dari warnet, sekolah, kantor, atau perpustakaan umum; dan bukan dari
sambungan pribadi. Perbedaan jumlah peningkatan kedua kelompok di atas tidak
terlepas dari masih rendahnya daya beli masyarakat Indonesia untuk berlangganan
internet secara pribadi. Selain itu, penyebaran penggunaan internet melalui tempat-
tempat umum seperti warnet juga menjadi salah satu alasan kenapa pertumbuhan
jumlah pengguna internet di Indonesia jauh lebih cepat dibanding pertumbuhan
jumlah pelanggan internet (Wahid, Furuholt, dan Kristiansen, 2007). Hill dan Sen
(2005) juga mencatat peran penting warnet sebagai ujung tombak penyebaran akses
internet di banyak wilayah di Indonesia.

Bagan 2.1. Peningkatan Jumlah Pelanggan dan Pengguna Internet di Indonesia

44
Peningkatan jumlah pengguna internet di Indonesia kemungkinan
berhubungan dengan pemahaman masyarakat akan karakteristik-karakteristik
internet sebagai sebuah media yang berbeda dari media yang lain. Seperti yang
diungkapkan Fortunato (2005: 31), internet menawarkan keuntungan lebih pada
penggunanya karena memiliki karakter: (1) dapat diakses kapan saja, (2)
menyediakan banyak dan beragam informasi, (3) bersifat interaktif sehingga
pengguna dapat memilih isi yang diinginkan, dengan tidak hanya bergantung pada
apa yang disediakan pemilik dan organisasi media (konvensional), dan (4) cepat
menyediakan informasi terbaru. Pemahaman di atas juga penting dimiliki
pemerintah dan pihak swasta agar mereka turut berkomitmen mendorong
pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan untuk lebih menyebarluaskan akses
internet. Hal ini karena harapan yang utama dari pengguna internet Indonesia,
terutama pengguna di tingkat masyarakat daerah, adalah akses yang murah dan
cepat, sehingga mereka bisa ikut menikmati perkembangan teknologi informasi,
khususnya internet.

Ada beberapa faktor yang dapat turut mendorong pertumbuhan dan


perkembangan penggunaan internet di Indonesia. Salah satu faktor tersebut adalah
peningkatan akses internet via telepon seluler atau ponsel. Faktor tersebut menjadi
penting karena semakin umumnya kepemilikan ponsel di masyarakat Indonesia dan
bermunculannya banyak penawaran layanan berlangganan Internet murah dari
operator telekomunikasi seluler telah mendorong kenaikan trafik internet di
Indonesia. Fenomena ini diakui oleh Sylvia W. Sumarlin, Ketua Umum Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), namun dia juga mengingatkan bahwa
akses Internet melalui media seperti ponsel belum dimanfaatkan secara merata
karena umumnya penggunaan perangkat bergerak seperti ponsel hanya bisa diakses
oleh pengguna yang tinggal di kota-kota besar (Bisnis Indonesia, 2 September
2008). Jadi, walau ponsel turut meningkatkan angka trafik internet namun
peningkatan yang lebih pesat sebenarnya didorong oleh penggunaan internet di
kantor-kantor, institusi pemerintahan, serta untuk kegiatan bisnis. Oleh karena itu,

45
untuk mendorong penyebaran akses internet (dan juga menegakkan prinsip
transparansi informasi), mekanisme dan skema pembangunan yang mendorong
pemanfaatan internet dalam berbagai kegiatan layanan publik dan bisnis perlu
didukung oleh semua pihak.

Tidak dapat dipungkiri bahwa walau Internet di Indonesia terus meningkat


dari tahun ke tahun, terutama dari segi jumlah penggunanya, namun sesungguhnya
Indonesia juga mengalami kesenjangan dan ketidaksetaraan dalam penyediaan dan
penyebaran akses terhadap internet. Kondisi itu tampak dari pembacaan data APJII
yang menunjukkan bagaimana meskipun penggunaan internet menyebar relatif cepat
tetapi sebagian besar warung internet (warnet) atau kafe internet masih sangat
terpusat di kota-kota besar berpenduduk padat di Pulau Jawa; kota-kota industri di
luar Jawa seperti Medan dan Balikpapan; atau di pulau-pulau tujuan wisata seperti
Bali dan Lombok. Ketimpangan akses internet dalam dimensi geografis tampaknya
berkaitan dengan keterpusatan sumber daya keuangan dan infrastruktur di Pulau
Jawa, terutama Jakarta (Hill dan Sen, 2005: 62-64). Tidak dapat disanggah bahwa
keberadaan tempat-tempat seperti warnet menawarkan peluang bagi mayoritas
masyarakat di negara-negara berkembang seperti Indonesia untuk berkomunikasi
dan memperoleh akses terhadap informasi lewat internet. Bila bukan karena
banyaknya warnet, masih banyak orang yang terhambat untuk menggunakan
internet. Faktor-faktor penghambat lainnya adalah masih minim dan belum
meratanya infrastruktur teknologi pendukung internet, serta masih rendahnya tingkat
kepemilikan ataupun penggunaan komputer dan saluran telepon (sebagai sarana
dasar akses internet). Selain itu, juga karena masih rendahnya penguasaan bahasa
Inggris sebagai bahasa utama pengoperasian komputer dan internet.

Terkait profil pengguna dan pola penggunaan internet di Indonesia, dapat


dikatakan bahwa tidak banyak penelitian yang mampu menangkap hal tersebut
secara utuh. Salah satu penelitian tentang penggunaan internet di tingkat individual
di Indonesia misalnya adalah yang dilakukan Andarwati dan Sankarto (2005)
terhadap para peneliti Balitbang Pertanian di Bogor; yang menemukan bahwa
tingkat pendidikan dan jenjang fungsional peneliti berhubungan lurus dengan tingkat

46
intesitas penggunaan internet mereka. Hal ini cukup sejalan dengan kajian Wahid,
Furuholt, dan Kristiansen (2007) yang didasarkan pada survei terhadap pengguna
warnet di kota Yogyakarta. Mereka menemukan bahwa pengguna internet di
Indonesia yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, kemampuan pribadi yang
lebih baik, dan lebih banyak pengalaman berinternet cenderung akan menggunakan
internet untuk tujuan-tujuan lebih serius dibandingkan pengguna lainnya. Penelitian
Wahid, Furuholt, dan Kristiansen memang berfokus pada penggunaan internet di
atau melalui warnet. Salah satu alasan mereka adalah karena dua pertiga pengguna
internet di Indonesia memperoleh akses ke internet dari warnet atau kafe internet.

Para pelanggan warnet dalam penelitian Wahid, Furuholt, dan Kristiansen


(2007) menyebut e-mail, chatting, dan pencarian informasi sebagai aktivitas
terpopuler mereka. Selain itu, mereka pada dasarnya menggunakan internet untuk
tiga jenis tujuan, yakni komunikatif (e-mail dan chatting), instrumental (mencari
informasi, membaca berita), dan rekreasional (gaming, download lagu dan gambar).
Dari ketiga kelompok pengguna internet dengan masing- masing tujuannya, terdapat
beberapa perbedaan. Pengguna yang umumnya datang untuk tujuan instrumental dan
komunikatif biasanya lebih berumur, berpendidikan, dan memiliki tingkat
kapabilitas pribadi serta kemampuan finansial yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan pengguna yang menggunakan internet untuk tujuan rekreasional (Wahid,
Furuholt, dan Kristiansen, 2007). Menurut ketiga peneliti tersebut terdapat
kecenderungan bahwa semakin tinggi pendidikan, usia, dan kemampuan ekonomi
seorang pengguna internet maka semakin serius pula tujuan mereka menggunakan
internet. Temuan di atas memberi harapan bahwa penggunaan internet untuk
kemanfaatan sosial bisa didorong seiring dengan peningkatan “jam terbang” dan
kesempatan mengakses internet.

Berkebalikan dengan apa yang dielu-elukan sebagai dampak positifnya,


internet juga memungkinkan ekses negatif seperti yang tampak dalam penggunaan
internet dalam kasus konflik Timor-timor serta konflik di Ambon. Sebagaimana
yang dipaparkan Hill dan Sen, kemudahan dan kecepatan yang ditawarkan internet
ternyata juga dapat dipergunakan untuk menebar kebencian dan menyebarluaskan

47
sakit hati dan amarah. Hal ini tentunya kontraproduktif dengan apa yang selama ini
didengungkan sebagai pengaruh positif dari internet. Dalam kasus konflik di
Maluku, Bräuchler (2003) melihat secara lebih obyektif bagaimana internet
menyediakan cara dan wadah bagi pihak-pihak yang berseteru untuk saling
mengungkapkan pandangan-pandangan mereka, juga untuk mengkonstruksi
identitas dan komunitas dalam rangka mempengaruhi konflik itu sendiri; bentuk-
bentuk tindakan yang sulit dilakukan melalui media massa konvensional.
Pemanfatan internet dalam situasi konflik dilakukan dengan dua cara utama:
pertama, dengan mengangkat kasus yang terjadi di tingkatan lokal tersebut ke level
nasional dan juga global; sesuatu yang mungkin sulit dilakukan sebelum kehadiran
internet. Cara kedua, dengan membuka peluang interaksi antara berbagai pihak yang
sebelumnya tidak terhubung, bahkan membangun suatu imagined communities
terkait kasus tersebut.

Tidak jauh berbeda dengan yang terjadi dalam kasus Maluku, dalam kasus
gerakan kemerdekaan Timor Timur, internet dipergunakan oleh aktor-aktor dalam
gerakan dan kelompok-kelompok lokal untuk memperjuangkan kepentingan mereka
masing- masing. Hal ini terutama dilakukan dengan mengangkat isu kemerdekaan
mereka ke tingkatan internasional dan menghubungkan para pendukung mereka
yang tersebar di banyak belahan dunia (Hill, 2002). Tentunya kedua contoh
“negatif” di atas merupakan bentuk lain penggunaan internet oleh masyarakat,
kelompok, atau golongan minoritas untuk menyuarakan aspirasi mereka.
Penggunaan internet untuk tujuan-tujua n sosial politis lainnya, khususnya yang
dilakukan oleh masyarakat sipil dan gerakan sosial akan dijelaskan secara lebih
mendalam dalam subbab berikut ini.

D. PENGGUNAAN INTERNET OLEH MASYARAKAT SIPIL

Di banyak bagian dunia, internet sudah menjadi kebutuhan dan kebiasaan


sehari- hari, dan digunakan untuk berbaga i tujuan, termasuk untuk tujuan-tujuan
bersifat non-komersial. Aktivitas-aktivitas non-profit tersebut di antaranya adalah

48
membangun komunitas sosial dan menjalankan program-program sosial untuk
masyarakat. Meskipun kegiatan-kegiatan non-profit tersebut dapat dilakukan secara
sendiri-sendiri atau di tingkat perseorangan, namun dalam mayoritas literatur
ditemukan lebih banyak pembahasan mengenai penggunaan internet untuk
kepentingan sosial di tingkatan yang lebih luas, terutama penggunaannya oleh
kalangan masyarakat sipil (civil society). Untuk memahami bagaimana aktivis
lingkungan di Indonesia menggunakan internet dan memaknai tindakan mereka
maka dalam subbab ini akan dibahas bagaimana internet telah dimanfaatkan oleh
sektor ketiga 18 (masyarakat sipil, gerakan sosial, aktivisme sosial) dalam beberapa
kasus di sejumlah negara lain.

Penggunaan internet oleh masyarakat sipil dapat mengambil banyak bentuk


dan memiliki banyak tujuan, sesuai dengan banyaknya kemudahan yang ditawarkan
internet. Namun, perlu dipahami dahulu apa yang dimaksud dengan masyarakat
sipil. Masyarakat sipil itu sendiri memiliki sejarah panjang dan beragam bentuk
eksistensi, sesuai dengan keadaan sosial, politk, dan kebudayaan tempat dirinya
tumbuh dan berkembang. Namun dalam subbab ini pembahasan tentang masyarakat
sipil lebih mengacu pada aneka kelompok-kelompok dalam masyarakat yang bukan
pemerintah, bukan perusahaan, tidak bertujuan mencari keuntungan, dan berjuang
untuk beragam alasan, terutama berkaitan dengan kepentingan masyarakat umum
yang terabaikan. Batasan yang longgar tentang masyarakat sipil dalam penelitian ini
memang diambil untuk memungkinkan tertangkapnya gambaran beragam bentuk
pemanfaatan internet oleh masyarakat sipil.

Sebelum kemunculan dan penyebaran internet, masyarakat sipil telah


terbiasa menggunakan beragam bentuk media serta alat komunikasi, tetapi
proliferasi internet ke hampir seluruh bagian dunia telah memberikan pengaruh
positif bagi masyarakat sipil, terutama dalam hal membangun jaringan dengan

18
Orang-orang yang bergerak di ranah ini sering disebut sebagai sektor ketiga karena secara tegas
membedakan diri mereka dari dua sektor lainnya, yakni sektor pemerintahan dan sektor
bisnis/komersial. Kedua sektor lain tersebut memiliki tujuan dan polah gerak masing-masing yang
ingin “dijaga” oleh sektor ketiga agar tidak melangkahi dan merugikan kepentingan masyarakat
umum, sehingga terbangun ekulibrium dalam tiga jalur pembangunan: ekonomi, sosial, dan
lingkungan (Munggoro, 2007: 27).

49
berbagai kelompok masyarakat sipil di belahan bumi lainnya. Sehingga pada saat ini
aktivisme sosial secara umum telah memposisikan internet sebagai salah satu alat
utama untuk berkomunikasi, melakukan sosialisasi, dan mobilisasi. Internet dipilih
oleh gerakan sosial atau masyarakat sipil karena secara umum dinilai lebih
menguntungkan, yakni el bih murah, cepat, efisien, aman, dan mampu melampaui
batas-batas geografis dan spasial. Selain itu, internet dinilai turut memperkuat
semangat kesetaraan (equality) 19 yang umumnya dijunjung tinggi para aktivis.

Pada dasarnya, internet dimanfaatkan aktivis, masyarakat sipil, ataupun


gerakan sosial untuk berkomunikasi dan membangun jaringan. Aktivitas ini dalam
beberapa kesempatan la in juga sering disebut sebagai internet activism (Emerson,
2005), yakni penggunaan beragam fasilitas teknologi komunikasi –seperti e-mail
dan website- oleh berbagai jenis aktivisme untuk mendorong komunikasi yang lebih
cepat dari gerakan sosial ataupun anggota masyarakat dalam usaha menyebarkan
pesan ke khalayak luas. Misalnya, yang dilakukan oleh aktivis gerakan anti-
korporasi global (Juris, 2005) saat memanfaatkan internet untuk mengkoordinasi
aksi, membangun jaringan, menerapkan aktivisme media, serta menampilkan ide- ide
politis mereka ke hadapan publik. Selain itu, internet juga berguna untuk
mendukung aktivitas organisasi dan edukasi kepada publik dan gerakan sosial itu
sendiri (Wall, 2007); untuk mencapai beragam bentuk tujuan, misalnya untuk
kegiatan facilitative, re-educative, persuasive, dan power (O’Brien, 1999); dan dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti yang disebut Sandor Vegh (dalam Werbin,
2005)20 sebagai tiga kategori taktik para cyberactivists, yakni awareness/advocacy,
organization/mobilization, serta action/reaction.

19
Semangat kesetaraan atau spirit of equality memang sejak awal digulirkan sebagai sesuatu yang
inheren dalam sifat alamiah internet. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa isu kesetaraan ini
sesungguhnya bersifat semu karena masih kentalnya digital divide yang memisahkan negara atau
wilayah yang sudah memiliki infrastruktur dan fasilitas untuk mengakses internet dengan daerah-
daerah yang belum seberuntung itu.

20
Werbin melakukan ulasan terhadap buku “Cyberactivism” (McCaughey, Martha & Ayers, Michael
D. 2003, (Eds). Cyberactivism: Online Activism in Theory and Practice. New York: Routledge.) dan
Sandor Vegh merupakan salah satu kontributor buku tersebut. Peneliti tidak berhasil mendapat akses
langsung ke buku tersebut.

50
Penggunaan internet oleh masyarakat sipil untuk menjalankan advocacy,
lobbying, volunteering, community building, organizing hingga fundraising
(Spencer, 2002) dapat mengambil beragam bentuk dan cara. Mulai dari e-mail dan
mailing list (Wall, 2007), web pages dan weblog; hingga cara yang sudah lebih
inovatif seperti banner, petisi online, atau penayangan video serta film dokumenter
melalui forum- forum online. Untuk berpartisipasi secara politis aktivis bisa memilih
cara-cara yang bisa dilakukan setiap orang seperti blogging (Kerbel dan Bloom,
2005) atau mungkin cara yang lebih sulit seperti hacking ke situs-situs “musuh”
(Kahn dan Kellner, 2004). Beberapa gerakan juga melakukan kolaborasi digital
dengan menciptakan open editing software yang memungkinkan pengorganisasian
dan pengkordinasian aksi, penyebaran dan pembagian informasi, dan produksi
dokumen untuk publik (Juris, 2005). Tindakan-tindakan di atas pada dasarnya
membuka peluang bagi para aktivis untuk berbagi, bertukar ide dan juga sumber
daya. Selain itu, penggunaan internet oleh aktivis masyarakat sipil dilatarbelakangi
oleh berbagai motivasi, antara lain untuk mencari guidance, memenuhi social utility,
mendekati kenyamanan, dan mencari informasi (Johnson dan Kaye, 2003). Sejumlah
wacana yang menjelaskan alasan di balik penggunaan internet oleh masyarakat sipil
disajikan dalam bagian berikut ini.

Penggunaan internet oleh masyarakat sipil sepertinya tidak lepas dari


karakter-karakter internal teknologis dari internet yang mampu mendorong
perluasan dan pendalaman proses demokrasi. Karakter-karakter tersebut Flew (2005:
187) rangkum dari sejumlah penulis untuk me mperlihatkan bagaimana internet
mampu memberikan (a) jangkauan luas untuk komunikasi horizontal (peer to peer);
dan bukan hanya komunikasi vertikal (top to bottom); (b) kapasitas bagi pengguna
untuk mengakses, membagi, dan memeriksa setiap informasi dari begitu banyak
sumber-sumber global; (c) (kebebasan berupa) minimnya pengaruh dan kendali
pemerintah serta kesulitan yang timbul akibat batas-batas negara, terutama bila
dibandingkan dengan media konvensional berbasis teritorial; (d) kapasitas untuk
menyebarkan dan memperdebatkan isu-isu terbaru, serta menantang posisi-posisi
resmi dan profesional atas isu- isu tersebut; dan (e) potensi untuk berkomunikasi

51
secara “murni”, tanpa disaring dan dibentuk lebih dahulu oleh politisi, spin doctor,
ataupun media yang telah mapan. Keempat karakter itu saja sudah cukup untuk
memotivasi aktivis sosial untuk lebih jauh lagi memanfaatkan internet.

Selain dari keempat karakter di atas, Rheingold (1994, dalam Flew, 2005:
62) melihat bahwa potensi demokratis computer-mediated communication (CMC)
yang begitu diagung-agungkan para pendukungnya, termasuk aktivis sosial, terletak
pada sifat desentralisasi jaringan komunikasi ini yang memungkinkan kebangkitan
sense of community-building dan partisipasi warga dalam kehidupan publik. Potensi-
potensi demokratis CMC, termasuk di dalamnya internet, lahir dari tiga atribut CMC
yang saling berkaitan, yakni “the building of social networking and social capital;
the sharing of knowledge and information; the enabling of new modes to participate
democratically in public life”. Rheingold juga menekankan pentingnya elemen
social choice dan political activism untuk mendukung pencapaian potensi
demokratis tersebut. Kedua elemen di atas secara implisit mensyaratkan internet
digunakan secara cerdas dan penuh kesadaran oleh masyarakat yang terdidik; “used
intelligently and deliberately by an informed population”. Prasyarat tersebut
tentunya perlu dicatat bila Indonesia ingin mendorong penggunaan internet menuju
pemanfaatan secara positif dan bernilai guna secara sosial, dan tidak hanya untuk
pemuasan kebutuhan pribadi.

Terkait dengan WELL -sebuah komunitas virtual- misalnya, Rheingold


berpendapat bahwa nilai penting jaringan new media tersebut bagi anggotanya
berakar dari empat hal (dalam Flew, 2005: 64). Pertama, keragaman kepribadian dan
kecerdasan (personal and intellectual diversity). Kedua, cakupan ruang yang
memungkinkan “tempat” tersebut menjadi “ensiklopedi hidup” berisikan bermacam
pengetahuan. Ketiga, kesediaan para anggota untuk terlibat dalam aktivitas saling
berbagi atau collectivist gift economy. Keempat, tersedianya banyak kesempatan
untuk “nongkrong” dan bebas membangun hubungan pertemanan; apakah yang
sementara dan hanya di permukaan ataukah yang lebih tahan lama dan mendalam.
Keempat faktor tersebut tentu perlu diperhatikan bila aktivis atau lembaga
masyarakat sipil ingin mengelola komunitas online yang dinamis dan hidup.

52
Sementara itu, dalam konteks penggunaan internet yang sedikit berbeda,
Shenton dan McNeeley (dalam Flew, 2005: 69) memandang bahwa terdapat
sejumlah alasan mengapa orang menggunakan internet untuk berpartisipasi dalam
online discussion groups; tiga diantaranya adalah: pertama, karena internet
memberikan kemampuan untuk menyebarkan gagasan-gagasan baru dalam
kelompok orang-orang dengan pemikiran sejenis. Kedua, terbukanya kemungkinan
bertemu dengan orang-orang dengan ketertarikan yang sama, tanpa peduli betapa
anehnya kesenangan mereka itu. Alasan ketiga, karena tersedianya kebebasan bagi
orang-orang yang merasa terpinggirkan atau tersudutkan oleh masyarakat untuk
mengungkapkan pandangan dan pendapat berbeda; dengan cara-cara yang tidak
mungkin disampaikan melalui media massa konvensional. Tidak dapat dipungkiri
bahwa sebagian besar alasan keterlibatan orang dalam komunitas online tampaknya
berhubungan dengan ketidakpuasan mereka atas batasan-batasan yang terdapat di
komunitas “nyata”.

Secara riil, dalam kasus gerakan sosial pasca 11 September di Amerika


Serikat, Dutta-Bergman (2006) menemukan bahwa individu yang bergabung dalam
komunitas online, baik untuk membaca pemikiran orang lain ataupun menuliskan
pemikirannya sendiri, adalah individu- individu yang lebih berkemungkinan untuk
bergabung dalam komunitas nyata atau offline-nya. Dan juga sebaliknya, orang-
orang yang berpartisipasi dalam komunitas offline juga memanfaatkan internet
sebagai alat untuk mendukung keterlibatan dalam komunitas (community
participation). Dalam konteks ini, dapat dilihat apa yang berlangsung ketika
“Technology serves as a facilitator, as an infrastructural tool that gets used by
actively engaged individuals” (Dutta-Berman, 2006). Temuan ini mendukung
pendapat Dutta-Berman (2005b) sebelumnya yang memandang bahwa “community
participation will be positively related to community-based Internet use”. Sementara
itu, terkait penggunaan media dalam perubahan sosial, Yang dan Calhoun (2008)
menunjukkan bagaimana situasi yang terjadi di Republik Rakyat China sejak tahun
1989 justru menunjukkan tren pergeseran dari “large-scale, concentrated, location-
based but largely spontaneous protests” menuju ke “individualized, decentralized,

53
and legitimately organized forms of social activism”. Bentuk-bentuk aktivisme baru
tersebut tidak menggantikan bentuk-bentuk konvensional dalam berunjuk rasa, tapi
malah memperluas ruang perlawanan. Hal ini karena setiap kali muncul teknologi
media atau komunikasi baru, arena itu kemudian menjadi ladang pertarungan baru
antara penguasa dan aktor sosial. Pada keadaaan seperti itulah dikatakan bahwa
teknologi baru mendorong perubahan dengan cara “mengganggu” dan
mentransformasi ruang perlawanan politik.

Pemikiran-pemikiran tentang penggunaan internet seringkali terlena pada


mimpi- mimpi indah akan apa yang dapat diwujudkan melalui penggunaan internet.
Ryder dan Wilson (1995, dalam Flew, 2005: 7) berusaha bersikap lebih imbang
dengan menunjukkan bagaimana internet menawarkan kemungkinan-kemungkinan
atau kemampuan-kemampuan (affordances) bagi penggunanya; namun sekaligus
juga menghadirkan hambatan- hambatan (constraints) dalam penggunaannya.
Misalnya, terkait isu kebebasan dan pengendalian oleh setiap pribadi (personal
control), internet memungkinkan akses tak terbatas ke banyak dan beragam sumber,
serta kesempatan untuk berpendapat secara bebas. Namun, di sisi lain pada
prakteknya di lapangan, kemungkinan-kemungkinan yang disebut di atas dihambat
atau dibatasi oleh tingkat melek teknologi, penguasaan bahasa asing, bahkan tingkat
melek huruf; dan tak kurang, terbatasi pula oleh akses orang terhadap teknologi
internet itu sendiri. Walaupun penjelasan Ryder dan Wilson banyak berakar pada
penelitian mereka terkait “virtual learning”, tetapi secara mendasar temuan mereka
dapat diaplikasikan untuk menilai bagaimana penggunaan internet untuk kegunaan
lain dan dalam setting yang berbeda. Dengan kata lain, meskipun internet membuka
dan menyediakan begitu banyak peluang berkomunikasi dan memperoleh informasi
tapi terdapat pula batasan-batasan yang akan dihadapi masyarakat sipil bila ingin
mengoptimalkan potensi internet.

Contoh lain hambatan dalam penggunaan internet oleh masyarakat sipil


justru datang dari dalam masyarakat sipil itu sendiri. Dalam kajiannya terhadap
pengelola website lembaga- lembaga non-profit di Amerika Serikat, Kenix (2008)
justru menemukan bahwa lembaga- lembaga tersebut tidak meyakini bahwa internet

54
mampu menawarkan kekuatan demokratis. Mereka secara paradoks justru melihat
bahwa kekuatan internet terletak pada kemampuannya menyediakan kredibilitas
instan. Namun persepsi ini bisa jadi karena orang-orang yang membuat keputusan
komunikasi seringkali terbebani dengan pekerjaan-pekerjaan teknis dan bukan
dalam peran-peran strategis (Kenix, 2008). Ini misalnya tampak dari bagaimana
mereka mengirimkan pesan pada publik tanpa mempertimbangkan umpan balik
ataupun stratagi komunikasi yang sesuai.

Apa yang dipaparkan Kenix di atas bisa menunjukkan bagaimana meskipun


penggunaan internet oleh aktivis dan masyarakat sipil telah meluas tetapi belum
tentu kemanfaatannya dapat dirasakan oleh masyarakat secara lebih luas, terutama
bila internet belum dapat diakses secara merata. Kenyataannya di lapangan, anggota
masyarakat yang tidak terhubung atau memiliki akses terhadap internet tentunya
akan sulit tersentuh oleh kampanye-kampanye online. Belum lagi, bila masyarakat
yang sudah mampu mengakses internet belum memanfaatkannya untuk
berpartisipasi aktif dan secara politis. Ini misalnya terjadi di Slovenia (Oblak, 2003),
yakni meski pengguna internet di Slovenia percaya pada potensi demokratis dari
internet tetapi para pengguna internet berat (heavy-users) jarang berpartisipasi aktif
secara online. Karena itulah, Oblak (2003) mengingatkan bahwa walaupun
computer-mediated communication adalah langkah yang bagus untuk menyebarkan
dan menguatkan partisipasi dalam proses politik, solusi persoalan partisipasi politik
bukan terletak pada teknologi itu sendiri tetapi pada bagaimana teknologi tersebut
digunakan. Karena ada begitu banyak hambatan pemanfaatan internet secara lebih
luas, Lim dkk (2008) juga menyarankan agar gerakan sosial online juga dipadukan
dengan yang offline. Hal ini karena komunitas di internet masih lemah dalam hal
sumber daya dan kapasitasnya, belum lagi karena partisipasi individu di dalam
komunitas online secara umum belum sejelas dan seketat dalam komunitas offline.
Secara mendasar, kampanye atau program-program sosial yang dijalankan online
akan bekerja lebih optimal bila disesuaikan dengan strategi, tujuan, target, dan
sumber daya program itu sendiri; dan tidak semata- mata agar program tersebut
terkesan canggih dan accessible.

55
Seperti halnya kemunculan teknologi lain, penggunaan internet juga
mengalami tantangan dan hambatan. Meskipun demikian, tetap masih banyak pihak
yang mempercayai potensi positif dalam internet, misalnya bahwa: keterlibatan
individu dengan internet memiliki hub ungan positif dengan civic and political
participation individu tersebut (Weber dkk, 2003); media online melengkapi peran
media tradisional dalam mendorong diskusi politik dan civic messaging masyarakat
(Shah dkk, 2005); serta bagaimana partisipasi online merupakan salah satu bentuk
perpanjangan dari partisipasi offline (Jensen dkk, 2007). Mempertimbangkan
paparan panjang di atas mengenai berbagai sisi dalam penggunaan internet oleh
masyarakat sipil, dapat dikatakan bahwa potensi positif dalam internet dapat
sepenuhnya dimanfaatkan oleh siapapun, termasuk masyarakat sipil. Namun tentu
saja, bila tidak dimanfatkan dengan tepat dan efektif, potensi tersebut akan
terabaikan. Pertanyaannya sekarang adalah, sejauh mana masyarakat sipil di
Indonesia mampu memanfaatkannya?

E. PENGGUNAAN INTERNET OLEH MASYARAKAT SIPIL DI


INDONESIA

Riset-riset tentang penggunaan internet (internet use) di Indonesia belum


banyak dilakukan dan dipublikasikan. Bilapun ada, umumnya lebih banyak melihat
penggunaan internet dari sudut bisnis dan ekonomi. Misalnya, tentang penggunaan
internet untuk meningkatkan penjualan, beriklan, ataupun e-commerce. Tetapi,
kajian mengenai penggunaan internet dalam konteks non-komersial masih sulit
ditemukan. Salah satu dari sedikit itu misalnya tentang penggunaan internet oleh
peneliti Litbang Pertanian di Bogor (Andarwati & Sankarto, 2005). Namun secara
umum, masih sedikit sekali yang mengkaji penggunaan internet oleh masyarakat
sipil ataupun aktivis di Indonesia. Dua peneliti yang banyak membahas penggunaan
internet oleh masyarakat sipil di Indonesia adalah Merlyna Lim dan Yanuar
Nugroho.

56
Kajian-kajian Merlyna Lim lebih berfokus pada penggunaan internet oleh
masyarakat sipil di tingkatan umum, terutama dalam konteks selama masa reformasi
dan setelahnya. Lim (2003) melihat bagaimana penggunaan internet, terutama
melalui e-mail dan mailing list, selama sekitar tahun 1997-1998 menjadi salah satu
alat diseminasi informasi seputar kekayaan Soeharto. Lim juga menunjukkan
bagaimana dunia maya “disambungkan” dengan dunia nyata lewat internet, yang
kemudian ikut menjadi salah satu faktor pendorong aksi masyarakat di tahun 1998.
Lim juga menunjukkan bagaimana dalam konteks Indonesia internet tidak berdiri
sendiri namun berkembang dengan tetap berakar pada budaya dan tradisi sosial khas
Indonesia yang menekankan pentingnya jaringan dan komunitas.
Tulisan lain dari Lim (2002: 392) menggambarkan bagaimana warnet
menjadi tempat penting berkumpulnya informasi- informasi “rahasia” yang
kemudian disebarkan secara manual; sebuah pilihan tindakan yang selanjutnya
membuka ruang dan peluang bagi publik untuk mengubah pesan-pesan elektronik
tersebut menjadi tindakan politis. Meskipun penggambaran Lim cukup antusias
namun dia juga mengingatkan bahwa internet tidaklah serta-merta menjadi sebuah
tempat yang demokratis, dan keberadaan internet itu sendiri banyak bergantung pada
siapa pengguna dominan internet (2006). Paparan Merlyna Lim sesungguhnya
cukup sejalan dengan temuan Hill dan Sen (2005) tentang sejauh mana akses
terhadap internet yang dimiliki mahasiswa, NGO, dan kelas menengah perkotaan
Indonesia mampu digunakan untuk membangun oposisi melawan pemerintahan
Soeharto saat itu.
Kajian yang lebih empiris dan up to date terhadap penggunaan internet oleh
masyarakat sipil Indonesia telah dilakukan oleh Yanuar Nugroho. Hal ini dilakukan
Nugroho dengan meneliti adopsi, implementasi, dan penyesuaian (appropriation)
internet yang dilakukan oleh 268 NGO di Indonesia, dengan berfokus pada lembaga
yang bergerak di bidang pembangunan sektor pedesaan (rural reform). Dengan
memanfatkan teori difusi inovasi dari Everett Rogers sebagai salah satu kerangka
berpikir, Nugroho melakukan penelitian kualitatif dan kuantitatif selama tiga tahun
terhadap lembaga-lembaga swadaya masyarakat tersebut. Dari penelitiannya,
Nugroho (2007) menemukan lima area strategis penggunaan internet oleh NGO di

57
Indonesia, yakni kolaborasi, mobilisasi, pemberdayaan dan pembangunan, riset dan
publikasi, serta advokasi dan pengawasan. Pada tulisannya yang lain Nugroho
(2008) juga menunjukkan bagaimana adopsi internet oleh organisasi masyarakat
sipil yang bekerja di sektor pedesaan membantu mereka membangun jaringan,
bahkan hingga tingkat global, dan mendorong mereka untuk bekerja lebih baik.
Literatur menunjukkan bahwa masih sedikit yang mengkaji penggunaan
internet oleh masyarakat sipil di Indonesia. Kajian Hill dan Sen serta Lim misalnya,
lebih berfokus pada penggunaan internet di tingkat masyarakat sipil secara luas dan
dalam konteks politik, terutama semasa dan pasca reformasi 1998. Sementara itu,
Yanuar Nugroho melakukan penelitian yang lebih empiris dengan memfokuskan
kajian pada LSM atau NGO; sehingga temuan Nugroho memberikan banyak
masukan mengenai penggunaan internet di level institusional masyarakat sipil.
Keragaman level penelusuran tersebut justru memperkaya khazanah kajian
penggunaan internet oleh masyarakat sipil Indonesia.
Riset yang dilakukan Hill dan Sen (2005: 1) sejak awal digerakkan oleh
kebutuhan untuk mencari tahu potensi demokratis dari internet dan teknologi-
teknologi terkait; dan untuk memahami bagaimana medium tersebut dapat
digunakan untuk melawan sebuah rezim otoritarian. Ruang kebebasan yang pada
waktu itu disediakan internet telah memungkinkan orang Indonesia untuk
mendiskusikan topik-topik yang dianggap tabu seperti korupsi dalam militer dan
kerajaan bisnis anak cucu Suharto; juga membuka peluang saling terhubungnya para
penentang pemerintahan, dan kemudian selanjutnya, para demonstran. Fenomena
lain yang terjadi adalah tersebarnya pikiran-pikiran kritis ke tingkatan nasional, serta
munculnya para tokoh politik dan jurnalis yang selama ini dikekang oleh
pemerintahan Suharto. Winters (2002) juga melihat bagaimana pertemuan antara
tradisi perjuangan gerakan pemuda dengan tingginya penetrasi internet pada
golongan muda saat itu telah menyediakan “adonan” yang dibutuhkan untuk
menegakkan gerakan reformis yang terkoordinasi dan berkesinambungan.
Tidak terlalu jauh berbeda, internet dipandang Eng (1998) memiliki efek
kuat bagi para demonstran di tahun 1998, yakni terkait dengan jatuhnya Soeharto.
Hal ini tampaknya berhubungan dengan konteks saat itu, yakni diberangusnya surat

58
kabar, stasiun radio, serta televisi dari menyuarakan kebenaran. Kondisi kebebasan
informasi saat itu secara “kebetulan’ bertemu dengan perkembangan internet yang
mulai memasuki kehidupan publik, terutama kaum cendekiawan dan mahasiswa.
Pertemuan kedua elemen itu barangkali menjadi salah satu alasan mengapa saat itu
cukup banyak informasi tentang Indonesia yang beredar di dunia maya; beserta
macam- macam informasi yang untuk masa itu takkan pernah mungkin muncul di
media massa. Pembacaan Eng di awal fenomena tersebut juga melihat bahwa
konteks di atas sejalan dengan apa yang disampaikan John MacDougall, pengelola
Indonesia-L, salah satu mailing list yang paling berpengaruh saat itu dalam hal
berita Indonesia. MacDougall mengatakan bahwa lengsernya Soeharto diakibatkan
oleh serangkaian kejadian kebetulan, yang terjadi pada waktu yang “tepat”; dengan
salah satu kejadian kebetulan tersebut adalah ledakan informasi melalui internet.
Selain keterkaitan dengan gerakan pada masa reformasi, penggunaan internet
oleh sektor ketiga juga dapat ditemukan terkait dengan pemanfaatan internet oleh
berbagai kelompok masyarakat sipil di Indonesia sejak awal kehadiran internet di
Indonesia. Misalnya, bagaimana internet mulai digunakan oleh aktivis HAM
Indonesia pada pertengahan tahun sembilan puluhan. Beberapa LSM seperti Walhi,
YLBHI, dan INFID membangun sebuah jaringan tertutup sebagai sarana pertukaran
informasi lembaga- lembaga swadaya masyarakat (LSM) di seluruh Indonesia yang
memiliki akses ke internet (Sahude, 2007). Saat itu, masih sangat sedikit situs yang
menyediakan informasi mengenai isu- isu HAM di Indonesia dan yang disajikan
dalam Bahasa Indonesia. Namun, perlahan jumlah situs penyedia informasi HAM
terus meningkat. Hal ini sepertinya berhubungan dengan banyaknya organisasi
HAM yang melihat internet sebagai alat yang dapat mendukung kerja mereka.
Secara mendasar, penggunaan internet oleh masyarakat sipil di Indonesia
telah berlangsung sejak kebangkitan internet itu sendiri di Indonesia yang berakar
pada “masyarakat sipil akademis” yakni ilmuwan dan penggiat teknologi informasi
pada saat itu. Sehingga dapat dikatakan bahwa dinamika yang terjalin antara
masyarakat sipil di Indonesia dan penggunaan internet bukanlah fenomena baru,
hanya saja belum banyak dikaji dan dibahas, terutama secara ilmiah. Sedikit berbeda
dengan batasan penelitian Hill dan Sen (2005) tentang internet dalam konteks politis

59
di Indonesia 21 , pene litian ini memfokuskan pada penggunaan internet oleh aktivis
lingkungan Indonesia. Sehingga pusat pembahasan riset ini terletak pada para aktivis
lingkungan22 berkewarganegaraan Indonesia yang menjadi informan penelitian ini
berikut aktivitas-aktivitas online mereka. Ruang lingkup penggunaan internet oleh
aktivis di level individual diambil karena mempertimbangkan pesan Hill dan Sen
(1997) sejak awal ketertarikan mereka terhadap media di Indonesia, yakni bahwa
fungsi politis internet di Indonesia tidak akan ditentukan oleh aspek teknologis tetapi
oleh political agency, yakni tindakan para pengguna internet itu sendiri.

21
Hill dan Sen (2005 :1) tidak mempermasalahkan apakah aktivitas online tersebut dilakukan oleh
seorang warga negara Indonesia atau bukan; dilakukan dari Indonesia atau tidak; sepanjang aktivitas
online tersebut “overtly connected to street demonstrations, parliamentary debates and other
material sites of Indonesia political life”.
22
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan aktivis lingkungan adalah warga negara Indonesia
yang bergelut dalam dan atau memiliki kepedulian dengan isu lingkungan; serta berkomitmen tinggi
yang ditandai dengan berbagai bentuk keaktifan. Kebetulan pula, para aktivis lingkungan Indonesia
yang dipilih menjadi informan juga tinggal dan berdomisili di Indonesia.

60
BAB III

AKTIVIS LINGKUNGAN HIDUP

Aktivisme (activism) barangkali bukan istilah yang populer dan tampaknya


hanya menjadi bahasa elit dalam komunitas gerakan sosial. Namun secara praksis di
lapangan, aktivisme tidak mensyaratkan hal yang memberatkan dan seringkali dapat
dilakukan melalui tindakan-tindakan sederhana seperti mengubah kebiasaan sehari-
hari. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa aktivisme lebih dilihat sebagai suatu
kesungguhan atau komitmen seseorang atau sekelompok masyarakat pada suatu isu
atau perjuangan untuk tujuan (cause) tertentu. Colin Fletcher (2002: 91), dalam
kajiannya mengenai bagaimana membimbing riset dan studi para aktivis
memandang bahwa “whenever the person is not contained, is not conforming, and is
in direct opposition to oppression, then there is activism22 . It is the awareness of
injustice and the constructive opposition to it, which deserves to be called activism”.
Fletcher pada dasarnya memandang aktivisme dapat berada dan berlangsung kapan
saja saat seseorang menyadari dan melakukan sesuatu terhadap bentuk-bentuk
penindasan atau ketidakadilan. Intisari perjuangan melawan ketidakadilan seperti
disebutkan di atas menjadikan aktivis menarik dan penting untuk dikaji, terutama
terkait bagaimana mereka tumbuh, berkembang, serta menempatkan media,
khususnya internet, dalam aktivitas keseharian mereka. Bab ini berisikan tinjauan
pustaka mengenai apa, siapa, dan bagaimana aktivis lingkungan hidup berkegiatan,
secara umum di dunia dan secara khusus di Indonesia, serta bagaimana mereka
memanfaatkan media, khususnya internet selama ini.

A. GERAKAN DAN AKTIVISME LINGKUNGAN HIDUP

Pembahasan tentang aktivisme tidak dapat dilepaskan dari narasi besar


perubahan sosial yang secara umum diusung oleh pihak-pihak yang
22
Cetak tebal dari peneliti.

61
memperjuangkan nilai- nilai tertentu. Para aktor perubahan sosial tersebut secara
kolektif seringkali dikenal dengan beberapa nama seperti masyarakat sipil,
masyarakat madani, atau gerakan sosial; dan secara institusi tak jarang dilabeli
dengan julukan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), NGO (Non Governmental
Organization), ornop (organisasi non-pemerintah; terjemahan bahasa Indonesia
untuk NGO), CSO (Civil Society Organization), ataupun non-profit organizations.
Pada dasarnya, meskipun memiliki beragam julukan, beragam struktur dan
mekanisme pengelolaan organisasi, serta bermacam- macam karakteristik yang
berbeda dari satu lembaga ataupun gerakan ke lembaga atau gerakan yang lain;
orang-orang yang bergerak di ranah ini dapat disebut sebagai “sektor ketiga” karena
secara tegas membedakan diri mereka dari sektor pemerintahan dan juga sektor
bisnis dan komersial (Munggoro, 2007: 27). Oleh karena itu, secara hakiki yang
disebut dengan masyarakat sipil, gerakan sosial, ataupun aktivis adalah sekelompok
orang yang memperjuangkan nilai-nilai tertentu; melawan bentuk-bentuk
penindasan; dan tidak berorientasi pada kekuasaan maupun keuntungan. Semangat
perjuangan seperti di atas pula yang diusung para aktivis lingkungan, yakni
memastikan agar keberadaan kehidupan manusia di muka bumi berprinsip keadilan,
tidak menindas sesama makhluk penghuni bumi, dan tidak menafikan kelangsungan
serta kelestarian lingkungan alam di bumi.

1. Definisi Gerakan Lingkungan

Gerakan lingkungan hidup (environmental movement) dikenal juga dengan


berbagai nama, seperti environmentalisme dan environmental activism 23 . Ketiga
istilah yang tampak sejenis tersebut digunakan secara berbeda dari satu wacana
ke wacana yang lain, namun pada hakekatnya menggambarkan satu fenomena
yang sama, yakni gerakan sosial yang fokus bergerak di bidang perlindungan,
pelestarian, dan keadilan lingkungan hidup. Meskipun berada dalam satu wadah

23
Para penggiat gerakan lingkungan ada yang dikenal atau menyebut diri mereka sebagai aktivis
lingkungan (environmental activist) dan ada juga yang lebih memilih istilah environmentalis
(environmentalist).

62
besar, terdapat beragam aliran pemikiran dalam gerakan lingkungan24 .
Keragaman tersebut tercermin pula pada pilihan-pilihan aksi, praksis, ataupun
metode gerakan mereka sendiri; sebuah kondisi yang membuat aktivisme
lingkungan bisa mewujud dalam beragam nada dan warna. Dalam pembahasan-
pembahasan selanjutnya, ketiga istilah yang telah disebut di awal akan
digunakan secara bergantian; bergantung pada konteks dan kasus yang sedang
dibicarakan.

Gerakan lingkungan hidup bisa dilihat sebagai bagian dari perilaku


bersama (collective behavior) yang secara formal mewujud dalam bentuk
berbagai kelompok dan organisasi lingkungan (Lowe dan Goyder, 1983).
Mekanisme collective action yang bekerja mampu mempengaruhi faktor-faktor
cost and benefits yang membuat seseorang memutuskan untuk bergabung dan
terus terlibat dalam gerakan lingkungan. Faktor- faktor pendorong tersebut
penting untuk dipahami karena kelompok dan organisasi lingkunga n hidup pada
dasarnya tergolong sebagai organisasi sukarela (voluntary organizations), yakni
kelompok-kelompok formal yang anggotanya berasal dari individu- individu
yang bergabung secara sukarela; tanpa paksaan, tanpa alasan-alasan komersial;
untuk memajukan sejumlah tujuan bersama (Hatch, dalam Lowe dan Goyder,
1983). Definisi di atas sejalan dengan pembahasan definisi gerakan sosial, yakni
menekankan perbedaan organisasi-organisasi dalam gerakan lingkungan dengan
organisasi komersial seperti perusahaan, serta organisasi kewenangan (statutory)
seperti pemerintah.

Pandangan menyeluruh tentang elemen-elemen dalam gerakan lingkungan


disarikan oleh Aditjondro (2003: 124) dari Morrison, Hornback, dan Warner,
yakni bahwa tiga komponen gerakan lingkungan adalah (1) “aktivis lingkungan
publik”, yaitu sebagian besar orang yang concerned untuk memperbaiki kondisi
lingkungan di sekitar mereka, (2) “aktivis lingkungan terorganisir atau
sukarela”, yaitu anggota organisasi seperti WALHI dan Greenpeace, dan (3)

24
Misalnya, deep ecology, ekofeminisme, dan ecological modernization.

63
“organisasi gerakan lingkungan institusional”, yaitu birokrasi publik yang
memiliki yurisdiksi terhadap kebijakan lingkungan. Senada dengan yang
dipaparkan Aditjondo, pemahaman Lowe dan Goyder (1983: 9) atas istilah
“gerakan lingkungan” melihat bahwa gerakan lingkungan terdiri dari dua
elemen, yaitu (1), kelompok-kelompok lingkungan, sebagai perwujudan
organisasional dari gerakan lingkungan; dan (2) attentive public, orang-orang
yang meski tidak bergabung ke salah satu kelompok lingkungan, tapi sama-sama
mempercayai dan mempraktekkan nilai-nilai environmentalisme. Orang-orang
“awam” ini bisa siapa saja, mereka adalah orang-orang yang mengekspresikan
kepedulian mereka terhadap lingkungan hidup melalui pandangan pribadi
mereka, perilaku dan gaya hidup mereka. Karena inilah Lowe dan Goyder
berpendapat bahwa kelompok atau organisasi lingkungan hanyalah salah satu
indikator dari gerakan lingkungan secara luas.

Dari kedua pandangan di atas tentunya perlu dipahami bahwa label


gerakan lingkungan tidaklah segamblang itu, sehingga upaya memahami
gerakan lingkungan perlu mempertimbangkan elemen-elemen yang
menyusunnya. Sebagian dari attentive public mungkin saja di saat yang
bersamaan juga bergabung dengan organisasi lingkungan yang ada, tapi kondisi
ini cukup kompleks dan membutuhkan penjelasan tersendiri. Oleh karena it u,
dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan aktivis bisa saja anggota organisasi
lingkungan ataupun bagian dari attentive public, yang dipentingkan adalah
kepedulian mereka terhadap lingkungan dan perwujudannya melalui aktivisme
via internet. Sejumlah pemahaman tentang gerakan lingkungan hidup yang telah
dibahas di atas akan mengkerangkai pembahasan-pembahasan selanjutnya
tentang gerakan lingkungan dan penggunaan internet oleh aktivis.

64
2. Sejarah Gerakan Lingkungan Hidup

Sejarah environmentalisme atau gerakan lingkungan sesungguhnya sudah


bermula ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu, yakni sejak kebangkitan
kesadaran manusia akan hubungan dirinya dengan alam sekitar serta bagaimana
manusia dan lingkungan sesungguhnya saling mempengaruhi. Kovarik, dalam
situs Environmental History Timeline25 miliknya, berpendapat bahwa
sesungguhnya pemikiran-pemikiran terkait isu-isu lingkungan hidup telah lama
muncul sepanjang sejarah tertulis umat manusia; namun saat itu manuskrip-
manuskrip tersebut lebih banyak membahasnya di bawah label- label seperti
konservasi, pelestarian alam, kesehatan masyarakat (public health), atau polusi
air dan udara. Kovarik menemukan sebaran catatan-catatan terkait isu- isu
lingkungan di banyak penjuru peradaban dunia (India, Timur Tengah, Yunani,
Romawi, Cina); dan tak sedikit yang bercerita tentang kasus-kasus kerusakan
lingkungan maupun upaya perlindungannya yang telah terjadi bahkan sejak era
pra-sejarah dan peradaban awal manusia (Sebelum Masehi).

Salah satu rekaman kepedulian lingkungan hidup yang paling awal tercatat
dalam sejarah ditemukan di Timur Tengah, yakni naskah- naskah yang ditulis
sekitar abad ke-13. Manuskrip- manuskrip tersebut berisi catatan-catatan
pemikiran sejumlah ilmuwan Muslim yang prihatin dengan kondisi lingkungan,
terutama terkait dengan pencemaran (environmental pollution) dan bagaimana
melindungi kesehatan manusia dari efek-efek buruknya (Gari, 2008). Namun
setelah masa tersebut tidak ditemukan lagi naskah- naskah yang mencatat jejak
kepedulian lingkungan, hingga kemudian pada tahun 1800-an di sejumlah negara
Barat tercatat lagi kemunculan pemikiran-pemikiran lingkungan hidup.

Sehubungan dengan temuan di atas Jeremiah Hall (2008) berpendapat


bahwa secara mendasar gerakan lingkungan era modern yang ada saat ini
berakar dari sejumlah pemikiran yang berkembang di Eropa Barat dan Amerika
Utara sejak pertengahan abad ke-19. Namun Garner (1996: 62) mengingatkan,
25
Lihat Environmental History Timeline di www.runet.edu/~wkovarik/envhist (William Kovarik-
Radford University, Virginia, Amerika Serikat)

65
dalam kasus Inggris, sudah terdapat aktivitas-aktivitas peduli lingkungan sejak
abad ke-16 yang dilakukan oleh para amateur field naturalist. Hanya saja
memang pembentukan kelompok-kelompok lingkungan untuk pertama kalinya
baru dimulai di abad ke-19. Era pertama gerakan lingkungan di Inggris mulai
marak di akhir abad ke-19 hingga awal pergantian abad (Lowe dan Goyder,
1983: 16). Gerakan tersebut terdiri dari tiga varian yang cukup berbeda, yakni
kelompok pelestari countryside dan amenity, kelompok yang berfokus pada
konservasi alam, dan gerakan perlindungan hewan (Garner, 1996: 63). Ketiga
varian tersebut memberi warna tersendiri dalam sejarah gerakan lingkungan
hidup di Inggris.

Untuk konteks Amerika Serikat, tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di
Inggris, gerakan lingkungan memiliki akar yang juga cukup panjang, terutama
bila memasukkan gerakan konservasionis tahun 1800-an. Secara konkret
kepedulian terhadap lingkungan di Amerika Serikat pada akhir abad ke-19
hingga awal tahun 1900-an, khususnya pada konservasi alam liar (wilderness),
ditandai oleh tulisan-tulisan, pemikiran, dan aksi para pecinta alam seperti Henry
David Thoreau, Ralph Waldo Emerson, John Muir, dan Robert Underwood
Johnson; pendirian Sierra Club, salah satu organisasi lingkungan hidup tertua di
Amerika Serikat; serta pendirian taman nasional dan hutan lindung negara di
sejumlah tempat di Amerika Serikat (Lowe dan Goyder, 1983; Hall, 2008).
Kebangkitan pemikiran lingkungan di kedua wilayah tersebut tampaknya
berkaitan dengan menurunnya kualitas hidup dan lingkungan alam akibat
berkembangnya Revolusi Industri di Eropa dan perluasannya ke Amerika sejak
seabad sebelumnya.

Kemunculan sejumlah kelompok lingkungan hidup di Inggris dan Amerika


Serikat sejak pertengahan tahun 1800-an telah membuka jalan bagi publik untuk
lebih mengenal isu- isu lingkungan, namun keanggotaan dalam kelompok-
kelompok lingkungan tersebut umumnya masih elitis dan beranggotakan
masyarakat kalangan menengah ke atas (Lowe dan Goyder, 1983). Kondisi
inilah yang memicu kritik-kritik terhadap environmentalisme. Di antaranya

66
bahwa keanggotaan kelompok lingkungan didominasi masyarakat kelas
menengah karena hanya kelas menengah yang tertarik pada isu lingkungan, atau
bahkan mungkin sebaliknya, karena gerakan lingkungan cenderung membela
kepentingan masyarakat kelas menengah. Namun argumen ini ditampik Lowe
dan Goyder (1983:15), karena menurut keduanya komposisi demografis anggota
kelompok-kelompok lingkungan tidak selalu merepresentasikan keberpihakan
masyarakat secara luas terhadap isu- isu lingkungan hidup. Imej gerakan
lingkungan sebagai gerakan kelas menengah pun semakin berkurang sejak
kebangkitan gerakan lingkungan kontemporer di pertengahan abad ke-20.

Akar environmentalisme modern yang hidup saat ini –yakni yang lebih
melibatkan publik, tak lagi elitis, atau hanya di level pemikiran– memang
bermula sejak pertengahan abad ke-20. Gerakan lingkungan kontemporer atau
populer seperti yang dikenal sekarang mulai mengambil bentuk pada tahun
1960-an, bermula di Eropa Barat dan Amerika Utara, kemudian terus bergulir
hingga pertengahan tahun 1970-an ke berbagai belahan dunia lainnya sebagai isu
politis penting (Garner, 1996; Hall, 2008). Konteks kelahiran gerakan
lingkungan hidup kontemporer saat itu adalah situasi sosial politik pasca perang
dunia, boom ekonomi di sejumlah negara, serta terjadinya sejumlah “kiamat
lingkungan” seperti insiden Chernobyl dan juga Minamata.

Salah satu pendorong menguatnya kesepahaman bersama dari warga dunia


akan urgensi penanganan masalah- masalah lingkungan hidup adalah
berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi Lingkungan Hidup di Stockholm
pada tahun 1972, yang kemudian dilanjutkan dengan KTT Bumi di Rio de
Janeiro tahun 1992. Isu- isu yang berkembang hangat saat itu adalah segala
sesuatu yang berkaitan dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable
development), keadilan lingkungan, serta kesenjangan antara negara-negara
Utara dan Selatan. Sejak saat itu, kemunculan isu lingkungan terus meluas.
Salah satunya ditandai dengan semakin banyak negara dan warga dunia
bergabung dalam peringatan-peringatan seperti Hari Bumi dan Hari Lingkungan
Hidup dari tahun ke tahun.

67
Sejarah gerakan lingkungan hidup masih relatif muda –terutama jika
dibandingkan dengan gerakan- gerakan sosial lainnya seperti perjuangan kelas
dan buruh, HAM, hak-hak wanita– tapi tidak berarti bahwa gerakan lingkungan
hidup kekurangan “bahan” dan isu untuk digarap. Sejak awal, hal-hal yang
diperjuangkan dalam aktivisme lingkungan umumnya berangkat dari satu titik
untuk kemudian terus meluas seiring dengan tersibaknya kompleksitas
permasalahan lingkungan. Kerumitan persoalan lingkungan tercermin juga
dalam dinamika gerakan lingkungan hidup di sejumlah negara di dunia.

3. Gerakan Lingkungan Hidup di Dunia

Meluasnya kesadaran akan persoalan lingkungan hidup yang semakin


menggerogoti bumi ini tidak hanya berlangsung di negara- negara maju, namun
juga negara-negara berkembang. Dalam subbab ini akan sedikit dijelaskan
mengenai gerakan lingkungan hidup di beberapa negara. Inggris, sebagai salah
satu negara pelopor awal kemunculan kelompok lingkungan, telah menyaksikan
pertumbuhan dan perkembangan gerakan lingkungan yang begitu pesat, baik
secara sosiologis maupun politis. Inggris pada awal tahun 1980-an telah
menyaksikan popularitas gerakan lingkungan di masyarakat. Dilihat dari ukuran
dan perkembangannya, dengan jumlah pendukung hingga tiga juta anggota,
gerakan lingkungan di Inggris pada saat itu sudah lebih besar dari partai politik
ataupun serikat dagang manapun; sehingga dapat digolongkan sebagai salah satu
fenomena atau kekuatan sosial besar (Lowe dan Goyder, 1983). Keberhasilan
perluasan dukungan terhadap isu lingkungan juga tampak dari manifestasi
dukungan di parlemen Inggris, yakni dengan berdirinya Green Party26 di Inggris
pada tahun 1985. Meskipun sistem elektoral yang berlaku menyulitkan mereka
untuk meraih kursi signifikan di parlemen (Connelly dan Smith, 1999),
perjuangan nilai- nilai environmentalis telah memasuki ranah politik nasional
Inggris, dan setidaknya mampu mengkondisikan partai-partai politik lain dan

26
Selain Inggris, negara lain dengan Partai Hijau yang cukup berpengaruh dalam parlemennya adalah
New Zealand (sejak tahun 1972), dan Jerman (sejak tahun 1980).

68
juga masyarakat luas untuk lebih peka dan memperhitungkan faktor lingkungan
dalam pembuatan setiap keputusan politik.

Untuk kasus gerakan lingkungan hidup di Amerika Serikat, sejak awal


kemunculan gerakan lingkungan, yakni di akhir abad ke-19 hingga awal abad
ke-20, perbedaan tampak jelas antara gerakan konservasi dan pelestarian,
conservation vs. preservation (Hall, 2008). Pertentangan muncul karena
kelompok konservasi mendukung eksplorasi sumber daya alam asalkan tidak
berlebihan (used but not abused), sementara kelompok pelestarian lebih memilih
cara mendirikan taman-taman nasional untuk melindungi dan mengisolasi alam,
khususnya hutan, jauh dari semua aktivitas manusia. Sementara pada era
selanjutnya, gerakan lingkungan hidup di Amerika Serikat diwarnai geliat
organisasi-organisasi lingkungan grassroot seperti Friends of the Earth dan
Greenpeace, yang sebagian pendirinya merupakan sempalan dari organisasi
lingkungan tradisionalis Sierra Club (Connelly dan Smith, 1999: 79-80). Buku
tentang bahaya pestisida DDT, berjudul Silent Spring, karya Rachel Carson serta
rangkaian kegiatan publik yang mengangkat tema-tema lingkungan hidup secara
berkelanjutan sejak tahun 1980-an telah mampu mengundang perhatian publik
Amerika Serikat tentang kerusakan lingkungan di sekitar mereka.

Sebagian besar literatur memang lebih banyak memotret kebangkitan


gerakan lingkungan hidup di negara- negara Barat. Meskipun demikian, geliat
gerakan sosial di bidang lingkungan sesungguhnya juga sudah lama berlangsung
di negara-negara berkembang, khususnya di Asia. Biaya lingkungan yang harus
dikeluarkan akibat industrialisasi menjadi keprihatinan sekelompok orang dalam
masyarakat negara- negara berkembang, termasuk di antaranya para aktivis yang
memobilisasi kepedulian menjadi sebuah gerakan lingkungan. Sejumlah contoh
dapat dilihat pada dinamika yang terjadi di Korea dan Taiwan, dua negara yang
pernah dikenal sebagai “Newly Industrializing Countries”. Di kedua negara,
tercatat kebangkitan gerakan lingkungan yang spontan (Bello, 2007), yang
mampu menarik partisipasi banyak orang dari berbagai kelas sosial. Masyarakat
di kedua negara telah melihat keterkaitan antara isu lingkungan dengan isu- isu

69
penyediaan lapangan pekerjaan, kesehatan lingkungan kerja, dan krisis
pertanian. Hingga akhirnya gerakan lingkungan di kedua negara tersebut mampu
memaksa pemerintah mereka untuk mengeluarkan peraturan yang lebih ketat
tentang limbah industri, racun, dan pencemaran udara.

Berbeda dengan yang terjadi di kedua negara asia Timur di atas, gerakan
lingkungan sudah lebih dahulu muncul di beberapa negara Asia Tenggara;
bahkan sebelum era industrialisasi memuncak di negara-negara tersebut
(pertengahan tahun 1980-an hingga pertengahan 1990-an). Sejak tahun 1970-an,
perjuangan gerakan lingkungan telah banyak berlangsung, seperti perlawanan
terhadap energi nuklir di Filipina; pembangunan waduk-waduk raksasa di
Thailand, Filipina, dan Indonesia; serta melawan penggundulan hutan dan
pencemaran laut di Thailand dan Filipina. Bello (2007) melihat bahwa sedikit
berbeda dengan yang terjadi di Taiwan dan Korea, isu lingkungan hidup di Asia
Tenggara melibatkan lebih banyak massa dan tidak hanya menjadi isu kelas
menengah. Kelas menengah, kaum pekerja, kaum miskin kota, dan juga para
environmentalis bergabung dalam aliansi yang terbentuk secara alami untuk
melawan perusahaan-perusahaan trans nasional, monopoli kapital di tingkat
lokal, dan pemerintah pusat.

Tidak jauh dengan yang terjadi di negara-negara Asia Tenggara, gerakan


lingkungan hidup di India telah berumur panjang. Sejak 25 tahun yang lalu
gerakan lingkungan di India telah menjadi salah satu kekuatan yang
memperdalam demokrasi di India (Bello, 2007). Salah satu pengaruh paling
penting dalam gerakan lingkungan berbasis massa di India adalah gerakan anti-
dam atau anti waduk. Hal ini karena waduk mewakili gambaran negara barat
akan visi pembangunan modern yang mereka anggap seharusnya dijalankan
negara-negara dunia ketiga untuk mengejar ketertinggalan dengan negara-negara
maju. Setelah isu waduk, gerakan lingkungan terus berkembang, menjangkau
isu-isu seperti kampanye melawan Coca Cola dan Pepsi Cola dalam kasus
pengurasan air tanah dan limbah industri (sludge), serta kampanye petani

70
menentang beras dan bibit tanaman yang telah dimodifikasi dan direkayasa
secara genetis (GMO-genetically modified organism).

Kasus-kasus gerakan lingkungan di sejumlah negara berkembang dapat


menunjukkan bahwa pemahaman akan evolusi mass-based environmental
movement di negara- negara Asia sangat penting untuk menghalau pandangan
dan kesan bahwa masyarakat Asia bersikap tidak peduli, pasrah, dan tidak kritis
menghadapi model- model industrialisasi berorientasi ekspor dan pertumbuhan
tinggi yang digembar-gemborkan elit pemerintah mereka (Bello, 2007). Sudah
semakin banyak orang awam di negara- negara Asia yang paham bagaimana
model pembangunan tersebut telah mengacaukan pertanian, melebarkan jurang
kesenjangan pendapatan, dan merusak lingkungan alam.

4. Penjelasan Atas Kemunculan Gerakan Lingkungan

Ada dua sudut pandang utama yang sering digunakan untuk mengkaji
kelompok atau organisasi lingkungan, yakni sudut pandang sosiologis dan
politis. Sudut pandang sosiologis atau perspektif gerakan sosial melihat
kemuncula n gerakan atau kelompok lingkungan berhubungan erat dengan
perubahan nilai-nilai dan struktur sosial dalam masyarakat (Lowe dan Goyder,
1983: 30). Keduanya melihat kemunculan gerakan lingkungan hidup memiliki
kemiripan dengan latar belakang kemunculan gerakan sosial, yakni lahir dari
ketidakpuasan terhadap sejumlah nilai- nilai yang selama ini dianut masyarakat
dan mewakili upaya- upaya kolektif untuk menginstitusionalkan nilai- nilai
alternatif. Ketidakpuasan masyarakat yang tertangkap Lowe dan Goyder
misalnya adalah keprihatinan akan hilangnya tempat-tempat alami, kekecewaan
terhadap pengaruh industrialisme pada kehidupan perkotaan, keinginan untuk
menjauh dari kota dan kembali ke suasana pedesaan, dan pandangan terhadap
alam sebagai sumber pencerahan spiritual, moral, dan estetis. Selain itu,
meluasnya nilai- nilai pro- lingkungan diduga ikut didorong faktor- faktor seperti
pertumbuhan kelompok pekerjaan yang dekat dan sering bersentuhan dengan

71
isu-isu lingkungan serta adanya peningkatan standar kehidupan –yang
tampaknya telah memungkinkan sebagian orang untuk mulai berpikir tentang
nilai- nilai dan hal- hal non- material– (Lowe dan Goyder, 1983; Martell, 1994).

Sementara itu, dari sudut pandang politis atau dari perspektif kelompok
penekan (pressure group), dinamika gerakan lingkungan dinilai lebih
berhubungan dengan sistem politik, kepentingan politik, dan perilaku aktor
politik pada suatu masa. Pembelaan terhadap lingkungan dan hubungannya
dengan masyarakat dilihat sebagai sebentuk kepentingan yang penyalurannya
memanfaatkan intitusi- institusi politis; sebuah keadaan yang mendorong
kelahiran kajian baru seperti politik lingkungan (Connelly dan Smith, 1999).
Sementara itu, bila Lowe dan Goyder melihat analisis sosiologis menekankan
peran perubahan jangka panjang nilai- nilai sosial dalam masyarakat sebagai
penyebab kemunculan gerakan lingkungan, maka analisis politis lebih
memandang maraknya isu lingkungan sebagai hasil proses politik jangka
pendek, tepatnya dari hasil peran media, elit-elit politik, dan kelompok
kepentingan dalam mengangkat dan memanipulasi isu- isu serta mendorong nilai-
nilai tertentu dari “atas”. Dinamika politis ini menurut Lowe dan Goyder terjadi
ketika isu- isu lingkungan hidup dipandang mampu menjadi bagian dari agenda
politik dan menarik perhatian pemerintah dan politisi. Tentunya isu- isu
lingkungan tersebut perlu memenuhi sejumlah syarat, di antaranya adalah
adanya public visibility, ditandai dengan seringnya isu- isu tersebut diangkat ke
media massa dan merebut perhatian publik; sejalan dengan prinsip dan nilai
sistem politik yang berjalan; serta bila permasalahan yang ada memungkinkan
diambilnya tindakan via keputusan politik. Sehingga dapat dikatakan bahwa
sudut pandang politik menekankan “interrelation between the characteristics of
particular issues and the values and preoccupations of certain gatekeepers, such
as politicians, newspaper editor and interest group leaders,[…]” (Lowe dan
Goyder, 1983: 31).

Peran para elit dan aktor-aktor politik yang membentuk isu lingkungan
menjadi sebuah agenda publik tampak dari bagaimana isu dapat “berputar” bila

72
digulirkan terus-menerus oleh aktor-aktor politik, media, dan kelompok
kepentingan; membentuk suatu lingkaran opini publik. Pandangan “saling
keterkaitan” ini juga disetujui Martell (1994), namun dia menambahkan bahwa
kemunculan dan kebangkitan environmentalisme, kepedulian lingkungan, dan
gerakan lingkungan bukanlah semata- mata produk dari struktur politik,
ekonomi, sosial ataupun budaya, tetapi juga karena telah diperkenalkan dan
dipopulerkan oleh aktor-aktor sosial dan politik melalui media, para ilmuwan,
dan kelompok lingkungan. Selain mendukung “teori saling keterkaitan”, Martell
juga mengkritik penjelasan-penjelasan atas environmentalisme yang selama ini
sering terlalu sosiologis (dalam artian hanya menggunakan masyarakat dan
dinamika di dalamnya sebagai alat analisis). Menurutnya, kebangkitan
environmentalisme sesungguhnya bukan hanya karena faktor- faktor sosial tapi
sebagian besar juga karena fakta- fakta ilmiah yang menjelaskan permasalahan
objektif yang menerpa lingkungan hidup tempat tinggal masyarakat industrial.
Dari sejumlah argumen di atas, dapat disimpulkan bahwa environmentalisme
sejauh ini bisa sedemikian rupa “naik daun” karena riilnya masalah- masalah
lingkungan yang dihadapi dan dirasakan masyarakat, yang di saat bersamaan
berinteraksi dengan kondisi-kondisi politis, sosial, dan ekonomis dalam
masyarakat.

5. Keragaman dalam Gerakan Lingkungan

Pembahasan tentang sejarah dan dinamika gerakan lingkungan hidup


umumnya mempermudah penjelasan dengan mengandaikan gerakan lingkungan
sebagai satu kesatuan yang utuh (misalnya, apa yang dilakukan Lowe dan
Goyder, 1983). Pada kenyataannya, gerakan lingkungan hidup terdiri dari
beberapa warna dan tidaklah bersifat homogen. Bila dianalogikan, gerakan
lingkungan hidup adalah sebuah pohon besar dengan sejumlah cabang, dimana
setiap cabang menghasilkan buah yang berbeda-beda jenis. Meskipun memilki
satu akar (kepedulian terhadap bumi dan lingkungan hidup), interaksi setiap

73
cabang dengan hal- hal di luar pohon tersebut mengkondisikannya untuk
memiliki buah yang berbeda.

Aliran-aliran dalam environmentalisme pada dasarnya dibedakan menjadi


dua: anthroposentrisme (atau homosentrisme) dan ekosentrisme. Pemikiran
anthropocentrism memandang pelestarian dan perlindungan lingkungan penting
dilakukan agar keberadaan umat manusia di muka bumi dapat terus berlanjut.
Pandangan ini memang berpusat pada manusia dan segala kepentingannya, dan
menempatkan alam dalam batas sejauh mana dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Salah satu pernyataan internasional yang dapat
digolongkan dalam pandangan ini adalah konsep sustainable development yang
pertama kali diluncurkan salah satu komisi PBB dalam Brundtland Report di
tahun 1987. Konsep Pembangunan Berkelanjutan yang kemudian diadopsi oleh
banyak negara tersebut memandang perlunya melindungi alam dan lingkungan
agar dapat terus memenuhi hak-hak generasi saat ini tanpa mengorbankan hak-
hak generasi mendatang (WCED, 1987). Pendukung antroposentrisme
menganggap penyelesaian masalah lingkungan dapat dilakukan seiring
pertumbuhan ekonomi, melalui penciptaan teknologi- teknologi ramah
lingkungan. Ide- ide mulia yang terkandung dalam konsep ini rupanya tetap
dinilai pendukung ecocentrism tidak cukup kuat untuk mengubah keadaan.

Berbeda dengan pendukung pandangan antroposentrisme, para penganut


aliran ekosentrisme tidak ingin bekerja hanya di permukaan. Mereka
memandang perubahan fundamental dalam cara hidup penghuni bumi mutlak
dibutuhkan bila ingin bumi ini diselamatkan. Pandangan seperti ini salah satunya
berangkat dari pemahaman dan keyakinan mereka bahwa kehidupan manusia
hanyalah salah satu bagian saja dari keseluruhan kehidupan di bumi, oleh
karenanya kepentingan umat manusia tidak boleh diletakkan di atas kepentingan
makhluk hidup lainnya. Ekosentrisme tidaklah anti-human, mereka hanya ingin
orang-orang memahami betul bahwa keberadaan dan kelangsungan hidup
manusia bergantung sepenuhnya pada ekosistem bumi dan spesies-spesies
penghuninya (Mosquin dan Rowe, 2004). Karenanya, permasalahan lingkungan

74
hanya dapat diselesaikan dengan melestarikan kesatuan ekosistem dan bukan
melestarikan keuntungan ekonomi.

Perubahan siginifikan dalam ide- ide gerakan lingkungan, termasuk


menguatnya pemikiran ekosentrisme, terjadi setelah dikenalnya gagasan- gagasan
Arne Naess. Naess adalah seorang filsuf dan pecinta alam dari Norwegia yang
mempertanyakan tujuan dan motif gerakan lingkungan selama ini. Dia
melihatnya terdiri dari dua bagian, yakni gerakan ekologi dalam dan dangkal
(deep and shallow ecology movement ). Menurutnya, mereka yang berkecimpung
dalam gerakan “dangkal” hanya peduli pada solusi-solusi jangka pendek; bukan
pada perubahan fundamental yang merupakan fokus deep ecology. Naess
menerbitkan tulisan di tahun 1973 yang memperkenalkan frase “deep ecology”
dan menawarkan sebuah “Deep Ecology Platform” 27 . Hall (2008) melihat
Ekologi Dalam sebagai sintesis dari banyak gerakan lingkungan yang telah ada,
menggabungkan konsep-konsep preservation, ecology, dan spirituality ke dalam
satu gerakan.

Gesekan antara antroposentrisme dan ekosentrisme menguat pula sejak


bermunculannya sejumlah green political theory yang mengkaji bagaimana ide-
ide dan nilai- nilai environmentalis dapat memanfaatkan sistem dan institusi
politik yang telah ada (Connelly dan Smith, 1999). Dari sekian banyak
pemikiran, pemetaan dan pemilahan yang dilakukan Garner (1996) mampu
mengungkapkan dan menempatkannya dalam dua spektrum yang saling
bertentangan, yakni environmentalisme radikal dan moderat. Walaupun tidak
sepenuhnya cocok dengan pembedaan Naess, penelusuran Garner memang
banyak memiliki kesamaan dalam hal nilai- nilai kunci yang me mbedakan
ekologi dalam dan dangkal (lihat Tabel 3.1 di halaman berikut).

27
The Deep Ecology Platform, lihat http://www.deepecology.org/deepplatform.html

75
Pembedaan menurut <-----------------Spektrum environmentalisme--------------->
Garner (1996) Radical Moderate reformism
Dobson (1990) & Porrit Dark green Light green
(1984)
Stephen Young Radical environmentalism Weak/reformist
environmentalism
Arne Naess (1973) Deep ecology Shallow ecology
Robyn Eckersley (1992) Ecocentric Anthropocentric
Tim O’Riordian & Ecocentric Technocentric
David Pearce
Ide dan pandangan dasar • Perlunya langkah-langkah • Perlindungan lingkungan bisa
radikal untuk membatasi secara efektif disinambungkan
tingkat produksi dan dengan kehidupan masyarakat
konsumsi. modern industrial, tanpa harus
• Perubahan di sana-sini dan secara fundamental
hanya di permukaan tidak mengancam pertumbuhan
akan cukup untuk mencegah ekonomi dan kesejahteraan
bencana lingkungan. Perlu material.
perubahan ekonomi, sosial, • Pertumbuhan ekonomi harus
politik secara fundamental. sustainable.
• Pembentukan masyarakat • Merupakan pendekatan yang
baru dengan nilai-nilai dan optimistis, percaya pada
institusi-institusi baru kemampuan ilmu pengetahuan
dibutuhkan untuk menangani dan teknologi untuk
gawatnya krisis saat ini dan menyelesaikan masalah
agar orang mampu menjalani lingkungan hidup.
hidup yang lebih bermakna
dan memuaskan.

Tabel 3.1. Spektrum Pe mikiran dalam Gerakan Lingkungan (dalam Garner, 1996)

Pembagian yang dilakukan Garner dapat dikatakan mewakili wacana-


wacana yang terdapat dalam kajian politik hijau. Sebuah kategorisasi yang lebih
kontemporer dilakukan Alex Steffen dengan melihat rangkaian varian
environmentalisme dalam semacam gradasi warna, yakni dengan konsep bright,
light, dan dark green. Pembedaan yang ditawarkan Steffen (2009) menekankan
pada pilihan pendekatan dan jawaban tiap varian dalam menghadapi dan

76
menyelesaikan masalah lingkungan. Bright green misalnya, menyakini bahwa
inovasi teknologi yang berkelanjutan adalah jalan terbaik untuk menjaga
kesejahteraan, dan bahwa pandangan terhadap keberlanjutan yang tidak mampu
menyediakan kesejahteraan dan kemakmuran tidak akan pernah bisa berhasil.
Sementara itu light green environmentalists cenderung menekankan perubahan
gaya hidup, perilaku, dan pola konsumsi sebagai kunci keberlanjutan; atau
setidaknya sebagai mekanisme terbaik untuk memicu perubahan di tingkat lebih
luas. Steffen melihat kelompok light green sangat mendorong perubahan di
tingkat perseorangan, dengan mengimbau individu- individu untuk berubah.
Merekalah yang telah membantu menyebarkan gagasan bahwa kepedulian
lingkungan itu “keren”.

Di sisi sebaliknya, dark greens lebih memilih menekankan pentingnya


menarik diri dari konsume risme dan bahkan dari industrialisasi itu sendiri, dan
menekankan solusi lokal dan hubungan langsung dengan tanah dan pertanian
sebagai sumber kehidupan. Hal ini karena mereka sangat mendorong perubahan
di level komunitas. Meskipun melakukan pengelompokan environmentalis,
Steffen menyadari bahwa seseorang bisa digolongkan ke dalam ketiga kelompok
atau memang memadukan nilai- nilai dari ketiganya. Steffen mengingatkan
bahwa klasifikasi dan spektrum pemikiran dalam gerakan lingkungan yang dia
buat tidak bermaksud untuk memecah belah, tapi justru untuk membantu orang
memahami pilihan-pilihan yang ada.

Keragaman aliran pemikiran dalam gerakan lingkungan hidup juga


tercermin pada keragaman fokus isu yang diperjuangkan setiap kelompok
lingkungan. Isu- isu yang “normatif” misalnya tentang keberlanjutan atau
sustainability dan konservasi alam. Sementara yang lebih berperspektif misalnya
adalah isu keadilan lingkungan (environmental justice--ESRC, 2001), keadilan
intra dan antar-generasi, kesenjangan Utara-Selatan, serta tentang kesetaraan
antara manusia dan alam. Perbedaan-perbedaan pemikiran dalam gerakan
lingkungan tampaknya muncul dari perbedaan sudut pandang dalam (1)
menganalisis penyebab masalah lingkungan, (2) menawarkan solusi, dan (3)

77
cara-cara memperjuangkan jawaban tersebut. Keragaman sudut pandang salah
satunya dipengaruhi oleh filosofi dan pandangan politik yang berkembang dalam
suatu masyarakat di suatu masa. Itulah mengapa terdapat lebih banyak varian
environmentalisme di masyarakat negara- negara Barat dibandingkan di negara-
negara Timur, yakni karena perkembangan filsafat politik Barat jauh lebih
berwarna dibandingkan yang ada di negara-negara Timur.

Menyoal keanekaragaman gerakan lingkungan, Charles Secrett –pernah


menjadi Direktur Friends of the Earth– memandang keragaman (plurality) dalam
environmentalisme sebagai nilai tambah. Hal ini karena menurutnya walaupun
FoE terkadang memiliki tujuan-tujuan program yang sejalan dengan kelompok-
kelompok lingkungan lainnya, FoE tetap bekerja dengan cara-cara yang berbeda
dan dengan prioritas yang juga berbeda-beda untuk setiap isu yang muncul
(Lamb, 1996: 188). Secrett juga berpendapat bahwa kalaupun ada kebingungan
publik tentang siapa itu Greenpeace, WWF, atau FoE, bisa jadi kerancuan-
kerancuan tersebut muncul dari penggambaran tentang gerakan lingkungan
hidup yang selama ini muncul ataupun ditampilkan di media.

6. Taktik dan Metode Aksi Gerakan Lingkungan

Ragam “aliran” atau ideologi dalam gerakan lingkungan hidup memang


banyak dan tampaknya turut mempengaruhi bentuk-bentuk aktivisme dan pilihan
aksi kelompok-kelompok lingkungan. Walaupun begitu, tidak ditemui garis
yang jelas dan tegas antara hubungan aliran yang dianut suatu kelompok
lingkungan dengan jenis taktik aksi yang dipilihnya. Metode- metode aksi yang
dipilih suatu kelompok beraliran antroposentrisme bisa jadi juga dilakukan
kelompok yang mendukung ekosentrisme. Namun, pilihan-pilihan taktik
“ekstrim” biasanya lebih menjadi pilihan kelompok-kelompok lingkungan
beraliran radikal. Salah satu contoh hubungan antara ideologi dan pilihan bentuk
aktivisme tampak dari bagaimana keberanian anggota Earth First, kelompok
lingkungan radikal dari Amerika Serikat, dalam melakukan aksi-aksi

78
kontroversial seperti sabotase atau eco-tage, pemboikotan, penghancuran alat-
alat berat (yang digunakan untuk menebang pohon). Di sisi lainnya, mayoritas
kelompok lingkungan yang ada umumnya lebih memilih untuk mengoptimalkan
cara-cara seperti kampanye, petisi, dan pendidikan lingkungan.

Cara-cara lain yang umumnya ditempuh adalah protes atau demonstrasi,


lobby, rally dari kota ke kota, negosiasi melalui pihak legislatif, mendorong
perubahan cara dan gaya hidup, serta meningkatkan publikasi untuk membentuk
opini publik (misal melalui penyelenggaraan lomba desain poster, kaos, dan
stiker; lomba penulisan; lomba kampung atau desa hijau). Salah satu taktik
terkini kelompok lingkungan adalah mengkondisikan agar cara-cara persuasif di
atas dapat diamplifikasi melalui media sosial, massa, ataupun media interaktif.

Dalam paparannya, Lowe dan Goyder (1983: 2-3) juga menyebutkan


sejumlah cara yang dipilih organisasi lingkungan di Inggris untuk mencapai
tujuannya, yakni dengan menyediakan beragam layanan atau keistimewaan bagi
anggota-anggotanya; bertindak langsung (direct action), seperti mengakuisisi
atau memblokade lokasi yang sedang mereka bela; atau dengan mempengaruhi
lembaga atau organisasi lain di luar pihak berwenang atau pemerintah, seperti
kelompok masyarakat, asosiasi pedagang, atau institusi akademis.

Terkait pilihan metode aksi, Martell (1994) berpendapat gerakan


lingkungan kontemporer dapat dikategorikan sebagai sebuah “gerakan sosial
baru” karena mulai meninggalkan metode- metode yang menekankan partisipasi
dalam sistem politik dan upaya-upaya legislasi. Gerakan lingkungan terkini lebih
menyukai pendekatan akar rumput, yang mendesentralisasi bentuk partisipasi,
misalnya melalui green consumerism dan perubahan gaya hidup. Atau dengan
memanfaatkan kekuatan media untuk menyebarkan apa yang telah dan bisa
dilakukan untuk lingkungan hidup. Meskipun demikian, Martell memandang
sebagian besar gerakan lingkungan masih tetap memanfaatkan jalur-jalur politis
dan often being concerned also with legislative reform and political access. Pada
prakteknya di lapangan, banyak organisasi lingkungan menggabungkan metode-

79
metode baru dan lama; misalnya dengan mendorong perubahan di level
masyarakat (via gerakan akar rumput ataupun dengan pengaruh media) agar
dapat membentuk opini publik yang kemudian dapat digunakan untuk
mempengaruhi keputusan pemerintah.

7. Karakteristik Aktivis Lingkungan

Siapakah sebenarnya para environmentalis? Penggambaran profil dan


aktivitas para aktivis lingkungan tidak dapat dipungkiri memang lebih banyak
masyarakat dapatkan dari berita-berita di media. Sementara itu, tidak mudah
menemukan tulisan yang dapat menangkap gambaran environmentalis sebagai
suatu sosok atau profesi, ataupun keberadaan kajian ilmiah yang mampu
mengungkapkan dan mengidentifikasi para aktivis lingkungan secara
menyeluruh. Hal ini kemungkinan besar karena identitas atau “status” seseorang
sebagai seorang environmentalis tidak dapat dibakukan dan ditentukan hanya
dengan keanggotaannya dalam suatu lembaga misalnya 28 . Bisa saja ada orang
yang peduli dan bertindak nyata untuk lingkungan, namun tak peduli apakah
dirinya layak disebut aktivis atau tidak. Sementara itu, tidak mudah
mendapatkan data aktivis lingkungan di tingkat kelembagaan; selain karena
tidak banyak orga nisasi lingkungan yang memiliki pendataan dan administrasi
keanggotaan yang rapi, juga karena anggota suatu organisasi atau kelompok
lingkungan bisa jadi merupakan anggota organisasi lingkungan yang lain.

Tidak mudah menemukan data yang akurat mengenai para


environmentalis, apalagi mendapatkan profil para aktivis lingkungan di
28
Orang-orang yang berkecimpung dalam gerakan ataupun aktivisme lingkungan secara umum
dikenal sebagai aktivis lingkungan atau environmentalis. Namun, terdapat perbedaan antara anggota
organisasi lingkungan, gerakan lingkungan itu sendiri, dan aktivis lingkungan sebagai individu. Tidak
semua aktivis memilih bergabung atau mengambil posisi tertentu dalam gerakan lingkungan secara
spesifik (yakni, dalam sebuah organis asi, komunitas, atau lembaga lingkungan); terdapat juga
kalangan environmentalis (dengan latar belakang dan sejarah masing-masing; baik dengan alasan
ideologis maupun pragmatis) yang lebih memilih menjalankan aktivismenya secara lebih individual
dan sengaja tidak bergabung dengan komunitas atau organisasi lingkungan tertentu.

80
Indonesia, namun sejumlah riset yang dilakukan di Inggris dan Amerika Utara
mengenai karakter demo grafis para aktivis lingkungan dapat memberikan salah
satu gambaran tentang siapa dan bagaimana seorang environmentalis. Riset-riset
tentang aktivis lingkungan tersebut secara umum banyak menggunakan kerangka
berpikir sosiografis dan psikografis, yang berusaha mencari tahu hubungan
antara karakter demografis para aktivis dengan persepsi, sikap, dan perilaku
mereka menghadapi permasalahan atau isu- isu lingkungan (Lowe dan Goyder,
1983; Minunzie, 1993 ).

Dapat dikatakan bahwa unt uk masyarakat di Eropa Barat dan Amerika


Utara, komposisi demografis para aktivis lingkungan semakin bervariasi dari
tahun ke tahun, baik dari variasi gender, ras, ataupun kelas sosial; dan tidak lagi
hanya didominasi oleh “pria, kulit putih, dari kelas menengah”. Tentunya
kondisi dominan tersebut berubah seiring muncul dan menguatnya aliran
environmentalisme seperti keadilan lingkungan atau eco-justice (ESRC, 2001),
yang menempatkan isu lingkungan dalam perspektif ketidaksetaraan yang juga
dialami oleh kaum terpinggir dan warga dengan kulit berwarna. Keterlibatan
orang-orang dari semakin beragam kelompok masyarakat misalnya terjadi dalam
kasus-kasus yang menunjukkan bagaimana wilayah terkumuh dan tercemari
dalam suatu daerah seringkali adalah tempat tinggal orang-orang kulit berwarna,
kaum imigran, atau kelas buruh. Kebangkiran varian environmental justice juga
mampu menunjukkan bahwa lingkungan yang bersih dan sehat adalah hak setiap
orang dan bukan hanya berhak dimiliki kelas menengah ataupun kaum berduit.

Pendukung environmentalisme semakin beragam dan tidak lagi dapat


diidentifikasi secara sederhana berdasarkan status sosial-ekonominya. Tetapi
bahasan dari Lowe dan Goyder serta Minunzie juga menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan dan area pekerjaan masih sangat signifikan berkaitan dengan
keterlibatan seseorang dalam gerakan lingkungan. Khususnya para pengurus inti,
jajaran “elit”, atau aktivis setia dalam organisasi atau kelompok lingkungan,
yang umumnya masih didominasi orang-orang berpendidikan tinggi, setidaknya
sarjana; relatif aman secara finansial; dan bekerja di sektor sosial atau jasa (non-

81
manufaktur dan industrial). Hasil- hasil kajian di atas ke depannya dapat
dimanfaatkan untuk mempelajari bagaimana kaitan antara demografi dengan
aktivisme lingkunga n di Indonesia, namun untuk saat ini dalam konteks
Indonesia, tampaknya mayoritas aktivis lingkungan secara sosial memang masih
datang dari wilayah perkotaan, kelas menengah, dan terdidik ; terutama para
mahasiswa, guru dan dosen, pegawai, atau pekerja sosial.

B. GERAKAN DAN AKTIVISME LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Sejarah gerakan lingkungan hidup di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari


peran penting Emil Salim. Sejak tahun 1970-an, terutama setelah menghadiri
pertemuan internasional Konferensi Tingkat Tinggi Lingkungan hidup, beliau
semakin menyadari pentingnya memasukkan faktor pelestarian lingkungan hidup
dalam perencanaan pembangunan dan untuk melakukan hal tersebut beliau melihat
urgensi melibatkan anggota masyarakat, akademisi, dan kalangan pecinta alam. Oleh
karena itu, Emil Salim mulai berbicara dan berdiskusi dengan para pecinta alam,
mengenalkan isu-isu lingkungan dan mendorong mereka untuk bergerak, khususnya
melalui advokasi dan pendidikan lingkungan (Munggoro, 2007). Melalui diskusi-
diskusi tersebut para anggota pecinta alam semakin menyadari bahwa tanpa
perubahan cara pandang dan perilaku bersama maka lingkungan hidup akan semakin
rusak dan tidak akan tersisa bagi generasi selanjutnya. Meskipun terdapat pendapat
bahwa peran Emil Salim dalam gerakan lingkungan seringkali terlalu dibesar-
besarkan (Aditjondro, 2003), tidak dapat dipungkiri bahwa Emil Salim telah
menorehkan tapak pertama dalam jejak sejarah gerakan lingkungan hidup Indonesia.

Bola salju yang digulirkan Emil Salim mendorong pendirian salah satu titik
awal bentuk gerakan lingkungan hidup di Indonesia, yakni dengan pendirian
WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), organisasi kemasyarakatan formal
pertama di Indonesia yang memfokuskan perjuangannya dalam bidang lingkungan
hidup. Sejarah awal WALHI sedikit banyak berutang pada Emil Salim karena
sebelum menjadi WALHI, para anggotanya sudah terlebih dahulu beraktivitas dan

82
berkumpul di bawah naungan Kelompok Sepuluh. Setelah dua tahun, pada tahun
1980 Kelompok Sepuluh kemudian berevolusi menjadi WALHI. Perjuangan awal
WALHI banyak bertolak dari kesadaran akan kerusakan-kerusakan lingkungan yang
ditimbulkan oleh sejumlah proyek pembangunan ya ng ditetapkan oleh pemerintah
kala itu, seperti dalam kasus pembangunan waduk Kedung Ombo. Sejarah dan geliat
environmentalisme di Indonesia memang tidak dapat dilepaskan dari WALHI
karena organisasi ini adalah forum lingkungan tertua, terbesar, dan paling dikenal di
Indonesia. Sejak didirikan hampir tiga puluh tahun yang lalu, WALHI telah menjadi
saksi sekaligus pelaku sejarah bagaimana gerakan lingkungan Indonesia semakin
merangkul publik dan menjadi kekuatan penting perubahan sosial (Sinanu, 2006).

Berkaitan dengan taktik dan metode aksi, WALHI sendiri pernah menjalankan
beragam metode aksi. Pada tahun-tahun awal, WALHI memfokuskan kegiatan
untuk meningkatkan kepedulian masyarakat pada isu- isu lingkungan dan
memperkenalkan WALHI itu sendiri, misalnya melalui pelatihan-pelatihan tentang
pelestarian lingkungan dan penerbitan Tanah Ait, sebuah bulletin tentang isu
lingkungan di Indonesia. Pada pertengahan 1980-an WALHI mulai berkonsentrasi
pada upaya-upaya advokasi dan menjaga jarak dari pemerintah (Munggoro, 2007).
Hingga pada tahun 1988 WALHI menjadi NGO pertama yang mengajukan tuntutan
hukum pada pemerintah, yakni ketika WALHI mengajukan sebuah tuntutan hukum
atas tuduhan pencemaran dan pengrusakan lingkungan pada enam badan pemerintah
dan perusahaan Indorayon Utama Pulp di Sumatera Utara. Meskipun tidak
memenangkan gugatan tersebut, tindakan ini telah menaikkan nama WALHI, dan
lebih jauh lagi, menyebarluaskan kepedulian terhadap permasalahan lingkungan
hidup di Indonesia.

Untuk memperluas jaringan dan kegiatan, pada tahun 1989 WALHI


bergabung menjadi anggota nasional dari Friends of the Earth (FoE), sebuah
organisasi internasional berbasis di Inggris yang mengklaim diri sebagai jaringan
akar rumput terbesar di dunia untuk isu- isu sosial dan lingkungan. Menjelang dan
setelah huru- hara politik tahun 1998 WALHI bergabung dengan gerakan besar
masyarakat sipil dalam mengkritisi pemerintahan Orde Baru. Namun di tahun 2000,

83
setelah mengamati perubahan-perubahan konteks politik dan sosial kemasyarakatan,
WALHI memutuskan untuk meluaskan perannya dengan berubah dari forum
organisasi-organisasi lingkungan menjadi organisasi publik yang berbasis massa.
Sejarah dan dinamika WALHI mencerminkan perubahan karakter
environmentalisme di Indonesia seiring dengan perubahan sosial, politik, dan
ekonomi yang juga terjadi. Dinamika WALHI juga berhubungan erat dengan
perubahan dalam gerakan lingkungan hidup internasional, sebuah situasi yang
mendorong WALHI untuk globalizing its focus (Sinanu, 2006) dengan turut terlibat
dalam isu- isu global seperti perubahan iklim, utang luar ne geri, dan dampak
globalisasi.

Dalam kasus Indonesia, perlawanan lingkungan memang bisa menjadi salah


satu isu yang memungkinkan gerakan anti-diktator berorganisasi dan merengkuh
lebih banyak dukungan (Bello, 2007). Hal ini karena isu lingkungan hidup tidak
dipandang oleh rezim otoritarian saat itu sebagai isu yang “politis”, sehingga
perkumpulan dan gerakan dalam bidang lingkungan hidup dan kesehatan
masyarakat tidak ditentang pemerintah. Padahal kerusakan lingkungan justru
menjadi salah satu contoh nyata kelalaian rezim tersebut. Pada era otoritarian seperti
saat itu organisasi lingkungan WALHI mampu bertindak jauh dengan mengajukan
tuntutan hukum terhadap enam badan pemerintah atas tuduhan pencemaran dan
kerusakan lingkungan.

Bentuk-bentuk aksi yang selama ini dijalankan organisasi-organisasi


lingkungan hidup di Indonesia mengambil banyak ragam. Secara ringkas, dapat
dibedakan menjadi dua, yakni aksi-aksi melalui saluran politis dan mekanisme
politik yang sudah berjalan, serta aksi-aksi di level akar rumput masyarakat.
Walaupun sejumlah organisasi lingkungan tak jarang melibatkan masyarakat umum,
misalnya kaum tani dan warga desa dalam aksi-aksinya, tidak dapat dipungkiri
bahwa secara umum gerakan lingkungan hidup di Indonesia belum menjadi gerakan
yang benar-benar merakyat. Wiryono (2008) bahkan berpendapat gerakan
lingkungan di Indonesia selama ini masih terbatas menjadi domain para aktivis dan
pecinta lingkungan di kota-kota besar.

84
Gerakan lingkungan hidup di Indonesia memiliki arti penting karena Indonesia
memiliki begitu banyak kekayaan alam dan lingkungan yang berpotensi
menyelamatkan atau justru menghancurkan negara dan masyarakat Indonesia; lebih
dari itu kekayaan alam Indonesia juga merupakan salah satu pusat keanekaragaman
hayati dan paru-paru dunia. Posisi penting tersebut tidak hanya disadari oleh
masyarakat dan gerakan lingkungan Indonesia tetapi oleh juga pihak-pihak luar.
Itulah salah satu alasan mengapa sejumlah lembaga atau NGO internasional ikut
tertarik dan bergabung dalam upaya-upaya perlindungan lingkungan di Indonesia.
Kecenderungan di atas terbaca jelas pada dinamika gerakan lingkungan Indonesia.
Bila pada tahun tujuh puluh hingga delapan puluhan gerakan lingkungan di
Indonesia lebih banyak didominasi oleh kelompok-kelompok pecinta alam yang
bergabung dalam organisasi-organisasi lingkungan lokal, maka pada tahun sembilan
puluhan Indonesia menyaksikan masuknya sejumlah organisasi lingkungan besar
yang bermarkas pusat di luar negeri. Di antara organisasi lingkungan global tersebut
adalah WWF, Conservation International, dan Greenpeace.

Organisasi-organisasi luar negeri tersebut merentangkan sayapnya dan


“membuka cabang” di Indonesia tentunya karena isu-isu lingkungan hidup dan
pengelolaannya di Indonesia tidak hanya penting bagi negara ini, tapi juga bagi
planet bumi ini. Hal ini karena persoalan lingkungan hidup adalah persoalan
sistemik dalam ekosistem bumi, sehingga masalah lingkungan di satu negara dapat
mempengaruhi kondisi lingkungan di negara lain. Meskipun sejumlah kalangan
memperingatkan keberadaan organisasi-organisasi luar tersebut, namun secara
umum interaksi mereka dengan masyarakat Indonesia secara umum turut membantu
proses penyadaran lingkungan hidup kepada masyarakat.

Secara kontekstual, gerakan lingkungan di Indonesia menghadapi tantangan


yang berat karena hukum dan kebijakan lingkungan yang ada di Indonesia saat ini
belum cukup untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan hidup. Perundang-
undangan mengenai lingkungan hidup banyak tersebar mulai dari bentuk Undang-
undang hingga ke Peraturan Menteri dan Peraturan Daerah, tetapi implementasi dan
penegakannya di lapangan justru menunjukkan bagaimana mekanisme pemerintahan

85
yang ada belum menempatkan persoalan lingkungan hidup sebagai persoalan utama.
Padahal isu lingkungan sesungguhnya berkaitan erat dengan banyak dimensi
kehidupan masyarakat, sehingga permasalahan lingkungan lambat laun akan
mempengaruhi pula banyak aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Kondisi
keterpinggiran ini pula yang tampaknya mendorong para aktivis menggunakan
segala cara dan saluran yang ada –termasuk di antaranya, melalui internet- untuk
menyebarkan kesadaran mengenai permasalahan lingkungan di Indonesia.

Saat ini, persoalan lingkungan bukan lagi sesuatu yang asing bagi masyarakat.
Tetapi, tantangan ke depan bagi gerakan dan aktivis lingkungan hidup di Indonesia
akan semakin kompleks. Tidak hanya karena masalah lingkungan hidup itu sendiri
yang tampaknya akan terus memburuk, tapi juga karena belum tampak komitmen
penuh dari pemerintah untuk berpihak ke sisi lingkungan. Meskipun begitu,
kepedulian yang telah ada di masyarakat perlu dikelola agar dapat bergabung
dengan elemen-elemen gerakan lingkungan hidup yang lainnya. untuk mendorong
perubahan yang lebih menyeluruh dalam perlindungan lingkungan hidup Indonesia.

C. AKTIVISME LINGKUNGAN HIDUP DAN INTERNET

1. Gerakan Lingkungan dan Media

nteraksi antara kelompok lingkungan, media, dan ilmuwan adalah salah


satu hal penting yang telah mampu mendorong isu lingkungan menjadi bagian
dari agenda publik (Martell, 1994). Penyesuaian strategi aksi kelompok
lingkungan dengan karakter media, ketertarikan media pada nilai berita dalam
kampanye-kampanye kelompok lingkungan, serta kerja para ilmuwan dalam
menyibak masalah-masalah lingkungan; kesemuanya tarik- menarik dalam
mendorong isu lingkungan terus muncul ke permukaan. Di sisi sebaliknya,
hubungan dengan media penting bagi aktivis lingkungan karena liputan media
mampu menyampaikan pesan-pesan yang dapat merebut tempat di hati dan
pikiran orang-orang. Baik liputan via radio, televisi, maupun suratkabar,
kesemuanya bernilai untuk menjangkau lebih banyak dan lebih beragam

86
khalayak. Tapi Lamb (1996: 65) mengingatkan bahwa tentunya hal di atas baru
akan punya arti dan benar-benar berdampak bila dukungan populer dari para
pemilih awam dapat disalurkan untuk mendesak politisi-politisi agar
menggerakkan “gunung” legislasi atau menggeser struktur kekuasaan yang
selama ini mengikat kuat hubungan dunia bisnis dengan pemerintah.

Secara lebih spesifik, Lamb (1996: 189) tidak memungkiri bahwa dalam
konteks dinamika kelompok-kelompok lingkungan di Inggris –terutama selama
akhir tahun 70-an hingga 80-an– hubungan erat media dengan kelompok-
kelompok lingkungan merupakan faktor krusial dalam pembangunan landasan
kekuatan populer (popular power base) kelompok-kelompok seperti FoE
(Friends of the Earth), Greenpeace, dan lainnya. Namun, dalam konteks persepsi
publik, Lamb berpendapat gambaran- gambaran yang ditampilkan media tentang
kelompok-kelompok lingkungan bisa jadi justru telah turut menimbulkan
kebingungan publik tentang siapa itu, misalnya, Greenpeace, WWF, ataupun
Friends of the Earth.

Salah satu organisasi lingkungan hidup yang paham benar dengan peran
media adalah Greenpeace. Mereka terampil dan cerdas dalam memanfaatkan
media; merancang kegiatan kampanye mereka untuk sedemikian rupa bernilai
visual, dramatis, dan mudah ditampilkan di media, terutama televisi (Martell,
1994). Tampaknya organisasi-organisasi tersebut memahami benar bagaimana
masyarakat sekarang memandang peristiwa dunia. Karenanya mereka kini
menggunakan lebih banyak simbol-simbol budaya, ikon, dan image; dan tidak
lagi bertumpu pada wacana dan argumentasi.

Tentu saja, tidak semua penggambaran yang terdapat di media tentang


environmentalisme dan aktivis lingkungan positif serta menguntungkan. Ada
saja representasi yang menyesatkan dan berlebihan tentang para pecinta
lingkungan, misalnya seperti yang dikritik Vivanco (2004) dari visualisasi
“environmentalism-as-adventure” di banyak media terutama televisi (seperti
yang dilakukan oleh mendiang Steve Irwin), yang seolah mengaitkan dan

87
menyederhanakan kepedulian lingkungan sebagai petualangan liar di alam bebas
bersama hewan-hewan eksotis.

2. Penggunaan Internet dalam Gerakan Lingkungan

Aktivis sosial pada umumnya secara sadar memanfaatkan media, baik


secara pasif maupun aktif. Pemanfaatan secara pasif misalnya dengan menonton
televisi, membaca surat kabar, atau mencari informasi via internet. Sementara
itu, contoh pemanfaatan secara aktif adalah dengan membuat film atau rekaman
dokumenter, menulis untuk surat kabar atau weblog, berpartisipasi dalam diskusi
di mailing lists. Secara internal, penggunaan media dilakukan karena aktivis
sebagai bagian dari gerakan sosial menyadari pentingnya memenuhi kebutuhan
akan informasi. Hal ini karena informasi terakurat dibutuhkan aktivis untuk
dapat terus menghadapi situasi dan kondisi sosial politik terkini. Namun secara
eksternal, berkembangnya kerumitan dan ketidakpastian seiring dengan
perubahan teknologi yang amat pesat juga mendorong kelompok-kelompok
masyarakat untuk melakukan penyesuaian, salah satunya dengan cara
memperkuat jaringan. Hal ini ditunjukkan Flew (2005: 16) dengan bagaimana
“organizations of all sorts have sought new forms of informal collaboration with
other organizations in order to better manage risk and respond to change”.
Pengamatan Flew tampaknya sejalan dengan dinamika teranyar yang terjadi
dalam masyarakat sipil ataupun gerakan sosial, yakni meningkatnya kebutuhan
dan tuntutan untuk melakukan koordinasi dan kerjasama dengan berbagai pihak,
baik secara formal maupun informal, untuk dapat mengimbangi perubahan yang
semakin cepat. Dan internet adalah salah satu alat yang dipandang mampu
mendukung kebutuhan ini secara efisien dan andal.

Aktivisme lingkungan hidup sejak awal telah memanfaatkan berbagai


peluang yang disediakan beragam media dan saluran komunikasi untuk
mendukung aksi-aksinya. Hal ini sangat tampak dari apa yang sudah lama
dilakukan oleh kelompok-kelompok lingkungan di Inggris (Lowe dan Goyder,

88
1983). Salah satu fenomena media dan komunikasi yang terus mengha ngat sejak
kurang lebih satu dekade terakhir adalah penggunaan internet oleh masyarakat
sipil dan gerakan sosial, tak terkecuali gerakan lingkungan. Pada dasarnya,
internet digunakan oleh elemen-elemen dalam gerakan lingkungan untuk
mendukung fungsi- fungsi yang selama ini telah dijalankan secara offline, yakni
fungsi komunikasi, sosialisasi, dan mobilisasi. Penggunaan media interaktif dan
media konvensional tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Namun aktivisme lingkungan di dunia offline dan online umumnya
saling mendukung dan melengkapi, bukan saling menegasikan.

Internet mampu mendukung kerja-kerja environmentalisme melalui


kekuatannya untuk menyampaikan informasi secara cepat, aman, terekam, dan
akurat. Aktivisme di internet dapat dikatakan sedang menagih janji Pavlik (1996:
340) bahwa yang paling diuntungkan dari kemunculan teknologi komunikasi
adalah personal empowerment. Pavlik juga menunjukkan bagaimana seiring
dengan peningkatan kepemilikan personal computer dan juga ketersebaran akses
internet, jutaan individu kini telah mampu dan berdaya (empowered) untuk
beraksi, berkomunikasi, serta berpartisipasi dalam proses sosial dan politik
secara lebih luas. Walaupun banyak juga kerugian dan ancaman dari kemajuan
teknologi komunikasi (seperti berkurangnya ruang pribadi, terancamnya hak atas
kepemilikan intelektual, ataupun ketidaksetaraan akses informasi); tetapi tidak
dapat dibantah bahwa kini orang perseorangan ataupun kelompok-kelompok
kecil dalam masyarakat dapat melakukan banyak hal yang sebelumnya hanya
dapat dilakukan oleh pemerintah, perusahaan, ataupun lembaga- lembaga besar.

Aktivis dan anggota gerakan lingkungan hidup selama ini sudah


memanfaatkan internet untuk beragam tujuan dan dengan berbagai cara. Internet
telah digunakan untuk menyebarkan pesan lingkungan, merekrut anggota, dan
menggalang dukungan. Salah satu cara yang ditempuh FoE untuk melakukan
penyebaran atau desentralisasi adalah dengan melakukan investasi besar-besaran
di bidang sistem informasi digital baru, dikenal sebagai FOEnet (Lamb, 1996:
198). FOEnet tumbuh dari visi salah satu petinggi FoE saat itu, Andrew Lees,

89
yang percaya bahwa informasi yang akurat dan jelas –seringkali ditampilkan
sebagai peta– adalah fitur kunci yang membuat FoE berbeda. Di pertengahan
tahun delapan puluhan, Lees- lah orang yang pertama kali membujuk organisasi
lingkungan itu untuk memulai investasi teknologi informasi termasuk
pembuatan database, sistem informasi geografis, dan kehadiran FoE di internet.
Charles Secrett juga memandang FOEnet sebagai salah satu jalan menegangkan
yang pernah FoE tempuh untuk memberdayakan orang-orang; membantu
mereka mengendalikan hidup mereka dan membantu masyarakat secara lebih
luas untuk mencari tahu apa yang terjadi di sekitar mereka.

Potensi awal internet untuk mengarahkan dukungan publik dan mengejar


laju cepat perkembangan dalam era kampanye serba-cepat salah satunya
ditunjukkan dalam kampanye FoE untuk menghentikan pembangunan bypass di
Newbury (Lamb, 1996: 199). Update terbaru setiap harinya tentang situasi di
lokasi mampu menarik ketertarikan luas dari publik. Hal ini juga didukung oleh
keberadaan peta interaktif situs, yang memberi informasi tentang persoalan
perundang-undangan, aset ekologis, dan isu- isu lain yang terkait kampanye
Newbury. Contoh lain juga tampak dari bagaimana pengelola Ealing Cycling
Campaign di London Barat memanfaatkan internet setelah internet semakin
meluas dan bertumbuh siginifikansinya (Batterbury, 2003), mereka
menggunakannya untuk mengarsipkan dan menerbitkan newsletter mereka, serta
untuk berhubungan dengan situs-situs lain. Namun selain melalui internet,
mereka tetap memberitakan kegiatan-kegiatan mereka di sejumlah suratkabar
lokal. Tak jauh berbeda, Pickerill (2003) menggali dan menyajikan konteks,
ketegangan, dan hasil- hasil dari penggunaan internet oleh environmentalis di
Inggris, mulai dari aksi radikal para demonstran hingga lobi- lobi politik yang
dijalankan oleh FoE. Para aktivis lingkungan tersebut memanfaatkan internet
secara partisipatoris, untuk membantu proses mobilisasi, dan mendorong taktik-
taktik lain yang mereka jalankan

Internet tampaknya dinilai cocok untuk mendukung aktivisme lingkungan


karena secara mendasar internet telah memiliki sifat-sifat saluran komunikasi

90
yang sangat dibutuhkan sebuah gerakan sosial. Keunggulan-keunggulan tersebut
diantaranya adalah kecepatan, kemudahan, fleksibilitas, interaktivitas, luasnya
jaringan pengguna. Secara sistematis, faktor- faktor yang membuat internet
menarik untuk digunakan sebagai alat kampanye adalah (1) kecepatan transmisi
pesan, (2) jangkauan global dan lokal ke banyak sekali pengguna, (3) biaya
publishing yang rendah, (4) akses 24 jam, dan (5) kemampuan menjadi sumber
informasi alternatif yang reliable.

Dalam konteks Indonesia, penggunaan internet oleh aktivis lingkungan


memang baru marak dilakukan dalam lima hingga enam tahun terakhir. Hal ini
memang tak dapat dilepaskan dari perkembangan teknologi dan semakin
mudahnya mendapatkan akses internet di berbagai daerah di Indonesia. Salah
satu kasus terbaru penggunaan internet dalam isu lingkungan adalah
penggalangan dukungan oleh WALHI bekerjasama dengan Friends of the Earth
via dunia maya, tepatnya sebuah online petition, untuk menekan pemerintah agar
membereskan kasus luapan lumpur di Sidoarjo.

Meskipun ada banyak keunggulan yang dimiliki internet sebagai sebentuk


media, terdapat juga celah-celah kebutuhan gerakan yang tetap tak tersentuh
oleh internet. Misalnya dalam hal mencapai masyarakat secara lebih luas, di
begitu banyak wilayah Indonesia, terutama wilayah-wilayah yang belum
memiliki akses internet. Sejumlah tahapan-tahapan pendidikan lingkungan pun
tetap memerlukan penanganan secara langsung atau akan lebih efektif bila
dilakukan secara tatap muka. Oleh karena itu, harus diakui bahwa kekuatan
internet memang terletak pada sifat-sifatnya yang cepat dan tersebar luas, namun
dalam hal kedalaman penanganan masalah- masalah lingkungan hidup, internet
barangkali lebih cocok diposisikan sebagai pelengkap dan bukan alat utama.
Tentunya untuk memastikan hal ini, perlu dipahami secara utuh bagaimana
masyarakat selama ini memposisikan media dan internet dalam aktivitas-
aktivitas mereka.

91
BAB IV

ANALISIS

A. PROSES PENELITIAN

1. Penelusuran dan Pe nentuan Informan

Populasi penelitian ini adalah aktivis lingkungan hidup di Indonesia


yang “eksis” secara online, tepatnya para aktivis yang aktivismenya banyak
memanfaatkan fasilitas di internet. Untuk mencapai tujuan pene litian serta
mendapatkan gambaran unik, beragam, dan mendalam mengenai
penggunaan internet oleh aktivis lingkungan maka pada awal berjalannya
penelitian informan direncanakan untuk diperoleh berdasarkan prinsip-
prinsip dalam purposive sampling. Cara pemilihan ini dipilih karena
populasi aktivis lingkungan di Indonesia bersifat sporadis sehingga tidak
mudah mendapatkan data sistematis dan menyeluruh yang dibutuhkan untuk
menjalankan teknik-teknik sampling acak. Secara teknis, sampling purposif
direncanakan untuk dilakukan dengan memilih informan yang dianggap
paling dapat memberikan informasi optimal mengenai topik penelitian.
Untuk penelitian ini, informan dianggap dapat memberi informasi dan data
secara optimal bila sudah cukup lama mengenal dan memanfaatkan internet,
berkomitmen pada isu lingkungan hidup, dan atau (ditunjukkan dengan)
memiliki atau mengelola situs, blog, ataupun mailing list (terkait isu
lingkungan) dengan aktivitas relatif tinggi. Namun pada prakteknya, tidak
mudah untuk menemukan aktivis lingkungan yang banyak beraktivitas via
internet, sehingga pada akhirnya teknik yang digunakan adalah available
sample, yakni mengambil informan yang tersedia.

Peneliti memulai penelusuran via mesin pencari Google dengan


mengumpulkan informasi terkait milis, blog, dan situs-situs pribadi
(kesemuanya dalam bahasa Indonesia) yang aktif membahas isu- isu
lingkungan hidup. Informasi mengenai para aktivis lingkungan pengguna
internet didapatkan dari database anggota milis- milis lingkungan yang

93
berbasis di Indonesia. Daftar milis didapatkan dari yahoogroups dan
googlegroups; dari kedua groups tersebut tercatat dua puluh satu buah milis
bertema lingkungan (per 17 Februari 2009, lihat Lampiran) yang memiliki
keanggotaan di atas sepuluh orang dan dengan jumlah pesan relatif banyak.
Dari sekian banyak milis dipilih dua milis dengan anggota dan pesan
terbanyak, satu di Yahoogroups, satu di Googlegroups. Dari yahoogroups
dipilih milis bernama “Lingkungan”, kemudian dilakukan observasi
terhadap milis tersebut untuk mencari tahu siapa-siapa anggota yang paling
aktif. Dari pengamatan, peneliti memutuskan Djuni Pristiyanto,
administrator milis tersebut, sebagai salah satu informan.

Sementara itu, di googlegroups sebuah milis bertajuk “Greenlifestyle”


menjadi satu-satunya milis bertema lingkungan yang secara mencolok
memiliki jumlah anggota dan juga pesan terbanyak. Dari milis ini, peneliti
mengambil salah satu administrator dan kontributor tetap, Armely
Meiviana 29 , sebagai informan penelitian. Dari kedua groups yang paling
populer di Indonesia tersebut, peneliti menemukan bahwa hanya dua milis
tersebut yang aktivitasnya relatif cukup tinggi 30 dan potensial bercerita
banyak. Oleh karena itu, penelitian yang pada awalnya berniat memfokuskan
diri pada dinamika aktivis lingkungan dalam milis kemudian harus
memperluas objek, yakni dengan juga memperhitungkan weblog atau blog
sebagai bentuk lain ekspresi berpendapat sejumlah aktivis lingkungan.

Sambil berkorespondensi dengan kedua informan yang lebih dahulu


dipilih, peneliti juga melakukan cross-check dengan mencari tahu blog-blog
lingkungan berbahasa Indonesia dan memeriksa apakah ada anggota aktif
milis lingkungan yang juga memiliki atau mengelola blog yang aktif
memuat informasi lingkungan. Dari penelusuran blog-blog lingkungan via

29
Milis Greenlifestyle (atau yang sering disingkat oleh pendiri dan anggotanya sebagai “milis
GL”) didirikan oleh Armely Meiviana dan rekannya Marc Dunais. Peneliti sempat menghubungi
dan melakukan wawancara awal dengan keduanya, namun kemudian membatalkan menggunakan
Marc sebagai informan karena dia ternyata berkewarganegaraan Perancis; sebuah situasi yang
dikhawatirkan akan memancing dilema dalam penentuan batasan populasi penelitian.

30
Ditandai dengan jumlah anggota, jumlah pesan, dan atau jumlah post/artikel (bila di blog) yang
relatif tinggi bila dibandingkan dengan situs, blog, ataupun mailing list sejenis.

94
mesin pencari, ditemukan sejumlah informasi31 yang mengarahkan peneliti
pada sejumlah situs dan weblog yang membahas isu- isu lingkungan. Deretan
situs dan blog tersebut kemudian diakses dan diperiksa; blog yang kemudian
diputuskan untuk dihubungi adalah blog-blog yang (a) dikelola secara
individual, bukan kelembagaan atau milik organisasi, (b) memiliki jumlah
post yang cukup banyak, dengan kekerapan posting yang tidak terlalu
jarang, (c) terakhir di-update setidaknya November 2008 (tiga bulan sejak
penelitian dimulai), dan (d) isu lingkungan cukup mendominasi isi blog.
Keempat kriteria tersebut ditentukan seiring dengan penelusuran terhadap
blog-blog lingkungan yang ada untuk akhirnya memutuskan blog-blog mana
saja yang berpotensi menghasilkan data lebih lengkap dan beragam dan
pemilik blog-blog yang mana yang diminta menjadi informan.

Setelah beberapa waktu mencoba menghubungi para pemilik blog


melalui alamat e- mail dan terkadang juga comment box di blog mereka,
terdapat empat orang yang akhirnya (namun tidak di saat yang bersamaan)
bersedia diwawancara sebagai informan penelitian ini. Keempat orang
tersebut adalah Ade Fadli, Melinda Rachman, Michael Dharmawan, dan
Marwan Azis. Selain keempat orang tersebut, peneliti juga menghubungi
beberapa orang lain, namun sebagian besar tidak memberikan respon32 ,
mungkin mereka sibuk, tidak bersedia, atau barangkali karena alamat e-mail
atau blog yang mereka cantumkan hubungi sudah lama tidak diakses para
pemiliknya. Karena orang-orang tersebut tidak secara jelas menolak
dijadikan informan, peneliti tidak dapat mengetahui secara pasti alasan
ataupun kondisi mereka. Secara mendasar, pada titik inilah available sample
mulai diputuskan untuk dipilih sebagai informan penelitian.

31
Termasuk di antaranya tulisan Djuni Pristiyanto berjudul “234 Blog Lingkungan Indonesia”
yang dimuat di blog pribadinya. Lihat di http://djuni.wordpress.com/2005/12/21/234-blog-
lingkungan-indonesia.html
32
Terdapat satu penggiat milis Lingkungan yang merespon, tetapi menolak dijadikan informan
dengan alasan merasa belum pantas dan bahwa ada banyak orang lain yang lebih layak untuk
diwawancarai. Dengan pertimbangan etis, peneliti kemudian menyatakan terima kasih dan tidak
memaksa orang tersebut untuk menjadi salah satu informan.

95
Pasca berkenalan dan mengetahui sejumlah informasi dasar tentang
para informan, peneliti memutuskan bahwa jumlah informan tidak perlu
ditambah lagi karena keenam informan yang telah disebut di atas dinilai
sudah cukup memadai untuk mengungkap keragaman penggunaan internet
untuk aktivisme lingkungan. Ade Fadli misalnya, bekerja di sebuah
organisasi lingkungan besar di Indonesia; meski demikian, posting dan
“celetukan-celetukan”nya tidak secara vulgar berbicara atas nama
lembaganya. Armely Meiviana, pekerja freelance di bidang lingkungan yang
masih menyempatkan diri mengelola milis dan blog Greenlifestyle. Djuni
Pristiyanto, aktivis lingkungan senior yang kini lebih banyak berkecimpung
di isu bencana; sejak tahun 1999 memoderatori dan rutin memasok berita
untuk milis Lingkungan. Marwan Azis, jurnalis lingkungan hidup yang
bersama rekan-rekannya getol mendorong penggunaan internet, khususnya
fitur blog, untuk menyebarkan informasi lingkungan. Melinda Rachman,
pelajar SMA yang mengelola blog dan cause Go Green bersama satu
rekannya. Dan terakhir, Michael Dharmawan, seorang profesional di bidang
bisnis dan manajemen yang berupaya keras mengelola blog AkuInginHijau
yang sedang cukup populer. Para informan tersebut dinilai telah memberikan
informasi yang lebih mendalam dan beragam serta cukup mewakili kasus-
kasus unik aktivis lingkungan yang aktif menggunakan internet.

Secara teknis, proses korespondensi dilakukan peneliti dengan


mengirimkan e- mail berisikan perkenalan, keinginan untuk mewawancarai,
versi ringkas proposal penelitian, dan data diri peneliti (lihat Lampiran).
Informan yang menjawab hampir kesemuanya menyatakan kesediaannya
dan kemudian pada jawaban selanjutnya bersedia memberikan nomor
telepon seluler. Pengaturan janji untuk wawancara kemudian dilanjutkan
melalui korespondensi via saluran telepon seluler.

2. Proses Wawancara

Penelitian ini menjalankan wawancara tak berstruktur sebagai teknik


utama pengumpulan data. Wawancara mendalam dilakukan dengan
menanyai informan pertanyaan-pertanyaan terbuka (open-ended questions);

96
dimana informan menjawab secara bebas tanpa dibatasi pilihan-pilihan.
Panduan pertanyaan (interview guide) telah disiapkan oleh peneliti sebelum
wawancara dimulai namun hanya berfungsi untuk mengingatkan peneliti
tentang topik-topik utama yang perlu ditanyakan atau dibicarakan; bukan
untuk membatasi ataupun mengekang peneliti. Secara teknis, wawancara
dilakukan melalui pertemuan tatap muka (face-to-face interview) dan juga
wawancara melalui fasilitas chatting, yakni melalui Yahoo Messenger.

Wawancara secara langsung dan bertatap muka memang memiliki


sejumlah keuntungan, antara lain memungkinkan peneliti menangkap lebih
detail bahasa tubuh dan gesture informan serta setting alami tempat
berlangsungnya wawancara; namun dari keenam informan, hanya dengan
Djuni Pristiyanto saja peneliti sempat menjalankan salah satu sesi
wawancara secara bertatap muka, tepatnya ketika informan kebetulan sedang
berada di kota peneliti untuk sebuah pekerjaan. Hal ini karena setelah
berkorespondensi dengan para informan dan kemudian mengatur jadwal
wawancara, baru diketahui bahwa sebagian besar informan berdomisili di
tempat berbeda-beda di Jakarta dan sekitarnya, berkesibukan padat, dan
bahkan satu dua orang dari mereka acapkali bepergian ke luar Jawa. Dengan
mempertimbangkan kesediaan dan keluangan waktu para informan, serta
efisiensi waktu dan dana di pihak peneliti, maka peneliti menawarkan
wawancara dilakukan secara online.

Kelima informan sama sekali tidak keberatan dan setuju-setuju saja


dengan teknik wawancara yang peneliti tawarkan. Namun satu informan,
yakni Michael Dharmawan, menyatakan tidak memiliki keluangan waktu
untuk melakukan chatting ataupun wawancara tatap muka, baik di sela-sela
jam kantor ataupun setelahnya (selama waktu untuk keluarga). Karena
Michael merupakan salah satu informan dengan karakteristik unik (dari
kalangan pekerja profesional), maka peneliti membuat pengecualian dan
membolehkan informan yang satu itu untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan dari peneliti secara tertulis.

Kondisi serta keterbatasan informan dan peneliti telah mendorong


dipilihnya cara-cara yang lebih efisien, praktis, serta fleksibel. Walaupun

97
tidak mampu membangun kedalaman secara fisik dan menangkap konteks
tatap muka, wawancara termediasi lewat internet dinilai tidak akan
mengurangi ketajaman informasi yang diberikan informan karena para
informan adalah orang-orang yang cukup terampil, fasih, internet-savvy, dan
berpengalaman menggunakan internet sebagai media komunikasi. Selain itu,
fleksibilitas waktu dan tempat yang ditawarkan oleh fasilitas chatting
ternyata sangat berguna ketika peneliti merasa perlu melakukan sesi
wawancara tambahan untuk mengkonfirmasi sejumlah informasi atau data.
Selama informan dan peneliti sama-sama luang dan terhubung dengan
internet maka penggalian data pun dapat dilakukan.

Dari keenam informan, total dilakukan sembilan sesi wawancara via


Yahoo Messenger –dengan rata-rata durasi chatting dua jam–, satu sesi
wawancara tatap muka, dan empat sesi wawancara tertulis (surat- menyurat
melalui e-mail). Keseluruhan wawancara tidak berlangsung linear; pada satu
hari peneliti bisa mewawancara informan A kemudian hari berikutnya
mewawancara informan B dan lain sebagainya, bergantung pada kesibukan
dan keluangan waktu para informan. Kesemua wawancara kemudian
ditranskrip dan dirapikan untuk memudahkan pembacaan.

Selain menggunakan wawancara mendalam, peneliti juga


mengumpulkan dokumen aktivitas online para informan melalui data yang
tersimpan di mailing list dan atau blog mereka. Data sekunder tersebut
digunakan untuk mengklarifikasi dan atau melengkapi informasi yang
diungkapkan selama proses wawancara. Dari data sekunder peneliti dapat
mengamati jenis-jenis perilaku atau praktik-praktik komunikatif yang riil
dijalankan informan melalui blog dan atau milis mereka.

3. Pengolahan Data

Hasil wawancara yang telah ditranskrip kemudian dirapikan secara


“administratif”, yakni direduksi secara fisik menurut prinsip-prinsip sorting,
categorizing, prioritizing, dan interrelating. Pada awalnya data ditata
menurut sumber dan dimensi waktu. Penataan menurut sumber dilakukan

98
agar setiap potongan transkrip dikenali masing- masing sumber informannya.
Selain itu, setiap transkrip juga ditata sesuai urutan kejadian saat
pengambilan data; lalu diperiksa kesesuaian informasi waktunya. Setelah
dipilah-pilah dan dirapikan, data transkrip tersebut dikoding menurut sistem
kategori permulaan (preliminary category system). Kategori-kategori
permulaan tersebut antara lain adalah kebiasaan, motivasi, dan tujuan
penggunaan internet.

Setelah dipilah menurut kategori-kategori tersebut, peneliti membaca


kumpulan data itu satu persatu dan berkali-kali untuk menentukan bagian-
bagian data yang lebih utama, kuat, dan valid; untuk menemukan pola-pola
dalam data tersebut ; dan kemudian mencari kaitan antara bagian-bagian data
yang ada (data linking). Dari pembacaan tersebut, didapat temuan-temuan
sementara yang kemudian dianalisis secara komparatif untuk menemukan
persamaan dan perbedaan di dalamnya. Setelahnya, dilakukan penarikan
kesimpulan (conclusion-drawing) dan verifikasi untuk membantu peneliti
menginterpretasi data dan mengkonfirmasikannya dengan temuan-temuan.

B. PROFIL INFORMAN

1. Ade Fadli

Bang Ade, begitu peneliti memanggilnya, saat ini berdomisili di


Samarinda, Kalimantan Timur. Namun tuntutan pekerjaan di Eksekutif
Nasional WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) sejak Mei 2008
tak jarang menuntutnya untuk bepergian ke Jakarta dan kota-kota lain.
Informan yang satu ini menggunakan internet sejak tahun 1997, saat masih
kuliah S-1 di Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman33 , Samarinda.
Saat itu Ade masih mengakses internet dengan kecepatan dial-up di kantor
pos kotanya. Ade mengaku mulai nge-blog di tahun 2001 dan baru sejak
tahun 2003 pindah ke timpakul.hijaubiru.org 34 dan berfokus pada tulisan

33
Saat ini, informan sedang menempuh pendidikan S-2 Ilmu Lingkungan di universitas yang
sama dan mengambil tesis dengan topik politik konservasi di Kalimantan Timur.
34
Pada Selasa, 15 September 2009 blog ini sudah “pindah habitat” ke http://timpakul.web.id

99
dengan tema lingkungan hidup. Tindakan ini tidak lepas dari aktivitas
kesehariannya saat itu di bidang lingkungan hidup.

Ade mengaku hampir selalu online dan rata-rata menggunakan internet


sekitar 12-18 jam perhari. Ade biasanya memanfaatkan akses LAN bila
sedang di kantor dan menggunakan HSDPA milik pribadi35 bila sedang di
luar kantor atau bila jaringan internet di kantor sedang down. Terkadang
juga dia hanya mengakses internet via telepon selulernya. Saat mengakses
internet, biasanya Ade menggunakannya untuk belajar (misalnya, membuat
website), e- mail, berdiskusi di milis, blogging, dan akhir-akhir ini juga untuk
berjejaring sosial, khususnya via Facebook.

Gambar 4.1. Tampilan Blog Timpakul

35
Dibiayai sendiri, dengan pengeluaran Rp 150.000/ bulan (per April 2009).

100
Blog Timpakul milik Ade menduduki posisi ke-94 menurut Indonesia
Matters 36 dan ke-1.455 menurut situs Blog Indonesia 37 . Salah satu
penyebabnya barangkali tingginya frekuensi Ade untuk mem-posting di blog
miliknya itu. Sejak Januari 2001 hingga 30 September 2009 tercatat 1.429
buah tulisan. Tidak hanya rutin menulis selama empat tahun terakhir, Ade
pun tak segan-segan mencoba memanfaatkan beragam jenis fitur di internet.
Dari blognya dapat kita lihat bahwa Ade pun juga memanfaatkan layanan
komunikasi dan jaringan sosial seperti Twitter, Facebook, Plurk, Tweet,
Technorati dan MySpace. Selain itu, Ade juga me-mirror isi blog
Timpakulnya di beberapa blog lain yang dimilikinya 38 .

2. Armely Meiviana

Armely tinggal di Jakarta dan bekerja lepas untuk isu lingkungan


dengan berbagai posisi pekerjaan, terutama yang berhubungan dengan
komunikasi dan tulis- menulis. Perempuan lulusan Hubungan Internasional
FISIP UI ini mulai mengenal internet di bangku kuliah, tepatnya sejak tahun
1998. Saat itu, ia belajar menggunakan internet dengan bantuan teman dan
juga otodidak. Sekarang ini, Mely –begitu panggilannya- menggunakan
internet kurang lebih 12 jam dalam sehari; dengan menggunakan beragam
akses yang tersedia, baik ketika sedang di rumah, kafe, ataupun warnet.
Sebagian besar waktu berinternetnya digunakan untuk menyelesaikan
pekerjaan, mengelola milis, mencari informasi, dan bersosialisasi.

Pada tahun 2002 hingga beberapa saat setelahnya, Mely sempat


memiliki blog pribadi, namun sekarang sudah tidak lagi karena banyaknya
aktivitas. Di sela-sela kesibukannya, sejak tahun 2007 Armely (berduet
bersama Marc Dunais) mengelola milis 39 dan blog40 Greenlifestyle. Berawal
dari ide Marc, milis (yang kemudian berkembang menjadi blog dan cause di
36
http://blogs.indonesiamatters.com/ (per 30 September 2009)
37
“Top 100 Indonesian Blogs”, lihat http://www.blog-indonesia.com/ (per 30 September 2009)
38
http://timpakul.multiply.com/ , http://timpakul.blogspot.com/ , http://celoteh.timpakul.or.id/,
http://karangmumus.blogspot.com/ (blog yang isinya lebih pribadi seperti puisi dan renungan
keseharian), http://timpakul.hijaubiru.org/ (blog sebelum “pindah habitat” ke timpakul.web.id)
39
http://groups.google.com/group/greenlifestyle
40
http://greenlifestyle.or.id

101
Facebook) ini bertujuan memberikan informasi dan tips-tips sederhana untuk
gaya hidup ramah lingkungan di perkotaan, disajikan dalam tampilan yang
menarik dan dengan bahasa yang populer.

Gambar 4.2. Tampilan Blog Greenlifestyle

102
Gambar 4.3. Tampilan Milis Greenlifestyle

3. Djuni Pristiyanto

Mas Djuni mulai berkegiatan di bidang lingkungan hidup sejak tahun


1997. Tepatnya sejak dia memutuskan untuk meninggalkan studinya di Ilmu
Sejarah UGM dan kemudian mendirikan sebuah LSM lingkungan di Jember,
Jawa Timur. Setelah lima tahun berkecimpung di daerah, Mas Djuni
kemudian lebih banyak bekerja di Jakarta sebagai pekerja lepas; hingga
akhirnya kini dia bekerja di lembaga Masyarakat Penanggulangan Bencana
Indonesia sebagai administrator website (www.mpbi.org).

Informan yang sudah berkeluarga dan tinggal di Jakarta Selatan ini


sudah sejak tahun 1998 mengenal dan sekaligus belajar otodidak untuk
menggunakan internet, yakni sejak mendirikan LSM lingkungan di Jember.
Saat itu dia sudah menyadari pentingnya internet, sehingga walaupun
menyulitkan secara keuangan, Mas Djuni bersikeras memasang telepon dan
berlangganan internet. Sejak tahun 1998 pula dia sudah aktif mengirimi
berita-berita lingkungan ke milis- milis yang dilanggannya. Sekarang ini,

103
informan selalu online selama berada di kantor (sekitar 8 jam, dari jam 9
pagi hingga 5 sore); selain di kantor, dia juga berlangganan internet di rumah
dan terbiasa mengaksesnya selama 2-3 jam perhari.

Gambar 4.4. Tampilan Milis Lingkungan

Mengelola milis dan memasok berita lingkungan adalah bentuk utama


penggunaan internet untuk lingkungan yang dijalankan Mas Djuni. Berawal
dari antusiasmenya mengirimi berita-berita lingkungan, informan malah
kemudian ditawari menjadi moderator untuk milis bernama Lingkungan41 .
Saat ini, milis Lingkungan adalah milis terbesar42 untuk isu lingkungan
hidup di Indonesia. Selain di milis Lingkungan, Mas Djuni juga terlacak
aktif berdiskus i dan memuat tulisan atau berita di sejumlah milis lainnya43 .
Di samping memoderatori milis Lingkungan, informan juga mengelola
website “Hidup Bersama Risiko Bencana”44 .

41
http://groups.yahoo.com/group/lingkungan
42
Per 30 September 2009, milis Lingkungan memiliki 3.284 anggota dengan total 45.365 pesan
(sejak April 1999); jumlah tertinggi untuk konteks milis bertema isu lingkungan di Indonesia.
43
Terlacak via pencarian google, informan juga aktif di milis “berita lingkungan” (sudah
digabungkan dengan milis Lingkungan), “bencana”, “sahabat telapak”, dan “spiritual”.
44
http://bencana.net

104
Gambar 4.5. Tampilan Blog Jalan Setapak

Sejak Juli 2009, Mas Djuni juga aktif mencurahkan gagasan dan
pikiran lewat blog pribadinya, Jalan Setapak 45 . Meskipun tak melulu berisi
hal- hal berhubungan dengan isu lingkungan, blog ini menjadi bukti nyata
komitmen dan perhatiannya dalam mengelola milis lingkungan. Hal ini
tampak dari tulisan-tulisannya yang membahas dinamika menjadi
moderator46 , perkembangan dan peranan milis Lingkungan47 , ataupun
pandangannya terhadap kemunculan blog-blog48 yang mulai banyak
mengangkat tema-tema lingkungan hidup.

45
http://djuni.wordpress.com
46
http://djuni.wordpress.com/2006/02/16/tugas -moderator-milis/
47
http://djuni.wordpress.com/2005/12/08/milis -lingkungan-sebagai-media-virtual-pengontrol-
lingkungan, http://djuni.wordpress.com/2005/12/29/perkemb angan-milis -lingkungan-tgl-29-
desember-2005-1272/, dan http://djuni.wordpress.com/2006/02/15/perkembangan-milis -
lingkungan-dan-milis -berita-lingkungan-tgl-15
48
http://djuni.wordpress.com/2005/12/21/234-blog-lingkungan-indonesia/,
http://djuni.wordpress.com/2005/12/27/blog-timpakul-peringkat-pertama-234-blog-lingkungan/,
http://djuni.wordpress.com/2007/05/19/upaya-mengusung-penyadaran-lingkungan-lewat-
informasi-blog/

105
4. Marwan Azis

Marwan berasal dan dibesarkan di Sulawesi Selatan. Semasa kuliah di


jurusan AGRONOMI fakultas pertanian Univ. Haluoleo, Kendari, Sulawesi
Tenggara Marwan aktif di HMI, HMJ, dan Pers Mahasiswa. Pengalaman
malang melintang di dunia jurnalistik dan keeratannya dengan isu- isu
lingkungan mengantarnya terjun di bidang jurnalisme lingkungan hidup49 .
Saat ini Marwan memilih menjadi jurnalis freelance di Jakarta, aktif sebagai
tim riset di LP3ES Jakarta, serta menjalankan hobinya sebagai blogger dan
mengelola beberapa blog baik pribadi50 maupun komunitas 51 .

Marwan mulai mengenal internet sejak kuliah, sekitar tahun 1999, dan
belajar menggunakannya secara otodidak. Saat ini Marwan terbiasa
mengakses internet dengan banyak cara, via wireless ketika di kantor,
hotspost ketika sedang di luar kantor, dan dengan modem USB saat di
rumah. Pekerjaannya tidak menuntutnya untuk selalu online sehingga
Marwan tidak setiap hari menggunakan internet.

Bekerja sebagai jurnalis lingkungan secara tidak langsung membuat


penggunaan internet Marwan hampir selalu bersinggungan dengan isu
lingkungan. Jauh sebelum dunia blog berkembang di Indonesia, Marwan
mengaku sudah bergabung dan juga mengelola sejumlah mailinglist bertema
lingkungan dan jurnalisme 52 . Namun saat ini, di sela-sela kesibukan dan
pekerjaannya, Marwan lebih berfokus pada blog-blog pribadinya dan blog-
blog komunitas, misalnya dengan menjadi editor blog-blog GreenPress.

49
Lihat profil lengkap Marwan di http://marwanazis.wordpress.com/about-me/
50
www.marwanazis.wordpress.com, www.petualanganku.multiply.com,
www.nusantaratraveling.blogspot.com, dan www.papuatraveling.blogspot.com,
www.greencare.blogspot.com
51
www.greenpressnetwork.blogspot.com (blog berita lingkungan) dan
www.greenpressnetwork.wordpress.com (organisasi Greenpress)
52
Seperti milis walhinews@yahooogroups.com, wartawanlingkungan@yahoogroups.com,
greenpress@yahoogroups.com, perubahaniklim@yahoogroups.com,
mediacare@yahoogroups.com, ajisaja@yahoogroups.com, lingkungan@yahoogroups.com,
supportergreenpress@yahoogroups.com

106
Gambar 4.6. Tampilan Blog GreenPress

GreenPress adalah komunitas jurnalis lingkungan hidup yang


memanfaatkan media online, terutama blog, untuk menumbuhkan kesadaran
lingkungan. Blog www.greenpressnetwork.blogspot.com mereka bangun
untuk mengumpulkan dan menyebarkan berita-berita lingkungan. Berita di
blog ini selain bersumber dari reportase jurnalis yang tergabung dalam
Greenpress, juga menampilkan berita lingkungan dari berbagai situs dalam
negeri maupun mancanegara yang menggunakan fasilitas RSS
53
(GreenPress) . Komunitas ini juga mengelola blog
www.greenpressnetwork.wordpress.com yang lebih berfokus pada
kelembagaan GreenPress dan membahas isu- isu jurnalisme lingkungan.
Situs-situs Green Press di atas mereka kelola secara swadaya untuk
membantu penyebaran informasi lingkungan ke publik.

5. Melinda Rachman

53
http://greenpressnetwork.blogspot.com

107
Informan termuda ini masih bersekolah di SMA, kelas XII. Melinda
sudah kenal internet sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar, namun
masih terbatas untuk mencari bahan tugas sekolah dan itupun masih dibantu
orangtua. Walaupun pada awalnya Melinda diajari oleh orangtuanya untuk
menggunakan internet, tapi lambat laun dia belajar dan mengeksplorasi
sendiri. Melinda hampir selalu mengakses internet dari rumah dengan
layanan internet yang dilanggan orangtuanya. Walau tersedia internet di
rumah, Melinda tidak setiap hari mengakses internet; tetapi saat mengakses
Melinda rata-rata menghabiskan waktu tiga jam per akses. Dalam tiga jam
itu dia biasanya blogging dan blog-walking, bersosialisasi via Facebook,
chatting, dan mengunduh lagu. Melinda biasanya baru bisa menggunakan
internet di malam hari, setelah selesai dengan aktivitas sekolah dan les.

Melinda sudah sekitar tiga tahun mulai nge-blog, yakni sejak umur 14,
saat di SMP kelas VIII. Saat itu blog pribadinya 54 lebih berisi cerita-cerita
tentang pengalaman pribadi Melinda dan pendapatnya tentang kejadian-
kejadian yang dia lihat di berita. Dari pergaulan dan pertemanannya di dunia
maya, Melinda berkenalan dengan Lalla 55 , teman blogger yang kemudian
mengajaknya membangun blog Go Green56 .

54
www.mellovegoodyakan.blogspot.com
55
www.syalalla.wordpress.com
56
http://gogreenindonesia.blogspot.com

108
Gambar 4.7. Tampilan Blog Go Green

Blog yang mulai publish pada tanggal 2 Februari 2008 ini berfokus
pada isu global warming dan kiat-kiat yang bisa dilakukan untuk mencegah
dan menghadapinya. Dengan bahasa yang mudah dimengeri, Lalla dan
Melinda mengajak pengunjung blog untuk lebih menyayangi bumi melalui
cara-cara sederhana. Blog ini tampaknya cukup populer, dalam jangka waktu
sekitar satu setengah tahun (Februari 2008-September 2009), blog ini telah
dikunjungi sebanyak 55.658 kali dan mendapat respon yang positif dari para
pengunjungnya. Untuk memperluas jaringan dan lebih menyebarkan pesan-
pesan lingkungan, mereka juga membuat cause Go Green di Facebook.
Dalam kegiatan-kegiatan di atas, Melinda berkontribusi dalam membuat
tulisan, menjawab surat atau tanggapan dari pembaca, dan meng-invite
orang-orang untuk bergabung di cause Go Green.

109
6. Michael Dharmawan

Informan terakhir ini merampungkan pendidikan di bidang


manajemen, keuangan, ekonomi dan IT dari Purdue University di Amerika
Serikat. Saat ini Michael bekerja sebagai manajer administrasi, legal, dan IT
di sebuah perusahaan pakan ternak di Jakarta. Michael mengenal internet
saat kuliah, terutama karena adanya keharusan untuk menggunakan e-mail,
menyelesaikan tugas sekolah, dan lain sebagainya. Sehari- harinya ia
mengakses internet dari kantor, sepanjang jam kerja; dan tak jarang juga
mengaksesnya dari rumah. Secara umum, Michael lebih banyak
menggunakan internet untuk menyelesaikan pekerjaan dan berkorespondensi
dengan rekan-rekan bisnisnya.

Di sela-sela kesibukan padatnya sebagai seorang profesional bisnis,


sejak Januari 2007 Michael menyempatkan diri mengelola blog pribadinya.
Blog bernama AkuInginHijau57 ini secara khusus mengambil tema
lingkungan hidup, terutama cara-cara sederhana dan keseharian untuk
menyelamatkan lingkungan. Niatan awal Michael membangun blog ini
hanyalah untuk melatih menulis karena kemampuan tersebut dibutuhkan
dalam pekerjaannya, dan topik lingkungan dipilih karena ingin mulai
menulis tentang sesuatu yang dia senangi. Namun seiring dengan respon
yang begitu hangat dari pembacanya, Michael termotivasi untuk terus
mengembangkan blog ini 58 .

Terdapat beberapa jalan yang ditempuh Michael untuk


mengembangkan blog ini. Sebagai pemerhati lingkungan59 , Michael tertarik
dengan energi alternatif dan cara-cara inovatif untuk menyelamatkan
lingkungan. Ketertarikannya dapat terlihat dari 23 kategori60 tulisan dan
artikel dalam blognya yang ia kelompokkan untuk memudahkan
pembacanya menemukan topik tulisan. Kemudian, untuk lebih memudahkan

57
http://akuinginhijau.org/
58
http://akuinginhijau.org/2008/02/05/1-tahun-aku-ingin-hijau/
59
http://akuinginhijau.org/about/
60
Agenda hijau, Akhir Pekan, Belajar Hijau, Bercocok tanam, Berita lingkungan, Berita
lingkungan global, Berita lingkungan lokal, Bisnis hijau, Daur ulang, Energi alternatif, Energi,
Fakta Lingkungan, Hemat di Jalan, Jalan-jalan, Lingkungan Kerja, Lingkungan rumah, Manifesto
hijau, Polling, Produk hijau, Tanaman, Tanaman bermanfaat, Teknohijau, dan Uncategorized.

110
pembacanya untuk saling berinteraksi dan berdiskusi, Michael juga
menyediakan mailing list AkuInginHijau61 . Bahasa yang ringan dan tidak
menggurui dipilihnya untuk dapat berbicara dengan khalayak yang lebih
luas. Sebagai hasil kerja keras, sepanjang dua tiga perempat tahun, tepatnya
sejak Januari 2007 hingga akhir September 2009, blog AkuInginHijau telah
dikunjungi lebih dari 520.000 kali dan mendapat ratusan tanggapan62 yang
sebagian besar berupa dukungan.

Gambar 4.8. Tampilan Blog Aku Ingin Hijau

61
http://groups.yahoo.com/group/akuinginhijau
62
http://akuinginhijau.org/about/

111
C. PENGGUNAAN INTERNET SECARA UMUM

Sepanjang keseluruhan wawancara, para informan telah memberikan


banyak informasi mengenai beragam penggunaan internet untuk aktivisme
lingkungan. Dari penggambaran-penggambaran yang ada, ilustrasi penggunaan
internet mereka dapat digolongkan menjadi dua kelompok besar, yakni
penggunaan internet secara umum dan penggunaannya secara khusus untuk
mendukung isu-isu lingkungan. Untuk memahami praktik-praktik penggunaan
internet para informan dan bagaimana mereka memposisikan internet dalam
kehidupan mereka, dalam subbab ini akan terlebih dahulu dibahas penggunaan
umum internet oleh para informan.

1. Awal Perkenalan dan Penggunaan Internet

Hampir semua informan mengenal internet pertama kali di akhir tahun


90-an dan belajar menggunakannya secara otodidak (tanpa pelatihan dan
pendidikan formal). Kondisi ini sejalan dengan perkembangan internet di
Indonesia yang masuk secara sporadis di era itu. Barulah pada tahun 2000-
an internet semakin meluas dan mulai diajarkan di sekolah-sekolah formal,
seperti yang sempat dialami oleh Melinda sebagai bagian generasi pengguna
internet yang lebih muda.

Awal perkenalan dan penggunaan internet oleh para informan


umumnya didorong oleh suatu “keharusan”, misalnya untuk “e- mail dan
tugas sekolah” [Michael], “nyari tugas” [Melinda] dan “mengumpulkan
bahan untuk keperluan skripsi” [Armely]. Selain itu, awal penggunaan
internet dapat juga didorong oleh kebutuhan, seperti yang dirasakan oleh
Ade, yakni adanya “kebutuhan informasi dan kebutuhan untk memperdalam

112
komputer” [Ade]. Dari ilustrasi di atas dapat dipahami bahwa penggunaan
internet tidak hanya berawal dari sejumlah needs individual seperti yang
digambarkan pendekatan uses and gratifications, tapi juga dapat berawal
dari status pengguna dan keadaan sosial di sekitar mereka (individual and
social characteristics, Renckstorf, 1989 dalam McQuail & Windahl, 1993)
yang akhirnya “memaksa” mereka berkenalan dengan internet.

2. Waktu dan Kebiasaan Penggunaan Internet

Dari keenam informan, terdapat empat orang yang rutin menggunakan


internet dalam intensitas yang tinggi setiap harinya; dan dua orang yang
cukup sering mengakses internet namun tidak memiliki rutinitas tertentu.
Dari empat orang yang memiliki rutinitas dan intensitas tinggi (lebih dari
delapan jam perharinya), kebiasaan ini rupanya berkaitan erat dengan
konsekuensi pekerjaan mereka. Penggunaan internet yang sedemikian intens
menjadi kebutuhan tersendiri bagi keempatnya. Ade misalnya, bekerja jarak
jauh dan mengandalkan internet untuk menekan biaya komunikasi; Armely
pun tak jauh berbeda; Michael mengaku dalam konteks pekerjaan sangat
sulit berpisah dengan internet karena sangat dibutuhkan untuk
berkomunikasi dan bertransaksi; sementara itu, pekerjaan Djuni sebagai
administrator website serta merta mengharuskannya mengakses internet
secara teratur.

Kondisi yang dihadapi keempat informan di atas berbeda dengan yang


dialami Marwan dan Melinda. Marwan, meskipun mengaku internet
mempermudahnya dalam bekerja dan bahwa “banyak pekerjaan yang bisa
diselesaikan dengan menggunakan fasilitas internet” [Marwan], tetapi
pekerjaannya tidak menuntut dirinya untuk selalu terhubung dengan internet.
Begitupun juga Melinda, status dan kebutuhannya saat ini sebagai pelajar
sekolah menengah belum menuntutnya untuk menggunakan internet secara
rutin dan dalam waktu yang lama. Di sisi lain, kesibukan Melinda sebagai

113
pelajar mengkondisikannya untuk hanya menggunakan internet di waktu
malam, sesudah aktivitas bersekolah dan lesnya selesai.

Dalam pembahasan yang berbeda, kebiasaan penggunaan internet para


informan tidak selalu berhubungan paralel dengan persepsi mereka atas
hubungan dan kedekatan diri mereka dengan internet. Ketika ditanya
mengenai hal tersebut, para informan memberikan jawaban yang berbeda-
beda. Ade Fadli, dengan intensitas penggunaan internet yang begitu tinggi,
mengaku memandang internet sebagai “jembatan mencapai tujuan” [Ade];
satu pandangan yang tampaknya sejalan dengan Djuni yang melihat internet
“hanya sebagai media atau alat saja” [Djuni]. Sementara itu, Armely dan
Michael, yang juga menggunakan internet secara intens mengaku tidak “tak
terpisahkan” dengan internet. Michael misalnya, secara pribadi tidak
bermasalah untuk tidak online meski mengaku tidak bisa tidak menggunakan
internet kalau untuk pekerjaan. Sedangkan Armely mengatakan dia bahkan
“selalu punya waktu-waktu tertentu untuk tidak bertemu dengan internet”
[Armely].

Masih berhubungan dengan penggunaan internet, kehidupan pribadi


rupanya bisa berkelindan dan memiliki dinamika sendiri bila dikaitkan
dengan penggunaan internet. Respon pasangan ataupun anggota keluarga
lainnya perlu dipertimbangkan, misalnya dengan “didiskusikan di awal
sebelum menikah” [Ade], sesuatu yang mungkin sangat penting dilakukan
bila menggunakan internet lebih dari 12 jam setiap ha rinya seperti Ade. Bagi
yang belum menikah pun ada pula kendalanya. Melinda, yang menggunakan
internet via layanan yang dilanggan orangtuanya, terkadang dibatasi
penggunaan internetnya oleh orangtuanya dengan alasan kesehatan mata.
Dari pembahasan di atas, tampak bahwa penggunaan internet, kebiasaan-
kebiasaan, serta hal- hal yang menyertainya, memiliki keterkaitan dengan
dimensi-dimensi sosial di sekitar penggunanya seperti jenis pekerjaan,
hubungan keluarga, dan persepsi pengguna itu sendiri akan hubungannya
dengan internet.

3. Persepsi terhadap Internet

114
Selama berinteraksi dengan dan melalui internet, para informan secara
sadar maupun tidak, membangun persepsi-persepsi mereka terhadap internet.
Persepsi tersebut bisa terbentuk seiring pengamatan mereka terhadap
fenomena- fenomena yang terjadi di internet, ataupun mela lui pengalaman-
pengalaman yang mereka lalui sendiri. Berbicara tentang keunggulan
internet, para informan sepertinya sependapat bahwa dibandingkan media
dan saluran komunikasi lain internet memang lebih murah. Selain itu,
informan juga berpendapat keunggulan internet terletak pada fakta bahwa
internet “jangkauannya lebih luas, dan memberi kebebasan dalam
menggungkapkan” [Ade]; “lebih hemat waktu (tidak harus bepergian jauh),
bisa dilakukan sambil mengerjakan hal lain, bisa dilakukan kapan saja”
[Armely]; “lebih efektif dan efisien” [Marwan]; “menyediakan kecepatan
respon dan legalitas bukti pembicaraan” [Michael]; dan juga Melinda
bercerita bagaimana internet menyediakan semua jenis informasi dan
hiburan yang dia inginkan, lebih cepat, dan terhubung dengan banyak orang.

Sederetan keunggulan internet rupanya tidak menutup mata informan


akan sejumlah kelemahan internet. Meskipun dinilai lebih murah, efektif,
dan efisien, internet juga dinilai lebih cocok “untuk kampanye ke kelas
menengah” [Ade]. Secara riil dalam pergaulan, Melinda berpendapat “lebih
asik ngomong secara langsung”. Dan untuk keterbatasan internet, bila
dibandingkan dengan media cetak misalnya, Marwan dan Djuni sama-sama
menyebutkan bahwa indera penglihatan (mata) memiliki batas ketahanan
untuk membaca di layar monitor.

Dari apa yang disampaikan para informan, dapat ditarik kesimpulan


bahwa secara umum penggunaan internet tidak hanya ditentukan oleh faktor-
faktor psikologis dalam diri pengguna tetapi juga oleh dimensi-dimensi sosial
yang melingkup i kehidupan pengguna. Dimensi seperti status dalam keluarga,
kualitas pendidikan, jenis pekerjaan, serta aktivitas keseharian lain dari pengguna
turut mempengaruhi bagaimana seseorang menggunakan dan memposisikan
internet dalam kehidupannya. Dalam bagian berikutnya akan dibahas bagaimana
penggunaan internet secara spesifik untuk mendukung isu lingkungan.

115
D. PENGGUNAAN INTERNET UNTUK AKTIVISME
LINGKUNGAN

Penggunaan umum internet oleh para informan seperti yang dipaparkan


di subbab sebelumnya telah memberikan gambaran mendasar tentang setting,
kondisi, dan dimensi-dimensi yang melingkupi penggunaan internet mereka
untuk aktivisme lingkungan. Hal ini karena penggunaan internet para informan,
baik sebagai perseorangan maupun dalam konteks dirinya sebagai aktivis atau
pemerhati lingkungan, saling berkaitan erat dan tidak dapat dianalisis secara
terpisah. Pilihan-pilihan praktis yang diambil dalam rangka memanfaatkan
internet dan fitur- fitur di dalamnya menjadi menarik untuk diamati. Oleh karena
itu, dalam subbab ini pembahasan akan difokuskan pada aktivitas-aktivitas
penggunaan internet para informan yang ditujukan khusus untuk mendukung
aktivisme lingkungan.

1. Tujuan Penggunaan Internet

Para aktivis lingkungan yang menjadi informan penelitian ini


menggunakan internet terutama untuk berkomunikasi. Tepatnya, untuk
mencari dan menyebarkan informasi lingkungan, menggalang dukungan,
dan menyampaikan gagasan mereka kepada publik secara lebih luas.
Berbeda dengan penggunaan internet oleh organisasi lingkungan secara
kelembagaan, keterbatasan waktu dan sumber daya seringkali membatasi
gerak para aktivis perseorangan. Dengan kondisi yang ada, aktivis
lingkungan secara perseorangan umumnya bekerja atau menggunakan
internet dengan tujuan-tujuan yang lebih sederhana. Namun tampaknya
justru karena hanya berfokus pada upaya-upaya komunikasi dan sosialisasi,
para informan dapat berinteraksi lebih dekat dan intens dengan para
pembaca blog atau anggota milis yang mereka kelola.

116
2. Latar Belakang, Motivasi, dan Alasan Penggunaan

Penggunaan internet untuk mendukung lingkungan bisa berangkat dari


cerita dan sejarah yang berbeda-beda dari tiap pelakunya. Ade misalnya,
awalnya “iseng” saat membuat blog Timpakul untuk menyimpan tulisan-
tulisannya. Pertama, karena media cetak tidak selalu menerbitkan tulisan
yang dia kirimkan. Kedua, dia merasakan pentingnya mendokumentasikan
gagasan dan pemikirannya, padahal saat itu dia hanya memiliki disk 3,5;
maka, blog dipilihnya sebagai tempat dokumentasi. Sementara itu, Michael
awalnya memulai blognya sebagai wadah untuk latihan menulis, karena
kemampuan itu dibutuhkan dalam pekerjaannya.

Cerita Armely sedikit berbeda dari keduanya. Dia mengiyakan ajakan


kawannya untuk mengelola milis dan kemudian blog Greenlifestyle karena
dia ingin menyediakan informasi lingkungan dengan bahasa yang sederhana,
yang mudah dicerna masyarakat, dan mendorong orang-orang untuk
mengambil peran dalam memulai perubahan. Hasrat Armely ini rupanya
dilatarbelakangi ketidakpuasannya terhadap banyak milis ataupun situs
lingkungan yang dominan disesaki istilah-istilah rumit dan politis serta lebih
sering berisi berita-berita negatif yang menjatuhkan pihak-pihak tertentu.

Awal mula Djuni menggunakan internet pun tidak berbeda jauh dari
Armely. Djuni melihat saat itu, di tahun 1998, internet lebih banyak
digunakan untuk kepentingan politis, dan isu lingkungan masih menjadi isu
yang benar-benar minor. Karena itulah Djuni berfokus memanfaatkan
internet untuk menyebarkan berita lingkungan melalui milis- milis.

Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa kekuatan awal yang mendorong,


memotivasi, dan menjadi alasan seseorang menggunakan internet –dalam
konteks ini, secara khusus untuk mendukung isu lingkungan– dapat berasal
dari diri sendiri, ataupun datang dari adanya situasi-situasi ekonomi, sosial,
dan politik yang berlangsung di sekitar pengguna internet tersebut.

3. Bentuk-bentuk Penggunaan Internet

117
Terdapat beragam fasilitas di Internet yang dapat digunakan aktivis
lingkungan untuk mendukung aktivisme lingkungan. Para informan dalam
penelitian ini pun tak ketinggalan memanfaatkan fitur- fitur seperti petisi
online, donasi online, vote untuk sebuah aksi, ataupun bergabung di cause
dan milis bertema lingkungan. Namun, dari sedemikian banyak ragam
fasilitas, mereka umumnya memilih satu hingga dua bentuk penggunaan saja
untuk mendukung isu lingkungan. Dan bentuk-bentuk yang paling utama
mereka jalankan tersebut adalah milis dan blog.

Milis adalah salah satu bentuk many-to-many asynchronous


communication via internet (Morris dan Ogan, 2002). Bentuk ini
memungkinkan interaksi dan komunikasi dari dan ke banyak orang, namun
bentuk ini tidak interaktif secara la ngsung, dalam artian terdapat “jeda”
waktu sehingga para anggota di dalamnya tidak bisa saat itu juga, misalnya,
memuat tulisan dan membaca tanggapan terhadap tulisan tersebut. Saat ini
tersedia banyak layanan tanpa bayar untuk dapat memiliki dan mengelola
sebuah milis. Di sisi lain, blog atau lengkapnya weblog, adalah bentuk
tersederhanakan dari asynchronous communication. Memiliki blog
diibaratkan seperti memiliki situs pribadi, namun dengan sejumlah
keterbatasan. Walau tidak seleluasa situs, blog sama-sama digunakan secara
sepihak untuk menyediakan wadah tampilnya gagasan dan perasaan, ataupun
untuk menyediakan informasi bagi pihak lain.

Terdapat sejumlah alasan mengapa kedua fitur di atas banyak


digunakan untuk mendukung penyebaran isu lingkungan. Pertama, lebih
hemat karena ada banyak pihak yang menyediakan layanan “gratisan” untuk
memiliki milis ataupun blog, tanpa batasan jumlah. Kedua, lebih mudah.
Para penyedia layanan milis dan blog umumnya menyediakan teknologi
yang user-friendly, sehingga milis dan bloh lebih mudah untuk dikelola dan
digunakan, tanpa harus menguasai ilmu dan keahlian tertentu (misal,
HTML). Ketiga, lebih populer. Karena mudah digunakan dan tanpa
mengeluarkan biaya, semakin banyak orang memiliki dan mengakses milis
dan blog. Semakin banyak pengguna berarti semakin besar kemungkinan
untuk menarik perhatian lebih banyak orang.

118
Selain faktor-faktor pendorong penggunaan kedua bentuk di atas,
terdapat pula sejumlah kajian yang membahas fenomena tersebut. Schmidt
(2007) misalnya, menawarkan sebuah kerangka analitis untuk mengkaji
praktik-praktik blogging, yakni bahwa penggunaan blog pada prakteknya
terdiri dari rutinitas-rutinitas spesifik dan juga pengharapan-pengharapan
agar penggunaannya dapat meraih tujuan-tujuan komunikatif. Penggunaan
blog kemudian tidak hanya membangun suatu hypertextual network, tapi
juga berujung pada pembentukan jaringan sosial (social network) dengan
bermacam- macam tingkat kedekatan. Ide Schmidt ini cocok dengan apa
yang terjadi di antara para informan penelitian ini. Armely dalam wawancara
mengaku mengenal dan familiar dengan blog Michael dan Marwan.
Sementara itu, Michael menjadi anggota milis Greenlifestyle yang turut
dikelola Armely. Selain itu, Ade pernah menyebut blog Michael dalam salah
satu posting di blognya 63 . Sedangkan Ade dan Djuni saling mengenal karena
memiliki lingkaran pertemanan yang berkaitan erat. Tanpa direncanakan,
sejumlah informan dalam penelitian ini rupanya saling mengenal dan berada
dalam satu jaringan besar, jaringan sosial gerakan lingkungan Indonesia.

Terkait popularitas sejumlah blog lingkungan selama beberapa tahun


terakhir, pendapat di bawah ini patut disimak. Johnson dan kawan-kawan
(2007) melakukan survei online untuk mengetahui persepsi pengguna
internet yang memiliki ketertarikan politik (politically-interested internet
users) terhadap kredibilitas blog-blog. Riset ini menemukan bahwa blog
dinilai cukup kredibel (moderately), tepatnya sama kredibelnya dengan
media konvensional ataupun sumber online lainnya. Namun, dalam riset
sebelumnya di tahun 2004, Johnson dan Kaye menekankan bahwa fairness
bukanlah perhatian utama pengguna ketika menilai kredibilitas suatu blog.
Hal ini karena pengguna umumnya bergantung pada blog untuk mencari
informasi yang tampaknya luput dari liputan media tradisional atau dibahas
terlalu dangkal. Dikarenakan blog memungkinkan tampilnya cara pandang
terkini dan spontan akan topik-topik yang secara spesifik diminati pengguna.
Temuan Johnson dan rekan-rekannya cocok untuk menggambarkan situasi
blog lingkungan di Indonesia. Karena isu lingkungan masih seringkali

63
http://timpakul.web.id/environment-blog.html

119
terpinggirkan di media massa konvensional, terutama media audiovisual,
internet dan khususnya blog menjadi sumber alternatif tapi utama untuk
mendapatkan berita, informasi, dan tulisan tentang isu- isu lingkungan.

Bentuk-bentuk aktivisme dalam gerakan lingkungan hidup sedikit


banyak memang dipengaruhi kondisi aktivis itu sendiri dan situasi spesifik
yang mereka hadapi, misalnya ketersediaan waktu, dana, dan kemampuan.
Seseorang yang peduli pada isu lingkungan namun memiliki keterbatasan
waktu dan kesempatan barangkali tidak mungkin berperan aktif dalam
penyelamatan lingkungan di lapangan, namun sangat terbuka kesempatan
untuk berpartisipasi melalui jalur-jalur lain, misalnya dengan online
participation, donasi untuk program-program lingkungan, dan penyebaran
pesan-pesan lingkungan via jalur-jalur komunikasi sosial.

Keragaman bentuk-bentuk penggunaan kemungkinan juga didukung


oleh karakter media internet itu sendiri, yang memungkinkan munculnya
inovasi- inovasi baru. Selain itu, karakter isu lingkungan itu sendiri patut
diperhitungkan dalam penjelasan. Hal ini karena isu lingkungan selama ini
relatif masih menjadi isu minor, yang kalah “seksi” dengan isu- isu
pembangunan, hak asasi manusia, ataupun isu- isu ekonomi, politik, dan
hukum. Pemposisian internet sebagai media dan jalur komunikasi alternatif
diperkuat oleh fenomena peminggiran isu lingkungan hidup dalam
keputusan-keputusan politik dan terbatasnya akses ke media massa
konvensional atau mainstream.

4. Sifat Penggunaan Internet

Internet telah dimanfaatkan dengan berbagai cara oleh para aktivis


lingkungan di Indonesia. Dari fenomena yang ada, penggunaan internet oleh
aktivis lingkungan di Indonesia menurut sifatnya dapat dikelompokkan
menjadi empat: penggunaan secara pasif atau aktif; serta penggunaannya
secara individual maupun kolektif. Penggunaan internet secara pasif oleh
aktivis misalnya saat aktivis lingkungan mengakses internet untuk
mendapatkan informasi ataupun berita terkini seputar isu lingkungan hidup,

120
baik dengan cara browsing, searching, atau melanggan suatu mailing list.
Kegiatan-kegiatan di atas peneliti golongkan sebagai penggunaan pasif
karena pada dasarnya aktivis sebagai pengguna hanya menerima informasi.
Aktivis dapat dikatakan secara aktif menggunakan internet bila sudah
sampai ke tahapan memproduksi dan atau mereproduksi pesan atau
informasi lingkungan. Sementara itu, penggunaan di tingkat perseorangan
adalah bila penggunaan internet oleh aktivis (baik secara aktif maupun pasif)
lebih didasari motif dan tujuan individual; sedangkan penggunaan di level
kolektif adalah bila internet digunakan aktivis lingkungan sebagai bagian
dari suatu tugas atau fungsi dalam sebuah komunitas, gerakan, atau
organisasi tertentu, misalnya bila aktivis itu mengemban peran publikasi dan
kehumasan di suatu lembaga lingkungan hidup.

Bagan 4.1. Penggolongan Penggunaan Internet oleh Aktivis Lingkungan

Penggunaan secara aktif- individual misalnya yang dilakukan Ade,


Michael, dan Djuni dalam mengelola blog dan milis lingkungan mereka.
Sementara penggunaan secara aktif-kolektif ditunjukkan oleh bagaimana
Armely, Marwan, dan Melinda mengelola blog-blog mereka secara kolektif,
bersama-sama dengan sejumlah aktivis lingkungan lainnya. Tentunya,
penggolongan sifat penggunaan internet oleh aktivis ini tidak bersifat absolut

121
karena seorang aktivis dapat menggunakan internet dengan sifat yang
beragam dalam waktu yang berbeda-beda pula. Namun tidak dapat
dipungkiri bahwa ada kemungkinan kecenderungan seorang aktivis untuk
lebih dominan menempati kuadran tertentu. Kondisi ini tak lepas dari pola
kebiasaan penggunaan internet seorang aktivis serta status dan perannya
dalam ranah besar gerakan lingkungan hidup.

Pengelompokan penggunaan ini diharapkan kedepannya dapat


mendorong penggalian lebih lanjut untuk mencari tahu bagaimana hubungan
antara kelompok-kelompok pengguna yang ada, dan misalnya mencari tahu
faktor- faktor seperti apa yang membuat seseorang berada di kuadran tertentu
ataupun bergerak dari satu kuadran ke kuadran yang lain.

Penggunaan internet oleh aktivis lingkungan Indonesia sedikit banyak


tidak dapat dilepaskan dari konteks yang melingkupinya, terutama konteks
besar penggunaan internet di Indonesia dan dinamika gerakan lingkungan
hidup di Indonesia. Setting makro perkembangan internet di Indonesia turut
mewarnai sejarah pribadi para informan dalam mengenal, mempelajari, dan
menggunakan internet. Sementara itu, konteks gerakan lingkungan terkini
beserta permasalahan di sekitarnya telah ikut mendorong bentuk dan pilihan-
pilihan yang diambil aktivis lingkungan di Indonesia saat menggunakan
internet.

122
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tujuan riset ini bukan untuk menggeneralisasi temuan dan


melekatkannya pada aktivis lingkungan hidup di Indonesia secara keseluruhan,
namun lebih untuk memahami keenam orang informan tersebut sebagai kasus-
kasus unik aktivis lingkungan dan melihat praktek serta motivasi mereka
menggunakan internet untuk mendukung nilai- nilai pro- lingkungan. Dalam
penggalian data, ditemukan bahwa penggunaan internet para informan, baik
sebagai perseorangan maupun dalam konteks dirinya sebagai aktivis atau
pemerhati lingkungan, saling berkaitan erat dan tidak dapat dianalisis secara
terpisah. Sejalan dengan kerangka konseptual di awal (Uses and Gratifications
dan Social Action), ditemukan bahwa kekuatan awal yang mendorong,
memotivasi, dan menjadi alasan seseorang menggunakan internet –dalam
konteks ini, terutama untuk mendukung isu lingkungan– dapat berasal dari diri
sendiri, ataupun datang dari adanya situasi-situasi ekonomi, sosial, dan politik
yang berlangsung di sekitar pengguna internet tersebut. Meskipun begitu, Model
Tindakan Sosial Renckstorf tidak berhasil dimanfaatkan ataupun diuji seutuhnya
karena proses yang digambarkan dalam model ini tidak serta- merta disadari oleh
informan penelitian.

Penjelasan konseptual memperlihatkan bagaimana secara umum


penggunaan internet para aktivis tidak hanya ditentukan oleh faktor- faktor
psikologis dalam diri mereka sebagai pengguna tetapi juga oleh dimensi-dimensi
sosial yang melingkupi kehidupan mereka. Dimensi seperti status dalam
keluarga, kualitas pendidikan, jenis pekerjaan, serta aktivitas keseharian lain dari
pengguna turut mempengaruhi bagaimana seseorang menggunakan dan
memposisikan internet dalam kehidupannya. Dalam prakteknya, para aktivis
dalam penelitian ini menggunakan blog dan milis sebagai senjata utama untuk

121
memperkenalkan dan menyebarluaskan informasi- informasi lingkungan. Kedua
bentuk tersebut dipilih karena lebih hemat, mudah, dan populer. Dalam
pengelolaannya blog-blog dan milis- milis tersebut, sebagian mengelolanya
secara individual dan sebagian lagi mengelolanya secara kolektif. Pilihan
pengelolaan umumnya berhubungan dengan pilihan pribadi dan keterbatasan
sumber daya, terutama waktu luang. Lepas dari itu mereka meyakini bahwa
internet berperan penting dalam penyebarluasan nilai-nilai pro- lingkungan.

B. SARAN

Internet adalah alat yang membuka banyak kemungkinan dan mampu


melampaui berbagai batasan-batasan berkomunikasi yang sebelumnya ada. Tapi
keberadaan serta adopsi internet dalam sebuah masyarakat tidak serta- merta
mendorong perubahan dalam masyarakat tersebut. Potensi-potensi yang
terkandung lebih sering terabaikan atau tertutupi oleh kekuatan-kekuatan
kesenangan (pleasure) yang trivial, profan dan banal yang hadir dalam
banyaknya ragam isi internet. Namun dari penelusuran dan penggalian data, serta
percakapan dengan para informan, secercah harapan terlihat, bahwa internet
dapat digunakan untuk mendorong perubahan positif dalam masyarakat.
Meskipun demikian, masih belum diketahui secara jelas dalam kondisi-kondisi
seperti apa sajakah penggunaan internet dapat mendukung penguatan suatu
gerakan, khususnya gerakan lingkungan. Misalnya, apakah hanya penggunaan
khusus (specific uses) seperti pencarian dan penyebaran informasi saja yang
dipandang mampu menguatkan gerakan; ataukah fungsi khusus seperti
membangun jalinan pertemanan juga dapat dimanfaatkan untuk mendukung
gerakan lingkungan.

Penelitian-penelitian selanjutnya dapat menggali bagaimana dan seperti


apa sajakah keadaan, situasi, dan konteks yang mampu mendorong penggunaan
internet untuk penguatan gerakan lingkungan. Kajian-kajian terkait topik ini
pada tahapan selanjutnya dapat diarahkan pada penyelidikan yang lebih empiris
ataupun bersifat pengujian hipotesis mengenai penggunaan internet oleh aktivis.
Sehingga di masa datang dapat diperoleh temuan yang lebih aplikatif dan dapat

122
membantu aktivis serta organisasi lingkungan untuk menyusun strategi
pemanfaatan Internet yang lebih efektif dan tepat sasaran untuk menyokong
aktivisme lingkungan di Indonesia.

Berbeda dengan online ethnography yang disarankan Paccagnella (1997),


penelitian ini memang mengkaji perilaku berinternet aktivis lingkungan sebagai
individu, dan tidak memfokuskan pada sebuah komunitas virtual atau kasus-
kasus tunggal, misalnya dengan mengamati satu mailing list saja. Fokus yang
berbeda tersebut tentunya menghasilkan jenis temuan yang berbeda. Ke
depannya, kajian serupa juga dapat difokuskan pada misalnya, dinamika sebuah
group atau mailing list yang bergerak di bidang lingkungan. Dengan berfokus
pada satu milis saja, kajian tersebut diharapkan dapat lebih menggali proses-
proses sosial dan sistem-sistem simbolik yang berlangsung dalam kelompok
lingkungan tersebut.

Sebagai masukan, peneliti yang ke depannya berminat menggunakan


Yahoo Messenger atau piranti chatting lainnya, perlu mempertimbangkan dan
memperhatikan beberapa kelebihan dan kelemahan wawancara yang dilakukan
lewat internet (melalui chatting/messaging tools). Kelebihan teknik
pengumpulan data ini adalah wawancara dapat dilakukan secara lebih fleksibel;
dapat menyesuaikan dengan waktu dan keluangan informan, tanpa harus
terbelenggu tempat dan waktu (bisa dilakukan kapan saja, sepanjang ada
kesepakatan). Selain itu, hasil wawancara dapat langsung disimpan (direkam)
dalam bentuk tertulis.

Kelemahannya, komunikasi barangkali tidak se-terbuka dan hangat


pertemuan tatap muka, karena tidak berinteraksi secara langsung dan membaca
bahasa tubuh. Namun, kendala ini sedikit terbantu karena penggunaan Yahoo
Messenger (YM) memungkinkan peneliti maupun informan menggunakan ikon-
ikon emosi (emoticon) untuk mengekspresikan perasaan. Kelemahan lain adalah
bila koneksi internet yang digunakan tidak stabil dan “putus-nyambung” maka
bisa saja mempengaruhi kenyamanan dalam berkomunikasi (sebentuk noise).
Belum lagi bila informan di saat yang bersamaan juga menyambi wawancara
dengan aktivitas online lainnya, semisal menjawab e- mail, browsing, atau
bahkan chatting juga dengan pihak-pihak lain. Tentunya ada kemungkinan

123
situasi ini mempengaruhi konsentrasi dan rapport informan saat menyimak dan
menjawab pertanyaan. (Namun, mengingat para informan sudah lama
menggunakan internet, bukan tidak mungkin sudah tidak asing dengan aktivitas
multitasking tersebut). Keputusan untuk mewawancara lewat YM dapat diambil
bila peneliti yakin bahwa para informan adalah pengguna internet yang cukup
berpengalaman dan sudah internet-savvy, sehingga tidak kaku ataupun “kagok”
lagi dalam menggunakan YM sebagai alat komunikasi dan pengungkapan
pendapat.

124
DAFTAR PUSTAKA

Bahan Bacaan Utama

Abrar, Ana Nadhya. 2003. Teknologi Komunikasi: Perspektif Ilmu Komunikasi.


Yogyakarta: Lesfi.

Aditjondro, George Junus. 2003. Pola-pola Gerakan Lingkungan: Refleksi untuk


Menyelamatkan Lingkungan dari Ekspansi Modal. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Batterbury, Simon. 2003. Environmental Activism and Social Networks:


Campaigning for Bicycles and Alternative Transport in West London. The
ANNALS of the American Academy of Political and Social Science 2003;
590; 150. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2008 dari
http://ann.sagepub.com/cgi/content/abstract/590/1/150

Bucy, Erik P. 2000. Social Access to the Internet. The Harvard International
Journal of Press/Politics, 2000; 5; 50. Diakses pada tanggal 8 Oktober
2008 dari http://hij.sagepub.com/cgi/content/abstract/5/1/50
Connelly, James dan Graham Smith. 1999. Politics and the Environment: From
theory to practice. London: Routledge.

Dryzek, John S. 1997. The Politics of the Earth: Environmental Discourses. New
York: Oxford University Press.

Ebersole, Samuel. 2000. Uses and Gratifications of the Web among Student s.
Journal of Computer-Mediated Communication, Vol 6 (1). Diakses pada
tanggal 8 Maret 2008 dari
http://jcmc.indiana.edu/vol6/issue1/ebersole.html

Emerson, John. 2005. An Introduction to Activism on the Internet. Diunduh


tanggal 12 Januari 2009 dari http://www.backspace.com/action/all.php

Fiske, John. 1990. Introduction to Communication Studies. 2nd edition. London:


Routledge.

Flew, Terry. 2005. New Media: An Introduction. 2nd edition. Melbourne: Oxford
University Press.

Garner, Robert. 1996. Environmental Politics. London: Macmillan Press Ltd.

Giles, David. 2003. Media Psychology. New Jersey: Lawrence Erlbaum


Associates, Publishers.

Hall, Jeremiah. 2008. History of the Environmental Movement. Diakses pada


tanggal 22 Juni 2009 dari
http://www.mtmultipleuse.org/endangered/esahistory.htm (last updated
on 31 May 2008)
Hargittai, Eszter. 2004. Internet Access and Use in Context. New Media and
Society, 2004; 6; 137. Diakses tanggal 8 Oktober 2008 dari
http://nms.sagepub.com

Hill, David T. dan Krishna Sen. 2005. The Internet in Indonesia’s New
Democracy. Oxon: Routledge.

Jensen, Michael J., James N. Danziger, and Alladi Venkatesh. 2007. Civil
Society and Cyber Society: The Role of the Internet in Community
Associations and Democratic Politics. The Information Society, 23: 39–50.
Routledge Publications; Taylor & Francis Group.

Johnson, Thomas J. dan Barbara K. Kaye. 2003. Around the World Wide Web in
80 Ways: How Motives for Going Online are Linked to Internet Activities
among Politically Interested Internet Users. Social Science Computer
Review, 2003; 21; 304-325. Sage Publications. Diakses pada tanggal 15
November 2007 dari http://ssc.sagepub.com/cgi/content/abstract/21/3/304

Johnson, T. J., Kaye, B. K., Bichard, S. L., & Wong, w. J. 2007. Every blog has
its day: Politically- interested Internet users' perceptions of blog credibility.
Journal of Computer-Mediated Communication, 13(1), article 6. Diakses 6
Desember 2008 dari http://jcmc.indiana.edu/vol13/issue1/johnson.html

Kahn, Richard dan Douglas Kellner. 2004. New media and internet activism:
from the ‘Battle of Seattle’ to blogging. New Media and Society, 2004; 6;
87. Sage Publications. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2008 dari
http://nms.sagepub.com

Katz, Elihu, Jay G. Blumler, dan Michael Gurevitch. 1974. Uses and
Gratifications Research. The Public Opinion Quarterly, Vol. 37, No. 4,
(Winter, 1973-1974), hal. 509-523. Oxford: Oxford University Press.
Diakses tanggal 12 Juni 2008 dari http://www.jstor.org/stable/2747854

Kenix, Linda Jean. 2008. Nonprofit Organizations' Perceptions and Uses of the
Internet. Television and New Media, 2008; 9; 407. Diakses tanggal 20
November 2008 dari http://tvn.sagepub.com/cgi/content/abstract/9/5/407

Kerbel, Matthew R. dan Joel David Bloom. 2005. Blog for America and Civic
Involvement. The Harvard International Journal of Press/Politics 2005;
10; 3. Diakses pada tanggal 11 Desember 2008 dari
http://hij.sagepub.com/cgi/content/abstract/10/4/3

Kim dan Weaver. 2002. Communication Research About the Internet: a


Thematic Meta-analysis. New Media and Society, 2002; 4; 518. Sage
Publications. Diakses tanggal 28 November 2007 dari
http://nms.sagepub.com/cgi/content/abstract/4/4/518

Kovarik, William. -------. Environmental History Timeline. Diakses tanggal 3


Oktober 2009 dari www.runet.edu/~wkovarik/envhist, Radford University,
Virginia, Amerika Serikat.
Kutner, Laurie A. 2000. Environmental Activism and the Internet. Electronic
Green Journal, Issue #12, Earth Day 2000. Diakses tanggal 12 Januari
2009 dari http://egj.lib.uidaho.edu/index.php/egj/article/view/2774/2732

Lim, Merlyna. 2002. CyberCivic Space in Indonesia: From Panopticon to


Pandemonium. International Development and Planning Review (Third
World Planning Review), Liverpool University Press, Vol. 24 No. 4, pp.
383-400. Diakses pada tanggal 12 September 2008 dari
http://www.public.asu.edu/~mlim4/files/Lim_IDPR_final.pdf

___________. 2003. The Internet, Social Network and Reform in Indonesia.


Dalam N. Couldry and J. Curran (eds.), Contesting Media Power:
Alternative Media in A Networked World, Rowan dan Littlefield, pp. 273-
288. Diakses pada tanggal 12 September 2008 dari
http://www.public.asu.edu/~mlim4/files/Lim_Ch17.pdf

___________. 2006. Cyber-Urban Activism and Political Change in Indonesia.


Eastbound Journal , 2006/1, pp 1-19. Diakses pada tanggal 12 September
2008 dari http://eastbound.eu/journal/2006-1/contents/lim/0601lim

Lindlof, Thomas R. 1995. Qualitative Communication Research


Methods.Thousand Oaks: Sage Publications, Inc.

Lowe, Philip dan Jane Goyder. 1983. Environmental Groups in Politics. London:
George Allen & Unwin (Publishers) Ltd.
Lubell, Mark. 2001. Environmental Activism as Collective Action. Draft tulisan
untuk jurnal Environment and Behavior. Diakses 26 Agustus 2009 dari
http://www.des.ucdavis.edu/faculty/lubell/Teaching/LubellEnviroActivism.
pdf

Maignan, Isabelle dan Bryan A Lukas. 1997. The nature and social uses of the
Internet: A qualitative investigation. The Journal of Consumer Affairs, Vol.
31. University of Wisconsin Press, Madison: Winter 1997. Diakses pada
tanggal 21 Maret 2008 dari
http://proquest.umi.com/pqdweb?did=23172565dansid=6danFmt=4danclie
ntId=42788danRQT=309danVName=PQD

McQuail, Denis dan Sven Windahl. 1993. Communication Models for The Study
of Mass Communications. Singapore: Longman Publishers.

McQuail, Denis. 1994. Mass Communication Theory: An Introduction. 3rd ed.


London: SAGE Publications.

_____________. 2002. McQuail’s Reader in Mass Communication Theory.


Oxford: Sage Publications, Ltd.
Morris, Merril, dan Christine Ogan. 2002. The Internet as Mass Medium. Dalam
McQuail, Denis. 2002. McQuail’s Reader in Mass Communication Theory.
Oxford: Sage Publications, Ltd.
Munggoro, Dani., (ed.). 2007. Menjadi Environmentalis itu Gampang!: Sebuah
Panduan bagi Pemula. Jakarta: WALHI.

Neuman, W. Lawrence. 2000. Social Research Methods: Qualitative and


Quantitative Approaches. 4th Ed. Boston: Allyn dan Bacon.
Newhagen, John E. dan Sheizaf Rafaeli. 1995. Why Communication Researchers
Should Study the Internet: A Dialogue. Journal of Computer-Mediated
Communication, 1(4). Diakses pada tanggal 10 Desember 2007 dari
http://jcmc.indiana.edu/vol1/issue4/rafaeli.html

Nugroho, Yanuar. 2007. Adoption of the Internet in rural NGOs in Indonesia - A


study on Internet appropriation for rural sector reform. Proceeding of the
1st Rural-Information and Communication Technology (r-ICT)
Conference, 6-7 August 2007, pp. 17-34, Bandung: Institute of Technology
Bandung. Diakses pada tanggal 10 Juli 2008 dari
http://audentis.files.wordpress.com/2007/07/r- ict-paper-ynugroho-v3.pdf

O’Brien, Rory. 1999. Social Change Activism and the Internet: Strategic Online
Activities. Diakses pada tanggal 10 Desember 2008 dari
http://www.web.net/~robrien/papers/netaction.html

Paccagnella, Luciano. 1997. Getting the Seats of Your Pants Dirty: Strategies for
Ethnographic Research on Virtual Communities. Journal of Computer-
Mediated Communication, 12(4), JCMC 3 (1) June 1997. Diakses tanggal
6 Juni 2008 dari http://jcmc.indiana.edu/vol3/issue1/index.html

Pickerill, Jenny. 2001. Environmental Internet Activism in Britain. Peace Review


13:3 (2001), 365–370. Diunduh tanggal 12 Januari 2009 dari
http://www.shockandawe.us/archives/Environment/5107877.pdf

_____________. 2003. Cyberprotest: Environmental Activism Online. [Final


draft copy]. Diakses tanggal 12 September 2008 dari
http://www.jennypickerill.info/Cyberprotestbook.pdf

Schau, Terry. 2001. Internet use: Here, there, and everywhere. Occupational
Outlook Quarterly, Winter 2000/2001. Diakses 17 September 2008 dari
http://findarticles.com/p/articles/mi_qa5448/is_200101/ai_n21464557/print
?tag=artBody;col1

Schmidt, J. (2007). Blogging practices: An analytical framework. Journal of


Computer-Mediated Communication, 12(4), article 13. Diakses tanggal 13
November 2008 dari http://jcmc.indiana.edu/vol12/issue4/schmidt.html

Sen, Khrisna dan David T. Hill. 2001. Media, Budaya, dan Politik di Indonesia.
Jakarta: ISAI dan PT. Media Lintas Inti Nusantara.

Sinanu, Frieda. 2006. Coming of Age: Indonesia’s Environmental Network


Faces Dilemmas as it Turns 25. Inside Indonesia, (87), Jul-Sep 2006.
Diakses tanggal 18 Februari 2009 dari
http://insideindonesia.org/content/view/72/29/
Spencer, Tessa. 2002. The Potential of the Internet for Non-Profit Organizations.
First Monday, volume 7, number 8 (August 2002). Diakses pada tanggal 5
September 2008 dari
http://firstmonday.org/issues/issue7_8/spencer/index.html

Wahid, Fathul, Bjørn Furuholt dan Stein Kristiansen. 2007. Internet for
Development? Patterns of use among Internet café customers in Indonesia.
Information Development, 2006; 22 (4); 278. Diakses pada tanggal 28
November 2007 dari http://idv.sagepub.com/cgi/content/abstract/22/4/278

Wimmer dan Dominick. 2006. Mass Media Research. 8th edition. California:
Thompson Wadsworth.

Yang, Guobin. 2003. Weaving a Green Web: The Internet and Environmental
Activism in China. China Environment Series, Issues 6. Diakses tanggal 12
Januari 2009 dari http://wwics.si.edu/topics/pubs/greenweb.pdf

Bahan Bacaan Penunjang

Abrar, Ana Nadhya. 2005. Terampil Menulis Proposal Penelitian Komunikasi.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Andarwati, Sri Retno dan Bambang S. Sankarto. 2005. Pemenuhan Kepuasan


Penggunaan Internet oleh Peneliti Badan Litbang Pertanian di Bogor.
Jurnal Perpustakaan Pertanian, Vol.14, Nomor 1, 2005.

Bello, Walden. 2007. The Environmental Movement in the Global South: The
Pivotal Agent in the Fight against Global Warming. “Focus on the Global
South”, 12 October 2007. Diakses tanggal 23 Maret 2009 dari
http://www.tni.org/detail_page.phtml?act_id=17458

Bräuchler, Birgit. 2003. Cyberidentities at War: Religion, Identity, and the


Internet in the Moluccan Conflict. Indonesia, Vol. 75, April 2003. Cornell
University: Southeast Asia Program Publications. Diakses pada tanggal 25
Maret 2009 dari http://www.jstor.org/stable/3351310
Caplan, Scott E. 2003. Preference for Online Social Interaction: A Theory of
Problematic Internet Use and Psychosocial Well-Being. Communication
Research, 2003; 30; 625. Diakses pada tanggal 21 Oktober 2008 dari
http://crx.sagepub.com/cgi/content/abstract/30/6/625
Croteau, David dan William Hoynes. 2003. Media/Society: Industries, images,
and audiences. 3rd. Ed. Thousand Oaks: Pine Forge Press.

Csaja, Ronald dan Johnny Blair. 2005. Designing Surveys: A Guide to Decisions
and Procedures. California: Pine Forge Press.

Dutta-Bergman, Mohan J. 2005a. Access to the internet in the context of


community participation and community satisfaction. New Media and
Society, 2005; 7; 89. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2008 dari
http://nms.sagepub.com/cgi/content/abstract/7/1/89
_____________________. 2005b. The antecedents of community-oriented
Internet use: Community participation and community satisfaction. Journal
of Computer-Mediated Communication, 11(1), article 5. Diakses pada
tanggal 15 Oktober 2008 dari
http://jcmc.indiana.edu/vol11/issue1/dutta_bergman.html
____________________. 2006. Community participation and Internet use after
September 11: Complementarities in channel consumption. Journal of
Computer-Mediated Communication, 11(2), article 4. Diakses pada tanggal
15 Oktober 2008 dari http://jcmc.indiana.edu/vol11/issue2/dutta-
bergman.html

Echols, John M., dan Hassan Shadily. 1987. Kamus Inggris-Indonesia. Cet. XVII
Jakarta: Gramedia.

Eng, Peter. 1998. A New Kind of Cyberwar. Columbia Journalism Review. New
York: Sep/Oct 1998. Vol. 37, Iss. 3; pg. 20, 2 pgs. Diakses pada tanggal 25
Maret 2009 melalui layanan ProQuest yang dilanggan Perpustakaan
Universitas Gadjah Mada.

ESRC Global Environmental Change Programme. 2001. Environmental justice:


Rights and means to a healthy environment for all. Special Briefing No.7,
University of Sussex. Diunduh tanggal 8 Januari 2009 dari
www.foe.co.uk/resource/reports/environmental_justice.pdf

Fiske, John, et al (eds). 1992. Key Concepts in Communication and Cultural


Studies. 2nd ed. London dan New York: Routledge.

Fletcher, Colin. 2002. Supervising Activists for Research Degrees:


Responsibilities, Rights and Freedom. Active Learning in Higher
Education 2002; 3; 88. Sage Publications. Diakses pada 11 Januari 2009
dari http://alh.sagepub.com/cgi/content/abstract/3/1/88

Fortunato, John A. 2005. Making Media Content: the influence of constituency


groups on mass media. New Jersey: La wrence Erlbaum Associates, Inc.

Gari, Lutfallah. 2008. Ecology in Muslim Heritage: Treatises on Environmental


Pollution up to the End of 13th Century. Diakses tanggal 1 Oktober 2009
dari http://www.muslimheritage.com/topics/default.cfm?ArticleID=933
Tulisan ini sebelumnya pernah terbit dalam jurnal Environment and
History sebagai Gari, L. November, 2002. Arabic Treatises on
Environmental Pollution up to the End of the Thirteenth Century.
Environment and History. Cambridge (UK): White Horse Press, 8 (4):
475–488.
Harrell, Blythe Suezann. 2000. Uses and Gratifications of the Internet. A Thesis
in Mass Communications, submitted to the Graduate Faculty of Texas
Tech University. Diakses pada tanggal 20 Januari 2009 dari
http://etd.lib.ttu.edu/theses/available/etd-09262008-
31295016605726/unrestricted/31295016605726.pdf

Heywood, Andrew. 2002. Politics. 2nd ed. Hampshire dan New York: Palgrave.
Hill, David T. dan Krishna Sen. 1997. Wiring the Warung to Global Gateways:
The Internet in Indonesia. Indonesia, Vol. 63, April 1997. Cornell
University: Southeast Asia Program Publications. Diakses pada tanggal 25
Maret 2009 dari http://www.jstor.org/stable/3351511

Hill, David T. 2002. East Timor and the Internet: Global Political Leverage in/on
Indonesia. Indonesia, Vol. 73, April 2002. Cornell University: Southeast
Asia Program Publications. Diakses pada tanggal 25 Maret 2009 dari
http://www.jstor.org/stable/3351468

Irwan, Alexander. 1998. Financial Flows and the Environmental Strategy in


Indonesia in the 1990s. Prepared for the International Flows and the
Environment Project, World Resources Institute, January 1998. Diakses
tanggal 7 Maret 2009 dari http://pdf.wri.org/iffe_irwan.pdf

Juris, Jeffrey S. 2005. The New Digital Media and Activist Networking within
Anti–Corporate Globalization Movements. The ANNALS of the American
Academy of Political and Social Science 2005; 597; 189. Diakses pada 14
Oktober 2008 dari http://ann.sagepub.com/cgi/content/abstract/597/1/189

Lamb, Robert, in collaboration with Friends of the Earth (FoE). 1996. Promising
the Earth. London: Routledge.

Lim, Hyun-Chin, Sukki Kong, Yi-Jong Suh, dan Joon-Koo Lee. 2008. The
Internet Revolution? The Formation of Public Sphere in South Korea.
American Sociological Association, Conference Papers. Diakses tanggal 17
Juli 2008 melalui layanan EBSCO.

Lin, Carolyn, Michael B. Salwen, dan Rasha A. Abdulla. 2005. Uses and
Gratifications of Online and Offline News: New Wine in an Old Bottle?
Dalam Salwen, Michael B., Bruce Garrison, dan Paul D. Driscoll (eds).
2005. Online News and The Public. New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates. Inc.

Liu, Vera Youling dan Daniela Dimitrova. 2007. The Uses of and Gratifications
Derived from Bulletin Board Systems (BBS) in Chinese Youth. China
Media Research, 3(2), 2007. Diakses tanggal 24 Oktober 2008 dari
http://www.chinamediaresearch.net

Liu, Yuliang. 2002. What Does Research Say about the Nature of Computer-
mediated Communication: Task-Oriented, Social- Emotion-Oriented, or
Both? Electronic Journal of Sociology. ISSN: 1198 3655

Luhukay, Jos dan Bagio Budiarjo. 1983 (-2007). UNINET: An Inter-University


Computer Network. Makalah asli ditulis untuk "Asia Electronics
Symposium", Jakarta, 19-20 October 1983. Makalah kutipan diakses pada
tanggal 14 Februari 2008 dari http://rms46.vlsm.org/1/55.html
Martell, Luke. 1994. Ecology and Society: An Introduction. Polity Press. Diakses
pada tanggal 22 Juni 2009 dari
http://www.sussex.ac.uk/Users/ssfa2/greenmovement.pdf
McMillan, Sally J. dan Margaret Morrison. 2006. Coming of Age with the
Internet: A qualitative exploration of how the internet has become an
integral part of young people’s live. New Media and Society, Vol 8(1): 73-
95. California: Sage Publications. Diunduh pada tanggal 3 November 2008
dari http://nms.sagepub.com/cgi/content/abstract/8/1/73
Minunzie, Natalie. 1993. “The Chain-saw Revolution”: Environmental Activism
in the B.C.’s Forest Industry. Thesis submitted to Simon Fraser University.
Diakses pada tanggal 26 Augustus 2009 dari
http://ir.lib.sfu.ca/bitstream/1892/7020/1/b15197062.pdf
Mosquin, Ted dan Stan Rowe. 2004. A Manifesto for Earth. Biodiversity, 5 (1)
2004. Diakses pada tanggal 5 September 2009 dari
www.ecospherics.net/pages/EarthManifesto.pdf

Oblak, Tanja. 2003. Boundaries of Interactive Public Engagement: Political


Institutions and Citizens in New Political Platforms. Journal of Computer-
Mediated Communication, 8(3), April 2003. Diakses pada tanggal 8
Oktober 2008 dari http://jcmc.indiana.edu/vol8/issue3/oblak.html

Papacharissi, Zizi dan Alan M. Rubin. 2000, Predictors of Internet Use. Journal
of Broadcasting and Electronic Media, 44 (2), pp: 175, 22; Spring 2000.
Diakses pada tanggal 23 November 2008 dari
http://findarticles.com/p/articles/mi_m6836/is_2_44/ai_n25029542/print?ta
g=artBody;col1

Pavlik, John V. 1996. New Media Technology: Cultural and commercial


perspectives. Boston: Allyn dan Bacon.

Prayitno. 2001. Sekilas Perkembangan Internet di Indonesia. Newsletter


Goechi.com. Diakses pada tanggal 14 Februari 2008 dari http://goechi.com

Rogers, Everett M. 1986. Communication Technology: The New Media in


Society. New York: The Free Press; a division of Macmillan, Inc.

Sahude, Syaldi. 20 Agustus 2007. [Bagian I] Penggunaan Internet untuk HAM.


Termuat dalam blog “House of Question” dan diakses pada 24 Maret 2009
dari http://www.syaldi.web.id/2007/08/penggunaan-internet-untuk-ham-
part- i/

Samik-Ibrahim, Rahmat M. 2001(-2007). Hikayat Awal Penggunaan Milis di


Indonesia. Diakses pada tanggal 14 Februari 2008 dari
http://rms46.vlsm.org/1/24.html

____________________. 2004(-2008). Catatan Tambahan Hikayat Internet di


Indonesia. Diakses pada tanggal 14 Februari 2008 dari
http://rms46.vlsm.org/2/113.html

Selwyn, Neil. 2008. An investigation of differences in undergraduates' academic


use of the internet. Active Learning in Higher Education, 2008; 9; 11.
Diakses tanggal 3 November 2008 dari
http://alh.sagepub.com/cgi/content/abstract/9/1/11
Severin, Werner Joseph dan James W. Tankard, Jr. 1996. Communication
Theories: Originis, Methods, and Uses in the Mass Media. 4th Ed. New
York: Longman.

Shah, Dhavan V., Jaeho Cho, William P. Eveland, JR. dan Nojin Kwak. 2005.
Information and Expression in a Digital Age: Modeling Internet Effects on
Civic Participation. Communication Research, 2005; 32; 531. Diakses 8
Oktober 2008 dari http://crx.sagepub.com/cgi/content/abstract/32/5/531
Sousa, Helena. 2006. Information Technologies, Social Change and the Future:
The Case of Online Journalism in Portugal. European Journal of
Communication 2006; 21; 373. Diakses tanggal 20 November 2008 dari
http://ejc.sagepub.com/cgi/content/abstract/21/3/373
Stafford, Thomas F. dan Marla Royne Schkade. 2004. Determining Uses and
Gratifications for the Internet. Decision Sciences, 4/1/04. Diakses pada
tanggal 23 Januari 2009 dari
http://findarticles.com/p/articles/mi_qa3713/is_200404/ai_n9398988/print?
tag=artBody;col1

Steffen, Alex. 2009. Bright Green, Light Green, Dark Green, Gray: The New
Environmental Spectrum. Diakses tanggal 26 Mei 2009 dari
http://www.worldchanging.com/bios/alex.html
Sun, Tao, Bu Zhong, dan Jun Zhang. 2006. Uses and Gratifications of Chinese
Online Gamers. China Media Research, 2(2), 2006. Diakses pada tanggal
24 Oktober 2008 dari http://www.chinamediaresearch.net

Vivanco, Luis A. 2004. The Work of Environmentalism in an Age of Televisual


Adventures. Cultural Dynamics 2004; 16; 5. Diakses pada tanggal 11
Januari 2009 dari http://cdy.sagepub.com/cgi/content/abstract/16/1/5
Wall, Melissa A. 2007. Social movements and email: expressions of online
identity in the globalization protests. New Media and Society, 2007; 9; 258.
Sage Publications. Diakses pada tanggal 9 Oktober 2008 dari
http://nms.sagepub.com/cgi/content/abstract/9/2/258

Weber, Lori M., Alysha Loumakis, dan James Bergman. 2003. Who Participates
and Why?: An Analysis of Citizens on the Internet and the Mass Public.
Social Science Computer Review, 2003; 21; 26. Diakses pada tanggal 8
Oktober 2008 dari http://ssc.sagepub.com/cgi/content/abstract/21/1/26

Weingart, Peter, Anita Engels, dan Petra Pansegrau. 2000. Risks of


communication: discourses on climate change in science, politics, and the
mass media. Public Understanding of Science 2000; 9; 261. Diakses pada
tanggal 20 November 2008 dari
http://pus.sagepub.com/cgi/content/abstract/9/3/261
Weiss, Don. 2005. Environmental Movement Timeline: A History of the
American Environmental Movement. Situs “Ecology Hall of Fame”.
Diakses pada tanggal 23 Maret 2009 dari
http://www.ecotopia.org/ehof/timelinetext.html (Last updated 10 April
2005)
Wellman, Barry, dkk. 2003. The Social Affordances of the Internet for
Networked Individualism. Journal of Computer-Mediated Communication,
8(3), April 2003. Diakses 8 Desember 2008 dari
http://jcmc.indiana.edu/vol8/issue3/wellman.html

Werbin, Kenneth C. 2005. Book Review of Cyberactivism: Online Activism in


Theory and Practice. Canadian Journal of Communication, Vol 30, No 1
(2005), yang diunduh tanggal 30 November 2008 dari http://www.cjc-
online.ca/index.php/journal/article/view/1537/1673

Winters, Jeffery A. 2002. The Political Impact of New Information Sources and
Technologies in Indonesia. Gazette, 2002; 64; 109. Diakses tanggal 21
Oktober 2008 dari http://gaz.sagepub.com/cgi/content/abstract/64/2/109
Wiryono. 2008. Conservation work in Indonesia requires religious essentials.
The Jakarta Post. Diakses pada tanggal 23 Maret 2009 dari
http://www.thejakartapost.com/news/2008/08/05/conservation-work-
indonesia-requires-religious-essentials.html
Witmer, Diane F. and Chutatip Taweesuk. 1998. Why Business People Use the
World Wide Web: An Application Of Uses And Gratifications Theory.
Dalam C. Ess and F. Sudweeks (eds). 1998. Proceedings Cultural Attitudes
Towards Communication and Technology. Australia: University of
Sydney. Diakses tanggal 20 Januari 2009 dari
http://www.it.murdoch.edu.au/~sudweeks/catac98/pdf/25_witmer.pdf

World Commission on Environment and Development (WCED). 1987. Our


Common Future, Chapter 2: Towards Sustainable Development. Diakses
dari http://www.un-documents.net/ocf-02.htm

Yang, Guo Bin dan Craig Calhoun. 2008. Media, Power, and Protest in China:
From the Cultural Revolution to the Internet. Harvard Asia Pacific Review.
Diakses tanggal 17 Juli 2008 melalui layanan EBSCO.

Zhao, S. 2006. Do Internet users have more social ties? A call for differentiated
analyses of Internet use. Journal of Computer-Mediated Communication,
11(3), article 8. Diakses 14 Desember 2008 dari
http://jcmc.indiana.edu/vol11/issue3/zhao.html

Zhu, Jonathan J. H. dan Zhou He. 2002. Diffusion, Use and Impact of the
Internet in Hong Kong: A Chain Process Model. Journal of Computer-
Mediated Communication, 7(2), January 2002. Diakses tanggal 8
Desember 2008 dari http://jcmc.indiana.edu/vol7/issue2/zhu.html

Sumber Media dan Internet

-------, Akses via Ponsel Dongkrak Penggunaan Internet. Bisnis Indonesia,


Selasa, 2 September 2008. Diakses tanggal 24 Maret 2009 dari
http://jamrud.com/2008/09/akses- via-ponsel-dongkrak-penggunaan-
internet/
-------, Asia Internet Usage Stat and Population Statistics. Diakses dari
http://www.internetworldstats.com/asia.htm#id

-------, Statistik APJII (updated Desember 2007). Asosiasi Penyedia Jasa Internet
Indonesia. http://www.apjii.or.id/dokumentasi/statistik.php?lang=ind

--------, Indonesian ICT Indicators. Depkominfo 2007. Diakses tanggal 25 Maret


2009 dari http://www.unescap.org/icstd/events/Info-Society-Stats-Workshop-
2007/Indonesia-ICT-Indicators.pdf

------. 2008. Daily Internet Activities. PEW Internet and American Life Project.
Diakses dari http://www.pewinternet.org
LAMPIRAN DATA MAILING LIST

Member dan Keadaan Milis-milis bertema isu lingkungan hidup Per 17 Februari 2009

Nama Milis Jumlah Didirikan sejak Jumlah Ket.Tambahan


Anggota Pesan

Yahoogroups
akuinginhijau 60 Feb 9, 2008 34 pesan “Milis dari blog Aku Ingin Hijau” http://akuinginhijau.org/
Pemilik: Michael Dharmawan (dodolipet)
bumi-bandung 421 Mar 25, 2000 4.381 pesan Mailing List ini diperuntukkan untuk pemberitaan dan diskusi kegiatan
relawan YPBB (Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi). Pada
awalnya milist ini dimanfaatkan untuk komunikasi berkaitan dengan
peringatan Hari Bumi 2000.”
Afiliasi: http://ypbb.terranet.or.id/
CINTA- 18 May 24, 2008 32 pesan “Ikatan Para Pecinta Lingkungan Alam dan Hidup Sejahtera”
LINGKUNGAN-
ALAM-
SEJAHTERA
Cumakita 183 May 17, 2000 12.992 pesan “Mailing list bagi para pemrakarsa diskusi/debat seputar advokasi lingkungan
hidup.” (Milis internal organisasi WALHI)
Afiliasi: www.walhi.or.id
Energy_Troops 504 Dec 22, 2004 3.222 pesan “Kami, sekumpulan orang berenergi yang perhatian untuk mendapat
pencerahan dari segala sesuatu yang berhubungan dengan energi. Energi untuk
hidup. Termasuk, energi yang terkait Pemanasan Global dan Perubahan Iklim.”

Afiliasi: www.panda.org/powerswitch
greenmapper_jogja 233 Mar 6, 2002 2.420 pesan “Komunitas peta hijau yogyakarta”

Afiliasi: www.greenmap.or.id
LAMPIRAN DATA MAILING LIST

jakartagreenmonster 392 Apr 3, 2006 2.781 pesan “Jakarta Green Monster adalah komunitas relawan. Komunitas relawan yang
peduli pada kawasan pesisir utara Jakarta. Khususnya Suaka Margasatwa
Muara Angke (SMMA) dan Suaka Margasatwa Pulau Rambut (SMPR).”

Afiliasi: www.jakartagreenmonster.com
jpl 482 Aug 22, 1998 9.126 pesan “Jaringan Pendidikan Lingkungan is an Indonesian NGO Network that work in
Environmental Education (EE). JPL was established in 27 November 1996. We
invite individual, istitutions and NGO that has and/or interested in EE
programme to join the network.”

langit_biru 52 Feb 11, 2002 213 pesan “Group ini adalah forum tukar informasi mengenai lingkungan hidup,
pedesaan, perkotaan, pertanian, dll.”
Pemilik: http://www.m-ruswandi.blo gspot.com
lingkungan 2944 Apr 13, 1999 41.528 pesan “Milis Lingkungan Indonesia .
Milis ini adalah tempat berdiskusi segala masalah lingkungan.”

plhsumsel 63 Mar 14, 2006 1.032 pesan “Milis plhsumsel@yahoogroups ini merupakan media informasi dan
komunikasi yang dikelola oleh Forum Komunikasi Pendidikan Lingkungan
Hidup Sumatera Selatan. Media ini diharapkan sebagai media yang mampu
mewadahi kegiatan diskusi, sharing pendapat, berbagi pengalaman dan
informasi mengenai Pendidikan Lingkungan dan Lingkungan hidup di
Sumatera Selatan.”
sahabat-telapak 229 Nov 30, 2005 1.654 pesan “SAHABAT Telapak adalah individu-individu yang memiliki kepedulian
terhadap perjuangan Telapak yang diwujudkan dengan aksi-aksi nyata.
Individu-individu tersebut diharapkan bersepakat pada visi dan misi Telapak.”

Afiliasi: http://www.telapak.org
sahabat-walhi 186 Jul 29, 2003 1.517 pesan “Milis ini adalah media informasi bagi publik yang mempunyai interest dengan
lingkungan dan WALHI.”

Afiliasi: www.walhi.or.id
LAMPIRAN DATA MAILING LIST

sahabat_pili 187 Mar 15, 2006 783 pesan “Sahabat PILI adalah komunitas yang terdiri dari individu-individu dengan
berbagai latar belakang dan mempunyai minat serta antusiasme untuk
membantu upaya penyelamatan lingkungan di Indonesia. Sahabat-PILI
berbasis volunteer (relawan) dari PILI (Pusat Informasi Lingkungan Indonesia)
yang terbentuk awal tahun 2006, dan telah memiliki anggota terdaftar
sebanyak ±300 orang yang tersebar di kota-kota seluruh Indonesia. Kegiatan
Sahabat PILI terpusat di Kota Bogor dan sekitarnya.”

Afiliasi: http://www.pili.or.id/
shalinkers_jogja 78 Feb 24, 2006 606 pesan “Sahabat Lingkungan merupakan sebuah organisasi berbasis kerelawanan yang
bergerak dalam isu lingkungan, berdomisili di D.I. Yogyakarta.”

Afiliasi: www.walhi.or.id
Temukita 170 Dec 29, 2006 3.701 pesan Milist internal Sahabat WALHI;
"debat, diskusi, sharing dan kreatif kampanye"
Afiliasi: www.walhi.or.id
berita-lingkungan 973 Jan 19, 2000 9.690 pesan “Di milis Berita Lingkungan Hidup Indonesia ini disajikan mengenai berita-
(terakhir : berita lingkungan hidup dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.
Mei tahun
2006) Sumber berita berasal dari majalah, koran, jurnal, milis lain, internet, dll.”

Googlegroups
walhiclimate 62 - - “Milis ini adalah milis internal Wahana Lingkungan Hidup Indonesia berkaitan
dengan segala macam isu, perkembangan, pendapat mengenai perubahan
iklim. Perubahan iklim adalah sinyal terakhir gagalnya model pembangunan
global yang berlaku sekarang.”
greenlifestyle 825 - - Berafiliasi dengan blog http://greenlifestyle.or.id
Forum hijau 15 - Afiliasi: Yayasan Hijau
Komunitas 5 - - -
lingkungan
LAMPIRAN E-mail dari peneliti Untuk Informan

Template surat untuk informan.


Isi: perkenalan dan permohonan untuk menjadi informan.

Salam kenal Mas,

Perkenalkan, nama saya Challida N. Hikmarani, silakan panggil saya Rani. Saya mengenal
Mas dari keaktifan Mas di sejumlah milis lingkungan. Saat ini saya sedang mengerjakan
tesis di S-2 Ilmu Komunikasi Fisipol UGM dan mengambil penelitian berjudul "Internet dan
Aktivis Lingkungan Hidup di Indonesia". Walau saat ini usulan proposal saya masih dalam
tahap revisi namun saya ingin mengetahui apakah Mas bersedia menjadi salah satu informan
dalam penelitian yang akan saya jalankan. Latar belakang dan rumusan masalah penelitian
saya lampirkan agar Mas dapat melihat ruang ketertarikan saya. Saya berharap dapat
bekerjasama dengan Mas dan menggali lebih dalam bagaimana Mas memanfaatkan internet
untuk menyebarkan informasi lingkungan.

Sebagai perkenalan, silakan tengok profil saya di

http://www.facebook.com/home.php?#/profile.php?id=687127695&ref=profile

atau blog sederhana saya di

http://rani-langitbiru.blogspot.com/

Challida N.Hikmarani
S-2 Ilmu Komunikasi Fisipol UGM
Blok F no 12 Lanud Adi Sucipto Yogya 55281
0819 317 687 49
ranm_d@yahoo.com

Lampiran: Proposal Penelitian

INTERNET DAN AKTIVIS LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah menawarkan beragam


kemudahan proses komunikasi dan pengolahan informasi bagi bermacam elemen
masyarakat. Kecepatan, kemudahan, dan fleksibilitas komunikasi yang ditawarkan Internet
sebagai media baru dalam berkomunikasi pun tidak luput dimanfaatkan oleh elemen
masyarakat sipil, termasuk oleh para aktivis lingkungan. Meskipun demikian, masih belum
banyak kajian yang menjelaskan bagaimana dinamika organisasi ataupun aktivis lingkungan
1
LAMPIRAN E-mail dari peneliti Untuk Informan

hidup di Indonesia dalam mengoptimalkan potensi yang terkandung dalam Internet untuk
mendukung aktivisme mereka. Oleh karena itu, penelitian ini akan mencari tahu bagaimana
aktivis lingkungan hidup di Indonesia menggunakan Internet untuk menunjang aktivisme
mereka.

LATAR BELAKANG
Penggunaan Internet di Indonesia dalam satu dasawarsa terakhir telah meluas dan
mendalam, menjadikannya salah satu alat komunikasi utama yang menghubungkan berbagai
wilayah di Indonesia. Salah satu kelompok masyarakat yang tak ketinggalan memanfaatkan
berbagai keunggulan berkomunikasi melalui Internet adalah kelompok masyarakat sipil.
Penggunaan beragam fasilitas di Internet oleh para aktivis ataupun pekerja sosial adalah
salah satu contoh penggunaan internet di ranah sosial (non-komersial). Para aktivis ini
umumnya memanfaatkan beragam fasilitas seperti e-mail, mailing-list, weblog, dan
webpage untuk melakukan organisasi, koordinasi, sosialisasi, dan mobilisasi orang maupun
informasi dalam berbagai aktivitas mereka. Meskipun begitu, pemanfaatan Internet ole h
masyarakat sipil di Indonesia belum banyak dikaji dan dipahami.

Gagasan awal penelitian ini berangkat dari pengamatan sederhana peneliti atas
berbagai aktivitas dunia maya yang dilancarkan oleh sejumlah aktivis lingkungan Indonesia.
Secara umum, penggunaan internet oleh LSM ataupun organisasi masyarakat sipil dinilai
telah mampu mendukung dan mendorong kerja organisasi. Hal ini terutama terkait dengan
salah satu kemudahan yang ditawarkan Internet, yakni kecepatan dan kemudahan
berkomunikasi. Dalam kasus gerakan lingkungan hidup, pekerja dari organisasi maupun
aktivis mandiri (non-afiliasi) sama-sama aktif bekerja mengkampanyekan beragam isu
lingkungan hidup di Indonesia. Dan tidak sedikit dari mereka yang menjalankan program-
program kampanye lingkungan me lalui Internet. Namun dari pengamatan pendahuluan
terhadap sejumlah situs (website) dan mailing list lingkungan hidup Indonesia, aktivisme
online yang terjadi tampaknya masih terbatas pada bentuk-bentuk tertentu (misalnya, e-mail
dan weblog) dan baru dilakukan oleh sejumlah tokoh-tokoh kunci saja. Kondisi kontradiktif
ini menjadi menarik untuk dikaji mengingat keberadaan dan penggunaan internet selama ini
kerap dihubung-hubungkan dengan kesetaraan individu untuk terlibat secara aktif.
Keterbatasan pemanfaatan Internet oleh aktivis lingkungan dalam lingkup yang lebih
luas juga dikaitkan dengan kesadaran lingkungan, yang tampaknya belum cukup menyebar
dan menyentuh masyarakat secara umum. Hal ini tentunya menjadi keresahan tersendiri
bagi sejumlah aktivis serta pengurus organisasi-organisasi lingkungan hidup di Indonesia.
Tidak sedikit dari mereka yang masih mengujicobakan cara-cara terbaik untuk
mengoptimalkan fasilitas Internet dalam upaya menyentuh dan melibatkan publik.
Berangkat dari kegundahan teman-teman aktivis inilah peneliti menemukan celah
permasalahan penelitian. Untuk kasus aktivis lingkungan di Indonesia, menjadi penting
untuk menggali bagaimana Internet dipergunakan untuk menunjang aktivisme mereka.
Gambaran ideal penggunaan Internet untuk membangun masyarakat sipil dan memperkuat
demokrasi barangkali terlalu jauh untuk dikait-kaitkan. Namun, dalam lingkup
permasalahan yang lebih luas, kajian empiris atas penggunaan Internet oleh aktivis
dipandang penting dan perlu dilakukan sebagai batu pijakan untuk memahami bagaimana
2
LAMPIRAN E-mail dari peneliti Untuk Informan

proses interaksi, komunikasi, serta aktivisme dalam masyarakat sipil dapat membantu
mendorong tingkat partisipasi publik dalam kehidupan sosial politik secara lebih luas.
Penelitian mengenai penggunaan media baru, khususnya internet, oleh organisasi
non-profit atau non-pemerintah serta masyarakat sipil telah banyak dilakukan di sejumlah
negara, tetapi sangat sedikit yang membahas hal tersebut dalam konteks Indonesia.
Kelangkaan bahan kajian juga tampak jelas untuk kasus penggunaan Internet oleh organisasi
maupun aktivis yang bergerak dalam isu lingkungan. Secara tegas dapat dikatakan bahwa
penelitian mengenai penggunaan internet oleh aktivis lingkungan hidup di Indonesia belum
pernah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, sebagai sebuah kajian awal adalah penting
untuk mengeksplorasi bagaimana aktivis lingkungan sebagai individu memanfaatkan
internet sebagai media komunikasi baru. Dalam penelitian eksploratoris ini, penelusuran
akan difokuskan pada penggunaan Internet oleh aktivis lingkungan dalam mendukung
aktivisme lingkungan (environmental activism) di Indonesia. Kajian ini secara pragmatis
diharapkan mampu menjadi masukan bagi aktivis lingkungan pada khususnya dan gerakan
lingkungan hidup di Indonesia pada umumnya

RUMUSAN PERMASALAHAN
Gambaran kondisi fenomena di atas menunjukkan arti penting penelitian dalam
wilayah kajian ini. Dengan latar belakang seperti yang telah disebutkan maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimana aktivis lingkungan hidup memanfaatkan Internet untuk mendukung
aktivisme lingkungan (environmental activism) di Indonesia?”

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN


Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi dan memahami bagaimana aktivis lingkungan
hidup menggunakan Internet untuk mendukung aktivisme lingkungan (environmental
activism) di Indonesia. Hasil penelitian ini secara keilmuan diharapkan menyumbang
pengetahuan mengenai penggunaan media baru, khususnya Internet, oleh kelompok
masyarakat tertentu di Indonesia.

3
LAMPIRAN INFORMAN 1 WAWANCARA 1

NAMA INFORMAN : Ade Fadli

WAKTU WAWANCARA : 3 April 2009, pukul 15.13-16.39 WIB

JENIS WAWANCARA : online, via Yahoo Messenger

WAWANCARA KE- :1

ranm_d: Siang Mas Ade...bisa saya ganggu?

adefadli: maaf, agak telat OL nya... ini baru OL...


ranm_d: hehe..gapapa Mas.. sebentar ya Mas, saya ke kamar mandi bentar, biar ga kepotong-
potong

ranm_d: Halo Mas, kumulai ya..

ranm_d: bisa tolong cerita sedikit tentang siapa, bagaimana, dan kesibukan Mas saat ini?

adefadli: baru kemudian ngeblog, di tahun 2001


adefadli: dan sejak 2003 baru pindah ke timpakul.hijaubiru.org dan memfokuskan
dengan tulisan terkait lingkungan hidup
adefadli: saat ini saya diminta membantu Eksekutif Nasional WALHI, sebagai Kepala
Departemen Kelembagaan dan Pengelolaan Sumberdaya dan juga sebagai
Pengkampanye Isu Hutan.

adefadli: sejak Mei 2008


ranm_d: oke.. btw, is it okay kalo aku panggil Mas, atau mungkin ada panggilan lain yg lebih
nyaman? Bang, misalnya?

adefadli: apalah yang lebih nyaman.. :)


adefadli: karena kadang aneh.. Bang Ade.. atau Mas Ade... sudah Bang terus Ade lagi..
he..he..
ranm_d: ohoho.. oke deh :D

ranm_d: biasanya, sehari-hari, Bang Ade menggunakan internet untuk apa aja?

adefadli: yang dulu sih untuk belajar buat website, email, diskusi di milis dan juga untuk
ngeblog. sekarang tambah untuk FB
ranm_d: pake internet dengan akses LAN di kantor kah? atau ada akses lain?

adefadli: saat ini pake HSDPA personal. kalau di kantor dengan LAN kantor.

adefadli: kadang sih cuma di HP


ranm_d: kapan aja pake HSDPA atau di HP?

1
LAMPIRAN INFORMAN 1 WAWANCARA 1

adefadli: kalo tidak sedang di kantor, atau kalo internet di kantor lagi down. sehari kira-
kira 12-18 jam menggunakan internet
ranm_d: maaf, itu yang HSDPA biaya sendiri kah?

adefadli: yup
ranm_d: rata-rata pengeluaran sebulan untuk HSDPA?

adefadli: saat ini 150ribu perbulan.


adefadli: btw, ada info tentang koneksi internet yang bagus ? beberapa provider udah
parah nih.. ^_^
adefadli: beberapa kota sulit akses lewat jaringan HSDPA, dan bahkan beberapa malah
sangat terbatas...

adefadli: mungkin beda dengan Yogya yang udah banyak pilihan..


ranm_d: wahaha.. ya..aku sering denger sih..

ranm_d: tapi aku pribadi belum ada kebutuhan itu jadi ya belum cari tahu

ranm_d: sekarang masih pake wifi kampus atau ya ke warnet

adefadli: padahal penelitiannya tentang internet ya.. ;-)


ranm_d: yup..tapi internet as social media sih :P

ranm_d: ga dari sudut teknologi

adefadli: the world will be flat... ^_^

ranm_d: Bang Ade kenal internet sejak kapan? gimana tuh ceritanya?

adefadli: sejak tahun 97, saat baru ada satu penyedia (kantor pos), warnet dengan
kecepatan dial up..

ranm_d: itu pas masih di kalimantan ya Mas?

ranm_d: eh Bang :D

adefadli: yup
adefadli: karena ada kebutuhan informasi dan kebutuhan untuk memperdalam
komputer
ranm_d: kebutuhannya datangnya dari mana?

adefadli: karena lagi iseng -iseng nyari informasi aja.. dan dengan internet, itu akan lebih
cepat dan banyak informasi yang didapat

adefadli: apalagi di masa 97 ... media masih terlalu tertutup

2
LAMPIRAN INFORMAN 1 WAWANCARA 1

ranm_d: iya..memang ya..waktu itu, apa pendapat Abang tentang internet?

ranm_d: memudahkan? menantang?

adefadli: menantang kali ya...


adefadli: ada kebutuhan untuk mengeksplorasi, apalagi ketika bergaul dengan komputer.
dan ketika ada internet, ada keinginan untuk lebih mengeksplorasi
ranm_d: kalau secara sosial, apakah juga udah mulai digunakan untuk berkomunikasi dengan
orang lain?

adefadli: saat ini, ya

adefadli: teknologi yang ada telah semakin memudahkan.


adefadli: kalau dulu, untuk punya website, harus bisa belajar HTML dulu, kalau
sekarang tinggal klik tiga kali
ranm_d: engga, maksudku, apakah di tahun awal-awal kenal internet juga sudah dipake untuk
kontak dengan orang lain?

ranm_d: seseorang di luar daerah atau luar negeri mungkin?

adefadli: dengan di luar daerah ya,

adefadli: di luar negeri belum, di awal-awal. baru tahun 2000 mulai komunikasi dengan
yang di luar negeri

ranm_d: waktu memutuskan bikin blog, apa niatannya waktu itu?

adefadli: awalnya iseng


ranm_d: trus?

adefadli: dan juga karena media cetak belum tentu akan selalu mempublikasikan tulisan
yang ada.
adefadli: ya, ada beberapa gagasan dan pemikiran dan harus terdokumentasikan,
sedangkan saat itu cuma punya disk 3,5

adefadli: jadi biar nggak hilang, mulailah diletakkan di blog


ranm_d: sebelum pake timpakul.hijaubiru Bang Ade ngeblog dimana?

adefadli: awalnya masih geocities.com, terus pindah ke blog.com, lalu ke blogspot.com


(dan selama proses ini, coba-coba di blogdriver, blogs.ie, etc)
adefadli: nama timpakul diambil juga karena ini nama menarik. dan karenanya juga bisa
ketemu dengan orang lain di dunia maya, yang mengirimkan info tentang
timpakul.
ranm_d: timpakul tuh nama hewan kan ya Bang? kayaknya kapan aku pernah baca di blog
Bang ade
3
LAMPIRAN INFORMAN 1 WAWANCARA 1

adefadli: yang menarik juga, akhirnya kompas menulis tentang timpakul, dan banyak
orang samarinda ataupun banjar yang lebih mengenal timpakul. sebelumnya
hanya tahu tentang timpakul sebagai ungkapan bagi orang yang oportunis.
adefadli: timpakul, ikan. yang lain menyebutnya gelodok. lebih lama di darat ketimbang
di air. ikan ini cukup tahan polutan dan menjadi indikator bagi sejarah intrusi
air laut di wilayah sungai.
ranm_d: yup yup..
ranm_d: sewaktu pindah-pindah, pertimbangan Bang Ade apa saja kok akhirnya milih yang di
hijaubiru? soal interface mungkin? atau ada alasan apa?
adefadli: karena kebablasan aja... dulu kawan-kawan aktivis kaltim dikasih space oleh
penyedia hosting dengan nama hijaubiru. terus diminta saya kelola. tapi belum
dengan domain. kemudian iseng nye wa domain dan hosting dengan nama
hijaubiru.org dan keterusan,
adefadli: sebenarnya sampai sekarang juga masih pakai mirror di blogspot dan multiply

adefadli: dan dengan hosting sendiri, lebih bisa berkreasi.

ranm_d: Ada pengalaman menarik selama blogging atau ngelola timpakul?

adefadli: secara teknis: 3 kali di hack, satu kali di suspend oleh provider.

adefadli: secara substansi: sering kali ketemu dengan orang baru dan saling berkenalan,
terus disampaikannya, "ya.. saya sering baca blog itu dan menggunakan
tulisannya bagi berbagai kegiatan dengan yang lain" . juga ada media yang
minta artikel untuk diturunkan dalam bentuk cetak
adefadli: dan satu trademark "tak penting... " sudah jadi hal yang diketahui blogger lain
sebagai ungkapan dari timpakul.. ^_^
ranm_d: yeah..I realize that..

ranm_d: ada makna tertentu?

ranm_d: atau emang itu catchy aja?

adefadli: tentang yang mana? tak penting?


ranm_d: yup "tak penting"

adefadli: kalo yang baca ketemu kalimat tak penting, kebayang bahwa ia akan be rpikir,
lalu yang penting yang mana... sehingga akan diingat.. sebaliknya, kalau ada
kalimat penting, paling cuma mengangguk dan berkata ya.. itu penting dan
lupa.. begitu sih kebayangnya
adefadli: dan untuk isu lingkungan. sebagian besar yang berbahasa Indonesia, masih
pada sisi permukaannya. ada tantangan untuk membedah lebih dalam terkait
dengan isu lingkungan. dan juga isu lingkungan juga masih minor di kalangan
blogger, apalagi sebelum 2007

4
LAMPIRAN INFORMAN 1 WAWANCARA 1

ranm_d: iya..bener bgt..makanya aku ambil topik itu..setelah melihat fenomena "kebangkitan"
para aktivis lingkungan di internet

adefadli: sebagian besar blogger yang bicara lingkungan bukan aktivis juga kok...

adefadli: aktivisnya masih belum banyak... paling jumadi... djuni... siapa lagi ya...
ranm_d: boleh tau siapa aja yang Bang Ade kenal?

adefadli: yang sering ya 2 orang itu. yang pasti ng update...

adefadli: ada juga koen setyawan, ndobos,


ranm_d: kalo mas Djuni aku sudah kontak dah wawancara..tapi mas jumadi aku belum
kenal..bisa cerita siapa mas Jumadi?

adefadli: hapsoro- Telapak


adefadli: juga ada Bang Andreas Iswinarto - ruangasadirumahkata.blogspot.com, alien-
sangperempuan.blogspot.com
ranm_d: aku sejauh ini dapet informasi dari google , tapi yang langsung terbaca punya blog
dan "ketahuan" nama aslinya cuma sedikit

ranm_d: oke..akan aku kejar..

ranm_d: btw tadi mas jumadi gimana Bang?

adefadli: gimana apanya nih.. he..he..


ranm_d: hehe..alamat blognya mungkin..atau dia aktivis dimana?

adefadli: hapsoro di Telapak... nama blognya apa ya... lupa deh.. ntar aku coba liat dulu
ranm_d: oke..

ranm_d: kalau buat Bang Ade, apa keunggulan menggunakan internet untuk berkomunikasi
dibandingkan dengan lewat telepon, tatap muka ataupun lewat media lain (iklan
misalnya)
adefadli: ini yang ditulis antubanyu: http://antubanyu.blogspot.com/2007/08/5 -blog-
lingkungan-yang-kerap-saya.html

adefadli: murah dan luas

adefadli: dan juga ada kebebasan dalam mengungkapkan,


adefadli: ini blog hapsoro-- http://zumux.blogdrive.com/

ranm_d: ohya, aku sudah pernah ketemu sama page antubanyu, itu nama aslinya kah?

adefadli: aku belum pernah ketemuan dengan dia...


ranm_d: oke..

5
LAMPIRAN INFORMAN 1 WAWANCARA 1

ranm_d: maaf mas..aku ijin dulu..mo sholat.. Bisa disambung nanti jam 5 atau besok-besok aja
lagi?

adefadli: besok-besok aja ya..

adefadli: jam 5 mau ada rapat..


ranm_d: Oke Bang Ade.. terima kasih untuk sejauh ini.. Selamat bertugas! :)

adefadli: ok, makasih juga

6
LAMPIRAN INFORMAN 1 WAWANCARA 2

NAMA INFORMAN : Ade Fadli

WAKTU WAWANCARA : 7 Mei 2009, pukul 15.43-18.07 WIB

JENIS WAWANCARA : online, via Yahoo Messenger

WAWANCARA KE- :2

ranm_d: sore bang :)

adefadli: sore
ranm_d: kita mulai aja ya?
ranm_d: refresh dikit...waktu aku wawancara Bang Ade bulan lalu, kita udah ngobrol
tentang penggunaan internet Bang Ade secara umum, kali ini aku masih
nyambung dikit tapi lebih banyak tentang penggunaan buat isu lingkungan
ranm_d: Ini satu pertanyaan yang waktu terakhir belum kutangkap dengan jelas
jawabannya...
ranm_d: Menurut Bang Ade, apa keunggulan berkomunikasi menggunakan internet
dibandingkan lewat telepon, tatap muka langsung ataupun lewat media lain?

ranm_d: ehm, Bang?

adefadli: biayanya lebih murah dan jangkauannya lebih luas


ranm_d: Bagaimana dengan pandangan bahwa untuk Indonesia, kampanye lewat internet
tidak terlalu bermanfaat karena jumlah pengguna internet masih rendah dibanding
populasi total?

adefadli: untuk kampanye ke kelas menengah, internet menjadi efektif. tapi tidak
untuk ke kelas atas atau pun kelas bawah
ranm_d: untuk kelas bawah cocoknya apa dong? padahal koran pun dianggap masih
konsumsi masyarakat menengah?

adefadli: radio
adefadli: radio akan sangat cocok untuk kelas bawah... terutama radio interaktif...
dan sebenarnya bisa dikombinasi antara internet dan radio... melalui i-radio
dan radio biasa
ranm_d: hm..bener..bener.. untuk indonesia dan isu lingkungan, udah ada yang nggarap
sektor radio belum Bang?

adefadli: ada greenradio jakarta. beberapa radio daerah juga ada chapter lingkungan

ranm_d: ok..

ranm_d: Bang, dengan cara bagaimana atau sejauh apa internet mengubah cara hidup atau
cara kerja Bang Ade selama ini ?

ranm_d: BangAde?

1
LAMPIRAN INFORMAN 1 WAWANCARA 2

adefadli: yup
ranm_d: oke...
ranm_d: Bang, dengan cara bagaimana atau sejauh apa internet mengubah cara hidup atau
cara kerja Bang Ade selama ini ?

adefadli: internet 20/7 :-)

ranm_d: :))

adefadli: kaya lagunya siapa ya... saykoji kali ya... yang online itu lho

ranm_d: kebayang..

adefadli: dan sejak 4 tahun lalu, saya kerja jarak jauh dengan kawan-kawan, nggak
harus ketemu, termasuk untuk rapat-rapat
ranm_d: selama ini lancar? maksudku untuk rapat jadi pake teleconference gitu?

adefadli: ya

adefadli: tergantung lokasi berada, karena menentukan kualitas koneksi internetnya


ranm_d: berarti udah ga terpisahkan dong dengan internet?

adefadli: ya...
ranm_d: Bang Ade latar belakang pendidikannya bukan IT kan?

adefadli: bukan.

adefadli: aku belajar formal ilmu kehutanan. saat ini sedang tesis untuk ilmu
lingkungan, tentang politik konservasi

ranm_d: S-2 di mana Bang?

adefadli: di unmul, samarinda


ranm_d: weih..ya jauh ya.. itu almamater Abang kan?

adefadli: yup

adefadli: kan dekat

ranm_d: lhoh bukannya kalo di Eksekutif Nasional harus stay di Jakarta?

adefadli: yup
ranm_d: udah mulai bikin tesis juga Bang? Tentang apa?

adefadli: politik konservasi di kaltim


ranm_d: sip sip..

ranm_d: aku lanjut lagi ya..

adefadli: yup

2
LAMPIRAN INFORMAN 1 WAWANCARA 2

ranm_d: maaf..kalo boleh tahu, Bang Ade sudah menikah?

adefadli: udah

adefadli: kok jd nanya nikah


ranm_d: ga..istri pernah keberatan ga dengan lengketnya Bang Ade ma gadget? :D

adefadli: itu yang didiskusikan di awal


ranm_d: maksudnya? apa ya Bang? kok aku cari ga ada..

adefadli: maksudnya itu yang didiskusikan di awal sebelum menikah

adefadli: :-)
ranm_d: oh iya ya.. hehe..sip lah..

ranm_d: oke..maaf kalo agak sedikit mengulang..tapi.. Apa makna atau arti penting
internet untuk anda? Secara pribadi maupun profesional? Sanggup ga, “berpisah”
dari internet?

adefadli: internet sebagai alat bantu komunikasi, istilahnya jembatan mencapai


tujuan.

adefadli: internet menjadi penting untuk menurunkan biaya komunikasi dan


keterjangkauan target komunikasi
ranm_d: ooke.. next..
ranm_d: - Bisa ceritakan “sejarah” atau alasan sehingga Bang Ade dekat dan peduli
terhadap isu lingkungan?

adefadli: rumah saya sering kebanjiran... dan di daerah banjir. 'dongeng' harian
adalah cerita tentang bagaimana sungai, hutan dan situasi lingkungan di
daerah. juga tentang bagaimana aktivis bergerak di samarinda
adefadli: kemudian saya 'dipaksa' berkuliah di kehutanan. ketemu dengan kawan-
kawan yang doyan ke hutan

adefadli: terus ya... pernah jadi notulis setiap pertemuan tentang SDA dan LH
adefadli: jadinya mendengar dan mendengar. sesekali pertemuan di kampung, untuk
mendengar cerita
ranm_d: wow..panjang juga ya sejarahnya..

ranm_d: bisa dibilang cinta karena sering ketemu ya Bang :D

ranm_d: apakah itu juga alasan kenapa memilih isu lingkungan sebagai topik blog?

adefadli: inilah yang menemukenali diri saya... dan akhirnya berada dalam isu
lingkungan hidup
adefadli: sebenarnya nggak cuma masalah lingkungan hidup, tapi juga masalah
pendidikan dan teknologi informasi.

adefadli: :)

3
LAMPIRAN INFORMAN 1 WAWANCARA 2

ranm_d: Dalam mengelola timpakul, apa tantangan yang dihadapi selama ini?

adefadli: ya..
adefadli: tantangan mengelolanya sih kalo koneksi internetan nggak ada ataupun
kalau hosting nya bermasalah

adefadli: selebihnya sih, masalah waktu aja.

adefadli: selama di jakarta semakin nggak produktif, gagasan semakin sedikit, karena
media belajarnya berkurang

adefadli: isu blog merupakan pemikiran yang ada di kepala. karena masalah
lingkungan yang paling sering, itulah yang dituangkan. dan juga lainnya
tentang pendidikan dan IT, walau menjadi minor

ranm_d: maksudnya kalo di jakarta jadi ga produktif tuh apa Bang?

adefadli: ya, karena media diskusi, melihat, belajar menjadi sedikit. terlalu nggak
nyaman untuk berpikir-- udara jakarta, dan juga menjadi semakin sedikit
melihat dan berbincang tentang sesuatu....

adefadli: hanya dari website ke website... :-D


ranm_d: hehe :D
ranm_d: berarti selama ini ide posting memang lebih banyak dari perenungan ya Bang?
kan ada tuh yang ide posting justru keluar setelah blog-walking
adefadli: ada yang blog walking , tapi juga pasti akan dikaitkan dengan yang ada di
sekitar

adefadli: lebih mudah mencerna yang ada di sekitar deh kayaknya...


ranm_d: ada target atau rencana pribadi gitu ga sih Bang..harus posting tiap hari atau apa
gitu?

ranm_d: atau lebih fleksibel aja?

adefadli: sebelum ke jakarta, ditargetkan satu tulisan setiap pagi... karena setiap pagi
harus dimulai dengan membuat otak bekerja selama 5 menit. sudah di
jakarta, jadi nggak nentu..

adefadli: makanya bakal balik lagi ke s amarinda, menikmati banjir... :-)


ranm_d: :)

ranm_d: Menurut Bang Ade, apa masyarakat kita kini sudah mulai peduli lingkungan?

adefadli: dalam kultur tradisional komunitas di Indonesia. YA. dan telah ada
bagaimana mengelola alam secara seimbang
adefadli: seiring dengan masuknya teknologi dan sistem ekonomi dunia saat ini,
budaya lokal harus bertarung dan cenderung dikalahkan oleh pelayan
publik

4
LAMPIRAN INFORMAN 1 WAWANCARA 2

adefadli: Jawa misalnya, secara budaya memiliki cara dan model penempatan
bangunan, jenis bahan, dan tata letak bangunan, yang sangat melihat
keseimbangan alam
ranm_d: yup

adefadli: Demikian juga komunitas budaya lainnya. Tapi ketika bertarung dengan
sistem ekonomi global, akhirnya harus tersingkir dan meng hilang
adefadli: budaya hanya tinggal sebagai etalase budaya, tanpa pernah dilihat lagi
filosofi budaya itu sendiri
ranm_d: trus gimana..padahal ga sedikit kan masyarakat yg sudah (sok) berpikir dan hidup
dengan gaya modern? Atau terputus dengan pemahaman budaya yang pro alam..

adefadli: pendidikan menjadi kunci jawabannya

adefadli: gaya hidup akan terbentuk oleh informasi dan pengetahuan yang diterima

ranm_d: yup..jadi ya emang tanggung jawab banyak pihak ya..

adefadli: budaya dongeng, bukanlah semata pengantar tidur. namun berisikan


bagaimana sejarah keseimbangan alam

adefadli: tapi saat ini sudah ilang...

adefadli: kalo di Indonesia, tanggung jawab PEMERINTAH

adefadli: bukan tanggung jawab banyak orang.


adefadli: Pe raturan perundang-undangan yang dibuat sudah sangat jauh dari
konstitusi dan cita-cita pendiri negeri

ranm_d: hm..

adefadli: dari tahun 53, Pemerintah sudah diintervensi kepentingan asing, yang
akhirnya tahun 65-67 mulai mengobral kekayaan alamnya, dan secara
perlahan, sistem pendidikan di Indonesia diarahkan menjadi penghasil
robot intelektual, dan bukan menjadi manusia yang hidup di indonesia... :-)
adefadli: dan celoteh seperti itu, akan ditemui di banyak kampung di negeri ini...
andai saja ada yang mendengar dan mewujudkan mimpi mereka....

adefadli: btw, Roy Sukro juga ngajar disana ya?


ranm_d: ga

ranm_d: dulu pernah dosen luar biasa.. sekitar lima tahun. karena dia alumni

ranm_d: waktu itu ngajar teknologi komunikasi dan fotografi

ranm_d: cocok ma hobinya skrg :))

adefadli: hmm... ya..ya..


ranm_d: menganalisis foto seksi

ranm_d: dulu pernah diajar satu semester tapi dianya ga pernah dateng

5
LAMPIRAN INFORMAN 1 WAWANCARA 2

ranm_d: jadi aku ngulang kuliah itu begitu dosennya ganti

adefadli: kan dosen biasa di luar... :-)


adefadli: saya pernah ketemu dengan Pak Onno W Purbo. dan nanya, kalo Pak Onno
punya 2 Miliar akan buat apa. Dijawab dengan gayanya yang gitu deh...
bikin buku. saya tanya, kenapa buku? kata beliau, karena banyak
pengetahuan yang belum tertuliskan, dan perlu di sebarluaskan melalui
media tertulis. supaya kemudian mereka tertarik untuk terus
mengembangkan pengetahuan...
ranm_d: yup..

ranm_d: aku pernah ikut seminarnya sekali

adefadli: itu juga jadi penyemangat untuk terus ngeblog


adefadli: sebenarnya udah ada draft bukunya yang jadi kumpulan artikel saya dan
istri saya
ranm_d: wah..trus?

adefadli: tp belum ada yang mau nyetak kali ya... he...he...


adefadli: liat aja di: http://alien.adefadli.hijaubiru.org/ ada file pdfnya.

ranm_d: ga juga Bang..penerbit sebenernya selalu mencari naskah bagus

ranm_d: tergantung penerbitnya juga sih..

ranm_d: adekku kebetulan jadi proofreader di penerbit Bentang

ranm_d: cuma kadang lebih ribet pas ngurusnya..masalah royalti dll

adefadli: ya.. kumpulan tulisan kami belum pas juga untuk jadi buku .. jadi tetap
dalam bentuk e-book aja kali.... kan sama-sama buku... he..he...
ranm_d: :)

ranm_d: oke..lanjut ya Bang..

adefadli: ya
ranm_d: ada gaya kebarat-baratan dalam melihat masalah lingkungan saat ini, misalnya
lebih ngelihat bahwa penting memulai dari diri sendiri, sangat individual-
oriented.. Bang Ade menangkap itu juga ga?

adefadli: ini pemikiran dari para pembawa pesan lingkungan Indonesia juga

adefadli: ada prinsip Atur Diri Sendiri dan kemudian juga sekarang ada prinsip Atur
dan Awasi

adefadli: itu tergantung darimana belajarnya....


ranm_d: trus

adefadli: dan informasi dari mana yang ditangkap sebagai sebuah kebenaran dalam
pikiran kita

6
LAMPIRAN INFORMAN 1 WAWANCARA 2

adefadli: ketika melihat masalah di Indonesia, tidak lagi bisa cuma bilang harus dari
diri sendiri... Indonesia bukan negara kecil, seperti negara Eropa ataupun
AS yang punya kewenangan kuat di setiap distriknya
adefadli: Pemerintahan yang masih semi-sentralistik, menjadikan proses
pengrusakan lingkungan di Indonesia itu dipimpin.
adefadli: untuk level tertentu, bisa berbicara memulai dari diri sendiri, terutama
kepada pimpinan wilayah (Walikota, Gubernur, Camat, Lurah, Kades,
ataupun pejabat politik lainnya).
ranm_d: Wah..sip..uraian Bang Ade barusan cocok bgt untuk menjawab "argumen"
beberapa orang
ranm_d: ya..kan selama ini aku agak kesel juga kalo ngelihat orang-orang yang merasa
"cukup" dengan apa yang mereka lihat sebagai "usaha pribadi"

ranm_d: cukup dengan mengubah gaya hidup

ranm_d: padahal kan ga cukup..

ranm_d: emang, mengubah dari diri sendiri penting

ranm_d: tapi upaya kolektif juga penting kan karena masalah lingkungan tuh kompleks
dan sudah sangat besar sekarang

adefadli: yup, mantap bangets


adefadli: pemikiran begini biasanya akan selalu berbenturan... antara yang bilang...
lakuin sendiri dulu deh... dengan .... ayo bersatu untuk melawan
pengrusakan lingkungan....
ranm_d: bener ga kalo aku membaca bahwa banyaknya orang yang peduli lingkungan krn
tahu lewat internet kemudian jadi lebih condong ke pandangan pertama? ya
karena taunya juga dari informasi-informasi di luar negeri

ranm_d: lebih ke life style

adefadli: kalo cuma baca yang positivis bisa begitu.... kalo juga baca pemikiran-
pemikiran lain tentang Green (semisal greenleft) itu bisa jadi yang kedua.
karena memang informasi yang lifestyle jauh lebih banyak dan lebih bisa
diterima langsung. kalo yang gerakan, sangat sedikit dan ngajak mikir
bersama, jadi bisa jadi yang baca juga cape mikir...
ranm_d: :))

ranm_d: ya sih ya..tergantung kenyamanan orang juga.. Aku berharapnya ya karena


memang lagi fasenya aja, baru sampai ke mulai dari diri sendiri.. Baru mungkin
beberapa tahun lagi tergrak untuk bergerak bersama

adefadli: ketika ada benturan, pasti akan mikir deh.. makanya blog saya cenderung
meletakkan benturan dulu... he..he.. biar mikir.... masa yang nulis aja yang
mikir, yang baca nggak mikir.. he..he...

ranm_d: hehe..gitu ya ternyata..

ranm_d: sampai beberapa saat, kalo baca timpakul kadang suka gemes..

7
LAMPIRAN INFORMAN 1 WAWANCARA 2

ranm_d: "Yeh..nulis kok cuma segini" (dlm hal ukuran, kedalaman bahasan)
ranm_d: tapi kemudian aku sadar juga..males amat sih..baca cuma pengen dapet sesuatu
secara gratis

adefadli: :)
adefadli: sekarang juga memang lagi nggak cukup waktu dan nggak cukup belajar
untuk bisa menuliskan tulisan yang lengkap... tapi selalu diusahakan... dan
ada kategori urai, yang memuat tulisan yang lebih panjang...
ranm_d: oke deh

adefadli: karena dulu wordpress belum ada tag, jadi sampai sekarang juga nggak
pake tag. kalo ada dari dulu, sebenarnya bisa mulai diklasifikasikan dan
menjadi urutan tulisan isu tertentu....
ranm_d: yupp...

ranm_d: oke Bang..tinggal bbrp pertanyaan lagi nih

adefadli: ok

adefadli: beberapa itu pasti lebih dari satu... :)


ranm_d: Menurut Bang Ade, bagaimana posisi internet dalam aktivisme lingkungan saat
ini?

adefadli: dalam gerakan luas dan global, internet menjadi media yang sangat
dimanfaatkan dan bermanfat bagi aktivisme lingkungan.
adefadli: IT masa depan juga akan membantu mengatasi beberapa persoalan
lingkungan, semisal kertas. walau juga akan ada masalah lain, terkait bahan
pembuat laptop dan jaringan internet... tapi setidaknya akan mereduksi
jauh lebih besar permasalahan lingkungan dibandingkan bila tidak ada
internet
ranm_d: exactly
ranm_d: Bagaimana pendapat Bang Ade bila ada yang berkomentar bahwa gaya hidup
“hijau” hanyalah trend sesaat?
adefadli: kawan-kawan lingkar hijau bandung menyebutnya greenfashion, saya
menyebutnya conserfashion

adefadli: menjadi trend iya, hingga didapatkan sebuah perlindungan bagi korporasi.
tapi harusnya hijau itu bukan trend, karena bicara tentang dinamika alam
ranm_d: kenapa?

adefadli: yang akan terus bergerak dan berubah hingga menemukan bentuknya...
adefadli: saat ini isu hijau hanya sebuah "permen" yang dibagikan, agar kemudian
setiap orang akan bilang bahwa telah peduli lingkungan. tidak menjadi
pemikiran utama, kenapa kemudian lingkungan hidup itu menjadi penting.
karena sistem ekonomi globalnya masih berbicara tentang pola konsumsi.

8
LAMPIRAN INFORMAN 1 WAWANCARA 2

distribusi dan produksi, untuk pemenuhan hidup bagi sebagian kecil


kelompok di dunia
ranm_d: hhh..menyedihkan..

adefadli: nggak harus sedih juga.... ini harus jadi penyemangat...


ranm_d: gitu ya? Tapi ada masa aku ngerasa sangat marah dan kesal..trus jadi bete..trus
jadi agak "males".. sedikit putus asa..

adefadli: kalo semakin banyak "pejuang" yang putus asa... berarti kekalahan akan
tercapai dengan cepat.... ada pilihan jalan lain. dan tergantung keyakinan
bahwa cita-cita perjuangan akan tercapai.... :)
ranm_d: iya..keyakinan itu yang harus terus dibangun ya Bang..

adefadli: yup... smangat.... ^_^V


ranm_d: buatku pribadi...stay in touch with the issue itu satu hal yang at least bisa
kulakuin

adefadli: sip...
ranm_d: mungkin itu ya pentingnya networking :)

adefadli: ya... supaya tetap semangat dan yakin bahwa tidak sedang melakukan
sesuatu sendiri....
adefadli: detik ini, sedang banyak manusia yang sedang bergerak untuk hal yang
sama.... walau terkadang belum terhubungkan...... (hmm... kayak iklan aja
nih... he..he.)
ranm_d: oke..

ranm_d: :)

ranm_d: Ohya, gimana dengan pandangan dan sikap sejumlah orang yang melihat
kehidupan online dan offline itu "terpisah"? (Misalnya, orang yang gembar-
gembor tentang sesuatu di dunia maya tapi ternyata tidak melaksanakannya di
kehidupan yang nyata)

adefadli: berapa banyak orang yang punya kepribadian ganda? mungkin itulah yang
terpisah.... memang ada hambatan sosial ketika menerapkan di offline apa
yang jadi di online.
adefadli: dalam sebuah game: secondlife bisa jadi menggunakan kepribadian yang
beda, tapi lebih banyak yang sebenarnya sama saja...
adefadli: dan ketika berinteraksi di erepublik.com juga... kecenderungan karakternya
sama-sama aja tuh....

adefadli: saya belum tahu kalo di travian.. belum serius ikutan sih... :)
ranm_d: ahaha..cuma mo nanya aja persepsi Bang Ade..aku sendiri juga tipe yang "lurus",
ribet punya banyak jatidiri :D

9
LAMPIRAN INFORMAN 1 WAWANCARA 2

ranm_d: Selain memiliki sebuah blog dengan isu utama lingkungan, apa Abang juga
memanfaatkan internet dengan cara-cara lain untuk menyelamatkan lingkungan?
(Misalnya, voting dalam petisi online; donasi lewat e-banking; berlangganan
milis bertema lingkungan; gabung dalam komunitas volunteer via internet/milis)

ranm_d: Bang?

ranm_d: oke?

adefadli: maaf... koneksinya putus nyambung kayak lagu....


ranm_d: :))

ranm_d: so..pertanyaanku yang terakhir?

adefadli: btw udah wawancara pangeran charles:


http://www.detikinet.com/read/2009/05/06/114646/1127082/455/selamatkan-
hutan-pangeran-charles-andalkan-myspace

adefadli: milis iya. komunitas volunteer iya. petisi online ya. donasi, belum e -banking,
baru m-banking

ranm_d: oke...

adefadli: ada yang miss?

ranm_d: ga..sip
ranm_d: Menurut Abang, dengan cara-cara apa lagi internet dapat digunakan untuk
menyebarkan informasi/ menyelamatkan lingkungan?

adefadli: dengan cara apa lagi ya? karena dia jembatan, tergantung yang ngelewati
jembatannya. Ujung jembatannya bisa jadi radio komunitas, koran
komunitas atau lainnya.

adefadli: internet bisa untuk donasi, bisa untuk aliran informasi


adefadli: internet bisa menjadikan banyak orang memantau perkembangan hutan,
laut, satwa, dll. kalau sudah ada teknologi yang lebih murah... tapi
setidaknya google earth sudah membantu untuk memperlihatkan peta
kondisi ekosistem dunia
ranm_d: hmm..iya banget..

ranm_d: oke..last one..

ranm_d: Kalau Bang Ade memiliki waktu dan kesempatan lebih, apa yang paling ingin
dikembangkan dari blog timpakul?

adefadli: dulu berkeinginan semodel beritahabitat.net tapi udah ada yang


ngembangin...
ranm_d: hmm..oke..

adefadli: ada orang per orang yang menulis / nge-blog tentang lingkungan dan ada di
satu halaman, dari pada nyari-nyari kemana-mana... sekarang lagi ingin

10
LAMPIRAN INFORMAN 1 WAWANCARA 2

seperti blog-indonesia.com yang khusus isu lingkungan hidup... tapi belum


ketemu program yang ringan dan pantas
adefadli: sekarang lagi ngumpulin link lingkungan pake delicious dan ngomporin
kolom berita online punya tag lingkungan hidup (kompasiana.com ;
politikana.com)
ranm_d: wah sip sip.. kalo di "offline"?
adefadli: kalo mimpi ke depan sih... pengen punya tempat belajar free untuk belajar
dari alam dengan ada akses internet yang juga free, dengan komputer yang
jaman batu....
ranm_d: iya ya..aku juga ada impian kayak gitu..punya sekolah alam tapi full koneksi
internet

ranm_d: kalo kata pak Onno sih bisa bgt

ranm_d: :D

adefadli: btw, kayaknya beneran harus wawancara pangeran charles tuh.. biar
lengkap respondennya:
http://news.yahoo.com/s/afp/20090505/en_afp/usbritainenvironmentclimateroy
alsinternet

ranm_d: wahahaha :))

ranm_d: gimana caranya yaks? :P

adefadli: yah... nggak ada alamat email atau ym nya prince's sih...
ranm_d: hm..lagian kayaknya tenggatku ga kekejar kalo harus nunggu pak-nya satu itu :P
ranm_d: btw, di blog bang ade dan istri yang tadi link-nya dikasi ke aku, kok aku ga bisa
nemu ya e-book nya?

ranm_d: Bang?

adefadli: ada di page: http://alien.adefadli.hijaubiru.org/pertautan-ruang-hidup.html

adefadli: dia langsung tampil dalam flash:


http://issuu.com/timpakul/docs/pertautanruanghidup

adefadli: ini link pdfnya:


http://alien.adefadli.hijaubiru.org/wp -content/uploads/2009/04/liaf-buku-
06_09.pdf

ranm_d: oh oke

ranm_d: sip..udah kusimpen..

ranm_d: oke Bang..udah maghrib nih..dan sepertinya pertanyaan saya sudah semua..

ranm_d: makasih sekali untuk obrolan yang hangat dan menyemangati :)

adefadli: ok. makasih juga... semoga sukses dan tetap semangat

11
LAMPIRAN INFORMAN 1 WAWANCARA 2

ranm_d: siap!! :)

ranm_d: salam untuk mbak Alien ;)

12
LAMPIRAN INFORMAN 2 WAWANCARA 1

NAMA INFORMAN : Armely Meiviana

WAKTU WAWANCARA : 7 Mei 2009, pukul 16.15-18.00 WIB

JENIS WAWANCARA : online, via Yahoo Messenger

WAWANCARA KE- :1

ranm_d: Hi Mely :)

biroelaut: yellow
ranm_d: dah senggang nih?

biroelaut: sedikit lebih senggang

biroelaut: tapi udah gak mumet lagi :-)


ranm_d: ehehe

ranm_d: oke..kita mulai aja atau mau kenalan dulu?

biroelaut: hehehe

biroelaut: terserah aja


ranm_d: well, aku Rani, lagi ngerjain tesis di UGM. Aku tertarik dengan topik ini karena
juga punya concern di lingkungan. Sempet volunteer di Sahabat Lingkungan
Walhi Jogja, tapi lagi off karena ribet tesis.

biroelaut: sebelomnya s1 ny apa?

biroelaut: comms jg?


ranm_d: ilmu komunikasi juga

ranm_d: iya..fisipol

ranm_d: mely HI ya?

biroelaut: eh kok tau?

biroelaut: fisipol ugm yak


ranm_d: kan ada di FB, groups yang km join

biroelaut: hihihiii...gw aja sampe lupa :-)


ranm_d: cerita dong..aktivitas kamu sekarang apa aja..

biroelaut: hehehe...

biroelaut: ya gak beda ma orang-orang....

biroelaut: sibuk FB ;))


ranm_d: ah kamu :P

1
LAMPIRAN INFORMAN 2 WAWANCARA 1

ranm_d: maksudku, kerja kah? atau sibuk apa gitu?

biroelaut: kalau kesibukan yang memberikan penghasilan...ya kerja

biroelaut: kalau yang gak menghasilkan...katanya hobi :-)

biroelaut: eh gue sambil ngapa-ngapain ya

ranm_d: oke..aku juga kok..

ranm_d: kerja dimana Mel?

biroelaut: gue freelancer


ranm_d: di bidang apa?

biroelaut: rani sebelomnya pernah kerja juga?

biroelaut: ato sekarang kuliah sambil kerja?


ranm_d: pernah macem-macem waktu kuliah.. guru kursus B.Ing, guru B.Indo buat orang
asing, terakhir jadi asisten dosen di almamater, tapi lagi off

biroelaut: wah seru tuhh


ranm_d: apanya? :)

biroelaut: kerjaannya

biroelaut: ngajarin bule bhs indo :-)


ranm_d: hehe..iya... tapi kebetulan aku dah yang kelas tinggi, jadi mereka dah mulai diajak
diskusi

ranm_d: kalo di kelas bawah aku ga sabar banget..

ranm_d: karena ngajarin mulai dari " Bapak-tadi-berangkat-jam-berapa?"

ranm_d: :D
ranm_d: Mely sendiri freelance di bidang apa? Aku ada rencana mau ke jakarta setelah
nikah, pengen kerja tapi ga pengen yang tetap juga..

biroelaut: hehehe...

biroelaut: wah kalo gue kok kebalik...pengen cari kerjaan di jogja

biroelaut: gak betah tinggal di jkt :-)


ranm_d: iya :(

ranm_d: aku juga males tapi kasian cowokku..

ranm_d: yah bertahap lah..kami juga ga berencana tinggal lama-lama banget

ranm_d: Eh Mel, freelance bidang apa?

biroelaut: awalnya sih di urusan komunikasi

2
LAMPIRAN INFORMAN 2 WAWANCARA 1

biroelaut: tapi lama-lama bisa apa aja...LMGB, lo mau gue bisa :D


ranm_d: hehe..multitalented :D
ranm_d: aku pengen cari sambilan yang bisa dari rumah, lewat internet aja, kayak
penerjemah atau editor naskah

ranm_d: ga suka banget ma jalanan jakarta

biroelaut: huahaha...iya samaa

biroelaut: sekarang sejak jadi freelancer, jadi males keluar rumah

biroelaut: males kena macet


ranm_d: oke..kumulai aja ya..sesi "serius"nya

ranm_d: ceritain dong tentang GL alias green lifestyle..

ranm_d: awalnya gimana..trus gimana

ranm_d: sorry

biroelaut: eh sorry
biroelaut: waktu itu si marc tanya-tanya tentang milis yang ngebahas tips -tips
lingkungan di indonesia

biroelaut: setahu s aya yang ikut banyak milis...gak ada

biroelaut: saya bilang, kamu bikin aja marc

biroelaut: eh lalu akhirnya kita ended up inisiasi milis seperti itu

ranm_d: jadi awalnya milis? bukan blog?

biroelaut: itu lanjutannya, blog, web, fb, dll


ranm_d: trus..siapa aja yang terlibat? kenal Marc dimana?

biroelaut: waktu kerja di WWF

biroelaut: dia suka trima orderan dari WWF...untuk urusan tulis menulis
ranm_d: oh gitu..

ranm_d: terus, yang ngelola cuma kalian berdua?

biroelaut: yang full time emang cuma kita berdua

biroelaut: tapi

ranm_d: ya?
ranm_d: Mel..aku harus pulang..kapan-kapan lagi ya? atau aku kirim aja file daftar
pertanyaannya aja gimana?

biroelaut: eh sori

3
LAMPIRAN INFORMAN 2 WAWANCARA 1

biroelaut: barusan ada telpon...tentang kerjaan

biroelaut: iya mending gitu aja


ranm_d: aku kirim lewat YM aja ya.. bentar

biroelaut: gak lewat imel aja?

ranm_d: kucoba dulu

ranm_d: sudah?

ranm_d: bisa dibuka ga filenya?

biroelaut: yepp
ranm_d: oke..yah..tolong diisi aja dulu dan dikirim ke aku kalo udah, ntar kalo masih ada
pertanyaan lanjutan kita chatting lagi deh ya :)

ranm_d: aku pamit ya Mel :)

biroelaut: ok ok
ranm_d: nice to chat with you

biroelaut: sori yakk


ranm_d: gapapa..

biroelaut: same here

4
LAMPIRAN INFORMAN 2 WAWANCARA 2

NAMA INFORMAN : Armely Meiviana

WAKTU WAWANCARA : 31 Mei 2009, pukul 14.11-16.40 WIB

JENIS WAWANCARA : online, via Yahoo Messenger

WAWANCARA KE- :2

ranm_d: Hi Mel :)

biroelaut: holaaa

biroelaut: gimana thesisnya?

biroelaut: :-)

ranm_d: on the run nih :P

ranm_d: mulai analisis data, agak repot juga, belum pernah kualitatif gini soalnya :D

ranm_d: menantang hehe

biroelaut: wah asik dong

biroelaut: seruuuu....

ranm_d: gitu deh..

ranm_d: btw, boleh tanya sedikit ga..

ranm_d: agak out of context sih

biroelaut: boleeeh
ranm_d: aku kan dah jadi ngobrol ma Marc juga. Dia bilang di Indonesia sejak lima tahun
lalu. Boleh tau ga latar belakang dia? Maksudku kok dia bisa nyampe "nyangkut"
di Indonesia, trus gimana kalian bisa kenalan..

biroelaut: wah kalau latar belakang dia...kudu nanya ma dia :)

biroelaut: secara gue juga gak inget


ranm_d: yah..paling ga yg setau kamu

biroelaut: kalau kami berdua bisa kenal...karena waktu saya di WWF...konsultan yang
biasa dipakai WWF untuk bikin web content adalah Marc

ranm_d: cuma biar aku tahu setting sih


biroelaut: jadi pas project saya harus bikin halaman website...dan ternyata
konsultannya dia
ranm_d: ah ya..dia bilang kalau dia backgroundnya ilmu komputer gitu..

biroelaut: background dia bukan komputer

biroelaut: tapi ada kaitannya ma biologi gitu deh

1
LAMPIRAN INFORMAN 2 WAWANCARA 2

ranm_d: lha terus, berarti dia memang kerja di Indonesia gitu? apa gimana?

biroelaut: dia emang udah 5 tahun kerja di Indonesia

biroelaut: waktu dia awalnya ke Jakarta...kalau gak salah dia kerja magang gituh
ranm_d: tau ga dia WNI ga? soalnya waktu kemarin mulai baca-baca data gitu aku malah
kaget sendiri, kalau batasanku aktivis lingkungan Indonesia, bisa jadi dia ga
termasuk..

ranm_d: mau tanya dia tengsin, takut dia tersinggung atau malah aku malu sendiri :p

ranm_d: kurang teliti nyeleksi informan :D

biroelaut: dia belom WNI, karena masih suka harus perpanjang visa
biroelaut: eh tapi kalau di Indonesia, kalau kawin sama orang Indonesia...gak otomatis
jadi WNI kan?
ranm_d: kayaknya ga deh Mel, anaknya mungkin, tapi kalo dianya ga deh..

ranm_d: yah setidaknya kalo artis-artis yang kawin ma bule mah :D

ranm_d: yah, gapapa...kepepetnya informasi dari dia buat ndukung info darimu aja..

ranm_d: btw, dia kliennya ga cuma dari Indonesia aja kan? maksudnya, kecuali dia
khususin kerjaannya buat isu lingkungan di indonesia, mungkin aku bisa
mempertimbangkan posisi dia..

biroelaut: iya..kliennya gak cuma dr indonesia

biroelaut: coba kamu buka webnya dia

biroelaut: www.dunais.org
ranm_d: udah kubuka kemarin , cuma pengen mastiin aja..

biroelaut: ouww
ranm_d: hehe..ya gini deh..kerjaan menganalisis kalau dipikir agak-agak kayak detektif,
agak-agak nosy, tapi juga agak imajinatif

ranm_d: huehehe

biroelaut: :D
biroelaut: mungkin ada pertanyaan-pertanyaan yang gak terjawab dari informasi-
informasi yang didapat ya
biroelaut: atau informasi-informasi yang ada malah menimbulkan pertanyaan-
pertanyaan baru
ranm_d: haha..ya gitu deh..padahal kan ga mungkin ngejar info terus..pada satu titik harus
bisa bilang "berhenti, fokusmu sampai segini aja dulu".. the venture for
knowledge IS suppose to be endingless, tapi peneliti harus bikin batasan..
ranm_d: yah setidaknya, terkait suatu penelitian tertulis..kalo ambisi pribadi sih..ya
mungkin aja dijalankan terus..

2
LAMPIRAN INFORMAN 2 WAWANCARA 2

biroelaut: yoih...ngerti kok kitahh :-)


ranm_d: hehe..ya dah..silakan kalau mau lanjut sama aktivitasmu.. Thanks ya dah mau
kugangguin

biroelaut: no problem

biroelaut: klo ada yg perlu diklarifikasi lagi...sila :-)

ranm_d: ada sih..jadi inget... ada beberapa yang masih ngganjel..

ranm_d: gapapa ya..

biroelaut: hhehehe...muntahin aja :-)


ranm_d: :))

ranm_d: oke..

ranm_d: untuk blog dan milis GL, adakah semacam “rapat redaksi” untuk menentukan
topik-topik yang akan dibahas dalam seminggu/sebulan ke depan? Bila ada,
ceritakan kebiasaan “rapat” atau musyawarah yang biasa dilakukan? Misalnya,
apa yang biasanya dijadikan pertimbangan saat memilih topik?

biroelaut: awalnya ada...

biroelaut: tapi setelah itu kita spontan aja cari-cari sendiri


biroelaut: soalnya kan udah mulai rame...topik macem-macem bisa datang dari para
anggota
ranm_d: oh gitu..lha kalau mau ada yg upload..ya silakan aja sendiri-sendiri gitu? atau
dikumpulin di salah satu, baru dia upload?

biroelaut: udah pernah ke webnya GL?


ranm_d: udah..tapi belum ampe merhatiin gitu

biroelaut: kita biasanya bagi tugas seminggu 1 x, every weekend, update web GL

biroelaut: nah isinya kan cuma: tips, artikel, agenda, film & ilustrasi

biroelaut: artikel sejauh ini masih ambil dari web-web berita

biroelaut: yang dari milis cuma yang ada di bagian tips

biroelaut: yah gimana yahh


biroelaut: intinya sih kalau mau upload, masing-masing aja...tapi kita udah tahu
materi seperti apa yang bisa untuk web GL
biroelaut: nanti kan kalau mau ditambahin sama yang laen...tinggal liat aja, apa di
web udah di-upload atau belom

biroelaut: kalau belom...ya tinggal upload sendiri

ranm_d: hehe..dah pada saling mengerti nih yee.. :)

3
LAMPIRAN INFORMAN 2 WAWANCARA 2

ranm_d: oke..mungkin yang selanjutnya agak mirip.. mm.. bagaimana manajemen di


dalam GL? Misalnya terkait dengan koordinasi internal, publikasi, juga
pendanaan?
biroelaut: publikasi...utk weekender kita dah bikin daftar topik selama beberapa bulan
ke depan + daftar calon penulis + deadline

ranm_d: oke..
biroelaut: pendanaan, dari honor dari weekender + hasil penjualan + 15% dari
keuntungan para penitip barang dagangannya di stand GL

biroelaut: koordinasi internal...hanya dilakukan saat-saat dibutuhkan

biroelaut: misalnya mau ada acara kunjungan, ajakan buka stand/bikin acara, dll

ranm_d: weekender tuh apa?

biroelaut: majalah bulanannya GL Jakpost

biroelaut: btw saya pikir tadinya kamu member GL, ternyata bukan ya? :-)
ranm_d: hehe..member as a consequence of researching..

ranm_d: belum ampe segitunya.. :P

ranm_d: owalah...weekender-nya Jakarta Post..

ranm_d: yaya..tauk..

ranm_d: kirain weekender tuh nama jabatan :D bego banget

biroelaut: atau kamu belom mampir ke blog nya GL?

biroelaut: disitu kan ada box khusus 'artikel GL'

ranm_d: udah kok :) tapi baru lihat-lihat, belum aku ulik satu-satu..

biroelaut: hehehe...ketahuan telisiknya msh kurang :D


ranm_d: ya nih.. energinya butuh banyak banget.. makanya batasanku aktivis as
individual, bukan blog atau websites yg mereka kelola.. huah... banyak bgt...
padahal aku punya sekitar 8 informan, semua punya blog, ngelo la milis atau
cause..

biroelaut: eh kalau boleh tauk...narasumbernya dari mana aja?


ranm_d: ada mas Djuni Pristyanto, yang ngelola milis "lingkungan"

ranm_d: kamu dan Marc (kalo jadi)

ranm_d: bang Ade Fadli, di walhi dan yang punya blog Timpakul

ranm_d: Melinda.. yang punya Go Green Indonesia, masih SMA

biroelaut: timpakul bukannya punya mas djuni ya?


ranm_d: Michael.. yang punya akuinginhijau.org

4
LAMPIRAN INFORMAN 2 WAWANCARA 2

ranm_d: bukan..timpakul tuh bang ade


ranm_d: sama baru kemarin mulai wawancara sama Marwan Azis, dari
Greenpressnetwork

biroelaut: oh itu punya nya anak Walhi yak


ranm_d: eh, brarti tujuh ding..

ranm_d: iya..bang Ade Fadli..

biroelaut: eh 4 lagi sapah?

biroelaut: gue cuma terima mesejnya sampe ade fadli


ranm_d: he?

ranm_d: ntar..

ranm_d: Melinda.. yang punya Go Green Indonesia, masih SMA

ranm_d: Michael.. yang punya akuinginhijau.org

ranm_d: sama baru kemarin mulai wawancara sama Marwan Azis, dari
Greenpressnetwork

ranm_d: nyampe ga?

biroelaut: sampe

biroelaut: oh iya...aku ingin hijau & greenpressnetwork bagus tuh

ranm_d: yup..

ranm_d: eh..aku lanjut ya..

ranm_d: atau kamu mo tanya lagi soal narsumku?

biroelaut: kalau dari gue udah kok


ranm_d: oke.. saat membaca dan memilih informasi dari sumber lain, misalnya, situs di
internet, bagaimana kamu bisa yakin informasi itu benar dan dapat dipercaya?
Apakah kamu juga “menguji” dulu tips-tips/ info yang kamu berikan?

biroelaut: tips -tips yang ada di web GL bukan hasil browsing di internet

biroelaut: tapi hasil diskusi para anggota milis

biroelaut: atau hasil implementasi dari anggota


ranm_d: mm.. oke..tapi buat kamu sendiri (terlepas dari yang kamu tulis khusus bwt
GL)..tentu pernah kan search berita atau artikel.. nah, kamu pnya pertimbangan
tertentu ga, untuk menilai suatu artikel atau berita tuh "baik" atau "benar"?

biroelaut: oh klo artikel lain lagi


biroelaut: di web GL artikelnya msh copas (copy & paste-red.peneliti) dari situs -situs
berita terpercaya

5
LAMPIRAN INFORMAN 2 WAWANCARA 2

biroelaut: selain itu...berita yang ditampilkan adalah hal-hal yang sebisa mungkin
positif

biroelaut: bukan hal-hal yang isinya mengkritisi pemerintah


biroelaut: karena tujuannya supaya bisa memotivasi dan menginspirasi para pembaca
untuk berbuat hal positif, dari diri sendiri
biroelaut: walau ada juga sih artikel yang isinya misalnya...berapa % terumbu karang
di Indonesia rusak
ranm_d: oke.. jadi artikel yang lebih ke "aksi" ya.. bukan fakta-fakta "ilmiah"..

biroelaut: oh ada juga

biroelaut: tapi intinya...bukan berita-berita negatif...atau hal-hal yang bisa bikin orang
marah deh pas bacanya :-)
ranm_d: hehe..kenapa tuh ambil posisi gitu?

biroelaut: karena milis ini tujuannya bukan untuk marah-marahin pemerintah atau
ngebahas tentang kebijakan-kebijakan pemerintah....tapi lebih ke hal-hal
yang...seperti yang udah disebut di atas

biroelaut: saya dulu kan di LSM ya

biroelaut: saya dulu ikut berbagai milis lingkungan

biroelaut: tapi saya seringkali capek bacanya


ranm_d: hmm..

biroelaut: karena akhirnya isinya kebanyakan cuma marah-marahin pemerintah atau


LSM lainnya

biroelaut: itu satu ya

biroelaut: kedua...
biroelaut: temen-temen main s aya hampir semuanya bukan orang lingkungan (dulu
waktu abis lulus)
biroelaut: mereka itu merasa bahwa apa yang dibahas s ama LSM-LSM itu susah..dari
sisi bahasa dan isi
ranm_d: ya..

biroelaut: sementara ada banyak profesional yang peduli dengan isu lingkungan
misalnya...tapi ya itu, gak tauk harus ngapain
biroelaut: jadi emang milis ini targetnya untuk mengajak orang-orang untuk lebih
peduli dan untuk mendorong orang supaya berinisiatif bikin perubahan

biroelaut: bahkan kami menekankan bahwa bahasa yang digunakan di milis harus
bahasa yang sederhana...gak boleh pakek istilah yang rumit-rumit

ranm_d: yup..

6
LAMPIRAN INFORMAN 2 WAWANCARA 2

biroelaut: tapi tetep aja sih...ada orang-orang yang kayaknya susah banget untuk gak
pake istilah-istilah yang gak umum :-)
biroelaut: itu aja...saya masih sering denger bahwa banyak yang gak berani untuk
posting di milis
ranm_d: hm..menarik..

biroelaut: karena merasa gak tauk apa-apa...takut dibilang bodoh....tapi merasa


menerima banyak informasi yang bermanfaat dari milis

biroelaut: katanyaaaa....:-)
ranm_d: ya..sangat bisa mengerti..

biroelaut: eh mba...oot nh
ranm_d: kalayu di dunia media, GL bisa dbilang melakukan segmentasi
audience..targetting alternative audince

ranm_d: eh, napa?


biroelaut: jd pengen nanya...kenapa gak masukin b2w (Bike 2 Work-red.peneliti)
sebagai narasumber ya?

biroelaut: kan mereka milisnya luar biasa tuh anggotanya


biroelaut: curious aja sih

ranm_d: ya itu tadi..targetku individual..

ranm_d: kalo yang sudah lembaga kan dah cukup jelas..

biroelaut: ouwww...i see


ranm_d: ya..jadi lebih ke aktivis as active media user..

ranm_d: lebih ke batasan teoritis aja sih

biroelaut: ouww i see


ranm_d: aku pribadi sih pengen taunya apa sih yang memotivasi aktivitas aktivis..padahal
kan (basically) ga ada yg mbayarin..dll..
ranm_d: ya..ingin belajar juga..gimana cara untuk nularin semangat itu.. dan tentu saja,
mengemasnya secara "imliah".. :D

biroelaut: hmmm...pertanyaan bagus tuh

biroelaut: setidaknya untuk diri gue ndiri .... ;))


ranm_d: aku lanjut lagi ya..
ranm_d: Apakah anda sudah cukup puas dengan apa yang anda dapatkan dari internet/
sudahkah cukup apa yang disediakan internet utk mendukung kebutuhan serta
aktivitas anda? Terutama terkait dengan aktivitas utk lingkungan.

7
LAMPIRAN INFORMAN 2 WAWANCARA 2

biroelaut: yang saya gak puas adalah saya gak punya cukup waktu untuk ngerjain
semua hal yang ingin dikerjakan

biroelaut: :((
ranm_d: huhaha :))

ranm_d: classic..

biroelaut: yang ada aja gak kepegang...gimana mo nambah minta yang macem-macem
ranm_d: iya iya..

ranm_d: pernah ngerasain "information overload" ga?

biroelaut: pernah bangeeettt


ranm_d: hehe..gimana tuh misalnya?

biroelaut: kayak info tentang climate change

biroelaut: waduuuhhh...itu ada banyak banget di web


ranm_d: :)) kebayang..

biroelaut: apalagi waktu dulu kerjaannya itu


biroelaut: sampe -sampe saya merasa kehilangan waktu untuk baca buku yang gak ada
kaitannya ma kerjaan
ranm_d: ohya.. apa kamu masih meluangkan waktu/ sempat mengkonsumsi media
konvensional/ media massa (koran, radio, televisi, film, buku)?

biroelaut: jarang...nyaris gak sempat

biroelaut: untuk baca koran...karena sekarang pemilu, s aya jadi suka baca-baca
koran/buka situs detik/kompas

biroelaut: kalo buku...cuma pas lagi gak ada kerjaan


biroelaut: jadi banyak banget tuh buku yang dibaca tapi gak selesai....s ampe waktu
lamaaa...terus nemu buku lain lagi :-)
ranm_d: hehe... senasib..

ranm_d: up to some time i have to said to my self to stop buying books.. :D


ranm_d: buat kamu, kenapa masih mengkonsumsi media2 tersebut? Apakah internet tidak
cukup? Atau mungkin karena kebiasaan?

biroelaut: kalo berhenti beli buku...itu udah gue lakukan sejak 2007 :-)

biroelaut: alasannya karena keterbatasan dana, karena udah gak kerja kantoran lagi
:D

biroelaut: media-media mana nih?


ranm_d: yah..kok masih baca koran..misalnya..

8
LAMPIRAN INFORMAN 2 WAWANCARA 2

ranm_d: mel?

biroelaut: maaf tadi keputus


ranm_d: aku pengen tau kebiasaan bermediamu, selain dengan ineternet

biroelaut: denger radio

biroelaut: wah kayaknya emang 90% media yang saya baca internet :(

biroelaut: sesekali baca koran...karena ngikutin berita pemilu


ranm_d: hehe..ya gapapa..

biroelaut: atau koran sabtu/minggu

biroelaut: hehehe...buat kamu gapapa

biroelaut: tapi buat saya...itu berarti hidup saya sebagian besar dihabiskan di depan
komputer

biroelaut: :((
ranm_d: mm..hidup kan emang dijalani sesuai kebutuhan..termasuk konsekuensinya..

ranm_d: yah..asal tetep sehat, bahagia..

biroelaut: tapi setidaknya s aya jarang nonton tipi :D

ranm_d: kalo dipikir..banyak kan yang ga seberuntung kita misalnya..

biroelaut: loh kok malah seneng yah


ranm_d: hehe..

ranm_d: itu tadi..sesuai kebutuhan dan selera juga kali ya..

biroelaut: iya sesuai kebutuhan...

biroelaut: abis baca apalagi...

biroelaut: mo baca majalah...harganya mahal

biroelaut: paling bacaan iseng beli majalah Bobo


ranm_d: ahaha..kesukaanku waktu kecil tuh..eh..ampe SMP ding.. :)

ranm_d: eh Mel..kayaknya pertanyaanku dah abis nih :p

ranm_d: thanks ya..aku harus balik ni..belum sholat :D

biroelaut: sipp

biroelaut: gue juga dah laperrr

biroelaut: gudlak yaw


ranm_d: thanks..met makan :D

9
LAMPIRAN INFORMAN 2 Q& A

Jawaban dari Armely Meiviana.


Ditulis, dilengkapi, dan dikirim dalam dua tahap, berselang sekitar empat hari. Bagian pertama
dikirim pada tanggal 27 Mei 2009, dan yang kedua pada tanggal 31 Mei 2009.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tentang Anda dan Internet


1. Tolong ceritakan tentang diri Anda (pekerjaan, kegiatan sehari-hari, latar belakang pendidikan)

Udah kan ya waktu chat pertama?!


2. Ceritakan bagaimana Anda mengenal internet. (sejak kapan, diajari/belajar sendiri, motivasi
atau tujuan awal menggunakannya)
Saat kuliah, tahun 1998; diajari teman dan belajar sendiri; untuk mengumpulkan bahan
untuk keperluan skripsi
3. Bagaimana Anda sehari-hari menggunakan internet? (berapa jam sehari; akses dari mana saja;
untuk keperluan apa saja)
± 12 jam sehari; dari rumah, kafe, warnet, dll; untuk pekerjaan, mengelola milis, cari2 info
dan bersosialisasi (chatting, fb, blog, dll).
4. Dengan cara bagaimana atau sejauh apa internet mengubah hidup atau cara kerja Anda selama
ini (Sebelum? Sesudah?)

Sebelumnya:

untuk berkomunikasi jarak-jauh: menggunakan telepon/surat.

untuk mencari informasi: tanya teman, cari di koran/majalah dan telp 108
untuk menjalankan hobi dan minat: mencari rekan dan keluarga di sekitar untuk
menjalankan hobi dan minat bersama
untuk meluaskan jaringan: ikut perkumpulan/klub (olah raga misalnya) atau ikut
kegiatan yang diselenggarakan teman.

untuk meningkatkan kapasitas: ambil les

Sesudahnya:

untuk berkomunikasi jarak-jauh: menggunakan imel, ym atau fb

untuk mencari informasi: tanya google, ikut milis


untuk menjalankan hobi dan minat: bergabung dengan milis/komunitas maya untuk
melakukan hobi atau mendapatkan tempat untuk berdiskusi tentang minat, dll.

Untuk meluaskan jaringan: ikut milis, fb, mampir ke blog orang


untuk meningkatkan kapasitas: bikin blog untuk latihan menulis, ikut berbagai milis yang
sesuai, dowload tips2 di google, dll

1
LAMPIRAN INFORMAN 2 Q& A

5. Apa keunggulan berkomunikasi menggunakan internet dibandingkan lewat telepon, tatap muka
langsung ataupun lewat media lain?
Lebih murah, lebih hemat waktu (karena tidak harus menempuh perjalanan untuk bertata p
muka), bisa dilakukan sambil mengerjakan hal lain, bisa dilakukan kapan saja (bahkan di
dini hari sekalipun).
6. Apa makna atau arti penting internet untuk anda? Secara pribadi maupun profesional? Sanggup
ga, “berpisah” dari internet?
Sanggup...bahkan selalu punya waktu-waktu tertentu untuk tidak bertemu dengan
internet.

Tentang Aktivitas Anda terkait Isu Lingkungan


1. Ceritakan tentang blog dan milis Anda. (misal, sejak kapan; dapat ide atau bahan tulisan dari
mana; bagaimana tanggapan orang)
Blog: sejak tahun 2002, dapat ide bisa dari koran, obrolan, kerjaan, atau blog orang lain.
Tidak banyak tanggapan...karena tidak untuk dipublikasikan. Dan sekarang sudah
berhenti.
Menginisiasi dan memoderatori berbagai milis sejak tahun 1999 tapi lebih pada milis
alumni sekolah/kampus.
Tahun 2007, mulai serius mengelola milis GreenLifestyle. Berawal dari cetusan ide iseng
dengan seorang kawan (Marc) untuk menginisiasi milis yang bisa memberikan informasi
tentang info dan tips sederhana untuk gaya hidup yang ramah lingkungan dan relevan
untuk orang-orang Jakarta (akhirnya berkembang untuk orang-orang di kota -kota besar
di Indonesia).
Ide-ide topik yang dilontarkan ke milis, bisa dari pengalaman sehari-hari, percakapan
dengan orang-orang sekitar, bacaan, dll.

2. Apa yang memotivasi Anda memiliki dan mempertahankan milis dan website tersebut?

Awalnya kami (saya dan moderator lainnya) merencanakan, jika dalam waktu 3 bulan
anggota milis kurang dari 300 orang, maka milis akan kami tutup. Tapi setelah 3 bulan,
walau anggota tidak mencapai 300 orang, namun lalu lintas di milis cukup ramai. Ada
banyak diskusi, tanya-jawab tentang berbagai hal praktis sehari-hari agar bisa lebih
ramah lingkungan
Dikarenakan banyaknya peminat yang tertarik dengan informasi-informasi dan tips-tips
tersebut, sudah tentu kami (moderator) berupaya mempertahankan milis tersebut, bahkan
kemudian kami mengupayakan dibangunnya website, guna mendokumentasi hasil
percakapan atau penyebaran informasi di milis, agar bisa disebarkan ke masyarakat yang
lebih lu as.

2
LAMPIRAN INFORMAN 2 Q& A

3. Kenapa memilih isu lingkungan sebagai topik milis?


Mengenai isu lingkungan sebagai topik milis, dikarenakan saya dan Marc (inisiator milis
GL) mempunyai ketertarikan dan passion di isu tersebut. Mengingat bahwa pekerjaan kami
sehari-hari terkait dengan isu lingkungan membuat kami terpapar dengan banyak info
mengenai kerusakan-kerusakan lingkungan.
Ada banyak milis lingkungan di indonesia, namun tak banyak yang memberikan informasi-
informasi praktis untuk masyarakat awam (terutama pada tahun 2007 dan sebelumnya).
Hampir semua milis lingkungan yang saya ikuti membicarakan hal-hal yang rumit dan
eksklusif hanya untuk LSM atau wartawan saja. Dan diskusi banyak dilakukan di tingkat
teknis dan kebijakan. Padahal solusi untuk lingkungan tidak hanya dari sisi kebijakan, tapi
juga dari segi perubahan perilaku masyarakat. Ada banyak hal sederhana yang bisa
dilakukan untuk menyelamatkan lingkungan, dan hrs dilakukan secara massive, bukan
perorangan.
Untuk itu saya merasa perlu ikut mengedukasi masyarakat banyak untuk mengubah pola
pikir yang digunakan oleh banyak orang saat ini, khususnya yang berdampak pada
perilaku yang tidak ramah lingkungan. Melalui milis ini diharapkan bahwa orang tidak
lagi berpikir bahwa isu lingkungan adalah isunya LSM atau pemerintah; menyelamatkan
lingkungan tidaklah sulit, bisa dimulai dari hal-hal yang sederhana dan sehari-hari;
permintaan masyarakat akan produk-produk ramah lingkungan akan meningkat; pola pikir
produsen akan bergeser mengikuti keinginan konsumen.

4. Bisa ceritakan “sejarah” atau alasan sehingga Anda dekat dan peduli terhadap isu lingkungan?
Saya sendiri suka menanyakan hal yang sama pada diri saya sendiri. Saya tidak ingat
bagaimana prosesnya. Bisa karena pengaruh ibu saya yang sejak kecil mengajarkan anak-
anaknya untuk hemat kertas, hemat buku, dan hemat listrik. Atau bisa juga dari bacaan-
bacaan ketika kecil/remaja. Ditambah dengan kegiatan-kegiatan berkemah saat sekolah.

5. Dalam mengelola blog lingkungan anda, apa kesulitan yang dialami selama ini? Adakah
pengalaman menarik?
Tantangannya adalah bahwa kegiatan yang berawal dari sekedar memoderasi milis ini
kemudian berkembang menjadi pengelolaan blog dan website. Kemudian juga muncul
undangan untuk mengisi acara-acara outdoor serta permintaan untuk membuat materi-
materi komunikasi/publikasi. Alhasil kegiatan mengelola informasi untuk komunitas
akhirnya telah menyita waktu yang lebih besar dari kegiatan-kegiatan lainnya. Oleh
karena itu kami harus mencari strategi agar ada banyak tenaga/anggota yang bersedia
ikut membantu mengembangkan GL, terutama dalam hal kampanye online-nya di milis,
blog dan website....dan lebih baik lagi bisa untuk facebook.
Tantangan lainnya adalah menghilangkan paradigma di sebagian besar anggota bahwa
bahwa yang berbicara di milis adalah orang-orang yang sudah ahli dalam hal lingkungan.
Padahal moderator dalam hal ini sudah berupaya untuk menggunakan bahasa-bahasa
yang sederhana, menghindari istilah-istilah sulit, serta mengeluarkan pertanyaan-
pertanyaan sepele. Paradigma yang terjadi di sebagian besar anggota menyebabkan
mereka enggan untuk berperan aktif di milis, bahkan untuk skedar bertanya mrk malu.

3
LAMPIRAN INFORMAN 2 Q& A

Pengalaman menarik adalah ketika saya menyangka bahwa yang antusias dengan milis GL
hanyalah sebagian kecil orang yang sering tampak aktif di milis. Tapi pada kenyataannya
ada banyak anggota yang tidak pernah muncul di milis, namun mereka sangat antusias
dengan informasi-informasi dan tips-tips yang diedarkan di milis. Ada yang saat akan
pulang kantor mengkopi seluruh imel di milis, untuk dibaca di rumah. Ada yang mulai
menyadari bahwa ternyata ada banyak hal di sekitar kita terkait dengan
lingkungan...termasuk sekedar berbelanja. Ada yang bahkan sudah mulai mengubah gaya
hidup, menerapkan gaya hidup hijau. Dan ada juga yang menyebarkan info dan tips di
milis ke rekan2 kantor/keluarganya atau bahkan ke milis lain.
Pengalaman menarik lainnya adalah ketika ada anggota yang marah-marah karena
imelnya tidak kami loloskan. Alasan kami saat itu karena ia hanya me-reply imel seseorang
secara pribadi yang seharusnya bisa dijawab japri ke yang bersangkutan. Kami akhirnya
harus menjelaskan panjang lebar alasan kenapa milis harus kami pasang ‘semi-
moderated’....dan tujuannya tak lain dan tak bukan untuk kepuasan para anggota .
Akhirnya si anggota yang sudah berumur lanjut itu mau mengerti.

Hal menarik lainnya adalah, awalnya milis ini kami tujukan untuk anggota dengan usia
produktif (20 – 40 thn) dan berdomisili di jabodetabek. Namun pada perkembangannya,
ada banyak anggota berasal dari luar jabodetabek dan berusia lanjut > 40 tahun, bahkan
usia pensiun.

6. Apakah menurut Anda, masyarakat kita kini sudah mulai peduli lingkungan?
Jika dibanding dengan tahun sebelum 2007, sudah sangat meningkat dibanding, mengingat
hampir setiap hari dan hampir setiap media massa sudah gencar mengangkat isu
lingkungan, termasuk majalah gaul/lifestyle. Belum lagi munculnya film-film lingkungan
atau film-film hollywood yang memuat pesan-pesan lingkungan, musik/band lingkungan,
event-event outdoor yang juga memberikan pesan-pesan lingkungan.

7. Menurut Anda, bagaimana posisi internet dalam aktivisme lingkungan saat ini?

Tentunya sangat esensial karena:

- sangat efektif untuk menyebarkan informasi ke masyarakat luas, khususnya masyarakat


urban

- sangat ekonomis, karena harganya semakin murah

- penyebarannya sangat cepat, pada saat itu juga

- ada banyak features/bentuk yang menarik yang bisa digunakan dalam kampanye online

- internet atau google merupakan perpustakaan yang sangat lengkap, dimana kita bisa
mencari info dan data apa pun dari seluruh dunia. Untuk itu, sangat membantu dalam
mengedukasi atau meningkatkan pemikiran kritis masyarakat.

- Internet j uga bisa membantu menyatukan/mensinergikan berbagai komunitas dalam


melakukan kampanye lingkungan

- Sangat membantu mengakselerasi gerakan lingkungan ke berbagai lapisan masyarakat

4
LAMPIRAN INFORMAN 2 Q& A

- Aktivisme lingkungan akan bergerak sangat lamban atau mati jika tidak menggunakan
internet. Karena akan kalah dengan kegiatan pengrusakan lingkungan yang massive
apalagi yang dilakukan oleh korporasi-korporasi besar.
8. Bagaimana pendapat Anda bila ada yang memandang bahwa untuk Indonesia, kampanye lewat
internet tidak terlalu bermanfaat karena jumlah pengguna internet masih rendah dibanding
populasi total?
Tergantung.....tergantung siapa target yang dituju. Jika targetnya adalah masyarakat
urban usia < 40-50 thn, maka internet merupakan media kampanye yang sangat murah
dan bisa sekaligus meraih banyak orang. Tinggal ditentukan media online yang
dipakai....apakah via blog, milis, fb, twitter, dll.

9. Bagaimana pendapat Anda bila ada yang berkomentar bahwa gaya hidup “hijau” hanyalah
trend sesaat?
Bisa jadi begitu....jika momen ini tidak digunakan dengan sangat baik oleh para penggiat
lingkungan untuk melakukan edukasi dan peningkatan pemahaman, khususnya ke anak -
anak.

10. Apakah menurut Anda kehidupan online dan offline itu terpisah? (Misalnya, orang yang
gembar-gembor tentang sesuatu di dunia maya tapi ternyata tidak melaksanakannya di kehidupan
yang nyata).
Itu mungkin saja....di kehidupan nyata juga banyak kok yang seperti itu....tidak
menjalankan apa yang diucapkan/digembar-gemborkan.

11. Selain memiliki sebuah blog/milis dengan isu lingkungan, apakah Anda juga memanfaatkan
internet dengan cara-cara lain untuk menyelamatkan lingkungan? (Misalnya, voting dalam petisi
online; donasi lewat e-banking; berlangganan milis bertema lingkungan; gabung dalam komunitas
volunteer via internet/milis) Tolong ceritakan!

o Ikut petisi online


o Gabung dengan komunitas-komunitas maya lainnya. Menyebarkan informasi-
informasi event lingkungan via milis-milis.

o Join cause di fb

o Menggunakan status di fb sebagai media kampanye lingkungan

o Post artikel lingkungan di fb

o Bikin status terkait dengan isu lingkungan di ym


o Membuat blog GL menggunakan multiply, karena lebih mudah untuk
berkampanye dibanding fasilitas blog lainnya.

o Memperbaharui materi-materi web GL

5
LAMPIRAN INFORMAN 2 Q& A

o Membuat green online shop yang bertujuan untuk mengedukasi konsumen


mengenai produk-produk hijau (www.freetodecide.org)

12. Menurut Anda, dengan cara-cara apa lagi internet dapat digunakan untuk menyebarkan
informasi/ menyelamatkan lingkungan?

o Ikut di dalam forum kaskus

o Membuat grafis-grafis/komik-komik online

o Membuat game online


o Menulis di web yang menggunakan prinsip citizen journalism spt Kompasiana,
Wikimu.com, Politikana.com, dll

13.Bila Anda memiliki waktu dan kesempatan lebih, apa yang paling ingin Anda kembangkan
dari GL? (Misalnya, berkolaborasi dengan salah satu gerakan atau organisasi lingkungan; tampil
di media massa; membuat event bersama)
o Bersinergi dengan komunitas-komunitas lain yang punya kepedulian yang sama
untuk membuat kampanye bersama
o Menambah SDM di GL, mencari orang-orang yang punya kepedulian yang sama
untuk menjadi relawan GL, mendukung kampanye online/offline.
o Mengoptimalkan isi info di milis dan web, agar tidak terlalu Jakarta-based,
dengan memberikan in fo yang juga relevan untuk kota-kota lainnya.
o Menjalin kerjasama dengan kampus-kampus untuk membuat program magang
bagi mahasiswa jurnalistik/komunikasi/IT misalnya. Untuk mengajak mereka
membuat tulisan pendek mengenai info dan tips lingkungan yang bisa dijalankan
di kota tempat mereka kuliah (misal: tempat pengumpulan sampah kertas di
jogja/sby, tempat membeli sayur organik di padang, dll). Untuk mahasiswa IT,
guna mengajak mereka membantu mengelola website GL dan mengembangkan
program-program menarik di web.
o Mengoptimalkan upaya kamp anye online GL, via website, blog, flickr, youtube,
forum kaskus dan fb.
o Menjalin kerjasama dengan berbagai media massa (cetak dan elektronik) untuk
penyebaran info dan tips praktis

o Membuat milis GL khusus untuk anak remaja (SMP dan SMA)

6
LAMPIRAN INFORMAN 3 WAWANCARA 1

NAMA INFORMAN : Djuni Pristiyanto

WAKTU WAWANCARA : Rabu 18 Maret 2009, pukul 07.47-08.38 WIB

JENIS WAWANCARA : Tatap muka, di Lobby Hotel Quality Yogyakarta

WAWANCARA KE- :1

Rani (peneliti) : Perkenalkan, nama saya Rani. Sedang menempuh S-2 Komunikasi FISIPOL
UGM dan mengambil tesis dengan tema penggunaan internet oleh aktivis
lingkungan hidup. Latar belakang saya memilih topik ini karena saya juga aktif di
Sahabat Lingkungan Walhi Jogja dan punya ketertarikan terhadap isu lingkungan
juga, dan karena (mengambil studi ilmu) komunikasi jadi ingin melihat peran
teknologi komunikasi dalam gerakan.

Dj (Djuni) : Oh..SaWa ya.. (Sahabat Walhi-red.peneliti)


R: Mas Djuni bisa cerita tentang Mas Djuni dan aktivitasnya sekarang?

Dj: Saya berkegiatan di lingkungan sejak 97..98.. Saya sekolah di UGM juga, di Sastra,
tepatnya Sejarah, tapi tinggal skripsi saya tinggal. Jadi, sampai sekarang saya
sebenarnya masih terdaftar..
R: Oh begitu..

Dj: Ya, saya tinggal lalu saya bikin LSM lingkungan di Jawa Timur, di Jember. Di
Jember lima tahun kemudian saya pindah ke Jakarta, kemudian lebih banyak
freelance. Nah saya sekarang mulai berlembaga lagi, di MPBI. Masyarakat
Penanggulangan Bencana Indonesia. Saya lebih mengurusi website, admin website.
R: Websitenya apa Mas?

Dj: mpbi.org

R: Kalau boleh, cerita sedikit, pertama kali menggunakan internet itu kapan?

Dj: Itu saya sejak mendirikan lembaga di Jember, tahun 98, saya sudah melihat
pentingnya internet, sehingga walau ga punya duit saya pasang telepon dan
langganan internet. Jadi sejak awal saya sudah banyak menyebarkan berita-berita
lingkungan ke via milis-milia. Walaupun copy paste dari media online. Sampai
sekarang..
R: Sampai sekarang juga masih seperti itu.. Waktu awal-awal penggunaan internet, kesulitan
atau tantangannya seperti apa Mas?

Dj: Waktu awal-awal kan lembaga baru tuh, ga punya sumber daya, ga punya uang, ga
punya komputer, harus ke warnet. Jadi ya lebih banyak swadaya, swakarsa. Jadi ya
berat juga, repot juga. Tapi ya kegiatan jalan terus.
R: Kan masih swadaya ya Mas..waktu itu yang mendorong untuk melakukan meskipun berat
dan masih swadaya apa Mas?

1
LAMPIRAN INFORMAN 3 WAWANCARA 1

Dj: Ya karena itu penting, sejak awal saya lihat itu penting. Dan sedikit yang
menggarap. Tahun 98 itu belum banyak yang untuk kegiatan kampanye dan
penyadaran. Waktu itu lebih banyak untuk kegiatan politik. Tahun 98 kan masa-
masa kisruh kan, nah orang lebih banyak untuk politik, waktu itu yang terkenal
misalnya “Apakabar”. Itu yang paling terkenal dan paling diminati. Untuk
lingkungan itu belum.. Nah kebetulan ada mahasiswa di Jerman, itu yang bikin
milis lingkungan.
R: Mahasiswa Indonesia di Jerman?

Dj: Ya, mereka bikin milis lingkungan dengan alat-alat seadanya juga, begitu.
Kemudian saya daftar di sana, dan karena saya terlalu sering ngirim e -mail tentang
lingkungan, saya ditawari jadi moderator.. sampai sekarang..
R: Waktu itu basisnya yahoogroups atau apa?

Dj: Sudah di yahoogroups, dari awal 98 itu sudah di sana. Kalo awalnya milis
lingkungan itu bukan di yahoogroups. Itu di sistem mereka sendiri. Mereka bikin
sistem sendiri untuk milis, kemudian itu mereka gunakan

R: tapi link-nya sekarang udah ga aktif ya Mas?

Dj: udah ga aktif... Bisa dibaca di blog saya yang tentang sejarah milis lingkungan...
R: Terus, waktu itu bentuk-bentuk aktivitas yang mas Djuni lakukan lewat internet itu apa
aja Mas? Tadi sudah disebut memposting berita lingkungan; tapi apakah korespondensi
juga, atau membangun jaringan, apa gimana?
Dj: Itu menyusul..jadi kalau kita kirim-kirim kemudian orang mem-feed back, ya kita
jawab, begitu...
R: Kalau untuk milis lingkungan yang tahun 98 ini, pindah ke yahoogroups tahun berapa ya?

Dj: Kurang tahu saya, ga apal...


R: Selama ini kalau posting berita dari mana aja Mas?

Dj: Maksudnya?

R: Ya Mas Djuni kan input berita atau informasi tentang lingkungan, itu dari mana aja?

Dj: Asal ada internet, bisa online, saya kirim. Soal itu bukan masalah..
R: Oh bukan mas, maksud saya sumbernya media online atau mungkin dari media cetak
kemudian diketik lagi?
Dj: Oh gaa, capek.. Media online, copy paste aja. Terlalu capek kalo dari media cetak
diketik lagi atau discan itu terlalu capek.
R: Kalau gitu, biasanya baca berita juga di online ya Mas, atau masih juga baca koran secara
fisik?
Dj: Masih, kadang-kadang, headlinenya saja.. Saya baca itu.. Misalkan dalam sehari,
saya menyisihkan waktu tiga jam, itu untuk searching berita-berita lingkungan
hidup, dari Kompas, Suara Pembaharuan, Jawa Pos, koran-koran lokal, itu sekitar
tiga jam, itu bisa dapet 50-an berita. Tinggal di copy-paste, kalo ada e-mail ya
dikirim.

2
LAMPIRAN INFORMAN 3 WAWANCARA 1

R: Yang Mas Djuni kategorikan berita lingkungan itu seperti apa Mas?

Dj: Berita yang mengandung unsur-unsur lingkungan. Kalo definisi tentang lingkungan
itu kan..luas. seperti saya tulis di blog, bahwa lingkungan itu segala sesuatu yang
ada di alam semesta kita ini.
R: Oh, jadi, mulai dari yang besar seperti illegal logging hingga ke hal kecil.. Itu
biasanya..kalau boleh cerita, kalau secara kebiasaan atau sistematis biasanya mas Djuni
masuk ke halaman media online kemudian search berita dengan memasukkan kata kunci
atau membaca judul-judul atau..
Dj: Ada berbagai cara.. Cara yang gampang itu lihat indeks dari media online itu. Tapi
tidak semua media punya indeks. Kalau Kompas itu misalnya berdasarkan sub-sub
berita. Itu harus dibuka satu oersatu. Tapi seperti Suara Pembaharuan, Media
Indonesia, itu ada indeksnya. Jawa Pos itu dibagi per sub berita. Jadi ya tergantung
masing-masing.
R: Berarti memang dibaca satu persatu ya oleh mas Djuni?

Dj: Baca judulnya, klik, lalu baca headlinenya, Kalau headlinenya mengandung unsur
berita lingkungan, tinggal di-copy paste kemudian dikirim.

Cara yang lain itu dengan mesin pencari, ketikkan lingkungan. Tapi kalau gitu tuh
banyak yang lolos. Lolos itu.. Banyak berita yang menarik dari suatu koran tapi
tidak tercapai oleh mesin pencari.

R: dan mungkin juga karena hasil mesin pencari terlalu banyak ya..
Dj: Ya.. Cara yang lebih gampang itu yang ketiga yaitu dengan RSS, feed-reader.. Pake
itu sehingga kita hanya kata-kata kunci tertentu misalkan hutan, laut, atau illegal
logging. Itu akan tampil sendiri. Dan juga disetting agar kata kunci itu bisa terkirim
ke alamat e-mail kita, sehinga kita tinggal ngecek aja.
R: Wah, terbantu ya dengan feed-reader itu.. Selama ini yang lebih sering digunakan yang
mana?

Dj: Ketiga-tiganya.. kombinasi.. Kalau ada waktu ya buka satu-satu, kalau ga ada
waktu ya buka feed-reader. Trus kalau ga ada waktu lagi yang pake google aja.
Tinggal pilih-pilih aja gitu, sampai misal 10 tingkat, bisa ketemu..
R: Kalau menurut mas Djuni, apa sih keuntungan menggunakan internet dibanding media
lain? Padahal kita tahu bahwa pengguna internet di Indonesia masih sedikit sekali..

Dj: Kalau sekarang, satu hal yang umum ya.. hampir di banyak tempat ada warnet. Di
tempat terpencil, ada warnet. Di tahun 90-an, warnet masih barang mewah. Kalau
kita pake cara yang lain, itu kan mahal. Harus ngetik, fotokopi, kemudian dikirim
pake pos. Itu mahal dan lama. Kalau kita pake internet, baik itu e-mail, atau milis,
lebih cepat dan murah. Dan bisa menjangkau seluruh dunia, kalau surat kan
terbatas sekali. Kalau internet, kita kirim sekali, terpampang di website, itu akan
terpampang terus dan bisa dilihat seluruh dunia.
R: Kalau menurut mas Djuni, sudah sejauh mana penyebaran internet di Indonesia? Karena
kalau menurut data, bila dibandingkan jumlah penduduk, persentasenya kurang dari 10 %.
Dj: Iya.. itu masih kalangan menengah dan menengah ke atas. Dan orang yang akses
internet yang bener-bener juga lebih sedikit lagi. Dalam artian menggunakan

3
LAMPIRAN INFORMAN 3 WAWANCARA 1

internet untuk me ncari informasi, menyebarkan informasi. Tapi kalau yang sekedar
gaul, untuk chatting atau cari situs porno, itu cukup banyak.. Tapi itu kan bertahap.
Seperti perkembangan orang..manusia..secara kanak-kanak, remaja, itu orang juga
menggunakan internet juga seperti itu. Pada awalnya, orang menggunakan internet
itu seneng cari berita yang heboh heboh, surfing ke situs porno, cari yang kayak
gitu. Tapi lama-lama dia akan bosen dengan itu, dia akan mencari yang lebih
bermanfaat. Dia akan tinggalkan..
R: Ini refleksi atau gimana mas? J

Dj: Saya sendiri juga ngalami yang kayak gitu. Lama-lama akan bosen..tapi emang ada
orang yang nyarinya kayak gitu ya..tetep kayak gitu.. Itu hubungannya dengan
kedewasaan seseorang.
R: Jadi, ada unsur psikologis juga ya disana, untuk sampai ke tahap itu..

Dj: Kalau misalnya ada anak-anak SMA seneng pake internet untuk chatting, ya itu
memang, nyarinya sebatas itu. Dan itu memang ga bisa disalahkan. Tapi kalau
tahap berkembangnya cuma segini ya udah, mo ngapain.. Ga bisa lebih..

R: Apa ga bisa dipicu Mas..atau dipercepat begitu..mungkin ga?

Dj: Personal..itu kan orang per orang.. dan kesadaran orang itu juga personal.
Misalkan, kamu baca buku Stephen Covey, Seven Habit..terus kamu baca itu, terus
berubah gitu.. Ga akan.. Kamu baca Qur’an terus akan tekun ibadah pada Tuhan..
Ga akan..

Internet juga menjadi..lifestyle... Karena gampang diakses..tidak ada kontrol, orang


sering menyalahkan media itu. Gampang sekali untuk melakukan sesuatu deng an
internet itu gampang sekali.. masuk ke warnet, buka satu situs, bermain..
R: Kalau yang selama ini mas Djuni lakukan dalam konteks lingkungan itu apa aja Mas?
Tadi kan misalnya search berita kemudian di-post..kalau misalnya petisi online atau yang
lain gitu pernah Mas?

Dj: Kalau untuk media, itu yang pertama adalah milis. Karena milis itu anggotanya
banyak, dan kemudian orang baca. Dengan dia lihat judulnya yang provokatif, dia
akan baca. Selain milis, ya website. Biasanya orang yang mencari sesuatu akan
langsung ke website tertentu. Trus, selain website itu bisa seperti itu tadi, petisi
online..
R: Tapi mas sendiri pernah berpartisipasi dalam bentuk-bentuk lain itu ga?

Dj: Pernah..tapi ga sering..


R: Biasanya, isu apa yang menurut mas lebih menarik, dibanding isu yang lain misalnya?

Dj: Kalo saya pribadi lebih umum sih ya. Dulu saya melihat isu lingkungan lebih ke
hutan, konservasi, pembangunan, masyarakat, ke pemerintah, advokasi. Garap
semua, karena semua akan terkait. Kalau bahas hutan saja tanpa bahas
masyarakat, hutan ga akan kelar. Jadi lingkungan itu tentang keterkaitan, ga bisa
satu hal digarap tapi hal lain engga.
Kita pengen melindungi orangutan, masyarakatnya digusur dari taman nasional, itu
juga tetep ga bisa. Itu di milis lingkungan kan gencar sekali, teman-teman dengan
isu orangutan. Karena itu seksi. Orangutan itu seksi untuk dijual, ke luar, untuk

4
LAMPIRAN INFORMAN 3 WAWANCARA 1

fundraising. Sehingga dana itu gampang didapat untuk membiayai yang di


lapangan.
Baca bukunya Michael Crichton, yang judulnya State of Fear. Itu tentang aktivis
lingkungan yang radikal, ada lembaga tertentu yang untuk fundraising, terus dia
mendanai satu kelompok untuk yang radikalnya. Dan dia membuat satu isu tertentu
untuk menjalankan itu. Banyak hal yang orang-orang di isu lingkungan itu
diperdebatkan sebagai sesuatu yang benar... Apakah isu perubahan iklim itu benar-
benar atau hanya bualan orang cari duit, cari keuntungan. Walaupun itu hanya
novel tapi ditunjang dengan data-data yang bagus dan kuat.
R: Terkait dengan itu mas...apa yang bisa kita percaya sekarang.. Saat mas Djuni mencari
berita, di situs-situs berita online yang juga ada dalam dunia nyata, apakah saat mencari
berita sempat muncul keraguan apakah suatu berita benar atau tidak, atau jurnalisnya
kurang objektif mungkin, pernah ga mas?

Dj: Itu jelas ..media..itu kan membuat..framing.. dia hanya menyorot sesuatu saja.. dari
banyak bagian, dia hanya mengambil bagian kecil. Kompas dengan Suara
Pembaharuan, dia berbeda sudut pandang, gitu.. atau Republika, berbeda sudut
pandang. Nah, itu mesti kita tahu juga. Bahwa media-media itu sangat terbatas.
Bahwa dengan pemahaman seperti itu kita lebih berhati-hati mengambil berita-
berita mereka.

R: Berarti mas Djuni menyeleksi berita-berita yang akan dipost di milis?

Dj: Jelas .. semua hal di dunia ini akan kita seleksi. Kita akan subyektif, tidak ada yang
obyektif. Di dunia yang disebut ilmiah pun diragukan kan obyektivitas itu... baca
bukunya Titik balik Peradaban.. iya..Capra.. dia kan yang mempertanyakan..
R: Terus, biasanya saat memilih berita, apa yang mas Djuni gunakan sebagai pakem, untuk
menentukan ini layak atau ga?

Dj: Sebenarnya untuk validitas suatu berita, itu kembali ke orangnya. Misalnya, saya,
aktivis lingkungan, tentu memiliki keberpihakan, kepedulian, terhadap
apa...kepada masyarakat, kepada rakyat kecil yang tertindas. Nah itu yang menjadi
dasar untuk bertindak. Yang jelas, misalkan berita-berita yang dikeluarkan oleh
Monsanto, oleh Freeport, ga akan saya keluarkan atau publikasikan. Tapi bila di
berita itu terdapat “Freeport merusak lingkungan”, itu saya kirim. Dari media
apapun saya kirim. Tapi kalau tentang Freeport membuat program pemberdayaan
masyarakat, saya diemin aja. Dan saya berpegang bahwa itu 100% CSR mereka,
bagian dari lip service.
R: Bukankah juga penting untuk menunjukkan manuver-manuver korporat dengan program-
programnya agar orang yang membaca juga bisa jadi waspada?

Dj: Kalau hal itu keluar dari perusahaan itu sendiri, ga akan saya ambil. Dasar dari
segala sesuatu adalah keberpihakan kita, sebagai seorang aktivis yang baik dan
benar, dia kan mempunyai idealisme, cita-cita, kemudian sudut pandang... Nah dari
situ tempat berpijak, darimana dia bermula. Nah kalo dia sudah kehilangan itu, dia
akan terombang-ambing. Karena itu yang menjadi kompas dia.
R: Kalau misalnya untuk environmental activism di Indonesia sekarang, mas Djuni melihat
seperti apa geliatnya?

5
LAMPIRAN INFORMAN 3 WAWANCARA 1

Dj: Gerakan lingkungan sekarang itu sudah bagus, maju. Bila, misalkan, dibanding
tahun 90-an atau awal 2000-an. Kalau sekarang sudah maju, sudah lebih banyak
organisasi, sudah lebih banyak orang; sudah lebih bervariasi cara yang digunakan
dalam melakukan sesuatu. Sudah merambah ke banyak isu. Jadi secara umum ya
baguslah..

R: Tapi masih terus berproses ya mas..

Dj: Ya, itu kan satu dialektika. Proses..ada maju..mundur..


R: Ada isu keterputusan dunia online dan offline, bagaimana mas Djuni melihatnya?
Katakanlah di dunia online banyak yang masuk ke sana, care..dan remaja sebagai
pengguna awal juga concern dengan isu lingkungan.. tapi juga kita lihat di luar sana
banyak masyarakat yang tidak bisa mengakses berita lingkungan misalnya..

Dj: Ya, kembali ke..orang yang bisa akses internet itu sebagian kecil dari masyarakat
yang umum, dan dari sebagian kecil itu, masih kecil sekali bagian yang
menggunakannya untuk tujuan-tujuan lingkungan..begitu.. Nah, sementara rakyat
yang umum penghasilannya mungkin ga cukup untuk mengakses internet atau
bahkan mungkin ga tau internet tuh apa.. Di kantor-kantor pemerintah orang yang
gagap teknologi juga banyak. Di kalangan LSM, yang gagap teknologi juga banyak.
Pake internet hanya untuk baca berita saja, buka e -mail hanya untuk baca aja. Jadi
kalau ada keterputusan itu memang wajar.
R: Kira-kira perlu ga ya semacam norma tidak tertulis bahwa ketika kamu mampu
mengakses suatu informasi di dunia online seharusnya kamu menyebarkannya juga secara
offline..

Dj: Ga, ga ada, ga perlu.. tergantung ke masing -masing. Di Indonesia itu kan sudah
banyak peraturan dibuat untuk ini dan itu..tidak boleh ini dan itu.. Tapi
penegakannya ga.. sama aja.. itu akan kembali ke orangnya.
R: Mas Djuni pernah melihat ga adanya kesadaran dari orang-orang yang bisa mengakses
internet dan mendapatkan informasi kemudian menyebarkannya dalam kehidupan rril?

Dj: Semakin banyak.. orang-orang yang memiliki kesadaran itu semakin banyak.
Dengan media internet, advokasi bisa lebih efektif misalkan... itu semakin banyak.
Dan lembaga-lembaga pun menganggap internet itu semakin penting. Sehingga ada
lembaga yang khusus berkoordinasi, menyebarluaskan, bagaimana bisa
menggunakan media-media teknologi.

R: Contohnya apa Mas?


Dj: Seperti Satu Dunia. Coba kamu klik satudunia.net. Dia itu concernnya pada
bagaimana berkampanye dengan media teknologi dan ga hanya internet aja.
R: Selama beraktivitas memposting berita dan berinteraksi dengan orang, ada pengalaman
menarik ga Mas?

Dj: Kalau pengalaman yang umum, kalau saya mengirim terlalu banyak berita di satu
milis, orang menerimanya berbeda-beda. Ada yang “Oh lumayan, dapet berita
gratis”, terus diprint, dikliping. Orang yang lain melihatnya berbeda, “Wah ini
spam, sampah ini, menuh-menuhin mailbox”. Caci maki segala macem gitu.. Jadi
orang yang lain mungkin kalau ga suka ya delete..delete.. jadi kalau beraktivitas
kayak gini dicaci-maki, diganggu orang lain ya itu resiko.

6
LAMPIRAN INFORMAN 3 WAWANCARA 1

R: Terus, apa mas Djuni juga melakukan penyesuaian begitu? Misalkan tadinya mengirim 20
berita kemudian dikurangi..

Dj: Yah, itu juga saya lakukan.. Di samping (karena) kesibukan. Kalau rajin tuh sekali
post bisa 50 berita, kalau dengan e -mail bisa disetting kirim tunda misalnya. Karena
respon orang bermacam-macam dan supaya tidak dimaki-maki terus, ya seringnya
saya kurangi deh..30, 35.. Sekarang, karena di milis -milis lingkungan itu sudah
banyak orang yang aktif, saya yang mengurangi, hanya sekali-kali kirim. Tidak
seaktif dulu. Biar orang lain yang lebih aktif.
R: Selama mengenal internet lebih dari 10 tahun, apa arti penting internet bagi mas Djuni?
Baik dalam level pribadi, organisasi, atau mungkin gerakan?

Dj: Kalau saya pribadi, internet itu media, alat. Alat untuk melakukan sesuatu; alat
untuk mencapai tujuan. Kendaraan saja, bukan tujuan. Kalau saya menganggap
internet itu sebagai tujuan, maka apa yang saya lakukan ga akan tercapai. Internet
itu saya pandang sebagai kendaraan saja, untuk sesuatu. Sesuatu itu misalkan
untuk lingkungan yang lebih baik; berkesadaran..hal-hal seperti itu. Kalau
misalkan internet ga ada ya pake cara lain. Sehingga tidak ada suatu
ketergantungan.
R: Ada media lain ga yang juga dimanfaatkan?

Dj: media lain ya..ketemu dengan orang.. Berjaringan.. Tindak lanjut dari kita kenal
orang di internet, di milis, itu kan kontak -kontak, kopi darat. Di acara-acara,
seminar-seminar. Sehingga jaringan kita semakin luas. Oh kita tahu disana ada
siapa..disini ada siapa.. Begitu.
R: Boleh tau ga kebiasaan penggunaan internet mas Djuni? Jadi misalkan berapa jam sehari,
dll..

Dj: Saya sekarang kan punya kantor, kalau di kantor dari jam 9 sampai jam 5 online
terus. Karena di kantor menyediakan fasilitas untuk itu. Kalau di rumah saya juga
langganan internet. Karena di rumah bayar sendiri ya paling 2-3 jam.
R: Kalau di kantor selalu online atau juga diselingi pekerjaan yang lain Mas?
Dj: Laptop selalu online dan juga diselingi pekerjaan lain. Tapi karena pekerjaan saya
mengurusi website ya harus selalu online ya..otomatis.. Jadi misalkan bikin berita,
memperbaiki website, mengirim artikel, itu harus online terus.

R: Kalau begitu Mas Djuni ini otodidak ya belajar tentang teknologi informasi?

Dj: Semua otodidak. Saya dulu sekolah di sastra, ga ada hubungannya dengan
lingkungan, tapi langsung bikin satu lembaga. Akhirnya belajar sendiri tentang
lembaga, organisasi, tentang lingkungan. Belajar sendiri bagaimana bikin proposal.
Belajar sendiri bagaimana mengakses internet. Itu semua belajar sendiri. Learning
by doing aja..

R: Dan internet sangat memfasilitasi itu ya..semua hal bisa dipelajari di internet

Dj: Bukan hanya itu, semua hal di dunia ini kalau orang itu mau belajar bisa dipelajari.
R: Kantor MPBI sendiri di jakarta?

Dj: Ya, di Jakarta. Hari ini ada acara jam 9.

7
LAMPIRAN INFORMAN 3 WAWANCARA 1

R: Ketika berinternet, ada ga hal-hal atau kebiasaan yang semacam jadi ritual begitu?
Misalnya ada orang yang ketika bukan internet itu pasti buka e-mail, blog, dan situs
pertemanan.

Dj: Ga ada.
R: Ga ada kebiasaan khusus? Biasanya seperti apa?
Dj: Ya paling buka laptop, konek, check mail, baca e-mail, tanggapi, cari berita.
Perbaiki..urusi pekerjaan. Dan itu ga selalu dalam urutan yang sama. Tergantung,
suka-suka aja.. Bahkan orang yang tergantung dengan ritual tertentu itu malah
tidak bebas.
R: Apakah saat menggunakan akses internet di kantor mas juga menggunakannya untuk
akses pribadi misalnya, blogging juga..

Dj: Ya itu kan sekali jalan


R: Jadi tidak ada waktu khusus ya misalnya kalau di kantor itu hanya untuk pekerjaan dan
bukan untuk pribadi, gitu?
Dj: Susah itu. Mungkin yang bisa hanya Khalifah Abu Bakar saja. Ini senthir yang
saya pake hanya untuk keperluan kantor, yang ini untuk keperluan rumah. Itu
hanya khalifah... Orang-orang biasa seperti kita kan semua dikerjakan sambil jalan
aja.
R: Kalau lebih terkait dengan disiplin mas..jadi misalnya saya sendiri mengalami ketika
sempat jadi asisten dosen juga, saat di kantor, ketika seharusnya saya melakukan suatu
pekerjaan tapi kadang malah keasyikan fesbukan, atau malah keasyikan mencari sesuatu
yang sekunder. Jadi kadang saya mengatur sendiri, oke, kamu jangan buka website yang
main-main sebelum pekerjaanmu selesai, atau kalau sudah sore dan mau pulang..

Dj: Boleh-boleh aja.. Tergantung masing-masing orang. Displin yang bagus datang dari
diri sendiri, bukan karena ada pengawas nongkrongin. Itu relatif lah. Dan orang-
orang yang kadang menyatakan bahwa “wah, saya hanya mengurusi kerja”, orang-
orang itu yang kadang kita pertanyakan. Apakah dia hanya besar mulut aja. Dalam
kenyataan..
R: Kalau untuk internet sendiri, ada ga dampak negatif atau katakanlah side effect dari mas
Djuni sendiri menggunakan internet selama ini?

Dj: Dampak ke diri sendiri atau ke umum?

R: Yah, boleh dua-duanya deh..

Dj: Kalau ke umum, segala sesuatu di dunia ini kan ada positif-negatifnya, tergantung
pada sudut pandang masing-masing. Dan di internet itu sangat terbuka untuk akses
ke situs -situs porno. Bagi orang yang memang mencari kayak gituan, dia melihat
“wah ini positif ini”. Bagi orang-orang yang tekun ibadah melihat “wah negatif ini,
merusak akhlak”. Nah, tergantung orang masing masing.

Saya pribadi, internet itu media, alat mencapai satu tujuan. Dulu, karena saya
banyak swadaya, swakarsa, duit keluarga kepake buat ini, buat bayar telepon, ini
itu. Jadi berantem deng an istri. Itu bagian dari resiko. Karena ga ada yang
membiayai jadi pake duit rumah. Karena ga kerja di satu lembaga. Waktu jadi

8
LAMPIRAN INFORMAN 3 WAWANCARA 1

lebih tersita. Tapi sekarang ada lembaga ya enak aja.. Misalkan di kantor pake
akses kantor ya sah-sah aja..
R: Oke Mas, sementara seperti ini. Kalau nanti ada pertanyaan lanjutan, kita bisa janjian
untuk chatting mungkin ya..

Dj: Oke..boleh.. Siapa aja yang sudah dihubungi?


R: Kalau yang sudah bersedia itu mas Ade Fadli. Kemudian ada nama Michael Dharmawan,
dia itu punya blog akuinginhijau.org, yang umurnya relatif baru tapi postingannya cukup
sering dan kemudian interaksi dengan pembacanya juga bagus.. Nah, cuma saya ga bisa
dapet informasi beliau ini kerja di mana, atau gimana.. Saya sudah berhasil hubungi
beliau cuma belum tahu latar belakangnya.. Saya memilih informan kan berdasarkan
kasus-kasus. Kalo Ade Fadli misalkan dia memang punya kaitan kuat lembaga resmi, di
Walhi. Mas Djuni , saya dapet informasi kemarin-kemarin sering freelance, jadi
karakternya berbeda. Kalau Michael Dharmawan ini saya kurang tahu, kayaknya dia
pekerja kantoran.

Dj: Misalkan ya..polanya tuh.. Pertama dia aktivis trus kemudian dia memandang
internet itu penting sehingga dia memakai internet sebagai alat. Trus ada juga
sebaliknya, dia bukan aktivis, tapi punya kesadaran. Dia untuk terjun di dunia
aktivis lingkungan dia merasa berat, sehingga hanya menyuarakan saja, lewat
tulisan-tulisan segala macem. Dia pekerja kantoran, dari Senin sampe Jumat,
kemudian Sabtu Minggu dia luangkan. Ada kayak gitu.. Ada juga model dua-
duanya. Ada banyak cara..
R: Makanya saat ini saya cari kasus unik. Misalkan kemarin saya search blog go green
indonesia dan ternyata yang bikin dua perempuan dan masih ABG mas.. Dan mungkin
saya akan menghubungi mereka juga. Jadi saya akan lebih ke kasus atau karakteristik..

Dj: Itu bagus.. Di Kanada ada anak umur 9 tahun yang sudah pidato di depan PBB
tentang lingkungan. Hal kayak gitu sebenernya yang juga perlu dieksplorasi. Jadi
bukan hanya dia yang aktivis.
R: Karena sulit juga saat saya mencari tahu tentang milis lingkungan di Indonesia. Kalau
untuk blog, seperti yang Mas bilang ya, cukup banyak.

Dj: Ya itu banyak karena mesin pencari itu lebih mudah dan ramah menemukan blog
karena pengelolanya mendaftarkan blognya lewat tag-nya sehingga mudah
ditemukan. Sehingga ketika klik langsung diarahkan ke blog. Apalagi kalau blog-
blog gratisan. Tapi kalau blog personal, pemiliknya harus mencantumkan sendiri,
agak lebih susah malahan.
R: Makanya ketika mencari saya harus membayangkan juga kira-kira orangnya seperti apa
dan cocok tidak.. Apakah Mas kenal dengan seseorang yang menarik yang mungkin bisa
jadi informan saya?

Dj: Itu aja..si Sofyan Eyank.. Juga Nurdin, di walhi Kalteng. Dia pandangannya kadang
terlalu kritis jadi berseberangan dengan kebanyakan orang. Trus juga itu Ade
Fadli. Sebenarnya dulu ada blog masalah kelautan tapi kayaknya sekarang dia ga
aktif.
R: Itu aja Mas Djuni. Nanti kalau saya perlu informasi akan saya hubungi lagi. Chatting ga
masalah ya?

Dj: Boleh..

9
LAMPIRAN INFORMAN 3 WAWANCARA 1

R: Baik Mas, terima kasih.

10
LAMPIRAN INFORMAN 3 WAWANCARA 2

NAMA INFORMAN : Djuni Pristiyanto

WAKTU WAWANCARA : 17 Mei 2009, pukul 19.43-21.29 WIB

JENIS WAWANCARA : online, via Yahoo Messenger

WAWANCARA KE- :2

ranm_d: Selamat malam Mas :)

djuni_prist: alllooo mat malem


ranm_d: wah, masih capek ya Mas?

ranm_d: camping dimana? :)

djuni_prist: di lereng salak

djuni_prist: ada apaan ya?

ranm_d: ada beberapa pertanyaan yang muncul akhir-akhir ini Mas

ranm_d: gapapa ya?

djuni_prist: ok
ranm_d: waktu pertama saya wawancara Mas, kita lebih banyak ngobrol tentang milis
lingkungan.. nah saya ingin tahu juga cerita di balik blog pribadi mas :)

djuni_prist: maksudnya apaan?


ranm_d: sejak kapan mulai nulis di Jalan Setapak?

djuni_prist: itu bisa dilihat pada tulisan yang paling awal. kalo ndak salah pertengahan 2006
ranm_d: oke..

ranm_d: yang memotivasi bikin blog apa Mas?

djuni_prist: klik di sini


djuni_prist: http://djuni.wordpress.com/2005/03/

djuni_prist: ada disitu


ranm_d: hehe, oke deh mas..
ranm_d: tapi secara fungsi, perbedaan apa yang dirasakan antara mengelola milis lingkungan
dengan nulis sendiri di blog pribadi

djuni_prist: kenapa Jalan Setapak? penjelasannya ada disini:


http://djuni.wordpress.com/2005/12/08/jalan-setapak/

1
LAMPIRAN INFORMAN 3 WAWANCARA 2

ranm_d: apa bedanya mas? blog dengan milis?

djuni_prist: secara prinsip sama, yaitu sama2 menulis.

djuni_prist: yang satu untuk konsumsi sendiri

djuni_prist: kalo milis untuk orang banyak


djuni_prist: sebagai moderator lebih banyak ngerjakan fungsi2 admin, seperti ngelola
anggota, cari en ngirim berita, nge-ban anggota yang nakal dll
ranm_d: tapi, blog Mas juga dibaca dan ditanggapi orang lain kan? apakah saat menulis di
blog juga "mengatur" agar tulisan Mas dapat dihargai orang lain?

djuni_prist: ndak. kalo blog lebih pe rsonal. mau ada yang menanggapi ato tidak itu bukan
suatu masalah
ranm_d: oke..berarti selama ini mempertahankan dan "menghidupkan" terus blog juga lebih ke
alasan pribadi ya Mas?

djuni_prist: yup

ranm_d: boleh tahu, alasan pribadi tersebut?

djuni_prist: mau dihargai atau tidak dihargai orang lain juga suatu hal yang penting kok
djuni_prist: alasan lebih seperti ini http://djuni.wordpress.com/2008/08/07/bekerja-dengan-
hati-bebas/

djuni_prist: itu lebih filosofis

djuni_prist: kalo ndak ya sekedar menulis aja. ajang menulis dan berekspresi

ranm_d: betul ya Mas :)

ranm_d: tapi kok ya kadang saya tuh beraaat banget mo nulis..

ranm_d: lebih nyaman membaca dan mengomentari :P

ranm_d: harus beranjak nih..

djuni_prist: itu masalah kemauan, kebiasaan. tekad untuk menulis


ranm_d: hehe iya :)

ranm_d: lanjut ya mas


ranm_d: Tolong ceritakan “sejarah” atau alasan Mas, kok bisa dekat dan peduli terhadap isu
lingkungan?

djuni_prist: kan dulu udah pernah s aya ceritakan


ranm_d: tentang bikin LSM di Jatim?

2
LAMPIRAN INFORMAN 3 WAWANCARA 2

djuni_prist: ini tip menulis http://djuni.wordpress.com/2007/12/23/yuk-nulis-yuk-memulai-


menulis/

djuni_prist: yup

djuni_prist: ato tulis aja di diary http://djuni.wordpress.com/2007/12/22/menulis-buku-harian/


ranm_d: ya..pengen tahu juga sejarah di balik itu Mas..kenapa kok ya waktu bikin LSM kok
LSM lingkungan? apakah karena pembelajaran Mas dari orangtua mungkin, atau
pengalaman di masa kecil?

ranm_d: sampe jatuh cinta dengan isu lingkungan :)

djuni_prist: coba baca ini


http://bz.blogfam.com/2007/04/upaya_mengusung_penyadaran_lin.html

ranm_d: oke, sudah

djuni_prist: kalo untuk tugas2 moderator milis baca ini


http://djuni.wordpress.com/2006/02/16/tugas-moderator-milis/

ranm_d: berarti mencintai lingkungan lebih sebagai proses ya Mas ya?

djuni_prist: yup
ranm_d: Bagaimana pendapat Mas bila ada yang memandang bahwa untuk Indonesia,
kampanye lingkungan lewat internet tidak terlalu bermanfaat karena jumla h
pengguna internet masih rendah dibanding populasi total?

djuni_prist: betul. itu juga udah kita bahas dulu


djuni_prist: kampanye via internet = suatu bentuk upaya dan bukan segalanya. masih ada
upaya2 yang lain
ranm_d: terkait fenomena masyaraka t kelas menengah perkotaan Mas?

djuni_prist: betul
ranm_d: saya membaca ada kecenderungan para urban internet user yang peduli dengan
lingkungan lebih banyak berorientasi pada perubahan di level individu, berubah dari
perilaku sehari2..

djuni_prist: betul.
ranm_d: bukannya itu buruk, tapi sepertinya ada kengganan untuk bergerak secara lebih
kolektif

ranm_d: untuk menekan pemerintah misalnya

djuni_prist: kesadaran memang mesti dimulai dari diri sendiri

djuni_prist: pelan2 berubahnya. tidak ada yang instan di dunia ini.


ranm_d: begitu ya Mas?

3
LAMPIRAN INFORMAN 3 WAWANCARA 2

ranm_d: bukan karena mereka mungkin alergi lewat jalur yang agak politis?

djuni_prist: ndak. itu bagian dari perkembangan kok


ranm_d: perkembangan apa yang Mas juga lihat?

djuni_prist: dari kesadaran individu, menerapkan kepada diri sendiri, keluarga, tetangga,
masyarakat, negara, dunia
ranm_d: masih panjaang ya Mas ya :)
ranm_d: Kalau misalnya ada yang berkomentar bahwa gaya hidup “hijau” hanyalah trend
sesaat?

djuni_prist: yup

djuni_prist: ya ndak pha2. EGP aja (Emang Gue Pikirin-red.peneliti)

ranm_d: :D

djuni_prist: kamu pernah baca biografi nabi muhammad kan.

djuni_prist: apakah dia langsung bikin perubahan? kan ndak.

djuni_prist: butuh waktu lama dan pe ngorbanan

ranm_d: iya..
ranm_d: yah..kadang ikut emosi aja kalo mengingat kecepatan pengrusakan yang jauh lebih
cepat dari upaya memperbaiki

djuni_prist: jadi kalo apa2 yang kita yakini kerjakan dengan penuh kesadaran itu dibilang
ndak mbawa perubahan ya egp aja
djuni_prist: emosi aja juga ndak ada hasil2 en malah bikin kerusakan, misal bikin sakit hati
n berantem
ranm_d: hehe..ya..maklum Mas..masih muda :D

ranm_d: emosi tanda semangat :P

djuni_prist: belum tentu. emosi bisa juga tanda belum sadar dengan diri sendiri, belum
paham dengan diri sendiri
djuni_prist: pahamkah kamu dengan tulisan ini:
http://djuni.wordpress.com/2008/06/04/kesadaran-baru/

djuni_prist: kalo belum dong ya ndak pha2

ranm_d: hmm..nangkep sedikit :p

ranm_d: tentang ga mengkotak2an

ranm_d: tidak sekedar ikut2an

4
LAMPIRAN INFORMAN 3 WAWANCARA 2

ranm_d: karena itu bukan intinya, karena inti dari sesuatu harus dicari sendiri, bukan sekedar
yang dipandang atau dipersepsi oleh umum

ranm_d: nyambung ga sih tanggepanku?:-S

djuni_prist: sebagian
djuni_prist: kalo kamu paham dengan diri sendiri maka kamu akan tahu apa yang akan
kamu cari/tuju. tidak ikut-ikut orang laen. dan tidak ditentukan oleh pendapat
umum

djuni_prist: dengan kata lain menjadi diri sendiri


ranm_d: hm..ya :)
ranm_d: Kalau Mas memiliki waktu dan kesempatan lebih, apa yang paling ingin Anda
kembangkan dari milis lingkungan?

ranm_d: bikin acara offline misalnya?

djuni_prist: selama ini milis lingkungan memang belum pernah bikin acara jumpa darat.
males aja.

ranm_d: hehe.. ya gpp mas..cm pengen tahu aja..


ranm_d: Apa kah Mas sudah cukup puas dengan apa yang didapatkan dari internet/ sudahkah
cukup apa yang disediakan internet untuk mendukung kebutuhan serta aktivitas Mas?

djuni_prist: selama masih berkegiatan di internet be rarti masih ada keinginan yang belum
terpenuhi
ranm_d: hemm...iya ya.. never ending learning, searching, and browsing :D

djuni_prist: tapi internet itu hanya sebagai media atau alat saja

djuni_prist: bila alat sudah dianggap tidak berguna maka alat itu mesti ditinggalkan
ranm_d: trus, apa Mas msh mengkonsumsi media konvensional/ media massa (koran, radio,
televisi, film, buku)?

djuni_prist: masih. walo tidak banyak.

djuni_prist: tapi kalo buku masih tetap sebagai sumber utama

djuni_prist: selain internet


ranm_d: kenapa tuh Mas, kok buku msh "diandalkan"? :D

ranm_d: Apakah internet tidak cukup? Atau mungkin hanya karena kebiasaan?

djuni_prist: mengapa bus kota dan busway masih tetap dibutuhkan?

ranm_d: yah karena masih banyak yang butuh dan belum mampu beli kendaraan sendiri :D

5
LAMPIRAN INFORMAN 3 WAWANCARA 2

ranm_d: hehe..bukan..ya karena (seharusnya) lebih baik dan ramah lingkungan

djuni_prist: masing2 ada kelebihan n kekurangannya


ranm_d: apa tuh Mas menurut Mas, yang jadi kelebihan buku dibanding Internet?

djuni_prist: coba aja baca di monitor selama 3 jam. kuat ndak :-)
ranm_d: :D

djuni_prist: kalo listrik mati gimana?


ranm_d: kok kalo aku milih buku karena sentimentil juga.. feel-nya beda.. bisa terasa lebih
hanyut dan mendalam.. hehe nggaya :P

djuni_prist: yah, kesenangan beda2


ranm_d: oke..terakhir mas..
ranm_d: Sejauh dan selama ini, bagaimana internet telah mengubah/mempengaruhi cara
hidup, cara kerja, atau bahkan hidup Mas?

djuni_prist: coba baca cerita s aya di blogfam lagi deh. karena jawabnya ada disitu
ranm_d: sebentar Mas...karena artikelnya nulisnya agak mbingungi..banyak sumber jadi satu..

djuni_prist: coba baca ini http://djuni.wordpress.com/2009/05/12/258/

djuni_prist: dan ini http://djuni.wordpress.com/2009/05/15/hidup-saat-ini/

ranm_d: hm.. sepertinya internet sudah menjadi salah satu bagian keseharian Mas

djuni_prist: internet itu hanya sekedar alat


ranm_d: iya..tapi kebetulan kok ya alat yang tiap hari dipakai ya Mas :D

ranm_d: hehe..becanda Mas..

ranm_d: kesadaran tentang esensi alat itu kan ya yang penting


ranm_d: kalo cuma ngenet sekali seminggu tapi tanpa kesadaran juga malah ga bermanfaat
bagi siapapun

djuni_prist: kesadaran terhadap esensi kehidupan itu yang penting

djuni_prist: itu adalah pemahaman terhadap pikiran dan keinginan

djuni_prist: hal seperti itu yang dilakukan Budha sehinggs dia mengalami pencerahan

ranm_d: kalo pikiran, kadang aku mulai bertanya2..

ranm_d: tapi kalo keinginan..kadang masih merasa ga bisa mengendalikan diri :D

ranm_d: jadi malu..

6
LAMPIRAN INFORMAN 3 WAWANCARA 2

djuni_prist: yah itu namanya masih belajar

ranm_d: oke Mas..terima kasih untuk semua :)

ranm_d: gimana Mas?

djuni_prist: coba aja belajar menulis dengan metode menulis bebas seperti yang saya
lakukan ini http://djuni.wordpress.com/2009/05/12/menulis-bebas-mengamati-
pikiran/

djuni_prist: ok.
ranm_d: baik Mas :)

ranm_d: semoga apa yang saya baca dapat saya sadari kemudian lakukan..

djuni_prist: yup
ranm_d: makasih Mas..semoga setelah ini kita bisa terus silaturahmi

djuni_prist: semoga sukses kerjaannya


ranm_d: Selamat malam Mas..

djuni_prist: bye juga

7
LAMPIRAN INFORMAN 4 WAWANCARA 1

NAMA INFORMAN : Marwan Azis

WAKTU WAWANCARA : 30 Mei 2009, pukul 15.21-16.57 WIB

JENIS WAWANCARA : online, via Yahoo Messenger

WAWANCARA KE- :1

ranm_d: Halo mas marwan :)

ranm_d: maaf ya..jadi nunggu

wawan_ep: Halo juga Mbak Rani

wawan_ep: nggak papa

wawan_ep: kayaknya aku yang kecepatan ya... he he


ranm_d: gapapa..untung aku udah di jalan

ranm_d: oke mas..kenalan dulu aja ya

wawan_ep: salam kenal balik ya


ranm_d: Aku lagi S-2 di ilmu komunikasi Fisipol UGM

wawan_ep: senang bisa kenal dengan Rani,


ranm_d: ngambil tesis tentang penggunaan internet oleh aktivis lingkungan

wawan_ep: wah bisa nimbah ilmu ni


ranm_d: senang juga akhirnya bisa chat ma mas Marwan :)

wawan_ep: menarik tesisnya

ranm_d: iya..krn aku suka juga

ranm_d: kebetulan aku sempet bantu-bantu di sahabat lingkungan walhi jogja

wawan_ep: tesis itu bisa jadi buku yang pastinya akan banyak yang gemari
ranm_d: wuehehe.. :D

ranm_d: yah..belum selesei ditulis kok dah banyak yang suka?

ranm_d: :p

ranm_d: yah, liat ntar dulu lah..

wawan_ep: oke

wawan_ep: belum jadi udah banyak gemari itu pertanda baik, bisa jadi buku best seller
ranm_d: wahaha.. terima kasih..sudah bikin optimis..

ranm_d: so..mas marwan..cerita dong..siapa kah mas marwan dan aktivitas sekarang apa?

1
LAMPIRAN INFORMAN 4 WAWANCARA 1

wawan_ep: kan udah baca kan sedikit banyak profilku di blogku

wawan_ep: jadi mau perkenalkan apalagi ni??


ranm_d: yah..mungkin latar belakang pendidikan..terus gimana ceritanya kok bisa
"nyemplung" di aktivitasnya sekarang, terutama yang berkaitan dengan
lingkungan

wawan_ep: liat aja http://marwanazis.wordpress.com/about-me/.


wawan_ep: aku ulumni jurusan AGRONOMI fakultas pertanian Univ. Haluoleo
Kendari Sulawesi Tenggara,
wawan_ep: di kampus aku banyak aktif di HMI dan Pers Mahasiswa serta HMJ
(HIMAGRO)

ranm_d: hehe..oke deh..

ranm_d: barusan dah kubaca di alamat yg mas kasih

ranm_d: cerita lengkap tentang diri rupanya :)

ranm_d: oke mas..kita masuk aja ke pertanyaan tesisku ya

wawan_ep: ya. oke


ranm_d: bagaimana awalnya Mas mengenal internet (sejak kapan, diajari/belajar sendiri,
motivasi atau tujuan awal menggunakannya)

wawan_ep: aku mengenal dunia internet sejak kuliah,

wawan_ep: mungkin sekitar tahun 1999

wawan_ep: lebih banyak belajar otodidak


wawan_ep: kalau bisa blog, awalnya aku hanya ingin menjadikan blog sebagai
dokumentasi online sejumlah tulisanku yang telah dimuat di media tempat
aku bekerja

wawan_ep: belakangan blog menjadi media bersharing dan kampanye isu lingkungan
ranm_d: itu mulai kapan tuh mas?

wawan_ep: mulai ngeblog sekitar tahun 2005, tapi sempat didiamkan, namun nanti
sekitar tahun 2006 baru aktif memposting. Ini blog pertamaku
www.petualanganku.multiply.com

ranm_d: oh gitu..

wawan_ep: ya
ranm_d: biasanya kalo ngeblog ada rutinitas ga? misal beberapa hari sekali bikin tulisan,
atau target tertentu, atau fleksibel mungkin?

wawan_ep: fleksibel aja, nggak pake target-targetan


ranm_d: biasanya topik tulisannya apa aja atau dapat ide dari mana aja?

2
LAMPIRAN INFORMAN 4 WAWANCARA 1

wawan_ep: content tulisannya lebih banyak menyangkut isu lingkungan hidup


(www.greenpressnetwork.blogspot.com), selain itu ada juga content agribisnis
atau pertanian serta travelling (cerita jalan-jalan).
wawan_ep: idenya, aku kan jurnalis yang suka melakukan perjalanan di berbagai
tempat, nah kalau ada yang menarik baru ditulis dan terakhir di-sharing ke
blog
ranm_d: oke.. trus, aku perhatikan kan blog Mas banyak tuh.. wah..banyak banget malah
buat aku yang cuma punya 1 blog :D

ranm_d: nah, beda blog2 itu apa sih?


wawan_ep: ada blog yang content lingkungan, ada content jalan-jalan (baru dibuat)
sepulang dari Papua (tugas riset LP3ES) karena teman-teman di sana minta
aku buat blog tentang papua
ranm_d: trus?

wawan_ep: selain itu ada juga blog personal www.marwanazis.wordpress.com

ranm_d: blog personal ditujukan utk apa mas?

wawan_ep: kalau blog www.greenpressnetwork.blogspot.com (blog berita lingkungan)


dan www.greenpressnetwork.wordpress.com (organisasi Greenpress) itu kami
kelola bersama-sama teman-teman jurnalis yang bergabung dalam
Greenpress.
ranm_d: ohya, aku dah sempat tengok juga

ranm_d: yang blog personal? ada maksud khusus?

wawan_ep: blog yang bercerita tentang aktivitasku, tapi ada beberapa postingku yang
tidak ditampilkan di publik
ranm_d: oke..

ranm_d: repot ga ngelola banyak blog gitu?

wawan_ep: ya juga tapi dibawa senang aja.


wawan_ep: bagiku ngeblog itu udah semacam hobby dan mungkin udah menjadi
candu... he he he
ranm_d: hehe..ya, kesukaan orang kan beda2.. ohya, biasanya satu tulisan di-share ke
banyak blog sekalian atau khusus (satu tulisan ya untuk satu blog)?

wawan_ep: itu sangat tergantung ama sang blogger, ada yang memilih blog tertentu
dengan content yang spesifik, ada juga yang sharing sejumlah tulisan di
banyak blog, nah ini banyak dilakukan oleh teman-teman aktivis lingkungan
yang memanfaatkan blog sebagai salah satu piranti media kampanye
lingkungan
ranm_d: oke.. nah mas..mengenai akses internet, bagaimana kebiasaan Mas mengakses
internet? (berapa jam sehari; akses dari mana saja; untuk keperluan apa saja)

3
LAMPIRAN INFORMAN 4 WAWANCARA 1

wawan_ep: kalau di Jakarta akses internet tidak terlalu susah, karena hampir semua
tempat ada fasilitas hospot. di Kantor juga ada wire less. Kalau di rumah
aku pake modem usb. Yang repot kalau keluar daerah, alternatifnya ke
warnet.

ranm_d: ngenet tiap hari ga mas?

wawan_ep: Nggak juga, karena kadang ada kegiatan atau liputan keluar daerah
ranm_d: berarti pekerjaan Mas tidak menuntut untuk ngenet tiap hari ya?

wawan_ep: ya
ranm_d: menurut mas, dengan cara bagaimana atau sejauh apa internet
mengubah/mempengaruhi cara hidup, cara kerja, atau bahkan hidup Mas selama
ini?

wawan_ep: tapi ke depan mungkin akan lebih banyak menggunakan internet karena
saat ini aku bersama sejumlah teman-teman disini lagi garap situs berita
www.beritalingkungan.com (belum di-publish), masih dalam tahap
pembangunan
ranm_d: ohya..aku sempet baca dimana gitu... semoga sukses ya..

wawan_ep: Makasih atas doanya


ranm_d: menurut mas, dengan cara bagaimana atau sejauh apa internet
mengubah/mempengaruhi cara hidup, cara kerja, atau bahkan hidup Mas selama
ini?

wawan_ep: Kalau menurut aku, internet telah menjadi media yang mampu
menghubungkan begitu banyak manusia dari berbagai penjuru dunia tanpa
harus ketemu darat (jaringan situs sos ial seperti Facebook dan blog). Selain
itu dengan makin banyak banyak orang bergiat di dunia blog akan semakin
memperkaya sharing informasi dengan content berbagai jenis, sehingga
memudahkan kita untuk melakukan riset, aktivitas bisnis, perkawanan dan
sejumlah fasilitas lainnya. Yang tak kalah pentingnya membuat ada banyak
peningkatan penge tahuan yang diperoleh via internet terutama blog.
ranm_d: wah sip..lengkap banget :D

wawan_ep: Bagi penggiat lingkungan, keberadaan blog dan situs jaringan sos ial lainnya
mempermudah mereka untuk menyebarkan pesan-pesan mereka ke publik
ranm_d: yup..bener bgt.. Kalo buat Mas sendiri, apa makna atau arti penting internet,
secara pribadi maupun profesional? Sanggup ga, “berpisah” dari internet? :D

wawan_ep: Bagiku internet mempermudah berbagai kerjaan saya. fasilitas internet


seperti blog dan Facebook banyak juga aku pakai untuk berinteraksi
dengan keluarga terutama adiku Anas yang saat ini masih studi di Al Azhar
Kairo Mesir, teman-teman. Internet juga sangat be rguna untuk riset awal
sebelum melakukan peliputan dan setelah ada internet urusan kantor
sebenarnya bisa diselesaikan di rumah misalnya setelah liputan tak perlu
masuk kantor tapi naskah dan foto liputan cukup dikirim via email. Banyak
pekerjaan yang bisa diselesaikan dengan menggunakan fasilitas internet.

4
LAMPIRAN INFORMAN 4 WAWANCARA 1

wawan_ep: Bahkan sejumlah tawaran pekerjaan berdatangan setelah aktif di dunia


blog.
ranm_d: wah.. emang komplit gitu ya..
ranm_d: menurut mas, apa keunggulan berkomunikasi menggunakan internet
dibandingkan komunikasi lewat telepon, tatap muka langsung ataupun lewat
media lain?

wawan_ep: "Lebih murah, efisien dan efektif" dibandingkan dengan menggunakan


fasilitas komunikasi lainnya. Seperti yang Rani lakukan saat ini (riset) kan.
Rani nggak perlu repot kesana kemari untuk mencari narasumber tapi
cukup browsing internet atau tanya ama Om Google (he he he), Om Google
24 jam siap membantu, Rani udah bisa mendapatkan banyak informasi
yang akan membantu risetmu, dan aktivitas wawancara dengan narasumber
riset bisa dilakukan via internet seperti yang kita lalukan sekarang. Tapi
tatap muka secara langsung masih tetap diperlukan.
ranm_d: sip! sepakat..

ranm_d: ohya mas..ini lagi sibuk ga? aku masih punya sekitar 10 pertanyaan lagi. Kalo
emang sibuk, kita sambung kapan-kapan lagi, tapi kalo nyante, aku juga kok..

wawan_ep: Sore ini aku mau main ke arena Pekan Lingkungan Hidup 2009 di JCC.
ranm_d: oke, so..mo cabut jam berapa?

wawan_ep: Rani mau ikutan nggak?


ranm_d: wah...aku harus terbang dulu dong :D

wawan_ep: he he he

ranm_d: dah mo pergi ya Mas?

ranm_d: kalo ya berarti kita janjian aja, kapan bisa ngobrol lagi..

wawan_ep: bentar lagi setelah shalat azhar

wawan_ep: oke
ranm_d: aku longgar kapan aja setelah jam 2

wawan_ep: Oh ya boleh aku baca latar dan metodelogi tesisnya Rani nggak? kalau
boleh dikirim via email ya?

ranm_d: boleh, mo kukirim sekarang aja? pake attachment

wawan_ep: makasih udah kuterima

wawan_ep: aku juga punya tulisan tentang blog


ranm_d: sila

ranm_d: mo dikirim Mas?

wawan_ep: aku sedang cari di folder laptopku

5
LAMPIRAN INFORMAN 4 WAWANCARA 1

ranm_d: ok

wawan_ep: entar aku kirim


ranm_d: oke tak apa.. besok bisa ngobrol lagi ga mas?

wawan_ep: aku kirim pake attachment

ranm_d: oke

wawan_ep: udah terima belum?


ranm_d: blm.

ranm_d: lwt YM atau e-mail?

ranm_d: e-mail juga belum tuh

wawan_ep: YM

wawan_ep: aku coba lgi ya


ranm_d: ok

wawan_ep: udah terkirim


ranm_d: ok..

ranm_d: sip..dah bisa dibuka..Itu kapan ditulis nya Mas?


wawan_ep: Ya.tulisan itu aku buat tahun 2008, belum di-publish karena buru-buru ke
Papua
ranm_d: wah..aku pembaca pertama dong hehehe :D

wawan_ep: Ya
ranm_d: oke mas..silakan kalau mau ke pekan lingkungan..

ranm_d: besok sore kita bisa ngobr ol lg?

wawan_ep: Ya. Insya Allah


ranm_d: oke.. makasih ya Mas..senang bisa ngobrol :)

wawan_ep: sama-sama

6
LAMPIRAN INFORMAN 4 WAWANCARA 2

NAMA INFORMAN : Marwan Azis

WAKTU WAWANCARA : 31 Mei 2009, pukul 20.11-22.10 WIB

JENIS WAWANCARA : online, via Yahoo Messenger

WAWANCARA KE- :2

ranm_d: malam Mas :)

wawan_ep: Halo

wawan_ep: sori agak lambat ya


ranm_d: ohya mas..sebenernya ada berapa blog sih yang rutin mas "pelihara"?

wawan_ep: yang sering aku input yaitu www.greenpressnetwork.blogspot.com,


marwanazis.wordpress.com , petualanganku.multiply.com dan green-
care.blogspot.com

ranm_d: ya?

wawan_ep: dan www.greenpressnetwork.wordpress.com

ranm_d: eh..bedanya greenpress yang di wordpress sama blogspot apa Mas?

wawan_ep: kalau GP wordpress itu spesifik organisasi GREENPRESS serta artikel


yang terkait dengan jurnalis lingkungan (panduan), Kalau blog GP di
blogspot itu difokuskan pada news blog

wawan_ep: lingkungan hidup


ranm_d: ohh.. oke

ranm_d: apa yang di wordperss lebih ke internal?

wawan_ep: Ya

wawan_ep: Rani udah liat blog GP di wordpress ya?


ranm_d: ya, tapi baru buka depan, belum masuk-masuk

wawan_ep: mungkin koneksi internetmu lagi kurang lancar kali??


ranm_d: oh..masalah masuk ke wordpress? bukan, emang belum sempet masuk-masuk aja
:P

ranm_d: Mas, apa yang memotivasi atau mendorongmu untuk terus mempertahankan
blog2 tersebut sih?

wawan_ep: oh
ranm_d: yah..kan ga ada yang mbayarin lah ya kasarnya..

wawan_ep: kan nggak semua aktivitas nggak harus dinilai dengan materi.

wawan_ep: Begitupun dalam kegiatan lingkungan hidup maupun ngeblog

1
LAMPIRAN INFORMAN 4 WAWANCARA 2

wawan_ep: apalagi kalau blog yang kita kelola banyak pengunjungnya, sayangkan
kalau ditinggalin
ranm_d: berarti lebih buat kepuasan pribadi ya?

wawan_ep: Pribadi ya, blog juga sangat bermanfaat dalam mendukung berbagai
publikasi aktivitas organisasi.
wawan_ep: Misi Greenpress salah satunya adalah me mbantu penyebaran informasi
lingkungan ke publik, dan salah satu piranti media yang kami gunakan
adalah blog
ranm_d: hm..salah satu keuntungan dr perkembangan teknologi ya :)

wawan_ep: yup
ranm_d: Dalam mengelola blog-blog itu, apa kesulitan yang diala mi selama ini? Adakah
pengalaman menarik?

wawan_ep: apa ya kesulitannya?? kayaknya selama ini lancar-lancar aja, paling


kesulitannya adalah soal waktu kalau lagi banyak kerjaan di kantor, jadi
kadang beberapa hari tidak posting.

ranm_d: ok..

ranm_d: pengalaman menarik?

wawan_ep: dalam hal apa?


ranm_d: selama "melihara" blog2 itu

ranm_d: mas?

ranm_d: siip

wawan_ep: Di sini lumayan bagus koneksi internetnya


ranm_d: oke..so..

wawan_ep: Rani sekarang main internet di rumah atau di warnet??


ranm_d: di warnet

wawan_ep: kalau malam biasa sampai jam berapa?

ranm_d: hehe..paling setengah jam lagi :D

wawan_ep: Rani tinggal ama Ortu di Yogya?


ranm_d: yup

wawan_ep: selain studi? aktivitas lainnya apa? kerja atau??


ranm_d: tadinya sempat asisten di jurusan almamaterku tapi off buat nyelesein tesis

ranm_d: relawan di sahabat lingkungan walhi jogja, tp juga lagi off beberapa bulan ini

wawan_ep: oh ternyata anak walhi juga,

2
LAMPIRAN INFORMAN 4 WAWANCARA 2

ranm_d: kenapa?

wawan_ep: aku juga sempat jadi anggota Individu WALHI


ranm_d: waktu di kendari?

wawan_ep: yup
ranm_d: oke..aku lanjut ya mas..tadi gimana..ada pengalaman menarik selama blogging
buat isu lingkungan?

wawan_ep: apa ya??

wawan_ep: pikir-pikir dulu


ranm_d: oke

ranm_d: ya?

wawan_ep: pengalaman dukanya ya, blog Greenpress


www.greenpressnetwork.blogspot.com setelah diubah dengan menggunakan
domain com (www.greenpressnetwork.com) pernah diserang oleh salah satu
hacker luar negeri. Syukur ada kawan yang memperbaiki sehingga data-nya
bisa diselamatkan dan eksis kembali.
ranm_d: wow.. kenapa tuh kok diserang? iseng bgt

wawan_ep: Ya
wawan_ep: hackernya dari Turki lagi, karena halaman blog te rsebut penuh warna
merah berbendera turki

wawan_ep: makanya aku nggak mau lagi lanjutan domain dotcom. Jadi kembali ke
semula blogspot.com
ranm_d: oh gitu..

wawan_ep: supraisnya: aktivitas di sejumlah blog lingkungan ternyata mendapatkan


perhatian dari salah satu situs http://maverickid.com

ranm_d: perhatian gimana?

wawan_ep: mereka membuat resensi tentang aktivitasku di sejumlah blog


http://marwanazis.wordpress.com/click-of-the-week-29-marwan-azis/

ranm_d: ohya..aku sempet nemu juga..

wawan_ep: http://maverickid.com/2007/12/06/click-of-the-week-29-marwan-azis/

wawan_ep: resensi tersebut dibuat mereka buat secara sembunyi-sembunyi tanpa ada
konfirmasi sebelumnya

wawan_ep: ke aku
ranm_d: wew..trus..mas sempet confirm ke mereka ga?

ranm_d: setelahnya?

3
LAMPIRAN INFORMAN 4 WAWANCARA 2

wawan_ep: Ya, si penulisnya minta maaf, namanya Mbah Hanny


ranm_d: hmm.

wawan_ep: Itu juga suprais bagi aku karena resensi tersebut dibuat bertepatan dengan
pelaksanaan konferensi perubahan iklim di Bali
ranm_d: wow..blessing in disguise ya :D

wawan_ep: dan menurut sejumlah teman-teman, pengelola http://maverickid.com sangat


selektif dalam merensi sebuah blog atau situs,

ranm_d: wah..seneng dong ya

wawan_ep: kecuali orang-orang tertentu yang bergiat di aktivitas yang spesifik

wawan_ep: Yup pastinya.


ranm_d: oke..next..

ranm_d: eh, ya?

wawan_ep: Cerita lainnya.


ranm_d: ya

ranm_d: mas mo cerita atau gimana?

wawan_ep: yaitu pada saat konferensi perubahan iklim, dimana saat itu Greenpress
bersama sejumlah lembaga lingkungan (kemitraan, latin dan perkumpulan
skala) membuat media centre Greenpress di arena UNFCCC di Bali.
ranm_d: trus?

wawan_ep: Saat kami mendaftarkan diri sebagai peliput konferensi UNFCCC, awalnya
kami diterima oleh pihak PBB yang dikonfirmasi via email bahwa status
kami udah oke dan memenuhi persyaratan. Waktu itu kami masih di
Jakarta. Tapi pas hari H waktu kami udah tiba di Bali, tiba-tiba pihak
panitia membatalkan peliputan kami tanpa alasan yang jelas,
ranm_d: trus?

wawan_ep: Kami sempat dikabari via email agar menghadap panitia untuk mengambil
kartu pers peliputan seperti hal dengan teman-2 jurnalis lainnya. Tapi pada
saat ketemu Panitia, bukan kami diberikan kartu peliputan, justru kami
dihujani dengan beberapa pertanyaan seperti apakah Greenpress memiliki
hubungan dengan Greenpeace??
ranm_d: ahaha :))

wawan_ep: terus kami dimintai lagi persyaratan tambahan contoh artikel (berita) yang
pernah kami tulis, Padahal itu tidak ada persyaratan peliputan UNFCCC
wawan_ep: Saat kami memberikan contoh tulisan, mereka kembali menilai tulisan
kami, katanya tulisannya propokatif. Lucunya di tempat yang sama media
komunitas yang yang diterbitkan perusahaan tambang dan sawit begitu
mudah mereka memperoleh kartu peliputan

4
LAMPIRAN INFORMAN 4 WAWANCARA 2

ranm_d: sheesh..
ranm_d: trus mas.. menurut mas, masyarakat kita kini sudah mulai peduli lingkungan
belum?

wawan_ep: Akhirnya berkesimpulan betapa kuat pemilik modal (baca kapital) terhadap
perhelatan besar lingkungan hidup, mestinya diarahkan bagaimana
membangun komitmen terhadap pelestarian lingkungan. Tapi dari apa yang
kami alami bagaimana pihak Panitia memperlakukan jurnalis yang care
lingkungan sangat jauh dari harapan kami.
ranm_d: iya lah..pasti gitu instruksi dr para atasannya

wawan_ep: Kapal Greenpeace juga sempat ditolak berlabuh di Bali


ranm_d: yup, heard that..

wawan_ep: Hanya karena nama Greenpress memiliki kemiripan dengan Greenpeace.

ranm_d: ckckck..

wawan_ep: Tapi dibalik itu kami justru bangga dan makin semangat, karena lembaga
yang sebesar PBB terntaya takut ama Green Press yang baru didirikan pada
tahun 2004.. he he he.
ranm_d: hehe..lucu juga..

wawan_ep: Terus lembaga yang diklaim sebagai lembaga demokratis tak selamanya
berlaku demokratis.
ranm_d: ya lah..

wawan_ep: beritanya tentang perlakuan PBB terhadap jurnalis nanti saya kirim
ranm_d: oke..

wawan_ep: aku cari dulu ya


ranm_d: ohya mas.. kayaknya aku dah ga bisa lama2

wawan_ep: oke,nanti beritanya aku kirim via email


ranm_d: kalo hari kerja mas bisa chat jam berapa?

wawan_ep: kalau kerja kayaknya agak susah chating, gimana kalau besok malam aja
dilanjutin lagi.
ranm_d: hmm.. kalo aku kirim daftar pertanyaan aja gimana Mas? bisa dikerjain kalo
luang.. ntar kalo ada yg perlu aku konfirm baru kita chat lagi..

wawan_ep: Oke. oh ya tambahkan dikit ya soal UNFCCC, jadi meskipun kami ditolak
tak mendapat kartu peliputan dari PBB, tapi aktivitas Media Centre
Greenpress tetap jalan di kampung CSF (Markas NGO)
wawan_ep: untuk liputan di arena konferensi kami menggunakan link teman-teman
lainnya
ranm_d: yup..hehe..ngumpul juga di situ akhirnya :D

5
LAMPIRAN INFORMAN 4 WAWANCARA 2

wawan_ep: dan salah satu media yang kami pake untuk menyebari informasi UNFCCC
adalah media blog www.greenpressnetwork.blogspot.com

ranm_d: wah.. responnya pasti lumayan rame tuh

wawan_ep: Ya. Jadi mungkin kami tim peliput menggunakan dua label, jurnalis
sekaligus blogger di arena UNFCCC.
wawan_ep: Kami banyak memback up kampanye teman-teman NGO dalam isu
keadilan iklim di Bali
wawan_ep: Lucunya lagi belakangan aku bersama sejumlah teman-teman diminta ama
KLH untuk menyusun laporan hasil UNFCCC buat dilaporkan MENLH ke
Presiden SBY.
ranm_d: :D lucu bgt tuh

ranm_d: kacian deh lu KLH

wawan_ep: Ya, mereka kecolo ngan dalam dokumentasi aktivitas UNFCCC.


wawan_ep: Orang KLH belakangan minta maaf ama aku soal terhambatnya teman-
teman Greenpress dalam peliputan UNFCCC.
ranm_d: ehm..aku harus pulang mas.. maaf..lagi seru nih padahal..

wawan_ep: oke, ya udah. Malam udah mulai agak larut

wawan_ep: Hati-hati di jalan ya.


ranm_d: ohya..gimana.. kalo aku kirim daftar pertanyaan aja gimana Mas? bisa dikerjain
kalo luang.. ntar kalo ada yg perlu aku konfirm baru kita chat lagi..

wawan_ep: bisa juga, tapi jadinya kayak ulangan kuliah he he he

wawan_ep: kayak tugas kuliah maksudku, he he he


ranm_d: yah..gimana ya mas.. soalnya aku juga dikejar tenggat :P

wawan_ep: oke
ranm_d: kucoba kirim sekarang ya..

wawan_ep: Insya Allah aku bantu

ranm_d: esai kok..bukan pilihan ganda :D

wawan_ep: oke
ranm_d: sekali lagi..terima kasih..senang dengar banyak cerita..jadi semangat :)

wawan_ep: Ya, sama-sama


ranm_d: met malam.. :)

wawan_ep: Wassalam
ranm_d: wa'alaikum salam

6
LAMPIRAN INFORMAN 4 Q&A

Jawaban dari Marwan Azis.


Dikirim 8 Juni 2009, sembilan hari setelah daftar pertanyaan diberikan. Selain menjawab pertanyaan
yang diberikan peneliti, informan mengirimkan sejumlah artikel yang dijanjikannya pada wawancara
terakhir, yakni berkaitan dengan aktivitas Greenpress selama pertemuan UNFCCC di Bali.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dear Rani

Halo Rani, sory agak terlambat ni menjawab puluhan pertanyaanmu karena minggu ini aku agak
sibuk dengan kerjaan di LP3ES dan pembangunan situs berita lingkungan. Tapi Alhamdulillah
akhirnya selesai juga.(bahan pertanyaan dan jawaban terlampir), selain itu saya juga lampir berita
cerita Greenpress di Bali. Semoga proses pembuatan tesisnya berjalan lancar ya. "Yakin Usaha
Sampai"

Wassalam

Marwan

1. Apakah menurut Anda, masyarakat kita kini sudah mulai peduli lingkungan?
Kalau menurutku, beberapa tahun belakangan ini, kesadaran terhadap lingkungan mulai
tumbuh dan berkembang terutama pasca Indonesia ditunjuk menjadi tuan rumah konferensi
perubahan iklim Desember 2007 lalu di Bali. Kesadaran ini tidak terlepas dari gencarnya
pemberitaan media tentang isu lin gkungan hidup dengan berbagai dinamikanya, baik itu
berupa bencana alam, perubahan dan lain sebagainya. Kesadaran masyarakat ini dilihat dari
mulai berkembangnya kelompok -kelompok masyarakat peduli lingkungan yang konsen di isu
tertentu misalnya pengelolaan daur ulang sampah, kali bersih hingga munculnya kesadaran
warga yang menuntut hak atas lingkungan yang baik (advokasi) yang menolak aktivitas
pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dan tambang. Di kelompok swasta juga mulai
gencar gerakan Go Green sebagai bagian dari tanggungjawab perusahaan di bidang
pelestarian lingkungan hidup.

2. Menurut Anda, bagaimana posisi internet dalam aktivisme lingkungan saat ini?
Dengan berkembangnya fasilitas multimedia seperti Internet beberapa tahun belakangan ini
seperti blog, situs jaringan sosial, dan media online ini sangat membantu gerakan para aktivis
lingkungan dalam menyebarkan berbagai pesan, kampanye lingkungan kemasyarakat global
tanpa harus bergantung lagi pada media manual seperti koran dan majalah. Selain itu,
fasilitas internet baik blog dan situs sosial lainnya mempermudah terjadinya sharing informasi
dan konsolidasi berbagai gerakan lingkungan serta menggalang donasi lingkungan via
internet.

1
LAMPIRAN INFORMAN 4 Q&A

3. Kalau pandangan Mas tentang gerakan lingkungan saat ini?


Sudah banyak kemajuan seiring dengan berkembangan fasilitas multimedia dan internet, yang
menjadi pekerjaan berat bagi penggiat lingkungan adalah bagaimana gerakan lingkungan bisa
ke masuk ke ranah politik agar isu lingkungan menjadi prioritas utama dalam berbagai
pengambil kebijakan politik. Mungkin ke depan perlu ada partai yang konsen
memperjuangkan lingkungan semacam Green Party (Partai Hijau) agar isu lingkungan tidak
lagi dimarjinal dalam setiap pengambilan kebijakan.

4. Bagaimana pendapat Anda bila ada yang memandang bahwa untuk Indonesia, kampanye
lingkungan lewat internet tidak terlalu bermanfaat karena jumlah pengguna internet masih rendah
dibanding populasi total?
Saya kurang sependapat dengan pandangan tersebut, karena berdasarkan informasi yang saya
peroleh saat pesta blogger 2008 lalu ternyata Indonesia merupakan negara pengguna blog
terbesar di dunia, artinya apa, saat ini masyarakat Indonesia sudah banyak yang
memanfaatk an blog dan situs pertemanan sosial lainnya dalam berbagai aktivita s keseharian.
Berbagai komunitas blog di daerah bermunculan seperti komunitas blog bundaran HI
Jakarta, Angin Mammiri Makassar, Wong Kito Palembang, Komunitas Blog Yogyakarta dan
lain-lain. Jutaan individu masyarakat baik itu kalangan pelajar, mahasiswa, artis, bisnismen
hingga politisi belakangan ini mulai tertarik dengan situs pertemanan sosial seperti Facebook.
Ini merupakan perkembangan yang menggembirakan bagi kemajuan Indonesia dan gerakan
penyadaran lingkungan. Mereka merupakan stakeholder yang potensial dan strategis bagi
gerakan pelestarian lingkungan di Indonesia. Dan saya yakin ke depan akan makin banyak
orang yang memanfaatkan teknologi informasi internet, apalagi belakangan ini makin banyak
hospot gratis di berbagai kota di Indonesia dan harga akses internet makin murah dan kita
patut bersyukur karena pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Komunikasi dan
Informasi RI sangat mendukung muncul komunitas blogger di Indonesia. Tinggal bagaimana
gerakan lingkungan bisa masuk ke komunitas blogger Indonesia.

5. Bagaimana pendapat Anda bila ada yang berkomentar bahwa gaya hidup “hijau” hanyalah trend
sesaat?
Sah-sah aja orang berpandangan bahwa Gaya hidup”hijau” hanyalah trend sesaat. Namun
menurutku gaya hidup hijau itu bukanlah trend sesaat. Karena gaya hidup hijau atau yang
bisa kita kenal back to nature itu tidak muncul begitu saja, tapi muncul dari kesadaran publik
akan tuntutan lingkungan hidup yang baik dan sudah menjadi kebutuhan bersama bagi warga
bumi untuk menerapkan gaya hidup ramah lingkungan sehingga tentu kedepan akan makin
banyak orang beralih ke trend hijau karena selain ekonomis juga sangat bermanfaat bagi
kesehatan.

2
LAMPIRAN INFORMAN 4 Q&A

6. Apakah menurut Anda kehidupan online dan offline itu terpisah? (Misalnya, orang yang gembar-
gembor tentang sesuatu di dunia maya tapi ternyata tidak melaksanakannya di kehidupan yang nyata)
Itu kembali kepada personal masing-masing orang. Namun kalau menurut pengamatan saya,
kebanyakan teman-teman blogger yang selama in i sharing informasi via blog itu diinspirasi
dari aktivitas keseharian mereka apakah itu sifatnya personal maupun dinamika komunitas
mereka beraktivitas. Jadi tentu aktivitas online tidak terlepas dari aktivitas offline yang
dilakoni seorang blogger karena kebanyakan tulisan atau cerita yang dimuat di blog dan situs
sosial lainnya itu diinspirasi dari aktivitas keseharian seorang blogger yang kemudian
disharing ke public via blog.

7. Selain memiliki sebuah blog dengan isu lingkungan, apakah Anda juga memanfaatkan internet
dengan cara-cara lain untuk menyelamatkan lingkungan? (Misalnya, voting dalam petisi online;
donasi lewat e-banking; berlangganan milis bertema lingkungan; gabung dalam komunitas volunteer
via internet/milis) Tolong ceritakan.
Jauh sebelum dunia blog berkembang di Indonesia , saya udah bergabung dan juga mengelola
komunitas mailinglist lingkungan dan jurnalis seperti walhinews@yahooogroups.com,
wartawanlingkungan@yahoogroups.com, greenpress@yahoogroups, com,
perubahaniklim@yahoogroups.com, mediacare@yahoogroups.com,
ajisaja@yahoogroups.com, lingkungan@yahoogroups.com,
supportergreenpress@yahoogroups.com dan beberapa milis lainnya. Selain itu, saya juga aktif
terlibat mendukung gerakan petisi lingkungan seperti lumpur lapindo, gerakan tolak
pembangunan PLTN di Indonesia dan terakhir ikut mendukung surat petisi gerakan
penyelamatan hutan Indonesia yang digalang Greenpeace Asia Tenggara yang ditujukan pada
Presiden SBY.

8. Menurut Anda, dengan cara-cara apa lagi internet dapat digunakan untuk menyelamatkan
lingkungan?

Manfaatkanlah internet untuk berbagai informasi apa saja tentang lingkungan mulai dari tips
sederhana bagaimana berperilaku ramah lingkungan hingga bagaimana publik agar bisa
memperjuangkan haknya terhadap lingkungan hidup yang baik. Dan dorong orang-orang
terdekat Anda untuk Ngeblog dan mau bercerita seputar aktivitas keseharian mereka dalam
melestarikan lingkungan hidup via blog karena membantu penyebaran informasi lingkungan
itu merupakan bagian dari salah satu upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

9. Bila Anda memiliki waktu dan kesempatan lebih, apa yang paling ingin Anda kembangkan dari
Greenpress? (Misalnya, berkolaborasi dengan salah satu gerakan atau organisasi lingkungan; tampil
di media massa konvensional; membuat event bersama).
Greenpress sebagai komunitas jurnalis lingkungan di Indonesia, selain aktif membantu
penyebaran informasi lingkungan ke publik baik itu lewat media masing-masing tempat kami
bekerja maupun via blog dan situs. Kegiatan lainnya adalah menyelenggarakan berbagai
kegiatan lingkungan seperti pelatihan jurnalis lingkungan, membuat event bersama dengan

3
LAMPIRAN INFORMAN 4 Q&A

organisasi pencinta lingkungan lainnya dalam berbagai moment hari-hari besar lingkungan
serta terlibat dalam berbagai kolaborasi gerakan advokasi lingkungan. (detailnya silakan
akses di www.greenpressnetwork.worldpress.com) dan kami juga berapa kali menjadi
narasumber di sejumlah Radio seperti Green Radio Jakarta dan Radio Swara Alam Kendari.
Saat ini kami tengah membangun situs beritalingkungan. Greenpress juga memiliki Radio
Komunitas yang saat ini dikelola teman-2 GP di Kendari (Radio Green News).

10. Menurut Anda, bagaimana cara terbaik memanfaatkan internet untuk menyelamatkan lingkungan?
(dengan berkampanye, memperkuat gerakan lingkungan, atau menyebarkan informasi lingkungan?)
Cara efektif adalah bagaimana kita memanfaatkan blog dan situs jaringan sosial lainnya untuk
berbagai informasi lingkungan mulai tips ramah lingkungan hingga gerakan advokasi
lingkungan. Content informasi baiknya menampilk an bahasa yang dimengerti publik serta
memadukan antara naskah, foto (gambar) dan film dokumenter lingkungan seperti yang
selama ini dilakukan oleh sejumlah organisasi lingkungan seperti Greenpeace yang sudah
teruji efektif melakukan kampanye lingkungan di berbagai belahan bumi.

11. Apakah anda sudah cukup puas dengan apa yang anda dapatkan dari internet/ sudahkah cukup apa
yang disediakan internet untuk mendukung kebutuhan serta aktivitas anda? Terutama terkait dengan
aktivitas untuk lingkungan.

Ya.

12. Apakah anda masih mengkonsumsi media konvensional/ media massa (koran, radio, televisi, film,
buku)? Tolong ceritakan.
Ya, selama ini juga saya juga mengkonsumsi media konvesional seperti koran, radio, televisi,
film dan buku. Selain membeli sendiri, kami juga banyak dikirimi buku dan majalah dari
beberapa organisasi lingkungan dan penerbitan lainnya.

13. Kenapa Anda masih mengkonsumsi media -media tersebut? Apakah internet tidak cukup? Atau
mungkin hanya karena kebiasaan?

Karena udah kebiasaan, lagian kan tidak selamanya kita mengakses internet karena mata kita
juga memiliki keterbatasan dalam berhadapan monitor laptop atau pc.

4
LAMPIRAN INFORMAN 4 Q&A

[Artikel-artikel]

http://csoforum.net/Artikel/Hanya-Karena-Nama-Green-Press-Tak-Dapat-Akreditasi.html

2007, Des 7

Hanya Karena Nama, Green Press Tak Dapat Akreditasi

By Hendro Prasetyo, on 04-12-2007 16:15

Nusa Dua, CSOForum-Di era keterbukaan sekarang pers masih saja dihalang-halangi
pemberitaannya. Pelakunya tak tanggung-tanggung, panitia United Nations Framework Climate
Change Convention (UNFCCC). Contoh paling anyar yaitu ditolaknya akses Green Press meliput
acara UNFCCC di Bali.

“Green”, nama yang selalu diasosiasikan dengan Greenpeace, membuat Green Press tak memperoleh
akses masuk ke sidang COP 13 Bali. Tak ayal, hal ini mengecewakan beberapa jurnalis Green Press.
Padahal, sebagai pengusung demokrasi, PBB secara sepihak telah menolak akses Green Press dengan
alasan tidak jelas.

Inilah yang membuat jurnalis Green Press tak habis pikir. Sebuah lembaga ternama dunia ternyata
melakukan hal tidak demokratis itu.

Marwan Azis, jurnalis Green Press menuturkan bahwa sedari awal mereka telah melakukan registrasi
via email kepada panitia. Hasilnya, mereka dijanjikan akan diberikan kartu identitas. Mereka
diberitahu untuk mengambil kartunya di Nusa Dua Bali.

Namun, apa lacur? Kartu yang dijanjikan belum dibuat. Malahan mereka seperti diinterogasi dengan
dicecar pertanyaan yang sama; Apakah ada hubungan dengan Greenpeace? Tanpa tedeng aling-aling,
panitia justru meminta contoh tulisan. Alhasil, mereka ditolak aksesnya sebab tulisannya dianggap
provokatif.

“Padahal, di syarat pendaftaran tidak ada pengecekan tulisan”, keluh Marwan. Lebih aneh lagi, ketika
beberapa media yang berurusan dengan soal interior tiba-tiba diterima akreditasinya.

Ini adalah secuil indikasi sterilisasi area UNFCCC dari panitia yang kebablasan. Baik kendaraan,
orang hingga media dihalang-halangi kehadirannya. Apakah ini menjadi tanda UNFCCC steril dari
beragam pandangan? Hingga akhirnya hanya mementingkan pandangan pemilik modal dan birokrat
korup.

Sumber: situs www.csoforum.net

………..

5
LAMPIRAN INFORMAN 4 Q&A

http://www.vhrmedia.com/vhr-news/berita,Etika-Media -ala-UNFCCC-1078.html

"Etika Media" ala UNFCCC

7 Desember 2007 - 14:21 WIB

Yerry Nikholas Borang

VHRmedia.com, Chicago - Tindakan sekretariat media Perserikatan Bangsa-Bangsa membagikan


daftar jurnalis terakreditasi kepada pihak lain dinilai tidak etis dan hanya untuk memperoleh liputan
media yang diinginkan.

Tindakan itu dikecam sejumlah kalangan karena dinilai tidak beretika. Sebab, email para jurnalis
tersebut segera dibanjiri rilis dari berbagai lembaga. "Ini hari yang menyedihkan bagi PBB. Mereka
sengaja menghindari pendapat yang berbeda dan memakai sejumlah taktik untuk memperoleh
tujuan," kata James M Taylor, staf kebijakan lingkungan pada The Heartland Institute di Amerika
Serikat sebagaimana dikutip heartland.org Kamis (6/12) .

Sebelumnya para jurnalis yang ingin meliput Konferensi Perubahan Iklim PBB di Bali diharuskan
mendapatkan akreditasi dengan mendaftar di sekretariat media PBB di Bonn, Jerman. Masalah
akreditasi ini banyak diprotes sejumlah media. Para jurnalis yang bergabung dalam Green Press
menyatakan PBB secara sepihak telah menolak akses mereka dengan alasan tidak jelas.

Marwan Azis, jurnalis Green Press, mengatakan sedari awal mereka telah melakukan registrasi via
email kepada panitia. Hasilnya, mereka dijanjikan akan diberi kartu identitas yang bisa diambil di
Nusa Dua, Bali. Ternyata kartu itu urung dibuat. Mereka malah diinterogasi dengan dicecar
pertanyaan mengenai hal-hal yang tidak relevan dan dituduh sering menulis hal yang provokatif.

Gugatan juga ditujukan terhadap Panel Antar-Pemerintah mengenai Perubahan Iklim yang digagas
PBB (UN Intergovernmental Panel on Climate Change, IPCC). Professor David Henderson dalam
tulisannya di Wall Street Journal Kamis (11/10) mempertanyakan keterbukaan dan proses politik
dalam forum itu.

IPCC yang didirikan tahun 1988 berisikan pejabat pemerintahan dan sejumlah ilmuwan. Sepanjang
berdirinya IPCC telah menghasilkan laporan penilaian penting yang dijadikan dasar bagi pengambilan
kebijakan mengenai lingkungan hidup negara-negara di dunia. Laporan ini menjangkau isu-isu
ekonomi, sains, dan aspek teknis. Laporan terakhir AR4 sebanyak 3.000 halaman dan berisi penelitian
2.000 ilmuwan di seluruh dunia akan selesai akhir Desember ini.

Menurut Henderson, dosen Westminster Business School London, keikutsertaan ilmuwan di IPCC
membuat forum ini memperoleh kepercayaan besar. Dalam kenyataannya kelompok ilmuwan
hanyalah partisipan terpisah dari pusat pengambilan keputusan di dalam IPCC. (E5)

6
LAMPIRAN INFORMAN 4 Q&A

Pekerjaan Baru di Malam Pergantian Tahun 2008

2:20 AM / Posted by Marwan /

Ketgam: Buku SLHI dipamerkan oleh Presiden SBY saat peringatan hari lingkungan hidup di Istana Negara 5
Juni 2007, foto: DOK KLH

Sehari sebelum pergantian malam tahun baru 2007 ke 2008 (30/12/07), saya sempat diajak ama
teman-teman Environment Parliament Watch (EPW) Jakarta untuk main ke Bandung untuk refresing
karena selama ini kami terlalu banyak disibutkan oleh berbagai kegiatan di organisasi dan kantor
yang membuat pening kepala, jadi ada baiknya main ke daerah Bandung yang terkenal dengan
sebutan Paris Van Java serta ke daerah Lembang yang terkenal sebagai daerah agrowisata di Jawa
Barat.

Kami sudah sepakat berangkat setelah magrib menunggu saya pulang dari kantor LP3ES. Saat tengah
menyiapkan diri dengan berbagai perlengkapan yang akan saya bawa ke Bandung.Tiba -tiba HP saya
berdering ternyata dari IGG Maha Adi, kawan saya seaktifitas di Green Press Jakarta yang saat ini
bekerja sebagai jurnalis di Majalah Tempo.

”Wan saya minta bantuan nie, karena hanya kamu yang bisa bantu saya,”kata Adi. ”Bantuain apa
Bang,”tanya saya. ”Gini Wan saya diminta oleh Henri Bastaman (Staf Ahli Menteri Lingkungan
Hidup) ngerjain buku Bunga Rampai pertemuan Konferensi Perubahan Iklim (UNFCCC) Bali. Saya
udah rekomendasikan namamu sebagai tim yang akan ngerjain buku itu,”kata Adi.

”Gimana ya Bang, sekarang saya lagi siap-siap nie menuju Bandung,”kata saya. ”Tunda aja dulu
Wan, bantuin saya, sekarang saya masih di Bali, gila nie saya diminta menyelesaikan buku itu tanggal
2 Januari 2008.”Jadi tolong bantuin. Sekarang saya masih di Bali, besok tolong kamu wawancarai ibu
Nelly ya.”pinta Adi.

Akhirnya saya ngambil keputusan tidak ikut Bandung, demi membantuin Adi. Malam itu saya
diarahkan Adi agar besok mewancarai Ibu Nelly, (Ketua Tim Delegasi RI dalam UNFCCC) seputar
kronologis mulai dari penunjukkan Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggarakan konferensi

7
LAMPIRAN INFORMAN 4 Q&A

perubahan iklim, proses atau dinamika sidang Konferensi Perubahan Iklim di Bali hingga hasil yang
dicapai.

Alasan saya tidak ikut ke Bandung selain karena alasan bantuin Adi ngerjain buku, malam itu juga
kondisi badanku lagi kurang sehat (masuk angin). Syukur teman-teman EPW (Dudy, Ardi, Rudi dan
Yusro) memaklumi keputusan saya untuk tidak ikut ke Bandung.”Nggak pa pa bang,”kata Dudy saat
saya bilang nggak bisa ikut ke Bandung. Ini merupakan kesempatan kedua kalinya saya dilibatkan
dalam pengerjaan buku lingkungan hidup yang terbitkan Kementeri Lingkungan Hidup (KLH),
sebelumnya saya juga sebagai tim editor Buku SLHI (Status Lingkungan Hidup Indonesia) 2006 yang
terbitkan pada pertengahan 2007.

Malam itu saya langsung kontak staf Ibu Nelly namaya Mbak Upik untuk dibuatkan jadwal ketemuan
dengan ibu Nelly, Setelah itu, saya berupaya kontak Ibu Nelly, akhirnya ibu Nelly bersedia
meyediakan waktunya besok hari jam 9.00 WIB untuk di wawancarai.

Esok harinya saya langsung meluncur ke rumah ibu Nelly di Daerah Bintaro Sektor 3 Jakarta Selatan.
Alhmadullillah sebagian informasi seputar UNFCCC saya bisa peroleh dari penjelasan ibu Nelly.
Usai wawancarai ibu Nelly saya langsung menuju hotel Mahakam di Blok M untuk ketemu pak Henri
Bastaman guna membahas pembuatan buku itu. Dari penjelasan pak Henri ternyata KLH merancang
empat buku yang akan terbitkan terkait dengan Kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi PBB untuk
Perubahan Iklim (UNFCCC) yang diselenggarakan pada tanggal 3-15 Desember 2007 lalu.

Buku itu akan dibagi empat judul yaitu 1) Report kronologis berdasarkan kegiatan berlangsung baik
sisi penyelenggaraan maupun subtansi isi, 2) Rekaman dari para pelaku (Presiden COP 13, Presiden
RI, Sekretaris UNFCCC, DELRI (Dele gasi RI)), 3) Buku Bunga Rampai Konferensi Perubahan Iklim
yang akan berisi macam catatan kejadian dala m konferensi Perubahan Iklim di Bali seperti Emil
Salim diteriaki Komprador saat berkunjung ke Kampung CSO (NGO), Yvo De Boer tiba-tiba
menangis di arena konferensi dan lain-lain, dan terakhir (4) Buku yang bercerita tentang hasil
kesepakatan yang tercapai di UNFCCC Bali terhadap negara berkembang dan negara maju. Bagi
kami ini adalah pekerjaan besar, yang membutuhkan tenaga, pikiran dan waktu.

Nah buku yang pertama yaitu Buku Report UNFCCC itu menurut pak Hendi, dealine harus selesai
tanggal 2 Februari, karena pak Menteri Lingkungan Hidup (Rachmat Witoelar) akan menghadap
Presiden SBY. Akhirnya kami harus kerja ekstra agar bisa selesai sesuai dengan dealine yang
diberikan ke kami. Bagi saya dan Adi ini pekerjaan gila.

Tapi karena kami udah komitemen membantu, meskipun kami harus mengobarkan waktu malam
tahun baru kami demi mengerjakan buku tersebut. Karena kan kita harus memulai tahun baru dengan
penuh semangat baru agar apa yang kita cita-citakan di tahun baru 2008 ini bisa tercapai. (Marwan)

8
LAMPIRAN INFORMAN 5 WAWANCARA 1

NAMA INFORMAN : Melinda Rachman

WAKTU WAWANCARA : 21 April 2009, pukul 10.13-12.09 WIB

JENIS WAWANCARA : online, via Yahoo Messenger

WAWANCARA KE- :1

dikeroyok: helo challida ya

ranm_d: yup..silakan panggil aku rani

ranm_d: challida tuh nama depanku

ranm_d: resmi banget :P

dikeroyok: oh rani, oke2 hehe, kenapaaaa rani,


ranm_d: kenalan dulu ya mel.. namaku rani, aku lagi ngerjain tesis nih..ambil tema tentang
penggunaan internet untuk aktivisme lingkungan

ranm_d: aku tinggal di jogja, kuliah di UGM

dikeroyok: yaaa, aku melinda, 16tahun, mau nanya apa? jangan susah susah yaaaa hehehe
:p
ranm_d: ga lah..ngobrol aja.. kamu masih sekolah mel?

dikeroyok: Iyaps, 2 SMA


ranm_d: ceritain dong tentang Go Green.. kapan mulainya, gimana awalnya

dikeroyok: oke, awalnya waktu aku SMP udah punya blog, Lala (yang satu lagi) juga udah
aktif ngeblog, terus suatu hari aku nemu artikel tentang penggundulan hutan
kalimantan di majalah Gadis, aku tulis lagi di blog aku,
dikeroyok: syukur banget tulisan aku itu banyak yang berkomentar, Lala liat, dan tiba tiba
dia ngajakin aku bikin blog khusus membahas global warming itu, khusus di
Indonesia
ranm_d: trus?

dikeroyok: akhirnya bikin deh, tebentuk 2 februari 2008

dikeroyok: awalnya iseng iseng aja, sekedar tulisan,


dikeroyok: pokoknya semua sumber, koran majalah, buku pelajaran, pemikiran sendiri, di
tuangkan semua ke blog itu

dikeroyok: ga nyangka banyak banget yang dukung, nah dari situ kita lebih serius lagi,

dikeroyok: sampai sekarang

1
LAMPIRAN INFORMAN 5 WAWANCARA 1

dikeroyok: tapi intinya kita mendukung lewat tulisan aja kok

dikeroyok: cocok buat yang bikin skripsi dll


dikeroyok: soalnya kalau kita terjun langsung suka ga pas waktunya, akunya masih
sekolah, lala harus kuliah, gitu.. hehe

dikeroyok: udah kayak pidato ya haha


ranm_d: hubunganmu ama lala apa? Temen?

dikeroyok: temen aku, temennya dia juga, dikenalin deh, iya temen
ranm_d: waktu awal ngeblog pas SMP, itu kamu umur berapa? waktu itu ngeblognya soal apa
aja?

dikeroyok: aku umur... 14 tahun.. 3 SMP


dikeroyok: blog aku ya bersifat pribadi aja, kadang ngomongin diri sendiri, kadang
ngomongin kejadian2 di berita,

dikeroyok: Lala juga sama..


ranm_d: yang bikin tertarik nulis tentang isu lingkungan apa? apa karena ada pengalaman
pribadi mungkin

dikeroyok: hmm pertamanya emang prihatin, banyak yang kontra malah, ada yang bilang
'ngapain sok sok ngurusin lingkungan, lulus aja be lum becus'

dikeroyok: tapi sete lah kesananya, emang ngerasain juga

dikeroyok: misalnya satu hari panaaaaas banget, menit berikutnya hujan


ranm_d: cerita dong pertama kali kenal ma internet tuh gimana? apa emang di rumah ada
akses?

dikeroyok: di rumah emang disediain, ya gimana sih kalau anak2 kan main friendster,
facebook hahahaha, tapi kan yah bosen juga, lebih asik ngeblog, istilahnya bisa
mencurahkan gitulaaah,
ranm_d: hehe..emang ya..

ranm_d: jadi, pertama kenal internet umur berapa tuh? SD? wah kalah dong aku :P

dikeroyok: SD udah kenal tapi kan sebatas nyari tugas dan itupun dibantu.. internetnya
dipasang waktu SMP itu..
ranm_d: belajar sendiri apa diajarin tuh awalnya?

dikeroyok: akses internetnya?


ranm_d: ya make internet..

2
LAMPIRAN INFORMAN 5 WAWANCARA 1

dikeroyo k: diajari, waktu SMP juga udah belajar soal internet gitu.. awalnya google, kan
dari google bisa akses apa aja, trus yaaaa belajar belajar sendiri, gitu hehe
ranm_d: kalo pertama kali kenal blog tau dari mana? internet juga?

dikeroyok: iyaps, ada temen punya blog, aku baca, seru juga, bikin deh, aku utak atik
sendiri hehe
ranm_d: mel sekarang kelas baru sih? lagi libur ujian kah?

dikeroyok: kelas 2, iya kelas 3 kan lagi UAN..

dikeroyok: ada lagi raniiii?


ranm_d: masih banyak sebenernya..tapi gapapa kok kalo disambung lain kali.. :)

ranm_d: masih ada sekitar 20 pertanyaan lagi.. :P

dikeroyok: oh ga apa2 kok


ranm_d: maaf ya..

dikeroyok: sekarang juga boleh heheh oke deeh

dikeroyok: terserah rani kapan

ranm_d: oke deh..nyante..aja. Kalo kamu mo off bilang aja ya.. ok..next..

ranm_d: dalam sehari, rata-rata kamu make internet berapa jam?

dikeroyok: ga nentu sebenernya, rata rata 3 jam sekali pake, kadang juga ga pake sama
sekali soalnya jaga mata, sama dimarahin juga sama orang tua haha :p

dikeroyok: 3 jam udah termasuk semuanya, main, download, share sana sini hehe
ranm_d: wah.. berarti selama ini kalo akses emang di rumah ya..

ranm_d: hehe.. maklum banget

ranm_d: kita mahasiswa kere sih pada ngenet ya di warnet

dikeroyok: wah kirain mahasiswa sering banget soalnya kan tugasnya banyak banget yaaa
hehe
dikeroyok: iya akses di rumah, walopun kata orang bebas, tapi menurutku enggak soalnya
di tegur teruussssssss
ranm_d: :))

ranm_d: biasanya jam berapa aja tuh akses? ada kebiasaan ga?

dikeroyok: biasanya malam, selain siangnya sekolah+les, malem juga biasanya temen-
temenku pada online jadi ya sekalian daaaaah haha :D kebiasaan.. hmm.
kecanduan yang ada

3
LAMPIRAN INFORMAN 5 WAWANCARA 1

ranm_d: weh..tapi pernah ga ngerasain kecanduan?

dikeroyok: pernaaaah pastinya haha tapi ya kalo emang lagi males, kan pasti mikir 'ah
ngapain juga bisa besok besok' yaa bisa ditunda lah, baca novel hehehehk

ranm_d: selain nge-net, kamu nonton tv atau baca koran, majalah gitu ga? cerita dong..

dikeroyok: nonton tv jarraaaanggg, kecuali kalo ada kartun, kadang-kadang pagi liat
berita reportase pagi hahahah :p, majalah ga terlalu, kalo koran ga suka sih
sebenernya tapi disuruh ibu baca, dipaksa katanya penting, yaah kadang-
kadang deh baca korannya

ranm_d: hehe.. sammaa..cuma aku agak lumayan kalo nonton berita, tinggal nonton soalnya

dikeroyok: yoa haha


ranm_d: so..balik ke soal blog..biasanya kamu ma lala bagi tugas atau punya kerjaan masing-
masing sih? gimana cara kalian "ngelola" blog n cause kalian di FB?
dikeroyok: yang kelola biasanya Lala, mulai dari tampilan dll, cause juga Lala yang bikin,
aku sih biasanya publikasiinnya, bisa ke teman-teman, ke guru, ke mana aja,
kalau cause di facebook paling aku invite orang orang aja, dan mereka-mereka
juga meng-invite teman-teman mereka, jadi makin rame deh.. trus misalnya
kalau ada email dari instans i manapun, siapa yang dapet, ditanyain dulu,
diskusiin dulu, baru dijawab emailnya..

dikeroyok: sebenernya banyak yang mengundang, tapi beribu maaf waktunya benar benar
ga pas, lagipula kita kan baru mengkhususkan lewat tulisan aja,..
ranm_d: kalau untuk tulisan, tetap kalian berdua kan? apa gantian gitu? janjian ga sih kalo mo
bikin postingan?

dikeroyok: nggak, nggak sama sekali, kalau mau nulis ya tinggal nulis aja, iya cuma kita
bedua yang nulis, oiya, biasa suka ada yang menyumbangkan aspirasinya lewat
email, trus kita tulis kembali ke blog, tetep sumbernya ditulis dari siapa,
dimana.

ranm_d: oohh... ok..

ranm_d: yang bikin kalian masih bertahan apa? ada motivasi tertentu ga?

dikeroyok: rani?
ranm_d: hoi..

ranm_d: putus kah?

dikeroyok: raniii udah bisaaa, lanjutt hehe


ranm_d: woke..ya itu..tadi aku nanya.. yang bikin kalian masih bertahan apa? ada motivasi
tertentu ga?

ranm_d: error lg?

4
LAMPIRAN INFORMAN 5 WAWANCARA 2

NAMA INFORMAN : Melinda Rachman

WAKTU WAWANCARA : 23 April 2009, pukul 09.03-11.28 WIB

JENIS WAWANCARA : online, via Yahoo Messenger

WAWANCARA KE- :2

dikeroyok: raniiiii

dikeroyok: maaf ya lamaaa

dikeroyok: tadi update apaan dulu ga jelas nih


ranm_d: haii...gapapa :)

dikeroyok: lanjut heheheh


ranm_d: ok...refresh lagi ya..

ranm_d: kalo nyiapin tulisan buat go green, ide atau bahannya dapat dari mana aja?

dikeroyok: ada koran, majalah, pernah juga dari berita, pemikiran sendiri, atau pemikiran
orang lain, gitu..
ranm_d: direncanain ga sih tiap minggu/bulan mo nulis apa? apa tergantung isu yang hangat
aja?

dikeroyok: nggak kok, kita nulis kalo ada bahan aja, kalo ada isu hangat juga ditulis hehe

ranm_d: paling sering nulis berapa kali dalam sebulan?

dikeroyok: mungkin rata-rata 2 kali ran, 2 tulisan perbulan,


ranm_d: pernah "libur" lama gitu ga? :P

dikeroyok: pernaaaah haha

dikeroyok: pas ujian sekolah, si lalanya juga ujian

dikeroyok: sama sama ujian jadi sempet ga keurus blognya hehe

dikeroyok: kan pasti suka aja ada halangannya

dikeroyok: jadi yaaa gitu deeh ehehehhe


ranm_d: huehehe... :P

ranm_d: dicariin orang-orang ga di blog?

1
LAMPIRAN INFORMAN 5 WAWANCARA 2

dikeroyok: nggak sih, tapi palingan ada satu dua orang yang nanya, 'mana lagi updatean
nya?' gitu aja sih ekekek, tp yang jelas kita update juga kadang ga nentu,
tergantung ada bahan, sama mood sih :p heehehhe
ranm_d: ada kepengenan lebih ga selain ngeblog kalian mo ngapain? bikin event atau apaaa
mungkin?

dikeroyok: naaaaah

dikeroyok: kalo event mau sih kita

dikeroyok: tapi modalnya itu... darimanaaaaaa huhuhu,

dikeroyok: banyak juga yang ngasih usulan

dikeroyok: kalo bikin event blabla,


ranm_d: yang kebayang tuh pengen event apa?

dikeroyok: tapi kan balik lagi ke kitanya, suka ga nemu waktu yang sama sama pas, trus
kewajiban juga ga bisa ditinggal gitu aja kan.. mesti ada pendampingnya, ada
yg ngasih saran blabla, gitu.. jadi ya belum kesampean sih
dikeroyok: mungkin hal kecil dulu ya, kayak nanam pohon, rame -rama, bisa di sekolah
sekolahan, atau dimana aja,

dikeroyok: tapi belum kesampean hehe,


ranm_d: sip sip..
ranm_d: selain nge-blog, kalo lewat internet, apa lagi tuh yang kamu lakuin buat ndukung
bumi kita?

dikeroyok: kebanyakan nih yaaaa ingetin temen-temen di sekolah buang sampah di


tempatnya, hahaha

dikeroyok: abisnya pada buang sembarangan, trus aku sindir, aku buang sendiri deh
sampah mereka

dikeroyok: seringnya sih begitu heheha

dikeroyok: trus juga kalo pake ac, pake timer, jadi jam 4 pagi ac nya udah mati,
ranm_d: oke tuh..emang yang kecil-kecil tuh ngaruh kok kalo dah jadi kebiasaan..

dikeroyok: iyaa makanya kan hehe


dikeroyok: ibu aku juga suka ngelarang naik motor, lebih baik naik transport umum, kalo
menurut dia hemat uang, menurut aku juga ya bisa hemat polusi juga sih hehe
ranm_d: kalo yang lewat internet?

ranm_d: kan kamu bikin Cause tuh di FB..selain itu?

2
LAMPIRAN INFORMAN 5 WAWANCARA 2

dikeroyok: hmmm kayaknya cuma cause di facebook, facebook kan lumayan ya sekarang
yang pake, jadi rame causenya, alhamdulillah :)

dikeroyok: ada yang ngasih masukan juga di sana


ranm_d: misalnya?

dikeroyok: seperti tips -tips, masukan gimana kalau adain event, trus informasi lain yang ga
kita dapet, bisa ada disitu, informasi negara negara lain,

dikeroyok: semua tentang itu, global warming itu,

ranm_d: emang sengaja kah ambil tema global warming?

ranm_d: padahal kan ada juga isu lain misal tentang illegal logging, dll
dikeroyok: aku rasa global warming induk dari semuanya, di dalamnya juga ada illegal
logging, dll
dikeroyok: kalo adanya ilegal logging kan bumi ga punya oksigen lagi, nah bisa terjadi
pemanasan,

dikeroyok: kayak efek rumah kaca juga, bisa mempengaruhi


ranm_d: kamu gabung ga di lembaga lingkungan kayak Walhi, WWF atau Greenpeace?

ranm_d: atau setidaknya ngikutin milis atau blog mereka?

dikeroyok: ngikutin sih nggak, kan awal mulanya ketidaksengajaan


dikeroyok: gabung sih iya pasti, soalnya kan bahasa kasarnya kita masih cetek lah, kita
juga ga maksain kalo harus seperti mereka,
dikeroyok: mungkin kalao Walhi misalnya ada event tertentu, kita ikut, tapi sampai
sekarang belum ada,
dikeroyok: oiya, 30 mei nanti kita mau ke pantai Ancol, dimana sampahnya banyak banget,
dan insya Allah kita datang kesana,
ranm_d: wuih..seru tuh..

dikeroyok: event dari menteri lingkungan, baru undangan lewat email, belum diklarifikasi
lebih lanjut, dan banyakan Lala yang mengatur semuanya..

dikeroyok: iyaa rani ke jakarta dongg sama sama kita heheheh

ranm_d: hehe,,iya nih..maunya..mungkin setelah tesis nih kelar :P

ranm_d: trus, kalo milis bertema lingkungan, ngikutin apa aja?

dikeroyo k: maksutnya gimana?

3
LAMPIRAN INFORMAN 5 WAWANCARA 2

ranm_d: tadi kan kamu bilang, masih belajar juga tuh dari lembaga-lembaga besar itu..nah,
biasanya kan mereka punya milis atau situs..Apa kamu tahu info kegiatan mereka
karena ngikut milis mereka apa gimana?

dikeroyok: oooh

dikeroyo k: kita ga ngikutin banget-banget ya, apa adanya,


dikeroyok: biasanya mereka kalau punya event baru atau apa, kita bisa tau sendiri dari
internet (gatau kenapa bisa gitu haha) ataaaauuuu kadang mereka (Walhi
misalnya) yang kirim kita email

dikeroyok: jadi kita bisa tau kegiatan terbaru mereka..


ranm_d: oke oke..

ranm_d: btw, sejak kapan sih peduli ma isu lingkungan? Padahal kan kamu ma Lala ga ada
yang bayar buatt kerjain ini itu :P Cerita dong..

dikeroyok: akakakakaa
dikeroyok: kalo dibilang kesadaran.. hmm kayaknya munafik juga sih ya, kita kan ga
'sebersih' yang orang kira

dikeroyok: maksutnya pasti adalah beberapa hal yg bikin kita ''aaaaah maleeeess' hehe
ranm_d: hehe :P

dikeroyok: kalo aku pribadi sih ya, sekalinya liat penebangan hutan liar, dll, langsung miris
aja, sedih gitu rasanya
ranm_d: iya..

dikeroyok: apalagi Indonesia kan terkenal sama hijau nya, sampai disebut khatulistiwa
kan, iklimnya juga bagus, cocok tanam apa aja

dikeroyok: tapi malah peringkat 3 besar penyumbang polusi hahaha

dikeroyok: kan malu


ranm_d: aku sih percaya, kesadaran tuh emang mulainya dari yang kecil

dikeroyok: aku ngerasainnya gitu rani...


dikeroyok: iya walaupun ga ada yg percaya 'ah paling omong doang' tapi aku
gregetaaaaan! hahahaha
ranm_d: iya lah :)

dikeroyok: pokoknya kalo ditanya sejak kapan, ya ga tau juga ya sejak kapan, langsung
ada tiba-tiba..

ranm_d: kalo aku, kayaknya sejak SMP .. lupa juga..

4
LAMPIRAN INFORMAN 5 WAWANCARA 2

ranm_d: baca artikel gitu soal kerusakan bumi..trus kayak ada yang "nendang" di dada.. ya itu
kamu bilang...miris

ranm_d: tapi ya kesadaran itu buatku kayak feeling..kayak jatuh cinta..

ranm_d: susah bikin orang lain untuk ngertiin..

dikeroyok: iyaaaa bener banget rann...

dikeroyok: berjuang supaya orang ikut kita susah banget kan hehe
dikeroyok: yang penting kitanya sendiri aja dulu, jangan sampai kita nyuruh-nyuruh tapi
kitanya malah nggak, yegaaak hehehehe
ranm_d: bener banget..

ranm_d: maunya mulai dulu dari rumah kita sendiri..


ranm_d: duluu banget ibuku suka heran kenapa aku tuh sukanya "mulung", tiap kertas
diambilin, ga dibuang..

ranm_d: walo kecil kayak nota belanja..

dikeroyok: hahaha trus?


ranm_d: padahal kan emang kukumpulin jadi satu, trus ntar diloakin, ma tukang loak dibawa
ke penadah..nah penadah nyalurin ke pabrik kertas daur ulang..

ranm_d: setelah 3-4 tahun akhirnya ibuku ngikutin,, hehe..

dikeroyok: hmm iya2 bisa

dikeroyok: wuiih lama juga ya


ranm_d: tiap ada kertas malah ibuku bilang...nih sana..kumpulin.. :D

dikeroyok: hebat jugaaaa


ranm_d: yah..itu dia..kalo kesadaran tuh kayak feeling berarti kan macem-macem cara
datengnya..

ranm_d: ada yang love on first sight..kayak kita kali ya..

dikeroyok: yoyoooi haheahe aa


ranm_d: tapi ada juga yang "cinta tumbuh seiring waktu" ciee..

dikeroyok: bener2 deh sebeeel banget liatnya orang ga mikirin lingkungan sekitar
sedikiiittt aja, minimal buang sampah deh itu huhu
ranm_d: oke-oke..balik lagi ya..

ranm_d: Apa kesulitan yang dialami selama melihara Go Green?

5
LAMPIRAN INFORMAN 5 WAWANCARA 2

dikeroyok: kesulitan sih alhamdulillah ga banyak, orangtua dukung, paling hambatannya


ya kalau ada yang kontra, yang ngatain,
dikeroyok: oiya sama bahan mungkin yaa.. kalau bener-bener lagi buntu suka bingung
'nulis apalagi iniiiiiiiiii' gitu hehe
ranm_d: hehe..ngertii bgt..secara lagi nulis tesis..

dikeroyok: eh iya ran, tesis itu sama kaya skripsi ga sih?


ranm_d: iya, tapi buat S-2

dikeroyok: oh s2, kirain s3 mah tesis haha


ranm_d: s3 di indonesia disebutnya disertasi, tapi di luar negeri ya tetep thesis

ranm_d: btw, kalo ada yang ngatain tuh emang ngataian kayak gimana?

dikeroyok: spesifiknya sih ngatain ke diri kita

dikeroyok: misalnya yang kayak kemarin itu

dikeroyok: yang aku bilang

dikeroyok: pernah ada orang


dikeroyok: yang bilang 'sekolah aja belum tentu lulus sok sok mikirin bumi, pikirin dulu
tuh pelajaran blablaba'

dikeroyok: bawel banget deh hahaha, aku langsung paaaaannnaaaassssss ggrrrr haha

dikeroyok: tapi aku tahan aja dulu


ranm_d: hehe..rese banget tuh

dikeroyok: pelan tapi nancep hehe


ranm_d: kalo pengalaman yang nyenengin atau menarik ada ga?

dikeroyok: hmmm biasa aja ran kayaknya malah ga ada kayaknya hehehe semuanya enjoy
kok :D

ranm_d: yang biasa tuh misalnya apa?


ranm_d: dapet tanggepan dari orang..gitu?

dikeroyok: hmm tadi kan kamu nanya pengalaman yang nyenengin ya.. aku kiranya
pengalaman selama nulis itu ran hehehe

dikeroyok: kalo pengalaman nyenengin dari orang

dikeroyok: aku pribadi, dukungan dari orang tua yang bikin aku seneng banget

6
LAMPIRAN INFORMAN 5 WAWANCARA 2

dikeroyok: orang lain juga adaaaa yang dukung, makasih banyak, tapi kalo ortu udah
setuju rasanya bener-bener deh hehe
ranm_d: ohya..gimana tuh critanya? emang tadinya ga dukung gitu?

dike royok: nggak sih, mereka tadinya ga tau,


dikeroyok: jadi biasa kalau aku nulis artikel di internet, mereka suka ngira aku maiiin
mulu kerjaannya haha

dikeroyok: suka ditegur

dikeroyok: tapi kan gimana, artikelnya kan harus selesai

dikeroyok: jadi ya suka ga enak aja, tapi setelah aku jelasin

dikeroyok: trus pas ayah ku juga udah liat blognya, dia setuju-setuju aja,

dikeroyok: jadi ga perlu ngumpet-ngumpet lagi tuh haha


ranm_d: wah..sip...mereka pasti bangga ma kamu :)

dikeroyok: amin hehehehehe


ranm_d: oke..lagi..
ranm_d: menurutmu, sebagai alat berkomunikasi, apa keunggulan menggunakan internet
dibandingkan lewat telepon, tatap muka ataupun lewat media lain?

dikeroyok: banyak banget keunggulannya


dikeroyok: informasi apa aja bisa dapat, cepat, trus berhubungan ke teman juga lebih
cepat menurutku, lewat chat

dikeroyok: karena temen-temenku sendiri banyaaak yang suka online

dikeroyok: informasi yang ak u mau, ada semua, download lagu-lagu, hehe kan aku suka
denger musik juga..

ranm_d: beda ga menurutmu, chat via internet sama ngobrol langsung ma orangnya?

dikeroyok: beda

dikeroyok: mungkin lebih asik ngomong secara langsung

dikeroyok: lebih cair aja suasana kan hehe

dikeroyok: udah gitu kalo chat kan capeeeeeek tangan heheheheh

ranm_d: :))

ranm_d: sori ya..bikin tangan kamu capek :P

dikeroyok: hahahah nggak kok

7
LAMPIRAN INFORMAN 5 WAWANCARA 2

ranm_d: eh eh..apa sih arti penting internet buat kamu? sanggup ga hidup tanpanya? halah :D

dikeroyok: hahahahah kalo aku freak of internet ya mungkin bener

dikeroyok: tapi kan ya kadang suka malesssss


ranm_d: malesss apa tuh?

dikeroyok: internet sih gimana ya, penting ga penting

dikeroyok: kalo lagi ada tugas baru penting haha


ranm_d: malesnya kalo lagi apa atau kenapa?

dikeroyok: kadang buat nyalain laptop aja udah malessss banget, atau kadang juga mikir,
ngapain juga ya selain main facebook hahahaha, ato kalo lagi pengen baca
novel, lagi pengen di kamar, ya ga main internet,
ranm_d: oooo...begicu..

ranm_d: ya wajar lah..

ranm_d: ngenet itu kan kayak aktivitas kita lainnya, kalo dah terlalu sering ya pantes bosen,
dan ga sehat juga kali ya..kebanyakan depan monitor

dikeroyok: iya apalagi buat mata

dikeroyok: kan aku pake kacamata juga udah minus 3 aaaaaaaaaaa


ranm_d: waaa.....

ranm_d: aku minus 1..tapi silindris juga..soalnya sering baca ambil tiduran :P

dikeroyok: wtesah silinder kan parah ya katanya

ranm_d: ya..untungnya juga cuma 1,25..

ranm_d: katanya kalo mo jadi arsitek sebaiknya jangan silindris

ranm_d: nyusahin kalo mo nggambar

dikeroyok: ooooh gitu,


ranm_d: oke..mel..tinggal 3 pertanyaan besar lagi..

dikeroyok: oh 3? kirain masih 20 hehehehe :p okeeee


ranm_d: Kamu ngerasain ada perubahan ga setelah punya dan melihara go green? perubahan
dalam sikap, pandangan, atau mungkin kebiasaan..?

dikeroyok: mungkin ada tapi ga aku sadari


ranm_d: yup..

8
LAMPIRAN INFORMAN 5 WAWANCARA 2

dikeroyok: sikap ada pasti kan, dari awal bikin aja juga udah 'bersikap' kan istilahnya

dikeroyok: kalau udah ada sikap mungkin pandangan juga udah ada
dikeroyok: kalau pandangan aku miris banget ngeliat hal hal negatif kayak sekarang, ya
sikap aku yang bekerja

dikeroyok: gitu hehe

dikeroyok: semuanya berkesinambungan, halah hehe


ranm_d: oke.. :)

ranm_d: menurutmu, internet bisa dipake buat apa lagi sih untuk bantu nyelamatin bumi ini?

dikeroyok: tes..tes..
ranm_d: ya?

dikeroyok: tadi sempet eror ran huhuhu


ranm_d: iya..disini juga agak lemot

dikeroyok: oke lanjruuttt


ranm_d: menurutmu, internet bisa dipake buat apa lagi sih untuk bantu nyelamatin bumi ini?

dikeroyok: hhmm apa yaaa..

dikeroyok: bisa sebagai alat komunikasi, informasi terntunya, alat main hehe, temen kalo
lagi bosen :P

ranm_d: pernah ikut petisi online?

dikeroyok: semacam apa tuh? lomba kah?


ranm_d: ga..petisi tuh kan surat yang ditandatangani banyak orang bareng-bareng

ranm_d: biasanya untuk menyatakan dukungan atau penolakan ngelawan sesuatu

dikeroyok: oh belum-belum

dikeroyok: eh bentar..

dikeroyok: kayaknya belum, tapi Lala pernah ikut aduh aku lupa namanya

dikeroyok: semacam dukungan untuk indo,


ranm_d: yang biasanya bikin petisi online tuh WWF, Greenpeace, sama akhir ini juga Walhi,
bareng dengan Friends of the Earth

dikeroyok: aku agak lupa ran hehe

dikeroyok: petisi kayaknya belum pernah, tapi Lala pernah ikut semacam demo gitu,

9
LAMPIRAN INFORMAN 5 WAWANCARA 2

ranm_d: demo fisik ikut teriak-teriak gitu apa demo di internet?

dikeroyok: huahaahha

dikeroyok: nggak

dikeroyok: mungkin terlihat seperti demo

dikeroyok: tapi itu semua dukungan

dikeroyok: hmm sebentar ya aku cari dulu


ranm_d: ok

dikeroyok: Lala pernah ikut global day action

dikeroyok: dari greenpeace

dikeroyok: http://www.facebook.com/album.php?aid=45886&id=667676434

dikeroyok: ini fotonya dari album dia, mudah-mudahan bisa dilihat


ranm_d: oya..aku juga pernah diajakin..tapi jelas aku ga bisa ikut dari jogja :P

ranm_d: dah kliatan kok fotonya

dikeroyok: okeeee
ranm_d: eh..lalla tuh sibuk ya? kok dari kapan aku minta add di fesbuk dia ga add.. mungkin
krn ga kenal kali ya..nah ini aku kirim lagi aja, bilang aku temen kamu :D

dikeroyok: aku kurang tau deh hehehe


dikeroyok: tapi nanti aku bisa kok bilang ke diaa

dikeroyok: okeeee
ranm_d: gapapa..aku tunggu aja

ranm_d: satu lagi

dikeroyok: ya?
ranm_d: eh masih dua lagi ding..sori..

ranm_d: ada yang berkomentar bahwa gaya hidup “hijau” hanyalah trend sesaat

ranm_d: menurtumu?

dikeroyok: menurut aku mereka yang hidup kayak gitu, teriak teriak global warming
karena trend, apa-apa karena musim, cuma ikut-ikutan aja tapi ga meramaikan

dikeroyok: bagus sih sebenernya, tapi lebih baik lagi kalo dilakukan ga cuma pas lagi tren
aja, tapi tiap hari

10
LAMPIRAN INFORMAN 5 WAWANCARA 2

dikeroyok: dulu aku ngerasain banget banyak banget pamflet-pamflet, orang-orang yang
pro sama aksi ini

dikeroyok: bagus malah

dikeroyok: tapi sekarang udah hampa banget, sunyi,

dikeroyok: balik lagi ke semula


ranm_d: Apa pandanganmu sama pendapat bahwa kehidupan online dan offline itu terpisah?
(Misalnya, orang yang gembar-gembor tentang sesuatu di dunia maya tapi ternyata
tidak melaksanakannya di kehidupan yang nyata)

dikeroyok: gila abis, aku belum pernah ketemu orang kaya gitu sih hehe jadi belum tau
gimana-gimananya

dikeroyok: menurutku niat dia baik tapi aneh juga ya dia yang napsu tapi dia sendiri yang
nggak melakukan,

dikeroyok: agak aneh juga..

dikeroyok: kenapa bisa gitu..


dikeroyok: kalo bagi aku kalau udah memang niat nulis di dunia maya, pasti dari dasar
hati (cie) udah ada niat juga
dikeroyok: karena mungkin ga sih kita bisa mendapatkan semua pengalaman tanpa kita
rasakan sendiri..
ranm_d: yup..
ranm_d: tapi ga bisa dipungkiri juga, banyak yang suka heboh comment di sana sini soal
macem-macem tapi kenyataannya..omong doang

dikeroyok: hmmmmm.. iyajuga ya..

dikeroyok: balik lagi ke orang itu sendiri, maksut dan tujuan sebenernya ngapain?
dikeroyok: kalo dia bisa mempengaruhi orang, masa iya dia ga bisa mempengaruhi diri
sendiri..
ranm_d: ahaha..setuju :D

dikeroyok: tapi orang kayak gitu boleh juga laaaah hehehehe paling tidak dia sadar,
walaupun dirinya sendiri belum disadari haha
ranm_d: oke..terakhir...

ranm_d: menurutmu, gimana kepedulian lingkungan di masyarakat kita?

dikeroyok: tes..tes..

ranm_d: sip

11
LAMPIRAN INFORMAN 5 WAWANCARA 2

dikeroyok: apalagi?
ranm_d: menurutmu, gimana kepedulian lingkungan di masyarakat kita?

dikeroyok: masih kurang!

dikeroyok: kalo bisa dibilang ga ada yang sadar sama sekali

dikeroyok: seenaknya buang sampah

dikeroyok: sampah menggunung dibiarin aja

dikeroyok: jadi kita udah kayak temenan ma sampah,

dikeroyok: haha

dikeroyok: ih parah juga

dikeroyok: trus juga bis -bis yang asapnya tebal

dikeroyok: ga ada kepedulian

dikeroyok: misalnya uji emisi dulu


ranm_d: ohya? sama sekali ga ada prubahan dong dari tahun ke tahun?

dikeroyok: kalo di lingkungan masyarakat kecil, apalagi masyarakat awam menurutku


belum..

dikeroyok: tapi aku percaya pemerintah udah melakukan yang terbaik


ranm_d: tapi kamu masih menyimpan harapan kan? atau dah desperate? ;)

dikeroyok: nyaris putus asa haha beneran deeh

dikeroyok: capeeeekkkk

dikeroyok: teriak-teriak di sekolah aja dikit yang denger,

dikeroyok: apalagi buat masyarakat luas


ranm_d: well, mungkin berbagi sedikit harapan ya..sebenernya banyak kok perubahan,
terutama dalam lima tahun terakhir..

ranm_d: di tingkatan masyrakat kecil malah perubahannya

ranm_d: mulai bisa milah sampah, bikin kompos

dikeroyok: hmmm..
ranm_d: tapi ya emang masih dikit banget sih persentasenya

ranm_d: makanya, aku bersyukur banget remaja kayak kamu peduli :)

ranm_d: berarti masa depan bumi ini, terutama Indonesia, ga parah-parah banget :D

12
LAMPIRAN INFORMAN 5 WAWANCARA 2

dikeroyok: haha makasih yaaaaa mudah-mudahan bisa seterusnya ya raaaan


ranm_d: iyaaa.. :D
ranm_d: yang paling susah dari menularkan kebaikan itu kan memelihara semangat..biar ga
gampang putus asa..

ranm_d: nah, gunanya teman dan jaringan kan ya itu..ngingetin kalo kita dah mulai capek...

dikeroyok: nah iyaaa menularkannya, mempengaruhinya, susaah banget aku udah


ngerasain soalnya... putus asa hahaa

ranm_d: yup..keep the spirit lah ya Mel..

ranm_d: thanks banget ya..dah ngeluangin waktu ngobrol ma aku

ranm_d: ntar aku kabar-kabarin deh kalo tesisku dah kelar ;)

ranm_d: stay in touch ya

dikeroyok: okeee mudah-mudahan sukses

dikeroyok: good luck yaaaaaa

dikeroyok: oke

dikeroyok: ada fb, ada hape, ada ym tenang sajalaah hehe


ranm_d: hehe..iya :D

dikeroyok: aku juga mau off mau siap-siap pergi :D

ranm_d: oke deh..met jalan..take care..

13
LAMPIRAN INFORMAN 6 Q & A #1

Jawaban dari Michael Dharmawan.


Diterima tanggal 21 April 2009.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tentang Anda dan Internet
1. Tolong ceritakan tentang diri Anda (pekerjaan, kegiatan sehari-hari, latar belakang pendidikan)

Pekerjaan saya sehari-hari adalah manajer administrasi, legal dan IT di perusahaan


pakan ternak di Jakarta. Latar belakang pendidikan adalah manajemen, keuangan,
ekonomi dan IT dari Purdue University di Amerika Serikat.

2. Ceritakan bagaimana Anda mengenal internet. (sejak kapan, diajari/belajar sendiri, motivasi
atau tujuan awal menggunakannya)

Belajar internet saat kuliah karena keharusan untuk email, tugas sekolah, dsb.

3. Bagaimana Anda sehari-hari menggunakan internet? (berapa jam sehari; akses dari mana saja;
untuk keperluan apa saja)

Menggunakan internet di kantor dan rumah.

4. Dengan cara bagaimana atau sejauh apa internet mengubah hidup atau cara kerja Anda selama
ini (Sebelum? Sesudah?)
Internet memudahkan dan mempercepat mendapatkan informasi dan komunikasi dengan
orang lain

5. Apa keunggulan berkomunikasi menggunakan internet dibandingkan lewat telepon, tatap muka
langsung ataupun lewat media lain?
Keunggulan komunikasi lewat internet adalah kecepatan respon dan legalitas bukti
pembicaraan, contoh bila melalui email.

6. Apa makna atau arti penting internet untuk anda? Secara pribadi maupun profesional? Sanggup
ga, “berpisah” dari internet?
Internet lebih banyak untuk pekerjaan. Secara pribadi atau saat cuti bisa berpisah dari
internet tetapi untuk pekerjaan sulit karena banyak hal yang melalui email.

1
LAMPIRAN INFORMAN 6 Q & A #1

Tentang Aktivitas Anda terkait Isu Lingkungan


1. Ceritakan tentang blog dan milis Anda. (misal, sejak kapan; dapat ide atau bahan tulisan dari
mana; bagaimana tanggapan orang)
Memulai blog sejak Januari 2007. Ide dari diri sendiri. Bahan banyak dari observasi
sehari-hari dan bahan lainnya seperti buku, koran dan internet. Tanggapan orang cukup
baik (dapat dilihat dari komentar di bagian About di blog)

2. Apa yang memotivasi Anda memiliki dan mempertahankan blog/ milis tersebut?
Motivasi awal adalah untuk melatih menulis karena dibutuhkan dalam pekerjaan dan
untuk hal ini mencari topik yang disenangi secara pribadi.

3. Kenapa memilih isu lingkungan?


Dipilih tema lingkungan karena begitu banyak orang yang bicara tentang lingkungan,
mengkritik pemerintah dan perusahaan mengenai lingkungan, tanpa memiliki niat untuk
merubah diri sendiri. Jadi banyak orang lebih mau bicara yang besar-besar tetapi tidak
bisa diimplementasikan. Selain itu banyak sekali orang yang tidak peduli, apakah
berpendidikan/tidak, kaya/miskin, dll.

Tujuan blog Aku Ingin Hijau adalah memberikan ide mengenai hal-hal kecil yang dapat
dilakukan siapa saja, tetapi hal kecil ini bila dilakukan bersama-sama dalam jumlah
besar akan memiliki impact yang sangat besar.

4. Bisa ceritakan “sejarah” atau alasan sehingga Anda dekat dan peduli terhadap isu lingkungan?

Lihat pertanyaan sebelumnya

5. Dalam mengelola blog lingkungan anda, apa kesulitan yang dialami selama ini? Adakah
pengalaman menarik?
Kesulitannya adalah waktu saat banyak pekerjaan yang menyita waktu. Saya hanya
menulis saat ada waktu senggang. Kadang ada juga saat-saat malas menulis karena saat
awal memang semangat tetapi saat sudah begitu banyak orang yang membaca setiap hari
maka akan ada tekanan untuk menulis. Jadi dengan semakin besar pembaca blog, semakin
berat tanggung jawabnya.

6. Apakah menurut Anda, masyarakat kita kini sudah mulai peduli lingkungan?
Masyarakat kita sudah semakin terdidik mengenai lingkungan. Terlihat dari orang-orang
yang semakin banyak naik sepeda, pengunjung ke blog lingkungan dan acara-acara
lingkungan. Tetapi masih jauh lebih banyak lagi yang belum mengerti.

2
LAMPIRAN INFORMAN 6 Q & A #1

7. Menurut Anda, bagaimana posisi internet dalam aktivisme lingkungan saat ini?
Internet bisa sangat efektif karena bila kita ada suatu ide kecil yang dapat
diimplementasikan sehari-hari, maka akan lebih mudah ditulis dan disebar melalui
internet daripada bicara satu -per-satu ke semua orang. Sehingga jauh lebih cepat
penyebaran idenya. Selain itu juga dengan blog contohnya, para pembaca dapat saling
berinteraksi. Oleh karena itu blog Aku Ingin Hijau adalah dalam bahasa indonesia
karena memang ditargetkan khusus untuk masyarakat indonesia sehingga mereka lebih
mudah mencari info dan berinteraksi dengan pembaca lainnya.

8. Bagaimana pendapat Anda bila ada yang memandang bahwa untuk Indonesia, kampanye lewat
internet tidak terlalu bermanfaat karena jumlah pengguna internet masih rendah dibanding
populasi total?

Memang pengguna internet masih sangat rendah. Tetapi tetap efektif karena dari
penyebaran ini, contohnya seseorang membaca ide di internet, hal ini dapat ditularkan
melalui word of mouth di rumah atau kantor, sehingga ide ini akan mengalir ke banyak
bagian masyarakat. Selain itu ide ini dapat diakses dari manapun sehingga tidak hanya di
satu tempat. Bila efektivitas dibandingkan televisi misalnya, hal ini akan lebih baik karena
di televisi atau radio hanya diberi ruang waktu yang terbatas sehingga hanya orang yang
dapat melihat hal itu pada jam yang ditentukan bisa mengerti. Selebihnya masyarakat yang
lain akan tidak mendapatkan informasi yang sama. Di internet, informasi itu akan selalu
ada dan dapat diakses kapan saja.

Dengan harga internet dan infrastruktur yang semakin baik maka penyebaran melalui
internet akan semakin lama semakin baik.

9. Bagaimana pendapat Anda bila ada yang berkomentar bahwa gaya hidup “hijau” hanyalah
trend sesaat?
Gaya hidup hijau bisa menjadi trend sesaat untuk orang yang memang hanya ingin
mengikuti trend. Tetapi trend ini lebih banyak ke arah kebiasaan, sehingga kalau
akhirnya sudah terbiasa hijau, akan bisa selamanya hijau dan malah menularkan. Selain
itu dengan adanya perubahan iklim yang dapat kita rasakan bersama, orang akan
semakin berfikir bahwa hal ini sangat perlu dan tidak bisa sesaat.

Untuk orang yang hanya nge-trend sesaat pun tidak masalah karena mudah2an saat dia
lagi mencoba trend ini, maka dia sudah menularkannya ke orang lain dan orang lain itu
bisa lebih permanen.

10. Apakah menurut Anda kehidupan online dan offline itu terpisah? (Misalnya, orang yang
gembar-gembor tentang sesuatu di dunia maya tapi ternyata tidak melaksanakannya di kehidupan
yang nyata)

Bisa saja. Tetapi dengan teknologi yang ada maka kehidupan online dan offline semakin
bergabung contohnya adalah dengan adanya website sosial seperti facebook, maka
kehidupan offline kita malah dibawa online sehingga teman-teman semakin mengetahui

3
LAMPIRAN INFORMAN 6 Q & A #1

apa yang kita perbuat dan terus te rupdate. Membuat blog pun kita memiliki identitas
kecuali identitas itu disembunyikan sehingga kehidupannya terpisah dan tidak diketahui
orang lain.

4
LAMPIRAN INFORMAN 6 Q & A #2

Jawaban dari Michael Dharmawan


Dikirim via body e-mail, bukan attachment. Diterima tanggal 13 Mei 2009, seminggu setelah
pertanyaan dikirimkan peneliti.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Re: Pertanyaan Lagi
Wednesday, May 13, 2009 6:52 AM
From: "Michael Dharmawan" <mdharmawan@akuinginhijau.org>
To: "challida hikmarani" ranm_d@yahoo.com

2009/5/7 challida hikmarani <ranm_d@yahoo.com>:


> Dear Michael, ini daftar pertanyaan lanjutan:

> Selain memiliki sebuah blog dengan isu lingkungan, apakah Anda juga
> memanfaatkan internet dengan cara-cara lain untuk menyelamatkan lingkungan?
> (Misalnya, voting dalam petisi online; donasi lewat e-banking; berlangganan
> milis bertema lingkungan; gabung dalam komunitas volunteer via
> internet/milis) Tolong ceritakan!

1. ya. untuk milis greenlifestyle

> Menurut Anda, dengan cara-cara apa lagi internet dapat digunakan untuk
> menyebarkan informasi/ menyelamatkan lingkungan?

2. internet dapat digunakan untuk membangun komunitas yang pada akhirnya dapat
melakukan sesuatu yang konkrit bersama-sama. (kalau blog aku ingin hijau belum :) ).

> Tolong ceritakan suka duka Anda selama mengelola AkuInginHijau.

3. sukanya kalau bisa mendapat komentar bahwa artikel itu bermanfaat dan benar-benar
dilakukan. Dukanya adalah kadang kurang ada inspirasi untuk menulis, kurang ada waktu,
kadang ada waktu tapi tidak ada inspirasi. artikel juga suka diambil tanpa menulis
narasumber hingga akhirnya diforward email ke mana-mana, nyampenya ke saya lagi.

> Bila Anda memiliki waktu dan kesempatan lebih, apa yang paling ingin Anda
> kembangkan dari AkuInginHijau? (Misalnya, berkolaborasi dengan salah satu
> gerakan atau organisasi lingkungan; tampil di media massa; membuat event
> bersama)

4. kalau ada waktu dan kesempatan. maunya sih membangun komunitas di poin 2, mungkin
kolaborasi juga dengan organisasi lain untuk acara yang lebih konkrit, tidak hanya virtual
saja.

kira2 begitu jawabannya. agak pendek2 karena memang pertanyaannya sudah semakin sulit nih. :)

tx.

michael
1

You might also like