You are on page 1of 27

PENGERTIAN KEPEMIMPINAN

Berbicara kepemimpinan, maka kata ini berasal dari kata pemimpin, yang berarti
seseorang yang berada di depan dan memimpin suatu perkumpulan atau wadah.
Pemimpin adalah manusianya atau orang yang memimpin, sedangkan kepemimpinan
adalah sifat atau gaya perilaku yang melekat pada seseorang yang memimpin. Perkataan
leader atau pemimpin itu sendiri mempunyai banyak definisi, sebanyak pribadi yang
meminati masalah pemimpin tersebut.

Beberapa definisi dapat disebutkan dibawah ini:

1. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan,


khususnya kecakapan kelebihan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi
orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi
mencapai satu atau beberapa tujuan (Kartono, 2004).

2. Henry Pratt Fairchild (1960) menyatakan bahwa pemimpin dalam pengertian luas
ialah seorang dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur,
mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain, atau melalui
prestige, kekuasaan atau posisi. Dalam pengertian terbatas, pemimpin ialah seorang
yang membimbing memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya, dan
akseptansi/penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya.

3. John Gage Allee (1969) menyatakan: “leader...a guide; a conductor; a


commander” (pemimpin itu ialah pemandu, penunjuk, penuntun, komandan)

4. Menurut Peter Drucker, pemimpin adalah individu yang “make things happen”

Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemimpin adalah
pribadi yang memiliki kecakapan khusus, dengan atau tanpa pengakuan resmi dapat
mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya, untuk melakukan usaha bersama
mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tertentu.

Pada awalnya banyak orang berpendirian bahwa kepemimpinan itu tidak dapat
dipelajari. Sebab kepemimpinan adalah suatu bakat yang diperoleh orang sebagai

1
kemampuan yang istimewa yang dibawa sejak lahir. Akan tetapi dalam perkembangan
zaman, kepemimpinan itu secara ilmiah kemudian berkembang, bersamaan dengan
pertumbuhan scientific management (manajemen ilmiah), yang dipelopori oleh ilmuwan
Frederick W. Taylor pada awal abad ke-20 dan dikemudian hari berkembang menjadi
satu ilmu kepemimpinan.

Beberapa definisi mengenai kepemimpinan adalah sebagai berikut:

1. Warren Benis mengenai kepemimpinan berkata: “...the process by which an agent


induces a subordinate to behave in a desired manner” (proses dengan mana
seorang agen menyebabkan bawahan bertingkah laku menurut satu cara tertentu).

2. Ordway Tead dalam bukunya “The Art of Leadership” menyatakan bahwa


kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka mau
bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

3. George R. Terry dalam bukunya “Principle of Management” berkata


kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka suka
berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok.

4. Howard H. Hoyt dalam bukunya “Aspect of Modern Public Administration”


menyatakan bahwa kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku
manusia, kemampuan untuk membimbing orang.

Dari berbagai definisi di atas kelompok kami mengambil kesimpulan, bahwa


kepemimpinan adalah suatu proses atau kegiatan untuk mempengaruhi atau
mengarahkan tingkah laku orang lain atau bawahan guna mencapai tujuan organisasi
atau kelompok.

KONSEP KEPEMIMPINAN

Moeljono (2003) menulis tentang ajaran Ki Hajar Dewantara yang merupakan


sebuah konsep guru kemudian ditransformasikan secara luas ke konsep kepemimpinan.
Konsepnya yaitu ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri
handayani.

2
Pertama, ing ngarsa sung tuladha. Ngarsa artinya di depan sedangkan tuladha
maknanya contoh. Makna dari ajaran ini adalah bahwa sebagai pemimpin dimana pun
seyogianya memberi contoh yang baik.

Kedua, ing madya mangun karsa. Madya artinya tengah dan mangun artinya
membentuk sesuai keperluan sedangkan karsa artinya kehendak. Sebagai pemimpin jika
ingin berhasil dianjurkan untuk dapat membentuk, memperhatikan, memelihara, dan
menjaga kehendak dan keperluan atasan serta bawahan secara seimbang.

Ketiga, tut wuri handayani. Tut wuri artinya dibelakang sedangkan handayani
artinya memberi kekuatan. Sebagai pemimpin kita harus mampu mengasuh bawahan
dengan baik, bukan memanjakan tetapi justru memberikan arahan dan rasa aman.

Tut Wuri Ing Madya Ing Ngarsa

Handayani Mangun Karsa Sung Tuladha

Leadership
domain
Gambar 1.1
Sumber : Moeljono, Djokosantoso. 2003. Beyond Leadership. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

TEORI KEPEMIMPINAN

1. Teori Sifat

Pada mulanya, timbul suatu pemikiran bahwa pemimpin itu dilahirkan,


pemimpin bukan dibuat. Pemikiran ini dinamakan pemikiran “hereditary” (turun-
temurun). Pada masa berikutnya, timbul suatu teori baru yang dinamakan “physical
characteristic theory”. Dikemukakan adanya 76 tipe struktur badan yang
berhubungan dengan perbedaan temperamen dan kepribadian. (Sutarto, 1989)

3
The trait approach to leadership is the evaluation and selection of
leaders on the basis of their physical, mental, social, and
psychological characteristics. (Mondy, 1991)

Teori sifat kepemimpinan adalah evaluasi dan seleksi dari


pemimpin berdasarkan ciri - ciri fisik, mental, sosial, dan karakter
psikologi mereka.

Teori sifat kepemimpinan membedakan para pemimpin dari mereka yang


bukan pemimpin dengan cara berfokus pada berbagai sifat dan karakteristik pribadi,
meliputi ciri – ciri intelektual, emosional, fisik, dan ciri – ciri pribadi lainnya.

2. Teori Perilaku

Teori perilaku berlandaskan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan


pemimpin ditentukan oleh gaya bersikap dan bertindak pemimpin yang
bersangkutan (Sutarto, 1989). Teori perilaku pribadi mengkaji perilaku dan
dampaknya atas prestasi dan kepuasan para pengikut (Robbins, 2008).

a. Penelitian Universitas Michigan : Orientasi Pekerjaan dan Orientasi Karyawan

Hasil penelitian menunjukkan ada dua gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu
berorientasi pada pekerjaan (job centered) dan berorientasi pada karyawan
(employee centered).

Pemimpin yang berorientasi pekerjaan, mempraktekkan penyeliaan ketat


sehingga bawahan melaksanakan tugas mereka dengan menggunakan prosedur
yang ditentukan dengan jelas. Jenis pemimpin ini mengandalkan kepemimpinan
mereka atas kekuasaan paksaan, imbalan, dan legitimasi untuk mempengaruhi

4
perilaku dan prestasi pengikut. Perhatian atas karyawan dipandang sebagai hal
penting, tetapi merupakan barang mewah yang tidak dapat diberikan pemimpin.

Pemimpin yang berorientasi karyawan, yakin tentang perlunya pendelegasian


pengambilan keputusan dan upaya membantu karyawan dalam memenuhi
kebutuhan mereka dengan menciptakan suatu lingkungan kerja yang mendorong.
Pemimpin yang berorientasi karyawan menaruh perhatian akan kemajuan pribadi,
pertumbuhan, dan prestasi karyawan. Tindakan ini diasumsikan kondusif untuk
menimbulkan dukungan bagi pembentukan dan pengembangan kelompok.

b. Penelitian Universitas Negeri Ohio : Pemrakarsaan Struktur dan Pertimbangan

Penelitian yang diketuai Fleishman ini menghasilkan teori dua faktor tentang
kepemimpinan. Penelitian tersebut memisahkan dua faktor kepemimpinan, yang
diacu sebagai pemrakarsa struktur dan pertimbangan.

Pemrakarsa struktur merupakan perilaku dimana pemimpin yang


mengorganisasi dan menetapkan hubungan dalam kelompok tersebut, cenderung
membentuk pola dan saluran komunikasi yang ditetapkan dengan baik, dan
menunjukkan cara – cara penyelesaian pekerjaan. Sedangkan pertimbangan
menyangkut perilaku yang menunjukkan persahabatan, kepercayaan timbal-balik,
respek, kehangatan, dan hubungan antara pemimpin dan pengikut.

Menurut teori ini, variabel yang mempengaruhi hubungan perilaku


kepemimpinan dan keefektifan organisasi antara lain pengalaman karyawan,
kewenangan, pengetahuan tentang pekerjaan, harapan atas perilaku pemimpin,
pengaruh pemimpin ke atas tingkat otonomi, dan desakan waktu (Gibson, 1985).

Teori ini telah dikritik karena kesederhanaannya (misalnya hanya dua


dimensi kepemimpinan), kurang kemampuan menyamaratakan, dan mengandalkan
jawaban kuesioner untuk mengukur keefektifan kepemimpinan (Robbins, 2008).

5
Pendekatan keprilakuan pribadi ini telah dipelajari dalam lingkungan
keorganisasian yang berbeda. Namun, kedua teori dalam pendekatan keprilakuan
pribadi ini belum menunjukkan kaitan antara kepemimpinan dan indikator prestasi
yang penting, seperti produksi, efisiensi, dan kepuasan secara meyakinkan
(Ivancevich, 2007).

3. Teori Kontingensi

Tiap – tiap organisasi memiliki ciri khusus, tiap organisasi adalah unik.
Bahkan organisasi yang sejenis pun akan menghadapi masalah yang berbeda,
lingkungan yang berbeda, pejabat dengan watak serta perilaku yang berbeda. Oleh
karena itu, tidak mungkin dipimpin dengan perilaku tunggal untuk segala situasi.
Situasi yang berbeda harus dihadapi dengan perilaku kepemimpinan yang berbeda
pula. Oleh karena itu, muncul pendekatan yang disebut “contingency approach”,
dinamakan pula “situational approach” (pendekatan situasional) (Sutarto, 1989).

Oleh Fred Luthans, teori kontingensi dirumuskan sebagai hubungan


“jika . . ., maka . . .”. “Jika” merupakan variabel lingkungan dan “maka” merupakan
variabel manajemen.

a. Model kepemimpinan kontingensi dari Fiedler

Fiedler menyatakan bahwa tidak ada seseorang yang dapat menjadi pemimpin yang
berhasil dengan hanya menerapkan satu macam gaya untuk segala situasi.
Pemimpin itu akan berhasil menjalankan kepemimpinannya apabila menerapkan
gaya kepemimpinan yang berbeda untuk menghadapi situasi yang berbeda (Sutarto,
1989). Fiedler tidak optimis bahwa pemimpin bisa dilatih dengan sukses untuk
mengubah gaya kepemimpinan mereka, sehingga menurut dia, mengubah situasi
merupakan alternatif yang lebih baik (Ivancevich, 2007).

b. Model kepemimpinan “path-goal” (Evans dan House)

6
Pendekatan “path-goal” berdasarkan pada model pengharapan yang menyatakan
bahwa motivasi individu berdasarkan pada pengharapannya atas imbalan yang
menarik. Pendekatan ini menitikberatkan pada pemimpin sebagai sumber imbalan.
Pendekatan ini mencoba untuk meramalkan bagaimana perbedaan tipe imbalan dan
perbedaan gaya kepemimpinan mempengaruhi motivasi, prestasi, dan kepuasan
bawahan. Oleh Stoner, pendekatan “path-goal” digambarkan sebagai pemimpin
menjelaskan jalan untuk mencapai tujuan (imbalan) (Sutarto, 1989).

c. Model kepemimpinan situasional (Paul Hersey dan Kenneth H.Blanchard)

Hersey and Blanchard’s theory is based on the notion that the most
effective leadership style varies according to the level of readiness of the
followers and the demands of the situation (Mondy, 1991).

Teori Hersey dan Blanchard didasarkan pada gagasan bahwa


kepemimpinan yang efektif bervariasi menurut tingkat kesiapan bawahan
dan tuntutan situasi.

Berdasarkan pendekatan situasional, tiada satu jalan terbaik untuk mempengaruhi


orang atau tiada satu jalan terbaik untuk memimpin. Pendekatan situasi didasarkan
atas hubungan antara perilaku tugas, perilaku hubungan, serta tingkat kematangan
bawahan. (Sutarto, 1989)

Dari berbagai teori diatas, Carl R. Anderson (1988) di dalam buku Management :
Skills, Functions, and Organizations Performance menyebutkan bahwa teori situasional
merupakan teori yang lebih baik.

“The situational approach is both the most complicated and most useful
approach to understanding what leaders do. This is consistent with the

7
complexity of most leadership positions. All the theories emphasize that
no one “best” approach to leadership exists, it all depends on the
employees managed, the job, and the leader. Each of the theories adds
insights to what elements of the situation leaders should consider.
Regardless, situational theory is widely accepted by both practitioners
and researches. It “makes sense” that leaders must change how they
behave from situation to situation.”

Pendekatan situasional adalah pendekatan yang paling rumit dan juga


paling berguna untuk mengerti apa yang seharusnya dilakukan
pemimpin. Hal ini sesuai dengan kompleksitas dari posisi pemimpin
tersebut. Semua teori ini menegaskan bahwa tidak ada satupun
pendekatan atau teori kepemimpinan yang sesuai, semuanya tergantung
pada pengaturan bawahan, pekerjaan, dan pemimpin. Masing – masing
teori memberikan wawasan tentang elemen apa dalam sebuah situasi
yang harus dipertimbangkan oleh pemimpin. Bagaimanapun, teori
situasional lebih banyak diterima. Hal ini menunjukkan bahwa pemimpin
harus mengubah perilakunya dari situasi yang satu ke situasi yang lain.

SIFAT, GAYA DAN TIPE KEPEMIMPINAN

Sifat Kepemimpinan

Sifat pemimpin sangat tepat digunakan sebagai kriteria untuk mengukur kualitas
kepemimpinannya. Jadi sukses atau gagalnya kepemimpinan dapat dilihat dari sifat
pemimpinnya. Semakin baik sifat pemimpinnya maka semakin baik hasil
kepemimpinan yang didapat, begitu juga sebaliknya. Dalam Kamus Besar Bahasa

8
Indonesia, sifat adalah ciri khas yang ada pada sesuatu. Maka untuk mewujudkan
kesuksesan dalam kepemimpinan diperlukan suatu sifat-sifat kepemimpinan yang baik
secara universal.

a. Kecerdasan (Intellegence)

Stogdill menemukan suatu kecenderungan umum yang menunjukkan bahwa


pemimpin lebih cerdas dari pengikutnya. Meliputi pertimbangan, ketegasan,
pengetahuan, dan kefasihan berbicara.

b. Kepribadian (Personality)

Sifat kepribadian seperti keuletan, orisinalitas, integritas pribadi, kepercayaan diri,


kemampuan adaptasi, kewaspadaan, kreativitas, keseimbangan dan pengendalian
emosional, serta mandiri berkaitan dengan kepemimpinan yang efektif.

c. Karakteristik Fisik (Physical Characteristics)

Studi tentang hubungan antara kepemimpinan yang efektif dengan karakteristik


fisik seperti umur, tinggi, berat badan, dan penampilan mengungkapkan hasil yang
bertentangan. Tubuh yang terlalu tinggi dan terlalu berat dibanding rata – rata
kelompok tentunya tidak menguntungkan untuk mencapai posisi kepemimpinan.
Akan tetapi, banyak juga organisasi yang membutuhkan orang dengan fisik yang
besar untuk menjamin kepatuhan pengikutnya.

d. Kemampuan Supervisi

Kemampuan supervisi didefinisikan sebagai pendayagunaan segala bentuk praktek


supervisi secara efektif ditunjukkan oleh persyaratan situasi tertentu. Meliputi,
kemampuan memperoleh kerja sama, kerja sama, popularitas dan prestige,
kemampuan bergaul, partisipasi sosial, dan bijaksana (Gibson : 1985).

Kelemahan dari pendekatan menurut sifat ini adalah tidak menyediakan


gambaran tentang apa yang dilakukan pemimpin yang efektif pada pekerjaan yang
bersangkutan.

Gaya Kepemimpinan

9
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, gaya adalah sikap; gerakan; tingkah
laku. Menurut Mondy Mondy (1991) dalam buku “Management Concepts, Practices,
and Skills”, terdapat 4 dasar gaya kepemimpinan seorang pemimpin dalam memimpin
yaitu otokratis, parsitipatif, demokratis dan laissez-faire.

1. Gaya Otokratis

“.. is a leader who tells subordinates what to do and expects to be


obeyed without question.”

Pemimpin dengan gaya kepemimpinan seperti ini memusatkan segala keputusan


dan kebijakan diambil dari dirinya secara penuh. Semua bawahan harus mematuhi
dan menerima perintah pemimpin tanpa banyak bertanya.

2. Gaya Partisipatif

“.. is a leader who involves subordinates in decision making but may


retain the final authority.”

Dalam mengambil keputusan, pemimpin juga membuka kesempatan bagi anak


buahnya untuk menentukan keputusan terakhir.

3. Gaya Demokratis

“.. is a person who tries to do what the majority of subordinates desire.”

Dalam kepemimpinan ini, pemimpin yang memberikan wewenang secara luas


kepada para bawahan dan selalu mengutamakan kerja tim dalam menyelesaikan
suatu masalah. Terjadi banyak komunikasi dua arah antara pemimpin dan bawahan.
Selain itu, bawahan juga dapat bekerja dengan mudah karena pemimpin
menginformasikan dengan jelas tugas-tugas bawahannya.

4. Gaya Laissez-Faire

“.. is a leader who is uninvolved in the work of the unit.”

Gaya kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari gaya kepemimpinan otokratis.


Disini, pemimpin hanya terlibat dalam kuantitas kecil, jadi para bawahanlah yang

10
aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah. Gaya kepemimpinan ini
merupakan gaya yang memberikan kebebasan berekspresi paling besar bagi
bawahan.

Setiap pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda-beda.


Perbedaan gaya kepemimpinan tersebut tidak semata-mata karena watak dari pemimpin.
Gaya kepemimpinan merupakan wujud dari usaha pemimpin untuk menghadapi anak
buahnya yang sangat bervariasi pemikiran dan tingkah lakunya.

Mondy (1991) juga menjelaskan bahwa ada pula empat macam pengelompokan
gaya kepemimpinan yang dapat diikuti. Gaya kepemimpinan tersebut adalah S1-Telling,
S2-Selling, S3-Participating dan S4-Delegating. Masing-masing dari gaya
kepemimpinan tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan yang juga merupakan
pembeda dari setiap gaya kepemimpinan.

1. S1 (Telling)

Gaya kepemimpinan ini sangat senang mengambil keputusan sendiri tanpa


melibatkan atau bertukar pikiran dengan anak buahnya. Pemimpin bergaya ini selalu
memberikan instruksi yang jelas lalu mengawasi secara ketat anak buahnya serta selalu
memberikan penilaian tersendiri pada mereka. Jadi pemimpin ini selalu ingin tahu
apakah instruksinya sudah dilaksanakan dengan baik atau tidak. Ciri-ciri khusus dari
gaya kepemimpinan ini yaitu:

With the S1 (telling) high-task, low-relationship leadership style, the


leader uses one-way communication, defining the objectives and roles of
employees and telling employees what, how, when and where to do the
work. This style is appropriate for managers dealing with subordinates
who lack-relevant readinessfor ex-sample, those who are relatively
new an inexperienced (Mondy, 1991).

Maksud dari pernyataan di atas yaitu gaya kepemimpinan ini menggunakan


komunikasi satu arah, jarang terjadi hubungan yang erat antara pemimpin dan anak
buahnya serta hanya memberikan tugas-tugas kepada anak buahnya. Pemimpin seperti
ini selalu memperlihatkan apa yang dia inginkan dengan jelas. Hal ini tentunya sangat

11
menguntungkan anak buahnya karena mereka akan tahu apa, bagaimana, kapan dan
dimana tugas mereka harus dikerjakan. Namun hal ini juga mengakibatkan rasa
ketergantungan yang tinggi anak buah terhadap pemimpinnya. Karena pimpinan
mendominasi semua persoalan maka ide dan gagasan anak buah tidak berkembang
karena komunikasi satu arah yang dilakukan pemimpinnya. Gaya kepemimpinan seperti
ini sangat cocok untuk untuk menghadapi anak buah yang baru bergabung dan memiliki
pengalaman serta kemampuan yang terbatas.

2. S2 (Selling)

Pemimpin bergaya seperti ini melibatkan anak buahnya dalam pengambilan


keputusan. Pemimpin tidak hanya membagi persoalannya dengan anak buahnya namun
ia juga bersedia mendengarkan apa yang menjadi persoalan anak buahnya. Gaya
kepemimpinan ini juga masih menonjolkan kejelasan pemimpin dalam memberikan
instruksi meskipun tidak sekaku gaya kepemimpinan S1-telling.

Kelebihan dari gaya kepemimpinan ini adalah mengurangi ketergantungan anak


buah terhadap pemimpinnya. Keputusan yang diambil pemimpin akan lebih mewakili
tim daripada emosi pribadi pemimpin. Namun efisiensi yang tinggi dalam setiap
pengambilan keputusan sulit untuk tercapai. Hal ini karena dibutuhkan waktu yang
lebih untuk pembicaraan suatu masalah antara pemimpin dan anak buahnya. Gaya
kepemimpinan ini sangat cocok untuk memimpin orang yang respek terhadap
kemampuan maupun posisi pemimpin dan memiliki motivasi yang tinggi untuk bekerja
sesuai harapan pemimpin namun dengan kemampuan yang terbatas.

3. S3 (Participating)

Salah satu ciri dari gaya kepemimpinan ini adalah kesediaan pemimpin untuk
memberikan tanggung jawab dan kesempatan lebih bagi anak buahnya. Selain itu
pemimpin bergaya seperti ini juga memberikan dukungan penuh mengenai apa yang
mereka perlukan. Situasi seperti ini tentunya akan mendorong anak buah untuk
berkembang dan memacu kreativitas.

As employees exhibit an increase in task-relevant readinessas they


become more experienced and skilled, as well as more achievement-

12
motivated and more willing to assume responsibilitythe leader should
reduce the amount of task be-havior but continue the high level of
emotional support and consideration. Continuing a high level of
relationship behavior is the manager’s way of reinforcing the em-
ployees’ responsible performance. Thus, the S3 (participating) high-
relationship and low-task behavior becomes the appropriate leadership
style (Mondy, 1991).

Maksudnya, ketika anak buah sudah memiliki kemampuan dan pengalaman yang
lebih maka pemimpin bisa mengurangi instruksi untuk melaksanakan tugas-tugas.
Demikian juga terhadap anak buah yang bermotivasi tinggi serta sangat responsif
terhadap pemimpin maka tidak perlu memberikan instruksi yang berlebihan. Namun
dukungan emosional dari pemimpin harus tetap dijalankan agar tercipta suasana yang
menyenangkan dalam bekerja. Gaya kepemiimpinan ini memiliki kelemahan yaitu
diperlukan waktu yang lebih lama dalam setiap pengambilan keputusan. Jadi pemimpin
harus selalu mennyediakan wakttu yang lebih banyak untuk berdiskusi dengan anak
buahnya.

4. S4 (Delegating)

The S4 (delegating) low-relationship, low-task leadership style goes with


the highest level of follower readiness. In this stage, the employees are at
a high level of task-relevant readiness. They are skilled and experienced,
possess of a high level of achievement motivation, and are capable of
exercising self-control. At this point, they no longer need or expect a
high level of task behavior from their leader (Mondy,1991).

Maksudnya adalah dalam gaya kepemimpinan ini pemimpin tidak perlu lagi
memberikan instruksi maupun dukungan emosional yang berlebihan kepada anak
buahnya. Hal ini dikarenakan mereka sangat responsif dan tanggung jawab tinggi
terhadap tugas mereka sendiri. Selain itu mereka juga sudah sangat berpengalaman dan
memiliki kemampuan yang sangat bagus. Sehingga mereka tidak membutuhkan
perintah yang diperjelas dari pemimpin mereka karena mereka bisa mengontrol diri
mereka sendiri.

13
Kelebihan dari gaya kepemimpinan ini adalah anak buah sangat kreatif dan
berkembang. Mereka merasa memiliki semua tugas yang tentu saja akan meringankan
beban pemimpin. Selain itu pemimpin juga lebih mempunyai banyak waktu untuk
memikirkan hal-hal lain yang memerlukan perhatian lebih besar. Sedangkan
kekurangan dari gaya kepemimpinan ini adalah saat anak buah membutuhkan
keterlibatan pemimpin untuk menyelesaikan suatu masalah, maka ada kecenderungan
pemimpin akan mengembalikan persoalan tersebut pada anak buahnya meskipun
sebenarnya itu tugas pemimpin. Jadi sering terjadi kerancuan dalam pembagian tugas.

Tipe Kepemimpinan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tipe adalah model; corak; contoh. Tipe
kepemimpinan dalam buku “Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Pemimpin
Abnormal itu?”, Kartono (1994) menyebutkan bahwa ada delapan tipe, yaitu:

1. Tipe kharismatis

2. Tipe paternalistis

3. Tipe militeristis

4. Tipe otokratis

5. Tipe laisser faire

6. Tipe populistis

7. Tipe administrative

8. Tipe demokratis.

1. Tipe Kharismatis

Tipe pemimpin ini memiliki totalitas kepribadian yang memancarkan pengaruh


dan daya tarik yang luar biasa. Ia mempunyai keahlian untuk untuk mempengaruhi
orang lain. Pemimpin bertipe seperti ini banyak memberi inspirasi, keberanian dan
berkeyakinan yang teguh. Keadaan tersebut membuatnya mempunyai banyak pengikut
dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Tokoh-tokoh besar yang memiliki tipe

14
kepemimpinan semacam ini antara lain Jengis Khan, Hitler, Gandhi, John F. Kennedy,
Soekarno dan lain-lain.

2. Tipe Paternalistis

Yaitu tipe kepemimpinan yang lebih seperti sifat bapak kepada anaknya.
Pemimpin seperti ini menganggap semua anak buahnya belum dewasa sehingga tidak
memperbolehkan anak buahnya mengambil keputusan sendiri. Imajinasi dan kreativitas
anak buahnya juga tidak berkembang dengan baik. Sikapnya yang melindungi anak
buahnya jugaa sangat berlebihan. Selain itu pemimpin bertipe ini selalu bersikap seolah-
olah dialah yang maha tahu dan maha benar.

3. Tipe Militeristis

Tipe kepemimpinan ini bersifat seolah-olah merupakan kepemimpinan dalam


organisasi militer. Pemimpin bertipe ini sangat kaku dan kurang bijaksana. Ia
memenghendaki kepatuhan dan disiplin mutlak dari anak buahnya. Saran dan kritikan
dari anak buah tidah bisa ia terima. Jadi komunikasi hanya berlangsung satu arah saja.

4. Tipe Otokratis

Otokrat berasal dari perkataan autos = sendiri, kratos = kekuasaan, kekuatan.


Jadi otokrat berarti: kekuasaan absolut. Tipe ini mendasarkan pada kekuasaan dan
paksaan yang mutlak harus dipenuhi. Anak buah tidak mendapat informasi yang detail
menenai tugas maupun tindakan yang harus dilakukan. Ia selalu menyisihakan diri dari
anak buahnya karena ia merasa derajatnya lebih tinggi. Jadi pemimpin bertipe ini ingin
berkuasa secara absolute, tunggal dan merajai keadaan.

5. Tipe Laisser Faire

Pemimpin bertipe ini hanyalah sebagai simbol. Ia tidak punya kemampuan


teknis untuk memimpin. Pemimpin ini tidak bisa menciptakan suasana kerja yang
kondusif. Ia juga tidak bisa mengontrol kerja anak buahnya. Dia membiarkan orang
yang dipimpinnya bekerja semau hatinya. Akibatnya pemimpin ini tidak mempunyai
wibawa di mata anak buahnya.

15
6. Tipe Populistis

Tipe kepemimpinan seperti ini berusaha untuk menghindari pemaksaan maupun


penindasan. Kepemimpinan ini berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang
tradisional. Kepemimpinan ini menuntut kemandirian dan tidak bergantung pada pihak
luar. Dan akhirnya kepemimpinan tipe ini dapat membangun solidaritas yang erat antar
anggota kelompok.

7. Tipe Administratif

Kepemimpinan yang bertipe semacam ini mampu menyelenggarakan tugas-


tugas administrasi secara efektif. Pemimpin bertipe ini merupakan teknokrat maupun
administrator yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan.
Selanjutnya dari tipe kepemimpinan ini akan ada perkembangan teknis dan
perkembangan sosial di lingkungan kerja.

8. Tipe Demokratis

Tipe kepemimpinan ini berorientasi pada manusia. Pada kepemimpinan ini


terdapat koordinasi pekerjaan pada semua anak buah. Tipe ini lebih menekankan pada
rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan kerjasama yang baik. Sebenarnya
kekuatan kepemimpinan ini bukan pada pemimpinnya tetapi pada partisipasi aktif setiap
sumber daya manusia, potensi dari setiap individu sangat dihargai. Pemimpin yang
bertipe kepemimpinan seperti ini selalu mau mendengarkkan kritik dan usulan anak
buahnya. Pemimpin ini juga pandai memaksimalkan pemanfaatan kapasitas setiap anak
buahnya pada saat yang tepat.

EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN

Setiap pimpinan membutuhkan waktu dan proses yang lama untuk menjadi seorang
pemimpin yang efektif dan dihormati bawahannya. Menurut Wilson Learning,
seseorang yang telah mempelajari kepemimpinan selama 30 tahun, dalam tulisannya
yang berjudul “Leadership Effectiveness Developing Leaders with Character and Skill”

16
menulis bahwa kecakapan, kepandaian atau kemampuan dibutuhkan dalam
melaksanakan kepemimpinan yang efektif.

“Leadership is that the skills required to execute effective leadership can


be defined as four core roles that each leader must fulfill: the Visionary,
the Tactician, the Facilitator, and the Contributor”

Untuk dapat melaksanakan kepemimpinan yang efektif, seorang pemimpin


mempunyai empat peran dasar, yaitu:

1.The Visionary

Seorang pemimpin mempunyai peran sebagai pemilik visi. Dia harus mempunyai
pandangan ke depan tentang kemajuan apa yang ingin dilakukan oleh organisasinya,
hal-hal apa saja yang ingin diraih oleh kelompok tersebut, dan lain sebagainya.

2.The Tactician

Pintar mengatur strategi dengan memanfaatkan secara maksimal sumber daya yang
dimiliki adalah peran seorang pemimpin sebagai seorang ahli siasat. Dengan segala
keterbatasan dan sumber daya yang ada pada organisasi itu, seorang pemimpin yang
efektif akan dapat mengatur dan merencanakan suatu cara agar organisasi tersebut dapat
memperoleh hasil semaksimal mungkin.

3.The Facilitator

Suatu organisasi dapat berjalan dengan lancar apabila segala fasilitas yang diinginkan
lengkap dan terpenuhi. Hal ini juga termasuk salah satu peran dari pemimpin, yaitu
menyediakan segala macam kebutuhan yang penting dan diperlukan bagi kemajuan
organisasi.

4.The Cotributor

Keberhasilan suatu kelompok dalam pencapaian hasil akhir yang memuaskan pasti tidak
telepas dari kontribusi setiap anggota kelompok. Bukan hanya anggota saja yang

17
berkontribusi, tapi juga pemimpin. Kontribusi bisa dalam bentuk apa saja, baik itu
tenaga, pikiran, waktu, ide atau uang.

Menurut Lamb McKee dalam suatu tulisan berjudul “The Two Most Important
Keys to Effective Leadership” mengemukakan beberapa hal penting yang merupakan
kunci dari kepemimpinan yang efektif, yaitu:

1. Pemimpin yang efektif harus dapat dipercaya dan dia percaya diri atas
kemampuannya sehingga menjadi atasan. Dia juga harus dapat diandalkan untuk
memprediksi kepuasan para pegawai didalam suatu organisasi yang dipimpinnya.
2. Seorang pemimpin yang efektif harus dapat menjaga dan memperbaiki kualitas
komunikasi antara dirinya dengan bawahannya. Mencakup tiga masalah,yaitu:

a. Menolong para pegawainya untuk memahami secara menyeluruh mengenai


strategi bisnis yang diterapkan di perusahaannya. Hal ini diperlukan agar para
pegawai paham strategi apa yang tepat, dan untuk itu para atasan harus
membimbing bawahannya.
b. Membantu karyawan agar lebih mengerti tentang bagaimana cara mereka ikut
berkontribusi dalam meraih keberhasilan tujuan organisasi.
c. Saling bertukar pikiran, pendapat dan informasi antara pemimpin dan pegawai
mengenai cara kerja perusahaan dan bagaimana cara kerja pegawai masing-
masing divisi dalam menjalankan strategi bisnis agar tujuan perusahaan tersebut
dapat tercapai dengan memuaskan.

Dalam hal yang sama mengenai kepemimpinan, meskipun tanpa menggunakan


kata sifat, Warren Bennis menawarkan hal-hal berikut untuk kepemimpinan yang
efektif:

1. Pemimpin harus mengembangkan visi dan kekuatan untuk memutuskan.


2. Pemimpin harus konseptualis.
3. Pemimpin harus memiliki rasa kontinuitas dan penting untuk melihat masa kini di
masa lalu dan masa depan di masa kini.
4. Pemimpin harus menempatkan kepala mereka di atas rumput dan resiko
kemungkinan tertabrak batu.

18
5. Pemimpin harus menemukan kebenaran dan mempelajari bagaimana untuk
menyaring arus informasi deras ke dalam corak yang berkesinambungan.
6. Pemimpin harus menjadi arsitek sosial yang mempelajari dan membentuk apa yang
disebut "budaya kerja".
7. Untuk memimpin yang lain, pemimpin terlebih dulu harus tahu diri mereka sendiri.

HOW TO BE A LEADER

Peter Drucker (1996) membuat karakterisasi sederhana dari hasil amatannya


terhadap pemimpin-pemimpin dunia yang paling efektif yang pernah ditemuinya. Ada
berbagai karakter dari mereka, namun ada satu kesamaan dalam hal personality trait,
yaitu mereka tidak memiliki atau sangat sedikit memiliki apa yang disebut “karisma”.
Beberapa syarat pemimpin dan kepemimpinan adalah (Moeljono, 2003) :

1. Dicirikan dari adanya pengikut.

2. Pemimpin efektif bukanlah selalu seseorang yang dipuja atau dicintai,


namun mereka adalah individu yang menjadikan para pengikutnya berbuat
benar. Kepemimpinan berbeda dengan popularitas. Kepemimpinan identik
dengan pencapaian hasil.

3. Pemimpin adalah mereka yang sangat tampak. Oleh karena itu, mereka harus
memberikan contoh.

4. Kepemimpinan bukanlah kedudukan, jabatan, atau uang. Kepemimpinan


adalah tanggung jawab.

Untuk membentuk karakter kepemimpinan yang baik, menurut Higuera (2009),


ada beberapa tahap yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin,di antaranya:

1. Learn Decision-Making Skills

Pemimpin besar memiliki kemampuan dan keberanian untuk membuat keputusan.


Namun, pemimpin yang baik menyadari bahwa ia kadang-kadang akan membuat
keputusan yang salah dan mereka belajar dari kesalahan mereka dan bergerak maju.

19
2. Motivate

Orang yang memimpin sebuah tim atau organisasi biasanya dapat memotivasi orang
lain. Dalam rangka mengilhami orang lain, para pemimpin menerima tujuan utama
atau tujuan bersama, dan sepenuh hati percaya pada visi. Pada gilirannya, mereka
dapat memotivasi tim mereka untuk bertindak.

3. Learn to Listen
Seorang pemimpin yang baik akan muncul dengan gagasan yang bermanfaat.
Namun, seorang pemimpin besar juga akan mendengarkan timnya dan mengambil
ide-ide dan pikiran mereka menjadi pertimbangan.
4. Recognize personal shortcomings
Pemimpin juga membuat kesalahan. Pemimpin haruslah mengidentifikasi kesalahan
dan menerima kritik konstruktif dari timnya.
5. Improve oral communication skills
Para pemimpin yang efektif dapat mengungkapkan pikiran mereka dan visi secara
jelas dan mudah dipahami. Selalu berlatih berbicara di depan umum, praktek
berbicara keras, memperlambat dan berpikir sebelum berbicara.
6. Be a risk taker
Ada risiko yang terkait dengan setiap keputusan. Beberapa orang menghindari situasi
berisiko dan selalu mengambil jalan yang aman. Namun, seorang pemimpin besar
tahu bahwa risiko tertentu pantas diambil.
7. Be trustworthy
Setiap orang menginginkan pemimpin yang terhormat, dapat dipercaya, dan
bertanggung jawab. Untuk menjadi seorang pemimpin yang baik, penting untuk
memiliki sifat-sifat ini. Orang lain akan mengenali kualitas-kualitas baik, dan
cenderung untuk menghormati peran kepemimpinan.

Dari dua pendapat para ahli di atas, kelompok kami sependapat dengan syarat
pemimpin dari Moeljono (2003) agar dapat tercapai kepemimpinan yang efektif.

PERBEDAAN MANAJER DENGAN PEMIMPIN

20
Istilah manajer dan pemimpin seringkali disamakan pengertiannya oleh banyak
orang dalam menyebut seseorang yang memiliki pengaruh terhadap lingkungan
disekitarnya. Namun, kedua istilah tersebut ternyata merupakan dua hal yang sangat
berbeda. Berikut pendapat para ahli mengenai perbedaan manajer dengan pemimpin :
1. Seorang pemimpin memiliki jiwa, semangat dan kreativitas. Sementara seorang
manajer memiliki pikiran yang rasional dan ketekunan. Seorang pemimpin adalah
fleksibel, inovatif, penuh inspirasi, berani dan mandiri dan pada saat yang sama
seorang manajer adalah konsultasi, analitis, hati-hati, berwibawa dan menstabilkan
(Capowski, 1994).
2. Manajer menentukan seseorang untuk mengerjakan tugas manajerial dan umumnya
hal itu dilakukan agar mereka mencapai tujuan yang diinginkan melalui fungsi-
fungsi utama yaitu perencanaan dan penganggaran, pengorganisasian dan staff,
pemecahan masalah dan pengendalian. Pemimpin di sisi lain menetapkan arah,
menyejajarkan orang, memotivasi dan menginspirasi (Kotter, 2001).
3. Kepemimpinan adalah inovatif, kreatif dan yang terpenting yaitu proaktif.
Manajemen adalah reaktif terhadap segala situasi yang muncul tiba-tiba (Sullivan,
2006).
4. Kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tatakrama birokrasi.
Apabila kepemimpinan dibatasi oleh tatakrama birokrasi atau dikaitkan terjadinya
dalam suatu organisasi tertentu, maka dinamakan manajemen (Thoha, 2006).
5. Bennis (1997)
- Manajer mengelola; pemimpin melakukan inovasi.
- Manajer memelihara; pemimpin mengembangkan.
- Manajer menerima kenyataan; pemimpin menyelidiki.
- Manajer berfokus pada sistem dan struktur; pemimpin berfokus pada orang.
- Manajer bergantung pada kontrol; pemimpin membangkitkan kepercayaan.
- Manajer memiliki perspektif jangka pendek; pemimpin memiliki perspektif
jangka panjang.
- Manajer bertanya bagaimana dan kapan; pemimpin bertanya apa dan
mengapa.
- Manajer memiliki pandangan pada bawahannya; pemimpin memiliki
pandangan di cakrawala.

21
- Manajer adalah peniru; pemimpin adalah asli.
- Manajer menerima status quo; pemimpin menantang hal itu.
- Manajer adalah prajurit klasik yang baik; pemimpin adalah dirinya sendiri.
- Manajer melakukan sesuatu dengan cara yang benar; pemimpin melakukan
hal-hal yang benar.
6. Colvard (2003)
- Manajer menangani di mana Anda berada; pemimpin akan membawa Anda
ke tempat baru.
- Manajer berurusan dengan kompleksitas; pemimpin berhubungan dengan
ketidakpastian.
- Manajer berkaitan dengan menemukan fakta-fakta; pemimpin membuat
keputusan.
- Manajer memiliki perhatian penting pada efisiensi; pemimpin berfokus pada
efektivitas.
- Manajer menciptakan kebijakan; pemimpin menetapkan prinsip-prinsip.
- Manajer melihat dan mendengar apa yang sedang terjadi; pemimpin
mendengar ketika tidak ada suara dan melihat ketika tidak ada cahaya.
- Manajer menemukan jawaban dan solusi; pemimpin merumuskan
pertanyaan-pertanyaan dan mengidentifikasi masalah.
- Manajer mencari kesamaan antara masalah-masalah saat ini dan sebelumnya;
pemimpin mencari perbedaan.
- Manajer berpendapat bahwa solusi yang berhasil untuk masalah manajemen
dapat digunakan lagi; pemimpin bertanya-tanya apakah masalah di
lingkungan baru mungkin memerlukan solusi yang berbeda.

Berdasarkan pendapat di atas, kelompok kami menyimpulkan bahwa perbedaan


mendasarkan antara manajer dan pemimpin adalah cara memberi pengaruh pada orang
disekitarnya. Manajer memiliki bawahan (staff) dan ia memiliki kekuasaan untuk
mengorganisir bawahannya dan terikat oleh aturan-aturan. Sedangkan pemimpin
memiliki pengikut yang menjadikannya sebagai panutan dan tidak selalu terikat oleh
aturan. Manajer hendaknya memiliki jiwa pemimpin sedangkan pemimpin belum tentu
dapat menjadi manajer.

22
RELEVANSI KONSEP KEPEMIMPINAN DALAM BIDANG
KESEHATAN

Setiap organisasi bersifat kolaboratif, tak terkecuali organisasi dalam bidang


kesehatan. Hal ini diperlukan untuk mencapai visi dan misinya. Oleh karena itu
dibutuhkan seorang pemimpin yang dapat menjembatani (Bridging Leadership )
terbentuknya kolaborasi atau kerjasama antara organisasi tersebut dengan pihak luar,
baik dengan masyarakat, stakeholder (pemangku kepentingan), organisasi lain, maupun
elemen – elemen lain di luar organisasinya serta menjembatani antara berbagai
kelompok yang ada pada masyarakat. Terdapat beberapa hal yang menjadi bagian
penting dalam hubungan kolaborasi tersebut, misalnya responsivitas personal maupun
kolektif, responsivitas institusi terhadap masyarakat atau pelanggan, bagaimana
pemberdayaan masyarakat dilakukan, serta bagaimana melakukan inovasi sosial. Pada
keseluruhan proses tersebut, peran dari seorang pemimpin (bridging leader) yang dapat
menjembatani proses tersebut sangatlah penting. (Nurbeti, 2009)
Kunci konsep kepemimpinan adalah kemampuan individu untuk berpindah dari
pemahaman pribadi dan kepemilikan sebuah isu sosial kepada tindakan kolektif untuk
menyelesaikan masalah itu. Ada tiga unsur dalam menjembatani tindakan
kepemimpinan tersebut, yaitu:
1. Ownership (Kepemilikan)
Berfokus pada kesadaran diri dan mengembangkan rasa kepemilikan pribadi
atas masalah sosial dan tanggapan terhadapnya. Pemimpin yang menjembatani
mengakui kisaran asetnya (yaitu nilai – nilai, pendidikan, pengalaman, latar belakang
keluarga, dll) saat memangkas akumulasi modal kepemimpinannya. Mengetahui
modalnya, pemimpin meneliti bagaimana aset tersebut ditempatkan untuk digunakan
agar bermanfaat bagi masyarakat yang lebih luas. Ini membawa pemimpin untuk
pemahaman yang lebih dalam mengenai masalah sosial, dengan penyebab dan
kemungkinan sumbangan itu.
Analisis ini ke depannya akan dibutuhkan untuk mengambil tanggapan
pribadi dan melakukan satu sumber daya untuk penyelesaian masalah ini. Tanpa ini

23
komitmen pribadi, tindakan kolaboratif dengan stakeholder lain tidak akan makmur
ketika dihadapkan dengan tantangan yang tiba – tiba.
2. Co – Ownership
Bergerak dari diri sendiri untuk membangun hubungan dengan mereka yang
punya kepentingan pada masalah. Membangun Co - Ownership melibatkan para
pemangku kepentingan bersama-sama mulai untuk memperdalam pemahaman
mereka tentang masalah, untuk mengenali bagaimana mereka adalah bagian dari
masalah dan solusi dan mengakui perlunya respon kolektif. Bagian ini melibatkan
berbagai pihak untuk bersidang masalah (termasuk mereka yang bertentangan
dengan yang lain), memfasilitasi dialog konstruktif untuk sampai pada pemahaman
umum mengenai masalah, mengelola konflik datang dengan respon yang kolaboratif.
Proses dapat penuh dengan ketegangan dan kesulitan sebagai kepentingan bersaing
dengan satu sama lain. Tetapi dalam membangun landasan bersama, kepercayaan
dibangun di antara beragam pemangku kepentingan. Memberikan perhatian pada
aspek ini memungkinkan pemimpin untuk memperluas kepemilikan masalah tersebut
dari pemahaman dirinya sendiri ke grup, sehingga terbukalah jalan untuk tindakan
kolektif.
3. Co - Creation (Kolaborasi Kerja Aktual )
Komitmen untuk bekerja sama diartikan ke dalam sasaran yang jelas,
keluaran dan sasaran yang akan mengarah pada penyelesaian masalah. Rencana dan
program – program inovatif diambil secara kolektif, dipandu oleh prinsip-prinsip
transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan berbagai sumber daya. Dalam mengejar
program – program, kelompok berusaha untuk mencapai visi bersama mereka
melalui mekanisme dan strategi konkret. Mempertahankan komitmen para
stakeholder merupakan sesuatu hal yang penting, sebagai penyelesaian masalah
sosial yang mungkin akan memakan waktu. Keberlanjutan inisiatif pada akhirnya
bersandar pada kapasitas pemimpin untuk memberi “nutrisi” dirinya dan
memperbaharui komitmen untuk misi pribadinya (Asian Institute of Management
(AIM) – Team Energy Center for Bridging Societal Divides).
Adanya tiga elemen diatas merupakan langkah – langkah untuk menyelesaikan
sebuah masalah sosial (misalnya : masalah kesehatan) dalam sebuah organisasi

24
(misalnya : organisasi kesehatan), dimana penyelasaiannya berupa pembentukan
program – program yang diharapkan dapat menyelesaian masalah sosial tersebut.
Sebagai seorang pemimpin yang bisa menjadi panutan, sebaiknya bisa
menerapkan program – program yang disusun pada dirinya sendiri pada awalnya,
kemudian akan menjadi panutan atau tauladan bagi pengikutnya (follower), dan pada
akhirnya akan berkembang dalam kehidupan masyarakat luas.
Itulah salah satu sifat pemimpin yang bisa menjadi panutan atau tauladan, tidak
hanya bagi pengikutnya saja namun juga bagi masyarakat. Sebagai contoh pada kasus
penanggulangan DBD. Dalam pencegahan penyebaran DBD, seorang ketua RT yang
notabene sebagai pemimpin di lingkungan tempat tinggalnya akan menerapkan program
3M+ di rumahnya terlebih dahulu. Seiring dengan waktu, masyarakat sekitar akan
mengikuti gaya hidup ketua RT karena dianggap sebagai sebuah perilaku panutan yang
baik.

Gambar 1.2 The Concept of Bridging Leadership


Sumber : http://bfellows.wordpress.com/about/the-bridging-leadership-framework/

25
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Carl R. 1988. Management: Skills, Functions, and Organization


Performance, 2nd ed. Massachussetts: Allyn and Bacon, Inc.

Bateman, Thomas S. and Carl P. Zeithaml. 1990. Management: Function and Strategy.
Massachussets: Richard D. Irwin, Inc.

Bennis, Warren and Joan Goldsmith. 1997. Learning to Lead: A Workbook on


Becoming a Leader. Massachussets: Addison Wesley dalam Coutts, Peter. 2000.
Leadership vs Management.pdf. Diunduh pada tanggal 25 Maret 2010

Colvard, James. 2003. Managers vs Leaders. http://www.govexec.com/dailyfed/


0703/070703ff.htm. Diakses pada tanggal 25 Maret 2010
Capowski, G. 1994. “Anatomy of a leader: where are the leader of tomorrow?”,
Management Review, Vol. 83 Issue 3, p.10-18 dalam Bohoris, George A. dan
Evanthia P. Vorria. Leadership vs Management. Sweden: Lund University
Gibson, dkk. 1985. Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Higuera, Valencia. 2009. How to Become a Leader.
http://www.ehow.com/how_2110107_become-a-leader.html. Diakses pada tanggal 5
April 2010
Ivancevich, John M.. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi, Edisi Ketujuh.
Jakarta: Erlangga.
Kartono, Kartini. 1994. Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Pemimpin Abnormal
itu?. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Kotter, J. P., (2001), “What leaders really do?“, Harvard Business Review, Vol. 79 Issue
11, p.85-96 dalam Bohoris, George A. dan Evanthia P. Vorria. Leadership vs
Management. Sweden: Lund University
Moeljono, Djokosantoso. 2003. Beyond Leadership : Konsep Kepemimpinan. Jakarta:
Elex Media Komputindo

Mondy, R. Wayne. 1991. Management Concepts, Practices, and Skills. Massachussetts:


Allyn and Bacon, Inc.

26
Nurbeti, Maftuhah. http://www.kesehatanmasyarakat.com/2009/02/pemberdayaan-
maasyarakat-dalam-konsep.html
Robbins, dkk. 2008. Perilaku Organisasi Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat.

Sullivan, Brian M. 2006. Leadership vs Management. http://www.management-


issues.com/2006/6/22/opinion/leadership-vs-management.asp. Diakses pada tanggal
20 Maret 2010

Sutarto. 1989. Dasar – Dasar Kepemimpinan Administrasi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Thoha, Miftah. 1993. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta: PT. RajaGrafindo


Persada

www.ehow.com/how_2168559_leader-six-key-characteristics-
effectiveness.html - Amerika Serikat -

wilsonlearning.com/capabilities/leadership_effectiveness/

www.skagit.com/~donclark/leader/leadcon.html

27

You might also like