You are on page 1of 17

Tugas Teknik Bahan Bakar dan Pembakaran Lanjut

Perkembangan Bahan Bakar Bensin

Oleh :

Janu Harimurti taka

4208100099

Jurusan Teknik Sistem Perkapalan


Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2010
Janu Harimurti Taka 
4208100099 

I. Pendahuluan
Bahan bakar adalah salah satu unsur yang sangat penting bagi kendaraan bermotor.
Bahan bakar yang umum dipakai kendaraan bermotor adalah bahan bakar cair, seperti bensin.
Setiap negara memiliki standar untuk emisi bahan bakar. Indonesia menggunakan standar euro II
sebagai standar emisi bahan bakar. Disamping standar emisi, bensin yang digunakan juga harus
dapat mencegah ketukan (knocking). Kemampuan bensin dalam mencegah terjadinya ketukan
pada mesin biasanya diukur dengan angka oktan, RON (Research Octane Number), dan MON
(Motor Octane Number). Semakin besar ketiga angka tersebut maka semakin baik kualitas suatu
bensin.

II. Kebutuhan akan bensin


Bensin adalah suatu senyawa organik yang dibutuhkan dalam suatu pembakaran dengan
tujuan untuk mendapatkan energi/tenaga. Gasolin ini merupakan hasil dari proses distilasi
minyak bumi (Crude Oil) menjadi fraksi-fraksi yang diinginkan. Di Indonesia Badan Usaha
Milik Negara Pertamina saat ini menjadi pemeran tunggal yang sekaligus melaksanakan fungsi
mencari sumber minyak dan gas bumi, mengolah dan menyediakan bahan bakar. Adapun jenis-
jenis bahan bakar minyak yang diproduksi dan diperdagangkan di Indonesia untuk keperluan
kendaraan bermotor, rumah tangga, industri dan perkapalan adalah sebagai berikut:
1. Super TT, Premix, Premium (gasolin untuk motor) dan BB2L,
2. ELPIJI dan BBG,
3. Minyak Tanah (kerosene),
4. Minyak Solar (gas oil),
5. Minyak Diesel (diesel oil),
6. Minyak Bakar (fuel oil)
Sekarang di Indonesia jumlah kendaraan bermotor terus meningkat, yang melebihi
2.818.305 mobil penumpang, 1.609.440 mobil beban, 633.368 bus dan 12.877.527 sepeda motor.
Semua alat transportasi ini memakai bensin. Peningkatan jumlah kendaraan yang tidak diimbangi
dengan peningkatan sarana dan prasarana jalan akan menimbulkan kemacetan yang dapat
menyebabkan pemborosan bahan bakar dan polusi udara yang meningkat. Dari 17.938.640 buah
kendaraan tersebut, 3,14 juta mobil dan 12,88 juta sepeda motor menggunakan gasolin dan
selebihnya adalah kendaraan berbahan bakar solar atau lainnya. Kebutuhan gasolin 1998-1999
untuk jumlah kendaraan di atas adalah 11.608.994 KL (kilo liter) dan sulit bagi Pertamina
memenuhi angka ini bila tidak menggunakan tambahan timbal yang murah. Produksi dan
kebutuhan premium dapat dilihat pada Tabel 1.
Janu Harimurti Taka 
4208100099 

Jenis gasolin yang diproduksi dan dipasarkan oleh Pertamina dengan nama premium saat
ini memiliki angka oktan 88 dengan kandungan timbal maksimum 3 gram/liter dan kadar
belerang maksimum 2% bobot. Di samping premium disediakan pula gasolin yang beroktan
lebih tinggi , yaitu Premix, dengan angka oktan 94. Proses produksinya ditempuh dengan cara
pencampuran premium dengan 15% MTBE (Methyl Tertiery Butyl Ether) sehingga kandungan
timbalnya sama dengan premium. Jenis gasolin dengan kandungan timbalnya dapat dilihat pada
Tabel 2.

III. Nilai Oktan

Mulanya bensin adalah produk utama dalam industri minyak bumi yang merupakan
campuran kompleks dari ratusan hidrokarbon dan memiliki rentang pendidihan antara 30-200 oC.
Bensin adalah bahan bakar mesin siklus Otto yang banyak digunakan sebagai bahan bakar alat
transportasi darat (mobil). Kinerja yang dikehendaki dari bensin adalah anti knocking. Knocking
adalah peledakan campuran (uap bensin dengan udara) di dalam silinder mesin dengan siklus
Otto sebelum busi menyala. Peristiwa knocking ini sangat mengurangi daya mesin. Hidrokarbon
rantai lurus cenderung membangkitkan knocking. Sementara, hidrokarbon bercabang, siklik
maupun aromatik cenderung bersifat anti knocking. Tolok ukur kualitas anti knocking sering
disebut sebagai bilangan oktan (octane number). Skalanya didasarkan kepada n-heptana
memiliki bilangan oktan nol dan isooktana memiliki bilangan oktan seratus. Bensin dikatakan
memiliki bilangan oktan X, dengan 0 < X > 100, jika kualitas pembakaran bensin tersebut setara
dengan kualitas pembakaran campuran X% volum isooktan dan (100-X)% volum n-heptana.
Untuk skala bilangan oktan yang lebih besar dari 100 dirumuskan sebagai :

Dalam pengujiannya, terdapat dua jenis bilangan oktan yaitu bilangan oktan riset RON
(Research Octane Number) dan bilangan oktan motor MON (Motor Octane Number). RON
diukur pada kondisi pengujian yang mewakili kondisi di dalam kota, kecepatan rendah dan
frekuensi percepatan/perlambatan tinggi. Sedangkan MON diukur pada kondisi pengujian yang
mewakili kondisi di jalan raya bebas hambatan, kecepatan tinggi dan frekuensi
percepatan/perlambatan rendah. Bilangan oktan yang diumumkan adalah rata-rata aritmatik
kedua bilangan oktan tersebut yang kemudian disebut sebagai PON.

IV. Spesifikasi Bensin


Bensin yang digunakan sebagai bahan bakar motor harus memenuhi beberapa spesifikasi.
Hal ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi pembakaran pada mesin dan mengurangi dampak
Janu Harimurti Taka 
4208100099 

negative dari gas buangan hasil pembakaran bahan bakar yang dapat menimbulkan berbagai
masalah lingkungan dan kesehatan. Gasolin yang digunakan sebagai bahan bakar harus
memenuhi spesifikasi yang berlaku di Indonesia pada saat ini, sebagaimana ditetapkan
pemerintah melalui surat keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi No.
22K/72/DDJM/1990 dan No. 18K/72/DDJM/1990.
Gasolin yang digunakan sebagai bahan bakar harus memiliki nilai oktan yang cukup
tinggi dan memiliki kandungan bahan – bahan berbahaya seperti timbal, sulfur, senyawa –
senyawa nitrogen , yang dapat menimbulkan efek kerusakan lingkungan dan masalah kesehatan.
Nilai oktan yang harus dimiliki oleh gasoline yang digunakan sebagai bahan bakar ditampilkan
dalam Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Nilai oktan gasolin Indonesia

Jangkauan titik didih senyawa gasolin antara 40°C sampai 220°C yang terdiri dari
senyawa karbon C5 sampai C12. Gasolin tersebut berasal dari berbagai jenis minyak mentah yang
diolah melalui proses yang berbeda-beda baik secara distilasi langsung maupun dari hasil
perengkahan, reformasi, alkilasi dan isomerisasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
komposisi kimia gasoline terdiri dari senyawa hidrokarbon tak jenuh (olefin), hidrokarbon jenuh
(parafin) dan hidrokarbon siklik atau hidrokarbon aromatik. Pada dasarnya spesifikasi bensin
mengatur parameter – parameter tertentu sesuai dengan yang diperlukan oleh gasoline dalam
penggunaannya. Parameter – parameter tersebut dikelompokan mejadi tiga kelompok. Ketiga
kelompok sifat tersebut adalah :

1. Sifat Pembakaran.
Karakteristik utama yang diperlukan dalam gasoline adalah sifat pembakarannya. Sifat
pembakaran ini biasanya diukur dengan angka oktan. Angka oktan merupakan ukuran
kecenderungan gasoline untuk mengalami pembakaran tidak normal yang timbul sebagai
ketukan mesin. Semakin tinggi angka oktan suatu bahan bakar, semakin berkurang
kecenderungannya untuk mengalami ketukan dan semakin tinggi kemampuannya unutk
digunakan pada rasio kompresi tinggi tanpa mengalami ketukan. Angka oktan diukur dengan
menggunakan mesin baku, yaitu mesin CFR ( Cooperative Fuel Reseach ) yang dipoerasikan
pada kondisi tertentu, di mana bahan bakar dibandingkan dengan bahan bakar rujukan yang
terbuat dari n – heptana ( angka oktan 0) san isooktana (angka oktan 100). Angka oktan bensin
yang diukur didefinisikan sebagai persentase isooktana dalam bahan bakar rujukan yang
memberikan intensitas ketukan yang sama pada mesin uji. Ada dua macam angka oktan, yaitu
angka oktan riset (RON) yang memberikan gambaran mengenai unjuk kerja dalam kondisi
pengendaraan biasa dan angka oktan motor (MON) yang memberikan gambaran mengenai unjuk
kerja dalam kondisi pengendaraan yang lebih berat. Kecenderungan bahan bakar untuk
Janu Harimurti Taka 
4208100099 

mengalami ketukan bergantung pada struktur kimia hidrokarbon yang menjadi penyusun bensin.
Pada umumnya, hidrokarbon aromatik, olefin dan isoparafin mempunyai sifat antiketuk yang
relatif baik, sedangkan n – paraffin mempunyai angka oktan yang kurang baik, kecuali yang
berat molekulnya rendah. Untuk mendapatkan mendapatkan bensin dengan angka oktan yang
cukup tinggi, dapat dilakukan dengan cara – cara sebagai berikut:
a. Memilih minyak bumi yang mempunyai kandungan aromat tinggi, dalam
trayek didih bensin.
b. Meningkatkan kandungan aromatik melalui pengolahan reformasi, atau alkana
bercabang, atau olefin bertitik didih rendah.
c. Menambah aditif peningkat angka oktan seperti timbal alkil, biasanya timbal
tetra etil (TEL) dan timbal tetra metil (TML).
d. Menggunakan komponen berangka oktan tinggi sebagai ramuan, misalnya
alcohol atau eter.

2. Sifat Volatilitas
Ada tiga sifat volatilitas yang biasa digunakan dalam spesifikasi bensin / gasoline antara
lain: kurva distilasi, tekanan uap, dan perbandingan V/L. Dua parameter pertama digunakan
dalam spesifikasi bensin di Indonesia, sedangkan parameter ketiga belum digunakan di
Indonesia. Kurva distilasi dihasilkan dari distilasi gasoline menurut metode baku ASTM. Kurva
distilasi ASTM berkaitan dengan masalah operasi dan unjuk kerja kendaraan bermotor. Bagian
ujung depan kurva distilasi berkaitan dengan kemudahan mesin dinyalakan pada waktu dingin,
penyalaan pada waktu panas dan kecenderungan mengalami pembentukan es pada karburator .
bagian ujung belakang kurva berkaitan dengan masalah pembentukan getah bensin / gasoline,
pembentukan endapan di ruang bakar dan busi serta pengenceran terhadap minyak pelumas.
Sedangkan bagian tengah berkaitan dengan daya dan percepatan, kemulusan operasi serta
konsumsi bahan bakar. Beberapa sifat bagian depan kurva distilasi yang disebutkan di atas
berkaitan dengan ukuran kedua volatilitas yaitu tekanan uap. Pada spesifikasi bensin digunakan
pengukuran tekanan uap yang agak khusus yaitu tekanan uap reid (RVP), dimana tekanan uap
diukur dalam tabung tekanan udara pada suhu 100 0F.

3. Sifat Stabilitas dan Kebersihan


Bensin / gasoline harus bersih, aman , tidak rusak dan tidak merusak dalam penyimpanan
dan pemakaiannya. Parameter spesifikasi yang berkaitan dengan sifat ini antara lain adalah zat
getah, korosi dan berbagai uji tentang kandungan senyawa belerang yang bersifat korosif. Bensin
yang diuapkan biasanya meninggalkan sisa berbentuk getah padat yang melekat pada permukaan
saluran dan bagian – bagian mesin. Apabila pengendapan getah ini terlalu banyak, kemulusan
operasi mesin dapat terganggu. Oleh karena itu kandungan getah dalam bensin harus dibatasi
dalam spesifikasi. Selain getah yang sudah ada sejak awal dalam bensin, getah juga dapat
terbentuk karena komponen – komponen bensin bereaksi dengan udara selama penyimpanan.
Hidrokarbon jenuh mempunyai kecenderungan unutk mengalami pembentukan getah bensin.
Minyak bumi mengandung senyawa belerang dalam jumlah kecil. Senyawa belerang ini ada
yang bersifat korosif dan semuanya akan terbakar di dalam mesin dan menghasilkan belerang
oksida yang korosif dan dapat merusak bagian – bagian mesin, selain itu juga beracun dan dapat
menimbulkan kerusakan pada lingkungan. Karena itu kandungan belerang dalam bensin dibatasi
dalam suatu spesifikasi.
Janu Harimurti Taka 
4208100099 

V. Bensin sebagai bahan bakar kendaraan bermotor

Bensin merupakan bahan bakar transportasi yang masih memegang peranan penting sampai
saat ini. Bensin mengandung lebih dari 500 jenis hidrokarbon yang memiliki rantai C5-C10.
Kadarnya bervariasi tergantung komposisi minyak mentah dan kualitas yang diinginkan. Oleh
karena bensin hanya terbakar dalam fase uap, maka bensin harus diuapkan dalam karburator
sebelum dibakar dalam silinder mesin kendaraan. Energi yang dihasilkan dari proses pembakaran
bensin diubah menjadi gerak melalui tahapan sebagai berikut. Pembakaran bensin yang
diinginkan adalah yang menghasilkan dorongan yang mulus terhadap penurunan piston. Hal ini
tergantung dari ketepatan waktu pembakaran agar jumlah energi yang ditransfer ke piston
menjadi maksimum. Ketepatan waktu pembakaran tergantung dari jenis rantai hidrokarbon yang
selanjutnya akan menentukan kualitas bensin. -Alkana rantai lurus dalam bensin seperti n-
heptana, n-oktana, dan n-nonana sangat mudah terbakar. Hal ini menyebabkan pembakaran
terjadi terlalu awal sebelum piston mencapai posisi yang tepat. Akibatnya timbul bunyi ledakan
yang dikenal sebagai ketukan (knocking). Pembakaran terlalu awal juga berarti ada sisa
komponen bensin yang belum terbakar sehingga energi yang ditransfer ke piston tidak
maksimum. -Alkana rantai bercabang/alisiklik/aromatik dalam bensin seperti isooktana tidak
terlalu mudah terbakar. Jadi, lebih sedikit ketukan yang dihasilkan, dan energi yang ditransfer ke
piston lebih besar. Oleh karena itu, bensin dengan kualitas yang baik harus mengandung lebih
banyak alkana rantai bercabang/alisiklik/aromatik dibandingkan alkana rantai lurus. Kualitas
bensin ini dinyatakan oleh bilangan oktan .

Bilangan oktan (octane number) merupakan ukuran dari kemampuan bahan bakar untuk
mengatasi ketukan sewaktu terbakar dalam mesin. Nilai bilangan oktan 0 ditetapkan untuk n-
heptana yang mudah terbakar, dan nilai 100 untuk isooktana yang tidak mudah terbakar. Suatu
campuran 30% nheptana dan 70% isooktana akan mempunyai bilangan oktan:

= (30/100 x 0) + (70/100 x 100)

= 70

Bilangan oktan suatu bensin dapat ditentukan melalui uji pembakaran sampel bensin
untuk memperoleh karakteristik pembakarannya. Karakteristik tersebut kemudian dibandingkan
dengan karakteristik pembakaran dari berbagai campuran n-heptana dan isooktana. Jika ada
karakteristik yang sesuai, maka kadar isooktana dalam campuran n-heptana dan isooktana
tersebut digunakan untuk menyatakan nilai bilangan oktan dari bensin yang diuji. Fraksi bensin
dari menara distilasi umumnya mempunyai bilangan oktan ~70. Untuk menaikkan nilai bilangan
oktan tersebut, ada beberapa hal yang dapat dilakukan:

1. Mengubah hidrokarbon rantai lurus dalam fraksi bensin menjadi hidrokarbon rantai
bercabang melalui proses reforming Contohnya mengubah n-oktana menjadi isooktana.
2. Menambahkan aditif anti ketukan ke dalam bensin untuk memperlambat pembakaran
bensin. Dulu digunakan senyawa timbal (Pb). Oleh karena Pb bersifat racun, maka
penggunaannya sudah dilarang dan diganti dengan senyawa organik, seperti etanol dan
MTBE (Methyl Tertiary Butyl Ether).
Janu Harimurti Taka 
4208100099 

VI. Zat aditif pada gasolin


Menaikkan angka oktan pada bensin adalah salah satu upaya untuk meningkatkan
kualitas bensin. Angka oktan bensin sendiri didefinisikan sebagai persentase isooktana dalam
bahan bakar rujukan yang memberikan intensitas ketukan yang sama pada mesin uji. Terdapat
dua jenis angka oktan, yaitu: (1) angka oktan riset (RON) yang memberikan gambaran tentang
kecenderungan bahan bakar untuk mengalami pembakaran tidak normal pada kondisi
pengendaraan sedang dan juga pada kecepatan rendah dan dilakukan dengan metode riset, dan
(2) angka oktan motor (MON) yang memberikan gambaran mengenai kinerja pengendaraan pada
kondisi operasi yang lebih berat, kecepatan tinggi atau kondisi beban tinggi. Bilangan oktan di
pasaran merupakan rata-rata aritmetis dari MON dan RON. Untuk mendapatkan bensin dengan
angka oktan yang cukup tinggi dapat ditempuh beberapa cara: memilih minyak bumi dengan
kandungan aromat yang tinggi dalam trayek didih gasoline; meningkatkan kandungan aromatik
melalui pengolahan reformasi atau alkana bercabang dengan alkilasi atau isomerisasi atau olefin
bertitik didh rendah; mengunakan komponen berangka oktan tinggi sebagai bahan ramuan
seperti alcohol atau eter; menambahkan aditif peningkat angka oktan. Dalam makalah ini akan
dibahas berbagai macam aditif peningkat angka oktan yang digunakan selama ini maupun yang
akan datang. Hal ini disebabkan kebutuhan akan angka oktan bensin yang tinggi semakin
meningkat seiring dengan kemajuan perkembangan teknologi kendaraan bermotor. Dan
kebutuhan akan lingkungan yang lebih bersih juga menjadi salah satu penyebab berkembangnya
penelitian untuk menemukan aditif-aditif baru yang ramah lingkungan dan bersahabat dengan
kesehatan.

1. Tetraethyl Lead (TEL)


Zat aditif yang masih digunakan di Indonesia hingga saat ini adalah Tetraethyl Lead
(TEL). Namun penggunaan zat aditif tersebut did uga sebagai penyebab utama keberadaan
timbal di atmosfer. Para ahli lingkungan meneliti sampai sejauh mana mekanisme transportasi
timbal di atmosfer serta dampak yang ditimbulkannya terhadap kehidupan manusia dan
lingkungannya. Timbal adalah neurotoksin - racun penyerang syaraf - yang bersifat akumulatif
clan dapat merusak pertumbuhan otak pada anak-anak. Studi mengungkapkan bahwa dampak
timbal sangat berbahaya pada anak-anak karena berpotensi menurunkan tingkat kecerdasan (IQ).
Selain itu, timbal (Pb) sebagai salah satu komponen polutan udara mempunyai efek toksit yang
luas pada manusia clan hewan dengan mengganggu fungsi ginjal, saluran pencemaan, sistem
saraf pada remaja, menurunkan fertilitas, menurunkan jumlah spermatozoa clan meningkatkan
spermatozoa abnormal serta aborsi spontan. Ada beberapa pertimbangan mengapa timbale
digunakan sebagai aditif bensin, di antaranya adalah timbal memiliki sensitivitas tinggi dalam
meningkatkan angka oktan, di mana setiap tambahan 0.1 gram timbal per 1 liter gasoline mampu
menaikkan angka oktan sebesar 1.5 - 2 satuan angka oktan. Di samping itu, timbale merupakan
komponen dengan harga relatif murah untuk kebutuhan peningkatan 1 satuan angka oktan
dibandingkan dengan menggunakan senyawa lainnya. Pertimbangan lain adalah bahwa
pemakaian timbal dapat menekan kebutuhan aromat sehingga proses produksi relatif lebih murah
dibandingkan produksi gasoline tanpa timbal. Berbagai pertimbangan di atas menyimpulkan
bahwa dengan menambahkan senyawa timbal pada gasoline berangka oktan rendah akan
didapatkan gasoline dengan angka oktan tinggi melaui proses produksi berbiaya murah - meski
berdampak inefisiensi pada perawatan mesin - dibandingkan dengan proses produksi gasoline
dengan campuran senyawa lainnya. Dampak positif lainnya bahwa adanya timbale dalam
Janu Harimurti Taka 
4208100099 

gasoline juga bermanfaat dengan kemampuannya memberikan fungsi pelumasan pada dudukan
katup dalam proses pembakaran khususnya untuk kendaraan produksi tahun lama. Adanya fungsi
pelumasan ini akan mendorong dudukan katup terlindung dari proses keausan sehingga lebih
awet - untuk mobil yang diproduksi tahun lama. Satu hal yang menjadi kegalauan kita, bahwa
timbal pada gasoline memiliki dampak negatif terhadap lingkungan hidup termasuk kepada
kesehatan manusia. Dampak negatif ini adalah bahwa pencemaran timbal dalam udara menurut
penelitian merupakan penyebab potensial terhadap peningkatan akurnulasi kandungan timbale
dalam darah terutarna pada anak-anak. Akumulasi timbal dalam darah yang relative tinggi akan
menyebabkan sindroma saluran pencernaan, kesadaran (cognitive effect), anemia, kerusakan
ginjal hipertensi, neuromuscular dan konsekuensi pathophysiologis serta kerusakan syaraf pusat
dan perubahan tingkah laku. Pada kondisi lain, akumulasi timbal dalam darah ini juga
menyebabkan ganggua n fertilitas, keguguran janin pada wanita hamil, serta menurunkan tingkat
kecerdasan (IQ) pada anak-anak. Penyerapan timbal secara terus menerus melalui pernafasan
dapat berpengaruh pula pada system haemopoietic. Di Amerika Serikat sendiri telah ada suatu
studi yang mendalam mengenai sejauh mana kemungkinan keterlibatan gasoline bertimbal dalam
peningkatan timbale dalam darah. Studi ini dinamakan NHANES (National Health and Nutrition
Examination Study ) 2 dan 3. NHANES 2 mensurvey 27,801 orang antara tahun 1976
1980dengan rentang umur 6 bulan hingga 74 tahun yang tinggal di 64 daerah di Amerika Serikat.
Hasilnya menunjukkan bahwa penurunan penggunaan timbal dalam gasoline sebesar 50% juga
berakibat menurunkan 30% kandungan timbal dalam darah. Oleh karenanya dapat disimpulkan
bahwa timbal dalam gasoline merupakan penyebab utama timbulnya penumpukan timbal dalam
darah yang nantinya akan dapat menyebabkan timbulnya kanker. Untuk selanjutnya, sebagai
lanjutan dari apa yang telah dilakukan oleh NHANES 2, NHANES 3 juga telah melakukan
penelitian pada rentang tahun 1988- 1991, dimana pada saat itu, penggunaan timbal di Amerika
Serikat telah hamper dihilangkan, dan hal ini mengakibatkan penurunan yang sangat drastis pada
penumpukan timbal di dalam darah, pada orang dengan rentang umur 1-74 tahun, yaitu sekitar
2.8 µg dl-1.

Tabel4. Dampak dari kandungan timbal


Janu Harimurti Taka 
4208100099 

Kerugian pemakaian timbal pada mesin kendaraan adalah timbulnya kerak - deposit sisa
pembakaran yang menumpuk pada sistem pembuangan maupun pada ruang pembakaran
(combustion chamber). Apabila kerak ini semakin membesar akan berdampak pada menurunkan
kinerja mesin, konsumsi bahan bekar semakin meningkat yang pada gilirannya mendorong
tingginya biaya operasional dan pemeliharaan kendaraan. Satu hal yang disayangkan, bahwa
meskipun teknologi otomotif akhir-akhir ini telah dikembangkan sehingga seluruh kendaraan
keluaran baru menuntut digunakannya bensin tanpa timbal dengan oktan yang tinggi, namun
sering terjadi misfueling, yaitu kendaraan yang semestinya menggunakan bensin tanpa timbal
tetapi diisi dengan bensin timbal. Kondisi ini merusak fungsi catalytic converter. Berdasarkan
survei yang dilakukan US - EPA, kasus misfueling ini cukup banyak terjadi (12% dari seluruh
kendaraan yang dilengkapi catalytic converter). Hal ini terjadi karena masih adanya substitusi
bahan bakar oktan tinggi dengan harga murah berupa leaded ga soline (kasus di Indonesia).

2. Senyawa Oksigenat
Di Amerika dan beberapa negara-negara Eropa Barat, penggunaan TEL sebagai aditif
anti ketuk di dalam bensin makin banyak digantikan oleh senyawa organic beroksigen
(oksigenat) seperti alkohol (methanol, etanol, isopropil alkohol) dan eter (Metil Tertier Butil Eter
(MTBE), Etil Tertier Butil Eter (ETBE) dan Tersier Amil Metil Eter (TAME)). Oksigenat adalah
senyawa organic cair yang dapat dicampur ke dalam bensin untuk menambah angka oktan dan
kandungan oksigennya. Selama pembakaran, oksigen tambahan di dalam bensin dapat
mengurangi emisi karbon monoksida, CO dan material- material pembentuk ozon atmosferik.
Selain itu senyawa oksigenat juga memiliki sifat-sifat pencampuran yang baik dengan bensin.
Semua oksigenat mempunyai angka oktan di atas 100 dan berkisar antara 106 RON untuk TBA
dan 122 RON untuk methanol. Penggunaan alkohol sebagai zat aditif pengganti TEL masih
terbatas karena beberapa masalah antara lain tekanan uap dan daya hidroskopisnya yang tinggi.
Oleh karena itu senyawa eter lebih banyak digunakan daripada alkohol. Senyawa eter yang telah
banyak digunakan adalah MTBE, sedangkan ETBE dan TAME masih terbatas karena teknologi
prosesnya masih belum banyak dikembangkan. Namun berdasarkan hasil pengamatan dan
penelitian dalam satu dasawarsa ini, MTBE juga menimbulkan masalah pencemaran air tanah,
sehingga penggunaannya sebagai zat aditif bensin banyak ditinjau lagi. Penggunaan eter tersebut
sebagai zat aditif saat ini agaknya mulai digantikan dengan alternatif aditif yang lain, seperti di
Amerika mulai dilakukan pengkajian terhadap penggunaan etanol sebagai pengganti MTBE. Di
Indonesia walaupun masih menggunakan MTBE, namun Bapedal melakukan pengkajian
terhadap Methylcyclopentadienyl Manganese Tricarbonyl (MMT), senyawa organologam.
Metanol memiliki angka oktan yang tinggi dan mudah didapat dan penggunaannya sebagai aditif
bensin tidak menimbulkan pencemaran udara. Namun perbedaan struktur molekul methanol
yang sangat berbeda deari struktur hidrokarbon bensin menimbulkan permasalahan dalam
penggunaannya, antara lain kandungan oksigen yang sangat tinggi dan rasio stoikiometri udara
per bahan bakar. Nilai bakarnya pun hanya 45% dari bensin. Metanol merupakan cairan alkohol
yang tak berwarna dan bersifat toksik. Pada kadar tertentu (kurang dari 200 ppm) methanol dapat
menyebabkan iritasi ringan pada mata, kulit dan selaput lendir dalam tubuh manusia. Efek lain
jika keracunan methanol adalah meningkatnya keasaman darah yang dapat mengganggu
kesadaran. Etanol memiliki angka oktan yang hampir sama dengan metanol. Daya toleransi
etanol terhadap air lebih baik daripada metanol. Di negara-negara yang mempunyai kelebihan
produksi pertanian etanol dibuat dari fermentasi produk pertanian. Etanol juga bersifat toksik. Di
dalam tubuh manusia keberadaan etanol diproses di dalam hati di mana enzim dehidrogenasi
Janu Harimurti Taka 
4208100099 

mengubah etanol menjadi asetaldehida. Akumulasi asetaldehida itu dapat mengganggu sistem
kesadaran otak manusia. Namun begitu penggunaan etanol sebagai aditif bensin dinilai relatif
lebih aman dibanding metanol. MTBE memiliki sifat yang paling mendekati bensin ditinjau dari
nilai kalor, kalor laten penguapan dan rasio stoikimoetri udara per bahan bakar.
3. MMT
Methylcyclopentadienyl Manganese Tricarbonyl (MMT) adalah senyawa organologam
yang digunakan sebagai pengganti bahan aditif TEL, dan telah digunakan selam dua puluh tahun
terakhir di Kanada, Amerika Serikat serta beberapa negara Eropa lainnya. RVP-nya rendah yaitu
2,43 psi dan penggunaannya dibatasi hingga 18 mg Mn/liter bensin. Indeks pencampuran RVP
yang rendah menguntungkan dalam proses pencampuran bensin karena mengurangi tekanan uap
bahan bakar RVP sehingga emisi uap selama operasi dan penggunaan bahan bakar pada
kendaraan bermotor berkurang. Penggunaan MMT hingga 18 mg Mn/liter bensin dapat
meningkatkan angka oktan bensin sebesar 2 poin, namun masih kurang menguntungkan jika
dibandingkan dengan peningkatan angka oktan yang lebih tinggi yang dihasilkan senyawa
oksigenat. Dalam penerapannya MMT memiliki tingkat toksisitas yang lebih rendah daripada
TEL.
4. Naphtalene
Naftalena adalah salah satu komponen yang termasuk benzena aromatic hidrokarbon,
tetapi tidak termasuk polisiklik. Naftalena memiliki kemiripan sifat yang memungkinkannya
menjadi aditif bensin untuk meningkatkan angka oktan. Sifat-sifat tersebut antara lain: sifat
pembakaran yang baik, mudah menguap sehingga tidak meninggalkan getah padat pada bagian-
bagian mesin. Penggunaan Naftalena sebagai aditif memang belum terkenal karena masih dalam
tahap penelitian. Sampai saat ini memang belum diketahui akibat buruk penggunaan naftalena
terhadap lingkungan dan kesehatan, namun ia relatif aman untuk digunakan.

VII. Gas buang pada kendaraan


Jenis Gas Buang
Transportasi telah menjadi sumber utama dari pencemaran udara khususnya di daerah
perkotaan. Terlebih lagi dengan penambahan unit kendaraan bermotor yang melaju di jalan raya
dan buruknya sistem angkutan umum yang jelas memperparah pencemaran udara yang terjadi.
Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari kendaraan bermotor dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa kategori sebagai berikut:
1. Sumber
Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer seperti sulfur
oksida (SOx), nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke udara bebas
dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon
(O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi
fotokimia, hidrolisis atau oksidasi.
2. Komposisi kimia
Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organic mengandung karbon
dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen, nitrogen, sulfur atau fosfor; contohnya
hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan lain- lain. Polutan inorganik seperti karbonmonoksida
(CO), karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lainnya.
3. Bahan penyusun
Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan
cairan seperti debu, asap, abu, kabut dan spray; partikulat dapat bertahan di atmosfer. Sedangkan
polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas.
Janu Harimurti Taka 
4208100099 

VI.1 Partikulat
Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat
yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari
pembakaran tak sempurna bahan bakar minyak yang berkomposisikan senyawa organik
hidrokarbon. Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk
meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan. Partikel asap mempunyai
diameter berkisar 0.5 – 1 µm. Asap dapat mengurangi jarak pandang karena partikel padatan di
dalamnya memencarkan atau menyerap sinar. Intensitas pengurangan jarak pandang ini
tergantung kepada ukuran dan bentuk dari partikulat. Menurunnya jarak pandang berdampak
negatif terhadap sistem transportasi khususnya pesawat terbang dengan memperlambat operasi
bandara udara karena kebutuhan untuk menambah jarak antar pesawat guna menghindari
kecelakaan. Asap juga menyebabkan kotornya pakaian dan bahan tekstil, korosi pada bahan
bangunan dari logam (khususnya pada kelembaban 75%) serta merusak cat bangunan. Partikulat
memencarkan dan memantulkan sinar matahari sehingga mengurangi intensitas sinar yang jatuh
ke permukaan bumi. Hal ini dapat memperlama periode hujan dan salju. Selain itu asap juga
dapat merusak kesehatan mahluk hidup. Partikulat yang menempel pada permukaan daun dapat
merusak jaringan daun jika terserap ke dalamnya. Selain itu partikulat akan menutup stomata
sehingga mengurangi kemampuan tumbuhan untuk berfotosintesis dan mengganggu
pertumbuhannya. Hewan yang memakan tumbuhan yang terlapisi oleh partikukat dapat
mengalami gangguan pencernaan bahkan kematian karena keracunan zat-zat berbahaya yang
terdapat pada partikulat tersebut. Efek partikulat pada kesehatan manusia menjadi berbahaya
dikarenakan ukuran partikulat yang sangat kecil dapat menembus system pernapasan sampai ke
bagian paru-paru bagian dalam. Terlebih lagi partikulat dapat mengikat polutan lain yang
terdapat di dalam udara (SOx, NOx, dll) sehingga tertinggal dalam tubuh untuk waktu yang lebih
lama. Penelitian intensif telah dilakukan terhadap efek timbal pada manusia karena kerusakan
jaringan tubuh yang ditimbulkan lebih hebat, terutama pada sis tem pembentukan darah, sistem
saraf dan system ekskresi. Termasuk juga sistem reproduksi, fungsi hati, jantung serta enzim
dalam tubuh.

VI.2. Hidrokarbon (HC)


Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan gas buang yang
mengandung hidrokarbon, termasuk di dalamnya senyawa alifatik dan aromatik yang terdapat
dalam bahan bakar. Senyawa alifatik terdapat dalam beberapa macam gugus yaitu alkana,
alkena, alkuna. Alkana merupakan senyawa inert dan tidak reaktif pada atmosfer terhadap reaksi
fotokimia. Alkena atau olefin merupakan senyawa tak jenuh dan sangat aktif di atmosfer
terhadap reaksi fotokimia. Oleh karena itu penelitian terhadap polutan alkena menjadi sangat
penting, terlebih lagi dengan munculnya polutan sekunder yang berasal dari reaksi fotokimia
alkena, seperti peroksiasetil nitrat (PAN) dan ozon (O3). Salah satu senyawa alkena yang cukup
banyak terdapat pada gas buang kendaraan adalah etilen. Penelitian menunjukkan bahwa etilen
dapat mengganggu pertumbuhan tomat dan lada, juga merusak struktur dari anggrek. Alkuna,
meskipun lebih reaktif dari alkena namun jarang ditemukan di udara bebas dan tidak menjadi
masalah utama dalam pencemaran udara akibat gas buang kendaraan. Senyawa aromatik juga
menjadi pusat perhatian dalam studi pencemaran udara karena sifatnya yang aktif secara biologis
dan dapat menyebabkan kanker (carcinogenic).

VI. 3. Karbon Monoksida (CO)


Janu Harimurti Taka 
4208100099 

Karbon monoksida yang juga berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar
merupakan gas yang tak berwarna, tak berasa dan tak berbau. Karbon monoksida di atmosfer
bersifat inert pada kondisi normal dan mempunyai waktu tinggal sekitar 2 ½ bulan. Pada
konsentrasi normal, karbon monoksida di udara bebas tidak berpengaruh besar terhadap property
maupun mahluk hidup. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, karbon monoksida dapat secara serius
mempengaruhi metabolisme pernapasan manusia. Karbon monoksida mempunyai afinitas
terhadap hemoglobin dalam darah (COHb) yang lebih tinggi daripada oksigen; dengan demikian
mengurangi kemampuan darah untuk membawa oksigen. Kekurangan oksigen dalam aliran
darah dan jaringan tubuh akan menurunkan kinerja tubuh dan pada akhirnya dapat menimbulkan
kerusakan pada organ-organ tubuh. Gejala yang umumnya timbul akibat pemaparan terhadap
karbon monoksida dalam konsentrasi tinggi untuk waktuyang lama adalah gangguan system
saraf, lambatnya refleks dan penurunan kemampuan penglihatan.

VI. 4. Sulfur Oksida (SOx)


Sulfur oksida mungkin merupakan polutan yang paling banyak dipelajari karena senyawa
turunannya yang bervariasi . Pada umumnya 2 senyawa sulfur oksida Sulfur oksida mungkin
merupakan polutan yang paling banyak dipelajari yang dipelajari adalah sulfur dioksida (SO2)
dan sulfur trioksida (SO3). Sulfur dioksida merupakan gas yang tak berwarna, tak mudah
terbakar dan tak mudah meledak tetapi mempunyai bau yang menyengat. Sulfur dioksida
mempunyai kelarutan yang tinggi dalam air dengan waktu tinggal sebagai gas dalam atmosfer
selama 2 – 4 hari serta daya transportasi yang tinggi. Oleh karena itu masalah polusi SO2 dapat
menjadi masalah internasional. SO2 relatif stabil di atmosfer dan dapat bertindak sebagai
reduktor maupun oksidator. Namun SO2 dapat bereaksi secara fotokimia atau katalisis dengan
komponen lain dan membentuk SO3, tetesan H2SO4 dan garam asam sulfat. Reaksireaksi yang
mungkin terjadi:

SO2 + H2O ---- H2SO3 (asam sulfit)


SO3 + H2O ---- H2SO4 (asam sulfat)

Seperti halnya polutan yang lain, sulfur dioksida juga berdampak negative terhadap
lingkungan, material maupun manusia. Pada manusia, asam sulfat (H2SO4), sulfur dioksida
(SO2) dan garam sulfat dapat menimbulkan iritasi pada membrane lendir saluran pernapasan dan
memperparah penyakit pernapasan seperti bronkitis dan pneumonia. Kondisi ini makin parah di
daerah yang berdebu dimana terdapat partikulat dalam konsentrasi tinggi. Sulfur dioksida dan
molekul asam sulfat cenderung menghentikan kemampuan bulu getar sepanjang saluran
pernapasan yang bertugas menyaring partikel pengotor. Dengan demikian partikulat dapat
dengan mudah masuk ke dalam saluran pernapasan dalam (paru-paru) tanpa adanya penyaringan
terlebih dahulu. Sebagian sulfur dioksida juga terikat dengan partikulat dan menyebabkan iritasi
pada paru-paru. Dalam jangka waktu yang lama, partikulat dan sulfur dioksida dapat merusak
paru-paru dan menyebabkan kematian karena kerusakan sistem pernapasan. Tumbuhan sangat
sensitif terhadap sulfur dioksida. Ada 2 macam kerusakan akibat sulfur dioksida. Pertama,
tumbuhan yang terpapar oleh sulfur dioksida pada konsentrasi tinggi untuk waktu singkat
mengalami kerusakan jaringan daun karena terjadi klorolisis, ya itu hilangnya klorofil dan
plasmolisis, yaitu runtuhnya struktur daun. Kedua, kerusakan akibat terpapar oleh sulfur dioksida
pada konsentrasi rendah untuk waktu yang lama yaitu warna daun menjadi merah kecoklatan
atau muncul bercak putih. Kondisi kerusakan semakin parah pada daerah yang panas dan
Janu Harimurti Taka 
4208100099 

lembab. Sulfur oksida juga mempunyai daya rusak yang tinggi terhadap bahan bangunan
terutama yang mengandung karbonat dengan reaksi:

CaCO3 + H2SO4 ---- CaSO4 + CO2 + H2O

Kalsium sulfat atau gipsum yang terbentuk dengan mudah terbawa oleh air dan menimbulkan
lubang-lubang pada permukaan bahan, misalnya pada monumen, ukiran dan gedung. Kabut asam
sulfat juga merusak bahan tekstil seperti katun, linen, rayon dan nilon bahkan kulit. Kertas pun
menjadi kekuningan dan menjadi getas. Sulfur oksida juga mempercepat laju korosi pada logam.

VI.5. Nitrogen Oksida (NOx)


Senyawa nitrogen oksida yang sering menjadi pokok pembahasan dalam masalah polusi
udara adalah NO dan NO2. Kedua senyawa ini terbuang langsung ke udara bebas dari hasil
pembakaran bahan bakar. NO2 yang mudah larut dalam air dapat membentuk asam nitrit atau
asam nitrat menurut reaksi:

2 NO2 + H2O ---- HNO3 + HNO2 (asam nitrat dan asam nitrit)
3 NO3 + HO ---- 2 HNO3 + NO (asam nitrat dan nitrogen oksida)

Asam nitrat dan asam nitrit akan jatuh bersama dengan hujan dan bergabung dengan
ammonia (NH3) di atmosfer dan membentuk ammonium nitrat (NH4NO3) yang merupakan sari
makanan bagi tumbuhan. Dengan kemampuan yang tinggi untuk menyerap sinar ultraviolet, NO2
memainkan peranan penting dalam pembentukan kontaminan ozon (O3). Tidak seperti gas
polutan lainnya yang mempunyai daya destruktif tinggi terhadap kesehatan manusia, NO
merupakan gas inert dan ‘hanya’ bersifat racun. Sama halnya dengan CO, NO mempunyai
afinitas yang tinggi terhadap oksigen dibandingkan dengan hemoglobin dalam darah. Dengan
demikian pemaparan terhadap NO dapat mengurangi kemampuan darah membawa oksigen
sehingga tubuh kekurangan oksigen dan mengganggu fungsi metabolisme. Namun NO2 dapat
menimbulkan iritasi terhadap paru-paru. Pada tumbuhan, NO tidak bersifat merusak namun NO2
menimbulkan sedikit kerusakan pada tumbuhan. Polutan sekunder dari NOx seperti PAN dan O3
justru mempunyai daya perusak yang lebih tinggi pada tumbuhan. Konsentrasi NO2 yang tinggi
pada udara bebas dapat memudarkan warna tekstil, memberi warna kuning pada tekstil berwarna
putih, dan mengoksidasi logam.

VIII. Pengendalian Gas Buang


Emisi gas yang dihasilkan oleh pembakaran kendaraan bermotor pada umumnya
berdampak negatif terhadap lingkungan. Sehingga perlu diambil beberapa langkah untuk dapat
mengendalikan gas buang yang dihasilkan tersebut. Ada beberapa cara yang dapat diambil untuk
mengatasi masalah tersebut antara lain: Uji emisi, pemilihan bahan bakar alternatif yang ramah
lingkungan dan penggunaan katalitik konverter.

VII.1. Uji Emisi


Beberapa tahun lalu Swiss Contact bekerja sama dengan 200 bengkel di Jakarta
melakukan uji emisi kendaraan. Hasilnya, dari 16 ribu mobil yang diuji, hanya 54 persen yang
memenuhi baku mutu emisi. Padahal hanya dengan perawatan sederhana seperti tune up dan
mengganti saringan bensin atau oli sudah dapat menurunkan kadar emisi 30-40 persen.
Janu Harimurti Taka 
4208100099 

Seharusnya uji emisi dapat diterapkan secara ketat. Pemberian sertifikat uji emisi sebaiknya
jangan diberikan secara sembarangan.
Karena adanya keharusan memiliki sertifikat inilah yang akan mendorong pemilik kendaraan
betul-betul merawat kendaraannya. Untuk lulus dalam uji emisi kendaraan sebetulnya tidak
terlalu sulit. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah, memastikan perangkat emisi ada
pada kendaraan, karena bagian pertama dari uji emisi adalah dengan memastikan peralatan emisi
berada di tempatnya. Dan sebaiknya kendaraan yang dipergunakan mempunyai peralatan
original. Beberapa hal yang sering hilang ataupun tidak berada di tempatnya adalah EGR
(exhaust gas recirculation valve), pompa udara, atau pipa intake pemanas udara. Mesin yang
kondisinya baik biasanya bersuara halus. Busi yang tidak berfungsi, kebocoran ruang vakum,
atau bensin campur akan menyebabkan tinggi emisi gas buang. Di samping itu oli mesin yang
sangat kotor akan mengganggu proses penguapan oli, kemudian terhambat masuk ke ruang
mesin dan akhirnya keluar melalui knalpot. Mesin sebaiknya dipastikan bekerja pada suhu yang
tepat. Karena suhu yang tidak tepat, misalnya terlalu dingin akan mengakibatkan injeksi bahan
bakar berlebihan. Hal ini juga bisa berakibat Anda gagal dalam uji emisi gas buang. Untuk
mengetahui apakah kendaraan teresebut layak atau tidak mendapat sertifikat uji emisi, maka
dapat dilakukan suatu cara yang sederhana yaitu dengan memacu kendaraan kendaraan tersebut
pada kecepatan tinggi. Ini akan membantu untuk mengetahui apakah busi kendaraan tersebut
berfungsi dengan baik atau tidak, gas buang bebas karbon atau tidak, dan apakah residu
tertinggal pada catalytic converter atau tidak. Sebelum mengikuti uji emisi terlebih dahulu
kendaraan harus dikondisikan. Pengkondisian bisa dilakukan dengan memanaskan mesin selama
15 menit sehingga memastikan mesin berada pada suhu yang cukup, sensor oksigen panas dan
mengirimkan sinyal, serta catalytic converter berfungsi. Agar bisa berfungsi catalityc converter
harus dalam kondisi panas. Jika converter berada di bagian bawah-belakang kendaraan dan
mesin tidak dijalankan atau berjalan lambat dan sebentar, converter akan dingin dan berhenti
berfungsi. Selama uji emisi, teknisi akan mengukur kadar hidrokarbon (HC), karbon monoksida
(CO), dan nitrogen oksida (NOx). HC biasanya berasal dari pembakaran yang tidak sempurna.
Silinder yang macet akan mengakibatkan kadar HC tinggi. Sedangkan CO dihasilkan oleh proses
pembakaran normal akan tetapi kadar CO tinggi dapat dicegah melalui penggunaan bahan bakar
secara hati-hati dan penggunaan catalytic converter. Selain itu bensin campur dalam jumlah
banyak akan mengakibatkan tingginya kadar CO. Sementara itu NOx terjadi saat suhu
pembakaran sangat tinggi, yang diakibatkan oleh desain mesin atau penggunaan Exhaust Gas
Recirculation (EGR) pada suhu silinder tinggi. Waktu pembakaran yang tidak tepat dapat
meningkatkan suhu silinder sehingga mendongkrak emisi NOx. Jadi sebaiknya jangan pernah
menggunakan bensin campur. Tidak lulusnya uji emisi kendaraan biasanya disebabkan oleh hal-
hal yang sederhana seperti: busi atau kawat busi yang jelek, filter udara kotor, waktu pembakaran
yang tidak tepat, atau pemakaian bensin campur dalam jumlah banyak. Perawatan rutin dan
pemanasan mesin sebelum uji emisi akan membantu kelulusan uji emisi kendaraan Anda.
Akibatnya memang sangat positif, industri otomotif berlomba membuat kendaraan dengan motor
bakar yang tidak banyak menghasilkan emisi di bawah standar yang diizinkan. Untuk
memperoleh emisi yang rendah antara lain dengan pemasangan katub PVC sistem karburasi,
sistem pemantikan yang lebih sempurna, sirkulasi uap BBM. Selain itu dikembangkan kendaraan
berbahan bakar alternatif, seperti bahan bakar gas, mobil listrik, dan juga mobil fuel-cell yang
paling ramah lingkungan. Sebelum mereka bisa memanfaatkan energi alternatif secara maksimal,
mereka juga mengembangkan teknologi seperti HCCI (homogeneous-charge
compressionignition) yang memberikan basis untuk kelas baru emisi rendah. Pemakaian gas
Janu Harimurti Taka 
4208100099 

alam cair, misalnya, bukan hanya lebih ramah lingkungan, tapi juga menguntungkan untuk
kondisi Indonesia yang sangat kaya gas alam. Namun, itu perlu didukung kebijakan yang
mempermudah pembangunan SPBU untuk gas alam.

VII.2.Bahan Bakar Alternatif.


1. Biodiesel Sawit.
Ketersediaan bahan bakar minyak bumi semakin hari semakin terbatas. Sebagaimana
gambaran, diperkirakan cadangan minyak bumi di Laut Utara akan habis pada th. 2010.
Indonesia yang saat ini dikenal sebagai salah satu Negara pengekspor minyak bumi juga
diperkirakan akan mengimpor bahan bakar minyak pada 10 tahun mendatang. Karena produksi
dalam negeri tidak dapat lagi memenuhi permintaan pasar yang meningkat dengan cepat akibat
pertumbuhan penduduk dan industri. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk menghadapi
krisis energi ini, diantaranya adalah dengan memanfaatkan sumber energi dari Matahari,
batubara, dan nuklir, serta mengembangkan bahan bakar dari sumber daya alam yang dapat
diperbaharui (renewable). Brasil telah menggunakan campuran bensin dengan alkohol yang
disintesis dari tebu untuk bahan bakar kendaraan bermotor. Beberapa jenis minyak tumbuhan
seperti minyak kelapa, minyak kedelai, dan minyak sawit juga telah diteliti untuk digunakan
langsung sebagai bahan bakar kendaraan bermotor, seperti halnya nenek moyang kita dahulu
menggunakan minyak tumbuhan lokal sebagai bahan bakar alat penerangan.
Beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat telah mengembangkan dan menggunakan
bahan bakar dari minyak tumbuhan yang telah dikonversi menjadi bentuk metil ester asam
lemak, yang disebut dengan biodiesel. Negara-negara Eropa umumnya menggunakan biodiesel
yang terbuat dari minyak rapeseed, sedangkan Amerika Serikat menggunakan biodiesel yang
berbahan baku minyak kedelai. Sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar dunia, Malaysia
dan Indonesia juga telah mengembangkan produk biodiesel dari minya sawit (palm biodiesel)
meskipun belum dilakukan secara komersial. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) telah
berhasil mengembangkan palm biodiesel dari minyak sawit mentah (CPO), refined bleached
deodorised palm oil (RBDPO) dan fraksi- fraksi seperti stearin dan olein serta minyak inti sawit.
Palm fatty acid destillate (PFAD) yang merupakan hasil samping dari pabrik minyak goring
maupun minyak goreng bekas dari industri rumahan (home industry) juga telah dikembangkan
oleh PPKS sebagai bahan baku pembuatan palm biodiesel. Penggunaan biodiesel.
Pengembangan produk biodiesel ternyata lebih mengembirakan dibandingkan dengan
penggunaan minyak tumbuhan langsung sebagai bahan bakar Proses termal (panas) di dalam
mesin akan menyebabkan minyak terurai menjadi gliserin dan asam lemak. Asam lemak dapat
teroksidasi atau terbakar secara relatif sempurna, tetapi dari gliserin akan terbentuk senyawa
akrolein dan terpolimerisasi menjadi senyawa plastis yang agak padat. Senyawa ini
menyebabkan kerusakan pada mesin, karena membentuk deposit pada pompa injektor. Karena
itu perlu dilakukan modifikasi pada mesin-mesin kendaraan bermotor komersial apabila
menggunakan minyak tumbuhan langsung sebagai pengganti bahan bakar minyak bumi. Selain
karena alasan ketersediaan minyak bumi yang terbatas, pengembangan produk biodiesel dari
minyak tumbuhan seperti minyak sawit, juga diarahkan pada sifat bahan bakunya yang dapat
diperbaharui. Disamping itu, produksi gas hasil pembakarannya, yakni karbon dioksida CO2 di
atmosfer yang berlebihan bersifat merusak lingkungan dengan efek rumah kaca yang
ditimbulkannya. Dengan memanfaatkan minyak tumbuhan sebagai bahan bakar, maka
pembentukan CO2 baru di atmosfer diperkirakan hampir tidak ada. Hal ini disebabkan CO2 hasil
pembakaran dari biodiesel akan dikomsumsikan kembali oleh tanaman baru untuk kebutuhan
Janu Harimurti Taka 
4208100099 

proses fotosintesisnya (siklus karbon).


Selain mereduksi efek rumah kaca, penggunaan biodiesel juga akan meningkatkan
kualitas udara lokal dengan mereduksi emisi gas berbahaya, seperti karbon monooksida (CO),
ozon (O3), nitrogen oksida (Nox), sulfur dioksida (SO2), dan hidrokarbon reaktif lainnya, serta
asap dan partikel yang dapat terhirup. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kadar emisi gas
buang seperti CO, CO2, NOx, SO2, dan hidrokarbon dari bahan bakar camp uran palm biodiesel
dan solar lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar solar murni. Penggunaan biodiesel juga
dapat mereduksi polusi tanah, serta melindungi kelestarian perairan dan sumber air minum. Hal
ini berhubungan dengan penggunaan mesin-mesin diesel di sektor perairan. Kelebihan-kelebihan
yang dimiliki oleh biodiesel ini ditunjang oleh sifatnya yang dapat teroksigenasi relatif sempurna
atau terbakar habis, non-toksik, dan dapat terurai secara alami (biodegradable). Hasil pengujian
biologis menunj ukkan bahwa tingkat toksisitas akut biodiesel pada tikus percobaan relatif
rendah, yakni dengan nilai LD50 (nilai dosis yang menyebabkan kematian hewan percobaan
sebanyak 50 persen dari populasi percobaan) sebesar 17,4 gram per kilogram berat badan (BB).

2. Etanol.
Ethanol merupakan alkohol cair dengan bilangan oktana yang tinggi dan mampu
menggantikan bensin.Ethanol diproduksi dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui
(renewable recources) seperti jagung di Amerika serikat dan tebu di Brazil. Menurut studi yang
ada, ethanol lebih menguntungkan terhadap lingkungan yang bersih dibandingkan dengan bensin
premium. Bahan bakar ethanol menurut laporan mengurangi carbon monoksida (CO),
hidrokarbon serta emisi beracun lainnya. Tapi bisa terjadi kemungkinan ethanol ini
menghasilkan emisi acetaldehyde sebagai polutan beracun. Pada umumnya harga ethanol lebih
mahal jika dibandingkan dengan harga bensin. Ethanol sementara ini belum dikembangkan di
Indonesia. Brasil merupan negara yang paling maju dibidang kendaraan bermotor dengan bahan
bakar ethanol.

IX. Kesimpulan
1. Dianjurkan mengisi bensin sesuai nilai rasio kompresi. (kecuali ada
modifikasi lain).
2. Semakin TINGGI nilai oktan, maka bensin semakin lambat terbakar
(dikarenakan titik bakarnya lebih tinggi).
3. Semakin TINGGI nilai oktan, maka bensin lebih sulit menguap (penguapan
rendah)
4. Bensin yang gagal terbakar (akibat oktan terlalu tinggi), bisa menyebabkan
penumpukan kerak pada ruang bakar atau pada klep.
Daftar Pustaka

1. Measurement of Octane Number in Gasoline, http://www.hgcinc.com.


2. http://www.pertamina.com/indonesia/head_office/hupmas/news/Bpertamina/2
002/Februari/25Februari_2002/BP250202M416.html
3. Ir. Djainudin Semar, Ir. Widjoseno Kaslan, Pengaruh Penambahan Aditif
Octane Booster AOB-17 sampai AOB-31 Terhadap Perubahan Angka Oktana
dan Sifat Fisika-Kimia Bensin premium 88, Jurnal Lemigas, 1999.

You might also like