You are on page 1of 15

PRODUK MAKANAN YANG MENGANDUNG

PROTEIN SUSU SAPI:


SEBUAH SURVEI PASAR

Madya Periode 15 Juli – 12 Agustus 2009

Arifianto
20070702

Divisi Nutrisi & Penyakit Metabolik


Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2009
1
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Alergi makanan merupakan masalah kesehatan yang kejadiannya semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Masalah ini terjadi pada 6% anak-anak dan tiga sampai
empat persen dewasa. Pada bayi dan anak, alergi makanan menjadi cukup serius karena
berkaitan dengan asupan nutrisi yang adekuat untuk mencapai pertumbuhan optimal.1
Salah satu bentuk alergi makanan tersering pada bayi anak adalah alergi susu sapi.
Beberapa protein yang terkandung di dalamnya dibuktikan berperan dalam reaksi alergi,
dengan berbagai mekanisme, baik yang diperantarai IgE maupun non IgE.1,2
Tata laksana masalah ini adalah dengan melakukan penghindaran (avoidance)
terhadap semua bahan makanan yang mengandung protein susu sapi, yang dilakukan oleh
ibu yang menyusui bayi/anaknya dan bayi/anak yang minum susu formula. Orangtua perlu
mempunyai pengetahuan untuk membedakan produk makanan yang mengandung protein
susu sapi atau tidak.3

2. Masalah
1. Bayi dan anak dengan alergi susu sapi melakukan penghindaran
terhadap susu sapi, tetapi masih mengkonsumsi makanan pendamping
ASI (MPASI) yang mengandung protein susu sapi.
2. Ibu yang menyusui anak dengan alergi susu sapi tetap mengkonsumsi
makanan yang mengandung protein susu sapi.
3. Orangtua tidak memahami bahwa konsumsi produk makanan yang
mengandung protein susu sapi dapat mencetuskan alergi, meskipun
sudah melakukan penghindaran terhadap susu sapi.
4. Produk makanan yang mengandung protein susu sapi yang beredar
belum tentu mengikuti peraturan labelisasi pangan yang berlaku.

3. Pertanyaan Penelitian
1. Apa saja produk makanan yang mengandung protein susu sapi yang
beredar di Jakarta?
2. Apakah produk makanan yang beredar sudah memenuhi ketentuan
labelisasi pangan yang ditetapkan di Indonesia?
2
3. Apakah produk-produk makanan ini harus dihindari oleh ibu yang
sedang menyusui anak dengan alergi susu sapi?
4. Apakah produk-produk ini harus dihindari oleh bayi dan anak dengan
alergi susu sapi?

4. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
a. Mengetahui produk-produk makanan yang mengandung protein susu sapi
yang beredar di pasaran.
2. Tujuan Khusus
a. Mengevaluasi komposisi produk makanan yang mengandung protein susu
sapi yang beredar di pasaran di wilayah Jakarta.
b. Mengevaluasi kepatuhan pembuatan makanan yang mengandung protein
susu sapi berdasarkan peraturan labelisasi pangan yang berlaku.

5. Manfaat Penelitian
1. Bidang pendidikan
Memperoleh pengalaman dalam membuat penelitian sederhana dan melatih daya
pikir kreatif dan analitik.
2. Pengabdian Masyarakat
Memberikan informasi bagi masyarakat mengenai produk makanan yang
mengandung protein susu sapi yang beredar, agar dapat dihindari oleh anak
dengan alergi susu sapi dan ibu yang menyusui anak dengan alergi susu sapi.
3. Pengembangan Penelitian
Menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Reaksi simpang terhadap makanan mencakup reaksi alergi dan non alergi. Alergi
makanan melibatkan reaksi imunologis, baik diperantarai oleh IgE ataupun non IgE.
Sedangkan reaksi simpang non alergi terdiri atas intoleransi makanan (misalnya defisiensi
enzim seperti intoleransi laktosa) dan keracunan makanan.4

Alergi makanan diperkirakan terjadi pada 6% sampai 8% anak-anak berusia di


bawah tiga tahun. Susu adalah salah satu jenis alergi makanan tersering, dengan protein
susu sapi sebagai bentuknya yang paling banyak. Alergi protein susu sapi terjadi
khususnya pada bayi hingga usia satu tahun. Insidensnya berkisar antara 2% sampai 5%
pada bayi yang mendapatkan susu formula, dan 0,4% sampai 2,1% pada bayi yang
mendapatkan ASI. Kondisi ini kadang disalahartikan dengan intoleransi susu/laktosa.2,4
Perbedaannya telah dijelaskan di atas dan dapat dilihat dalam gambar di bawah.

Reaksi simpang susu sapi

Alergi susu sapi Intoleransi susu sapi


masalah sistem imun intoleransi laktosa
reaksi terhadap protein susu defisiensi enzim laktase

Diperantarai IgE Diperantarai non IgE


Antibodi IgE Mekanisme belum jelas
Sel mast dan basofil Kemungkinan diperantarai sel Th1

Gambar 1. Perbedaan antara alergi susu sapi dengan intoleransi laktosa2


Patofisiologi alergi protein susu sapi dapat dibedakan menjadi yang diperantarai
oleh imunoglobulin E (IgE) dan non IgE. Alergi yang diperantarai IgE terjadi jika antigen
terikat dengan antibodi IgE yang terikat sel mast, sehingga mediator inflamasi seperti
histamin dilepaskan dan terjadilah reaksi alergi. Reaksi ini dinamakan hipersensitivitas
tipe I. Reaksi yang diperantarai non IgE disebabkan multifaktor, dengan melibatkan

4
kompleks imun antibodi IgA atau IgG (hipersensitivitas tipe III) dan stimulasi langsung
sel T oleh antigen protein susu (hipersensitivitas tipe IV). Interaksi ini menyebabkan
pelepasan sitokin dan produksi antibodi meningkat, sehingga terjadi kaskade inflamasi.3

Gejala-gejala yang timbul menyerupai reaksi alergi pada anak besar dan dewasa,
meliputi manifestasi kulit seperti urtikaria, ruam, pruritus, dan gejala saluran napas seperti
mengi dan batuk. Perbedaan manifestasi klinis yang disebabkan oleh perantara IgE dan
non IgE dijelaskan dalam tabel di bawah.3

Tabel 1. Manifestasi klinis alergi protein susu dan diagnosis bandingnya3


Tipe reaksi Manifestasi Diagnosis banding
Diperantarai IgE
Saluran napas Rinokonjungtivitis Penyebab primer dari saluran
napas
Asma (mengi, batuk)
Edema laring
Otitis media dengan efusi
Kulit Dermatitis atopi Alergi makanan
Urtikaria Alergi polutan lingkungan
Angioedema Atopi primer
Gastrointestinal Sindrom alergi oral Alergi makanan atau lingkungan
Mual dan muntah Infeksi, pengosongan lambung
yang lambat, malrotasi, penyakit
Kolik, diare
seliak, fibrosis kistik
Diperantarai non IgE
Saluran napas Hemosiderosis pulmonal -
(sindrom Heiner)
Kulit Ruam kontak Alergi makanan atau lingkungan
Dermatitis atopi Atopi primer
Gastontestinal Refluks gastroesofageal Refluks fisiologis, pengosongan
kambung yang lambat, penyakit
Enteropati transien
seliak, fibrosis kistik
Enteropati protein-losing
Fisura ani
Sindrom enterokolitis
Hiperkalsemia, penyakit
Kolitis, konstipasi Hirschprung, hipotiroid, gangguan
Gagal tumbuh fungsional

Lain-lain
Tidak diklasifikasikan Anemia (tanpa kolitis) Banyak kemungkinan
Artritis
Purpura Henoch-Schonlein

5
Diagnosis alergi protein susu sapi ditegakkan dengan double-blind placebo-
controlled food challenge (DBPCFC) sebagai baku emasnya. Pemeriksaan lain yang dapat
dilakukan adalah skin-prick testing (SPT), pemeriksaan kadar IgE serum, dan uji tempel
(patch test). Kombinasi SPT dan pengukuran kadar IgE serum menghasilkan nilai prediksi
positif sebesar 95% untuk menegakkan diagnosis alergi protein susu sapi, sehingga
DBPCFC harus dilakukan.3

Sistem imun mayoritas individu mampu mengenali protein susu sapi sebagai suatu
hal yang tidak membahayakan dan dapat mentoleransinya. Individu dengan alergi
mempunyai hipersensitivitas terhadap protein susu dan berakibat pada respon inflamasi.2
Komposisi protein dalam susu manusia maupun sapi disebutkan dalam tabel di bawah.

Tabel 2. Komposisi protein utama dalam air susu manusia dan sapi2
Protein Manusia (mg/mL) Sapi (mg/mL)
α-laktalbumin 2,2 1,2
α-s1-kasein 0 11,6
α-s2-kasein 0 3,0
β-kasein 2,2 9,6
κ-kasein 0,4 3,6
γ-kasein 0 1,6
imunoglobulin 0,8 0,6
laktoferin 1,4 0,3
β-laktoglobulin 0 3,0
lisozim 0,5 trace
albumin serum 0,4 0,4
dll 0,8 0,6

Perbandingan protein kasein:whey di dalam susu sapi adalah 80:20. Sebuah


penelitian menunjukkan bahwa rasio ini menentukan tingkat alergenisitasnya. Penelitian
yang dilakukan terhadap tikus ini memodifikasi rasio kasein:whey menjadi 40:60 dan
menunjukkan alergenisitas berkurang. Dalam praktiknya, penelitian semacam ini menjadi
dasar untuk membuat formula yang tepat bagi bayi dengan alergi protein susu sapi.5

Tata laksana utama alergi protein susu sapi adalah menghindarkan alergen, sambil
menjaga asupan nutrisi seimbang bagi bayi dan ibunya.1-4 Hal yang sering dilakukan pada
bayi yang mendapatkan susu formula (tidak mendapatkan ASI) adalah menghentikan susu

6
sapi, dan menggantinya dengan susu yang lain. Tetapi bayi tetap mengkonsumsi makanan
pendamping ASI (MPASI) yang mengandung protein susu sapi, sehingga manifestasi
alergi timbul kembali. Ibu yang menyusui bayinya juga tidak menyadari bahwa protein
susu sapi yang dikonsumsinya dapat masuk ke dalam ASI, dan menimbulkan reaksi alergi.
Ibu sebenarnya dapat terus menyusui sambil menghindari semua bentuk protein susu sapi,
dan bahkan sumber protein lainnya seperti kedelai. Untuk itu perlu diketahui produk-
produk pangan yang mengandung protein susu sapi, sehingga dapat dihindari oleh bayi
dengan alergi protein susu sapi maupun ibu yang menyusuinya. Daftar produk pangan
yang harus dihindari terdapat dalam tabel di bawah.

Tabel 3. Sumber protein susu sapi3,4,6


Produk pangan yang mengandung protein susu sapi
Susu (dalam semua bentuk, termasuk condensed, derivative, dry, evaporated, rendah lemak,
tanpa lemak, malted, milkfat, powder, skimmed, susu kambing dan dari hewan lainnya),
hidrolisat protein susu
Buttermilk
Cream, half and half cream, evaporated or condensed milk
Butter, margarin, milk solids, curds
Whey (dalam semua bentuk)
Laktosa, laktoferin, laktulosa
Kaseinat, kasein, hidrolisat kasein
Laktalbumin, laktalbumin fosfat
Keju, yogurt, sour cream
Produk pangan yang mungkin mengandung protein susu sapi
Daging olahan komersial
Sayur-sayuran yang diberi krim
Sop kaleng
Permen, coklat
Roti, hamburger, hotdog
Minuman ringan, tepung tinggi protein
Kue, biskuit, nougat, nondairy creamer
Salad dressings
Perasa brown sugar, perasa karamel, perasa alami

Selain menghindari alergen di atas, pilihan susu pada bayi yang mendapatkan susu
formula adalah extensively hydrolysed formulas (EHFs) sapi dan formula berbasis asam
amino bagi bayi yang terbukti alergi protein susu. Formula protein terhidrolisis ekstensif

7
menggabungkan hidrolisat kasein atau whey yang diambil dari susu sapi, sehingga masih
potensial mencetuskan alergi. Efektivitasnya dalam menghindari reaksi alergi mencapai
90%. Formula berbasis asam amino menunjukkan efektivitas mencapai 99%, sehingga
dapat digunakan sebagai alternatif selain EHFs. Penggunaan formula berbasis kedelai
sebagai alternatif pada alergi protein susu sapi tidak dianjurkan, karena sebagian anak
dengan alergi susu sapi juga terbukti alergi terhadap protein kedelai.3

Waktu yang tepat untuk kembali memaparkan protein susu sapi adalah 2 minggu
(atau sampai 4 minggu pada kasus eksim atopik atau kolitis alergik) setelah eliminasi diet
pada ibu menyusui atau setelah mengganti dengan EHFs pada bayi dengan susu formula,
jika terdapat perbaikan gejala. Panduan lain lebih umum menyebutkan protein susu sapi
dapat kembali diperkenalkan pada usia 1 tahun, dan jika terdapat toleransi, boleh
dipaparkan tiap 3 bulan.3,7

8
BAB III

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Penelitian bersifat deskriptif dengan menggunakan metode survei terhadap produk


makanan yang mengandung protein susu sapi yang ditemukan di pasaran di Jakarta.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di beberapa supermarket di Jakarta selama bulan Agustus 2009.

Populasi target dan populasi terjangkau

Populasi target adalah seluruh produk makanan komersial yang mengandung protein susu
sapi yang beredar di wilayah Jakarta.

Populasi terjangkau adalah produk makanan komersial yang mengandung protein susu
sapi yang ada di supermarket besar di wilayah Jakarta Timur.

Sampel dan besar sampel


Sampel adalah seluruh produk makanan komersial yang mengandung protein susu sapi
yang dapat dikumpulkan dan diobservasi oleh peneliti dalam kurun waktu penelitian.

9
BAB IV
HASIL PENELITIAN

Survei pasar yang kami lakukan mendapatkan cukup banyak produk makanan
komersial yang mengandung protein susu sapi. Produk-produk ini dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu: (1) makanan yang dikonsumsi oleh ibu (yang sedang menyusui anak
dengan alergi susu sapi) dan (2) makanan (MPASI) yang dikonsumsi oleh bayi/anak
dengan alergi susu sapi. Daftar yang ada disajikan dalam tabel-tabel di bawah.

Tabel 4. Makanan yang mengandung protein susu sapi yang harus dihindari oleh ibu
menyusui anak dengan alergi susu sapi
No. Nama produk Kategori Protein susu sapi Produsen
yang dikandung
1. Mio stick wafer rasa Biskuit/wafer Tepung whey PT. Ultra Prima Abadi
vanila
2. Chocho wafer stik rasa Biskuit/wafer Tepung whey PT. Dolphin
stroberi
3. Rocky XXX-tra wafer Biskuit/wafer Whey PT. Dolphin
stik rasa coklat
4. Good Time assorted Biskuit/wafer Whey PT. Arnott’s Indonesia
cookies aneka rasa
5. Peptisol Makanan cair Konsentrat whey, Kalbe Farma
susu skim
6. Entrasol Makanan cair Konsentrat whey, Kalbe Farma
susu skim
7. Diabetasol Makanan cair Konsentrat whey, Kalbe Farma
susu skim
8. Ensure Makanan cair Natrium kaseinat, PT. Abbott Indonesia
protein whey
9. Glucerna CS Makanan cair Natrium kaseinat, PT. Abbott Indonesia
protein whey
10. Maxcreamer Krimer Whey Indofood
11. Indocreamer Krimer Whey Indofood
12. Haan Ice Cream rasa Bubuk instan Susu bubuk full Haan
coklat, stroberi, vanila krim, bubuk whey
13. Astra stik wafer coklat Biskuit/wafer Susu bubuk, whey PT. Arnott’s Indonesia
14. Loacker Biskuit Susu skim, whey Loacker
15. Nestle Milo Sereal Susu bubuk skim, Nestle
bubuk whey

10
Produk-produk yang disebutkan dalam tabel 4 menyimpulkan jenis biskuit, wafer,
makanan cair, krimer, es krim, dan sereal mengandung protein susu sapi. Masih ada
produk-produk lain yang belum disebutkan, seperti produk coklat, mentega, keju, yogurt,
dan sirup yang mengandung protein susu sapi. Fakta ini menunjukkan banyaknya produk
pangan di pasaran yang harus dicermati secara hati-hati oleh ibu yang menyusui bayi/anak
dengan alergi susu sapi.

Produk yang harus dihindari oleh bayi/anak dengan alergi protein susu sapi
disebutkan dalam tabel 5.

Tabel 5. Makanan pendamping ASI (MPASI) yang mengandung protein susu sapi yang
harus dihindari oleh bayi/anak dengan alergi susu sapi
No. Nama produk Kategori Protein susu sapi Produsen
yang dikandung
1. Milna Bubur Bayi Bubur bayi Protein whey Kalbe Nutritionals
Penambah Berat Badan (bubuk instan)
semua rasa
2. Milna Toddler Biskuit Biskuit untuk 1-5 Konsentrat protein Kalbe Nutritionals
rasa coklat dan keju tahun whey
3. Promina Bubur Khusus Bubur bayi Protein whey Indofood
for Gaining Weight
4. Gizi Kita Gizi Tabur 2-5 Bubuk tabur Protein whey Sari Husada
tahun (sprinkles)
5. Pediasure Makanan cair Natrium kaseinat, Abbott
protein whey
caseinat
6. SGM Bubur Susu Bayi Bubur susu Konsentrat protein Sari Husada
8+ whey, susu bubuk
skim
7. Nestle Cerelac Bubur susu “Dapat Nestle
mengandung
sekelumit protein
susu” (tidak
dijelaskan)
8. Milna Biskuit Bayi 6+ Biskuit bayi “may contain Kalbe Nutritionals
traces of dairy”

Tidak semua bubur susu, bubur bayi, dan biskuit bayi mengandung protein susu
sapi. Beberapa yang mengandung protein tersebut disebutkan di atas. Produk-produk yang
mengandung susu skim atau bubuk susu saja tidak dimasukkan dalam tabel. Beberapa
produk tidak jelas menyebutkan kandungan protein susu sapi, dengan mencantumkan
“dapat mengandung sekelumit protein susu” atau “may contain traces of dairy”.

11
BAB V

DISKUSI

Survei yang telah dilakukan menunjukkan banyaknya produk makanan yang


mengandung protein susu sapi di pasaran. Namun tidak semua konsumen, khususnya ibu-
ibu yang menyusui anak dengan alergi susu sapi, memahami jenis-jenis protein susu sapi.
Sehingga mereka tidak mampu memilih makanan, terutama jenis cemilan, yang tidak
mengandung protein ini. Kelompok ini akan mengalami kebingungan, karena mereka
tidak memberikan susu formula sama sekali pada bayi dan anaknya, tetapi manifestasi
alergi susu sapi tetap timbul. Golongan ibu-ibu yang memberikan susu formula pada bayi
dan anaknya juga mengalami kebingungan yang sama, karena mereka telah beralih ke susu
EHFs, tetapi keluhan alergi susu sapi tidak hilang. Kelompok ini tidak menyadari bahwa
MPASI yang mereka berikan berupa biskuit dan bubur bayi ternyata mengandung susu
skim, whey, dan/atau kasein. Ibu-ibu yang mempunyai anak dengan alergi susu sapi harus
mendapatkan informasi mengenai kandungan makanan dengan protein susu sapi dan
melakukan penghindaran terhadapnya.
Di Amerika Serikat (AS), produk makanan yang dianggap mengandung alergen
terikat pada aturan labelisasi yang ditetapkan dalam the Food Allergen Labeling and
Consumer Protection Act (FALCPA) tahun 2004, dan berlaku pada produk-produk pangan
yang diberi label mulai 1 Januari 2006. Aturan ini mewajibkan peletakan kata
“mengandung” yang diikuti oleh nama sumber makanan alergen dalam daftar kandungan
(ingredients) dengan ukuran huruf seragam (misalnya: “mengandung susu dan gandum”).
Cara lain adalah meletakkan nama alergen dalam daftar kandungan dengan sumber
makanannya (misalnya: “perasa alami [telur, kedelai]”). Peraturan ini juga membahas
mengenai jenis makanan spesifik yang harus ditulis dan sanksi hukum yang akan
dikenakan bagi para pelanggar. Jenis makanan yang disebutkan adalah susu, telur, kacang-
kacangan, tree nuts, ikan, shellfish, kedelai, dan gandum.6,8
Aturan serupa ini belum ada di Indonesia. Peraturan perundangan yang ada, antara
lain Peraturan Pemerintah no.69 tahun 1999 tentang “Label dan Iklan Pangan”, dalam
pasal 32 menyebutkan jika pelabelan kandungan gizi digunakan pada suatu produk
pangan, maka label tersebut wajib memuat ukuran takaran saji, jumlah sajian per kemasan,
kandungan energi per takaran saji, kandungan protein per sajian, kandungan karbohidrat
per sajian, kandungan lemak per sajian, dan persentase dari angka kecukupan gizi (AKG)

12
yang dianjurkan. Semua produk yang sudah disebutkan di atas secara umum memenuhi
aturan ini. Peraturan ini tidak menjelaskan mengenai kandungan bahan berisiko alergen.9
Pentingnya memastikan keamanan suatu produk pangan ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia no.28 tahun 2004 mengenai “Keamanan, Mutu, dan Gizi
Pangan”, yang antara lain mengatur sanitasi dalam rantai produksi, menghindari
pencemaran pangan, pedoman ritel, pelarangan penambahan bahan berbahaya, dan
peraturan kemasan serta uji mutu. Masih belum ada pembahasan mengenai labelisasi
peringatan kandungan bahan berisiko alergen.10
Peraturan lain terkait pangan yang berlaku adalah Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor HK.00.06.1.52.6635 tentang
“Larangan Pencantuman Informasi Bebas Bahan Tambahan Pangan pada Label dan Iklan
Pangan” tertanggal 27 Agustus 2007.11 Masih belum ada peraturan serupa FALCPA yang
berlaku di Indonesia. Sehingga orangtua yang mempunyai anak dengan alergi susu sapi
harus membekali dirinya dengan pengetahuan mengenai makanan-makanan yang sudah
dijelaskan di atas. Untuk mengatasi terbatasnya asupan nutrisi anak akibat penghindaran
berbagai sumber makanan, orangtua dapat berkonsultasi dengan dokter dan dietitian,
untuk mengetahui makanan apa saja yang dapat mengganti kebutuhan berbagai nutrien
yang hilang.3

13
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan

1. Banyak produk makanan jadi yang tersedia di pasaran mengandung protein susu
sapi.

2. Sebagian besar produk tersebut sudah mencantumkan kandungan protein susu sapi,
seperti whey dan kasein, namun sebagian kecil tidak jelas menyebutkan kandungan
susu sapinya, padahal berpotensi untuk mengandung protein susu sapi.

3. Orangtua yang memiliki anak dengan alergi susu sapi belum tentu mempunyai
pengetahuan mengenai kandungan protein susu sapi ini.

4. Eliminasi diet protein susu sapi adalah tata laksana alergi protein susu sapi, dengan
tetap memperhatikan makanan lain yang dapat menggantikan kebutuhan akan
protein ini.

5. Ibu dapat tetap menyusui bayi dengan alergi susu sapi, dan bayi/anak yang
mendapatkan susu formula dapat menggunakan formula terhidrolisis ekstensif
(EHFs).

6. Pemerintah belum mempunyai peraturan yang mewajibkan pencantuman


kewaspadaan alergi pada kemasan makanan.

2. Saran

1. Edukasi terhadap orangtua yang memiliki anak dengan alergi susu sapi agar
mengetahui sumber makanan apa saja yang mengandung protein susu sapi.

2. Mendorong pemerintah untuk dapat menyusun peraturan labelisasi makanan yang


potensial mengandung alergen, agar konsumen dengan alergi makanan tertentu
dapat menghindarinya.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Benhamou AH, Tempia MGS, Belli DC, Eigenmann PA. An overview of cow’s milk
allergy in children. Swiss Med Wkly 2009;139(21-22):300-7.
2. Crittenden RG, Bennett LE. Cow’s milk allergy: a complex disorder. J Am Coll Nutr
2005;24(6):582S-91S.
3. Brill H. Approach to milk protein allergy in infants. Can Fam Physician 2008;54:1258-64.
4. Connolly MV. Special diets. Dalam: Duggan C, Watkins JB, Walker WA, penyunting.
Nutrition in pediatrics. Edisi ke-3. Ontario: BC Decker Inc; 2008. h. 801-3.
5. Lara-Villoslada F, Olivares M, Xaus J. The balance between caseins and whey proteins in
cow’s milk determines its allergenicity. J Dairy Sci 2005;88:1654-60.
6. How to read a label for a milk-free diet. The Food Allergy and Anaphylaxis Network.
2009. Diunduh dari www.foodallergy.org tanggal 20 Agustus 2009.
7. Vandenplas Y, Brueton M, Dupont C, Hill D, Isolauri E, Koletzko S, et al. Guidelines for
the diagnosis and management of cow's milk protein allergy in infants. Arch Dis Child
2007;92:902-8.
8. Food labels list food allergens to help you avoid an allergic reaction: here are the top eight
food allergies listed. Mayo Clinic Staff. Diakses dari www.mayoclinic.com tanggal 20
Agustus 2009.
9. Presiden Republik Indonesia. Label dan Iklan Pangan. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun
1999.
10. Presiden Republik Indonesia. Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 2004.
11. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Larangan
Pencantuman Informasi Bebas Bahan Tambahan Pangan pada Label dan Iklan Pangan.
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.
HK.00.06.1.52.6635 tahun 2007.

15

You might also like