You are on page 1of 10

Cara Membuat Effective Microorganism (EM)

http://petanidesa.wordpress.com/2007/02/03/cara-membuat-effective-microorganism-em/

Membuat pupuk Effective Microorganisme atau EM

Pupuk EM adalah pupuk organik yang dibuat melalui proses fermentasi menggunakan bakteri
(microorganisme). Sampah organik dengan proses EM dapat menjadi pupuk organik yang bermanfaat
meningkatkan kualitas tanah.

Beriikut langkah-langkah pembuatan pupuk menggunakan EM :

Pembuatan bakteri penghancur (EM).

Bahan-bahan :

• Susu sapi atau susu kambing murni.


• Isi usus (ayam/kambing), yang dibutuhkan adalah bakteri di dalam usus.
• Seperempat kilogram terasi (terbuat dari kepala/kulit udang, kepala ikan) + 1 kg Gula pasir
(perasan tebu) + 1 kg bekatul + 1 buah nanas + 10 liter air bersih.

Alat-alat yang diperlukan : Panci, kompor dan blender/parutan untuk menghaluskan nanas.

Cara pembuatan :

• Trasi, gula pasir, bekatul, nanas (yang dihaluskan dengan blender) dimasak agar bakteri lain yang
tidak diperlukan mati.
• Setelah mendidih, hasil adonannya didinginkan.
• Tambahkan susu, isi usus ayam atau kambing.
• Ditutup rapat. Setelah 12 jam timbul gelembung-gelembung.
• Bila sudah siap jadi akan menjadi kental/lengket.

Perlu diperhatikan susu jangan yang sudah basi karena kemampuan bakteri sudah berkurang. Sedangkan
kegunaan nanas adalah untuk menghilangkan bau hasil proses bakteri.

~ oleh petanidesa di/pada Februari 3, 2007.

Kompos: adalah pupuk organik yang terbuat dari kotoran hewan dan diproses dengan bantuan bakteri.

Bahan dan Komposisi:

100 kg arang sekam berambut


200 kg kotoran hewan
3-5 kg dedak atau bekatul
0,5 kg gula pasir atau gula merah yang dicairkan dengan air
0,5 liter bakteri
Air secukupnya
Cara Pembuatan:

Arang sekam, kotoran hewan, dedak, dan gula dicampur sampai rata dalam wadah yang bersih dan teduh.
Jangan terkena hujan dan sinar matahari secara langsung.
Campurkan bakteri ke dalam air kemudian siramkan campuran di atas sambil diaduk sampai rata.
Tutup dengan plastik atau daun-daunan.
Tiap dua hari sekali siram dengan air dan diaduk-aduk.
Dalam 10 (sepuluh) hari kompos sudah jadi.

~ oleh petanidesa di/pada Februari 3, 2007.

Cara Membuat Pestisida Organik


Pestisida adalah zat pengendali hama (seperti: ulat, wereng dan kepik). Pestisida Organik: adalah pengendali
hama yang dibuat dengan memanfaatkan zat racun dari gadung dan tembakau. Karena bahan-bahan ini mudah
didapat oleh petani, maka pestisida organik dapat dibuat sendiri oleh petani sehingga menekan biaya produksi
dan akrab denga lingkungan.
Bahan dan Alat:

2 kg gadung.
1 kg tembakau.
2 ons terasi.
¼ kg jaringao (dringo).
4 liter air.
1 sendok makan minyak kelapa.
Parutan kelapa.
Saringan kelapa (kain tipis).
Ember plastik.
Nampan plastik.
Cara Pembuatan:

Minyak kelapa dioleskan pada kulit tangan dan kaki (sebagai perisai dari getah gadung).
Gadung dikupas kulitnya dan diparut.
Tembakau digodok atau dapat juga direndam dengan 3 liter air panas
Jaringao ditumbuk kemudian direndam dengan ½ liter air panas
Tembakau, jaringao, dan terasi direndam sendiri-sendiri selama 24 jam. Kemudian dilakukan penyaringan satu
per satu dan dijadikan satu wadah sehingga hasil perasan ramuan tersebut menjadi 5 liter larutan.
Dosis:

1 gelas larutan dicampur 5-10 liter air.


2 gelas larutan dicampur 10-14 liter air.
Kegunaan:

Dapat menekan populasi serangan hama dan penyakit.


Dapat menolak hama dan penyakit.
Dapat mengundang makanan tambahan musuh alami.
Sasaran:

Wereng batang coklat, Lembing batu, Ulat grayak, ulat hama putih palsu.

Catatan: Meskipun ramuan ini lebih akrab lingkungan, penggunaannya harus memperhatikan batas ambang
populasi hama. Ramuan ini hanya digunakan setelah polulasi hama berada atau di atas ambang kendali.
Penggunaan di bawah batas ambang dan berlebihan dikhawatirkan akan mematikan musuh alami hama yang
bersangkutan.

~ oleh petanidesa di/pada Februari 3, 2007.

Ditulis dalam Cara Membuat Pestisida Organik

Cara Membuat Pupuk Cair Organik


Bahan dan Alat:

1 liter bakteri
5 kg hijau-hijauan/daun-daun segar (bukan sisa dan jangan menggunakan daun dari pohon yang bergetah
berbahaya seperti karet, pinus, damar, nimba, dan yang sulit lapuk seperti jato, bambu, dan lain-lainnya)
0,5 kg terasi dicairkan dengan air secukupnya
1 kg gula pasir/merah/tetes tebu (pilih salah satu) dan dicairkan dengan air
30 kg kotoran hewan
Air secukupnya
Ember/gentong/drum yang dapat ditutup rapat

Cara Pembuatan:

Kotoran hewan dan daun-daun hijau dimasukkan ke dalam ember.


Cairan gula dan terasi dimasukkan ke dalam ember.
Larutkan bakteri ke dalam air dan dimasukkan ke dalam drum, kemudian ditutup rapat.
Setelah 8-10 hari, pembiakan bakteri sudah selesai dan drum sudah dapat dibuka.
Saring dan masukkan ke dalam wadah yang bersih (botol) untuk disimpan/digunakan.
Ampas sisa saringan masih mengandung bakteri, sisakan sekitar 1 sampai 2 liter, tambahkan air, terasi, dan gula
dengan perbandingan yang sama. Setelah 8-10 hari kemudian bakteri sudah berkembang biak lagi dan siap
digunakan. Demikian seterusnya.
Kegunaan:Mempercepat pengomposan dari 3-4 bulan menjadi 30-40 hari.
Dapat digunakan langsung sebagai pupuk semprot, apabila tanah sudah diberi kompos (subur), tetapi apabila
tanah kurang subur/tandus, penggunaan langsung sebagai pupuk tidak dianjurkan.
Pupuk cair (larutan bakteri) ini tidak diperbolehkan untuk dicampur dengan bakteri lain, terutama bahan kimia
atau bahan untuk pestisida lainnya seperti tembakau. ~ oleh petanidesa di/pada Februari 3, 2007.

Ditulis dalam Cara Membuat Pupuk Cair Organik

Pupuk Hijau: adalah pupuk organik yang terbuat dari sisa tanaman atau sampah yang diproses dengan bantuan
bakteri.

Bahan dan Komposisi:

200 kg hijau daun atau sampah dapur.


10 kg dedak halus.
¼ kg gula pasir/gula merah.
¼ liter bakteri.
200 liter air atau secukupnya.

Cara Pembuatan:

Hijau daun atau sampah dapur dicacah dan dibasahi.


Campurkan dedak halus atau bekatul dengan hijau daun.
Cairkan gula pasir atau gula merah dengan air.
Masukkan bakteri ke dalam air. Campurkan dengan cairan gula pasir atau gula merah. Aduk hingga rata.
Cairan bakteri dan gula disiramkan pada campuran hijau daun/sampah+bekatul. Aduk sampai rata, kemudian
digundukkan/ditumpuk hingga ketinggian 15-20 cm dan ditutup rapat.
Dalam waktu 3-4 hari pupuk hijau sudah jadi dan siap digunakan.

~ oleh petanidesa di/pada Februari 3, 2007.

Ditulis dalam Cara Membuat Pupuk Hijau Organik

Untuk menghemat biaya, bibit bakteri EM4 yang dibeli di toko atau koperasi Saprotan dapat dikembangbiakkan
sendiri, sehingga kebutuhan pupuk organik untuk luas lahan yang ada dapat dipenuhi. Adapun prosedur
pembiakan bakteri EM4 adalah sebagai berikut:

Bahan dan Komposisi:

1 liter bakteri Ember


3 kg bekatul (minimal) Pengaduk
¼ kg gula merah/gula pasir/tetes tebu (pilih salah Panci pemasak air
satu) Botol penyimpan
¼ kg terasi Saringan (dari kain atau kawat kasa)
5 liter air
Alat dan Sarana:

Cara Pembiakan:

Panaskan 5 liter air sampai mendidih.


Masukkan terasi, bekatul dan tetes tebu/gula (jika memakai gula merah harus dihancurkan dulu), lalu aduk
hingga rata.
Setelah campuran rata, dinginkan sampai betul-betul dingin! (karena kalau tidak betul-betul dingin, adonan
justru dapat membunuh bakteri yang akan dibiakkan).
Masukkan bakteri dan aduk sampai rata. Kemudian ditutup rapat selama 2 hari.
Pada hari ketiga dan selanjutnya tutup jangan terlalu rapat dan diaduk setiap hari kurang lebih 10 menit.
Setelah 3-4 hari bakteri sudah dapat diambil dengan disaring, kemudian disimpan dalam botol yang terbuka
atau ditutup jangan terlalu rapat (agar bakteri tetap mendapatkan oksigend ari udara).
Selanjutnya, botol-botol bakteri tersebut siap digunakan untuk membuat kompos, pupuk cair maupun pupuk
hijau dengan komposisi campuran seperti yang akan diuraikan dibawah ini.
Catatan: Ampas hasil saringan dapat untuk membiakkan lagi dengan menyiapkan air kurang lebih 1 liter dan
menambahkan air matang dingin dan gula saja.

~ oleh petanidesa di/pada Februari 3, 2007.

Ditulis dalam Cara Pembiakan Bakteri

Eceng Gondok Pemersih Polutan Logam Berat


Harian Kompas memberitakan, Sungai Citarum serta Waduk Saguling dan Cirata di Kabupaten Bandung
tercemar logam berat. Dalam daging ikan mas dan nila yang hidup di waduk tersebut ditemukan kandungan
merkuri (Hg), tembaga (Cu), dan seng (Zn) dengan kadar yang cukup membahayakan. Logam berat itu
diketahui terkonsentrasi di perut, lemak, dan daging ikan.

Temuan ini diikuti dengan imbauan agar masyarakat berhati-hati mengonsumsi ikan air tawar. Maklumlah,
akumulasi logam berat di tubuh manusia, dalam jangka panjang, dapat menyebabkan berbagai gangguan
kesehatan, seperti penyakit minamata, bibir sumbing, kerusakan susunan saraf, dan cacat pada bayi.

Aparat terkait mengaku bahwa mereka telah berupaya untuk mencegah pencemaran tersebut dengan berbagai
cara. Secara garis besar sebenarnya ada dua cara yang bisa dilakukan untuk mencegah dan mengatasi
pencemaran perairan oleh logam berat, yaitu cara kimia dan biologi.

Cara kimia, antara lain dengan reaksi chelating, yaitu memberikan senyawa asam yang bisa mengikat logam
berat sehingga terbentuk garam dan mengendap. Namun, cara ini mahal dan logam berat masih tetap berada di
waduk meski dalam keadaan terikat.

UNTUNGLAH ada penanggulangan secara biologi yang bisa menjadi alternatif terhadap mahalnya
penanggulangan dengan cara kimia. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan eceng gondok (Eichornia
crassipes).

Eceng gondok selama ini lebih dikenal sebagai tanaman gulma alias hama. Padahal, eceng gondok sebenarnya
punya kemampuan menyerap logam berat. Kemampuan ini telah diteliti di laboratorium Biokimia, Institut
Pertanian Bogor, dengan hasil yang sangat luar biasa.

Penelitian daya serap eceng gondok dilakukan terhadap besi (Fe) tahun 1999 dan timbal (Pb) pada tahun 2000.

Untuk mengukur daya serap eceng gondok terhadap Fe, satu, dua, dan tiga rumpun eceng gondok ditempatkan
dalam ember plastik berisi air sumur dengan tambahan 5 ppm FeSO>jmp 2008m<>kern 199m<>h
6024m,0<>w 6024m<4>jmp 0m<>kern 200m<>h 8333m,0<>w 8333m< dan HNO>jmp 2008m<>kern
199m<>h 6024m,0<>w 6024m<3>jmp 0m<>kern 200m<>h 8333m,0<>w 8333m< untuk menjaga keasaman.

Konsentrasi Fe diukur pada hari ke-0, 7, 14, dan 21 dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada
panjang gelombang 248,3 nm. Hasilnya terlihat pada Tabel 1.

Dalam tabel itu bisa dilihat adanya penurunan kadar logam Fe secara signifikan pada hari ke-7. Kadar logam Fe
menurun 3,177 ppm (65,45 persen) untuk 1 rumpun eceng gondok, 3,511 ppm (71,93 persen) untuk dua
rumpun eceng gondok dan 3,686 ppm (74,47 persen) untuk tiga rumpun eceng gondok.

Selanjutnya terlihat, semakin lama semakin banyak logam besi yang diserap. Pada hari ke-28, konsentrasi Fe
hampir mendekati 0 untuk perlakuan dua rumpun eceng gondok dan tiga rumpun eceng gondok.

Berdasarkan analisis statistik diketahui bahwa pada hari ke-7, 14, dan 21, eceng gondok memberikan respon
nyata dalam menurunkan logam Fe untuk ketiga perlakuan. Namun, pada hari ke-28 eceng gondok yang
berjumlah 2-3 rumpun memberikan respon yang tidak berbeda nyata dalam menurunkan logam besi.

PENELITIAN untuk melihat kemampuan eceng gondok menyerap timbal (Pb) dilakukan sebagai berikut. Satu,
tiga, lima rumpun eceng gondok ditempatkan di dalam ember plastik berisi air sumur dan larutan Pb(NO3)
sebesar 5 ppm. Konsentrasi Pb diukur ketika hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28 dengan spektrofotometer serapan atom
pada panjang gelombang 217 nm. Hasilnya sebagaimana tertera dalam Tabel 2.

Dari tabel tersebut terlihat, ada penurunan kadar logam Pb secara signifikan pada hari ke-7. Kadar logam Pb
menurun 5,167 ppm (96,4 persen) pada perlakuan satu rumpun eceng gondok, menurun 5,204 ppm (98,7
persen) pada perlakuan tiga rumpun, dan menurun 6,019 ppm (99,7 persen) pada perlakuan lima rumpun dari
konsentrasi hari ke-0.

Analisis pada hari-hari selanjutnya (hari ke-14, 21, dan 28) menunjukkan perubahan kadar Pb tidak terlalu jauh
dengan kadar logam Pb pada hari ke-7.

Eceng gondok terbukti mampu menurunkan kadar polutan Pb dan Fe. Oleh karena itu, diyakini eceng gondok
juga mampu menurunkan kadar polutan Hg, Zn, dan Cu yang mencemari Waduk Saguling dan Cirata. Sebab,
secara struktur kimia, atom Hg, Zn, dan Cu termasuk dalam golongan logam berat bersama Pb dan Fe.

Rangkaian penelitian seputar kemampuan eceng gondok dalam menyerap logam berat juga telah dilakukan oleh
para pakar. Widyanto dan Susilo (1977) melaporkan, dalam waktu 24 jam eceng gondok mampu menyerap
logam kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan nikel (Ni), masing- masing sebesar 1,35 mg/g, 1,77 mg/g, dan 1,16
mg/g bila logam itu tak bercampur. Eceng gondok juga menyerap Cd 1,23 mg/g, Hg 1,88 mg/g dan Ni 0,35
mg/g berat kering apabila logam-logam itu berada dalam keadaan tercampur dengan logam lain.

Lubis dan Sofyan (1986) menyimpulkan logam chrom (Cr) dapat diserap oleh eceng gondok secara maksimal
pada pH 7. Dalam penelitiannya, logam Cr semula berkadar 15 ppm turun hingga 51,85 persen.

SELAIN dapat menyerap logam berat, eceng gondok dilaporkan juga mampu menyerap residu pestisida,
contohnya residu 2.4-D dan paraquat.

Pada percobaan Chossi dan Husin (1977) diketahui eceng gondok mampu menyerap residu dari larutan yang
mengandung 0,50 ppm 2.4-D sebanyak 0,296 ppm dan 2,00 ppm 2.4-D sebanyak 0,830 ppm dalam waktu 96
jam.

Adapun paraquat yang diserap oleh eceng gondok dari dua kadar, yaitu 0,05 ppm dan 0,10 ppm masing-masing
adalah 0,02 ppm dan 0,024 ppm.

Dari hasil penelitian-penelitian itu dapat disimpulkan ternyata eceng gondok tidaklah sia-sia dicipta oleh Tuhan
Yang Maha Esa, apalagi sebagai pengganggu manusia. Eceng gondok dapat dinyatakan sebagai pembersih
alami perairan waduk atau danau terhadap polutan, baik logam berat maupun pestisida atau yang lain.

MEMANG dilaporkan eceng gondok dapat tumbuh sangat cepat pada danau maupun waduk sehingga dalam
waktu yang singkat dapat mengurangi oksigen perairan, mengurangi fitoplankton dan zooplankton serta
menyerap air sehingga terjadi proses pendangkalan, bahkan dapat menghambat kapal yang berlayar pada
waduk.

Namun, apa arti sebuah danau yang bersih dari eceng gondok jika ternyata air dan ikan yang ada di dalamnya
tercemari polutan?

Bahkan, bila suatu danau polutan sangat tinggi dan tidak ada tanaman yang menyerapnya, pencemaran dapat
merembes ke air sumur dan air tanah di sekitar danau.

Agar danau bebas polusi namun pertumbuhan eceng gondoknya terkendali, tentu saja diperlukan pengelolaan
danau secara benar.

Untuk mengeliminasi gangguan eceng gondok, misalnya, caranya bisa dengan membatasi populasinya.
Pembatasan dapat dilakukan dengan membatasi penutupan permukaan waduk oleh eceng gondok tidak lebih
dari 50 persen permukaannya.

Akan jauh lebih baik lagi bila pembatasan populasi ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat sekitar. Sebab,
dahan eceng gondok adalah serat selulosa yang dapat diolah untuk berbagai keperluan, seperti barang kerajinan
maupun bahan bakar pembangkit tenaga listrik.

Namun, masyarakat tidak disarankan untuk memberikan eceng gondok sebagai pakan pada ternak karena
polutan yang diserapnya bisa terakumulasi dalam dagingnya.

Masyarakat sekitar bisa diberi pelatihan mengenai pengolahan eceng gondok menjadi produk-produk yang
bernilai ekonomi, mulai dari anyaman dompet, tas sekolah, topi, bahkan juga mebel.
Pengendalian populasi eceng gondok yang melibatkan masyarakat akan memberikan keuntungan bagi
pengelola waduk sekaligus masyarakat di sekitarnya. Pengelola waduk tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga
untuk “memanen” eceng gondok karena tumbuhan air tersebut akan “dipanen” sendiri oleh masyarakat.

Pengelola cukup membantu masyarakat untuk memasarkan hasil kerajinannya. Adapun masyarakat jelas tidak
hanya meningkat pendapatannya, tetapi juga hidup sehat karena terbebas dari ancaman bahan makanan yang
tercemar.

Penulis : Dr Hasim DEA Dosen Biokimia dan Toxikologi FMIPA dan Pascasarjana IPB
Sumber : Kompas

~ oleh petanidesa di/pada Maret 11, 2007.

Ditulis dalam Salah Satu Manfaat Enceng Gondok

Satu Tanggapan to “Eceng Gondok Pemersih Polutan Logam Berat”

1. [...] Selain itu eceng gondok juga ternyata bisa dimanfaatkan untuk membersihkan sisa-sisa zat limbah
loo. Untuk keterangan lebih jauh lagi bisa lihat di blognya mama pasha atau di di blognya petani desa.
[...]

Ceng Eceng Gondok « Jeprat Jepret Hape dibahas juga di dalam Januari 2, 2009 pada 2:35 pm

Komentar telah ditutup

Eceng Gondok Pemersih Polutan Logam Berat


Harian Kompas memberitakan, Sungai Citarum serta Waduk Saguling dan Cirata di Kabupaten Bandung
tercemar logam berat. Dalam daging ikan mas dan nila yang hidup di waduk tersebut ditemukan kandungan
merkuri (Hg), tembaga (Cu), dan seng (Zn) dengan kadar yang cukup membahayakan. Logam berat itu
diketahui terkonsentrasi di perut, lemak, dan daging ikan.

Temuan ini diikuti dengan imbauan agar masyarakat berhati-hati mengonsumsi ikan air tawar. Maklumlah,
akumulasi logam berat di tubuh manusia, dalam jangka panjang, dapat menyebabkan berbagai gangguan
kesehatan, seperti penyakit minamata, bibir sumbing, kerusakan susunan saraf, dan cacat pada bayi.

Aparat terkait mengaku bahwa mereka telah berupaya untuk mencegah pencemaran tersebut dengan berbagai
cara. Secara garis besar sebenarnya ada dua cara yang bisa dilakukan untuk mencegah dan mengatasi
pencemaran perairan oleh logam berat, yaitu cara kimia dan biologi.

Cara kimia, antara lain dengan reaksi chelating, yaitu memberikan senyawa asam yang bisa mengikat logam
berat sehingga terbentuk garam dan mengendap. Namun, cara ini mahal dan logam berat masih tetap berada di
waduk meski dalam keadaan terikat.

UNTUNGLAH ada penanggulangan secara biologi yang bisa menjadi alternatif terhadap mahalnya
penanggulangan dengan cara kimia. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan eceng gondok (Eichornia
crassipes).

Eceng gondok selama ini lebih dikenal sebagai tanaman gulma alias hama. Padahal, eceng gondok sebenarnya
punya kemampuan menyerap logam berat. Kemampuan ini telah diteliti di laboratorium Biokimia, Institut
Pertanian Bogor, dengan hasil yang sangat luar biasa.

Penelitian daya serap eceng gondok dilakukan terhadap besi (Fe) tahun 1999 dan timbal (Pb) pada tahun 2000.

Untuk mengukur daya serap eceng gondok terhadap Fe, satu, dua, dan tiga rumpun eceng gondok ditempatkan
dalam ember plastik berisi air sumur dengan tambahan 5 ppm FeSO>jmp 2008m<>kern 199m<>h
6024m,0<>w 6024m<4>jmp 0m<>kern 200m<>h 8333m,0<>w 8333m< dan HNO>jmp 2008m<>kern
199m<>h 6024m,0<>w 6024m<3>jmp 0m<>kern 200m<>h 8333m,0<>w 8333m< untuk menjaga keasaman.

Konsentrasi Fe diukur pada hari ke-0, 7, 14, dan 21 dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada
panjang gelombang 248,3 nm. Hasilnya terlihat pada Tabel 1.
Dalam tabel itu bisa dilihat adanya penurunan kadar logam Fe secara signifikan pada hari ke-7. Kadar logam Fe
menurun 3,177 ppm (65,45 persen) untuk 1 rumpun eceng gondok, 3,511 ppm (71,93 persen) untuk dua
rumpun eceng gondok dan 3,686 ppm (74,47 persen) untuk tiga rumpun eceng gondok.

Selanjutnya terlihat, semakin lama semakin banyak logam besi yang diserap. Pada hari ke-28, konsentrasi Fe
hampir mendekati 0 untuk perlakuan dua rumpun eceng gondok dan tiga rumpun eceng gondok.

Berdasarkan analisis statistik diketahui bahwa pada hari ke-7, 14, dan 21, eceng gondok memberikan respon
nyata dalam menurunkan logam Fe untuk ketiga perlakuan. Namun, pada hari ke-28 eceng gondok yang
berjumlah 2-3 rumpun memberikan respon yang tidak berbeda nyata dalam menurunkan logam besi.

PENELITIAN untuk melihat kemampuan eceng gondok menyerap timbal (Pb) dilakukan sebagai berikut. Satu,
tiga, lima rumpun eceng gondok ditempatkan di dalam ember plastik berisi air sumur dan larutan Pb(NO3)
sebesar 5 ppm. Konsentrasi Pb diukur ketika hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28 dengan spektrofotometer serapan atom
pada panjang gelombang 217 nm. Hasilnya sebagaimana tertera dalam Tabel 2.

Dari tabel tersebut terlihat, ada penurunan kadar logam Pb secara signifikan pada hari ke-7. Kadar logam Pb
menurun 5,167 ppm (96,4 persen) pada perlakuan satu rumpun eceng gondok, menurun 5,204 ppm (98,7
persen) pada perlakuan tiga rumpun, dan menurun 6,019 ppm (99,7 persen) pada perlakuan lima rumpun dari
konsentrasi hari ke-0.

Analisis pada hari-hari selanjutnya (hari ke-14, 21, dan 28) menunjukkan perubahan kadar Pb tidak terlalu jauh
dengan kadar logam Pb pada hari ke-7.

Eceng gondok terbukti mampu menurunkan kadar polutan Pb dan Fe. Oleh karena itu, diyakini eceng gondok
juga mampu menurunkan kadar polutan Hg, Zn, dan Cu yang mencemari Waduk Saguling dan Cirata. Sebab,
secara struktur kimia, atom Hg, Zn, dan Cu termasuk dalam golongan logam berat bersama Pb dan Fe.

Rangkaian penelitian seputar kemampuan eceng gondok dalam menyerap logam berat juga telah dilakukan oleh
para pakar. Widyanto dan Susilo (1977) melaporkan, dalam waktu 24 jam eceng gondok mampu menyerap
logam kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan nikel (Ni), masing- masing sebesar 1,35 mg/g, 1,77 mg/g, dan 1,16
mg/g bila logam itu tak bercampur. Eceng gondok juga menyerap Cd 1,23 mg/g, Hg 1,88 mg/g dan Ni 0,35
mg/g berat kering apabila logam-logam itu berada dalam keadaan tercampur dengan logam lain.

Lubis dan Sofyan (1986) menyimpulkan logam chrom (Cr) dapat diserap oleh eceng gondok secara maksimal
pada pH 7. Dalam penelitiannya, logam Cr semula berkadar 15 ppm turun hingga 51,85 persen.

SELAIN dapat menyerap logam berat, eceng gondok dilaporkan juga mampu menyerap residu pestisida,
contohnya residu 2.4-D dan paraquat.

Pada percobaan Chossi dan Husin (1977) diketahui eceng gondok mampu menyerap residu dari larutan yang
mengandung 0,50 ppm 2.4-D sebanyak 0,296 ppm dan 2,00 ppm 2.4-D sebanyak 0,830 ppm dalam waktu 96
jam.

Adapun paraquat yang diserap oleh eceng gondok dari dua kadar, yaitu 0,05 ppm dan 0,10 ppm masing-masing
adalah 0,02 ppm dan 0,024 ppm.

Dari hasil penelitian-penelitian itu dapat disimpulkan ternyata eceng gondok tidaklah sia-sia dicipta oleh Tuhan
Yang Maha Esa, apalagi sebagai pengganggu manusia. Eceng gondok dapat dinyatakan sebagai pembersih
alami perairan waduk atau danau terhadap polutan, baik logam berat maupun pestisida atau yang lain.

MEMANG dilaporkan eceng gondok dapat tumbuh sangat cepat pada danau maupun waduk sehingga dalam
waktu yang singkat dapat mengurangi oksigen perairan, mengurangi fitoplankton dan zooplankton serta
menyerap air sehingga terjadi proses pendangkalan, bahkan dapat menghambat kapal yang berlayar pada
waduk.

Namun, apa arti sebuah danau yang bersih dari eceng gondok jika ternyata air dan ikan yang ada di dalamnya
tercemari polutan?

Bahkan, bila suatu danau polutan sangat tinggi dan tidak ada tanaman yang menyerapnya, pencemaran dapat
merembes ke air sumur dan air tanah di sekitar danau.
Agar danau bebas polusi namun pertumbuhan eceng gondoknya terkendali, tentu saja diperlukan pengelolaan
danau secara benar.

Untuk mengeliminasi gangguan eceng gondok, misalnya, caranya bisa dengan membatasi populasinya.
Pembatasan dapat dilakukan dengan membatasi penutupan permukaan waduk oleh eceng gondok tidak lebih
dari 50 persen permukaannya.

Akan jauh lebih baik lagi bila pembatasan populasi ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat sekitar. Sebab,
dahan eceng gondok adalah serat selulosa yang dapat diolah untuk berbagai keperluan, seperti barang kerajinan
maupun bahan bakar pembangkit tenaga listrik.

Namun, masyarakat tidak disarankan untuk memberikan eceng gondok sebagai pakan pada ternak karena
polutan yang diserapnya bisa terakumulasi dalam dagingnya.

Masyarakat sekitar bisa diberi pelatihan mengenai pengolahan eceng gondok menjadi produk-produk yang
bernilai ekonomi, mulai dari anyaman dompet, tas sekolah, topi, bahkan juga mebel.

Pengendalian populasi eceng gondok yang melibatkan masyarakat akan memberikan keuntungan bagi
pengelola waduk sekaligus masyarakat di sekitarnya. Pengelola waduk tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga
untuk “memanen” eceng gondok karena tumbuhan air tersebut akan “dipanen” sendiri oleh masyarakat.

Pengelola cukup membantu masyarakat untuk memasarkan hasil kerajinannya. Adapun masyarakat jelas tidak
hanya meningkat pendapatannya, tetapi juga hidup sehat karena terbebas dari ancaman bahan makanan yang
tercemar.

Penulis : Dr Hasim DEA Dosen Biokimia dan Toxikologi FMIPA dan Pascasarjana IPB
Sumber : Kompas

~ oleh petanidesa di/pada Maret 11, 2007.

Ditulis dalam Salah Satu Manfaat Enceng Gondok

Satu Tanggapan to “Eceng Gondok Pemersih Polutan Logam Berat”

1. [...] Selain itu eceng gondok juga ternyata bisa dimanfaatkan untuk membersihkan sisa-sisa zat limbah
loo. Untuk keterangan lebih jauh lagi bisa lihat di blognya mama pasha atau di di blognya petani desa.
[...]

Ceng Eceng Gondok « Jeprat Jepret Hape dibahas juga di dalam Januari 2, 2009 pada 2:35 pm

Oct 30, '07 7:52 AM


EM4 : Bikin Kompos dalam Dua Pekan
by Tigor for everyone
Bikin Kompos dalam Dua Pekan
http://olahsampah.multiply.com/journal/item/12/EM4_Bikin_Kompos_dalam_Dua_Pekan_

Inovasi Kelurahan Wonorejo


SURABAYA - Warga metropolis tampaknya tak mau terpaku pada pakem-pakem "tradisional" pengolahan dan pemilahan
sampah. Salah satunya dibuktikan warga Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Tegalsari. Berbagai inovasi dikembangkan
kelurahan yang menembus 50 besar Surabaya Green and Clean 2007.

Wihartuti Dwi Rahayu, ketua kader lingkungan, mengembangkan metode baru mengolah sampah basah. Cara itu dia
namakan fermentasi dengan bakteri EM4. "Cara ini saya kembangkan dari hasil pelatihan yang diberikan Fakultas
Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair. Memang, cara saya berbeda dengan mereka," kata dia.

Tuti-panggilan akrab Wihartuti Dwi Rahayu-lantas menjelaskan kreasinya itu. Yang pertama disiapkan adalah drum
plastik. Sebelum dimasukkan drum, sampah dicincang hingga berukuran sekitar 2 sentimeter. Setelah itu, sampah basah
tersebut dicampur cairan fermentasi EM 4, dedak, dan air gula.

Menurut Tuti, cara itu lebih efektif dibanding keranjang Takakura. Selain itu, waktunya pun lebih singkat. Tuti bilang,
sampah yang diolah dengan keranjang Takakura baru bisa "dipanen" dalam waktu 6 bulan. Namun, dengan metode
EM4, kompos sudah jadi dalam waktu 2 minggu. "Kelebihan lain, metode EM4 mampu menoleransi sampah dengan
ukuran maksimal 2 sentimeter. Jika di keranjang Takakura, sebelum memasukkan sampah, kita harus menghaluskan
dulu sampah basah itu. Harga EM4 pun sangat murah. Rp 21 ribu tiap 1,5 liter," jelasnya.
Cara yang cukup unik juga dipraktikkan Sabin Hadiwinoto, Ketua Kader Lingkungan RW 11 Kelurahan Perak Utara.
Peraih penghargaan Pejuang Lingkungan dari wali kota itu rela menjadi tukang kredit keranjang Takakura demi
membantu warganya yang kesulitan membeli dengan cara kontan. "Awalnya saya kesulitan untuk memenuhi permintaan
warga. Namun, setelah RW dapat dana hibah dari Uli Peduli, akhirnya dengan modal itu kami bisa mewujudkan 120
keranjang Takakura untuk warga," katanya. (luq)

http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=287916

Tags: sampah, daur ulang, kompos, recycle, takakura, em4


Prev: Keranjang Ajaib Takakura
Next: DKI Anggarkan Rp 7,6 Triliun Untuk Ngurus Sampah
reply share

12 CommentsChronological Reverse Threaded


reply
budi2169 wrote on Nov 8, '07
Boleh juga peluang bisnis ini ya haha selain membantu pemerintah mengatasi masalah sampah bisa
dapat untung hahahahahah
reply
tigorpanggabean wrote on Nov 8, '07
sudah ada yg bergerak untuk ini. di negara maju, semua sampah didaur ulang karena mereka sadar
enggak punya banyak sumber alam. walau ada sumber alam, mereka pergunakan sebaikmungkin.
selalu cari alternative dahulu, sumbel alam merupaka solusi akhir. Walaupun akhirnya jadi biaya
mahal, tapi manfaatnya lebih lama. Jadi kalau dihitung dengan kerusakan yg ada, negara mereka
menjadi lebih untung.... jangka panjangnya.
reply
anoer wrote on Nov 10, '07
Harga keranjang takakura berapa ya??? Mau nich..he2..
reply
ujangtamara wrote on Nov 10, '07
75rb dengan pelatihannya di bandung, dengan pak Djamaludin ex. mentri Kehutanan..
reply
ujangtamara wrote on Nov 10, '07
Djamaludin, Mantan Mentri Kehutanan
Taman Karinda
Bandung, Jl. Alfa 92 Cigadung,
atau di perumahan Bona vista jakarta selatan
reply
tigorpanggabean wrote on Nov 19, '07
kalau saya bikin sendiri. Beli di carefour, keranjang seharga 71rb. Untuk alas bawahnya saya beli
media tanaman dari sabut kelapa yg dihancurkan 15rb per karung goni besar. Sabut kelapa saya
bungkuskan pake ram camuk yg dari plastik. Starternya saya pake kompos yg sudah dijual. Kedua
media ini bisa dibeli di Trubus. Proses pembuatannya sama.. hanya mau kembangkan dengan
mencampur EM4, katanya bisa beli di pak oles http://www.pakoles.com/

reply
budiprati wrote on Apr 7, '08
saya di tangerang, beli keranjang takakura bisa kirim ke tempat ngga?
reply
tigorpanggabean wrote on Apr 9, '08
budiprati said
saya di tangerang, beli keranjang takakura bisa kirim ke tempat ngga?
dibikin sendiri saja. Saya beli keranjangnya plastik seperti foto dibawah di carefore seharga 70rb, lalu
kardusnya pake bekas supermie atau kardus aqua kecil... starternya beli pupuk organin dari trubus.
Proses komposing sama... Kalau tidak dapat coba kontak ibu Djamaluddin, mungkin beliau berkenan
untuk bantu pengirimannya. http://djamaludinsuryo.multiply.com/
reply
tyashardjanti wrote on May 29, '08
Halo, halo, dimana ya saya bisa belajar bikin kompos. Atau ada yang bisa jelasin bagaimana caranya
membuat kompos secara detail.Tolong dong . . . .. Trims berat
reply
tigorpanggabean wrote on May 29, '08
Tiap minggu ada pelatihan ditempatnya ibu Djamaludin di Lebak Bulus. Bisa dikontak untuk schedule
pastinya, ada no. telponnya di http://djamaludinsuryo.multiply.com/
reply
epristari wrote on Oct 23, '08
Buat teman-teman yang ingin mengolah sampah menggunakan Keranjang TAKAKURA tetapi ingin
praktis, Keranjang TAKAKURA dapat dibeli di CV.EPRISTARI Jakarta. Lihat informasinya di
http://indonetwork.co.id/CV_EPRISTARI/840854/biopori-takakura-tas-mainan-produk-daur-
ulang.htm (kami juga jual Pencacah sampah organik ukuran mini, sangat cocok dikombinasikan
dengan keranjang TAKAKURA)
Silahkan menghubungi : Lesti Aty, SSi atau Primadia 08161607263
reply
back2herbal wrote on Dec 29, '08
Selamat, atas semangatnya untuk membuat bumi lebih asri.
Kalau tanaman dan tanah perlu pupuk organik, bagaimana dengan tubuh kita ? Perlu juga kah tubuh
kita asupan yang bermanfaat untuk tumbuh hidup dan benar-benar tidak ada unsur efek samping ikutan
yang negatif??
audio reply video reply
Add a Comment

You might also like