You are on page 1of 88

ACARA I

PEMBUATAN LARUTAN STOCK, PEMBUATAN MEDIA TANAM,

DAN STERILISASINYA

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bioteknologi di bidang pertanian telah berkembang pesat, salah satu contohnya


adalah kultur jaringan. Kultur jaringan tanaman merupakan teknik
menumbuhkembangkan bagian tanaman, baik berupa sel jaringan atau organ tanaman
dalam kondisi aseptis secara in vitro. Ciri teknik ini adalah kondisi kultur yang aseptis,
penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap, dan kondisi
lingkungan kultur yang sesuai. Lingkungan yang sesuai dapat dipenuhi dengan
menentukan media tumbuh yang sesuai dan penempatan pada kondisi yang terkendali
berkaitan dengan intensitas dan periodisitas, cahaya, temperatur, dan kelembaban serta
keharusan sterilisasi.
Sterilisasi alat merupakan hal mutlak yang harus dilakukan dalam kultur jaringan.
Ha ini untuk menciptakan kondisi aseptis perlu dilakukan proses pensterilan atau
sterilisasi untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Sterilisasi alat (petridish, pinset,
gunting, dll) biasanya dilakukan dengan pemanasan secara langsung diatas api atau
dibakar atau dengan pemasan menggunakan autoklaf selama 30 menit pada suhu 115ºC -
135ºC.
Media kultur jaringan merupakan faktor penting penentu keberhasilan
perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah
diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang
dikulturkan. Media kultur fisiknya dapat berbentuk padat atau cair. Media berbentuk
padat menggunakan pemadat media seperti agar. Media kultur yang memenuhi syarat

1
adalah yang mengandung nutrient makro dan mikro dalam kadar dan perbandingan
tertentu, sumber energi (sukrosa), serta mengandung berbagai macam vitamin dan ZPT.
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif.
Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian
tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam
media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah
tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan
bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah
perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan
media buatan yang dilakukan di tempat steril.

Larutan stock merupakan larutan bahan-bahan komponen media yang besarnya


telah dikalikan menjadi beberapa konsentrasi sehingga larutan stock ini berfungsi sebagai
salah satu cara untuk memudahkan penimbangan dan menghindari kesalahan
penimbangan bahan-bahan yang diperlukan dalam jumlah yang relatif kecil. Bahan-bahan
kimia komponen media dibutuhkan dalam jumlah yang relatif kecil, oleh karena itu
bahan-bahan tersebut disediakan dalam bentuk larutan stock. Untuk itulah tahapan
pembuatan larutan stock merupakan tahapan yang sangat penting dalam metode kultur
jaringan agar tidak terjadi kesalahan dalam penimbangan bahan-bahan kimia yang akan
digunakan.

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.


Media sebagai tempat pertumbuhan aksplan yang akan dikulturkan sehingga pembuatan
media harus dilakukan dalam tahapan perbantakan tanaman secara kultur jaringan.
Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan
hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat
pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun
jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang
sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan
juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.

2
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di
tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril.
Seperti disebutkan sebelumnya bahwa kondisi yang aseptic merupakan syarat yang
mutlak dalam tahapan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Oleh karena itu
tahapan sterilisasi harus dilaksanakan dalam praktikum kali ini. Sterilisasi juga dilakukan
terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada
peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.

2. Tujuan

Tujuan praktikum acara yang pertama ini adalah :

1. Mengetahui prosedur pembuatan larutan stock.

2. Mengetahui langkah-langkah dalam pembuatan media kultur jaringan.

3. Mengetahui prosedur sterilisasi alat dan media kultur.

3. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum acara pertama ini berjudul pembuatan larutan stock, media tanam, dan
sterilisasi dilaksanakan pada :

Waktu praktikum : Senin, 13 Oktober 2008

Tempat : Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. TINJAUAN PUSTAKA

3
1. Pembuatan Larutan Stock

Bahan-bahan kimia komponen media dibutuhkan dalam jumlah yang relatif kecil,
oleh karena itu bahan-bahan tersebut disediakan dalam bentuk larutan yang disebut
sebagai larutan stock. Larutan stock merupakan larutan bahan-bahan komponen media
yang besarnya telah dikalikan menjadi beberapa konsentrasi. Sehingga larutan stock ini
berfungsi untuk memudahkan penimbangan dan menghindari kesalahan penimbangan
bahan-bahan yang diperlukan dalam jumlah yang relatif kecil. (Yuniastuti, Endang. 2008:
4)

Seperti diungkapkan oleh Lydiane Kyte dan John Klein dalam Plant for Test
Tubes “Stock solutions are concentrated solutions of groups of media chemicals that are
preparated ahead of time and used to make several batches of media. They may be made
in liter quantities of 10 to 100 times the concentration required in the final formula.
Having stock solutions eliminates the need to weigh so many different chemicals every
time you want to make a batch of medium. Also, the quantities will be more accurate
because they are on larger scale than would be required for a single batch of medium, and
thus minor inaccuracies have less impact”.

Larutan stock merupakan sekelompok larutan media kimia berkonsentrasi yang


disiapkan di awal dan digunakan untuk membuat beberapa kumpulan media. Larutan
stock dibuat dalam satuan jumlah liter pada 10 sampai 100 kali konsentrasi yang
dibutuhkan pada formula akhir. Pembuatan larutan stock mengurangi resiko perbedaan
berat kimiawi yang besar setiap kali kita ingin membuat kumpulan media. Juga, jumlah
akan lebih akurat sebab larutan stock dibuat dalam skala yang lebih besar daripada jika
kita membuat medium tunggal, dan berkurangnya ketidakakuratan ini akan mengurangi
dampak yang buruk bagi kultur jaringan. ( Lydiane Kyte & John Kleyn. 1996: 76)

Beberapa komposisi akan mengendap (membentuk komponen padat) jika


dicampurkan bersama dalam bentuk konsentrasi yang sama, jadi tiap kelompok kimiawi
dibuat dalam bentuk kimia yang biasanya tidak mengendap pada konsentrasi larutan
stock. Sebelum menambahkan bahan kimia apapun pada pembuatan larutan stock, harus
ada air dalam labu, sehingga pengendapan sulit untuk terjadi.

4
Tidak ada kesepakatan umum mengenai kombinasi komposisi larutan stock, juga
tentang bagaimana larutan stock dibuat dan berapa lama larutan tersebut dapat disimpan
sebagai larutan stock. Sebagian besar larutan stock dapat disimpan untuk watu yang
terbatas tanpa reaksi yang berlawanan atau berkebalikan. Apabila larutan stock tersebut
memiliki daur hidup yang pendek, seperti pada material organic, kemudian komposisi
kimianya akan stabil dalam waktu yang lama apabila larutan stock tersebut disimpan
dalam refrigerator, hormone cenderung memiliki waktu hidup yang pendek yang
menyebabkannya harus dibuat dalam jumlah yang kecil sekitar 25 mg dalam 250 ml air.
Apabila komposisi larutan stock memiliki daur hidup yang lebih panjang, seperti pada
garam anorganik, larutan-larutan tersebut dapat disimpan pada cup atau wadah-wadah
kecil, namun larutan-larutan tersebut beresiko tinggi untuk tumbuhnya kontaminan
karena temperatur yang lebih tinggi. Dengan kata lain, jika larutan garam mendekati
proses pengendapan, larutan-larutan tersebut akan mengendap pada suhu dingin di
refrigerator sebab kelarutan suatu larutan akan menurun dengan menurunnya
temperature. Apabila larutan membentuk endapan, larutan-larutan tersebut dapat dibawa
pada suhu ruang, atau sedikit dipanaskan, kemudian digunakan, untuk menghilangkan
endapan. Bila larutan stock tidak mudah untuk mengendap, memanaskan larutan tersebut
pada hot plate atau stirer akan menjadi solusi permasalahan ini. (Bernice M. Martin.
1994: 39).

Pembuatan media pada prinsipnya dilakukan dengan melarutkan semua komponen


media dalam air sesuai dengan konsentrasinya pada formulasi yang diinginkan. Namun,
penimbangan satu persatu komponen media untuk setiap pembuatan media kultur adalah
tidak praktis dan hanya dapat dilakukan jika jumlah zatnya cukup besar. Masalah tersebut
dapat diatasi dengan pembuatan larutan stok. Larutan stok adalah larutan berisi satu atau
lebih komponen media yang konsentrasinya lebih besar dari konsentrasi komponen
tersebut dalam formulasi media akan dibuat (Hemawan dan Na”em, 2006).

Penggunaan larutan stok mengurangi pekerjaan yang rumit dalam persiapan media,
sehingga risiko human error dalam percobaan dapat dikurangi. Lebih dari itu,
penimbangan langsung komponen media, misalnya mikronutrien dan hormon yang

5
dibutuhkan hanya dalam ukuran milligram atau microgram dalam formulasi akhir tidak
dapat dilakukan dengan cukup akurat untuk pekerjaan kultur jaringan (Rahardja, 1995).

2. Pembuatan Media

Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan


tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan
untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan.
Contohnya komposisi Knudson C (1946), Heller (1953), Nitsch dan Nitsch (1972),
Gamborg dkk B5 (1976), Linsmaier dan Skoog-LS (1965), Murashige dan Skoog MS
(1962) serta woody plant medium-WPM (Lloyd dan Mc Known, 1980). Komponen
media kultur yang lengkap sebagai berikut :

 Air distilata (akuades) atau air bebas ion sebagai pelarut atau solven.

 Hara-hara makro dan mikro.

 Gula (umumnya sukrosa) sebagai sumber energy.

 Vitamin, asam amino dan bahan organic lain.

 Zat pengatur tumbuh.

 Suplemen berupa bahan-bahan alami, jika diperlukan.

 Agar-agar atau gelrite sebagai pemadat media.

( Endang Yuniastuti. 2008: 5)

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.


Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan
hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat
pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun
jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang
6
sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan
juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf. (http: www.iptek.
net.id/ ind/?ch=isti&id=221)

Dalam teknik kultur jaringan dikenal berbagai macam media dasar yang
penamaannya berdasarkan nama penemunya atau peneliti yang menggunakan pertama
kali dan memperoleh hasil yang berarti. Beberapa media dasar yang banyak digunakan
antara lain media dasar Murashige dan Skoog (1962) yang dapat digunakan untuk hampir
semua jenis kultur, media dasar B5 untuk kultur sel kedelai dan legume lainnya, media
dasar White (1934) sangat cocok untuk kultur akar tanaman tomat, media dasar Vacin
dan Went (1949) digunakan untuk kultur jaringan anggrek, media dasar Nitsch dan
Nitsch (1969) digunakan dalam kultur tepung sari (pollen) dan kultur sel, media dasar
Schenk dan Hildebrandt (1972) untuk kultur jaringan tanaman monokotil, media dasar
WPM (Woody Plant Medium, 1981) khusus untuk tanaman berkayu, media dasar N6
(1975) untuk serealia terutama padi.

Dari sekian banyak media dasar di atas, yang paling banyak digunakan adalah
media Murashige dan Skoog (MS). Media kultur terdiri dari beberapa atau seluruh
komponen berikut: garam-garam anorganik, vitamin, gula, asam amino, persenyawaan
kompleks alamiah, buffer, arang aktif, zat pengatur tumbuh (hormon), dan bahan
pemadat media yaitu agar.

Kombinasi Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) pada kultur jaringan sangat menentukan
keberhasilan kultur. Penelitian pada berbagai macam jenis tanaman, baik tanaman
sayuran, buah-buahan ataupun tanaman perkebunan menggunakan metode Mohr untuk
pemakaian ZPT, yaitu penggunaan kombinasi ZPT antara kelompok sitokinin dan
kelompok auksin. (http://www.sinarharapan.com)

Formula dasar untuk media kultur jaringan telah ditetapkan oleh berbagai
penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Media kultur jaringan dibuat
untuk menyediakan nutrisi dan mengatur pertumbuhan yang optimal untuk tanaman yang
spesifik. Formulasi media yang dikembangkan oleh Toshio Murashige dan rekan
kerjanya , sering dikenal dengan media MS (Murashige dan Skoog’s), mungkin

7
merupakan media yang terbaik dari beberapa media yang telah diketahui, dan digunakan
sebagian besar pada tanaman herba. Woody plant medium (WPM), dikembangkan oleh
Brent Mc Cown dan Greg Lloyd, didesign sesuai dengan nama yang cocok yaitu optimal
untuk kultur jaringan tanaman berkayu.

Tabel di bawah ini menunjukkan berat atomic dari elemen kimia yang pada
umumnya digunakan dalam teknik kultur jaringan yaitu :

Elemen Simbol Berat Atomic

Boron B 10.811
Kalsium Ca 40.08
Karbon C 12.01115
Klor Cl 35.453
Kobalt Co 58.9332
Tembaga Cu 63.54
Hidrogen H 1.00797
Iod I 126.9044
Besi Fe 55.847
Magnesium Mg 24.312
Mangan Mn 54.938
Molibdenum Mo 95.94
Nitrogen N 14.0067
Oksigen O 15.9994
Potassium P 30.9738
Kalium K 39.102
Natrium Na 22.9898
Belerang S 32.064
Seng Zn 65.37

(Lydiane Kyte & John Kleyn. 1996: 62-64)


8
Untuk perbanyakan klonal, pada umumnya dipakai media dasar Murashige dan
Skoog. Media tersebut mempunyai konsentrasi garam anorganik yang tinggi
dibandingkan medium lainnya terutama ion NH4 dan NO3. Banyak penelitian yang
menyatakan bahwa pengurangan komponen senyawa penyusun media berpengaruh baik
terhadap pertumbuhan biakan tanaman dalam botol (Husni, 1997).
Di bawah ini merupakan tabel komposisi salah satu media yang paling umum
digunakan yaitu Murashige and Skoog’s (Media MS).

Komponen Komposisi

Unsur makro
NH4NO3 1.650
KNO3 1.900
CaCl2.2H2O 440
MgSO4.2H2O 370
KH2PO4
Unsur mikro
KI 0,830
H3BO3 6,200
MnSO4.4H2O 22,300
ZnSO4.7H2O 8,600
Na2SO4.2H2O 0,250
CuSO4.5H2O 0,025
CoCl2.6H2O 0,025
Na2EDTA 37,200
FeSO4.7H2O 27,800
Vitamin dan Asam amino
Thiamin 1,000
Asam nikotinat 0,500
Pyridoxin HCl 0,500

9
Glycine 2,000
Asam sistein 50,000
Asam pantotenat 3,000
Myo-inositol 100,000
Sukrosa 30,000
Agar 70,000

( Buletin Teknik Pertanian Vol 9 , Nomor 1, 2004)


3. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan suatu proses untuk mematikan semua organisme yang
terdapat pada atau di dalam suatu benda. Sterilisasi basah dapat digunakan untuk
mensterilkan bahan apa saja yang dapat tembus uap air dan tidak rusak bila dipanaskan
dengan suhu yang berkisar antara 110-1210C. Sterilisasi yang umum dilakukan dapat
berupa:

a. Sterilisasi secara fisik (pemanasan, penggunaan sinar gelombang pendek yang dapat
dilakukan selama senyawa kimia yang akan disterilkan tidak akan berubah atau terurai
akibat temperatur atau tekanan tinggi). Dengan udara panas, dipergunakan alat
“bejana/ruang panas” (oven dengan temperatur 170o – 180oC dan waktu yang
digunakan adalah 2 jam yang umumnya untuk peralatan gelas).

b. Sterilisasi secara kimia (misalnya dengan penggunaan disinfektan, larutan alkohol,


larutan formalin).

c. Sterilisasi secara mekanik, digunakan untuk beberapa bahan yang akibat pemanasan
tinggi atau tekanan tinggi akan mengalami perubahan, misalnya adalah dengan
saringan/filter. Sistem kerja filter, seperti pada saringan lain adalah melakukan seleksi
terhadap partikel-partikel yang lewat (dalam hal ini adalah mikroba).

(http://elearning.unram.ac.id/KulJar/BAB%20IV%20STERILISASI/IV2%20Sterilisasi
%20Alat.ht)

Sterilisasi dengan autoklaf adalah salah satu metode sterilisasi dengan uap air
dibawah tekanan. Kapas penyumbat, kasa, perlatan laboratorium, plastik penutup,
peralatan gelas, penyaring, air, dan media nutrisi dapat disterilisasi dengan autoklaf.

10
Hampir semua mikroba mati bial terkena uap yang sangat panas dari autoklaf selama 10-
15 menit/ semua obyek hendaknya disterilisasi pada suhu 121ºC dan tekanan 15 Psi
selama 15-20 menit (Torres, 1989).
Etil alcohol (70-90%) sangat berguna untuk mengusap permukaan tempat
pelaksanaan, membilas tangan, dan mencelupkan peralatan dengan atau tanpa
pembakaran. Alcohol mudah terbakar, sehingga harus sangat hati-hati saat
menggunakannya diatas api. Kalsium atau Natrium hipoklorit digunakan sebagai
sterilisasi peralatan dan sebagai desinfektan bagi jaringan tanaman tanpa melukainya
(Afriastini, 2004).
Alat sterilisasi baik media maupun peralatan yang digunakan untuk proses isolasi
dan penanaman eksplan yang sering digunakan adalah autoklaf. Tipe autoklaf yang
dapat digunakan untuk sterilisasi ada bermacam-macam, mulai dari yang sederhana
sampai digital (terprogram). Autoklaf yang sederhana menggunakan sumber uap dari
pemanasan air yang ditambahkan ke dalam autoklaf. Pemanasan air dapat menggunakan
kompor atau api Bunsen. Dengan autoklaf sederhana ini, tekanan dan temperatur diatur
dengan jumlah panas dari api.
Kelemahan autoklaf ini adalah bahwa perlu penjagaan dan pengaturan panas
secara manual, selama masa sterilisasi dilakukan. Tetapi autoklaf ini mempunyai
keuntungan: sederhana, harga relatif murah, tidak tergantung dari aliran listrik yang
sering merupakan problema untuk negara-negara yang sedang berkembang, serta lebih
cepat dari autoklaf listrik yang seukuran dan setaraf.
Autoklaf yang lebih komplit menggunakan sumber energi dari listrik. Alatnya
dilengkapi dengan timer dan thermostat. Bila pengatur automatis ini berjalan dengan
baik. Maka autoklaf dapat dijalankan sambil mengerjakan pekerjaan lain. Kelemahannya
adalah bila salah satu pengatur tidak bekerja, maka pekerjaan persiapan media menjadi
sia-sia dan kemungkinan menyebabkan kerusakkan total pada autoklaf. Sebagai sumber
uap, juga berasal dari air yang ditambahkan ke dalam autoklaf dan didihkan.
Untuk laboratorium komersial, diperlukan autoklaf dengan kapasitas besar dan
sumber uap biasanya dari boiler yang terpisah. Autoklaf ini sangat cepat dan dapat
diprogam waktu sterilisasi, serta waktu pendinginan. Setelah sterilisasi bahan atau alat
selesai, temperatur dan tekanan autoklaf diturunkan secara perlahan-lahan dalam waktu
15-20 menit. Pada autoklaf yang programmable, panas ini diatur secara atomatis. Tetapi
pada autoklaf yang sederhana hal ini harus diatur secara manual.
11
Pada prinsipnya, sterilisasi autoclave menggunakan panas dan tekanan dari uap air.
Temperature sterilasi biasanya 121o C, tekanan yang biasa digunakan antara 15-17,5 psi
(pound per square inci) atau 1 atm.Lamanya sterilisasi tergantung dari volume dan jenis.
Alat-alat dan air disterilkan selama 1 jam, tetapi media antara 20-40 menit tergantung
dari volume bahan yang disterilkan. Sterilisasi media yang terlalu lama menyebabkan :
1. Penguraian gula.
2. Degradasi vitamin dan asam-asam amino.
3. Inaktifasi sitokinin zeatin riboside.
4. Perubahan pH yang berakibatkan depolimerisasi agar.
( Lydiane Kyte & John Kleyn. 1996 : 169)
Autoklaf gas atau listrik portable pada umumnya mempergunakan sumber uap dari
pemanasan air yang ditambahkan ke dalam autoklaf, sedangkan autoklaf besar pada
laboratorium komersil pada umumnya menggunakan uap dari boiler sentral.
Bagian-bagian autoklaf :
1. Panci luar.
2. Panci dalam tempat meletakkan botol dengan alur tempat saluran uap.
3. Tutup beserta penunjuk tekanan dan saluran uap.
4. Katup pengeluaran uap.
5. Pengunci atau klem.
Dalam sterilisasi aquadest, lebih efektif bila digunakan wadah yang mempunyai
volume antara 300 – 500 ml. Isi wadah tersebut sampai 80% volume, dan tutup dengan
kertas, serta kencangkan dengan karet gelang.
Media disterilkan dalam autoklaf. Untuk aquadest sebaiknya dimasukkan dalam
wadah kecil misalnya erlemeyer 250 ml dengan isi maksimum 100 ml, agar sterilisasi
lebih efektif. Waktu sterilisasi sama dengan waktu untuk sterilisasi alat-alat waktu 30
menit pada tekanan 15 psi. atau 1 atm.
Untuk media kultur yang tidak mengandung bahan-bahan yang Heat-labile,
sterilisasi dilakukan dengan autoklaf pada temperatur 121oC, tekanan antara 15 psi atau 1
atm dengan waktu antara 20-25 menit tergantung dari volume wadah dan volume media.
Untuk 15-50 ml media dalam tabung reaksi atau botol kecil berukuran 50-100 ml,
sterilisasi dilakukan pada tekanan 15 psi dengan waktu 20 menit. Untuk 20 botol volume

12
1 liter membutuhkan waktu yang lebih lama yaitu 34 menit, 10 botol volume 2 liter
memerlukan waktu 37 menit, 5 botol 4 liter waktu yang digunakan 52 menit. Dengan
waktu yang lebih lama. Dalam sterilisasi aquadest dan media, setelah waktu sterilisasi
yang diinginkan sudah tercapai, autoklaf tidak boleh diturunkan tekanannya secara
mendadak. Bila tekanan diturunkan mendadak, cairan didalamnya mendidih dan meluap
(bubbled up).
Untuk bahan-bahan yang heat-labile dalam bentuk larutan, sterilisasi dilakukan
dengan menyaring larutan melalui filter yang mempunyai ukuran pori 0.20-0.22 um.
Diameter filter yang bermacam-macam tergantung dari volume larutan yang ingin
disterilkan. Untuk volume larutan 10 ml, dipergunakan filter yang dipasang di ujung
jarum suntik. Bahan yang heat labile antara lain : GA3, Thiamin-HCL, Ca-panthothenate,
Antibiotik: carbenocilin.
Botol-botol/tabung reaksi/erlenmeyer yang dipergunakan sebagai wadah, biasanya
disterilkan dalam oven. Botol-botol yang sudah dicuci bersih, dimasukkan ke dalam oven
dan dipanaskan selama 4 jam pada temperatur 160o C. Setelah disterilkan dapat langsung
digunakan. Bila botol akan disimpan untuk beberapa lama, maka sewaktu sterilisasi,
mulut botol harus ditutup dengan alumunium foil.
(http://www.iptek.net)

C. ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA


1. Alat
a. Pembuatan Larutan Stock
 Timbangan analitik
 Sendok
 Erlenmeyer
b. Pembuatan Media Tanam
 Timbangan analitik
 Botol-botol kultur
 Magnetik stirrer
 pH meter

13
 Gelas piala
 Pipet
 Plastik pp 0,3 mm
 Karet gelang
 Kertas label
c. Sterilisasi
 Autoklaf
2. Bahan
a. Pembuatan Larutan Stock
 Bahan-bahan kimia untuk nutrisi, vitamin, FeEDTA, ZPT
 Aquadest
b. Pembuatan Media Tanam
 Aquadest
 Larutan stock, terdiri atas hara makro dan mikro, vitamin, serta ZPT
 Agar-agar
 Gula
 NaOH 1N dan HCl 1 N
3. Cara Kerja
a. Pembuatan Larutan Stock
1. Larutan Stock Media
Bahan-bahan kimia komponen media dibutuhkan dalam jumlah yang
relative kecil, oleh karena itu bahan-bahan tersebut disediakan dalam bentuk
larutan yang disebut sebagai larutan stock.
Larutan stock merupakan larutaaan bahan-bahan komponen media yang
besarnya telah dikalikan menjadi beberapa konsentrasi. Sehingga larutan stock ini
berfungsi untuk memudahkan penimbangan dan menghindari kesalahan
penimbangan bahan-bahan yang diperlukan dalam jumlah yang relatif kecil.
Langkah-langkah pembuatan larutan stock meliputi :

14
(1). Menimbang bahan-bahan kimia yang telah dikalikan menjadi beberapa kali
konsentrasi, misalnya untuk unsure hara makro dikalikan 20 dan unsur hara
mikro dikalikan 100 kali konsentrasi.
(2). Melarutkan bahan-bahan kimia tersebut ke dalam aquadest dengan volume
tertentu, misalnya 500 ml.
(3). Memasukkan masing-masing larutan ke dalam botol dan menyimpan ke
dalam refrigerator.
2. Larutan Stock Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
Zat pengatur tumbuh hanya diperlukan dalam jumlah yang sedikit sekali.
Biasanya zat pengatur tumbuh ini dibuat dengan kepekatan 1-10 mg/ml . Cara
membuat larutan stock masing-masing ZPT adalah sebagai berikut :
(1). Menghitung kebutuhan bahan BAP 100 ppm sebanyak 300 ml adalah sebagai
berikut :
100 ppm = 100 mg/l
= 30 mg/0,3 l
= 30 mg/300 ml
(2). Menghitung kebutuhan bahan IBA 100 ppm sebanyak 100 ml adalah sebagai
berikut :
100 ppm = 100 mg/l
= 10 mg/0,1 l
= 10 mg/100 ml
(3). Melarutkan bahan dengan Alkohol atau NaOH 1 N kemudian ditambah
dengan aquadest sampai 300 ml untuk BAP dan 100 ml untuk IBA.
(4). Memasukkan masing-masing larutan tersebut ke dalam botol dan
menyimpannya ke dalam refrigerator.
b. Pembuatan Media Kultur
Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan
tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan
untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan.
Contohnya komposisi Knudson C (1946), Heller (1953), Nitsch dan Nitsch (1972),
Gamborg dkk B5 (1976), Linsmaier dan Skoog-LS (1965), Murashige dan Skoog MS

15
(1962) serta woody plant medium-WPM (Lloyd dan Mc Known, 1980). Komponen
media kultur yang lengkap sebagai berikut :

 Air distilata (akuades) atau air bebas ion sebagai pelarut atau solven.

 Hara-hara makro dan mikro.

 Gula (umumnya sukrosa) sebagai sumber energy.

 Vitamin, asam amino dan bahan organic lain.

 Zat pengatur tumbuh.

 Suplemen berupa bahan-bahan alami, jika diperlukan.

 Agar-agar atau gelrite sebagai pemadat media.

Dalam praktikum kali ini, media yang digunakan adalah media Murashige dan
Skoog’s (MS) yang dimodifikasi dengan penambahan ZPT BAP 2 ppm dan IAA 0,5
ppm. Media tersebut digunakan untuk penanaman masing-masing eksplan yang
masing-masing eksplan diulang sebanyak 2 kali untuk tiap mahasiswa.
Langkah-langkah pembuatan media (1 liter) adalah sebagai berikut :
(1). Mengambil masing-masing larutan stock sesuai dengan ukuran yang telah
ditentukan dan memasukkannya ke dalam gelas piala.
(2). Mengambil larutan stock ZPT sesuai dengan perlakuan, misalnya :
 Untuk membuat media 1 L dengan konsentrasi BAP 2 ppm, maka
volume larutan stock yang diambil adalah :
V1 x M1 = V2 x M2
V1 X 100 ppm = 1000 ml x 0,5 ppm
V1 = 20 ml/L
 Untuk membuat media 1 L dengan konsentrasi IAA 0,5 ppm, maka
volume larutan stock yang diambil adalah :
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 100 ppm = 1000 ml x 0,5 ppm
16
V1 = 5 ml/L
Ket : V1 : volume larutan stock yang diambil
V2 : volume media yang akan dibuat
M1 : dosis larutan stock yang tersedia
M2 : dosis media yang akan dibuat
 Menambah aquadest sampai 1000 ml
 Menambah gula sebanyak 30 gr
 Mengatur pH dalam kisaran 5,8- 6,3 dengan menambahkan
beberapa tetes NaOH untuk menaikkan pH atau HCl untuk menurunkan pH.
Pada saat pengukuran pH, larutan media diaduk dengan magnetic stirrer.
 Menambahkan agar-agar 8 gr kemudian dididihkan.
 Menuangkan larutan media ke dalam botol-botol kultur kurang
lebih 25 ml tiap botol.
 Menutup botol berisi larutan media dengan plastik.
c. Sterilisasi Alat dan Media Kultur
Sterilisasi alat dan media kultur jaringan dilakukan secara bersamaan
menggunakan autoklaf. Langkah-langkah sterilisasi alat dan media kultur jaringan :
 Membungkus alat-alat kultur seperti petridish, pisau scalpel dan pinset
dengan kertas koran.
 Memasukkan botol-botol berisi media dan alat-alat kultur yang telah
dibungkus kertas koran ke dalam autoklaf untuk proses sterilisasi pada suhu 121°
C, tekanan 1,5 kg/cm2 selama 45 menit.
 Menyimpan alat-alat kultur dalam oven.
 Menyimpan media pada rak penyimpan media yang bertujuan untuk
mengantisipasi ada tidaknya kontaminasi pada media sehingga dapat dicegah
penggunaan media yang telah terkontaminasi pada saat penanaman.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Pembuatan Media Tanam

17
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Komposisi media yang digunakan dalam kultur jaringan tergantung pada jenis tanaman
yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral,
vitamin, dan hormone. Selain itu perlu ditambahkan bahan tambahan seperti agar, gula,
dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh yang ditambahkan juga bervariasi baik jenis maupun
jumlahnya, tergantung dengan kultur jaringan yang akan dilakukan. Pada percobaan kali
ini media yang dibuat adalah media Murashige and Skoog’s dengan komposisi :
Komponen Komposisi

Unsur makro
NH4NO3 1.650
KNO3 1.900
CaCl2.2H2O 440
MgSO4.2H2O 370
KH2PO4
Unsur mikro
KI 0,830
H3BO3 6,200
MnSO4.4H2O 22,300
ZnSO4.7H2O 8,600
Na2SO4.2H2O 0,250
CuSO4.5H2O 0,025
CoCl2.6H2O 0,025
Na2EDTA 37,200
FeSO4.7H2O 27,800
Vitamin dan Asam amino
Thiamin 1,000
Asam nikotinat 0,500
Pyridoxin HCl 0,500
18
Glycine 2,000
Asam sistein 50,000
Asam pantotenat 3,000
Myo-inositol 100,000
Sukrosa 30,000
Agar 70,000

Pemilihan jenis media kultur yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan dan
perkembangan eksplan sesuai yang diinginkan. Media kultur dibedakan menjadi dua
yaitu media dasar yang terdiri dari garam-garam organik (makro dan mikro), senyawa
sumber karbon, asam amino, dan vitamin. Media yang kedua adalah media perlakuan
yaitu media dasar yang ditambahkan dengan penambahan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh)
atau hormone. Jenis media kultur yang paling banyak digunakan adalah media Murashige
and Skoog (MS) cocok untuk hamper semua jenis tanaman terutama monokotil. Selain
itu, terdapat banyak jenis media yang lain seperti woody plant medium (WPM) yang
cocok untuk kultur tanaman keras atau tanaman berkayu, media Gamborg dan White
untuk kultur akar.
Pada praktikum kali ini hanya digunakan media dasar berupa media Murashige
Skoog. Sebelumnya telah dibuat larutan stock media, yaitu larutan pekat senyawa-
senyawa kimia penyusun media. Larutan stock ini berfungsi untuk memudahkan
pengukuran berat dan konsentrasi senyawa dalam meia, sehingga memastikan bahwa
jumlah/ volume masing-masing komponen media yang diberikan dalam jumlah tepat.
Sebab, kalau tidak dibuat larutan stocknya akan menyulitkan dalam penimbangan
komponen media, karena berat yang dibutuhkan sangat sedikit seperti yang tertera dalam
table komposisi di atas dan penimbangan seringkali tidak akurat. Larutan stok dibuat
dalam konsentrasi pekat (10 atau 100 kali konsentrasi akhir yang dibutuhkan untuk
media.
Komponen-komponen media MS yaitu :
 Garam-garam anorganik terdiri dari makronutrient (C, H, O, N, S, P, K, Ca, Mg).
N didapatkan dari NO3- atau NH4+ atau asam amino. Mg dan S didapatkan dari

19
MgSO4.7H2O. P didapat dari NaH2PO4.H2O dan KH2PO4. K didapat dari KCl, K2NO3
atau KH2PO4. K didapatkan dari KCl, K2NO3 atau KH2PO4. Ca didapatkan dari
CaCl2.2H2O atau Ca(NO3)2. Dan Cl dari KCl atau CaCl2. Selain itu dibutuhkan juga
mikronutrient yang terdiri dari Cu, Zn, FeEDTA, B, Mo, Co, dan I.
 Sumber karbon yang digunakan adalah sukrosa, sebagai sumber energy.
Konsentrasi sukrosa yang digunakan adalah 20.000- 45.000 mg/L.
 Asam amino merupakan sumber N organik. Asam amino yang sering digunakan
adalah glutamine, asparagin, sistein, dan glisin.
 Vitamin berfungsi sebagai katalisator dalam system enzim dan diperlukan dalam
jumlah kecil. Vitamin yang dibutuhkan pada sebagian besar kultur jaringan tumbuhan
adalah thiamin, yang diberikan dalam bentuk Thiamin-HCl. Vitamin lain yang biasa
digunakan adalah asam nikotinat dan piridoksin HCl (vitamin B6).
Pada praktikum kali ini, untuk hara makro kecuali CaCl2.2H2O dibuat larutan
stocknya, untuk CaCl2.2H2O dibuat larutan stock tersendiri karena apabila di campur zat
ini akan mengendap.
Pada pembuatan media harus diperhatikan pH- nya yaitu harus dijaga pada pH 5,8
sampai 6,3 dengan penambahan KOH atau NaOH untuk menaikkan pH dan dan HCl
untuk menurunkan pH. pH harus dijaga pada 5,8 sampai 6,3 sebab pada kawasan pH ini
merupakan pH yang optimum untuk penyerapan hara oleh tanaman. Pada praktikum kali
ini dilakukan penambahan HCl sebanyak kurang lebih 5 tetes karena campuran media
yang didapat terlalu basa dan setelah dilakukan penambahan HCl dilakukan pula
penambahan NaOH sebanyak 2 tetes karena pH yang didapat terlalu asam. Media yang
terlalu asam menyebabkan media sukar mengendap. Namun harus juga dihindari
penambahan HCl dan NaOH secara berlebihan karena akan mengurangi tingkat
keberhasilan pembuatan media. Setelah media masak dan dituang di botol-botol kultur
serta ditutup plastik, media dimasukkan dalam autoklaf untuk disterilisasi.

2. Sterilisasi Media Tanam, Alat-alat Penanaman, dan Eksplan Tanaman.


Syarat utama keberhasilan kultur in vitro adalah menghindari kontaminasi yang
dapat terjadi pada setiap saat dalam masa kultur . Kontaminasi umumnya disebabkan oleh
sterilisasi media yang kurang sempurna, lingkungan kerja dan pelaksanaan atau cara kerja
20
saat penanaman (kecerobohan pelaksana), eksplan, molekul-molekul atau benda-benda
asing berukuran kecil yang jatuh atau masuk ke dalam botol kultur setelah penanaman
dan ketika diletakkan di ruang kultur. Agar kontaminasi tidak terjadi maka faktor-faktor
tersebut harus berada dalam kondisi aseptik. Kondisi aseptik dapat dicapai dengan
metode sterilisasi. Secara umum, metode sterilisasi dikelompokkan dalam metode
sterilisasi pemanasan kering menggunakan oven, metode sterilisasi pemanasan basah
menggunakan autoklaf, metode ultrafiltrasi dengan menggunakan filter milipore
(digunakan untuk hormone dan ZPT), metode sterilisasi dengan bahan kimia bisa
menggunakan alkohol 70 % atau 80 %, metode sterilisasi laminar air flow cabinet
menggunakan sinar UV.
Pada praktikum kali ini, untuk mensterilisasi media dan alat-alat untuk penanaman
eksplan menggunakan metode sterilisasi pemanasan basah dengan menggunakan
autoklaf. Autoklaf merupakan alat yang dilengkapi dengan klep pengatur tekanan yang
berasal dari air yang diuapkan. Uap air panas inilah yang akan membunuh
mikroorganisme dan mensterilkan alat atau media yang akan digunakan. Untuk sterilisasi
media dilakukan selama 15-20 menit sedangkan untuk sterilisasi alat dan aquades
dilakukan selama kurang lebih 1 jam. Sebelum dinyalakan, harus dipastikan bahwa
semua kunci harus menutup agar tekanan yang timbul tidak bocor keluar, apabila hal itu
terjadi proses sterilisasi tidak akan berhasil. Setelah proses sterilisasi selesai dan autoklaf
mati, autoklaf tidak boleh langsung dibuka melainkan ditunggu hingga semua air yang
berada di dalam autoklaf keluar (kunci dibuka dulu) dan tekanan di dalam autoklaf
menurun, apabila langsung dibuka dapat menimbulkan ledakan dan dapat merusak klep
pengatur tekanan pada autoklaf sehingga kerja alat akan terganggu untuk pemakaian
selanjutnya. Sebelum dimasukkan petridish, pisau scalpel, pinset, dan alat-alat yang lain
terlebih dahulu dibungkus dengan kertas agar tidak kontak langsung dengan uap air
autoklaf. Petridish akan mudah rusak (pecah) jika mengalami kontak langsung dengan
uap air yang panas. Sedangkan alat-alat seperti pisau scalpel dan pinset akan mudah
berkarat jika berkontak langsung dengan uap air. Bagian yang ada tulisan dari kertas
pembungkus harus diletakkan di bagian luar agar tinta yang larut nanti tidak mengotori
alat yang ada di dalamnya.

21
Sedangkan eksplan yang akan dikulturkan pada praktikum ini disterilkan secara
kimiawi yaitu dengan merendam eksplan dalam larutan Dithane M-45 3 mg/l yaitu
sebagai fungisida yang berfungsi untuk mencegah timbulnya jamur. Setelah itu
dilanjutkan dengan merendam eksplan dalam larutan Chlorox 5,25 % (Sunclin 100 %)
selama kurang lebih 2 menit.

Dalam proses sterilisasi memungkinkan dapat terjadi kegagalan sterilisasi seperti :


 Ketidakberhasilan sterilisasi akibat adanya salah satu atau beberapa kunci pada
autoklaf yang tidak menutup dengan sempurna sehingga tekanan yang timbul dari
autoklaf bocor ke luar.
 Kegagalan sterilisasi akibat sebelum tekanan dalam autoklaf menurun dan semua
air yang ada di autoklaf belum habis autoklaf sudah terbuka sehingga dapat
menimbulkan ledakan atau kerusakan klep pengatur tekanan pada autoklaf.
Kegagalan sterilisasi dapat dihindari dengan jalan mengikuti semua ketentuan dan
prosedur pelaksanaan sterilisasi meliputi penggunaan alat dan pelaksanaan prosedur
sterilisasi.

E. KESIMPULAN DAN SARAN


 Kesimpulan
Bahan-bahan kimia komponen media dibutuhkan dalam jumlah yang relatif
kecil, oleh karena itu bahan-bahan tersebut disediakan dalam bentuk larutan yang disebut
sebagai larutan stock. Larutan stock merupakan larutan bahan-bahan komponen media
yang besarnya telah dikalikan menjadi beberapa konsentrasi. Sehingga larutan stock ini
berfungsi untuk memudahkan penimbangan dan menghindari kesalahan penimbangan
bahan-bahan yang diperlukan dalam jumlah yang relatif kecil.
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan
22
hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat
pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun
jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.
Syarat utama keberhasilan kultur in vitro adalah menghindari kontaminasi yang
dapat terjadi pada setiap saat dalam masa kultur . Kontaminasi umumnya disebabkan oleh
sterilisasi media yang kurang sempurna, lingkungan kerja dan pelaksanaan atau cara kerja
saat penanaman (kecerobohan pelaksana), eksplan, molekul-molekul atau benda-benda
asing berukuran kecil yang jatuh atau masuk ke dalam botol kultur setelah penanaman
dan ketika diletakkan di ruang kultur. Agar kontaminasi tidak terjadi maka faktor-faktor
tersebut harus berada dalam kondisi aseptik. Kondisi aseptik dapat dicapai dengan
metode sterilisasi. Secara umum, metode sterilisasi dikelompokkan dalam metode
sterilisasi pemanasan kering menggunakan oven, metode sterilisasi pemanasan basah
menggunakan autoklaf, metode ultrafiltrasi dengan menggunakan filter milipore
(digunakan untuk hormone dan ZPT), metode sterilisasi dengan bahan kimia bisa
menggunakan alkohol 70 % atau 80 %, metode sterilisasi laminar air flow cabinet
menggunakan sinar UV.

 Saran
Dari pembahasan dan kesimpuan yang telah ditarik, saran yang dapat penulis
sampaikan untuk praktikum-praktikum yang akan dating tentang pembuatan larutan
stock, media tanam, dan sterilisasi yaitu antara lain :
1. Larutan stok sebaiknya dibuat untuk menghindari terjadinya kesalahan penimbangan
sebab bahan-bahan kimia untuk membuat media diperlukan dalam jumlah yang
sedikit.
2. Pada pembuatan media harus diperhatikan jenis eksplan yang akan dikulturkan
sehingga dapat memilih dan menentukan media yang tepat yang akan digunakan.
3. Pada tahap sterilisasi harus diperhatikan betul tahapan-tahapan dan prosedur
sterilisasi agar dapat meminimalisir kegagalan sterilisasi.

23
DAFTAR PUSTAKA

Afriastini, F. 2004. Perbanyakan Vegetatif : Kultur Jaringan. http://www.wikipedia.id.org/


teknik/veg. Diakses 15 Desember 2007
Bernice, M. Martin.1994. Tissue Culture Technique. USA : Boston University
Buletin Teknik Pertanian Vol. 9, Nomor 1, 2004
Herawan, T dan M. Na’iem. 2006. Pengaruh Jenis Media dan Konsentrasi Zat Pengatur
Tumbuh Terhadap Perakaran pada Kultur Jaringan Cendana (Santalum album Linn.).
Jurnal Agrosains 19(2) : 103-109.
Husni, A. 1997. Perbanyakan dan Penyimpanan Tanaman Inggu melalui Kultur Jaringan.
Buletin Plasma Nuftah II(1) : 9.
Kyte, Lydiane & John Kleyn. 1996. Plants from Test Tubes. USA: Timber Press
Rahardja, P.C. 1995. Kultur Jaringan Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Torres, K.C. 1989. Tissue Culture techniques for Horticultural Crops. Von Hostrand Reinheld.
New York.
Yuniastuti, Endang.2008. Buku Petunjuk Praktikum Kultur Jaringan. Surakarta : UNS Press
http://www.iptek.net.id/ind/?ch=isti&id=211
http://www.sinarharapan.com
http://elearning.unram.ac.id/KulJar/BAB%20IV%20STERILISASI/IV2%20Sterilisasi
%20Alat.ht

24
ACARA II
KULTUR JARINGAN MAWAR (Rosa sp)

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Mawar (Rosa sp.) merupakan tanaman bunga hias berupa herba dengan batang
berduri. Mawar berasal dari dataran Cina, Timur Tengah dan Eropa Timur. Dalam
perkembangannya, menyebar luas dari daerah-daerah beriklim dingin (subtropis) dan
panas (tropis).
Beberapa komoditas bunga potong yang menjadi andalan di Indonesia saat ini
antara lain: Mawar, Krisan, Anggrek, Gladiol, Lily, Sedap malam dan Anthurium. Di
Indonesia yang merupakan salah satu wilayah pemasok konsumen tanaman hias secara
Nasional adalah Jawa Tengah dan Jawa Barat serta Jawa Timur. Permintaan bunga
potong Mawar, Gladiol dan Lily masing-masing menduduki peringkat 1, 5 dan 9.
Bunga potong sebagai salah satu komoditas pertanian yang mempunyai nilai
ekonomi cukup tinggi, telah diusahakan secara komersial sejak lama dalam upaya
memenuhi permintaan yang semakin meningkat. Permintaan nasional akan tanaman hias
dan bunga potong meningkat tidak kurang dari 10% setiap tahunnya. Meningkatnya
permintaan ini sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang
memberikan peluang besar untuk pengembangan usahatani dan pemasaran tanaman hias
serta bunga potong.
Permintaan bunga potong semakin meningkat pada saat menjelang Idul Fitri, Hari
Natal, Tahun Baru dan hari-hari besar lainnya (Hasyim, 1989 dalam Effendie, 1994).

25
Mengingat manfaat bunga yang demikian besar, sudah saatnya memproduksi
bunga yang berkualitas. Indikasi ini terlihat dari permintaan konsumen terhadap bunga
potong bukan saja terjadi pada hari-hari besar tetapi kini bunga potong dibutuhkan
hampir setiap hari (Sanjaya, 1996). Permintaan pasar sangat ditentukan oleh kualitas dan
kuantitas komoditas yang dihasilkan petani. Konsumen akan cenderung memilih produk
yang mempunyai kualitas lebih tinggi, yang tersedia di pasar, hal ini akan merugikan
petani apabila ketersediaan varietas unggul di tingkat petani tidak disediakan dan
terdesak oleh komoditas import.
Salah satu kendala yang dihadapi petani bunga potong antara lain ketersediaan
bibit yang bermutu. Bibit yang bermutu adalah bibit yang mempunyai sifat unggul dan
seragam. Metode perbanyakan bunga potong yang dilakukan oleh petani saat ini masih
menggunakan teknologi pebanyakan melalui benih, umbi, stek dan sambungan mata
tempel. Perbanyakan menggunakan benih akan menghasilkan tanaman dengan
keragaman yang tinggi, sedangkan perbanyakan menggunakan umbi, stek, dan mata
tempel akan menghasilkan tanaman yang mempunyai sifat sama dengan induknya tetapi
bibit yang dihasilkan relatif sedikit dan memerlukan waktuyang lama. Teknologi
tersebut ternyata belum mampu menjawab tantangan untuk mengantisipasi
berkembangnya agribisnis bunga potong. Salah satu alternatif yang mampu menjawab
tantangan tersebut adalah dengan menggunakan teknologi perbanyakan secara kultur
jaringan (in vitro).
Mawar merupakan komoditas hortikultura yang bernilai tinggi, yang banyak
diminati konsumen dan dapat dibudidayakan secara komersial. Permintaan mawar
sebagai bunga potong meningkat pada hari raya dan keagamaan dan tahun baru.
Pengembangan bunga potong, terutama mawar di Indonesia tergolong lambat karena
adanya kendala dalam penyediaan bibit. Selain itu, kegiatan penelitian tanaman hias
yang semakin berkembang belum diimbangi dengan kegiatan pengelolaan atau
konservasi plasma nutfah yang memadai.
Mawar (Rosa hybrida L.) biasa diperbanyak secara vegetatif, sedangkan secara
generatif hanya ditujukan untuk pemuliaan. Perbanyakan mawar bunga potong
umumnya diperbanyak secara okulasi, okulasi mata tunas atau okulasi mata berkayu.
Okulasi mata tunas dilakukan pada saat kulit batang bawah mudah dikelupas. Pada saat

26
tersebut sel-sel tanaman dan sel-sel kambium tersebut sedang dalam keadaan
aktif.Pelaksanaan dari teknik okulasi mata berkayu hampir sama dengan okulasi mata
tunas, hanya pada okulasi mata berkayu tidak harus menunggu batang bawah mudah
dikelupas. Dengan cara ini okulasi dapat dilakukan pada stek batang bawah yang belum
berakar ataupun yang sudah berakar. Namun demikian sebaiknya okulasi mata tunas
dilakukan setelah batang bawah berumur lebih dari satu bulan.Salah satu cara
perbanyakan yang lebih efisien, yang sekarang banyak dilakukan pengusaha benih/bibit
mawar di luar negeri adalah stenting. Cara ini merupakan gabungan dari penyetekan dan
penyambungan (grafting) yang dilakukan pada saat yang bersamaan.
Perbanyakan mawar dengan teknik kultur jaringan merupakan salah satu alternatif
unggul perbanyakan tanaman yang dapat menyediakan bibit tanaman dalam jumlah yang
banyak dan dalam waktu yang cepat. Selain itu, tidak memerlukan ruangan yang luas
dan mencegah penularan penyakit sistemik.
Eksplan yang akan digunakan pada praktikum kali ini adalah mawar (Rosa sp)
yaitu bagian batangnya. Eksplan yang digunakan ini merupakan jaringan tipis.
Pada kultur jaringan mawar (Rosa sp.) digunakan bahan tanam berupa ruas-ruas
batang muda tanaman mawar. Hal ini mengacu pada salah satu konsep dasar kultur
jaringan yaitu organ yang digunakan dalam kultur jaringan harus mempunyai sifat
totipotensi. Penggunaan ruas batang muda mawar bertujuan untuk mendapatkan organ
yang masih juvenile sehingga bersifat meristematik, artinya organ tersebut masih aktif
membelah. Organ tersebut akan berdeferensiasi menjadi kalus, yaitu sekumpulan sel
yang yang aktif membelah dan mempunyai kemungkinan menjadi zigot.

2. Tujuan
Praktikum acara kedua ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui teknik perkembangbiakan atau mengembangbiakkan mawar secara
teknik kultur jaringan (in vitro).
b. Mengetahui pengaruh BAP dan IBA terhadap pertumbuhan dan perkembangan
eksplan mawar.

27
3. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum acara II yang berjudul Kultur Jaringan Mawar (Rosa sp) ini
dilaksanakan pada :
Waktu : Senin, 20 Oktober 2008
Tempat : Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Suarakarta

B. TINJAUAN PUSTAKA
Pembentukan tunas adventitif secara langsung menggunakan eksplan potongan
batang muda yang memiliki calon tunas samping. Dengan adanya sitokinin di dalam
medium menyebabkan tunas mengandakan diri secara terus menerus membentuk tunas-
tunas baru dalam jumlah ribuan bahkan jutaan tunas, selanjutnya diakarkan menjadi planlet.
Proses ini disebut organogenesis atau dikena juga dengan istilah mikropropagasi.
Perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan memeiliki beberapa keuntungan, yaitu
diperolehnya bibit yang seragam dalam jumlah besar. Teknik ini sangat bermanfaat untuk
tanaman-tanaman yang diperbanyak secara vegatatif. Adapun tanaman yang telah berhasil
diperbanyak antara lain tanaman hias (misal: anggrek dan mawar) (Anonim, 2008a).
Mawar adalah tanaman semak dari genus Rosa sekaligus nama bunga yang dihasilkan
tanaman ini. Mawar liar yang terdiri lebih dari 100 spesies kebanyakan tumbuh di belahan
bumi utara yang berudara sejuk. Spesies mawar umumnya merupakan tanaman semak yang
berduri atau tanaman memanjat yang tingginya bisa mencapai 2 sampai 5 meter. Walaupun
jarang ditemui, tinggi tanaman mawar yang merambat di tanaman lain bisa mencapai 20
meter (Anonim, 2008b).
Dalam taksonomi, mawar diklasifikasikan sebagai berikut;
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta

28
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Famili : Rosaceae
Genus : Rosa
Spesies : Rosa sp
(Gembong Tjitrosoepomo,1990)
Mawar berasal dari daerah subtropik pada belahan bumi utara. Jenis mawar hibrida
sebagian besar menyukai teampat yang sejuk (cocok untuk pegunungan). Di daerah sejuk,
ukuran bunga, warna, bentuk dan baunya berkembangbiak (Ashari, 1995).
Mawar (Rosa sp) merupakan komoditas holtikultura yang bernilai ekonomi tinggi,
banyak diminati konsumen, serta dapat dibudidayakan secara komersial dan terencana sesuai
permintaan. (Sartika, 1996)
Mawar (Rosa sp) biasa diperbanyak secara vegetatif, sedangkan secara generatif hanya
ditujukan untuk pemuliaan. Perbanyakan mawar bunga potong umumnya diperbanyak secara
okulasi, okulasi mata tunas atau okulasi mata berkayu. Okulasi mata tunas dilakukan pada
saat kulit batang bawah mudah dikelupas. Pada saat tersebut sel-sel tanaman dan sel-sel
kambium tersebut sedang dalam keadaan aktif.Pelaksanaan dari teknik okulasi mata berkayu
hampir sama dengan okulasi mata tunas, hanya pada okulasi mata berkayu tidak harus
menunggu batang bawah mudah dikelupas. Dengan cara ini okulasi dapat dilakukan pada
stek batang bawah yang belum berakar ataupun yang sudah berakar. Namun demikian
sebaiknya okulasi mata tunas dilakukan setelah batang bawah berumur lebih dari satu
bulan.Salah satu cara perbanyakan yang lebih efisien, yang sekarang banyak dilakukan
pengusaha benih/bibit mawar di luar negeri adalah stenting. Cara ini merupakan gabungan
dari penyetekan dan penyambungan (grafting) yang dilakukan pada saat yang
bersamaan.Beberapa keuntungan dari teknik stenting ialah perbanyakan lebih cepat, karena
saat penyambungan tidak menunggu batang bawah berakar terlebih dahulu; bahan tanaman
yang digunakan lebih sedikit (satu mata tunas + daun dari batang atas dan satu ruas batang
bawah tanpa daun), sehingga pada saat tanaman ditanam di lapang tidak tumbuh tunas liar
dari batang bawah, yang akhirnya akan meringankan biaya pemeliharaan.Penggunaan mata
berdaun pada teknik stenting ini memerlukan penanganan khusus untuk menghindari

29
kelayuan sampai bertautnya kambium serta tum- buhnya akar dan tunas. Untuk menjamin
keperluan tersebut, maka disekeliling daun harus dipertahankan agar selalu dalam keadaan
lembab. Cara yang banyak dilakukan untuk mempertinggi kelembaban ini yaitu dengan
pengkabutan secara periodik (intermitten misting). Teknik ini memberikan lapisan air pada
permukaan daun dan batang, merendahkan suhu dan meningkatkan kelembaban sekitar daun,
sehingga akan mengurangi laju respirasi dan transpirasi.Keberhasilan penyambungan
sebagian besar disebabkan hubungan kambium yang rapat dari kedua tanaman (batang bawah
dan batang atas) yang disambungkan atau terjadinya pertautan/jalinan meristematik antara
keduanya. (http://holtikultura.litbang.deptan.go.id.Katalog teknologi unggulan holtikultura).
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan
dalam kultur in-vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi tergantung
dari spesies, bahkan varietas, tanaman asal eksplan tersebut. Kultur mata tunas merupakan
salah satu teknik in-vitro yang digunakan untuk perbanyakan tanaman dengan merangsang
munculnya tunas-tunas aksilar dari mata tunas yang dikulturkan. Seperti halnya kultur
pucuk, eksplan yang digunakan dalam kultur mata tunas dapat berasal dari tunas lateral,
tunas samping atau bagian dari batang yang mengandung satu atau lebih mata tunas (Allen,
1978).
Perubahan sifat genetik yang diekspresikan pada perubahan kelopak dan warna bunga
dapat dilihat mulai dari biakan dalam botol. Setelah diaklimatisasi dan diperbanyak secara
konvensional, perubahan warna tetap dipertahankan. Terjadinya perubahan pada kelopak
dan warna bunga dapat terjadi karena adanya mutasi pada kumpulan sel somatik dan dapat
terekspresi pada sel meristem dan akan membentuk suatu sektor yang stabil (Boertjes dan
Van Harten 1978).
Medium MS dan modifikasi konsentrasi persenyawaan dengan penambahan auksin
dan sitokinin merupakan komposisi media tumbuh yang biasa digunakan untuk inisiasi
kalus Keberhasilan perbanyakan massal secara invitro sangat bergantung pada komposisi
media tumbuh dan pemilihan bahan eksplan yang tepat tetapi kebutuhan optimal unsur hara
dan zat pengatur tumbuh bervariasi antar setiap fase pertumbuhan dan perbanyakan antar
varietas dan klon. (Prihardini, et al, 2003).

30
Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi unsur
hara makro, mikro, dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman. Percobaan ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh kombinasi media dan zat penghambat tumbuh terhadap umur simpan
dan ketahanan planlet untuk konservasi tanaman mawar Komposisi media yang digunakan
dalam kultur jaringan dapat berbeda jenis bahan kimia atau konsentrasinya. Perbedaan
komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan
yang ditumbuhkan secara in vitro. (Marlina, 2004).
Pembentukan kultivar mawar baru melalui persilangan memerlukan persiapan seperti
suhu yang konstan pada siang dan malam hari yaitu 18ºc dan kelembaban udara sekitar 70%.
Untuk saat ini, kondisi tersebut sulit dicapai karena memerlukan kondisi rumah kaca yang
terkontrol. Salah satu teknologi alternatif untuk mendapatkan genotipe-genotipe baru yaitu
melalui kultur jaringan (Handayati, et al., 2001).
Teknik kultur jaringan merupakan salah satu alternatif untuk menyediakan bahan tanam
secara massal dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan cara konvensional.
Kelebihan teknik tersebut, dapat menghasilkan tanaman secara kesinambungan atau berkala
(Hoesen, 2001).
Bentuk kontaminasi yang paling umum terjadi adalah bakteri dan jamur. Bentuk
kontaminasi ini biasanya terjadi melalui udara dan dapat disebabkan sterilisasi yang kurang
tepat, penyimpanan yang kurang baik serta teknik aseptic yang kurang memadai (Martin,
1994).

C. ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA


1. Alat
a. LAFC lengkap dengan lampu Bunsen
b. Petridsh dan botol-botol kultur
c. Peralatan diseksi, seperti pinset besar/kecil dan pisau pemes
2. Bahan
a. Eksplan : mawar (Rosa sp.)
b. Media kultur
c. Alkohol 96 %

31
d. Aquadest steril
e. Spirtus
f. Chlorox (sunclin)
g. Agrept dan Dithane
3. Cara Kerja
a. Persiapan eksplan
b. Sterilisasi eksplan (dilakukan dalam LAFC)
• Merendam eksplan kedalam larutan Dithane M-45 3 mg/l selama kira-kira 12
jam, dilanjutkan dengan chlorox 5,25 % (sunclin 100%) selama kira-kira 3 menit
• Membilas eksplan dengan aquadest steril
c. Penanaman eksplan
• Membuka plastik penutup botol media kultur
• Mengambil eksplan dan menanamnya di media kultur dengan pinset. Setelah
digunakan, pinset selalu dibakar diatas api
• Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat dengan api untuk
menghindari kontaminasi
d. Pemeliharaan
• Botol-botol media berisi eksplan ditempatkan di rak-rak kultur
• Lingkungan diluar botol harus dijaga suhu, kelembaban dan cahayanya
• Penyemprotan botol-botol kultur dengan spirtus dilakukan 2 hari sekali untuk
mencegah kontaminasi
e. Pengamatan selama 5 minggu, meliputi
• Saat muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST), diamati setiap hari
• Jumlah akar, tunas dan daun, diamati 1 minggu sekali
• Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir pengamatan
Persentase keberhasilan, dilakukan pada akhir pengamatan.

32
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Saat Muncul Akar
Tabel 2.1 Saat Muncul Akar Tanaman Mawar
Macam Eksplan Ulangan Saat Muncul
Akar
1 -
2 -
3 -
Mawar 4 -
5 -
6 -
7 -
8 -
9 -
10 -
Sumber : Laporan Sementara
Kultur jaringan tanaman akan berhasil apabila lingkungan mendukung. Syarat-
syarat tersebut meliputi: pemilihan eksplan, penggunaan media yang sesuai, keadaan
yang aseptik dan pengaturan lingkungan tempat tumbuh yang sesuai. Komposisi media
yang tepat dan proses sterilisasi mempengaruhi keberhasilan dari kultur jaringan. Dalam
praktikum ini media yang digunakan adalah Mushage and Skoog (MS).
Pada praktikum kali ini eksplan yang digunakan adalah mawar (Rosa sp) yaitu
bagian batangnya. Eksplan yang digunakan ini merupakan jaringan tipis. Pada kultur
jaringan mawar (Rosa sp.) digunakan bahan tanam berupa ruas-ruas batang muda
tanaman mawar. Hal ini mengacu pada salah satu konsep dasar kultur jaringan yaitu
organ yang digunakan dalam kultur jaringan harus mempunyai sifat totipotensi.
Penggunaan ruas batang muda mawar bertujuan untuk mendapatkan organ yang masih
juvenile sehingga bersifat meristematik, artinya organ tersebut masih aktif membelah.
Organ tersebut akan berdeferensiasi menjadi kalus, yaitu sekumpulan sel yang yang aktif
membelah dan mempunyai kemungkinan menjadi zigot.
Sebelum penanaman terlebih dulu eksplan disterilisasi, yaitu dengan memotong-
motong eksplan dan merendam eksplan dalam larutan campuran antara Dithane M-45
dan Agrept sebanyak 0,3 gram dalam 100 ml aquadest. Dithane M-45 dan Agrept

33
merupakan fungisida yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi dari bakteri selama
proses penanaman dan pengembangan kultur mawar. Setelah di rendam selama 15
sampai 30 menit eksplan diangkat dan dibilas dengan aquades sebanyak tiga kali.
Setelah itu eksplan kembali direndam dalam Chlorox 20 % selama 3 menit dan dibilas
dengan aquades sebanyak tiga kali. Setelah disterilisasi dengan Chlorox bagian dari
eksplan yang bersentuhan atau berkontak langsung dengan Chlorox harus dihilangkan
karena bagian-bagian yang berkontak langsung dengan Chlorox sel-selnya akan mati
dan tidak akan tumbuh jika dikulturkan.
Dalam media untuk menumbuhkan eksplan mawar terlebih dahulu ditambahkan
ZPT yaitu IBA dan BAP. IBA (Indol Buteric Acid) merupakan hormon pengatur tumbuh
yang masuk dalam kategori hormon auksin. Fungsi dari IBA dalam aktivitas kultur
jaringan yaitu sebagai hormon yang mampu menginduksi terjadinya kalus, mendorong
proses morfogenesis kalus membentuk akar atau tunas, mendorong proses embriogenesis
dan mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman dalam hal ini IBA berpengaruh dalam
pembentukan akar. Sedangkan BAP (6-benzylaminopurine). Dalam aktivitas kultur
jaringan, BAP berperan dalam pembentukan tunas, menstimulir terjadinya pembelahan
sel, proliferasi kalus, mendorong proliferasi meristem ujung, serta mendorong
pembentukan klorofil pada kalus.
Berdasarkan hasil pengamatan pada kultur jaringan mawar diperoleh bahwa
eksplan belum mampu membentuk akar, tunas, maupun kalus. Kalus adalah sekumpulan
sel yang belum terdeferensiasi menjadi akar atau batang. Hal ini terjadi karena terjadinya
kontaminasi. Kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis
kontaminannya dan penyebab adanya bagian yang terkontaminasi bisa berasal dari media
atau eksplan. Kontaminan terutama cendawan dan bakteri akan tumbuh secara cepat pada
media yang mengandung gula, vitamin, dan mineral.

34
2. Saat muncul tunas tanaman mawar
Tabel 2.2 Saat muncul tunas tanaman mawar

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul


Tunas
1 -
2 -
3 -
Mawar 4 -
5 -
6 -
7 -
8 -
9 -
10 -
Sumber : Laporan Sementara
Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan tunas. Pada media ditumbuhi
jamur ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta
terdapat bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada
eksplan terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya
warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum
terjadi kegiatan kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan
tanaman yang digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang
beragam, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.
Dalam media ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP. Fungsi dari IBA yaitu
berpengaruh dalam pembentukan akar. Sedangkan BAP berperan dalam pembentukan
tunas. Dalam praktikum kali ini tidak terbentuk tunas karena eksplan mengalami
kontaminasi.

35
3. Saat muncul daun tanaman mawar
Tabel 2.3 Saat muncul daun tanaman mawar

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul


Daun
1 -
2 -
3 -
Mawar 4 -
5 -
6 -
7 -
8 -
9 -
10 -
Sumber : Laporan Sementara
Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan daun. Pada media ditumbuhi
jamur ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta
terdapat bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada
eksplan terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya
warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum
terjadi kegiatan kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan
tanaman yang digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang
beragam, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

4. Saat muncul kalus tanaman mawar

36
Tabel 2.4 Saat muncul kalus tanaman mawar

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul


Kalus
1 -
2 -
3 -
Mawar 4 -
5 -
6 -
7 -
8 -
9 -
10 -

Sumber : Laporan Sementara


Kalus merupakan sekumpulan sel yang masih aktif membelah dan belum
terdeferensiasi membentuk tunas maupun akar. Kalus juga dapat diartikan sebagai
sekumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan awal yang membelah diri
secara terus menerus.
Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan kalus. Hal ini terjadi karena
adanya kontaminasi baik oleh jamur maupun bakteri. Pada media ditumbuhi jamur
ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta terdapat
bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada eksplan
terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna
coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan
eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum terjadi kegiatan
kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan tanaman yang
digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang beragam,
penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

5. Presentase Keberhasilan

37
Tabel 2.5 Persentase Keberhasilan Kultur Mawar

Macam Jumlah Persentase


Eksplan Eksplan Keberhasilan
Hidup Mati (%)
0
× 100% = 0%
Mawar 0 10 10
Sumber : Laporan Sementara

Berdasarkan data diatas eksplan mawar memiliki persentase keberhasilan sebesar 0


%. Hal ini disebabkan seluruh eksplan yang mati baik karena mengalami browning
maupun terkontaminasi oleh jamur. Kontaminasi ini disebabkan karena faktor dari luar
(lingkungan) yaitu pada saat pembuatan media sampai pada pemeliharaan eksplan. Oleh
karena itu untuk mencegah atau menghindari terjadinya eksplan yaitu dengan cara
menjaga lingkungan (alat, media dan bahan) agar tetap steril serta saat penanaman dan
pemeliharaan perlu dilakukan penyemprotan berulang-ulang menggunkan spirtus. Hal ini
dimaksudkan agar mengurangi resiko terkontaminasi eksplan terhadap jamur dan bakteri
yang dapat menyebabkan kematian pada eksplan.
Praktikum acara kultur jaringan mawar ini menggunakan eksplan berupa batang. Media
kultur yang digunakan adalah media MS dengan tambahan ZPT berupa BAP dan IBA.
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pada eksplan mawar tidak ada akar, tunas,
daun, dan kalus yang muncul. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya;
a. Media yang telah terkontaminasi jamur. Hal ini ditunjukkan
pada bentuk media yang telah berubah warna dari sebelumnya putih menjadi hitam
kecoklatan. Disamping itu, terdapat koloni jamur yang ditandai dengan adanya bulu-bulu
halus (spora) jamur pada media.
b. Eksplan yang terkontaminasi. Hal ini dapat dikarenakan
pada saat sterilisasi perlatan maupu tangan tidak steril. Seringnya tangan keluar dari
LAFC mengakibatkan eksplan dan media dapat terkontaminasi. Eksplan yang terkena
jamur berubah warna dari yang sebelumnya hijau menjadi hitam kecoklatan dan akhirnya
membusuk.
c. Peralatan dan ruangan yang kurang steril. Peralatan –
peralatan seperti pinset, botol kultur sebelum dan selama memakai harus sering dilakukan

38
pensterilan. Pensterilan alat dapat dilakukan dengan mencelupkannya pada alkohol atau
memanaskannya diatas api.
Keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan juga ditentukan beberapa
hal diantaranya komposisi media dan eksplan. Dalam praktikum ini, komponen media yang
paling mempengaruhi adalah zat pengatur tumbuh (ZPT) berupa BAP dan IBA. BAP
merupakan ZPT golongan sitokinin yang berfungsi untuk menumbuhkan dan menggandakan
tunas adventif. Sedangkan IBA berfungsi untuk mendorong terbentuknya kalus. Setelah
eksplan ditanam, botol-botol kultur diletakkan pada rak-rak kultur yang dijaga suhu, cahaya
dan kelembabannya.
Selain ZPT, faktor penting lain yang mempengaruhi yaitu kondisi eksplan dipengaruhi
oleh umur fisiologis, umur ontogenik, ukuran eksplan, dan bagian tanaman yang diambil.
Umumnya yang sering digunakan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Hal ini
karena jaringan muda mempunyai daya regenerasi tinggi, sel-selnya masih aktif membelah,
dan relatif sedikit mengandung kontaminan. Umur ontogenik yaitu masa transisi anatar fase
pertumbuhan remaja (juvenil) menuju fase dewasa. Pada fase juvenil, pemungaan tidak
terjadi dan tidak dapat dirangsang dengan perlakuan rangsangan pembungan. Sedangakan
pada fase dewasa tanaman sudah mampu berbunga. Ukuran tanaman yang besar
memungkinkan terjadinya kontaminan daripada ukuran yang lebih kecil. Hal ini berkaitan
dengan teknik sterilisasi eksplan. Jaringan yang umumnya digunakan adalah meristem, yaitu
dapat berupa ujung akar, tunas atau daun muda.

E. KESIMPULAN DAN SARAN


 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum acara II adalah :
a. Eksplan dan media terkontaminasi dengan ditandai
adanya jamur dan bakteri.
b. Penggunaan media yang sesuai dan keadaan yang
aseptik mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan.
c. Faktor yang penyebab kontaminasi adalah sterilisasi
yang kurang sempurna dari media atau eksplan dan kecerobohan manusia.
d. Dalam media ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP.
39
e. Fungsi dari IBA yaitu berpengaruh dalam
pembentukan akar. Sedangkan BAP berperan dalam pembentukan tunas.
f. Kematian eksplan disebabkan karena media dan eksplan
yang terkontaminasi serta peralatan yang kurang steril.
g. Pada akhir pengamatan tidak terbentuk akar, tunas,
daun, dan kalus.
 Saran
o Harus diperhatikan prosedur pelaksanaan sterilisasi baik alat maupun bahan yang
digunakan harus disterilisasi sehingga benar-benar steril.
o Pemeliharaan eksplan harus diperhatikan dengan benar.
o Sebaiknya bahan eksplan yang digunakan dipilih dari jaringan tanaman yang masih
muda (meristem) yang masih aktif membelah.

DAFTAR PUSTAKA
40
Allen, D. E. 1978. How To Growth Roses. Lane Magazine and Book Company. California. USA.
Anonim. 2008a. Mawar. http://id.kuljar.org/wiki/Mawar. Diakses tanggal 18 Desember 2008.
---------. Anonim. 2008b. Biologi Sel dan Jaringan. http://www.biogenonline.com. Diakses
tanggal, 18 Desember 2008.
Anonim. 2004. Mawr Hias. http://warintek.progressio. Or. Id : diakses tanggal 15 Desember
2007
Ashari, Sumeru. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Indonesia University Press. Jakarta.
Boertjes, C. and A.M. Van Harten. 1978. Applied Mutation Breeding for Vegetatively Propagated
Crops. Elsevier, Nedherland. 345 p.
Handayati, W, Darliah, I. Mariska dan R. Purnamaningsih. 2001. Peningkatan Keragaman
Genetik Mawar Mini Melalui Kultur In Vitro dan Iradiasi Sinar Gamma. Jurnal Ilmiah :
Berita Biologi. 5(4) : 365-371.
Hoesen, D. S. H. 2001. Perbanyakan dan penyimpanan Kultur Sambung Nyawa(Gynura
procumbers) dengan Teknik In Vitro. J. Ilmiah : Berita biologi. 5(4) 279-285.
Marlina, N. 2004. Teknik Modifikasi Media Murashige dan Skoog (MS) untuk konservasi in
vitro mawar (Rossa sp). Buletin Teknik Pertanian Vol 9 No. 1.
Marlina, Nina. 2004. Teknik Modifikasi Media Murashige dan Skoog (MS) untuk Konservasi In
Vitro Mawar (Rosa sp.). http://www.pustaka -deptan.go.id. diakses tanggal 15 Desember
2007.
Martin, B. M. 1994. Tissue Culture Techniques : An Introduction. Birkhavser Inc. Boston.
Prihardini, P.E.R., T. Sudaryono dan S. Purnomo. 2003. Komposisi Media dan Eksplan Untuk
Inisiasi Poliferasi Salak Secara Invitro. Jurnal Penelitian Hortikultura. Vol 5(2):15-24.
Tjitrosoepomo,Gembong.1949.Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta.Yogyakarta : UGM Press
http://holtikultura.litbang.deptan.go.id.Katalog teknologi unggulan holtikultura

ACARA III
KULTUR JARINGAN WORTEL (Daucus carota)
41
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Wortel merupakan tanaman subtropis yang memerlukan suhu dingin (22-24° C),
lembap, dan cukup sinar matahari. Di Indonesia kondisi seperti itu biasanya terdapat di
daerah berketinggian antara 1.200-1.500 m dpl. Sekarang wortel sudah dapat ditanam di
daerah berketinggian 600 m dpl. Dianjurkan untuk menanam wortel pada tanah yang
subur, gembur dan kaya humus dengan pH antara 5,5-6,5. Tanah yang kurang subur
masih dapat ditanami wortel asalkan dilakukan pemupukan intensif. Kebanyakan tanah
dataran tinggi di Indonesia mempunyai pH rendah. Bila demikian, tanah perlu dikapur,
karena tanah yang asam menghambat perkembangan umbi.
Wortel (Daucus carota) merupakan tanaman sayuran dataran tinggi yang telah lama
dikenal petani di Indonesia selain bawang putih, kubis, sawi , labu siam, lobak dan tomat.
Berdasarkan ciri fisiknya diduga benih wortel tergolong sebagai benih rekalsitran
dengan karakteristik kadar airnya tinggi sehingga mudah terkontaminasi mikroba dan
lebih cepat mengalami kemunduran. Umumnya benih rekalsitran tidak mempunyai
masa dormansi proses metabolisme perkecambahan berjalan terus (Copeland dan
McDonald 1995) bahkan benih wortel dapat berkecambah ketika masih di pohon
(perkecambahan dini) atau bersifat vivipary. Wortel tidak tahan disimpan sebagai benih
lebih dari satu bulan sejak berkecambah di pohon karena tidak memiliki masa
dormansi sehingga diduga wortel termasuk dalam rekalsitran tinggi (highly rekalsitran).
Perbanyakan tanaman wortel selama ini dilakukan secara generatif dengan
penanaman umbi akar yang matang dan telah berkecambah. Buah yang dipakai sebagai
benih merupakan panenan pertama, terletak pada batang utama, mempunyai ciri-ciri fisik
yang baik, dan kotiledon dalam keadaaan sehat.
Perbanyakan tanaman dengan cara vegetatif adalah dengan stek yang telah berakar
sempurna yang diperoleh dari batang yang muda namun cara ini jarang dilakukan karena
produksi dan produktivitas buahnya rendah. Benih yang baik dihasilkan dari pohon
induk yang baik. yakni tanaman tumbuh subur normal, berbuah lebat stabil, umur
tanaman cukup dan keadaan tanaman sehat tidak berpenyakit atau terserang hama. Benih
yang akan dijadikan bibit harus dipilih benih yang baik, bermutu, buah berumur tua, dan
42
bentuknya normal, terletak di bagian tengah batang atau pada batang pokok, ukuran benih
seragam, benih tidak diserang hama dan penyakit.
Selama ini benih wortel dikembang biakkan dalam bentuk umbi yang sudah
berkecambah dan sehat pada umur 42 hari setelah anthesis (HSA), buah telah berakar dan
berkecambah sepanjang 2-4 cm dengan daun sepasang. Benih wortel yang digunakan
untuk perbanyakan tanaman beratnya rata-rata 300-400 gram dengan kondisi voluminous
dan resiko kerusakan yang tinggi. Transportasi benih dari daerah pertanaman wortel
yang menyebar ke seluruh wilayah Indonesia merupakan hal yang sulit.
Penelitian mengenai kandungan gizi kegunaan dan jumlah species wortel telah
banyak dilakukan di Luar Negeri seperti di Negara Amerika Tengah. Masih banyak
permasalahan yang belum diketahui pada benih wortel khususnya mengenai fenomena
vivipary wortel varietas lokal daerah Cipanas yang merupakan daerah sentra wortel.
Untuk memenuhi permintaan pasar yang banyak dapat dilakukan perbanyakan
dengan kultur jaringan. Kultur jaringan merupakan salah satu alternatif perbanyakan
tanaman secara vegetatif yang memiliki keunggulan antara lain; dapat menyediakan bibit
dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat.
Dalam praktikum kultur jaringan wortel ini, eksplan yang digunakan untuk kultur
jaringan adalah umbi akarnya, dan lebih baik jika memakai jaringan cambium, jaringan
floem dan sekitarnya.umbi wortel yang di ambil langsung dari lapangan jauh lebih baik
dari pada yang dibeli dari pasar.

2. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah :
a. Mengetahui teknik kultur jaringan wortel.
b. Mengetahui pengaruh IBA dan BAP terhadap pertumbuhan dan perkembangan
eksplan wortel.

3. Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum acara kedua ini yaitu Kultur jaringan wortel dilaksanakan pada :
Waktu : Senin, 20 Oktober 2008.

43
Tempat : Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Wortel (Daucus carota) adalah tumbuhan jenis sayuran umbi yang biasanya berwarna
jingga atau putih dengan tekstur serupa kayu. Bagian yang dapat dimakan dari wortel adalah
bagian umbi atau akarnya. Wortel adalah tumbuhan biennial (siklus hidup 12 - 24 bulan)
yang menyimpan karbohidrat dalam jumlah besar untuk tumbuhan tersebut berbunga pada
tahun kedua. Batang bunga tumbuh setinggi sekitar 1 m, dengan bunga berwarna putih.
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Apiales
Famili: Apiaceae
Genus: Daucus
Spesies: Daucus carota
(Anonim,2008.a)
Wortel (Daucus carota) adalah tumbuhan sayur yang ditanam sepanjang tahun.
Terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab, kurang lebih
pada ketinggian 1200 ineter di atas permukaan laut. Tumbuhan wortel mernbutuhkan sinar
matahari dan dapat turnbuh pada sernua musim. Wortel mempunyai batang daun basah yang
berupa sekumpulan pelepah (tangkai daun) yang muncul dari pangkal buah bagian atas (umbi
akar), mirip daun seledri. Wortel menyukai tanah yang gembur dan subur. Menurut para
botanis, wortel (Daucus carota) dapat dibedakan atas beberapa jenis, di antaranya: WORTEL
(Daucus carota, Linn.) - jenis imperator, yakni wortel yang memiliki umbi akar berukuran
panjang dengan ujung meruncing dan rasanya kurang manis. - jenis chantenang, yakni wortel
yang memiliki umbi akar berbentuk bulat panjang dan rasanya manis. - jenis mantes, yakni
wortel hasil kornbinasi dari jenis wortel imperator dan chantenang. Umbi akar wortel
berwarna khas oranye. (Anonim,2008.b)
Sayuran ini sudah sangat dikenal masyarakat Indonesia dan populer sebagai sumber vit.
A karena memiliki kadar karotena (provitamin A). Selain itu, wortel juga mengandung vit. B,

44
vit. C, sedikit vit. G, serta zat-zat lain yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Sosok
tanamannya berupa rumput dan menyimpan cadangan makanannya di dalam umbi.
Mempunyai batang pendek, berakar tunggang yang bentuk dan fungsinya berubah menjadi
umbi bulat dan memanjang. Umbi berwarna kuning kemerah-merahan, berkulit tipis, dan jika
dimakan mentah terasa renyah dan agak manis. (Anonim,2008.c)
Wortel berumbi sedang memiliki tiga bentuk, memanjang seperti kerucut dengan
ujung umbi bertipe imperator (meruncing), chantenay yang tumpul, memanjang seperti
silinder dengan ujung umbi bertipe nantes. Wortel berumbi panjang berbentuk kerucut
dengan ujung bertipe imperator atau meruncing. Organogenesis adalah proses yang
menginduksi pembentukan jaringan, sel atau kalus menjadi tunas dan tanaman sempurna.
Proses ini diawali oleh hormon pertumbuhan. Bensil adenin dan sitokinin, baik sendiri
maupun dalam kombinasi dengan asam naftalenasetat atau asam indolasetat dan kadang
dengan asam giberelat, menyebabkan diferensiasi dan pembentukan tunas
(Moore, 1990).
Sifat TOTIPOTENSIAL tanaman, dapat diterapkan untuk kultur jaringan. Kultur
jaringan (sel) adalah mengkultur/membiakkan jaringan (sel) untuk memperoleh individu
baru. Penemu F.C. Steward menggunakan jaringan floem akar wortel. (Anonim.2008.d)
Kultur jaringan tanaman pertama kali berhasil dilakukan ole White pada thaun 1934.
Pada tahun 1939, Whiter melaporkan keberhasilannya dalam membuat kultur kalus dari
wortel (link to kultur kalus wortel) dan tembakau. Pada tahun 1957, tulisan penting Skoog
dan Miller dipublikasikan dimana mereka menyatakan bahwa interkasi kuantitatif antara
auksin dan sitokinin menentukan tipe pertumbuhan dan morfogenik yang akan terjadi.
Penelitian mereka pada tembakau mengindikasikan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin
yang tinggi akan menginduksi pengakaran, sedangkan rasio sebaliknya akan menginduksi
pembentukan tunas. Akan tetapi pola respon ini tidak berlaku universal. (Lydiane
Kyte,1996 : 128)
Bila panas digunakan bersama-sama dengan uap disebut sterilisasi panas lembab atau
sterilisasi basah. Bila tanpa kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi
kering. Dari pihak lain, sterilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan gas atau
radiasi atau bahan kimiawi. Pemilihan metode didasarkan pada sifat bahan yang akan

45
disterilkan. Yang umum digunakan secara rutin di laboratorium adalah menggunakan panas
(Hadioetomo, 1990).
Media tumbuh untuk kultur in vitro diusahakan mempunyai kondisi lingkungan yang
terkontrol. Sebagian besar kultur aseptik tidak mampu melakukan fotosintesis sehingga
diperlukan sumber karbon dalam bentuk sukrosa atau glukosa, serta hara mineral, air, bahan
organik, vitamin, alkohol dan hormon (Widiastuti dan Anggraini, 1994).
Dalam aktivitas kultur jaringan, auksin sangat dikenal sebagai hormon yang mampu
berperan menginduksi terjadinya kalus, menghambat kerja sitokinin, membentuk klorofil
dalam kalus, mendorong morfogenesis kalus, membentuk akar atau tunas, mendorong proses
embryogenesis, serta dapat mempengaruhi kestabilan genetic tanaman (Wetter and Corstabel,
1982).
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan
dalam kultur in-vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi tergantung
dari spesies, bahkan varietas, tanaman asal eksplan tersebut. Kultur mata tunas merupakan
salah satu teknik in-vitro yang digunakan untuk perbanyakan tanaman dengan merangsang
munculnya tunas-tunas aksilar dari mata tunas yang dikulturkan. Seperti halnya kultur
pucuk, eksplan yang digunakan dalam kultur mata tunas dapat berasal dari tunas lateral,
tunas samping atau bagian dari batang yang mengandung satu atau lebih mata tunas (Allen,
1978).
Perubahan sifat genetik yang diekspresikan pada perubahan kelopak dan warna bunga
dapat dilihat mulai dari biakan dalam botol. Setelah diaklimatisasi dan diperbanyak secara
konvensional, perubahan warna tetap dipertahankan. Terjadinya perubahan pada kelopak
dan warna bunga dapat terjadi karena adanya mutasi pada kumpulan sel somatik dan dapat
terekspresi pada sel meristem dan akan membentuk suatu sektor yang stabil (Boertjes dan
Van Harten 1978).
Medium MS dan modifikasi konsentrasi persenyawaan dengan penambahan auksin
dan sitokinin merupakan komposisi media tumbuh yang biasa digunakan untuk inisiasi
kalus Keberhasilan perbanyakan massal secara invitro sangat bergantung pada komposisi
media tumbuh dan pemilihan bahan eksplan yang tepat tetapi kebutuhan optimal unsur hara

46
dan zat pengatur tumbuh bervariasi antar setiap fase pertumbuhan dan perbanyakan antar
varietas dan klon. (Prihardini, et al, 2003).
Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi unsur
hara makro, mikro, dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman. Percobaan ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh kombinasi media dan zat penghambat tumbuh terhadap umur simpan
dan ketahanan planlet untuk konservasi tanaman mawar Komposisi media yang digunakan
dalam kultur jaringan dapat berbeda jenis bahan kimia atau konsentrasinya. Perbedaan
komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan
yang ditumbuhkan secara in vitro. (Marlina, 2004).

C. ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA


Alat
a. LAFC lengkap dengan lampu bunsen
b. Petridsh dan botol-botol kultur
c. Peralatan diseksi, seperti pinset besar/kecil dan pisau pemes.
Bahan
a. Eksplan : nanas (Ananas comosus ) dan wortel (Daucus carota)
b. Media kultur
c. Alkohol 96 %
d. Aquadest steril
e. Spirtus
f. Chlorox (sunclin)
g. Agrept dan Dithane
Cara Kerja
a. Persiapan eksplan
b. Sterilisasi eksplan (dilakukan dalam LAFC)
• Merendam eksplan kedalam larutan Dithane M-45 3 mg/l selama kira-kira
12 jam, dilanjutkan dengan chlorox 5,25 % (sunclin 100%) selama kira-kira 2
menit
• Membilas eksplan dengan aquadest steril
47
c. Penanaman eksplan
• Membuka plastik penutup botol media kultur.
• Mengambil eksplan dan menanamnya di media kultur dengan pinset.
Setelah digunakan, pinset harus selalu dibakar diatas api.
• Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat dengan api untuk
menghindari kontaminasi.
d. Pemeliharaan
• Botol-botol media berisi eksplan ditempatkan di rak-rak kultur.
• Lingkungan diluar botol harus dijaga suhu, kelembaban dan cahayanya.
• Penyemprotan botol-botol kultur dengan spirtus dilakukan 2 hari sekali
untuk mencegah kontaminasi.
e. Pengamatan selama 5 minggu, meliputi
• Saat muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST), diamati setiap hari
• Jumlah akar, tunas dan daun, diamati 1 minggu sekali
• Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir
pengamatan
f. Persentase keberhasilan, dilakukan pada akhir pengamatan.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Saat Muncul Akar

48
Tabel 3.1 Saat Muncul Akar Tanaman Wortel
Macam Eksplan Ulangan Saat Muncul
Akar
1 -
2 -
3 -
Wortel 4 -
5 -
6 -
7 -
8 -
9 -
10 -
Sumber : Laporan Sementara
Kultur jaringan tanaman akan berhasil apabila lingkungan mendukung. Syarat-
syarat tersebut meliputi: pemilihan eksplan, penggunaan media yang sesuai, keadaan
yang aseptik dan pengaturan lingkungan tempat tumbuh yang sesuai. Komposisi media
yang tepat dan proses sterilisasi mempengaruhi keberhasilan dari kultur jaringan. Dalam
praktikum ini media yang digunakan adalah Murashige and Skoog (MS).
Pada praktikum kali ini eksplan yang digunakan adalah wortel (Daucus carota)
yaitu bagian umbi akarnya. Eksplan yang digunakan ini merupakan jaringan floem dan
cambium di sekitarnya. Pada kultur jaringan wortel (Daucus carota) digunakan bahan
tanam berupa bagian tengah dari umbi akarnya yang berwarna kuning. Hal ini mengacu
pada salah satu konsep dasar kultur jaringan yaitu organ yang digunakan dalam kultur
jaringan harus mempunyai sifat totipotensi. Penggunaan bagian tengah dari umbi akar
wortel yang berwarna kuning oranye ini bertujuan untuk mendapatkan organ yang
masih juvenile sehingga bersifat meristematik, artinya organ tersebut masih aktif
membelah. Organ tersebut akan berdeferensiasi menjadi kalus, yaitu sekumpulan sel
yang yang aktif membelah dan mempunyai kemungkinan menjadi zigot.
Sebelum penanaman terlebih dulu eksplan disterilisasi, yaitu dengan memotong-
motong eksplan dan merendam eksplan dalam larutan campuran antara Dithane M-45
dan Agrept sebanyak 0,3 gram dalam 100 ml aquadest. Dithane M-45 dan Agrept
merupakan fungisida yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi dari bakteri selama
proses penanaman dan pengembangan kultur wortel. Setelah di rendam selama 15
sampai 30 menit eksplan diangkat dan dibilas dengan aquades sebanyak tiga kali.
49
Setelah itu eksplan kembali direndam dalam Chlorox 20 % selama 3 menit dan dibilas
dengan aquades sebanyak tiga kali. Setelah disterilisasi dengan Chlorox bagian dari
eksplan yang bersentuhan atau berkontak langsung dengan Chlorox harus dihilangkan
karena bagian-bagian yang berkontak langsung dengan Chlorox sel-selnya akan mati
dan tidak akan tumbuh jika dikulturkan.
Dalam media untuk menumbuhkan eksplan wortel terlebih dahulu ditambahkan
ZPT yaitu IBA dan BAP. IBA (Indol Buteric Acid) merupakan hormon pengatur tumbuh
yang masuk dalam kategori hormon auksin. Fungsi dari IBA dalam aktivitas kultur
jaringan yaitu sebagai hormon yang mampu menginduksi terjadinya kalus, mendorong
proses morfogenesis kalus membentuk akar atau tunas, mendorong proses embriogenesis
dan mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman dalam hal ini IBA berpengaruh dalam
pembentukan akar. Sedangkan BAP (6-benzylaminopurine). Dalam aktivitas kultur
jaringan, BAP berperan dalam pembentukan tunas, menstimulir terjadinya pembelahan
sel, proliferasi kalus, mendorong proliferasi meristem ujung, serta mendorong
pembentukan klorofil pada kalus.
Berdasarkan hasil pengamatan pada kultur jaringan wortel diperoleh bahwa
eksplan belum mampu membentuk akar, tunas, maupun kalus. Kalus adalah sekumpulan
sel yang belum terdeferensiasi menjadi akar atau batang. Hal ini terjadi karena terjadinya
kontaminasi. Kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis
kontaminannya dan penyebab adanya bagian yang terkontaminasi bisa berasal dari media
atau eksplan. Kontaminan terutama cendawan dan bakteri akan tumbuh secara cepat pada
media yang mengandung gula, vitamin, dan mineral.
Pada penanaman eksplan wortel semua eksplan terkontaminasi oleh jamur dan
ada eksplan terkontaminasi oleh bakteri. Jamur yang mengkontaminasi mempunyai hifa
berwarna coklat, hitam, dan putih. Hifa-hifa itu memenuhi seluruh botol kultur.
Jamur/cendawan dan jamur tersebut tumbuh secara cepat karena pada media mengandung
gula, vitamin, dan mineral.
Pada penanaman eksplan wortel tidak ada yang membentuk akar, tunas, daun,
maupun kalus. Oleh karena itu untuk mencegah atau menghindari terjadinya kontaminasi
eksplan dan media yaitu dengan cara menjaga lingkungan (alat, media dan bahan) agar
tetap steril serta saat penanaman dan pemeliharaan perlu dilakukan penyemprotan

50
berulang-ulang menggunkan spirtus. Hal ini dimaksudkan agar mengurangi resiko
terkontaminasi eksplan terhadap jamur dan bakteri yang dapat menyebabkan kematian
pada eksplan.

2. Saat Muncul Tunas


Tabel 3.2 Saat muncul tunas tanaman wortel

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul


Tunas
1 -
2 -
3 -
Wortel 4 -
5 -
6 -
7 -
8 -
9 -
10 -
Sumber : Laporan Sementara
Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan tunas. Pada media ditumbuhi
jamur ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta
terdapat bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada
eksplan terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya
warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum
terjadi kegiatan kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan
tanaman yang digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang
beragam, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.
Dalam media ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP. Fungsi dari IBA yaitu
berpengaruh dalam pembentukan akar. Sedangkan BAP berperan dalam pembentukan
tunas. Dalam praktikum kali ini tidak terbentuk tunas karena eksplan mengalami
kontaminasi.
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis
eksplan dalam kultur in-vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil

51
penelitian menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi
tergantung dari spesies, bahkan varietas, tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip
ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, lingkungan kultur,
dll. Oleh karena itu, komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan
yang dibutuhkan oleh masing-masing varietas tanaman bervariasi meskipun teknik kultur
jaringan yang digunakan sama.

3. Saat muncul daun


Tabel 3.3 Saat muncul daun tanaman wortel

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul


Daun
1 -
2 -
3 -
Wortel 4 -
5 -
6 -
7 -
8 -
9 -
10 -
Sumber : Laporan Sementara
Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan daun. Pada media ditumbuhi
jamur ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta
terdapat bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada
eksplan terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya
warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum
terjadi kegiatan kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan
tanaman yang digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang
beragam, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

4. Saat muncul kalus


Tabel 3.4 Saat muncul kalus tanaman wortel
52
Macam Eksplan Ulangan Saat muncul
Kalus
1 -
2 -
3 -
Wortel 4 -
5 -
6 -
7 -
8 -
9 -
10 -

Sumber : Laporan Sementara


Kalus merupakan sekumpulan sel yang masih aktif membelah dan belum
terdeferensiasi membentuk tunas maupun akar. Kalus juga dapat diartikan sebagai
sekumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan awal yang membelah diri
secara terus menerus.
Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan kalus. Hal ini terjadi karena
adanya kontaminasi baik oleh jamur maupun bakteri. Pada media ditumbuhi jamur
ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta terdapat
bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada eksplan
terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna
coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan
eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum terjadi kegiatan
kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan tanaman yang
digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang beragam,
penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

5. Presentase keberhasilan
Tabel 3.5 Persentase Keberhasilan Kultur Wortel

Macam Jumlah Persentase


Eksplan Eksplan Keberhasilan
Hidup Mati (%)

53
0
× 100% = 0%
Wortel 0 10 10
Sumber : Laporan Sementara

Berdasarkan data diatas eksplan wortel memiliki persentase keberhasilan sebesar 0


%. Hal ini disebabkan seluruh eksplan yang mati baik karena mengalami browning
maupun terkontaminasi oleh jamur. Kontaminasi ini disebabkan karena faktor dari luar
(lingkungan) yaitu pada saat pembuatan media sampai pada pemeliharaan eksplan. Oleh
karena itu untuk mencegah atau menghindari terjadinya eksplan yaitu dengan cara
menjaga lingkungan (alat, media dan bahan) agar tetap steril serta saat penanaman dan
pemeliharaan perlu dilakukan penyemprotan berulang-ulang menggunkan spirtus. Hal ini
dimaksudkan agar mengurangi resiko terkontaminasi eksplan terhadap jamur dan bakteri
yang dapat menyebabkan kematian pada eksplan.
Praktikum acara kultur jaringan wortel ini menggunakan eksplan berupa bagian tengah
atau jaringan floem dari umbi akar. Media kultur yang digunakan adalah media MS dengan
tambahan ZPT berupa BAP dan IBA.
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pada eksplan wortel tidak ada akar, tunas, daun,
dan kalus yang muncul. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya;
d. Media yang telah terkontaminasi jamur. Hal ini ditunjukkan
pada bentuk media yang telah berubah warna dari sebelumnya putih menjadi hitam
kecoklatan. Disamping itu, terdapat koloni jamur yang ditandai dengan adanya bulu-bulu
halus (spora) jamur pada media.
e. Eksplan yang terkontaminasi. Hal ini dapat dikarenakan
pada saat sterilisasi perlatan maupu tangan tidak steril. Seringnya tangan keluar dari
LAFC mengakibatkan eksplan dan media dapat terkontaminasi. Eksplan yang terkena
jamur berubah warna dari yang sebelumnya hijau menjadi hitam kecoklatan dan akhirnya
membusuk.
f. Peralatan dan ruangan yang kurang steril. Peralatan –
peralatan seperti pinset, botol kultur sebelum dan selama memakai harus sering dilakukan
pensterilan. Pensterilan alat dapat dilakukan dengan mencelupkannya pada alkohol atau
memanaskannya diatas api.

54
Keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan juga ditentukan beberapa
hal diantaranya komposisi media dan eksplan. Dalam praktikum ini, komponen media yang
paling mempengaruhi adalah zat pengatur tumbuh (ZPT) berupa BAP dan IBA. BAP
merupakan ZPT golongan sitokinin yang berfungsi untuk menumbuhkan dan menggandakan
tunas adventif. Sedangkan IBA berfungsi untuk mendorong terbentuknya kalus. Setelah
eksplan ditanam, botol-botol kultur diletakkan pada rak-rak kultur yang dijaga suhu, cahaya
dan kelembabannya.
Selain ZPT, faktor penting lain yang mempengaruhi yaitu kondisi eksplan dipengaruhi
oleh umur fisiologis, umur ontogenik, ukuran eksplan, dan bagian tanaman yang diambil.
Umumnya yang sering digunakan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Hal ini
karena jaringan muda mempunyai daya regenerasi tinggi, sel-selnya masih aktif membelah,
dan relatif sedikit mengandung kontaminan. Umur ontogenik yaitu masa transisi anatar fase
pertumbuhan remaja (juvenil) menuju fase dewasa. Pada fase juvenil, pemungaan tidak
terjadi dan tidak dapat dirangsang dengan perlakuan rangsangan pembungan. Sedangakan
pada fase dewasa tanaman sudah mampu berbunga. Ukuran tanaman yang besar
memungkinkan terjadinya kontaminan daripada ukuran yang lebih kecil. Hal ini berkaitan
dengan teknik sterilisasi eksplan. Jaringan yang umumnya digunakan adalah meristem, yaitu
dapat berupa ujung akar, tunas atau daun muda.
Aliran udara yang berasal dari pernafasan dan pembicaraan, debu atau partikel lain
yang terhambur dari tubuh praktikan, atau bahan steril yang tersentuh oleh praktikan dapat
mengakibatkan kontaminasi.
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan
dalam kultur in-vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi tergantung
dari spesies, bahkan varietas, tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya
berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan,
seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, lingkungan kultur, dll. Oleh karena itu,
komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan yang dibutuhkan oleh
masing-masing varietas tanaman bervariasi meskipun teknik kultur jaringan yang digunakan
sama

55
E. KESIMPULAN DAN SARAN
 Kesimpulan
Dari praktikum kultur jaringan wortel yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
a. Pada kultur jaringan wortel, dari 10 eksplan yang ditanam tidak ada yang berhasil
tumbuh. 3 ulangan terdapat jamur, 2 ulangan terdapat bakteri dan 2 ulangan,
medianya berwarna kuning.
b. Eksplan yang terkontaminasi disebabkan oleh kurang sterilnya media, bahan
tanam maupun karena faktor lingkungan sekitar saat penanaman.
c. Eksplan yang terkontaminasi oleh jamur ditandai dengan adanya hifa pada
permukaan media kultur yang berwarna cokelat, putih maupun berwarna kehitaman
sedangkan bila eksplan terkontaminasi bakteri akan terlihat adanya lendir di sekitar
eksplan.
d. Untuk mencegah dan menghindari terjadinya kontaminasi dapat dilakukan
sterilisasi pada alat, media dan bahan eksplan yang digunakan serta melakukan
penyemprotan dengan spirtus saat kontak langsung dengan eksplan.
e. Persentase keberhasilan dari kultur jaringan wortel adalah 0 %
 Saran
Untuk meningkatkan presentase keberhasilan, sebaiknya bagi praktikan harus lebih
memperhatikan untuk menjaga kesterilan, baik untuk peralatan maupun media itu sendiri,
sehingga terjadinya kontaminasi dapat dihindari atau ditekan seminimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, D. E. 1978. How To Growth Roses. Lane Magazine and Book Company. California. USA.
Anonim.2008.Wortel.http://en.wikipedia.org/wiki/wortel

56
Anonim.2008.Perbanyakan tanaman wortel. http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat /view.php?
mnu=2&id=150
Anonim.2008.Teknik Perbanyakan tanaman Wortel.http://plantasia.cybermediaclips.com
Boertjes, C. and A.M. Van Harten. 1978. Applied Mutation Breeding for Vegetatively Propagated
Crops. Elsevier, Nedherland. 345 p.
Hadioetomo, P.S. 1990. Mikrobia Dasar Dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar
Laboratorium. Gramedia. Jakarta.
Hardiati, S., S. Purnomo, Y. Meldia, I. Sukmayadi, dan Kartono. 2003. Karakterisasi dan
Evaluasi Beberapa Aksesi Nanas. J. Hort 13(3) : 157-168.
Marlina, N. 2004. Teknik Modifikasi Media Murashige dan Skoog (MS) untuk konservasi in
vitro mawar (Rossa sp). Buletin Teknik Pertanian Vol 9 No. 1.
Moore, T.C. 1990. Biochemistry and Physiology of Plant Hormone. Springer-Verlag. Berlin.
Prihardini, P.E.R., T. Sudaryono dan S. Purnomo. 2003. Komposisi Media dan Eksplan Untuk
Inisiasi Poliferasi Salak Secara Invitro. Jurnal Penelitian Hortikultura. Vol 5(2):15-24.
Wetter, L. R and F. Corstabel. 1982. Plant Tissue Culture Methods. The Prairie Regional
Laboratory of The National Research.
Widiastuti, D dan Anggraini, S. 1994. Pengaruh Air Kelapa Terhadap Pembentukan Protocorm
Like Bodies (PLBS) dari Anggrek Vanda dalam Medium Cair. Jurnal Hortikultura. Vol
4(2):71-73.
http://holtikultura.litbang.deptan.go.id.Katalog teknologi unggulan holtikultura

ACARA IV
KULTUR JARINGAN NANAS (Ananas comosus)

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
57
Nenas (Ananas comosus L. Merr.) merupakan salah satu tanaman buah yang
memiliki rasa dan aroma yang khas. Untuk skala industri, perbanyakan secara
konvensional kurang efektif karena jumlah bibit yang dihasilkan sangat terbatas dan
membutuhkan waktu yang relatif lama. Perbanyakan melalui kultur jaringan merupakan
metode alternatif untuk memecahkan masalah tersebut. Salah satu komponen yang
mempengaruhi tingkat pertumbuhan tanaman dalam kultur jaringan adalah keadaan
media secara fisik, yaitu media padat, media cair, atau modifikasi antara keduanya.
Nanas merupakan salah satu tanaman buah yang memiliki rasa dan aroma yang
khas. Untuk skala industri, perbanyakan secara konvensional kurang efektif karena
jumlah bibit yang dihasilkan sangat terbatas dan membutuhkan waktu yang relatife lama.
Perbanyakan melalui kultur jaringan merupakan metode alternatife untuk memecahkan
masalah tersebut.
Buah nanas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai macam makanan
dan minuman, seperti selai, buah dalam sirop dan lain-lain. Rasa buah nanas manis
sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas.
Salah satu komoditas yang dikembangkan adalah nenas, karena nenas (Ananas
comusus (L.) Merr.) merupakan salah satu dari tiga buah terpenting dari wilayah tropika.
Peran Indonesia dalam pasar global nenas belum berarti, padahal sebagai negara yang
berada di wilayah tropik, ketersediaan varietas lokal yang potensial untuk komersialisasi,
potensi agroklimat dan luasan lahan yang tersedia sangat memadai. Apabila potensi
tersebut dapat dimanfaatkan secara optimum maka nenas dapat dijadikan buah-buahan
andalan, baik untuk ekspor, maupun konsumsi dalam negeri, sehingga meningkatkan
pendapatan devisa negara dan selanjutnya akan berkait dengan peningkatan pendapatan
pelaku-pelaku agribisnis tanaman nenas.
Permasalahan yang dihadapi agribisnis tanaman nenas antara lain:
1. Varietas nenas yang ada saat ini umumnya belum dapat memenuhi standar mutu yang
disyaratkan dalam pengembangan skala industri, terutama untuk konsumsi segar. Hal
ini karena kegiatan pengembangan varietas dalam pengertian pemuliaan tanaman belum
banyak dilakukan, oleh karena adanya keengganan para peneliti melakukannya, yang
disebabkan perlunya waktu yang relatif lama untuk memperoleh hibrida unggul hasil

58
persilangan, dan material genetik untuk keperluan pemuliaan tanaman masih belum
tersedia.
2. Belum tersedianya teknologi pembibitan yang cepat dan menjamin keseragaman dan
kestabilan hasil dan kualitas hasil, padahal tanaman nenas Executive Summary Nenas
mengalami penurunan produktivitas setelah tiga generasi bibit, sehingga memerlukan
peremajaan secara teratur dan dukungan teknologi perbanyakan bibit yang mampu
menjamin keseragaman dalam waktu yang cepat.
3. Belum tersedianya paket teknologi produksi dan pasca panen bagi optimasi
produktivitas, penjaminan mutu hasil dan upaya mempertahan-kan mutu dalam jangka
waktu lebih panjang. Pada saat ini masih dihadapi masalah ketidakseragaman ukuran
dan ketidaksesuaian bentuk buah dan waktu panen sehingga proses pengolahan nenas,
terutama pengalengan, menjadi tidak efisien. Terbatasnya teknik budidaya yang
diterapkan oleh petani nenas juga menyebabkan kualitas nenas menjadi tidak baik,
padahal untuk menghasilkan nenas dengan mutu yang baik diperlukan kawalan
teknologi, termasuk untuk memperpanjang daya simpan (shelf life).
4. Masih rendahnya penerimaan konsumen terhadap nenas yang disebabkan oleh tingginya
kadar Ca-oksalat yang memberikan rasa gatal yang tidak nyaman dan mitos bahwa
nenas tidak baik bagi wanita dan dapat menyebabkan keguguran.
Dalam praktikum kultur jaringan nanas ini, eksplan yang digunakan adalah bagian
atas dari bonggol nanas yang berwarna putih yang merupakan bagian dari ibu tangkai
bunga nanas. Jenis jaringan yang digunakan adalah jaringan meristem yang masih terus
aktif membelah.

2. Tujuan
Tujuan dari praktikum kultur jaringan nanas (Ananas comosus) ini adalah :
a. Mengetahui teknik kultur jaringan nanas dan wortel.
b. Mengetahui pengaruh BAP dan IBA terhadap pertumbuhan dan
perkembangan eksplan nanas dan wortel.

3. Waktu dan Tempat Praktikum

59
Praktikum acara kedua ini yaitu kultur jaringan (Ananas comosus) dilaksanakan pada :
Waktu : Senin, 20 Oktober 2008
Tempat : Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Varietas cultivar nanas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Cayene
dan Queen. Golongan Spanish dikembangkan di kepulauan India Barat, Puerte Rico,
Mexico dan Malaysia. Golongan Abacaxi banyak ditanam di Brazilia. Dewasa ini ragam
varietas/cultivar nanas yang dikategorikan unggul adalah nanas Bogor, Subang dan
Palembang (Anonim, 2008a).
Nanas (Ananas comosus (L) Merr. merupakan salah satu komoditas buah tropis yang
penting bila dilihat dari kegunaan dan nilai ekonomis serta mempunyai kontribusi 8% dari
produksi segar dunia, dan Indonesia merupakan negara penghasil nanas olahan dan segar
terbesar ketiga setelah Thailand dan Philipina (Hardiati et al., 2003).
Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas
comosus. Memiliki nama daerah danas (Sunda) dan neneh (Sumatera). Dalam bahasa
Inggris disebut pineapple dan orang-orang Spanyol menyebutnya pina. Nanas berasal dari
Brasilia (Amerika Selatan) yang telah di domestikasi disana sebelum masa Colombus. Pada
abad ke-16 orang Spanyol membawa nanas ini ke Filipina dan Semenanjung Malaysia,
masuk ke Indonesia pada abad ke-15, (1599). Di Indonesia pada mulanya hanya sebagai
tanaman pekarangan, dan meluas dikebunkan di lahan kering (tegalan) di seluruh wilayah
nusantara. Tanaman ini kini dipelihara di daerah tropik dan sub tropik.
Klasifikasi tanaman nanas adalah:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Kelas : Angiospermae (berbiji tertutup)
Ordo : Farinosae (Bromeliales)
Famili : Bromiliaceae
Genus : Ananas

60
Species : Ananas comosus (L) Merr
(Anonim.2008.c)
Herba yang mempunyai batang semu dengan tinggi 30 - 50 cm mempunyai batang
dalam bentuk roset dengan pangkal yang melebar dan menjadi pelepah. Daun tunggal
bentuk pedang, ujung lancip tepi berduri kecil dan tajam. Bunganya majemuk, bentuk
malai terdapat di ujung batang berwarna ungu kemerahan. Buah berbentuk menyilinder,
permukaan buah seperti sisik atau genting kecil yang tersusun rapi, warna hijau kekuningan
sampai jingga. Daging buah berwarna putih kekuningan mengandung banyak cairan yang
rasanya manis, asam, harum dan tidak berbiji. (Anonim.2008.c)
Nenas merupakan salah satu komoditas penting unggulan Indonesia dilihat dari
kegunaan dan nilai ekonominya serta mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Indonesia
mempunyai peluang yang sangat baik untuk memposisikan diri sebagai salah satu produsen
dan eksportir utama produk nenas.
Perbanyakan tanaman nenas secara umum dapat dilakukan secara vegetatif
menggunakan: 1) tunas akar, 2) tunas batang, 3) tunas tangkai buah, 4) tunas dasar buah, 5)
mahkota buah, dan 6) stek batang. Selain itu perbanyakan nenas dapat dilakukan melalui
kultur jaringan. Dari beberapa metode perbanyakan yang ada, biasanya petani
menggunakan bibit yang berasal dari anakan yang tidak diketahui kesehatannya dan tidak
seragam. Ketersediaan bibit anakan juga sangat terbatas, yaitu dua anakan per tanaman per
tahun. Alternatif yang dapat dilakukan adalah melalui cara teknik kultur jaringan in vitro
dan cara stek daun. Kedua teknik ini memungkinkan untuk menyediakan bibit nenas dalam
jumlah banyak, seragam, dan lebih mudah untuk pengangkutannya. (Naibaho, Naekman.
2008).
Keunggulan pengembangan tanaman nanas dengan metode kultur jaringan atau
secara in vitro yaitu :
 Dapat menyediakan bibit secara cepat dan massal dalam waktu relatif singkat.
 Bibit yang dihasilkan relatif seragam.
 Bibit yang dihasilkan sehat.
 Transportasi pengiriman mudah.
Sedangkan kelemahan pengembangan tanaman nanas dengan metode kultur jaringan
yaitu :
61
 Kemungkinan terjadinya variasi somaklonal
 Proses produksi bibit memerlukan investasi relatif besar
 Membutuhkan keahlian khusus, sehingga belum dapat ditransfer ke pada kalangan
petani biasa
Tahap-tahap perbanyakan bibit secara kultur jaringan adalah :
 Pemilihan pohon induk
 Persiapan bahan perbanyakan
 Inisiasi
 Multiplikasi (regenerasi)
 Aklimatisasi
 Pembesaran di nursery/pembibitan
 Penanaman di lapangan

(Darma,Kusuma.2008)
Kendala yang dihadapi dalam pengembangan agroindustri nenas antara lain adalah
belum tersedianya varietas yang sesuai dengan permintaan industri pengolahan, keinginan
konsumen dan eksportir buah segar. Masalah dalam pengembangan nenas adalah
penyediaan bibit dalam jumlah banyak secara cepat, karena melalui perbanyakan vegetatif
konvensional lajunya sangat lambat. Kendala produksi di lapangan adalah belum
tersedianya teknologi bagi pengendalian pertumbuhan vegetatif maupun reproduktif agar
produktivitas dan kualitas hasil tinggi, yang pada gilirannya perlu ditunjang dengan
penanganan pasca panen yang tepat (Anonim, 2008b).
62
Bila panas digunakan bersama-sama dengan uap disebut sterilisasi panas lembab
atau sterilisasi basah. Bila tanpa kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering atau
sterilisasi kering. Dari pihak lain, sterilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan
gas atau radiasi atau bahan kimiawi. Pemilihan metode didasarkan pada sifat bahan yang
akan disterilkan. Yang umum digunakan secara rutin di laboratorium adalah menggunakan
panas (Hadioetomo, 1990).
Media tumbuh untuk kultur in vitro diusahakan mempunyai kondisi lingkungan yang
terkontrol. Sebagian besar kultur aseptik tidak mampu melakukan fotosintesis sehingga
diperlukan sumber karbon dalam bentuk sukrosa atau glukosa, serta hara mineral, air,
bahan organik, vitamin, alkohol dan hormon (Widiastuti dan Anggraini, 1994).
Dalam aktivitas kultur jaringan, auksin sangat dikenal sebagai hormon yang mampu
berperan menginduksi terjadinya kalus, menghambat kerja sitokinin, membentuk klorofil
dalam kalus, mendorong morfogenesis kalus, membentuk akar atau tunas, mendorong
proses embryogenesis, serta dapat mempengaruhi kestabilan genetic tanaman (Wetter and
Corstabel, 1982).

C. ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA


1. Alat
a. LAFC lengkap dengan lampu bunsen
b. Petridish dan botol-botol kultur
c. Peralatan diseksi, seperti pinset besar/kecil dan pisau pemes.
2. Bahan
a. Eksplan : nanas (Ananas comosus )
b. Media kultur
c. Alkohol 96 %
d. Aquadest steril
e. Spirtus
f. Chlorox (sunclin)
g. Agrept dan Dithane
3. Cara Kerja
a. Persiapan eksplan

63
b. Sterilisasi eksplan (dilakukan dalam LAFC)
• Merendam eksplan kedalam larutan Dithane M-45 3 mg/l selama kira-kira
12 jam, dilanjutkan dengan chlorox 5,25 % (sunclin 100%) selama kira-kira 2
menit
• Membilas eksplan dengan aquadest steril
c. Penanaman eksplan
• Membuka plastik penutup botol media kultur.
• Mengambil eksplan dan menanamnya di media kultur dengan pinset.
Setelah digunakan, pinset harus selalu dibakar diatas api.
• Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat dengan api untuk
menghindari kontaminasi.
d. Pemeliharaan
• Botol-botol media berisi eksplan ditempatkan di rak-rak kultur.
• Lingkungan diluar botol harus dijaga suhu, kelembaban dan cahayanya.
• Penyemprotan botol-botol kultur dengan spirtus dilakukan 2 hari sekali
untuk mencegah kontaminasi.
e. Pengamatan selama 5 minggu, meliputi
• Saat muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST), diamati setiap hari
• Jumlah akar, tunas dan daun, diamati 1 minggu sekali
• Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir
pengamatan
f. Persentase keberhasilan, dilakukan pada akhir pengamatan.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Saat Muncul Akar
Tabel 4.1 Saat Muncul Akar Tanaman Nanas

64
Macam Eksplan Ulangan Saat Muncul
Akar
1 -
2 -
3 -
Nanas 4 -
5 -
6 -
7 -
8 -
9 -
10 -
Sumber : Laporan Sementara
Kultur jaringan tanaman akan berhasil apabila lingkungan mendukung. Syarat-
syarat tersebut meliputi: pemilihan eksplan, penggunaan media yang sesuai, keadaan
yang aseptik dan pengaturan lingkungan tempat tumbuh yang sesuai. Komposisi media
yang tepat dan proses sterilisasi mempengaruhi keberhasilan dari kultur jaringan. Dalam
praktikum ini media yang digunakan adalah Murashige and Skoog (MS).
Pada praktikum kali ini eksplan yang digunakan adalah nanas (Ananas comosus)
yaitu bagian dari bonggol yang berwarna putih yang merupakan ibu dari tangkai bunga
sedangkan jaringannya merupakan jaringan meristem yang masih aktif membelah. Hal
ini mengacu pada salah satu konsep dasar kultur jaringan yaitu organ yang digunakan
dalam kultur jaringan harus mempunyai sifat totipotensi. Penggunaan bagian berwarna
putih dari bonggol nanas yang berwarna putih ini bertujuan untuk mendapatkan organ
yang masih juvenile sehingga bersifat meristematik, artinya organ tersebut masih aktif
membelah. Organ tersebut akan berdeferensiasi menjadi kalus, yaitu sekumpulan sel
yang yang aktif membelah dan mempunyai kemungkinan menjadi zigot.
Sebelum penanaman terlebih dulu eksplan disterilisasi, yaitu dengan memotong-
motong eksplan dan merendam eksplan dalam larutan campuran antara Dithane M-45
dan Agrept sebanyak 0,3 gram dalam 100 ml aquadest. Dithane M-45 dan Agrept
merupakan fungisida yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi dari bakteri selama
proses penanaman dan pengembangan kultur nanas. Setelah di rendam selama 15 sampai
30 menit eksplan diangkat dan dibilas dengan aquades sebanyak tiga kali. Setelah itu
eksplan kembali direndam dalam Chlorox 20 % selama 3 menit dan dibilas dengan
aquades sebanyak tiga kali. Setelah disterilisasi dengan Chlorox bagian dari eksplan
65
yang bersentuhan atau berkontak langsung dengan Chlorox harus dihilangkan karena
bagian-bagian yang berkontak langsung dengan Chlorox sel-selnya akan mati dan tidak
akan tumbuh jika dikulturkan.
Dalam media untuk menumbuhkan eksplan nanas terlebih dahulu ditambahkan
ZPT yaitu IBA dan BAP. IBA (Indol Buteric Acid) merupakan hormon pengatur tumbuh
yang masuk dalam kategori hormon auksin. Fungsi dari IBA dalam aktivitas kultur
jaringan yaitu sebagai hormon yang mampu menginduksi terjadinya kalus, mendorong
proses morfogenesis kalus membentuk akar atau tunas, mendorong proses embriogenesis
dan mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman dalam hal ini IBA berpengaruh dalam
pembentukan akar. Sedangkan BAP (6-benzylaminopurine). Dalam aktivitas kultur
jaringan, BAP berperan dalam pembentukan tunas, menstimulir terjadinya pembelahan
sel, proliferasi kalus, mendorong proliferasi meristem ujung, serta mendorong
pembentukan klorofil pada kalus.
Berdasarkan hasil pengamatan pada kultur jaringan nanas diperoleh bahwa
eksplan belum mampu membentuk akar, tunas, maupun kalus. Kalus adalah sekumpulan
sel yang belum terdeferensiasi menjadi akar atau batang. Hal ini terjadi karena terjadinya
kontaminasi. Kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis
kontaminannya dan penyebab adanya bagian yang terkontaminasi bisa berasal dari media
atau eksplan. Kontaminan terutama cendawan dan bakteri akan tumbuh secara cepat pada
media yang mengandung gula, vitamin, dan mineral.
Pada penanaman eksplan nanas semua eksplan terkontaminasi oleh jamur dan ada
eksplan terkontaminasi oleh bakteri. Jamur yang mengkontaminasi mempunyai hifa
berwarna coklat, hitam, dan putih. Hifa-hifa itu memenuhi seluruh botol kultur.
Jamur/cendawan dan jamur tersebut tumbuh secara cepat karena pada media mengandung
gula, vitamin, dan mineral.
Pada penanaman eksplan nanas tidak ada yang membentuk akar, tunas, daun,
maupun kalus. Oleh karena itu untuk mencegah atau menghindari terjadinya kontaminasi
eksplan dan media yaitu dengan cara menjaga lingkungan (alat, media dan bahan) agar
tetap steril serta saat penanaman dan pemeliharaan perlu dilakukan penyemprotan
berulang-ulang menggunkan spirtus. Hal ini dimaksudkan agar mengurangi resiko

66
terkontaminasi eksplan terhadap jamur dan bakteri yang dapat menyebabkan kematian
pada eksplan.

2. Saat Muncul Tunas


Tabel 4.2 Saat muncul tunas tanaman Nanas

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul


Tunas
1 -
2 -
3 -
Nanas 4 -
5 -
6 -
7 -
8 -
9 -
10 -
Sumber : Laporan Sementara
Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan tunas. Pada media ditumbuhi
jamur ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta
terdapat bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada
eksplan terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya
warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum
terjadi kegiatan kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan
tanaman yang digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang
beragam, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

67
Dalam media ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP. Fungsi dari IBA yaitu
berpengaruh dalam pembentukan akar. Sedangkan BAP berperan dalam pembentukan
tunas. Dalam praktikum kali ini tidak terbentuk tunas karena eksplan mengalami
kontaminasi.
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis
eksplan dalam kultur in-vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil
penelitian menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi
tergantung dari spesies, bahkan varietas, tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip
ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, lingkungan kultur,
dll. Oleh karena itu, komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan
yang dibutuhkan oleh masing-masing varietas tanaman bervariasi meskipun teknik kultur
jaringan yang digunakan sama.

3. Saat Muncul Daun


Tabel 4.3 Saat muncul daun tanaman Nanas

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul


Daun
1 -
2 -
3 -
Nanas 4 -
5 -
6 -
7 -
8 -
9 -
10 -
Sumber : Laporan Sementara
Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan daun. Pada media ditumbuhi
jamur ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta
terdapat bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada
eksplan terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya
warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan

68
perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum
terjadi kegiatan kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan
tanaman yang digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang
beragam, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

4. Saat Muncul Kalus


Tabel 4.4 Saat muncul kalus tanaman nanas

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul


Kalus
1 -
2 -
3 -
nanas 4 -
5 -
6 -
7 -
8 -
9 -
10 -

Sumber : Laporan Sementara


Kalus merupakan sekumpulan sel yang masih aktif membelah dan belum
terdeferensiasi membentuk tunas maupun akar. Kalus juga dapat diartikan sebagai
sekumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan awal yang membelah diri
secara terus menerus.
Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan kalus. Hal ini terjadi karena
adanya kontaminasi baik oleh jamur maupun bakteri. Pada media ditumbuhi jamur
ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta terdapat
bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada eksplan
terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna
69
coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan
eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum terjadi kegiatan
kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan tanaman yang
digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang beragam,
penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

5. Presentase keberhasilan
Tabel 4.5 Persentase Keberhasilan Kultur Nanas

Macam Jumlah Persentase


Eksplan Eksplan Keberhasilan
Hidup Mati (%)
0
× 100% = 0%
Nanas 0 10 10
Sumber : Laporan Sementara

Berdasarkan data diatas eksplan nanas memiliki persentase keberhasilan sebesar 0


%. Hal ini disebabkan seluruh eksplan yang mati baik karena mengalami browning
maupun terkontaminasi oleh jamur. Kontaminasi ini disebabkan karena faktor dari luar
(lingkungan) yaitu pada saat pembuatan media sampai pada pemeliharaan eksplan. Oleh
karena itu untuk mencegah atau menghindari terjadinya eksplan yaitu dengan cara
menjaga lingkungan (alat, media dan bahan) agar tetap steril serta saat penanaman dan
pemeliharaan perlu dilakukan penyemprotan berulang-ulang menggunkan spirtus. Hal ini
dimaksudkan agar mengurangi resiko terkontaminasi eksplan terhadap jamur dan bakteri
yang dapat menyebabkan kematian pada eksplan.
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pada eksplan nanas tidak ada akar, tunas, daun,
dan kalus yang muncul. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya;
a. Media yang telah terkontaminasi jamur. Hal ini ditunjukkan pada bentuk media yang
telah berubah warna dari sebelumnya putih menjadi hitam kecoklatan. Disamping itu,
terdapat koloni jamur yang ditandai dengan adanya bulu-bulu halus (spora) jamur pada
media.
70
b. Eksplan yang terkontaminasi. Hal ini dapat dikarenakan pada saat sterilisasi perlatan
maupu tangan tidak steril. Seringnya tangan keluar dari LAFC mengakibatkan eksplan
dan media dapat terkontaminasi. Eksplan yang terkena jamur berubah warna dari yang
sebelumnya hijau menjadi hitam kecoklatan dan akhirnya membusuk.
c. Peralatan dan ruangan yang kurang steril. Peralatan –peralatan seperti pinset, botol kultur
sebelum dan selama memakai harus sering dilakukan pensterilan. Pensterilan alat dapat
dilakukan dengan mencelupkannya pada alkohol atau memanaskannya diatas api.
Keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan juga ditentukan beberapa
hal diantaranya komposisi media dan eksplan. Dalam praktikum ini, komponen media yang
paling mempengaruhi adalah zat pengatur tumbuh (ZPT) berupa BAP dan IBA. BAP
merupakan ZPT golongan sitokinin yang berfungsi untuk menumbuhkan dan menggandakan
tunas adventif. Sedangkan IBA berfungsi untuk mendorong terbentuknya kalus. Setelah
eksplan ditanam, botol-botol kultur diletakkan pada rak-rak kultur yang dijaga suhu, cahaya
dan kelembabannya.
Selain ZPT, faktor penting lain yang mempengaruhi yaitu kondisi eksplan dipengaruhi
oleh umur fisiologis, umur ontogenik, ukuran eksplan, dan bagian tanaman yang diambil.
Umumnya yang sering digunakan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Hal ini
karena jaringan muda mempunyai daya regenerasi tinggi, sel-selnya masih aktif membelah,
dan relatif sedikit mengandung kontaminan. Umur ontogenik yaitu masa transisi anatar fase
pertumbuhan remaja (juvenil) menuju fase dewasa. Pada fase juvenil, pemungaan tidak
terjadi dan tidak dapat dirangsang dengan perlakuan rangsangan pembungan. Sedangakan
pada fase dewasa tanaman sudah mampu berbunga. Ukuran tanaman yang besar
memungkinkan terjadinya kontaminan daripada ukuran yang lebih kecil. Hal ini berkaitan
dengan teknik sterilisasi eksplan. Jaringan yang umumnya digunakan adalah meristem, yaitu
dapat berupa ujung akar, tunas atau daun muda.
Aliran udara yang berasal dari pernafasan dan pembicaraan, debu atau partikel lain
yang terhambur dari tubuh praktikan, atau bahan steril yang tersentuh oleh praktikan dapat
mengakibatkan kontaminasi.
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan
dalam kultur in-vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi tergantung

71
dari spesies, bahkan varietas, tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya
berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan,
seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, lingkungan kultur, dll. Oleh karena itu,
komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan yang dibutuhkan oleh
masing-masing varietas tanaman bervariasi meskipun teknik kultur jaringan yang digunakan
sama.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dari praktikum kultur jaringan nanas yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
 Pada kultur jaringan nanas, dari 10 eksplan yang ditanam tidak ada yang
berhasil tumbuh. 3 ulangan terdapat jamur, 2 ulangan terdapat bakteri dan 2
ulangan, medianya berwarna kuning.
 Eksplan yang terkontaminasi disebabkan oleh kurang sterilnya media, bahan
tanam maupun karena faktor lingkungan sekitar saat penanaman.
 Eksplan yang terkontaminasi oleh jamur ditandai dengan adanya hifa pada
permukaan media kultur yang berwarna cokelat, putih maupun berwarna
kehitaman sedangkan bila eksplan terkontaminasi bakteri akan terlihat adanya
lendir di sekitar eksplan.
 Untuk mencegah dan menghindari terjadinya kontaminasi dapat dilakukan
sterilisasi pada alat, media dan bahan eksplan yang digunakan serta
melakukan penyemprotan dengan spirtus saat kontak langsung dengan
eksplan.
 Persentase keberhasilan dari kultur jaringan nanas adalah 0%

2. Saran
Untuk meningkatkan presentase keberhasilan, sebaiknya bagi praktikan harus lebih
memperhatikan untuk menjaga kesterilan, baik untuk peralatan maupun media itu
sendiri, sehingga terjadinya kontaminasi dapat dihindari atau ditekan seminimal

72
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008a. Nanas (Ananas comosus). http://www.warintek.ristek.go.id. Diakses tanggal 18


Desember 2008.
Anonim. 2008b. http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=2&doc=2a17. Diakses
tanggal 20 Desember 2008.
----------. 2008b. Executive Summary Pengembangan Buah-Buahan Unggulan Indonesia
Komoditas Nenas. http://www.rusnasbuah.or.id. Diakses tanggal 18 Desember 2008.
Darma, Kusuma. 2008. Perbanyakan Massal Nanas secara In Vitro. Jakarta : Litbang
Departemen Pertanian
Hadioetomo, P.S. 1990. Mikrobia Dasar Dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar
Laboratorium. Gramedia. Jakarta.
Hardiati, S., S. Purnomo, Y. Meldia, I. Sukmayadi, dan Kartono. 2003. Karakterisasi dan
Evaluasi Beberapa Aksesi Nanas. J. Hort 13(3) : 157-168.
Moore, T.C. 1990. Biochemistry and Physiology of Plant Hormone. Springer-Verlag. Berlin.
Naibaho, Naekman. 2008. Perbanyakan Massal Nanas dengan Stek Daun. Jakarta: Litbang
Departemen Pertanian
Wetter, L. R and F. Corstabel. 1982. Plant Tissue Culture Methods. The Prairie Regional
Laboratory of The National Research.
Widiastuti, D dan Anggraini, S. 1994. Pengaruh Air Kelapa Terhadap Pembentukan Protocorm
Like Bodies (PLBS) dari Anggrek Vanda dalam Medium Cair. Jurnal Hortikultura. Vol
4(2):71-73.

73
ACARA V
KULTUR JARINGAN SANSIVIERIA

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di Indonesia, nama sansivieria lebih dikenal dengan sebutan lidah mertua (mother
in-laws-tongue). Ada juga yang menjulukinya snake plant (tanaman ular) mungkin
karena corak beberapa jenis tanaman in mirip dengan corak ular.
Kebutuhan masyarakat akan tanaman hias semakin hari semakin meningkat.
Tanaman hias bagi masyarakat bermanfaat sebagai pengindah rumah atau pekarangan,
sumber penghasilan, menyerap polusi sehingga menimbulkan kepuasan tersendiri bagi
pemiliknya.
Salah satu tanaman hias yang banyak digemari masyarakat saat ini adalah
sanseviera. Sanseviera merupakan tanaman yang unik yang mempunyai sifat berbeda
dengan tanaman lain yaitu apabila tanaman ini distek akan menghasilkan tanaman yang
berbeda dengan induknya berbeda tanaman kebanyakan yang bila diperbanyak dengan
stek maka keturunannya akan sama dengan induk. Selain itu, suatu penelitian juga
menunjukkan bahwa tanaman sansiveira dapat bermanfaat untuk menyerap polusi.
Sansivieria termasuk tanaman yang sangat mudah perbanyakannya. Perbanyakan
tanaman dapat dilakukan secara generatif dengan biji ataupun secara vegetatif dengan
setek, pemisahan anakan, cabut pucuk, dan kultur jaringan (cloning).

74
Perbanyakan secara generatif dilakukan menggunakan biji. Keunggulan
perbanyakan tanaman menggunakan biji antara lain dapat diperoleh tanaman dalam
jumlah banyak dan seragam serta tidak merusak tanaman induk. Selain itu, sifat biji
sansivieria umumnya diploid sehingga menyebabkan minimal dua keragaman dalam satu
biji.
Kelemahan cara generatif ini adalah memerlukan waktu yang lama. Selain itu,
tidak semua spesies mampu menghasilkan bunga dan biji. Cara ini biasanya digunakan
oleh para breeder untuk memperoleh hibrida baru.
Perbanyakan secara vegetative dari sansivieria dapat diperbanyak menggunakan
setek, pemisahan anakan, teknik cabut pucuk, dan kultur jaringan.
Dengan semakin meningkatnya permintaan akan tanaman sansiveira, tetapi usaha
perbanyakan belum cukup memadai maka diperlukan suatu teknik perbanyakan yang
lebih efektif yang mampu menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak dan dalam waktu
yang relatif singkat. Teknik perbanyakan yang sesuai untuk mencapai tujuan tersebut
adalah perbanyakan dengan kultur jaringan. Kultur jaringan tanaman merupakan teknik
menumbuhkembangkan bagian tanaman, baik berupa sel jaringan atau organ tanaman
dalam kondisi aseptis secara in vitro.
Sansevieria (Sansevieria trifasciata) termasuk tanaman hias yang mempunyai
penggemar di berbagai masyarakat dunia. Di Indonesia, sejak tahun 2000 permintaan
tanaman ini meningkat pesat dan terus meningkat hingga kini. Jenis yang mendominasi
adalah pedang-pedangan dan kodok-kodokan. Meningkatnya permintaan tersebut masih
belum dapat terpenuhi akibat petani masih menggunakan perbanyakan secara
konvesional yang memerlukan waktu dan bahan tanam dalam jumlah yang banyak.
Teknik yang mungkin digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah secara in
vitro.
Pada praktikum ini eksplan yang digunakan adalah tanaman Sansivieria trifasciata
yaitu bagian daun tapi pada bagian bawah yang merupakan jaringan tebal yang
meristematis yaitu jaringan yang masih aktif mengalami pembelahan.

2. Tujuan
Praktikum acara kelima yaitu kultur jaringan sansivieria ini bertujuan untuk :

75
a. Mengetahui teknik kultur jaringan sansivieria.
b. Mengetahui pengaruh BAP dan IBA terhadap pertumbuhan dan
perkembangan eksplan sansivieria.

3. Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum acara kelima yaitu kultur jaringan sansivieria ini dilakukan pada :
Waktu : Senin, 20 Oktober 2008
Tempat : Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Di Indonesia tanaman ini dikenal dengan nama Lidah Mertua. Selain sebagai tanaman
hias, Sanseviera kerap ditaruh di sudut dapur atau kamar mandi untuk meredam bau.
Sansevieria memang termasuk tanaman hias yang sering disimpan di dalam rumah karena
tanaman ini dapat tumbuh dalam kondisi dengan sedikit air dan cahaya matahari. Sekitar 40
persen air saja yang diperlukan tanaman yang berkembang biak melalui umbi lapis ini untuk
tumbuh. (Anonim.2008a)
Sansevieria termasuk tanaman tropis yang sudah lama dikenal dan dibudidayakan di
Indonesia. Biasanya sansevieria banyak ditanam sebagai pagar rumah, atau sebagai
penyekat jalan. Jenis sanseviera yang banyak ditanam adalah Sanseviera trifasciata atau
dikenal dengan nama “lidah mertua”. Sekarang ini, banyak ditemukan ratusan species
sanseviera lain yang bentuk dan warna daunnya beragam.(Anonim.2008b)
Dibanding tumbuhan lain, Sanseviera memiliki keistimewaan menyerap bahan
beracun, seperti karbondioksida, benzene, formaldehyde, dan trichloroethylene.
Sansevieria dibagi menjadi dua jenis, yaitu jenis yang tumbuh memanjang ke atas
dengan ukuran 50-75 cm dan jenis berdaun pendek melingkar dalam bentuk roset dengan
panjang 8 cm dan lebar 3-6 cm. Kelompok panjang memiliki daun meruncing seperti mata
pedang, dan karena ini ada yang menyebut Sansevieria sebagai tanaman pedang-pedangan.
Tumbuhan ini berdaun tebal dan memiliki kandungan air sukulen, sehingga tahan
kekeringan. Namun dalam kondisi lembap atau basah, sansiviera bisa tumbuh subur.

76
Warna daun Sansevieria beragam, mulai hijau tua, hijau muda, hijau abu-abu, perak,
dan warna kombinasi putih kuning atau hijau kuning. Motif alur atau garis-garis yang
terdapat pada helai daun juga bervariasi, ada yang mengikuti arah serat daun, tidak
beraturan, dan ada juga yang zig-zag.
Keistimewaan lidah mertua adalah memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
lingkungan. Penelitian NASA bekerja sama dengan ALCA telah menemukan bukti-bukti
bahwa tanaman ini secara alami mampu mengurangi polusi tersebut.

Ditinjau berdasarkan jenisnya sansevieria ada dua jenis yakni yang pertama yaitu
sansevieria keturunan asli/spesies sedangkan yang kedua adalah jenis hasil
persilangan/hibridasi yang bisa disebut dengan jenis sansevieria hibrid.
Dari bentuk hibrid inilah sansevieria akan tercipta dengan karakter dan fisik yang
berbeda dari induknya atau yang sering disebut dengan spesies hibrid atau sansevieria
hibrid. Mutasi sansevieria juga dapat terjadi dari perbanyakan melalui stek daun.
(Anonim.2008d)
Klasifikasi ilmiah dari sansiviera yaitu :
Regnum: Plantae
Divisio: Magnoliophyta
Kelas: Liliopsida
Ordo: Asparagales
Familia: Ruscaceae
Genus: Sansevieria

Secara morfologi, tanaman sansivieria dicirikan dengan daun yang tebal karena
kandungan airnya yang tinggi. Pada beberapa jenis sansivieria, daun berkedudukan seperti
roset mengelilingi batang semu. Disebut batang semu karena sesungguhnya sansivieria tidak
mempunyai batang. Pada jenis yang lain, daun berbentuk silinder. Jenis yang lain lagi
mempunyai helaian daun kaku seperti pedang. (W.Purwanto, Arie.2006)
Sanseviera sering dikenal dengan dengan nama lidah mertua “Mother in Law Tongue”.
Namun ada juga yang menyebutnya dengan tanaman ular dan pedang-pedangan karena
bentuk tanaman ini yang berbentuk seperti ular dan pedang-pedangan (Anonim, 2007).

77
Sebagai teknik kultur jaringan dapat dipahami perkembangannya karena didukung oleh
marak dan berkembangnya studi tentang sel, kimia dan biokimia nutrisi, biomolekul dan
fisiologi sel. Pada perkembangan sekarang teknik ini justru banyak membantu lahirnya
konsep-konsep baru berbagai cabang ilmu itu sehingga keberadaannya saling menopang
dalam perkembangannya (Santoso dan Nursandi, 2001).
Kemampuan regenerasi jaringan tidak hanya tergantung pada umur fisiologinya, tetapi
sampai ke tingkat karakterisasi atau kualitas selnya. Jaringan muda umumnya mempunyai
kemampuan berdiferensiasi lebih baik. Sedang ukuran eksplan, suhu, cahaya, waktu
inokulasi dan jenis media mempengaruhi pertumbuhan eksplan (Irawati, 2005).
Berhasilnya pertumbuhan tunas terutama tergantung pada sumber jaringan, kadar
medium, hara, dan jenis serta kadar hormon pertumbuhan yang digunakan. Hal tersebut
mempunyai pengaruh yang cukup besar (Wetter and Corstabel, 1982).
Zat pengatur tubuh sitokinin lebih banyak berperan dibandingkan dengan auksin pada
tahap multiplikadi prodiferasi akar, maka akan lebih banyak ditekankan penggunaan ZPT
auksin (Supriati, et al., 2005).
Perbanyakan sansiviera secara kultur jaringan (tissue culture) bertujuan untuk
mendapatkan tanaman dalam jumlah besar dan seragam pertumbuhannya. Seiring dengan
permintaan bibit sansivieria yang semakin meningkat, cara perbanyakan secara
konvensional menggunakan stek, anakan, dan cabut pucuk tidak lagi bisa mencukupi. Satu-
satunya cara perbanyakan yang sanggup memenuhi kebutuhan permintaan bibit dalam
jumlah besar itu hanyalah kultur jaringan.
Jaringan tanaman sansivieria yang dikulturkan dipilih dari jaringan yang masih muda
(meristematis). Jaringan meristematis ini selanjutnya ditanam di dalam botol yang berisi
media buatan, dalam lingkungan steril. (Chahinian,B Juan.1986)

C. ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA


1. Alat
a. LAFC lengkap dengan lampu bunsen
b. Petridish dan botol-botol kultur
c. Peralatan diseksi, seperti pinset besar/kecil dan pisau pemes.

78
2. Bahan
a. Eksplan : Sansiviera (Sansivieria trifasciata )
b. Media kultur
c. Alkohol 96 %
d. Aquadest steril
e. Spirtus
f. Chlorox (sunclin)
g. Agrept dan Dithane
3. Cara Kerja
a. Persiapan eksplan
b. Sterilisasi eksplan (dilakukan dalam LAFC)
• Merendam eksplan kedalam larutan Dithane M-45 3 mg/l selama kira-kira
12 jam, dilanjutkan dengan chlorox 5,25 % (sunclin 100%) selama kira-kira 2
menit
• Membilas eksplan dengan aquadest steril
c. Penanaman eksplan
• Membuka plastik penutup botol media kultur.
• Mengambil eksplan dan menanamnya di media kultur dengan pinset.
Setelah digunakan, pinset harus selalu dibakar diatas api.
• Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat dengan api untuk
menghindari kontaminasi.
d. Pemeliharaan
• Botol-botol media berisi eksplan ditempatkan di rak-rak kultur.
• Lingkungan diluar botol harus dijaga suhu, kelembaban dan cahayanya.
• Penyemprotan botol-botol kultur dengan spirtus dilakukan 2 hari sekali
untuk mencegah kontaminasi.
e. Pengamatan selama 5 minggu, meliputi
• Saat muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST), diamati setiap hari
• Jumlah akar, tunas dan daun, diamati 1 minggu sekali

79
• Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir
pengamatan
f. Persentase keberhasilan, dilakukan pada akhir pengamatan.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Saat Muncul Akar
Tabel 5.1 Saat Muncul Akar Tanaman Sansiviera
Macam Eksplan Ulangan Saat Muncul
Akar
1 -
2 -
3 -
Sansiviera 4 -
5 -
6 -
7 -
8 -
9 -
10 -
Sumber : Laporan Sementara
Kultur jaringan tanaman akan berhasil apabila lingkungan mendukung. Syarat-
syarat tersebut meliputi: pemilihan eksplan, penggunaan media yang sesuai, keadaan
yang aseptik dan pengaturan lingkungan tempat tumbuh yang sesuai. Komposisi media
yang tepat dan proses sterilisasi mempengaruhi keberhasilan dari kultur jaringan. Dalam
praktikum ini media yang digunakan adalah Murashige and Skoog (MS).
Pada praktikum kali ini eksplan yang digunakan adalah sansiviera (Sansiviera
trifasciata) yaitu bagian dari daun yang masih muda yaitu bagian bawah yang
merupakan jaringan meristematik atau jaringan yang masih terus aktif membelah. Hal
ini mengacu pada salah satu konsep dasar kultur jaringan yaitu organ yang digunakan
dalam kultur jaringan harus mempunyai sifat totipotensi. Penggunaan bagian bawah dari
daun yang masi muda ini bertujuan untuk mendapatkan organ yang masih juvenile
sehingga bersifat meristematik, artinya organ tersebut masih aktif membelah. Organ
tersebut akan berdeferensiasi menjadi kalus, yaitu sekumpulan sel yang yang aktif
membelah dan mempunyai kemungkinan menjadi zigot.

80
Sebelum penanaman terlebih dulu eksplan disterilisasi, yaitu dengan memotong-
motong eksplan dan merendam eksplan dalam larutan campuran antara Dithane M-45
dan Agrept sebanyak 0,3 gram dalam 100 ml aquadest. Dithane M-45 dan Agrept
merupakan fungisida yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi dari bakteri selama
proses penanaman dan pengembangan kultur sansivieria. Setelah di rendam selama 15
sampai 30 menit eksplan diangkat dan dibilas dengan aquades sebanyak tiga kali.
Setelah itu eksplan kembali direndam dalam Chlorox 20 % selama 3 menit dan dibilas
dengan aquades sebanyak tiga kali. Setelah disterilisasi dengan Chlorox bagian dari
eksplan yang bersentuhan atau berkontak langsung dengan Chlorox harus dihilangkan
karena bagian-bagian yang berkontak langsung dengan Chlorox sel-selnya akan mati
dan tidak akan tumbuh jika dikulturkan.
Dalam media untuk menumbuhkan eksplan sansivieria terlebih dahulu
ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP. IBA (Indol Buteric Acid) merupakan hormon
pengatur tumbuh yang masuk dalam kategori hormon auksin. Fungsi dari IBA dalam
aktivitas kultur jaringan yaitu sebagai hormon yang mampu menginduksi terjadinya
kalus, mendorong proses morfogenesis kalus membentuk akar atau tunas, mendorong
proses embriogenesis dan mempengaruhi kestabilan genetik sel tanaman dalam hal ini
IBA berpengaruh dalam pembentukan akar. Sedangkan BAP (6-benzylaminopurine).
Dalam aktivitas kultur jaringan, BAP berperan dalam pembentukan tunas, menstimulir
terjadinya pembelahan sel, proliferasi kalus, mendorong proliferasi meristem ujung, serta
mendorong pembentukan klorofil pada kalus.
Berdasarkan hasil pengamatan pada kultur jaringan sansivieria diperoleh bahwa
eksplan belum mampu membentuk akar, tunas, maupun kalus. Kalus adalah sekumpulan
sel yang belum terdeferensiasi menjadi akar atau batang. Hal ini terjadi karena terjadinya
kontaminasi. Kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis
kontaminannya dan penyebab adanya bagian yang terkontaminasi bisa berasal dari media
atau eksplan. Kontaminan terutama cendawan dan bakteri akan tumbuh secara cepat pada
media yang mengandung gula, vitamin, dan mineral.
Pada penanaman eksplan sansivieria semua eksplan terkontaminasi oleh jamur
dan ada eksplan terkontaminasi oleh bakteri. Jamur yang mengkontaminasi mempunyai
hifa berwarna coklat, hitam, dan putih. Hifa-hifa itu memenuhi seluruh botol kultur.

81
Jamur/cendawan dan jamur tersebut tumbuh secara cepat karena pada media mengandung
gula, vitamin, dan mineral.
Pada penanaman eksplan sansivieria tidak ada yang membentuk akar, tunas, daun,
maupun kalus. Oleh karena itu untuk mencegah atau menghindari terjadinya kontaminasi
eksplan dan media yaitu dengan cara menjaga lingkungan (alat, media dan bahan) agar
tetap steril serta saat penanaman dan pemeliharaan perlu dilakukan penyemprotan
berulang-ulang menggunkan spirtus. Hal ini dimaksudkan agar mengurangi resiko
terkontaminasi eksplan terhadap jamur dan bakteri yang dapat menyebabkan kematian
pada eksplan

2. Saat Muncul Tunas


Tabel 5.2 Saat muncul tunas tanaman Sansivieria

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul


Tunas
1 -
2 -
3 -
Sansivieria 4 -
5 -
6 -
7 -
8 -
9 -
10 -
Sumber : Laporan Sementara
Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan tunas. Pada media ditumbuhi
jamur ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta
terdapat bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada
eksplan terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya
warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum
terjadi kegiatan kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan

82
tanaman yang digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang
beragam, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.
Dalam media ditambahkan ZPT yaitu IBA dan BAP. Fungsi dari IBA yaitu
berpengaruh dalam pembentukan akar. Sedangkan BAP berperan dalam pembentukan
tunas. Dalam praktikum kali ini tidak terbentuk tunas karena eksplan mengalami
kontaminasi.
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis
eksplan dalam kultur in-vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil
penelitian menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi
tergantung dari spesies, bahkan varietas, tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip
ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, lingkungan kultur,
dll. Oleh karena itu, komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan
yang dibutuhkan oleh masing-masing varietas tanaman bervariasi meskipun teknik kultur
jaringan yang digunakan sama.

3. Saat Muncul Daun


Tabel 4.3 Saat muncul daun tanaman sansivieria

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul


Daun
1 -
2 -
3 -
sansivieria 4 -
5 -
6 -
7 -
8 -
9 -
10 -
Sumber : Laporan Sementara
Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan daun. Pada media ditumbuhi
jamur ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta
terdapat bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada

83
eksplan terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya
warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum
terjadi kegiatan kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan
tanaman yang digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang
beragam, penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

4. Saat Muncul Kalus


Tabel 5.4 Saat muncul kalus tanaman sansivieria

Macam Eksplan Ulangan Saat muncul


Kalus
1 -
2 -
3 -
sansivieria 4 -
5 -
6 -
7 -
8 -
9 -
10 -

Sumber : Laporan Sementara


Kalus merupakan sekumpulan sel yang masih aktif membelah dan belum
terdeferensiasi membentuk tunas maupun akar. Kalus juga dapat diartikan sebagai
sekumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan awal yang membelah diri
secara terus menerus.
Pada praktikum tidak ada eksplan yang memunculkan kalus. Hal ini terjadi karena
adanya kontaminasi baik oleh jamur maupun bakteri. Pada media ditumbuhi jamur
ditandai dengan adanya warna hitam, hijau, kuning, dan ada yang putih serta terdapat
bakteri yang ditandai dengan adanya lendir berwarna putih pada media. Pada eksplan
terjadi browning atau pencoklatan. Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna
coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan
eksplan. Peristiwa pencoklatan merupakan suatu hal yang sangat umum terjadi kegiatan
84
kultur jaringan. Kejadian ini dimungkinkan sekali mungkin karena bahan tanaman yang
digunakan keadaannya tidak normal, media dan suplemen media yang beragam,
penggunaan bahan sterilisasi, pengirisan, penggunaan api dan lain-lain.

5. Presentase keberhasilan
Tabel 4.5 Persentase Keberhasilan Kultur Sansivieria

Macam Jumlah Persentase


Eksplan Eksplan Keberhasilan
Hidup Mati (%)
0
× 100% = 0%
Sansivieria 0 10 10
Sumber : Laporan Sementara

Berdasarkan data diatas eksplan sansivieria memiliki persentase keberhasilan


sebesar 0 %. Hal ini disebabkan seluruh eksplan yang mati baik karena mengalami
browning maupun terkontaminasi oleh jamur. Kontaminasi ini disebabkan karena faktor
dari luar (lingkungan) yaitu pada saat pembuatan media sampai pada pemeliharaan
eksplan. Oleh karena itu untuk mencegah atau menghindari terjadinya eksplan yaitu
dengan cara menjaga lingkungan (alat, media dan bahan) agar tetap steril serta saat
penanaman dan pemeliharaan perlu dilakukan penyemprotan berulang-ulang
menggunkan spirtus. Hal ini dimaksudkan agar mengurangi resiko terkontaminasi
eksplan terhadap jamur dan bakteri yang dapat menyebabkan kematian pada eksplan.
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pada eksplan sansivieria tidak ada akar, tunas,
daun, dan kalus yang muncul. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya;
d. Media yang telah terkontaminasi jamur. Hal ini ditunjukkan pada bentuk media yang
telah berubah warna dari sebelumnya putih menjadi hitam kecoklatan. Disamping itu,
terdapat koloni jamur yang ditandai dengan adanya bulu-bulu halus (spora) jamur pada
media.
e. Eksplan yang terkontaminasi. Hal ini dapat dikarenakan pada saat sterilisasi perlatan
maupu tangan tidak steril. Seringnya tangan keluar dari LAFC mengakibatkan eksplan
dan media dapat terkontaminasi. Eksplan yang terkena jamur berubah warna dari yang
sebelumnya hijau menjadi hitam kecoklatan dan akhirnya membusuk.
85
f. Peralatan dan ruangan yang kurang steril. Peralatan –peralatan seperti pinset, botol kultur
sebelum dan selama memakai harus sering dilakukan pensterilan. Pensterilan alat dapat
dilakukan dengan mencelupkannya pada alkohol atau memanaskannya diatas api.
Keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan juga ditentukan beberapa
hal diantaranya komposisi media dan eksplan. Dalam praktikum ini, komponen media yang
paling mempengaruhi adalah zat pengatur tumbuh (ZPT) berupa BAP dan IBA. BAP
merupakan ZPT golongan sitokinin yang berfungsi untuk menumbuhkan dan menggandakan
tunas adventif. Sedangkan IBA berfungsi untuk mendorong terbentuknya kalus. Setelah
eksplan ditanam, botol-botol kultur diletakkan pada rak-rak kultur yang dijaga suhu, cahaya
dan kelembabannya.
Selain ZPT, faktor penting lain yang mempengaruhi yaitu kondisi eksplan dipengaruhi
oleh umur fisiologis, umur ontogenik, ukuran eksplan, dan bagian tanaman yang diambil.
Umumnya yang sering digunakan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Hal ini
karena jaringan muda mempunyai daya regenerasi tinggi, sel-selnya masih aktif membelah,
dan relatif sedikit mengandung kontaminan. Umur ontogenik yaitu masa transisi anatar fase
pertumbuhan remaja (juvenil) menuju fase dewasa. Pada fase juvenil, pemungaan tidak
terjadi dan tidak dapat dirangsang dengan perlakuan rangsangan pembungan. Sedangakan
pada fase dewasa tanaman sudah mampu berbunga. Ukuran tanaman yang besar
memungkinkan terjadinya kontaminan daripada ukuran yang lebih kecil. Hal ini berkaitan
dengan teknik sterilisasi eksplan. Jaringan yang umumnya digunakan adalah meristem, yaitu
dapat berupa ujung akar, tunas atau daun muda.
Aliran udara yang berasal dari pernafasan dan pembicaraan, debu atau partikel lain
yang terhambur dari tubuh praktikan, atau bahan steril yang tersentuh oleh praktikan dapat
mengakibatkan kontaminasi.
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan
dalam kultur in-vitro adalah genotip tanaman asal eksplan diisolasi. Hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bervariasi tergantung
dari spesies, bahkan varietas, tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya
berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan,
seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, lingkungan kultur, dll. Oleh karena itu,
komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan pertumbuhan yang dibutuhkan oleh

86
masing-masing varietas tanaman bervariasi meskipun teknik kultur jaringan yang digunakan
sama

E. KESIMPULAN DAN SARAN


 Kesimpulan
1. Pada kultur jaringan sansivieria, dari 10 eksplan yang telah ditanam tidak ada
yang tumbuh baik akar, tunas, daun, maupun kalus. Semua eksplan terkontaminasi
baik oleh jamur maupun bakteri.
2. Eksplan yang terkontaminasi disebabkan oleh kurang sterilnya media, bahan
tanam maupun karena faktor lingkungan sekitar saat penanaman.
3. Eksplan yang terkontaminasi oleh jamur ditandai dengan adanya hifa pada
permukaan media kultur yang berwarna cokelat, putih maupun berwarna kehitaman
sedangkan bila eksplan terkontaminasi bakteri akan terlihat adanya lendir di sekitar
eksplan.
4. Untuk mencegah dan menghindari terjadinya kontaminasi dapat dilakukan
sterilisasi pada alat, media dan bahan eksplan yang digunakan serta melakukan
penyemprotan dengan spirtus saat kontak langsung dengan eksplan.
5. Persentase keberhasilan dari kultur jaringan sansivieria adalah 0 %.
 Saran
Untuk menghindari kegagalan dalam penanaman kultur sansivieria, sebaiknya bagi
praktikan harus lebih memperhatikan untuk menjaga kesterilan, baik untuk peralatan
maupun media itu sendiri, sehingga terjadinya kontaminasi dapat dihindari atau ditekan
seminimal mungkin.

a. Sebaiknya alat maupun bahan yang digunakan harus disterilisasi sehingga benar-
benar steril.
b. Pemeliharaan eksplan harus diperhatikan dengan benar.
c. Sebaiknya bahan eksplan yang digunakan dipilih dari jaringan tanaman yang
masih muda (meristem) yang masih aktif membelah.

87
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Kultur Jaringan. www.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 27 Desember 2007.
Anonim.2008.Sansivieria si tajam Anti Poluai.http://www.iptek.net.id
Anonim.2008.Kultur Jaringan Sansivieria.http://sensasp.wordpress.com/2007/12/13/httpwwwta
bloidnovacomartic lesaspid11386/

Chahinian, B. Juan.1986. Sansivieria trifasciata Varieties Succulent Edition of Huntington Book.


Florida

Irawati. 2005. Pembentukan Kalus dan Embriogenesis Kultur Pelepah daun Caladium hibrida.
J. Ilmiah. 7(5):257-260.
Santoso, Untung dan F. Nursandi. 2001. Kultur Jaringan Tanaman. Unibraw Press. Malang.
Supriati Y. I. Mariska dan S. Hutami. 2005. Mikropropagasi Sukun (Artocarpus communis
Forst.) Tanaman Sumber Karbohidrat Alternaria. J. Ilmiah : Berita Biologi.7(4):207-214.
Wetter, L. R. and Corstabel. 1982. Plant Tissue Culture Methods. The Prairie Regional
Laboratory of The National ResearchCouncil of Canada. Canada.
W. Purwanto,Arie.2006. Sansivieria. Flora Cantik Penyerap Racun. Jakarta: Kanisius

88

You might also like