You are on page 1of 54

c cc 

   
    

Waktu : Senin, 12 April 2010

Nama Assisten : Nur Solikhin

Fajar Ditapermana

Disusun Oleh:

Rasyid Indra Maulana (240110070044)

       c  

       c  

   c    

  




  

ãuaca dan iklim merupakan dua kondisi yang hampir sama tetapi berbeda pengertian
khususnya terhadap kurun waktu. ãuaca merupakan bentuk awal yang dihubungkan dengan
penafsiran dan pengertian akan kondisi fisik udara sesaat pada suatu lokasi dan suatu waktu,
sedangkan iklim merupakan kondisi lanjutan dan merupakan kumpulan dari kondisi cuaca yang
kemudian disusun dan dihitung dalam bentuk rata-rata kondisi cuaca dalam kurun waktu tertentu
(Winarso, 2003).

Proses terjadinya cuaca dan iklim merupakan kombinasi dari variabel-variabel atmosfer
yang sama yang disebut unsur-unsur iklim. Unsur-unsur iklim ini terdiri dari radiasi surya, suhu
udara, kelembaban udara, awan, presipitasi, evaporasi, tekanan udara dan angin. Unsur-unsur ini
berbeda dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang disebabkan oleh adanya
pengendali-pengendali iklim. Pengendali iklim atau faktor yang dominan menentukan perbedaan
iklim antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain menurut Lakitan (2002) adalah (1)
posisi relatif terhadap garis edar matahari (posisi lintang), (2) keberadaan lautan atau permukaan
airnya, (3) pola arah angin, (4) rupa permukaan daratan bumi, dan (5) kerapatan dan jenis
vegetasi. Gambar dibawah adalah gambar dari sistem iklim secara umum

ãuaca dan iklim muncul setelah berlangsung suatu proses fisik dan dinamis yang
kompleks yang terjadi di atmosfer bumi. Kompleksitas proses fisik dan dinamis di atmosfer bumi
ini berawal dari perputaran planet bumi mengelilingi matahari dan perputaran bumi pada
porosnya. Pergerakan planet bumi ini menyebabkan besarnya energi matahari yang diterima oleh
bumi tidak merata, sehingga secara alamiah ada usaha pemerataan energi yang berbentuk suatu
sistem peredaran udara, selain itu matahari dalam memancarkan energi juga bervariasi atau
berfluktuasi dari waktu ke waktu (Winarso, 2003). Perpaduan antara proses-proses tersebut
dengan unsur-unsur iklim dan faktor pengendali iklim menghantarkan kita pada kenyataan
bahwa kondisi cuaca dan iklim bervariasi dalam hal jumlah, intensitas dan distribusinya.
Eksploitasi lingkungan yang menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan serta pertambahan
jumlah penduduk bumi yang berhubungan secara langsung dengan penambahan gas rumah kaca
secara global akan meningkatkan variasi tersebut. Keadaan seperti ini mempercepat terjadinya
perubahan iklim yang mengakibatkan penyimpangan iklim dari kondisi normal.

Menurut Winarso (2003) berdasarkan kajian dan pantauan dibidang iklim siklus cuaca dan
iklim terpanjang adalah 30 tahun dan terpendek adalah10 tahun dimana kondisi ini dapat
menunjukkan kondisi baku yang umumnya akan berguna untuk menentukan kondisi iklim per
dekade. Penyimpangan iklim mungkin akan, sedang atau telah terjadi bila dilihat lebih jauh dari
kondisi cuaca dan iklim yang terjadi saat ini.

[  ! 

Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam
melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah hujan
(presipitasi). Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan
penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim
yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi hanya memilih
data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau
objek dalam bidang-bidang tersebut (Lakitan, 2002).

Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan dan pernah digunakan
di Indonesia antara lain adalah:

a. Sistem Klasifikasi Koppen


Koppen membuat klasifikasi iklim berdasarkan perbedaan temperatur dan curah hujan.
Koppen memperkenalkan lima kelompok utama iklim di muka bumi yang didasarkan kepada
lima prinsip kelompok nabati (vegetasi). Kelima kelompok iklim ini dilambangkan dengan lima
huruf besar dimana tipe iklim A adalah tipe iklim hujan tropik (u   
u ), iklim B
adalah tipe iklim kering (  
u ), iklim ã adalah tipe iklim hujan suhu sedang (

u
 u    
u ), iklim D adalah tipe iklim hutan bersalju dingin (     u

u ) dan iklim E adalah tipe iklim kutub ( 
u ) (Safi¶i, 1995).

b. Sistem Klasifikasi Mohr

Klasifikasi Mohr didasarkan pada hubungan antara penguapan dan besarnya curah hujan,
dari hubungan ini didapatkan tiga jenis pembagian bulan dalam kurun waktu satu tahun dimana
keadaan yang disebut bulan basah apabila curah hujan >100 mm per bulan, bulan lembab bila
curah hujan bulan berkisar antara 100 ± 60 mm dan bulan kering bila curah hujan < 60 mm per
bulan.

c. Sistem Klasifikasi Schmidt-Ferguson

Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia. Menurut Irianto, dkk (2000) penyusunan peta
iklim menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson lebih banyak digunakan untuk iklim hutan.
Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-Ferguson ini didasarkan pada nisbah bulan basah dan
bulan kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering klsifikasi iklim Mohr. Pencarian rata-
rata bulan kering atau bulan basah (X) dalam klasifikasian iklim Schmidt-Ferguson dilakukan
dengan membandingkan jumlah/frekwensi bulan kering atau bulan basah selama tahun
pengamatan ( åf ) dengan banyaknya tahun pengamatan.

Schmidt-Fergoson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh di tipe iklim
tersebut adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan
tropis, tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim ã (agak basah)
jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya
dimusim kemarau, tipe iklim D (sedang) jenis vegetasi adalah hutan musim, tipe iklim E (agak
kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim F (kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe
iklim G (sangat kering) jenis vegetasinya padang ilalang dan tipe iklim H (ekstrim kering) jenis
vegetasinya adalah padang ilalang (Syamsulbahri, 1987).

d. Sistem Klasifikasi Oldeman

Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air
oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan
basah yang berlansung secara berturut-turut.

Oldeman, u (1980) mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi adalah
150 mm per bulan sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, dengan asumsi
bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan air
tanaman padi 150 mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan, sedangkan untuk
mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan,
sehingga menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan
bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih
kecil dari 100 mm.

Lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis/varietas yang


digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalan satu tahun dipandang optimal untuk
satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam.
Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi
tambahan (Tjasyono, 2004).

Oldeman membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan
pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam setahun.
Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut dalam
setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone ã, zone D
dan zone E sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkana angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3
sub 4 dan sub 5.

Zone A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B hanya dapat ditanami
padi 2 periode dalam setahun. Zone ã, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun, dimana
penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan
sistem gogo rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zone E,
penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik. (Oldeman, u., 1980)


"

Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya
sangat tinggi baik menurut waktu maupun tempat, sehingga kajian tentang iklim lebih banyak
diarahkan pada hujan. Hujan adalah salah satu bentuk dari presipitasi, menurut Lakitan (2002)
presipitasi adalah proses jatuhnya butiran air atau kristal es ke permukaan bumi. Tjasyono (2004)
mendefinisikan presipitasi sebagai bentuk air cair dan padat (es) yang jatuh ke permukaan bumi
dimana kabut, embun dan embun beku bukan merupakan bagian dari presipitasi (  u) walaupun
berperan dalam alih kebasahan (
 u ).

Jumlah curah hujan dicatat dalam inci atau milimeter (1 inci = 25,4 mm). Jumlah curah
hujan 1 mm, menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi permukaan bumi 1 mm, jika air
tersebut tidak meresap ke dalam tanah atau menguap ke atmosfer (Tjasyono, 2004). Menurut
Arsyad (1989) Tinggi curah hujan diasumsikan sama disekitar tempat penakaran, luasan yang
tercakup oleh sebuah penakar curah hujan tergantung pada homogenitas daerahnya maupun
kondisi cuaca lainnya. Hujan dibedakan menjadi 5 berdasarkan proses terjadinya, yaitu:

1.
" #$ yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik disertai dengan angin
berputar.

2.
" %&'($ yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator, akibat pertemuan
Angin Pasat Timur Laut dengan Angin Pasat Tenggara. Kemudian angin tersebut naik dan
membentuk gumpalan-gumpalan awan di sekitar ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh
dan turunlah hujan.

3.
" #)#*)! $ yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandung uap air yang
bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju pegunungan, suhu udara menjadi dingin
sehingga terjadi kondensasi. Terjadilah hujan di sekitar pegunungan.
4.
" !)#'$ yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin bertemu dengan
massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua massa itu disebut bidang front.
Karena lebih berat massa udara dingin lebih berada di bawah. Di sekitar bidang front inilah
sering terjadi hujan lebat yang disebut hujan frontal.

5.
"  #$ yaitu hujan yang terjadi karena Angin Musim (Angin Muson). Penyebab
terjadinya Angin Muson adalah karena adanya pergerakan semu tahunan Matahari antara
Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan. Di Indonesia, secara teoritis hujan muson terjadi
bulan Oktober sampai April. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulan Mei sampai
Agustus.

Secara klimatologis pola hujan di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga yaitu pola monson,
pola ekuatorial dan pola lokal.

 c&*&)' ) )

Air larian (surface runoff) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah
ada yang langsung masuk ke dalam tanah atau disebut infiltrasi. Sebagian lagi tidak sempat
masuk ke dalam tanah dan oleh karenanya mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang
lebih rendah. Ada juga bagian air hujan yang telah masuk ke dalam tanah, terutama pada tanah
yang hampir atau telah jenuh, air tersebut ke luar ke permukaan tanah lagi dan lalu mengalir ke
bagian yang lebih rendah. Kedua fenomena aliran permukaan air permukaan yang disebut
terakhir tersebut disebut air larian. Bagian penting dari air larian yang perlu diketahui dalam
kaitannya dengan rancang bangun pengendali air larian adalah besarnya debit puncak (peak
flow) dan waktu tercapainya debit puncak, volume, dan penyebarannya air larian. Sebelum air
dapat mengalir diatas permukaan tanah, curah hujan terlebih dahulu harus memenuhi keperluan
air untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi, dan berbagai bentuk cekungan tanah (surface
detentions) dan bentuk penampung air lainnya.

Air larian berlangsung ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi air ke dalam
tanah. Setelah laju infiltrasi terpenuhi, air mulai mengisi cekungan-cekungan tanah. Setelah
pengisian air pada cekungan tersebut selesai, air kemudian dapat mengalir di atas permukaan
tanah dengan bebas. Ada bagian air larian yang selanjutnya berlangsung agak cepat untuk
selanjutnya membentuk aliran debit. Bagian air larian lain, karena melewati cekungan-cekungan
permukaan tanah sehingga memerlukan waktu beberapa hari atau bahkan beberapa minggu
sebelum akhirnya menjadi aliran debit. Dengan demikian, kondisi aliran air permukaan yang
berbeda akan menentukkan bentuk dan besaran hidrografis aliran (bentuk hubungan grafis antara
debit dan waktu) suatu daerah aliran sungai (Gambar 4.1).

Air larian atau aliran air permukaan adalah aliran air di atas permukaan tanah yang terjadi
karena laju curah hujan melampaui laju infiltrasi (larian air B). Aliran air bawah permukaan
(     ) adalah bagian dari curah hujan yang terinfiltrasi ke dalam tanah, kemudian
mengalir dan bergabung dengan aliran debit.

 '#)+'#)c&&' ) )

Faktor-faktor yang mempengaruhi air larian dapat dikelompokan menjadi factor-faktor


yang berhubungan dengan iklim, terutama curah hujan dan yang berhubungan dengan
karakteristik daerah aliran sungai. Lama waktu hujan, intensitas, dan penyebaran hujan
mempengaruhi laju dan volume air larian. Air larian total untuk suatu hujan secara langsung
berhubungan dengan lama waktu hujan untuk intensitas hujan tertentu. Infiltrasi akan berkurang
pada tingkat awal suatu kejadian hujan. Oleh karenanya, hujan dengan waktu yang singkat tidak
banyak menghasilkan air larian. Pada hujan dengan intensitas yang sama dan dengan waktu yang
lebih lama, akan menghasilkan air larian yang lebih besar.

'& ' , -'


"
Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu. Untuk mendapatkan nilai
intensitas hujan disuatu tempat maka alat penalar hujan yang digunakan haus mampu mencatat
besarnya volume hujan dan waktu mulai berlangsungnya hujan samapi hujan tersebut berhenti.

Intensitas hujan atau ketebalan hujan persatuan waktu lazimnya dilaporkan dalam satuan
millimeter per jam. Data intensitas hujan tersebut umumnya dalam bentuk tabular/ grafik
(r u r). ãara lain untuk menentukan besarnya intensitas curah hujan adalah menggunakan
teknik interval waktu yang berbeda. Data intensitas hujan biasanya dimanfaatkan untuk
perhitungan-perhitungan prakiraan besarnya erosi, debit puncak (banjir), perencanaan drainase,
dan bangunan air lainnya.
Lama waktu hujan adalah lama waktu berlangsungnya hujan, dalam hal hal ini dapat
mewakili total curah hujan atau periode hujan yang singkat dari curah hujan yang relative
seragam. ãara untuk menentukan besarnya intensitas hujan adalah salah satunya dengan
memanfaatkan data pengukuran hujan yang dihasilkan oleh alat penakar hujan  r u.

Kecepatan curah hujan dapat diartikan sebagai kecepatan jatuhnya air hjan dan dalam hal
ini dipengaruhi oleh besarnya intensitas hujan. Kecepatan tergantung pada bentuk dan ukuran
diameter air hujan. Informas tentang kecepatan air hujan untuk mencapai permukaan tanah
adalah penting dalam proses erosi dan sedimentasi.

Intensitas hujan akan mempengaruhi laju dan volume air larian. Pada hujan dengan
intensitas tinggi, kapasitas infiltrasi akan terlampaui dengan beda yang cukup besar
dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif. Dengan demikian, total volume air larian akan
lebih besar pada hujan intensif dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif meskipun curah
hujan total untuk kedua hujan tersebut sama besarnya. Namun demikian, hujan dengan intensitas
tinggi dapat menurunkan infiltrasi akibat kerusakan struktur permukaan tanah (pemadatan) yang
ditimbulkan oleh tenaga kinetis hujan dan air larian yang dihasilkannya.

Laju dan volume air larian suatu DAS dipengaruhi oleh penyebarannya dan intensitas
curah hujan di DAS yang bersangkutan. Umumnya, laju air larian dan volume terbesar terjadi
ketika seluruh DAS tersebut ikut berperan. Dengan kata lain, hujan turun merata di seluruh
wilayah DAS yang bersangkutan.

Pengaruh DAS terhadap air larian adalah melalui bentuk dan ukuran (morfometri) DAS,
topografi, geologi, dan tataguna lahan (jenis dan kerapatan vegetasi). Semakin besar ukuran
DAS, semakin besar air larian dan volume air larian. Tetapi, baik laju maupun volume air larian
per satuan wilayah dalam DAS tersebut turun apabila luas daerah tangkapan air (ur
u )
bertambah besar. Gambar 4.2 menunjukkan beberapa pengaruh morfometri DAS, dalam hal ini
terdiri atas luas, kemiringan lereng, bentuk dan kerapatan drainase DAS, terhadap besaran dan
u
 dari hidrograf aliran yang dihasilkannya.

Bentuk DAS yang memanjang dan sempit cenderung menurunkan laju air larian daripada
DAS berbentuk melebar walaupun luas keseluruhan dari dua DAS tersebut sama. Hal ini terjadi,
pertama, karena air larian pada bentuk DAS yang memanjang tidak berkonsentrasi secepat pada
DAS dengan bentuk melebar. Artinya, jarak antara tempat jatuhnya air hujan dengan titik
pengamatan (u u) pada bentuk DAS memanjang lebih besar daripada jarak antara dua titik
tersebut pada bentuk DAS melebar. Karena jaraknya lebih panjang, maka waktu yang diperlukan
air hujan tersebut sampai ke titik pengamatan juga lebih lama, dan dengan demikian,
menurunkan waktu terjadinya debit puncak dan volume debit puncak. Kedua, curah hujan pada
DAS yang pertama tampaknya kurang merata. Pada DAS berbentuk memanjang, bila arah hujan
sejajar dengannya, hujan yang bergerak kearah hulu akan menurunkan laju air larian. Hal ini
terjadi karena pada hujan yang bergerak ke arah hulu, air larian pada bagian bawah DAS tersebut
telah berhenti sebelum air larian berikutnya tiba di daerah bawah tersebut. Sebaliknya, hujan
yang bergerak ke daerah hilir menyebabkan air larian yang besar pada bagian bawah DAS dan
pada saat yang bersamaan datang air larian dari bagian atas DAS tersebut.

Kerapatan daerah aliran (drainase) juga merupakan factor penting dalam menentukan
kecepatan air larian. Kerapatan drainase adalah jumlah dari semua saluran air atau sungai (km)
dibagi luas DAS (km2). Makin tinggi daerah kerapatan daerah aliran semakin besar kecepatan air
larian untuk curah hujan yang sama. Oleh karenanya, dengan kerapatan daerah aliran tinggi debit
puncak akan tercapai dalam waktu yang lebih cepat seperti tampak pada gambar 4.2.

Pengaruh vegetasi dan cara bercocok tanam terhadap air larian dapat diterangkan bahwa
vegetasi dapat memperlambat jalanya air larian dan memperbesar jumlah air yang tertahan diatas
permukaan tanah (    u u), dan dengan demikian, menurunkan laju aliran.
Berkurangnya laju dan volume air larian berkaitan dengan perubahan (penurunan nilai koefisien
air larian). Berikut ini adalah uraian tentang koefisien air larian yang merupakan respon daerah
aliran sungai terhadap curah hujan.

   
.*'& ' / ) +)&& 
"
Untuk memudahkan pemahaman, tinjauan tentang intensitas, lama waktu (durasi) dan
frekuensi sebaiknya dilakukan untuk curah hujan yang diperoleh dari satu stasiun penakar hujan.
Perhitungan angka rata-rata untuk skala DAS misalnya dapat dilakukan kemudian.

Pengalaman yang diperoleh dari daerah tropis menunjukkan bahwa curah hujan yang sangat
intensif umumnya berlangsung dalam waktu relative singkat. Sedangkan presipitasi yang
berlangsung cukup lama, pada umumnya tidak terlalu deras. Dalam hal ini, hubungan yang
bersifat kebalikan antara intensitas, lama waktu dan frekuensi perlu dikuantifisir.

Data dasar yang diperlukan untuk perhitungan atau analisis hubungan intensitas-durasi-
frekuensi hujan yang terdiri atas kejadian hujan terbesar yang terjadi setiap tahun (misalnya
curah hujan terbesar selama 5 menit ayau 6 jam dalam kurun waktu satu tahun). Pengatura/
pengelompokkan seperti ini dinamakan serial hujan maksimum tahunan (annual-maximum-
series). Sama halnya dengan kurva normal adalah mungkin untk menarik garis linier atas sebarab
angka-angka ekstrem pada kertas probabilitas khusus yang disebut kertas Gumbel/ kertas angka
ekstrem. Untuk menunjukkan permasalahan rancang bangundalam kaitannya dengan besarnya
curah hujan misalnya, biasanya perhatian lebih banyak ditujukan kepada esarnya kemeratakan
(probabilitas) untuk berlangsungnya kejadian (hujan) yang lebih besar daripada besaran kejadian
tertentu. ãontoh bentuk penyebaran angka ekstrem serta prosedur pembentukkan grafisnya dapat
dilihat pada gambar 2.6.

Frekuensi kejadian-kejadian hidrologi dapat dijelaskan dengam menggunakan besarnya


angka kementakana/ besarnya angka periode ulang seperti ditunjukan gambar 2.6. Ekstrapolasi
dengan menggunakan kurva hubungan intensitas-durasi-frekuensi curah hujan seringkali
dilakukan dalam analisis data hidrologi. Tingkat kesalahan akibat ektrspolasi ini cukup besar
apabila kurva hubungan tersebut dimanfaatkan untuk memeprakirakan besarnya suatu kejadian
hujan /banjir dengan periode ulang lebih besra daripada jumlah data (tahun) yang digunakan
untuk analisis.

Penyebaran frekuensi anka ekstrem Gumbel bukanlah satu-satunya cara untuk


memprakirakan besarnya kejadian hujan/ banjir besar. Akan tetapi, metode ini merupakan teknik
yang paling banyak digunakan dan dianggap memadai untuk pemakaian diberbagai belahan
bumi.

 #&! & ) )

Koefisien air larian atau sering disebut ã adalah bilangan yang menunjukan
perbandingan antara besarnya air larian terhadap besarnya curah hujan. Misalnya ã untuk hujan
adalah 0,10 artinya 10% dari total curah hujan akan menjadi air larian. Secara matematis,
koefisien air larian dapat dijabarkan sebagai berikut:
#&! &))012))013)(("01

Angka koefisien air larian ini merupakan salah satu indicator untuk menentukan apakah
suatu DAS telah mengalami suatu gangguan (fisik). Nilai ã yang besar menunjukan bahwa lebih
banyak air hujan yang menjadi air larian. Hal ini kurang menguntungkan dari segi pencagaran
sumberdaya air karena besarnya air yang akan menjadi air tanah kan berkurang. Kerugian lainya
adalah dengan semakin besarnya jumlah air hujan yang menjadi air larian, maka ancaman
terjadinya erosi dan banjir menjadi lebih besar.


 c)) ) )

Metoda perkiraan air larian yang telah banyak dikenal umumnya mengabaikan beberapa
factor tertentu dan menggantinya dengan asumsi yang bersifat memudahkan proses perhitungan.
Metoda prakiraan besarnya air larian yang akan dikemukakan berikut ini terutama berlaku untuk
suatu wilayah sub-DAS kecil (kurang dari beberapa ratus hektar) dan kompoen tata guna kahan
utama adalah pertanian.

Untuk memprakirakan besar air larian puncak (  ), metoda rasional (US Soil
ãonservation Service, 1973) adalah salah satu teknik yang dianggap memadai. Metode ini
relative lebih mudah menggunakannya dan karena ia lebih diperuntukan pemakaiannya pada
DAS dengan ukuran kecil, kurang dari 300 ha (Goldman et al., 1986) maka untuk ukuran DAS
yang lebih besar perlu dibagi menjadi beberapa bagian sub-DAS dan kemudian metoda rasional
tersebut diaplikasikan pada masing-masing sub-DAS.

Kelemahan metoda ini adalah bahwa ia tidak dapat menerangkan hubungan curah hujan
terhadap air larian dalam bentuk unit hidrograf. Ia hanya menunjukkan besarnya air larian
puncak (Qp) dan debit rata-rata (Qave). Namun demikian, metode ini terbukti paling praktis
dalam memprakirakan besarnya Qp dan Qave untuk merancang bangunan banjir, erosi, dan
sedimentasi. Bagi mereka yang tertarik untuk mempelajari respons DAS oleh adanya hujan
dalam bentuk serial waktu, metode unit hidrograf dapat memenuhi keinginan tersebut.
Persamaan matematik metode rasional untuk memprakirakan besarnya air larian adalah:

ù2$4 

Q = air larian (debit) puncak (m³/dtk),


ã = koefisien air larian,

i = intensitas hujan (mm/jam),

A = luas wilayah DAS (ha).



[ [

  c[


5
 
Tabel 1.1 Perhitungan I
(
# &'&)*
#[)  664 666 
Jumlah kejadian hujan BB (1) 10 10 6
1
BK (2) 2 2 6
BB (3) 589,7 545,3 401,1
2 Jumlah ãH maks BK (4) 80,6 20,5 147
BB+BK (5) 670,3 565,8 548,1
Rata-rata ãH maks BB ( 6 ) = ( 3/1 ) 58,97 56,58 91,35
Rata-rata ãH maks* BB ( 6* ) = 68,97
3 (98+99+00)/3
BK ( 7 ) = ( 4/2 ) 40,3 10,25 24,5
BB (8) 2154,1 1925,7 1501,8
Jumlah ãH BB+BK ( 9 ) = ( 8+ 10 ) 2346,6 1949,1 1905,3
4
BK ( 10 ) 192,5 23,4 403,5

5 ãH bulanan rata-rata ( 11 ) = ( 9/ 162,425 158,775


195,55
(1+2))
6 ãH bulanan rata-rata BB ( 12 ) = ( 8/1 ) 215,41 192,57 250,8
Tabel 1.2 Perhitungan II
  ) 0&'1 7  7  87
Durasi
7 T ( 13 ) 0,08 0,17 0,25 0,33 0,75
Hujan
R24/24 ( 14 ) = ( 6* / 8) 2,87375
24/t ( 15 ) = ( 83131 300 141,176 96 72,72 32
(24/t)^2/3 ( 16 ) = (15)^35 44,814 27,113 20,966 17,142 10,079
Intensitas
8 I maks ( 17 ) = ( 14 * 16 ) 128,784 77,916 60,251 49,26 28,964
ãH maks
lanjutan
  ) 0&'1 9  4 8 5
Durasi
7 T ( 13 ) 1 2 3 4 5
Hujan
R24/24 ( 14 ) = ( 6* / 8) 2,87375
24/t ( 15 ) = ( 8351 24 12 8 6 4,8
(24/t)^2/3 ( 16 ) = (15)^35 8,32 5,24 4 3,3019 2,8455
Intensitas
8 I maks ( 17 ) = ( 14 * 16 ) 23,9096 15,058 11,495 9,489 8,177
ãH maks
5 c&.( 
Dari perhitungan yang telah dilakukan, kita dapat mengetahui banyaknya bulan
basah dan bulan kering yang terjadi dalam setahun. Dalam praktikum kali ini, data yang
digunakan sebagai dasar pengamatan adalah data curah hujan yang terjadi pada tahun 1998,
1999, dan pada tahun 2000. Pada tahun 1998, sesuai dengan metode Mohr, terjadinya bulan
basah adalah jika curah hujan dalam satu bulan berjumlah lebih besar dari 100 mm, menurut
perhitungan, terdapat 10 bulan basah dan 2 bulan kering di tahun tersebut. Bulan kering di
tahun 1998 terjadi pada bulan September dan bulan November, sedangkan bulan lainnya
adalah bulan basah. Jumlah curah hujan maksimum pada tahun 1998 adalah jumlah curah
hujan maksimum terbesar dibanding dua tahun berikutnya, yakni 670,3 mm dengan curah
hujan maksimum pada bulan basah berjumlah 589,7 mm dan curah hujan maksimum pada
bulan keringnya sebanyak 80,6 mm. Sedangkan curah hujan bulanan rata-rata di tahun 1998
sebesar 195,55 mm.
Pada tahun 1999, tidak berbeda dengan tahun sebelumnya, yakni terjadi 10 bulan
basah dan 2 bulan kering. Akan tetapi, terjadinya bulan kering tidak sama persis dengan
tahun sebelumnya, pada tahun 1999 bulan kering terjadi pada bulan Agustus dan bulan
September, dimana selain dua bulan tersebut yang terjadi adalah bulan basah. Jumlah curah
hujan maksimum pada tahun 1999 adalah 565,8 mm lebih sedikit dibanding tahun
sebelumnya, dengan curah hujan maksimum pada bulan basahnya berjumlah 545,3 mm dan
curah hujan maksimum pada bulan keringnya sebanyak 20,5 mm, jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan curah hujan maksimum pada bulan basah di tahun sebelumnya. Di
tahun 1999, curah hujan bulanan rata-ratanya sebanyak 162,425 mm. Pada tahun 2000,
berbeda dengan dua tahun sebelumnya, pada tahun ini terjadi 6 kali bulan basah dan 6 kali
bulan kering. Bulan kering terjadi pada bulan Maret, kemudian terjadi pada bulan Juli
hingga Oktober dan terakhir bulan Desember. Jumlah curah hujan maksimum pada tahun
2000 adalah 401,1 mm paling sedikit dibanding dua tahun sebelumnya, dengan curah hujan
maksimum pada bulan basahnya berjumlah 401,1 mm merupakan jumlah curah hujan
maksimum yang terendah dibanding dua tahun sebelumnya dan curah hujan maksimum
pada bulan keringnya sebanyak 147 mm. ãurah hujan bulanan rata-ratanya 158,775 besar
curah hujan bulanan paling sedikit diantara dua tahun sebelumnya.
Selain itu, dari hasil perhitungan, didapatkan bahwa lamanya waktu durasi hujan
berbanding terbalik dengan besarnya intensitas curah hujan maksimum. Semakin pendek
waktu durasi hujan, justru semakin besar jumlah intensitas hujannya. Sebagai contoh adalah
durasi waktu hujan terpendek yang kita hitung, yakni 5 menit. Dengan durasi hujan selama 5
menit, jumlah intensitas curah hujan menunjukkan angka tertinggi dengan 128,784 mm.
sebaliknya, dengan durasi waktu hujan terlama yang kita hitung, yaitu 300 menit, intensitas
curah hujan maksimumnya jauh labih kecil dibandingkan intensitas curah hujan maksimum
selama 5 menit, yakni hanya sebesar 8,177 mm. Bahasan lainnya berupa kurva IDF
dilakukan untuk memperkirakan debit aliran puncak berdasarkan satu titik stasiun pencatat
hujan. Besarnya Intensitas curah hujan ditentukan oleh lamanya curah hujan dan frekuensi
kejadiannya.

) 0&'1 '& ' 



 
5 128,784
10 77,916
15 60,251
20 49,26
45 28,964
60 23,9096
120 15,058
180 11,495
240 9,489
300 8,177

Kurva Intensitas ± Durasi ± Frekuensi (IDF)

j

 j

jj

j

j

j

j
j j jj j jj j jj j

Kurva diatas menunjukkan hasil dari curah hujan harian yang di plotkan kedalam kurva IDF
dengan sumbu X menunjukkan durasi (menit) dan zumbu Y menunjukkan Intensitas ãurah
Hujan Maksimum (mm/jam).

[ [

   



   
Menurut Wanielista (j metode Rasional adalah salah satu dari metode tertua dan awalnya
digunakan hanya untuk memperkirakan debit puncak (peak discharge Ide yang melatarbelakangi
metode Rasional adalah jika curah hujan dengan intensitas I terjadi secara terus menerus, maka laju
limpasan langsung akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi (Tc Waktu konsentrasi Tc
tercapai ketika seluruh bagian DAS telah memberikan kontribusi aliran di outlet Laju masukan pada
sistem (IA adalah hasil dari curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A Nilai perbandingan
antara laju masukan dengan laju debit puncak (Qp yang terjadi pada saat Tc dinyatakan sebagai run off
coefficient

(C dengan (j ч C ч  (Chow  Hal di atas diekspresikan dalam formula Rasional sebagai berikut ini
(Chow,  :

ù  ͙͙͙͙͙͙͙͙͙͙͙͙ (

Keterangan :

Q : debit puncak (m


dtk

C : koefisien run off, tergantung pada karakteristik DAS (tak berdimensi

I : intensitas curah hujan, untuk durasi hujan (D sama dengan waktu konsentrasi (Tc
(mm
jam

A : luas DAS (km 

Konstanta j, adalah faktor konversi debit puncak ke satuan (m


dtk (Seyhan, j

Beberapa asumsi dasar untuk menggunakan formula Rasional adalah sebagai berikut (Wanielista
j :

a Curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam satu jangka waktu tertentu, setidaknya
sama dengan waktu konsentrasi
b Limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan intensitas yang tetap,
sama dengan waktu konsentrasi
c Koefisien run off dianggap tetap selama durasi hujan
d Luas DAS tidak berubah selama durasi hujan

Yang termasuk metode Rasional adalah :

€ V  V  
 
ù  

 = koefisien limpasan = Limpasan


Curah hujan total

ɴ = koefisien reduksi = Hujan rata-rata DAS yang bersangkutan


Hujan harian maksimum dari salah
satu stasiun dalam DAS tersebut pada hari yan sama

q = besarnya hujan terbesar (max point rain fall (m


det
km 

A = luas DAS (km 

Qp = debit puncak banjir (m


det

€ V     
ù  

 = koefisien limpasan = Limpasan


Curah hujan total
Tc = waktu konsentrasi = waktu yang dibutuhkan air untuk bergerak
dari titik terjauh mencapai titik tertentu di hilir sungai (mulut DAS
= koefisien reduksi
T = Duration hujan yang diharapkan dapat menyebabkan banjir = Tc
F = luas ellips yang dapat mencakup DAS = 
  a b
a = sumbu panjang ellips (km
b = sumbu pendek ellips (km
q = besarnya hujan terpusat yang maksimum (m
det
km 
A = luas DAS (km 
Qp = debit puncak banjir (m
det

    hh
Dalam penghitungan debit banjir menggunakan Metode Rasional diperlukan data koefisien
limpasan (runoff coeffisien Koefisien limpasan adalah rasio jumlah limpasan terhadap jumlah curah
hujan, dimana nilainya tergantung pada tekstur tanah, kemiringan lahan, dan jenis penutupan lahan
Pada daerah aliran sungai (DAS berhutan dengan tekstur tanah liat berpasir, nilai koefisien limpasan
berkisar antara j,j ʹ j,j Pada lahan pertanian dengan tekstur tanah yang sama, nilai koefisien
limpasan adalah j,j ʹ j,j Dalam tulisan ini data koefisien limpasan disesuaikan dengan kondisi
lapangan seperti pada Lampiran Tabel , , dan 

h
  
!"#$#% #& $%h'%(') (!*$#!%  

+#!* %,(-'%h

+)(++&')%
 .  . .  .
+-( -+)&%,/

Aspal j  j j  j  j j j   jj

Beton
atap j  j j j  j  j  j   jj

+'& '(%(&%h/

ï Kondisi Jelek (penutupan < j :

- Datar (j-  j  j  j  j j j  j  j 

- Sedang ( -  j  j j j  j  j  j  j 

- Curam (>  j j j  j  j  j  j  j 

ï Kondisi Sedang (penutupan j- j :

- Datar

- Sedang j  j  j j j  j  j  j 

- Curam j  j  j  j  j  j  j 

ï Kondisi baik (penutupan > j : j  j j j  j  j  j  j j

- Datar

- Sedang j  j  j  j  j  j  j 

- Curam j  j  j  j  j  j  j 

j  j  j j j  j  j  j 
+-[ '&+)&%,/

ï Lahan diusahakan pertanian:

- Datar j  j  j  j j j  j  j 

- Sedang j  j  j  j  j  j  j j

- Curam j  j  j  j  j  j  j 

ï Penggembalaan :

- Datar j  j  j j j  j  j  j 

- Sedang j  j  j  j  j  j  j 

- Curam j  j j j  j  j  j  j j

ï Hutan:

- Datar j j  j  j  j  j  j 

- Sedang j  j  j  j j j  j  j 

- Curam j  j  j  j  j  j  j 

i
Digunakan sebagai standard di Austin, Texas, USA.

Sumber : Ven Te Chow; D.R. Maidment; L.W. Mays (i . Applied Hydrology. Mc Graw Hill, Singapore

  
!"#$#%+'%!""'%(')&(!*$#!% 

#  + 
!"#$#%

+ #$%#$/

- Downtown j j - j 

- Neighborhood j j - j j

+'&-%+$#*%(# h/
- Single family j j - j j

- Multiunits, detached j j - j j

- Multiunits, attached j j - j 

Residential (suburban j j - j j

Apartment : j j - j j

+-%*'$(+#/

- Industri Ringan j j - j j

- Industri Berat j j - j j

Taman (parks, kuburan (cemetries j j - j 

Taman bermain (playgrounds j j - j 

Railroad yard j j - j 

Unimproved j j - j j

0&%(/

- Asphal atau concrete j j - j 

- Pasangan bata (bricks j j - j 

Atap rumah (Roofs:

1%$()$('+(%-+ $#+/

- Datar, j j - j j

- Medium - j j - j j

- Curam > j  - j j

1%$()$('+(%- #(+(/

- Datar, j  - j 

- Medium - j  - j

- Curam > j  - j 
Kerikil lintasan kendaraan dan pejalan kaki j  - j j

Sumber: ASCE and WPCF (i

  2 
!"#$#% #& $%  '%(') &(!* $#!%  +*$+)% +%, (%&% %'('  (%-
*%()$('+(%-

#(*%*'
& '%,+ $#+ #(+(
+%,3h + & '%,
$%*4 !&h (#,-(5 4h
5 4%*$# ( !&h

HUTAN

j- j j j j j j

 - j j  j  j j

j ʹ j j j j j j j

Padang Rumput

j- j j j j j j

 - j j  j  j 

j ʹ j j j j j j j
Lahan Pertanian
(Arable land

j-
j j j j j j
 - j
j j j j j j
j ʹ j
j j j j j j

Sumber :Schwab, Frevert and Barnes (i , Soil and Water Conservation Engineering, Wiley, New York

2   6 h


Perhitungan debit banjir dengan metode rasional memerlukan data intensitas curah hujan
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air
tersebut terkonsentrasi (Loebis   Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf I dengan satuan
mm
jam Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya
berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat luas Hujan yang meliputi
daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup
panjang Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila
terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit

Sri Harto ( menyebutkan bahwa analisis IDF memerlukan analisis frekuensi dengan
menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman data hujan Jika tidak tersedia waktu untuk
mengamati besarnya intensitas hujan atau disebabkan oleh karena alatnya tidak ada, dapat ditempuh
cara-cara empiris dengan mempergunakan rumus-rumus eksperimental seperti rumus Talbot,
Mononobe, Sherman dan Ishigura (Suyono dan Takeda 

Intensitas hujan adalah volume rata-rata curah hujan yang terjadi selamasatu unit waktu
(mm
jam Intensitas hujan juga bisa diekspresikan sebagai intensitas sesaat atau intensitas rata-rata
selama kejadian hujan Intensitas rata-rata curah hujan secara umum dirumuskan sebagai berikut :


§ ͙͙͙͙͙͙͙͙͙͙͙͙͙͙͙͙ ( 


Keterangan : i = intensitas hujan (mm


jam
P = jumlah hujan (mm

Td = lama hujan (jam

Pada tulisan ini digunakan data hujan dari alat pencatat hujan otomatis yang terpasang pada
alat pencatat tinggi muka air (Automatic Water Level Recorder (AWLR yang terpasang di outlet DAS
Kertek

Waktu konsentrasi (Tc dapat dihitung berdasarkan persamaan Kirpich, j dalam Chow, et. al,
 sebagai berikut

Tc = , Lj S-j  ͙͙͙͙͙ ͙͙͙͙͙ (

Keterangan :

Tc = waktu konsentrasi (jam

L = panjang sungai (km

S = landai sungai (m
m

78

  h
|  97h

ÕWaktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dari titik yang paling jauh ke tempat kelaur yang
ditentukan, setelah tanah menajdi jenuh air dan depresi-depresi kecil terpenuhi͟

5 9. ,:2;.

Tc adalah waktu konsentrasi (menit

L adalah panjang aliran (meter


Sg adalah lereng daerah aliran (meter
meter atau perbedaan elevasi antara tempat keluar dengan titik
terjauh dibagi jarak antara keduanya (atau panjang garis penghubung

Waktu Konsentrasi (Tc untuk Daerah Aliran Sungai (DAS Kecil yang Dihitung dengan Persamaan Kirpich

Waktu Konsentrasi (Tc) (menit)

Panjang Maksimum
Lereng DAS (%)
Aliran (m)

0,05 0,1 0,5 1,0 2,0 5,0

100 13 10 5 4 3 2

150 17 13 7 5 4 3

200 21 16 9 7 5 4

250 25 20 11 8 6 4

500 43 33 18 14 10 7

750 59 46 25 19 14 10

1000 74 57 31 23 18 13

1500 101 78 42 32 25 17

2000 126 97 52 40 31 21

8)('
!%$%(+$#5h
V  9; h

  !# !%$+0(#!% +0#5 9 h

(!*8)('%,,%, h/
5
 § m m0,8 (  1) 0, 7 1000
v 10
m § §
3 1900l 0,5 

Tc adalah waktu konsentrasi

TL adalah waktu tenggang antara terjadinaya hujan lebih sampai terjadinya aliran puncak (peak
discharge(jam

Y adalah kemiringan permukaan tanah ( 

L adalah panjang hidrolik (kaki

S adalah retensi maksimum (inci

CN (Curve Number adalah suatu indeks yang menyatakan pengaruh bersama tanah, penggunaan tanah,
perlakuan yang diberikan pada tanah pertanian, keadaan hidrologi dan kandungan air tanah, terhadap
besarnya aliran permukaan

(!*%-+(  h/

m
 §


Tc adalah waktu konsentrasi (detik

L adalah panjang hidrolik (waktu tempuh aliran air (kaki

V adalah kecepatan aliran (kaki detik-

Nilai didapat dari kurva Nilai TC dibagi jj untuk merubah detik ke jam
   


Arsyad S jj Konservasi Tanah dan Air Bogor : IPB Press

Asdak C jj ÕHidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai͟ Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press

http://bab2_aspe_hidrologi.pdf

http://Tc/METODE%20INTENSITAS%20CURAH%20HUJAN%20%C2%AB%20Take%20And%20Share.htm

http://Tc/translate.htm3.htm
[ [
c
  

 ')[&*
Permukaan air tanah (u u ) adalah batas lapisan tanah yang jenuh air dengan
lapisan tanah yang belum jenuh air. Sedangkan air yang tersimpan di bawah tanah itu
disebut air tanah, dan air yang tidak bisa diserap dan berada di permukaan tanah disebut air
permukaan. Air tanah bebas memiliki karakter berfluktuasi terhadap iklim sekitar, mudah
tercemar dan cenderung memiliki kesamaan karakter kimia dengan air hujan.
Kemudahannya untuk didapatkan membuat kecenderungan disebut sebagai air tanah
dangkal. Letak lapisan ini bervariasi tergantung pada tempat dimana kondisinya mengikuti
bentuk topografi atau lekuk-lekuk permukaan bumi dan dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Di
daerah dataran rendah muka air tanah umumnya dangkal, sedangkan di daerah yang lebih
tinggi letak muka air tanah lebih dalam. Pada musim penghujan letak muka air tanah
biasanya lebih dangkal dibandingkan dengan musim kemarau.
Bagi kebanyakan masyarakat, terutama di kawasan industry, air tanah merupakan
pilihan yang paling disukai sebagai sumber kebutuhan air. Hal ini biasanya berkaitan dengan
kenyataan bahwa pada musim kemarau jumlah air permukaan (sungai, waduk, danau)
menyusut drastic dan seringkali diikuti dengan menurunnya kualitas air sampai pada tingkat
tidak layak untuk dimanfaatkan. Berbeda dari aliran air permukaan ke daerah hilir, aliran air
tanah jauh lebih lambat daripada air permukaan sehingga keberadaan air tanah di dalam
tanah lebih lama dibandingkan air permukaan. Dengan demikian, pemanfaatan air tanah juga
lebih leluasa daripada air permukaan, terutama selama musim kemarau berlangsung. Hal ini
menjadi salah satu faktor pendorong besarnya pemanfaatan air tanah oleh industry dan
pemukiman.
Dengan meningkatnya kebutuhan air, baik untuk keperluan industry, pertanian, dan
kebutuhan rumah tangga pengambilan air tanah juga mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Konsekuensi yang ditimbulkan mulai dirasakan dalam bentuk penurunan tinggi muka
air tanah yang pada gilirannya dapat menyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah.
Praktikum kali ini merupakan salah satu cara sederhana dalam menentukan tinggi muka air
yang dapat dimanfaatkan masyarakat. Pengukuran letak muka air tanah dapat diketahui
dengan mengamati sumur gali dan sumur pemboran. Letak muka air tanah ditunjukkan oleh
permukaan air sumur gali.

"
Tujuan diadakannya praktikum kali ini adalah :
i. Mahasisiwa dapat mengetahui cara untuk menentukan tinggi muka air tanah.
ii. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi dari tinggi muka air tanah.

&'#,&#*c)'
5-','&:':)'
 Waktu : Senin, 15 Maret 2010
Tempat : Lahan Arboretum Universitas Padjadjaran 

5 ',.(
 Alat-alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah :
1) Alat pengukur ketinggian (meteran atau penggaris)
2) Alat bor tangan (manual)

55c)# &,)c)'
1) Mahasiswa menyiapkan alat yang diperlukan seperti bor manual, meteran, dan penggaris.
2) Mahasiswa menentukan lahan yang akan digali.
3) Mahasiswa menggali atau melubangi tanah dengan menggunakan alat bor manual sampai
kedalaman kira-kira 50 cm atau sampai muncul air.
4) Mahasiswa mengukur tinggi air dari permukaan tanah sampai permukaan air sebanyak
tiga kali pengukuran dalam tiga waktu yang berbeda dan mencatat hasilnya. Berikut cara
pengukurannya :
a. Ukur kedalaman dasar sumur buatan yang kita gali dari titik tetap pengukuran
b. Ukur tinggi muka air tanah dari titik tetap pengukuran
c. Gambar sketsa konstruksi sumur
d. Gambar lokasi sumur yang diukur
e. Hitung tinggi muka air tanah dari permukaan tanah
Lubang Bor Permukaan Tanah

t

Muka Air Tanah

Keterangan : t = Kedalaman lubang bor

t = Tinggi muka air dari permukaan tanah


[ [

  c[



5
 
c&*)** )(0-'&).&1
Hari/ Tanggal Pengukuran : Senin, Rabu ± Jumat/ 15, 17 ± 19 Maret 2010
Tempat Pengukuran : Arboretum Biologi
Waktu Pengukuran : 08.00 WIB, 12.00 WIB, dan 16.00 WIB

'c&*)-'&).&
Hari/ No. Lubang 1 (cm) Lubang 2 (cm) Lubang 3 (cm) Lubang 4 (cm)
Tgl H1 H1¶ H1¶¶ H2 H2¶ H2´ H3 H3¶ H3¶¶ H4 H4¶ H4¶

Senin, 1. - - - - - - - - - - - -
15 - 3 -
2010
2. 40 91 51 37 93 56 30 92 62 6 67 61
3. 43 94 51 35 91 56 27 89 62 5 66 61

Rabu, 1. 42 93,5 51,5 35 90 55 27 87 60 5 85 60


16 ± 3 -
2010
2. 41 91 50 35 87 52 26 81 55 6 61 55
3. 34 86 52 30 79 49 20 74 54 3 60 57

Kamis, 1. 33 87 52 29 79 50 20 74 54 4 61 57
18 - 3 -
2010
2. 30,5 82,5 52 28 79 51 20 75 55 5 58 53
3. 32 84 52 32 82 50 17 72 55 5 59 54

Jumat, 1. 34 85,5 51,5 31 80 49 22 75 53 3 53 50


19 ± 3-
2010
2. 32,5 84,5 52 31 82 51 21 77 56 4 58 54
3. 30 82 52 32 83 51 26 82 56 4 59 55
    


c 


c&*)** )(0-'&).&1

Hari/ No. Lubang 1 (cm) Lubang 2 (cm) Lubang 3 (cm) Lubang 4 (cm)
Tgl H1 H1¶ H1¶¶ H2 H2¶ H2´ H3 H3¶ H3¶¶ H4 H4¶ H4¶

Senin, 1. - - - - - - - - - - - -
15 - 3 -
2010
2. 40 91 51 37 93 56 30 92 62 6 67 61
3. 43 94 51 35 91 56 27 89 62 5 66 61

Rabu, 1. 42 93,5 51,5 35 90 55 27 87 60 5 85 60


16 ± 3 -
2010
2. 41 91 50 35 87 52 26 81 55 6 61 55
3. 34 86 52 30 79 49 20 74 54 3 60 57

Kamis, 1. 33 87 52 29 79 50 20 74 54 4 61 57
18 - 3 -
2010
2. 30,5 82,5 52 28 79 51 20 75 55 5 58 53
3. 32 84 52 32 82 50 17 72 55 5 59 54

Jumat, 1. 34 85,5 51,5 31 80 49 22 75 53 3 53 50


19 ± 3-
2010
2. 32,5 84,5 52 31 82 51 21 77 56 4 58 54
3. 30 82 52 32 83 51 26 82 56 4 59 55












 c   

Asdak, ãhay. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajdah
Mada University Press: Bandung.


[ [
  
  

 &! #,';' 


,)#

Konduktivitas hidrolik tanah adalah suatu ukuran kemampuan tanah untuk mengirimkan
air ketika diserahkan kepada gradien hidrolik. Konduktivitas hidrolik didefinisikan oleh hukum
Darcy, yang, karena satu dimensi aliran vertikal, dapat ditulis sebagai berikut:

dimana ? adalah kecepatan Darcy (atau rata-rata tanah kecepatan fluida melalui
penampang geometris area di dalam tanah), r adalah kepala hidrolik, dan  adalah jarak vertikal
dalam tanah. Koefisien proporsionalitas,  dalam Persamaan 5.1 disebut konduktivitas hidrolik.
Istilah Koefisien permeabilitas juga kadang-kadang digunakan sebagai sinonim untuk
konduktivitas hidrolik. Atas dasar Persamaan 5.1, konduktivitas hidrolik didefinisikan sebagai
rasio kecepatan Darcy ke gradien hidrolik yang diterapkan. Dimensi  adalah sama dengan
bahwa untuk kecepatan, yaitu, panjang per unit waktu (TI -1).

Konduktivitas hidrolik adalah salah satu sifat hidrolik tanah, yang lain tanah yang
melibatkan karakteristik retensi cairan. Properti ini menentukan perilaku cairan tanah dalam
sistem tanah di bawah syarat-syarat tertentu. Lebih khusus, konduktivitas hidrolik menentukan
kemampuan tanah fluida mengalir melalui sistem matriks tanah di bawah gradien hidrolik
tertentu; tanah karakteristik retensi cairan menentukan kemampuan sistem tanah untuk
mempertahankan tanah fluida di bawah kondisi tekanan tertentu.

Konduktivitas hidrolik tergantung pada ukuran butir tanah, struktur tanah matriks, jenis
cairan tanah, dan jumlah relatif fluida tanah (saturasi) hadir dalam matriks tanah. Sifat penting
yang relevan dengan matriks padat tanah mencakup distribusi ukuran pori-pori, pori-pori bentuk,
ketidakjujuran, permukaan spesifik, dan porositas. Dalam hubungannya dengan cairan tanah,
sifat-sifat penting yang meliputi  u dan cairan   u  Untuk sistem bawah
permukaan tanah jenuh dengan cairan, konduktivitas hidrolik,  dapat dinyatakan sebagai
berikut (Bear 1972):

dimana  permeabilitas intrinsik tanah, hanya bergantung pada properti dari matriks
padat, dan   yang disebut fluiditas cairan, merupakan properti dari fluida meresap.
-1),
Konduktivitas hidrolik,  dinyatakan dalam panjang per unit waktu (ITU permeabilitas
intrinsik,  dinyatakan dalam l 2, dan cair,  /, di l -1 T -1. Oleh menggunakan

Persamaan 5.2, hukum Darcy dapat ditulis secara eksplisit dalam hal koefisien proporsionalitas
(konduktivitas hidrolik 

Ketika sifat-sifat fluida kerapatan dan viskositas diketahui, 5,3 Persamaan dapat
digunakan untuk eksperimental menentukan nilai intrinsik permeabilitas,  dan konduktivitas
hidrolik,  seperti akan ditunjukkan dalam Bagian 5.2.

Nilai-nilai konduktivitas hidrolik jenuh dalam tanah berbeda-beda dalam berbagai


beberapa kali lipat, tergantung pada bahan tanah. Tabel 5.1 daftar rentang nilai yang diharapkan
dari  untuk berbagai konsolidasi tanah terkonsolidasi dan bahan-bahan. Mewakili nilai-nilai
yang diharapkan dari  untuk tanah tekstur bahan yang berbeda disajikan pada Tabel 5.2. Yang
lebih rinci daftar nilai-nilai yang diharapkan  perwakilan berdasarkan distribusi ukuran butir,
pemilahan tingkat, dan isi dari beberapa endapan bahan tanah disajikan dalam Tabel 5.3 dan 5.4.
Bagian 2.1.2 membahas tekstur tanah.

Karena variabilitas spasial biasanya ditemukan dalam formasi geologi tanah, nilai-nilai
konduktivitas hidrolik jenuh juga menunjukkan variasi seluruh ruangdomain.

 [ 7 )
,)#&(
#,';' [&).*(

Konduktivitas hidrolik jenuh,  (m / yr)

Jenis Tanah

Terkonsolidasi 1 × 10 4 - 1 × 10 7 1 × 10 4 - 1 × 10 7
deposito
1 × 10 2 - 1 × 10 5 1 × 10 2 - 1 × 10 5
Kerikil
1 × 10 1 - 1 × 10 4 1 × 10 1 - 1 × 10 4
Pasir bersih
1 × 10 -2 - 1 × 10 2 1 × 10 -2 - 1 × 10 2
Silty pasir
1 × 10 -5 - 1 × 10 1 1 × 10 -5 - 1 × 10 1
Lumpur, loess
1 × 10 -5 - 1 × 10 -2 1 × 10 -5 - 1 × 10 -2
Glasial -Liat laut
Unweathered

Batu 1× 10 -6 - 1 × 10 -2 1 × 10 -6 - 1 × 10 -2

-7 -3 -7 -3
Shale 1 × 10 - 1 × 10 1 × 10 - 1 × 10

Unfractured
metamorf dan 1 × 10 -3 - 1 × 10 1 1 × 10 -3 - 1 × 10 1
batuan igneous
1 × 10 -2 - 1 × 10 1 1 × 10 -2 - 1 × 10 1
Sandstone
Batu kapur dan
dolomit
-1 3 -1 3
1 × 10 - 1 × 10 1 × 10 - 1 × 10
Retak metamorf dan
igneous batuan
1 × 10 1 - 1 × 10 5 1 × 10 1 - 1 × 10 5
Permeabel basal
1 × 10 1 - 1 × 10 5 1 × 10 1 - 1 × 10 5
danKarst batu kapur

Source: Adapted from Freeze and ãherry (1979). Sumber: Diadaptasi dari
Bekukan dan ãherry (1979).

Formasi geologis seperti dikatakan heterogen. Jika properti dari formasi geologi yang
berubah-ubah dalam ruang, pembentukan adalah homogen. Sebuah formasi geologis dikatakan
isotropik jika pada setiap titik dalam medium, nilai-nilai dari konduktivitas hidrolik jenuh ð
tidak tergantung terhadap arah pengukuran. Sekali lagi, karena biasanya sifat berlapis uncon-
solidated bahan tanah endapan, tanah biasanya anisotropik. Dalam formasi geologis yang
anisotropik, komponen vertikal dari konduktivitas hidrolik jenuh biasanya lebih kecil (satu atau
dua perintah besar) dari komponen horizontal.


&'#,##*c&*)

&'#,& :*

Konduktivitas hidrolik jenuh air dalam tanah (atau permeabilitas intrinsik tanah) dapat
diukur oleh kedua percobaan lapangan dan laboratorium. pengukuran eksperimental  (atau 
terdiri dalam menentukan nilai numerik koefisien dalam persamaan Darcy.

Metodologi yang digunakan untuk penentuan eksperimental  (atau  baik di


laboratorium atau percobaan lapangan didasarkan pada prosedur berikut (Bear 1972):

1. Asumsikan sebuah pola aliran (seperti aliran satu dimensi dalam media berpori) yang
dapat digambarkan analitis oleh Darcy hukum,

2. Lakukan percobaan mereproduksi pola aliran yang dipilih dan mengukur semua kuantitas
yang dapat dihitung dalam Persamaan 5.4, termasuk kerapatan, viskositas dinamis, kecepatan
aliran, dan yang gradien hidrolik kepala; dan

3. Hitunglah koefisien  (atau  dengan menggantikan jumlah yang diukur ke


5,4Persamaandiatas. Banyak berbeda eksperimen laboratorium atau lapangan dapat digunakan
untuk menentukan koefisien  (atau 

 [  75 c&)) &(


<,)
#,';' '[((

Butir- Jenuh
3
Size Konduktivitas hidrolik,  (10 m/yr) 
3
ãlass (10 m / yr)

Liat <0.0001
Lumpur, 0.1 - 0.4
liat

Lumpur, 0.5
sedikit
berpasir

Lumpur, 0.8 - 0.9


sedang
pasir

Lumpur, 1.0 -1.2


sangat
berpasir

lumpur 1.2

Silty 1.4
pasir

Sumber: EPA (1986).

Sebuah diskusi yang luas pada masing-masing metodologi pengukuran untuk


laboratorium dan percobaan lapangan disajikan dalam Klute dan Dirksen (1986) dan Amoozegar
dan Warrick (1986), masing-masing. Untuk FUSRAP situs, metode standar yang digunakan
untuk menentukan konduktivitas hidrolik jenuh dalam bahan tanah yang disiapkan oleh
American Society for Testing and Material (ASTM 1992a-o), dan Departemen Dalam Negeri
(doi 1990a, b). Deskripsi singkat yang bersangkutan ini metode standar disajikan pada Tabel 5.5.

Tes laboratorium dilakukan pada sampel kecil dari bahan tanah yang dikumpulkan
selama pengeboran inti program. Karena ukuran kecil sampel tanah ditangani di laboratorium,
hasil tes ini dianggap sebagai titik representasi dari sifat-sifat tanah. Jika contoh tanah yang
digunakan dalam uji laboratorium sampel benar-benar tak terganggu, yang diukur nilai  (atau 
harus benar-benar representasi dari in-situ konduktivitas hidrolik jenuh pada titik sampling
tertentu.
Metode laboratorium dapat digunakan untuk mengevaluasi vertikal dan horisontal
konduktivitas hidrolik dalam contoh tanah. Misalnya, dalam sampel tidak terganggu baik
cohesionless kohesif atau tanah, nilai-nilai  yang diperoleh melalui tes laboratorium sesuai
dengan arah yang diambil sampel, yaitu, umumnya vertikal. Konduktivitas terganggu (remolded)
cohesionless sampel tanah di laboratorium yang diperoleh dapat digunakan untuk perkiraan nilai
aktual  di terganggu (alam) tanah dalam arah horisontal (DOA 1970). Untuk fine-grained tanah,
yang tidak terganggu sampel kohesif dapat berorientasi sesuai, untuk memperoleh konduktivitas
hidrolik baik dalam arah horisontal maupun vertikal.

Berbeda dengan metode laboratorium untuk mengukur konduktivitas dalam contoh tanah,
metode lapangan, pada umumnya, melibatkan wilayah yang besar dari tanah. Akibatnya, hasil
yang diperoleh dari metode lapangan harus mencerminkan pengaruh baik arah vertikal dan
horisontal dan harus mewakili rata-rata nilai  Situasi ini terutama sangat penting dalam

Stratifikasi tanah di mana nilai-nilai  diukur dari metode lapangan akan mencerminkan
Domi-bangsa yang paling permeabel lapisan dalam profil tanah. Namun, dengan tepat memilih
metode khusus untuk digunakan di lapangan, in-situ nilai-nilai dari vertikal dan komponen
horizontal  dapat ditentukan secara independen di setiap lapisan tanah berlapis.

Pemilihan metode tertentu untuk aplikasi tertentu akan tergantung pada tujuan yang akan
dicapai. Karena kesulitan dalam mendapatkan sampel tidak terganggu sempurna terkonsolidasi
tanah, nilai  ditentukan oleh metode laboratorium mungkin tidak secara akurat mencerminkan
nilai masing-masing di lapangan. Oleh karena itu, metode lapangan harus digunakan setiap kali
tujuannya adalah untuk ciri ciri-ciri fisik dari sistem di bawah permukaan pertanyaan sejelas
mungkin. Metode lapangan Namun, biasanya lebih mahal daripada metode laboratorium, dan
akibatnya, ketika pertanyaan menjadi menentukan biaya, atau ketika sebenarnya representasi dari
kondisi lapangan tidak penting fundamental dan in-situ konduktivitas hidrolik tidak tersedia,
mungkin metode-metode laboratorium digunakan untuk menentukan konduktivitas hidrolik
jenuh 

.&'#,& .#)'#)
Di laboratorium, nilai  dapat ditentukan oleh beberapa alat dan metode yang berbeda
seperti permeameter, tekanan ruang, dan consolidometer (DOA 1970). Sebuah fitur umum dari
semua metode ini adalah bahwa sampel tanah ditempatkan dalam wadah silinder kecil yang
mewakili satu dimensi konfigurasi tanah yang beredar melalui cairan dipaksa mengalir.
Tergantung pada pola aliran yang dipaksakan melalui sampel tanah, metode-metode
laboratorium untuk mengukur konduktivitas hidrolik diklasifikasikan baik sebagai kepala
konstan tes dengan kondisi mapan aliran rejimen atau kepala jatuh-tes dengan aliran negara
goyah rejimen.

Metode kepala konstan terutama digunakan dalam sampel bahan tanah dengan perkiraan
2
 di atas 1.0 × 10 m / yr, yang sesuai dengan tanah berbutir kasar seperti pasir dan kerikil
bersih. Falling-metode kepala, di sisi lain, adalah digunakan dalam contoh tanah dengan nilai-
2
nilai estimasi  di bawah 1.0 × 10 m / yr (DOA 1970). Daftar standar metode laboratorium
untuk menentukan  dengan variasi dari konstanta-kepala dan kepala jatuh-kondisi aliran,
disajikan pada Tabel 5.5. Juga tercantum pada Tabel 5.5, sebagai metode laboratorium untuk
mengukur  adalah berdasarkan ukuran butir-metode empiris, di mana permeabilitas intrinsik, 
dari sampel tanah ditentukan secara empiris dari laboratorium lain diukur ukuran butir-distribusi
sampel tanah.

Pertimbangan mengenai metode laboratorium untuk mengukur  terkait dengan prosedur


pengambilan sampel tanah dan persiapan ujian spesimen dan sirkulasi cairan. Proses sampling,
jika tidak benar dilakukan, biasanya mengganggu struktur matriks tanah dan hasil dalam keliru
tentang kondisi lapangan yang sebenarnya. Terganggu sampling tanah adalah mungkin, tapi
memerlukan penggunaan teknik yang dirancang khusus dan instrumen (Klute dan Dirksen 1986).

Sebuah panduan lengkap tentang metode standar untuk pengambilan contoh tanah
disajikan dalam ASTM D 4700-91, ãontoh tanah yang relatif tidak terganggu, cocok untuk
penentuan konduktivitas hidrolik di laboratorium, dapat diperoleh, misalnya, dengan
menggunakan tabung berdinding tipis metode sampling di ASTM D 1587-83, Standard Laku
untuk Thin-Walled Tube Sampling dari Tanah (ASTM 1992c). Dalam teknik ini, yang relatif
tidak terganggu sampel tanah diperoleh dengan menekan berdinding tipis tabung logam ke dalam
tanah, mengeluarkan tanah penuh tabung, dan penyegelan ujung-ujungnya untuk mencegah
gangguan fisik dalam matriks tanah.

Memilih fluida tes juga pentingnya laboratorium untuk penentuan koefisien hidrolik
jenuh. Tujuannya adalah untuk melakukan tes cairan meniru sifat-sifat sebenarnya cairan tanah
sedekat mungkin. Ketika tes cairan yang tidak sesuai dipilih, pengujian sampel bisa terperangkap
tersumbat dengan udara, pertumbuhan bakteri, dan denda. 4 ) Untuk menghindari masalah
tersebut, solusi uji standar seperti deaerated 0,005-mol kalsium sulfat (caso 4) solusi, jenuh
dengan thymol (atau disterilkan dengan zat lain seperti formaldehida) harus di permeameter,
kecuali ada alasan khusus untuk memilih solusi lain (Klute dan Dirksen 1986). Salah satu
metode pengukuran konduktivitas hidrolik adalah:

&'#,& (3(&( *,= ,)(

Banyak metode in-situ telah dikembangkan untuk menentukan konduktivitas hidrolik jenuh
jenuh tanah dalam air tanah dan unconfined formasi di bawah kondisi terbatas. Metode-metode
ini meliputi (1) yang auger piezometer lubang dan metode yang digunakan dalam tabel air
dangkal unconfined kondisi (Amoozegar dan Warrick 1986), dan (2) tes memompa baik, yang
terutama dikembangkan untuk penentuan sifat akifer yang digunakan dalam pengembangan
unconfined terbatas dan sistem air tanah (EPA 1986).

c&)&.' c)#!(

Semua jenis tanah bersifat lolos air (permeable) dimana air bebas mengalir melalui
ruang-ruang kosong (pori-pori) yang ada di antara butiran-butiran tanah. Tekanan pori diukur
relatif terhadap tekanan atmosfer dan permukaan lapisan tanah yang tekanannya sama dengan
tekanan atmosfer dinamakan muka air tanah atau permukaan freasik, di bawah muka air tanah.
Tanah diasumsikan jenuh walaupun sebenarnya tidak demikian karena ada rongga-rongga udara.
Profil tanah itu merupakan suatu irisan melintang pada tubuh tanah dibuat dengan cara
menggali lubang dengan ukuran (panjang dan lebar) tertentu dan kedalaman yang tertentu pula
sesuai dengan keadaan tanah dan keperluan penelitiannya. Dalam hal ini misalnya untuk
keperluan genesa tanah pada oksisol yang solumnya tebal, pembuatan profil tanah dapat
mencapai kedalaman sekitar 3 - 3,5 meter.
Permeabilitas tanah menunjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Struktur dan
tekstur serta unsur organik lainnya ikut ambil bagian dalam menaikkan laju permeabilitas tanah.
Tanah dengan permeabilitas tinggi menaikkan laju infiltrasi dan dengan demikian, menurunkan
laju air larian.
Tinggi muka air tanah berubah-ubah sesuai dengan keadaan iklim tetapi dapat juga
berubah karena pengaruh dari adanya kegiatan konstruksi. Di tempat itu dapat juga terjadi muka
air tanah dangkal, di atas muka air tanah biasa, sedangkan kondisi dapat terjadi bila tanah dengan
permeabilitas tinggi di permukaan atasnya dibatasi oleh lapisan muka air tanah setempat, tetapi
berdasarkan tinggi muka air tanah pada suatu tempat lain yang lapisan atasnya tidak dibatasi oleh
lapisan rapat air.
Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi
oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil
ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya.
Berarti suatu lapisan tanah berbutir kasar yang mengandung butiran-butiran halus memiliki harga
k yang lebih rendah dan pada tanah ini koefisien permeabilitas merupakan fungsi angka pori.
Kalau tanahnya berlapis-lapis permeabilitas untuk aliran sejajar lebih besar dari pada
permeabilitas untuk aliran tegak lurus. Lapisan permeabilitas lempung yang bercelah lebih besar
dari pada lempung yang tidak bercelah (unfissured).
Permeabilitas ini merupakan suatu ukuran kemudahan aliran melalui suatu media poreus.
Secara kuantitatif permeabilitas diberi batasan dengan koefisien permeabilitas. Banyak peneliti
telah mengkaji problema permeabilitas dan mengembangkan beberapa rumus. (Rumus Fair dan
Hatch 1933) dapat dipandang sebagai sumbangan yang khas.
Permeabilitas intrinsik suatu akifer bergantung pada porositas efektif batuan dan bahan
tak terkonsolidasi, dan ruang bebas yang diciptakan oleh patahan dan larutan. Porositas efektif
ditentukan oleh distribusi ukuran butiran, bentuk dan kekasaran masing-masing partikel dan
susunan gabungannya, tetapi karena sifat-sifat ini jarang seragam, konduktivitas hidrolik suatu
akifer yang berkembang dibatasi oleh permeabilitas lapisan-lapisan atau masing-maisng zone,
dan mungkin bervariasi cukup besar tergantung pada arah gerakan air.
5 ) &'(
Kelas drainase tanah dibedakan dalam 7 kelas sebagai berikut:

1. ãepat (excessively drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai


sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk tanaman
tanpa irigasi. ãiri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen
tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).

2. Agak cepat (somewhat excessively drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik


tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian
tanaman kalau tanpa irigasi. ãiri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna
homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).

3. Baik (well drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan
air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok
untuk berbagai tanaman. ãiri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna
homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi)
pada lapisan sampai = 100 cm.

4. Agak baik (moderately well drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang
sampai agak rendah dan daya menahan air rendah, tanah basah dekat ke permukaan.
Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. ãiri yang dapat diketahui di lapangan,
yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta
warna gley (reduksi) pada lapisan sampai = 50 cm.

5. Agak terhambat (somewhat poorly drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik


agak rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke
permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman
lainnya. ãiri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa
bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan
sampai =25 cm.

8. Terhambat (poorly drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya
menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama
sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil
tanaman lainnya. ãiri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna
gley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai
permukaan.

7. Sangat terhambat (very poorly drained), tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat
rendah dan daya menahan air sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang
untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi
sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. ãiri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu
tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan.

8&'#,& *&)
#&06741

Metode terdiri dari memompa air keluar dari lubang auger memperluas air di bawah meja dan
kemudian mengukur tingkat kenaikan air di dalam lubang. Ini merupakan prosedur yang
digunakan secara luas untuk mengukur konduktivitas hidrolik jenuh jenuh tanah. Hasilnya adalah
yang diukur didominasi oleh nilai rata-rata konduktivitas horizontal profil. Dalam bentuknya
yang paling sederhana, terdiri dari persiapan dari sebagian menembus rongga akifer, dengan
sedikit gangguan dari tanah. Setelah persiapan rongga, air di dalam lubang diperbolehkan untuk
menyeimbangkan dengan air tanah, yaitu tingkat di dalam lubang menjadi bertepatan dengan
tingkat meja air. Pengujian yang sebenarnya dimulai dengan menghapus seluruh jumlah air dari
lubang dan dengan mengukur tingkat kenaikan tingkat air di dalam rongga.

Lubang yang auger-metode yang cepat, sederhana dan metode yang dapat diandalkan untuk
mengukur konduktivitas hidrolik tanah air di bawah meja. Hal ini kebanyakan digunakan dalam
kaitannya dengan desain sistem drainase dalam tanah tergenang air dan di kanal rembesan
penyelidikan. Metode, berasal oleh Diserens (1934), telah diperbaiki oleh Hooghoudt (1936) dan
kemudian oleh Kirkham (1945, 1948), Van Bavel (1948), Ernst (1950), Johnson (1952) dan
Kirkham (1955).

Prinsip umum sangat sederhana: sebuah lubang adalah bosan ke dalam tanah dengan kedalaman
tertentu di bawah meja air. kesetimbangan tercapai dengan tanah sekitarnya, sebagian dari air di
dalam lubang akan dihapus. Air merembes ke dalam lubang lagi, dan tingkat di mana air itu naik
di dalam lubang diukur dan kemudian dikonversi dengan rumus yang sesuai dengan
konduktivitas hidrolik ð untuk tanah. Lubang yang auger-metode memberikan rata-rata
permeabilitas lapisan tanah air yang terbentang dari meja untuk jarak kecil (beberapa decimetres)
di bawah dasar lubang. Jika ada lapisan kedap air di dasar lubang, nilai  adalah diatur oleh
lapisan tanah di atas lapisan kedap ini. Jari-jari kolom tanah yang permeabilitas diukur adalah
sekitar 30-50 cm.

Penggunaan metode ini adalah terbatas pada wilayah dengan meja air tanah yang tinggi
(setidaknya selama bagian dari tahun) dan untuk tanah di mana bentuk rongga yang dikenal
dapat dipertahankan sepanjang tes. Oleh karena itu di tanah berpasir tertentu perlu menggunakan
tabung berlubang.

Perawatan ini terutama untuk tujuan praktis, sehingga teori aliran air ke dalam sebuah lubang
auger belum dianggap; hanya beberapa informasi latar belakang diberikan, untuk menjelaskan
alasan yang mendasari instruksi dan rekomendasiGrafik dan rumus yang diberikan sebagian
besar berdasarkan pada publikasi Ernst (1950), memiliki sedikit keterbatasan, terutama karena
menyangkut kuantitas air yang harus dikeluarkan dari lubang. Selain itu, dengan bantuan grafik
ini  yang dapat dihitung dengan cepat dan mudah. Dalam mengukur konduktivitas hidrolik
di lapangan, empat tahap dapat dibedakan, masing-masing mempunyai masalah sendiri:

- Pengeboran dari lubang


- Penghapusan air dari lubang.
- Pengukuran laju meningkat.
- Perhitungan konduktivitas hidrolik dari data pengukuran.
[ [

  c[


5
 

c&*)c&&'#,';' 
,)#
Hari/ Tanggal Pengukuran : Senin, /22 Maret 2010
Tempat Pengukuran : Arboretum Biologi
Waktu Pengukuran : 11.20 WIB

':&*):&&'#,';' (,)#,&*&'#,& *&)


#&

No. W h a D d yo y1 ǻy ǻt
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (detik)
1 30 4 10 45 15 11 1 10 145
2 30 4 10 45 15 11 1 10 149
3 30 4 10 45 15 11 1 10 102
4 30 4 10 45 15 11 1 10 77
5 30 4 10 45 15 11 1 10 92

Diketahui: W = Water Table (cm)

h = Ketinggian water table yang disisakan (cm)

2a = Diameter lubang (cm)

D = Ketinggian dari datum ± dasar water table (cm)

d = Ketinggian dari permukaan tanah ± dasar water table (cm)

y1 = Tinggi dari muka air tanah ke tinggi pada waktu t (cm)


ǻy = Tinggi air yang dikuras/ kenaikan rembesan air (cm)

ǻt = Lama waktu dari yo ke y1 (detik)

c&<&& ,&*:&) 


##*(#,'0 '($6>1

c&<&& ,&*)!) '

Didapat nilai ã = < 10.000


Jumlah kenaikan 10 cm sama dengan 0,3281 feet. Tarik garis antara skala atas dan bawah
untuk d/a = 1,5 hingga memotong di y/a = 0,6 maka didapatkan nilai ã = < 10.000
1. k = ã (ǻy/ǻt)

= 10.000 (10/145)

= 689,65 inch/hr

2. k = ã (ǻy/ǻt)

= 10.000 (10/149)

= 671,14 inch/hr

3. k = ã (ǻy/ǻt)

= 10.000 (10/102)

= 980,39 inch/hr

4. k = ã (ǻy/ǻt)

= 10.000 (10/77)

= 1.298,7 inch/hr

5. k = ã (ǻy/ǻt)

= 10.000 (10/92)

= 1.086,96 inch/hr
5c&.( 

Pada praktikum kali ini, dibahas tentang penentuan Konduktivitas Hidrolik dengan
Metode Auger Hole. Dengan mengetahui nilai dari konduktivitas hidrolik ini, kita dapat
menghitung nilai debit air, juga dapat menghitung kecepatan aliran air di dalam tanah. Hal
tersebut memungkinkan kita untuk mengetahui lahan mana yang potensial digunakan sebagai
sumber air tanah dan juga sebagai patokan penggunaan air di suatu lahan jika air di lahan
tersebut sudah tidak memungkinkan lagi untuk diambil sumber air tanahnya.

Metode Auger hole merupakan metode yang paling sederhana digunakan untuk
penentuan nilai konduktivitas hidrolik. Dalam praktikum ini juga akan dibandingkan nilai
konduktivitas hidrolik dengan menggunakan rumus persamaan konduktivitas hidrolik dan
penentuan konduktivitas hidrolik dengan menggunakan grafik Ernst. Sebagai percobaan ini
dilakukan sampai mendapatkan data sebanyak 5 buah. Lubang yang kita gunakan sebagai bahan
pengamatan memiliki jari-jari 10 cm dengan diameter 20 cm. Setelah menggunakan rumus
konduktivitas hidrolik, didapatkan nilai K percobaan 1 sebesar 396,76 m/hari. Pada percobaan
kedua sebesar 386,11 m/hari. Percobaan ketiga didapatkan nilai K 564,02 m/hari. Untuk
percobaan keempat nilai K yang didapatkan adalah 747,14 m/hari. Dan pada percobaan kelima
diperoleh nilai K sebesar 625,33 m/hari.

Sedangkan, perhitungan dengan menggunakan grafik Ernst, didapatkan nilai K yang


berbeda jauh dengan nilai yang didapatkan pada rumus konduktivitas hidrolik. Untuk nilai K
pada percobaan pertama didapat nilai 689,65 inch/hari. Percobaan kedua nilai K yang dihasilkan
sebesar 671,14 inch/hari. Percobaan ketiga sebesar 980,39 inch/hari. Nilai K yang didapatkan
pada percobaan keempat sebesar 1.298,7 inch/hari dan percobaan kelima diperoleh nilai K
sebesar 1.086,96 inch/hari. Jika menggunakan logika, perolehan nilai K dengan menggunakan
grafil Ernst lebih masuk akal dibandingkan dengan perolehan nilai K yang menggunakan rumus
konduktivitas hidrolik. Sedangkan ketidakseragaman nilai K antara penggunaan rumus
konduktivitas hidrolik dengan grafik K sepertinya disebabkan oleh kesalahan praktikan dalam
mengolah data yang didapat saat praktikum.
Walaupun demikian, dengan kelima data yang didapatkan saat praktikum, dapat diambil
kesimpulan bahwa lahan yang kita pakai untuk mengamatan memiliki nilai konduktivitas
hidrolik yang besar, hal tersebut berarti lahan tersebut masuk ke dalam lahan dengan
karakteristik kelas drainase yang cepat (      ). Jika dibandingkan dengan nilai K
dari kelompok lain, nilai K yang kita dapatkan terhitung cepat karena lahan yang kita pakai
berada dekat dengan sumber air permukaan, permeabilitas airnya lebih cepat dibandingkan
dengan pengamatan pada lahan yang lebih jauh dari sumber air permukaan. Tetapi hal tersebut
bisa saja tidak berpengaruh terhadap nilai K suatu lahan karena adanya perbedaan kontur
permukaan lempeng tanah kedap air yang ada di dalam tanah.

You might also like