You are on page 1of 7

Sistem Peradilan Pidana Indonesia adalah bagian-bagian dari kegiatan dalam rangka penegakan

hukum, atau dalam suasana kriminologi disebut “crime control”


Sistem Peradilan Pidana adalah sistem dalam suatu suatu prinsip dalam penanggulangan kejahatan ini ialah
masyarakat untuk menanggulangi kejahatan, dengan tujuan : bahwa tindakan-tindakan itu harus sesuai dengan nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat.
a. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan;
Selanjutnya tampak pula, bahwa sistim peradilan
b. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga pidana melibatkan penegakan hukum pidana, baik hukum
masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan pidana substantif, hukum pidana formil maupun hukum
yang bersalah dipidana; pelaksanaan pidana, dalam bentuk yang bersifat prefentif,
represif maupun kuratif. Dengan demikian akan nampak
c. Mengusahakan mereka yang pernah melakukan kejahatan keterkaitan dan saling ketergantungan antar sub sistim
tidak mengulangi lagi kejahatannya. peradilan pidana yakni lembaga kepolisian, kejaksaan,
pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Bahkan dapat
Dalam sistem peradilan pidana pelaksanaan dan ditambahkan di sini Lembaga Penasehat Hukum dan
penyelenggaan penegakan hukum pidana melibatkan badan- Masyarakat.
badan yang masing-masing memiliki fungsi sendiri-sendiri.
Badan-badan tersebut yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan Sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan
dan lembaga pemasyarakatan. Dalam kerangka kerja (network) peradilan yang menggunakan hukum pidana
sitematik ini tindakan badan yang satu akan berpengaruh sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana materil, hukum
pada badan yang lainnya. pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana. Namun
demikian kelembagaan substansial ini harus dilihat dalam
Berkaitan dengan hal tersebut, Sudarto mengatakan: kerangka atau konteks sosial. Sifatnya yang terlalu formal
Instansi-instansi tersebut masing-masing menetapkan hukum apabila dilandasi hanya untuk kepentingan kepastian hukum
dalam bidang dan wewenangnya. Pandangan penyelenggaran saja akan membawa bencana berupa ketidakadilan. Dengan
tata hukum pidana demikian itu disebut model kemudi (stuur demikian demi apa yang dikatakan sebagai precise justice,
model). Jadi kalau polisi misalnya hanya memberi marah pada maka ukuran-ukuran yang bersifat materiil, yang nyata-nyata
orang yang melanggar peraturan lalu lintas dan tidak membuat dilandasi oleh asas-asas keadilan yang bersifat umum benar-
proses verbal dan meneruskan perkaranya ke Kejaksaan, itu benar harus diperhatikan dalam penegakan hukum.
sebenarnya merupakan suatu keputusan penetapan hukum.
Demikian pula keputusan Kejaksaan untuk menuntut atau Proses Hukum yang adil (layak)
tidak menuntut seseorang dimuka pengadilan. Ini semua

1
Di dalam pelaksanaan peradilan pidana, ada satu Dengan keberadaan UU No.8 Tahun 1981, kehidupan
istilah hukum yang dapat merangkum cita-cita peradilan hukum Indonesia telah meniti suatu era baru, yaitu
pidana, yaitu “due process of law” yang dalam bahasa kebangkitan hukum nasional yang mengutamakan
Indonesia dapat diterjemahkan menjadi proses hukum yang perlindungan hak asasi manusia dalam sebuah mekanisme
adil atau layak sistem peradilan pidana.

Secara keliru arti dari proses hukum yang adil dan Perlindungan hak-hak tersebut, diharapkan sejak awal
layak ini seringkali hanya dikaitkan dengan penerapan aturan- sudah dapat diberikan dan ditegakkan. Selain itu diharapkan
aturan hukum acara pidana suatu Negara pada seorang pula penegakan hukum berdasarkan undang-undang tersebut
tersangka atau terdakwa. Padahal arti dari due process of law memberikan kekuasaan kehakiman yang bebas dan
ini lebih luas dari sekedar penerapan hukum atau perundang- bertanggung jawab.
undangan secara formil.
Namun semua itu hanya terwujud apabila orientasi
Pemahaman tentang proses hukum yang adil dan penegakan hukum dilandaskan pada pendekatan sistem, yaitu
layak mengandung pula sikap batin penghormatan terhadap mempergunakan segenap unsur yang terlibat didalamnya
hak-hak yang dipunyai warga masyarakat meskipun ia sebagai suatu kesatuan dan saling interrelasi dan saling
menjadi pelaku kejahatan. Namun kedudukannya sebagai mempengaruhi satu sama lain.
manusia memungkinkan dia untuk mendapatkan hak-haknya
tanpa diskriminasi. Paling tidak hak-hak untuk didengar Model Integrated Criminal Justice System
pandangannya tentang peristiwa yang terjadi, hak didampingi
penasehat hukum dalam setiap tahap pemeriksaan, hak Dalam sistim peradilan pidana dikenal tiga bentuk pendekatan,
memajukan pembelaan dan hak untuk disidang dimuka yaitu: pendekatan normatif, administratif dan sosial.
pengadilan yang bebas dan dengan hakim yang tidak
memihak. Pendekatan normatif memandang keempat aparatur
penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan
Konsekuensi logis dari dianutnya proses hukum yang lembaga pemasyarakatan) sebagai institusi pelaksana
adil dan layak tersebut ialah sistem peradilan pidana selain peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga
harus melaksanakan penerapan hukum acara pidana sesuai keempat aparatur tersebut merupakan bagian yang tidak
dengan asas-asasnya, juga harus didukung oleh sikap batin terpisahkan dari sistim penegakan hukum semata-mata.
penegak hukum yang menghormati hak-hak warga
masyarakat Pendekatan administratif, memandang keempat
aparatur penegak hukum sebagai suatu organisasi

2
manajeman yang memiliki mekanisme kerja, baik hubungan terdiri dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga
yang bersifat horisontal maupun yang bersifat vertikal sesuai pemasyarakatat. Empat komponen ini diharapkan
dengan struktur organisasi yang berlaku dalam organisasi bekerjasama membentuk suatu “integrated criminal justice
tersebut. Sistem yang dipergunakan adalah sistem system”.
administrasi.
Muladi menegaskan makna intergrated criminal justice system
Pendekatan sosial, memandang keempat aparatur adalah sinkronisasi atau keserempakan dan keselarasan yang
penegak hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dapat dibedakan dalam :
dari suatu sistim sosial sehingga masyarakat secara
keseluruhan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan atau 1. Sinkronisasi struktural adalah keserempakan dan
ketidakberhasilan dari keempat aparatur penegak hukum keselarasan dalam kerangka hubungan antar lembaga
tersebut dalam melaksanakan tugasnya. Sistim yang penegak hukum.
dipergunakan adalah sistim sosial.
2. Sinkronisasi substansial adalah keserempakan dan
Lebih lanjut menurut Romli Atmasasmita, ciri keselarasan yang bersifat vertikal dan horisontal dalam
pendekatan sistim dalam peradilan pidana, ialah : kaitannya dengan hukum positif.

a. Titik berat pada koordinasi dan sinkronisasi komponen 3. Sinkronisasi kultural adalah keserempakan dan
peradilan pidana (kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan keselarasan dalam maghayati pandangan-pandangan,
lembaga pemasyarakatan). sikar-sikap dan falsafah yang secara menyeluruh
mendasari jalannya sistim peradilan pidana.
b. Pengawasan dan pengendalian penggunaan kekuasaan
oleh komponen peradilan pidana. Keselarasan dan keterkaitan antara sub sistim yang
satu dengan yang lainnya merupakan mata rantai dalam satu
c. Efektifitas sistim penanggulangan kejahatan lebih utama kesatuan. Setiap masalah dalam salah satu sub sistim, akan
dari efisiensi penyelesaian perkara. menimbulkan dampak pada subsistem-subsistem yang
lainnya. Demikian pula reaksi yang timbul sebagai akibat
d. Penggunaan hukum sebagai instrumen untuk kesalahan pada salah satu sub sistim akan menimbulkan
memantapkan “The administration of justice” dampak kembali pada sub sisitim lainnya. Keterpaduan antara
subsistim itu dapat diperoleh bila masing-masing subsistim
Komponen - komponen yang bekerja sama dalam menjadikan kebijakan kriminal sebagai pedoman kerjanya.
sistem ini dikenal dalam lingkup praktik penegakan hukum,

3
Oleh karena itu komponen-komponen sistim peradilan pidana, b) kesulitan memecahkan sendiri masalah-masalah pokok
tidak boleh bekerja tanpa diarahkan oleh kebijakan kriminal. masing-masing instansi (sebagai sub system); dan

Komponen sistem peradilan pidana sebagai salah satu c) karena tanggung jawab masing instansi kurang jelas
pendukung atau instrumen dari suatu kebijakan kriminal, terbagi, maka setiap instansi tidak terlalu memperhatikan
termasuk pembuat undang-undang. Olehkarena peran efektivitas menyeluruh dari system peradilan pidana.
pembuat undang-undang sangat menentukan dalam politik
kriminal (criminal policy) yaitu menentukan arah kebijakan Menteri Kehakiman sendiri pernah mengingatkan “
hukum pidana dan hukum pelaksanaan pidana yang hendak dengan menggunakan kata system sebenarnya kita telah
ditempuh dan sekaligus menjadi tujuan dari penegakan menyetujui pendekatan sistemik dalam melakukan
hukum.Dalam cakupannya yang demikian, maka sistem manajemen administrasi peradilan pidana kita. Ini berarti perlu
peradilan pidana (criminal policy system) harus dilihat sebagai adanya keterpaduan dalam langkah dan gerak masing-masing
“The Network of court and tribunals whichedeal with criminal sub system kearah tercapainya tujuan bersama.”
law and it’s enforcement”.
Modernisasi Sistem Peradilan
Pemahaman pengertian sistem dalam hal ini harus
dilihat dalam konteks baik sebagai physical system dalam arti Dengan semakin meningkatnya proses modernisasi
seperangkat elemen yang secara terpadu bekerja untuk yang memunculkan fenomena baru berupa globalisasi,
mencapai suatu tujuan, maupun sebagai Abstract system menuntut perubahan struktur hubungan-hubungan hukum
dalam arti gagasan-gagasan yang merupakan susunan yang (legal stucture), substansi-substansi baru pengaturan hukum
teratur yang satu sama lain berada dalam ketergantungan. (legal substance) dan budaya hukum (legal culture) maka
akan timbul bahaya-bahaya terhadap ketentraman hidup
Mardjono Reksodiputro dengan gambaran bekerjanya (peaceful life) dalam berbagai kehidupan sosial, akan menjadi
system peradilan pidana demikian maka kerjasama erat dalam tidak pasti, tidak tertib serta tidak terlindung. Sebabnya adalah
satu system oleh instansi yang terlibat adalah satu keharusan. penegakan hukum aktual (actual enforcement) akan jauh dari
Jelas dalam hal ini tidak mudah, tetapi kerugian yang timbul penegakan hukum ideal (total enforcement and full
apabila hal tersebut tidak dilakukan sangat besar. Kerugian anforcement).
tersebut meliputi:
Penegakan hukum sendiri harus diartikan dalam
a) kesukaran dalam menilai sendiri keberhasiolan atau kerangka tiga konsep, yakni konsep penegakan hukum yang
kegagalan masing-masing instansi, sehubungan dengan bersifat total (total enforcement concept) yang menuntut agar
tugas mereka; semua nilai yang ada dibelakang norma hukum tersebut

4
ditegakkan tanpa terkecuali, yang bersifat penuh (full negatif terletak pada isi faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut
enforcement concept) yang menyadari bahwa konsep total menurut Soerjono Soekanto, adalah sebagai berikut :
perlu dibatasi dengan hukum acara dan sebagainya demi
perlindungan kepentingan individual dan konsep penegakan 1. Faktor hukumnya sendiri, yaitu undang-undang.
hukum aktual (actual enforcement concept) yang muncul
setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang
karena keterbatasan-keterbatasan, baik yang berkaitan membentuk maupun menerapkan hukum.
dengan sarana-prasarana, kualitas sumber daya manusianya,
kualitas perundang-undangannya dan kurangnya partisipasi 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan
masyarakat. hukum.

Dalam era modernisasi dan globalisasi inilah sistim 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum
hukum ditantang untuk berperan sebagai mekanisme tersebut berlaku.
pengintegrasi (integrative mechanism) yang dapat
mempersatukan berbagai dimensi kepentingan : (a) Antar 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta dan
kepentingan internal bangsa, (b) Antar kepentingan nasional rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam
dengan kepentingan internasional, (c) Antar sektor kehidupan pergaulan hidup.
nasional.
Diantara faktor-faktor tersebut di atas, maka faktor
Hukum nasional dalam era globalisasi di samping penegak hukum menempati titik sentral. Hal ini disebsbkan
mengandung “Local Characteristics” seperti ideologi bangsa, oleh karena undang-undang disusun disusun oleh penegak
kondisi-kondisi manusia, alam dan tradisi bangsa, juga harus hukum, penerapannya dilakukan oleh penegak hukum, dan
mengandung kecenderungan-kecenderungan internasional ini penegak hukum dianggap sebagai golongan panutan hukum
memberikan warna di dalam kehidupan hukum nasional baik oleh masyarakat.
dalam pembentukan hukum, penegakan hukum maupun
kesadaran hukum. Penegakan hukum yang baik ialah apabila sistim
peradilan pidana bekerja secara obyektif dan tidak bersifat
Disadari ataupun tidak, modernisasi dan globalisasi memihak serta memperhatikan dan mempertimbangkan
memang dapat menimbulkan permasalahan tersendiri dalam secara seksama nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam
penegakan hukum. Meski demikian masalah pokok dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut tampak dalam wujud reaksi
penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor masyarakat terhadap setiap kebijakan kriminal yang telah
yang mempengaruhinya yang berdampak positif ataupun dilaksanakan oleh aparatur penegak hukum.

5
Dalam konteks penegakan hukum yang
mempergunakan pendekatan sistim, terdapat hubungan
pengaruh timbal balik yang signifikan antara perkembangan
kejahatan yang bersifat multidimensi dan kebijakan kriminal
yang telah dilaksanakan oleh aparatur penegak hukum.

Salah satu cara untuk melaksanakan modernisasi


sistim peradilan pidana adalah dengan membangun sebuah
model. Menurut pendapat Herbert Packer, pendekatan
normatif dibedakan ke dalam dua model, yaitu : crime control
model dan due prosess model.

Sedangkan menurut Muladi, model sistim peradilan Penutup


pidana yang cocok bagi Indonesia adalah yang mengacu
kepada : “daad-dader strafrecht” yang disebut : model Secara umum penegakan hukum hanya dapat
keseimbangan kepentingan. Model ini adalah model yang menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan
realistik yaitu yang memperhatikan berbagai kepentingan yang hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat
harus dilindungi oleh hukum pidana yaitu kepentingan negara, terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu
kepentingan umum, kepentingan individu, kepentingan pelaku menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara
tindak pidana dan kepentingan korban kejahatan. moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam
masyarakat beradab.
Persepsi para pendukung crime control model dan due
prosess model terhadap proses peradilan pidana adalah Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai
bahwa proses tersebut tidak lain merupakan suatu “decision pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian
making”. Crime control model merupakan pengambilan tujuan, adalah merupakan keharusan untuk melihat
keputusan yang mengutamakan “excessive leniency” penegakan hukum pidana sebagai suatu sistim peradilan
sedangkan due prosess model merupakan pengambilan pidana.
keputusan yang mengutamakan ketepatan dan persamaan.
Pada intinya perbedan dua model ini berkisar pada bagaimana Penegakan hukum pidana sebagai suatu proses harus
mengendalikan pengambilan keputusan agar dapat mencapai dilihat secara realistik, sehingga penegakan hukum secara
tujuan yang dikehendaki. aktual (actual enforcement) harus dilihat sebsgsi bagian
diskresi yang tidak dapat dihindari karena keterbatasan-

6
keterbatasan, sekalipun pemantauan secara terpadu akan
memberikan umpan balik yang positif.

You might also like