Professional Documents
Culture Documents
NOTA PEMBELAAN
Dalam Perkara Pidana
Nomor : 1530/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel
Untuk dan atas nama Terdakwa:
Nama : Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar
Tempat tanggal lahir : Sibolga, 22 Maret 1960
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Anggota POLRI
Agama : Islam
Alamat : Perumahan Taman Ubud Permai I No.23 Lippo Karawaci Tangerang
Yang didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam:
Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 Jo Pasal 340 KUHP.
I. PENDAHULUAN
Majelis Hakim Yang kami hormati,
Penuntut Umum Yang Terhormat,
Serta hadirin Sidang Pengadilan yang mulia.
Pada kesempatan ini tibalah saatnya bagi Kami sebagai Penasihat Hukum Terdakwa,
menyampaikan dan membacakan Pleidooi atas tuntutan Penuntut Umum yang telah
dibacakan pada persidangan hari Selasa tanggal 19 Januari 2009 yang lalu.
Kami sebagai Penasihat Hukum dari Terdakwa, terlebih dahulu mengucapkan terima
kasih, puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, kekuatan dan
kesehatan yang diberikan kepada kita semua yang terlibat dalam proses pemeriksaan
perkara ini, sehingga persidangan dapat berjalan sesuai dengan waktu yang diperkirakan
tanpa ada hambatan yang berarti. Selanjutnya dengan hati yang tulus, Kami sampaikan
penghargaan dan rasa hormat yang setinggi-tingginya, disertai dengan ucapan terima
kasih kepada Majelis Hakim Yang Mulia yang telah memimpin persidangan ini dengan
teliti, obyektif dan berwibawa, disertai dengan sikap yang menghormati hak-hak azasi
Terdakwa, sehingga telah mencerminkan bahwa Majelis Hakim Yang Mulia telah
menghormati asas praduga tidak bersalah (presumption of innocent principle).
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa didalam memutuskan suatu perkara,
pada hakekatnya seorang Hakim bertindak mewakili Tuhan yang sifatnya Maha
Pengasih, Maha Penyayang, Maha Adil dan Maha Bijaksana.
Dengan demikian, Kami menyadari betapa berat tanggung jawab seorang Hakim dalam
mempertimbangkan putusannya, karena putusan tersebut harus benar-benar sesuai
dengan rasa keadilan yang diyakininya, yaitu tidak hanya didasarkan pada pertimbangan
faktor-faktor yuridis saja, akan tetapi juga harus didasarkan pada pertimbangan rasa
kemanusiaan dan keadilan yang diyakini oleh Majelis Hakim Yang Mulia.
Pada kesempatan ini pula, perkenankan Kami untuk menyampaikan penghargaan dan
ucapan terima kasih kepada Panitera Pengganti dalam perkara ini, yang dengan tekun dan
tanpa mengenal lelah, telah mencatat secara teliti semua peristiwa yang merupakan fakta
persidangan kedalam Berita Acara Persidangan.
Begitu pula kepada Sdr. Jaksa Penuntut Umum, penghargaan yang sama, patut pula kami
sampaikan, karena telah berusaha melaksanakan kewajibannya selaku penuntut umum
dalam perkara ini, meskipun dengan berat hati, Kami selaku Tim Penasihat Hukum
Terdakwa, menyatakan bahwa “sangat tidak sependapat” dan secara tegas “menolak
sekeras-kerasnya Requisitoir” sdr.Jaksa Penuntut Umum”, dimana pada hari selasa,
tanggal 19 Januari 2010 yang lalu, telah menuntut Terdakwa KOMBES
POL.Drs.Wiliardi Wizar, dengan tuntutan pidana, agar Yang Mulia Majelis Hakim yang
mengadili perkara pidana ini memutuskan :
1. Menyatakan Terdakwa Drs.Wiliardi Wizar telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama
saksi SIGID HARYO WIBISONO dan ANTASARI AZHAR dengan memberi atau
menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan
kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau
keterangan sengaja menganjurkan orang lain” yakni saksi EDUAR- DUS NOE NDOPO
MBETE alias EDO, dkk. (para Terdakwa dalam perkara pembunuhan berencana terhadap
korban alm. Nazrudin Zulkarnain Iskandar, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri
Tangerang) sebagaimana dalam Dakwaan Penuntut Umum melanggar Pasal 55 ayat 1 ke-
1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHP juncto Pasal 340 KUHP;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Drs.WILIARDI WIZAR dengan pidana “M A
T I”;
Karier Kepolisian:
TANGGAPAN TERDAKWA:
Tidak ada tanggapan karena keterangan saksi tidak ada hubungannya dengan Terdakwa.
Analisa hukum terhadap keterangan saksi:
Bahwa, keterangan yang telah diberikan oleh saksi tidak ada hubungan atau keterkaitan
dengan Terdakwa, untuk itu Mohon kiranya Majelis Hakim Yang Mulia tidak
mempertimbangkan keterangan saksi sebagai alat bukti.
20. Saksi M. Joni dibawah sumpah di dalam persidangan pada pokoknya memberikan
keterangan sebagai berikut:
§ Bahwa, Saksi masuk ke tim Chairul Anwar untuk melakukan penyelidikan terhadap
orang yang diduga melakukan teror terhadap Ketua KPK;
§ Bahwa, Tim dibentuk atas perintah lisan dari Kapolri;
§ Bahwa, pada tanggal 3 Januari Chairul Anwar dipanggil Wakapolri; Chairul Anwar
datang bersama dengan saksi dan Iwan Kurniawan;
§ Bahwa, tidak ada pengaduan secara resmi dari Antasari Azhar tapi ada aduan secara
lisan dari Antasari Azhar kepada Chairul Anwar;
§ Bahwa, Tim tersebut terdiri dari 5 orang yang diketuai Chairul Anwar, Saksi, Iwan
Kurniawan, Helmi Santika, dan H.J.A. Pinora;
§ Bahwa, Tim melakukan profiling data terhadap orang yang diduga melakukan teror
terhadap Antasari Azhar;
§ Bahwa, Saksi mengambil foto Nasrudin Zulkarnain Iskandar dan Rani, oleh karena
menurut Antasari Azhar, adanya hubungan gelap antara Antasari Azhar dengan Rani,
untuk itu Nasrudin Zulkarnain Iskandar mengancam Antasari Azhar karena Rani istri-
nya;
§ Bahwa, Saksi mengambil foto Rani dan Nasrudin Zulkarnain Iskandar menggunakan
telepon genggam;
§ Bahwa, foto diambil pada waktu Nasrudin ke kantor;
§ Bahwa, foto Rani diambil pada waktu Rani berada di Lapangan Golf Modernland
Tangerang;
§ Bahwa, Saksi yang mengambil data, kemudian oleh Chairul Anwar di konfirmasikan
kepada Antasari Azhar apakah benar orang tersebut adalah Nasrudin Zulkarnain
Iskandar;
§ Bahwa, menurut Antasari Azhar, teror yang dilakukan Nasrudin Zulkarnain Isakandar
melalui telepon dan sms;
§ Bahwa, Saksi kemudian menyerahkan hasil profiling tersebut ke Chairul Anwar,
kemudian Saksi disuruh oleh Chairul Anwar untuk mengirim salinannya ke Sigit Haryo
Wibisono;
§ Bahwa, Sigit Haryo Wibisono dilibatkan oleh karena pada waktu pertemuan pertama
Chairul Anwar dengan Antasari Azhar, ada Sigit Haryo Wibisono yang mengaku sebagai
saudara Antasari Azhar;
§ Bahwa, sepengetahuan Saksi Chairul Anwar menyampaikan laporan ke Suardi Alius
(Korsespri Kapolri);
§ Bahwa, menurut Chairul Anwar, Antasari Azhar menyampaikan ke Chairul Anwar
untuk menyerahkan hasil penyelidikan kepada Sigit Haryo Wibisono;
§ Bahwa, Sigit Haryo Wibisono dan Terdakwa tidak termasuk dalam Tim bentukan
Chairul Anwar;
§ Bahwa, tidak ada prosedur tetap dalam pelaksanaan penyelidikan yang dilakukan oleh
Tim;
§ Bahwa, Terdakwa tidak dimintai bantuan oleh Tim;
§ Bahwa, Saksi mengetahui peran Sigit Haryo Wibisono, Antasari Azhar, dan Terdakwa
setelah diperiksa Polda Metro Jaya;
§ Bahwa, Saksi tidak mengetahui apakah Sigit Haryo Wibisono mengeluarkan uang
untuk Tim;
§ Bahwa, Saksi mengetahui hanya ada 1 Tim yang dipimpin oleh Chairul Anwar dan
diawasi oleh Suardi Alius;
§ Bahwa, Saksi tidak mengetahui apakah Antasari Azhar membentuk Tim lain;
§ Bahwa, Tim dihentikan atau selesai bertugas pada tanggal 24 Januari 2009;
§ Bahwa, sepengetahuan Saksi, Antasari Azhar tidak menyatakan ketidakpuasannya
terhadap hasil kerja Tim;
§ Bahwa, Saksi pernah ke rumah Sigit Haryo Wibisono menyampaikan hasil kerja Tim;
§ Bahwa, sebelumnya Saksi tidak mengenal FPAB, Edo, Jerry Hermawan Lo,
§ Bahwa, tugas Tim hanya melakukan profiling data, memantau terhadap orang yang
diduga melakukan teror;
§ Bahwa, Tim dibentuk tanggal 5 Januari 2009;
§ Bahwa, Tim tidak melakukan pemeriksaan terhadap Nasrudin Zulkarnain Iskandar;
§ Bahwa, walaupun belum ada laporan resmi, polisi dapat melakukan penyelidikan;
§ Bahwa, nama Nasrudin dan Rani di dapat dari Chairul Anwar, yang menyatakan bahwa
nama tersebut dari Antasari Azhar (nama, No HP dan pekerjaan);
§ Bahwa, Tim hanya melakukan pemantauan sekitar Jabodetabek;
§ Bahwa, Saksi hanya mendengar cerita dari Chairul Anwar bahwa dia berangkat ke
Makasar, dan mendapatkan infomasi dari Polda tentang Nasrudin Zulkarnain yang
mungkin menggunakan narkoba;
§ Bahwa, Sigit Haryo Wibisono terlibat oleh karena Antasari Azhar menghubungi Sigit
Haryo Wibisono, dan Sigit Haryo Wibisono menghubungi Chairul Anwar;
§ Bahwa, menurut Chairul Anwar, Sigit Haryo Wibisono mengaku sebagai saudara
Antasari Azhar;
§ Bahwa, oleh karena Sigit Haryo Wibisono mengaku sebagai keluarga Antasari Azhar,
jadi tidak ada akses langsung Tim ke Antasari Azhar, harus melalui Sigit Haryo
Wibisono;
§ Bahwa, berdasarkan keterangan Chairul Anwar, ada sms teror dari Nasrudin Zulkarnain
Iskandar ke Antasari Azhar;
§ Bahwa, Saksi membawa amplop coklat yang terikat ke rumah Sigit Haryo Wibisono;
§ Bahwa, H.J.A. Pinora bertugas dibagian analisis data-data yang didapat oleh tim;
§ Bahwa, H.J.A. Pinora yang menyusun laporan;
§ Bahwa, sepengetahuan Saksi, Pinora mengirimkan lewat e-mail ke Sigit Haryo
Wibisono;
§ Bahwa, Saksi hanya menjaga agar tidak terjadi teror terhadap Antasari Azhar, hal
tersebut dilaporkan ke Chairul Anwar;
§ Bahwa, nama Nasrudin Zulkarnain Iskandar tidak dicantumkan dalam surat perintah;
§ Bahwa, setelah Tim dibentuk ada rapat-rapat diantara anggota Tim;
§ Bahwa, Chairul Anwar diundang Sigit Haryo Wibisono dan Antasari Azhar, dan
mendapat petunjuk dari Wakapolri;
§ Bahwa, Saksi tidak melakukan pemeriksaan terhadap Nasrudin Zulkarnain Iskandar;
§ Bahwa, karena tidak ada laporan dari Antasari Azhar, maka tidak ada tindakan pro
justitia;
§ Bahwa, surat perintah tersebut tidak dicap Polri;
§ Bahwa, sepengetahuan Saksi, Chairul Anwar pernah menghadap Kapolri;
§ Bahwa, Iwan Kurniawan bertugas bersama Saksi melakukan profiling data;
§ Bahwa, sepengetahuan Saksi, Helmi Santika kenal dengan Nasrudin Zulkarnain
Iskandar;
§ Bahwa, Saksi tidak ingat ada berapa kali pertemuan diantara Tim;
§ Bahwa, Saksi melakukan pembuntutan terhadap Nasrudin Zulkarnain Iskandar selama
kurang lebih 5 hari;
§ Bahwa, Saksi bersama seluruh anggota Tim dan Chairul Anwar pernah ke rumah Sigit
Haryo Wibisono, dan ada Sigit Haryo Wibisono dan Antasari Azhar, dan menyatakan
bahwa Tim-lah yang akan melakukan penyelidikan;
§ Bahwa, Helmi Santika tidak memastikan foto tersebut adalah Nasrudin Zulakarnain
Iskandar;
§ Bahwa, foto-foto lain selain foto Nasrudin Zulkarnain Iskandar dan Rani dari Helmi
Santika;
§ Bahwa, foto yang lain dari Chairul Anwar yang diberikan oleh Antasari Azhar;
§ Bahwa, Saksi hanya 1 kali ke Modernland untuk mencari informasi tentang Rani;
§ Bahwa, ada biaya operasional Tim dari Chairul Anwar;
§ Bahwa, foto-foto tersebut Saksi serahkan ke Sigit Haryo Wibisono melalui staffnya;
§ Bahwa, Saksi mengetahui bahwa foto tersebut sudah diterima Sigit Haryo Wibisono
dari informasi Chairul Anwar;
TANGGAPAN TERDAKWA:
Tidak ada tanggapan
Analisa hukum terhadap keterangan saksi:
Bahwa, berdasarkan keterangan Saksi yang menyatakan bahwa saksi mengikuti Nasrudin
Zulkarnain Iskandar selama 5 hari berturut-turut akan tetapi tidak ditemukan tindak
pidana yang dilakukan oleh Nasrudin Zulkarnain. Tim bahkan sampai harus berangkat ke
Kendari untuk melakukan penyelidikan dan atau “pemantauan” terhadap korban. Kiranya
hal ini menjadi perhatian Majelis Hakim Yang Mulia oleh karena kegiatan pembuntutan,
pengawasan untuk mencari tindak pidana bukanlah hal yang mudah. Bahwa pembuntutan
yang dilakukan oleh Tim yang terdiri dari anggota kepolisian yang notebene adalah
penyidik tidak serta-merta mendapatkan hasil yang memuaskan. Menjadi masuk akal
untuk menggunakan keahlian pihak swasta untuk melakukan pembuntutan tersebut.
Akan tetapi keterangan yang telah diberikan oleh saksi tidak ada hubungan atau
keterkaitan dengan Terdakwa, untuk itu Mohon kiranya Majelis Hakim Yang Mulia tidak
mempertimbangkan keterangan saksi sebagai alat bukti.
21. Saksi H.J.A. Pinora dibawah sumpah di dalam persidangan pada pokoknya
memberikan keterangan sebagai berikut:
§ Bahwa, Saksi adalah anggota Tim yang dibentuk Kapolri dan diketuai oleh Chairul
Anwar;
§ Bahwa, Tim tersebut bertugas untuk menyelidiki adanya teror terhadap Antasari Azhar;
§ Bahwa, menurut Chairul Anwar, Antasari Azhar melapor ke Kapolri yang kemudian
ditanggapi oleh Kapolri dengan membentuk Tim yang diketuai Chairul Anwar;
§ Bahwa, Saksi bertugas untuk menulis data-data yang didapat dari lapangan dan
menyusun laporan;
§ Bahwa, Tim terdiri dari Chairul Anwar selaku Ketua Tim, saksi, M. Joni, Helmi
Santika, Iwan Kurniawan;
§ Bahwa, berdasarkan data dari lapangan (Helmi Santika dan M. Joni) foto Nasrudin
Zulakrnain Iskandar dari Helmi Santika dan foto rumah dari M Joni, dan data tersebut
Saksi susun menjadi laporan penugasan;
§ Bahwa, dari hasil penyelidikan diketahui identitas pelaku;
§ Bahwa, pada tanggal 9 Januari 2009, pada pertemuan di rumah Sigit Haryo Wibisono,
Antasari Azhar membenarkan hasil tersebut;
§ Bahwa, hasil penyelidikan menyatakan bahwa tidak ada perbuatan melawan hukum
yang dilakukan Nasrudin Zulkarnain Iskandar;
§ Bahwa, setelah Chairul Anwar melaporkan ke Antasari Azhar, Antasari Azhar diminta
untuk membuat laporan polisi;
§ Bahwa, setelah akhir Januari 2009 saksi tidak berkomunikasi lagi dengan Tim;
§ Bahwa, setelah data tersebut diterima, Saksi kemudian menyusun data dan
mengirimkan lewat e-mail ke hyangwenang@yahoo.com milik Sigit Haryo Wibisono,
dan hal ini dilakukan atas perintah Chairul Anwar;
§ Bahwa, Saksi mengirimkan foto Nasrudin Zulkarnain Iskandar, Rani, lokasi alamat
rumah Nasrudin Zulkarnain Iskandar;
§ Bahwa, data tersebut Saksi terima dari Helmi Santika dan M Joni;
§ Bahwa, Saksi pernah rapat dengan seluruh Tim dan Antasari Azhar, Sigit Haryo
Wibisono di rumah Sigit Haryo Wibisono sebanyak 2 kali;
§ Bahwa, Saksi kemudian menyerahkan data fisik ke Chairul Anwar;
§ Bahwa, inisial Nero untuk Nasrudin Zulkarnain Iskandar dan Romeo untuk Rani;
§ Bahwa, pada hari Minggu tanggal 4 Januari 2009 Pkl.08.00 WIB, Saksi ditelepon oleh
Kabag Intelkam Polri Irjen Pol.Saleh Sa’af untuk bergabung dengan Tim dan diminta
untuk rapat di Hotel Manhattan sekitar Pkl.19.00 WIB;
§ Bahwa, pada rapat tersebut ada briefing dari Ketua Tim Chairul Anwar tentang adanya
teror terhadap Antasari Azhar, tidak lama kemudian datang Sigit Haryo Wibisono
bergabung dalam pertemuan tersebut;
§ Bahwa, Saksi tidak mengetahui hubungan Sigit Haryo Wibisono dengan Antasari
Azhar;
§ Bahwa, Saksi tidak pernah ke rumah Antasari Azhar;
§ Bahwa, Saksi mendapatkan peta alamat rumah Nasrudin Zulkarnain Iskandar dari
Internet;
§ Bahwa, Saksi tidak mengirim foto mobil ke Sigit Haryo Wibisono;
§ Bahwa, Saksi hanya mengirimkan data-data foto Nasrudin Zulkarnain Iskandar dan
Rani;
§ Bahwa, Saksi tidak ke lapangan, Saksi hanya menerima laporan dan melakukan analisa;
§ Bahwa, Saksi hanya mendengar bahwa Nasrudin Zulkarnain Iskandar dan Rani berada
di Kendari;
§ Bahwa, berdasarkan informasi dari Chairul Anwar, Nasrudin Zulkarnain Iskandar dan
Rani berada di Hotel yang sama;
§ Bahwa, hasil penyelidikan di laporkan oleh Chairul Anwar ke Antasari Azhar, pada
waktu ke rumah Sigit Haryo Wibisono;
§ Bahwa, sepengetahuan Saksi Terdakwa tidak ikut dalam Tim;
§ Bahwa, pertemuan dengan Sigit Haryo Wibisono di Hotel Manhattan dan di rumah
Sigit Haryo Wibisono;
§ Bahwa, Saksi tidak mengetahui wujud teror terhadap Antasari Azhar, tapi menurut
Chairul Anwar teror terhadap Antasari Azhar dilakukan melalui telepon;
§ Bahwa, Saksi melakukan analisa dan hasil tersebut ditandatangani oleh Chairul Anwar;
§ Bahwa, Edo, Daniel, tidak ada dalam Tim;
§ Bahwa, atasan Saksi adalah Irjen Pol Saleh Sa’af Kabag Intelkam Mabes Polri, yang
waktu itu memerintahkan secara lisan untuk bergabung dengan Tim;
§ Bahwa, Saksi tidak mengetahui mengapa Saksi yang ditugaskan ke dalam Tim, karena
sepengatahuan Saksi di Polres Jaksel juga ada Unit Intelkam;
§ Bahwa, Saksi tidak mengetahui adanya permintaan dari Kapolri untuk melakukan
penyelidikan;
§ Bahwa, Saksi diperintahkan oleh Kabag Intelkam tanggal 4 Januari 2009 untuk
bergabung dengan Tim yang dipimpin Kombes Pol Chairul Anwar;
§ Bahwa, pada awalnya saksi tidak mengetahui siapa yang melakukan teror terhadap
Antasari Azhar, dan dalam perjalanan diketahui melalui melalui data yang didapat;
§ Bahwa, yang hadir dalam pertemuan di Hotel Manhattan adalah seluruh Tim dan Sigit
Haryo Wibisono;
§ Bahwa, pembicaraan di Hotel Manhattan seputar teror terhadap Antasari Azhar, dan
pada waktu Sigit Haryo Wibisono datang Tim masih membicarakan hal tersebut;
§ Bahwa, Sigit Haryo Wibisono juga berbicara tentang teror yang hadapi oleh Antasari
Azhar;
§ Bahwa, oleh karena tidak ditemukan perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh
Nasrudin Zulkarnain Iskandar maka, Antasari Azhar disarankan untuk membuat laporan
Polisi;
§ Bahwa, M. Joni, Helmi Santika dan Iwan Kurniawan bertugas di lapangan;
§ Bahwa, redaksi “tidak ditemukan perbuatan melanggar hukum” merupakan hasil Tim di
lapangan, oleh karena memang Tim dilapangan tidak mendapatkan Perbuatan Melanggar
Hukum yang dilakukan oleh Nasrudin Zulkarnain Iskandar;
§ Bahwa, Saksi mengetahui bahwa ada anggota Tim yang menjadi penyidik atas perkara
Terdakwa;
§ Bahwa, Saksi mengetahui tentang informasi kendaraan Nasrudin Zulkarnain Iskandar;
§ Bahwa, Saksi membuat 1 rangkap atas laporan tersebut;
§ Bahwa, berdasarkan hasil pendalam Tim, Nasrudin Zulkarnain Iskandar menggunakan
mobil sedan;
§ Bahwa, Saksi dari Mabes Polri, Helmi Santika dari Polda, M Joni dan Iwan Kurniawan
dari Polres Jakarta Selatan;
§ Bahwa, laporan tersebut dibuat bulan Januari sekitar tanggal 20-an;
§ Bahwa, Chairul Anwar yang mengajak Tim untuk rapat di rumah Sigit Haryo
Wibisono, dan ketika sampai di rumah Sigit Haryo Wibisono, Antasari Azhar sudah ada;
§ Bahwa, Chairul Anwar pernah berkomentar tentang foto Nasrudin: “ini orangnya, kok
matanya merah”;
TANGGAPAN TERDAKWA:
Tidak ada tanggapan
Analisa hukum terhadap keterangan saksi:
Bahwa, berdasarkan keterangan saksi, pada tanggal 4 Januari 2009 Saksi dipanggil oleh
atasan Saksi yakni Irjen Pol Saleh Sa’af untuk bergabung dengan Tim yang diketuai oleh
Kombes Pol Chairul Anwar. Peristiwa ini, menjadi janggal oleh karena berdasarkan Surat
Perintah No.Pol: Sprin/22/I/2009 menyatakan bahwa dasar surat perintah adalah
berdasarkan perintah lisan Kapolri pada tanggal 5 Januari 2009 perihal perintah untuk
melaksanakan penyelidikan terhadap pelaku teror dan pengancaman terhadap Ketua
KPK.
Bahwa, keterangan yang telah diberikan oleh saksi tidak ada hubungan atau keterkaitan
dengan Terdakwa, untuk itu Mohon kiranya Majelis Hakim Yang Mulia tidak
mempertimbangkan keterangan saksi sebagai alat bukti.
Permintaan Penasihat Hukum untuk menghadirkan Irjen Pol Saleh Sa’af sebagai Saksi
oleh karena telah memerintahkan Saksi H.J.A Pinora pada tanggal 4 Januari 2009
sebelum perintah lisan Kapolri (tanggal 5 Januari 2009).
22. Saksi Heri Santoso Bin Rasja alias Bagol memberikan keterangan tidak dibawah
sumpah:
Heri menolak untuk memberikan keterangan sebagai Saksi pada persidangan, dengan
alasan:
ü Heri bersama-sama berkedudukan sebagai Terdakwa (Saksi Mahkota);
ü Heri tidak pernah diperiksa sebagai Saksi untuk kepentingan pemeriksaan Terdakwa;
ü Heri pernah dipukuli oleh penyidik;
ü Heri dalam keadaan takut;
ü Heri tidak akan memberikan kesaksian apabila tidak ada jaminan atas keselamatan diri
dan keluarganya;
ü Bahwa tidak ada berita acara sumpah atas BAP yang diberikan oleh saksi pada
penyidik.
Keterangan lainnya:
ü Heri ditangkap pada minggu malam sekitar bulan April;
ü Heri melalui Penasihat hukum melapor ke Komnas HAM;
ü Membenarkan keterangan yang telah diberikan oleh Hendrikus Kia Walen;
ü Sepeda motor yang ia gunakan pada waktu kejadian adalah sepeda motor Yamaha
Scorpio warna hitam dan bukan warna biru yang selama ini di gembar-gemborkan;
ü Ia yang mengendarai sepeda motor, dan Daniel yang ia boncengi;
ü Ia pernah mendekati mobil Nasrudin;
TANGGAPAN TERDAKWA:
Tidak ada tanggapan
Analisa hukum terhadap keterangan saksi:
Bahwa, keterangan yang telah diberikan oleh saksi tidak ada hubungan atau keterkaitan
dengan Terdakwa, untuk itu Mohon kiranya Majelis Hakim Yang Mulia tidak
mempertimbangkan keterangan saksi sebagai alat bukti.
23. Saksi Daniel Daen Sabon alias Daniel menolak memberikan keterangan didepan
persidangan dengan alasan: Saksi pernah dipukuli oleh oknum penyidik pada proses
penyidikan.
TANGGAPAN TERDAKWA:
Tidak ada tanggapan.
Analisa hukum terhadap keterangan saksi:
Bahwa, keterangan yang telah diberikan oleh saksi tidak ada hubungan atau keterkaitan
dengan Terdakwa, untuk itu Mohon kiranya Majelis Hakim Yang Mulia tidak
mempertimbangkan keterangan saksi sebagai alat bukti.
24. Saksi Hendrikus Kia Walen alias Hendrik memberikan keterangan didepan
persidangan tidak di bawah janji:
ü Tidak ada perintah pembunuhan;
ü Tidak ada bayaran untuk pembunuhan;
ü Tidak ada rencana pembunuhan;
ü Ia dan teman-teman hanya menjalankan tugas Negara;
ü Ia menyimpulkan tugas tersebut adalah tugas Negara oleh karena menurut Eduardus
Noe Ndopo Mbete alias Edo, ada tugas dari Jerry Hermawan Lo yang menyatakan bahwa
tugas tersebut adalah tugas Negara;
ü Ia mengetahui pertemuan Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo dengan Terdakwa di
Mabes Polri;
ü Ia bersama teman-teman melakukan survey dilapangan (rumah dan kantor Nasrudin);
ü Bahwa ada tim lain yang bekerja dilapangan dan bersifat arogan;
ü Bulan Februari 2009 ada Tim lain yang ia duga sebagai anggota (polisi);
ü Tim lain tersebut menggunakan mobil diantaranya Teranno, Panter, Timor warna
merah, dan motor;
ü Pada waktu kejadian tanggal 14 Maret 2009 Tim tersebut masih ada;
ü Ia tidak mengetahui ada motor Yamaha Scorpio;
Hendrikus tidak berjanji atas nama Tuhan akan tetapi atas nama kebenaran;
TANGGAPAN TERDAKWA:
Tidak ada tanggapan oleh karena tidak ada hubungan dengan Terdakwa.
Analisa hukum terhadap keterangan saksi:
Bahwa, keterangan yang telah diberikan oleh saksi tidak ada hubungan atau keterkaitan
dengan Terdakwa, akan tetapi saksi memberikan keterangan bahwa tidak tidak ada
perintah untuk membunuh dari Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo untuk itu Mohon
kiranya Majelis Hakim Yang Mulia mempertimbangan keterangan saksi sebagai alat
bukti.
25. Saksi Fransiskus Tandon Kerans alias Amsi menolak memberikan keterangan sebagai
Saksi dengan alasan:
ü Ia tidak pernah diperiksa sebagai Saksi untuk terhadap perkara Terdakwa;
ü Ia kemudian mencabut BAP yang telah ia berikan dihadapn penyidik;
ü Ia ditangkap pada tanggal 27 April 2009 dan di bawa ke Motel oleh oknum yang diduga
sebagai penyidik, dan ditanyakan apakah ia mengenal Edo;
ü Pada pemeriksaan tersebut ia di pukul dengan tangan di belenggu;
ü Ia dianiaya oleh banyak oknum penyidik;
ü Ia tidak memberitahukan hal tersebut kepada keluarga akan tetapi ia melaporkan hal
tersebut ke KOMNASHAM;
TANGGAPAN TERDAKWA:
Tidak ada tanggapan oleh karena tidak ada hubungan dengan Terdakwa.
Analisa hukum terhadap keterangan saksi:
Bahwa, keterangan yang telah diberikan oleh saksi tidak ada hubungan atau keterkaitan
dengan Terdakwa, untuk itu Mohon kiranya Majelis Hakim Yang Mulia tidak
mempertimbangkan keterangan saksi sebagai alat bukti.
26. Saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo di bawah janji pada pokoknya
memberikan keterangan sebagai berikut:
§ Bahwa, Saksi dikenalkan oleh Jerry Hermawan Lo kepada Terdakwa, Jerry Hermawan
Lo adalah Ketua Forum Persaudaraan Anak Bangsa (FPAB) dan Saksi adalah Ketua DPD
FPAB Jakarta;
§ Bahwa, perkenalan pertama antara Saksi dengan Terdakwa di Arena Bowling Ancol,
pada bulan Februari minggu I;
§ Bahwa, Jerry Hermawan Lo yang menghubungi Saksi, dan menyatakan bahwa ada
orang yang minta bantuan untuk tugas Negara dan untuk jelasnya nanti bertemu dengan
orangnya langsung;
§ Bahwa, Saksi kemudian datang ke Ancol sekitar Pkl.19.30 WIB, dan ditempat tersebut
sudah ada Jerry Hermawan Lo bersama dengan Terdakwa;
§ Bahwa, Jerry Hermawan Lo meminta Saksi untuk membantu Terdakwa, kemudian
Terdakwa menyatakan permintaan bantuan kepada Saksi;
§ Bahwa, Terdakwa menyatakan bahwa tugas Saksi sebagai informan, dan kalau ada hal-
hal yang mencurigakan laporkan kepada Terdakwa, kemudian Terdakwa meminta kepada
Saksi untuk mengikuti Korban oleh karena orang ini membahayakan Negara;
§ Bahwa, amplop coklat tersebut diberikan oleh Jerry Hermawan Lo pada waktu Saksi
bertemu di rumah Jerry Hermawan Lo; ada foto 2 lembar yang satu gambar orang (laki-
laki) dan yang satu gambar mobil;
§ Bahwa, Saksi tidak sempat melihat nama orang tersebut;
§ Bahwa, pada waktu pertemuan di Ancol Saksi membawa amplop tersebut;
§ Bahwa, selama pertemuan di Ancol amplop tersebut tidak dibuka;
§ Bahwa, Saksi mengatahui bahwa Terdakwa adalah Mantan Kapolres Jaksel oleh karena
Saksi dan Jerry Hermawan Lo pernah ke Polres Jaksel untuk urusan FPAB;
§ Bahwa, Saksi tidak sempat menanyakan kepada Terdakwa tentang alasan digunakannya
Saksi selaku orang sipil untuk permasalahan ini, yang bertanya adalah Jerry Hermawan
Lo, dan jawaban Terdakwa pada waktu itu adalah karena butuh orang sipil agar dapat
mengawasi selama 24 Jam;
§ Bahwa, tugasnya hanya memantau;
§ Bahwa, seminggu setelah pertemuan di Ancol Terdakwa menghubungi Saksi;
§ Bahwa, pertemuan antara Saksi, Jerry Hermawan Lo dan Terdakwa di Ancol sekitar 30
menit, setelah itu Terdakwa pulang;
§ Bahwa, Saksi disuruh tunggu di Hotel Ambhara kemudian Saksi dijemput oleh supir
Terdakwa yang bernama Indra;
§ Bahwa, setelah pertemuan di Ancol, Hendrikus Kia Walen Alias Hendrik kemudian
datang ke Ancol oleh karena Saksi yang mengajak untuk bertemu;
§ Bahwa, Saksi menyatakan kepada Hendrikus Kia Walen Alias Hendrik bahwa yang
meminta bantuan adalah Jerry Hermawan Lo dan Terdakwa;
§ Bahwa, amplop tersebut Saksi berikan kepada Hendrikus Kia Walen Alias Hendrik;
§ Bahwa, pada pertemuan di Mabes Polri, Saksi menyatakan kepada Terdakwa bahwa
Saksi telah menghubungi Hendrikus Kia Walen Alias Hendrik, akan tetapi belum bisa
memberikan kepastian apakah Hendrikus Kia Walen alias Hendrik bersedia atau tidak;
§ Bahwa, 3 (tiga) hari kemudian sekitar Pkl.21.30 WIB Terdakwa menghubungi Saksi,
dan minta untuk bertemu oleh karena Terdakwa akan memberikan uang operasional.
Kebetulan Saksi berada di tol, dan oleh Terdakwa diminta untuk bertemu di depan Citos.
Sekitar Pkl.22.00 WIB Saksi bertemu dengan Terdakwa;
§ Bahwa, ketika berada di depan Citos mobil Terdakwa sudah berada di depan Citos
kemudian Terdakwa pindah ke mobil Saksi, dan Saksi menyuruh Silvester untuk pindah
ke mobil Terdakwa;
§ Bahwa, Saksi bersama Terdakwa kemudian pergi ke daerah Kemang mencari kedai
atau kafe untuk minum kopi;
§ Bahwa, paper bag tersebut Saksi taruh di kursi belakang;
§ Bahwa, ada orang yang membawa paper bag dan menyerahkan paper bag tersebut
kepada Terdakwa dan paper bag tersebut di letakkan di kursi belakang mobil Saksi;
§ Bahwa, Terdakwa menyatakan bahwa uang tersebut untuk biaya operasional anak-
anak;
§ Bahwa, Terdakwa pernah menyatakan bahwa kalau membutuhkan dana operasional
agar supaya memberitahukan kepada Terdakwa;
§ Bahwa, setelah pertemuan dengan Terdakwa di depan Citos, Saksi kemudian
menghubungi Hendrikus Kia Walen alias Hendrik, dan bertemu di Restoran Mcdonald di
Tebet;
§ Bahwa, Saksi tidak sempat melihat uang tersebut;
§ Bahwa, Hendrikus Kia Walen alias Hendrik mengambil uang sebesar Rp.100 juta;
§ Bahwa, Saksi mengambil uang sebesar Rp.100 juta sebelum Saksi berangkat ke Flores;
§ Bahwa, sisa uang dititipkan ke Paman Saksi yang bernama Fidelis;
§ Bahwa, Saksi beberapa kali berkomunikasi dengan Terdakwa, dan komunikasi terakhir
sebelum Saksi pulang ke Flores tanggal 7 Maret 2009;
§ Bahwa, Saksi kembali ke Jakarta tanggal 25 Maret 2009;
§ Bahwa, Saksi tidak mengetahui kejadian tanggal 14 Maret 2009;
§ Bahwa, Saksi ditangkap di rumah Jati Asih;
§ Bahwa, Saksi kemudian dibawah ke Hotel Pondok Nirwana (PN);
§ Bahwa, oknum penyidk kemudian bertanya kepada Saksi apakah mengenal eksekutor
(Daniel Daen Sabon alias Daniel ada di tempat tersebut);
§ Bahwa, Saksi menjawab bahwa Saksi tidak mengenal para eksekutor, Saksi hanya
mengenal Hendrikus Kia Walen alias Hendrikus;
§ Bahwa, Saksi melihat Hendrikus Kia Walen alias Hendrik sudah babak belur;
§ Bahwa, oknum penyidik yang melakukan interogasi tersebut menyatakan bahwa di atas
Saksi ada oknum ada anggota (polisi), Sigit Haryo Wibisono, dan Pejabat Negara atau
orang kuat;
§ Bahwa, Saksi kemudian disiksa, dipukuli, dan alat kelamin Saksi di stroom;
§ Bahwa, pada waktu Saksi pulang ke Flores, Hendrikus Kia walen Alias Hendrik
menghubungi Saksi dan menyatakan bahwa Nasrudin Zulkarnain Iskandar ada di
Kuningan dan ada di rumah, selain itu ada anggota yang mengikuti menggunakan mobil
Terano dan motor;
§ Bahwa, Saksi kemudian mengkonfirmasikan keterangan dari Hendrikus Kia Walen
alias Hendrik tersebut kepada Terdakwa, dan Terdakwa menyatakan bahwa itu orang
“kita” juga;
§ Bahwa, Saksi hanya menyuruh Hendrik untuk mengikuti, melihat gerak-gerik,
mengamati, dan kalau terjadi sesuatu yang mencurigakan agar melaporkan kepada Saksi;
§ Bahwa, Saksi tidak mengetahui sumber uang tersebut dari mana, dan Terdakwa tidak
memberitahukan sumber uang tersebut;
§ Bahwa, Saksi tidak mengetahui penggunaan dana dan tentang senjata api;
§ Bahwa, tugas pemantauan dimulai dari bulan Februari 2009;
§ Bahwa, Hendrikus Kia walen alias Hendrikus tidak memberitahukan tentang anggota
Tim;
§ Bahwa, Saksi tidak pernah menawarkan kepada Terdakwa untuk bertemu dengan
Hendrikus Kia Walen alias Hendrik;
§ Bahwa, pada waktu Saksi ditangkap tidak ada surat perintah penangkapan;
§ Bahwa, uang yang berada dalam paper bag tersebut terdiri dari uang pecahan Rp.100
ribu;
TANGGAPAN TERDAKWA:
Tidak ada tanggapan, dan keterangan menyangkut Terdakwa adalah benar;
Analisa hukum terhadap keterangan saksi:
Bahwa keterangan yang telah diberikan oleh saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo
adalah keterangan yang sebenarnya terjadi. Senyatanya tidak ada perintah, ajakan, dan
atau bujukan yang Terdakwa lakukan terhadap saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias
Edo untuk melakukan tindak pidana pembunuhan berencana. Untuk itu, Mohon kiranya
Majelis Hakim Yang Mulia mempertimbangkan dan menggunakan keterangan saksi
Eduardus Noe Ndopo Mbete sebagai alat bukti dipersidangan.
Mohon Perhatian Majelis Hakim Yang Mulia, Keterangan saksi Eduardus Noe Ndopo
Mbete alias Edo tidak ada dalam surat tuntutan Penuntut Umum, padahal saksi Edoardus
Noe Ndopo Mbete alias Edo merupakan salah satu saksi kunci pada persidangan ini dan
keterangannya sangat esensil dalam rangka pembuktian.
27. Saksi Sigit Haryo Wibisono dibawah sumpah di dalam persidangan pada pokoknya
memberikan keterangan sebagai berikut:
§ Bahwa, Saksi menyatakan bahwa BAP Saksi tanggal 15 Juli 2009 tidak ada dalam
berkas, dan BAP tersebut yang dimana saksi didampingi oleh Penasihat Hukum adalah
BAP yang benar;
§ Bahwa, Saksi mengenal Terdakwa pada awal tahun 2009;
§ Bahwa, Saksi dikenalkan kepada Terdakwa oleh salah seorang Direktur Saksi, yaitu M.
Agus yang menyatakan bahwa ada perwira polisi yang potensial, berdedikasi, dan cerah
karirnya, mantan Kaplres Jakarta Selatan, dan menyatakan mungkin Saksi bisa membantu
Terdakwa, dan pada waktu itu disebutkan nama Terdakwa;
§ Bahwa, Saksi dan Terdakwa kemudian bertemu, dalam pembicaraan Terdakwa
kemudian menyatakan bahwa baru selesai sekolah Sespati, dengan Pangkat Kombes dan
mantan Kapolres Jakarta Selatan;
§ Bahwa, Saksi kemudian menyatakan akan mengenalkan Terdakwa kepada Antasari
Azhar dan teman Saksi Suhardi Alius (Korsespri);
§ Bahwa, Saksi kenal dengan Antasari Azhar akhir 2007; pada waktu itu Antasari Azhar
adalah Jaksa di Kejaksaan Agung;
§ Bahwa, Saksi dikenalkan dengan Antasari Azhar, karena Antasari Azhar adalah jaksa
yang potensial;
§ Bahwa, Saksi kenal dengan anggota DPR misalnya Tjahyo Kumolo dll;
§ Bahwa, masih pada bulan Januari 2009, Antasari Azhar datang kerumah Saksi karena
ada berkenaan dengan adanya teror dari Nasrudin Zulkarnain Iskandar;
§ Bahwa, sebelumnya, pada bulan Desember 2008 Antasari Azhar juga pernah datang ke
rumah Saksi membicarakan tentang teror;
§ Bahwa, menurut Antasari Azhar ada teror dalam bentuk sms dan telepon;
§ Bahwa, intinya peneror tersebut menyatakan bahwa Antasari Azhar telah berbuat
asusila dengan istrinya dan meminta Antasari Azhar untuk mundur sebagai Ketua KPK,
karena akan dilaporkan ke Presiden dan DPR;
§ Bahwa, Saksi kemudian mengusulkan kepada Antasari Azhar untuk melapor ke
Kapolri;
§ Bahwa, bentuk follow-up dari Kapolri dengan membentuk Tim, Saksi mengetahui hal
tersebut karena berkoordinasi dengan Suhardi Alius;
§ Bahwa, pertemuan di rumah Saksi karena permintaan Tim dan Antasari Azhar (oleh
karena urusan pribadi);
§ Bahwa, apabila Antasari Azhar datang kerumah Saksi, Antasari Azhar akan
berkordinasi dengan Saksi atau dengan Yudi;
§ Bahwa, pada bulan Januari 2009 Terdakwa belum ada;
§ Bahwa, Saksi kemudian menawarkan kepada Terdakwa untuk berkenalan dengan
Antasari Azhar;
§ Bahwa, Terdakwa kemudian datang bertemu dengan Antasari Azhar;
§ Bahwa, rapat-rapat Tim dengan Antasari Azhar di rumah Saksi karena, urusan pribadi;
§ Bahwa, Chairul Anwar ditawarkan untuk menjadi Liason Officer (LO) antara KPK dan
Polri;
§ Bahwa, Saksi mengetahui Antasari Azhar menghubungi Kapolri tentang permasalahan
teror;
§ Bahwa, yang membuat Antasari Azhar resah karena teror tersebut sudah ke keluarga;
§ Bahwa, Saksi bilang ke Antasari Azhar bahwa jabatan Terdakwa di Mabes Polri adalah
Pengamanan Obyek Vital;
§ Bahwa, Tim sudah melakukan identifikasi terhadap Nasrudin Zulkarnain Iskandar;
§ Bahwa, Tim mengusulkan kepada Antasari Azhar agar membuat laporan resmi apabila
masih ada teror;
§ Bahwa, Antasari Azhar menyatakan bahwa Nasrudin Zulkarnain Iskandar masih
meneror dan akan menghubungi lawyer;
§ Bahwa, pada waktu penggerebekan di Kendari, tidak ditemukan pidana yang dilakukan
Nasrudin Zulkarnain Iskandar;
§ Bahwa, M. Joni bertemu dengan Rani, dengan berpura-pura menjadi member golf;
§ Bahwa, Saksi mendengar Terdakwa bilang ke Antasari Azhar siap dilaksanakan bukan
siap mengamankan;
§ Bahwa, Antasari Azhar pernah bilang bahwa istrinya pernah didatangi tukang ojek dan
bilang ke tentang Antasari Azhar yang akan dilaporkan ke DPR;
§ Bahwa, Suhardi Alius menyatakan bahwa ia mengenal Terdakwa karena adik angkatan
Suhardi;
§ Bahwa, Saksi melakukan perekaman pembicaraan sesudah Januari 2009 atau sekitar
Februari 09 oleh karena Antasari Azhar masih mengeluh mengenai teror;
§ Bahwa, alat perekam tersebut ada dipenyidik;
§ Bahwa, Saksi mengetahui dari M. Agus bahwa Terdakwa butuh uang untuk biaya RS
ibu Terdakwa sejumlah Rp.30 juta, dan biaya operasional serta biaya mengirim anak ke
Australia sebesar Rp.500 juta;
§ Bahwa, Terdakwa menyerahkan cek ke Yudi, tapi menurut Terdakwa cek tersebut baru
bisa cair bulan depan;
§ Bahwa, karena pada akhir bulan depan cek tersebut belum bisa dicairkan, maka cek
tersebut dikembalikan ke Terdakwa;
§ Bahwa, Saksi melaporkan tentang kebutuhan dana operasional ke Antasari Azhar, dan
Antasari Azhar menyatakan agar ditalangi terlebih dahulu oleh Saksi;
§ Bahwa, sepengetahuan Saksi, Antasari Azhar cerita tentang permintaan Nasrudin
Zulkarnain Iskandar tentang promosi jabatan di RNI dan proyek besi tua dari Antam di
Kolaka;
§ Bahwa, Tim dibentuk oleh Kapolri pada awal Januari dan pada akhir Januari dilaporkan
ke Antasari Azhar di rumah Saksi dan tidak ditemukan tindak pidana yang dilakukan oleh
Nasrudin Zulkarnain Iskandar sehingga diusulkan untuk membuat laporan resmi;
§ Bahwa, pertemuan di kafe di Hotel Manhattan sekitar Pkl.24.00 WIB;
§ Bahwa, laptop Saksi tidak hilang;
§ Bahwa, Saksi pernah memerintahkan ke karyawan untuk mengirim foto Nasrudin, dan
peta ke Antasari Azhar;
§ Bahwa, uang yang Saksi serahkan kepada Terdakwa sejumlah Rp.500.000.000,- (lima
ratus juta rupiah) di ruang meeting;
§ Bahwa, M.Agus bilang bahwa Terdakwa butuh dana karena akan menyekolahkan anak
ke Australia dan biaya operasional;
§ Bahwa, tidak ada dana yang dikeluarkan untuk Tim 1 (Chairul Anwar);
§ Bahwa, tidak ada permintaan tertentu kepada Antasari Azhar oleh Terdakwa;
§ Bahwa, Terdakwa diminta untuk mengawasi;
§ Bahwa, tidak ada perbedaan antara Tim 1 dan Tim Terdakwa;
§ Bahwa, Saksi memberikan Rp.10 juta - Rp.12 juta mulai awal 2008 kepada Pengawal
Pribadi Antasari Azhar;
§ Bahwa, Saksi yang memerintahkan Yudi untuk melakukan perekaman;
§ Bahwa, pada pertemuan antara Saksi, Terdakwa dan Antasari Azhar, Antasari Azhar
menceritakan tentang pengalamannya;
§ Bahwa, maksud dari laksanakan atau eksekusi adalah untuk penggerebekan Nasrudin;
§ Bahwa, permintaan Antasari Azhar tidak Saksi sampaikan ke Terdakwa;
§ Bahwa, BAP 15 Juli 2009 yang benar;
§ Bahwa, BAP tanggal 29 April 2009 tidak benar karena Saksi tertekan secara psikis;
§ Bahwa, tidak ada perintah untuk menghilangkan nyawa;
§ Bahwa, dibacakan BAP 23 Juni 2009 poin 56;
§ Bahwa, Antasari Azhar menyatakan akan mengganti uang operasional akan tetapi
sampai sekarang belum diganti;
§ Bahwa, setelah kejadian tanggal 14 Maret 2009, Saksi menghubungi Terdakwa, dan
Terdakwa menyatakan bahwa tidak ada kaitannya;
§ Bahwa, sebelum pertemuan di Hotel Manhattan, Saksi pernah bertemu dengan Tim
Chairul Anwar lebih dari 1 kali;
§ Bahwa, kemudian ada pertemuan-pertemuan lanjutan sekitar 3 kali;
§ Bahwa, laporan Tim berisi tentang hasil identifikasi;
§ Bahwa, sebelum tanggal 4 Januari 2009 Saksi sudah bertemu dengan Tim;
§ Bahwa, sebelum tanggal 4 Januari 2009 M Joni, Iwan Kurniawan, dan Chairul Anwar
yang datang ke kediaman Saksi;
§ Bahwa, yang menghubungi Saksi untuk pertemuan di Hotel Manhattan adalah Chairul
Anwar;
§ Bahwa, ada perkenalan dengan anggota tim baru yaitu H.JA Pinora dan Helmi Santika,
karena Helmi Santika kenal dengan Nasrudin Zulkarnain Iskandar;
§ Bahwa, Saksi kemudian berkoordinasi dengan Chairul Anwar;
§ Bahwa, ada laporan dan ada foto yang dikirim melalui e-mail;
§ Bahwa, bantuan dana yang Saksi berikan ke Tim Chairul Anwar lebih dari Rp.100 juta;
§ Bahwa, bantuan saksi terhadap Tim Chairul Anwar tidak dalam bentuk pinjaman;
§ Bahwa, perkenalan dengan Terdakwa akhir bulan Januari, pada waktu Terdakwa datang
ke rumah Saksi;
§ Bahwa, pada pertemuan antara Saksi dan Terdakwa, Helmi Santika menelepon Saksi
dan Helmi Santika berbicara tentang sekolahnya;
§ Bahwa, Saksi hanya meminta kepada Terdakwa untuk membantu mengawasi;
§ Bahwa, pada pertemuan tersebut tidak dibicarakan dana operasional;
§ Bahwa, pinjaman dana operasional kepada Terdakwa atas persetujuan Antasari Azhar;
§ Bahwa, pada pertemuan bertiga Antasari Azhar, Saksi dan Terdakwa, Antasari Azhar
mengeluh tentang adanya teror dan meminta bantuan ke Terdakwa, dan Saksi hanya
menimpali untuk meminta bantuan;
§ Bahwa, pada pertemuan di Hotel Manhattan Chairul Anwar bilang bahwa tolong
diberitahukan kepada Korspri bahwa ada anggota baru;
§ Bahwa, pada waktu penyerahan cek tidak ada tanda terima cek;
§ Bahwa, Saksi tidak dapat mempengaruhi Antasari Azhar;
§ Bahwa, pada pertemuan antara Saksi dan Terdakwa, Saksi menyatakan akan
mengenalkan Terdakwa kepada Antasari Azhar dan teman di Mabes Polri;
§ Bahwa, Saksi tidak memberitahukan kepada Terdakwa tentang kesanggupan Antasari
Azhar untuk mengganti uang yang telah diberikan kepada Terdakwa, dan Saksi tidak
memberitahukan kepada Antasari Azhar adanya cek dari Terdakwa kepada Saksi untuk
biaya operasional;
§ Bahwa, dana yang telah Saksi berikan untuk Tim Chairul Anwar sebesar Rp.150 juta;
§ Bahwa, selain itu Saksi juga memfasilitasi dengan memberikan blackberry;
§ Bahwa, tidak ada istilah TKI seperti dalam BAP;
§ Bahwa, pada pembicaraan dengan Tim, ada ide Antasari Azhar untuk menabrak mobil
Nasrudin (selain Narkoba dll);
§ Bahwa, teror Nasrudin Zulkarnain Iskandar, meminta agar Antasari Azhar mundur
sebagai Ketua KPK;
§ Bahwa, Antasari Azhar bilang kepada Saksi bahwa Terdakwa tidak mengetahui
permasalahan;
§ Bahwa, setelah kejadian tidak ada komunikasi antara Saksi dengan Tim;
§ Bahwa, pertemuan bertiga antara Saksi, Terdakwa, dan Antasari Azhar adalah ide
Antasari Azhar;
§ Bahwa, Antasari Azhar tidak menjanjikan sesuatu kepada Terdakwa;
§ Bahwa, menghilangkan teror maksudnya: mencari pidananya;
§ Bahwa, uang Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk Antasari Azhar diambil ke
rumah Saksi dan kadang-kadang di bawah ke rumah Antasari Azhar;
§ Bahwa, Antasari Azhar yang meminta uang tersebut;
§ Bahwa, ada e–mail dari H.J.A Pinora, dan diambil dari laptop Saksi;
§ Bahwa, uang yang Saksi berikan kepada Terdakwa dalam pecahan Rp.50.000,- (lima
puluh ribu rupiah);
§ Bahwa, pada pertemuan di Hotel Manhattan Chairul Anwar bilang ke Saksi: tolong
sampaikan ke Suardi ada tambahan anggota tim baru (Helmi dan Pinora), Helmi Santika
kebetulan kenal dengan Nasrudin Zulkarnain Iskandar dari kecil;
§ Bahwa, Saksi belum mengecek ke bank apakah cek yang diberikan Terdakwa itu
kosong;
§ Bahwa, Saksi menjelaskan kepada Terdakwa bahwa ada Tim lain yang telah dibentuk;
TANGGAPAN DAN PERTANYAAN TERDAKWA:
Pertanyaan:
apakah Terdakwa dan Saksi pernah ada pembicaraan pada pemeriksaan pertama tanggal
29 April 2009 sekitar Pkl. 23.00-01.00 WIB tentang adanya pembicaraan untuk
menyamakan BAP?
Jawaban Saksi:
bahwa benar ada pembicaraan, tersebut dan Saksi hanya mengingat bahwa ada
pembicaraan Terdakwa yang menyatakan bahwa Terdakwa bukan pelakunya dan tidak
akan ada masalah;
Pernyataan dari Terdakwa:
ü Pertemuan pada pertengahan Januari 2009 bukan akhir Januari;
ü Pada waktu itu, Terdakwa memang mau ke RS, dan pertemuan tersebut baru pertama
kali, dan tidak mungkin Terdakwa meminta Rp.30.000.000,-(tiga puluh juta rupiah)
kepada Saksi;
ü Pada pertemuan dengan Antasari Azhar dan Saksi, tidak ada pembicaraan tentang teror
hanya ada pembicaraan tentang pengalaman kerja;
ü Bulan Februari Terdakwa dihubungi oleh Edo menanyakan tentang biaya operasional,
Terdakwa kemudian menanyakan hal tersebut kepada Saksi, Saksi kemudian
menanyakan hal itu juga kepada Yudi;
ü Tidak ada pinjaman Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) untuk biaya operasional
dan biaya sekolah anak Terdakwa serta tidak ada pemberian cek;
ü Terdakwa tidak pernah membicarakan masalah promosi jabatan.
TANGGAPAN TERDAKWA:
Saksi tetap pada keterangannya.
Analisa hukum terhadap keterangan saksi:
Bahwa, keterangan yang telah diberikan oleh Saksi dibawah sumpah pada persidangan
yang terbuka untuk umum secara jelas dan terang menyatakan bahwa tidak ada
permintaan untuk melakukan pembunuhan atau Terdakwa turut dalam perencanaan
pembunuhan Nasrudin Zulkarnain Iskandar. Bahwa, senyatanya Terdakwa hanya
membantu Saksi Sigit Haryo Wibisono untuk mencari Informan swasta yang bertugas
untuk mencari tindak pidana yang dilakukan oleh Nasrudin Zulkarnain Iskandar. Untuk
itu mohon kiranya Majelis Hakim Yang Mulia mempertimbangkan keterangan saksi
sebagai alat bukti dipersidangan.
28. Saksi Jerry Hermawan Lo dibawah sumpah memberikan keterangan pada pokoknya
sebagai berikut:
§ Bahwa, sebagian BAP yang Saksi berikan pada waktu pemeriksaan ada yang benar dan
sebagaian ada yang diarahkan;
§ Bahwa, Saksi ditangkap tanggal 28 April 2009, Saksi ditangkap dan oleh polisi Saksi
diberitahukan bahwa Saksi terlibat pembunuhan;
§ Bahwa, pada waktu itu Saksi berada di lantai 3 kantor, Saksi kemudian digiring ke
bawah oleh penyidik, kemudian Saksi bertemu dengan anak Saksi dan Saksi bilang ke
anak Saksi untuk menghubungi pengacara, akan tetapi anak Saksi ikut ditangkap oleh
polisi;
§ Bahwa, Saksi kemudian dibawah ke Hotel Pondok Nirwana;
§ Bahwa, Polisi kemudian menanyakan kepada Saksi tentang apakah ada anggota yang
terlibat dan apakah ada pejabat tinggi Negara yang terlibat;
§ Bahwa, Saksi bertemu dengan Eduardus Noe Ndopo Mbete Alias Edo sebelum
diperiksa dan keadaan Eduardus Noe Ndopo Mbete Alias Edo sudah babak belur.
Eduardus Noe Ndopo Mbete Alias Edo kemudian bilang kepada Saksi agar Saksi
memperkuat BAP-nya; selain itu Saksi juga melihat Daniel;
§ Bahwa, Saksi Komisaris Utama PT Iso Karya Utama Mandiri, kemudian ada usaha
yang mengelola website;
§ Bahwa, Saksi juga mempunyai organisasi Forum Persaudaraan Anak Bangsa (FPAB)
yang didirikan pada tahun 2003;
§ Bahwa, Saksi kenal dengan Terdakwa sejak tahun 1997, pada waktu itu Terdakwa
masih di Mabes Polri;
§ Bahwa, awal pertemuan Saksi dan Terdakwa mulai dari Saksi akan bertemu dengan
Kadivprovos Embong dan sering bertemu dengan Terdakwa yang bertugas di Provos
dengan pangkat Mayor, dan pertemanan itu berlanjut sampai sekarang;
§ Bahwa, pada tanggal 30 Januari 2009 hari Jumat, Saksi berada di kantor. Terdakwa
kemudian menghubungi Saksi dan menanyakan: “abang ada di mana? Saksi kemudian
menjawab: ‘ada di kantor” Terdakwa kemudian bilang kepada Saksi : “abang tunggu
sebentar lagi saya merapat”;
§ Bahwa, Terdakwa pada waktu itu datang sendiri dan langsung naik ke lantai 3 di kantor
Saksi, Terdakwa kemudian berkata ; “abang bisa bantu gak, masih ada gak nomor tlp
anak Flores?” Saksi kemudian menjawab: “oh si Edo”;
§ Bahwa, Terdakwa bertanya tentang anak Flores karena Saksi dan Edo pernah datang ke
Polres Jakarta Selatan. Sepengetahuan Saksi, Edo bekerja di sebuah kantor pengacara
Slamet Situmorang;
§ Bahwa, Terdakwa kemudian menelepon seseorang, dan datang seseorang membawa
rokok dan amplop coklat;
§ Bahwa, pada waktu itu, Saksi kemudian menghubungi Edo dan Saksi tanyakan : “Edo
bisa gak ketemu dengan Terdakwa? Edo bertanya tentang Terdakwa dan Saksi
menjelaskan bahwa Terdakwa yang mantan Polres Jakarta Selatan;
§ Bahwa, dari dalam amplop dikeluarkan foto yang diprint yang bergambar laki-laki dan
mobil, mobilnya kalau tidak salah warna silver;
§ Bahwa, Terdakwa kemudian menyatakan kepada Saksi bahwa orang yang berada di
gambar tersebut adalah orang yang sangat berbahaya, musuh Negara;
§ Bahwa, pertemuan antara Terdakwa dan Saksi tersebut sekitar 30 menit;
§ Bahwa, pada waktu Saksi menghubungi Edo, ia menyatakan bahwa ia bisa bertemu
dengan Terdakwa hari senin;
§ Bahwa, Saksi berasumsi amplop tersebut untuk Edo;
§ Bahwa, pada waktu itu amplop tersebut masih berada di atas, Saksi kemudian
menghubungi Edo, dan Edo bilang nanti akan kerumah Saksi;
§ Bahwa, amplop tersebut Saksi bawa ke rumah, dan Edo datang ke rumah Saksi.
Amplop tersebut Saksi serahkan kepada Edo, dan Saksi menyatakan bahwa untuk lebih
jelasnya nanti saja hari senin di Hailai;
§ Bahwa, hari senin Saksi biasa fitness di Copacabana Hailai, tidak lama kemudian Edo
datang;
§ Bahwa, Saksi, Edo, dan Terdakwa duduk di kantin;
§ Bahwa, Saksi kemudian angka bicara dan bilang ke Edo: Edo ini Pak Willi, ada tugas
Negara tolong bantulah;
§ Bahwa, Saksi dan Terdakwa bilang bahwa orang ini berbahaya, musuh Negara dan
tukang teror;
§ Bahwa, Saksi dan Terdakwa bilang ke Edo untuk mengikuti korban;
§ Bahwa, Saksi pernah menyatakan kepada Terdakwa: “wil kok tugas ini gak polisi aja?
Terdakwa kemudian menjawab bahwa polisi tidak dapat mengikuti korban selama 24
jam;
§ Bahwa, 2 (dua) hari setelah pertemuan atau tanggal 4 Februari 2009 di Hailai Ancol
Terdakwa menghubungi Saksi dan Terdakwa meminta untuk dihubungkan dengan Edo,
tapi Saksi kemudian menjawab agar Terdakwa menghubungi saja sendiri ke Edo karena
Terdakwa sudah punya nomor handphone Edo;
§ Bahwa, pada tanggal 14 maret 2009, pada waktu itu Saksi sedang treatmill, sambil
nonton TV, dan pada running text pada sebuah siaran tv ada tulisan tentang penembakan
seseorang dan ada tulisan RNI, Saksi menduga mungkin itu yang ada di print out;
§ Bahwa, pada running text tersebut dinyatakan bahwa penembakan dilakukan oleh
penembak jitu, dan Saksi berasumsi bahwa yang melakukan adalah aparat;
§ Bahwa, Saksi mengenal Edo sekitar tahun 1998, pada waktu itu Saksi mengambil alih
Daan Jaya Hotel, dan ada perjanjian bahwa saya tidak akan melakukan PHK terhadap
karyawan sebelumnya, Edo merupakan karyawan atau security;
§ Bahwa, sampai tahun 2003 Saksi kemudian membentuk Forum Persaudaraan Anak
Bangsa (FPAB), yang kegiatannya bergerak dalam usaha koprasi, Edo kemudian Saksi
tunjuk untuk menjadi Ketua DPD DKI Jakarta;
§ Bahwa, Saksi dan Edo pernah pergi ke Polres Jakarta Selatan, pada waktu itu mengurus
teman Edo;
§ Bahwa, pada waktu Terdakwa bertanya tentang anak flores, Saksi ingat Edo;
§ Bahwa, Saksi mendengar Terdakwa bilang ke Edo untuk mengikuti terus-menerus;
§ Bahwa, Saksi kenal dengan Hendrikus Kia walen alias Hendrik seorang sarjana
Ekonomi yang dibutuhkan untuk mengurus distribusi;
§ Bahwa, Saksi tidak mengetahui kalau Terdakwa menyerahkan uang kepada Edo;
§ Bahwa, yang Saksi ingat, pada running text tersebut tertulis penembak jitu atau terlatih;
§ Bahwa, Terdakwa tidak menyebutkan siapa atasan yang memberikan tugas, Terdakwa
hanya menyatakan bahwa mendapat tugas dari atasan untuk menjalankan misi Negara;
§ Bahwa, Saksi mendengar pernyataan Terdakwa kepada Edo yang menyatakan bahwa
kalau butuh dana operasional hubungi Terdakwa;
§ Bahwa, Saksi ditangkap 28 April 2009, dan Saksi bertemu Edo sebelum Saksi
diperiksa;
§ Bahwa, Saksi diminta oleh Edo untuk menyamakan BAP Saksi dengan BAP Edo;
§ Bahwa, BAP tanggal 25 Mei 2009 poin 9 tidak benar, oleh karena Saksi diminta untuk
memperkuat BAP Edo;
§ Bahwa, Saksi melihat Hendrikus Kia Walen alias Hendrik di Hotel Nirwana, dalam
keadaan terborgol dan babak belur;
§ Bahwa, Saksi juga melihat ada penyidik yang lain dalam ruangan di Hotel Pondok
Nirwana;
§ Bahwa, BAP Poin 25 tentang: “diikutin, ditangkap, digebukin, dihabisin” merupakan
asumsi Saksi dan bukan perkataan Terdakwa;
§ Bahwa, sebelum pertemuan di Hailai tanggal 2 Februari 2009 Saksi tidak mengetahui
apakah Terdakwa dan Edo saling berhubungan;
§ Bahwa, pada waktu pertemuan bertiga di Ancol, Saksi menyatakan kepada Terdakwa:
“wil kenapa sih gak polisi saja”; Terdakwa kemudian menjawab: “karena polisi tidak bisa
mengikuti terus-menerus”;
§ Bahwa, Terdakwa bilang sudah ada Tim (intel) yang mengikuti;
§ Bahwa, di Hotel Pondok Nirwana Saksi dan Edo berbicara dan Edo minta untuk
memperkuat BAP-nya, kondisi Edo dalam keadaan babak belur;
§ Bahwa, BAP tanggal 25 dibuat untuk memperkuat BAP Edo;
§ Bahwa, pada pertemuan pertama di kantor Saksi belum ada kata teror dari Terdakwa;
§ Bahwa, pada pertemuan pertama tersebut Saksi yang menghubungi Edo;
§ Bahwa, telepon selular Saksi diambil terlebih dahulu oleh penyidik kemudian pada
besok hari dibuatkan berita acara sita;
§ Bahwa, Edo meminta kepada Saksi agar Saksi memberikan keterangan pada pihak
penyidik bahwa ada permintaan Terdakwa untuk menghabisi korban;
§ Bahwa, yang benar adalah tidak ada permintaan pembunuhan dari Terdakwa;
§ Bahwa, BAP poin 32 juga karena permintaan Edo;
§ Bahwa, pada waktu pemeriksaan oleh penyidik, sebagian jawaban sudah ada;
§ Bahwa, tidak ada kata-kata Edo yang menyatakan bahwa oleh anak-anak sudah
dihabisin (BAP poin 9);
§ Bahwa, Saksi melihat BAP Edo pada waktu pemeriksaan;
TANGGAPAN TERDAKWA:
Bahwa Terdakwa hanya meminta bantuan Saksi untuk mencarikan orang untuk
mengikuti untuk membantu tim, karena orang tersebut melakukan teror, dan bukan
disuruh untuk meneror;
Terdakwa tidak meminta secara khusus untuk dihubungkan dengan Edo, akan tetapi
Saksi yang mempertemukan.
Analisa hukum terhadap keterangan saksi:
Bahwa, keterangan yang telah diberikan oleh saksi dibawah sumpah pada persidangan
yang terbuka untuk umum secara nyata menjelaskan bahwa tidak ada perintah, anjuran
dan/atau bujukan dari Terdakwa kepada saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo
untuk menghilangkan nyawa Nasrudin Zulkarnain Iskandar. Yang ada hanyalah
permintaan Terdakwa untuk mengikuti orang kemudian mencari tindak pidana yang
dilakukan. Bahwa keterangan saksi bersesuaian dengan keterangan saksi Eduardus Noe
Ndopo Mbete alias Edo dan saksi Sigit Haryo Wibisono, untuk itu mohon kiranya
Majelis Hakim Yang Mulia berkenan untuk mempertimbangkan dan menggunakan
keterangan saksi sebagai alat bukti dipersidangan.
29. Saksi Ginta Maya Fiksi dibawah sumpah memberikan keterangan pada pokoknya
sebagai berikut:
§ Bahwa, Saksi bekerja pada Herijani Setiawan;
§ Bahwa, Saksi melihat Hendrikus membakar kertas, di toko Herijani Setiawan ( WTC);
§ Bahwa, kertas yang bakar oleh Hendrikus 3 lembar;
§ Bahwa, Hendrik membakar kertas tersebut di kompor;
§ Bahwa, pada waktu itu, saksi sedang menggoreng singkong;
§ Bahwa, pada waktu itu, kertas tersebut digulung dan dibakar sekaligus;
§ Bahwa, Hendrikus jarang ke tempat Herijani;
§ Bahwa, Hendrikus membakar kertas tersebut pada siang hari;
§ Bahwa, Saksi dipanggil karena melihat pembakaran;
TANGGAPAN TERDAKWA:
Tidak ada tanggapan
Analisa hukum terhadap keterangan saksi:
Bahwa, keterangan yang telah diberikan oleh saksi tidak ada hubungan atau keterkaitan
dengan Terdakwa, untuk itu Mohon kiranya Majelis Hakim Yang Mulia tidak
mempertimbangkan keterangan saksi sebagai alat bukti.
30. Saksi Antasari Azhar dibawah sumpah memberikan keterangan pada pokoknya
sebagai berikut:
§ Bahwa, Saksi diperiksa hanya satu kali untuk Sigit Haryo Wibisono; BAP tanggal 4
Mei 2009 yang digunakan pada perkara Sigit Haryo Wibisono;
§ Bahwa, Sigit Haryo Wibisono menelepon Saksi dan menanyakan kepada Saksi:
“apakah benar Saksi menghubungi Kapolri dan menyampaikan hal-hal yang Saksi alami?
kemudian Sigit Haryo Wibisono meminta Saksi untuk ke rumah-nya;
§ Bahwa, Saksi kemudian kerumah Sigit Haryo Wibisono, dan berbincang-bincang
tentang persoalan pribadi;
§ Bahwa, pembicaraan tentang kerjasama dengan KPK dan PT PIM, Sigit Haryo
Wibisono bilang punya teman, dan yang bersangkutan mau kenal dengan Ketua KPK,
dan Terdakwa masuk dan berbincang bersama dengan Saksi dan Sigit Haryo Wibisono;
§ Bahwa, pada pertemuan di rumah saksi Sigit Haryo Wibisono, Saksi bertanya kepada
Terdakwa dimana bekerja sekarang? Dan Terdakwa menjawab bahwa Terdakwa bertugas
di Mabes Polri, Terdakwa juga bilang kepada Saksi bahwa Terdakwa mantan Kapolres
Jakarta Selatan;
§ Bahwa, ditengah pembicaraan antara Saksi dengan Terdakwa, Sigit Haryo Wibisono
bilang kepada Terdakwa untuk tidak panjang-panjang tapi langsung saja;
§ Bahwa, pertemuan tersebut terjadi sekitar akhir Januari atau awal Februari 2009 di
rumah Sigit Haryo Wibisono di Jl. Pati Unus;
§ Bahwa, sebelumnya Sigit Haryo Wibisono menelepon, menanyakan kegiatan Saksi,
kemudian Saksi mampir ke rumah Sigit Haryo Wibisono;
§ Bahwa, Saksi sering main ke rumah Sigit Haryo Wibisono, dalam kurun waktu tahun
2008 kurang lebih 6 kali;
§ Bahwa, sepengetahuan Saksi, Sigit Haryo Wibisono pengelola Harian Suara Merdeka;
§ Bahwa, perkenalan Saksi dengan Sigit Haryo Wibisono pada tahun 2007 ada yang
mengenalkan Saksi dengan Sigit Haryo Wibisono ketika Saksi menjalani fit & proper test
untuk menjadi Ketua KPK;
§ Bahwa, Sigit Haryo Wibisono menghubungi Saksi lewat telepon, dan menyatakan
bahwa Bpk. Soeripto ingin mendengar visi dan misi calon Ketua KPK tentang BLBI,
Saksi kemudian menuju kerumah Sigit Haryo Wibisono, pada awalnya Saksi mengira
rumah tersebut adalah rumah Soeripto. Saksi berbicara dengan Sigit Haryo Wibisono dan
Soeripto;
§ Bahwa, tidak ada peranan Sigit Haryo Wibisono atas terpilih-nya Saksi menjadi Ketua
KPK;
§ Bahwa, Sigit Haryo Wibisono pernah beberapa kali menawarkan tentang adanya
permintaan jabatan kepada Saksi selaku Ketua KPK;
§ Bahwa, Sigit Haryo Wibisono sering menyatakan bahwa ada orang yang melamar ke
KPK, dan Saksi bilang tidak bisa oleh karena sistim di KPK berbeda;
§ Bahwa, Saksi bahkan menyatakan kepada Sigit Haryo Wibisono agar tidak “ambruk-
ambruki” dengan orang;
§ Bahwa, pada bulan Maret 2009, Sigit Haryo Wibisono bilang kepada Saksi bahwa
Terdakwa mau mampir, Saksi kemudian menanyakan kepada Sigit Haryo Wibisono apa
masalahnya, Sigit Haryo Wibisono kemudian menjawab nanti tanya sendiri;
§ Bahwa, Saksi tidak pernah meminta bantuan keada Sigit Haryo Wibisono;
§ Bahwa, pada saat Saksi bertemu dengan Kapolri sebenarnya tidak fokus dengan
persoalan yang Saksi hadapi;
§ Bahwa, pembicaraan utamanya tentang rakor kerjasama KPK dan Polri, dan waktu itu
tuan rumahnya adalah Kapolri;
§ Bahwa, Saksi sampaikan bahwa menjadi Ketua KPK ada suka dukanya dan Saksi
kemudian menceritakan tentang adanya sms dan tentang kejadian di Gran Mahakam;
§ Bahwa, Kapolri kemudian menanggapai dengan pernyataan nanti saya bantu;
§ Bahwa, di Hotel Gran Mahakam, ada orang yang datang dan menjebak Saksi;
§ Bahwa, pada tanggal 1-3 Januari 2009 ada telepon masuk ke istri Saksi, dan saksi
bilang bahwa agar Saksi jangan terlalu mengurusi korupsi, dan ada perempuan yang
bilang bahwa ia capek mengurusi Saksi, itulah yang Saksi sampaikan kepada Kapolri;
§ Bahwa, Saksi memang mempublikasikan nomor handphone, agar masayarakat dapat
memberikan laporan tentang adanya dugaan korupsi;
§ Bahwa, korban pernah sms dan menghubungi saksi;
§ Bahwa, pada waktu Saksi sedang berbicara dengan Rani di Hotel Gran Mahakam,
setelah selesai korban kemudian datang dan bilang kepada saksi : “lo kok bapak bersama
isteri saya?” Saksi kemudian menyatakan bahwa : “jadi kalian suami isteri?”;
§ Bahwa, pada bulan Desember korban menjanjikan akan membawa dokumen tentang
korupsi di RNI;
§ Bahwa, Saksi kenal dengan korban 4-5 bulan setelah Saksi menjadi Ketua KPK tahun
2008;
§ Bahwa, semula korban mau melaporkan korupsi di BUMN tapi kemudian korban
menunjukkan SK Menteri BUMN tentang pengangkatan korban menjadi Direktur SDM
di RNI, akan tetapi oleh karena ada pergantian Menteri BUMN dari Sugiharto ke Sofjan
Djalil, korban tidak diangkat menjadi Direktur, korban kemudian meminta bantuan Saksi
untuk menegur Meneg BUMN;
§ Bahwa, Saksi sering bermain golf, tapi Rani tidak pernah menjadi caddy Saksi;
§ Bahwa, pertemuan antara Saksi dengan Rani di Gran Mahakam pada awalnya, Rani
sms memperkenalkan diri dan menyatakan bahwa ia sudah menjadi marketing di
lapangan golf;
§ Bahwa, Rani kemudian bertanya kepada Saksi kenapa tidak main golf lagi, Saksi
kemudian menyatakan kekecewaan Saksi terhadap lapangan golf;
§ Bahwa, Rani tidak pernah menyinggung tentang korban;
§ Bahwa, Rani bilang bahwa bisa tidak kalau ada saudaranya minta tolong kepada Saksi,
kemudian Saksi menyatakan agar Rani tidak macam-macam oleh karena Saksi sekarang
di KPK;
§ Bahwa, Rani ternyata diantar oleh Korban;
§ Bahwa, Korban datang ke kamar dan bilang kenapa Saksi berbicara dengan isteri
Korban? Saksi kemudian menjawab:”oh jadi kalian suami istri?; Korban kemudian
menceritakan bahwa ia sedang pusing oleh karena ibunya sedang sakit dan sedang
dirawat di Singapura;
§ Bahwa, Korban pernah menceritakan tentang proyek di Kolaka;
§ Bahwa, Korban meminta Saksi untuk mengontak Antam untuk memberikan
rekomendasi;
§ Bahwa, pada waktu Saksi bertemu dengan Tim, Tim kemudian meminta masukkan, dan
Saksi menunjukkan sms pada bulan Januari tersebut kepada Tim, dan saksi meminta
tolong agar dideteksi apakah ada kaitannya;
§ Bahwa, untuk Tim di KPK, saksi memberikan nomor handphone Korban dan Rani;
§ Bahwa, Tim melaporkan bahwa telah melakukan kegiatan tapi Tim tidak menemukan
hal-hal tentang teror, Tim sampai Kendari;
§ Bahwa, Saksi tidak pernah sms ke Korban;
§ Bahwa, Chairul Anwar menghubungi saksi lewat telepon dan bilang bahwa Tim selesai
dan menginformasikan bahwa ia pindah ke Mabes;
§ Bahwa, pada waktu itu Saksi sedang bermain golf dengan Kapolri dan Kapolri
menanyakan kepada Saksi tentang teror, dan Saksi menjawab bahwa saat ini sudah
selesai;
§ Bahwa, Chairul Anwar bilang kepada Saksi kalau masih ada teror, buat saja laporan
polisi;
§ Bahwa, Saksi tidak membuat laporan polisi, karena Saksi pikir sudah selesai;
§ Bahwa, Tim bekerja sampai dengan akhir Januari;
§ Bahwa, Saksi bertemu dengan Terdakwa di rumah Sigit Haryo Wibisono;
§ Bahwa, pada pertemuan di rumah Sigit Haryo Wibisono tidak dalam konteks Tim yang
dimpimpin oleh Chaerul Anwar tapi Sigit Haryo Wibisono hanya mau mengenalkan
Terdakwa;
§ Bahwa, Sigit Haryo Wibisono bercerita tentang ada temannya yang melamar menjadi
Direktur di KPK, tapi Saksi bilang sistim di KPK tidak bisa demikian;
§ Bahwa, pada waktu itu Sigit Haryo Wibisono mendengar keluhan Saksi;
§ Bahwa, Saksi pernah bertemu berdua dengan Sigit Haryo Wibisono, tapi tidak
berbicara tentang teror atau keluh kesah Saksi;
§ Bahwa, Saksi keluh kesah bahwa anak istri Saksi pada waktu itu berada di Australia
dan belum mendapatkan apartemen;
§ Bahwa, setelah Saksi menjadi Ketua KPK, Saksi masih berteman dengan Sigit Haryo
Wibisono;
§ Bahwa, Sigit Haryo Wibisono pernah menyampaikan adanya info tentang adanya
korupsi;
§ Bahwa, pengamanan di rumah Saksi, dari Mabes Polri dan dibiayai oleh KPK;
§ Bahwa, pengawal pribadi Saksi pernah bilang kepada Saksi, bahwa Sigit Haryo
Wibisono membantu dan Saksi tidak tahu sebelumnya;
§ Bahwa, Saksi tidak pernah menerima foto Korban;
§ Bahwa, yang ada foto dari Tim Chairul menunjukkan foto Korban dan Rani di rumah
Sigit Haryo Wibisono waktu mereka akan ke Kendari;
§ Bahwa, Saksi hanya menerima surat dari Sigit Haryo Wibisono tentang kerjasama KPK
dengan PIM;
§ Bahwa, Saksi tidak pernah menerima gambar/peta hanya Saksi pernah menerima
undangan ultah Ibu Sigit Haryo Wibisono (sekitar Januari/Februari 2009);
§ Bahwa, akhir Maret Terdakwa datang ke rumah Saksi;
§ Bahwa, pertemuan sebelumnya dengan Terdakwa di rumah Sigit Haryo Wibisono;
§ Bahwa, Saksi tidak mengetahui Sigit Haryo Wibisono menyerahkan uang
Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) kepada Terdakwa;
§ Bahwa, Saksi mengetahui kejadian 14 Maret 2009;
§ Bahwa, Saksi tidak pernah menyuruh Terdakwa untuk menghabisi Korban;
§ Bahwa, Saksi bertemu dengan Rani di Gran Mahakam 1 kali;
§ Bahwa, Chairul Anwar telah membentuk Tim, dan bilang apakah ada yang bisa
dibantu? Dan yang paling intens adalah Saksi menjelaskan tentang kejadian di Gran
Mahakam;
§ Bahwa, pada waktu itu korban masuk, dan bilang ada apa ini dan korban bicara tentang
ibu korban yang sedang sakit;
§ Bahwa, waktu itu korban bicara tentang info BUMN, dan korban membawa SK untuk
dilantik menjadi Direktur SDM, karena ada reshuffle Menteri, jadi korban tidak dilantik;
§ Bahwa, saksi tiga kali hadir pada pertemuan dengan Tim di rumah Sigit Haryo
Wibisono;
§ Bahwa, Saksi menuju ke rumah Sigit Haryo Wibisono karena menurut Sigit Haryo
Wibisono, Tim sudah berada di rumah Sigit Haryo Wibisono;
§ Bahwa, Tim menyatakan tidak ditemukan hal-hal yang mencurigakan;
§ Bahwa, perkenalan dengan Terdakwa tidak dalam konteks tentang Korban;
§ Bahwa, Saksi tidak pernah menjanjikan jabatan kepada Terdakwa, dan sebaliknya
Terdakwa tidak meminta jabatan kepada Saksi;
TANGGAPAN TERDAKWA:
Bahwa pertemuan antara Terdakwa dan Saksi di rumah Saksi hanya membicarakan
tentang golf dan secara kebetulan Terdakwa juga tinggal berdekatan Saksi.
Analisa hukum terhadap keterangan saksi:
Bahwa, keterangan yang telah diberikan oleh saksi dibawah sumpah pada persidangan
yang terbuka untuk umum menyatakan bahwa, perkenalan saksi dengan Terdakwa tidak
dalam konteks permasalahan antara saksi dengan Nasrudin Zulkarnain Iskandar, selain
itu saksi menjelaskan bahwa Terdakwa tidak pernah meminta jabatan kepada saksi,
begitu pula sebaliknya saksi tidak pernah menjanjikan jabatan kepada Terdakwa. Untuk
itu mohon kiranya Majelis Hakim Yang Mulia mempertimbangkan keterangan saksi
sebagai alat bukti pada persidangan ini.
31. BAP Saksi Kopka Jamil dibacakan walaupun tidak ada berita acara sumpah atas
keterangan Saksi;
TANGGAPAN TERDAKWA:
o Bahwa Terdakwa berada di Arena Bowling hanya 10 menit dan tidak 1 jam;
o Terdakwa datang belakangan, Jerry dan Edo sudah ada duluan.
Analisa hukum terhadap keterangan saksi:
Bahwa, keterangan yang telah diberikan oleh saksi tidak ada hubungan atau keterkaitan
dengan Terdakwa, selain itu tidak tidak diperlihatkan oleh Penuntut Umum tentang berita
Acara Sumpah atas BAP saksi, untuk itu Mohon kiranya Majelis Hakim Yang Mulia
tidak mempertimbangkan keterangan saksi sebagai alat bukti.
32. Penuntut Umum membacakan Berita Acara Pemeriksaan dan Berita Acara Sumpah
saksi Silvester Wangge, oleh karena saksi telah pindah ke NTT;
TANGGAPAN TERDAKWA:
Bahwa yang datang menjemput Edo di Ambhara itu supir Terdakwa bukan Terdakwa.
Analisa hukum terhadap keterangan saksi:
Bahwa, saksi tidak dihadirkan ke dalam persidangan, selain itu keterangan saksi yang
dibacakan Penuntut Umum tidak menjelaskan peranan Terdakwa. Untuk itu, mohon
kiranya Majelis Hakim tidak menggunakan keterangan saksi sebagai alat bukti.
Keterangan Ahli
33. Keterangan Ahli Balistik Drs. Maruli Simanjuntak dibawah janji memberikan
keterangan pada pokoknya sebagai berikut:
§ Bahwa, ahli bekerja di Pusat Laboratorium Forensik mabes Polri;
§ Bahwa, penyidik memberikan barang bukti, berupa 2 butir proyektil anak peluru;
§ Bahwa, pemeriksaan barang bukti ada syarat formil yang harus diikuti diantaranya: ada
surat permintaan untuk mengetahui jenis anak peluru;
§ Bahwa, surat permintaan tersebut dari Penyidik Polres Tangerang tertanggal 17 maret
2009;
§ Bahwa, ada visum yang berbicara tentang 2 proyektil;
§ Bahwa, visum menyatakan kronologis barang bukti, barang bukti tersebut diambil dari
korban yang meninggal di Tangerang;
§ Bahwa, disebutkan bahwa anak peluru diambil dari: diatas telinga dan di dalam
jaringan otak korban;
§ Bahwa, ada surat perintah dari Mabes Polri, kemudian ada disposisi sampai ke unit
Ahli;
§ Bahwa, surat nomor 183 adalah permintaan untuk menetukan senjata api dan anak
peluru.anak peluru tersebut caliber 0.38 dan ditembakkan dari senjata api S & W caliber
0.38;
§ Bahwa, pada waktu itu senjata tidak disertakan sebagai barang bukti;
§ Bahwa, kemudian setelah senjata ditemukan, ada permintaan untuk memeriksa dari
surat Nomor 230;
§ Bahwa, pada surat Nomor 230 ada pertanyaan tentang apakah anak peluru tersebut
ditembakkan oleh barang bukti yang sertakan (senjata api);
§ Bahwa, yang melakukan uji balistik terhadap anak peluru yang dijadikan barang bukti
adalah ahli;
§ Bahwa, yang dilakukan adalah mencari pembanding untuk mencari sidik jari;
§ Bahwa, setiap senjata api yang diproduksi pabrik, akan memproduksi peluru juga, dan
pada setiap senjata ada sidik jarinya;
§ Bahwa, setiap peluru yang ditembakan dari senjata yang sama mempunyai sidik jari
yang sama;
§ Bahwa, barang bukti yang serahkan di-lakban dan disegel (baik anak peluru dan senjata
api);
§ Bahwa, pada label diterangkan darimana senjata api tersebut berasal;
§ Bahwa, ahli menentukan jenis dan caliber. Peluru tersebut jenis 0.38;
§ Bahwa, anak peluru caliber 0.38 bahannya terbuat dari lead- antimony;
§ Bahwa, peluru yang ditemukan peluru caliber 0.38 inch;
§ Bahwa, anak peluru tersebut identik;
§ Bahwa, metode uji balistik yang menentukan sidik jari, yang ahli lakukan dengan
menembakkan anak peluru pada shooting box dan diambil samplenya;
§ Bahwa, pada anak peluru akan tercetak sidik jari, dan arah putaran ke kanan;
§ Bahwa, ahli melakukan 3 kali pengujian dan hasilnya sama;
§ Bahwa, pada saat peluru ditembakkan ada pembakaran sisa mesiu;
§ Bahwa, untuk menetukan jarak ditentukan pada seberapa banyak komposit residu yang
ada di target;
§ Bahwa, sisa mesiu diambil dari kain sweep;
§ Bahwa, alat penguji bernama scam;
§ Bahwa, ahli tidak menemukan sisa residu di kaca mobil;
§ Bahwa, jarak 60 cm sudah dapat dikatakan jauh;
§ Bahwa, ahli juga meneliti senjata api;
§ Bahwa, senjata api tersebut, revolver dan merupakan senjata api organic, di kantor ada
data base tentang senjata;
§ Bahwa, ada senjata organic yang digunakan oleh aparat TNI atau POLRI dan ada
senjata non organic yang digunakan selain aparat;
§ Bahwa, senjata revolver S&W caliber 0.38 buatan AS;
§ Bahwa, pada senjata api yang ahli periksa tidak ada nomor seri, karena telah dihapus;
§ Bahwa, dengan alat tertentu dapat ditemukan nomor seri, akan tetapi dalam kasus ini
nomor seri senjata tidak dapat ditimbulkan;
§ Bahwa, pada waktu ahli melakukan olah TKP, ahli menggunakan kain sweep dan tidak
ditemukan mesiu di kaca;
§ Bahwa, Saksi melakukan pemeriksaan terhadap kaca mobil sehari setelah kejadian;
§ Bahwa, tidak mungkin peluru ditembakkan dari pistol yang berbeda;
§ Bahwa, kaliber lubang laras sama dengan anak peluru;
§ Bahwa, diameter peluru untuk dimensi;
§ Bahwa, peluru 9 mm tidak cocok dengan senjata;
§ Bahwa, pada senjata S&W caliber 0.38 selongsong peluru tertinggal dalam silinder
senjata;
§ Bahwa, sepengetahuan ahli belum ada alat yang dapat menghilangkan sidik jari;
§ Bahwa, ahli mempergunakan barang bukti untuk mengambil sampling;
§ Bahwa, ada selongsong peluru dalam senjata;
§ Bahwa, peluru 9 mm tidak dapat digunakan untuk senjata caliber 0.38;
§ Bahwa, lubang pada kaca mobil sebesar 10 cm lebih dan tidak dapat dipastikan apakah
peluru tersebut dapat menembus kaca;
§ Bahwa, ahli tidak menguji terhadap daya tembus dan daya tembak;
§ Bahwa, kecepatan anak peluru 250m/detik;
§ Bahwa, untuk mengambil sampling, ahli menembakkan peluru ke kapas agar tidak
merusak barang bukti;
§ Bahwa, tidak ada sidik jari pada senjata yang diserahkan kepada ahli;
§ Bahwa, pada waktu ahli melakukan identifikasi, ahli melihat ada bercak darah di jok
mobil;
§ Bahwa, ahli tidak menerima selongsong peluru dari penyidik di Tangerang;
§ Bahwa, ahli mengetahui senjata disita dari Hendrikus;
§ Bahwa, ahli tidak menerima 27 anak peluru, ahli hanya menerima 1 senjata dan 2 anak
peluru;
§ Bahwa, senjata api yang diserahkan adalah senjata api organik;
§ Bahwa, bagi aparat yang telah pensiun wajib mengembalikan senjata api;
§ Bahwa, tidak ada sebutan lain untuk caliber 0.38;
§ Bahwa, Caliber 0.38 lebih besar dari 9 mm;
§ Bahwa, anak peluru yang ada di tubuh korban adalah anak peluru senjata 0.38 dan
ditembakkan dari senjata S& W 0.38;
§ Bahwa, ahli tidak pernah menerima serpihan peluru untuk diuji;
§ Bahwa, terhadap peluru tidak diambil sidik jari;
TANGGAPAN TERDAKWA:
Tidak ada tanggapan dari Terdakwa
Analisa hukum terhadap keterangan Ahli:
Bahwa, keterangan yang telah diberikan oleh ahli selaku ahli dibidang balistik hanyalah
menjelaskan tentang alat bukti secara sederhana, ahli tidak melakukan pengujian terhadap
serpihan anak peluru yang tidak disertakan sebagai alat bukti oleh penyidik. untuk itu
mohon kiranya Majelis Hakim Yang Mulia tidak mempertimbangkan keterangan ahli
pada persidangan sebagai alat bukti.
34. Keterangan Ahli Forensik dr. Mun’im Idries Sp.F dibawah sumpah memberikan
keterangan pada pokoknya sebagai berikut:
§ Bahwa, ahli pernah memeriksa korban di RSCM;
§ Bahwa, ahli pernah diminta untuk datang ke RSPAD, tetapi ahli tidak mau oleh karena
ahli pada waktu itu sedang capek, kemudian ada telepon dari Nico, yang meminta agar
ahli datang ke RSPAD, kemudian ahli dihubungi oleh Iwan, dan yang ketiga ahli
dihubungi oleh Jusuf Manggabarani yang meminta agar ahli datang ke RSPAD, akan
tetapi ahli menolak;
§ Bahwa, diinformasikan kepada ahli bahwa ada korban penembakan;
§ Bahwa, mayat yang ahli terima sebagaimana diutarakan dalam hasil visum poin 2;
§ Bahwa, rambut kepala korban telah dicukur dan lubang yang berada di kepala korban
sudah dijahit;
§ Bahwa, ahli kemudian membuka batok kepala korban, sebelumnya ahli membuka
jahitan kepala korban;
§ Bahwa, pada kepala korban ada bentuk luka yang tidak beraturan, luka tersabut luka
tembak;
§ Bahwa, luka tembak berbentuk corong, hal itu ahli pastikan setelah membuka
tengkorak kepala korban;
§ Bahwa, ahli menemukan 1 anak peluru di tulang pelipis kanan dan 1 anak peluru di
jaringan otak;
§ Bahwa, tindakan penjahitan pada luka korban itu umum dilakukan oleh dokter;
§ Bahwa, peluru yang berubah bentuk adalah peluru yang di atas pelipis tapi masih bagus
tapi peluru yang berada di jaringan otak sudah hampir rusak;
§ Bahwa, ukuran diamater peluru yang ahli temukan berukuran 9 mm;
§ Bahwa, ulir anak peluru berputar ke kanan;
§ Bahwa, tipe putaran peluru kekanan biasanya senjata api tipe S&W, untuk putaran ke
kiri biasanya pistol jenis colt;
§ Bahwa, peluru 9 mm kalau dalam caliber 0.38 inch;
§ Bahwa, perubahan itu karena peluru terbuat dari timah, jadi kalau mengena sesuatu
akan berubah;
§ Bahwa, peluru terjadi deformitas karena telah membentur sesuatu sebelum ke
tengkorak;
§ Bahwa, berdasarkan sifat luka, itu tembakan jarak jauh;
§ Bahwa, ahli berkesimpulan tembakan tersebut adalah tembakan jarak jauh oleh karena
tidak ditemukan bubuk mesiu, kalau ada asap yang sampai ke target maka dapat
dikategorikan itu tembakan jarak dekat, kalau ada kering tato maka itu tembakan tempel;
§ Bahwa, meninggalnya korban karena kedua butir peluru tersebut;
§ Bahwa, oleh karena peluru tidak kena batang otak jadi tidak langsung meninggal;
§ Bahwa, kerusakan pada otak yang menyebabkan kematian;
§ Bahwa, luka pada kepala korban jauh didalam otak;
§ Bahwa, peluru mengenai pembatas terlebih dahulu sehingga mengalami deformitas;
§ Bahwa, kedua anak peluru diameternya 9 mm;
§ Bahwa, penyidik terlebih dahulu menginformasikan tentang adanya pembunuhan
berencana kepada ahli;
§ Bahwa, melihat keadaan korban, ahli berpendapat tidak mungkin hidup lagi;
§ Bahwa, pada waktu ahli menerima mayat korban, mayat korban sudah tidak asli lagi;
§ Bahwa, ahli tidak menerima kemeja korbansebagai barang bukti;
§ Bahwa, oleh karena ahli menerima mayat korban yang sudah tidak asli, ahli tidak dapat
menentukan posisi korban duduk atau berdiri;
§ Bahwa, peluru yang satu bisa berubah dan anak peluru yang lain tidak bisa berubah;
§ Bahwa, setiap dokter berhak membuat visum et repertum;
§ Bahwa, seharusnya penyidik menanyakan kepada dokter sebelumnya tindakan apa yang
telah diambil;
§ Bahwa, menurut ahli keberhasilan pengungkapan kasus tergantung dari koordinasi,
aslinya barang bukti dll;
§ Bahwa, kesimpulan ahli menjadi terbatas oleh karena barang bukti tidak asli;
§ Bahwa, dalam visum, ada unsur siapa, kapan, dimana, cara kematian, dam sebab
kematian, dan yang tidak dapat ditentukan dalam visum adalah saat kematian;
§ Bahwa, ahli pernah dihubungi oleh anggota di Puslabfor Polri yang menyatakan bahwa:
‘babe terlalu berani’;
§ Bahwa, ada penyidik yang menyatakan kepada ahli agar menghilangkan angka 9 mm;
§ Bahwa, celana korban disita akan tetapi tidak dijadikan barang bukti;
§ Bahwa, keterbatasan ahli pada waktu kematian;
§ Bahwa, ahli tidak menanyakan kepada penyidik tentang permintaan penghapusan angka
9 mm;
TANGGAPAN TERDAKWA:
Tidak ada tanggapan dari Terdakwa.
Analisa hukum terhadap keterangan Ahli:
Bahwa, terdapat poin-poin yang perlu diperhatikan oleh persidangan ini bahwa dalam
keterangannya, ahli menyatakan bahwa:
1. Bahwa, mayat sudah tidak asli, karenanya ahli tidak dapat memastikan tentang waktu
kematian;
2. Bahwa, oleh karena kepada ahli tidak serahkan pakaian ataupun celana korban, ahli
tidak dapat menentukan posisi korban pada waktu meninggal dunia;
3. Bahwa ahli berpendapat bahwa salah satu anak peluru sudah berubah posisi, sehingga
menimbulkan keganjilan.
35. Keterangan ahli IT Ruby Zukry Alamsyah dibawah sumpah memberikan keterangan
sebagai berikut:
§ Bahwa, ahli melakukan analisa tentang data record nomor telepon Terdakwa yang
berasal dari penyidik yang didapatkan dari operator;
§ Bahwa, yang ahli lakukan adalah analisa transaksi dan bukan analisa terhadap konten;
§ Bahwa, dalam CDR tercantum tanggal, waktu, dan lokasi;
§ Bahwa, ada transaksi antara Terdakwa dan Antasari Azhar sekitar 6-7 kali dan antara
Terdakwa dengan Sigit Haryo Wibisono sekitar 60 kali;
§ Bahwa, CDR atau call data record merupakan produksi dari operator;
§ Bahwa, penyidik mendapatkan CDR dari operator;
§ Bahwa, ahli menggunakan software tertentu untuk kecepatan, tetapi untuk keakuratan
dengan harus dengan cara manual;
§ Bahwa, barang bukti yang disita oleh penyidik dianalisa oleh ahli, diantaranya, telepon
genggam, memory card, camera digital, spy camera digital;
§ Bahwa, ahli hanya menampilkan data;
§ Bahwa, tugas ahli utamanya adalah menjaga keotentikan data, oleh karena barang bukti
digital jauh lebih rentan atau dapat diubah, dimodifikasi, di-edit, dibanding barang bukti
konvensional;
§ Bahwa, barang bukti digital gampang dirubah oleh software dan tools tertentu;
§ Bahwa, kemudian ahli melakukan cloning/duplikasi dan selanjutnya ahli melakukan
hasing atau sidik jari digital;
§ Bahwa, sebuah file ada banyak parameter yang tersembunyi;
§ Bahwa, ahli juga menganalisa voice recorder;
§ Bahwa, ahli melakukan transkrip antara Antasari Azhar dan Rani dan transkrip antara
Antasari Azhar dengan Sigit Haryo Wibisono;
§ Bahwa, percakapan Antasari Azhar dan Rani, ahli buat dari data handphone Korban;
§ Bahwa, barang bukti dari Korban masih disegel dan ahli melihat ada data-data Korban;
§ Bahwa, sumber suara tidak menunjukkan identitas pemilik suara;
§ Bahwa, apabila nomor tersebut pasca bayar maka ada namanya;
§ Bahwa, dalam CDR tidak ada content, sms atau suara. CDR hanya mengetahui durasi,
posisi, lokasi, bentuk sms atau incoming call atau outcoming call;
§ Bahwa, komunikasi antara Sigit Haryo Wibisono, Antasari Azhar dan Terdakwa terjadi
sekitar Januari – Maret;
§ Bahwa, apabila data dihapus, data tersebut dapat direcover, akan tetapi apabila data
tertimpa/override maka data tidak bisa direcover;
§ Bahwa, lokasi Edo dan Terdakwa pada Pkl.19.00-200 WIB ada di area Hailai Ancol
(sekitar bulan Februari) hal ini diketahui oleh karena menara BTS-nya di area Ancol;
§ Bahwa, yang diketahui koordinat menara BTS sedangkan posisi Terdakwa tidak bisa
diketahui;
§ Bahwa, untuk beberapa operator, simcard yang sama dapat dikloning akan tetapi yang
simcard yang aktif hanya satu, tidak bisa aktif bersamaan;
§ Bahwa, bisa terjadi simcard hasil cloning yang aktif dan yang asli tidak;
§ Bahwa, operator yang dapat menentukan simcard mana yang hasil cloning;
§ Bahwa, pada recorder yang ahli periksa, Antasari Azhar menggunakan baju putih
dengan latar photo Sigit Haryo Wibisono;
§ Bahwa, pada pembicaraan Nasrudin Zulkaranin Iskandar ada istilah Nero;
§ Bahwa, nama Terdakwa juga disebut pada pembicaraan antara Antasari Azhar dan Sigit
Haryo Wibisono;
§ Bahwa, nama Edo dan Jerry tidak ada dalam pembicaraan;
§ Bahwa, ada kata ‘anak TKI dan ‘perampokan”, dan kata ‘eksekusi’ yang disebutkan
oleh Sigit Haryo Wibisono;
§ Bahwa, jarak antara Menara BTS kurang lebih 2 KM;
§ Bahwa, ahli membuat transkrip menggunakan inisial tidak menggunakan nama;
§ Bahwa, ada transaksi Korban dengan Antasari Azhar sekitar 4 sms;
§ Bahwa, tanggal pada rekaman tertanggal 1 Januari 2004 tapi hal tersebut dapat diubah.
Durasi rekaman 1 jam 29 menit;
§ Bahwa, tidak terdengar suara batuk, dalam rekaman tersebut;
§ Bahwa, ahli mendapatkan alat rekam dari penyidik;
§ Bahwa, ahli mendengar rekaman menggunkan dengan telinga dan alat headset;
§ Bahwa, semua data digital dapat dirubah;
§ Bahwa, ahli tidak melakukan pemeriksaan emay;
§ Bahwa, ahli tidak berkoordinasi dengan operator;
§ Bahwa, ahli tidak diperlihatkan berita cara penyitaan oleh penyidik;
§ Bahwa, pada pemeriksaan CDR ada nomor handphone lain;
TANGGAPAN TERDAKWA:
§ Dalam rekaman tidak ada Terdakwa;
§ Pada kedua rekaman tidak ada terdakwa dan tidak ada hubungannya dengan Terdakwa.
Analisa hukum terhadap keterangan saksi:
Mohon Perhatian Majelis Hakim Yang Mulia, bahwa sebagaimana yang telah dikemukan
oleh ahli pada persidangan, ahli menyatakan bahwa ahli hanya melakukan pemeriksaan
terhadap call data record yang berisi transaksi telepon yang dilakukan oleh Terdakwa.
Ahli tidak dapat melakukan pemeriksaan terhadap konten baik itu konten pembicaraan
maupun konten sms. Ahli berpendapat bahwa bukti digital sangat rentan dirubah atau
dimodifikasi dibandingkan dengan bukti konvensional. Untuk itu, mohon kiranya Majelis
Hakim Yang Mulia tidak mempertimbangkan keterangan ahli sebagai alat bukti.
SAKSI VERBALISAN
Yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum
Saksi Tahan Marpaung dibawah janji di dalam persidangan memberikan keterangan pada
pokoknya sebagai berikut :
§ Bahwa, Saksi yang menerima keterangan Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo, Heri
Bin Rasja alias Heri, Hendrikus Kia Walen alias Hendrik, Fransiskus Tadon Kerans, dan
Daniel Daen Sabon;
§ Bahwa, pada waktu pembuatan BAP para Terperiksa diberi kesempatan untuk
membaca BAP dan membubuhkan tanda tangan di depan Saksi;
§ Bahwa, Saksi yang memeriksa atau mendampingi;
§ Bahwa, pada persidangan ditunjukkan tanda tangan para Terperiksa yang terlihat
berbeda;
Keberatan dari penasihat hukum adalah berita acara pengungkapan kasus tanggal 26
April 2009 lebih tua dari BAP, sedangkan menurut saksi, pembuatan BAP dahulu baru
berita acara pengungkapan kasus.
TANGGAPAN TERDAKWA:
Tidak ada tanggapan.
Analisa hukum terhadap keterangan saksi verbalisan:
Bahwa, keterangan yang telah diberikan oleh saksi Verbalisan menimbulkan keganjilan
oleh karena berdasarkan keterangan saksi, pembuatan BAP terhadap pada terperiksa lebih
dahulu dibandingkan pembuatan berita acara pengungkapan kasus, sedangkan berita
acara pengngkapan kasus lebih tua dibandingkan pembuatan BAP.
SAKSI YANG DIAJUKAN OLEH PENASIHAT HUKUM
1. Saksi Abdurachman Baharun dibawah sumpah di dalam persidangan memberikan
keterangan pada pokoknya sebagai berikut :
§ Bahwa, Saksi mendamping Terdakwa sejak tanggal 4 Mei 2009 pada pemeriksaan di
penyidik;
§ Bahwa, pada waktu itu, Terdakwa menyatakan bahwa BAP yang benar adalah BAP
tanggal 29 April 2009. Kemudian ada keberatan dari penyidik;
§ Bahwa, Pak Apolos bertanya kepada penyidik Tahan Marpaung, kenapa pada
pemeriksaan pada tanggal 28, 29 April Terdakwa tidak didampingi Penasihat Hukum?;
Tahan Marpaung kemudian menjawab bahwa itu kemauan Terdakwa;
§ Bahwa, Terdakwa dipindahkan dari tahanan Pusprovos ke tahanan Bareskrim;
§ Bahwa, Wakabareskrim memerintahkan kepada penjaga agar Terdakwa tidak bisa
dibesuk oleh keluarga dan Penasihat Hukum tanpa sepengetahuan Wakabareskrim;
§ Bahwa, Penasihat Hukum Terdakwa kemudian membuat surat kepada Kapolri dan
Komnas HAM dengan tujuan agar Terdakwa dapat dibesuk;
§ Bahwa, pada tanggal 5 Agustus Terdakwa diperiksa pada Pkl.09.00 WIB;
§ Bahwa, pada waktu Saksi ke Polda, saksi berada di ruangan Daniel dan Terdakwa
diminta untuk kembali ke BAP tanggal 30;
§ Bahwa, kemudian ada masukan dari Penasihat Hukum untuk memberikan keterangan
yang benar;
§ Bahwa, tanggal 6 Agustus 2009 ada pertanyaan dalam rekonstruksi tentang penyidik
menyatakan bahwa yang menyerahkan foto adalah Antasari Azhar;
§ Bahwa, menurut Saksi, Terdakwa adalah orang yang dermawan, kemudian ada tokoh-
tokoh dari NTT yang membesuk Terdakwa;
§ Bahwa, Saksi tidak mendapat fee dari tugas Saksi sebagai asisten pengacara;
§ Bahwa, pemeriksaan Terdakwa oleh pihak penyidk ada yang menjadi saksi dan ada
yang menjadi Tersangka;
§ Bahwa, Terdakwa mencabut seluruh BAP tanggal 30 April, oleh karena yang benar
adalah BAP tanggal 29 April;
§ Bahwa, ada permintaan untuk menyamakan BAP Terdakwa dengan BAP Sigit Haryo
Wibisono oleh karena targetnya Antasari Azhar;
§ Bahwa, rekontruksi pada tanggal 6, Terdakwa diminta untuk menyamakan dengan Sigit
Haryo Wibisono;
§ Bahwa, Terdakwa pada tanggal 28 ditelepon, dan dibawah ke Provos;
§ Bahwa, yang meminta untuk menyamakan BAP adalah Direktur Reserse Umum Polda
Metro Jaya M Iriawan, Wadir ResUm Polda Metro Jaya T Sihombing, Nico Affinta,
Daniel Tifaona, Tahan Marpaung, dan Anton;
§ Bahwa, Terdakwa diarahkan untuk menyamakan BAP dengan Sigit Haryo Wibisono
karena targetnya Antasari Azhar;
§ Bahwa, imbalannya Terdakwa tidak ditahan hanya dikenakan tindakan disipliner;
§ Bahwa, keterangan perintah menghilangkan nyawa Korban, dilihat dari BAP Sigit
Haryo Wibisono;
§ Bahwa, permintaan Terdakwa yang sebenarnya hanya mengikuti dan mencari
pidananya;
§ Bahwa, pada waktu itu Penasihat Hukum sudah siap untuk mengajukan permohonan
pra peradilan akan tetapi Terdakwa menyatakan tidak usah karena pada diri Terdakwa
masih ada Tribrata;
TANGGAPAN TERDAKWA:
Tidak ada tanggapan
Analisa hukum terhadap keterangan saksi:
Bahwa, dengan ada keterangan saksi tersebut mengisyaratkan tentang adanya upaya
“rekayasa” terhadap proses hukum yang dialami terdakwa pada proses penyidikan oleh
oknum kepolisian dan terbukti telah terjadi sehingga dapat dibawanya perkara ini didepan
persidangan. Untuk itu, mohon kiranya Majelis Hakim mempertimbangkan keterangan
saksi sebagai alat bukti.
2. Saksi Novarina dibawah sumpah di dalam persidangan memberikan keterangan pada
pokoknya sebagai berikut :
§ Bahwa, pada tanggal 14 Maret 2009, saksi bersama keluarga sedang menonton TV dan
pada waktu itu ada berita tentang pembunuhan;
§ Bahwa, kemudian pada tanggal 28 April, Terdakwa ditelepon dan diminta untuk
bertemu di Paminal; dan Terdakwa tidak pulang lagi kerumah;
§ Bahwa, besok harinya Saksi ditelepon untuk bertemu dengan Terdakwa, saksi dibawa
ke Mabes Polri di Propam;
§ Bahwa, Saksi menunggu sampai malam akan tetapi tidak dapat bertemu dengan
Terdakwa;
§ Bahwa, pada besok paginya (tanggal 30 April), Saksi belum bisa bertemu dengan
Terdakwa oleh karena pada waktu itu sedang ada Wakabareskrim;
§ Bahwa, tidak lama kemudian Saksi disuruh masuk dan bertemu dengan Terdakwa;
§ Bahwa, Terdakwa bilang bahwa ada perintah dari Wakabareskrim yang agar Terdakwa
memberikan keterangan dalam proses penyidikan bahwa ada perintah dari Antasari
Azhar;
§ Bahwa, Saksi kemudian menimpali dengan menyatakan kenapa Terdakwa tidak
didampingi oleh pengacara;
§ Bahwa, Saksi kemudian berusaha bertemu dengan salah satu pengacara yang bernama
Warsito;
§ Bahwa, surat penangkapan dan penahan Terdakwa diberikan kepada Saksi pada tanggal
30 April 2009;
§ Bahwa, Pada tanggal 16 Mei Terdakwa dipindahkan dari ke Bareskrim dan Saksi
disuruh untuk menjenguk Terdakwa, dan pada waktu mau menjenguk Terdakwa ada
selebaran yang yang pada intinya menyatakan bahwa baik keluarga maupun pengacara
yang akan bertemu atau menjenguk dengan Terdakwa harus sepengetahuan dan seijin
Kabareskrim dan/atau Wakabareskrim;
§ Bahwa, Saksi pernah membuat surat ke Kapolri dan Komnas HAM oleh karena
dipersulit untuk menjenguk Terdakwa;
§ Bahwa, Saksi kemudian mendapat ijin dari Wakabareskrim untuk menjenguk
Terdakwa;
§ Bahwa, pada waktu itu Saksi bertemu dengan Wakabareskrim dan terjadi dialog;
Wakabareskrim bilang apa yang bisa ia bantu? Kemudian Wakaba juga bilang kalau mau
menjenguk Terdakwa, harus melalui Wakabareskrim;
§ Bahwa, Saksi tidak mengetahui kapan Terdakwa kenal dengan Sigit Haryo Wibisono
dan Antasari Azhar;
§ Bahwa, pada waktu menonton berita tentang penembakan Terdakwa biasa saja;
TANGGAPAN TERDAKWA:
Tidak ada tanggapan.
Analisa hukum atas keterangan Saksi:
Bahwa, mohon perhatian majelis Hakim Yang Mulia agar mempertimbangkan tentang
kondisi saksi sebagai istri Terdakwa bersama dengan anak-anak dan keluarga pada awal
pemeriksaan terhadap Terdakwa sebagai Tersangka mengalami kesulitan untuk
menjenguk Terdakwa dalam tahanan. Hal ini dapat diperjelas dengan Surat yang dibuat
oleh saksi yang ditujukan untuk Kapolri dan Komnas HAM agar saksi dan keluarga dapat
menjenguk Terdakwa (Surat Balasan dari Komnas HAM Terlampir). Bahwa, kondisi
Terdakwa yang sangat susah untuk dikunjungi bukanlah tanpa sebab, akan tetapi secara
sistematis telah dirancang agar Terdakwa tidak secara bebas dan mandiri memberikan
keterangan, dan agar Terdakwa memenuhi anjuran Petinggi Polri.
Untuk itu, mohon kiranya Majelis Hakim Yang Mulia mempertimbangkan keterangan
saksi sebagai alat bukti.
KETERANGAN AHLI
1. Keterangan Ahli Balistik Widodo Harjoprawito dibawah janji di dalam persidangan
memberikan keterangan pada pokoknya sebagai berikut :
§ Bahwa, setiap senjata mempunyai alur yang memaksa sebuah peluru keluar untuk
stabilitasnya. Setiap senjata mempunyai alur yang berbeda-beda;
§ Bahwa, setelah ahli melihat perbedaan dalam Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris
Kriminalistik No Lab: 290/BSF/2009 Halaman 2 dimana terdapat perbedaan angka pada
tabel lebar land impression/galangan. Dengan perbedaan angka pada poin 5 & 6
khususnya APB (Anak Peluru Butir) 1 dan APB (Anak Peluru Butir) 2, ahli berpendapat
bahwa kedua anak peluru tersebut ditembakkan dari senjata api yang berbeda;
§ Bahwa, peluru mempunyai batas-batas yang berbeda sebagaimana dengan disebutkan
dalam pembanding;
§ Bahwa, peluru mempunyai alur dan alur merupakan suatu cetakan. Jadi setiap laras
yang 1 berbeda dengan laras yang lain. Tetapi laras yang satu sidik jarinya harus sama;
§ Bahwa, apabila sidik jari tidak sama berarti peluru tersebut ditembakkan dari senjata
yang berbeda;
§ Bahwa, menurut ahli harus diuji coba peluru yang tembus kaca dengan tembus target;
§ Bahwa, istilah jarak tembak jauh atau dekat berdasarkan percikan serbuk mesiu pada
sasaran;
§ Bahwa, menurut ahli mesiu tidak akan melekat pada kaca apabila ditembakkan dari
jarak 60 cm;
§ Bahwa, menurut ahli Persoalannya adalah peluru yang tidak mempunyai selongsong
(seperti peluru militer), jadi tidak mempunyai daya tembus dan struktur peluru sangat
Labil. Apakah setelah menembus kaca, peluru itu masih bisa menembus bagian lain?
Kalau menurut ahli Peluru itu mengalami 2 kali deformasi. Pertama, pada saat menembus
kaca mobil. Kedua, saat mengenai sasaran. Apakah ketika menembus sasaran sesuai
dengan peluru yang keluar dari kaca mobil? Itu yang harus diuji coba;
§ Bahwa, menurut ahli penggunaan senjata api S&W kaliber 0.38 tergantung dari
keahlian dari pengguna. Akantetapi setiap senjata ada tolak balik. Jalur dari kekuatan
tolak balik tersebut adalah sepanjang punggung searah laras. Pada pistol/senapan, laras
itu biasanya lewat diatas pegangan tangan ada kekuatan yang menggunakan laras ke atas.
Senapan juga sama. Setiap senjata ada energi tolak balik, kekuatan ada pada sumbu laras.
Tergantung pada kekuatan tangan apakah bisa menahan faktor tersebut akan
memperngaruhi pengguna senjata;
§ Bahwa, peluru yang terbuat dari timah biasanya deformasi setelah kena kaca. Dan
kemungkinan ada keretakan pada waktu ditembakkan. Oleh karena itu seyogyanya dalam
persoalan ini perlu di uji apakah peluru yang telah melewati kaca dapat membuat tulang
kepala pecah, atau apakah setelah menembus kaca masih mempunyai kemampuan yang
sama dengan menembus sasaran, itu yang perlu diujicoba;
§ Bahwa, pada kasus ini memang ada 2 pengaruh gerakan. Pertama, gerakan motor.
Kedua gerakan otot si penembak. Sebagai contoh kalau menembak di jalan, ketepatannya
menurun, menurut ahli ketepatan tembakan pada contoh kasus di atas itu rendah karena
mobil dan motor bergerak, jadi presisinya kurang dari 70%;
§ Bahwa, apabila ada pecahan peluru yang tidak diuji balistik menurut ahli adalah
merupakan kewajiban bagi seorang ahli balistik dalam menerima suatu bukti harus
diidentifikasi atau tidak untuk kemudian disimpulkan;
§ Bahwa, apabila ditembakkan dijalan, kemungkinan mesiu jatuh di jalan dan berapa
lama dapat diidentifikasi, menurut saksi ahli sebelum mesiu jatuh ke-jalan mesiu juga
harus terbakar kurang lebih waktu peluru didalam separuh dari rektorinya, jadi produk
hasil terbakar mesiu yang kadang-kadang memang ada subtansi yang solid, tidak seluruh
dari mesiu tersebut terbakar kecuali mesiu yang dipakai tidak sesuai dengan panjang laras
sebab kepala mesiu menentukan waktu pembakaran misalnya jika larasnya pendek maka
mesiunya harus tipis;
§ Bahwa, yang keluar dari senjata itu hasil pembakaran mesiu, biasanya solid kalau
senjata laras pendek;
§ Bahwa, kecepatan peluru hampir tidak ada yang sama;
§ Bahwa, dari sisi balistik mengenai posisi menembak dan yang ditembak (korban),
menurut saksi ahli sebetulnya hal tersebut telah dikuasai oleh balistik dimana yang
terpenting apakah arah dari lobang kaca betul-betul mengarah pada posisi luka dari
korban, apakah sumbu lobang dikaca jatuh pada pelipis kiri korban atau tidak;
§ Bahwa, ahli menyatakan setiap senjata api mempunyai nomor seri untuk
mengidentifikasi siapa pemilik senjata tersebut;
§ Bahwa, nomor seri pada senjata api dapat hilang atau terhapus tergantung pada cara
penggerindaan, penggerindaan itu cukup dalam dimana bekas-bekas hilang maka tidak
dapat terdeteksi, jika senjata api tersebut terhapus karena terkikis atau diamplas maka
cara untuk melihat digunakan alat untuk melihat bekas luka dari senjata tersebut;
§ Bahwa, senjata api jenis revolver caliber 38 dalam standar internasional biasanya
digunakan oleh polisi atau tentara;
§ Bahwa, jangkauan dari senjata revolver caliber 38 bisa menembus sasaran, ditentukan
oleh pelurunya bukan oleh senjatanya, jika pelurunya timah maka daya tembusnya akan
kecil sedangkan jika peluru memakai selongsong maka daya tembusnya akan besar
sekitar ratusan meter (maksimal 25 meter);
§ Bahwa, tembakan dari jarak 60 cm jika menggunakan peluru timah tidak akan tembus
dimana yang dapat tembus pada kepala (pelipis kiri tembus ke pelipis kanan) jika
menggunakan peluru selongsong, dimana peluru dengan selongsong tekanannya lebih
besar;
§ Bahwa, mengenai lobang dipipi kanan korban, ahli menyatakan tidak ada lobang dipipi
kanan, akan tetapi ahli menyimpulkan pada hasil visum terdapat lobang dipipi kanan, ahli
kemudian menyatakan bahwa lobang tersebut di atas tulang pelipis kanan;
§ Bahwa, toleransi terhadap alur pada laras, dimana peluru dikeluarkan tersebut
tergantung dari diameter peluru;
§ Bahwa, peluru timah menembus kaca tergantung kekuatan kaca;
§ Bahwa, senjata api revolver biasanya digunakan oleh oleh polisi, sedangkan untuk
tentara sering menggunakan pistol oleh karena untuk tentara sering digunakan untuk
medan yang yang tidak kering seperti lumpur dsb;
§ Bahwa, balistik akhir ditentukan oleh peluru, dan menurut ahli kalau peluru terbuat dari
timah (lead antimony) daya tembus peluru kecil;
§ Bahwa, peluru yang dapat menembus kepala biasanya menggunakan selongsong;
§ Bahwa, menurut ahli harus ada pemeriksaan terhadap kaca dan peluru;
TANGGAPAN TERDAKWA:
Tidak ada tanggapan
Analisa hukum terhadap keterangan Ahli:
Mohon pertimbangan Majelis Hakim Yang Mulia atas keterangan ahli yang menyatakan
bahwa, kedua anak peluru yang dijadikan alat bukti dipersidangan ditembakkan dari laras
atau senjata yang berbeda, sehingga muncul pertanyaan kami selaku Penasihat Hukum
Terdakwa adalah bahwa senjata yang hanya dijadikan sebagai alat bukti adalah 1 (satu)
pucuk senjata S&W 0.38 tidak 2 (dua) buah senjata. Kemudian dihubungkan dengan
keterangan ahli balistik dari Puslabfor Mabes Polri Yang dihadirkan oleh Penuntut
Umum yang menyatakan bahwa ahli tidak diberikan serpihan anak peluru untuk
dilakukan identifikasi atau pengujian.
Selanjutnya berdasarkan keterangan ahli yang menyatakan bahwa anak peluru yang
terbuat dari timah atau lead antimony daya tembus-nya lemah sehingga muncul
pertanyaan kami, apakah anak peluru yang ditembakkan dan telah melalui kaca mobil
yang berkualitas tinggi masih memiliki kemapuan untuk menembus tulang tengkorak
kepala manusia dewasa yang tergolong kuat.
2. Keterangan Ahli Hukum Pidana Dr. Rudi Satryo Mukantardjo, SH, MH. dibawah
sumpah di dalam persidangan memberikan keterangan pada pokoknya sebagai berikut :
§ Bahwa, kualifikasi tindak pidana mengandung makna menghilangkan tubuh dan nyawa
orang dan mengandung makna terkait dengan jenis delik yakni makna delik materiil yang
artinya sempurnanya tindak pidana kalau menimbulkan suatu akibat yaitu hilangnya
nyawa orang tersebut;
§ Bahwa, bicara soal pasal 55, maka ada pembatasan tentang niat, kehendak dan
persoalan akibatnya. Dalam Pasal 55, apakah mereka yang melakukan, turut melakukan,
menyuruh melakukan, menggerakkan untuk melakukan maka harus dikaitkan dengan
persoalan orang tersebut tahu persis apa yang akan dilakukan. Sehingga kalau kemudian
orang tersebut tidak tahu persis apa yang ia lakukan maka tentunya tidak dapat dikenakan
pasal berapapun jo pasal 55;
§ Bahwa, tentang mengikuti, membuntuti atau mengawasi orang bukan suatu tindak
pidana. Pemidanaan terhadap orang mengikuti hanya ada apabila terjadi persoalan
perbuatan tidak menyenangkan, harus ada niat dan tindakan untuk membuat orang
menjadi tidak bebas untuk bergerak;
§ Bahwa, apabila A kemudian meminta orang lain untuk membuntuti, sebatas itu saja,
tetapi kemudian berubah, ada tindakan-tindakan lain diluar dari apa yang digerakkan, itu
tidak menjadi tanggung jawab dari orang yang menggerakkan. Jadi ada batas-batas
pemisahan. Atau bisa jadi kondisi tersebut bukan juga menggerakkan tapi menyuruh
melakukan. Misal, saya menyuruh anda untuk membuntuti orang lain, maka kemudian
kalau batas tersebut yang diminta, maka batas itulah yang kemudian
dipertanggungjawabkan kepada pihak yang menyuruh atau yang menggerakkan; Dengan
kata lain, aplikasi dari penggerak bertanggung jawab tentang akibatnya hanya sebatas
pada penganiayaan dimana akibatnya merupakan tanggung jawab si penggerak;
§ Bahwa, sangat mudah menjelaskan antara menggerakkan dengan turut serta. Suatu hal
yang tidak mudah dijelaskan antara pihak yang menyuruh dengan yang disuruh. Karena
posisinya yang menyuruhlah yang bertanggungjawab dan yang disuruh tidak dapat
dimintai pertanggungjawaban. Atau menyuruh tapi sekaligus turut serta. Kalau
menyuruh, menyuruh saja. Jangan juga menyuruh kemudian membantu turut serta orang
yang disuruh. Suatu hal yang tidak gampang diposisikan. Karena disana akan muncul
pihak yang disuruh tidak dapat dimintai pertanggungjawaban, bahwa kemudian turut
serta kepada pihak yang tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban, tidak dapat
dimintakan pertanggungjawaban kepada pihak yang turut serta tersebut. Jadi posisi
tersebut menjadi tidak logis. Dalam literatur, yang seringkali dimunculkan adalah
menggerakkan sekaligus sebagai turut serta melakukan tindak pidana;
§ Bahwa, pihak yang disuruh sebagai alat belaka yang tidak dapat dimintai
pertanggungjawaban atas apa yang sedang terjadi. Kedua, posisinya sebagai tukang pos
atau pengantar koran. Ia tidak punya niat atau kehendak, akibat yang dikehendaki dalam
posisi yang diberikan. Padahal syarat seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban
pidana kalau ia juga kemudian tahu tabiatnya tersebut, menghendaki dengan serius, sadar
dalam hal-hal logikanya. Jadi kalau dalam batas dia tidak tahu sama sekali persoalan
yang ada, ia kemudian menjadi pihak yang memberikan uang, tidak tahu niatnya untuk
apa, maka dalam sudut pidana tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana kalau
seandainya uang tersebut akan dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana;
karena niat/ kehendaknya hanya sebatas pada persoalan "saya hanya untuk mengantarkan
uang".
§ Bahwa, makna dengan sengaja, menyadari dan menghendaki perbuatan dan akibat dari
perbuatan, kalaupun tidak terdapat pada orang tersebut, maka atas apa yang terjadi tidak
dapat dimintai pertanggungjwaban pidana kepada yang bersangkutan. Tetapi dia tidak
mengetahui, dia tidak mempunyai niat padahal harus memenuhi syarat agar seseorang
dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Perbantuan sekalipun, dia harus tahu untuk
maksud apa dia membantu melakukan suatu tindak pidana;
§ Bahwa, pemanggilan adalah persyaratan formal, yang bisa dijadikan sebagai bukti yang
bersangkutan sudah dipanggil secara sah. Kalau ternyata surat tidak diberi maka dia
mempunyai hak untuk tidak hadir karena pemanggilannya secara tidak sah. Pertama,
adanya surat. Kedua, adanya tenggang waktu antara panggilan kelima dan kapan harus
dihadirkan dalam persidangan. Namun dalam praktek, kalau kemudian demi lancarnya
persidangan, lebih pada persoalan cepat dan murah maka meskipun tidak memenuhi
persyaratan yang ada, kalau para pihak menghendaki, setuju, maka dalam praktek
diterima juga sebagai bagian dari proses yang dapat diterima;
§ Bahwa, menurut KUHAP tindak pidana dengan ancaman pidana diatas 5 tahun adalah
wajib hukumnya untuk aparat penegak hukum menghadirkan Penasihat Hukum. Ini
merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan aparat penegak hukum terutama pada
tahap-tahap penyidikan. Tidak ada tuntutan kalau tidak ada penasihat hukum. Pertama,
secara psikologis posisi seorang tersangka adalah posisi seorang yang lemah karena
berhadapan dengan aparat penegak hukum, baik sisi pengetahuannya maupun sisi aspek
psikologisnya. Kedua, dengan adanya Penasihat Hukum suatu hal yang sangat
menentukan bagi aparat penegak hukum sebab kalau terjadi yang dinamakan pemaksaan,
penganiayaan, keterangan yang tidak benar maka dimungkinkan seorang penasihat
hukum berfungsi sebagai saksi, mengetahui peristiwa yang terjadi. Ketiga, bagaimana
halnya kalau dibuat surat pernyataan? Sekarang permasalahannya siapa yang membuat
surat pernyataan tersebut. Idenya ide siapa. Kalau memang benar ada bukti bahwasanya
itu sebetulnya permintaan yang benar-benar diminta oleh si tersangkanya, silahkan saja.
Tapi kemudian hukum mengatakan wajib hukumnya ada seorang penasihat hukum. Ada
banyak yurisprudensi terkait hal tersebut. Dalam perkara yang diancam dengan 5 tahun
penjara memungkinkan seorang hakim untuk menolak untuk memeriksa perkara tersebut
kalau tidak didampingi oleh seorang penasihat hukum selama proses pemeriksaan. Jadi
hukumnya adalah wajib. Kalaupun tidak dikehendaki, caranya bisa dengan ruangan yang
tertutup tetapi disana ada kaca untuk melihat apa yang terjadi pada pemeriksaan saat itu.
Atau dengan kata lain, tetap harus hadir penasihat hukum;
§ Bahwa, apabila Terdakwa di juncto-kan dengan Pasal 55 maka dalam kajian ilmu
hukum pidana seharusnya disidangkan dalam satu berkas perkara di satu pengadilan.
Alasannya logis, Bagaimana caranya membuktikan hubungannya antara menyuruh dan
disuruh, turut serta melakukan, menggerakkan dan digerakkan, pembantu dengan yang
dibantu, kalau tidak diberkas dalam 1 berkas perkara di pengadilan yang sama. Dengan
kata lain susah untuk kemudian dihubungkan apabila berkas dipisah. Padahal betapa
pentingnya mengetahui hubungan penyertaan di antara mereka. Kajian ilmu hukum
pidana menyatakan itu sebabnya dijadikan dalam 1 berkas perkara disidangkan pada
tahun yang sama;
§ Bahwa, akan muncul keanehannya kalau di-split perkara karena yang dinamakan masa
jalannya persidangan ada yang lambat dan ada yang cepat. Maka bisa jadi, yang cepat
akan mengubah kenyataan karena di tempat yang satu sudah diputus semua maka
kemudian dalam berkas yang lain belum diputuskan. Bisa jadi pada diri seseorang belum
selesai pemeriksaannya sudah ada hukuman kepada yang bersangkutan karena ditempat
yang berbeda dengan waktu yang lebih cepat sudah menjadi hukuman pidana penjara
karena dihukum dengan pasal 55;
§ Bahwa, prinsip orang memberikan keterangan bebas untuk mengatakan tanpa suatu
tekanan dari pihak manapun juga apalagi dari pihak dirinya. Maka bisa terjadi seorang
saksi yang juga seorang terdakwa kemudian akan diputar, terdakwa menjadi saksi dan
saksi menjadi terdakwa. Pada saat menjadi seorang saksi, ia disumpah. Mau tidak mau
harus mengatakan apa adanya kebenarannya. Tetapi ketika dia diperiksa sebagai
terdakwa, posisinya terkunci, tidak bisa mengatakan apa yang mau dikatakan. Prinsip
seorang terdakwa ia bisa mengatakan apa adanya, bisa juga berbohong. Karena ia tidak
disumpah. Dalam posisi yang demikian, akan susah bagi dia untuk mengatakan yang
lebih bebas. Kalau ia mengatakan yang tidak benar maka dengan sendirinya ia akan
dikenakan memberikan keterangan palsu. Jadi dalam kajian hukum pidana, suatu hal
yang pasti mengenai kebebasan seseorang kalau posisi seseorang diputar, antara saksi dan
juga seorang Terdakwa;
§ Bahwa, berdasarkan literatur, referensi yang ahli baca, gambaran kebebasan seseorang
untuk berpendapat di ruang sidang akan kemudian berkurang kalau posisinya sebagai
seorang saksi maupun seseorang Terdakwa;
§ Bahwa, proses BAP dengan cara yang melawan hukum maka hasilnya harus diabaikan
karena tidak mempunyai nilai dalam pembuktian. Menghilangkan kebebasan seseorang
dalam memberikan keterangan/pendapatnya baik itu sebelum, pada saat maupun
setelahnya tidak mempunyai nilai pembuktian di persidangan. Misal seorang saksi,
terdakwa menolak membenarkan tentang BAP yang dibuat pada tahap penyidikannya.
Sehingga yang mempunyai nilai pembuktian di persidangan adalah apa yang saksi
sampaikan, apa yang terdakwa sampaikan di persidangan. BAP dalam tahap penyidikan
hanya mempunyai nilai kepada penyidik dan JPU di dalam membuat surat dakwaannya.
Tidak mempunyai nilai di persidangan karena yang mempunyai nilai adalah apa yang
disampaikan di persidangan;
§ Bahwa, hal yang paling menetukan adalah apa yang telah disampaikan dipersidangan
dan itu sudah merupakan nilai pembuktian;
§ Bahwa, pada persoalan apa yang telah disuruhkan oleh pihak penyuruh kepada pihak
yang disuruh. Walaupun kemudian diberi uang sekalipun tetapi kalau kemudian yang
diminta mengikuti, mengawasi maka kalau kemudian terjadi tindak pidana maka batas
tanggung jawabnya hanya sebatas pada persoalan "saya hanya minta mengikuti,
mengawasi, dan membuntuti orang tersebut". Tindak pidana tersebut tidak ada sanksi
pidananya dalam KUHP. Sehingga kalau kemudian yang diminta kemudian membunuh,
membeli senjata api sehingga terjadi tindak pidana maka itu menjadi tanggung jawab
orang yang kemudian melakukannya. “Yang saya kehendaki kamu sekedar mengikuti,
mengawasi dan membuntuti”. Hanya itu sebagai bagian yang menjadi persoalannya;
§ Bahwa, Pasal 338, 340, 351 KUHP menghendaki mati atau hilangnya nyawa orang
tersebut. Dengan kata lain, kalau belum hilang nyawa orang itu maka belum dikatakan
mati. Kapan hilangnya nyawa orang tersebut, ahli kedokteran kehakiman yang akan
menentukan hal itu. Dalam hukum pidana diatur mati artinya orang tersebut tidak
bernyawa;
§ Bahwa, dalam Hukum Pidana yang dikatakan mati adalah orang langsung tidak
bernyawa;
§ Bahwa, Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan ke-2 dikaitkan yang membedakan dengan pengertian
membujuk, menurut ahli pertanggungjawaban mengenai menggerakkan-digerakkan maka
pihak yang disuruh tidak dapat dimintakan pertangungjawaban pidana, lebih lanjut maka
penggerakan maupun digerakkan dapat dimintakan pertanggung jawaban pidana itu
berdasarkan prinsip-prinsip yang umum;
§ Bahwa, mengenai pencabutan keterangan yang terpenting menurut saksi ahli adalah
yang mempunyai nilai pembuktian apa yang telah disampaikan pada persidangan, tidak
mudah untuk mengetahui apakah dalam kondisi di paksa atau ditekan pada saat
pemeriksaaan dengan demikian ini merupakan betapa pentingnya peranan dari aparat
hukum;
§ Bahwa, mengenai dasar-dasar pengampunan dalam KUHP, menurut Saksi Ahli Pasal
50 KUHP terdapat dasar untuk menghapuskan hukuman yang diatur dalam undang-
undang tersebut, sepanjang dapat dibuktikan apa yang dilakukan untuk kepentingan
negara itu menjadi dasar untuk menghapuskan pidana dengan alasan-alasan
pembenarnya;
§ Bahwa, A membantu menggerakkan B untuk melakukan tindak pidana kemudian C
memiliki sarana yang diserahkan kepada A untuk menggerakkan B melakukan tindak
pidana dalam hal ini menurut Saksi Ahli kemungkinan tersebut bisa terjadi, dalam hal ini
C tersebut harus tahu sarana yang dipinjamkan kepada A telah digunakan oleh A untuk
menggerakkan B melakukan tindak pidana, dalam hal tersebut tanggung jawab berada
pada pihak yang menggerakkan tetapi kemudian harus terdapat kata-kata dari A kepada C
sebagai yang membantu, kemudian C tidak tahu mengenai apa yang dilakukan si A maka
C tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban pidana, maka perbuatan tersebut harus
memenuhi syarat dia tahu persis mengenai apa yang dilakukan oleh orang yang dibantu;
§ Bahwa, menurut ahli, saksi mahkota adalah seorang tersebut akan diberikan
keistimewaan yang luar biasa sebagai seorang saksi, yang kemudian biasanya
ditangguhkan pidananya atau diringankan hukumannya, tetapi yang intinya dengan
peranannya yang double tesebut tidak mungkinkan untuk orang tersebut untuk bebas;
§ Bahwa, dalam Hukum Indonesia tidak dikenal mengenai yang akan dilibatkan atau
diringankan hukuman karena menjadi saksi mahkota yang kemudian hal yang paling
besar adalah persoalan kurangnya tatanan mengenai masalah-masalah saksi mahkota
yang ada;
§ Bahwa, mengenai motif dan niat, yang membedakan latar belakang orang melakukan
tindak pidana kemudian niat turut melakukan tindak pidana, jadi salah satu motif adalah
latar belakang, hal tersebut salah satu komponen dalam hal orang berniat melakukan
tindak pidana baik dalam perkara perdata maupun tindak pidana;
§ Bahwa, menurut ahli bahwa niatlah yang harus dibuktikkan, sedangkan mengenai motif
menjadi salah satu bentuk bagian kesaksian yang ada, jadi boleh-boleh saja untuk
membuktikan motif apa melakukan tindak pidana tapi bukan menjadi bagian bentuk dari
pembuktian karena yang terpenting adalah niatnya;
§ Bahwa, mengenai ada tidaknya kebebasan orang untuk memberikan keterangan,
seseorang mempunyai hak untuk mencabut keterangannya, tentunya akan dikejar apa
yang menjadi alasan untuk mencabut, lebih lanjut alasan untuk mencabut keterangan
tersebut bukanlah sesuatu hal yang perlu dibuktikan karena yang menjadi pokok
pembuktian adalah apa yang disampaikan dipersidangan, untuk masalah pembuktian
karena dia dipaksa maka akan menjadi bukti sendiri untuk proses hukum yang berbeda;
§ Bahwa, untuk mengetahui niat dari pelaku, semuanya melalui proses pembuktian yang
akan dimunculkan dipersidangan, jadi membuktikkan niat harus meminta bantuan dari
bukti-bukti yang ada;
§ Bahwa, A meminta tolong kepada B untuk mencarikan informen lalu si A juga
menceritakan kepada B tugas membantu kepolisian, informan memberikan informasi
bahwa sudah ada kepolisian yang juga melakukan tugas ini, si B menyampaikan kepada
C untuk mencari informen karena ini adalah tugas negara (tidak ada kata-kata
dibunuh,dsb) akan tetapi C melakukan tindakan diluar apa yang disampaikan oleh B,
menurut saksi ahli kepada A tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dan hal
tersebut menjadi pertanggungjawaban yang melakukan tindak pidana;
TANGGAPAN TERDAKWA:
Tidak ada tanggapan
Analisa hukum terhadap keterangan ahli:
Bahwa, berdasarkan keterangan ahli yang dikemukakan pada persidangan menyatakan
secara tegas bahwa pertanggungjawaban orang yang melakukan penganjuran atau
pembujukkan hanya bertanggungjawab atas perbuatan yang dianjurkan. Apabila
dikaitkan dalam konteks Terdakwa yang telah menggerakkan orang lain untuk melakukan
pembuntutan dan atau pengawasan maka kepada Terdakwa tidak dapat dimintai
pertanggungjawaban melebihi apa yang telah Terdakwa anjurkan. Dalil hukum ini
diperkuat dengan fakta hukum atau bukti yang kuat (prima facie) lainnya yaitu
keterangan saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo, Sigit Haryo Wibisono, Jerry
Hermawan Lo, Antasari Azhar, dan Hendrikus Kia Walen alias Hendrik yang
memberikan keterangan pada persidangan yang menyatakan tidak ada perintah, anjuran,
ajakan, dan atau bujukan Terdakwa kepada saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo
untuk melakukan tindak pidana pembunuhan berencana. Untuk itu, mohon Majelis
Hakim Yang Mulia yang memeriksa dan memutus perkara kiranya berkenan
mempertimbangkan keterangan ahli.
Dengan telah dikesampingkannya kewajiban dari peyidik atau penuntut Umum dalam hal
bantuan hukum, hal tersebut merupakan bentuk tindakan tidak benar dan tidak terpuji,
merupakan pengabaian dan pelanggaran terhadap Hak tersangka/terdakwa, sehingga
dapat dikatakan due process of law tidak terlaksana. Mengenai hal ini Mahkamah Agung
dalam putusan No.367 K/Pid/1998 tanggal 29 Mei 1998 telah membatalkan putusan
Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dengan menyatakan bahwa tuntutan Jaksa
Penuntut Umum pad Pengadilan Negeri Sengkang tidak dapat diterima. Pertimbangan
dari Mahkamah Agung didasarkan adanya pelanggaran terhadap pasal 56 KUHAP.
Menunjuk pada peraturan dan pertimbangan dalam putusan Mahkamah agung RI, maka
dalam perkara aquo terbukti bahwa Terdakwa/ Wiliardi Wizar pada tanggal tanggal 29
dan 30 April 2009 telah diminta untuk membuat surat pernyataan yang berisi “belum
perlu didampingi penasihat hukum dalam pemeriksaan tanggal-tanggal tersebut”.
Permintaan untuk membuat surat pernyataan tersebut merupakan upaya penyesatan
dalam rangka mencari pembenar atas pelanggaran yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum. Akan tetapi, adanya surat pernyataan dari Terdakwa tidak dapat menganulir
terhadap pelanggaran atas ketentuan undang-undang, karenanya berkas perkara atas nama
Terdakwa, Wiliardi Wizar telah mengandung cacat hukum karena Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) oleh Penyidik dan Penuntut Umum batal demi hukum. Terbukti
bahwa pemeriksaan terhadap Terdakwa selanjutnya menunjuk pada BAP Terdakwa
tanggal 29 dan 30 April 2009 yang batal demi hukum tersebut.
- Bahwa, Terdakwa BAP pada tanggal 29 April 2009 tidak ada keterangan Terdakwa
yang menyatakan bahwa ada perintah membunuh dari Antasari Azhar;
- Bahwa oleh karena adanya permintaan dari Wakabareskrim, Direktur Reserse umum
dan Penyidik Polda Metro Jaya sehingga Terdakwa mengikuti permintaan atasan dan
institusi tersebut;
- Bahwa, walaupun tidak secara langsung berhubungan dengan persidangan ini, akan
tetapi mohon kiranya Majelis Hakim mempertimbangkan keterangan KomJen Pol Susno
Duaji Pada persidangan Antasari Azhar tanggal 7 Januari 2010 yang menyatakan bahwa,
Wakabareskrim Irjen Pol Hadiatmoko selaku Ketua Tim Pengawas pada perkara ini
sehingga mengetahui persis dan mengawasi penyidikan agar tidak terjadi penyelewengan
pada perkara a-quo dan melaporkan langsung kepada Kapolri, sedangkan pada
persidangan Antasari Azhar sebelumnya, Wakabareskrim Irjen Pol Hadiatmoko (tanggal
17 November 2009) selaku Pengawas mengaku tidak diberi laporan oleh para penyidik,
sesuatu keganjilan yang tidak dapat diterima akal sehat;
Majelis Hakim Yang Mulia,
Sebelum kami masuk pada bagian inti Nota Pembelaan ini, perkenankanlah kami pada
kesempatan ini untuk menguraikan beberapa ketentuan KUHAP dan ketentuan
Kekuasaan Kehakiman yang harus dijadikan pedoman dan pisau analisa dalam
memproses, mengolah atau menganalisa fakta-fakta khususnya yang berkaitan erat
dengan alat bukti Keterangan Saksi, Keterangan Ahli dan Keterangan Terdakwa
diantaranya:
Ø Pasal 1 angka (27) KUHAP:
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa
keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu;
Ø Pasal 160 ayat (3) KUHAP:
Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara
agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan
tidak lain daripada yang sebenarnya.
Ø Pasal 183 KUHAP:
”Hakim tidak boleh menjatuhkan putusan pidana kepada seseorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan, bahwa
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa-lah yang bersalah
melakukannya.”
Sebagaimana diketahui, sistim pembuktian di Negara kita memakai sistem ”Negatief
Wettelijk”, yaitu keyakinan hakim yang disertai dengan mempergunakan alat-alat bukti
yang sah menurut undang-undang.
Asas ini dipakai sebagai upaya untuk menelusuri “materiele waarheid” (kebenaran
materiil) sebagaimana dinyatakan oleh van Bemmelen dalam bukunya berjudul
“Leerboek van het Ned. Strafprocesrecht, 6 e herziene druk”, halaman 95 yaitu:
“Terwille van het onderzoek naar matterieele waarheid geldt bij ons het beginsel, dat het
gehele process, zoals het moet leiden tot het vonnis, rechtstreeks voor de rechter gevoerd
moet worden en dat verdachte in staat moet zijn om het gehele process te volge en en dat
voorts gestreefd moet worden naar het beste bewijs”.
Yang secara garis besar mempunyai arti sebagai berikut :
“Dalam menelusuri kebenaran materiil, maka berlaku suatu asas bahwa keseluruhan
proses yang menghantarkan kepada Putusan Hakim, harus secara langsung dihadapkan
kepada Hakim dan proses secara keseluruhan diikuti oleh Terdakwa serta harus
diusahakan dengan alat bukti yang sempurna”.
Ø Pasal 184 ayat (1) KUHAP:
Alat bukti yang sah ialah :
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.
Ø Pasal 185 ayat (1), (2), (4), (5) dan (6) KUHAP:
1. Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.
2. Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa Terdakwa
bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.
4. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau
keadaan, dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu
ada hubungannya satu dengan yang lain, sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan
adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.
5. Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan
merupakan keterangan saksi.
6. Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-
sungguh memperhatikan:
i. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
ii. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
iii. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang
tertentu;
iv. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat
mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.
Dari perumusan tersebut jelaslah, bahwa keterangan saksi yang dianggap sebagai alat
bukti yang sah hanyalah apa yang dinyatakan saksi di depan persidangan dan keterangan
seorang saksi saja tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah, sebagaimana yang lazim
disebut “Unus Testis Nullus Testis”.
Ø Pasal 186 KUHAP:
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Ø Pasal 188 ayat (1) dan (2) KUHAP:
1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik
antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari:
a. keterangan saksi;
b. surat;
c. keterangan terdakwa.
3) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu
dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan
dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.
Ø Pasal 189 ayat (1), (2), (3) dan (4) KUHAP:
1. Keterangan Terdakwa ialah apa yang Terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan
yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri;
2. Keterangan Terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu
menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang
sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya;
3. Keterangan Terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri;
4. Keterangan Terdakwa saja tidak cukup membuktikan bahwa ia bersalah melakukan
perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang
lain.
Ø Pasal 191 KUHAP:
“Jika Pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan dalam sidang, kesalahan
Terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan, maka Terdakwa diputus bebas”.
Ø Pasal 6 ayat (2) Undang-undang No. 14 Tahun 1970, Jo. Undang-undang No. 31 Tahun
1999 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (sebelum dinyatakan tidak berlaku
lagi oleh undang-undang penggantinya yaitu Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman) mengatur hal-hal sebagai berikut:
“Tiada seorang juapun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila Pengadilan, karena alat
pembuktian yang sah menurut undang-undang mendapat keyakinan, bahwa seorang yang
dianggap bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas
dirinya”.
Ø Pasal 6 ayat (2) Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
yang menggantikan Undang-undang No. 14 Tahun 1970:
“Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat
pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang
yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan
atas dirinya”.
Ketentuan tersebut telah menjadi asas hukum yang seharusnya dijadikan pedoman bukan
saja oleh Hakim dalam memutus suatu perkara tetapi juga oleh Penuntut Umum sebagai
salah satu pilar penegak hukum. Mengajukan dakwaan dan tuntutan yang tidak
berdasarkan bukti-bukti yang sah dan meyakinkan sangat bertentangan dengan asas
hukum ini.
Suatu azas yang disebut “IN DUBIO PRO REO” yang juga berlaku bagi Hukum Pidana
yang berintikan serta menyatakan bahwa apabila terdapat cukup alasan untuk meragukan
kesalahan Terdakwa, maka Hakim membiarkan neraca timbangan miring untuk
keuntungan Terdakwa. Prinsip doktrin dalam Hukum Pidana tetap dominan dalam
kehidupan diri Terdakwa yang universal, karenanya dihindarilah sejauh mungkin
subjektivitas atas penanganan perkara yang dihadapi siapapun, baik itu berkaitan dengan
masalah sosial, politis, maupun ekstra interventif lainnya, sehingga adagium bahwa
“Lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu orang tidak
bersalah”, dapat diterapkan secara total objektif.
Asas ini tidak tertulis dalam Undang-Undang Pidana, namun tidak dapat dihilangkan
kaitannya dengan asas “Tiada pidana tanpa kesalahan” (“Geen Straf Zonder Schuld”)
atau “Anwijzigheid van alle Schuld” yang sudah menjadi yurisprudensi tetap dan dapat
diturunkan dari Pasal 182 ayat (6) KUHAP. Begitu pula menjadi doktrin dan asas tetap
dalam Hukum Pidana “Anwijzigheid van alle Materielle Wederrechtelijkheid” atau
“Tiada Pidana Tanpa Melawan Hukum Materiil”.
Dari ketentuan-ketentuan KUHAP yang dimaksud kiranya dapat disimpulkan pedoman-
pedoman yang wajib untuk digunakan dalam menemukan fakta-fakta hukum, yaitu antara
lain:
1. Suatu Keterangan Saksi yang sah, adalah yang saksi nyatakan di bawah sumpah di
depan sidang Pengadilan;
2. Walaupun suatu keterangan saksi adalah sah, tidak semuanya memiliki nilai kekuatan
pembuktian;
3. Suatu Keterangan Saksi hasil pendengaran dari orang atau sumber lain (“testimonium
de auditu”) tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti;
4. Suatu pendapat atau rekaan yang diperoleh dari pemikiran saja, bukan merupakan
suatu Keterangan Saksi;
5. Dalam menilai kebenaran dari keterangan seorang saksi, Penuntut Umum dalam
mempertimbangkan tuntutan pidananya terhadap Terdakwa, harus sungguh-sungguh
memperhatikan mekanisme atau prosedur yang tercantum dalam Pasal 185 ayat (6)
KUHAP, sebagaimana diharuskan oleh KUHAP bagi para hakim;
6. Suatu Keterangan Ahli yang mempunyai nilai kekuatan pembuktian adalah yang ahli
nyatakan di sidang pengadilan dan bukan yang ia nyatakan di luar sidang pengadilan.
Khusus mengenai alat bukti Keterangan Ahli, M. Yahya Harahap dalam bukunya:
Pembahasan Permasalahan dan Penerangan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan,
Banding, Kasasi, dan Peninjauan kembali (Edisi Kedua), Penerbit Sinar Grafika, Jakarta,
2005, pada halaman 304-305 antara lain menerangkan bahwa alat bukti Keterangan Ahli
mempunyai nilai kekuatan pembuktian “bebas” atau “vrij bewijskracht”. Di dalam
dirinya tidak ada melekat nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan.
Terserah pada penilaian hakim. Hakim bebas menilainya dan tidak terikat kepadanya.
Tidak ada keharusan bagi hakim untuk mesti menerima kebenaran keterangan ahli
dimaksud. Akan tetapi, hakim dalam mempergunakan wewenang kebebasan dalam
penilaian pembuktian harus benar-benar bertanggung jawab, atas landasan moral demi
terwujudnya kebenaran sejati dan demi tegaknya hukum serta kepastian hukum.
ALAT BUKTI SURAT
Alat bukti surat yang diajukan oleh Penuntut Umum pada persidangan:
1. Visum et Repertum Nomor 1030/SK.II/03/2009 tanggal 30 maret 2009 dari
departemen ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia RS Cipto Mangunkusumo yang dibuat oleh dr. Abdul Mun’im Idries, Sp.F;
2. Sertifikat Kematian Nomor:1030-0309 tanggal 15 Maret 2009 dari Departemen Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS
Cipto Mangunkusumo yang dibuat oleh dr. Abdul Mun’im Idries, Sp.F;
3. Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No Lab :290/BSF/2009 tanggal 14
Maret 2009 dari Bareskrim Polri Pusat Laboratorium Forensik yang dibuat oleh Amri
Kamil, B.Sc, SH; Drs. Maruli Simanjuntak; Agung Kristiyano, ST; dan Hartanto Bisma,
ST;
4. Berita Acara Pemotretan No.Pol: BAP/195/VI/2009/Si Ident di Bowling Jaya Ancol
dan Cilandak Town Square tanggal 15 Juni 2009;
5. Berita Acara Rekonstruksi No.Pol : BAP/247/VI/2009/ Si Ident tentang Rekonstruksi
pertemuan antara Tersangka Sigit Haryo Wibisono dengan Tersangka Wiliardi Wizar dan
Tersangka Antasari Azhar di rumah Tersangka Sigid Haryo Wibisono Jl.Pati Unus No.36
Kebayoran Baru Jakarta Selatan yang dibuat Penyidik tanggal 4 Agustus 2009;
6. Berita Acara Rekonstruksi No.Pol: BAP/247/VI/2009/Si Ident tentang Rekonstruksi
Penyerahan Uang sebesar Rp.500.000.000,-(lima ratus rupiah) dari Tersangka Sigid
Haryo Wibisono kepada Tersangka Wiliardi Wizar di Jl.Kerinci No.65 Kebayoran Baru
Jakarta Selatan yang dibuat penyidik tanggal 4 Agustus 2009;
Barang Bukti
barang bukti yang diajukan didepan persidangan:
- 2 (dua) unit Handphone Nokia type 6275 i;
- 1 (satu) unit handphoen Blackberry warna hitam.
- 1 (satu) buah alat rekam warna hitam tanpa merek;
- 1 (satu) buah alat rekam warna hitam merek creative type Muvo n.200 IGB sesuai
dengan foto.
- 1 (satu) buah amplop besar warna coklat;
- 1 (satu) unit handphone merek nokia type 5235, code:0524076B0235N berikut simcard
Mobile-8;
- 1 (satu) unit handphone merek Nokia type E90 code: 353660013216720 berikut simcard
nomor: 0818736666;
- 1 (satu) unit handphone merek Fren ZTE type C330, s/n:320672570900, berikut
simcard nomor 08889656751;
- 1 (satu) unit handphone merek nokia type 527i, code :0546108JP1550 berikut simcard
nomor: 08889968899;
- 1 (satu) unit handphone merek Blackberry type 8310, imei: 358263014416764;
- 1 (satu) buah flashdisk merek My fash warna hitam dan putih, kapasitas 2 GB;
- 1 (satu) buah Flashdisk merek Kingstone warna hijau dan putih, kapasitas 2 GB;
- 1 (satu) buah flashdisk merek Nexus warna biru muda, Kapasitas 1 GB;
- 1 (satu) Flashdisk merek Kingstone warna hitam;
- 1 (satu) Unit Mobil Avanza No.Pol: B-8870-NP, warna silver, tahun 2005 Noka:
MHFFMRGK35KO39959, Nosin DA60752, atas nama Busmanto Satya, alamat:
Jl.Panglima Polim No.127-A3 Rt8/1, Jakarta Selatan;
- 1 (satu) lembar STNK atas nama Busamanto Satyo, alamat Jl.Panglima Polim no.127-
A3 RT 8/1, Jakarta Selatan;
- 1 (satu) unit handphone merek Sony Ericson dan simcard;
- 1 (satu) buah dompet warna hitam berisi uang Rp.300.000,-(tiga ratus ribu rupiah);
- 1 (satu) Unit Sepeda motor Yamaha Scorpio No.Pol: B-6862-SNY, warna biru, tahun
2008, Noka ;MH35BP0068K110463, atas nama :risti Primasti, alamat Jl.Bambu Kalibata
indah U/46 RT14/6 Jakarta Selatan;
- 1 (satu) lembar STNK No.Pol: B-6862-SNY atas nama :Risti Primasti, alamat Jl.Bambu
Kalibata Indah U/46 RT 14/6 Jakarta Selatan;
- 1 (satu) buah helmet warna merah maron dengan pelindung mika warna gelap dan
terdapat stiker dibagian belakang bertuliskan WTM Helmet;
- 1 (satu) buah proyektil peluru;
- 1 (satu) buah buku daftar Nomor Polisi yang keluar masuk lapangan parkir golf
modernland Tangerang;
- 1 (satu) pucuk senjata api jenis revolver merk S&W 6 (enam) silinder berikut peluru 27
(dua puluh tujuh) butir dan 2 (dua) buah selongsong peluru;
- 1 (satu) buah dompet warna hitam berisi uang Rp.1.278.000,-;
- 1 (satu) unit handphone freen warna silver dan 2 (dua) buah kartu (esia dan simpati);
- 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Mio No.Pol B-6118-SSE warna merah tahun 2009,
Noka L MH328D0029K495929, Nosin 28D496550 atas nama Wiwi alamat Menteng atas
Rt 08 RW 13 Jakarta Selatan;
- 1 (satu) STNK No.Pol :B-6118-SSE atas nama Wiwi alamat Menteng Atas Rt.08 Rw 13
Jakarta Selatan;
- Uang tunai sebesar Rp.74.000.000,-(tujuh puluh empat juta rupiah);
- Sebuah serpihan/pecahan anak peluru (pecahan anak amunisi);
- 1 (satu) celana jeans (milik korban Nasrudin Zulkarnain yang dipakai saat terjadi
penembakan di jl.Hartono Raya Modernland Tangerang);
- 1 mobil BMW warna silver No.Pol: B-191-E;
- 1 tas warna coklat gelap merek Bally;
- 1 Handphone merek blackberry;
- 1 Handphone merek nokia E.90;
- 1 Handphone merek nokia 6233;
- 1 Handphone CDMA merk Frend;
- 1 Handphone merk Nokia 5250;
- 2 (dua) butir anak peluru;
- 1 (satu) buah kompor gas merek Rinai;
- DVDR : 8088E4126-03176E21 yang berisi 2932 File Voice dan satu file print out com
list dari nomor 62818883155 berikut print out;
- DVDR : 8088E4123-03716E21 yang berisi 159 File Voice dan satu file print out com
list dari nomor 6281381202747 berikut print outnya;
- DVDR : 8088E4124-03482E21 yang berisi 217 File Voice dan satu file print out com
list dari nomor 6281311695795 berikut print outnya;
- DVDR : 8088E4125-04081E22 yang berisi 2506 File Voice dan satu file print out com
list dari nomor 62811978245;
- DVDR : 8088E4125-04081E22 yang berisi 2506 File Voice dan satu file print out com
list dari nomor 628161113244;
- 1 (satu) keping CD serial No.A3131LL20352551H yang berisi 2 CDR dan 4 data
pelanggan;
- 1 (satu) lembar amplop putih bertuliskan : No.Hp 08121050456, 0818883155,
081381202747, 081311695795 dan 0811978245;
- Surat Perintah Penyelidikan No. 13C/01/XI/2008 tanggal 10 Nopember 2008;
- Surat Perintah Penyadapan No. 1B/01//22/I/2009 tanggal 6 Januari 2009;
- Surat Perintah Penyadapan No. 18/01//22/II/2009 tanggal 6 Pebruari 2009;
- 3 (tiga) lembar chart percakapan handphone tertanggal 8,9 dan 12 Januari 2009;
- Permintaan CDR, SMS, dan data pelanggan No. R-0023/32/I/2009 tanggal 6 Januari
2009 periode untuk tanggal 03 Januari 2009;
- Permintaan CDR, SMS No. R-0110/32/I/2009 tanggal 9 Januari 2009 periode untuk
tanggal 01 Januari 2009 s/d 9 Januari 2009;
- Permintaan data pelanggan No. R-0024/32/I/2009 tanggal 06 Januari 2009 untuk No.HP
081381202747, 081311695795 dan 0811978245;
- Permintaan data pelanggan No. R-0027/32/I/2009 tanggal 06 Januari 2009 untuk No.HP
0818883155;
- 1 (satu) lembar Fotocopy agenda tanggal 04 Agustus 2008 s/d 10 Agustus 2008;
- 1 (satu) lembar Fotocopy agenda tanggal 13 Oktober 2008 s/d 19 Oktober 2008;
- 1 (satu) lembar Fotocopy agenda tanggal 27 Oktober 2008 s/d 02 Nopember 2008;
- 1 (satu) lembar Fotocopy agenda tanggal 17 Nopember 2008 s/d 23 Nopember 2008;
- 1 (satu) lembar Fotocopy agenda tanggal 22 Desember 2008 s/d 28 Desember 2008;
- 1 (satu) lembar Fotocopy agenda tanggal 29 Desember 2008 s/d 04 Januari 2009;
- 1 (satu) lembar Fotocopy elektronik tiket pesawat Garuda atas nama ANTASARI
AZHAR dengan tujuan Jakarta-Denpasar-Melbourne PP;
- 1 (satu) lembar Fotocopy invoice harga tiket dan jadwal penerbangan tujuan Jakarta-
Denpasar-Melbourne PP untuk tanggal 8 Maret 2009 s/d 15 Maret 2009;
- 1 (satu) lembar Fotocopy email dari Ina Susanti kepada Budi Ibrahim yanggal 20
Januari 2009 jam 12.39 PM serta balasan dari Budin Ibrahim kepada Ina Susanti tanggal
20 Januari 2009 jam 19.51 dengan subject : Batu Sari;
- 1 (satu) buah Handphone Nokia type 6800;
- 3 (tiga) buah kartu accses card Hotel Grand Mahakam;
- 1 (satu) buah kardus Handphone Nokia 6300 nomor Imei : 355714022899576;
- Surat dari PT. Ronggolawe Perkasa nomor: 133/RPK?X/tanggal 20 Oktober 2008;
- 1 (satu) amplop coklat dari SHW-Pati Unus kepada Antasari Azhar berisi : 1 (satu)
bendel hasil pemeriksaan penyelesaian penjualan Aset Eks Pemegang Saham dari BPK,
satu bendel hasil pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham dari BPK dan
surat yang berjudul The Untouchable : salim bersaudara;
- 1 (satu) amplop coklat dari MEGA SIMARMATA wartawati inilah.com kepada
ANTASARI AZHAR private & confidential diserahkan via ibu IDA (sekretaris) berisi
print-out email dari Microsoft Outlook Inbox dan Exhibit S-GSM off-air intercept;
- 1 (satu) buah map warna biru berisi : Copy Surat Nota Kesepahaman antara Pt Graha
Artha Citra Mandiri dan PT Rajawali Nusantara Indonesia nomor : 78/SPj.R.NI/X/2002
dan Copy Surat Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No : KEP-
MBU/2007 dan copy surat PT Rajawali Nusantara Indonesia NNomor : s-
20/RNI.00/VI/2004 tanggal 02 Juni 2005 hal : tanggapan komisaris Atas Laporan
Tahunan buku 2004 dan copy surat Daftar Riwayat Hidup NASRUDIN ZULKARNAIN;
- 1 (satu) buah Harddisk merek Western Digital Model WD 800ZD serial number
WMAM9x647149 datanya memiliki : nilai
MD5HASH6D42AE68F9DE4CB2COCC60F7B488CAA4 kapasitasnya 80 Gb;
- 1 (satu) lembar bukti print out parkir area parkir Arena Bowling Hailai Ancol;
- 1 (satu) unit Handphone Nokia type 6300C berikut sim card 0818777889;
- 2 (dua) buah Handphone Nokia type E.90;
- 1 (satu) buah Handphone CDMA merek Nokia type 2228 No.Imei
268435456104249857;
- 1 (satu) buah sim card Esia dengan nomor 021-97361984;
- 1 (satu) buah caharger Nokia;
- 1 (satu) buah printer merek HP Photosmart C.6180 All-in-one;
- 1 (satu) unit sepeda Motor Yamaha Jupiter No.Pol : B-6081-BVG warna abu-abu tahun
2009 Noka : MH31S70059K500121 Nosin : 1S7499348, atas nama : FRANSISKUS
T.KERANS alamat : JL.Sanat Dalam RT.03/03 Tangki Jakarta Barat;
- 1 (satu) lembar STNK No.Pol. : B-6081-BVG atas nama : FRANSISKUS T.KERANS
alamat : JL.Sanat Dalam RT.03/03 Tangki Jakarta Barat;
Mohon perhatian Majelis Hakim Yang Mulia,
Bahwa, terkait dengan barang bukti yang diajukan oleh Penuntut Umum berupa
handphone milik: saksi Antasari Azhar, saksi Sigit Haryo Wibisono, Terdakwa, dan Saksi
Setyo Wahyudi yang dituangkan dalam berita acara penyitaan senyatanya telah tidak
diuraikan isi dari handphone tersebut. Oleh karenanya bukti berupa handphone tersebut,
tidak sah secara hukum, sehingga jelas tidak dapat mendukung Dakwaan Penuntut
Umum.
IV. ANALISA FAKTA PERSIDANGAN
Majelis Hakim Yang Mulia,
Analisa fakta yang kami maksudkan dalam bagian ini adalah fakta-fakta yang terungkap
dalam persidangan yang sesungguhnya dan setelah dianalisa atau diolah berdasarkan
hukum pembuktian yang diatur dalam KUHAP, yang didasari pada keterangan para
Saksi, pendapat Ahli, keterangan Terdakwa serta dengan memperhatikan alat-alat bukti
berupa surat dan barang bukti lainnya.
Menurut hemat kami, ada dua cara untuk menyimpulkan fakta-fakta hukum yang
terungkap dipersidangan, yaitu :
Pertama :
Fakta-fakta yang langsung dapat disimpulkan dari seluruh keterangan para saksi dan dari
alat bukti lainnya yang sah, termasuk alat bukti berupa surat-surat dan barang bukti
lainnya. Melalui analisis dan pengolahan fakta-fakta itu terlebih dahulu, akan ditemukan
fakta hukum tentang suatu kejadian yang merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat
dibantah lagi.
Kedua :
Fakta-fakta yang tidak dapat disimpulkan secara langsung, karena terdapat keterangan-
keterangan para saksi yang saling bertentangan atau karena ada petunjuk-petunjuk yang
menimbulkan keraguan, atau yang bertentangan dengan bukti-bukti tertulis, atau bukti
authentik lainnya, sehingga memerlukan suatu proses analisis dan pengolahan secara
cermat untuk dapat dijadikan sebagai fakta hukum. Oleh karenanya, tidak semua fakta
dapat dikatakan sebagai fakta hukum.
Majelis Hakim yang kami hormati,
Fakta Yuridis adalah merupakan bagian yang sangat penting dan menentukan dalam
menilai perbuatan Terdakwa, apakah fakta itu merupakan fakta hukum atau tidak, apakah
sesuai dengan dakwaan atau tidak. Pada bagian inilah yang merupakan suatu pedoman
untuk menuduh kesalahan Terdakwa.
Untuk menyandang predikat demikian, tentunya Surat Tuntutan Saudara Penuntut Umum
harus didasari pada Fakta-Fakta Yuridis/Fakta Hukum atau Analisa Fakta yang harus
melalui proses pengujian atau analisis atau proses pengolahan data dan fakta yang benar-
benar optimal sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, untuk memenuhi hukum
pembuktian agar suatu fakta menjadi fakta hukum/fakta yuridis.
Bahwa, dari 27 (dua puluh tujuh) Saksi yang dihadirkan oleh Penuntut Umum untuk
menjerat Terdakwa (walaupun salah satu Saksi kunci yakni Eduardus Noe Ndopo Mbete
alias Edo telah tidak dipergunakan sebagai alat bukti oleh Penuntut Umum dalam surat
Tuntutannya) tidak ada satu saksi-pun yang menyatakan, bahwa Terdakwa dengan
sengaja menganjurkan orang lain casu quo Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo untuk
melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Nasrudin Zulkarnain Iskandar.
Lebih lanjut, dengan ini kami menyampaikan fakta hukum untuk mengingat kembali
keterangan-keterangan saksi/ kronologis kejadian dan bukti yang terungkap
dipersidangan, yaitu:
- Bahwa berdasarkan keterangan saksi Sigid Haryo Wibisono, keterangan Setyo
Wahyudi, keterangan saksi Karno, saksi Alfian Makarim, saksi Tryana, saksi Indra
Apriadi, saksi Antasari Azhar bahwa pada pertengahan Januari 2009 Terdakwa pernah
bertemu dengan Sigid Haryo Wibisono bertempat di rumah saksi Sigid Haryo Wibisono
di Jl. Pati Unus No.35 Jakarta Selatan;
- Dari keterangan Sigid Haryo Wibisono, saksi H.J.A Pinora dan Saksi M. Joni terungkap
bahwa Tim yang diketuai oleh Chairul Anwar telah mengambil gambar korban, Rani dan
mobil korban. Tim tersebut juga beberapa kali ke rumah Sigid Haryo Wibisono (sesuai
keterangan para penjaga rumah Sigid Haryo Wibisono dan saksi Setyo Wahyudi). Dari
keterangan Sigid Haryo Wibisono, Tim juga telah menerima dana dari saksi tersebut
sebesar kurang lebih Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah);
- Bahwa benar saksi Setyo Wahyudi pernah mengeprint foto, alamat dan gambar peta
berwarna, foto ada 2 orang satu laki-laki dan yang satunya perempuan. Foto diprint saksi
Setyo Wahyudi atas permintaan dari Sigid Haryo Wibisono dari komputer Sigi Haryo
Wibisono. Kemudian saksi tersebut juga menulis nama lengkap yang laki bernama
Nasrudin dan perempuan Rani, tanggal lahir dan alamat. Bahwa foto yang di print
tersebut didapat dari M. Joni. Sesuai keterangan saksi H.J.A Pinora, pernah datang ke
rumah Sigid Haryo Wibisono untuk mengantar foto korban;
- Bahwa saksi Sigid Haryo Wibisono pernah diperkenalkan oleh saksi Muh. Agus dengan
Terdakwa di Jl.Kerinci pada akhir bulan Januari 2009. Sesuai keterangan Muh. Agus,
perkenalan antara Terdakwa dengan Sigid Haryo Wibisono adalah inisiatif saksi Muh.
Agus yang dilakukannya secara spontan, mengingat saksi mengenal kepribadian
Terdakwa;
- Bahwa pada waktu itu saksi Sigid Haryo Wibisono sedang berbicara dengan saksi M
Agus, bahwa saudara Sigid Haryo Wibisono sedang mencari polisi yang mempunyai
dedikasi tinggi kepada Negara, saksi Muh. Agus menyebutkan 2 nama salah satunya
Terdakwa;
- Bahwa pada waktu perkenalan saksi Sigid Haryo Wibisono dengan Terdakwa Wiliardi
Wizar, saksi Muh. Agus tidak mendengar saksi Sigid Haryo Wibisono menawarkan
jabatan tertentu hanya perkenalan biasa;
- Bahwa saksi Antasari Azhar pernah diperkenalkan kepada Terdakwa oleh saksi Sigid
Haryo Wibisono dirumah saksi Sigid Haryo Wibisono di Jl.Pati Unus Jakarta Selatan
sekitar akhir Januari tahun 2009;
- Bahwa benar pada saat pertemuan antara saksi Antasari Azhar, Sigid Haryo Wibisono
dan Terdakwa dirumah Sigid Haryo Wibisono tidak ada pembicaraan tentang apapun,
hanya bercerita mengenai pengalaman dan tugas yang pernah dijalani;
- Bahwa tidak pernah ada pembicaraan masalah terror kepada Nasrudin Zulkarnain dan
saksi Antasari Azhar tidak pernah berkeluh kesah berkaitan dengan masalah Nasrudin
Zulkarnain kepada Terdakwa. Tidak ada kata-kata saksi Antasari Azhar meminta bantuan
kepada Terdakwa untuk mencarikan orang untuk mengikuti orang lain atau mencarikan
orang untuk menyelesaikan. Pertemuan tersebut hanya berselang selama kurang lebih 15
menit;
- Bahwa tidak ada pembicaraan atau kata-kata dari Terdakwa tentang “Siap
Mengamankan” kepada saksi Antasari Azhar;
- Bahwa benar, saksi Antasari Azhar tidak pernah menjanjikan jabatan kepada Terdakwa;
- Bahwa berdasarkan keterangan saksi Antasari Azhar, Sigid Haryo Wibisono,
keterangan Setyo Wahyudi dan Terdakwa, sekitar bulan Januari atau Februari 2009 saksi
Antasari Azhar datang ke rumah Sigid Haryo Wibisono;
- Bahwa benar beberapa menit kemudian Terdakwa datang di rumah Sigid Haryo
Wibisono di Jl.Pati Unus No.35 Jakarta Selatan;
- Bahwa Pada sekitar awal Februari 2009, Terdakwa pernah dihubungi Sigid Haryo
Wibisono untuk datang ke rumahnya. Pada saat Terdakwa sedang berbicara dengan Sigid
Haryo Wibisono tiba-tiba ada telepon masuk dan Terdakwa sempat mendengar
pembicaraan antara Sigid Haryo Wibisono dengan yang menelepon;
- Terdakwa menanyakan ada masalah apa, dan saat itu Sigid Haryo Wibisono
menanyakan ke Terdakwa apakah mempunyai teman yang dapat membantu untuk
mengikuti orang terus menerus, karena tim yang diketuai Kapolres Chairul Anwar dan
yang dibentuk Kapolri tidak dapat secara terus menerus mengikuti orang tersebut. Pada
saat itu Terdakwa diberikan amplop tertutup yang menurut saksi Sigid Haryo Wibisono,
amplop tersebut berisi foto orang yang akan diikuti;
- Bahwa benar Chaerul Anwar, Muhammad Joni, Iwan Kurniawan, pernah datang
kerumah Sigid Haryo Wibisono di Jl.Pati Unus, kedatangan ke rumah tersebut sekitar
bulan Januari 2009 sebanyak 2 kali;
- Bahwa benar pada awal Februari 2009 saksi Indra mengantar Terdakwa Wiliardi Wizar
kekantor saksi Jerry Hermawan Lo sekitar jam 15.wib di JL.Kedoya Raya Kav. 27 No.13
Pesing Koneng Jakarta Barat, terlebih dahulu Jerry Hermawan Lo dihubungi oleh
Terdakwa. Terdakwa menanyakan apa ada orang yang diminta tolongi untuk mengikuti
seseorang secara terus-menerus;
- Bahwa benar pada saat itu saksi Jerry Hermawan Lo menyebut nama Edo, yang
dikatakannya pernah dibawa ke Polres Jakarta Selatan menemui Terdakwa;
- Bahwa benar saksi Jerry Hermawan Lo kemudian menghubungi saksi Edo dan diminta
datang ke rumahnya. Pada malam hari sekitar jam 22.00 WIB, saksi Edo datang ke rumah
saksi Jerry Hermawan Lo. Saksi Jerry Hermawan Lo mengatakan kalau Terdakwa
meminta bantuan untuk mengikuti orang, tapi pada saat itu saksi Jerry Hermawann Lo
sempat melontarkan kata-kata: “saya tidak tahu mau diapain itu orang di pukul ke atau
dihabisi saya tidak tahu”, saksi Jerry Hermawan Lo kemudian menyerahkan amplop
coklat ke Edo;
- Bahwa berdasarkan keterangan Jerry Hermawan Lo, saksi Edoardus Ndopo Mbete als
Edo dan keterangan Terdakwa, pada tanggal 2 Pebruari 2009 bertempat di Hailai
Bowling Ancol sekitar jam 7-8 malam terjadi pertemuan antara saksi Jerry Hermawan Lo
Terdakwa dan Edo dikantin. Kemudian Jerry Hermawan Lo mengenalkan Edo kepada
Terdakwa dan disambung oleh Terdakwa bahwa ada tugas Negara, meminta tolong ke
Edo untuk mengikuti seseorang secara terus menerus, dan apabila membutuhkan
operasional agar menghubungi Terdakwa. Pada saat itu dikatakan: Jerry bilang:” Edo
bantulah Pak Wiliardi, dan kemudian Wiliardi mengatakan “Do, tolonglah bantulah
abang, ini tugas Negara untuk Bantu kepolisian, kamu sebagai informan tolong kamu
ikuti orang ini 1 X 24 jam, kalau ada gerak-gerik yang mencurigakan tolong laporkan ke
saya”;
- Bahwa berdasarkan keterangan saksi Edoardus Ndopo Mbete als Edo, saksi Indra
Apriadi dan Terdakwa, saksi Edoardus Ndopo Mbete als Edo dijemput oleh supir
Terdakwa yaitu saksi Indra Apriadi dan diantar oleh saksi Indra Apriadi keruang kerja
Terdakwa di Mabes Polri. Pada pertemuan tersebut Terdakwa menanyakan kesanggupan
Edo dan Edo menyanggupi untuk membantu mengikuti orang tersebut dalam foto.
Terdakwa kemudian memerintahkan Indra untuk mengantar saksi Edo bertemu dengan
saksi Sigid Haryo Wibisono;
- Bahwa berdasarkan keterangan saksi Sigid Haryo Wibisono, saksi Edoardus Ndopo
Mbete als Edo dan keterangan Terdakwa, pada akhir Februari 2009 saksi Edoardus
Ndopo Mbete als Edo menelepon Terdakwa untuk meminta operasional, selanjutnya
Terdakwa menelepon Sigid Haryo Wibisono untuk meminta operasional sesuai
permintaan Edo;
- Sekitar habis maghrib Terdakwa datang ke kantor Sigid Haryo Wibisono, pada saat itu
Terdakwa diberikan paper bag, namun Terdakwa tidak membuka paper bag tersebut dan
saksi Sigid Haryo Wibisono mengatakan agar paper bag disampaikan ke Edo. Isi
kantor/paper bag tersebut Terdakwa ketahui berisi uang sebesar Rp.500.000.000 (lima
ratus juta rupiah) setelah penyidikan;
- berdasarkan keterangan saksi Indra Apriadi, Edoardus Ndopo Mbete als Edo, saksi
Silvester Wangge dan Terdakwa bahwa setelah Terdakwa menerima paper bag dari saksi
Sigid Haryo Wibisono malam itu Terdakwa langsung bertemu dengan saksi Edoardus
Ndopo Mbete als Edo di depan Citos Cilandak Jakarta Selatan. Paper bag diserahkan
kepada Edoardus Ndopo Mbete als Edo;
- Bahwa tidak lama setelah mobil Terdakwa Wiliardi Wizar bertemu didepan citos,
datang mobil Kijang kapsul warna biru berhenti didepan mobil Terdakwa. Kemudian
Terdakwa Wiliardi Wizar turun dengan membawa Paper Bag (tas kertas dengan tali) dan
masuk kedalam mobil kijang tersebut;
- Bahwa setelah Terdakwa masuk kedalam mobil kijang, lalu turun dari mobil kijang itu
seseorang laki-laki dan pindah ke mobil Terdakwa yang saksi Indra kendarai;
- Bahwa setelah itu saksi Indra ditelepon oleh Terdakwa untuk mengikuti mobil kijang
kapsul biru dan jalan kearah kemang, dan didaerah kemang mobil kijang biru tersebut
berhenti lalu Terdakwa turun balik masuk kedalam mobil dinas dan orang yang didalam
mobil Terdakwa turun balik kemobil kijang kapsul biru;
- Bahwa benar Paper Bag yang dibawa Terdakwa kecitos adalah Paper Bag yang sama
yang dibawa dari rumah Jl.Kerinci VIII Kebayoran baru;
- Bahwa benar Terdakwa pernah mendapat telepon dari Edo menyampaikan mengenai
hasil mengikuti korban, dan Terdakwa kemudian menyampaikan lagi informasi tersebut
kepada Sigid Haryo Wibisono. Selain itu tidak ada komunikasi lain baik dengan Sigid
Haryo Wibisono, Antasari Azhar maupun dengan Edo maupun Jerry Hermawan Lo;
- Bahwa pada bulan April 2009, saksi Indra pernah mengantar Terdakwa Wiliardi Wizar
satu kali kerumah Antasari Azhar di Tangerang bersama-sama dengan Setyo Wahyudi;
- Bahwa, pembicaraan antara Terdakwa dengan saksi Antasari Azhar dikediaman saksi
Antasari Azhar seputar tentang hoby saksi Antasari Azhar yang suka bermain golf, dan
kebetulan rumah Terdakwa juga berada dekat dengan saksi Antasari Azhar.
Berdasarkan uraian kronologis di atas, Kami ingin mengajak Majelis Hakim mengingat
kembali fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan yang dberikan oleh saksi-saksi
kunci dalam perkara ini, bersama dengan analisa hukum terhadap keterangan yang telah
diberikan, yaitu:
Keterangan saksi-saksi:
Ø Keterangan Saksi Sigit Haryo Wibisono pada intinya menerangkan:
§ Bahwa, saksi meminta bantuan Terdakwa untuk mencari informan yang dapat bekerja
full time 1x24 jam untuk mengikuti seseorang;
§ Bahwa, saksi sama sekali tidak pernah menyuruh, memerintahkan, menganjurkan,
membujuk kepada Terdakwa Kombes Pol. Wiliardi Wizar untuk membunuh dan
menghilangkan nyawa dari korban Nasrudin Zulkarnain Iskandar;
Ø Keterangan Saksi Antasari Azhar pada intinya menerangkan:
§ Bahwa, Terdakwa Kombes Pol. Drs Wiliardi Wizar sama sekali tidak pernah meminta
promosi jabatan kepada saksi untuk ditempatkan di institusi Polri;
§ Bahwa, saksi sama sekali tidak pernah menjanjikan promosi jabatan tertentu kepada
Terdakwa Kombes Pol. Drs. Wiliardi Wizar;
§ Bahwa saksi sama sekali tidak pernah menyuruh, memerintahkan, menganjurkan,
membujuk kepada Terdakwa Kombes Pol Wiliardi Wizar untuk membunuh dan
menghilangkan nyawa dari korban Nasrudin Zulkarnain Iskandar;
Ø Keterangan Saksi Jerry Hermawan Lo pada intinya menerangkan:
§ Bahwa, saksi mendengar bahwa ada permintaan Terdakwa kepada Eduardus Noe
Ndopo Mbete alias Edo untuk mencari informan yang dapat mengikuti secara terus
menerus 1x24 jam terhadap seseorang yang gambar fotonya berada di dalam amplop
warna coklat;
Ø Keterangan Saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias pada intinya menerangkan:
§ Bahwa, Terdakwa Kombes Pol. Drs. Wiliardi Wizar meminta saksi untuk secara full
time mengikuti secara terus menerus 1x24 jam terhadap seseorang yang gambar fotonya
berada di dalam amplop warna coklat;
§ Bahwa, Terdakwa Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar sama sekali tidak pernah
menyuruh, memerintahkan, menganjurkan, membujuk kepada saksi untuk membunuh
dan menghilangkan nyawa dari korban Nasrudin Zulkarnain Iskandar;
§ Bahwa, saksi menanyakan kepada Terdakwa Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar
bagaimana operasionalnya?, dan Teadkwa menjawab nati disampaikan kepada Sigit
Haryo Wibisono;
§ Bahwa benar saksi menerima titipan dari Sigit Haryo Wibisono melalui Kombes Pol
Drs. Wiliardi Wizar sesuatu barang dalam bungkusan paper bag;
§ Bahwa, ketika Terdakwa Kombes Pol Drs. Wiliardi Wizar menyerahkan barang titipan
milik Sigit haryo Wibisono dalam bungkusan paper bag tersebut, ia Terdakwa Kombes
Pol Drs. Wiliardi Wizar tidak pernah mengatakan sesuatu apapun kepada saksi;
§ Bahwa, setelah paper bag tersebut dibuka oleh saksi san Hendrikus Kia walen alias
hendrik di McDonald, Tebet ternyata isinya uang dan ketika dihitung oleh saksi bersama
Hnedrikus Kia Walen alias Hendrik jumlah uang tersebut sejumlah Rp.500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah);
Mohon Perhatian Majelis Hakim Yang Mulia,
Bahwa, keterangan saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo yang merupakan bagian
yang sangat penting dalam perkara ini sebagai orang quod-non yang dianjurkan oleh
Terdakwa untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dinyatakan dalam surat dakwaan
Penuntut Umum.
Senyatanya dan sebenarnya keterangan saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo telah
sengaja tidak dibahas surat tuntutan Penuntut Umum, sedangkan fakta dipersidangan
saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo menyatakan bahwa, Terdakwa tidak pernah
meminta, memerintahkan, menyuruh, dan atau menganjurkan untuk menghabisi nyawa
korban Nasrudin Zulkarnain Iskandar akan tetapi Terdakwa hanya meminta Saksi agar
mengikuti selama 24 jam orang yang identitasnya berada di dalam amplop.
Ø Keterangan Saksi Hendrikus Kia Walen alias Hendrik pada intinya menerangkan:
§ Bahwa, tidak ada perintah untuk menghabisi nyawa orang lain;
Bahwa, dari keseluruhan saksi-saksi kunci di atas Penuntut Umum tidak dapat
membuktikan secara sah dan meyakinkan (beyond reasonable doubt) bahwa Terdakwa
menerima permintaan bantuan untuk menghilangkan nyawa orang lain dari Antasari
Azhar maupun Sigit Haryo Wibisono, ataupun Terdakwa melanjutkan permintaan
tersebut dengan cara menganjurkan orang lain casu quo Eduardus Noe Ndopo Mbete
alias Edo untuk menghilangkan nyawa orang lain.
Sebaliknya Penuntut Umum telah memutarbalikan dan memanipulier fakta-fakta hukum
yang terungkap dipersidangan dengan menyatakan bahwa:
a. Saksi Antasari Azhar menyerahkan foto Nasrudin Zulkarnain kepada Terdakwa, di
ruang kerja saksi Sigit Haryo Wibisono, yang mana foto tersebut di simpan dalam
amplop warna coklat (lihat Surat Tuntutan halaman 74 poin 11) sedangkan menurut saksi
Sigit Haryo Wibisono dan keterangan Terdakwa menyatakan bahwa yang menyerahkan
amplop yang kemudian diketahui berisi identitas korban adalah saksi Sigit Haryo
Wibisono dan bukan saksi Antasari Azhar;
b. Terdakwa meminta kepada Sigit haryo Wibisono uang sebesar Rp.500.000.000,-(lima
ratus juta rupiah) untuk operasional dalam rangka mengamankan Antasari Azhar (lihat
surat Tuntutan halaman 75 poin 14) sedangkan menurut keterangan saksi Sigit Haryo
Wibisono, dan keterangan Terdakwa menyatakan bahwa Terdakwa tidak pernah meminta
dan tidak pernah mengetahui jumlah dana operasional sejumlah Rp.500.000.000,-(lima
ratus juta rupiah) akan tetapi dana tersebut merupakan pemberian saksi Sigit Haryo
Wibisono;
c. Penyerahan dana operasional dari Terdakwa kepada saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete
di Pelataran parkir Cilandak Town Square (Surat Tuntutan Halaman 75 poin 15)
sedangkan yang sebenarnya adalah, menurut keterangan Saksi Eduardus Noe ndopo
Mbete, saksi Indra Apriadi, saksi Silvester Wangge dan keterangan Terdakwa
menyatakan bahwa penyerahan dana tersebut di depan Cilandak Town Square dan bukan
di pelataran parkir Cilandak town Square;
d. Terdakwa datang ke rumah Sigit Haryo Wibisono dan menanyakan masalah karir yang
dijanjikan Antasari Azhar (surat tuntutan halaman 76 poin 17), sedangkan fakta
persidangan terungkap bahwa saksi Sigit Haryo Wibisono yang menghubungi Terdakwa
dan meminta Terdakwa untuk “sowan” ke saksi Antasari Azhar; fakta ini merupakan
keterangan Saksi Sigit Haryo Wibisono, saksi Antasari Azhar dan keterangan Terdakwa;
Lebih lanjut, senyatanya Kami sangat berkeberatan atas dalil Penuntut Umum pada
analisa fakta dipersidangan yang dijadikan sebagai bukti petunjuk sebagaimana
dinyatakan dalam surat tuntutannya yang spekulatif, dan imaginatif telah memanipulier
fakta hukum yang terungkap dipersidangan diantaranya dalam:
Surat Tuntutan halaman 49 yang menyatakan:
Petunjuk ialah suatu “syarat” yang dapat “ditarik suatu perbuatan, kejadian atau keadaan
dimana isyarat tadi mempunyai persesuaian” antara satu dengan yang lain maupun isyarat
tadi mempunyai persesuaian antara satu dengan yang lain maupun isyarat tadi
mempunyai persesuaian dengan tindak pidana itu sendiri dan dari isyarat yang
bersesuaian tersebut “melahirkan” atau mewujudkan suatu petunjuk yang “membentuk
kenyataan” terjadinya suatu tindak pidana dan terdakwalah pelakunya.
Bahwa, dengan tidak adanya alat bukti seperti keterangan saksi-saksi, surat maupun
keterangan Terdakwa, Penuntut Umum telah secara prematur memberikan kesimpulan
yang keliru tentang ada alat bukti petunjuk dalam persidangan ini. Tentang alat bukti
petunjuk akan Kami elaborasi lebih mendalam pada bagian analisa hukum pada Nota
Pembelaan ini.
Surat tuntutan halaman 50 sampai dengan 51 yang menyatakan:
“bahwa berdasarkan keterangan Sigit Haryo Wibisono dan keterangan Antasari Azhar,
saksi Antasari Azhar dan istrinya pernah menerima teror dalam bentuk sms yang isinya
menuduh saksi Antasari telah melakukan perbuatan asusila dengan Rani Juliani yang
adalah isteri dari Korban Nasrudin Zulkarnain.”
Sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, saksi Antasari Azhar maupun
saksi Sigit Haryo Wibisono dalam kesaksiannya tidak pernah sekalipun menjelaskan
secara detil teror sms yang diterima oleh saksi Antasari Azhar. Bahwa apa yang
dinyatakan Penuntut Umum dalam tuntutannya halaman 50 merupakan bukti
ketidakseriusan Penuntut Umum dalam merumuskan surat tuntutan a-quo, dimana
Penuntut Umum hanyalah meng-copypaste keterangan saksi-saksi yang dinyatakan dalam
persidangan lain. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 185 ayat (1) KUHAP menyatakan:
keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.
Dengan demikian, keterangan yang saksi-saksi nyatakan dalam persidangan lain tidak
dapat digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan dengan Terdakwa Wiliardi Wizar.
Surat Tuntutan halaman 51 dan halaman 78 yang menyatakan:
“bahwa berdasarkan keterangan Sigit Haryo Wibisono, saksi Antasari Azhar tidak puas
dengan keterangan hasil kerja tim bentukan Polri”.
Senyatanya, saksi Antasari Azhar pada persidangan ini menyatakan bahwa ia tidak
pernah menyatakan ketidakpuasannya terhadap hasil kerja Tim yang diketuai oleh
Kombes Pol Chairul Anwar. Argumentasi ini didukung oleh keterangan saksi M.Joni
yang menyatakan bahwa Antasari Azhar tidak pernah menyatakan ketidakpuasannya
terhadap hasil kerja Tim yang dipimpin oleh Kombes Pol Chairul Anwar.
Surat Tuntutan halaman 52 yang menyatakan:
“Bahwa berdasarkan keterangan Sigit Haryo Wibisono dan saksi Antasari Azhar dan
Terdakwa bahwa dalam pertemuan tersebut saksi Antasari Azhar berbicara mengenai
masalah teror terhadap dirinya dan Terdakwa bercerita tentang karirnya. Pada pertemuan
tersebut Antasari Azhar menyanggupi akan mensonding Kapolri untuk membantu karir
Terdakwa dan berkaitan keluhan Antasari Azhar mengenai teror yang dialaminya,
Terdakwa menyanggupi untuk mengamankan teror dengan cara mencarikan orang untuk
menyelesaikannya”
Bahwa, senyata dan sebenarnya Penuntut Umum telah memanipulier fakta persidangan,
yang secara tegas dan terang saksi Antasari Azhar menjelaskan bahwa pada pertemuan
antara saksi Antasari Azhar dengan Terdakwa di rumah saksi Sigit Haryo Wibisono di
Jl.Patiunus No.35 Kebayoran Baru Jakarta Selatan tidak ada pembicaraan tentang
kesanggupan saksi Antasari Azhar untuk membantu karir Terdakwa, begitupula
sebaliknya Terdakwa tidak pernah menyanggupi untuk mengamankan dengan mengambil
tindakan.
Surat Tuntutan halaman 54 yang menyatakan:
“...bahwa terdakwa kemudian datang kerumah Sigit Haryo Wibisono di Jl.Pati Unus
No.35 Jakarta Selatan dan di rumah itu terdakwa menerima uang sebesar
Rp.500.000.000,-(lima ratus juta rupiah) dalam bentuk tunai yang disimpan dalam sebuah
paper bag (tas kertas) dari Setyo Wahyudi atas perintah Sigit Haryo Wibisono.
“....terdakwa langsung melakukan pertemuan dengan saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete
alias Edo di Pelataran Parkir Citos Cilandak Jakarta Selatan dan menyerahkan uang
tersebut kepada Eduardus Noe ndopo Mbete alias Edo sebagai dana operasional
pelaksanaan pembunuhan atas Nasrudin Zulkarnain Iskandar.
Bahwa, pemberian biaya operasional dari saksi Sigit Haryo Wibisono kepada Terdakwa
senyatanya tidak dilakukan di rumah saksi Sigit Haryo Wibisono di Jl.Pati Unus No.35
Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Dalil ini didukung oleh keterangan saksi Setyo
Wahyudi, saksi Sigit Haryo Wibisono dan keterangan Terdakwa. Selanjutnya tentang
penyerahan dan operasional dari Terdakwa kepada saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete
alias Edo bukan di pelataran parkir Cilandak Town Square akan tetapi berdasarkan
keterangan Terdakwa, saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete, saksi Indra Apriadi dan saksi
Silvester Wangge menyatakan bahwa pertemuan antara Terdakwa dengan saksi Eduardus
Noe Ndopo Mbete di depan Cilandak Town Square dan bukan di pelataran parkir
Cilandak Town Square.
Tentang keterangan Terdakwa:
Surat Tuntutan halaman 56 yang menyatakan:
“bahwa terdakwa dalam memberikan keterangan pada saat pemeriksaan saksi Sigit Haryo
Wibisono, yang diperkuat keterangan saksi Setyo Wahyudi; keterangan saksi Karno,
keterangan saksi Hasan Mulachela alias Habib Hasan, saksi Jerry Hermawan Lo, dan
saksi Muhamad Agus yang menyatakan siap untuk mengamankan keluhan yang
disampaikan oleh saksi Antasari Azhar, dengan diberikan foto korban Nasrudin dan foto
mobil serta alamat kantor dan rumah korban didalam amplop coklat yang diterima
terdakwa dan selanjutnya terdakwa didalam menanggapi kesaksian Sigit, Setyo Wahyudi,
Karno, dan Habib Hasan dalam penerimaan uang sebanyak Rp.500.000.000,- atas
permintaan Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo terdakwa menyatakan penyangkalan
atas perbedaan waktu penerimaannya saja tetapi masalah uang yang diterima terdakwa
mengetahui dan dana operasional tersebut diserahkan langsung pada saat yang sama ke
saksi Edo..”
Bahwa, senyatanya Penuntut Umum telah melakukan manipulasi besar atas terhadap
keterangan saksi-saksi yang memberikan keterangan didepan persidangan. Hal ini dapat
dibuktikan oleh karena, saksi Setyo Wahyudi, Saksi Karno, Saksi Hasan Mulachela, saksi
Jerry Hermawan Lo dan saksi Muhammad Agus, tidak ada dalam pertemuan antara
Terdakwa dengan Antasari Azhar dan saksi Sigit Haryo Wibisono. Selain itu, pada
persidangan ini, Terdakwa telah mencabut keterangan di BAP yang menyatakan bahwa
amplop tersebut diserahkan oleh Antasari Azhar. Yang benar adalah amplop tersebut
diserahkan oleh saksi Sigit Haryo Wibisono.
Mohon Perhatian Majelis Hakim Yang Mulia,
Bahwa, serangkaian proses hukum terhadap Terdakwa merupakan suatu konspirasi besar.
Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan keterangan Terdakwa yang terungkap dalam
persidangan telah menyatakan bahwasanya salah satu Jaksa Penuntut Umum bernama
Bambang Suharyadi (salah satu Penuntut Umum dalam perkara ini) diperkenalkan oleh
penyidik sebagai salah satu Jaksa Agung Muda pada Kejaksaan Agung RI, yang akan
membantu Terdakwa apabila mau mengikuti kemauan penyidik yang sudah
dikoordinasikan dengan jaksa, yaitu menyarankan Terdakwa untuk mengakui keterangan
yang telah disiapkan dalam BAP untuk ditandatangani. Hal ini yang sangat janggal bagi
seorang Jaksa Senior untuk hadir dalam proses pemeriksaan pada tahap penyidikan yang
masih ditangani oleh pihak Kepolisian dan bahkan menganjurkan Terdakwa untuk
mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya.
Tentang tambahan alat bukti sah yang lain:
Bahwa, dalil Penuntut Umum yang membacakan keterangan saksi Heri Santosa bin Rasja
alias Bagol, saksi Hendrikus Kia Walen alias Hendrik, saksi Fransiskus Tadons Kerans
alias Amsi, saksi Daniel Daen Sabon alias Daniel sebagai tambahan alat bukti lain yang
sah senyatanya tidak berdasar. Oleh karena berdasarkan keterangan-keterangan dari para
saksi tersebut, bahwa mereka dalam memberikan keterangan tidak dalam keadaan bebas
dari tekanan, bahkan para saksi tersebut mengaku sempat disiksa oleh oknum kepolisian.
Untuk itu Mohon kiranya Majelis Hakim Yang Mulia Tidak mempertimbangkan Berita
Acara Pemeriksaan saksi-saksi di atas oleh karena diperoleh secara melawan hukum.
Selain itu, menurut:
Keterangan Ahli:
Ø Keterangan Ahli Forensik dr. Mun’im Idries, Sp.F:
Bahwa, apakah Visum et Repertum No.1030/SK.II/03/2-2009, tertanggal 30 Maret 2009
yang dibuat dr. Abdul Mun’im Idries, SpF. selaku ahli Forensik, telah dapat
membuktikan bahwasanya Terdakwa adalah sebagai “pelaku” sebagaimana dimaksud
dalam dakwaan & requisitoir Penuntut Umum??
Bahwa secara causalitas ipso jure, Visum Et Repertum No.1030/ SK.II/03/2-2009,
tanggal 30 Maret 2009 yang dibuat dr. Abdul Mun’im Idries, Sp.F selaku ahli Forensik,
sama sekali tidak ada hubungannya dengan Terdakwa; dan/ataupun setegas-tegasnya
Visum Et Repertum a quo hanya dapat diterapkan dan dipergunakan terhadap Terdakwa
Hendrikus Kia Walen alias Hendrik, Terdakwa Fransiscus Tadon Kerans alias Amsi dan
Terdakwa Daniel Daen Sabon alias Daniel !!!
Majelis Hakim yang kami muliakan.
Bahwa, ketika dr. Abdul Mun’im Idries, Sp.F diajukan kepersidangan oleh Penuntut
Umum selaku ahli, maka terungkap fakta bahwa jika didalam BAP Penyidik tanggal 15
Mei 2009 terdapat pertanyaan dan jawaban dari dr. Abdul Mun’im Idries, SpF. yang
berbunyi sebagai berikut: pertanyaan : “mengertikah ahli mengapa sekarang ini diperiksa
dan dimintai keterangannya oleh pihak Kepolisian Resort Metro Tangerang? bila
mengerti jelaskan sehubungan dengan perkara apa jelaskan? jawaban: “sudah mengerti
perkara pembunuhan berencana yang menjadi korban meninggal dunia atas nama
Nasrudin Zulkarnain Iskandar”;
Bahwa sehubungan pertanyaan dan jawaban dari dr. Abdul Mun’im Idries, Sp.F selaku
ahli tersebut di atas, maka dr. Abdul Mun’im Idries, Sp.F memberikan jawaban dalam
persidangan bahwasanya “jawaban yang tertera didalam BAP tersebut semuanya sudah
diatur oleh anggota polisi yang bernama JAIRUS SARAGIH; sedangkan dr. Abdul
Mun’im Idries, Sp.F. hanya meng-iya-kan dan menandatangani saja”; dengan demikian,
nuansa aroma rekayasa perkara pidana in casu terhadap diri Terdakwa sudah
“dikondisikan” sedemikian rupa;
Bahwa, jika dr. Abdul Mun’im Idries, Sp.F pada BAP tanggal 15 Mei 2009 pertanyaan
dan jawaban point 9 maupun keterangannya disampaikan dalam persidangan bahwasanya
: “kedua butir anak peluru atau proyektil yang terdapat pada kepala korban Nasrudin
Zulkarnain Iskandar menyebabkan kematian korban”; sehingga ratio hukum mengatakan
jika terhadap korban Nasrudin Zulkarnain Iskandar dilakukan tindakan medis
penyelamatan berupa operasi dengan mengeluarkan 2 (dua) buah butir proyektil dari
dalam kepala, maka, bukan tidak mungkin, adanya harapan hidup bagi korban Nasrudin
Zulkarnain Iskandar masih terbuka lebar; akan tetapi, fakta mengatakan bahwa ternyata
terhadap korban Nasrudin Zulkarnain Iskandar, oleh team medis rumah sakit Mayapada
Tangerang maupun oleh team medis RSPAD Gatot Subroto, sama sekali tidak pernah
dilakukan tindakan penyelamatan dengan melakukan operasi untuk mengeluarkan 2 (dua)
butir proyektil yang ada didalam kepalanya, sehingga patut diduga kuat bahwasanya
“telah terjadi sesuatu skenario untuk membiarkan (by omission) terjadinya kematian
terhadap korban Nasrudin Zulkarnain Iskandar” !!!
Selain itu, ahli juga menerangkan bahwa, kondisi mayat korban sudah tidak asli lagi
sehinga mempengaruhi kesimpulan Ahli. Dengan tidak asli-nya mayat korban, ahli
berpendapat bahwa tidak dapat menentukan waktu kematian sedangkan waktu kematian
merupakan salah satu unsur penting dalam pengungkapan suatu kasus. Lebih lanjut ahli
menerangkan bahwa, ahli tidak menerima pakaian korban, yang menurut ahli, dengan
tidak dilakukan pengamatan dan pengujian terhadap pakaian korban, ahli tidak dapat
menentukan posisi korban pada waktu ditembak. Dengan adanya ketidakpastian akan
posisi korban ini, akan menimbulkan asumsi-asumsi tentang kematian korban. Hal ini
diperkuat dengan keterangan ahli balistik yang tidak memeriksa arah datangnya anak
peluru yang melewati kaca mobil. Pertanyaan kami selanjutnya adalah mengapa hal-hal
penting seperti ini sepertinya di”lewatkan” oleh penyidik??? Mungkin hanya penyidiklah
yang paling mengetahui persis jawabannya.
Ø Keterangan Ahli Balistik Drs. Maruli Simanjuntak
Bahwa, pada persidangan ini, Ahli menyatakan bahwa: Ahli tidak melakukan pengujian
terhadap serpihan anak peluru. Selanjutnya, ahli berpendapat bahwa, anak peluru yang
diameter 9 mm tidak cocok pada senjata api S&W 38. Fakta lain adalah Ahli tidak
melakukan pengujian pada 27 anak peluru yang diperlihatkan pada pengadilan, dan Ahli
hanya melakukan pengujian terhadap 2 anak peluru. Pendapat yang mengejutkan lainnya
adalah pendapat Ahli Balistik Widodo Harjoprawito yang menyatakan: “jika dilihat dari
Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No.Lab: 290/BSF/2009, tanggal 14
Mei 2009, yang dibuat oleh Badan Reserse Kriminal POLRI Pusat Laboratorium
Forensik, adapun, pada halaman 2 tertera hasil pemeriksaan APB-1 (anak peluru bukti 1)
dan APB-2 (anak peluru bukti 2), dimana pada nomor pemeriksaan point 5 tertulis Lebar
Land Impression/Galangan, pada APB-1 tertulis angka 2,423 - 2,661 mili meter atau
0,0953 - 0,1047 inci, sedangkan pada APB-2 tertulis angka 2,414 - 2,610 mili meter atau
0,0950 - 0,1027 inci; sedangkan, pada nomor pemeriksaan point 6 tertulis Lebar Groove
Impression/Dataran, pada APB-1 tertulis angka 2,464 - 2,567 milimeter atau 0,0970 -
0,1010 inci, sedangkan pada APB-2 tertulis angka 2,437 - 2,567 milimeter atau 0,0959 -
0,1010 inci; sehingga, dengan adanya “perbedaan angka yang tertulis pada APB-1 dan
APB-2 tersebut, maka menurut WIDODO HARJOPRAWITO selaku ahli balistik,
bahwasanya butir peluru atau proyektil yang berada didalam kepala korban Nasrudin
Zulkarnain Iskandar berasal dari 2 (dua) laras pistol atau 2 (dua) laras senjata yang
berbeda” !!!
Ø Keterangan Ahli IT Ruby Zukry Alamsyah
Dalam perkara a-quo, terbukti bahwa rekaman yang didalilkan oleh Jaksa Penuntut
Umum tidak valid, karena:
- sesuai dengan keterangan ahli Ruby Alamsyah Ahli IT), tanggal rekaman tercatat tahun
2007;
- Rekaman dilakukan hanya satu kali, dengan artikulasi tidak jelas dan pihak-pihak tidak
jelas. Apalagi Saksi Antasari Azhar membantah mengenai suara yang dikatakan mirip
dengan suara Saksi tersebut;
- Dari isi rekaman kalaupun itu benar adanya, didukung dengan pertanyaan yang
disampaikan oleh penyidik yang ditujukan kepada saksi Sigid Haryo Wibisono, berbunyi
sebagai berikut:
“…saya terus terang disappointed,….., tetep yang saya takut aja ga tahu intinya
masalahnya dengan willy dengan saya sudah, jadi ga ada cerita mas Antasari Azhar…,
willy aja gak tahu masalahnya…”.
Dari percakapan tersebut, jelas membuktikan bahwa Terdakwa benar tidak mengetahui
masalah, dan karenanya tugas Negara yang disampaikan oleh saksi Sigid sehingga
diperlukan mencari informan tidak dapat dikwalifikasikan sebagai tindak pidana.
Selanjutnya, di depan persidangan, Ahli menyatakan bahwa Ahli tidak melakukan
pemeriksaan terhadap konten atau isi dari suatu transaksi telepon. Selain itu, Ahli
berpendapat bahwa data digital sangat rentan untuk diubah, di-edit, dan dimodifikasi.
Sebagimana kita ketahui bersama bahwa perkembangan teknologi informasi yang sangat
berkembang pesat sehingga kita tidak dapat dapat begitu saja mengandalkan keotentikan
suatu alat bukti yang dihasilkan dari dunia digital. Selain itu, dari transaksi antara
Terdakwa dengan Saksi Sigit Haryo Wibisono, Antasari Azhar, dan Eduardus No Ndopo
Mbete alias Edo tidak membuktikan bahkan menunjukkan atau mengindikasikan adanya
suatu tindak pidana. Lebih lanjut, data rekaman, ataupun data transaksi yang dihadirkan
didepan persidangan tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti. Oleh karena Pasal 184
KUHAP telah membatasi tentang apa yang disebut sebagai alat bukti yang sah.
Bahwa begitu pula terhadap keterangan dari Ruby Zukri Alamsyah selaku ahli IT
Security dan forensik, yang menerangkan “bahwa CDR bisa dipastikan nomor yang
berhubungan dengan nomor dan bisa dipastikan pemegang HP dengan pemegang HP
tetapi tidak bisa dipastikan orang dengan orang, karena yang diberikan service atau
pelayanan oleh provider tersebut adalah jalur komunikasinya saja samapai hanset”; b e g i
t u p u l a, Ruby Zukri Alamsyah selaku ahli IT Security dan forensik menerangkan
bahwa “dalam perkara pidana in casu ahli sama sekali tidak pernah melakukan
pemeriksaan imei, untuk menjaga kecurigaan jangan sampai terhadap nomor HP yang
dipegang oleh Terdakwa Kombes Pol Drs.Wiliardi Wizar, maupun nomor HP saksi
Antasari Azhar, saksi Sigit Haryo Wibisono, saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete serta
saksi Jery Hermawan Lo, ada dilakukan cloning atau penggandaan nomor”, b e g i t u p u
l a s e l a n j u t n y a, menurut ahli tersebut bahwa “dalam perkara pidan incasu ahli
sama sekali tidak melakukan koordinasi dengan operator untuk memastikan bahwa
nomor HP yang dipakai oleh Terdakwa Kombes Pol Drs Wiliardi Wizar, saksi Antasari
Azhar, saksi Sigit haryo Wibisono, saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete serta saksi Jerry
Hermawan Lo adalah bear-benar nomor HP yang asli dan bebas dari cloning”!!!
* Majelis Hakim yang Mulia,
Bahwa patut diduga, bau amis aroma rekayasa perkara pidana in casu sudah tercium kuat
sejak dibentuknya 4 (empat) orang team oleh KAPOLRI sebagaimana perintah lisan
tanggal 05 Januari 2009, yang terdiri dari orang Intel dan Reserse, masing-masing atas
nama Kompol Iwan Kurniawan, SIK. Kompol Helmy Santika, SIK. AKP Mohamad Joni,
SIK.AKP H.J.A Pinora, dengan diketuai oleh Kombes Pol. Drs.Chairul Anwar untuk
melaksanakan penyelidikan terhadap pelaku teror dan pengancaman terhadap saksi
Antasari Azhar selaku Ketua KPK;
Bahwa, patut diduga kuat, adanya suatu pergerakan “operasi intelijen” yang bertujuan
erat untuk melakukan “penyelidikan”, “pengamanan” dan “penggalangan”
(LIDPAMGAL) yang pergerakannya patut dicurigai sebagai pergerakan rahasia yang
keberadaannya patut dipertanyan “a d a a p a” ??? dimana melalui keterangan kesaksian
dibawah sumpah dari saksi AKP H.JA.Pinora yang bersesuaian pula dengan BAP tanggal
22 Mei 2009 jawaban point 3 yang menerangkan bahwa saksi AKP.H.JA Pinora pada
hari minggu tangal 04 Januari 2009 sekitar jam 08.00 WIB secara langsung telah di
telepon oleh Irjen Pol.Drs.Saleh Saaf selaku Kepala Badan Intelijen Keamanan POLRI
agar supaya segera membantu Kombes Pol.Drs.Chairul Anwar untuk melaksanakan tugas
khusus KAPOLRI;
Bahwa patut pula diduga kuat, sebagaimana fakta keterangan kesaksian dibawah sumpah
dari saksi AKP. Mohamad Joni, SIK yang menerangkan bahwa ternyata pada tanggal 03
Januari 2009, saksi AKP Joni, SIK telah dipanggil oleh Kombes Pol Drs. Chairul Anwar
untuk menghadap Komjen Pol.Drs.Makbul Padmanegara selaku WAKAPOLRI, dimana
ketika itu WAKAPOLRI telah memberikan arahan kepada saksi AKP. Mohamad
Joni,SIK bersama Kombes Pol.Chairul Anwar untuk melakukan penyelidikan terhadap
pelaku teror dan pengancaman dalam hal ini yang dilakukan oleh korban Nasrudin
Zulkarnain Iskandar;
Bahwa dari rangkaian fakta tersebut, terdapat 3 (tiga) hal yang sangat bertolak belakang
satu dengan yang lain; dimana sebelum KAPOLRI memberikan perintah lisan tanggal 05
Januari 2009 untuk membentuk 4 (empat) orang anggota team yang diketuai oleh
Kombes Pol.Drs Chairul Anwar ternyata pada tgl. 03 Januari 2009 Komjen Pol.Drs
Makbul Padmanegara selaku WAKAPOLRI terlebih dahulu telah membuat suatu
pergerakan dengan memanggil kepada saksi AKP Mohamad Joni, SIK bersama Kombes
Pol.Drs Chairul Anwar; b e g i t u p u l a, ternyata juga pada tanggal 04 Januari 2009
Irjen Pol Drs Saleh Saaf selaku KEPALA BADAN INTELIJEN KEAMANAN POLRI
telah bertindak pula dengan menyuruh dan memerintahkan saksi AKP. H.J.A.Pinora
untuk segera bergabung dengan Kombes Pol.Drs Chairul Anwar?? sehingga patut
dipertanyakan ”seberapa berbahayakah tindakan yang dibuat oleh korban Nasrudin
Zulkarnain Iskandar terhadap Antasari Azhar selaku Ketua KPK, sehingga KAPOLRI,
WAKAPOLRI, dan KEPALA BADAN INTELIJEN KEMANAN POLRI secara
langsung terlibat aktif dalam memberikan briefing dan pengarahan serta perintah
terhadap anggotanya dibawah pimpinana Kombes Pol.Drs.Chairul Anwar”?? a t a u b u k
a n k a h operasi Intelijen tersebut dilakukan semata-mata untuk melakukan pergerakan
rahasia dengan memberlakukan semua tindakan kepolisian terhadap korban Nasrudin
Zulkarnain Iskandar ? a t a u b u k a n k a h p u l a, pergerakan tersebut adalah
merupakan upaya rekayasa dengan memanfaatkan peluang dan menjadikan saksi
Antasari Azhar sebagai target sasaran operasi, yang didorong untuk masuk dalam
pergerakan Intelijen seolah-olah sebagai korban padahal akan dikorbankan ???? a t a u,
masih banyak lagi pertanyaan lain yang akan kami Tim Penasihat Hukum ajukan t e t a p
i, kami Tim Penasihat Hukum terfokus erat pada satu pertanyaan mendasar dan prinsip ;
“mengapa terhadap korban Nasrudin Zulkarnain Iskandar, oleh KAPOLRI,
WAKAPOLRI, dan KEPALA BADAN INTELIJEN KEAMANAN POLRI sama sekali
tidak memberikan perintah kepada anggotanya termasuk tidak memberikan perintah
kepada 4 (empat) anggota teamnya dibawah pimpinan Kombes Pol. Drs Chairul Anwar
agar supaya segera membuat laporan polisi model A dan laporan model C guna
pemanggilan pro justitia, demi terlaksananya pengungkapan kasus” ????
* Majelis Hakim Yang Mulia,
Bahwa secara internal POLRI bentuk laporan polisi ada 3 (tiga) jenis yaitu: “laporan
polisi model A”, “laporan polisi model B”, dan “laporan polisi model C”; a d a p u n yang
dimaksud dengan “laporan polisi model A” adalah : laporan polisi yang dibuat sendiri
oleh anggota polisi yang dibuat sendiri oleh anggota POLRI terhadap sesuatu kejadian
atau kasus yang keberadaannya telah/sudah diketahui, baik langsung maupun tidak
langsung, demi pengungkapan sesuatu kasus, sehingga kasus tersebut menjadi jernih;
s e d a n g k a n, yang dimaksud “laporan polisi model B” adalah : laporan polsi yang
dibuat secara langsung oleh anggota masyarakat, yang disampaikan melalui surat
resmi maupun melalui penyampaian kepada POLRI; b e g i t u p u l a s e l a n j u t n y a,
yang dimaksud dengan “laporan polisi model C” adalah: laporan polisi yang dibuat
sendiri oleh anggota POLRI dengan keleluasaan yang tidak terbatas pada laporan polisi
model A dan model B;
* Majelis Hakim Yang Mulia,
Bahwa sebagaimana fakta 3 (tiga) bentuk laporan polisi yang terurai tersebut di atas,
maka adalah merupakan suatu kebohongan besar, jika saksi AKP Mohamad Joni, SIK
dan AKP H.J.A Pinora, didalam persidangan menerangkan bahwasanya terhadap laporan
yang disampaikan oleh saksi Antasari Azhar selaku Ketua KPK kepada KAPOLRI
tentang “TEROR” & “PENGANCAMAN” dengan pelaku korban Nasrudin Zulkarnain
Iskandar tidak dapat diproses oleh POLRI, karena saksi Antasari Azhar selaku Ketua
KPK tidak mau membuat laporan polisi;
* Majelis Hakim Yang Mulia,
Bahwa jika KAPOLRI dan WAKAPOLRI secara struktural melakkan koordinasi
kedinasan dengan KABARESKRIM POLRI, dan menyerahkan sepenuhnya proses
pengungkapan kasus “TEROR” & “PENGANCAMAN” a quo kepada KABARESKRIM
POLRI dalam kerangka penegakan hukum, maka sudah pasti korban Nasrudin
Zulkarnain Iskandar tidak akan terbunuh !!!
* Majelis Hakim Yang Mulia,
Bahwa jika lihat dari bentuk surat resmi dan cara pembuatan “Laporan Hasil Pelaksanaan
Tugas Penyelidikan” yang dibuat dan ditandatangani oleh Kombes Pol.Drs Chairul
Anwar, tertangal 24 Januari 2009; maka didalam surat resmi tersebut diketemukan
banyak sekali kejanggalan; d i m a n a, pada surat tersebut sama sekali tidak pernah
dicantumkan kalau surat tersebut ditujukan kepada siapa? B e g i t u p u l a, pada surat
tersebut sama sekali tidak pernah dicantumkan kalau b e g i t u p u l a, selanjutnya pada
surat tersebut sama sekali tidak pernah distempel dengan cap Kepolisian Negara
R.I; p a d a h a l, seharusnya surat resmi tersebut oleh Kombes Pol. Drs Chairul
Anwar sebagai pemberi tugas, dengan tembusannya kepada WAKAPOLRI, KEPALA
BADAN INTELIJEN KEAMANAN POLRI dan KAPOLDA METRO JAYA; s e r t a p
u l a, surat tersebut sebagai surat resmi, semestinya harus distempel dengan cap
Kepolisian Negara R.I; s e h i n g g a, sangat terkesan sekali bahwa surat tersebut dari
model dan bentuknya hanyalah sebagai surat biasa yang secara struktural dan kedinasan
tidak dapat dipertanggungjawabkan sebagai surat resmi;
* Majelis Hakim Yang Mulia,
Bahwa pergerakan team POLRI yang dibentuk KAPOLRI tersebut dengan menugaskan
saksi AKP.Mohamad Joni, SIK untuk mencari tahu keberadaan identitas korban Nasrudin
Zulkarnain Iskandar, berikut bertugas untuk mengambil data-data serta gambar foto dari
korban Nasrudin Zulkarnain Iskandar bersama Rani Juliani; pada prinsipnya, keterangan
saksi AKP.Mohamad Joni, SIK tersebut patut diragukan dan dipertanyakan, apakah benar
seperti itu??? D i k a r e n a k a n sebagaimana fakta persidangan yang terungkap melalui
keterangan kesaksian saksi AKP.Mohamad Joni SIK saksi AKP.H.J.A Pinora dan saksi
Sigit Haryo Wibisono, dimana ketiga saksi tersebut telah menerangkan bahwasanya
orang yang paling dekat dengan korban Nasrudin Zulkarnain Iskandar adalah Kompol
Helmy Santika, SIK dimana hubungan kedekatan antara Kompol Helmi Santika, SIK
dengan korban Nasrudin Zulkarnain Iskandar, sudah terjalin puluhan tahun sejak mereka
masih kecil; d e n g a n d e m i k i a n, mengapa KAPOLRI melalui Kombes Pol. Drs
chairul Anwar harus menugaskan AKP Mohamad Joni, SIK untuk mencari tahu identitas
dari korban Nasrudin Zulkarnain Iskandar ? p a d a h a l Kompol Helmy Santika, SIK
yang termasuk salah satu anggota team, sangat menegtahui sangat menegerti dan sangat
memaklumi karakter identitas serta kativitas kerja dari korban Nasrudin Zulkarnain
Iskandar???
* Majelis Hakim Yang Mulia,
Bahwa apa yang menjadi pertanyaan dan keraguan dari Kami Tim Penasihat Hukum
terhadap keberadaan team POLRI, semata-mata bukan bertuuan untuk mendiskreditkan
posisi KAPOLRI, posisi WAKAPOLRI, serta posisi KEPALA BADAN INTELIJEN
KEAMANAN POLRI; m e l a i n k a n, dibalik semuanya itu justru kami Tim Penasihat
Hukum berupaya mengungkapkan kebenaran yang sesungguhnya dari perkara pidana in
casu terhadap kematian dari korban Nasrudin Zulkarnain Iskandar, agar supaya terhadap
Terdakwa Kombes Pol Drs Wiliardi Wizar tidak menanggung darah dari korban
Nasrudin Zulkarnain Iskandar; begitu pula, agar supaya terhadap Terdakwa Kombes Pol
Drs.Wiliardi Wizar tidak mengalami nasib yang sama seperti yang dialami antara lain
oleh SENGKON & KARTA, begitu pula yang dialami oleh, DAVID EKO PRIYANTO
& IMAM HAMBALI alias KEMAT!!!
* Majelis Hakim Yang Mulia,
Berdasarkan kesaksian dari para saksi fakta dan keterangan ahli di atas, membuktikan
bahwa Terdakwa tidak ada maksud atau niat untuk melakukan, menyuruh melakukan,
turut serta melakukan serta menganjurkan tindak pidana pembunuhan berencana, yang
menimpa korban Nasrudin Zulkarnain Iskandar.
Bahwa tidaklah mudah Penuntut Umum mendakwa seseorang atau Terdakwa dengan
tuduhan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain oleh karena
fakta hukum persidangan yang berbicara.
Selanjutnya, berkat sistim inquisitor yang dianut dalam sistim peradilan pidana di
Indonesia, Majelis Hakim Yang Mulia secara aktif telah menggali dan telah mendengar
keterangan-keterangan para saksi dan memeriksa alat bukti yang lain sehingga
mendapatkan gambaran yang utuh, komprehensif, dan terang tentang apa yang
sebenarnya terjadi sehingga tidak ada alasan lain selain membebaskan Terdakwa dari
segala dakwaan yang semu ini.
V. TUNTUTAN PENUNTUT UMUM
Majelis Hakim Yang kami hormati
Penuntut Umum Yang Terhormat
Sidang Pengadilan yang mulia,
Pada persidangan yang lalu, yakni pada tanggal 19 Januari 2009, Penuntut Umum telah
membacakan tuntutannya, dimana Penuntut Umum telah menuntut Terdakwa, telah
melanggar Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 Jo Pasal 340 KUHP.
Senyata dan sebenarnya dasar dari Penuntut Umum untuk melakukan tuntutan terhadap
Terdakwa hanya berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan di Kepolisian, bahkan Penuntut
Umum dalam memberikan kesimpulan terhadap perkara ini, Penuntut Umum telah
memutarbalikkan fakta untuk mencapai target dan alasan pembenaran terhadap surat
dakwaannya. Adapun keberatan Kami selaku Tim Penasihat Hukum Terdakwa yaitu:
1. Bahwa, didalam Surat Tuntutan tertanggal 19 Januari 2009, yang ditandatangani oleh
Iwan Setiawan hanyalah merupakan kesimpulan Penuntut Umum dan bukan berdasarkan
fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, karena didalam tuntutan tersebut Penuntut
Umum dengan sengaja menyembunyikan dan/atau tidak menggunakan fakta-fakta hukum
yang terungkap di persidangan khususnya mengenai keterangan saksi Eduardus Noe
Ndopo Mbete alias Edo yang menyatakan: tidak ada perbuatan Terdakwa menganjurkan
orang lain casu quo Saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo untuk menghabisi atau
menghilangkan nyawa orang lain. Hal ini dapat dinilai dari tidak dimasukkannya
keterangan saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo dalam Surat Tuntutan Penuntut
Umum;
2. Bahwa, dalam surat tuntutannya Penuntut Umum menutup mata tentang keterangan
saksi-saksi diantaranya Sigit Haryo Wibisono, Antasari Azhar, dan Hendrikus Kia Walen
alias Hendrik yang menyatakan tidak ada pembicaraan, permintaan, perintah, bujukan,
bantuan dan/atau provokasi dari diri pribadi Terdakwa untuk menghilangkan nyawa
orang lain. Oleh karena senyatanya dalam Surat Tuntutan Penuntut Umum (Requisitor)
pada bagian keterangan saksi-saksi tidak ada satu saksi-pun....sekali lagi kami nyatakan:
tidak ada satu-saksi-pun yang bersaksi didepan persidangan yang terbuka untuk umum
dan dibawah sumpah menyatakan bahwa Terdakwa dengan sengaja menganjurkan orang
lain casu-quo Eduardus Noe Ndopo Mbete untuk menghilangkan nyawa orang lain casu
quo Nasrudin Zulkarnain Iskandar; kesimpulan Penuntut Umum hanya berdasarkan dan
mengandalkan keterangan-keterangan saksi-saksi yang disusun bagaikan sebuah mozaik
yang tidak beraturan dan menjadi 1 (satu) alat bukti petunjuk yang keliru untuk menjerat
Terdakwa.
3. Bahwa, Penuntut Umum dalam pembacaan tuntutan pada tanggal 19 Januari 2009
menyatakan bahwa tidak ada hal-hal yang meringankan yang dapat dinilai dari diri
Terdakwa, sedangkan senyata dan sebenarnya dalam copy surat tuntutan yang diberikan
kepada Penasihat Hukum dengan jelas mencantumkan tentang hal-hal yang meringankan
yakni: Terdakwa belum pernah dihukum. Ada maksud apa dibalik sikap Penuntut Umum
tersebut??? Penuntut Umum secara tidak langsung telah melakukan pembunuhan karakter
(character assasination) terhadap Terdakwa dengan mengabaikan seluruh pengabdian
Terdakwa bagi bangsa dan negara selama ini. Kami berharap kiranya Majelis Hakim
Yang Mulia mempertimbangkan tentang karier dan pengabdian Terdakwa kepada negara
selama menjadi anggota kepolisian dan/atau sikap Terdakwa pada persidangan, walaupun
Penuntut Umum telah tidak mempertimbangkan hal-hal tersebut;
2. Apakah unsur Pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHP dapat di terapkan terhadap diri Terdakwa
sebagai orang yang “dengan memberi atau menjanjikan sesuatu”; atau “dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat”; atau “dengan kekerasan, ancaman atau
penyesatan”; atau “dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan”; atau “dengan
sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan”, sehingga mengakibatkan
matinya korban Nazrudin Zulkarnain Iskandar?
3. Apakah unsur Pasal 340 KUHP dapat diterapkan terhadap diri Terdakwa sebagai orang
yang “dengan segaja dan dengan perencanaan terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain dan/atau menghilangkan jiwa orang lain”, sehingga mengakibatkan matinya korban
Nazrudin Zulkarnain Iskandar?
Bahwa, memperhatikan Dakwaan Penuntut Umum pada halaman 5 yang terlebih dahulu
menerapkan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 340 KUHP, maka secara juridis tampak
bahwa Penuntut Umum mendakwa Terdakwa sebagai “orang yang melakukan”; atau
“orang yang menyuruh melakukan”; atau “orang yang turut serta melakukan” yang dalam
perkara pidana in casu oleh Penuntut Umum telah dengan sengaja dituduh sebagai “orang
yang turut bersama-sama secara berencana dalam satu rangkaian perbuatan, baik
langsung maupun tidak langsung dengan Antasari Azhar, Sigid Haryo Wibisono, Jerry
Hermawan Lo, Eduardus Noe Ndopo Mbete, Hendrikus Kia Walen alias Hendrik,
Fransiscus Tadons Kerans alias Amsi, Heri Santosa Bin Rasja alias Bagol, dan Daniel
Daen Sabon alias Daniel, sehingga mengakibatkan hilangnya jiwa dari korban Nazrudin
Zulkarnain Iskandar”;
PEMBUKTIAN TERHADAP UNSUR-UNSUR DAKWAAN PASAL 55 ayat (1) ke-1
KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP Jo Pasal 340 KUHP.
Dalam Ilmu Hukum Pidana, turut serta melakukan, atau penyertaan atau dalam bahasa
Belanda dikenal dengan deelneming, diatur dan dirumuskan dalam ketentuan Pasal 55
KUHP.
Orang yang menyuruh melakukan (doen pleger), turut serta melakukan (medepleger),
ataupun orang yang menganjurkan tindak pidana (uitlokker) diancam hukuman yang
sama dengan pelaku (pleger) tindak pidana.
Bahwa Unsur Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP mengandung
pengertian:
(1) dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan
kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan
memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya
melakukan perbuatan.
Ad. 1 unsur mereka yang melakukan (pleger)
Bahwa, yang dimaksud dengan mereka yang melakukan tidak lain adalah pelaku materiil
tindak pidana (pleger). Seorang Yuris Belanda Ny. D. Hazewinkel-Suringa
menyimpulkan bahwa pelaku (pleger) ialah barangsiapa memenuhi bagian inti
(bestanddelen) delik (lihat A.Z Abidin Farid & A Hamzah, Bentuk-Bentuk Khusus
Perwujudan Delik Dan Hukum Penitensier, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta Hlm 167).
Bahwa, tentang adanya tindak pidana pembunuhan berencana maka secara yuridik
subyek hukum yang dapat dimintakan pertanggungjawaban adalah pelaku tindak pidana
casu quo adalah subyek yang membuat nyawa orang lain hilang. Oleh karena unsur
pembentuk atau unsur inti dari tindak pidana pembunuhan berencana adalah hilangnya
nyawa orang lain.
Bahwa, Satochid Kartanegara memberikan rumusan apa yang dimaksud dengan orang
yang “melakukan”; atau “menyuruh melakukan”; rumusan mana terhadap “orang yang
melakukan” (pleger) adalah : barang siapa yang melakukan sendiri sesuatu perbuatan
yang dilarang oleh undang-undang, atau barang siapa yang melakukan sendiri sesuatu
perbuatan yang menimbulkan sesuatu akibat yang dilarang oleh undang-undang;
sedangkan rumusan terhadap “orang yang menyuruh melakukan” (doen plegen) ajaran ini
disebut juga “Middelijke Daderschap” (perbuatan dengan perantaraan) adalah: seseorang
yang berkehendak untuk melakukan sesuatu delik tidak melakukannya sendiri, akan
tetapi menyuruh orang lain untuk melakukannya”;
Hooge Raad Nederland Pada tahun 1910 telah memberikan petunjuk tentang
pertanggungjawaban pelaku tindak pidana (Pleger), yang dalam pertimbangannya
menyatakan:
...ditentukan bahwa orang yang punya kemampuan untuk mengakhiri keadaan yang
dilarang, itulah yang melakukan perbuatan pidana tersebut. Penentuan tersebut
didasarkan atas pertimbangan bahwa barang siapa yang mempunyai kemampuan untuk
mengakhiri keadaan yang dilarang, pada umumnya ia berkewajiban untuk itu. (lihat A.Z
Abidin Farid & A Hamzah, Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik Dan Hukum
Penitensier, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta Halaman 170).
Dalam hal ini Terdakwa senyatanya bukanlah orang yang melakukan atau memenuhi
bagian inti (bestanddelen elements) tindak pidana pembunuhan berencana. Sehingga
mengenai unsur mereka yang melakukan tindak pidana (pleger) tidak terbukti.
Ad. 2 unsur mereka yang menyuruh melakukan (doenpleger)
Bahwa yang dimaksud dengan mereka yang menyuruh melakukan menurut doktrin ilmu
hukum pidana dinyatakan bahwa ada 2 (dua) subyek hukum yaitu mereka yang menyuruh
melakukan (manus domina) dan mereka yang disuruh melakukan (manus ministra).
Dalam hal ini, yang dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana (criminal liability)
adalah orang yang menyuruh melakukan (doenpleger) bukan orang yang disuruh
melakukan. Oleh karena subyek yang disuruh melakukan tindak pidana adalah subyek
yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana (ontoerekeningbaarheids)
P.A.F Lamintang mengutip pernyataan Simons yang menyatakan bahwa untuk adanya
Doenplegen orang yang dibuat melakukan (yang disuruh melakukan/manus ministra)
haruslah memenuhi syarat-syarat:
1. apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu adalah seseorang yang
ontoerekeningsvatbaar;
2. apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana sama sekali tidak
mempunyai suatu dwaling atau suatu kesalahpahaman mengenai salah satu unsur dari
tindak pidana yang bersangkutan;
3. apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana sama sekali tidak
mempunyai unsur schuld baik dolus dan culpa ataupun apabila orang tersebut tidak
memenuhi unsur opzet seperti yang telah disyaratkan oleh undang-undnag bagi tindak
pidana tersebut;
4. apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu tidak memenuhi unsur
oogmerk padahal unsur tersebut telah disyaratkan didalam rumusan undang-undang
mengenai tindak pidana tersebut di atas;
5. apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu dengan itikad baik telah
melaksanakan suatu perintah, padahal perintah jabatan tersebut diberikan oleh seorang
atasan yang tidak berwenang memberikan perintah semacam itu;
6. apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu tidak mempunyai
hoedanigheid atau sifat tertentu seperti yang disyaratkan oleh undang-undang, yakni
sebagai sifat yang harus dimiliki pelakunya sendiri.
Bahwa, berdasarkan kualifikasi di atas maka dalam perkara a-quo apabila Terdakwa
menyuruh melakukan tindak pidana, maka orang yang disuruh melakukan tindak pidana
casu quo Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo adalah orang yang dapat dimintai
pertanggungjawaban hukum (toerekeningsvatbaar) sehingga tidak memenuhi kualifikasi
menyuruh melakukan (doenpleger) suatu tindak pidana. Selain itu, hal yang tidak
terbantahkan di persidangan ini, adalah Terdakwa tidak menyuruh orang lain untuk
melakukan tindak pidana.
Ad. 3 unsur turut serta melakukan perbuatan (medepleger)
Menurut Memorie van Toelichting Wetboek van Strafrecht, orang yang turut melakukan
(medeplegen) merupakan orang yang secara langsung telah ikut mengambil bagian
didalam pelaksanaan suatu tindak pidana yang telah diancam dengan suatu hukuman oleh
undang-undang, atau telah secara langsung turut melakukan suatu perbuatan atau turut
melakukan perbuatan-perbuatan untuk menyelesaikan tindak pidana yang bersangkutan.
P.A.F Lamintang, dalam bukunya tersebut di atas pada halaman 594 mengemukakan
pendapat HOGE RAAD dalam arrest-arrestnya antara lain tanggal 9 Januari 1914, N. J.
1914, sebagai berikut:
“Untuk adanya suatu medeplegen itu disyaratkan bahwa setiap pelaku itu mempunyai
maksud yang diperlukan serta pengetahuan yang disyaratkan. Untuk dapat menyatakan
bersalah turut melakukan itu haruslah diselidiki dan dibuktikan bahwa pengetahuan dan
maksud tersebut memang terdapat pada tiap peserta.
Komentar beliau adalah: ini berarti bahwa apabila para peserta itu tidak mempunyai
maksud atau “opzet” yang sama seperti yang disyaratkan dalam suatu rumusan delik
tertentu, maka orang juga tidak dapat berbicara mengenai adanya suatu “medeplegen” di
dalam detik tersebut.
Maka untuk terjadinya perbuatan turut serta melakukan harus dipenuhi unsur:
- antara para peserta ada suatu kerja sama yang diinsafi (bewuste samenwerking);
- para peserta bersama telah melakukan (gezamenlijke uitvoerig).
Bahwa, R.SOESILO juga memberikan rumusan apa yang dimaksud dengan “orang yang
turut melakukan” (medepleger) adalah : bersama-sama melakukan, sedikit-dikitnya harus
ada dua orang, ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan
(medepleger) peristiwa pidana itu;
Bahwa, terhadap teori, aturan hukum dan doktrin hukum di atas tidak dapat diterapkan
dan/atau diaplikasikan kepada Terdakwa casu quo oleh karena senyatanya tidak ada dan
tidak dapat dibuktikan oleh Penuntut Umum tentang adanya suatu kerja sama yang secara
bersama-sama dan diinsyafi antara Terdakwa dengan pelaku tindak pidana pembunuhan
berencana quod non ;
Ad. 4 unsur mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan,
atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang
lain supaya melakukan perbuatan (uitlokker)
Bahwa, Penuntut Umum dalam surat dakwaan-nya secara jelas menerangkan bahwa
Terdakwa “dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan
kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman kekerasan atau penyesatan atau
dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain
supaya melakukan perbuatan dengan sengaja dengan rencana lebih dahulu merampas
nyawa orang lain” yang berarti Penuntut Umum telah memiliki keyakinan bahwa
Terdakwa mempunyai andil sebagai “provokator” atau penganjur untuk suatu tindak
pidana pembunuhan berencana. Suatu tuduhan yang serius bagi Terdakwa oleh karena
Tindak Pidana Pembunuhan Berencana tergolong dalam tindak pidana berat (capital
crime);
Bahwa, dalam kontruksi hukum uitlokker terdapat 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi
yaitu (Jan Remmelink, HUKUM PIDANA, Gramedia Pustaka Utama, 2003 Jakarta, Hlm
328):
1. kesengajaan untuk menggerakkan orang lain melakukan suatu tindakan yang dilarang
undang-undang dengan bantuan sarana, sebagaimana ditetapkan undang-undang;
2. keputusan untuk berkehendak pada pihak lainnya harus dibangkitkan. Syarat ini
berkenaan dengan kausalitas psikis.
3. orang yang tergerak (terbujuk atau terprovokasi) mewujudkan rencana yang
ditanamkan oleh pembujuk atau penggerak untuk melakukan tindak pidana atau setidak-
tidaknya melakukan percobaan ke arah itu. Itikad buruk penggerak sajalah tidak cukup;
upayanya itu haruslah terwujud secara nyata ke dalam perbuatan;
4. orang yang terbujuk niscaya harus dapat dimintai pertanggungjawaban pidana; bila
tidak maka tidak muncul pembujukan melainkan menyuruh melakukan (doen plegen).
Bahwa secara jelas (exprecis verbis) Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP menyatakan bahwa
syarat yang harus dipenuhi atau unsur inti (bestanddel elements) adanya suatu
penganjuran (uitlokker) adalah perbuatan yang dianjurkan atau digerakkan kepada orang
yang teranjur adalah perbuatan pidana atau perbuatan yang dilarang dengan
menggunakan sarana-sarana yang secara limitatif telah diatur oleh undang-undang yaitu
dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau
martabat, dengan kekerasan, ancaman kekerasan atau penyesatan atau dengan memberi
kesempatan, sarana atau keterangan.
Bahwa adapun penjelasan tentang sarana-sarana yang dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1)
ke-2 KUHP sebagai berikut (P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia,
CV Sinar Baru, Bandung, 1984 Hlm 559) adalah sebagai berikut:
Ad. 4.1 memberi sesuatu (giften)
Bahwa, Giften itu merupakan bentuk jamak dari perkatan gift yang berarti pemberian,
sehingga perkataan giften itu seharusnya diterjemahkan dengan perkataan pemberian-
pemberian dan adalah tidak perlu bahwa pemberian-pemberian tersebut haruslah
merupakan pemberian-pemberian berupa upah;
Ad. 4.2 menjanjikan sesuatu (beloften)
Bahwa, beloften itu merupakan bentuk jamak dari perkataan belofte yang berarti janji,
sehingga perkataan beloften itu seharusnya diterjemahkan dengan perkataan janji-janji,
yang mempunyai pengertian yang sangat berbeda dengan perkataan perjanjian.
Ad. 4.3 menyalahgunakan kekuasaan (geweld)
Bahwa, geweld dalam bahasa Belanda juga mempunyai pengertian sebagai macht atau
kracht yang berarti kekuasaan ataupun yang lazim disebut kekerasan.
Ad. Penyesatan (misleiding)
Bahwa, misleiding berasal dari perkataan misleiden yang mempunyai arti sebagai “tot
onjuiste gevolgtrekkingen brengen” atau “op een dwaalspoor brengen” yang berarti
membuat orang lain mendapat kesan yang tidak tepat atau menimbulkan kesalahpahaman
pada orang lain .
Mohon Perhatian Majelis Hakim Yang Mulia,
Pertanyaan kami selanjutnya adalah, apakah menganjurkan orang lain untuk mengikuti
dan/atau mengawasi seseorang adalah suatu tindak pidana???
Berdasarkan keterangan saksi Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo, saksi Jerry
Hermawan Lo, saksi Hendrikus Kia Walen alias Hendrik, saksi Sigit Haryo Wibisono
dan saksi Antasari Azhar dibawah sumpah didepan persidangan ini menyatakan, bahwa
tidak ada perintah, anjuran, bujukan dari pribadi Terdakwa kepada orang lain untuk
melakukan tindak pidana. Apalagi dengan sengaja menganjurkan melakukan tindak
pidana Pembunuhan berencana!!. Selain itu, Penuntut Umum tidak dapat membuktikan di
persidangan ini, tentang perbuatan Terdakwa untuk mengajurkan orang lain untuk
melakukan tindak pidana.
Keterangan saksi-saksi di atas diperkuat oleh keterangan ahli Hukum Pidana Rudi Satriyo
Mukantardjo, dibawah sumpah menyatakan pada persidangan ini bahwa: menganjurkan
dan atau mengerakkan orang lain sekadar untuk membuntuti dan atau mengawasi bukan
merupakan suatu tindak pidana, dan quod non apabila orang yang dianjurkan melakukan
melebihi apa yang dianjurkan atau apa yang digerakkan maka pertanggungjawaban
pidana (criminal liability) ada pada pelaku tindak pidana atau orang yang dianjurkan dan
bukan pada diri Terdakwa.
Dalil ini didukung oleh doktrin hukum pidana yang dikemukakan oleh ahli hukum
pidana, Jan Remmelink (HUKUM PIDANA, Komentar Atas Pasal-Pasal Terpenting Dari
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya Dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, 2003 Jakarta, Hlm 336)
yang menyatakan: “seorang pembujuk/ penggerak juga tidak bertanggung jawab bila
pihak yang ia bujuk/gerakkan bertindak lebih jauh ketimbang yang ia sebenarnya
maksudkan. Jika A membujuk B untuk melakukan pencurian, namun B bertindak lebih
dari itu dan ia melakukan kekerasan terhadap korban (dogmatika hukum di sini berbicara
tentang ekses kualitatif’), maka A tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas
tindakan yang terakhir itu”. Dan doktrin hukum tersebut diamini oleh P.A.F Lamintang
yang menyatakan : “bahwa uitlokker itu tidak dapat dipertanggungjawabkan atas
perbuatan-perbuatan seseorang uitgelokte yang melebihi dari apa yang diharapkan untuk
dilakukan oleh uitgelokte tersebut”(Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya
Bakti, Bandung 1997, hlm 638).
Sebagai perbandingan, menurut Barda Nawawi Arif (Perbandingan Hukum Pidana, Raja
Grafindo Persada, Jakarta 2002, Halaman 39-40) pada Hukum Pidana Inggris dalam hal
bantuan berupa membujuk atau menganjurkan, istilah yang digunakan untuk bentuk
accessory adalah counseling or procuring. Secara harafiah, to procure berarti memperoleh
atau mendapatkan. Dalam hukum pidana Inggris, yang dimaksudkan dengan to procure
ialah “menghasilkan/menimbulkan sesuatu dengan suatu usaha” (to produce by
endeavour). Tidak ada procure apabila tidak ada hubungan kausal antara apa yang
dilakukan oleh si penganjur dengan terjadinya atau dilakukannya tindak pidana.
Misalnya: apabila si pelaku (the principal) melakukan suatu tindak pidana yang berbeda
caranya dari apa yang dianjurkan, maka si penganjur (instigator) tetap bertanggung
jawab. Misal: untuk membunuh X, A menganjurkan B menikam dengan pisau, tetapi
ternyata B membunuhnya dengan racun. Dalam hal ini A tetap bertanggung jawab
sebagai penganjur. Namun dalam hal tindak pidana yang dilakukan sama sekali berbeda
dengan yang dianjurkan, maka A dapat mengajukan pembelaan. Dalam salah-satu kasus,
A membujuk B untuk mencuri dompet Y. Untuk mendapatkan dompet itu ternyata B
menembak Y sampai mati. Dalam hal ini A tidak dapat dinyatakan sebagai accessory
(pembantu), khususnya sebagai penganjur untuk terjadinya pembunuhan terhadap Y itu.
Oleh karena apabila salah satu unsur pada surat dakwaan Penuntut Umum tidak terbukti,
maka mohon kiranya Majelis hakim Yang Mulia memberikan putusan bebas (vrijspraak
vonnis) bagi Terdakwa.
Pembahasan Unsur-Unsur Pasal 340 KUHP
Bahwa unsur-unsur dari Pasal 340 KUHP adalah :
1. Barang siapa;
2. Dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu
3. Merampas/Menghilangkan jiwa orang lain.
Ad.1. Mengenai unsur : “Barang Siapa”
Bahwa, yang dimaksud dengan “barang siapa” dalam unsur ini adalah menunjuk subjek
hukum selaku pengemban hak dan kewajiban, pelaku yang dapat dipertanggungjawabkan
(toerekeningsvatbaar) secara pidana yang diduga telah melakukan suatu tindak pidana,
berdasarkan alat bukti yang sah sebagaimana ditentukan KUHAP.
Bahwa, sistim hukum pidana kita yang menganut asas concordantie dari hukum pidana
Belanda, yaitu menganut sistem pertanggungjawaban pribadi. Pertanggungjawaban
bersifat pribadi artinya orang yang dibebani tanggung jawab pidana dan dipidana
hanyalah orang atau pribadi si pembuatnya. Pertanggungjawaban pribadi tidak dapat
dibebankan pada orang yang tidak berbuat atau subjek hukum yang lain (vicarious
liability); (Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil, Hal.262).
Lebih Lanjut, Jan Remmelink menyatakan untuk dapat menghukum seseorang sekaligus
memenuhi tuntutan keadilan dan kemanusiaan, harus ada suatu perbuatan yang
bertentangan dengan hukum dan yang dapat dipersalahkan kepada pelakunya. Tambahan
pada syarat-syarat ini adalah bahwa pelaku yang bersangkutan harus merupakan
seseorang yang dapat dimintai pertanggungjawaban (toerekeningsvatbaar) atau
schuldfahig; (Jan Remmelink, Hukum Pidana, Komentar atas Pasal-Pasal terpenting dari
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Indonesia, Hal. 85-86).
Bahwa, Penuntut Umum dalam Surat Tuntutan Halaman 87 menyatakan: “....
berdasarkan keterangan saksi Antasari Azhar, Sigit Haryo Wibisono keterangan Setyo
Whayudi dan Terdakwa bahwa telah terjadi pertemuan kembali antara saksi Sigit Haryo
Wibisono, saksi Antasari Azhar dan Terdakwa bertempat di rumah Sigit Haryo Wibisono
di Jalan Pati Unus No.35 Jakarta Selatan, berbicara mengenai masalah teror terhadap
dirinya dan terdakwa bercerita tentang karirnya. Pada pertemuan tersebut Antasari Azhar
menyanggupi akan mensonding Kapolri untuk membantu karir terdakwa dan berkaitan
dengan keluhan Antasari Azhar mengenai teror yang dialaminya, terdakwa menyanggupi
untuk mengamankan teror dengan cara akan mencarikan orang untuk menyelesaikannya”
Bahwa, senyatanya fakta terungkap dipersidangan tidaklah seperti yang didalilkan oleh
Penuntut Umum. Berdasarkan keterangan Saksi Antasari Azhar, saksi Sigit Haryo
Wibisono dan keterangan Terdakwa, bahwa dalam pertemuan bertiga tersebut, tidak ada
pembicaraan tentang teror yang dialami oleh saksi Antasari Azhar, dan Terdakwa tidak
membicarakan tentang karir. Berdasarkan keterangan saksi Antasari Azhar juga
menyatakan bahwa ia saksi Antasari Azhar tidak pernah menjanjikan tentang promosi
jabatan kepada Terdakwa. Selanjutnya Penuntut Umum mendalilkan bahwa “terdapat
kehendak dan kepentingan bersama antara Terdakwa dan Antasari Azhar dan Sigit Haryo
Wibisono untuk merencanakan melakukan “tindakan” terhadap korban Nasrudin
Zulkarnain Iskandar..”. Istilah “tindakan” yang digunakan oleh Penuntut Umum
membuktikan bahwa Penuntut Umum tidak yakin akan bentuk tindakan yang dimaksud,
oleh karena Penuntut Umum telah mendengar keterangan yang diberikan oleh saksi-saksi
yang diperdengarkan dipersidangan yang senyatanya menyatakan bahwa tidak ada
rencana pembunuhan atau tindakan lain yang pada intinya menghilangkan nyawa orang
lain casu quo Nasrudin Zulkarnain Iskandar.
Bahwa, senyatanya Penuntut Umum tidak dapat membuktikan bahwa Terdakwa adalah
subyek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, oleh karena Terdakwa
tidak dalam posisi sebagai pelaku tindak pidana, menyuruh melakukan tindak pidana,
turut serta melakukan tindak pidana, menganjurkan tindak pidana ataupun membantu
terwujudnya suatu tindak pidana.
Ad. 2. Mengenai unsur : “Dengan sengaja dan “Dengan rencana terlebih dahulu”
Bahwa, di dalam surat tuntutan pidananya, Penuntut Umum telah mengkualifisier
perbuatan Terdakwa yang dianggap sebagai perbuatan “dengan sengaja“ menghilangkan
nyawa orang lain, dengan kata lain Terdakwa menghendaki dan menginsyafi akibat dari
perbuatannya.
Bahwa, unsur Opzettelijk atau “dengan sengaja“ terletak didepan Unsur
“menghilangkan“, unsur “nyawa“ dan unsur “orang lain“ ini berarti bahwa semua unsur
yang terletak dibelakang Opzettelijk itu juga diliputi opzet, artinya semua unsur tersebut
oleh Penuntut Umum” harus didakwakan “terhadap Terdakwa dan dengan sendirinya“
harus dibuktikan “di sidang Pengadilan.
Bahwa opzet dari Terdakwa yang telah ditujukan pada unsur-unsur tersebut atau dengan
kata lain Penuntut Umum harus membuktikan bahwa Terdakwa telah :
a. Menghendaki (willens) melakukan tindakan yang bersangkutan dan telah “wetens“
atau mengetahui bahwa tindakannya itu bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang
lain.
b. Menghendaki bahwa yang akan dihilangkan itu adalah nyawa.
c. Mengetahui bahwa yang hendak Terdakwa hilangkan itu adalah nyawa orang lain.
Lebih lanjut, dalam tataran ilmu hukum, terdapat 3 (tiga) derivasi dari unsur kesengajaan
atau opzettelijk yaitu:
a. opzet als oogmerk (sengaja sebagai tujuan) yang berarti berarti suatu tindakan dengan
akibat tertentu (yang sesuai dengan rumusan delik), adalah betul-betul sebagai
perwujudan dari maksud atau tujuan dan pengetahuan dari si pelaku; dan merupakan
sesuatu yang terkandung dalam batin atau jiwa si pelaku;
b. opzet bij noodzakelijkheids bewustzijn (kesengajaan dengan kesadaran akan
keharusan) yang menjadi sandarannya adalah seberapa jauh pengetahuan atau kesadaran
si pelaku tentang tindakan dan akibat yang merupakan salah satu unsur dari suatu delik
yang terjadi;
c. opzet bij mogelijkheids bewustzijn/dolus eventualis (kesengajaan dengan kesadaran
akan kemungkinan) yang menjadi sandaran adalah sejauh mana pengetahuan atau
kesadaran si pelaku.
Dolus eventualis menurut pendapat Pompe adalah kesengajaan bersyarat yang bertolak
dari kemungkinan (dolus eventualis) artinya;
“tidak pernah lebih banyak dikehendaki dan diketahui daripada kemungkinan itu.
Seseorang yang menghendaki matinya orang lain, tidak dapat dikatakan bahwa ia
menghendaki supaya orang itu mati”. (Leden Marpaung, Azas-Teori-Praktik Hukum
Pidana Halaman 18, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta).
Bahwa, berbicara mengenai kesengajaan maka erat kaitannya dengan unsur kesalahan
atau pertanggungjawaban pidana yang merupakan penilaian terhadap sikap batin
pelakunya. Dalam hukum pidana, seseorang dinyatakan “bersalah” apabila ia dapat dicela
secara yuridis atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan dapat dicelakan
terhadapnya. Unsur kesalahan ini atau pertanggungjawaban pidana perlaku ini hanya
relevan jika telah dapat dibuktikan bahwa perbuatan pelaku bersifat melawan hukum.
2. Bahwa Terdakwa sama sekali tidak pernah melakukan perbuatan yang sifatnya
melanggar hukum sebagaimana diancam dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 55
ayat (1) ke-2 KUHP jo Pasal 340 KUHP !!!
3. Bahwa benar Terdakwa bertemu dengan saksi Antasari Azhar di rumahnya saksi Sigid
Haryo Wibisono maupun bertemu di rumah saksi Antasari Azhar di BSD, akan tetapi
sama sekali tidak pernah ada membicarakan perencanaan pembunuhan terhadap korban
Nasrudin Zulkarnain Iskandar !!!
4. Bahwa benar Terdakwa ada bertemu dengan saksi Sigid Haryo Wibisono dirumah
saksi Sigid Haryo Wibisono di Jl.Patiunus maupun dikantor Jl.Kerinci, akan tetapi sama
sekali tidak pernah ada membi carakan perencanaan pembunuhan terhadap korban
Nasrudin Zulkarnain Iskandar !!!
5. Bahwa benar Terdakwa bertemu dengan saksi Jery Hermawan Lo di kantornya di
Kedoya, akan tetapi sama sekali tidak pernah ada membicarakan perencanaan
pembunuhan terhadap korban Nasrudin Zulkarnain Iskandar !!!
6. Bahwa benar Terdakwa bertemu dengan saksi Jery Hermawan Lo dan saksi Eduardus
Noe Ndopo Mbete alias Edo di Bowling Ancol, akan tetapi sama sekali tidak pernah
membicarakan perencanaan pembunuhan terhadap korban Nasrudin Zulkarnain Iskandar;
begitu pula, Terdakwa sama sekali tidak pernah membujuk dan sama sekali tidak pernah
menganjurkan kepada saksi Jery Hermawan Lo maupun kepada saksi Eduardus Noe
Ndopo Mbete alias Edo untuk melakukan pembunuhan berencana kepada korban
Nasrudin Zulkarnain Iskandar !!!
Bahwa, alat bukti petunjuk yang diandalkan oleh Penuntut Umum tidak dapat diterima
begitu saja dalam persidangan ini, oleh karena sebagaimana kami utarakan di atas bahwa
keberadaan alat bukti petunjuk bergantung (assesoir) pada alat bukti lainnya yang diatur
secara limitatif oleh KUHAP, yaitu keterangan saksi, surat dan keterangan Terdakwa.
Apabila alat bukti yang menjadi sumber keberadaan petunjuk tersebut tidak ada maka
dengan sendirinya alat bukti petunjuk tidak akan pernah ada.
Bahwa, Menurut M. Yahya Harahap, dalam Pembahasan Permasalahan dan Penerapan
KUHAP, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta 2000 Halaman 296 menyatakan: “petunjuk
adalah anak yang dilahirkan dari kandungan alat bukti keterangan saksi atau alat bukti
surat maupun dari alat bukti keterangan terdakwa”. Tanpa alat bukti petunjuk, sidang
pengadilan mungkin saja mencapai nilai pembuktian yang cukup dari alat bukti yang lain.
Akan tetapi, alat bukti petunjuk tidak akan pernah mampu mencukupi nilai pembuktian
tanpa adanya alat bukti yang lain. Bahkan secara ekstrem dapat dikatakan, alat bukti
petunjuk tidak akan pernah ada selama tidak ada bukti lain yang menjadi sumber
kelahirannya.
Petunjuk sebagai alat bukti yang lahir dari kandungan alat bukti yang lain:
i. selamanya tergantung dan bersumber dari alat bukti yang lain;
ii. alat bukti petunjuk baru diperlukan, apabila bukti yang lain belum dianggap hakim
cukup membuktikan kesalahan terdakwa. Atau dengan kata lain, alat bukti petunjuk baru
dianggap mendesak mempergunakannya apabila upaya pembuktian dengan alat bukti
yang lain belum mencapai batas minimum pembuktian;
iii. oleh karena itu hakim harus lebih dahulu berdaya upaya mencukupi pembuktian
dengan alat bukti yang lain sebelum ia berpaling mempergunakan alat bukti petunjuk;
iv. dengan demikian upaya mempergunakan alat bukti petunjuk baru diperlukan pada
tingkat keadaan daya upaya pembuktian sudah tidak mungkin diperoleh lagi alat bukti
yang lain. Dalam batas tingkat keadaaan demikianlah upaya pembuktian dengan alat
bukti petunjuk sangat diperlukan.
Bahwa, berdasarkan Pasal 188 ayat (3) KUHAP pembuat undang-undang casu quo
KUHAP telah mengingatkan Majelis Hakim Yang agar supaya dalam penilaian dan
penerapan alat bukti petunjuk dilakukan:
1. dengan arif dan bijaksana.
2. serta harus lebih dulu mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.
Lebih lanjut, Yurisprudensi tetap Mahkamah Agung tanggal 27 Juni 1983 No.185
K/Pid/1982 tentang penggunaan alat bukti petunjuk kiranya dapat menjadi pedoman bagi
Majelis Hakim Yang Mulia dalam memutus perkara.
Bahwa, oleh karena penggunaan alat bukti petunjuk tidak dapat digunakan secara
serampangan karena akan berdampak luar biasa bagi Terdakwa, masyarakat dan dunia
hukum, untuk itu mohon Kiranya Majelis Hakim Yang Mulia agar berhati-hati, cermat
dan bijak apabila menggunakan alat bukti petunjuk dalam persidangan ini.
Bahwa, mengenai unsur dengan rencana terlebih dahulu (voorbedachteraad/premeditate)
dapat di telaah dari Yurisprudensi Putusan Hooge Raad tanggal 22 Maret 1909 yang
menyatakan bahwa:
Untuk dapat diterimanya suatu “rencana terlebih dahulu”, maka adalah perlu adanya
suatu tenggang waktu pendek atau panjang dalam mana dilakukan pertimbangan dan
pemikiran yang tenang. Pelaku tindak pidana harus dapat memperhitungkan makna dan
akibat-akibat perbuatannya, dalam suatu suasana kejiwaan yang memungkinkan untuk
berpikir.
Bahwa pertemuan-pertemuan yang terjadi antara Terdakwa dan Sigit Haryo Wibisono
beserta dengan Antasari Azhar tidak dalam rangka merencanakan atau
mempertimbangkan secara tenang tentang perbuatan pembunuhan berencana terhadap
Nasrudin Zulkarnain Iskandar.
Bahwa, apabila diobyektifkan menggunakan pemikiran orang pada umumnya, maka
dapat ditarik sebuah tesis yang berkesimpulan: tidaklah mungkin pada pertemuan yang
berlangsung tidak lebih dari 15 menit antara Terdakwa bersama dengan Sigit Haryo
Wibisono dan Antasari Azhar merencanakan suatu skenario besar tentang tindak pidana
pembunuhan.
Bahwa, apabila dilihat dari rentang waktu pertemuan antara ketiganya, secara nyata
Terdakwa tidak memiliki pertimbangan dan pemikiran yang tenang dengan maksud untuk
menghilangkan nyawa orang lain. Selain itu, anjuran Terdakwa terhadap saksi Eduardus
Noe Ndopo Mbete alias Edo adalah untuk mengikuti korban. Tidak ada sebersit-pun
dalam pikiran Terdakwa untuk membunuh Nasrudin Zulkarnain Iskandar. Mencari tahu
tentang identitas korban saja tidak Terdakwa lakukan. Tentang uang operasional yang
berjumlah Rp.500.000.000,-(lima ratus juta) tidak diketahui oleh Terdakwa. Terdakwa
hanya menyatakan kepada Sigit Haryo Wibisono tentang kebutuhan dana operasional dan
tidak pernah disebutkan jumlah dana operasional tersebut. Kemudian, oleh karena tugas
yang diberikan hanyalah untuk mengikuti korban, maka tidak dapat dipikirkan lebih jauh
oleh Terdakwa tentang akibat yang mungkin akan timbul dari tindakan pembuntutan
tersebut, oleh karena secara umum dapat dilihat perbedaan yang sangat tajam antara tugas
pembuntutan dibandingkan dengan tugas pembunuhan.
Maka dengan demikian perbuatan atau tindakan yang didakwakan kepada Terdakwa
tidak terbukti, oleh karena sedari awal tidak ada kehendak dari Terdakwa nyawa orang
lain hilang atau setidaknya tidak ada pengetahuan Terdakwa tentang hilangnya nyawa
orang lain;
Berdasarkan fakta tersebut, kami tidak sependapat dengan Penuntut Umum, bahwa unsur
"dengan sengaja" dan “dengan rencana terlebih dahulu” telah terpenuhi menurut hukum.
Dengan demikian, berdasarkan seluruh fakta-fakta hukum yang telah diuraikan secara
jelas, lengkap dan terperinci sebagaimana tersebut diatas, bahwa ternyata unsur “Dengan
Sengaja dan Direncanakan Terlebih Dahulu” yang diarahkan pada Terdakwa telah tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan, baik dalam dakwaan maupun dalam requisitoir
Penuntut Umum. Dan sejalan dengan azas hukum pidana “geen straf zonder schuld”
sebagai salah satu pilar dalam hukum pidana di Indonesia maka Mohon kiranya Majelis
Hakim Yang Mulia membebaskan Terdakwa dari segala tuntutan Penuntut Umum.
Ad. 3. Mengenai unsur : “Menghilangkan jiwa orang lain”
Bahwa dengan tidak terbuktinya kwalifikasi delik yang melekat pada unsur “BARANG
SIAPA” berikutpula, pada unsur “DENGAN SENGAJA DAN DIRENCANAKAN
TERLEBIH DAHULU”; maka demi hukum, unsur “MENGHILANGKAN JIWA
ORANG LAIN” yang diarahkan pada diri Terdakwa turut pula tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan baik dalam dakwaan maupun dalam requisitor Penuntut Umum.
Bahwa dengan tidak terbuktinya kualifikasi delik yang melekat pada unsur “BARANG
SIAPA” berikut pula, pada unsur “DENGAN SENGAJA DAN DIRENCANAKAN
TERLEBIH DAHULU”; maka demi hukum, unsur “MENGHILANGKAN JIWA
ORANG LAIN” yang diarahkan pada diri Terdakwa turut pula tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan baik dalam dakwaan maupun dalam requisitor Penuntut Umum.
Mohon Perhatian Majelis Hakim Yang Mulia,
Bahwa, dalam berkas Tuntutan, Penuntut Umum melampirkan Putusan Pengadilan
Negeri Tangerang yang menjatuhkan pidana terhadap saksi-saksi: Eduardus Noe Ndopo
Mbete alias Edo, Hendrikus Kia Walen alias Hendrik, Fransiskus Tadon Kerans alias
Amsi, Heri Santosa bin Rasja alias Bagol, Daniel Daen Sabon alias Daniel, semata-mata
hanyalah untuk mempertebal surat Tuntutannya (requisitor) dalam persidangan ini.
Bahwa, Penuntut Umum selayaknya mengetahui Putusan Pengadilan Negeri Tangerang
tersebut tidak serta merta menjadikan Terdakwa turut bersalah untuk perbuatan yang
tidak dilakukannya. Selain itu, saksi-saksi di atas telah mengajukan upaya hukum
banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Tangerang, karenanya putusan-putusan
dimaksud belum memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde) dan tidak
dapat dijadikan sebagai rujukan dalam perkara ini.
VII. PENUTUP
KESIMPULAN
Majelis Hakim Yang kami hormati
Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat
Sidang Pengadilan yang mulia,
Bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, saksi ahli, bukti-bukti, keterangan Terdakwa
serta fakta-fakta yang terungkap dipersidangan serta dihubungkan dengan KUHAP,
dihubungkan dengan surat dakwaan serta tuntutan Penuntut Umum terhadap Terdakwa,
maka Kami Penasihat Hukum Terdakwa memperoleh kesimpulan sebagai berikut:
· Bahwa, dengan mendudukan Terdakwa Kombes (Pol) Drs. Wiliardi Wizar di depan
persidangan ini, merupakan suatu grand design yang dilakukan oleh oknum-oknum yang
tidak bertanggungjawab untuk memenuhi kepentingan segelintir orang dan bukan untuk
penegakan hukum. Pada kenyataannya, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam
persidangan, perkara ini merupakan perkara yang direkayasa, mengada-ada dan
dipaksakan untuk diajukan dalam persidangan;
· Bahwa, tidak ada satu saksi-pun maupun alat bukti lain yang secara nyata dapat
membuktikan Terdakwa Kombes (Pol) Drs. Wiliardi Wizar terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah menganjurkan dan atau menyuruh melakukan Pembunuhan
Berencana terhadap Nasrudin Zulkarnain Iskandar, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP Jo Pasal 340 KUHP;
· Bahwa, Hukum Acara Pidana mencari kebenaran materiil atau kebenaran sejati,
bukanlah didasarkan pada ”kesimpulan” ataupun ”imajinasi” segelintir orang demi
tercapainya target tertentu.
PERMOHONAN
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka kami Penasihat Hukum dari Terdakwa Kombes (Pol)
Drs. Wiliardi Wizar memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia untuk memutuskan
sebagai berikut :
1. Menerima dan mengabulkan Nota Pembelaan /Pleidooi Terdakwa Kombes (Pol) Drs.
Wiliardi Wizar;
2. Menyatakan seluruh dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwa
Kombes (Pol) Drs. Wiliardi Wizar adalah Batal Demi Hukum (nietig);
3. Menyatakan Terdakwa Kombes (Pol) Drs. Wiliardi Wizar tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah telah melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud
ketentuan Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 Jo Pasal 340 KUHP;
4. Membebaskan Terdakwa Kombes (Pol) Drs. Wiliardi Wizar dari segala dakwaan
(vrijspraak) atau setidak-tidaknya melepaskan Terdakwa Kombes (Pol) Wiliardi Wizar
dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtstvervolging);
5. Mengembalikan dan menempatkan kembali nama baik dan/atau kedudukan Terdakwa
Kombes (Pol) Wiliardi Wizar pada kedudukannya semula;
6. Memerintahkan sdr.Jaksa Penuntut Umum dengan tanpa syarat untuk mengeluarkan
Terdakwa Kombes Pol.Drs. Wiliardi Wizar dari dalam tahanan;
7. Membebankan biaya perkara ini pada negara.
Majelis hakim Yang Mulia,
Penuntut Umum dan
Persidangan Yang Kami hormati,
Di akhir dari Nota Pembelaan ini, perkenankanlah kami mengutip definisi keadilan tertua
yang dirumuskan oleh para ahli hukum zaman romawi,berbunyi demikian:
“Justitia est constans et perpetua voluntas jus suum cuique tribuendi”
yaitu:
“Keadilan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang
apa yang semestinya”
Selanjutnya Prof.Mr. Wirjono Prodjodikoro, seorang ahli hukum berpesan sebagai
berikut: “sebelum memutus perkara, supaya berwawancara dahulu dengan hati
nuraninya”. Kami yakin dan percaya bahwa Majelis Hakim akan menjatuhkan putusan
yang adil dan benar berdasarkan fakta hukum dan keyakinannya.
Akhirnya, kami serahkan nasib Terdakwa Kombes (Pol) Drs. Wiliardi Wizar kepada
Majelis Hakim Yang Mulia, karena hanya majelis hakimlah yang dapat menentukannya
dengan bunyi ketukan palu, mudah-mudahan ketukan palu tersebut memberikan
pertanggung jawaban yang benar demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Demikianlah Nota Pembelaan atas nama Terdakwa Kombes (Pol) Drs. Wiliardi Wizar
kami baca dan sampaikan kepada Majelis Hakim Yang Mulia dalam persidangan
terhormat ini.
Terima kasih.
Jakarta, Kamis 28 Januari 2010.
Tim Penasihat Hukum,
Terdakwa Kombes (Pol) Drs. Wiliardi Wizar
Lampiran :
1. Fotocopy Tanda Penghargaan Satyalancana Dwidya Sistha;
2. Fotocopy Tanda Kehormatan Satyalancana Jana Utama;
3. Fotocopy Tanda Kehormatan Saytalancana Dharma Nusa;
4. Fotocopy Tanda Kehormatan Satyalancana Kesetiaan 24 tahun;
5. Fotocopy Tanda Kehormatan Bintang Bhayangkara Nararya;
6. Fotocopy Surat dari Komnas HAM Indonesia yang ditujukan kepada Kepala Keplosian
RI No.2.272/K/PMT/VII/2009, perihal permintaan untuk memenuhi dan menghormati
hak asasi manusia tersangka a/n Kombes (Pol) Wiliardi Wizar dan pemberitahuan
mengunjungi tersangka.