You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

Tropical Medicine adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang bertujuan
untuk mengatasi masalah kesehatan yang terjadi secara unik, bisa menyebar dengan
luas, atau sulit untuk dikontrol yang terjadi di daerah topik dan subtropik. Ilmu
penyakit tropik ini sangatlah bervariasi dan tidak selalu sama untuk masing – masing
negara. Di Asia tenggara, ditemukan penyakit demam dengue, schistosomiasis, avian
flu, dll.

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang


disebabkan oleh infeksi virus dengue yang terdiri dari 4 serotipe yaitu DENV 1,
DENV2, DENV3, dan DENV4.

Demam berdarah dengue di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya


tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru dilakukan pada tahun 1970. Di Jakarta,
kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut – turut
dilaporkan di Bandung (1972), Yogyakarta (1972). Epidemi pertama di luar Jawa
dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau,
Sulawesi Utara, dan Bali (1973). Pada tahun 1974, epidemi dilaporkan di Kalimantan
selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh
propinsi di Indonesia. Pada saat ini DBD sudah endemis di banyak kota – kota besar,
bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah berjangkit di daerah pedesaan.
Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand.

Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan menjabarkan penyakit
demam berdarah dengue dimulai dengan demam, kedaruratan syok pada anak, DBD,
DSS, dan diferensial diagnosa dari DBD.

1
BAB II
PEMICU

S, seorang anak perempuan, usia 6 tahun berat badan 22kg, masuk ke


Rumah Sakit dengan penurunan kesadaran disertai keluhan tangan dan kaki dingin
yang sudah dialami sejak ½ jam sebelum masuk ke Rumah Sakit. S terlihat gelisah
sejak 1 jam yang lalu. Riwayat demam dijumpai sejak 4 hari yang lalu, demam tinggi
tidak turun dengan obat penurun panas, namun dalam satu hari ini tidak dijumpai lagi
demam. Riwayat muntah dialami S sejak 4 hari yang lalu, frekuensi 3x/hari, volume
20-50cc/x muntah, isi apa yang dimakan dan diminum. Riwayat mimisan dijumpai 3
hari sebelum masuk ke Rumah Sakit. Riwayat sakit kepala dan nyeri sendi juga
dijumpai. Penurunan nafsu makan dijumpai sejak 4 hari yang lalu. BAB tidak
dijumpai sejak 4 hari yang lalu. BAK terakhir 6 jam sebelum masuk ke Rumah Sakit.
Apakah yang terjadi pada S ?

2
BAB III
MORE INFO

MORE INFO 1:
Dari pemeriksaan fisik dijumpai sensorium : apatis temparatur 36,6˚c , mata :
reflex cahaya +/+, pupil isokor Ki=Ka, konjungtiva palpebra superior dijumpai
edema, pernafasan cuping hidung dijumpai, Fj : 160x/min regular, tidak dijumpai
desah, FP: 52x/i , reguler, suara pernafasan paru kanan bawah menghilang. Abdomen
distensi, peristaltik normal, hepar dan lien sulit dinilai. FN : 160x/i , reguler,
tekanan/volume kurang, tekanan darah tidak terukur, capillary refill time >3min ,
akral dingin , urine output< 1cc/kgbb/jam.
Apakah kemungkinan diagnosa S? serta pemeriksaan tambahan apalagi yang
dibutuhkan untuk S?

MORE INFO 2:
Pemeriksaan Laboratorium : Hb :12,5gr/dl , Ht: 43,4% , lekosit: 8900mm³ ,
trombosit : 12000/mm³ , KGD ad random : 87/dl , ureum:35 , creatinin : 0,4 , Na:
125mEq/L , K:5,1mEq/L , Cl: 104mEq/L , pH: 7,159 , pCO₂:50,6 , pO₂ :32 , HCO₃ :
17,6 , total CO₂:19,6 , BE: -11,1 , Sat O₂ :47%
Pemeriksaan Radiologi :
Foto thorax (AP) = Efusi Pleura kanan
Bagaimana kesimpulan anda S sekarang?

3
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Demam
International Union of Physiological Sciences Commission for Thermal
Physiology mendefinisikan demam sebagai suatu keadaan peningkatan suhu inti, yang
sering (tetapi tidak seharusnya) merupakan bagian dari respons pertahanan organisme
multiselular (host) terhadap invasi mikroorganisme atau benda mati yang patogenik
atau dianggap asing oleh host.

Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu sirkadian (variasi diurnal).
Suhu terendah dicapai pada pagi hari pukul 04.00 – 06.00 dan tertinggi pada awal
malam hari pukul 16.00 – 18.00. Kurva demam biasanya juga mengikuti pola diurnal
ini. Suhu tubuh juga dipengaruhi oleh faktor individu dan lingkungan, meliputi usia,
jenis kelamin, aktivitas fisik dan suhu udara ambien. Hasil pengukuran suhu tubuh
bervariasi tergantung pada tempat pengukuran (Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Suhu normal pada tempat yang berbeda

Tempat Rentang; rerata suhu Demam


Jenis termometer
pengukuran normal (oC) (oC)
Aksila Air raksa, elektronik 34,7 – 37,3; 36,4 37,4
Sublingual Air raksa, elektronik 35,5 – 37,5; 36,6 37,6
Rektal Air raksa, elektronik 36,6 – 37,9; 37 38
Telinga Emisi infra merah 35,7 – 37,5; 36,6 37,6

Pola demam dapat dikenali, walaupun tidak patognomonis untuk infeksi


tertentu, informasi ini dapat menjadi petunjuk diagnosis yang berguna (Tabel 4.2).

Tabel 4.2 Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik


Pola demam Penyakit

4
Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan
Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri
Intermiten Malaria, limfoma, endokarditis
Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik
Quotidian Malaria karena P.vivax
Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid
arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin)
Relapsing atau periodik Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis
Demam rekuren Familial Mediterranean fever

Penilaian pola demam meliputi tipe perlahan-lahan atau tiba-tiba, variasi


derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode sakit, siklus demam, dan
respons terhadap terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi:
Demam kontinyu (Gambar 4.1) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan
suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4 oC selama periode 24 jam.
Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Gambar 4.1 Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)

Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai
normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam (Gambar 4.2). Variasi diurnal
biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

Gambar 4.2 Demam remiten

Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi
hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar 4.3). Pola ini merupakan jenis demam
terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.

5
Gambar 4.3 Demam intermiten

Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten
menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.
Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam
yang terjadi setiap hari. Demam quotidian ganda (Gambar 4.4)memiliki dua puncak
dalam 12 jam (siklus 12 jam)

Gambar 4.4 Demam quotidian

Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan


menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi
normal.
Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama
demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk
infeksi saluran nafas atas.
Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular
pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius)
atau sistem organ multipel.
Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang
berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan
contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis,
demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever
(Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam
Lassa).

6
Relapsing fever dan demam periodik: demam periodik ditandai oleh episode
demam berulang dengan interval regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu
sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh
yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap
hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar 4.5)dan brucellosis.

Gambar 4.5 Pola demam malaria

Jarish-Herxheimer reaction (JHR) adalah demam yang umumnya mengikuti


pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat organisme
dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah mengobati pasien
syphillis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi anafilaktik
full-blown.
Demam Pel-Ebstein (Gambar 4.6), pada awalnya dipikirkan khas untuk
limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami
pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari
demam yang berlangsung 3 – 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang
serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan
atau berhubungan dengan anemia hemolitik.

Gambar 4.6 Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).

1.2 Kedaruratan syok pada anak

7
Syok adalah ketidaknormalan dari sistem peredaran darah yang
mengakibatkan perfusi organ dan oksigenasi jaringan tidak adekuat juga menjadi
perangkat untuk diagnosis dan terapi.

Manifestasi syok pada anak yaitu (1) kulit pucat, dingin, dan dengan lembab
terutama pada ujung jari kaki, tangan, dan hidung, sedangkan kuku menjadi biru. Hal
ini disebabkan oleh sirkulasi yang insufisiensi yang mengakibatkan aktifitas simpatik
meningkat secara refleks, (2) anak yang semula rewel, cengeng, gelisah lambat laun
akan mengalami penurunan kesadaran menjadi apatis, sopor , dan koma. Hal ini
disebabkan oleh kegagalan sirkulasi serebral, (3) perubahan nadi, baik frekuensi
maupun amplitudonya. Nadi cepat dan lembut sampai tidak dapat diraba akibat kolaps
sirkulasi, (4) tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, (5) tekanan
sistolik pada anak menurun menjadi 80 mmHg atau kurang, (6) oligouria sampai
anuria karena penurunan perfusi darah yang meliputi arteri renalis.

Penatalaksanaan syok pada anak adalah dimulai dari pemberian oksigen yang
adekuat dan ventilasi lalu diberikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kgbb dalam
waktu 5 menit. Jika ada perbaikan maka dapat dijumpai kenaikan dari tekanan darah,
meningkatnya perfusi, dan jumlah urin > 1ml/kgbb. Jika tidak ada perbaikan maka
berikan kembali kristaloid sebanyak sebanyak 20 ml/kgbb dalam waktu 5 menit, jika
ada perbaikan maka dapat dijumpai dijumpai kenaikan dari tekanan darah,
meningkatnya perfusi, dan jumlah urin > 1ml/kgbb. Jika tidak ada perbaikan maka
pasang kateter urin dan CVP. Jika CVP < 10 mmHg maka infus dengan koloid sampai
CVP 10 mmHg dan jika sudah tercapai cari etiologi dari syok dan berikan cairan
maintenance sesuai dengan holiday segar (tabel 4.3). Jika CVP > 10 mmHg maka
hentikan pemberian cairan dan berikan agen inotropik.

Tabel 4.3 Holiday Segar

Berat badan < 10 Kg 100 ml /kgbb


11- 20 Kg 1000 ml + (BB – 10) x 50 ml
21 – 30 Kg 1500 + (BB – 20) x

8
20 ml

4.3 Demam Berdarah Dengue (DBD)


4.3.1 Definisi dan Etiologi DBD
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh infeksi virus dengue yang terdiri dari 4 serotipe yaitu DENV 1,
DENV2, DENV3, dan DENV4. Serotipe DENV3 merupakan serotipe yang dominan
dan banyak berhubungan dengan kasus berat.

Virus dengue termasuk dalam grup arbovirus, genus flavivirus, dan famili
flaviviridae. Morfologi dari virion dengue adalah partikel sferis dengan diameter
nukleokapsid 30 nm dan ketebalan selubung 10 nm, sehingga diameter virion kira –
kira 50 nm. Virus ini mengandung ss RNA yang bertindak sebagai genom mampu
langsung bersifat sebagai mRNA dan tidak memiliki poliadenosin pada ujung tiga
prime-nya. Vektor dari virus ini adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

Menurut nomenklatur dari Rice (1985), protein virus dengue terdiri dari
protein C untuk protein kapsid, M untuk protein membran, E untuk protein selubung,
dan NS untuk protein non struktural.
Gambar 4.7 Struktur virus

4.3.2 Epidemiologi DBD

9
Demam berdarah dengue di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya
tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru dilakukan pada tahun 1970. Di Jakarta,
kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut – turut
dilaporkan di Bandung (1972), Yogyakarta (1972). Epidemi pertama di luar Jawa
dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau,
Sulawesi Utara, dan Bali (1973). Pada tahun 1974, epidemi dilaporkan di Kalimantan
selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh
propinsi di Indonesia. Pada saat ini DBD sudah endemis di banyak kota – kota besar,
bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah berjangkit di daerah pedesaan.
Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand.

Sejak tahun1968 angka kesakitan rata – rata DBD di Indonesia terus


meningkat dari 0,05 (1968) menjadi 8,14 (1973), 8,65 (1983), dan mencapai angka
tertinggi tahun 1998 yaitu 31,59 per 100.000 penduduk dengan jumlah penderita
sebanyak 72.133 orang. Pada saat ini DBD telah menyebarluas di kawasan Asia
Tenggara, Pasifik Barat, dan daerah Karibia.

Morbiditas dan mortalitas DBD bervariasi di masing – masing negara, hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor,
tingkat penyabaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue, dan kondisi
meteorologis. Secara umum, tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin tetapi
angka kematian lebih banyak terjadi pada anak perempuan dibandingkan laki – laki.
Di Indonesia, pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas, namun secara garis
besar jumlah kasus meningkat pada bulan september sampai Februari dengan
mencapai puncak pada bulan Januari. Suhu 28-32°C kelembaban tinggi dapat
menyebabkan nyamuk bertahan hidup lama.

4.3.3 Klasifikasi DBD


Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1986, penyakit DBD dibagi
menurut berat ringannya.  Secara singkat klasifikasinya adalah:

10
a. Derajat 1  - jika terdapat tanda-tanda demam disertai gejala-gejala yang lain, seperti
mual, muntah, sakit pada ulu hati, pusing, nyeri otot, dan lainnya, tanpa adanya
perdarahan spontan dan bila dilakukan uji tourniquet menunjukkan hasil positif (+)
terdapat bintik-bintik merah.  Selain itu, pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan
tanda-tanda hemokonsentrasi dan trombositopenea.
b. Derajat 2 – jika terdapat tanda-tanda dan gejala seperti yang terdapat pada DBD
Derajat 1 disertai adanya perdarahan spontan pada kulit ataupun tempat lain (gusi,
mimisan,dll)
c. Derajat 3 – jika telah terdapat tanda-tanda shock, yaitu dari pengukuran nadi
didapatkan hasil cepat dan lemah; tekanan darah menurun; penderita gelisah; dan
tampak kebiru-biruan pada sekitar mulut, hidung, dan ujung-ujung jari.
d. Derajat 4 – jika penderita telah jatuh pada keadaan shock, penderita kehilangan
kesadaran dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tidak terukur.  Kondisi seperti ini
disebut DSS – Dengue Shock Syndrome.  Penderita berada dalam keadan kritis dan
memerlukan perawatan yang intesif di ruang ICU.

4.3.4 Patogenesis DBD


Virus dengue menepel pada sel hospes melalui dua cara yaitu terikat pada
reseptor virus yang ada di permukaan sel dan melalui antibodi antidengue yang terikat
pada sel. Virus masuk ke dalam sel melalui dua cara yaitu endositosis/ pinositosis dan
fusi selubung virus dengan membran plasma yang diikuti pelepasan nukleokapsid ke
dalam sitoplasma sel. Fusi terjadi lebih baik pada suasana asam.

Tahap pertama setelah terjadinya pelepasan kapsid adalah translasi RNA


virion menjadi RNA polimerase yang kemudian digunakan untuk membuat RNA
cerminan genom virus. Translasi genom virus dimulai dari kodon AUG gen protein C
dan terus berlanjut menuju ke genNS5, sehingga produknya merupakan poliprotein.
Poliprotein tersebut dengan cepat dan bertahap dipecah oleh berbagai enzim baik
yang berasal dari hospes maupun yang sintesisnya diatur oleh gen virus. Pada fase
akhir siklus replikasi, yaitu menjelang atau bersamaan dengan morfogenesis virion,
prM dipecah menjadi M.

11
Setelah semua komponen virion disintesis, morfogenesis lengkap virion
berlangsung dan pada dasarnya terdiri dari empat tahap yaitu perakitan nukleokapsid
dari RNA dan protein C, budding nukleokapsid dari membran intraselulser yang telah
disisipi oleh prM dan E, pelepasan virion yang terjadi akibat proses fusi membran
plasma dengan vesikel pembawa virion seperti proses eksositosis lain, dan pemecahan
prM menjadi M.
Gambar 4. 8 Replikasi virus

4.3.5 Patofisiologi dan Gejala Klinis DBD


Aedes aegypti (karier virus dengue) dalam waktu 8 – 12 hari di dalam kenjar
ludahnya terjadi replikasi virus. Nyamuk tersebut mengigit hospesnya dan
menyebabkan kemerahan dan gatal di area gigitan, dan selain itu membolehkan virus
berinokulasi di peredaran darah dengan masa inkubasi 3 – 14 hari dan menyebar
dengan cepat pada peredaran darah dan merangsang sel darah putih ( sehingga
leukodit dan limfosit meningkat). Adanya virus tersebut menimbulkan reaksi antigen
– antibodi dan makrofag ( sehingga makrofag dan netrofil turun) akan
memfagositosis melalui FcR di sel dan virus akan mulai bereplikasi di dalam sel. Hal
ini menyababkan dikeluarkannya sitokin yang terdiri dari agen vasoaktif seperti IL 1,
TNF, urokinase, PAF, yang merangsang makrofag dan endogen pirogen. Selain itu,
reaksi antigen – antibodi akan mengaktifkan kaskade perdarahan ( XII A) yang akan
mengaktifkan komplemen ( C3a dan C5a), mengaktifkan kinin menjadi
bradikinin,mengaktifkan fibrinolisis ( sehingga terjadi peningkatan FDP). Adanya
C3a dan C5a, bradikinin, serta agen vasoaktif akan menyebabkan permeabilitas

12
kapiler meningkat sehingga volume plasma meningkat ( hematokrit meningkat dan
ion Na menurun). Hal ini dapat menyebabkan efusi pleura, asites, dan syok.
Sedangkan, akibat adanya endogen pirogen serta masuknya virus ke dalam hati,
limpa, dan sumsum tulang menyebabkan terjadinya demam dengue. Masuknya virus
ke sumsum tulang akan menyebabkan terjadinya trombositopenia ( menyebabkan
petekia). Trombositopenia juga dapat disebabkan oleh adanya reaksi antigen –
antibodi yang mengaktifkan agregasi platelet.

Adanya syok dapat menyebabkan terjadinya asidosis hipoksia dan


menyebabkan terjadinya DIC. Bersamaan dengan trombositopenia, meningkatnya
FDP dan terjadinya DIC akan menyebabkan terjadinya perdarahan ( DBD).

Masa tunas demam dengue berkisar antara 3 – 5 hari ( pada umumnya 5 – 8


hari). Awal penyakit biasanya mendadak, disertai gejala prodromal seperti nyeri
kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil, dan malaise. Dijumpai
trias sindrom yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan, da timbulnya ruam.
Ruam timbul pada 6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu pada hari sakit ke
3 – 5 berlangsung 3 – 4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang menghilang pada
tekanan. Ruam terdapat di dada, tubuh serta abdomen, menyebar ke anggota gerak
dan muka. Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul dengan mendadak,
disertai kenaikan suhu, nyeri kepala berat, nyeri di belakang bola mata, punggung,
otot, sendi, disertai menggigil. Pada beberapa penderita dapat ditemukan pola demam
bifasik. Anoreksia dan obstipasi sering ditemukan, selain perasaan tidak nyaman di
daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering ditemukan. Gejala
klinis lain yang dapat dijumpai adalah fotofobia, keringat bercucuran, suara serak,
batuk, epistaksis, dan disuria. Pembesaran kelenjar servikal dapat ditemui (
Castellani’s sign).

Demam berdarah dengue ditandai dengan empat manifestasi klinis yaitu


demam tinggi, perdarahan, terutama di kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran
darah.
Tabel 4.4 Gejala klinis demam dengue dan demam berdarah dengue

13
DD Gejala Klinis DBD
++ Nyeri kepala +
+++ Muntah ++
+ Mual +
++ Nyeri otot +
++ Ruam kulit +
++ Diare +
+ Batuk +
+ Pilek +
++ Limfadenopati +
+ Kejang +
0 Kesadaran menurun ++
0 Obstipasi +
+ Uji tourniquet + ++
++++ Petekie +++
0 Perdarahan saluran cerna +
++ Hepatomegali +++
+ Nyeri perut +++
++ Trombositopenia ++++
0 syok +++
+: 25%, ++:50%. +++:75%, ++++:100%

4.3.6 Diagnosa dan Pemeriksaan DBD


Patokan diagnosis DBD (WHO, 1975) berdasarkan gejala klinis dan
laboratorium adalah sebagai berikut:
1. Manifestasi perdarahan, minimal uji tornikuet positif dan salah satu bentuk
perdarahan lain ( petekia, purpura, epestaksis, perdarahan gusi), hematemesis
dan atau melena
2. Pembesaran hati
3. Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun
( ≤ 20 mmHg), tekanan darah menurun ( tekanan sistolik ≤ 80 mmHg) disertai
kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki,
pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.

Pemeriksaan lab dari DBD adalah dengan dijumpai


1. Leukosit: normal atau menurun.
Limfositosis relatif (> 45% total leukosit)
Limfosit plasma biru > 15% total leukosit
2. Trombosit: Trombositopenia (< 100.000 /mm3) pada hari ke 3-8

14
3. Hematokrit: Kenaikan ≥ 20% menunjukkan kebocoran plasma
4. Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia karena kebocoran plasma.
5. SGOT/SGPT: meningkat dan dapat mencapai 500-1000 IU/L
6. Ureum dan kreatinin: meningkat bila terdapat gangguan fungsi ginjal

Pemeriksaan DBD lain dapat dilihat pada tabel 4.5. Salah satu uji diagnostik
yang masih dipakai adalah uji serologis HI. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
sampel serum atau mempergunakan kertas saring filter paper disc. Prinsip dari uji ini
adalah menetapkan titer antibodi anti dengue yang dapat menghambat kemampuan
virus dengue mengaglutinasikan sel darah merah angsa. Pengambilan darah dilakukan
sebanyak tiga kali yaitu (1) saat masuk ke rumah sakit , (2) saat meninggalkan rumah
sakit dan (3) 1 – 4 minggu setelah perjalanan penyakit. Adapun interpretasi dari uji HI
Tabel 4. 6 Interpretasi uji HI
Kenaikan Interval Titer interpretasi
titer pengambilan antibodi
serum masa
konvalesen

≥ 4 kali ≥ 7 hari ≤ 1 : 1280 Infeksi primer

≥ 4 kali Brp pun ≥ 1 : 2560 Infeksi sekunder

≥ 4 kali 7 hari ≤ 1 : 1280 Infeksi primer / sekunder

Tdk ada Brp pun ≥ 1 : 2560 Dugaan infeksi primer

Tdk ada 7 hari ≤ 1 : 1280 Tdk ada kesimpulan

Tabel 4.5 Karakteristik kerja pemeriksaan DBD dan perbandingan harga tes
diagnostik

15
Pemeriksaan serologi lain adalah melalui ELISA (IgG dan IgM) dan ELISA (rapid
test NS1).
IgM IgG Interpretasi

+ - Infeksi primer

+ + Infeksi sekunder

- + Dugaan infeksi sekunder

- - Tdk ada

16
Gambar 4.9 Infeksi dengue primer dan infeksi dengue sekunde

Pemeriksaan lain yang mungkin dibutuhkan adalah X-ray paru untuk


mendeteksi brokopneumonia, efusi pleura. CT scan kepala tanpa kontras, jika ada
penurunan kesadaran. Perdarahan intrakranial, edema serebral.USG unutk mendeteksi
adanya asites. EKG merupakan pemeriksaan yang tidak spesifik, mungkin efek dari
demam, gangguan elektrolit, takikardi atau pengobatan dan kegunaannya masih tidak
jelas.

4.3.7 Penatalaksaan DBD


Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien
dianjurkan untuk tirah baring, selama masih demam, obat antipiretik atau kompres
hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan suhu menjadi < 39°C,
dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi
kontra) oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.
Dianjurkan pemberian cairan danelektrolit per oral, jus buah, sirop,susu, disamping
air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari. Monitor suhu, jumlah
trombosit danhematokrit sampai fase konvalesen.

17
18
4.3.8 Pencegahan DBD
Pencegahan DBD terdiri dari tiga yaitu (1) pencegahan primer yang terdiri
dari surveilan vektor, pengendalian vektor ( secara kimiawi, biologi, dan lingkungan),
surveilan kasus ( aktif dan pasif), dan pemberantasan sarang nyamuk yaitu dengan
mengubur, menutup dan menguras (3 M plus), (2) pencegahan sekunder yaitu dengan
penemuan, pertolongan dan pelaporan kasus dengan alur dari dokter ke puskesmas
lalu ke dinkes, (3) stratifikasi daerah DBD ( endemis, sporadis, probable, dan bebas).
Berdasarkan peraturan menteri kesehatan 560 tahun 1989, setiap penderita DBD
termasuk tersangka harus dilaporkan ke dinkes dati II/ puskesmas selambat –
lambatnya 24 jam.

Terdapat lima kebijakan Departemen Kesehatan untuk mengendalikan DBDb


yaitu (1) menemukan kasus secepatnya dan obati sesuai dengan protap, (2)
memutuskan mata rantai dengan berantas nyamuk, (3) kemitraan dalam POJAKNAL
DBD, (4) pemberdayaan masyarakat dalam program pemberantasa nyamuk (3 M
plus), dan (5) meningkatkan profesionalisme pelaksana program.

4.4 Sindrom Syok Dengue (SSD)


4.4.1 Definisi SSD

19
Sindrom syok dengue adalah syok yang disebabkan oleh infeksi virus dengue,
syok ini diakibatkan oleh berpindahnya cairan tubuh dari intravaskular ke interstisial
sehingga menyebabkan menurunnya perfusi jaringan.

4.4.1 Penatalaksanaan SSD


Syok merupakan kegawatdaruratan. Oleh karena itu, penanganan yang cepat
harus dilakukan. Cairan pengganti adalah pengobatan yang utama, yang berguna
untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak akan cepat mengalami
syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam ( lihat bagan 5).

4.5 Diferensial diagnosa


Diferensial diagnosa dari DBD adalah chikunguya, demam tifoid, dan malaria.
Chikunguya adalah suatu penyakit infeksi virus akut yang ditandai dengan

20
sekumpulan gejala yang mirip dengan gejala infeksi dengue, yaitu: demam mendadak,
atralgia, ruam makulopapular, dan leukopenia. Untuk dapat membedakan antara
demam dengue dengan chikunguya lihat tabel 4.6.

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi dan paratyphi. Penyakit ini ditandai dengan panas
berkepanjangan dengan pola seperti anak tangga.

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa dari genus


plasmodium, dimana gejala klinis terdiri dari tiga stadium yaitu: (1) stadium dingin
yang diawali dengan menggigil atau perasaan yang sangat dingin, nadi cepat tetapi
lemah, bibir dan jari – jari pucat atau sianosis, (2) stadium demam dimana pada
stadium ini pasien merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering, dan terasa sangat
panas seperti terbakar, nyeri kepala, seringkali terjadi mual dan muntah, nadi menjadi
kuat lagi, (3) stadium berkeringat, pada stadium ini pasien berkeringat sangat banyak,
tempat tidurnya basah, kemudian suhu badan menurun dengan cepat, kadang –
kadang sampai di bawah normal.

Tabel 4.6 Diferensial diagnosa demam dengue, chikunguya, dan DBD

21
TABEL
MANIFESTASI DENGUE CHIKUNGUNYA DHF
FEVER
Demam ++++ ++++ ++++
Tourniquet Test ++ +++ ++++
Ptechiae / ecchymosis + ++ ++
Confluent ptechiae - - +
Hepatomegali - +++ ++++
Maculopapulo rash ++ + +
Myalgia / Arthralgia +++ ++ +
Lymphadenopathy ++ ++ ++
Leucopenia ++++ ++++ ++
Thrombocytopenia ++ + ++++
Shock - - ++
Perdarahan GI - - +

BAB V
ULASAN

Ada beberapa hal masih belum jelas dalam hal, Dalam kasus dijumpai syok
yang disertai sesak nafas? Apakah tindakan yang kita lakukan? Berdasarkan
penjelasan pakar, tindakan yang kita lakukan tetap dengan pemberian cairan kristaloid
yaitu ringer laktat lalu dilanjutkan seperti yang telah dijabarkan di penatalaksanaan
syok dengue.

22
Mengapa terjadi tombositopenia? Masuknya virus ke sumsum tulang akan
menyebabkan terjadinya trombositopenia ( menyebabkan petekia). Trombositopenia
juga dapat disebabkan oleh adanya reaksi antigen – antibodi yang mengaktifkan
agregasi platelet.

Apakah ada perbedaan gejala klinis setiap serotipe yang beda? Berdasarkan
penjelasan pakar, gejala klinis DBD pada dasarnya sama hanya dijumpai bahwa
serotipe DENV3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan
kasus berat.

Apakah harus ada dua serotipe yang berbeda dalam menimbulkan DBD?
Berdasarkan penjelasan pakar, DBD dapat disebabkan oleh serotipe yang sama karena
pada saat terjadi infeksi, antibodi yang terbentuk adalah antibodi non netralisasi.
Biasanya pertama kali terinfeksi DBD hanya bermanifestasi sebagai demam dengue.

Apa yang dimaksud dengan uji HI? Uji Hi adalah uji serologis yang
menetapkan titer antibodi anti dengue yang dapat menghambat kemampuan virus
dengue mengaglutinasikan sel darah merah angsa.

BAB VI
KESIMPULAN

S mengalami SSD ( Sindrom Syok Dengue)

23
DAFTAR PUSTAKA

CDC. Laboratory Guidance and Diagnostic Testing. Available from :


http://www.cdc.gov/dengue/clinicalLab/laboratory.html. [accessed 29 august 2010]

Darmowandodo, Widodo. Infeksi Virus Dengue. Available from :


http://www.pediatrik.com/pkb/061022015303-6l9i130.pdf [accessed 29 august 2010]

24
Merdjani, Abbas, Abdul Azis Syoeib, Alan R.Tumbelaka, dkk. Infeksi Virus Dengue,
Demam Chikunguya, Demam Tifoid, dan Malaria pada anak. Sumarmo S. Poorwo,
Herry Garna, Sri Rezeki S. Hadinegoro, dan Hindra Irawan Satari. Buku Ajar Infeksi
dan Pediatri Tropis edisi kedua. Jakarta : IDAI; 155- 181, 226, 338, 408 dan 413-
414.

_______________, Demam: Patogenesis dan Pengobatan. Sumarmo S. Poorwo,


Herry Garna, Sri Rezeki S. Hadinegoro, dan Hindra Irawan Satari. Buku Ajar Infeksi
dan Pediatri Tropis edisi kedua. Jakarta : IDAI; 33-34.

Medicinus. 2009. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam Berdarah Dengue.
Available from : http://www.dexa-
medica.com/images/publication_upload090324152955001237863562medicinus_mare
t-mei_2009.pdf [accessed 29 august 2010]

Price, Daniel D. Dengue Fever. Available from :


http://emedicine.medscape.com/article/781961-overview. [accessed 29 august 2010]

Suparta, Wayan I. Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue,


Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse)(Diptera: Culicidae). Available
from : http://dies.unud.ac.id/wp-content/uploads/2008/09/makalah-supartha-baru.pdf.
[accessed 29 august 2010]

Syahrurachman, Agus, Aidilfiet Chatim, Amin Soebandrio W.K., dkk. Flaviviridae.


Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Bina Rupa Aksara; 354-373.

WHO. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. 2009.
Available from :
http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf. [accessed 29
august 2010]

Xa, Yimg. Definisi, Klasifikasi, dan Pola Demam. Available from :


http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:T2iZBLMUMuUJ:xa.yimg.com/kq/groups/15854266/766761054/name/Mon
ograf+klasifikasi+demam&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id. [accessed 29 august 2010]

25
Zein, Umar. Pedoman Penatalaksanaan “One Day Care” Penderita Demam
Berdarah Dengue Dewasa. Available from :
http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-umar.pdf. [accessed 29 august 2010]

26

You might also like