You are on page 1of 9

Pengertian iman

1. Iman Kepada Allah Ta’ala

Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Rabb dan Raja segala
sesuatu, Dialah Yang Mencipta, Yang Memberi Rizki, Yang Menghidupkan, dan Yang
Mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi. Kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan
segala jenis ibadah tidak boleh diberikan kepada selain-Nya, Dia memiliki sifat-sifat
kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan, serta Dia bersih dari segala cacat dan kekurangan.

2. Iman Kepada Para Malaikat-Nya

Iman kepada malaikat adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah memiliki malaikat-malaikat, yang
diciptakan dari cahaya. Mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah, adalah hamba-
hamba Allah yang dimuliakan. Adapun yang diperintahkan kepada mereka, mereka laksanakan.
Mereka bertasbih siang dan malam tanpa berhenti. Mereka melaksanakan tugas masing-masing
sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat
mutawatir dari nash-nash Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Jadi, setiap gerakan di langit dan di
bumi, berasal dari para malaikat yang ditugasi di sana, sebagai pelaksanaan perintah Allah Azza
wa Jalla. Maka, wajib mengimani secara tafshil (terperinci), para malaikat yang namanya
disebutkan oleh Allah, adapun yang belum disebutkan namanya, wajib mengimani mereka
secara ijmal (global).

3. Iman Kepada Kitab-Kitab

Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenarnya bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang
diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya, yang benar-benar merupakan Kalam (firman,
ucapan)-Nya. Ia adalah cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada
yang mengetahui jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secara ijmal, kecuali yang telah
disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib baginya mengimaninya secara tafshil, yaitu Taurat,
Injil, Zabur, dan Al-Qur’an. Selain wajib mengimani bahwa Al-Qur’an diturunkan dari sisi Allah,
wajib pula mengimani bahwa Allah telah mengucapkannya sebagaimana Dia telah mengucapkan
seluruh kitab lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban
serta menjauhi berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur’an merupakan tolok ukur
kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur’anlah yang dijaga oleh Allah dari pergantian dan
perubahan. Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal
dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.

4. Iman Kepada Rasul-rasul

Iman kepada rasul-rasul adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah telah mengutus para rasul
untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Kebijaksanaan-Nya telah
menetapkan bahwa Dia mengutus para rasul itu kepada manusia untuk memberi kabar gembira
dan ancaman kepada mereka. Maka, wajib beriman kepada semua rasul secara ijmal
sebagaimana wajib pula beriman secara tafshil kepada siapa di antara mereka yang disebut
namanya oleh Allah, yaitu 25 diantara mereka yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Wajib
pula beriman bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi selain mereka, yang
jumlahnya tidak diketahui oleh selain Allah, dan tidak ada yang mengetahui nama-nama mereka
selain Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Wajib pula beriman bahwa Muhammad
shalalallahu alaihi wa salam adalah yang paling mulia dan penutup para nabi dan rasul,
risalahnya meliputi bangsa jin dan manusia, serta tidak ada nabi setelahnya.

5. Iman Kepada Kebangkitan Setelah Mati

Iman kepada kebangkitan setelah mati adalah keyakinan yang kuat tentang adanya negeri
akhirat. Di negeri itu Allah akan membalas kebaikan orang-orang yang berbuat baik dan
kejahatan orang-orang yang berbuat jahat. Allah mengampuni dosa apapun selain syirik, jika Dia
menghendaki. Pengertian alba’ts (kebangkitan) menurut syar’i adalah dipulihkannya badan dan
dimasukkannya kembali nyawa ke dalamnya, sehingga manusia keluar dari kubur seperti
belalang-belalang yang bertebaran dalam keadaan hidup dan bersegera mendatangi penyeru.
Kita memohon ampunan dan kesejahteraan kepada Allah, baik di dunia maupun di akhirat.

6. Iman Kepada Takdir Yang Baik Maupun Yang Buruk Dari Allah Ta’ala.

Iman kepada takdir adalah meyakini secara sungguh-sungguh bahwa segala kebaikan dan
keburukan itu terjadi karena takdir Allah. Allah ta’ala telah mengetahui kadar dan waktu terjadinya
segala sesuatu sejak zaman azali, sebelum menciptakan dan mengadakannya dengan
kekuasaan dan kehendak-Nya, sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya itu. Allah telah
menulisnya pula di dalam Lauh Mahfuzh sebelum menciptakannya.

Banyak sekali dalil mengenai keenam rukun Iman ini, baik dari segi Al-Qur’an maupun As-
Sunnah. Diantaranya adalah firman Allah Ta’ala:

”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur


dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah
beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, dan
nabi-nabi…” (Al-Baqarah:177)

”Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu


menurut qadar (ukuran).” (Al-Qomar: 49)

Juga sabda Nabi shalallahu alaihi wa salam dalam hadits Jibril:


”Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitab-Nya, rasul-
rasulNya, dan hari akhir. Dan engkau beriman kepada takdir Allah, yang baik maupun yang
buruk.” (HR Muslim)
TANDA-TANDA TAQWA

Allah SWT berfirman dalam Surat Ali’Imran Ayat 133:

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu (Allah SWT) dan surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang taqwa
(muttaqin).
Selanjutnya Allah SWT menguraikan tanda-tanda orang yang taqwa, dalam Surat
Ali’Imran Ayat 134:

(yaitu) Orang-orang yang berinfaq (karena Allah SWT), baik diwaktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mereka yang
pemaaf terhadap (kesalahan) manusia. Dan Allah mencintai orang-orang yang
berbuat kebajikan.
Marilah terlebih dahulu kita coba memahami apakah itu Taqwa. Taqwa memiliki tiga
tingkatan. Ketika seseorang melepaskan diri dari kekafiran dan mengada-adakan
sekutu-sekutu bagi Allah, dia disebut orang yang taqwa. Didalam pengertian ini
semua orang beriman tergolong taqwa meskipun mereka masih terlibat beberapa
dosa. Jika seseorang menjauhi segala hal yang tidak disukai Allah SWT dan
RasulNya (SAW), ia memiliki tingkat taqwa yang lebih tinggi. Yang terakhir, orang
yang setiap saat selalu berupaya menggapai cinta Allah SWT, ia memiliki tingkat
taqwa yang lebih tinggi lagi.
Allah SWT menjelaskan dalam Surat Ali’Imran Ayat 102:

Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar


taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim
(beragama Islam)
Allah SWT telah menjabarkan berbagai ciri-ciri orang yang benar-benar taqwa.
Mereka menafkahkan rizkinya di jalan Allah SWT dalam keadaan lapang maupun
sempit. Dengan kata lain, jika mereka memiliki uang seribu dollar diinfaqkannya
paling tidak satu dollar, dan jika hanya memiliki seribu sen mereka infaqkan satu
sen. Menafkahkan rizki di jalan Allah SWT adalah jalan-hidup mereka. Allah SWT
(atas kehendakNya) menjauhkan mereka dari kesulitan (bala’) kehidupan lantaran
kebajikan yang mereka perbuat ini. Lebih dari itu, seseorang yang suka menolong
orang lain tidak akan mengambil atau memakan harta orang lain, malahan ia lebih
suka berbuat kebaikan bagi sesamanya. ‘Aisyah RA sekali waktu pernah
menginfaqkan sebutir anggur karena pada waktu itu ia tidak memiliki apa-apa lagi.
Beberapa muhsinin (orang yang selalu berbuat baik) menginfaqkan sebutir bawang.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
“ Selamatkanlah dirimu dari api nereka dengan berinfaq, meskipun hanya dengan
sebutir kurma. (Bukhari & Muslim)
Didalam “Tafsir Kabir” Imam Razi diceritakan bahwa suatu kali Nabi Muhammad
SAW mengajak umatnya untuk berinfaq. Beberapa dari mereka memberikan emas
dan perak. Seseorang datang hanya menyerahkan kulit kurma, “Saya tak memiliki
selain ini.” Seorang lain lagi mengatakan kepada Nabi Muhammad SAW, “Saya tak
punya apapun untuk diinfaqkan. Saya infaqkan harga-diri saya. Jika ada seseorang
menganiaya atau mencaci-maki saya, saya tidak akan marah.” Demikianlah, kita
dapat mengambil pelajaran bahkan orang miskin pun terbiasa memberikan apapun
yang dia miliki untuk menolong orang lain di masa hidup Rasulullah SAW.

Ayat diatas tidak menjelaskan apa yang harus diinfaqkan. Berinfaq tidak hanya
berarti sebagian dari hartanya tetapi juga waktu dan keahlian. Ada kebijaksanaan
yang besar dalam penjabaran mengenai mukmin yang shaleh yang berinfaq dikala
lapang maupun sempit. Kebanyakan orang melupakan Allah SWT ketika berada
dalam keadaan sangat lapang. Mereka juga lupa kepada Allah SWT dikala sempit
karena terlalu larut dalam kesedihan menanggung kesempitannya.
Seorang penyair berbahasa urdu berujar, “Jangan menganggap seseorang itu
terpelajar bilamana ia melupakan Allah SWT diwaktu ia kaya, tidak takut kepada
Allah SWT ketika ia sedang marah.”

Allah SWT menyatakan bahwa tanda ketaqwaan mukmin yang ke-dua ialah mereka
dapat mengendalikan amarah. Tanda ke-tiga, selain mengendalikan amarah
mereka juga memaafkan kesalahan orang lain dengan sepenuh hati. Terakhir (ke-
empat), yang tidak kalah pentingnya, mereka bersikap baik terhadap sesama
manusia. Ketika Imam Baihaqi RA menjelaskan ayat ini, ia mengisahkan sebuah
peristiwa. Dikatakannya, “Suatu ketika Ali bin Hussain RA sedang berwudhu dan
pelayannya yang menuangkan air ke tangannya menggunakan bejana. Bejana
terlepas dari pegangan pelayan itu dan jatuh mengenai Ali. Sang pelayan
menangkap kekecewaan di wajah Ali. Dengan cerdiknya sang pelayan membaca
ayat diatas kata demi kata. Ketika sampai pada kalimat ‘orang yang taqwa
mengendalikan amarahnya’ Ali RA menelan amarahnya. Ketika sampai pada
‘mereka memaafkan orang lain’ Ali RA berkata, “Aku memaafkanmu” Dan ketika
dibacakan bahwa Allah SWT mencintai mereka yang bersikap baik kepada orang
yang melakukan kesalahan, Ali memerdekakannya.

Memaafkan orang lain akan mendapatkan pahala yang besar di Hari Pembalasan.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Allah SWT akan memberikan pengumuman di
Hari Pembalasan, barang siapa yang memiliki hak atas Allah SWT agar berdiri
sekarang. Pada saat itu berdirilah orang-orang yang memaafkan orang-orang
kejam yang menganiaya mereka. Nabi Muhammad SAW juga bersabda, “Barang
siapa berharap mendapatkan istana yang megah di surga dan berada di tingkatan
yang tinggi dari surga, hendaknya mereka mengerjakan hal berikut ini:
• Memaafkan orang-orang yang berbuat aniaya kepada mereka.
• Memberi hadiah kepada orang yang tidak pernah memberi hadiah kepada
mereka.
• Jangan menghindari pertemuan dengan orang-orang yang dengan sengaja
memutuskan hubungan dengan mereka.
Dalam kesempatan ini tidaklah salah tempat untuk mengingatkan anda bahwa
sesama Muslim hendaknya saling memberi hadiah sesering mungkin sesuka
mereka. Hal ini hendaklah menjadi kebiasaan, dan janganlah membatasi di hari-
hari spesial sebagaimana yang dilakukan orang-orang yang tidak beriman pada
perayaan Natal dan Pernyataan Syukur (thanksgiving).
Allah SWT memberi petunjuk dengan sangat indah bagaimana hendaknya kita
berperilaku terhadap musuh-musuh kita yang paling jahat dalam Surat Fushshilat
Ayat 34:

Tidaklah sama perbuatan baik dengan perbuatan jahat. Jika kamu membalas
perbuatan jahat dengan kebaikan, maka musuh-musuhmu yang paling keras akan
menjadi teman karib dan sejawatmu.
Suatu ketika, seseorang berbuat kasar dan mencaci-maki Imam Abu Hanifah.
Beliau tidak membalas dengan sepatah-katapun padanya. Ia pulang ke rumah dan
mengumpulkan beberapa hadiah, lalu pergi mengunjungi orang tersebut. Imam
Abu Hanifah memberikan hadiah-hadiah itu kepadanya dan berterimakasih atas
perlakuan orang itu kepadanya seraya berkata: “Kamu telah berbuat untukku hal
yang sangat aku sukai, yaitu memindahkan catatan perbuatan baikmu menjadi
catatan perbuatan baikku dengan cara berlaku kasar seperti tadi kepadaku.”
Lebih lanjut Allah SWT berfirman didalam Surat Ali’Imran Ayat 135 dan 136,
menambahkan tanda-tanda ketaqwaan orang-orang beriman.

Ketika mereka (orang-orang beriman) itu terlanjur berbuat jahat atau aniaya,
mereka ingat kepada Allah dan memohon ampun atas dosa-dosa mereka, dan tidak
ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Allah. Dan mereka tidak tetap
berbuat aniaya ketika mereka mengetahui.
Untuk mereka balasannya adalah ampunan dari Tuhan mereka, dan surga yang
mengalir sungai-sungai, sedangkan mereka kekal didalamnya. Itulah sebaik-baik
pahala atas amal-perbuatan mereka.
Perhatikanlah bahwa dalam ayat ini ampunan Allah SWT mendahului balasan
masuk surga. Maka, dari ayat ini jelaslah bahwa untuk masuk surga haruslah
melalui ampunan dan kasih-sayang Allah SWT dan bukan tergantung pada amal-
perbuatan kita saja. Perlu juga kita garis- bawahi, Allah SWT berfirman bahwa
bobot surga itu jauh lebih berharga dari gabungan bumi dan seluruh langit. Hal ini
bisa memberikan pengertian lain dari ayat ini. Jika lebar surga sama dengan lebar
langit dan bumi, bagaimanakah dengan panjangnya, sedangkan ukuran panjang
selalu lebih besar daripada lebar. Singkat kata, ayat ini memberikan pernyataan
bahwa surga itu telah dipersiapkan bagi orang-orang beriman yang telah mencapai
tingkat taqwa. Menurut beberapa ulama muslim yang termasyhur, surga itu berada
diatas langit ke-tujuh dan jiwa para syuhada telah menikmati surga sebagai hasil
dari perjuangan mereka.
Saya berdo’a kepada Allah SWT, semoga Dia menjadikan kita mukmin yang
bertaqwa dan menerapkan keimanan kita. Amiin

Penjelasan Rukun Iman
November 17, 2006 pada 10:08 pm (Aqidah, Islam, Muslim, Tauhid, www.mediamuslim.info)

MediaMuslim.Info – Sebagai salah satu syarat dari iman adalah adanya keyakinan. Dan
keyakinan tersebut dapat muncul dari pengetahuan atau ilmu tentang hal tersebut. Dan masalah
tersebut telah dijelaskan oleh para ulama dengan penjelasan yang tuntas dan sangat jelas bagi
umat.

Iman kepada Allah Subhanallohu wa Ta’ala

Kita mengimani Rububiyah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, artinya bahwa Allah adalah Rabb:
Pencipta, Penguasa dan Pengatur segala yang ada di alam semesta ini. Kita juga harus
mengimani uluhiyah Allah Subhanahu Wa Ta’ala artinya Allah adalah Ilaah (sembahan) Yang
hak, sedang segala sembahan selain-Nya adalah batil. Keimanan kita kepada Allah belumlah
lengkap kalau tidak mengimani Asma’ dan Sifat-Nya, artinya bahwa Allah memiliki Nama-nama
yang maha Indah serta sifat-sifat yang maha sempurna dan maha luhur.

Dan kita mengimani keesaan Allah Subhanallohu wa Ta’aladalam hal itu semua, artinya bahwa
Allah Subhanallohu wa Ta’ala tiada sesuatupun yang menjadi sekutu bagi-Nya dalam rububiyah,
uluhiyah, maupun dalam Asma’ dan sifat-Nya.

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya: “(Dia adalah) Tuhan seluruh langit dan
bumi serta semua yang ada di antara keduanya. Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah
dalam beridat kepada-Nya. Adakah kamu

mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya (yang patut disembah)?”. (QS. Maryam: 65)
Dan firman Allah, yang artinya: “Tiada sesuatupun yang serupa dengan-Nya. Dan Dia-lah yang
maha mendengar lagi Maha melihat”. (QS. Asy-Syura:11)

Iman Kepada Malaikat

Bagaimana kita mengimani para malaikat ? mengimani para malaikat Allah yakni dengan
meyakini kebenaran adanya para malaikat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dan para malaikat itu,
sebagaimana firman-Nya, yang artinya: ”Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-
hamba yang dimuliakan, tidak pernah mereka itu mendahului-Nya dengan perkataan dan
mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (QS. Al-anbiya: 26-27)

Mereka diciptakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka mereka beribadah kepada-Nya dan
mematuhi segala perintah-Nya. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’, yang artinya: ” …Dan
malaikat-malaikat yang disisi-Nya mereka tidak bersikap angkuh untuk beribadah kepada-
Nyadan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-
hentinya. “ (QS. Al-Anbiya: 19-20).

Iman Kepada Kitab Allah

Kita mengimani bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menurunkan kepada rasul-rasul-Nya
kitab-kitab sebagai hujjah buat umat manusia dan sebagai pedoman hidup bagi orang-orang yang
mengamalkannya, dengan kitab-kitab itulah para rasul mengajarkan kepada umatnya kebenaran
dan kebersihan jiwa mereka dari kemuysrikan. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’, yang artinya:
”Sungguh, kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan
telah kami turunkan bersama mereka Al-kitab dan neraca (keadilan) agar manusia
melaksanakan keadilan… “ (QS. Al-Hadid: 25)

Dari kitab-kitab itu, yang kita kenal ialah :

 Taurat, yang Allah turunkan kepada nabi Musa alaihi sallam, sebagaimana firman Allah
dalam QS Al-Maidah: 44.
 Zabur, ialah kitab yang diberikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala  kepada Daud alaihi
sallam.
 Injil, diturunkan Allah kepada nabi Isa, sebagai pembenar dan pelengkap Taurat. Firman
Allah : ”…Dan Kami telah memberikan kepadanya (Isa) injil yang berisi petunjuk dan
nur, dan sebagai pembenar kitab yang sebelumnya yaitu Taurat, serta sebagai petunjuk
dan pengajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS : Al-Maidah : 46)
 Shuhuf, (lembaran-lembaran) yang diturunkan kepada nabi Ibrahim dan Musa,
‘Alaihimas-shalatu Wassalam.
 Al-Quran, kitab yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala  turunkan kepada Nabi Muhammad
shalallohu ‘alahi wa sallam, penutup para nabi. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
yang artinya: ” Bulan Ramadhan yang diturunkan padanya (permulaan) Al-Quran
sebagai petunjuk bagi umat manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda antara yang haq dan yang batil…” (QS. Al Baqarah: 185).

Iman Kepada Rasul-Rasul

Kita mengimani bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengutus rasul-rasul kepada umat
manusia, Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya: ” (Kami telah mengutus mereka)
sebagai rasul-rasul pembawa berita genbira dan pemberi peringatan, supaya tiada alasan bagi
manusia membantah Allah sesudah (diutusnya) rasul-rasul itu. Dan Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.” (QS. AN-Nisa: 165).
Kita mengimani bahwa rasul pertama adalah nabi Nuh dan rasul terakhir adalah Nabi
Muhammad  shalallohu ‘alahi wa sallam, semoga shalawat dan salam sejahtera untuk mereka
semua. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya: ”Sesungguhnya Kami
telahmewahyukan kepadamu sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi
yang (datang) sesudahnya…” (QS. An-Nisa: 163).

Iman Kepada Hari Kiamat

Kita mengimani kebenaran hari akhirat, yaitu hari kiamat, yang tiada kehidupan lain sesudah hari
tersebut.

Untuk itu kita mengimani kebangkitan, yaitu dihidupannya semua mahkluk yang sesudah mati
oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya:”Dan
ditiuuplah sangkakala, maka matilah siapa yang ada dilangit dan siapa yang ada di bumi
kecuali yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba
mereka bangkitmenunggu (putusannya masing-masing).” (QS. Az-Zumar: 68)

Kita mengimani adanya catatan-catatan amal yang diberikan kepada setiap manusia. Ada yang
mengambilnya dengan tangan kanan dan ada yang mengambilnya dari belakang punggungnya
dengan tangan kiri. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya: ” Adapun orang yang
diberikan kitabnya dengan tangan kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan
yang mudah dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan
gembira. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang punggungnya, maka dia akan
berteriak celakalah aku dan dia akan masuk neraka yang menyala.” (QS. Al-Insyiqaq: 13-14).

Iman Kepada Qadar Baik dan Buruk

Kita juga mengimani qadar (takdir) , yang baik dan yang buruk; yaitu ketentuan yang telah
ditetapkan Allah untuk seluruh mahkluk-Nya sesuai dengan ilmu-Nya dan menurut hikmah
kebijakan-Nya.

Iman kepada qadar ada empat tingkatan:

1. ‘Ilmu
ialah mengimani bahwa Allah Maha tahu atas segala sesuatu,mengetahui apa yang
terjadi, dengan ilmu-Nya yang Azali dan abadi. Allah sama sekali tidak menjadi tahu
setelah sebelumnya tidakmenjadi tahu dan sama sekali tidak lupa dengan apa yang
dikehendaki.
2. Kitabah
ialah mengimani bahwa Allah telah mencatat di Lauh Mahfuzh apa yang terjadi sampai
hari kiamat. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya: ”Apakah kamu tidak
mengetahui bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. sesungguhnya
tu (semua) tertulis dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya Allah yang
demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj: 70)
3. Masyi’ah
ialah mengimani bawa Allah Subhanahu Wa Ta’ala. telah menghendaki segala apa yang
ada di langit dan di bumi, tiada sesuatupun yang terjadi tanpa dengan kehendak-Nya. Apa
yang dikehendaki Allah itulah yang terjadi dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidak
akan terjadi.
4. Khal
Ialah mengimani Allah Subhanahu Wa Ta’ala. adalah pencipta segala sesuatu. Firman
Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya:  ” Alah menciptakan segala sesuatu dan Dia
memelihara segala sesuatu. Hanya kepunyaan-Nyalah kunci-kunci (perbendaharaan)
langit dan bumi.” (QS. Az-Zumar: 62-63).

Keempat tingkatan ini meliputi apa yang terjadi dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala sendiri dan apa
yang terjadi dari mahkluk. Maka segala apa yang dilakukan oleh mahkluk berupa ucapan,
perbuatan atau tindakan meninggalkan, adalah diketahui, dicatat dan dikehendaki serta
diciptakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

You might also like