You are on page 1of 12

Tugas Sejarah

Sejarah Kerajaan Demak

KELOMPOK:
Agnes Agustinamora
Fatmah
I Gusti Ayu Bella B. J.
Karina Sabriati
SEJARAH BERDIRINYA KERAJAAN DEMAK
Sekitar akhir abad ke-15 kerajaan Majapahit mulai mengalami masa-masa keruntuhannya, beberapa
daerah melepaskan diri dari Majapahit, termasuk yang dilakukan salah satu adipatinya yang bernama raden Patah.
Dia adalah adipati Demak keturunan Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) raja Majapahit yang melakukan
perlawanan terhadap kerajaan Majapahit dan kemudian dengan dibantu beberapa daerah-daerah lainnya di Jawa
Timur yang sudah Islam, seperti Jepara, Tuban, dan Gresik mendirikan kerajaan Islam Demak.

Menurut cerita Raden Patah bahkan sampai berhasil merobohkan majapahit dan kemudian memindahkan
semua alat upacara kerajaan dan pusaka Majapahit ke Demak, sebagai lambang dari tetap berlangsungnya
kerajaan kesatuan Majapahit itu tetapi dalam bentuk baru di Demak[1].

Banyak versi tentang tahun berdirinya kerajaan Demak, menurut Prof. Dr. Slamet Muljana dalam
bukunya Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara Negara Islam di Nusantara. Disebutkan
bahwa kerajaan Demak berdiri pada tahun 1478 setahun sebelum berdirinya masjid Agung Demak namun
kebanyakan sejarawan berpendapat bahwa kerajaan Demak berdiri pada tahun 1500, para sejarawan ini
beranggapan bahwa ada rentang waktu 21 tahun semenjak didirikannya Masjid Demak untuk membangun
fondasi kemasyarakatan dan menyusun kekuatan di Demak dan dalam makalah ini kami mengambil pendapat
yang kedua.

Berdirinya kerajaan Demak merupakan klimaks dari perjuangan Wali Songo dalam menyebarkan Islam,
didalam Babad Demak diceritakan bahwa sebelum kerajaan Demak berdiri di daerah Glagahwangipada, tepatnya
pada tahun 1479 Masehi telah didirikan Masjid Agung Demak, yang proses pembangunannya melibatkan
Walisongo, Masjid ini kemudian berperan sebagai jantung penyebaran islam dan penanaman akidah Islam bagi
masyarakat Demak, sekaligus sebagai fondasi awal bagi berdirinya kerajaan Demak.

Demak sebelumnya merupakan daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi yang
merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit. Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri
sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah. Kerajaan Demak secara
geografis terletak di Jawa Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai, yang
dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria. (sekarang Laut Muria sudah merupakan dataran
rendah yang dialiri sungai Lusi).

Menurut Mohammad Ali (1963), dalam bukunya “Peranan Bangsa Indonesia dalam Sejarah Asia


Tenggara”, menarik untuk dilihat.Dalam menguraikan terjadinya Kerajaan Demak, Moh. Ali menulis bahwa
pada suatu peristiwa Raden Patah diperintahkan oleh gurunya, Sunan Ampel dari Surabaya, agar merantau ke
barat dan bermukim di sebuah tempat yang terlindung oleh tanaman gelagah wangi. Tanaman gelagah yang
rimbun tentu hanya subur di daerah rawa-rawa. Dalam perantauannya itu, Raden Patah sampailah ke daerah rawa
di tepi selatan Pulau Muryo (Muria), yaitu suatu kawasan rawa-rawa besar yang menutup laut atau lebih tepat
sebuah selat yang memisahkan Pulau Muryo dengan daratan Jawa Tengah. Di situlah ditemukan gelagah wangi
dan rawa; kemudian tempat tersebut dinamai Raden Patah sebagai “Demak”.

II.1 Raja-Raja Demak

Kerajaan Demak merupakan kerajaan yang menjadi Basis kekuatan Utama dalam penyebaran Islam
di Tanah Jawa dan sekitarnya baik dari segi Militer maupun pendidikan, kebesaran Demak tak bisa
dilepaskan dari kepemimpinan Raja-Rajanya, begitu pula kehancurannya yang diakibatkan perebutan
kekuasaan para penerus kekuasaan, selama berdirinya kerajaan Demak dipimpin oleh empat Raja sebelum
dipindahkan oleh Jaka Tingkir ke Pajang.raja-raja tersebut adalah:

ü Raden Patah (1500-1518)


Raden Patah merupakan Anak raja Majapahit Brawijaya V dari seorang perempuan campa, dikenal juga
dengan nama jinbun. Saat sebelum memberontak kepada Majapahit, Jin Bun atau Raden Patah adalah bupati
yang ditempatkan di Demak atau Bintara. Beliau adalah pendiri Pendiri kerajaan Demak dan murid Sunan Ampel
yang menjadi raja pertama dengan bergelar Sultan Syah Ngalam Akbar Al-Fattah. Raden Patah memiliki tiga
orang putra, yaitu Pati Unus, Pangeran Trenggono, dan Pangeran Sekar ing Seda Lepen, serta bermenantukan
Fatahillah. Raden Patah meninggal tahun 1518, dan digantikan oleh anaknya Pati Unus.

ü Pati Unus/pangeran Sabrang Lor (1518-1521)

Beliau merupakan Anak dari raden patah dan kakak dari sultan trenggono. Berkuasa selama 3 tahun dari
tahun 1518-1521. Pada tahun 1513 dibawah komandonya kerajaan Demak menyerang malaka yang dikuasai
portugis sehingga beliau dijuluki pangeran sabrang lor, walaupun serangan tersebut gagal namun eksistensi
kerajaan Demak mulai diperhitungkan. Upaya menghalau portugis terus dilakukan dibawah komando beliau yaitu
dengan melakukan blokade pengiriman beras ke Malaka sehingga Portugis kekurangan makanan. Setelah
serangkaian percobaan dalam menghalau tentara Portugis akhirnya pada tahun 1521 pangeran sabrang lor
meninggal dunia tanpa keturunan.

ü Sultan Trenggono (1521-1546)

Beliau adalah putra dari raden patah dan adik dari adipati Unus. Naik tahta setelah bersama anaknya,
Sunan Prawoto menyingkirkan raden kikin (pangeran sekar sedo lepen) saudara tirinya. Bersama menantunya,
Fatahillah mengirimkan pasukan untuk menakhlukan sunda kelapa pada 22 juni 1527 dan berhasil meghalau
Portugis dari Sunda Kelapa. Beliau menyerang blambangan pada tahun 1546 dan beliau meninggal di Pasuruan
sebelum berhasil menakhlukan blambangan. Pada masa kepemimpinannya dianggap sebagai masa keemasan
kerajaan Demak karena memiliki daerah yang luas mulai dari Jawa Barat hingga Jawa Timur dan meluaskan
pengaruh sampai Kalimantan dan Sumatera.

ü Raden Mukmin /Sunan Prawoto (1546-1549)

Raden mukmin adalah Putra sulung Sultan Trenggono dan turut membantu ayahnya naik tahta
menyingkirkan pangeran Ing Seda Lepen. Beliau Naik tahta setelah menyingkirkan raden kikin, beliau
Memimpin antara tahun 1546-1549 dan memindahkan ibu kota dari bintoro ke bukit prawoto sehingga ia dijuluki
Sunan Prawoto. Raden Mukmin sangat Berambisi untuk melanjutkan usaha ayahnya menaklukkan pulau Jawa
namun beliau Kurang ahli dalam berpolitik dan lebih suka hidup sebagai ulama suci dari pada sebagai raja.
Menurut babad tanah Jawi ia dibunuh oleh rangkud anak buah arya penangsang. Sunan Prawoto tewas
meninggalkan seorang putra yang masih kecil bernama Arya Pangiri, yang kemudian diasuh bibinya, yaitu Ratu
Kalinyamat dari Jepara. Setelah dewasa, Arya Pangiri menjadi menantu Sultan Hadiwijaya raja Pajang, dan
diangkat sebagai bupati Demak.

SENI UKIR MASJID DEMAK MERUPAKAN CERMINAN SEJARAH DAN BUDAYA MASA
LALU

A.     Lokasi
Masjid Agung Demak merupakan masjid tertua di Pulau Jawa, didirikan Wali Sembilan atau
Wali Songo. Lokasi Masjid berada di pusat kota Demak, berjarak + 26 km dari Kota Semarang, + 25 km
dari Kabupaten Kudus, dan + 35 km dari Kabupaten Jepara, tepatnya di Desa Kauman, Demak, Jawa
Tengah
Di tempat ini dulunya para wali beribadah, berdiskusi, dan mengajarkan pokok-pokok kehidupan
Islam serta menyebarkan agama Islam hingga ke pulau seberang. Masjid yang kemudian dikenal dengan
nama Masjid Agung Demak ini merupakan cikal bakal berdirinya Kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak
yang dipimpin Raden Fatah.

B.     Sejarah
Adalah Seorang Raden Patah yang menjadi perintis kerajaan Islam di Jawa. Ia disebut-sebut
sebagai putra Raja Majapahit Brawijaya V dengan putri asal Campa (kini Kamboja) yang telah masuk
Islam. Masa kecilnya dihabiskan di Pesantren Ampel Denta, Yaitu pesantren yang dikelola Sunan Ampel.
Ibu Sunan Ampel (istri Maulana Malik Ibrahim) juga putri penguasa Campa ketika Majapahit melemah
dan terjadi pertikaian internal.
Raden Patah melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit dan membangun Kesultanan Demak.
Dalam konflik dengan Majapahit, ia dibantu Sunan Giri. Berdirilah Kesultanan Demak pada 1475 atau
beberapa tahun setelah itu.
Demak sebelumnya merupakan daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi
yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit.
Kadipaten Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja Brawijaya V (Bhre
Kertabumi) raja Majapahit
Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak dapat berkembang sebagai kota dagang
dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan
diri dengan melakukan penyerangan terhadap Majapahit.
Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa
dengan rajanya yaitu Raden Patah. Kerajaan Demak secara geografis terletak di Jawa Tengah dengan
pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai, yang dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di
perairan Laut Muria. (sekarang Laut Muria sudah merupakan dataran rendah yang dialiri sungai Lusi).
Bintoro sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola
adalah pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa Syailendra),
sedangkan Jepara akhirnya berkembang sebagai pelabuhan yang penting bagi kerajaan Demak.
Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan budaya
Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam di pulau Jawa. Sebagai pusat
penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria,
Sunan Kudus dan Sunan Bonar.
Para wali tersebut memiliki peranan yang penting pada masa perkembangan kerajaan demak
bahkan para wali tersebut menjadi penasehat bagi raja Demak. Dengan demikian terjalin hubungan yang
erat antara raja/bangsawan – para wali/ulama dengan rakyat. Hubungan yang erat tersebut, tercipta
melalui pembinaan masyarakat yang diselenggarakan di Masjid maupun Pondok Pesantren. Sehingga
tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di antara orang-orang Islam).
Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari
kerajaan Demak. Salah satunya adalah Masjid Demak, di mana salah satu tiang utamanya terbuat dari
pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga.
Di serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten
(Maulud Nabi Muhammad saw) yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon.
Masjid ini dibangun tahun 1466 dan dinamakan Masjid Pesantren Glagahwangi di bawah asuhan
Sunan Ampel. Lalu pada tahun 1477, masjid ini direhabilitasi dan diperluas menjadi Masjid Kadipaten
Glagahwangi. Kemudian di tahun 1479, masjid ini kembali dipugar dan direnovasi menjadi Masjid
Kesultanan Bintoro Demak. Entah kapan masjid ini kemudian berganti nama menjadi Masjid Agung
Demak yang namanya melekat hingga kini.
Menurut legenda, masjid ini didirikan oleh Wali Songo secara bersama-sama dalam tempo satu
malam. Babad Demak menunjukkan bahwa masjid ini didirikan pada tahun Saka 1399 (1477) yang
ditandai oleh candrasengkala “Lawang Trus Gunaningjanmi” sedang pada gambar bulus yang berada di
mihrab masjid ini terdapat lambang tahun Saka 1401 yang menunjukkan bahwa masjid ini berdiri tahun
1479.
Bangunan yang terbuat dari kayu jati ini berukuran 31 m x 31 m dengan bagian serambi berukuran 31 m
x 15 m. Atap tengahnya ditopang oleh empat buah tiang kayu raksasa (saka guru), yang dibuat oleh
empat wali di antara Wali Songo.
Saka sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel, sebelah barat daya buatan Sunan Gunung Jati,
sebelah barat laut buatan Sunan Bonang, sedang sebelah timur laut yang tidak terbuat dari satu buah kayu
utuh melainkan disusun dari beberapa potong balok yang diikat menjadi satu (saka tatal), merupakan
sumbangan dari Sunan Kalijaga. Serambinya dengan delapan buah tiang boyongan merupakan bangunan
tambahan pada zaman Adipati Yunus (Pati Unus atau pangeran Sabrang Lor), sultan Demak ke-2 (1518-
1521) pada tahun 1520.
Dalam proses pembangunannya, Sunan Kalijaga memegang peranan yang amat penting. Wali
inilah yang berjasa membetulkan arah kiblat. Menurut riwayat, Sunan Kalijaga juga memperoleh wasiat
antakusuma, yaitu sebuah bungkusan yang konon berisi baju “hadiah” dari Nabi Muhammad SAW, yang
jatuh dari langit di hadapan para wali yang sedang bermusyawarah di dalam masjid itu.

C.     Arsitektur
Bangunan Masjid Demak pada dasarnya berdiri pada empat tiang pokok atau disebut Soko Guru.
Fungsi tiang-tiang ini adalah sebagai penyangga bangunan dari tanah sampai puncak masjid. Di antara
empat tiang itu ada satu tiang yang sangat unik, dikenal sebagai “tiang tatal” yang letaknya di sebelah
timur-laut. Tiang unik ini disebut tatal (serutan-serutan kayu), karena dibuat dari serpihan kayu yang
ditata dan dipadatkan, kemudian diikat sehingga membentuk tiang yang rapi. Konon, keempat soko guru
ini adalah buatan para Wali.
Soko guru sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel, sebelah baratdaya buatan Sunan
Gunung Jati, sebelah baratlaut buatan Sunan Bonang, dan soko tatal adalah buatan Sunan Kalijaga. Pada
tiang-tiang penyangga masjid, termasuk soko guru, terdapat ukiran yang masih menampakkan corak
ukiran gaya Hindu yang indah bentuknya. Selain ukiran pada tiang, terdapat pula ukiran-ukiran kayu
yang ditempel pada dinding masjid yang berfungsi sebagai hiasan.
Di dalam bangunan utama terdapat ruang utama, mihrab dan serambi. Ruang utama yang
berfungsi sebagai tempat sholat jamaah, letaknya di bagian tengah bangunan. Sedangkan, mihrab atau
bangunan pengimaman berada di depan ruang utama, berbentuk sebuah ruang kecil dan mengarah ke
arah kiblat (Mekkah). Di bagian belakang ruang utama terdapat serambi berukuran 31x15 meter yang
tiang-tiang penyangganya disebut “tiang Majapahit”. Tiang Majapahit yang berjumlah delapan buah itu
diperkirakan berasal dari kerajaan Majapahit yang ada di Jawa Timur. Bangunan serambi ini adalah
merupakan bangunan tambahan yang dibangun pada masa Adipati Unus (Pati Unus atau Pangeran
Sabrang Lor), menjadi Sultan demak II pada tahun 1520.
Atap Masjid Demak tertingkat tiga (atap tumpang tiga), menggunakan sirap (atap yang terbuat
dari kayu) dan berpuncak mustaka. Dinding masjid terbuat dari batu dan kapur. Pintu masuk masjid
diberi lukisan bercorak klasik. Dan, seperti masjid-masjid yang lain, Masjid Demak pun dilengkapi
dengan sebuah bedug, gentong tempat berwudlu, kolam air, mimbar, dan keramik buatan cina.
Penampilan atap limas piramida masjid ini menunjukkan Aqidah Islamiyah yang terdiri dari tiga bagian ;
(1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di Masjid ini juga terdapat “Pintu Bledeg”, bertuliskan “Condro
Sengkolo”, yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau
887 H.
Raden Fattah bersama Wali Songo mendirikan Masjid Maha karya abadi yang karismatik ini
dengan memberi prasasti bergambar bulus. Ini merupakan Condro Sengkolo Memet, dengan arti Sariro
Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri dari kepala yang berarti
angka 1 ( satu ), kaki 4 berarti angka 4 ( empat ), badan bulus berarti angka 0 ( nol ), ekor bulus berarti
angka 1 ( satu ). Bisa disimpulkan, Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka.
Masjid tua ini memiliki struktur bangunan dengan nilai historis yang tinggi, dengan seni bangun
arsitektur tradisional khas Indonesia. Wujudnya megah, anggun, indah, karismatik, memesona, dan
berwibawa. Atapnya berbentuk limas piramida, bertingkat tiga susun, mirip bangunan kayu peninggalan
Hindu dan Budha. Tiga susun atap ini dimaknai para wali sebagai aqidah Islamiyah yang terdiri dari
Iman, Islam, dan Ihsan. Bangunan puncak dimaknai sebagai kekuasaan tertinggi hanyalah milik Allah.
Begitu tingginya nilai historis dan arkeologis Masjid Agung Demak, maka para ahli yang
tergabung dalam International Comission for the Preservation of Islamic Cultural Heritage yang
meninjau masjid tersebut di tahun 1984 mengatakan bahwa Masjid Agung Demak merupakan salah satu
di antara bangunan-bangunan Islam penting di Asia Tenggara dan dunia Islam pada umumnya.
 
D.     Hari Besar
Saat Grebeg Besar biasanya dilaksanakan selamatan tumpeng songo dengan berbagai ritual
tradisi masyarakat Demak di halaman masjid. Saat-saat ini juga diselenggarakan pesta rakyat serta pasar
malam yang menarik ribuan wisatawan.
Pada saat Ramadhan, banyak santri yang berbondong-bondong dari berbagai daerah untuk mengikuti
shalat tarawih dan shalat Jumat. Mereka datang dengan atribut yang beragam mewarnai aktivitas di
masjid tua tersebut.
E.     Museum Masjid Agung Demak
 
1.    Lokasi
Sesuai dengan namanya, Museum Masjid Agung Demak terletak di dalam kompleks
Masjid Agung Demak dalam lingkungan alun-alun kota Demak. Jika anda berkunung ke Masjid
Agung Demak, jangan lupa untuk mengunjungi museum ini. Karena banyak sekali informasi dan
barang-barang peninggalan Masjid Agung Demak yang msih dipelihara dan dijaga hingga saat
ini.
Dan jangan lupa untuk megunjungi kompleks makam raja-raja di sebelah utara masjid. Di sini
terdapat makam antara lain, Sultan Demak I [Raden Fatah] beserta keluarga, Sultan Demak III
[Raden Trenggono] beserta keluarga, Pangeran Raden Arya Penangsang, serta makam Syekh
Maulana Maghribi
2.    Koleksi Museum
Di museum ini utamanya disimpan bagian-bagian soko guru yang rusak (sokoguru
Sunan Kalijaga, sokoguru Sunan Bonang, sokoguru Sunan Gunungjati, sokoguru Sunan Ampel),
sirap, kentongan dan bedug peninggalan para wali, dua buah gentong (tempayan besar) dari
Dinasti Ming hadiah dari Putri Campa abad XIV, pintu bledeg buatan Ki Ageng Selo yang
merupakan condrosengkolo berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani yang berarti angka tahun 1388
Saka atau 1466 M atau 887 H.
Foto-foto Masjid Agung Demak tempo dulu, lampu-lampu dan peralatan rumah tangga
dari kristal dan kaca hadiah dari PB I tahun 1710 M, kitab suci Al-Qur’an 30 juz tulisan tangan,
maket masjid Demak tahun 1845 – 1864 M, beberapa prasasti kayu memuat angka tahun 1344
Saka, kayu tiang tatal buatan Sunan Kalijaga, lampu robyong masjid Demak yang dipakai tahun
1923 – 1936 M.
Ada jiga pintu bledeg buatan Ki Ageng Selo tahun 1466 M, dibuat dari kayu jati
berukiran tumbuh-tumbuhan, suluran, jambangan, mahkota, dan kepala binatang (naga?) dengan
mulut terbuka menampakkan gigi-giginya yang runcing. Menurut cerita, kepala naga tersebut
menggambarkan petir yang kemudian dapat ditangkap oleh Ki Ageng Selo.
 
3.   Peninggalan Kerajaan Demak
Soko Majapahit Tiang ini berjumlah delapan buah terletak di serambi masjid. Benda
purbakala hadiah dari Prabu Brawijaya V Raden Kertabumi ini diberikan kepada Raden Fattah
ketika menjadi Adipati Notoprojo di Glagahwangi Bintoro Demak 1475 M. adapun peninggalan
purbakala yang terdapat di Masjid agung Demak tersebut, diantaranya yaitu :
 
a)   Pawestren
Merupakan bangunan yang
khusus dibuat untuk sholat jama’ah
wanita. Dibuat menggunakan konstruksi
kayu jati, dengan bentuk atap limasan
berupa sirap ( genteng dari kayu ) kayu
jati. Bangunan ini ditopang 8 tiang
penyangga, di mana 4 diantaranya berhias
ukiran motif Majapahit. Luas lantai yang
membujur ke kiblat berukuran 15 x 7,30
m. Pawestren ini dibuat pada zaman
K.R.M.A.Arya Purbaningrat, tercermin
dari bentuk dan motif ukiran Maksurah
atau Kholwat yang menerakan tahun 1866 M.

b)   Surya Majapahit
Merupakan gambar hiasan segi 8
yang sangat populer pada masa Majapahit.
Para ahli purbakala menafsirkan gambar ini
sebagai lambang Kerajaan Majapahit. Surya
Majapahit di Masjid Agung Demak dibuat
pada tahun 1401 tahun Saka, atau 1479 M.

c)   Maksurah
Merupakan artefak bangunan berukir
peninggalan masa lampau yang memiliki nilai
estetika unik dan indah. Karya seni ini
mendominasi keindahan ruang dalam masjid.
Artefak Maksurah didalamnya berukirkan tulisan arab yang intinya memulyakan ke-Esa-
an Tuhan Allah SWT. Prasasti di dalam Maksurah menyebut angka tahun 1287 H atau
1866 M, di mana saat itu Adipati Demak dijabat oleh K.R.M.A. Aryo Purbaningrat.
 

d)   Pintu Bledeg
Pintu yang konon diyakini mampu menangkal petir ini merupakan ciptaan Ki
Ageng Selo pada zaman Wali. Peninggalan ini merupakan prasasti “Condro Sengkolo”
yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, bermakna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau
887 H
 
e)   Mihrab atau tempat pengimaman
Didalamnya terdapat hiasan gambar bulus yang merupakan prasasti “Condro
Sengkolo”. Prasasti ini memiliki arti“Sariro Sunyi Kiblating Gusti”, bermakna tahun
1401 Saka atau 1479 M (hasil perumusan Ijtihad). Di depan Mihrab sebelah kanan
terdapat mimbar untuk khotbah. Benda arkeolog ini dikenal dengan sebutan Dampar
Kencono warisan dari Majapahit.

f)    Dampar Kencana
Benda arkeologi ini
merupakan peninggalan
Majapahit abad XV, sebagai
hadiah untuk Raden Fattah Sultan
Demak I dari ayahanda Prabu
Brawijaya ke V Raden
Kertabumi. Semenjak tahta
Kasultanan Demak dipimpin
Raden Trenggono 1521 – 1560
M, secara universal wilayah Nusantara menyatu dan masyhur, seolah mengulang
kejayaan Patih Gajah

g)   Soko Tatal atau Soko Guru


Yang berjumlah 4 ini merupakan tiang utama penyangga kerangka atap masjid
yang bersusun tiga. Masing-masing soko guru memiliki tinggi 1630 cm. Formasi tata
letak empat soko guru dipancangkan pada empat penjuru mata angin. Yang berada di
barat laut didirikan Sunan Bonang, di
barat daya karya Sunan Gunung Jati,
di bagian tenggara buatan Sunan
Ampel, dan yang berdiri di timur laut
karya Sunan Kalijaga Demak.
Masyarakat menamakan tiang buatan
Sunan Kalijaga ini sebagai Soko
Tatal.
 

h)   Situs Kolam atau Wudlu


Situs ini dibangun mengiringi
awal berdirinya Masjid Agung
Demak sebagai tempat untuk
berwudlu. Hingga sekarang situs
kolam ini masih berada di tempatnya
meskipun sudah tidak dipergunakan
lagi
 

i)    Menara
Bangunan sebagai tempat adzan ini didirikan dengan konstruksi baja. Pemilihan
konstruksi baja sekaligus
menjawab tuntutan modernisasi
abad XX. Pembangunan menara
diprakarsai para ulama, seperti
KH.Abdurrohman (Penghulu
Masjid Agung Demak),
R.Danoewijoto, H.Moh Taslim,
H.Aboebakar, dan H.Moechsin
Kerajaan Demak
Demak sebelumnya merupakan daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi yang merupakan
daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit.
Kadipaten Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja Brawijaya V (Bhre
Kertabumi) raja Majapahit.
Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak dapat berkembang sebagai kota dagang dan pusat
penyebaran Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dengan
melakukan penyerangan terhadap Majapahit.
Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya
yaitu Raden Patah. Kerajaan Demak secara geografis terletak di Jawa Tengah dengan pusat pemerintahannya di
daerah Bintoro di muara sungai, yang dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria. (sekarang
Laut Muria sudah merupakan dataran rendah yang dialiri sungai Lusi).
Bintoro sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola adalah pelabuhan
yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa Syailendra), sedangkan Jepara akhirnya
berkembang sebagai pelabuhan yang penting bagi kerajaan Demak.

Kehidupan Politik
Lokasi kerajaan Demak yang strategis untuk perdagangan nasional, karena menghubungkan perdagangan antara
Indonesia bagian Barat dengan Indonesia bagian Timur, serta keadaan Majapahit yang sudah hancur, maka
Demak berkembang sebagai kerajaan besar di pulau Jawa, dengan rajanya yang pertama yaitu Raden Patah. Ia
bergelar Sultan Alam Akbar al-Fatah (1500 ? 1518).
Pada masa pemerintahannya Demak memiliki peranan yang penting dalam rangka penyebaran agama Islam
khususnya di pulau Jawa, karena Demak berhasil menggantikan peranan Malaka, setelah Malaka jatuh ke tangan
Portugis 1511.
Kehadiran Portugis di Malaka merupakan ancaman bagi Demak di pulau Jawa. Untuk mengatasi keadaan
tersebut maka pada tahun 1513 Demak melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka, yang dipimpin oleh
Adipati Unus atau terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor.
Serangan Demak terhadap Portugis walaupun mengalami kegagalan namun Demak tetap berusaha membendung
masuknya Portugis ke pulau Jawa. Pada masa pemerintahan Adipati Unus (1518 ? 1521), Demak melakukan
blokade pengiriman beras ke Malaka sehingga Portugis kekurangan makanan.
Puncak kebesaran Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggono (1521 ? 1546), karena pada masa
pemerintahannya Demak memiliki daerah kekuasaan yang luas dari Jawa Barat sampai Jawa Timur.

Gambar 9. Peta Kekuasaan Demak. 


Setelah Anda mengamati gambar peta kekuasaan Demak tersebut, yang perlu Anda ketahui bahwa daerah
kekuasaan tersebut berhasil dikembangkan antara lain karena Sultan Trenggono melakukan penyerangan
terhadap daerah-daerah kerajaan-kerajaan Hindu yang mengadakan hubungan dengan Portugis seperti Sunda
Kelapa (Pajajaran) dan Blambangan.
Penyerangan terhadap Sunda Kelapa yang dikuasai oleh Pajajaran disebabkan karena adanya perjanjian antara
raja Pakuan penguasa Pajajaran dengan Portugis yang diperkuat dengan pembuatan tugu peringatan yang disebut
Padrao. Isi dari Padrao tersebut adalah Portugis diperbolehkan mendirikan Benteng di Sunda Kelapa dan Portugis
juga akan mendapatkan rempah-rempah dari Pajajaran.
Sebelum Benteng tersebut dibangun oleh Portugis, tahun 1526 Demak mengirimkan pasukannya menyerang
Sunda Kelapa, di bawah pimpinan Fatahillah. Dengan penyerangan tersebut maka tentara Portugis dapat dipukul
mundur ke Teluk Jakarta.
Kemenangan gemilang Fatahillah merebut Sunda Kelapa tepat tanggal 22 Juni 1527 diperingati dengan
pergantian nama menjadi Jayakarta yang berarti Kemenangan Abadi.
Sedangkan penyerangan terhadap Blambangan (Hindu) dilakukan pada tahun 1546, di mana pasukan Demak di
bawah pimpinan Sultan Trenggono yang dibantu oleh Fatahillah, tetapi sebelum Blambangan berhasil direbut
Sultan Trenggono meninggal di Pasuruan.
Dengan meninggalnya Sultan Trenggono, maka terjadilah perebutan kekuasaan antara Pangeran Sekar Sedolepen
(saudara Trenggono) dengan Sunan Prawoto (putra Trenggono) dan Arya Penangsang (putra Sekar Sedolepen).
Perang saudara tersebut diakhiri oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yang dibantu oleh Ki Ageng
Pemanahan, sehingga pada tahun 1568 Pangeran Hadiwijaya memindahkan pusat pemerintahan Demak ke
Pajang. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Demak dan hal ini juga berarti bergesernya pusat pemerintahan
dari pesisir ke pedalaman.

Kehidupan Ekonomi
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi sebelumnya, bahwa letak Demak sangat strategis di jalur
perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan maritim.
Dalam kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil rempah di Indonesia
bagian Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia bagian barat. Dengan demikian perdagangan Demak
semakin berkembang. Dan hal ini juga didukung oleh penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di
daerah pesisir pantai pulau Jawa.
Sebagai kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah
pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan demikian
kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan di
bidang ekonomi.

Kehidupan Sosial Budaya


Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan budaya Islam karena pada
dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam di pulau Jawa.
Sebagai pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan
Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar.
Para wali tersebut memiliki peranan yang penting pada masa perkembangan kerajaan Demak bahkan para wali
tersebut menjadi penasehat bagi raja Demak. Dengan demikian terjalin hubungan yang erat antara
raja/bangsawan ? para wali/ulama dengan rakyat. Hubungan yang erat tersebut, tercipta melalui pembinaan
masyarakat yang diselenggarakan di Masjid maupun Pondok Pesantren. Sehingga tercipta kebersamaan atau
Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di antara orang-orang Islam).
Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari kerajaan
Demak. Salah satunya adalah Masjid Demak, di mana salah satu tiang utamanya terbuat dari pecahan-pecahan
kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid
(pendopo) itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw)
yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon.

Dilihat dari arsitekturnya, Masjid Agung Demak seperti yang tampak pada gambar 10 tersebut memperlihatkan
adanya wujud akulturasi kebudayaan Indonesia Hindu dengan kebudayaan Islam. 

RUNTUHNYA KERAJAAN DEMAK


Runtuhnya Kerajaan Demak tak berbeda dengan penaklukannya atas Majapahit. Peristiwa gugurnya tokoh2
penting Demak saat menyerang Blambangan yang eks Majapahit, dan rongrongan dari dalam Demak sendiri
membuat kerajaan makin lemah dan akhirnya runtuh dengan sendirinya. Sebuah pelajaran dari sejarah –cerai-
berai dari dalam akan membahayakan kesatuan dan persatuan.

You might also like