You are on page 1of 13

Bentuk Negara dan Bentuk 

Kenegaraan

Bentuk Negara

a.   Negara Kesatuan (Unitaris)

Negara Kesatuan adalah negara bersusunan tunggal, yakni kekuasaan untuk mengatur seluruh
daerahnya ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat memegang kedaulatan sepenuhnya,
baik ke dalam maupun ke luar. Hubungan antara pemerintah pusat dengan rakyat dan daerahnya
dapat dijalankan secara langsung. Dalam negara kesatuan hanya ada satu konstitusi, satu kepala
negara, satu dewan menteri (kabinet), dan satu parlemen. Demikian pula dengan pemerintahan,
yaitu pemerintah pusatlah yang memegang wewenang tertinggi dalam segala aspek
pemerintahan. Ciri utama negara kesatuan adalah supremasi parlemen pusat dan tiadanya badan-
badan lain yang berdaulat.

Negara kesatuan dapat dibedakan menjadi dua macam sistem, yaitu:

1. Sentralisasi, dan
2. Desentralisasi.

Dalam negara kesatuan bersistem sentralisasi, semua hal diatur dan diurus oleh pemerintah
pusat, sedangkan daerah hanya menjalankan perintah-perintah dan peraturan-peraturan dari
pemerintah pusat. Daerah tidak berwewenang membuat peraturan-peraturan sendiri dan atau
mengurus rumah tangganya sendiri.

Keuntungan sistem sentralisasi:

1. adanya keseragaman (uniformitas) peraturan di seluruh wilayah negara;


2. adanya kesederhanaan hukum, karena hanya ada satu lembaga yang berwenang
membuatnya;
3. penghasilan daerah dapat digunakan untuk kepentingan seluruh wilayah negara.

Kerugian sistem sentralisasi:

1. bertumpuknya pekerjaan pemerintah pusat, sehingga sering menghambat kelancaran


jalannya pemerintahan;
2. peraturan/ kebijakan dari pusat sering tidak sesuai dengan keadaan/ kebutuhan daerah;
3. daerah-daerah lebih bersifat pasif, menunggu perintah dari pusat sehingga melemahkan
sendi-sendi pemerintahan demokratis karena kurangnya inisiatif dari rakyat;
4. rakyat di daerah kurang mendapatkan kesempatan untuk memikirkan dan bertanggung
jawab tentang daerahnya;
5. keputusan-keputusan pemerintah pusat sering terlambat.

Dalam negara kesatuan bersistem desentralisasi, daerah diberi kekuasaan untuk mengatur rumah
tangganya sendiri (otonomi, swatantra). Untuk menampung aspirasi rakyat di daerah, terdapat
parlemen daerah. Meskipun demikian, pemerintah pusat tetap memegang kekuasaan tertinggi.

Keuntungan sistem desentralisasi:

1. pembangunan daerah akan berkembang sesuai dengan ciri khas daerah itu sendiri;
2. peraturan dan kebijakan di daerah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah itu
sendiri;
3. tidak bertumpuknya pekerjaan pemerintah pusat, sehingga pemerintahan dapat berjalan
lancar;
4. partisipasi dan tanggung jawab masyarakat terhadap daerahnya akan meningkat;
5. penghematan biaya, karena sebagian ditanggung sendiri oleh daerah.

Sedangkan kerugian sistem desentralisasi adalah ketidakseragaman peraturan dan kebijakan


serta kemajuan pembangunan.

b.   Negara Serikat (Federasi)

Negara Serikat adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa negara bagian yang
masing-masing tidak berdaulat. Kendati negara-negara bagian boleh memiliki konstitusi sendiri,
kepala negara sendiri, parlemen sendiri, dan kabinet sendiri, yang berdaulat dalam negara serikat
adalah gabungan negara-negara bagian yang disebut negara federal.

Setiap negara bagian bebas melakukan tindakan ke dalam, asal tak bertentangan dengan
konstitusi federal. Tindakan ke luar (hubungan dengan negara lain) hanya dapat dilakukan oleh
pemerintah federal.

Ciri-ciri negara serikat/ federal:

1. tiap negara bagian memiliki kepala negara, parlemen, dewan menteri (kabinet) demi
kepentingan negara bagian;
2. tiap negara bagian boleh membuat konstitusi sendiri, tetapi tidak boleh bertentangan
dengan konstitusi negara serikat;
3. hubungan antara pemerintah federal (pusat) dengan rakyat diatur melalui negara bagian,
kecuali dalam hal tertentu yang kewenangannya telah diserahkan secara langsung kepada
pemerintah federal.

Dalam praktik kenegaraan, jarang dijumpai sebutan jabatan kepala negara bagian (lazimnya
disebut gubernur negara bagian). Pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dengan negara
bagian ditentukan oleh negara bagian, sehingga kegiatan pemerintah federal adalah hal ikhwal
kenegaraan selebihnya (residuary power).

Pada umumnya kekuasaan yang dilimpahkan negara-negara bagian kepada pemerintah federal
meliputi:

1. hal-hal yang menyangkut kedudukan negara sebagai subyek hukum internasional,


misalnya: masalah daerah, kewarganegaraan dan perwakilan diplomatik;
2. hal-hal yang mutlak mengenai keselamatan negara, pertahanan dan keamanan nasional,
perang dan damai;
3. hal-hal tentang konstitusi dan organisasi pemerintah federal serta azas-azas pokok hukum
maupun organisasi peradilan selama dipandang perlu oleh pemerintah pusat, misalnya:
mengenai masalah uji material konstitusi negara bagian;
4. hal-hal tentang uang dan keuangan, beaya penyelenggaraan pemerintahan federal,
misalnya: hal pajak, bea cukai, monopoli, matauang (moneter);
5. hal-hal tentang kepentingan bersama antarnegara bagian, misalnya: masalah pos,
telekomunikasi, statistik.
Menurut C.F. Strong, yang membedakan negara serikat yang satu dengan yang lain adalah:

1. cara pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian;
2. badan yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul antara pemerintah
federal dengan pemerintah negara bagian.

Berdasarkan kedua hal tersebut, lahirlah bermacam-macam negara serikat, antara lain:

1. negara serikat yang konstitusinya merinci satu persatu kekuasaan pemerintah federal, dan
kekuaasaan yang tidak terinci diserahkan kepada pemerintah negara bagian. Contoh
negara serikat semacam itu antara lain: Amerika Serikat, Australia, RIS (1949);
2. negara serikat yang konstitusinya merinci satu persatu kekuasaan pemerintah negara
bagian, sedangkan sisanya diserahkan kepada pemerintah federal. Contoh: Kanada dan
India;
3. negara serikat yang memberikan  wewenang kepada mahkamah agung federal dalam
menyelesaikan perselisihan di antara pemerintah federal dengan pemerintah negara
bagian. Contoh: Amerika Serikat dan Australia;
4. negara serikat yang memberikan kewenangan kepada parlemen federal dalam
menyelesaikan perselisihan antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian.
Contoh: Swiss.

Persamaan antara negara serikat dan negara kesatuan bersistem desentralisasi: 1) Pemerintah
pusat sebagai pemegang kedaulatan ke luar; 2) Sama-sama memiliki hak mengatur daerah
sendiri (otonomi).

Sedangkan perbedaannya adalah: mengenai asal-asul hak mengurus rumah tangga sendiri itu.
Pada negara bagian, hak otonomi itu merupakan hak aslinya, sedangkan pada daerah otonom,
hak itu diperoleh dari pemerintah pusat.

Bentuk Kenegaraan

Selain negara serikat, ada pula yang disebut serikat negara (konfederasi). Tiap negara yang
menjadi anggota perserikatan itu ada yang berdaulat penuh, ada pula yang tidak. Perserikatan
pada umumnya timbul karena adanya perjanjian berdasarkan kesamaan politik, hubungan luar
negeri, pertahanan dan keamanan atau kepentingan bersama lainnya.

1.  Perserikatan Negara

Perserikatan Negara pada hakikatnya bukanlah negara, melainkan suatu perserikatan yang
beranggotakan negara-negara yang masing-masing berdaulat. Dalam menjalankan kerjasama di
antara para anggotanya, dibentuklah alat perlengkapan atau badan yang di dalamnya duduk para
wakil dari negara anggota.

Contoh Perserikatan Negara yang pernah ada:

 Perserikatan Amerika Utara (1776-1787)


 Negara Belanda (1579-1798), Jerman (1815-1866)

Perbedaan antara negara serikat dan perserikatan negara:


 Dalam negara serikat, keputusan yang diambil oleh pemerintah negara serikat dapat
langsung mengikat warga negara bagian; sedangkan dalam serikat negara keputusan yang
diambil oleh serikat itu tidak dapat langsung mengikat warga negara dari negara anggota.
 Dalam negara serikat, negara-negara bagian tidak boleh memisahkan diri dari negara
serikat itu; sedangkan dalam serikat negara, negara-negara anggota boleh memisahkan
diri dari gabungan itu.
 Dalam negara serikat, negara bagian hanya berdaulat ke dalam; sedangkan dalam serikat
negara, negara-negara anggota tetap berdaulat ke dalam maupun ke luar.

2.  Koloni atau Jajahan

Negara koloni atau jajahan adalah suatu daerah yang dijajah oleh bangsa lain. Koloni biasanya
merupakan bagian dari wilayah negara penjajah. Hampir semua soal penting negara koloni
diatur oleh pemerintah negara penjajah. Karena terjajah, daerah/ negara jajahan tidak berhak
menentukan nasibnya sendiri. Dewasa ini tidak ada lagi koloni dalam arti sesungguhnya.

3.  Trustee (Perwalian)

Negara Perwalian adalah suatu negara yang sesudah Perang Dunia II diurus oleh beberapa
negara di bawah Dewan Perwalian dari PBB. Konsep perwalian ditekankan kepada negara-
negara pelaksana administrasi.

Menurut Piagam PBB, pembentukan sistem perwalian internasional dimaksudkan untuk


mengawasi wilayah-wilayah perwalian yang ditempatkan di bawah PBB melalui perjanjian-
perjanjian tersendiri dengan negara-negara yang melaksanakan perwalian tersebut.

Perwalian berlaku terhadap:

1. wilayah-wilayah yang sebelumnya ditempatkan di bawah mandat oleh Liga Bangsa-


Bangsa setelah Perang Dunia I;
2. wilayah-wilayah yang dipisahkan dari negara-negara yang dikalahkan dalam Perang
Dunia II;
3. wilayah-wilayah yang ditempatkan secara sukarela di bawah negara-negara yang
bertanggung jawab tentang urusan pemerintahannya.

Tujuan pokok sistem perwalian adalah untuk meningkatkan kemajuan wilayah perwalian menuju
pemerintahan sendiri. Mikronesia merupakan negara trustee terakhir yang dilepas Dewan
Perwalian PBB pada tahun 1994.

4.  Dominion

Bentuk kenegaraan ini hanya terdapat di dalam lingkungan Kerajaan Inggris. Negara dominion
semula adalah negara jajahan Inggris yang setelah merdeka dan berdaulat tetap mengakui Raja/
Ratu Inggris sebagai lambang persatuan mereka. Negara-negara itu tergabung dalam suatu
perserikatan bernama “The British Commonwealth of Nations” (Negara-negara
Persemakmuran).

Tidak semua bekas jajahan Inggris tergabung dalam Commonwealth karena keanggotaannya
bersifat sukarela. Ikatan Commonwealth didasarkan pada perkembangan sejarah dan azas kerja
sama antaranggota dalam bidang ekonomi, perdagangan (dan pada negara-negara tertentu juga
dalam bidang keuangan). India dan Kanada adalah negara bekas jajahan Inggris yang semula
berstatus dominion, namun karena mengubah bentuk pemerintahannya menjadi republik/
kerajaan dengan kepala negara sendiri, maka negara-negara itu kehilangan bentuk dominionnya.
Oleh karena itu persemakmuran itu kini dikenal dengan nama “Commonwealth of Nations”.
Anggota-anggota persemakmuran itu antara lain: Inggris, Afrika Selatan, Kanada, Australia,
Selandia Baru, India, Malaysia, etc. Di sebagian dari negara-negara itu Raja/ Ratu Inggris
diwakili oleh seorang Gubernur Jenderal, sedangkan di ibukota Inggris, sejak tahun 1965 negara-
negara itu diwakili oleh High Commissioner.

5.  Uni

Bentuk kenegaraan Uni adalah gabungan dari dua negara atau lebih yang merdeka dan berdaulat
penuh, memiliki seorang kepala negara yang sama.

Pada umumnya Uni dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1)   Uni Riil (Uni Nyata)

yaitu suatu uni yang terjadi apabila negara-negara anggotanya memiliki alat perlengkapan
negara bersama yang telah ditentukan terlebih dulu. Perlengkapan negara itu dibentuk untuk
mengurus kepentingan bersama. Uni sengaja dibentuk guna mewujudkan persatuan yang nyata
di antara negara-negara anggotanya.

Contoh: Uni Austria – Hungaria (1867-1918), Uni Swedia – Norwegia (1815-1905), Indonesia –
Belanda (1949).

2)   Uni Personil

yaitu suatu uni yang memiliki seorang kepala negara, sedangkan segala urusan dalam negeri
maupun luar negeri diurus sendiri oleh negara-negara anggota.

Contoh: Uni Belanda – Luxemburg (1839-1890), Swedia – Norwegia (1814-1905), Inggris –


Skotlandia (1603-1707;

Selain itu ada yang dikenal dengan nama Uni Ius Generalis, yaitu bentuk gabungan negara-
negara yang tidak memiliki alat perlengkapan bersama. Tujuannya adalah untuk bekerja sama
dalam bidang hubungan luar negeri. Contoh: Uni Indonesia – Belanda setelah KMB.

6.  Protektorat

Sesuai namanya, negara protektorat adalah suatu negara yang ada di bawah perlindungan negara
lain yang lebih kuat. Negara protektorat tidak dianggap sebagai negara merdeka karena tidak
memiliki hak penuh untuk menggunakan hukum nasionalnya. Contoh: Monaco sebagai
protektorat Prancis.

Negara protektorat dibedakan menjadi dua (2) macam, yaitu:

 Protektorat Kolonial, jika urusan hubungan luar negeri, pertahanan dan sebagian besar
urusan dalam negeri yang penting diserahkan kepada negara pelindung. Negara
protektorat semacam ini tidak menjadi subyek hukum internasional. Contoh: Brunei
Darussalam sebelum merdeka adalah negara protektorat Inggris.
 Protektorat Internasional, jika negara itu merupakan subyek  hukum internasional.
Contoh: Mesir sebagai negara protektorat Turki (1917), Zanzibar sebagai negara
protektorat Inggris (1890) dan Albania sebagai negara protektorat Italia (1936).

7.  Mandat

Negara Mandat adalah suatu negara yang semula merupakan jajahan dari negara yang kalah
dalam Perang Dunia I dan diletakkan di bawah perlindungan suatu negara yang menang perang
dengan pengawasan dari Dewan Mandat LBB. Ketentuan-ketentuan tentang pemerintahan
perwalian ini ditetapkan dalam suatu perjanjian di Versailles. Contoh: Syria, Lebanon, Palestina
(Daerah Mandat A); Togo dan Kamerun (Daerah Mandat B); Afrika Barat Daya (Daerah Mandat
C).

1. Keberadaan negara

Keberadaan negara, seperti organisasi secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya
(rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Keinginan bersama ini dirumuskan dalam
suatu dokumen yang disebut sebagai Konstitusi, termasuk didalamnya nilai-nilai yang dijunjung
tinggi oleh rakyat sebagai anggota negara. Sebagai dokumen yang mencantumkan cita-cita
bersama, maksud didirikannya negara Konstitusi merupakan dokumen hukum tertinggi pada
suatu negara. Karenanya dia juga mengatur bagaimana negara dikelola. Konstitusi di Indonesia
disebut sebagai Undang-Undang Dasar.

Dalam bentuk modern negara terkait erat dengan keinginan rakyat untuk mencapai kesejahteraan
bersama dengan cara-cara yang demokratis. Bentuk paling kongkrit pertemuan negara dengan
rakyat adalah pelayanan publik, yakni pelayanan yang diberikan negara pada rakyat. Terutama
sesungguhnya adalah bagaimana negara memberi pelayanan kepada rakyat secara keseluruhan,
fungsi pelayanan paling dasar adalah pemberian rasa aman. Negara menjalankan fungsi
pelayanan keamanan bagi seluruh rakyat bila semua rakyat merasa bahwa tidak ada ancaman
dalam kehidupannya. Dalam perkembangannya banyak negara memiliki kerajang layanan yang
berbeda bagi warganya.

Berbagai keputusan harus dilakukan untuk mengikat seluruh warga negara, atau hukum, baik
yang merupakan penjabaran atas hal-hal yang tidak jelas dalam Konstitusi maupun untuk
menyesuaikan terhadap perkembangan zaman atau keinginan masyarakat, semua kebijakan ini
tercantum dalam suatu Undang-Undang. Pengambilan keputusan dalam proses pembentukan
Undang-Undang haruslah dilakukan secara demokratis, yakni menghormati hak tiap orang untuk
terlibat dalam pembuatan keputusan yang akan mengikat mereka itu. Seperti juga dalam
organisasi biasa, akan ada orang yang mengurusi kepentingan rakyat banyak. Dalam suatu
negara modern, orang-orang yang mengurusi kehidupan rakyat banyak ini dipilih secara
demokratis pula.

2. Negara terkecil

Negara terkecil di dunia adalah Vatikan dengan luas 0,44 km2 kemudian diikuti oleh Monako
seluas 1,95 km2, Nauru seluas 21 km2, Tuvalu seluas 26 km2 dan San Marino seluas 61 km2.

3. Pengertian Negara menurut para ahli


 Georg Jellinek
Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman
di wilayah tertentu.
 Georg Wilhelm Friedrich Hegel
Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari
kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal
 Roelof Krannenburg
Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau
bangsanya sendiri.
 Roger H. Soltau
Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan
bersama atas nama masyarakat.
 Prof. R. Djokosoetono
Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah
suatu pemerintahan yang sama.
 Prof. Mr. Soenarko
Negara ialah organisasi manyarakat yang mempunyai daerah tertentu, dimana
kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sebuah kedaulatan.
 Aristoteles
Negara adalah perpaduan beberapa keluarga mencakupi beberapa desa, hingga pada
akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan tujuan kesenangan dan kehormatan
bersama.

4. Asal Mula Terjadinya Negara Berdasarkan fakta sejarah

 Pendudukan (Occupatie)

Hal ini terjadi ketika suatu wilayah yang tidak bertuan dan belum dikuasai, kemudian diduduki
dan dikuasai.Misalnya,Liberia yang diduduki budak-budak Negro yang dimerdekakan tahun
1847.

 Peleburan (Fusi)

Hal ini terjadi ketika negara-negara kecil yang mendiami suatu wilayah mengadakan perjanjian
untuk saling melebur atau bersatu menjadi Negara yang baru.Misalnya terbentuknya Federasi
Jerman tahun 1871.

 Penyerahan (Cessie)

Hal ini terjadi Ketika suatu Wilayah diserahkan kepada negara lain berdasarkan suatu perjanjian
tertentu.Misalnya,Wilayah Sleeswijk pada Perang Dunia I diserahkan oleh Austria kepada
Prusia,(Jerman).

 Penaikan (Accesie)

Hal ini terjadi ketika suatu wilayah terbentuk akibat penaikan Lumpur Sungai atau dari dasar
Laut (Delta).Kemudian di wilayah tersebut dihuni oleh sekelompok orang sehingga terbentuklah
Negara.Misalnya,wilayah negara Mesir yang terbentuk dari Delta Sungai Nil.

 Pengumuman (Proklamasi)
Hal ini terjadi karena suatu daerah yang pernah menjadi daerah jajahan ditinggalkan begitu saja.
Sehingga penduduk daerah tersebut bisa mengumumkan kemerdekaannya. Contahnya, Indonesia
yang pernah di tinggalkan Jepang karena pada saat itu jepang dibom oleh Amerika di daerah
Hiroshima dan Nagasaki.

Hubungan Agama dan Negara

PENDAHULUAN

Banyaknya permasalahan yang sedang menghinggapi bangsa ini, ternyata punya dampak
tersendiri bagi sebagian kalangan masyarakat yang sudah kelewat gerah dengan kondisi tersebut.
Kita dapat melihat fenomena menjamurnya pemikiran “fundamentalisme Islam”, yang salah satu
cirinya adalah upaya untuk melakukan formalisasi syari’at Islam, menjadi dasar hukum, bahkan
lebih jauh lagi menjadi dasar negara di Indonesia. Menurut mereka, satu-satunya solusi
“menyeluruh” (kalau tidak mau disebut “instan”), untuk keluar dari krisis multidimensi dan
mensejahterakan rakyat Indonesia, adalah dengan merombak sistem ketatanegaraan yang
“bathil” menjadi sistem yang berlandaskan syari’at Islam.

Gerakan model seperi ini bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia. Sejak awal pendirian
NKRI hingga Pemilihan Umum di tahun 1955, partai-partai politik berasas Islam telah berupaya
sekuat tenaga untuk menggolkan Islam sebagai ideologi negara. Namun, kekalahan di Pemilihan
Umum, serta menguatnya rezim Orde Baru, akhirnya menurunkan pamor dan dukungan rakyat
terhadap mereka. Selama hampir tiga dasawarsa, pergerakan mereka hanya terfokus pada kajian-
kajian di kalangan terbatas. Namun angin segar reformasi berhasil membawa mereka tampil
kembali di tengah-tengah masyarakat. Ada yang memilih untuk tetap berada di luar sistem
pemerintahan, namun ada pula yang ikut terjun ke dunia perpolitikan dengan membentuk partai
Islam.

Fenomena formalisasi syari’at Islam dibaca dan diterjemahkan dengan menarik oleh
Nurkholish Madjid (alm.) dalam bukunya, Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah :

“Pembicaraan hubungan antara agama dan negara dalam Islam selalu terjadi dalam
suasana yang stigmatis. Ini disebabkan, pertama, hubungan agama dan negara dalam Islam
adalah yang paling mengesankan sepanjang sejarah umat manusia. Kedua, sepanjang sejarah,
hubungan antara kaum Muslim dan non-Muslim Barat (Kristen Eropa) adalah hubungan penuh
ketegangan. Dimulai dengan ekspansi militer-politik Islam klasik yang sebagian besar atas
kerugian Kristen (hampir seluruh Timur Tengah adalah dahulunya kawasan Kristen, malah
pusatnya) dengan kulminasinya berupa pembebasan Konstantinopel (ibukota Eropa dan dunia
Kristen saat itu), kemudian Perang Salib yang kalah-menang silih berganti namun akhirnya
dimenangkan oleh Islam, lalu berkembang dalam tatanan dunia yang dikuasai oleh Barat
imperialis-kolonialis dengan Dunia Islam sebagai yang paling dirugikan. Disebabkan oleh
hubungan antara Dunia Islam dan Barat yang traumatik tersebut, lebih-lebih lagi karena dalam
fasenya yang terakhir Dunia Islam dalam posisi “kalah,” maka pembicaraan tentang Islam
berkenaan dengan pandangannya tentang negara berlangsung dalam kepahitan menghadapi
Barat sebagai “musuh”.”

Dengan kata lain, semangat mengusung syari’at Islam sejalan dengan semangat
memusnahkan apa-apa yang dianggap sebagai “ajaran Barat”, seperti demokrasi-sekularisme,
pluralisme, kapitalisme, serta isme-isme lainnya. Pertanyaan pokok yang patut dijawab sebelum
melangkah lebih jauh adalah : Benarkah Allah dan Rasulullah mewajibkan suatu bentuk formal
Negara Islam atau bahkan Khilafah Islam? Benarkah setiap muslim wajib menolak pemikiran-
pemikiran baru terhadap negara, kewarganegaraan, sistem politik, sistem ekonomi, dsb.?
Benarkah tanpa formalisasi syari’at Islam, nilai-nilai ke-Islam-an di masyarakat akan hilang?
Haruskah kita mempertahankan Demokrasi Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, atau
menggantinya dengan Syari’at Islam? Uraian selanjutnya akan coba membahas masalah ini
dengan lebih detil.

PEMBAHASAN

HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA DALAM DEMOKRASI INDONESIA

Ide formalisasi syari’at Islam dalam tatanan kenegaraan di Indonesia kembali bergaung
di tengah masyarakat. Di satu sisi, hal ini dapat dipahami sebagai reaksi atas ketidakpuasan
masyarakat terhadap lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Katakanlah, untuk memberantas
media-media porno, prostitusi, judi, narkoba, dan sumber penyakit masyarakat lainnya, aparat
penegak hukum dinilai kurang “menggigit”. Apalagi untuk menghukum para koruptor triliunan
rupiah, butuh waktu bertahun-tahun hanya untuk mengumpulkan berkas-berkasnya. Akibatnya,
syari’at Islam yang dikenal tegas : nyawa dibalas nyawa, pencuri dipotong tangannya, dst.
menjadi alternatif yang menarik (dan “instan”) untuk membenahi kinerja penegakan hukum di
Indonesia.

Otonomi daerah terbukti turut mendukung berkembangnya ide formalisasi syari’at Islam
ini. Faktanya, beberapa Pemerintah Daerah (Pemda) di Indonesia telah resmi menetapkan
peraturan daerah yang dilabeli dengan “perda syari’at”, seperti dapat kita lihat di Aceh,
Tangerang, Bulukumba, Padang, dan daerah-daerah lainnya. Misalnya, perda tentang kewajiban
memakai jilbab untuk para muslimah (ini perda syari’at yang paling populer), kewajiban bisa
membaca Al-Qur’an, jam malam untuk wanita, termasuk juga pemberantasan judi, minuman
keras, serta barang haram lainnya.

Ketika “Islam” dipakai sebagai dasar hukum atau negara, maka dalam pikiran ideal kita,
seluruh aktivitas kita sehari-hari akan diatur oleh peraturan-peraturan Allah, sehingga
terwujudlah masyarakat yang diridhoi Allah. Namun kenyataannya, realitas yang terjadi di
negara-negara Islam saat ini tidaklah seideal dan sesederhana itu. Kita dapat memelajari
beberapa poin terkait hal ini.

Pertama, di jaman sekarang banyak sekali ditemukan persoalan-persoalan baru yang tidak secara
eksplisit terdapat di Al-Qur’an dan As-Sunnah, ataupun penjelasan fiqih klasik dari para ulama.
Ambil contoh peraturan tentang lalu lintas, tata kota, ekspor-impor, cyberlaw, penyiaran, pers,
dsb. Akhirnya, sebagian besar peraturan perundangan di negara Islam adalah hasil karya
manusia, bukan firman/perintah langsung dari Allah, maupun contoh dari Rasulullah. Ajaran
atau syari’at Islam hanya sebatas mengilhami atau menjaga agar tidak terjadi penyimpangan dari
nilai-nilai pokok ke-Islam-an. Bahkan di Arab Saudi sendiri, hukum internasionalnya, hukum
dagang dan perbankannya tidak ada yang merujuk pada Islam, alias mengadopsi dari Barat.
Terlihat bahwa yang paling penting bukanlah formalitasnya, melainkan nilai-nilai Islam
didudukkan sebagai ilham bagi tiap individu dalam melaksanakan ijtihad untuk membuat
keputusan, peraturan, atau kebijakan tertentu.

Kedua, sistem negara Islam cenderung tidak demokratis. Hukum-hukum syari’at cenderung
didasarkan pada fatwa kalangan elit, yang disebut ulama. Rakyat seolah tidak memiliki hak
suara dalam urusan yang masuk golongan syari’at tersebut. Bahkan dengan mengatasnakamakan
“kebenaran agama”, ulama bisa saja menghukum orang-orang yang dianggap memiliki
penafsiran agama yang berbeda. Bisa saja dengan dalih ajaran Islam, ulama memfatwakan
bahwa musik itu haram, televisi haram, perempuan bekerja di luar rumah haram, dan
sebagainya. Melawan fatwa ulama bisa dianggap sejajar dengan melawan ajaran Allah. Disini
terlihat bahwa formalisasi syari’at Islam sesungguhnya hanya akan menjadi simbol kekuatan
para penguasa, dengan dalih melaksanakan ajaran dari Allah dan Rasulullah, yang mau tidak
mau, memiliki efek memaksa kaum muslim untuk menaatinya (tanpa bisa memperdebatkannya).
Hal ini seperti halnya terjadi di dunia barat, yaitu terjadinya kekuasaan absolut pihak gereja yang
akhirnya diakhiri dengan timbulnya Revolusi Gereja.

Ketiga, secara teori, negara Islam sangat menghargai penganut agama lain. Namun prakteknya,
penganut agama lain secara alamiah akan diperlakukan sebagai warga negara kelas dua. Mereka
tidak akan punya hak untuk menduduki jabatan-jabatan di dalam pemerintahan, tidak akan
punya hak suara dalam menetapkan peraturan atau kebijakan, bahkan mungkin akan dipersulit
mendirikan rumah-rumah ibadah, sekolah-sekolah, dst. Hal ini sangat tidak relevan dengan
kondisi Bangsa Indonesia yang majemuk.

Sistem Demokrasi Pancasila yang telah mengukuhkan negeri ini selama lebih dari 60 tahun
lamanya, sebenarnya memiliki substansi yang sangat Islami. Di dalamya terkandung kebebasan
berkeyakinan, beribadah, berbicara, berekspresi, berserikat, serta upaya mewujudkan keadilan
sosial, dan kesejahteraan bersama.Substansi tersebut lahir dari nilai-nilai Islam yang universal,
yang rahmatan lil ‘alamiin.

Kita kadang terjebak oleh pemikiran bahwa unsur sekuler pada Demokrasi Pancasila telah
membuatnya bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Padahal sekularisme sendiri punya beragam
definisi dan praktek. Ada negara yang mempraktekkan sekularisme secara salah, contohnya
adalah pelarangan jilbab di Turki dan Prancis. Dalam hal ini sekularisme diarahkan kepada
“peniadaan agama”. Seharusnya, seperti yang dijalankan di Indonesia, sekularisme berarti
“netral agama”. Hal ini tertuang dalam pasal 29 UUD 1945 yang menjamin kebebasan
berkeyakinan dan beribadah sesuai dengan agama yang dianut. Negara tidak menganggap satu
agama lebih superior dibanding yang lain. Dengan kata lain, semua penduduk dapat memperoleh
kesetaraan hak-hak sebagai warga negara, tanpa melihat agamanya.

Kita tidak dapat merasakan anugerah sekularisme dalam negara yang mayoritas penduduknya
muslim. Tapi, saudara-saudara kita di Amerika, misalnya sangat terbantu dengan ke-sekuler-an
Amerika, karena dengan modal itulah mereka dapat bebas menjalankan agama Islam. Coba
bayangkan apabila Amerika menjadi “Negara Kristen”, sebagaimana bila Indonesia menjadi
“Negara Islam”, secara alamiah, penduduk yang agamanya menjadi dasar negara akan
diperlakukan lebih superior dibanding penduduk yang beragama lain. Diberlakukannya “syari’at
Kristen” di Manokrawi, Papua saja telah membuat kita gelisah memikirkan nasib saudara
muslim kita di sana. Tidakkah kita berpikir juga ummat Kristen gelisah memikirkan nasib
saudaranya yang tinggal di daerah berperda syari’at Islam? Kunci menerima Demokrasi
Pancasila adalah bagaimana kita bisa berbagi dengan ummat lain, dengan tidak melulu
memikirkan ego kita.

Akhirnya, hanya dibutuhkan kesabaran untuk menyikapi permasalahan bangsa saat ini, terutama
kesabaran untuk tidak mudah main tunjuk “kesalahan ada pada sistem”, dan mencoba
merumuskan solusi yang lebih kongkrit. Demokrasi Pancasila terbukti berhasil merekatkan
keanekaragaman yang luar biasa dari Sabang sampai Merauke, mulai dari keanekaragaman
keyakinan, budaya, serta adat istiadat. Sudah seharusnya, kita sebagai penerus bangsa,
memperkokoh barisan demi tetap tegaknya NKRI di atas dasar Demokrasi Pancasila.

KESIMPULAN

1. Islam tidak harus menjadi ideologi negera, malainkan nilai-nilai dalam islam-lah yang
harus menjadi nuansa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Pancasila sebagai dasar negara sebanarnya telah sesuai nilai-nilai dalam Islam dan tidak
ada hal-hal dalam Pancasila yang melenceng dari ajaran Islam.

Unsur Dasar Negara

Ada beberapa unsur- unsur dasar Negara:

1. Rakyat/ Jumlah penduduk.

Rakyat merupakan unsur pertama dalam membentuk negara, tampa masyarakat maka mustahil
Negara bisa terbentuk. Leacock mengatakan: Negara tidak akan berdiri tampa adanya
sekelompok orang yang mendiami bumi ini. Dari hal ini timbullah pertanyaan, berapakah jumlah
penduduk untuk membentuk negara?
Plato mengatakan bahwa untuk membentuk sebuah Negara wilayah tersebut membutuhkan 5040
penduduk. Pendapat ini tidak berlaku dijaman modern ini, lihat saja populasinya India, US,
China, Soviet Union, dimana India memilik 1 billion penduduk, jadi jumlah penduduk untuk
membentuk Negara tidak ada limitnya.

2. Wilayah.

wilayah merupakan unsur yang kedua, karena dengan ada wilayah yang didiami oleh manusia,
maka negara akan terbentuk, jika wilayah tersebut tidak ditempati secara permanent oleh
manusia maka mustahil untuk membentuk Negara. Bangsa Yahudi misalnya, dimana mereka
tidak mendiami suatu tempat secara permanent. Alhasil mereka tidak memiliki tanah yang jelas
untuk didiami, tapi dengan kepintaran PBB diberikanlah Israel sebagai negara bagian agar
mereka merasa memiliki tanah.
wilayah yang diiringi dengan kekayaan alam yang melimpah, akan menjadikan rakyat hidup
sejahtra dan bisa memetik hasil dari alam untu kehidupan mereka. Tapi sayangnya hasil alam
tersebut dijadikan uang sampingan oleh segelentir penguasa yang tidak bertanggung jawab.

3. Pemerintahan.

Jika rakyat telah siap dan wilayah yang ditempati memungkinkan untuk bernaung, maka yang
tidak kalah pentingnya ialah pembentukan pemerintahan. Pemerintahan terbagi atas tiga organ:
a. Badan pembuatan undang- undang ( BPUU ). Dimana organ ini mengatur hukum- hukum
untuk Negara dan rakyatnya yang ditetapkan secara musyarawarah.

b. Pelaksana. Orang- orang yang menjalankan roda pemerintahan atau tombak negara alias para
Pejabat kita.

c. Pengadilan. Ini bukan suatu badan yang asing bagi kita, tugas mereka menyeret orang- orang
yang bermasalah, tapi anehnya mereka juga nimbrung bersama penjahat.

4. Kedaulatan.

Kedaulatanlah yang membedakan Negara dengan organisasi lainnya, jika Negara yang berdaulat
berarti memiliki UUD pemerintahan sendiri, bahkan bebas dari ikatan belenggu dari Negara lain,
pemahamannya Merdeka.

You might also like