You are on page 1of 86

ANALISIS PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN, UKURAN

PERUSAHAAN DAN RASIO PERPUTARAN PERSEDIAAN TERHADAP


PEMILIHAN METODE PERSEDIAAN PADA PERUSAHAAN
MANUFAKTUR GO PUBLIC DI BURSA EFEK JAKARTA

SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
pada Universitas Negeri Semarang

OLEH :
SRI REJEKI METALLIA
3351402548

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007

1
2

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia

Skripsi pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 26 Juli 2007

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Kusmuriyanto, M.si Drs. Subkhan


NIP.131404309 NIP.131686738

Mengetahui,
Ketua Jurusan Akuntansi

Drs. Sukirman, M.si


NIP.131967646

ii
3

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan

Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 26 Juli 2007

Penguji Skripsi

Drs. Asrori, Ms
NIP.131570078

Anggota I Anggota II

Drs. Kusmuriyanto, M.si Drs. Subkhan


NIP.131404309 NIP.131686738

Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi

Drs. Agus Wahyudin, M.si


NIP.131658236

iii
4

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam Skripsi ini benar-benar karya saya

sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian maupun

seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam Skripsi ini

dikutip berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Maret 2007

Sri Rejeki Metallia


NIM. 3351402548

iv
5

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

“Hendaklah engkau gunakan sebagian waktu malam itu untuk shalat tahajjud,

sebagai shalat sunah untuk dirimu, mudah-mudahan Tuhan akan membangkitkan

engkau dengan kedudukan yang baik”. (S. Al-Israa’ : 79).

PERSEMBAHAN :

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, kupersembahkan karyaku

ini teruntuk :

¾ Ayah dan Ibuku atas doa, cinta kasih sayang dan jasa-jasanya yang teramat

besar.

¾ Adik-adikku, Wahyu dan Indah atas doa, semangat dan motivasinya.

¾ Keluarga Slamet Prayogo atas jasa-jasanya yang begitu besar.

¾ M’ Mila dan M’ Rani yang setia menemani aku.

¾ Ema atas jasa-jasanya yang begitu besar.

v
6

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat Rahmat

dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini.

Skripsi ini disusun dalam rangka menyelesaikan studi Strata Satu untuk

mencapai gelar Sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri

Semarang.

Penyelesaian penulisan Skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak, untuk

itu ucapan terima kasih secara tulus penulis sampaikan kepada :

1. Drs. Agus Wahyudin, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi.

2. Prof. Dr. Sudijono Sastroadmodjo, M.Si, Rektor Universitas Negeri

Semarang.

3. Drs. Sukirman, M.Si., selaku Ketua Jurusan Akuntansi.

4. Drs. Asrori, MS, selaku Penguji Utama

5. Drs. Kusmuriyanto, M.Si., selaku Pembimbing I.

6. Drs. Subkhan, selaku Pembimbing II.

7. Para pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat penulis sebut

satu persatu.

Semarang, Maret 2007

Penyusun

vi
7

SARI
Sri Rejeki Metallia. Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran
Perusahaan dan Rasio Perputaran Persediaan terhadap Pemilihan Metode
Persediaan pada Perusahaan Manufaktur Go Public di Bursa Efek Jakarta.
Sarjana Ekonomi. Universitas Negeri Semarang,.

Kata Kunci : Metode Persediaan, Struktur Kepemilikan, Ukuran


Perusahaan, Rasio Perputaran Persediaan.
Persediaan (inventory) adalah aktiva yang dimiliki perusahaan untuk dijual
dalam operasi bisnis normal atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi
dalam memproduksi barang yang akan dijual. Pemilihan metode persediaan
merupakan hal yang penting, karena setiap keputusan yang diambil memiliki
konsekuensi ekonomik. Konflik kepentingan antar agen ekonomi dapat timbul
ketika sebuah perusahaan harus memilih metode persediaan mana yang
diterapkan. Hal ini timbul karena adanya perbedaan hasil ekonomi dari masing-
masing metode persediaan. Pemilihan metode persediaan di Indonesia mengacu
pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 14 yang memberikan
kebebasan bagi perusahaan untuk menggunakan salah satu alternatif metode
persediaan yaitu Masuk Pertama Keluar Pertama (First In First Out), Masuk
Terakhir Keluar Pertama (Last In First Out) dan Rata-rata (Average). Dalam hal
pemilihan metode persediaan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan metode persediaan sebagai pertimbangan merupakan hal yang penting.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan metode persediaan di
antaranya struktur kepemilikan, ukuran perusahaan dan rasio perputaran
persediaan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memberikan
bukti empiris apakah struktur kepemilikan, ukuran perusahaan dan rasio
perputaran persediaan mempengaruhi pemilihan metode persediaan.
Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta selama tahun 2000 sampai dengan tahun 2004. Sampel 93
dalam penelitian ini sebanyak yang terdiri dari 17 perusahaan menggunakan
metode FIFO dan 76 perusahaan menggunakan metode rata-rata. Alat analisis
statistik yang digunakan adalah regresi logistik dengan tingkat signifikansi 5%.
Pengujian menggunakan bantuan program SPSS for Windows versi 11.5.
Hasil pengujian untuk variabel struktur kepemilikan diperoleh nilai
signifikansi sebesar 0,960. Nilai signifikansi 0,960 ini lebih besar dari tingkat
signifikansi 0,05. Hal ini berarti struktur kepemilikan tidak berpengaruh terhadap
pemilihan metode persediaan. Ukuran Perusahaan diperoleh nilai signifikansi
sebesar 0,011. Nilai signifikansi 0,011 ini lebih kecil dari tingkat signifikansi
0,05. Hal ini berarti ukuran perusahaan berpengaruh secara simultan dan parsial
terhadap pemilihan metode persediaan. Rasio perputaran persediaan diperoleh
nilai signifikansi sebesar 0,048. Nilai signifikansi 0,048 ini lebih kecil dari tingkat
signifikansi 0,05. Hal ini berarti rasio perputaran persediaan berpengaruh secara
simultan dan parsial terhadap pemilihan metode persediaan.

vii
8

Simpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah (1) Struktur
kepemilikan tidak berpengaruh terhadap pemilihan metode persediaan. Hal ini
dikarenakan hanya sedikit manajer yang memiliki saham pada perusahaan. (2)
Ukuran perusahaan berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap pemilihan
metode persediaan. Dimana perusahaaan besar cenderung memilih menggunakan
metode persediaan rata-rata yang dapat memperoleh penghematan pajak,
sedangkan perusahaan kecil cenderung memilih menggunakan metode persediaan
FIFO sehingga akan memperoleh laba yang besar yang akan dapat memperoleh
pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya. (3) Rasio perputaran
persediaan berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap pemilhan metode
persediaan. Perusahaan yang menggunakan metode rata-rata cenderung memiliki
inventory turnover yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang menggunakan
metode FIFO. Saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah : Dalam hal
pemilihan metode persediaan, hendaknya manajer memilih metode yang tepat
bagi kondisi perusahaan dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan metode persediaan. Sehingga dapat memberikan keuntungan bagi
perusahaan dan meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan besar untuk dapat
melakukan penghematan pajak dapat menggunakan metode rata-rata yang dapat
menurunkan laba. Sedangkan pada perusahaan kecil, untuk dapat memperoleh
dana dari bank atau lembaga keuangan lainnya dapat memilih menggunakan
metode FIFO yang dapat meningkatkan laba yang akan dapat memberikan
gambaran kinerja yang bagus bagi perusahaan. Perusahaan yang menggunakan
metode rata-rata memiliki indikasi inventory turnover yang tinggi, sebaliknya
perusahaan yang menggunakan metode FIFO mempunyai indikasi inventory
turnover yang rendah. Namun sebagian perusahaan yang menggunakan metode
rata-rata pada penilitian ini ada yang memiliki indikasi inventory turnover yang
rendah. Hal ini dikarenakan perusahaan yang menggunakan metode rata-rata pada
penelitian ini ada yang memiliki persediaan akhir yang tinggi, sehingga memiliki
inventory turnover yang rendah.

viii
9

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………….i

HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………………… ii


HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………….. iii
PERNYATAAN………………………………………………………………….. iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN………………………………………………. v

PRAKATA ………………………………………………………………………. vi

SARI ……….…………………………………………………………………… vii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………… viii

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………… xii

DAFTAR TABEL……………………………………………………………….. xiii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………… xiv

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah……..………………………….. 1

1.2 Perumusan Masalah ……………………………………… 8

1.3 Penegasan Istilah………………………………………….. 9

1.3.1 Persediaan………………………….……………… 9

1.3.2 Metode Persediaan……………….…..…………. 9


1.4 Tujuan Penelitian………………………….……………. 10

1.5 Manfaat Penelitian……………………………………… 10

1.5.1 Kegunaan Praktis ………………………………. 10

1.5.2 Kegunaan Teoritis ……………………………… 11

ix
10

BAB II : LANDASAN TEORI

2.1 Persediaan………………………………………………… 12

2.1.1 Pengertian Persediaan…………………………… 12

2.1.2 Metode Pencatatan Persediaan…………………... 14

2.1.3 Metode Persediaan……………………………… 15

2.1.4 Pemilihan Metode Persediaan……………………. 20

2.2 Struktur Kepemilikan…………………………………..… 24

2.2.1 Pengertian Struktur Kepemilikan………………… 24

2.2.2 Hubungan Struktur Kepemilikan dengan

Pemilihan Metode Persediaan……………………. 25

2.3 Ukuran Perusahaan……………………………………… 27

2.3.1 Pengertian Ukuran Perusahaan…………………….27

2.3.2 Hubungan antara Ukuran Perusahaan dengan

Pemilihan Metode Persediaan…………………… 28

2.4 Rasio Perputara Persediaan……………………………… 29

2.4.1 Pengertian Rasio Perputaran Persediaan…………. 29

2.4.2 Hubungan antara Rasio Perputaran Persediaan

dengan Pemilihan Metode Persediaan……………..31

2.5 Penelitian Terdahulu……………………………………….. 32

2.6 Kerangka Pemikiran……………………………………… 33

2.7 Hipotesis……………………………………………………. 39

x
11

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel………………………………………. 40

3.2 Variabel Peneitian………………………………………. 41

3.2.1 Variabel bebas/Independen (x)……………………. 41

3.2.2 Variabel terikat/Dependen (y)………………………..41

3.3 Metode Pengumpulan Data……………………………… 42

3.4 Metode Analisis Data……………………………………. 43

3.4.1 Analisis Kualitatif…………………………………. 43

3.4.2 Analisis Kuantitatif…………………………………. 44

3.5 Pengujian Hipotesis………………………………………..44

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Singkat Perusahaan Sampel………………….. 46

4.2 Deskripsi Variabel Penelitian…………………………… 48

4.2.1 Struktur Kepemilikan………………………………. 48

4.2.2 Ukuran Perusahaan…………………………………. 48

4.2.3 Rasio Perputaran Persediaan……………………….. 49

4.3 Hasil Penelitian …………………………………………… 51

4.3.1 Analisis Statistik Deskriptif………………………….51

4.3.2 Pengujian Regresi Logistik…………………………. 52

4.3.3 Hasil Hipotesis…………………………………… 56

4.4 Pembahasan………………………………………………. 57

4.4.1 Struktur Kepemilikan………………………………. 57

4.4.2 Ukuran Perusahaan………………………………… 57

xi
12

4.4.3 Rasio Perputaran Persediaan……………………. 58

BAB V : PENUTUP

5.1 Kesimpulan……………………………………………. 60

5.2 Saran-saran…………………………………………….. 61

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xii
13

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran...........................................................................38

xiii
14

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 : Kelompok Sampel Perusahaan Berdasarkan Metode


Persediaan……………………………………………………….. 46

Tabel 4.2 : Klasifikasi Industri........................................................................ 47

Tabel 4.3 : Pengelompokkan Struktur Kepemilikan Tahun 2000-2004.......... 48

Tabel 4.4 : Pengelompokkan Ukuran Perusahaan Tahun 2000-2004............ 49

Tabel 4.5 : Pengelompokkan Rasio Perputaran Persediaan


Tahun 2000-2004………………………………………….......... 50

Tabel 4.6 : Hasil Perhitungan Mean, Minimal, Maksimal dan Standar


Deviasi dari Ukuran Perusahaan dan Rasio Perputaran
Persediaan..................................................................................... 51

Tabel 4.7 : Nilai -2 Log L untuk Model yang Hanya Memasukkan


Konstanta……………………………………………………..... 54
Tabel 4.8 : Nilai -2 Log L untuk Model dengan Konstanta dan
Variabel………………………………………………………… 54
Tabel 4.9 : Nilai Statistics Hosmer and Lemeshow’s Goodness of
Fit Test…………………………………………………………. 55
Tabel 4.10 : Hasil Pengujian Regresi Logistik……………............................. 55

xiv
15

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Daftar Perusahaan Sampel.

Lampiran 2 : Data Perusahaan Sampel.

Lampiran 3 : Output SPSS Statistik Deskriptif.

Lampiran 4 : Output SPSS Regresi Logistik.

Lampiran 5 : Surat Keterangan Penelitian.

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Persediaan (inventory) adalah aktiva yang dimiliki perusahaan untuk

dijual dalam operasi bisnis normal atau barang yang akan digunakan atau

dikonsumsi dalam memproduksi barang yang akan dijual. Persediaan

merupakan asset yang sangat penting baik dalam jumlah maupun perannya

dalam kegiatan operasional perusahaan, khususnya perusahaan manufaktur.

Pada perusahaan manufaktur setidaknya terdapat tiga jenis persediaan yaitu

persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses dan barang jadi.

Persediaan dalam perusahaan mempunyai kedudukan ganda yaitu

sebagai unsur harga pokok penjualan di dalam laporan laba rugi dan sebagai

unsur aktiva lancar di dalam neraca. Tujuan utama dari metode persediaan

adalah untuk memilih asumsi arus biaya yang paling mencerminkan laba

periodik, sesuai kondisi yang berlaku. Asumsi arus biaya memberikan

dampak langsung terhadap neraca, laba rugi, penyajian arus kas serta pajak

yang harus dibayar oleh perusahaan. Oleh karena itu persediaan yang

dimiliki selama satu periode harus dipisahkan mana yang yang sudah dapat

dibebankan sebagai biaya (harga pokok penjualan) yang akan dilaporkan

dalam laporan laba rugi dan mana yang masih belum terjual yang akan

menjadi persediaan dalam neraca. Metode persediaan dapat dilakukan

dengan 4 cara yaitu metode Identifikasi Khusus, Rata-rata, FIFO dan LIFO

(Taqwa, 2003). Masing-masing metode tersebut memiliki karakteristik

1
2

tertentu yang membuat yang satu lebih disukai dalam kondisi-kondisi

tertentu.

Penyajian informasi mengenai persediaan akan membantu para

investor serta pemakai lainnya untuk memprediksi arus kas dimasa yang

akan datang. Dalam kegiatan perusahaan sehari-hari, jumlah sumber daya

persediaan yang tersedia akan mendukung arus kas masuk melalui

penjualan. Dalam kegiatan normal, jumlah persediaan yang ada akan

mempengaruhi jumlah kas yang diperlukan selama periode berikutnya untuk

mendapatkan barang yang akan dijual selama periode tersebut. Persediaan

dapat memprediksi baik arus kas masuk dari penjualan maupun arus kas

keluar yang diperlukan karena pembelian barang.

Penelitian ini merujuk pada penelitian Taqwa, dkk (2003) dan

penelitian Mukhlasin (2002). Tahun penelitian Mukhlasin (2002) yaitu tahun

1995 sampai dengan tahun 1999. Pada tahun 1995 dan tahun 1996 keadaan

ekonomi Indonesia dalam keadaan cukup baik, dalam keadaan ekonomi

seperti ini metode FIFO lebih disukai oleh perusahaan. Kinerja perusahaan

manufaktur pada tahun 1995 sampai dengan 1996 pun menunjukkan kinerja

yang cukup baik. Pada tahun 1997 sampai dengan 1999 Indonesia

mengalami masa Inflasi. Pada kondisi inflasi, banyak perusahaan yang

menggunakan metode FIFO beralih menggunakan metode rata-rata. Kinerja

perusahaan manufaktur pada masa inflasi semakin memburuk dari tahun ke

tahun. Tahun penelitian Taqwa, dkk (2003) yaitu tahun 1997 sampai dengan

tahun 2000, keadaan ekonomi pada tahun penelitian ini tidak jauh berbeda
3

dengan keadaan ekonomi tahun penelitian Mukhlasin dilakukan. Pada tahun

2000 Indonesia juga masih mengalami inflasi. Penelitian ini dilakukan pada

tahun 2000 sampai dengan tahun 2004. Pada tahun 2001 perekonomian

Indonesia belum sepenuhnya memuaskan dan masih memerlukan perbaikan.

Pada tahun 2002 pertumbuhan kinerja ekonomi meningkat sehingga

memberikan harapan bagi bangsa Indonesia untuk mempercepat pemulihan

ekonomi diikuti dengan menurunnya tingkat inflasi. Keadaan ekonomi

Indonesia jauh lebih baik lagi di tahun 2003. Pada tahun 2004 kondisi

ekonomi semakin mantap, pada keadaan ekonomi seperti ini perusahaan

lebih memilih menggunakan metode FIFO. Selama tahun 2000 sampai

dengan tahun 2004 kinerja perusahaan manufaktur mulai membaik dari

tahun ke tahun.

Tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan kemakmuran

pemegang saham. Untuk itu, maka manajer yang diangkat oleh pemegang

saham harus bertindak untuk kepentingan pemegang saham, tetapi sering

ada konflik antara manajer dan pemegang saham. Konflik ini disebabkan

karena adanya perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham.

Sehubungan dengan pemilihan metode persediaan maka antara manajer

dengan pemilik akan timbul konflik kepentingan (agency theory). Masing-

masing pihak, yaitu pemilik dan manajer akan berusaha memaksimalkan

kesejahteraannya masing-masing. Pemilik (share holder) akan memilih

metode Rata-rata. Sedangkan manajer akan memilih menggunakan metode

FIFO agar memperoleh laba yang besar sehingga kompensasi yang akan
4

diterima juga akan menjadi besar. Apabila memiliki saham dengan

persentase yang besar maka manajer akan cenderung memilih metode rata-

rata yang dapat memperoleh penghematan pajak.

Semakin kecil ukuran perusahaan, maka semakin besar kecenderungan

manajer untuk memilih metode akuntansi yang menghasilkan laba tinggi.

Sementara itu semakin besar ukuran perusahaan, maka semakin besar

kecenderungan manajer untuk memilih metode akuntansi yang

menghasilkan laba rendah.

Rasio perputaran persediaan yang tinggi menunjukkan jumlah

penjualan pada perusahaan tersebut tinggi. Sebaliknya, rasio perputaran

persediaan yang rendah menunjukkan jumlah penjualan pada perusahaan

tersebut rendah.

Konflik kepentingan antara manajer dan pemilik perusahaan dapat

timbul ketika perusahaan harus memilih metode persediaan mana yang harus

ditetapkan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan hasil ekonomi yang

diharapkan oleh manajer, pemilik dan pemerintah (Daljono dan

Puspitaningtyas, 2005). Pemilihan metode persediaan perusahaan dianggap

melekat dalam keseluruhan masalah untuk memaksimalkan harga saham

yang tergantung pada adanya peluang investasi dan pembiayaan (Daljono

dan Puspitaningtyas, 2005). Namun demikian, pertimbangan rasional yang

diambil manajemen untuk memilih metode persediaan adalah maksimalisasi

nilai perusahaan atau meminimalkan pajak untuk memperoleh tax saving

(penghematan pajak) yang besar tetap berpegang pada kendala-kendala yang


5

ada, yaitu hukum pajak dan kesempatan produksi-investasi (Mukhlasin,

2002).

Pemilihan metode persediaan di Indonesia mengacu pada Pernyataan

Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 14 (IAI, 2002, paragraf 20 : 14.5)

yang memberikan kebebasan untuk menggunakan salah satu alternatif

metode persediaan yaitu First In First Out (FIFO), Last In First Out (LIFO)

dan Weight Average (rata-rata). Namun Undang–Undang No. 7 tahun 1983

jo Undang-Undang No. 10 tahun 1994 tentang Perpajakan hanya

memperbolehkan penggunaan metode FIFO atau metode Rata-rata (Daljono

d an Puspitaningtyas, 2005).

Apabila suatu perusahaan dalam laporan keuangan menggunakan

Identifikasi Khusus atau LIFO maka untuk tujuan pajak harus membuat lagi

dengan metode yang diperbolehkan yaitu metode Rata-rata atau FIFO. Hal

ini menyebabkan perusahaan-perusahaan di Indonesia menggunakan metode

rata-rata atau FIFO untuk laporan keuangannya karena tidak perlu lagi

membuat untuk tujuan pajak (Taqwa, dkk, 2003).

Metode persediaan FIFO dan rata-rata (Weighted Average)

menggambarkan karakteristik increasing income dan decreasing income.

Metode FIFO menggambarkan increasing income sedangkan metode Rata-

rata menggambarkan decreasing income (Rustardy, dkk, 2004). Kelebihan

metode FIFO adalah laba menggambarkan arus fisik persediaan, nilai

persediaan akhir lebih mendekati current cost, dan memberikan suatu nilai

aproksiomasi yang lebih tepat atas biaya pokok pengganti pada neraca bila
6

tidak ada perubahan harga sejak pembelian terakhir. Di sisi lain, metode

FIFO juga mempunyai kelemahan, yakni laba tidak mencerminkan keadaan

sebenarnya karena current cost tidak dibandingkan dengan current revenue

dalam perhitungan rugi laba. Hal ini mengakibatkan terjadinya distorsi

dalam laba kotor dan laba bersih sehingga timbul tambahan laba yang

berasal dari perubahan harga yang disebut inflation profit (Abdullah dan

Djalil, 2004).

Metode Rata-rata dipandang realistis dan searah dengan arus fisik

persediaan, khususnya jika suatu pencampuradukan (intermingling) dari

unit-unit persediaan yang identik. Ini berarti bahwa di saat sulit atau tidak

mungkin mengidentifikasi arus fisik persediaan, maka merata-ratakan harga

pokoknya merupakan cara yang paling tepat. Tidak seperti metode lainnya,

metode ini memberikan kos yang sama, sehingga dianggap paling cocok

diterapkan untuk persediaan yang fungsi atau kegunaannya mirip/ sama,

sehingga dianggap paling cocok diterapkan untuk persediaan yang relatif

homogen. Dengan metode ini tidak dapat dilakukan manipulasi laba melalui

persediaan dan bersifat objektif (Abdullah dan Djalil, 2004).

Keterbatasannya adalah nilai persediaan secara terus-menerus mengandung

pengaruh dari kos paling awal dan nilai-nilai tersebut bisa mempunyai lag

yang signifikan di belakang current price dalam periode yang mengalami

perubahan harga yang sangat cepat, naik atau turun (Abdullah dan Djalil,

2004). Dalam kondisi harga meningkat, metode FIFO akan menghasilkan

nilai persediaan akhir yang tinggi dan harga pokok penjualan yang rendah,
7

sehingga laba bersih menjadi tinggi (Rustardy, dkk, 2004). Sementara itu

metode Rata-rata akan menghasilkan laba akuntansi yang cenderung lebih

stabil dan lebih kecil dibandingkan dengan metode FIFO karena

menggabungkan seluruh price inflow (Mukhlasin, 2002). Kondisi inflasi,

bagi pemilik, metode Last In First Out (LIFO) lebih disukai karena akan

mengurangi cash outflow berupa bonus dan pajak, sedangkan metode First

In First Out (FIFO) lebih diinginkan manajer karena metode ini akan

meningkatkan laba perusahaan yang berarti kinerja (performance) yang baik

bagi manajer dan bonus yang akan diterima (Widyastuti, 2004).

Telah banyak dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi pemilihan metode persediaan. Penelitian ini menguji

ulang penelitian Taqwa, dkk (2003) dan penelitian Mukhlasin (2002).

Penelitian Taqwa, dkk, (2003) dilakukan pada periode 1997 sampai

dengan 2000. Penelitian ini menggunakan variabel independen yaitu struktur

kepemilikan, ukuran perusahaan, financial leverage, variabilitas persediaan

dan rasio lancar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan

dan variabilitas persediaan memberikan berpengaruh secara signifikan

terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan. Tetapi struktur

kepemilikan, financial leverage, variabilitas persediaan dan rasio lancar

tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemilihan metode

akuntansi persediaan.

Penelitian Mukhlasin (2002) dilakukan selama periode 1995 sampai

dengan 1999. Penelitian ini menggunakan variabel independen variabilitas


8

persediaan, variabilitas laba akuntansi, ukuran perusahaan, intensitas modal,

intensitas persediaan dan variabilitas harga pokok penjualan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, intensitas persediaan dan

variabilitas harga pokok penjualan memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan. Sedangkan variabilitas

persediaan, variabilitas laba akuntansi dan intensitas modal tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan metode akuntansi

persediaan

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan pengujian

kembali faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode persediaan.

Peneliti tertarik untuk mengambil judul : “ANALISIS PENGARUH

STRUKTUR KEPEMILIKAN, UKURAN PERUSAHAAN DAN

RASIO PERPUTARAN PERSEDIAAN TERHADAP PEMILIHAN

METODE PERSEDIAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR GO

PUBLIC DI BEJ”.

1.2. Perumusan Masalah

Masalah merupakan suatu hal yang timbul karena adanya tantangan

dan kesangsian terhadap suatu hal atau fenomena baik yang telah ada

maupun yang akan ada.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah apakah struktur kepemilikan, ukuran

perusahaan dan rasio perputaran persediaan secara simultan dan parsial


9

mempengaruhi pemilihan metode persediaan pada perusahaan manufaktur

go public di Bursa Efek Jakarta?

1.3. Penegasan Istilah

Penegasan istilah dimaksudkan agar ada kesamaan pemahaman

terhadap istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian ini dan

mempermudah peneliti mengkonsentrasikan permasalahan. Adapun istilah

yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1.3.1. Persediaan

Persediaan adalah aktiva tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha

normal, dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan, atau dalam

bentuk bahan baku atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam

proses produksi atau pemberian jasa (PSAK 14, IAI, 2002, paragraf 3 :

14.1).

Persediaan disini adalah aktiva dalam bentuk bahan baku, bahan

baku yang dipakai dalam proses produksi dan barang yang telah selesai

diproduksi yang siap untuk dijual.

1.3.2. Metode Persediaan

Metode persediaan merupakan kebijakan pengukuran yang

digunakan sebagai media kontrak antar economic agent yang berkaitan

dengan persediaan (Daljono dan Endah Puspitaningtyas, 2005). PSAK No.

14 (IAI, 2002, paragraf 6 : 14.2) menyebutkan bahwa biaya persediaan

harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang
10

timbul sampai persediaan berada dalam kondisi yang siap untuk dijual atau

dipakai.

1.4. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan dapat

disampaikan tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk memperoleh bukti empiris apakah struktur kepemilikan secara

simultan dan parsial mempengaruhi pemilihan metode persediaan pada

perusahaan manufaktur go public di Bursa Efek Jakarta.

2. Untuk memperoleh bukti empiris apakah ukuran perusahaan simultan dan

parsial mempengaruhi pemilihan metode persediaan pada perusahaan

manufaktur go public di Bursa Efek Jakarta.

3. Untuk memperoleh bukti empiris apakah rasio perputaran persediaan

secara simultan dan parsial mempengaruhi pemilihan metode persediaan

pada perusahaan manufaktur go public di Bursa Efek Jakarta.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Kegunaan Praktis

a. Bagi Perusahaan

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan pertimbangan manajemen dalam memilih metode

persediaanyang dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan.


11

b. Bagi Peneliti

Melalui penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam

mengaplikasikan teori yang telah diperoleh di bangku kuliah dengan

kondisi sebenarnya.

c. Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur dan

informasi.

d. Bagi Akademik

Bagi pengembangan ilmu yang berkaitan dengan kajian

akuntansi, khususnya tentang metode persediaan. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat dijadikan sebagai kontribusi dalam pengembangan

teori dan sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

1.5.2. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi

pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang ilmu akuntansi

keuangan.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Persediaan

2.1.1. Pengertian Persediaan

Menurut PSAK 14 (IAI, 2002, paragraf 3 : 14.1) persediaan adalah

aktiva : a. tersedia untuk dijual dalam usaha kegiatan normal, b. dalam

proses produksi dan atau dalam perjalanan, atau c. dalam bentuk bahan/

perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau

pembelian jasa.

Persediaan (inventory) adalah pos-pos aktiva yang dimiliki untuk

dijual dalam operasi bisnis normal atau barang yang akan digunakan atau

dikonsumsi dalam memproduksi barang yang akan dijual (Keiso, dkk,

2002 : 444).

Menurut Skousen, dkk (2001 : 514), persediaan secara umum

diaplikasikan kepada barang-barang yang dimiliki oleh perusahaan dagang

baik itu usaha grosir maupun retail ketika barang-barang tersebut berada

dalam kondisi siap untuk dijual kembali. Kata bahan baku (raw materials),

persediaan dalam proses (work in process) dan barang jadi (finished

goods) untuk dijual adalah persediaan untuk perusahaan manufaktur.

Perusahaan dagang (merchandising concern), biasanya membeli

barang dalam bentuk siap untuk dijual. Perusahaan dagang melaporkan

biaya yang terkait dengan unit-unit yang belum terjual dan masih ada di

12
13

tangan sebagai persediaan barang dagang (merchandising inventory).

Hanya satu akun persediaan, persediaan barang dagang, yang muncul

dalam laporan keuangan (Kieso, dkk, 2002 : 444). Barang yang diperoleh

dijual kembali secara fisik tidak diubah oleh perusahaan pembeli, barang-

barang tersebut tetap dalam bentuk yang telah jadi ketika meninggalkan

pabrik pembuatnya.

Pada perusahaan manufaktur (manufacturing concern) memproduksi

barang yang akan dijual kepada perusahaan dagang. Perusahaan

manufaktur memiliki 3 akun persediaan yaitu persediaan bahan baku,

persediaan barang dalam proses dan barang jadi. Biaya yang dibebankan

ke barang bahan baku yang ada ditangan tetapi belum dialihkan ke

produksi dilaporkan sebagai persediaan bahan baku (raw materials

inventory). Biaya bahan baku untuk produk yang telah dibuat tapi belum

selesai, ditambah biaya tenaga kerja langsung yang diaplikasikan secara

khusus ke bahan baku ini dan biaya overhead yang dialokasikan

merupakan persediaan barang dalam proses (work in process inventory).

Biaya yang berkaitan dengan produk yang telah selesai tetapi belum terjual

pada akhir periode fiskal dilaporkan sebagai persediaan barang jadi

(finished goods inventory) (Keiso, dkk, 2002 : 445).

Yang dimaksudkan persediaan dalam penelitian ini adalah aktiva

dalam bentuk bahan baku, bahan baku yang digunakan pada proses

produksi dan barang yang sudah selesai diproduksi yang siap untuk dijual.
14

2.1.2. Metode Pencatatan Persediaan

Nilai persediaan berasal dari jumlah unit dikali harga per unit. Untuk

menentukan jumlah unit dapat menggunakan baik metode buku maupun

metode fisik. Sedangkan harga per unit dapat ditentukan berdasarkan

asumsi arus biaya persediaan. Yang dapat dilakukan dengan empat cara,

yaitu : metode Identifikasi khusus, Rata-rata, FIFO dan LIFO.

Terdapat dua metode yang dapat digunakan dalam hubungannya

dengan pencatatan persediaan yaitu metode fisik dan metode buku

(perpetual) (Baridwan, 2000 : 151).

a. Metode Fisik

Penggunaan metode fisik mengharuskan adanya perhitungan

barang yang masih ada pada tanggal penyusunan laporan keuangan.

Perhitungan persediaan (stock opname) ini diperlukan untuk

mengetahui berapa jumlah barang yang masih ada dan kemudian

diperhitungkan harga pokoknya. Dalam metode ini mutasi persediaan

barang tidak diikuti dalam buku-buku, setiap pembelian barang dicatat

dalam rekening pembelian. Karena tidak ada catatan mutasi persediaan

maka harga pokok penjualan juga tidak dapat diketahui sewaktu-

waktu. Harga pokok penjualan baru dapat dihitung apabila persediaan

akhir sudah dihitung (Baridwan, 2000 : 151).


15

b. Metode Buku (perpetual)

Dalam metode buku setiap jenis persediaan dibuatkan rekening

sendiri-sendiri yang merupakan buku pembantu persediaan. Rincian

dalam buku pembantu bias diawasi dari rekening kontrol persediaan

barang dalam buku besar. Rekening yang digunakan untuk mencatat

persediaan ini terdiri dari beberapa kolom yang dipakai untuk mencatat

pembelian, penjualan dan saldo persediaan. Setiap perubahan dalam

persediaan diikuti dengan pencatatan dalam rekening persediaan

sehingga jumlah persediaan sewaktu-waktu dapat diketahui dengan

melihat kolom saldo dalam rekening persediaan. Masing-masing

kolom dirinci lagi untuk kuantitas dan perolehannya. Penggunaan

metode buku akan memudahkan penyusunan neraca dan laporan rugi

laba jangka pendek, karena tidak perlu lagi mengadakan perhitungan

fisik untuk mengetahui jumlah persediaan akhir (Baridwan, 2000 :

152).

2.1.3. Metode Persediaan

Metode persediaan dapat dilakukan dengan empat cara yaitu

Identifikasi khusus, Rata-rata, FIFO dan LIFO (Taqwa, dkk, 2003).

a. Identifikasi Khusus

Metode identifikasi khusus mensyaratkan bahwa setiap barang

yang disimpan harus ditandai secara khusus sehingga biaya perunitnya

dapat diidentifikasi setiap waktu. Jika barang yang terlibat berjumlah

besar atau mahal atau hanya dalam jumlah kecil yang ditangani,
16

mungkin bisa dilaksanakan penandaan atau penomoran setiap barang

ketika dibeli atau diproses. Metode ini memungkinkan

diperlakukannya identifikasi biaya perunit khusus untuk setiap barang

yang terjual pada tanggal penjualan dan tiap barang yang tetap ada di

persediaan. Dengan demikian, metode identifikasi khusus

menghubungkan arus biaya secara langsung (Dyckmen, dkk, 2000 :

392).

Harga pokok penjualan dapat dialokasikan kepada barang-barang

yang masih ada dalam perusahaan pada akhir periode sesuai dengan

harga pokok sebenarnya dari unit-unit barang secara khusus. Jika

diselenggarakan secara perpetual, harga pokok penjualan didebit dan

persediaan dikredit sebesar jumlah harga pokok penjualan akibat dari

masing-masing unsur yang terjual. Apabila diselenggarakan pada

persediaan periodik, alokasi harga pokok penjualan didasarkan pada

harga pokok barang yang diidentifikasikan yang ada dalam perusahaan

pada akhir periode tersebut. Jadi dalam kedua sistem tersebut arus

harga pokok penjualan tercatat ditandingkan dengan arus fisik barang

(Smith & Skousen, 1992 : 295).

b. Rata-rata (Weighted Average)

Dalam metode ini barang-barang yang dipakai atau dijual akan

dibebani harga pokok rata-rata. Perhitungan harga pokok rata-rata

dilakukan dengan cara membagi jumlah harga perolehan dengan

kuantitasnya (Baridwan, 2000 : 162).


17

Metode rata-rata didasarkan pada asumsi bahwa barang terjual

harus dibebankan pada suatu biaya rata-rata, seperti rata-rata yang

dipengaruhi atau ditimbang oleh unit yang diperoleh pada tingkat

harga tertentu. Cara ini mengurangi dampak dari fluktuasi harga. Pada

sistem periodik, metode ini disebut metode rata-rata tertimbang

(weighted average method) dan pada sistem perpetual dikenal dengan

nama metode rata-rata bergerak (moving average method) (Abdullah

dan Djalil, 2004).

Metode Rata-rata dipandang realistis dan searah dengan arus fisik

persediaan, khususnya jika suatu pencampuradukan (intermingling)

dari unit-unit persediaan yang identik. Ini berarti bahwa di saat sulit

atau tidak mungkin mengidentifikasi arus fisik persediaan, maka

merata-ratakan harga pokoknya merupakan cara yang paling tepat.

Tidak seperti metode lainnya, metode ini memberikan kos yang sama,

sehingga dianggap paling cocok diterapkan untuk persediaan yang

fungsi atau kegunaannya mirip/ sama, sehingga dianggap paling cocok

diterapkan untuk persediaan yang relatif homogen. Dengan metode ini

tidak dapat dilakukan manipulasi laba melalui persediaan dan bersifat

objektif (Abdullah dan Djalil, 2004).

Pengunaan metode rata-rata biasanya didasarkan pada alasan

kepraktisannya daripada alasan konseptual. Keterbatasannya adalah

nilai persediaan secara terus-menerus mengandung pengaruh dari kos

paling awal dan nilai-nilai tersebut bisa mempunyai lag yang


18

signifikan di belakang current price dalam periode yang mengalami

perubahan harga yang sangat cepat, naik atau turun (Abdullah dan

Djalil, 2004).

c. FIFO (First In First Out)

Metode FIFO mengasumsikan bahwa barang-barang yang

digunakan (dikeluarkan) sesuai dengan urutan pembeliannya. Dengan

kata lain, metode ini mengasumsikan bahwa barang pertama dibeli

adalah barang pertama digunakan (dalam perusahaan manufaktur) atau

dijual (dalam perusahaan dagang). Karena itu, persediaan yang tersisa

merupakan barang yang dibeli paling akhir (Keiso, dkk, 2002 : 460).

Dalam kasus FIFO, persediaan dan harga pokok penjualan akan

sama pada akhir bulan terlepas dari apakah yang dipakai adalah sistem

persediaan perpetual ataupun periodik. Hal ini disebabkan karena yang

akan menjadi bagian dari harga pokok penjualan adalah barang-barang

yang dibeli terlebih dahulu, dan karenanya dikeluarkan lebih dulu,

terlepas dari apakah harga pokok penjualan dihitung seiring barang

dijual sepanjang periode akuntansi (sistem perpetual) atau sebagai

residu pada akhir periode akuntansi (sistem periodik) (Keiso, dkk,

2002 : 260).

Keunggulan FIFO adalah mendekatkan persediaan akhir dengan

biaya berjalan. Karena barang pertama yang dibeli adalah barang yang

akan pertama keluar, maka nilai persediaaan akhir akan terdiri dari

persediaan akhir, terutama jika laju perputaran persediaan cepat.


19

Pendekatan ini umumnya menghasilkan nilai persediaan akhir di nerca

yang mendekati biaya pengganti (replacement cost) jika tidak terjadi

perubahan harga sejak pembelian barang paling terakhir (Kieso, dkk,

2002 : 461).

Kelemahan dari FIFO adalah bahwa biaya berjalan tidak

ditandingkan dengan pendapatan berjalan pada laporan laba rugi.

Biaya pembelian awal dibebankan ke pendapatan paling akhir, yang

bisa mengarah pada distorsi laba kotor dan laba bersih (Kieso, dkk,

2002 : 461).

d. LIFO (Last In First Out)

Metode LIFO menandingkan (matches) biaya dari barang-barang

yang paling akhir dibeli terhadap pendapatan. Jika yang digunakan

adalah persediaan periodik, maka akan diasumsikan bahwa biaya dari

total kuantitas yang terjual/ dikeluarkan selama satu bulan berasal dari

pembelian akhir. Jika yang digunakan adalah sistem persediaan

perpetual baik dalam kuantitas maupun nilai dollar, aplikasi metode

LIFO akan menghasilkan nilai persediaan akhir dan harga pokok

penjualan yang berbeda (Keiso, dkk, 2002 : 461).

Persediaan akhir akan ditentukan dengan menggunakan unit total

sebagai dasar perhitungan dengan mengabaikan tanggal-tanggal

pembelian yang terlibat (Keiso, dkk, 2002 : 461).

Metode LIFO memiliki kelebihan sebagai berikut : (1) adanya

keuntungan pajak, (2) pengukuran laba yang lebih baik, (3)


20

memperbaiki aliran kas, dan (4) adanya future earnings hedge, yaitu

laba perusahaan pada masa yang akan datang tidak terpengaruh oleh

penurunan harga. Sedangkan kelemahannya adalah : (1) memperkecil

laba, (2) penyajian persediaan di neraca terlalu rendah (underestimate),

(3) tidak mencerminkan arus fisik persediaan, (4) tidak mengukur laba

berdasarkan current cost, (5) adanya involuntary liqudation, dan (6)

poor buting habits (Kieso, dkk, 2002 : 471).

2.1.4. Pemilihan Metode Persediaan

Metode persediaan adalah kebijakan pengukuran yang digunakan

sebagai media kontrak antar economic agent yang berkaitan dengan

persediaan. PSAK No. 14 (IAI, 2002, paragraf 6 :14.2) menyebutkan

bahwa biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya

konversi dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam

kondisi yang siap untuk dijual atau dipakai. Seluruh biaya yang terdefinisi

dalam persediaan diatas harus diperhitungkan dengan rumus biaya masuk

pertama keluar pertama (MPKP atau FIFO), rata-rata tertimbang (Weight

average method), masuk terakhir keluar pertama (MTKP atau LIFO),

kecuali untuk yang disebutkan dalam paragraf 19 (PSAK No. 14, IAI,

2002, paragraf 20 :14.5), yaitu biaya yang berkaitan dengan identifikasi

khusus yang merupakan atribusi biaya ke barang tertentu yang dapat

diidentifikasi dalam persediaan (Daljono dan Puspitaningtyas, 2005).

Pemilihan metode persediaan di Indonesia mengacu pada Pernyataan

Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 14 (IAI, 2002, paragraf 20 :


21

14.5) yang memberikan kebebasan untuk menggunakan salah satu

alternatif metode persediaan yaitu First In First Out (FIFO), Last In First

Out (LIFO) dan Weight Average (rata-rata). Namun Undang–Undang No.

7 tahun 1983 jo Undang-Undang No. 10 tahun 1994 tentang Perpajakan

hanya memperbolehkan penggunaan metode FIFO atau metode Rata-rata

(Daljono dan Puspitaningtyas, 2005).

Pemilihan metode persediaan memerlukan pertimbangan yang bijak

karena permasalan pokok dalam penerapan (teori positif) adalah penentuan

bagaimana prosedur-prosedur akuntansi mempengaruhi arus kas, sehingga

memerlukan wawasan manajemen tentang faktor yang mempengaruhi

penerapan prosedur-prosedur akuntansi (Annisa, 2003).

Pemilihan metode persediaan didasarkan pada alasan-alasan tertentu.

Tuanakotta (2000) menyatakan bahwa ada satu alasan yang membenarkan

penggunaan metode penilaian yang berbeda untuk inventory, yakni setiap

metode mencerminkan keadaan ekonomi yang berbeda-beda.

Pertimbangan ekonomi pertama dalam memilih adalah perpajakan.

Sementara itu, dasar pertimbangan manajemen dalam memilih arus biaya

persediaan menurut Guenter dan Trombley (1994) adalah value

perusahaan (Mukhlasin, 2002).

Data mengenai metode persediaan yang diterapkan perusahaan yang

terdaftar di Bursa Efek Jakarta menunjukkan bahwa tidak ditemukannya

perusahaan yang menggunakan metode persediaan LIFO.


22

Di Indonesia pengunaan metode LIFO untuk tujuan pajak tidak

dibenarkan. Apabila perusahaan menggunakan LIFO untuk tujuan

komersialnya, maka untuk tujuan perpajakan perusahaan tersebut harus

membuat laporan keuangan dimana persediaannya dinilai dengan metode

FIFO atau rata-rata. Kemungkinan besar hal ini menjadi penyebab

mengapa perusahaan-perusahaan manufaktur yang listed di Bursa Efek

Jakarta belum (tidak) ada yang menggunakan metode LIFO (Abdullah dan

Djalil, 2004).

Alternatif metode persediaan memungkinkan manajemen memilih

metode mana yang akan diterapkan dalam perusahaan dengan

memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pemilihan metode

persediaan didasari pada berbagai pendekatan dan teori (Daljono dan

Puspitaningtyas, 2004) sebagai berikut :

a. Teori Agensi

Jensen dan Meckling menyatakan bahwa perusahaan adalah

“fiksi legal yang bertindak sebagai suatu kelompok kontrak untuk

seperangkat hubungan kontrak antar individu”. Hubungan yang

dimaksud adalah hubungan sebagai kontrak yang satu atau lebih

(prinsipal) meminta orang lain (agen) untuk melakukan beberapa

kegiatan (service) atas kepentingn yang meliputi pendelegasian

beberapa otoritas pengambilan keputusan pada agen (Belkuoi, 1993).

b. Hipotesis Richardian (Hipotesis Pajak)


23

Classical Richardian menyatakan bahwa manajer bertujuan

tunggal untuk memaksimalkan nilai perusahaan dengan meminimalkan

biaya pajak serta tetap respek pada kendala hukum pajak dan

kesempatan produksi investasi (Mukhlasin, 2002).

c. Political Cost

Scott menyatakan bahwa semua orang sama, biaya politik yang

lebih besar dihadapi oleh manajer, manajer lebih menyukai memilih

prosedur (metode) akuntansi yang melaporkan earning berbeda

periode sekarang dengan periode yang akan datang (Mukhlasin, 2002).

Menurut Morse dan Richardson berbagai alternatif metode

persediaan memungkinkan manajemen memilih metode mana yang

akan diterapkan dalam perusahaan sesuai dengan karakteristik

perusahaan (Taqwa, dkk, 2003). Konflik kepentingan antara manajer

dan pemilik perusahaan dapat timbul ketika pemilik perusahaan harus

memilih metode arus biaya mana yang harus diterapkan. Hal ini

disebabkan adanya perbedaan hasil ekonomi yang diharapkan antara

manajer, pemilik dan pemerintah. Jika harga-harga yang dibayarkan

atas barang tidak banyak berfluktuasi, metode-metode persediaan

tersebut tidak akan menimbulkan banyak perbedaan dalam laporan

keuangan. Namun demikian dalam periode terjadinya kenaikan atau

penurunan harga yang terus menerus, metode persediaan akan

mengakibatkan perbedaan yang material. Oleh karena itu, manajemen

dalam mengambil kebijakan pemilihan metode persediaan, pasti akan


24

mempertimbangkan hal-hal yang dapat mendukung nilai perusahaan

(Dyckmen, 1999).

2.2. Struktur Kepemilikan

2.2.1. Pengertian Struktur Kepemilikan

Pada perusahaan modern, kepemilikan perusahaan biasanya sangat

menyebar. Kegiatan operasi perusahaan sehari-hari dijalankan oleh

manajer yang biasanya tidak mempunyai saham kepemilikan yang besar.

Secara teori, manajer merupakan agen atau wakil pemilik. Namun pada

kenyataannnya mereka mengendalikan perusahaan. Dengan demikian,

konflik kepentingan antar pemilik dapat terjadi. Hal ini disebut “masalah

keagenan”, yaitu devergensi kepentingan yang timbul antara pemilik dan

agennya (Widyastuti, 2004).

Struktur kepemilikan sangat penting dalam menentukan nilai

perusahaan. Dua aspek yang perlu dipertimbangkan ialah (1) konsentrasi

kepemilikan perusahaan oleh pihak luar (outsider ownership

concentration) dan (2) kepemilikan perusahaan oleh manajer (manager

ownership). Pemilik perusahaan dari pihak luar berbeda dengan manajer

karena kecil kemungkinannya pemilik dari pihak luar terlibat dalam urusan

bisnis perusahaan sehari-hari (Widyastuti, 2004).


25

2.2.2. Hubungan antara Struktur Kepemilikan dengan Pemilihan Metode

Persediaan

Struktur kepemilikan ditunjukkan dari besarnya kepemimpinan

(manajer) suatu perusahaan oleh pemilik perusahaan (share holder)

tersebut (Taqwa, 2003). Pihak luar yang menanamkan dananya pada

perusahaan dianggap sebagai pemilik perusahaan yang mempunyai

kewenangan tertentu dalam perusahaan. Pemilik (share holder) inilah yang

kemudian menunjuk seorang pengelola yang disebut sebagai manajer

perusahaan yang tugasnya mengoperasikan kegiatan perusahaan sehari-

hari. Dalam manajemen keuangan, tujuan utama perusahaan adalah

memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Untuk itu, maka manajer

yang diangkat oleh pemegang saham harus bertindak untuk kepentingan

pemegang saham, tetapi sering ada konflik antara manajer dan pemegang

saham. Konflik ini disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan

antara manajer dan pemegang saham (Listyani dan Tyas, 2003). Pemegang

saham menginginkan imbal hasil yang sesuai dengan resiko yang

ditanggungnya dan terkait juga dengan biaya yang dikeluarkannya.

Sementara itu, manajer juga mempunyai kepentingan untuk memperoleh

imbalan yang sesuai dengan kemampuan yang sudah dikeluarkannya

(Ismiyati dan Hanafi, 2004).

Taqwa dkk (2003) menyatakan bahwa sehubungan dengan pemilihan

metode persediaan maka antara manajer dengan pemilik akan timbul

konflik kepentingan (agency theory). Masing-masing pihak, yaitu pemilik


26

dan manajer akan berusaha memaksimalkan kesejahteraannya masing-

masing. Pemilik (share holder) akan memilih metode rata-rata. Sedangkan

manajer akan memilih menggunakan metode FIFO agar memperoleh laba

yang besar sehingga kompensasi yang akan diterima juga akan menjadi

besar.

Konflik yang terjadi antara manajer dan pemegang saham (share

holder) sebagai akibat adanya perbedaan kepentingan dapat diselesaikan

jika manajemen juga mempunyai kepemilikan di dalam perusahaan.

Dengan demikian, struktur kepemilikan membantu menyelesaikan konflik

yang mungkin timbul antara manajer dan pemegang saham (share holder)

(Widyastuti, 2004).

Pemikiran tentang pengaruh kepemilikan pihak luar yang

terkonsentrasi, sedangkan kepemilikan manajerial tetap, yaitu untuk share

holder dengan tuntutan kepemilikan yang kecil, hanya memiliki sedikit

kepentingan untuk memantau manajemen perusahaan. Share holder ini

akan menanggung semua biaya pemantauan, tetapi hanya menerima

bagian yang kecil (sesuai dengan persentase kepemilikannya) dari total

manfaat pemantauan. Sebaliknya, untuk share holder dengan kepentingan

kepemilikan yang besar, manfaat pribadi yang diperoleh dari pemantauan

kemungkinan besar melebihi biaya yang dikeluarkan. Dengan demikian

share holder yang memantau manajer kemungkinan berhubungan

langsung dengan konsentrasi kepemilikan dari luar (Widyastuti, 2004).


27

Apabila memiliki persentase kepemilikan saham yang kecil pada

suatu perusahaan maka manajer mempunyai kecenderungan memilih

metode FIFO. Metode FIFO akan memberikan laba yang besar, sehingga

bonus yang akan diterima juga menjadi besar. Dengan demikian

kesejahteraan manajer menjadi tujuan utama pemilihan metode persediaan.

Sebaliknya apabila manajer memiliki saham dengan persentase yang

relatif besar maka manajer akan memilih metode yang bisa memperoleh

penghematan pajak (tax saving), yaitu metode Rata-rata (Taqwa, 2003).

Penelitian mengenai struktur kepemilikan telah dilakukan oleh

Taqwa (2003) penelitian. Taqwa (2003) memberikan hasil bahwa struktur

kepemilikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan

metode persediaan.

2.3. Ukuran Perusahaan

2.3.1. Pengertian Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan proksi volatilitas operasional dan

inventory cotrolability yang seharusnya dalam skala ekonomis besarnya

perusahaan menunjukkan pencapaian operasi lancar dan pengendalian

persediaan (Mukhlasin, 2002).

Ukuran perusahaan diproksikan dari penjualan bersih (net sales).

Total penjuala mengukur besarnya perusahaan. Karena biaya politik

cenderung lebih besar, maka perusahaan dengan tingkat penjualan yang


28

tinggi cenderung memilih kebijakan akuntansi yang mengurangi laba

(Sidharta, 2000).

Jika perusahaan sensitif terhadap variasi ukuran perusahaan,

perusahaan yang lebih besar akan lebih menyukai prosedur (metode)

akuntansi yang dapat menunda pelaporan earning. Perusahaan besar relatif

lebih sensitif dibandingkan dengan perusahaan kecil (Mukhlasin, 2002).

2.3.2. Hubungan antara Ukuran Perusahaan dengan Pemilihan Metode

Persediaan

Taqwa, dkk (2003) menyatakan bahwa ukuran perusahaan akan

mempengaruhi pemilihan metode persediaan. Perusahaan besar akan

mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menurunkan laba, agar

laporan keuangan bisa rata (smooth).

Pengawasan dari pemerintah terhadap kegiatan perusahaan akan

membuat perusahaan besar hati-hati dalam bertindak. Biaya politik

(political cost) dari pemetintahan yang berupa ancaman regulasi dan

nasionalisasi lebih besar dirasakan oleh perusahaan besar. Pemerinth lebih

mudah mengawasi kegiatan perusahaan besar melalui laporan keuangan

yang ada. Apabila perusahaan ini melaporkan laba yang besar, maka

dicurigai melakukan monopoli (Taqwa, dkk, 2003). Karena itu perusahan

besar akan memilih metode yang bisa mengurangi laba dilaporkan

(Taqwa, dkk, 2003).

Kecenderungan metode persediaan yang akan digunakan perusahaan

besar adalah metode rata-rata yang bisa menurunkan laba. Penggunaan


29

metode rata-rata selain bisa menghindari biaya poitik (political cost) juga

memperoleh penghematan pajak (tax saving). Sedangkan perusahaan kecil,

untuk memdapatkan dana dari bank atau lembaga keuanga lainnya

membutuhkan laba tyang tinggi agar dianggap mempunyai kinerja yang

bagus. Salah satu cara menaikkan laba dengan kecenderungan

menggunakan metode persediaanFIFO (Taqwa,dkk, 2003).

Pada masa perubahan harga, metode FIFO akan menghasilkan laba

yang lebih besar jika dibandingkan dengan metode rata-rata. Perbedaan

laba akan membedakan besarnya pajak yang harus dibayar perusahaan.

Perusahaan akan lebih memilih metode rata-rata dibandingkan dengan

metode FIFO karena pada metode rata-rata pajak yang harus dibayar

relatif lebih kecil dibaningkan dengan metode FIFO. Laba yang lebih kecil

(dengan menggunakan metode rata-rata) menandakan bahwa transfer

kekayaan keluar perusahaan (biaya pajak) menjadi lebih kecil jika

dibandingkan dengan laba yang besar (dengan menggunakan metode

FIFO) inilah yang menyebabkan manajer memilih metode rata-rata

(Mukhlasin, 2002).

Penelitian mengenai pengaruh ukuran perusahaan telah dilakukan

Abdullah dan Djalil (2004), Taqwa, dkk (2003), Mukhlasin (2002), dan

Rustardy, dkk (2004). Hasil yang diperoleh oleh Taqwa, dkk (2003),

Mukhlasin (2002) dan Rustardy, dkk (2004) menunkukkan bahwa ukuran

perusahaan secara signifikan mempengaruhi pemilihan metode persediaan.

Sedangkan penelitian Abdullah dan Djalil (2004) tidak memberikan bukti


30

adanya pengaruh yang signifikan dari ukuran perusahaan terhadap

pemilihan metode persediaan.

2.4. Rasio Perputaran Persediaan

2.4.1. Pengertian Rasio Perputaran Persediaan

Rasio perputaran persediaan mengukur berapa kali persediaan

perusahaan telah dijual selama periode tertentu (Prastowo & Juliaty, 2002 :

82). Rasio perputaran persediaan menyediakan informasi apakah tingkat

persediaan cocok dengan volume penjualan. Perputaran persedian dihitung

dengan harga pokok barang yang dijual/ persediaan rata-rata, yang mana

persediaan rata-rata adalah rata-rata sederhana dari persediaan awal dan

akhir. Rasio ini adalah jumlah waktu dari sebuah perusahaan

menggunakan dan mengganti persediaannya selama tahun yang

bersangkutan. Jumlah hari penjualan persediaan adalah 365/ perputaran

persediaan. Rasio ini jumlah hari di mana perusahaan dapat tetap

beroperasi tanpa membeli persediaan tambahan (Skousen, dkk, 2001 :

555).

Prastowo & Juliaty, 2002 : 82 menyatakan bahwa apabila suatu

perusahaan mempunyai rasio perputaran persediaan yang lebih rendah

dibanding rasio rata-rata industrinya, maka hal ini menunjukkan adanya

persediaan yang sudah usang atau persediaan yang terlalu tinggi.

Sebaliknya, rasio perputaran persediaan yang lebih cepat dibanding rata-

rata memberi indikasi tingkat persediaan tidak cukup.


31

2.4.2. Hubungan antara Rasio Perputaran Persediaan dengan Pemilihan

Metode Persediaan

Perputaran dan hari perputaran persediaan dipengaruhi oleh metode

persediaan. Perusahaan yang menggunakan LIFO mempunyai indikasi

inventory turn over yang tinggi dan hari perputaran yang lebih rendah

dibandingkan jika perusahaan menggunakan metode FIFO. Asumsi bahwa

perputaran persediaan yang tinggi mengindikasikan efisiensi manajemen

persediaan (Mukhlasin, 2002).

Rasio ini dapat berbeda secara signifikan, tergantung apakah

perusahaan menggunakan LIFO, FIFO atau Rata-rata (Skousen, dkk, 2001

: 555). Perputaran persediaan dan hari perputaran persediaan dipengaruhi

oleh metode persediaan. Karena metode Rata-rata menghasilkan nilai

persediaan akhir pada neraca lebih rendah dan harga pokok penjualan yang

lebih tinggi maka mengindikasikan adanya inventory turn over yang

tinggi. Sedangkan metode FIFO menghasilkan harga pokok penjualan

yang rendah dan persediaan akhir yang tinggi sehingga menghasilkan

inventory turn over yang rendah. Perputaran persediaan yang tinggi

mengindikasikan efisiensi manajemen persediaan sehingga perusahaan

lebih menyukai metode Rata-rata.

Penelitian mengenai rasio perputaran persediaan telah dilakukan

oleh Mukhlasin (2002) dan Rustardy, dkk (2004). Hasil penelitian

Mukhlasin (2002) menunjukkan bahwa rasio perputaran persediaan secara

signifikan mempengaruhi pemilihan metode persediaan. Sedangkan


32

penelitian Rrustardy, dkk (2004) menunjukkan bahwa rasio perputaran

persediaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan metode

persediaan.

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang pernah dilakukan mengenai pemilihan metode

persediaan adalah sebagai berikut :

1. Penelitian Taqwa, dkk, (2003) dengan judul “Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan pada

Perusahaan Manufaktur di BEJ” dilakukan pada periode 1997 sampai

dengan 2000. Penelitian ini menggunakan variabel independen yaitu

struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, financial leverage, ukuran

perusahaan dan rasio lancar. Hasil penelitian memberikan bukti bahwa

ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan

metode akuntansi persediaan. Tetapi struktur kepemilikan, financial

leverage, ukuran perusahaan dan rasio lancar tidak memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap pemilihan metode akuntansi

persediaan.

2. Penelitian Mukhlasin (2002) dengan judul “Analisis Pemilihan Metode

Akuntansi Persediaan Berdasarkan Richardian Hipotesis” dilakukan

selama periode 1995 sampai dengan 1999. Penelitian ini menggunakan

variabel independen ukuran perusahaan, variabilitas laba akuntansi,

ukuran perusahaan, intensitas modal, intensitas persediaan dan


33

variabilitas harga pokok penjualan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ukuran perusahaan, intensitas persediaan dan variabilitas harga pokok

penjualan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemilihan

metode akuntansi persediaan. Sedangkan variabilitas persediaan,

variabilitas laba akuntansi dan intensitas modal tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan.

2.6. Kerangka Pemikiran

Di Indonesia metode persediaan yang paling banyak digunakan adalah

metode rata-rata dan metode FIFO (Data Metode persediaanPerusahaan

Manufaktur dari Pojok BEJ UNDIP). Perbedaan laba yang dihasilkan

metode rata-rata dan FIFO tidak seekstrim perbedaan metode LIFO dan

metode FIFO (Taqwa dkk, 2003). Namun pada saat inflasi perbedaan ini

cukup berarti pada laba yang dihasilkan nantinya sehingga manajer perlu

mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan metode

persediaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Taqwa (2003) menggunakan faktor

struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, financial leverage, variabilitas

persediaan dan rasio lancar sebagai variabel penelitian. Sedangkan

penelitian ini menggunakan struktur kepemilikan dan ukuran perusahaan

sebagai variabel penelitian.dimaksudkan agar pengaruh kepemilikan saham

dalam perusahaan dan size perusahaan terhadap pemilihan metode

perusahaan terlihat lebih jelas. Peneliti menambahkan satu variabel, yaitu


34

rasio perputaran persediaan sebagai variabel penelitian agar penelitian ini

lebih lengkap. Variabel rasio perputaran persediaan ini merujuk pada

penelitian Mukhlasin (2002) yang menggunakan variabilitas persediaan,

variabilitas laba akuntansi, ukuran perusahaan, intensitas modal, intensitas

persediaan dan variabilitas harga pokok penjualan sebagai variabel

penelitian.

Kepemilikan pada perusahaan modern perusahaan biasanya sangat

menyebar. Tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan kemakmuran

pemegang saham. Untuk itu, maka manajer yang diangkat oleh pemegang

saham harus bertindak untuk kepentingan pemegang saham, tetapi sering

ada konflik antara manajer dan pemegang saham. Konflik ini disebabkan

karena adanya perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham

(Listyani dan Tyas, 2003). Pemegang saham menginginkan imbal hasil yang

sesuai dengan resiko yang ditanggungnya dan terkait juga dengan biaya

yang dikeluarkannya. Sementara itu, manajer juga mempunyai kepentingan

untuk memperoleh imbalan yang sesuai dengan kemampuan yang sudah

dikeluarkannya (Ismiyati dan Hanafi, 2004). Sehubungan dengan pemilihan

metode persediaan maka antara manajer dengan pemilik akan timbul konflik

kepentingan (agency theory). Masing-masing pihak, yaitu pemilik dan

manajer akan berusaha memaksimalkan kesejahteraannya masing-masing.

Pemilik (share holder) akan memilih metode Rata-rata. Sedangkan manajer

akan memilih menggunakan metode FIFO agar memperoleh laba yang besar

sehingga kompensasi yang akan diterima juga akan menjadi besar.


35

Konflik yang terjadi antara manajer dan pemegang saham (share

holder) sebagai akibat adanya perbedaan kepentingan dapat diselesaikan jika

manajemen juga mempunyai kepemilikan di dalam perusahaan. Dengan

demikian, struktur kepemilikan membantu menyelesaikan konflik yang

mungkin timbul antara manajer dan pemegang saham (share holder)

(Widyastuti, 2004).

Apabila memiliki persentase kepemilikan saham yang kecil pada suatu

perusahaan maka manajer mempunyai kecenderungan memilih metode

FIFO. Metode FIFO akan memberikan laba yang besar, sehingga bonus

yang akan diterima juga menjadi besar. Dengan demikian kesejahteraan

manajer menjadi tujuan utama pemilihan metode persediaan. Sebaliknya

apabila manajer memiliki saham dengan persentase yang relatif besar maka

manajer akan memilih metode yang bisa memperoleh penghematan pajak

(tax saving), yaitu metode Rata-rata (Taqwa, 2003).

Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya perusahaan dilihat

dari total penjualan suatu perusahaan. Jika perusahaan sensitif terhadap

variasi ukuran perusahaan, perusahaan yang lebih besar akan lebih menyukai

prosedur (metode) akuntansi yang dapat menunda pelaporan earning.

Perusahaan besar relatif lebih sensitif dibandingkan dengan perusahaan

kecil.

Kecenderungan metode persediaan yang akan digunakan perusahaan

besar adalah metode rata-rata yang bisa menurunkan laba. Penggunaan

metode rata-rata selain bisa menghindari biaya poitik (political cost) juga
36

memperoleh penghematan pajak (tax saving). Sedangkan perusahaan kecil,

untuk memdapatkan dana dari bank atau lembaga keuanga lainnya

membutuhkan laba yang tinggi agar dianggap mempunyai kinerja yang

bagus. Salah satu cara menaikkan laba dengan kecenderungan menggunakan

metode persediaan FIFO (Taqwa,dkk, 2003).

Rasio perputaran persediaan mengukur berapa kali persediaan

perusahaan telah dijual selama periode tertentu (Prastowo & Juliaty, 2002 :

82). Rasio perputaran persediaan menyediakan informasi apakah tingkat

persediaan cocok dengan volume penjualan.

Perputaran dan hari perputaran persediaan dipengaruhi oleh metode

persediaan. Perusahaan yang menggunakan LIFO mempunyai indikasi

inventory turn over yang tinggi dan hari perputaran yang lebih rendah

dibandingkan jika perusahaan menggunakan metode FIFO. Asumsi bahwa

perputaran persediaan yang tinggi mengindikasikan efisiensi manajemen

persediaan (Mukhlasin, 2002).

Rasio ini dapat berbeda secara signifikan, tergantung apakah

perusahaan menggunakan LIFO, FIFO atau Rata-rata (Skousen, dkk, 2001 :

555). Perputaran persediaan dan hari perputaran persediaan dipengaruhi oleh

metode persediaan. Karena metode Rata-rata menghasilkan nilai persediaan

akhir pada neraca lebih rendah dan harga pokok penjualan yang lebih tinggi

maka mengindikasikan adanya inventory turn over yang tinggi. Sedangkan

metode FIFO menghasilkan harga pokok penjualan yang rendah dan

persediaan akhir yang tinggi sehingga menghasilkan inventory turn over


37

yang rendah. Perputaran persediaan yang tinggi mengindikasikan efisiensi

manajemen persediaan sehingga perusahaan lebih menyukai metode rata-

rata.

Gambar dari kerangka pemikiran mengenai pengaruh struktur

kepemilikan, ukuran perusahaan dan rasio perputaran persediaan terhadap

pemilihan metode persediaan yaitu dapat digambarkan sebagai berikut :


38

Kerangka pemikiran ada di lembar tersendiri


39

2.7. Hipotesis

Good dan Scates (dalam Nasir, 1999 ) menyatakan bahwa hipotesis

adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk

sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati ataupun

kondisi-kondisi yang diamati, dan digunakan sebagai petunjuk untuk

langkah penelitian selanjutnya.

Dengan mengacu pada rumusan masalah, tinjauan teoritis dan

beberapa penelitian terdahulu yang diuraikan maka hipotesis yang

dikemukakan oleh peneliti adalah sebagai berikut :

H1 : Struktur kepemilikan berpengaruh secara simultan dan parsial

terhadap pemilihan metode persediaan.

H2 : Ukuran perusahaan berpengaruh secara simultan dan parsial

terhadap pemilihan metode persediaan.

H3 : Rasio perputaran persediaan berpengaruh secara simultan dan

parsial terhadap pemilihan metode persediaan.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2004 : 72). Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur

yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama tahun 2000 sampai dengan

tahun 2004. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 155

perusahaan.

Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur

yang dibatasi oleh kriteria sebagai berikut :

1. Perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Jakarta dan

mempublikasikan laporan keuangannya untuk tahun 2000-2004.

2. Perusahaan tersebut tidak mengubah kebijakan perusahaan selama

periode penelitian yaitu tahun 2000 sampai dengan tahun 2004.

3. Perusahaan tersebut menerapkan satu metode persediaan secara konsisten

yaitu metode FIFO atau rata-rata selama periode tahun 2000 sampai

dengan tahun 2004.

Dari kriteria-kriteria tersebut menghasilkan sampel sebanyak 93

perusahaan yang terdiri dari 17 perusahaan yang menggunakan metode

FIFO dan 76 perusahaan yang menggunakan metode Rata-rata.

40
41

3.2. Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

3.2.1. Variabel Independen/ Bebas (x)

a. Struktur Kepemilikan

Struktur kepemilikam adalah kepemilikan saham oleh pihak

manajer dalam jumlah besar pada suatu perusahaan untuk membantu

menyelesaikan konflik yang mungkin timbul antara pemilik

perusahaan dan manajer. Jadi tidak lagi hanya pihak luar (pemegang

saham) yang mempunyai kepemilikan dalam perusahaan, tetapi juga

oleh pihak manajer. Variabel ini diproksikan dari kepemilikan saham

oleh manajer suatu perusahaan. Variabel ini menggunakan variabel

dummy, dengan pengukuran 1 (satu) jika manajer memiliki saham

pada

perusahaan sedangkan dan 0 (nol) jika manajer tidak memiliki saham

pada perusahaan

Pengukuran ini telah digunakan oleh Taqwa, dkk (2003).

b. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan menunjukkan menunjukkan besar kecilnya

perusahaan dilihat dari penjualan bersih suatu perusahaan. Variabel ini

diproksikan dari total penjualan. Variabel ini diukur dengan rata-rata

total penjualan bersih selama tahun 2000 sampai dengan tahun 2004.

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio.


42

Pengukuran ini telah digunakan oleh Taqwa, dkk (2003),

Abdullah dan Djalil (2004), dan Rustardy, dkk (2004).

c. Rasio Perputaran Persediaan

Rasio perputaran persediaan adalah jumlah waktu dari sebuah

perusahaan menggunakan dan mengganti persediaan suatu perusahaan.

Pengukuran Rasio perputaran persediaan adalah sebagai berikut :

Rasio Perputaran Persediaan = Harga Pokok Penjualan


Persediaan

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio.

Pengukuran ini telah dipergunakan oleh Rustardy, dkk (2004).

3.2.2. Variabel Terikat/ Dependen (y)

Variabel dependen dari penelitian ini adalah pemilihan metode

persediaan. Pemilihan metode persediaan adalah pemilihan asumsi arus

biaya yang sesuai dengan kondisi perusahaan dengan mempertimbangkan

faktor-faktor yang mempengaruhinya. Variabel ini menggunakan variabel

dummy, dengan pengukuran :

1 (satu) = Rata-rata.

0 (nol) = FIFO

Pengukuran ini telah digunakan oleh Abdullah dan Djalil (2004)

Taqwa, dkk (2003), Mukhlasin (2002) dan Rustardy, dkk (2004).

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, data

sekunder yaitu data yang diterbitkan atau digunakan oleh organisasi yang
43

bukan pengelolanya (Lincoln dan Arsyad, 1995 : 76). Data yang diterbitkan

dalam penelitian ini adalah metode persediaan dan informasi lain seperti

struktur kepemilikan, ukuran perusahaan dan rasio perputaran persediaan.

Data dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber antara lain :

1. Dokumentasi

Metode dokumentasi digunakan untuk mencari data yang diungkapkan

berdasarkan dokumen-dokumen dan catatan yang tersedia di prospectus

perusahaan manufaktur. Metode dokumentasi dalam penelitian ini

dilakukan dengan cara mencatat informasi yang terdapat dalam

Indonesian Capital Market Directory yang diperoleh dari pojok BEJ

Undip.

2. Study Pustaka

Study pustaka bertujuan untuk memperoleh landasan teori dan definisi-

definisi yang digunakan dalam analisis kasus. Teori-teori tersebut

diperoleh dari literatur-literatur, majalah ilmiah maupun tulisan-tulisan

lainnya yang banyak berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.

3.4. Metode Analisis Data

3.4.1. Analisis Kualitatif

Metode analisis kualitatif dinyatakan dalam bentuk angka-angka,

yang digunakan untuk menganalisis dengan menggunakan penjelasan yang

melengkapi analisis. Dalam penelitian ini, analisis kualitatif dilakukan


44

dengan menerangkan hasil uraian penelitian secara sistematik sehingga

akan diperoleh informasi yang jelas.

3.4.2. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan

mengkuantifikasi data-data penelitian sehingga menghasilkan informasi

yang dibutuhkan dalam analisis.

3.5. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dengan menggunakan regresi

logistik (logistic regression). Regresi logistik dipilih karena data dalam

penelitian ini berupa data nominal dan data rasio. Variabel dependen dalam

penelitian ini berupa data nominal yaitu pemilihan metode persediaan.

Sedangkan variabel independen berupa data nominal dan data rasio yaitu

struktur kepemilikan, ukuran perusahaan dan rasio perputaran persediaan.

Asumsi multivariate normal distribution tidak dapat dipenuhi karena

variabel bebas merupakan campuran antara variabel kontinyu (metrik) dan

kategorikal (non metrik) (Ghozali, 2005 : 211). Dalam hal ini, dapat

dianalisis dengan logistic regression karena tidak perlu asumsi normalitas

data pada variabel bebasnya.

Regresi logistik digunakan untuk menguji pengaruh struktur

kepemilikan, ukuran perusahaan dan rasio perputaran persediaan terhadap

pemilihan metode persediaan.


45

Metode logit yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada jurnal

Taqwa, dkk, 2003. Model regresi logistik yang digunakan dalam penelitian

ini adalah :

Metpersed
Ln = β+β1SP+β2UP+β3RPP +e
1 − Metpersed

Dimana :

Metpersed = Metode persediaan

SP = Struktur Kepemilikan

UP = Ukuran perusahaan

RPP = Rasio Perputaran Persediaan

e = Error

Analisis pengujian hipotesis dengan regresi logistik memperhatikan

hal-hal sebagai berikut:

1. Tingkat signifikansi (α) yang digunakan sebesar 5%.

2. Kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis didasarkan pada nilai p-

value. Apabila p-value > α maka hipotesis ditolak yang berarti variabel

tersebut tidak berpengaruh terhadap pemilihan metode persediaan.

Sedangkan, apabila p-value < α maka hipotesis diterima yang berarti

variabel tersebut memang mempengaruhi pemilihan. metode persediaan.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Singkat Perusahaan Sampel

Populasi penelitian terdiri dari semua perusahaan manufaktur yang

listing di Bursa Efek Jakarta selama tahun 2000 sampai dengan tahun 2004.

Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak sebanyak 93 perusahaan dari

populasi sebanyak 155 perusahaan. Dari 93 sampel perusahaan, dalam

menentukan arus biaya persediaan terbagi dalam dua kelompok yaitu

perusahaan yang menggunakan metode FIFO dan perusahaan yang

menggunakan metode rata-rata, seperti yang tersaji pada tabel 4.1 berikut

ini :

Tabel 4.1
Kelompok Sampel Perusahaan
Berdasarkan Metode Persediaan

No Metode Jumlah Prosentase (%)


1 FIFO 17 18 %

2 Rata-rata 76 82 %

Jumlah 93 100 %

Sumber : Data sekunder, diolah 2006

Dari tabel 4.1 terlihat bahwa perusahaan yang menggunakan metode

rata-rata lebih besar dibandingkan perusahaan yang menggunakan metode

FIFO. Dari 93 perusahaan yang menjadi sampel terdapat 76 perusahaan

memilih menggunakan metode rata-rata dan 17 perusahaan memilih

46
47

menggunakan metode FIFO. Hal ini serupa dengan penelitian Taqwa, dkk.

(2003) yang memperoleh sampel sebanyak 68 perusahaan. Perusahaan yang

memilih metode rata-rata sebanyak 58 perusahaan dan yang memilih

menggunakan metode FIFO sebanyak 10 perusahaan.

Berdasarkan sampel sebanyak 93 perusahaan akan diulas berdasarkan

klasifikasi industri. Perusahaan dalam penelitian ini meliputi 19 klasifikasi

industri yang tersaji dalam tabel 4.2 sebagai berikut :

Tabel 4.2
Klasifikasi Industri

No Klasifikasi Industri Jumlah Prosentase


Sampel (%)

1. Food and Beverages 14 15,05


2. Tobacco Manufacturers 1 1,08
3. Textile Mill Products 5 5,38
4. Apparel and Other Textile Products 8 8,6
5. Lumber and Wood Products 2 2,15
6. Paper and Allied Products 4 4,30
7. Chemical and Allied Products 5 5,38
8. Adhesive 3 3,23
9. Plastics and Glass Products 8 8,6
10. Cement 3 3,23
11. Metal and Allied Products 7 7,53
12. Stone, Clay, Glass and Concrete Products 4 4,30
13. Machinery 1 1,08
14. Cable 4 4,30
15. Electronic and Office Equipment 2 2,15
16. Automotive and Allied Products 13 13,98
17. Photographic Equipment 2 2,15
18. Pharmaceuticals 4 4,30
19. Consumer Goods 3 3,23
48

4.2. Deskripsi Variabel Penelitian

4.2.1. Struktur Kepemilikan

Struktur kepemilikan yang dilihat dari kepemilikan saham oleh

manajer pada suatu perusahaan tersaji dalam annual report khususnya

dalam catatan sebagai keterangan yang menyertai laporan keuangan

perusahaan. Pada tabel 4.3 tersaji data mengenai struktur kepemilikan

selama tahun pengamatan.

Tabel 4.3
Pengelompokkan Struktur Kepemilikan
Tahun 2000-2004

Struktur 2000 2001 2002 2003 2004


Kepemilikan Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %
Kepemilikan saham 26 28 26 28 26 28 26 28 26 28
oleh manajer
Manajer tanpa 67 72 67 72 67 72 67 72 67 72
kepemilikan saham
Jumlah 93 100 93 100 93 100 93 100 93 100
Sumber : Data sekunder, diolah 2006

Tabel 4.3 di atas diketahui kepemilikan saham oleh manajer untuk

tahun 2000, 2001, 2002, 2003 dan 2004 sama yaitu sebanyak 26

perusahaan (28%). Sedangkan manajer tanpa kepemilikan saham untuk

tahun 2000, 2001, 2002, 2003 dan 2004 memiliki jumlah yang sama yaitu

67 perusahaan (72%).

4.2.2. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan dalam penelitian ini ditunjukkan dengan total

penjualan bersih, karena hasil penjualan menunjukkan aktifitas yang

dinamis dan fundamental bagi perusahaan. Total penjualan mencerminkan


49

pula besarnya aktifivitas perusahaan. Penjualan bersih perusahaan sampel

mulai tahun 2000 - 2004 tersaji pada tabel 4.4 sebagai berikut :

Tabel 4.4
Pengelompokkan Ukuran Perusahaan
Tahun 2000-2004 (dalam jutaan rupiah)

Total 2000 2001 2002 2003 2004


Penjualan Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %
Bersih
<500.000 52 56 44 47 44 47 47 51 36 39
>500.000 41 44 49 53 49 53 46 49 57 61
Jumlah 93 100 93 100 93 100 93 100 93 100
Sumber : Data sekunder, diolah 2006

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa total penjualan bersih yang nilainya

kurang dari Rp. 500.000.000.000, jumlah perusahaan terbesar terdapat

pada tahun 2000 yaitu sebanyak 52 perusahaan (56%). Jumlah tersebut

mengalami penurunan pada tahun 2001 dan 2002 yaitu menjadi 44

perusahaan (47%). Kemudian mengalami kenaikan pada tahun 2003

menjadi sebanyak 47 perusahaan (51%). Namun pada tahun 2004

mengalami penurunan yaitu menjadi 36 perusahaan (39%). Sedangkan

total penjualan bersih yang nilainya lebih dari Rp. 500.000.000.000,. untuk

tahun 2000 sebanyak 41 perusahaan (44%), kemudian meningkat pada

tahun 2001 dan 2002 sebanyak 49 perusahaan (53%). Pada tahun 2003

mengalami penurunan menjadi 46 perusahaan (49%) dan pada tahun 2004

meningkat menjadi sebanyak 57 perusahaan (61%).


50

4.2.3. Rasio Perputaran Persediaan

Rasio perputaran persediaan ditentukan dari harga pokok penjualan

dibagi persediaan yang tersaji pada laporan keuangan. Rasio perputaran

persediaan perusahaan sampel tahun 2000 - 2004 tersaji pada tabel 4.5

sebagai berikut

Tabel 4.5
Pengelompokkan Rasio Perputaran Persediaan
Tahun 2000-2004

Rasio 2000 2001 2002 2003 2004


Perputaran Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %
Persediaan
<3% 41 44 32 34 31 33 30 32 30 32
3%-5% 27 29 25 27 29 31 26 28 26 28
>5% 25 27 36 39 33 35 37 40 37 40
Jumlah 93 100 93 100 93 100 93 100 93 100
Sumber : Data sekunder, diolah 2006

Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa rasio perputaran persediaan

yang nilainya lebih kecil dari 3%, pada tahun 2000 sebanyak 41

perusahaan (44%). Pada tahun 2001 sebanyak 32 perusahaan (34%).

Kemudian pada tahun 2002 jumlah tersebut turun menjadi 31 perusahaan

(33%). Pada tahun 2003 dan 2004 jumlah tersebut menurun kembali

menjadi 30 perusahaan (32%). Rasio perputaran persediaan yang nilainya

antara 3% sampai dengan 5%, pada tahun 2000 sebanyak 27 perusahaan

(29%). Pada tahun 2001 sebanyak 25 perusahaan (27%). Kemudian pada

tahun 2002 jumlah tersebut naik menjadi sebanyak 29 perusahaan (31%).

Pada tahun 2003 dan 2004 jumlah tersebut turun menjadi 26 perusahaan

(28%). Sedangkan rasio perputaran persediaan yang nilainya lebih besar


51

dari 5%, pada tahun 2000 sebanyak 25 perusahaan (27%). Pada tahun

2001 sebanyak 36 perusahaan (39%). Kemudian pada tahun 2002 jumlah

tersebut turun menjadi sebanyak 33 perusahaan (35%). Pada tahun 2003

dan 2004 jumlah tersebut meningkat menjadi 37 perusahaan (40%).

4.3.Hasil Penelitian

4.3.1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif dari ukuran perusahaan dan rasio

perputaran persediaan untuk melihat mean, minimal, maksimal dan standar

deviasi disajikan dalam tabel 4.6 sebagai berikut:

Tabel 4.6
Hasil Perhitungan Mean, Minimal dan Maksimal dan Deviasi Standar dari
Ukuran Perusahaan dan Rasio Perputaran Persediaan

Ukuran Perusahaan Rasio Perputaran


Persediaan
Metode FIFO

Mean 289.438,082 9,3158

Minimal 41.929,8 0,81

Maksimal 964.459,8 84,06

Standar Deviasi 298.091,4627 19,46546

Metode rata-rata

Mean 1.174.457,484 5,0179

Minimal 7.008,8 0,15

Maksimal 10.259.156,0 44,28

Standar Deviasi 1.682.701,5733 5,52268


52

Sumber : data sekunder, diolah 2006

Tabel 4.6 di atas diketahui bahwa nilai mean untuk ukuran perusahaan

dan rasio perputaran persediaan antara perusahaan yang menggunakan

metode persediaan FIFO berbeda dengan yang menggunakan metode rata-

rata.

Mean ukuran perusahaan untuk perusahaan yang menggunakan metode

FIFO adalah 289.438,082. Sedangkan mean ukuran perusahaan untuk

perusahaan yang menggunakan metode rata-rata adalah 1.174.456,484. Hal

ini menunjukkan bahwa nilai mean ukuran perusahaan yang menggunakan

metode FIFO lebih kecil dari perusahaan yang menggunakan metode rata-

rata.

Mean rasio perputaran persediaan untuk perusahaan yang

menggunakan metode FIFO adalah 9,3158 sedangkan mean rasio perputaran

persediaan untuk perusahaan yang menggunakan metode rata-rata adalah

5,0179. Hal ini menunjukkan bahwa nilai mean rasio perputaran persediaan

yang menggunakan metode FIFO lebih besar dari perusahaan yang

menggunakan metode rata-rata.

Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari struktur kepemilikan,

ukuran perusahaan dan rasio perputaran persediaan terhadap pemilihan

metode persediaan, diperlukan pengujian secara statistik dengan

menggunakan regresi logistik.


53

4.3.2. Pengujian Regresi Logistik

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan regresi logistik

yang dilakukan secara bersama-sama bagi ketiga variabel yaitu struktur

kepemilikan, ukuran perusahaan dan rasio perputaran persediaan dengan

tingkat signifikansi 5%. Ghozali (2005 : 211) mengemukakan apabila

variabel bebas merupakan campuran antara variabel metrik dan non metrik

maka dapat dianalisis dengan regresi logistik. Dalam membahas pengaruh

struktur kepemilikan, ukuran perusahaan dan rasio perputaran persediaan

terhadap pemilihan metode persediaan, peneliti menggunakan teknik

analisis statistik dengan bantuan program SPSS for Windows versi 11.5.

Data struktur kepemilikan, ukuran perusahaan dan rasio perputaran

persediaan yang digunakan dalam penelitian ini ditampilkan pada lampiran

2.

Sebelum menganalisis hasil regresi logistik, akan diuji terlebih

dahulu fit atau tidak model yang akan dianalisis. Statistik yang yang

digunakan berdasarkan fungsi Likelihood. Likelihood L dari model adalah

probabilitas bahwa model dihipotesiskan menggambarkan data input.

Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif , L ditransmormasikan menjadi

-2LogL.

Tampilan output SPSS memberikan dua nilai –2LogL yaitu untuk

model yang yang hanya memasukkan konstanta dan untuk model dengan

konstanta dan variabel bebas. Nilai –2LogL yang hanya memasukkan

konstanta adalah 88,463 yang ditampilkan pada tabel 4.7, sedangkan nilai
54

–2LogL untuk model dengan konstanta dan variabel bebas adalah 70,697

yang disajikan pada tabel 4.8 Penurunan nilai pada –2LogL dari 88,643

menjadi 70,697 mengindikasikan bahwa model fit dengan data.

Tabel 4.7
Nilai –2LogL untuk Model yang Hanya Memasukkan Konstanta

Iteration History(a,b,c)

Coefficients
-2 Log
Iteration likelihood Constant
Step 0 1 89,225 1,269
2 88,466 1,483
3 88,463 1,497
4 88,463 1,498
a Constant is included in the model.
b Initial -2 Log Likelihood: 88,463
c Estimation terminated at iteration number 4 because paramete
estimates changed by less than ,001.

Tabel 4.8
Nilai –2LogL untuk Model dengan Konstanta danVariabel Bebas

Model Summary

-2 Log Cox & Snell Nagelkerke R


Step likelihood R Square Square
1 70,697 ,174 ,283

Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol

bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaan

model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Jika nilai Hosmer

and Lemeshow’s Goodness of Fit Test Statistics sama dengan atau kurang

dari 0,05, maka hipotesis nol ditolak berarti yang ada perbedaan signifikan

antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodnes fit model tidak

baik karena tidak memprediksi nilai observainya. Jika nilai Statistics


55

Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar 0,05 maka

hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi

nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok

dengan data observasinya.

Tampilan output SPSS menunjukkan bahwa besarnya nilai

signifikansi Statistics Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test

sebesar 0,360 yang nilainya diatas 0,05. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa model dapat diterima. Nilai Statistics Hosmer and

Lemeshow’s Goodness of Fit Test ditampilkan pada tabel 4.9.

Tabel 4.9
Nilai Statistics Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.


1 8,798 8 ,360

Pengujian hipotesis dengan menggunakan regresi logistik dilakukan

dengan memasukkan seluruh variabel struktur kepemilikan, ukuran

perusahaan dan rasio perputaran persediaan pada pemilihan metode

persediaan.

Pengujian bertujuan untuk melihat pengaruh struktur kepemilikan,

ukuran perusahaan dan rasio perputaran persediaan terhadap pemilihan

metode persediaan. Hasil pengujian regresi logistik disajikan dalam tabel

4.10.
56

Tabel 4.10
Hasil Pengujian Regresi Logistik

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step SP
,032 ,632 ,003 1 ,960 1,032
1(a)
UP ,000 ,000 6,390 1 ,011 1,000
RPP -,051 ,026 3,895 1 ,048 ,951
Constant ,416 ,549 ,576 1 ,448 1,517
a Variable(s) entered on step 1: SP, UP, RPP.
Sumber : data sekunder, diolah 2006.

4.3.3. Hasil Hipotesis

Dari hasil uji regresi logistik pada variabel struktur kepemilikan

diperoleh signifikansi sebesar 0,960. Apabila dibandingkan dengan tingkat

signifikansi 0,05 (5%), maka nilai signifikansi sebesar 0,960 lebih besar

dari tingkat signifikansi 0,05. Dengan demilikian hipotesis 1 ditolak, hal

ini berarti struktur kepemilikan tidak berpengaruh terhadap pemilihan

metode persediaan.

Pengujian variabel ukuran perusahaan dengan menggunakan regresi

logistik diperoleh signifikansi sebesar 0,011. Apabila dibandingkan

dengan tingkat signifikansi 0,05 (5%), maka nilai signifikansi sebesar

0,011 lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05. Dengan demilikian

hipotesis 2 diterima, hal ini berarti ukuran perusahaan berpengaruh secara

simultan dan parsial terhadap pemilihan metode persediaan.

Rasio Perputaran Persediaan pada hasil pengujian regresi logistik

diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,048. Apabila dibandingkan dengan

tingkat signifikansi 0,05 (5%), maka nilai signifikansi sebesar 0,048 lebih

kecil dari tingkat signifikansi 0,05. Dengan demilikian hipotesis 3


57

diterima, hal ini berarti rasio perputaran persediaan berpengaruh secara

simultan dan parsial terhadap pemilihan metode persediaan.

4.4. Pembahasan

Hasil temuan dalam penelitian, berdasarkan analisis statistik deskriptif

menunujkkan bahwa nilai mean ukuran perusahaan yang menggunakan

metode FIFO lebih kecil daripada dari perusahaan yang menggunakan

metode rata-rata. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan besar cenderung

memilih metode persediaan rata-rata dibandingkan metode persediaan FIFO.

Hal ini merupakan bukti adanya upaya untuk memperoleh penghematan

pajak bagi perusahaan besar dan upaya untuk memperoleh pinjaman yang

besar dari bank maupun lembaga keuangan lainnya bagi perusahaan kecil.

Penelitian ini juga menemukan bukti bahwa nilai mean rasio perputaran

persediaan bagi perusahaan yang menggunakan metode FIFO lebih besar

daripada perusahaan yang menggunakan metode rata-rata.

4.4.1. Struktur Kepemilikan

Hasil pengujian regresi logistik menunjukkan bukti bahwa struktur

kepemilikan tidak berpengaruh terhadap pemilihan metode persediaan. Hal

ini disebabkan karena data yang diperoleh menunjukkan hanya 28 %

manajer yang memiliki saham pada perusahaan.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Taqwa, dkk. (2003)

yang memberikan hasil bahwa struktur kepemilikan tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap pemilihan metode persediaan.


58

4.4.2. Ukuran Perusahaan

Hasil pengujian regresi logistik pada penelitian ini memberikan bukti

bahwa ukuran perusahaan berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap

pemilihan metode persediaan. Kenyataan yang dihasilkan pada penelitian ini

adalah perusahaan besar cenderung memilih menggunakan metode

persediaan rata-rata dibandingkan metode FIFO. Hal ini sesuai dengan teori

yang ada dimana perusahaan besar cenderung memilih metode rata-rata

yang dapat menurunkan laba, sedangkan pada perusahaan kecil cenderung

memilih metode FIFO agar dapat meningkatkan laba, sehingga akan

memberikan gambaran kinerja yang bagus. Dengan demikian kemungkinan

mendapatkan dana dari bank atau lembaga keuangan lainnya semakin besar.

Penelitian ini mendukung penelitian Taqwa, dkk (2003), Mukhlasin

(2002), Rustardy, dkk (2004) yang menemukan bahwa ukuran perusahaan

berpengaruh terhadap pemilihan metode persediaan. Tetapi sebaliknya, hasil

penelitian ini tidak mendukung penelitian Abdullah dan Djalil (2004).

4.4.3. Rasio Perputaran Persediaan

Hasil pengujian regresi logistik menunjukkan bukti bahwa rasio

perputaran persediaan berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap

pemilihan metode persediaan. Berdasarkan teori, perusahaan yang

menggunakan metode rata-rata memiliki indikasi inventory turnover yang

tinggi, sebaliknya perusahaan yang menggunakan metode FIFO mempunyai

indikasi inventory turnover yang rendah. Namun kenyataan pada penelitian

ini, diperoleh hasil bahwa perusahaan yang menggunakan metode FIFO


59

memiliki indikasi inventory turnover yang rendah dan perusahaan yang

menggunakan metode rata-rata sebagian perusahaan memiliki indikasi

inventory turnover yang tinggi dan sebagian lagi memiliki inventory

turnover yang rendah. Hal ini dikarenakan perusahaan yang menggunakan

metode rata-rata pada penelitian ini ada yang memiliki persedian akhir yang

tinggi, sehingga memiliki inventory turnover yang rendah.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Mukhlasin (2002)

yang menyatakan bahwa rasio perputaran persediaan mempengaruhi

pemilihan metode persediaan. Sebaliknya, hasil penelitian ini tidak

mendukung penelitian yang dilakukan Rustardy, dkk (2004).


BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, beberapa kesimpulan

yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

a. Hasil pengujian dengan regresi logistik menunjukkan bahwa struktur

kepemilikan tidak berpengaruh terhadap pemilihan metode persediaan. Hal

ini disebabkan karena dari data yang diperoleh hanya 28 % manajer yang

memiliki saham pada perusahaan.

b. Pengujian regresi logistik terhadap variabel ukuran perusahaan

berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap pemilihan metode

persediaan. Perusahaan besar cenderung menggunakan metode rata-rata

yang dapat menurunkan laba, sedangkan perusahaan kecil cenderung

menggunakan metode FIFO yang dapat menaikkan laba.

c. Hasil pengujian dengan regresi logistik menunjukkan bahwa rasio

perputaran persediaan berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap

pemilihan metode persediaan. Perusahaan yang menggunakan metode

rata-rata memiliki indikasi inventory turnover yang tinggi, sebaliknya

perusahaan yang menggunakan metode FIFO mempunyai indikasi

inventory turnover yang rendah. Namun sebagian perusahaan yang

menggunakan metode rata-rata pada penilitian ini ada yang memiliki

indikasi inventory turnover yang rendah. Hal ini dikarenakan perusahaan

yang menggunakan metode rata-rata pada penelitian ini ada yang memiliki

60
61

persediaan akhir yang tinggi, sehingga memiliki inventory turnover yang

rendah.

5.2. Saran-saran

Beberapa saran yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Dalam hal pemilihan metode persediaan, hendaknya manajer memilih

metode yang tepat bagi kondisi perusahaan dengan memperhatikan faktor-

faktor yang mempengaruhi pemilihan metode persediaan. Sehingga dapat

memberikan keuntungan bagi perusahaan dan meningkatkan nilai

perusahaan. Perusahaan besar untuk dapat melakukan penghematan pajak

dapat menggunakan metode rata-rata yang dapat menurunkan laba.

Sedangkan pada perusahaan kecil, untuk dapat memperoleh dana dari bank

atau lembaga keuangan lainnya dapat memilih menggunakan metode FIFO

yang dapat meningkatkan laba yang akan dapat memberikan gambaran

kinerja yang bagus bagi perusahaan. Perusahaan yang menggunakan metode

rata-rata memiliki indikasi inventory turnover yang tinggi, sebaliknya

perusahaan yang menggunakan metode FIFO mempunyai indikasi inventory

turnover yang rendah. Namun sebagian perusahaan yang menggunakan

metode rata-rata pada penilitian ini ada yang memiliki indikasi inventory

turnover yang rendah. Hal ini dikarenakan perusahaan yang menggunakan

metode rata-rata pada penelitian ini ada yang memiliki persediaan akhir

yang tinggi, sehingga memiliki inventory turnover yang rendah.


62

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Syukriy dan Muslim A. Djalili. Agstus 2004. ‘Apakah Metode FIFO
dan Rata-rata memang Berbeda : Bukti Empiris dari Bursa Efek Jakarta .
Metode Riset Akuntansi . Auditing dan Informasi’. Vol. 4, No. 2. hal 151-
172.

Anissa, Nur., Tarmizi Achmad, Abdul Rohman. 2003. ‘Pengaruh Penerapan


Metode Akuntansi Persediaan terhadap Market Value Perusahaan pada
Emiten di . Bursa Efek Jakart’a’. Juranal Maksi. Vol. 2. Hal. 83-99.

Baridwan, Zaki. 2000. Intermediate Acconting. Jakarta : Erlangga.

Faisal. 2005. ‘Analisis Agency Cost, Struktur Kepemilikan dan Mekenisme


Corporate Governance’. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 8, No. 2.
hal. 175-190.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.


Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standar akuntan Indonesia. Jakrta: Salemba


Empat.

Ismiyanti, Fitri dan Mamduh M. Hanafi. 2004.’Struktur Kepemilikan, Risiko dan


Kebijakan Keuangan: Analisis Persamaan Simultan ‘. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Indonesia’. Vol. 19, No. 2. hal. 176-179.

Lincoln, Soeratno dan Arsyad. 1999. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: UUP


AMP YKPN.

Listyani dan Theresia Tyas. 2003. ‘Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Hutang,


dan Pengarhnya terhadap Kepemilikan Sahan Institsional (studi pada
Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta)’. Maksi : Vol. 3. Hal. 98-
114.

Mukhlasin. 2002. ‘Analisis Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan berdasarkan


Richardian Hipotesis’. Vol. 2, No. 1. hal. 21-39.

Nazir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Prastowo, Dwi dan Rfka Jliaty. 2002. Analisis Laporan Keuangan (Konsep dan
Aplikasi). Yogyakarta: UUP AMP YKPN.

Rustardy, Wiliyanto., Ratnasari. Dan Kurnia. 2004.’Pemilihan Metode Akuntansi


Persediaan dan Pengaruhnya terhadap Earning Price Ratio’. Simposium
Akuntansi Nasional Akuntansi VII. Hal. 1090-1101.
63

Skousen, K. Fred., Stice, James. D. 2001. Akuntansi Keuangan Menengah


(volume Komprehensif). Jakarta: Salemba Empat.

Smith dan Skousen. 1992. Akuntansi Intermediate (volume Komprehensif).


Jakarta: Erlangga.

Sugiyono. 2004. Metode Pnelitian Bisnis. Alfa Beta.

Taqwa, Salma., Sugiyanto, FX. Dan Daljono. 2003. ‘Faktor-faktor yang


mempengaruhi Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan pada Perusahaan
Manufaktur di BEJ’. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 2. hal. 100-
118.

Utama, Sidharta. 2000. ‘Teori dan Riset Akuntansi Positif : Suatu Tinjauan
Literatur’. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. No. 1. hal. 83-96.

Widyastuti, Etty. 2004. ‘ Konflik Kepentingan Kepemilikan Manajer pada


Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan’. Balance. Vol. 1. hal.1-12.
64
65
66
67

Lampiran 3

Output SPSS Statistik Deskriptif

Descriptives

Metode Persediaan FIFO


Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


UP 17 41929,8 964459,8 289438,082 298091,4627
RPP 17 ,81 84,06 9,3158 19,46546
Valid N (listwise) 17

Metode Persediaan Rata-rata


Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


UP 76 7008,8 10259156,0 1174457,484 1682701,5733
RPP 76 ,15 44,28 5,0179 5,52268
Valid N (listwise) 76
68

Lampiran 4

Output SPSS Regresi Logistik

Logistic Regression
Case Processing Summary

Unweighted Cases(a) N Percent


Selected Cases Included in Analysis 93 100,0
Missing Cases 0 ,0
Total 93 100,0
Unselected Cases 0 ,0
Total 93 100,0
a If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value


FIFO 0
Rata-rata 1

Block 0: Beginning Block

Iteration History(a,b,c)

Coefficients
-2 Log
Iteration likelihood Constant
Step 0 1 89,225 1,269
2 88,466 1,483
3 88,463 1,497
4 88,463 1,498
a Constant is included in the model.
b Initial -2 Log Likelihood: 88,463
c Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than
,001.

Classification Table(a,b)
69

Observed Predicted

Metpersed
Percentage
FIFO Rata-rata Correct
Step 1 MetArsByPsd FIFO 0 17 ,0
Rata-rata 0 76 100,0
81,7
Overall Percentage
a Constant is included in the model.
b The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step 0 Constant 1,498 ,268 31,155 1 ,000 4,471
Variables not in the Equation(a)

Score df Sig.
Step 0 Variables SP ,556 1 ,456
UP 4,504 1 ,034
RPP 2,773 1 ,096

a Residual Chi-Squares are not computed because of redundancies.

Block 1: Method = Enter


Iteration History(a,b,c,d)

Coefficients
-2 Log
Iteration likelihood Constant SP UP RPP
Step 1 1 83,173 1,261 -,142 ,000 -,029
2 77,560 1,244 -,144 ,000 -,036
3 73,186 ,882 -,063 ,000 -,040
4 71,075 ,580 -,013 ,000 -,046
5 70,708 ,442 ,023 ,000 -,050
6 70,697 ,417 ,032 ,000 -,051
7 70,697 ,416 ,032 ,000 -,051
a Method: Enter
b Constant is included in the model.
c Initial -2 Log Likelihood: 88,463
d Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than
,001.

Omnibus Tests of Model Coefficients


70

Chi-square df Sig.
Step 1 Step 17,766 3 ,000
Block 17,766 3 ,000
Model 17,766 3 ,000

Model Summary

-2 Log Cox & Snell Nagelkerke R


Step likelihood R Square Square
1 70,697 ,174 ,283

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.


1 8,798 8 ,360

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

MetArsByPsd = FIFO MetArsByPsd = Rata-rata Total


Observed Expected Observed Expected
Step 1 1 3 4,394 6 4,606 9
2 6 3,359 3 5,641 9
3 4 2,730 5 6,270 9
4 1 2,370 8 6,630 9
5 1 1,607 8 7,393 9
6 0 1,199 9 7,801 9
7 1 ,834 8 8,166 9
8 1 ,408 8 8,592 9
9 0 ,093 9 8,907 9
10 0 ,005 12 11,995 12

Classification Table(a)

Observed Predicted

MetArsByPsd
Percentage
FIFO Rata-rata Correct
Step 1 MetArsByPsd FIFO 1 16 5,9
Rata-rata 1 75 98,7
Overall Percentage 81,7
a The cut value is ,500
71

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step SP
,032 ,632 ,003 1 ,960 1,032
1(a)
UP ,000 ,000 6,390 1 ,011 1,000
RPP -,051 ,026 3,895 1 ,048 ,951
Constant ,416 ,549 ,576 1 ,448 1,517
a Variable(s) entered on step 1: SP, UP, RPP.

Correlation Matrix

Constant SP UP RPP
Step 1 Constant 1,000 -,555 -,654 -,140
SP -,555 1,000 ,175 ,085
UP -,654 ,175 1,000 -,297
RPP -,140 ,085 -,297 1,000

You might also like