You are on page 1of 56

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Padi merupakan bahan makanan pokok bagi rakyat Indonesia. Sebagian masyarakat kita
sumber makanannya dapat berasal dari jagung, sorghum dan sagu. Namun padi lebih
popular, walaupun sekarang harga beras mencapai harga yang sangat tinggi (Rp. 6000,-
sampai 7.000,- per kilogram). Hama dan penyakit pada tanaman padi sangat beragam,
disamping faktor lingkungan (curah hujan, suhu dan musim) yang sangat mempengaruhi
terhadap produksi padi.
Penanganan pasca panen padi merupakan upaya sangat strategis dalam rangka
mendukung peningkatan produksi padi. Konstribusi penanganan pasca panen terhadap
peningkatan produksi padi dapat tercermin dari penurunan kehilangan hasil dan ter-
capainya mutu gabah/ beras sesuai persyaratan mutu.
Dalam penanganan pasca panen padi, salah satu permasalahan yang sering dihadapi
adalah masih kurangnya kesadaran dan pemahaman petani terhadap penanganan pasca
panen yang baik sehingga mengakibatkan masih tingginya kehilangan hasil dan
rendahnya mutu gabah/beras.
II. PROSES PENANGANAN PASCA PANEN PADI
Penanganan pasca panen padi meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu penentuan saat
panen, pemanenan, penumpukan sementara di lahan sawah, pengumpulan padi di tempat
perontokan, penundaan perontokan, perontokan, pengangkutan gabah ke rumah petani,
pengeringan gabah, pengemasan dan penyimpanan gabah, penggilingan, pengemasan dan
pe-nyimpanan beras.
A. Penentuan Saat Panen
Penentuan saat panen merupakan tahap awal dari kegiatan penanganan pasca panen
padi. Ketidaktepatan dalam penentuan saat panen dapat mengakibatkan kehilangan hasil
yang tinggi dan mutu gabah/beras yang rendah. Penentuan saat panen dapat dilakukan
berdasarkan pengamatan visual dan pengamatan teoritis.
1) Pengamatan Visual
Pengamatan visual dilakukan dengan cara melihat kenampakan padi pada
hamparan lahan sawah. Berdasarkan kenampakan visual, umur panen optimal padi
dicapai apabila 90 sampai 95 % butir gabah pada malai padi sudah berwarna kuning
atau kuning keemasan. Padi yang dipanen pada kondisi tersebut akan menghasilkan
gabah ber-kualitas baik sehingga menghasil-kan rendemen giling yang tinggi.
2) Pengamatan Teoritis
Pengamatan teoritis dilakukan dengan melihat deskripsi varietas padi dan
mengukur kadar air dengan moisture tester. Berdasar-kan deskripsi varietas padi,
umur panen padi yang tepat adalah 30 sampai 35 hari setelah berbunga merata atau
antara 135 sampai 145 hari setelah tanam. Berdasarkan kadar air, umur panen
optimum dicapai setelah kadar air gabah mencapai 22 – 23 % pada musim kemarau,
dan antara 24 – 26 % pada musim penghujan (Damardjati, 1974; Damardjati et al,
1981).
B. Pemanenan
Pemanenan padi harus dilakukan pada umur panen yang tepat, menggunakan alat dan
mesin panen yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomi dan ergonomis,
serta menerapkan sistem panen yang tepat. Ketidaktepatan dalam melakukan pemanenan
padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan mutu hasil yang rendah.
Pada tahap ini, kehilangan hasil dapat mencapai 9,52 % apabila pemanen padi dilakukan
secara tidak tepat.
1) Padi adalah tanaman yang bernama Oryzae sativa L.
2) Gabah adalah hasil tanaman padi yang telah dilepas dari tangkainya dengan cara
perontokkan, dikering-kan, dan dibersihkan.
3) Gabah Kering Panen (GKP) adalah hasil tanaman padi yang telah dilepas dari
tangkainya dengan cara peron-tokkan, dikeringkan, dan dibersihkan yang memiliki
kadar air maksimum 25 %, butir hampa/kotoran maksimum 10 %, butir kuning/rusak
maksimum 3 %, butir hijau/mengapur maksimum 10 % dan butir merah maksimum 3
%.
4) Gabah Kering Giling (GKG) adalah hasil tanaman padi yang telah dilepas dari
tangkainya dengan cara peron-tokkan, dikeringkan, dan dibersihkan yang memiliki
kadar air maksimum 14 %, butir hampa/kotoran maksimum 3 %, butir kuning/rusak
maksimum 3 %, butir hijau/mengapur maksimum 5 % dan butir merah maksimum 3
%.
5) Beras adalah hasil utama dari proses penggilingan gabah hasil tanaman padi yang
seluruh lapisan sekamnya terkelupas atau sebagian lembaga dan katul telah
dipisahkan.
6) Pasca Panen adalah semua kegiatan mulai dari panen sampai dengan menghasilkan
produk setengah jadi (intermediate product).
7) Produk setengah jadi adalah produk yang tidak mengalami perubahan sifat dan
komposisi kimia.
1) Umur Panen Padi
Pemanenan padi harus dilakukan pada umur panen yang memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
(a) 90 – 95 % gabah dari malai tampak kuning.
(b) Malai berumur 30 – 35 hari setelah berbunga merata.
(c) Kadar air gabah 22 – 26 % yang diukur dengan moisture tester.
2) Alat dan Mesin Pemanen Padi
Pemanenan padi harus meng-gunakan alat dan mesin yang memenuhi persyaratan
teknis, kesehatan, ekonomis dan ergo-nomis. Alat dan mesin yang digunakan untuk
memanen padi harus sesuai dengan jenis varietas padi yang akan dipanen. Pada saat
ini, alat dan mesin untuk memanen padi telah berkembang mengikuti berkembangnya
varietas baru yang dihasilkan. Alat pemanen padi telah berkembang dari ani-ani
menjadi sabit biasa kemudian menjadi sabit bergerigi dengan bahan baja yang sangat
tajam dan terakhir telah diintroduksikan reaper, stripper dan combine harvester.
Berikut ini adalah cara-cara pemanen padi dengan menggunakan ani-ani, sabit
biasa/bergerigi, reaper dan stripper.
(a) Cara Pemanenan Padi dengan Ani-ani.
Ani-ani merupakan alat panen padi yang terbuat dari bambu diameter 10 – 20
mm, panjang ± 10 cm dan pisau baja tebal 1,5 – 3 mm. Ani-ani dianjurkan
digunakan untuk memotong padi varietas lokal yang berpostur tinggi. Pe-
manenan padi dengan ani-ani dilakukan dengan cara sebagai berikut :
o Tekan mata pisau pada malai padi yang akan dipotong.
o Tempatkan malai diantara jari telunjuk dan jari manis tangan kanan.
o Dengan kedua jari tersebut tarik malai padi ke arah pisau, sehingga malai ter-
potong.
o Kumpulkan di tangan kiri atau masukkan kedalam ke-ranjang.
Gambar 1. Panen padi dengan ani-ani

Gambar 2. Alat Panen Ani-ani


(b) Cara Pemanen Padi dengan Sabit
Sabit merupakan alat panen manual untuk memotong padi secara cepat. Sabit
terdiri 2 jenis yaitu sabit biasa dan sabit bergerigi. Sabit biasa/ bergerigi pada
umumnya digunakan untuk memotong padi varietas unggul baru yang berpostur
pendek seperti IR-64 dan Cisadane. Penggunaan sabit bergerigi sangat dianjur-
kan karena dapat menekan kehilangan hasil sebesar 3 % (Damardjati et al, 1989;
Nugraha et al, 1990). Spesifikasi sabit bergerigi yaitu:
o Gagang terbuat dari kayu bulat diameter ± 2 cm dan panjang 15 cm.
o Mata pisau terbuat dari baja keras yang satu sisinya bergerigi antara 12 –
16 gerigi sepanjang 1 inci.
Pemotongan padi dengan sabit dapat dilakukan dengan cara potong atas,
potong tengah dan potong bawah tergantung cara perontokan. Pemotongan
dengan cara potong bawah dilakukan bila perontokan dengan cara
dibanting/digebot atau meng-gunakan pedal thresher. Pe-motongan dengan cara
potong atas atau tengah dilakukan bila perontokan menggunakan power thresher.
Berikut ini cara panen padi dengan sabit biasa/bergerigi:
o Pegang rumpun padi yang akan dipotong dengan tangan kiri, kira-kira
1/3 bagian tinggi tanaman.
o Tempatkan mata sabit pada bagian batang bawah atau tengah atau atas
tanaman (tergantung cara perontokan) dan tarik pisau tersebut dengan tangan
kanan hingga jerami terputus.

Gambar 3. Pemotongan padi dengan sabit


(c) Cara Pemanenan Padi dengan Reaper
Reaper merupakan mesin pemanen untuk memotong padi sangat cepat.
Prinsip kerjanya mirip dengan cara kerja orang panen menggunakan sabit. Mesin
ini sewaktu bergerak maju akan menerjang dan memotong tegakan tanaman dan
menjatuhkan atau me-robohkan tanaman tersebut kearah samping mesin reaper
dan ada pula yang mengikat tanaman yang terpotong menjadi seperti berbentuk
sapu lidi ukuran besar. Pada saat ini terdapat 3 jenis tipe mesin reaper yaitu
reaper 3 row, reaper 4 row dan reaper 5 row. Bagian komponen mesin reaper
adalah sebagai berikut :
o Kerangka utama terdiri dari pegangan kemudi yang terbuat dari pipa baja
dengan diameter ± 32 mm, dilengkapi dengan tuas kopling, tuas pengatur
ke-cepatan, tuas kopling pisau pemotong yang merupakan kawat baja.
o Unit transmisi tenaga merupakan rangkaian gigi transmisi yang terbuat dari
baja keras dengan jumlah gigi dan diameter ber-macam-macam sesuai de-
ngan tenaga dan kecepatan putar yang diinginkan.
o Unit pisau pemotong ter-letak dalam rangka pisau pemotong yang terbuat
dari pipa besi, besi strip, besi lembaran yang ukurannya bermacam-macam.
o Pisau pemotong merupakan rangkaian mata pisau berbentuk segitiga yang
panjangnya 120 cm.
o Unit roda dapat diganti-ganti antara roda karet dan roda besi/keranjang.
o Motor penggerak bensin 3 HP – 2200 RPM.
Penggunaan reaper di-anjurkan pada daerah-daerah yang kekurangan tenaga
kerja dan dioperasikan di lahan dengan kondisi baik (tidak tergenang, tidak
berlumpur dan tidak becek). Menurut hasil penelitian, penggunaan reaper dapat
menekan kehilangan hasil sebesar 6,1 %. Berikut ini cara pengoperasian mesin
reaper :
o Sebelum mengoperasikan mesin reaper, terlebih dahulu potong/panen padi
dengan sabit pada ke 4 sudut petakan sawah dengan ukuran ± 2 m x 2 m
sebagai tempat berputarnya mesin reaper.
o Sebelum mesin dihidupkan, arahkan mesin pada tanaman padi yang akan
dipanen. Pemanenan dimulai dari sisi sebelah kanan petakan.
o Pemotongan dilakukan se-kaligus untuk 2 atau 4 baris tanaman dan akan
terlempar satu tertumpuk di sebelah kanan mesin tersebut.
o Pemanenan dilakukan dengan cara berkeliling dan selesai di tengah petakan.

Gambar 4. Reaper Gambar 5. Panen padi dengan reaper


(d) Cara Pemanenan padi dengan Reaper Binder
Reaper binder merupa-kan jenis mesin reaper untuk memotong padi dengan
cepat dan mengikat tanaman yang terpotong menjadi seperti berbentuk sapu lidi
ukuran besar. Bagian komponen mesin reaper binder adalah sebagai berikut :
o Kerangka utama yang terdiri dari pegangan kemudi yang terbuat dari pipa
baja dengan diameter ± 32 mm, dilengkapi dengan tuas kopling pisau pemo-
tong yang merupakan kawat baja terserot.
o Unit transmisi tenaga merupakan rangkaian gigi transmisi yang terbuat dari
baja keras dengan jumlah gigi dan diameter bermacam-macam sesuai
dengan reduksi tenaga dan kecepatan putar yang diinginkan.
o Unit pisau pemotong merupakan rangkaian mata pisau mata pisau berbentuk
segitiga yang panjangnya antara 40-60 cm.
o Pisau pengikat terbuat dari besi plat baja, kawat baja, dan besi bulat yang
ukurannya bermacam-macam.
o Unit pengikat ini dilengkapi dengan tali yang terbuat dari yute berbentuk
gulungan.
o Unit roda dapat diganti-ganti antara roda karet dan roda besi/keranjang.
o Motor penggerak bensin 3 HP – 2200 RPM.
Berikut ini cara pengoperasian mesin reaper binder :
o Sebelum mengoperasikan mesin pemanen, terlebih dahulu potong / panen
padi dengan sabit pada ke 4 sudut petakan sawah dengan ukuran ± 2 m x 2
m sebagai tempat berputarnya mesin stripper.
o Sebelum mesin dihidup-kan, arahkan mesin pada tanaman padi yang akan
dipanen. Pemanenan dilakukan mulai dari sisi sebelah kanan petakan.
o Pemotongan dilakukan sekaligus untuk 1 atau 2 baris tanaman sekaligus dan
akan terlempar ke sisi kanan alat, sebelum terlempar, batang jerami yang
sudah terpotong diikat dengan tali peng-ikat melalui mekanisme pengikat
pada mesin tersebut.
o Pemanenan dilakukan dengan cara berkeliling dan selesai di tengah petakan.

Gambar 6. Panen padi dengan reaper binder


2) Sistem Panen
Sistem panen harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
(a) Pemanenan dilakukan dengan sistem beregu/kelompok.
(b) Pemanenan dan perontokan di-lakukan oleh kelompok pemanen.
(c) Jumlah pemanen antara 5 – 7 orang yang dilengkapi dengan 1 unit pedal thresher
atau 15 – 20 orang yang dilengkapi 1 unit power thresher.
C. Penumpukan dan Pengumpulan
Penumpukan dan pengumpulan merupakan tahap penanganan pasca panen setelah
padi dipanen. Ketidak-tepatan dalam penumpukan dan pe-ngumpulan padi dapat
mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup tinggi. Untuk menghindari atau mengurangi
terjadinya kehilangan hasil sebaiknya pada waktu penumpukan dan pengangkutan padi
menggunakan alas. Penggunaan alas dan wadah pada saat penumpukan dan
pengangkutan dapat menekan kehilangan hasil antara 0,94 – 2,36 %.

Gambar 7. Penumpukan dengan menggunakan alas


D. Perontokan
Perontokan merupakan tahap penanganan pasca panen setelah pemotongan,
penumpukan dan pengum-pulan padi. Pada tahap ini, kehilangan hasil akibat
ketidaktepatan dalam melakukan perontokan dapat mencapai lebih dari 5 %. Cara
perontokan padi telah mengalami perkembangan dari cara digebot menjadi menggunakan
pedal thresher dan power thresher.
1) Perontokan padi dengan cara digebot
Gebotan merupakan alat perontok padi tradisionil yang masih banyak digunakan
petani. Bagian komponen alat gebotan terdiri dari:
(a) Rak perontok yang terbuat dari bambu/kayu dengan 4 kaki berdiri di atas tanah,
dapat dipindah-pindah.
(b) Meja rak perontok terbuat dari belahan bambu/kayu membujur atau melintang
dengan jarak renggang 1 – 2 cm.
(c) Di bagian belakang, samping kanan dan kiri diberi dinding penutup dari tikar
bambu, plastik lembaran atau terpal sedangkan bagian depan terbuka.
Berikut ini cara perontokan padi dengan alat gebot :
(a) Malai padi diambil secukupnya lalu dipukulkan/digebot pada meja rak perontok ±
5 kali dan hasil rontokannya akan jatuh di terpal yang ada di bawah meja rak
perontok.
(b) Hasil rontokan berupa gabah kemudian dikumpulkan.

Gambar 8. Perontokan padi dengan cara gebot


2) Perontokan padi dengan pedal thresher
Pedal thresher merupakan alat perontok padi dengan konstruksi sederhana dan
digerakan meng-gunakan tenaga manusia. Ke-lebihan alat ini dibandingkan dengan
alat gebot adalah mampu menghemat tenaga dan waktu, mudah diperasikan dan
mengurangi kehilangan hasil, kapasitas kerja 75 – 100 kg per jam dan cukup
dioperasikan oleh 1 orang. Bagian komponen pedal thresher terdiri dari :
(a) Kerangka utama terbuat dari kayu kaso atau pipa besi dengan ukuran
keseluruhan unit bervariasi, biasanya 120 cm x 120 cm.
(b) Silinder perontok terbuat dari lepengan papan berjajar berkeli-ling
membentuk silinder dengan diameter 36 – 38 cm dan lebar 42 – 45 cm. Di sisi kiri
dan kanan ditutup dengan pipa bulat setebal 2 – 3 cm. Pada lempengan papan
tersebut ditancapkan gigi perontok yang terbuat dari kawat baja berbentuk huruf
V terbalik. Ukuran lempengan kayu, tebal 10 – 15 mm, lebar 90 mm dengan jarak
antar lempengan 15 mm. Tinggi perontok ± 50 mm dengan lebar kaki-kaki
sebesar 25 mm dengan jarak antar gigi 40 mm. Jumlah gigi perontok pada satu
lempengan 10 buah dan jumlah lempengan papan 12 buah. Cara pemasang-an gigi
perontok 20 mm diberi bantalan ball bearing yang posisinya duduk pada rangka
utama.
(c) Unit transmisi tenaga melalui rantai sepeda dan spocket yang prinsip
kerjanya sama seperti mesin jahit.
(d) Tutup penahan gabah terbuat dari lembaran plastik atau terpal dengan
ukuran > 0 cm x 40 cm x 35 cm. Bagian ini dapat dilepas dari kerangka utama.
Penggunaan pedal thresher dalam perontokan dapat menekan kehilangan hasil
padi sekitar 2,5 %. Berikut ini cara perontokan padi dengan pedal thresher :
(a) Pedal perontok diinjak dengan kaki naik turun.
(b) Putaran poros pemutar memutar silinder perontok.
(c) Putaran silinder perontok yang memiliki gigi perontok dimanfaatkan dengan
memukul gabah yang menempel pada jerami sampai rontok.
(d) Arah putaran perontok berlawanan dengan posisi operator (men-jauh dari
operator).

Gambar 9. Perontokan padi dengan pedal thresher


3) Perontokan padi dengan power thresher
Power thresher merupakan mesin perontok yang menggunakan sumber tenaga
penggerak enjin. Kelebihan mesin perontok ini dibandingkan dengan alat perontok
lainnya adalah kapasitas kerja lebih besar dan efisiensi kerja lebih tinggi. Bagian
komponen power thresher terdiri dari:
(a) Kerangka utama terbuat dari besi siku, uk. 40 mm x 40 mm x 4 mm dan plat
lembaran baja lunak tebal 1 – 3 mm, merupakan kedudukan komponen lainnya.
(b) Silinder perontok terbuat dari besi strip dengan diameter berjajar berkeliling
membentuk silinder dengan diameter 30 – 40 cm dan lebar 40 – 60 cm. Di sisi kiri
dan kanan ditutup dengan lembaran bulat tebal 2 – 3 mm. Pada besi strip yang
melintang tersebut terpasang gigi perontok yang terbuat dari besi as baja 10 mm,
panjang 50 – 60 mm diperkuat dengan mur. Jumlah gigi perontok 30 – 88 buah.
Diameter poros perontok 25 mm, pada kedua ujung poros diberi bantalan ball
bearing yang posisinya duduk pada kerangka utama.
(c) Dalam ruang silinder terdapat sirip pembawa, saringan perontok dan pelat
pendorong jerami. Sirip pembawa terletak di bagian atas silinder perontok,
terletak menempel pada tutup atas perontok. Sirip ini mengarah ke pintu
pengeluaran jerami di sebelah belakang mesin perontok. Terbuat dari plat
lembaran dengan tebal 1 – 2 mm. Jaringan perontok terletak di sebelah bawah
silinder perontok, terbuat dari kawat baja atau besi baja 0,6 – 8 mm bersusun
menjajar, membentuk setengah lingkar-an, jarak antar besi baja adalah 18 – 20
mm dan jarak antara ujung gigi perontok dan jaringan minimal 15 mm. Pelat
pendorong jerami terpasang pada silinder perontok yang tak terpasang gigi
perontok. Bagian ini terbuat dari besi plat tebal 2 – 3 mm denngan ukuran 15 – 15
mm.
(d) Ayakan terletak di sebelah bawah saringan perontok, ukuran ayakan 45 mm x 390
mm, terbuat dari plat lembaran tebal 1,5 – 2 mm. Ayakan terdiri dari 2 tingkat.
Bagian atas berlubang-lubang dengan ukuran 13 mm x 13 mm dan bagian bawah
rata. Ayakan ini bergerak maju mundur dan naik turun melalui sitem as nocken.
(e) Kipas angin terbuat dari plastik dengan jumlah daun kipas 5 – 7 buah.
(f) Unit transmisi tenaga, melalui puller dan V belt dari motor penggerak silinder
perontok, kipas angin dan gerakan ayakan type V belt yang digunakan adalah tipe
B. Putaran silinder perontok untuk merontokan padi adalah 500 – 600 RPM.

Penggunaan power thresher dalam perontokan dapat menekan kehilangan hasil


padi sekitar 3 %. Berikut ini cara perontokan padi dengan power thresher :
o Pemotongan tangkai pendek disarankan untuk merontok dengan mesin perontok
tipe “throw in” dimana semua bagian yang akan dirontok masuk ke dalam ruang
perontok.
o Pemotongan tangkai panjang disarankan untuk merontok secara manual
denngan alat atau mesin yang mempunyai tipe “Hold on” dimana tangki jerami
dipegang, hanya bagian ujung padi yang ada butirannya ditekankan kepada alat
perontok.
o Setelah mesin dihidupkan, atur putaran silinder perontok sesuai dengan yang
diinginkan untuk merontok padi
o Putaran silinder perontok akan mengisap jerami padi yang di-masukkan dari
pintu pemasuk-kan.
o Jerami akan berputar-putar di dalam ruang perontok, tergesek terpukul dan
terbawa oleh gigi perontok dan sirip pembwa menuju pintu pengeluaran jerami.
o Butiran padi yang rontok dari jerami akan jatuh melalui saringan perontok,
sedang jerami akan terdorong oleh plat pendorong ke pintu peng-eluaran jerami.
o Butiran padi, potongan jerami dan kotoran yang lolos dari saringan perontok
akan jatuh ke ayakan dengan bergoyang dan juga terhembus oleh kipas angin.
o Butiran hampa atau benda-benda ringan lainnya akan tertiup terbuang melalui
pintu pengeluaran kotoran ringan.
o Benda yang lebih besar dari butiran padi akan terpisah melalui ayakan yang
berlubang, sedangkan butir padi akan jatuh dan tertampung pada pintu
pengeluaran padi bernas.

Gambar 10. Perontokan padi dengan power thresher


E. Pengeringan
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air gabah sampai mencapai nilai
tertentu sehingga siap untuk diolah/digiling atau aman untuk disimpan dalam waktu yang
lama. Kehilangan hasil akibat ketidaktepatan dalam melakukan proses pengeringan dapat
mencapai 2,13 %. Pada saat ini cara pengeringan padi telah berkembang dari cara
penjemuran menjadi pengering buatan.
1) Pengeringan Padi dengan Cara Penjemuran
Penjemuran merupakan proses pengeringan gabah basah dengan memanfaatkan
panas sinar matahari. Untuk mencegah bercampurnya kotoran, kehilangan butiran
gabah, memudahkan pe-ngumpulan gabah dan meng-hasilkan penyebaran panas yang
merata, maka penjemuran harus dilakukan dengan menggunakan alas. Penggunaan
alas untuk penjemuran telah berkembang dari anyaman bambu kemudian menjadi
lembaran plastik/terpal dan terakhir lantai dari semen/beton. Berikut ini cara
penjemuran gabah basah.
(a) Cara penjemuran dengan lantai jemur
Dari berbagai alas pen-jemuran tersebut, lantai dari semen merupakan alas
penjemuran terbaik. Permuka-an lantai dapat dibuat rata atau bergelombang.
Lantai jemur rata pembuatannya lebih mudah dan murah, namun tidak dapat
mengalirkan air hujan secara cepat bahkan adakalanya menyebabkan genangan
air yang dapat merusakkan gabah. Lantai jemur bergelombang lebih di-anjurkan,
karena dapat meng-alirkan sisa air hujan dengan cepat. Berikut ini cara
penjemuran dengan lantai jemur :
o Jemur gabah di atas lantai jemur dengan ketebalan 5 cm – 7 cm
untuk musim kemarau dan 1 cm – 5 cm untuk musim penghujan.
o Lakukan pembalikan setiap 1 – 2 jam atau 4 – 6 kali dalam sehari
dengan menggunakan garuk dari kayu.
o Waktu penjemuran : pagi jam 08.00 – jam 11.00, siang jam 14.00 –
17.00 dan tempering time jam 11.00 – jam 14.00.
o Lakukan pengumpulan de-ngan garuk, sekop dan sapu.

Gambar 11. Pengeringan padi dengan lantai jemur


(b) Cara penjemuran dengan alas terpal/plastik
Alas terpal/plastik dapat juga dipakai untuk alas penjemuran. Beberapa
keuntungan pengguna-an alas terpal/plastik adalah :
o Memudahkan pengumpulan untuk pengarungan gabah pada akhir
penjemuran.
o Memudahkan penyelamatan gabah bila pada waktu penjemuran
hujan turun secara tiba-tiba.
o Dapat mengurangi tenaga kerja buruh di lapangan.
o Berikut cara penjemuran dengan alas terpal/plastik :
o Jemur gabah di atas alas terpal/plastik dengan ke-tebalan 5 – 7 cm
untuk musim kemarau atau 1 – 5 cm untuk musim peng-hujan.
o Lakukan pembalikan secara teratur setiap 1 – 2 jam sekali atau 4 –
6 kali dalam sehari. Pembalikan di-anjurkan tanpa mengguna-kan garuk
karena dapat mengakibatkan alas sobek.
o Waktu penjemuran : pagi jam 08.00 – jam 11.00, siang jam 14.00 –
17.00, dan tempering time jam 11.00 – jam 14.00.
o Lakukan pengumpulan de-ngan cara langsung di-gulung.
2) Pengeringan Padi dengan Pengering Buatan
Pengeringan buatan merupakan alternatif cara pengeringan padi bila penjemuran
dengan matahari tidak dapat dilakukan. Secara garis besar pengeringan buatan dibagi
atas 3 bentuk, yaitu tumpukan datar (Flat Bed), Sirkulasi (Recirculation Batch) dan
kontinyu (Continuous-Flow Dryer).
(a) Flat Bed Dryer
Flat Bed Dryer merupakan mesin pengering yang terdiri dari:
o Kotak pengering terbuat dari plat lembaran, ber-bentuk kotak
persegi panjang dengan ukuran bervariasi sesuai dengan kebutuhan. Pada
kira-kira bagian kotak terdapat sekat/lantai yang berlubang terbuat dari
plat baja lembaran, terbagi menjadi 2 ruangan, atas dan bawah.
o Blower/kipas dan kompor panas terletak di sebelah luar kotak
pengering, dihubungkan dengan cerobong.
o Kompor pemanas memakai bahan bakar minyak tanah.
Pengeringan dengan meng-gunakan Flat Bed Dryer dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
o Padi yang akan dikeringkan di tempatkan pada kotak pengering.
o Api dari sumber panas akan dihembuskan ke bagian/ ruangan
bawah dari kotak pegering oleh blower yang digerakkan motor peng-
gerak.
o Udara panas naik ke ruang atau kotak pengering yang berisi padi
melalui sekat yang berlubang.
o Udara panas akan me-nurunkan kadar air padi.

Gambar 12. Flat bed dryer


(b) Continuous Flow Dryer
Continuous Flow Dryer me-rupakan mesin pengering dengan bagian
komponen mesin yeng terdiri dari kotak pengering, komponen pemanas seperti
kompor, kipas / blower, motor penggerak, dan screw conveyor discharge.
Ruangan plenum terletak di bagian tengah butiran padi yang akan dikeringkan.
Tingi kotak pengering 3 – 5 m. Bagian ini terbuat dari plat baja lembaran dan
tebalnya 2 – 3 mm.
Pengeringan dengan continuous flow dryer dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
o Cara kerja sama dengan drier lainnya, namun padi yang akan
dikeringkan diaduk posisinya oleh screw conveyor.
o Alat ini terdiri dari kotak pengering vertikal, pemanas dan
dilengkapi dengan screw conveyor dischange.
o Gabah yang akan dikeringkan dimasukan pada bagian atas kotak
pengering. Udara pemanas dihembuskan pada salah satu sisi kotak
pengering dan keluar lewat sisi yang lain.
o Pada saat pengeringan gabah terus turun ke bawah dan dikeluarkan
pada bagian bawah “Screw Conveyor Dischange” yang terletak pada
bagian bawah kotak pengering. Besarnya kecepatan keluarnya gabah dapat
diatur.

Gambar 13. Pengeringan padi dengan continuous flow dryer

F. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan tindakan untuk mempertahankan gabah/beras agar tetap
dalam keadaan baik dalam jangka waktu tertentu. Kesalahan dalam melakukan
penyimpanan gabah/ beras dapat mengakibatkan terjadinya respirasi, tumbuhnya jamur,
dan serangan serangga, binatang mengerat dan kutu beras yang dapat menurunkan mutu
gabah/beras. Cara penyimpanan gabah/beras dapat dilakukan dengan : (1) sistem curah,
yaitu gabah yang sudah kering dicurahkan pada suatu tempat yang dianggap aman dari
gangguan hama maupun cuaca, dan (2) cara penyimpanan menggunakan kemasan/wadah
seperti karung plastik, karung goni, dan lain-lain.
1) Penyimpanan Gabah dengan Sistem Curah
Penyimpanan gabah dengan sistem curah dapat dilakukan dengan menggunakan
silo. Silo merupakan tempat menyimpan gabah/beras dengan kapasitas yang sangat
besar. Bentuk dan bagian komponen silo adalah sebagai berikut :
(a) Silo biasanya berbentuk silinder atau kotak segi-empat yang terbuat dari plat
lembaran atau papan.
(b) Silo dilengkapi dengan sistem aerasi, pengering dan elevator.
(c) Sistem aerasi terdiri dari kipas-kipas angin aksial dengan lubang saluran
pemasukan dan pengeluaran pada dinding silo.
(d) Pengering terdiri sumber pe-manas/kompor dan kipas peng-hembus.
(e) Elevator biasanya berbentuk mangkuk yang berjalan terbuat dari sabuk karet
atau kulit serta plat lembaran.

Penyimpanan gabah/beras de-ngan silo dilakukan dengan cara sebagai berkut :


o Gabah yang disimpan dialirkan melalui bagian atas silo dengan
menggunakan elevator, dan dicurahkan ke dalam silo.
o Ke dalam tumpukan gabah tersebut dialirkan udara panas yang dihasilkan
oleh kompor pemanas dan kipas yang terletak di bagian bawah silo.
o Kondisi gabah dipertahankan dengan mengatur suhu udara panas
dan aerasi.

Gambar 14. Penyimpanan gabah dengan silo


2) Penyimpanan Gabah dengan Kemasan/Wadah
Penyimpanan gabah dengan kemasan dapat dilakukan dengan menggunakan
karung. Beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan gabah
dengan karung adalah :
(a) Karung harus dapat melindungi produk dari kerusakan dalam pengangkutan
dan atau penyim-panan.
(b) Karung tidak boleh meng-akibatkan kerusakan atau pen-cemaran oleh bahan
kemasan dan tidak membawa OPT.
(c) Karung harus kuat, dapat menahan beban tumpukan dan melindungi fisik dan
tahan terhadap goncangan serta dapat mempertahankan ke-seragaman. Karung
harus diberi label berupa tulisan yang dapat menjelaskan tentang produk yang
dikemas.
G. Penggilingan
Penggilingan merupakan proses untuk mengubah gabah menjadi beras. Proses
penggilingan gabah meliputi pengupasan sekam, pemisahan gabah, penyosohan,
pengemasan dan pe-nyimpanan. Bagian komponen mesin penggiling terdiri dari :
1) Motor penggerak
2) Pengupas sekam biasanya dipakai tipe roll karet. Terdapat 2 buah roll karet
yang berputar berlawanan dengan kecepatan putar yang berbeda. Jarak antara 2 roll
karet dapat diatur tergantung jenis gabah yang akan dikupas, biasanya 2/3 besarnya
gabah. Diameter kedua roll karet sama bervariasi 300 – 500 mm dan lebar 120 – 500
mm.
3) Pemisah gabah mempunyai 3 tipe yaitu :
(a) separator tipe kompartmen, merupakan kotak oscilator terdiri dari 1, 2, 3 atau 4
lapis/dek.
(b) separator tipe dek, terdiri dari 3 sampai 7 rak dengan posisi miring, rak disusun
dengan jarak 5 cm.
(c) Separator type saringan, terdiri dari ayakan saringan yang bergetar berjumlah 6 –
15 ayakan.
4) Penyosoh
(a) tipe mesin penyosoh yang dipakai untuk rice milling unit adalah tipe jet parlour.
(b) udara dialirkan melalui poros yang tipis dan lubang dari tabung.
(c) Dinding heksagonal yang berlubang membungkus tabung besi yang berputar.
Jarak renggang dinding heksagonal dan tabung besi dapat diatur dengan sekrup.
(d) Unit pembawa/conveyor.
Proses penggilingan gabah dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Hidupkan mesin
2) Masukkan gabah yang akan dikupas ke dalam hoper melalui bagian atas
kemudian masuk diantara kedua rol karet.
3) Atur renggang rol.
4) Hasil pengupasan berkisar 90% beras pecah kulit dan 10% gabah,
tergantung perbedaaan kecepatan putaran rol. Sekam yang terkupas terpecah
menjadi 2 dan utuh. Beras pecah kulit yang dihasilkan tidak banyak yang retak
sehingga bila disosoh akan memperoleh persentase beras kepala yang relatif
tinggi.

Gambar 15. Mesin Pengupas Kulit Gabah

Gambar 16. Mesin Penyosoh

Gamabr 17. Pengemasan dan penyimpanan beras


III. POLA KERJA KELOMPOK DALAM PENANGANAN PASCA PANEN
PADI
Pola kerja kelompok dalam penanganan pasca panen padi harus dibuat
berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknis dan ekonomis sebagai
berikut :
1) Pemanenan dan perontokan dilakukan oleh regu/kelompok pemanen.
2) Jumlah pemanen harus dibatasi 1 regu/kelompok pemanen terdiri dari 5 –
7 orang dilengkapi dengan 1 pedal thresher atau 15 – 20 orang dilengkapi
dengan 1 power thresher. Pemanenan dan perontokan padi dengan sistem
kelompok perlu terus disosialisasikan kepada pemanen dan petani. Penerapan
pemanenan padi dengan sistem kelompok dapat menekan kehilangan hasil pasca
panen padi. Menurut hasil penelitian, kehilangan hasil panen pada sistem
kelompok jauh lebih rendah dibandingkan dengan sistem kroyokan dan
ceblokan.
IV. STANDARISASI
A. Standar Mutu Gabah
Standar mutu gabah meliputi persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif.
1) Persyaratan kualitatif
a) Bebas hama dan penyakit
b) Bebas bau busuk, asam atau bau-bau lainnya
c) Bebas dari bahan kimia seperti sisa-sisa pupuk, insektisida, fungisida dan bahan
kimia lainnya
d) Gabah tidak boleh panan
2) Persyaratan kuantitatif mutu gabah sesuai SNI
Tabel 1. Mutu Gabah
Kualitas
Komponen Mutu
I II III
Kadar air ( % maksimum ) 14,0 14,0 14,0
Gabah hampa ( % maksimum ) 1,0 2,0 3,0
Butir rusak + Butir kuning 2,0 5,0 7,0
( % maksimum )
Butir mrngapur + Gabah muda 1,0 5,0 10,0
( % maksimum )
Butir merah ( % maksimum ) 1,0 2,0 10,0
Benda asing ( % maksimum ) - 0,5 4,0
Gabah Varietas lain 2,0 5,0 1,0
( % maksimum )
Keterangan : Tingkat mutu gabah rendah (sample grade) adalah tingkat mutu gabah tidak
memenuhi persyaratan tingkat mutu I, II dan II dan tidak memenuhi
persyaratan kualitatif
B. Persyaratan Mutu Beras
Sesuai dengan SNI, persyaratan mutu beras mencakup :
1) Persyaratan kualitatif
(a) Bebas hama dan penyakit
(b) Bebas bau busuk, asam atau bau-bau lainnya
(c) Bebas dari bekatul
(d) Bebas dari tanda-tanda adanya bahan kimia yang mem-bahayakan
2) Persyaratan kuantitatif mutu beras giling sesuai SNI 01-6128-1999
Tabel 2. Mutu Beras
No. Komponen MUTU
Satuan I II III IV V
Mutu
1 Derajat % 10 100 100 95 85
sosoh 0 min min
2 Kadar air % 14 14 14 14 15
maksimum
3 Beras kepala % 10 95 84 73 60
0 min min min min
4 Butir utuh % 60 50 40 35 35
min
5 Butir patah % 0 5 15 25 35
6 Butir menis % 0 0 1 2 5
7 Butir merah % 0 0 1 3 3
8 Butir % 0 0 1 3 5
kuning/rusak
maks
9 Butir % 0 0 1 3 5
mengapur
10 Benda asing % 0 0 0.0 0.0 0.2
2 5
11 Butir gabah Btr/ 0 0 1 2 3
100g
V. SARANA DAN PRASARANA PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK
A. Lokasi
Lokasi bangunan tempat penanganan pasca panen harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1) Bebas dari pencemaran ;
- Bukan di daerah pembuangan sampah/kotoran cair maupun padat.
- Jauh dari peternakan, industri yang mengeluarkan polusi yang tidak dikelola
secara baik dan tempat lain yang sudah tercemar.
2) Pada tempat yang layak dan tidak di daerah yang saluran pembuangan airnya buruk.
3) Dekat dengan sentra produksi sehingga menghemat biaya transportasi dan menjaga
kesegaran hasil.
4) Sebaiknya tidak dekat dengan perumahan penduduk.
1) Bangunan
Bangunan untuk penanganan pasca panen harus dibuat berdasarkan perencanaan
yang memenuhi persyaratan teknik dan kesehatan sesuai dengan :
1) Jenis produk yang ditangani, sehingga mudah dibersihkan, mudah
dilaksanakan tindak sanitasi dan mudah dipelihara.
2) Tata letak diatur sesuai dengan urutan proses penanganan, sehingga lebih
efisien.
3) Penerangan dalam ruang kerja harus cukup sesuai dengan keperluan dan
persyaratan kesehatan serta lampu berpelindung.
4) Tata letak yang aman dari pencurian
2) Fasilitas Sanitasi
o Bangunan untuk penanganan pasca panen harus dilengkapi dengan
fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi
persyaratan teknik dan kesehatan. Bangunan harus dilengkapi dengan
sarana penyediaan air bersih.
o Bangunan harus dilengkapi dengan sarana pembuangan yang
memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
o Bangunan harus dilengkapi sarana toilet :
o Letaknya tidak terbuka langsung ke ruang proses produksi beras.
o Dilengkapi dengan bak cuci tangan (wastafel).
3) Alat dan Mesin
Alat dan mesin yang dipergunakan dalam penanganan pasca panen harus dibuat
berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomis dan
ergonomis. Persyaratan peralatan dan mesin yang digunakan dalam penanganan pasca
panen harus meliputi :
o Sesuai dengan jenis produk yang akan dihasilkan
o Permukaan yang berhubungan dengan bahan yang diproses tidak
boleh berkarat dan tidak mudah mengelupas.
o Mudah dibersihkan dan dikontrol
o Tidak mencemari hasil seperti unsur atau fragmen logam yang
lepas, minyak pelumas, bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk, jasad
renik dll
o Mudah dikenakan tindakan sanitasi.
4) Wadah dan pembungkus
Wadah dan pembungkus yang digunakan dalam penanganan pasca panen harus :
o Dapat melindungi dan mempertahankan mutu isinya terhadap
pengaruh dari luar.
o Dibuat dari bahan yang tidak melepaskan bagian atau unsur yang
dapat mengganggu kesehatan atau mempengaruhi mutu produk.
o Tahan/tidak berubah selama pengangkutan dan peredaran.
o Sebelum digunakan wadah harus dibersihkan dan dikenakan
tindakan sanitasi.
o Wadah dan bahan pengemas disimpan pada ruangan yang kering
dan ventilasi yang cukup dan dicek kebersihan dan infestasi jasad
pengganggu sebelum digunakan.
5) Tenaga Kerja
Tenaga kerja untuk penanganan pasca panen harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
o Tenaga kerja harus berbadan sehat.
o Memiliki keterampilan sesuai dengan bidang pekerjaannya.
o Mempunyai komitmen dengan tugasnya.
o Sesuai dengan Undang-Undang Tenaga Kerja
VI. Hama- Hama Tanaman Padi
1. Hama Sundep (Scirpophaga innotata)
Hama endemis ini berkembang dari dari pantai hingga daerah pedalaman
dengan ketinggian 200 meter diatas permukaan laut, dengan curah hujan (kurang dari
200 mm) terjadi bulan October-November. Tanda-tanda hama ini dimulai dengan
melakukan invasi (terbangnya ribuan kupu-kupu kecil berwarna putih pada sore dan
malam hari) setelah 35 hari masa hujan. Kupu-kupu ini melakukan terbang sekitar dua
minggu, menuju daerah-daerah persemaian tanamaan padi. Selanjutnya telur-telur
(170-240 telur) diletakkan dibawah daun padi yang masih muda dan akan menetes
menjadi ulat perusak tanaman padi setelah seminggu. Penyerangan ini dikenal dengan
nama “Hama Sundep” dan “Hama Beluk”, Perbedaan keduanya dilihat pada tabel 1

Tabel 1. Perbedaan Sundep dan Beluk


Hama Sundep Hama Beluk
Menyerang daun padi muda, menguning Menyerang titik tumbuh tanaman padi yang
dan mati. Walaupun batang padi bagian sedang bunting sehingga buliarn padi
bawah masih hidup atau membentuk anak keluar, berguguran, gabah-gabah kosong
tanaman baru tapi pertumbuhan daun baru dan berwarna keabu-abuan
tidak terjadi.
Sumber: Kartasapoetra (1993).
Gambar Sundep

Untuk membasmi hama-hama ini ditempuh cara-cara sebagai berikut:


a. Petani menyebarkan bibit-bibit tanaman padi di persemaian setelah tahu jadwal
invasi serangan ulat-ulat ini diperkirakan telah selesai.
b. Penanaman padi yang memiliki daya regenerasi yang tinggi.
c. Menghancurkan telur-telur S. innotata yang teradapt dil lingkungan persemaian
dan membunuh larva-larva yang abru menetas.
d. Melakukan tindakan preventif dengan penyemprotan persemaian menggunakan
insektisida yang resistensi.
e. Bibit-bibit tanaman padi yang akan disemai dicelupkan dalm herbisida.
f. Setelah invasi S. innotata dilakukan penyemprotan insektisida yang mematikan
telur dan larva.
g. Crop rotation (pergiliran tanaman), setelah penanaman padi batang atau jeraminya
harus dibenamkan kedalam tanah/lumpur
h. Menarik perhatian S. innotata menggunakan perangkap jebak berwarna atau lampu
petromaks.
Gambar penggunaan Pestisida
2. Jenis Ulat
a. Ulat Penggerek (Scahunobius bipunctifer)
Gangguan dan kerusakan pada tanaman padi gandu, terutama daerah
pegunungan daya pengrusakannya tertuju pada bagian-bagian pucuk tanamaan sehingga
mematikan tanaman padi. Daur hidup mirip dengan S. innotata biasanya 30 hari tetapi
tidak memiliki diapause sehingga meningkatkan kupu-kupu betina (warna kuning muda)
dan jantan (warna sawo matang) dengan jumlah telur (150 butir) yang diletakkan di bagian
bawah daun padi muda yang ditutupi oleh lapisan bulu. Ulat akan menggerek batang padi
yang muda menuju titik tumbuh yang masih lunak. Pemberantasan dilakukan
menggunakan insektisida yang tidak tahan lama atau crop rotation (berselang-seling
dengan menanam palawija).
b. Ulat Tentara (Spodoptera mauritia acronyctoides)

Ngengat dewasa aktif pada malam hari. Pada malam hari serangga dewasa makan,
berkopulasi, dan bermigrasi, sedangkan pada siang hari ngengat beristirahat di dasar
tanaman. Ngengat sangat tertarik terhadap cahaya. Kerusakan terjadi karena larva makan
bagian atas tanaman pada malam hari dan cuaca yang berawan. Larva mulai makan dari
tepi daun sampai hanya meninggalkan tulang daun dan batang. Larva sangat rakus dan
serangan terjadi pada semua fase tumbuh tanaman padi, mulai dari pembibitan,
khususnya pembibitan kering, sampai fase pengisian. Ulat tentara dapat memotong malai
pada pangkalnya dan dikenal sebagai ulat pemotong leher malai.Bila diperlukan, gunakan
insektisida yang berbahan aktif BPMC atau karbofuran.

c. Ulat Tanduk Hijau (Melanitis leda ismene Cramer)


Ngengat tidak tertarik pada cahaya. Ngengat berupa kupu-kupu
yang berukuran besar yang sangat mudah dikenali karena pada
sayapnya terdapat bercak berbentuk seperti mata. Larva
memiliki 2 pasang tanduk, satu pasang di bagian ujung kepala
dan satu pasang lainnya ada di bagian ujung abdomen. Larva penyebab kerusakan pada
tanaman, makan daun mulai dari pinggiran dan ujung daun. Fase pertumbuhan tanaman
yang diserang adalah dari fase anakan sampai pembentukan malai.
Selain tanaman padi, serangga ini memiliki inang lain seperti rumput-rumputan, tebu,
sorgum, Anastrophus sp, Imperata sp, dan Panicum spp.Hama ini sebaiknya
dikendalikan dengan cara memanfaatkan musuh alami, seperti parasit telur
Trichogrammatidae. Oleh karena itu pengendalian secara kimiawi dengan insektisida
tidak dianjurkan pada saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam pindah atau 40 hari
setelah sebar benih.
d. Ulat Jengkal (Naranga aenescens)
Populasi tinggi dari hama ini dapat terjadi sejak di persemaian hingga anakan
maksimum. Larva muda memarut jaringan epidermis tanaman, meninggalkan lapisan
bawah daun yang berwarna putih. Larva yang sudah tua makan dari pinggiran daun.
Larva bergerak seperti ulat jengkal dengan cara melengkungkan bagian belakang
tubuhnya Tanaman padi yang diberi pupuk
dengan takaran tinggi sangat disukai hama ini.
Populasinya meningkat selama musim hujan.
Ngengat aktif pada malam hari dan pada siang
hari bersembunyi di dasar tanaman atau di rumput-rumputan. Hama ini jarang
menyebabkan kehilangan hasil karena tanaman yang terserang dapat sembuh kembali
dan juga musuh alami dapat menekan populasi hama ini. Oleh karena itu, untuk
mengendalikan hama ini sebaiknya dengan memanfaatkan musuh alami seperti
parasit telur Trichogrammatidae; parasit larva dan pupa seperti Ichneumonidae,
Braconidae, Eulophidae,
3. Hama Putih (Nymphula depunctalis)
Menyerang dan bergelantungan pada daun padi sehingga berwarna keputih-
putihan, bersifat semi aquatil (menggantungkan hidup pada air untuk bernafas dan
udara). Kerusakan yang ditimbulkannya dapat mematikan tanaman padi disebabkan:
a. Gerakan invasi melibatkan banyak hama yang menyerang tanaman padi sebagai
sumber makanannya.
b. Tanaman padi yang diserang kebanyakan berasal dari bibit-bibit lemah.
Hama putih akan menjadi kepompong, sarung/kantong yang selalu dibawanya
akan ditanggalkan dan dilekatkan pada abtang padi, kemudian dimasukinya lagi dan
tidak keluar sampai menjadi kepompong (sekitar 2 minggu). Pembasmian hama ini
dapat dilakukan dengan mempelajari siklus hidup, mengeringkan petakan-petakan
sawah, membiarkan petak sawah berair dan diberi minyak lampu atau penggunaan
insektisida ramah lingkungan.

Gambar Hama Putih

Siklus Hidup Hama Putih

4. Hama Wereng Coklat (Nilapervata lugens)


Hama ini selalu menghisap cairan dan air dari batang padi muda atau bulir-bulir
buah muda yang lunak, dapat meloncat tinggi dan tidak terarah, berwarna coklat,
berukuran3-5 mm, habitat ditempat lembab, gelap dan teduh. Telur banyak yang
ditempatkan dibawah daun padi yang melengkung dengan masa ovulasi 9 hari
menetas, 13 hari membentuk sayap dan 2 minggu akan bertelur kembali. Hama ini
meluas serangannya dilihat dari bentuk lingkaran pada atnaman dalam petakan padi.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk memberantas hama ini dengan cara preventif,
represif dan kuratif.
Gambar Nilapervata lugens

1. Tindakan Preventif dengan cara-cara:


a. Serumpun daun padi layu, lakukan pemeriksaan dengan teliti.
b. Apabila dirumpun padi ditemukan seekor wereng, bunuh dan periksa telur-
telurnya didaun lalu daun dicabut dan dibakar. Periksa tanmaan-tanaman
lainnya yang berdekatan.
c. Apabila dalam serumpun terdapat banyak wereng, lakukan penyemprotan
massal dengan insektisida
2. Tindakan Reppresif dilakukan sebagai berikut:
a. Pengeringan pada petakan sawah.
b. Pencabutan dan pembakaran seluruh tanaman.
c. Memilih bibit unggul (PB 30, 32, 34, Sicantik, Bengawan, dan lain-lain) yang
direndam dalam Aldrien 40% (12 gr/1 kg benih) atau Dildrien 50% WP (10
gr/1 kg benih).
d. Crop rotation (pergiliran padi dan palawija).
3. Tindakan Kuratif ditempuh dengan:
a. Insektisida butiran menggunakan Furadan 30 (17-20 kg/ha), Basudin 10 g 910-
15 kg/ha) dan Diazinon 10G (10-15 kg/ha) yang ditaburkan di antara larikan
petak sawah tiga atau empat minggu sekali.
b. Penyemprotan insektisida cair seminggu sekali atau maksimal 10 hari sekali
menggunakan Agrothion 50, Sumithion 50 EC (2 ltr/ha), Karphos 50 EC (2
ltr/ha), DDVP 50 EC (0.6 ltr/ha), Nogos 50 (0.6 ltr/ha), Sevin 85 Sp (1.2
ltr/ha), Diazinon 60 EC (1.5 ltr/ha).

5. Wereng Hijau (Nephotettix apicalis)


Merusak kelopak-kelopak dan urat-urat daun padi dengan alat penghisap pada
moncong yang kuat. Bertelur (sebanyak 25 butir) yang ditempatkan dibawah daun
padi selama tiga kali sampai dia mati. Cara pemberantasan hama dilakukan dengan
insektisida, pembunuhan hama, rotasi tanaman, perangkap lampu jebak dan lainnya.

Gambar Nephotettix apicalis

6. Walang Sangit (Leptocorixa acuta)


Binatang ini berbau, hidup bersembunyi direrumputan, tuton, paspalum, alang-
alang sehingga berinvasi pada tanaman padi muda ketika bunting, berbunga atau
berbuah. Walang sangit menempatkan telurnya (14-16 telur hingga 360 butir telur
sepanjang hidupnya) secara berjajaran pada daun. Pembasmian dilakukan pada malam
hari menggunakan lampu petromaks; memakai umpan bangkai bangkai ular, katak,
ketam; dan memanfaatkan insektisida (Tjoe Tjien Mo,1953).
Gambar Walang Sangit

Gambar
Menangkap walang sangit

Gambar Perangkap Walang sangit


Gambar Perangkap walang sangit

7. Lembing Hijau (Nezara viridula)


Berkembang pada iklim tropis, hidupnya berkoloni, betina berukuran kecil (16
mm) dengan 1100 telur selama hidupnya, lama penetasan 6-8 minggu, jantan berumur
6 bulan. Serangannya tidak sampai menghampakan padi, tetapi menghasilakn padi
berkualitas jelek (goresan-goresan membujur pada kulit gabah dan pecah apabila
dilakukan penggilingan/penumbukkan). Pembasmian hama dilakukan menggunakan
insektisida sesuai aturan (Tjoe Tjien Mo,1953).

Gambar Lembing Hijau


8. Ganjur (Pachydiplosis oryzae)
Berkembang di daerah persawahan RRC, India dan Asia Tenggara. Menyerang
tanaman padi yang penanamannya terlambat, sekitar bulan Februari dan April.
Menempatkan telur-telurnya pada kelopak daun padi, larva-larva bergerak menuju dan
memasuki batang-batang padi, daun-daun membentuk kelongsong sehingga padi mati.
Pembasmiannya dilakukan mengurangi pengairan di sawah (padi jangan sampai
terendam), menggunaakn lampu petromaks, pembinasaan dan penyemprotan
insektisida dengan dosis tepat secara teratur (Tjoe Tjien Mo,1953).

Gambar Gajur
9. Hama Burung

Burung menyerang tanaman padi pada fase matang susu sampai pemasakan biji (sebelum
panen). Serangan mengakibatkan biji hampa, adanya gejala seperti beluk, dan biji banyak
yang hilang.
Burung sebaiknya dikendalikan dengan cara:
 Penjaga burung mulai dari jam 6-10 pagi dan jam 2-6 sore, karena waktu-waktu
tersebut merupakan waktu yang kritis bagi tanaman diserang burung.
 Gunakan jaring untuk mengisolasi sawah dari
 serangan burung; luas sawah yang diisolasi
 kurang dari 0,25 hektar.
 Bila tanam tabela:
o benih yang sudah disebar di sawah ditutup dengan tanah;
o benih yang digunakan harus lebih banyak;
o gunakan orang-orangan atau tali yang diberi plastik untuk menakut-nakuti
burung;
o pekerjakan penjaga burung;
o tanam serentak dengan sekitarnya; jangan menanam atau memanen di luar
musim agar tidak dijadikan sebagai satu-satunya sumber makanan pada
saat itu.
 Kendalikan habitat / sarang burung.
10. Hama Keong Emas

Keong mas merusak tanaman dengan cara memarut jaringan tanaman dan memakannya,
menyebabkan adanya bibit yang hilang di pertanaman.
Bekas potongan daun dan batang yang diserangnya terlihat mengambang.
Waktu kritis untuk mengendalikan keong mas adalah pada saat 10 hari setelah tanam
pindah, atau 21 hari setelah sebar benih (benih basah). Setelah itu laju pertumbuhan
tanaman lebih besar daripada laju kerusakan oleh keong mas.Bila terjadi invasi keong
mas, sawah perlu segera dikeringkan, karena keong mas menyenangi tempat-tempat yang
digenangi air. Jika petani menanam dengan sistem tanam pindah maka pada 15 hari
setelah tanam pindah, sawah perlu dikeringkan kemudian digenangi lagi secara
bergantian (flash flood = intermitten irrigation). Bila padi ditanam dengan sebar
langsung, selama 21 hari setelah sebar, sawah perlu dikeringkan kemudian digenangi lagi
secara bergantian. Selain itu perlu dibuat caren di dalam dan di sekeliling petakan sawah
sebelum tanam, baik di musim hujan maupun kemarau. Ini dimaksudkan agar pada saat
dilakukan pengeringan, keong mas akan menuju caren sehingga memudahkan
pengambilan keong mas dan sebagai salah satu cara pengendaliannya.
Keong mas dapat dikendalikan melalui:
o Secara fisik, gunakan saringan berukuran 5 mm mesh yang dipasang pada tempat
air masuk di pematang untuk meminimalkan masuknya keong mas ke sawah dan
memudahkan pemungutan dengan tangan.
o Secara mekanis, pungut keong dan hancurkan. Telur keong mas dihancurkan
dengan kayu/bambu.
o Bila di suatu lokasi sudah diketahui bahwa keong mas adalah hama utama,
sebaiknya tanam bibit umur > 21 hari dan tanam lebih dari satu bibit per rumpun;
buat caren di dalam dan di sekeliling petakan sawah.
o Bila diperlukan gunakan pestisida yang berbahan aktif niclos amida dan pestisida
botani seperti lerak, deris, dan saponin. Aplikasi pestisida dilakukan di sawah
yang tergenang, di cekungan-cekungan, atau di caren, yang ada airnya tempat
keong mas berkumpul.
11. LALAT BIBIT / Rice Whorl Maggot (Hydrellia philippina Ferino)

Lalat bibit merupakan hama penting pada daerah yang


kondisi airnya sulit diatur. Dalam
serangan yang tinggi, hama ini dapat menyebabkan petani
harus melakukan tanam ulang, karena lebih dari 50%
tanaman baru mereka mati oleh lalat bibit.
Lalat bibit umumnya menyerang pertanaman yang baru
dipindah di sawah yang tergenang. Gejala serangan berupa
bercak kuning di sepanjang tepi daun, daun yang terserang
menjadi berubah bentuk, dan daun menggulung. Telur
serangga ini diletakkan di permukaan atas daun, berwarna
keputih-putihan, berbentuk lonjong menyerupai buah pisang. Bila daun yang
menggulung dibuka, dengan mudah dapat dijumpai larva yang berwarna kuning
kehijauan yang tembus cahaya.
Larva juga dapat bergerak ke bagian tengah tanaman sampai mencapai titik tumbuh .
Hama ini dapat dikendalikan dengan cara mengeringkan sawah. Pengendalian lalat bibit
yang tepat adalah melalui pencegahan karena ketika gejala kerusakan terlihat di lapang,
lalat bibit sudah tidak ada di pertanaman.
Penggunaan insektisida (bila diperlukan) adalah yang berbahan aktif: bensultap, BPMC,
atau karbofuran.
12. KEPINDING (Scotinophara coarctata)

Pada siang hari, kepinding tua yang hitam


coklat mengkilat bergerombol di pangkal batang
padi, persis di batas genangan air pada siang
hari.

Pada malam hari mereka naik batang padi dan


mengisap cairan dari dalam jaringan tanaman.

Selama musim kemarau, kepinding tanah


menghabiskan waktunya di belahan tanah-tanah
yang ditumbuhi rumput.

Kepinding tanah dapat terbang ke pertanaman padi dan berkembang biak dalam beberapa
generasi. Mereka kembali ke fase dormannya setelah padi dipanen. Kepinding dewasa
dapat berpindah menempuh jarak yang jauh.
Kepinding dewasa tertarik pada sinar dengan intensitas yang kuat dan penangkapan
tertinggi diperoleh pada saat bulan purnama.
Pengisapan cairan oleh kepinding tanah menyebabkan warna tanaman berubah menjadi
coklat kemerahan atau kuning. Buku pada batang merupakan tempat isapan yang disukai
karena menyimpan bayak cairan. Pengisapan oleh kepinding tanah pada fase anakan,
menyebabkan jumlah anakan berkurang dan pertumbuhan terhambat (kerdil). Apabila
serangan terjadi setelah fase bunting, tanaman menghasilkan malai yang kerdil, eksersi
malai yang tidak lengkap, dan gabah hampa. Dalam kondisi populasi kepinding tinggi,
tanaman yang dihisap dapat mati atau mengalami bugburn, seperti hopperburn oleh
wereng coklat.
Kepinding tanah dapat dikendalikan dengan cara:
o membersihkan lahan dari berbagai gulma agar sinar matahari dapat mencapai
dasar kanopi tanaman padi,
o menanam varietas padi berumur genjah, untuk menghambat peningkatan populasi
kepinding tanah.
13.Hama Orong-Orong
Orong-orong jarang menjadi masalah di sawah,
tetapi sering ditemukan di lahan pasang surut dan
biasanya hanya terdapat di sawah yang kering,
yang kekurangan air.
Penggenangan tanaman menyebabkan orong-orong
pindah ke pematang. Hama ini memiliki tungkai
depan yang besar. Siklus hidupnya 6 bulan. Hama
ini dapat merusak tanaman pada semua fase
tumbuh. Benih yang disebar di pembibitan juga
dapat dimakannya.
Hama ini memotong tanaman pada pangkal batang
dan orang sering keliru dengan gejala kerusakan
yang disebabkan oleh penggerek batang (sundep).
Orong-orong merusak akar muda dan bagian pangkal tanaman yang berada di bawah
tanah. Pertanaman padi muda yang diserangnya mati sehingga terlihat adanya spotspot
kosong di sawah.
Cara pengendalian orong-orong:
o perataan tanah agar air tergenang merata;
o penggenangan sawah 3-4 hari dapat membantu membunuh telur orong-orong di
tanah;
o penggunaan umpan (sekam dicampur insektisida);
o penggunaan insektisida (bila diperlukan) yang berbahan aktif karbofuran atau
fipronil.
14. Hama Tikus

Tikus merusak tanaman padi pada semua fase tumbuh


dari semai hingga panen, bahkan sampai penyimpanan.
Kerusakan parah terjadi jika tikus menyerang padi pada
fase generatif, karena tanaman sudah tidak mampu
membentuk anakan baru. Pada serangan berat, tikus
merusak tanaman padi mulai dari tengah petak, meluas ke arah pinggir, dan menyisakan
1-2 baris padi di pinggir petakan.Tikus menyerang padi pada malam hari. Pada siang hari,
tikus bersembunyi dalam sarangnya di tanggul-tanggul irigasi, jalan sawah, pematang,
dan di daerah perkampungan dekat sawah. Pada periode bera, sebagian besar tikus
bermigrasi ke daerah perkampungan dekat sawah dan akan kembali lagi ke sawah setelah
pertanaman padi menjelang generatif. Kehadiran tikus pada daerah persawahan dapat
dideteksi dengan memantau keberadaan jejak kaki (foot print), jalur jalan (run way),
kotoran/faeces, lubang aktif, dan gejala serangan.
Tikus sangat cepat berkembang biak dan hanya terjadi pada periode padi generatif.
Dalam satu musim tanam, satu ekor tikus betina dapat melahirkan 80 ekor anak.
Pengendalian tikus dilakukan melalui pendekatan PHTT (Pengendalian Hama Tikus
Terpadu), yaitu pengendalian yang didasarkan pada biologi dan ekologi tikus, dilakukan
secara bersama oleh petani sejak dini (sejak sebelum tanam), intensif dan terus-menerus,
memanfaatkan berbagai teknologi pengendalian yang tersedia, dan dalam wilayah sasaran
pengendalian skala luas.

VII. Penyakit Tanaman Padi


A. HAWAR DAUN BAKTERI (BACTERIAL LEAF BLIGHT)
Patogen Penyebab Penyakit
Penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) atau Bacterial Leaf Blight (BLB) atau lebih dikenal
oleh petani dengan nama penyakit Kresek, merupakan penyakit yang disebabkan oleh
patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae. HDB merupakan penyakit bakteri yang tersebar
luas dan menurunkan hasil sampai 36%. Penyakit terjadi pada musim hujan atau musim
kemarau yang basah, terutama pada lahan sawah yang selalu tergenang, dan dipupuk N
tinggi (> 250 kg urea/ha).

Gejala Penyakit
Penyakit HDB menghasilkan dua gejala khas, yaitu kresek dan hawar. Kresek adalah
gejala yang terjadi pada tanaman berumur <30 hari (pesemaian atau yang baru dipindah)
(Gambar 1a). Daun-daun berwarna hijau kelabu, melipat, dan menggulung. Dalam
keadaan parah, seluruh daun menggulung, layu, dan mati, mirip tanaman yang terserang
penggerek batang atau terkena air panas (lodoh). Sementara, hawar (Gambar 1b)
merupakan gejala yang paling umum dijumpai pada pertanaman yang telah mencapai
fase tumbuh anakan sampai fase pemasakan. Gejala diawali dengan timbulnya bercak
abuabu (kekuningan) umumnya pada tepi daun. Dalam perkembangannya, gejala akan
meluas, membentuk hawar (blight), dan akhirnya daun mengering. Dalam keaadaan
lembab (terutama di pagi hari), kelompok bakteri, berupa butiran berwarna kuning
keemasan, dapat dengan mudah ditemukan pada daun-daun yang menunjukkan gejala
hawar. Dengan bantuan angin, gesekan antar daun, dan percikan air hujan, massa bakteri
ini berfungsi sebagai alat penyebar penyakit HDB.

Gambar Hawar (kresek)


Kehilangan Hasil
Di Indonesia, luas penularan penyakit HDB pada tahun 2006 mencapai lebih dari 74 ribu
ha, 61 ha di antaranya menyebabkan tanaman puso. Angka ini lebih tinggi dibandingkan
dengan luas penularan pada tahun 2005 yang baru mencapai 33,8 ribu ha. Data lima
tahunan menunjukkan, puncak penularan HDB terjadi pada bulan Maret (rata-rata 5.832
ha) dan terendah pada November (rata-rata 636 ha). Kerusakan secara kuantitatif akibat
penyakit ini adalah turunnya hasil panen dan rendahnya bobot 1.000 biji, sedangkan
kerusakan secara kualitatif ditunjukkan oleh tidak sempurnanya pengisian gabah dan
gabah mudah pecah pada saat digiling. Kerusakan sedang berkisar antara 10-20%,
sementara kerusakan berat mencapai lebih dari 50%. Penurunan hasil padi akibat HDB
umumnya berkisar antara 15-23%.

Pengendalian Penyakit
Untuk pengendalian penyakit ini, cara yang dianjurkan adalah dengan memanam varietas
padi yang tahan penyakit HDB dan melakukan penanaman varietas berbeda secara
bergilir. Selain itu pemupukan secara lengkap harus dilakukan karena pemupukan
nitrogen yang berlebihan akan memperparah penyakit apabila tidak diimbangi
pemupukan fosfor dan kalium. Kemudian dengan mengurangi kerusakan bibit dan
penyebaran penyakit. Infeksi bibit terjadi melalui luka dan kerusakan bagian tanaman.
Penanganan yang buruk atau angin kencang dan hujan dapat menyebabkan tanaman sakit.
Penyakit menyebar melalui kontak langsung antara daun sehat dengan daun sakit melalui
air dan angin. Untuk mengurangi penyebaran penyakit dapat dilakukan dengan cara
penanganan bibit secara baik saat tanam pindah, pengairan dangkal pada persemaian,
dan membuat drainase yang baik ketika genangan tinggi. Selain itu, pencegahan penyakit
ini dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah inokulum. Tunggul tanaman yang
terinfeksi dan gulma dapat menjadi sumber inokulum. Pertahankan kebersihan sawah
dengan membuang atau bajak gulma, jerami yang terinfeksi, ratun padi yang semuanya
dapat menjadi sumber inokulum. Keringkan sawah dengan mengupayakan sawah bera
mengering untuk membunuh bakteri yang mungkin bertahan dalam tanah atau sisa
tanaman.

B. PENYAKIT BLAS (BLAST)


Patogen Penyebab Penyakit
Semula penyakit blas dikenal sebagai salah satu kendala utama pada padi gogo, tetapi
sejak akhir 1980-an, penyakit ini juga sudah terdapat pada padi sawah beirigasi. Penyakit
yang mampu menurunkan hasil yang sangat besar ini disebabkan oleh jamur patogen
Pyricularia oryzae. P. oryzae merupakan cendawan yang berasal dari kelas
Deuteromycetes. Cendawan ini memiliki konodia dan miselium hialin atau berwarna
keabu-abuan.

Gambar Blas Gambar Blas leher


Gejala Penyakit
Penyakit blas menimbulkan dua gejala khas, yaitu blas daun dan blas leher. Blas daun
merupakan bercak coklat kehitaman, berbentuk belah ketupat, dengan pusat bercak
berwarna putih (Gambar 2a). Sedang blas leher berupa bercak coklat kehitaman pada
pangkal leher yang dapat mengakibatkan leher malai tidak mampu menopang malai dan
patah (Gambar 2b). Setiap stadium pertumbuhan tanaman padi dapat diserang.

Kondisi Lingkungan Pendukung


Cuaca yang lembab, bahkan yang sangat kering dapat merangsang infeksi. Sebaiknya
tanah yang cukup lembab, akibat dari adanya irigasi dapat menahan penularan. Padi
huma mudah diserang bila cuaca cukup kering. Selain itu pemupukan dengan nitrogen
(N) tinggi dapat meningkatkan resiko terkena penyakit ini.

Kehilangan Hasil
Penyakit blas ini merupakan salah satu penyakit yang penting pada tanaman padi.
Penyakit ini dapat menghilangkan hasil sebanyak 50-90%.

Pengendalian Penyakit
Kemampuan patogen membentuk strain dengan cepat menyebabkan pengendalian
penyakit ini sangat sulit. Penyakit ini dikendalikan melalui penanaman varietas tahan
secara bergantian untuk mengantisipasi perubahan ras blas yang sangat cepat dan
pemupukan NPK yang tepat. Penanaman dalam waktu yang tepat serta perlakuan benih
dapat pula diupayakan. Bila diperlukan pakai fungisida yag berbahan aktif metil tiofanat,
fosdifen, atau kasugamisin. Usaha preventif yang sangat ketat dapat menghindarkan
adanya serangan massal P. oryzae. Di jepang cendawan ini dapat diatasi dengan
menaburkan serbuk zat “air raksa” 30-40 kg untuk tiap ha. Serbuk air raksa ini
mengandung zat air raksa 0,15-0,25 %.
Selain itu, pengendalian blas juga dapat memanfaatkan agensi hayati dengan cara dimulai
dari perlakuan benih, perendaman bakteri Antagonis Coryne bacterium pada padi.
Sedangkan pada tanaman hortikultura dengan penggunaan Pseudomanas flourencens.
Penggunaan seluruh bahan–bahan yang dikembangkan laboratorium PHP tersebut
diyakini aman lingkungan dan produksi bebas pestisida sehingga memenuhi standart
permintaan pasar.

C. PENYAKIT HAWAR PELEPAH (SHEATH BLIGHT)


Patogen Penyebab Penyakit
Hawar pelepah, merupakan penyakit penting pada tanaman padi. Penyakit ini disebabkan
oleh jamur Rhizoctonia solani. Penyakit ini merusak pelepah, sehingga untuk
menemukan dan mengenali penyakit, perlu dibuka kanopi pertanaman. Penyakit
menyebabkan tanaman menjadi mudah rebah, makin awal terjadi kerebahan, makin besar
kehilangan yang diakibatkannya. Penyakit ini menyebabkan gabah kurang terisi penuh
atau bahkan hampa. Hawar pelepah terjadi umumnya saat tanaman mulai membentuk
anakan sampai menjelang panen. Namun demikian, penyakit ini juga dapat terjadi pada
tanaman muda (Gambar 3a).
Gambar Miselium pyricularia

Gambar Hawar pada pelepah


Gejala Penyakit
Gejala awal berupa bercak oval atau bulat berwarna putih pucat pada pelepah (Gambar
3b). Dalam keadaan yang menguntungkan (lembab), penyakit dapat mencapai daun
bendera. Patogen bertahan hidup dan menyebar dengan bantuan struktur tahan yang
disebut sklerotium.

Pengendalian Penyakit
Penyakit ini sangat sulit dikendalikan karena patogen bersifat poliphag (memiliki kisaran
inang yang sangat luas). Pemupukan tanaman dengan dosis 250 kg urea, 100 kg SP36,
dan 100 kg KCl per ha dapat menekan perkembangan penyakit ini. Cara pencegahan
penyakit ini antara lain dengan pengaturan jarak pertanaman di lapang agar jangan terlalu
rapat, keringkan sawah beberapa hari pada saat anakan maksimum, bajak yang dalam
untuk mengubur sisa-sisa tanaman yang terinfeksi, merotasi tanaman dengan kacang-
kacangan untuk menurunkan serangan penyakit, membuang gulma dan tanaman yang
sakit dari sawah, gunakan fungisida (bila diperlukan) antara lain yang berbahan aktif
heksakonazol, karbendazim, tebukanazol, belerang, flutalonil, difenokonazol,
propikonazol, atau validamisin A.
D. PENYAKIT BUSUK BATANG (STEM ROT)
Patogen Penyebab Penyakit
Busuk batang merupakan penyakit yang menginfeksi bagian tanaman dalam kanopi dan
menyebabkan tanaman menjadi mudah rebah. Penyakit ini disebabkan oleh patogen
Helminthosporium sigmoideum. Untuk mengamati penyakit ini, kanopi pertanaman perlu
dibuka. Perlu diwaspadai apabila terjadi kerebahan pada pertanaman, tanpa sebelumnya
terjadi hujan atau hujan dengan angin yang kencang.

Gambar Busuk batang


Gejala Penyakit
Gejala awal berupa bercak berwarna kehitaman, bentuknya tidak teratur pada sisi luar
pelepah daun dan secara bertahap membesar (Gambar 4a). Akhirnya, cendawan
menembus batang padi yang kemudian menjadi lemah, anakan mati, dan akibatnya
tanaman rebah (Gambar 4b).

Kehilangan Hasil
Penyakit busuk batang merupakan salah satu penyakit utama padi di Indonesia. Penyakit
ini selalu ditemukan pada setiap musim tanam dengan kategori infeksi ringan sampai
sedang. Pada musim hujan, lebih dari 60% tanaman padi di jalur pantura Jawa Barat
mengalami kerebahan akibat diinfeksi cendawan H. Sigmoideum. Kerebahan
menyebabkan persentase gabah hampa meningkat. Kehilangan hasil padi akibat penyakit
busuk batang 25-30%.
Pengendalian Penyakit
Stadia tanaman yang paling rentan adalah pada fase anakan sampai stadia matang susu.
Kehilangan hasil akibat penyakit ini dapat mencapai 80%. Pemupukan tanaman dengan
dosis 250 kg urea, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl per ha dapat menekan perkembangan
penyakit. Untuk mengurangi penyebaran lebih luas lagi, keringkan tanaman sampai saat
panen tiba. Cara pencegahan penyakit ini antara lain adalah dengan membakar tunggul-
tunggul padi sesudah panen atau didekomposisi, mengeringkan petakan dan biarkan
tanah sampai retak sebelum diari kembali gunakan pemupukan berimbang, melakukan
pemupukan nitrogen sesuai anjuran dan pemupukan kalium cenderung dapat menurunkan
infeksi penyakit, menggunakan fungisida (bila diperlukan) yang berbahan aktif belerang
atau difenokonazol.

E. PENYAKIT TUNGRO
Patogen Penyebab Penyakit
Tungro (Gambar 5a) merupakan salah satu penyakit penting pada padi sangat merusak
dan tersebar luas. Penyakit ini disebabkan oleh Virus Tungro Padi (VTP). Di Indonesia,
semula penyakit ini hanya terbatas di Sulawesi Selatan, tetapi sejak awal tahun 1980-an
menyebar ke Bali, Jawa Timur, dan sekarang sudah menyebar ke hampir seluruh wilayah
Indonesia.

Penyakit Tungro
Kehilangan Hasil
Bergantung pada saat tanaman terinfeksi, tungro dapat menyebabkan kehilangan hasil 5-
70%. Makin awal tanaman terinfeksi tungro, makin besar kehilangan hasil yang
ditimbulkannya.

Gejala Penyakit
Gejala serangan tungro yang menonjol adalah perubahan warna daun (Gambar 5b) dan
tanaman tumbuh kerdil. Warna daun tanaman sakit bervariasi dari sedikit menguning
sampai jingga. Tingkat kekerdilan tanaman juga bervariasi dari sedikit kerdil sampai
sangat kerdil. Gejala khas ini ditentukan oleh tingkat ketahanan varietas, kondisi
lingkungan, dan fase tumbuh saat tanaman terinfeksi.

Pengendalian Terpadu Penyakit tungro


Pengendalian penyakit tungro dilakukan secara dini (tanaman muda peka) dengan
menerapkan sistem pengendalian penyakit secara terpadu, yaitu eradikasi sumber infeksi
(tanaman sakit, singgang, voluntir dan rumput-rumputan inang), penggunaan varietas
tahan, budi daya tanaman sehat dan pengendalian serangga penular.
Strategi pengendalian yang direkomendasikan bergantung pada ekosistem, antara lain
mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi pola fluktuasi kerapatan vektor (migrasi
atau peran musuh alami), sumber inokulum (luas, intensitas, stadia tanaman, varietas,
inang selain padi dan spesies wereng hijau), serta faktor lingkungan abiotik (musim) dan
biotik (pola tanam). Budi daya tanaman sehat dianjurkan dengan menerapkan PTT yang
mensinergikan komponen pengelolaan lahan, air, tanaman dan OPT. Komponen budi
daya utama dalam PTT seperti pemberian pemupukan berimbang berdasarkan
pengelolaan hara spesifik lokasi dan irigasi berseling akan memperbaiki vigor tanaman di
samping menghambat perkembangan hama-penyakit, selain itu dengan pemberian bahan
organik akan meningkatkan arthropoda netral yang menjadi mangsa musuh alami
(pemangsa).
Pengendalian serangga penular dengan insektisida anorganik harus dilakukan secara
rasional berdasarkan hasil monitoring agar penggunaannya efisien dan sedikit mungkin
berdampak buruk pada lingkungan. Pengendalian serangga penular secara hayati
menggunakan insektisida nabati, bio-insektisida atau patogen serangga tidak dapat
disamakan dengan pengendalian insektisida anorganik. Pengendalian hayati dimulai sejak
ditemukan serangga penular dan dilakukan berulang secara periodik sampai stadia rentan
tanaman terhadap infeksi tungro terlewati. Strategi dan taktik pengendalian yang
direkomendasikan pada kondisi lapangan sebagai berikut:
1. Tanam Serentak
Hamparan sawah disebut tanam serentak adalah apabila minimal pada luasan 20 ha
dijumpai stadia tanaman yang hampir seragam. Sumber serangan adalah tanaman musim
sebelumnya yang terinfeksi virus pada saat tanaman umur 6-8 MST dengan intensitas
serangan lebih dari 1%. Sumber migran dapat dari lapangan yang bersangkutan dan atau
dari hamparan baik dari dalam petakan maupun galengan yang ditumbuhi rumput dan
terdapat spesies wereng hijau lainnya selain N. virescens terutama N. nigropictus.
2. Eradikasi Sumber Inokulum
Tanah segera diolah untuk mencegah adanya sumber inokulum pada singgang atau
voluntir. Bila mungkin tanam padi dengan cara tabur benih langsung (tabela)
menggunakan alat-tabela setelah petakan dibersihkan dan diratakan.
3. Varietas Tahan
Varietas tahan tungro yang telah dilepas dapat digolongkan menjadi varietas tahan
wereng hijau (vektor) dan varietas tahan virus tungro. Varietas tahan wereng hijau yang
telah dilepas beragam sumber tetua tahannya namun beragam juga mutunya. Di samping
itu, untuk daerah endemik di Nusa Tenggara Barat wereng hijau telah beradaptasi (efektif
menularkan tungro) untuk semua golongan varietas tahan wereng hijau. Varietas tahan
wereng hijau digolongkan menjadi T0-T4 berdasarkan sumber tetua tahannya.
4. Waktu tanam tepat
Tanaman padi peka terhadap infeksi tungro sampai umur 45 HST. Usahakan menghindari
infeksi pada periode tersebut dengan mengatur waktu tanam. Waktu tanam yang tepat
dapat ditentukan dengan mengetahui fluktuasi bulanan kerapatan populasi wereng hijau
dan intensitas tungro. Atur waktu tanam agar saat terjadi puncak kerapatan populasi dan
intensitas tungro, tanaman telah berumur lebih dari 45 HST.

5. Konservasi musuh alami dan pengendalian hayati


Pematang dibersihkan setelah tanaman umur 30 HST bila tidak terdapat rerumputan
inang, atau pematang yang telah dibersihkan diberi mulsa sebagai tempatnya berlindung
musuh alami, terutama pemangsa. Pengendalian tungro dengan insektisida nabati seperti
Sambilata atau Mimba dan patogen serangga seperti Metharizium harus dilakukan dini
sejak tanaman umur 2 MST dan diulang secara periodik minimal seminggu sekali sampai
tanaman padi melewati fase rentan infeksi (45 MST), sebab secara alamiah umumnya
perkembangan musuh alami terlambat dibanding wereng hijau.
6. Monitoring ancaman di pesemaian
Pemantauan wereng hijau di pesemaian dilakukan dengan jaring serangga sebanyak 10
ayunan untuk mengevaluasi kerapatan populasi wereng hijau. Di samping itu juga perlu
dilakukan uji iodium untuk mengetahui intensitas tungro pada 20 daun padi 15 hari
setelah sebar. Jika hasil perkalian antara jumlah wereng hijau dan persentase daun
terinfeksi sama atau lebih dari 75, maka pertanaman terancam tungro dan lakukan
pengendalian dengan insektisida anorganik untuk menekan kerapatan populasi imago
migran infektif.
7. Tanam sistem legowo
Penanaman dengan cara legowo dua baris atau empat baris dapat menekan pemencaran
wereng hijau sehingga mengurangi penularan tungro. apabila ada satu gejala tungro dari
1.000 rumpun tanaman saat berumur 3 MST tanaman terancam. Cabut tanaman bergejala
segera lakukan pengendalian kuratif dengan insektisida anorganik. Apabila berdasarkan
hasil pemantauan saat tanaman muda diketahui tanaman terancam, maka vektor perlu
segera dikendalikan dengan insektisida anorganik yang mempunyai kemampuan
membunuh cepat seperti insektisida dengan bahan aktif imidacloprid, tiametoksan,
etofenproks, atau karbofuran.
8. Mengurangi pemencaran vektor
Kondisi air sawah tetap dijaga pada kapasitas lapang, sebab sawah yang kering memicu
pemencaran wereng hijau, sehingga memperluas penyebaran tungro.
9. Perbaikan pola tanam
Pada jangka menengah dan jangka panjang usahakan menanam palawija diantara musim
tanam padi atau tanam palawija di pematang sebagai tempat berlindung musuh alami.
F. Penyakit Kerdil
KERDIL RUMPUT (Grassy stunt)
Tanaman yang terinfeksi berat akan menjadi kerdil dengan
anakan yang berlebihan, sehingga tampak seperti rumput Daun
tanaman padi menjadi sempit, pendek, kaku, berwarna hijau
pucat sampai hijau, dan kadang-kadang terdapat bercak karat.
Tanaman yang terinfeksi biasanya dapat hidup sampai fase
pemasakan tetapi tidak memproduksi malai.
Stadia pertumbuhan tanaman yang paling rentan adalah pada
saat tanam pindah sampai bunting. Penyakit ini disebabkan oleh
virus yang ditularkan oleh wereng coklat, dan tanaman inangnya hanya padi.
Pengendalian dilakukan terhadap vektornya yaitu wereng coklat Nilaparvata lugens.

KERDIL HAMPA (Ragged stunt)


Kerdil hampa disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh wereng coklat. Penyakit ini
menghasilkan beberapa gejala malformasi pada daun seperti daun bergerigi (ragged) dan
melintir (twisting). Daun tanaman sakit berwarna hijau tua. Malai dari tanaman yang
sakit hanya keluar sebagian dan gabah yang dihasilkan hampa.
Penyakit dikendalikan melalui pengendalian wereng coklat antara lain dengan
penanaman varietas tahan.

Gejala pada daun bendera pada fase bunting dicirikan oleh


daun melintir, berubah bentuk, dan memendek

G. Kekurangan Kahat
BELERANG - Sulfur Deficiency
Gejala kekurangan belerang adalah berupa khlorosis pada daun-daun muda, diikuti
dengan menguningnya daun tua dan seluruh tanaman, pertumbuhan kerdil, jumlah anakan
dan malai berkurang.
Kekurangan belerang umumnya terjadi pada tanah yang kandungan bahan organiknya
rendah, tanah reduktif, dan atau pH tinggi. Unsur hara S sebenarnya banyak hilang akibat
pembakaran sisa-sisa tanaman. Oleh karena itu, jerami sebaiknya dikembalikan ke sawah.
Di lokasi yang kahat S, pemakaian 50-100 kg ZA per hektar selang satu musim
pertanaman, sudah memadai untuk hasil tinggi (7-9 t/ha).

Gejala khlorosis pada daun muda Pertumbuhan tanaman kahat S (kiri)


akibat kekurangan belerang (S). terlihat kerdil, jumlah anakan
sedikit, dan malai berkurang.

FOSFOR - Phosphorus Deficiency


Gejala kekurangan fosfor menyebabkan pertumbuhan akar tanaman lambat, tanaman
kerdil, daun berwarna hijau gelap dan tegak, lama-kelamaan daun berwarna keungu-
unguan, anakan sedikit, waktu pembungaan terlambat atau tidak rata, umur
tanaman/panen lebih panjang, dan gabah yang terbentuk berkurang.
Secara umum, P telah diidentifikasi sebagai unsur hara yang penting bagi kesehatan akar
tanaman dan menambah ketahanan tanaman terhadap keracunan besi.
Tanaman yang kahat hara P Tanaman yang kahat hara P (sebelah kanan)
tumbuh kerdil dan daun menjadi menghasilkan sedikit anakan.
berwarna hijau gelap dan
tegak lurus (kiri).

KALIUM - Potasium Deficiency


Tanaman padi yang kekurangan unsur hara K sebagian akarnya membusuk, tanaman
kerdil, daun layu/terkulai, pinggiran dan ujung daun tua seperti terbakar (daun berubah
warna menjadi kekuningan/oranye sampai kecoklatan yang dimulai dari ujung daun terus
menjalar ke pangkal daun (Gb. 77), anakan berkurang, ukuran dan berat gabah berkurang.
Tanaman yang kahat kalium juga lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit,
serta keracunan besi.

Tanaman yang kahat hara K Gejala pada ujung daun tua seperti terbakar, tumbuh

kerdil berubah warna menjadi kuning sampai kecoklatan.

NITROGEN - Sulfur Deficiency


Daun tanaman yang kahat nitrogen lebih
kecil dibandingkan daun tanaman sehat.

Tanaman yang mengalami kahat nitrogen memperlihatkan gejala pertumbuhan yang


kerdil dan menguning, daun lebih kecil dibandingkan daun tanaman sehat.
Gejala umum kekurangan N pada tanaman muda adalah seluruh tanaman menguning,
sedangkan pada tanaman tua gejalanya terlihat nyata pada daun bagian bawah (tua) yang
berwarna hijau kekuning-kuningan hingga kuning.
Selain itu, anakan yang dihasilkan berkurang dan terlambat berbunga, tetapi proses
pemasakan lebih cepat sehingga kebernasan berkurang. Gabah dari malai yang dihasilkan
juga berkurang.

SENG - Zinc Deficiency


Gejala khlorotik pada daun tanaman padi yang kahat Zn.
Daun tanaman padi yang kahat Zn hilang ketegarannya dan cenderung mengapung di atas
air; setengah dari tajuk bagian bawah, daunnya berwarna hijau pucat 2-4 hari setelah
digenangi; kemudian khlorotik (Gb. 80) dan mulai mengering setelah 3-7 hari digenangi.
Gejala khlorosis yang terberat umumnya terjadi pada saat air menggenang dalam. Gejala
kekurangan Zn ini mirip dengan yang dikatakan “asem-aseman” oleh sebagian petani.
Tanaman akan segera sembuh dari gejala kekurangan unsur hara Zn setelah sawah
dikeringkan.
Jika gejala kekurangan Zn ringan, cukup diberikan 5 kg Zn/ha (ZnSO4) dan bila
gejalanya berat diberikan 20 kg Zn/ha (ZnSO4).

VIII. PENUTUP
Penanganan pasca panen me-rupakan kegiatan strategis yang memerlukan partisipasi
seluruh masyarakat. Untuk mengimplementasi-kan penanganan pasca panen dibutuh-kan
kemampuan teknis dan manajemen yang baik.
Pedoman ini disusun dalam rangka memberikan panduan kepada para petani agar
dapat melaksanakan penanganan pasca panen secara baik dan benar. Pedoman ini masih
bersifat umum sehingga perlu dijabarkan lebih lanjut sesuai potensi dan karakteristik
lokasi menjadi Prosedur Operasional Standar (POS).

You might also like