You are on page 1of 31

KEHIDUPAN SOSIAL MANUSIA

Disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran IPS


Ekonomi

Oleh

Nama : Soni Hana Fika

Kelas : VII – G

No. Abs : 36

SMP NEGERI 1 KAYEN

TAHUN PELAJARAN 2010 – 2011


KEHIDUPAN SOSIAL MANUSIA
Disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran IPS
Ekonomi

Oleh

Nama : Soni Hana Fika

Kelas : VII – G

No. Abs : 36

SMP NEGERI 1 KAYEN

TAHUN PELAJARAN 2010 – 2011

KEHIDUPAN SOSIAL MANUSIA


Laporan wartawan Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin
Rabu, 18 November 2009 | 08:15 WIB

KOMPAS.com - Dari dulu dari tahun satu, manusia pada umumnya


membutuhkan rasa untuk berada dan diterima di suatu lingkaran sosial. Teori
motivasi dari Abraham Maslow bahkan mengkultuskan kebutuhan ini sebagai
salah satu yang kebutuhan manusia yang sangat penting. Di dalam pembahasan
umum mengenai teori motivasi dari Maslow, kebutuhan sosial bagi manusia
sifatnya sangat psikologis, yang mana sering dikaitkan dengan kebutuhan manusia
akan hubungan emosional seperti persahabatan, kekerabatan, rasa kekeluargaan,
persaudaraan, dan juga hubungan intim.

Dalam piramida Maslow, kebutuhan sosial ditempatkan di bawah kebutuhan


esteem dan kebutuhan aktualisasi diri, yang kalau dilihat lagi secara seksama,
semuanya saling terkait. Kebutuhan esteem, misalnya, hanya akan berarti jika
pencapaian tersebut diketahui oleh lingkungan sekitarnya. Percaya pada diri
sendiri dan kebanggaan adalah sesuatu yang relatif terhadap apa yang kita jumpai
dalam kelompok sosial. Begitu pula halnya dengan aktualisasi diri. Kebutuhan
akan tujuan hidup, perkembangan pribadi, dan juga realisasi dari potensi diri
secara utuh, yang merupakan komponen aktualisasi diri, menjadi sesuatu yang
nyata saat di bandingkan dengan konteks lingkungan yang dihadapi.

Wujud dari bagaimana orang memenuhi kebutuhan sosialnya sudah kita lihat dari
tahun satu pula. Lihat saja perkumpulan sosial ada di mana-mana dari dulu sampai
sekarang, dibentuk atas dasar hal-hal ketertarikan, pekerjaan, atau aktivitas yang
sama. Sebut saja mulai dari perkumpulan keagamaan, arisan, fans untuk klub-klub
olah-raga, sampai bahkan dharma wanita, yang kesemuanya bisa dikategorikan
sebagai konektor sosial yang ada di dunia offline.

Di era New Wave, kita semakin melihat bahwa teori Maslow ini menjadi semakin
kentara, dalam arti semakin mudah bagi siapa pun untuk tampil, mengaktualisasi
diri, tampil percaya diri, di lingkungan sosial mereka. Tentunya asal mereka
menggunakan konektor sosial yang ada di dunia online dan offline secara cerdas.
Dan konektor sosial tersebut tentunya semakin mudah untuk diakses, bagi
siapapun, asalkan mau.

Tren hubungan sosial di era New Wave tentunya semakin berkembang.. Tentunya
dibantu dengan kehadiran teknologi maju, seperti produk-produk web 2.0 berikut
dengan media sosialnya. Popularitas layanan seperti Facebook dan Twitter bahkan
telah melewati popularitas pornografi, yang sebelumnya selalu menjadi hal yang
paling favorit dikonsumsi di Internet. Hal tersebut sekiranya dapat memberikan
indikasi bahwa menjaga hubungan sosial kian menjadi lebih penting ketimbang
memuaskan birahi.
Selain menghubungkan lingkaran komunitas teman, media sosial juga mulai
tampak menggantikan peranan media massa konvensional dalam menyebarkan
berita-berita dari luar komunitas tersebut. Informasi yang disebarkan melalui
komunitas sosial yang memiliki minat dan cara berpikir serupa akan berfungsi
selaku penyaring antara berita yang relevan dengan yang tidak relevan. Ini saat
membantu di era dimana kemudahan mendapatkan informasi menjadikan
pengguna Internet justru mengalami fenomena information overload.

Konektor sosial memang bukan sesuatu yang baru. Komunitas offline yang
berfungsi seperti kami jelaskan di atas sudah ada jauh sebelum komputer pertama
kali ditemukan. Kekuatan konektor ini seakan dilipatgandakan saat media sosial
yang ada di online menjadikan interaksi sosial dapat terjadi secara efisien waktu
dan tidak terbatas lokasi. Sehingga kami percaya bahwa konektor sosial ini adalah
salah satu kekuatan penghubung utama di dunia New Wave yang semakin
horisontal ini. Kehidupan dan hubungan sosial bagi seluruh masyarakat new wave
adalah semacam way of life yang sudah sepatutnya diperhatikan oleh marketer di
jaman New Wave.

( Kompas ,18 September 2009 )

Wed, Sep 15th 2010, 09:14

Membangun Kota Tangguh Bencana

Rahmat Pramulya - Opini


UPAYA membangun kota yang tangguh menghadapi bencana kini terus menjadi
perhatian serius banyak pihak. Hidup di Indonesia artinya hidup di negeri yang
rawan bencana. Saat ini lebih dari setengah populasi dunia hidup di perkotaan. Di
sinilah upaya membangun kota tangguh bencana mendapatkan argumentasi kuat.
Apalagi Indonesia sebagaimana halnya negara-negara berkembang lainnya sedang
mengalami pertumbuhan perkotaan yang pesat.

Pengertian kota dapat ditinjau dari berbagai aspek. Dari aspek fisik dan geografis,
kota mengandung pengertian suatu wilayah dengan wilayah terbangun (built up
area) lebih padat dibandingkan dengan area sekitarnya. Dari aspek demografis,
kota merupakan wilayah dengan konsentrasi penduduk yang dicerminkan oleh
jumlah dan tingkat kepadatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan di
wilayah sekitarnya.

Ditinjau dari aspek sosial, kota merupakan suatu wilayah dengan kelompok-
kelompok sosial masyarakat yang heterogen (tradisional-modern, formal-
informal, maju-terbelakang, dan sebagainya). Secara ekonomi, kota merupakan
suatu wilayah yang memiliki kegiatan usaha sangat beragam dengan dominasi di
sektor nonpertanian, seperti perdagangan, perindustrian, pelayanan jasa,
perkantoran, pengangkutan, dan lain-lain. Sementara secara administrasi, kota
merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh suatu garis batas kewenangan
administrasi pemerintah daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.

Permukiman yang menjadi cikal bakal sebuah kota telah ada sejak ribuan tahun
lalu yang bertujuan untuk memberikan perlindungan yang lebih kuat kepada
sejumlah besar penduduk. Dalam sejarahnya permukiman ini terus berkembang.
Dinamika perkembangan permukiman yang menjadi cikal bakal kota itulah yang
memantik berkembangnya perencanaan kota. Peradaban Mesir Kuna (Kota
Babilonia), Yunani (Kota Athena), Romawi (Kota Militer), Zaman Renaisance,
Revolusi Industri, serta Gerakan Reformasi adalah contoh-contoh periodik
bagaimana sebuah peradaban kota ditegakkan. Pertanian, pusat perdagangan,
pertambangan, industri, pola jalan yang teratur, taman-taman kota, pusat
pemerintahan, dan pusat keagamaan menjadi ikon yang hampir selalu muncul di
kota-kota kuna tersebut. Termasuk catatan penting di era Revolusi Industri di
mana berkembangnya industri di kota-kota telah mendorong terjadinya urbanisasi
akibat daya tarik lapangan kerja. Menjadi ironis lantaran hal ini tidak diimbangi
dengan penyediaan fasilitas, sehingga terjadi berbagai masalah seperti perumahan,
sekolah, transportasi, dan sebagainya. Di sinilah perlunya disadari arti penting
sebuah perencanaan kota.

Beberapa isu/tantangan yang dihadapi dalam perencanaan kota antara lain


globalisasi, urbanisasi, kemiskinan, dan lingkungan kota. Dengan kemajuan
teknologi, globalisasi telah merambah ke seluruh dunia tidak hanya di tingkat
regional, tetapi juga di tingkat lokal. Globalisasi telah merangsang terjadinya
interaksi antarkota sebagai elemen kunci dalam ekonomi global. Sebaliknya, telah
menciptakan pula kompetisi antarkota. Kota berdaya saing menjadi kunci utama.

Urbanisasi secara umum dipahami sebagai suatu proses migrasi masuk kota,
perubahan pekerjaan dari bertani menjadi profesi lain, juga menyangkut
perubahan dalam pola perilaku manusia. Dampak urbanisasi di negara
berkembang di antaranya secara fisik kota akan tumbuh menjadi besar dan luas
dengan tingkat teknologi dan kualitas kehidupan kota yang kurang memadai,
misalnya, permukiman miskin (squatter). Akibat urbanisasi adalah meningkatnya
jumlah penduduk miskin di perkotaan. Ini merupakan masalah krusial yang
dihadapi hampir semua kota di Indonesia. Pesatnya pertumbuhan di perkotaan
berpotensi menyebabkan masalah akibat penataan permukiman yang tidak teratur,
infrastruktur yang tidak memadai, juga rendahnya kualitas bangunan yang dapat
meningkatkan kerentanan penduduk kota terhadap bencana.

Untuk mencapai masyarakat perkotaan yang sejahtera, kualitas lingkungan


hidupnya harus baik. Kualitas air, udara, tanah, serta kondisi lingkungan
perumahan permukiman seperti kekumuhan, kepadatan tinggi, kualitas, dan
keselamatan bangunan, lokasi yang tidak memadai, juga ketersediaan prasarana
dan sarana kota, serta aspek sosial budaya dan ekonomi seperti ketimpangan dan
kesenjangan antarwarga, minimnya interaksi, tipisnya penyaluran aspirasi, serta
terbatasnya perlindungan hukum dan keamanan.

Bencana yang selama ini begitu akrab dengan wajah kita bisa jadi akibat tata
ruang yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan,
sehingga menyebabkan akumulasi kerusakan yang terjadi terus-menerus dan
menyebabkan terjadinya bencana. Kerangka awal sebagai acuan perencanaan tata
ruang wilayah adalah identifikasi multiancaman bencana yang dapat terjadi serta
melakukan inventarisasi berbagai ancaman tersebut. Ancaman bencana bisa
berupa longsor, gunung meletus, erosi, kebakaran hutan, kekeringan, banjir dari
pasang surut air laut dan dari luapan sungai, intrusi air laut, tsunami, kerusakan
ekosistem mangrove dan terumbu karang, pencemaran air tanah akibat limbah
domestik dan pertanian, amblesan tanah, abrasi, gempa, dan sebagainya.

Untuk itu, kota perlu didesain menjadi sebuah “kota ekologis”. Kota ekologis
adalah satu pendekatan pembangunan kota yang didasarkan atas prinsip-prinsip
ekologis. Kota ekologis mempunyai kesamaan dengan konsepsi kota yang
berkelanjutan yang menekankan pentingnya menyeimbangkan antara kepentingan
ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Selain unsur-unsur penting dalam mewujudkan sebuah kota ekologis seperti


jaringan air bersih dan sanitasi, ruang terbuka hijau (RTH), penanganan sampah,
transportasi, serta penataan kawasan bersejarah, tata ruang berbasis mitigasi
bencana (TRBMB) adalah hal yang sangat penting dalam mewujudkan kota
berkelanjutan. Penataan ruang kota adalah menata “wadah” bagi berbagai
kegiatan masyarakat kota agar berbagai kegiatan tersebut dapat berlangsung
dengan baik dan tidak saling menganggu.

Mitigasi dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat kemungkinan


terjadinya bencana. Mayoritas korban bencana di negara berkembang disebabkan,
antara lain, oleh sistem mitigasi yang tidak baik.

Bagian paling kritis dari suatu mitigasi bencana adalah pemahaman yang utuh
terhadap bencana, sifat-sifatnya dan penyebab-penyebabnya, penyebaran
geografisnya, ukuran dan tingkat keparahannya, dan kemungkinan frekuensi
kemunculannya, mekanisme kerusakan fisik, elemen-elemen dan aktivitas yang
paling rentan terhadap kerusakan. Termasuk di dalamnya adalah kemungkinan
konsekuensi sosial dan ekonomi dari bencana mitigasi tidak hanya mencakup
menyelamatkan hidup dan mereka yang terluka, tetapi juga mengurangi
konsekuensi-konskuensi yang paling merugikan dari bahaya tersebut.

Penilaian kerentanan merupakan aspek penting dari perencanaan mitigasi yang


efektif. Hasil kajian Novi Rahmawati (2010) kian menandaskan bahwa menata
kota berbasis mitigasi bencana perlu diawali dengan melakukan inventarisasi
dampak ancaman bencana terhadap masyarakat.

Berdasarkan frekuensi dan besarnya, ancaman bencana dapat dianalisa besarnya


tingkat kerusakan yang dapat terjadi secara ekonomi dan sosial. Inventarisasi nilai
kerusakan didapatkan dari nilai rupiah dari masing-masing unsur yang berisiko
terjadi kerusakan apabila ancaman bencana terjadi, misalnya, jumlah populasi
yang dapat meninggal, jumlah rumah yang dapat rusak, jumlah tambak yang dapat
tergenang atau terpolusi.

Dampak bencana dapat dihitung sebagai frekuensi dan besarnya ancaman bencana
dikalikan nilai kerugian. Proses di tahap ini disebut tingkat risiko bencana yang
kemungkinan dapat terjadi. Tiap unsur baik secara ekonomi maupun sosial yang
terkena dampak seperti risiko meninggalnya orang, risiko suatu benda dapat
mengancam kehidupan seseorang jika terjadi bencana, dan risiko nilai ekonomi
suatu infrastruktur dapat rusak jika terjadi bencana. Berapa jumlah populasi yang
terancam jiwanya yang mendiami suatu lokasi apabila terjadi bencana longsor,
banjir atau bencana lain dapat dihitung berdasarkan frekuensi dan besarnya
ancaman bencana. Berapa potensi suatu objek yang dapat mengancam kehidupan
manusia jika terjadi bencana, misalnya, potensi bangunan rumah dapat rubuh dan
mengancam kehidupan penghuninya jika bencana gempa dan atau longsor terjadi.
Berapa nilai ekonomi suatu objek dapat terancam mengalami kerusakan jika
terjadi bencana, misalnya, nilai ekonomi infrastruktur jalan dan fasilitas umum
jika terjadi tsunami, nilai ekonomi kehilangan flora dan fauna jika terjadi
kebakaran hutan, kerugian yang dapat diderita petani jika tambak dan lahan
pertaniannya terkena intrusi air laut.

Dari sini jelas bahwa penyebaran tingkat risiko terjadinya multibencana dapat
digunakan sebagai acuan untuk merencanakan kebijakan dalam tata ruang
wilayah. Dengan perencanaan tata ruang berbasis mitigasi kita harapkan dapat
diujudkan kota-kota di Indonesia sebagai kota yang tangguh dalam menghadapi
bencana.

(http://serambinews.com/news/view/38822/membangun-kota-
tangguh-bencana )

PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL

A. Pengantar

Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang-


perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan
sistem serta bentu-bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila
ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan
yang terlah ada. Proses sosial dapat diartikan sebagai pengaruh timbale-balik
antara pelbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh-mempengaruhi antara
sosial dengan politik, politik dengan ekonomi, ekonomi dengan hukum, dst.
Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena
tanpa interkasi sosial tak akan mungkin ada kehidupan bersama.

A. Interaksi Sosial sebagai Faktor Utama dalam Kehidupan Sosial

Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial(yang juga dapat


dinamakan sebagai proses sosial) karena interasi sosial merupakan syarat utama
terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-
hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang
perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang
perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial antara kelompok-
kelompok manusia terjadi anatara kelompo tersebut sebagai suatu kesatuan dan
biasanya tidak menyangkut pribadi anggota-anggotanya.

Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi pula di dalam


masyarakat. Interaksi tersebut lebih mencolok ketika terjadi benturan antara
kepentingan perorangan dengan kepentingan kelompok. Interaksi sosial hanya
berlangsung antara pihak-pihak apabila terjadi reaksi terhadap dua belah pihak.
Interaksi sosial tak akan mungkin teradi apabila manusia mengadakan hubungan
yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap
sistem syarafnya, sebagai akibat hubungan termaksud.

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada pelbagai faktor :

1. Imitasi

Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong


seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku

1. Sugesti

Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan


atau suatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh
pihak lain.

1. Identifikasi

Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan atau keinginan dalam


diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya
lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat
terbentuk atas dasar proses ini.

1. Proses simpati

Sebenarnya merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik


pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang
sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan
untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya.

A. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut


hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan
kelompok.

Dua Syarat terjadinya interaksi sosial :

1. Adanya kontak sosial (social contact), yang dapat berlangsung dalam tiga
bentuk.Yaitu antarindividu, antarindividu dengan kelompok,
antarelompok. Selain itu, suatu kontak dapat pula bersifat langsung
maupun tidak langsung.
2. Adanya Komunikasi, yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang
lain, perasaan-perassaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut.
Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan
yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.

Kata kontak berasal dari bahasa Latin con atau cum (artinya bersama-
sama) dan tango (yang artinya menyentuh). Arti secara hanafiah adalah bersama-
sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadinya hubungan
badaniah. Sebagai gejala seosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah,
karena dewasa ini dengan adanya perkembangan teknologi, orang dapat
menyentuh berbagai pihak tanpa menyentuhnya. Dapat dikatakan bahwa
hubungan badaniah bukanlah syarat untuk terjadinya suatu kontak.

Kontak sosial dapat terjadi dalam 3 bentuk :

1. Adanya orang perorangan

Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kebuasaan dalam
keluarganya. Proses demikian terjadi melalui sosialisasi, yaitu suatu proses
dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan
nilai-nilai masyarakat dimana dia menjadi anggota.

1. ada orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya

kontak sosial ini misalnya adalah seseorang merasakan bahwa tindakan-


tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat atau apabila
suatu partai politik memkasa anggota-anggotanya menyesuaikan diri
dengan ideologi dan programnya.

1. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.


Umpamanya adalah dua partai politik mengadakan kerja sama untuk
mengalahkan parpol yang ketiga di pemilihan umumu.

Terjadinya suatu kontak tidaklah semata-mata tergantung dari tindakan,


tetapi juga tanggapan terhadap tindakan tersebut. Kontak sosial yang bersifat
positif mengarah pada suatu kerja sama, sengangkan yang bersifat negatif
mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama seali tidak menghasilkan
suatu interaksi sosial.

Suatu kontak dapat bersifat primer atau sekunder. Kontak perimer terjadi
apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka.
Kontak sekunder memerlukan suatu perantara. Sekunder dapat dilakukan secara
langsung. Hubungan-hubungan yang sekunder tersebut dapat dilakukan melalui
alat-alat telepon, telegraf, radio, dst.

Arti terpenting komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran


pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gera-gerak badaniah atau
sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang
yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin
disampaikan oleh orang lain tersebut.

Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan suatu


kelompok manusia atau perseorangan dapat diketahui oleh kelompok lain atau
orang lainnya. Hal itu kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa
yang dilakukannya.

A. Kehidupan yang Terasing

Pentingnya kontak dan komunikasi bagi terwujudnya interaksi sosial dapat


diuji terhadap suatu kehidupan yang terasing (isolation). Kehiduapan terasing
yang sempurna ditandai dengan ketidakmampuan untuk mengadakan interaksi
sosial dengan pihak-pihak lain. Kehidupan terasing dapat disebaban karena secara
badaniah seseorang sama sekali diasingkan dari hubungan dengan orang-orang
lainnua. Padahal perkembangan jiwa seseorag banyak ditentuan oleh
pergaulannya dengan orang lain.

Terasingnya seseorang dapat pula disebabkan oleh karena cacat pada salat
satu indrany. Dari beberapa hasil penelitian, ternyata bahwa kepribadian orang-
orang mengalami banyak penderitaan akibat kehidupan yang terasing karena cacat
indra itu. Orang-orang cacat tersebut akan mengalami perasaan rendah diri, karena
kemungkinan-kemungkinan untuk mengembangkan kepribadiannya seolah-olah
terhalang dan bahkan sering kali tertutup sama sekali.

Pada masyarakat berkasta, dimana gerak sosial vertikal hampir tak terjadi,
terasingnya seseorang dari kasta tertentu (biasanya warga kasta rendahan), apabila
berada di kalangan kasta lainnya (kasta yang tertinggi), dapat pula terjadi.
A. Bentuk-bentu Interaksi Sosial

Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation),


persaingan (competition), dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau
pertikaian (conflict). Pertikaian mungkin akan mendapatkan suatu penyelesaian,
namun penyelesaian tersebut hanya akan dapat diterima untuk sementara waktu,
yang dinamakan akomodasi. Ini berarti kedua belah pihak belum tentu puas
sepenunya. Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi
sosial. Keempat bentuk poko dari interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan
suatu kontinuitas, di dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan kerja sama
yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertikaian untuk
akhirnya sampai pada akomodasi.

Gillin dan Gillin mengadakan penggolongan yang lebih luas lagi. Menurut
mereka, ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi
sosial :

1. Proses-proses yang Asosiatif

1.
a. Kerja Sama (Cooperation)

Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia


untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk kerja sama tersebut
berkembang apabila orang dapat digerakan untuk mencapai suatu tujuan bersama
dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai
manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian
kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya,
keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama supaya
rencana kerja samanya dapat terlaksana dengan baik.

Kerja sama timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap


kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainya (yang merupakan out-
group-nya). Kerja sama akan bertambah kuat jika ada hal-hal yang menyinggung
anggota/perorangan lainnya.

Fungsi Kerjasama digambarkan oleh Charles H.Cooley ”kerjasama


timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-
kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup
pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi
kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-
kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta penting
dalam kerjasama yang berguna”
Dalam teori-teori sosiologi dapat dijumpai beberapa bentuk kerjasama
yang biasa diberi nama kerja sama (cooperation). Kerjasama tersebut lebih lanjut
dibedakan lagi dengan :

1. Kerjasama Spontan (Spontaneous Cooperation) : Kerjasama yang


sertamerta
2. Kerjasama Langsung (Directed Cooperation) : Kerjasama yang
merupakan hasil perintah atasan atau penguasa
3. Kerjasama Kontrak (Contractual Cooperation) : Kerjasama atas dasar
tertentu
4. Kerjasama Tradisional (Traditional Cooperation) : Kerjasama sebagai
bagian atau unsur dari sistem sosial.

Ada 5 bentuk kerjasama :

1. Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong menolong


2. Bargaining, Yaitu pelaksana perjanjian mengenai pertukaran barang-
barang dan jasa-jasa antara 2 organisasi atau lebih
3. Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru
dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi
sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam
stabilitas organisasi yang bersangkutan
4. Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang
mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan
yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi atau lebih
tersebut kemungkinan mempunyai struktut yang tidak sama antara satu
dengan lainnya. Akan tetapi, karenamaksud utama adalah untuk mencapat
satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnnya adalah kooperatif.
5. Joint venture, yaitu erjasama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu,
misalnya pengeboran minyak, pertambangan batubara, perfilman,
perhotelan, dst.

1.
a. Akomodasi (Accomodation)

Pengertian

Istilah Akomodasi dipergunakan dalam dua arti : menujukk pada suatu


keadaan dan yntuk menujuk pada suatu proses. Akomodasi menunjuk pada
keadaan, adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang-perorangan
atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial
dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Sebagai suatu proses
akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu
pertentangan yaitu usaha-usaha manusia untuk mencapai kestabilan.
Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu perngertian yang
digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam
hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan adaptasi dalam biologi.
Maksudnya, sebagai suatu proses dimana orang atau kelompok manusia yang
mulanya saling bertentangan, mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi
ketegangan-ketegangan. Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan
pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan
kepribadiannya.

Tujuan Akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya,


yaitu :

1. Untuk mengurangi pertentangan antara orang atau kelompok manusia


sebagai akibat perbedaan paham
2. Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau
secara temporer
3. Memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompok sosial yang
hidupnya terpisah akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan,
seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem berkasta.
4. mengusahakan peleburan antara kelompok sosial yang terpisah.

Bentuk-bentuk Akomodasi

1. Corecion, suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena


adanya paksaan
2. Compromise, bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling
mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap
perselisihan yang ada.
3. Arbitration, Suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak
yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri
4. Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari
pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
5. Toleration, merupakan bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal
bentuknya.
6. Stalemate, suatu akomodasi dimana pihak-pihak yang bertentangan karena
mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada satu titik tertentu
dalam melakukan pertentangannya.
7. Adjudication, Penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan

Hasil-hasil Akomodasi

a. Akomodasi dan Intergrasi Masyarakat

Akomodasi dan intergrasi masyarakat telah berbuat banyak untuk


menghindarkan masyarakat dari benih-benih pertentangan laten yang akan
melahirkan pertentangan baru.
a. Menekankan Oposisi

Sering kali suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu


kelompok tertentu dan kerugian bagi pihak lain

a. Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda


b. Perubahan lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau
keadaan yang berubah
c. Perubahan-perubahan dalam kedudukan
d. Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi

Dengan adanya proses asimilasi, para pihak lebih saling mengenal dan
dengan timbulnya benih-benih toleransi mereka lebih mudah untuk saling
mendekati.

Asimilasi (Assimilation)

Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya
usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-
perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha
untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan proses-proses mental dengan
memerhatikan kepentingan dan tujuan bersama.

Proses Asimilasi timbul bila ada :

1. Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya


2. orang-perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara
langsung dan intensif untuk waktu yang lama sehingga
3. kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut
masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri

Beberapa bentuk interaksi sosial yang memberi arah ke suatu proses asimilasi
(interaksi yang asimilatif) bila memilii syarat-syarat berikut ini

1. Interaksi sosial tersebut bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain,


dimana pihak yang lain tadi juga berlaku sama
2. interaksi sosial tersebut tidak mengalami halangan-halangan atau
pembatasan-pembatasan
3. Interaksi sosial tersebut bersifat langsung dan primer
4. Frekuaensi interaksi sosial tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan antara
pola-pola tersebut. Artinya, stimulan dan tanggapan-tanggapan dari pihak-
pihak yang mengadakan asimilasi harus sering dilakukan dan suatu
keseimbangan tertentu harus dicapai dan dikembangankan.

Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi adalah :


1. Toleransi
2. kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi
3. sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya
4. sikap tebuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat
5. persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan
6. perkawinan campuran (amaigamation)
7. adanya musuh bersama dari luar

Faktor umum penghalangan terjadinya asimilasi

1. Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat


2. kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi dan
sehubungan dengan itu seringkali menimbulkan faktor ketiga
3. perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi
4. perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih
tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya.
5. Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri
badaniah dapat pula menjadi salah satu penghalang terjadinya asimilasi
6. In-Group-Feeling yang kuat menjadi penghalang berlangsungnya
asimilasi. In Group Feeling berarti adanya suatu perasaan yang kuat sekali
bahwa individu terikat pada kelompok dan kebudayaan kelompok yang
bersangkutan.
7. Gangguan dari golongan yang berkuasa terhadap minoritas lain apabila
golongan minoritas lain mengalami gangguan-gangguan dari golongan
yang berkuasa
8. faktor perbedaan kepentingan yang kemudian ditambah dengan
pertentangan-pertentangan pribadi.

Asimilasi menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan sosial dan


dalam pola adat istiadat serta interaksi sosial. Proses yang disebut terakhir biasa
dinamakan akulturasi. Perubahan-perubahan dalam pola adat istiadat dan interaksi
sosial kadangkala tidak terlalu penting dan menonjol.

1. Proses Disosiatif

Proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional proccesses, yang


persis halnya dengan kerjasama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat,
walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial
masyarakat bersangkutan. Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan
seseorang atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Pola-pola
oposisi tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup (struggle
for existence). Untuk kepentingan analisis ilmu pengetahan, oposisi proses-proses
yang disosiatif dibedkan dalam tiga bentuk, yaitu :

Persaingan (Competition)
Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial
dimana individu atau kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan
melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat
perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara
menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada
tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Persaingan mempunya dua tipe
umum :

1. Bersifat Pribadi : Individu, perorangan, bersaing dalam memperoleh


kedudukan. Tipe ini dinamakan rivalry.
2. Bersifat Tidak Pribadi : Misalnya terjadi antara dua perusahaan besar yang
bersaing untuk mendapatkan monopoli di suatu wilayah tertentu.

Bentuk-bentuk persaingan :

1. Persaingan ekonomi : timbul karena terbatasnya persediaan dibandingkan


dengan jumlah konsumen
2. Persaingan kebudayaan : dapat menyangkut persaingan bidang
keagamaan, pendidikan, dst.
3. Persaingan kedudukan dan peranan : di dalam diri seseorang maupun di
dalam kelompok terdapat keinginan untuk diakui sebagai orang atau
kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan terpandang.
4. Persaingan ras : merupakan persaingan di bidang kebudayaan. Hal ini
disebabkan krn ciri-ciri badaniyah terlihat dibanding unsur-unsur
kebudayaan lainnya.

Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai beberapa fungsi :

1. Menyalrkan keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif


2. Sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang pada
suatu masa medapat pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka
yang bersaing.
3. Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial.
Persaingan berfungsi untuk mendudukan individu pada kedudukan serta
peranan yang sesuai dengan kemampuannya.
4. Sebagai alat menyaring para warga golongan karya (”fungsional”)

Hasil suatu persaingan terkait erat dengan pelbagai faktor berikut ini ”

1. Kerpibadian seseorang
2. Kemajuan : Persaingan akan mendorong seseorang untuk bekerja keras
dan memberikan sahamnya untuk pembangunan masyarakat.
3. Solidaritas kelompok : Persaingan yang jujur akan menyebabkan para
individu akan saling menyesuaikan diri dalam hubungan-hubungan
sosialnya hingga tercapai keserasian.
4. Disorganisasi : Perubahan yang terjadi terlalu cepat dalam masyarakat
akan mengakibatkan disorganisasi pada struktur sosial.

Kontraversi (Contravetion)

Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada
antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Bentuk kontraversi menurut
Leo von Wiese dan Howard Becker ada 5 :

1. yang umum meliputi perbuatan seperti penolakan, keenganan, perlawanan,


perbuatan menghalang-halangi, protes, gangguang-gangguan, kekerasan,
pengacauan rencana
2. yang sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum,
memaki-maki melalui surat selebaran, mencerca, memfitnah,
melemparkan beban pembuktian pada pihak lain, dst.
3. yang intensif, penghasutan, menyebarkan desas desus yang
mengecewakan pihak lain
4. yang rahasia, mengumumkan rahasian orang, berkhianat.
5. yang taktis, mengejutkan lawan, mengganggu dan membingungkan pihak
lain.

Contoh lain adalah memaksa pihak lain menyesuaikan diri dengan kekerasan,
provokasi, intimidasi, dst.

Menurut Leo von Wiese dan Howard Becker ada 3 tipe umum kontravensi :

1. Kontraversi generasi masyarakat : lazim terjadi terutama pada zaman yang


sudah mengalami perubahan yang sangat cepat
2. Kontraversi seks : menyangkut hubungan suami dengan istri dalam
keluarga.
3. Kontraversi Parlementer : hubungan antara golongan mayoritas dengan
golongan minoritas dalam masyarakat.baik yang menyangkut hubungan
mereka di dalam lembaga legislatif, keagamaan, pendidikan, dst.

Tipe Kontravensi :

1. Kontravensi antarmasyarakat setempat, mempunyai dua bentuk :


a. Kontavensi antarmasyarakat setempat yang berlainan
(intracommunity struggle)
b. Kontravensi antar golongan-golongan dalam satu masyarakat
setempat (intercommunity struggle)

1. Antagonisme keagamaan
2. Kontravensi Intelektual : sikap meninggikan diri dari mereka yang
mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi atau sebaliknya
3. Oposisi moral : erat hubungannya dengan kebudayaan.
Pertentangan (Pertikaian atau conflict)

Pribadi maupun kelompok menydari adanya perbedaan-perbedaan misalnya


dalam ciri-ciri badaniyah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilaku, dan
seterusnya dengan pihak lain. Ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan yang
ada hingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian.

Sebab musabab pertentangan adalah :

1. Perbedaan antara individu


2. Perbedaan kebudayaan
3. perbedaan kepentingan
4. perubahan sosial.

Pertentangan dapat pula menjadi sarana untuk mencapai keseimbangan


antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat. Timbulnya pertentangan merupakan
pertanda bahwa akomodasi yang sebelumnya telah tercapai.

Pertentangan mempunyai beberapa bentuk khusus:

1. Pertentangan pribadi
2. Pertentangan Rasial : dalam hal ini para pihak akan menyadari betapa
adanya perbedaan antara mereka yang menimbulkan pertentangan
3. Pertentangan antara kelas-kelas sosial : disebabkan karena adanya
perbedaan kepentingan
4. Pertentangan politik : menyangkut baik antara golongan-golongan dalam
satu masyarakat, maupun antara negara-negara yang berdaulat
5. Pertentangan yang bersifat internasional : disebabkan perbedaan-
perbedaan kepentingan yang kemudian merembes ke kedaulatan negara

Akibat-akibat bentuk pertentangan

1. Tambahnya solidaritas in-group


2. Apabila pertentangan antara golongan-golongan terjadi dalam satu
kelompok tertentu, akibatnya adalah sebaliknya, yaitu goyah dan retaknya
persatuan kelompok tersebut.
3. Perubahan kepribadian para individu
4. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia
5. Akomodasi, dominasi, dan takluknya salah satu pihak

Baik persaingan maupun pertentangan merupakan bentuk-bentuk proses


sosial disosiatif yang terdapat pada setiap masyarakat.

(http://kuliahkomunikasi.com/2008/06/proses-sosial-dan-
interaksi-sosial/comment-page-2/ )
Interaksi Sebagai Proses sosial

Semua manusia hidup dilingkungan keluarga dan masyarakat secara normal.


Mereka memang selalu saling membutuhkan dan berhubungan dengan satu sama
lain. Misalnya seorang anak yang hidup dilingkungan keluarga tentunya anak
tersebut akan selalu berhubungan dengan orang tua atau saudaranya. Demikian
pula dengan kehidupan bermasyarakat. Seseorang tidak dapat hidup sendirian.
Siapa yang mau hidup sendiri? Semua satu sama lain akan saling membutuhkan.
Hubungan antar manusia tersebut dapat disebut sebagai suatu interaksi sosial.
Lalu apa yang dimaksut dengan interaksi sosial? Interaksi sosial adalah suatu
proses dimana sebuah masyarakat saling mempengaruhi dalam hubungan timbal
balik antara individu individu, individu dengan kelompok, dan antara kelompok
dengan kelompok. Interaksi sosial antar manusia dapat terlihat dalam aktifitas
manusia didalam masyarakat. Semua aktifitas manusia tersebut secara langsung
maupun tidak langsung akan membutuhkan waktu untuk membentuk suatu
perilaku yang dapat diterima semua pihak. Serangkaian aktifitas manusia ini
disebut juga sebagai proses sosial. Proses itu sendiri memiliki arti sebagai
tahapan-tahapan dalam suatu peristiwa untuk membentuk jalannya rangkaian
kerja sedangkan sosial artinya segala sesuatu mengenai masyarakat yang peduli
terhadap kepentingan umum.

(http://serba-serbi-ayangg.blogspot.com/2010/01/interaksi-sebagai-proses-
sosial.html )

Tentu kamu tidak asing lagi dengan istilah kepribadian bukan? Kepribadian
dimiliki seseorang melalui sosialisasi sejak ia dilahirkan. Lalu apakah yang kamu
ketahui tentang kepribadian?

1. Pengertian Kepribadian

Kepribadian menunjuk pada pengaturan sikap-sikap seseorang untuk berbuat,


berpikir, dan merasakan, khususnya apabila dia berhubungan dengan orang lain
atau menanggapi suatu keadaan. Kepribadian mencakup kebiasaan, sikap, dan
sifat yang dimiliki seseorang apabila berhubungan dengan orang lain. Konsep
kepribadian merupakan konsep yang sangat luas, sehingga sulit untuk
merumuskan satu definisi yang dapat mencakup keseluruhannya. Oleh karena itu,
pengertian dari satu ahli dengan yang lainnya pun juga berbeda-beda. Namun
demikian, definisi yang berbeda-beda tersebut saling melengkapi dan
memperkaya pemahaman kita tentang konsep kepribadian. Apakah kepribadian
itu? Secara umum yang dimaksud kepribadian adalah sifat hakiki yang tercermin
pada sikap seseorang yang membedakan dengan orang lain. Untuk memahami
lebih jauh mengenai pengertian kepribadian, berikut ini definisi yang dipaparkan
oleh beberapa ahli.

a. M.A.W. Brower
Kepribadian adalah corak tingkah laku sosial yang meliputi corak kekuatan,
dorongan, keinginan, opini, dan sikap-sikap seseorang.

b. Koentjaraningrat

Kepribadian adalah suatu susunan dari unsur-unsur akal dan jiwa yang
menentukan tingkah laku atau tindakan seseorang.

c. Theodore R. Newcomb

Kepribadian adalah organisasi sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar


belakang terhadap perilaku.

d. Yinger

Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan sistem


kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi.

e. Roucek dan Warren

Kepribadian adalah organisasi faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis


yang mendasari perilaku seseorang. Dari pengertian yang diungkapkan oleh para
ahli di atas, dapat kita simpulkan secara sederhana bahwa yang dimaksud
kepribadian (personality) merupakan ciri-ciri dan sifat-sifat khas yang mewakili
sikap atau tabiat seseorang, yang mencakup polapola pemikiran dan perasaan,
konsep diri, perangai, dan mentalitas yang umumnya sejalan dengan kebiasaan
umum.

2. Unsur-Unsur dalam Kepribadian

Kepribadian seseorang bersifat unik dan tidak ada duanya. Unsur-unsur yang
memengaruhi kepribadian seseorang itu adalah pengetahuan, perasaan, dan
dorongan naluri.

a. Pengetahuan

Pengetahuan seseorang bersumber dari pola pikir yang rasional, yang berisi
fantasi, pemahaman, dan pengalaman mengenai bermacam-macam hal yang
diperolehnya dari lingkungan yang ada di sekitarnya. Semua itu direkam dalam
otak dan sedikit demi sedikit diungkapkan dalam bentuk perilakunya di
masyarakat.

b. Perasaan
Perasaan merupakan suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang menghasilkan
penilaian positif atau negatif terhadap sesuatu atau peristiwa tertentu. Perasaan
selalu bersifat subjektif, sehingga penilaian seseorang terhadap suatu hal atau
kejadian akan berbeda dengan penilaian orang lain. Contohnya penilaian terhadap
jam pelajaran yang kosong. Mungkin kamu menganggap sebagai hal yang tidak
menyenangkan karena merasa rugi tidak memperoleh pelajaran. Lain halnya
dengan penilaian temanmu yang menganggap sebagai hal yang menyenangkan.
Perasaan mengisi penuh kesadaran manusia dalam hidupnya.

c. Dorongan Naluri

Dorongan naluri merupakan kemauan yang sudah menjadi naluri setiap manusia.
Hal itu dimaksudkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia, baik
yang bersifat rohaniah maupun jasmaniah. Sedikitnya ada tujuh macam dorongan
naluri, yaitu untuk mempertahankan hidup, seksual, mencari makan, bergaul dan
berinteraksi dengan sesama manusia, meniru tingkah laku sesamanya, berbakti,
serta keindahan bentuk, warna, suara, dan gerak.

3. Faktor-Faktor yang Membentuk Kepribadian

Secara umum, perkembangan kepribadian dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu


warisan biologis, warisan lingkungan alam, warisan sosial, pengalaman kelompok
manusia, dan pengalaman unik.

a. Warisan Biologis (Heredity)

Warisan biologis memengaruhi kehidupan manusia dan setiap manusia


mempunyai warisan biologis yang unik, berbeda dari orang lain. Artinya tidak ada
seorang pun di dunia ini yang mempunyai karakteristik fisik yang sama persis
dengan orang lain, bahkan anak kembar sekalipun. Faktor keturunan berpengaruh
terhadap keramah-tamahan, perilaku kompulsif (terpaksa dilakukan), dan
kemudahan dalam membentuk kepemimpinan, pengendalian diri, dorongan hati,
sikap, dan minat. Warisan biologis yang terpenting terletak pada perbedaan
intelegensi dan kematangan biologis. Keadaan ini membawa pengaruh pada
kepribadian seseorang. Tetapi banyak ilmuwan berpendapat bahwa perkembangan
potensi warisan biologis dipengaruhi oleh pengalaman sosial seseorang. Bakat
memerlukan anjuran, pengajaran, dan latihan untuk mengembangkan diri melalui
kehidupan bersama dengan manusia lainnya.

b. Warisan Lingkungan Alam (Natural Environment)

Perbedaan iklim, topografi, dan sumber daya alam menyebabkan manusia harus
menyesuaikan diri terhadap alam. Melalui penyesuaian diri itu, dengan sendirinya
pola perilaku masyarakat dan kebudayaannyapun dipengaruhi oleh alam.
Misalnya orang yang hidup di pinggir pantai dengan mata pencaharian sebagai
nelayan mempunyai kepribadian yang berbeda dengan orang yang tinggal di
daerah pertanian. Mereka memiliki nada bicara yang lebih keras daripada orang-
orang yang tinggal di daerah pertanian, karena harus menyamai dengan debur
suara ombak. Hal itu terbawa dalam kehidupan sehari-hari dan telah menjadi
kepribadiannya.

c. Warisan Sosial (Social Heritage) atau Kebudayaan

Kita tahu bahwa antara manusia, alam, dan kebudayaan mempunyai hubungan
yang sangat erat dan saling memengaruhi. Manusia berusaha untuk mengubah
alam agar sesuai dengan kebudayaannya guna memenuhi kebutuhan hidup.
Misalnya manusia membuka hutan untuk dijadikan lahan pertanian. Sementara itu
kebudayaan memberikan andil yang besar dalam memberikan warna kepribadian
anggota masyarakatnya.

d. Pengalaman Kelompok Manusia (Group Experiences)

Kehidupan manusia dipengaruhi oleh kelompoknya. Kelompok manusia, sadar


atau tidak telah memengaruhi anggota-anggotanya, dan para anggotanya
menyesuaikan diri terhadap kelompoknya. Setiap kelompok mewariskan
pengalaman khas yang tidak diberikan oleh kelompok lain kepada anggotanya,
sehingga timbullah kepribadian khas anggota masyarakat tersebut.

e. Pengalaman Unik (Unique Experience)

Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda dengan orang lain, walaupun
orang itu berasal dari keluarga yang sama, dibesarkan dalam kebudayaan yang
sama, serta mempunyai lingkungan fisik yang sama pula. Mengapa demikian?
Walaupun mereka pernah mendapatkan pengalaman yang serupa dalam beberapa
hal, namun berbeda dalam beberapa hal lainnya. Mengingat pengalaman setiap
orang adalah unik dan tidak ada pengalaman siapapun yang secara sempurna
menyamainya.

Menurut Paul B. Horton, pengalaman tidaklah sekedar bertambah, akan tetapi


menyatu. Pengalaman yang telah dilewati memberikan warna tersendiri dalam
kepribadian dan menyatu dalam kepribadian itu, setelah itu baru hadir
pengalaman berikutnya.

Selain kelima faktor pembentuk kepribadian yang telah kita bahas di atas, F.G.
Robbins dalam Sumadi Suryabrata (2003), mengemukakan ada lima faktor yang
menjadi dasar kepribadian, yaitu sifat dasar, lingkungan prenatal, perbedaan
individual, lingkungan, dan motivasi.

a. Sifat Dasar

Sifat dasar merupakan keseluruhan potensi yang dimiliki seseorang yang diwarisi
dari ayah dan ibunya. Dalam hal ini, Robbins lebih menekankan pada sifat
biologis yang merupakan salah satu hal yang diwariskan dari orang tua kepada
anaknya.

b. Lingkungan Prenatal

Lingkungan prenatal merupakan lingkungan dalam kandungan ibu. Pada periode


ini individu mendapatkan pengaruh tidak langsung dari ibu. Maka dari itu, kondisi
ibu sangat menentukan kondisi bayi yang ada dalam kandungannya tersebut, baik
secara fisik maupun secara psikis. Banyak peristiwa yang sudah ada membuktikan
bahwa seorang ibu yang pada waktu mengandung mengalami tekanan psikis yang
begitu hebatnya, biasanya pada saat proses kelahiran bayi ada gangguan atau
dapat dikatakan tidak lancar.

c. Perbedaan Individual

Perbedaan individu merupakan salah satu faktor yang memengaruhi proses


sosialisasi sejak lahir. Anak tumbuh dan berkembang sebagai individu yang unik,
berbeda dengan individu lainnya, dan bersikap selektif terhadap pengaruh dari
lingkungan.

d. Lingkungan

Lingkungan meliputi segala kondisi yang ada di sekeliling individu yang


memengaruhi proses sosialisasinya. Proses sosialisasi individu tersebut akan
berpengaruh pada kepribadiannya.

e. Motivasi

Motivasi adalah dorongan-dorongan, baik yang datang dari dalam maupun luar
individu sehingga menggerakkan individu untuk berbuat atau melakukan sesuatu.
Dorongandorongan inilah yang akan membentuk kepribadian individu sebagai
warna dalam kehidupan bermasyarakat.

4. Teori-Teori Perkembangan Kepribadian

Ada beberapa teori yang membahas mengenai perkembangan kepribadian dalam


proses sosialisasi. Teori-teori tersebut antara lain Teori Tabula Rasa, Teori
Cermin Diri, Teori Diri Antisosial, Teori Ralph Conton, dan Teori Subkultural
Soerjono Soekanto.

a. Teori Tabula Rasa

Pada tahun 1690, John Locke mengemukakan Teori Tabula Rasa dalam bukunya
yang berjudul “ An Essay Concerning Human Understanding.” Menurut teori ini,
manusia yang baru lahir seperti batu tulis yang bersih dan akan menjadi seperti
apa kepribadian seseorang ditentukan oleh pengalaman yang didapatkannya.
Teori ini mengandaikan bahwa semua individu pada waktu lahir mempunyai
potensi kepribadian yang sama. Kepribadian seseorang setelah itu semata-mata
hasil pengalaman-pengalaman sesudah lahir (Haviland, 1989:398). Perbedaan
pengalaman yang dialami seseorang itulah yang menyebabkan adanya bermacam-
macam kepribadian dan adanya perbedaan kepribadian antara individu yang satu
dengan individu yang lain.

Teori tersebut tidak dapat diterima seluruhnya. Kita tahu bahwa setiap orang
memiliki kecenderungan khas sebagai warisan yang dibawanya sejak lahir yang
akan memengaruhi kepribadiannya pada waktu dewasa. Akan tetapi juga harus
diingat bahwa warisan genetik hanya menentukan potensi kepribadian setiap
orang. Tumbuh dan berkembangnya potensi itu tidak seperti garis lurus, namun
ada kemungkinan terjadi penyimpangan. Kepribadian seseorang tidak selalu
berkembang sesuai dengan potensi yang diwarisinya.

Warisan genetik itu memang memengaruhi kepribadian, tetapi tidak mutlak


menentukan sifat kepribadian seseorang. Pengalaman hidup, khususnya
pengalaman-pengalaman yang diperoleh pada usia dini, sangat menentukan
kepribadian individu.

b. Teori Cermin Diri

Teori Cermin Diri (The Looking Glass Self) ini dikemukakan oleh Charles H.
Cooley. Teori ini merupakan gambaran bahwa seseorang hanya bisa berkembang
dengan bantuan orang lain. Setiap orang menggambarkan diri mereka sendiri
dengan cara bagaimana orang-orang lain memandang mereka. Misalnya ada orang
tua dan keluarga yang mengatakan bahwa anak gadisnya cantik. Jika hal itu sering
diulang secara konsisten oleh orang-orang yang berbedabeda, akhirnya gadis
tersebut akan merasa dan bertindak seperti seorang yang cantik. Teori ini
didasarkan pada analogi dengan cara bercermin dan mengumpamakan gambar
yang tampak pada cermin tersebut sebagai gambaran diri kita yang terlihat orang
lain.

Gambaran diri seseorang tidak selalu berkaitan dengan faktafakta objektif.


Misalnya, seorang gadis yang sebenarnya cantik, tetapi tidak pernah merasa yakin
bahwa dia cantik, karena mulai dari awal hidupnya selalu diperlakukan orang
tuanya sebagai anak yang tidak menarik. Jadi, melalui tanggapan orang lain,
seseorang menentukan apakah dia cantik atau jelek, hebat atau bodoh, dermawan
atau pelit, dan yang lainnya.

Ada tiga langkah dalam proses pembentukan cermin diri.

1) Imajinasi tentang pandangan orang lain terhadap diri seseorang, seperti


bagaimana pakaian atau tingkah lakunya di mata orang lain.
2) Imajinasi terhadap penilaian orang lain tentang apa yang terdapat pada diri
masing-masing orang. Misalnya, pakaian yang dipakai.

3) Perasaan seseorang tentang penilaian-penilaian itu, seperti bangga, kecewa,


gembira, atau rendah diri.

Meskipun demikian, teori ini memiliki dua kelemahan yang menjadi sorotan
banyak pihak. Apa sajakah itu?

Pertama, pandangan Cooley dinilai lebih cocok untuk memahami kelompok


tertentu saja di dalam masyarakat yang memang berbeda dengan kelompok-
kelompok lainnya. Misalnya anak-anak belasan tahun, memang peka menerima
pendapat orang lain tentang dirinya. Sedangkan orang dewasa tidak mengacuhkan
atau menghiraukan pandangan orang lain, apabila memang tidak cocok dengan
dirinya.

Kedua, teori ini dianggap terlalu sederhana. Cooley tidak menjelaskan tentang
suatu kepribadian dewasa yang bisa menilai tingkah laku orang lain dan juga
dirinya.

c. Teori Diri Antisosial

Teori ini dikemukakan oleh Sigmund Freud. Dia berpendapat bahwa diri
manusia mempunyai tiga bagian, yaitu id, superego, dan ego.

1) Id adalah pusat nafsu serta dorongan yang bersifat naluriah, tidak sosial, rakus,
dan antisosial.

2) Ego adalah bagian yang bersifat sadar dan rasional yang mengatur
pengendalian superego terhadap id. Ego secara kasar dapat disebut sebagai akal
pikiran.

3) Superego adalah kompleks dari cita-cita dan nilai-nilai sosial yang dihayati
seseorang serta membentuk hati nurani atau disebut sebagai kesadaran sosial.

Gagasan pokok teori ini adalah bahwa masyarakat atau lingkungan sosial
selamanya akan mengalami konflik dengan kedirian dan selamanya menghalangi
seseorang untuk mencapai kesenangannya. Masyarakat selalu menghambat
pengungkapan agresi, nafsu seksual, dan dorongan-dorongan lainnya atau dengan
kata lain, id selalu berperang dengan superego. Id biasanya ditekan tetapi
sewaktu-waktu ia akan lepas menantang superego, sehingga menyebabkan beban
rasa bersalah yang sulit dipikul oleh diri. Kecemasan yang mencekam diri
seseorang itu dapat diukur dengan bertitik tolak pada jauhnya superego berkuasa
terhadap id dan ego. Dengan cara demikian, Freud menekankan aspek-aspek
tekanan jiwa dan frustasi sebagai akibat hidup berkelompok.
d. Teori Ralph dan Conton

Teori ini mengatakan bahwa setiap kebudayaan menekankan serangkaian


pengaruh umum terhadap individu yang tumbuh di bawah kebudayaan itu.
Pengaruh-pengaruh ini berbeda antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan
yang lain, tetapi semuanya merupakan bagian dari pengalaman bagi setiap orang
yang termasuk dalam masyarakat tertentu (Horton, 1993:97). Setiap masyarakat
akan memberikan pengalaman tertentu yang tidak diberikan oleh masyarakat lain
kepada anggotanya. Dari pengalaman sosial itu timbul pembentukan kepribadian
yang khas dari masyarakat tersebut. Selanjutnya dari pembentukan kepribadian
yang khas ini kita mengenal ciri umum masyarakat tertentu sebagai wujud
kepribadian masyarakat tersebut.

e. Teori Subkultural Soerjono Soekanto

Teori ini mencoba melihat kaitan antara kebudayaan dan kepribadian dalam ruang
lingkup yang lebih sempit, yaitu kebudayaan khusus (subcultural). Dia
menyebutkan ada beberapa tipe kebudayaan khusus yang memengaruhi
kepribadian, yaitu sebagai berikut.

1) Kebudayaan Khusus Atas Dasar Faktor Kedaerahan

Di sini dijumpai kepribadian yang berbeda dari individuindividu yang merupakan


anggota suatu masyarakat tertentu, oleh karena masing-masing tinggal di
daerahdaerah yang berlainan dengan kebudayaan khusus yang berbeda pula.

2) Cara Hidup di Kota dan di Desa yang Berbeda

Ciri khas yang dapat dilihat pada anggota masyarakat yang hidup di kota besar
adalah sikap individualistik. Sedangkan orang desa lebih menampakkan diri
sebagai masyarakat yang mempunyai sikap gotong royong yang sangat tinggi.

3) Kebudayaan Khusus Kelas Sosial

Dalam kenyataan di masyarakat, setiap kelas sosial mengembangkan kebudayaan


yang saling berbeda, yang pada akhirnya menghasilkan kepribadian yang berbeda
pula pada masing-masing anggotanya. Misalnya kebiasaan orang-orang yang
berasal dari kelas atas dalam mengisi waktu liburannya ke luar negeri. Kebiasaan
tersebut akan menghasilkan kepribadian yang berbeda dengan kelas sosial lainnya
di masyarakat.
4) Kebudayaan Khusus Atas Dasar Agama

Agama juga mempunyai pengaruh yang besar untuk membentuk kepribadian


individu. Adanya mazhabmazhab tertentu dalam suatu agama dapat melahirkan
kepribadian yang berbeda-beda di kalangan anggotaanggota mazhab yang
berlainan itu.

5) Kebudayaan Khusus Atas Dasar Pekerjaan atau Keahlian

Pekerjaan atau keahlian yang dimiliki seseorang juga mempunyai pengaruh


terhadap kepribadiannya. Contohnya kepribadian seorang guru pasti berbeda
dengan militer. Profesi-profesi tersebut mempunyai cara yang berbeda dalam
mendidik anak dan cara bergaul.

5. Tahap-Tahap Perkembangan Kepribadian

Tahap-tahap perkembangan kepribadian setiap individu tidak dapat disamakan


satu dengan yang lainnya. Tetapi secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut.

a. Fase Pertama

Fase pertama dimulai sejak anak berusia satu sampai dua tahun, ketika anak mulai
mengenal dirinya sendiri. Pada fase ini, kita dapat membedakan kepribadian
seseorang menjadi dua bagian penting, yaitu sebagai berikut.

1) Bagian yang pertama berisi unsur-unsur dasar atas berbagai sikap yang disebut
dengan attitudes yang kurang lebih bersifat permanen dan tidak mudah berubah di
kemudian hari. Unsur-unsur itu adalah struktur dasar kepribadian (basic
personality structure) dan capital personality. Kedua unsur ini merupakan sifat
dasar dari manusia yang telah dimiliki sebagai warisan biologis dari orang tuanya.

2) Bagian kedua berisi unsur-unsur yang terdiri atas keyakinan-keyakinan atau


anggapan-anggapan yang lebih fleksibel yang sifatnya mudah berubah atau dapat
ditinjau kembali di kemudian hari.

b. Fase Kedua

Fase ini merupakan fase yang sangat efektif dalam membentuk dan
mengembangkan bakat-bakat yang ada pada diri seorang anak. Fase ini diawali
dari usia dua sampai tiga tahun. Fase ini merupakan fase perkembangan di mana
rasa aku yang telah dimiliki seorang anak mulai berkembang karakternya sesuai
dengan tipe pergaulan yang ada di lingkungannya, termasuk struktur tata nilai
maupun struktur budayanya.
Fase ini berlangsung relatif panjang hingga anak menjelang masa kedewasaannya
sampai kepribadian tersebut mulai tampak dengan tipe-tipe perilaku yang khas
yang tampak dalam hal-hal berikut ini.

1) Dorongan-Dorongan (Drives)

Unsur ini merupakan pusat dari kehendak manusia untuk melakukan suatu
aktivitas yang selanjutnya akan membentuk motif-motif tertentu untuk
mewujudkan suatu keinginan. Drivers ini dibedakan atas kehendak dan nafsu-
nafsu. Kehendak merupakan dorongan-dorongan yang bersifat kultural, artinya
sesuai dengan tingkat peradaban dan tingkat perekonomian seseorang. Sedangkan
nafsu-nafsu merupakan kehendak yang terdorong oleh kebutuhan biologis,
misalnya nafsu makan, birahi (seksual), amarah, dan yang lainnya.

2) Naluri (Instinct)

Naluri merupakan suatu dorongan yang bersifat kodrati yang melekat dengan
hakikat makhluk hidup. Misalnya seorang ibu mempunyai naluri yang kuat untuk
mempunyai anak, mengasuh, dan membesarkan hingga dewasa. Naluri ini dapat
dilakukan pada setiap makhluk hidup tanpa harus belajar lebih dahulu seolah-olah
telah menyatu dengan hakikat makhluk hidup.

3) Getaran Hati (Emosi)

Emosi atau getaran hati merupakan sesuatu yang abstrak yang menjadi sumber
perasaan manusia. Emosi dapat menjadi pengukur segala sesuatu yang ada pada
jiwa manusia, seperti senang, sedih, indah, serasi, dan yang lainnya.

4) Perangai

Perangai merupakan perwujudan dari perpaduan antara hati dan pikiran manusia
yang tampak dari raut muka maupun gerak-gerik seseorang. Perangai ini
merupakan salah satu unsur dari kepribadian yang mulai riil, dapat dilihat, dan
diidentifikasi oleh orang lain.

5) Inteligensi (Intelligence Quetient-IQ)

Inteligensi adalah tingkat kemampuan berpikir yang dimiliki oleh seseorang.


Sesuatu yang termasuk dalam intelegensi adalah IQ, memori-memori
pengetahuan, serta pengalaman-pengalaman yang telah diperoleh seseorang
selama melakukan sosialisasi.

6) Bakat (Talent)

Bakat pada hakikatnya merupakan sesuatu yang abstrak yang diperoleh seseorang
karena warisan biologis yang diturunkan oleh leluhurnya, seperti bakat seni,
olahraga, berdagang, berpolitik, dan lainnya. Bakat merupakan sesuatu yang
sangat mendasar dalam mengembangkan keterampilan-keterampilan yang ada
pada seseorang. Setiap orang memiliki bakat yang berbeda-beda, walaupun
berasal dari ayah dan ibu yang sama.

c. Fase Ketiga

Pada proses perkembangan kepribadian seseorang, fase ini merupakan fase


terakhir yang ditandai dengan semakin stabilnya perilaku-perilaku yang khas dari
orang tersebut.

Pada fase ketiga terjadi perkembangan yang relatif tetap, yaitu dengan
terbentuknya perilaku-perilaku yang khas sebagai perwujudan kepribadian yang
bersifat abstrak. Setelah kepribadian terbentuk secara permanen, maka dapat
diklasifikasikan tiga tipe kepribadian, yaitu kepribadian normatif, kepribadian
otoriter, dan kepribadian perbatasan.

1) Kepribadian Normatif (Normative Man)

Kepribadian ini merupakan tipe kepribadian yang ideal, di mana seseorang


mempunyai prinsip-prinsip yang kuat untuk menerapkan nilai-nilai sentral yang
ada dalam dirinya sebagai hasil sosialisasi pada masa sebelumnya. Seseorang
memiliki kepribadian normatif apabila terjadi proses sosialisasi antara perlakuan
terhadap dirinya dan perlakuan terhadap orang lain sesuai dengan tata nilai yang
ada di dalam masyarakat. Tipe ini ditandai dengan kemampuan menyesuaikan diri
yang sangat tinggi dan dapat menampung banyak aspirasi dari orang lain.

2) Kepribadian Otoriter (Otoriter Man)

Tipe ini terbentuk melalui proses sosialisasi individu yang lebih mementingkan
kepentingan diri sendiri daripada kepentingan orang lain. Situasi ini sering terjadi
pada anak tunggal, anak yang sejak kecil mendapat dukungan dan perlindungan
yang lebih dari lingkungan orang-orang di sekitarnya, serta anak yang sejak kecil
memimpin kelompoknya.

3) Kepribadian Perbatasan (Marginal Man)

Kepribadian ini merupakan tipe kepribadian yang relatif labil di mana ciri khas
dari prinsip-prinsip dan perilakunya seringkali mengalami perubahan-perubahan,
sehingga seolah-olah seseorang itu mempunyai lebih dari satu corak kepribadian.
Seseorang dikatakan memiliki kepribadian perbatasan apabila orang ini memiliki
dualisme budaya, misalnya karena proses perkawinan atau karena situasi tertentu
hingga mereka harus mengabdi pada dua struktur budaya masyarakat yang
berbeda.
( Wrahatnala, Bondet, 2009, Sosiologi 1 : untuk SMA dan MA Kelas X, Jakarta :
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h. 113 – 123.)

You might also like