Professional Documents
Culture Documents
Naratif dapat diartikan sebagai bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak
tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu
keadaan waktu. Naratif adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan
dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca atau mitra tutur suatu peristiwa yang telah
terjadi . Naratif hanya berusaha menjawab suatu pertanyaan “Apa yang telah terjadi?”
(Keraf dalam Hartyanto, 2008)
0 2. Deskriptif
Keraf ( dalam Hartyanto, 2008) mendefinisikan deskriptif sebagai suatu bentuk wacana
yang bertalian dengan usaha perincian dari obyek-obyeknya yang direncanakan, penutur
memudahkan pesan-pesannya, memindahkan hasil pengamatan dan perasaan kepada
mitra tutur, penutur menyampaian sifat dan semua perincian wujud yang dapat ditemukan
pada obyek tertentu.
0 3. Informatif
Keraf (dalam Hartyanto, 2008) mendefinisikan informatif sebagai bentuk wacana yang
mengandung makna yang sedemikian rupa sehingga pendengar atau mitra tutur
menangkap amanat yang hendak disampaikan. Tindak informatif selalu berhubungan
dengan makna referensi, yaitu makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya
dengan dunia di luar angkasa (obyek atau gagasan), dan yang dapat dijelaskan oleh
analisis komponen (Kridalaksana dalam Hartyanto, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Subyakto-Nababan (dalam Hartyanto, 2008: 1) menambahkan bahwa tindak ilokusi
adalah tindak bahasa yang diidentifikasikan dengan kalimat pelaku yang eksplisif. Tindak
ilokusi merupakan tekanan atau kekuatan kehendak orang lain yang terungkap dengan
kata-kata kerja : menyuruh, memaksa, mendikte kepada dan sebaginya. Bach dan Harnish
(dalam Hartyanto, 2008) menyatakan bahwa dalam klasifikasi tindak ilokusi dapat dibagi
menjadi 4 golongan besar yaitu :
1 1. Konstantif
Merupakan ekspresi kepercayaan yang dibarengi dengan ekspresi maksud sehingga mitra
tutur membentuk (memegang) kepercayaan yang serupa. Konstantif dibagi menjadi
beberapa tipe, yakni : (a) asertif (menyatakan), (b) prediktif (meramalkan), (c) retroaktif
(memperhatikan), (d) deskriptif (menilai), (e) askriptif (mengajukan), (f) informative
(melaporkan), (g) konfirmatif (membuktikan), (h) konsesif (mengakui, menyetujui), (i)
retraktif (membantah), (j) asentif (menerima), (k) disentif (membedakan), (l) disputative
(menolak), (m) responsive (menanggapi), (n) sugestif (menerka), (o) supposif
(mengasumsikan). Contohnya : A :”Mengapa Anda belum menyerahkan tugas?”
B :”Maaf pak, tugas itu memang belum selesai saya kerjakan.” A :”Kapan akan Anda
serahkan?” B :”InsyaAllah hari Kamis pak.”
Universitas Sumatera Utara
Dalam pemenggalan percakapan di atas terdapat adanya tindak tutur meminta maaf,
sebagai salah satu contoh tindak ekpresif.
1 2. Direktif
Direktif mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan terhadap
mira tutur. Direktif dapat dibagi menjadi 6 tipe yaitu (a) requestif : meminta, (b) question
; bertanya, (c) requitment : mengistruksikan, (d) probibitives : melarang, (e) promissives :
menyetujui, (f) advisories : menasehati. Contohnya : A : “saya haus sekali, tolong
ambilkan minum!” B : “Apa dikiranya saya ini pembantu?” (walaupun begitu B bergegas
mengambil air juga).
1 3. Komisif
Acknowledgment mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur baik yang berupa
rutinitas atau yang murni. Acknowledgment dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yakni (a)
apologize : permintaan maaf, (b) condole : ucapan ikut berduka, (c) bid : harapan, (d)
greet :mengucapkan, (f) accept : penerimaan, (g) reject : menolak, (h) congratulate :
mengucapkan selamat. Subyakto-Nababan (dalam Hartyanto, 2008 : 1) memberikan
definisi mengenai tindak perlokusi, yaitu tindak bahasa yang dilakukan sebagai akibat
atau efek dari suatu ucapan orang lain. Tindak lokusi dan ilokusi juga dapat masuk dalam
kategori tindak perlokusi bila memiliki daya ilokusi yang kuat, yaitu mampu
menimbulkan efek tertentu bagi mitra tutur. Verba tindak ujar yang membentuk tindak
perlokusi, diantaranya dapat dipisahkan dalam tiga bagian besar, yakni :
1 1. Mendorong mitra tutur mempelajari bahwa : meyakinkan, menipu,
memperdayakan, membohongi, menganjurkan, membesarkan hati, menjengkelkan,
mengganggu, mendongkolkan, menakuti, memikat, menawan, menggelikan hati.
2 2. Membuat mitra tutur melakukan, mengilhami, mempengaruhi, mencamkan,
mengalihkan, mengganggu, membingungkan.
3 3. Membuat mitra tutur memikirkan tentang: mengurangi ketegangan,
memalukan, mempersukar, menarik perhatian, menjemukan, dan membosankan.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, peneliti juga menggunakan aspek peristiwa tutur sebagai bahan pendukung
dalam memecahkan masalah penelitian tersebut. Peristiwa tutur (speech event) adalah
terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih
melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan tuturan
di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer-Leonie, 2004: 47). Misalnya,
interaksi yang yang berlangsung antara seorang pedagang dan pembeli di pasar pada
waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya, maka hal itu
disebut peristiwa tutur. Dell Hymes, 1972, (dalam Chaer, 1995: 62) seorang pakar
sosiolinguistik mengatakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan
komponen yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING.
Kedelapan komponen itu adalah: S = setting and Scene P = participants E = ends:
purpose and goals A = act sequence K = key: tone or spirit of act I = instrumentalities N
= norms of interactions and interpretation G = genres
Universitas Sumatera Utara
Setting and scene. Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung,
sedangkan scene mengacu pada situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan
situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan variasi bahasa yang berbeda.berbicara di
lapangan sepakbola pada waktu ada pertandingan sepakbola dalam situasi ramai Anda
bisa berbicara keras-keras, berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan pada
waktu banyak orang membaca, Anda harus berbicara seperlahan mungkin. Participants
adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar,
penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima pesan. Dua orang yang bercakap dapat
berganti peran sebagai pembicara dan pendengar, tetapi dalam khotbah di mesjid, khotib
sebagai pembicara dan jemaah sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran. Status
sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Misalnya, seorang
anak akan menggunakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda bila berbicara dengan
orangtuanya atau gurunya, bila dibandingkan kalau dia berbicara terhadap teman-
temannya. Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi
di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara. Namun, para
partisipan dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin
membuktikan kesalahan terdakwa, pembela membuktikan bahwa terdakwa tidak
bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil.
Keys, mengacu pada nada, cara, dan semangat, di mana suatu pesan disampaikan dengan
senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan
sebagainya. Hal ini dapat juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.
Universitas Sumatera Utara
Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis,
melalui telegraf atau telepon. Bentuk ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan,
seperti bahasa, ragam dialek, atau register. Norm or interaction and Interpretation,
mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan
dengan cara berinterupsi, bertanya, dan mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran
dari lawan bicara. Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi,
pepatah, doa, dan sebagainya. Berdasarkan keterangan di atas, maka peneliti dapat
melihat betapa kompleksnya peristiwa tutur yang yang telah terlihat, atau dialami sendiri
dalam kehidupan kita sehari-hari. 2.3 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai tindak
tutur sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Hasibuan (2005). Dalam penelitiannya,
Hasibuan mengkaji secara teoritis mengenai perangkat tindak tutur yang terdapat dalam
bahasa Mandailing. Ia juga mengemukakan penggunaan tindak tutur, walaupun terbatas
hanya dalam lima jenis tindak tutur utama yang dikemukakan oleh Searly, yaitu tindak
tutur representatif, tindak tutur direktif, tindak tutur komisif, tindak tutur ekspresif, dan
tindak tutur deklaratif. Selain itu, ia juga membahas jenis tindak tutur langsung dan tidak
langsung dan mengaitkan tindak tutur dengan kesantunan bahasa.
Sedangkan penelitian tentang film yang menggunakan teori tindak tutur juga pernah
dilakukan oleh Hartyanto (2008). Dalam penelitian ini, Hartyanto menggunakan teori
tindak tutur yang dimajukan oleh JL. Austin, yaitu: tindak tutur
Universitas Sumatera Utara
lokusi, ilokusi dan perlokusi terhadap dialog film Berbagi Suami karya Nia Dinata. Ia
juga menggunakan batasan lokusi yang dikemukakan oleh Keraf (dalam Hartyanto,
2008), antara lain: naratif, deskriptif, dan informatif, batasan mengenai ilokusi yang
dikemukakan oleh Bach dan Harnish (dalam Setiawan, 2005 : 22-25), yaitu: konstantif,
direktif, komisif, dan Acknowledgement. Untuk itu, dalam penelitian ini peneliti lebih
mengutamakan sisi pengujaran yang dituturkan oleh para pelakon yang bermain dalam
film Perempuan Punya Cerita. Hal ini berkaitan dengan masalah yang akan diungkapkan
dari film tersebut, yaitu berupa makna tindak tutur dialog film Perempuan Punya Cerita.
Untuk itu, peneliti menggunakan teori J. L. Austin yang berkaitan dengan analisis tindak
tutur dalam memecahkan masalah penelitian tersebut. Menurut J.L. Austin (dalam A. H.
Hasan Lubis,1991:9), secara analitis tindak tutur dapat dibagi atas 3 macam bentuk,
yaitu: (1) Tindak lokusi (lecutionary act), yaitu kaitan suatu topik dan penjelasan dalam
sintaksis. (2) Tindak ilokusi (illecutionary act), yaitu pengucapan suatu pertanyaan,
tawaran, janji, pertanyaan, dan sebagainya. (3) Tindak perlokusi (perlocutionary act),
yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar, sesuai dengan
situasi dan kondisi pengucapan kalimat tersebut.
Universitas Sumatera Utara