Professional Documents
Culture Documents
ABSTRAKSI
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan permasalahan penelitian yaitu
bagaimana pelaksanaan sistem informasi di Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah.
D. Landasan Teori
1. Pengertian Sistem Informasi
Berbagai pengertian tentang sistem informasi dikemukakan dalam berbagai buku
untuk menggambarkan pengertian mengenai sistem informasi diantaranya ditulis oleh
Alter (1992) bahwa Sistem informasi adalah kombinasi antara prosedur kerja, informasi,
orang dan tehnologi informasi yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan dalam sebuah
organisasi. Bodnar dan Hopwood (1993)mendifinisikan sistem informasi adalah
kumpulan perangkat keras dan peangkat lunak yang dirancang untuk mentransformasikan
data ke dalam bentuk informasi yang berguna. Gelinas, Oram dan Wiggins (1990)
mendifinisikan sistem informasi adalah suatu sistem buatan manusia yang secara umum
terdiri atas sekumpulan komponen berbasis komputer dan manual yang dibuat untuk
menghimpun, menyimpan dan mengelola data serta menyediakan informasi keluaran
kepada pemakai. Hall (2001) mendifinisikan sistem informasi sebagai sebuah rangkaian
prosedur formal dimana data dikelompokkan, diproses menjadi informasi dan
didistribusikan kepada pemakai.
Dari berbagai difinisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem informasi
mencakup sejumlah komponen (manusia, tehnologi informasi dan prosedur kerja) berupa
masukan (input), ada proses (data menjadi informasi) dan dimaksudkan untuk mencapai
suatu sasaran atau tujuan (output).
2. Otonomi Daerah
Untuk melaksanakan kebijakan desentralisasi dibentuk daerah otonom. Menurut
UU No. 22 Tahun 1999, daerah otonomi merupakan ”kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indoneia”. Kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat
sering disebut otonomi daerah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa daerah otonom
adalah daerah yang memiliki otonomi daerah.
Kaho (1987) memaparkan ciri-ciri Daerah Otonom sebagai berikut :
1. Adanya urusan-urusan tertentu yang diserahkan oleh pemerintah pusat atau daerah
tingkat atas kepada daerah untuk diatur dan diurusnya dalam batas-batas wilayahnya.
2. Pengaturan dan pengurusan urusan-urusan tersebut dilakukan atas inisiatif sendiri dan
didasarkan pada kebijaksanaan sendiri pula.
3. Adanya alat-alat perlengkapan atau organ-organ atau apatur sendiri.
4. Pengaturan urusan-urusan tersebut masyarakat daerah perlu memiliki sumber-sumber
pendapatan/keuangan sendiri.
3. Teori Sistem
Setiap sistem merupakan tempat memproses, mengolah, mengubah, atau
menstransformasikan bahan-bahan yang disebut masukan (input) menjadi suatu hasil
karya yang bisa disebut keluaran (output) (Shrode dan Voich, 1974 : 128). Proses
transformasi sistem ini sering dilukiskan orang dengan mempergunakan model masukan-
keluaran (input-output model). Model masukan keluaran ini biasa disebut juga dengan
model kotak hitam (black-box model). Model adalah gambaran mengenai sesuatu realitas
untuk menggambarkan bagaimana suatu itu tampaknya atau bagaimana bekerjanya guna
memudahkan memahami dan atau mengkajinya. Istilah kotak hitam disini dipergunakan
untuk memudahkan memahami dan atau mengkajinya. Istilah kotak hitam disini
dipergunakan untuk menunjukkan bahwa isiyang terkandung di dalam satuan (unit)
pemroses (transformasi) atau jelasnya sistem itu tidak diketahui, jadi seperti kotak hitam
(Tatang M. Arifin, 2002 : 38). Model kotak hitam itu digambarkan atau dilukiskan orang-
orang bermacam-macam. Konsep dasarnya :
1. Input
Dari sisi masukan (input), yang bisa dijadikan indikator untuk mengetahui
masukan pelaksanaan sistem informasi di humas dan Kantor infokom adalah :
a. Memiliki tugas dan sasaran yang jelas. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kebijakan,
tugas dan sasaran yang akan dicapai Humas dan kantor infokom.
b. Sumberdaya yang tersedia dan siap. Sumberdaya sangat strategis bagi keberhasilan
pelaksanaan tugas humas dan infokom, sejauh mana kesiapan sumberdaya baik
sumberdaya manusia (yang mencakup jumlah dan kualitas) maupun sumbrdaya
selebihnya seperti keuangan, peralatan perlengkapan dan sebagainya.
c. Staf yang kompeten dan komitmen tinggi. Staf yang kompeten merupakan pra sarat
mutlak dalam pelaksanaan tugas humas dan infokom. Kompetensi ini dapat
ditunjukkan dengan kesesuaian tingkat dan latar belakang pendidikan, kemampuan
melaksanakan tugas, dan kedisiplinan dalam melaksanakan tugas.
2. Proses
Dari sisi proses di Humas dan Kantor infokom yang bisa dijadikan indikator
terjadinya proses pelaksanaan sistem informasi adalah :
a. Pelaksanaan proses tugas penyampaian informasi ditandai oleh : Kepemimpinan
lembaga yang kuat, dalam arti kepemimpinan yang kuat dalam mengkoordinasikan,
menggerakkan sumber daya manusia dilingkungan humas dan infokom serta
menyerasikan semua sumberdaya yang ada pada satu tujuan yang sama.
b. Kerja sama yang kompak dan cerdas serta dinamis, yang ditandai komunikasi yang
baik dan harmonis antara humas, infokom dan satuan unit kerja di pemerintahan, kerja
sama yang didasari oleh saling pengertian dan kesediaan menerima perbedaan
pendapat.
c. Partisipasi yang tinggi dari unit kerja di pemerintah daerah. Dalam hal ini dapat
diamati dari : keikutsertaan unit kerja di Pemda dalam berbgai aktifitas pelaksanaan
tugas Humas dan Infokom.
3. Output
Setiap proses pelaksanaan sistem informasi selalu diharapkan adanya keluaran
atau hasil berupa kinerja pelaksanaan sistem informasi. Indikator terjadinya kinerja
pelaksanaan informasi tersebut.
- Informasi yang disampaikan oleh humas dan infokom dapat diterima.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sub Bagian Humas dan Kantor Infokom Kabupaten
Aceh Tengah sebagai lembaga yang secara khusus menangani informasi.
3. Informan penelitian
Adapun yang dijadikan informan sebagai sumber/ menghimpun data dalam
penelitian ini adalah Kasub Bagian Hubungan Masyarakat, Sub Bagian Dokumentasi dan
Informasi, Kasub Bagian Informasi dan Informatika, karyawan Humas dan Infokoma
yang bertugas sebagai ujung tombak dalam penyiaran / penyampaian informasi publik di
daerah Kabupaten Aceh Tengah.
F. Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini, kualitas masukan, proses dan keluaran diperlukan sebagai
cerminan realitas model dan implementasi pelaksanaan sistem informasi di Kabupaten
Aceh Tengah. Dengan kata lain profil kualitas pelaksanaan sistem informasi di
Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah merupakan keutuhan kualitas masukan, proses dan
keluaran sistim informasi. Ketiga hal itu diuraikan berikut ini :
1. Kualitas Masukan Sistem Informasi
Sudah disinggung di atas, bahwa masukan sistim informasi diambil tiga indicator
yaitu adanya tugas, dan sasaran yang jelas, Sumberdaya yang tersedia dan kompetensi
sumberdaya. Tugas dan sasaran Humas dan Kantor infokom diatur dalam peraturan
daerah.
Tugas dan fungsi Kantor Informasi dan Komunikasi Daerah telah diatur dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Dinas-Dinas Daerah. Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 8
Tahun 2002 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor-Kantor Daerah, Kantor
Informasi dan Komunikasi Daerah mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam
melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah di bidang informasi dan komunikasi
yang meliputi pemberdayaan informasi, media informasi dan publikasi.
Urusan bidang informasi dan komunikasi tersebut meliputi informasi yang bersifat
umum yang tidak berkaitan dengan informasi didalam pemerintah Kabupaten Aceh
Tengah. Informasi yang bersifat umum itu bisa berasal dari pemerintah pusat maupun
Provinsi seperti peraturan perundangan. Dalam melaksanakan tugas itu tiga seksi yang
dimiliki Badan Infokom yaitu Seksi Pemberdayaan Informasi mempunyai tugas
melaksanakan upaya pemberdayaan partisipasi masyarakat, kelompok komunikasi sosial,
pemberdayaan potensi informasi lembaga swadaya masyarakat dan lembaga informasi
desa. Seksi Media Informasi dan Komunikasi mempunyai tugas melaksanakan, memantau
penyelenggaraan kegiatan penyebaran informasi melalui media interaktif, radio, televisi,
film dan Seksi Publikasi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penyampaian
informasi langsung.
Sementara itu Sub Bagian Humas, sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Aceh
Tengah Nomor 5 Tahun 2002 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat
Daerah, Sub Bagian Hubungan Masyarakat mempunyai tugas :
1. Melakukan hubungan timbal balik antar pemerintah daerah dengan masyarakat umum
dan organisasi kemasyarakatan untuk memperjelas kebijakan dan kegiatan pemerintah
daerah.
2. Melakukan hubungan intern dengan satuan dan unit kerja di lingkungan Pemerintah
Daerah.
3. Melaksanakan usaha untuk peningkatan peliputan kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat.
4. Melaksanakan koordinasi/kerja sama dengan organisasi kewartawanan.
5. Melaksanakan tugas sebagai juru bicara pemerintah daerah sesuai dengan petunjuk
Bupati.
6. Menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang kehumasan.
G. Pembahasan
Berdasar uraian diatas, dapat ditarik satu model teoritis pelaksanaan sistem
informasi. Model teoritis yang dimaksud digambarkan sebagai berikut :
Kebijakan otonomi daerah memberi kewenangan lebih besar kepada daerah. Kewenangan
yang lebih besar ini diharapkan membuat daerah mandiri dalam mengurus kepentingan
masyarakat berdasarkan aspirasi masyarakat setempat. Disamping itu dengan kewenangan
lebih besar diharapkan daerah mampu menemukan masalah yang mencatat di daerahnya
dan sekaligus mampu mencari solusi terbaik sesuai dengan kondisi dan karakteristik
daerah. Kemandirian daerah ini diharapkan dapat mencapai apa yang diharapkan dapat
mencapai apa yang menjadi tujuan kebijakan otonomi daerah, yang salah satunya
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
Kebijakan otonomi daerah melahirkan sistem informasi di daerah sesuai dengan
apa yang diputuskan bersama antara Pemerintah Kabupaten dan DPRD menjadi Peraturan
daerah (Perda). Di Kabupaten Sistem informasinya dilaksanakan oleh Humas dan Kantor
Infokom. Tujuan adanya dua lembaga yang menangani informasi ini adalah untuk
meningkatkan pelayanan informasi kepada masyarakat.
Dibentuknya Humas diantaranya sebagai juru bicara pemerintah, melakukan
hubungan timbal balik antar pemerintah daerah dengan masyarakat umum dan organisasi
kemasyarakatan untuk memperjelas kebijakan dan kegiatan pemerintah daerah,
melakukan hubungan intern dengan satuan dan unit kerja di lingkungan Pemerintah
Daerah, melaksanakan usaha untuk peningkatan peliputan kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat dan melaksanakan koordinasi/kerja
sama dengan organisasi kewartawanan. Sementara tugas Kantor Infokom adalah
melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah di bidang informasi dan komunikasi
yang meliputi informasi, media informasi dan publikasi.
DAFTAR PUSTAKA
SISTEM
Gelinas, Oranda Wiggins, Information System Theory and Practice, New York, 1990.
Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 52 Tahun 2002 tentang Perubahan
Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 22 Tahun 2000 tentang
PELAKSANAAN
Susunan Organisasi Tataruang, Sekretariat Daerah.
Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 8 Tahun 2002 tentang Perubahan atas
Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 26 Tahun 2000 tentang
INFORMASI
Susunan Organisasi Tata Kerja Kantor Kepala Daerah.
Riwu Kaho, Yosep, Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, Rineka
Cipta, Jakarta, 1987.
Suryadi dan Budimansah, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah,
Yogyakarta, Kanisius.
Shrode, William A and Dan Voich, Jr, Organisasi and Management; Basic System
Conceps, or win Book, co, Malaysia, 1974.
Tatang M. Amiran, Pokok-Pokok Teori Sistem, PT Raja Grafika Persada,Jakarta,2001.
KEBIJAKAN
Abstrak
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mengalami kemajuan yang
sangat pesat. Satu diantaranya adalah telepon seluler (telepon seluler, disamping tren
teknologi ini terus berkembang, juga dari aspek pemanfaatannya telah merambah hingga
ke pedesaan. Hampir setiap orang menjadikan telepon seluler ini sebagai kelengkapan
sehari-hari sebagai media komunikasi.
Penelitian ini bersifat deskriptif yakni hanya memaparkan situasi dan peristiwa
apa adanya dengan memberikan gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu,
keadaan, gejala, atau kelompok pada masyarakat Desa Pertumbukan bagaimana dalam
memanfaatkan telepon seluler. Pemanfaatan telepon seluler ini berdasarkan aspek-aspek
kebutuhan yang diadopsi dari asumsi-asumsi Teori Uses and Gratifications yang sudah
lazim digunakan untuk meneliti media komunikasi modern yang berkonvergensi.
Hasil temuan penelitian berdasarkan kebutuhan informasi, diversi, identitas
personal dinyatakan bahwa telepon seluler sarana media untuk berkomunikasi yang
dibutuhkan dan telah membantu masyaraka pedesaan.
Permasalahan
Dari fenomena yang terjadi pada masyarakat di atas maka untuk mencari
informasi tersebut di rangkum dalam pertanyaan sebagai berikut :
Bagaimanakah penggunaan dan sikap masyarakat Desa Pertumbukan terhadap telepon
seluler ?
Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana penggunaan telepon seluler dan sikap masyarakat
Desa Pertumbukan.
Manfaat
Secara praktis, hasil penelitian ini walau dalam cakupan wilayah penelitian yang
kecil diharapkan dapat dijadikan masukan bagi pemerintah melalui Depkominfo untuk
mengkaji stategi perkembangan TIK khususnya telepon seluler dalam hal tren
penggunaannya.
Dan secara teoretis, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran pada studi Ilmu Komunikasi dan untuk mengetahui perkembangan serta
penerapan teori uses and gratification, dimana dalam penelitian ini berusaha untuk
menggambarkan motif kebutuhan dalam penggunaan telepon seluler bagi masyarakat
pedesaan. Dari penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
perkembangan studi komunikasi serta mampu memperkaya varian, alternatif rujukan juga
sebagai khasanah referensi dalam penelitian-penelitian tentang khalayak di masa
mendatang terhadap pemanfaatan industri teknologi komunikasi dan informasi, terutama
telepon seluler.
KAJIAN TEORETIS
Kajian Pustaka
Inovasi besar di bidang teknologi informasi dan komunikasi dalam empat dekade
terakhir ini adalah ditemukannya telepon seluler atau handphone (HP). Telepon seluler
telah berkembang secara fenomenal, baik dari model/merk maupun dari jumlah
pengguna. Goswami dalam tulisannya “Sustainability Proyek Harus Dipikirkan”,
mencontohkan jumlah produksi telepon seluler mencapai 6,6 juta; dan investasi di bidang
infrastruktur telepon seluler sangat agresif dilakukan oleh berbagai operator. Pada tahun
2006 nilai investasi infrastruktur telepon seluler yang dilakukan operator lebih dari US$
2,5 miliar. Di sini, para operator melakukan ekspansi jaringan. Salah satu contoh
gambaran lengkapnya sebagai berikut: sejak tahun 2005, Telkomsel menambah BTS-nya
dari 7.741 menjadi 12.156 sehingga terdapat pertumbuhan sebesar 57%
(http://www.majalahindonesia.com /divakar_ goswami.htm ).
Bidang komunikasi sekarang ini sedang mengalami perubahan besar. Karena
media teknologi baru yang memberi banyak kemudahan bagi pengguna, konsep dasar
komunikasi massa mengalami perubahan. Teori komunikasi massa butuh penyesuaian
dan beradaptasi dengan perubahan-perubahan itu. Teori-teori yang sudah ada mungkin
masih bisa dipakai, tetapi yang lain mungkin memerlukan modifikasi untuk
menyesuaikan dengan lingkungan baru ini (Severin dan Tankard, 2005)
Terkait dengan pola penggunaan telepon seluler, teori Uses and Gratification
dianggap tepat sebagai acuan untuk memahaminya. Teori ini mengusulkan bahwa
khalayak (pengguna) memainkan peran dalam pemilihan dan penggunaan media.
Khalayak berperan aktif dalam mengambil bagian dalam proses komunikasi dan
diorientasikan pada tujuan penggunaan media. Menurut pencetus teori ini, Blumler dan
Katz (1974) mengutarakan bahwa seorang pengguna media mencari sumber media yang
terbaik guna memenuhi kebutuhan mereka. Uses and Gratifications mengangkat bahwa
pengguna memiliki pilihan-pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhan mereka
(http://www.uky.edu/~drlane/capstone/contexts.htm ). Teori ini berpandangan bahwa
manusia menggunakan media karena dianggap memiliki manfaat baginya. Manusia
sebagai individu aktif dan memiliki tujuan, mereka bertanggung-jawab dalam pemilihan
media yang akan mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan dan individu ini tahu
kebutuhan mereka dan bagaimana memenuhinya. Media dianggap hanya menjadi salah
satu cara pemenuhan kebutuhan dan individu bisa jadi menggunakan media untuk
memenuhi kebutuhan mereka.
Perilaku ini biasanya dipengaruhi oleh predisposisi sosial dan psikologinya.
Tentang hal ini Katz dan Blumer mengatakan sebagai berikut :
The social and psychological origins of, Needs which generate,Expectation,The mass
media or other sources which lead to,Diffferential pattern of media exposure (or
engagement in other activities)resulting in,Need perhaps mostly unitended ones.
(Pendekatan Uses and Gratification berhubungan dengan kebutuhan sosial dan psikologis
yang membentuk harapan pada media massa atau sumber lain yang mengakibatkan pola
terpaan media yang berlainan yang menghasilkan kepuasan dan konsekuensi –
konsekuensi lain yang tidak diinginkan) (Katz, Blumer, Gurevitch, 1994).
Sejak dicetuskan pertama kali pendekatan ini terus mengalami penyempurnaan
oleh para ahli komunikasi melalui berbagai jenis penelitian. Walaupun mereka
menggunakan sudut pandang metodologi yang berbeda-beda, namun secara global dapat
dikatakan bahwa pendekatan Uses and Gratification memiliki asumsi bahwa audien
dipandang aktif, memiliki kebutuhan kebutuhan tertentu, tersedianya berbagai alternatif
komunikasi, dan secara sadar audien memilih saluran komunikasi dan pesan–pesan paling
memenuhi kebutuhanya (Elihu Katz, dkk,1999). Namun demikian pemikiran tersebut
jelas bahwa pendekatan Uses and Gratification merupakan kritik dari sudut pandang
teori-teori yang terdahulu. Pada pendekatan ini audien tidak lagi dipandang sebagai pasif,
melainkan memiliki harapan-harapan dan kebutuhan–kebutuhan. Juga dalam penggunaan
media, audien memiliki motivasi–motivasi tertentu yaitu mencari pemuasaan atas dasar
kebutuhannya terhadap media massa tersebut. Katz dan Blumer selanjutnya
mengemukakan ada beberapa faktor sosial yang menyebabkan timbulnya kebutuhan
seseorang yang berhubungan dengan media, yaitu :
Social situation produces tensions and conflict, leading to resure for their easement via
mass media consumption (Situasi sosial menimbulkan ketegangan dan pertentangan.
Orang berusaha melepaskan dirinya dari hal itu dengan mengkonsumsi media massa ).
Social Situation creates an awareness of problem that demand attention, information
about which may be sought in the media. (Situasi sosial menciptakan kesadaran akan
adanya masalah-masalah yang membutuhkan perhatian dan informasi. Informasi itu
dapat dicari lewat media ).
Social situation gives to rise certain values, the affirmation and reinforcement of which is
facilitated by the consumption media material ( Situasi sosial memberikan dukungan dan
penguatan pada nilai – nilai tertentu melalui konsumsi media yang selaras ) (Katz,
Blumer, Gurevitch, 1974) .
Perkembangan lebih lanjut penggunaan teori Uses and Gratifications banyak
diterapkan pada penelitian penggunaan media baru seperti internet ( computer mediated
communication) bahkan pada telepon seluler. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh
Louis Leung dan Ran Wei (2000) mempelajari Kegunaan dan Kepuasan pada telepon
seluler. Leung dan Wei tertarik tentang mengapa orang menggunakan telepon seluler dan
apakah alasan mereka yang berbeda dari mengapa mereka menggunakan telepon kabel
dan jaringan. Selanjutnya, Leung dan Wei mengamati, serupa dengan pemyataan Gilder,
bahwa "telepon seluler baru menggambarkan suatu konvergensi teknologi hibrid ketika ia
mengaburkan batasan antara industri telekomunikasi dan penyiaran. Simpulan studi yang
dilakukan Leung dan Wei mengindikasikan bahwa teori Kegunaan dan Kepuasan,
khususnya ketika dikombinasikan dengan teori lainnva, Difusi Inovasi (Difusion of
Innovations), dapat menjelaskan penggunaan telepon seluler. Kemampuan Leung dan Wei
untuk menerapkan teori Kegunaan dan Kepuasan pada teknologi baru dijelaskan oleh
pengamatan Shanahan dan Morgan (1999) bahwa terdapat "konsistensi lingkungan dari
isi pesan yang kita konsumsi dan pada sifat dasar dari lingkungan simbolik di mana kita
hidup" meski jika terjadi perubahan distribusi teknologi. Siranahan dan Morgan
menambahkan bahwa teknologi baru selalu dikembangkan dengan mengadopsi isi pesan
dari teknologi dominan sebelumnya.(West dan Turner, 2008)
Dari studi Louis Leung dan Ran Wei (2000) yang menggunakan teori ini juga
menyatakan bahwa mobilitas, kekinian, dan intrumentalitas yang terdapat pada telepon
seluler merupakan intrumen motivasi yang kuat yang diikuti dengan rasa ikatan
kekeluargan atau sosial. Manfaat kepuasan langsung juga dapat dirasakan oleh
penggunanya, dimana dan kapan saja (Leung dan Wei, 2000).
Mengenai fungsi media massa terhadap pemenuhan kebutuhan audien tersebut, Harold D
Laswell pernah mengajukan 3 fungsi media yaitu yaitu pengawasan (Surveyllance),
korelasi (Correlation), dan transmisi budaya atau sosialisasi (Cultur Transmission and
Socialisation). Tiga fungsi ini kemudian ditambah oleh Charles Wright yaitu fungsi
hiburan (Entertaiment). Di sini media dianggap memberikan hiburan, kesempatan
melarikan diri dari kesibukan sehari-hari, informasi dan lain sebagainya. Menurut
Stephenson media massa hanya memenuhi satu jenis kebutuhan saja, yaitu memuaskan
hasrat bermain atau melarikan diri dari kenyataan. Sedangkan menurut Wilbur Scramm,
media massa memenuhi kebutuhan akan hiburan dan informasi . Ahli komunikasi lainnya
menyebutkan dua fungsi; media massa memenuhi kebutuhan akan fantasi dan informasi
– menurut Weiss; atau hiburan dan informasi – menurut Wilbur Schramm. Yang lain
lagi menyebutkan tiga fungsi media massa dalam memenuhi kebutuhan, surveillance
(pengawasan lingkungan), correlation (hubungan sosial), dan hiburan dan transmisi
kultural – seperti yang dirumuskan oleh Harold dan Charles Wright. Motif kognitif
menekankan kebutuhan manusia akan informasi dan kebutuhan untuk mencapai tingkat
ideasional tertentu. Motif afektif menekankan aspek perasaan dan kebutuhan mencapai
tingkat emosional tertentu (Rahmat, 2000 ).
Kebutuhan kognitif menekankan pada kebutuhan akan informasi dan pencapaian
tingkat ideasional tertentu, sedangkan kebutuhan afektif ditandai oleh kondisi perasaan
atau dinamika yang menggerakan manusia mencapai tingkat perasaan tertentu. Sejumlah
ahli media akhirnya mulai beralih dari sekedar mengumpulkan jenis jenis kebutuhan
audien kepada suatu model penelitian baru karena dari hasil–hasil studi mereka
menunjukkan jenis–jenis kebutuhan yang sama. Dengan demikian kecenderungan
penelitian tentang Uses and Gratification mulai bergeser dan bertambah maju.
Perkembangan ini diawali oleh penelitian Palmgreen dan Rayburn pada tahun 1979,
yang membedakan antara Gratification Sought (GS) dan Gratification Obtained (GO),
yaitu apa yang diharapkan audien dari media massa dengan apa yang diperolehnya dari
media tersebut. Dalam teori Uses and Gratification yang dikembangkan oleh Palmgreen
dan Rayburn, kebutuhan atau motif yang menuntun seorang individu untuk
menggunakan suatu media dipandang sebagai Gratification Sought atau kepuasan yang
dicari atau diharapkan (Dimmick, 1984).
Tetapi seperti yang di jelaskan Blumer (1994), fungsi–fungsi ini belum cukup
untuk menggambarkan seluruh fungsi yang ada. Para peneliti media massa kemudian
mencoba mengumpulkan seluas dan sebanyak mungkin daftar–daftar kebutuhan sosial
dan psikologis yang dianggap audien sebagai terpenuhi dengan memanfaatkan media
massa. Dan setelah mengamati hasil–hasil yang diperoleh dilapangan, ternyata terdapat
jenis–jenis kebutuhan yang setiap kali muncul walaupun sampelnya berbeda-beda. Jenis-
jenis kebutuhan ini kemudian oleh para ahli dikelompokan menjadi beberapa kelompok.
Secara umum kebutuhan yang sering disebut dan digunakan oleh para peneliti media
adalah, “ Surveyllance” (pengawasan), “Relaxation” (relaksasi), “Diversion” (pelepasan),
“ Knowledge” (pengetahuan), “Entertaiment” (hiburan), dan “Interpersonal Utility”
(kegunaan pribadi) (Palmgreen, 1981, dan Dimmick, 1984) .
Kemudian riset lebih lanjut yang dilakukan oleh Dennis McQuail dan kawan-
kawan, mereka menemukan empat tipologi motivasi khalayak yang terangkum dalam
skema media – persons interactions sebagai berikut :
Diversion, yaitu melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi;
Personal relationships, yaitu persahabatan; kegunaan sosial; Personal identity, yaitu
referensi diri; eksplorasi realitas; penguatan nilai; Surveillance (bentuk-bentuk pencarian
informasi) (dalam Junaedi, 2005, http://komunikasimassa-umy.blogspot. com).
Dari berbagai jenis kebutuhan tersebut, William J Mc Guire (dalam Muchati 1972)
kemudian mengelompokan jenis-jenis kebutuhan tersebut menjadi 2 dimensi, yaitu
kebutuhan yang bersifat afektif (yang berkaitan dengan perasaan) dan kebutuhan kognitif
(yang berkaitan dengan pengetahuan). Mengenai kebutuhan kognitif dan afektif Nurudin
menjelaskan, kebutuhan kognitif adalah kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan
informasi, pengetahuan, dan pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan
pada hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan, juga memuaskan rasa penasaran
dan dorongan untuk penyelidikan kita. Kebutuhan afektif adalah kebutuhan yang
berkaitan yang berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis,
menyenangkan, dan emosional. (Nurudin, 2007)
Kemudian dari teori Utilitarian memandang individu sebagai orang yang
memperlakukan setiap situasi sebagai peluang untuk memperoleh informasi yang berguna
atau keterampilan baru yang diperlukan dalam menghadapi tantangan hidup. Dalam
konsep ini hidup dipandang suatu medan yang penuh tantangan , tetapi yang juga dapat
diatasi dengan media massa. Komunikasi massa dapat memberikan informasi,
pengetahuan dan keterampilan. Ada berbagai kebutuhan yang dipuaskan oleh media
massa. Pada saat yang sama, kebutuhan ini dapat dipuaskan oleh sumber-sumber lain
selain media massa. Kita ingin mencari kesenangan, media massa dapat memberikan
hiburan. Kita mengalami goncangan batin, media massa memberikan kesempatan untuk
melarikan diri dari kenyataan. Kita kesepian, dan media massa berfungsi sebagai sahabat.
Tentu saja, hiburan, ketenangan, dan persahabatan dapat juga diperoleh dari sumber-
sumber lain seperti kawan, hobi, atau tempat ibadat (Rahmat, 2000).
Elemen “pola terpaan media yang berlainan” pada Teori Uses and Gratifications
berkaitan dengan media exposure atau terpaan media, karena mengacu pada kegiatan
menggunakan media (Kriyantono, 2006). Selanjutnya terpaan media menurut Rosengreen
(1974), dapat dioperasionalkan menjadi jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai
jenis media, isi media yang dikonsumsi, dan berbagai hubungan antara individu
konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media keseluruhan
(Rahmat, 2001). Sedangkan menurut Sari (dalam Kriyantono 2006) dapat
dioperasionalkan menjadi jenis media yang digunakan, frekuensi penggunaan, maupun
durasi penggunaan .
Efek diartikan sebagai semua jenis perubahan yang terjadi didalam diri seseorang
setelah menerima sesuatu pesan komunikasi dari suatu sumber. Perubahan yang dimaksud
dapat meliputi perubahan pengetahuan, sikap, dan prilaku nyata. (Wiryanto, 2000). Pada
teori Uses and Gratifications, manusia yang berperan dalam menentukan efek media.
Teori ini digambarkan sebagai “a dramatic break with effects traditions of the past”,
suatu loncatan dramatis dari model Jarum Hipodermik.
Menurut Steven M. Chaffe (dalam Rahmat, 2004) efek media massa akan
menyebabkan perubahan yang terjadi pada diri khalayak, seperti penerimaan informasi,
perubahan perasaan atau sikap, dan perubahan prilaku (dengan istilah lain, perubahan
kognitif, afektif dan behavioral).
Konseptual
Dalam proses komunikasi dibagi menjadi dua bagian yakni secara primer dan
sekunder. Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau
perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai
media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial,
isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung mampu
“menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.
Kemudian sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seorang kepada orang
lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah menggunakan
lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua
(sekunder) dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya
berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon (telepon seluler),
teleks, radio film, tv, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam
komunikasi. (Onong,2000).
Menurut Shannon dan Weaver (1949) komunikasi adalah bentuk interaksi
manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak. Sementara
Hafied Cangara (1998) mengatakan bahwa komunikasi adalah sebuah proses dimana dua
orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama
lainnya , yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam. Wilbur
Schramm melalui hasil penelitiannya di negara-negara berkembang membuat laporannya
pada tahun 1964 yang berjudul Mass media and National Development : The role of
information in developing countries, yang isinya menyatakan media massa dapat
berpengaruh dalam beberapa hal, yang paling pokok adalah dapat membantu
menyebarluaskan informasi tentang pembangunan, dapat mengajarkan melek huruf serta
keterampilan lainnya yang memang dibutuhkan untuk pembangunan masyarakat dan
menjadi penyalur suara masyarakat agar mereka turut ambil bagian dalam pengambilan
keputusan di negaranya (Schramm, 1964).
Kehadiran media tidak selalu menarik perhatian masyarakat, seperti yang
diungkapkan oleh McLuhan (1964) yakni kehadirannya umumnya adalah sebagai the
extention of man , eksistensi manusia. Artinya , kodrat, pembawaan, dan kebutuhan
manusia adalah berkomunikasi. Seperti dalam menyatakan diri, berbicara, menerima dan
mengirim pesan , memahami apa yang dilihat dan didengar, ketika berada dalam suatu
lingkungan dan bercengkerama dengan lingkungan serta dengan proses tersebut, manusia
menyatakan dan mengembangkan perikehidupan yang bermasyarakat.
Mencermati beberapa fungsi media massa yang ditulis Alamsjah Ratu
Perwiranegara dalam Rafiq (1989) meliputi fungsi informatif, instruktif, edukatif,
persuasif, integratif, dan rekreatif. Berdasarkan fungsi-fungsi ini dapat disimpulkan
bahwa media massa sebagai media pembangunan atau proses perubahan ke arah kondisi
kehidupan yang lebih baik.
Menurut Alvin Toffler dalam bukunya The Third Wave (1990) membagi tiga tahap
perkembangan peradapan manusia yakni Agricultural, industrial, dan information.
Pendapat ini dapat disimpulkan bahwa komunikasi memiliki andil dan sumbangan yang
sangat besar dalam pembangunan.
Sejalan dengan berkembangnya masyarakat beserta peradaban dan
kebudayaannya, komunikasi bermedia mengalami kemajuan pula dengan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pentingnya peranan media (media sekunder)
dalam proses komunikasi disebabkan oleh efisiensinya mencapai komunikan dimana, dan
kapan saja. Telepon genggam seringnya disebut handphone (disingkat HP) atau disebut
pula sebagai telepon selular (disingkat ponsel) adalah perangkat telekomunikasi
elektronik yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon fixed line
konvensional, namun dapat dibawa ke mana-mana (portabel, mobile) dan tidak perlu
disambungkan dengan jaringan telepon menggunakan kabel (nirkabel; wireless). Saat ini
Indonesia mempunyai dua jenis jaringan telepon nirkabel yaitu sistem GSM (Global
System For Mobile Telecommunications) dan sistem CDMA (Code Division Multiple
Access). Selain berfungsi untuk melakukan dan menerima panggilan telepon, ponsel
umumnya juga mempunyai fungsi pengiriman dan penerimaan pesan singkat (short
message service, SMS). Mengikuti perkembangan teknologi digital, kini ponsel juga
dilengkapi dengan berbagai pilihan fitur, seperti bisa menangkap siaran radio dan televisi,
perangkat lunak pemutar audio (mp3) dan video, kamera digital, game, dan layanan
internet (WAP, GPRS, 3G). Ada pula penyedia jasa telepon genggam (provider) di
beberapa negara yang menyediakan layanan generasi ketiga (3G) dengan menambahkan
jasa videophone, sebagai alat pembayaran, maupun untuk televisi online di telepon
genggam mereka. Sekarang, telepon genggam menjadi gadget yang multifungsi. Selain
fitur-fitur tersebut, ponsel sekarang sudah ditanamkan fitur komputer. Jadi di ponsel
tersebut, orang bisa mengubah fungsi ponsel tersebut menjadi mini komputer. Di dunia
bisnis, fitur ini sangat membantu bagi para pebisnis untuk melakukan semua pekerjaan di
satu tempat dan membuat pekerjaan tersebut diselesaikan dalam waktu yang singkat
(http://id.wikipedia.org/wiki/Telepon _genggam).
Pengembangan teknologi telekomunikasi terutama jenis telepon seluler ini
membuka lebar penyampaian informasi dan komunikasi secara lebih mudah dan efisien,
sehingga dapat memfasilitasi masyarakat dalam berkomunikasi dan membantu
memperoleh informasi dengan cepat dan tak terbatas. Dengan demikian, perkembangan
ponsel akan lebih mengefisienkan waktu dan sistem kerja dibandingkan dengan
komunikasi/ informasi secara manual, yang membutuhkan waktu yang lama dan tempat
yang terbatas. Dengan memiliki keunggulan dalam efesiensinya ini, ponsel menjadi salah
satu fenomena komunikasi bermedia yang terus berkembang serta semakin dibutuhkan
oleh masyarakat.
Masyarakat memiliki kebutuhan dan motif beraneka ragam berdasarkan
karakteristiknya sosialnya Blumler, Katz dan Gurevitch membuat tipologi kebutuhan
manusia yang berhubungan dengan penggunaan media yakni : kebutuhan kognitif, afektif,
integratif pesan, integratif sosial dan kebutuhan akan pelarian. Kebutuhan ini dapat
terpenuhi dan dipuaskan melalui media massa dan sumber lain. Melalui sumber lain,
yakni kebutuhan ini terpenuhi dengan hubungan keluarga, teman, komunikasi
interpersonal, maupun mengisi waktu luang dengan berbagai cara.
Definisi Operasional
Telepon seluler dalam penelitian ini adalah perangkat telekomunikasi elektronik
yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon fixed line konvensional,
namun dapat dibawa ke mana-mana (portabel, mobile) dan tidak perlu disambungkan
dengan jaringan telepon menggunakan kabel (nirkabel; wireless).
Efektifitas komunikasi dalam penelitian ini dimaksudkan penyampaian/penerimaan
informasi dan komunikasi secara lebih mudah dan efisien, dalam memfasilitasi
masyarakat dalam berkomunikasi dan membantu memperoleh informasi dengan cepat dan
tak terbatas. Sedangkan yang dimaksud dengan masyarakat desa adalah masyarakat yang
merupakan penduduk Desa Pertumbukan , Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat.
METODOLOGI
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Pertumbukan, Kecamatan Wampu, Kabupaten
Langkat.
Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yakni hanya memaparkan situasi dan peristiwa
apa adanya, tanpa mencari dan menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesa atau
membuat prediksi. Dengan kata lain dalam penelitian ini hanya memberikan gambaran
secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu.
Dari tabel 01. usia dapat dilihat bahwa responden yang terbanyak terwakili dari kelompok
umur 17-21 tahun sebanyak 31,5%, kemudian kelompok umur 22-26 tahun dan 37-41
tahun masing-masing 16,7% dan selanjutnya diikuti oleh kelompok umur 22-26 tahun dan
32-36 tahun masing-masing 13%. Dan tabel 02. jenis kelamin Responden dalam
penelitian ini diperoleh laki-laki sebanyak 68,5% dan perempuan sebanyak 31,5%.
Tabel 05, Pekerjaan responden terbesar adalah sebagai wiraswasta/ berdagang yakni
sebesar 57,4%, kemudian pada kategori lain-lain (petani, pelajar) sebesar 14,8%, serta
pegawai swasta sebesar 13%.
Kebutuhan Informasi
Kebutuhan akan informasi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap
responden dalam pencaharian informasi melalui penggunaan telepon seluler yang tersaji
dalam tabel, dan dapat dilihat sebagai berikut :
Dari tabel 06, Sikap Responden dalam mencari informasi melalui telepon seluler
dinyatakan sangat setuju oleh sebesar 50% , kemudian yang menyatakan setuju sebesar
44,4% , serta dinyatakan kurang setuju oleh sekitar 3,7%.
Dan tabel 07, Sebanyak 44,4% responden menyatakan setuju untuk membutuhkan
informasi sosial melalui telepon seluler, kemudian sebanyak 38,9% menyatakan sangat
setuju serta diikuti sikap ragu-ragu dan kurang setuju masing-masing sebesar 7,4%.
Tabel 08.Harapan dan Kebutuhan Tabel 09. Mengetahui Kondisi Daerah lain
Tabel 08, Mengenai penilaian responden tentang kesesuaian harapan dan kebutuhan,
masing-masing sebanyak 44,4% menjawab sangat setuju dan setuju. Kemudian sebanyak
5,6% menjawab ragu-ragu serta menjawab kurang setuju sebesar 3,7%. Dari tabel 09,
Sebanyak 48,1% responden sangat setuju dengan penggunaan telepon seluler akan lebih
mengetahui keadaan kehidupan diluar daerah. Selanjutnya sebanyak 40,7% menyatakan
setuju, serta hanya 5,6% menyatakan tidak setuju.
Tabel 10. Termotivasi Pelajari Tabel 11. Penambahan Pengetahuan
daerah lain
Dan dari tabel 10, Dengan adanya telepon seluler responden lebih terdorong untuk
mempelajari sesuatu tentang lingkungan sekitar dan luar, untuk ini responden terbanyak
menyatakan sangat setuju yakni sebesar 46,3%. Kemudian diikuti pernyataan setuju
sebesar 35,2% serta pernyataan tidak setuju sebesar 7,4%.
Tabel 11 Telepon seluler sebagai dorongan sarana untuk menambah pengetahuan sesuai
dengan kepetingan, baik dari sekitar atau luar lingkungan. Pertanyaan ini terbanyak
dijawab responden sangat setuju yakni sebesar 48,1%. Kemudian sebesar 38,9 %
menjawab setuju dan diikuti sebesar 7,4% menjawab ragu-ragu.
Kebutuhan Diversi
Pernyataan-pernyataan kebutuhan diversi dalam penelitian ini yang tersaji dalam
bentuk tabel berikut :
Tabel.12 Meringankan Beban Hidup Tabel 13. Telepon seluler Sarana bermain
Tabel 12, Penggunaan telepon seluler untuk melarikan diri dari persoalan kehidupan
(meringankan bebab hidup) ternyata responden menjawab tidak setuju yakni sebesar
35,2%. Kemudian menjawab kurang setuju sebesar 25,9% dan diikuti menjawab setuju
16,7%.
Dan dari tabel 13, telepon seluler sebagai sarana bermain, ternyata responden menjawab
kurang setuju yakni sebesar 25,9%. Kemudian yang menjawab setuju dan tidak setuju
masing-masing sebanyak 24,1%. Selanjutnya diikuti sebesar 16,7% untuk jawaban sangat
setuju.
Tabel 14. Menimbulkan kesenangan Tabel.15 Meningkatkan Hubungan
Silaturahmi
Dari tabel 14, Telepon seluler menimbulkan kesenangan untuk pertanyaan ini responden
terbanyak menjawab setuju yakni sebesar 40,7%. Kemudian jawaban sangat setuju
sebesar 27,8% serta diikuti jawaban kurang setuju sebesar 16,7%.
Kemudian dari tabel 15, Untuk meningkatkan hubungan silaturahmi dengan keluarga dan
teman, telepon seluler salah bentuk komunikasi bermedia ternyata sangat membantu,
untuk itu sebesar 66,7% responden menyatakan sangat setuju, dan yang setuju dinyatakan
oleh responden sebesar 22,2% serta diikuti sikap ragu-ragu sebesar 7,4%.
Tabel 16, Untuk mengisi waktu luang ataupun di saat santai telepon seluler digunakan
responden bersama keluarga semisal menghubungi atau kirim sms kepada keluarga yang
jauh dan teman, untuk itu responden sebanyak 37% menyatakan setuju, kemudian yang
menyatakan sangat setuju sebesar 22,2%. Namun sebesar 18,5% responden menyatakan
ragu-ragu.
Kemudian tabel 17, Untuk mencari persahabatan baik dilingkungan sekitar ataupun di
luar, responden menyatakan sangat setuju yakni sebesar 50% dan yang menyatakan setuju
sebesar 40,7%. Namun terdapat juga responden yang menyatakan ragu-ragu dan tidak
setuju yakni masing-masing sebesar 3,7%.
Tabel 18. Atasi Sulitnya Perekonomian Tabel 19. Atasi masalah kehidupan sosial
Dari tabel 18, Walau secara tidak langsung telepon seluler telah membantu responden
untuk memecahkan permasalahan ekonomi keluarga dan untuk ini sebesar 31,5%
menyatakan setuju dan diikuti sebesar 22,2% menyatakan sangat setuju. Selanjutnya yang
menyatakan ragu-ragu sebesar 20,4%.
Dan tabel 19, Walau komunikasi tatap langsung lebih memberi makna dan pengaruh yang
lebih besar, namun komunikasi bermedia melalui telepon seluler juga dapat membantu
memecahkan masalah kehidupan sosial (lingkungan keluarga, masyarakat,
karir/pekerjaan, kesejahteraan) hal ini dijawab setuju oleh responden yakni sebesar 48,1%
dan yang sangat setuju sebesar 18,5%. Namun juga terdapat pernyataan responden yang
ragu-ragu yakni sebesar 18,5%.
Tabel 22, Mencari ide/ pemikiran untuk berkreasi/berwirausaha, telepon seluler juga
dapat membantu. Hal ini diakui oleh responden sebesar 57,4% menyatakan setuju dan
diikuti sangat setuju oleh sebesar 27,8%, serta yang ragu-ragu dan kurang setuju masing-
masing sebesar 7,4%.
Tabel 23, Keberadaan telepon seluler sudah membantu menjalin kerja sama usaha dengan
pihak lain, untuk peryataan ini sebesar 53,7% responden menyatakan sangat setuju dan
29,6% menyatakan setuju, tentu saja dengan adanya teknologi ini sangat memungkinkan
seseorang dapat mengubungi orang lain di tempat yang jauh dan ini sangat efektif jika
kalau harus menjumpainya secara langsung. Namun terdapat sebesar 11,1% responden
yang merasa ragu-ragu.
Tabel 28, Hampir sama dengan tabel sebelumnya, hal ini lebih pada tingkat awal adanya
penggunaan telepon seluler bagi masyarakat Desa Pertumbukan. Dalam pengembangan
jaringan tentu akan membawa dampak-dampak positif yang diharapkan si pengguna.
Untuk ha ini responden yang menyatakan setuju sebesar 48,1% dan sangat setuju sebesar
33,3 %, serta terdapat juga responden yang merasa ragu-ragu untuk pernyataan ini yakni
sebesar 14,8%.
Tabel 29, Melihat pengalaman responden tentang menggunakan atau memiliki telepon
seluler dapat dilihat pada tabel diatas yakni sebesar 33,3% telah memiliki atau
menggunakan telepon seluler kurang dari 1 tahun, kemudian terdapat sebesar 18,5%
sudah 4 tahun serta untuk sudah 2 atau 3 masing-masing sebesar 16,7%.
Tabel 30, Penggunaan jenis telepon seluler bagi responden hampir mayoritas
menggunakan jenis GSM yakni sebesar 96,3% dan hanya 3,7% yang menggunakan jenis
CDMA. Hampir mayoritas penggunaan jenis GSM disebabkan ketersediaan sarana dan
prasarana di lokasi penelitian lebih memadai, kuatnya penerimaan sinyal ataupun varian
telepon seluler untuk jenis ini lebih banyak dan lebih murah, terutama harga bekas.
Tabel 35. Biaya percakapan melalui Ponsel Tabel 36. Biaya SMS
Tabel 35, Mengenai biaya percakapan melalui telepon seluler diakui responden sebesar
37% adalah mahal, namun peryataan yang bertolak belakang diakui responden yang
menyatakan biaya percakapan melalui telepon seluler dianggap murah yakni sebesar
35,2% hal ini diakui responden bila menimbang jarak dan waktu yang harus dihabiskan
bila akan menemui seseorang di suatu tempat yang jauh. Dan yang terakhir diakui sangat
mahal oleh responden yakni sebesar 18,5%.
Tabel 36, Penilaian mengenai biaya penggunaan sms, diakui responden sangat murah
yakni sebesar 66,7%, kemudian terdapat sebesar 14,8% yang menyatakan mahal,
kemudian sebesar 11,1% merasa ragu-ragu untuk memberikan pernyataan.
Tabel 37. Biaya pembelian pulsa perbulan Tabel 38. Kesesuaian Biaya
dengan Percakapan
Tabel 37, Biaya pembelian pulsa yang dikeluarkan oleh responden rata-rata selama
sebulan yang terbanyak adalah sekitar Rp. 50.000,- s/d Rp. 100.000,- (35,2%), kemudian
kurang dari Rp. 50.000,- (25,9%), serta diikuti pembelian lebih dari Rp. 200.000,-
(14,8%).
Tabel 38, Pendapat responden mengenai perbandingan biaya percakapan dengan waktu
percakapan dinyatakan sebagian besar oleh responden tidak sebanding yakni sebesar
51,9% dan yang menyatakan sebanding sebesar 48,1%.
Tabel 39. Faktor penyebab ketidakseimbangan Tabel 40. Perkembangan Pengguna Ponsel di desa
Tabel 39, Faktor penyebab ketidakseimbangan diasumsikan responden karena biaya
percakapan terlalu tinggi (biaya talk time dianggap mahal) yakni dirasakan oleh
responden sebesar 44,4%, kemudian tingkat ekonomi masyarakat masih rendah
diasumsikan 22,2% oleh responden. Kemudian faktor penyebab lainnya sebesar 18,5%,
diantaranya adalah responden merasa khawatir kehabisan pulsa.
Tabel 40, Melihat perkembangan pengguna telepon seluler diakui responden untuk di
daerahnya tergolong maju (51,9%), kemudian dianggap sangat maju (44,4%), namun
terdapat penilaian responden yang ragu-ragu dan kurang maju terhadap perkembangan
pengguna telepon seluler di desanya yakni masing-masing sebesar 1,9%.
Tabel 41, Kehadiran telepon seluler walau secara tidak langsung telah memberikan
bantuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hal ini diakui responden yakni
sebesar 57,4% dan yang menolak pernyataan tersebut sebesar 42,6%.
Dari Tabel 43, Mengenai dampak yang dirasakan responden dengan hadirnya telepon
seluler menyebabkan pengeluaran semakin bertambah yakni diakui sebesar 33,3%,
kemudian Telepon seluler hanya menjadi gaya hidup hal ini diakui responden sebesar
7,4%. Kemudian dampak lainnya yakni mayarakat menjadi konsumtif yakni sebesar 1,9%
dirasakan responden.
Untuk tabel 44, Dari pertanyaan terbuka yang dijaring oleh peneliti mengenai pendapat
masyarakat tentang kehadiran Telepon seluler di Desa Pertumbukan, dirasakan responden
yakni sebesar 61,1 % menyatakan Sangat membantu hubungan komunikasi dgn keluarga,
teman dan pekerjaan tanpa terkendala jarak. Kemudian memudahkan untuk mencari
informasi dan menambah pengetahuan/pendidikan, hal ini dirasakan oleh responden
yakni sebesar 18,5%, serta dapat mengetahui atau menambah wawasan tentang
keadaan/kehidupan di tempat lain (11,1%).
Pembahasan
Masyarakat desa dalam memenuhi kebutuhan informasi termasuk informasi sosial
sangat memerlukan hal ini terkait dengan sistem jaringan sosial yang terdapat di sekitar
atau diluar lingkungannya yang pada gilirannya dapat memberikan pengetahuan atau
menambah pengalaman. Masyarakat desa merasa dengan penggunaan telepon seluler ini
sesuai dengan harapan dan kebutuhan.
Penggunaan telepon seluler dalam memenuhi kebutuhan diversi ; merupakan
upaya melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi; bagi
masyarakat desa sangat membantu terutama menimbulkan perasaan senang terkait dengan
meningkatkan silaturahmi dengan keluarga dan teman, mengisi waktu luang serta mencari
persahabatan yang lebih luas. Namun tidak untuk melarikan atau melepaskan diri dari
persoalan kehidupan dan kesulitan hidup.
Kebutuhan identitas personal (Personal identity), yaitu referensi diri; eksplorasi
realitas; penguatan nilai. Hasil temuan ini menggambarkan bahwa keberadaan telepon
seluler telah membantu masyarakat desa untuk mencari ide/pemikiran untuk berkreasi,
menjalin serta meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak baik didalam lingkungan
sekitar maupun di luar. Poin-poin ini secara tidak langsung diakui akan membantu
responden dan masyarakat dapat meningkatkan perekonomiannya.
Penggunaan telepon seluler di Desa Pertumbukan mengalami kemajuan yang
sangat pesat, hingga saat ini jumlah pengguna telepon seluler di desa ini mencapai kira-
kira 80% (wawancara dengan Majidul Fahmi, tgl 20/2/08). Jenis telepon seluler yang
familiar dengan responden adalah sistem GSM hal ini disebabkan ketersediaan sarana dan
prasarana di lokasi penelitian lebih memadai, kuatnya penerimaan sinyal ataupun varian
telepon seluler untuk jenis ini lebih banyak dan lebih murah, terutama harga yang bekas.
Kemudian faktor utama yang mendasari penggunaan telepon seluler diakui oleh
responden adalah untuk mencari informasi. Dalam kegiatan sehari-hari telepon seluler
sudah menjadi pelengkap terutama untuk kemudahan untuk berkomunikasi. Pola
penggunaan telepon seluler bagi masyarakat yakni cenderung menggunakan SMS karena
biayanya relatif murah bila dibanding jika melakukan percakapan melalui telepon seluler.
Sikap masyarakat terhadap hadirnya telepon seluler dewasa ini dirasakan telah
memberikan kemudahan berkomunikasi, mencari informasi, dan menambah wawasan,
dan hal ini menunjang efektivitas dalam komunikasi bermedia. Namun terdapat hal-hal
yang perlu diantisipasi terhadap dampak negatifnya, misalnya telepon seluler dijadikan
sarana untuk menyimpan photo/video porno, tentu saja hal ini tidak baik untuk anak-anak
remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Blumler, Jay.G. & Elihu Katz, 1994, The Uses of Mass Communications Current
Perspectives on Gratification Research, vol. III, London, Sage Publications.
Blumler, Jay G., 1998, The Role of Theory in Uses and Gratification Studies, London,
Sage Publication.
Efenddy,Onong Uchjana, 2003, Ilmu, Teori Dan Filsafat Ilmu, Bandung, PT.Citra
Aditya Bakti.
____________, 2000, Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek, Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya.
____________, 1993, Dinamika Komunikasi, Bandung, PT. Remaja Rosda Karya.
Fidler, Roger, 1997, Mediamorfosis: Understanding New Media, Thousand Oaks,
California , Pine Forge Perss.
Kriyantono, Rachmat, 2006, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta, Kencana.
Leung, Louis dan Ran Wei, 2000, More than just talk on the move: Uses and
gratifications of the cellular phone, Journalism and Mass Communication
Quarterly, Summer, ABI/INFORM Global
Muchati, 1972, Media Massa dan Penerimaan Khalayak, Bandung, PT. Remaja Rosda
Karya.
Nurudin, 2007, Pengantar Komunikasi Massa, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada.
___________, 2005, Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada.
Palmgreen, Philip, 1991, Media Gratification Research, London, Sage Publication.
Palmgreen, Wenner, Rosengren, Karl, Erik, 1991, The Models of Uses and
Gratifications, London , Sage Publication.
Rakhmat, Jalaluddin, 2001, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya.
___________, 2004, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, Bandung, PT. Remaja
RosdaKarya.
Severin, W.J., James W. Tankard, Jr., 2005, Teori Komunikasi : Sejarah, Metode, Dan
Terapan di Dalam Media Massa, Edisi Kelima, Jakarta, Prenada Media.
Singarimbun, Masri, 2000, Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES Printing.
Surakhmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah; Dasar Metoda Teknik, Tarsito,
Bandung , 1998.
Umar, Husein, 2002, Metode Riset Komunikasi Organisasi, Jakarta, PT. Gramedia
Pustaka Utama.
West, Richard dan Lynn H. Turner, 2008, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan
Aplikasi, Jakarta, Salemba Humanika.
Wiryanto, 2000, Teori Komunikasi Massa, Jakarta, Grasindo.
Lain-Lain
Damayanti,Hilda , 2007, Dampak Penggunaan Telepon Seluler (Handphone),
hildadamayanti@yahoo.com/hild4.wordpress.com - diakses tgl 2/02/08 .
Junaedi, Fajar, 2005, Teori Komunikasi Massa Terhadap Individu,
http://komunikasimassa-umy.blogspot.com/2005/11/teori-komunikasi-massa-
terhadap.html, diakses tgl 31/3/08
Saprudin,Wawan, 2005, http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2005 /0105/20/cakrawala/
lainnya01.htm, diakses tgl 18/1/08.
Yusup, Pawit M.,2003, Komunikasi, Media, Sumber-Sumber Informasi, dan beberapa
contoh Aplikasi Teori Komunikasi Massa Kontekstual, http://bdg.centrin.
net.id/~pawitmy/ -diakses tgl 26/3/08
____________, 2001, Communication Contexts, http://www.uky.edu/~drlane/capstone/
contexts.htm , diakses tgl 26/8/07
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0405/05/telkom/1002910.htm - diakses tgl
2/03/08.
http://www.majalahindonesia.com/ divakar_goswami.htm- diakses tgl 2/02/08.
http://id.wikipedia.org/wiki/Telepon _genggam- diakses tgl 8/02/08.
http://data.un.org/ diakases tgl 12/5/08
http://www.pintunet.com/lihat_opini.php? pg=2007/10/27102007/65568 - diakses tgl
11/4/08
Potensi Radio Komunitas Epiginosko Terhadap
Pembangunan Masyarakat Pedagang Pasar Horas
Kota Pematang Siantar Sumatera Utara
3
Penulis adalah Peneliti Muda bidang Komunikasi Sosial pada BBPPKI Medan.
sendiri, serta Undang-undang Penyiaran No. 32/2002 yang memberi peluang bagi
tumbuhnya stasiun televisi swasta berbasis daerah, lembaga penyiaran publik lokal
( TV/Radio Publik Lokal ), serta lembaga penyiaran komunitas ( TV / Radio
Komunitas ) memberi kesempatan bagi pengelola media massa untuk berperan secara
optimal membangun daerahnya.
Kehadiran lembaga penyiaran komunitas (TV dan Radio Komunitas) dapat
memberi kontribusi yang sangat berarti bagi suatu daerah, terutama sebagai sarana untuk
mensosialisasikan kebijakan Pemerintah Daerah di tingkat Lokal dan sebagai sarana
mempromosikan potensi daerah, sehingga dapat berdampak kepada peningkatan
pemasukan pendapatan daerah tersebut.
Kota Pematang Siantar merupakan wilayah yang sangat potensial di Propinsi Sumatera
Utara. Sektor pariwisata, perdagangan dan peternakan merupakan potensi yang dapat
dioptimalkan agar dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD ). Dengan potensi
daerah yang dimiliki, optimalisasi fungsi lembaga penyiaran Radio Komunitas dapat
mewujudkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi dari kondisi sekarang.
Dasar pertimbangan yang lebih spesifik dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Potensi daerah di Kota Pematang Siantar di sektor pariwisata, perdagangan,
peternakan, dan industri kecil perlu dioptimalkan melalui kemasan program siaran
yang mengedepankan upaya-upaya agar masyarakat bersedia berpartisipasi
meningkatkan potensi daerahnya.
2. Potensi-potensi dalam bidang pariwisata peternakan, perdagangan dan industri kecil
perlu dilakukan promosi melalui Radio Komunitas agar dapat menarik minat investor
lokal maupun luar negeri untuk menanamkan investasinya di Kota Pematang Siantar.
3. Kehadiran Radio Komunitas dapat memberi kemudahan bagi masyarakat di Kota
Pematang Siantar untuk mendapatkan informasi perdangan dengan biaya yang
terjangkau dan kualitas siaran yang baik .
Berdasarkan permasalahan inilah, penulis menganggap perlu dilakukannya suatu
penelitian untuk mengetahui bagaimana sebenarnya bagaimakah Potensi Radio
Komunitas Epiginosko Terhadap Pembangunan Masyarakat Pedagang Pasar Horas di
Kota Pematang Siantar
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, maka peneliti dapat
merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut, bagaimakah Potensi Radio
Komunitas Epiginosko Terhadap Pembangunan Masyarakat Pedagang Pasar Horas di
Kota Pematang Siantar.
Adapun permasalahan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah motivasi Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar
mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko untuk mendapatkan informasi daerah?
2. Apakah jenis informasi daerah yang didengar masyarakat Pedagang Pasar Horas di
Kota Pematang Siantar dari Radio Komunitas Epiginosko ?
3. Kapankah Waktu dan bagaimanakah frekuensi masyarakat Pedagang Pasar Horas di
Kota Pematang Siantar mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko?
4. Dimanakah lokasi masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar
biasanya mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko ?
C. Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Siaran Radio Komunitas baik yang berbentuk berita maupun informasi umum
tentang potensi daerah Kota Pematang Siantar.
2. Daerah penelitian ini adalah di Kota Pematang Siantar
3. Responden penelitian ini adalah masyarakat Pedagang Pasar Horas Kota Pematang
Siantar
E. Uraian Teoritis
Penelitian ini membahas tentang bagaimana masyarakat mendapatkan informasi
daerah melalui Radio Komunitas. Mengadopsi kepada karakteristik media massa maka
keberadaan Radio Komunitas dapat dijelaskan fungsi dan peranannya dalam kerangka
teoritis mengenai komunikasi massa.
Seperti yang dikemukakan Melezke (1963) yang dikutip oleh Rakhmat, 1981
mengartikan komunikasi massa sebagai setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan
pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan
satu arah pada publik yang tersebar.
Dibanding dengan jenis-jenis komunikasi lainnya, komunikasi massa mempunyai
ciri-ciri (dikutip dari Effendi (1993:22-26) adalah :
1. Komunikasi massa berlangsung satu arah. Dalam hal ini tidak terdapat arus balik dari
komunikan kepada komunmikator. Dengan kata lain, komunikator tidak mengetahui
tanggapan khalayak (komunikan) terhadap pesan yang disampaikan.
2. Komunikator pada komunikasi massa merupakan lembaga, yakni satu institusi atau
organisasi. Karena komunikator pada komunikasi massa bertindak atas nama
lembaga, maka ia bertinndak sesuai dengan kebijaksanaan ( policy) media yang
memilikinya. Ia tidak mempunyai kebebasan sebagai individu.
3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum. Maksudnya pesan ditujukan kepada
umum, bukan kepada perseorangan atau kelompok tertentu.
4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan. Artinya khalayak menerima
secara serempak (simultan ) pesan yang disampaikan melalui media massa.
5. Komunikan pada komunikasi massa bersifat heterogen. Artinya komunikan atau
khalayak merupakan masyarakat yang heterogen. Keberadaannya terpencar, satu
sama lain tidak saling mengenal dan tidak melakukan kontak pribadi, masing-masing
berbeda latar belakang sosialnya seperti usia, agama, pekerjaan, pendidikan,
kebudayaan, pengalaman dan sebagainya.
Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan
yang beragam dalam jumlah yang banyak menggunakan media.
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
Mass Media Uses and Gratifications .
Model Mass Media Uses and Gratifications menurut para pendirinya menyatakan
bahwa awal kebutuhan secara psikologis dan sosial individu menimbulkan harapan
tertentu kepada media massa atau sumber lain. ( Katz, Blumler, Gurevitch, 1974 : 19 –
32).
Dalam penelitian ini tidak semua komponen yang ada dalam model Mass Media
Uses and Gratifications diteliti. Penelitian ini akan mendeskripsikan tentang:
1. Bagaimanakah motivasi masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang
Siantar mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko untuk mendapatkan informasi
daerah ?
2. Apakah Jenis informasi daerah yang didengar masyarakat Pedagang Pasar Horas di
Kota Pematang Siantar dari Radio Komunitas Epiginosko ?
3. Kapankah Waktu masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar
mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko ?
4. Dimana Lokasi masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar
biasanya mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko ?
Variabel
Lingkungan
Sumber : Jalaluddin Rahmat, 1985
Model ini dimulai dengan Variabel Anteseden yang terdiri dari Variabel
Individual yaitu antara lain usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan tingkat
pendapatan. Variabel Lingkungan juga masih merupakan bagian dari Variabel Anteseden
yang biasanya terdiri dari lingkungan sosial, afiliasi kelompok, organisasi dan lain
sebagainya.
Masyarakat dalam model penelitian ini memiliki kebutuhan dan
motif beraneka ragam berdasarkan karakteristik sosialnya. Katz,
Blumler, Gurevitch membuat tipologi kebutuhan manusia yang
berhubungan dengan penggunaan media yang meliputi :
1. Kebutuhan Kognitif
2. Kebutuhan Afektif
3. Kebutuhan Integratif Pesan
4. Kebutuhan Integratif Sosial
5. Kebutuhan akan pelarian
Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dan dipuaskan melalui media massa dan
sumber lain . Melalui sumber lain , kebutuhan dapat terpenuhi melalui hubungan dengan
keluarga, teman, komunikasi interpersonal, maupun mengisi waktu luang dengan
berbagai cara.
Kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini memang memodifikasi efek
media massa terhadap sikap individu. Dalam pembahasan dan kerangka teoritis, media
massa di sini dimaknai sebagai Radio Komunitas Epiginosko.
Kebutuhan melalui media massa dapat dipenuhi dengan membaca surat kabar dan
majalah, mendengarkan radio serta menonton televisi. Dalam penelitian ini, model Mass
Media Uses and Gratifications diadaptasi untuk meneliti hubungan antara motif
masyarakat dengan penggunaan radio.
Chaffe (1980) dalam Rakhmat (1985:215-217), mengemukakan tiga pendekatan
untuk melihat efek media massa. Pertama, pendekatan yang berkaitan dengan pesan
media massa. Kedua, pendekatan dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada
khalayak. Seperti penerimaan informasi, perubahan perasaan atau sikap dan perubahan
perilaku (perubahan kognisi, afeksi, dan behavioral). Dan ketiga, meninjau satuan
observasi yang dikenai efek media massa.
Pendekatan tersebut, menurut Gonzales (1978; dalam Jahi, 1988:17), disebut tiga
dimensi efek komunikasi massa, yaitu : (1) efek kognitif yang meliputi peningkatan
kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuan; (2) efek afektif yang berhubungan dengan
emosi, perasaan, dan sikap; sedang (3) efek konatif erat hubungannya dengan niat dan
kecenderungan berperilaku menurut cara tertentu.
Mar’at (1981:124), mengungkapkan bahwa komponen kognitif dan afektif banyak
dipengaruhi oleh media komunikasi seperti film, surat kabar, radio, dan televisi. Teori
belajar sosial dari Bandura (1977), menjelaskan efek prososial dari media massa itu
sendiri.
Ketika membicarakan motif, peneliti perlu mengawali dengan meletakkan
konsepsi manusia karena yang diteliti adalah motif manusia. Konsep manusia yang
dibahas dalam penelitian ini adalah konsepsi Psikologi Humanistik yang melihat manusia
sebagai manusia seutuhnya. Tidak seperti pandangan Psikoanalisis yang cenderung
menganggap manusia hanya dipengaruhi oleh naluri hewaninya dan Behaviorisme yang
melihat manusia sebagai robot tanpa jiwa dan nilai.
Kedua pandangan yang tadi disebutkan tidak menghormati manusia sebagai
manusia. Keduanya tidak mampu menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan
membangun seperti cinta, kreativitas, nilai , makna, dan pertumbuhan pribadi (Rakhmat,
2001 : 30 ).
Manusia adalah pencari makna, dalam pertumbuhannya manusia memerlukan
orang lain. Dengan kata lain, hidup manusia lebih bermakna ketika manusia itu
melibatkan nilai-nilai dan pilihan yang membangun . Menurut Carl Rogers dalam
konsepsi Humanistik ini, manusia mempunyai prilaku meningkatkan, mempertahankan
dan pengaktualisasian diri.
Berkaitan dengan prilaku manusia, William Mc.Dougall mengemukakan faktor-
faktor personal yang menentukan prilaku manusia. Manusia memiliki faktor-faktor
personal (internal) antara lain sikap, instink, kepribadian, sistem kognitif, dan motif
( Rakhmat, 2001:33).
Secara Etimologis, motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu ”motivas” yang
berarti alasan dasar , pikiran dasar, dorongan bagi seseorang untuk berbuat atau ide pokok
yang selalu berpengaruh terhadap tingkah laku manusia ( Kartono, 1988 : 153).
Sedangkan menurut Wahyusumidjo, motivasi merupakan proses psikologis yang
mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan pada seseorang
yang timbul karena adanya faktor intrinsik dan ekstrinsik (Wahyusumidjo , 1984:178 )
Dari pendapat di atas, dijelaskan lebih lanjut bahwa faktor intrinsik dalam diri
manusia dapat timbul berdasarkan kepribadian, sikap, harapan, dan kebutuhannya
(need). Kebutuhan inilah yang menimbulkan motif.
Motif merupakan salah satu faktor pembentuk prilaku seseorang dalam
menanggapi sesuatu. Motif merupakan daya yang timbul dari dalam diri yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu.
Menurut tafsiran sosiologis Max Webber , motif merupakan deskripsi verbal
yang memberikan gambaran, penjelasan atau dasar kebenaran tingkah laku yang telah
dilakukan (Turner, 1984).
Menurut Yoseph Klapper (Rakhmat, 2001: 198) pengaruh Komunikasi Massa
ditentukan oleh faktor-faktor predisposisi personal, keanggotaan kelompok dan proses
selektif atau biasa juga disebut faktor personal. Di dalam faktor personal inilah terdapat
motif yang memberikan asumsi tertentu bagi orang dalam menanggapi sesuatu. Jadi dapat
dikatakan motif mempengaruhi seseorang dalam memilih sesuatu termasuk juga dalam
memilih media massa dan mengkonsumsi isinya. Demikian juga halnya motif
menggunakan telepon pedesaan sabagai salah satu sarana berkomunikasi .
Dalam kata lain Efektifitas sebuah proses komunikasi ditentukan oleh tiga faktor,
menurut Rakhmat (1989:62), ketiga faktor itu adalah sebagai berikut :
1. Faktor Komunikator
Komunikator dalam model ini harus memiliki kredibilitas, daya tarik dan
kekuasaan. Kredibilitas terdiri dari dua unsur yaitu keahlian dan kujujuran. Keahlian
diukur dengan sejauhmana komunikan menganggap komunikator mengetahui jawaban
yang benar. Sedangkan kejujuran dioperasionalkan dengan persepsi komunikan tentang
sejauhmana komunikan tidak memihak dalam penyampaian pesan.
Daya tarik ukur dari kesamaan, familiaritas dan kesukaan. Kekuasaan
dioperasionalkan dengan tanggapan komunikan tentang kemampuan komunikator untuk
memberikan ganjaran, kemampuan untuk meneliti apakah komunikan mengikuti pesan
yang disampaikan atau tidak.
2. Faktor Pesan
Pesan terdiri dari struktur pesan, gaya pesan, imbauan pesan. Pertama, struktur
pesan ditunjukkan dengan pola penyimpulan, pola urutan argumentasi dan pola
objektifitas. Prinsip-prinsip yang harus dianalisis adalah sebagai berikut :
1. Perceived Control adalah kemampuan komunikator untuk melakukan pengawasan
apakah komunikan itu tunduk kepada pesan atau tidak.
2. Perceived Concern adalah kemampuan komunikator untuk melakukan
penelitian/mersa peduli apakah komunikan tunduk kepada pesan.
3. Perceived Security adalah kemampuan komunikator untuk
memperhatikan/menyelidiki apakah komunikan itu tunduk kepada pesan.
Kedua, gaya pesan menunjukkan variasi linguistik dalam penyampaian pesan
(perulangan, mudah dimengerti, perbendaharaan kata).
Ketiga, Appeals (imbauan) pesan mengacu pada motif-motif psikologis yang dikandung
pesan (rasional, emosional, reward appeals, fear appeals ).
Menurut Cultip dan Center dalam Susanto (1982:138) mengatakan bahwa pesan
yang efektif adalah pesan yang memiliki 7 C yaitu :
1. Credibility yaitu nilai kepercayaan khalayak atau publik kepada komunikator.
2. Context yaitu faktor yang menghubungkan isi pesan dengan keadaan lingkungan yang
ada.
3. Contents yaitu faktor makna dan arti yang tersimpulkan dalam pesan terutama
memperhatikan apakah pesan dipahami oleh komunikan.
4. Clarity adalah faktor kesederhanaan dan jelas tidaknya perumusan yang digunakan
dalam pesan
5. Continuity adalah pesan yang bersifat kesinambungan
6. Consistency adalah ada tidaknya pertentangan / pebedaan dalam bagian-bagian
ataukah terdapat suatu pengulangan dengan variasi di dalamnya.
7. Capability adalah faktor yang terakhir dalam penelitian pesan untuk disebarkan
kepada komunikan.
3. Faktor media
Media yang diteliti adalah Radio Komunitas dengan asumsi semakin lengkap
sarana dan prasarana yang disediakan untuk proses komunikasi maka hasil yang akan
diperoleh akan semakin tampak lebih sempurna walaupun kadangkala banyak kendala
yang harus dijumpai.
F. METODOLOGI PENELITIAN
F.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Survey.
Metode ini digunakan karena penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research)
dengan menyebarkan kuesioner kepada responden terhadap sampel yang telah ditentukan.
H. HASIL PENELITIAN
2. Pada umumnya perdagangan Pasar Horas sangat setuju mencari informasi yang
berkaitan dengan pekerjaan responden.
3. Pada umumnya pedagang Pasar Horas P. Siantar mendengarkan radio pada pagi hari
dan sampai sore hari masing-masing sebesar 28% dan ada juga pedagang sebesar
26%.
4. Pada umumnya pedagang Pasar Horas mendengarkan radio ketika berada di Pasar
Horas dan sebagian lagi menyatakan ada yang dirumah.
Rekomendasi
Pengelola/managemen radio efiginosko meningkatkan kualitas materi saran yang
diberkaitan dengan aktivitas pedagang pasar horas yang berkaitan dengan nilai nilai
keagamaan.
1. Pemerintah Daerah dalam hal pemko P. Siantar diharapkan dapat mendorong lebih
banyak lagi berdiri dikota P. Siantar.
2. Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Komunikasi dan Informatika dapat
memberikan pembinaan langsung maupun tidak langsung tentang manajemen
pengelolaan radio komunitas secara modren.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 1986. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, Bina
Aksara, Jakarta.
DeFleur, Melvin and Ball-Rokeach. 1982. Theories of Mass Communication, New York
& London.
Depari, Eduard dan Collin Mac Andrew. 1982. Peranan Komunikasi Massa Dalam
Pembangunan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Fisher, Aubrey B. Diterjemahkan Trimo, Soedjono. Penyunting: Jalaluddin Rakhmat.
1990. Teori-Teori Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Infante A Dominac, Andrew, S.Rancer, Deanna F.Womack, 1993. Building
Communication Theory, Waveland Press,
Krech, David, Crutchfield, Richard S, and Ballachey Egerton. 1962. Individual In
Society, A Texbook of Social Psychology, International Student Edition. Tokyo:
McGraw-Hill International Book Company, Kogakhusa, Ltd.
Kerlinger, Fred N, Foundation of Behaviour Research, Secon Edition, New York
University
McQuail, Denis. Alih Bahasa : Putu Laxmant S. Pendit. 1985. Model - Model
Komunikasi, Uni Primas, Jakarta
---------------. Alih Bahasa : Agus Dharma dan Aminuddin Ram. 1987. Teori Komunikasi
Massa, Erlangga, Jakarta.
Nazir Mohd, 1998, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia.
Rakhmat, Jalaluddin. 1985. Psikologi Komunikasi, Remadja Karya, Bandung.
--------------------. (1989), (1991). Metode Penelitian Komunikasi, Remadja Karya,
Bandung.
Sari, S. Endang. 1993. Audience Research. Pengantar Studi Penelitian Terhadap
Pembaca, Pendengar,dan Pemirsa. Bandung: Remadja Karya.
Severin Werner J. James W. Tankard, Jr, 2005, Teori Komunikasi , Sejarah, Metode dan
Terapan di Dalam Media Massa, Prenada Media
Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendy (ed). 1989. Metode Penelitian Survai, LP3ES,
Jakarta.
Tan, Alexis. 1980. Mass Communication Theories and Research, Grid Publishing Inc,
Columbus, Ohio.
Wright, Charles R. Penyunting : Jalaluddin Rakhmat. 1988. Sosiologi Komunikasi
Massa, Remadja Karya, Bandung.
OPINI PUBLIK MENGENAI PERAN MEDIA CETAK LOKAL
DALAM PEMBANGUNAN BIDANG PERTANIAN HORTIKULTURA
(Survei di Desa Ndokum Siroga dan Desa Surbakti Kecamatan Simpang Empat
Kabupaten Karo)*
Abstrak
*
Telah diseminarkan di Siantar Hotel, Pematang Siantar, Tgl. 10 Juli 2008
**
Penulis adalah Peneliti Pertama Bidang Media Massa Pada BBPPKI Medan
Pelaksanaan pembangunan daerah yang demokratis digerakkan oleh tiga pilar
utam yang saling berkaitan. Ketiga pilar utama dalam gerakan pelaksanaan pembangunan
itu adalah sebagai berikut : pertama, institusi pemerintah daerah. Pilar utama yang
pertama ini mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan
pelaksanaan pembangunan. Sudah tentu semua kebijakan yang menyangkut pelaksanaan
pembangunan daerah berada di institusi pemerintah daerah terutama Bupati dan Walikota.
Kedua, institusi pers. Pilar utama yang kedua ini juga mempunyai peranan yang sangat
menentukan didalam pembangunan daerah. Melalui media massa yang ada, instutusi pers
seperti suratkabar dan televisi turut menentukan berhasil tidaknya pembangunan daerah
tersebut.
Ketiga, masyarakat. Pilar utama yang ketiga ini ikut pula menentukan
keberhasilan pembangunan. Tanpa keikutsertaan masyarakat, pers tidak akan
berkembang, lalu pemerintah daerah akan sulit menentukan arah dan kebijaksanaan
pembangunan. Akibatnya pembangunan daerah pun akan mandeg.
Salah satu kabupaten yang sangat intens memperhatikan keberlangsungan
pembangunan di Sumut adalah Kabupaten Karo. Kabupaten Karo adalah kabupaten yang
sangat didominasi oleh sektor pertanian yaitu sub sektor pertanian tanaman pangan dan
palawija, sub sektor hortikultura, perkebunan, peternakan dan sebagian kecil perikanan
darat ( air tawar ). Jumlah rumahtangga yang berusaha disektor ini berkisar antar 70
persen sampai dengan 74 persen ( BPS, 2006, 10 ). Kontribusi pertanian yang diberikan
Kabupaten Karo pada Propinsi Sumatera Utara persentasenya cukup besar. Dengan
melihat hal tersebut, sudah sepantasnya Kabupaten Karo memiliki corong yang kuat
untuk mensosialisasikan kepada masyarakat melalui media massa, potensi wisata dan
pertanian yang lebih luas dalam merencanakan dan mengelola sumber daya yang dimiliki
dan untuk memberikan fasilitas dan dorongan yang lebih terarah pada perkembangan
pembangunan kerakyatan.
Pemerintah Kabupaten Karo menetapkan salah satu misi pembangunannya yang
berbunyi ” Mengembangkan secara optimal pertanian, pariwisata, industri dan
perdagangan berbasis agrobisnis yang berdaya saing dan berwawasan lingkungan dan
rehabilitasi lahan yang kritis ( BPS, 2006, 10 ). Misi ini tidak akan terwujud secara efektif
tanpa fungsi dan peranan pers, khususnya yang tersebar pada masyarakat Kabupaten
Karo. Adapun jenis media cetak lokal yang turut mewarnai dan memberikan informasi
bagi masyarakat, khususnya di Kabupaten Karo antara lain ; Majalah Sibayak Pos terbitan
Brastagi, Tabloid Karo Membangun, Dinas Infokom, Info Karo, Humas Pemkab Karo,
Sora Mido, dan Sirulo ( sumber : Dinas Infokom Karo ). Berdasarkan latar belakang
permasalahan yang telah dipaparkan diatas dan mengingat bahwa salah satu fungsi pers
yaitu sebagai fungsi kontrol,sehingga opini publik menjadi sangat penting bagi
pemerintah didalam melakukan perencanaan pembangunan,maka penulis tertarik dan
merasa penting untuk melakukan penelitian bagaimana opini publik mengenai peran
media cetak lokal dalam pembangunan bidang pertanian hortikultura ini.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pemanfaatan media cetak lokal sebagai sumber informasi pembangunan
bidang pertanian hortikultura ?
2. Bagaimanakah opini publik mengenai peran media massa cetak lokal sebagai sumber
informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura.
3. Apakah kendala yang dihadapi masyarakat tentang media massa cetak lokal dalam
mensukseskan pembangunan bidang pertanian hortikultura.
C. Tujuan Penelitian
Sebagai tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimanakah pemanfaatan media cetak lokal sebagai sumber
informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura.
2. Untuk mengetahui bagaimana opini publik mengenai peran media massa cetak lokal
sebagai sumber informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura.
3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi masyarakat tentang media massa cetak
lokal dalam mensukseskan pembangunan bidang pertanian hortikultura.
Sasaran
Adapun sasaran dengan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara tidak langsung masyarakat ikut berperan serta dalam mensukseskan
pembangunan bidang pertanian hortikultura, ikut memberhasilkan pembangunan
daerah yang terrencana dan terarah.
2. Adanya kebebasan pers yang sehat menjadi prasyarat yang mutlak menuju
pembangunan bidang pertanian yang sehat pula.
3. Terwujudnya pelaksanaan pembangunan yang berjalan dengan baik, layak dan
berwibawa.
E. Kerangka Teori
Kebutuhan melalui media massa dapat dipenuhi dengan membaca suratkabar.
Tabloid dan majalah lokal. Dalam penelitian ini,model Teori Normatif,yaitu Teori Media
Pembangunan diadaptasi untuk meneliti bagaimana Opini Publik Mengenai Peran Media
Lokal Dalam Pembangunan Bidang Pertanian Hortikultura.
Teori Normatif (cabang filsafat sosial) yang lebih berkenan dengan masalah
bagaimana seharusnya media berperan bilamana serangkaian nilai sosial ingin diterapkan
dan dicapai dengan sifat dasar nilai-nilai sosial tersebut.Jenis teori ini penting karena ia
memang berperan dalam membentuk institusi media dan berpengaruh besar dalam
menentukan sumbangsih media,sebagaimana yang diharapkan oleh publik media itu
sendiri dan organisasi,serta para pelaksana organisasi sosial itu(McQuail,1994:4).
Teori media pembangunan adalah penerimaan pembangunan ekonomi itu sendiri
(yang karenanya perubahan sosial),dan sering kali “pembangunan bangsa” (nation-
building)yang bersangkutan,sebagai tujuan utama.Untuk mencapai tujuan
tersebut,kebebasan tertentu dari media dan para wartawan tunduk pada tanggung jawab
mereka untuk membantu pencapaiannya.Pada saat yang sama,yang ditekankan adalah
tujuan kolektif dan bukan kebebasan individu.Unsur yang relatif baru dalam teori media
pembangunan adalah penekanan pada “hak untuk berkomunikasi,”yang didasarkan atas
Pasal 17 Deklarasi Universal Hak-Hak Manusia: Setiap orang memiliki hak
mengeluarkan pendapat:hak ini mencakup kebebasan menganut pendapat tanpa ganguan
dan kebebasan untuk mencari, menerima,dan menyampaikan informasi dan gagasan
melalui media manapun tanpa mempersoalkan batas negara.”Meskipun sukar menemukan
kasus-kasus individu yang jelas menunjukkan teori media pembangunan,prinsip utama
teori ini dapat diungkapkan sebagai berikut:
1. Media seyogyanya menerima dan melaksanakan tugas pembangunan positif sejalan
dengan kebijaksanaan yang ditetapkan secara nasional.
2. Kebebasan media seyogyanya dibatasi sesuai dengan (1) prioritas ekonomi dan (2)
kebutuhan pembangunan masyarakat.
3. Media perlu memprioritaskan isinya pada kebudayaan dan bahasa nasional.
4. Media hendaknya memperioritaskan berita dan informasinya pada negara sedang
berkembang lainnya yang erat kaitannya secara geografis,kebudayaan,atau politik.
5. Para wartawan dan karyawan media lainnya memiliki tanggung jawab serta
kebebasan dalam tugas mengumpulkan informasi dan penyebarluasannya.
6. Bagi kepentingan tujuan pembangunan,negara memiliki hak untuk campur tangan
dalam,atau membatasi,pengoperasian media serta sarana penyensoran,subsidi,dan
pengendalian langsung dapat dibenarkan.
Sementara pengguna media itu sendiri adalah orang-orang yang berpikiran
rasionalyang secara aktif memilih media mana yang mereka anggap dapat memuaskan
kebutuhan yang mereka ingin dapatkan.Ada beberapa katagori kebutuhan individu,yang
semuanya berasal dari fungsi sosial dan psikologi dari media,kategori ini antara lain
menurut Katz Hass dan Gurevitch (Marshall,Jr,2000) yakni:
a. Kebutuhan kognitif; kebutuhan akan informasi,pengetahuan,dan pengertian tentang
lingkungan sekitar.
b. Kebutuhan afektif : kebutuhan untuk memperkuat pengalaman akan
emosi,kesenangan,atau pengalaman keindahan.
c. Kebutuhan integrative personal : memperkuat kredibilitas, kepercayaan diri,kesetian,
dan status pribadi.
d. Kebutuhan interaksi sosial : memperkuat hubungan dengan keluarga,teman,dengan
alam sekitar.
e. Kebutuhan akan pelarian : hasrat melarikan diri dari kenyataan, melepaskan
ketegangan, kebutuhan akan hiburan.Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat
dicapai dengan dua cara, yaitu: (1) Pemenuhan kebutuhan yang didapatkan dengan
cara mengakses/menggunakan media yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan (2)
Pemenuhan kebutuhan didapatkan dengan cara mempelajari isi informasi dalam
media yang kemudian diterapkan dalam praktek.
f. Sejalan dengan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa pengguna media secara
umum adalah untuk memenuhi kebutuhan informasi,hiburan dan intraksi sosial.
Dari kerangka pemikiran inilah, peneliti akan menguraikan permasalahan
bagaimana opini publik mengenai peran media lokal dalam pembangunan bidang
pertanian hortikultura di Kabupaten Karo.
F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstark yang
dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta – fakta yang diperoleh
dari pengamatan. Bungin,” Mengartikan konsep sebagai generalisasi dari sekelompok
fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang
sama. Sedangkan Kerlinger, menyebutkan konsep sebagai abstraksi yang dibentuk dengan
menggeneralisasikan hal – hal khusus. Jadi konsep merupakan sejumlah ciri atau standar
umum suatu objek.” ( Kriyantono, 2006 : 17 ). Berdasarkan kerangka teroritis diatas,
adapun konsep – konsep dalam penelitian ini sebagai berikut
Opini adalah suatu pernyataan mengenai sesuatu yang sifatnya bertentangan.
Opini merupakan ” expressed statement ” yang bisa diucapkan dengan kata – kata, isyarat
atau cara lain yang mengandung arti dan dapat dipahami maksudnya ( Meinanda, 1980,
29 ). Ini berarti opini harus dinyatakan, dengan demikian pengertian opini atau pendapat
mempunyai dua unsur yakni :
1. Ada pernyataan
2. Mengenai masalah yang bertentangan
Disamping itu juga, opini dapat dinyatakan melalui media massa seperti televisi,
radio maupun suratkabar atau majalah. Karena opini mempunyai ciri – ciri antara lain :
1. Mempunyai pendukung dalam jumlah besar.
2. Selalu diketahui dari pernyataan – pernyataan.
3. Merupakan sinthesa atau kesatuan dari banyak pendapat.
Sehingga opini ini bisa ditemukan dari berbagai kalangan. Selanjutnya suatu
pendapat harus dinyatakan terlebih dahulu agar dapat dinilai sebagai pendapat atau opini
publik, sebab sesuatu yang belum dinyatakan belum bisa disebut opini karena belum
mengalami proses dalam diri manusia, sehingga masih merupakan sikap, Irish dan Protho
( Susanto, 1985, 92 ). Jadi yang dimaksud dengan opini publik adalah pendapat atau sikap
masyarakat terhadap suatu masalah atau organisasi, dimana pembentukan opini publik
melalui berbagai hal, pelayanan terhadap publik, opinion leader dan kegiatan komunikasi
( Hardiman, 2006, 87 ). Opini publik merupakan pendapat yang ditimbulkan oleh adanya
unsur – unsur sebagai berikut :
1. Adanya masalah atau situasi yang bersifat kontroversial yang menimbulkan pro dan
kontra.
2. Adanya kesempatan bertukar pikiran atau berdebat mengenai masalah yang
kontroversial tersebut
3. Adanya publik yang terikat kepada masalah tersebut dan berusaha memberikan
pendapatnya.
“Opini dan perasaan rakyat dapat disalurkan kedalam program – program
pemerintah, sebab bagaimanapun yang berhubungan dengan fakta dilapangan adalah
masyarakat – masyarakat yang mempunyai opini dan emosi “ ( Lipmann, Walter, 1998,
235 ).
Sementara, berbicara tentang fungsi media massa, Harold Lasswell dan Charles
Wright merupakan sebagian dari pakar yang benar – benar serius mempertimbangkan
fungsi dan peran media massa dalam masyarakat. Wright ( 1959 ) membagi media
komunikasi berdasarkan sifat dasar pemirsa, sifat dasar pengalaman komunikasi, dan sifat
dasar pemberi informasi. Lasswell ( 1984, 1960 ), pakar komunikasi dan profesor
hukum di Yale University mencatat ada 3 fungsi media massa, pengamatan lingkungan,
korelasi bagian – bagian dalam masyarakat untuk merespon lingkungan dan penyampaian
warisan masyarakat dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Selain ketiga fungsi ini,
Wright menambahkan fungsi keempat yakni hiburan ( Severin, 2005, 386 )
Media massa yang dimaksud disini adalah media massa cetak ( printed mass
media ). Pada umumnya kalau kita berbicara mengenai pers sebagai media massa
tercetak, maka kita harus terlebih dahulu memahami bahwa pers adalah lembaga
kemasyarakatan ( social institution ) dan merupakan sub sistem dari kemasyarakatan
dimana ia berada, bersama – sama dalam sub sistem lainnya. Dengan demikian maka pers
tidak hidup secara sendiri, melainkan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga –
lembaga kemasyarakatan lainnya. Bersama – sama dengan lembaga kemasyarakatan
lainnya, pers berada dalam keterikatan organisasi bernama negara. Karenanya eksistensi
pers dipengaruhi, bahkan ditentukan oleh falsafah negara dan sistem politik negara
dimana pers itu hidup. Pers di negara mana dan dimasyarakat mana, ia berada sama –
sama mempunyai fungsi universal yakni :
1. Memberikan Informasi ( to inform )
Menyiarkan informasi adalah tugas suratkabar yang pertama dan utama. Khalayak
pembaca berlangganan atau membeli suratkabar karena memerlukan informasi
mengenai berbagai hal di bumi ini mengenai peristiwa yang terjadi, gagasan atau
pikiran orang lain, apa yang dilakukan orang lain, apa yang dikatakan orang lain dan
lain sebagainya.
2. Mendidik ( to educate )
Sebagai sarana pendidikan massa ( mass education ), suratkabar memuat tulisan –
tulisan yang mengandung pengetahuan, sehingga khalayak pembaca bertambah
pengetahuannya. Fungsi mendidik ini bisa secara implisit dalam bentuk berita, dapat
juga secara eksplisit dalam bentuk artikel atau tajuk rencana
3. Fungsi Menghibur ( to entertaint )
Hal yang bersifat hiburan sering dimuat suratkabar untuk mengimbangi berita – berita
berat ( hard news ) dan artikel – artikel yang berbobot. Maksud pemuatan isi yang
mengandung hiburan itu semata – mata untuk melemaskan ketegangan pikiran setelah
para pembaca dihidangi berita dan artikel yang berat – berat.
4. Mempengaruhi ( to influence )
Fungsi mempengaruhi, menyebabkan suratkabar memegang peranan penting dalam
kehidupan masyarakat. Secara implisit terdapat pada berita, sedangkan secara eksplisit
terdapat pada tajuk rencana dan artikel
5. Pengawasan ( social control )
Jika suratkabar benar melaksanakan tugas sosial kontrolnya, akan banyak tantangan
yang harus dijawab dengan sikap yang berani dan bijaksana. Dalam suatu situasi,
suratkabar bisa dihadapkan kepada dua alternatif, mati terhormat karena memang
prinsip, atau hidup tidak terhormat disebabkan tidak mempunyai kepribadian
( Effendi, Onong, 1981, 94 )
Pengertian Pembangunan
Sukses tidaknya perencanaan pembangunan daerah itu sudah barang tentu tidak
bisa terlepas dari media massa didalamnya. Kenapa seperti itu, karena pemerintah, pers
dan masyarakat adalah satu kesatuan yang saling membutuhkan satu sama lain.
Secara garis besar bisa diidentifikasikan tiga pola pemikiran dan praktek
pembangunan yang berkembang di Indonesia,yang masing –masing menekankan
pendekatan berbeda,yaitu penekanan politik,ekonomi,dan moral sebagai panglima
(Mastur Yahya).
Menurut Totok Mardikanto:Pembangunan didefinisikan sebagai upaya sadar dan
terencana untuk melaksanakan perubahan – perubahan yang mengarah pada pertumbuhan
ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga
masyarakat,terutama untuk jangka panjang.Upaya ini dilaksanakan oleh pemerintah yang
didukung oleh partisipasi masyarakatnya,dengan menggunakan teknologi yang
terpilih.Sedangkan Lionberger dan Gwin mendefinisikan pembangunan sebagai proses
pemecahan masalah,baik masalah yang dihadapi oleh setiap aparat dalam setiap jenjang
birokrasi pemerintah,dikalangan peneliti dan penyuluh,maupun masalah-masalah yang
dihadapi oleh warga masyarakat(Mastur Yahya).
Definisi pertama lebih menekankan pada masyarakat selaku penerima manfaat
(beneficiaries) pembangunan.Sedangkan definisi kedua menyiratkan bahwa pembangunan
tidak hanya untuk masyarakat,melainkan diperuntukkan pula bagi segenap Stake
holder.Benang merah dari definisi pembangunan ialah bahwa pembangunan bertujuan
merubah”keadaan” masyarakat kearah yang lebih baik dengan cara pemecahan masalah
yang dihadapi,maka dalam hal ini masyarakat penting untuk dilibatkan.
G. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang
diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian
seseorang, lembaga, masyarakat dan lain lain pada saat sekarang berdasarkan fakta –
fakta yang nampak atau sebagaimana adanya ( Nawawi, 1983,63 ). Tegasnya penelitian
deskriptif hanya memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu,
keadaan, gejala atau kelompok tertentu
2. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini hanya di fokuskan pada 2 desa , di kecamatan
Simpang Empat Kabupaten Karo, yaitu Desa Ndokum Siroga dan Desa Surbakti.
Kabupaten Karo terdapat 13 kecamatan yaitu : Mardinding, Laubaleng, Tiga Binanga,
Juhar, Munthe, Kutabuluh, Payung, Simpangempat, Kabanjahe, Brastagi, Tiga panah,
Merek, Barusjahe.
Dari 13 Kecamatan diatas, saya mempurposive Kecamatan Simpang Empat
sebagai lokasi penelitian.Dipilihnya hanya satu kecamatan mengingat kecamatan
tersebut :
a. Masyarakatnya betul–betul masyarakat petani yang bergerak dibidang pertanian
hortikultura
b. Berdasrkan data yang ada dikecamatan, desa
ini paling banyak masyarakatnya bergerak dalam bidang pertanian hortikultura .
c. Transportasi dari pusat ibukota propinsi ( Medan ke Kabupaten Karo ) bisa ditempuh
dalam beberapa menit.
Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil melalui Teknik Pemilihan Sampel secara
purposive ( purposive sampel technique ) . Teknik purposive adalah suatu teknik yang
mencakup orang – orang yang diseleksi atas dasar kriteria tertentu yang dibuat peneliti
berdasarkan tujuan penelitian ( Kriyantono, 2006, 154 ),maka kriteria yang ditentukan
adalah masyarakat yang betul-betul petani holtikultura,dengan besar sampel 10% dari
Populasi yaitu sebanyak 90 orang, dimana dari 40 desa yang ada di Kecamatan Simpang
Empat ditentukan 2 ( dua ) desa yaitu :
a. Desa Ndokum Siroga yang dianggap pertaniannya paling maju sebanyak 45
responden
b. Desa Surbakti yang pertaniannya kurang maju sebanyak 45 responden
I. Hasil Penelitian.
Dari hasil penelitian tentang Opini Publik Mengenai Peran Media Lokal Dalam
Pembangunan Bidang Pertanian Hortikultura terlihat bahwa masyarakat Karo,
khususnya di lokasi yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini masih
menggunakan media massa cetak khusus media cetak lokal sebagai sumber informasi
pembangunan Bidang Pertanian Hortikultura. Asumsi ini terlihat seperti yang tertera
dalam tabel penulisan laporan ini. Media cetak juga dianggap sebagai salah satu faktor
dalam mempercepat proses tranfusi informasi pembangunan khususnya bidang pertanian
hortikultura, dimana pada tabel dibawah ini terlihat bahwa media cetak lokal tersebut
dianggap sangat penting bagi masyarakat dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat
petani dalam memperoleh upaya informasi.
J. Pembahasan Hasil Penelitian
Kabupaten Karo adalah salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sumatera Utara
yang mengandalkan pendapatan masyarakatnya dari sektor pertanian. Dengan kata lain
mayoritas Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) yang dihasilkan dari sektor pertanian yang
menghasilkan produk – produk pertanian berbasis agrobisnis.
Produk – produk andalan pertanian Kabupaten Karo ini adalah bermacam sayuran,
buah – buah dan juga bunga – bungaan. Begitu dominannya sektor pertanian yang
dikelola daerah ini sehingga sampai saat ini kontribusi yang diberikan atas pembentukan
produk domestik regional bruto ( PDRB ) hingga mencapai 60 persen. Memang ada
sektor pariwisata yang juga menjadi andalan bagi Pemerintah Kabupaten Karo, namun
hingga kini sektor pariwisata belum juga mampu menggantikan peran sektor pertanian
yang telah begitu dominan.
Berbagai upaya terus dilakukan untuk tetap mempertahankan dan sekaligus
meningkatkan pendapatan dari sektor pertanian ini. Salah satu diantaranya adalah upaya
untuk terus memelihara pasar regional dengan mengundang pengusaha – pengusaha dari
Singapore dan Malaysia yang tergabung dalam Agri-Food And Veterinery Autority Of
Singapore ( AVA ). Kedatangan para pengusaha Singapore ini ke Sumatera Utara
bertujuan untuk melihat secara langsung proses produksi sayur – sayuran langsung ke
tempat produksi sekaligus sebagai upaya penjajakan atas peningkatan kerjasama yang
telah ada selama ini terkait dengan pemenuhan kebutuhan sayur – sayuran di negeri
Singapur tersebut.
Sebagaimana kita ketahui Negara Singapore sangat mengandalkan pasokan sayur
dan buah untuk dikonsumsi dari negara – negara tetangganya. 95 persen pasokan sayur
dan buah berasal dari negara negara seperti Thailand, China, Malaysia, Jepang, Australia
dan Indonesia. Dan tentu saja kondisi tersebut merupakan peluang yang harus
dimanfaatkan semaksimal mungkin. Pemerintah Kabupaten Karo harus tetap konsisten
didalam pengembangan kegiatan agrobisnis tersebut. Keberadaan sumber daya manusia
dalam hal ini petani juga harus selalu mengup-grade pengetahuannya didalam hal
pengolahan pertanian untuk meningkatkan produksi, yang pada akhirnya berimbas kepada
peningkatan kesejahteraan petani tersebut.
Berbagai upaya dilakukan para petani didalam meningkatkan pengetahuannya
dalam mengolah pertanian. Pemerintah Kabupaten Karo sendiri melalui Dinas Pertanian
setempat selalu mengirimkan petugas – petugas penyuluh pertanian untuk membimbing
para petani didalam melakukan aktivitas pertanian. Namun upaya untuk mencari sendiri
informasi tambahan yang paling terbaru juga perlu dilakukan, karena inovasi – inovasi
yang terus berkembang terkadang tidak didapatkan dari sumber informasi seperti
penyuluh pertanian. Salah satu kesempatan yang harus dimanfaatkan para petani di
Kabupaten Karo dewasa ini adalah didalam membudidayakan tanaman – tanam bersifat
organik. Jenis tanaman yang akhir – akhir ini sangat populer karena produk organik ini
terhindar dari bahan – bahan kimia yang tidak bagus buat kesehatan, dan jenis organik
seperti ini sangat digemari oleh konsumen di negara – negara Singapore dan Malaysia.
Informasi seperti inilah yang sangat diperlukan oleh masyarakat petani, termasuk
didalamnya peluang bisnis pemasaran serta proses pasca panennya. Penggunaan teknologi
tinggi didalam meningkatkan produksi pertanian juga perlu diketahui, serta langkah –
langkah strategis lain yang pada intinya adalah bagaimana melaksanakan kegiatan
pertanian yang efektif, cerdas dan mempunyai output yang besar. Solusi cerdas yang
dipilih masyarakat petani dalam mencari informasi terbaru adalah melalui media massa
yang ada di daerah, utamanya media massa lokal.
Tabel 1
Frekuensi Membaca Media Cetak Lokal
Desa Ndokum Siroga Desa Surbakti
Media Tdk Media Tidak
Sering Jarang Total Sering Jarang Total
Pernah Pernah
Sibayak F 16 19 10 5 Sibayak F 16 9 20 45
Pos % 35,6 42,2 22,2 100 Pos % 35,6 20,0 44,4 100
Sora F 6 18 21 45 Sora F 11 11 23 45
Mido % 13,3 40,0 46,7 100 Mido % 24,4 24,4 51,1 100
Sora F 9 4 22 45 Sora F 12 10 23 45
Sirulo % 20,0 31,1 48,9 100 Sirulo % 26,7 22,2 51,1 100
Info F 12 7 26 45 Info F - - - -
Karo % 26,7 15,6 57,8 100 Karo % - - - -
Karo F 17 9 19 45 Karo F 7 10 28 45
Memba % 37,8 20 42,2 100 Memba % 15,6 22,2 62,2 100
ngun ngun
Media cetak juga dianggap sebagai salah satu faktor dalam mempercepat proses
tranfusi informasi pembangunan khususnya bidang pertanian hortikultura, dimana pada
tabel dibawah ini terlihat bahwa media cetak lokal tersebut dianggap sangat penting bagi
masyarakat dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat petani dalam memperoleh upaya
informasi.
Tabel 2
Tingkat Kepentingan Media Cetak Dalam Membantu Usaha Pertanian
Tingkat Kepentingan Media
Desa Sangat Tidak
Penting Total
penting penting
Ndokum F 20 25 - 45
Siroga % 44.4 55.6 - 100
F 18 27 - 45
Surbakti
% 40.0 60.0 - 100
Pada tingkat kepentingan responden terhadap media cetak lokal dalam membantu
usaha pertanian, terlihat bahwa responden di Desa Ndokum Siroga dengan persentase
sebesar 44,4% menganggap media cetak lokal sangat penting dalam membantu usaha
pertanian mereka karena selain kurangnya keberagaman pilihan media yang ada, media
lokallah yang paling tahu kebutuhan para petani , sedangkan untuk pertanyaan yang sama
di Desa Surbakti persentasenya sebesar 40%, responden lainnya menjawab penting
sebesar 55,6% didesa Ndokum Siroga dan 27% di Desa Surbakti. Tidak ada responden
yang menjawab tidak penting untuk materi pertanyaan ini.
Tabel 3
Pengaruh Membaca Media Cetak Terhadap Responden
Pengaruh Membaca Media Cetak
Desa Sangat Tidak
Berpengaruh
Berpengaruh Berpengaru Total
Ndokum F 14 31 h- 45
Siroga % 31.1 68.9 - 100
F 17 28 - 45
Surbakti
% 37.8 62.2 - 100
Anggapan bahwa media cetak berpengaruh terhadap responden terlihat seperti
tabel diatas, dimana 37,8% responden didesa Surbakti menjawab media tersebut sangat
berpengaruh terhadap responden karena dari medialah petani mengetahui informasi
pertanian sehingga hasil pertanian mereka meningkat , juga tentang pemasaran hasil -
pertanian, sedangkan di Desa Ndokum Siroga 31,1 % responden yang menjawab sangat
berpengaruh, namun 68,9% responden di desa Ndokum Siroga menjawab berpengaruh,
sedangkan di Desa Surbakti yang memberi jawaban berpengaruh adalah sebesar 62,2 %.
Tabel 4
Pengaruh Media Cetak Terhadap Perubahan Nyata
Pengaruh Terhadap Perubahan Nyata
Desa
Sangat positif Positif Kurang positif Total
Ndokum F 10 35 - 45
Siroga % 22.2 77.8 - 100
F 10 35 - 45
Surbakti
% 22.2 77.8 - 100
Untuk materi pertanyaan tentang pengaruh media cetak terhadap perubahan nyata
responden didua desa tersebut, terlihat sesuatu yang unik, dimana masing masing
responden di dua desa tersebut menjawab bahwa media cetak memberikan perubahan
yang positif bagi responden karena dengan persentase 77,8%, bahkan 22,2% responden
pada masing – masing desa menjawab bahwa pengaruh media cetak terhadap perubahan
yang nyata menjawab sangat positif
Tabel 5
Dampak Media Cetak Terhadap Peningkatan Hasil Pertanian
Dampak Terhadap Peningkatan Hasil
Desa
Sering Kadang-kadang Tidak ada Total
Ndokum F 13 30 2 45
Siroga % 28.9 66.7 4.4 100
F 7 36 2 45
Surbakti
% 16.6 80.0 4.4 100
Dari tabel diatas, terlihat bahwa media cetak tidak selalu memberikan peningkatan
terhadap hasil pertanian. 80% responden di Desa Surbakti menjawab bahwa media cetak
hanya kadang – kadang memberi peningkatan terhadap hasil pertanian, sedangkan didesa
Ndokum Siroga sebesar 66,7%. Namun responden yang menjawab bahwa informasi
media cetak tersebut sering memberi peningkatan hasil pertanian juga ada, dimana 28,9%
responden di Desa Ndokum Siroga, dan 16,6% di Desa Surbakti, bahkan ada 4,4%
responden di masing – masing desa menjawab tidak ada dampak media cetak terhadap
peningkatan hasil pertanian
Tabel 6
Media Massa Dimaksud Adalah Media Cetak Lokal
Desa Media tersebut adalah media cetak lokal
Setuju Kurang setuju Tidak setuju Total
Ndokum F 26 11 8 45
Siroga % 57.8 24.4 17.8 100
Surbakti F 29 8 8 45
% 64.4 17.8 17.8 100
Dari mayoritas media massa sebagai sumber informasi pembangunan , 64,4%
responden di desa Surbakti menjawab bahwa media dimaksud adalah media cetak lokal,
57,8% responden di desa Ndokum Siroga memberi jawaban senada, namun ada juga yang
kurang setuju dengan hal tersebut, dimana 24,4% responden di desa Ndokum Siroga tidak
setuju dengan jawaban tersebut dan 17,8% responden di desa Surbakti memberi jawaban
senada, bahkan masing – masing responden didua desa tersebut ada yang tidak setuju
dengan pernyataan tersebut dengan nilai 17,8%
Kesimpulan
Beberapa point penting yang didapat dari penelitian Opini Publik Mengenai
Peran Media Lokal Dalam Pembangunan Bidang Pertanian Hortikultura yang
dilakukan oleh Tim BPPI Wilayah I Medan di Kabupaten Karo, Kecamatan Simpang
Empat, tepatnya didesa Ndokum Siroga dan desa Surbakti adalah sebagai berikut :
1. Masyarakat Kabupaten Karo ternyata masih memanfaatkan media cetak lokal sebagai
sumber informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura, terutama didesa
Surbakti antusias masyarakat tentang media lokal masih tinggi. Ini mungkin
disebabkan masih kurang beragamnya pilihan media yang ada di desa tersebut,
dibandingkan dengan desa Ndokum Siroga yang ada di pusat kecamatan. Namun
antusiasme ini terkendala oleh media cetak lokal yang masih sulit didapat didesa –
desa terutama desa yang masuk kepedalaman.
2. Ternyata keberadaan media massa cetak masih sangat diharapkan oleh masyarakat
dapat mendorong suksesnya pembangunan bidang pertanian hortikultura, apalagi
masyarakat petani masih merasakan kurangnya informasi tentang pasar produk
pertanian dan informasi tentang budidaya pertanian hortikultura. Dan peran inilah
yang diharapkan masyarakat dapat ditangkap dan diisi oleh media massa lokal.
Apalagi petani juga masih belum merasa cukup tentang informasi pertanian dari
penyuluh pertanian yang belum rutin dan intens didesa Surbakti
3. Kendala yang dihadapi masyarakat tentang pembangunan bidang pertanian
hortikultura melalui media massa adalah kurangnya informasi pertanian hortikultura,
juga masih belum mencukupinya isi berita tentang peluang pasar domestik maupun
luar negeri. Disamping itu sirkulasi atau keterlambatan terbit media lokal juga
menjadi kendala informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura melalui media
massa, karena media lokal umumnya terbit per satu bulan sekali.
Saran
a. Pemerintah agar lebih memperhatikan nasib petani hortikultura di Kabupaten Karo,
apalagi mengingat bahwa Sumatera Utara termasuk daerah potensial bagi
pengembangan tanaman hortikultura, disamping itu dari sisi pangsa pasar wilayah ini
berdekatan dengan Singapura dan Malaysia yang membutuhkan hasil pertanian dari
Sumatera Utara
1. Pemerintah Daerah harus berupaya dengan segala cara dan lebih maksimal untuk
mengontrol keberadaan dan harga pupuk dan obat–obatan yang dibutuhkan
masyarakat dalam kegiatan pertaniannya, serta mengawasi/menghilangkan peredaran
pupuk dan obat – obatan palsu yang belakangan ini beredar dikalangan masyarakat
petani
2. Pemerintah Daerah diharapkan untuk mengembalikan ikon Tanah Karo dengan
kembali membudidayakan jeruk yang selama ini dikenal sebagai primadona daerah
ini, dan telah menembus pangsa pasar dunia
3. Perlu adanya penanganan pengelolaan hasil pasca panen
4. Sirkulasi media lokal lebih ditingkatkan baik dari segi mutu (kuantitas dan
kualitas), dan bila memungkinkan program koran masuk desa dihidupkan kembali ,
dimana isi koran tersebut diharapkan memiliki muatan lokal yang memuat informasi
mengenai tata cara dan budaya pengelolaan tanaman hortikultura secara tepat dan
efisien.
Daftar Pustaka
Sumber lain
http://www.suarapembaruan.com/new/2006/06/21/editor/edi07.html
http://www.pertanian.uns.ac.id/~agronomi/dashor.html
www.acehinstitute.org/opini-mastur-yahya.rehabrekon buyadong.htm.
Ikhtisar Eksekutif Pembangunan Kabupaten Karo. 2006, BPS, Karo
Program Pembangunan Pertanian Kecamatan Simpang Empat. 2007. Dinas Pertanian,
Peternakan, Perikanan dan Perkebunan Kabupaten Karo
Rencana Kerja Penyuluh Pertanian. 2008. Simpang Empat
ANALISIS FAKTOR PENDUKUNG PEMANFAATAN GLOBALISASI
TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN DI
KOTA MAKASSAR
RUKMAN PALA
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Bagaimanaka faktor pendukung pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap
perkembangan kebudayaan di Kota Makassar ?
Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sejauhmana faktor pendukung
pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di
Kota Makassar
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode survey yang lebih
menekankan pada jenis penelitian deksriptif kuantitatif dimana metode ini sangat relevan
dengan topik yang akan diteliti, juga sangat membantu untuk mendapatkan data yang
obyektif dan valid dalam rangka memahami, memecahkan, serta mengupayakan
pemecahan masalah tentang analisis faktor pendukung pemanfaatan globalisasi teknologi
informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Pada penelitian ini yang
menjadi populasi adalah masyarakat dan mereka yang memahami tentang pemanfaatan
Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar.
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut
(Sugiono, 2001 : 57). Oleh karena itu sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang
memahami pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan
kebudayaan di Kota Makassar.
Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah teknik aksidental. Teknik
aksidental ini adalah mereka yang ditemui dan memahami pemanfaatan globalisasi
Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar yang dapat
diberikan pertanyaan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Wawancara. dari sejumlah informan akan bermanfaat guna mewujudkan validitas
data secara keseluruhan, yang dapat ditempuh dengan cara membandingkan data dari
responden dengan informan yang . Selanjutnya dengan kuesioner guna mendapatkan data
yang akurat dan obyektif terhadap permasalahan yang diteliti, didapat dari responden.
Data mentah yang terkumpul dari hasil jawaban responden maupun yang didapat
dari hasil wawancara, telaah dokumen serta observasi akan diolah dengan
menggunakan sistem tabulasi data dengan memakai analisis frekuensi. Dengan rumus
sebagai berikut :
F
P = --------------------- x 100 %
N
Keterangan :
P= Persentase
F= Jawaban responden
N= Jumlah responden
Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan diolah dengan menggunakan teknik
analisis deskriptif kuantitatif yang dikualitatifkan, maksudnya data yang ada diangkakan
kemudian dideskripsikan.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Globalisasi
Kata ‘globalisasi’ makin lama makin menjadi sajian sehari-hari melalui berbagai
pemyataan publik dan liputan media massa; dan kalau semuanya itu kita perhatikan
secara saksama, maka akan ternyata betapa kata ‘globalisasi’ itu cenderung dilontarkan
tanpa terlalu dihiraukan apa maknanya. Pernyataan seperti “dalam era globalisasi dewasa
mi” berarti bahwa kita telah berada dalam era globalisasi; lain lagi halnya kandungan
pernyataan “menjelang era globalisasi” yang berarti kita belum berada dalam era tersebut.
Kelatahan dalam penggunaan kata ‘globalisasi’ sedemikian itu akhimya mengesankan
kesembarangan arti kata globalisasi, dan makin mengaburkan implikasi dan komplikasi
makna yang terkandung di dalamnya. (Sudarmajid, 2003 : 23).
Menurut Aditya (2004 : 11) globalisasi pada hakikatnya adalah proses yang
ditimbulkan oleh sesuatu kegiatan atau prakarsa yang dampaknya bekelanjutan
melampaui batasbatas kebangsaan (nation-hood) dan kenegaraan (state-hood); dan
mengingat bahwa jagad kemanusiaan ditandai oleh pluralisme budaya, maka globalisasi
sebagai proses juga menggejala sebagai peristiwa yang melanda dunia secara lintas-
budaya (trans-cultural). Dalam gerak lintas-budaya mi terjadi berbagai pertemuan antar-
budaya (cultural encounters) yang sekaligus mewujudkan proses saling-pengaruh antar-
budaya, dengan kemungkinan satu fihak lebih besar pengaruhnya ketimbang fihak
lainnya. Pertemuan antar-budaya memang menggej ala sebagai keterbukaan (exposure)
fihak yang satu terhadap lainnya; namun pengaruh-mempengaruhi dalarn pertemuan
antar-budaya itu tidak selalu berlangsung sebagai proses dua-arah atau timbal-balik yang
berimbang, melainkan bolehjadi juga terjadi sebagai proses imposisi budaya yang satu
terhadap lainnya; yaitu, terpaan budaya yang satu berpengaruh dominan terhadap budaya
lainnya.
Apakah yang kita maksudkan dengan ‘budaya’ atau ‘kebudayaan’ itu? Untuk
memberikan jawaban atas pertanyaan mi banyak cara dapat ditempuh. Kita dapat mencari
jawaban berdasarkan etimologi; cara mi mungkin menarik secara akademik namun
mungkin terlalu steril untuk diturunkan sebagai medium analisis dalam terapan empirikal.
Cara lain ialah memperbandingkan berbagai definisi yang dapat dipandang terkemuka
dalam literatur; cara mi akan membutuhkan uraian panjang lebar karena biasanya perlu
diperjelas dengan tafsiran konseptual dan kontekstual. Mungkin juga kita lakukan
pendekatan komparatif antara suatu teori dengan lainnya; cara mi jelas dapat memperkaya
wawasan kita tentang kebudayaan, tapi keunggulan suatu teori berkenaan dengan sesuatu
gej ala budaya tidak selalu bearti keunggulan teori itu secara menyeluruh; tiap teori bisa
saja memiliki keunggulan dalam satu dan lain hal, sehingga konvergensi antar-teori
mungkin saja digunakan dalam usaha memahami berbagai manifestasi budaya.
Kalau kita sarikan muatan berbagai definisi yang terkemuka, maka tidak terlalu
keliru kiranya kalau kita mengartikan kebudayaan sebagai sehimpunan nilai-nilai yang
oleh masyarakat pendukungnya dijadikan acuan bagi perilaku warganya. Nilai-nilai itu
juga berpengaruh sebagai kerangka untuk membentuk pandangan hidup yang kemudian
relatif menetap dan tampil melalui pilihan warga budaya itu untuk menentukan sikapnya
terhadap berbagai gejala dan peristiwa kehidupan. Nilai-nilai itu pada sendirinya barn
merupakan acuan dasar yang keberlakuannya disadarkan melalui ikhtiar pendidikan sejak
dini, seperti misalnya usaha pengenalan dan penyadaran tentang apa yang ‘baik’, ‘buruk’,
‘dosa’, ‘indah’, dsb dalam tindak-tanduk seseorang. Sebagai sumber acuan, persepi
terhadap nilai-nilai itu masih besifat umum; batas antara apa yang dinilai sebagai
kebajikan (good) atau kejahatan (evil) berlaku dalam garis besar yang memisahkan satu
dan lainnya; belum lagi antara keduanya diperbedakan dalam perbandingan ‘seberapa
balk’ atau ‘seberapa buruk’ dipandang dan tolokukur tertentu; tolokukur itu baru
menjelma melalui norma-norma sebagai pengatur kepantasan perllaku. Norma (nomos)
adalah tolokukur yang memungkinkan terjadinya konformisme perilaku dalam sesuatu
masyarakat, dan dengan demikian tersedia pula ukuran untuk nonkonformisme. Adanya
tolokukur normatif mi menjadi dasar bagm berkembangnya peradaban (civilization)
sebagai bagian dan dinamika budaya tertentu.
Dan uraian di atas mi dapat disimpulkan, bahwa kebudayaan adalah kerangka
acuan perilaku bagi masyarakat pendukungnya berupa nilai-nilai (kebenaran, keindahan,
keadilan, kemanusiaan, kebajikan, dsb), sedangkan peradaban adalah penjabaran nilai-
nilai tersebut melalui diwujudkannya norma-norma yang selanjutnya dijadikan tolokukur
bagi kepantasan perilaku warga masyarakat ybs. Nilai keadilan diwujudkan melalui
hukum dan sistem peradilan; nilai keindahan dijabarkan melalui berbagai norma artistik,
nilai kesusllaan dinyatakan melalui berbagai tatakrama, nilai religius diungkapkan
melalui berbagai norma agama, dan begitu seterusnya. Singkatnya, penjabaran nilai
kebudayaan menjadi norma peradaban dapat dipandang sebagai pengalihan dan sesuatu
yang transenden menjadi sesuatu yang immanen. Terjalinnya kesadaran transendensi dan
immanensi inilah yang menjadikan dinamika sejarah kemanusiaan sebagai kaleidoskop
perkembangan kebudayaan dan peradaban.
Pasang-surutnya kebudayaan sepanjang sejarah kemanusiaan nyata sekali
ditentukan oleh sejaubmana kebudayaan itu masih berlanjut sebagai kerangka acuan
untuk dijabarkan melalui sesuatu tatanan normatif. Misalnya, kebudayaan Pharaonic yang
benlaku dalam masyarakat Mesir kuno surut seiring dengan klan memudarnya
kebudayaan itu sebagai sumber acuan untuk penjabaran norma-norma perilaku bagi
masyarakat Mesir sekarang. Tapi juga dalam era kontemporer mi suatu kebudayaan
sebagai sistem nilai dapat dengan suatu rekayasa didesak oleh sistem nilai barn, sehingga
kebudayaan yang lama kehilangan dayanya sebagai acuan untuk menjabarkan norma-
norma perllaku. Perhatikan misalnya “Revolusi Kebudayaan” yang secara berencana
dilancarkan di Republik Rakyat Cina pada pertengahan tahun 6Oan; perubahan serupa
pun teijadi tatkala Partai Komunis Rusia berhasil menggulingkan kekaisaran di Rusia dan
memperkenalkan nilai-nllai barn sebagai acuan bagi norma perllaku barn yang ideal bagi
suatu masyarakat komunis. Perhatikan pula perubahan yang terjadi di Turki, ketika Kemal
Attaturk melancarkan gerakan modernisasi (yang diartikan sebagai ‘westemisasi’).
Kesemuanya mi sekaligus menunjukkan bahwa kebudayaan adalah suatu
pengejawantahan yang hidup selama ada masyarakat pendukungnya; hal mi berlaku balk
bagi kebudayaan yang surut oleh perubahan zaman maupun yang kehadirannya
dipaksakan untuk mendesak kebudayaan lama.(Kariadi, 2002)
Dalam sejarah kemanusiaan banyak contoh yang menunjukkan, bahwa timbul-
tenggelamnya kebudayaan sangat dipengaruhi oleh apa yang tenjadi dalam pertemuan
antarbudaya, yaitu sejauh mana satu di antara fihak yang saling bertemu kurang atau tidak
lagi memiliki ketahanan budaya (cultural resilience). Kebudayaan adalah suatu daya yang
sekaligus tersimpan (latent) dan nyata (actual). Demikianlah kebudayaan mengandung
dua daya sekaligus, yaitu sebagai daya yang cenderung melestanikan dan daya yang
cenderung berkembang atas kemekarannya sendiri. Antara kedua daya inilah tiap
masyarakat pendukung kebudayaan tertentu berada; satu daya mempertahankannya agar
lestani dan daya lainnya menariknya untuk maju; satu daya dengan kecenderungan
preservatif dan satunya lagi dengan kecenderungan progresif.
Dalam kondisi demikian itulah pertemuan antarbudaya sangat berpengaruh atas
perimbangan antara kedua daya tersebut. Sampai batas tertentu dan saling-pengaruh yang
terjadi itu dapat terpantul seberapa tinggi derajat kesadaran dan tingkat ketahanan budaya
masing-masing fihak yang saling bertemu. Tangguh atau rapuhnya ketahanan budaya
biasanya dilatani oleh menurunnya kesadaran masyarakat yang bersangkutan terhadap
kebudayaannya sebagai pengukuh jatidirinya. Makin rendah derajat ketahanan budaya
masyarakat pendukungnya, makin kuat pula budaya asing yang menerpanya berpengaruh
dominan terhadap masyarakat itu.
Proses globalisasi yang diakibatkan oleh berbagai prakarsa dan kegiatan pada
skala internasional sebagaimana menggej ala dewasa mi pun penlu kita cermati
sejauhmana siginifikan pengaruhnya dalam pertemuan antar-budaya. Dalam kaitan mi
pertemuan antar-budayajangan terutama digambarkan sebagai pertemuan antara dua fihak
belaka, melainkan terjadi dengan ketenlibatan sejumlah fihak secara segera
(instantaneous) serta serempak (simultaneous). Kesanggupan sesuatu satuan budaya untuk
mempertahankan kesejatiannya dalam pertemuan antar-budaya yang demikian
majemuknya itu sangat ditentukan oleh tinggi-rendahnya derajat kesadaran budaya dan
tanguhrapuhnya tingkat ketahanan budaya masyarakat pendukungnya. Budaya asing yang
berpengarnh dominan terhadap satuan budaya asli bisa membangkitkan kesan sebagai
‘model’ untuk ditiru. Kecenderungan meniru itu dalam kelanjutannya bisa terpantul
melalui berkembangnya gayahidup (ljfestyle) barn yang dianggap superior dibandingkan
dengan gayahidup lama. Berkembangnya gayaliidup baru itu dapat menimbulkan kondisi
sosial yang ditandai oleh heteronomi, yaitu berlakunya herbagai norma acuan penilaku
dalam masyarakat yang bersangkutan. Perubahan gayahidup yang ditiru dan budaya asing
bisa berkelanjutan dengan timbulnya gejala keterasingan dan kebudayaan sendiri (cultural
alienation).(Ekawati, 2003)
Karena perhatian akan kita pusatkan pada persoalan pertemuan antarbudaya dalam
era globalisasi, maka ada baiknya kita bahas dahulu hal-ihwal yang berkenaan dengan
globalisasi sebagai proses maupun globalisme sebagai carapandang yang dewasa mi
cenderung dianut dalam tata-pergaulan intemasional. Sebagai proses, globalisasi
benlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antarbangsa, yaitu dimensi ruang
(space) dan waktu (time). Ruang/jarak makin diperdekat dan waktu makin dipersingkat
dalam interaksi dan komunikasi pada skala mondial. Seantero jagad seolah-olah
tertangkap dalam satu janingan besar tanpa adanya suatu pusat tunggal. Kendatipun
dalam periode Perang Dingin kondisi bipolar seakan-akan membelah-dua dunia mi
dengan pengendalian dan dua pusat kekuatan dunia yang saling bertentangan, usainya
Perang Dingin tidak menjadikan dunia kita monosentnik. Justru plunisentrisme dan
multipolaritas menjadi cmi dunia menjelang akhir abad ke-20 dan memasuki abad ke-2 1.
Tidak ada kekuatan tunggal yang mutlak dan sanggup mengabaikan -apalagi
mengungguli- kondisi global yang plurisentnik dan multipolar dalam era kontemporer.
Dalam kondisi demikian itulah globalisme menjadi cara pandang dalam interaksi
antarbangsa, dan hal ml pada gllirannya mendorong berlangsungnya proses globalisasi
yang terus berkembang atas kemekarannya sendiri.
Dalam perkembangan sedemikian itu dirasakan makin dipenlukannya suatu
tatanan dunia baru yang perwujudannya memperhatikan plurisentrisme dan multipolanitas
sebagai kenyataan global masakini. Tatanan itu tentu menuntut dirancangnya berbagai
sistem dan pelembagaan yang hams diwujudkan sebagai konsekuensinya. Rancangan
demikian itu tentunya hams dapat ditenima oleh majonitas eksponen yang ambilbagian
dalam janingan global yang plunisentrik dan multipolar. Ditenimanya suatu tatanan global
barn mestinya dapat diandalkan pada tergalangnya konsensus maksimal di antara segenap
eksponen yang berperan dalam janingan itu. Dewasa mi sistem dan pelembagaan
termaksud tenutama nyata perkembangannya dalam bidang ekonomi dan perdagangan
internasional; globalisasi dalam bidang ml sudah dijangkau oleh sistem dan pelembagaan
yang makin dijadikan acuan dalam hubungan internasional.
Dalam bidang mi tampaknya tiada altematif lain bagi kita kecuali turut berperan di
dalamnya, suka-tak-suka; sedang kesiapan untuk ambilbagian dalam tatanan barn itu
merupakan imperatif yang sukar dielakkan, mau-tak-mau.
Dalam naskah mi perhatian kita pusatkan pada penjelmaan globalisme dalam
bidang yang jelas berdampak terhadap wawasan budaya kita, yaitu bidang informasi dan
komunikasi yang sangat tertunjang oleh pesatnya laju perkembangan teknologi yang
semakin canggih. Dalam bidang inilah terjadi pemadatan dimensi rnang dan waktu (yang
disebut Harvey ‘time-space compression’); jarak makin diperdekat dan waktu makin
dipersingkat. Dalam bidang informasi, maka terjadilah banjir deras informasi
(information glut) yang menghujani kita dan nyanis tak lagi terkendali; dan sebagaimana
terjadi dengan setiap banj in, maka dalam hal mi pun terbawa limbah yang samasekali
tidak berguna; maka betapa pun paradoksal kedengarannya, banjir informasi melalui
sistem dan pelembagaan yang didukung oleh teknologi canggih tidak dengan sendirinya
mempenkaya wawasan kita, melainkan bisa juga mencemani kita secara mental. Maka
tidaklah mengherankan kalau banjir informasi itu akhirya juga bisa benpengaruh terhadap
carapandang maupun gayahidup kita; dan inilah awal dan suatu proses yang akhimya bisa
bermuara pada pernbahan sikap mental dan kultural.
Teknologi informasi dan komunikasi dalam era globalisasi mi merupakan
pendukung utama bagi tenselenggaranya pertemuan antarbudaya. Dengan dukungan
teknologi modem infonmasi dalam berbagai bentuk dan untuk benbagai kepentingan
dapat disebarluaskan begitu rnpa, sehingga dengan mudah dapat mempengaruhi
carapandang dan gayahidup kita. Kesegeraan dan keserampakan anus informasi yang
dengan derasnya menerpa kita seolah-olah tidak membenikan kesempatan pada kita untuk
menyerapnya dengan filter mental dan sikap knitis. Perlu dicatat, bahwa dalam pertemuan
antar-budaya mengalirnya anus informasi itu tidak senantiasa terjadi secara dua-arah;
dominasi cendernng terjadi dan fihak yang memiliki dukungan teknologi lebih maju
terhadap fihak yang lebih terbelakang. Makin canggih dukungan tersebut makin besar
pula anus informasi dapat dialirkan dengan jangkauan dan dampak global. Kalau dewasa
ml dianut asas ‘kebebasan arns informasi’ (free flow of information), maka yang
sesungguhnya terjadi bukanlah ‘pertukanan informasi’ (exchange of information) berupa
proses dua-arah yang cukup bermmbang, melainkan dominasi anus informasi dan fihak
yang didukung oleh kesanggupan merentangkan sistem informasi dengan jangkauan
global. Dengan jangkaun sedemikian itu, maka fmhak yang lebih unggul dalam
menguasai teknologi informasi dan komunikasi niscaya lebih berkesanggupan untuk
membiaskan pengaruhnya secara global. (Ridwansyh, 2001)
Gejala tersebut nyata berpengaruh atas terbentuknya sikap mental dan kultural
pada fihak yang diterpa (expose) oleh fihak yang menerpanya (impose) dengan anus
informasi. Maka tidak mustahil kemajuan masyarakat yang diterpa cenderung diukur
secara memperbandingkan dengan hal-ihwal yang dipenkenalkafl melalui informasi dan
fihak yang menerpa. Kecenderungan mi adakalanya dianggap sebagai bagian dan upaya
‘modemisasi’, dan ditenima dengan alasan ‘mengikuti kecenderungafl global’. Sikap yang
naif mi antara lain juga ditandai oleh kecenderungan glonifikasi terhadap fihak yang
diunggulkan sebagai sumber informasi global dan tampil sebagai penentu kecendeningafl
(trend-setter) dalam pembentukan sikap mental dan kultural serta gaya hidup barn.
Pengertian Budaya
Sebelum mengulas tentang perkembangan tekologi komunikasi terhadap
kehidupan budaya, perlu diketahui terlebih dahulu tentang pengertian budaya itu sendiri.
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam
kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan,
teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi
organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas
dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua
jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa
diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang
diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Semakin lama kebudayaan akan
semakin berkembang. Seperti dalam hal bahasa. Bahasa adalah alat atau perwujudan
budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik
lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan
maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa,
manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama
masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi
khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi,
berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan
fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-
hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk
mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita telah bergerak dari budaya lisan ke
budaya tulisan sejak ditemukannya huruf. Tapi, sekarang kita sedang bergeser dari
budaya tulisan ke budaya visual. Dalam budaya visual, gambar-yang diam atau bergerak-
menjadi bagian yang penting dalam proses komunikasi.
Sehingga kemudian sampailah pada era globalisasi. Dimana era globalisasi ini erat
sekali kaitannya dengan teknologi informasi atau komunikasi. Kehadiran globalisasi
membawa pengaruh bagi kehidupan suatu bangsa. Pengaruh globalisasi dirasakan di
berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan keamanan dan lain-lain yang akan mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme
bangsa. Sebagai sebuah proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi, dalam
interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan dimensi waktu. Dimensi ruang yang dapat
diartikan jarak semakin dekat atau dipersempit sedangkan waktu makin dipersingkat
dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Hal ini tentunya tidak terlepas dari
dukungan pesatnya laju perkembangan teknologi yang semakin canggih khususnya
teknologi komunikasi. Teknologi komunikasi adalah pendukung utama bagi
terselenggaranya globalisasi.
Dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi, informasi dalam bentuk
apapun dan untuk berbagai kepentingan, dapat disebarluaskan dengan mudah sehingga
dapat dengan cepat mempengaruhi cara pandang dan gaya hidup hingga budaya suatu
bangsa. Kecepatan arus informasi yang dengan cepat membanjiri kita seolah-olah tidak
memberikan kesempatan kepada kita untuk menyerapnya dengan filter mental dan sikap
kritis. Makin canggih dukungan teknologi tersebut, makin besar pula arus informasi dapat
dialirkan dengan jangkauan dan dampak global.
Oleh karena itu selama ini dikenal asas “kebebasan arus informasi” berupa proses
dua arah yang cukup berimbang yang dapat saling memberikan pengaruh satu sama lain.
Pengaruh globalisasi dengan dukungan teknologi komunikasi meliputi dua sisi yaitu
pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh positif yang dapat dirasakan dengan
adanya Teknokom adalah peningkatan kecepatan, ketepatan, akurasi dan kemudahan yang
memberikan efisiensi dalam berbagai bidang khususnya dalam masalah waktu, tenaga dan
biaya. Kemudian dapat menunjang perkembangan kebudayaan, saling mempelajari
kebudayaan lain. Banyak hal yang didapat karena pengaruh teknologi komunikasi.
Sedangkan pengaruh negatif yang bisa muncul karena adanya teknologi komunikasi,
misalnya dari globalisasi aspek ekonomi, terbukanya pasar bebas memungkinkan produk
luar negeri masuk dengan mudahnya. Dengan banyaknya produk luar negeri dan
ditambahnya harga yang relatif lebih murah dapat mengurangi rasa kecintaan masyarakat
terhadap produk dalam negeri. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri
menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa
Indonesia.
Peningkatan kualitas hidup semakin menuntut manusia untuk melakukan berbagai
aktifitas yang dibutukan dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimilikinya.
Teknologi Informasi dan Komunikasi yang perkembangannya begitu cepat secara tidak
langsung mengharuskan manusia untuk menggunakannya dalam segala aktivitasnya.
HASIL PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan ini untuk menganalisa faktor
pendukung pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan
kebudayaan di Kota Makassar. Data tersebut dikumpulka melalui pra survey dan survey
lapangan (observasi langsung) dan wawancara mendalam (debt interview) dengan
menggunakan pedoman wawancara. Data primer diperoleh melalui penyebaran angket
kepada beberapa responden dengan menggunakan angket (questioner).
Adapun hasil penelitian yang dilakukan terhadap obyek penelitian adalah sebagai
berikut :
Tabel 2
Pendapat Responden Tentang Kemampuan Masyarakat Menggunakan Teknologi
Informasi Dalam Mendukung Kebudayaan Masyarakat di Kota Makassar
Frekuensi Persentase
No Pendapat Responden
(orang) (%)
1. Sangat Mampu 13 20,63
2. Mampu 10 15,87
3. Kurang Mampu 29 46,03
4. Tidak Mampu 11 17,46
Jumlah 63 100,00
Sumber : Data Primer diolah November 2008
Tabel 3
Pendapat Responden Tentang Kualitas Sarana dan Prasarana Dalam Pemanfaatan
Teknologi Informasi Terhadap Perkembagan Kebudayaan di Kota Makassar
No Pendapat Responden Frekuensi Persentase
(orang) (%)
1. Sangat Berkualitas 14 22,22
2. Berkualitas 18 28,58
3. Kurang berkualitas 21 33,33
4. Tidak Berkualitas 10 15,87
Jumlah 63 100,00
Sumber : Data Primer diolah November 2008
Tabel 5
Pendapat Responden Tentang Sikap Masyarakat Terhadap Penggunaan Teknologi
Informasi Dalam Mendukung Perkembangan Budaya Masyarakat
No Pendapat Responden Frekuensi Persentase
1. Sangat baik 11 17,46
2. Baik 17 26,98
3. Kurang Baik 23 36,51
4. Tidak Baik 12 19,05
Jumlah 63 100,00
Sumber : Dara primer diolah November 2008
Tabel 6
Pendapat Responden Tentang Pemahaman Masyarakat Terhadap TI Mendukung
Perkembangan Budaya Masyarakat
Frekuensi Persentase
No Pendapat Responden
(orang) (%)
1. Sangat memahami 9 14,29
2. Memahami 13 20,63
3. Kurang Memahami 22 34,92
4. Tidak memahami 19 30,16
Jumlah 63 100,00
Sumber : Dara primer diolah November 2008
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan
globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar
kurang optimal. Hal ini dilihat dari beberapa faktor pendukung yang kurang terlaksana
secara baik, yaitu :
1. Kemampuan Pemerintah dan kemampuan masyarakat kurang mampu memberikan
dukungan terhadap pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi dalam
perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Khususnya kemampuan masyarakat
dalam memahami pentingnya pemanfaatan Teknologi Informasi.
2. Fasilitas yang digunakan baik segi kualitas dan kuantitas kurang mampu mendukung
pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di
Kota Makassar.
3. Sikap dan perilaku masyarakat dalam memahami pemanfaatan globalisasi Teknologi
Informasi kurang optimal. Hal ini disebabkan masih banyak masyarakat yang kurang
mengerti dan memahami pentingnya Teknologi Informasi dalam mendukung
perkembangan kebudayaan di Kota Makassar.
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Perlunya sosialisasi yang dilakukan pemerintah dalam mendukung peningkatan
kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan Teknologi Informasi dalam
mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar.
2. Perlunya penambahan fasilitas yang memadai dalam mendukung pemanfaatan
Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar.
3. Sikap dan perilaku yang dimiliki oleh masyarakat dalam memanfaatkan Teknologi
Informasi sangat penting dimiliki sehingga masyarakat dapat memanfaatkan
Teknologi Informasi secara maksimal dalam mendukung perkembangan kebudayaan
di Kota Makassar.
Daftar Bacaan
Giddens, Anthony, Third Way and Its Critics, Polity Press, London, 2000
Murray, Denise E., Knowledge Machine : Language & Information in a Technological
Society, Longman Publisher, Singapore, 1995
Ohmae, Kenichi, The End of The Nation State – The Rise of Regional Economies,
London: Harper Collins, 1995
Sen, Amartya, Employment, Technology & Development, Oxford University Press,
India, 1975
Sen, Amartya, The Standard of Living, Cambridge University Press, 1985
Lain-lain :
Infokomputer.com Edisi Juli-Agustus 2000, http://www.infokomputer.com/
Kontan On-line, 9 Oktober 2000, http://www.kontan-online.com/ di-Up load oleh: Anton
Waspo
Diseminasi Informasi Ketenagakerjaan Pada Dinas Tenaga Kerja Pemerintah
Provinsi Kalimantan Tengah dan Kota Palangkaraya
Abstrak
Kata Kunci : Diseminasi Informasi Ketenagakerjaan, Pencari Kerja, Dinas Tenaga Kerja
4
Penulis adalah Peneliti Madya bidang Studi Komunikasi dan Media pada Pusat Litbang Aptel SKDI, sebelumnya
peneliti yang sama pada Pusat Pengembangan Literasi Departemen Komunikasi dan Informatika, Jakarta
Padahal semua informasi berkaitan dengan ketenagakerjaan itu merupakan hak
seorang pencari kerja sebagai warganegara yang dijamin oleh Pasal 28 F UUD 1945 dan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Apa yang
diharapkan oleh khalayak pencari kerja tidak lain adalah agar mereka mendapatkan
informasi ketenagakerjaan sesuai dengan kebutuhannya. Pencari kerja ini menggunakan
informasi itu dalam jumlah yang cukup untuk menghasilaan keputusan yang tepat. Untuk
memutuskan apakah pencari kerja bekerja di luar negeri atau di dalam negeri dibutuhkan
data dan informasi ketenagakerjaan yang memadai.Oleh karena itu, tiap pencari kerja
berhak untuk mendapatkan informasi yang lengkap sesuai dengan kebutuhannya sehingga
mereka bisa membuat keputusan yang tepat. Sebagai pencari kerja mereka belum
mendapatkan informasi ketenagakerjaan yang mencukupi untuk melamar pekerjaan atau
menciptakan lapangan kerja baru. Dalam kenyataannya, tidak sedikit pula pencari kerja
yang menerima tawaran suatu pekerjaan tanpa didasari pada keputusan yang matang.
Banyak juga yang menganggap pekerjaan tertentu hanya sebagai batu loncatan seperti
bekerja sebagai penjual (sales) atau bekerja di perusahaan atau instansi yang tidak sesuai
dengan harapannya. Kurangnya informasi ketenagakerjaan membuat pencari kerja tidak
melihat adanya alternatif atau kesempatan kerja lain. Akibatnya, tidak sedikit di
antaranya berganti-ganti pekerjaan dalam waktu singkat.
Di samping masalah informasi ketenagakerjaan itu, sumber informasi resmi di
bidang ketenagakerjaan belum sepenuhnya melakukan diseminasi informasi
ketenagakerjaan sebagai sutatu bentuk komunikasi yang benar-benar menjangkau
khalayak pencari kerja. Selain karena kurangnya sarana komunikasi, juga sering
dikeluhkan kurangnya kualitas sumber daya manusia yang menangani kegiatan
diseminasi informasi tersebut. Komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah dan
perusahaan selama ini masih belum mampu memenuhi kebutuhan informasi
ketenagakerjaan pencari kerja seperti juga terjadi di Palangkaraya, Provinsi Kalimantan
Tengah. Berdasarkan pemikiran itu, perlu penelitian mengenai pemerintah sebagai
komunikator yang menangani ketenagakerjaan dalam diseminasi informasi
ketenagakerjaan. Selain itu, perlu dijawab informasi apa yang disampaikan sumber
informasi tersebut selama ini kepada stakeholder khusunya pencari kerja. Pemenuhan
kebutuhan informasi ketenagakerjaan melalui diseminasi informasi yang efektif dapat
memberdayakan pencari kerja sebagai warga negara.
Rumusan Masalah
Masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : ”Bagaimana
pelaksanaan diseminasi informasi ketenagakerjaan bagi pencari kerja di Kota
Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah ?” Beberapa pertanyaan penelitian dapat
diajukan, yaitu :
1. Apa saja yang dilaksanakan pemerintah untuk pencari kerja dalam diseminasi
informasi ketenagakerjaan?
2. Apakah diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui on line telah dilaksanakan
pemerintah kepada pencari kerja ?
3. Informasi apa yang disampaikan oleh pemerintah kepada pencari kerja ?
Kerangka Pemikiran
Tiap unsur komunikasi mempunyai perannya sendiri untuk mewujudkan proses
komunikasi yang efektif. Satu unsur saja tidak ada membuat komunikasi tidak
berlangsung dengan baik. Komunikasi dapat berlangsung jika unsur-unsur yang
menopangnya ada dan berperan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Harold D.
Laswell dalam Wilbur Schramm (1963 :117) mengatakan ”a convenient way to describe
an act of communication is to answer the following questions : who says what in which
channel to whom with what effect ?” Schramm menunjukkan unsur-unsur yang
menggambarkan suatu tindakan komunikasi.
Dalam kaitannya dengan diseminasi informasi sebagai bentuk dan proses
komunikasi, Ibnu Hamad (2007) mengatakan pembahasan lebih pada diseminasi
informasi menggunakan 5W & 1H. Rumus 5W & 1H yang dipakai dalam penyusunan
berita ( Effendy, 1993 :72) meliputi Why, Who, What, Where, When, dan How dapat juga
digunakan untuk diseminasi informasi. Setidaknya, unsur komunikator (who), pesan
(what) dan khalayak (whom) merupakan variabel penelitian yang penting dicermati
dalam studi diseminasi informasi pada instasni pemerintah. Pemerintah sebagai
komunikator atau sumber informasi menyampaikan pesan (message) kepada khalayaknya.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kredibilitas komunikator adalah kekuasaan
dan keahlian yang dimiliki sehingga menimbulkan kepercayaan di mata khalayak.
Dengan kekuasaan dimaksudkan sumber informasi mempunyai kewenangan di bidangnya
secara resmi. Menurut Sasa Djuarsa dkk, (1993 : 204) ... pentingnya pelaku (sumber)
dalam suatu kegiatan. Dalam hal ini, sedikitnya ada tiga karakteristik dari sumber yang
perlu diperhatikan yakni : ’credibility’ (kredibilitas), ’attractiveness’ (daya tarik) dan
’power’ (kekuasaan/kekuatan)” Credibility atau kredibilitas menunjuk pada suatu kondisi
di mana si sumber dinilai punya pengetahuan, keahlian, atau pengalaman yang relevan
dengan atau topik pesan yang disampaikannya, sehingga pihak penerima menjadi percaya
bahwa pesan yang disampaikannya itu bersifat objektif” Lebih lanjut dikemukakannya,
”seorang komunikator akan berhasil dalam upaya persuasi yang dilakukannya apabilka ia
(1) dipandang punya pengetahuan dan keahlian, dan (2) dinilai jujur, punya integritas
serta dipercayai oleh pihak komunikan (khalayak)”
Dalam diseminasi informasi sebagai proses komunikasi yang efektif memerlukan
pengemasan pesan sehingga menimbulkan kebutuhan bagi khalayak. Untuk itu, perlu
dirancang agar pesan menarik perhatian. Agar khalayak tertarik terhadap pesan yang
disampaikan komunikator, maka pesan tersebut hendaknya mudah dipahami baik bahasa,
istilah, kata-kata dan kalimatnya (Wilbur Scramm, 1973 dalam Hamidi, 2007 : 72-73)
Informasi yang dikandung dalam pesan itu akan digunakan khalayak, apabila syarat-
syarat pesan yang baik itu dapat terpenuhi. Terlebih lagi karena informasi berharga guna
mengurangi ketidakpastian seperti dikemukakan dalam Shannon dalam Griffin, 1997 :
50) bahwa “information refers to the opportunity to reduce uncertainty”. Proses
pengambilan keputusan yang memberikan kepastian hanya mungkin jika tersedia
informasi yang cukup.
Unsur komunikasi lain adalah khalayak seringkali dipersepsikan sebagai unsur
yang kurang penting karena dianggap sebagai orang bersikap pasif dan menerima saja
apa yang disampaikan oleh komunikator. Hal itu semakin jelas, apalagi jika
komunikatornya merupakan instansi pemerintah yang dianggap memiliki kredibilitas di
bidangnya. Padahal khalayak sebagai sasaran juga memiliki sikap sendiri dalam
berkomunikasi sesuai dengan kepentingan dan tujuannya. Khalayak ternyata tidak pasif
dalam proses komunikasi, tetapi mempunyai pandangan terhadap pesan dan
komunikator. Dalam hal inilah pentingnya pengetahuan dan informasi bagi khalayak
sehingga dapat menentukan sikap yang tepat.
Menurut Sasa Djuarsa Sendjaja, dkk (1993 : 221) ... khalayak bukanlah
merupakan sekumpulan dari indvidu-individu yang bersikap dan bertindak ’pasip’...
Mereka aktif dan juga selektif. Karena itulah, dalam merancang suatu kegiatan
komunikasi apakah melalui saluran kegiatan komunikasi personal atau melalui media
massa, kita seyogyanya berorientasi ke khalayak sasaran (audience oriented)” Sejalan
dengan itu, John Fiske (2006 : 208) mengemukakan “khalayak memiliki sekumpulan
kebutuhan yang dicari pemuasannya melalui media massa, cara lain dan relasi sosial”.
Model ini mengasumsikan khalayak setidaknya sama aktifnya dengan pengirim... dan
bahwa pesan adalah apa yang dibutuhkan oleh khalayak, bukan yang dimaksudkan oleh
pengirim. Dalam hubungannya dengan penelitian ini, khalayak dalam proses komunikasi
yang dimaksud adalah pencari kerja yang juga pencari informasi. Secara implisit mereka
membutuhkan informasi ketenagakerjaan yang berguna untuk membantunya dalam
mencari atau melamar pekerjaan, bahkan untuk membuka lapangan pekerjaan baru.
Definisi Konseptual
Diseminasi adalah penyebaran (of information) (John M Echols dan Hassan
Shadily, 1979)
Informasi adalah “data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi
penerimanya dan bermanfaat dalam mengambil keputusan saat ini atau mendatang”
(Gordon B Davis, 1995,28).
Diseminasi informasi ketenagakerjaan adalah suatu bentuk komunikasi yang
menyampaikan atau menyebarkan informasi atau pesan mengenai ketenagakerjaan dari
pemerintah sebagai komunikator kepada khalayak pencari kerja. Diseminasi informasi
ketenagakerjaan melalui online adalah diseminasi informasi ketenagakerjaan yang
“terhubung secara langsung ke internet” (Jasmadi, 2004 : 230)
Komunikator atau sumber informasi adalah unsur dalam proses komunikasi yang
menyampaikan atau menyebarluaskan pesan atau informasi kepada khalayak. Dalam hal
ini sebagai komunikator adalah instansi pemerintah, yakni Dinas Tenaga Kerja Provinsi
Kalimantan Tengah dan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan
Masyarakat Kota Palangkaraya.
Pesan adalah data dan informasi ketenagakejaan yang disampaikan oleh
pemerintah kepada pencari kerja.
Khalayak adalah unsur dalam proses komunikasi yang merupakan sasaran dari
penyampaian pesan atau penerima informasi dari komunikator atau sumber informasi.
Sebagai khalayak adalah pencari kerja baik pencari yang bekerja di dalam negeri maupun
di luar negeri (calon TKI).
Informasi ketenagakerjaan adalah informasi yang berkaitan dengan
ketenagakerjaan seperti peraturan ketenagakerjaan, lowongan kerja, pencari kerja
termasuk informasi TKI meliputi persyaratan dan prosedur bekerja di luar negeri, hak
dan kewajiban TKI.
Pencari kerja adalah setiap orang yang terdaftar di Kantor Dinas Tenaga Kerja
Kota / Kabupaten untuk mencari atau melamar pekerjaan di dalam negeri maupun di
luar negeri
Kebutuhan informasi ketenagakerjaan adalah kebutuhan khalayak pencari kerja
mengenai informasi ketenagakerjaan.
Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan seperangkat cara yang sistematik, logis dan rasional
yang digunakan oleh peneliti ketika merencanakan, mengumpulkan, menganalisis dan
menyajikan data untuk menarik kesimpulan. (Hamidi, 2007 : 122).
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif
dengan fenomenologi. Dengan penelitian ini diharapkan dapat digambarkan proses
diseminasi informasi dan jenis kebutuhan informasi khalayak pencari kerja. Pendekatan
kualitatif ”lebih dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau pemahaman mengenai
gejala (dari perspektif subjek atau aktor), membuat teori” (Pawito, 2007 : 44) Dalam hal
ini salah satu varian fenomenologi yang digunakan adalah fenomelogi realistik. Menurut
Embree (1998 :333-343) dalam Pawito (2007 :58), fenomenologi realistik lebih
menekankan pada pengamatan serta penggambaran esensi-esensi yang bersifat umum.”
Selain melalui pengamatan atau observasi terhadap proses diseminasi informasi
di lingkungan instansi pemerintah, pengumpulan data lapangan juga dilakukan
wawancara mendalam (depth interview). Narasumber yang diwawancarai adalah pejabat
Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah dan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi
dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya, petugas loket pelayanan kartu
kuning, dan pencari kerja.Wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara yang
disusun terlebih dahulu.
Lokasi penelitian ditetapkan secara purposive yaitu Dinas Tenaga Kerja
Pemerintah Provinsi Provinsi Kalimantan Tengah di Kota Palangkaraya dengan
pertimbangan bahwa instansi pemerintah yang melayani informasi ketenagakerjaan di
Provinsi Kalimantan Tengah terdapat di kota tersebut. Oleh karena diseminasi informasi
ketenagakerjaan langsung kepada pencari kerja melalui loket pengurusan kartu kuning
hanya dilaksanakan oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten / Kota, maka dipilih Dinas
Tenaga Kerja Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkarya dengan
alasan kota ini merupakan pusat kegiatan pemerintahan dan masyarakat, termasuk
kegiatan ketenagakerjaan di Kalimantan Tengah.
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan melakukan reduksi
data terlebih dahulu terhadap data yang masuk baik yang diperoleh melalui wawancara
mendalam maupun catatan observasi di lapangan. Data kualitatif yang diperoleh dari
jawaban narasumber dan hasil observasi yang benar-benar sesuai dengan tujuan
penelitian berkesempatan untuk dianalisis, sedangkan data yang kurang relevan tidak
dimasukkan dalam analisis. Kategori data dibuat berdasarkan permasalahan penelitian
dan data lapangan.
GAMBARAN UMUM
Tabel 2
Data Ketenagakerjaan di Provinsi Kalimantan Tengah ( orang)
Jumlah pengangguran terbuka Agustus 2006 67.631 orang (6,7 %) turun menjadi 55.244
orang (5,0 %) pada Pebruari 2007 atau turun 12.397 orang (1,7 %)”
(http://www.kalteng.go.id/ viewarticle.asp, tanggal 25-4-2008). Sektor pertanian dan
perkebunan (berkebun sendiri) dan usaha mencari hasil hutan besar peranannya dalam
menyerap tenaga kerja sehingga terkesan penduduk di Kalimantan Tengah, terutama di
perdesaan hampir tidak ada yang kelihatan menganggur secara total.
Secara selayang pandang gambaran Kota Palangkaraya dalam beberapa hal seperti
adat istiadat, suku bangsa, agama tidak berbeda jauh dari keadaan Provinsi Kalimantan
Tengah. Bahkan sebagaimana dikemukakan sebelumnya, sebagai satu-satunya
pemerintahan kota di Provinsi ini tampak karakteristik dan kemajuan perkotaan pada
tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan jumlah pencari kerja yang lebih terkonsentrasi
pada pekerjaan perkantoran di instansi pemerintah dan perusahaan swasta.
Luas kota ini 2678,51 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2003 tercatat
168.449 jiwa dan kepadatan 62,89 jiwa/km2. (http://www.id.wikipeda.org/wki/kota
Palangkaraya, tanggal 28-4-2008) Jumlah penduduknya menurut Tabel 1, tercatat
183.794 jiwa. Jadi, terjadi pertambahan sebanyak 15.345 jiwa dalam waktu lima tahun.
Tabel 3
Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan di Kalimantan Tengah (orang)
No Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Tidak Tamat SD 67 24 91
2 SD 208 99 307
3 SLTP 717 590 1.307
4 SLTA 12.104 11.463 23.567
5 D1-D3/SM 3.124 2.195 5.319
6 S1-S3 4.201 3.677 7.878
Jumlah 20.421 18.048 38.469
Sumber : Diolah dari Dinas Tenaga Kerja Pemprov. Kalteng, (2008a :5)
Data jumlah sisa pencari kerja atau pencaker hingga akhir tahun 2007 sebesar
38.469 orang diperoleh dari hasil pendaftaran melalui kartu kuning (AK1) yang
dikeluarkan oleh Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota atau Kabupaten se Kalimantan
Tengah. Jumlah para pencari kerja ini merupakan sisa yang tidak dapat disalurkan atau
mendapat pekerjaan pada tahun 2007 dan mereka mencoba mendaftar kembali untuk
mendapatkan kartu AK1 yang baru. “Pencari kerja yang tidak melaporkan atau tidak
mendaftar ulang setelah terdaftar sebagai pencari kerja selama 6 bulan berturut-turut akan
dihapuskan sebagai pencari kerja karena diangggap tidak memerlukan Diseminasi antar
kerja lagi. Di samping itu penghapusan sebagai pencari kerja dapat disebabkan karena
permintaan sendiri, pindah wilayah, meninggaal dunia atau sudah mendapat pekerjaan”
(Dinas Tenaga Kerja Pemprov. Kalteng, 2008a : 8)
Jumlah pencari kerja yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi
Kalimantan Tengah berasal dari pencari kerja yang mengurus kartu kuning (AK1) di
Kantor Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota
Palangkaraya di Palangkaraya dan Kantor Dinas Tenaga Kerja yang terdapat di tiga belas
kabupaten se-Kalimantan Tengah. Kartu kuning yang digunakan untuk melengkapi
persyaratan lamaran kerja hanya dapat diperoleh di kantor Dinas Tenaga Kerja
Kota/Kabupaten melalui loket Diseminasi kartu kuning. Pelamar yang hendak mencari
pekerjaan di kantor pemerintah (CPNS,TNI,Polri) dan perusahaan swasta diharuskan
melampirkan kartu kuning (AK1) sebagai salah satu syarat. Berdasarkan jumlah kartu
yang dikeluarkan Dinas Tenaga Kerja Kota / Kabupaten itu dapat diketahui jumlah yang
mendaftar sebagai pencari kerja. Karena tiap pencari kerja diharuskan mengisi Daftar
Isian Pencari Kerja yang disediakan secara gratis. Data pencari kerja yang diperoleh dari
proses pengurusan kartu tersebut memuat jumlah pencari kerja dan jenis pekerjaan yang
diinginkannya. Identitas pribadi dan pas photo pencari kerja yang tercantum dalam
formulir meliputi tentang pekerjaan sekarang, tujuan mencari kartu AK1, pekerjaan dan
upah yang diinginkan pencari kerja.
Apabila diperhatikan jenis pekerjaan atau golongan pokok jabatan yang didaftar
oleh pencari kerja yang belum ditempatkan (ybdi), seperti dapat dilihat pada Tabel 4
tampaknya jabatan sebagai tenaga produksi, tenaga profesional, dan pejabat pelaksana
cukup banyak diminati ( 66,64 %). Kecenderungan pilihan jenis pekerjaan yang favorit
di masa yang akan datang bersifat manajerial di instansi pemerintah dan perusahaan
swasta. Keberhasilan sektor pendidikan melahirkan tenaga terdidik yang cukup besar di
wilayah Kalimantan Tengah berpengaruh terhadap pilihan lapangan kerja.
Tabel 4
Jumlah Pencari Kerja Menurut Golongan Pokok Jabatan Pada Tahun 2007di Kalimantan Tengah
(orang)
Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam pembahasan sebelumnya dapat ditarik beberapa butir
kesimpulan berikut :
1. Diseminasi informasi ketenagakerjaan pada Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan
Tengah belum banyak disampaikan kepada khalayak pencari kerja secara langsung.
Sejauh ini hanya diseminasi informasi K3 melalui spanduk yang ditujukan kepada
tenaga kerja yang bekerja di kota-kota, sedangkan kebanyakan penerbitan bulletin
dan leaflet dikirim kepada Dinas Tenaga Kerja Kota dan Kabupaten di provinsi ini.
Diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui siaran TVRI kepada masyarakat luas
masih minim, dan penyebaran informasi ketenagakerjaan melalui online tidak
berfungsi.
2. Diseminasi informasi ketenagakerjaan bagi pencari kerja secara langsung sebagian
besar dilaksanakan pada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan
Masyarakat Kota Palangkaraya melalui loket pelayanan pembuatan kartu kuning.
Diseminasi informasi mengenai persyaratan kartu tersebut disampaikan petugas
kepada pencari kerja secara langsung (tatap muka) bersamaan dengan proses
pembuatan kartu kuning. Selain itu, diseminasi informasi lowongan pekerjaan
disampaikan kepada masyarakat, khususnya pencari kerja melalui pengumuman di
loket
3. Informasi yang disampaikan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah
kebanyakan berisi informasi ketenagakerjaan yang bersifat umum seperti informasi
peraturan ketenagakerjaan, pengangguran, jumlah pencari kerja dan lowongan kerja.
Informasi ketenagakerjaan yang disampaikan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya sebagian besar menjawab kebutuhan
informasi mengenai persyaratan pembuatan kartu kuning dan informasi lowongan
pekerjaan dari sebagian kecil instansi pemerintah dan perusahaan swasta. Umumnya
kebutuhan informasi akan peraturan ketenagakerjaan bagi pencari kerja belum dapat
dipenuhi oleh kedua Dinas Tenaga Kerja itu.
Saran
Dengan memperhatikan kesimpulan tersebut dapat disampaikan beberapa saran
berikut :
1. Diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui leaflet yang diterbitkan Dinas Tenaga
Kerja Provinsi Kalimantan Tengah tentang peraturan ketenagakerjaan sebaiknya tidak
hanya dikirimkan kepada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota, tetapi juga disediakan
untuk pencari kerja melalui loket pelayanan kartu kuning di Dinas
Kota/Kabupatense-Kalimantan Tengah. Penggunaan online melalui internet perlu
difungsikan kembali dan di masa yang akan datang perlu dijajaki pemasangan
jaringan Local Area Network.
2. Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya
agar memanfaatkan loket pelayanan kartu kuning secara maksimal untuk diseminasi
informasi ketenagakerjaan. Untuk itu, perlu adanya petugas dan loket informasi
ketenagakerjaan.
3. Informasi ketenagakerjaan yang berkaitan dengan lowongan pekerjaan sebaiknya
tidak bersifat umum, tetapi lebih khusus dan detail sehingga dapat dimanfaatkan oleh
pencari kerja. Informasi lowongan kerja agar tidak didominasi perusahaan swasta,
tetapi diupayakan dari seluruh instansi pemerintah. Untuk memenuhi kebutuhan
informasi khalayak pencari kerja, sebaiknya Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya mendiseminasikan peraturan
ketenagakerjaan dan lowongan kerja yang lebih luas melalui pengumuman yang
terdapat di loket.
DAFTAR PUSTAKA
Fiske, John, 2006, Cultural and Communication Studies : Sebuah Pengantar Paling
Komprehensif. Terjemahan Yosal Iriantara dan Idi Subandy Ibrahim,
Yogyakarta, Jalasustra.
Hamad, Ibnu ,2007, Pembahasan dan tanggapan(lisan) terhadap “Studi Diseminasi
Informasi Peringatan Dini (Early Warning System) Untuk Permasalahan
Lingkungan dan Bencana Alam” Seminar, di Jakarta, tanggal 11-12-2007
Hamidi, M, 2007, Metode Penelitian dan Teori Komunikasi. Malang, UMM Press
Jasmadi, 2004, Menggunakan Fasilitas Internet. Yogyakarta, Deli Publising dan
Penerbit Andi.
Laswell, Harold D,1963, ”The Structure and Function of Communication in Society”,
dalam Wilbur Schramm, Mass Communication. Urbana, University of Illinois
Press.
Lembaga Informasi Nasional (LIN),2001, Informasi Sosial Budaya. Jakarta
Nerang, Teras A, 2008, ”Gubernur Kalteng Dukung DPD Kembangkan Desa dengan
Kearifan Lokal”, Kompas, 13 Maret.
Osborne, David dan Ted Gaebler, 1998, Mewirausahakan Birokrasi Reinventing
Government. Jakarta, PT Pustaka Binaman Presindo.
Pawito, 2007, Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta. LKIS
Sendjaja, Sasa Djuarsa, dkk, 1993, Pengantar Komunikasi. Jakarta, Universitas Terbuka
Shannon, Claude dan Warren Weaver, 1997, “Information Theory” dalam A First
Look At Communication Theory.Third Edition. New York, The McGraw-Hill
Companies, Inc
Sekretariat Jenderal MPR RI, 2005, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Jakarta
Seksi Informasi Ketenagakerjaan Sub Dinas Perencanaan dan Program, t.t, Menjadi
TKI Meningkatkan Kesejahteraan. Leaflet. Palangkaraya
________, t.t., Standarisasi dan Sertifikasi Tenaga Kerja. Leaflet. Palangkaraya
________, 2004, Persyaratan Permohonan Izin Pemutusan Hubungan Kerja dan
Prosedur Permohonan Banding. Leaflet. Palangkaraya
________, 2004, Kesepakatan Kerjasama Pembangunan Ketenagakerjaan Lintas
Kabupaten Kota Se-Kalimantan Tengah. Leaflet. Palangkaraya
________, 2004, Tata Cara Permintaan Jaminan Kecelakaan Kerja. Leaflet.
Palangkaraya
________, 2005, Prosedur TKI Bekerja ke Luar Negeri. Leaflet. Palangkaraya.
Sub Dinas Perencanaan dan Program, 2008, Rekapitulasi Pendaftaran Pencari Kerja,
Lowongan Kerja, Penempatan Pencari Kerja dan Penghapusan Pencari
Kerja Menurut Kelompok Pendidikan Tahun 2006 dan Trahun 2007 .
Lembaran. Palangkaraya.
Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2006, Himpunan PeundangUndangan Republik Indonesia
Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar
Negeri. Bandung, CV Nuansa Aulia
Internet :
(http://www.b.i.go.id?web/id/KER01/profil/kalteng/tanggal 25-4-2008)
(http://www.kalteng bps.goid, tanggal 20-3-2008)
(http://www.kalteng.go.id/ viewarticle.asp, tanggal 25-4-2008)
II. Volume 10 No. 2 Agustus 2009
B. Permasalahan
a) Bagaimana tingkat literasi komputer pada masyarakat Desa Pardomuan-I
Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir ?
b) Faktor-faktor apakah yang menjadi pendorong/pendukung bagi masyarakat Desa
Pardomuan-I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir dalam menggunakan
komputer ?
c) Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat bagi masyarakat Desa
Pardomuan-I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir dalam menggunakan
komputer ?
Kegunaan Penelitian
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan menjadi
referensi dalam penelitian selanjutnya dibidang teknologi informasi khususnya komputer.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan
untuk kebijakan pemerintah pusat maupun daerah, khususnya dalam hal pemanfaatan
teknologi informasi komputer untuk kepentingan publik.
D. Tinjauan Teori
Secara umum untuk menggambarkan kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) di
bidang telematika dapat diketahui dari tingkat kesadaran, pemahaman dan pendayagunaan
ICT yang disebut e-literacy. Literacy dalam kamus bahasa inggris, diartikan sebagai “the
ability to read and write” atau kemampuan untuk membaca dan menulis. Dalam bahasa
Indonesia bisa disebut dengan kata “melek”.
Dalam bidang yang terkait dengan telematika, ada beberapa jenis literacy atau
kadar melek seseorang, yaitu melek informasi, melek komputer, melek internet, melek
teknologi.
Gambaran e-literacy secara konseptual dapat dikategorikan dalam enam kategori,
berdasarkan konsep atau teori Personal-Capability Maturity Model (P-CMM).
Menurut teori ini, level e-literacy seseorang dapat digambarkan sebagai berikut :
Level 0 Seorang individu sama sekali tidak tahu dan tidak perduli
akan pentingnya informasi dan teknologi untuk kehidupan
sehari-hari
Level 1 Jika seorang individu pernah memiliki pengalaman satu
dua kali dimana informasi merupakan sebuah komponen
penting untuk pencapaian keinginan dan pemecahan
masalah, dan telah melibatkan teknologi informasi
maupun komunikasi untuk mencarinya.
Level 2 Jika seorang individu telah berkali-kali menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu
aktivitasnya sehari-hari dan telah memiliki pola
keberulangan dalam penggunaannya.
Level 3 Jika seorang individu telah memiliki standard penguasaan
dan pemahaman terhadap informasi maupun teknologi
yang diperlukannya, dan secara konsisten mempergunakan
standard tersebut sebagai acuan penyelenggaraan
aktivitasnya sehari-hari.
Level 4 Jika seorang individu telah sanggup meningkatkan secara
signifikan (dapat dinyatakan secara kuantitatif) kinerja
aktivitas kehidupannya sehari-hari melalui pemanfaatan
informasi dan teknologi
Level 5 Jika seorang individu telah menganggap informasi sebagai
bagian tidak terpisahkan dari aktivitas sehari-hari, dan
secara langsung maupun tidak langsung telah mewarnai
perilaku dan budaya hidupnya (bagian dari information
society atau manusia berbudaya informasi).
Selanjutnya teori yang juga dapat dijadikan acuan adalah teori Difusi Inovasi.
Teori difusi inovasi termasuk kedalam pengertian komunikasi secara luas dalam
mengubah masyarakat melalui penyebarserapan ide-ide dan hal-hal yang baru. Menurut
Rogers (1995), dalam penyebaran suatu inovasi baru, terdapat unsur-unsur (a) suatu
inovasi, (b) dikomunikasikan melalui satu saluran tertentu, (c) dalam jangka waktu
tertentu, (d) diantara para anggota suatu sistem sosial.
Bahkan dikatakan oleh Rogers dan Shoemaker, ada 4 tahap keputusan seorang
individu dalam peneeyebarserapan inovasi baru yaitu :
1. Pengetahuan : mengetahui adanya inovasi dan memiliki pengertian bagaimana inovasi
tersebut berfungsi.
2. Persuasi : menentukan sikap suka atau tidak sukanya terhadap inovasi.
3. Keputusan : terlibat dalam kegiatan yang membawa seseorang pada situasi memilih
apakah menerima atau menolak inovasi.
4. Konfirmasi : mencari penguat bagi keputusan yang telah diambil sebelumnya.
Selanjutnya Rogers (1995 : 15-16) menegaskan bahwa ada beberapa karakteristik
yang mempengaruhi tingkat adopsi inovasi tersebut, yaitu :
1. Keuntungan relatif : maksudnya adalah sejauhmana inovasi tersebut dipandang lebih
baik dan memberikan keuntungan bagi penggunanya dari teknologi sebelumnya.
2. Kesesuaian : sejauhmana inovasi tersebut konsisten terhadap nilai-nilai yang ada.
3. Kerumitan : maksudnya adalah sejauhmana inovasi tersebut dipandang sulit untuk
dimengerti atau digunakan oleh penggunanya.
4. Kemampuan untuk dicoba : sejauhmana inovasi tersebut mungkin dapat dicobakan
dengan kemampuan yang terbatas.
5. Kemampuan dapat dilihat : maksudnya adalah sejauhmana hasil-hasil dari inovasi
tersebut dapat dilihat oleh orang lain dalam waktu cepat.
E. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan
atas dasar generalisasi dari sejumlah karaktersitik kejadian ke dalam kelompok atau
individu tersebut (Singarimbun, 1998:24).
Berdasarkan kerangka teoritis di atas, adapun konsep-konsep dalam penelitian ini
dapat dibedakan menjadi beberapa variabel, yaitu:
1. Variabel Anteseden.
Variabel anteseden ini terdiri dari data sosiodemografis dan psikologis masyarakat.
Dimana variabel anteseden ini akan membedakan antara satu karakter individu
dengan individu lainnya. Adapun yang termasuk kedalamnya adalah : usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, minat akan informasi dan teknologi
internet.
2. Variabel Penerima.
Maksudnya adalah sejauhmana tingkat penerimaan suatu individu dalam masyarakat
terhadap internet dan kemampuannya dalam menguasai internet tersebut. Yang
termasuk kedalamnya adalah tingkat pengetahuan, persuasi, keputusan dan
konfirmasi.
3. Variabel Media.
Variabel media adalah sejauhmana terpaan media internet (adopsi inovasi) mampu
diterima oleh individu dalam masyarakat. Adapun yang termasuk kedalamnya adalah
keuntungan relatif, kesesuaian, tingkat kerumitannya, mampu dicobakan, dan mampu
dilihat hasilnya.
4. Variabel Efek.
Maksudnya adalah sejauhmana tingkat penguasaan individu dalam masyarakat
dengan menggunakan internet. Ini dapat dilihat dari tingkat atau level e-literacy.
F. Model Teoritis.
Variabel Variabel Variabel Variabel
Anteseden Penerima Media Efek
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode survei yang bertujuan mengumpulkan dan
menggali sejumlah besar data untuk dianalisis selanjutnya. Dalam metode survei,
dilakukan juga prasurvey sebagai eksperimen untuk melihat kelayakan penelitian tersebut
untuk dilanjutkan.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini memilih lokasi penelitian di Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera
Utara yang merupakan bagian dari wilayah kerja BBPPKI Medan. Penentuan daerah ini
menjadi lokasi penelitian adalah dengan pertimbangan bahwa Pemerintah telah
membangun “Kampung Digital” di Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera Utara.
n0 = (t)2 . (s)2
(d)2
Keterangan :
no = ukuran sampel standard Cochram
t = nilai persentil t = 1,96
s = estimasi standard deviasi populasi 1,25
d = interval kesalahan (margin of error)
Menurut Lubis, 2003 ; menyatakan bahwa secara umum dalam penelitian, interval
kesalahan pada data adalah sebesar 10% dan untuk data kontiniu sebesar 3%. Sehingga
margin error dalam penelitian ini yang dapat diterima 3/100 x 10 = 0,30
n = (1,96)2 . (1,25)2
(0,30)2
= 75,4 dibulatkan menjadi 75.
Tabel – 14
Waktu Tidak Cukup Untuk Belajar Sebagai Penghambat Responden Menggunakan
Komputer
NO Keterangan F %
1. Ya 30 40,00
2. Tidak 45 60,00
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden tentang penghambat responden menggunakan
komputer yaitu ditempat pertama yang menjawab waktu yang tidak cukup untuk belajar
dengan jumlah persentase sebesar 40,00 %, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir
responden yang menjawab tidak menjadi penghambat dengan persentase sebesar 60,00%.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa waktu tidak cukup untuk belajar bukan
menjadi penghambat responden dalam menggunakan komputer.
Tabel – 15
Bahasa Inggris Yang Minim Sebagai Penghambat Responden Menggunakan
Komputer
NO Keterangan F %
1. Ya 47 62,67
2. Tidak 28 37,33
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden tentang penghambat responden menggunakan
komputer diurutan pertama yaitu bahasa inggris yang minim yaitu dengan jumlah
persentase sebesar 62,67 %, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang
menjawab tidak yaitu dengan persentase sebesar 37,33 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa dibeberapa daerah sulit menemukan
komputer bukan menjadi penghambat responden dalam untuk menggunakan komputer.
Tabel – 16
Ilmu Komputer Yang Sulit Sebagai Penghambat Responden Menggunakan
Komputer
NO Keterangan F %
1. Ya 33 44,00
2. Tidak 42 56,00
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden tentang penghambat responden menggunakan
komputer yaitu ilmu komputer yang sulit sebagaimana dapat diketahui bahwa responden
yang menjawab ya dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 44,00 %,
kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak yaitu
dengan persentase sebesar 56,00 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa ilmu komputer yang sulit bukan menjadi
penghambat responden dalam mendukung responden untuk menggunakan komputer.
Tabel – 17
Di Beberapa Daerah Sulit Ditemukan Komputer Sebagai Penghambat Responden
Menggunakan Komputer
NO Keterangan F %
1. Ya 27 36,00
2. Tidak 48 64,00
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden tentang penghambat responden menggunakan
komputer yaitu dibeberapa daerah sulit ditemukan komputer sebagaimana dapat diketahui
bahwa responden yang menjawab ya dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase
sebesar 36,00 %, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab
tidak yaitu dengan persentase sebesar 64,00 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa dibeberapa daerah sulit menemukan
komputer bukan menjadi penghambat responden dalam menggunakan komputer.
Tabel – 18
Harapan Responden Agar Harga Komputer Lebih Murah
NO Keterangan F %
1. Mengharapkan 55 73,33
2. Tidak Mengharapkan 20 26,67
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden harapan responden agar harga komputer lebih
murah dapat diketahui bahwa responden yang menjawab mengharapkan dalam penelitian
ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 73,33 %, kemudian menyusul ditempat
kedua/terakhir responden yang menjawab tidak mengharapkan yaitu dengan persentase
sebesar 26,67 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa responden mengharapkan agar harga
komputer lebih murah.
Tabel – 19
Harapan Responden Agar Mudah Dalam Mencari Penjualan Komputer
NO Keterangan F %
1. Mengharapkan 28 37,33
2. Tidak Mengharapkan 47 62,67
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden harapan responden agar mudah dalam mencari
penjualan komputer dapat diketahui bahwa responden yang menjawab tidak
mengharapkan berada pada posisi pertama yaitu dengan jumlah persentase sebesar 62,67
%, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab
mengharapkan yaitu dengan persentase sebesar 37,33 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa responden tidak mengharapkan agar
mudah dalam mencari pusat penjualan komputer.
Tabel – 20
Harapan Responden Agar Program Pelatihan Komputer Gratis
NO Keterangan F %
1. Mengharapkan 38 50,67
2. Tidak Mengharapkan 37 49,33
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden harapan responden agar program pelatihan
komputer gratis dapat diketahui bahwa responden yang menjawab mengharapkan dalam
penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 50,67 %, kemudian menyusul
ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak mengharapkan yaitu dengan
persentase sebesar 49,33%.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa responden berharap agar program
pelatihan komputer gratis tidak dipungut biaya.
Tabel – 21
Harapan Responden Agar Program Komputer Berbahasa Indonesia
NO Keterangan F %
1. Mengharapkan 45 60,00
2. Tidak Mengharapkan 30 40,00
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden harapan responden agar program komputer
berbahasa Indonesia dapat diketahui bahwa responden yang menjawab mengharapkan
dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 60,00 %, kemudian menyusul
ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak mengharapkan yaitu dengan
persentase sebesar 40,00 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa responden berharap agar program
komputer berbahasa Indonesia.
Tabel – 22
Harapan Responden Agar Pengoperasian Komputer Lebih Mudah
NO Keterangan F %
1. Mengharapkan 47 62,67
2. Tidak Mengharapkan 28 37,33
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden harapan responden agar pengoperasiaan
komputer lebih mudah dapat diketahui bahwa responden yang menjawab mengharapkan
dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 62,67 %, kemudian menyusul
ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak mengharapkan yaitu dengan
persentase sebesar 37,33 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa responden berharap agar pengoperasian
komputer lebih mudah.
J. Pembahasan
Berdasarkan temuan data-data penelitian diatas dapat dilihat bahwa tingkat literasi
terhadap penggunaan komputer adalah telah mampu menguasai pemanfaatannya, karena
responden pada umumnya berminat terhadap penggunaan komputer dan telah sering
menggunakan komputer bahkan ada yang setiap hari menggunakannya.
Apabila dikaitkan dengan teori Personal-Capability Maturity Model (P-CMM),
secara umum dapat diketahui bahwa tingkat penguasaan responden berada pada level-2
dan level-3, dimana pada level-2 dikatakan jika seorang individu telah berkali-kali
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu aktivitasnya sehari-
hari dan telah memiliki pola keberulangan dalam penggunaannya, dan pada level-3
dikatakan jika seorang individu telah memiliki standard penguasaan dan pemahaman
terhadap informasi maupun teknologi yang dipergunakannya, dan secara konsisten
mempergunakan standard tersebut sebagai acuan penyelenggaraan aktivitasnya sehari-
hari. Hal ini menunjukkan bahwa menggunakan komputer sudah menjadi kebiasaan rutin
di kalangan masyarakat Desa Pardomuan – I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.
Jika hal ini dilihat dari teori difusi inovasi oleh Rogers (1995), Rogers dan
Shoemaker (1971), bahwa penyebarserapan (adopsi inovasi) informasi menyebabkan
masyarakat menjadi berubah, dan perubahan sosialpun merangsang orang untuk
menemukan dan menyebarluaskan hal-hal yang baru tersebut. Apabila hal ini
diilustrasikan dengan teknologi komputer, maka komputer sudah mampu mengubah
perilaku-perilaku masyarakat dalam menggantikan kebiasaan lama, misalnya dalam
menggunakan mesin tik manual dan elektronik. Adapun perubahan yang terjadi pada
masyarakat adalah bahwa dimana masyarakat sudah dimanjakan dengan kehadiran
teknologi komputer.
Keuntungan relatif yang didapatkan melalui komputer sangat dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat, karena komputer telah mampu mengoptimalkan
pekerjaan/tugas-tugas mereka sehingga dirasakan sangat besar pengaruhnya terhadap
pekerjaan/aktivitas kegiatan mereka sehari-hari. Hal ini terbukti bahwa setelah
masyarakat menggunakan komputer prestasi kerja mereka mengalami peningkatan.
Adapun yang menjadi faktor pendorong bagi masyarakat dalam menggunakan
komputer adalah kemudahan dalam menyelesaikan pekerjaan mereka, sedangkan yang
menjadi faktor penghambat dalam menggunakan komputer bagi masyarakat adalah harga
komputer yang relatif mahal dan penguasaan bahasa Inggris yang minim sehingga sulit
dalam mengoperasionalkan komputer yang pada umumnya bahasa programnya hanya
tersedia dalam bahasa Inggris. Untuk mengatasi hal tersebut masyarakat mengharapkan
agar pemerintah dapat menyediakan komputer dengan harga yang lebih murah dan
menyediakan program komputer dalam bahasa Indonesia sehingga masyarakat lebih
mudah dalam mengoperasikan komputer.
Kesimpulan.
1. Bahwa tingkat literasi komputer masyarakat Desa Pardomuan – I Kecamatan
Pangururan Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara sudah cukup baik, dimana
masyarakat pada umumnya berminat terhadap komputer dan telah menggunakannya
lebih dari 5 tahun, bahkan ada yang setiap hari menggunakan komputer serta pada
umumnya telah mengetahui dan mengenal perangkat keras (hardware) dan perangkat
lunak (software) komputer.
2. Bahwa faktor-faktor yang menjadi pendorong/pendukung bagi masyarakat Desa
Pardomuan – I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara
dalam menggunakan komputer adalah perasaan nyaman ketika menggunakannya dan
merasa penting untuk memenuhi kebutuhannya
3. Bahwa faktor-faktor yang menjadi penghambat responden dalam menggunakan
komputer adalah masih tingginya harga komputer, bahasa komputer yang merupakan
bahasa Inggris sehingga sulit untuk dimengerti, biaya les/kursus komputer yang
mahal, ilmu komputer yang sulit untuk dipahami, waktu yang tidak cukup untuk
belajar, serta dibeberapa daerah masih sulit ditemukan pusat penjualan komputer.
Saran.
1. Agar pemerintah mengadakan sosialisasi tentang pentingnya penggunaan komputer
dalam kehidupan manusia baik di kota maupun di desa, karena masih ada responden
yang kurang berminat terhadap penggunaan komputer dan ada responden yang hanya
pernah mendengar dan tahu bentuk komputer, tetapi tidak tahu menggunakannya.
2. Agar pemerintah menyediakan akses universal terhadap informasi kepada masyarakat
baik di kota maupun di desa secara adil dan merata, instrument kebijakan beserta
program/kegiatan (prakarsa) yang tepat untuk membangun akses universal bagi
seluruh lapisan masyarakat sangat urgen untuk terus ditumbuhkembangkan.
3. Agar pemerintah meningkatkan penyediaan sarana prasarana informasi dan
komunikasi di daerah yaitu dengan mengembangkan pusat-pusat fasilitas umum
bersama, seperti warnet, telecenter, dan sejenisnya, serta mengembangkan pola-pola
kepemilikan komputer murah, kemitraan pemerintah dan swasta dalam penyediaan
prasarana dan sarana telematika, fokus pada peningkatan pendidikan dan berbagai
pengetahuan dalam komunitas masyarakat.
4. Mendorong pengembangan fasilitas multifungsi disentra aktivitas masyarakat untuk
komunitas UKM/IKM atau sentra industri, seperti pengembangan lembaga Jasa
Pengembangan Bisnis berbasis teknologi informasi dan komunikasi, fasilitas
multifungsi Perdesaan, Pusat Pendidikan/Pelatihan, dan Sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Kriyantono, Rakhmat. (2006), Teknik Praktis Riset komunikasi, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta.
Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. (226). Metode Penelitian Survey. LP3ES.
Jakarta.
Oleh : Amiruddin Z6
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan iklim komunikasi yang
berlangsung antar umat beragama dalam pelaksanaan syariat serta faktor pendukung dan
penghambat komunikasi antar umat beragama di kabupaten Aceh Tenggara, yaitu Kota
Cane. Metode yang digunakan deskriptif analisis. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan
mewawancarai informan yang terdiri dari berbagai kalangan.
Iklim komunikasi antar umat beragama di Kabupaten Aceh tenggara telah lama
terbina, hal tersebut terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam hal
kerukunan antar umat beragama maupun dalam menjalankan keaktivitasan kehidupan
pada berbagai sektor pekerjaan dan kehidupan bermasyarakat sehari-harian. Perbedaan
Agama dan kemajemukan suku yang terdapat di Kabupaten Aceh Tenggara tidak pernah
membuat terjadinya konflik. Yang pernah terjadi hanya tawuran antar anak muda, itupun
di atas 20 tahun yang lalu, bukan konflik masalah SARA.
Pada awal diberlakukan UU syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
yang oleh masyarakat non muslim dipahami suatu keharusan dengan demikian dapat
berimplementasi membuat iklim komunikasi yang tidak komunikatif sesama warga.
Namun setelah disosialisasikan UU Syariat Islam tersebut akhirnya dimengerti bahwa
Syariat Islam hanya diberlakukan terhadap penduduk yang beragama Islam. Maka iklim
komunikasi antar umat beragama dalam pelaksanaan Syariat Islam di Provinsi NAD pada
Kabupaten Aceh Tenggara tetap terbina dengan pengertian komunikasi yang
komunikastif di antara sesama warga terimplementasi dalam berbagai sektor kehidupan.
Pelaksanaan syariat Islam di Aceh menurut catatan tertulis dan ingatan kolektif
masyarakat Aceh telah berlangsung cukup lama, sebagaimana dikemukakan oleh Al
Yasa’ Abubakar : Bahwa rakyat Aceh telah lama melaksanakan syariat Islam secara
relative sempurna dalam hidup keseharian, hidup kemasyarakatan dan hidup
ketatanegaraan pada masa kesultanan dahulu yaitu sebelum diganggu dan dicampuri oleh
penjajah Belanda (mulai menyerang Aceh pada tahun 1873 dan terus mendapat
perlawanan sengit sampai awal abad dua puluh, dan terus bergolak sampai Belanda kalah
karena kedatangan Jepang).
Syariat Islam di Aceh menyatu dengan adat sedemikian rupa, sehingga sering sifat
adatnya lebih menonjol dari sifat syariatnya, lebih dari itu beberapa ijtihad dan terobosan
telah dilakukan Ulama Aceh atas aturan dalam Fiqih Mazhab Syafi’I, misalnya keizinan
perempuan menjadi kepala Negara, adanya pemisahan antara mesjid dengan meunasah,
dan lain sebagainya. Syariat Islam di Aceh bukan hanya dipahami dalam aspek hukum
dan peradilan, tetapi mencakup berbagai bidang kehidupan seperti pendidikan, ekonomi,
pemerintahan, berbagai bentuk dan tata cara pelayanan social, kegiatan seni dan budaya
bahkan olahraga.
Pada saat melantik ketua Mahkamah Syariah Provinsi NAD, Ketua Mahkamah
Agung dalam sambutannya menyampaikan tiga hal sebagai berikut :
6
Penulis adalah Peneliti Madya pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI)
Medan
Syariat Islam yang dijalankan di Aceh harus dapat memenuhi kesadaran hukum rakyat
dan harus dapat memberikan keadilan yang lebih baik kepada umat. Apabila hal ini
tidak berhasil dilakukan, maka pelaksanaan syariat Islam mungkin menjadi bumerang
dan kontra produktif.
Pelaksanaan syariat Islam harus secara bertahap, karena bagaimanapun juga syariat
Islam di Aceh sekarang adalah ibarat benih yang baru dipindahkan dari persemaian ke
tengah sawah atau kebun. Karena itu harus dijaga dan dirawat dengan baik dan tidak
boleh diberi beban yang berlebihan
Pembentukan peradilan untuk melaksanakan syariat Islam dalam rangka otonomi
khusus di Aceh, bukan saja mempengaruhi hukum positif di Aceh, tetapi juga akan
mempengaruhi perkembangan hukum tatanegara di Indonesia.
Sampai saat ini telah disahkan enam buah quanum yang berkaitan langsung
dengan hukum dan peradilan syariat Islam yaitu :
1. Qanum Nomor. 11 Tahun 2002 tentang pelaksanaan syariat Islam bidang Akidah,
ibadah dan syiar Islam
2. Qanum Nomor. 12 Tahun 2003 tentang Minuman Khamar dan sejenisnya.
3. Qanum Nomor. 13 Tahun 2003 tentang Maisir (perjudian)
4. Qanum Nomor. 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (perbuatan mesum)
5. Qanum Nomor. 7 Tahun 2004 tentang pengelolaan zakat
6. Qanum Nomor. 11 Tahun 2004 tugas fungsional kepolisian daerah NAD
Syariat Islam secara umum dipahami sebagai paradigma moral yang berdasarkan
pada kedudukan kepada Tuhan. Titik penting dari konsep syariat Islam adalah untuk
memelihara hak-hak manusia dan memberi mereka perlindungan dan keselamatan serta
kedamaian yang bersifat kaku dan statis, bukan pula sebagai petunjuk teknis yang dapat
dijadikan pegangan manusia dalam kehidupan di dunia, tetapi ia merupakan jalan atau
metode normative yang perlu diaktualisasikan tentang apa yang harus dilakukan dan
bagaimana umat Islam harus melaksanakan ajaran agamanya.
Sebagaimana diketahui di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terutama pada
Kabupaten Aceh Tenggara ditemukan penganut agama lain (Kristen). Lebih-lebih lagi di
Kecamatan Lawe Sigala-gala, jumlah penganut agama Kristen relative lebih banyak
disbanding penganut agama Islam.
Iklim Komunikasi
Iklim Komunikasi terdiri dari duia kata, yaitu Iklim dan Komunikasi. Iklim adalah
Suasana seseorang kepada orang lain. Sedangkan komunikasi adalah proses penyampaian
suatu pernyataan oleh seorang kepada orang lain.
Komunikasi dipahami sebagai penyampaian informasi dan pengertian dari
seseorang kepada orang lain. Komunikasi akan dapat berhasil baik apabila ada saling
pengertian antara pihak pengirim dan penerima informasi.
Secara pragmatis komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh
seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat
atau perilaku, baik secara lisan, maupun tidak langsung melalui pendapat.
Dalam pengertian yang luas, komunikasi tidak hanya sebagai pertukaran informasi
antar individu, melainkan juga antar kelompok dan masyarakat luas mengenai tukar
menukar data, fakta, maupun ide/gagasan.
Iklim Komunikasi adalah suasana lingkungan atau Komunikasi yang menjadi
faktor penentu berlangsungnya komunikasi terdiri dari empat macam yaitu :
1. Lingkungan fisik menunjukkan bahwa suatu proses komunikasi hanya bisa terjadi
apabila tidak ditemukan rintangan fisik, misalnya geografis
2. Lingkungan sosial budaya menunjukkan faktor social, budaya, ekonomi, dan politik
yang bisa menjadi kendala terjadinya komunikasi, misalnya, bahasa, percakapan, adat
istiadat dan status social
3. Dimensi psikologi adalah pertimbangan kejiwaan yang digunakan dalam
berkomunikasi misalnya, menghindari kritik yang menyinggung perasaan orang lain,
dimensi psikologi ini sering disebut dengan dimensi internal.
4. Dimensi waktu menunjukkan situasi yang tepat untuk melakukan kegiatan
komunikasi, banyak proses komunikasi tertentu karena pertimbangan waktu missal,
karena cuaca atau musim
Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan:
Bagaimana iklim komunikasi yang berlangsung antar umat beragama dalam proses
pelaksanaan syariat islam di Kabupaten Aceh Tenggara
Apa saja faktor pendukung dan penghambat komunikasi antar umat beragama dalam
pelaksanaan syariat Islam di Kabupaten Aceh Tenggara
Pembatasan Masalah
1. Masyarakat yang menjadi objek penelitian adalah masyarakat yang berdomisili di di
Kabupaten Aceh Tenggara yang terpilih sebagai informan penelitian ini bersifat
kualitatif
2. Objek penelitian ini adalah iklim komunikasi antar umat beragama dalam pelaksanaan
syariat Islam di Kabupaten Aceh Tenggara
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. untuk mendeskripsikan iklim komunikasi yang berlangsung antar umat beragama
dalam pelaksanaan syariat Islam
2. Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor pendukung dan penghambat
komunikasi antar umat beragama
Kerangka Teori
Pokok pikiran yang terkandung dalam teori konflik, didasarkan pada asumsi-
asumsi :
1. Setiap masyarakat tunduk pada proses perubahan. Perubahan ada di mana-mana
2. Disensus dan konflik terdapat di mana-mana
3. Setiap unsur masyarakat memberikan sumbangan pada disintegrasi dan perubahan
masyarakat, dan
4. Setiap masyarakat didasarkan pada paksaan beberapa orang anggota terhadap anggota
lain
Dengan demikian konflik merupakan sumber terjadinya perubahan social
(Dahrendrof, 1976) Lewis dan Siade ()1994 : 128-130 menguraikan tiga kawasan paling
problematic dalam komunikasi antar budaya, yaitu kendala bahasa, perbedaan nilai, dan
perbedaan pola perilaku cultural. Secara teoritik, terdapat 3 (tiga) faktor penghambat
dalam jalinan komunikasi antar budaya yaitu etnosentrisme, stereotip dan prasangka.
Etnosentrisme merupakan kecenderungan orang untuk mempertimbangkan
kelompok social mereka sebagai “normal” dan menilai kelompok social orang lain
sebagai “abnormal” atau “interio” (Lewis dan Slide, 1994 : 131), stereotip diberi batasan
sebagai keyakinan yang terlalu digeneralisasi, terlalu disederhanakan atau terlalu dilebih-
lebihkan terhadap suatu kategori atau kelompok orang (Samovar dkk, 1981 : 122),
Prasangka merupakan sikap kaku terhadap suatu kelompok didasarkan pada keyakinan
atau prakonsepsi yang keliru (Samovar dkk, 1981:123).
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis,
metode yang hanya memaparkan situasi dan peristiwa apa adanya, tanpa mencari dan
menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesa atau membuat prediksi (Rokhmat, 1997 :
34) Penelitian deskriptif hanya memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu
individu, keadaan gejala, atau kelompok tertentu. Tujuannya adalah untuk membuat
deskripsi secara sistematis, factual dan akurat mengenai faktor –faktor dan sifat-sifat
populasi atau daerah tertentu.
Kesimpulan.
- Dari hasil penelitian baik berupa wawancara mendalam (Depth Interview) terhadap
tokoh pemerintahan dan pemuka agama (Islam-Kristen) yang dijadikan sebagai
informan, maupun pengamatan langsung dilapangan memberikan jawaban bahwa
iklim komunikasi antar umat beragama dalam pelaksanaan syariat Islam di Kabupaten
Aceh Tenggara relative dinamis. Kehidupan masyarakat yang harmonis hal tersebut
teraplikasi di dalam kehidupan sehari-hari baik sebelum diberlakukan syariat Islam
maupun sesudah diberlakukan syariat Islam tersebut.
- Kelangsungan berkomunikasi di tengah-tengah masyarakat mempergunakan bahasa
dari berbagai etnis yang ada, yang dominan bahasa Alas, Gayo, Tapanuli, dan Karo.
Sementara etnis dan bahasa Aceh sangat relatif sedikit (jarang) pada umumnya
masyarakat disamping menguasai bahasa etnisnya sendiri, juga dapat / bisa
berkomunikasi dengan etnis yang lain.
- Pelaksanaan / penerapan syariat Islam di Kab. Aceh Tenggara tidak berdampak
negatif terhadap kerukunan antar umat beragama, dikarenakan tingkat toleransi dan
solidaritas umat sangat tinggi yang terimplikasi yaitu umat beragama dapat
melaksanakan aktivitas. Kegiatan ajaran agamanya masing-masing yang saling
percaya, maka konflik social, baik bersifat antar etnis maupun yang bersifat antar
agama tidak pernah terjadi, hal ini dapat merupakan nilai plus yang dimiliki oleh
masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara yang perlu dicontoh di tengah kemajemukan
etnis/agama di Negara kesatuan Republik Indonesia ini.
Saran.
Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian tentang iklim Komunikasi
antar umat beragama dalam pelaksanaan syariat Islam Kab. Aceh Tenggara sesuai dengan
kesimpulan di atas adalah :
1. Kondisi iklim Komunikasi yang telah tertata baik/harmonis perlu dipelihara, peran
dan fungsi Tokoh/pemuka agama sangat strategis oleh karenanya pemerintah setempat
mampu dan dapat menyatu dengan para tokoh tersebut, terutama di saat-saat
menerapkan suatu kebijakan/peraturan. Demikian juga para birokrat dapat meminta
bantuan tokoh agama pada pensosialisasian peraturan dan perundangan terhadap
masyarakat, sehingga dapat disampaikan secepat mungkin dan merata.
2. Keistimewaan Aceh dalam bidang agama yang diimplementasikan dengan
pelaksanaan syariat Islam secara Kappah di NAD, hendaknya dilaksanakan dengan
baik, bijak, simpatis, damai, tidak menimbulkan konflik terutama dari agama lain.
Oleh karenanya dalam penerapan syariat Islam dimaksud agar berhati-hati tidak
menimbulkan iklim komunikasi yang tidak baik.
3. Departemen Komunikasi dan Informatika RI dapat mengangkat nilai positif dan
strategis yang dimilki oleh masyarakat majemuk (pluralis) dalam rangka menuju
masyarakat informasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, Al Yasa, (tanpa tahun), Sekilas Syariat Islam di Aceh, Banda Aceh, Dinas
Syariat Islam Provinsi NAD, tt.
Akbar Thalib, 2006, Sanksi dan Denda Tindak Pidana Adat Alas, Kabupaten Aceh
Tenggara, Hasil Musyawarah Adat Alas.
Cangara, Hafied 2005 Cetakan ke-5, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta, Raja
Grafindo Persada.
Effendy, Onong Uchjana, 2000 cetakan ke-3, Dinamika Komunikasi, Bandung, Remaja
Rosdakarya.
Effendy, Onong Uchjana 2001 cetakan ke-14, Komunikasi Teori dan Praktek ,
Bandung, Remaja Rosdakarya.
Ghazali, Adeng Muchtar 2004, Agama dan Keberagaman dalam Konteks Perbandingan
Agama, Bandung, Pustaka Setia.
Hanafi, Abdillah 1984, Memahami Komunikasi Antar manusia, Surabaya, Usaha
Nasional.
Hidaya, Kamaruddin 1998, Agama Untuk Kemanusiaan dalam Andito (ed) atas Nama
Agama, Bandung Pustaka Hidayah.
H. Kamisan, Delis 2009, Peningkatan Kinerja Upaya Pemantapan Visi dan Misi
Majelis Adat Alas untuk Mewujudkan Perdamaian Dalam masyarakat,
Majelis Adat Alas Kab. Aceh Tenggara.
Kahmad, Dadang 2000, Sosiologi Agama, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Lembaga Informasi Nasional 2001, Kerukunan Hidup Umat Beragama, Jakarta, LIN.
Lubis, M.Ridwan, dkk 2001, Pengelolaan Keserasian Sosial Antar Umat Beragama di
Kota Medan, Riset Partisipasi untuk Perumusan Kebijakan dalam Khaeroni,
dkk (ed) Islam dan Hegemoni Sosial, Jakarta, Direktorat Perguruan Tinggi
Agama Islam Dep. Agama RI.
Muhajir, Noeng 1992, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta, Rekasarasin.
Rakhmat, Jalaluddin 1998 cetakan ke-12, Phsikologi Komunikasi, Bandung, Remaja
Rosdakarya.
Sasongko, Haryo 2005, Kerukunan Beragama Daulat Politik dan Kereta Reformasi,
Jakarta, Harapan Baru Raya.
Soehartono, Irawan 1995, Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik Penelitian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung, Remaja
Rosdakarya.
Sunarwinadi, Ilya, Komunikasi Antar Budaya, Jakarta, Pusat Antar Universitas Ilmu-
Ilmu Sosial Universitas Indonesia, tt.
Undang-Undang RI No.18 tahun 2001, Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah
Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Banda
Aceh, Dinas Informasi dan Komunikasi Prov. NAD, 2002.
Widjaya, A. W 1993 cetakan ke-2, Komunikasi-Komunikasi dan Hubungan
Masyarakat, Jakarta, Bumi Aksara.
GAYA HIDUP MASYARAKAT YANG MENGGUNAKAN
TELEPON SELULAR DI KECAMATAN
PADANGSIDIMPUAN SELATAN7
Abstrak
PENDAHULUAN
Perumusan Masalah
1. Bagaimana intensitas penggunaan telepon selular di kalangan masyarakat Kecamatan
Padangsidimpuan Selatan.
2. Tujuan menggunakann telepon selular.
3. Manfaat yang diperoleh menggunakan telepon selular.
4. Berapa biaya yang digunakan telepon seluler setiap bulan.
5. Bagaimana gaya hidup pengguna telepon selular.
Pembatasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini hanya terkait dengan masyarakat
Kecamatan Padangsidimpuan Selatan yang menggunakan telepon selular, yakni yang
berkaiatan dengan intensitas, tujuan dan manfaat dan gaya hidup masyarakat, yang
bertujuan untuk mengetahui tingkat kebutuhan yang semakin meningkat.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui intensitas penggunaan telepon seluler di kalangan maryarakat
Kecamatan Padangsidimpuan Selatan.
2. Untuk mengetahui tujuan menggunakan telepon selular
3. Untuk mengetahui manfaat telepon selular.
4. Untuk mengetahui biaya yang digunakan telepon seluler setiap bulan.
5. Untuk mengetahui gaya hidup masyarakat yang menggunakan telepon selular di
Kecamatan Padangsidimpuan Selatan.
Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian perihal penggunaan
teknologi komunikasi khususnya telepon selular dalam kehidupan sehari-hari.
2. Penelitian ini bermanfaat dalam penerapan teori-teori tentang dampak kehadiran
teknologi komunikasi dan pengaruhnya terhadap gaya hidup masyarakat.
3. Sebagai bahan masukan kepada Departemen Komunikasi dan informatika RI untuk
bahan membuat rumusa dan kebijakan.
4. Sebagai pengembangan ilmu Komunikasi.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif analisis
yang menggambarkan bagaimana Gaya hidup masyarakat yang menggunakan Telepon
Selular di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan.
Lokasi Penelitian.
Lokasi penelitian ini ditetapkan di Kelurahan Kampung Darek dan Kelurahan
Wek VII Kecamatan Padangsidimpuan Selatan di Kota Padangsidimpuan, lokasi
penelitian ini ditetapkan secara Purposif, oleh karena keterbatasan waktu, biaya yang ada.
2. Telepon Selular
Telepon selular pertama kali diperkenalkan oleh lllionis Bell. Alat telekomunikasi
yang ia temukan di tahun 1970-an ini disebut dengan Cellular Radio Telephone dan pada
mulanya bentuknya masih tebal (hampir sebesar batu bata) dan berat. Alat telekomunikasi
ini pada mulanya memakai frekuensi yang masih berdekatan dengan gelombang radio
biasa, sehingga suara yang dikeluarkan sering tumpang tindih atau bahkan hilang sama
sekali. Walaupun masih jauh dari sempurna, namun penemuan ini tetap dianggap
penemuan hebat di zamannya, karena memang nyata-nyata menawarkan sesuatu yang
sangat berbeda dari telepon biasa (Desiyanti, Gadis, 03-12 Agustus 1996:62).
Nama pendek dari Cellular Radio Telephone adalah Cell Phone, yang dalam
bahasa Indonesia dinamakan dengan telepon selular atau disingkat dengan ponsel. Lebih
lanjut lagi, istilah sel yang digunakan di sini merujuk pada daerah yang dicakup oleh satu
menara penerus sinyal. Yang karena bentuknya mirip sarang lebah, maka disebut sistem
selular. Satu sel berjarak radius 1,5 km sampai 56 km dari menara selular. Secara teknis
agar pembicaraan ponsel tidak terputus, biasanya sel-sel itu disusun secara overlap
(bertumpuk) di ujungnya, tidak terpisah atau memiliki jarak. Jika komunikasi dengan
menggunakan teknologi ini terganggu berarti kita berada di tempat yang sulit dicapai oleh
sinyal dari menara selular.
Telepon selular bukan sekedar alat telekomunikasi canggih, namun merupakan
ajang bisnis yang memiliki masa depan cerah di masa mendatang. Anggapan ini tentu
senada dengan sebutan zaman ini dan terutama di rnasa mendatang sebagai zamannya
komunikasi. Eko Setyo Sadewo, General Manager Telkomsel Regional III menegaskan,
bahwa pengembangan telepon selular di Indonesia akan semakin pesat di masa
mendatang. Pengembangan tersebut akan ditempuh dengan penerapan teknologi mutakhir
dan pelayanan kelas dunia (Eksekutif, September 2000:40).
Dari tekad dan usaha nyata pengembangan teknologi telepon selular dari pihak
teknologi dan pelaku bisnis, maka telepon selular yang kita kenal saat ini sudah jauh lebih
canggih dari temuan awal. Generasi terbaru dari telepon selular saat ini dinamakan
dengan PCS (Personal Communications Services) dan beroperasi pada frekuensi yang
lebih tinggi, yakni sekitar 1900 Mhz. Sistim ini mengirimkan sinyal dalam bentuk digital,
sehingga dapat ditransmisikan lebih cepat dengan kualitas suara yang lebih tajam.
Selain peningkatan kemutakhiran teknologi, para teknolog dan pelaku bisnis
telepon selular juga sangat memperhatikan mode agar lebih menarik, sehingga memiliki
prospek pasar yang makin cerah. Telepon selular masa kini misalnya, jauh lebih kecil dan
ringan dari generasi sebelumnya. Selain itu, telepon seluler generasi terbaru juga
dilengkapi dengan layar kristal yang berfungsi untuk memunculkan menu yang kita
inginkan. Penemuan lainnya adalah teknologi yang memungkinkan kita untuk dapat
mengakses internet melalui telepon selular.
Selaras dengan perkembangan jaman yang pesat yang dialami telepon selular,
maka produsen penghasil perangkat teknologi yang semula dianggap ajaib inipun
semakin banyak. Beberapa produsen telepon selular diantaranya adalah ericsson,
motorola, nokia, panasonic, siemens, dan Iainnya. Selain merek dan tipenya, harganyapun
bervariasi yakni Rp. 200.000 hingga Rp. 7.000.000.
3. Gaya Hidup.
Gaya hidup (life style) sudah menjadi istilah yang cukup akrab bagi kita. Istilah
ini sudah sangat sering kita dengar dan bahkan kita ucapkan. Bahkan dalam banyak
penggunaannya, terkesan vulgar, sehingga ada kaIanya memiliki arti yang bergeser
dari pengertian semula.
Istilah gaya hidup sudah sangat akrab dengan teknologi komunikasi, khususnya
telepon selular, Hal ini antara lain disebabkan penampilan seseorang yang menjadi
pengguna telepon selular itu sering berbeda dari masyarakat banyak. Demikian akrab
dan menyatunya penggunaan telepon selular dengan gaya hidup ini, sehingga salah
satu majalah khusus telepon selular bernama "Trend Gaya Hidup Digital SELULAR".
Demikian halnya dengan majalah khusus telepon selular lain seperti TELSET
telematique society - lifestyle - magazine, juga dikaitkan dengan gaya hidup.
Istilah gaya sendiri dapat diartikan cara yang benar dan khusus. Sedangkan
gaya hidup diartikan dengan cara hidup (Ostler, 1987 : 556). Dengan demikian gaya
hidup dapat diartikan sebagai cara hidup yang dianggap benar dan khusus yang
biasanya menjadi milik sekelompok manusia, yang secara implisit berbeda dari
kelompok manusia lain.
Adanya unsur dan sifat khusus (spesifik) dalam konsep gaya hidup ini, karena
istilah tersebut tidak lazim digunakan untuk menginformasikan sesuatu yang
universal, melainkan digunakan untuk menginformasikan sesuatu yang khusus,
sehingga secara implisit bersirat komparasi atau membandingkan. Misalnya, adanya
istilah gaya hidup masa kini secara implisit ingin menginformasikan dua atau lebih
gaya hidup yang berbeda, yakni masa kini dengan masa sebelumnya. Demikian halnya
dengan istilah gaya hidup selebriti, menunjukkan cara hidup yang dianggap benar dan
spesifik bagi kaum elitisme, sehingga terdapat kecenderungan untuk menerapkan cara
hidup yang berbeda dari kaum awam.
Istilah gaya hidup berkaitan erat dengan budaya. Kedua istilah tersebut
mengindikasikan cara hidup yang biasa dijalani dan diterapkan sehingga merupakan
kebiasaan sekaligus ciri tersendiri. Adanya istilah budaya pop, misalnya digunakan untuk
menginformasikan budaya yang dominan ( James Lull, 1998 : 85).
Jika kita mengikuti jalur berfikir James Lull di atas dapat dikemukakan bahwa
gaya hidup memiliki cakupan luas, yakni meliputi seluruh sisi kehidupan seseorang. Jika
dilihat dari segi aspek, maka gaya hidup itu meliputi aspek ekonomi, politik, kehidupan
keluarga, kehidupan sosial, dan lain-lain. Gaya hidup juga mencakup pola konsumsi,
dengan demikian istilah ini sering dihubungkan dengan dunia mode sehingga
mengindikasikan kecenderungan memiliki dan menerapkan sesuatu yang spesifik dalam
rangka identitas diri.
1. Perubahan Kognitif
Perubahan yang berkaitan dengan pikiran, nalar atau rasio. Dengan pengaruh ini
diharapkan komunikan yang semula tidak mengerti menjadi mengerti, yang semula
tidak tahu membedakan mana yang salah atau benar menjadi tahu.
2. Perubahan Afektif
Perubahan yang berhubungan dengan perasaan, misalnya yang semula tidak
menyenangi sesuatu hal menjadi menyenangi, yang semula kecewa menjadi tidak
kecewa.
3. Perubahan Behavioral
Perubahan itikad untuk berperilaku tertentu dalam arti karena melakukan suatu
tindakan atau kegiatan yang bersifat fisik atau jasmani. Perubahan sikap/behavioral
dalam penelitian ini adalah : perubahan gaya hidup masyarakat setelah menggunakan
telepon selular
HASIL DATA DAN PEMBAHASAN
Tabel 2
Suku bangsa responden
No Suku bangsa responden f %
1 Batak 40 66,67
2 Jawa 14 23,33
3 Melayu - -
4 Minang 6 10
5 Aceh - -
6 Bugis - -
7 Nias - -
8 Lainnya sebutkan… - -
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 2 tersebut diatas dapat dilihat bahwa suku bangsa responden adalah
suku Batak sebanyak 40 orang atau 66,67 %, suku jawa sebanyak 14 orang atau 23,33 %,
dan suku minang sebanyak 6 orang atau 10 %, sedangkan suku melayu, aceh, bugis, nias
dan lainnya tidak ada sama sekali, dari hasil analisa dan pengetahuan peneliti bahwa suku
masyarakat di Padangsidimpuan adalah mayoritas batak dan Padangsidimpuan adalah
tanah batak.
Tabel 3
Pekerjaan responden
No Pekerjaan responden f %
1 PNS/ABRI 10 16,67
2 Pegawai swasta 6 10
3 Wira swasta 28 46,67
4 Pensiunan - -
5 Pedagang - -
6 Petani/nelayan - -
7 Buruh/tukang - -
8 Ibu rumah tangga 2 3,33
9 Pelajar/siswa 12 20
10 Tidak bekerja 2 3,33
11 Lainnya sebutkan…. - -
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa pekerjaan responden adalah PNS/ABRI
sebanyak 10 orang atau 16,67%, pegawai swasta sebanyak 6 orang atau 10%, dan
wiraswasta sebanyak 28 orang atau 46,67%, sedangkan ibu rumah tangga ada 2 orang
atau 3,33%, dan pelajar /siswa ada 12 orang atau sebanyak 20%, lalu yang tidak bekerja
ada 2 orang atau 3,33%. Sedangkan pensiunan, pedagang, petani/nelayan, buruh/tukang
tidak ada sama sekali, menunjukkan bahwa masyarakat padangsidimpuan masih
produktip sebagai pekerja dan masih membutuhkan pekerjaan dan untuk belanja keluarga
sehari-hari.
Tabel 4
Kemiliki telepon selular sendiri
No Alternatif jawaban f %
1 Memiliki sendiri 55 91,67
2 Milik orang tua/keluarga 5 8,33
3 Kawan - -
4 Lainnya … - -
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa kepemilikan telepon selular responden
adalah milik sendiri ada 55 orang atau sebanyak 91,67%, dan milik orang tua ada 5 orang
atau 8,33%, sadangkan untuk milik kawan tidak ada. Dari analisis peneliti bahwa
kebanyakan memiliki sendiri, karena sangat tidak mungkin selamanya kita selalu
meminjam milik orang lain, karena jaman sekarang ini telepon selular bukan lagi barang
mewah, tetapi sudah merupakan barang biasa, sedangkan yang milik keluarga sangan
minim sekali.
Tabel 5
Jumlah telepon di rumah Responden
Dari tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa seberapa banyak telepon selular responden
dirumah saat ini adalah 1 buah ada 18 atau 30%, dan 2 buah ada 24 orang atau 40%,
sedangkan 3 buah ada 3 orang atau 5%, dan untuk diatas 3 buah ada 15 orang atau 25%.
dari analisis peneliti bahwa telepon selular dalam rumah tangga lebih dominan 2 (dua)
buah, karena kepemilikan keluarga ini sangat membutuhkan, dan bukan barang mewah,
sehingga diantara masyarakat membeli telepon selular sangat murah sekali.
Tabel 6
Lamanya Telepon Selular aktif Dalam 24 jam
No. Keadaan aktif selama 24 jam f %
1 Dibawah 10 jam 7 11,67
2 10 – 15 jam 4 6,66
3 Diatasa 15 jam 49 81,67
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa frekuensi telepon selular responden saat
akif selama 24 jam adalah dibawah 10 jam ada 7 orang atau 11,67%, dan memakai antara
10-15 jam ada 4 orang atau 6,66%, dan di atas 15 jam ada 49 orang atau 81,67%. Diantara
responden yang memakai diatas 15 jam karena diantara mereka adalah pegawai negeri,
namun ada juga pegawai swasta, hal ini sangat pantas seorang pegwai menghidupkan Hp
diatas 15 jam sedangkan lainnya adalah pelajar, sehingga pada jam belajar mereka tetap
mematikan hp nya juga pada waktu malam.
Tabel 7
Berap biaya rata-rata setiap bulan
No Biaya pekmakaian setiap bulan f %
1 Dibawah Rp50.000,- 19 31,67
2 Rp50.000 – Rp100.000,- 26 43,33
3 Rp100.000,- -Rp150.000,- 9 15
4 Rp150.000,- -Rp 200.000,- 5 8,33
5 Diatas Rp200.000,- 1 1,67
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa biaya telepon selular responden setiap
bulan adalah dibawah Rp. 50.000 ada 19 orang atau 31,67 %,antara Rp.50.000 –
Rp.100,000 ada 26 orang atau 43,33%, dan antara Rp.100.000 – Rp.150,000 ada 9 orang
atau 15%, lalu antara Rp.150,000 – Rp.200.000 ada 5 orang atau 8,33%, dan untuk diatas
Rp.200,000 ada 1 orang atau 1,67%. Diantara responden yang menghabiskan biaya antara
Rp50.000 sampai dengan Rp100.000,- karena responden kebanyakan pegawai sehingga
membutuhkan komunikasi dengan kawan kerja dan juga keluarga, ini sangat relepan.
Tabel 8
Pengetahuan Layanan internet telepon selular responden
No Kemiliki layanan fasilitas internet f %
1 Tidak ada 43 71,67
2 Tidak tahu 2 3,33
3 Ada 15 25
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 8 diatas dapat dilihat bahwa layanan fasilitas mengakses internet pada
telepon selular responden adalah yang tidak ada, ada 43 orang atau 71,67%, yang tidak
tahu ada 2 orang atau 3,33%, dan yang ada, ada 15 orang atau 25%. Diantara responden
telepon selularnya yang menggunakan fasilitas Internet hanya 15 orang ini sudah
kemungkinan PNS atau Pegawai swasta yang mempunyai jabatan, sedangakan lainnya
tidak ada, dan ada diantara responden tidak mengetahui apakan telepon selularnya
memakai fasilitas Internet.
Tabel 9
Penggunaan fasilitas internet oleh responden
Penggunaan fasilitas layanan
No F %
mengakses internet
1 Tidak pernah 8 53,34
2 Jarang 3 20
3 Sering 2 13,33
4 Sangat sering 2 13,33
Jumlah 15 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 9 diatas dapat dilihat bahwa penggunaan fasilitas mengakses internet
pada telepon selular response adalah, yang tidak pernah ada 8 orang atau 53,34%, dan
yang jarang ada 7 orang atau 20%, lalu yang sering ada 2 atau 13,33%, dan yang sangat
sering ada 2 orang atau 13,33%, dari jumlah responden telepon selulernya yang memakai
fasilitas internet ada 8 orang tidak pernah memakai sama sekali, sedangkan lainnya ada
yang memang jarang digunakan dan ada yang mengaku sering dan sangat sering
digunakan, mereka ini mencari informasi yang belum mereka dapatkan dari media
lainnya.
Tabel 10
Sejak menggunakan telepon selular, apakah teman atau sahabat dan pergaulan responden
bertambah
Pergaulan anda setelah memiliki
No f %
telepon selular
1 Biasa saja 20 33,33
2 Berkurang 6 10
3 Bertambah 34 56,67
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 10 diatas dapat dilihat bahwa apakah sejak menggunakan talepon
selular teman atau sahabat dan pergaulan responden bertambah adalah yang biasa saja ada
20 orang atau 33,33%, an yang berkurang ada 6 orang atau 10%, dan untuk yang
bertambah ada 34 orang atau 56,67%. Memang sangat wajar kalau kita sering
berkomunikasi dengan sahabat kerabat keluarga kekeluargaan sudah pasti bertambah.
Tabel 11
Reaksi teman responden yang tidak memiliki telepon selular
Reaksi teman anda yang tidak
No f %
memiliki telepon selular
1 Tidak tahu 10 16,67
2 Kurang simpati 4 6,67
3 Biasa saja 43 71,66
4 Semakin akrab 3 5
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 11 diatas dapat dilihat bahwa reaksi teman responden yang tidak
memilki telepon selular adalah tidak tahu ada 10 orang atau 16,67%,dan yang kurang
simpati asa 4 orang atau 6,67%,lalu yang biasa saja ada 43 orang atau 71,66%, dan yang
semakin akrab ada 3 orang atau 5%. Naum diantara kerabat kita yang tidak memiliki
telepon selular menilai bermacam-macang ada yang menilai kurang simpati, mungkin kita
terlalu bangga punya benda tersebut, namum lebih dominan biasa-biasa saja, namun ada
yang semakin akrab.
Tabel 12
Kegiatan hubungan komunikasi tatap muka responden bertambah atau berkurang sejak
memiliki telepon selular
Hubungan komunikasi tatap
No f %
muka dengan keluarga .
1 Tidak tahu 6 10
2 Berkurang 5 8,33
3 Biasa saja 34 56,67
4 Bertambah 15 25
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 12 diatas dapat dilihat bahwa kegiatan hubungan komunikasi tatap
muka responden bertambah atau berkurang sejak memiliki telepon selular adalah yang
tidak tahu ada 6 orang atau 10%,dan yang berkurang ada 5 orang atau 8,33%, dan yang
biasa saja ada 34 orang atau 56,67%, lalu yang bertambah ada 15 orang atau 25%, setelah
memiliki telepon selular kebanyakan bertambah sering berkomunikasi tatap muka, karena
mereka bisa berjanji dimana ketemu.
Tabel 13
Pengaruh penggunaan telepon selular terhadap pekerjaan sehari-hari responden
No Pengaruh penggunaan telepon f %
selular terhadap pekerjaan
1 Tidak tahu 19 31,67
2 Tidak berpengaruh 14 23,33
3 Berpengaruh 20 33,33
4 Sangat berpengaruh 7 11,67
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 55 diatas dapat dilihat bahwa pengaruh penggunaan telepon selular
terhadap pekerjaan sehari-hari responden adalah yang tidak tahu ada 19 orang atau
31,67%, dan yang tidak berpengaruh ada 14 orang atau 23,33%, lalu yang berpengaruh
ada 20 orang atau 33,33%, dan yang sangat berpengaruh ada 7 orang atau 11,67%, setelah
memiliki telepon selular sangat berpengaruh terhadap pekerjaan sehari-hari, ada yang
positif pekerjaan di kantor bertambah banyak, dan sering dipanggil lembur, kadang-
kadang keluarga memanggil tidak terelakkan, dari segi negatif sedang kita bekerja ada
saja kawan-kawan yang mengganggu, bercanda mengajak keluar dengan segala macam
dalih terpaksa juga kita sekali-sekali meninggalkan pekerjaan.
C. Pembahasan.
Dari hasil penelitian tersebut diatas nampaknya bahwa kebanyakan memiliki
sendiri telepon selular sendiri, tapi masih ada sebahagian kecil milik bersama (keluarga)
karena jaman sekaran ini telepon selular bukan lagi barang mewah, tetapi sudah
merupakan barang biasa, karena harganya sudah cukup murah (terjangkau), karena
murahnya harga telepon selular ada diantar responden memiliki telepon selular 2 buah
dan diatas 3 buah didalam rumah tanggan ada yang menyatakan 15 responden yang
dimiliki tersebut adalah berbagai merek dan tife dan mereka sangat mebutuhkan telepon
selular ini karena cepet dan tepat bisa berkomunikasi dengan keluarga, boleh dikatakan
tidak terlepas dari badannya mereka dan juga memiliki telepon kabel dirumah mereka
dan diantara responden lamanya memiliki tetepon selular yang paling banyak diatas 3
tahun, yang memiliki ini mayoritas juga adalah pegawai PNS dan Swasta. Diantara
responden sangat banyak memanfaatkan layanan SMS dan hanya 1 orang yang tidak
pernah memanfaatkannya, setelah memiliki telepon selular pergaulan atau persahabatan
semakin bertambah dan diantara responden telepon selularnya hidup dengan berpariasi
ada dibawah 10 jam dan ada diatas 15 jam. Diantara responden ada yang menghabiskan
biaya antara dibawah Rp 50.000,- sampai Rp 100.000,- karena responden kebanyakan
pegawai sehingga membutuhkan komunikasi dengan sejawat, telepon selular responden
juga sudah ada yang memiliki pasilitas Internet dan diantara mereka ada yang selalu
memanfaatkannya hal ini dimiliki diantara PNS dan wira swasta, dan juga banyak
diantara responden menggunakan layanan SMS dengan kekerabat dan keluarga, juga
masyarakat ada yang menggunakan fasilitas bluthoot, dan masih banyak diantara
masyarakat tidak mengerti dalam menggunakannya fasilitas bluthoot tersebut, bagi
responden yang memiliki telepon selular yang mempunyai radio masih banyak yang
menggunakannya, karena masyarakat masih butuh informasi dan hiburan, sehingga pada
saat -saat tertentu dimana saja mereka dapat membuka siaran radio yang mereka senangi,
juga telepon selular yang mempunyai fasilitas MP3 mereka selalu memanfaatkannya
karena tidak terlalu sulit untuk memanfaatkannya, hal ini bisa mereka mendapat hiburan
dimana saja, tapi pada umumny yang memanfaatkan fasilitas ini mayoritas adalah kaulah
muda yakni pelajar dan mahasiswa, juga pemakain 3G mayoritas adalah kaulah muda
pelajar dan mahasiswa itupun jarang mereka pergunakan,... bagi responden selalu
menukar telepon selularnya karena melihat lebih bagus dan menarik, dan sudah bosan
melihat yang lama, dan pada umumnya mereka mengganti ke yang lebih baik, adapun
pergaulan mereka semakin baik, baik kekerabatan juga kekeluargaan, namun tidak
dipungkiri ada yang tambah jauh dan ada yang biasa-biasa saja.
PENUTUP
A. Kesimpulan.
1. Masyarakat Kecamatan Padangsidimpuan Selatan pengguna telepon selular cukup
tinggi (bahkan ada yang memiliki 3 buah telepon selular). Mereka terdiri dari berbagai
kedudukan, seperti pelajar dan mahasiswa, ibu rumah tangga, pegawai swasta juga
pegawai negeri sipil.
2. Masyarakat kota Padangsidimpuan memiliki telepon selular bertujuan untuk
memudahkan berkomunikasi dengan masyarakat, sanak famili, teman sejawat di
kantor maupun rekan, relasi bisnis dan lainnya.
3. Manfaat yang mereka rasakan adalah semakin mudah dan cepatnya hubungan
komunikasi dapat dilakukan kepada orang lain, sehingga dapat meningkatkan
pendapatan, kesejahteraan maupun proses penyampaian berita dan persaudaraan
sesamanya.
4. Gaya hidup masyarakat yang cukup maju (kawasan bisnis, perkantoran dan pusat
pendidikan) meningkatkan penggunaan telepon seluler (ada yang memiliki sampai 3
buah telepon selular) dan mengikuti perkembangan setiap munculnya model baru.
5. Jumlah biaya terhadap penggunaan telepon seluler cukup berpariasi, namun dapat
disimpulkan cukup besar dilihat dari profesi para penggunanya.
B. SARAN-SARAN.
1. Diharapkan kepada masyarakat supaya hidup sederhana dan menyesuaikan
pengeluaran biaya telepon seluler dengan kemampuannya.
2. Penggunaan telepon harus benar-benar bermanfaat dan berpotensi terhadap
peningkatan taraf hidupnya, di samping itu diharapkan tidak merusak hubungan
keluarga, rumah tangga dan sebagainya.
3. Diharapkan kepada masyarakat supaya mengurangi penggunaan telepon selular pada
waktu jam sibuk, gunakan SMS untuk mengurangi pemakaian pulsa.
4. Diharapkan kepada masyarakat setelah memiliki telepon selular tetap menjaga atau
memelihara kerukunan dan kekompakan diantara berkeluarga dan bermasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Abstrak
*
Penulis adalah Peneliti Muda Pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI)
Medan
Akibat berbedanya nama instansi yang berkaitan dengan penyaluran informasi,
maka mungkin saja berbeda sistem informasi pemerintah antara satu daerah dengan
daerah lain dan pada saat ini sistem informasi di pemerintah masih mencari pola/model
yang lebih relefan dan efektif untuk kelancaran pelaksanaan pembangunan yang sedang
dilaksanakan. Dari hasil survey membuktikan bahwa ada dua instansi/organisasi yang
menyangkut dengan penanganan penyaluran informasi di Kota Pekanbaru yaitu Kantor
Informasi & Komunikasi Pemerintah dibawah Dinas Perhubungan dan sub bagian
Hubungan Masyarakat (Humas) di bawah Pemerintah Kota Pekanbaru. Kantor Informasi
dan Komunikasi adalah lembaga hasil peleburan kantor departemen penerangan pada
masa orde baru sebelum otonomi daerah sedangkan humas di bawah sekretaris daerah
pada Kantor Walikota dan sudah ada sebelum otonomi daerah yang struktur organisasinya
berada di bagian sekretaris daerah.
Ada perbedaan tugas antara humas dengan Kandep Penerangan menyampaikan
informasi yang bersumber dari pemerintah pusat dan kemudian dilanjutkan ke Jupen
Kecamatan sebagai ujung tombak juru penerangan (jupen) demikian juga Departemen
lain menyampaikan informasi dengan melalui petugas penyuluh lapangan (PPL) dari
masing-masing instansi. Sedangkan humas yaitu menyampaikan informasi yang
bersumber dari pemerintah daerah disampaikan kepada masyarakat dengan cara yang
selalu disebut persrelis yang disampaikan melalui media massa.
Suatu model atau sistem informasi pemerintah mempunyai peran yang penting
untuk mensukseskan pembangunan di suatu daerah sistem informasi yang baik dapat
menciptakan ke satuan gerak dan langkah antara lembaga/dinas untuk mencapai tujuan
jika sistem informasi antara lembaga/dinas tidak berjalan baik, maka dimungkinkan
terjadinya tumpang tindih kegiatan bahkan bisa terjadi kegiatan yang saling bertantangan
antara satu dengan yang lainnya. Sistem informasi yang baik memungkinkan kegiatan
yang dilakukan pemerintah dapat direspon oleh masyarakat sehingga dapat meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dirumuskan permasalahan penelitian yaitu
bagaimana pelekasanaan sistem penyampaian informasi pada daerah otonomi di
Pemerintahan Kota Pekanbaru.
C. Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
b. Instansi/Lembaga mana yang bertugas/mempunyai tugas pokok dalam penyampaian
informasi kebijakan Pemerintah Kota Pekanbaru.
c. Materi informasi apa saja yang disampaikan kepada masyarakat.
d. Metode dan media apa saja yang digunakan dalam menyampaikan informasi kepada
masyarakat.
E. Landasan Teori
1. Pengertian Sistem Informasi
Berbagai pengertian tentang sistem informasi dikemukakan dalam berbagai buku
untuk menggambarkan pengertian mengenai sistem informasi diantaranya ditulis oleh
Alter (1992) bahwa Sistem Informasi adalah kombinasi antara prosedur kerja, informasi,
orang dan tehnologi informasi yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan dalam sebuah
organisasi. Bodnar dan Hopwood (1993) mendifinisikan sistem informasi adalah
kumpulan perangkat keras dan perangkat lunak yang dirancang untuk
mentransformasikan data ke dalam bentuk informasi yang berguna. Gelinas, Oram dan
Wiggins (1990) mendifinisikan sistem informasi adalah suatu sistem buatan manusia
yang secara umum terdiri atas sekumpulan komponen berbasis komputer dan manual
yang dibuat untuk menghimpun, menyimpan dan mengelola data serta menyediakan
informasi keluaran kepada pemakai. Hall (2001) mendifinisikan sistem informasi sebagai
sebuah rangkaian prosedur formal dimana data dikelompokkan, diproses menjadi
informasi dan didistribusikan kepada pemakai.
Dari berbagai difinisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem informasi
mencakup sejumlah komponen (manusia, tehnologi informasi dan prosedur kerja) berupa
masukan (input), ada proses (data menjadi informasi) dan dimaksudkan untuk mencapai
suatu sasaran atau tujuan (output).
2. Otonomi Daerah
Untuk melaksanakan kebijakan desentralisasi dibentuk daerah otonom. Menurut
UU No. 22 Tahun 1999, daerah otonomi merupakan ”kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat
sering disebut otonomi daerah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa daerah otonom
adalah daerah yang memiliki otonomi daerah.
Kaho (1987) memaparkan ciri-ciri Daerah Otonom sebagai berikut :
G. Adanya urusan-urusan tertentu yang diserahkan oleh pemerintah pusat atau daerah
untuk diatur dan diurusnya dalam batas-batas wilayahnya.
H. Pengaturan dan pengurusan urusan-urusan tersebut dilakukan atas inisiatif sendiri dan
didasarkan pada kebijaksanaan sendiri pula.
I. Adanya alat-alat perlengkapan atau organ-organ atau apatur sendiri.
J. Pengaturan urusan-urusan tersebut masyarakat daerah perlu memiliki sumber-sumber
pendapatan/keuangan sendiri.
3. Teori Sistem
Setiap sistem merupakan tempat memproses, mengolah, mengubah, atau
menstransformasikan bahan-bahan yang disebut masukan (input) menjadi suatu hasil
kerja yang bisa disebut keluaran (output) (Shrode dan Voich, 1974 : 128). Proses
transformasi sistem ini sering dilukiskan organ dengan mempergunakan model masukan-
keluaran (input-output). Model masukan keluaran ini biasa disebut juga dengan model
kotak hitam (black-box model). Model adalah gambaran mengenai sesuatu realitas untuk
menggambarkan bagaimana suatu itu tampaknya atau bagaimana bekerjanya guna
memudahkan memahami dan atau mengkajinya. Istilah kotak hitam disini dipergunakan
untuk memudahkan memahami dan atau mengkajinya. Istilah kotak hitam disini
dipergunakan untuk menunjukkan bahwa isiyang terkandung di dalam satuan (unit)
pemroses (transformasi) atau jelasnya sistem itu tidak diketahui, jadi seperti kotak hitam
(Tatang M. Arifin, 2002 : 38). Model kotak hitam itu digambarkan atau dilukiskan orang-
orang bermacam-macam. Konsep dasarnya :
1. Input
Dari sisi masukan (input), yang bisa dijadikan indikator untuk mengetahui
masukan pelaksanaan sistem informasi di humas dan Kantor infokom adalah :
1) Memiliki tugas dan sasaran yang jelas. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kebijakan,
tugas dan sasaran yang akan dicapai Humas dan kantor infokom.
2) Sumberdaya yang tersedia dan siap. Sumberdaya sangat strategis bagi keberhasilan
pelaksanaan tugas humas dan infokom, sejauh mana kesiapan sumberdaya baik
sumberdaya manusia (yang mencakup jumlah dan kualitas) maupun sumber dana
selebihnya seperti keuangan, peralatan perlengkapan dan sebagainya.
3) Staf yang kompeten dan komitmen tinggi. Staf yang kompeten merupakan pra sarat
mutlak dalam pelaksanaan tugas humas dan infokom. Kompetensi ini dapat
ditunjukkan dengan kesesuaian tingkat dan latar belakang pendidikan, kemampuan
melaksanakan tugas, dan kedisiplinan dalam melaksanakan tugas.
2. Proses
Dari sisi proses di Humas dan Kantor infokom yang bisa dijadikan indikator
terjadinya proses pelaksanaan sistem informasi adalah :
1) Pelaksanaan proses tugas penyampaian informasi ditandai oleh : Kepemimpinan
lembaga yang kuat, dalam arti kepemimpinan yang kuat dalam mengkoordinasikan,
menggerakkan sumber daya manusia dilingkungan humas dan infokom serta
menyerasikan semua sumberdaya yang ada pada satu tujuan yang sama.
2) Kerja sama yang kompak dan cerdas serta dinamis, yang ditandai komunikasi yang
baik dan harmonis antara humas, infokom dan satuan unit kerja di pemerintahan, kerja
sama yang didasari oleh saling pengertian dan kesediaan menerima perbedaan
pendapat.
3) Partisipasi yang tinggi dari unit kerja di pemerintah daerah. Dalam hal ini dapat
diamati dari : keikutsertaan unit kerja di Pemda dalam berbgai aktifitas pelaksanaan
tugas Humas dan Infokom.
3. Out-put
Setiap proses pelaksanaan sistem informasi selalu diharapkan adanya keluaran
atau hasil berupa kinerja pelaksanaan sistem informasi. Indikator terjadinya kinerja
pelaksanaan informasi tersebut adalah informasi yang disampaikan oleh humas dan
infokom dapat diterima.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian kualitatif yaitu dengan
mengumpulkan dan menggali data kemudian ditabulasi dan dianalisa secara diskriptif.
5. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pemerintahan Kota Pekanbaru pada Sub Bagian
Hubungan Masyarakat dan Protokol sebagai lembaga yang secara khusus menangani
dan menyampaikan informasi kepada masyarakat
6. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian untuk memperoleh data dengan melalui :
a. Library Research (Penelitian Kepustakaan) yaitu dengan mengumpulkan data
dengan melalui buku-buku maupun terbitan Pemko Pekanbaru yaitu peneliti
berusaha untuk memperoleh data dan informasi yang berhubungan dengan sistem
informasi, yang dijadikan sebagai landasan teoritis dan data pendukung dalam
penelitian ini.
b. Field Research (Penelitian Lapangan)
Dalam rangka mengumpulkan atau menghimpun data dengan cara mengadakan
wawancara dan melalui penyebaran kuesioner kepada responden yang telah
ditentukan secara fuspasitife, yaitu yang mempunyai tugas pokok sebagai
penyalur informasi kebijakan Pemerintah Kota Pekanbaru kepada masyarakat
dalam hal ini adalah semua karyawan Bagian Hubungan Masyarakat dan protokol
pada Pemerintah Kota Pekanbaru sebanyak 25 orang sebagai responden.
7. Tehnik Analisa Data
Adapun yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian analisis kualitatif
didukung dengan data kualitatif yang diperoleh melalui pengamatan/wawancara.
Kemudian data yang diperoleh melalui kuesioner di edit dan ditabulasi dan dipersentase
dan dipaparkan untuk selanjutnya disimpulkan.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan tentang sistem informasi publik pada
otonomi daerah di Kota Pekanbaru dapat diuraikan sesuai dengan tabel dibawah ini.
A. Penyampaian informasi
Pada pemerintahan Kota Pekanbaru ada beberapa bidang / instansi yang
menyampaikan informasi sebagaimana yang tertera pada tabel berikut ini.
Tabel 1.
Penyampai Layanan Informasi Kepada Masyarakat
No. Uraian F %
1. Infokom 7 28
2. Hubungan Masyarakat 16 64
3. Pengolahan Data Elektronik 2 8
4. Lainnya sesuai bidangnya - -
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa yang bertugas dalam
menyampaikan informasi kepada masyarakat adalah instansi Pemerintah Pemko bidang
hubungan masyarakat sebanyak 16 F atau 64%, sedangkan yang informasi dan
komunikasi 7 F atau 28%, sedangkan yang menjawab pengolahan data elektronik yang
menyampaikan informasi kepada masyarakat hanya 2 F atau 8%.
Maka untuk selanjutnya dapat diketahui tentang yang menyampaikan informasi
pada pemerintah Kota Pekanbaru sebagaimana yang tertera pada tabel berikut ini.
Tabel 2.
Penyampai Informasi Tentang Kegiatan Pemerintah Pada Masyarakat
No. Uraian F %
1. Hubungan Masyarakat 16 51,61
2. Instansi Terkait 10 32,25
3. Petugas Lainnya 5 16,14
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Dari tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa yang menyampaikan informasi
tentang kegiatan Pemerintah Kota Pekanbaru adalah yang menjawab Humas sebanyak 16
F atau 51,61%, sedangkan yang menjawab instansi terkait sebanyak 10 F atau 32,25%
dari yang menjawab petugas lainnya 5 F atau 16,14%.
Dari jawab responden dapat diketahui bahwa Humaslah yang bertugas untuk
menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang kegiatan Pemerintah Kota
Pekanbaru, maka Humaslah sebagai corong pemerintah Kota Pekanbaru dalam setiap
penyampaian informasi kegiatan Pemerintah Kota Pekanbaru. Demikian uraian tentang
yang berhak menyampaikan informasi selanjutnya akan diutarakan tentang bagaimana
Humas menyampaikan informasi kepada masyarakat melalui media.
Tabel 3.
Caranya Humas Menyampaikan Informasi Melalui Media
No. Uraian F %
1. Mengundang Wartawan 21 84
2. Mengirim Berita ke Media 2 8
3. Mengadakan Dialog Interaktif 2 8
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Adapun cara atau metode Humas menyampaikan informasi melalui media adalah
sebagaimana yang tertera dalam tabel tersebut di atas yaitu dengan cara bahwa setiap ada
acara kegiatan Pemko atau informasi yang hendak disampaikan kepada masyarakat pihak
Humas mengundang wartawan dari berbagai media apakah media elektronik maupun
media cetak yaitu sebesar 21 F yang menjawab mengundang wartawan atau 84%. Adapun
yang menjawab cara menyampaikan informasi itu mengirim berita ke redaksi media dan
ada juga yang menjawab dengan cara mengadakan dialog interaktif masing-masing 2 F
atau 8%. Demikian sistem atau cara Humas dalam menyampaikan informasi melalui
media baik media cetak maupun media elektronik.
B. Materi Informasi
Adapun materi informasi yang disampaikan adalah berpariasi sesuai dengan
bidangnya masing-masing sebagaimana yang tertera dalam tabel berikut ini :
Tabel 4.
Materi Informasi Yang Disampaikan
No. Uraian F %
1. Politik dan Keamanan 5 20
2. Kesejahteraan Masyarakat 10 40
3. Ekonomi dan Keuangan 5 20
4. Kegiatan Pemko Pekanbaru 5 20
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Humas Pemko Kota Pekanbaru sebagai corong pemerintah kota menyampaikan
informasi dengan berbagai jenis informasi. Adapun materi informasi Kesra sebanyak 10 F
atau 40% sedangkan Politik dan Keamanan 5 F atau 20% sedangkan Ekonomi sebanyak 5
F atau 20% dan kegiatan Pemko Pekanbaru sebanyak 5 F atau 10%. Maka dari penjelasan
di atas dapat diketahui bahwa materi informasi yang disalurkan adalah bidang Kesra,
Politik dan Keamanan, Ekonomi disamping itu juga yang dipublikasikan oleh Humas
adalah kegiatan-kegiatan Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru ini materi-materi informasi
yang disampaikan kepada masyarakat dengan melalui media cetak dan elektronik yang
ada pada daerah tersebut.
Tabel 5.
Bentuk Kegiatan Pemerintah Kota
No. Uraian F %
1. Kunjungan Kerja 2 40
2. Peresmian / Pelantikan 1 20
3. Peraturan Pemerintah Daerah 2 40
Jumlah 5 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Pada tabel ini menguraikan bahwa materi informasi yang disampaikan kepada
masyarakat disamping Politik Keamanan, Ekonomi dan Keuangan, Kesejahteraan Rakyat
(Kesra) juga kegiatan Pemko Kota Pekanbaru termasuk sebagai materi dan informasi
yang disiarkan oleh Humas yaitu yang berbentuk kegiatan Pemko Pekanbaru yang berua
kunjungan kerja Pemko Pekanbaru sebanyak 2 F atau 40% kemudian Peraturan
Pemerintah Daerah juga sebesar 2 F atau 40% sedangkan peresmian / pelantikan hanya 1
F yang menjawab atau 20%. Maka dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan
Pemko Pekanbaru juga merupakan materi informasi meskipun peresmian / pelantikan
mendapat yang terkecil namun juga dipublikan kepada khalayak. Maka pada tabel berikut
ini akan dipaparkan tentang materi yang paling banyak disampaikan kepada masyarakat
sebagai berikut :
Tabel 6.
Materi Informasi Yang Paling Dominan
No. Uraian F %
1. Polhukam 5 20
2. Kesra 10 40
3. Ekuin 5 20
4. Kegiatan Pemko 5 20
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Adapun materi informasi yang disajikan sesuai dengan tabel tersebut di atas
adalah bidang Kesra sebanyak 10 F sedangkan materi informasi yang berupa politik dan
keamanan, ekonomi dan keuangan kegiatan Pemerintah Kota Pekanbaru masing-masing
hanya memperoleh 5 F atau 20% masing-masingnya. Maka dengan demikian dapat
diketahui bahwa materi informasi yang paling banyak adalah informasi tentang
kesejahteraan masyarakat (Kesra) hal ini mungkin yang dianggap perlu oleh Humas untuk
disampaikan kepada masyarakat karena sesuai dengan tujuan negara RI adalah antara lain
untuk mensejahterakan rakyat. Dengan demikian uraian tentang materi yang paling
banyak disajikan kepada masyarakat khususnya kepada masyarakat Kota Pekanbaru.
C. Metode Penyampaian Informasi
Dalam penyampaian informasi publik Humas mempunyai metode tersendiri
sebagaimana tersebut dalam tabel berikut ini.
Tabel 7.
Metode Utama Yang Digunakan Dalam Penyampaian Informasi
No. Uraian F %
1. Dialog Interaktif 7 28
2. Pertemuan Rapat Rutin 4 16
3. Mengadakan Pengumpulan Massa 4 16
4. Mengundang Wartawan Dari Masing- 10 40
masing Media
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Dalam penyampaian informasi Humas menggunakan beberapa metode seperti
mengundang wartawan yaitu sebanyak 10 F atau 40% maksudnya setiap ada informasi
yang ingin dipublikasikan Humas memanggil wartawan dari berbagai media apakah
media cetak media elektronik semacam pers rikas yang menjadi sumber informasi yang
membri keterangan adalah Humas pemerintah daerah Kota Pekanbaru disamping itu
mengadakan dialog interaktif 7 F atau 28% yaitu pihak Humas mengadakan penyampaian
informasi melalui media elektronik dengan menggunakan cara / metode dialog interaktif.
Adapun cara atau metode dengan melalui mengadakan rapat / pertemuan atau
pengumpulan masa masing-masing sebanyak 4 F atau 16%. Jadi dalam penyampaian
informasi adakalanya di tengah-tengah keramaian dengan melalui pengumuman-
pengumuman.
Tabel 8.
Metode Tambahan Yang Digunakan Dalam Penyampaian Informasi
No. Uraian F %
1. Tokoh Formal 8 32
2. Tokoh Agama 10 40
3. Tokoh Krismetik 5 20
4. Pengumuman di rumah ibadah 2 8
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Tabel di atas menjelaskan tentang metode yang digunakan disamping metode
yang tersebut pada tabel sebelumnya, metode ini dengan memanfaatkan tokoh agama
sebanyak 10 F atau 40%. Adapun melalui tokoh formal sebanyak 8 F atau 32% dengan
melalui tokoh Kerismetik sebanyak 5 F atau 20% adapun dengan melalui pamplet atau
penguman ditempat keramaian atau pada rumah-rumah ibadah sebanyak 2 F atau 8%. Jadi
disamping informasi disampaikan melalui tokoh-tokoh juga informasi disampaikan di
rumah-rumah ibadah dengan melalui selebaran maupun pengumuman kepada khalayak.
Berikut ini akan diutarakan tentang informasi yang disampaikan kepada masyarakat
apakah yang telah di olah atau di kemas oleh lembaga-lembaga instansi yang tertentu
sebagaimana yang ada pada tabel dibawah ini.
Tabel 9.
Badan/Dinas Yang Menyampaikan Informasi
No. Uraian F %
1. PDE Pengelola Dalam Elektrik 6 24
2. Hubungan Masyarakat 15 60
3. Informasi dan Elektronika 4 16
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Sesuai dengan tabel di atas bahwa informasi yang disampaikan kepada masyarakat
adalah informasi yang telah diolah atau dikemas oleh Bagian Hubungan Masyarakat
sebanyak 15 F atau 60%. Sedangkan adapun informasi yang diolah Bagian Pengolahan
Data Elektronika sebanyak 6 F atau 24%. Sedangkan yang di kemas infokom sebanyak 4
F atau 16%. Jadi informasi yang disampaikan kepada masyarakat adalah informasi yang
telah diolah di kemas atau dibahas di filter yaitu sesuai dengan situasi dan kondisi
masyarakat sehingga tak menimbulkan keresahan masyarakat.
Tabel 10.
Alur Penyampaian Informasi
No. Uraian F %
1. Bertahap dari Pemko ke Kecamatan ke 5 20
Kelurahan
2. Baca langsung dari Pemko ke 20 80
masyarakat
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Adapun tahapan atau sistem informasi kebijakan pemerintah disamping melalui
mess media, tokoh masyarakat juga informasi kebijakan pemerintah disampaikan dengan
bertahap/berjenjang yaitu dari Pemerintah Kota lalu ke Kecamatan dan diteruskan sampai
ke Tingkat Kelurahan sebanyak 5 F atau 20% dan ada juga secara langsung dari Pemko
langsung ke masyarakat sebanyak 20 F atau 80% dimana pihak pemerintah
menyampaikan informasi secara langsung kepada masyarakat baik melalui lisa tatap
muka, tanya jawab maupun pidato/ceramah Walikota secara tertulis dengan melalui
pengumuman di tempat-tempat keramaian maupun di rumah-rumah ibadah. Hal ini
sebagaimana tertera pada tabel berikut ini.
Tabel 11.
Cara Pemerintah Daerah Dalam Penyampaian Informasi Langsung
No. Uraian F %
1. Dengan cara tanya jawab 5 20
2. Menyampaikan secara langsung 12 48
3. Dengan cara tatap muka kepada 8 32
masyarakat
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Sesuai dengan tabel diatas bahwa penyampaian informasi secara langsung
sebanyak 12 F atau 48% yaitu pihak pemerintah menyampaikan langsung kepada
masyarakat baik dengan melalui pengumuman di tempat keramaian maupun melalui
rumah-rumah ibadah dan juga dengan cara tatap muka pada masyarakat sebanyak 8 F atau
32 %. Demikian cara penyampaian informasi kebijakan pemerintah kepada masyarakat.
Tabel 12.
Penyampaian Informasi Secara Tertulis
No. Uraian F %
1. Yang sering 5 20
2. Jarang 10 40
3. Tidak pernah 10 40
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Dari tabel diatas menunjukkn bahwa informasi kebijakan pemerintah yang
disampaikan masyarakat dapat diketahui bahwa jarang disampaikan secara tertulis yaitu
10 F atau 40% dan yang menjawab tidak pernah sebanyak 10 F atau 40% sedangkan yang
mengatakan sering hanya 5 F atau 20%. Maka dengan demikian pemerintah Kota
Pekanbaru ada menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan cara tertulis.
Tabel 13.
Macam-Macam Informasi Tertulis
No. Uraian F %
1. Perda 2 40
2. Pemeritahuan 1 20
3. Kegiatan Pemko 2 40
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Adapun informasi yang disampaikan secara tetrulis kepada masyarakat luas adalah
seperti Perda yaitu menjawab 2 F atau 40% demikian juga kegiatan Pemko 2 F atau 40%
sedangkan pemberitahuan hanya 1 F atau 20%. Maka dengan demikian jelas
bahwadisaming informasi disampaikan melalui media juga ada informasi disampaikan
secara tulis seperti brosur-brosur tentang Peraturan Pemerintah Daerah kegiatan Pemko
dan pemberitahuan lainnya. Demikian penjelasan tentang tabel diatas tentang
penyampaian informasi yang disampaikan secara tertulis.
Tabel 15.
Media Informasi Humas
No. Uraian F %
1. Tatap Muka 3 8,82
2. Media Cetak 15 44,11
3. Media Elektronik 14 41,19
4. Dengan Disposisi dari Pemko 2 5,88
Jumlah 34 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Tabel 16.
Format Informasi Pada Media Cetak
No. Uraian F %
1. Berita 25 100
2. Karikatur - -
3. Artikel - -
4. Tajuk - -
5. Pajak - -
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Pada tabel ini memaparkan bahwa media cetak surat yang digemari oleh
masyarakat adalah dalam bentuk berita secara 25 F atau 100%, maka dari tabel tersebut
jelas bahwa Humas menyampaikan informasi dengan mengundang wartawan surat kabar
terbitan daerah Pekanbaru dan menyajikan informasi tersebut dalam bentuk / jenis berita,
hal ini telah menjadi kebiasaan masyarakat Pekanbaru dalam memperoleh / mencari
informasi tentang kegiatan Pemerintah maupun informasi lain yang bersumber dari
Pemko masuarakat akan mencari atau memilih surat kabar sebagai sumber informasi
demikian uraian tentang penggunaan media dalam menyampaikan informasi.
Tabel 17.
Media Informasi Alternatif
No. Uraian F %
1. Internet / Media Baru 5 20
2. Menempel pamplet di tempat 7 28
keramaian
3. Menyampaikan informasi melalui tokoh 13 52
agama melalui tempat ibadah
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Selanjutnya akan dijelaskan tentang tabel di atas tentang penyampaian informasi
juga disampaikan melalui / menggunakan media baru atau internet sebanyak 5 F atau 20%
menempel pamplet ditempat keramaian sebanyak 7 F atau 28% sedangkan penyampaian
informasi melalui tokoh agama pada tempat-tempat ibadah sebanyak 13 F atau 5%.
Penyampaian informasi disamping melalui media juga informasi disampaikan melalui
tokoh agama melalui tempat / rumah ibadah demikian penjelasan tentang tabel tersebut di
atas selanjutnya akan dipaparkan tentang penyampaian informasi yang efektif
sebagaimana yang tertera pada tabel berikut.
Tabel 18.
Efektifitas Media Informasi
No. Uraian F %
1. Media Radio 7 28
2. Media Cetak 10 40
3. Tatap Muka 8 32
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Pada tabel ini menggambarkan tentang penyampaian informasi yang efektif yaitu
yang menjawab media radio sebanyak 7 F atau 28%. Kemudian yang efektif ke dua
adalah tatap muka sebanyak 8 F atau 32%, sedangkan efektif yang terbanyak adalah
penyampaian informasi melalui media cetak sebanyak 10 F atau 40%. Maka berdasarkan
tabel di atas penyampaian informasi yang paling efektif adalah melalui media cetak dalam
hal ini adalah surat kabar harian daerah. Demikian uraian tentang pembahasan tabel demi
tabel dalam penulisan temuan penelitian ini.
PEMBAHASAN
Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru tentang pembentukan susunan
organisasi kedudukan tugas pokok sekretariat daerah bahwa Bagian Hubungan
Masyarakat mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas sekretariat daerah
dalam bidang bina hubungan dengan lembaga resmi dan hubungan dengan lembaga
sesuai dan masyarakat serta fasilitas pelaksanaan kehumasan dan protool kemudian sub
bagian penerangan dan hubungan masyarakat mempunyai tugas merumuskan dan
mengkoordinasikan pembinaan bidang penerangan dan hubungan masyarakat sedangkan
sub bagian dokumentasi dan informasi mempunyai tugas merumuskan dan
mengkoordinasikan pembinaan bidang dokumentasi dan informasi.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru tersebut di atas maka yang
bertugas menyampaikan informasi pada otonomi daerah Kota Pekanbaru adalah Bagian
Hubungan Masyarakat (Humas) sebagai corong Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru.
Maka dengan demikian jelas yang bertugas untuk menyampaikan informasi
kepada masyarakat adalah bagian Hubunan Masyarakat (Humas) pada Pemerintah Kota
Pekanbaru dengan berbagai macam materi informasi seperti Bidang Ekonomi, bidang
Pulhukan, Kesra, maupun informasi lain seperti kegiatan Pemerintah Kota Pekanbaru,
Peraturan Daerah maupun yang lainnya harus dipublikasikan oleh Humas sebagai corong
Pemko Pekanbaru.
Adapun cara Humas untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat adalah
dengan cara / metode mengundang wartawan dari berbagai media seperti media cetak
maupun media elektronik, Bagian Humas memberikan ketrangan / informasi kepada
wartawan untuk dipublikasikan kepada khalayak sesuai dengan jawab responden pada
tabel 3 bab IV atau dengan cara mengadakan Pres Relies. Sesuai dengan pendapat Drs.
Yusniar, Msi. Penyampaian informsi lebih efektif dan efisien dengan melalui pers rilies
yang mana penyusunan redaksi dan kata-katanya diatur oleh wartawan
Disaming melalui media massa juga pihak pemerintah Kota Pekanbaru (Humas)
menyampaikan informasi dengan memanfaatkan tokoh-tokoh agama, tokoh karismatik
dalam menyampaikan informasi yaitu dengan melalui pintu agama dimana informasi
disampaikan di rumah-rumah ibadah oleh tokoh tersebut lihat tabel 8 bab III yaitu 40 F
(20%) Humas memanfaatkan tokoh Agama dalam penyampaian informasi.
Berdasarkan hasil jawaban responden bahwa media yang digunakan oleh Humas
dalam menyampaikan informasi adalah berbagai media namun yang paling dominan
bahwa Humas menggunakan media cetak yaitu surat kabar terbitan daerah, hal ini
kemungkinan yang digemari oleh masyarakat dalam memperoleh / mendapatkan
informasi. Disamping memperolehnya cepat / harga terjangkau dan dapat dibaca
berulang-ulang kali, ini perbedaan manakala dibanding dengan media lain materi yang
terbanyak adalah Kesra.
Maka dengan demikian jelas bahwa yang bertugas menyampaikan informasi itu
adalah bagian Humas dengan mengadakan Press Relies dalam menyampaikan berbagai
bidang informasi kepada masyarakat.
Demikian hasil laporan penelitian ini dibuat penulis menyadari bahwa tentu masih
terdapat kekurangan, ketidak sempurnaan sebagaimana yang diharapkan itu kesemuanya
akibat karena keterbatasan kemampuan dari penulis sendiri. Untuk itu diharapkan
kritikan, masukan demi kesempurnaannya laporan hasil penelitian ini.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab terdahulu maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Di Pemerintahan Kota Pekanbaru yang bertugas untuk menyampaikan informasi
kebijakan Pemerintah maupun kegiatannya adalah Bagian Hubungan Masyarakat
(Humas) sebagai Corong Pemerintah dalam menyampaikan informasi kepada
masyarakat.
2. Materi informasi yang disampaikan kepada masyarakat adalah kegiatan Pemerintah
Kota seperti kunjungan kerja, peresmian / pelantikan, Peraturan Pemerintah Daerah
dan mencakup ruang lingkup Ekonomi dan Keuangan, Kesejahteraan Rakyat, Politik
dan Keamanan.
3. Dalam menyampaikan informasi tersebut Bagian Humas menggunakan metode yang
beragam seperti mengadakan dialog interaktif, ceramah pidato tatap muka langsung
ada juga dengan cara mengundang wartawan dari semua media massa (pers relies)
dalam menyampaikan informasi disamping itu juga memanfaatkan tokoh-tokoh
formal, maupun non formal untuk menyampaikan informasi tersebut.
4. Media yang digunakan adalah media elektronik, media cetak maupun media baru dan
tatap muka dalam menyampaikan informasi memuat hasil penelitian mediayang
efektif adalah media cetak dalam hal ini adalah Surat Kabar Harian Daerah.
B. Saran-Saran
Berdasarkan uraian kesimpulan di atas dapat disarankan sebagai berikut :
a. Kepada Pemerintah Kota Pekanbaru kiranya dapat meningkatkan sistem informasi
publik dengan mengadakan tatap muka langsung antara Pemkab dengan masyarakat.
b. Kepada Bagian Humas Kota Pekanbaru dalam penyampaian informasi kepada
masyarakat disamping melalui media massa juga kiranya dapat meningkatkan
penyampaian informasi melalui tokoh-tokoh agama maupun berupa pengumuman di
tempat keramaian.
c. Kepada Pemerintah Pusat, disamping penyampaian informasi melalui media cetak,
elektronik, media maya kiranya untuk menyampaikan informasi yang tidak kalah
pentingnya dengan melalui tatap muka / berupa pengumuman baik di tempat
keramaian maupun di tempat-tempat peribadatan.
DAFTAR PUSTAKA
Gelinas, Oranda Wiggins, 1990, Information System Theory and Practice, New York.
Nurdin, 2003, Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
Riwu Kaho, Yosep, 1987, Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia,
Rineka Cipta, Jakarta.
Suryadi dan Budimansah, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah,
Yogyakarta, Kanisius.
Shrode, William A and Dan Voich Toich, 1974, Organisasi and Management, Basic
System Conceps, or win Book, co, Malaysia.
Tatang M. Amiran, 2001, Pokok-Pokok Teori Sistem, PT Raja Grafika Persada, jakarta,
Sumber lainnya
Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 52 Tahun 2002 tentang Perubahan Peraturan
Daerah Kota Pekanbaru Nomor 22 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi
Tataruang, Sekretriat Daerah.
Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 8 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan
Daerah Kota Pekanbaru Nomor 26 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi
Tata Kerja Kantor Kepala Daerah.
Pekanbaru Dalam Angka. 2008
Pemerintah Kota Pekanbaru. Peraturan Daerah Kota Pekanbaru 2007, Nomor 8, 9 tahun
2008.
Sistem Komunikasi Indonesia Nurdin, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI
DAN PERILAKU PELAJAR
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba untuk mengetahui tanggapan para pelajar di Kecamatan Medan
Tembung atas tayangan kekerasan di televisi swasta nasional dan sejauh mana tayangan
tersebut memberikan motivasi bagi pelajar untuk melakukan tindakan kekerasan.
Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif yaitu dengan melakukan survei ke
lapangan untuk mengumpulkan data dalam bentuk kuesioner kepada para pelajar di
Kecamatan Medan Tembung.
Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa pada umumnya pelajar (55,8%) suka
tayangan televisi yang menampilkan aksi kekerasan. Para pelajar ini pada umumnya
juga pernah melakukan kekerasan (65,1%) seperti memukul, mencubit dan menampar.
Dan sebanyak 13,9% pelajar mengaku perilaku kekerasan yang dilakukannya
termotivasi oleh tayangan televisi
Apa yang dihasilkan dalam penelitian ini baik untuk ditelaah para pengelola televisi
swasta nasional untuk memperhatikan efek dari pesan kekerasan dalam tayangan
televisi. Agar tayangan tersebut lebih dibatasi untuk kepentingan pendidikan anak
bangsa secara berkelanjutan.
Kata kunci: kekerasan, perilaku
Pendahuluan
Sejak berkembangnya industri pertelevisian di tahun 90-an, publik di Indonesia
disajikan jenis tontonan yang semakin beragam. Khususnya setelah dikeluarkannya
Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999 yang menandai era kebebasan pers di
Indonesia, penonton televisi di Indonesia disajikan berita-berita yang semakin cepat dan
detail. Khususnya berita tentang kekerasan, baik yang disajikan dalam bentuk film, berita-
berita, olahraga hiburan seperti smack down ataupun kekerasan dalam sajian kartun.
Pelaku tindak kekerasan dalam tayangan televisi bisa dilakukan para orang dewasa
ataupun oleh pelajar.
Berita kekerasan di media televisi tidak sedikit yang melibatkan pelajar, baik dari
pelajar tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(SLTA) mempraktekkan kekerasan dalam lingkungan sekolah atau dalam lingkungan
yang terkait dalam dunia pendidikan.
Berita-berita yang disajikan media televisi ini dikonsumsi secara luas dan bebas
oleh semua kalangan termasuk kalangan pelajar. Hal ini terkait dengan keberadaan
manusia yang merupakan makhluk yang memerlukan informasi karena sifat ingin tahu
yang dimiliki oleh setiap orang. Orang juga terdorong mencari informasi untuk dapat
memahami berbagai aspek lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan
sosial di mana dia berada. Dalam interaksi sosial, seseorang individu akan melakukan
komunikasi yang merupakan sarana individu untuk saling dipertukarkan. Schramm
mengatakan bahwa ‘usaha-usaha untuk mencari informasi secara individual kebanyakan
dari komunikasi’ (Siregar, 1983:35). Apalagi di era digital sekarang ini di mana
kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari media massa khususnya televisi. Sekarang
ini media menjadi sumber informasi yang sangat akrab karena hampir setiap hari
berinteraksi dari pagi hari sampai malam. Seperti dikatakan Wiener (Susanto, 1986:3)
‘untuk dapat hidup efektif orang harus hidup dengan cukup informasi’.
Masalah kekerasan di media sudah sejak lama jadi perhatian para pakar sosiologi,
psikologi dan komunikasi di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Penelitian Liebert dan
Sprafkin memandang televisi sebagai 'jendela dini' anak-anak untuk melihat dunia.
Mereka menelaah semua teori dan riset mengenai sikap, perilaku dan perkembangan
anak-anak, membahas efek negatif juga efek prososial menonton televisi bagi anak-anak.
Penelitian mereka menyebutkan, pesawat televisi di Amerika rata-rata dihidupkan
lebih dari tujuh jam setiap hari dan sejak tahun 1950-an secara signifikan telah mengubah
kehidupan keluarga. Di Amerika sendiri, hampir 98 persen dari semua rumah memiliki
televisi sehingga disimpulkan bahwa anak-anak diterpa televisi sejak mereka lahir.
(Robert M Liebert and Joyce Sprafkin, 1988).
Di Amerika, selama sepuluh tahun pertama kehidupan anak-anak yang terkena
terpaan televisi adalah sangat dominan. Diperkirakan, menjelang seorang anak lulus dari
SMA rata-rata mereka telah menonton sekitar 18.000 pembunuhan dalam televisi. Sebuah
survei mengenai acara televisi melaporkan bahwa pada senja hari ketika sekitar 26,7 juta
anak Amerika menonton televisi, insiden-insiden kekerasan yang diperlihatkan kira-kira
sekali dalam setiap 16,3 menit. (Stewart and Sylvia, 1996).
Di Indonesia, setidaknya ada 10 stasiun televisi swasta nasional, yakni Indosiar,
TPI, TransTV, ANTV, Global TV, RCTI, SCTV, TVOne, MetroTV, TransTV ditambah
satu televisi pemerintah, yaitu TVRI dan tiga stasiun televisi lokal yaitu Deli TV, DAAI
TV dan TV Anak. Pada umumnya, stasiun televisi swasta nasional termasuk TPI
memiliki tayangan khusus kriminal. Di samping itu, sajian televisi pada umumnya sering
menampilkan adegan kekerasan dalam berbagai bentuk.
Berbagai telaah dan penelitian para ilmuwan menyimpulkan bahwa tayangan
kekerasan di televisi yang disiarkan secara berulang-ulang menimbulkan efek bagi para
pelajar. Para pelajar akan berubah dari objek yang menonton tayangan kekerasan menjadi
pelaku kekerasan tersebut. Asumsi tersebut akan menarik jika digali lebih dalam melalui
penelitian ini.
Perumusan Masalah
Dari uraian yang disampaikan di atas, dalam penelitian ini dirumuskan hal yang
menjadi masalah, yakni: Apakah tayangan kekerasan di media televisi memotivasi
perilaku kekerasan pada pelajar ?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui tanggapan pelajar tentang tayangan kekerasan di televisi.
2. Untuk mengetahui kemampuan tayangan kekerasan di televisi memberikan motivasi
melakukan tindakan kekerasan di kalangan pelajar.
Uraian Teoritis
a. Komunikasi Massa
Pada prinsipnya komunikasi dapat menyentuh semua aspek kehidupan masyarakat
atau sebaliknya semua aspek kehidupan menyentuh komunikasi. Itulah sebabnya
komunikasi dikatakan sebagai ubiquitous atau ada di mana-mana. Artinya komunikasi itu
selalu ada di mana saja dan kapan saja. Fenomena komunikasi dapat memelihara dan
menggerakkan kehidupan. Komunikasi dapat mengubah insting menjadi inspirasi, yaitu
melalui proses atau sistem untuk bertanya, memberi perintah dan mengawasi. Ia juga
sebagai alat untuk menggambarkan aktivitas masyarakat dan peradaban. Ia dapat
memperkuat perasaan kebersamaan dengan saling bertukar informasi dan mengubah
pemikiran menjadi tindakan, (Arifin, 1998:20).
Kegiatan komunikasi yang menggunakan media massa disebut dengan
komunikasi massa. Dalam pemakaiannya secara populer, komunikasi massa sering
diidentikkan dengan penggunaan televisi, radio, film, surat kabar, majalah dan berbagai
bentuk teknologi lainnya. Bittner mendefinisikan komunikasi massa secara sederhana
yakni: komunikasi massa sebagai pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada
sejumlah orang (Rakhmat, 1994:188).
Ada beberapa karakteristik dari komunikasi massa (Wright, 1988:3) yaitu:
1. Ditujukan kepada khalayak yang relatif besar, bersifat heterogen dan anonim.
2. Pesan yang disampaikan terbuka untuk umum dan seringkali menjangkau khalayak
dalam jumlah besar secara simultan dan bersifat sementara.
3. Komunikator cenderung merupakan suatu organisasi yang kompleks yang mungkin
melibatkan biaya yang besar.
b. Televisi
Seperti halnya radio, televisi lahir setelah adanya beberapa penemuan teknologi
seperti telepon, telegraf, fotografi (yang bergerak dan yang tidak bergerak) dan rekaman
suara. Teknologi ini ditemukan untuk mencari kegunaan, bukannya sesuatu yang lahir
sebagai respons terhadap suatu kebutuhan pelayanan baru.
Williams mengatakan ‘Berbeda dengan jenis teknologi komunikasi terdahulu,
radio dan televisi merupakan sistem yang dirancang terutama untuk kepentingan transmisi
dan penerimaan yang merupakan proses abstrak yang batasan isinya sangat terbatas atau
bahkan sama sekali tidak ada’.(Raymond Williams, 1975)
Televisi adalah produk revolusi elektronik atau sering disebut juga Revolusi
Industri Kedua dalam abad ke-20 ini, menurut pengamatan para ahli komunikasi
menimbulkan revolution of the rising frustration (revolusi meningkatnya frustrasi).
Anggapan ini karena media elektronik telah memanipulasi keinginan khalayak, tetapi
tidak menciptakan cara-cara untuk memperolehnya. Informasi yang disebarkan media
massa elektronik terutama dilancarkan dari atas ke bawah, dari kaum elit ke massa
khalayak, dari kota ke desa, dari yang sudah berkembang ke yang sedang berkembang.
(Onong, 1992:119).
Menurut Prof Dr R. Mar’at dari Universitas Padjajaran Bandung, acara televisi
pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi dan perasaan para penonton;
ini adalah hal yang wajar. Jadi apabila ada hal-hal yang menyebabkan penonton terharu,
terpesona atau latah, bukanlah suatu yang istimewa, sebab salah satu pengaruh psikologis
dari televisi seakan-akan menghipnotis penonton sehingga mereka seolah-olah hanyut
dalam keterlibatan pada kisah atau peristiwa yang dihidangkan televisi.
Pengaruh televisi itu kuat terhadap kehidupan manusia sudah diduga dan disadari
ketika media massa itu pada tahun 1962 mulai dimunculkan di tengah-tengah masyarakat.
Tetapi pengaruhnya bisa positif bisa negatif tergantung pengelolaannya. Masalahnya
sekarang adalah bagaimana agar pengaruh yang positif itu seperti to inform (menyebarkan
informasi) dan to educate (fungsi mendidik) bisa benar-benar dimanfaatkan. Sedangkan
to entertain (fungsi menghibur) dan to influence (mempengaruhi) jangan sampai merusak
tata nilai bangsa.
c. Definisi Kekerasan
Definisi kekerasan Fisik badan kesehatan Perserikatan Bangsa-bangsa World
Health Organization (WHO) adalah tindakan fisik yang dilakukan terhadap orang lain
atau kelompok yang mengakibatkan luka fisik, seksual dan psikogi. Tindakan itu antara
lain berupa memukul, menendang, menampar, menikam, menembak, mendorong (paksa)
dan menjepit.
Sedangkan UU Anti Perdagangan Orang mengajukan definisi kekerasan adalah
setiap perbuatan dengan atau tanpa menggunakan sarana secara melawan hukum terhadap
fisik yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan, atau menimbulkan terampasnya
kemerdekaan seseorang.
Kedua definisi kekerasan tersebut tidak mensyaratkan bahwa tindakan yang
memicunya harus selalu tindakan ilegal, yang penting tindakan itu mengakibatkan
ketakutan, kesadaran akan bahaya atau perampasan kemerdekaan seseorang. Karena itu
kekerasan dibagi menjadi dua unsur, definisi kekerasan dan ancaman kekerasan. Hingga
makna kekerasan merupakan ancaman atau penggunaan kekuatan fisik untuk
menimbulkan kerusakan pada orang lain.
Metodologi Penelitian
a. Metode Penelitian
Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif.
Penelitian ini untuk menggambarkan secara objektif apa adanya data yang didapat dari
lapangan.
b. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan.
Maka
10.889
n=
1 + (10889) (10%)²
= 92 Responden
Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
Para responden dibagi ke dalam kelompok kelas I, kelas II dan kelas III setingkat
SLTA. Dari segi jenis kelamin, responden dikelompokkan pria sebanyak 50 persen dan
perempuan 50 persen. Usia responden adalah usia sekolah tingkat SLTA antara 16 sampai
20 tahun.
2. Waktu menonton televisi
Pada umumnya para pelajar menonton TV pada malam hari (53,5%) dan sore hari
(20,9%). Sedangkan 18,6% menonton TV pada siang hari dan hanya 7% pada pagi hari.
Tabel 1
Waktu Menonton Televisi
No Waktu Menonton F %
1. Pagi hari 7 7
2. Siang hari 17 18,6
3. Sore hari 19 20,9
4. Malam hari 49 53,5
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92
Sementara waktu yang dihabiskan di depan televisi setiap hari rata-rata 2-5 jam
(79,1%) dan 18,6% yang menonton 0-1 jam sehari serta sebanyak 2,3% menonton TV
selama 6-10 jam sehari.
Tabel 2
Waktu Menonton Televisi
No Waktu Menonton F %
1. 0-1 jam 17 18,6
2. 2-5 jam 73 79,1
3. 6-10 jam 2 2,3
4. 11-15 jam - -
5. 15 jam < - -
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92
Setelah menonton tayangan televisi banyak pelajar akan mengabaikan apa yang baru dia
saksikan (39,5%). Namun jumlah yang menjadikan tayangan televisi sebagai referensinya
juga cukup signifikan, yakni 25,6%. Selebihnya 18,6% memikirkan/menganalisanya dan
16,3% yang mendiskusikannya.
Tabel 4
Tindakan Setelah Menonton
Tindakan Setelah Menonton
No F %
TV
1. Memikirkan/Menganalisa 17 18,6
2. Dijadikan referensi 24 25,6
3. Mendiskusikannya 15 16,3
4. Mengabaikannya 36 39,5
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92
4. Jenis Tontonan
Jenis tontonan hiburan berupa musik adalah yang paling disukai pelajar (44,3%),
disusul tayangan berita (20,9%), film Barat (18,6%), olahraga (9,3%), Kartun (4,6%), dan
sinetron 2,3%.
Tabel 5
Jenis Tontonan
No Jenis tontonan F %
1. Berita 19 20,9
2. Sinetron 2 2,3
3. Film Barat 17 18,6
4. Kartun 4 4,6
5. Musik 41 44,3
6. Olahraga 9 9,3
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92
Jenis tayangan berita yang paling disukai pelajar adalah berita kriminal (60,5%),
politik (13,9%), ekonomi (11,6%), infotainment (9,3%).
Tabel 6
Jenis Berita
No Jenis Berita F %
1. Berita Kriminal 56 60,5
2. Berita Politik 13 13,9
3. Berita Ekonomi 11 11,6
4. Infoteinmen 8 9,3
5. Dll 4 4,7
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92
Sedangkan jenis film yang paling disukai adalah film perang (62,8%) dan film
action/laga (23,3%) yang mana keduanya adalah jenis film yang cenderung menampilkan
aksi kekerasan.
Tabel 7
Jenis Film Yang Ditonton
No Jenis Film F %
1. Film Action/Laga 21 23,3
2. Film Perang 58 62,8
3. Film Asmara 13 13,9
4. Dll - -
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92
Meski jumlah yang jarang menonton tayangan kekerasan sebanyak 55,8%, namun
yang sering menontonya juga banyak, yakni 41,9% dan 2,3% sangat sering.
Tabel 9
Frekuensi Menonton Tayangan Kekerasan
No Frekuensi Kekerasan F %
1. Sangat Sering 2 2,3
2. Sering 39 41,9
3. Jarang 51 55,8
4. Tidak Pernah - -
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92
Tabel 10
Tanggapan Pelajar Terhadap Tayangan Kekerasan
No Tanggapan F %
1. Sangat Perlu -
2. Perlu 28 30,2
3. Tidak Perlu 56 60,5
4. Sangat Tidak Perlu 8 9,3
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92
6. Motivasi Tayangan Kekerasan Di Televisi
Perilaku kekerasan seperti mencubit, memukul, menampar pernah dilakukan pada
umumnya pelajar (65,2%), bahkan ada 13,9% yang mengaku sering melakukannya.
Sedangkan 20,9% tidak pernah melakukan kekerasan.
Tabel 11
Perilaku Kekerasan Pelajar
No Perilaku Kekerasan F %
1. Sangat Sering - -
2. Sering 13 13,9
3. Pernah 60 65,2
4. Tidak Pernah 19 20,9
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92
Pembahasan
Dari sebanyak 92 responden yang merupakan pelajar tingkat SLTA di Kecamatan
Medan Tembung, 51 orang (55%) adalah pria dan 41 orang (45%) adalah perempuan.
Sebanyak 20% responden menyukai tayangan berita di televisi dan dari yang
menyukai berita tersebut, 60,5% lebih menyukai tayangan berita kriminal. Hal ini
berbanding lurus dengan jenis film yang lebih disukai yakni jenis film perang (62,8%)
dan jenis film laga/action (23,3%).
Pada umumnya pelajar (55,8%) suka tayangan yang menampilkan aksi kekerasan
dan 41,9% mengaku sering menyaksikan tayangan seperti itu. Mereka menyatakan
tayangan yang berbau kekerasan itu perlu dilihat pelajar (30,2%), meski yang menyatakan
tidak perlu masih jauh lebih banyak yakni 60,5%.
Para pelajar ini pada umumnya juga pernah melakukan kekerasan (65,1%) dan
yang menyatakan sering melakukan kekerasan sebanyak 13,9%, selebihnya 20,9% tidak
pernah melakukan kekerasan seperti memukul, mencubit dan menampar. Jumlah ini
sebanding dengan jumlah pelajar yang termotivasi melakukan tindakan kekerasan karena
tayangan televisi. Sebanyak 13,9% mengaku perilaku kekerasan yang dilakukannya
termotivasi oleh tayangan televisi, meski jumlah yang tidak termotivasi masih jauh lebih
besar (60,5%) dan yang sangat tidak termotivasi 18,6%.
Kesimpulan
Frekuensi tayangan kekerasan di televisi semakin tinggi, sesuai dengan keinginan
masyarakat penonton televisi yang memang menggemari tayangan seperti itu. Kalangan
pelajar adalah salah satu kelompok masyarakat yang menyukai tayangan yang berbau
kekerasan.
Hobi menyaksikan tayangan kekerasan tersebut ternyata menimbulkan motivasi
bagi pelajar untuk melakukan tindakan kekerasan yang sama. Baik secara sadar ataupun
tidak sadar mereka memiliki kecenderungan melakukan tindakan kekerasan seperti yang
dilihatnya di televisi.
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang didapat, maka para pengelola televisi perlu
memperhatikan dampak dari materi siaran tayangan kekerasan yang ditampilkan karena
berdampak buruk bagi perkembangan pelajar. Tayangan kekerasan di televisi swasta
nasional perlu dikurangi frekuensinya dan sebaliknya semakin mengedepankan program
tayangan yang bersifat mendidik. Juga siaran reka ulang sangat tidak bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Abstract
Apabila kita mengadakan perbandingan antar-bahasa, kita boleh saja beranggapan bahwa
bahasa yang satu lebih atau kurang ideal dibandingkan bahasa yang lain. Sistem
penghitungan dalam bahasa merupakan salah satu cara dimana kita dapat melakukan
perbandingan semacam itu. Dengan mengambil contoh-contoh pada sejumlah bahasa di
Asia Tenggara, penulis beranggapan bahwa sistem penghitungan seharusnya
mencerminkan bagaimana angka-angka ditulis dengan figur. Kini, cara desimal untuk
menulis angka-angka hampir bersifat universal. Oleh karena itu, penulis berpendapat
bahwa sistem penghitungan yang ideal dalam budaya penghitungan yang moderen
seharusnya juga desimal. Dalam makalah ini penulis akan memfokuskan pada perkalian
dan penjumlahan dalam sistem penghitungan desimal.
1. INTRODUCTION
The title of this article - which should not be interpreted without a certain element
of humor - is taken from that of a book by Umberto Eco (Eco 1997). While I doubt
whether one can evaluate any language as a whole as being more or less ideal than any
other, such a comparison may be possible in certain very restricted parts of the structure
of a language, and the numeral system is one area where one might be able to make such
a comparison. In the following sections, I will try to do this with respect to selected
Southeast Asian languages. In the final section, however, I will express a number of
caveats with respect to the notion of “ideal” numeral system, suggesting that even here
the notion of “ideal” may not be so easy to define.
I will make a number of assumptions in the definition of an “ideal” numeral
system. First, I will assume that the numeral system should mirror closely the way
numbers are written by means of figures. In the present-day world, the decimal way of
writing numbers is almost universal, so I will assume more specifically that an “ideal”
numeral system in a modem, numerate culture should be decimal - though this does not
exclude the possibility that in other scenarios a numeral system with some other base
would have been “ideal”, a concrete example being the ancient Mayan system, which
both linguistically and in its notational system was vigesimal (base 20). Incidentally, even
those Southeast Asian cultures which optionally or obligatorily use their own notation for
figures, such as Burmese, Khmer, and Thai, nonetheless have a decimal system for this
notation.
A decimal system is characterized ideally by the following features. The numerals
1 - 9 are expressed by distinct morphemes. There is a distinct morpheme for 10, and
products of 10 are expressed by a conventionalized means of indicating multiplication, as
in Indonesian dua puluh ‘20, i.e. two ten, i.e. 2 x 10’, with the convention that a smaller
number followed by a larger number is to be interpreted as multiplication. Numerals in
between products of 10 are expressed by a conventional means of indicating the addition
of the remainder to the power of 10, as in Indonesian tiga puluh sembilan ‘39, i.e. three
ten nine, i.e. 3 x 10 + 9’, with the convention that a larger numeral followed by a smaller
number is to be interpreted as addition. Ideally, a decimal system should also have a
systematic way of expressing powers of 10 (‘exponentiation’), and indeed this is found to
some extent in the international system for higher powers of 10 (bi-Ilion, tri-ilion, quadr-
illion, etc.). However, no language seems to use such a system without exception for the
lower powers of 10, so that we rather find portmanteau forms like English hundred for
102, thousand for 1O3, etc. I will not discuss further the expression of powers of 10.
In this paper, I will concentrate on multiplication and addition in a decimal
numeral system. There are other features that should surely be imposed on an “ideal”
numeral system, such as expressibility (i.e. the possibility of expressing any number) and
absence of ambiguity, and indeed I have discussed such features in Comrie (1997), but I
will not discuss them further in the present context.
As a starting point, one might ask how English and other major European
languages fare in terms of such an “ideal” system. Basically they operate in terms of
transparent multiplication and addition, with addition proceeding from higher to lower
powers of 10, as in English three thousand five hundred and six ‘3506 (i.e. 3 x 1000 + 5 x
100 + 6)’, there are nonetheless a rather large number of deviations from this pattern. In
English, the forms of the l0s use not the element ten but rather -ty, and there are some
morphophonological irregularities of combination (cf. five but fif-teen). The teens again
do not use the element ten, but rather a different suffix -teen, and invert the usual order by
having the unit before this suffix, as in six-teen ‘16, i.e. 6 + 10’, again with some
morphophonological irregularities (e.g. fif-teen), and with at least one complete
irregularity, namely eleven ‘11’, which is synchronically unanalyzable. Other
irregularities found in other major European languages include a partial foray into
vigesimalism in French, where 80 is expressed as quatrevingts, literally ‘four-twenties,
i.e. 4 x 20’, an unexpected portmanteau form for 40 in Russian (sorok), and consistent
inversion of the tens and units in German and Dutch (ein-und-zwanzig and een-en-twintig
respectively for 21, lit. ‘one- and-twenty’).
Note finally, before we proceed to Southeast Asia, that I am not concerning
myself explicitly with how multiplication and addition are expressed, so long as there is a
consistent way of indicating them, as in the analysis of the Indonesian forms given above.
Of course, an “ideal” system should operate consistently, so that English is inconsistent in
sometimes requiring expression of the unit in multiplication (e.g. a/one hundred ‘100’),
and sometimes not (e.g. ten ‘10’), while French is inconsistent in sometimes requiring
overt expression of addition (e.g. vingt-et-un ‘21, lit, twenty-and-one’), sometimes
disallowing it (e.g. vingt-deux ‘22, lit, twenty-two’).
In the Southeast Asian languages considered below, the basic system is
consistently decimal, with (covert) indication of addition and multiplication as in the
Indonesian example analyzed at the beginning of this section. Nonetheless, individual
languages have more or fewer deviations from this “ideal” system, as illustrated in the
following sections.
2. INDONESIAN
[The source of my data on Indonesian is Sneddon (1996: 184 - 185).] Indonesian
comes close to the ideal system outlined in section 1. The basic structure is as follows: A
smaller numeral followed by a larger numeral is interpreted as multiplication; a larger
numeral followed by a smaller numeral is interpreted as addition; all multiplications are
carried out before addition. This can be seen in example (1):
(1) dua ribu enam ratus tiga puluh sembilan
two thousand six hundred three ten nine
‘2639 (i.e. 2 x 1000 + 6 x 100 + 3 x 10 + 9)’
To this general pattern, there are only two exceptions. One is essentially
morphophonological, in that the numeral 1 in multiplication is expressed as the prefix se-
rather than the separate word satu in the powers of 10 from 10 through 1000, and
optionally in the case of ‘million’, e.g. se-ribu ‘1000 (i.e. 1 x 1000)’; both prefix and
separate word are attested elsewhere in the languages, so this is making use of an already
existing set of forms. The second is that the formation of the teens falls outside the
general pattern, so that ‘10 + n’ is expressed as n belas, e.g. tiga belas is ‘13 (i.e. three
teen)’; the form for 11 combines this with the morphophonological property just noted to
give sebelas.
3. MANDARIN CHINESE
[The source of my data on Mandarin is Yip and Rimmington (1997: 11—12) and
Chao (1968: 567—575).] Although Chinese is gographically an East Asian rather than a
Southeast Asian language, its presence in the area, especially through cultural influence
on other languages - Thai, for instance, has borrowed most of its numerals from Chinese -
justifies at least a brief treatment in the present context, especially as Chinese, here
illustrated by Mandarin, fits well into the general Southeast Asian pattern, close to the
“ideal system”. The general pattern is essentially as given above for Indonesian, as
illustrated in (2):
(2) wŭ- băJi yi-shi èr
five-hundred one-ten two
‘512 (i.e. 5x 100 + l x 10 + 2)’
(Note that this pattern also extends to the teens. It would also be possible to omit the
morpheme yì ‘1’ of yi-shi.)
The main exception to this regular pattern concerns variant forms of the numeral
2, namely èr and liǎng. (A further complication is discussed in section 8.) In numerals,
generally, the variant èr is used. However, hang is an optional variant before products of
powers of 10 from 100 upwards, i.e. 200 can be either êr- bai or liäng-bffi ‘two-hundred’.
In addition, the numeral 1 undergoes tone sandhi, so that it has falling tone in (2), but
level tone in isolation.
4. THAI
[The source of my data on Thai is Smyth (2002: 172—174).] Thai follows
essentially the same pattern as Indonesian, as can be seen in example (3):
(3) sẻẻη phan hâa róẻy sìi sip cèt
two thousand five hundred four ten seven
‘2547 (i.e. 2 x 1000 + 5 x 100 + 4x 10 + 7)’
This same pattern extends to the teens, which are thus formed regularly, as in (4):
(4) sip sẻẻη
ten two
‘12 (i.e. [1 x] 10 + 2)’
(Note that Thai does not express 1 before 10, although it optionally does so before 100
and higher powers of 10, e.g. (n)phan ‘1000 (i.e. 1 x 1000)’.) Nonetheless, there are two
striking deviations from the ideal pattern set out in section 1: First, whenever I appears as
the final element of an additive compound numeral, in place of the word nfzj ‘1’ one finds
rather èt, as in (5):
(5) sii sip èt
four ten one
‘41 (i.e. 4 x 10 + 1)’
Second, 20 is expressed using a different word for 2, as in (6) [cf. (4) above]:
(6) yii sIp
two ten
‘20 (i.e. 2 x 10)’
Moreover, when 20 is followed by a unit in an additive construction, the combination as
given in (6) may optionally be reduced to yǐip, although the full form as in (6) is also
possible.
5 KHMER
[The source of my data on Khmer is Jacob (1998: 81—83).] Khmer presents a
rather larger number of departures from the ideal system as presented in section 1. First,
the numerals 6—9 are expressed as if in a quinary system, i.e. 6 is expressed as 5 + 1, as
in (7):
(7) pram-muẻy
five-one
‘6 (i.e. 5 + 1)’
However, the quinary system plays no part in multiplication (i.e. there are no forms
interpreted as ‘n x 5’), nor in exponentiation (i.e. there are no morphemes interpretable as
‘125’, or more generally 5”).
The word for 10 is dap, and the teens are formed regularly, as in (8):
(8) dap-pii
ten-two
‘12 (i.e. 10 + 2)’
However, the products of 10 from 30 to 90 are expressed using morphemes borrowed
from Thai. Thus, although 3 is by and 10 is dap, the form for 30 is as given in (9):
(9) saam-sap
three-ten
‘30 (i.e. 3 x 10)’
Although this is sometimes described by saying that the words for the tens are not
synchronically analyzable in Khmer, this is not strictly speaking correct, since the
recurrent element -sap is found in all of the tens 30-90 and is thus synchronically an
irregular allomorph of the word for 10. Likewise a form like saam- is more appropriately
treated synchronically as an irregular allomorph of the word for 3. These forms for the
tens have a synchronically transparent internal structure. Beyond this, the word for 20 is
completely irregular, namely mephiy. Note that products of the higher powers of 10 are
formed regularly, thus giving rise to combinations like (10):
(10) pram-muзy-rccy saam-scp-budn
five-one-hundred three-ten-four
‘634(i.e.(5+ 1) x 100+3 x 10+4)’
In other words, Khmer illustrates basically the same kind of structure as in the other cited
Southeast Asian languages, but with rather more deviations,
6. VIETNAMESE
[The source of my data on Vietnamese is Thompson (1987: 184 - 190).] The basic
forms in Vietnamese follow the same pattern as we have already seen in other Southeast
Asian languages, with a decimal system using multiplication and addition, as in example
(11):
7. BURMESE
[The source of.my data on Burmese is Comyn and Roop (1968: 30-32, 355- 356);
tones are marked by means of one of the four symbols{=;. ‘} after the syllable.] Burmese
also evinces the same basic system as in other Southeast Asian languages, as can be seen
in example (15):
(15) hyi’-ya. hcau’-hse. thoun:
eight-hundred six-ten three
‘863, i.e. 8 x 100+6x 10 +3’
Departures from this regular system concern morphophonological alternations, some (but
not all) of which are paralleled elsewhere in the language. For instance, in some of the
tens the element -hse’‘10’ is voiced to -ze, e.g. nga:-ze ‘50, lit, five-ten’. This same
element also changes its tone when followed by a unit, as in the expression for 60 in (15);
the same is true of expressions for the other powers of 10 when followed by a lower
power of 10 (including a unit). The numerals 1, 2, and 7 change their last vowel when
multiplying a power of 10, and also lose their tone, so that 2 is hni’, but 20 is hna-hse, lit.
‘two-ten’; this vowel change also occurs when these numerals precede numeral
classifiers, i.e. it is not idiosyncratic to the formation of numerals.
Comrie, Bernard. 1997. ‘Some Problems in the Theory and Typology of Numeral
Systems’. In B. Palek (ed.): Proceedings of LP’96, 41 - 56. Prague: Charles
University Press.
Cornyn, William S. and D. Haigh Roop. 1968. Beginning Burmese. New Haven, CT:
Yale University Press.
Eco, Umberto. 1997. The Search for the Perfect Language. Oxford: Blackwell.
Linguistik Indonesia, Tahun ke 22, No. 2, Agustus 2004
Sneddon, James Neil. 1996. Indonesian Reference Grammar. St Leonards, NSW: Allen
& Unwin.
Yip Po-Ching and Don Rimmington. 1997. Chinese: An Essential Grammar. London:
Routledge.
III. Volume 10 No. 3 Desember 2009
Oleh : Budiman **
Abstract
This study attempted to know the motivation of Tebing Tinggi’s people using
internet, in the perspective Uses and Gratifications theory. Using internet , people have
needs and motives based on the diverse social characteristics. That was why, researcher
wanted to know the using of internet based on the media's scheme - persons interactions
that covered the needs of the information, diversion, and personal identity.
This study used as many as 50 respondents. The result in this research found that
internet using based on information needs, could facilitate the users to find information
and increase knowledge. In fulfilling the needs of diversion; positively could cause
feelings of happines, and than to fulfill needs of personal identity, internet had helped
users to search for ideas and thoughts to create, maintain and enchance the cooperation
with various parties.
8
Telah dipresentasikan pada Seminar Hasil Penelitian BBPPKI Medan di Kota Parapat, Kabupaten Simalungun Tanggal
29 Juli 2009 dan pada Temu Ilmiah Balitbang SDM, Depkominfo RI, Di MMTC Jogyakarta tanggal 5-6 Oktober 2009.
** Penulis adalah Peneliti Pertama Bidang Komunikasi pada BBPPKI Medan
Latar Belakang Masalah
Teknologi Komunikasi dan Informatika (TIK) atau Information and
Communication Technology (ICT) semakin dirasakan penting dalam berbagai aspek
kehidupan manusia modern. Perkembangan TIK mendapat perhatian pemerintah. Upaya
yang dilakukan pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan Informatika yang
konsen terhadap perkembangan TIK melakukan beberapa aksi baik melalui program-
program maupun dengan kebijakan-kebijakan. Salah satu aksinya adalah membangun
Community Acces Point (CAP). Community Access Point (CAP) di Indonesia sendiri
memiliki banyak wujud, di antaranya akses internet yang ada di warnet-warnet yang
tergabung dalam Asosiasi Warung Internet Indonesia (Awari). Selain itu, ada juga
Warung Masyarakat Informasi (Warmasif) yang menyediakan akses informasi tentang
pelayanan publik di 50 lokasi di Indonesia. Disamping itu adanya teknologi internet telah
merangsang munculnya bisnis penyedia jasa internet yakni warnet.
Istilah “Warnet” merupakan istilah khas Indonesia untuk “warung internet”.
Warung adalah kalimat yang sangat akrab bagi telinga kita. Karena itulah ketika banyak
pengusaha mulai membuka usaha berjualan layanan internet maka mereka memberi nama
“Warung Internet” bagi usahanya. Bisnis warnet sudah tumbuh subur di Indonesia
terutama di daerah perkotaan. Perkiraan resmi dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII) terhadap jumlah pelanggan dan pemakai internet selama ini dan
perkiraan sampai akhir tahun 2006 adalah sesuai dengan tabel berikut ini:
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan secara umum mengenai motif-motif yang
mendorong masyarakat Kota Tebing Tinggi menggunakan Internet.
Manfaat Penelitian :
Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini walau hanya pada sebuah kota diharapkan dapat
dijadikan masukan bagi pemerintah melalui Depkominfo ataupun Pemerintah Daerah
khususnya untuk mengkaji stategi perkembangan TIK khususnya internet dalam hal tren
penggunaannya.
Manfaat Teoretis
Penelitian ini untuk mengetahui penerapan pendekatan Uses and Gratifications,
dimana dalam penelitian berusaha untuk mengidentifikasi unsur motif-motif yang
menjadi pendorong khalayak untuk menggunakan internet. Dari penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan studi komunikasi serta
mampu memperkaya varian, alternatif rujukan serta sebagai khasanah referensi dalam
penelitian-penelitian tentang khalayak di masa mendatang terhadap pemanfaatan industri
teknologi komunikasi dan informasi.
KAJIAN PUSTAKA
Landasan Teori
Terkait dengan motif-motif penggunaan internet, dalam teori Uses and
Gratifications mengusulkan bahwa khalayak (pengguna) memainkan peran dalam
pemilihan dan penggunaan media. Khalayak berperan aktif dalam mengambil bagian
dalam proses komunikasi dan diorientasikan pada tujuan penggunaan media
(http://www.uky.edu/~drlane/capstone/contexts.htm).
Menurut pencetus teori ini, Blumler dan Katz (1974) mengutarakan bahwa
seorang pengguna media mencari sumber media yang terbaik guna memenuhi kebutuhan
mereka. Konsep dasar yang diteliti dari teori tersebut adalah : sumber sosial dan
psikologis dari kebutuhan, yang melahirkan, harapan-harapan, dari media massa atau
sumber-sumber lain yang menyebabkan, perbedaan pada pola terpaan media atau
keterlibatan dalam kegiatan lain, dan menghasilkan, pemenuhan kebutuhan serta, akibat-
akibat ,lain, bahkan akibat-akibat yang tidak dikehendaki (dalam Rakhmat, 2007).
Masyarakat memiliki tipologi kebutuhan dan motif beraneka ragam terhadap media
berdasarkan karakteristiknya sosialnya. Menurut Mc.Quail (2002), ada empat tipologi
motivasi khalayak dalam menggunakan media, yaitu :
1. Diversion ; melepaskan diri dari rutinitas dan masalah, sarana pelepasan emosi.
2. Personal relationships; yaitu persahabatan, dan kegunaan sosial.
3. Personal identity; yaitu referensi diri, eksplorasi realitas, dan penguatan nilai.
4. Surveillance; bentuk-bentuk pencarian informasi.
Mengenai fungsi media massa terhadap pemenuhan kebutuhan audien tersebut,
Harold D Laswell pernah mengajukan 3 fungsi media yaitu yaitu pengawasan
(Surveillance), korelasi (Correlation), dan transmisi budaya atau sosialisasi (Cultur
Transmission and Socialisation). Tiga fungsi ini kemudian ditambah oleh Charles Wright
yaitu fungsi hiburan (Entertaiment). Di sini media dianggap memberikan hiburan,
kesempatan melarikan diri dari kesibukan sehari-hari, informasi dan lain sebagainya.
Menurut Stephenson media massa hanya memenuhi satu jenis kebutuhan saja, yaitu
memuaskan hasrat bermain atau melarikan diri dari kenyataan. Sedangkan menurut
Wilbur Scramm, media massa memenuhi kebutuhan akan hiburan dan informasi. Ahli
komunikasi lainnya menyebutkan dua fungsi; media massa memenuhi kebutuhan akan
fantasi dan informasi menurut Weiss; atau hiburan dan informasi menurut Wilbur
Schramm. Yang lain lagi menyebutkan tiga fungsi media massa dalam memenuhi
kebutuhan, pengawasan lingkungan (surveillance), hubungan sosial (correlation), dan
hiburan serta transmisi kultural, seperti yang dirumuskan oleh Harold dan Charles
Wright. Motif kognitif menekankan kebutuhan manusia akan informasi dan kebutuhan
untuk mencapai tingkat ideasional tertentu. Motif afektif menekankan aspek perasaan
dan kebutuhan mencapai tingkat emosional tertentu (Rakhmat, 2004).
Dari berbagai jenis kebutuhan tersebut, William J Mc Guire (dalam Muchati
1972) kemudian mengelompokan jenis-jenis kebutuhan tersebut menjadi 2 dimensi, yaitu
kebutuhan yang bersifat afektif (yang berkaitan dengan perasaan) dan kebutuhan kognitif
(yang berkaitan dengan pengetahuan). Mengenai kebutuhan kognitif dan afektif Nurudin
menjelaskan, kebutuhan kognitif adalah kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan
informasi, pengetahuan, dan pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan
pada hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan, juga memuaskan rasa penasaran
dan dorongan untuk penyelidikan kita. Kebutuhan afektif adalah kebutuhan yang
berkaitan yang berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis,
menyenangkan, dan emosional. (Nurudin, 2007)
Sesuai dengan bentuk model-model yang lain, model Uses and Gratifications
adalah sebagai berikut :
Anteseden Motif Penggunaan Media Efek
Definisi Konsep
Menurut Shannon dan Weaver (1949) komunikasi adalah bentuk interaksi
manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak (dalam
Wiryanto, 2000). Sementara Hafied Cangara (2007) mengatakan bahwa komunikasi
adalah sebuah proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran
informasi dengan satu sama lainnya , yang pada gilirannya akan tiba pada saling
pengertian yang mendalam.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan sosial budaya, telah berkembang media-
media lain yang kemudian dikelompokkan ke dalam media massa seperti internet dan
telepon selular.
Media massa yang lebih modern ini memiliki ciri-ciri seperti:
1. Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak penerima (melalui SMS atau
internet misalnya)
2. Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi namun juga oleh
individual
3. Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu
4. Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam
5. Penerima yang menentukan waktu interaksi (http://id.wikipedia.org/wiki
/Media_massa)
Mencermati beberapa fungsi media massa yang ditulis Dominick (2001) terdiri
dari pengawasan, penafsiran, penyebaran nilai, dan hiburan. Berdasarkan fungsi-fungsi ini
dapat disimpulkan bahwa media massa sebagai media pembangunan atau proses
perubahan ke arah kondisi kehidupan yang lebih baik (Ardianto dkk, 2007). Mengenai
fungsi internet juga tidak berbeda dengan media massa pada umumnya yang mempunyai
fungsi sosial seperti informasi, edukasi dan hiburan. Sebagai media yang bersifat masif,
internet berperan dalam menyampaikan informasi yang sifatnya mendidik, menghibur.
Selain sebagai media untuk mendidik, internet dapat juga sebagai media hiburan yang
dapat memenuhi selera masyarakat. demikian pula dengan fungsi lainnya. Sebagai media
hiburan ia juga dapat berfungsi dalam memenuhi selera masyarakat.
Kemudian menurut Alvin Toffler dalam bukunya The Third Wave (1980) membagi tiga
tahap perkembangan peradapan manusia yakni Agricultural, industrial, dan information.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Alvin_Toffler) Pendapat ini dapat disimpulkan bahwa
komunikasi memiliki andil dan sumbangan yang sangat besar dalam pembangunan.
Motivasi adalah faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara
tertentu. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah
kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan
memberikan kekuatan (energy) yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi
kepuasan ataupun mengurangi ketidakseimbangan. Oleh karena itu tidak akan ada
motivasi, jika tidak dirasakan rangsangan-rangsangan terhadap hal semacam di atas yang
akan menumbuhkan motivasi, dan motivasi yang telah tumbuh memang dapat menjadikan
motor dan dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atau pencapaian
keseimbangan.( http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi)
Sejalan dengan berkembangnya peradaban masyarakat dan kebudayaannya,
komunikasi bermedia (mediated communication) mengalami kemajuan pula dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pentingnya peranan media
(media sekunder) dalam proses komunikasi disebabkan oleh efisiensinya mencapai
komunikan dimana, dan kapan saja.
Penemuan internet dianggap sebagai penemuan yang cukup besar, yang mengubah
dunia dari bersifat lokal atau regional menjadi global. Karena internet terdapat sumber-
sumber informasi dunia yang dapat diakses oleh siapapun dan dimanapun melalui
jaringan internet. Melalui internet faktor jarak dan waktu sudah tidak menjadi masalah.
Dunia seolah-olah menjadi kecil, dan komunikasi menjadi mudah. Dalam hal ini Onno W.
Purbo (2001) melukiskan bahwa internet juga telah mengubah metode komunikasi massa
dan penyebaran data atau informasi secara fleksibel dan mengintegrasikan seluruh bentuk
media massa konvensional seperti media cetak dan audio visual (http://www.geocities.
com /inrecent/projec .html).
Warung Internet (disingkat : warnet) adalah salah satu jenis wirausaha yang
menyewakan jasa internet kepada khalayak umum. Warnet banyak dimanfaatkan oleh
mahasiswa, pelajar, profesional dan wisatawan asing. Warnet digunakan untuk
bermacam-macam tujuan, bagi pelajar, dan mahasiswa warnet banyak digunakan untuk:
mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah, melakukan riset, menulis skripsi. Sementara
bagi masyarakat umum warnet digunakan untuk: memeriksa kiriman surat elektronik (e-
mail) terbaru, melamar pekerjaan, bersosialisasi dan berkomunikasi (chatting), sarana
menikmati hiburan dan lain sebagainya ( http://id.wikipedia.org/wiki/ Warnet).
Pengguna internet di dunia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dalam tujuh
tahun terakhir pertumbuhan pengguna internet di dunia mencapai 208,7 %. Dari jumlah
populasi sebesar 6,574,666,417 jiwa, terdapat 1,114,274,426 pengguna internet atau
sekitar 16,9 % dari jumlah populasi tersebut. Sementara di kawasan Asia, peningkatan
yang terjadi lebih tinggi lagi, yakni mencapai 248,8 %. Dari populasi sebanyak
3,712,527,624 terdapat 398,709,065 pengguna internet. Pengguna internet di Indonesia
hanya berkisar 8,1 persen dari jumlah penduduk atau berkisar 18 juta penduduk dari total
penduduk Indonesia yang lebih dari 220 juta orang. Padahal akses internet yang merakyat
sangat dibutuhkan bukan hanya sekedar untuk sarana berkomunikasi murah dan cepat,
tetapi juga alat untuk mencerdaskan bangsa.( http://www.internetworldstats.com/ )
Minat masyarakat terhadap warung internet (warnet), menurut hasil riset AC
Nielsen terkini, menunjukan angka pertumbuhan yang cukup signifikan. Jika pada tahun
2000 warnet merupakan tempat favorit bagi 50% pengguna internet, maka pada tahun
2003 ini diperkirakan meningkat menjadi 64%. Peningkatan tersebut ternyata merupakan
dampak dari turunnya jumlah pengguna akses rumahan menjadi 7% pada tahun 2003, dari
13% pada tahun 2000. Tren penurunan tersebut diikuti pula oleh pengguna akses
kantoran, dari 42% pada tahun 2000 menjadi 18% pada tahun 2003. (http://free.vlsm. org/
v17/com/ictwatch/paper/paper051.htm).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan PT.Telkom tahun 2003, terhadap
1500 responden menyebutkan bahwa sebahagian besar dari pengguna internet terdiri dari
kelompok usia antara 17 tahun hingga 30 tahun sebanyak 70%. Berdasarkan data ini pula
pula pada umumnya mereka menggunakan internet untuk kepentingan komunikasi
elektronik, baik melalui e-mail, chatting maupun instan massaging. Namun ada juga dari
sebagian dari mereka menggunakan internet bermain game online. (www.wbizzasia.com,)
Definisi Operasional
Defenisi operasional dalam penelitian merupakan defenisi yang akan dijelaskan
dari beberapa variabel penelitian yang diambil dari unsur teori Grand Theory Uses and
Gratifications , teori pendukung dan konsep-konsep terutama terhadap motivasi
seseorang menggunakan media massa. Dengan demikian yang dimaksud dengan :
1. Motif dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mendorong masyarakat Kota
Tebing Tinggi untuk menggunakan internet di warnet yang mengarah kepada
pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidakseimbangan.
2. Masyarakat dalam penelitian ini yang dimaksud adalah pengguna yakni ; masyarakat
Kota Tebing Tinggi yang mampu menggunakan atau mengoperasionalisasikan
internet dalam kehidupannya.
3. Warung Internet (disingkat: warnet) adalah salah satu jenis wirausaha yang
menyewakan jasa internet kepada khalayak umum yang berada di Kota Tebing
Tinggi.
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara. Salah
satu alasan untuk melakukan penelitian ini di Kota Tebing Tinggi adalah mengingat visi
dan misi kota ini adalah bercita-cita mewujudkan daerahnya menjadi kota pendidikan dan
masyarakat yang berpendidikan. Disamping itu ditambah dari visi Dinas Pendidikan Kota
Tebing Tinggi yang ingin mewujudkan masyarakat yang beriman, bertaqwa, menguasai
pengetahuan dan teknologi, berwawasan kebudayaan, kebangsaan dan masa depan.
Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yakni hanya memaparkan situasi dan peristiwa
apa adanya, tanpa mencari dan menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesa atau
membuat prediksi. Dengan kata lain dalam penelitian ini hanya memberikan deskripsi
secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu.
Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yakni :
Data Primer ; diperoleh melalui kuisioner yang diberikan kepada responden terpilih.
Disamping itu juga dilakukan wawancara terstruktur kepada beberapa responden untuk
memperkuat data yang terkumpul melalui kuisioner.
Data Sekunder ; diperoleh melalui buku-buku, hasil-hasil penelitian terdahulu, makalah,
suratkabar, dan pencarian informasi melalui internet.
Dari model Uses and Gratifications, dalam penelitian ini akan dibatasi pada
dimensi-dimensi motif penggunaan media saja.
Analisis Data
Data yang terkumpul seluruhnya akan ditabulasikan ke dalam tabel tunggal dan
juga membuat beberapa tabulasi silang berdasarkan tujuan penelitian. Analisis data
dilakukan dalam beberapa tahap :
1. Membuat tabel distribusi frekuensi (f ) dan prosentasi (%) serta interpretasi untuk
keseluruhan data penelitian.
2. Mengadakan diskusi dan pembahasan hasil temuan data penelitian.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kota Tebing Tinggi terletak di wilayah Provinsi Sumatera Utara yang berjarak 80
km dari Kota Medan dan berada di jalur lintas jalan nasional menuju Kota Pematang
Siantar dan Kota Kisaran. Kota Tebing Tinggi terletak antara 30 19’ – 30 21’ Lintang
Utara dan 980 9’ – 980 11’ Bujur Timur dengan ketinggian antara 26 m – 334 m di atas
permukaan laut.
Luas wilayah Kota Tebing Tinggi adalah 38.438 Km2 dan secara administratif
mempunyai 5 (lima) kecamatan. Dan memiliki jumlah penduduk sebesar 139.409 jiwa,
dapat dilihat pada tabel berikut :
Kecamatan Di Kota Tebing Tinggi
NO Kecamatan Luas (Km²) Jumlah Penduduk
1. Padang Hulu 8,511 24277
2. Rambutan 5,935 27647
3. Padang Hilir 11,441 27419
4. Tebing Tinggi Kota 3,473 29783
5. Bajenis 9,078 30283
Total 38,438 139.409
Sumber : Data BPS Kota Tebing Tinggi 2007
Hasil Temuan :
Sosiodemografis Dan Psikologis
Responden yang berjumlah 50 orang dalam penelitian ini dilihat dari aspek sosio-
demografis-nya mencakup : Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Pengeluaran biaya
perbulan, dan Pekerjaan. Berikut datanya yang ditampilkan dalam bentuk tabel.
Tabel 1. Usia
NO USIA F %
1 ≤ 17 Tahun 34 68.0
2 18 - 23 Tahun 6 12.0
3 24 – 29 Tahun 7 14.0
4 30 – 35 Tahun 2 4.0
5 ≥ 35 Tahun 1 2.0
Total 50 100.0
Sumber : K 1
n = 50
Dari tabel 1, yang memuat usia responden dapat dijelaskan bahwa sebanyak 34
orang (68 %) dalam kategori usia ≤ 17 Tahun, kemudian diikuti sebanyak 7 orang dalam
kategori usia 24 – 29 Tahun dan selanjutnya sebanyak 6 orang (12%).
Tabel 2. Jenis Kelamin
NO JENIS KELAMIN F %
1 Laki-laki 29 58.0
2 Perempuan 21 42.0
Total 50 100.0
Sumber : K 2
n = 50
Mengenai jenis kelamin yang dimuat pada tabel 2 dapat secara porposional hampir
terbagi sama yakni laki-laki sebanyak 29 orang (58%) dan perempuan 21 orang (42%).
Tabel 3. Tingkat Pendidikan
NO TINGKAT PENDIDIKAN F %
1 SD 1 2.0
2 SMP 5 10.0
3 SMA 31 62.0
4 Diploma 7 14.0
5 Sarjana (S1) 6 12.0
Total 50 100.0
Sumber : K 3
n = 50
Tingkat pendidikan responden yang terjaring dalam penelitian ini yakni yang
terbanyak dari kelompok SMA 31 orang (62%), Diploma 7 orang (14%) dan sarjana 6
orang (12%).
Tabel 4. Pengeluaran Per Bulan
NO PENGELUARAN PER BULAN F %
1 < Rp.500.000,- 26 52.0
2 Rp.500.000,- s/d Rp.1.000.000,- 16 32.0
3 Rp.1.000.000,- s/d Rp.1.500.000,- 2 4.0
4 Rp.1.500.000,- s/d Rp.2.000.000,- 4 8.0
5 > Rp.2.000.000,- 2 4.0
Total 50 100.0
Sumber : K 4
n = 50
Kebutuhan Informasi
Kebutuhan akan informasi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap
responden dalam memenuhi kebutuhan informasi melalui penggunaan internet yang
tersaji dalam tabel-tabel yang dapat dilihat berikut di bawah ini:
Tabel 6. Mencari Informasi Via Internet
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 30 60.0
2 Setuju 20 40.0
3 Kurang Setuju 0 0
4 Tidak Setuju 0 0
Total 50 100.0
Sumber : K 6
n = 50
Untuk memenuhi kebutuhan informasi banyak cara dan media yang dapat diakses,
demikian halnya dengan penelitian ini menawarkan untuk pengaksesan informasi melalui
media internet hampir mayoritas responden menyatakan sangat setuju yakni sebanyak 30
orang (60%) dan yang menyatakan setuju sebanyak 20 orang (40%).
Kebutuhan Diversi
Pernyataan-pernyataan kebutuhan diversi dalam penelitian ini yang tersaji dalam
bentuk tabel dapat dilihat sebagai berikut :
Penggunaan internet dalam memenuhi salah satu kebutuhan diversi yakni untuk
melarikan diri dari persoalan dinyatakan responden dengan tidak setuju yakni sebanyak
19 orang (38%), kurang setuju sebanyak 13 orang (26%), kemudian diikuti yang
menyatakan sangat setuju sebanyak 11 orang (22%).
Penggunaan Internet
Penggunaan internet bagi responden dalam penelitian ini meliputi : pengalaman
responden dalam penggunaan internet, biaya akses internet dan sebagainya. Untuk lebih
lanjut dapat disimak dibawah ini yang tersaji dalam bentuk tabel.
Pembahasan
Motif-motif yang merupakan unsur dari teori Uses And Gratifications yang
menjadi variabel penelitian ini yakni mencakup kebutuhan informasi, diversi, dan
identitas personal. Dan ditambah dengan aspek-aspek pengalaman responden terhadap
penggunaan internet di warnet serta sikap terhadap kehadiran internet.
Masyarakat pengguna internet di Kota Tebing Tinggi dalam memenuhi kebutuhan
informasi (Information) termasuk informasi sosial melalui internet, mereka sangat
memerlukannya, hal ini terkait dengan pencarian informasi, sebagai sumber informasi,
membangun sistem jaringan sosial atau ekplorasi informasi yang terdapat di sekitar atau
diluar lingkungannya yang pada gilirannya dapat memberikan pengetahuan atau
menambah pengalaman. Dengan penggunaan internet ini sesuai dengan harapan dan
kebutuhan.
Dalam memenuhi kebutuhan diversi (Diversion) ; adanya warnet oleh pengguna
dapat diupayakan untuk melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan
emosi; sangat membantu terutama menimbulkan perasaan senang terkait dengan
meningkatkan silaturahmi dengan keluarga dan teman, mengisi waktu luang serta mencari
persahabatan yang lebih luas. Namun tidak untuk melarikan atau melepaskan diri dari
persoalan kehidupan dengan menjadikannya sebagai sarana untuk bermain.
Kebutuhan identitas personal (Personal identity), yaitu referensi diri; eksplorasi
realitas; penguatan nilai. Hasil temuan ini menggambarkan bahwa keberadaan warnet
telah membantu pengguna untuk mencari ide/pemikiran untuk berkreasi, menjalin serta
meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak baik di dalam lingkungan sekitar maupun
di luar. Poin-poin ini secara tidak langsung diakui akan membantu untuk meningkatkan
peluang-peluang karena mengetahui informasi lebih detail dan cepat .
Penggunaan dan bisnis warnet di Kota Tebing Tinggi mengalami kemajuan yang
sangat pesat, hingga saat ini jumlah usaha warnet mencapai lebih dari 15 tempat dan rata-
rata sehari terdapat sekitar 50 pengguna yang mengunjungi di setiap warnet. Para
pengguna sangat menyambut baik dengan menunjukkan minat yang tinggi terhadap
adanya warnet.
Proses pembelajaran menggunakan internet yang mereka lakukan cenderung melalui dari
teman dan selanjutnya dari sekolah. Manfaat-manfaat yang sangat dirasakan oleh
pengguna adalah untuk mencari informasi dan membantu memenuhi tuntutan pekerjaan
atau studi, selain itu juga secara bersamaan dapat melakukan komunikasi melalui chatting
atau e-mail.
Sikap masyarakat terhadap hadirnya warnet dewasa ini dirasakan telah
memberikan kemudahan mencari berbagai informasi, dan menambah pengetahuan sesuai
dengan profesi para pengguna.
Namun warnet yang beroperasi saat ini akses internetnya dirasakan masih lambat bahkan
sering mengalami gangguan, dan para pengguna juga mengharapkan kalau
memungkinkan biaya akses internet diturunkan.
Kesimpulan
Dari motif-motif yang merupakan unsur dari teori Uses And Gratifications yang
menjadi tujuan penelitian ini yakni mencakup kebutuhan informasi, diversi, dan identitas
personal dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Internet dianggap telah sesuai dengan harapan dan kebutuhan pengguna karena
memudahkan para pengguna untuk mencari informasi dan menambah
pengetahuan yang merupakan pemenuhan kebutuhan informasi.
2. Dalam memenuhi kebutuhan diversi; secara positif dapat menimbulkan perasaan
senang bagi pengguna karena untuk melepaskan diri dari rutinitas dan masalah;
sarana pelepasan emosi, meningkatkan silaturahmi dengan keluarga dan teman,
mengisi waktu luang serta mencari persahabatan yang lebih luas.
3. Untuk pemenuhan kebutuhan identitas personal keberadaan internet telah
membantu pengguna untuk mencari ide atau pemikiran untuk berkreasi, menjalin
serta meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak baik di dalam lingkungan
sekitar maupun di luar.
Saran-Saran
1. Mudahnya pengguna mendapatkan berbagai informasi di internet hendaknya
dimanfaatkan untuk menambah pengetahuan secara bijaksana dan positif.
2. Internet dapat menimbulkan perasaan senang, namun jangan larut dalam
melarikan atau melepaskan diri dari persoalan kehidupan hanya memanfaatkannya
sebagai sarana untuk bermain (game).
3. Jadikanlah internet untuk mencari ide atau pemikiran, berkreasi, menjalin dan
meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak baik di dalam lingkungan sekitar
maupun di luar untuk pengembangan dan kemampuan diri.
DAFTAR BACAAN
Ardianto, Elvinaro. Komala, Lukiati dan Karlina, Siti, 2007. Komunikasi Massa Suatu
Pengantar. Bandung. Simbiosa Rekatama Media.
Cangara, Hafied, 2007 Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. PT. RajaGrafindo
Persada.
Kriyantono, Rachmat, 2006 Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta. Kencana.
Mc.Quail, Denis, 2002 Teori Komunikasi Massa, Suatu Pengantar. Jakarta. Erlangga.
Muchati, 1972, Media Massa dan Penerimaan Khalayak. Bandung. PT. Remaja Rosda
Karya
Nurudin, 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada.
___________, 2005. Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada.
Rakhmat, Jalaluddin, 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya.
___________, 2004. Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi. Bandung. PT. Remaja
RosdaKarya.
Wiryanto, 2002, Teori Komunikasi Massa. Jakarta. Grasindo.
Lain-Lain :
Purbo, Onno W. 2001. Masyarakat Pengguna Internet di Indonesia. Available,
http://www.geocities. com /inrecent/projec .html. di akses tgl. 4 November
2008.
Communication Contexts, 2001, http://www.uky.edu/~drlane/ capstone/contexts.htm ,
diakses tgl 26 Agustus 2007
Http://www.apjii.or.id ,diakses tgl. 7 Pebruari 2009
Http://Free.vlsm.org./v17/com/ictwatch/paper/paper051.htm,diakses tgl. 7 Pebruari 2009.
Http://en.wikipedia.org/wiki/Alvin_Toffler,diakses tgl.7 Pebruari 2009
Http://id.wikipedia.org/wiki /Media_massa,diakses tgl.7 Pebruari 2009
Http://id.wikipedia.org/wiki/motivasi , diakses tgl. 7 Pebruari 2009.
Http://id.wikipedia.org/wiki/warnet , diakses tgl. 7 Pebruari 2009.
Http:/www.internetworldstats.com.htm diakses tgl 6 Pebruari 2009.
PEMANFAATAN KAMPUNG DIGITAL
OLEH MASYARAKAT TUK-TUK KABUPATEN SAMOSIR
SUMATERA UTARA
ABSTRAK
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diutarakan diatas, maka permasalahan
pokok yang akan ditelusuri dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
d. Bagaimanakah seharusnya masyarakat memanfaatkan keberadaan
kampung digital.
b. Apa motivasi masyarakat menggunakan kampung digital.
c. Untuk mengetahui apakah pemanfaatan kampung Digital dapat mewujudkan
Sumatera Pulau Digital.
SUMATRA PULAU
DIGITAL
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
Pengguna
Internet 8%
Partisipasi
Kondisi Sosial masyarakat Sumatra
Sekolah : 0.4%
KAMPUNG DIGITAL 1/3
DEFINISI
Adalah
Kampung suatu
Wisata kampung
Digital : daerah kawasan wisata
dimana seluruh potensi dan aktivitas kampung
dimaksud difasilitasi dengan ICT.
Kalangan pebisnis di
Tuktuk/Samosir Industri dan Dunia
Usaha
INTER
NAL Orang
Asing
Hal : 17
TELKOM BANGUN
NEGERI
bersama Telkom”.
Corporate Social Responsibility melalui komitmen “membangun masyarakat cerdas
melalui komitmen “Education for Tomorrow“ sebagai wujud dari program Telkom
berinisiatif untuk berperan aktif dalam upaya mengatasi masalah tersebut, salah satunya,
penyediaan dan pelayanan infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (Infokom),
Telkom Divisi Regional I Sumatera sebagai salah satu volunteer yang bergerak di bidang
institusi.
yang bersifat jangka panjang, yang sudah tentu akan melibatkan banyak orang dan
besar bangsa ini. Terhadap dua hal ini, tak ada jalan pintas, karenanya diperlukan upaya
kebodohan. Ini merupakan dua hal yang sangat berpengaruh dan menjadi problematika
Indonesia juga menghadapi persoalan lain yang tidak mudah, berupa kemiskinan dan
meningkatkan kualitas SDM masyarakatnya agar memiliki daya saing tinggi. Sementara,
bermukim di Sumatera, saat ini menghadapi tantangan sangat berat dalam upaya
INDONESIA, dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta jiwa dan di antaranya 48 juta
E.Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan
atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian kedalam kelompok atau
individu tersebut (Singarimbun, 1998 : 24)
Berdasarkan kerangka teoritis diatas, adapun konsep-konsep dalam penelitian ini
dapat dibedakan menjadi beberapa variable, yaitu :
1. Variabel Arteseden
Anteseden meliputi variabel individual yang terdiri dari data demografis seperti
usia,jenis kelamin,dan faktor-faktor psikologiskomunikan seperti tingkat
pendidikan,pekerjaan,tingkat pengeluaran/pendapatan, minat akan informasi dan
teknologi informasi serta variabel lingkungan seperti organisasi ,sistem sosial dan
struktur sosial.
Dimana variable anteseden ini akan membedakan antara satu karakter individu
lainnya.
2. Variabel Motif
Variabel Motif, dapat dioperasionalisasikan dengan berbagai cara yaitu unifungsional
(hasrat melarikandiri, kontak sosial, atau bermain) , bifungsional (informasi-edukasi.,
fantasistescapist, atau gratifikasi segera tertangguhkan), empat-fungsional (diversi,
hubungan personal, identitas personal,dan surveillance; atau surveillance, korelasi,
hiburan, transmisi budaya, dan multi fungsi onal ( Rakhmat,2004:66)
3. Variabel Penggunaan Media
Penggunaan media terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media
jenis isi media yang dikonsumsi dan berbagai hubungan antara individu konsumen
media dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan
( Rakhmat,2004:66).
Dalam Penelitian ini kami hanya melihat terbatas pada penggunaan media , tidak
sampai ke efek media.
F. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif
kuantitatif. Metode penelitian deskriptif adalah metode yang hanyalah memaparkan
situasi atau peristiwa apa adanya. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan
hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi (Rakhmat, 2004 : 24).
Dengan kata lain, penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan
(mendeskripsikan) secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala kelompok
tertentu.
2. Lokasi Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah Tuk-Tuk Kecamatan Simanindo
Kabupaten Samosir.Jumlah penduduk sebanyak 1941 orang. Dengan luas wilayah 5.318
km2 Tuk-Tuk berarti pintu masuk,ketok.Sedangkan Si adong berarti ada.Tuk-Tuk Siadong
adalah sebuah kota kecil di pulau Samosir yang berjarak kurang lebih 2 Km dari kota
Tomok. Penduduk setempat menggantungkan hidup dari bisnis pariwisata dan pertanian.
Tuk-Tuk berbatasan dengan :
Sebelah Utara berbatasan dengan Pangururan
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Ronggur Nihuta
Sebelah Selatan berbatasan dengan Onan Runggu
Sebelah Barat berbatasan dengan Danau Toba
Tuk-Tuk Siadong adalah satu-satunya kelurahan yang ada di Kecamatan
Simanindo Kabupaten Samosir ( Samosir dalam angka, 2008 ).
Tabel. 2
Pengetahuan Tentang Kampung Digital
NO SIKAP F %
1 Sangat Mengetahui 7 11.7
2 Mengetahui 36 60.0
3 Ragu-ragu 2 3.3
4 Kurang Mengetahui 15 25.0
Total 60 100.0
Sumber : K2
n = 60
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden memang mengetahui dan
memanfaatkan kampung digital,ini dapat dilihat dari jawaban responden yaitu sebanyak
60,0 % menjawab mengetahui kampung digital, sementara sebanyak 25,0 % menjawab
kurang mengetahui. Ini mungkin karena singkatnya waktu keberadaan kampung digital
di lokasi tersebut. Sisanya sebanyak 11,7 % menjawab sangat mengetahui dan hanya 3,3
% yang menjawab ragu-ragu.
Tabel. 3
Kegunaan Menggunakan Kampung Digital
NO KEGUNAAN F %
1 Mencari Informasi 37 61.7
2 Mempromosikan Usaha 2 3.3
3 Mencari Relasi 2 3.3
4 Mengisi Waktu Luang 7 11.7
5 Lainnya 12 20.0
Total 60 100.0
Sumber : K3
n = 60
Tak beda dengan internet kampung digital banyak dimanfaatkan responden untuk
mencari informasi, ini terlihat dari jawaban responden yang mayoritas menjawab
mencari informasi yaitu sebanyak 61,7 %, lainnya sebanyak 20,0 %, menggunakan untuk
mengisi waktu luan sebanyak 11,7 %. Sisanya untuk skor yang sama yaitu masing-
masing 3,3 % yang menggunakan untuk mempromosikan usaha dan mencari relasi.
Tabel. 4
Kampung Digital Memberikan Manfaat Dan Pengetahuan
NO SIKAP F %
1 Sangat Bermanfaat 37 61.7
2 Bermanfaat 18 30.0
3 Kadang-kadang 5 8.3
4 Kurang Bermanfaat 0 0
5 Tidak Bermanfaat 0 0
Total 60 100.0
Sumber : K4
n = 60
Kehadiran kampung digital ternyata memberikan manfaat dan pengetahuan
kepada responden ini terlihat dari jawaban yang diperoleh yaitu responden yang
menjawab sangat bermanfaat yakni sebanyak 61,7 %, yang menjawab bermanfaat
sebanyak 30,0 %.
Tabel. 5
Penilaian Tentang Adanya Kampung Digital
NO SIKAP F %
1 Sangat Baik 26 43.3
2 Baik 27 45.0
3 Sedang 6 10.0
4 Kurang Baik 1 1.7
Total 60 100.0
Sumber : K5
n = 60
Adanya kampung digital disambut masyarakat dengan baik karena dengan
kehadiran kampung digital di Tuk-Tuk membawa banyak perubahan terutama kearah
perkembangan dunia usaha warnet yang memang sangat dibutuhkan di Tuk-Tuk sebagai
kampung wisata. Sikap masyarakat tehadap kehadiran kampung digital ini dapat dilihat
dari hasil tabel diatas yaitu 45,0 % responden menjawab baik , 43,3 % responden
menjawab sangat baik , 10,0 % yang menjawab sedang, dan hanya 1 orang atau 1,7 %
yang menjawab kurang baik.
Tabel. 6
Tingkat Kepentingan Terhadap Kampung Digital
NO SIKAP F %
1 Sangat Penting 20 33.3
2 Penting 36 60.0
3 Ragu-ragu 2 3.3
4 Kurang Penting 2 3.3
Total 60 100.0
Sumber : K6
n = 60
Hampir sebagian besar responden menganggap kampung digital itu penting, ini
terlihat dari hasil jawaban mereka yakni yang menjawab penting 60,0 % , yang menjawab
sangat penting 33,3 %, sementara yang menjawab ragu-ragu dan kurang penting dengan
persentase yang sama yaitu masing – masing sebanyak 3,3 %.
Tabel. 7
Kampung Digital Membawa Pengaruh Yang Nyata
NO SIKAP F %
1 Sangat Berpengaruh 18 30.0
2 Berpengaruh 38 63.3
3 Ragu-ragu 2 3.3
4 Kurang Berpengaruh 2 3.3
Total 60 100.0
Sumber : K7
n = 60
Kampung digital membawa pengaruh yang nyata bagi masyarakat Tuk-Tuk , ini
terlihat dari jawaban responden yaitu yang menjawab berpengaruh sebanyak 63,3 % ,
sangat berpengaruh sebanyak 30,0 %, dan yang menjawab ragu – ragu dan kurang
berpengaruh masing-masing sebanyak 3,3 %. Dikatakan berpengaruh karena dengan
kehadiran kampung digital atau dicanangkannya kampung digital memancing speedy
landing sehingga biaya dalam menggunakan internet yang sebelumnya hampir sama
dengan biaya interlokal yaitu sebesar 60 ribu perjam ( Telkom net instant ) menjadi lebih
murah. Setelah kehadiran speedy tarif menggunakan internet perjam di Tuk – Tuk yaitu
untuk Turis asing Rp 15.000,- sampai Rp 20.000,-. Sementara untuk lokal Rp 8.000
sampai Rp 10.000,- per jamnya.
Tabel. 8
Hal Yang Mendorong Dalam Menggunakan Kampung Digital
NO MENDORONG F %
1 Rasa Ingin Tahu 18 30.0
2 Kemudahan Akses Informasi 13 21.7
3 Kelengkapan Fasilitas Yang Ada 6 10.0
4 Mengikuti Perkembangan Zaman 13 21.7
5 Kemudahan Untuk Berkomunikasi 10 16.7
Total 60 100.0
Sumber : K8
n = 60
Namun yang mendorong responden dalam menggunakan kampung digital tidak
terlalu jauh berbeda yaitu rasa ingin tahu 30,0% , kemudahan akses informasi dan
mengikuti prkembangan zaman menduduki persentase yang sama yaitu masing – masing
21,7 %, kemudahan untuk berkomunikasi sebanyak 16,7 % dan sisanya 10,0 % untuk
kelengkapan fasilitas yang ada.
Tabel. 9
Tingkat Kepentingan Terhadap Kampung
Digital Dalam Kehidupan Sehari-Hari
NO SIKAP F %
1 Sangat Penting 13 21.7
2 Penting 41 68.3
3 Ragu-ragu 1 1.7
4 Kurang Penting 4 6.7
5 Tidak Penting 1 1.7
Total 60 100.0
Sumber : K9
n = 60
Adapun tingkat kepentingan responden terhadap kampung digital dalam
kehidupan sehari-hari mayoritas responden mengatakan penting. Ini terlihat dari jawaban
responden yaitu yang mengatakan penting sebanyak 68,3 %, yang mengatakan sangat
penting sebanyak 21,7 %, yang menjawab kurang penting sebanyak 6,7 %. Sisanya
masing – masing 1,7 % untuk jawaban ragu – ragu dan tidak penting.
Tabel. 10
Keberadaan Kampung Digital Dapat Membantu
Memecahkan Masalah Ekonomi
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 9 15.0
2 Setuju 26 43.3
3 Ragu-ragu 11 18.3
4 Kurang Setuju 8 13.3
5 Tidak Setuju 6 10.0
Total 60 100.0
Sumber : K10
n = 60
Hadirnya kampung digital di Tuk-Tuk dirasakan sebagian besar masyarakat
membantu dalam memecahkan masalah ekonomi karena dengan kehadiran kampung
digital membawa dan membuka peluang usaha dibidang rental internet yang begitu
banyak peminatnya di kampung wisata tersebut, dan juga ada responden yang tertarik
membuka rental game setelah hadirnya kampung digital tersebut. Ini dapat dilihat dari
hasil tabel diatas yaitu sebanya 43,3 % menjawab setuju, ragu-ragu sebanyak 18,3 %,
yang menjawab sangat setuju sebanyak 15,0 %, kurang setuju sebanyak 13,3 % dan 10,0
% yang menjawab tidak setuju.
Tabel. 11
Keberadaan Kampung Digital Membantu
Dalam Mencari Ide / Pemikiran Untuk Berwirausaha
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 16 26.7
2 Setuju 31 51.7
3 Ragu-ragu 4 6.7
4 Kurang Setuju 6 10.0
5 Tidak Setuju 3 5.0
Total 60 100.0
Sumber : K11
n = 60
Hadirnya kampung digital membantu responden dalam mencari ide/pemikiran
untuk berwirausaha seperti menyediakan rental internet di hampir semua tempat seperti
restauran, café, cotage, hotel, losmen atau penginapan dan usaha lain seperti rental game
yang ide awalnya terisnpirasi dari hadirnya kampung digital. Ini juga dapat dilihat dari
hasil statistik dimana responden yang menjawab setuju sebanyak 51,7 %, yang menjawab
sangat setuju sebanyak 26,7 %, kurang setuju sebanyak 10,0 %, untuk jawaban ragu-
ragu sebanyak 6,7 % dan sisanya 5.0 % untuk jawaban tidak setuju.
Tabel. 12
Keberadaan Kampung Digital Memotifasi
Untuk Membuka Usaha
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 10 16.7
2 Setuju 33 55.0
3 Ragu-ragu 6 10.0
4 Kurang Setuju 7 11.7
5 Tidak Setuju 4 6.7
Total 60 100.0
Sumber : K12
n = 60
Banyak masyarakat khususnya responden yang terisnpirasi dan termotifasi untuk
membuka usaha dengan hadirnya kampung digital tersebut, ini dapat dilihat dari jawaban
sebagian besar responden yang menjawab setuju kalau kampung digital yang memotifasi
mereka dalam membuka usaha yaitu sebanyak 55,0 %, yang menjawab sangat setuju
sebanyak 16,7 %, kurang setuju sebanyak 11,7 %, ragu-ragu sebanyak 10,0 % dan sisanya
untuk jawaban tidak setuju sebanyak 6,7 %.
Tabel. 13
Keberadaan Kampung Digital Membantu
Dalam Menjalin Kerjasama Usaha Dengan Pihak Lain
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 12 20.0
2 Setuju 24 40.0
3 Ragu-ragu 13 21.7
4 Kurang Setuju 7 11.7
5 Tidak Setuju 4 6.7
Total 60 100.0
Sumber : K13
n = 60
Kampung digital dirasakan responden dapat membantu dalam menjalin kerjasama
usaha dengan pihak luar misalnya si wisatawan yang sudah pernah datang berkunjung ke
Tuk-Tuk tersebut membawa situs atau website kampung digital pulang kenegaranya lalu
ditunjukkan atau dipromosikan ke rekan atau relasinya yang ingin berkunjung ke Tuk-
Tuk. Ini dapat dilihat dari jawaban responden yang menjawab setuju sebanyak 40,0 %,
sangat setuju sebanyak 20,0 %. Ragu-ragu sebanyak 21,7 %, kurang setuju sebanyak 11,7
%. Sisanya sebanyak 6,7 % menjawab tidak setuju.
Tabel .14
Keberadaan Kampung Digital Sudah Membantu
Untuk Melancarkan / Meningkatkan Kerjasama
Usaha Dengan Pihak Lain
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 12 20.0
2 Setuju 26 43.3
3 Ragu-ragu 10 16.7
4 Kurang Setuju 8 13.3
5 Tidak Setuju 4 6.7
Total 60 100.0
Sumber : K14
n = 60
Dari hasil tabel diatas dapat dilihat jawaban responden yang menjawab setuju
sebanyak 43,3 %, sangat setuju sebanyak 20,0 %. Ragu – ragu ada sebanyak 16,7 % dan
yang menjawab kurang setuju sebanyak 13,3 %. Sisanya yang menjawab tidak setuju
sebanyak 4 orang atau sebanyak 6,7 %. Kampung digital sudah membantu untuk
melancarkan /meningkatkan kerjasama usaha dengan pihak lain. Contoh yang paling
nyata dalam Malaysia Paralayang terbuka yang memakai Iven Samosir yang pusatnya
dilaksanakan di Tuk-Tuk Siadong. Dalam Iven ini tentunya kampung digital sangat
berperan menjual yang nantinya bisa diketahui apa maunya pengunjung mulai dari kamar
sampai kebutuhan kecil .
Tabel. 15
Keberadaan Kampung Digital Sudah Membantu Masyarakat Di Lingkungan
Tempat Tinggal Anda Untuk Mendapatkan Informasi Tentang Dunia Usaha
NO SIKAP F %
1 Sangat Membantu 21 35.0
2 Membantu 33 55.0
3 Ragu-ragu 6 10.0
4 Kurang Membantu 0 0
5 Tidak Membantu 0 0
Total 60 100.0
Sumber : K15
n = 60
Jawaban yang pantastis dari responden yakni sebanyak 55,0 % menjawab setuju
kalau keberadaan kampung digital sudah membantu masyarakat di lingkungan tempat
tinggal mereka untuk mendapatkan informasi tentang dunia usaha.Yang menjawab sangat
membantu sebanyak 35,0 % dan sisanya hanya 6 orang atau sebanya 10,0 % yang
menjawab ragu –ragu.
Tabel. 16
Biaya Yang Dibebankan Kepada Pengguna Kampung Digital
NO SIKAP F %
1 Sangat Murah 7 11.7
2 Murah 47 78.3
3 Ragu-ragu 5 8.3
4 Kurang Murah 1 1.7
5 Tidak Murah 0 0
Total 60 100.0
Sumber : K16
n = 60
Tabel. 17
Harapan Kedepan Untuk Kemajuan Kampung Digital
NO HARAPAN F %
1 Membawa Pengaruh Positif ,Terutama
Dapat Menambah Wawasan Masyarakat 30 50.0
Dibidang TIK
2 Penambahan Unit Komputer ,
Peningkatan Fasilitas dan Sosialisasi Ke 12 20.0
Masyarakat
3 Dapat Membawa Kemajuan Dibidang
Pendidikan 8 13.3
4 Pembelajaran Gratis Atau Bimbingan
Teknis Pemanfaatan Kampung Digital 4 6.7
5 Harapan Lainnya 6 10.0
Total 60 100.0
Sumber : K17
n = 60
Untuk tabel 49, Dari pertanyaan terbuka yang dijaring oleh peneliti mengenai
harapan masyarakat mengenai kemajuan kampung digital kedepan di Tuk-Tuk Siadong,
harapan akan membawa pengaruh positif, terutama dapat menambah wawasan
masyarakat dibidang TIK sebanyak 50, 0 %.Berharap akan adanya penambahan unit
komputer, peningkatan fasilitas dan sosialisasi ke masyarakat sebanyak 20,0 % , harapan
dapat membawa kemajuan dibidang pendidikan 13,3 %, serta harapan akan diadakannya
pembelajaran gratis atau bimbingan teknis pemanfaatan kampung digital sebanyak 6,7 %.
Sisanya menjawab harapan lainnya yaitu 10,0 %.
Tabel. 18
Kendala Yang Dihadapi Dalam Penggunaan Kampung Digital
NO KENDALA F %
1 Kurang Mengerti /Paham Dalam
Penggunaan Kampung Digital 13 21.7
2 Masaah Biaya 12 20.0
3 Lambat Loading 11 18.3
4 Kurangnya Fasillitas Sehingga Harus 7 11.7
Antri
5 Kendala Lainnya 17 28.3
Total 60 100.0
Sumber : K18
n = 60
Untuk tabel 50 ini juga, dari pertanyaan terbuka yang dijaring oleh peneliti yaitu
mengenai kendala yang responden hadapi dalam penggunaan kampung digital, merasa
kurang mengerti /paham dalam penggunaan kampung digital sebanyak 21,7 %. Meskipun
biaya yang dikenakan dikampung digital relatif lebih murah dibandingkan dengan jika
menggunakan diluar namun sebanyak 20,0 % responden mengatakan masalah biaya
menjadi kendala yang mereka hadapi,ini mungkin disebabkan responden yang terjaring
tersebut sebagian adalah pelajar dan pekerja yang mempunyai gaji yang relatif
kecil.Sementara yang menjawab kendala yang mereka hadapi karena lambat Loading atau
lebih populer dengan lalot sebanyak 18,3 %. Yang menjawab kurangnya fasilitas
sehingga harus antri sebanyak 11, 7 %. Sisanya sebanyak 28,3 % menjawab kendala
lainnya.
Berdasarkan temuan data-data penelitian diatas dapat dilihat bahwa pemanfaatan
kampung digital oleh mayarakat Tuk – Tuk Kabupaten Samosir Sumatera Utara untuk
menambah informasi ,meningkatkan pengetahuan mereka, dan sebagai media komunikasi
telah disambut dengan baik kehadirannya oleh mayarakat dan digunakan secara efektif
serta berhasil guna karena kehadiran kampung digital yang biayanya relatif lebih murah
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pembelajaran awal, begitu juga dengan anak –
anak sekolah mereka akan memperaktekkan pelajaran sekolah dikampung digital
sepulang sekolah.
Mereka memanfaatkan kampung digital dan mengakses kampung digital yang
telah disediakan Telkom Divisi I yang dikelola oleh Dinas Pariwisata karena Telkom
hanya bertanggung jawab sampai ke saluran saja. Adapun waktu dimana masyarakat
mengakses kampung digital adalah kebanyakan masyarakat memanfaatkannya dengan
waktu yang tidak tentu yaitu mengingat perangkat kampung digital yang tersedia hanya
1 (satu) unit jadi mereka harus antri menunggu waktu luang.Keadaan ini tentunya
menimbulkan perasaan yang kurang nyaman bagi masyarakat terutama bagi masyarakat
yang betul-betul tertarik untuk mempelajari dan mendalami masalah internet ini dan
mempunyai uang saku yang terbatas seperti anak sekolah.
Adapun jenis kegiatan yang dilakukan melalui kampung digital ini pada umumnya
adalah untuk mengakses informasi,chatting,browsing (mencari informasi melalui
website), mengakses informasi hiburan, e-mail (surat menyurat melalui internet), game
dan lain sebagainya.Adapun yang menjadi faktor pendorong dalam pemanfaatan
kampung digital bagi masyarakat Tuk – Tuk siadong Kabupaten Samosir ini adalah rasa
ingin tahu,kemudahan akses informasi dan untuk mengikuti perkembangan
jaman,sedangkan faktor-faktor lainnya yang mendorong pemanfaatan kampung digital
bagi masyarakat adalah kemudahan untuk berkomunikasi serta untuk kelengkapan
fasilitas yang ada.
Dalam pencarian informasi yang sering diakses adalah mengenai infomasi
pariwisata dan bisnis/dunia usaha yang berhubungan dengan pariwisata sesuai daerah
mereka yang memang kampungnya wisatawan ,pendidikan, hiburan. Sedangkan
keberadaan kampung digital juga banyak dimanfaatkan masyarakat dalam memecahkan
persoalan kehidupan sosial, mengisi waktu luang, meningkatkan hubungan silaturahmi,
sarana bersantai,dan memecahkan masalah ekonomi keluarga. Mengakses teknologi
informasi internet lewat kampung digital sudah menjadi kebiasaan rutin sebagian
masyarakat Tuk –Tuk Kabupaten Samosir.
Teori informasi membentuk dasar untuk komputer elektronik modern dan
pengiriman informasi dalam cyberspace. Internet sudah mampu mengubah perilaku-
perilaku masyarakat dalam menggantikan kebiasaan lama, misalnya perusahaan
komunikasi yang besar tidak lagi dibutuhkan untuk mengirim informasi karena penerbitan
– sendiri (do-it-yourself pubblishing) sekarang dimungkinkan lewat internet
(Severin,2007:61 ).
Antusiasme masyarakat terhadap kampung digital ini dapat dilihat melalui data
pada tabel II.11, yang mana pada umumnya responden sangat berminat terhadap
teknologi informasi internet lewat kampung digital ini, namun dirasakan sangat kurang
karena fasilitas yang ada hanya satu unit.
Manfaat yang dirasakan masyarakat dengan hadirnya kampung digital ini
membawa pengaruh yang positif bagi mayarakat karena bukan saja kemudahan akses
informasi yang didapat ,juga banyak digunakan untuk membuka peluang usaha, ini tidak
bisa dipungkiri karena kehadiran kampung digital yang terbatas memancing masyarakat
lainnya untuk membuka service informasi ini dibanyak tempat di Tuk –Tuk karena
memang daerah ini sangat memerlukan kehadiran teknologi baru tersebut untuk
mengimbangi permintaan pasar .
Namun dari pegamatan penulis terlihat bahwa pemanfaatan Kampung Digital
tersebut tidak terorganisir secara baik, baik it dari segi pengelolaan fisik maupun dari segi
administrasinya, sehingga banyak peralatan yang kini sudah tidak dapat digunakan lagi.
Kesimpulan
Beberapa poin penting yang dapat diambil dari hasil penelitian tentang
pemanfaatan kampung digital oleh masyarakat Tuk - Tuk kabupaten Samosir Sumatera
utara yang telah dilakukan dirangkum dalam kesimpulan sebagai berikut :
1. Kehadiran kampung digital dirasakan masyarakat sangat bermanfaat karena dapat
meningkatkan usaha dan perekonomian masyarakat, dalam bidang informasi dapat
meningkatkan kualitas pikiran manusia di era globalisasi sekarang ini. Melalui
kampung digital masyarakat dapat melakukan transaksi elektronik yang mencakup
semua aspek sesuai dengan culture kampung tersebut baik dunia usaha sampai
kepada pemilihan gubsu. Juga dimanfaatkan untuk mengakses informasi , membantu
pekerjaan,sebagai media komunikasi seperti chatting dan surat menyurat melalui
internet atau disebut juga e-mail. Khusus e-mail dan chatting misalnya banyak
dilakukan dengan turis asing. E-mail harus dicek setiap saat untuk mengetahui apa
maunya si turis yang sering kali mengabarkan akan kedatangannya dan memesan
segala fasilitas juga lewat e-mail atau lewat chatting. Dengan kata lain banyak yang
bisa internet atau hanya sekedar cek E-mail dan chatting di Tuk-Tuk tapi dia tidak
bisa menggunakan komputer.
2. Motifasi masyarakat menggunakan kampung digital dipicu rasa ingin tahu karena
sering kali si wisatawan bercerita tentang internet, dan awalnya juga kampung digital
Tuk –Tuk banyak digunakan oleh wisatawan lalu diikuti oleh guide yang penasaran
akan kampung digital..Selain rasa ingin tahu, kemudahan akses informasi, kemudahan
untuk berkomunikasi, kelengkapan fasilitas yang ada dan mengikuti perkembangan
jaman menjadi motifasi masyarakat menggunakan kampung digital ini. Namun karena
pengguna kampung digital ini banyak supir baru (pengguna pemula) sehingga tingkat
kerusakan tinggi. Kampung digital yang semula diperuntukkan untuk pebelajaran
masyarakat ini beberapa bulan terakhir rusak dan tidak bisa dimanfaatkan lagi karena
sampai sekarang belum ada perbaikannya.
3. Kehadiran kampung digital memancing untuk speedy loading, sehingga begitu
mudahnya mengakses internet di Tuk-Tuk dan begitu mudah menemukan orang yang
familiar dengan internet, bukti bahwa mereka siap menerima kehadiran teknologi
informasi di kehidupan sehari – hari mereka. Jika saja di tempat lain juga ini dapat
diterapkan maka Sumatera pulau digital akan segera terwujud.
Saran
5. Evaluasi dan koordinasi dengan tim webmaster (pengelola web) dalam hal ini Dinas
Pariwisata dan Seni Budaya Pemkab Samosir untuk selalu berupaya agar situs ini
tetap eksis dan bermanfaat bagi lingkungan kawasan wisata digital dan masyarakat
batak yang ada dipulau Samosir dan tidak menutupi kemungkinan bagi masyarakat
lain yang menginginkan melihat via internet tentang info ataupun pengembangan
objek wisata dilokasi ini. Dinas Pariwisata dan seni Budaya sebagai pihak pengelola,
karena kehadiran kampung digital masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat Tuk-Tuk
sebagai pembelajaran dan penyeimbang Rental internet atau servis informasi yang ada
disana.
6. Memperluas jangkauan akses kampung digital dan menambah kehadiran kampung
digital di berbagai daerah terutama daerah terpencil supaya masyarakat bisa
merasakan manfaat dari kampung digital sehingga tidak ada lagi masyarakat yang
ketinggalan informasi.
7. Sosialisasi tentang kampung digital dan pengadaan bimbingan teknis penggunaan
internet gratis masih perlu dilakukan di Tuk-Tuk Siadong sebagai kampung digital
karena sering kali pengelola kampung digital dan masyarakat kewalahan /tidak bisa
menjawab jika turis asing menanyakan situs tertentu tentang Indonesia.
8. Penambahan sarana kampung digital sangat dibutuhkan terutama bagi anak sekolah
yang ingin menerapkan / mempraktekan pelajaran yang telah diperoleh disekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Kriyantono, Rachmat. 2006, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta.
MeQuail, Denis.1994, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta
Nuh,Muhammad.2007, Warnet Atasi Kesenjanan Digital,Media Kominfo,Jakarta
Nawawi,hadari. 1983, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada, Yogyakarta.
Pemkab Samosir, Samosir Dalam Angka Tahun 2008., Badan Pusat Statistik Kabupaten
Samosir.
Rakhmat,Jalaluddin. 2004, Metode penelitian Komunikasi, Remaja Rosda Karya,
Bandung.
Sumanto. 1990, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, Andi Offset, Yogyakarta.
Severin,Werner dan James Tankard.2007, Teori Komunikasi Sejarah , dan Terapan di
Dalam Media Massa,Kencana Prenada Media Group.
Sumber lain
http://www.tuktuksamosir.kampungdigital.com/senibudaya.php
http:// blog.kampungdigital.com/
Anshari,Andang,2008, FocusGrup Discussion RPJM 2010-2014 DEPKOMINFO,Hotel
Dharma Deli,Medan.
PEMILIHAN MEDIA ALTERNATIF DALAM MEMPEROLEH INFORMASI
PUBLIK DI DAERAH BLANK SPOT TVRI SUMUT DI KABUPATEN
LABUHAN BATU
ABSTRAK
Tentunya keadaan ini sangat memprihatinkan di satu sisi masyarakat ingin tahu
tentang daerah mereka melalui TVRI Sumut namun yang diharapkan tidak demikian
karena daerah mereka adalah Blank Spot TVRI Sumut. Oleh karenanya pemerintah
daerah diharapkan dapat mendorong pihak TVRI Sumut agar siaran TVRI Sumut yang
ada di Medan dapat menjangkau di daerah Kelurahan Bakaran Bat Kec. Rantau Selatan
Kabupaten Labuhan Batu.
*
Penulis adalah Peneliti Madya Bidang Komunikasi Pada BBPPKI Medan
“Merupakan perangkat yang dapat dinikmati bersama – sama (sharing), berbeda dengan
media cetak yang penikmatannya bersifat individual”.
Televisi sebagai suatu sarana komunikasi massa yang memiliki peranan penting
dalam menyampaikan pesan, terutama pesan-pesan pembangunan. Diketahui sebahagian
penduduk Indonesia berada di daerah pedesaan membutuhkan dalam jumlah besar
informasi baru tentang pembangunan disekitar daerahnya. Melalui televisi keadaan suatu
daerah akan tampak jelas dan tergambar seolah-olah dalam siaran itu adalah keadaan
sebenarnya realitas dari objek yang terjadi.
Didalam kehidupan sosial atau proses sosial secara dinamis didasarkan pada
komunikasi., karena televisi merupakan jenis khusus dari berbagai media yang ada
dalam lingkup studi komunikasi massa, maka dengan keberadaan media televisi yang
memiliki berbagai jenis informasi akan dapat lebih mempermudah masyarakat untuk
mengembangkan proses sosialnya berdasarkan informasi yang diperolehnya dari televisi.
Berbagai penelitian dan pendapat para ahli komunikasi mengatakan bahwa
media massa memiliki pengaruh terhadap persepsi, opini, dan sikap perilaku individu
dan masyarakat. Media massa baik yang tercetak seperti majalah, surat kabar, tabloid
maupun media elektronik seperti radio siaran dan televisi melalui informasi, opini, dan
materi siaran dengan berbagai metoda pendekatan melakukan aktivitas yang dapat
memberi pengetahuan dan pendidikan kepada masyarakat.
Televisi merupakan salah satu bentuk komunikasi massa, dapat juga disebut
sebagai jenis khusus dari komunikasi sosial yang dilembagakan memiliki banyak
pengertian seperti Jalaluddin Rakhmat menyebutkan, bahwa komunikasi massa diartikan
sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar,
heterogen dan anonim melalui media cetak ataupun elektronik sehingga pesan yang sama
dapat diterima seacara serentak dan sesaat. ( Rahmat,1981, hal : 177 )
Jika dilihat dari uraian di atas defenisi komunikasi massa tersebut menunjukkan
bahwa dalam proses komunikasi massa seperti yang diutarakan di atas begitu kompleks
dan perlu perencanaan yang matang. Kekompleksitasan itu dikarenakan oleh suatu
sasaran media agar proses komunikasi yang dilakukan dapat efektif. Tetapi sebagaimana
yang digambarkan oleh Rakhmat ,bahwa dalam proses komunikasi massa harus
memperhatikan tentang keberadaan khalayak yang begitu kompleks dan beragam, pesan-
pesan yang disampaikan harus tepat, pengorganisasian komunikator terlembaga dan
perlunya merancang dan menyususn strategi komunikasi yang dilakukan dalam
komunikasi massa.
Ada banyak orang beranggapan bahwa media masa sangat efektif mempengaruhi
khalayak. Pada satu sisi hal itu dapat diterima , tetapi keadaan ini hanya dapat berlaku
pada masyarakat yang bersifat pasif menerima apa adanya pesan- pesan yang
disampaikan padanya. Anggapan yang demikian ini dianut oleh Bullet Theory atau yang
sering disebut model hipodermik yang mengasumsikan, bahwa khalayak bersifat pasif
menganalogikan pesan seperti obat yang disuntikkan ketubuh penerima.
Melihat begitu pentingnya kehadiran media massa bagi masyarakat terutama
televisi, maka dapat diasumsikan keberadaan siaran televisi di suatu daerah merupakan
kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Demikian juga halnya yang terjadi di Kabupaten
Labuhan Batu, Kelurahan Bakaran Batu Kecamatan Rantau Selatan, Propinsi Sumatera
Utara, daerah ini sulit menerima siaran-siaran dari TVRI Sumut karena kondisi geografis
wilayahnya yang berada di balik atau dikelilingi bukit barisan sehingga pemancar TVRI
Sumut kurang mampu bahkan tidak mampu menyebarkan sinyal dan gelombangnya
kepada antena televisi ke rumah-rumah penduduk di Kelurahan Bakaran Batu Kecamatan
Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu. Dengan kata lain, wilayah ini termasuk dalam
kategori Blank Spot jangkauan siaran TVRI Sumut. Akibatnya, penduduk di wilayah ini
mencari alternatif lain untuk memperoleh informasi publik yang mereka butuhkan
dalam kehidupan mereka.
Tentunya keadaan ini menjadi masalah dalam memperoleh informasi public dalam
lingkup informasi public dari provinsi Sumatera utara, maka permasalahannya adalah
media alternatif apakah yang digunakan oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi
publik yang mereka butuhkan tersebut. Apabila media alternatif tersebut bermuatan
positif (berisi pesan-pesan pembangunan yang konstruktif dan hiburan yang mendidik)
memang tidak akan menimbulkan persoalan baru, namun jika media alternatif yang
digunakan bermuatan negatif (berisi informasi dan hiburan yang tidak mendidik) maka
masalah akan muncul yaitu terjadinya efek yang destruktif dari kehadiran media alternatif
tersebut yang dapat menimbulkan pola pikir masyarakat negatif yaitu diantaranya adalah
hilangnya rasa nasionalisme dan tidak termotivasi untuk membangun daerahnya.
Berdasarkan pemikiran inilah penelitian ini sebaiknya dilakukan untuk
mengantisipasi efek negatif kepada masyarakat atas kehadiran media alternatiif yang
mungkin tidak konstruktif di wilayah Kabupaten Tobasa.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, maka peneliti dapat
merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
“Bagaimanakah pemilihan media alternatif dalam memperoleh informasi publik di
daerah Blank Spot TVRI Sumut di Kelurahan Bakaran Batu Kecamatan Rantau Selatan
Kabupaten Labuhan Batu”
Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Media dan jenis informasi publik yang dikonsumsi masyarakat Kelurahan
Bakaran Batu Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu
2. Daerah penelitian ini adalah di Kelurahan Bakaran Batu Kecamatan Rantau
Selatan Kabupaten Labuhan Batu
3. Responden penelitian ini adalah masyarakat yang mengonsumsi informasi publik
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimanakah frekwensi responden menggunakan media
alternatif untuk mendapatkan informasi publik.
2. Untuk mengetahui apakah media dan jenis informasi publik yang digunakan
responden.
3. Untuk mengetahui waktu responden mendapatkan informasi publik.
4. Untuk mengetahui durasi responden mendapatkan informasi publik setiap hari.
5. Untuk mengetahui lokasi responden biasanya mendapatkan informasi publik
setiap hari.
Uraian Teoretis.
Penelitian ini membahas tentang “Bagaimanakah Pemilihan Media Alternatif
dalam Memperoleh Informasi Publik di Daerah Blank Spot TVRI Sumut di Kelurahan
Bakaran Batu Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu”.
Televisi adalah salah satu media massa, maka dalam kerangka teoritis akan diuraikan
mengenai komunikasi massa.
Adapun sebagai kerangka teoritis dalam penelitian ini adalah menggunakan
kerangka pemikiran dengan pendekatan teori Uses and Gratifications, (Katz dan Blumler,
1974). Menurut mereka berdasarkan pemikiran ini bahwa seseorang akan mencari sumber
informasi (media) lain untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkannya. Teori uses and
gratification menungkapkan bahwa penggunaan media memiliki pilihan alternative lain
untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka. Karenanya dengan pendekatan teori ini bagi
masyarakat di Kelurahan Bakaran Batu Selatan Kabupaten Labuhan Batu yang menjadi
lokasi penelitian ini dan juga sebagai blank spot TVRI Sumut tentunya akan mencari
media alternative lain selain TVRI Sumut untuk memperoleh informasi public yang
dibutuhkan.
Seperti yang dikemukakan Melezke (1963) yang dikutip oleh Rakhmat, 1981
mengartikan komunikasi massa sebagai setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan
pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan
satu arah pada publik yang tersebar.
Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan
yang beragam dalam jumlah yang banyak menggunakan media. Salah satu contoh media
massa ialah televisi. Televisi merupakan media massa pandang dengar dan membuat
informasi yang disampaikan lebih menarik dan menyenangkan pemirsa dibandingkan
dengan komunikasi lainnya seperti media cetak.
Informasi Publik.
Dengan demikian dengan keberadaan TV sebagai media informasi yang banyak
digemari oleh masyarakat, maka keberadaan media tersebut memiliki peran penting
dalam menyebarluaskan informasi public. Apalagi didaerah pedesaan kebutuhan
masyarakat akan informasi publik menjadi begitu penting. Seiring dengan perwujudan
pemerintahan yang transparan dan terbuka terhadap partisipasi aktif masyarakat menjadi
kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi perlunya informasi publik itu hadir
ditengah-tengah masyarakat. Masyarakat harus diberi akses seluas-luasnya untuk
mengetahui produk kebijakan dan kinerja badan-badan pemerintah beserta pejabatnya.
Tentunya ketersediaan informasi public itu pada masyarakat menjadi keharusan apalagi
melalui media TV. Karenanya maka yang menjadi rujukan ilmiah tentang pengertian
informasi publik menurut Sudibyo peneliti ISAI Jakarta (2009) menyebutkan bahwa
informasi public itu adalah “Segala informasi yang berkaitan dengan hajat hidup publik
(masyarakat) yang berada dibawah pengelolaan badan-badan publik. Dijelaskan lagi
badan-badan publik itu bisa pada level eksekutif, legislatif, yudikatif, BUMN, BUMD,
badan-badan hukum Negara juga organisasi non pemerintah atau swasta yang
menggunakan anggaran pemerintah atau yang mempunyai perjanjian kerja dengan
pemerintah untuk fungsi pelayanan publik.
Jelas ditegaskan diatas bahwa begitu pentingnya informasi public itu bagi
masyarakat. TV dan media lainnya memiliki kedudukan penting dalam penyebaran
informasi publik pada masyarakat, sebab informasi public menyangkut hajat hidup orang
banyak.
Metode Penelitian
Adapun metode penelitian adalah penelitian survey dengan bersifat deskriptif.
Metode ini bertujuan untuk menggambarkan apa adanya dari data lapangan yang
dihimpun. Data yang diperoleh dari lapangan ditabulasi secara tabel tunggal dan
digambarkan sedemikian rupa tanpa melakukan analisa secara mendalam seperti tabulasi
silang.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah dilakukan di Kelurahan Bakaran Batu Kecamatan
Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatera Utara.
Jenis Kelamin
Laki-laki lebih dominan daripada perempuan yaitu laki – laki berjumlah 44 orang
( 73,33 %) dan perempuan berjumlah 16 orang ( 26,67 %). Dari data ini terlihat,
penonton televisi ternyata didominasi oleh laki-laki .
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan responden yang tamat SMA menjadi mayoritas yaitu 28 orang
(46,67 %), kemudian disusul responden tamat SMP berjumlah 20 orang (33 % ). Kondisi
ini dinilai cukup baik, sebab berdasarkan lokasi domisili responden yang berada di desa,
akses dan minat terhadap tingkat pendidikan yang lebih tinggi biasanya sangat rendah.
Selain itu, keberadaan responden yang berada di desa ternyata tidak berkorelasi dengan
minat yang rendah meraih pendidikan tinggi.
Tingkat Penghasilan
Tingkat penghasilan responden mayoritas berada antara Rp. 800 ribu sampai
Rp.1,3 juta per bulan sebesar 30 %, keadaan ini berimbang dengan masyarakat dengan
tingkat penghasilan antara Rp. 200 ribu sampai dengan Rp. 700 ribu, disusul kemudian
antara 1,4 Juta sampai 1,9 Juta yaitu 20 % . Berdasarkan data ini terlihat masih cukup
banyak responden yang hidup pra sejahtera.
Pekerjaan
Jenis pekerjaan responden mayoritas adalah wiraswasta / berdagang yaitu sekitar
24 orang (40 %), kemudian disusul dengan Pegawai Negeri Sipil sebanyak 20 orang
(33,33 %). Selanjutnya termasuk kategori lain-lain sejumlah 10 orang (16,67 %), ini
diantaranya adalah berdagang, TNI, Penarik Beca, Kernet dan lain sebagainya.
Selanjutnya disusul pekerjaan sebagai Buruh Tani yaitu sejumlah 6 orang (10 %).
Penggunaan Televisi
Mayotitas responden menggunakan media Televisi sebagai media untuk
menambah pengetahuan, informasi dan hiburan bagi meraka. Berdasarkan realitas ini
membuktikan ketergantungan responden terhadap kehadiran media Televisi sangat
tinggi, sehingga mereka meskipun tidak memperoleh siaran dari TVRI SUMUT, mereka
akan mengambil siaran dari stasiun Televisi dan media lainnya.
• Radio
Frekuensi Mendengarkan Radio
Materi siaran informasi, Talkshow dan Forum Dialog yang sangat sering didengar
oleh responden 20%. Sedangkan siaran Politik menjadi frekuensi yang sering didengarkan
pendengar 40%. Dari fakta ini terlihat bahwa responden mendengarkan radio mayoritas
ingin memperoleh informasi saja.
• Surat Kabar
Topik yang Dibaca dalam Surat Kabar
Rubrik hiburan sangat sering dibaca oleh pembaca sebesar 27%, disusul dengan
topik pendidikan sebesar 20%. Sedangkan topik Politik sering dibaca oleh pembaca
sebesar 53%.
Kesimpulan
1. Mayoritas responden menggunakan media massa Televisi sebagai media untuk
menambah pengetahuan, informasi dan hiburan bagi meraka. Berdasarkan realitas ini
membuktikan ketergantungan responden terhadap kehadiran media Televisi sangat
tinggi, sehingga mereka meskipun tidak memperoleh siaran dari TVRI Sumut, mereka
akan mengambil siaran dari stasiun Televisi yang lain dan juga media massa lain
seperti radio dan surat kabar.
2. Frekuensi responden menggunakan media massa untuk mendapatkan informasi publik
dari Televisi berupa siaran berita yang ditayangkan cukup tinggi. Kemudian motif
lainnya yang mendorong masyarakat untuk menonton televisi adalah untuk
memperoleh informasi.
3. Acara Televisi yang paling banyak ditonton oleh masyarakat adalah siaran berita yaitu
sebanyak 60 %. Kemudian disusul dengan acara Hiburan (20 %).
4. Masyarakat yang tidak menonton TVRI Sumut ternyata menonton siaran televisi
swasta yang lain. Siaran Televisi Swasta yang ditonton adalah Siaran Televisi Swasta
Nasional (TRANS TV, Indosiar dan RCTI). Dengan demikian, animo masyarakat
untuk menggunakan televisi sebagai media informasi cukup signifikan.
5. Durasi responden menonton Televisi mayoritas berkisar antara dua jam sampai dua
setengah jam. Hal ini membuktikan bahwa responden memiliki ketergantungan untuk
menonton Televisi setiap harinya
6. Materi acara paling sering yang ditonton oleh responden adalah berita Politik, ini
terlihat dari frekuensi yaitu sebesar 46%, diikuti dengan Berita yaitu sebesar 30%.
Kategori Hiburan juga menempati urutan yang termasuk dalam kategori Sering yaitu
sebesar 23% yang termasuk kategori Sering. Berdasarkan fakta ini terlihat bahwa
responden sangat menyukai Berita Politik.
7. Mayoritas responden menonton Televisi di rumah mereka sendiri bersama keluarga
dengan frekuensi Sangat Sering. Namun demikian, ada juga responden yang
menonton televisi di rumah tetangga mereka.
8. Siaran informasi publik dari Televisi memberikan manfaat bahkan sangat bermanfaat
untuk menambah pengetahuan mereka namun ada juga menganggap hal itu sebagai
informasi saja
9. Kualitas siaran informasi publik yang diterima mayoritas menjawab Sangat Baik
terutama dalam bidang Politik, Agama, Hukum, Ekonomi dan Sosial Budaya.
10. Kualitas Gambar Siaran informasi Publik dari televise mayoritas dinilai Sangat Baik
oleh responden .
11. Media tradisional seperti PETRA ternyata tidak menjadi pilihan mayoritas masyarakat
untuk mendapatkan informasi publik yang diinginkan oleh mereka. Walaupun
responden tidak mendapatkan siaran TVRI Sumut (Blank Spot) namun responden
memilih media lain sebagai media informasi seperti TVRI Jakarta, TV Swasta
Nasional (TRANS TV, Indosiar, RCTI).
Saran-Saran
1. Pemerintah daerah perlu meningkatkan kualitas penerbitan media komunitas yang
langsung dapat menyentuh kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
2. Keberadaan siaran Televisi yang bermuatan lokal atau regional dengan sentuhan
budaya lokal perlu ditingkatkan agar masyarakat di daerah merasa memiliki media
yang dapat menyalurkan aspirasinya.
3. Pemerintah daerah perlu memfasilitasi media massa yang berorientasi kepada
kepentingan local agar isi media tersebut dapat member stimulasi kepada masyarakat
untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan di daerah.
4. Sosialisasi perlu ditingkatkan untuk member penyadaran kepada masyarakat tentang
arti pentingnya upaya-upaya untuk menerbitkan atau menyelenggarakan berdirinya
media-media komunitas yang berbasis kepada muatan lokal.
5. Pemerintah daerah diharapkan dapat mendukung peran dari media tradisional sebagai
media alternative dalam memperoleh informasi pada masyarakat Kelurahan Bakaran
Batu Selatan selain media modern seperti televisi, radio, dan surat kabar dan apalagi
TVRI Sumut sama sekali tidak dapat dijangkau siarannya oleh masyarakat. Kalaupun
masyarakat menonton TVRI hanya diperoleh dari TVRI Pusat Jakarta.
Daftar Bacaan
ABSTRAKSI
PENDAHULUAN
B. Perumusan Masalah
Yang menjadi permasalah dalam penelitian ini adalah : “Sejauh Mana Pengaruh
Siaran Langsung 6 SCTV Terhadap Opinin Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi
Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi “
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan masalah yang akan dibahas, dan agar suatu penelitian tidak longgar
dan tidak terjadi kerancuan dalam pembahasannya, maka permasalahan perlu dibatasi.
Hal ini mengingat pendapat Nawawi (1991 : 36) dalam bukunya metode penelitian bidang
sosial menyebutkan bahwa : “Masalah tidak boleh terlalu luas tapi juga tidak boleh terlalu
sempit”. Maka penulis membatasi sebagai berikut :
Siaran Liputan 6 SCTV yang ditayangkan setiap hari, bukan siaran mingguan dan
situs liputan 6 SCTV. Masyarakat yang pernah menonton Siaran Liputan 6 SCTV di
Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi.
D. Tujuan Penelitian
Menurut Arikunto tujuan penelitian adalah perumusan kalimat yang menunjukkan
adanya sesuatu yang hendak dicapai setelah penelitian selesai (Arikunto : 1993 : 49).
Adapun tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui Pengaruh Siaran Liputan 6 SCTV
Terhadap Opini Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota
Tebing Tinggi.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah : Secara praktis
penelitian ini merupakan masukan bagi pemirsa SCTV dalam memilih acara penayangan
berita atau informasi.
Secara pribadi, penelitian ini diharapkan akan dapat memperkaya khasanah
penelitian masyarakat, khususnya masyarakat yang menonton Siaran Liputan 6 SCTV di
Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi.
F. Kerangka Teori
Setiap penelitian tentunya memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir
dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Kerangka teori ini berfungsi sebagai
pendukung untuk menganalisa variabel-variabel yang akan diteliti. Untuk itu perlu
disusun kerangka teori yang akan memuat pokok-pokok pikiran dari sudut mana masalah
akan disoroti. “Kerangka berpikir merupakan hasil berpikir rasional yang di tuangkan
secara tertulis meliputi aspek-aspek yang terdapat di dalam masalah dan sub masalah
(Nawawi, 1991 : 41)”. Maka dapatlah diberikan beberapa pengertian yang berhubungan
dengan penelitian yaitu : komunikasi dan komunikasi massa, berita, opini.
Teori Komunikasi dan Komunikasi Massa
Sedangkan Harold Laswel (Effendy, 1990 : 10) mendefenisikan komunikasi
dengan mencoba menjawab beberapa unsur berikut ini :who, says, what, in which
channel, to whom, with what effect. Ini berarti bahwa komunikasi dalam prosesnya
meliputi lima unsur, yaitu : adanya komunikator (penyampai pesan), pesan, media (sarana
penyampai pesan), komunikasi (penerima pesan), effek (umpan balik sebagai reaksi
komunikan terhadap pesan yang disampaikan).
Menurut Freidow (dalam Rakhmat, 1993 : 188) komunikasi dialamatkan kepada
sejumlah populasi dari berbagai kelompok, dan bukan hanya satu atau beberapa individu
atau sebagian khusus populasi. Komunikasi juga mempunyai anggapan tersirat akan
adanya alat-alat khusus untuk menyampaikan informasi agar komunikasi itu dapat
mencapai pada saat yang sama semua orang yang mewakili berbagai lapisan masyarakat.
Sedangkan menurut Effendy (1993 : 79) komunikasi melalui media massa modern
yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi
yang ditujukan kepada umum, film yang dipertunjukkan di gedung bioskop.
Dan sebagai salah satu bentuk atau proses komunikasi, komunikasi massa
mempunyai fungsi sebagai berikut : menyampaikan informasi (to inform), mendidik (to
educate), menghibur (to entertaint), mempengaruhi (to influence) (Effendi, 1993 : 31).
Berita
Berita adalah pemberitahuan atau informasi yang disampaikan kepada khalayak
melalui media massa. Menurut Effendy (1993, : 67) mendefenisikan berita dengan : berita
adalah pelaporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang minat
atau penting kedua-duanya bagi sejumlah penduduk yang besar.
Bertitik tolak dari defenisi ini suatu berita yang disajikan dalam televisi harus
merupakan berita-berita yang dianggap menarik perhatian penonton dan merupakan berita
yang penting yang akan menyaksikan apakah berita itu menarik atau tidak. Penting
tidaknya suatu berita kepada khalayak, sangat tergantung kepada media massa sebagai
pihak yang menyajikan berita. Media massa sebagai saluran komunikasi massa
merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi, dimana komunikatornya
melembaga.
URAIAN TEORITIS
1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi merupakan bagian yang sangat penting bagi kehidupan manusia sejak
dahulu hingga sekarang. Komunikasi pada hakekatnya merupakan pernyataan antara
manusia. Menurut Effendy (1992 : 28) pernyataan itu adalah pikiran atau perasaan
seseorang yang dinyatakan kepada orang lainnya dengan menggunakan bahasa sebagai
alat penyalurnya.
Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris disebut “communication” yang berasal
dari bahasa latin “communicatio” yang bersumber dari kata “communis” yang artinya
sama, maksudnya memiliki makna yang sama. Sebagai makhluk sosial senantiasa ingin
berhubungan dengan manusia yang lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya,
bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu itu memaksa
manusia untuk berkomunikasi. Jadi komunikasi berlangsung apabila orang-orang yang
terlibat terdapat kesamaan makna, mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Proses itu
kemudian mennimbulkan suatu dampak yang berati efek, dimana proses penyamaan
makna tersebut menggunakan media sebagai perantaranya.
Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah kebutuhan yang sangat
fundamental bagi seorang dalam hidup bermasyarakat.
Menurut Hovland (dalam Arifin, 1988 : 25) menyatakan komunikasi adalah proses
dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang (biasanya lambang-lambang
dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain. Sejalan dengan
pengertian tersebut Effendi (1992 : 8) mengemukakan, komunikasi adalah proses
penyampaian lambang-lambang yang bermakna bagi kedua belah pihak. Kemudian
menurut De Vito (dalam Effendy, 1990 : 5) komunikasi adalah kegiatan yang dilakukan
seseorang atau lebih yakni kegiatan menyampaikan dan menerima pesan untuk memberi
tahu apakah mengubah sikap, pendapat atau perilaku baik langsung secara lisan maupun
tidak langsung secara tulisan.
Dari defenisi-defenisi yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan komunikasi
merupakan proses penyampaian atau pengoperan lambang-lambang dalam bentuk
informasi, hal itu mengingat bahwa kunci dari komunikai adalah informasi.
Defenisi lain yang dipakai untuk memahami pengertian komunikasi yaitu seperti
yang dijabarkan oleh Leswell yang menjelaskan didalam komunikasi terdapat unsur-
unsur komunikasi yaitu :who, says, what, in which channel, to whom, with what effect.
Yang berarti komunikasi memiliki lima unsur yang terdiri dari komunikator (penyampai
pesan), pesan, media (sarana penyampaian pesan), komunikan (penerima pesan), efek
(berupa umpan balik sebagai reaksi komunikan terhadap pesan yang disampaikan).
Pernyataan Laswell tersebut jelas tertuang dalam penjelasan Effendy (1990 : 10) yaitu
proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang
menimbulkan efek tertentu.
2. Komunikasi Massa
A. Pengertian Komunikasi Massa
Menurut Ensiklopedi Pers Indonesia (1991 : 314), komunikasi massa
didefenisikan sebagai bentuk komunikasi yang menggunakan sarana-sarana teknik yang
mampu menyampaikan pesan kepada suatu khalayak yang besar dalam waktu relatif atau
bahkan secara langsung.
Komunikasi massa adalah penyebaran pesan dengan menggunakan media massa
yang ditujukan kepada massa yang abstrak atau sejumlah orang yang tidak nampak oleh si
penyampai pesan. Pembaca koran, pendengar radio, penonton film dan penonton televisi
tidak nampak oleh komunikator. Komunikasi massa atau komunikasi melalui medi massa
sifatnya satu arah (one way traffic). Pesan yang disebarkan oleh komunikator, tidak
diketahui apakah pesan itu diterima, dimengerti, atau dilalakukan oleh komunikan.
Menurut Wahyudi (1986 : 42) memberi defenisi komunikasi massa yang
menggunakan media massa modern yang terbit atau disiarkan secara periodik
Defenisi lain seperti yang diuraikan Effendi (1981 : 59) menyatakan bahwa
komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat
kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan
kepada umum, dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop. Sedangkan
menurut Freidsow (dalam Rakhmat, 1992 : 188) komunikasi massa dibedakan dari jenis
komunikasi lainnya dengan suatu kenyataan bahwa komunikasi dialamatkan pada
sejumlah populasi dari berbagai kelompok dan bukan hanya satu atau beberapa individu
atau sebagian khusus populasi.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Rakhmat (1988 : 5) komunikasi massa adalah
komunikasi umumm bukannya bersifat pribadi. Pesan-pesan bukan hanya ditujukan pada
satu orang saja, isinya pun terbuka bagi setiap orang, anggota-anggota khalayaknya
menyadari bahwa setiap anggota memperoleh materi atau pesan yang sama.
4. Televisi
Televisi merupakan media massa termuda diantara media massa yang lainnya,
karena televisi lahir setelah pers dan radio. Bahkan menurut Effendy, televisi saudara
muda dari radio hal ini karena dasar televisi adalah radio. Kelahiran televisi didunia pada
abad ke-19 yang berlanjut pada abad ke-20, dan tampaknya akan terus berkembang pada
abad-abad selanjutnya.
Secara etimologis istilah televisi berasal dari kata tele (bahasa Yunani) yang
berarti jauh, dan visi (vedere, bahasa latin) berarti penglihatan. Dengan demikian televisi
diartikan dengan melihat jauh diusahakan oleh prinsip gambar, baik dalam bentuk gambar
hidup (moving picture), maupun gambar diam (still picture). Istilah television pertama
kali dicetuskan tanggal 25 Agustus 1900 di kota Paris, dimana pada saat itu sedang
berlangsung pertemuan para ahli di bidang elektronik dari berbagai negara.
Pada tahun 1802 Dane melakukan percobaan sederhana, dari percobaannya itu
ditemukan bahwa pesan dapat dikirim melalui kawat beraliran listrik dalam jarak pendek.
Melalui perkembangan yang panjang, akhirnya terciptalah telegraph, telepon dan
kemudian gelombang-gelombang elegtromagnetik sehingga lahir radio komunikasi, radio
siaran, dan televisi pada abad ke-20. Diantara negara-negara berkembang yang tergabung
dalam Asean, Philipina merupakan negara yang pertama dalam menyelenggarakan siaran
televisi yaitu pada tahun 1952. Sedangkan di Indonesia dimulai pada tanggal 17 Agustus
1962 ketika Asean Games IV.
6. Berita
A. Pengertian Berita
Menurut Hepwood (dalam Assegaff, 182 : 24) berita adalah suatu penuturan
secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru
terjadi, yang dapat menarik perhatian khalayak yang sajikan melalui media massa.
Sedangkan menurut Junaedhie (1991 : 26) berita adalah pemberitahuan tentang
informasi yang diberitahukan kepada khalayak melalui media massa, yang berisi tentang :
a. Peristiwa atau kejadian, seperti konferensi, bencana alam, pertandingan, perang dan
lain-lain.
b. Keadaan, seperti situasi ekonomi, pertumbuhan, ketegangan, politik dan lain-lain.
c. Gagasan pikiran, pendapat, perasaan, seperti soal cinta kasih masalah umum dan lain-
lain.
Dengan kata lain berita adalah realitas yang diberikan. Pengungkapan realitas ini
haruslah ditunjang oleh bahan berita yang secara keseluruhan sedapat-dapatnya unsur-
unsur lima W + 1H yakni : Apa, Siapa, Dimana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana (What,
Whom Where, When, Why, and How).
a. Nilai dan Unsur Berita
Nilai berita (New Value) juga mempengaruhi dalam menyiarkannya kepada
masyarakat. Selain pada nilainya, penempatan nilai juga tergantung pada cakupan wiayah
yang terdiri dari : berita lokal, berita nasional dan berita internasional.
Nilai berita sebagai ukuran layak tidaknya suatu berita dipilih dan dipublikasikan,
dapat dilihat seperti diuraiakan Junaedhie (1991 : 177) :
• Ketepatan waktu (Timeless)
Berita yang aktual semakin cepat disiarkan akan bernilai berita yang tinggi. Berita-
berita tentang sesuatu yang sedang hangat dibicarakan orang juga bisa digolongkan
dalam bagian ini.
• Kedekatan (Proxinity)
Berita tentang musibah atau bencana di tanah air misalnya, niscaya akan bernilai
berita tinggi daripada musibah yang terjadi di India. Atau berita sejenis yang terjadi di
India akan lebih berarti dibandingkan yang terjadi di Bangladesh. Dalam
perkembangannya, unsur ini juga menyangkut emosi. Sehingga meski musibah itu
terjadi di mancanegara jika berita itu menggugah emosi pemirsa, juga bis disebut
bernilai berita.
• Kemasyuran (Prominence)
Berita-berita yang menyangkut pautkan nama-nama orang termasyur biasanya juga
bernilai berita tinggi. Disini berlaku hukum klasik, name makes news atau nama
membuat berita.
• Akibat (Consequence)
Berita yang diduga berdampak luas, biasanya bernilai berita tinggi. Misalnya berita
perombakan kabinet, pengunduran diri perdana menteri.
• Manusiawi (Human interest)
Pada akhirnya, berita-berita yang menyentuh unsur-unsur kemanusian, akan bernilai
tinggi karena diminati banyak orang.
Apa yang menarik perhatian khalayak haruslah terdapat dalam sebuah berita,
karena tujuan pemuatan suatu berita adalah agar disaksikan khalayak. Penilaian suatu
berita secara umum dapat dinilai melalui beberapa unsur. Assegaf (1983 : 25-26)
menjelaskan beberapa unsur-unsur berita tersebut :
• Berita haruslah termasa (baru)
• Berita itu penting (dekat jaraknya, lingkungan yang terkena oleh berita)
• Penting karena ternama
• Keluarbiasaan berita
• Akibat yang mungkin ditimbulkan berita
• Ketegangan yang ditimbulkan berita
• Pertentangan (conflict) yang terdapat dalam berita
• Kemajuan-kemajuan yang diberitakan
• Emosi yang ditimbulkan berita
7. Opini Publik
Untuk memberikan pengertian opini publik perlu dijelaskan terlebih dahulu
hakikat dari opini dan publik.
Albig (dalam Meinando, 1980 : 29) menyatakan bahwa opini adalah suatu
pernyataan mengenai sesuatu yang sifatnya bertentangan. Opini merupakan expressed
statement yang biasa diucapkan dengan kata-kata isyarat atau cara lain yang lain
mengandung arti dan dapat dipahami maksudnya.
Sedangkan menurut Carl I Hovland opini dimulai sebagai jawaban yang
diucapkan dan diberi individu terhadap suatu rangsangan atau situasi yang
mengemukakan beberapa pertanyaan yang dipermasalahkan.
Opini ata pendapat dapat dinyatakan melalui media massa seperti televisi, radio
maupun surat kabar dan majalah. Jadi pengertian opini mempunyai dua unsur yaitu :
a. Pernyataan
b. Mengenai masalah yang bertentangan
c. Opini atau pendapat mempunyai ciri-ciri yaitu :
a. Selalu diketahui dari pernyataan-pernyataan
b. Merupakan sintesa atau kesatuan dari banyak pendapat
c. Mempunyai pendukung dalam jumlah yang besar.
METODOLOGI PENELITIAN
a. Metodologi Penelitian.
Metode merupakan cara melakukan sesuatu. Ia menggambarkan prosedur dalam
melakukan sesuatu. Metode berasal dari bahasa Yunani. Methodus berarti cara. Metode
bertujuan untuk mengumpulkan informasi, mengidentifikasikan masalah serta membuat
perbandingan atau evaluasi (Rakhmat, 1995 : 27).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode
kualitatif bertujuan untuk meneliti sejauh mana pengaruh liputan 6 SCTV terhadap opini
dan tingkat pengaruh terhadap masyarkat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang
Hilir Kota Tebing Tinggi.
A. Pembahasan Data
Dari hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa siaran liputan 6 SCTV
sangat berpengaruh terhadap opini masayarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan
Padang Hilir Kota Tebing Tinggi.
Dari hasil penelitian masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang
Hilir Kota Tebing Tinggi menyatakan bahwa pemberitaan di liputan 6 SCTV sangat
menarik dan berita-berita yang ditayangkan juga sangat jelas. Masyarakat mengatakan
bahwa berita yang disiarkan itu dapat kita lihat berdasarkan kenyataan dan fakta, dimana
peristiwa itu betul terjadi serat tidak mengada-ada dan dapat dipertanggungjawabkan,
dan pemebritaan itu masayarakat menyatakan sudah lengkap, kita sudah puas dan dapat
kita pahami pemberitaan yang disiarkan itu.
Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing
Tinggi sangat simpati terhadap siaran pemberitaan Liputan 6 SCTV, sehingga dapat
mempengaruhi sikap masyarakat, seperti mereka setiap hari menontonnya, apabila
mereka tidak menyaksikan pemeberitaan Liputan 6 SCTV mereka merasa kurang dalam
hal informasi, juga bagi masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini
menyatakan bahwa sangat cendrung menyaksikan pemebritaan Liputan 6 SCTV , hal ini
sangat positif bagi mereka karena dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih
luas dibandingkan bagi masyarakat yang jarang dan tidak pernah menyaksikan
pemebitaan tersebut.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh siaran liputan 6 SCTV
terhadap opini Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota
Tebing Tinggi sangat memuaskan.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang
Hilir Kota Tebing Tinggi, berdasarkan dari jawaban responden /masyarakat banyak.
mendukung dan sangat setuju dan sesuai acara liputan 6 SCTV dan acara lainnya.
2. Bahwa siaran liputan 6 SCTV sangat berpengaruh dan sangat di percaya terhadap
opini Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing
Tinggi.
3. Tingkat minat menonton Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang
Hilir Kota Tebing Tinggi terhadap liputan 6 SCTV cukup tinggi.
4. Berita yang disajikan dalam liputan 6 SCTV sebagian besar Masyarakat Kelurahan
Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi sangat percaya dan
merasa yakin akan isi pesan yang disampaikan liputan 6 SCTV setiap hari
5. Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi
menunjukkan bahwa Masyarakat sangat berminat menyaksikan siaran berita liputan 6
SCTV.
Saran-saran.
1. Dalam menghadapi persaingan bebas yang semakin ketat maka acara liputan 6 SCTV
hendaknya terus merevisi beberapa hal yang terasa masih kurang seperti tambahan
untuk materi berita, serta dapat mempertahankan hal-hal yang menjadi ciri khasnya
seperti mempertahankan ketajaman dan keberanian dalam penyampaian berita
2. Hendaknya masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota
Tebing Tinggi tetap menyaksikan acara liputan 6 SCTV karena dapat menambah
wawasan serta dapat mengetahui hal-hal apa saja yang terjadi di tanah air dan di luar
negeri
3. Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti, responden banyak menonton liputan 6
SCTV adalah masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota
Tebing Tinggi sangat berminat untuk menonton liputan 6 SCTV, peneliti
4. Diharapkan kepada masyarakat agar selalu menonton berita liputan 6 SCTV supaya
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
5. Diharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan oleh peneliti-peneliti lain dengan
pembahasan indikator variabel yang lebih banyak dan lokasi yang lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Assegaff, Dja’far, 1982. Jurnalistik Masa Kini, Jakarta Ghalia Indonesia.
Arikuntoro, Suharsisi. 1997. Prosudur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Jakarta :
Rinaka Ciptan
Arifin, H. Anwar, 1988 Strategi Komunikasi. Bandung, Armico.
Effendy, Onong U. 1986. Dimensi-Dimensi Komunikasi. Bandung, Alumni.
................................1990 Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung, Alumni.
................................1993 Televisi Siaran Teori dan Praktek. Bandung. Madar Maju.
................................1986 Dinamika Komunikasi, Bandung , Remaja Rosda Karya.
Junaedhie, Kurniawan, 1991 Ensiklopedi Pers Indinesia. Jakarta, Pustaka Utama.
Kuswandi, Wawan. 1966. Komunikasi Massa Sebuah AnalisisMedia Televisi Jakarta,
Reneca Cipta.
Liliweri, Alo, 1991, Memahami Peran Komunokasi Massa Dalam Masyarakat.
Bandung, Citra Aditya Bakti.
Mc. Quail, Dennis 1989, Teori-teori Komunikasi Massa. Jakarta, Erlangga.
Nawawi, Hadari, 1991, Metode Penelitian Bidang Sosial, Bandung, Remaja Rosda
Bakti.
Rakhmat, Jalaluddin, 1980 Metode Penelitian Komunikasi Bandung Alumni.
..................................1998 Sosiologi Komunikasi Massa Bandung.Remaja Rasda Karya.
.................................... 1993 Psikologi Komunikasi. Bandung Remaja Rosda Karya.
AKSES INFORMASI POLITIK
DARI PERSPEKTIF BIROKRAT
(Studi Kasus Pada Pegawai Negri Sipil Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta)
ABSTRACT
PENDAHULUAN
Kerangka Teoritis
Komunikasi merupakan proses yang melibatkan dua pihak yaitu sumber
komunikasi dan penerima komunikasi. Kedua pihak itu dipertemukan melalui pertukaran
pesan komunikasi, menggunakan media, maupun tanpa media yaitu bila komunikasi
berlangsung secara personal. Sumber komunikasi dianggap sebagai pihak yang
memprakarsai terjadinya komunikasi melalui penyampaian pesan (informasi), sedangkan
penerima merupakan pihak yang menerima pesan (informasi) dari sumber.
Dalam kegiatan politik pemilihan umum, komunikasi memiliki peran yang
penting seperti yang pernah dikemukakan oleh Chaffee (1975) bahwa komunikasi politik
merupakan peranan komunikasi dalam proses politik (dalam Kaid, 2004:xiii). Sementara
Galdnoor (dalam Nasution, 1999:24) menyatakan bahwa komunikasi politik merupakan
infrastruktur politik, yakni suatu kombinasi dari berbagai interaksi sosial di mana
informasi yang berkaitan dengan usaha bersama dan hubungan kekuasaan masuk dalam
peredaran. Rumusan Galdnoor tersebut sejalan dengan pendekatan Almond dan Powell
(dalam Nasution, 1990:24) yang menempatkan komunikasi sebagai suatu fungsi politik
bersama-sama dengan fungsi lainnya (artikulasi, agregasi, sosialisasi, dan rekrutmen)
yang terdapat dalam suatu sistem politik. Bahkan dikemukakan pula bahwa komunikasi
merupakan prasyarat (prerequisite) yang diperlukan bagi berlangsungnya fungsi-fungsi
yang lain tadi.
Michael Rush dan Philip Althoff (dalam Maran, 2001:158) menyebutkan bahwa
komunikasi politik sebagai suatu proses di mana informasi politik yang relevan diteruskan
dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan di antara sistem-sistem sosial
dengan sistem-sistem politik. Menurut Maran (2001:159) proses ini terjadi secara
berkesinambungan dan mencakup pula pertukaran informasi di antara individu-individu
dengan kelompok-kelompoknya pada semua tingkatan. Komunikasi politik menjadi
penting karena merupakan suatu elemen yang dinamis dan yang menentukan sosialisasi
politik serta partisipasi politik. Seperti bentuk-bentuk komunikasi yang lain, komunikasi
politik berlangsung sebagai suatu proses penyampaian pesan-pesan tertentu yang berasal
dari sumber (selaku pihak yang memprakarsai komunikasi) kepada khalayak, dengan
menggunakan media tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang telah tertentu pula.
Unsur-unsur tersebutlah yang memungkinkan terjadinya suatu kegiatan komunikasi
politik dalam suatu masyarakat (Nasution, 1990:42).
Kegiatan pemilihan umum di Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 9 April
2009 merupakan kegiatan suatu proses komunikasi politik. Proses pertukaran pesan
politik terjadi sepanjang masa sosialisasi calon anggota legislatif sebagai sumber
informasi politik dengan konstituennya sebagai pihak penerima, dalam masa kampanye
pemilihan umum, hingga masa penetapan calon terpilih. Terkait dengan kebutuhan
informasi politik yang berhubungan dengan perilaku pemilih, menurut Roth (2008:23-48)
ada beberapa pendekatan (approach) atau dasar pemikiran yang berusaha menerangkan
perilaku pemilih, di antaranya pendekatan rational choice. Menurut pendekatan ini, yang
menentukan pilihan bukanlah adanya keter-gantungan terhadap ikatan sosial struktural
atau ikatan partai yang kuat, melainkan hasil penilaian rasional dari warga yang cakap.
Pendekatan pemilih rasional menawarkan cara pandang terhadap perilaku pemilih
yang disebut “memilih retrospektif“ atau memilih secara memandang ke belakang dan
“memilih prospektif”. Pemilih prospektif yaitu seorang pemilih akan memilih partai atau
tokoh lebih dikarenakan memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang menjadi preferensi dari
pemilih. Sedangkan pemilih retrospektif yaitu seseorang memilih partai politik atau tokoh
tertentu setelah mengevaluasi aktivitas/ komitmen dari partai politik tersebut sebagai
pemerintah atau oposisi selama periode terakhir.
Menurut Downs (dalam Roth 2008:49-50) sebetulnya pemilih membutuhkan
informasi yang lengkap. Hal inilah yang merupakan masalah sesungguhnya dalam teori
Downs. Dengan adanya informasi yang lengkap, alternatif-alternatif pilihan lebih mudah
dirumuskan. Namun pada kenyataannya informasi yang lengkap tidak selalu tersedia, atau
hanya dapat diperoleh melalui pengorbanan ekonomis yang besar. Oleh karena itu pada
umumnya pemilih harus mengambil keputusan dalam “ketidaktahuan”. Namun pemilih
memiliki berbagai kemungkinan untuk membatasi ketidaktahuan ini, salah satunya adalah
mengumpulkan informasi mengenai bidang-bidang yang dirasa penting. Dengan
memanfaatkan media, kelompok minat maupun partai itu sendiri, akhirnya dapat
mengambil keputusan.
Pemilihan Umum bagi anggota DPR maupun DPRD yang dilaksanakan pada
bulan 9 April 2009, diikuti oleh 38 partai politik peserta pemilihan umum. Pada pemilih
rasional, informasi menjadi bagian penting dalam membuat keputusan politik. Sebelum
menentukan pilihan politiknya, tentunya pemilih rasional membutuhkan informasi politik
yang berkaitan dengan partai politik maupun calon anggota legislatif. Aspek-aspek
informasi politik Pemilihan Umum 2009 khususnya tentang partai politik dan calon
anggota legislatif yang dibutuhkan masyarakat di antaranya adalah tentang: (a) tipe partai
politik, (b) visi dan misi partai politik, (c) platform/ program partai politik, (d) reputasi
partai politik, (e) kualitas calon anggota legislatif.
Ada beberapa cara yang dilakukan manusia untuk mendapatkan informasi politik
(berkomunikasi). Bisa dengan berinteraksi langsung dengan manusia lainnya yang ada di
sekitarnya, bisa dengan berinteraksi dengan lingkungannya, dan bisa juga menggunakan
media. Interaksi dengan manusia lainnya juga bisa dalam lingkup yang beragam seperti
yang banyak disinggung oleh beberapa ilmuwan tentang level komunikasi yang ada
seperti interpersonal, small-group, organization/ institution, public, mass communication
(Littlejohn, 2005; McQuail, 2000:10-15). Kemudian Heath dan Bryant (2000:89)
menyederhanakan menjadi dua macam komunikasi yaitu komunikasi langsung (direct
communication) dan komunikasi yang termediasi (mediated communication), dan ini bisa
dalam berbagai konteks-interpersonal, organisasi dan termediasi (mediated) yang sama
dengan konteks komunikasi massa.
Berdasarkan uraian di atas kiranya dapat disebutkan bahwa masyarakat dalam
mencari (mengakses) informasi politik dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Bermedia (mediated)
Terdiri dari media cetak (suratkabar, majalah), media elektronik (radio, televisi),
media luar ruang (spanduk, poster, baliho), dan media baru (internet).
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Sesuai pertanyaan penelitian dan tujuan yang hendak dicapai dari penelitian, maka
jenis penelitian adalah kualitatif. Penelitian ini tergolong dalam bentuk studi kasus yang
bertujuan menjelaskan (to explain) atau mencari (seek to understand). Peneliti berusaha
mengetahui dan memahami sesuatu yang menjadi fokus penelitian. Dengan studi kasus,
penelitian bertujuan untuk mengetahui dan memahami penggunaan media dan non media
dalam akses informasi politik Pemilihan Umum 2009 dari perspektif Pegawai Negeri
Sipil (PNS) dan juga mengeksplorasi terkait dengan akses informasi tersebut (Creswell,
1994:71).
Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau birokrat di Pemerintah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemprov DIY). Dalam penelitian digunakan
teknik sampel bertujuan (purposive sampling) untuk memilih informan. Pemilihan
informan dilakukan dengan menggunakan teknik snowballing, yakni pemilihan informan
paling awal yang memberikan rekomendasi kenalan yang memiliki karakteristik yang
sama. Oleh karena itu informan yang dipilih dalam penelitian ini diambil berdasarkan
referensi dari satu informan ke informan lainnya, terkait dengan tiga pelaku birokrasi
yaitu pejabat struktural, fungsional dan staf pelaksana di lingkungan Pegawai Negeri Sipil
Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jenis pemilih PNS Pemerintah Provinsi yang kedua adalah golongan pemilih
retrospektif. Pemilih retrospektif adalah pemilih yang memilih partai politik atau calon
anggota legislatif setelah mengevaluasi aktivitas/ komitmen dari partai politik atau elit
yang mewakili partai selama masa baktinya. PNS Pemerintah Provinsi DIY yang menjadi
informan yang tergolong sebagai pemilih retrospektif memprioritaskan kebutuhan
informasi terutama tentang kinerja dan reputasi partai politik maupun calon anggota
legislatif. Menurut Key (dalam Roth, 2008:48) pemilih menetapkan pilihannya secara
retrospektif yaitu dengan menilai apakah kinerja partai yang menjalankan pemerintahan
pada periode legislatif terakhir bagi dirinya sendiri dan bagi negara atau sebaliknya.
Penilaian ini juga dipengaruhi oleh penilaian terhadap kinerja pemerintah di masa yang
lampau. Apabila hasil kinerja pemerintah yang berkuasa (juga bila dibandingkan dengan
pendahulunya) positif, maka akan dipilih kembali, apabila hasil penilaiannya negatif,
maka pemerintah tersebut tidak akan dipilihnya kembali.
Terkait dengan calon anggota legislatif, dalam pandangan pemilih rasional ini
menempatkan pemilih sebagai makhluk rasional yang mempunyai alasan dan tujuan
dalam tindakannya. Untuk memilih seorang calon anggota legislatif dibutuhkan informasi
yang berkaitan dengan kapasitas, intelektual, kepribadian dan karya nyata yang menjadi
pertimbangan utama pemilih sebelum menentukan pilihan politiknya. Artinya kualitas
dan performa individu seorang calon anggota legislatif menjadi prioritas utama, di mana
pemilih akan melihat reputasi yang berkaitan dengan kepribadian seorang calon anggota
dewan. Maka sudah sewajarnya bila PNS Pemerintah Provinsi DIY yang menjadi
informan dalam penelitian ini, membutuhkan informasi yang akan digunakan sebagai
dasar evaluasi, terutama adalah informasi tentang kinerja partai politik serta reputasi
(citra) partai politik. Sedangkan untuk calon anggota legislatif adalah informasi yang
berkaitan dengan pengenalan prestasi (kualitas calon anggota legislatif) serta serta
perilaku (reputasi) calon anggota legislatif.
Arus informasi yang semakin terbuka dan lancar serta posisi PNS yang netral,
tidak terikat (berafiliasi) dengan partai tertentu, memungkinkan pemilih PNS Pemerintah
Provinsi DIY saat ini menjadi bebas dan terbuka untuk menentukan arah pilihan
politiknya. Keterbukaan informasi memperlebar pintu kesempatan bagi PNS untuk
melakukan evaluasi terhadap lembaga-lembaga politik yang ada terutama lembaga
legislatif. Bagaimanapun juga pemilih yang rasional tidak akan memilih calon anggota
legislatif yang mempunyai reputasi kurang baik. Sebagaimana dikatakan oleh informan
ketika memberi alasan mengapa ia memprioritaskan kebutuhan informasi tentang reputasi
calon anggota legislatif, sebagai berikut:
“… saya membutuhkan informasi tentang kinerja dan reputasi calon anggota
legislatif, ingin mengetahui calon anggota legislatif yang mempunyai reputasi baik
atau buruk. Calon anggota legislatif yang suka kawin cerai, mempunyai hobi
berselingkuh, tidak layak menjadi anggota dewan yang terhormat.” (Wawancara,
Wijayanti: 13 Maret 2009).
Berdasarkan hasil paparan di atas dapat dikatakan bahwa pada dasarnya Pegawai
Negeri Sipil Pemerintah Provinsi DIY telah berlaku sebagai pemilih rasional. Pada
umumnya mereka yang membutuhkan informasi mengenai tipe/ platform partai politik,
adalah karena ingin mengetahui ideologi dari partai politik yang bersangkutan. Terkait
dengan visi dan misi, akan diperoleh gambaran ke arah mana bangsa ini akan dibawa ke
depannya. Sementara dengan adanya informasi mengenai program partai politik akan
dapat diketahui partai politik mana yang mempunyai program yang jelas, konkrit, masuk
akal, riil dan terarah. Terkait dengan informasi tentang reputasi dan kinerja partai politik,
akan diperoleh gambaran tentang partai politik yang mempunyai reputasi dan kinerja
yang mendahulukan kepentingan rakyat atau lebih mendahulukan kepentingan golongan.
Sementara dengan adanya informasi tentang kualitas calon anggota legislatif akan
didapatkan gambaran tentang calon anggota legislatif yang mempunyai kemampuan dan
kapasitas sebagai wakil rakyat, mempunyai kapasitas dan integritas sebagai legislator.
Sedangkan untuk informasi yang berhubungan dengan reputasi calon anggota legislatif,
sebagian besar informan membutuhkan informasi yang berkaitan dengan moral calon
anggota dewan. Informasi tersebut nampaknya cenderung dijadikan sebagai dasar
pertimbangan informan untuk menilai bahwa seorang calon legislatif itu layak atau tidak,
untuk dipilih sebagai anggota dewan yang terhormat.
Dengan perkataan lain bahwa informasi yang diinginkannya adalah yang berkaitan
dengan calon anggota legislatif yang dapat mengagregasikan sikap politiknya dengan
layak. Menekankan perlunya para anggota dewan, bukan saja untuk bekerja secara
profesional sebagai legislator, pengawas kekuasaan eksekutif dan penyusunan anggaran,
melainkan juga berperilaku patut dan layak menjadi suri tauladan orang banyak. Dengan
demikian lembaga legislatif akan diisi oleh orang-orang yang mempunyai kapasitas
intelektual, vitalitas kerja, serta mempunyai kopetensi dan integritas seorang wakil rakyat.
Hal ini menunjukkan bahwa informan melihat Kedaulatan Rakyat didasarkan pada
proximity (berita yang isinya memiliki kedekatan baik secara psikologis, geografis atau
demografis).
b. Radio
Dalam penelitian diperoleh pula informan yang mencari informasi Pemilu
Legislatif 2009 melalui radio. Berbagai alasan mengapa mereka mencari informasi
melalui radio: ada yang menyatakan karena radio itu mendengarkan suara, jadi relatif
fleksibel, bisa diakses di mana saja baik di rumah maupun di perjalanan. Singkatnya
ketika seseorang mendengarkan radio, tetap bisa sambil melakukan aktivitas lainnya.
Informasi yang disampaikan lewat radio ringkas dan padat. Sebagaimana disampaikan
oleh salah satu informan sebagai berikut:
“….saya mendengarkan radio di mobil dalam perjalanan dari rumah menuju
kantor, maupun sebaliknya. Radio yang saya dengarkan tidak tentu kadang Sonora
atau Trijaya … Informasi mengenai parpol dan caleg saya dengar dari acara
berbincang-bincang …ya.. ya..dialog,..” (Wawancara, Sudarsono: 12 Maret 2009).
c. Televisi
Informan pemilih PNS Pemerintah Provinsi DIY yang menjadikan televisi sebagai
rujukan ketika mencari informasi Pemilu Legislatif 2009, mempunyai motif dan alasan
yang berbeda-beda. Di antaranya ada yang mencari informasi melalui televisi dengan
alasan informasi melalui televisi lebih cepat sampai ke audience daripada informasi
melalui media cetak. Bahwa informasi melalui televisi mudah diserap karena televisi bisa
dilihat sekaligus didengar. Ada pula yang menyatakan, dapat melihat dan mendengar
sekaligus dan langsung (live) sebagaimana bertatap-muka langsung dengan sumbernya.
Ada juga yang memberi alasan bahwa informasi melalui televisi mudah diingat, karena
dapat mendengarkan sambil melihat.
Alasan informan memilih televisi karena kecepatan informasi sampai ke
audience, dalam hal ini motif dan alasan yang disampaikan informan berkaitan dengan
alasan mendasar yang menyebabkan televisi diminati oleh masyarakat adalah
sebagaimana dikemukakan oleh Bignell (2004:19) karena kemampuannya untuk
menghadirkan berbagai macam peristiwa, tokoh dan tempat-tempat yang berada jauh dari
audience. Sementara alasan yang lain, lebih pada melihat televisi dari sudut pandang
sifatnya yang audio visual yakni pandang dengar. Di samping itu, tidak semua stasiun
televisi dijadikan rujukan dalam mencari informasi Pemilu Legislatif 2009. Ada yang
memilih Metro TV dan TV One, sebagai rujukan dalam mencari informasi Pemilu
Legislatif 2009. Ada yang beralasan karena banyak tayangan tentang Pemilu yang
dikemas cukup serius dan berbobot. Ada pula yang menyatakan karena ada liputan khusus
pemilihan umum. Berdasarkan dari alasan yang dikemukakan oleh beberapa informan
tersebut, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya informan mengandalkan TV One dan
Metro TV karena kedua stasiun televisi tersebut dapat menjadi rujukan untuk mencari
informasi Pemilu Legislatif 2009. Kedua stasiun televisi tersebut setiap hari menyiarkan
informasi yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota legislatif. Untuk Metro
TV melalui mata acara seperti Suara Anda, Partai Bicara, Top Nine News, Genta
Demokrasi, Special Dialog. Sementara TV One melalui acara seperti Interview Politik,
Kabar Pemilu, Uji Kandidat, Atas Nama Rakyat, Documentary One, Debat, Suara Rakyat,
Debat Parpol.
Di samping itu ada juga informan yang memilih Metro TV, RCTI danTPI untuk
mencari informasi Pemilu Legislatif melalui mata acara parodi politik seperti Democrazy
(Metro TV), Benar-Benar Membangun/ BBM (RCTI) dan Kontes de Parpol (TPI),
sebagaimana disampaikan oleh informan sebagai berikut:
“ …..saya suka menonton parodi dalam acara BBM, di samping mencari hiburan
karena banyak banyolan-banyoan dan sindiran, sekaligus juga dapat informasi
mengenai parpol dan caleg dari beberapa tokoh yang dihadirkan.” (Wawancara,
Wijayanti: 13 Maret 2009).
Alasan seperti tersebut di atas mencerminkan bahwa beberapa informan ketika mencari
informasi Pemilu Legislatif 2009 tidak hanya melalui tayangan yang sifatnya serius saja,
tapi juga tayangan yang ada hiburannya, seperti dalam acara parodi politik. Dalam acara
ini informasi yang berkaitan dengan Pemilu Legislatif 2009 dikemas dengan banyolan
dan sindiran-sindiran serta menghadirkan para tokoh ataupun para pakar yang mempunyai
kompetensi. Jadi khalayak yang menyaksikannya di samping mendapatkan informasi juga
mendapat hiburan. Dengan demikian motif dan alasan yang disampaikan informan sejalan
dengan apa yang dikemukakan Skomis (dalam Kuswandi, 1996:8) bahwa televisi
merupakan gabungan dari media dengar dan gambar yang bisa bersifat politis dan bisa
pula informatif, hiburan, pendidikan atau bahkan gabungan dari ketiga unsur tersebut.
Penyampaian isi pesan seolah-olah langsung antara komunikator dengan komunikan
sehingga mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio dan melihat secara visual.
d. Internet
Tidak ketinggalan beberapa informan pemilih PNS Pemerintah Provinsi DIY juga
menggunakan media baru (internet) untuk mencari informasi Pemilu Legislatif 2009.
Masing-masing informan mempunyai alasan tersendiri mengapa mengakses informasi
melalui internet. Ada yang beralasan bahwa banyak informasi yang secara mudah
didapatkan ketika dicari di internet. Melalui search engine google atau yahoo segala
informasi yang dibutuhkan dengan cepat dapat diperoleh. Ada pula yang menyatakan
bahwa internet menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan dan secara mudah di
dapatkan di situ melalui situs-situs yang ada. Sebagaimana diungkapkan oleh salah satu
informan seabagai berikut:
“…di samping melalui media massa saya juga sering browsing di internet,
mengapa ya karena banyak informasi tersedia dengan mudah dan cepat bisa saya
dapat. Untuk informasi mengenai pemilu 2009, saya dapatkan dalam situs seperti
Kompas Online, pernah juga saya membuka situsnya KPU ….” (Wawancara,
Rahayu, 6 Maret 2009).
2. Non Media
Di samping menggunakan media, para informan pemilih PNS Provinsi DIY dalam
mencari informasi Pemilu Legislatif 2009 juga mempunyai kecenderungan yang sama,
yakni melakukannya secara langsung tatap-muka (face to face). Informasi Pemilu
Legislatif 2009 khususnya yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota
legislatif dari masing-masing informan didapatkan secara langsung dari sumber
informasi yang beragam yakni ada yang dari suami, anak, menantu, ada yang dari pakar,
ada juga dari calon anggota legislatif yang melakukan sosialisasi serta ada yang dari
teman kantor dan tetangga. Bila merujuk pada apa yang disampaikan oleh Nimmo
(1989:125) ada dua saluran utama komunikasi interpersonal yang membantu belajar
politik (akses informasi Pemilu Legislatif 2009) yakni keluarga dan lingkungan yang
terdiri dari kawan-kawan. Maka suami, anak dan menantu dikategorikan sebagai
keluarga. Sedang teman kantor dan tetangga dikategorikan sebagai kawan-kawan.
Sementara pakar dan calon anggota legislatif dalam model alir dua tahap (two step flow
model) dimaksudkan sebagai pemuka pendapat (tokoh masyarakat).
Berbagai macam alasan disampaikan oleh masing-masing informan ketika
memilih individu sebagai sumber informasi. Ada beberapa informan yang mengandalkan
seorang pakar sebagai sumber informasi, dengan alasan karena mempunyai kompetensi
dalam bidangnya, sehingga informasi yang disampaikan tidak diragukan validitasnya.
Alasan ini melihat sumber informasi dari sudut pandang yang berkaitan dengan
kapasitasnya sebagai narasumber yang dapat memberikan informasi Pemilu Legislatif
2009 sesuai dengan apa yang dibutuhkannya.
Di samping itu ada juga beberapa informan yang lebih suka mencari informasi
secara langsung dengan keluarganya (anak, suami). Dengan alasan tidak merasa malu,
tidak merasa sungkan, lebih terbuka, lebih bebas. Alasan seperti tersebut di atas
memandang sumber informasi dari sisi rasa kenyamanan pencari informasi. Menurut
Dowson (1979:142) ada ikatan emosional yang kuat dalam keluarga, sehingga dalam hal
ini sudah selayaknya bila ada salah satu anggota keluarga bisa menjadi tempat yang
nyaman untuk bertanya bagi anggota keluarga yang lain ketika membutuhkan suatu
informasi.
Selain itu, ada juga informan yang mencari informasi Pemilu Legislatif 2009
khususnya yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota legislatif kepada teman
kantor. Alasannya karena sama-sama PNS, duduk satu ruangan dan setiap hari bertemu.
Alasan ini memandang teman kantor sebagai karib yang senasib, sebagai sumber
informasi terdekat yang mudah ditemui. Di samping itu ada juga informan yang memilih
tetangga sebagai sumber informasi.
Tabel 1
Akses Informasi Pemilu Legislatif 2009
Menurut PNS Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
No Nama Keterangan
1 Sudibyo Mediated: suratkabar, brosur, majalah, televisi, radio dan
Pejabat struktural internet. Andalan: Kompas, karena netral, berita/ informasi
eselon II berimbang. Non media: pakar dan teman. Andalan: pakar,
karena mempunyai kompetensi, informasinya valid .
2 Tri Mulyono Mediated: suratkabar, majalah, brosur, televisi, radio dan
Pejabat struktural internet. Andalan: surat-kabar Kompas, informasinya lengkap.
eselon II Non media: pakar dan teman. Andalan pakar, merupakan
sumber informasi yang dapat dipercaya.
3 Sri Rahayu Mediated: spanduk, baliho, suratkabar, televisi, radio dan
Pejabat struktural internet. Andalan: surat-kabar Kompas, karena informasinya
eselon III lengkap. Non media: suami, anak, caleg. Andalan: suami
karena lebih sering mengikuti perekembangan yang terjadi
terkait dengan Pemilu 2009.
4 Sasongka Harjanta Mediated: brosur, suratkabar, televisi. Andalan: televisi (Metro
Pejabat struktural TV), karena informasinya cepat dan lengkap. Non media:
eselon III caleg, anggota KPU. Andalan: anggota KPU, karena
informasinya dapat dipercaya.
5 Tri Rubiyanto Mediated: surat kabar, leaflet, televisi, radio dan internet.
Pejabat struktural Andalan: surat kabar Kompas, karena informasinya obyektif
eselon III dan akurat.Non media: tim sukses dan teman, yang diandalkan
tidak ada, karena informasinya belum tentu benar.
6 Aris Rahajeng Mediated: suratkabar, radio, televisi, baliho, spanduk dan
Wijayanti internet. Media andalan: televisi RCTI. Non media : suami,
Pejabat struktural caleg dan teman kantor, andalan suami, karena wawasannya
eselon IV luas.
7 Sudarsono Mediated: suaratkabar, radio, televisi dan internet. Media
Pejabat struktural andalan: suratkabar KR. Alasannya: karena mengkhususkan
eselon IV berita di seputar DIY. Non media: anggota dewan dan teman,
andalannya anggota dewan, karena terlibat langsung dalam
Pemilu.
8 Ani Kuswati Mediated: suratkabar, televisi, radio. Media andalan:
Pejabat struktural suratkabar Kompas. Alasan: beritanya lengkap dan akurat. Non
eselon IV media: suami, teman. Andalan: suami, informasinya dapat
dipercaya.
9 Sarono Tamtomo Mediated: suratkabar,radio, televisi dan internet. Media
Yudho andalan: suratkabar Kompas, alasan informasi tentang Pemilu
Pejabat fungsional disajikan secara lengkap dan mendalam. Non media: tim
sukses, caleg, kerabat, yang menjadi andalan kerabat, tahu
kapasitasnya.
10 Veronika Mediated: suratkabar, majalah, radio, televisi dan internet.
Ismartiningsih Media andalan: TV One, informasi tentang pemilu lengkap.
Pejabat fungsional Non media: suami sekaligus menjadi andalan, karena lebih
sreg.
11 Sri Mawarti Mediated: suratkabar, brosur, radio, televisi dan internet.
Staf pelaksana Gol Andalan: televisi, Metro TV: informasi tentang Pemilu banyak.
III Non media: anak/ menantu, teman, caleg. Andalan: menantu,
pengetahuan banyak.
12 Tri Wahyono Mediated: suratkabar, radio, televisi dan internet. Media
Staf pelaksana Gol andalan: televisi, TV One: acara khusus liputan Pemilu. Non
III media: pakar, caleg. Andalan pakar, mempunyai kapasitas
dalam bidangnya.
13 Astriyanto Sri Mediated: suratkabar, televisi, radio. Andalan: suratkabar
Harjanto Kedaulatan Rakyat. Alasan: informasinya bersifat kedaerahan.
Staf pelaksana Gol Non media: caleg. Andalan: tidak ada.
III
14 Ani Sutarti Mediated: suratkabar dan televisi. Andalan: televisi, TV One,
Staf pelaksana Gol karena berita tentang pemilu banyak. Non media: teman
III kantor. Andalan: tidak ada.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan data dari penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada dasarnya PNS Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, bila mengacu
pada pendekatan perilaku pemilih sebagaimana yang dikemukakan oleh Roth,
tergolong sebagai pemilih rasional, yakni sebelum menentukan pilihan politiknya
membutuhkan informasi yang sebanyak-banyaknya. Berdasarkan prioritas dan alasan
yang melatar belakangi informasi yang dibutuhkan dapat dikategorikan sebagai
“pemilih prospektif” dan “pemilih retrospektif”.
2. Media komunikasi yang dipergunakan untuk akses informasi Pemilihan Umum
Legislatif 2009 oleh para informan cenderung beragam meliputi: media cetak
(suratkabar, majalah, brosur), media elektronik (radio, televisi), media luar ruang
(baliho, spanduk), serta media baru (internet). Juga dilakukan secara langsung tatap-
muka (face to face) dengan sumber informasi yang beragam. Pemilihan sumber
informasi pada umumnya didasarkan pada kompetensi (kemampuan). Alasan ini
melihat sumber informasi dari sudut pandang yang berkaitan dengan kapasitasnya
sebagai narasumber yang dapat memberikan informasi sesuai dengan apa yang
dibutuhkannya.
3. Berdasarkan hasil temuan didapatkan pula bahwa ada kendala yang dihadapi terkait
dengan kemampuan pemilih Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi Daerah
Istmewa Yogyakarta, ketika mengakses informasi Pemilu Legislatif 2009. Baik akses
secara langsung tatap muka (non media) maupun dengan menggunakan media
komunikasi dan informasi. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya meliputi
ketersediaan informasi, penyerapan informasi, faslitas, teknis dan sumber daya
manusia yang bersangkutan. Kondisi ini menjadi salah satu penghambat kelancaran
dalam upaya pemenuhan kebutuhan informasi.
Saran
1. Pada dasarnya setiap warga negara mempunyai hak yang sama terkait dengan akses
informasi pemilu, namun demikian karena keterbatasan kemampuan, maka acapkali
antara individu yang satu dengan yang lainnya tidak mempunyai peluang dan
kesempatan yang sama. Untuk itu yang berkompeten diharapkan membuat kebijakan
terkait dengan ketersediaan informasi pemilihan umum dan penyebarluasannya. Hal itu
dilakukan dengan memanfaatkan media yang murah dan mudah diakses sesuai dengan
tingkat kebutuhan maupun kemampuan masyarakat.
2. Bagi pengelola media massa, khususnya media massa yang berskala lokal, terkait
dengan ketersediaan informasi pemilihan umum ke depan, informasi mengenai profil
masing-masing caleg juga perlu disampaikan kepada khalayak. Di samping itu, dalam
menyampaikan informasi perlu dipergunakan bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti oleh khalayak. Karena tidak setiap individu khalayak mempunyai tingkat
kemampuan dan daya cerna yang sama terhadap suatu informasi. Untuk itu informasi
yang disampaikan perlu disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan daya tangkap
masyarakat.
3. Setiap partai politik peserta pemilihan umum yang menginginkan meraih suara dari
pemilih, perlu membuat strategi pencitraan dan image positif untuk partai politik
maupun individu yang diusungnya, diinformasikan kepada masyarakat pemilih. Citra
atau image positif tidak hanya dimunculkan saat menjelang pemilihan saja, akan tetapi
diperlihatkan melalui kinerja partai politik di parlemen. Sementara individu yang
diusungnya tidak sekedar karena popularitasnya saja, tapi juga yang mempunyai
kapasitas, integritas serta idealnya dalam kehidupan sehari-hari relatif bersih, jauh dari
skandal
Daftar Bacaan
Becker, Samuel L. 1987. Discovering Mass Communication. Illionis. Scott Foremen &
Co.
Bignell, Jonathan. 2004. An Introduction to Television Studies. London: Routledge.
Creswell, John W. 1994. Research Design Qualitative & Quantitative Approachhes.
London&New Delhi. Thousands Oaks: Sage Pub.
Gaffar, Afan. 2000. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta.Pustaka
Pelajar.
Heath, Robert L, & Bryant, Jennings, Eds. 2000. Human Communication Theory and
Research: Concepts Contexts & Challenges. 2 (Edn) Mahwah. New Jersey &
London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
Irawan, I Ketut Putra. 2003. Parpol, Pemilu dan Legislasi-Teori Voters. Yogyakarta.
PLOD UGM.
Kuswandi, Wawan. 1996. Komunikasi Massa ”Sebuah Analisis Media Televisi”,
Jakarta. Rineka Cipta.
Maran, Rafael R. 2001. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta. Rineka Cipta.
Nasution, Zulkarnain. 1990. Komunikasi Politik: Suatu Pengantar. Jakarta. Ghalia
Indonesia,
Nimmo, Dan. 1989. Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek, Penerjemah: Tjun
Surjaman. Bandung. Remaja Karya.
Pamungkas, Sigit. 2009. Perihal Pemilu. Yogyakarta. JIP Jurusan Ilmu Pemerintahan
UGM.
Roth, Dieter. 2008. Studi Pemilu Empiris: Sumber, Teori-Teori, Instrumen danMetode,
Peterjemah Denise Matindas. Jakarta. PT Mitra Alembana Grafika.
Wahyudi, JB. 1996. Dasar-Dasar Jurnalistik Radio dan Televisi. Jakarta. Pustaka
Utama Grafiti.
Figur Susilo Bambang Yudhoyono Di TV ONE
Dan Minat Memilih Presiden Tahun 2009
(Kajian Pengaruh Figur Susilo Bambang Yudhoyono di Media TV One Terhadap
Minat Memilih di Kelurahan Pasar Merah Timur Kecamatan Medan Area Kota
Medan Pada Pemilihan Presiden Tahun 2009)
Abstraksi
Penelitian ini berjudul Figur Susilo Bambang Yudhoyono di TV One Dan Minat
Memilih Presoden Tahun 2009 ( Kajian Pengaruh Susilo Bambang Yudhoyono di Media
TV One Terhadap Minat Memilih di Kelurahan Pasar Merah Timur Kecamatan Medan
Area Kota Medan Pada Pemilihan Presiden Tahun 2009. Penelitian ini bermaksud
melihat popularitas figur Susilo Bambamng Yudhoyono dalam mempengaruhi minat
memilih masyarakat pada Pemilihan Presiden tahun 2009.
Latar belakang masalah dalam pemilihan ini adalah ; bahwa figur Susilo
Bambang Yudhoyono sebagai presiden RI mengalami peningkatan ketika
pemerintahannya menunjukan keseriusan dalam hal pemberantasan korupsi.
Kepemimpinannya terkesan tidak tebang pilih dalam upaya penegakan upaya hukum
tindak pidana korupsi, yang membuatnya mendapat aspirasi positif dari rakyat
Indonesia.Popularitas figur Susilo Bambang Yudoyhono semakin kuat ketika ia mampu
menggabungkan dua kelompok masyarakat ; menengah atas dan bawah, melalui
flukturasi Bahan Bakart Minyak ( BBM ) dan Pemberian Bantuan Langsung Tunai
( BLT ).Selain itu program Jaminan Kesehatan Masyarakat ( Jamkesmas ).
Sebagai perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Sejauh manakah figur
Susila Bambang Yudhoyono di TV One berpengaruh terhadap minat memilih Presiden
dikalangan mahasiswa kelurahan Pasar Merah Timur kecamatan Medan Area Kota
Medan.Adapun sebagai tujuan dari penelitian ini adalah : untuk mengetahui pengaruh
figur Susilo Bambang Yudhoyono di TV One terhadap minat memilih Presiden pada
masyarakat .
Penelitian ini menggunakan teori Uses And Gratifications yang memiliki teori
pendukung Social Categories dan Individual Differewnces Theory. Model teoritis yang
duiajukan ,menempatka figur Susilo Bambang Yudhoyono di TV One sebagai Variable
bebas ( X ) dan Minat Memilih sebagai variable terikat ( Y ). Adapun variable Anteseden
adalah karakteristik responden . Sebagai hipotesis adalah:
Ho : menunjukan terdapatnya hubungan antara variable X dan Y.
Ha : menujukan tidak terdapatnya hubungan antara variable X dan Y.
Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis dalam tabel
tunggal dan tabel silang, untuk selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Dengan
menggunakan rumus prodiuk momen ( person`s correlations ). Selanjutnya diketahui r
adalah 0,698, sesuai dengan skala Guilford, maka diketahui terdapat hubungan yang
signifikan antara figur SBY di TV One dengn Minat memilih masyarakat, dimana 0,698
berada pada tingkat 0,40-0,70 ; yabg berarti hubungan SBY signifikandengan minaty
memilih.
Untuk melihat besarnya kekuatan pengaruh ( KP ) digunakan rumus, KP { rs )2 x
100%, hasilnya= 49%. Hal ini bermakna hubungan figur SBY terhadap minat memilih
masyarakat sebesar 49% atau hanya 49% figur SBY di TV One berpengaruh terhadap
minat memili presiden bagi masyarakat kelurahan Pasar Merah Timur kecamatan
Medan Area Kota Medan dalam PilPres tahun 2009.
Pendahuluan
2. Perumusan Masalah.
Penelitian ini mengemukakan tiga ru,musan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah ketertarikan msyarakat terhadap figure Susilo Bambang
Yudhoyono.
2. Faktor-faktor apakah yang mendorong minat memilih masyarakat pada figure
Susilo Bambang Yudhoyono.
3. Sejauh manakah figure Susilo Bambang Yudhoyono berpengaruh ditelevisi TV
One terhadap minat memilih presiden dikalangan masyarakat kelurahan pasar
merah timur kecamatan Medan Area.
3.Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi hanya pada masalah sebagai berikut
1. Penelitian dilakukan untukmengetahui pengaruh figur Susilo Bamba dalam minat
memilih Presiden pada 2009.
2. Penelitian terbatas pada figur Susilo Bambang Yudhoyono dalam televisi
khususnya TV One.
3. Objek penelitian adalah masyarakat kelurahan Pasar Merah Timur kecamatan
Medan Area kota Medan.
5. Kerangka Teori.
Untuk mendukung pemecahan masalah secara sistematis, teori yang dianggap
relevan dengan penelitian ini adalah Uses and Gratifications (kegunaan dan kepuasan),
yang diuraikan dengan berita figur Susilo Bambang Yudhoyono terhadap minat memilih.
Teori ini mempunyai teori pendukung antara lain; Sosial categories theory dan Individual
differences theory.
Model Uses and Gratifications, merupakan pergeseran focus dari tujuan
komunikator ke tujuan komunikan, atau dari proses pengiriman pesan ke proses
penerimaan pesan. Uses and gratifications ini menentukn fungsi komunikasi massa dalam
melayani khalayak. Model ini tidak tertarik pada apa yang dilakukan media pada diri
khalayak, tetapi tertarik pada apa yang dilakukan khalayak terhadap media, sebab
khalayak dianggap aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya.
Menurut Herbert Blumer dan Elihu Katz. (Orang pertama yang mengenalkan teori
ini pada tahun 1974 da;lam bukunya The Uses on Mass Communication Current
Perpectives on gratifications research) dan Michael Gurevitch (sebagai orang yang ikut
mencetuskan teori ini), uses and gratifications meneliti asal mula kebutuhan secara
psikologi dan social, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-
sumber lain, yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan (keterlibatan pada
kegiatan lain), dan menimbulkan kebutuhan dan akibat-akibat lain. Model ini memandang
individu sebagai makhluk suprarasional yang sangat efektif. Meskipun hal ini
mengundang kritik, tetapi dalam model ini perhatian telah bergeser dari proses
pengiriman pesan kepada proses penerimaan pesan. Model ini merupakan pengembangan
dari jarum hypodermik yang menganggap khalayak pasif.
Study Uses and gratifications ini memusatkan perhatian pada pengguna (uses)
media, untuk mendapatkan kepuasan (gratifications) atas kebutuhan seseorang. Dalam
proses komunikasi massa. Sedangkan inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan
dengan pemilihan media terletak pada khalayak. Teori ini berangkat dari pandangan
bahwa komunikasi tidak mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi khalayak. Pada
intinya khalayak menggunakan media massa berdasarkan motif-motif tertentu. Adapun
media dianggap berusaha memenuhi motif khalayak. Asal mula kebutuhan secara
pshikologis dan social yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber
lain yang membawa pola terpaan media yang berlainan dan menimbulkan pemenuhan
kebutuhan dan akibat lain.
Menurut teori tersebut, pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih
dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain; pengguna media adalah pihak yang
aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha untuk mencari sumber media
yang paling baik didalam usaha memenuhi kebutuhannya. Artinya teori ini mempunyai
pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya.
Model uses and gratifications menekankan pada pendekatan manusiawi dalam
melihat media massa. Bahwa manusia mempunyai otonomi, wewenang untuk memperla
kukan media. Model ini menunjukan bahwa yang menjadi permasalahan utama bukanlah
bagaimana media mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana media
memenuhi kebutuhan pribadi dan social khalayak. Pendekatan dalam memahami
interaksi orang dengan media, melalui pemanfaatan media oleh orang itu (uses), dan
keputusan yang diperoleh (gratifications).
Pendekatan uses and gratifications memberikan alternative untuk memandang
pada hubungan antara isi media dan audience, dan pengkategorian isi media menurut
fungsinya. Diawali decade 1940-an dan 1950-an para pakar melakukan penelitian
mengapa khalayak terlibat dalam berbagai jenis perilaku komunikasi. Pendekatan
mempersoalkan apa yang dilakukan pada media, yakni menggunakan media untuk
pemuasan kebutuhannya. Umumnya khalayak lebih tertarik kepada apa yang khalayak
lakukan pada media, tetapi bukan apa yang dilakukan media pada khalayak.
Efek atau pengaruh media massa terasa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat
modern orang memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa. Tetapi
menurut teori ini konsumen media mempunyai kebebasan untuk memutuskan bagaimana
media itu berdampak pada dirinya. Meskipun pada saat yang sama, khalayak sukar
mengecek keberadaan yang disajikan media. Teori ini juga menyatakan bahwa media
dapat mempunyai pengaruh jahat dalam kehidupan. Gratifikasi yang sifatnya umum
antara lain pelarian rasa khawatir, peredaan rasa kesepian, dukungan emosional,
perolehan informasi dan kontak social.
Pendukung model uses and gratifications diantaranya ; Sosial categories theory
yang diperkenalkan Melvin L. DeFleur. Menurut teori ini adanya perkumpulan-
perkumpilan, kebersamaan-kebersamaan atau kategori social pada masyarakat urban
industrial yang perilakunya ketika diterpa perangsang tertentu hamper-hampir seragam.
Asumsi dasar teori ini ialah teori sosiologis yang menyatakan bahwa meskipun
masyarakat modern sifatnya heterogen, tetapi bagi penduduknya yang memiliki sejumlah
ciri yang sama, akan mempunyai pola hidup tradisional yang sama. Persamaan gaya,
orientasi dan perilaku akan berkaitan dengan suatu gejala seperti media massa dalam
perilaku yang seragam.
Anggota-anggota dari suatu kategori tertentu akan memilih pesan komunikasi
yang kira-kira sama dan menanggapinya dengan cara yang hampir sama pula. Teori
kategori sosial ini merupakan formula yang lebih bersifat penjelasan dari pada
pembahjasan,tetapi sejauh mana dapat digunakan sebagai landasan untuk prediksi kasar
dan sebagai pedoman untuk penelitian, teori tersebut dapat berfungsi sebagai teori
sderhana untuk studi media massa.
Teori pendukung berikutnya adalah Individual Differencest theory, yang
dikemukakan Melvin D. DeFleur dalam buku “ Individual Differencest theory of mass
communication effect”. Teori ini menelaah perbedaan diantara individu-individu sebagai
sasaran media massa ketika mereka diterpa sehingga menimbulkan efek tertentu.
Khalayak sebagai sasaran media massa akan menaruh perhatian secara selektif kepada
pesan-pesan terutama jika berkaitan dengan kepentingannya, konsisten dngan sikap-
sikapnya, sesuai dengan kepercayaannyaa yang diduking oleh nilai-nilainya. Inilah yang
menyebabkan efek media pada khalayak tidak seragam, melainkan beragam, karena
secara individual berbeda satu sama lainnya dalam struktur kejiwaannya.
Anggapan dasar teori perbedaan individual ini , bahwa manusia amat bervariasi
dalam organisasi psikologinya secara biologis, tetapi ini dikarenakan pengetahuan secara
individual yang berbeda. Teori ini mengandung rangsangan-rangsangan khusus yang
menimbulkan interaksi yang berbeda dengan watak-watak perorangan anggota khalayak.
Oleh karena terdapat perbedaan individual pada setiap pribadi anggota khalayak itu, maka
secara ilmiah dapat diduga akan muncul efek yang berfariasi sesuai dengan perbedaan
individual itu.
Dalam kaitan dengan pemaparan teori tersebut, maka penelitian ini mencoba
melihat pada hubungan antara isi media massa yang menampilkan informasi tentang
figur Susilo Bambang Yudhoyono sebagai seorang pemimpin dimata masyarakat dan
minat memilih presiden. Bahwa penggunaan media massa TV One oleh khalayak dalam
mendapatkan informasi figur Susilo Bambang Yudhoyono adalah sebagai inisiatif untuk
mengaitkan minat memilih presiden, atau keputusan khalayak dengan pemilihan media
adalah dalam kaitan memenuhi kepuasannya.
6. Kerangka Konsep.
Untuk pencapaian hasil yang diharapkan dalam penelitian ini, diperlukan
kerangka konsep yang disusun berdasarkan perkiraan teoritis , dan lahan pengamatan.
Kerangka konbsep dalam penelitian ini adalah;
a. Model teoritis.
Kerangka konsep ini, dibentuk melalui pengelompokan variable – variable yang ada,
sehingga menghasilkan suatu model teoritis sebagai berikut:
Karakteristik
Responden
b. Variable Operasional.
Variable operasional adalah penjabaran dari kerangka konsep model teoritis
yang berfungsi sebagai peta penelitian didalam pengumpulan data-data. Sebagai
variable operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
7.2 Figur yaitu, sosok individu yang sudah dikenal oleh masyarakat luas, karena
ketokohannya, seperti pejabat, pemimpin, dan sebagainya.
a). Penampilan yaitu cara tampilan seorang figur dalam media sehingga menarik bagi
masyarakat.
b). Gaya bicara yaitu teknik seorang figur dalam berbicara di media sehingga menarik
dan mudah dimengerti oleh masyarakat.
c). Karakteristik yaitu cara seorang figur menampilkan ciri tersendiri di media sehingga
dapat menarik hati masyarakat diantaranya, religius, tampan, berwibawa.
8. Hipotesis.
Hipotesis adalah suatu pendapat atau sementara atau kurang sempurna. Sebagai
hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ho : Tidak terdapat hubungan antara figur Susilo Bambang Yudhoyono dalam media
Televisi TV One terhadap Minat Memilih Presiden pada masyarakat di- kelurahan
Pasar Merah Timur di-kota Medan.
Ha : Terdapat hubungan antara figur Bambang Yudhoyono dalam media televisi TV One
Terhadap minat memilih presiden pada masyarakat di-kelurahan Medan Timur di-
Kota Medan.
Uraian Teoritis.
A. Pengertian Komunikasi.
Harold Lasswell dalam bukunya The Structure and Function of Comminication in
Society untuk menjelaskan komunikasi ia mengemukan formulasi “ Who Says What In
Wich Channel To Whom With What Effect” Formulasi itu kemudian diterjemahkan
menjadi unsur-unsur komunikai yaitu; Komunikator (orang yang menyampaikan
informasi), Pesan { isi informasi ), Media ( alat atau sarana yang digunakan untuk
menyampaikan informasi ), komunikan ( orang menerima informasi ) dan efek ( pengaruh
komunikasi ).
Dilihat dari hakekatnya komunikasi ialah proses pertukaran atau perpindahan
informasi antara manusia dengan menggunakan bahasa, gambar, dan gerak-gerik sebagai
alat penyalurnya. Tetapi untuk membatasi makna komunikasi, kelompok sarjana komuni
kasi mendifinisikannya sebagai berikut: komunikasi adalah suatu transaksi, proses
simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan :
1. Membangun hubungan antar manusia.
2. Melalui pertukaran informasi.
3. Untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain.
4. Serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu.( Cangara, 2002: 19)
Proses komunikasi dapat berlangsung melalui dua cara yaitu, secara primer
(proses penyampaian informasi dengan menggunakan lambang ( symbol ) sebagai media.
Sedangkan komunikasi secara skunder ( proses penyampaian informasi dengan
menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua}. Media ada yang bersifat massa
seperti seperti televisi dan non- massa seperti telephon.
Penggunaan media massa merujuk kepada fungsi media massa itu sendiri, yaitu
sebagai berikut :
a). Menyampaikan informasi (to inform )
b). Mendidik ( to educate )
c). Menghubur ( to entertain ).
d). Mempengaruhi ( to influence ). ( Effendy, 2005 :8 ).
C. Pengertian figur.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (1988-705). Publik berarti orang banyak
(umum). Sedangkan figur bermakna : bentuk, wujud,tokoh, peran, merupakan sentral
yang menjadi pusat perhatian. Jadi public figur adalah tokoh, orang yang berperan, yang
menjadi pusat perhatian orang banyak.
David Orgilvy dalam Kesuma (1993:403) mengemukakan, public figur adalah
figur masyarakat (tokoh masyarakat). Tokoh masyarakat berarti orang yang sudah dikenal
oleh masyarakat luas, seperti artis, pejabat, pemimpin, olah raga, dan tokoh masyarakat
lainnya.
Jadi publik figur merupakan sosok orang menjadi pusat perhatian orang banyak
atau masyarakat luas, boleh jadi karena segi penampilan fisiknya prestasinya,
ketokohannya atau karena hal lainnya. Semakin populer sosok seorang figur biasanya
semakin sering ia tampil di media massa, dan akan semakin menjadi pembicaraan prilaku,
sikap dan tindakan-tindakannya.
Haji Susilo Bambang Yudoyono, yang lebih popular dengan sebutan SBY adalah
Presiden Indonesia yang ke-6 (2004-2009). Lahir di Pacitan, Jawa Timur pada tanggal 9
September 1949. Memulai karirnya dimiliter sejak tahun 1970, dan pada masa
pemerintahan Megawati ia diangkat menjadi Menko Polkam .Tahun 19973 ia sebagai
Taruna Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, American Language Course, Lackland,
Texas AS tahun 1976, Kursus Komando Batalyon tahun 19855 dan pangkat terakhir yang
disandangnya adalah Jendral TNI terhitung tanggal 25 September 2000 dan pensiun pada
tanggal 10 November 2000.
Karir politik SBY mulai menanjak setelah pengnduran dirinya pada masa kabinet
Gotong Royong pemerintahan presiden ke 5, yang kemudian pada pemilihan presiden
tahun 2004 ia mencalonkan diri sebagai presiden dan tampil sebagai pemenangnya
beserta wakilnya Usuf Kalla. Sebagai presiden masa bakti 2004-2009, beberapa
kebijakannya yang dianggap pro rakyat telah membuat figurnya semakin fenomenal
dimasyarakat.
Diantara penghargaan yang pernah diterimanya adalah :Tahun 1973 Lencana Adi
Mahakarya dari Presiden RI untuk lulusan AKABRI terbaik, 1983 Honorour, Graduated
ICAO di AS dan tahun 2003 terpilih sebagai Tokoh berbahasa lisan Terbaik.
Figur SBY dikenal sebagaai tokoh yang berwajah tampan, tubuh yang tegap, tutur
kata yang santun dan gaya bicara yang panjang lebar untuk dalam menjelaskan beberapa
persoalan. Performancenya ini telah merebut simpati masyarakat luas dari berbagai
lapisan masyarakat. Dalam menyikapi beberapa persoalan menurut sebagaian masyarakat
ia terkesan lamban dan ragu-ragu, tetapi sebagian lagi berpendapat bahwa hal itu
hanyalah sebagai ujud kehati-hatiannya sebagai seorang pemimpin yang berusaha untuk
bisa arif.
Kearifan dan kecerdasan SBY dalam berhadapan dengan tokoh-tokoh senior yang
juga calon-calon presoden lainya pada tahun 2004 dengan pernyataan “bagi saya
Megawati atau Amin Rais bukanlah musuh, tetapi kompetitor. Karenanya, marilah
berkompetisi secara sehat dalam bingkai demokrasi“. ( Kompas,24/6/2004 ).
Pada pemilihan Presiden tahun 2009 beberapa survey, jajak pendapat, dan polling
yang pernah diadakan oleh berbagai media, sikap-sikap positif SBY yang selalu
menonjol dan telah membawanya sebagi orang populer,mengalahkan calon-calon lainnya.
Banyak masyarakat yang beranggapan SBY sebagai simbol perubahan .Figur SBY ini
selain telah menghantarkanya sebgai pemenang pada pemilihan presiden langsung untuk
masa bakti 2009-20014, diduga figurnya jugalah yang telah berhasil mendongkrak
perolehan kursi DPR partai Demokrat pada pemilihan tahun ini juga.
D.Pengertian Minat.
Figur calon presiden biasanya berhubungan denagn perilaku pemilih. Semakin
disenangi figur seseorang semakin besar peluangnya untuk dipilih oleh pemilih pada
peristiwa pemilihan umum. Menrut Fisben and Ijek perilaku memilih dipengaruhi sistem
yang terdiri dari kepercayaan (believe), sikap (attitude), maksud (intention) dan perilaki
(behavior). Sistem ini merupakan dasar dari rule system yang menjadikannya aksen
activity, termasuk dalam hal minat memilihnya. Menurt Meichati ( 1974;25) minat adalah
perhatian, tekun, kuat, intensif dan lebih menguasai individu secara mendalam. Dalam
kamus bahasa Indonesia, minat diartikan sebagai perhatian,kesukaaan (kecenderungan
hati) kepada suatu keinginan tertentu, Minat seseorang itu merupakan proses internal
dalam diri individu. Poerwadarminta, 1986:55).Sedangkan Jersild dan Tasch (1983:224)
menekankan bahwa minat atau interst menyangkut aktifita yang dipilih secara bebas oleh
individu. Doyles Fryer (1983:224) menyatakan minat atau interest adalah gejala yang
berkaitan dengan objek atau aktifitas yang menstimulir perasaan senang pada individu.
Apabila dikaitakan dengan pemilihan maka minat ini akan terarah kepada suatu
objek yang menjadi perhatiannya dan merupakan sumber motivasi yang mendorong orang
secara bebas untuk menentukan apa atau siapa yang mereka pilih. Jadi minat bukanlah
sesuatu yang dibawa sejak lahir, melainkan terbentuk oleh stimulus melalui interaksi.
Hanya saja minat punya kaitan dengan faktor internal individu seperti mental atau bakat
dan sebagainya yang dapat membuat orang merasa senang, suka terhadap suatu
objek.Oleh karena itu minat bersifat situasional dan temporer yang dapat berubah.
Dengan demikian jika dilihat dari kepentingan indifidu, maka minat dapat timbul
jika adanya objek yang menonjol (kontras), yang menarik perhatiannya dan tentu ia
mempunyai harapan untuk mendapatkan sesuatu dari sana. Semakin besar harapannya
untuk mendapatkan sesuatu pada objek itu maka akan semakin besar minatnya terhadap
objek itu.
Metodologi Penelitian.
A.Metode Penelitian.
Penelitian ini menggunakan metode korelasional. “metode korelasional untuk
mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor lain berdasarkan pada koefisien
korelasional. Pada penelitian ini untuk mengetahui pengaruh figur Susilo Bambang
Yudhoyono dalam media televisi TV One terhadap minat memilih Presiden di Kelurahan
Pasar Merah Timur Kecamatan Medan Area Kota Medan.
C.Sample.
Untuk menentukan jumlah sample digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi
10% dan tingkat kepercayaan 90% ( Rahmat, 2004:82).
N
n=
Nd² + 1
Dengan demikian besar sample yang diambil adalah :
N
n=
Nd² + 1
11793
=
118.93
N = 99 Responden.
( Distribusi sample diambil dari 12 lingkungan).
• nI x n
b. Usia 17 – 60 tahun.
N ∑ xy - ∑x∑y
r=
Tabel. 1
Jenis Responden
No Jenis Responden n %
1. Laki-laki 40 40,40
2. Perempuan 59 59,60
Jumlah 99 100,00
Sumber ; Angket Tahun 2009
n = 99
Responden Perempuan lebih bayak dari laki-laki. Hal ini menunjukan bahwa di
kelurahan pasar merah timur kecamatan Medan Area Kota Medan jumlah penduduk
permpuan lebih banyak dari pada laki-laki.
Tabel. 2
Pengaruh SBY terhadap informasi Responden
No Kategori Jawaban N %
1. Tidak Berpengaruh 7 7,07
2. Kurang Berpengaruh 6 6,06
3. Berpengaruh 58 58,59
4. Sangat Berpengaruh 28 28,28
Jumlah 99 100,00
Sumber : Angket tahun2009.
n = 99
Tabel. 3
Penampilan SBY mempengaruhi minat
No. Katogori Jawaban N %
1. Tidak Mampu 2 2,02
2. Kurang Mampu 7 7,07
3. Mampu 59 59,60
4. Sangat Mampu 31 31,31
Jumlah 99 100,00
Sumber: Angket Tahun 2009
n = 99
Tabel. 4
Gaya Bicara SBY pengaruhgaya bicara SBY.
No. Katogori Jawaban N %
1. Tidak Berpengaruh 5 5,05
2. Kurang Berpengaruh 9 9,09
3. Berpengaruh 61 61,62
4. Sangat Berpengaruh 24 24,24
Jumlah 99 100,00
Sumber: Angket Tahun 2009.
n = 99
Data pada tabel menunjukan bahwa pengaruh gaya bicara SBY cukup siknifikan
dalam mengubah pola pikir responden, atau 61 responden (61,62%) berpengaruh terhadap
menyatakan gaya bicara SBY berpengaruh gaya pola pikirnya .
Tabel. 5
Karakteristik SBY.
No. Katogori Jawaban N %
1. Tidak Berpengaruh 5 5,05
2. Kurang Berpengaruh 3 3,03
3. Berpengaruh 66 66,67
4. Sangat Berpengaruh 25 25,25
Jumlah 99 100,00
Sumber: Angket Tahun 2009
n = 99
Data pada tabel dalam kaitan pengaruh karakteristik SBY dalam pemilihan
president cukup tinggi, menurut 66 responden (66,67%).
Tabel. 6
Kewibawaan SBY.
No. Katogori Jawaban N %
1. Tidak Berpengaruh 4 4,04
2. Kurang Berpengaruh 2 2,02
3. Berpengaruh 52 52,53
4. Sangat Berpengaruh 41 41,41
Jumlah 99 100,00
Sumber: Angket Tahun 2009
n = 99
Kewibawaan SBY menurut tabel diatas berpengaruh terhadap minat memilih
presiden menurut 52 responden (52,53%).
Tabel. 7
Sifat Reliji SBY.
No. Katogori Jawaban N %
1. Tidak Berpengaruh 4 4,04
2. Kurang Berpengaruh 11 11,11
3. Berpengaruh 65 65,66
4. Sangat Berpengaruh 19 19,19
Jumlah 99 100,00
Sumber: Angket Tahun 2009
n = 99
Sifat Reliji SBY ternyata berpengaruh terhadap tingkat memilih dalam pemilihan
presiden menurut 65 responden (65,66%% ).
Tabel. 8
Meminat Memilih SBY
No. Katogori Jawaban N %
1. Tidak Berpengaruh 6 6,06
2. Kurang Berpengaruh 5 5,05
3. Berpengaruh 64 64,65
4. Sangat Berpengaruh 24 24,24
Jumlah 99 100,00
Sumber: Angket Tahun 2009
n = 99
Data pada tabel menunjukan bahwa setelah mengikuti figur SBY di telefisi berpengaruh
dalam tingkat minat , dalam pemilihan president, menurut 64 responden (64,65%).
B. Analisa Table Silang.
1). Hubungan antara penampilan figur Susilo Bambang Yudhoyono, berpengaruh
terhadap Tingkat Perhatian Responden Pada Pilpres
.
Tabel. 9
Hubungan penampilan SBY terhadap tingkat perhatian.
Tidak Kurang Sangat
Figur Mampu Total
No Mampu Mampu Mampu
SBY
F % F % F % F % F %
1. Tidak 1 1,01 0 0,00 1 1,01 0 0,00 2 2,02%
Mampu
4. Sangat
Mampu 1 1,01 1 1,01 22 22,22 7 7,07 31 31,31%
7 16 60 16 99
Total
7,07% 16,16% 60,60% 16,16% 100,00%
2). Hubungan Antara Intensitas Bicara SBY di Televisi Terhadap Minat Memilih
Responden.
Tabel. 10
Hubungan antara Intensitas Bicara SBY terhadap Minat Memilih
Minat Memilih Capres
Figur Tidak Kurang Sangat
No Mampu Total
SBY Mampu Mampu Mampu
F % F % F % F %
1. Tidak 0 0,00 0 0,00 2 2,02 0 0,00 2 2,02%
Sering
Tabel. 11
Kewibawaan SBY dan Minat Memilih Presiden.
Minat Memilih Pilpres
Tidak Kurang
Berpengaruh Sangat
No Figur SBY Berpengaruh Berpengaruh TOTAL
Berpengaruh
F % F % F % F %
1. Tidak 4 4,04 0 0,00 0 0,00 0 0,00 4 4,04%
Berpengaruh
4. Sangat
Berpengaruh 1 1,01 0 0,00 22 22,22 18 18,18 41 41,41%
6 5 64 24
Total 99
6,06% 5,05% 64,64% 24,24%
4. Uji Hipotesis.
Uji hipotesis meliputi variable meliputi variable bebas ( X )sebagai figur Susilo
Bambang Yudhoyono, dan variable terikat ( Y) yakni minat memilih. Dari hasil temuan
data yang ada, maka korelasi dapat diketahui dengan menggunakan rumus Produk
Moment yaitu :.
N ∑ xy - ∑ x ∑ y
r=
√
[N ∑ X² - (∑ X)²][N ∑Y² - (∑Y)²]
Keterangan : r : Koefisien korelasi produk moment
N : Jumlah sample
x : Variable bebas
y : Variable terikat.
Pengujian Hipotesis korelasi ini menggunakan korelasi Product Moment (Person’s
correlation). Perhitungan nya menggunakan piranti lunak ( Software). SPSS 15.0 for
windows, pengujian t-test dan uji-Z tidak dibutuh kan lagi. Karena di dalam software
tersebut sudah diperingat kan secara jelas dan rinci.
Correlation’s
Figur SBY Minat Memilih
Figur SBY Pearson 1 .698 (**)
Correlation Sig. .000
(2-tailed) 99 99
N
A. Kesimpulan
1). Terdapat pengaruh antara figur Susilo BambangYudhoyono di media televisi terhadap
minat memilih presiden pada masyarakat kelurahan Pasar Merah Timur kota Medan.
Uji hipotesis nilai r = 0,698, menunjukan terdapatnya pengaruh yang cukup berarti
antara figur Susilo Bambang Yudhoyono dengan minat memilih masyarakat
dikeluruhan Pasar Merah Timur kecamatan Medan Area kota Medan.
2). Figur SBY, berpengaruh terhadap tingkat minat memilih presiden. Sedangkan
tingkatpengaruh kewibawaan SBY ini berpengaruh terhadap tingkat minat responden
dalam memilih presiden. Hubungan ini dianggap cukup berarti dan cukup signifikan
dalam mempengaruhi masyarakat untuk memilih Susilo Bambang Yudoyono sebagai
calon presiden masa bakti 2009 -2014.
3). Besarnya kekuatan pengaruh (KP) yang ditimbulkan oleh figur Susilo Bambang
Yudhoyono dari TV One terhadap minat memilih masyarakat di-kelurahan Pasar
Merah Timur, dihitung dengan menggunakan rumus: KP = (rs) 2 x 100%. Hasil dari
perhitungan ini adalah, bahwa hubungan figur Susilo Bambang Yudhoyono pada
tayangan media televisi, terhadap minat memilih presiden bagi masyarakat kelurahan
Pasar Merah Timur kecamatan Medan Area, Kota medan, sebesar 49%. Hal ini berarti
hanya 49% kekuatan pengaruh figur Susilo Bambang Yudhoyono dimedia televisi
terhadap minat memilih calon presiden, bagi masyarakat Kelurahan Pasar Merah
Timur.
B. Saran
1). Figur Susilo Bambang Yudhoyono yang mendapat penilaian positif seperti religius
berwibawa, santun, tutur kata, hati-hati dan lain-lainnya seyogiyanyalah untuk
dipertahankan terlebih-lebih dalam menghadapi berbagai permasalahan baik yang
berkaitan dengan masyarakat luas, agar meminimalisasi konflik dan ketegangan
dalam penyelesaian masalahnya.
DAFTAR PUSTAKA.
Sumber lain :
Kompas, 30 Juli 2009.
Kompas, 24 Juni 2004
http//:www.Komunikasimassa-umy,blogspot.com/2005/11/teori-media - dan khalayak-
dalam,html.
Html:www.unuka.ac.id/fakultas/psikojg/artkel/ss-i-htm
http://scholor,google,co,id/scholor=kamus+umum+inclonesia&btng=televisi.
Dijilid.Unnas.as.ad.library.
http:///www.scribd.comm/doe/2558832/perilaku-memilih-transmigran-jawa.
http:///kaligrafindah.multiply.com/jurnal/item/27minat-.manggoreskalografi.al-gurun-
educationapsychology-perspektive.
http:///www.google.co,id/searchpengertian+minat+menurut+h.g.tarigan.
Sindo, 29 April; 2009.
Waspada, 6 April; 2009.
www.tvOne.co.id.
IV. Volume 11 No. 1 April 2010
Abstrak
The main objective of this research is to know how the implementation of the
dissemination of open source software (OSS) in government offices in Denpasar, Bali
Province. One of the components is revealing the source of information for agency
employees is being investigated.
Descriptive research with quantitative approach. Data collection was carried out
with the survey by distributing questionnaires to 30 respondents. The number of
respondents and the location is determined by purposive research. To strengthen and
clarify the quantitative data in-depth interviews were conducted with six speakers who
worked or work in the field of information and communication technology (ICT).
Results showed that although old enough to know open source software, but not
used, among others, because not used to operate it, is not compatible with software
proprietary.Teman / peers are the main information source OSS, while socialization is
directly either from the Ministry of Communications and Information Technology , or
from the Information Agency and the Regional Government of Bali Province Telematics
never followed by the respondent.
In addition to increased socialization with the right target, it is expected the
Ministry of Communication and Information and its agencies associated with the use of
OSS may issue regulation that are more conducive to encourage government officials to
implement it in their respective intuition.
Perumusan Masalah
Masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana penggunaan perangkat lunak open source pada instansi pemerintah di
Denpasar, Provinsi Bali ?
2. Bagaimana pelaksanaan sosialisasi perangkat lunak open source pada instansi
pemerintah di Denpasar, Provinsi Bali ?
Kerangka Pemikiran
Salah satu hambatan yang umum terjadi dalam pelaksanaan suatu program
pemerintah kurangnya informasi yang disampaikan kepada khalayak yang berkepentingan
dengan tujuan program tersebut. Khalayaknya kurang mendapat informasi yang cukup
sehingga bersikap ragu-ragu karena kurang mengetahui apa yang seharusnya dilakukan
dan dalam hal apa ikut berpartisipasi. Sosialisasi pada dasarnya merupakan proses
penyampaian informasi tentang suatu program pemerintah kepada masyarakat. Kegiatan
sosialisasi yang mendahului atau menyertai suatu program itu juga seharusnya berlaku
terhadap penggunaan OSS. Sejauh ini, indikasi penggunaan open source software
(perangkat lunak open source) semenjak 30 Juni 2004 belum dilaksanakan secara
maksimal.
Untuk memahami penggunaan OSS di kalangan aparatur pemerintah di daerah
diperlukan informasi yang benar dan lengkap dari sumber informasi yang kredibel.
Kredibilitas sumber ini penting agar informasi yang disampaikan dipercaya khalayaknya.
Dengan demikian, informasi itu bermanfaat bagi penerimanya menghilangkan keraguan
dalam menyikapi OSS. Betapa pentingnya informasi guna mengurangi atau
menghilangkan ketidakpastian dalam diri manusia merupakan suatu keniscayaan yang
tidak dapat dimungkiri. Informasi menghapuskan kebimbangan seseorang dalam
menghadapi pilihan-pilihan yang akan diputuskannya. “information refers to the
opportunity to reduce uncertainty. It gives us a chance to reduce entropy” (Claude
Shannon & Warren Weaver, dalam Griffin, 1997 :50) “Entropi adalah ketidakpastian
atau ketidakteraturan suatu situasi. Dalam teori informasi, kita menghubungkannya
dengan tingkat kebebasan memilih yang dimiliki seseorang dalam membangun sebuah
pesan” (Werner J. Severin dan James W. Tankard, Jr, 2007 : 60)
Pandangan itu sejalan dengan apa yang dikemukakan Gordon B. Davis (1995 :28)
bahwa “informasi mengurangi ketidakpastian ... dan karena itu mempunyai nilai dalam
proses keputusan”. Informasi yang mengandung kebenaran karena disampaikan oleh
komunikator yang memiliki keahlian di bidangnya dapat menghilangkan ketidakpastian.
Demikian pula informasi yang tepat akan berguna bagi penerimanya. ) “Kebutuhan
seseorang akan informasi juga ditinjau dari segi kualitasnya ... tingkat kegunaannya
(useful), nilainya (valuable), faktualitasnya (factual), keterandalannya (reliable),
ketepatannya (precision), dan kebenarannya (truth). (Sasa Djuarsa Sendjaja, 1993 :87).
Ketepatan informasi berkaitan dengan keadaan dan kebutuhan khalayak.. “Pesan satu-sisi
adalah paling efektif bagi orang-orang berpendidikan lebih rendah dan pesan dua-sisi
adalah paling efektif bagi orang-orang berpendidikan lebih tinggi” (Werner J. Severin dan
James W. Tankard, Jr, 2007 :183) Dalam konteks ini, materi sosialisasi OSS mencakup
dua-sisi, yaitu informasi perangkat lunak open source dan proprietary
Menurut B. Kuppuswamy (1975 :39) “socialization is the interactional process by
which the child’s behavior is modified to conform to the expectations held by the
members of the group to which he belongs” Dalam sosialisasi terjadi proses interaksi
yang tiada lain merupakan proses komunikasi yang melibatkan unsur-unsurnya. Informasi
dapat disampaikan dengan komunikasi interpersonal atau tatap muka maupun melalui
media massa. Media massa juga tidak kalah perannya dalam sosialisasi, sebagaimana
dikatakan oleh Denis McQuail (1987 : 251) “media memainkan peran dalam awal
sosialisasi anak-anak dan sosialisasi orang dewasa...sebagai upaya mengajarkan norma
dan nilai yang mapan melalui pujian dan hukuman simbolis bagi berbagai jenis
perilaku”.
Variabel penelitian sosialisasi dijabarkan menjadi tiga sub variabel (1) sumber
informasi OSS, (2) lama mengenal OSS, dan (3) kendala / hambatan OSS. . “Sumber
informasi dalam sosialisasi biasa disebut sosialisator, sama halnya dalam kegiatan
komunikasi disebut komunikator bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dan
kepentingan khalayak (BPPI Makassar, 2007 :19) Sumber informasi atau komunikator
merupakan salah satu unsur penting dalam sosialisasi. “Kredibilitas adalah aset terpenting
dari seorang komunikator” ( Werner J. Severin dan James W. Tankard, Jr, 2007 :162)
Menurut Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss, (2000 :117), “kredibilitas sumber berarti
persepsi penerima terhadap keotoritatifan pembicara dalam topik tertentu, wataknya, dan
dalam derajat yang lebih rendah, kedinamisannya” Keotoritatifan atau keahlian sumber
informasi dalam OSS penting diperhatikan karena menimbulkan kepercayaan bagi
penerima informasi.
Definisi Operasional
Sosialisasi adalah sebuah proses pemberitahuan, pengumuman secara besar-
besaran, mengabarkan pada khalayak ramai tentang sesuatu yang urgent, sesuatu yang
harus segera diketahui khalayak. Medianya bisa bermacam-macam seminar, iklan,
pemberdayaan di media cetak maupun elektronik, juga poster-poster di pinggir jalan
(http://id.answer.yahoo.com/question/index?qid=20090118000121AaoAt2, tanggal
17/2/2001)
Sosialisasi adalah proses penyampaian materi atau informasi OSS (dan perangkat
lunak proprietary) kepada karyawan atau pegawai baik melalui komunikasi interpersonal
maupun media massa dan internet pada instansi pemerintah di Denpasar, Provinsi Bali.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan sumber informasi adalah
komunikator (dalam komunikasi interpersonal) dan sumber yang memberikan informasi
(pendidikan, pelatihan, seminar), media massa, internet, penerbitan (buku,
brosur/leaflet/pamplet/spanduk) dan reklame luar ruang (baliho).
Lama mengenal OSS adalah jangka waktu mengenal atau mengetahui tentang
OSS.
Kendala adalah halangan, rintangan (WJS. Poerwadarminta, 1976: 479),dalam
penelitian ini kendala OSS dimaksudkan berupa hambatan yang terdapat dalam OSS.
Open source adalah source code yang dibuka dan biasanya didistribusikan untuk
publik...Perangkat lunak yang dihasilkan dari open source biasanya disebut Open Source
Software atau sering disingkat OSS. (Depkominfo, 2008a : 1-2) Open Source Software
(OSS) is computer software for which the source code and certain other rights normally
reserved for copyright holders are provided under a software licence that meets the open
source Definition or that is in the public domain. ( http://en wikipedia.org/wki/open-
source_software, tanggal 5/2/2010)
Perangkat Lunak adalah komponen dari sistem komputer berupa program yang
mengatur proses-proses bagaimana perangkat keras bekerja untuk mengolah data
sehingga menghasilkan output sesuai dengan yang diharapkan user. Secara garis besar
perangkat lunak terdiri dari dua jenis, yaitu perangkat lunak sistem dan perangkat lunak
aplikasi. (Depkominfo, 2008a : 1)
Perangkat lunak sistem atau system sofware adalah program yang mengendalikan
operasi dari komputer dan komponen-komponennya. Secara umum terdapat dua jenis
system sofware yaitu sistem operasi (Operating System/OS) dan program utility. Sistem
operasi adalah sekumpulan program yang mengatur semua aktivitas hardware dan
memungkinkan kita untuk menggunakan application software. (Indriyatno Banyumurti,
t.t: 3-4)
Penggunaan OSS adalah tingkat atau persentase pemakaian perangkat lunak OSS
pada instansi pemerintah dalam melaksanakan kegiatan perkantoran sehari-hari.
Instansi pemerintah adalah pemerintah provinsi dan pemerintah kota serta instansi
vertikal Badan Pusat Statistik yang berkedudukan di Denpasar, Provinsi Bali.
Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
metode survey. Jumlah responden dan lokasi penelitian ditentukan secara bertujuan atau
purposive oleh Pusat Penelitan dan Pengembangan Aplikasi Telematika dan Sarana
Komunikasi Diseminasi Informasi di Jakarta. Kota Denpasar dipilih sebagai salah satu
dari 11 lokasi penelitian dalam “Studi Penggunaan dan Pengembangan Perangkat Lunak
Open Source Pada Institusi Pemerintahan berdasarkan potensi pengembangan OSS dan
keberadaan komunitas OSS” (Pusat Litbang Aptel, SKDI, 2007 : 8) Menurut Suharsimi
Arikunto (2002 : 117), “sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek
bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan
tertentu... Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang
paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat populasi (key subjects)” Ciri-ciri yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah keterlibatan responden dalam TIK baik secara
individu maupun melalui instansinya. Dalam hubunganya dengan sampel purposive
Eriyanto (1999 : 110) mengatakan “karena menyangkut populasi yang spesifik, sukar
sekali untuk membuat daftar kerangka sampel yang memuat nama-nama...” Oleh sebab
itu dalam penelitian sosialisasi OSS target populasi adalah karyawan yang sehari-hari
bekerja dengan menggunakan TIK atau karyawan yang bekerja di instansi pemerintah
yang nomenklaturnya berkaitan dengan pengembangan TIK.
Jumlah responden yang telah ditentukan Pusat Litbang Aptel SKDI tersebut,
yakni 30 orang yang tersebar di tiga instansi, yaitu (1) Badan Informasi dan Telematika
Pemerintah Provinsi Bali 17 orang , (2) Kantor Pusat Data Elektronik Kota Denpasar 8
orang. (3) Bappeda Pemerintah Provinsi Bali 5 orang. Pengumpulan data pada ketiga
instansi pemerintah yang berada di Kota Denpasar dilakukan dengan mengedarkan
kuesioner kepada responden yang pekerjaan pokoknya berkaitan dengan penggunaan
TIK khususnya komputer. Distribusi atau sebaran kuesioner di tiga instansi itu dilakukan
secara proporsional dengan mempertimbangan jumlah pegawai yang menangani tugas
dan pekerjaan di bidang TIK. Pengumpulan kuesioner dan wawancara mendalam serta
observasi dilaksanakan oleh petugas lapangan dalam bulan Mei 2007 dengan mendapat
pelatihan (coaching) dan supervisi dari peneliti.
Sejak awal disadari bahwa data kuantitatif yang diperoleh dari responden kurang
mampu menggambarkan realitas sosial di lapangan secara utuh. Oleh sebab itu,
pengumpulan data kualitatif dibutuhkan untuk melengkapinya melalui wawancara
mendalam (depth interview) dan observasi di instansi pemerintah yang diteliti.
Wawancara mendalam dengan enam orang informan atau narasumber yang pekerjaan
atau kepakarannya, berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya
keterlibatannya dalam OSS, yaitu (1) pemerhati teknologi informasi, (2) akademisi TIK,
(3) praktisi TIK (4) pakar TIK, (5) pengelola atau administrator sistem informasi pada
instansi pemerintah, (6) pengelola atau administrator telematika pada instansi pemerintah.
Analisa data dilakukan terhadap data kuantitatif melalui penyajian Tabel. Data
berupa persentase digunakan bersama dengan data kualitatif yang diperoleh dari hasil
wawancara mendalam dan observasi. Dengan menggabungkan kedua pendekatan dalam
analisis data terutama pada level pembahasan dapat diperoleh deskripsi mengenai
permasalahan penelitian secara utuh. Dari pembahasan yang bertitik tolak dari Tabel
dengan penjelasan yang berasal dari data kualitatif dicoba ditarik kesimpulan.
Identitas Responden
Dari 30 orang responden terrdapat pegawai berusia muda di bawah 25 tahun
13,33%, persentase berusia 25-45 tahun dan 46-55 tahun sama besar, yaitu 43,33 %.
Pegawai berusia muda memiliki potensi lebih besar menguasai teknologi informasi dan
komunikasi. Pegawai di bawah 25 tahun diharapkan dapat menjadi faktor pendorong
memajukan TIK, khususnya perangkat lunak open source. Biasanya karyawan muda
lebih cepat dan mudah memanfaatkan peralatan (gadget) teknologi informasi baru,
termasuk komputer daripada pegawai yang sudah berusia tua.
Pegawai di atas 46 tahun hingga 55 tahun apalagi pegawai yang menjelang usia
pensiun (56 tahun) tidak begitu intensif menggunaan komputer di kantor. ) Kerapkali
tampak karyawan tua menjadi gagap teknologi (gaptek) dalam mengoperasikan komputer.
Segelintir pegawai yang belum lancar mengoperasikan komputer masih ditemukan di
instansi yang diteliti, bahkan “masih ada menyentuh komputer untuk bekerja masih
enggan. Yang lain kemampuan menggunakannya sudah lumayan bagus”.2)
Status kepegawaian menunjukkan 79 % merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS)
dan 3,33 % CPNS. Di luar itu masih ada Honorer 3,33% dan status lain-lain 13,33 %.
Apabila dilihat dari segi pendidikan, ternyata tingkat pendidikan pegawai cukup
bervariasi mulai dari tingkat sekolah dasar/menengah (10%), D1-D3 (3,33%), S1 (66,66
%) dan pascasarjana S2 (20%). Mayoritas responden merupakan lulusan S1 dan S2
sebanyak 86,66% sehingga prospek perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
cukup baik di Bali.
Pendidikan formal responden di bidang komputer 20 % dapat menjadi modal
untuk terus meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan komputer. Ilmu komputer yang
diperoleh dari perguruan tinggi memudahkan karyawan meng-implementasikan
perangkat lunak OSS.
Tabel 1: Jenis Pendidikan
No Jenis Pendidikan F %
1 Ilmu Komputer 6 20
Ilmu Eksakta non
2 2 6,66
Komputer
Ilmu Hukum, Sastra, 36,6
3 11
Sosial dan Politik 6
36,6
4 Lainnya (ekonomi, dsb) 11
6
Jumlah 30 100
operator komputer terdapat pula tenaga teknisi yang bekerja bersama-sama di satu kantor.
Operator komputer ditempatkan di unit kerja bidang administasi untuk melakukan
pengolahan data dan pelayanan media on line. Operator jarang bisa mereparasi komputer
yang dipakainya sehari-hari. Selama ini keluhan pengguna komputer umumnya mengenai
masalah teknisnya. Tenaga teknisi komputer memungkinkan untuk perbaikan komputer
dengan cepat sehingga dapat menjamin penyelesaian pekerjaan tepat waktu. Keduanya
saling komplementer untuk menyelesaikan pekerjaan kantor khususnya yang berkaitan
dengan TIK.
Secara kualitatif, keberadaan teknisi dan operator komputer dapat mendorong
penggunaan OSS di kemudian hari. Namun, dari segi kuantitas masih kurang memadai
karena jauh dari kebutuhan kantor sehari-hari. Jumlah SDM TIK (29,99%) lebih sedikit
daripada jumlah tenaga administratif dan struktural.(70%). Ini berarti, jumlah 9 orang
SDM TIK berhadapan dengan volume pekerjaan teknologi informasi yang terus
meningkat. Oleh karena itu, penambahan jumlah tenaga komputer dan teknisi di satu
pihak dan mengurangi pegawai administrasi dan struktural di pihak lain merupakan
persyaratan organisasi yang bersifat fungsional TIK.
Pembahasan
No Persentase Penggunaan F %
Sistem Operasi Open
Source
1 0 – 10 % 30 100
2 11 – 40 % - -
3 41 – 60 % - -
4 61 – 90 % - -
5 91 – 100 % - -
Jumlah 30 100
secara kualitatif penggunaan perangkat lunak sistem operasi open source pada instansi
pemerintah di Denpasar tidak ada, terutama di kantor yang diteliti. Padahal, berdasarkan
observasi dan wawancara dengan nara sumber ternyata komputer di kantor instansi yang
diteliti tidak menggunakan OSS. ”Fakta objektif masih Microsoft minded, tapi ke depan
harus migrasi ke OS, untuk migrasi ke OS satu edukasi. Sekian tahun sudah banyak di-
training. Banyak pihak mendorong, tapi belum tampak hasil signifikan. Untuk penerapan
OSS sangat terbatas, penyebabnya (1) karena dari segi kebiasaan belum diimbangi
dengan edukasi. (2) belum ada regulasi yang kondusif mendukung itu artinya belum
melihat gebrakan signifikan yang mendorong itu bahkan Presiden bertemu dengan
Microsoft. Itu artinya untuk mengukuhkan Indonesia Microsoft minded”.3) Untuk
menegaskan kepastian arah OSS di masa depan, “penerapan OSS dapat dimulai dari
instansi pemerintah dan pendidikan selanjutnya ke pihak swasta dan masyarakat”6)
Dalam hal penggunaan perangkat lunak aplikasi open source tidak jauh berbeda
seperti dapat dilihat pada Tabel 4. Secara persentase sedikit lebih bervariasi karena
terdapat 6,66 % responden masuk dalam 11-40 %, dan mayoritas 93,33 % dalam 0-10%.
Akan tetapi, intinya bahwa pengguna perangkat lunak aplikasi open source amat minim,
khususnya di kantor. Pengetahuan responden mengenai perangkat lunak aplikasi open
source cukup baik, tampak dari jawabannya. Ketigapuluh responden memberikan 41
jawaban ( satu orang responden dapat memberikan jawaban lebih dari satu) mengenai
aplikasi open source. Hasilnya adalah (1) perkantoran (word procecssing, speadsheet,
presentation) 15 jawaban, server (web,e-mail,database) 17 jawaban, alat bantu (antivirus,
statistik) 3 jawaban, hiburan (audio/video, games) 6 jawaban. Aplikasi lainnya seperti
teknikal (CAD/CAM, CAE, CASE), kolaborasi (groupware, VoIP), pengembangan
(compiler, interpreter), content management system (e-learning, e-library) tidak ada
jawaban. Esensi dari data ini adalah hampir semua komputer yang dipakai oleh
responden di kantor tidak menggunakan sistem operasi dan aplikasi open source seperti
Linux.
No Persentase Penggunaan F %
Perangkat Lunak Aplikasi
Open Source
1 0 – 10 % 28 93,33
2 11 – 40 % 2 6,66
3 41 – 60 % - -
4 61 – 90 % - -
5 91 – 100 % - -
Jumlah 30 100
Hal ini karena pengguna komputer yang bekerja di instansi pemerintah sejauh ini
merasakan ”microsoft sudah nyaman dan memadai. Microsoft cenderung membuat
produk yang mengada-ada supaya orang beli padahal dengan windows 2000 orang
sudah nyaman”.1) Walaupun diketahui bahwa OSS memiliki beberapa kelebihan seperti
”dari segi kreativitas kalau dikembangkan Linux lebih murah, bisa mendorong aplikasi
sistem operasi produk/merek Indonesia karena ia open., dari segi virus, Linux lebih
aman.”3), kenyataannya tidak digunakan sebagai sarana kerja. Padahal secara “finansial
OS malah lebih murah, tapi sudah terbiasa dengan program windows”1).
Tampak bahwa migrasi dari peranti lunak proprietary khususnya microsoft ke
open source software masih menghadapi sejumlah masalah. ”Beberapa masalah yang
menjadikan kegiatan OSS di Indonesia terhambat antara lain kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang OSS, mudahnya masyarakat dalam memperoleh perangkat lunak
bajakan, sulitnya memperoleh perangkat lunak OSS, masih minimnya penggunaan OSS
oleh dunia pendidikan dan lembaga litbang dan kurangnya dukungan pemerintah
(Puslitbang Aptel dan SKDI, 2007 : 61-62) Oleh karena hampir semua masalah tersebut
berakar dari kurangnya informasi OSS, maka sosialisasi menjadi kata kunci sebelum
berharap banyak terhadap penggunaan OSS khususnya di instansi pemerintah.
Sosialisasi OSS
Unsur utama dalam sosialisasi OSS adalah sumber informasi yang menyampaikan
informasi OSS kepada khalayak sehingga mengetahui atau mengenalnya. Kedalaman
informasi OSS yang diterimanya tergantung kepada darimana atau siapa sumbernya.
Kredibilitas sumber ini penting karena berkaitan dengan kepercayaan. Pendidikan formal
bidang komputer merupakan sumber informasi yang kredibilitasnya cukup tinggi karena
menyangkut pengetahuan dan keahlian bidang TIK. Pendidikan formal sebagai sumber
informasi (20%) dianggap paling dipercaya karena OSS diperoleh dari perguruan tinggi
sehingga dipahami dengan baik. Sedangkan teman atau sejawat (33,33 %) merupakan
sumber informasi yang paling mudah dihubungi dan berperan luas menularkan OSS
kepada sesama karyawan. Teman sebagai sumber
informasi dapat dihubungi hampir setiap waktu, terutama pada waktu
senggang.Umumnya, teman/sejawat itu adalah teknisi dan operator komputer.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam pembahasan dapat ditarik beberapa
kesimpulan berikut :
1. Tingkat penggunaan perangkat lunak sistem operasi OSS secara persentase di
bawah kapasitas 10 % artinya hampir tidak ada yang menggunakannya,
sedangkan peranti lunak aplikasi berbasis open source secara persentase lebih
bervariasi (0-10% dan 11-40%), tetapi amat rendah. Penggunaan perangkat lunak
proprietary mendominasi komputer pada kantor-kantor instansi pemerintah di
Denpasar.
2. Secara nasional sosialisasi OSS sudah dilakukan pemerintah melalui deklarasi,
kebijakan, dan publikasi, tetapi hal itu tidak sampai kepada aparat di lokasi
penelitian. Sumber informasi yang terbesar datang dari teman/sejawat (33, 33%)
di kantor. Lama seseorang mengenal OSS ternyata tidak mendorongnya
menggunakan OSS karena adanya beberapa kendala baik yang terdapat dalam
peranti lunak open source maupun dalam diri pengguna komputer dan lingkungan
kantor. Faktor kebiasaan atau behavior pengguna komputer merupakan kendala
terbesar (32,43 %), kesulitan mendapatkan driver (20,27%) dan tidak kompatibel
dengan perangkat lunak proprietary (14,86%).
3. Sosialisasi yang kurang menjangkau sasaran khalayak diperkirakan berpengaruh
terhadap tingkat penggunaan OSS di kalangan aparat di instansi pemerintah.
Saran
Dengan mencermati kesimpulan tersebut, dapat disarankan :
1. Agar pengadaan komputer pada instansi pemerintah di Denpasar mensyaratkan
penggunaan perangkat lunak sistem operasi dan aplikasi berbasis open source.
2. Agar sosialisasi dilaksanakan pada instansi pemerintah di Denpasar dengan
materi yang benar dan tepat (perangkat lunak proprietary dan open source) dan
dikuti oleh peserta yang memenuhi persyaratan yang ditentukan terlebih dahulu.
3. Agar diadakan penelitian lanjutan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
sosialisasi terhadap tingkat penggunaan OSS di Indonesia guna memecahkan
masalah rendahnya penggunaan OSS pada instansi pemerintah terutama di daerah.
Lampiran
Narasumber yang pendapatnya dikutip dalam teks: (1) pemerhati teknologi
informasi Dr Yudi Agusta, Kepala Bidang IPDS BPS Prov Bali, (2) akademisi TIK I
Gusti Agung Oka Budiartha, MSi dosen FIKOM Universitas Dwijendra, (3) I Dewa Kade
Wiarsa Raka Sandi ST, Direktur CV Asia Raya Media Tama (pendidikan,pengadaan dan
maintenace),(4) I Made Sarjana, SE MM, Pimpinan Lembaga Pendidikan TIK Ganesha
Guru, (5) pengelola atau administrator sistem informasi pada instansi pemerintah, I
Ketut Jack Mudastra, SH Kepala Bidang Sistem Informasi Manajemen, BITD dan (6)
pengelola atau administrator Telematika pada instansi pemerintah I Made Sondra, SE,
Kepala Bidang Telematika, BITD Provinsi Bali.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik Propinsi Bali. 2006. Buku Saku sekilas Bali. Denpasar.
Bagian Humas Setda Kota Denpasar. 2006. Data Selayang Pandang Kota Denpasar.
Denpasar
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi (BPPI) Wilayah VII Makassar. 2007.
Laporan Hasil Penelitian Tentang Tanggapan Masyarakat Desa Tertinggal
Terhadap Sosialisasi Kebijakan Pemerintah di Kabupaten Bantaeng.
Makassar.
Davis, Gordon B. 1995. Sistem Informasi Manajemen. Bagian I, terjemahan Andreas S.
Adiwardana. Jakarta. PT Pustakan Binaman Pressindo.
Departemen Komunikasi dan Informatika. 2005. Rencana Strategis Departemen
Komunikasi dan Informatika 2004-2009. Jakarta
-----------, 2007. Laporan Akhir Studi Penggunaan dan Pengembangan Perangkat
Lunak Open Source Pada Institusi Pemerintah. Jakarta. Pusat Litbang
Aptel,SKDI.
-----------, 2008a. Penggunaan dan Pengembangan Perangkat Lunak Open Source
Pada Instansi Pemerintah. Jakarta. Pusat Litbang Aptel, SKDI
------------, 2008b. Laporan Akhir Studi Evaluatif Program IGOS Dalam
Pengimplementasian Open Source di Lembaga Pemerintah. Jakarta. Pusat
Litbang Aptel, SKDI
------------, 2008c. Forum Dialog Peneliti Tentang Semangat Kreatifitas Tanpa Batas
Dalam Pemanfaatan Software Legal di Instansi Pemerintah. Jakarta. Pusat
Ltbang Aptel, SKDI.
Dwi Handoko dan Ikbal Maulana. 2005. “Open Source : Potensi dan Strategi
Pengembangannya” Dalam Kajian Teknologi Informasi dan Komunikasi.
P3TIE, BPPT
Eriyanto. (1999). Metodologi Polling. Memberdayakan Suara Rakyat. Bandung.
Penerbit PT Remaja Rosdakarya
Ikbal, Maulana. 2006. “Sistem Inovasi Open Source software (OSS) dan Kebijakan
Pemerintah” Dalam Kajian Teknologi Informasi dan Komunikasi. Pusat
Tek.Informasi dan Komunikasi. BPPT. Hal 123-139
“Indonesia Urutan 12 Pembajak Peranti Lunak”. 2008. Kompas. 13 Juni. Hal. 12
“Indonesia Masuk ‘Priority Watch List”. 2009. Koran Jakarta. 2 Mei. Hal 15
Indriyanto Banyumurti, t.t. Modul Komputer. (Pengenalan komputer, aplikasi
perkantoran dan internet). Bandung. Diktat.
Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2010. Rencana Strategis (Renstra)
Kementerian Komunikasi dan Informatika 2010-2014. Jakarta.
Kuppuswamy, B. 1975. Elements of Sosial Psychlogy. New Delhi. Vikas Publising
House Pvt Ltd.
Kusmayanto, Kadiman. “Bangsa Pembajak Hak Cipta”, Kompas, 6/5/2007 hal.7
McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa. Edisi Kedua. Jakarta. Penerbit
Erlangga.
Menteri Komunikasi dan Informatika. 2005. Surat Edaran Nomor: 05/
SE/M/Kominfo/10/2005 tentang Pemakaian dan Pemanfaatan Penggunaan
Piranti Lunak Legal Di Lingkungan Instansi Pemerintah.
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara 2009. Surat Edaran Nomor :
SE/01/M.PAN/3/2009 tentang Pemanfaatan Perangkat Lunak Legal dan Open
Source Software (OSS)
Pusat Litbang Aptel SKDI. 2007. Rancangan Penelitian Studi Penggunaan dan
Pengembangan Perangkat Lunak Open Source Pada Institusi Pemerintahan.
Makalah
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.
Jakarta. Kementerian Komunikasi dan Informasi.
Sasa Djuarsa, Sendjaja. 1993. Pengantar Komunikasi. Jakarta. Penerbit Universitas
Terbuka
Severin Werner J, James W.Tankard, Jr. 2007. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan
Terapan di Dalam Media Massa. Edisi Kelima. Jakarta. Kencana Prenada
Media Group
Shannon, Claude dan Warren Weaver. 1997. “ Information Theory”. Dalam Griffin,
EM (ed) A First Look At Communication Theory. Third Edition. New York.
The Mc Graw-Hill Companies, Inc,
Suharsimi, Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian. Edisi Revisi V. Jakarta. Penerbit Rineka
Cipta.
Tubbs, Stewart dan Sylvia Moss. 2000. Human Communication. Konteks-Konteks
Komunikasi. Bandung. Penerbit PT Remaja Rosdakarya.
WJS. Poerwadarminta. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. PN Balai
Pustaka
Internet :
http://en wikipedia.org/wki/open-source_software, tanggal 5/2/2010
http://en wikipedia.org/wki/open-source_software, tanggal 5/2/2010
http://id.answer.yahoo.com/question/index?qid=20090118000121Aao t2, tanggal
17/2/2001 http://www.batan-bdg.go.id /modules, php?name=New
%file=article&sid=290, tgl 17/2/2010
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk membahas tentang media berita cetak dan seputar
kecenderungan berbagai konsepsi tentang klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar
Indonesia dan seni budaya Indonesia. Masalah ini perlu diteliti karena begitu gencarnya
media khususnya surat kabar mengenai desas-desus klaim Malaysia terhadap pulau
terluar dan seni budaya Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
analisis framing dari Zhongdang pau dan Gerald M. Kosicki. Teknik pengumpulan data
yang dilakukan mengambil pesan teks tentang klaim Malaysia terhadap seni budaya dan
pulau-pulau terluar Indonesia. Teknik analisa data menggunakan teknik analisis framing.
(Sobar alex, 2002). Berdasarkan hasil penelitian ini, media memiliki posisi begitu besar
dalam menyampaikan berbagai isu yang berkaitan dengan masalah perbatasan. Berita
baik dari berbagai kalangan maupun berbagai konsepsi yang sangat menolak tindakan
yang dilakukan oleh Malaysia terhadap klaim yang dilakukan terhadap pulau-pulau
terluar dan seni budaya Indonesia.
Kata kunci: berita media cetak, seputar berbagai konsepsi, klaim Malaysia, pulau terluar
This study aims to discuss about inclination news media prints and conception
various circle about Malaysian claim on extern islands from indonesia culture. This
problem is necessary studied because so the incessant media especially newspaper
illuminate Malaysian claim rumors towards extern islands and Indonesia culture art.
Study method that this troubleshoot analysis method framing from Zhongdang pau and
Gerald M. Kosicki. data collecting technique that done pencupli message text about
Malaysian claim towards culture art and Indonesia extern island. Data analysis
technique uses analysis technique framing (alex sobar, 2002. Based on this study result is
has position so big in submits various rumors related to border troubleshoot. Good news
from various also conception various circle very averse action that done by Malaysian
towards Indonesia on extern islands claim with Indonesia culture art.
keyword: news media prints, conception various circle, Malaysian claim, extern islands
Latar Belakang
Hubungan persahabatan Indonesia Malaysia sejak lima puluh tujuh tahun yang
lalu mengalami pasang surut kadang harmonis kadang menuai konflik. Persahabatan ini
setiap waktu mengalami perubahan. Wajar kiranya terkadang ada pertumbuhan dan
perkembangan terkadang ada surutnya persahabatan Indonesia Malaysia. Karena kedua
negara ini adalah serumpun wajar pula kiranya negara abang beradik ini selalu ada saja
muncul permasalahan yang selalu dipersoalkan. Pada hakekatnya kedua negara ini banyak
memiliki persamaannya seperti bahasa, seni, budaya dan juga punya kelebihan masing-
masing seperti Indonesia memiliki ribuan pulau dan ratusan juta jiwa penduduk.
Sementara Malaysia jumlah pulaunya sedikit dan begitu juga jumlah penduduknya
sehingga saling mengklaim satu dengan lainnya. Dikatakan serumpun sebab sebahagian
dari penduduk Malaysia itu adalah keturunan Indonesia yang sudah menetap berpuluh
tahun sebagai warga negara Malaysia. Di negara jiran tersebut ada Suku Bugis, Jawa,
Minang, Dayak dan suku-suku lainnya yang berasal dari Indonesia.
Tetapi walau demikian tidak ada salahnya jika kita set back sejarah berdasarkan
berbagai sumber media, bagaimana ketika presiden pertama RI Soekarno pada tahun 1964
menuduh Malaysia sebagai negara tetangga yang diketahui sebahagian dari penduduk
Malaysia itu berasal dari bebagai suku di Indonesia dijadikan proyek Nekolim (Neo
Kolonialisme dan Inperialisme) oleh Inggris dengan tujuan untuk membentuk kerajaan-
kerajaan kecil di semenanjung Malaysia, Serawak, Sabah dan Brunai untuk mengepung
Indonesia. Presiden Soekarno pada saat itu sangat marah kepada pihak Malaysia, maka
pada tanggal 3 Mei 1964 dihadapan apel besar sukarelawan Indonesia memberikan
komando pengganyangan terhadap Malaysia walaupun akhirnya selesai di meja
perundingan. Pengalaman bagi Indonesia, sejak di tahun 1962-1966 Indonesia juga
pernah malakukan konfrontasi politik terhadap Malaysia. Sampai-sampai Presiden
Soekarno di masa itu mengeluarkan maklumat “Ganyang Malaysia”.
Masih hangat dalam ingatan di tahun 2007 Malaysia mengklaim Pulau Sipadan
dan Ligitan sebagai pulau mereka dan berakhir di Mahkamah Internasional Den Hag
Belanda dimenangkan oleh Malaysia sehingga kedua pulau tersebut menjadi miliknya
Malaysia. Belum lagi problem tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Malaysia
selalu tergambar bahwa TKI menjadi bulan-bulanan pihak Malaysia karena dikatakan
ilegal. Kalau memang ilegal kenapa TKI dapat masuk dan bekerja di Malaysia sebagai
buruh kebun dan pembantu rumah tangga (PRT) di Malaysia.
http://indonesiaberprestasi.web.id/wp-content/uploads/2009/08/tari-pendet.jpg
http://beta.tnial.mil.id/cakra/images/ambalat.jpg
Indonesia diketahui adalah sebagai negara demokrasi ketiga terbesar setelah
Amerika dan India. Memiliki kebebasan pers yang begitu luas. Wajar kiranya informasi
apa pun yang memungkinkan menjadi konsumsi publik Indonesia dapat diberitakan oleh
media di Indonesia menjadi suatu kewajaran. Tetapi tentunya sebagaimana telah
diungkapakan di atas tadi, jika pihak pemerintah Indonesia dan Malaysia tidak mencari
solusi penyelesain konflik opini kedua negara berjiran ini yang bersumber dari media dan
pihak-pihak ketiga berdasarkan pemberitaan berbagai media akan dapat memperburuk
hubungan yang harmonis sebagaimana telah dijalin selama ini dengan baik dan juga
kerugian-kerugian yang akan dialami oleh kedua belah pihak seperti investasi, kerjasama
perdagangan, pendidikan dan lain sebagainya akan lenyap hanya karena salah paham.
Oleh karena itu berdasarkan uraian di atas sangat dianggap perlu untuk dilakukan
suatu pengkajian khusus tentang kecenderungan pemberitaan media cetak suratkabar dan
tanggapan dari berbagai pihak di daerah perbatasan tentang pengklaiman Malaysia
terhadap beberapa pulau terluar dan produk seni budaya Indonesia sebagai milik
Malaysia. Sehingga melalui pengkajian ini dapat diperoleh suatu informasi dan saran
pemikiran tentang yang perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menyikapi
klaim Malaysia atas pulau-pulau terluar dan seni budaya Indonesia.
Permasalahan
Permasalahan dalam pengkajian ini adalah isu yang bersumber dari pemberitaan
media cetak suratkabar yang terbit di Medan berkaitan dengan pengklaiman beberapa
pulau terluar sebagai milik negara Malaysia, begitu juga klaim Malaysia terhadap produk
hasil kesenian dan budaya Indonesia yang mendapat reaksi keras dari masyarakat
Indonesia. Sebab cara-cara yang dilakukan oleh negara jiran itu dapat merusak hubungan
yang harmonis antara Indonesia dan Malaysia yang selama ini sudah terjalin dengan baik.
Oleh karena itu adapun permasalahan secara khusus dalam pengkajian ini adalah :
5. Bagaimanakah kecenderungan media massa cetak surat kabar terbitan Medan dalam
memberitakan isu klaim pulau terluar di wilayah perbatasan BBPPKI Medan dan
klaim Malaysia terhadap produk seni dan budaya Indonesia?
6. Bagaimanakah tanggapan dari berbagai pihak masyarakat di daerah perbatasan di
wilayah kerja BBPPKI atas pemberitaan surat kabar tentang klaim Malaysia
terhadap pulau terluar Indonesia dan produk seni dan budaya Indonesia?
7. Langkah-langkah apakah yang perlu dilakukan oleh pemerintah agar tidak terulang
lagi klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar serta seni budaya Indonesia
berdasarkan pemberitan suratkabar yang terbit di Medan dan juga tanggapan dari
berbagai kalangan di daerah perbatasan Wilayah kerja BBPPKI Medan.
Tujuan Pengkajian
Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui :
e. Kecenderungan media massa cetak suratkabar dalam memberitakan isu-isu
klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan produk seni dan budaya Indonesia.
f. Tanggapan berbagai kalangan masyarakat di daerah perbatasan di wilayah
kerja BBPPKI Medan atas pemberitaan suratkaba tentang klaim Malaysia
terhadap pulau-pulau terluar dan produk seni dan budaya Indonesia.
g. Langkah-langkah apa yang terbaik di lakukan oleh Pemerintah untuk
mencegah terjadinya klaim Malaysia terhadap produk seni dan budaya Indonesia
serta pulau-pulau terluar Indonesia berdasarkan tanggapan tokoh masyarakat di
daerah perbatasan wilayah kerja BBPPKI Medan.
Sasaran
Adapun sasaran pengkajian ini adalah :
8. Diperolehnya gambaran umum tentang bagaimana kecendrungan media
suratkabar dalam memberitakan klaim Malaysia atas pulau-pulau terluar dan seni
budaya Indonesia melalui metode analisis wacana framing dan tanggapan dari
berbagai kalangan masyarakat di daerah perbatasan wilayah kerja BBPPKI
Medan.
9. Diperolahnya data dan informasi tentang langkah-langkah yang perlu dilakukan
oleh pemerintah dalam menyikapi kalim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar
dan seni budaya Indonesia.
Lokasi Nara Sumber Kajian
Lokasi narasumber pengkajian ini diambil di dua provinsi yang berbatasan
langsung dengan Malaysia yaitu provinsi Kepulau Riau dan Kalimantan Timur. Provinsi
Kepulau Riau sangat dekat jarak wilayahnya dengan Malaysia dan Singapura. Jika
dilakukan penyebarangan melalui laut dari Batam ke Singapura maka dapat ditempuh
dengan hanya lima belas menit.Demikian pula dengan Malaysia dapat ditempuh sekitar
satu jam dalam perjalanan melalui laut.
Sementara itu provinsi Kaltim kabupaten Nunukan berbatasan darat dengan
Tawau Malaysia begitu juga dengan kabupaten Malinau berbatasan darat dengan Sabah
Malaysia. Tentunya sebagai sumber informasi kunci dalam pengkajian ini adalah dari
berbagai kalangan masyarakat di dua ibukota provinsi dimaksud. Karena di kedua
ibukota provinsi tersebut ada suatu badan khusus di pemeritahan daerah yang menangani
daerah-daerah perbatasan. Antara lain : pejabat Dinas Infokom Prov Kaltim, Kepala
Dinas Budaya dan Pariwisata, Kepala Pengelola Daerah Perbatasan Provinsi Kaltim,
Ketua Kepemudaan KNPI Kaltim, Korem Danrem 091/ASN Kaltim. Sementara sumber
pemberitaan dari media suratkabar yang terbit di Medan adalah harian Waspada dan
Analisa.
Pemahaman Teoretis
a. Media Massa
Surat Kabar adalah salah satu media yang digunakan banyak orang sebagai
sumber informasi politik, Keberadaan media akan dapat membantu orang
mengetahui banyak hal khususnya yang menyangkut dunia politik. Media di
aplikasikan sebagai sebuah jendela dunia (lipman) yang dapat memandang luas
berbagai hal tentang kejadian yang terjadi di Negara – Negara lain seperti perang
antar Negara, bencana alam, kenaikan nilai mata uang dan berbagai hal tentang
kehidupan manusia sehingga seseorang dapat berwacana sesuai dengan sudut
pandang yang dimiliki karena media menurut Laswell dalam proses komunikasi
melalui aktivitas sebagai berikut yaitu who, says what, in which channel, to
whom, with what effect (Tankarel, 2005). Dengan kata lain dalam proses
informasi yang disampaikan (pesan–pesan politik) melalui aktivitas ini, karena
memang yang menjadi pembahasan dalam pengkajian ini adalah berkaitan dengan
informasi politik seperti berita klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan seni
budaya Indonesia.
Dalam kajian ini dengan menggunakan pendekatan framing terhadap isu
pembuatan media tentang klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan seni budaya
indonesia dan juga tanggapan dari berbagai kalangan terhadap isu dimaksud
berdasarkan pemberitaan media surat kabar. Dari media ini nantinya akan tampak
penonjolan isu berdasarkan konstruksi yang dilakukan oleh pengelola media.
b. Konsep Framing
Analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana
khususnya untuk menganalisis teks media. Framing dimaknai sebagai struktur
konseptual atau perangkat kepercayaan menganalisis pandangan politik, kebijakan
dan wacana serta yang menyediakan kategori – kategori standard
mengoptimalisasi realitas. (Sobur 2002 : 162).
Dalam denah studi komunikasi analisis framing mewakili tradisi yang
mengedepankan atau perspektif, multi disipliner untuk menganalisa fenomena –
fenomena atau aktivitas komunikasi, juga dalam studi komunikasi analisis framing
dipakai untuk membedakan cara–cara atau ideologi saat mengkonstruksi fakta.
Dengan kata lain analisis framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana
perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan ketika menyeleksi dan
menulis berita.
http://beritadaerah.com/UserFiles/Image/travel/batik/batik3.jpg
c. Teori Konstruksionis
Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada lain
kategori penulisan konstruksionis. Dalam teori ini memusatkan perhatian kepada
proses pembentukan realitas. Karenanya dalam pandangan teoritis konstruksionis
menemukan bagaimana peristiwa atau realitas dikonstruksikan dengan cara apa
konstruksi itu dibentuk.
Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis, pertama
pendekatan konstruksionis menekan pada politik pemaknaan dan proses
bagaimana seseorang membuat gambar yang realitas. Kedua, konstruksionis
memandang kegiatan komunikasi sebagai proses dinamis pendekatan ini
memandang bagaimana pembentukan pesan dari isi-isi komunikator dan dalam
sesi penerima, ia memeriksa bagaimana konstruksi makna individu ketika
menerima pesan. Pesan dipandang bukan sebagai mirror of reality yang
menampilkan apa adanya. Dalam konteks kajian ini adalah bagaimana media
mengenai realitas obyektif isu itu tentang klaim Malaysia terhadap pulau terluar
dan seni budaya Indonesia, sehingga berbagai media surat kabar yang telah diteliti
akan didapatkan gambaran tentang bagaimana penggunaan kata – kata yang
terpilih untuk tujuan tertentu, melalui perangkaian berita dan mempergunakan
simbol simbol agar dapat menimbulkan kesan tertentu ketika khalayak serta
menentukan apakah isu itu penting atau tidak.
d. Tanggapan
Berdasarkan kamus bahasa Indonesia, tanggapan berawal dari kata tanggap
yang artinya, mencamkan, melihat (mendengarkan) baik–baik. Sedangkan
tanggapan adalah terapan yaitu apa yang diterima panca indera, bayangan
dalam angan–angan, sambutan (reaksi), menggambarkan dan melahirkan pikiran
dan perasaan. (Balai Pustaka, 2006 : 1203).
Tanggapan dalam komunikasi tentunya merupakan reaksi yang timbul akibat
dari pesan yang diterima. Sama halnya dengan pendapat umum yang diartikan
sikap pribadi seseorang ataupun sikap kelompoknya maka sebagian dari sikapnya
ditentukan oleh pengalamannya, yaitu pengalaman dari kelompoknya juga.
(Astrid, 1985 : 80). Dengan demikian tanggapan adalah sikap dari gambaran
pengalaman dan belajar dari pengalaman. Ada hubungan yang erat antara sikap
dan pendapat yang menyimpulkan, bahwa suatu pendapat itu dinyatakan
(expressed) dan dapat juga tidak dinyatakan akan tetapi ada atau tidak disadari
(laten).
Sehubungan dengan itu berbagai pembentukan media khususnya surat kabar
terbitan Medan klaim atas pulau–pulau terluar dan seni budaya Indonesia akan
menimbulkan berbagai pendapat, tanggapan. Ada yang mungkin menanggapi
sangat reaktif terhadap pembentukan itu ada mungkin dianggap masalah biasa
saja. Tetapi walaupun demikian berdasarkan pembentukan media, berita tentang
klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan seni budaya Indonesia mendapat
perhatian yang begitu beragam dari masyarakat Indonesia.
Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini melalui pendekatan discourse analysis dengan menggunakan
metode analisis framing dari Zhongdang Pau dan Gerald M. Kosicki. Sesuai
dengan pandangan Pau dan Kosicki menggunakan metode ini yaitu suatu proses
membuat suatu pesan lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju
pada pesan tersebut.
2. Pengertian Operasional
a. Pemberitaan Media Cetak
Pemberitaan media cetak adalah berita yang disajikan oleh dua
suratkabar yang terbit di Medan yaitu harian Waspada dan harian Analisa
yang memberitakan tentang isu-isu klaim Malaysia terhadap pulau-pulau
terluar dan seni budaya Indonesia
b. Tanggapan Berbagai Kalangan
Tanggapan berbagai kalangan adalah merupakan sikap dan pengapat
dari berbagai narasumber yang mempunyai kompetensi menyikapi dan
berpendapat terhadap pemberitaan tentang isu-isu klaim Malaysia terhadap
pulau-pulau terluar serta seni budaya Indonesia. Tanggapan berbagai
kalangan ini berdomisili di daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia
seperti Provinsi Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau.
c. Pulau-pulau terluar & seni budaya Indonesia
Pulau-pulau terluar Indonesia adalah sejumlah pulau yang berbatas
langsung baik darat maupun laut dengan Negara tetangga, seperti Malaysia,
Singapore, Thailand, Philipina, Vietnam, Laos, Burma dan lainnya yang
rawan konflik perbatasan antar Negara. Sementara seni budaya Indonesia
adalah berbagai seni budaya yang diciptakan oleh putra-putri Indonesia
seperti tari Pendet, dan seni kain batik yang sering di klaim oleh Malaysia
sebagai milik mereka.
Hasil Kajian
Isu pembentukan tentang klaim Malaysia terhadap pulau – pulau terluar Indonesia
dan seni budaya Indonesia menjadi perhatian banyak orang. Selain berita informasi itu
penting tetapi juga menuai prokontra di masyarakat. Malahan ada sekelompok yang
melakukan tindakan anarkis yaitu melempar tomat ke kantor konsulat Malaysia di Medan,
dan juga membakar bendera Malaysia. Kejadian itu sangat disayangkan oleh Malaysia,
sebab malaysia tidak pernah mengklaim pulau terluar Indonesia seperti pulau jemur
sebagai milik Malaysia begitu juga seni budaya Indonesia bahwa Pemerintah Malaysia
tidak pernah mengklaim Tari Pendet sebagai tarian Malaysia. Pihak pemerintah Malaysia
tidak pernah memberi bahan tentang tari pendet kepada pihak Discovery Channel, jika itu
pun dilakukan oleh discovery channel itu sepertinya tanggung jawab discovery channel
sendiri.
http://wiryanto.files.wordpress.com/2008/05/reog.jpg
Dari struktur retoris wacana berita menggambarkan pemulihan gaya kata yang
dipilih oleh wartawan untuk menonjolkan arti yang ingin disampaikan oleh
wartawan tersebut. Dalam retoris waspada telah memilih dan memakai kata-kata
tertentu untuk mem-frame isu tentang klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan
seni budaya Indonesia, juga dari sisi grafis penekanan terhadap penggunaan huruf
yang relatif tebal atau hitam. Dalam retoris waspada juga mencoba memberikan
efek kognatif yang mengarah pada perhatian dan keterkaitan khalayak pembaca
secara intens, dalam upaya menunjukkan betapa pentingnya dan menariknya isu
tersebut.
http://www.primaironline.com/images_content/2009824tari%20pendet.jpg
Analisis sintaksis pandangan harian Analisa terhadap isu tersebut
diwujudkan dalam bentuk skema atau bagan berita. Judul berita menunjukkan
begitu pentingnya isu penyataan pihak Malaysia atas penolakan pemberitaan
berbagai media di Indonesia klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar dan seni
budaya Indonesia. Dalam teks berita pada bentuk headline harian Analisa
menampilkan penyataan pihak pemerintah Malaysia melalui Konsulat Jenderal
Malaysia Fauzi Omar mengungkapkan masalah Tari Pendet sebenarnya 100
persen merupakan tanggung jawab Discovery Channel. Karena itu pihak Malaysia
merasa perlu menjelaskan hal ini kepada Indonesia. Walaupun demikian pihak
rumah produksi yang memberi bahan kepada Discovery Channel sudah
mengklarifikasi dan meminta maaf atas kejadian tersebut. Begitu penyataan minta
maaf dari Discovery Channe. Dalam pengungkapan fakta pemberitaan telah
mengikuti tata cara pemberitaan yang benar. Kelengkapan sumber berita Fauzi
Omar Konsul Jenderal Malaysia di Medan sebagai aktor pemberitaan disebutkan
sangat jelas. Begitu juga isi berita tentang penyataan Konsul Jenderal Malaysia
atas kekecewaannya terhadap pemberitaan media di Indonesia yang cenderung
memperuncing permasalahan sehingga pernyataan Konsul Malaysia bahwa
pihaknya tidak pernah mengklaim Tari Pendet dan Pulau Jemur sebagai milik
Malaysia. Dalam penutup berita itu Analisa memframe bahwa hanya karena
miskomunikasi saja dan kesalahan komunikasi itu dimanfaatkan media sebagai isu
penting pemberitaan.
Analisa framing berdasarkan tematik penulisan berita tentang isu Malaysia
tidak pernah klaim Tari Pendet dan Pulau Jemur, harian Analisa adanya koherensi.
Harian Analisa telah mengkontruksi sedemikian rupa tentang adanya realitas
bagaimana pihak Malaysia menolak tudingan dimaksud. Ungkapan-ungkapan
alenia ke alenia hanya berhubungan terutama dengan pengutipan penyataan dari
sumber.
http://prabowosubianto.info/v2/wp-content/uploads/2009/06/ambalat.jpg
3. Hasil Wawancara
Berdasarkan hasil wawancara dari berbagai kalangan seperti dari
kepemudaan menjelaskan bahwa pemerintah perlu secara terus menerus
melakukan pendataan terhadap pulau-pulau terluar dan seni budaya Indonesia
untuk menghindari klaim yang dilakukan oleh negara tetangga, sebab tanpa
melakukan hal itu tidak tertutup kemungkinan akan terulang kembali klaim
Malaysia. Klaim Malaysia atas pulau terluar dan seni budaya Indonesia
berdasarkan pemberitaan berbagai media perlu klarifikasi dari pemerintahan
Malaysia. Sebagai negara tetangga apalagi serumpun perlu dikembangkan saling
menjaga dan menghargai kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Dan
tentunya pemerintah Indonesia perlu secara berkelanjutan melakukan sosialisasi
kepada masyarakat Indonesia yang berada di perbatasan untuk menjaga keutuhan
wilayah.
Dari pihak pariwisata menjelaskan dengan keberadaan media yang begitu
terbuka saat ini memberikan kontribusi yang begitu besar bagi masyarakat
Indonesia sehingga diketahuinya bahwa negara tetangga Malaysia mengklaim
pulau-pulau terluar dan seni budaya Indonesia. Berdasarkan pemberitaan media
tentang hal dimaksud tentunya Indonesia harus melakukan langkah-langkah
antisipatif seperti mempertanyakan persoalan itu kepada pemerintah Malaysia
tentang kebenarannya. Dan tidak perlu terlalu demonstratif tetapi dengan cara-cara
yang elegan persuasive. Walaupun dari beberapa pemberitaan media di Indonesia
pemerintah Malaysia tidak lagi ambil serius dengan persoalan tersebut. Tetapi
pada sisi lain tentunya tidak perlu terlalu berlebihan menyikapi pemberitaan media
di Indonesia atau klaim Malaysia dimaksud. Walaupun di sisi lain Indonesia perlu
mencari bukti kebenaran di lapangan atas pemberitaan tersebut. Sebab tindakan
media akan menginformasikan tentang sesuatu apalagi masalah kepentingan
negara jika tidak ada sumbernya. Tentunya Indonesia sangat terbantu dengan
pemberitaan media.
Penjelasan dari pihak Kodim 091/ASW Kaltim dan Tanjung Pinang
menjelaskan pemberitaan media itu masih dalam tahap kewajaran walaupun di sisi
lain perlu diseleksi kebenaran pemberitaan dimaksud. Tetapi pihak TNI tidak
setuju atas perbuatan pemerintah Malaysia mengklaim pulau terluar dan seni
budaya Indonesia. Sebab hal itu berkaitan dengan kedaulatan negara kesatuan
Republik Indonesia. Dan masalah ini tidak ada tawar menawar dan harus ditolak
dan perlu diselesaikan dengan segera. Tentunya dengan keberadaan media di
Indonesia saat ini lagi terbuka pantas diberikan rasa hormat kepada media di
Indonesia yang begitu cepat mengangkat kasus tersebut walaupun masih perlu
diselidiki kebenarannya. Sehubungan dengan keberadaan pulau-pulau terluar
Indonesia aparat keamanan seperti TNI perlu ditingkatkan keberadaannya di
daerah tersebut. Dalam hal ini penempatan Babinsa perlu ditingkatkan secara
merata di daerah-daerah perbatasan. Begitu juga peralatan pemantau seperti kapal
perang dan infrastruktur lainnya perlu segera diwujudkan sehingga aparat TNI dan
unsur Muspida terkait dapat dengan mudah melakukan patroli guna melakukan
penjagaan di daerah-daerah perbatasan baik darat maupun laut di wilayah
Indonesia yang berbatas dengan negara lain.
Reaksi Malaysia terhadap pemberitaan klaim Malaysia terhadap pulau
terluar dan seni budaya Indonesia perlu dipelajarin sebab walaupun Indonesia
Malaysia serumpun tetapi ternyata Malaysia sanggup mengklaim pulau terluar dan
seni budaya Indonesia. Bangsa Indonesia tidak boleh lengah dengan keadaan ini
perlu ada tindakan tegas dan terencana.
Tanggapan yang diungkapkan dari Ormas di daerah perbatasan Tanjung
Pinang menyebutkan perlu kiranya saling menghormati hukum internasional
tentang zona batas Indonesia Malaysia, jika memang perlu dilakukan kesepakatan
di Mahkamah Internasional sehingga akan dapat menguatkan keutuhan NKRI.
Klaim Malaysia terhadap seni budaya Indonesia sempat disayangkan. Memang
Indonesia Malaysia serumpun tetapi ada banyak hal yang berbeda jika dilihat dari
ragam budaya. Tentunya Indonesia lebih banyak memiliki seni dan budaya
dibanding Malaysia.
Maka langkah-langkah yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia adalah
dilakukannya pendataan ulang untuk memastikan keberadaan pulau-pulau terluar
serta seni budaya Indonesia. Setiap persoalan yang terjadi antara Indonesia dan
Malaysia tidak harus dilakukan secara destruktif yang berdampak pada
ketidakharmonisan hubungan kedua negara yang selama ini sudah terjalin baik.
Pemerintah Indonesia Malaysia perlu melakukan menginverting kembali berbagai
seni budaya kedua belah pihak, begitu juga keberadaan pulau-pulau terluar sebab
bagaimanapun juga sebagai negara bertetengga yang mana di Malaysia banyak
warga Indonesia berdomisili di sana baik yang sudah menetap sebagai warga
Malaysia maupun sebagai TKI dan juga pelajar. Dikarenakan sudah lama berada
di Malaysia rindu akan leluhur kebudayaannya sehingga berbagai seni budaya
yang dimiliki dipertunjukkan yang ternyata dikatakan seni budaya yang
dipertunjukkan itu sebagai milik Malaysia. Padahal seni budaya asli Indonesia.
Keadaan ini dapat memancing reaksi negatif Indonesia.
Tanggapan dari Badan Pengelola Daerah Perbatasan Provinsi Kaltim
mengungkapkan sangat respon positif terhadap pemberitaan media di Indonesia
tentang isu klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar dan seni budaya
Indonesia. Dengan pemberitaan itu akan diketahui apa-apa yang perlu dilakukan
untuk mengatasi masalah dimaksud apalagi masalah perbatasan Indonesia
Malaysia. Tentunya program-program yang telah ditetapkan oleh pemerintah
pusat maupun daerah perlu diwujudkan tidak hanya program semata tetapi tidak
diwujudkan dengan berbagai alasan. Sementara negara tetangga terus membangun
daerahnya yang berbatas langsung dengan Indonesia dan ini menunjukkan
kesenjangan dalam berbagai hal antara Indonesia dan Malaysia di daerah
perbatasan kedua belah pihak khususnya di bidang ekonomi.
Reaksi Malaysia terhadap pemberitaan media di Indonesia tentang isu dimaksud
biasa-biasa saja sebab mereka sudah sejahtera tidak perlu ada keributan dan klaim
Malaysia terhadap pulau terluar dan seni budaya Indonesia hanya media di
Indonesia saja yang meributkannya.
Kesimpulan
1. Keberadaan media memiliki posisi yang begitu besar dalam menyampaikan
berbagai isu yang berkaitan dengan permasalahan perbatasan. Kebebasan pers
dapat mengungkapkan dengan gamblang tentang bagaimana negara tetangga
seperti Malaysia mengklaim pulau terluar dan seni budaya Indonesia. Begitu juga
media di Indonesia memberitakan secara terbuka tentang bagaimana reaksi
masyarakat Indonesia atas klaim Malaysia tersebut.
2. Baik pemberitaan dari berbagai media maupun tanggapan dari berbagai kalangan
sangat menolak tindakan yang dilakukan oleh Malaysia terhadap Indonesia, sebab
klaim Malaysia atas pulau-pulau terluar Indonesia serta seni budaya Indonesia
menyangkut dengan kedaulatan negara. Tentunya dengan tegas pihak pemerintah
Indonesia menolak dan meminta klarifikasi atas klaim dimaksud.
3. Pada satu sisi pemerintah Indonesia sangat menghormati kedaulatan negara
tetangga seperti Malaysia, tetapi bangsa Indonesia juga sangat cinta terhadap
bangsa dan negara Indonesia yang berdaulat. Apapun yang terjadi antara
Indonesia atas klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar serta seni budaya
Indonesia perlu dibicarakan secara baik-baik dengan cara kekeluargaan dengan
pendekatan budaya serumpun, sebab Malaysia Indonesia negara adik abang.
Rekomendasi
1. Pemerintah perlu mengoptimalkan peranan media massa untuk selalu
mensosialisasikan kepada masyarakat upaya-upaya yang akan dan sudah
dilakukan oleh pemerintah tentang pembangunan di daerah perbatasan. Sebab
dengan keterbukaan media pada saat ini merupakan peluang bagi masyarakat
untuk mengenal dan mengetahui keberadaan daerahnya dari informasi yang
ditemui dari berbagai media.
2. Keberadaan media yang semakin terbuka di Indonesia perlu terus didorong oleh
pemerintah. Sebab dengan kebebasan memperoleh informasi dari berbagai media
akan dapat meningkatkan peran masyarakat untuk menjaga dan mengoptimalkan
potensi-potensi yang ada di daerah perbatasan yang menjadi tempat tinggal
mereka. Tentunya untuk mendorong kearah tersebut pemerintah perlu membangun
infrastruktur sarana telekomunikasi untuk mempermudah akses masyarakat
terhadap informasi yang diinginkan oleh masyarakat di daerah perbatasan.
3. Pemerintah perlu menginverting kembali pulau-pulau terluar serta seni budaya
Indonesia sebab berdasarkan kesepakatan UNCLOS Indonesia memiliki 92 pulau
terluar berbatasan langsung dengan sepuluh negara. Untuk dilakukan pendaftaran
secara internasional yang menjadi milik bangsa Indonesia. Dengan pengakuan
internasional tersebut tidak ada lagi negara lain seperti Malaysia dapat mengklaim
pulau-pulau terluar serta seni budaya Indonesia sebagai milik mereka.
4. Pemerintah Indonesia perlu secara proaktif menyikapi persoalan-persoalan yang
muncul pada masyarakat yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur di
daerah perbatasan. Sebab sudah banyak program yang telah direncanakan baik
pemerintah pusat maupun daerah untuk keperluan masyarakat daerah perbatasan.
Tetapi belum dilaksanakan secara maksimal karena terbatas dan terkendala pada
pembiayaan/anggaran. Sementara masyarakat di daerah tetangga perbatasan
pembangunan sudah maju.
Daftar Pustaka
Poerwadarminta, W.J.S. 2006. Kamus Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.
Sobur, Alex. 2002. Analisis Teks Media. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Tankarel Jr, Werner J. Senerin. 2007. Teori Komunikasi. Kencana Prenada Media Group.
Harian Analisa, terbitan tanggal 1 s/d 30 September 2009.
Harian Waspada, terbitan tanggal 1 s/d 30 September 2009.
Lain-lain :
http://www.suarapembaruan.com/News/2007/03/05/Nasional/030307am.gif
http://www.umpo.ac.id/userfiles/image/reog24.jpg
http://indonesiaberprestasi.web.id/wp-content/uploads/2009/08/tari-pendet.jpg
http://matanews.com/wp-content/uploads/batik1.jpg
http://beta.tnial.mil.id/cakra/images/ambalat.jpg
http://beritadaerah.com/UserFiles/Image/travel/batik/batik3.jpg
http://wiryanto.files.wordpress.com/2008/05/reog.jpg
http://www.primaironline.com/images_content/2009824tari%20pendet.jpg
http://prabowosubianto.info/v2/wp-content/uploads/2009/06/ambalat.jpg
Oleh : Amiruddin Z.
Abstrak
9
Telah dipresentasikan pada acara seminar hasil penelitian tanggal 3 Desember 2009 di BBPPKI Medan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peran media dalam
pembentukan opini masyarakat di wilayah perbatasan mengenai jati diri Bangsa
Indonesia. Lokasi yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah wilayah perbatasan
yang menjadi wilayah kerja Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan
Informatika Medan. Penelitian ini bersifat kualitatif yaitu mewawancarai terhadap
informan dari berbagai kalangan yang dianggap relevan, metode yang digunakan deskritif
analisis. Dari hasil temuan terungkap bahwa wilayah perbatasan masih merupakan daerah
tertinggal dari berbagai aspek, termasuk tentang keberadaan dan peran dari media
nasional. Sementara dikarenakan media Malaysia lebih jelas dan mudah. Sehingga
masyarakat lebih memilih penggunaan media (TV, Radio) dari negara tetangga Malaysia
tersebut. Hasil penelitian juga menyimpulkan bahwa jati diri masyarakat di wilayah
perbatasan tidaklah luntur, namun wawasan kebangsaan mereka dapat dikatakan
menurun, hal tersebut tentu suatu kewajaran disebabkan minimnya mendapatkan
penjelasan dan informasi dari tayangan / siaran media nasional.
The purpose of this study is to describe the role of media in shaping public
opinion in the border region about the identity of the Indonesian nation. Locations
sampled in this study is a border region that became the working area of Research and
Development Center for Communications and Information Technology Field. This
research is qualitative interviewing informants from various groups that are considered
relevant, the methods used descriptive analysis. From the findings revealed that the
border region are still disadvantaged areas from various aspects, including the existence
and role of the national media. While the media is because Malaysia is more clear and
easy. So that people would prefer the use of media (TV, Radio) from the neighboring
country of Malaysia. The present study also concluded that the identity of the community
in the border region is not run, but the insights of their nationality can be said to decline,
it is certainly a lack of fairness due to get an explanation and information from the
impressions / national media broadcasts.
Pendekatan tersebut menurut Gonzales (1978: dalam Jahi, 1988 :17) disebut tiga
dimensi efek komunikasi massa itu :
• Efek Kognitif yang meliputi peningkatan kesadaran belajar dan tambahan
pengetahuan
• Efek Afektif yang berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap.
• Efek Konatif erat hubungannya denga niat dan kecenderungan dan berperilaku
menurut cara tertentu
Adanya asumsi bahwa masyarakat pada wilayah perbatasan menggunakan media luar
negeri, lebih mengenal negara tetangga, dengan demikian dikhawatirkan akan mengalami
kelunturan jati diri sebagai bangsa Indonesia, oleh karenanya dipandang perlu penelitian
ini.
Permasalahan
Berdasarkan Uraian diatas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Bagaimana Peran Media dalam pembentukan opini masyarakat mengenai jati diri
Bangsa Indonesia di wilayah perbatasan ?
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui peran media dalam pembentukan opini masyarakat mengenai
jati diri Bangsa Indonesia di wilayah perbatasan.
Pembatasan Masalah.
Masyarakat yang menjadi objek penelitian ini adalah masyarakat yang berdomisili
di wilayah perbatasan yang berada dalam cakupan wilayah kerja BBPPKI Medan.
Namun karena faktor keterbatasan dana, waktu dan tenaga, maka dibatasi yaitu hanya
wilayah, Provinsi Sumatera Utara yaitu : Kabupaten Batubara, Provinsi Riau yaitu :
Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Kepri adalah : Kabupaten Bintan dan Kabupaten
Tanjung Balai Karimun, Provinsi Kalimantan Timur adalah : Kabupaten Malinao dan
Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Barat adalah : Kabupaten Sanggau, Kabupaten
Sambas, dan Kabupaten Bengkayang.
Objek penelitian ini adalah Media yang beredar di wilayah perbatasan dalam
cakupan kerja BBPPKI Medan, meliputi media elektronik, dan media cetak .
Kajian Teoritis
1. Media Dalam Pembentukan Opini
a. Peran Media
Peran media massa dalam kehidupan sosial menurut beberapa literatur
tidak diragukan lagi, walaupun kerap dipandang secara berbeda-beda.
Namun tidak ada yang menyangkal atas peran media massa yang signifikan
dalam masyarakat moderen. MC.Quail dalam bukunya Mass
Communication Theories (2000:66) menerangkan opini publik terhadap
peran Media Massa.
Pertama. Melihat Media Massa sebagai Window On Events And
Experience atau khalayak memandang apa yang terjadi di luar sana.
Kedua. Media Massa dianggap A miror Of event In Society And The Word
Impleying A Faith Full Relection atau cermin dari berbagai peristiwa
yang ada.
Dikatakan beliau media massa merupakan sumber ketahanan atau alat
kontrol, menagemen dan motivasi dalam masyarakat yang dapat
didayagunakan sebagai pengganti kata atau sumber daya lainnya. Dari
beberapa Pengkajian maupun tulisan dinyatakan bahwa hampir semua
tempat, media massa diharapkan ikut mengembangkan kepentingan nasional
dan menunjang nilai nilai utama pola perilaku tertentu karena sesungguhnya
media massa itu sendiri berfungsi sebagai pemberi informasi, pendidik,
hiburan dan kontrol sosial
2. Wilayah Perbatasan
Indonesia bila dilihat dari sisi geografis adalah merupakan negara besar di
Asia Tenggara. Keberadaan Negara Indonesia terletak diantara 6 0 Linta Utara, 11
0
Lintang Selatan dan diatas 95 0 Bujur Timur, dan 141 0 Bujur Barat, berada
diantara Benua Asia-Australia dan diantara Samudra Hindia-Pasifik. Indonesia
adalah merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 13.667 pulau.
Dalam Draft Rancangan Pembangunan Nasional Jangka Panjang (2004-
2009) pada Bab 24 tentang pengurangan ketimpangan Pembangunan Daerah
dijelaskan bahwa wilayah Perbatasan dan terpencil kondisinya masih terbelakang.
Perhatian berbagai pihak terhadap pembangunan di kawasan perbatasan pada
beberapa tahun terakhir ini semakin besar.
Indonesia disamping memiliki potensi wilayah yang strategis bagi
pertahanan dan keamanan negara, namun di beberapa wilayah perbatasan terjadi
kesenjangan pembangunan yang cukup besar dengan negara tetangga yang
dikhawatirkan dalam jangka panjang akan menimbulkan kerawanan. Untuk
wilayah perbatasan (khususnya perbatasan darat) disamping masih rendahnya
dana pembangunan, penyebab utama ketinggalan adalah akibat dari arah
kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini cenderung berorientasi in
word looking sehingga seolah olah kawasan perbatasan hanya menjadi halaman
belakang dari pembangunan kita.
Sementara itu, pulau pulau kecil yang ada di Indonesia sulit berkembang
terutama karena lokasinya sangat terisolir dan sulit dijangkau. Diantaranya banyak
yang tidak berpenghuni atau sangat sedikit jumlah penduduknya, serta belum
tersentuh oleh pelayanan dasar dari pemerintah seperti, Sekolah, Puskesmas,
dan lain lain.
Selanjutnya disebutkan program pengembangan wilayah perbatasan
ditujukan untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak
kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum internasional, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan
budaya serta potensi lokasi perbatasan.
Dan menjadikan wilayah perbatasan sebagai halaman depan negara
sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara negara RI dengan negara
tetangga dan antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat negara tetangga.
Kegiatan pokok yang akan dilakukan adalah :
1. Fasilitasi pemerintah daerah untuk mengembangkan wilayah perbatasan antara
negara sehingga wilayah perbatasan menjadi beranda depan negara, baik
kondisi fisik maupun kehidupan masyarakatnya tidak sangat jauh berbeda
dengan yang ada di negara tetangga.
2. Deklarasi serta penetapan garis perbatasan antara negara dengan tanda tanda
batas yang jelas
3. Pengamanan wilayah perbatasan dari kegiatan illegal dan fasilitas pergerakan
barang dan orang secara sah dan mudah.
4. Pengembangan wilayah perbatasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
berbasis sumber daya alam lokal melalui pengembangan sektor sektor
unggulan.
5. Peningkatan kualitas sumber daya manusia khususnya dalam bidang kesehatan
dan pendidikan.
6. Peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat.
7. Peningkatan wawasan kebangsaan masyarakat, serta
8. Penegakan supermasi hukum serta aturan perundang undangan terhadap setiap
pelanggaran yang terjadi di wilayah perbatasan.
Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis,
metode yang hanya memaparkan situasi dan peristiwa apa adanya, tanpa mencari dan
menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesa atau membuat prediksi ( Rakhmat, 1997 :
34).
Penelitian deskriptif hanya memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu
individu, keadaan gejala, atau kelompok tertentu. Tujuannya adalah untuk membuat
deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat
populasi atau daerah tertentu
1. Lokasi Penelitian
Dengan berbagai pertimbangan dan pengkajian secara intern BBPPKI Medan
ditetapkan lokasi yang dijadikan sampel dalam penelitian ini yaitu :
Untuk Provinsi Sumatera Utara yaitu : Kabupaten Batubara.
Untuk Provinsi Riau yaitu : Kabupaten Rokan Hilir
Untuk Provinsi Kepri adalah : Kabupaten Bintan dan Kabupaten Tanjung
Balai Karimun
Untuk Provinsi Kalimantan Timur adalah : Kabupaten Malinao dan
Kabupaten Nunukan
Untuk Provinsi Kalimantan Barat adalah : Kabupaten Sanggau, Kabupaten
Sambas, dan Kabupaten Bengkayang, lokasi tersebut dinilai dapat mewakili
setiap provinsi
Sementara Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi NAD yang juga merupakan
wilayah kerja BBPPKI Medan, namun tidak diikutsertakan pada penelitian
ini.
2. Aspek Media
Sesuai dengan fungsi komunikasi secara umum dapat dikategorikan
menjadi :
1. Memberi tahu (To Inform)
2. Mendidik (To Educate)
3. Membujuk (To Persuade)
4. Menghibur (To Entertaint)
Dampak dari keberadaan media komunikasi informasi ditengah-tengah
masyarakat/lingkungan adalah dapat membawa kedinamisan dan kemajuan dalam
berbagai aspek kehidupan dan sektor lapangan kerja dari masyarakat
lingkungan/daerah tersebut. Karena media komunikasi informasi dimaksud dapat
menyentuh dan mempengaruhi pengetahuan dan cara pandang serta bertingkah
laku, walaupun tidak seketika terhadap kehidupan masyarakat di daerah/wilayah
dimaksud.
Tidaklah berlebihan atau yang diungkapkan oleh Takaji Miyoshi yang
mensejajarkan informasi dengan energi dan pangan. Hal ini dapat dicermati bahwa
kebutuhan informasi disuatu daerah/wilayah menunjukkan tentang peran dan
fungsi dari media tersebut membawa dampak terhadap kemajuan sesuatu daerah.
Semakin maju suatu daerah/wilayah semakin berperan dan berfungsi media
komunikasi informasi, atau dengan kata lain maju dan terbelakangnya suatu
daerah/wilayah dapat ditandai dengan keberadaan media komunikasi informasi di
daerah/wilayah tersebut.
Temuan dari dampak media pada daerah lokasi penelitian ini membuktikan
bahwa pada daerah yang dijadikan penelitian di wilayah perbatasan, terutama pada
bagian pedalaman, belum optimal mendapat siaran/tayangan dari media Indonesia,
malah pada lokasi pedalaman di wilayah perbatasan, masyarakat/penduduk
Indonesia lebih dominant menggunakan media (TV/RADIO) siaran/tayangan luar
negeri (Malaysia). Sungguhpun pada prinsipnya bagi masyarakat bahwa
siaran/tayangan dan bahasan yang digunakan oleh media luar negeri tersebut
tidaklah lebih baik dan menarik dibandingkan dengan siaran/tayangan oleh media
Indonesia.
Namun disisi lain, media luar negeri lebih unggul dalam hal daya
jangkauannyalebih luas dan mudah diakses tanpa menggunakan
parabola/antenapun dapat terlihat jelas, berbeda dengan media Indonesia yang
harus menggunakan parabola/antenna, juga tidak sejelas/terang dari media
Malaysia.
Penduduk di pedalaman wilayah perbatasan dari sisi ekonomi sangat
memprihatinkan, malah ada diantara mereka yang terpaksa berpindah-pindah guna
mendapatkan lahan pertanian yang bakal digarap dijadikan lahan pertanian.
Kondisi ini tentu lebih tidak memungkinkan dapat menerima siaran/tayangan dari
media Indonesia
Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian, terutama berupa wawancara mendalam (Depth Interview)
terhadap informan yang dijadikan pada penelitian “ Peran Media Dalam
Pembentukan Opini Masyarakat di Wilayah Perbatasan Mengenai Jati Diri Bangsa
Indonesia “, terungkap bahwa wilayah perbatasan masih merupakan wilayah
tertinggal dengan saran dan prasarana sosial, ekonomi yang masih sangat terbatas.
Wilayah perbatasan menjadi menjadi daerah yang belum tersentuh oleh dinamika
pembangunan dan pusat-pusat pelayanan pemerintah lainnya yang menyebabkan
masyarakat menjadi relatif miskin dan tertinggal, sehingga secara ekonomi
masyarakat di wilayah perbatasan ini lebih berorientasi kepada negara tetangga
Malaysia yang terus membangun ousat-pusat pertumbuhan ekonomi disepanjang
koridor perbatasannya melalui berbagai kegiatan ekonomi dan perdagangan yang
lebih memberikan keuntungan bagi masyarakatnya. Dari aspek politk dan sosial
budaya, masyarakat di wilayah perbatasan lebih cenderung berorientasi pada
negara tetangga, karena rendahnya akses informasi dan komunikasi yang mereka
peroleh sehari-hari, sehingga dikhawatirkan nilai-nilai kebangsaan sebagai NKRI.
2. Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa keberadaan media (terutama TV dan
Radio) di wilayah perbatasan khususnya di Pulau Kalimantan didapatkan selain
siaran dan tayangan nasional, juga peran dan keberadaan media TV dan Radio
negara tetangga (Malaysia) lebih eksis, lebih jelas dibandingkan dengan
siaran/tayangan nasional. Sehingga dilokasi tertentu yaitu pada bagian pedalaman
wilayah perbatasan peran dan keberadaan media luar negeri tersebut lebih
dominan, hal ini terkait dengan faktor ekonomi masyarakat karena bagi
masyarakat yang ekonomi lemah, tidaklah dapat membeli seperangkat alat yang
digunakan agar bisa mendapatkan siaran nasional, dengan demikian masyarakat
tersebut menyerap tayangan/siaran dari negara tetangga (Malaysia)
3. Tentang jati diri bangsa Indonesia bagi masyarakat wilayah perbatasan,
berdasarkan jawaban dari berbagai kalangan dari informan yang dijadikan dalam
penelitian ini mengemukakan bahwa jati diri masyarakat di wilayah perbatasan
tidaklah luntur, tetapi wawasan mereka dapat dikatakan menurun, tentu suatu
kewajaran disebabkan minimnya mendapatkan penjelasan dan informasi nasional
yang akhirnya mereka bisa jadi lebih mengenal struktur negara tetangga tersebut
dari pada negaranya sendiri.
4. Hasil wawancaradengan berbagai informan dalam penelitian ini, banyak
mengangkat agar peran pemerintah lebih serius dan optimal memajukan wilayah
perbatasan dan kesinergian pemerintah pusat, pemda, dan pemerintah setempat,
dalam penataan wilayah perbatasan. Demikian juga dengan penataan media
komunikasi informasi dibutuhkan kesinkronisasian dengan perangkat lainnya dan
aparatur perangkat di lokasi.
5. Keberadaan siaran/tayangan dari media nasional ditengah-tengah masyarakat pada
wilayah perbatasan, sangat diperlukan dalam hal pembentukan jati diri bangsa
Indonesia, oleh karenanya media nasional harus lebih eksis, sehingga masyarakat
wilayah perbatasan lebih menggunakan media nasional tersebut dan bila perlu
pemerintah dapat memblok siaran luar negeri
Saran
Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian “ Peran Media Dalam
Pemberitaan Opini Masyarakat Di Wilayah Perbatasan Mengenai Jati Diri Bangsa
Indonesia “.
Diharapkan kesinergian Pemerintah Pusat, Provinsi dan Daerah guna penataan
infrastruktur pembangunan di wilayah perbatasan. Karena keberadaan dan
pengguna media informasi sangat tergantung terhadap maju dan tidaknya serta
SDMnya dari suatu daerah/wilayah tersebut. Demikian pula penataan dari
media informasi tidak terlepas dan senantiasa mempunyai ketertarikan dari
keberadaan dan kesiapan sarana dan prasarana lainnya.
Persoalan yang paling mendesak bagi masyarakat Indonesia yang berdomisili
di pedalaman wilayah perbatasan adalah masalah ekonomi, dari persoalan
ekonomi ini berdampak menurunnya wawasan kebangsaan, oleh karenanya
pemerintah harus memprioritaskan pembangunan ekonomi dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat akan terbina peningkatan wawasan
kebangsaan dan terpeliharanya jati diri bangsa Indonesia, disebabkan
masyarakat dapat mengakses media nasional.
Daftar Pustaka
This study aimed to describe the level of public knowledge about government
policies in the economic information through mass media, whether the existence of the
mass media can fulfill people's right to know, including knowing the government's policy.
The method used in this research is survey with quantitative approach. Of the 269
respondents with 12 categories of government policy in the economic field, as many as
nine categories that are known by the respondents with percentages above 50%, was
about the attitude of respondents to the 12 categories of such government policy is highly
variable number of certain categories of the respondents agree and disagree, but most
respondents agreed and disagreed with relatively few in number.
Demikian juga efek komunikasi masa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu
efek kognitif, afektif dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar,
dan tambahan pengetahuan. Selanjutnya, efek afektif berhubungan dengan emosi,
perasaan, dan attitude (sikap). Sedangkan efek konatif berhubungan dengan perilaku dan
niat untuk melakukan sesuatu menurut cara tertentu.10 Dalam kaitan dengan efek yang
dapat ditimbulkan oleh komunikasi massa, maka diharapkan eksistensi media massa tidak
hanya berorientasi pada bisnis semata, tetapi juga mengedepankan kepentingan public,
khususnya dalam hal memenuhi hak dasar warga Negara untuk mengetahui (right to
know) dan hak untuk berekspresi (right to expression).
Media massa dalam hal pemenuhan hak dasar warga Negara, diharapkan dapat
mencerdaskan dan memotivasi masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam
pembangunan. Hal tersebut dapat terjadi apabila media massa dapat membangun
hubungan baik secara fungsional dengan pemerintah dan juga lembaga non pemerintah
(civil society). Salah satu diantaranya media massa dapat menjadi saluran informative
terkait dengan kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi. Hal itu penting agar
masyarakat dapat memperoleh pengetahuan yang memadai tentang kebijakan pemerintah
tersebut untuk dimanfaatkan dalam peningkatan taraf hidupnya. Disinilah posisi media
dapat berperan sebagai mitra pemerintah dan atau menjadi sebagai “watchdog” atas
berbagai kebijakan dan perilaku menyimpang dari para aparat birokrasi.
Seiring dengan harapan terhadap keberadaan media massa sebagai saluran
komunikasi massa, maka kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah mendorong
perkembangan komunikasi massa semakin cepat, tidak hanya mengunakan media
konvensional yang umum dikenal, seperti surat kabar, radio, televisi, dan film, tetapi juga
media baru (internet) telah banyak mewarnai perkembangannya. Bahkan dewasa ini
antara media konvensional dan media baru sudah menyatu menjadi media konvergensi
(convergence media). Dengan demikian masyarakat memperoleh banyak pilihan dan
kesempatan, baik dalam hal penggunaan media maupun dalam hal
memperoleh/mengakses informasi yang diperlukannya (uses and gratifiction theory).11
Terkait dengan industri media massa di Indonesia, persaingan antar media
khususnya dalam hal merebut pasar iklan sebagai sumber utama pembiayaan serta target
audience semakin ketat. Tidak hanya disebabkan karena banyak media massa, tetapi juga
karena khalayak (penonton, pembaca) yang semakin pintar dan kritis serta sangat
heteregon dalam banyak hal (ras, suku, agama, adat istiadat, dll). Oleh karena itu, media
yang tidak mampu mendekatkan atau menselaraskan content-nya (baik yang bersifat
informative mapun yang bersifat hiburan) dengan karakteristik serta minat dan
kepentingan audience, maka media tersebut sudah pasti akan terpinggirkan karena
ditinggalkan oleh audience. Lebih jauh dari itu, persoalan penggunaan media oleh teori
user and gratifications menekankan bahwa khalayak dalam hal penggunaan media
bersifat selektif. Akibatnya, boleh jadi media massa yang cenderung berorientasi pada
peningkatan dan pengembangan kapasitas informasi dan pengetahuan masyarakat akan
tertinggal dibandingkan dengan media yang lebih condong pada hiburan (entertainment)
semata. Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa kecenderungan khalayak dalam
memenuhi kebutuhan informasinya, cenderung lebih banyak mengikuti siaran TV berita,
10
http://kommabogor. wordpresscom/2007/12/31/efek-komunikasi-massa-kognitif-afektif-behavioral
11
Teori ini menjelaskan bahwa seseorang menggunakan meda untuk memenuhi kepuasannya.
dibandingkan dengan siaran TV non berita. Hal itu akan berimbas pada perolehan pasar
iklan setiap tahunnya.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan penelitian
sebagai berikut:
Bagaimana pengetahuan masyarakat tentang informasi kebijakan pemerintah
dibidang ekonomi melalui media massa?
Tinjauan Pustaka
Konsep Media Massa
Sehubungan dengan pesatnya kemajuan perkembangan media massa dewasa ini,
maka konsekuensinya adalah persaingan dalam industri media massa pun semakin ketat
dan pilihan-pilihan bagi masyarakat baik dalam hal media maupun informasi semakin
bergam. Lebih jauh dari kemajuan tersebut, media massa diharapkan dapat memberikan
pencerahan (peningkatan pengetahuan dan keterampilan) bagi masyarakat. Dalam hal ini
media masa diharapkan dapat menyajikan pesan yang bersifat informative dan edukatif.
Media massa yang berkembang ditengah-tengah masyarakat yang semakin kritis
dan persaingan industri yang semakin ketat sudah pasti dituntut lebih berkualitas dan
professional dalam menjalankan perannya dalam masyarakat. Secara umum peran media
massa meliputi fungsi informative, yaitu fungsi media yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan kepada audience tentang suatu peristiwa, fungsi edukatif yaitu
fungsi media yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan khalayak, serta fungsi
kontrol social yaitu fungsi media sebagai wahana komunikasi sosial yang bertujuan untuk
memberikan kritik terhadap perubahan dan pekembgangan social yang sedang berjalan.
Menurut McNair (2003) mengkategorikan lima fungsi media massa yang ideal
yaitu:
• Pertama, sebagai media informasi (inform) kepada setiap warganegara tentang
apa yang terjadi disekelilingnya.
• Kedua, sebagai media pendidikan (educate) menyangkut maksud dan hubungan
suatu perstiwa.
• Ketiga, sebagai media penyedia ruang (platform) untuk diskusi publik guna
memudahkan terbentuknya pendapat umum.
• Keempat, sebagai media publikasi (publisitas) dalam rangka kontrol (watchdog)
terhadap institusi-instiusi publik.
• Kelima, sebagai media advocacy bagi warga negara. 12
12
McNair, B., 2003. An Introduction to Political Communication (Third Editions). Routledge, London, hal. 21-22.
Terkait dengan peranan media massa sebagai media pers dalam mendukung
peningkatan pengetahuan masyarakat, maka sudah seharusnya suguhan media massa
tidak hanya mencakup keprihatinan masyarakat seperti kasus korupsi atau
penyalahgunaan wewenang, tetapi juga penyajian berita yang akurat, independen, dan
kritis tentang kebijakan, program, dan pelayanan pemerintah. Hal itu penting guna
mencerdasakan masyarakat untuk ikut berpartisiasi atau mengambil peran dalam berbagai
kebijakan dan program pemerintah. Peran media massa semacam itu sesuai dengan peran
pers yang tertuang dalam Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers pasal 6 yaitu:
Menurut McQuail (1996) ada lima dalil yang mendasari sehingga media massa
diasumsikan memiliki fungsi penting dalam masyarakat yaitu:
• Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan
lapangan kerja, barang, dan jasa, serta menghidupkan industri lain yang terkait;
media juga memiliki industri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma
yang menghubungkan industri tersebut dengan masyarakat dengan institusi sosial
lainnya. Di lain pihak, institusi media diatur oleh masyarakat.
• Media massa merupakan sumber kekuatan –alat kontrol, manajemen, dan inovasi
dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebgai pengganti kekuatan atau
sumber daya lainnya.
• Media merupakan lokasi (atau forum) yang semakin berperan, untuk
menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf
nasional maupun internasional.
• Media seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja
dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam
pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup, dan norma-norma.
• Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh
gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok
secara kolektif; media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang
dibaurkan dengan berita dan hiburan.14
Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa media memiliki posisi penting dalam
masyarakat. Dalam hal ini media direfresentasikan mampu memenuhi kepentingan dan
kebutuhan individu dan masyarakat, sehingga menjadi salah satu sumber referensi
individu dan masyarakat dalam mengelola kehidupannya. Kebutuhan manusia yang
begitu kompleks, antara lain digambarkan oleh teori kebutuhan Abraham H. Maslow,
bahwa manusia memiliki lima jenis kebutuhan dari yang terendah hingga yang tertinggi
yaitu: 1) kebutuhan fisiologis 2) kebutuhan akan rasa aman 3) kebutuhan sosial 4)
kebutuhan status, dan 5) kebutuhan aktualisasi diri.15
13
Undang-Undang RI. No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
14
McQuail, 1996, McQuail, D. 1996. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar (Edisi
Kedua) Terjemahan: Agus Dharma dan Aminuddin Ram. Erlangga, Jakarta, h. 3
15
http://id.wikipedia.org/wiki/TEORI_MOTIVASI, dikunjungi: 23 Feb.2009
Hal lain yang harus dipertimbangkan terkait dengan penggunaan media adalah
daya selekivitas individu dan masyarakat, dengan asumsi bahwa khalayak hanya
menggunakan media dan mengkonsumsi pesan yang disampaikannya apabila relevan
dengan kebutuhan dan kepentingannya. Salah satu teori yang mendasari selektivitas
khalayak dalam hal penggunaan media adalah teori uses and gratification yang
diperkenalkan pertama kali pada tahun 1974 oleh Herbert Blumer dan Elihu Katz. Teori
ini memandang bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan
menggunakan media massa.16 Asumsi dasar pendekatan Uses and Gratification, yaitu:
1. Audience dipandang bersifat aktif artinya peranan penting mamfaat media massa
diorientasikan pada sasaran.
2. Dalam proses Komunikasi Massa banyak inisiatif pengaitan diantara gratifikasi
kebutuhan dan pilihan media yang terletak pada audien.
3. Media bersaing dengan sumber-sumber pemenuhan kebutuhan yang lain.17
Metode Penelitian
Pendekatan Dan Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu “suatu
pendekatan yang bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan suatu fenomena yang
16
Nurudin, 2007, Pengantar Komunikasi Massa, RajaGrafindo Persada, Jakarta,
hal. 192.
17
Severin, Werner J. & J.W. Tankard,Jr, 2005. Teori Komunikasi. Kencana Prenada Media, Jakarta, hal. 356
18
Ibid, hal. 357
19
Nurudin, 2007, Pengantar Komunikasi Massa, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 193.
hasilnya dapat digeneralisasikan”.20 Metode penelitian yang digunakan adalah metode
survey, ditujukan untuk mendeskripsikan secara sistematik masalah penelitian
berdasarkan data yang dihimpun melalui questioner yang diajukan kepada responden
dengan cara wawancara tatap muka.
Dimana :
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = tingkat kesalahan
Kota Makassar
(269 Responden)
Kecamatan Kecamatan
Rappocini Biringkanaya
(135 Responden) (134
Respponden)
RW 01 RW 03
RW 05 RW 08
(34 (34
(34 Responden) (33 Responden)
Responden) Responden)
RT D RT C
RT A RT B
(17 (16
(17 Responden) (17 Responden)
Responden) Responden)
Defisinsi Operasional
Berdasarkan teori dan konsep penelitian ini, maka definisi operasional
dideskripsikan sebagai berikut:
1. Penggunaan media (media uses) adalah pola penggunaan media dalam
masyarakat, diantaranya menyangkut seberapa banyak media berhasil menjangkau
public (media exposure), seberapa intens penggunaan medianya, isi (content)
media yang digunakan, apa tujuannya mengunakan media, serta bagaimana
karakteristik pengguna media.
2. Pengetahuan masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan
sesorang tentang informasi kebijakan pemerintah di bidang eknomi, diantaranya
mengenai kebijakan pemerintah tentang:
a. Program pengendalian stabilitas harga bahan pokok
b. Program penyesuaian harga BBM
c. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
d. Program swasembada beras
e. Program penanganan masalah pengangguran dan kesempatan kerja
f. Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
g. Program Jaminanan Kesehatan Daerah (Jamkesda)
h. Program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
i. Program koversi Minyak Tanah ke Gas
j. Program penggunaan produksi dalam negeri
k. Program penyediaan pupuk bersubsidi bagi petani
l. Program pembagunan keparawisataan “Visit Indonesian Year 2008”
Hasil Penelitian
Temuan Penelitian
Data temuan penelitian yang diuraikan dalam bagian ini meliputi; karakteristik
responden, kepemilikan media, terpaan media dan pengetahuan responden terhadap
informasi kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi, serta sikap responden terhadap
kebijakan ekonomi pemerintah. Uraian tersebut bersifat deskriptif guna menggambarkan
secara sistematis variabel-variabel dalam penelitian.
Karakteristik responden
Data karakteristik responden yang dideskripsikan pada bagian ini meliputi; jenis
kelamin, usia, status perkawinan, suku bangsa, dan Social Economical Standard
responden.
Pekerjaan Utama
Pekerjaan utama responden penelitian justru yang terbanyak (18,8%) adalah ibu
rumah tangga. Menyusul pegawai negeri sipil (17,9%), wiraswasta/pedagang 15,1%,
pegawai swasta 14,6%, petani/nelayan 10%, dan siswa/mahasiswa 9,8% Selebihnya yaitu
profesional, TNI/Polri, politisi, buruh/tukang, serta responden yang tidak bekerja, masing-
masing kurang dari 6%.
Pengetahuan Responden
Data hasil penelitian yang dideskripsikan pada bagian ini yaitu pengetahun
responden tentang informasi kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi yang meliputi
kategori informasi program pengendalian stabilitas harga bahan pokok, program
penurunan harga BBM, program PNPM Mandiri, program swasembada beras,
penanganan masalah pengangguran dan kesempatan kerja, program Jamkesmas, program
Jamkesda, program BOS, program konversi minyak tanah ke gas, program penggunaan
produksi dalam negeri, program penyediaan pupuk bersubsidi, dan informasi program
visit Indonesia year, yang bersumber dari media elektronik dan cetak yaitu televisi, radio
dan surat kabar.
Tabel
Distribusi Persentase Responden
Berdasarkan Pengetahuan Tentang Informasi
Kebijakan Pemerintah Bidang Ekonomi Melalui Media Massa (N. 269)
Kategori Informasi Kebijakan Pengetahuan
No. Pemerintah dalam Bidang Ekonomi Tahun
Ragu- Tidak Jumlah
ragu tahu
1. Pengendalian Stabilitas Harga Bahan Pokok 58.6 12.3 29.1 100
2. Penurunan Harga BBM 83.6 5.6 10.9 100
3. PNPM Mandiri 57.3 9.9 32.8 100
4. Swasembada Beras 55.1 11.1 33.8 100
5. Penanganan Masalah Pengangguran dan 49.2 13.1 37.6 100
Kesempatan Kerja
6. Program Jamkesmas 67.1 12.5 20.4 100
7. Program Jamkesda 54.4 13.6 32.1 100
8. Program BOS 78.2 5.3 16.5 100
9. Program Konversi Minyak Tanah ke Gas 66.7 7.6 25.7 100
10. Program Penggunaan Produksi dalam Negeri 44.0 9.2 46.8 100
11. Program Penyediaan Pupuk Bersubsidi 47.3 10.9 41.8 100
12. Program Visit Indonesia Year 38.8 9.4 51.8 100
Mencermati data hasil penelitian yang terangkum pada tabel , terlihat jelas bahwa
dari 12 kategori informasi kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi, sebanyak 8
kategori yang dinilai cukup populer dikalangan responden. Kedelapan kategori tersebut
dinilai populer karena jumlah responden yang mengaku mengetahui informasi tersebut
lebih dari 50%. Adapun 4 kategori lainnya dinilai kurang dan tidak popular karena jumlah
responden yang mengaku mengetahui hal tersebut kurang dari 50% responden. Kategori
informasi kebijakan yang paling sedikit responden yang mengetahuinya yaitu informasi
tentang program Visit Indonesian Year. Adapun kategori informasi yang dinilai paling
populer adalah program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Berdasarkan angka-
angka yang terinci pada tabel 1, jelas terlihat bahwa diseminasi informasi kebijakan
pemerintah dalam bidang ekonomi hingga saat ini relatif belum merata, bahkan masih ada
yang cenderung lambat dan relatif rendah.
Sikap Responden
Data hasil penelitian yang dideskripsikan pada bagian ini yaitu sikap responden
tentang kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi yang meliputi kategori program
pengendalian stabilitas harga bahan pokok, program penurunan harga BBM, program
PNPM Mandiri, program swasembada beras, penanganan masalah pengangguran dan
kesempatan kerja, program Jamkesmas, program Jamkesda, program BOS, program
konversi minyak tanah ke gas, program penggunaan produksi dalam negeri, program
penyediaan pupuk bersubsidi, dan informasi program visit Indonesia year.
Tabel
Distribusi Persentase Sikap Responden Terhadap Kebijakan Pemerintah Bidang Ekonomi Melalui Media
(N. 269)
No Kategori Kebijakan Pemerintah Sikap
. dalam Bidang Ekonomi SS S KS TS TT
(+) (+) (-) (-) (0)
1. Pengendalian Stabilitas Harga Bahan 0.3 11.1 48.2 24.7 15.6
Pokok
2. Penurunan Harga BBM 1.3 44.0 37.6 11.3 5.8
3. PNPM Mandiri 13. 24.7 15.7 6.9 38.7
9
4. Swasembada Beras 13. 18.7 22.9 11.3 34
1
5. Penanganan Masalah Pengangguran dan 2.5 11.3 32.4 18.9 34.9
Kesempatan Kerja
6. Program Jamkesmas 9.8 33.2 24.4 7.5 25.1
7. Program Jamkesda 13 26.0 16.6 7.8 36.6
8. Program BOS 14. 43.0 14.9 6 21.5
6
9. Program Konversi Minyak Tanah ke Gas 3.3 17.3 33.9 16.8 28.7
10. Program Penggunaan Produksi dalam 2.7 26.7 20.7 6.2 43.8
Negeri
11. Program Penyediaan Pupuk Bersubsidi 3 25.3 17.1 9 45.6
12. Program Visit Indonesia Year 8.5 17.3 11.9 3.7 58.5
Sumber: Hasil pengolahan data
Mencermati data hasil penelitian yang terangkum pada tabel terlihat jelas bahwa
dari 12 kategori informasi kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi, hanya satu 1
kategori yang dinilai mendapat respon (sikap) positif dikalangan responden, yaitu
Program Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dengan jumlah responden yang
bersikap setuju dan sangat setuju lebih dari 50%. Selebihnya yaitu 11 kategori lainnya
kurang dari 50% responden yang menyikapinya secara positif (sangat setuju dan setuju).
Rendahnya jumlah responden yang bersikap setuju dan sangat setuju terhadap kebijakan-
kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi boleh jadi disebabkan oleh rendahnya
diseminasi informasi kebijakan pemerintah tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan temuan dan analisis hasi penelitian ini, dapat ditarik simpulan
sebagai berikut:
1. Bahwa penggunaan media massa dalam masyarakat relatif cukup tinggi, terbukti
bahwa pengetahuan masyarakat tentang kebijakan pemerintah dibidang ekonomi
melalui media massa cukup tinggi walupun dari beberapa kategori kebijakn
cenderung rendah pengetahuannya.
2. Bahwa pengetahuan masyarakat terhadap berbagai kebijakan pemerintah di
bidang ekonomi terutama dari beberapa kategori cukup tinggi. Hal tersebut seiring
dengan terpaaan dari berbagai jenis media massa kepada masyarakat, namun dari
sikap masyarakat cenderung terjadi pro dan kontra.
Saran
Berdasarkan simpulan penelitian ini, maka diajukan saran sebagai berikut:
1. Agar peran media massa terhadap disemininasi kebijakan pemerintah dapat lebih
ditingkatkan. Hal itu hanya dapat terwujud jika media tidak hanya menyampaikan
kelemahan dan kekurangan kebijakan pemerintah, tetapi juga penting
menyampaikan kelebihan atau sisi positif dari kebijakan pemerintah.
2. Agar pengetahuan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah terus ditingkatkan
sehingga citra pemerintah di mata masyarakat dapat lebih baik. Oleh karena itu
pemerintah perlu terus meningkatkan sosialisasi kebijakannya termasuk dengan
mengoptimalkan peran media massa.
Daftar Pustaka
STUDI:
PEMETAAN MEDIA PENYIARAN RADIO
DAN TELEVISI SERTA WARUNG INTERNET DI PROPINSI SUMATERA
UTARA – SUMATERA BARAT DAN RIAU22
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana
keberadaan radio, televisi, dan warung internet di Propinsi Sumatera Utara, Sumatera
Barat, dan Riau. Didalamnya diungkapkan tentang masalah – masalah apa saja yang
dihadapi serta bagaimana cara pemecahan masalahnya. Penelitian ini bersifat deskriptif
dan menggunakan pendekatan survei dengan fenomenologi realistik. Pengumpulan data
dilakukan dengan pengamatan dan pengisian daftar pertanyaan yang diajukan kepada
pemilik serta pengelola dari media penyiaran radio dan televisi, serta warung internet.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak permasalahan yang dihadapi didalam
pengoperasiannya terutama yang dirasakan sangat menyulitkan adalah masalah
pengurusan perizinan dimana banyak yang mengatakan ketidakpuasan mereka terhadap
pelayanan pengurusan izin karena sepertinya ada kesan ketidakadilan dan kelambanan
dalam pengurusan izin tersebut. Disamping itu masih banyak diantara para pengelola
media penyiaran radio dan televisi serta warung internet yang masih belum mengetahui
prosedur dan tata cara pengurusan izin, sehingga masih dirasa perlu untuk mengadakan
sosialisasi tentang prosedur dan tata cara pengurusan izin kepada para pengelola media
radio dan televisi, serta warung internet.
Kata Kunci : Studi Pemetaan, Media Penyiaran radio dan televisi, warung internet.
The purpose of this research is to get an idea of how the presence of radio,
television, and internet cafes in the province of North Sumatra, West Sumatra, and Riau.
Therein expressed about the problem - any problem encountered and how to solve it. This
study is descriptive and uses a survey approach with realistic phenomenology. Data
collected by observation and filling a list of questions submitted to the owners and
managers of radio and television broadcast media, and internet cafes. The results showed
that many of the problems faced in the operation very difficult, especially the perceived
problem and permits is where many say their dissatisfaction with the service permits
because there seems to be the impression of injustice and inaction in these permits.
Besides, many among the managers of radio and television broadcast media and internet
cafes that still do not know the procedures and procedures for permits, so it is still felt
necessary to convene the socialization of the procedures and procedures for permits to
the managers of radio and television media, as well as stalls Internet.
Keywords: Mapping Studies, Media Broadcasting radio and television, internet cafes.
Anggaplah bahwa sumber dan encoder itu adalah seorang dan decoder dan
sasaran adalah orang lain serta isyaratnya adalah bahasa, maka itu sudah
merupakan proses komunikasi antara manusia. (Effendi, 1985 : 28).
Satu hal perlu diketahui bahwa sistem seperti itu tidak akan lebih kuat
daripada mata rantai yang terlemah. Dalam satu tahap akan “terdapat
penyaringan” atau perubahan. Jika sumber tidak mempunyai informasi yang setara
dan terang, jika pesan tidak di code dengan sempurna, teliti dan efektif kedalam
isyarat yang dapat dioperkan, jika pesan itu tidak dioperkan dengan cukup cepat
dan teliti, kendati menghadapi interferensi dan kompetisi kepada sasaran yang
dituju. Jika pesan tidak di code kedalam pola yang sesuai dengan akhirnya jika
sasaran tidak dapat mengcode maka tidak akan dapat menimbulkan tanggapan
sesuai yang diinginkan.
Sedangkan proses komunikasi menurut David K. Berlo terdiri dari sumber,
pesan, saluran dan penerima sebagaimana terlihat dalam diagram di bawah ini:
Diagram I
Proses komunikasi menurut formula Berlo
Dalam lingkup komunikasi sebagai proses penyampaian gagasan atau ide,. dapat
disimpulkan bahwa komunikasi itu memiliki fungsi antara lain :
e. Mass information (informasi).
f. Mass education (pendidikan)
g. Mass persuasion (mempengaruhi)
h. Mass entertainment (menghibur)
Fungsi komunikasi tidak akan timbul dan tercapai apabila pesan yang
dikomunikasikan tidak disampaikan kepada sasarannya. Apabila pesan sudah sampai
kepada khalayak pendengar, mereka akan mengadakan penyaringan informasi yang
mereka perlukan.
Pentingnya komunikasi sangatlah dominan. Tanpa komunikasi pikiran tidak akan
dapat mengembangkan sifat manusiawi yang sebenarnya, akan tetap berada dalam
keadaan yang abnormal. Pikiran yang sedemikian kacau ini dikarenakan tidak adanya
informasi yang diterima untuk dijadikan pegangan pengetahuan untuk merubah
keadaannya. Dengan hiburan musik sajapun seharusnya manusia dapat terhindar dan
mengurangi jiwa berontaknya terhadap orang lain dan lingkungan.
Ternyata komunikasi, termasuk organisasi-organisasi dalam lingkungan
kesusastraan, kesenian dan pranata-pranata, adalah struktur di luar pikiran yang
mengandung sebab dan akibat yang terdapat didalam pikiran atau keadaan hidup manusia.
Kesemuanya itu merupakan suatu pertumbuhan lambang-lambang, tradisi-tradisi dan
pranata-pranata, terproyeksikannya, hal-hal tersebut mengadakan reaksi dalam arti kata
mengadakan pengontrolan, melakukan keseimbangan menjalani perkembangan dan
menetapkan pikiran-pikiran tertentu yang tidak dihadapi oleh pesan yang disalurkan.
Fungsi komunikasi dalam penyebarluasan sifat kemanusiaan sebagai bersifat
langsung melalui kontak yang leluasa. Sebagian lagi bersifat tidak langsung, yakni
melalui usaha meningkatkan inteligensi, mengurangi bentuk-bentuk organisasi yang
bersifat mekanis, tak teratur dan membangun pergaulan hidup yang lebih bersifat
kemanusiaan.
Dalam perkembangan teknologi komunikasi khususnya teknologi komunikasi
massa, mempunyai kedudukan yang istimewa dalam kehidupan masyarakat dalam upaya
membentuk jaringan-jaringan baru dalam proses interaksi melalui komunikasi massa.
Komunikasi massa di sini diartikan ialah komunikasi dengan menggunakan media
massa modern, yang meliputi surat kabar bersirkulasi luas, radio dan televisi yang
siarannya ditujukan kepada umum dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung
bioskop.
Lazimnya media massa modern menunjukkan seluruh sistem di mana pesan-pesan
diproduksi, dipilih, disiarkan, diterima dan ditanggapi.
Melakukan kegiatan komunikasi massa jauh lebih sukar daripada komunikasi
antar personal. Seorang komunikator yang menyampaikan pesan kepada ribuan pribadi
yang berbeda satu sama lain namun pada saat yang sama tidak akan bisa menyesuaikan
harapannya untuk memperoleh tanggapan komunikasi secara pribadi. Suatu pendekatan
yang bisa meyakinkan sebagian komunikan, mungkin saja bisa merenggangkan kelompok
lainnya.
Dalam komunikasi massa ada dua tugas komunikator : mengetahui apa yang
dikomunikasikan dan mengetahui bagaimana harus menyampaikannya, sehingga berhasil
melancarkan penetrasi ke dalam bentuk komunikan. Sebuah pesan yang isinya lemah
yang disampaikan dengan lemah pula kepada jutaan orang, bisa menimbulkan pengaruh
yang kurang efektif dibanding dengan pesan yang disampaikan dengan baik kepada
komunikan yang jumlahnya sedikit.
Komunikasi massa (mass communication) sesungguhnya penyederhanaan
komunikasi media massa. Jadi dari sifat eksplisit diimplikasikan, media tidak disebut.
Cukup komunikasi massa saja, pengertiannya tetap komunikasi media massa, meski kata
media tidak disebutkan.
Adapun yang menjadi ciri-ciri komunikasi massa antara lain :
1. Komunikasi melembaga.
Komunikator yang melancarkan komunikasi massa yakni komunikasi
melalui media massa tidaklah bertindak atas nama pribadinya, melainkan
atas nama lembaga dimana ia bekerja. Sebagai konsekuensinya, maka selaku
komunikator melembaga (institutional communicator) ia tidak melembaga.
Komunikator dalam komunikasi massa, seperti wartawan, penyiar,
reporter, komentator dan lain-lain, mesti bersikap dan bertindak tidak
sebagai individu yang bebas melainkan sebagai wakil lembaga ;
kebebasannya terbatas. Jika ia tidak bersedia mengikuti kebijaksanaan,
peraturan, dan ketentuan lembaganya, maka ia pun akan diberhentikan
sebagai komunikator.
Pesan yang dikomunikasikan komunikator kepada komunikan bersifat
umum (public), karena ditujukan kepada khalayak umum, bukan khusus
mengenai kepentingan umum. Jadi tidak ditujukan kepada perorangan
tertentu atau kelompok tertentu, melainkan kepada seluruh masyarakat.
Dengan dihiasi musik dan didukung efek suara, seperti suara binatang,
hujan atau badai, mobil atau pesawat terbang, dan lain-lain, suatu acara yang
disajikan radio menjadi hidup. Meskipun kemudian muncul di rumah-rumah
pesawat televisi yang, selain audial seperti radio, juga visual, pesawat radio tetap
tidak tergeser sebab, untuk menikmati suatu acara dari pesawat televisi, khalayak
tidak bias beranjak dari kursi di depan pesawat, sedangkan acara dari pesawat
radio dapat dinikmati sambil mandi, bekerja, atau sambil mengemudikan
kendaraan.
Itulah faktor-faktor yang menyebabkan dijulukinya radio sebagai the fifth
estate; langsung, tidak mengenal jarak dan rintangan, serta memiliki daya tarik.
Keefektifan radio siaran semakin didukung pula oleh produksi teknologi mutakhir,
seperti pemancar sistem frequency modulation (FM), transistor, dan lain-lain.
Pengantar.
Keberadaan Radio, Televisi dan Warung Internet Kabupaten/Kota di Sumatera
Utara, Sumatera Barat dan Riau. Berbagai permasalahan yang ditemui dilapangan dalam
penggunaan media penyiran dan media elektronik Radio, Televisi dan Warung Internet
adalah antara lain
1. Masalah yang bersifat umum dan strategis, merupakan permasalahan yang
muncul disetiap objek.
2. Masalah yang memerlukan perhatian dan penanganan serta tindak lanjut.
Penjabaran dari masalah-masalah tersebut adalah sebagai berikut :
Masalah Yang Bersifat Umum dan Strategis.
1. Radio.
a. Masih banyak radio yang belum mempunyai ijin dari KPI. Ada pihak radio
menyatakan ketidakpuasan terhadap pelayanan pengurusan ijin karena
sepertinya ada kesan ketidak adilan dan kelambanan dalam pengurusan ijin.
Misalnya untuk mengurus pengalihan frekuensi AM ke FM, masih ada radio
yang belum mengantongi ijin, sedangkan pengurusan sudah dilakukan jauh
hari sebelumnya, sedangkan radio yang baru berdiri bisa dengan mudah
mendapatkan ijin FM, disamping itu banyak radio yang tidak masuk dalam
Master Plan daerah.
b. Faktor alam yaitu cuaca buruk yang sangat menggangu dan berbahaya dalam
melakukan penyiaran radio.
2. Televisi.
Karena kurangnya alokasi dana dan perijinan dalam mendirikan Televisi swasta
lokal, sehingga masih banyak di tiap-tiap daerah yang belum ada.
3. Warung Internet.
5. Jaringan Speedy kurang lancar dan jaringan sering terjadi Disconnect.
6. Jaringan tidak stabil.
7. Akses sering putus dan lama aksesnya.
8. Listrik yang sering padam.
9. Harga ISP yang terlalu tingi.
10. Virus jaringan.
11. Sulit mendapatkan software resmi.
Analisis Masalah.
1. Radio.
6. Karena kesulitannya mengurus perijinan, maka banyak pengusaha siaran radio
yang melakukan kegiatan penyiaran meskipun belum memiliki ijin dengan
alasan ijin sedang dalam pengurusan.
7. Masalah yang harus diwaspadai dalam pengoperasian stasiun radio adalah
cuaca yang buruk dan sangat rawan petir, yang sangat berbahaya terhadap
perangkat penyiaran radio.
2. Televisi.
Dana alokasi untuk perijinan dalam pendirian televisi sangat besar, sehinga sulit
bagi pengusaha untuk mendirikan televisi swasta lokal.
3. Warung Internet.
K. Bahwa infrastruktur untuk kelancaran pelaksanaan internet belum memadai
karena jaringan internet masih sering mengalami gangguan.
L. Dimana dalam penggunaannya, warnet sering mengalami gangguan jaringan
yang tidak stabil dalam mengakses internet.
M. Akses internet yang sering terputus-putus sehingga mengganggu dalam
pemakaiannya.
N. Fasilitas listrik yang sering padam, yang mengakibatkan kerugian bagi pemilik
warnet.
O. ISP yang tersedia di daerah masih sangat terbatas yang menyebabkan para
pemilik warnet hanya bisa menggunakan ISP yang ada saja, sehingga jaringan
yang dimiliki ISP menjadi over load (kelebihan beban).
P. Virus dalam penggunaan warnet sangat sulit untuk diatasi.
Q. Software resmi sangat sulit didapatkan., kalaupun ada harus diperoleh dengan
harga yang tinggi (mahal).
Pemecahan Masalah.
1. Radio.
b. Sebaiknya didalam pengurusan perijinan pendirian radio diberi kemudahan, mulai
dari pihak KPI dalam urusan yang berhubungan dengan penyiaran, dan pihak
Balmon yang berhubungan dengan frekuensi sehinga radio bisa didirikan, karena
radio adalah media yang sangat penting bagi masyarakat pedesaan/pedalaman
yang sulit dijangkau oleh media komunikasi yang lain.
c. Faktor alam, yaitu cuaca. Dimana kita hendaknya dapat memanfaaatkan prakiraan
cuaca dari BMG tentang prakiraan cuaca yang akan terjadi.
2. Televisi.
Dalam pendirian televisi swasta lokal sebaiknya dana tidak terlalu besar atau
tinggi, sehinga para pengusaha mampu untuk mendirikan televisi swasta lokal di setiap
daerah.
3. Warung Internet.
5. Seharusnya jaringan lebih diperlancar dan diperbaiki agar tidak terjadi banyak
gangguan atau disconnect.
6. Dimana kalau ada masalah jaringan yang tidak stabil sebaiknya Telkom cepat
memberikan solusi dan segera mengatasinya.
7. Supaya stabilitas koneksi akses diperbaiki dan lebih ditingkatkan lagi kualitas
maintenance dan pelayanan dalam pengaksesan.
8. Jika PLN berani memberi denda terhadap keterlambatan pembayaran tagihan,
maka PLN juga harus bersedia membayar biayar kompensasi atas kerugian
pengusaha warnet karena seringnya terjadi pemadaman listrik dari pihak PLN.
Para pengguna warnet juga harus menyediakan genset untuk mengantisipasi
apabila terjadi pemadaman listrik dari PLN.
9. Memberikan penambahan jumlah ISP dengan harga yang relatif lebih murah yang
dapat terjangkau.
10. Bila terjadi virus harus diformat atau diinstall kembali.
11. Pemerintah hendaknya menyediakan subsidi software resmi (legal) bagi pemilik
dan pengguna internet.
Kesimpulan.
1. Radio.
Bahwa ada pihak radio menyatakan ketidakpuasan terhadap pelayanan pengurusan
ijin karena sepertinya ada kesan ketidak adilan dan kelambanan dalam pengurusan ijin.
Disamping itu, masalah cuaca buruk dan sangat berbahaya yang sering mengganggu
terhadap perangkat penyiaran radio.
2. Televisi.
Bahwa dana alokasi untuk pengurusan perijinan dalam pendirian televisi sangat
besar, sehinga menyulitkan bagi para pengusaha yang berminat untuk mendirikan televisi
swasta lokal.
3. Warung Internet.
d. Bahwa infrastruktur untuk kelancaran pelaksanaan warung internet belum
memadai karena jaringan internet masih sering mengalami ganguan. Dimana
dalam penggunaannya warnet sering mengalami jaringan yang tidak stabil dalam
menggunakan internet. Akses juga sering terputus-putus sehingga mengganggu
dalam pemakaiannya.
e. Fasilitas listrik yang sering padam, yang mengakibatkan kerugian bagi pemilik
warnet.
f. ISP yang tersedia di daerah masih sangat terbatas yang menyebabkan para pemilik
warnet hanya bisa menggunakan ISP yang ada saja, sehingga jaringan yang
dimiliki ISP menjadi over load (kelebihan beban). Software resmi sangat sulit
didapatkan, kalaupun ada harus diperoleh dengan harga yang tinggi (mahal).
g. Virus dalam penggunaan warnet sangat sulit untuk diatasi.
Saran
1. Radio.
Sebaiknya dalam hal perijinan pendirian radio tidak perlu rumit dan dipersulit,
karena radio adalah salah satu media komunikasi yang siarannya sampai kedaerah
pedalaman yang sulit dijangkau oleh media lainnya.
2. Televisi.
Agar dana dalam pengurusan perizinan pendirian televisi swasta tidak terlalu mahal atau
tinggi, agar setiap daerah memiliki siaran televisi swasta lokal.
3. Warung Internet.
5. Agar kualitas jaringan dan maintenance lebih ditingkatkan lagi sehingga tidak
terjadi banyak gangguan atau disconnect dan apabila ada masalah jaringan yang
tidak stabil sebaiknya Telkom cepat memberikan solusi dan segera mengatasinya.
6. Agar kualitas pelayanan listrik dari PLN lebih ditingkatkan lagi, sehingga
pemadaman-pemadaman listrik yang sering terjadi dapat diminimalisir. Para
pengguna warnet juga harus menyediakan genset untuk mengantisipasi apabila
terjadi pemadaman listrik dari pihak PLN.
7. Agar pemerintah menambah jumlah ISP dengan harga yang relatif lebih murah
yang dapat terjangkau serta menyediakan subsidi software resmi (legal) bagi
pemilik dan pengguna internet.
8. Agar pihak pemilik warnet memformat atau menginstall kembali program
komputer apabila terjadi gangguan virus.
DAFTAR PUSTAKA
23
Telah dipresentasikan pada acara seminar hasil penelitian tanggal 3 Desember 2009 di BBPPKI Medan
Abstrak
The low level of mastery of the Internet (Internet Literacy) and control
information (information literacy) and the mindset of the people who menggangap
Internet presence is still limited to the cause of the entertainment media, the digital gap
(digital divide). How far the level of public understanding in applying computers and
internet, and what obstacles encountered in understanding and applying it is a problem
of research. This research was conducted in 14 cities of Medan BPPI working area, with
the number of visitors 280 respondents internet cafes. The results showed that the
respondents have settled some recognition, mastery of computers and the Internet.
However, operating system software (operating system) that is used is still on win 1998,
Win XP, Win ME and Win NT. While Linux still not familiar visitors among the
community of internet cafes. From the social and cultural perspective, the introduction of
the Internet as one type of technology has encouraged the various changes taking place
in society. e-commerce, or cybersex, for example, was settled some examples of some
radical changes in economic and social sphere of society. The Internet also has
encouraged the emergence of some new anxieties among the public.
Identifikasi Masalah
Adapun permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Kesenjangan digital (digital devide) telah memisahkan banyak orang yang
terhubung pada revolusi digital dalam TIK dengan orang-orang yang tidak
memiliki akses terhadap aplikasi komputer dan internet.
2. Walaupun pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam
pengembangan TIK namun di Indonesia TIK belum berkembang secara signifikan
3. Masih rendahnya tingkat mengakses /menguasai komputer (computer literacy)
menguasai Internet (Internet Literacy) dan menguasai informasi (information
literacy) dikalangan Masyarakat.
4. Pola pikir masyarakat yang menggangap kehadiran Internet masih sebatas media
hiburan.
Perumusan Masalah
Adapun permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Sejauhmana pemahaman masyarakat pengunjung warung internet terhadap
aplikasi komputer dan internet di 28 Warung internet pada 14 kabupaten/Kota
wilayah kerja BPPI Medan.
2. Hambatan-hambatan dan permasalahan apa yang menjadi kendala bagi
masyarakat dalam memahami dan mengaplikasikan komputer dan Internet?.
3. Kebijakan dan Program kegiatan apa yang dibutuhkan masyarakat untuk
meningkatkan pemahaman dan keterampilan aplikasi internet ?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui tingkat pemahaman masyarakat terhadap penggunaan komputer dan
internet.
2. Mengetahui faktor-faktor penghambat yang dihadapi masyarakat dalam
memahami penggunaan komputer dan internet.
3. Sebagai bahan informasi dalam merumuskan kebijakan dan program kegiatan
yang dibutuhkan masyarakat dalam meningkatkan pemahaman dan keterampilan
penggunaan komputer dan internet.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Dapat mengetahui bagaimana gambaran tentang tingkat pemahaman masyarakat
pengunjung warung internet terhadap aplikasi Komputer dan internet
2. Dapat menjadi bahan masukan bagi instansi terkait mengenai hambatan dan
permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam upaya memahami
dan mengaplikasikan internet
3. Dapat menjadi salah satu referensi dalam membuat konsep kebijakan dan program
kegiatan untuk peningkatan pemahaman dan keterampilan masyarakat dalam
mengaplikasikan komputer dan internet.
Kerangka Teori
Secara umum untuk menggambarkan kondisi Sumber daya Manusia (SDM) di
bidang telematika dapat diketahui dari tingkat kesadaran, pemahaman dan
pendayagunaan ICT yang disebut e-literacy. Literacy dalam kamus bahasa Inggris,
diartikan sebagai “the ability to read and write” atau kemampuan untuk membaca dan
menulis. Dalam bahasa Indonesia bisa disebut dengan kata ‘melek’. Secara sederhana
literasi adalah kemampuan membaca dan menulis atau melek aksara. Dalam konteks
sekarang, literasi memiliki arti yang sangat luas. Literasi bisa berarti melek teknologi
politik, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitar. Kirsch dan Jungeblut
dalam buku Literacy Profiles of America’s young adults mendefinisikan literasi
kontemporer sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan informasi tertulis atau
cetak untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi
masyarakat. Lebih jauh, seorang baru bisa dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami
sesuatu karena membaca dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman bacaannya.
Wagner (2000) menegaskan bahwa tingkat literasi yang rendah berkaitan erat
dengan tingginya tingkat drop-out sekolah, kemiskinan, dan pengangguran. Ketiga
kriteria tersebut adalah sebagian dari indikator rendahnya Indeks Pembangunan Manusia.
Menciptakan generasi literat merupakan jembatan menuju masyarakat makmur yang kritis
dan peduli. Kritis terhadap segala informasi yang diterima sehingga tidak bereaksi secara
emosional dan peduli terhadap lingkungan sekitar.
Penciptaan generasi yang literat, saat ini mencakup berbagai bidang kehidupan
diantaranya literasi membaca, literasi politik, literasi pengetahuan, literasi gender dan
berbagai literasi lainnya. Persamaan diantara berbagai konsep literasi adalah penciptaan
masyarakat yang memiliki kebebasan akses informasi dan cerdas menggunakan informasi
yang dimilikinya.
Kerangka Berpikir
Dalam bidang yang terkait dengan TIK / ICT, ada beberapa jenis literacy atau
kadar melek seseorang, yaitu melek informasi, melek komputer, melek internet, melek
teknologi. Sebagai hulu dari semua ‘melek’ tersebut adalah melek informasi. E-
literacy, dapat dilihat dari gambaran kemampuan akses masyarakat terhadap informasi
melalui internet yang didukung oleh keunggulan teknologi informasi dan komunikasi.
Secara teoritis, untuk sampai ke tingkat ICT- Literacy ada empat tahap yang harus
dilalui, yaitu : 1)Information Literacy, 2)Computer Literacy, 3) Digital Literacy, dan 4)
Internet Literacy ( sumber : Ministry of Communication and Information Technology,
Version 1,0 : Desember 2006).
Secara jelas diuraikan bahwa :
1) Information literacy adalah kemampuan mengakses, mengevaluasi dan
menggunakan informasi dan berbagai bentuk, seperti buku, surat kabar, video,
CD-Rom atau Web.
2) Computer literacy adalah kemampuan menggunakan computer untuk memenuhi
kebutuhan peribadi ataupun suatu instansi.
3) Digital Literacy adalah kemampuan memahami dan menggunakan informasi dari
berbagai sumber ketika disajikan melalui alat – alat teknologi digital.
4) Internet literacy adalah kemampuan menggunakan pengetahuan teoritis dan
praktis mengenai internet sebagai suatu media komunikasi dan informasi bagi
manusia yang memerlukannya.
Dengan demikian ICT – Literacy adalah suatu kombinasi dari kemampuan
intelektual dan konsep fundamental, serta keterampilan kontemporer yang harus dimiliki
seseorang untuk belajar menggunakan teknologi informasi dan komunikasi secara efektif.
Untuk menggambarkan kondisi Sumber daya Manusia (SDM) dalam bidang
pengusaan teknologi informasi dan komunikasi dapat diketahui dari tingkat kesadaran,
pemahaman dan pendayagunaan ICT yang disebut e-literacy.
Gambaran e-literacy secara konseptual dapat dikategorikan dalam enam kategori,
berdasarkan konsep atau teori Personal-Capability Maturity Model (P-CMM). Menurut
teori ini, level e-literacy seseorang dapat digambarkan seperti berikut :
Level 0 seorang individu sama sekali tidak tahu dan tidak peduli akan
pentingnya informasi dan teknologi untuk kehidupan sehari-hari;
Level 1 jika seorang individu pernah memiliki pengalaman satu dua kali
dimana informasi merupakan sebuah komponen penting untuk
pencapaian keinginan dan pemecahan masalah, dan telah
melibatkan teknologi informasi maupun komunikasi untuk
mencarinya;
Level 2 jika seorang individu telah berkali-kali menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi untuk membantu aktivitasnya sehari-
hari dan telah memiliki pola keberulangan dalam penggunaannya;
Level 3 jika seorang individu telah memiliki standar penguasaan dan
pemahaman terhadap informasi maupun teknologi yang
diperlukannya, dan secara konsisten mempergunakan standar
tersebut sebagai acuan penyelenggaraan aktivitasnya sehari-hari;
Level 4 jika seorang individu telah sanggup meningkatkan secara
signifikan (dapat dinyatakan secara kuantitatif) kinerja aktivitas
kehidupannya sehari-hari melalui pemanfaatan informasi dan
teknologi;
Level 5 jika seorang individu telah menganggap informasi dan teknologi
sebagai bagian tidak terpisahkan dari aktivitas sehari-hari, dan
secara langsung maupun tidak langsung telah mewarnai perilaku
dan budaya hidupnya (bagian dari information society atau
manusia berbudaya informasi).
Selanjutnya model yang dapat juga dijadikan acuan adalah adalah Model Uses and
gratification. Model ini meneliti asal muka kebutuhan manusia secara psikologis dan
sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain
(atau keterlibatan pada kegiatan lain) dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan. Uses and
Gratifications model memusatkan perhatian pada kegunaan isi media untuk memperoleh
gratifikasi atau pemenuhan kebutuhan. McQuail (pada Betty-Soemirat, dalam Karlinah,
dkk. 1999) Model Uses and Gratifications memakai pendekatan penggunaan dan
grafikasi adalah : individu tertentu, seperti halnya sebagian besar manusia mempunyai
kebutuhan dasar untuk mengadakan interaksi sosial. Dari pengalamannya, individu ini
berharap bahwa konsumsi atau pengunaan media massa tertentu akan memenuhi sebagian
kebetuhannya. Hal ini menuntun pada kegiatan penggunaan internet, apakah berinteraksi
dengan dunia luar dengan penggunaan e mail atau pun Chatting, membuka situs-situs
yang berhubungan dengan kebutuhannya, membaca content website dan sebagainya.
Dalam beberapa kasus, kegiatan ini menghasilkan gratifikasi kebutuhan, tetapi dapat pula
menimbulkan ketergantungan dan perubahan kebiasaan dan ini merupakan efek dari
penggunaan internet pada individu itu.
Kemudian teori perbedaan individu yang diketengahkan oleh Melvin D. Fleur
bahwa individu-individu sebagai anggota khalayak merupakan sasaran media massa
secara selektif, individu akan menaruh perhatian pada pesan-pesan yang diterimanya
terutama jika berkaitan dengan kepentingannya, individu konsisten dengan sikap-
sikapnya, sesuai dengan kepercayaannya yang didukung oleh nilai-nilainya. Tanggapan
terhadap pesan yang diterima oleh individu, diubah oleh tatanan psikologisnya. Teori ini
menjelaskan bahwa efek media massa pada khalayak tidak seragam, melainkan beragam
disebabkan secara individual berbeda satu sama lain dalam struktur kejiwaannya.
Menurut teori ini khalayak amat bervariasi dalam organisasi psikologisnya secara pribadi.
Dimana variasi dimulai dari perbedaan Keperibadian, sikap, norma, nilai, teori, peranan,
persepektif, persepsi, interaksi dan struktur jiwa. Oleh karena terdapat perbedaan
individual pada setiap pribadi maka secara alamiah dapat diduga akan muncul efek yang
bervariasi sesuai dengan perbedaan individu itu.
Metode Penelitian
1. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah 14 kota pada wilayah kerja balai pengkajian
dan pengembangan Informasi Medan yang terpilih secara purposive. Ke-14 kota
ini dipilih karena menurut hemat penulis bahwa daerah ini adalah daerah
tergolong maju terhadap perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(internet) dibandingkan dengan daerah lainnya pada wilayah kerja BPPI wilayah I
Medan. Selanjutnya pemilihan Warung Internet (secara Purposive) dipilih 1
warung internet yang berlokasi di inti kota dan 1 warung internet (warnet) yang
berlokasi dipinggiran kota daerah penelitian. Hal ini dilakukan dengan asumsi
akan terjaring pengunjung warnet dengan mobolitas ekonomi tinggi untuk inti
kota dan mobilitas ekonomi rendah untuk pinggiran kota.
2. Disain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif
Analitis. Menurut Rakhmat (2000: 24), metode deskriptif adalah metode yang
hanya memaparkan situasi dan peristiwa apa adanya, tanpa mencari dan
menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesa atau membuat pradiksi. Tegasnya ,
penelitian deskriptif hanya memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu
individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu.
Selanjutnya dalam menentukan teknik penarikan sampel di lapangan,
peneliti menggunakan penarikan secara non probability sampling, yaitu secara
purporsive sampling (sampel bertujuan).
3. Populasi dan Sample
a. Populasi
Populasi penelitian ini adalah masyarakat pengunjung warnet selama bulan
Oktober 2007 pada 28 warnet yang dipilih dari 14 kota di wilayah kerja BPPI
Wilayah I Medan sebanyak 68.645 orang.
Adapun ke-empat belas kota tersebut masing-masing bersama 2 warung
internet yang dipilih adalah sebagai berikut
TABEL 1
NAMA KOTA DAN WARNET SERTA JUMLAH
PENGUNJUNG PADA BULAN OKTOBER 2007
JLH PENGUNJUNG
NO NAMA KOTA NAMA WARNET
OKTOBER 2007
1. BANDA ACEH Jambu Net 2.715
Speed ++ Net. 1.270
2. MEDAN Drag Net 11.800
Gemini Net 3.000
3. LUBUK PAKAM Dimensi Internet 4.500
Jimmy Net 3.200
4 KABANJAHE Perimsa warnet 2.250
Tenan Kata Warnet 3.000
5 PEMATANG SIANTAR Warnet Poltak 3.100
Cyber Net 2.700
6 KISARAN Bima Net 3.020
Planet Net 905
7 RANTAU PRAPAT Warnet SMK I 3.250
Dharma Net 1.230
8 PADANG SIDEMPUAN Dano Marsabut 1.200
Warung-Infokom 900
9 PADANG Kharisma Net 2.200
Malpindo Net 1.560
10 BUKIT TINGGI Tuiji Net 1.600
Melka Net 1.325
11 BATAM Warnet Clasia 2.400
Lesehan Net 1.500
12 PEKAN BARU Lingga Net 2.500
Graha Net 2.100
13 BENGKALIS Vista Net 1.970
Kuantum Net 1.350
14 LHOKSEUMAWE Lacak Com 1.200
Enjoy Net 900
Jumlah............................... 68.645 orang
Sumber data : Hasil observasi oktober 2007
b. Sampel
Penentuan besaran sampel dari populasi tersebut ditetapkan dengan
menggunakan rumus Taro Yamane yaitu:
N
n=
Nd 2
+1
Dimana :
n = ukuran sampel
N = ukuran
populasi
d = tingkat
68.645
n=
68.645(6%) 2 + 1
68.645
n=
68.645 x0.0036 + 1
68.645
n= n = 276 ,66 ⇒277 orang
248,12
Batas kesalahan yang ditolerir ini bagi setiap populasi tidak sama . Ada yang
1%, 2%,3%,4%5% atau 10% (umar, 2002 dalam Kriyantono, 2007)
Untuk penelitian ini maka peneliti memutuskan untuk mengambil 280 orang
sampel. Dimana untuk masing-masing warung internet ditetapkan 10 orang
responden ( quota sampling). Dengan pecahan sample seperti pada table
berikut :
TABEL 2
NAMA KOTA DAN WARNET SERTA PENETAPAN JUMLAH SAMPEL
Jlh
NO NAMA KOTA NAMA WARNET
Responden
1. BANDA ACEH Jambu Net 10
Speed ++ Net. 10
2. MEDAN Drag Net 10
Gemini Net 10
3. LUBUK PAKAM Dimensi Internet 10
Jimmy Net 10
4 KABANJAHE Perimsa warnet 10
Tenan Kata Warnet 10
5 PEMATANG SIANTAR Warnet Poltak 10
Cyber Net 10
6 KISARAN Bima Net 10
Planet Net 10
7 RANTAU PRAPAT Warnet SMK I 10
Dharma Net 10
8 PADANG SIDEMPUAN Dano Marsabut 10
Warung-Infokom 10
9 PADANG Kharisma Net 10
Malpindo Net 10
10 BUKIT TINGGI Tuiji Net 10
Melka Net 10
11 BATAM Warnet Clasia 10
Lesehan Net 10
12 PEKAN BARU Lingga Net 10
Graha Net 10
13 BENGKALIS Vista Net 10
Kuantum 10
14 LHOKSEUMAWE Lacak Com 10
Enjoy Net 10
Total Sampel ................... 280
Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan
atas dasar generalisasi dari sejumlah karekteristik kejadian ke dalam kelompok atau
individu tersebut (Singarimbun, 1998:24).
Berdasarkan kerangka teoritis di atas, adapun konsep-konsep dalam penelitian ini
dapat dibedakan menjadi beberapa variabel, yaitu :
1. Variabel Anteseden.
Variabel anteseden ini terdiri dari data sosiodemografis dan psikologis
masyarakat.
2. Variabel Melek (literacy)
• Information literacy adalah kemampuan mengakses, mengevaluasi dan
menggunakan informasi dan berbagai bentuk, seperti buku, surat kabar, video,
CD-Rom atau Web.
• Computer literacy adalah kemampuan menggunakan computer untuk
memenuhi kebutuhan peribadi ataupun suatu instansi.
• Digital Literacy adalah kemampuan memahami dan menggunakan informasi
dari berbagai sumber ketika disajikan melalui alat – alat teknologi digital.
• Internet literacy adalah kemampuan menggunakan pengetahuan teoritis dan
praktis mengenai internet sebagai suatu media komunikasi dan informasi bagi
manusia yang memerlukannya.
3. Variabel Media
Variabel media adalah sejauhmana terpaan media internet terhadap kebutuhan dan
kepuasan oleh individu dalam masyarakat. Adapun yang termasuk ke dalamnya
adalah keuntungan relatif, kesesuaian, mampu digunakan, dan mampu dilihat
hasilnya.
4. Variabel Efek
Maksudnya adalah sejauhmana tingkat Pemahaman individu dalam masyarakat
dalam menggunakan internet.
Model Teoritis
Operasionalisasi Variabel
Berdasarkan variabel-variabel konsep dan model teoritis di atas , adapun
operasionalisasi variabel penelitian ini adalah sebagai berikut :
Untuk perangkat keras input yang terdiri dari key board, mouse, trackball
dan gamepad, sebanyak 30,9% masyarakat sangat mengenalnya dan 49,1%
mengenal input. Sedangkan 16,2% kurang mengenal, dan hanya 3,8% yang
tidak mengenal. Jika dilihat persentase masyarakat yang sangat mengenal dan
mengenal input memiliki jumlah lebih besar dari yang kurang mengenal dan
tidak mengenal sama sekali, maka hal ini sangat wajar karena perangkat input
yang dimaksud sering digunakan atau dilihat sehari-hari oleh masyarakat
pengguna internet maupun keseharian dalam bekerja dan belajar.
Perangkat keras output yang terdiri dari printer, speaker dan networking
(jaringan) sangat dikenal oleh 30,9% masyarakat dan yang mengenal sebanyak
42,3%. Masyarakat yang kurang mengenal output sebanyak 20,4% dan 6,4%
tidak mengenal sama sekali. Jika dilihat lebih jauh, maka perangkat output
tidak berbeda jauh pengenalannya oleh masyarakat yang juga mengenal input.
Perangkat output bisa dikatakan sebagai pelengkap input.
Scanner gambar dan webcam merupakan salah satu poin favorit bagi
pengguna internet. Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa 40%
masyarakat mengenal scanner gambar dan webcam, sebanyak 26% sangat
mengenal. Yang kurang mengenal berjumlah 26,8%. Sedangkan 7,2%
masyarakat tidak mengenal scanner gambar dan webcam. Umumnya fasilitas
scanner gambar dan webcam telah banyak disediakan oleh warung internet
(warnet) sebagai salah satu daya tarik untuk menambah pengunjung, sehingga
bagi masyarakat yang tidak memiliki fasilitas tersebut di rumah atau yang
sama sekali rumahnya tidak memiliki fasilitas internet dapat menggunakan
scanner gambar dan webcam di warnet.
Microsoft internet explorer sangat dikenal oleh 21,9% masyarakat dan
yang mengenal sebanyak 47,9%. Yang kurang mengenal berjumlah 12,5%
serta 17,7% tidak mengenal. Bagi para pengguna awal internet, perangkat
Microsoft internet explorer merupakan hal yang wajib digunakan sebagai jalur
untuk masuk kedalam tahapan lanjutan.
Perangkat Internet Mozzila Firefox sangat dikenal oleh 34% masyarakat
dan 44,9% mengenal perangkat tersebut. Sedangkan 15,1% kurang
mengenalnya dan hanya 6% tidak mengenal perangkat internet Mozzila
Firefox. Penggunaan perangkat internet Mozilla Firefox sangat mempermudah
para pengguna internet dalam membuka berbagai macam situs dengan waktu
yang relative lebih cepat.
Dalam hal perangkat internet mail/outlook express sebanyak 29,1%
masyarakat sangat mengenalnya, 44,5% mengenal. Sedangkan 20%
masyarakat kurang mengenal Perangkat internet mail/outlook express dan
6,4% tidak mengenal sama sekali. Sebagai salah satu perangkat yang sangat
digemari, internet mail/outlook express lebih mempercepat pengguna internet
untuk mengakses situs yang sudah disimpan sebelumnya.
Sebanyak 15,8% masyarakat mengenal internet kurang dari 1 tahun,
33,6% mengenalnya 2 sampai dengan 3 tahun. Sedangkan yang mengenal
internet 3 sampai dengan 4 tahun adalah 23% dan yang mengenal internet
lebih dari 5 tahun berjumlah 7,2%. Dari data tersebut ternyata waktu 2 sampai
dengan 3 tahun memberikan pendalaman masyarakat untuk lebih memahami
internet.
Dalam hal belajar internet, masyarakat yang langsung mencoba sebanyak
24,2% Sedangkan belajar dari teman berjumlah 25,7% . Bagi yang belajar dari
sekolah berjumlah 19,2% dan 18,5% masyarakat memilih belajar internet dari
kursus. Sedangkan yang belajar dari pelatihan hanya berjumlah 1,5%. Artinya
belajar internet dari teman dan mencoba langsung lebih dikedepankan
masyarakat untuk dapat belajar internet.
Sebanyak 27,2% masyarakat menggunakan internet sebagai hiburan,
25,7% mencari informasi yang dibutuhkan. Sedangkan 16,6%
memanfaatkannya sebagai alat komunikasi dan 20% masyarakat
menggunakannya untuk menambah wawasan, serta 10,6% membantu
pekerjaan mereka. Perbedaan yang tidak terlalu mencolok dalam hal
penggunaan internet menggambarkan bahwa saat ini internet telah dianggap
penting untuk membantu berbagai kegiatan masyarakat.
Kemudahan untuk berkomunikasi sangat mendorong 42,3 % masyarakat
untuk menggunakan internet. Mengikuti perkembangan zaman adalah alasan
sebanyak 53,2% masyarakat dalam melakukan penggunaan internet dan 44,5%
tuntutan pekerjaan. Di era perkembangan teknologi ternyata sangat memacu
masyarakat untuk lebih mengenal internet agar dapat mengikuti perkembangan
zaman.
Dalam waktu penggunaan internet, 8,3% masyarakat menggunakannya
kurang dari 1 jam/minggu Kemudian 46,8% mengakses internet diantara 5
sampai dengan 8 jam/minggu. Lebih dari 8 jam diakses oleh 34,3%
masyarakat dan sebanyak 10.6% hanya mengakses internet 1 sampai dengan 4
jam/minggu. Artinya masyarakat membutuhkan waktu yang bisa dikatakan
cukup panjang untuk mengakses internet sebagai hiburan, mencari informasi
yang dibutuhkan, sebagai alat komunikasi, menambah wawasan, serta
membantu pekerjaan mereka.
Kantor menjadi tempat dimana masyarakat sangat sering mengakses
internet dengan jumlah sebanyak 31,7%. Sedangkan 61,1% masyarakat tidak
pernah mengakses internet di rumah teman, tetangga/saudara. Hanya 10,2%
masyarakat sangat sering menggunakan kampus/sekolah/perpustakaan untuk
mengakses internet dan yang sering sebanyak 16,6%. Dalam penggunaan
internet di warnet, 20,4% sangat sering dan 25,3% sering menggunakannya.
Sedangkan penggunaan dirumah sering digunakan oleh 21,9% masyarakat.
Lembaga pendidikan sebagai salah satu tempat yang seharusnya
mempermudah masyarakat untuk memgakses internet justru persentasenya
bisa dibilang rendah.
Sebanyak 24,2% masyarakat sangat sering menggunakan
laptop/notebook untuk mengakses internet dan jumlah yang sering
menggunakannya sebanyak 30,6%. Fasilitas ponsel untuk mengakses internet
hanya digunakan oleh 7,2% masyarakat. Mengakses internet melalui ponsel
belum menjadi pilihan utama masyarakat karena tidak semua ponsel memiliki
fasilitas untuk mengakses internet.
Untuk melakukan kegitan pembukaan elektronik mail (e-mail) di
internet, sebanyak 34% masyarakat sering menggunakannya dan yang sangat
sering sebanyak 14,3%. Sebanyak 40,8% masyarakat sering melakukan
chating (komunikasi secara instant melalui internet) pada saat mengakses
internet, sedangkan 36,2% untuk mengakses informasi. Melakukan kegiatan
mengakses lowongan pekerjaan di internet dilakukan oleh 28,7% masyarakat.
Game on line hanya 7,2% masyarakat yang sering menggunakannya.
Melakukan chating menempati posisi yang cukup tinggi dalam kegiatan
masyarakat mengakses internet, belum lagi ditambah 24,9% yang sangat
sering melakukannya. Penggunaan fasilitas chating hampir selalu dibuka
dalam kegiatan mengakses internet.
Data tentang pendidikan sering dicari 42,3% masyarakat melalui
internet, tentang kesehatan 34,3%. Data tentang ekonomi hanya 7,6%
masyarakat yang sangat sering mencarinya. Temuan penelitian menemukan
bahwa data tentang pendidikan paling sering diakses terutama bagi masyarakat
yang ingin mencari jalur pendidikan yang lebih tinggi baik di dalam maupun
luar negeri, karena saat ini sudah banyak institusi pendidikan yang memiliki
web site sendiri bahkan banyak perguruan tinggi yang sudah menerapkan
sistem on line bagi mahasiswanya yang ingin melihat perkembangan terakhir
nilainya.
Untuk kegiatan email 30,6% masyarakat sangat sering menggunakan
situs www.plasa.com. Hanya 15,5% yang sangat sering menggunakan
www.yahoo.com. Sedangkan penggunaan www.gmail.com hanya 6,0%
masyarakat yang sangat sering menggunakannya. Situs www.plasa.com yang
dimiliki oleh telkom ternyata masih menjadi favorit bagi para pengguna email.
Program situs yang sangat sering digunakan untuk chating oleh
masyarakat adalah www.kaskus.com dengan jumlah 21,9%. Sedangkan hanya
7,2% yang sangat sering menggunakan situs www.wikipidia.com. Situs
wikipedia menempati urutan terendah sebagai situs yang sangat sering
digunakan oleh masyarakat.
Program aplikasi yahoo messenger untuk kegiatan chating sangat sering
digunakan oleh 26% masyarakat dan 29,4% mengatakan sering. Sedangkan
program aplikasi meebo hanya 7,5% masyarakat yang sangat sering
menggunakannya, 9,1% mengatakan sering. Yahoo messenger merupakan
program aplikasi yang sudah sangat terkenal bagi para penggiat chating,
sedangkan meebo masih sangat asing ditelinga masyarakat penggiat chating.
Untuk aplikasi browser, sebanyak 32,1% masyarakat sangat sering
menggunakan Mozzila Firefox dan 26,8% masuk dalam kategori sering
menggunakannya. Saat ini internet explorer merupakan aplikasi yang tidak
pernah digunakan oleh 41,1% masyarakat dan 30,6% jarang menggunakannya.
Mozzila firefox telah menjadi trend baru karena mampu mengakses secara
cepat berbagai macam situs sebanyak apapun halaman yang kita buka.
Situs www.yahoo.com adalah yang sering digunakan oleh 29,4%
masyarakat untuk kegiatan browsing (pencarian data). Situs yang tidak pernah
digunakan masyarakat untuk mencari data (browsing) adalah
www.altavista.com dengan jumlah 47,2 %. Situs www.google.com sering
digunakan oleh 17,4% masyarakat. Dalam hal ini www.yahoo.com masih
menempati posisi tertinggi dalam kegiatan browsing.
Situs yang dipakai untuk memperoleh informasi/ berita, Masyarakat
pengguna internet sering menggunakan situs www.jobsdb.com (23,4%).
Sedangkan 42,3% tidak pernah menggunakan www.wikipedia.org untuk
memperoleh informasi/ berita. Ternyata masyarakat lebih membutuhkan
informasi mengenai lowongan pekerjaan melaui www.jobsdb.com.
Dari hasil data dapat dilihat bahwa 8,3% masyarakat sangat percaya
terhadap informasi yang dipublikasikan oleh internet. Sedangkan yang tidak
percaya terhadap informasi yang dipublikasikan oleh internet sebanyak 28,7%.
Sedangkan 25,7% masyarakat menjawab percaya terhadap informsi yang
dipublikasikan oleh internet. Untuk yang kurang percaya terhadap informasi
yang dipublikasikan sebanyak 37,4%.
Kesimpulan
1. Bahwa Pemahaman masyarakat pengunjung warung internet terhadap aplikasi
computer dan internet cukup tinggi. Hal itu dapat dilihat dari tingginya persentase
pengenalan, kemampuan dan keterampilan responden dalam menggunakan
perangkat keras computer dan perangkat lunak computer dan internet. Sebahagian
besar responden juga sangat mengenal fungsi perangkat keras dan perangkat lunak
computer dan internet. Menu-menu yang ada pada computer seperti key board,
mouse, trackball, gamepad, input, Perangkat keras output yang terdiri dari printer,
speaker dan networking (jaringan). Microsoft internet explorer, Perangkat Internet
Mozzila Firefox sangat dikenal. perangkat internet mail/outlook express.
2. Hambatan dan permasalahan yang dialami masyarakat pengunjung warnet dalam
memahami dan mengaplikasikan internet adalah masyarakat masih belum
memahami beberapa perangkat lunak internet. Seperti belum mengenal perangkat
lunak Eudora, yahoo, booter. perangkat Maxthon, Nerscape Communicator, Mail
Selver, dan Webserver. Sampai saat ini mayoritas masyarakat banyak yang baru
mengenal penggunaan dasar internet. Sedangkan kendala lain adalah beredarnya
situs-situs yang memiliki dampak negative, seperti situs porno yang bisa dibuka
oleh siapapun tanpa terkecuali anak dibawah umur. Disamping itu masyarakat
juga menyatakan pernah mengalami gangguan non teknis atau teknis pada saat
menggunakan internet. Gangguan yang sering pada saat mempergunakan internet
adalah tidak dapat menemukan informasi yang dicari dan banner iklan yang
membuat lama pembukaan situs. Sedangkan gangguan hacker (system dibobol)
juga sangat sering dialami sebahagian kecil masyarakat pengunjung warnet.
3. Kebijakan dan Program yang dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman
aplikasi computer dan internet. Melihat kondisi masyarakat sampai saat ini masih
banyak yang baru mengenal penggunaan dasar internet maka Program yang
dibutuhkan adalah Bimbingan Teknis bagi pengelola warung internet, mengingat
mayoritas masyarakat pengunjung Warnet belajar menggunakan internet langsung
coba umumnya di warung internet bagi yang tidak memiliki laptop maupun ponsel
yang memiliki vitur internet. Sedangkan kebijakan yang dibutuhkan adalah
proteksi terhadap situs-situs porno, peningkatan kapasitas Bandwidth dan
penurunan tarip internet.
Saran
Masyarakat sangat membutuhkan sosialisasi lebih meluas mengenai penggunaan
internet baik secara positif maupun negative. Dalam meningkatkan pemahaman berbagai
aplikasi yang beredar, perlu disosialisasikan hal-hal dasar mengenai penggunaannya
termasuk aplikasi apa yang paling cepat dan efektif untuk digunakan. Untuk pemahaman
mengenai aplikasi sebaiknya diberikan tahapan-tahapan dasar.
Sedangkan bagi masyarakat yang benar-benar telah mengetahui berbagai macam
aplikasi dan mampu mengoperasikannya secara maksimal, maka harus diberikan
pemahaman awal mengenai penggunaan aplikasi bagi kepentingan masyarakat luas
terutama bagi pembangunan manusia Indonesia agar benar-benar berguna bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Harus ada distribusi pemahaman dan keahlian dari
tenaga-tenaga profesional semaksimal mungkin ke daerah-daerah yang benar-benar
belum mengetahui tentang komputer maupun internet.
Penggunaan biaya tinggi jangan sampai dibebankan pada masyarakat, artinya
akses semaksimal mungkin harus dapat diterima masyarakat terutama kalangan menengah
kebawah.
Penyedia jasa internet atau warnet perlu meminimalisir pelanggaran hukum seperti
pencurian/ pembobolan rekening bank, perusakan data dokumen suatu lembaga, plagiasi,
pembajakan hak cipta, dan pornografi.
Daftar Pustaka