You are on page 1of 364

JURNAL PENELITIAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN

I. Volume 10 No. 1 April 2009

SISTEM INFORMASI DI PEMERINTAHAN


KABUPATEN ACEH TENGAH

Oleh : Ali Murtadha M Arifin1

ABSTRAKSI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan sistem penyampaian


informasi di Pemerintahan Kabupaten Aceh Tengah setelah diberlakukannya otonomi
daerah di Kabupaten tersebut karena penyampaian informasi sebelumnya dilakukan oleh
juru penerangan dibawah Pemerintahan Departemen Penerangan disamping itu juga
tujuan penelitian ini adalah sebagai penambah wawasan tentang perubahan sistem
informasi tersebut.
Untuk mencapai tujuan tersebut penelitian ini menggunakan metode kualitatif
yaitu melakukan wawancara mendalam dengan Kasub Bagian Humas, Kepala Informasi
dan Komunikasi serta karyawan yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai penyiar
informasi di Kabupaten Aceh Tengah.
Adapun hasil penelitian dapat digambarkan bahwa otonomi daerah dapat
merubah sistem informasi di Daerah Kabupaten Aceh Tengah, sistem informasi juga
mempengaruhi kelanjutan pertumbuhan pembangunan, maka membangun informasi juga
perlu, sehingga sistem informasi pesan pemerintah di kemas dan disiarkan dengan
melalui media cetak maupun elektronik sehingga dapat diperoleh / dinikmati oleh publik
dan sistem informasi pada masa Orde Baru berbeda dengan sistem informasi di era Orde
Baru. Pada masa Orde Baru sistem informasi ditentukan oleh Pemerintah Pusat
sedangkan pada otonomi daerah sistem informasi ditentukan oleh Pemerintah setempat
(Daerah).

Kata Kunci : Sistem informasi, Pemerintahan Kab. Aceh Tengah


1
Penulis adalah Peneliti di BBPPKI Wilayah I Medan.
A. Latar Belakang Masalah
Di era otonomi daerah saat ini, sistem Pemerintahan Daerah sudah berbeda
dibandingkan dengan sistem pemerintah diera orde baru. Kalau diera orde baru,
organisasi Pemerintah dan sistem informasinya ditentukan oleh pemerintah pusat, di era
otonomi daerah ini pembentukan instansi pemerintah daerah termasuk sistem
informasinya ditentukan oleh pemerintah daerah setempat. Oleh karena itu sistem
informasi pada setiap daerah bisa berbeda sesuai dengan perkembangan yang terjadi /
kebutuhan di daerah masing-masing.
Pada awal otonomi daerah, Pemerintah di daerah bisa membentuk dinas, Badan
dan Lembaga tehnis sesuai dengan kebutuhan daerah setempat. Adanya ketentuan ini
membuat berbagai daerah membentuk dinas secara berlebihan untuk menampung
sebanyak mungkin pejabat struktural. Ketentuan mengenai pembentukan dinas dan
lembaga tehnis tersebut kemudian disusul Peraturan Baru yang memberikan batasan
jumlah dinas yang boleh dibentuk di Pemerintah Daerah. Daerah yang sudah terlanjur
membentuk dinas dan lembaga teknis daerah melebihi ketentuan akan segera
menyesuaikan dengan ketentuan baru dalam pembentukan Dinas dan lembaga teknis.
Adanya kebebasan Pemerintah daerah untuk membentuk dinas dan lembaga tehnis di
daerah maka bisa terjadi adanya perbedaan nama lembaga/dinas yang menangani
informasi. Bahkan penanganan informasi di suatu daerah cukup hanya dimasukkan dalam
suatu seksi/bagian dari dinas dan setiap daeah menggunakan istilah yang berbeda seperti :
Hubungan Masyarakat (Humas) Informasi Komunikasi (Infokom), BadanInformasi
Komunikasi Telematika (BIKT).
Dengan berbedanya dinas yang berkaitan dengan informasi, maka dimungkinkan
terjadinya perbedaan sistem informasi pemerintahan antara satu daerah dengan daerah-
daeah lain. Saat ini sistem inforasi di pemerintahan masih berkembang dan mencari
model yang tepat untuk kelancaran pelaksanaan pembangunan yang sedang dilaksanakan.
Adanya dua organisasi di Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah yang secara khusus
menangani informasi yaitu Kantor Informasi dan Komunikasi Daerah dan Sub Bagian
Hubungan Masyrakat. Kantor Informasi dan Komunikasi Daerah merupakan lembaga
hasil peleburan Kantor Departemen Penerangan semasa orde baru sebelum otonomi
daerah. Hampir seluruh karyawan Kantor Informasi dan Komunikasi Daerah adalah
mantan pegawai Kantor Departemen Penerangan Kabupaten Aceh Tengah Perkantoran
yang dipergunakan, sebelumnya juga pernah dipergunakan sebagai Kantor Departemen
Penerangan Kabupaten Aceh Tengah Kepala Kantor Informasi dan Komunikasi berada
pada eselon III.
Sub Bagian Humas juga sudah ada sebelum era otonomi daerah. Struktur
organisasinya berada di bagian Sekretariat Daerah. Sub Bagian Humas ini berada
dibawah Bagian Humas, Pengolah Data Elektronik (PDE) dan Santel, yang berada
dibawah Asisten Umum. Sebagai sub bagian di Sekretariat Daerah, Sub Bagian Humas
hanya menempati satu ruangan di Kantor Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah Kepala
Sub Bagian Humas berada pada eselon IV.
Adanya dua lembaga yang menangani informasi ini merupakan salah satu unsur
sistim informasi di Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Kedua lembaga itu bisa secara
bersama-sama menjalankan tugasnya dalam diseminasi informasi pada masyarakat.
Sistem informasi pemerintah ini mempunyai peran yang penting untuk
mensukseskan pembangunan di suatu daerah. Sistem informasi yang baik, bisa
menciptakan kesatuan gerak dan langkah antar lembaga/dinas untuk mencapai tujuan.
Jika sistem informasi antar lembaga/dinas tidak berjalan baik maka dimungkinkan
terjadinya tumpang tindih kegiatan, bahkan bisa terjadi kegiatan yang saling
bertentangan. Sistem informasi yang baik memungkinkan program-program dan kegiatan
yang dilakukan pemerintah bisa direspon oleh masyrakat sehingga bisa meningkatkan
partisipasi masyarakat.

B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan permasalahan penelitian yaitu
bagaimana pelaksanaan sistem informasi di Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah.

C. Tujuan dan Kegunaan


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan sistem informasi di
Kabupaten Aceh Tengah. Dengan diketahuinya pelaksanaan sistem informasi di daerah
tersebut dapat menambah pengetahuan mengenai sistem informasi di Kabupaten Aceh
Tengah. Hasil penelitian ini juga bisa dimanfaatkan sebagai pembanding sistem informasi
di berbagai daerah yang memiliki sistem informasi yang berbeda.

D. Landasan Teori
1. Pengertian Sistem Informasi
Berbagai pengertian tentang sistem informasi dikemukakan dalam berbagai buku
untuk menggambarkan pengertian mengenai sistem informasi diantaranya ditulis oleh
Alter (1992) bahwa Sistem informasi adalah kombinasi antara prosedur kerja, informasi,
orang dan tehnologi informasi yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan dalam sebuah
organisasi. Bodnar dan Hopwood (1993)mendifinisikan sistem informasi adalah
kumpulan perangkat keras dan peangkat lunak yang dirancang untuk mentransformasikan
data ke dalam bentuk informasi yang berguna. Gelinas, Oram dan Wiggins (1990)
mendifinisikan sistem informasi adalah suatu sistem buatan manusia yang secara umum
terdiri atas sekumpulan komponen berbasis komputer dan manual yang dibuat untuk
menghimpun, menyimpan dan mengelola data serta menyediakan informasi keluaran
kepada pemakai. Hall (2001) mendifinisikan sistem informasi sebagai sebuah rangkaian
prosedur formal dimana data dikelompokkan, diproses menjadi informasi dan
didistribusikan kepada pemakai.
Dari berbagai difinisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem informasi
mencakup sejumlah komponen (manusia, tehnologi informasi dan prosedur kerja) berupa
masukan (input), ada proses (data menjadi informasi) dan dimaksudkan untuk mencapai
suatu sasaran atau tujuan (output).

2. Otonomi Daerah
Untuk melaksanakan kebijakan desentralisasi dibentuk daerah otonom. Menurut
UU No. 22 Tahun 1999, daerah otonomi merupakan ”kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indoneia”. Kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat
sering disebut otonomi daerah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa daerah otonom
adalah daerah yang memiliki otonomi daerah.
Kaho (1987) memaparkan ciri-ciri Daerah Otonom sebagai berikut :
1. Adanya urusan-urusan tertentu yang diserahkan oleh pemerintah pusat atau daerah
tingkat atas kepada daerah untuk diatur dan diurusnya dalam batas-batas wilayahnya.
2. Pengaturan dan pengurusan urusan-urusan tersebut dilakukan atas inisiatif sendiri dan
didasarkan pada kebijaksanaan sendiri pula.
3. Adanya alat-alat perlengkapan atau organ-organ atau apatur sendiri.
4. Pengaturan urusan-urusan tersebut masyarakat daerah perlu memiliki sumber-sumber
pendapatan/keuangan sendiri.

3. Teori Sistem
Setiap sistem merupakan tempat memproses, mengolah, mengubah, atau
menstransformasikan bahan-bahan yang disebut masukan (input) menjadi suatu hasil
karya yang bisa disebut keluaran (output) (Shrode dan Voich, 1974 : 128). Proses
transformasi sistem ini sering dilukiskan orang dengan mempergunakan model masukan-
keluaran (input-output model). Model masukan keluaran ini biasa disebut juga dengan
model kotak hitam (black-box model). Model adalah gambaran mengenai sesuatu realitas
untuk menggambarkan bagaimana suatu itu tampaknya atau bagaimana bekerjanya guna
memudahkan memahami dan atau mengkajinya. Istilah kotak hitam disini dipergunakan
untuk memudahkan memahami dan atau mengkajinya. Istilah kotak hitam disini
dipergunakan untuk menunjukkan bahwa isiyang terkandung di dalam satuan (unit)
pemroses (transformasi) atau jelasnya sistem itu tidak diketahui, jadi seperti kotak hitam
(Tatang M. Arifin, 2002 : 38). Model kotak hitam itu digambarkan atau dilukiskan orang-
orang bermacam-macam. Konsep dasarnya :

Masukan Proses Keluaran

Untuk menilai pelaksanaan sistem informasi di Pemerintah Kabupaten Aceh


Tengah, maka pendekatan sistem merupakan cara yang tepat sebagai pemandu.

1. Input
Dari sisi masukan (input), yang bisa dijadikan indikator untuk mengetahui
masukan pelaksanaan sistem informasi di humas dan Kantor infokom adalah :
a. Memiliki tugas dan sasaran yang jelas. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kebijakan,
tugas dan sasaran yang akan dicapai Humas dan kantor infokom.
b. Sumberdaya yang tersedia dan siap. Sumberdaya sangat strategis bagi keberhasilan
pelaksanaan tugas humas dan infokom, sejauh mana kesiapan sumberdaya baik
sumberdaya manusia (yang mencakup jumlah dan kualitas) maupun sumbrdaya
selebihnya seperti keuangan, peralatan perlengkapan dan sebagainya.
c. Staf yang kompeten dan komitmen tinggi. Staf yang kompeten merupakan pra sarat
mutlak dalam pelaksanaan tugas humas dan infokom. Kompetensi ini dapat
ditunjukkan dengan kesesuaian tingkat dan latar belakang pendidikan, kemampuan
melaksanakan tugas, dan kedisiplinan dalam melaksanakan tugas.

2. Proses
Dari sisi proses di Humas dan Kantor infokom yang bisa dijadikan indikator
terjadinya proses pelaksanaan sistem informasi adalah :
a. Pelaksanaan proses tugas penyampaian informasi ditandai oleh : Kepemimpinan
lembaga yang kuat, dalam arti kepemimpinan yang kuat dalam mengkoordinasikan,
menggerakkan sumber daya manusia dilingkungan humas dan infokom serta
menyerasikan semua sumberdaya yang ada pada satu tujuan yang sama.
b. Kerja sama yang kompak dan cerdas serta dinamis, yang ditandai komunikasi yang
baik dan harmonis antara humas, infokom dan satuan unit kerja di pemerintahan, kerja
sama yang didasari oleh saling pengertian dan kesediaan menerima perbedaan
pendapat.
c. Partisipasi yang tinggi dari unit kerja di pemerintah daerah. Dalam hal ini dapat
diamati dari : keikutsertaan unit kerja di Pemda dalam berbgai aktifitas pelaksanaan
tugas Humas dan Infokom.

3. Output
Setiap proses pelaksanaan sistem informasi selalu diharapkan adanya keluaran
atau hasil berupa kinerja pelaksanaan sistem informasi. Indikator terjadinya kinerja
pelaksanaan informasi tersebut.
- Informasi yang disampaikan oleh humas dan infokom dapat diterima.

E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.

2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sub Bagian Humas dan Kantor Infokom Kabupaten
Aceh Tengah sebagai lembaga yang secara khusus menangani informasi.

3. Informan penelitian
Adapun yang dijadikan informan sebagai sumber/ menghimpun data dalam
penelitian ini adalah Kasub Bagian Hubungan Masyarakat, Sub Bagian Dokumentasi dan
Informasi, Kasub Bagian Informasi dan Informatika, karyawan Humas dan Infokoma
yang bertugas sebagai ujung tombak dalam penyiaran / penyampaian informasi publik di
daerah Kabupaten Aceh Tengah.

4. Tehnik pengumpulan data


Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini dipergunakan
dua macam tehnik yaitu :
a. Studi dokumentasi. Dengan tehnik ini peneliti berusaha memperoleh data
atau informasi dengan cara menggali dan mempelajari dokumen-dokumen, arsip dan
catatan yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas humas dan Kantor Infokom.
b. Wawancara mendalam. Dengan tehnik wawancara tidak berstruktur atau
mendalam (Indepth/unstructured interviewing) peneliti melakukan tanya jawab dan
tukar pikiran tanpa daftar wawancara; peneliti hanya dibantu dengan sejumlah topik
umum tentang proses pelaksanaan sistim informasi di Kabupaten Aceh Tengah yang
masih harus dikembangkan oleh pewawancara berdasar jawaban informan. Dalam
pelaksanaannya, dimanfaatkan instrument berupa panduan wawancara dan daftar
topik.

5. Tehnik Analisa Data


Metode yang dipergunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini metode
deskriptif kualitatif dengan menggunakan model interaktif yaitu semacam siklus terkait
antara kegiatan pengumpulan data, penyederhanaan data pemaparan data, dan penarikan
kesimpulan. Jadi analisa data dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data.
Waktu penelitian ini dijadwalkan sebagai berikut penyusunan/ persiapan rancangan
penelitian bulan Februari 2009, pengumpulan data bulan April dan pengolahan
data/laporan bulan Mei 2009.
Dana : dana penelitian ini dibebankan kepada anggaran rutin BBPPKI Medan.

F. Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini, kualitas masukan, proses dan keluaran diperlukan sebagai
cerminan realitas model dan implementasi pelaksanaan sistem informasi di Kabupaten
Aceh Tengah. Dengan kata lain profil kualitas pelaksanaan sistem informasi di
Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah merupakan keutuhan kualitas masukan, proses dan
keluaran sistim informasi. Ketiga hal itu diuraikan berikut ini :
1. Kualitas Masukan Sistem Informasi
Sudah disinggung di atas, bahwa masukan sistim informasi diambil tiga indicator
yaitu adanya tugas, dan sasaran yang jelas, Sumberdaya yang tersedia dan kompetensi
sumberdaya. Tugas dan sasaran Humas dan Kantor infokom diatur dalam peraturan
daerah.
Tugas dan fungsi Kantor Informasi dan Komunikasi Daerah telah diatur dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Dinas-Dinas Daerah. Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 8
Tahun 2002 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor-Kantor Daerah, Kantor
Informasi dan Komunikasi Daerah mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam
melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah di bidang informasi dan komunikasi
yang meliputi pemberdayaan informasi, media informasi dan publikasi.
Urusan bidang informasi dan komunikasi tersebut meliputi informasi yang bersifat
umum yang tidak berkaitan dengan informasi didalam pemerintah Kabupaten Aceh
Tengah. Informasi yang bersifat umum itu bisa berasal dari pemerintah pusat maupun
Provinsi seperti peraturan perundangan. Dalam melaksanakan tugas itu tiga seksi yang
dimiliki Badan Infokom yaitu Seksi Pemberdayaan Informasi mempunyai tugas
melaksanakan upaya pemberdayaan partisipasi masyarakat, kelompok komunikasi sosial,
pemberdayaan potensi informasi lembaga swadaya masyarakat dan lembaga informasi
desa. Seksi Media Informasi dan Komunikasi mempunyai tugas melaksanakan, memantau
penyelenggaraan kegiatan penyebaran informasi melalui media interaktif, radio, televisi,
film dan Seksi Publikasi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penyampaian
informasi langsung.
Sementara itu Sub Bagian Humas, sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Aceh
Tengah Nomor 5 Tahun 2002 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat
Daerah, Sub Bagian Hubungan Masyarakat mempunyai tugas :
1. Melakukan hubungan timbal balik antar pemerintah daerah dengan masyarakat umum
dan organisasi kemasyarakatan untuk memperjelas kebijakan dan kegiatan pemerintah
daerah.
2. Melakukan hubungan intern dengan satuan dan unit kerja di lingkungan Pemerintah
Daerah.
3. Melaksanakan usaha untuk peningkatan peliputan kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat.
4. Melaksanakan koordinasi/kerja sama dengan organisasi kewartawanan.
5. Melaksanakan tugas sebagai juru bicara pemerintah daerah sesuai dengan petunjuk
Bupati.
6. Menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang kehumasan.

2. Kualitas Masukan SDM Non Manusia


Sumberdaya bukan manusia atau sekarang sering diistilahkan modal fiskal dan
modal finansial (Thomas dkk, 2000) mendukung dan menunjang atau malah
mempengaruhi kiprah kinerja sumber daya manusia. Seluruh staf yang bergerak di Humas
dan Kantor Infokom dapat bertindak, bebruat dan melakukan sesuatu secara lebih
maksimal dalam melaksanakan tugas berkat tersedianya secara memadai sejumlah
sumberdaya bukan manusia. Bangunan dan ruang, prasarana (infrastruktur), perlengkapan
kantor (furniture, mesin, computer dll) dan dana merupakan sejumlah sumberdaya bukan
manusia yang perlu disediakan karena secara signifikan dapat mempengaruhi kinerja
sumberdaya manusia.
Secara kuantitatif bangunan dan ruang yang dipergunakan Kantor Infokom sangat
representatif untuk melakukan kegiatan karena gedung yang dipergunakan adalah bekas
Kantor Departemen Penerangan. Prasarana (infrastruktur), perlengkapan kantor dan alat
bantu kegiatan yang dimiliki Kantor Infokom kelihatan kurang memadai untuk
melaksanakan tugas karena peralatan yang dimiliki sebagian merupakan bekas peralatan
lama yang pernah dipergunakan semasa masih ada Departemen Penerangan.
Sementara itu di lingkungan Humas, terjadi hal yang sebaliknya. Bangunan atau
ruangan yang dimiliki sangat terbatas karena terbatasnya ruangan yang ada di sekretariat
daerah. Humas yang memiliki staf sebanyak 13 orang hanya menempati satu ruangan.
Namun demikian infratruktur yang dimilikinya sangat memadai dengan tersedianya
perlengkapan yang dibutuhkan dalam setiap operasional kegiatannya.

3. Kualitas Masukan Perangkat Lunak


Dalam penyelenggaraan pengelolaan informasi seperti halnya masukan
sumberdaya manusia dan sumber daya bukan manusia, masukan perangkat lunak
menunjang dan menentukan beroperasi tidaknya dan berjalan tidaknya secara efektif dan
maksimal proses penyampaian informasi di masyarakat. Tidak jarang perangkat lunak
diyakini lebih penting dari pada sumberdaya bukan manusia meski tidak sepenting
sumber daya manusia (Suryadi dan Budimansah, 2004 : 243-245) Implikasinya perangkat
lunak harus ada dan tersedia di bagian pengelolaan informasi secara memadai supaya
implementasi penyebaran informasi kepada masyarakat dengan baik, efektif, mencapai
maksud dan tujuannya.
Sebagai pengelola informasi resmi milik pemerintah, Humas dan Infokom
memiliki peraturan perundangan, diskripsi tugas pokok dan fungsi, rencana dan program
kegiatan. Diskripsi tugas pokok dan fungsi ini menjadi dasar atas rencana dan program
kegiatan Humas dan Infokom. Perangkat lunak yang terdapat di Humas jauh lebih mapan
dibandingkan dengan perangkat lunak yang ada di Kantor Infokom karena eksistensi
humas yang sudah berlangsung lama sementara eksistensi Kantor Infokom msih berjalan
beberapa tahun setelah pelaksanaan otonomi daerah.

4. Kualitas Masukan Harapan Humas dan Infokom


Implementasi penyebarluasan informasi selalu dikaitkan dengan harapan
terjadinya peningkatan kualitas pelayanan informasi. Oleh sebab itu menjadi kewajiban
setiap pengelola informasi untuk menerapkan harapan dan dorongan yang jelas, pasti,
tinggi dan unggul dibidang kualitas pelayanan informasi dengan dilandasi oleh semangat
ingin menjadi lebih baik. Demikian juga Humas dan Infokom Pemerintah Kabupaten
Aceh Tengah yang mengimplementasikan sistim pengelolaan informasi harus memiliki
harapan yang jelas, mantap dan tinggi serta terfokus untuk meraih kualita pelayanan
informasi. Harapan itu tergambar dalam rencana dan strategi (renstra) khususnya visi,
misi dan tujuan serta sasaran masing-masing pengelola informasi.
Berdasar pengamatan, harapan yang tertuang dalam bentuk visi, misi, rencana
jangka panjang, rencana pengembangan, rencana pelayanan dan lain-lain sudah ada dan
telah ditetapkan di Humas dan Infokom. Hampir semua karyawan juga mengetahui
adanya visi dan misi tersebut karena seringkali ditempelkan di dinding dalam ruangan
kerja.

5. Kualitas Proses Sistem Informasi


Dalam pelaksanaan sistem informasi di Kabupaten Aceh Tengah proses sistem
informasi menempati kedudukan dan arti penting dan strategis. Proses sistem informasi
ini bersangkutan dengan bekerja tidaknya fungsi-fungsi manajemen di Humas dan Badan
Infokom. Dalam kontek pelaksanaan sistem informasi di Kabupaten Aceh Tengah, proses
sistem informasi sudah cukup memadai bila dilihat secara makro, tidak harus secara
mikro. Secara mikro proses sistem informasi yang mencerminkan terlaksana tidaknya
atau berfungsi tidaknya pelaksanaan sistem informasi secara organis, bukan mekanis dan
artificial, dalam penyelenggaraan proses sistem informasi.
Berdasar hasil wawancara dengan Kasub Bagian Hubungan Masyarakat
Kabupaten Aceh Tengah diketahui bahwa hampir semua pegawai pemerintah mendukung
manajemen proses sistem informasi dengan menjadikan humas sebagai satu-satunya
sumber informasi. Untuk itu unit kerja yang lain siap memberi bantuan Humas dengan
memberikan informasi yang diperlukan.

A. Kondisi Proses Penyebaran Informasi


Dalam implementasi sistim informasi, proses penyebaran mendapat perhatian
utama sehingga harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin. Hal
ini dikarenakan proses penyebaran iformasi secara langsung menentukan kualitas
keluaran informasi secara kognitif afektif dan behavior. Artinya tinggi rendahnya kualitas
keluaran sistim informasi ditentukan oleh proses penyebarannya. Hasil pengamatan dan
wawancara dengan kepala Kantor Infokom dan Kepala Sub Bagian Humas, menunjukkan
bahwa baik Kepala Humas dan Kantor Infokom memiliki kesadaran akan kedudukan
proses penyebaran informasi sebagai inti proses sistem pengelolaan informasi guna
mencapai kompetensi koqnitif, afektif dan behavior yang ditentukan dalam juknis dan
juklak. Selain itu dari diri, sikap dan perilaku mereka sebagai pemimpin dan pelaksana
yang mempunyai komitmen, semangat dan etos kerja yang cukup kuat untuk
melaksanakan proses penyebaran informasi.

B. Kondisi Proses Pengelolaan Sistem Informasi


Proses pengelolaan program penyebran informasi perlu dilakukan secara bersama-
sama oleh tim kerja yang kompak cerdas dan dinamis. Seiring dengan itu partisipasi
semua pihak menjadi penting selain kolaborasi, kerjsama dan sinergi antara program.
Pekerjaan dan tanggungjawab pengelolaan program harus dibagi pada semua pihak dalam
mengelola informasi, bukan terpusat pada beberapa orang atau kepala dinas/kepala bagian
tidak boleh mendominasi pekerjaan dan tanggungjawab melainkan harus mengkoordinasi
dan mensinergikan berbagai pihak yang disertai pekerjaan dan tanggungjawab yang
mengelola informasi. Dalam proses pengelolaan informasi ini Humas dan Infokom
mengelola informasi secara sistematis, agar dapat dikembangkan menjadi pengetahuan
yang bermanfaat guna peningkatan kualitas kehidupan dan pembangunan, menjadi pusat
informasi dan komunikasi bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah sekaligus
berperan menjadi pusat pembelajaran dan pengetahuan. Bersinergi dengan seluruh
Dinas/Badan/Kantor, ormas, Orpol, LSM dan masyarakat untuk menjawab tantangan
masa kini maupun masa depan.
6. Kualitas Keluaran Sistim Informasi
Setiap proses penyebaran informasi selalu meniscayakan keluaran bahkan juga
hasil dan dampak sistim pengelolaan informasi walaupun keduanya tidak dapat diketahui
atau diukur seketika, karena karakteristik masing-masing. Karena itu dalam kontek
pengelolaan sistim informasi, perhatian di fokuskan pada keluaran pelayanan informasi,
bahkan bila mungkin diperhatikan pula hasil dan dampak pelayanan informasi. Keluaran
pelayanan informasi berkaitan dengan kinerja atau prestasi lembaga pengelola informasi
secara komprehensif. Prestasi pelayanan informasi dapat berupa produktifitas, efektifitas,
efisiensi, inovasi dan moralitas atau etos kerja. Dalam pelayanan informasi Prestasi
pelayanan informasi dilihat secara komprehensif dari pencapaian tujuan kegiatan
program. Kinerja atau pencapaian tujuan ini erat kaitannya dengan masukan yang ada
sebelumnya diantaranya sumber dana yang tersedia untuk menghasilkan keluaran berupa
produktifitas kerja. Keluaran yang terjadi di Infokom cukup memadai meski sumberdana
yang tersedia terbatas. Diantaranya melakukan kegiatan-kegiatan yang menggunakan
sumber dana kecil atau tanpa sumber dana seperti pengkoordinasian penyampaian
informasi secara terjadwal oleh dinas-dinas yang ada di Kabupaten Aceh Tengah radio
yang dikelola Infokom. Kegiatan yang memerlukan sumber dana yang besar sangat
terbatas pelaksanaannya, bahkan buletin yang telah ada sejak Departemen Penerangan
masih eksis, saat ini berhenti terbit. Disamping keterbatasan dana SDM yang mengelola
buletin tersebut pindah ke Humas untuk menangani tabloid Humas.
Sebagai lembaga yang memiliki sumber dana yang cukup besar, humas bisa lebih
produktif menghasilkan keluaran dalam melaksanakan tugas yang diembannya. Keluaran
humas yang cukup menonjol adalah terlayaninya kebutuhan wartawan untuk memperoleh
informasi melalui humas, lancar dalam berkoordinasi dengan satuan atau unit kerja di
pemerintah Kabupaten. Humas juga menghasilkan tabloid yang peredarannya cukup besar
meski masih di lingkungan pegawai pemerintah.

G. Pembahasan
Berdasar uraian diatas, dapat ditarik satu model teoritis pelaksanaan sistem
informasi. Model teoritis yang dimaksud digambarkan sebagai berikut :
Kebijakan otonomi daerah memberi kewenangan lebih besar kepada daerah. Kewenangan
yang lebih besar ini diharapkan membuat daerah mandiri dalam mengurus kepentingan
masyarakat berdasarkan aspirasi masyarakat setempat. Disamping itu dengan kewenangan
lebih besar diharapkan daerah mampu menemukan masalah yang mencatat di daerahnya
dan sekaligus mampu mencari solusi terbaik sesuai dengan kondisi dan karakteristik
daerah. Kemandirian daerah ini diharapkan dapat mencapai apa yang diharapkan dapat
mencapai apa yang menjadi tujuan kebijakan otonomi daerah, yang salah satunya
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
Kebijakan otonomi daerah melahirkan sistem informasi di daerah sesuai dengan
apa yang diputuskan bersama antara Pemerintah Kabupaten dan DPRD menjadi Peraturan
daerah (Perda). Di Kabupaten Sistem informasinya dilaksanakan oleh Humas dan Kantor
Infokom. Tujuan adanya dua lembaga yang menangani informasi ini adalah untuk
meningkatkan pelayanan informasi kepada masyarakat.
Dibentuknya Humas diantaranya sebagai juru bicara pemerintah, melakukan
hubungan timbal balik antar pemerintah daerah dengan masyarakat umum dan organisasi
kemasyarakatan untuk memperjelas kebijakan dan kegiatan pemerintah daerah,
melakukan hubungan intern dengan satuan dan unit kerja di lingkungan Pemerintah
Daerah, melaksanakan usaha untuk peningkatan peliputan kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat dan melaksanakan koordinasi/kerja
sama dengan organisasi kewartawanan. Sementara tugas Kantor Infokom adalah
melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah di bidang informasi dan komunikasi
yang meliputi informasi, media informasi dan publikasi.

Sistem Informasi di Pemerintah Kabupaten


KEBIJAKAN
OTONOMI DAERAH
H. Kesimpulan
1. Perlunya kerjasama antar Humas dan Kantor Infokom dengan semua pihak utamanya
Dinas/Badan/Kantor di Pemerintah Kabupaten untuk memberikan pelayanan
informasi pada yang membutuhkan pelayanan.
2. Sarana, prasarana dan sumber dana yang terbatas di Kantor Infokom membuat hasil
akhir atau keluaran berupa hasil dan produktifitas kerja cukup terbatas, sementara di
Humas karena sarana, prasarana, anggaran operasional yang dimiliki bisa untuk
membiayai kegiatan yang dilakukan, produktifitasnya cukup besar.
3. Kegiatan Humas yang banyak berhubungan dengan unit kerja di Pemda yang
memiliki tingkat eselon yang lebih tinggi bisa menjadi hambatan bagi humas meski
gengsi posisi humas cukup tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

SISTEM
Gelinas, Oranda Wiggins, Information System Theory and Practice, New York, 1990.
Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 52 Tahun 2002 tentang Perubahan
Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 22 Tahun 2000 tentang

PELAKSANAAN
Susunan Organisasi Tataruang, Sekretariat Daerah.
Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 8 Tahun 2002 tentang Perubahan atas
Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Tengah Nomor 26 Tahun 2000 tentang

INFORMASI
Susunan Organisasi Tata Kerja Kantor Kepala Daerah.
Riwu Kaho, Yosep, Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, Rineka
Cipta, Jakarta, 1987.
Suryadi dan Budimansah, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah,
Yogyakarta, Kanisius.
Shrode, William A and Dan Voich, Jr, Organisasi and Management; Basic System
Conceps, or win Book, co, Malaysia, 1974.
Tatang M. Amiran, Pokok-Pokok Teori Sistem, PT Raja Grafika Persada,Jakarta,2001.

TELEPON SELULER DAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI MASYARAKAT


PEDESAAN 2
(Studi Di Desa Pertumbukan, Kecamatan Wampu,Kabupaten Langkat)
Oleh
Budiman **
2
Telah diseminarkan pada tanggal 10 Juli 2008 di Pematangsiantar dalam acara Seminar Peningkatan, Pengembangan SDM
Peneliti Kominfo Menuju Masyarakat Informasi Sumatera Utara., dan diseminarkan pada tanggal 30 Oktober – 1 November 2008
di Cisarua, Bogor dalam acara Temu Ilmiah Peneliti X Badan Penelitian Dan Pengembangan SDM Depkominfo RI
** Penulis adalah Peneliti Pertama bidang Komunikasi Sosial pada BBPPKI Medan

KEBIJAKAN
Abstrak
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mengalami kemajuan yang
sangat pesat. Satu diantaranya adalah telepon seluler (telepon seluler, disamping tren
teknologi ini terus berkembang, juga dari aspek pemanfaatannya telah merambah hingga
ke pedesaan. Hampir setiap orang menjadikan telepon seluler ini sebagai kelengkapan
sehari-hari sebagai media komunikasi.
Penelitian ini bersifat deskriptif yakni hanya memaparkan situasi dan peristiwa
apa adanya dengan memberikan gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu,
keadaan, gejala, atau kelompok pada masyarakat Desa Pertumbukan bagaimana dalam
memanfaatkan telepon seluler. Pemanfaatan telepon seluler ini berdasarkan aspek-aspek
kebutuhan yang diadopsi dari asumsi-asumsi Teori Uses and Gratifications yang sudah
lazim digunakan untuk meneliti media komunikasi modern yang berkonvergensi.
Hasil temuan penelitian berdasarkan kebutuhan informasi, diversi, identitas
personal dinyatakan bahwa telepon seluler sarana media untuk berkomunikasi yang
dibutuhkan dan telah membantu masyaraka pedesaan.

Kata Kunci : Telepon Seluler,Efektivitas Komunikasi,dan Masyarakat Pedesaan.

Latar Belakang Masalah


Kemajuan dan rambahan teknologi komunikasi berupa telepon seluler (telepon
seluler) yang semakin pesat dan maju tidak dapat kita hindari. Tidak ada khalayak yang
secara tegas menolak hadirnya teknologi yang banyak diminati oleh berbagai kalangan
tersebut. Secara tidak langsung memang teknologi komunikasi membawa berbagai
keuntungan bagi mereka penggunanya. Perkembangan jenis telepon seluler semakin hari
semakin meningkat. Mulai dari fasilitas yang disediakan sampai bentuknya.
Perkembangan pesat dalam dunia sistem komunikasi kita tentunya akan mengubah pola
komunikasi yang terjadi di masyarakat selama ini.
Sebelumnya nyaris sistem komunikasi yang berkembang di Indonesia masih
memakai peralatan sederhana (media tradisional maupun tatap muka). Akan tetapi
delapan tahun terakhir, Indonesia diramaikan dengan pola komunikasi melalui telepon
seluler atau biasa disebut dengan HandPhone (HP). Bagi orang komunikasi, menyebutnya
dengan komunikasi seluler.
Melihat data perkembangan pengguna telepon seluler di Indonesia terus
berkembang pesat dari tahun ke tahun, sebagai berikut:

Data Perkembangan Pengguna Telepon seluler Di Indonesia


Sumber : http://data.un.org/ diakases tgl 12/5/08
Dan hingga sampai tahun 2007 telah terdapat 85 juta pelanggan telepon seluler dan
sementara hanya 10 juta pelanggan telepon tetap (fixed) di Indonesia
(http://www.pintunet.com/lihat_opini.php?pg= 2007/10/27102007/65568 - diakses tgl
11/4/08).
Kepintaran, kecanggihan dan fasilitas yang dimiliki oleh teknologi komunikasi
menjadi tolok ukur seberapa besar fungsi dan kebutuhan dari teknologi komunikasi itu
bagi penggunanya tanpa memikirkan dampak yang akan timbul dari pemakaian teknologi
tersebut. Secara nyata jelas terlihat bahwa teknologi komunikasi memberikan keuntungan
yang sangat besar bagi penggunanya terutama dalam hal berkomunikasi (komunikasi
tidak lagi rumit seperti dulu). Teknologi telekomunikasi membuat dunia semakin dekat
dan menyatu karena waktu dan jarak semakin pendek, pergerakan informasi berjalan
dengan cepat dan menyebar sesuai dengan tujuan tergantung siapa yang membutuhkan.
Dari pra-riset yang dilakukan peneliti (19-22 Februari 2008) di Desa
Pertumbukan, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat diperoleh gambaran tentang pola
penggunaan telepon seluler oleh masyarakat desa tersebut yakni, secara umum
memberikan kontribusi yang baik dalam kecepatan mendapatkan informasi. Namun kalau
diperhatikan secara seksama pola penggunaan telepon seluler berdasarkan motif jelas
berbeda dari aspek sosiodemografis masyarakat. Ada yang menggunakan untuk
kelancaran usaha/niaga hasil-hasil bumi atau pertanian, silaturahmi dengan keluarga atau
teman, sebagai hiburan dan lain sebagainya. Namun dengan memiliki telepon seluler
juga telah menambah biaya pengeluaran bagi setiap keluarga terutama untuk pembelian
pulsa, hal ini masyarakat menjadi konsumtif . Belum lagi berkembangnya model telepon
seluler dari berbagai merek dagang yang semakin canggih dan terus bergulir yang
menggoda konsumen melalui iklan dengan mengkaitkan terhadap gaya hidup tertentu.
Bagaimana tentang pola penggunaan telepon seluler dan sikap masyarakat desa, penulis
merasa tertarik untuk melakukan penelitian.

Permasalahan
Dari fenomena yang terjadi pada masyarakat di atas maka untuk mencari
informasi tersebut di rangkum dalam pertanyaan sebagai berikut :
Bagaimanakah penggunaan dan sikap masyarakat Desa Pertumbukan terhadap telepon
seluler ?
Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana penggunaan telepon seluler dan sikap masyarakat
Desa Pertumbukan.

Manfaat
Secara praktis, hasil penelitian ini walau dalam cakupan wilayah penelitian yang
kecil diharapkan dapat dijadikan masukan bagi pemerintah melalui Depkominfo untuk
mengkaji stategi perkembangan TIK khususnya telepon seluler dalam hal tren
penggunaannya.
Dan secara teoretis, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran pada studi Ilmu Komunikasi dan untuk mengetahui perkembangan serta
penerapan teori uses and gratification, dimana dalam penelitian ini berusaha untuk
menggambarkan motif kebutuhan dalam penggunaan telepon seluler bagi masyarakat
pedesaan. Dari penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
perkembangan studi komunikasi serta mampu memperkaya varian, alternatif rujukan juga
sebagai khasanah referensi dalam penelitian-penelitian tentang khalayak di masa
mendatang terhadap pemanfaatan industri teknologi komunikasi dan informasi, terutama
telepon seluler.

KAJIAN TEORETIS
Kajian Pustaka
Inovasi besar di bidang teknologi informasi dan komunikasi dalam empat dekade
terakhir ini adalah ditemukannya telepon seluler atau handphone (HP). Telepon seluler
telah berkembang secara fenomenal, baik dari model/merk maupun dari jumlah
pengguna. Goswami dalam tulisannya “Sustainability Proyek Harus Dipikirkan”,
mencontohkan jumlah produksi telepon seluler mencapai 6,6 juta; dan investasi di bidang
infrastruktur telepon seluler sangat agresif dilakukan oleh berbagai operator. Pada tahun
2006 nilai investasi infrastruktur telepon seluler yang dilakukan operator lebih dari US$
2,5 miliar. Di sini, para operator melakukan ekspansi jaringan. Salah satu contoh
gambaran lengkapnya sebagai berikut: sejak tahun 2005, Telkomsel menambah BTS-nya
dari 7.741 menjadi 12.156 sehingga terdapat pertumbuhan sebesar 57%
(http://www.majalahindonesia.com /divakar_ goswami.htm ).
Bidang komunikasi sekarang ini sedang mengalami perubahan besar. Karena
media teknologi baru yang memberi banyak kemudahan bagi pengguna, konsep dasar
komunikasi massa mengalami perubahan. Teori komunikasi massa butuh penyesuaian
dan beradaptasi dengan perubahan-perubahan itu. Teori-teori yang sudah ada mungkin
masih bisa dipakai, tetapi yang lain mungkin memerlukan modifikasi untuk
menyesuaikan dengan lingkungan baru ini (Severin dan Tankard, 2005)
Terkait dengan pola penggunaan telepon seluler, teori Uses and Gratification
dianggap tepat sebagai acuan untuk memahaminya. Teori ini mengusulkan bahwa
khalayak (pengguna) memainkan peran dalam pemilihan dan penggunaan media.
Khalayak berperan aktif dalam mengambil bagian dalam proses komunikasi dan
diorientasikan pada tujuan penggunaan media. Menurut pencetus teori ini, Blumler dan
Katz (1974) mengutarakan bahwa seorang pengguna media mencari sumber media yang
terbaik guna memenuhi kebutuhan mereka. Uses and Gratifications mengangkat bahwa
pengguna memiliki pilihan-pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhan mereka
(http://www.uky.edu/~drlane/capstone/contexts.htm ). Teori ini berpandangan bahwa
manusia menggunakan media karena dianggap memiliki manfaat baginya. Manusia
sebagai individu aktif dan memiliki tujuan, mereka bertanggung-jawab dalam pemilihan
media yang akan mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan dan individu ini tahu
kebutuhan mereka dan bagaimana memenuhinya. Media dianggap hanya menjadi salah
satu cara pemenuhan kebutuhan dan individu bisa jadi menggunakan media untuk
memenuhi kebutuhan mereka.
Perilaku ini biasanya dipengaruhi oleh predisposisi sosial dan psikologinya.
Tentang hal ini Katz dan Blumer mengatakan sebagai berikut :
The social and psychological origins of, Needs which generate,Expectation,The mass
media or other sources which lead to,Diffferential pattern of media exposure (or
engagement in other activities)resulting in,Need perhaps mostly unitended ones.
(Pendekatan Uses and Gratification berhubungan dengan kebutuhan sosial dan psikologis
yang membentuk harapan pada media massa atau sumber lain yang mengakibatkan pola
terpaan media yang berlainan yang menghasilkan kepuasan dan konsekuensi –
konsekuensi lain yang tidak diinginkan) (Katz, Blumer, Gurevitch, 1994).
Sejak dicetuskan pertama kali pendekatan ini terus mengalami penyempurnaan
oleh para ahli komunikasi melalui berbagai jenis penelitian. Walaupun mereka
menggunakan sudut pandang metodologi yang berbeda-beda, namun secara global dapat
dikatakan bahwa pendekatan Uses and Gratification memiliki asumsi bahwa audien
dipandang aktif, memiliki kebutuhan kebutuhan tertentu, tersedianya berbagai alternatif
komunikasi, dan secara sadar audien memilih saluran komunikasi dan pesan–pesan paling
memenuhi kebutuhanya (Elihu Katz, dkk,1999). Namun demikian pemikiran tersebut
jelas bahwa pendekatan Uses and Gratification merupakan kritik dari sudut pandang
teori-teori yang terdahulu. Pada pendekatan ini audien tidak lagi dipandang sebagai pasif,
melainkan memiliki harapan-harapan dan kebutuhan–kebutuhan. Juga dalam penggunaan
media, audien memiliki motivasi–motivasi tertentu yaitu mencari pemuasaan atas dasar
kebutuhannya terhadap media massa tersebut. Katz dan Blumer selanjutnya
mengemukakan ada beberapa faktor sosial yang menyebabkan timbulnya kebutuhan
seseorang yang berhubungan dengan media, yaitu :
Social situation produces tensions and conflict, leading to resure for their easement via
mass media consumption (Situasi sosial menimbulkan ketegangan dan pertentangan.
Orang berusaha melepaskan dirinya dari hal itu dengan mengkonsumsi media massa ).
Social Situation creates an awareness of problem that demand attention, information
about which may be sought in the media. (Situasi sosial menciptakan kesadaran akan
adanya masalah-masalah yang membutuhkan perhatian dan informasi. Informasi itu
dapat dicari lewat media ).
Social situation gives to rise certain values, the affirmation and reinforcement of which is
facilitated by the consumption media material ( Situasi sosial memberikan dukungan dan
penguatan pada nilai – nilai tertentu melalui konsumsi media yang selaras ) (Katz,
Blumer, Gurevitch, 1974) .
Perkembangan lebih lanjut penggunaan teori Uses and Gratifications banyak
diterapkan pada penelitian penggunaan media baru seperti internet ( computer mediated
communication) bahkan pada telepon seluler. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh
Louis Leung dan Ran Wei (2000) mempelajari Kegunaan dan Kepuasan pada telepon
seluler. Leung dan Wei tertarik tentang mengapa orang menggunakan telepon seluler dan
apakah alasan mereka yang berbeda dari mengapa mereka menggunakan telepon kabel
dan jaringan. Selanjutnya, Leung dan Wei mengamati, serupa dengan pemyataan Gilder,
bahwa "telepon seluler baru menggambarkan suatu konvergensi teknologi hibrid ketika ia
mengaburkan batasan antara industri telekomunikasi dan penyiaran. Simpulan studi yang
dilakukan Leung dan Wei mengindikasikan bahwa teori Kegunaan dan Kepuasan,
khususnya ketika dikombinasikan dengan teori lainnva, Difusi Inovasi (Difusion of
Innovations), dapat menjelaskan penggunaan telepon seluler. Kemampuan Leung dan Wei
untuk menerapkan teori Kegunaan dan Kepuasan pada teknologi baru dijelaskan oleh
pengamatan Shanahan dan Morgan (1999) bahwa terdapat "konsistensi lingkungan dari
isi pesan yang kita konsumsi dan pada sifat dasar dari lingkungan simbolik di mana kita
hidup" meski jika terjadi perubahan distribusi teknologi. Siranahan dan Morgan
menambahkan bahwa teknologi baru selalu dikembangkan dengan mengadopsi isi pesan
dari teknologi dominan sebelumnya.(West dan Turner, 2008)
Dari studi Louis Leung dan Ran Wei (2000) yang menggunakan teori ini juga
menyatakan bahwa mobilitas, kekinian, dan intrumentalitas yang terdapat pada telepon
seluler merupakan intrumen motivasi yang kuat yang diikuti dengan rasa ikatan
kekeluargan atau sosial. Manfaat kepuasan langsung juga dapat dirasakan oleh
penggunanya, dimana dan kapan saja (Leung dan Wei, 2000).
Mengenai fungsi media massa terhadap pemenuhan kebutuhan audien tersebut, Harold D
Laswell pernah mengajukan 3 fungsi media yaitu yaitu pengawasan (Surveyllance),
korelasi (Correlation), dan transmisi budaya atau sosialisasi (Cultur Transmission and
Socialisation). Tiga fungsi ini kemudian ditambah oleh Charles Wright yaitu fungsi
hiburan (Entertaiment). Di sini media dianggap memberikan hiburan, kesempatan
melarikan diri dari kesibukan sehari-hari, informasi dan lain sebagainya. Menurut
Stephenson media massa hanya memenuhi satu jenis kebutuhan saja, yaitu memuaskan
hasrat bermain atau melarikan diri dari kenyataan. Sedangkan menurut Wilbur Scramm,
media massa memenuhi kebutuhan akan hiburan dan informasi . Ahli komunikasi lainnya
menyebutkan dua fungsi; media massa memenuhi kebutuhan akan fantasi dan informasi
– menurut Weiss; atau hiburan dan informasi – menurut Wilbur Schramm. Yang lain
lagi menyebutkan tiga fungsi media massa dalam memenuhi kebutuhan, surveillance
(pengawasan lingkungan), correlation (hubungan sosial), dan hiburan dan transmisi
kultural – seperti yang dirumuskan oleh Harold dan Charles Wright. Motif kognitif
menekankan kebutuhan manusia akan informasi dan kebutuhan untuk mencapai tingkat
ideasional tertentu. Motif afektif menekankan aspek perasaan dan kebutuhan mencapai
tingkat emosional tertentu (Rahmat, 2000 ).
Kebutuhan kognitif menekankan pada kebutuhan akan informasi dan pencapaian
tingkat ideasional tertentu, sedangkan kebutuhan afektif ditandai oleh kondisi perasaan
atau dinamika yang menggerakan manusia mencapai tingkat perasaan tertentu. Sejumlah
ahli media akhirnya mulai beralih dari sekedar mengumpulkan jenis jenis kebutuhan
audien kepada suatu model penelitian baru karena dari hasil–hasil studi mereka
menunjukkan jenis–jenis kebutuhan yang sama. Dengan demikian kecenderungan
penelitian tentang Uses and Gratification mulai bergeser dan bertambah maju.
Perkembangan ini diawali oleh penelitian Palmgreen dan Rayburn pada tahun 1979,
yang membedakan antara Gratification Sought (GS) dan Gratification Obtained (GO),
yaitu apa yang diharapkan audien dari media massa dengan apa yang diperolehnya dari
media tersebut. Dalam teori Uses and Gratification yang dikembangkan oleh Palmgreen
dan Rayburn, kebutuhan atau motif yang menuntun seorang individu untuk
menggunakan suatu media dipandang sebagai Gratification Sought atau kepuasan yang
dicari atau diharapkan (Dimmick, 1984).
Tetapi seperti yang di jelaskan Blumer (1994), fungsi–fungsi ini belum cukup
untuk menggambarkan seluruh fungsi yang ada. Para peneliti media massa kemudian
mencoba mengumpulkan seluas dan sebanyak mungkin daftar–daftar kebutuhan sosial
dan psikologis yang dianggap audien sebagai terpenuhi dengan memanfaatkan media
massa. Dan setelah mengamati hasil–hasil yang diperoleh dilapangan, ternyata terdapat
jenis–jenis kebutuhan yang setiap kali muncul walaupun sampelnya berbeda-beda. Jenis-
jenis kebutuhan ini kemudian oleh para ahli dikelompokan menjadi beberapa kelompok.
Secara umum kebutuhan yang sering disebut dan digunakan oleh para peneliti media
adalah, “ Surveyllance” (pengawasan), “Relaxation” (relaksasi), “Diversion” (pelepasan),
“ Knowledge” (pengetahuan), “Entertaiment” (hiburan), dan “Interpersonal Utility”
(kegunaan pribadi) (Palmgreen, 1981, dan Dimmick, 1984) .
Kemudian riset lebih lanjut yang dilakukan oleh Dennis McQuail dan kawan-
kawan, mereka menemukan empat tipologi motivasi khalayak yang terangkum dalam
skema media – persons interactions sebagai berikut :
Diversion, yaitu melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi;
Personal relationships, yaitu persahabatan; kegunaan sosial; Personal identity, yaitu
referensi diri; eksplorasi realitas; penguatan nilai; Surveillance (bentuk-bentuk pencarian
informasi) (dalam Junaedi, 2005, http://komunikasimassa-umy.blogspot. com).
Dari berbagai jenis kebutuhan tersebut, William J Mc Guire (dalam Muchati 1972)
kemudian mengelompokan jenis-jenis kebutuhan tersebut menjadi 2 dimensi, yaitu
kebutuhan yang bersifat afektif (yang berkaitan dengan perasaan) dan kebutuhan kognitif
(yang berkaitan dengan pengetahuan). Mengenai kebutuhan kognitif dan afektif Nurudin
menjelaskan, kebutuhan kognitif adalah kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan
informasi, pengetahuan, dan pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan
pada hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan, juga memuaskan rasa penasaran
dan dorongan untuk penyelidikan kita. Kebutuhan afektif adalah kebutuhan yang
berkaitan yang berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis,
menyenangkan, dan emosional. (Nurudin, 2007)
Kemudian dari teori Utilitarian memandang individu sebagai orang yang
memperlakukan setiap situasi sebagai peluang untuk memperoleh informasi yang berguna
atau keterampilan baru yang diperlukan dalam menghadapi tantangan hidup. Dalam
konsep ini hidup dipandang suatu medan yang penuh tantangan , tetapi yang juga dapat
diatasi dengan media massa. Komunikasi massa dapat memberikan informasi,
pengetahuan dan keterampilan. Ada berbagai kebutuhan yang dipuaskan oleh media
massa. Pada saat yang sama, kebutuhan ini dapat dipuaskan oleh sumber-sumber lain
selain media massa. Kita ingin mencari kesenangan, media massa dapat memberikan
hiburan. Kita mengalami goncangan batin, media massa memberikan kesempatan untuk
melarikan diri dari kenyataan. Kita kesepian, dan media massa berfungsi sebagai sahabat.
Tentu saja, hiburan, ketenangan, dan persahabatan dapat juga diperoleh dari sumber-
sumber lain seperti kawan, hobi, atau tempat ibadat (Rahmat, 2000).
Elemen “pola terpaan media yang berlainan” pada Teori Uses and Gratifications
berkaitan dengan media exposure atau terpaan media, karena mengacu pada kegiatan
menggunakan media (Kriyantono, 2006). Selanjutnya terpaan media menurut Rosengreen
(1974), dapat dioperasionalkan menjadi jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai
jenis media, isi media yang dikonsumsi, dan berbagai hubungan antara individu
konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media keseluruhan
(Rahmat, 2001). Sedangkan menurut Sari (dalam Kriyantono 2006) dapat
dioperasionalkan menjadi jenis media yang digunakan, frekuensi penggunaan, maupun
durasi penggunaan .
Efek diartikan sebagai semua jenis perubahan yang terjadi didalam diri seseorang
setelah menerima sesuatu pesan komunikasi dari suatu sumber. Perubahan yang dimaksud
dapat meliputi perubahan pengetahuan, sikap, dan prilaku nyata. (Wiryanto, 2000). Pada
teori Uses and Gratifications, manusia yang berperan dalam menentukan efek media.
Teori ini digambarkan sebagai “a dramatic break with effects traditions of the past”,
suatu loncatan dramatis dari model Jarum Hipodermik.
Menurut Steven M. Chaffe (dalam Rahmat, 2004) efek media massa akan
menyebabkan perubahan yang terjadi pada diri khalayak, seperti penerimaan informasi,
perubahan perasaan atau sikap, dan perubahan prilaku (dengan istilah lain, perubahan
kognitif, afektif dan behavioral).

Ada 3 macam efek komunikasi massa, antara lain:


• Efek Kognitif: terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami atau
dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan,
keterampilan, kepercayaan atau informasi.
• Efek Afektif : timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau
dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap atau nilai.
• Efek Behavioral : merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, meliputi pola-
pola tindakan, kegiatan dan kebiasaan berperilaku (Rakhmat, 2004).
Berbagai keuntungan relatif yang dirasakan dari telepon seluler yang mengungguli
telepon tetap karena mobilitas dan efisiensinya yang lebih besar. AM Townsend (2000)
menyatakan, di negara-negara berkembang telepon seluler telah mengurangi kesenjangan
berkomunikasi di masyarakat. Penelitian yang dilakukan International
Telecommunication Union (2001) menemukan bahwa jumlah penggunaan telepon seluler
di 100 negara-negara miskin melampaui telepon tetap dan komputer, karena harga telepon
seluler terjangkau. Pemanfaatan telepon seluler berbeda pada setiap kelompok
masyarakat. Bagi pelaku bisnis, telepon seluler lebih banyak digunakan untuk hal-hal
yang berkaitan dengan pekerjaan. Kalaupun digunakan untuk hal-hal yang sifatnya
menghibur, biasanya dilakukan pada waktu senggang. ( Fritz E Simandjuntak dalam
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0405/05/telkom/1002910htm ).
Menurut data majalah Komputer Aktif (no. 50/26 Maret 2003) berdasarkan survei
Siemens Mobile Lifestyle III menyebutkan bahwa 60 persen remaja usia 15-19 tahun dan
pasca-remaja lebih senang mengirim dan membaca SMS (Short Messege Service)
daripada membaca buku, majalah atau koran. Dalam hal ini komunikasi melalui telepon
seluler seperti pengiriman SMS ternyata berdampak buruk untuk menurunkan minat baca
masyarakat. Ini bisa dikatakan pula bahwa budaya baca yang sudah terancam dengan
budaya dengar dan lihat diancam lagi oleh budaya mengirim SMS. SMS dalam hal ini
lebih berfungsi sebagai hiburan saja. Bahkan menurut data Kompas (4 April 2003) yang
melakukan street polling yang dilakukan pada 100 remaja SMU di Jakarta, Bogor,
Bandung, dan Semarang menunjukkan bahwa 51 persen mereka mengirim SMS 11-20
kali, 35 persen 2-10 kali dan 14 persen lebih dari 20 kali sehari. Data yang merupakan
fenomena ini jelas menjadi salah satu potret dampak komunikasi melalui telepon seluler.
Bahkan, sebesar 73 persen mereka mengeluarkan biaya untuk membeli voucher
perbulannya sekitar 100-200 ribu, 9 persen antara 201-300 ribu dan 8 persen lebih dari
300 ribu perbulan. Ini artinya bahwa di samping menurunkan minat baca, telepon seluler
juga mengarahkan masyarakat untuk hidup konsumtif. Bahkan menurut data dari
penelitian “Survei Siemens Mobile Phone” 58 persen orang Indonesia lebih memilih
mengirim SMS daripada membaca buku, (Nurudin, 2005). Ini adalah dampak dari segi
sosial budaya masyarakat atas penggunaan Hand Phone/ telepon seluler.

Konseptual
Dalam proses komunikasi dibagi menjadi dua bagian yakni secara primer dan
sekunder. Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau
perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai
media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial,
isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung mampu
“menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.
Kemudian sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seorang kepada orang
lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah menggunakan
lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua
(sekunder) dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya
berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon (telepon seluler),
teleks, radio film, tv, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam
komunikasi. (Onong,2000).
Menurut Shannon dan Weaver (1949) komunikasi adalah bentuk interaksi
manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak. Sementara
Hafied Cangara (1998) mengatakan bahwa komunikasi adalah sebuah proses dimana dua
orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama
lainnya , yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam. Wilbur
Schramm melalui hasil penelitiannya di negara-negara berkembang membuat laporannya
pada tahun 1964 yang berjudul Mass media and National Development : The role of
information in developing countries, yang isinya menyatakan media massa dapat
berpengaruh dalam beberapa hal, yang paling pokok adalah dapat membantu
menyebarluaskan informasi tentang pembangunan, dapat mengajarkan melek huruf serta
keterampilan lainnya yang memang dibutuhkan untuk pembangunan masyarakat dan
menjadi penyalur suara masyarakat agar mereka turut ambil bagian dalam pengambilan
keputusan di negaranya (Schramm, 1964).
Kehadiran media tidak selalu menarik perhatian masyarakat, seperti yang
diungkapkan oleh McLuhan (1964) yakni kehadirannya umumnya adalah sebagai the
extention of man , eksistensi manusia. Artinya , kodrat, pembawaan, dan kebutuhan
manusia adalah berkomunikasi. Seperti dalam menyatakan diri, berbicara, menerima dan
mengirim pesan , memahami apa yang dilihat dan didengar, ketika berada dalam suatu
lingkungan dan bercengkerama dengan lingkungan serta dengan proses tersebut, manusia
menyatakan dan mengembangkan perikehidupan yang bermasyarakat.
Mencermati beberapa fungsi media massa yang ditulis Alamsjah Ratu
Perwiranegara dalam Rafiq (1989) meliputi fungsi informatif, instruktif, edukatif,
persuasif, integratif, dan rekreatif. Berdasarkan fungsi-fungsi ini dapat disimpulkan
bahwa media massa sebagai media pembangunan atau proses perubahan ke arah kondisi
kehidupan yang lebih baik.
Menurut Alvin Toffler dalam bukunya The Third Wave (1990) membagi tiga tahap
perkembangan peradapan manusia yakni Agricultural, industrial, dan information.
Pendapat ini dapat disimpulkan bahwa komunikasi memiliki andil dan sumbangan yang
sangat besar dalam pembangunan.
Sejalan dengan berkembangnya masyarakat beserta peradaban dan
kebudayaannya, komunikasi bermedia mengalami kemajuan pula dengan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pentingnya peranan media (media sekunder)
dalam proses komunikasi disebabkan oleh efisiensinya mencapai komunikan dimana, dan
kapan saja. Telepon genggam seringnya disebut handphone (disingkat HP) atau disebut
pula sebagai telepon selular (disingkat ponsel) adalah perangkat telekomunikasi
elektronik yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon fixed line
konvensional, namun dapat dibawa ke mana-mana (portabel, mobile) dan tidak perlu
disambungkan dengan jaringan telepon menggunakan kabel (nirkabel; wireless). Saat ini
Indonesia mempunyai dua jenis jaringan telepon nirkabel yaitu sistem GSM (Global
System For Mobile Telecommunications) dan sistem CDMA (Code Division Multiple
Access). Selain berfungsi untuk melakukan dan menerima panggilan telepon, ponsel
umumnya juga mempunyai fungsi pengiriman dan penerimaan pesan singkat (short
message service, SMS). Mengikuti perkembangan teknologi digital, kini ponsel juga
dilengkapi dengan berbagai pilihan fitur, seperti bisa menangkap siaran radio dan televisi,
perangkat lunak pemutar audio (mp3) dan video, kamera digital, game, dan layanan
internet (WAP, GPRS, 3G). Ada pula penyedia jasa telepon genggam (provider) di
beberapa negara yang menyediakan layanan generasi ketiga (3G) dengan menambahkan
jasa videophone, sebagai alat pembayaran, maupun untuk televisi online di telepon
genggam mereka. Sekarang, telepon genggam menjadi gadget yang multifungsi. Selain
fitur-fitur tersebut, ponsel sekarang sudah ditanamkan fitur komputer. Jadi di ponsel
tersebut, orang bisa mengubah fungsi ponsel tersebut menjadi mini komputer. Di dunia
bisnis, fitur ini sangat membantu bagi para pebisnis untuk melakukan semua pekerjaan di
satu tempat dan membuat pekerjaan tersebut diselesaikan dalam waktu yang singkat
(http://id.wikipedia.org/wiki/Telepon _genggam).
Pengembangan teknologi telekomunikasi terutama jenis telepon seluler ini
membuka lebar penyampaian informasi dan komunikasi secara lebih mudah dan efisien,
sehingga dapat memfasilitasi masyarakat dalam berkomunikasi dan membantu
memperoleh informasi dengan cepat dan tak terbatas. Dengan demikian, perkembangan
ponsel akan lebih mengefisienkan waktu dan sistem kerja dibandingkan dengan
komunikasi/ informasi secara manual, yang membutuhkan waktu yang lama dan tempat
yang terbatas. Dengan memiliki keunggulan dalam efesiensinya ini, ponsel menjadi salah
satu fenomena komunikasi bermedia yang terus berkembang serta semakin dibutuhkan
oleh masyarakat.
Masyarakat memiliki kebutuhan dan motif beraneka ragam berdasarkan
karakteristiknya sosialnya Blumler, Katz dan Gurevitch membuat tipologi kebutuhan
manusia yang berhubungan dengan penggunaan media yakni : kebutuhan kognitif, afektif,
integratif pesan, integratif sosial dan kebutuhan akan pelarian. Kebutuhan ini dapat
terpenuhi dan dipuaskan melalui media massa dan sumber lain. Melalui sumber lain,
yakni kebutuhan ini terpenuhi dengan hubungan keluarga, teman, komunikasi
interpersonal, maupun mengisi waktu luang dengan berbagai cara.
Definisi Operasional
Telepon seluler dalam penelitian ini adalah perangkat telekomunikasi elektronik
yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon fixed line konvensional,
namun dapat dibawa ke mana-mana (portabel, mobile) dan tidak perlu disambungkan
dengan jaringan telepon menggunakan kabel (nirkabel; wireless).
Efektifitas komunikasi dalam penelitian ini dimaksudkan penyampaian/penerimaan
informasi dan komunikasi secara lebih mudah dan efisien, dalam memfasilitasi
masyarakat dalam berkomunikasi dan membantu memperoleh informasi dengan cepat dan
tak terbatas. Sedangkan yang dimaksud dengan masyarakat desa adalah masyarakat yang
merupakan penduduk Desa Pertumbukan , Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat.

METODOLOGI
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Pertumbukan, Kecamatan Wampu, Kabupaten
Langkat.

Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yakni hanya memaparkan situasi dan peristiwa
apa adanya, tanpa mencari dan menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesa atau
membuat prediksi. Dengan kata lain dalam penelitian ini hanya memberikan gambaran
secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu.

Populasi Dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Desa
Pertumbukan, yang memiliki dan menggunakan telepon seluler sebagai salah satu sarana
media komunikasi.
Data pra-riset (19-22 Februari 2008) di Desa Pertumbukan terdata 263 orang yang
telah memiliki telepon seluler, dalam hal ini merupakan sebagai populasi. Dan
pengambilan sampel mengacu pendapat Winarno Surakhmad (1998) yakni sebesar 20% ,
karena populasi dianggap homogen, maka diperoleh sampel sebesar 263 x 20% = 54
orang. Selanjutnya pengambilan sampel dilakukan secara probability, dengan acak
sederhana.

Metode Pengumpulan Data


Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yakni :
Data Primer; diperoleh melalui kuisioner yang diberikan kepada sampel terpilih.
Disamping itu juga dilakukan wawancara terstruktur kepada beberapa sampel untuk
memperkuat data yang terkumpul melalui kuisioner.
Data Sekunder; diperoleh melalui buku-buku, hasil-hasil penelitian terdahulu, makalah,
suratkabar, dan pencarian informasi melalui internet.
Metode Analisis Data
Data yang terkumpul seluruhnya akan ditabulasikan ke dalam tabel tunggal dan
juga membuat beberapa tabulasi silang berdasarkan tujuan penelitian.
Analisis data dilakukan dalam beberapa tahap :
Membuat tabel distribusi frekuensi (f) dan prosentasi (%) serta interpretasi untuk
keseluruhan data penelitian selanjutnya mengadakan diskusi dan pembahasan hasil
temuan data penelitian
Hasil Penelitian
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Wampu merupakan daerah pemekaran yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pembentukan 13 (tiga
belas) Kecamatan di wilayah kabupaten daerah tingkat II Tapanuli Selatan, Tapanuli
Utara, Toba Samosir, Labuhan Batu, dan Langkat, dalam wilayah Propinsi Sumatera
Utara. Kecamatan Wampu merupakan pemekaran dari sebagian wilayah Kecamatan
Stabat. Pada awal pembentukan kecamatan ini meliputi : Desa Bingai; Gohor Lama;
Stabat Lama; Besilam; Kebun Balok; Bukit Melintang; Gergas; Stabat Lama/ Baru; dan
Sumber Mulyo ( http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/pp/1999/043-99.pdf )
Kemudian sekitar tahun 2006 dibentuk Desa Pertumbukan yang wilayahnya
sebagian mengambil daerah Desa Bukit Melintang dan Desa Stabat Lama.
Karakteristik Responden
Responden yang berjumlah 54 orang dalam penelitian ini dilihat dari aspek sosio-
demografis-nya mencakup : Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Penghasilan, dan
Pekerjaan. Berikut datanya yang ditampilkan dalam bentuk tabel.
Tabel 01. Usia Tabel 02. Jenis Kelamin

Dari tabel 01. usia dapat dilihat bahwa responden yang terbanyak terwakili dari kelompok
umur 17-21 tahun sebanyak 31,5%, kemudian kelompok umur 22-26 tahun dan 37-41
tahun masing-masing 16,7% dan selanjutnya diikuti oleh kelompok umur 22-26 tahun dan
32-36 tahun masing-masing 13%. Dan tabel 02. jenis kelamin Responden dalam
penelitian ini diperoleh laki-laki sebanyak 68,5% dan perempuan sebanyak 31,5%.

Tabel 03. Tingkat Pendidikan Tabel 04. Penghasilan


Dari tabel 03. Tingkat pendidikan responden yang terjaring menjadi responden terbanyak
dalam penelitian ini adalah tamatan SMA yakni sebesar 40,7%, kemudian diikuti tamatan
SD dan SMP pada urutan kedua masing-masing 24,1%, serta tingkat sarjana (S1) sebesar
7,4%. Kemudian tabel 04. mengenai Pendapatan responden yang terbanyak yakni diantara
Rp. 500.000. – Rp. 1.000.000., yakni sebesar 48,1%, kemudian antara Rp. 1.000.000. –
Rp. 1.500.000. sebesar 24,1%, serta diikuti tingkat penghasilan Rp. 1.500.000. – Rp.
2.000.000. sebesar 14,8%.
Tabel 05. Pekerjaan

Tabel 05, Pekerjaan responden terbesar adalah sebagai wiraswasta/ berdagang yakni
sebesar 57,4%, kemudian pada kategori lain-lain (petani, pelajar) sebesar 14,8%, serta
pegawai swasta sebesar 13%.

Kebutuhan Informasi
Kebutuhan akan informasi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap
responden dalam pencaharian informasi melalui penggunaan telepon seluler yang tersaji
dalam tabel, dan dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel. 06 Mencari Informasi Tabel 07. Informasi Sosial

Dari tabel 06, Sikap Responden dalam mencari informasi melalui telepon seluler
dinyatakan sangat setuju oleh sebesar 50% , kemudian yang menyatakan setuju sebesar
44,4% , serta dinyatakan kurang setuju oleh sekitar 3,7%.
Dan tabel 07, Sebanyak 44,4% responden menyatakan setuju untuk membutuhkan
informasi sosial melalui telepon seluler, kemudian sebanyak 38,9% menyatakan sangat
setuju serta diikuti sikap ragu-ragu dan kurang setuju masing-masing sebesar 7,4%.
Tabel 08.Harapan dan Kebutuhan Tabel 09. Mengetahui Kondisi Daerah lain
Tabel 08, Mengenai penilaian responden tentang kesesuaian harapan dan kebutuhan,
masing-masing sebanyak 44,4% menjawab sangat setuju dan setuju. Kemudian sebanyak
5,6% menjawab ragu-ragu serta menjawab kurang setuju sebesar 3,7%. Dari tabel 09,
Sebanyak 48,1% responden sangat setuju dengan penggunaan telepon seluler akan lebih
mengetahui keadaan kehidupan diluar daerah. Selanjutnya sebanyak 40,7% menyatakan
setuju, serta hanya 5,6% menyatakan tidak setuju.
Tabel 10. Termotivasi Pelajari Tabel 11. Penambahan Pengetahuan
daerah lain

Dan dari tabel 10, Dengan adanya telepon seluler responden lebih terdorong untuk
mempelajari sesuatu tentang lingkungan sekitar dan luar, untuk ini responden terbanyak
menyatakan sangat setuju yakni sebesar 46,3%. Kemudian diikuti pernyataan setuju
sebesar 35,2% serta pernyataan tidak setuju sebesar 7,4%.
Tabel 11 Telepon seluler sebagai dorongan sarana untuk menambah pengetahuan sesuai
dengan kepetingan, baik dari sekitar atau luar lingkungan. Pertanyaan ini terbanyak
dijawab responden sangat setuju yakni sebesar 48,1%. Kemudian sebesar 38,9 %
menjawab setuju dan diikuti sebesar 7,4% menjawab ragu-ragu.

Kebutuhan Diversi
Pernyataan-pernyataan kebutuhan diversi dalam penelitian ini yang tersaji dalam
bentuk tabel berikut :
Tabel.12 Meringankan Beban Hidup Tabel 13. Telepon seluler Sarana bermain

Tabel 12, Penggunaan telepon seluler untuk melarikan diri dari persoalan kehidupan
(meringankan bebab hidup) ternyata responden menjawab tidak setuju yakni sebesar
35,2%. Kemudian menjawab kurang setuju sebesar 25,9% dan diikuti menjawab setuju
16,7%.
Dan dari tabel 13, telepon seluler sebagai sarana bermain, ternyata responden menjawab
kurang setuju yakni sebesar 25,9%. Kemudian yang menjawab setuju dan tidak setuju
masing-masing sebanyak 24,1%. Selanjutnya diikuti sebesar 16,7% untuk jawaban sangat
setuju.
Tabel 14. Menimbulkan kesenangan Tabel.15 Meningkatkan Hubungan
Silaturahmi
Dari tabel 14, Telepon seluler menimbulkan kesenangan untuk pertanyaan ini responden
terbanyak menjawab setuju yakni sebesar 40,7%. Kemudian jawaban sangat setuju
sebesar 27,8% serta diikuti jawaban kurang setuju sebesar 16,7%.
Kemudian dari tabel 15, Untuk meningkatkan hubungan silaturahmi dengan keluarga dan
teman, telepon seluler salah bentuk komunikasi bermedia ternyata sangat membantu,
untuk itu sebesar 66,7% responden menyatakan sangat setuju, dan yang setuju dinyatakan
oleh responden sebesar 22,2% serta diikuti sikap ragu-ragu sebesar 7,4%.

Tabel. 16 Mengisi waktu luang Tabel. 17 Mencari Persahabatan

Tabel 16, Untuk mengisi waktu luang ataupun di saat santai telepon seluler digunakan
responden bersama keluarga semisal menghubungi atau kirim sms kepada keluarga yang
jauh dan teman, untuk itu responden sebanyak 37% menyatakan setuju, kemudian yang
menyatakan sangat setuju sebesar 22,2%. Namun sebesar 18,5% responden menyatakan
ragu-ragu.
Kemudian tabel 17, Untuk mencari persahabatan baik dilingkungan sekitar ataupun di
luar, responden menyatakan sangat setuju yakni sebesar 50% dan yang menyatakan setuju
sebesar 40,7%. Namun terdapat juga responden yang menyatakan ragu-ragu dan tidak
setuju yakni masing-masing sebesar 3,7%.

Tabel 18. Atasi Sulitnya Perekonomian Tabel 19. Atasi masalah kehidupan sosial

Dari tabel 18, Walau secara tidak langsung telepon seluler telah membantu responden
untuk memecahkan permasalahan ekonomi keluarga dan untuk ini sebesar 31,5%
menyatakan setuju dan diikuti sebesar 22,2% menyatakan sangat setuju. Selanjutnya yang
menyatakan ragu-ragu sebesar 20,4%.
Dan tabel 19, Walau komunikasi tatap langsung lebih memberi makna dan pengaruh yang
lebih besar, namun komunikasi bermedia melalui telepon seluler juga dapat membantu
memecahkan masalah kehidupan sosial (lingkungan keluarga, masyarakat,
karir/pekerjaan, kesejahteraan) hal ini dijawab setuju oleh responden yakni sebesar 48,1%
dan yang sangat setuju sebesar 18,5%. Namun juga terdapat pernyataan responden yang
ragu-ragu yakni sebesar 18,5%.

Tabel 20. Melepaskan ketegangan Tabel 21. Penggunakan telepon


(stress) seluler bagian gaya hidup
Tabel 20, Dalam melepaskan persoalan sehari-hari yang dapat menimbulkan ketegangan
(stress) melalui telepon seluler responden dapat menghubungi seseorang yang dianggap
dapat memberikan jalan keluar jikalau untuk menjumpai seseorang secara langsung tidak
memungkinkan. Untuk ini responden yang menyatakan setuju sebesar 40,7% dan diikuti
sebesar 31,5% yang menyatakan sangat setuju. Selanjutnya terdapat responden yang
menyatakan ragu-ragu yakni sebesar 13%.
Tabel 21, Penggunakan telepon seluler sudah menjadi kebiasaan sehari-hari dan telepon
seluler selalu mendampingi aktivitas responden (gaya hidup) , pernyataan ini disikapi
oleh responden dengan menjawab sangat setuju yakni sebesar 48,1% dan diikuti sikap
setuju yakni 38,9%. Kemudian sikap ragu-ragu diakui responden yakni sebesar 7,2%.

Kebutuhan Identitas Personal


Dalam memenuhi kebutuhan indentitas personal dalam penggunaan telepon
seluler dalam hasil temuan penelitian ini yang disajikan dalam bentuk tabel dapat dilihat
sebagai berikut :
Tabel 22. Membantu berkreasi Tabel 23. Kerjasama dengan pihak lain

Tabel 22, Mencari ide/ pemikiran untuk berkreasi/berwirausaha, telepon seluler juga
dapat membantu. Hal ini diakui oleh responden sebesar 57,4% menyatakan setuju dan
diikuti sangat setuju oleh sebesar 27,8%, serta yang ragu-ragu dan kurang setuju masing-
masing sebesar 7,4%.
Tabel 23, Keberadaan telepon seluler sudah membantu menjalin kerja sama usaha dengan
pihak lain, untuk peryataan ini sebesar 53,7% responden menyatakan sangat setuju dan
29,6% menyatakan setuju, tentu saja dengan adanya teknologi ini sangat memungkinkan
seseorang dapat mengubungi orang lain di tempat yang jauh dan ini sangat efektif jika
kalau harus menjumpainya secara langsung. Namun terdapat sebesar 11,1% responden
yang merasa ragu-ragu.

Tabel 24.Relasional dengan pihak lain Tabel 25.Informasi aktifitas


Tabel 24, Terjalinnya hubungan dengan orang lain akan membantu untuk
melancarkan/meningkatkan kerjasama usaha/kegiatan dengan pihak lain (relasional),
untuk ini sebesar 46,3% responden menyatakan sangat setuju dan yang setuju sebesar
35,2% serta responden yang merasa ragu-ragu sebesar 13%.
Dan tabel 25, Untuk mendapatkan informasi tentang dunia usaha/kegiatan dengan pihak
lain, telepon seluler bagi masyarakat desa telah sangat membantu. Untuk itu responden
yang menyatakan setuju sebesar 46,3% dan sangat setuju sebesar 35,2% .

Tabel 26. Meningkatkan kerjasama Tabel 27.Tingkatkan ekonomi


usaha masyarakat

Tabel 26, Dalam membantu masyarakat melancarkan/meningkatkan kerja sama usaha


dengan pihak lain, diakui responden dengan menyatakan setuju yakni sebesar 48,1% dan
untuk sangat setuju sebesar 35,2%, serta diikuti sebesar 9,3% responden yang merasa
ragu-ragu.
Tabel 27, Penilaian responden terhadap keberadaan telepon seluler telah membantu
meningkatkan perekonomian masyarakat adalah sebagai berikut, sebesar 35,2%
menyatakan setuju dan sebesar 24,1% menyatakan sangat setuju. Alasan pernyataan ini
karena adanya telepon seluler akan membuka isolasi informasi sehingga dapat membuka
cakrawala ide atau untuk berkreasi dari potensi yang ada. Namun sebesar 18,5%
menyatakan kurang setuju.

Tabel 28.Informasi dunia usaha

Tabel 28, Hampir sama dengan tabel sebelumnya, hal ini lebih pada tingkat awal adanya
penggunaan telepon seluler bagi masyarakat Desa Pertumbukan. Dalam pengembangan
jaringan tentu akan membawa dampak-dampak positif yang diharapkan si pengguna.
Untuk ha ini responden yang menyatakan setuju sebesar 48,1% dan sangat setuju sebesar
33,3 %, serta terdapat juga responden yang merasa ragu-ragu untuk pernyataan ini yakni
sebesar 14,8%.

Penggunaan Telepon seluler


Penggunaan telepon seluler bagi responden dalam penelitian ini akan meliputi
diantaranya pengalaman responden dalam pengalaman dan penggunaan telepon seluler,
biaya pembelian pulsa dan sebagainya. Untuk lebih lanjut dapat disimak dibawah ini yang
tersaji dalam bentuk tabel.
Tabel 29. Penggunaan telepon seluler Tabel 30. Sistem Ponsel yang
Digunakan

Tabel 29, Melihat pengalaman responden tentang menggunakan atau memiliki telepon
seluler dapat dilihat pada tabel diatas yakni sebesar 33,3% telah memiliki atau
menggunakan telepon seluler kurang dari 1 tahun, kemudian terdapat sebesar 18,5%
sudah 4 tahun serta untuk sudah 2 atau 3 masing-masing sebesar 16,7%.
Tabel 30, Penggunaan jenis telepon seluler bagi responden hampir mayoritas
menggunakan jenis GSM yakni sebesar 96,3% dan hanya 3,7% yang menggunakan jenis
CDMA. Hampir mayoritas penggunaan jenis GSM disebabkan ketersediaan sarana dan
prasarana di lokasi penelitian lebih memadai, kuatnya penerimaan sinyal ataupun varian
telepon seluler untuk jenis ini lebih banyak dan lebih murah, terutama harga bekas.

Tabel 31. Alasan menggunakan Ponsel Tabel 32. Percakapan melalui


Ponsel perhari

Tabel 31,Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong responden untuk


menggunakan telepon seluler adalah alasan mencari informasi merupakan faktor yang
terbesar dipilih responden yakni sebesar 72,2%, kemudian untuk menambah pengetahuan
diakui responden sebesar 13% seta diikuti alasan untuk mengawasi lingkungan/
pengawasan sosial yakni sebesar 5,6%.
Tabel 32, Total lamanya melakukan percakapan melalui telepon seluler dalam sehari
responden yang terbanyak melakukannya adalah antara 15-30 menit yakni sebesar
38,9%, kemudian dibawah 15 menit yakni sebesar 37% serta diikuti lebih dari 60 menit
yakni sebesar 13%.

Tabel 33.Penggunaan SMS Dalam sehari Tabel 34. Kualitas suara


Tabel 33, Salah satu fasilitas fitur yang dimiliki telepon seluler dalam berkomunikasi
secara tulisan adalah sms, fitur ini digunakan untuk mengirim pesan-pesan singkat.
Responden menggunakan fitur ini sebanyak kurang dari 5 kali yakni sebesar 40,7%,
kemudian 5-10 kali sebanyak 38,9%, serta diikuti yang menggunakan sebanyak 10-15
kali dalam sehari yakni sebesar 11,1%.
Tabel, 34, Penilaian responden tentang kualitas suara yang didengar percakapan melalui
telepon seluler dinilai jelas yakni sebesar 59,3%, kemudian dirasakan sangat jelas yakni
sebesar 33,3%, serta diikuti sebesar 5,6% untuk peryataan ragu-ragu.

Tabel 35. Biaya percakapan melalui Ponsel Tabel 36. Biaya SMS

Tabel 35, Mengenai biaya percakapan melalui telepon seluler diakui responden sebesar
37% adalah mahal, namun peryataan yang bertolak belakang diakui responden yang
menyatakan biaya percakapan melalui telepon seluler dianggap murah yakni sebesar
35,2% hal ini diakui responden bila menimbang jarak dan waktu yang harus dihabiskan
bila akan menemui seseorang di suatu tempat yang jauh. Dan yang terakhir diakui sangat
mahal oleh responden yakni sebesar 18,5%.
Tabel 36, Penilaian mengenai biaya penggunaan sms, diakui responden sangat murah
yakni sebesar 66,7%, kemudian terdapat sebesar 14,8% yang menyatakan mahal,
kemudian sebesar 11,1% merasa ragu-ragu untuk memberikan pernyataan.

Tabel 37. Biaya pembelian pulsa perbulan Tabel 38. Kesesuaian Biaya
dengan Percakapan

Tabel 37, Biaya pembelian pulsa yang dikeluarkan oleh responden rata-rata selama
sebulan yang terbanyak adalah sekitar Rp. 50.000,- s/d Rp. 100.000,- (35,2%), kemudian
kurang dari Rp. 50.000,- (25,9%), serta diikuti pembelian lebih dari Rp. 200.000,-
(14,8%).
Tabel 38, Pendapat responden mengenai perbandingan biaya percakapan dengan waktu
percakapan dinyatakan sebagian besar oleh responden tidak sebanding yakni sebesar
51,9% dan yang menyatakan sebanding sebesar 48,1%.

Tabel 39. Faktor penyebab ketidakseimbangan Tabel 40. Perkembangan Pengguna Ponsel di desa
Tabel 39, Faktor penyebab ketidakseimbangan diasumsikan responden karena biaya
percakapan terlalu tinggi (biaya talk time dianggap mahal) yakni dirasakan oleh
responden sebesar 44,4%, kemudian tingkat ekonomi masyarakat masih rendah
diasumsikan 22,2% oleh responden. Kemudian faktor penyebab lainnya sebesar 18,5%,
diantaranya adalah responden merasa khawatir kehabisan pulsa.
Tabel 40, Melihat perkembangan pengguna telepon seluler diakui responden untuk di
daerahnya tergolong maju (51,9%), kemudian dianggap sangat maju (44,4%), namun
terdapat penilaian responden yang ragu-ragu dan kurang maju terhadap perkembangan
pengguna telepon seluler di desanya yakni masing-masing sebesar 1,9%.

Sikap Terhadap Kehadiran Telepon seluler


Sikap ataupun pendapat responden dalam penelitian ini adalah meliputi beberapa
kriteria tentang seputar kehadiran teknologi komunikasi dan informasi khususnya telepon
seluler yang akan disajikan dalam bentuk tabel dapat diperhatikan dibawah ini.
Tabel 41. Membantu kesejahteraan masyarakat desa

Tabel 41, Kehadiran telepon seluler walau secara tidak langsung telah memberikan
bantuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hal ini diakui responden yakni
sebesar 57,4% dan yang menolak pernyataan tersebut sebesar 42,6%.

Tabel 42. Pengalaman Peningkatan Yang Dialami

Tabel 42 Peningkatan kesejahteraan yang dirasakan menurut responden adalah


Peningkatan kualitas pengetahuan, pendidikan dan SDM Masyarakat yakni sebesar 35,2%
, kemudian Peningkatan ekonomi/kesejahteraan masyarakat sebesar 9,3% dan diikuti
Peningkatan Potensi SDA (pertanian, peternakan) yakni sebesar 7,4%.
Tabel 43. Dampak Negatif Telepon seluler

Dari Tabel 43, Mengenai dampak yang dirasakan responden dengan hadirnya telepon
seluler menyebabkan pengeluaran semakin bertambah yakni diakui sebesar 33,3%,
kemudian Telepon seluler hanya menjadi gaya hidup hal ini diakui responden sebesar
7,4%. Kemudian dampak lainnya yakni mayarakat menjadi konsumtif yakni sebesar 1,9%
dirasakan responden.

Tabel 44. Pendapat masyarakat Desa adanya Telepon seluler

Untuk tabel 44, Dari pertanyaan terbuka yang dijaring oleh peneliti mengenai pendapat
masyarakat tentang kehadiran Telepon seluler di Desa Pertumbukan, dirasakan responden
yakni sebesar 61,1 % menyatakan Sangat membantu hubungan komunikasi dgn keluarga,
teman dan pekerjaan tanpa terkendala jarak. Kemudian memudahkan untuk mencari
informasi dan menambah pengetahuan/pendidikan, hal ini dirasakan oleh responden
yakni sebesar 18,5%, serta dapat mengetahui atau menambah wawasan tentang
keadaan/kehidupan di tempat lain (11,1%).

Pembahasan
Masyarakat desa dalam memenuhi kebutuhan informasi termasuk informasi sosial
sangat memerlukan hal ini terkait dengan sistem jaringan sosial yang terdapat di sekitar
atau diluar lingkungannya yang pada gilirannya dapat memberikan pengetahuan atau
menambah pengalaman. Masyarakat desa merasa dengan penggunaan telepon seluler ini
sesuai dengan harapan dan kebutuhan.
Penggunaan telepon seluler dalam memenuhi kebutuhan diversi ; merupakan
upaya melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi; bagi
masyarakat desa sangat membantu terutama menimbulkan perasaan senang terkait dengan
meningkatkan silaturahmi dengan keluarga dan teman, mengisi waktu luang serta mencari
persahabatan yang lebih luas. Namun tidak untuk melarikan atau melepaskan diri dari
persoalan kehidupan dan kesulitan hidup.
Kebutuhan identitas personal (Personal identity), yaitu referensi diri; eksplorasi
realitas; penguatan nilai. Hasil temuan ini menggambarkan bahwa keberadaan telepon
seluler telah membantu masyarakat desa untuk mencari ide/pemikiran untuk berkreasi,
menjalin serta meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak baik didalam lingkungan
sekitar maupun di luar. Poin-poin ini secara tidak langsung diakui akan membantu
responden dan masyarakat dapat meningkatkan perekonomiannya.
Penggunaan telepon seluler di Desa Pertumbukan mengalami kemajuan yang
sangat pesat, hingga saat ini jumlah pengguna telepon seluler di desa ini mencapai kira-
kira 80% (wawancara dengan Majidul Fahmi, tgl 20/2/08). Jenis telepon seluler yang
familiar dengan responden adalah sistem GSM hal ini disebabkan ketersediaan sarana dan
prasarana di lokasi penelitian lebih memadai, kuatnya penerimaan sinyal ataupun varian
telepon seluler untuk jenis ini lebih banyak dan lebih murah, terutama harga yang bekas.
Kemudian faktor utama yang mendasari penggunaan telepon seluler diakui oleh
responden adalah untuk mencari informasi. Dalam kegiatan sehari-hari telepon seluler
sudah menjadi pelengkap terutama untuk kemudahan untuk berkomunikasi. Pola
penggunaan telepon seluler bagi masyarakat yakni cenderung menggunakan SMS karena
biayanya relatif murah bila dibanding jika melakukan percakapan melalui telepon seluler.
Sikap masyarakat terhadap hadirnya telepon seluler dewasa ini dirasakan telah
memberikan kemudahan berkomunikasi, mencari informasi, dan menambah wawasan,
dan hal ini menunjang efektivitas dalam komunikasi bermedia. Namun terdapat hal-hal
yang perlu diantisipasi terhadap dampak negatifnya, misalnya telepon seluler dijadikan
sarana untuk menyimpan photo/video porno, tentu saja hal ini tidak baik untuk anak-anak
remaja.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Masyarakat Desa Pertumbukan memerlukan telepon seluler (media komunkasi)
untuk memenuhi kebutuhan informasi termasuk informasi sosial bagi hal ini terkait
dengan sistem jaringan sosial yang terdapat disekitar atau diluar lingkungannya yang pada
gilirannya dapat memberikan pengetahuan atau menambah pengalaman, dan ini sesuai
dengan harapan dan kebutuhan mereka.
Keberadaan telepon seluler dapat dijadikan salah satu upaya melepaskan diri dari
rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi; dan bagi masyarakat Desa Pertumbukan
karena menimbulkan perasaan senang terkait dengan meningkatnya hubungan silaturahmi
dengan keluarga dan teman, mengisi waktu luang serta mencari persahabatan yang lebih
luas.
Keberadaan telepon seluler telah membantu masyarakat Desa Pertumbukan untuk
mencari ide/pemikiran untuk berkreasi, menjalin serta meningkatkan kerjasama dengan
berbagai pihak baik didalam lingkungan sekitar maupun di luar dan secara tidak langsung
diakui dapat membantu masyarakat untuk meningkatkan perekonomiannya.
Dalam kegiatan sehari-hari telepon seluler sudah menjadi pelengkap terutama
untuk kemudahan untuk berkomunikasi. Pola penggunaan telepon seluler bagi masyarakat
yakni cenderung menggunakan SMS karena biayanya relatif murah bila dibanding jika
melakukan percakapan melalui telepon seluler.
Kehadiran telepon seluler telah memberikan kemudahan berkomunikasi, mencari
informasi, dan menambah wawasan, dan hal ini menunjang efektivitas dalam komunikasi
bermedia. Namun terdapat hal-hal yang perlu diantisipasi terhadap dampak negatifnya.
Saran
Telepon seluler salah satu media komunikasi yang sangat pesat perkembangannya
dan populer telah memberikan kemudahan dalam berkomunikasi, mencari informasi, dan
menambah wawasan bagi masyarakat serta dapat membantu peningkatan perekonomian
masyarakat, sebaiknya pemerintah dan pihak operator seluler memberikan kemudahan
dengan membuat regulasi untuk menurunkan biaya operasionalnya.
Bagi masyarakat dihimbau untuk menggunakan media telepon seluler secara
bijaksana dan memberikan manfaat yang positif.

DAFTAR PUSTAKA

Blumler, Jay.G. & Elihu Katz, 1994, The Uses of Mass Communications Current
Perspectives on Gratification Research, vol. III, London, Sage Publications.
Blumler, Jay G., 1998, The Role of Theory in Uses and Gratification Studies, London,
Sage Publication.
Efenddy,Onong Uchjana, 2003, Ilmu, Teori Dan Filsafat Ilmu, Bandung, PT.Citra
Aditya Bakti.
____________, 2000, Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek, Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya.
____________, 1993, Dinamika Komunikasi, Bandung, PT. Remaja Rosda Karya.
Fidler, Roger, 1997, Mediamorfosis: Understanding New Media, Thousand Oaks,
California , Pine Forge Perss.
Kriyantono, Rachmat, 2006, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta, Kencana.
Leung, Louis dan Ran Wei, 2000, More than just talk on the move: Uses and
gratifications of the cellular phone, Journalism and Mass Communication
Quarterly, Summer, ABI/INFORM Global
Muchati, 1972, Media Massa dan Penerimaan Khalayak, Bandung, PT. Remaja Rosda
Karya.
Nurudin, 2007, Pengantar Komunikasi Massa, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada.
___________, 2005, Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada.
Palmgreen, Philip, 1991, Media Gratification Research, London, Sage Publication.
Palmgreen, Wenner, Rosengren, Karl, Erik, 1991, The Models of Uses and
Gratifications, London , Sage Publication.
Rakhmat, Jalaluddin, 2001, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya.
___________, 2004, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, Bandung, PT. Remaja
RosdaKarya.
Severin, W.J., James W. Tankard, Jr., 2005, Teori Komunikasi : Sejarah, Metode, Dan
Terapan di Dalam Media Massa, Edisi Kelima, Jakarta, Prenada Media.
Singarimbun, Masri, 2000, Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES Printing.
Surakhmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah; Dasar Metoda Teknik, Tarsito,
Bandung , 1998.
Umar, Husein, 2002, Metode Riset Komunikasi Organisasi, Jakarta, PT. Gramedia
Pustaka Utama.
West, Richard dan Lynn H. Turner, 2008, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan
Aplikasi, Jakarta, Salemba Humanika.
Wiryanto, 2000, Teori Komunikasi Massa, Jakarta, Grasindo.

Lain-Lain
Damayanti,Hilda , 2007, Dampak Penggunaan Telepon Seluler (Handphone),
hildadamayanti@yahoo.com/hild4.wordpress.com - diakses tgl 2/02/08 .
Junaedi, Fajar, 2005, Teori Komunikasi Massa Terhadap Individu,
http://komunikasimassa-umy.blogspot.com/2005/11/teori-komunikasi-massa-
terhadap.html, diakses tgl 31/3/08
Saprudin,Wawan, 2005, http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2005 /0105/20/cakrawala/
lainnya01.htm, diakses tgl 18/1/08.
Yusup, Pawit M.,2003, Komunikasi, Media, Sumber-Sumber Informasi, dan beberapa
contoh Aplikasi Teori Komunikasi Massa Kontekstual, http://bdg.centrin.
net.id/~pawitmy/ -diakses tgl 26/3/08
____________, 2001, Communication Contexts, http://www.uky.edu/~drlane/capstone/
contexts.htm , diakses tgl 26/8/07
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0405/05/telkom/1002910.htm - diakses tgl
2/03/08.
http://www.majalahindonesia.com/ divakar_goswami.htm- diakses tgl 2/02/08.
http://id.wikipedia.org/wiki/Telepon _genggam- diakses tgl 8/02/08.
http://data.un.org/ diakases tgl 12/5/08
http://www.pintunet.com/lihat_opini.php? pg=2007/10/27102007/65568 - diakses tgl
11/4/08
Potensi Radio Komunitas Epiginosko Terhadap
Pembangunan Masyarakat Pedagang Pasar Horas
Kota Pematang Siantar Sumatera Utara

Oleh : Parulian Sitompul3


Abstract
The topic of research in this article is ”Potency Community Radio of Epiginosko
to Development Society Merchant of Pasar Horas in Pematang Siantar City”. As for
problems to this research is how potencial Radio of Epiginosko to develop society
merchant of Pasar Horas in Pematang Siantar City.
This Research require to be conducted because pursuant to perception of writer
of existence of this radio is in the reality woke up by community merchant of Lease of
Horas Pematang Siantar. Desire of the merchant community develop; build that
community radio is expected will be able to give respective information contribution with
community dynamics merchant Lease of Horas.
To facilitate and more directional in executing of this research, hence as research
method which was used in this research was research survey by approach descriptive. As
for becoming population of this research are 540 community Mrchant of Market in
Pematang Siantar. But because limitation of time, fund and readiness of researcher to
check all community merchant of Market of Horas Pematang Siantar, hence taken some
of pupulation become research sample with amount 10% from totalizing population
become 54 responders.
As for result of from this research is seen from cognate motivation aspect very
agree with existence of community radio of Epiginosko. Motivation version with existence
of radio of community get easiness in life of them. Identity motivation of personal with
existence of community radio and also push community to get opportunities of hero/
commerce in Pasar Horas Pematang Siantar.

Key words: Community radio, development, society of Pasar Horas


A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan media massa di Indonesia mengalami kemajuan pesat sejak


terjadinya perubahan kebijakan tentang Sistem Penyiaran di Indonesia. Perubahan yang
terjadi seiring dengan perubahan kebijakan politik yang terjadi Pasca Reformasi ( setelah
tahun 1998 ).
Pada era Pasca Reformasi, regulasi tentang pendirian media massa mengalami
kemudahan. Keadaan ini berdampak munculnya media massa baik cetak maupun
elektronik. Demikian juga halnya dengan hadirnya TV, Radio Swasta Nasional. Saat ini
tercatat ada 1 lembaga penyiaran publik dengan jangkauan nasional yaitu TVRI, 10
lembaga penyiaran TV Swasta dengan jangkauan nasional, serta 56 lembaga penyiaran
TV Swasta lokal yang tersebar di berbagai daerah. Demikian juga dengan radio swasta
yang tergabung dalam PRSSNI ada sekitar 84 radio swasta siaran berdiri di Provsu
(PRSSNI 2006).
Pasca Reformasi juga menimbulkan iklim yang kondusif lahirnya proses
demokratisasi , yang selama era orde baru proses ini belum berlangsung optimal. Dalam
proses demokratisasi inilah peran media massa sangat diperlukan untuk memotivasi,
menyadarkan bahkan menggerakkan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Proses demokratisasi yang sedang berlangsung didukung oleh semangat otonomi
daerah, yang memberi peluang bagi daerah untuk menciptakan sumber pendapatan

3
Penulis adalah Peneliti Muda bidang Komunikasi Sosial pada BBPPKI Medan.
sendiri, serta Undang-undang Penyiaran No. 32/2002 yang memberi peluang bagi
tumbuhnya stasiun televisi swasta berbasis daerah, lembaga penyiaran publik lokal
( TV/Radio Publik Lokal ), serta lembaga penyiaran komunitas ( TV / Radio
Komunitas ) memberi kesempatan bagi pengelola media massa untuk berperan secara
optimal membangun daerahnya.
Kehadiran lembaga penyiaran komunitas (TV dan Radio Komunitas) dapat
memberi kontribusi yang sangat berarti bagi suatu daerah, terutama sebagai sarana untuk
mensosialisasikan kebijakan Pemerintah Daerah di tingkat Lokal dan sebagai sarana
mempromosikan potensi daerah, sehingga dapat berdampak kepada peningkatan
pemasukan pendapatan daerah tersebut.
Kota Pematang Siantar merupakan wilayah yang sangat potensial di Propinsi Sumatera
Utara. Sektor pariwisata, perdagangan dan peternakan merupakan potensi yang dapat
dioptimalkan agar dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD ). Dengan potensi
daerah yang dimiliki, optimalisasi fungsi lembaga penyiaran Radio Komunitas dapat
mewujudkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi dari kondisi sekarang.
Dasar pertimbangan yang lebih spesifik dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Potensi daerah di Kota Pematang Siantar di sektor pariwisata, perdagangan,
peternakan, dan industri kecil perlu dioptimalkan melalui kemasan program siaran
yang mengedepankan upaya-upaya agar masyarakat bersedia berpartisipasi
meningkatkan potensi daerahnya.
2. Potensi-potensi dalam bidang pariwisata peternakan, perdagangan dan industri kecil
perlu dilakukan promosi melalui Radio Komunitas agar dapat menarik minat investor
lokal maupun luar negeri untuk menanamkan investasinya di Kota Pematang Siantar.
3. Kehadiran Radio Komunitas dapat memberi kemudahan bagi masyarakat di Kota
Pematang Siantar untuk mendapatkan informasi perdangan dengan biaya yang
terjangkau dan kualitas siaran yang baik .
Berdasarkan permasalahan inilah, penulis menganggap perlu dilakukannya suatu
penelitian untuk mengetahui bagaimana sebenarnya bagaimakah Potensi Radio
Komunitas Epiginosko Terhadap Pembangunan Masyarakat Pedagang Pasar Horas di
Kota Pematang Siantar

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, maka peneliti dapat
merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut, bagaimakah Potensi Radio
Komunitas Epiginosko Terhadap Pembangunan Masyarakat Pedagang Pasar Horas di
Kota Pematang Siantar.
Adapun permasalahan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah motivasi Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar
mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko untuk mendapatkan informasi daerah?
2. Apakah jenis informasi daerah yang didengar masyarakat Pedagang Pasar Horas di
Kota Pematang Siantar dari Radio Komunitas Epiginosko ?
3. Kapankah Waktu dan bagaimanakah frekuensi masyarakat Pedagang Pasar Horas di
Kota Pematang Siantar mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko?
4. Dimanakah lokasi masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar
biasanya mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko ?

C. Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Siaran Radio Komunitas baik yang berbentuk berita maupun informasi umum
tentang potensi daerah Kota Pematang Siantar.
2. Daerah penelitian ini adalah di Kota Pematang Siantar
3. Responden penelitian ini adalah masyarakat Pedagang Pasar Horas Kota Pematang
Siantar

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui motivasi masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar
mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko untuk mendapatkan informasi daerah .
2. Mengetahui Jenis informasi daerah yang didengar masyarakat Pedagang Pasar
Horas Kota Pematang Siantar dari Radio Komunitas. Epiginosko
3. Mengetahui waktu mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko masyarakat
Pedagang Pasar Horas Kota Pematang Siantar .
4. Mengetahui Lokasi masyarakat Pedagang Pasar Horas biasanya mendengarkan
Radio Komunitas Epiginosko di Kota Pematang Siantar.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah pusat Departemen Komunikasi dan
Informatika dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan radio
komunikator.
2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kota P. Siantar agar dapat
mendorong dalam pengembangan radio komunikator di P. Siantar.
3. Sebagai bahan masukan bagi pengelola managemen radio komunitas
epiginosko dalam upaya peningkatan dan pengembangannya.

E. Uraian Teoritis
Penelitian ini membahas tentang bagaimana masyarakat mendapatkan informasi
daerah melalui Radio Komunitas. Mengadopsi kepada karakteristik media massa maka
keberadaan Radio Komunitas dapat dijelaskan fungsi dan peranannya dalam kerangka
teoritis mengenai komunikasi massa.
Seperti yang dikemukakan Melezke (1963) yang dikutip oleh Rakhmat, 1981
mengartikan komunikasi massa sebagai setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan
pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan
satu arah pada publik yang tersebar.
Dibanding dengan jenis-jenis komunikasi lainnya, komunikasi massa mempunyai
ciri-ciri (dikutip dari Effendi (1993:22-26) adalah :
1. Komunikasi massa berlangsung satu arah. Dalam hal ini tidak terdapat arus balik dari
komunikan kepada komunmikator. Dengan kata lain, komunikator tidak mengetahui
tanggapan khalayak (komunikan) terhadap pesan yang disampaikan.
2. Komunikator pada komunikasi massa merupakan lembaga, yakni satu institusi atau
organisasi. Karena komunikator pada komunikasi massa bertindak atas nama
lembaga, maka ia bertinndak sesuai dengan kebijaksanaan ( policy) media yang
memilikinya. Ia tidak mempunyai kebebasan sebagai individu.
3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum. Maksudnya pesan ditujukan kepada
umum, bukan kepada perseorangan atau kelompok tertentu.
4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan. Artinya khalayak menerima
secara serempak (simultan ) pesan yang disampaikan melalui media massa.
5. Komunikan pada komunikasi massa bersifat heterogen. Artinya komunikan atau
khalayak merupakan masyarakat yang heterogen. Keberadaannya terpencar, satu
sama lain tidak saling mengenal dan tidak melakukan kontak pribadi, masing-masing
berbeda latar belakang sosialnya seperti usia, agama, pekerjaan, pendidikan,
kebudayaan, pengalaman dan sebagainya.
Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan
yang beragam dalam jumlah yang banyak menggunakan media.
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
Mass Media Uses and Gratifications .
Model Mass Media Uses and Gratifications menurut para pendirinya menyatakan
bahwa awal kebutuhan secara psikologis dan sosial individu menimbulkan harapan
tertentu kepada media massa atau sumber lain. ( Katz, Blumler, Gurevitch, 1974 : 19 –
32).
Dalam penelitian ini tidak semua komponen yang ada dalam model Mass Media
Uses and Gratifications diteliti. Penelitian ini akan mendeskripsikan tentang:
1. Bagaimanakah motivasi masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang
Siantar mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko untuk mendapatkan informasi
daerah ?
2. Apakah Jenis informasi daerah yang didengar masyarakat Pedagang Pasar Horas di
Kota Pematang Siantar dari Radio Komunitas Epiginosko ?
3. Kapankah Waktu masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar
mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko ?
4. Dimana Lokasi masyarakat Pedagang Pasar Horas di Kota Pematang Siantar
biasanya mendengarkan Radio Komunitas Epiginosko ?

Anteseden Motif Penggunaan Efek


Media
Variabel - Kognitif - Waktu - Kepuasan
Individual - Diversi - Frekuensi - Ketergantungan
Identitas - Isi - Pengetahuan Personal - Jenis Isi

Variabel
Lingkungan
Sumber : Jalaluddin Rahmat, 1985

Model ini dimulai dengan Variabel Anteseden yang terdiri dari Variabel
Individual yaitu antara lain usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan tingkat
pendapatan. Variabel Lingkungan juga masih merupakan bagian dari Variabel Anteseden
yang biasanya terdiri dari lingkungan sosial, afiliasi kelompok, organisasi dan lain
sebagainya.
Masyarakat dalam model penelitian ini memiliki kebutuhan dan
motif beraneka ragam berdasarkan karakteristik sosialnya. Katz,
Blumler, Gurevitch membuat tipologi kebutuhan manusia yang
berhubungan dengan penggunaan media yang meliputi :
1. Kebutuhan Kognitif
2. Kebutuhan Afektif
3. Kebutuhan Integratif Pesan
4. Kebutuhan Integratif Sosial
5. Kebutuhan akan pelarian
Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dan dipuaskan melalui media massa dan
sumber lain . Melalui sumber lain , kebutuhan dapat terpenuhi melalui hubungan dengan
keluarga, teman, komunikasi interpersonal, maupun mengisi waktu luang dengan
berbagai cara.
Kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini memang memodifikasi efek
media massa terhadap sikap individu. Dalam pembahasan dan kerangka teoritis, media
massa di sini dimaknai sebagai Radio Komunitas Epiginosko.
Kebutuhan melalui media massa dapat dipenuhi dengan membaca surat kabar dan
majalah, mendengarkan radio serta menonton televisi. Dalam penelitian ini, model Mass
Media Uses and Gratifications diadaptasi untuk meneliti hubungan antara motif
masyarakat dengan penggunaan radio.
Chaffe (1980) dalam Rakhmat (1985:215-217), mengemukakan tiga pendekatan
untuk melihat efek media massa. Pertama, pendekatan yang berkaitan dengan pesan
media massa. Kedua, pendekatan dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada
khalayak. Seperti penerimaan informasi, perubahan perasaan atau sikap dan perubahan
perilaku (perubahan kognisi, afeksi, dan behavioral). Dan ketiga, meninjau satuan
observasi yang dikenai efek media massa.
Pendekatan tersebut, menurut Gonzales (1978; dalam Jahi, 1988:17), disebut tiga
dimensi efek komunikasi massa, yaitu : (1) efek kognitif yang meliputi peningkatan
kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuan; (2) efek afektif yang berhubungan dengan
emosi, perasaan, dan sikap; sedang (3) efek konatif erat hubungannya dengan niat dan
kecenderungan berperilaku menurut cara tertentu.
Mar’at (1981:124), mengungkapkan bahwa komponen kognitif dan afektif banyak
dipengaruhi oleh media komunikasi seperti film, surat kabar, radio, dan televisi. Teori
belajar sosial dari Bandura (1977), menjelaskan efek prososial dari media massa itu
sendiri.
Ketika membicarakan motif, peneliti perlu mengawali dengan meletakkan
konsepsi manusia karena yang diteliti adalah motif manusia. Konsep manusia yang
dibahas dalam penelitian ini adalah konsepsi Psikologi Humanistik yang melihat manusia
sebagai manusia seutuhnya. Tidak seperti pandangan Psikoanalisis yang cenderung
menganggap manusia hanya dipengaruhi oleh naluri hewaninya dan Behaviorisme yang
melihat manusia sebagai robot tanpa jiwa dan nilai.
Kedua pandangan yang tadi disebutkan tidak menghormati manusia sebagai
manusia. Keduanya tidak mampu menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan
membangun seperti cinta, kreativitas, nilai , makna, dan pertumbuhan pribadi (Rakhmat,
2001 : 30 ).
Manusia adalah pencari makna, dalam pertumbuhannya manusia memerlukan
orang lain. Dengan kata lain, hidup manusia lebih bermakna ketika manusia itu
melibatkan nilai-nilai dan pilihan yang membangun . Menurut Carl Rogers dalam
konsepsi Humanistik ini, manusia mempunyai prilaku meningkatkan, mempertahankan
dan pengaktualisasian diri.
Berkaitan dengan prilaku manusia, William Mc.Dougall mengemukakan faktor-
faktor personal yang menentukan prilaku manusia. Manusia memiliki faktor-faktor
personal (internal) antara lain sikap, instink, kepribadian, sistem kognitif, dan motif
( Rakhmat, 2001:33).
Secara Etimologis, motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu ”motivas” yang
berarti alasan dasar , pikiran dasar, dorongan bagi seseorang untuk berbuat atau ide pokok
yang selalu berpengaruh terhadap tingkah laku manusia ( Kartono, 1988 : 153).
Sedangkan menurut Wahyusumidjo, motivasi merupakan proses psikologis yang
mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan pada seseorang
yang timbul karena adanya faktor intrinsik dan ekstrinsik (Wahyusumidjo , 1984:178 )
Dari pendapat di atas, dijelaskan lebih lanjut bahwa faktor intrinsik dalam diri
manusia dapat timbul berdasarkan kepribadian, sikap, harapan, dan kebutuhannya
(need). Kebutuhan inilah yang menimbulkan motif.
Motif merupakan salah satu faktor pembentuk prilaku seseorang dalam
menanggapi sesuatu. Motif merupakan daya yang timbul dari dalam diri yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu.
Menurut tafsiran sosiologis Max Webber , motif merupakan deskripsi verbal
yang memberikan gambaran, penjelasan atau dasar kebenaran tingkah laku yang telah
dilakukan (Turner, 1984).
Menurut Yoseph Klapper (Rakhmat, 2001: 198) pengaruh Komunikasi Massa
ditentukan oleh faktor-faktor predisposisi personal, keanggotaan kelompok dan proses
selektif atau biasa juga disebut faktor personal. Di dalam faktor personal inilah terdapat
motif yang memberikan asumsi tertentu bagi orang dalam menanggapi sesuatu. Jadi dapat
dikatakan motif mempengaruhi seseorang dalam memilih sesuatu termasuk juga dalam
memilih media massa dan mengkonsumsi isinya. Demikian juga halnya motif
menggunakan telepon pedesaan sabagai salah satu sarana berkomunikasi .
Dalam kata lain Efektifitas sebuah proses komunikasi ditentukan oleh tiga faktor,
menurut Rakhmat (1989:62), ketiga faktor itu adalah sebagai berikut :

1. Faktor Komunikator
Komunikator dalam model ini harus memiliki kredibilitas, daya tarik dan
kekuasaan. Kredibilitas terdiri dari dua unsur yaitu keahlian dan kujujuran. Keahlian
diukur dengan sejauhmana komunikan menganggap komunikator mengetahui jawaban
yang benar. Sedangkan kejujuran dioperasionalkan dengan persepsi komunikan tentang
sejauhmana komunikan tidak memihak dalam penyampaian pesan.
Daya tarik ukur dari kesamaan, familiaritas dan kesukaan. Kekuasaan
dioperasionalkan dengan tanggapan komunikan tentang kemampuan komunikator untuk
memberikan ganjaran, kemampuan untuk meneliti apakah komunikan mengikuti pesan
yang disampaikan atau tidak.

2. Faktor Pesan
Pesan terdiri dari struktur pesan, gaya pesan, imbauan pesan. Pertama, struktur
pesan ditunjukkan dengan pola penyimpulan, pola urutan argumentasi dan pola
objektifitas. Prinsip-prinsip yang harus dianalisis adalah sebagai berikut :
1. Perceived Control adalah kemampuan komunikator untuk melakukan pengawasan
apakah komunikan itu tunduk kepada pesan atau tidak.
2. Perceived Concern adalah kemampuan komunikator untuk melakukan
penelitian/mersa peduli apakah komunikan tunduk kepada pesan.
3. Perceived Security adalah kemampuan komunikator untuk
memperhatikan/menyelidiki apakah komunikan itu tunduk kepada pesan.
Kedua, gaya pesan menunjukkan variasi linguistik dalam penyampaian pesan
(perulangan, mudah dimengerti, perbendaharaan kata).
Ketiga, Appeals (imbauan) pesan mengacu pada motif-motif psikologis yang dikandung
pesan (rasional, emosional, reward appeals, fear appeals ).
Menurut Cultip dan Center dalam Susanto (1982:138) mengatakan bahwa pesan
yang efektif adalah pesan yang memiliki 7 C yaitu :
1. Credibility yaitu nilai kepercayaan khalayak atau publik kepada komunikator.
2. Context yaitu faktor yang menghubungkan isi pesan dengan keadaan lingkungan yang
ada.
3. Contents yaitu faktor makna dan arti yang tersimpulkan dalam pesan terutama
memperhatikan apakah pesan dipahami oleh komunikan.
4. Clarity adalah faktor kesederhanaan dan jelas tidaknya perumusan yang digunakan
dalam pesan
5. Continuity adalah pesan yang bersifat kesinambungan
6. Consistency adalah ada tidaknya pertentangan / pebedaan dalam bagian-bagian
ataukah terdapat suatu pengulangan dengan variasi di dalamnya.
7. Capability adalah faktor yang terakhir dalam penelitian pesan untuk disebarkan
kepada komunikan.

3. Faktor media
Media yang diteliti adalah Radio Komunitas dengan asumsi semakin lengkap
sarana dan prasarana yang disediakan untuk proses komunikasi maka hasil yang akan
diperoleh akan semakin tampak lebih sempurna walaupun kadangkala banyak kendala
yang harus dijumpai.

F. METODOLOGI PENELITIAN
F.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Survey.
Metode ini digunakan karena penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research)
dengan menyebarkan kuesioner kepada responden terhadap sampel yang telah ditentukan.

F.2 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian ini adalah dilakukan di Kota Pasar Horas Pematang Siantar .

F.3 Populasi dan Sampel


Adapun populasi dalam penelitian ini adalah komunitas Pedagang Pasar Horas
Kota Pematang Siantar. Sementara sampel dalam penelitian ini adalah pendengar Radio
Komunitas Epiginosko yaitu Pedagang Pasar Horas Kota Pematang Siantar. Jumlah
sampel dalam penelitian sebanyak 54 orang terdiri dari para pedagang di Pasar Horas
Kota Pematang Siantar. Pengambilan sampel tersebut diambil 10 % jumlah populasi.
Metode ini digunakan berdasarkan penjelasan suharsimi arikunto, menyebutkan jika
jumlah populasi dari 100 orang maka dapat diambil samnpel antara 10 %, 15% hingga 20
%.

F.4 Metode Pengumpulan Data


a. Pengkajian Kepustakaan, yang dilakukan dengan cara mempelajari dan
mengumpulkan data dari literatur dan bahan bacaan yang ada hubungannya dengan
masalah dalam penelitian ini.
b. Penyebaran Kuesioner
F.5 Metode Analisis Data
Analisa data dilakukan secara deskriptif, karena penelitian ini adalah penelitian
survey dengan menyebarkan kuesioner kepada responden yang telah ditentukan. Dari
data tersebut dianalisa melalui tabel tunggal sebagaimana lazimnya dalam metode
deskriptif.

G. Kerangka Konsep dan Operasionalisasi Variabel


Kerangka konsep adalah sebagai hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis
dalam memperkirakan kemungkinan hasil yang akan dicapai dalam penelitian ( Nawawi,
2001 : 40 ). Kerangka konsep terdiri dari variabel-variabel ( konsep-konsep ) dan
hubungan-hubungan yang membentuk konteks kausal dari penyelidikannya, karena itu
harus memerlukan desain riset ( Mayer dan Wood, 1984 ; 263 ) .
Merujuk dari kerangka teori di atas yang menghasilkan kerangka konsep
kemudian diimplementasikan dalam Operasionalisasi Variabel penelitian ini adalah
sebagai berikut :
G.1 Variabel Anteseden
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Tingkat Pendidikan
d. Tingkat Penghasilan
e. Keikutsertaan Organisasi
f. Pekerjaan

G.2 Variabel Motif (Penggunaan Radio)


a. Orientasi Kognitif ( Kebutuhan Informasi, Pengawasan Lingkungan Sosial,
Eksplorasi Realitas )
b. Diversi ( Kebutuhan Pelepasan Dari Tekanan, Kebutuhan Hiburan )
c. Identitas Personal (Memperkuat/menonjolkan sesuatu yang penting dalam
kehidupan )

G.3 Variabel Penggunaan Media ( Penggunaan Radio )


a. Durasi yang digunakan.
b. Frekuensi penggunaan
c. Isi ( Bahan Pembicaraan)
d. Jenis Isi ( Klasifikasi : ekonomi, sosial, politik , pendidikan )

G.4 Variabel Efek ( Penggunaan Radio )


a. Pengetahuan
b. Kepuasan
c. Ketergantungan

H. HASIL PENELITIAN

Usia Responden Usia Responden pada penelitian ini adalah


mayoritas berkisar diatas 42 x 4 (32%) sementara
umur 27 -31 tahun hanya 4 %
Jenis Kelamin Jenis kelamin laki-laki ternyata lebidominan
(66%) dibandingkan perempuan (35%).
Tingkat Pendidikan Mayoritas tingkat pendidikan pedagang yang menjadi
responden dari penelitian ini adalah yang ditawar Oma
(79%).
Tingkat Penghasilan Mayoritas responden berpenghasilan tiap bulannya dari
dari hasil dagangan merekan antara 1,4 juta – 1,9 juta
sebesar (48%) dan diatas 2 juta (34%).
Mencari Informasi Pada umumnya pedagang pajak horas sangat setuju
mencari informasi tentang berkaitan dengan
pekerjaan sebesar (65%), walaupun ada yang mengajukan
untuk mencari informasi pekerjaan mereka sebesar (2,4%).
Radio Epiginosko Menyatakan sangat setuju (45%), Ragu-ragu (9%),
sebagai sumber Kurang Setuju (2,4%).
Informasi
Keberadaan Radio Menyatakan sangat setuju (41%), Setuju (48%),Ragu
Epiginosko sesuai -ragu (11%).
dengan yang
diharapkan dan
kebutuhan
Radio Epiginosko Yang menyatakan sangat setuju (37%), Setuju (46%),
mendorong menam Ragu-ragu (39%).
bah pengetahuan
dunia usaha
Radio Epiginosko sangat dan setuju (81%), Ragu-ragu (24%).
memberikan kesenangan
Radio Epiginosko Yang menyatakan sangat setuju dan setuju (78%) dan
mendorong berwira usaha ragu-ragu (22%).

I. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


Kesimpulan

1. Motivasi mendengarkan radio komunitas berdasarkan motivasi kognitif adalah untuk


memperoleh informasi mendapatkan pengetahuan, mempelajati sesuatu, mendapatkan
wawaan. Motivasi diversi responden mengakui dengan mendengarkan radio
komunitas yaitu untuk kebutuhan pelepasan demi tekanan, kebutuhan mendapatkan
hiburan, mendapatkan kesenangan, kemudian motivasiidentitas personal yaitu dengan
mendengarkan radio mendorong dalam pemenuhan syarat untuk berwirausaha.

2. Pada umumnya perdagangan Pasar Horas sangat setuju mencari informasi yang
berkaitan dengan pekerjaan responden.

3. Pada umumnya pedagang Pasar Horas P. Siantar mendengarkan radio pada pagi hari
dan sampai sore hari masing-masing sebesar 28% dan ada juga pedagang sebesar
26%.

4. Pada umumnya pedagang Pasar Horas mendengarkan radio ketika berada di Pasar
Horas dan sebagian lagi menyatakan ada yang dirumah.

Rekomendasi
Pengelola/managemen radio efiginosko meningkatkan kualitas materi saran yang
diberkaitan dengan aktivitas pedagang pasar horas yang berkaitan dengan nilai nilai
keagamaan.

1. Pemerintah Daerah dalam hal pemko P. Siantar diharapkan dapat mendorong lebih
banyak lagi berdiri dikota P. Siantar.

2. Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Komunikasi dan Informatika dapat
memberikan pembinaan langsung maupun tidak langsung tentang manajemen
pengelolaan radio komunitas secara modren.

Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 1986. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, Bina
Aksara, Jakarta.
DeFleur, Melvin and Ball-Rokeach. 1982. Theories of Mass Communication, New York
& London.
Depari, Eduard dan Collin Mac Andrew. 1982. Peranan Komunikasi Massa Dalam
Pembangunan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Fisher, Aubrey B. Diterjemahkan Trimo, Soedjono. Penyunting: Jalaluddin Rakhmat.
1990. Teori-Teori Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Infante A Dominac, Andrew, S.Rancer, Deanna F.Womack, 1993. Building
Communication Theory, Waveland Press,
Krech, David, Crutchfield, Richard S, and Ballachey Egerton. 1962. Individual In
Society, A Texbook of Social Psychology, International Student Edition. Tokyo:
McGraw-Hill International Book Company, Kogakhusa, Ltd.
Kerlinger, Fred N, Foundation of Behaviour Research, Secon Edition, New York
University
McQuail, Denis. Alih Bahasa : Putu Laxmant S. Pendit. 1985. Model - Model
Komunikasi, Uni Primas, Jakarta
---------------. Alih Bahasa : Agus Dharma dan Aminuddin Ram. 1987. Teori Komunikasi
Massa, Erlangga, Jakarta.
Nazir Mohd, 1998, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia.
Rakhmat, Jalaluddin. 1985. Psikologi Komunikasi, Remadja Karya, Bandung.
--------------------. (1989), (1991). Metode Penelitian Komunikasi, Remadja Karya,
Bandung.
Sari, S. Endang. 1993. Audience Research. Pengantar Studi Penelitian Terhadap
Pembaca, Pendengar,dan Pemirsa. Bandung: Remadja Karya.
Severin Werner J. James W. Tankard, Jr, 2005, Teori Komunikasi , Sejarah, Metode dan
Terapan di Dalam Media Massa, Prenada Media
Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendy (ed). 1989. Metode Penelitian Survai, LP3ES,
Jakarta.
Tan, Alexis. 1980. Mass Communication Theories and Research, Grid Publishing Inc,
Columbus, Ohio.
Wright, Charles R. Penyunting : Jalaluddin Rakhmat. 1988. Sosiologi Komunikasi
Massa, Remadja Karya, Bandung.
OPINI PUBLIK MENGENAI PERAN MEDIA CETAK LOKAL
DALAM PEMBANGUNAN BIDANG PERTANIAN HORTIKULTURA
(Survei di Desa Ndokum Siroga dan Desa Surbakti Kecamatan Simpang Empat
Kabupaten Karo)*

Oleh : IDAWATI PANDIA**

Abstrak

Penelitian Opini Publik Mengenai Peran Media Cetak Lokal Dalam


Pembangunan Pertanian Hortikultura ini menggunakan pendekatan deskriptif
kuantitatif.Populasi dari penelitian ini adalah masyarakat di dua desa di Kecamatan
Simpang Empat Kabupaten Karo yang membaca media cetak lokal. Hasil temuan
menunjukkan bahwa masyarakat di dua desa yang menjadi lokasi penelitian, ternyata
masih memanfaatkan media cetak lokal sebagai sumber informasi pembangunan
pertanian hortikultura. Keberadaan media massa cetak lokal masih dapat dan sangat
diharapkan oleh masyarakat dalam mendorong suksesnya pembangunan pertanian
hortikultura, apalagi masyarakat petani masih merasakan kurangnya informasi tentang
pangsa pasar produk pertanian dan informasi tentang agrobisnis dan budidaya
pertanian hortikultura. Peran inilah yang sangat diharapkan masyarakat yang dapat
ditangkap dan diisi oleh media massa cetak lokal. Namun ini masih terkendala karena
terbatasnya sirkulasi dan keterlambatan media lokal sampai ke masyarakat terutama
masyarakat pedesaan.

Kata–kata Kunci : Opini Publik,Media Lokal Pertanian, Hortikultura.

A. Latar Belakang Masalah


Salah satu masalah yang banyak dibicarakan dan masih aktual serta menarik
perhatian di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara adalah masalah pembangunan. Dan
sudah barang tentu untuk mensukseskan pembangunan ini diperlukan peranan pers atau
peranan media massa dalam menyampaikannya ditengah – tengah masyarakat. Dengan
kata lain, seharusnyalah media yang tangkas dan wartawan yang profesional sudah pasti
sangat diperlukan karena memainkan fungsi, peran dan kewajiban yang amat
menentukan, sehingga pelaksanaan pembangunan itu dapat berjalan dengan baik, layak
dan mempunyai wibawa. Hal ini perlu diperhatikan dengan baik agar pembangunan ini
tidak berjalan dengan semaunya saja ataupun sampai kebablasan. Kalau hal ini sampai
terjadi, sudah tentu pembangunan ini akan menimbulkan dampak yang negatif bagi
masyarakat.
Kemudian perlu diingat bahwa media yang sehat tentu saja menjadi mutlak
kehadirannya untuk mendorong agar pelaksanaan pembangunan itu juga menjadi sehat,
kuat dan bermartabat. Jadi keduanya, media dan pembangunan tidak dapat dipisahkan
dari perkembangannya. Oleh karena itu kebebasan pers yang sehat ( healthy press
freedom ) menjadi prasyarat yang mutlak menuju pembangunan yang sehat pula.
Sebaliknya pembangunan yang sehat sudah jelas sangat membutuhkan kebebasan pers
yang sehat pula.

*
Telah diseminarkan di Siantar Hotel, Pematang Siantar, Tgl. 10 Juli 2008
**
Penulis adalah Peneliti Pertama Bidang Media Massa Pada BBPPKI Medan
Pelaksanaan pembangunan daerah yang demokratis digerakkan oleh tiga pilar
utam yang saling berkaitan. Ketiga pilar utama dalam gerakan pelaksanaan pembangunan
itu adalah sebagai berikut : pertama, institusi pemerintah daerah. Pilar utama yang
pertama ini mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan
pelaksanaan pembangunan. Sudah tentu semua kebijakan yang menyangkut pelaksanaan
pembangunan daerah berada di institusi pemerintah daerah terutama Bupati dan Walikota.
Kedua, institusi pers. Pilar utama yang kedua ini juga mempunyai peranan yang sangat
menentukan didalam pembangunan daerah. Melalui media massa yang ada, instutusi pers
seperti suratkabar dan televisi turut menentukan berhasil tidaknya pembangunan daerah
tersebut.
Ketiga, masyarakat. Pilar utama yang ketiga ini ikut pula menentukan
keberhasilan pembangunan. Tanpa keikutsertaan masyarakat, pers tidak akan
berkembang, lalu pemerintah daerah akan sulit menentukan arah dan kebijaksanaan
pembangunan. Akibatnya pembangunan daerah pun akan mandeg.
Salah satu kabupaten yang sangat intens memperhatikan keberlangsungan
pembangunan di Sumut adalah Kabupaten Karo. Kabupaten Karo adalah kabupaten yang
sangat didominasi oleh sektor pertanian yaitu sub sektor pertanian tanaman pangan dan
palawija, sub sektor hortikultura, perkebunan, peternakan dan sebagian kecil perikanan
darat ( air tawar ). Jumlah rumahtangga yang berusaha disektor ini berkisar antar 70
persen sampai dengan 74 persen ( BPS, 2006, 10 ). Kontribusi pertanian yang diberikan
Kabupaten Karo pada Propinsi Sumatera Utara persentasenya cukup besar. Dengan
melihat hal tersebut, sudah sepantasnya Kabupaten Karo memiliki corong yang kuat
untuk mensosialisasikan kepada masyarakat melalui media massa, potensi wisata dan
pertanian yang lebih luas dalam merencanakan dan mengelola sumber daya yang dimiliki
dan untuk memberikan fasilitas dan dorongan yang lebih terarah pada perkembangan
pembangunan kerakyatan.
Pemerintah Kabupaten Karo menetapkan salah satu misi pembangunannya yang
berbunyi ” Mengembangkan secara optimal pertanian, pariwisata, industri dan
perdagangan berbasis agrobisnis yang berdaya saing dan berwawasan lingkungan dan
rehabilitasi lahan yang kritis ( BPS, 2006, 10 ). Misi ini tidak akan terwujud secara efektif
tanpa fungsi dan peranan pers, khususnya yang tersebar pada masyarakat Kabupaten
Karo. Adapun jenis media cetak lokal yang turut mewarnai dan memberikan informasi
bagi masyarakat, khususnya di Kabupaten Karo antara lain ; Majalah Sibayak Pos terbitan
Brastagi, Tabloid Karo Membangun, Dinas Infokom, Info Karo, Humas Pemkab Karo,
Sora Mido, dan Sirulo ( sumber : Dinas Infokom Karo ). Berdasarkan latar belakang
permasalahan yang telah dipaparkan diatas dan mengingat bahwa salah satu fungsi pers
yaitu sebagai fungsi kontrol,sehingga opini publik menjadi sangat penting bagi
pemerintah didalam melakukan perencanaan pembangunan,maka penulis tertarik dan
merasa penting untuk melakukan penelitian bagaimana opini publik mengenai peran
media cetak lokal dalam pembangunan bidang pertanian hortikultura ini.

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pemanfaatan media cetak lokal sebagai sumber informasi pembangunan
bidang pertanian hortikultura ?
2. Bagaimanakah opini publik mengenai peran media massa cetak lokal sebagai sumber
informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura.
3. Apakah kendala yang dihadapi masyarakat tentang media massa cetak lokal dalam
mensukseskan pembangunan bidang pertanian hortikultura.

C. Tujuan Penelitian
Sebagai tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimanakah pemanfaatan media cetak lokal sebagai sumber
informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura.
2. Untuk mengetahui bagaimana opini publik mengenai peran media massa cetak lokal
sebagai sumber informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura.
3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi masyarakat tentang media massa cetak
lokal dalam mensukseskan pembangunan bidang pertanian hortikultura.

D. Manfaat Dan Sasaran penelitian


Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan berupa data dan informasi bagi pemerintah, dalam hal ini
Departemen Komunikasi dan Informatika RI untuk membuat kebijakan dalam bidang
komunikasi massa mendatang.
2. Sebagai referensi bagi BBPPKI Medan dan instansi – instansi yang terkait untuk
bahan kajian lanjutan.

Sasaran
Adapun sasaran dengan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara tidak langsung masyarakat ikut berperan serta dalam mensukseskan
pembangunan bidang pertanian hortikultura, ikut memberhasilkan pembangunan
daerah yang terrencana dan terarah.
2. Adanya kebebasan pers yang sehat menjadi prasyarat yang mutlak menuju
pembangunan bidang pertanian yang sehat pula.
3. Terwujudnya pelaksanaan pembangunan yang berjalan dengan baik, layak dan
berwibawa.

E. Kerangka Teori
Kebutuhan melalui media massa dapat dipenuhi dengan membaca suratkabar.
Tabloid dan majalah lokal. Dalam penelitian ini,model Teori Normatif,yaitu Teori Media
Pembangunan diadaptasi untuk meneliti bagaimana Opini Publik Mengenai Peran Media
Lokal Dalam Pembangunan Bidang Pertanian Hortikultura.
Teori Normatif (cabang filsafat sosial) yang lebih berkenan dengan masalah
bagaimana seharusnya media berperan bilamana serangkaian nilai sosial ingin diterapkan
dan dicapai dengan sifat dasar nilai-nilai sosial tersebut.Jenis teori ini penting karena ia
memang berperan dalam membentuk institusi media dan berpengaruh besar dalam
menentukan sumbangsih media,sebagaimana yang diharapkan oleh publik media itu
sendiri dan organisasi,serta para pelaksana organisasi sosial itu(McQuail,1994:4).
Teori media pembangunan adalah penerimaan pembangunan ekonomi itu sendiri
(yang karenanya perubahan sosial),dan sering kali “pembangunan bangsa” (nation-
building)yang bersangkutan,sebagai tujuan utama.Untuk mencapai tujuan
tersebut,kebebasan tertentu dari media dan para wartawan tunduk pada tanggung jawab
mereka untuk membantu pencapaiannya.Pada saat yang sama,yang ditekankan adalah
tujuan kolektif dan bukan kebebasan individu.Unsur yang relatif baru dalam teori media
pembangunan adalah penekanan pada “hak untuk berkomunikasi,”yang didasarkan atas
Pasal 17 Deklarasi Universal Hak-Hak Manusia: Setiap orang memiliki hak
mengeluarkan pendapat:hak ini mencakup kebebasan menganut pendapat tanpa ganguan
dan kebebasan untuk mencari, menerima,dan menyampaikan informasi dan gagasan
melalui media manapun tanpa mempersoalkan batas negara.”Meskipun sukar menemukan
kasus-kasus individu yang jelas menunjukkan teori media pembangunan,prinsip utama
teori ini dapat diungkapkan sebagai berikut:
1. Media seyogyanya menerima dan melaksanakan tugas pembangunan positif sejalan
dengan kebijaksanaan yang ditetapkan secara nasional.
2. Kebebasan media seyogyanya dibatasi sesuai dengan (1) prioritas ekonomi dan (2)
kebutuhan pembangunan masyarakat.
3. Media perlu memprioritaskan isinya pada kebudayaan dan bahasa nasional.
4. Media hendaknya memperioritaskan berita dan informasinya pada negara sedang
berkembang lainnya yang erat kaitannya secara geografis,kebudayaan,atau politik.
5. Para wartawan dan karyawan media lainnya memiliki tanggung jawab serta
kebebasan dalam tugas mengumpulkan informasi dan penyebarluasannya.
6. Bagi kepentingan tujuan pembangunan,negara memiliki hak untuk campur tangan
dalam,atau membatasi,pengoperasian media serta sarana penyensoran,subsidi,dan
pengendalian langsung dapat dibenarkan.
Sementara pengguna media itu sendiri adalah orang-orang yang berpikiran
rasionalyang secara aktif memilih media mana yang mereka anggap dapat memuaskan
kebutuhan yang mereka ingin dapatkan.Ada beberapa katagori kebutuhan individu,yang
semuanya berasal dari fungsi sosial dan psikologi dari media,kategori ini antara lain
menurut Katz Hass dan Gurevitch (Marshall,Jr,2000) yakni:
a. Kebutuhan kognitif; kebutuhan akan informasi,pengetahuan,dan pengertian tentang
lingkungan sekitar.
b. Kebutuhan afektif : kebutuhan untuk memperkuat pengalaman akan
emosi,kesenangan,atau pengalaman keindahan.
c. Kebutuhan integrative personal : memperkuat kredibilitas, kepercayaan diri,kesetian,
dan status pribadi.
d. Kebutuhan interaksi sosial : memperkuat hubungan dengan keluarga,teman,dengan
alam sekitar.
e. Kebutuhan akan pelarian : hasrat melarikan diri dari kenyataan, melepaskan
ketegangan, kebutuhan akan hiburan.Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat
dicapai dengan dua cara, yaitu: (1) Pemenuhan kebutuhan yang didapatkan dengan
cara mengakses/menggunakan media yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan (2)
Pemenuhan kebutuhan didapatkan dengan cara mempelajari isi informasi dalam
media yang kemudian diterapkan dalam praktek.
f. Sejalan dengan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa pengguna media secara
umum adalah untuk memenuhi kebutuhan informasi,hiburan dan intraksi sosial.
Dari kerangka pemikiran inilah, peneliti akan menguraikan permasalahan
bagaimana opini publik mengenai peran media lokal dalam pembangunan bidang
pertanian hortikultura di Kabupaten Karo.

F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstark yang
dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta – fakta yang diperoleh
dari pengamatan. Bungin,” Mengartikan konsep sebagai generalisasi dari sekelompok
fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang
sama. Sedangkan Kerlinger, menyebutkan konsep sebagai abstraksi yang dibentuk dengan
menggeneralisasikan hal – hal khusus. Jadi konsep merupakan sejumlah ciri atau standar
umum suatu objek.” ( Kriyantono, 2006 : 17 ). Berdasarkan kerangka teroritis diatas,
adapun konsep – konsep dalam penelitian ini sebagai berikut
Opini adalah suatu pernyataan mengenai sesuatu yang sifatnya bertentangan.
Opini merupakan ” expressed statement ” yang bisa diucapkan dengan kata – kata, isyarat
atau cara lain yang mengandung arti dan dapat dipahami maksudnya ( Meinanda, 1980,
29 ). Ini berarti opini harus dinyatakan, dengan demikian pengertian opini atau pendapat
mempunyai dua unsur yakni :
1. Ada pernyataan
2. Mengenai masalah yang bertentangan
Disamping itu juga, opini dapat dinyatakan melalui media massa seperti televisi,
radio maupun suratkabar atau majalah. Karena opini mempunyai ciri – ciri antara lain :
1. Mempunyai pendukung dalam jumlah besar.
2. Selalu diketahui dari pernyataan – pernyataan.
3. Merupakan sinthesa atau kesatuan dari banyak pendapat.
Sehingga opini ini bisa ditemukan dari berbagai kalangan. Selanjutnya suatu
pendapat harus dinyatakan terlebih dahulu agar dapat dinilai sebagai pendapat atau opini
publik, sebab sesuatu yang belum dinyatakan belum bisa disebut opini karena belum
mengalami proses dalam diri manusia, sehingga masih merupakan sikap, Irish dan Protho
( Susanto, 1985, 92 ). Jadi yang dimaksud dengan opini publik adalah pendapat atau sikap
masyarakat terhadap suatu masalah atau organisasi, dimana pembentukan opini publik
melalui berbagai hal, pelayanan terhadap publik, opinion leader dan kegiatan komunikasi
( Hardiman, 2006, 87 ). Opini publik merupakan pendapat yang ditimbulkan oleh adanya
unsur – unsur sebagai berikut :
1. Adanya masalah atau situasi yang bersifat kontroversial yang menimbulkan pro dan
kontra.
2. Adanya kesempatan bertukar pikiran atau berdebat mengenai masalah yang
kontroversial tersebut
3. Adanya publik yang terikat kepada masalah tersebut dan berusaha memberikan
pendapatnya.
“Opini dan perasaan rakyat dapat disalurkan kedalam program – program
pemerintah, sebab bagaimanapun yang berhubungan dengan fakta dilapangan adalah
masyarakat – masyarakat yang mempunyai opini dan emosi “ ( Lipmann, Walter, 1998,
235 ).
Sementara, berbicara tentang fungsi media massa, Harold Lasswell dan Charles
Wright merupakan sebagian dari pakar yang benar – benar serius mempertimbangkan
fungsi dan peran media massa dalam masyarakat. Wright ( 1959 ) membagi media
komunikasi berdasarkan sifat dasar pemirsa, sifat dasar pengalaman komunikasi, dan sifat
dasar pemberi informasi. Lasswell ( 1984, 1960 ), pakar komunikasi dan profesor
hukum di Yale University mencatat ada 3 fungsi media massa, pengamatan lingkungan,
korelasi bagian – bagian dalam masyarakat untuk merespon lingkungan dan penyampaian
warisan masyarakat dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Selain ketiga fungsi ini,
Wright menambahkan fungsi keempat yakni hiburan ( Severin, 2005, 386 )
Media massa yang dimaksud disini adalah media massa cetak ( printed mass
media ). Pada umumnya kalau kita berbicara mengenai pers sebagai media massa
tercetak, maka kita harus terlebih dahulu memahami bahwa pers adalah lembaga
kemasyarakatan ( social institution ) dan merupakan sub sistem dari kemasyarakatan
dimana ia berada, bersama – sama dalam sub sistem lainnya. Dengan demikian maka pers
tidak hidup secara sendiri, melainkan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga –
lembaga kemasyarakatan lainnya. Bersama – sama dengan lembaga kemasyarakatan
lainnya, pers berada dalam keterikatan organisasi bernama negara. Karenanya eksistensi
pers dipengaruhi, bahkan ditentukan oleh falsafah negara dan sistem politik negara
dimana pers itu hidup. Pers di negara mana dan dimasyarakat mana, ia berada sama –
sama mempunyai fungsi universal yakni :
1. Memberikan Informasi ( to inform )
Menyiarkan informasi adalah tugas suratkabar yang pertama dan utama. Khalayak
pembaca berlangganan atau membeli suratkabar karena memerlukan informasi
mengenai berbagai hal di bumi ini mengenai peristiwa yang terjadi, gagasan atau
pikiran orang lain, apa yang dilakukan orang lain, apa yang dikatakan orang lain dan
lain sebagainya.
2. Mendidik ( to educate )
Sebagai sarana pendidikan massa ( mass education ), suratkabar memuat tulisan –
tulisan yang mengandung pengetahuan, sehingga khalayak pembaca bertambah
pengetahuannya. Fungsi mendidik ini bisa secara implisit dalam bentuk berita, dapat
juga secara eksplisit dalam bentuk artikel atau tajuk rencana
3. Fungsi Menghibur ( to entertaint )
Hal yang bersifat hiburan sering dimuat suratkabar untuk mengimbangi berita – berita
berat ( hard news ) dan artikel – artikel yang berbobot. Maksud pemuatan isi yang
mengandung hiburan itu semata – mata untuk melemaskan ketegangan pikiran setelah
para pembaca dihidangi berita dan artikel yang berat – berat.
4. Mempengaruhi ( to influence )
Fungsi mempengaruhi, menyebabkan suratkabar memegang peranan penting dalam
kehidupan masyarakat. Secara implisit terdapat pada berita, sedangkan secara eksplisit
terdapat pada tajuk rencana dan artikel
5. Pengawasan ( social control )
Jika suratkabar benar melaksanakan tugas sosial kontrolnya, akan banyak tantangan
yang harus dijawab dengan sikap yang berani dan bijaksana. Dalam suatu situasi,
suratkabar bisa dihadapkan kepada dua alternatif, mati terhormat karena memang
prinsip, atau hidup tidak terhormat disebabkan tidak mempunyai kepribadian
( Effendi, Onong, 1981, 94 )

Pengertian Pembangunan
Sukses tidaknya perencanaan pembangunan daerah itu sudah barang tentu tidak
bisa terlepas dari media massa didalamnya. Kenapa seperti itu, karena pemerintah, pers
dan masyarakat adalah satu kesatuan yang saling membutuhkan satu sama lain.
Secara garis besar bisa diidentifikasikan tiga pola pemikiran dan praktek
pembangunan yang berkembang di Indonesia,yang masing –masing menekankan
pendekatan berbeda,yaitu penekanan politik,ekonomi,dan moral sebagai panglima
(Mastur Yahya).
Menurut Totok Mardikanto:Pembangunan didefinisikan sebagai upaya sadar dan
terencana untuk melaksanakan perubahan – perubahan yang mengarah pada pertumbuhan
ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga
masyarakat,terutama untuk jangka panjang.Upaya ini dilaksanakan oleh pemerintah yang
didukung oleh partisipasi masyarakatnya,dengan menggunakan teknologi yang
terpilih.Sedangkan Lionberger dan Gwin mendefinisikan pembangunan sebagai proses
pemecahan masalah,baik masalah yang dihadapi oleh setiap aparat dalam setiap jenjang
birokrasi pemerintah,dikalangan peneliti dan penyuluh,maupun masalah-masalah yang
dihadapi oleh warga masyarakat(Mastur Yahya).
Definisi pertama lebih menekankan pada masyarakat selaku penerima manfaat
(beneficiaries) pembangunan.Sedangkan definisi kedua menyiratkan bahwa pembangunan
tidak hanya untuk masyarakat,melainkan diperuntukkan pula bagi segenap Stake
holder.Benang merah dari definisi pembangunan ialah bahwa pembangunan bertujuan
merubah”keadaan” masyarakat kearah yang lebih baik dengan cara pemecahan masalah
yang dihadapi,maka dalam hal ini masyarakat penting untuk dilibatkan.

Sektor Pertanian Hortikultura


Mengingat bahwa perekonomian masyarakat Karo sangat didominasi oleh sektor
pertanian, dimana sampai saat ini sektor pertanian memberikan kontribusi lebih dari 60
persen setiap tahun bagi pembentukan produk domestik regional bruto ( PDRB )
Kabupaten Karo. Adapun sub sektor yang dominan bagi sektor pertanian yang disoroti
disini adalah sub sektor hortikultura. Hortikultura berasal dari kata ” hortus ” ( garden
atau kebun ) dan ” colore ” ( = to cultirate atau budidaya ). Secara harfiah istilah
hortikultura diartikan sebagai usaha membudidayakan tanaman buah – buahan, sayuran
dan tanaman hias (Edmon et al, 1975), sehingga hortikultura merupakan suatu cabang
dari ilmu pertanian yang mempelajari tentang budidaya buah – buahan, sayuran dan
tanaman hias. Sedangkan dalam GBHN 1993 – 1998, selain buah – buahan, sayuran dan
tanaman hias yang termasuk dalam kelompok hortikultura adalah tanaman obat – obatan.
Su’ud Hassan, 2007 mengatakan bahwa hortikultura terdiri dari :

A. Tanaman Buah – Buahan


Ilmu yang mempelajari tentang tanaman buah – buahan disebut pomologi, sedangkan
orang – orang yang mengusahakannya disebut pomologist. Pengertian buah pada
hortikultura agak berbeda dengan pengertian buah pada ilmu botani, ataupu ekonomi.
Umpamanya mentimun dalam arti botani adalah buah, tetapi dalam arti hortikultura
tergolong kedalam sayur – sayuran. Begitu juga dengan buah labu dalam hortikultura
dan buah tomat di Indonesia termasuk dalam golongan buah, tetapi di negara yang
sudah maju digolongkan kedalam sayur – sayuran. Dengan demikian yang
digolongkan kedalam buah dinegara ini adalah buah yang dihasilkan oleh tanaman
tahunan ( perennial crops )
B. Tanaman Sayur – Sayuran
Ilmu yang mempelajari tentang tanaman sayur – sayuran disebut olericulture dan
orang yang mengusahakannya disebut olericulturist. Pengertian bahwa sayur –
sayuran hanyalah hasil yang dipanen dari tanaman tahunan ( annual crops ) atau
tanaman muda/semusim baik yang menghasilkan buah, batang, umbi dan lain – lain
tidaklah tepat. Ini dikarenakan ada juga sayur – sayuran yang dipetik dari tanaman
tahunan seperti melinjo dan daun jambu mete, daun kangkung, sebangsa pakis dan
lain – lain.
C. Tanaman Bunga
Ilmu yang mempelajari bunga – bungaan disebut floricultura, sedangkan orang yang
mengusahakan disebut floricultureti, tidaklah semata – mata berarti suatu bidang
tanaman bunga – bungaan, tetapi juga tanaman yang tidak berbunga yang biasanya
dipergunakan untuk menghiasi baik berupa semak – semak maupun rumput –
rumputan.
Hal – hal lain yang termasuk kedalam hortikultura :
1. Land scaping : meliputi planning dan pengaturan daripada pekerjaan, tempat tinggal
dan tanam tanaman umum, juga letak bangunan – bangunannya, jalan, pangan, taman
untuk rekreasi dan lain – lain.
2. Pemeliharaan tanaman – tanaman dalam taman, kebun ( nursery production ).
Meliputi seluruh tanaman dalam bidang hortikultura.
3. Seed Production, merupakan bagian penting terutama untuk benih–benih sayur–
sayuran dan bungan–bungaan, untuk menghasilkan benih sayur – sayuran dan bunga –
bungaan daerah tropis bukanlah suatu hal yang mudah, bahkan sering tidak berhasil
sama sekali. Kebanyakan tanaman sayuran baru mau berbuah ( menghasilkan biji )
didaerah – daerah dingin, sehingga untuk Indonesia benih – benih terpaksa diimpor.
4. Pengolahan dan penyimpanan hasil ( processing and storage ). Ini merupakan bagian
penting pada hortikultura, karena hampir semua hasil hortikultura bersifat tidak tahan
lama, sehingga perlu adanya pengalengan oleh industri – industri.
Ditinjau dari fungsinya tanaman hortikultura dapat memenuhi kebutuhan jasmani
sebagai sumber utama, mineral dan protein ( dari buah dan sayur ), serta memenuhi
kebutuhan rohani karena dapat memberikan rasa tentram, ketenangan hidup dan estetika
( dari tanaman hias/bunga ). Sedangkan peranan hortikultura adalah :
1. Memperbaiki gizi masyarakat.
2. Memperbesar devisa negara
3. Memperluas kesempatan kerja
4. Peningkatan pendapatan petani dan,
5. Pemenuhan kebutuhan keindahan dan kelestarian lingkungan
Namun ketika kita membahas masalah hortikultura perlu diperhatikan pula mengenai sifat
khas dari hortikultura yaitu :
1. Tidak dapat disimpan lama
2. Perlu tempat yang lapang ( voluminous )
3. Mudah rusak ( perishable ) dalam pengangkutan
4. Melimpah ruah pada suatu musim dan langka pada musim lainnya
5. Fluktuasi harganya tajam ( www.pertanian.uns.ac.id /~agronomi /dashor.html )
Dengan mengetahui manfaat serta sifat – sifatnya yang khas, dalam
pengembangan hortikultura agar dapat berhasil dengan baik, maka diperlukan
pengetahuan yang lebih mendalam terhadap permasalahan hortikultura tersebut.
Hortikultura adalah komoditas yang akan memiliki prospek yang sangat cerah menilik
dari keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya dalam pemulihan
perekonomian Indonesia dimasa mendatang. Oleh karena itu kita harus berani untuk
memulai mengembangkannya pada saat ini. Seperti halnya negara – negara lain yang
mengandalkan devisanya dari hasil hortikultura antara lain Thailand dengan berbagai
komoditas hortikultura yang serba Bangkok, Belanda dengan bunga tulipnya, Nikaragua
dengan pisangnya, bahkan Israel dari gurun pasirnya, kini telah mengekspor apel, jeruk,
anggur dan lain sebagainya. Sementara pengembangan hortikultura di Indonesia pada
umumnya masih dalam skala perkebunan rakyat yang tumbuh dan dipelihara secara alami
dan tradisional, sedangkan jenis komoditas hortikultura yang diusahakan masih terbatas.
Cakupan sub sektor hortikultura yang dominan diusahakan oleh masyarakat Karo adalah
tanaman sayuran dan buah – buahan yang meliputi tomat, kol, kentang, petsai/sawi, cabe,
buncis, wortel, bawang prei, arcis, jeruk, markisah dan pisang.

G. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang
diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian
seseorang, lembaga, masyarakat dan lain lain pada saat sekarang berdasarkan fakta –
fakta yang nampak atau sebagaimana adanya ( Nawawi, 1983,63 ). Tegasnya penelitian
deskriptif hanya memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu,
keadaan, gejala atau kelompok tertentu

2. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini hanya di fokuskan pada 2 desa , di kecamatan
Simpang Empat Kabupaten Karo, yaitu Desa Ndokum Siroga dan Desa Surbakti.
Kabupaten Karo terdapat 13 kecamatan yaitu : Mardinding, Laubaleng, Tiga Binanga,
Juhar, Munthe, Kutabuluh, Payung, Simpangempat, Kabanjahe, Brastagi, Tiga panah,
Merek, Barusjahe.
Dari 13 Kecamatan diatas, saya mempurposive Kecamatan Simpang Empat
sebagai lokasi penelitian.Dipilihnya hanya satu kecamatan mengingat kecamatan
tersebut :
a. Masyarakatnya betul–betul masyarakat petani yang bergerak dibidang pertanian
hortikultura
b. Berdasrkan data yang ada dikecamatan, desa
ini paling banyak masyarakatnya bergerak dalam bidang pertanian hortikultura .
c. Transportasi dari pusat ibukota propinsi ( Medan ke Kabupaten Karo ) bisa ditempuh
dalam beberapa menit.

3. Populasi dan Sampel


Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh masyarakat petani holtikultura di desa
Ndokum Siroga dan desa Surbakti ,yaitu sebanyak 900 orang.

Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil melalui Teknik Pemilihan Sampel secara
purposive ( purposive sampel technique ) . Teknik purposive adalah suatu teknik yang
mencakup orang – orang yang diseleksi atas dasar kriteria tertentu yang dibuat peneliti
berdasarkan tujuan penelitian ( Kriyantono, 2006, 154 ),maka kriteria yang ditentukan
adalah masyarakat yang betul-betul petani holtikultura,dengan besar sampel 10% dari
Populasi yaitu sebanyak 90 orang, dimana dari 40 desa yang ada di Kecamatan Simpang
Empat ditentukan 2 ( dua ) desa yaitu :
a. Desa Ndokum Siroga yang dianggap pertaniannya paling maju sebanyak 45
responden
b. Desa Surbakti yang pertaniannya kurang maju sebanyak 45 responden

4. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dilakukan melalui angket yang dipandu oleh
enumerator ( pengumpul data ) dimana penulisan angket dilakukan melalui pertanyaan
terbuka dan tertutup. Disamping itu untuk memperkaya data, juga dilakukan metode
library research ( riset kepustakaan ) yaitu pencarian referensi/bahan – bahan dari buku –
buku jurnal, hasil – hasil penelitian dan laman website yang berhubungan dengan materi
penelitian ini.

5. Teknik Analisis Data


Sesuai dengan sifat dan tujuan dari penelitian ini,maka analisis penelitian
dilakukan dengan metode pendekatan deskriptif kuantitatif didukung dengan data
kualitatif yang diperoleh melalui wawancara mendalam,dan akhirnya data lapangan yang
telah diperoleh dikoding dan ditabulasi untuk memperoleh tendensi dengan persentase.

H. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Letak geografis Kabupaten Karo berada diantara 2 0 50 0 –3 0 19 0 Lintang Utara dan
97 0 55 0 – 98 0 38 0 Bujur Timur dengan luas wilayah 2.127,25 Km 2 . Kabupaten Karo
terletak pada jajaran Bukit Barisan dan sebagian bersar wilayahnya merupakan dataran
tinggi. Dua gunung berapi aktif terletak di wilayah ini, sehingga rawan terjadi gempa
vulkanik. Wilayah Kabupaten Karo berada pada ketinggian 120 – 1.400 meter diatas
permukaan laut. Adapun batas – batas wilayah Kabupaten Karo adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deliserdang
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Toba Samosir
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten
Simalungun
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam ( NAD )
Kabupaten Karo terdiri dari 13 kecamatan yang dibagi menjadi 248 desa dan 10
kelurahan. Pusat pemerintahan Kabupaten Karo terletak di Kecamatan Kabanjahe yang
berjarang sekitar 67 kilometer dari Medan
Penduduk asli yang mendiami wilayah Kabupaten Karo disebut suku bangsa Karo.
Suku bangsa Karo ini mempunyai adat istiadat yang sampai saat ini masih terpelihara
dengan baik dan sangat mengikat bagi suku bangsa Karo sendiri. Suku ini terdiri dari 5
( lima ) marga, tutur siwaluh dan rakut sitelu. Merga Silima itu yakni : Karo – Karo,
Ginting, Sembiring, Tarigan dan Perangin - angin. Dalam pekembangannya, adat suku
bangsa Karo terbuka, dalam arti bahwa suku bangsa Indonesia lainnya dapat diterima
menjadi suku bangsa Karo dengan beberapa persyaratan adat. Saat ini wilayah Kabupaten
Karo sudah didiami oleh beragam suku bangsa.
Perekonomian Kabupaten Karo sebagian besar adalah sektor pertanian. Sekitar 70
persen dari jumlah rumah tangga di Kabupaten ini berusaha disektor pertanian terutama
bercocok tanam sayur – sayuran, buah – buahan, padi, palawija, hortikultura, tanaman
perkebunan dan peternakan
1. Kecamatan Simpang Empat
Luas wilayah Kecamatan Simpang Empat adalah seluas 225,47Km 2 yang terdiri dari
40 desa. Jarak dari kabupaten 7 kilometer. Jumlah penduduk 39.966 jiwa dan 10.834
rumahtangga ( RT ). Sejak Januari 2007, Kecamatan Simpang Empat telah
dimekarkan menjadi 3 ( tiga ) kecamatan
2. Desa Ndokum Siroga
Nama Kepala Desa : Supratman Surbakti, terdiri dari 2 ( dua ) dusun. Desa Ndokum
Siroga adalah ibukota dari Kecamatan Simpang Empat. Luas Desa Ndokum Siroga
adalah 2,97 Km 2 , jumlah penduduk 1.969 jiwa yang terdiri dari 522 KK. Adapun
mata pencaharian penduduk terdiri dari 491 KK ( 94% ) bertani dan sebanyak 31KK
( 6% ) adalah non tani. Sementara tingkat pendidikan di Desa Ndokum Siroga adalah :
45 orang tidak bersekolah, 60 orang SD sederajat, 160 orang SLTP sederajat, 85
orang SLTA sederajat dan 43 orang pernah ditingkat perguruan tinggi, dengan
perbandingan jenis kelamin 890 jiwa perempuan dan 2.070 jiwa laki – laki.
3. Desa Surbakti
Nama Kepala Desa : Jasa Surbakti, terdiri dari 5 ( lima ) dusun, luas daerah Desa
Surbakti adalah 9,57 Km 2 dengan jumlah penduduk 2.167 jiwa dimana
perbandingannya 1.003 jiwa laki – laki dan 1.164 jiwa perempuan yang terdiri dari
689 KK. Adapun mata pencaharian penduduknya terdiri dari 684 KK atau 94% adalah
bertani dan sebanyak 41 KK atau 6 %nya bergerak disektor non pertanian. Sementara
tingkat pendidikan di Desa Surbakti adalah 112 jiwa tidak bersekolah, 90 jiwa tamat
SD sederajat, 170 jiwa tamat SLTP sederajat, 160 jiwa SLTA sederajat dan 52 jiwa
tingkat perguruan tinggi.

I. Hasil Penelitian.
Dari hasil penelitian tentang Opini Publik Mengenai Peran Media Lokal Dalam
Pembangunan Bidang Pertanian Hortikultura terlihat bahwa masyarakat Karo,
khususnya di lokasi yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini masih
menggunakan media massa cetak khusus media cetak lokal sebagai sumber informasi
pembangunan Bidang Pertanian Hortikultura. Asumsi ini terlihat seperti yang tertera
dalam tabel penulisan laporan ini. Media cetak juga dianggap sebagai salah satu faktor
dalam mempercepat proses tranfusi informasi pembangunan khususnya bidang pertanian
hortikultura, dimana pada tabel dibawah ini terlihat bahwa media cetak lokal tersebut
dianggap sangat penting bagi masyarakat dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat
petani dalam memperoleh upaya informasi.
J. Pembahasan Hasil Penelitian
Kabupaten Karo adalah salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sumatera Utara
yang mengandalkan pendapatan masyarakatnya dari sektor pertanian. Dengan kata lain
mayoritas Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) yang dihasilkan dari sektor pertanian yang
menghasilkan produk – produk pertanian berbasis agrobisnis.
Produk – produk andalan pertanian Kabupaten Karo ini adalah bermacam sayuran,
buah – buah dan juga bunga – bungaan. Begitu dominannya sektor pertanian yang
dikelola daerah ini sehingga sampai saat ini kontribusi yang diberikan atas pembentukan
produk domestik regional bruto ( PDRB ) hingga mencapai 60 persen. Memang ada
sektor pariwisata yang juga menjadi andalan bagi Pemerintah Kabupaten Karo, namun
hingga kini sektor pariwisata belum juga mampu menggantikan peran sektor pertanian
yang telah begitu dominan.
Berbagai upaya terus dilakukan untuk tetap mempertahankan dan sekaligus
meningkatkan pendapatan dari sektor pertanian ini. Salah satu diantaranya adalah upaya
untuk terus memelihara pasar regional dengan mengundang pengusaha – pengusaha dari
Singapore dan Malaysia yang tergabung dalam Agri-Food And Veterinery Autority Of
Singapore ( AVA ). Kedatangan para pengusaha Singapore ini ke Sumatera Utara
bertujuan untuk melihat secara langsung proses produksi sayur – sayuran langsung ke
tempat produksi sekaligus sebagai upaya penjajakan atas peningkatan kerjasama yang
telah ada selama ini terkait dengan pemenuhan kebutuhan sayur – sayuran di negeri
Singapur tersebut.
Sebagaimana kita ketahui Negara Singapore sangat mengandalkan pasokan sayur
dan buah untuk dikonsumsi dari negara – negara tetangganya. 95 persen pasokan sayur
dan buah berasal dari negara negara seperti Thailand, China, Malaysia, Jepang, Australia
dan Indonesia. Dan tentu saja kondisi tersebut merupakan peluang yang harus
dimanfaatkan semaksimal mungkin. Pemerintah Kabupaten Karo harus tetap konsisten
didalam pengembangan kegiatan agrobisnis tersebut. Keberadaan sumber daya manusia
dalam hal ini petani juga harus selalu mengup-grade pengetahuannya didalam hal
pengolahan pertanian untuk meningkatkan produksi, yang pada akhirnya berimbas kepada
peningkatan kesejahteraan petani tersebut.
Berbagai upaya dilakukan para petani didalam meningkatkan pengetahuannya
dalam mengolah pertanian. Pemerintah Kabupaten Karo sendiri melalui Dinas Pertanian
setempat selalu mengirimkan petugas – petugas penyuluh pertanian untuk membimbing
para petani didalam melakukan aktivitas pertanian. Namun upaya untuk mencari sendiri
informasi tambahan yang paling terbaru juga perlu dilakukan, karena inovasi – inovasi
yang terus berkembang terkadang tidak didapatkan dari sumber informasi seperti
penyuluh pertanian. Salah satu kesempatan yang harus dimanfaatkan para petani di
Kabupaten Karo dewasa ini adalah didalam membudidayakan tanaman – tanam bersifat
organik. Jenis tanaman yang akhir – akhir ini sangat populer karena produk organik ini
terhindar dari bahan – bahan kimia yang tidak bagus buat kesehatan, dan jenis organik
seperti ini sangat digemari oleh konsumen di negara – negara Singapore dan Malaysia.
Informasi seperti inilah yang sangat diperlukan oleh masyarakat petani, termasuk
didalamnya peluang bisnis pemasaran serta proses pasca panennya. Penggunaan teknologi
tinggi didalam meningkatkan produksi pertanian juga perlu diketahui, serta langkah –
langkah strategis lain yang pada intinya adalah bagaimana melaksanakan kegiatan
pertanian yang efektif, cerdas dan mempunyai output yang besar. Solusi cerdas yang
dipilih masyarakat petani dalam mencari informasi terbaru adalah melalui media massa
yang ada di daerah, utamanya media massa lokal.
Tabel 1
Frekuensi Membaca Media Cetak Lokal
Desa Ndokum Siroga Desa Surbakti
Media Tdk Media Tidak
Sering Jarang Total Sering Jarang Total
Pernah Pernah
Sibayak F 16 19 10 5 Sibayak F 16 9 20 45
Pos % 35,6 42,2 22,2 100 Pos % 35,6 20,0 44,4 100
Sora F 6 18 21 45 Sora F 11 11 23 45
Mido % 13,3 40,0 46,7 100 Mido % 24,4 24,4 51,1 100
Sora F 9 4 22 45 Sora F 12 10 23 45
Sirulo % 20,0 31,1 48,9 100 Sirulo % 26,7 22,2 51,1 100
Info F 12 7 26 45 Info F - - - -
Karo % 26,7 15,6 57,8 100 Karo % - - - -
Karo F 17 9 19 45 Karo F 7 10 28 45
Memba % 37,8 20 42,2 100 Memba % 15,6 22,2 62,2 100
ngun ngun

Media cetak juga dianggap sebagai salah satu faktor dalam mempercepat proses
tranfusi informasi pembangunan khususnya bidang pertanian hortikultura, dimana pada
tabel dibawah ini terlihat bahwa media cetak lokal tersebut dianggap sangat penting bagi
masyarakat dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat petani dalam memperoleh upaya
informasi.

Tabel 2
Tingkat Kepentingan Media Cetak Dalam Membantu Usaha Pertanian
Tingkat Kepentingan Media
Desa Sangat Tidak
Penting Total
penting penting
Ndokum F 20 25 - 45
Siroga % 44.4 55.6 - 100
F 18 27 - 45
Surbakti
% 40.0 60.0 - 100

Pada tingkat kepentingan responden terhadap media cetak lokal dalam membantu
usaha pertanian, terlihat bahwa responden di Desa Ndokum Siroga dengan persentase
sebesar 44,4% menganggap media cetak lokal sangat penting dalam membantu usaha
pertanian mereka karena selain kurangnya keberagaman pilihan media yang ada, media
lokallah yang paling tahu kebutuhan para petani , sedangkan untuk pertanyaan yang sama
di Desa Surbakti persentasenya sebesar 40%, responden lainnya menjawab penting
sebesar 55,6% didesa Ndokum Siroga dan 27% di Desa Surbakti. Tidak ada responden
yang menjawab tidak penting untuk materi pertanyaan ini.
Tabel 3
Pengaruh Membaca Media Cetak Terhadap Responden
Pengaruh Membaca Media Cetak
Desa Sangat Tidak
Berpengaruh
Berpengaruh Berpengaru Total
Ndokum F 14 31 h- 45
Siroga % 31.1 68.9 - 100
F 17 28 - 45
Surbakti
% 37.8 62.2 - 100
Anggapan bahwa media cetak berpengaruh terhadap responden terlihat seperti
tabel diatas, dimana 37,8% responden didesa Surbakti menjawab media tersebut sangat
berpengaruh terhadap responden karena dari medialah petani mengetahui informasi
pertanian sehingga hasil pertanian mereka meningkat , juga tentang pemasaran hasil -
pertanian, sedangkan di Desa Ndokum Siroga 31,1 % responden yang menjawab sangat
berpengaruh, namun 68,9% responden di desa Ndokum Siroga menjawab berpengaruh,
sedangkan di Desa Surbakti yang memberi jawaban berpengaruh adalah sebesar 62,2 %.
Tabel 4
Pengaruh Media Cetak Terhadap Perubahan Nyata
Pengaruh Terhadap Perubahan Nyata
Desa
Sangat positif Positif Kurang positif Total
Ndokum F 10 35 - 45
Siroga % 22.2 77.8 - 100
F 10 35 - 45
Surbakti
% 22.2 77.8 - 100
Untuk materi pertanyaan tentang pengaruh media cetak terhadap perubahan nyata
responden didua desa tersebut, terlihat sesuatu yang unik, dimana masing masing
responden di dua desa tersebut menjawab bahwa media cetak memberikan perubahan
yang positif bagi responden karena dengan persentase 77,8%, bahkan 22,2% responden
pada masing – masing desa menjawab bahwa pengaruh media cetak terhadap perubahan
yang nyata menjawab sangat positif

Tabel 5
Dampak Media Cetak Terhadap Peningkatan Hasil Pertanian
Dampak Terhadap Peningkatan Hasil
Desa
Sering Kadang-kadang Tidak ada Total
Ndokum F 13 30 2 45
Siroga % 28.9 66.7 4.4 100
F 7 36 2 45
Surbakti
% 16.6 80.0 4.4 100

Dari tabel diatas, terlihat bahwa media cetak tidak selalu memberikan peningkatan
terhadap hasil pertanian. 80% responden di Desa Surbakti menjawab bahwa media cetak
hanya kadang – kadang memberi peningkatan terhadap hasil pertanian, sedangkan didesa
Ndokum Siroga sebesar 66,7%. Namun responden yang menjawab bahwa informasi
media cetak tersebut sering memberi peningkatan hasil pertanian juga ada, dimana 28,9%
responden di Desa Ndokum Siroga, dan 16,6% di Desa Surbakti, bahkan ada 4,4%
responden di masing – masing desa menjawab tidak ada dampak media cetak terhadap
peningkatan hasil pertanian
Tabel 6
Media Massa Dimaksud Adalah Media Cetak Lokal
Desa Media tersebut adalah media cetak lokal
Setuju Kurang setuju Tidak setuju Total
Ndokum F 26 11 8 45
Siroga % 57.8 24.4 17.8 100
Surbakti F 29 8 8 45
% 64.4 17.8 17.8 100
Dari mayoritas media massa sebagai sumber informasi pembangunan , 64,4%
responden di desa Surbakti menjawab bahwa media dimaksud adalah media cetak lokal,
57,8% responden di desa Ndokum Siroga memberi jawaban senada, namun ada juga yang
kurang setuju dengan hal tersebut, dimana 24,4% responden di desa Ndokum Siroga tidak
setuju dengan jawaban tersebut dan 17,8% responden di desa Surbakti memberi jawaban
senada, bahkan masing – masing responden didua desa tersebut ada yang tidak setuju
dengan pernyataan tersebut dengan nilai 17,8%

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Beberapa point penting yang didapat dari penelitian Opini Publik Mengenai
Peran Media Lokal Dalam Pembangunan Bidang Pertanian Hortikultura yang
dilakukan oleh Tim BPPI Wilayah I Medan di Kabupaten Karo, Kecamatan Simpang
Empat, tepatnya didesa Ndokum Siroga dan desa Surbakti adalah sebagai berikut :
1. Masyarakat Kabupaten Karo ternyata masih memanfaatkan media cetak lokal sebagai
sumber informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura, terutama didesa
Surbakti antusias masyarakat tentang media lokal masih tinggi. Ini mungkin
disebabkan masih kurang beragamnya pilihan media yang ada di desa tersebut,
dibandingkan dengan desa Ndokum Siroga yang ada di pusat kecamatan. Namun
antusiasme ini terkendala oleh media cetak lokal yang masih sulit didapat didesa –
desa terutama desa yang masuk kepedalaman.
2. Ternyata keberadaan media massa cetak masih sangat diharapkan oleh masyarakat
dapat mendorong suksesnya pembangunan bidang pertanian hortikultura, apalagi
masyarakat petani masih merasakan kurangnya informasi tentang pasar produk
pertanian dan informasi tentang budidaya pertanian hortikultura. Dan peran inilah
yang diharapkan masyarakat dapat ditangkap dan diisi oleh media massa lokal.
Apalagi petani juga masih belum merasa cukup tentang informasi pertanian dari
penyuluh pertanian yang belum rutin dan intens didesa Surbakti
3. Kendala yang dihadapi masyarakat tentang pembangunan bidang pertanian
hortikultura melalui media massa adalah kurangnya informasi pertanian hortikultura,
juga masih belum mencukupinya isi berita tentang peluang pasar domestik maupun
luar negeri. Disamping itu sirkulasi atau keterlambatan terbit media lokal juga
menjadi kendala informasi pembangunan bidang pertanian hortikultura melalui media
massa, karena media lokal umumnya terbit per satu bulan sekali.

Saran
a. Pemerintah agar lebih memperhatikan nasib petani hortikultura di Kabupaten Karo,
apalagi mengingat bahwa Sumatera Utara termasuk daerah potensial bagi
pengembangan tanaman hortikultura, disamping itu dari sisi pangsa pasar wilayah ini
berdekatan dengan Singapura dan Malaysia yang membutuhkan hasil pertanian dari
Sumatera Utara
1. Pemerintah Daerah harus berupaya dengan segala cara dan lebih maksimal untuk
mengontrol keberadaan dan harga pupuk dan obat–obatan yang dibutuhkan
masyarakat dalam kegiatan pertaniannya, serta mengawasi/menghilangkan peredaran
pupuk dan obat – obatan palsu yang belakangan ini beredar dikalangan masyarakat
petani
2. Pemerintah Daerah diharapkan untuk mengembalikan ikon Tanah Karo dengan
kembali membudidayakan jeruk yang selama ini dikenal sebagai primadona daerah
ini, dan telah menembus pangsa pasar dunia
3. Perlu adanya penanganan pengelolaan hasil pasca panen
4. Sirkulasi media lokal lebih ditingkatkan baik dari segi mutu (kuantitas dan
kualitas), dan bila memungkinkan program koran masuk desa dihidupkan kembali ,
dimana isi koran tersebut diharapkan memiliki muatan lokal yang memuat informasi
mengenai tata cara dan budaya pengelolaan tanaman hortikultura secara tepat dan
efisien.

Daftar Pustaka

Effendy, Onong., 1981, Dimensi – Dimensi Komunikasi, Alumni Bandung


Hardiman, Ima. 2006, 400 Istilah PR Media & Periklanan, Gagas Ulung, Jakarta
Kriyanto, Rachmat. 2006, Teknik Prakis Riset Komunikasi, Kencana Prenada Media
Grup, Jakarta
Lippmann, Walter. 1998, Opini Umum, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
McQuail, Denis. 1994, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta.
Paramita, Pradya. 1984. Leksikon Komunikasi, Jakarta
Rakhmat, Jalaluddin. 1998, Psikologi Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung
Rakhmat, Jalaluddin. 2004, Metode Penelitian Komunikasi, Rusdakarya, Bandung
Severin, Werner dan Tankard James. 2005. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode dan
Terapan Didalam Media Massa, Prenada Media, Jakarta
Su’ud, Hasan. 2007, Pengantar Ilmu Pertanian, Yayasan Pena, Banda Aceh

Sumber lain
http://www.suarapembaruan.com/new/2006/06/21/editor/edi07.html
http://www.pertanian.uns.ac.id/~agronomi/dashor.html
www.acehinstitute.org/opini-mastur-yahya.rehabrekon buyadong.htm.
Ikhtisar Eksekutif Pembangunan Kabupaten Karo. 2006, BPS, Karo
Program Pembangunan Pertanian Kecamatan Simpang Empat. 2007. Dinas Pertanian,
Peternakan, Perikanan dan Perkebunan Kabupaten Karo
Rencana Kerja Penyuluh Pertanian. 2008. Simpang Empat
ANALISIS FAKTOR PENDUKUNG PEMANFAATAN GLOBALISASI
TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN DI
KOTA MAKASSAR

RUKMAN PALA

ABSTRAK

Tulisan ini berjudul analisis faktor pendukung pemanfaatan globalisasi teknologi


informasi dalam pengembangan kebudayaan di kota makassar.
Tujuan penulisan penelitian adalah untuk mengetahui sejauhmana faktor
pendukung pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan
kebudayaan di kota Makassar.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey sampel dengan
wawancara dan kuesioner serta dilengkapi dengan observasi sebagai teknik
pengumpulan data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan globalisasi Teknologi
Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di kota Makassar kurang optimal. Hal ini
dilihat dari beberapa faktor pendukung yang kurang terlaksana dengan baik, yaitu
kemampuan pemerintah dan kemampuan masyarakat kurang mampu memberikan
dukungan terhadap pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi dalam perkembangan
kebudayaan di kota Makassar.Khususnya kemampuan masyarakat dalam memahami
pentingnya pemanfaatan Teknologi Informasi, fasilitas yang digunakan baik dari segi
kualitas maupun kuantitas kurang mampu mendukung pemanfaatan Teknologi Informasi
dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar serta sikap dan perilaku
masyarakat dalam memahami pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi kurang
optimal. Hal ini disebabkan masih banyak masyarakat yang kurang mengerti dan
memahami pentingnya Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan
kebudayaan di Kota Makassar.

Kata Kunci : Globalisasi, Teknologi Informasi, Kebudayaan

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Kehadiran globalisasi membawa pengaruh bagi kehidupan suatu bangsa. Pengaruh
globalisasi dirasakan di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ideologi,
ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain yang akan mempengaruhi
nilai-nilai nasionalisme bangsa.
Secara umum globalisasi dapat dikatakan suatu proses tatanan masyarakat yang
mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Menurut Edison A. Jamli (Edison A. Jamli
dkk, Kewarganegaraan, 2005), globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari
gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang
akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama
bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. Dengan kata lain proses globalisasi akan
berdampak melampaui batas-batas kebangsaan dan kenegaraan.
Sebagai sebuah proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi, dalam
interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan dimensi waktu. Dimensi ruang yang dapat
diartikan jarak semakin dekat atau dipersempit sedangkan waktu makin dipersingkat
dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Hal ini tentunya tidak terlepas dari
dukungan pesatnya laju perkembangan teknologi yang semakin canggih khususnya
teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) adalah pendukung utama bagi
terselenggaranya globalisasi. Dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi,
informasi dalam bentuk apapun dan untuk berbagai kepentingan, dapat disebarluaskan
dengan mudah sehingga dapat dengan cepat mempengaruhi cara pandang dan gaya hidup
hingga budaya suatu bangsa. Kecepatan arus informasi yang dengan cepat membanjiri
kita seolah-olah tidak memberikan kesempatan kepada kita untuk menyerapnya dengan
filter mental dan sikap kritis. Makin canggih dukungan teknologi tersebut, makin besar
pula arus informasi dapat dialirkan dengan jangkauan dan dampak global. Oleh karena itu
selama ini dikenal asas “kebebasan arus informasi” berupa proses dua arah yang cukup
berimbang yang dapat saling memberikan pengaruh satu sama lain.
Namun perlu diingat, pengaruh globalisasi dengan dukungan teknologi informasi
dan komunikasi (TIK) meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif.
Pengaruh positif yang dapat dirasakan dengan adanya TIK adalah peningkatan kecepatan,
ketepatan, akurasi dan kemudahan yang memberikan efisiensi dalam berbagai bidang
khususnya dalam masalah waktu, tenaga dan biaya. Sebagai contoh manifestasi TIK yang
mudah dilihat di sekitar kita adalah pengiriman surat hanya memerlukan waktu singkat,
karena kehadiran surat elektronis (email), ketelitian hasil perhitungan dapat ditingkatkan
dengan adanya komputasi numeris, pengelolaan data dalam jumlah besar juga bisa
dilakukan dengan mudah yaitu dengan basis data (database), dan masih banyak lagi.
Sedangkan pengaruh negatif yang bisa muncul karena adanya TIK, misalnya dari
globalisasi aspek ekonomi, terbukanya pasar bebas memungkinkan produk luar negeri
masuk dengan mudahnya. Dengan banyaknya produk luar negeri dan ditambahnya harga
yang relatif lebih murah dapat mengurangi rasa kecintaan masyarakat terhadap produk
dalam negeri. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan
gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
Pada hakikatnya teknologi diciptakan, sejak dulu hingga sekarang ditujukan untuk
membantu dan memberikan kemudahan dalam berbagai aspek kehidupan, baik pada saat
manusia bekerja, berkomunikasi, bahkan untuk mengatasi berbagai persoalan pelik yang
timbul di masyarakat. TIK tidak hanya membantu dan mempermudah manusia tetapi juga
menawarkan cara-cara baru di dalam melakukan aktivitas-aktivitas tersebut sehingga
dapat mempengaruhi budaya masyarakat yang sudah tertanam sebelumnya.
Budaya atau kebudayaan adalah kerangka acuan perilaku bagi masyarakat
pendukungnya yang berupa nilai-nilai (kebenaran, keindahan, keadilan, kemanusiaan,
kebijaksanaan, dll ) yang berpengaruh sebagai kerangka untuk membentuk pandangan
hidup manusia yang relatif menetap dan dapat dilihat dari pilihan warga budaya itu untuk
menentukan sikapnya terhadap berbagai gejala dan peristiwa kehidupan.
Jadi bagaimana TIK dapat mempengaruhi nilai-nilai yang telah tumbuh di
masyarakat dalam suatu bangsa itu sangat tergantung dari sikap masyarakat tersebut.
Seyogyanya, masyarakat harus selektif dan bersikap kritis terhadap TIK yang
berkembang sangat pesat, sehingga semua manfaat positif yang terkandung di dalam TIK
mampu dimanifestasikan agar mampu membantu dan mempermudah kehidupan
masyarakat, dan efek negatif dapat lebih diminimalkan.
Demikian halnya perkembangan kebudayaan di Kota Makassar juga ikut
berpengaruh terhadap perkembangan globalisasi Teknologi Informasi. Pemanfaatan
Teknologi Informasi untuk memberikan data dan informasi tentang perkembangan
kebudayaan di Kota Makssar.
Seperti kita ketahui budaya masyarakat Kota Makassar begitu beragam dan perlu
dilestarikan sehingga dapat tetap bertahan dan memberikan devisa bagi Kota Makassar
khususnya. Untuk memberikan data dan informasi tersebut, maka perlunya ditunjang oleh
beberapa faktor dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Faktor-
faktor tersebut seperti kemampuan pemerintah dan masyarakat dalam mendukung dan
memahami Teknologi Informasi yang digunakan, sarana atau fasilitas yang digunakan
dalam mendukung pemanfaatan Teknologi Informasi tersebut, dan sikap dan perilaku
masyarakat terhadap pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan
kebudayaan di Kota Makassar.
Namun permasalahan yang muncul adalah pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Komunikasi terhada perkembangan budaya Makassar belum terlaksana secara optimal
sehingga memerlukan peran serta pemerintah dan masyarakat memanfaatkan globalisasi
Teknologi Informasi tersebut.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Bagaimanaka faktor pendukung pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap
perkembangan kebudayaan di Kota Makassar ?

Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sejauhmana faktor pendukung
pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di
Kota Makassar

Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode survey yang lebih
menekankan pada jenis penelitian deksriptif kuantitatif dimana metode ini sangat relevan
dengan topik yang akan diteliti, juga sangat membantu untuk mendapatkan data yang
obyektif dan valid dalam rangka memahami, memecahkan, serta mengupayakan
pemecahan masalah tentang analisis faktor pendukung pemanfaatan globalisasi teknologi
informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Pada penelitian ini yang
menjadi populasi adalah masyarakat dan mereka yang memahami tentang pemanfaatan
Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar.
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut
(Sugiono, 2001 : 57). Oleh karena itu sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang
memahami pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan
kebudayaan di Kota Makassar.
Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah teknik aksidental. Teknik
aksidental ini adalah mereka yang ditemui dan memahami pemanfaatan globalisasi
Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar yang dapat
diberikan pertanyaan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Wawancara. dari sejumlah informan akan bermanfaat guna mewujudkan validitas
data secara keseluruhan, yang dapat ditempuh dengan cara membandingkan data dari
responden dengan informan yang . Selanjutnya dengan kuesioner guna mendapatkan data
yang akurat dan obyektif terhadap permasalahan yang diteliti, didapat dari responden.
Data mentah yang terkumpul dari hasil jawaban responden maupun yang didapat
dari hasil wawancara, telaah dokumen serta observasi akan diolah dengan
menggunakan sistem tabulasi data dengan memakai analisis frekuensi. Dengan rumus
sebagai berikut :
F
P = --------------------- x 100 %
N
Keterangan :
P= Persentase
F= Jawaban responden
N= Jumlah responden

Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan diolah dengan menggunakan teknik
analisis deskriptif kuantitatif yang dikualitatifkan, maksudnya data yang ada diangkakan
kemudian dideskripsikan.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Globalisasi
Kata ‘globalisasi’ makin lama makin menjadi sajian sehari-hari melalui berbagai
pemyataan publik dan liputan media massa; dan kalau semuanya itu kita perhatikan
secara saksama, maka akan ternyata betapa kata ‘globalisasi’ itu cenderung dilontarkan
tanpa terlalu dihiraukan apa maknanya. Pernyataan seperti “dalam era globalisasi dewasa
mi” berarti bahwa kita telah berada dalam era globalisasi; lain lagi halnya kandungan
pernyataan “menjelang era globalisasi” yang berarti kita belum berada dalam era tersebut.
Kelatahan dalam penggunaan kata ‘globalisasi’ sedemikian itu akhimya mengesankan
kesembarangan arti kata globalisasi, dan makin mengaburkan implikasi dan komplikasi
makna yang terkandung di dalamnya. (Sudarmajid, 2003 : 23).
Menurut Aditya (2004 : 11) globalisasi pada hakikatnya adalah proses yang
ditimbulkan oleh sesuatu kegiatan atau prakarsa yang dampaknya bekelanjutan
melampaui batasbatas kebangsaan (nation-hood) dan kenegaraan (state-hood); dan
mengingat bahwa jagad kemanusiaan ditandai oleh pluralisme budaya, maka globalisasi
sebagai proses juga menggejala sebagai peristiwa yang melanda dunia secara lintas-
budaya (trans-cultural). Dalam gerak lintas-budaya mi terjadi berbagai pertemuan antar-
budaya (cultural encounters) yang sekaligus mewujudkan proses saling-pengaruh antar-
budaya, dengan kemungkinan satu fihak lebih besar pengaruhnya ketimbang fihak
lainnya. Pertemuan antar-budaya memang menggej ala sebagai keterbukaan (exposure)
fihak yang satu terhadap lainnya; namun pengaruh-mempengaruhi dalarn pertemuan
antar-budaya itu tidak selalu berlangsung sebagai proses dua-arah atau timbal-balik yang
berimbang, melainkan bolehjadi juga terjadi sebagai proses imposisi budaya yang satu
terhadap lainnya; yaitu, terpaan budaya yang satu berpengaruh dominan terhadap budaya
lainnya.
Apakah yang kita maksudkan dengan ‘budaya’ atau ‘kebudayaan’ itu? Untuk
memberikan jawaban atas pertanyaan mi banyak cara dapat ditempuh. Kita dapat mencari
jawaban berdasarkan etimologi; cara mi mungkin menarik secara akademik namun
mungkin terlalu steril untuk diturunkan sebagai medium analisis dalam terapan empirikal.
Cara lain ialah memperbandingkan berbagai definisi yang dapat dipandang terkemuka
dalam literatur; cara mi akan membutuhkan uraian panjang lebar karena biasanya perlu
diperjelas dengan tafsiran konseptual dan kontekstual. Mungkin juga kita lakukan
pendekatan komparatif antara suatu teori dengan lainnya; cara mi jelas dapat memperkaya
wawasan kita tentang kebudayaan, tapi keunggulan suatu teori berkenaan dengan sesuatu
gej ala budaya tidak selalu bearti keunggulan teori itu secara menyeluruh; tiap teori bisa
saja memiliki keunggulan dalam satu dan lain hal, sehingga konvergensi antar-teori
mungkin saja digunakan dalam usaha memahami berbagai manifestasi budaya.
Kalau kita sarikan muatan berbagai definisi yang terkemuka, maka tidak terlalu
keliru kiranya kalau kita mengartikan kebudayaan sebagai sehimpunan nilai-nilai yang
oleh masyarakat pendukungnya dijadikan acuan bagi perilaku warganya. Nilai-nilai itu
juga berpengaruh sebagai kerangka untuk membentuk pandangan hidup yang kemudian
relatif menetap dan tampil melalui pilihan warga budaya itu untuk menentukan sikapnya
terhadap berbagai gejala dan peristiwa kehidupan. Nilai-nilai itu pada sendirinya barn
merupakan acuan dasar yang keberlakuannya disadarkan melalui ikhtiar pendidikan sejak
dini, seperti misalnya usaha pengenalan dan penyadaran tentang apa yang ‘baik’, ‘buruk’,
‘dosa’, ‘indah’, dsb dalam tindak-tanduk seseorang. Sebagai sumber acuan, persepi
terhadap nilai-nilai itu masih besifat umum; batas antara apa yang dinilai sebagai
kebajikan (good) atau kejahatan (evil) berlaku dalam garis besar yang memisahkan satu
dan lainnya; belum lagi antara keduanya diperbedakan dalam perbandingan ‘seberapa
balk’ atau ‘seberapa buruk’ dipandang dan tolokukur tertentu; tolokukur itu baru
menjelma melalui norma-norma sebagai pengatur kepantasan perllaku. Norma (nomos)
adalah tolokukur yang memungkinkan terjadinya konformisme perilaku dalam sesuatu
masyarakat, dan dengan demikian tersedia pula ukuran untuk nonkonformisme. Adanya
tolokukur normatif mi menjadi dasar bagm berkembangnya peradaban (civilization)
sebagai bagian dan dinamika budaya tertentu.
Dan uraian di atas mi dapat disimpulkan, bahwa kebudayaan adalah kerangka
acuan perilaku bagi masyarakat pendukungnya berupa nilai-nilai (kebenaran, keindahan,
keadilan, kemanusiaan, kebajikan, dsb), sedangkan peradaban adalah penjabaran nilai-
nilai tersebut melalui diwujudkannya norma-norma yang selanjutnya dijadikan tolokukur
bagi kepantasan perilaku warga masyarakat ybs. Nilai keadilan diwujudkan melalui
hukum dan sistem peradilan; nilai keindahan dijabarkan melalui berbagai norma artistik,
nilai kesusllaan dinyatakan melalui berbagai tatakrama, nilai religius diungkapkan
melalui berbagai norma agama, dan begitu seterusnya. Singkatnya, penjabaran nilai
kebudayaan menjadi norma peradaban dapat dipandang sebagai pengalihan dan sesuatu
yang transenden menjadi sesuatu yang immanen. Terjalinnya kesadaran transendensi dan
immanensi inilah yang menjadikan dinamika sejarah kemanusiaan sebagai kaleidoskop
perkembangan kebudayaan dan peradaban.
Pasang-surutnya kebudayaan sepanjang sejarah kemanusiaan nyata sekali
ditentukan oleh sejaubmana kebudayaan itu masih berlanjut sebagai kerangka acuan
untuk dijabarkan melalui sesuatu tatanan normatif. Misalnya, kebudayaan Pharaonic yang
benlaku dalam masyarakat Mesir kuno surut seiring dengan klan memudarnya
kebudayaan itu sebagai sumber acuan untuk penjabaran norma-norma perilaku bagi
masyarakat Mesir sekarang. Tapi juga dalam era kontemporer mi suatu kebudayaan
sebagai sistem nilai dapat dengan suatu rekayasa didesak oleh sistem nilai barn, sehingga
kebudayaan yang lama kehilangan dayanya sebagai acuan untuk menjabarkan norma-
norma perllaku. Perhatikan misalnya “Revolusi Kebudayaan” yang secara berencana
dilancarkan di Republik Rakyat Cina pada pertengahan tahun 6Oan; perubahan serupa
pun teijadi tatkala Partai Komunis Rusia berhasil menggulingkan kekaisaran di Rusia dan
memperkenalkan nilai-nllai barn sebagai acuan bagi norma perllaku barn yang ideal bagi
suatu masyarakat komunis. Perhatikan pula perubahan yang terjadi di Turki, ketika Kemal
Attaturk melancarkan gerakan modernisasi (yang diartikan sebagai ‘westemisasi’).
Kesemuanya mi sekaligus menunjukkan bahwa kebudayaan adalah suatu
pengejawantahan yang hidup selama ada masyarakat pendukungnya; hal mi berlaku balk
bagi kebudayaan yang surut oleh perubahan zaman maupun yang kehadirannya
dipaksakan untuk mendesak kebudayaan lama.(Kariadi, 2002)
Dalam sejarah kemanusiaan banyak contoh yang menunjukkan, bahwa timbul-
tenggelamnya kebudayaan sangat dipengaruhi oleh apa yang tenjadi dalam pertemuan
antarbudaya, yaitu sejauh mana satu di antara fihak yang saling bertemu kurang atau tidak
lagi memiliki ketahanan budaya (cultural resilience). Kebudayaan adalah suatu daya yang
sekaligus tersimpan (latent) dan nyata (actual). Demikianlah kebudayaan mengandung
dua daya sekaligus, yaitu sebagai daya yang cenderung melestanikan dan daya yang
cenderung berkembang atas kemekarannya sendiri. Antara kedua daya inilah tiap
masyarakat pendukung kebudayaan tertentu berada; satu daya mempertahankannya agar
lestani dan daya lainnya menariknya untuk maju; satu daya dengan kecenderungan
preservatif dan satunya lagi dengan kecenderungan progresif.
Dalam kondisi demikian itulah pertemuan antarbudaya sangat berpengaruh atas
perimbangan antara kedua daya tersebut. Sampai batas tertentu dan saling-pengaruh yang
terjadi itu dapat terpantul seberapa tinggi derajat kesadaran dan tingkat ketahanan budaya
masing-masing fihak yang saling bertemu. Tangguh atau rapuhnya ketahanan budaya
biasanya dilatani oleh menurunnya kesadaran masyarakat yang bersangkutan terhadap
kebudayaannya sebagai pengukuh jatidirinya. Makin rendah derajat ketahanan budaya
masyarakat pendukungnya, makin kuat pula budaya asing yang menerpanya berpengaruh
dominan terhadap masyarakat itu.
Proses globalisasi yang diakibatkan oleh berbagai prakarsa dan kegiatan pada
skala internasional sebagaimana menggej ala dewasa mi pun penlu kita cermati
sejauhmana siginifikan pengaruhnya dalam pertemuan antar-budaya. Dalam kaitan mi
pertemuan antar-budayajangan terutama digambarkan sebagai pertemuan antara dua fihak
belaka, melainkan terjadi dengan ketenlibatan sejumlah fihak secara segera
(instantaneous) serta serempak (simultaneous). Kesanggupan sesuatu satuan budaya untuk
mempertahankan kesejatiannya dalam pertemuan antar-budaya yang demikian
majemuknya itu sangat ditentukan oleh tinggi-rendahnya derajat kesadaran budaya dan
tanguhrapuhnya tingkat ketahanan budaya masyarakat pendukungnya. Budaya asing yang
berpengarnh dominan terhadap satuan budaya asli bisa membangkitkan kesan sebagai
‘model’ untuk ditiru. Kecenderungan meniru itu dalam kelanjutannya bisa terpantul
melalui berkembangnya gayahidup (ljfestyle) barn yang dianggap superior dibandingkan
dengan gayahidup lama. Berkembangnya gayaliidup baru itu dapat menimbulkan kondisi
sosial yang ditandai oleh heteronomi, yaitu berlakunya herbagai norma acuan penilaku
dalam masyarakat yang bersangkutan. Perubahan gayahidup yang ditiru dan budaya asing
bisa berkelanjutan dengan timbulnya gejala keterasingan dan kebudayaan sendiri (cultural
alienation).(Ekawati, 2003)
Karena perhatian akan kita pusatkan pada persoalan pertemuan antarbudaya dalam
era globalisasi, maka ada baiknya kita bahas dahulu hal-ihwal yang berkenaan dengan
globalisasi sebagai proses maupun globalisme sebagai carapandang yang dewasa mi
cenderung dianut dalam tata-pergaulan intemasional. Sebagai proses, globalisasi
benlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antarbangsa, yaitu dimensi ruang
(space) dan waktu (time). Ruang/jarak makin diperdekat dan waktu makin dipersingkat
dalam interaksi dan komunikasi pada skala mondial. Seantero jagad seolah-olah
tertangkap dalam satu janingan besar tanpa adanya suatu pusat tunggal. Kendatipun
dalam periode Perang Dingin kondisi bipolar seakan-akan membelah-dua dunia mi
dengan pengendalian dan dua pusat kekuatan dunia yang saling bertentangan, usainya
Perang Dingin tidak menjadikan dunia kita monosentnik. Justru plunisentrisme dan
multipolaritas menjadi cmi dunia menjelang akhir abad ke-20 dan memasuki abad ke-2 1.
Tidak ada kekuatan tunggal yang mutlak dan sanggup mengabaikan -apalagi
mengungguli- kondisi global yang plurisentnik dan multipolar dalam era kontemporer.
Dalam kondisi demikian itulah globalisme menjadi cara pandang dalam interaksi
antarbangsa, dan hal ml pada gllirannya mendorong berlangsungnya proses globalisasi
yang terus berkembang atas kemekarannya sendiri.
Dalam perkembangan sedemikian itu dirasakan makin dipenlukannya suatu
tatanan dunia baru yang perwujudannya memperhatikan plurisentrisme dan multipolanitas
sebagai kenyataan global masakini. Tatanan itu tentu menuntut dirancangnya berbagai
sistem dan pelembagaan yang hams diwujudkan sebagai konsekuensinya. Rancangan
demikian itu tentunya hams dapat ditenima oleh majonitas eksponen yang ambilbagian
dalam janingan global yang plunisentrik dan multipolar. Ditenimanya suatu tatanan global
barn mestinya dapat diandalkan pada tergalangnya konsensus maksimal di antara segenap
eksponen yang berperan dalam janingan itu. Dewasa mi sistem dan pelembagaan
termaksud tenutama nyata perkembangannya dalam bidang ekonomi dan perdagangan
internasional; globalisasi dalam bidang ml sudah dijangkau oleh sistem dan pelembagaan
yang makin dijadikan acuan dalam hubungan internasional.
Dalam bidang mi tampaknya tiada altematif lain bagi kita kecuali turut berperan di
dalamnya, suka-tak-suka; sedang kesiapan untuk ambilbagian dalam tatanan barn itu
merupakan imperatif yang sukar dielakkan, mau-tak-mau.
Dalam naskah mi perhatian kita pusatkan pada penjelmaan globalisme dalam
bidang yang jelas berdampak terhadap wawasan budaya kita, yaitu bidang informasi dan
komunikasi yang sangat tertunjang oleh pesatnya laju perkembangan teknologi yang
semakin canggih. Dalam bidang inilah terjadi pemadatan dimensi rnang dan waktu (yang
disebut Harvey ‘time-space compression’); jarak makin diperdekat dan waktu makin
dipersingkat. Dalam bidang informasi, maka terjadilah banjir deras informasi
(information glut) yang menghujani kita dan nyanis tak lagi terkendali; dan sebagaimana
terjadi dengan setiap banj in, maka dalam hal mi pun terbawa limbah yang samasekali
tidak berguna; maka betapa pun paradoksal kedengarannya, banjir informasi melalui
sistem dan pelembagaan yang didukung oleh teknologi canggih tidak dengan sendirinya
mempenkaya wawasan kita, melainkan bisa juga mencemani kita secara mental. Maka
tidaklah mengherankan kalau banjir informasi itu akhirya juga bisa benpengaruh terhadap
carapandang maupun gayahidup kita; dan inilah awal dan suatu proses yang akhimya bisa
bermuara pada pernbahan sikap mental dan kultural.
Teknologi informasi dan komunikasi dalam era globalisasi mi merupakan
pendukung utama bagi tenselenggaranya pertemuan antarbudaya. Dengan dukungan
teknologi modem infonmasi dalam berbagai bentuk dan untuk benbagai kepentingan
dapat disebarluaskan begitu rnpa, sehingga dengan mudah dapat mempengaruhi
carapandang dan gayahidup kita. Kesegeraan dan keserampakan anus informasi yang
dengan derasnya menerpa kita seolah-olah tidak membenikan kesempatan pada kita untuk
menyerapnya dengan filter mental dan sikap knitis. Perlu dicatat, bahwa dalam pertemuan
antar-budaya mengalirnya anus informasi itu tidak senantiasa terjadi secara dua-arah;
dominasi cendernng terjadi dan fihak yang memiliki dukungan teknologi lebih maju
terhadap fihak yang lebih terbelakang. Makin canggih dukungan tersebut makin besar
pula anus informasi dapat dialirkan dengan jangkauan dan dampak global. Kalau dewasa
ml dianut asas ‘kebebasan arns informasi’ (free flow of information), maka yang
sesungguhnya terjadi bukanlah ‘pertukanan informasi’ (exchange of information) berupa
proses dua-arah yang cukup bermmbang, melainkan dominasi anus informasi dan fihak
yang didukung oleh kesanggupan merentangkan sistem informasi dengan jangkauan
global. Dengan jangkaun sedemikian itu, maka fmhak yang lebih unggul dalam
menguasai teknologi informasi dan komunikasi niscaya lebih berkesanggupan untuk
membiaskan pengaruhnya secara global. (Ridwansyh, 2001)
Gejala tersebut nyata berpengaruh atas terbentuknya sikap mental dan kultural
pada fihak yang diterpa (expose) oleh fihak yang menerpanya (impose) dengan anus
informasi. Maka tidak mustahil kemajuan masyarakat yang diterpa cenderung diukur
secara memperbandingkan dengan hal-ihwal yang dipenkenalkafl melalui informasi dan
fihak yang menerpa. Kecenderungan mi adakalanya dianggap sebagai bagian dan upaya
‘modemisasi’, dan ditenima dengan alasan ‘mengikuti kecenderungafl global’. Sikap yang
naif mi antara lain juga ditandai oleh kecenderungan glonifikasi terhadap fihak yang
diunggulkan sebagai sumber informasi global dan tampil sebagai penentu kecendeningafl
(trend-setter) dalam pembentukan sikap mental dan kultural serta gaya hidup barn.

Pengertian Budaya
Sebelum mengulas tentang perkembangan tekologi komunikasi terhadap
kehidupan budaya, perlu diketahui terlebih dahulu tentang pengertian budaya itu sendiri.
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam
kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan,
teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi
organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas
dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua
jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa
diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang
diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Semakin lama kebudayaan akan
semakin berkembang. Seperti dalam hal bahasa. Bahasa adalah alat atau perwujudan
budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik
lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan
maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa,
manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama
masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi
khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi,
berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan
fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-
hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk
mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita telah bergerak dari budaya lisan ke
budaya tulisan sejak ditemukannya huruf. Tapi, sekarang kita sedang bergeser dari
budaya tulisan ke budaya visual. Dalam budaya visual, gambar-yang diam atau bergerak-
menjadi bagian yang penting dalam proses komunikasi.
Sehingga kemudian sampailah pada era globalisasi. Dimana era globalisasi ini erat
sekali kaitannya dengan teknologi informasi atau komunikasi. Kehadiran globalisasi
membawa pengaruh bagi kehidupan suatu bangsa. Pengaruh globalisasi dirasakan di
berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan keamanan dan lain-lain yang akan mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme
bangsa. Sebagai sebuah proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi, dalam
interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan dimensi waktu. Dimensi ruang yang dapat
diartikan jarak semakin dekat atau dipersempit sedangkan waktu makin dipersingkat
dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Hal ini tentunya tidak terlepas dari
dukungan pesatnya laju perkembangan teknologi yang semakin canggih khususnya
teknologi komunikasi. Teknologi komunikasi adalah pendukung utama bagi
terselenggaranya globalisasi.
Dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi, informasi dalam bentuk
apapun dan untuk berbagai kepentingan, dapat disebarluaskan dengan mudah sehingga
dapat dengan cepat mempengaruhi cara pandang dan gaya hidup hingga budaya suatu
bangsa. Kecepatan arus informasi yang dengan cepat membanjiri kita seolah-olah tidak
memberikan kesempatan kepada kita untuk menyerapnya dengan filter mental dan sikap
kritis. Makin canggih dukungan teknologi tersebut, makin besar pula arus informasi dapat
dialirkan dengan jangkauan dan dampak global.
Oleh karena itu selama ini dikenal asas “kebebasan arus informasi” berupa proses
dua arah yang cukup berimbang yang dapat saling memberikan pengaruh satu sama lain.
Pengaruh globalisasi dengan dukungan teknologi komunikasi meliputi dua sisi yaitu
pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh positif yang dapat dirasakan dengan
adanya Teknokom adalah peningkatan kecepatan, ketepatan, akurasi dan kemudahan yang
memberikan efisiensi dalam berbagai bidang khususnya dalam masalah waktu, tenaga dan
biaya. Kemudian dapat menunjang perkembangan kebudayaan, saling mempelajari
kebudayaan lain. Banyak hal yang didapat karena pengaruh teknologi komunikasi.
Sedangkan pengaruh negatif yang bisa muncul karena adanya teknologi komunikasi,
misalnya dari globalisasi aspek ekonomi, terbukanya pasar bebas memungkinkan produk
luar negeri masuk dengan mudahnya. Dengan banyaknya produk luar negeri dan
ditambahnya harga yang relatif lebih murah dapat mengurangi rasa kecintaan masyarakat
terhadap produk dalam negeri. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri
menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa
Indonesia.
Peningkatan kualitas hidup semakin menuntut manusia untuk melakukan berbagai
aktifitas yang dibutukan dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimilikinya.
Teknologi Informasi dan Komunikasi yang perkembangannya begitu cepat secara tidak
langsung mengharuskan manusia untuk menggunakannya dalam segala aktivitasnya.

Konsep Teknologi Informasi (TI)


Teknologi Informasi (TI) yang kini berkembang amat pesat, tak bisa dipungkiri
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap seluruh proses globalisasi ini. Mulai dari
wahana TI yang paling sederhana berupa perangkat radio dan televisi, hingga internet dan
telepon gengam dengan protokol aplikasi tanpa kabel (WAP), informasi mengalir dengan
sangat cepat dan menyeruak ruang kesadaran banyak orang. (Radian, 2004)
Perubahan informasi kini tidak lagi ada dalam skala minggu atau hari atau bahkan
jam, melainkan sudah berada dalam skala menit dan detik. Perubahan harga saham
sebuah perusahaan farmasi di Bursa Efek Jakarta hanya membutuhkan waktu kurang dari
sepersepuluh detik untuk diketahui di Surabaya. Indeks nilai tukar dollar yang ditentukan
di Wall Street, AS, dalam waktu kurang dari satu menit sudah dikonfirmasi oleh Bank
Indonesia di Medan Merdeka. Demikian juga peragaan busana di Paris, yang pada waktu
hampir bersamaan bisa disaksikan dari Gorontalo, Sulawesi.
TI telah mengubah wajah ekonomi konvensional yang lambat dan mengandalkan
interaksi sumber daya fisik secara lokal menjadi ekonomi digital yang serba cepat dan
mengandalkan interaksi sumber daya informasi secara global. Peran Internet tidak bisa
dipungkiri dalam hal penyediaan informasi global ini sehingga dalam derajat tertentu, TI
disamaratakan dengan Internet. Internet sendiri memang fenomenal kemunculannya
sebagai salah satu tiang pancang penanda kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Internet menghilangkan semua batas-batas fisik yang memisahkan manusia dan
menyatukannya dalam dunia baru, yaitu dunia “maya”. Setara dengan perkembangan
perangkat keras komputer, khususnya mikro-prosesor, dan infrastruktur komunikasi, TI di
internet berkembang dengan kecepatan yang sukar dibayangkan. Konsep perdagangan
elektronik melalui internet, yang dikenal dengan nama e-Commerce yang lahir karena
perkawinan TI dengan globalisasi ekonomi belum lagi genap berusia lima tahun dikenal –
dari fakta bahwa sebenarnya sudah ada sekitar 20 tahun yang lalu—ketika sudah harus
merelakan dirinya digilas dengan konsepsi e-Business yang lebih canggih. Jika e-
Commerce “hanya” memungkinkan seseorang bertransaksi jual beli melalui internet dan
melakukan pembayaran dengan kartu kreditnya secara on-line, atau memungkinkan
seorang ibu rumah tangga memprogram lemari-esnya untuk melakukan pemesanan
saribuah secara otomatis jika stok yang disimpan di kulkas itu habis dan membayar
berbagai tagihan rumah tangganya melalui instruksi pada bank yang dikirim dengan
menekan beberapa tombol pada telepon genggamnya, maka dengan e-Business, transaksi
ekspor impor antar negara lengkap dengan pembukaan LC dan model cicilan
pembayarannya juga bisa dilakukan dengan wahana dan media yang sama.
Karena itu, wajar jika pemerintah negara-negara Asia, negara yang dianggap
kurang maju, kini mulai secara resmi mendukung perkembangan TI setelah sekian lama
diam-kebingungan karena tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan perkembangan
teknologi yang demikian cepat ini. Bagi Asia, yang saat ini sedang bekerja keras
mengejar ketinggalan dari negara-negara maju dan pada saat yang sama mengalami
perubahan sosial politik, keberadaan internet khususnya merupakan masalah yang pelik.
Lebih buruk lagi, krisis ekonomi yang dialami Asia pada akhir tahun 90an menunda
perkembangan TI di saat AS dan negara-negara Eropa sedang berkembang pesat dalam
penggunaan teknologi itu. (http://www.e-culture/203)
Pertemuan Asian Regional Conference of the Global Information Infrastructure
Commission (GIIC) di Manila pada bulan Juli 2000 menghasilkan rencana untuk
membangun jaringan komunikasi, menyediakan perangkat pengakses informasi dari
internet untuk masyarakat, menyusun framework penggunaan TI, membangun jaringan
online-pemerintah, serta mengembangkan pendidikan untuk meningkatkan daya saing
Asia. Namun memang masih ada hambatan, terutama antara lain sumber daya yang
terbatas, masih kakunya sistem pemerintahan, serta perbedaan sosial politik di antara
negara-negara yang kini harus bekerjasama –yang bila gagal diatasi, akan tetap
menempatkan Asia di pihak yang merugi. Salah satu tindakan yang akan dilakukan oleh
pemerintah Asia yang disepakati dalam pertemuan GIIC itu adalah mempersiapkan
hukum mengenai transaksi, kejahatan internet, merek dagang, hak cipta dan masalah lain.
Bagaimana dengan Indonesia? Menurut Tabloid Kontan On-line tanggal 9
Oktober 2000 yang mengutip IDC (Information Data Corporation) , dana yang sudah
dibelanjakan untuk kepentingan TI di Indonesia cukup besar. Tahun 2000 ini diperkirakan
US$ 772,9 juta, naik dari US$ 638,4 juta tahun lalu. Jumlah ini belum termasuk investasi
dotcom yang sempat bergairah obor-blarak dalam dua tahun terakhir. Dari US$ 772,9 juta
itu, sebagian besar (57,7%) dibelanjakan untuk perangkat keras seperti PC dan notebook.
Sebagian yang lain (14,4%) dibelanjakan untuk perangkat lunak. Seharusnya, angka
untuk perangkat lunak ini jauh lebih besar daripada untuk perangkat kerasnya. Hal ini
diduga keras karena di Indonesia tingkat pembajakan masih di atas 90%. Sementara dari
17 sektor yang membelanjakan uang untuk TI tadi, sektor yang paling banyak
mengeluarkan uang adalah komunikasi & media (19,3%), diikuti oleh discreet
manufacturing (16,9%), pemerintah (12,4%), dan perbankan (11,8%).
Sampai dengan bulan Juni 1999, masih menurut sumber dari Kontan On-line, dari
seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 220 juta jiwa, jumlah personal computer
yang ada di negeri ini hanya sekitar 2 juta unit. Itu berarti hanya 0,95% dari jumlah
penduduk. Angka ini masih sangat kecil dan jika dijadikan pijakan konsepsi utopis TI
yang mampu mendorong terjadinya perubahan sosial.
Namun, angka sekecil itu yang diperkuat dengan TI, khususnya pemanfaatan
jaringan internet, bisa cukup menimbulkan dilema bagi pemerintah, lebih khusus lagi bagi
negara yang memiliki peraturan ketat. Di jaman Orde Baru berkuasa dulu, TI disikapi
dengan penuh kebingungan, seperti misalnya dalam kasus penggerebekan salah satu
Internet Service Provider (ISP) di Jakarta saat “Kudatuli” –kerusuhan dua puluh tujuh juli
—yang menghebohkan itu. Kasus ini layaknya menghadapkan kemajuan TI dengan alat
perang dan kekuasaan. Dan seperti biasanya, senjata lebih berkuasa daripada teknologi.
Namun, kekuatan TI yang ditekan itu kemudian tampil “jumawa” dalam episode jatuhnya
Orde Baru. Konon, dipercaya bahwa gerakan mahasiswa dan bantuan logistiknya
dikoordinasikan dengan memanfaatkan kecanggihan TI ini. Bahkan, komunikasi militer
pun disadap dan semua sandi militer diterjemahkan oleh para aktivis dan dibagikan lewat
pager, telepon gengam dan email pada para koordinator lapangan untuk mengantisipasi
blokade militer yang menyapu Jakarta dan kota-kota lainnya saat itu, 1998 dan 1999. TI,
secara langsung atau tidak, berkontribusi atas terjadinya suatu perubahan sosial yang
bermakna di Indonesia, yaitu jatuhnya rejim militeristik yang sudah berkuasa 32 tahun
lamanya.
Tapi, entah dimana salahnya, pemerintah baru yang terpilih secara relatif
demokratis pasca rejim Orde Baru ini juga gagap menanggapi kemajuan TI. Keppres
96/2000 yang garis besarnya berisi larangan masuknya investor asing di bidang industri
multimedia di Indonesia, menunjukkan dengan jelas kebingungan pemerintah dalam
merespon perkembangan bisnis multimedia, yang tentu ada dalam mainstream TI.
Dengan Kepres itu, tersirat inferioritas yang luar biasa dalam diri pemerintah. Pemerintah
beranggapan bahwa proteksi itu diberikan dengan asumsi tidak mungkin pemain-pemain
lokal mampu bersaing dengan investor asing dalam dunia TI. Padahal, justru banyak
pemain lokal yang berteriak dan menentang keppres ini. Satu-satunya pemain lokal yang
terlihat paling getol mendukung dikeluarkannya keppres tersebut hanyalah PT. Telkom.
Kebingungan ini juga terlihat jelas dalam perumusan UU Telekomunikasi beserta PP
yang menyertainya. Dalam PP No 52/2000 misalnya, apabila seseorang ingin mendirikan
warung internet, untuk mengurus ijin pendirian warnet, harus meminta ijin yang
ditandatangani oleh menteri (!). Jelas, bahwa kebijakan pemerintah saat ini menimbulkan
semakin banyak masalah yang timbul dalam pengembangan TI.
Dalam hal politik, meningkatnya tribalisme saat ini mungkin bisa dianggap terkait
dengan kemajuan TI karena memperjelas banyak hal sehingga setiap orang dapat
mengetahui peristiwa yang terjadi di mana saja, yang pada masa lalu tidak terlihat –tapi
bukannya tidak ada. Demokrasi melanda dunia dan dunia menerapkan demokrasi itu
melalui sistem telekomunikasi global. Dengan semakin banyaknya informasi yang
diterima masyarakat, pemerintah harus mulai berubah ke arah sistem dimana peraturan
dan hukum didasarkan bukan pada kemauan pemerintah, melainkan pada legitimasi
masyarakat. Konsep Negara Kesatuan misalnya, jika dilihat dari kacamata TI dan
globalisasi secara paradoks bisa jadi sudah punah karena negara yang efektif justru
memecah dirinya menjadi bagian lebih kecil dan lebih efisien. Kenichi Ohmae dalam
bukunya yang terkenenal The End of the Nation State, melihat dengan jelas bahwa
gagasan “pemerintah pusat adalah bagian yang terpenting dari sebuah pemerintahan”
sudah saatnya ditinggalkan. Dunia dalam kacamata TI saat ini adalah dunia tentang
pribadi orang per orang, bukan negara (state). Dunia yang saat ini, menurut pencetus ide
“The Third Way” Anthony Giddens dengan teori strukturasi modernisnya, sedang
bermetamorfosa dari swapraja menuju swakelola. (Martinginsih, 2004)
TI modern memungkinkan kerjasama yang luar biasa antar masyarakat, pelaku
ekonomi dan negara. Sebuah paradoks: karena ekonomi global makin membesar, maka
negara-negara yang mengambil peran akan semakin mengecil. Tanpa TI, informasi tidak
ada, dan tanpa informasi maka semua kegiatan akan berhenti.
Globalisasi, dalam hal informasi dan dilihat dari kacamata TI, jelas adalah
keniscayaan. Tak ada jalan untuk mundur lagi. Menurut Amartya Sen, pemenang hadiah
Nobel bidang Ekonomi tahun 1998, teknologi harus berpihak dan mengabdi pada
manusia. Maka yang harus dilakukan dalam konteks perkembangan TI dan globalisasi ini
adalah membangun kembali keberpihakan TI melalui strategi yang membela mereka yang
selama ini ditinggalkan dan diabaikan dalam arus globalisasi.
Bagaimana memulai? Pertama, dari yang lokal, yaitu dengan memberikan
kesempatan pada yang kecil. Dengan populasi mencapai 2,1 juta unit usaha yang “tahan
banting” –sudah teruji dalam krisis ekonomi—maka pengusaha kecil, menengah dan
koperasi merupakan sasaran pokok yang harus didorong dan diberdayakan dalam
memanfaatkan TI untuk melakukan perdagangan elektronik karena keterbatasan modal,
sumber daya manusia dan keahlian.

Pemanfaatan Teknologi Informasi


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang cukup pesat sekarang
ini sudah menjadi realita sehari-hari bahkan merupakan tuntutan masyarakat yang tidak
dapat ditawar lagi. Tujuan utama perkembangan iptek adalah perubahan kehidupan masa
depan manusia yang lebih baik, mudah, murah, cepat dan aman. Perkembangan iptek,
terutama teknologi informasi (information technology) seperti internet sangat menunjang
setiap orang mencapai tujuan hidupnya dalam waktu singkat, baik legal maupun illegal
dengan menghalalkan segala cara karena ingin memperoleh keuntungan secara “potong
kompas”. Dampak buruk dari perkembangan “dunia maya” ini tidak dapat dihindarkan
dalam kehidupan masyarakat modern saat ini dan masa depan.
Globalisasi dunia melalui teknologi informasi (internet, telepon selular dan media
elektronik lain) yang berkembang sangat pesat. Dampak perkembangan teknologi
informasi dirasa sangat berpengaruh terhadap pengaturan hukum. Betapa tidak dengan
penggunaan teknologi informasi perilaku manusia secara nyata telah beralih dari model
aktifitas yang didasarkan pada suatu bentuk hubungan face to face telah bergeser kepada
pola hubungan digitally. Oleh karena adanya pergeseran demikian, maka tidak
mengherankan dalam setiap aspek kehidupan manusia pun mulai menunjukan suatu
fenomena baru. Hal ini salah satunya dapat dilihat pada upaya kreasi manusia yang
berkaitan dengan bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
Adanya penyalahgunaan teknologi informasi yang merugikan kepentingan pihak
lain sudah menjadi realitas sosial dalam kehidupan masyarakat moderen sebagai dampak
dari pada kemajuan iptek yang tidak dapat dihindarkan lagi bagi bangsa-bangsa yang
telah mengenal budaya teknologi (the culture of technology). Teknologi telah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat manusia dalam dunia yang semakin
“sempit” ini. Semua ini dapat dipahami, karena teknologi memegang peran amat penting
di dalam kemajuan suatu bangsa dan negara di dalam percaturan masyarakat internasional
yang saat ini semakin global, kompetitif dan komparatif. Bangsa dan negara yang
menguasai teknologi tinggi berarti akan menguasai “dunia”, baik secara ekonomi, politik,
budaya, hukum internasional maupun teknologi persenjataan militer untuk pertahanan dan
keamanan negara bahkan kebutuhan intelijen.
Dampak perkembangan teknologi informasi, bisa positif bisa pula negatif. Kemudahan
dalam mengakses informasi dan ilmu pengetahuan dari berbagai sumber dan belahan
dunia, merupakan salah satu manfaat positif. Sedangkan dampak negatifnya adalah
masuknya pengaruh budaya asing, seperti pergaulan bebas, penyalahgunaan Narkoba,
tindakan kriminalitas dan budaya kekerasan.
Generasi muda adalah kelompok masyarakat yang sangat rentan terhadap
pengaruh budaya asing ini, sehingga dalam membangun sosial budaya, terutama terhadap
generasi muda itu, diperlukan persiapan yang matang, agar mereka dapat mengambil
manfaat positif dan membentengi diri dari dampak negatif globalisasi dunia yang tengah
berkembang ini. Selaku harapan serta tumpuan bangsa dan negara yang akan melanjutkan
pembangunan di segala bidang, generasi muda mesti dibekali sedini mungkin dengan
ilmu pengetahuan tentang tata cara mengambil manfaat positif dari kemajuan teknologi
informasi yang berkembang dengan deras dan pesat.
Peranan pemerintah bersama serta segenap elemen masyarakat, semakin dituntut
dan diperlukan untuk mengawasi, membina dan menyelamatkan para generasi muda dari
dampak negatif kemajuan teknologi informasi. Disamping itu, pemantapan kehidupan
beragama dapat dijadikan benteng pertahanan bagi masyarakat untuk meminimalisasi
pengaruh negatif dari dampak globalisasi dunia melalui teknologi informasi yang masuk
dengan deras ke semua pelosok negeri di Indonesia.
Suatu hal yang patut diperhatikan adalah bahwa kejahatan sebagai gejala sosial
sampai sekarang belum diperhitungkan dan diakui untuk menjadi suatu tradisi atau
budaya yang selalu mengancam dalam setiap saat kehidupan masyarakat. Di sini perlu
ada semacam batasan hukum yang tegas di dalam menanggulangi dampak sosial,
ekonomi dan hukum dari kemajuan teknologi moderen yang tidak begitu mudah ditangani
oleh aparat penegak hukum di negara berkembang seperti halnya Indonesia yang
membutuhkan perangkat hukum yang jelas dan tepat dalam mengantisipasi setiap bentuk
perkembangan teknologi dari waktu ke waktu.
Munculnya revolusi teknologi informasi dewasa ini dan masa depan tidak hanya
membawa dampak pada perkembangan teknologi itu sendiri, akan tetapi juga akan
mempengaruhi aspek kehidupan lain seperti agama, kebudayaan, sosial, politik,
kehidupan pribadi, masyarakat bahkan bangsa dan negara. Jaringan informasi global atau
internet saat ini telah menjadi salah satu sarana untuk melakukan kejahatan baik domestik
maupun internasional. Internet menjadi medium bagi pelaku kejahatan untuk melakukan
kejahatan dengan sifatnya yang mondial, internasional dan melampaui batas ataupun
kedaulatan suatu negara. Semua ini menjadi motif dan modus operandi yang amat
menarik bagi para penjahat digital. Manifestasi kejahatan mayantara yang terjadi selama
ini dapat muncul dalam berbagai macam bentuk atau varian yang amat merugikan bagi
kehidupan masyarakat ataupun kepentingan suatu bangsa dan negara pada hubungan
internasional. Kejahatan mayantara dewasa ini mengalami perkembangan pesat tanpa
mengenal batas wilayah negara lagi (borderless state), karena kemajuan teknologi yang
digunakan para pelaku cukup canggih dalam aksi kejahatannya. Para hacker dan cracker
bisa melakukannya lewat lintas negara (cross boundaries countries) bahkan di negara-
negara berkembang (developing countries) aparat penegak hukum, khususnya kepolisian
tidak mampu untuk menangkal dan menanggulangi disebabkan keterbatasan sumber daya
manusia, sarana dan prasarana teknologi yang dimiliki.
Harus diakui bahwa Indonesia belum mengadakan langkah-langkah yang cukup
signifikan di bidang penegakan hukum (law enforcement) dalam upaya mengantisipasi
kejahatan mayantara seperti dilakukan oleh negara-negara maju di Eropa dan Amerika
Serikat. Kesulitan yang dialami adalah pada perangkat hukum atau undang-undang
teknologi informasi dan telematika yang belum ada sehingga pihak kepolisian Indonesia
masih ragu-ragu dalam bertindak untuk menangkap para pelakunya, kecuali kejahatan
mayantara yang bermotif pada kejahatan ekonomi/perbankan.
Pihak kepolisian Indonesia telah membentuk suatu unit penanggulangan kejahatan
mayantara dengan nama Cybercrime Unit yang berada di bawah kendali Direktrorat
Reserse Kriminal Polri. Pembentukan unit kepolisian ini patut dipuji, namun amat
disayangkan apabila unit ini bekerja tidak dilengkapi dengan perangkat legislasi anti
cybercrime. Mengantisipasi kejahatan ini seyogianya dimulai melalui pembentukan
perangkat undang-undang seperti dalam Konsep KUHP Baru dan RUU Teknologi
Informasi yang disusun oleh Pusat Kajian Cyberlaw Universitas Padjadjaran. Model yang
digunakan adalah Umbrella Provision atau “undang-undang payung”, artinya ketentuan
cybercrime tidak dibuat dalam bentuk perundang-undangan tersendiri (khusus), akan
tetapi diatur secara umum dalam RUU Teknologi Informasi dan RUU Telematika.
(Nugraha, 2002)
Selain melakukan upaya dengan mengkriminalisasikan kegiatan di cyberspace
dengan pendekatan global, Pemerintah Indonesia sedang melakukan suatu pendekatan
evolusioner untuk mengatur kegiatan-kegiatan santun di cyberspace dengan memperluas
pengertian-pengertian (ekstensif interpretasi) yang terdapat dalam Konsep KUHP Baru.
Artinya, Konsep KUHP Baru sebelumnya tidak memperluas pengertian-pengertian yang
terkait dengan kegiatan di cyberspace sebagai delik baru.
Perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat dewasa ini patut disyukuri
sebagai hasil budaya manusia moderen. Seyogianya kemajuan teknologi menolong
kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Namun kemajuan teknologi membawa
dampak buruk dalam kehidupan masyarakat berupa kejahatan mayantara sehingga harus
diantisipasi dengan tersedianya perangkat hukum atau undang-undang yang tepat.
Dampak buruk teknologi yang disalahgunakan oleh orang-orang tidak bertanggungjawab
menjadi masalah hukum pidana dan harus segera ditanggulangi melalui sarana penal yang
dapat dilakukan oleh penegak hukum kepolisian. Sayangnya, perangkat undang-undang
belum tersedia sebagai sarana penal dalam menanggulanginya.
Namun perkembangan teknologi digital tidak akan dapat dihentikan oleh
siapapun, karena telah menjadi “kebutuhan pokok” manusia moderen yang cenderung
pada kemajuan dengan mempermudah kehidupan masyarakat melalui komunikasi dan
memperoleh informasi baru. Dampak buruk teknologi menjadi pekerjaan rumah bersama
yang merupakan sisi gelap dari perkembangan teknologi yang harus ditanggulangi.
Mengingat kemajuan teknologi telah merambah ke pelosok dunia, termasuk
kepedesaan di Indonesia, maka dampak buruk teknologi yang menjadi kejahatan
mayantara pada masa depan harus ditanggulangi dengan lebih hati-hati, baik melalui
sarana penal maupun non penal agar tidak menjadi masalah kejahatan besar bagi bangsa
dan negara yang mengalami krisis ekonomi.

HASIL PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan ini untuk menganalisa faktor
pendukung pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan
kebudayaan di Kota Makassar. Data tersebut dikumpulka melalui pra survey dan survey
lapangan (observasi langsung) dan wawancara mendalam (debt interview) dengan
menggunakan pedoman wawancara. Data primer diperoleh melalui penyebaran angket
kepada beberapa responden dengan menggunakan angket (questioner).
Adapun hasil penelitian yang dilakukan terhadap obyek penelitian adalah sebagai
berikut :

Kemampuan Masyarakat dan Pemerintah


Pemanfaatan globalisasi teknologi informasi dapat terlaksana dengan baik jika
didukung oleh kemampuan pemerintah mendukung penggunaan teknologi informasi
terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Selain itupula dukungan
kemampuan masyarakat untuk mengetahui perkembangan kebudayaan Kota Makassar
juga berperan penting terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar.
Berikut pendapat responden tentang kemampuan Pemerintah dalam mendukung
pemanfaatan globalisasi teknologi informasi terhadap budaya masyarakat di Kota
Makassar yaitu sebagai berikut :
Tabel 1
Pendapat Responden Tentang Kemampuan Pemerintah Dalam Mendukung Globalisasi
Teknologii Informasi terhadap Kegiatan Kebudayaan Di Kota Makassar
Frekuensi Persentase
No Pendapat Responden
(orang) (%)
1. Sangat mendukung 15 23,81
2. Mendukung 35 55,56
3. Kurang mendukung 7 9,52
4. Tidak mendukung 6 9,52
Jumlah 63 100,00
Sumber : Data Primer diolah November 2008

Mengacu kepada jawaban responden tersebut terlihat bahwa kemampuan


pemerintah mendukung pemanfaatan Teknologi Informasi budaya masyarakat Kota
Makassar. Karena dari 63 responden yang memberikan jawaban mendukung sebanyak 35
orang (55,56 %)
Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa pemerintah mendukung
pemanfaatan Teknologi Informasi terhadap perkembangan budaya masyarakat di Kota
Makassar. Hal ini dapat dilihat dari pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung
kegiatan di Kota Makassar seperti pembuatan website Pemerintah Kota Makassar yang
memuat tentang perkembangan sektor kebudayaan di KotaMakassar.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemerintah sebagai motivator dalam
mendukung penggunaan teknologi informasi terhadap perkembangan budaya masyarakat
di Kota Makassar. Hal ini dapat dilihat dari fasilitas yang digunakan saat melakukan
kegiatan kebudayaan seperti pameran-pameran kebudayaan ataupun memperkenalkan
seni-seni budaya yang ada di Kota Makassar kepada dunia luar.
Berikut pendapat responden tentang kemampuan masyarakat menggunakan
Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan budaya masyarakat di Kota
Makassar, yaitu sebagai berikut :

Tabel 2
Pendapat Responden Tentang Kemampuan Masyarakat Menggunakan Teknologi
Informasi Dalam Mendukung Kebudayaan Masyarakat di Kota Makassar
Frekuensi Persentase
No Pendapat Responden
(orang) (%)
1. Sangat Mampu 13 20,63
2. Mampu 10 15,87
3. Kurang Mampu 29 46,03
4. Tidak Mampu 11 17,46
Jumlah 63 100,00
Sumber : Data Primer diolah November 2008

Mengacu kepada jawaban responden tersebut terlihat bahwa kemampuan pegawai


di instansi Pemerintah Kota Makassar masih kurang dalam menggunakan software
computer PC di setiap unit kerja. Karena dari 63 responden yang memberikan jawaban
kurang mampu sebanyak 29 orang (46,03 %).
Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa kemampuan masyarakat
dalam memanfaatkan Teknologi Informasi masih kurang. Hal ini disebabkan masih
kurang masyarakat yang membuka website-website yang memuat tentang perkembangan
kebudayaan di Kota Makassar.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa teknologi informasi yang digunakan
dalam mendukung kebudayaan di Kota Makassar kurang maksimal. Hal ini dapat dilihat
masih banyaknya masyarakat yang kurang memahami pemanfaatan globlalisasi
Teknologi Informasi dari seluruh aspek kehidupan termasuk perkembangan kebudayaan
di Kota Makassar.

Dukungan Fasilitas Teknologi Informasi


Fasilitas teknologi informasi yang memadai baik dari segi kualitas maupun
kuantitas sangat dibutuhkan. Fasilitas yang memadai akan memberikan kemudahan
kepada pengguna Teknologi Informasi untuk memperoleh data dan informasi.
Demikianlah halnya penggunaan teknologi informasi terhadap perkembangan
kebudayaan di Kota Makassar memerlukan fasilitas yang memadai bai dari segi kualitas
maupun kuantitas. Berikut pendapat responden tentang kualitas fasilitas Teknologi
Informasi dalam mendukung perkembagan budaya masyarakat di Kota Makassar yaitu
sebagai berikut :

Tabel 3
Pendapat Responden Tentang Kualitas Sarana dan Prasarana Dalam Pemanfaatan
Teknologi Informasi Terhadap Perkembagan Kebudayaan di Kota Makassar
No Pendapat Responden Frekuensi Persentase
(orang) (%)
1. Sangat Berkualitas 14 22,22
2. Berkualitas 18 28,58
3. Kurang berkualitas 21 33,33
4. Tidak Berkualitas 10 15,87
Jumlah 63 100,00
Sumber : Data Primer diolah November 2008

Mengacu kepada jawaban responden tersebut terlihat bahwa kualitas fasilitas


Teknologi Informasi yang digunakan dalam mendukung perkembangan budaya
masyarakat di Kota Makassar kurang berkualitas. Karena dari 63 orang yang memberikan
jawaban kurang berkualitas adalah 21 orang (33,33 %).
Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa fasilitas yang digunakan
dalam mendukung peningkatan kegiatan kebudayaan di Kota Makassar telah memadai
dan memiliki kualitas yang cukup berkualitas. Dalam mendukung kegiatan kebudayaan di
Kota Makassar selain menggunakan fasilitas yang dimiliki, pihak Pemerintah Kota juga
melakukan kerjasama dengan pihak penyediaan layanan Teknologi Informasi untuk
mendukung kualitas fasilitas yang digunakan.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa fasilitas yang digunakan dalam setiap
kegiatan kebudayaan fasilitas yang digunakan cukup berkualitas. Hal ini dapat dilihat saat
melakukan kegiatan kebudayaan Teknologi Informasi yang digunakan dapat digunakan
baik oleh masyarakat maupun pihak.
Berikut pendapat responden tentang kuantitas fasilitas yang dimiliki dalam
mendukung penggunaan Teknologi Informasi yaitu sebagai berikut :
Tabel 4
Pendapat Responden Tentang Fasilitas Teknologi Informasi Dari Segi Kuantitas
Dalam Mendukung Kegiatan Kebudayaan di Kota Makassar
Frekuensi Persentase
No Pendapat Responden
(orang) (%)
1. Sangat baik 4 8,51
2. Baik 7 14,89
3. Kurang Baik 21 44,68
4. Tidak Baik 15 31,92
Jumlah 63 100,00
Sumber : Dara primer diolah November 2008

Mengacu kepada jawaban responden tersebut terlihat bahwa fasilitas Teknologi


Informasi yang digunakan dalam mendukung kegiatan kebudayaan di Kota Makassar dari
segi kuantitas masih kurang. Karena dari 63 responden yang memberikan jawaban kurang
baik sebanyak 21 orang (44,68 %).
Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa fasilitas Teknologi
Informasi yang digunakan dalam mendukung kegiatan kebudayaan di Kota Makassar
kurang baik. Hal ini disebabkan keterbatasan anggaran yang dimiliki untuk melakukan
penambahan fasilitas Teknologi Informasi yang digunakan dalam mendukung
perkembangan kebudayaan masyarakat di Kota Makassar kurang maksimal.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa fasilitas Teknologi Informasi yang
digunakan dalam mendukung kegiatan kebudayaan di Kota Makassar masih perlu
mendapat perhatian dari Pemerintah Kota Makassar. Kurang memadainya fasilitas
Teknologi Informasi yang digunakan dari segi jumlah masih sangat terbatas. Hal ini dapat
dilihat saat melakukan kegiatan kebudayaan, maka untuk mendukung kegiatan
kebudayaan masih menyewa peralatan dari penyediaan layanan Teknologi Informasi.

Sikap dan Perilaku Masyarakat


Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan
di Kota Makassar perlu didukung sikap dan perilaku masyarakat dalam memahami
Teknologi Informasi tersebut. Dukungan sikap dan perilaku masyarakat untuk
mengetahui sejauh mana perkembangan kegiatan kebudayaan di Kota Makassar.
Berikut pendapat responden tentang sikap dan perilaku masyarakat terhadap
penggunaan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota
Makassar yaitu sebagai berikut :

Tabel 5
Pendapat Responden Tentang Sikap Masyarakat Terhadap Penggunaan Teknologi
Informasi Dalam Mendukung Perkembangan Budaya Masyarakat
No Pendapat Responden Frekuensi Persentase
1. Sangat baik 11 17,46
2. Baik 17 26,98
3. Kurang Baik 23 36,51
4. Tidak Baik 12 19,05
Jumlah 63 100,00
Sumber : Dara primer diolah November 2008

Mengacu kepada jawaban responden tersebut terlihat bahwa sikap masyarakat


terhadap penggunaan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan
di Kota Makassar kurang baik. Karena dari 63 responden yang memberikan jawaban
kurang baik sebanyak 23 orang (36,51 %).
Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa sikap masyarakat
terhadap penggunaan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan
di Kota Makassar masih kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari sikap masyarakat untuk
mengetahui perkembangan kegiatan kebudayaan di Kota Makassar masih perlu mendapat
perhatian dari pemerintah.
Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa sikap masyarakat
terhadap penggunaan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan
di Kota Makassar masih kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari sikap masyarakat untuk
mengetahui perkembangan kebudayaan di Kota Makassar masih perlu mendapat
perhatian dari pemerintah.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sikap masyarakat terhadap Teknologi
Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar masih kurang
baik. Hal ini dapat dilihat dari keinginan dan animo masyarakat untuk mengetahui
perkembangan kegiatan kebudayaan di Kota Makassar. Kurangnya keinginan tersebut
disebabkan :
1. Masyarakat kurang termotivasi tentang kegiatan kebudayaan masyarakat.
2. Website yang memuat kegiatan kebudayaan di Kota Makassar sering mengalami
gangguan atau dalam melakukan download file mengalami gangguan.
3. kurangnya sosialisasi yang dilakukan Pemerintah Kota Makassar kepada masyarakat
untuk memanfaatkan Teknologi Informasi dalam mengetahui perkembangan
kebudayaan di Kota Makassar.
Berikut pendapat responden tentang pemahaman masyarakat terhadap Teknologi
Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar yaitu sebagai
berikut :

Tabel 6
Pendapat Responden Tentang Pemahaman Masyarakat Terhadap TI Mendukung
Perkembangan Budaya Masyarakat

Frekuensi Persentase
No Pendapat Responden
(orang) (%)
1. Sangat memahami 9 14,29
2. Memahami 13 20,63
3. Kurang Memahami 22 34,92
4. Tidak memahami 19 30,16
Jumlah 63 100,00
Sumber : Dara primer diolah November 2008

Mengacu kepada jawaban responden tersebut terlihat bahwa sikap masyarakat


dalam memahami Teknologi Informasi yang digunakan dalam mendukung kegiatan
kebudayaan di Kota Makassar masih kurang memahami. Karena dari 63 responden yang
memberikan jawaban kurang memahami sebanyak 22 orang (34,93 %).
Wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa sikap masyarakat
terhadap penggunaan Teknologi Informasi yang digunakan dalam mendukung
perkembangan kebudayaan di Kota Makassar memerlukan pemahaman dari masyarakat.
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan
globalisasi Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar
kurang optimal. Hal ini dilihat dari beberapa faktor pendukung yang kurang terlaksana
secara baik, yaitu :
1. Kemampuan Pemerintah dan kemampuan masyarakat kurang mampu memberikan
dukungan terhadap pemanfaatan globalisasi Teknologi Informasi dalam
perkembangan kebudayaan di Kota Makassar. Khususnya kemampuan masyarakat
dalam memahami pentingnya pemanfaatan Teknologi Informasi.
2. Fasilitas yang digunakan baik segi kualitas dan kuantitas kurang mampu mendukung
pemanfaatan Teknologi Informasi dalam mendukung perkembangan kebudayaan di
Kota Makassar.
3. Sikap dan perilaku masyarakat dalam memahami pemanfaatan globalisasi Teknologi
Informasi kurang optimal. Hal ini disebabkan masih banyak masyarakat yang kurang
mengerti dan memahami pentingnya Teknologi Informasi dalam mendukung
perkembangan kebudayaan di Kota Makassar.

Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Perlunya sosialisasi yang dilakukan pemerintah dalam mendukung peningkatan
kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan Teknologi Informasi dalam
mendukung perkembangan kebudayaan di Kota Makassar.
2. Perlunya penambahan fasilitas yang memadai dalam mendukung pemanfaatan
Teknologi Informasi terhadap perkembangan kebudayaan di Kota Makassar.
3. Sikap dan perilaku yang dimiliki oleh masyarakat dalam memanfaatkan Teknologi
Informasi sangat penting dimiliki sehingga masyarakat dapat memanfaatkan
Teknologi Informasi secara maksimal dalam mendukung perkembangan kebudayaan
di Kota Makassar.
Daftar Bacaan

Giddens, Anthony, Third Way and Its Critics, Polity Press, London, 2000
Murray, Denise E., Knowledge Machine : Language & Information in a Technological
Society, Longman Publisher, Singapore, 1995
Ohmae, Kenichi, The End of The Nation State – The Rise of Regional Economies,
London: Harper Collins, 1995
Sen, Amartya, Employment, Technology & Development, Oxford University Press,
India, 1975
Sen, Amartya, The Standard of Living, Cambridge University Press, 1985

Lain-lain :
Infokomputer.com Edisi Juli-Agustus 2000, http://www.infokomputer.com/
Kontan On-line, 9 Oktober 2000, http://www.kontan-online.com/ di-Up load oleh: Anton
Waspo
Diseminasi Informasi Ketenagakerjaan Pada Dinas Tenaga Kerja Pemerintah
Provinsi Kalimantan Tengah dan Kota Palangkaraya

Oleh : Paraden Lucas Sidauruk4

Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran bagaimana pelaksanaan


diseminasi informasi ketenagakerjaan bagi pencari kerja di Provinsi Kalimantan
Tengah, khususnya di Kota Palangkaraya. Di dalamnya diungkapkan apa saja yang
dilaksanakan Dinas Tenaga Kerja sebagai institusi pemerintah di Daerah tersebut
kepada pencari kerja, apakah diseminasi informasi online sudah berjalan ?
Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan kualitatif dengan
fenomenologi realistik. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan dan
wawancara mendalam (depth interview) serta mempelajari data sekunder. Wawancara
menggunakan pedoman wawancara dengan nara sumber di Dinas Tenaga Kerja
Provinsi Kalimantan Tengah dan di Kota Palangkarya, dan pencari kerja di loket
diseminasi kartu kuning.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua Dinas Tenaga Kerja tersebut telah
melaksanakan diseminasi informasi ketenagakerjaan secara variatif melalui spanduk,
siaran televisi, buletin dan leaflet, serta penyampaian informasi secara langsung atau
tatap muka. Semua aktivitas tersebut belum maksimal menjangkau khalayak pencari
kerja. Diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui online pernah dilakukan dengan
menggunakan internet khususnya e mail dan browsing, tetapi sementara tidak dapat
difungsikan karena hambatan dana.
Di masa yang akan datang, kedua Dinas Tenaga Kerja itu disarankan
menyediakan leaflet berisi informasi ketenagakerjaan seperti lowongan pekerjaan dan
persyaratan pembuatan kartu kuning. Di samping pemanfaatan internet, perlu dibangun
jaringan LAN ketenagakerjaan di antara instansi ketenagakerjaan yang terkait.

Kata Kunci : Diseminasi Informasi Ketenagakerjaan, Pencari Kerja, Dinas Tenaga Kerja

Latar Belakang Masalah


Keluhan pencari kerja, termasuk calon TKI mengenai informasi ketenagakerjaan
belum banyak diungkapkan. Sejauh ini belum banyak diteliti mengenai informasi apa
yang selama ini diterima oleh pencari kerja baik yang bekerja di dalam negeri maupun
calon TKI yang hendak berangkat ke luar negeri. Informasi yang diperoleh pencari kerja
di Tanah Air dari sumber informasi resmi masih amat terbatas tentang informasi
lowongan pekerjaan.
Calon TKI sebagai pencari kerja juga biasanya mengingikan informasi yang
dianggap menarik perhatian saja seperti mengenai adat istiadat dan agama, perusahaan
tempat kerja, sistem gaji dan uang lembur, serta peraturan cuti kerja di negara tujuan.
Umumnya informasi tentang hak dan kewajiban TKI yang lengkap belum diterima pada
saat pendaftaran dan proses rekrutmen calon TKI.
Oleh karena itu, calon TKI sebagai pencari kerja cenderung menerima saja
informasi yang disampaikan petugas atau sponsor. Sikap ini terjadi karena kurang
lengkap pengetahuan dan informasi yang dimilikinya mengenai hak dan kewajiban
seorang TKI.

4
Penulis adalah Peneliti Madya bidang Studi Komunikasi dan Media pada Pusat Litbang Aptel SKDI, sebelumnya
peneliti yang sama pada Pusat Pengembangan Literasi Departemen Komunikasi dan Informatika, Jakarta
Padahal semua informasi berkaitan dengan ketenagakerjaan itu merupakan hak
seorang pencari kerja sebagai warganegara yang dijamin oleh Pasal 28 F UUD 1945 dan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Apa yang
diharapkan oleh khalayak pencari kerja tidak lain adalah agar mereka mendapatkan
informasi ketenagakerjaan sesuai dengan kebutuhannya. Pencari kerja ini menggunakan
informasi itu dalam jumlah yang cukup untuk menghasilaan keputusan yang tepat. Untuk
memutuskan apakah pencari kerja bekerja di luar negeri atau di dalam negeri dibutuhkan
data dan informasi ketenagakerjaan yang memadai.Oleh karena itu, tiap pencari kerja
berhak untuk mendapatkan informasi yang lengkap sesuai dengan kebutuhannya sehingga
mereka bisa membuat keputusan yang tepat. Sebagai pencari kerja mereka belum
mendapatkan informasi ketenagakerjaan yang mencukupi untuk melamar pekerjaan atau
menciptakan lapangan kerja baru. Dalam kenyataannya, tidak sedikit pula pencari kerja
yang menerima tawaran suatu pekerjaan tanpa didasari pada keputusan yang matang.
Banyak juga yang menganggap pekerjaan tertentu hanya sebagai batu loncatan seperti
bekerja sebagai penjual (sales) atau bekerja di perusahaan atau instansi yang tidak sesuai
dengan harapannya. Kurangnya informasi ketenagakerjaan membuat pencari kerja tidak
melihat adanya alternatif atau kesempatan kerja lain. Akibatnya, tidak sedikit di
antaranya berganti-ganti pekerjaan dalam waktu singkat.
Di samping masalah informasi ketenagakerjaan itu, sumber informasi resmi di
bidang ketenagakerjaan belum sepenuhnya melakukan diseminasi informasi
ketenagakerjaan sebagai sutatu bentuk komunikasi yang benar-benar menjangkau
khalayak pencari kerja. Selain karena kurangnya sarana komunikasi, juga sering
dikeluhkan kurangnya kualitas sumber daya manusia yang menangani kegiatan
diseminasi informasi tersebut. Komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah dan
perusahaan selama ini masih belum mampu memenuhi kebutuhan informasi
ketenagakerjaan pencari kerja seperti juga terjadi di Palangkaraya, Provinsi Kalimantan
Tengah. Berdasarkan pemikiran itu, perlu penelitian mengenai pemerintah sebagai
komunikator yang menangani ketenagakerjaan dalam diseminasi informasi
ketenagakerjaan. Selain itu, perlu dijawab informasi apa yang disampaikan sumber
informasi tersebut selama ini kepada stakeholder khusunya pencari kerja. Pemenuhan
kebutuhan informasi ketenagakerjaan melalui diseminasi informasi yang efektif dapat
memberdayakan pencari kerja sebagai warga negara.

Rumusan Masalah
Masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : ”Bagaimana
pelaksanaan diseminasi informasi ketenagakerjaan bagi pencari kerja di Kota
Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah ?” Beberapa pertanyaan penelitian dapat
diajukan, yaitu :
1. Apa saja yang dilaksanakan pemerintah untuk pencari kerja dalam diseminasi
informasi ketenagakerjaan?
2. Apakah diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui on line telah dilaksanakan
pemerintah kepada pencari kerja ?
3. Informasi apa yang disampaikan oleh pemerintah kepada pencari kerja ?

Tujuan dan Manfaat


Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran diseminasi informasi
ketenagakerjaan bagi pencari kerja di Palangkarya, Kalimantan Tengah. Secara spesifik
melalui studi ini dapat diketahui :
1. Diseminasi informasi ketenagakerjaan yang dilaksanakan pemerintah untuk pencari
kerja.
2. Pelaksanaan diseminasi informasi ketenagakerjaan on line kepada pencari kerja.
3. Informasi yang disampaikan pemerintah kepada pencari kerja.
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai referensi menambah khazanah
pengetahuan mengenai diseminasi informasi. Di samping itu, secara praktis dapat
digunakan sebagai masukan dalam penyusunan/penyempurnaan kebijakan pelayanan
atau diseminasi informasi pada Departemen Komunikasi dan Informatika, terutama dalam
mempersiapkan implementasi Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan
informasi publik. Bagi Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah dan Dinas
Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkarya saran-saran
penelitian ini dapat diterapkan untuk meningkatkan diseminasi infomasi ketenagakerjaan
kepada pencari kerja.

Kerangka Pemikiran
Tiap unsur komunikasi mempunyai perannya sendiri untuk mewujudkan proses
komunikasi yang efektif. Satu unsur saja tidak ada membuat komunikasi tidak
berlangsung dengan baik. Komunikasi dapat berlangsung jika unsur-unsur yang
menopangnya ada dan berperan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Harold D.
Laswell dalam Wilbur Schramm (1963 :117) mengatakan ”a convenient way to describe
an act of communication is to answer the following questions : who says what in which
channel to whom with what effect ?” Schramm menunjukkan unsur-unsur yang
menggambarkan suatu tindakan komunikasi.
Dalam kaitannya dengan diseminasi informasi sebagai bentuk dan proses
komunikasi, Ibnu Hamad (2007) mengatakan pembahasan lebih pada diseminasi
informasi menggunakan 5W & 1H. Rumus 5W & 1H yang dipakai dalam penyusunan
berita ( Effendy, 1993 :72) meliputi Why, Who, What, Where, When, dan How dapat juga
digunakan untuk diseminasi informasi. Setidaknya, unsur komunikator (who), pesan
(what) dan khalayak (whom) merupakan variabel penelitian yang penting dicermati
dalam studi diseminasi informasi pada instasni pemerintah. Pemerintah sebagai
komunikator atau sumber informasi menyampaikan pesan (message) kepada khalayaknya.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kredibilitas komunikator adalah kekuasaan
dan keahlian yang dimiliki sehingga menimbulkan kepercayaan di mata khalayak.
Dengan kekuasaan dimaksudkan sumber informasi mempunyai kewenangan di bidangnya
secara resmi. Menurut Sasa Djuarsa dkk, (1993 : 204) ... pentingnya pelaku (sumber)
dalam suatu kegiatan. Dalam hal ini, sedikitnya ada tiga karakteristik dari sumber yang
perlu diperhatikan yakni : ’credibility’ (kredibilitas), ’attractiveness’ (daya tarik) dan
’power’ (kekuasaan/kekuatan)” Credibility atau kredibilitas menunjuk pada suatu kondisi
di mana si sumber dinilai punya pengetahuan, keahlian, atau pengalaman yang relevan
dengan atau topik pesan yang disampaikannya, sehingga pihak penerima menjadi percaya
bahwa pesan yang disampaikannya itu bersifat objektif” Lebih lanjut dikemukakannya,
”seorang komunikator akan berhasil dalam upaya persuasi yang dilakukannya apabilka ia
(1) dipandang punya pengetahuan dan keahlian, dan (2) dinilai jujur, punya integritas
serta dipercayai oleh pihak komunikan (khalayak)”
Dalam diseminasi informasi sebagai proses komunikasi yang efektif memerlukan
pengemasan pesan sehingga menimbulkan kebutuhan bagi khalayak. Untuk itu, perlu
dirancang agar pesan menarik perhatian. Agar khalayak tertarik terhadap pesan yang
disampaikan komunikator, maka pesan tersebut hendaknya mudah dipahami baik bahasa,
istilah, kata-kata dan kalimatnya (Wilbur Scramm, 1973 dalam Hamidi, 2007 : 72-73)
Informasi yang dikandung dalam pesan itu akan digunakan khalayak, apabila syarat-
syarat pesan yang baik itu dapat terpenuhi. Terlebih lagi karena informasi berharga guna
mengurangi ketidakpastian seperti dikemukakan dalam Shannon dalam Griffin, 1997 :
50) bahwa “information refers to the opportunity to reduce uncertainty”. Proses
pengambilan keputusan yang memberikan kepastian hanya mungkin jika tersedia
informasi yang cukup.
Unsur komunikasi lain adalah khalayak seringkali dipersepsikan sebagai unsur
yang kurang penting karena dianggap sebagai orang bersikap pasif dan menerima saja
apa yang disampaikan oleh komunikator. Hal itu semakin jelas, apalagi jika
komunikatornya merupakan instansi pemerintah yang dianggap memiliki kredibilitas di
bidangnya. Padahal khalayak sebagai sasaran juga memiliki sikap sendiri dalam
berkomunikasi sesuai dengan kepentingan dan tujuannya. Khalayak ternyata tidak pasif
dalam proses komunikasi, tetapi mempunyai pandangan terhadap pesan dan
komunikator. Dalam hal inilah pentingnya pengetahuan dan informasi bagi khalayak
sehingga dapat menentukan sikap yang tepat.
Menurut Sasa Djuarsa Sendjaja, dkk (1993 : 221) ... khalayak bukanlah
merupakan sekumpulan dari indvidu-individu yang bersikap dan bertindak ’pasip’...
Mereka aktif dan juga selektif. Karena itulah, dalam merancang suatu kegiatan
komunikasi apakah melalui saluran kegiatan komunikasi personal atau melalui media
massa, kita seyogyanya berorientasi ke khalayak sasaran (audience oriented)” Sejalan
dengan itu, John Fiske (2006 : 208) mengemukakan “khalayak memiliki sekumpulan
kebutuhan yang dicari pemuasannya melalui media massa, cara lain dan relasi sosial”.
Model ini mengasumsikan khalayak setidaknya sama aktifnya dengan pengirim... dan
bahwa pesan adalah apa yang dibutuhkan oleh khalayak, bukan yang dimaksudkan oleh
pengirim. Dalam hubungannya dengan penelitian ini, khalayak dalam proses komunikasi
yang dimaksud adalah pencari kerja yang juga pencari informasi. Secara implisit mereka
membutuhkan informasi ketenagakerjaan yang berguna untuk membantunya dalam
mencari atau melamar pekerjaan, bahkan untuk membuka lapangan pekerjaan baru.

Definisi Konseptual
Diseminasi adalah penyebaran (of information) (John M Echols dan Hassan
Shadily, 1979)
Informasi adalah “data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi
penerimanya dan bermanfaat dalam mengambil keputusan saat ini atau mendatang”
(Gordon B Davis, 1995,28).
Diseminasi informasi ketenagakerjaan adalah suatu bentuk komunikasi yang
menyampaikan atau menyebarkan informasi atau pesan mengenai ketenagakerjaan dari
pemerintah sebagai komunikator kepada khalayak pencari kerja. Diseminasi informasi
ketenagakerjaan melalui online adalah diseminasi informasi ketenagakerjaan yang
“terhubung secara langsung ke internet” (Jasmadi, 2004 : 230)
Komunikator atau sumber informasi adalah unsur dalam proses komunikasi yang
menyampaikan atau menyebarluaskan pesan atau informasi kepada khalayak. Dalam hal
ini sebagai komunikator adalah instansi pemerintah, yakni Dinas Tenaga Kerja Provinsi
Kalimantan Tengah dan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan
Masyarakat Kota Palangkaraya.
Pesan adalah data dan informasi ketenagakejaan yang disampaikan oleh
pemerintah kepada pencari kerja.
Khalayak adalah unsur dalam proses komunikasi yang merupakan sasaran dari
penyampaian pesan atau penerima informasi dari komunikator atau sumber informasi.
Sebagai khalayak adalah pencari kerja baik pencari yang bekerja di dalam negeri maupun
di luar negeri (calon TKI).
Informasi ketenagakerjaan adalah informasi yang berkaitan dengan
ketenagakerjaan seperti peraturan ketenagakerjaan, lowongan kerja, pencari kerja
termasuk informasi TKI meliputi persyaratan dan prosedur bekerja di luar negeri, hak
dan kewajiban TKI.
Pencari kerja adalah setiap orang yang terdaftar di Kantor Dinas Tenaga Kerja
Kota / Kabupaten untuk mencari atau melamar pekerjaan di dalam negeri maupun di
luar negeri
Kebutuhan informasi ketenagakerjaan adalah kebutuhan khalayak pencari kerja
mengenai informasi ketenagakerjaan.

Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan seperangkat cara yang sistematik, logis dan rasional
yang digunakan oleh peneliti ketika merencanakan, mengumpulkan, menganalisis dan
menyajikan data untuk menarik kesimpulan. (Hamidi, 2007 : 122).
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif
dengan fenomenologi. Dengan penelitian ini diharapkan dapat digambarkan proses
diseminasi informasi dan jenis kebutuhan informasi khalayak pencari kerja. Pendekatan
kualitatif ”lebih dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau pemahaman mengenai
gejala (dari perspektif subjek atau aktor), membuat teori” (Pawito, 2007 : 44) Dalam hal
ini salah satu varian fenomenologi yang digunakan adalah fenomelogi realistik. Menurut
Embree (1998 :333-343) dalam Pawito (2007 :58), fenomenologi realistik lebih
menekankan pada pengamatan serta penggambaran esensi-esensi yang bersifat umum.”
Selain melalui pengamatan atau observasi terhadap proses diseminasi informasi
di lingkungan instansi pemerintah, pengumpulan data lapangan juga dilakukan
wawancara mendalam (depth interview). Narasumber yang diwawancarai adalah pejabat
Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah dan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi
dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya, petugas loket pelayanan kartu
kuning, dan pencari kerja.Wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara yang
disusun terlebih dahulu.
Lokasi penelitian ditetapkan secara purposive yaitu Dinas Tenaga Kerja
Pemerintah Provinsi Provinsi Kalimantan Tengah di Kota Palangkaraya dengan
pertimbangan bahwa instansi pemerintah yang melayani informasi ketenagakerjaan di
Provinsi Kalimantan Tengah terdapat di kota tersebut. Oleh karena diseminasi informasi
ketenagakerjaan langsung kepada pencari kerja melalui loket pengurusan kartu kuning
hanya dilaksanakan oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten / Kota, maka dipilih Dinas
Tenaga Kerja Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkarya dengan
alasan kota ini merupakan pusat kegiatan pemerintahan dan masyarakat, termasuk
kegiatan ketenagakerjaan di Kalimantan Tengah.
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan melakukan reduksi
data terlebih dahulu terhadap data yang masuk baik yang diperoleh melalui wawancara
mendalam maupun catatan observasi di lapangan. Data kualitatif yang diperoleh dari
jawaban narasumber dan hasil observasi yang benar-benar sesuai dengan tujuan
penelitian berkesempatan untuk dianalisis, sedangkan data yang kurang relevan tidak
dimasukkan dalam analisis. Kategori data dibuat berdasarkan permasalahan penelitian
dan data lapangan.

GAMBARAN UMUM

Geografi dan Demografi Provinsi Kalimantan Tengah


Provinsi Kalimantan Tengah dibentuk berdasarkan Undang-Undang Darurat
Nomor 10 tahun 1957 dengan ibukota Palangkaraya, artinya tempat yang suci, mulia dan
besar. Mottonya adalah Kota Cantik (Terencana, Aman, Tertib dan Keterbukaan). Satu-
satunya pemerintahan kota di provinsi ini adalah Palangkaraya dengan luas 2.400
km2.Provinsi ini terletak di daerah khatulistiwa dengan iklim tropis yang lembab, panas
dengan suhu rata-rata 34 0 Celcius. Curah hujan terbanyak pada bulan-bulan Oktober
sampai dengan Maret.
Luas provinsi ini 153.564 km2 terdiri dari hutan dan pertanahan lainnya 134.937,
25 km , sawah dan ladang 10.744.79 km2, perkebunan 6.637,62 km2, permukiman dan
2

bangunan lainnya 1.244,24 km2 (BPS,2001) dan (http://www.b.i.go.id?web/id/KER


01/profil/kalteng/tanggal 25-4-2008)
Secara administratif Provinsi Kalimantan Tengah terbagi atas 13 kabupaten, 1
kota, 95 kecamatan, 1.177 desa dan 122 kelurahan. (Dinas Tenaga Kerja Pemprov.
Kalteng, 2008a :2) Menurut Gubernur, A. Teras Nerang, ”mulai tahun 2008-2010
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai program Mamangun Mahaga Lewu
(Membangun Menjaga Desa). Dalam tiga tahun akan ada 126 desa dijadikan
percontohan, desa dan kelurahan 1.357 dan 70 % di antaranya adalah desa” (Kompas, 13-
3-2008)
Dalam publikasi yang diterbitkan oleh LIN, (2001 : 43-44) dikemukakan bahwa
penduduk asli Provinsi Kalimantan Tengah adalah suku bangsa Dayak, yang terdiri dari
beberapa sub suku bangsa seperti Ngaju, Ot Danum, Ma’anyam, Ot-siang, Lawangan,
Katingan dll. Mereka bermukim dalam komunitas–komunitas desa di sepanjang Sungai
Barito, Sungai Kapuas, Sungai Kahayan, Sungai Katingan, Sungai Mentaya dll. Selain
orang Dayak ada juga penduduk pendatang, yaitu orang-orang Banjar, Bugis, Jawa,
Madura, Makassar, Melayu, Arab dan China. Agama penduduk nya Islam, Kristen,
Kaharingan, dan Budha. Penduduk yang menganut agama Islam merupakan golongan
terbesar. bergaul dengan masyarakat setempat. Di seluruh Provinsi Kalimantan Tengah
terdapat 30 bahasa daerah. Bahasa Dayak Ngaju sebagai bahasa lingufranca. Kesenian
masyarakat Dayak, terutama tari-tarian antara lain Deder Ketingan, Giring-giring, dan
Kinyah Kamber.
Pada tahun 2005 jumlah penduduk tercatat 1.957.861 jiwa dengan laju
pertumbuhan 2,36 % dan kepadatan 12,75 penduduk / km2. (http://www.kalteng bps.goid,
tanggal 20-3-2008) Pada tahun 2006 jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Tengah
tercatat sebanyak 2.003.401 jiwa terdiri dari 1.028.514 laki-laki dan 974.887 perempuan
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten dan Kota (orang)
Penduduk
No Kabupaten/Kota
Laki-laki Perempuan
1 Kab. Kotawaringain Barat 106.814 99.259
2 Kab. Kotawaringin Timur 165.353 146.697
3 Kab. Kapuas 176.124 175.455
4 Kab. Barito Selatan 62.571 60.351
5 Kab. Barito Barat 58.377 55.566
6 Kab. Barito Timur 43.089 42.066
7 Kab. Lamandau 28.513 27.383
8 Kab. Seruyan 57.132 50.449
9 Kab. Katingan 69.448 63.545
10 Kab. Pulang Pisau 59.977 58.231
11 Kab.Gunung Mas 45.003 41.025
12 Kab. Sukamara 19.219 16.961
13 Kab. Murung Raya 45.823 42.176
14 Kota Palangkaraya 91.071 92.723
Jumlah 1.028.514 974.887
Jumlah total penduduk 2.003.401
Sumber : Diolah dari Dinas Tenaga Kerja Pemprov. Kalteng, (2008a:2)
Tabel 1 menunjukkan tiga kabupaten dan kota Palangkaraya mempunyai jumlah
penduduk yang tergolong besar, sedangkan di kabupaten lainnya jumlah cukup kecil.
Kabupaten Kapuas merupakan kabupaten terbesar dengan jumlah penduduknya 351.579
jiwa, dan kabupaten Sukamara hanya berpenduduk 36.180 jiwa. Penyebaran penduduk
masih belum merata di seluruh provinsi Kalimantan Tengah, tetapi lebih terkonsentrasi di
perkotaan. Penduduk memilih bertempat tinggal di perkotaan karena faktor lapangan
kerja sektor formal yang mulai berkembang, seperti perdagangan, jasa, dan transportasi.
Minat penduduk untuk bekerja sebagai pegawai negeri sipil, TNI/Polri dan karyawan
perusahaan dan berwirausaha cukup tinggi. Tabel itu juga memperlihatkan jumlah
penduduk laki-laki secara keseluruhan maupun per kabupaten lebih besar daripada jumlah
penduduk perempuan, kecuali di Kota Palangkaraya. Keinginan untuk mendapatkan
pekerjaan di kota mulai tumbuh di kalangan perempuan di perdesaan.Hal ini mendorong
penduduk perdesaan pindah (urbanisasi) ke kota Palangkaraya sebagai pencari kerja
baru. Perusahaan dan mall di Kota Palangkaraya mulai menawarkan pekerjaan khusus
untuk wanita sebagai sales promotion girls (SPG).
Berkaitan dengan kondisi ketenagakerjaan di provinsi ini, tercatat tingkat
pengangguran sebesar 8,6 % dengan jumlah penganggur laki-laki 5,8 % dan perempuan
13,7 %. Pendapatan penduduk per kapita pada tahun 2006 mencapai Rp 9.991.337,-
dengan laju pertumbuhan ekonomi tahun 2006 sebesar 5,84 %. (Dinas Tenaga Kerja,
Pemprov Kalteng, 2008a : 2-3)
Pada Tabel 2 dapat dilihat jumlah penganggur sebesar 82.360 orang terdiri dari
penganggur perempuan 46.690 orang jauh lebih besar daripada jumlah penganggur laki-
laki 35.670 orang. Data ini membuktikan bahwa daerah ini tidak bebas dari
pengangguran meski wlayahnya amat luas untuk bisa digarap sebagai lahan pertanian.
Angka yang disajikan itu merupakan jumlah penganggur yang tercatat secara resmi di
Kantor Dinas Tenaga Kerja di Kabupaten/Kota se-Provinsi Kalimantan Tengah.
Umumnya penganggur tersebut berdomisili di perkotaan sebagai akibat dari banyaknya
lulusan terdidik khususnya SLTA hingga sarjana. Berbeda dengan di perdesaan penduduk
yang benar-benar tidak bekerja sama sekali sulit ditemukan. Setidaknya penduduk di
perdesaan bisa menggarap lahan pertanian atau berkebun di tanahnya sendiri atau milik
keluarganya sebagai mata pencaharian. “Bertambahnya jumlah penduduk yang bekerja di
sektor pertanian menyebabkan angka pengangguran menurun secara signifikan.

Tabel 2
Data Ketenagakerjaan di Provinsi Kalimantan Tengah ( orang)

Uraian Laki-laki Perempuan Jumlah


Tenaga Kerja 829.558 974.887 1.561.423
Angkatan Kerja 614.558 340.280 954.838
Kesempatan Kerja 578.888 293.590 872.478
Penganggur 35.670 46.690 82.360
Sisa Pencaker 2007 20.421 18.048 38.469
Sisa Lowongan 162 183 345
Bukan Tenaga Kerja 189.329 187.168 376.497
Bukan Angk.Kerja 186.704 411.585 598.289
Sumber : Diolah dari Dinas Tenaga Kerja Pemprov. Kalteng, (2008a : 2)

Jumlah pengangguran terbuka Agustus 2006 67.631 orang (6,7 %) turun menjadi 55.244
orang (5,0 %) pada Pebruari 2007 atau turun 12.397 orang (1,7 %)”
(http://www.kalteng.go.id/ viewarticle.asp, tanggal 25-4-2008). Sektor pertanian dan
perkebunan (berkebun sendiri) dan usaha mencari hasil hutan besar peranannya dalam
menyerap tenaga kerja sehingga terkesan penduduk di Kalimantan Tengah, terutama di
perdesaan hampir tidak ada yang kelihatan menganggur secara total.
Secara selayang pandang gambaran Kota Palangkaraya dalam beberapa hal seperti
adat istiadat, suku bangsa, agama tidak berbeda jauh dari keadaan Provinsi Kalimantan
Tengah. Bahkan sebagaimana dikemukakan sebelumnya, sebagai satu-satunya
pemerintahan kota di Provinsi ini tampak karakteristik dan kemajuan perkotaan pada
tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan jumlah pencari kerja yang lebih terkonsentrasi
pada pekerjaan perkantoran di instansi pemerintah dan perusahaan swasta.
Luas kota ini 2678,51 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2003 tercatat
168.449 jiwa dan kepadatan 62,89 jiwa/km2. (http://www.id.wikipeda.org/wki/kota
Palangkaraya, tanggal 28-4-2008) Jumlah penduduknya menurut Tabel 1, tercatat
183.794 jiwa. Jadi, terjadi pertambahan sebanyak 15.345 jiwa dalam waktu lima tahun.

Pencari Kerja (Pencaker)


Kantor Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah tidak melayani langsung
pengurusan kartu kuning bagi pencari kerja, tetapi hanya mengolah dan merangkum data
pencari kerja dalam publikasi Berita Pasar Kerja dan Lembar Informasi Ketenagakerjaan
yang terbit tiap bulan seperti dapat dilihat pada Tabel 3. “Jumlah pencari kerja yang
belum ditempatkan sampai dengan akhir bulan Desember 2007 sebanyak 38.469 orang,
sebagian besar 36.764 orang atau 95,56 % merupakan tenaga terdidik mulai dari t amatan
SLTA hingga kategori S1-S3” (Dinas Tenaga Kerja, Pemprov Kalteng, (2008a : 5).
Jumlah pencari kerja berpendidikan tinggi D1-S3 ternyata cukup besar 34,30 % atau
13.197 orang.

Tabel 3
Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan di Kalimantan Tengah (orang)
No Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Tidak Tamat SD 67 24 91
2 SD 208 99 307
3 SLTP 717 590 1.307
4 SLTA 12.104 11.463 23.567
5 D1-D3/SM 3.124 2.195 5.319
6 S1-S3 4.201 3.677 7.878
Jumlah 20.421 18.048 38.469
Sumber : Diolah dari Dinas Tenaga Kerja Pemprov. Kalteng, (2008a :5)

Data jumlah sisa pencari kerja atau pencaker hingga akhir tahun 2007 sebesar
38.469 orang diperoleh dari hasil pendaftaran melalui kartu kuning (AK1) yang
dikeluarkan oleh Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota atau Kabupaten se Kalimantan
Tengah. Jumlah para pencari kerja ini merupakan sisa yang tidak dapat disalurkan atau
mendapat pekerjaan pada tahun 2007 dan mereka mencoba mendaftar kembali untuk
mendapatkan kartu AK1 yang baru. “Pencari kerja yang tidak melaporkan atau tidak
mendaftar ulang setelah terdaftar sebagai pencari kerja selama 6 bulan berturut-turut akan
dihapuskan sebagai pencari kerja karena diangggap tidak memerlukan Diseminasi antar
kerja lagi. Di samping itu penghapusan sebagai pencari kerja dapat disebabkan karena
permintaan sendiri, pindah wilayah, meninggaal dunia atau sudah mendapat pekerjaan”
(Dinas Tenaga Kerja Pemprov. Kalteng, 2008a : 8)
Jumlah pencari kerja yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi
Kalimantan Tengah berasal dari pencari kerja yang mengurus kartu kuning (AK1) di
Kantor Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota
Palangkaraya di Palangkaraya dan Kantor Dinas Tenaga Kerja yang terdapat di tiga belas
kabupaten se-Kalimantan Tengah. Kartu kuning yang digunakan untuk melengkapi
persyaratan lamaran kerja hanya dapat diperoleh di kantor Dinas Tenaga Kerja
Kota/Kabupaten melalui loket Diseminasi kartu kuning. Pelamar yang hendak mencari
pekerjaan di kantor pemerintah (CPNS,TNI,Polri) dan perusahaan swasta diharuskan
melampirkan kartu kuning (AK1) sebagai salah satu syarat. Berdasarkan jumlah kartu
yang dikeluarkan Dinas Tenaga Kerja Kota / Kabupaten itu dapat diketahui jumlah yang
mendaftar sebagai pencari kerja. Karena tiap pencari kerja diharuskan mengisi Daftar
Isian Pencari Kerja yang disediakan secara gratis. Data pencari kerja yang diperoleh dari
proses pengurusan kartu tersebut memuat jumlah pencari kerja dan jenis pekerjaan yang
diinginkannya. Identitas pribadi dan pas photo pencari kerja yang tercantum dalam
formulir meliputi tentang pekerjaan sekarang, tujuan mencari kartu AK1, pekerjaan dan
upah yang diinginkan pencari kerja.
Apabila diperhatikan jenis pekerjaan atau golongan pokok jabatan yang didaftar
oleh pencari kerja yang belum ditempatkan (ybdi), seperti dapat dilihat pada Tabel 4
tampaknya jabatan sebagai tenaga produksi, tenaga profesional, dan pejabat pelaksana
cukup banyak diminati ( 66,64 %). Kecenderungan pilihan jenis pekerjaan yang favorit
di masa yang akan datang bersifat manajerial di instansi pemerintah dan perusahaan
swasta. Keberhasilan sektor pendidikan melahirkan tenaga terdidik yang cukup besar di
wilayah Kalimantan Tengah berpengaruh terhadap pilihan lapangan kerja.

Tabel 4
Jumlah Pencari Kerja Menurut Golongan Pokok Jabatan Pada Tahun 2007di Kalimantan Tengah
(orang)

No Golongan Pokok Jabatan Laki-Laki Perempuan Jumlah


1 Profesional, dan Teknisi 4.295 3.634 7.929
2 Kepemimpinan dan Ketatalaksanaan 1.664 1.979 3.643
3 Pejabat Pelaksana dan Tata Usaha 3.198 3.949 7.147
4 Tenaga Usaha Penjualan 1.552 1.230 2.782
5 Tenaga Usaha Jasa 1.654 1.164 2.818
6 Tenaga Usaha Pertanian 2.053 1.537 3.590
7 Tenaga Produksi 6.005 4.555 10.560
Jumlah 20.421 18.048 38.469
Sumber : Diolah dari Dinas Tenaga Kerja Pemprov. Kalteng, (2008a :5)
Pelaksanaan Diseminasi Informasi Ketenagakerjaan
1. Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah
Dengan paradigma baru di bidang pemerintahan dewasa ini, yaitu “reinventing
government”, peranan visi dan misi semakin penting dalam menjalankan organisasi
pemerintahan. Tiap organisasi di lingkungan birokrasi pemerintahan lebih digerakkan
oleh misinya sehingga birokrasi mampu bertindak cepat dalam melayani masyarakatnya.
Orientasi pemerintah ditujukan kepada khalayaknya sebagai pelanggan yang harus
dipenuhi kebutuhannya, (David Osborne dan Ted Gaebler, 1998) termasuk kebutuhan
informasi.
Untuk memahami dan melaksanakan visi, misi dan tujuan organisasi
pemerintahan tersebut diperlukan kesamaan persepsi semua pejabat, pegawai, dan
stakeholdernya.Visi dan misi Gubernur Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah di
bidang ketenagakerjaan merupakan dasar bagi penentuan visi dan misi Dinas Tenaga
Kerja Provinsi Kalimantan Tengah. Program dan kebijakan mengenai diseminasi
informasi ketenagakerjaan dibuat dalam rangka mencapai visi dan misi Dinas tersebut.
Dalam publikasi Dinas Tenaga Kerja, Pemprov Kalteng, (2008a : 4) “ visi
Gubernur Kalimantan Tengah Tahun 2005-2010 adalah ‘membuka Isolasi Menuju
Kalimantan Tengah yang Sejahtera dan Bermanfaat’, dengan misi di bidang
ketenagakerjaan ‘Membangun Balai Pendidikan dan Ketrampilan untuk Meningkatkan
Kemampuan Mengembangkan Semangat Kewirausahaan dan Keahlian Berusaha Melalui
Kerjasama Dengan Berbagai Pihak Termasuk Perguruan Tinggi’ Berdasarkan hal itu.
visi Dinas Tenaga Kerja ‘Mengurangi Tingkat Pengangguran dan Meningkatkan
Kualitas Hubungan Industrial untuk Meningkatkan Produktivitas Tenaga Kerja’.
Sedangkan misinya adalah :
1. Mewujukan pembangunan bidang ketenagakerjaan melalui perluasan lapangan kerja,
penempatan tenaga kerja dan peningkatan kesempatan kerja di perkotaan dan
perdesaan.
2. Mewujudkan peningkatan kualitas dan produktivitas angkatan kerja.
3. Menciptakan hubungan industrial yang harmonis antara pekerja, pengusaha dan
perlindungan tenaga kerja.
Tujuan Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah ditetapkan
untuk :
1. Memperluas dan mengembangakan kesempatan kerja.
2. Meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja.
3. Meningkatkan perlindungan dan pengembangan kelembagaan.
Sejalan dengan itu disusun Program Dinas tersebut meliputi :
1. Program perluasan dan pengembangan kesempatan kerja
2. Program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja.
3. Program perlindungan dan pengembangan kelembagaan.
Dalam hubungan itu, kebijakan di bidang ketenagakerjaan pada dasarnya adalah
mendayagunakan sepenuhnya sumber daya manusia yang telah dikembangkan melalui
pelaksanaan program utama ketenagakerjaan. Upaya pemerintah ditujukan untuk
memperluas dan mengembankan kesempatan kerja. sehingga tiap sumber daya manusia
yang terdidik dan telah mendapat pelatihan ketrampilan mendapat pekerjaan. Hal ini
berarti fokus perhatian utama Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah adalah mengatasi
pengangguran.
Salah satu indikator rendahnya pendayagunaan atau pemborosan sumber daya
manusia adalah tingginya tingkat pengangguran . Tingkat pengangguran di Kalimantan
Tengah pada tahun 2006 sebesar 8,6 % merupakan yang tertinggi yang pernah dialami .
Tingginya tingkat pengangguran golongan terdidik -minimal tamatan SLTA- di antaranya
disebabkan faktor keberhasilan dunia pendidikan menciptakan tenaga terdidik lebih besar
dari daya serap lapangan kerja untuk tenaga terdidik tersebut sehingga terjadi kelebihan
penawaran tenaga terdidik (Dinas Tenaga Kerja, Pemprov Kalteng, (2008a : 5)
Penganggur tersebut merupakan pencari kerja yang sebenarnya membutuhkan informasi
ketenagakerjaan, terutama tentang lowongan kerja yang tersedia di instansi dan
perusahaan swasta.
Untuk dapat melaksanakan diseminasi informasi ketenagakerjaan secara khusus,
dibentuk Seksi Informasi Ketenagakerjaan di bawah Sub Dinas Perencanaan dan
Program. Pembentukan Seksi Informasi Ketenagakerjaan dimaksudkan untuk melakukan
diseminasi dan penyebaran informasi ketenagakerjaan, termasuk informasi mengenai TKI
di provinsi ini.
Secara fungsional Seksi Informasi Ketenagakerjaan mempunyai tugas untuk
melaksanakan diseminasi informasi ketenagakerjaan. Walaupun demikian, tiap Sub
Dinas dan Bagian Tata Usaha pada Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah
dapat memberikan informasi mengenai tugas, fungsi dan pekerjaan masing-masing.
Adanya pembagian tugas yang jelas tersebut tidak menghalangi satuan organisasi untuk
menginformasikan hal-hal yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Menurut Kepala
Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah A. Basuniansyah, ”Diseminasi
informasi ketenagakerjaan terutama yang ditujukan kepada stakeholder dan masyarakat
dianggap sebagai tugas yang penting dalam masyarakat informasi”. Oleh karena itu, salah
satu tugas Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah yang didelegasikan kepada
Seksi Informasi Ketenagakerjaan adalah melaksanakan kegiatan hubungan masyarakat
guna memperkenalkan ketenagakerjaan. Di samping itu, secara internal Seksi Informasi
Ketenagakerjaan merupakan supporting unit bagi Sub Dinas dan Bagian Tata Usaha.
Tuntutan pekerjaan menghendaki Seksi ini mampu memberikan dukungan terhadap
seluruh satuan organisasi yang berada dalam Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan
Tengah. Tiga seksi lainnya pada Sub Dinas Perencanaan dan Program yang erat
hubungannya dengan Seksi Informasi Ketenagakerjaan, yaitu :
1. Seksi Rencana dan Program
2. Seksi Pelaporan dan Evaluasi
3. Seksi Perencanaan Tenaga Kerja
Ketiga seksi tersebut senantiasa bekerja sama dengan Seksi Informasi
Ketenagakerjaan. dalam kegiatan penyebaran informasi ketenagakerjaan serti penyusunan
dan penerbitan buletin dan leaflet, pembuatan spanduk bulan K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja).
Diseminasi informasi secara institusional di tingkat provinsi merupakan tugas dan
tanggung jawab Seksi Informasi Ketenagakerjaan, Sub Dinas Perencanaan dan Program.
Pada umumnya Diseminasi informasi ketenagakerjaan dilaksanakan sendiri oleh Seksi
tersebut, tetapi dalam hal tertentu seperti kegiatan sosialisasi dan pembuatan spanduk
melibatkan seksi lain dan Bagian Tata Usaha. Kerjasama antar satuan kerja di lingkungan
Dinas terutama karena jumlah dan kualifikasi pegawai yang menangani amat terbatas.
Kepala Seksi Informasi Ketenagakerjaan hanya dibantu oleh dua pegawai staf
berpendidikan tamatan SLTA.
Kegiatan diseminasi informasi ketenagakerjaan yang telah dilaksanakan selama
ini secara rutin adalah membuat buletin Lembar Informasi Ketenagakerjaan yang
diterbitkan tiap bulan. Lembar informasi ketenagakerjaan yang dijilid secara sederhana
dengan tampilan sebagai buletin dapat bermanfaat bagi stakeholder atau pengguna
karena isinya memuat informasi yang menggambarkan perkembangan pencari kerja,
lowongan kerja dan pengangguran di Kalimantan Tengah selama satu bulan.
Di samping produk berupa Lembar Informasi Ketenagakerjaan itu, sejumlah
leaflet dicetak dan diterbitkan oleh Seksi Informasi Ketenagakerjaan, Sub Dinas
Perencanaan dan Program. Leaflet dimaksudkan sebagai sarana komunikasi untuk
memperkenalkan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah sebagai institusi
pemerintahan dan menyebarluaskan informasi atau peraturan ketenagakerjaan. Beberapa
leaflet yang diterbitkan antara lain berjudul:
1. Visi dan Misi Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah, tahun 2002.
2. Persyaratan Permohonan Izin Pemutusan Hubungan Kerja dan Prosedur Permohonan
Banding, tahun 2004
3. Kesepakatan Kerjasama Pembangunan Ketenagakerjaan Lintas Kabupaten Kota Se
Kalimantan Tengah, tahun 2004
4. Jaminan Kecelakaan Kerja Program Jamsostek, tahun 2004
5. Tata Cara Permintaan Jaminan Kecelakaan Kerja, tahun 2004
6. Standarisasi dan Sertifikasi Tenaga Kerja
7. RAN-PKTP (Rencana Aksi Nasional Penghapusasn Kekerasan Terhadap Perempuan)
8. Trafiking (Perdagangan) Perempuan dan Anak
9. Menjadi TKI Meningkatkan Kesejahteraan
10. Prosedur TKI Bekerja Ke Luar Negeri.

Leaflet yang berisi informasi ketenagakerjaan selain disebarkan di lingkungan


instansi pemerintah seperti Bappeda, BPS, Dinas Perhubungan, juga diberikan secara
selektif kepada pencari kerja atau petugas pemerintahan yang memintanya. Leaflet
tentang TKI tidak disampaikan kepada calon TKI maupun Perusahaan Jasa
TKI/Pelaksana Penempatan TKI Swata. Menurut Jahidin Siringo-ringo, Kepala Seksi
Penyaluran dan Penempatan Tenaga Kerja, Sub Dinas Penempatan Tenaga Kerja dan
Perluasan Kerja, “di Kalimantan Tengah hanya terdapat satu perusahaan TKI yang baru
berdiri berdasarkan izin tanggal 10 November 2007, yaitu PT Titian Hidup Langgeng
di Jalan Kol. Untung Surapati nomor 8 Kapuas. Namun, sejauh ini belum ada
aktivitasnya”. Karena perusahaan TKI ini belum operasional, diseminasi informasi
mengenai TKI belum dilaksanakan oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan
Tengah. Selama ini calon TKI yang akan bekerja ke luar negeri berangkat melalui daerah
Kalimantan Selatan.
Diseminasi informasi ketenagakerjaan dalam bulan K3 atau Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (12 Desember-12 Januari) dilaksanakan dengan kampanye K3 melalui
pemasangan spanduk di pinggir jalan besar dan tempat strategis di kota-kota Kalimantan
Tengah. Sosialiasi ini yang dimaksudkan untuk mengingatkan para pekerja agar lebih
berhati-hati pada saat bekerja di bangunan-bangunan, gedung-gedung dan tempat kerja
lainnya. Kampanye K3 yang dilakukan secara terus menerus diharapkan dapat
menjadikan K3 sebagai budaya kerja sehingga para pekerja terhindar dari kecelakaan
kerja. Kampanye K3 ini penting bukan saja untuk setiap pekerja, tetapi juga bagi
perusahaan dan pemerintah sebagai penyedia kerja yang bertanggun jawab terhadap
keselamatan dan kesehatan pekerjanya.
Di samping penyebaran informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimuat dalam
cakupan kegiatan Seksi Informasi Ketenagakerjaan itu, diterbitkan pula Laporan Berita
Pasar Kerja berupa himpunan data yang berasal dari laporan Informasi Pasar Kerja
(IPK) dari seluruh kantor Dinas Tenaga Kerja Kota dan Kabupaten se-Kalimantan
Tengah. Laporan ini terbit tiap bulan merupakan ”salah satu kegiatan Proyek
Pengembangan Perluasan Kesempatan Kerja (PPKK) Provinsi Kalimantan Tengah Tahun
Anggaran 2007” Pembuatannya dikoordinasikan oleh Sub Dinas Penempatan Tenaga
Kerja dan Perluasan Kerja.
Penyebaran informasi ketenagakerjaan melalui media massa khususnya siaran
televisi dilakukan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah.
Wawancara dengan topik ketenagakerjaan dilaksanakan secara periodik ( 3 bulanan ) di
TVRI, di acara itu dikemukakan mengenai perkembangan dan masalah ketenagakerjaan
di daerah ini Acara siaran televisi ini dianggap penting sebagai sarana komunikasi untuk
menjangkau masyarakat di wilayah yang amat luas seperti Kalimantan Tengah.
Kegiatan diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui online ditempakan pada
satu ruangan dengan Seksi Penyaluran dan Penempatan Tenaga Kerja. Fasilitas yang
mendukung aktivitas ini tersedia dua komputer yang tersambung (link) dengan jaringan
internet milik Telkom. Situs (website) Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi
Kalimantan Tengah sendiri belum ada. Sumber daya manusia (SDM) yang menangani
internet ini dilaksanakan oleh dua orang operator. Pegawai yang dapat mengoperasikan
internet sebagai sarana dalam kegiatan diseminasi informasi ketenagakerjaan online
telah siap sejak Mei 2007.
Menurut kedua operator, Mahmud Fauzi dan Budi Ahmad Yani, mereka ”pernah
mengikuti pelatihan operator dan mengoperasikan komputer online 3 hari yang
dilaksanakan oleh Depnakertrans di Jakarta Mei 2007. Dalam pelatihan diberikan
mengoperasikan Windows dan cara membuka situs di internet” Sebelumnnya Maret-April
2007 komputer (Windows) dikirim dulu dan sebagai tindak lanjutnya mereka mengikuti
pelatihan komputer itu.
Internet bisa dioperasikan mulai bulan Mei sampai dengan Desember 2007. Pada
saat penelitian ini dilakukan internet keduanya untuk sementara waktu tidak bisa
digunakan karena hambatan keuangan. Menurut Fauzi ” hal ini disebabkan belum ada
(pencairan) dana tahun anggaran 2008 untuk membayar telepon”. Sebenarnya masalah
internet ini tidak banyak berpengaruh terhadap kegiatan pelaporan ketenagakerjaan
karena bukan andalan utama untuk mengirim data dan informasi ketenagakerjaan.
Penggunaan cara manual dengan surat merupakan cara pengiriman yang utama.
Selama ini penggunaan internet di Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan
Tengah terbatas hanya untuk mencari ( browsing) dan mengirim (e-mail) informasi.
Untuk mengirim sebagian data dan informasi ketenagakerjaan ke Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi di Jakarta dikirim melalui e mail. Sedangkan untuk mendapatkan
informasi dan peraturan ketenagakerjaan terbaru sebagian dilakukan melalui browsing ke
situs www.nakertrans. go id di Jakarta. Penggunaan browsing untuk mencari data dan
informasi ketenagakerjaan masih terbatas sebagai pelengkap. Kedua fungsi internet itu
belum dilaksanakan secara maksimal, mengingat penggunaannya masih baru dan lebih
banyak dimaksudkan sebagai sarana pembelajaran teknologi informasi. Karena itu,
internet tidak digunakan sebagai satu-satunya sarana pengiriman dan pencarian data dan
informasi ketenagakerjaan. Demikian pula hubungan dengan stakeholder
ketenagakerjaan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah belum memakai fasilitas jaringan
Local Area Network (LAN). Komunikasi data dengan menggunakan LAN masih
merupakan tantangan bagi Dinas Tenaga Kerja Provinsi dan Dinas Tenaga Kerja kota dan
kabupaten se-Kalimantan Tengah.

2. Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah


Kota Palangkaraya
Masalah pengangguran yang berkaitan erat dengan pencari kerja merupakan salah
satu aspek ketenagakerjaan yang mendapatkan prioritas dalam program Dinas Tenaga
Kerja baik di provinsi maupun di kota dan kabupaten. Pada Dinas Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Palangkaraya, diseminasi
informasi ketenagakerjaan dilaksanakan petugas secara langsung kepada pencari kerja
melalui loket dari ruangan pelayanan kartu kuning bersamaan dengan proses pembuatan
kartu tersebut. Petugas adalah pegawai dari Seksi Penempatan dan Perluasan Kerja yang
ditempatkan di ruangan pembuatan kartu kuning. Semua petugas bekerja berdasarkan
petunjuk dan prosedur tetap pembuatan kartu kuning dan mendapatkan bimbingan dari
Kepala Seksinya. Ruangan berukuran 3 x 4 meter ini digunakan untuk memproses
dokumen pembuatan kartu kuning dan menyerahkan hasilnya kepada pencari kerja.
Sebagai langkah awal tiap pencari kerja diminta untuk mengisi formulir terlebih dahulu
dan menyerahkan dokumen sesuai dengan persyaratan seperti tercantum pada
pengumuman yang ditempel di samping loket. Persyaratan pembuatan kartu kuning
(AK1) dalam pengumuman 29 November 2006 adalah :
1. Fotocopy ijazah SD s/d terakhir 1 lembar.
2. Fotocopy KTP yang masih berlaku 1 lembar.
3. Pasfoto ukuran 3x4 cm 3 lembar.
Meskipun persyaratan ijazah yang dicantumkan dalam pengumuman cukup jelas,
sering terjadi kekeliruan karena yang diserahkan pencari kerja hanya ijazah terakhir.
Menurut petugas kartu kuning, Lilik, “keluhan pencaker tidak ada, pencaker sering hanya
membawa ijazah terakhir” Ketidaklengkapan berkas fotocopy ijazah ini timbul karena
pencari kerja baru mengetahui informasi persyaratan yang sebenarnya ketika
membacanya di samping loket. Setelah berkas selesai diproses, petugas kemudian
memberikan kartu kuning melalui loket.
Pengurusan kartu kuning di kota Palangkaraya mulai tanggal 1 Januari 2007 tidak
dipungut biaya. Kebijakan pembebasan biaya pembuatan kartu kuning dengan jelas
tertera pada pengumuman yang ditempel di samping loket. Menurut Kepala Seksi
Pelatihan dan Produktivitas Tenaga Kerja, Darwono “ jumlah pencaker tahun 2007
terdaftar 7.000-an. Selama 2002-2006 dipungut Rp 10.000,- per orang masuk kas
Daerah...bertentangan dengan ILO dan pencaker masih penganggur, walaupun secara
ekonomi cukup banyak punya mobil dan motor”.
Peranan loket tidak hanya untuk memasukkan berkas dan menyerahkan kartu
kuning, tetapi di sana juga terjadi komunikasi antara petugas dengan pembuat kartu
kuning yang tidak lain adalah pencari kerja. Kebutuhan informasi mendesak dari tiap
pencari kerja pada dasarnya sama, yaitu informasi yang berkaitan dengan pekerjaan yang
dilamarnya, seperti persyaratan pembuatan kartu kuning, informasi lowongan kerja,
prosedur dan syarat melamar perusahaan dan instansi pemerintah yang menawarkan
pekerjaan. Kenyataannya, kebutuhan akan mendapatkan pekerjaan secara implisit di
dalamnya ada kebutuhan informasi ketenagakerjaan atau sebaliknya. Kedua kebutuhan ini
menyatu sehingga sukar untuk dipisahkan. Dengan mendapatkan informasi
ketenagakerjaan pencari kerja mengetahui apa yang seharusnya dilakukan untuk
mempersiapkan dan melamar pekerjaan secara lengkap Ketika mengurus karu kuning
pencari kerja sekaligus memperoleh informai ketenagakerjaan.
Oleh karena itu, kegiatan diseminasi informasi dilakukan secara langsung atau
tatap muka (face to face communication) dengan pencari kerja yang datang mendaftarkan
diri di loket pembuatan kartu kuning. Para pencari kerja mendapat informasi dari petugas
secara langsung atau mengetahuinya dari pengumuman yang ada di loket pelayanan kartu
kuning. Peranan pengumuman ini sangat bermanfaat dalam diseminasi informasi
lowongan pekerjaan. Kebanyakan pencari kerja mengetahui adanya lowongan pekerjaan
yang ditawarkan instansi dan perusahaan dari papan pengumuman tersebut.
Kadangkala beberapa karyawan perusahaan asuransi jiwa yang menempelkan
pengumuman lowongan pekerjaan turut memberikan informasi kepada pelamar yang
berminat lewat loket. Dengan seizin petugas, karyawan perusahan itu menyampaikan
persyaratan dan prosedur untuk mengisi lowongan yang tersedia diperusahaannya secara
detail. Perusahaan yang demikian umumnya berasal dari perusahaan yang membutuhkan
banyak karyawan sebagai agent atau tenaga survey. Namun, ada pula karyawan dari
perusahaan swasta yang aktif mencatat nama, alamat dan pendidikan pencari kerja yang
telah terdaftar di Buku Daftar Isian Pencari Kerja. Berdasarkan data pencari kerja itu
perusahaan akan menawarkan informasi pekerjaan sebagai SPG melalui surat ke alamat
masing-masing.
Komunikasi tatap muka terjadi antara petugas yang berada di dalam ruangan
dengan pencari kerja yang berdiri di depan loket. Pencari kerja yang sedang mengurus
kartu kuning dapat mendengarkan suara petugas melalui loket yang sama.
Kebanyakan informasi yang disampaikan mengenai persyaratan kartu kuning. Informasi
mengenai lowongan pekerjaan secara lengkap dapat dibaca pada pengumuman dan karena
itu tidak disampaikan lagi, kecuali ditanya oleh pencari kerja. ”Pencaker bertanya,
petugas memberikan informasi” kata Lilik, petugas wanita yang melayani pembuatan
kartu kuning.
Komunikasi tidak dapat berlangsung lama sebab petugas amat sibuk melayani
pencari kerja yang antre di depan loket. Pada waktu yang sama petugas memberikan
informasi dan juga menyeleksi berkas pembuatan kartu AK1. Kedua pekerjaan itu
dilakukan oleh petugas yang sama. Dalam pelayanan ini tidak ada petugas dan loket
khusus yang menyampaikan informasi ketenagakerjaan. Akibatnya, tidak ada keleluasaan
bagi pencari kerja untuk bertanya guna mendapatkan informasi yang lengkap. Menurut
seorang pencari kerja yang mengurus kartu kuning, Veronika (23 tahun) ”mau
menanyakan kepada petugas yang sibuk tidak enak, perlu petugas loket informasi yang
fokus memberikan informasi” Untuk mendapatkan informasi ketenagakerjaan secara
detail melalui loket tidak dimungkinkan karena tidak adanya petugas dan loket informasi.
Keluhan yang sama dilontarkan oleh Nia (24 tahun), “informasi lowongan kerja diperoleh
bukan dari Dinas Tenaga Kerja, tapi dari teman-teman” Menurut keduanya diharapkan
Dinas ini juga memberikan informasi lowongan kerja dan loket pelayanan kartu kuning
tidak di belakang kantor, tetapi ditempatkan di depan kantor supaya mudah diketahui. Hal
ini menggambarkan bahwa kebutuhan informasi ketenagakerjaan tidak hanya sebatas
persyaratan pembuatan kartu kuning, tetapi lebih esensial mengenai informasi
ketersediaan lowongan pekerjaan.
Di samping diseminasi informasi langsung melalui loket kartu kuning, Dinas
Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya
melaksanakan kegiatan pelatihan yang bermaksud meningkatkan kualitas tenaga kerja
melalui Balai Latihan Kerja (BLK). Kegiatan pemberdayaan (empowering) tenaga kerja
dan masyarakat melalui pelatihan ini secara tidak langsung melakukan diseminasi
informasi dan motivasi kepada pesertanya. Secara implisit di dalam “Program
Peningkatan dan Produktivitas Tenaga Kerja” terdapat informasi, pengetahuan dan
motivasi yang diberikan kepada peserta pelatihan. Walaupun program pelatihan BLK
cukup bermanfaat bagi tenaga kerja, menurut Kepala BLK Drs Anden ”putra daerah tidak
mau dilatih dibengkel / bubut, orientasinya ke PNS” Padahal peserta bukan saja
mendapat informasi dan pengetahuan mengenai pelatihan yang diikutinya, tetapi juga
memperoleh sertifikat dan kesempatan penempatan sesuai dengan jenis pelatihan yang
pernah diikutinya di BLK.

3. Informasi yang Disampaikan Dinas Tenaga Kerja Provinsi dan Kota


Salah satu penerbitan yang dimaksudkan sebagai sarana diseminasi informasi
ketenagakerjaan untuk stakeholders adalah Lembar Informasi Ketenagakerjaan. Apabila
dilihat dari isi publikasinya dapat dikatakan buletin ini merupakan produk unggulan
yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah. Proses
pembuatannya tiap dimulai dari Seksi Informasi Ketenagakerjaan dilanjutkan ke Sub
Dinas Perencanaan dan Program hingga ditandatangani Kepala Dinas Tenaga Kerja
Provinsi Kalimantan Tengah sebagai penanggung jawab terakhir. ”Lembar Informasi
Ketenagakerjaan ini disusun sebagai sarana penyebaran informasi ketenagakerjaan dan
keberhasilan bidang ketenagakerjaan yang dilaksanakan Dinas Tenaga Kerja Provisi
Kalimantan Tengah” (Dinas Tenaga Kerja Pemprov Kalteng, 2008a :18). Sebagai sarana
komunikasi yang lebih bersifat intern, publikasi ini didistribusikan kepada seluruh Dinas
Tenaga Kerja di kabupaten/kota se-Kalimantan Tengah.
Informasi yang disampaikan umumnya mengenai informasi ketenagakerjaan yang
dapat dipergunakan sebagai bahan masukan pengambilan kebijakan ketenagakerjaan di
Kalimantan Tengah. Sebagaimana yang tercantum di dalam buletin Lembar Informasi
Ketenagakerjaan terdapat bab yang menerangkan situasi umum dan situasi khusus
tentang informasi ketenagakerjaan informasi. Dalam bab situasi umum diinformasikan
tentang keadaan geografi dan demografi, PDRB dan pendapatan regional per kapita, dan
visi, misi, tujuan, program, kebijakan ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja Kalimantan
Tengah. Di dalam bab situasi khusus tercantum mengenai (1) pembinaan dan penempatan
tenaga kerja, pasar kerja bulanan yang memuat tentang pencari kerja terdaftar,
penghapusan pencari kerja, lowongan kerja terdaftar/dihapuskan, penempatan/pengisian
lowongan kerja dan (2) pelatihan dan produktivitas tenaga kerja, (3) hubungan industrial
dan pengawasan ketenagakerjaan antara lain mengenai upah minimum provinsi.
Terbitan lain dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah berupa
laporan Berita Pasar Kerja yang memuat informasi pasar kerja (IPK) bulanan. Seperti
dalam terbitan Berita Pasar Kerja periode bulan Desember 2007 terdapat informasi
tentang jumlah pencari kerja yang terdaftar, lowongan yang terdaftar, dan penempatan
tenaga kerja selama bulan itu. Secara lebih rinci informasi yang dimuat di dalam terbitan
tersebut, yakni :
1. Jumlah kumulatif pencari kerja
2. Pendaftaran pencari kerja
3. Pencari kerja yang ditempatkan
4. Pencari kerja yang dihapuskan
5. Pencari kerja belum ditempatkan
6. Lowongan permintaan tenaga kerja
7. Lowongan yang dipenuhi
8. Lowongan kerja yang belum dipenuhi

Sarana diseminasi informasi ketenagakerjaan yang lebih ringkas dan praktis


diterbitkan dalam bentuk leaflet. Informasi di dalam leaflet kebanyakan memuat
informasi peraturan dan permasalahan ketenagakerjaan secara nasional.Selain itu, ada
juga leaflet yang bermaksud memperkenalkan visi dan misi Dinas Tenaga Kerja Provinsi
Kalimantan Tengah sebagai instansi pemerintah di bidang ketenagakerjaan. Apabila
dilihat dari isi (pesan) di dalam leaflet, setidaknya dapat dikelompokan menjadi tiga jenis
informasi ketenagakerjaan, yaitu :
1. Informasi tentang instansi Dinas Tenaga Kerja
2. Informasi tentang peraturan ketenagakerjaan.
3. Informasi tentang TKI dan perdagangan perempuan dan anak, serta penghapusan
kekerasan terhadap perempuan.

Sebagaimana telah dikemukakan, diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui


spanduk dimaksudkan untuk memberitahukan pentingnya K3 bagi para pekerja. Oleh
karena itu, spanduk kampanye K3 tentu isinya mengenai keselamatan dan kesehatan
kerja untuk pekerja. Demikan pula wawancara pada siaran TVRI mengetengahkan
informasi mengenai perkembangan dan masalah ketenagakerjaan yang ditujukan kepada
masyarakat luas.
Informasi yang disampaikan petugas secara langsung di loket Dinas Tenaga Kerja
Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Kota Palangkaraya
kebanyakan mengenai persyaratan pembuatan kartu kuning kepada pencari kerja yang
datang sendiri di instansi tersebut. Informasi lowongan pekerjaan yang tersedia
merupakan informasi yang cukup banyak didiseminasikan melalui pengumuman di loket
pembuatan kartu AK1. Kecuali itu, pelatihan di BLK secara implisit menyampaikan
pengetahuan dan ketrampilan kepada peserta yang mengikutinya.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam pembahasan sebelumnya dapat ditarik beberapa butir
kesimpulan berikut :
1. Diseminasi informasi ketenagakerjaan pada Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan
Tengah belum banyak disampaikan kepada khalayak pencari kerja secara langsung.
Sejauh ini hanya diseminasi informasi K3 melalui spanduk yang ditujukan kepada
tenaga kerja yang bekerja di kota-kota, sedangkan kebanyakan penerbitan bulletin
dan leaflet dikirim kepada Dinas Tenaga Kerja Kota dan Kabupaten di provinsi ini.
Diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui siaran TVRI kepada masyarakat luas
masih minim, dan penyebaran informasi ketenagakerjaan melalui online tidak
berfungsi.
2. Diseminasi informasi ketenagakerjaan bagi pencari kerja secara langsung sebagian
besar dilaksanakan pada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan
Masyarakat Kota Palangkaraya melalui loket pelayanan pembuatan kartu kuning.
Diseminasi informasi mengenai persyaratan kartu tersebut disampaikan petugas
kepada pencari kerja secara langsung (tatap muka) bersamaan dengan proses
pembuatan kartu kuning. Selain itu, diseminasi informasi lowongan pekerjaan
disampaikan kepada masyarakat, khususnya pencari kerja melalui pengumuman di
loket
3. Informasi yang disampaikan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah
kebanyakan berisi informasi ketenagakerjaan yang bersifat umum seperti informasi
peraturan ketenagakerjaan, pengangguran, jumlah pencari kerja dan lowongan kerja.
Informasi ketenagakerjaan yang disampaikan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya sebagian besar menjawab kebutuhan
informasi mengenai persyaratan pembuatan kartu kuning dan informasi lowongan
pekerjaan dari sebagian kecil instansi pemerintah dan perusahaan swasta. Umumnya
kebutuhan informasi akan peraturan ketenagakerjaan bagi pencari kerja belum dapat
dipenuhi oleh kedua Dinas Tenaga Kerja itu.

Saran
Dengan memperhatikan kesimpulan tersebut dapat disampaikan beberapa saran
berikut :
1. Diseminasi informasi ketenagakerjaan melalui leaflet yang diterbitkan Dinas Tenaga
Kerja Provinsi Kalimantan Tengah tentang peraturan ketenagakerjaan sebaiknya tidak
hanya dikirimkan kepada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota, tetapi juga disediakan
untuk pencari kerja melalui loket pelayanan kartu kuning di Dinas
Kota/Kabupatense-Kalimantan Tengah. Penggunaan online melalui internet perlu
difungsikan kembali dan di masa yang akan datang perlu dijajaki pemasangan
jaringan Local Area Network.
2. Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya
agar memanfaatkan loket pelayanan kartu kuning secara maksimal untuk diseminasi
informasi ketenagakerjaan. Untuk itu, perlu adanya petugas dan loket informasi
ketenagakerjaan.
3. Informasi ketenagakerjaan yang berkaitan dengan lowongan pekerjaan sebaiknya
tidak bersifat umum, tetapi lebih khusus dan detail sehingga dapat dimanfaatkan oleh
pencari kerja. Informasi lowongan kerja agar tidak didominasi perusahaan swasta,
tetapi diupayakan dari seluruh instansi pemerintah. Untuk memenuhi kebutuhan
informasi khalayak pencari kerja, sebaiknya Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan
Pemberdayaan Masyarakat Kota Palangkaraya mendiseminasikan peraturan
ketenagakerjaan dan lowongan kerja yang lebih luas melalui pengumuman yang
terdapat di loket.
DAFTAR PUSTAKA

Davis, Gordon B,1995, Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen. Bagian I.


Jakarta, PT Pustaka Binaman Presindo.
Departemen Komunikasi dan Informatika, 2008, Transparansi dan Keterbukaan
Informasi Publik Undang-Undang Republik Indonesia Nonor 14 Tahun
2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Jakarta, Pusat Pelayanan
Informasi.
Dinas Tenaga Kerja, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, 2002 Visi dan Misi Dinas
Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Tengah. Leaflet. Palangkaraya
________, t.t., Trafiking (Perdagangan) Perempuan dan Anak. Leaflet. Palangkaraya
________, t.t., RAN-PKTP. Rencana Aksi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap
Perempuan. Leaflet. Palangkaraya
________,2008, Lembar Informasi Ketenagakerjaan, Bulan Desember 2007,
Palangkaraya
________,2008, Berita Pasar Kerja Bulan Desember 2007, Palangkaraya
Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintah Kota
Palangkaraya, t.t., Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga
Kerja. Palangkaraya.
Echols, John M dan Hassan Shadily,1979, Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta, PT
Gramedia
Effendy, Onong Uchjana,1993, Dinamika Komunikasi. Bandung, Penerbit PT Remaja
Rosdakarya.

Fiske, John, 2006, Cultural and Communication Studies : Sebuah Pengantar Paling
Komprehensif. Terjemahan Yosal Iriantara dan Idi Subandy Ibrahim,
Yogyakarta, Jalasustra.
Hamad, Ibnu ,2007, Pembahasan dan tanggapan(lisan) terhadap “Studi Diseminasi
Informasi Peringatan Dini (Early Warning System) Untuk Permasalahan
Lingkungan dan Bencana Alam” Seminar, di Jakarta, tanggal 11-12-2007
Hamidi, M, 2007, Metode Penelitian dan Teori Komunikasi. Malang, UMM Press
Jasmadi, 2004, Menggunakan Fasilitas Internet. Yogyakarta, Deli Publising dan
Penerbit Andi.
Laswell, Harold D,1963, ”The Structure and Function of Communication in Society”,
dalam Wilbur Schramm, Mass Communication. Urbana, University of Illinois
Press.
Lembaga Informasi Nasional (LIN),2001, Informasi Sosial Budaya. Jakarta
Nerang, Teras A, 2008, ”Gubernur Kalteng Dukung DPD Kembangkan Desa dengan
Kearifan Lokal”, Kompas, 13 Maret.
Osborne, David dan Ted Gaebler, 1998, Mewirausahakan Birokrasi Reinventing
Government. Jakarta, PT Pustaka Binaman Presindo.
Pawito, 2007, Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta. LKIS
Sendjaja, Sasa Djuarsa, dkk, 1993, Pengantar Komunikasi. Jakarta, Universitas Terbuka
Shannon, Claude dan Warren Weaver, 1997, “Information Theory” dalam A First
Look At Communication Theory.Third Edition. New York, The McGraw-Hill
Companies, Inc
Sekretariat Jenderal MPR RI, 2005, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Jakarta
Seksi Informasi Ketenagakerjaan Sub Dinas Perencanaan dan Program, t.t, Menjadi
TKI Meningkatkan Kesejahteraan. Leaflet. Palangkaraya
________, t.t., Standarisasi dan Sertifikasi Tenaga Kerja. Leaflet. Palangkaraya
________, 2004, Persyaratan Permohonan Izin Pemutusan Hubungan Kerja dan
Prosedur Permohonan Banding. Leaflet. Palangkaraya
________, 2004, Kesepakatan Kerjasama Pembangunan Ketenagakerjaan Lintas
Kabupaten Kota Se-Kalimantan Tengah. Leaflet. Palangkaraya
________, 2004, Tata Cara Permintaan Jaminan Kecelakaan Kerja. Leaflet.
Palangkaraya
________, 2005, Prosedur TKI Bekerja ke Luar Negeri. Leaflet. Palangkaraya.

Sub Dinas Perencanaan dan Program, 2008, Rekapitulasi Pendaftaran Pencari Kerja,
Lowongan Kerja, Penempatan Pencari Kerja dan Penghapusan Pencari
Kerja Menurut Kelompok Pendidikan Tahun 2006 dan Trahun 2007 .
Lembaran. Palangkaraya.
Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2006, Himpunan PeundangUndangan Republik Indonesia
Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar
Negeri. Bandung, CV Nuansa Aulia
Internet :
(http://www.b.i.go.id?web/id/KER01/profil/kalteng/tanggal 25-4-2008)
(http://www.kalteng bps.goid, tanggal 20-3-2008)
(http://www.kalteng.go.id/ viewarticle.asp, tanggal 25-4-2008)
II. Volume 10 No. 2 Agustus 2009

TINGKAT LITERASI KOMPUTER MASYARAKAT


DESA PARDOMUAN –I KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN
SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA
Oleh : Burhanuddin Panjaitan, SH5
Abstrak
Teknologi informasi telah memperluas komunikasi yang dilakukan oleh manusia
dengan perkembangannya saat ini telah merambah sampai ke pelosok perdesaan. Dalam
hal ini teknologi informasi yang berkembang dan penggunaannya meningkat dengan
pesat adalah komputer. Dibanding dengan teknologi informasi lainnya, perkembangan
komputer berjalan dengan sangat pesat karena memiliki kelebihan dan kemudahan
dalam pemanfaatannya. Komputer adalah alat yang digunakan untuk mengolah data,
termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam
berbagai cara untuk menghasilkan informasi. Kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi, termasuk komputer diakui sebagai salah satu “lompatan teknologi” yang
telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia dewasa ini dan menjadi salah
satu kunci perkembangan masa depan. Kesiapan manusia/masyarakat dalam
menyongsong era informasi/digital menjadi salah satu perhatian banyak pihak,
khususnya para pembuat kebijakan, karena beragam konsekuensi/implikasi yang bisa
muncul dari perkembangan ini. Jika beberapa waktu lampau “kemampuan membaca”
merupakan kemampuan dasar yang penting bagi kemajuan masyarakat, maka hal ini
dinilai sebagai ukuran yang tak lagi memadai. Kemampuan dalam memanfaatkan
komputer merupakan salah satu indikator yang kini dinilai makin penting. Sehubungan
dengan itu penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif dengan menentukan
sampelnya sebanyak 75 orang responden. Mengacu kepada hasil penelitian yang
dilakukan mengenai tingkat literasi komputer masyarakat Desa Pardomuan –I
Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara bahwa komputer
dinilai penting dan disukai, sehingga dapat menumbuhkan minat masyarakat untuk
belajar mengetahui penggunaan komputer.
Kata kunci : Literasi Komputer, Masyarakat Perdesaan.
5
Penulis adalah Peneliti Madya Pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI)
Medan
A. Latar Belakang Masalah
Sebagaimana diketahui, peradaban masa depan adalah masyarakat informasi
(information society), yaitu peradaban dimana informasi sudah menjadi komoditas utama,
dan interaksi antar manusia sudah berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK),
demikian antara lain sambutan tertulis Menkominfo yang disampaikan oleh Deputi
Bidang SDM Kominfo Ir. RSY. Kusumastuti pada acara pembukaan Diklat Teknologi
Informasi dan Komunikasi untuk kalangan aparatur negara yang diselenggarakan di
Jakarta, atas kerja sama Depkominfo dan Japan International Cooperation Agency.
Selain itu, perkembangan teknologi informasi memacu suatu cara baru dalam kehidupan
manusia, dari kehidupan dimulai sampai dengan berakhir, kehidupan seperti ini dikenal
dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan secara
elektronik. Dan sekarang ini, sedang semarak dengan berbagai huruf yang dimulai dengan
awalan e, seperti e-commerce, e-government, e-education, e-library, e-journal, e-
medicine, e-laboratory, e-biodiversity, dan yang lainnya lagi yang berbasis elektronika
(Wardiana, 2002).
Seperti telah diungkapkan di atas, eletronik secara tidak langsung mempunyai
peran strategis dalam mengembangkan masyarakat informasi. Mengapa demikian, karena
elektronik bertindak sebagai perantara atau media yang membawa atau menyuarakan
informasi dari pengirim ke penerima.
Untuk itu guna menuju transformasi masyarakat menuju masyarakat informasi dan
masyarakat berbasis pengetahuan, tidak saja membutuhkan infrastruktur (hardware,
software, aplikasi, dan konektivitas/akses) yang handal, dan regulasi (peraturan) yang
mendukung, tetapi juga sumber daya manusia (SDM) atau brainware dengan tingkat
literasi (melek) media yang memadai dan kemampuan mengeksplorasi konten (literasi
informasi) untuk menciptakan kemakmuran. Bahkan dalam sebuah papernya, Fasli Jalal
dan Nina Sardjunani menghubungkan antara tingkat literasi dengan harapan hidup
masyarakat. Ternyata ada korelasi yang positif antara keduanya, artinya semakin tinggi
tingkat literasi sebuah masyarakat semakin tinggi pula harapan hidupnya (Isnaini).
Kemajuan Teknologi Informasi saat ini, telah menimbulkan banyak perubahan
mendasar dalam kehidupan manusia. Ketersediaan informasi yang dapat diakses secara
“Instant” melalui telepon, televisi, komputer, jaringan internet dan berbagai media
elektronik, telah menggeser cara manusia bekerja, belajar, mengelola perusahaan,
menjalankan pemerintahan, berbelanja ataupun melakukan kegiatan perdagangan
(http://www.Ippm.itb.ac.id).
Hal ini seringkali disebut sebagai era globalisasi ataupun revolusi informasi, untuk
menggambarkan betapa mudahnya berbagai jenis informasi dapat diakses, dicari,
disimpulkan serta dapat dikirimkan tanpa lagi mengenal batas-batas geografis suatu
negara. Teknologi informasi telah memperluas komunikasi yang dilakukan oleh manusia
dengan perkembangannya saat ini telah merambah sampai ke pelosok perdesaan. Dalam
hal ini teknologi informasi yang berkembang dan penggunaannya meningkat dengan
pesat adalah komputer. Adanya kemajuan teknologi informasi yang digabungkan dengan
pendekatan berbagai perangkat keras dan lunak, menghasilkan tidak hanya sebuah
perangkat baru, tetapi juga teknologi baru yang diperluas sampai batas optimalnya.
Dibanding dengan teknologi informasi lainnya, perkembangan komputer berjalan dengan
sangat pesat karena memiliki kelebihan dan kemudahan dalam pemanfaatannya.
Komputer adalah alat yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses,
mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk
menghasilkan informasi.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, termasuk komputer diakui sebagai
salah satu “lompatan teknologi” yang telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan
manusia dewasa ini dan menjadi salah satu kunci perkembangan masa depan. Kesiapan
manusia/masyarakat dalam menyongsong era informasi/digital menjadi salah satu
perhatian banyak pihak, khususnya para pembuat kebijakan, karena beragam
konsekuensi/implikasi yang bisa muncul dari perkembangan ini. Jika beberapa waktu
lampau “kemampuan membaca” merupakan kemampuan dasar yang penting bagi
kemajuan masyakat, maka hal ini dinilai sebagai ukuran yang tak lagi memadai.
Kemampuan dalam memanfaatkan komputer merupakan salah satu indikator yang kini
dinilai makin penting.
Sesuai dengan kenyataan yang ada, di Kabupaten Samosir pemanfaatan teknologi
informasi masih sangat terbatas, bahkan masih dijumpai kegiatan surat-menyurat
dilakukan secara manual. Informasi-informasi menyangkut pertanian, pasar, pariwisata,
pendidikan, kesehatan, masih belum dapat diakses secara cepat dengan teknologi
informasi dalam hal ini seperti komputer apalagi Internet.
Untuk mengatasi kesenjangan ini, perlu dilakukan penelitian yang diharapkan
dapat mengidentifikasi tingkat pemanfaatan teknologi informasi khususnya komputer dan
menemukan gagasan-gagasan yang kontekstual untuk menentukan kebijakan yaitu
melalui sebuah pengkajian dan penelitian.

B. Permasalahan
a) Bagaimana tingkat literasi komputer pada masyarakat Desa Pardomuan-I
Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir ?
b) Faktor-faktor apakah yang menjadi pendorong/pendukung bagi masyarakat Desa
Pardomuan-I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir dalam menggunakan
komputer ?
c) Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat bagi masyarakat Desa
Pardomuan-I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir dalam menggunakan
komputer ?

C. Tujuan dan Kegunaan


Tujuan Penelitian.
a) Untuk mengetahui bagaimana tingkat literasi komputer pada masyarakat Desa
Pardomuan-I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.
b) Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang menjadi pendorong/pendukung bagi
masyarakat Desa Pardomuan–I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir dalam
menggunakan komputer.
c) Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat bagi
masyarakat Desa Pardomuan-I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir dalam
menggunakan komputer.

Kegunaan Penelitian
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan menjadi
referensi dalam penelitian selanjutnya dibidang teknologi informasi khususnya komputer.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan
untuk kebijakan pemerintah pusat maupun daerah, khususnya dalam hal pemanfaatan
teknologi informasi komputer untuk kepentingan publik.

D. Tinjauan Teori
Secara umum untuk menggambarkan kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) di
bidang telematika dapat diketahui dari tingkat kesadaran, pemahaman dan pendayagunaan
ICT yang disebut e-literacy. Literacy dalam kamus bahasa inggris, diartikan sebagai “the
ability to read and write” atau kemampuan untuk membaca dan menulis. Dalam bahasa
Indonesia bisa disebut dengan kata “melek”.
Dalam bidang yang terkait dengan telematika, ada beberapa jenis literacy atau
kadar melek seseorang, yaitu melek informasi, melek komputer, melek internet, melek
teknologi.
Gambaran e-literacy secara konseptual dapat dikategorikan dalam enam kategori,
berdasarkan konsep atau teori Personal-Capability Maturity Model (P-CMM).
Menurut teori ini, level e-literacy seseorang dapat digambarkan sebagai berikut :
Level 0 Seorang individu sama sekali tidak tahu dan tidak perduli
akan pentingnya informasi dan teknologi untuk kehidupan
sehari-hari
Level 1 Jika seorang individu pernah memiliki pengalaman satu
dua kali dimana informasi merupakan sebuah komponen
penting untuk pencapaian keinginan dan pemecahan
masalah, dan telah melibatkan teknologi informasi
maupun komunikasi untuk mencarinya.
Level 2 Jika seorang individu telah berkali-kali menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu
aktivitasnya sehari-hari dan telah memiliki pola
keberulangan dalam penggunaannya.
Level 3 Jika seorang individu telah memiliki standard penguasaan
dan pemahaman terhadap informasi maupun teknologi
yang diperlukannya, dan secara konsisten mempergunakan
standard tersebut sebagai acuan penyelenggaraan
aktivitasnya sehari-hari.
Level 4 Jika seorang individu telah sanggup meningkatkan secara
signifikan (dapat dinyatakan secara kuantitatif) kinerja
aktivitas kehidupannya sehari-hari melalui pemanfaatan
informasi dan teknologi
Level 5 Jika seorang individu telah menganggap informasi sebagai
bagian tidak terpisahkan dari aktivitas sehari-hari, dan
secara langsung maupun tidak langsung telah mewarnai
perilaku dan budaya hidupnya (bagian dari information
society atau manusia berbudaya informasi).

Selanjutnya teori yang juga dapat dijadikan acuan adalah teori Difusi Inovasi.
Teori difusi inovasi termasuk kedalam pengertian komunikasi secara luas dalam
mengubah masyarakat melalui penyebarserapan ide-ide dan hal-hal yang baru. Menurut
Rogers (1995), dalam penyebaran suatu inovasi baru, terdapat unsur-unsur (a) suatu
inovasi, (b) dikomunikasikan melalui satu saluran tertentu, (c) dalam jangka waktu
tertentu, (d) diantara para anggota suatu sistem sosial.
Bahkan dikatakan oleh Rogers dan Shoemaker, ada 4 tahap keputusan seorang
individu dalam peneeyebarserapan inovasi baru yaitu :
1. Pengetahuan : mengetahui adanya inovasi dan memiliki pengertian bagaimana inovasi
tersebut berfungsi.
2. Persuasi : menentukan sikap suka atau tidak sukanya terhadap inovasi.
3. Keputusan : terlibat dalam kegiatan yang membawa seseorang pada situasi memilih
apakah menerima atau menolak inovasi.
4. Konfirmasi : mencari penguat bagi keputusan yang telah diambil sebelumnya.
Selanjutnya Rogers (1995 : 15-16) menegaskan bahwa ada beberapa karakteristik
yang mempengaruhi tingkat adopsi inovasi tersebut, yaitu :
1. Keuntungan relatif : maksudnya adalah sejauhmana inovasi tersebut dipandang lebih
baik dan memberikan keuntungan bagi penggunanya dari teknologi sebelumnya.
2. Kesesuaian : sejauhmana inovasi tersebut konsisten terhadap nilai-nilai yang ada.
3. Kerumitan : maksudnya adalah sejauhmana inovasi tersebut dipandang sulit untuk
dimengerti atau digunakan oleh penggunanya.
4. Kemampuan untuk dicoba : sejauhmana inovasi tersebut mungkin dapat dicobakan
dengan kemampuan yang terbatas.
5. Kemampuan dapat dilihat : maksudnya adalah sejauhmana hasil-hasil dari inovasi
tersebut dapat dilihat oleh orang lain dalam waktu cepat.

E. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan
atas dasar generalisasi dari sejumlah karaktersitik kejadian ke dalam kelompok atau
individu tersebut (Singarimbun, 1998:24).
Berdasarkan kerangka teoritis di atas, adapun konsep-konsep dalam penelitian ini
dapat dibedakan menjadi beberapa variabel, yaitu:
1. Variabel Anteseden.
Variabel anteseden ini terdiri dari data sosiodemografis dan psikologis masyarakat.
Dimana variabel anteseden ini akan membedakan antara satu karakter individu
dengan individu lainnya. Adapun yang termasuk kedalamnya adalah : usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, minat akan informasi dan teknologi
internet.
2. Variabel Penerima.
Maksudnya adalah sejauhmana tingkat penerimaan suatu individu dalam masyarakat
terhadap internet dan kemampuannya dalam menguasai internet tersebut. Yang
termasuk kedalamnya adalah tingkat pengetahuan, persuasi, keputusan dan
konfirmasi.
3. Variabel Media.
Variabel media adalah sejauhmana terpaan media internet (adopsi inovasi) mampu
diterima oleh individu dalam masyarakat. Adapun yang termasuk kedalamnya adalah
keuntungan relatif, kesesuaian, tingkat kerumitannya, mampu dicobakan, dan mampu
dilihat hasilnya.
4. Variabel Efek.
Maksudnya adalah sejauhmana tingkat penguasaan individu dalam masyarakat
dengan menggunakan internet. Ini dapat dilihat dari tingkat atau level e-literacy.

F. Model Teoritis.
Variabel Variabel Variabel Variabel
Anteseden Penerima Media Efek

Sosiodemografis Dimensi Inovasi Terpaan Internet Pemanfaatan dan Psikologis


Internet

G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode survei yang bertujuan mengumpulkan dan
menggali sejumlah besar data untuk dianalisis selanjutnya. Dalam metode survei,
dilakukan juga prasurvey sebagai eksperimen untuk melihat kelayakan penelitian tersebut
untuk dilanjutkan.

2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini memilih lokasi penelitian di Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera
Utara yang merupakan bagian dari wilayah kerja BBPPKI Medan. Penentuan daerah ini
menjadi lokasi penelitian adalah dengan pertimbangan bahwa Pemerintah telah
membangun “Kampung Digital” di Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera Utara.

3. Populasi dan Sampel


a. Populasi
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat
yang mengenal atau mengerti komputer, penduduk Desa Pardomuan – I Kecamatan
Pangururan Kabupaten Samosir Propinsi Sumatera Utara.
b. Sampel
Berhubung besarnya jumlah populasi yang mengenal atau mengerti komputer di
desa Pardomuan – I tidak diketahui, maka untuk menentukan besarnya sampel, peneliti
menggunakan formula Cochram (dalam Lubis, 2003 ; 72) dengan rumus sebagai berikut :

n0 = (t)2 . (s)2
(d)2

Keterangan :
no = ukuran sampel standard Cochram
t = nilai persentil t = 1,96
s = estimasi standard deviasi populasi 1,25
d = interval kesalahan (margin of error)
Menurut Lubis, 2003 ; menyatakan bahwa secara umum dalam penelitian, interval
kesalahan pada data adalah sebesar 10% dan untuk data kontiniu sebesar 3%. Sehingga
margin error dalam penelitian ini yang dapat diterima 3/100 x 10 = 0,30

n = (1,96)2 . (1,25)2
(0,30)2
= 75,4 dibulatkan menjadi 75.

Jadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 75 orang responden.

4. Metode Pengumpulan Data


Dalam melaksanakan penelitian ini, akan dilakukan pengumpulan data melalui:
a. Library Research (Penelitian Kepustakaan).
Ini dilakukan dengan menghimpun data dari berbagai literatur, baik dari kepustakaan
maupun dari sumber-sumber lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
b. Field Research (Penelitian Lapangan).
Yaitu mengumpulkan data dengan cara menghimpun data secara langsung di daerah
lokasi yang diteliti dan direkam melalui observasi, wawancara dan penyebaran
kuesioner.
5. Metode Analisis Data
Sesuai dengan sifat dan tujuannya, maka analisis penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan deskriptif kuantitatif didukung dengan data kualitatif yang diperoleh melalui
indepth-interview, dimana data lapangan yang diperoleh melalui daftar pertanyaan
dikoding dan ditabulasi untuk mendapatkan tendensi dengan persentase.
H. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.
Luas wilayah Desa Pardomuan I adalah 2,50 km². Jarak kantor Kepala Desa
Pardomuan I ke Ibukota Kabupaten adalah sejauh 1 km dengan menggunakan roda dua
atau roda empat. Desa Pardomuan I memiliki 3 Dusun dan tidak memiliki lingkungan.
Jumlah penduduk Desa Pardomuan I adalah sebanyak 3.513 yang terdiri dari
1.695 orang laki-laki, dan 1.818 orang perempuan, sedangkan jumlah banyaknya
rumahtangga sebesar 712 rumahtangga.
I. Temuan Penelitian.
Tabel – 1
Minat Responden Terhadap TI (Komputer)
No Keterangan F %
1. Sangat berminat 25 33,34
2. Berminat 31 41,33
3. Kurang berminat 19 25,33
4. Tidak berminat - -
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan pendapat responden tentang minat terhadap TI sebagaimana terdapat
dalam tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa responden yang menjawab berminat
menempati urutan pertama dengan jumlah persentase sebesar 41,33%, urutan kedua
adalah responden yang mengatakan sangat berminat yaitu dengan jumlah persentase
sebesar 33,34%,menyusul responden yang mengatakan kurang berminat dengan jumlah
persentase sebesar 25,33 %, sedangkan responden yang mengatakan tidak berminat tidak
ada ditemukan dalam penelitian ini.
Tabel ini memberikan gambaran tentang minat responden terhadap TI dalam
penelitian ini adalah lebih didominasi responden dengan menjawab berminat dengan
jumlah persentase 41,33 %.
Tabel – 2
Pengenalan Responden Tentang Komputer
NO Keterangan F %
1 Tidak pernah mendengar - -
2 Pernah mendengar tetapi belum melihatnya - -
3 Pernah mendengar dan tahu bentuknya 17 22,67
4 Pernah mendengar dan tahu menggunakannya 58 77,73
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban, tentang jumlah responden yang pernah mendengar
komputer sebagaimana dapat diketahui bahwa responden yang menjawab pernah
mendengar dan tahu menggunakannya dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah
persentase sebesar 77,73 %, kemudian diurutan terakhir responden yang menjawab
pernah mendengar dan tahu bentuknya yaitu dengan jumlah persentase sebesar 22,67 %.
Sedangkan responden yang memberikan jawaban tidak pernah mendengar dan pernah
mendengar tetapi belum melihatnya tidak ada dalam penelitian ini
Tabel – 3
Pertama Kali Responden Memperoleh Sumber Informasi Komputer
NO Uraian F %
1. Majalah, Tabloid 19 25,34
2. Media Elektronik 13 17,34
3. Buku-buku Komputer/Pelajaran di Sekolah 33 44,00
4. Kursus/Les 9 12,00
5. Lainnya, Teman 1 1,33
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Tabel ini memberikan gambaran bahwa responden yang diteliti dalam penelitian
ini adalah lebih didominasi oleh yang pernah mendengar dan tahu menggunakannya.
Berdasarkan pendapat responden tentang pertama kali responden memperoleh
sumber informasi komputer sebagaimana terdapat dalam tabel diatas dapat dilihat bahwa
responden pertama memperoleh sumber dari Buku-buku Komputer yaitu menempati
urutan pertama dengan jumlah persentase sebesar 44,00 %, urutan kedua adalah bahwa
responden pertama memperoleh sumber dari Majalah, Taboid dengan jumlah persentase
sebesar 25,34 %, urutan ketiga adalah bahwa responden pertama memperoleh sumber dari
Media Elektronik dengan jumlah persentase sebesar 17,34 %, urutan keempat adalah
bahwa responden pertama memperoleh sumber dari Kursus/Les dengan jumlah persentase
sebesar 17,34 %, urutan terakhir adalah bahwa responden pertama memperoleh sumber
dari Lainnya, Teman dengan jumlah persentase sebesar 1,33 %,
Tabel ini memberikan gambaran bahwa pertama kali responden memperoleh
sumber informasi komputer dalam penelitian ini adalah bersumber dari buku-buku
computer/Pelajaran di Sekolah.
Tabel – 4
Pemilikan Responden Terhadap Komputer
NO Keterangan F %
1. Memiliki 13 17,34
2. Tidak memiliki 62 82,66
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden tentang responden yang memiliki komputer
sebagaimana dapat diketahui bahwa responden yang menjawab memiliki dalam penelitian
ini sebanyak 62 responden yaitu dengan jumlah persentase sebesar 82,66 %, kemudian
diurutan terakhir responden yang menjawab tidak memiliki sebanyak 13 responden yaitu
dengan jumlah persentase sebesar 17,34 %.
Tabel – 5
Durasi Responden Menggunakan Komputer
NO Keterangan F %
1. Tidak pernah menggunakan 17 22,67
2. Pernah menggunakan 6 8,00
3. Kadang-kadang menggunakan 4 5,33
4. Jarang menggunakan 15 20,00
5. Sering menggunakan 16 21,00
6. Setiap hari menggunakan 17 22,67
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan pendapat responden tentang durasi penggunanaan komputer adalah
yang tidak pernah menggunakan dan setiap hari menggunakan memiliki jumlah
persentase yang sama yaitu sebesar 22,67 %, urutan kedua adalah sering menggunakan,
yaitu dengan jumlah persentase sebesar 21,00 %, tempat ketiga adalah jarang
menggunakan yaitu dengan jumlah persentase sebesar 20,00 %, menyusul pernah
menggunakan dengan jumlah persentase sebesar 8,00 %, dan terakhir adalah kadang-
kadang menggunakan dengan jumlah persentase sebesar 5,33 %.
Tabel – 6
Tingginya Animo Masyarakat Untuk Belajar Sebagai Pendorong/Pendukung
Responden Menggunakan Komputer
NO Keterangan F %
1. Ya 19 25,33
2. Tidak 56 74,67
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden tentang pendukung responden menggunakan
komputer di urutan pertama yaitu tingginya animo masyarakat untuk belajar dalam
penelitian ini dengan jumlah persentase sebesar 25,33 %, kemudian menyusul ditempat
kedua/terakhir responden yang menjawab tidak yaitu dengan persentase sebesar 74,67 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa tingginya animo masyarakat bukan
menjadi pendorong responden dalam menggunakan komputer.
Tabel – 7
Dukungan Infrastruktur Lingkungan Sebagai Pendorong/Pendukung Responden
Menggunakan Komputer
NO Keterangan F %
1. Ya 17 22,67
2. Tidak 58 77,33
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden tentang pendukung responden menggunakan
komputer diurutan pertama yaitu dengan dukungan infrastruktur lingkungan dalam
penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 22,67 %, kemudian menyusul
ditempat terakhir responden yang menjawab tidak menjadi pendorong yaitu dengan
persentase sebesar 77,73 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa dengan dukungan infrastruktur
lingkungan bukan menjadi pendorong responden dalam menggunakan komputer.
Tabel – 8
Kemudahan Dalam Menyelesaikan Pekerjaan Sebagai Pendorong/Pendukung
Responden Menggunakan Komputer
NO Keterangan F %
1. Ya 42 56,00
2. Tidak 33 44,00
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden tentang pendukung responden menggunakan
komputer diurutan pertama yaitu kemudahan dalam menyelesaikan pekerjaan dalam
penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 56,00 %, kemudian menyusul
ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak menjadi pendorong yaitu dengan
persentase sebesar 44,00 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa kemudahan dalam menyelesaikan
pekerjaan adalah menjadi pendorong responden dalam menggunakan komputer.
Tabel – 9
Adanya Dukungan Kebijakan Sebagai Pendorong Responden Menggunakan
Komputer
NO Keterangan F %
1. Ya 17 22,67
2. Tidak 58 77,33
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden tentang pendorong responden menggunakan
komputer diurutan pertama yaitu adanya dukungan kebijakan dalam penelitian ini yaitu
dengan jumlah persentase sebesar 22,67 %, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir
responden yang menjawab tidak menjadi pendorong dengan persentase sebesar 77,33 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa dukungan kebijakan bukan menjadi
pendorong responden dalam menggunakan komputer
Tabel – 10
Kemudahan Dalam Memperoleh Pekerjaan Sebagai Pendorong/Pendukung
Responden Menggunakan Komputer
NO Keterangan F %
1. Ya 23 30,67
2. Tidak 52 69,33
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden tentang pendorong responden menggunakan
komputer di urutan pertama yaitu dapat memudahkan memperoleh pekerjaan dengan
jumlah persentase sebesar 30,67 %, kemudian menyusul ditempat terakhir responden
yang menjawab tidak menjadi pendorong yaitu dengan persentase sebesar 69,33 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa dapat memudahkan memperoleh
pekerjaan bukan menjadi pendorong responden untuk menggunakan komputer.
Tabel – 11
Dapat Memudahkan Komunikasi Sebagai Pendorong/Pendukung Responden
Menggunakan Komputer
NO Keterangan F %
1. Ya 21 28,00
2. Tidak 54 72,00
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden tentang pendukung responden menggunakan
komputer diurutan pertama yaitu dapat memudahkan komunikasi sebagaimana dalam
penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 28,00 %, kemudian menyusul
ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak menjadi pendorong yaitu
dengan persentase sebesar 72,00 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa dapat memudahkan komunikasi bukan
menjadi pendorong responden untuk menggunakan komputer.
Tabel – 12
Harga Komputer Yang Mahal Sebagai Penghambat Responden Menggunakan
Komputer
NO Keterangan F %
1. Ya 54 72,00
2. Tidak 21 28,00
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden tentang penghambat responden menggunakan
komputer diurutan pertama yaitu harga komputer yang mahal dalam penelitian ini dengan
jumlah persentase sebesar 72,00 %, kemudian menyusul ditempat terakhir responden
yang menjawab tidak menjadi penghambat yaitu dengan persentase sebesar 28,00 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa harga komputer yang mahal adalah
merupakan penghambat responden untuk menggunakan komputer.
Tabel – 13
Biaya Les Komputer Yang Mahal Sebagai Penghambat Responden Menggunakan
Komputer
NO Keterangan F %
1. Ya 33 44,00
2. Tidak 42 56,00
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden tentang penghambat responden menggunakan
komputer diurutan pertama yaitu biaya les komputer yang mahal dalam penelitian ini
yaitu dengan jumlah persentase sebesar 44,00 %, kemudian menyusul ditempat
kedua/terakhir responden yang menjawab tidak menjadi penghambat yaitu dengan
persentase sebesar 56,00 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa dibeberapa daerah sulit menemukan
komputer bukan menjadi penghambat responden dalam menggunakan komputer.

Tabel – 14
Waktu Tidak Cukup Untuk Belajar Sebagai Penghambat Responden Menggunakan
Komputer
NO Keterangan F %
1. Ya 30 40,00
2. Tidak 45 60,00
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden tentang penghambat responden menggunakan
komputer yaitu ditempat pertama yang menjawab waktu yang tidak cukup untuk belajar
dengan jumlah persentase sebesar 40,00 %, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir
responden yang menjawab tidak menjadi penghambat dengan persentase sebesar 60,00%.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa waktu tidak cukup untuk belajar bukan
menjadi penghambat responden dalam menggunakan komputer.
Tabel – 15
Bahasa Inggris Yang Minim Sebagai Penghambat Responden Menggunakan
Komputer
NO Keterangan F %
1. Ya 47 62,67
2. Tidak 28 37,33
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden tentang penghambat responden menggunakan
komputer diurutan pertama yaitu bahasa inggris yang minim yaitu dengan jumlah
persentase sebesar 62,67 %, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang
menjawab tidak yaitu dengan persentase sebesar 37,33 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa dibeberapa daerah sulit menemukan
komputer bukan menjadi penghambat responden dalam untuk menggunakan komputer.
Tabel – 16
Ilmu Komputer Yang Sulit Sebagai Penghambat Responden Menggunakan
Komputer
NO Keterangan F %
1. Ya 33 44,00
2. Tidak 42 56,00
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden tentang penghambat responden menggunakan
komputer yaitu ilmu komputer yang sulit sebagaimana dapat diketahui bahwa responden
yang menjawab ya dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 44,00 %,
kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak yaitu
dengan persentase sebesar 56,00 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa ilmu komputer yang sulit bukan menjadi
penghambat responden dalam mendukung responden untuk menggunakan komputer.
Tabel – 17
Di Beberapa Daerah Sulit Ditemukan Komputer Sebagai Penghambat Responden
Menggunakan Komputer
NO Keterangan F %
1. Ya 27 36,00
2. Tidak 48 64,00
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden tentang penghambat responden menggunakan
komputer yaitu dibeberapa daerah sulit ditemukan komputer sebagaimana dapat diketahui
bahwa responden yang menjawab ya dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase
sebesar 36,00 %, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab
tidak yaitu dengan persentase sebesar 64,00 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa dibeberapa daerah sulit menemukan
komputer bukan menjadi penghambat responden dalam menggunakan komputer.
Tabel – 18
Harapan Responden Agar Harga Komputer Lebih Murah
NO Keterangan F %
1. Mengharapkan 55 73,33
2. Tidak Mengharapkan 20 26,67
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden harapan responden agar harga komputer lebih
murah dapat diketahui bahwa responden yang menjawab mengharapkan dalam penelitian
ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 73,33 %, kemudian menyusul ditempat
kedua/terakhir responden yang menjawab tidak mengharapkan yaitu dengan persentase
sebesar 26,67 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa responden mengharapkan agar harga
komputer lebih murah.
Tabel – 19
Harapan Responden Agar Mudah Dalam Mencari Penjualan Komputer
NO Keterangan F %
1. Mengharapkan 28 37,33
2. Tidak Mengharapkan 47 62,67
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden harapan responden agar mudah dalam mencari
penjualan komputer dapat diketahui bahwa responden yang menjawab tidak
mengharapkan berada pada posisi pertama yaitu dengan jumlah persentase sebesar 62,67
%, kemudian menyusul ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab
mengharapkan yaitu dengan persentase sebesar 37,33 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa responden tidak mengharapkan agar
mudah dalam mencari pusat penjualan komputer.
Tabel – 20
Harapan Responden Agar Program Pelatihan Komputer Gratis
NO Keterangan F %
1. Mengharapkan 38 50,67
2. Tidak Mengharapkan 37 49,33
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden harapan responden agar program pelatihan
komputer gratis dapat diketahui bahwa responden yang menjawab mengharapkan dalam
penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 50,67 %, kemudian menyusul
ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak mengharapkan yaitu dengan
persentase sebesar 49,33%.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa responden berharap agar program
pelatihan komputer gratis tidak dipungut biaya.
Tabel – 21
Harapan Responden Agar Program Komputer Berbahasa Indonesia
NO Keterangan F %
1. Mengharapkan 45 60,00
2. Tidak Mengharapkan 30 40,00
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden harapan responden agar program komputer
berbahasa Indonesia dapat diketahui bahwa responden yang menjawab mengharapkan
dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 60,00 %, kemudian menyusul
ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak mengharapkan yaitu dengan
persentase sebesar 40,00 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa responden berharap agar program
komputer berbahasa Indonesia.

Tabel – 22
Harapan Responden Agar Pengoperasian Komputer Lebih Mudah
NO Keterangan F %
1. Mengharapkan 47 62,67
2. Tidak Mengharapkan 28 37,33
Jumlah 75 100,00
Sumber: Hasil penelitian
n = 75
Berdasarkan jawaban responden harapan responden agar pengoperasiaan
komputer lebih mudah dapat diketahui bahwa responden yang menjawab mengharapkan
dalam penelitian ini yaitu dengan jumlah persentase sebesar 62,67 %, kemudian menyusul
ditempat kedua/terakhir responden yang menjawab tidak mengharapkan yaitu dengan
persentase sebesar 37,33 %.
Tabel ini memberikan gambaran bahwa responden berharap agar pengoperasian
komputer lebih mudah.

J. Pembahasan
Berdasarkan temuan data-data penelitian diatas dapat dilihat bahwa tingkat literasi
terhadap penggunaan komputer adalah telah mampu menguasai pemanfaatannya, karena
responden pada umumnya berminat terhadap penggunaan komputer dan telah sering
menggunakan komputer bahkan ada yang setiap hari menggunakannya.
Apabila dikaitkan dengan teori Personal-Capability Maturity Model (P-CMM),
secara umum dapat diketahui bahwa tingkat penguasaan responden berada pada level-2
dan level-3, dimana pada level-2 dikatakan jika seorang individu telah berkali-kali
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu aktivitasnya sehari-
hari dan telah memiliki pola keberulangan dalam penggunaannya, dan pada level-3
dikatakan jika seorang individu telah memiliki standard penguasaan dan pemahaman
terhadap informasi maupun teknologi yang dipergunakannya, dan secara konsisten
mempergunakan standard tersebut sebagai acuan penyelenggaraan aktivitasnya sehari-
hari. Hal ini menunjukkan bahwa menggunakan komputer sudah menjadi kebiasaan rutin
di kalangan masyarakat Desa Pardomuan – I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.
Jika hal ini dilihat dari teori difusi inovasi oleh Rogers (1995), Rogers dan
Shoemaker (1971), bahwa penyebarserapan (adopsi inovasi) informasi menyebabkan
masyarakat menjadi berubah, dan perubahan sosialpun merangsang orang untuk
menemukan dan menyebarluaskan hal-hal yang baru tersebut. Apabila hal ini
diilustrasikan dengan teknologi komputer, maka komputer sudah mampu mengubah
perilaku-perilaku masyarakat dalam menggantikan kebiasaan lama, misalnya dalam
menggunakan mesin tik manual dan elektronik. Adapun perubahan yang terjadi pada
masyarakat adalah bahwa dimana masyarakat sudah dimanjakan dengan kehadiran
teknologi komputer.
Keuntungan relatif yang didapatkan melalui komputer sangat dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat, karena komputer telah mampu mengoptimalkan
pekerjaan/tugas-tugas mereka sehingga dirasakan sangat besar pengaruhnya terhadap
pekerjaan/aktivitas kegiatan mereka sehari-hari. Hal ini terbukti bahwa setelah
masyarakat menggunakan komputer prestasi kerja mereka mengalami peningkatan.
Adapun yang menjadi faktor pendorong bagi masyarakat dalam menggunakan
komputer adalah kemudahan dalam menyelesaikan pekerjaan mereka, sedangkan yang
menjadi faktor penghambat dalam menggunakan komputer bagi masyarakat adalah harga
komputer yang relatif mahal dan penguasaan bahasa Inggris yang minim sehingga sulit
dalam mengoperasionalkan komputer yang pada umumnya bahasa programnya hanya
tersedia dalam bahasa Inggris. Untuk mengatasi hal tersebut masyarakat mengharapkan
agar pemerintah dapat menyediakan komputer dengan harga yang lebih murah dan
menyediakan program komputer dalam bahasa Indonesia sehingga masyarakat lebih
mudah dalam mengoperasikan komputer.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan.
1. Bahwa tingkat literasi komputer masyarakat Desa Pardomuan – I Kecamatan
Pangururan Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara sudah cukup baik, dimana
masyarakat pada umumnya berminat terhadap komputer dan telah menggunakannya
lebih dari 5 tahun, bahkan ada yang setiap hari menggunakan komputer serta pada
umumnya telah mengetahui dan mengenal perangkat keras (hardware) dan perangkat
lunak (software) komputer.
2. Bahwa faktor-faktor yang menjadi pendorong/pendukung bagi masyarakat Desa
Pardomuan – I Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara
dalam menggunakan komputer adalah perasaan nyaman ketika menggunakannya dan
merasa penting untuk memenuhi kebutuhannya
3. Bahwa faktor-faktor yang menjadi penghambat responden dalam menggunakan
komputer adalah masih tingginya harga komputer, bahasa komputer yang merupakan
bahasa Inggris sehingga sulit untuk dimengerti, biaya les/kursus komputer yang
mahal, ilmu komputer yang sulit untuk dipahami, waktu yang tidak cukup untuk
belajar, serta dibeberapa daerah masih sulit ditemukan pusat penjualan komputer.
Saran.
1. Agar pemerintah mengadakan sosialisasi tentang pentingnya penggunaan komputer
dalam kehidupan manusia baik di kota maupun di desa, karena masih ada responden
yang kurang berminat terhadap penggunaan komputer dan ada responden yang hanya
pernah mendengar dan tahu bentuk komputer, tetapi tidak tahu menggunakannya.
2. Agar pemerintah menyediakan akses universal terhadap informasi kepada masyarakat
baik di kota maupun di desa secara adil dan merata, instrument kebijakan beserta
program/kegiatan (prakarsa) yang tepat untuk membangun akses universal bagi
seluruh lapisan masyarakat sangat urgen untuk terus ditumbuhkembangkan.
3. Agar pemerintah meningkatkan penyediaan sarana prasarana informasi dan
komunikasi di daerah yaitu dengan mengembangkan pusat-pusat fasilitas umum
bersama, seperti warnet, telecenter, dan sejenisnya, serta mengembangkan pola-pola
kepemilikan komputer murah, kemitraan pemerintah dan swasta dalam penyediaan
prasarana dan sarana telematika, fokus pada peningkatan pendidikan dan berbagai
pengetahuan dalam komunitas masyarakat.
4. Mendorong pengembangan fasilitas multifungsi disentra aktivitas masyarakat untuk
komunitas UKM/IKM atau sentra industri, seperti pengembangan lembaga Jasa
Pengembangan Bisnis berbasis teknologi informasi dan komunikasi, fasilitas
multifungsi Perdesaan, Pusat Pendidikan/Pelatihan, dan Sekolah.
DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro dan Erdinaya, K. Lukiati (2004). Komunikasi Massa Suatu


Pengantar, Simbiosa Rekatama Media, Bandung.

Arikunto, Suharsimi, (2002). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Rineka,


Cipta, Jakarta.

Kementerian Komunikasi dan Informasi RI, (2004), Telematika Indonesia, Kebijakan


dan Perkembangan Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKPI), Jakarta.

Kriyantono, Rakhmat. (2006), Teknik Praktis Riset komunikasi, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta.

Rogers, E.M. (1995). Diffusion of Innovations. Free Press. New York.

Rogers, E.M. dan F. Shoemaker (1971). Communication of Innovation – A Cross


Cultural Approach. Free Press. New York.

Santoso, Gempur. (2005). Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Prestasi


Pustaka Publisher, Jakarta.

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. (226). Metode Penelitian Survey. LP3ES.
Jakarta.

Suryabrata, Sumadi. (2003). Metode Penelitian. PT. Raja Grafindo. Jakarta.


Iklim Komunikasi Antar Umat Beragama Dalam Pelaksanaan Syariat Islam Di
Kabupaten Aceh Tenggara

Oleh : Amiruddin Z6
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan iklim komunikasi yang
berlangsung antar umat beragama dalam pelaksanaan syariat serta faktor pendukung dan
penghambat komunikasi antar umat beragama di kabupaten Aceh Tenggara, yaitu Kota
Cane. Metode yang digunakan deskriptif analisis. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan
mewawancarai informan yang terdiri dari berbagai kalangan.
Iklim komunikasi antar umat beragama di Kabupaten Aceh tenggara telah lama
terbina, hal tersebut terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam hal
kerukunan antar umat beragama maupun dalam menjalankan keaktivitasan kehidupan
pada berbagai sektor pekerjaan dan kehidupan bermasyarakat sehari-harian. Perbedaan
Agama dan kemajemukan suku yang terdapat di Kabupaten Aceh Tenggara tidak pernah
membuat terjadinya konflik. Yang pernah terjadi hanya tawuran antar anak muda, itupun
di atas 20 tahun yang lalu, bukan konflik masalah SARA.
Pada awal diberlakukan UU syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
yang oleh masyarakat non muslim dipahami suatu keharusan dengan demikian dapat
berimplementasi membuat iklim komunikasi yang tidak komunikatif sesama warga.
Namun setelah disosialisasikan UU Syariat Islam tersebut akhirnya dimengerti bahwa
Syariat Islam hanya diberlakukan terhadap penduduk yang beragama Islam. Maka iklim
komunikasi antar umat beragama dalam pelaksanaan Syariat Islam di Provinsi NAD pada
Kabupaten Aceh Tenggara tetap terbina dengan pengertian komunikasi yang
komunikastif di antara sesama warga terimplementasi dalam berbagai sektor kehidupan.

Kata Kunci : Iklim Komunikasi Umat Beragama, Syariah Islam


Latar Belakang

Pelaksanaan syariat Islam di Aceh menurut catatan tertulis dan ingatan kolektif
masyarakat Aceh telah berlangsung cukup lama, sebagaimana dikemukakan oleh Al
Yasa’ Abubakar : Bahwa rakyat Aceh telah lama melaksanakan syariat Islam secara
relative sempurna dalam hidup keseharian, hidup kemasyarakatan dan hidup
ketatanegaraan pada masa kesultanan dahulu yaitu sebelum diganggu dan dicampuri oleh
penjajah Belanda (mulai menyerang Aceh pada tahun 1873 dan terus mendapat
perlawanan sengit sampai awal abad dua puluh, dan terus bergolak sampai Belanda kalah
karena kedatangan Jepang).
Syariat Islam di Aceh menyatu dengan adat sedemikian rupa, sehingga sering sifat
adatnya lebih menonjol dari sifat syariatnya, lebih dari itu beberapa ijtihad dan terobosan
telah dilakukan Ulama Aceh atas aturan dalam Fiqih Mazhab Syafi’I, misalnya keizinan
perempuan menjadi kepala Negara, adanya pemisahan antara mesjid dengan meunasah,
dan lain sebagainya. Syariat Islam di Aceh bukan hanya dipahami dalam aspek hukum
dan peradilan, tetapi mencakup berbagai bidang kehidupan seperti pendidikan, ekonomi,
pemerintahan, berbagai bentuk dan tata cara pelayanan social, kegiatan seni dan budaya
bahkan olahraga.
Pada saat melantik ketua Mahkamah Syariah Provinsi NAD, Ketua Mahkamah
Agung dalam sambutannya menyampaikan tiga hal sebagai berikut :

6
Penulis adalah Peneliti Madya pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI)
Medan
 Syariat Islam yang dijalankan di Aceh harus dapat memenuhi kesadaran hukum rakyat
dan harus dapat memberikan keadilan yang lebih baik kepada umat. Apabila hal ini
tidak berhasil dilakukan, maka pelaksanaan syariat Islam mungkin menjadi bumerang
dan kontra produktif.
 Pelaksanaan syariat Islam harus secara bertahap, karena bagaimanapun juga syariat
Islam di Aceh sekarang adalah ibarat benih yang baru dipindahkan dari persemaian ke
tengah sawah atau kebun. Karena itu harus dijaga dan dirawat dengan baik dan tidak
boleh diberi beban yang berlebihan
 Pembentukan peradilan untuk melaksanakan syariat Islam dalam rangka otonomi
khusus di Aceh, bukan saja mempengaruhi hukum positif di Aceh, tetapi juga akan
mempengaruhi perkembangan hukum tatanegara di Indonesia.
Sampai saat ini telah disahkan enam buah quanum yang berkaitan langsung
dengan hukum dan peradilan syariat Islam yaitu :
1. Qanum Nomor. 11 Tahun 2002 tentang pelaksanaan syariat Islam bidang Akidah,
ibadah dan syiar Islam
2. Qanum Nomor. 12 Tahun 2003 tentang Minuman Khamar dan sejenisnya.
3. Qanum Nomor. 13 Tahun 2003 tentang Maisir (perjudian)
4. Qanum Nomor. 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (perbuatan mesum)
5. Qanum Nomor. 7 Tahun 2004 tentang pengelolaan zakat
6. Qanum Nomor. 11 Tahun 2004 tugas fungsional kepolisian daerah NAD
Syariat Islam secara umum dipahami sebagai paradigma moral yang berdasarkan
pada kedudukan kepada Tuhan. Titik penting dari konsep syariat Islam adalah untuk
memelihara hak-hak manusia dan memberi mereka perlindungan dan keselamatan serta
kedamaian yang bersifat kaku dan statis, bukan pula sebagai petunjuk teknis yang dapat
dijadikan pegangan manusia dalam kehidupan di dunia, tetapi ia merupakan jalan atau
metode normative yang perlu diaktualisasikan tentang apa yang harus dilakukan dan
bagaimana umat Islam harus melaksanakan ajaran agamanya.
Sebagaimana diketahui di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terutama pada
Kabupaten Aceh Tenggara ditemukan penganut agama lain (Kristen). Lebih-lebih lagi di
Kecamatan Lawe Sigala-gala, jumlah penganut agama Kristen relative lebih banyak
disbanding penganut agama Islam.

Iklim Komunikasi
Iklim Komunikasi terdiri dari duia kata, yaitu Iklim dan Komunikasi. Iklim adalah
Suasana seseorang kepada orang lain. Sedangkan komunikasi adalah proses penyampaian
suatu pernyataan oleh seorang kepada orang lain.
Komunikasi dipahami sebagai penyampaian informasi dan pengertian dari
seseorang kepada orang lain. Komunikasi akan dapat berhasil baik apabila ada saling
pengertian antara pihak pengirim dan penerima informasi.
Secara pragmatis komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh
seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat
atau perilaku, baik secara lisan, maupun tidak langsung melalui pendapat.
Dalam pengertian yang luas, komunikasi tidak hanya sebagai pertukaran informasi
antar individu, melainkan juga antar kelompok dan masyarakat luas mengenai tukar
menukar data, fakta, maupun ide/gagasan.
Iklim Komunikasi adalah suasana lingkungan atau Komunikasi yang menjadi
faktor penentu berlangsungnya komunikasi terdiri dari empat macam yaitu :
1. Lingkungan fisik menunjukkan bahwa suatu proses komunikasi hanya bisa terjadi
apabila tidak ditemukan rintangan fisik, misalnya geografis
2. Lingkungan sosial budaya menunjukkan faktor social, budaya, ekonomi, dan politik
yang bisa menjadi kendala terjadinya komunikasi, misalnya, bahasa, percakapan, adat
istiadat dan status social
3. Dimensi psikologi adalah pertimbangan kejiwaan yang digunakan dalam
berkomunikasi misalnya, menghindari kritik yang menyinggung perasaan orang lain,
dimensi psikologi ini sering disebut dengan dimensi internal.
4. Dimensi waktu menunjukkan situasi yang tepat untuk melakukan kegiatan
komunikasi, banyak proses komunikasi tertentu karena pertimbangan waktu missal,
karena cuaca atau musim

Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan:
 Bagaimana iklim komunikasi yang berlangsung antar umat beragama dalam proses
pelaksanaan syariat islam di Kabupaten Aceh Tenggara
 Apa saja faktor pendukung dan penghambat komunikasi antar umat beragama dalam
pelaksanaan syariat Islam di Kabupaten Aceh Tenggara

Pembatasan Masalah
1. Masyarakat yang menjadi objek penelitian adalah masyarakat yang berdomisili di di
Kabupaten Aceh Tenggara yang terpilih sebagai informan penelitian ini bersifat
kualitatif
2. Objek penelitian ini adalah iklim komunikasi antar umat beragama dalam pelaksanaan
syariat Islam di Kabupaten Aceh Tenggara

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. untuk mendeskripsikan iklim komunikasi yang berlangsung antar umat beragama
dalam pelaksanaan syariat Islam
2. Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor pendukung dan penghambat
komunikasi antar umat beragama

Kerangka Teori
Pokok pikiran yang terkandung dalam teori konflik, didasarkan pada asumsi-
asumsi :
1. Setiap masyarakat tunduk pada proses perubahan. Perubahan ada di mana-mana
2. Disensus dan konflik terdapat di mana-mana
3. Setiap unsur masyarakat memberikan sumbangan pada disintegrasi dan perubahan
masyarakat, dan
4. Setiap masyarakat didasarkan pada paksaan beberapa orang anggota terhadap anggota
lain
Dengan demikian konflik merupakan sumber terjadinya perubahan social
(Dahrendrof, 1976) Lewis dan Siade ()1994 : 128-130 menguraikan tiga kawasan paling
problematic dalam komunikasi antar budaya, yaitu kendala bahasa, perbedaan nilai, dan
perbedaan pola perilaku cultural. Secara teoritik, terdapat 3 (tiga) faktor penghambat
dalam jalinan komunikasi antar budaya yaitu etnosentrisme, stereotip dan prasangka.
Etnosentrisme merupakan kecenderungan orang untuk mempertimbangkan
kelompok social mereka sebagai “normal” dan menilai kelompok social orang lain
sebagai “abnormal” atau “interio” (Lewis dan Slide, 1994 : 131), stereotip diberi batasan
sebagai keyakinan yang terlalu digeneralisasi, terlalu disederhanakan atau terlalu dilebih-
lebihkan terhadap suatu kategori atau kelompok orang (Samovar dkk, 1981 : 122),
Prasangka merupakan sikap kaku terhadap suatu kelompok didasarkan pada keyakinan
atau prakonsepsi yang keliru (Samovar dkk, 1981:123).

Klasifikasi prasangka menurut Samovar dkk (1981:124)


 Antilocution : Membicarakan sikap, perasaan, pendapat, dan stereotip tentang
kelompok sasaran
 Avoidance : Menghindari anggota-anggota dari kelompok yang tidak disukai
 Discrimination : Melakukan pemilihan-pemilihan yang negative berdasarkan
pekerjaan, tempat tinggal, kesempatan pendidikan dan
sebagainya
 Physical Attack : mengarah pada tindakan-tindakan kekerasan
 Extermintion : Hukuman mati tanpa peradilan, pembunuhan besar-besaran dan
permusuhan terhadap suatu kelompok

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis,
metode yang hanya memaparkan situasi dan peristiwa apa adanya, tanpa mencari dan
menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesa atau membuat prediksi (Rokhmat, 1997 :
34) Penelitian deskriptif hanya memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu
individu, keadaan gejala, atau kelompok tertentu. Tujuannya adalah untuk membuat
deskripsi secara sistematis, factual dan akurat mengenai faktor –faktor dan sifat-sifat
populasi atau daerah tertentu.

Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang berdomisili di
Kabupaten Aceh Tenggara. Karena penelitian ini bersifat kualitatif maka dilakukan
pemantauan di lapangan/lokasi, juga dilaksanakan wawancara terhadap informan dari
pemuka-pemuka agama, pejabat birokrasi, dan studi dokumen yang dipandang relevan.
Informan yang diwawancarai :
1. Dari kalangan pejabat birokrasi
 Drs. Djauharuddin. Ka. Kandepag Kabupaten Aceh Tenggara
 Drs. Yoserizal. Kabag Humas / keprotokolan setkab Aceh Tenggara
 Abidan Situmeang. Penyelenggara Bimas Kristen Kandepag Aceh Tenggara
 AKP Suprapto. Kabag Bina Mitra Polres Aceh Tenggara
 Drs. Najaruddin. Kepala Kantor Urusan Agama Kec. Lawe Sigala gala
 Qarnain, M.Ag. Dinas Syariat Islam Kab. Aceh Tenggara (Pejabat Struktural
Dinas Syariat Islam)
2. Dari kalangan Pemuka Agama Katolik
 Pdt. TP. Nababan, Sth. Preses XII HKBP Distrik Tanah Alas.
 Pdt. Jumarsah Siahaan, Sth. Pendeta HKBP Ressort Lawe Sigala Gala
 Pdt. M.H. Siahaan, Sth. Pendeta Resort GKPI Kota Cane
 Pdt. Marolap Sinaga, Mth. Pendeta HKBP Kota Cane
3. Dari Wilayah Pemuka Agama Islam
 Drs. Ralidin : Tokoh dan Kepala Sekolah MTS
 Drs. Suwansuri : Guru Agama dan Da’i
 Drs. Habidin Silian : Ulama dan Pegawai Dinas Syariat Islam
4. Dari kalangan Budayawan
 DR. Thalib Akbar, Msc : Budayawan, mantan dosen Insyiah (Islam)
 S. Sihombing (Ompu Roi) : Budayawan, Penasehat Tokoh masyarakat dan adat
dari Badan Kerjasama Antar Gereja, Anggota Badan Kerjasama Umat Beragama
Kristen
Gambaran Umum Lokasi penelitian
- Kabupaten Aceh Tenggara
Kabupaten Aceh Tenggara Ibukotanya bernama Kota Cane
Data Demografi Kab. Aceh tenggara :
Luas Wilayah : 4.231,41 Km2
Jumlah Penduduk : 168.131 Jiwa (Aceh Tenggara Dalam Angka 2008)
Batas Wilayah
Utara : Kab. Gayo Lues
Selatan : Kab. Aceh selatan
Kab. Aceh Singkil
Timur : Prop. Sumatera Utara / Kab. Karo
Barat : Kab. Aceh Selatan
Jumlah Kecamatan : 16 Kecamatan
Jumlah Desa/ kelurahan : 385 Desa / Lurah

Rangkuman Wawancara dari Informan


Iklim komunikasi kerukunan umat beragama Kabupaten Aceh Tenggara
terkategori harmonis, akur, baik sejak sebelum diberlakukannya Perda Istimewa Aceh No.
5 Tahun 2000 Tentang Pelaksanaan Syariat islam, maupun sesudah diberlakukannya
Syariat islam tersebut. Sungguhpun pada mulanya diperlakukan (diundangkan) Syariat
Islam itu memang ada kesan dan pemahaman terutama dari golongan non muslim bahwa
syariat Islam itu mengikat dan memaksakan terhadap semua masyarakat yang berdomisili
di Prov. Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Namun setelah disosialisasikannya perda No.5 tahun 2000 oleh berbagai pihak
antaranya dari kalangan para pejabat dan kadis Aceh Tenggara maupun dari kalangan
Tokoh Agama Islam sendiri, bahwa pelaksanaan Syariat Islam itu hanya berlaku bagi
pemeluknya yaitu umat Islam, sesuai UU tahun 1999 yaitu pasal 4 ayat 1 UU No.44
Tahun 1999. Penyelenggaraan kehidupan beragama diwujudkan dalam bentuk
pelaksanaan syariat Islam bagi pemeluknya. Disebutkan pula pasal 4 ayat 2 bahwa daerah
mengembangkan dan mengatur penyelenggaraan kehidupan beragama dengan tetap
menjaga kerukunan hidup antar umat beragama.
Selanjutnya dijelaskan dalam pasal 5 bahwa daerah membentuk lembaga agama
dan mengaku lembaga agama yang sudah ada dengan sebutan sesuai dengan
kedudukannya masing-masing. Dalam ayat 2 pasal 5 ditegaskan pula bahwa lembaga
yang dibentuk itu merupakan bagian dari perangkat daerah.
Keharmonisan iklim komunikasi dari kerukunan antar umat beragama di Kab.
Aceh Tenggara tetap langgeng, rukun, hal ini teraplikasi di tempat-tempat keramaian
seperti di pasar, di tempat-tempat acara pesta, kehidupan bertetangga, bermasyarakat.
Tingkat toleransi terhadap sikap, pendapat dan perilaku orang lain juga tergolong
tinggi. Hal itu diwujudkan bukan hanya dalam bentuk penghargaan terhadap kepercayaan
yang dianut oleh agama lain, tetapi juga toleransi terhadap cara beribadat yang berbeda
yang dilakukan anggota masyarakat dari pemeluk agama yang sama.
Toleransi dalam kehidupan social juga diwujudkan dalam bentuk toleransi
terhadap keberadaan seorang pimpinan. Masyarakat dapat menerima pimpinan dari
agama yang berbeda maupun etnis yang berbeda, asalkan dipandang mampu.
Karena masyarakat di daerah ini didominasi oleh suku Alas, maka mereka
menganggap bahwa secara budaya mereka berbeda dengan Aceh. Lebih dari itu, mereka
merasa lebih dekat dengan Karo daripada dengan Aceh., karena bisa memahami bahasa
Karo, tetapi sama sekali tidak memahami bahasa Aceh. Identitas budaya yang berbeda
itulah merupakan salah satu faktor yang mendorong sebagian masyarakat untuk
membentuk provinsi yang berbeda, yaitu Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA).
Kerjasama antara warga berlangsung sangat baik di daerah ini. Kerjasama itu
bukan hanya antara warga yang berbeda dalam satu kelompok, melainkan juga mereka
yang dari kelompok yang berbeda beda. Kerjasama antar warga itu antara lain
diwujudkan dalam bentuk kegiatan gotong-royong dalam membersihkan fasilitas umum.
Walaupun modal sosial yang dimiliki masyarakat Aceh Tenggara tidak tinggi,
namun hubungan antar kelompok masyarakat berbeda, baik antar etnis maupun antar
pemeluk agama, berjalan baik, baik hubungan yang bersifat ekonomi maupun hubungan
kemasyarakatan yang bersifat non ekonomi. Jika ada hajatan misalnya, maka semua
anggota masyarakat diundang, tanpa memperhatikan kesukuan maupun agama yang
dianut. Untuk menghormati pemeluk agama yang berbeda, jika kebetulan yang
mengundang orang non muslim, mereka menyediakan juru masak khusus untuk orang
Islam. Dengan demikian walaupun yang punya hajat non muslim, tetapi umat islam tidak
perlu khawatir bahwa masakan yang dihidangkan itu tidak halal, karena yang
memasaknya seorang muslim.
Dicontohkan bahwa hubungan yang baik antara berbagai kelompok masyarakat itu
juga tampak pada saat terjadi banjir banding di wilayah Kecamatan Semadam tahun 2004
yang lalu. Pada saat itu, solidaritas antar warga sangat tinggi dengan memberi bantuan
terhadap para korban banjir, tanpa melihat kesukuan maupun agama yang dianut.
Meskipun demikian solidaritas yang tinggi itu sedikit ternoda dengan kebijakan bantuan
banjir banding oleh satu HKBP yang tidak diserahkan melalui Kepala Desa, tetapi melalui
gereja. Oleh gereja, bantuan itu hanya diberikan kepada jemaatnya. Bukan hanya warga
dari agama lain yang tidak dibagi, tetapi warga yang satu agama namun berbeda gereja
juga tidak dibagi.
Dengan hubungan yang saling percaya itu, maka konflik social, baik yang bersifat
antar etnis maupun yang bersifat antar agama tidak pernah terjadi di daerah ini. Bahkan
jika ada konflik misalnya, baik internal suku/agama maupun antar suku/agama,
diupayakan penyelesaiannya dilakukan secara adat, karena mereka terikat oleh hukum
adat.
Solidaritas dalam kehidupan social juga ditunjukkan oleh warga non muslim
dalam berpakaian. Jika dalam satu kantor banyak pegawai yang beragama Islam
mengenakan jilbab, maka tidak jarang mereka yang non muslim juga ikut memakai jilbab,
walaupun tidak ada yang menyuruh dan memaksa. Begitu pula di sekolah. Banyak di
antara anak sekolah yang non muslim yang ikut memakai jilbab seperti temannya yang
muslim, walaupun tidak ada yang menyuruh mereka. Toleransi terhadap agama lain juga
ditunjukkan dengan baik tidak mempermasalahkan masyarakat yang non muslim yang
kebetulan memelihara babi, mereka juga menghargai orang muslim dengan cara
mengkandangkan babi yang dimiliki.
Dalam kaitannya dengan norma yang mengatur kehidupan masyarakat, antara
hukum adat dan hukum nasional (KUHP) memang berjalan seiring. Dalam arti jika
permasalahan itu sudah diatur secara adat, maka penyelesaian pertama dilakukan secara
adat. Jika tidak berhasil baru diserahkan kepada aparat untuk diproses secara hukum
nasional. Meskipun demikian terjadinya overlapping antara kedua norma itu kadang tidak
dapat dihindari, sehingga pelaku kriminal mendapatkan hukuman lebih dari satu kali.
Penerapan Qanun juga belum dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal
itu karena kondisi masyarakatnya yang heterogen, sehingga penerapan Qanun
memunculkan dualisme dalam penerapan hukum. Penerapan Qanun untuk orang muslim
dan KUHP untuk yang non muslim dianggap sebagai bentuk diskriminasi hukum. Hal itu
jika terjadi kasus perjudian yang pelakunya terdiri dari orang muslim dan non muslim,
maka pelaku muslim tidak ditahan, sedangkan yang non muslim ditahan. Karena itu
aparat kepolisian dalam menegakkan hukum yang diatur dalam Qanun mengalami
kebingungan, sehingga diputuskan pelanggan yang ada kaitannya dengan Qanun
pelakunya tidak diproses secara hukum, melainkan hanya dinasehati.
Dari hasil wawancara terhadap informan, juga diperoleh informasi yang dapat
dipandang suatu masukan yang sangat berharga terhadap kondisi iklim komunikasi antar
umat beragama yaitu suatu kebisaaan bagi masyarakat bila mempunyai kesamaan nama
anak di antara mereka (dalam bahasa Alas Kutacane disebut Sename)
dipandang/dianggap menjadi saudara walaupun berbeda agama, dan berimplikasi
selanjutnya saling berkunjung terutama pada hari-hari besar keagamaan dan pada saat-
saat ada hajatan di antara mereka.

Pembahasan Hasil Penelitian


1. Aspek Geografis dan Monopolis
Kabupaten Aceh Tenggara mempunyai luas wilayah 4.231,41 Km2 mempunyai 16
Kecamatan dan 385 Desa/Lurah. Dengan jumlah penduduk 168.131 jiwa menganut 6
agama / kepercayaan. Yaitu :
- Islam : 139.966
- Protestan : 25.681
- Katolik : 2.464
- Hindu : 7
- Budha : 8
- Konghocu : 5
Secara Jumlah memang Islam masih lebih banyak, Namun Protestan dan kaolik
juga cukup banyak. Malah pada tempat-tempat tertentu (Desa/Kelurahan) dijumpai
penganut agama Protestan lebih dominan. Terutama pada kecamatan Lawe Sigala Gala.
Tingkat toleransi penduduk terhadap sikap, pendapat dan perilaku orang lain
tergolong tinggi. Hal ini diwujudkan bukan hanya dalam bentuk penghargaan terhadap
kepercayaan yang dianut oleh agama lain, tetapi juga toleransi terhadap cara beribadat
yang berbeda yang dilakukan anggota masyarakat dari pemeluk agama yang sama.
Toleransi dalam kehidupan social juga diwujudkan dalam bentuk toleransi
terhadap keberadaan seorang pimpinan masyarakat dapat menerima pimpinan dari agama.
Masyarakat di Kab. Aceh Tenggara ini pada awalnya adalah suku Alas, maka
mereka menganggap bahwa secara budaya mereka berbeda dengan Aceh, lebih dari itu
mereka merasa lebih dekat dengan Karo daripada dengan Aceh. Karena bisa memahami
bahasa Karo, tetapi sama sekali tidak memahami bahasa Aceh. Identitas budaya yang
berbeda itulah merupakan salah satu faktor yang mendorong sebagaimana masyarakat
untuk membentuk Provinsi yang berbeda yaitu Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA).
Kerjasama antar warga berlangsung sangat baik di daerah ini, kerjasama itu bukan
hanya antara yang berada dalam satu kelompok, melainkan juga antara mereka yang dari
kelompok yang berbeda-beda. Kerjasama antar warga itu antara lain diwujudkan dalam
bentuk kegiatan gotong-royong dalam membersihkan fasilitas umum.
Terjadinya konflik di daerah Aceh beberapa tahun belakangan ini, hingga MOU
antara pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), bukan disebabkan
perbedaan agama dan etnis. Dan gerakan separatisme terjadi di Aceh tidak berbasis di
daerah yang majemuk agama, etnis/suku, malah terjadi di wilayah yang masyarakatnya
tidak majemuk yang dihuni tidak banyak etnis/suku.
Sungguhpun Aceh dipahami dan dipandang sebagai daerah yang tidak kondusif
belakangan ini, konflik yang berkepanjangan, namun ada daerah tertentu tidak demikian
halnya seperti di Kabupaten Aceh Tenggara.
2. Aspek Iklim Komunikasi
2.1 Faktor Peluang Yang Menguntungkan
Hasil-hasil pemantauan di lapangan dan informasi yang disampaiakan oleh para
informan yang berkaitan tentang iklim komunikasi antar umat beragama dalam
pelaksanaan syariat Islam di Kab. Aceh Tenggara dapat dipahami dari kondisi dan
aktivitas yang telah menjadi tradisi masyarakat adalah hal-hal yang dapat dipandang
sebagai faktor merupakan peluang yang menguntungkan :
- Ketaatan terhadap norma agama dan norma hukum masih dijalankan dengan penuh
kesadaran oleh masyarakat. Norma yang mengatur kehidupan antara hukum adat dan
hukum nasional (KUHP) berjalan seiring.
- Hubungan kemasyarakatan kelompok masyarakat yang berbeda baik etnis, maupun
antar pemeluk agama berjalan baik
- Solidaritas antar warga sangat tinggi, tanpa melihat kesukuan maupun agama yang
dianut
- Toleransi dan solidaritas umat non muslim ditunjukkan dalam berpakaian, jika dalam
satu kantor banyak pegawai yang beragama Islam mengenakan jilbab, maka tidak
jarang mereka non muslim juga ikut memakai jilbab walaupun tidak ada yang
menyuruh.
- Toleransi terhadap keberadaan seorang pimpinan, masyarakat dapat menerima
pimpinan dari agama yang berbeda maupun dari etnis yang berbeda, asalkan
dipandang mampu.

2.2 Faktor Yang Merugikan


Faktor yang dapat menjadi pemicu terjadinya gerakan massa di daerah ini antara
lain terkait dengan penerapan syariat Islam. Banyaknya penduduk yang non muslim maka
penerapan Qanun dapat menjadi potensi terjadinya pemicu keresahan masyarakat,
terutama di saat itu pemerintah daerah belum lagi melakukan sosialisasi penerapan syariat
Islam kepada semua lapisan masyarakat. Bahkan dilakukannya sosialisasi Qanun
menimbulan kekhawatiran warga non muslim, karena penerapan Qanun dapat
menimbulkan anggapan tentang pembatasan hak-hak warga setempat, selain itu
perbedaan perlakuan dalam penegakan hukum antara lain muslim dan non muslim itu bisa
menjadi pemicu bagi timbulnya gerakan massa. Karena adanya diskriminasi penegakan
hukum yang dirasakan oleh non muslim dalam kasus perjudian yang pelakunya terdiri
dari orang muslim dan non muslim karena pelaku muslim tidak ditahan, sementara pelaku
non muslim ditahan, hal ini disebabkan berkaitan dengan Qanun di daerah tersebut.
Demikian halnya, faktor kemajemukan (pluralisme) yang dimiliki dapat
mengundang potensi konflik. Kendati agama memiliki kekuatan pemersatu, agama juga
mempunyai potensi pemecah belah. Kesan ambivalensi agama salah satunya dapat dilihat
dari fenomena perang dan damai, sebagai akibat logis dari watak. Watak agama yang
dapat mendorong pertentangan dan konflik.
Dalam dinamika kehidupan masyarakat yang pluralis seperti Kabupaten Aceh
Tenggara ini dibutuhkan sikap dan pemikiran sebagaimana keanekaragaman budaya dan
etnis yang dipelihara dengan konsensus umum mengenai nilai dan norma yang dihormati
bersama.

Kesimpulan.
- Dari hasil penelitian baik berupa wawancara mendalam (Depth Interview) terhadap
tokoh pemerintahan dan pemuka agama (Islam-Kristen) yang dijadikan sebagai
informan, maupun pengamatan langsung dilapangan memberikan jawaban bahwa
iklim komunikasi antar umat beragama dalam pelaksanaan syariat Islam di Kabupaten
Aceh Tenggara relative dinamis. Kehidupan masyarakat yang harmonis hal tersebut
teraplikasi di dalam kehidupan sehari-hari baik sebelum diberlakukan syariat Islam
maupun sesudah diberlakukan syariat Islam tersebut.
- Kelangsungan berkomunikasi di tengah-tengah masyarakat mempergunakan bahasa
dari berbagai etnis yang ada, yang dominan bahasa Alas, Gayo, Tapanuli, dan Karo.
Sementara etnis dan bahasa Aceh sangat relatif sedikit (jarang) pada umumnya
masyarakat disamping menguasai bahasa etnisnya sendiri, juga dapat / bisa
berkomunikasi dengan etnis yang lain.
- Pelaksanaan / penerapan syariat Islam di Kab. Aceh Tenggara tidak berdampak
negatif terhadap kerukunan antar umat beragama, dikarenakan tingkat toleransi dan
solidaritas umat sangat tinggi yang terimplikasi yaitu umat beragama dapat
melaksanakan aktivitas. Kegiatan ajaran agamanya masing-masing yang saling
percaya, maka konflik social, baik bersifat antar etnis maupun yang bersifat antar
agama tidak pernah terjadi, hal ini dapat merupakan nilai plus yang dimiliki oleh
masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara yang perlu dicontoh di tengah kemajemukan
etnis/agama di Negara kesatuan Republik Indonesia ini.

Saran.
Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian tentang iklim Komunikasi
antar umat beragama dalam pelaksanaan syariat Islam Kab. Aceh Tenggara sesuai dengan
kesimpulan di atas adalah :
1. Kondisi iklim Komunikasi yang telah tertata baik/harmonis perlu dipelihara, peran
dan fungsi Tokoh/pemuka agama sangat strategis oleh karenanya pemerintah setempat
mampu dan dapat menyatu dengan para tokoh tersebut, terutama di saat-saat
menerapkan suatu kebijakan/peraturan. Demikian juga para birokrat dapat meminta
bantuan tokoh agama pada pensosialisasian peraturan dan perundangan terhadap
masyarakat, sehingga dapat disampaikan secepat mungkin dan merata.
2. Keistimewaan Aceh dalam bidang agama yang diimplementasikan dengan
pelaksanaan syariat Islam secara Kappah di NAD, hendaknya dilaksanakan dengan
baik, bijak, simpatis, damai, tidak menimbulkan konflik terutama dari agama lain.
Oleh karenanya dalam penerapan syariat Islam dimaksud agar berhati-hati tidak
menimbulkan iklim komunikasi yang tidak baik.
3. Departemen Komunikasi dan Informatika RI dapat mengangkat nilai positif dan
strategis yang dimilki oleh masyarakat majemuk (pluralis) dalam rangka menuju
masyarakat informasi.
DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Al Yasa, (tanpa tahun), Sekilas Syariat Islam di Aceh, Banda Aceh, Dinas
Syariat Islam Provinsi NAD, tt.
Akbar Thalib, 2006, Sanksi dan Denda Tindak Pidana Adat Alas, Kabupaten Aceh
Tenggara, Hasil Musyawarah Adat Alas.
Cangara, Hafied 2005 Cetakan ke-5, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta, Raja
Grafindo Persada.
Effendy, Onong Uchjana, 2000 cetakan ke-3, Dinamika Komunikasi, Bandung, Remaja
Rosdakarya.
Effendy, Onong Uchjana 2001 cetakan ke-14, Komunikasi Teori dan Praktek ,
Bandung, Remaja Rosdakarya.
Ghazali, Adeng Muchtar 2004, Agama dan Keberagaman dalam Konteks Perbandingan
Agama, Bandung, Pustaka Setia.
Hanafi, Abdillah 1984, Memahami Komunikasi Antar manusia, Surabaya, Usaha
Nasional.
Hidaya, Kamaruddin 1998, Agama Untuk Kemanusiaan dalam Andito (ed) atas Nama
Agama, Bandung Pustaka Hidayah.
H. Kamisan, Delis 2009, Peningkatan Kinerja Upaya Pemantapan Visi dan Misi
Majelis Adat Alas untuk Mewujudkan Perdamaian Dalam masyarakat,
Majelis Adat Alas Kab. Aceh Tenggara.
Kahmad, Dadang 2000, Sosiologi Agama, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Lembaga Informasi Nasional 2001, Kerukunan Hidup Umat Beragama, Jakarta, LIN.
Lubis, M.Ridwan, dkk 2001, Pengelolaan Keserasian Sosial Antar Umat Beragama di
Kota Medan, Riset Partisipasi untuk Perumusan Kebijakan dalam Khaeroni,
dkk (ed) Islam dan Hegemoni Sosial, Jakarta, Direktorat Perguruan Tinggi
Agama Islam Dep. Agama RI.
Muhajir, Noeng 1992, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta, Rekasarasin.
Rakhmat, Jalaluddin 1998 cetakan ke-12, Phsikologi Komunikasi, Bandung, Remaja
Rosdakarya.
Sasongko, Haryo 2005, Kerukunan Beragama Daulat Politik dan Kereta Reformasi,
Jakarta, Harapan Baru Raya.
Soehartono, Irawan 1995, Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik Penelitian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung, Remaja
Rosdakarya.
Sunarwinadi, Ilya, Komunikasi Antar Budaya, Jakarta, Pusat Antar Universitas Ilmu-
Ilmu Sosial Universitas Indonesia, tt.
Undang-Undang RI No.18 tahun 2001, Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah
Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Banda
Aceh, Dinas Informasi dan Komunikasi Prov. NAD, 2002.
Widjaya, A. W 1993 cetakan ke-2, Komunikasi-Komunikasi dan Hubungan
Masyarakat, Jakarta, Bumi Aksara.
GAYA HIDUP MASYARAKAT YANG MENGGUNAKAN
TELEPON SELULAR DI KECAMATAN
PADANGSIDIMPUAN SELATAN7

Oleh. Drs. Hamdan Hamidin**

Abstrak

Penelitian ini berjudul Gaya Hidup Masyarakat Yang Menggunakan Telepon


selular di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan bertujuan untuk melihat dan mengamati
fenomena gaya hidup masyarakat yang menggunakan telepon selular hanya pada
masyarakat kecamatan Padangsidimpuan selatan, Sampel penelitian ini sangat terbatas,
hanya pada masyarakat Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, karena masyarakatnya
sangat homogen, penelitian ini menggunakan random sampling. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif analitis, sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan
penyebaran kuesioner. Kuesioner terdiri dari 58 pertanyaan tertutup, baru dianalisa
dalam bentuk tabel tunggal kemudian dilakukan tabel silang. Dari hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa gaya hidup masyarakat yang menggunakan telepon selular di
Kecamatan Padangsidimpuan Selatan sangat tinggi, sebagai akibat kebutuhan yang
semakin meningkat, baik untuk bisnis, relasi, maupun hubungan sosial kekeluargaan dan
bahkan dianggap sebagai tingkat status sosial, sehingga ada diantara masyarakat yang
memiliki 3 (tiga) buah telepon selular.

Kata kunci: Gaya Hidup Masyarakat, Telepon Selular, di Kecamatan


Padangsidimpuan Selatan

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Informasi merupakan hal yang mutlak dibutuhkan oleh masyarakat dimana
seluruh aktivitas yang dilakukan selalu mengacu pada pertimbangan intensifitas den
efektivitas. Kondisi ini berlangsung karena keadaan selalu berubah dengan cepat. Sebagai
konsekwensinya, maka tanpa informasi, seseorang akan tertinggal dalam segala hal dan
akan kalah dalam berbagai kompetisi yang semakin ketat dalam rangka mempertahankan
dan mencapai kemajuan hidup.
Pada masa sekarang ini, informasi bukan lagi merupakan produk pelengkap,
melainkan sudah merupakan kebutuhan utama. Dengan memiliki informasi, maka
seseorang akan tahu apa yang harus dilakukan dan ia akan dapat menguasai keadaan.
Dengan demikian informasi merupakan referensi penting bagi manusia dalam membuat
keputusan perihal apa yang akan dilakukan demi mencapai tujuan tertentu. Modernisasi
peralatan komunikasi ini terjadi secara terus-menerus dengan kecepatan yang makin
tinggi. Dengan demikian informasi yang ada dapat diakses dalam waktu singkat dan
mampu tersebar pada khalayak yang akan dicapai.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan akan informasi tersebut, saat ini kita mengenal
berbagai alat komunikasi modern sebagai hasil dari kemajuan teknologi. Penggunaan
pesawat telepon biasa yang hanya mungkin di tempat yang bersifat statis, ternyata sangat
menghalangi dan membatasi pergerakan penggunanya. Kondisi tersebut tentu sangat
7
* Telah diseminarkan, 29 juli 2009 di Cottage Pardede Hotel di Prapat.
** Penulis adalah Peneliti Muda Bidang Komunikasi pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi
dan Informatika (BBPPKI) Medan
menghambat jika seseorang harus berkomunikasi dengan orang lain, sementara ia sedang
dalam perjalanan, sehingga banyak informasi penting yang terpaksa terlewatkan. Akibat
logis dari kondisi dan keterbatasan tersebut banyak pula peluang yang tidak dapat ia
gunakan dengan baik.
Pada awalnya penggunaan telepon selular hanya berkaitan dengan upaya
memperoleh kemudahan dalam menghubungi dan dihubungi saat mana memerlukan dan
diperlukan komunikasi antar manusia. Namun perkembangan yang terjadi selanjutnya
mengindikasikan bahwa telepon selular juga dianggap mencerminkan status sosial, citra,
dan gaya hidup. pada akhir-akhir ini telepon selular tidak hanya dilihat dari sisi
kemampuannya sebagai alat berkomunikasi, tetapi juga dilihat dari sisi mode telepon
selular itu, dimana sisi terakhir ini dianggap mencerminkan status sosial, citra, dan gaya
hidup. Melalui berbagai media, produsen telepon selular selalu mempromosikan produk
telepon selular dengan berbagai mode dan spesifikasi yang makin bervariasi.
Pada mulanya penggunaan telepon selular selalu dikatakan dengan golongan
pengusaha, yang dalam hal ini dianggap sebagai golongan yang paling membutuhkan
komunikasi dengan intensitas dan frekwensi yang tinggi demi kemajuan usahanya.
Namun perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini antara lain menunjukkan bahwa
pengguna telepon tidak lagi terbatas hanya para pengusaha, tetapi juga kalangan pekerja
(buruh) baik di sektor pemerintah maupun swasta.
Ashadi Siregar (Ibrahim, 1997:227), mengemukakan gaya hidup dapat diartikan
sebagai penjejak dengan cara gampangan untuk mengenali perbedaan kehidupan
kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Gaya hidup pengguna telepon selular merupakan suatu fenomena baru dalam
masyarakat kita khususnya di kalangan anak muda terlebih- lebih mahasiswa yang
biasanya sangat dekat dengan dinamika budaya populer. Citra, status sosial, dan .gaya
hidup masyarakat pengguna telepon selular bukan hanya bersumber dari mereka sendiri,
tetapi juga bersumber dari orang lain.
Dengan demikian pengguna telepon selular dikondisikan untuk menerapkan gaya
hidup tertentu yang berbeda dari gaya yang tidak memiliki telepon selular.

Perumusan Masalah
1. Bagaimana intensitas penggunaan telepon selular di kalangan masyarakat Kecamatan
Padangsidimpuan Selatan.
2. Tujuan menggunakann telepon selular.
3. Manfaat yang diperoleh menggunakan telepon selular.
4. Berapa biaya yang digunakan telepon seluler setiap bulan.
5. Bagaimana gaya hidup pengguna telepon selular.

Pembatasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini hanya terkait dengan masyarakat
Kecamatan Padangsidimpuan Selatan yang menggunakan telepon selular, yakni yang
berkaiatan dengan intensitas, tujuan dan manfaat dan gaya hidup masyarakat, yang
bertujuan untuk mengetahui tingkat kebutuhan yang semakin meningkat.

Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui intensitas penggunaan telepon seluler di kalangan maryarakat
Kecamatan Padangsidimpuan Selatan.
2. Untuk mengetahui tujuan menggunakan telepon selular
3. Untuk mengetahui manfaat telepon selular.
4. Untuk mengetahui biaya yang digunakan telepon seluler setiap bulan.
5. Untuk mengetahui gaya hidup masyarakat yang menggunakan telepon selular di
Kecamatan Padangsidimpuan Selatan.

Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian perihal penggunaan
teknologi komunikasi khususnya telepon selular dalam kehidupan sehari-hari.
2. Penelitian ini bermanfaat dalam penerapan teori-teori tentang dampak kehadiran
teknologi komunikasi dan pengaruhnya terhadap gaya hidup masyarakat.
3. Sebagai bahan masukan kepada Departemen Komunikasi dan informatika RI untuk
bahan membuat rumusa dan kebijakan.
4. Sebagai pengembangan ilmu Komunikasi.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif analisis
yang menggambarkan bagaimana Gaya hidup masyarakat yang menggunakan Telepon
Selular di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan.

Populasi dan Sampel.


1. Populasi.
Populasi adalah keseluruhan objek yang dikaji, terdiri dari manusia, benda,
tumbuhan, gejala, nilai-nilai atau peristiwa berbagai sumber data yang memiliki
karakteristik tertentu didalam suatu penelitian (Nawawi :141 ).
Menurut Sugiono (2002 : 56) bila populasi besar, dan penelitian tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, maka peneliti dapat menggunakan sampel
yang diambil dari populasi itu. Sampel adalah sebagian yang diambil dari kata populasi
dengan menggunakan cara-cara tertentu (Nawawi, 2001 : 144) Yang menjadi populasi
dalam penelitian ini adalah masyarakat di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, yang
jumlah penduduknya 59.660 jiwa terdiri dari laki-laki 29.708 jiwa dan perempuan 29.952
jiwa.
2. Sampel.
Sampel merupakan sebagian atau mewakili populasi yang diteliti dan dianggap
menggambarkan ciri-ciri yang akan diteliti. Sampel adalah sebagaian dari populasi yang
menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian (Rakhmat, 1995 :144).
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kecamatan Padangsidimpuan
Selatan, populasi dibatasi pada masyarakat yang berusia 17 tahun s/d 60 tahun, yang
menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 60 jiwa.
3. Teknik Penentuan Responden.
Teknik penentuan responden yang digunakan yaitu teknik sampling proporasional
yaitu dengan melibatkan pembagian populasi kedalam kategori, kelompok terdiri dari
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan , pendapatan dan lain-lain, kemudian dari setiap
kelompok diambil sampel yang sebanding dengan besar setiap kelompok (Rakhmat, 1989
:79).

Teknik Pengumpulan Data.


a. Penelitian Kepustakaan, yaitu aktivitas penelitian dengan cara mengumpulkan data,
informasi dan keterangan melalui buku-buku teoritis yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti.
b. Penelitian Lapangan, yaitu suatu aktivitas penelitian untuk mencari data-data yang
lengkap dan akurat yang berkaitan dengan judul yang diteliti. Penelitian lapangan
yang penulis lakukan disini adalah dengan terjun langsung ke lokasi penelitian:
c. Pengamatan (observasi), yaitu mengadakan pengamatan langsung ke objek penelitian
untuk mengamati secara dekat masalah yang dihadapi.
d. Angket yaitu menyebarkan daptar pertanyaan kepada responden dengan memilih
salah satu jawaban yang telah disediakan dalam daftar pertanyaan.
e. Wawancara langsung kepada tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap dapat menjawab
permasalahan tersebut diatas.

Lokasi Penelitian.
Lokasi penelitian ini ditetapkan di Kelurahan Kampung Darek dan Kelurahan
Wek VII Kecamatan Padangsidimpuan Selatan di Kota Padangsidimpuan, lokasi
penelitian ini ditetapkan secara Purposif, oleh karena keterbatasan waktu, biaya yang ada.

Teknologi Komunikasi dan Telepon Selular


1. Teknologi Komunikasi
Unsur teknologi sudah akrab dalam kehidupan umat manusia. Semakin maju
peradaban manusia, maka unsur teknologi semakin menguasai kehidupan manusia. Cara
berpikir seperti ini merupakan landasan bagi kita untuk membedakan sekaligus
mempertentangkan konsep teknologi dengan konsep alamiah dari kehidupan manusia.
Untuk memahami konsep teknologi, ada baiknya kita tinjau secara etimologi,
dimana konsep teknologi dalam bahasa Indonesia disadur dari bahasa Inggris, yakni
technologia, yang berarti teknik, seni, atau keterampilan. Berdasarkan uraian ini dapatlah
kita ketahui bahwa teknologi merupakan ide-ide, karya, dan hasil karya manusia, dimana
lebih tepat disebut sebagai suatu kebudayaan, bukan kemampuan yang secara genetis
dibawa bersamaan dengan kelahiran manusia.
Antropolog Indonesia, Koentjaraningrat (1992:204) memasukkan sistem peralatan
hidup dan teknologi sebagai salah satu dari tujuh unsur kebudayaan universal. Sebagai
salah satu unsur kebudayaan yang universal, maka teknologi terdapat dalam semua
masyarakat, dimana pun berada. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari pemenuhan
kebutuhan manusia yang menuntut penerapan cara-cara tertentu dalam upaya
mempertahankan kehidupan manusia.
Alisjahbana (1992:24), mengemukakan bahwa teknologi adalah cara melakukan
sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal (hardware
dan sofware) sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat, atau rnembuat lebih
ampuh anggota tubuh, panca indera, dan otak rnanusia. hal ini berarti bahwa manusia
memiliki keterbatasan alamiah, sementara kebutuhan manusia cenderung bergerak tidak
terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan inilah, maka kita ketahui pula bahwa
pembaharuan/peruhahan positif tidak mugkin dicapai tanpa teknologi komunikasi.
Dalam iklan yang dipasang P.T. Telkom, antara lain dinyatakan bahwa telepon
menghapus jarak dan mempersingkat waktu. Hal ini logis dan mudah dipahami, dimana
jika untuk menyampaikan pesan dan mombicarakan sesuatu kepada orang lain kita harus
bertemu secara langsung secara fisik, sebagaimana terjadi dalam masyarakat tradisional,
maka akan memakan waktu dan harus mengorbankan dana lebih banyak lagi.
Melalui teknologi telekomunikasi, maka kita akan dapat menjangkau sasaran
relasi lebih jauh dan lebih banyak, seakan-akan kita dapat berada di mana-mana dalam
waktu yang bersamaan atau hampir bersamaan. Dengan demikian, rnanusia dapat berbuat
lebih banyak, lebih berkwalitas, dan lebih bervariasi dalam waktu yang singkat.
Teknologi komunikasi merupakan sarana bagi manusia untuk mampu rnelakukan
aktivitas lebih banyak dalam aspek ekonomi, poiitik, sosial budaya (termasuk agama dan
pendidikan), dan pertahanan keamanan. Oleh karena itu, produk teknologi komunikasi
dalam kehidupan munusia sangat jelas dan nyata.

2. Telepon Selular
Telepon selular pertama kali diperkenalkan oleh lllionis Bell. Alat telekomunikasi
yang ia temukan di tahun 1970-an ini disebut dengan Cellular Radio Telephone dan pada
mulanya bentuknya masih tebal (hampir sebesar batu bata) dan berat. Alat telekomunikasi
ini pada mulanya memakai frekuensi yang masih berdekatan dengan gelombang radio
biasa, sehingga suara yang dikeluarkan sering tumpang tindih atau bahkan hilang sama
sekali. Walaupun masih jauh dari sempurna, namun penemuan ini tetap dianggap
penemuan hebat di zamannya, karena memang nyata-nyata menawarkan sesuatu yang
sangat berbeda dari telepon biasa (Desiyanti, Gadis, 03-12 Agustus 1996:62).
Nama pendek dari Cellular Radio Telephone adalah Cell Phone, yang dalam
bahasa Indonesia dinamakan dengan telepon selular atau disingkat dengan ponsel. Lebih
lanjut lagi, istilah sel yang digunakan di sini merujuk pada daerah yang dicakup oleh satu
menara penerus sinyal. Yang karena bentuknya mirip sarang lebah, maka disebut sistem
selular. Satu sel berjarak radius 1,5 km sampai 56 km dari menara selular. Secara teknis
agar pembicaraan ponsel tidak terputus, biasanya sel-sel itu disusun secara overlap
(bertumpuk) di ujungnya, tidak terpisah atau memiliki jarak. Jika komunikasi dengan
menggunakan teknologi ini terganggu berarti kita berada di tempat yang sulit dicapai oleh
sinyal dari menara selular.
Telepon selular bukan sekedar alat telekomunikasi canggih, namun merupakan
ajang bisnis yang memiliki masa depan cerah di masa mendatang. Anggapan ini tentu
senada dengan sebutan zaman ini dan terutama di rnasa mendatang sebagai zamannya
komunikasi. Eko Setyo Sadewo, General Manager Telkomsel Regional III menegaskan,
bahwa pengembangan telepon selular di Indonesia akan semakin pesat di masa
mendatang. Pengembangan tersebut akan ditempuh dengan penerapan teknologi mutakhir
dan pelayanan kelas dunia (Eksekutif, September 2000:40).
Dari tekad dan usaha nyata pengembangan teknologi telepon selular dari pihak
teknologi dan pelaku bisnis, maka telepon selular yang kita kenal saat ini sudah jauh lebih
canggih dari temuan awal. Generasi terbaru dari telepon selular saat ini dinamakan
dengan PCS (Personal Communications Services) dan beroperasi pada frekuensi yang
lebih tinggi, yakni sekitar 1900 Mhz. Sistim ini mengirimkan sinyal dalam bentuk digital,
sehingga dapat ditransmisikan lebih cepat dengan kualitas suara yang lebih tajam.
Selain peningkatan kemutakhiran teknologi, para teknolog dan pelaku bisnis
telepon selular juga sangat memperhatikan mode agar lebih menarik, sehingga memiliki
prospek pasar yang makin cerah. Telepon selular masa kini misalnya, jauh lebih kecil dan
ringan dari generasi sebelumnya. Selain itu, telepon seluler generasi terbaru juga
dilengkapi dengan layar kristal yang berfungsi untuk memunculkan menu yang kita
inginkan. Penemuan lainnya adalah teknologi yang memungkinkan kita untuk dapat
mengakses internet melalui telepon selular.
Selaras dengan perkembangan jaman yang pesat yang dialami telepon selular,
maka produsen penghasil perangkat teknologi yang semula dianggap ajaib inipun
semakin banyak. Beberapa produsen telepon selular diantaranya adalah ericsson,
motorola, nokia, panasonic, siemens, dan Iainnya. Selain merek dan tipenya, harganyapun
bervariasi yakni Rp. 200.000 hingga Rp. 7.000.000.

3. Gaya Hidup.
Gaya hidup (life style) sudah menjadi istilah yang cukup akrab bagi kita. Istilah
ini sudah sangat sering kita dengar dan bahkan kita ucapkan. Bahkan dalam banyak
penggunaannya, terkesan vulgar, sehingga ada kaIanya memiliki arti yang bergeser
dari pengertian semula.
Istilah gaya hidup sudah sangat akrab dengan teknologi komunikasi, khususnya
telepon selular, Hal ini antara lain disebabkan penampilan seseorang yang menjadi
pengguna telepon selular itu sering berbeda dari masyarakat banyak. Demikian akrab
dan menyatunya penggunaan telepon selular dengan gaya hidup ini, sehingga salah
satu majalah khusus telepon selular bernama "Trend Gaya Hidup Digital SELULAR".
Demikian halnya dengan majalah khusus telepon selular lain seperti TELSET
telematique society - lifestyle - magazine, juga dikaitkan dengan gaya hidup.
Istilah gaya sendiri dapat diartikan cara yang benar dan khusus. Sedangkan
gaya hidup diartikan dengan cara hidup (Ostler, 1987 : 556). Dengan demikian gaya
hidup dapat diartikan sebagai cara hidup yang dianggap benar dan khusus yang
biasanya menjadi milik sekelompok manusia, yang secara implisit berbeda dari
kelompok manusia lain.
Adanya unsur dan sifat khusus (spesifik) dalam konsep gaya hidup ini, karena
istilah tersebut tidak lazim digunakan untuk menginformasikan sesuatu yang
universal, melainkan digunakan untuk menginformasikan sesuatu yang khusus,
sehingga secara implisit bersirat komparasi atau membandingkan. Misalnya, adanya
istilah gaya hidup masa kini secara implisit ingin menginformasikan dua atau lebih
gaya hidup yang berbeda, yakni masa kini dengan masa sebelumnya. Demikian halnya
dengan istilah gaya hidup selebriti, menunjukkan cara hidup yang dianggap benar dan
spesifik bagi kaum elitisme, sehingga terdapat kecenderungan untuk menerapkan cara
hidup yang berbeda dari kaum awam.
Istilah gaya hidup berkaitan erat dengan budaya. Kedua istilah tersebut
mengindikasikan cara hidup yang biasa dijalani dan diterapkan sehingga merupakan
kebiasaan sekaligus ciri tersendiri. Adanya istilah budaya pop, misalnya digunakan untuk
menginformasikan budaya yang dominan ( James Lull, 1998 : 85).
Jika kita mengikuti jalur berfikir James Lull di atas dapat dikemukakan bahwa
gaya hidup memiliki cakupan luas, yakni meliputi seluruh sisi kehidupan seseorang. Jika
dilihat dari segi aspek, maka gaya hidup itu meliputi aspek ekonomi, politik, kehidupan
keluarga, kehidupan sosial, dan lain-lain. Gaya hidup juga mencakup pola konsumsi,
dengan demikian istilah ini sering dihubungkan dengan dunia mode sehingga
mengindikasikan kecenderungan memiliki dan menerapkan sesuatu yang spesifik dalam
rangka identitas diri.
1. Perubahan Kognitif
Perubahan yang berkaitan dengan pikiran, nalar atau rasio. Dengan pengaruh ini
diharapkan komunikan yang semula tidak mengerti menjadi mengerti, yang semula
tidak tahu membedakan mana yang salah atau benar menjadi tahu.
2. Perubahan Afektif
Perubahan yang berhubungan dengan perasaan, misalnya yang semula tidak
menyenangi sesuatu hal menjadi menyenangi, yang semula kecewa menjadi tidak
kecewa.
3. Perubahan Behavioral
Perubahan itikad untuk berperilaku tertentu dalam arti karena melakukan suatu
tindakan atau kegiatan yang bersifat fisik atau jasmani. Perubahan sikap/behavioral
dalam penelitian ini adalah : perubahan gaya hidup masyarakat setelah menggunakan
telepon selular
HASIL DATA DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian.


Dari keseluruhan jumlah kuesioner yang dialokasikan di lokasi penelitian yaitu
sebanyak 60 kuesioner, jumlah tersebut kembali semuanya, sehingga kuesioner cukup
100%, dengan demikian yang akan dianalisis dalam bab ini adalah data yang diperoleh 60
responden tersebut, adapun data yang akan dibahas mulai dari identitas responden, jenis
kelamin, usia, pendidikan, suku, Agama dan lain-lain dan berikut ini dapat kita liahan
antara lain:
Tabel 1
Identitas Responden
No. Jenis Kelamin f %
1 Laki-laki 26 43,33
2 Perempuan 34 56,67
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 26 orang atau 43,33 % dan
jenis klamin perempuan subanyak 34 orang atau 56,67 %. Dari pengamatan peneliti lebih
dominan perempuan disebabkan pada waktu wawancara dilapangan yang mulai pagi hari
yang dijumpai dirumah adalah mayorotas prempuan, sedangkan laki-laki mayoritas
bekerja, karena mayoritas laki-laki lebih bertanggaung jawab dalam rumah tangga untuk
mencari napkah dari pada perempuan di Padangsidimpuan ini

Tabel 2
Suku bangsa responden
No Suku bangsa responden f %
1 Batak 40 66,67
2 Jawa 14 23,33
3 Melayu - -
4 Minang 6 10
5 Aceh - -
6 Bugis - -
7 Nias - -
8 Lainnya sebutkan… - -
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 2 tersebut diatas dapat dilihat bahwa suku bangsa responden adalah
suku Batak sebanyak 40 orang atau 66,67 %, suku jawa sebanyak 14 orang atau 23,33 %,
dan suku minang sebanyak 6 orang atau 10 %, sedangkan suku melayu, aceh, bugis, nias
dan lainnya tidak ada sama sekali, dari hasil analisa dan pengetahuan peneliti bahwa suku
masyarakat di Padangsidimpuan adalah mayoritas batak dan Padangsidimpuan adalah
tanah batak.
Tabel 3
Pekerjaan responden
No Pekerjaan responden f %
1 PNS/ABRI 10 16,67
2 Pegawai swasta 6 10
3 Wira swasta 28 46,67
4 Pensiunan - -
5 Pedagang - -
6 Petani/nelayan - -
7 Buruh/tukang - -
8 Ibu rumah tangga 2 3,33
9 Pelajar/siswa 12 20
10 Tidak bekerja 2 3,33
11 Lainnya sebutkan…. - -
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa pekerjaan responden adalah PNS/ABRI
sebanyak 10 orang atau 16,67%, pegawai swasta sebanyak 6 orang atau 10%, dan
wiraswasta sebanyak 28 orang atau 46,67%, sedangkan ibu rumah tangga ada 2 orang
atau 3,33%, dan pelajar /siswa ada 12 orang atau sebanyak 20%, lalu yang tidak bekerja
ada 2 orang atau 3,33%. Sedangkan pensiunan, pedagang, petani/nelayan, buruh/tukang
tidak ada sama sekali, menunjukkan bahwa masyarakat padangsidimpuan masih
produktip sebagai pekerja dan masih membutuhkan pekerjaan dan untuk belanja keluarga
sehari-hari.

B. Kepemilikan Telepon Selluler

Tabel 4
Kemiliki telepon selular sendiri
No Alternatif jawaban f %
1 Memiliki sendiri 55 91,67
2 Milik orang tua/keluarga 5 8,33
3 Kawan - -
4 Lainnya … - -
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa kepemilikan telepon selular responden
adalah milik sendiri ada 55 orang atau sebanyak 91,67%, dan milik orang tua ada 5 orang
atau 8,33%, sadangkan untuk milik kawan tidak ada. Dari analisis peneliti bahwa
kebanyakan memiliki sendiri, karena sangat tidak mungkin selamanya kita selalu
meminjam milik orang lain, karena jaman sekarang ini telepon selular bukan lagi barang
mewah, tetapi sudah merupakan barang biasa, sedangkan yang milik keluarga sangan
minim sekali.
Tabel 5
Jumlah telepon di rumah Responden

Jumlah telepon selular di rumah


No f %
Respondsen
1 1 ( satu ) buah 18 30
2 2 (dua ) buah 24 40
3 3 (tiga ) buah 3 5
4 Diatas 3 (tiga ) buah 15 25
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60

Dari tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa seberapa banyak telepon selular responden
dirumah saat ini adalah 1 buah ada 18 atau 30%, dan 2 buah ada 24 orang atau 40%,
sedangkan 3 buah ada 3 orang atau 5%, dan untuk diatas 3 buah ada 15 orang atau 25%.
dari analisis peneliti bahwa telepon selular dalam rumah tangga lebih dominan 2 (dua)
buah, karena kepemilikan keluarga ini sangat membutuhkan, dan bukan barang mewah,
sehingga diantara masyarakat membeli telepon selular sangat murah sekali.

Tabel 6
Lamanya Telepon Selular aktif Dalam 24 jam
No. Keadaan aktif selama 24 jam f %
1 Dibawah 10 jam 7 11,67
2 10 – 15 jam 4 6,66
3 Diatasa 15 jam 49 81,67
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa frekuensi telepon selular responden saat
akif selama 24 jam adalah dibawah 10 jam ada 7 orang atau 11,67%, dan memakai antara
10-15 jam ada 4 orang atau 6,66%, dan di atas 15 jam ada 49 orang atau 81,67%. Diantara
responden yang memakai diatas 15 jam karena diantara mereka adalah pegawai negeri,
namun ada juga pegawai swasta, hal ini sangat pantas seorang pegwai menghidupkan Hp
diatas 15 jam sedangkan lainnya adalah pelajar, sehingga pada jam belajar mereka tetap
mematikan hp nya juga pada waktu malam.
Tabel 7
Berap biaya rata-rata setiap bulan
No Biaya pekmakaian setiap bulan f %
1 Dibawah Rp50.000,- 19 31,67
2 Rp50.000 – Rp100.000,- 26 43,33
3 Rp100.000,- -Rp150.000,- 9 15
4 Rp150.000,- -Rp 200.000,- 5 8,33
5 Diatas Rp200.000,- 1 1,67
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa biaya telepon selular responden setiap
bulan adalah dibawah Rp. 50.000 ada 19 orang atau 31,67 %,antara Rp.50.000 –
Rp.100,000 ada 26 orang atau 43,33%, dan antara Rp.100.000 – Rp.150,000 ada 9 orang
atau 15%, lalu antara Rp.150,000 – Rp.200.000 ada 5 orang atau 8,33%, dan untuk diatas
Rp.200,000 ada 1 orang atau 1,67%. Diantara responden yang menghabiskan biaya antara
Rp50.000 sampai dengan Rp100.000,- karena responden kebanyakan pegawai sehingga
membutuhkan komunikasi dengan kawan kerja dan juga keluarga, ini sangat relepan.
Tabel 8
Pengetahuan Layanan internet telepon selular responden
No Kemiliki layanan fasilitas internet f %
1 Tidak ada 43 71,67
2 Tidak tahu 2 3,33
3 Ada 15 25
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 8 diatas dapat dilihat bahwa layanan fasilitas mengakses internet pada
telepon selular responden adalah yang tidak ada, ada 43 orang atau 71,67%, yang tidak
tahu ada 2 orang atau 3,33%, dan yang ada, ada 15 orang atau 25%. Diantara responden
telepon selularnya yang menggunakan fasilitas Internet hanya 15 orang ini sudah
kemungkinan PNS atau Pegawai swasta yang mempunyai jabatan, sedangakan lainnya
tidak ada, dan ada diantara responden tidak mengetahui apakan telepon selularnya
memakai fasilitas Internet.
Tabel 9
Penggunaan fasilitas internet oleh responden
Penggunaan fasilitas layanan
No F %
mengakses internet
1 Tidak pernah 8 53,34
2 Jarang 3 20
3 Sering 2 13,33
4 Sangat sering 2 13,33
Jumlah 15 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 9 diatas dapat dilihat bahwa penggunaan fasilitas mengakses internet
pada telepon selular response adalah, yang tidak pernah ada 8 orang atau 53,34%, dan
yang jarang ada 7 orang atau 20%, lalu yang sering ada 2 atau 13,33%, dan yang sangat
sering ada 2 orang atau 13,33%, dari jumlah responden telepon selulernya yang memakai
fasilitas internet ada 8 orang tidak pernah memakai sama sekali, sedangkan lainnya ada
yang memang jarang digunakan dan ada yang mengaku sering dan sangat sering
digunakan, mereka ini mencari informasi yang belum mereka dapatkan dari media
lainnya.
Tabel 10
Sejak menggunakan telepon selular, apakah teman atau sahabat dan pergaulan responden
bertambah
Pergaulan anda setelah memiliki
No f %
telepon selular
1 Biasa saja 20 33,33
2 Berkurang 6 10
3 Bertambah 34 56,67
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 10 diatas dapat dilihat bahwa apakah sejak menggunakan talepon
selular teman atau sahabat dan pergaulan responden bertambah adalah yang biasa saja ada
20 orang atau 33,33%, an yang berkurang ada 6 orang atau 10%, dan untuk yang
bertambah ada 34 orang atau 56,67%. Memang sangat wajar kalau kita sering
berkomunikasi dengan sahabat kerabat keluarga kekeluargaan sudah pasti bertambah.
Tabel 11
Reaksi teman responden yang tidak memiliki telepon selular
Reaksi teman anda yang tidak
No f %
memiliki telepon selular
1 Tidak tahu 10 16,67
2 Kurang simpati 4 6,67
3 Biasa saja 43 71,66
4 Semakin akrab 3 5
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 11 diatas dapat dilihat bahwa reaksi teman responden yang tidak
memilki telepon selular adalah tidak tahu ada 10 orang atau 16,67%,dan yang kurang
simpati asa 4 orang atau 6,67%,lalu yang biasa saja ada 43 orang atau 71,66%, dan yang
semakin akrab ada 3 orang atau 5%. Naum diantara kerabat kita yang tidak memiliki
telepon selular menilai bermacam-macang ada yang menilai kurang simpati, mungkin kita
terlalu bangga punya benda tersebut, namum lebih dominan biasa-biasa saja, namun ada
yang semakin akrab.
Tabel 12
Kegiatan hubungan komunikasi tatap muka responden bertambah atau berkurang sejak
memiliki telepon selular
Hubungan komunikasi tatap
No f %
muka dengan keluarga .
1 Tidak tahu 6 10
2 Berkurang 5 8,33
3 Biasa saja 34 56,67
4 Bertambah 15 25
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 12 diatas dapat dilihat bahwa kegiatan hubungan komunikasi tatap
muka responden bertambah atau berkurang sejak memiliki telepon selular adalah yang
tidak tahu ada 6 orang atau 10%,dan yang berkurang ada 5 orang atau 8,33%, dan yang
biasa saja ada 34 orang atau 56,67%, lalu yang bertambah ada 15 orang atau 25%, setelah
memiliki telepon selular kebanyakan bertambah sering berkomunikasi tatap muka, karena
mereka bisa berjanji dimana ketemu.
Tabel 13
Pengaruh penggunaan telepon selular terhadap pekerjaan sehari-hari responden
No Pengaruh penggunaan telepon f %
selular terhadap pekerjaan
1 Tidak tahu 19 31,67
2 Tidak berpengaruh 14 23,33
3 Berpengaruh 20 33,33
4 Sangat berpengaruh 7 11,67
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 60
Dari tabel 55 diatas dapat dilihat bahwa pengaruh penggunaan telepon selular
terhadap pekerjaan sehari-hari responden adalah yang tidak tahu ada 19 orang atau
31,67%, dan yang tidak berpengaruh ada 14 orang atau 23,33%, lalu yang berpengaruh
ada 20 orang atau 33,33%, dan yang sangat berpengaruh ada 7 orang atau 11,67%, setelah
memiliki telepon selular sangat berpengaruh terhadap pekerjaan sehari-hari, ada yang
positif pekerjaan di kantor bertambah banyak, dan sering dipanggil lembur, kadang-
kadang keluarga memanggil tidak terelakkan, dari segi negatif sedang kita bekerja ada
saja kawan-kawan yang mengganggu, bercanda mengajak keluar dengan segala macam
dalih terpaksa juga kita sekali-sekali meninggalkan pekerjaan.

C. Pembahasan.
Dari hasil penelitian tersebut diatas nampaknya bahwa kebanyakan memiliki
sendiri telepon selular sendiri, tapi masih ada sebahagian kecil milik bersama (keluarga)
karena jaman sekaran ini telepon selular bukan lagi barang mewah, tetapi sudah
merupakan barang biasa, karena harganya sudah cukup murah (terjangkau), karena
murahnya harga telepon selular ada diantar responden memiliki telepon selular 2 buah
dan diatas 3 buah didalam rumah tanggan ada yang menyatakan 15 responden yang
dimiliki tersebut adalah berbagai merek dan tife dan mereka sangat mebutuhkan telepon
selular ini karena cepet dan tepat bisa berkomunikasi dengan keluarga, boleh dikatakan
tidak terlepas dari badannya mereka dan juga memiliki telepon kabel dirumah mereka
dan diantara responden lamanya memiliki tetepon selular yang paling banyak diatas 3
tahun, yang memiliki ini mayoritas juga adalah pegawai PNS dan Swasta. Diantara
responden sangat banyak memanfaatkan layanan SMS dan hanya 1 orang yang tidak
pernah memanfaatkannya, setelah memiliki telepon selular pergaulan atau persahabatan
semakin bertambah dan diantara responden telepon selularnya hidup dengan berpariasi
ada dibawah 10 jam dan ada diatas 15 jam. Diantara responden ada yang menghabiskan
biaya antara dibawah Rp 50.000,- sampai Rp 100.000,- karena responden kebanyakan
pegawai sehingga membutuhkan komunikasi dengan sejawat, telepon selular responden
juga sudah ada yang memiliki pasilitas Internet dan diantara mereka ada yang selalu
memanfaatkannya hal ini dimiliki diantara PNS dan wira swasta, dan juga banyak
diantara responden menggunakan layanan SMS dengan kekerabat dan keluarga, juga
masyarakat ada yang menggunakan fasilitas bluthoot, dan masih banyak diantara
masyarakat tidak mengerti dalam menggunakannya fasilitas bluthoot tersebut, bagi
responden yang memiliki telepon selular yang mempunyai radio masih banyak yang
menggunakannya, karena masyarakat masih butuh informasi dan hiburan, sehingga pada
saat -saat tertentu dimana saja mereka dapat membuka siaran radio yang mereka senangi,
juga telepon selular yang mempunyai fasilitas MP3 mereka selalu memanfaatkannya
karena tidak terlalu sulit untuk memanfaatkannya, hal ini bisa mereka mendapat hiburan
dimana saja, tapi pada umumny yang memanfaatkan fasilitas ini mayoritas adalah kaulah
muda yakni pelajar dan mahasiswa, juga pemakain 3G mayoritas adalah kaulah muda
pelajar dan mahasiswa itupun jarang mereka pergunakan,... bagi responden selalu
menukar telepon selularnya karena melihat lebih bagus dan menarik, dan sudah bosan
melihat yang lama, dan pada umumnya mereka mengganti ke yang lebih baik, adapun
pergaulan mereka semakin baik, baik kekerabatan juga kekeluargaan, namun tidak
dipungkiri ada yang tambah jauh dan ada yang biasa-biasa saja.

PENUTUP

A. Kesimpulan.
1. Masyarakat Kecamatan Padangsidimpuan Selatan pengguna telepon selular cukup
tinggi (bahkan ada yang memiliki 3 buah telepon selular). Mereka terdiri dari berbagai
kedudukan, seperti pelajar dan mahasiswa, ibu rumah tangga, pegawai swasta juga
pegawai negeri sipil.
2. Masyarakat kota Padangsidimpuan memiliki telepon selular bertujuan untuk
memudahkan berkomunikasi dengan masyarakat, sanak famili, teman sejawat di
kantor maupun rekan, relasi bisnis dan lainnya.
3. Manfaat yang mereka rasakan adalah semakin mudah dan cepatnya hubungan
komunikasi dapat dilakukan kepada orang lain, sehingga dapat meningkatkan
pendapatan, kesejahteraan maupun proses penyampaian berita dan persaudaraan
sesamanya.
4. Gaya hidup masyarakat yang cukup maju (kawasan bisnis, perkantoran dan pusat
pendidikan) meningkatkan penggunaan telepon seluler (ada yang memiliki sampai 3
buah telepon selular) dan mengikuti perkembangan setiap munculnya model baru.
5. Jumlah biaya terhadap penggunaan telepon seluler cukup berpariasi, namun dapat
disimpulkan cukup besar dilihat dari profesi para penggunanya.

B. SARAN-SARAN.
1. Diharapkan kepada masyarakat supaya hidup sederhana dan menyesuaikan
pengeluaran biaya telepon seluler dengan kemampuannya.
2. Penggunaan telepon harus benar-benar bermanfaat dan berpotensi terhadap
peningkatan taraf hidupnya, di samping itu diharapkan tidak merusak hubungan
keluarga, rumah tangga dan sebagainya.
3. Diharapkan kepada masyarakat supaya mengurangi penggunaan telepon selular pada
waktu jam sibuk, gunakan SMS untuk mengurangi pemakaian pulsa.
4. Diharapkan kepada masyarakat setelah memiliki telepon selular tetap menjaga atau
memelihara kerukunan dan kekompakan diantara berkeluarga dan bermasyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Alisjabana, Iskandar, 1993, Teknologi dan Perkrmbangan, yayasan Idayu, Jakarta.


Amirin, M. Tatang,1995, Menyusun rencana Penelitian, PT Raja Grafindo, Jakarta.
Effendy, Onang Uchyana, 1992, Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek, Remadja
Rosdakarya, Bandung.
-----------------,1992, Ilmu, PT Cipta Adtya Bakti, Bandung
----------------, 1993, Dinamiaka Kmiomunikasi,
Fisher, Aubery, 1986, Teori-teori Komunikasi, Remadja Rosdakarya, Bandung.
Hanif, Abdillah,1987, Masyarakatkan ide-ide Baru, Usaha Nasional, Surabaya.
Ibrahin Idi Subandy 1997, Ecstasy Gaya Hidup; Kebudayaan Pop Dalam Masyarakat
Komodits Indonesia, Pustaka Mizan, Bandung.
Kincaid, Laurence D. & Schramm, Wilbur, 1997, Azas-Azas Komunikasi Antara
manusia, East West Comunition Institute, Hawai.
Koencaraningrat, 1992, Pengantar Ilmu Antropologi, Aksara Baru, Jakarta.
Liliweri, Alo, 1991, Komunikasi Antar Pribadi, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Lubis, Suardi, 1997, Metode Penelitian Sosial, USU Press, Medan.

Lull, James, 1998, Media Komuniksai, Kebudayaan; Suatu Pendekatan Global,


Yayasan Obor Indonesia.
Mar’at, 1984, Sikap manusia, Perubahan serta Pengukurannya, Ghali Indonesia,
Jakarta.
Nasution, Z, 1989, Teknologo Kominikasi, Remadja Rosda Karya, Bandung.
Nawawi, Hadari, 1990, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Nazir, Muhammad, 1995, Metode Penelitian, Ghali Indonesia, Bandung.
Ostler, George, 1987, The Little Oxford Distionary Of Current English, Oxford
University, Oxford.
Puspowardoyo, Soerjanto, 1993, Pembangunan Berdasarkan Kebudayaan, Gramedia,
Jakarta.
Rakhmat, Jalaluddin, 1991, Metode Penelitian Komunikasi, Remadja Rosda Karya,
Bandung.
----------------, 1998, Komunikasi dan Pembangunan Penarapan Perspektif Kritis, LP3S
Jakarta.
Salim, Pieter, 1994, Kamus Inggeris – Indonesia, Gramedia, Jakarta.
Siahaan, SM, 1991, Komunikasi Pemahaman dan Penerapan, PT, BPK Gunung Agung
Mulia, Jakarta.
Singarimbun, Masri, 1989, Menelitian Survey, LP3ES, Bandung.
Soekanto, Soerjono, 1990, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Pers, jakarta.
Suryabrata, Sumadi, 1983, Metode Penelitian, CV Rajawali, Jakarta.
Weinner, Myron, 1995, Modernisasi Dinamika Pertumbuhan, Gajah Mada University
Perss, Yogyakarta.
SISTEM INFORMASI PEMERINTAHAN
PADA OTONOMI DAERAH DI PEMERINTAHAN
KOTA PEKANBARU

Oleh : Ali Murtadha M. Arifin*)

Abstrak

Penelitian mandiri ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pelaksanaan


sistem penyampaian informasi di Pemerintahan Kota Pekanbaru setelah diberlakukannya
otonomi Daerah. Pada instansi Pemerintah sebelumnya penyampaian informasi
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dibawah arahan/ pengendalian Pemerintah Pusat
(Deppen RI). Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kwantitatif
adapun pengumpulan data dengan sistem field research dan library research.
Penelitian diadakan pada Pemerintah Kota Pekanbaru dengan permasalahan/
instansi maupun yang bertugas untuk menyampaikan informasi dan juga apa saja materi
yang disajikan dan media apa yang digunakan dalam penyampaian informasi oleh
Lembaga Informasi dan seterusnya dalam hal ini Humas.
Adapun hasil penelitian dapat digambarkan bahwa otonomi daerah dapat
merubah sistem informasi di Pemerintah Kota Pekanbaru, dimana informasi kebijakan
dan pesan-pesan Pemerintah disampaikan oleh bagian Humas kepada masyarakat
dengan cara mengundang wartawan dari berbagai media dan dipublikasikan juga
dengan melalui media massa dengan berbagai materi kegiatan Pemko, maupun
Peraturan Pemerintah Daerah dan berbagai bidang informasi Ekonomi, Kesra dan
Perkebunan.
Demikianlah sistem informasi di Kota Pekanbaru setelah otonomi daerah
ditentukan oleh Pemerintah Daerah setempat, beda dengan sebelum otonomi daerah
ditentukan oleh Pemerintah Pusat.

Kata Kunci : Sistem Informasi


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem informasi pada orde baru jauh berbeda dengan sistem informasi pada masa
reformasi dan sistem komunitas juga berbeda yang mana sebelumnya sistem sentralisasi,
sekarang otonomi dan terlebih lagi dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi
pada saat ini sehingga berdampak positif terhadap sistem penyampaian informasi. Pada
orde baru sistem informasi dan pembentukan instansi dan struktur organisasi
penyampaian informasi ditentukan oleh pemerintah pusat, sedangkan pada masa otonomi
daerah sekarang ini sistem informasi, materi informasi maupun instansi lembaga struktur
organisasi penyalur informasi ditentukan oleh daerah setempat.
Setelah diberlakukan undang-undang otonomi daerah pemerintah daerah dapat
membentuk dinas/lembaga atau badan penyalur informasi sesuai dengan kebutuhan
pemerintah daerah masing-masing, maka dengan adanya ketentuan tersebut pemerintah
daerah secara leluasa dapat membentuk dinas/lembaga untuk menampung sebanyak
mungkin pejabat struktural pada masing-masing daerah, sehingga tidak ada kesamaan
nama dinas/lembaga/badan yang menyalurkan atau menangani informasi disetiap daerah
menggunakan istilah nama yang berbeda sehingga ada yang namanya hubungan
masyarakat (humas) informasi konstruksi (infokom) ada juga Badan Informasi
Komunikasi telematik (BIKT).

*
Penulis adalah Peneliti Muda Pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI)
Medan
Akibat berbedanya nama instansi yang berkaitan dengan penyaluran informasi,
maka mungkin saja berbeda sistem informasi pemerintah antara satu daerah dengan
daerah lain dan pada saat ini sistem informasi di pemerintah masih mencari pola/model
yang lebih relefan dan efektif untuk kelancaran pelaksanaan pembangunan yang sedang
dilaksanakan. Dari hasil survey membuktikan bahwa ada dua instansi/organisasi yang
menyangkut dengan penanganan penyaluran informasi di Kota Pekanbaru yaitu Kantor
Informasi & Komunikasi Pemerintah dibawah Dinas Perhubungan dan sub bagian
Hubungan Masyarakat (Humas) di bawah Pemerintah Kota Pekanbaru. Kantor Informasi
dan Komunikasi adalah lembaga hasil peleburan kantor departemen penerangan pada
masa orde baru sebelum otonomi daerah sedangkan humas di bawah sekretaris daerah
pada Kantor Walikota dan sudah ada sebelum otonomi daerah yang struktur organisasinya
berada di bagian sekretaris daerah.
Ada perbedaan tugas antara humas dengan Kandep Penerangan menyampaikan
informasi yang bersumber dari pemerintah pusat dan kemudian dilanjutkan ke Jupen
Kecamatan sebagai ujung tombak juru penerangan (jupen) demikian juga Departemen
lain menyampaikan informasi dengan melalui petugas penyuluh lapangan (PPL) dari
masing-masing instansi. Sedangkan humas yaitu menyampaikan informasi yang
bersumber dari pemerintah daerah disampaikan kepada masyarakat dengan cara yang
selalu disebut persrelis yang disampaikan melalui media massa.
Suatu model atau sistem informasi pemerintah mempunyai peran yang penting
untuk mensukseskan pembangunan di suatu daerah sistem informasi yang baik dapat
menciptakan ke satuan gerak dan langkah antara lembaga/dinas untuk mencapai tujuan
jika sistem informasi antara lembaga/dinas tidak berjalan baik, maka dimungkinkan
terjadinya tumpang tindih kegiatan bahkan bisa terjadi kegiatan yang saling bertantangan
antara satu dengan yang lainnya. Sistem informasi yang baik memungkinkan kegiatan
yang dilakukan pemerintah dapat direspon oleh masyarakat sehingga dapat meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dirumuskan permasalahan penelitian yaitu
bagaimana pelekasanaan sistem penyampaian informasi pada daerah otonomi di
Pemerintahan Kota Pekanbaru.

C. Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
b. Instansi/Lembaga mana yang bertugas/mempunyai tugas pokok dalam penyampaian
informasi kebijakan Pemerintah Kota Pekanbaru.
c. Materi informasi apa saja yang disampaikan kepada masyarakat.
d. Metode dan media apa saja yang digunakan dalam menyampaikan informasi kepada
masyarakat.

D. Tujuan dan Manfaat


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan sistem informasi di Kota
Pekanbaru. Dengan diketahuinya pelaksanaan sistem informasi di daerah tersebut dapat
menambah pengetahuan mengenai sistem informasi di Kota Pekanbaru. Hasil penelitian
ini juga dapat dimanfaatkan sebagai pembanding sistem informasi diberbagai daerah yang
memiliki sistem informasi yang berbeda.
Maka dengan demikian dapat diketahui tujuannya sebagai berikut :
b. Untuk mengetahui siapa yang bertugas menyampaikan informasi.
c. Untuk mengetahui apa saja materi informasi yang disampaikan kepada masyarakat.
d. Untuk mengetahui metode dan media apa saja yang digunakan dalam penyampaian
informasi tersebut.

E. Landasan Teori
1. Pengertian Sistem Informasi
Berbagai pengertian tentang sistem informasi dikemukakan dalam berbagai buku
untuk menggambarkan pengertian mengenai sistem informasi diantaranya ditulis oleh
Alter (1992) bahwa Sistem Informasi adalah kombinasi antara prosedur kerja, informasi,
orang dan tehnologi informasi yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan dalam sebuah
organisasi. Bodnar dan Hopwood (1993) mendifinisikan sistem informasi adalah
kumpulan perangkat keras dan perangkat lunak yang dirancang untuk
mentransformasikan data ke dalam bentuk informasi yang berguna. Gelinas, Oram dan
Wiggins (1990) mendifinisikan sistem informasi adalah suatu sistem buatan manusia
yang secara umum terdiri atas sekumpulan komponen berbasis komputer dan manual
yang dibuat untuk menghimpun, menyimpan dan mengelola data serta menyediakan
informasi keluaran kepada pemakai. Hall (2001) mendifinisikan sistem informasi sebagai
sebuah rangkaian prosedur formal dimana data dikelompokkan, diproses menjadi
informasi dan didistribusikan kepada pemakai.
Dari berbagai difinisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem informasi
mencakup sejumlah komponen (manusia, tehnologi informasi dan prosedur kerja) berupa
masukan (input), ada proses (data menjadi informasi) dan dimaksudkan untuk mencapai
suatu sasaran atau tujuan (output).

2. Otonomi Daerah
Untuk melaksanakan kebijakan desentralisasi dibentuk daerah otonom. Menurut
UU No. 22 Tahun 1999, daerah otonomi merupakan ”kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat
sering disebut otonomi daerah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa daerah otonom
adalah daerah yang memiliki otonomi daerah.
Kaho (1987) memaparkan ciri-ciri Daerah Otonom sebagai berikut :
G. Adanya urusan-urusan tertentu yang diserahkan oleh pemerintah pusat atau daerah
untuk diatur dan diurusnya dalam batas-batas wilayahnya.
H. Pengaturan dan pengurusan urusan-urusan tersebut dilakukan atas inisiatif sendiri dan
didasarkan pada kebijaksanaan sendiri pula.
I. Adanya alat-alat perlengkapan atau organ-organ atau apatur sendiri.
J. Pengaturan urusan-urusan tersebut masyarakat daerah perlu memiliki sumber-sumber
pendapatan/keuangan sendiri.

3. Teori Sistem
Setiap sistem merupakan tempat memproses, mengolah, mengubah, atau
menstransformasikan bahan-bahan yang disebut masukan (input) menjadi suatu hasil
kerja yang bisa disebut keluaran (output) (Shrode dan Voich, 1974 : 128). Proses
transformasi sistem ini sering dilukiskan organ dengan mempergunakan model masukan-
keluaran (input-output). Model masukan keluaran ini biasa disebut juga dengan model
kotak hitam (black-box model). Model adalah gambaran mengenai sesuatu realitas untuk
menggambarkan bagaimana suatu itu tampaknya atau bagaimana bekerjanya guna
memudahkan memahami dan atau mengkajinya. Istilah kotak hitam disini dipergunakan
untuk memudahkan memahami dan atau mengkajinya. Istilah kotak hitam disini
dipergunakan untuk menunjukkan bahwa isiyang terkandung di dalam satuan (unit)
pemroses (transformasi) atau jelasnya sistem itu tidak diketahui, jadi seperti kotak hitam
(Tatang M. Arifin, 2002 : 38). Model kotak hitam itu digambarkan atau dilukiskan orang-
orang bermacam-macam. Konsep dasarnya :

Masukan Proses Keluaran

Untuk menilai pelaksanaan sistem informasi di Pemerintah Kota Pekanbaru, maka


pendekatan sistem merupakan cara yang tepat sebagai pemandu.

1. Input
Dari sisi masukan (input), yang bisa dijadikan indikator untuk mengetahui
masukan pelaksanaan sistem informasi di humas dan Kantor infokom adalah :
1) Memiliki tugas dan sasaran yang jelas. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kebijakan,
tugas dan sasaran yang akan dicapai Humas dan kantor infokom.
2) Sumberdaya yang tersedia dan siap. Sumberdaya sangat strategis bagi keberhasilan
pelaksanaan tugas humas dan infokom, sejauh mana kesiapan sumberdaya baik
sumberdaya manusia (yang mencakup jumlah dan kualitas) maupun sumber dana
selebihnya seperti keuangan, peralatan perlengkapan dan sebagainya.
3) Staf yang kompeten dan komitmen tinggi. Staf yang kompeten merupakan pra sarat
mutlak dalam pelaksanaan tugas humas dan infokom. Kompetensi ini dapat
ditunjukkan dengan kesesuaian tingkat dan latar belakang pendidikan, kemampuan
melaksanakan tugas, dan kedisiplinan dalam melaksanakan tugas.

2. Proses
Dari sisi proses di Humas dan Kantor infokom yang bisa dijadikan indikator
terjadinya proses pelaksanaan sistem informasi adalah :
1) Pelaksanaan proses tugas penyampaian informasi ditandai oleh : Kepemimpinan
lembaga yang kuat, dalam arti kepemimpinan yang kuat dalam mengkoordinasikan,
menggerakkan sumber daya manusia dilingkungan humas dan infokom serta
menyerasikan semua sumberdaya yang ada pada satu tujuan yang sama.
2) Kerja sama yang kompak dan cerdas serta dinamis, yang ditandai komunikasi yang
baik dan harmonis antara humas, infokom dan satuan unit kerja di pemerintahan, kerja
sama yang didasari oleh saling pengertian dan kesediaan menerima perbedaan
pendapat.
3) Partisipasi yang tinggi dari unit kerja di pemerintah daerah. Dalam hal ini dapat
diamati dari : keikutsertaan unit kerja di Pemda dalam berbgai aktifitas pelaksanaan
tugas Humas dan Infokom.

3. Out-put
Setiap proses pelaksanaan sistem informasi selalu diharapkan adanya keluaran
atau hasil berupa kinerja pelaksanaan sistem informasi. Indikator terjadinya kinerja
pelaksanaan informasi tersebut adalah informasi yang disampaikan oleh humas dan
infokom dapat diterima.

F. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian kualitatif yaitu dengan
mengumpulkan dan menggali data kemudian ditabulasi dan dianalisa secara diskriptif.
5. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pemerintahan Kota Pekanbaru pada Sub Bagian
Hubungan Masyarakat dan Protokol sebagai lembaga yang secara khusus menangani
dan menyampaikan informasi kepada masyarakat
6. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian untuk memperoleh data dengan melalui :
a. Library Research (Penelitian Kepustakaan) yaitu dengan mengumpulkan data
dengan melalui buku-buku maupun terbitan Pemko Pekanbaru yaitu peneliti
berusaha untuk memperoleh data dan informasi yang berhubungan dengan sistem
informasi, yang dijadikan sebagai landasan teoritis dan data pendukung dalam
penelitian ini.
b. Field Research (Penelitian Lapangan)
Dalam rangka mengumpulkan atau menghimpun data dengan cara mengadakan
wawancara dan melalui penyebaran kuesioner kepada responden yang telah
ditentukan secara fuspasitife, yaitu yang mempunyai tugas pokok sebagai
penyalur informasi kebijakan Pemerintah Kota Pekanbaru kepada masyarakat
dalam hal ini adalah semua karyawan Bagian Hubungan Masyarakat dan protokol
pada Pemerintah Kota Pekanbaru sebanyak 25 orang sebagai responden.
7. Tehnik Analisa Data
Adapun yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian analisis kualitatif
didukung dengan data kualitatif yang diperoleh melalui pengamatan/wawancara.
Kemudian data yang diperoleh melalui kuesioner di edit dan ditabulasi dan dipersentase
dan dipaparkan untuk selanjutnya disimpulkan.

HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan tentang sistem informasi publik pada
otonomi daerah di Kota Pekanbaru dapat diuraikan sesuai dengan tabel dibawah ini.

A. Penyampaian informasi
Pada pemerintahan Kota Pekanbaru ada beberapa bidang / instansi yang
menyampaikan informasi sebagaimana yang tertera pada tabel berikut ini.
Tabel 1.
Penyampai Layanan Informasi Kepada Masyarakat
No. Uraian F %
1. Infokom 7 28
2. Hubungan Masyarakat 16 64
3. Pengolahan Data Elektronik 2 8
4. Lainnya sesuai bidangnya - -
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa yang bertugas dalam
menyampaikan informasi kepada masyarakat adalah instansi Pemerintah Pemko bidang
hubungan masyarakat sebanyak 16 F atau 64%, sedangkan yang informasi dan
komunikasi 7 F atau 28%, sedangkan yang menjawab pengolahan data elektronik yang
menyampaikan informasi kepada masyarakat hanya 2 F atau 8%.
Maka untuk selanjutnya dapat diketahui tentang yang menyampaikan informasi
pada pemerintah Kota Pekanbaru sebagaimana yang tertera pada tabel berikut ini.
Tabel 2.
Penyampai Informasi Tentang Kegiatan Pemerintah Pada Masyarakat
No. Uraian F %
1. Hubungan Masyarakat 16 51,61
2. Instansi Terkait 10 32,25
3. Petugas Lainnya 5 16,14
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Dari tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa yang menyampaikan informasi
tentang kegiatan Pemerintah Kota Pekanbaru adalah yang menjawab Humas sebanyak 16
F atau 51,61%, sedangkan yang menjawab instansi terkait sebanyak 10 F atau 32,25%
dari yang menjawab petugas lainnya 5 F atau 16,14%.
Dari jawab responden dapat diketahui bahwa Humaslah yang bertugas untuk
menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang kegiatan Pemerintah Kota
Pekanbaru, maka Humaslah sebagai corong pemerintah Kota Pekanbaru dalam setiap
penyampaian informasi kegiatan Pemerintah Kota Pekanbaru. Demikian uraian tentang
yang berhak menyampaikan informasi selanjutnya akan diutarakan tentang bagaimana
Humas menyampaikan informasi kepada masyarakat melalui media.
Tabel 3.
Caranya Humas Menyampaikan Informasi Melalui Media
No. Uraian F %
1. Mengundang Wartawan 21 84
2. Mengirim Berita ke Media 2 8
3. Mengadakan Dialog Interaktif 2 8
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Adapun cara atau metode Humas menyampaikan informasi melalui media adalah
sebagaimana yang tertera dalam tabel tersebut di atas yaitu dengan cara bahwa setiap ada
acara kegiatan Pemko atau informasi yang hendak disampaikan kepada masyarakat pihak
Humas mengundang wartawan dari berbagai media apakah media elektronik maupun
media cetak yaitu sebesar 21 F yang menjawab mengundang wartawan atau 84%. Adapun
yang menjawab cara menyampaikan informasi itu mengirim berita ke redaksi media dan
ada juga yang menjawab dengan cara mengadakan dialog interaktif masing-masing 2 F
atau 8%. Demikian sistem atau cara Humas dalam menyampaikan informasi melalui
media baik media cetak maupun media elektronik.

B. Materi Informasi
Adapun materi informasi yang disampaikan adalah berpariasi sesuai dengan
bidangnya masing-masing sebagaimana yang tertera dalam tabel berikut ini :
Tabel 4.
Materi Informasi Yang Disampaikan
No. Uraian F %
1. Politik dan Keamanan 5 20
2. Kesejahteraan Masyarakat 10 40
3. Ekonomi dan Keuangan 5 20
4. Kegiatan Pemko Pekanbaru 5 20
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Humas Pemko Kota Pekanbaru sebagai corong pemerintah kota menyampaikan
informasi dengan berbagai jenis informasi. Adapun materi informasi Kesra sebanyak 10 F
atau 40% sedangkan Politik dan Keamanan 5 F atau 20% sedangkan Ekonomi sebanyak 5
F atau 20% dan kegiatan Pemko Pekanbaru sebanyak 5 F atau 10%. Maka dari penjelasan
di atas dapat diketahui bahwa materi informasi yang disalurkan adalah bidang Kesra,
Politik dan Keamanan, Ekonomi disamping itu juga yang dipublikasikan oleh Humas
adalah kegiatan-kegiatan Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru ini materi-materi informasi
yang disampaikan kepada masyarakat dengan melalui media cetak dan elektronik yang
ada pada daerah tersebut.
Tabel 5.
Bentuk Kegiatan Pemerintah Kota
No. Uraian F %
1. Kunjungan Kerja 2 40
2. Peresmian / Pelantikan 1 20
3. Peraturan Pemerintah Daerah 2 40
Jumlah 5 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Pada tabel ini menguraikan bahwa materi informasi yang disampaikan kepada
masyarakat disamping Politik Keamanan, Ekonomi dan Keuangan, Kesejahteraan Rakyat
(Kesra) juga kegiatan Pemko Kota Pekanbaru termasuk sebagai materi dan informasi
yang disiarkan oleh Humas yaitu yang berbentuk kegiatan Pemko Pekanbaru yang berua
kunjungan kerja Pemko Pekanbaru sebanyak 2 F atau 40% kemudian Peraturan
Pemerintah Daerah juga sebesar 2 F atau 40% sedangkan peresmian / pelantikan hanya 1
F yang menjawab atau 20%. Maka dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan
Pemko Pekanbaru juga merupakan materi informasi meskipun peresmian / pelantikan
mendapat yang terkecil namun juga dipublikan kepada khalayak. Maka pada tabel berikut
ini akan dipaparkan tentang materi yang paling banyak disampaikan kepada masyarakat
sebagai berikut :
Tabel 6.
Materi Informasi Yang Paling Dominan
No. Uraian F %
1. Polhukam 5 20
2. Kesra 10 40
3. Ekuin 5 20
4. Kegiatan Pemko 5 20
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Adapun materi informasi yang disajikan sesuai dengan tabel tersebut di atas
adalah bidang Kesra sebanyak 10 F sedangkan materi informasi yang berupa politik dan
keamanan, ekonomi dan keuangan kegiatan Pemerintah Kota Pekanbaru masing-masing
hanya memperoleh 5 F atau 20% masing-masingnya. Maka dengan demikian dapat
diketahui bahwa materi informasi yang paling banyak adalah informasi tentang
kesejahteraan masyarakat (Kesra) hal ini mungkin yang dianggap perlu oleh Humas untuk
disampaikan kepada masyarakat karena sesuai dengan tujuan negara RI adalah antara lain
untuk mensejahterakan rakyat. Dengan demikian uraian tentang materi yang paling
banyak disajikan kepada masyarakat khususnya kepada masyarakat Kota Pekanbaru.
C. Metode Penyampaian Informasi
Dalam penyampaian informasi publik Humas mempunyai metode tersendiri
sebagaimana tersebut dalam tabel berikut ini.
Tabel 7.
Metode Utama Yang Digunakan Dalam Penyampaian Informasi
No. Uraian F %
1. Dialog Interaktif 7 28
2. Pertemuan Rapat Rutin 4 16
3. Mengadakan Pengumpulan Massa 4 16
4. Mengundang Wartawan Dari Masing- 10 40
masing Media
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Dalam penyampaian informasi Humas menggunakan beberapa metode seperti
mengundang wartawan yaitu sebanyak 10 F atau 40% maksudnya setiap ada informasi
yang ingin dipublikasikan Humas memanggil wartawan dari berbagai media apakah
media cetak media elektronik semacam pers rikas yang menjadi sumber informasi yang
membri keterangan adalah Humas pemerintah daerah Kota Pekanbaru disamping itu
mengadakan dialog interaktif 7 F atau 28% yaitu pihak Humas mengadakan penyampaian
informasi melalui media elektronik dengan menggunakan cara / metode dialog interaktif.
Adapun cara atau metode dengan melalui mengadakan rapat / pertemuan atau
pengumpulan masa masing-masing sebanyak 4 F atau 16%. Jadi dalam penyampaian
informasi adakalanya di tengah-tengah keramaian dengan melalui pengumuman-
pengumuman.
Tabel 8.
Metode Tambahan Yang Digunakan Dalam Penyampaian Informasi
No. Uraian F %
1. Tokoh Formal 8 32
2. Tokoh Agama 10 40
3. Tokoh Krismetik 5 20
4. Pengumuman di rumah ibadah 2 8
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Tabel di atas menjelaskan tentang metode yang digunakan disamping metode
yang tersebut pada tabel sebelumnya, metode ini dengan memanfaatkan tokoh agama
sebanyak 10 F atau 40%. Adapun melalui tokoh formal sebanyak 8 F atau 32% dengan
melalui tokoh Kerismetik sebanyak 5 F atau 20% adapun dengan melalui pamplet atau
penguman ditempat keramaian atau pada rumah-rumah ibadah sebanyak 2 F atau 8%. Jadi
disamping informasi disampaikan melalui tokoh-tokoh juga informasi disampaikan di
rumah-rumah ibadah dengan melalui selebaran maupun pengumuman kepada khalayak.
Berikut ini akan diutarakan tentang informasi yang disampaikan kepada masyarakat
apakah yang telah di olah atau di kemas oleh lembaga-lembaga instansi yang tertentu
sebagaimana yang ada pada tabel dibawah ini.
Tabel 9.
Badan/Dinas Yang Menyampaikan Informasi
No. Uraian F %
1. PDE Pengelola Dalam Elektrik 6 24
2. Hubungan Masyarakat 15 60
3. Informasi dan Elektronika 4 16
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Sesuai dengan tabel di atas bahwa informasi yang disampaikan kepada masyarakat
adalah informasi yang telah diolah atau dikemas oleh Bagian Hubungan Masyarakat
sebanyak 15 F atau 60%. Sedangkan adapun informasi yang diolah Bagian Pengolahan
Data Elektronika sebanyak 6 F atau 24%. Sedangkan yang di kemas infokom sebanyak 4
F atau 16%. Jadi informasi yang disampaikan kepada masyarakat adalah informasi yang
telah diolah di kemas atau dibahas di filter yaitu sesuai dengan situasi dan kondisi
masyarakat sehingga tak menimbulkan keresahan masyarakat.
Tabel 10.
Alur Penyampaian Informasi
No. Uraian F %
1. Bertahap dari Pemko ke Kecamatan ke 5 20
Kelurahan
2. Baca langsung dari Pemko ke 20 80
masyarakat
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Adapun tahapan atau sistem informasi kebijakan pemerintah disamping melalui
mess media, tokoh masyarakat juga informasi kebijakan pemerintah disampaikan dengan
bertahap/berjenjang yaitu dari Pemerintah Kota lalu ke Kecamatan dan diteruskan sampai
ke Tingkat Kelurahan sebanyak 5 F atau 20% dan ada juga secara langsung dari Pemko
langsung ke masyarakat sebanyak 20 F atau 80% dimana pihak pemerintah
menyampaikan informasi secara langsung kepada masyarakat baik melalui lisa tatap
muka, tanya jawab maupun pidato/ceramah Walikota secara tertulis dengan melalui
pengumuman di tempat-tempat keramaian maupun di rumah-rumah ibadah. Hal ini
sebagaimana tertera pada tabel berikut ini.
Tabel 11.
Cara Pemerintah Daerah Dalam Penyampaian Informasi Langsung
No. Uraian F %
1. Dengan cara tanya jawab 5 20
2. Menyampaikan secara langsung 12 48
3. Dengan cara tatap muka kepada 8 32
masyarakat
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Sesuai dengan tabel diatas bahwa penyampaian informasi secara langsung
sebanyak 12 F atau 48% yaitu pihak pemerintah menyampaikan langsung kepada
masyarakat baik dengan melalui pengumuman di tempat keramaian maupun melalui
rumah-rumah ibadah dan juga dengan cara tatap muka pada masyarakat sebanyak 8 F atau
32 %. Demikian cara penyampaian informasi kebijakan pemerintah kepada masyarakat.
Tabel 12.
Penyampaian Informasi Secara Tertulis
No. Uraian F %
1. Yang sering 5 20
2. Jarang 10 40
3. Tidak pernah 10 40
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Dari tabel diatas menunjukkn bahwa informasi kebijakan pemerintah yang
disampaikan masyarakat dapat diketahui bahwa jarang disampaikan secara tertulis yaitu
10 F atau 40% dan yang menjawab tidak pernah sebanyak 10 F atau 40% sedangkan yang
mengatakan sering hanya 5 F atau 20%. Maka dengan demikian pemerintah Kota
Pekanbaru ada menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan cara tertulis.
Tabel 13.
Macam-Macam Informasi Tertulis
No. Uraian F %
1. Perda 2 40
2. Pemeritahuan 1 20
3. Kegiatan Pemko 2 40
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Adapun informasi yang disampaikan secara tetrulis kepada masyarakat luas adalah
seperti Perda yaitu menjawab 2 F atau 40% demikian juga kegiatan Pemko 2 F atau 40%
sedangkan pemberitahuan hanya 1 F atau 20%. Maka dengan demikian jelas
bahwadisaming informasi disampaikan melalui media juga ada informasi disampaikan
secara tulis seperti brosur-brosur tentang Peraturan Pemerintah Daerah kegiatan Pemko
dan pemberitahuan lainnya. Demikian penjelasan tentang tabel diatas tentang
penyampaian informasi yang disampaikan secara tertulis.

D. Media yang digunakan dalam penyampaian informasi


Pemerintah Kota Pekanbaru dalam menyampaikan informasi kebijakan Pemko
Pekanbaru dengan menggunakan beberapa media seperti media elektronik Radio dan
Televisi maupun media cetak seperti surat kabar dan juga media baru yaitu internet dan
selanjutnya akan dapat diketahui tentang media yang sering dimanfaatkan oleh Pemda
Kota Pekanbaru dalam penyampaian informasi. Sebagaimana yang tertera pada tabel
berikut ini.
Tabel 14.
Media Yang Paling Dominan Dalam Penyampaian Informasi
No. Uraian F %
1. Media Cetak 9 36
2. Media Elektronik TV 7 28
3. Tatap muka 3 12
4. Media radio 6 24
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Pada tabel ini mengutarakan tentang media yang sering dimanfaatkan oleh Humas
dalam menyampaikan informasi pemerintah berdasarkan tabel diatas bahwa yang
menjawab media cetak sebanyak 9 F atau 36%, media elektronik Televisi sebanyak 7 F
atau 28%. Sedangkan media radio sebanyak 6 F atau 24%, sedangkan selebihnya adalah
informasi disampaikan dengan melalui tatap muka sebanyak 3 F atau 12%. Jadi yang
lebih banyak digunakan oleh Humas adalah media cetak dalam hal ini adalah surat kabar
kemudian barulah Televisi dan Radio yang digunakan sebagai media dalam penyampaian
informasi publik di Pemerintahan Kota Pekanbaru, hal ini disebabkan kemungkinan
masyarakat lebih menggemari surat kamar dalam memperoleh atau menikmati informasi.

Tabel 15.
Media Informasi Humas
No. Uraian F %
1. Tatap Muka 3 8,82
2. Media Cetak 15 44,11
3. Media Elektronik 14 41,19
4. Dengan Disposisi dari Pemko 2 5,88
Jumlah 34 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25

Berdasarkan tabel di atas bahwa Humas menyampaikan informasi kepada


masyarakat dengan menggunakan media cetak sebanyak 15 F atau 44,11%. Kemudian
dengan melalui media elektronik sebanyak 14 F atau 41,19%. Sedangkan yang menjawab
informasi disampaikan dengan melalui tatap muka sebanyak 3 F atau 8,82%. Ada juga
yang menjawab bahwa menyampaikan informasi kegiatan Pemerintah Daerah dengan
melalui disposisi dari Pemko sampai ke tingkat Kelurahan maksudnya informasi di
sampaikan dengan secara tertulis mulai dari Pemerintah Kota ke Kecamatan lalu
dilanjutkan ke Kelurahan dan sampai ke tingkat Kepala Lingkungan / Ketua Rukun
Tetangga dan sampai kepada masyarakat. Demikian media yang digunakan oleh Humas
yang disampaikan kepada masyarakat. Berikut ini cara Humas menyampaikan informasi
sesuai dengan tabel berikut ini.

Tabel 16.
Format Informasi Pada Media Cetak
No. Uraian F %
1. Berita 25 100
2. Karikatur - -
3. Artikel - -
4. Tajuk - -
5. Pajak - -
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Pada tabel ini memaparkan bahwa media cetak surat yang digemari oleh
masyarakat adalah dalam bentuk berita secara 25 F atau 100%, maka dari tabel tersebut
jelas bahwa Humas menyampaikan informasi dengan mengundang wartawan surat kabar
terbitan daerah Pekanbaru dan menyajikan informasi tersebut dalam bentuk / jenis berita,
hal ini telah menjadi kebiasaan masyarakat Pekanbaru dalam memperoleh / mencari
informasi tentang kegiatan Pemerintah maupun informasi lain yang bersumber dari
Pemko masuarakat akan mencari atau memilih surat kabar sebagai sumber informasi
demikian uraian tentang penggunaan media dalam menyampaikan informasi.
Tabel 17.
Media Informasi Alternatif
No. Uraian F %
1. Internet / Media Baru 5 20
2. Menempel pamplet di tempat 7 28
keramaian
3. Menyampaikan informasi melalui tokoh 13 52
agama melalui tempat ibadah
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Selanjutnya akan dijelaskan tentang tabel di atas tentang penyampaian informasi
juga disampaikan melalui / menggunakan media baru atau internet sebanyak 5 F atau 20%
menempel pamplet ditempat keramaian sebanyak 7 F atau 28% sedangkan penyampaian
informasi melalui tokoh agama pada tempat-tempat ibadah sebanyak 13 F atau 5%.
Penyampaian informasi disamping melalui media juga informasi disampaikan melalui
tokoh agama melalui tempat / rumah ibadah demikian penjelasan tentang tabel tersebut di
atas selanjutnya akan dipaparkan tentang penyampaian informasi yang efektif
sebagaimana yang tertera pada tabel berikut.
Tabel 18.
Efektifitas Media Informasi
No. Uraian F %
1. Media Radio 7 28
2. Media Cetak 10 40
3. Tatap Muka 8 32
Jumlah 25 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 25
Pada tabel ini menggambarkan tentang penyampaian informasi yang efektif yaitu
yang menjawab media radio sebanyak 7 F atau 28%. Kemudian yang efektif ke dua
adalah tatap muka sebanyak 8 F atau 32%, sedangkan efektif yang terbanyak adalah
penyampaian informasi melalui media cetak sebanyak 10 F atau 40%. Maka berdasarkan
tabel di atas penyampaian informasi yang paling efektif adalah melalui media cetak dalam
hal ini adalah surat kabar harian daerah. Demikian uraian tentang pembahasan tabel demi
tabel dalam penulisan temuan penelitian ini.

PEMBAHASAN
Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru tentang pembentukan susunan
organisasi kedudukan tugas pokok sekretariat daerah bahwa Bagian Hubungan
Masyarakat mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas sekretariat daerah
dalam bidang bina hubungan dengan lembaga resmi dan hubungan dengan lembaga
sesuai dan masyarakat serta fasilitas pelaksanaan kehumasan dan protool kemudian sub
bagian penerangan dan hubungan masyarakat mempunyai tugas merumuskan dan
mengkoordinasikan pembinaan bidang penerangan dan hubungan masyarakat sedangkan
sub bagian dokumentasi dan informasi mempunyai tugas merumuskan dan
mengkoordinasikan pembinaan bidang dokumentasi dan informasi.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru tersebut di atas maka yang
bertugas menyampaikan informasi pada otonomi daerah Kota Pekanbaru adalah Bagian
Hubungan Masyarakat (Humas) sebagai corong Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru.
Maka dengan demikian jelas yang bertugas untuk menyampaikan informasi
kepada masyarakat adalah bagian Hubunan Masyarakat (Humas) pada Pemerintah Kota
Pekanbaru dengan berbagai macam materi informasi seperti Bidang Ekonomi, bidang
Pulhukan, Kesra, maupun informasi lain seperti kegiatan Pemerintah Kota Pekanbaru,
Peraturan Daerah maupun yang lainnya harus dipublikasikan oleh Humas sebagai corong
Pemko Pekanbaru.
Adapun cara Humas untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat adalah
dengan cara / metode mengundang wartawan dari berbagai media seperti media cetak
maupun media elektronik, Bagian Humas memberikan ketrangan / informasi kepada
wartawan untuk dipublikasikan kepada khalayak sesuai dengan jawab responden pada
tabel 3 bab IV atau dengan cara mengadakan Pres Relies. Sesuai dengan pendapat Drs.
Yusniar, Msi. Penyampaian informsi lebih efektif dan efisien dengan melalui pers rilies
yang mana penyusunan redaksi dan kata-katanya diatur oleh wartawan
Disaming melalui media massa juga pihak pemerintah Kota Pekanbaru (Humas)
menyampaikan informasi dengan memanfaatkan tokoh-tokoh agama, tokoh karismatik
dalam menyampaikan informasi yaitu dengan melalui pintu agama dimana informasi
disampaikan di rumah-rumah ibadah oleh tokoh tersebut lihat tabel 8 bab III yaitu 40 F
(20%) Humas memanfaatkan tokoh Agama dalam penyampaian informasi.
Berdasarkan hasil jawaban responden bahwa media yang digunakan oleh Humas
dalam menyampaikan informasi adalah berbagai media namun yang paling dominan
bahwa Humas menggunakan media cetak yaitu surat kabar terbitan daerah, hal ini
kemungkinan yang digemari oleh masyarakat dalam memperoleh / mendapatkan
informasi. Disamping memperolehnya cepat / harga terjangkau dan dapat dibaca
berulang-ulang kali, ini perbedaan manakala dibanding dengan media lain materi yang
terbanyak adalah Kesra.
Maka dengan demikian jelas bahwa yang bertugas menyampaikan informasi itu
adalah bagian Humas dengan mengadakan Press Relies dalam menyampaikan berbagai
bidang informasi kepada masyarakat.
Demikian hasil laporan penelitian ini dibuat penulis menyadari bahwa tentu masih
terdapat kekurangan, ketidak sempurnaan sebagaimana yang diharapkan itu kesemuanya
akibat karena keterbatasan kemampuan dari penulis sendiri. Untuk itu diharapkan
kritikan, masukan demi kesempurnaannya laporan hasil penelitian ini.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab terdahulu maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Di Pemerintahan Kota Pekanbaru yang bertugas untuk menyampaikan informasi
kebijakan Pemerintah maupun kegiatannya adalah Bagian Hubungan Masyarakat
(Humas) sebagai Corong Pemerintah dalam menyampaikan informasi kepada
masyarakat.
2. Materi informasi yang disampaikan kepada masyarakat adalah kegiatan Pemerintah
Kota seperti kunjungan kerja, peresmian / pelantikan, Peraturan Pemerintah Daerah
dan mencakup ruang lingkup Ekonomi dan Keuangan, Kesejahteraan Rakyat, Politik
dan Keamanan.
3. Dalam menyampaikan informasi tersebut Bagian Humas menggunakan metode yang
beragam seperti mengadakan dialog interaktif, ceramah pidato tatap muka langsung
ada juga dengan cara mengundang wartawan dari semua media massa (pers relies)
dalam menyampaikan informasi disamping itu juga memanfaatkan tokoh-tokoh
formal, maupun non formal untuk menyampaikan informasi tersebut.
4. Media yang digunakan adalah media elektronik, media cetak maupun media baru dan
tatap muka dalam menyampaikan informasi memuat hasil penelitian mediayang
efektif adalah media cetak dalam hal ini adalah Surat Kabar Harian Daerah.
B. Saran-Saran
Berdasarkan uraian kesimpulan di atas dapat disarankan sebagai berikut :
a. Kepada Pemerintah Kota Pekanbaru kiranya dapat meningkatkan sistem informasi
publik dengan mengadakan tatap muka langsung antara Pemkab dengan masyarakat.
b. Kepada Bagian Humas Kota Pekanbaru dalam penyampaian informasi kepada
masyarakat disamping melalui media massa juga kiranya dapat meningkatkan
penyampaian informasi melalui tokoh-tokoh agama maupun berupa pengumuman di
tempat keramaian.
c. Kepada Pemerintah Pusat, disamping penyampaian informasi melalui media cetak,
elektronik, media maya kiranya untuk menyampaikan informasi yang tidak kalah
pentingnya dengan melalui tatap muka / berupa pengumuman baik di tempat
keramaian maupun di tempat-tempat peribadatan.

DAFTAR PUSTAKA
Gelinas, Oranda Wiggins, 1990, Information System Theory and Practice, New York.
Nurdin, 2003, Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
Riwu Kaho, Yosep, 1987, Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia,
Rineka Cipta, Jakarta.
Suryadi dan Budimansah, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah,
Yogyakarta, Kanisius.
Shrode, William A and Dan Voich Toich, 1974, Organisasi and Management, Basic
System Conceps, or win Book, co, Malaysia.
Tatang M. Amiran, 2001, Pokok-Pokok Teori Sistem, PT Raja Grafika Persada, jakarta,
Sumber lainnya
Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 52 Tahun 2002 tentang Perubahan Peraturan
Daerah Kota Pekanbaru Nomor 22 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi
Tataruang, Sekretriat Daerah.
Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 8 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan
Daerah Kota Pekanbaru Nomor 26 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi
Tata Kerja Kantor Kepala Daerah.
Pekanbaru Dalam Angka. 2008
Pemerintah Kota Pekanbaru. Peraturan Daerah Kota Pekanbaru 2007, Nomor 8, 9 tahun
2008.
Sistem Komunikasi Indonesia Nurdin, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI
DAN PERILAKU PELAJAR

OLEH : IDA TUMENGKOL

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba untuk mengetahui tanggapan para pelajar di Kecamatan Medan
Tembung atas tayangan kekerasan di televisi swasta nasional dan sejauh mana tayangan
tersebut memberikan motivasi bagi pelajar untuk melakukan tindakan kekerasan.
Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif yaitu dengan melakukan survei ke
lapangan untuk mengumpulkan data dalam bentuk kuesioner kepada para pelajar di
Kecamatan Medan Tembung.
Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa pada umumnya pelajar (55,8%) suka
tayangan televisi yang menampilkan aksi kekerasan. Para pelajar ini pada umumnya
juga pernah melakukan kekerasan (65,1%) seperti memukul, mencubit dan menampar.
Dan sebanyak 13,9% pelajar mengaku perilaku kekerasan yang dilakukannya
termotivasi oleh tayangan televisi
Apa yang dihasilkan dalam penelitian ini baik untuk ditelaah para pengelola televisi
swasta nasional untuk memperhatikan efek dari pesan kekerasan dalam tayangan
televisi. Agar tayangan tersebut lebih dibatasi untuk kepentingan pendidikan anak
bangsa secara berkelanjutan.
Kata kunci: kekerasan, perilaku

Pendahuluan
Sejak berkembangnya industri pertelevisian di tahun 90-an, publik di Indonesia
disajikan jenis tontonan yang semakin beragam. Khususnya setelah dikeluarkannya
Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999 yang menandai era kebebasan pers di
Indonesia, penonton televisi di Indonesia disajikan berita-berita yang semakin cepat dan
detail. Khususnya berita tentang kekerasan, baik yang disajikan dalam bentuk film, berita-
berita, olahraga hiburan seperti smack down ataupun kekerasan dalam sajian kartun.
Pelaku tindak kekerasan dalam tayangan televisi bisa dilakukan para orang dewasa
ataupun oleh pelajar.
Berita kekerasan di media televisi tidak sedikit yang melibatkan pelajar, baik dari
pelajar tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(SLTA) mempraktekkan kekerasan dalam lingkungan sekolah atau dalam lingkungan
yang terkait dalam dunia pendidikan.
Berita-berita yang disajikan media televisi ini dikonsumsi secara luas dan bebas
oleh semua kalangan termasuk kalangan pelajar. Hal ini terkait dengan keberadaan
manusia yang merupakan makhluk yang memerlukan informasi karena sifat ingin tahu
yang dimiliki oleh setiap orang. Orang juga terdorong mencari informasi untuk dapat
memahami berbagai aspek lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan
sosial di mana dia berada. Dalam interaksi sosial, seseorang individu akan melakukan
komunikasi yang merupakan sarana individu untuk saling dipertukarkan. Schramm
mengatakan bahwa ‘usaha-usaha untuk mencari informasi secara individual kebanyakan
dari komunikasi’ (Siregar, 1983:35). Apalagi di era digital sekarang ini di mana
kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari media massa khususnya televisi. Sekarang
ini media menjadi sumber informasi yang sangat akrab karena hampir setiap hari
berinteraksi dari pagi hari sampai malam. Seperti dikatakan Wiener (Susanto, 1986:3)
‘untuk dapat hidup efektif orang harus hidup dengan cukup informasi’.
Masalah kekerasan di media sudah sejak lama jadi perhatian para pakar sosiologi,
psikologi dan komunikasi di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Penelitian Liebert dan
Sprafkin memandang televisi sebagai 'jendela dini' anak-anak untuk melihat dunia.
Mereka menelaah semua teori dan riset mengenai sikap, perilaku dan perkembangan
anak-anak, membahas efek negatif juga efek prososial menonton televisi bagi anak-anak.
Penelitian mereka menyebutkan, pesawat televisi di Amerika rata-rata dihidupkan
lebih dari tujuh jam setiap hari dan sejak tahun 1950-an secara signifikan telah mengubah
kehidupan keluarga. Di Amerika sendiri, hampir 98 persen dari semua rumah memiliki
televisi sehingga disimpulkan bahwa anak-anak diterpa televisi sejak mereka lahir.
(Robert M Liebert and Joyce Sprafkin, 1988).
Di Amerika, selama sepuluh tahun pertama kehidupan anak-anak yang terkena
terpaan televisi adalah sangat dominan. Diperkirakan, menjelang seorang anak lulus dari
SMA rata-rata mereka telah menonton sekitar 18.000 pembunuhan dalam televisi. Sebuah
survei mengenai acara televisi melaporkan bahwa pada senja hari ketika sekitar 26,7 juta
anak Amerika menonton televisi, insiden-insiden kekerasan yang diperlihatkan kira-kira
sekali dalam setiap 16,3 menit. (Stewart and Sylvia, 1996).
Di Indonesia, setidaknya ada 10 stasiun televisi swasta nasional, yakni Indosiar,
TPI, TransTV, ANTV, Global TV, RCTI, SCTV, TVOne, MetroTV, TransTV ditambah
satu televisi pemerintah, yaitu TVRI dan tiga stasiun televisi lokal yaitu Deli TV, DAAI
TV dan TV Anak. Pada umumnya, stasiun televisi swasta nasional termasuk TPI
memiliki tayangan khusus kriminal. Di samping itu, sajian televisi pada umumnya sering
menampilkan adegan kekerasan dalam berbagai bentuk.
Berbagai telaah dan penelitian para ilmuwan menyimpulkan bahwa tayangan
kekerasan di televisi yang disiarkan secara berulang-ulang menimbulkan efek bagi para
pelajar. Para pelajar akan berubah dari objek yang menonton tayangan kekerasan menjadi
pelaku kekerasan tersebut. Asumsi tersebut akan menarik jika digali lebih dalam melalui
penelitian ini.

Perumusan Masalah
Dari uraian yang disampaikan di atas, dalam penelitian ini dirumuskan hal yang
menjadi masalah, yakni: Apakah tayangan kekerasan di media televisi memotivasi
perilaku kekerasan pada pelajar ?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui tanggapan pelajar tentang tayangan kekerasan di televisi.
2. Untuk mengetahui kemampuan tayangan kekerasan di televisi memberikan motivasi
melakukan tindakan kekerasan di kalangan pelajar.

Uraian Teoritis
a. Komunikasi Massa
Pada prinsipnya komunikasi dapat menyentuh semua aspek kehidupan masyarakat
atau sebaliknya semua aspek kehidupan menyentuh komunikasi. Itulah sebabnya
komunikasi dikatakan sebagai ubiquitous atau ada di mana-mana. Artinya komunikasi itu
selalu ada di mana saja dan kapan saja. Fenomena komunikasi dapat memelihara dan
menggerakkan kehidupan. Komunikasi dapat mengubah insting menjadi inspirasi, yaitu
melalui proses atau sistem untuk bertanya, memberi perintah dan mengawasi. Ia juga
sebagai alat untuk menggambarkan aktivitas masyarakat dan peradaban. Ia dapat
memperkuat perasaan kebersamaan dengan saling bertukar informasi dan mengubah
pemikiran menjadi tindakan, (Arifin, 1998:20).
Kegiatan komunikasi yang menggunakan media massa disebut dengan
komunikasi massa. Dalam pemakaiannya secara populer, komunikasi massa sering
diidentikkan dengan penggunaan televisi, radio, film, surat kabar, majalah dan berbagai
bentuk teknologi lainnya. Bittner mendefinisikan komunikasi massa secara sederhana
yakni: komunikasi massa sebagai pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada
sejumlah orang (Rakhmat, 1994:188).
Ada beberapa karakteristik dari komunikasi massa (Wright, 1988:3) yaitu:
1. Ditujukan kepada khalayak yang relatif besar, bersifat heterogen dan anonim.
2. Pesan yang disampaikan terbuka untuk umum dan seringkali menjangkau khalayak
dalam jumlah besar secara simultan dan bersifat sementara.
3. Komunikator cenderung merupakan suatu organisasi yang kompleks yang mungkin
melibatkan biaya yang besar.

b. Televisi
Seperti halnya radio, televisi lahir setelah adanya beberapa penemuan teknologi
seperti telepon, telegraf, fotografi (yang bergerak dan yang tidak bergerak) dan rekaman
suara. Teknologi ini ditemukan untuk mencari kegunaan, bukannya sesuatu yang lahir
sebagai respons terhadap suatu kebutuhan pelayanan baru.
Williams mengatakan ‘Berbeda dengan jenis teknologi komunikasi terdahulu,
radio dan televisi merupakan sistem yang dirancang terutama untuk kepentingan transmisi
dan penerimaan yang merupakan proses abstrak yang batasan isinya sangat terbatas atau
bahkan sama sekali tidak ada’.(Raymond Williams, 1975)
Televisi adalah produk revolusi elektronik atau sering disebut juga Revolusi
Industri Kedua dalam abad ke-20 ini, menurut pengamatan para ahli komunikasi
menimbulkan revolution of the rising frustration (revolusi meningkatnya frustrasi).
Anggapan ini karena media elektronik telah memanipulasi keinginan khalayak, tetapi
tidak menciptakan cara-cara untuk memperolehnya. Informasi yang disebarkan media
massa elektronik terutama dilancarkan dari atas ke bawah, dari kaum elit ke massa
khalayak, dari kota ke desa, dari yang sudah berkembang ke yang sedang berkembang.
(Onong, 1992:119).
Menurut Prof Dr R. Mar’at dari Universitas Padjajaran Bandung, acara televisi
pada umumnya mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi dan perasaan para penonton;
ini adalah hal yang wajar. Jadi apabila ada hal-hal yang menyebabkan penonton terharu,
terpesona atau latah, bukanlah suatu yang istimewa, sebab salah satu pengaruh psikologis
dari televisi seakan-akan menghipnotis penonton sehingga mereka seolah-olah hanyut
dalam keterlibatan pada kisah atau peristiwa yang dihidangkan televisi.
Pengaruh televisi itu kuat terhadap kehidupan manusia sudah diduga dan disadari
ketika media massa itu pada tahun 1962 mulai dimunculkan di tengah-tengah masyarakat.
Tetapi pengaruhnya bisa positif bisa negatif tergantung pengelolaannya. Masalahnya
sekarang adalah bagaimana agar pengaruh yang positif itu seperti to inform (menyebarkan
informasi) dan to educate (fungsi mendidik) bisa benar-benar dimanfaatkan. Sedangkan
to entertain (fungsi menghibur) dan to influence (mempengaruhi) jangan sampai merusak
tata nilai bangsa.

c. Definisi Kekerasan
Definisi kekerasan Fisik badan kesehatan Perserikatan Bangsa-bangsa World
Health Organization (WHO) adalah tindakan fisik yang dilakukan terhadap orang lain
atau kelompok yang mengakibatkan luka fisik, seksual dan psikogi. Tindakan itu antara
lain berupa memukul, menendang, menampar, menikam, menembak, mendorong (paksa)
dan menjepit.
Sedangkan UU Anti Perdagangan Orang mengajukan definisi kekerasan adalah
setiap perbuatan dengan atau tanpa menggunakan sarana secara melawan hukum terhadap
fisik yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan, atau menimbulkan terampasnya
kemerdekaan seseorang.
Kedua definisi kekerasan tersebut tidak mensyaratkan bahwa tindakan yang
memicunya harus selalu tindakan ilegal, yang penting tindakan itu mengakibatkan
ketakutan, kesadaran akan bahaya atau perampasan kemerdekaan seseorang. Karena itu
kekerasan dibagi menjadi dua unsur, definisi kekerasan dan ancaman kekerasan. Hingga
makna kekerasan merupakan ancaman atau penggunaan kekuatan fisik untuk
menimbulkan kerusakan pada orang lain.

d. Teori Belajar Sosial


Menurut teori belajar sosial, orang cenderung meniru perilaku yang diamatinya.
Berbagai penelitian yang dilakukan (Liebert dan Baron, 1972; Joy, 1977) memberikan
suatu kesimpulan bahwa efek adegan kekerasan terjadi dalam tiga tahap:
1. Penonton mempelajari metode agresi setelah melihat contoh (observational learning).
2. Kemampuan penonton dalam mengendalikan dirinya berkurang (disinhibition).
3. Perasaan mereka menjadi tidak tersentuh walaupun melihat korban tindakan agresinya
(desensitization).
Berkaitan dengan kekerasan, teori belajar sosial menjelaskan bahwa anak
mempelajari perilaku baru melalui pengamatan terhadap model, mengimitasi dan
mempraktikkanya ke dalam perilaku nyata.
Lingkungan sosial menyediakan bermacam-macam kesempatan untuk
memperoleh ketrampilan dan kecakapan dengan jalan mengamati pola-pola tingkah laku
beserta akibat-akibatnya atau konsekuensi-konsekuensinya. Teori belajar sosial mulai
dengan menganalisis dua hal:
1. Teori Behavioristik: Teori ini memandang belajar itu sebagai hubungan antara stimulus
dan respon.
2. Teori tentang Sosialisasi anak: Teori behavioristik hanya terbatas pada hubungan S – R
(Stimulus – Respons) saja. Sedangkan teori belajar sosial beranggapan bahwa hubungan
antarpribadi antara anak dengan orang dewasa menyebabkan anak meniru atau menyerap
perilaku-perilaku sosial melalui interaksi sosial anak melakukan identifikasi dengan orang
tuanya, dengan kekuasaan, dengan perasaan iri dan sebagainya.

Metodologi Penelitian
a. Metode Penelitian
Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif.
Penelitian ini untuk menggambarkan secara objektif apa adanya data yang didapat dari
lapangan.

b. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan.

c. Populasi Dan Sampel


Populasi penelitian ini adalah para pelajar tingkat SLTA yaitu tingkat Sekolah
Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah (MA)
yang bersekolah di wilayah Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan. Berdasarkan data
dari Pemko Medan, jumlah populasi pelajar SLTA di Kecamatan Medan Tembung
sebanyak 10.889 orang yang terdiri dari 5.721 orang tingkat SMA, 4.294 orang tingkat
SMK dan 874 orang untuk tingkat MA.
Sedangkan sampel dalam penelitian ini ditarik dari populasi dengan menggunakan
rumus Slovin (Consuelo:1993).
N
n =
1 + Ne ²
Di mana:
n = Besaran sampel
N = Besaran populasi
e = Nilai kritis yang diinginkan

Maka
10.889
n=
1 + (10889) (10%)²

= 92 Responden

Penarikan sampel menggunakan teknik Proportional Stratified Random Sampling


di mana jumlah sampel ditarik sesuai dengan proporsi dalam populasinya. (Bambang &
Lina: 2005)
Populasi
Sampel 1 = x Total Sampel
Total Populasi
Maka :
Sampel SMA = 5721/10889 x 92 = 48 Responden
Sampel SMK = 4294/10889 x 92 = 36 Responden
Sampel MA = 874/10889 x 92 = 8 Responden

Metode Analisis Data


Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan dengan melakukan survei
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data, yang termasuk dalam penelitian
kuantitatif.
Penelitian kuantitatif pada umumnya adalah bersifat deduktif, yaitu dimulai dari
penjelasan teoritis yang bersifat umum. Kemudian pandangan teoritis yang bersifat umum
itu diuji kebenarannya kepada suatu sampel tertentu yang bersifat khusus untuk diambil
suatu kesimpulan.
Secara umum penelitian kuantitatif diartikan sebagai suatu penelitian yang
menggunaan alat bantu statistik sebagai paling utama dalam memberikan gambaran atas
suatu peristiwa atau gejala, baik statistik deskriptif maupun statistik inferensial.

Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
Para responden dibagi ke dalam kelompok kelas I, kelas II dan kelas III setingkat
SLTA. Dari segi jenis kelamin, responden dikelompokkan pria sebanyak 50 persen dan
perempuan 50 persen. Usia responden adalah usia sekolah tingkat SLTA antara 16 sampai
20 tahun.
2. Waktu menonton televisi
Pada umumnya para pelajar menonton TV pada malam hari (53,5%) dan sore hari
(20,9%). Sedangkan 18,6% menonton TV pada siang hari dan hanya 7% pada pagi hari.
Tabel 1
Waktu Menonton Televisi
No Waktu Menonton F %
1. Pagi hari 7 7
2. Siang hari 17 18,6
3. Sore hari 19 20,9
4. Malam hari 49 53,5
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92
Sementara waktu yang dihabiskan di depan televisi setiap hari rata-rata 2-5 jam
(79,1%) dan 18,6% yang menonton 0-1 jam sehari serta sebanyak 2,3% menonton TV
selama 6-10 jam sehari.
Tabel 2
Waktu Menonton Televisi
No Waktu Menonton F %
1. 0-1 jam 17 18,6
2. 2-5 jam 73 79,1
3. 6-10 jam 2 2,3
4. 11-15 jam - -
5. 15 jam < - -
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92

3. Tujuan Menonton Televisi


Pada umumnya pelajar menonton TV untuk mencari hiburan (52%), sedangkan
yang ingin mencari informasi sebanyak (32,6%) dan hanya 2,3% untuk tujuan
pendidikan, selebihnya 13,1% untuk tujuan lain.
Tabel 3
Tujuan Menonton Televisi
No Tujuan Menonton F %
1. Mencari hiburan 48 52
2. Mencari informasi 30 32,6
3. Untuk pendidikan 2 2,3
4. Dll 12 13,1
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92

Setelah menonton tayangan televisi banyak pelajar akan mengabaikan apa yang baru dia
saksikan (39,5%). Namun jumlah yang menjadikan tayangan televisi sebagai referensinya
juga cukup signifikan, yakni 25,6%. Selebihnya 18,6% memikirkan/menganalisanya dan
16,3% yang mendiskusikannya.
Tabel 4
Tindakan Setelah Menonton
Tindakan Setelah Menonton
No F %
TV
1. Memikirkan/Menganalisa 17 18,6
2. Dijadikan referensi 24 25,6
3. Mendiskusikannya 15 16,3
4. Mengabaikannya 36 39,5
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92

4. Jenis Tontonan
Jenis tontonan hiburan berupa musik adalah yang paling disukai pelajar (44,3%),
disusul tayangan berita (20,9%), film Barat (18,6%), olahraga (9,3%), Kartun (4,6%), dan
sinetron 2,3%.

Tabel 5
Jenis Tontonan
No Jenis tontonan F %
1. Berita 19 20,9
2. Sinetron 2 2,3
3. Film Barat 17 18,6
4. Kartun 4 4,6
5. Musik 41 44,3
6. Olahraga 9 9,3
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92

Jenis tayangan berita yang paling disukai pelajar adalah berita kriminal (60,5%),
politik (13,9%), ekonomi (11,6%), infotainment (9,3%).

Tabel 6
Jenis Berita
No Jenis Berita F %
1. Berita Kriminal 56 60,5
2. Berita Politik 13 13,9
3. Berita Ekonomi 11 11,6
4. Infoteinmen 8 9,3
5. Dll 4 4,7
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92

Sedangkan jenis film yang paling disukai adalah film perang (62,8%) dan film
action/laga (23,3%) yang mana keduanya adalah jenis film yang cenderung menampilkan
aksi kekerasan.
Tabel 7
Jenis Film Yang Ditonton
No Jenis Film F %
1. Film Action/Laga 21 23,3
2. Film Perang 58 62,8
3. Film Asmara 13 13,9
4. Dll - -
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92

5. Frekuensi Menonton Tayangan Kekerasan


Pada umumnya para pelajar ternyata suka menyaksikan tayangan kekerasan
(55,8%), bahkan 23,3% sangat menyukainya. Jumlah yang tidak suka lebih sedikit
(16,3%) dan sangat tidak suka 4,6%.
Tabel 8
Tingkat menyukai tayangan kekerasan
No Tanggapan F %
1. Sangat Suka 21 23,3
2. Suka 51 55,8
3. Tidak Suka 15 16,3
4. Sangat Tidak Suka 5 4,6
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92

Meski jumlah yang jarang menonton tayangan kekerasan sebanyak 55,8%, namun
yang sering menontonya juga banyak, yakni 41,9% dan 2,3% sangat sering.
Tabel 9
Frekuensi Menonton Tayangan Kekerasan
No Frekuensi Kekerasan F %
1. Sangat Sering 2 2,3
2. Sering 39 41,9
3. Jarang 51 55,8
4. Tidak Pernah - -
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92

Meski menyukai, namun pada umumnya pelajar berpendapat tayangan kekerasan


tidak perlu (60,5%) dan 9,3% sangat tidak perlu. Namun ada 30,2% yang menyatakan
perlu.

Tabel 10
Tanggapan Pelajar Terhadap Tayangan Kekerasan
No Tanggapan F %
1. Sangat Perlu -
2. Perlu 28 30,2
3. Tidak Perlu 56 60,5
4. Sangat Tidak Perlu 8 9,3
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92
6. Motivasi Tayangan Kekerasan Di Televisi
Perilaku kekerasan seperti mencubit, memukul, menampar pernah dilakukan pada
umumnya pelajar (65,2%), bahkan ada 13,9% yang mengaku sering melakukannya.
Sedangkan 20,9% tidak pernah melakukan kekerasan.

Tabel 11
Perilaku Kekerasan Pelajar
No Perilaku Kekerasan F %
1. Sangat Sering - -
2. Sering 13 13,9
3. Pernah 60 65,2
4. Tidak Pernah 19 20,9
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92

Perilaku kekerasan yang dilakukan pelajar karena termotivasi oleh tayangan


kekerasan di televisi (13,9%) dan 7% lainnya sangat dimotivasi oleh tayangan tersebut.
Tabel 12
Motivasi Tayangan Kekerasan
No Motivasi Tayangan F %
1. Sangat Memotivasi 6 7
2. Memotivasi 13 13,9
3. Tidak Memotivasi 56 60,5
4. Sangat Tidak Memotivasi 17 18,6
Jumlah 92 100
Sumber : Hasil Penelitian
n = 92

Pembahasan
Dari sebanyak 92 responden yang merupakan pelajar tingkat SLTA di Kecamatan
Medan Tembung, 51 orang (55%) adalah pria dan 41 orang (45%) adalah perempuan.
Sebanyak 20% responden menyukai tayangan berita di televisi dan dari yang
menyukai berita tersebut, 60,5% lebih menyukai tayangan berita kriminal. Hal ini
berbanding lurus dengan jenis film yang lebih disukai yakni jenis film perang (62,8%)
dan jenis film laga/action (23,3%).
Pada umumnya pelajar (55,8%) suka tayangan yang menampilkan aksi kekerasan
dan 41,9% mengaku sering menyaksikan tayangan seperti itu. Mereka menyatakan
tayangan yang berbau kekerasan itu perlu dilihat pelajar (30,2%), meski yang menyatakan
tidak perlu masih jauh lebih banyak yakni 60,5%.
Para pelajar ini pada umumnya juga pernah melakukan kekerasan (65,1%) dan
yang menyatakan sering melakukan kekerasan sebanyak 13,9%, selebihnya 20,9% tidak
pernah melakukan kekerasan seperti memukul, mencubit dan menampar. Jumlah ini
sebanding dengan jumlah pelajar yang termotivasi melakukan tindakan kekerasan karena
tayangan televisi. Sebanyak 13,9% mengaku perilaku kekerasan yang dilakukannya
termotivasi oleh tayangan televisi, meski jumlah yang tidak termotivasi masih jauh lebih
besar (60,5%) dan yang sangat tidak termotivasi 18,6%.

Kesimpulan
Frekuensi tayangan kekerasan di televisi semakin tinggi, sesuai dengan keinginan
masyarakat penonton televisi yang memang menggemari tayangan seperti itu. Kalangan
pelajar adalah salah satu kelompok masyarakat yang menyukai tayangan yang berbau
kekerasan.
Hobi menyaksikan tayangan kekerasan tersebut ternyata menimbulkan motivasi
bagi pelajar untuk melakukan tindakan kekerasan yang sama. Baik secara sadar ataupun
tidak sadar mereka memiliki kecenderungan melakukan tindakan kekerasan seperti yang
dilihatnya di televisi.

Saran
Berdasarkan kesimpulan yang didapat, maka para pengelola televisi perlu
memperhatikan dampak dari materi siaran tayangan kekerasan yang ditampilkan karena
berdampak buruk bagi perkembangan pelajar. Tayangan kekerasan di televisi swasta
nasional perlu dikurangi frekuensinya dan sebaliknya semakin mengedepankan program
tayangan yang bersifat mendidik. Juga siaran reka ulang sangat tidak bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Anwar, Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas: Jakarta, Rajawali


Press,1988.
Consuelo, G.Sevilla, et. All, Pengantar Metode Penelitian (terjemahan Alimuddin
Tuwu), Jakarta: UI Press, 1993.
Effendy, Onong Uchjana, Dinamika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992.
Joy, Television Exposure and Children’s Aggresive Behavior. Mass
CommunicationReview Yearbook III. Sage Publications. Beverly Hills:
1977.
Liebert And Baron, Some Immediate Effects of Televised Violence on Children’s
Behavior. Development Psychology, VI, 1972.
Prasetyo, Bambang dan Miftahul Jannah, Lina, Metode Penelitian Kuantitatif, Teori dan
Aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.
Robert M Liebert and Joyce Sprafkin, The Early Windows: Effects of Television on
Children and Youth, edisi ke tiga, 1988.
Siregar, Ashadi, Etika Komunikasi (bagian ke 2), Yogyakarta: Seksi Penerbitan Badan
Penelitian dan Pengembangan FISIP UGM, 1983.
Stewart L Tubbs and Sylvia Moss, Human Communication, 1996.
Susanto, Astrid S, Komunikasi dalam Teori dan Praktek I, Bandung: Bina Cipta, 1986.
William, Raymond, Television, Tecnology and Cultural From, London: Fontana, 1975.
Wright, Charles R, Sosiologi Komunikasi Massa, Cetakan ke-tiga, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1988.
THE SEARCH FOR THE PERFECT NUMERAL SYSTEM,
WITH PARTICULAR REFERENCE TO
SOUTHEAST ASIA

Dra. Wan Anayati, MA

Abstract

Apabila kita mengadakan perbandingan antar-bahasa, kita boleh saja beranggapan bahwa
bahasa yang satu lebih atau kurang ideal dibandingkan bahasa yang lain. Sistem
penghitungan dalam bahasa merupakan salah satu cara dimana kita dapat melakukan
perbandingan semacam itu. Dengan mengambil contoh-contoh pada sejumlah bahasa di
Asia Tenggara, penulis beranggapan bahwa sistem penghitungan seharusnya
mencerminkan bagaimana angka-angka ditulis dengan figur. Kini, cara desimal untuk
menulis angka-angka hampir bersifat universal. Oleh karena itu, penulis berpendapat
bahwa sistem penghitungan yang ideal dalam budaya penghitungan yang moderen
seharusnya juga desimal. Dalam makalah ini penulis akan memfokuskan pada perkalian
dan penjumlahan dalam sistem penghitungan desimal.

1. INTRODUCTION
The title of this article - which should not be interpreted without a certain element
of humor - is taken from that of a book by Umberto Eco (Eco 1997). While I doubt
whether one can evaluate any language as a whole as being more or less ideal than any
other, such a comparison may be possible in certain very restricted parts of the structure
of a language, and the numeral system is one area where one might be able to make such
a comparison. In the following sections, I will try to do this with respect to selected
Southeast Asian languages. In the final section, however, I will express a number of
caveats with respect to the notion of “ideal” numeral system, suggesting that even here
the notion of “ideal” may not be so easy to define.
I will make a number of assumptions in the definition of an “ideal” numeral
system. First, I will assume that the numeral system should mirror closely the way
numbers are written by means of figures. In the present-day world, the decimal way of
writing numbers is almost universal, so I will assume more specifically that an “ideal”
numeral system in a modem, numerate culture should be decimal - though this does not
exclude the possibility that in other scenarios a numeral system with some other base
would have been “ideal”, a concrete example being the ancient Mayan system, which
both linguistically and in its notational system was vigesimal (base 20). Incidentally, even
those Southeast Asian cultures which optionally or obligatorily use their own notation for
figures, such as Burmese, Khmer, and Thai, nonetheless have a decimal system for this
notation.
A decimal system is characterized ideally by the following features. The numerals
1 - 9 are expressed by distinct morphemes. There is a distinct morpheme for 10, and
products of 10 are expressed by a conventionalized means of indicating multiplication, as
in Indonesian dua puluh ‘20, i.e. two ten, i.e. 2 x 10’, with the convention that a smaller
number followed by a larger number is to be interpreted as multiplication. Numerals in
between products of 10 are expressed by a conventional means of indicating the addition
of the remainder to the power of 10, as in Indonesian tiga puluh sembilan ‘39, i.e. three
ten nine, i.e. 3 x 10 + 9’, with the convention that a larger numeral followed by a smaller
number is to be interpreted as addition. Ideally, a decimal system should also have a
systematic way of expressing powers of 10 (‘exponentiation’), and indeed this is found to
some extent in the international system for higher powers of 10 (bi-Ilion, tri-ilion, quadr-
illion, etc.). However, no language seems to use such a system without exception for the
lower powers of 10, so that we rather find portmanteau forms like English hundred for
102, thousand for 1O3, etc. I will not discuss further the expression of powers of 10.
In this paper, I will concentrate on multiplication and addition in a decimal
numeral system. There are other features that should surely be imposed on an “ideal”
numeral system, such as expressibility (i.e. the possibility of expressing any number) and
absence of ambiguity, and indeed I have discussed such features in Comrie (1997), but I
will not discuss them further in the present context.
As a starting point, one might ask how English and other major European
languages fare in terms of such an “ideal” system. Basically they operate in terms of
transparent multiplication and addition, with addition proceeding from higher to lower
powers of 10, as in English three thousand five hundred and six ‘3506 (i.e. 3 x 1000 + 5 x
100 + 6)’, there are nonetheless a rather large number of deviations from this pattern. In
English, the forms of the l0s use not the element ten but rather -ty, and there are some
morphophonological irregularities of combination (cf. five but fif-teen). The teens again
do not use the element ten, but rather a different suffix -teen, and invert the usual order by
having the unit before this suffix, as in six-teen ‘16, i.e. 6 + 10’, again with some
morphophonological irregularities (e.g. fif-teen), and with at least one complete
irregularity, namely eleven ‘11’, which is synchronically unanalyzable. Other
irregularities found in other major European languages include a partial foray into
vigesimalism in French, where 80 is expressed as quatrevingts, literally ‘four-twenties,
i.e. 4 x 20’, an unexpected portmanteau form for 40 in Russian (sorok), and consistent
inversion of the tens and units in German and Dutch (ein-und-zwanzig and een-en-twintig
respectively for 21, lit. ‘one- and-twenty’).
Note finally, before we proceed to Southeast Asia, that I am not concerning
myself explicitly with how multiplication and addition are expressed, so long as there is a
consistent way of indicating them, as in the analysis of the Indonesian forms given above.
Of course, an “ideal” system should operate consistently, so that English is inconsistent in
sometimes requiring expression of the unit in multiplication (e.g. a/one hundred ‘100’),
and sometimes not (e.g. ten ‘10’), while French is inconsistent in sometimes requiring
overt expression of addition (e.g. vingt-et-un ‘21, lit, twenty-and-one’), sometimes
disallowing it (e.g. vingt-deux ‘22, lit, twenty-two’).
In the Southeast Asian languages considered below, the basic system is
consistently decimal, with (covert) indication of addition and multiplication as in the
Indonesian example analyzed at the beginning of this section. Nonetheless, individual
languages have more or fewer deviations from this “ideal” system, as illustrated in the
following sections.

2. INDONESIAN
[The source of my data on Indonesian is Sneddon (1996: 184 - 185).] Indonesian
comes close to the ideal system outlined in section 1. The basic structure is as follows: A
smaller numeral followed by a larger numeral is interpreted as multiplication; a larger
numeral followed by a smaller numeral is interpreted as addition; all multiplications are
carried out before addition. This can be seen in example (1):
(1) dua ribu enam ratus tiga puluh sembilan
two thousand six hundred three ten nine
‘2639 (i.e. 2 x 1000 + 6 x 100 + 3 x 10 + 9)’
To this general pattern, there are only two exceptions. One is essentially
morphophonological, in that the numeral 1 in multiplication is expressed as the prefix se-
rather than the separate word satu in the powers of 10 from 10 through 1000, and
optionally in the case of ‘million’, e.g. se-ribu ‘1000 (i.e. 1 x 1000)’; both prefix and
separate word are attested elsewhere in the languages, so this is making use of an already
existing set of forms. The second is that the formation of the teens falls outside the
general pattern, so that ‘10 + n’ is expressed as n belas, e.g. tiga belas is ‘13 (i.e. three
teen)’; the form for 11 combines this with the morphophonological property just noted to
give sebelas.

3. MANDARIN CHINESE
[The source of my data on Mandarin is Yip and Rimmington (1997: 11—12) and
Chao (1968: 567—575).] Although Chinese is gographically an East Asian rather than a
Southeast Asian language, its presence in the area, especially through cultural influence
on other languages - Thai, for instance, has borrowed most of its numerals from Chinese -
justifies at least a brief treatment in the present context, especially as Chinese, here
illustrated by Mandarin, fits well into the general Southeast Asian pattern, close to the
“ideal system”. The general pattern is essentially as given above for Indonesian, as
illustrated in (2):
(2) wŭ- băJi yi-shi èr
five-hundred one-ten two
‘512 (i.e. 5x 100 + l x 10 + 2)’
(Note that this pattern also extends to the teens. It would also be possible to omit the
morpheme yì ‘1’ of yi-shi.)
The main exception to this regular pattern concerns variant forms of the numeral
2, namely èr and liǎng. (A further complication is discussed in section 8.) In numerals,
generally, the variant èr is used. However, hang is an optional variant before products of
powers of 10 from 100 upwards, i.e. 200 can be either êr- bai or liäng-bffi ‘two-hundred’.
In addition, the numeral 1 undergoes tone sandhi, so that it has falling tone in (2), but
level tone in isolation.

4. THAI
[The source of my data on Thai is Smyth (2002: 172—174).] Thai follows
essentially the same pattern as Indonesian, as can be seen in example (3):
(3) sẻẻη phan hâa róẻy sìi sip cèt
two thousand five hundred four ten seven
‘2547 (i.e. 2 x 1000 + 5 x 100 + 4x 10 + 7)’
This same pattern extends to the teens, which are thus formed regularly, as in (4):
(4) sip sẻẻη
ten two
‘12 (i.e. [1 x] 10 + 2)’
(Note that Thai does not express 1 before 10, although it optionally does so before 100
and higher powers of 10, e.g. (n)phan ‘1000 (i.e. 1 x 1000)’.) Nonetheless, there are two
striking deviations from the ideal pattern set out in section 1: First, whenever I appears as
the final element of an additive compound numeral, in place of the word nfzj ‘1’ one finds
rather èt, as in (5):
(5) sii sip èt
four ten one
‘41 (i.e. 4 x 10 + 1)’
Second, 20 is expressed using a different word for 2, as in (6) [cf. (4) above]:
(6) yii sIp
two ten
‘20 (i.e. 2 x 10)’
Moreover, when 20 is followed by a unit in an additive construction, the combination as
given in (6) may optionally be reduced to yǐip, although the full form as in (6) is also
possible.

5 KHMER
[The source of my data on Khmer is Jacob (1998: 81—83).] Khmer presents a
rather larger number of departures from the ideal system as presented in section 1. First,
the numerals 6—9 are expressed as if in a quinary system, i.e. 6 is expressed as 5 + 1, as
in (7):
(7) pram-muẻy
five-one
‘6 (i.e. 5 + 1)’
However, the quinary system plays no part in multiplication (i.e. there are no forms
interpreted as ‘n x 5’), nor in exponentiation (i.e. there are no morphemes interpretable as
‘125’, or more generally 5”).
The word for 10 is dap, and the teens are formed regularly, as in (8):
(8) dap-pii
ten-two
‘12 (i.e. 10 + 2)’
However, the products of 10 from 30 to 90 are expressed using morphemes borrowed
from Thai. Thus, although 3 is by and 10 is dap, the form for 30 is as given in (9):
(9) saam-sap
three-ten
‘30 (i.e. 3 x 10)’
Although this is sometimes described by saying that the words for the tens are not
synchronically analyzable in Khmer, this is not strictly speaking correct, since the
recurrent element -sap is found in all of the tens 30-90 and is thus synchronically an
irregular allomorph of the word for 10. Likewise a form like saam- is more appropriately
treated synchronically as an irregular allomorph of the word for 3. These forms for the
tens have a synchronically transparent internal structure. Beyond this, the word for 20 is
completely irregular, namely mephiy. Note that products of the higher powers of 10 are
formed regularly, thus giving rise to combinations like (10):
(10) pram-muзy-rccy saam-scp-budn
five-one-hundred three-ten-four
‘634(i.e.(5+ 1) x 100+3 x 10+4)’
In other words, Khmer illustrates basically the same kind of structure as in the other cited
Southeast Asian languages, but with rather more deviations,

6. VIETNAMESE
[The source of my data on Vietnamese is Thompson (1987: 184 - 190).] The basic
forms in Vietnamese follow the same pattern as we have already seen in other Southeast
Asian languages, with a decimal system using multiplication and addition, as in example
(11):

(11) ba mu’o’i bô’n three ten four


‘34(i.e.3x 10+4)’
However, as in some of the other languages considered, there are some
morphophonological changes, in Vietnamese concerning tone. When used as the
multiplicand to express the tens, the word much ‘10’ has the high level tone (no diacritic
in Vietnamese orthography), while in isolation it has the low level tone, indicated
orthographically by means of a grave accent, i.e. muoi ‘10’, and this form is also used in
teens, which are formed regularly, as in (12):
(12) muoi mqt
ten one
‘11 (i.e. 10 + 1)’
The numeral 1 in isolation, and also following an unmultiplied power of 10 (i.e. in 11,
101, 1001, etc.), has the sharp falling tone, indicated orthographically by a subscript dot,
e.g. mot ‘1’; but after other products of powers of 10 its tone is rising, indicated
orthographically by means of an acute accent, as in (13):
(13) hai mu’oi mô
two ten one
‘21 (i.e. 2 x 10 + 1)’
In addition, there are certain contractions that are frequent at least in the spoken
language. Thus, for 20 followed by a unit, in addition to the full form just given there is
also a contracted form as in the alternative form ham mô’t ‘21’; 30 behaves similarly. But
for 40 upwards, in compound numerals involving addition of a unit the abbreviation is
rather through omission of the word for 10, as in (14):
(14) bô’n (mu’o’i) chin
four ten nine
‘49 (i.e. 4 x 10 + 9)’

7. BURMESE
[The source of.my data on Burmese is Comyn and Roop (1968: 30-32, 355- 356);
tones are marked by means of one of the four symbols{=;. ‘} after the syllable.] Burmese
also evinces the same basic system as in other Southeast Asian languages, as can be seen
in example (15):
(15) hyi’-ya. hcau’-hse. thoun:
eight-hundred six-ten three
‘863, i.e. 8 x 100+6x 10 +3’
Departures from this regular system concern morphophonological alternations, some (but
not all) of which are paralleled elsewhere in the language. For instance, in some of the
tens the element -hse’‘10’ is voiced to -ze, e.g. nga:-ze ‘50, lit, five-ten’. This same
element also changes its tone when followed by a unit, as in the expression for 60 in (15);
the same is true of expressions for the other powers of 10 when followed by a lower
power of 10 (including a unit). The numerals 1, 2, and 7 change their last vowel when
multiplying a power of 10, and also lose their tone, so that 2 is hni’, but 20 is hna-hse, lit.
‘two-ten’; this vowel change also occurs when these numerals precede numeral
classifiers, i.e. it is not idiosyncratic to the formation of numerals.

8. PARADISE LOST ... AND REGAINED


The presentation of material on Southeast Asian numeral systems suggests that
they come close to the “ideal” numeral system proposed in section 1, certainly much
closer than most major European languages. But a little more thought suggests putting the
numeral systems of languages of Southeast Asia in a somewhat different perspective,
especially once one starts considering the departures from the “ideal” system.
First, numeral systems are heavily cultural objects, and cultural pressures can
override “ideal” structure. We saw this in section 5, where the Khmer numerals for the
tens are borrowed from Thai, thus giving rise to synchronically irregular allomorphs that
reflect diachronically Thai equivalents of the usual Khmer morphs. A perhaps even more
striking example is seen slightly outside our geographical area. In Tok Pisin, the English-
lexified lingua franca of most of Papua New Guinea, the traditional system was “ideal”,
with the exception of a few morphophonological alternations, as in (16) - (17):
(16) wan-pela ten tu
one-SUFFIX ten two
‘l2 (i.e. l x 10 + 2)’
(17) tri-pela ten tri
three-SUFFIX ten three
‘33 (i.e. 3 x 10 + 3)’
However, in current usage, these traditional numerals are replaced by their
standard English equivalents (in local pronunciation and spelling), with all the
idiosyncrasies of standard English, i.e. twelv, teti-tri, respectively (Mihalic 1971: 20).
Second, in a numerate culture, making frequent use of numerals, there is some
advantage to having shorter forms, especially where this does not lead to ambiguity. In
this way one can account for the contracted forms for 20 in Thai and Vietnamese (in the
latter language, also 30). A prelude to contraction can be seen in various
morphophonological alternations, which also serve economy of pronunciation. A further
contraction may be observed in Thai and Vietnamese - and perhaps some other languages,
although shorter descriptions even of Thai and Vietnamese often fail to note the
contraction under consideration. In both languages, a numeral like 2200 can be expressed
simply by saying ‘two thousand two’, with the convention that the apparent unit in fact
refers to the next lower power often, i.e. here 2 x 1000 + 2 x 100. Thai forms are
discussed by Noss (1964: 110—ill); a Vietnamese example is given in (18):
(18) hai ngàn hai
two thousand two
Now, this contraction actually gives rise to an ambiguity, since (18) can mean not
only 2200 but also 2002 (but not 2020, since the contraction is only possible where the
final component is of the next lower power of ten relative to the preceding element). If it
is necessary to express unequivocally 2200, then one can add the word for 100; in
Vietnamese at least, putting íé ‘and’ before the final element unequivocally indicates
2002 (and the morphophonology of 1 means that there is always a distinction between
contracted 1001, with sharp falling tone on the element ‘1’, and 1100, with rising tone on
this element.
Finally, a radically different form, whether an irregular combination or a
portmanteau morph, can serve to quickly identify a particular numeral. Thus, for instance,
the portmanteau Russian numeral sorok ‘40’ is readily identifiable as such, without any
need to identify morphemes for ‘4’ and ‘ten’. This might account for the other
irregularities noted above, such as the formation of the teens in Indonesian, or Khmer 20,
and also other occasional anomalies, such as the alternative form for 500 in Vietnamese:
nô’a ngàn, literally ‘half thousand’. Language is always an arena of tension between the
competing forces of clarity (favoring more extended formulations) and economy
(favoring more concise formulations), and our characterization of the “ideal” numeral
system in section 1 pays attention only to the former of these. Typologically, Southeast
Asian numeral systems seem to place more emphasis on clarity, but economy is never
completely absent.
REFERENCES

Chao, Yuan Ren. 1968. A Grammar of Spoken Chinese. Berkeley: University of


California Press.

Comrie, Bernard. 1997. ‘Some Problems in the Theory and Typology of Numeral
Systems’. In B. Palek (ed.): Proceedings of LP’96, 41 - 56. Prague: Charles
University Press.

Cornyn, William S. and D. Haigh Roop. 1968. Beginning Burmese. New Haven, CT:
Yale University Press.

Eco, Umberto. 1997. The Search for the Perfect Language. Oxford: Blackwell.
Linguistik Indonesia, Tahun ke 22, No. 2, Agustus 2004

Jacob, Judith M. 1968. Introduction to Cambodian. Oxford: Oxford University Press.

Mihalic, F. 1971. The Jacaranda Dictionary and Grammar of Melanesian Pidgin.


Milton, Qid.: Jacaranda Press. P.20.

Noss, R. B. 1964. Thai Reference Grammar. Washington, D.C.: Foreign Service


Institute.

Smyth, David. 2002. Thai: An Essential Grammar. London: Routledge.

Sneddon, James Neil. 1996. Indonesian Reference Grammar. St Leonards, NSW: Allen
& Unwin.

Thompson, Laurence C. 1987. A Vietnamese Reference Grammar. Revised ed.


Honolulu: University of Hawaii Press.

Yip Po-Ching and Don Rimmington. 1997. Chinese: An Essential Grammar. London:
Routledge.
III. Volume 10 No. 3 Desember 2009

MOTIF-MOTIF MASYARAKAT KOTA TEBING TINGGI


MENGGUNAKAN INTERNET 8
(Survei Pada Pengguna Warnet Di Kota Tebing Tinggi)

Oleh : Budiman **

Abstract

This study attempted to know the motivation of Tebing Tinggi’s people using
internet, in the perspective Uses and Gratifications theory. Using internet , people have
needs and motives based on the diverse social characteristics. That was why, researcher
wanted to know the using of internet based on the media's scheme - persons interactions
that covered the needs of the information, diversion, and personal identity.
This study used as many as 50 respondents. The result in this research found that
internet using based on information needs, could facilitate the users to find information
and increase knowledge. In fulfilling the needs of diversion; positively could cause
feelings of happines, and than to fulfill needs of personal identity, internet had helped
users to search for ideas and thoughts to create, maintain and enchance the cooperation
with various parties.

Keywords: User Motives in Using Internet

8
Telah dipresentasikan pada Seminar Hasil Penelitian BBPPKI Medan di Kota Parapat, Kabupaten Simalungun Tanggal
29 Juli 2009 dan pada Temu Ilmiah Balitbang SDM, Depkominfo RI, Di MMTC Jogyakarta tanggal 5-6 Oktober 2009.
** Penulis adalah Peneliti Pertama Bidang Komunikasi pada BBPPKI Medan
Latar Belakang Masalah
Teknologi Komunikasi dan Informatika (TIK) atau Information and
Communication Technology (ICT) semakin dirasakan penting dalam berbagai aspek
kehidupan manusia modern. Perkembangan TIK mendapat perhatian pemerintah. Upaya
yang dilakukan pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan Informatika yang
konsen terhadap perkembangan TIK melakukan beberapa aksi baik melalui program-
program maupun dengan kebijakan-kebijakan. Salah satu aksinya adalah membangun
Community Acces Point (CAP). Community Access Point (CAP) di Indonesia sendiri
memiliki banyak wujud, di antaranya akses internet yang ada di warnet-warnet yang
tergabung dalam Asosiasi Warung Internet Indonesia (Awari). Selain itu, ada juga
Warung Masyarakat Informasi (Warmasif) yang menyediakan akses informasi tentang
pelayanan publik di 50 lokasi di Indonesia. Disamping itu adanya teknologi internet telah
merangsang munculnya bisnis penyedia jasa internet yakni warnet.
Istilah “Warnet” merupakan istilah khas Indonesia untuk “warung internet”.
Warung adalah kalimat yang sangat akrab bagi telinga kita. Karena itulah ketika banyak
pengusaha mulai membuka usaha berjualan layanan internet maka mereka memberi nama
“Warung Internet” bagi usahanya. Bisnis warnet sudah tumbuh subur di Indonesia
terutama di daerah perkotaan. Perkiraan resmi dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII) terhadap jumlah pelanggan dan pemakai internet selama ini dan
perkiraan sampai akhir tahun 2006 adalah sesuai dengan tabel berikut ini:

Perkembangan Jumlah Pemakai Internet (kumulatif*) Di Indonesia


Tahun Pelanggan Pemakai
1998 134.000 512.000
1999 256.000 1.000.000
2000 400.000 1.900.000
2001 581.000 4.200.000
2002 667.002 4.500.000
2003 865.706 8.080.534
2004 1.087.428 11.226.143
2005 1.500.000 16.000.000
2006 1.700.000 20.000.000
2007* 2.000.000 25.000.000
* Perkiraan s/d akhir 2007
Sumber : www.apjii.or.id
Demi mendukung perkembangan TIK khususnya pemanfaatan internet di Provinsi
Sumatera Utara dalam menunjang berbagai aktivitas, Gubernur Sumatera Utara Drs.
Rudolf M. Pardede mencanangkan 2008 sebagai tahun kebangkitan TIK.
Bisnis warnet di Kota Tebing Tinggi sudah muncul sekitar tahun 2000 dan
mengalami kemajuan yang sangat pesat sekitar dua tahun terakhir, hingga saat ini jumlah
usaha warnet mencapai lebih dari 15 tempat dan rata-rata sehari terdapat sekitar 50
pengguna yang mengunjungi di setiap warnet. Para pengguna sangat menyambut baik
dengan menunjukkan minat yang tinggi terhadap adanya warnet.
Media internet muncul sebagai sarana yang ampuh menjangkau khalayak dengan
cepat dan mudah tanpa mengenal rintangan jarak dan waktu dan proses yang kompleks.
Internet menjadi semakin dekat dengan masyarakat dengan sifatnya hampir sama dengan
televisi atau media massa lainnya sehingga setiap orang dapat menggunakan media
tersebut tanpa harus berada di tempat yang khusus. Bagi masyarakat perkotaan dewasa ini
sudah tidak asing lagi dengan istilah warnet (warung internet). Bagi pengguna (user) yang
tidak memiliki perangkat komputer yang belum tersambung dengan jaringan internet
biasanya dapat mengakses di warnet. Beberapa aktifitas melalui komputer ataupun
internet dapat dilakukan disini seperti mencari informasi (browshing), chatting, e-mail,
bahkan bermain game. Internet semakin mampu meningkatkan intensitas dan kecepatan
serta jangkauan komunikasi dengan pengaruh sosial yang cukup besar. Komunikasi dapat
dilakukan manusia dengan begitu luas dan cepat dengan hadirnya internet.
Internet akan lebih mengefisienkan waktu dan sistem kerja dibandingkan dengan
komunikasi/ informasi secara manual, yang membutuhkan waktu yang lama dan tempat
yang terbatas. Dengan memiliki keunggulan dalam efesiensinya ini, internet menjadi
salah satu fenomena komunikasi bermedia yang terus berkembang serta semakin
dibutuhkan oleh masyarakat.
Pemerintah Indonesia bahkan mulai mendorong kepada warganya untuk
menggunakan media Internet seperti yang dilakukan oleh Depkominfo yang mensponsori
penayangan berbagai iklan di media televisi. Dimana iklan tersebut menggambarkan
bahwa anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar pun dapat memanfaatkan
media internet sebagai akses pencarian data jika diberikan tugas membuat kliping.
Tapi apakah penggunaan internet memang dapat memberikan manfaat positif atau
malah dapat berdampak negatif pada para penggunanya masih dapat belum dipastikan,
Seperti dijabarkan diatas ada banyak manfaat positif yang didapat dari penggunaan media
internet, tapi ada juga beberapa dampak negatif yang dapat dialami oleh para pengguna
internet. Seperti diketahui bahwa pengguna media internet dapat menelusuri apa saja yang
diinginkannya, terlepas dari apakah hal tersebut memberikan kontribusi positif bagi
pengguna tersebut atau bahkan berdampak rusaknya moralitas penggunanya.
Asumsi penggunaan sebuah media massa termasuk internet mendorong
terciptanya pemenuhan kebutuhan (gratifikasi media atau kepuasan) atau akibat yang
tidak diinginkan (ketidakpuasan), maka penggunaan internet diprediksi akan
menimbulkan dampak tertentu dalam diri masyarakat berupa gratifikasi media atau
tingkat kepuasan dalam menggunakan media internet.
Berbagai fungsi dan manfaat yang didapat dari internet tidak terlepas dari motif-
motif bagi penggunanya, untuk itu peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian
ini.
Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut : “Motif-motif apakah yang mendorong masyarakat Kota Tebing
Tinggi menggunakan Internet ?”

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan secara umum mengenai motif-motif yang
mendorong masyarakat Kota Tebing Tinggi menggunakan Internet.
Manfaat Penelitian :
Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini walau hanya pada sebuah kota diharapkan dapat
dijadikan masukan bagi pemerintah melalui Depkominfo ataupun Pemerintah Daerah
khususnya untuk mengkaji stategi perkembangan TIK khususnya internet dalam hal tren
penggunaannya.
Manfaat Teoretis
Penelitian ini untuk mengetahui penerapan pendekatan Uses and Gratifications,
dimana dalam penelitian berusaha untuk mengidentifikasi unsur motif-motif yang
menjadi pendorong khalayak untuk menggunakan internet. Dari penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan studi komunikasi serta
mampu memperkaya varian, alternatif rujukan serta sebagai khasanah referensi dalam
penelitian-penelitian tentang khalayak di masa mendatang terhadap pemanfaatan industri
teknologi komunikasi dan informasi.

KAJIAN PUSTAKA

Landasan Teori
Terkait dengan motif-motif penggunaan internet, dalam teori Uses and
Gratifications mengusulkan bahwa khalayak (pengguna) memainkan peran dalam
pemilihan dan penggunaan media. Khalayak berperan aktif dalam mengambil bagian
dalam proses komunikasi dan diorientasikan pada tujuan penggunaan media
(http://www.uky.edu/~drlane/capstone/contexts.htm).
Menurut pencetus teori ini, Blumler dan Katz (1974) mengutarakan bahwa
seorang pengguna media mencari sumber media yang terbaik guna memenuhi kebutuhan
mereka. Konsep dasar yang diteliti dari teori tersebut adalah : sumber sosial dan
psikologis dari kebutuhan, yang melahirkan, harapan-harapan, dari media massa atau
sumber-sumber lain yang menyebabkan, perbedaan pada pola terpaan media atau
keterlibatan dalam kegiatan lain, dan menghasilkan, pemenuhan kebutuhan serta, akibat-
akibat ,lain, bahkan akibat-akibat yang tidak dikehendaki (dalam Rakhmat, 2007).
Masyarakat memiliki tipologi kebutuhan dan motif beraneka ragam terhadap media
berdasarkan karakteristiknya sosialnya. Menurut Mc.Quail (2002), ada empat tipologi
motivasi khalayak dalam menggunakan media, yaitu :
1. Diversion ; melepaskan diri dari rutinitas dan masalah, sarana pelepasan emosi.
2. Personal relationships; yaitu persahabatan, dan kegunaan sosial.
3. Personal identity; yaitu referensi diri, eksplorasi realitas, dan penguatan nilai.
4. Surveillance; bentuk-bentuk pencarian informasi.
Mengenai fungsi media massa terhadap pemenuhan kebutuhan audien tersebut,
Harold D Laswell pernah mengajukan 3 fungsi media yaitu yaitu pengawasan
(Surveillance), korelasi (Correlation), dan transmisi budaya atau sosialisasi (Cultur
Transmission and Socialisation). Tiga fungsi ini kemudian ditambah oleh Charles Wright
yaitu fungsi hiburan (Entertaiment). Di sini media dianggap memberikan hiburan,
kesempatan melarikan diri dari kesibukan sehari-hari, informasi dan lain sebagainya.
Menurut Stephenson media massa hanya memenuhi satu jenis kebutuhan saja, yaitu
memuaskan hasrat bermain atau melarikan diri dari kenyataan. Sedangkan menurut
Wilbur Scramm, media massa memenuhi kebutuhan akan hiburan dan informasi. Ahli
komunikasi lainnya menyebutkan dua fungsi; media massa memenuhi kebutuhan akan
fantasi dan informasi menurut Weiss; atau hiburan dan informasi menurut Wilbur
Schramm. Yang lain lagi menyebutkan tiga fungsi media massa dalam memenuhi
kebutuhan, pengawasan lingkungan (surveillance), hubungan sosial (correlation), dan
hiburan serta transmisi kultural, seperti yang dirumuskan oleh Harold dan Charles
Wright. Motif kognitif menekankan kebutuhan manusia akan informasi dan kebutuhan
untuk mencapai tingkat ideasional tertentu. Motif afektif menekankan aspek perasaan
dan kebutuhan mencapai tingkat emosional tertentu (Rakhmat, 2004).
Dari berbagai jenis kebutuhan tersebut, William J Mc Guire (dalam Muchati
1972) kemudian mengelompokan jenis-jenis kebutuhan tersebut menjadi 2 dimensi, yaitu
kebutuhan yang bersifat afektif (yang berkaitan dengan perasaan) dan kebutuhan kognitif
(yang berkaitan dengan pengetahuan). Mengenai kebutuhan kognitif dan afektif Nurudin
menjelaskan, kebutuhan kognitif adalah kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan
informasi, pengetahuan, dan pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan
pada hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan, juga memuaskan rasa penasaran
dan dorongan untuk penyelidikan kita. Kebutuhan afektif adalah kebutuhan yang
berkaitan yang berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis,
menyenangkan, dan emosional. (Nurudin, 2007)
Sesuai dengan bentuk model-model yang lain, model Uses and Gratifications
adalah sebagai berikut :
Anteseden Motif Penggunaan Media Efek

Sumber : Jalaludin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi, 2001.

Definisi Konsep
Menurut Shannon dan Weaver (1949) komunikasi adalah bentuk interaksi
manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak (dalam
Wiryanto, 2000). Sementara Hafied Cangara (2007) mengatakan bahwa komunikasi
adalah sebuah proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran
informasi dengan satu sama lainnya , yang pada gilirannya akan tiba pada saling
pengertian yang mendalam.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan sosial budaya, telah berkembang media-
media lain yang kemudian dikelompokkan ke dalam media massa seperti internet dan
telepon selular.
Media massa yang lebih modern ini memiliki ciri-ciri seperti:
1. Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak penerima (melalui SMS atau
internet misalnya)
2. Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi namun juga oleh
individual
3. Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu
4. Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam
5. Penerima yang menentukan waktu interaksi (http://id.wikipedia.org/wiki
/Media_massa)
Mencermati beberapa fungsi media massa yang ditulis Dominick (2001) terdiri
dari pengawasan, penafsiran, penyebaran nilai, dan hiburan. Berdasarkan fungsi-fungsi ini
dapat disimpulkan bahwa media massa sebagai media pembangunan atau proses
perubahan ke arah kondisi kehidupan yang lebih baik (Ardianto dkk, 2007). Mengenai
fungsi internet juga tidak berbeda dengan media massa pada umumnya yang mempunyai
fungsi sosial seperti informasi, edukasi dan hiburan. Sebagai media yang bersifat masif,
internet berperan dalam menyampaikan informasi yang sifatnya mendidik, menghibur.
Selain sebagai media untuk mendidik, internet dapat juga sebagai media hiburan yang
dapat memenuhi selera masyarakat. demikian pula dengan fungsi lainnya. Sebagai media
hiburan ia juga dapat berfungsi dalam memenuhi selera masyarakat.
Kemudian menurut Alvin Toffler dalam bukunya The Third Wave (1980) membagi tiga
tahap perkembangan peradapan manusia yakni Agricultural, industrial, dan information.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Alvin_Toffler) Pendapat ini dapat disimpulkan bahwa
komunikasi memiliki andil dan sumbangan yang sangat besar dalam pembangunan.
Motivasi adalah faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara
tertentu. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah
kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan
memberikan kekuatan (energy) yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi
kepuasan ataupun mengurangi ketidakseimbangan. Oleh karena itu tidak akan ada
motivasi, jika tidak dirasakan rangsangan-rangsangan terhadap hal semacam di atas yang
akan menumbuhkan motivasi, dan motivasi yang telah tumbuh memang dapat menjadikan
motor dan dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atau pencapaian
keseimbangan.( http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi)
Sejalan dengan berkembangnya peradaban masyarakat dan kebudayaannya,
komunikasi bermedia (mediated communication) mengalami kemajuan pula dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pentingnya peranan media
(media sekunder) dalam proses komunikasi disebabkan oleh efisiensinya mencapai
komunikan dimana, dan kapan saja.
Penemuan internet dianggap sebagai penemuan yang cukup besar, yang mengubah
dunia dari bersifat lokal atau regional menjadi global. Karena internet terdapat sumber-
sumber informasi dunia yang dapat diakses oleh siapapun dan dimanapun melalui
jaringan internet. Melalui internet faktor jarak dan waktu sudah tidak menjadi masalah.
Dunia seolah-olah menjadi kecil, dan komunikasi menjadi mudah. Dalam hal ini Onno W.
Purbo (2001) melukiskan bahwa internet juga telah mengubah metode komunikasi massa
dan penyebaran data atau informasi secara fleksibel dan mengintegrasikan seluruh bentuk
media massa konvensional seperti media cetak dan audio visual (http://www.geocities.
com /inrecent/projec .html).
Warung Internet (disingkat : warnet) adalah salah satu jenis wirausaha yang
menyewakan jasa internet kepada khalayak umum. Warnet banyak dimanfaatkan oleh
mahasiswa, pelajar, profesional dan wisatawan asing. Warnet digunakan untuk
bermacam-macam tujuan, bagi pelajar, dan mahasiswa warnet banyak digunakan untuk:
mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah, melakukan riset, menulis skripsi. Sementara
bagi masyarakat umum warnet digunakan untuk: memeriksa kiriman surat elektronik (e-
mail) terbaru, melamar pekerjaan, bersosialisasi dan berkomunikasi (chatting), sarana
menikmati hiburan dan lain sebagainya ( http://id.wikipedia.org/wiki/ Warnet).
Pengguna internet di dunia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dalam tujuh
tahun terakhir pertumbuhan pengguna internet di dunia mencapai 208,7 %. Dari jumlah
populasi sebesar 6,574,666,417 jiwa, terdapat 1,114,274,426 pengguna internet atau
sekitar 16,9 % dari jumlah populasi tersebut. Sementara di kawasan Asia, peningkatan
yang terjadi lebih tinggi lagi, yakni mencapai 248,8 %. Dari populasi sebanyak
3,712,527,624 terdapat 398,709,065 pengguna internet. Pengguna internet di Indonesia
hanya berkisar 8,1 persen dari jumlah penduduk atau berkisar 18 juta penduduk dari total
penduduk Indonesia yang lebih dari 220 juta orang. Padahal akses internet yang merakyat
sangat dibutuhkan bukan hanya sekedar untuk sarana berkomunikasi murah dan cepat,
tetapi juga alat untuk mencerdaskan bangsa.( http://www.internetworldstats.com/ )
Minat masyarakat terhadap warung internet (warnet), menurut hasil riset AC
Nielsen terkini, menunjukan angka pertumbuhan yang cukup signifikan. Jika pada tahun
2000 warnet merupakan tempat favorit bagi 50% pengguna internet, maka pada tahun
2003 ini diperkirakan meningkat menjadi 64%. Peningkatan tersebut ternyata merupakan
dampak dari turunnya jumlah pengguna akses rumahan menjadi 7% pada tahun 2003, dari
13% pada tahun 2000. Tren penurunan tersebut diikuti pula oleh pengguna akses
kantoran, dari 42% pada tahun 2000 menjadi 18% pada tahun 2003. (http://free.vlsm. org/
v17/com/ictwatch/paper/paper051.htm).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan PT.Telkom tahun 2003, terhadap
1500 responden menyebutkan bahwa sebahagian besar dari pengguna internet terdiri dari
kelompok usia antara 17 tahun hingga 30 tahun sebanyak 70%. Berdasarkan data ini pula
pula pada umumnya mereka menggunakan internet untuk kepentingan komunikasi
elektronik, baik melalui e-mail, chatting maupun instan massaging. Namun ada juga dari
sebagian dari mereka menggunakan internet bermain game online. (www.wbizzasia.com,)

Definisi Operasional
Defenisi operasional dalam penelitian merupakan defenisi yang akan dijelaskan
dari beberapa variabel penelitian yang diambil dari unsur teori Grand Theory Uses and
Gratifications , teori pendukung dan konsep-konsep terutama terhadap motivasi
seseorang menggunakan media massa. Dengan demikian yang dimaksud dengan :
1. Motif dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mendorong masyarakat Kota
Tebing Tinggi untuk menggunakan internet di warnet yang mengarah kepada
pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidakseimbangan.
2. Masyarakat dalam penelitian ini yang dimaksud adalah pengguna yakni ; masyarakat
Kota Tebing Tinggi yang mampu menggunakan atau mengoperasionalisasikan
internet dalam kehidupannya.
3. Warung Internet (disingkat: warnet) adalah salah satu jenis wirausaha yang
menyewakan jasa internet kepada khalayak umum yang berada di Kota Tebing
Tinggi.

METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara. Salah
satu alasan untuk melakukan penelitian ini di Kota Tebing Tinggi adalah mengingat visi
dan misi kota ini adalah bercita-cita mewujudkan daerahnya menjadi kota pendidikan dan
masyarakat yang berpendidikan. Disamping itu ditambah dari visi Dinas Pendidikan Kota
Tebing Tinggi yang ingin mewujudkan masyarakat yang beriman, bertaqwa, menguasai
pengetahuan dan teknologi, berwawasan kebudayaan, kebangsaan dan masa depan.

Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yakni hanya memaparkan situasi dan peristiwa
apa adanya, tanpa mencari dan menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesa atau
membuat prediksi. Dengan kata lain dalam penelitian ini hanya memberikan deskripsi
secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu.

Populasi Dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Kota
Tebing Tinggi dan pengguna warnet. Untuk melihat jumlah populasi pengguna warnet
yang ada di Kota Tebing Tinggi, dilakukan pendataan dan wawancara kepada pemilik
atau pengelola warnet. Dari pendataan jumlah pengguna selama 7 (tujuh) hari di 15
warnet dapat dilihat pada tabel berikut :

Data Warnet Di Kota Tebing Tinggi


NO W A R N E T Rata-Rata Pengunjung
1 Spider.Net 35
2 Green.Net 75
3 Bio.Net 80
4 Raja Net 50
5 Ridho Net 50
6 Diamond 30
7 Thamrin. Net 70
8 Qioz Online 50
9 Inter. Net 40
10 Ono Net 20
11 Sky Link 40
12 Primkopad. Net 60
13 One Stop. Net 60
14 Star Net 50
15 D.Net 40
Jumlah 750
Sumber :Data survei tanggal 4-7 Maret 2009.
Dari sekitar 15 warnet yang terdapat di Kota Tebing Tinggi rata-rata
pengunjungnya sebanyak 750 orang, dan jumlah ini dianggap sebagai jumlah populasi
pengguna warnet di Kota Tebing Tinggi. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
non-probability, dan untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini merujuk
pendapat Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992) memberikan pedoman penentuan
jumlah sampel sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen. (http://home.
unpar.ac.id/~hasan/ SAMPLING.doc.). Dan untuk menentukan jumlah sampel dalam
penelitian ini, dilakukan dengan menghitung jumlah rata-rata pengunjung dibagi dengan
jumlah warnet yang ada. Maka jumlah sampel yang diperoleh adalah 750 : 15 = 50 orang.
Untuk pengambilan sampel dari populasi yang homogen ini memiliki keuntungan yakni
terletak pada ketepatan peneliti memilih sumber data sesuai dengan variabel yang diteliti.
Selanjutnya kuisioner disebarkan ke limabelas warnet tersebut masing-masing warnet
mendapat 3 atau 4 responden. Teknis pengambilan atau penentuan responden di warnet
yakni merujuk pada pengunjung bernomor ganjil.

Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yakni :
Data Primer ; diperoleh melalui kuisioner yang diberikan kepada responden terpilih.
Disamping itu juga dilakukan wawancara terstruktur kepada beberapa responden untuk
memperkuat data yang terkumpul melalui kuisioner.
Data Sekunder ; diperoleh melalui buku-buku, hasil-hasil penelitian terdahulu, makalah,
suratkabar, dan pencarian informasi melalui internet.

Perancangan Alat Ukur Dan Analisis

No Dimensi Indikator penelitian


1 Anteseden Sosiodemografis Usia, jenis kelamin, pendidikan,
dan psikologis pekerjaan, pengeluaran
2 Motif Kebutuhan Kebutuhan informasi, pengawasan
Kognitif lingkungan, eksplorasi realitas.
Kebutuhan Kebutuhan pelepasan dari tekanan,
Diversi hiburan
Kebutuhan Memperkuat/menonjolkan sesuatu
Identitas Personal yang penting dalam kehidupan
3 Penggunaan Penggunaan Pengalaman, Durasi yang digunakan,
Media Warnet frekuensi penggunaan, isi, jenis, dan
manfaat
4 Sikap Nilai-nilai Penilaian terhadap Internet

Dari model Uses and Gratifications, dalam penelitian ini akan dibatasi pada
dimensi-dimensi motif penggunaan media saja.

Analisis Data
Data yang terkumpul seluruhnya akan ditabulasikan ke dalam tabel tunggal dan
juga membuat beberapa tabulasi silang berdasarkan tujuan penelitian. Analisis data
dilakukan dalam beberapa tahap :
1. Membuat tabel distribusi frekuensi (f ) dan prosentasi (%) serta interpretasi untuk
keseluruhan data penelitian.
2. Mengadakan diskusi dan pembahasan hasil temuan data penelitian.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kota Tebing Tinggi terletak di wilayah Provinsi Sumatera Utara yang berjarak 80
km dari Kota Medan dan berada di jalur lintas jalan nasional menuju Kota Pematang
Siantar dan Kota Kisaran. Kota Tebing Tinggi terletak antara 30 19’ – 30 21’ Lintang
Utara dan 980 9’ – 980 11’ Bujur Timur dengan ketinggian antara 26 m – 334 m di atas
permukaan laut.
Luas wilayah Kota Tebing Tinggi adalah 38.438 Km2 dan secara administratif
mempunyai 5 (lima) kecamatan. Dan memiliki jumlah penduduk sebesar 139.409 jiwa,
dapat dilihat pada tabel berikut :
Kecamatan Di Kota Tebing Tinggi
NO Kecamatan Luas (Km²) Jumlah Penduduk
1. Padang Hulu 8,511 24277
2. Rambutan 5,935 27647
3. Padang Hilir 11,441 27419
4. Tebing Tinggi Kota 3,473 29783
5. Bajenis 9,078 30283
Total 38,438 139.409
Sumber : Data BPS Kota Tebing Tinggi 2007

Wilayah Kota Tebing Tinggi berbatasan dengan :


Utara : Kebun Rambutan, PTPN III Kabupaten Serdang Bedagai ;
Selatan : Kebun Paya Pinang, Kabupaten Serdang Bedagai;
Timur : Kebun Tanah Bersih, PT. Socfindo Kabupaten Serdang Bedagai;
Barat : Kebun Bahilang, Kebun Gunung Pamela Kabupaten Serdang Bedagai.
Perkembangan TIK khususnya internet tergolong maju di Kota Tebing Tinggi,
termasuk munculnya usaha penyedia jasa internet yakni warnet. Sekitar tahun 2000 usaha
warnet sudah ada, dan pesatnya sekitar tahun 2006-2007. Walau relatif dianggap media
baru namun internet sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Kota Tebing Tinggi. Berbagai
bidang profesi sudah memanfaatkan media ini. Bila dilihat dari karakteristik pengunjung
warnet memang didominasi oleh kaum pelajar SLTA maupun SLTP, namun terdapat juga
profesi lainnya seperti para wartawan, pegawai swasta bahkan pegawai negeri. Saat
dilakukan penelitian ini data usaha warnet di Kota Tebing Tinggi terdapat sekitar
limabelas unit yang tersebar di inti kota dan di dekat sekolah-sekolah.

Hasil Temuan :
Sosiodemografis Dan Psikologis
Responden yang berjumlah 50 orang dalam penelitian ini dilihat dari aspek sosio-
demografis-nya mencakup : Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Pengeluaran biaya
perbulan, dan Pekerjaan. Berikut datanya yang ditampilkan dalam bentuk tabel.
Tabel 1. Usia
NO USIA F %
1 ≤ 17 Tahun 34 68.0
2 18 - 23 Tahun 6 12.0
3 24 – 29 Tahun 7 14.0
4 30 – 35 Tahun 2 4.0
5 ≥ 35 Tahun 1 2.0
Total 50 100.0
Sumber : K 1
n = 50
Dari tabel 1, yang memuat usia responden dapat dijelaskan bahwa sebanyak 34
orang (68 %) dalam kategori usia ≤ 17 Tahun, kemudian diikuti sebanyak 7 orang dalam
kategori usia 24 – 29 Tahun dan selanjutnya sebanyak 6 orang (12%).
Tabel 2. Jenis Kelamin
NO JENIS KELAMIN F %
1 Laki-laki 29 58.0
2 Perempuan 21 42.0
Total 50 100.0
Sumber : K 2
n = 50
Mengenai jenis kelamin yang dimuat pada tabel 2 dapat secara porposional hampir
terbagi sama yakni laki-laki sebanyak 29 orang (58%) dan perempuan 21 orang (42%).
Tabel 3. Tingkat Pendidikan
NO TINGKAT PENDIDIKAN F %
1 SD 1 2.0
2 SMP 5 10.0
3 SMA 31 62.0
4 Diploma 7 14.0
5 Sarjana (S1) 6 12.0
Total 50 100.0
Sumber : K 3
n = 50

Tingkat pendidikan responden yang terjaring dalam penelitian ini yakni yang
terbanyak dari kelompok SMA 31 orang (62%), Diploma 7 orang (14%) dan sarjana 6
orang (12%).
Tabel 4. Pengeluaran Per Bulan
NO PENGELUARAN PER BULAN F %
1 < Rp.500.000,- 26 52.0
2 Rp.500.000,- s/d Rp.1.000.000,- 16 32.0
3 Rp.1.000.000,- s/d Rp.1.500.000,- 2 4.0
4 Rp.1.500.000,- s/d Rp.2.000.000,- 4 8.0
5 > Rp.2.000.000,- 2 4.0
Total 50 100.0
Sumber : K 4
n = 50

Kategori tingkat pengeluaran perbulan dari responden yang terbanyak adalah


pada kategori <Rp.500.000,- yakni sebanyak 26 orang (52%), kemudian pada kategori
Rp.500.000,- s/d Rp.1.000.000,- sebanyak 16 orang (32%) serta pada kategori
Rp.1.500.000,- s/d Rp.2.000.000,- sebanyak 4 orang (8%).
Tabel 5. Pekerjaan
NO PEKERJAAN F %
1 PNS/TNI/Polri/BUMN 1 2.0
2 Pegawai Swasta 8 16.0
3 Wiraswasta/Berdagang 6 12.0
4 Pelajar/Mahasiswa 31 62.0
5 Lain-lainya 3 6.0
6 Belum Bekerja 1 2.0
Total 50 100.0
Sumber : K 5
n = 50

Pelajar atau mahasiswa merupakan responden terbanyak dalam penelitian ini


yakni sebesar 31 orang (62%), kemudian pegawai swasta sebanyak 8 orang (16%) serta
wiraswasta sebanyak 6 orang (12%).
Banyaknya pelajar/mahasiswa yang menggunakan di warnet sepertinya sudah menjadi
tuntutan jaman ataupun pergaulan dewasa ini. Disamping itu beberapa sekolah telah
memiliki sarana laboratorium komputer yang online.

Kebutuhan Informasi
Kebutuhan akan informasi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap
responden dalam memenuhi kebutuhan informasi melalui penggunaan internet yang
tersaji dalam tabel-tabel yang dapat dilihat berikut di bawah ini:
Tabel 6. Mencari Informasi Via Internet
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 30 60.0
2 Setuju 20 40.0
3 Kurang Setuju 0 0
4 Tidak Setuju 0 0
Total 50 100.0
Sumber : K 6
n = 50
Untuk memenuhi kebutuhan informasi banyak cara dan media yang dapat diakses,
demikian halnya dengan penelitian ini menawarkan untuk pengaksesan informasi melalui
media internet hampir mayoritas responden menyatakan sangat setuju yakni sebanyak 30
orang (60%) dan yang menyatakan setuju sebanyak 20 orang (40%).

Tabel 7. Internet Sebagai Sumber Informasi


NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 32 64.0
2 Setuju 18 36.0
3 Kurang Setuju 0 0
4 Tidak Setuju 0 0
Total 50 100.0
Sumber : K 7
n = 50
Banyak pilihan media untuk mengakses informasi, salah satunya adalah internet.
Internet dapat dijadikan sumber informasi dinyatakan sangat setuju oleh responden
sebanyak 32 orang (64%) dan pernyataan setuju sebanyak 18 orang (36%).
Tabel 8. Informasi Sosial Via Internet
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 20 40.0
2 Setuju 23 46.0
3 Kurang Setuju 5 10.0
4 Tidak Setuju 2 4.0
Total 50 100.0
Sumber : K 8
n = 50
Untuk informasi sosial responden yang menyatakan setuju sebanyak 23 orang
(46%) dan sangat setuju sebanyak 20 orang (40%) kemudian yang kurang setuju
sebanyak 5 orang (10%).
Tabel 9. Internet Sesuai Dengan Kebutuhan Dan Harapan
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 18 36.0
2 Setuju 24 48.0
3 Kurang Setuju 6 12.0
4 Tidak Setuju 2 4.0
Total 50 100.0
Sumber : K 9
n = 50
Kehadiran internet telah memenuhi kebutuhan dan harapan responden, untuk
pernyataan ini responden yang menyatakan setuju sebanyak 24 orang (48%), yang
menyatakan sangat setuju sebanyak 18 orang (36%), kemudian yang menyatakan kurang
setuju sebanyak 6 orang (12%).
Tabel 10. Mengetahui Kondisi Di Tempat Lain
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 23 46.0
2 Setuju 23 46.0
3 Kurang Setuju 2 4.0
4 Tidak Setuju 2 4.0
Total 50 100.0
Sumber : K 10
n = 50
Dengan mengakses internet dapat mengetahui kondisi di tempat lain, pernyataan
ini dinyatakan sangat setuju dan setuju oleh responden masing-masing sebanyak 23 orang
(46%), dan yang kurang setuju serta tidak setuju sebanyak 2 orang (4%).
Tabel 11. Motivasi Untuk Mempelajari Sesuatu
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 14 28.0
2 Setuju 30 60.0
3 Kurang Setuju 6 12.0
4 Tidak Setuju 0 0
Total 50 100.0
Sumber : K 11
n = 50
Dari tabel 11 dapat dilihat bahwa adanya internet bagi responden termotivasi
untuk mempelajari sesuatu sesuai dengan keinginan dan keperluan, untuk hal ini yang
menyatakan setuju sebanyak 30 orang (60%), diikuti sebanyak 14 orang (28%) untuk
sangat setuju, serta sebanyak 6 orang (12%) menyatakan kurang setuju.
Tabel 12. Motivasi Untuk Menambah Pengetahuan
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 25 50.0
2 Setuju 24 48.0
3 Kurang Setuju 1 2.0
4 Tidak Setuju 0 0
Total 50 100.0
Sumber : K 12
n = 50
Dari tabel 12 mengenai adanya internet bagi pengguna/responden telah
termotivasi untuk menambah pengetahuan, untuk pernyataan ini dinyatakan sangat setuju
oleh sebanyak 25 orang (50%) dan sebanyak 24 orang (48%) menyatakan setuju.

Kebutuhan Diversi
Pernyataan-pernyataan kebutuhan diversi dalam penelitian ini yang tersaji dalam
bentuk tabel dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 13. Internet Membantu Untuk Melarikan Diri Dari Persoalan


NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 11 22.0
2 Setuju 7 14.0
3 Kurang Setuju 13 26.0
4 Tidak Setuju 19 38.0
Total 50 100.0
Sumber : K 13
n = 50

Penggunaan internet dalam memenuhi salah satu kebutuhan diversi yakni untuk
melarikan diri dari persoalan dinyatakan responden dengan tidak setuju yakni sebanyak
19 orang (38%), kurang setuju sebanyak 13 orang (26%), kemudian diikuti yang
menyatakan sangat setuju sebanyak 11 orang (22%).

Tabel 14. Internet Sebagai Sarana Bermain (Game)


NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 7 14.0
2 Setuju 15 30.0
3 Kurang Setuju 24 48.0
4 Tidak Setuju 4 8.0
Total 50 100.0
Sumber : K 14
n = 50
Selanjutnya dari tabel 14 mengenai internet sebagai sarana bermain (game)
dinyatakan kurang setuju oleh sebanyak 24 orang (48%), namun yang setuju diakui oleh
sebanyak 15 orang (30%), kemudian diikuti yang menyatakan setuju sebanyak 7 orang
(14%).
Tabel 15. Internet Mampu Menimbulkan Kesenangan
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 17 34.0
2 Setuju 30 60.0
3 Kurang Setuju 3 6.0
4 Tidak Setuju 0 .0
Total 50 100.0
Sumber : K 15
n = 50
Internet dianggap mampu memberikan kesenangan, pernyataan ini disikapi setuju
oleh responden yakni sebanyak 30 orang (60%), diikuti pernyataan setuju sebanyak 17
orang (34%) dan yang kurang setuju hanya 3 orang (6 %).
Tabel 16. Internet Meningkatkan Hubungan Silaturahmi
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 17 34.0
2 Setuju 23 46.0
3 Kurang Setuju 6 12.0
4 Tidak Setuju 4 8.0
Total 50 100.0
Sumber : K 16
n = 50
Internet memiliki fasilitas untuk berkomunikasi salah satunya adalah chatting,
dengan adanya fasilitas ini internet dianggap dapat meningkatkan hubungan silahturahmi.
Untuk pernyataan tersebut sebanyak 23 orang (46%) menyatakan setuju dan diikuti
sebanyak 17 orang (34%) menyatakan sangat setuju. Namun terdapat yang menyatakan
kurang setuju sebanyak 6 orang (12%).
Tabel 17. Internet Dapat Melupakan Dan Mengatasi Kesulitan Hidup
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 7 14.0
2 Setuju 11 22.0
3 Kurang Setuju 21 42.0
4 Tidak Setuju 11 22.0
Total 50 100.0
Sumber : K 17
n = 50
Internet dalam upaya untuk melupakan dan mengatasi kesulitan hidup, ternyata
pernyataan ini direspon oleh sebanyak 21 orang (42%) dengan sikap kurang setuju, dan
diikuti oleh yang menyatakan tidak setuju sebanyak 11 orang (22%), namun dengan
jumlah yang sama yakni sebanyak 11 orang (22%) menyatakan sebaliknya yakni dengan
sikap setuju.
Tabel 18. Internet Menjadi Sarana Mengisi Waktu Luang
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 14 28.0
2 Setuju 28 56.0
3 Kurang Setuju 6 12.0
4 Tidak Setuju 2 4.0
Total 50 100.0
Sumber : K 18
n = 50
Pernyataan Internet dapat dijadikan sarana untuk mengisi waktu luang direspon
oleh sebanyak 28 orang (56 %) dengan menyatakan setuju dan diikuti sebanyak 14 orang
(28%) yang menyatakan sangat setuju. Sementara yang menyatakan kurang setuju
sebanyak 6 orang (12 %).
Tabel 19. Internet Menjadi Sarana Bersantai
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 11 22.0
2 Setuju 31 62.0
3 Kurang Setuju 6 12.0
4 Tidak Setuju 2 4.0
Total 50 100.0
Sumber : K 19
n = 50
Internet dijadikan sarana untuk bersantai, ternyata hal ini direspon dengan sikap
setuju oleh sebanyak 31 orang (62%) dan diikuti sebanyak 11 orang (22%) yang
menyatakan sangat setuju. Sementara yang menyatakan kurang setuju sebanyak 6 orang
(12%).
Tabel 20. Mencari Persahabatan Di Lingkungan Sekitar / Luar
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 19 38.0
2 Setuju 26 52.0
3 Kurang Setuju 4 8.0
4 Tidak Setuju 1 2.0
Total 50 100.0
Sumber : K 20
n = 50
Fasilitas yang terdapat pada internet memungkinkan untuk melakukan komunikasi
bermedia, hal ini tentu saja dapat membangun relasi atau persahabatan dengan pengguna
disekitar atau diluar lingkungan responden. Pernyataan sikap setuju ditunjukan oleh
sebanyak 26 orang (52 %) dan diikuti sebanyak 19 orang (38 %) yang menyatakan sangat
setuju. Dan yang kurang setuju untuk pernyataan ini hanya 4 orang (8 %).
Tabel 21. Internet Membantu Mengatasi Persoalan
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 8 16.0
2 Setuju 27 54.0
3 Kurang Setuju 13 26.0
4 Tidak Setuju 2 4.0
Total 50 100.0
Sumber : K 21
n = 50
Hadirnya internet dapat membantu mengatasi persoalan, pernyataan ini direspon
oleh sebanyak 27 orang (54 %) dengan sikap setuju, namun yang kurang setuju
dinyatakan oleh sebanyak 13 orang (26 %) dan kembali pada sikap yang sangat setuju
sebanyak 8 orang (16 %).

Tabel 22. Internet Mengatasi Kebosanan


NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 12 24.0
2 Setuju 21 42.0
3 Kurang Setuju 13 26.0
4 Tidak Setuju 4 8.0
Total 50 100.0
Sumber : K 22
n = 50
Internet dapat dijadikan untuk mengatasi kebosanan dalam menjalani rutinitas
hidup, penyataan ini direspon oleh sebanyak 21 orang (42 %) dengan sikap setuju, namun
yang kurang setuju diakui oleh sebanyak 13 orang (26 %). Dan kembali pada sikap sangat
setuju sebanyak 12 orang (24 %).

Kebutuhan Identitas Personal


Dalam memenuhi kebutuhan indentitas personal dalam penggunaan internet dalam
temuan penelitian ini yang disajikan dalam bentuk tabel dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 23. Membantu Mencari Ide Untuk Berkreasi
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 18 36.0
2 Setuju 26 52.0
3 Kurang Setuju 4 8.0
4 Tidak Setuju 2 4.0
Total 50 100.0
Sumber : K 23
n = 50
Dalam melakukan suatu kegiatan (menyelesaikan tugas-tugas kantor atau sekolah)
terkadang kita mengalami kebuntuan. Dan adanya internet dianggap mengatasi kebuntuan
tersebut dalam mencari ide untuk berkreasi. Pernyataan ini disikapi setuju oleh sebanyak
26 orang (52 %) dan diikuti sebanyak 18 orang (36 %) yang menyatakan sangat setuju.
Namun ada sikap yang menyatakan kurang setuju sebanyak 4 orang (8 %).
Tabel 24. Membantu Beraktivitas/Berusaha/Berbisnis
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 16 32.0
2 Setuju 23 46.0
3 Kurang Setuju 8 16.0
4 Tidak Setuju 3 6.0
Total 50 100.0
Sumber : K 24
n = 50
Beraktivitas, berusaha atau berbisnis di dunia maya ternyata menarik perhatian
untuk sebagian orang, hal ini tergambar dari pernyataan sikap setuju yang ditunjukan oleh
sebanyak 23 orang (46 %), dan diikuti sebanyak 16 orang (32 %) yang menyatakan sangat
setuju. Kemudian yang kurang setuju terdapat sebanyak 8 orang (6 %).
Tabel 25. Membantu Menjalin Kerja Sama
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 17 34.0
2 Setuju 25 50.0
3 Kurang Setuju 5 10.0
4 Tidak Setuju 3 6.0
Total 50 100.0
Sumber : K 25
n = 50
Internet juga dianggap dapat menjalin kerjasama untuk beraktivitas kegiatan yang
digeluti, hal ini juga tergambar pada tabel di atas, yakni sebanyak 25 orang (50 %)
menyatakan setuju dan diikuti sebanyak sangat setuju sebanyak 17 orang (34 %), serta
yang kurang setuju sebanyak 5 orang (10%).
Tabel 26. Membantu Meningkatkan Kerja Sama
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 7 14.0
2 Setuju 31 62.0
3 Kurang Setuju 7 14.0
4 Tidak Setuju 5 10.0
Total 50 100.0
Sumber : K 26
n = 50
Telah terjalinnya hubungan kerjasama ternyata internet juga dapat meningkatkan
kerjasama tersebut, hal ini dirasakan oleh sebanyak 31 orang (62 %), dan diikuti sebanyak
7 orang (14 %) yang menyatakan sangat setuju. Namun sebanyak 7 orang (14 %)
menyatakan kurang setuju karena belum merasakan manfaatkan tersebut.
Tabel 27. Membantu Mendapatkan Informasi Dunia Usaha
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 13 26.0
2 Setuju 28 56.0
3 Kurang Setuju 5 10.0
4 Tidak Setuju 4 8.0
Total 50 100.0
Sumber : K 27
n = 50
Internet juga dianggap telah membantu responden untuk mendapatkan informasi
dunia usaha, pernyataan ini disikapi dengan pernyataan setuju sebanyak 28 orang (56 %),
dan diikuti dengan sangat setuju oleh sebanyak 13 orang (26%). Dan terakhir yang
menyatakan kurang setuju sebanyak 5 orang (10%).

Penggunaan Internet
Penggunaan internet bagi responden dalam penelitian ini meliputi : pengalaman
responden dalam penggunaan internet, biaya akses internet dan sebagainya. Untuk lebih
lanjut dapat disimak dibawah ini yang tersaji dalam bentuk tabel.

Tabel 28. Perkembangan TIK Di Daerah


NO TANGGAPAN F %
1 Sangat Maju 7 14.0
2 Maju 32 64.0
3 Kurang Maju 11 22.0
4 Tidak Maju 0 0
Total 50 100.0
Sumber : K 28
n = 50
Perkembangan teknologi informasi dan teknologi (TIK) semakin pesat dan hal ini
ditanggapi maju oleh sebanyak 32 orang (64%), namun yang menanggapinya dengan
kurang maju cukup lumayan yakni 11 orang (22%) dan terakhir yang menanggapi sangat
maju adalah sebanyak 7 orang (14%).
Tabel 29. Minat Terhadap Internet
NO SIKAP F %
1 Sangat Berminat 32 64.0
2 Berminat 18 36.0
3 Kurang Berminat 0 0
4 Tidak Berminat 0 0
Total 50 100.0
Sumber : K 29
n = 50
Dalam penggunaan internet terlepas pada minat seseorang untuk itu terdapat 32
orang (64%) yang menyatakan sangat berminat dan diikuti dengan berminat sebanyak 18
orang (36%).
Tabel 30. Pertama Kali Belajar Internet
NO BELAJAR DARI F %
1 Teman 20 40.0
2 Keluarga 1 2.0
3 Sekolah 13 26.0
4 Kursus/Pelatihan 3 6.0
5 Belajar Sendiri dari majalah/buku 13 26.0
Total 50 100.0
Sumber : K 30
n = 50
Pengalaman responden pertama kali belajar internet adalah yang tertinggi belajar
dari teman yakni diakui oleh sebanyak 20 orang (40%), kemudian diikuti belajar dari
sekolah atau belajar sendiri dari majalah/buku yakni masing-masing diakui oleh sebanyak
13 orang (26 %).
Tabel 31. Pengalaman Menggunakan Internet
NO LAMA F %
1 6 Bulan 11 22.0
2 1 Tahun 9 18.0
3 2 Tahun 4 8.0
4 Lebih dari 2 Tahun 26 52.0
Total 50 100.0
Sumber : K 31
n = 50
Pengalaman responden tentang sudah seberapa lama menggunakan internet, yang
terbanyak telah menggunakan media ini lebih dari 2 tahun yakni sebanyak 26 orang (52
%), kemudian ada yang menggunakan baru sekitar 6 bulan diakui oleh sebanyak 11 orang
(22%), dan diikuti yang telah menggunakan sekitar 1 tahun yakni sebanyak 9 orang
(18%)
Tabel 32. Pemanfaatan Internet
NO MANFAAT F %
1 Membantu Pekerjaan/Studi 14 28.0
2 Mencari Informasi 23 46.0
3 Hiburan 7 14.0
4 Media Komunikasi 3 6.0
5 Lainnya 3 6.0
Total 50 100.0
Sumber : K 32
n = 50
Manfaat internet yang dapat dirasakan oleh para responden adalah yang paling
besar dalam penelitian ini adalah mencari informasi yakni diakui sebanyak 23 orang
(46%), diikuti membantu pekerjaan/studi yakni sebanyak 14 orang (28%), dan
selanjutnya untuk hiburan diakui oleh sebanyak 7 orang (14%).
Tabel 33. Penggunaan Internet Per Minggu
NO WAKTU F %
1 < 1 Jam 0 0
2 1 s/d 4 Jam 16 32.0
3 5 s/d 8 Jam 19 38.0
4 > 8 Jam 15 30.0
Total 50 100.0
Sumber : K 33
n = 50
Mengenai penggunaan internet dalam seminggu yang tertinggi adalah rata-rata
responden menggunakannya sekitar 5 s/d 8 jam sebanyak 19 orang (38%), kemudian
diikuti rata-rata penggunaan 1 s/d 4 jam sebanyak 16 orang (32%). Dan terakhir adalah
yang menggunakan internet rata-rata lebih dari 8 jam per minggu sebanyak 15 orang
(30%).
Tabel 34.Tempat Lain Mengakses Internet
NO TEMPAT F %
1 Di rumah 8 16.0
2 Di kantor 8 16.0
3 Di sekolah 24 48.0
4 Di tempat lainnya 10 20.0
Total 50 100.0
Sumber : K 34
n = 50
Walau dalam penelitian ini terfokus pada responden yang mengakses internet di
warnet, namun kecenderungan tempat lain yang sering digunakan perlu juga untuk
diketahui. Jawaban terbanyak adalah di sekolah yakni sebanyak 24 orang (48%) hal ini
dikarenakan sekolah sekarang pada umumnya telah mempelajari bidang studi TIK
(komputer dan internet) dan memiliki laboratorium komputer. Kemudian di tempat lain
disini maksudnya di rumah teman yakni sebanyak 10 orang (20%) dan di rumah serta
kantor masing-masing sebanyak 8 orang (16%).
Tabel 35. Alasan Menggunakan Internet
SIKAP Sangat Mendorong Kurang Tidak
NO Mendorong Mendorong Mendorong
ALASAN F % F % F % F %
1 Kemudahan Akses 0 0 0 0
24 48.0 26 52.0
Informasi
2 Kemudahan Untuk
14 28.0 29 58.0 5 10.0 2 4.0
Komunikasi
3 Tuntutan 0 0
23 46.0 21 42.0 6 12.0
Pekerjaan/Studi
4 Kelengkapan Fasilitas 12 24.0 25 50.0 11 22.0 2 4.0
5 Rasa Ingin Tahu 24 48.0 26 52.0 0 0 0 0
6 Mengikuti
23 46.0 23 46.0 2 4.0 2 4.0
Perkembangan Zaman
Sumber : K 35
n=5
Beberapa alasan yang memotivasi responden untuk menggunakan internet adalah
karena kemudahan akses informasi diakui mendorong oleh 26 orang (52%) dan sangat
mendorong bagi 24 orang (48%). Alasan kemudahan untuk komunikasi (komunikasi
bermedia) dinilai mendorong bagi sebanyak 29 orang (58%) dan diikuti oleh 14 orang
(28%) yang menyikapi sangat mendoron.
Untuk tuntutan pekerjaan/studi hal ini diakui sangat mendorong bagi 23 orang (46%) dan
mendorong bagi 21 orang (42%).
Kemudian termotivasi karena kelengkapan fasilitas yang ada pada internet diakui
mendorong oleh 25 orang (50%) dan sangat mendorong bagi 12 orang (24%).
Keingintahuan juga faktor yang memberikan motivasi bagi responden untuk
menggunakan internet, hal ini disikapi mendorong oleh sebanyak 26 orang (52%) dan
bahkan hal ini sangat mendorong bagi 24 orang (48 %).
Dan yang terakhir alasan untuk mengikuti perkembangan zaman diakui sangat
mendorong dan mendorong oleh masing-masing sebanyak 23 orang (46%).
Tabel 36. Kegiatan Yang Dilakukan Via Internet
SIK Sangat Sering Jarang Tidak
NO AP Sering Pernah
F % F % F % F %
KEGIATAN
1 E-mail 9 18.0 28 56.0 12 24.0 1 2.0
SIK Sangat Sering Jarang Tidak
NO AP Sering Pernah
2 Chatting 14 28.0 21 42.0 11 22.0 4 8.0
KEGIATAN
3 Mengakses lowongan pekerjaan 2 4.0 12 24.0 13 26.0 23 46.0
4 Mengakses berita on-line 6 12.0 22 44.0 13 26.0 9 18.0
5 Reservasi tiket 0 0 0 0 9 18.0 41 82.0
6 Mengakses bahan referensi 8 16.0 12 24.0 14 28.0 16 32.0
7 Menawarkan barang/produk 0 0 2 4.0 5 10.0 43 86.0
8 Membeli barang/produk dan
0 0 2 4.0 8 16.0 40 80.0
jasa
9 Mengakses informasi hiburan 11 22.0 28 56.0 8 16.0 3 6.0
10 Mengakses informasi kesehatan 7 14.0 17 34.0 17 34.0 9 18.0
11 Mengakses informasi
16 32.0 20 40.0 8 16.0 6 12.0
pendidikan
12 Mailinglist (tukar informasi) 3 6.0 24 48.0 15 30.0 8 16.0
13 Jaringan sosial online 13 26.0 21 42.0 11 22.0 5 10.0
14 Browsing (mencari informasi) 24 48.0 21 42.0 3 6.0 2 4.0
15 E-commerce (bisnis via
4 8.0 2 4.0 3 6.0 41 82.0
internet)
16 Download program/data/lagu 13 26.0 25 50.0 6 12.0 6 12.0
17 Upload program/data/lagu 13 26.0 8 16.0 10 20.0 19 38.0
18 Video conference via internet 4 8.0 7 14.0 18 36.0 21 42.0
19 Audio via internet 3 6.0 13 26.0 11 22.0 23 46.0
20 Game-online 14 28.0 11 22.0 17 34.0 8 16.0
21 Telepon via internet 1 2.0 3 6.0 11 22.0 35 70.0
22 Mengakses situs porno 0 0 3 6.0 14 28.0 33 66.0
Sumber : K 36
n = 50
Banyak kegiatan yang dapat dilakukan jika mengakses internet. Pada tabel 36.
menampilkan beberapa contoh kegiatan yang biasanya dilakukan oleh pengguna internet.
Hanya sebagian dari beberapa kegiatan yang dipaparkan disini. Untuk kegiatan e-mail
diakui sering dilakukan oleh sebanyak 28 orang (56%), kemudian jarang 12 orang (24%)
dan selanjutnya diakui sangat sering oleh sebanyak 9 orang (18%).
Kemudian untuk kegiatan chatting diakui sering oleh sebanyak 21orang (42%) dan
diikuti sangat sering sebanyak 14 orang (28%).
Untuk mengakses berita on-line dinyatakan sering oleh sebanyak 22 orang (44%) dan
yang jarang mengaksesnya diakui oleh sebanyak 13 orang (26%) serta yang tidak pernah
mengaksesnya sebanyak 9 orang (18%).
Mengakses informasi hiburan diakui sering oleh sebanyak 28 orang (56%), dan sangat
sering sebanyak 11 orang (22%), sebaliknya terdapat 8 orang (16%) yang jarang
melakukannya.
Mengakses informasi pendidikan diakui sering melakukannya oleh sebanyak 20 orang
(40%) dan sangat sering dilakukan oleh sebanyak 16 orang (32%) hal ini disebabkan
hampir mayoritas responden yang terjaring dalam penelitian ini adalah pelajar, dimana
dalam mengakses internet mereka banyak mencari informasi (browsing) untuk tujuan
menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
Untuk kegiatan browsing sangat sering dilakukan sebanyak 24 orang (48%), dan yang
menyatakan sering 21 orang (42%).
Untuk beberapa kegiatan lainnya dalam mengakses internet dapat disimak pada tabel 36
di atas. Namun sebagai tambahan ada hal yang menarik dari mengakses situs porno,
walau hampir mayoritas responden menjawab jarang atau tidak pernah, terdapat juga
sekitar 3 orang (6%) sering mengaksesnya.

Tabel 37. Pengeluaran Biaya Akses Internet Per Bulan


NO JUMLAH F %
1 < Rp.100.000,- 35 70.0
2 Rp.100.000,- s/d Rp.200.000,- 11 22.0
3 Rp.200.000,-s/d Rp.300.000,- 0 0
4 > Rp.300.000,- 4 8.0
Total 50 100.0
Sumber : K 37
n = 50
Mengenai kisaran atau rata-rata biaya yang harus dikeluarkan per bulan untuk
mengakses internet oleh responden di warnet adalah yang terbesar pada kategori <Rp.
100.000,-yakni sebanyak 35 orang (70%) kemudian pada kategori Rp.100.000,- s/d
Rp.200.000,- sebanyak 11 orang (22%) serta yang terakhir pada kategori > Rp.300.000,-
sebanyak 4 orang (8%).
Tabel 38. Biaya Akses Internet Dari Warnet
NO BIAYA F %
1 Sangat Mahal 5 10.0
2 Mahal 14 28.0
3 Sedang 25 50.0
4 Murah 6 12.0
Total 50 100.0
Sumber : K 38
n = 50
Untuk biaya akses internet via warnet diakui oleh responden dalam kategori
sedang yakni sebanyak 25 orang (50%), lain halnya yang dirasakan oleh 14 orang (28%)
menyatakan biaya tersebut dianggap mahal, dan sebaliknya 6 orang (28%) justru
dianggap murah.
Tabel 39. Manfaat Internet Terhadap Aktivitas Sehari-Hari
NO MANFAAT F %
1 Sangat Bermanfaat 31 62.0
2 Bermanfaat 16 32.0
3 Kurang Bermanfaat 2 4.0
4 Tidak Bermanfaat 1 2.0
Total 50 100.0
Sumber : K 39
n = 50
Dalam menjalankan aktivitas sehari-hari seperti tuntutan pekerjaan, studi, hobi,
hiburan, komunikasi dan lainnya, internet dirasakan sangat bermanfaat oleh sebanyak 31
orang (62%), dan diikuti sebanyak 16 orang (32%) menyatakan bermanfaat.

Sikap Terhadap Kehadiran Internet


Sikap ataupun pendapat responden dalam penelitian ini adalah meliputi beberapa
kriteria melalui pertanyaan terbuka tentang seputar kehadiran teknologi komunikasi dan
informasi khususnya internet yang akan disajikan dalam bentuk tabel yang dapat
diperhatikan pada halaman berikut :
Tabel 40. Sikap Terhadap Internet
NO PENDAPAT F %
1 Memudahkan untuk mencari/berbagi informasi dan 21 42.00
menambah pengetahuan sesuai profesi
2 Kecepatan masih lambat, dan turunkan tarif akses 14 28.00

3 Mengetahui atau menambah wawasan tentang 8 16.00


keadaan/kehidupan di tempat lain
4 Mengetahui penggunaan teknologi informasi dan 5 10.00
komunikasi Internet
5 Merusak moral remaja karena dimanfaatkan untuk 2 4.00
hal yang negatif (mengakses situs porno atau judi)
Total 50 100,00
Sumber : K 40
n = 50
Dari pertanyaan terbuka yang diajukan kepada responden mengenai adanya
internet adalah memudahkan untuk mencari/berbagi informasi dan menambah
pengetahuan sesuai profesi hal ini diakui sebanyak 21 orang (42%).
Mengenai kecepatan akses internet masih lambat dan turunkan tarif akses internet
diajukan oleh sebanyak 14 orang (28%).
Internet dimanfaatkan responden untuk mengetahui atau menambah wawasan tentang
keadaan/kehidupan di tempat lain, hal ini diakui sebanyak 8 orang (16%). Dan untuk
selanjutnya dapat disimak pada tabel 40 di atas.

Pembahasan
Motif-motif yang merupakan unsur dari teori Uses And Gratifications yang
menjadi variabel penelitian ini yakni mencakup kebutuhan informasi, diversi, dan
identitas personal. Dan ditambah dengan aspek-aspek pengalaman responden terhadap
penggunaan internet di warnet serta sikap terhadap kehadiran internet.
Masyarakat pengguna internet di Kota Tebing Tinggi dalam memenuhi kebutuhan
informasi (Information) termasuk informasi sosial melalui internet, mereka sangat
memerlukannya, hal ini terkait dengan pencarian informasi, sebagai sumber informasi,
membangun sistem jaringan sosial atau ekplorasi informasi yang terdapat di sekitar atau
diluar lingkungannya yang pada gilirannya dapat memberikan pengetahuan atau
menambah pengalaman. Dengan penggunaan internet ini sesuai dengan harapan dan
kebutuhan.
Dalam memenuhi kebutuhan diversi (Diversion) ; adanya warnet oleh pengguna
dapat diupayakan untuk melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan
emosi; sangat membantu terutama menimbulkan perasaan senang terkait dengan
meningkatkan silaturahmi dengan keluarga dan teman, mengisi waktu luang serta mencari
persahabatan yang lebih luas. Namun tidak untuk melarikan atau melepaskan diri dari
persoalan kehidupan dengan menjadikannya sebagai sarana untuk bermain.
Kebutuhan identitas personal (Personal identity), yaitu referensi diri; eksplorasi
realitas; penguatan nilai. Hasil temuan ini menggambarkan bahwa keberadaan warnet
telah membantu pengguna untuk mencari ide/pemikiran untuk berkreasi, menjalin serta
meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak baik di dalam lingkungan sekitar maupun
di luar. Poin-poin ini secara tidak langsung diakui akan membantu untuk meningkatkan
peluang-peluang karena mengetahui informasi lebih detail dan cepat .
Penggunaan dan bisnis warnet di Kota Tebing Tinggi mengalami kemajuan yang
sangat pesat, hingga saat ini jumlah usaha warnet mencapai lebih dari 15 tempat dan rata-
rata sehari terdapat sekitar 50 pengguna yang mengunjungi di setiap warnet. Para
pengguna sangat menyambut baik dengan menunjukkan minat yang tinggi terhadap
adanya warnet.
Proses pembelajaran menggunakan internet yang mereka lakukan cenderung melalui dari
teman dan selanjutnya dari sekolah. Manfaat-manfaat yang sangat dirasakan oleh
pengguna adalah untuk mencari informasi dan membantu memenuhi tuntutan pekerjaan
atau studi, selain itu juga secara bersamaan dapat melakukan komunikasi melalui chatting
atau e-mail.
Sikap masyarakat terhadap hadirnya warnet dewasa ini dirasakan telah
memberikan kemudahan mencari berbagai informasi, dan menambah pengetahuan sesuai
dengan profesi para pengguna.
Namun warnet yang beroperasi saat ini akses internetnya dirasakan masih lambat bahkan
sering mengalami gangguan, dan para pengguna juga mengharapkan kalau
memungkinkan biaya akses internet diturunkan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Dari motif-motif yang merupakan unsur dari teori Uses And Gratifications yang
menjadi tujuan penelitian ini yakni mencakup kebutuhan informasi, diversi, dan identitas
personal dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Internet dianggap telah sesuai dengan harapan dan kebutuhan pengguna karena
memudahkan para pengguna untuk mencari informasi dan menambah
pengetahuan yang merupakan pemenuhan kebutuhan informasi.
2. Dalam memenuhi kebutuhan diversi; secara positif dapat menimbulkan perasaan
senang bagi pengguna karena untuk melepaskan diri dari rutinitas dan masalah;
sarana pelepasan emosi, meningkatkan silaturahmi dengan keluarga dan teman,
mengisi waktu luang serta mencari persahabatan yang lebih luas.
3. Untuk pemenuhan kebutuhan identitas personal keberadaan internet telah
membantu pengguna untuk mencari ide atau pemikiran untuk berkreasi, menjalin
serta meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak baik di dalam lingkungan
sekitar maupun di luar.

Saran-Saran
1. Mudahnya pengguna mendapatkan berbagai informasi di internet hendaknya
dimanfaatkan untuk menambah pengetahuan secara bijaksana dan positif.
2. Internet dapat menimbulkan perasaan senang, namun jangan larut dalam
melarikan atau melepaskan diri dari persoalan kehidupan hanya memanfaatkannya
sebagai sarana untuk bermain (game).
3. Jadikanlah internet untuk mencari ide atau pemikiran, berkreasi, menjalin dan
meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak baik di dalam lingkungan sekitar
maupun di luar untuk pengembangan dan kemampuan diri.

DAFTAR BACAAN
Ardianto, Elvinaro. Komala, Lukiati dan Karlina, Siti, 2007. Komunikasi Massa Suatu
Pengantar. Bandung. Simbiosa Rekatama Media.
Cangara, Hafied, 2007 Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. PT. RajaGrafindo
Persada.
Kriyantono, Rachmat, 2006 Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta. Kencana.
Mc.Quail, Denis, 2002 Teori Komunikasi Massa, Suatu Pengantar. Jakarta. Erlangga.
Muchati, 1972, Media Massa dan Penerimaan Khalayak. Bandung. PT. Remaja Rosda
Karya
Nurudin, 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada.
___________, 2005. Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada.
Rakhmat, Jalaluddin, 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya.
___________, 2004. Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi. Bandung. PT. Remaja
RosdaKarya.
Wiryanto, 2002, Teori Komunikasi Massa. Jakarta. Grasindo.

Lain-Lain :
Purbo, Onno W. 2001. Masyarakat Pengguna Internet di Indonesia. Available,
http://www.geocities. com /inrecent/projec .html. di akses tgl. 4 November
2008.
Communication Contexts, 2001, http://www.uky.edu/~drlane/ capstone/contexts.htm ,
diakses tgl 26 Agustus 2007
Http://www.apjii.or.id ,diakses tgl. 7 Pebruari 2009
Http://Free.vlsm.org./v17/com/ictwatch/paper/paper051.htm,diakses tgl. 7 Pebruari 2009.
Http://en.wikipedia.org/wiki/Alvin_Toffler,diakses tgl.7 Pebruari 2009
Http://id.wikipedia.org/wiki /Media_massa,diakses tgl.7 Pebruari 2009
Http://id.wikipedia.org/wiki/motivasi , diakses tgl. 7 Pebruari 2009.
Http://id.wikipedia.org/wiki/warnet , diakses tgl. 7 Pebruari 2009.
Http:/www.internetworldstats.com.htm diakses tgl 6 Pebruari 2009.
PEMANFAATAN KAMPUNG DIGITAL
OLEH MASYARAKAT TUK-TUK KABUPATEN SAMOSIR
SUMATERA UTARA

Oleh : Idawati Pandia *

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan masyarakat


tentang keberadaan kampung digital Tuk-Tuk Kabupaten Samosir,motivasi masyarakat
dalam menggunakan kampung digital, dan apakah pemanfaatan kampung digital dapat
mewujudkan Sumatera pulau digital. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
deskriptif kuantitatif .Pengumpulan data dilakukan melalui observasi,wawancara dan
penyebaran kuesioner langsung kepada orang-orang yang berkompeten dan mengetahui
dengan baik permasalahan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kehadiran kampung digital di Tuk Tuk telah dimanfaatkan oleh masyarakat terutama
untuk pembelajaran awal.Ini terlihat dari banyaknya masyarakat yang begitu familiar
dalam menggunakan internet dalam kehidupan sehari hari dan begitu banyaknya tempat
yang menyediakan jasa internet setelah hadirnya kampung digital . Kehadiran kampung
digital mempermudah masyarakat Tuk- Tuk dalam mengakses internet dan membuka
peluang bagi pengelola untuk lebih mudah dan murah dalam bisnis jasa internet.Dengan
kata lain di Kampung Digital masyarakat dapat melakukan transaksi elektronikyang
mencakup semua aspek sesuai dengan culture kampung tersebut,mulai dari dunia usaha
sampai ke pemilihan gubsu. Namun berdasarkan hasil pengamatan sangat disayangkan
kampung digital yang semula banyak digunakan sebagai pembelajaran awal oleh
masyarakat terutama pelajar dan guide ini beberapa bulan terakhir tidak bisa lagi
dioperasionalkan karena rusak dan belum diperbaiki hingga sekarang.

Kata Kunci : Pemanfaatan, Kampung Digital, Masyarakat.

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan teknologi komunikasi dan informatika yang pesat saat ini telah
menimbulkan perubahan – perubahan yang sangat besar dalam kehidupan
masyarakat.Dengan dukungan teknologi komunikasi dan informatika, proses – proses
transmisi,distribusi dan kontrol terhadap informasi serta interkoneksi antar unit saat ini
dapat dilakukan secara lebih cepat,mudah dan murah.Di tingkat global,perkembangan
teknologi komunikasi dan informatika telah mendorong perluasan jaringan akses
informasi dan komunikasi dunia, sehingga setiap negara saat ini seolah - olah menjadi
tidak memiliki batas kewilayahan, dan berkomunikasi antar negara tidak lagi dibatasi oleh
batas- batas ruang dan waktu.Perkembangan tersebut juga telah mendorong negara -
negara di dunia untuk meningkatkan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informatika
dalam upaya mempercepat proses modernisasi menuju terwujudnya Masyarakat
Informasi ( information society ) atau masyarakat berbasis ilmu pengetahuan (
knowledge based society ).
Perubahan pola dalam masyarakat di negara kita,yang juga menjadi bagian dari
dunia global ( global village ) akan selalu mencari bentuk yang sesuai dan memberikan
kepuasan dan kenyamanan dalam mengakses informasi melalui adanya TIK ini.Dalam
pertemuan Geneva tahun 2003 lalu dihasilkan deklarasi World Summit On The
Information Society (WSIS ) tentang “ Setiap orang berhak secara bebas menyampaikan
*
Penulis adalah Peneliti Pertama Bidang Komunikasi Pada BBPPKI Medan
pendapat tanpa mempengaruhi dan bebas dalam mencari, menerima serta memberikan
informasi dan gagasan – gagasan melalui media apa saja.
Selanjutnya sesuai dengan kesepakatan bersama negara – negara didunia melalui
World Summit On The Information Society ( WSIS ) tahun 2003 di Geneva dan tahun
2005 di Tunisia , menyepakati satu deklarasi yang merupakan Plan Of Action dari
UNESCO, yaitu bahwa pada tahun 2015 sebanyak 50% dari wilayah di berbagai negara
sudah terjangkau jaringan infrastruktur teknologi, informasi dan komunikasi, baik itu
pedesaan , lembaga pendidikan, lembaga kesehatan dan lembaga pemerintahan terhubung
dalam satu jaringan, sehingga interaksi masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan dapat
dilakukan secara mudah dan cepat di seluruh dunia dengan dukungan teknologi informasi
dan komunikasi.Hal ini berarti bahwa tahun 2015,separuh dari penduduk Indonesia sudah
masuk ke masyarakat informasi global atau Global Information Society ( Sumber:
Muhammad Nuh,2007;2).
Kunci utama bahwa pada tahun 2015 separuh dari penduduk Indonesia sudah
masuk kemasyarakat informasi global adalah terletak pada kesiapan infrastruktur TIK
yang dipergunakan untuk mengakses informasi, yaitu fasilitas akses informasi yang
didukung oleh teknologi Internet.
Pemerintah indonesia dalam menyahuti masyarakat informasi global telah
mengeluarkan berbagai kebijakan , seperti pembentukan Tim Koordinasi Telematika
Indonesia ( TKTI ) melalui Kepres No. 186 tahun 1998 ; Instruksi Presiden No.6 tahun
2001 tentang pengembangan dan pendayagunaan telematika di Indonesia,dan berbagai
kebijakan lainnya.Usaha yang cukup signifikan juga ditandai dengan dibentuknya
Departemen Komunikasi dan Informatika yang bervisikan “Terwujudnya masyarakat
informasi yang sejahtra melalui penyelenggaraan komunikasi dan informatika yang
efektif dan efisien dalam kerangka NKRI.
Di Sumatera Utara sendiri tahun 2008 telah dicanangkan sebagai Kebangkitan
ICT Sumatera Utara yang sudah diresmikan Gubernur tanggal 5 Januari 2008. Bola salju
kebangkitan ICT telah diluncurkan dari Medan sebagai pusat Industri perekonomian di
Sumatera Utara, bersamaan dengan 100 tahun Kebangkitan Nasional, maka Telkom
sebagai Ketua Kendali Mutu suatu Project Sumatera Digital (Digital Island) menyiapkan
Sumatera sebagai pulau yang ber – ICT. Hal ini sesuai dengan Visi dari Telkom; Yang
Menjadi Pemimpin Pasar Yang Ada Dikawasan Regional .Sedangkan misi dari Telkom
adalah : Memberikan kualitas yang excellent.
Dimana langkah Telkom sebagai salah satu penggerak industri Telekomunikasi di
Indonesia diantaranya dengan mendorong terjadinya daya kompetitif price, sehingga
semakin hari semakin bisa dinikmati oleh masyarakat luas.
Telkom ingin menjadi perusahaan yang role model di Indonesia seperti Telkom Malaysia
yang tetap menjadi kebanggan negaranya walaupun banyak pesaingnya. Dalam
kesempatan bagaimana upaya Telkom Group untuk berpartisipasi mendayagunakan
potensi cipta dan karya bangsa bagi manfaat dan kepentingan luas. Di Sumatera Telkom
menerjemahkan Indico (Indonesia Digital Community) dengan program yang dinamakan
Sumatera Pulau Digital, yang mana adalah Visi PT. Telkom untuk menjadikan Pulau
Sumatera memiliki infrastruktur yang memadai untuk dimanfaatkan dalam konsep ICT.
Salah satu bentuk nyata terobosan Telkom ini dari segi Communiti Tele Center atau
pusat-pusat Komunitas Informasi adalah sudah didirikannya Kampung Digital.Kampung
Digital adalah suatu kampung daerah kawasan wisata dimana seluruh potensi dan
aktivitas kampung dimaksud difasilitasi dengan ICT.Kampung Digital di Sumatera Utara
Yaitu di Desa Terang Bulan Paya Bakung,Desa Sampali, Tuk – Tuk Kabupaten Samosir ,
Sumber Karya Jalan Binjai dan yang terbaru ada di Desa Sukamulia Kecamatan Hinai
Kabupaten Langkat yang dibuka Gubernur Sumatera Utara,H .Syamsul Arifin , pada
Jambore Tepat Guna ,26 hingga 29 Mei 2009. Diluar Sumut sendiri ada di Pulau
Penyengat, Palembang dan Batam. Sementara target kedepannya Kampung Digital ini
akan menembus 100 kampung (Sumber : Andang Anshari ,Focus Group RPJM,2008).
. Dengan didirikannya Kampung Digital ini akan bisa menjawab penantian masyarakat
kampung yang sudah lama menunggu akan adanya pelatihan-pelatihan tentang Komputer.
Kehausan akan ilmu pengetahuan di bidang Ilmu Komputer dan Internet ini semua bisa
diperoleh di Kampung Digital. Disini masyarakat dibina dan dibimbing hingga akhirnya
memperoleh ilmu pengetahuan serta pengalaman, sehingga bisa membuat usaha sendiri
terutama yang berhubungan dengan Teknologi Informasi. Dari Kampung Digital,
masyarakat sudah bisa mulai membuat profosal kekantor-kantor pemerintah, Swasta
tentang penawaran pelatihan computer & Internet, juga penawaran barang, serta promosi
usaha dan juga pengelolaan usaha agar berhasil. Kampung Digital adalah suatu Puture
Village (kampung masa depan yang high technolologi) atau bisa dikatakan suatu konsep
memperkenalkan satu daerah berdasarkan katagori tertentu seperti pariwisata melalui
dunia maya. Dengan kata lain melalui Kampung Digital masyarakat bisa melakukan
transaksi elektronik yang mencakup semua aspek sesuai dengan Culture Kampung
tersebut, mulai dari pelatihan Internet, membuat Web Block, Pertanian, Pariwisata,
Pernikahan, Ulang tahun, Dunia Usaha sampai kepada pemilihan Gubsu
(http:blog.kampungdigital.com/).
Setelah sekian lama Kampung Digital lokasi Tuk-Tuk di launching oleh Bupati Samosir
IR.Mangindar Simbolon,banyak pihak netter (pengguna jaringan)yang telah berkunjung
dan memberi respon positif terhadap keberadaan blog tersebut.Yang jadi pertanyaan
apakah masyarakat sekitar wisata Tuk-Tuk betul-betul memerlukan blog tersebut dan
sudahkah Kampung Digital mengexplore (menjelajahi) kekayaan /potensi lokal tersebut.
Dari uraian tersebut diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian Tentang “
Pemanfaatan Kampung Digital Oleh Masyarakat Tuk-Tuk Kabupaten Samosir Sumatera
Utara”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diutarakan diatas, maka permasalahan
pokok yang akan ditelusuri dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
d. Bagaimanakah seharusnya masyarakat memanfaatkan keberadaan
kampung digital.
b. Apa motivasi masyarakat menggunakan kampung digital.
c. Untuk mengetahui apakah pemanfaatan kampung Digital dapat mewujudkan
Sumatera Pulau Digital.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.


Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
- Untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan masyarakat tentang keberadaan
Kampung Digital.
- Untuk mengetahui motivasi masyarakat dalam menggunakan kampung digital.
- Untuk mengetahui apakah pemanfaatan Kampung Digital dapat mewujudkan
Sumatera Pulau Digital.
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan berharga bagi Departemen
Kominfo RI dalam pembuatan kebijakan-kebijakan tentang akses informasi dan
komunikasi pada khususnya, dan kebijakan-kebijakan tentang pengembangan
masyarakat informasi pada umumnya.
D. Kerangka Teori
Aspek Komunikasi
Teori Komunikasi massa yang popular dan sering digunakan saat ini, sebagai
kerangka teori, dalam mengkaji realitas komunikasi massa adalah teori Uses and
Gratipications. Teori ini digambarkan sebagai a dramatic break with effects,tradition of
the past (Rakhmat, 2004 : 65), suatu loncatan dramatis dari model jarum
hipodermik.Dimana teori ini tidak tertarik pada apa yang dilakukan media pada diri
orang, tetapi ia tertarik pada apa yang dilakukan orang terhadap media. Anggota khalayak
dianggap secara aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya.Dari sini
timbul istilah uses and gratifications,penggunaan dan pemenuhan kebutuhan. Dengan kata
lain teori ini menitikberatkan kepada konsumen pesan sebagai pengguna atau yang
memanfaatkan media untuk mendapatkan pesan. Hunter,1997:” Teori uses and
gratification yang menekankan bahwa para pengguna media adalah orang-orang yang
berpikiran rasional yang secara aktif memilih media mana yang mereka anggap dapat
memuaskan kebutuhan yang mereka ingin dapatkan”.
Ada beberapa katagori kebutuhan individu yang semuanya berasal dari fungsi
sosial dan psikologi dari media, kategori ini antara lain menurut Katz Hass dan Gurevitch
yakni:
Kebutuhan kognitif; kebutuhan akan informasi,pengetahuan,dan pengertian tentang
lingkungan sekitar.
Kebutuhan afektif : kebutuhan untuk memperkuat pengalaman akan emosi, kesenangan,
atau pengalaman keindahan.
Kebutuhan integrative personal : memperkuat kredibilitas, kepercayaan diri, kesetian, dan
status pribadi.
Kebutuhan interaksi sosial : memperkuat hubungan dengan keluarga, teman, dengan alam
sekitar.
Kebutuhan akan pelarian : hasrat melarikan diri dari kenyataan, melepaskan
ketegangan, kebutuhan akan hiburan.Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat dicapai
dengan dua cara, yaitu: (1) Pemenuhan kebutuhan yang didapatkan dengan cara
mengakses/menggunakan media yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan (2)
Pemenuhan kebutuhan didapatkan dengan cara mempelajari isi informasi dalam media
yang kemudian diterapkan dalam praktek.
Sejalan dengan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa pengguna media secara
umum adalah untuk memenuhi kebutuhan informasi,hiburan dan intraksi sosial.
Konsep dasar dari teori ini sendiri diringkas oleh para pendirinya (Katz, Blumler, dan
Gurevitch) adalah : (1) Sumber Sosial dan Psikologis dan (2) Kebutuhan, yang
melahirkan (3) Harapan-harapan dari (4) Media massa atau sumber-sumber yang lain,
yang menyebabkan (5) Perbedaan pada terpaan media (atau keterlibatan dalam kegiatan
lain) dan menghasilkan (6) Pemenuhan kebutuhan da (7) akibat-akibat lain, bahkan sering
kali akibat-akibat yang tidak dikehendaki (Rakhmat, 2004: 65)
Aspek Kampung Digital

CAKUPAN AREA LAYANAN

SUMATRA PULAU
DIGITAL
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT

Pengguna
Internet 8%

Partisipasi
Kondisi Sosial masyarakat Sumatra
Sekolah : 0.4%
KAMPUNG DIGITAL 1/3
DEFINISI
Adalah
Kampung suatu
Wisata kampung
Digital : daerah kawasan wisata
dimana seluruh potensi dan aktivitas kampung
dimaksud difasilitasi dengan ICT.

Kampung Tuktuk Samosir adalah prototype pertama


kampung wisata digital di Sumatra dan akan
dikembangkan di seluruh Sumatra seperti
Internetworking dengan dunia
Berastagi, Bukittinggi, luar melalui
Bukitlawang dll).
jaringan internet
ELEMEN KAMPUNG WISATA DIGITAL
Admin di kampung setempat

Members (Hotel-hotel/penginapan, sentra bisnis


pendukung wisata, elemen-elemen
Kampung)

Aktivitas & obyek wisatata (termasuk herritage,


kesenian dlsb)þ

Aspek teknis (ada internet access connection,


website/portal, dll). KAMPUNG DIGITAL 2/3
MANFAAT

Memfasilitasi transaksi bisnis kampung


(reservation online/email, pemesanan souvenir
dll)þ

Sebagai wahana komunikasi antar Kampung


Wisata Digital

Ajang promosi kekayaaan daerah berupa


herritage, potensi wisata/alam dll ke dunia
internasional
KAMPUNG DIGITAL 3/3
Stakeholder Kampung Wisata Digital Tuktuk
EKSTE
Kampung wisata RNAL
lainnya
Aparat/Pemda Pengajar, Peneliti, Pelajar &
Samosir & Tuktuk Mahasiswa
(kepentingan studi)þ
Kampung
Wisata Masyarakat
Masy.
Digital Umum
Tuktuk
Tuktuk

Kalangan pebisnis di
Tuktuk/Samosir Industri dan Dunia
Usaha
INTER
NAL Orang
Asing

Hal : 17

TELKOM BANGUN
NEGERI

Launching SPEEDY TUK-TUK


KOMPOENG DIGITAL.com
HTTP://WWW.TUKTUKSAMOSIR.KAMPUNG
DIGITAL.COM

Communication & Technology).


kampung/perumahan yang difasilitasi teknologi digital yang berwawasan ICT (Information,
diluncurkan “Program Kampung Digital”. Program ini membentuk kampung-
Salah satu program dalam upaya membangun masyarakat cerdas bersama Telkom, maka

bersama Telkom”.
Corporate Social Responsibility melalui komitmen “membangun masyarakat cerdas
melalui komitmen “Education for Tomorrow“ sebagai wujud dari program Telkom
berinisiatif untuk berperan aktif dalam upaya mengatasi masalah tersebut, salah satunya,
penyediaan dan pelayanan infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (Infokom),
Telkom Divisi Regional I Sumatera sebagai salah satu volunteer yang bergerak di bidang

institusi.
yang bersifat jangka panjang, yang sudah tentu akan melibatkan banyak orang dan
besar bangsa ini. Terhadap dua hal ini, tak ada jalan pintas, karenanya diperlukan upaya
kebodohan. Ini merupakan dua hal yang sangat berpengaruh dan menjadi problematika
Indonesia juga menghadapi persoalan lain yang tidak mudah, berupa kemiskinan dan
meningkatkan kualitas SDM masyarakatnya agar memiliki daya saing tinggi. Sementara,
bermukim di Sumatera, saat ini menghadapi tantangan sangat berat dalam upaya
INDONESIA, dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta jiwa dan di antaranya 48 juta
E.Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan
atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian kedalam kelompok atau
individu tersebut (Singarimbun, 1998 : 24)
Berdasarkan kerangka teoritis diatas, adapun konsep-konsep dalam penelitian ini
dapat dibedakan menjadi beberapa variable, yaitu :
1. Variabel Arteseden
Anteseden meliputi variabel individual yang terdiri dari data demografis seperti
usia,jenis kelamin,dan faktor-faktor psikologiskomunikan seperti tingkat
pendidikan,pekerjaan,tingkat pengeluaran/pendapatan, minat akan informasi dan
teknologi informasi serta variabel lingkungan seperti organisasi ,sistem sosial dan
struktur sosial.
Dimana variable anteseden ini akan membedakan antara satu karakter individu
lainnya.
2. Variabel Motif
Variabel Motif, dapat dioperasionalisasikan dengan berbagai cara yaitu unifungsional
(hasrat melarikandiri, kontak sosial, atau bermain) , bifungsional (informasi-edukasi.,
fantasistescapist, atau gratifikasi segera tertangguhkan), empat-fungsional (diversi,
hubungan personal, identitas personal,dan surveillance; atau surveillance, korelasi,
hiburan, transmisi budaya, dan multi fungsi onal ( Rakhmat,2004:66)
3. Variabel Penggunaan Media
Penggunaan media terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media
jenis isi media yang dikonsumsi dan berbagai hubungan antara individu konsumen
media dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan
( Rakhmat,2004:66).
Dalam Penelitian ini kami hanya melihat terbatas pada penggunaan media , tidak
sampai ke efek media.
F. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif
kuantitatif. Metode penelitian deskriptif adalah metode yang hanyalah memaparkan
situasi atau peristiwa apa adanya. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan
hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi (Rakhmat, 2004 : 24).
Dengan kata lain, penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan
(mendeskripsikan) secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala kelompok
tertentu.

2. Lokasi Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah Tuk-Tuk Kecamatan Simanindo
Kabupaten Samosir.Jumlah penduduk sebanyak 1941 orang. Dengan luas wilayah 5.318
km2 Tuk-Tuk berarti pintu masuk,ketok.Sedangkan Si adong berarti ada.Tuk-Tuk Siadong
adalah sebuah kota kecil di pulau Samosir yang berjarak kurang lebih 2 Km dari kota
Tomok. Penduduk setempat menggantungkan hidup dari bisnis pariwisata dan pertanian.
Tuk-Tuk berbatasan dengan :
Sebelah Utara berbatasan dengan Pangururan
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Ronggur Nihuta
Sebelah Selatan berbatasan dengan Onan Runggu
Sebelah Barat berbatasan dengan Danau Toba
Tuk-Tuk Siadong adalah satu-satunya kelurahan yang ada di Kecamatan
Simanindo Kabupaten Samosir ( Samosir dalam angka, 2008 ).

3. Populasi dan Sampel


Populasi
Populasi artinya keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-
benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test atau peristiwa-peristiwa sebagai
sumber data yang memiliki karakteristik tertentu didalam suatu penelitian (Nawawi, 1983
: 141). Adapun yang menjadi Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat pengguna
Kampung Digital Tuk-Tuk, Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara.
Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang terpilih melalui suatu teknis
pengambilan sampel tertentu sehingga dapat mewakili populasi untuk diteliti (Sumarto,
1990 : 23). Dalam penentuan sampel mengingat Sumatera Utara yang merupakan bagian
dari wilayah kerja BBPPKI Medan memiliki empat kampung digital yaitu kampung
digital Terang Bulan di daerah Payabakung Diski ,kampung digital Sampali,kampung
digital Sumber Karya Binjei dan kampung digital Tuk-Tuk Samosir dibagi secara Multi
sampling (dimana populasi yang berada di daerah besar dibagi dalam beberapa area yang
lebih kecil yang jelas batas –batasnya),diambil 1 kabupaten secara purposive. Pemilihan
sampel purposive yaitu sampel yang dipilih dengan pertimbangan karakteristik
tertentu,Dari I kabupaten diambil lagi 1 kecamatan secara purposive, lalu diambil lagi 1
kelurahan secara purposive yaitu Tuk-Tuk Samosir .
Karena besarnya jumlah populasi yang menggunakan Kampung Digital Tuk – Tuk
Samosir tidak bisa diukur jumlahnya (non probability) , maka untuk menentukan
besarnya sampel,peneliti menggunakan Formula Cochram dengan rumus sebagai berikut :
no= (t)2 – (S)2
(d)2
Keterangan :
no = ukuran sampel standard Cochram
t = nilai persentil t = 1,96
s = estimasi standard deviasi populasi 1,19
d = interval kesalahan ( margin of error )
Secara umum dalam penelitian ,interval kesalahan pada data adalah sebesar 10 % dan
untuk data kontiniu sebesar 3 %.Sehingga margin error dalam penelitian ini yang
dapat diterima 3/100 x 10 = 0,30
n = (1,96)2 . (1,19)2
(0,30)2
= 60,4 dibulatkan menjadi 60
Jadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 responden

4. Metode Pengumpulan Data


Dalam melaksanakan penelitian ini, pengumpulan data dilakukan melalui :
a. Library Research (Penelitian Kepustakaan)
yaitu penelitian yang menggunakan sumber bacaan yang terpilih dan terkait atau
relevan dengan masalah yang akan diteliti sebagai dasar pemikiran dan pemecahan
masalah. Ini dilakukan dengan menghimpun data dari berbagai literature, baik dari
kepustakaan maupun sumber-sumber lain yang relevan dengan permasalahan.
b. Field Research (Penelitian Lapangan)
Menggunakan data secara langsung di daerah lokasi yang diteliti. Pendekatannya
melalui observasi, wawancara dan penyebaran kuesioner langsung kepada orang-
orang yang berkompeten dan mengetahui dengan baik permasalahan yang diteliti.
Observasi adalah merupakan kegiatan mengadakan pengamatan dan pencatatan
secara langsung terhadap gejala-gejala yang tampak selama melaksanakan
penelitian.
Studi dokumentasi, yaitu mengumpulkan data yang sudah ada dan bersifat tertulis
yang berhubungan dengan penelitian.

5. Metode Analisis Data


Sesuai dengan sifat dan tujuannya maka analisis dari penelitian ini dilakukan
dengan metode pendekatan deskriptif kuantitatif didukung dengan data kualitatif
yang diperoleh melalui wawancara ,dimana data lapangan yang telah diperoleh
melalui daftar pertanyaan dikoding dan ditabulasi untuk memperoleh tendensi
dengan persentase.
G. Analisa Hasil Penelitian
Tabel. 1
Minat Terhadap Dunia Teknologi Informasi (Internet)
NO SIKAP F %
1 Sangat Berminat 35 58.3
2 Berminat 21 35.0
3 Ragu-ragu 1 1.7
4 Kurang Berminat 3 5.0
Total 60 100.0
Sumber : K1
n = 60
Para pengguna kampung digital pada dasarnya merefleksikan suatu kewajaran
antara posisi mereka sebagai daerah wisata yang tentunya tak bisa lepas dari turis asing
yang sangat berhubungan dengan teknologi informasi dengan minat mereka sendiri
dengan hal- hal yang berhubungan dengan teknologi informasi pula. Hal ini dibuktikan
dari data statistik berdasarkan kuesioner yang diberikan pada responden menunjukkan
bahwa, dari 60 responden sebanyak 35 atau 58,3 % menyatakan sangat berminat pada
ICT, yang mengaku berminat sebanyak 35,0 %. Sisanya sebanyak 5,0 % menyatakan
kurang berminat dan 1,7 % menjawab ragu-ragu.

Tabel. 2
Pengetahuan Tentang Kampung Digital
NO SIKAP F %
1 Sangat Mengetahui 7 11.7
2 Mengetahui 36 60.0
3 Ragu-ragu 2 3.3
4 Kurang Mengetahui 15 25.0
Total 60 100.0
Sumber : K2
n = 60
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden memang mengetahui dan
memanfaatkan kampung digital,ini dapat dilihat dari jawaban responden yaitu sebanyak
60,0 % menjawab mengetahui kampung digital, sementara sebanyak 25,0 % menjawab
kurang mengetahui. Ini mungkin karena singkatnya waktu keberadaan kampung digital
di lokasi tersebut. Sisanya sebanyak 11,7 % menjawab sangat mengetahui dan hanya 3,3
% yang menjawab ragu-ragu.
Tabel. 3
Kegunaan Menggunakan Kampung Digital
NO KEGUNAAN F %
1 Mencari Informasi 37 61.7
2 Mempromosikan Usaha 2 3.3
3 Mencari Relasi 2 3.3
4 Mengisi Waktu Luang 7 11.7
5 Lainnya 12 20.0
Total 60 100.0
Sumber : K3
n = 60
Tak beda dengan internet kampung digital banyak dimanfaatkan responden untuk
mencari informasi, ini terlihat dari jawaban responden yang mayoritas menjawab
mencari informasi yaitu sebanyak 61,7 %, lainnya sebanyak 20,0 %, menggunakan untuk
mengisi waktu luan sebanyak 11,7 %. Sisanya untuk skor yang sama yaitu masing-
masing 3,3 % yang menggunakan untuk mempromosikan usaha dan mencari relasi.
Tabel. 4
Kampung Digital Memberikan Manfaat Dan Pengetahuan
NO SIKAP F %
1 Sangat Bermanfaat 37 61.7
2 Bermanfaat 18 30.0
3 Kadang-kadang 5 8.3
4 Kurang Bermanfaat 0 0
5 Tidak Bermanfaat 0 0
Total 60 100.0
Sumber : K4
n = 60
Kehadiran kampung digital ternyata memberikan manfaat dan pengetahuan
kepada responden ini terlihat dari jawaban yang diperoleh yaitu responden yang
menjawab sangat bermanfaat yakni sebanyak 61,7 %, yang menjawab bermanfaat
sebanyak 30,0 %.

Tabel. 5
Penilaian Tentang Adanya Kampung Digital
NO SIKAP F %
1 Sangat Baik 26 43.3
2 Baik 27 45.0
3 Sedang 6 10.0
4 Kurang Baik 1 1.7
Total 60 100.0
Sumber : K5
n = 60
Adanya kampung digital disambut masyarakat dengan baik karena dengan
kehadiran kampung digital di Tuk-Tuk membawa banyak perubahan terutama kearah
perkembangan dunia usaha warnet yang memang sangat dibutuhkan di Tuk-Tuk sebagai
kampung wisata. Sikap masyarakat tehadap kehadiran kampung digital ini dapat dilihat
dari hasil tabel diatas yaitu 45,0 % responden menjawab baik , 43,3 % responden
menjawab sangat baik , 10,0 % yang menjawab sedang, dan hanya 1 orang atau 1,7 %
yang menjawab kurang baik.

Tabel. 6
Tingkat Kepentingan Terhadap Kampung Digital
NO SIKAP F %
1 Sangat Penting 20 33.3
2 Penting 36 60.0
3 Ragu-ragu 2 3.3
4 Kurang Penting 2 3.3
Total 60 100.0
Sumber : K6
n = 60
Hampir sebagian besar responden menganggap kampung digital itu penting, ini
terlihat dari hasil jawaban mereka yakni yang menjawab penting 60,0 % , yang menjawab
sangat penting 33,3 %, sementara yang menjawab ragu-ragu dan kurang penting dengan
persentase yang sama yaitu masing – masing sebanyak 3,3 %.
Tabel. 7
Kampung Digital Membawa Pengaruh Yang Nyata
NO SIKAP F %
1 Sangat Berpengaruh 18 30.0
2 Berpengaruh 38 63.3
3 Ragu-ragu 2 3.3
4 Kurang Berpengaruh 2 3.3
Total 60 100.0
Sumber : K7
n = 60
Kampung digital membawa pengaruh yang nyata bagi masyarakat Tuk-Tuk , ini
terlihat dari jawaban responden yaitu yang menjawab berpengaruh sebanyak 63,3 % ,
sangat berpengaruh sebanyak 30,0 %, dan yang menjawab ragu – ragu dan kurang
berpengaruh masing-masing sebanyak 3,3 %. Dikatakan berpengaruh karena dengan
kehadiran kampung digital atau dicanangkannya kampung digital memancing speedy
landing sehingga biaya dalam menggunakan internet yang sebelumnya hampir sama
dengan biaya interlokal yaitu sebesar 60 ribu perjam ( Telkom net instant ) menjadi lebih
murah. Setelah kehadiran speedy tarif menggunakan internet perjam di Tuk – Tuk yaitu
untuk Turis asing Rp 15.000,- sampai Rp 20.000,-. Sementara untuk lokal Rp 8.000
sampai Rp 10.000,- per jamnya.
Tabel. 8
Hal Yang Mendorong Dalam Menggunakan Kampung Digital
NO MENDORONG F %
1 Rasa Ingin Tahu 18 30.0
2 Kemudahan Akses Informasi 13 21.7
3 Kelengkapan Fasilitas Yang Ada 6 10.0
4 Mengikuti Perkembangan Zaman 13 21.7
5 Kemudahan Untuk Berkomunikasi 10 16.7
Total 60 100.0
Sumber : K8
n = 60
Namun yang mendorong responden dalam menggunakan kampung digital tidak
terlalu jauh berbeda yaitu rasa ingin tahu 30,0% , kemudahan akses informasi dan
mengikuti prkembangan zaman menduduki persentase yang sama yaitu masing – masing
21,7 %, kemudahan untuk berkomunikasi sebanyak 16,7 % dan sisanya 10,0 % untuk
kelengkapan fasilitas yang ada.
Tabel. 9
Tingkat Kepentingan Terhadap Kampung
Digital Dalam Kehidupan Sehari-Hari
NO SIKAP F %
1 Sangat Penting 13 21.7
2 Penting 41 68.3
3 Ragu-ragu 1 1.7
4 Kurang Penting 4 6.7
5 Tidak Penting 1 1.7
Total 60 100.0
Sumber : K9
n = 60
Adapun tingkat kepentingan responden terhadap kampung digital dalam
kehidupan sehari-hari mayoritas responden mengatakan penting. Ini terlihat dari jawaban
responden yaitu yang mengatakan penting sebanyak 68,3 %, yang mengatakan sangat
penting sebanyak 21,7 %, yang menjawab kurang penting sebanyak 6,7 %. Sisanya
masing – masing 1,7 % untuk jawaban ragu – ragu dan tidak penting.
Tabel. 10
Keberadaan Kampung Digital Dapat Membantu
Memecahkan Masalah Ekonomi
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 9 15.0
2 Setuju 26 43.3
3 Ragu-ragu 11 18.3
4 Kurang Setuju 8 13.3
5 Tidak Setuju 6 10.0
Total 60 100.0
Sumber : K10
n = 60
Hadirnya kampung digital di Tuk-Tuk dirasakan sebagian besar masyarakat
membantu dalam memecahkan masalah ekonomi karena dengan kehadiran kampung
digital membawa dan membuka peluang usaha dibidang rental internet yang begitu
banyak peminatnya di kampung wisata tersebut, dan juga ada responden yang tertarik
membuka rental game setelah hadirnya kampung digital tersebut. Ini dapat dilihat dari
hasil tabel diatas yaitu sebanya 43,3 % menjawab setuju, ragu-ragu sebanyak 18,3 %,
yang menjawab sangat setuju sebanyak 15,0 %, kurang setuju sebanyak 13,3 % dan 10,0
% yang menjawab tidak setuju.
Tabel. 11
Keberadaan Kampung Digital Membantu
Dalam Mencari Ide / Pemikiran Untuk Berwirausaha
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 16 26.7
2 Setuju 31 51.7
3 Ragu-ragu 4 6.7
4 Kurang Setuju 6 10.0
5 Tidak Setuju 3 5.0
Total 60 100.0
Sumber : K11
n = 60
Hadirnya kampung digital membantu responden dalam mencari ide/pemikiran
untuk berwirausaha seperti menyediakan rental internet di hampir semua tempat seperti
restauran, café, cotage, hotel, losmen atau penginapan dan usaha lain seperti rental game
yang ide awalnya terisnpirasi dari hadirnya kampung digital. Ini juga dapat dilihat dari
hasil statistik dimana responden yang menjawab setuju sebanyak 51,7 %, yang menjawab
sangat setuju sebanyak 26,7 %, kurang setuju sebanyak 10,0 %, untuk jawaban ragu-
ragu sebanyak 6,7 % dan sisanya 5.0 % untuk jawaban tidak setuju.

Tabel. 12
Keberadaan Kampung Digital Memotifasi
Untuk Membuka Usaha
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 10 16.7
2 Setuju 33 55.0
3 Ragu-ragu 6 10.0
4 Kurang Setuju 7 11.7
5 Tidak Setuju 4 6.7
Total 60 100.0
Sumber : K12
n = 60
Banyak masyarakat khususnya responden yang terisnpirasi dan termotifasi untuk
membuka usaha dengan hadirnya kampung digital tersebut, ini dapat dilihat dari jawaban
sebagian besar responden yang menjawab setuju kalau kampung digital yang memotifasi
mereka dalam membuka usaha yaitu sebanyak 55,0 %, yang menjawab sangat setuju
sebanyak 16,7 %, kurang setuju sebanyak 11,7 %, ragu-ragu sebanyak 10,0 % dan sisanya
untuk jawaban tidak setuju sebanyak 6,7 %.
Tabel. 13
Keberadaan Kampung Digital Membantu
Dalam Menjalin Kerjasama Usaha Dengan Pihak Lain
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 12 20.0
2 Setuju 24 40.0
3 Ragu-ragu 13 21.7
4 Kurang Setuju 7 11.7
5 Tidak Setuju 4 6.7
Total 60 100.0
Sumber : K13
n = 60
Kampung digital dirasakan responden dapat membantu dalam menjalin kerjasama
usaha dengan pihak luar misalnya si wisatawan yang sudah pernah datang berkunjung ke
Tuk-Tuk tersebut membawa situs atau website kampung digital pulang kenegaranya lalu
ditunjukkan atau dipromosikan ke rekan atau relasinya yang ingin berkunjung ke Tuk-
Tuk. Ini dapat dilihat dari jawaban responden yang menjawab setuju sebanyak 40,0 %,
sangat setuju sebanyak 20,0 %. Ragu-ragu sebanyak 21,7 %, kurang setuju sebanyak 11,7
%. Sisanya sebanyak 6,7 % menjawab tidak setuju.
Tabel .14
Keberadaan Kampung Digital Sudah Membantu
Untuk Melancarkan / Meningkatkan Kerjasama
Usaha Dengan Pihak Lain
NO SIKAP F %
1 Sangat Setuju 12 20.0
2 Setuju 26 43.3
3 Ragu-ragu 10 16.7
4 Kurang Setuju 8 13.3
5 Tidak Setuju 4 6.7
Total 60 100.0
Sumber : K14
n = 60
Dari hasil tabel diatas dapat dilihat jawaban responden yang menjawab setuju
sebanyak 43,3 %, sangat setuju sebanyak 20,0 %. Ragu – ragu ada sebanyak 16,7 % dan
yang menjawab kurang setuju sebanyak 13,3 %. Sisanya yang menjawab tidak setuju
sebanyak 4 orang atau sebanyak 6,7 %. Kampung digital sudah membantu untuk
melancarkan /meningkatkan kerjasama usaha dengan pihak lain. Contoh yang paling
nyata dalam Malaysia Paralayang terbuka yang memakai Iven Samosir yang pusatnya
dilaksanakan di Tuk-Tuk Siadong. Dalam Iven ini tentunya kampung digital sangat
berperan menjual yang nantinya bisa diketahui apa maunya pengunjung mulai dari kamar
sampai kebutuhan kecil .
Tabel. 15
Keberadaan Kampung Digital Sudah Membantu Masyarakat Di Lingkungan
Tempat Tinggal Anda Untuk Mendapatkan Informasi Tentang Dunia Usaha
NO SIKAP F %
1 Sangat Membantu 21 35.0
2 Membantu 33 55.0
3 Ragu-ragu 6 10.0
4 Kurang Membantu 0 0
5 Tidak Membantu 0 0
Total 60 100.0
Sumber : K15
n = 60
Jawaban yang pantastis dari responden yakni sebanyak 55,0 % menjawab setuju
kalau keberadaan kampung digital sudah membantu masyarakat di lingkungan tempat
tinggal mereka untuk mendapatkan informasi tentang dunia usaha.Yang menjawab sangat
membantu sebanyak 35,0 % dan sisanya hanya 6 orang atau sebanya 10,0 % yang
menjawab ragu –ragu.
Tabel. 16
Biaya Yang Dibebankan Kepada Pengguna Kampung Digital
NO SIKAP F %
1 Sangat Murah 7 11.7
2 Murah 47 78.3
3 Ragu-ragu 5 8.3
4 Kurang Murah 1 1.7
5 Tidak Murah 0 0
Total 60 100.0
Sumber : K16
n = 60

Biaya yang dibebankan kepada pengguna kampung digital tidaklah mahal


dibandingkan dengan menggunakan internet di tempat rental internet /service informasi
lainnya yang kini tumbuh bagaikan jamur dimusim hujan di Tuk-Tuk siadong. Biaya di
kampung digital hanya Rp 3000 perjamnya, sangat pantastis bedanya dibandingkan
dengan diluar yang bisa mencapai Rp 8000- Rp 10.000 untuk kalangan lokal dan Rp
15.000 – Rp 20. 000 untuk turis asing dalam perjamnya. Ini dapat lebih diperjelas dari
jawaban responden yakni yang menjawab murah sebanyak 78,3 %. Menjawab sangat
murah sebanyak 11,7 % dan ragu –ragu sebanyak 8,3 %.Sisanya 1,7 % atau 1 orang
menjawab tidak murah.

Tabel. 17
Harapan Kedepan Untuk Kemajuan Kampung Digital
NO HARAPAN F %
1 Membawa Pengaruh Positif ,Terutama
Dapat Menambah Wawasan Masyarakat 30 50.0
Dibidang TIK
2 Penambahan Unit Komputer ,
Peningkatan Fasilitas dan Sosialisasi Ke 12 20.0
Masyarakat
3 Dapat Membawa Kemajuan Dibidang
Pendidikan 8 13.3
4 Pembelajaran Gratis Atau Bimbingan
Teknis Pemanfaatan Kampung Digital 4 6.7
5 Harapan Lainnya 6 10.0
Total 60 100.0
Sumber : K17
n = 60
Untuk tabel 49, Dari pertanyaan terbuka yang dijaring oleh peneliti mengenai
harapan masyarakat mengenai kemajuan kampung digital kedepan di Tuk-Tuk Siadong,
harapan akan membawa pengaruh positif, terutama dapat menambah wawasan
masyarakat dibidang TIK sebanyak 50, 0 %.Berharap akan adanya penambahan unit
komputer, peningkatan fasilitas dan sosialisasi ke masyarakat sebanyak 20,0 % , harapan
dapat membawa kemajuan dibidang pendidikan 13,3 %, serta harapan akan diadakannya
pembelajaran gratis atau bimbingan teknis pemanfaatan kampung digital sebanyak 6,7 %.
Sisanya menjawab harapan lainnya yaitu 10,0 %.
Tabel. 18
Kendala Yang Dihadapi Dalam Penggunaan Kampung Digital
NO KENDALA F %
1 Kurang Mengerti /Paham Dalam
Penggunaan Kampung Digital 13 21.7
2 Masaah Biaya 12 20.0
3 Lambat Loading 11 18.3
4 Kurangnya Fasillitas Sehingga Harus 7 11.7
Antri
5 Kendala Lainnya 17 28.3
Total 60 100.0
Sumber : K18
n = 60
Untuk tabel 50 ini juga, dari pertanyaan terbuka yang dijaring oleh peneliti yaitu
mengenai kendala yang responden hadapi dalam penggunaan kampung digital, merasa
kurang mengerti /paham dalam penggunaan kampung digital sebanyak 21,7 %. Meskipun
biaya yang dikenakan dikampung digital relatif lebih murah dibandingkan dengan jika
menggunakan diluar namun sebanyak 20,0 % responden mengatakan masalah biaya
menjadi kendala yang mereka hadapi,ini mungkin disebabkan responden yang terjaring
tersebut sebagian adalah pelajar dan pekerja yang mempunyai gaji yang relatif
kecil.Sementara yang menjawab kendala yang mereka hadapi karena lambat Loading atau
lebih populer dengan lalot sebanyak 18,3 %. Yang menjawab kurangnya fasilitas
sehingga harus antri sebanyak 11, 7 %. Sisanya sebanyak 28,3 % menjawab kendala
lainnya.
Berdasarkan temuan data-data penelitian diatas dapat dilihat bahwa pemanfaatan
kampung digital oleh mayarakat Tuk – Tuk Kabupaten Samosir Sumatera Utara untuk
menambah informasi ,meningkatkan pengetahuan mereka, dan sebagai media komunikasi
telah disambut dengan baik kehadirannya oleh mayarakat dan digunakan secara efektif
serta berhasil guna karena kehadiran kampung digital yang biayanya relatif lebih murah
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pembelajaran awal, begitu juga dengan anak –
anak sekolah mereka akan memperaktekkan pelajaran sekolah dikampung digital
sepulang sekolah.
Mereka memanfaatkan kampung digital dan mengakses kampung digital yang
telah disediakan Telkom Divisi I yang dikelola oleh Dinas Pariwisata karena Telkom
hanya bertanggung jawab sampai ke saluran saja. Adapun waktu dimana masyarakat
mengakses kampung digital adalah kebanyakan masyarakat memanfaatkannya dengan
waktu yang tidak tentu yaitu mengingat perangkat kampung digital yang tersedia hanya
1 (satu) unit jadi mereka harus antri menunggu waktu luang.Keadaan ini tentunya
menimbulkan perasaan yang kurang nyaman bagi masyarakat terutama bagi masyarakat
yang betul-betul tertarik untuk mempelajari dan mendalami masalah internet ini dan
mempunyai uang saku yang terbatas seperti anak sekolah.
Adapun jenis kegiatan yang dilakukan melalui kampung digital ini pada umumnya
adalah untuk mengakses informasi,chatting,browsing (mencari informasi melalui
website), mengakses informasi hiburan, e-mail (surat menyurat melalui internet), game
dan lain sebagainya.Adapun yang menjadi faktor pendorong dalam pemanfaatan
kampung digital bagi masyarakat Tuk – Tuk siadong Kabupaten Samosir ini adalah rasa
ingin tahu,kemudahan akses informasi dan untuk mengikuti perkembangan
jaman,sedangkan faktor-faktor lainnya yang mendorong pemanfaatan kampung digital
bagi masyarakat adalah kemudahan untuk berkomunikasi serta untuk kelengkapan
fasilitas yang ada.
Dalam pencarian informasi yang sering diakses adalah mengenai infomasi
pariwisata dan bisnis/dunia usaha yang berhubungan dengan pariwisata sesuai daerah
mereka yang memang kampungnya wisatawan ,pendidikan, hiburan. Sedangkan
keberadaan kampung digital juga banyak dimanfaatkan masyarakat dalam memecahkan
persoalan kehidupan sosial, mengisi waktu luang, meningkatkan hubungan silaturahmi,
sarana bersantai,dan memecahkan masalah ekonomi keluarga. Mengakses teknologi
informasi internet lewat kampung digital sudah menjadi kebiasaan rutin sebagian
masyarakat Tuk –Tuk Kabupaten Samosir.
Teori informasi membentuk dasar untuk komputer elektronik modern dan
pengiriman informasi dalam cyberspace. Internet sudah mampu mengubah perilaku-
perilaku masyarakat dalam menggantikan kebiasaan lama, misalnya perusahaan
komunikasi yang besar tidak lagi dibutuhkan untuk mengirim informasi karena penerbitan
– sendiri (do-it-yourself pubblishing) sekarang dimungkinkan lewat internet
(Severin,2007:61 ).
Antusiasme masyarakat terhadap kampung digital ini dapat dilihat melalui data
pada tabel II.11, yang mana pada umumnya responden sangat berminat terhadap
teknologi informasi internet lewat kampung digital ini, namun dirasakan sangat kurang
karena fasilitas yang ada hanya satu unit.
Manfaat yang dirasakan masyarakat dengan hadirnya kampung digital ini
membawa pengaruh yang positif bagi mayarakat karena bukan saja kemudahan akses
informasi yang didapat ,juga banyak digunakan untuk membuka peluang usaha, ini tidak
bisa dipungkiri karena kehadiran kampung digital yang terbatas memancing masyarakat
lainnya untuk membuka service informasi ini dibanyak tempat di Tuk –Tuk karena
memang daerah ini sangat memerlukan kehadiran teknologi baru tersebut untuk
mengimbangi permintaan pasar .
Namun dari pegamatan penulis terlihat bahwa pemanfaatan Kampung Digital
tersebut tidak terorganisir secara baik, baik it dari segi pengelolaan fisik maupun dari segi
administrasinya, sehingga banyak peralatan yang kini sudah tidak dapat digunakan lagi.

Kesimpulan
Beberapa poin penting yang dapat diambil dari hasil penelitian tentang
pemanfaatan kampung digital oleh masyarakat Tuk - Tuk kabupaten Samosir Sumatera
utara yang telah dilakukan dirangkum dalam kesimpulan sebagai berikut :
1. Kehadiran kampung digital dirasakan masyarakat sangat bermanfaat karena dapat
meningkatkan usaha dan perekonomian masyarakat, dalam bidang informasi dapat
meningkatkan kualitas pikiran manusia di era globalisasi sekarang ini. Melalui
kampung digital masyarakat dapat melakukan transaksi elektronik yang mencakup
semua aspek sesuai dengan culture kampung tersebut baik dunia usaha sampai
kepada pemilihan gubsu. Juga dimanfaatkan untuk mengakses informasi , membantu
pekerjaan,sebagai media komunikasi seperti chatting dan surat menyurat melalui
internet atau disebut juga e-mail. Khusus e-mail dan chatting misalnya banyak
dilakukan dengan turis asing. E-mail harus dicek setiap saat untuk mengetahui apa
maunya si turis yang sering kali mengabarkan akan kedatangannya dan memesan
segala fasilitas juga lewat e-mail atau lewat chatting. Dengan kata lain banyak yang
bisa internet atau hanya sekedar cek E-mail dan chatting di Tuk-Tuk tapi dia tidak
bisa menggunakan komputer.
2. Motifasi masyarakat menggunakan kampung digital dipicu rasa ingin tahu karena
sering kali si wisatawan bercerita tentang internet, dan awalnya juga kampung digital
Tuk –Tuk banyak digunakan oleh wisatawan lalu diikuti oleh guide yang penasaran
akan kampung digital..Selain rasa ingin tahu, kemudahan akses informasi, kemudahan
untuk berkomunikasi, kelengkapan fasilitas yang ada dan mengikuti perkembangan
jaman menjadi motifasi masyarakat menggunakan kampung digital ini. Namun karena
pengguna kampung digital ini banyak supir baru (pengguna pemula) sehingga tingkat
kerusakan tinggi. Kampung digital yang semula diperuntukkan untuk pebelajaran
masyarakat ini beberapa bulan terakhir rusak dan tidak bisa dimanfaatkan lagi karena
sampai sekarang belum ada perbaikannya.
3. Kehadiran kampung digital memancing untuk speedy loading, sehingga begitu
mudahnya mengakses internet di Tuk-Tuk dan begitu mudah menemukan orang yang
familiar dengan internet, bukti bahwa mereka siap menerima kehadiran teknologi
informasi di kehidupan sehari – hari mereka. Jika saja di tempat lain juga ini dapat
diterapkan maka Sumatera pulau digital akan segera terwujud.

Saran
5. Evaluasi dan koordinasi dengan tim webmaster (pengelola web) dalam hal ini Dinas
Pariwisata dan Seni Budaya Pemkab Samosir untuk selalu berupaya agar situs ini
tetap eksis dan bermanfaat bagi lingkungan kawasan wisata digital dan masyarakat
batak yang ada dipulau Samosir dan tidak menutupi kemungkinan bagi masyarakat
lain yang menginginkan melihat via internet tentang info ataupun pengembangan
objek wisata dilokasi ini. Dinas Pariwisata dan seni Budaya sebagai pihak pengelola,
karena kehadiran kampung digital masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat Tuk-Tuk
sebagai pembelajaran dan penyeimbang Rental internet atau servis informasi yang ada
disana.
6. Memperluas jangkauan akses kampung digital dan menambah kehadiran kampung
digital di berbagai daerah terutama daerah terpencil supaya masyarakat bisa
merasakan manfaat dari kampung digital sehingga tidak ada lagi masyarakat yang
ketinggalan informasi.
7. Sosialisasi tentang kampung digital dan pengadaan bimbingan teknis penggunaan
internet gratis masih perlu dilakukan di Tuk-Tuk Siadong sebagai kampung digital
karena sering kali pengelola kampung digital dan masyarakat kewalahan /tidak bisa
menjawab jika turis asing menanyakan situs tertentu tentang Indonesia.
8. Penambahan sarana kampung digital sangat dibutuhkan terutama bagi anak sekolah
yang ingin menerapkan / mempraktekan pelajaran yang telah diperoleh disekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Kriyantono, Rachmat. 2006, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta.
MeQuail, Denis.1994, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta
Nuh,Muhammad.2007, Warnet Atasi Kesenjanan Digital,Media Kominfo,Jakarta
Nawawi,hadari. 1983, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada, Yogyakarta.
Pemkab Samosir, Samosir Dalam Angka Tahun 2008., Badan Pusat Statistik Kabupaten
Samosir.
Rakhmat,Jalaluddin. 2004, Metode penelitian Komunikasi, Remaja Rosda Karya,
Bandung.
Sumanto. 1990, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, Andi Offset, Yogyakarta.
Severin,Werner dan James Tankard.2007, Teori Komunikasi Sejarah , dan Terapan di
Dalam Media Massa,Kencana Prenada Media Group.

Sumber lain
http://www.tuktuksamosir.kampungdigital.com/senibudaya.php
http:// blog.kampungdigital.com/
Anshari,Andang,2008, FocusGrup Discussion RPJM 2010-2014 DEPKOMINFO,Hotel
Dharma Deli,Medan.
PEMILIHAN MEDIA ALTERNATIF DALAM MEMPEROLEH INFORMASI
PUBLIK DI DAERAH BLANK SPOT TVRI SUMUT DI KABUPATEN
LABUHAN BATU

Oleh : Parulian Sitompul *

ABSTRAK

Penulisan ini menulis tentang masyarakat di Labuhan Batu Kelurahan Bakaran


Batu Kec. Rantau Selatan yang merupakan Blank Spot TVRI Sumut. Artinya siaran TVRI
Sumut tidak terjangkau siaran pada masyarakat. Padahal TVRI Sumut merupakan salah
satu refresentasi media audio visual yang diharapkan dapat menyiarkan informasi publik
yang dibutuhkan masyarakat Labuhan Batu. Namun karena TVRI Sumut tidak dapat
menjangkau siaran dimaksud, dengan seadanya masyarakat mencari alternatif media lain
yangmungkin dapat memenuhi kebutuhan mereka akan informasi publik.
Penelitian diadakan dengan cara survey langsung kepada responden di Kelurahan
Bakaran Batu terhadap 60 orang yang memiliki masyarakat sebagai pengguna media.
Analisa data yang digunakan bersifat deskriftif dengan maksud dari hasil jawaban
responden di media sedemikian rupa hingga memperoleh deskripsi jawban dari
permasalahan yang diteliti.
Sementara pendekatan teori yang digunakan adalah dengan menggunakan model
uses and gratifications. Model ini digunakan hanya untuk memfokuskan permasalahan
terhadap penggunaan media untuk memenuhi kebutuhan akan informasi publik. Dari hasil
penelitian yang diperoleh dengan ketidak jangkauan TVRI sumut (blank spot)
menyiarkan informasi publik maka responden memilih media lain sebagai alternatif untuk
memperoleh informasi publik yang diinginkan media tersebut antara lain adalah televis
swasta nasional yang ada (RCTI, Trans TV, dan TV swasta lainnya, TVRI dan RRI
Jakarta) yang sama sekali tidak menyiarkan informasi publik yang diharapkan informasi
yang berhubungan dengan daerah mereka.

Tentunya keadaan ini sangat memprihatinkan di satu sisi masyarakat ingin tahu
tentang daerah mereka melalui TVRI Sumut namun yang diharapkan tidak demikian
karena daerah mereka adalah Blank Spot TVRI Sumut. Oleh karenanya pemerintah
daerah diharapkan dapat mendorong pihak TVRI Sumut agar siaran TVRI Sumut yang
ada di Medan dapat menjangkau di daerah Kelurahan Bakaran Bat Kec. Rantau Selatan
Kabupaten Labuhan Batu.

Kata Kunci : Pemilihan media, informasi publik, daerah blank spot

Latar Belakang Masalah


Televisi merupakan salah satu media massa penyampaian pesan kepada
masyarakat secara luas, dan merupakan salah satu media yagn sangat digemari oleh
masyarakat. Karena TV dapat menyajikan informasi seperti apa yang terjadi sebenarnya
(audio visual), yaitu informasi dengan gambar bergerak (motion picture).
Televisi merupakan medium yang paling akrab bagi keluarga. Sering dituduh
bahwa penetrasi televisi ke lingkungan rumah tangga menjadi nilai pembenaran
(intruder) dalam kehidupan keluarga. Sebaliknya dapat ditunjukkan bahwa di antara
media komunikasi, televisi menurut Monaco seperti yang dikutip dalam Siregar,

*
Penulis adalah Peneliti Madya Bidang Komunikasi Pada BBPPKI Medan
“Merupakan perangkat yang dapat dinikmati bersama – sama (sharing), berbeda dengan
media cetak yang penikmatannya bersifat individual”.
Televisi sebagai suatu sarana komunikasi massa yang memiliki peranan penting
dalam menyampaikan pesan, terutama pesan-pesan pembangunan. Diketahui sebahagian
penduduk Indonesia berada di daerah pedesaan membutuhkan dalam jumlah besar
informasi baru tentang pembangunan disekitar daerahnya. Melalui televisi keadaan suatu
daerah akan tampak jelas dan tergambar seolah-olah dalam siaran itu adalah keadaan
sebenarnya realitas dari objek yang terjadi.
Didalam kehidupan sosial atau proses sosial secara dinamis didasarkan pada
komunikasi., karena televisi merupakan jenis khusus dari berbagai media yang ada
dalam lingkup studi komunikasi massa, maka dengan keberadaan media televisi yang
memiliki berbagai jenis informasi akan dapat lebih mempermudah masyarakat untuk
mengembangkan proses sosialnya berdasarkan informasi yang diperolehnya dari televisi.
Berbagai penelitian dan pendapat para ahli komunikasi mengatakan bahwa
media massa memiliki pengaruh terhadap persepsi, opini, dan sikap perilaku individu
dan masyarakat. Media massa baik yang tercetak seperti majalah, surat kabar, tabloid
maupun media elektronik seperti radio siaran dan televisi melalui informasi, opini, dan
materi siaran dengan berbagai metoda pendekatan melakukan aktivitas yang dapat
memberi pengetahuan dan pendidikan kepada masyarakat.
Televisi merupakan salah satu bentuk komunikasi massa, dapat juga disebut
sebagai jenis khusus dari komunikasi sosial yang dilembagakan memiliki banyak
pengertian seperti Jalaluddin Rakhmat menyebutkan, bahwa komunikasi massa diartikan
sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar,
heterogen dan anonim melalui media cetak ataupun elektronik sehingga pesan yang sama
dapat diterima seacara serentak dan sesaat. ( Rahmat,1981, hal : 177 )
Jika dilihat dari uraian di atas defenisi komunikasi massa tersebut menunjukkan
bahwa dalam proses komunikasi massa seperti yang diutarakan di atas begitu kompleks
dan perlu perencanaan yang matang. Kekompleksitasan itu dikarenakan oleh suatu
sasaran media agar proses komunikasi yang dilakukan dapat efektif. Tetapi sebagaimana
yang digambarkan oleh Rakhmat ,bahwa dalam proses komunikasi massa harus
memperhatikan tentang keberadaan khalayak yang begitu kompleks dan beragam, pesan-
pesan yang disampaikan harus tepat, pengorganisasian komunikator terlembaga dan
perlunya merancang dan menyususn strategi komunikasi yang dilakukan dalam
komunikasi massa.
Ada banyak orang beranggapan bahwa media masa sangat efektif mempengaruhi
khalayak. Pada satu sisi hal itu dapat diterima , tetapi keadaan ini hanya dapat berlaku
pada masyarakat yang bersifat pasif menerima apa adanya pesan- pesan yang
disampaikan padanya. Anggapan yang demikian ini dianut oleh Bullet Theory atau yang
sering disebut model hipodermik yang mengasumsikan, bahwa khalayak bersifat pasif
menganalogikan pesan seperti obat yang disuntikkan ketubuh penerima.
Melihat begitu pentingnya kehadiran media massa bagi masyarakat terutama
televisi, maka dapat diasumsikan keberadaan siaran televisi di suatu daerah merupakan
kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Demikian juga halnya yang terjadi di Kabupaten
Labuhan Batu, Kelurahan Bakaran Batu Kecamatan Rantau Selatan, Propinsi Sumatera
Utara, daerah ini sulit menerima siaran-siaran dari TVRI Sumut karena kondisi geografis
wilayahnya yang berada di balik atau dikelilingi bukit barisan sehingga pemancar TVRI
Sumut kurang mampu bahkan tidak mampu menyebarkan sinyal dan gelombangnya
kepada antena televisi ke rumah-rumah penduduk di Kelurahan Bakaran Batu Kecamatan
Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu. Dengan kata lain, wilayah ini termasuk dalam
kategori Blank Spot jangkauan siaran TVRI Sumut. Akibatnya, penduduk di wilayah ini
mencari alternatif lain untuk memperoleh informasi publik yang mereka butuhkan
dalam kehidupan mereka.
Tentunya keadaan ini menjadi masalah dalam memperoleh informasi public dalam
lingkup informasi public dari provinsi Sumatera utara, maka permasalahannya adalah
media alternatif apakah yang digunakan oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi
publik yang mereka butuhkan tersebut. Apabila media alternatif tersebut bermuatan
positif (berisi pesan-pesan pembangunan yang konstruktif dan hiburan yang mendidik)
memang tidak akan menimbulkan persoalan baru, namun jika media alternatif yang
digunakan bermuatan negatif (berisi informasi dan hiburan yang tidak mendidik) maka
masalah akan muncul yaitu terjadinya efek yang destruktif dari kehadiran media alternatif
tersebut yang dapat menimbulkan pola pikir masyarakat negatif yaitu diantaranya adalah
hilangnya rasa nasionalisme dan tidak termotivasi untuk membangun daerahnya.
Berdasarkan pemikiran inilah penelitian ini sebaiknya dilakukan untuk
mengantisipasi efek negatif kepada masyarakat atas kehadiran media alternatiif yang
mungkin tidak konstruktif di wilayah Kabupaten Tobasa.

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, maka peneliti dapat
merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
“Bagaimanakah pemilihan media alternatif dalam memperoleh informasi publik di
daerah Blank Spot TVRI Sumut di Kelurahan Bakaran Batu Kecamatan Rantau Selatan
Kabupaten Labuhan Batu”

Adapun permasalahan khusus dalam penelitian ini adalah:


1. Bagaimanakah frekuensi masyarakat menggunakan media alternatif untuk
mendapatkan informasi publik ?
2. Apakah media dan jenis informasi publik yang digunakan masyarakat ?
3. Waktu masyarakat mendapatkan informasi publik ?
4. Durasi masyarakat mendapatkan informasi publik setiap hari ?
5. Mengetahui kualitas informasi publik yang diterima

Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Media dan jenis informasi publik yang dikonsumsi masyarakat Kelurahan
Bakaran Batu Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu
2. Daerah penelitian ini adalah di Kelurahan Bakaran Batu Kecamatan Rantau
Selatan Kabupaten Labuhan Batu
3. Responden penelitian ini adalah masyarakat yang mengonsumsi informasi publik

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimanakah frekwensi responden menggunakan media
alternatif untuk mendapatkan informasi publik.
2. Untuk mengetahui apakah media dan jenis informasi publik yang digunakan
responden.
3. Untuk mengetahui waktu responden mendapatkan informasi publik.
4. Untuk mengetahui durasi responden mendapatkan informasi publik setiap hari.
5. Untuk mengetahui lokasi responden biasanya mendapatkan informasi publik
setiap hari.
Uraian Teoretis.
Penelitian ini membahas tentang “Bagaimanakah Pemilihan Media Alternatif
dalam Memperoleh Informasi Publik di Daerah Blank Spot TVRI Sumut di Kelurahan
Bakaran Batu Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu”.
Televisi adalah salah satu media massa, maka dalam kerangka teoritis akan diuraikan
mengenai komunikasi massa.
Adapun sebagai kerangka teoritis dalam penelitian ini adalah menggunakan
kerangka pemikiran dengan pendekatan teori Uses and Gratifications, (Katz dan Blumler,
1974). Menurut mereka berdasarkan pemikiran ini bahwa seseorang akan mencari sumber
informasi (media) lain untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkannya. Teori uses and
gratification menungkapkan bahwa penggunaan media memiliki pilihan alternative lain
untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka. Karenanya dengan pendekatan teori ini bagi
masyarakat di Kelurahan Bakaran Batu Selatan Kabupaten Labuhan Batu yang menjadi
lokasi penelitian ini dan juga sebagai blank spot TVRI Sumut tentunya akan mencari
media alternative lain selain TVRI Sumut untuk memperoleh informasi public yang
dibutuhkan.
Seperti yang dikemukakan Melezke (1963) yang dikutip oleh Rakhmat, 1981
mengartikan komunikasi massa sebagai setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan
pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan
satu arah pada publik yang tersebar.
Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan
yang beragam dalam jumlah yang banyak menggunakan media. Salah satu contoh media
massa ialah televisi. Televisi merupakan media massa pandang dengar dan membuat
informasi yang disampaikan lebih menarik dan menyenangkan pemirsa dibandingkan
dengan komunikasi lainnya seperti media cetak.

Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa


Sebagai media massa, televisi memang memiliki kelebihan dalam penyampaian
pesan dibandingkan dengan media massa lain. Pesan-pesan melalui televisi disampaikan
melalui gambar dan suara bersama (sinkron) dan hidup, sangat cepat (actual) terlebih
lagi dalam siaran langsung (live broadcasting) dan menjangkau ruang yang sangat luas
(Wahyudi, 1986:3).
Hal yang sama diungkapkan oleh Yacob Utomo mengemukakan bahwa televisi
merekam kejadian dengan gambar dan suara serentak, mentah seperti apa adanya.
Televisi merekam atau memotret kejadian secara hidup dan langsung menyiarkan
kepada penonton. Mungkin saja masih ada jarak waktu, misalnya jika tidak siaran
langsung . Meskipun demikian keserentakan lebih terasa, lebih nyata, lebih hidup dan
mencekam. Alat-alat audio visual (televisi) juga membuat suatu pengertian atau
informasi menjadi lebih berarti. Kita lebih mudah dan lebih cepat belajar dengan
melihat alat-alat sensori seperti gambar atau model (Sulaiman,1981:1).
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa televisi itu mempunyai kemampuan yang
lebih dibandingkan dengan media massa lainnnya, seperti suratkabar. Televisi dapat
merangsang orang untuk bertahan lama dihadapannya hanya karena untuk menyaksikan
siaran audiovisual yang ditayangkan secara hidup seperti kejadian yang sebenarnya.
Dengan teknologi yang dimilikinya maka wajar televisi mendapat posisi yang berarti bagi
pemirsanya.

Informasi Publik.
Dengan demikian dengan keberadaan TV sebagai media informasi yang banyak
digemari oleh masyarakat, maka keberadaan media tersebut memiliki peran penting
dalam menyebarluaskan informasi public. Apalagi didaerah pedesaan kebutuhan
masyarakat akan informasi publik menjadi begitu penting. Seiring dengan perwujudan
pemerintahan yang transparan dan terbuka terhadap partisipasi aktif masyarakat menjadi
kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi perlunya informasi publik itu hadir
ditengah-tengah masyarakat. Masyarakat harus diberi akses seluas-luasnya untuk
mengetahui produk kebijakan dan kinerja badan-badan pemerintah beserta pejabatnya.
Tentunya ketersediaan informasi public itu pada masyarakat menjadi keharusan apalagi
melalui media TV. Karenanya maka yang menjadi rujukan ilmiah tentang pengertian
informasi publik menurut Sudibyo peneliti ISAI Jakarta (2009) menyebutkan bahwa
informasi public itu adalah “Segala informasi yang berkaitan dengan hajat hidup publik
(masyarakat) yang berada dibawah pengelolaan badan-badan publik. Dijelaskan lagi
badan-badan publik itu bisa pada level eksekutif, legislatif, yudikatif, BUMN, BUMD,
badan-badan hukum Negara juga organisasi non pemerintah atau swasta yang
menggunakan anggaran pemerintah atau yang mempunyai perjanjian kerja dengan
pemerintah untuk fungsi pelayanan publik.
Jelas ditegaskan diatas bahwa begitu pentingnya informasi public itu bagi
masyarakat. TV dan media lainnya memiliki kedudukan penting dalam penyebaran
informasi publik pada masyarakat, sebab informasi public menyangkut hajat hidup orang
banyak.

Metode Penelitian
Adapun metode penelitian adalah penelitian survey dengan bersifat deskriptif.
Metode ini bertujuan untuk menggambarkan apa adanya dari data lapangan yang
dihimpun. Data yang diperoleh dari lapangan ditabulasi secara tabel tunggal dan
digambarkan sedemikian rupa tanpa melakukan analisa secara mendalam seperti tabulasi
silang.

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah dilakukan di Kelurahan Bakaran Batu Kecamatan
Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatera Utara.

Populasi dan Sampel


Adapun populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Bakaran Batu
Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu, berjumlah 600 orang (survey awal
2009 pengguna media. Sementara sampel dalam penelitian ini adalah pengguna media di
daerah tersebut. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 orang ditarik secara
sampel random sederhana dengan menggunakan rumus pengambilan sampel menurut
Suharsimi Arikunto dalam buku Prosedur Penelitian (1998) menyebutkan jika jumlah
populasi lebih dari 100 maka dapat diambil sampel antara 10 sampai 15% dan antara 20
sampai 25% dari jumlah populasi. Adapun jumlah sample penelitian ini adalah 10% dari
jumlah populasi.

Metode Analisa Data


Analisa data dilakukan secara deskriptif, karena penelitian ini adalah penelitian
survey dengan menyebarkan kuesioner kepada responden yang telah ditentukan.
Dari data tersebut dianalisa secara sederhana sebagaimana lazimnya dalam metode
deskriptif.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
• Karakteristik Responden
Usia
Mayoritas usia responden adalah di atas 42 tahun ( 30 %), kemudian disusul
dengan responden yang berusia 27 sampai 31 tahun dan 37 – 41 tahun (25 %), sedangkan
yang berusia 22 sampai 26 tahun berjumlah (10 %) dan yang berusia antara 17 – 21 tahun
(13 % ). Dari data ini terlihat, penonton televisi di daerah tersebut sangat bervariasi yaitu
dari remaja hingga dewasa.

Jenis Kelamin
Laki-laki lebih dominan daripada perempuan yaitu laki – laki berjumlah 44 orang
( 73,33 %) dan perempuan berjumlah 16 orang ( 26,67 %). Dari data ini terlihat,
penonton televisi ternyata didominasi oleh laki-laki .

Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan responden yang tamat SMA menjadi mayoritas yaitu 28 orang
(46,67 %), kemudian disusul responden tamat SMP berjumlah 20 orang (33 % ). Kondisi
ini dinilai cukup baik, sebab berdasarkan lokasi domisili responden yang berada di desa,
akses dan minat terhadap tingkat pendidikan yang lebih tinggi biasanya sangat rendah.
Selain itu, keberadaan responden yang berada di desa ternyata tidak berkorelasi dengan
minat yang rendah meraih pendidikan tinggi.

Tingkat Penghasilan
Tingkat penghasilan responden mayoritas berada antara Rp. 800 ribu sampai
Rp.1,3 juta per bulan sebesar 30 %, keadaan ini berimbang dengan masyarakat dengan
tingkat penghasilan antara Rp. 200 ribu sampai dengan Rp. 700 ribu, disusul kemudian
antara 1,4 Juta sampai 1,9 Juta yaitu 20 % . Berdasarkan data ini terlihat masih cukup
banyak responden yang hidup pra sejahtera.
Pekerjaan
Jenis pekerjaan responden mayoritas adalah wiraswasta / berdagang yaitu sekitar
24 orang (40 %), kemudian disusul dengan Pegawai Negeri Sipil sebanyak 20 orang
(33,33 %). Selanjutnya termasuk kategori lain-lain sejumlah 10 orang (16,67 %), ini
diantaranya adalah berdagang, TNI, Penarik Beca, Kernet dan lain sebagainya.
Selanjutnya disusul pekerjaan sebagai Buruh Tani yaitu sejumlah 6 orang (10 %).

Penggunaan Beberapa Media Massa


• Televisi

Penggunaan Televisi
Mayotitas responden menggunakan media Televisi sebagai media untuk
menambah pengetahuan, informasi dan hiburan bagi meraka. Berdasarkan realitas ini
membuktikan ketergantungan responden terhadap kehadiran media Televisi sangat
tinggi, sehingga mereka meskipun tidak memperoleh siaran dari TVRI SUMUT, mereka
akan mengambil siaran dari stasiun Televisi dan media lainnya.

Frekuensi Penggunaan Media Massa


Frekuensi responden menggunakan media massa adalah Televisi, yang termasuk
ke dalam kategori Sering mencapai 50 %, kemudian disusul penggunaan Radio lalu Surat
Kabar dan yang paling sedikit adalah majalah. Berdasarkan fakta ini terlihat bahwa
responden sangat tergantung kepada media Televisi, sementara media massa yang lain
hanya menjadi pilihan berikutnya. Rendahnya budaya membaca juga terlihat dari
rendahnya pemilihan media cetak seperti surat kabar dan majalah
Terpaan Media Televisi
Ternyata masyarakat yang tidak menonton TVRI ternyata menonton siaran televisi
swasta yang lain. Siaran Televisi Swasta yang ditonton adalah Siaran Televisi Swasta
Nasional (TRANS TV, Indosiar dan RCTI). Dengan demikian , terlihat bahwa meskipun
responden dapat mengambil siaran-siaran Televisi dari Negara lain tetapi tetap memiliki
kesetiaan kepada siaran Televisi Swasta Nasional. Hal ini membuktikan responden masih
memiliki rasa nasionalisme yang tinggi untuk tetap setia kepada siaran Televisi Swasta
Nasional.

Durasi Menonton Televisi


Durasi responden menonton Televisi mayoritas berkisar antara dua jam sampai
dua setengah jam yaitu sebesar 43%. Hal ini membuktikan bahwa responden memiliki
ketergantungan untuk menonton Televisi setiap harinya. Hal ini jika dihubungkan
dengan Gambaran 09 di bawah ini saling mendukung yaitu responden menonton
Televisi mayoritas lebih dari 4 kali sepekan yaitu sebesar 26%.

Frekuensi Menonton Televisi


Frekuensi Menonton Televisi mayoritas ditonton lebih dari 4 kali dalam sepekan
dan termasuk dalam kategori sering. Artinya, disini terlihat bahwa responden memiliki
ketergantungan yang tinggi terhadap siaran televise. Namun demikian, rsponden yang
jarang menonton Televisi juga banyak yaitu mencapai 23 % yang menonton televisi
hanya satu kali dalam sepekan. Hal ini dimungkinkan karena kesibukan dalam bekerja.

• Radio
Frekuensi Mendengarkan Radio
Materi siaran informasi, Talkshow dan Forum Dialog yang sangat sering didengar
oleh responden 20%. Sedangkan siaran Politik menjadi frekuensi yang sering didengarkan
pendengar 40%. Dari fakta ini terlihat bahwa responden mendengarkan radio mayoritas
ingin memperoleh informasi saja.

Topik Siaran Radio


Topik Informasi Musik yang sangat sering didengar responden sebesar 50%,
sedangkan Topik Ekonomi, Hukum dan Olah Raga menjadi topik yang sering didengar
responden yaitu sebesar 20%.

Daya Tarik Siaran Radio


Responden sangat tertarik pada jenis acara Berita sebesar 47%, sedangkan acara
Talkshow diminati sebesar 30% yang tertarik, dilanjutkan dengan jenis acara hiburan 23
%.

Pemahaman Siaran Radio


Pendengar memiliki pemahaman yang sangat tinggi pada siaran berita di radio
dengan frekuensi sebesar 47%, sedangkan siaran Informasi ditemukan sebesar 30%,
dilanjutkan dengan siaran hiburan sebesar 23%.

• Surat Kabar
Topik yang Dibaca dalam Surat Kabar
Rubrik hiburan sangat sering dibaca oleh pembaca sebesar 27%, disusul dengan
topik pendidikan sebesar 20%. Sedangkan topik Politik sering dibaca oleh pembaca
sebesar 53%.

Kesimpulan
1. Mayoritas responden menggunakan media massa Televisi sebagai media untuk
menambah pengetahuan, informasi dan hiburan bagi meraka. Berdasarkan realitas ini
membuktikan ketergantungan responden terhadap kehadiran media Televisi sangat
tinggi, sehingga mereka meskipun tidak memperoleh siaran dari TVRI Sumut, mereka
akan mengambil siaran dari stasiun Televisi yang lain dan juga media massa lain
seperti radio dan surat kabar.
2. Frekuensi responden menggunakan media massa untuk mendapatkan informasi publik
dari Televisi berupa siaran berita yang ditayangkan cukup tinggi. Kemudian motif
lainnya yang mendorong masyarakat untuk menonton televisi adalah untuk
memperoleh informasi.
3. Acara Televisi yang paling banyak ditonton oleh masyarakat adalah siaran berita yaitu
sebanyak 60 %. Kemudian disusul dengan acara Hiburan (20 %).
4. Masyarakat yang tidak menonton TVRI Sumut ternyata menonton siaran televisi
swasta yang lain. Siaran Televisi Swasta yang ditonton adalah Siaran Televisi Swasta
Nasional (TRANS TV, Indosiar dan RCTI). Dengan demikian, animo masyarakat
untuk menggunakan televisi sebagai media informasi cukup signifikan.
5. Durasi responden menonton Televisi mayoritas berkisar antara dua jam sampai dua
setengah jam. Hal ini membuktikan bahwa responden memiliki ketergantungan untuk
menonton Televisi setiap harinya
6. Materi acara paling sering yang ditonton oleh responden adalah berita Politik, ini
terlihat dari frekuensi yaitu sebesar 46%, diikuti dengan Berita yaitu sebesar 30%.
Kategori Hiburan juga menempati urutan yang termasuk dalam kategori Sering yaitu
sebesar 23% yang termasuk kategori Sering. Berdasarkan fakta ini terlihat bahwa
responden sangat menyukai Berita Politik.
7. Mayoritas responden menonton Televisi di rumah mereka sendiri bersama keluarga
dengan frekuensi Sangat Sering. Namun demikian, ada juga responden yang
menonton televisi di rumah tetangga mereka.
8. Siaran informasi publik dari Televisi memberikan manfaat bahkan sangat bermanfaat
untuk menambah pengetahuan mereka namun ada juga menganggap hal itu sebagai
informasi saja
9. Kualitas siaran informasi publik yang diterima mayoritas menjawab Sangat Baik
terutama dalam bidang Politik, Agama, Hukum, Ekonomi dan Sosial Budaya.
10. Kualitas Gambar Siaran informasi Publik dari televise mayoritas dinilai Sangat Baik
oleh responden .
11. Media tradisional seperti PETRA ternyata tidak menjadi pilihan mayoritas masyarakat
untuk mendapatkan informasi publik yang diinginkan oleh mereka. Walaupun
responden tidak mendapatkan siaran TVRI Sumut (Blank Spot) namun responden
memilih media lain sebagai media informasi seperti TVRI Jakarta, TV Swasta
Nasional (TRANS TV, Indosiar, RCTI).

Saran-Saran
1. Pemerintah daerah perlu meningkatkan kualitas penerbitan media komunitas yang
langsung dapat menyentuh kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
2. Keberadaan siaran Televisi yang bermuatan lokal atau regional dengan sentuhan
budaya lokal perlu ditingkatkan agar masyarakat di daerah merasa memiliki media
yang dapat menyalurkan aspirasinya.
3. Pemerintah daerah perlu memfasilitasi media massa yang berorientasi kepada
kepentingan local agar isi media tersebut dapat member stimulasi kepada masyarakat
untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan di daerah.
4. Sosialisasi perlu ditingkatkan untuk member penyadaran kepada masyarakat tentang
arti pentingnya upaya-upaya untuk menerbitkan atau menyelenggarakan berdirinya
media-media komunitas yang berbasis kepada muatan lokal.
5. Pemerintah daerah diharapkan dapat mendukung peran dari media tradisional sebagai
media alternative dalam memperoleh informasi pada masyarakat Kelurahan Bakaran
Batu Selatan selain media modern seperti televisi, radio, dan surat kabar dan apalagi
TVRI Sumut sama sekali tidak dapat dijangkau siarannya oleh masyarakat. Kalaupun
masyarakat menonton TVRI hanya diperoleh dari TVRI Pusat Jakarta.

Daftar Bacaan

Arikunto, Suharsimi. 1986. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Bina


Aksara. Jakarta.
DeFleur, Melvin and Ball-Rokeach. 1982. Theories of Mass Communication. New York
& London.
Depari, Eduard dan Collin Mac Andrew. 1982. Peranan Komunikasi Massa Dalam
Pembangunan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Fisher, Aubrey B. Diterjemahkan Trimo, Soedjono. Penyunting: Jalaluddin Rakhmat.
1990. Teori-Teori Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Infante A Dominac, Andrew, S.Rancer, Deanna F.Womack. 1993. Building
Communication Theory. Waveland Press. Illinois.
Krech, David, Crutchfield, Richard S and Ballachey Egerton. 1962. Individual In
Society, A Texbook of Social Psychology. International Student Edition.
Tokyo: McGraw- Hill International Book Company. Kogakhusa, Ltd.
Kerlinger, Fred N. 200 3. Foundation of Behaviour Research, Second Edition, New
York University. New York.
McQuail, Denis. Alih Bahasa : Putu Laxmant S. Pendit. 1985. Model - Model
Komunikasi. Uni Primas. Jakarta
---------------. Alih Bahasa : Agus Dharma dan Aminuddin Ram. 1987. Teori Komunikasi
Massa. Erlangga. Jakarta.
Rakhmat, Jalaluddin. 1991. Metode Penelitian Komunikasi. Remaja Rosdakarya.
Bandung.
--------------------. 1985. Psikologi Komunikasi. Remaja RosdaKarya. Bandung.
Sari, S. Endang. 1993. Audience Research. Pengantar Studi Penelitian Terhadap
Pembaca, Pendengar,dan Pemirsa. Remaja RosdaKarya. Bandung.
Severin Werner J. James W. Tankard, Jr. 2005. Teori Komunikasi , Sejarah, Metode dan
Terapan di Dalam Media Massa. Prenada Media. Jakarta.
Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendy (ed). 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES.
Jakarta.
Tan, Alexis. 1980. Mass Communication Theories and Research. Grid Publishing Inc.
Columbus. Ohio.
Wright, Charles R. Penyunting : Jalaluddin Rakhmat. 1988. Sosiologi Komunikasi
Massa. Remaja RosdaKarya. Bandung.
PENGARUH SIARAN LIPUTAN 6 SCTV TERHADAP OPINI
MASYARAKAT DI KECAMATAN PADANG HILIR
KOTA TEBING TINGGI

OLEH : Drs. Hamdan Hamidin*

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan melihat bagaimana Pengaruh


Siaran Liputan 6 SCTV Terhadap Opini Masyarakat di Kecamatan Padang Hilir Kota
Tebing Tinggi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yaitu meneliti bagaimnana
pengarus Siaran Liputan 6 SCTV terhadap Opini Masyarakat di Kecamatan Padang
Hilir Kota Tebing Tinggi. Adapun jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 100
orang dengan menggunakan rumus Taro Yamane. Penetapan menggunakan sampel
strata proporsional. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan dan penyebaran
angket dan menghimpun data dari buku-buku serta sumber bacaan yang relevan dengan
masalah penelitian. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh siaran liputan 6
SCTV terhadap Opini Masyarakat di Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi cukup
memuaskan, dan juga siaran Liputan 6 SCTV berpengaruh terhadap Opini Masyarakat
Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi.

Kata Kunci : Pengaruh Siaran liputan 6 SCTV Terhdap Opini Masyarakat.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dan sedang berusaha
mensejajarkan diri dengan negara-negara yang lebih maju. Salah satunya adalah sektor
teknologi informasi yang semakin canggih terutama dibidang pertelevisian. Di negara-
negara dunia ketiga, media massa mempunyai peran yang sangat penting dalam
pelaksanaan pembangunan di negaranya, dan termasuk Indonesia juga menghadapi
keadaan yang sama.
Peristiwa disatu tempat dapat dilihat di tempat lain dengan pola teknologi yang
baru yaitu “Direct Broadcasting (DBS). Media massa televisi pun pada akhirnya
melahirkan istilah baru dalam peradaban manusia yang lebih dikenal dengan budaya
massa. Manusia cenderung menjadi konsumen budaya televisi yang menghasilkan suara
dan gambar.
Media televisi di Indonesia bukan lagi dilihat sebagai barang mewah seperti
pertama kali muncul, kini media layar kaca tersebut sudah menjadi kebutuhan pokok bagi
kehidupan manusia. Dengan kata lain informasi sudah merupakan kehidupan bagi
manusia untuk aktualitas diri. Televisi muncul di Indonesia pada tahun 1962 bertepatan
dengan penyelenggaraan Asian Games yang ke-4 di Jakarta, bersamaan dengan peresmian
penyiaran Televisi Republik Indonesia (TVRI) oleh Presiden Soekarno pada tanggal 24
Agustus 1962. Setelah itu acara-acara yang dihadirkan di televisi semakin banyak dan
variatif. Sejak bermunculan televisi swasta, monopli dunia layar kaca di Indonesia tidak
hanya milik TVRI saja.
Seiring dengan gelombang perubahan yang terjadi di Indonesia membawa nuansa
lain bagi pertelevisian di Indonesia, khususnya televisi swasta. Dimana dunia pertelevian
terkena terpaan arus perubahan dalam penyampaian informasi. Sebelum terjadi
*
Penulis adalah Peneliti Muda Bidang Komunikasi Pada BBPPKI Medan
gelombang perubahan yang terjadi di Indonesia yang dikenal dengan istilah reformasi
berbagai informasi yang disajikan terkesan kaku dan terfokus hanya apa yang dianggap
baik oleh penguasa saja. Salah satu stasiun televisi di Indonesi yang mempunyai program
acara penyampaian berita yang aktual, penting, dan menarik adalah stasiun televisi SCTV
(Surya Citra Televisi). Stasiun televisi SCTV mengemas berbagai berita aktual, tajam dan
terpercaya tentang berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia maupun di luar negeri
(manca negara) dikemas dalam satu siaran yang berlabel “liputan 6 SCTV”. Liputan 6
SCTV disuguhkan kepada masyarakat lima kali dalam sehari yaitu pagi, siang, sore,
petang dan tengah malam, yang berani menayangkan berita tajam dari tayangan-tayangan
lain yang sejenis.
Selain isi berita yang aktual, tajam serta terpercaya liputan 6 SCTV juga
mempunyai daya tarik lain seperti desain tayangan yang ditata apik, frekwensi
penayangan tiga kali sehari sehingga berita-berita yang ditayangkan benar-benar aktual.
Disadari atau tidak, peran atau pengaruh media dalam membentuk opini terhadap
suatu permasalahan yang di informasikan itu ada dalam diri masyarakat meskipun
pengaruh itu kecil. Begitu juga siaran liputan 6 SCTV sedikit banyaknya membawa
dampak tertentu bagi masyarakat khususnya mahasiswa. Isi berita yang ditayangkan
dalam liputan 6 SCTV dapat menambah wawasan pemikiran, pembentukan persepsi dan
opini atau sikap bagi masyarakat.
Hal yang menarik untuk ditelusuri adalah bahwa liputan 6 SCTV sebagai
penayang berita atau informasi, seberapa jauh siaran atau tayangan liputan 6 SCTV
mampu hadir dihati pemirsa, terutama sebagai media untuk mendapatkan informasi yang
aktual serta dalam membentuk opini atau sikap masyarakat umumnya pada khususnya
terhadap permasalahan yang sedang berlangsung.
Bertolak dari uraian dan pemikiran tersebut maka penulis menetapkan judul
penelitian “Pengaruh Siaran Liputan 6 SCTV Terhadap Opini Masyarakat Kelurahan
Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi”.

B. Perumusan Masalah
Yang menjadi permasalah dalam penelitian ini adalah : “Sejauh Mana Pengaruh
Siaran Langsung 6 SCTV Terhadap Opinin Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi
Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi “
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan masalah yang akan dibahas, dan agar suatu penelitian tidak longgar
dan tidak terjadi kerancuan dalam pembahasannya, maka permasalahan perlu dibatasi.
Hal ini mengingat pendapat Nawawi (1991 : 36) dalam bukunya metode penelitian bidang
sosial menyebutkan bahwa : “Masalah tidak boleh terlalu luas tapi juga tidak boleh terlalu
sempit”. Maka penulis membatasi sebagai berikut :
Siaran Liputan 6 SCTV yang ditayangkan setiap hari, bukan siaran mingguan dan
situs liputan 6 SCTV. Masyarakat yang pernah menonton Siaran Liputan 6 SCTV di
Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi.

D. Tujuan Penelitian
Menurut Arikunto tujuan penelitian adalah perumusan kalimat yang menunjukkan
adanya sesuatu yang hendak dicapai setelah penelitian selesai (Arikunto : 1993 : 49).
Adapun tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui Pengaruh Siaran Liputan 6 SCTV
Terhadap Opini Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota
Tebing Tinggi.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah : Secara praktis
penelitian ini merupakan masukan bagi pemirsa SCTV dalam memilih acara penayangan
berita atau informasi.
Secara pribadi, penelitian ini diharapkan akan dapat memperkaya khasanah
penelitian masyarakat, khususnya masyarakat yang menonton Siaran Liputan 6 SCTV di
Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi.

F. Kerangka Teori
Setiap penelitian tentunya memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir
dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Kerangka teori ini berfungsi sebagai
pendukung untuk menganalisa variabel-variabel yang akan diteliti. Untuk itu perlu
disusun kerangka teori yang akan memuat pokok-pokok pikiran dari sudut mana masalah
akan disoroti. “Kerangka berpikir merupakan hasil berpikir rasional yang di tuangkan
secara tertulis meliputi aspek-aspek yang terdapat di dalam masalah dan sub masalah
(Nawawi, 1991 : 41)”. Maka dapatlah diberikan beberapa pengertian yang berhubungan
dengan penelitian yaitu : komunikasi dan komunikasi massa, berita, opini.
Teori Komunikasi dan Komunikasi Massa
Sedangkan Harold Laswel (Effendy, 1990 : 10) mendefenisikan komunikasi
dengan mencoba menjawab beberapa unsur berikut ini :who, says, what, in which
channel, to whom, with what effect. Ini berarti bahwa komunikasi dalam prosesnya
meliputi lima unsur, yaitu : adanya komunikator (penyampai pesan), pesan, media (sarana
penyampai pesan), komunikasi (penerima pesan), effek (umpan balik sebagai reaksi
komunikan terhadap pesan yang disampaikan).
Menurut Freidow (dalam Rakhmat, 1993 : 188) komunikasi dialamatkan kepada
sejumlah populasi dari berbagai kelompok, dan bukan hanya satu atau beberapa individu
atau sebagian khusus populasi. Komunikasi juga mempunyai anggapan tersirat akan
adanya alat-alat khusus untuk menyampaikan informasi agar komunikasi itu dapat
mencapai pada saat yang sama semua orang yang mewakili berbagai lapisan masyarakat.
Sedangkan menurut Effendy (1993 : 79) komunikasi melalui media massa modern
yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi
yang ditujukan kepada umum, film yang dipertunjukkan di gedung bioskop.
Dan sebagai salah satu bentuk atau proses komunikasi, komunikasi massa
mempunyai fungsi sebagai berikut : menyampaikan informasi (to inform), mendidik (to
educate), menghibur (to entertaint), mempengaruhi (to influence) (Effendi, 1993 : 31).

Berita
Berita adalah pemberitahuan atau informasi yang disampaikan kepada khalayak
melalui media massa. Menurut Effendy (1993, : 67) mendefenisikan berita dengan : berita
adalah pelaporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang minat
atau penting kedua-duanya bagi sejumlah penduduk yang besar.
Bertitik tolak dari defenisi ini suatu berita yang disajikan dalam televisi harus
merupakan berita-berita yang dianggap menarik perhatian penonton dan merupakan berita
yang penting yang akan menyaksikan apakah berita itu menarik atau tidak. Penting
tidaknya suatu berita kepada khalayak, sangat tergantung kepada media massa sebagai
pihak yang menyajikan berita. Media massa sebagai saluran komunikasi massa
merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi, dimana komunikatornya
melembaga.

URAIAN TEORITIS
1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi merupakan bagian yang sangat penting bagi kehidupan manusia sejak
dahulu hingga sekarang. Komunikasi pada hakekatnya merupakan pernyataan antara
manusia. Menurut Effendy (1992 : 28) pernyataan itu adalah pikiran atau perasaan
seseorang yang dinyatakan kepada orang lainnya dengan menggunakan bahasa sebagai
alat penyalurnya.
Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris disebut “communication” yang berasal
dari bahasa latin “communicatio” yang bersumber dari kata “communis” yang artinya
sama, maksudnya memiliki makna yang sama. Sebagai makhluk sosial senantiasa ingin
berhubungan dengan manusia yang lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya,
bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu itu memaksa
manusia untuk berkomunikasi. Jadi komunikasi berlangsung apabila orang-orang yang
terlibat terdapat kesamaan makna, mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Proses itu
kemudian mennimbulkan suatu dampak yang berati efek, dimana proses penyamaan
makna tersebut menggunakan media sebagai perantaranya.
Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah kebutuhan yang sangat
fundamental bagi seorang dalam hidup bermasyarakat.
Menurut Hovland (dalam Arifin, 1988 : 25) menyatakan komunikasi adalah proses
dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang (biasanya lambang-lambang
dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain. Sejalan dengan
pengertian tersebut Effendi (1992 : 8) mengemukakan, komunikasi adalah proses
penyampaian lambang-lambang yang bermakna bagi kedua belah pihak. Kemudian
menurut De Vito (dalam Effendy, 1990 : 5) komunikasi adalah kegiatan yang dilakukan
seseorang atau lebih yakni kegiatan menyampaikan dan menerima pesan untuk memberi
tahu apakah mengubah sikap, pendapat atau perilaku baik langsung secara lisan maupun
tidak langsung secara tulisan.
Dari defenisi-defenisi yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan komunikasi
merupakan proses penyampaian atau pengoperan lambang-lambang dalam bentuk
informasi, hal itu mengingat bahwa kunci dari komunikai adalah informasi.
Defenisi lain yang dipakai untuk memahami pengertian komunikasi yaitu seperti
yang dijabarkan oleh Leswell yang menjelaskan didalam komunikasi terdapat unsur-
unsur komunikasi yaitu :who, says, what, in which channel, to whom, with what effect.
Yang berarti komunikasi memiliki lima unsur yang terdiri dari komunikator (penyampai
pesan), pesan, media (sarana penyampaian pesan), komunikan (penerima pesan), efek
(berupa umpan balik sebagai reaksi komunikan terhadap pesan yang disampaikan).
Pernyataan Laswell tersebut jelas tertuang dalam penjelasan Effendy (1990 : 10) yaitu
proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang
menimbulkan efek tertentu.

2. Komunikasi Massa
A. Pengertian Komunikasi Massa
Menurut Ensiklopedi Pers Indonesia (1991 : 314), komunikasi massa
didefenisikan sebagai bentuk komunikasi yang menggunakan sarana-sarana teknik yang
mampu menyampaikan pesan kepada suatu khalayak yang besar dalam waktu relatif atau
bahkan secara langsung.
Komunikasi massa adalah penyebaran pesan dengan menggunakan media massa
yang ditujukan kepada massa yang abstrak atau sejumlah orang yang tidak nampak oleh si
penyampai pesan. Pembaca koran, pendengar radio, penonton film dan penonton televisi
tidak nampak oleh komunikator. Komunikasi massa atau komunikasi melalui medi massa
sifatnya satu arah (one way traffic). Pesan yang disebarkan oleh komunikator, tidak
diketahui apakah pesan itu diterima, dimengerti, atau dilalakukan oleh komunikan.
Menurut Wahyudi (1986 : 42) memberi defenisi komunikasi massa yang
menggunakan media massa modern yang terbit atau disiarkan secara periodik
Defenisi lain seperti yang diuraikan Effendi (1981 : 59) menyatakan bahwa
komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat
kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan
kepada umum, dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop. Sedangkan
menurut Freidsow (dalam Rakhmat, 1992 : 188) komunikasi massa dibedakan dari jenis
komunikasi lainnya dengan suatu kenyataan bahwa komunikasi dialamatkan pada
sejumlah populasi dari berbagai kelompok dan bukan hanya satu atau beberapa individu
atau sebagian khusus populasi.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Rakhmat (1988 : 5) komunikasi massa adalah
komunikasi umumm bukannya bersifat pribadi. Pesan-pesan bukan hanya ditujukan pada
satu orang saja, isinya pun terbuka bagi setiap orang, anggota-anggota khalayaknya
menyadari bahwa setiap anggota memperoleh materi atau pesan yang sama.

3. Teori Media Massa


Media massa adalah media yang digunakan dalam menyampaikan pesan dari
sumber pada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis
seperti surat kabar, film, radio dan televisi. Sederhananya perkembangan permulaan
media massa sampai kepada modernisasi pada saat sekarang ini. Peralihan dari pemilikan
atau bahkan penguasaan terhadap media massa relatif tidak berubah hanya berganti
variasi yang mana media massa memperkuat kelas-kelas sosial yang ada dalam suatu
masyarakat itu sendiri daripada diakibatkan oleh kehadiran media massa.
Selain media massa modern terdapat media massa tradisional seperti teater rakyat,
juru dongeng keliling, juru pantun dan lain-lain. Lazimnya media massa modern
menunjukkan seluruh sistem dimana pesan-pesan diproduksi, dipilih, disiarkan, diterima
dan ditanggapi.

4. Televisi
Televisi merupakan media massa termuda diantara media massa yang lainnya,
karena televisi lahir setelah pers dan radio. Bahkan menurut Effendy, televisi saudara
muda dari radio hal ini karena dasar televisi adalah radio. Kelahiran televisi didunia pada
abad ke-19 yang berlanjut pada abad ke-20, dan tampaknya akan terus berkembang pada
abad-abad selanjutnya.
Secara etimologis istilah televisi berasal dari kata tele (bahasa Yunani) yang
berarti jauh, dan visi (vedere, bahasa latin) berarti penglihatan. Dengan demikian televisi
diartikan dengan melihat jauh diusahakan oleh prinsip gambar, baik dalam bentuk gambar
hidup (moving picture), maupun gambar diam (still picture). Istilah television pertama
kali dicetuskan tanggal 25 Agustus 1900 di kota Paris, dimana pada saat itu sedang
berlangsung pertemuan para ahli di bidang elektronik dari berbagai negara.
Pada tahun 1802 Dane melakukan percobaan sederhana, dari percobaannya itu
ditemukan bahwa pesan dapat dikirim melalui kawat beraliran listrik dalam jarak pendek.
Melalui perkembangan yang panjang, akhirnya terciptalah telegraph, telepon dan
kemudian gelombang-gelombang elegtromagnetik sehingga lahir radio komunikasi, radio
siaran, dan televisi pada abad ke-20. Diantara negara-negara berkembang yang tergabung
dalam Asean, Philipina merupakan negara yang pertama dalam menyelenggarakan siaran
televisi yaitu pada tahun 1952. Sedangkan di Indonesia dimulai pada tanggal 17 Agustus
1962 ketika Asean Games IV.

5. Fungsi Televisi Sebagai Media Elektro


Televisi yang merupakan media komunikasi massa produk revolusi elektronik
diabad 20, mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya,
produk informasi audio visual gerak adalah suatu usaha untuk memindahkan obyek/benda
kedalam realitas kamera melalui pendekatan sistem lensa atau dengan kata lain usaha
mengubah dunia nyata kedalam dunia baru. Dunia nyata adalah obyek yang dapat dilihat
dengan mata seperti apa adanya, sedangkan dunia baru adalah visual yang kita lihat
dilayar televisi.
Sebagai salah satu bentuk komunikasi massa, televisi juga memiliki karakteristik
psikologis yang khas. Hal ini tampak pada pengendalian arus informasi, umpan balik,
stimulasi alat indera dan proporsi terutama dalam hal ini adalah pemirsa melalui media
pandangan dan pendengan (audio visual). Selain itu juga televisi mampu menyodorkan
gambar yang lebih hidup, tokoh-tokoh yang ditampilkan menjadi hidup, efek yang
dihasilkan dapat merangsang fantasi pemirsa. Hal ini dapat kita lihat dari media televisi
itu antara lain :
a. Media televisi adalah media elektronik. Artinya hanya bisa berfungsi bila ada tenaga
listrik
b. Media televisi adalah media yang mengutamakan efek gerak. Artinya visual yang
ditampilkan mengutamakan yang bergerak (moving effects)
c. Media televisi adalah audio visual. Artinya menyajikan informasi dalam bentuk audio
visual secara sinkron
d. Media televisi media yang mengutamakan visual yang cluse up dari individu karena
layar televisi relatif kecil
e. Media televisi merupakan media terpadu dengan sarana yang lain (silde, foro, film,
telop). Artinya visual dalam bentuk slide, foto, telop dapa disajukan melalui media
televisi.
f. Media televisi bukan media yang menyajikan pesan (informasi audio visual) secara
rinci. Artinya media televisi tidak dapat menyajikan isi pesan atau informasi rinci
karena isi pesan yang sajikan hanya lewat atau hanya sekejap. Itulah sebabnya media
televisi disebut tidak menguasai waktu tetapi menguasai ruang.

6. Berita
A. Pengertian Berita
Menurut Hepwood (dalam Assegaff, 182 : 24) berita adalah suatu penuturan
secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru
terjadi, yang dapat menarik perhatian khalayak yang sajikan melalui media massa.
Sedangkan menurut Junaedhie (1991 : 26) berita adalah pemberitahuan tentang
informasi yang diberitahukan kepada khalayak melalui media massa, yang berisi tentang :
a. Peristiwa atau kejadian, seperti konferensi, bencana alam, pertandingan, perang dan
lain-lain.
b. Keadaan, seperti situasi ekonomi, pertumbuhan, ketegangan, politik dan lain-lain.
c. Gagasan pikiran, pendapat, perasaan, seperti soal cinta kasih masalah umum dan lain-
lain.
Dengan kata lain berita adalah realitas yang diberikan. Pengungkapan realitas ini
haruslah ditunjang oleh bahan berita yang secara keseluruhan sedapat-dapatnya unsur-
unsur lima W + 1H yakni : Apa, Siapa, Dimana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana (What,
Whom Where, When, Why, and How).
a. Nilai dan Unsur Berita
Nilai berita (New Value) juga mempengaruhi dalam menyiarkannya kepada
masyarakat. Selain pada nilainya, penempatan nilai juga tergantung pada cakupan wiayah
yang terdiri dari : berita lokal, berita nasional dan berita internasional.
Nilai berita sebagai ukuran layak tidaknya suatu berita dipilih dan dipublikasikan,
dapat dilihat seperti diuraiakan Junaedhie (1991 : 177) :
• Ketepatan waktu (Timeless)
Berita yang aktual semakin cepat disiarkan akan bernilai berita yang tinggi. Berita-
berita tentang sesuatu yang sedang hangat dibicarakan orang juga bisa digolongkan
dalam bagian ini.
• Kedekatan (Proxinity)
Berita tentang musibah atau bencana di tanah air misalnya, niscaya akan bernilai
berita tinggi daripada musibah yang terjadi di India. Atau berita sejenis yang terjadi di
India akan lebih berarti dibandingkan yang terjadi di Bangladesh. Dalam
perkembangannya, unsur ini juga menyangkut emosi. Sehingga meski musibah itu
terjadi di mancanegara jika berita itu menggugah emosi pemirsa, juga bis disebut
bernilai berita.

• Kemasyuran (Prominence)
Berita-berita yang menyangkut pautkan nama-nama orang termasyur biasanya juga
bernilai berita tinggi. Disini berlaku hukum klasik, name makes news atau nama
membuat berita.
• Akibat (Consequence)
Berita yang diduga berdampak luas, biasanya bernilai berita tinggi. Misalnya berita
perombakan kabinet, pengunduran diri perdana menteri.
• Manusiawi (Human interest)
Pada akhirnya, berita-berita yang menyentuh unsur-unsur kemanusian, akan bernilai
tinggi karena diminati banyak orang.

Apa yang menarik perhatian khalayak haruslah terdapat dalam sebuah berita,
karena tujuan pemuatan suatu berita adalah agar disaksikan khalayak. Penilaian suatu
berita secara umum dapat dinilai melalui beberapa unsur. Assegaf (1983 : 25-26)
menjelaskan beberapa unsur-unsur berita tersebut :
• Berita haruslah termasa (baru)
• Berita itu penting (dekat jaraknya, lingkungan yang terkena oleh berita)
• Penting karena ternama
• Keluarbiasaan berita
• Akibat yang mungkin ditimbulkan berita
• Ketegangan yang ditimbulkan berita
• Pertentangan (conflict) yang terdapat dalam berita
• Kemajuan-kemajuan yang diberitakan
• Emosi yang ditimbulkan berita

b. Berita Dalam Media Massa


Antara berita dan media massa satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan, karena
ada berita maka ada media massa. Bagi media massa berita merupakan nadi bagi
kehidupannya selanjutnya media merupakan alat atau sarana bagi berita. Sejauhmana
kedudukan berita, hal ini tergantung pada kejadian dan kelincahan media massa
memandang dan menempatkan posisi berita tersebut. Sehingga komunikatif media massa
tergantung pada berita yang disajikan, serta kemanakah arah dan tujuan dari media massa
memandang dan menempatkan posisi berita tersebut. Sehingga komunikatif tidaknya
komunikasi media massa tergantung pada berita yang disajikan, serta kemanakah arah
dan tujuan dari media massa tersebut juga tercermin dalam berita.
Komunikasi terlebih komunikasi massa dewasa ini sangat berperan penting dalam
mempengaruhi khalayak, oleh karena itu selektifitas dari berita tentu diperhatikan demi
tercapainya tujuan utama yaitu kelangsungan hidup media massa tersebut. Seperti
dikemukakan Effendy (1993 : 45)

7. Opini Publik
Untuk memberikan pengertian opini publik perlu dijelaskan terlebih dahulu
hakikat dari opini dan publik.
Albig (dalam Meinando, 1980 : 29) menyatakan bahwa opini adalah suatu
pernyataan mengenai sesuatu yang sifatnya bertentangan. Opini merupakan expressed
statement yang biasa diucapkan dengan kata-kata isyarat atau cara lain yang lain
mengandung arti dan dapat dipahami maksudnya.
Sedangkan menurut Carl I Hovland opini dimulai sebagai jawaban yang
diucapkan dan diberi individu terhadap suatu rangsangan atau situasi yang
mengemukakan beberapa pertanyaan yang dipermasalahkan.
Opini ata pendapat dapat dinyatakan melalui media massa seperti televisi, radio
maupun surat kabar dan majalah. Jadi pengertian opini mempunyai dua unsur yaitu :
a. Pernyataan
b. Mengenai masalah yang bertentangan
c. Opini atau pendapat mempunyai ciri-ciri yaitu :
a. Selalu diketahui dari pernyataan-pernyataan
b. Merupakan sintesa atau kesatuan dari banyak pendapat
c. Mempunyai pendukung dalam jumlah yang besar.

Selanjutnya pengertian publik menurut Soekamto (dalam Sunarjo, 1984 : 19)


adalah kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi yang terjadi secara tidak
langsung melalui media massa komunikasi massa, misalnya pembicaraan secara pribadi
desas-desus media komunikasi massa, misalnya radio, televisi, surat kabar, dan
sebagainya.
Sedangkan menurut Hartono, Publik merupakan kelompok yang abstrak dari
orang-orang yang menaruh minat pada suatu persoalan atau kepentingan yang sama
dimana mereka terlibat dalam suatu pertukaran pikiran melalui komunikasi tidak
langsung untuk mencari penjelasan atau kepuasan atas persoalan atau kepentingan mereka
itu (Rousydy, 1983 : 314).
Dari opini dan publik timbullah istilah opini publik. Para ahli mengemukakan
berbagai rumusan atau defenisis tentang opini publik, yang berbeda-beda satu sama lain.
Menurut Childs (1965) hal ini terjadi karena perbedaan interest (titik perhatian) dalam
mengkaji opini publik tersebut.

METODOLOGI PENELITIAN

a. Metodologi Penelitian.
Metode merupakan cara melakukan sesuatu. Ia menggambarkan prosedur dalam
melakukan sesuatu. Metode berasal dari bahasa Yunani. Methodus berarti cara. Metode
bertujuan untuk mengumpulkan informasi, mengidentifikasikan masalah serta membuat
perbandingan atau evaluasi (Rakhmat, 1995 : 27).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode
kualitatif bertujuan untuk meneliti sejauh mana pengaruh liputan 6 SCTV terhadap opini
dan tingkat pengaruh terhadap masyarkat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang
Hilir Kota Tebing Tinggi.

2. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kwalitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan ditetapkan kesimpulannya (Sugiono, 1994 : 57).
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah Masyarakat Kelurahan Tebing
Tinggi, Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi yang jumlahnya 5.066 jiwa.
2. Sampel
Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti dan dianggap
menggambarkan ciri-ciri yang akan diteliti.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya
dalam suatu penelitian (Rakhmat, 1995 : 144).
Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 jiwa, sebagaimana dapa
kita lihat pada tabel hasil penelitian ini.
iii. Teknik Penentuan Responden
Teknik penentuan responden yang digunakan yaitu teknik sampling proporsional
yaitu dengan melibatkan pembagian populasi kedalam kategori, kelas atau kelompok
kemudian dari setiap strata diambil sampel yang sebanding dengan besar setiap strata
(Rakhmat, 1989 : 79).
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan kegiatan penelitian untuk memperoleh data maka penulis
menggunakan teknik sebagai berikut :
a. Penelitian kepustakaan, yaitu aktivitas penelitian dengan cara mengumpulkan data,
informasi dan keterangan melalui buku-buku teoritis yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti
b. Penelitian lapangan, yaitu suatu aktivitas penelitian untuk mencari data-data yang
lengkap dan akurat yang berkaitan dengan judul yang diteliti. Penelitian lapangan
yang penulis lakukan disini adalah dengan terjun langsung ke tempat penelitian yang
dijadikan pembahasan dengan cara :
• Pengamatan (oberservasi), yaitu mengadakan pengamatan langsung ke objek
penelitian untuk mengamati secara dekat masalah yang dihadapi
• Angket yaitu menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden dengan memilih
salah satu jawaban yang telah disediakan dalam daftar pertanyaan.
5. Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis data dilakukan analisis kualitatif. Analisis kualitatif
menggunakan tabel tunggal.
6. Lokasi Penelitian.
Lokasi penelitian ditetapkan di Kalurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir
Kota Tebing Tinggi.
PENYAJIAN DATA
Berdasarkan hasil data-data yang terkumpul baik melalui observasi dan
penyebaran angket, maka penulis mengajukan data-data tersebut dalam bentuk tabel,
dimana tabel tersebut sesuai banyaknya pertanyaan yang diberikan.
Untuk memudahkan mendapatkan data yang diperlukan, maka setiap responden
diberikan kebebasan untuk mengisi angket (daftar pertanyaan) sesuai dengan pendapat
mereka masing-masing tanpa pengaruh atau paksaan dari pihak lain. Dalam hal ini angket
disebarkan kepada responden yang memenuhi persyaratan akurat dimana angket disusun
berdasarakan usia, jenis kelamin dan semester.
Tabel. 1
Usia Responden
Usia F %
a. 17 - 23 4 4
b. 23 - 30 19 19
c. 30 - 37 22 22
d. 37 - 43 20 20
e. 43 - 49 21 21
f. 49 - 55 10 10
g. 55 keatas 4 4
Jumlah 100 100,00
Sumber Angket No. I
Tabel diatas memperlihatkan bahwa usia 17-23 tahun menunjukkan jumlah
frekuensi salah satu yang terkecil sebanyak 4 atau 4%. untuk kelompok usia 23-30 tahun
berjumlah 19 responden atau 19%, kelompok usia 30 – 37 berjumlah 22 responden atau
22% untuk usia kelompok 37 – 43 berjumlah 20 responden atau 20%, untuk usia 43 – 49
berjumlah 21 responden atau 21%, kelompok usia 49 – 55 berjumlah 10 responden atau
10% dan yang kelompok usia 55 ketasa sebanyak 4 responden atau 4%. Hal ini
menunjukkan bahwa yang paling banyak berusia antara 30-37 responden, memang
dianggap usia seperti itu sangat dianggap masih produktif walaupun lainnyaa juga sangat
produltif.
Tabel. 2
Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelalmin F %
a. Laki-laki 71 71
b. Perempuan 29 29
Jumlah 100 100,00
Sumber Angket No. II
Tabel lll menunjukkan bahwa responden laki-laki lebih banyak yaitu 71 responden
atau 71%. Sedangkan perempuan berjumlah 29 responden atau 29%. Hal ini
menunjukkan tingkat perhatian laki-laki besar dibanding perempuan dalam menonton
liputan 6 SCTV.
Tabel. 3
Kepercayaaan Responden terhadap Liputan 6 SCTV
Jawaban F %
a. Sangat percaya 67 67
b. Percaya 25 25
c. Kurang percaya 7 7
d. Tidak percaya 1 1
Jumlah 100 100,00
Sumber Angket No. IV
Dari tabel diatas data 67 responden sangat percaya atau 67%, responden yang
menyatakan percaya, 25%, responden yang menyatakan kurang percaya 7% orang,
sedangkan menyatakan tidak percaya 1 responden atau 1%, responden Dari tabek dapat
dilihat bahwa liputan 6 SCTV dapat dipercaya, khususnya bagi kalangan masyarakat
Tebing Tinggi.
Tabel. 4
Jawaban Responden Tentang Menarik Tidaknya
Suatu Berita Yang Ditayangkan Liputan 6 SCTV
Jawaban F %
a. Sangat manarik 63 63
b. Menarik 31 31
c. Kurang menarik 5 5
d. Tidak menarik 1 1
Jumlah 100 100,00
Sumber Angket No. V
Dari tabel diatas diperoleh data 63 responden atau 632% responden yang
menyatakan sangat menarik, yang menyatakan menarik 31 responden atau 31%, yang
menyatakan kurang menarik 5 responden atau 5% dan yang menyatakan tidak menarik 1
responden atau 1%. Hal ini berarti bahwa berita yang ditayangkan di liputan 6 SCTV
menarik bagi mayaraskat Tebing Tinggi.
Tabel . 5
Jawaban Responden Tentang Jelas Tidaknya
Suatu Berita Yang di Tayangkan Liputan 6 SCTV
Jawaban F %
a. Sangat jelas 54 54
b. Jelas 35 35
c. Kurang jelas 10 10
d. Tidak jelas 1 1
Jumlah 100 100,00
Sumber Angket No. VI
Berdasarkan tabel diatas diketahui sebanyak 54 responden atau 47,85% yang
mengatkan sangat jelas akan isi berita yang ditayangkan liputan 6 SCTV, 35 responden
atau 35% menyatakan jelas, 10 responden atau 10% yang menyatakan kurang jelas,
sedangkan yang menyatakan tidak jelas 1 responden atau 0,71%. Dari tabel dapat dilihat
bahwa berita yang ditayangkan liputan 6 SCTV jelas khususnya bagi masyarakat Tebing
Tinggi.
Tabel . 6
Jawaban Responden Tentang Berita
Liputan 6 SCTV Dapat di Percaya Atau Tidak
Jawaban F %
a. Sangat sesuai 43 43
b. Sesuai 43 43
c. Kurang sesuai 13 13
d. Tidak sesuai 1 1
Jumlah 100 100,00
Sumber Angket No. VII
Dari tabel diatas diperoleh data 43 responden atau 43% responden menyatakan
sangat sesuai, 43 responden atau 43% menyatakan sesuai, 13 responden atau 13%
menyatakan kurang sesuai dan yang menyatakan tidak sesuai 1 responden atau 1%.
Sehingga dapat dilihat bahwa berita yang disiarkan di liputan 6 SCTV memang
berdasarkan dengan kenyataan atau fakta serta tidak mengada-ada dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Tabel. 7
Jawaban Responden Tentang Berita Liputan 6 SCTV
Apakah Sudah Lengkap
Jawaban F %
a. Sangat lengkap 41 41
b. Lengkap 49 49
c. Kurang lengkap 9 9
d. Tidak lengkap 1 1
Jumlah 100 100,00
Sumber Angket No. XI
Dari tabel diperoleh data 41 responden atau 41% responden yang menyatakan
sangat lengkap, yang menyatakan lengkap 49 responden atau 49% menyatakan kurang
lengkap 9 responden atau 9% dan yang menyatakan tidak lengkap 1 responden atau 1%.
Dari tabel dapat dilihat bahwa berita liputan 6 SCTV menurut masyarakat Kelurahan
Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Tebing Tinggi sangat lengkap.
Tabel. 8
Jawaban Responden Tentang Berita Liputan 6 SCTV
Apakah Sudah Merasa Yakin Dengan Berita Tersebut
Jawaban F %
a. Sangat yakin 42 42
b. Yakin 44 44
c. Kurang yakin 11 11
d. Tidak yakin 3 3
Jumlah 100 100,00
Sumber Angket No. XII
Dari tabel diperoleh data 42 responden atau 42% yang menyatakan sangat yakin,
yang menyatakan yakin 44 responden atau 44% kurang yakin sebanyak 11 responden
atau 11% dan yang tidak yakin sebanyak 3 responden atau 3%. Ini menunjukkan bahwa
Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir merasa yakin akan berita yang
ditayangkan di liputan 6 SCTV.
Tabel. 9
Jawaban Responden Tentang Berita Liputan 6 SCTV
Apakah Mempercayai Isi Berita
Jawaban F %
a. Sangat percaya 43 43
b. Percaya 47 47
c. Kurang percaya 10 10
d. Tidak percaya 3 3
Jumlah 100 100,00
Sumber Angket No. XV
Tabel diatas menunjukkan responden yang menyatakan percaya pada isi berita
liputan 6 SCTV sebanyak 43 responden atau 43% yang menyatakan sangat percaya 47
responden atau 47% yang menyatakan kurang percaya 10 responden atau 10% dan yang
tidak percaya 3 responden atau 3%. Ini berarti bahwa mahasiswa merasa percaya pada isi
berita yang ditayangkan liputan 6 SCTV, karena berita yang disajikan kepada khalayak
sesuai dengan kenyataan dan fakta yang terjadi di lapangan atau tempat kejadian dimana
peristiwa tersebut terjadi.
Tabel. 10
Jawaban Responden Tentang Berita Liputan 6 SCTV
Apakah Sudah Memahami Berita Tersebut
Jawaban F %
a. Sangat memahami 33 33
b. Memahami 49 49
c. Kurang memahami 15 15
d. Tidak memahami 3 3
Jumlah 100 100,00
Sumber Angket No. XVI
Dari tabel diperoleh data responden yang menyatakan memahami sebanyak 33
responden atau 33% yang sangat memahami 49 responden atau 49% sedangkan kurang
memahami 15 responden atau 15% dan yang tidak memahami 3 responden atau 3%. Dari
tabel dapat dilihat bahwa Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing
Tinggi memahami berita di liputan 6 SCTV.
Tabel. 11
Jawaban Responden Tentang Berita Liputan 6 SCTV
Apakah Menyenangi Berita Liputan 6
Jawaban F %
a. Sangat senang 38 38
b. Senang 41 41
c. Kurang senang 12 12
d. Tidak senang 9 9
Jumlah 100 100,00
Sumber Angket No. XVIII
Hasil tabel menunjukkan bahwa mahasiswa amat senang akan berita yang
ditayangkan di liputan 6 SCTV yaitu sebanyak 38 responden atau 38%, yang menyatakan
sangat senang 41 responden atau 41% yang menyatakan senang 12 responden atau 12%
dan yang kurang senang, 9 responden atau 9% tidak senang. Hal ini berarti Kelurahan
Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Tebing Tinggi sangant menyenangi berita liputan
6 SCTV.
Tabel. 12
Jawaban Responden Tentang Berita Liputan 6 SCTV
Apakah Puas Dengan Isi Berita Liputan 6
Jawaban F %
a. Sangat puas 38 38
b. Puas 38 38
c. Kurang puas 13 13
d. Tidak puas 11 11
Jumlah 100 100,00
Sumber Angket No. XX
Dari tabel diatas data responden yang menyatakan sangat puas 38 dengan
responden atau 38%, yang menyatakan puas 38 responden atau 38%, yang menyatakan
kurang puas 13 responden atau 13% dan yang tidak puas 11 responden atau 11%. Hasil
tabel menunjukkan bahwa masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir
sangat puas terhadap isi berita liputan 6 SCTV.
Tabel. 13
Jawaban Responden Tentang Berita Liputan 6 SCTV
Apakah Merasa Simpati Pada Isi Pesan Yang Disampaikan
Jawaban F %
a. Sangat simpati 37 37
b. Simpati 42 42
c. Kurang simpati 19 19
d. Tidak simpai 2 2
Jumlah 100 100,00
Sumber Angket No. XXI

Hasil tabel responden yang menyatakan sangat simpati sebanyak 37 responden


atau 37% yang menyatakan simpati 42 responden atau 42%, yang menyatakan simpati
kurang 19 responden atau 19% dan yang menyatakan tidak simpati 2 responden atau 2%.
Ini berarti bahwa masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir merasa
simpati terhadap isi beriat liputan 6 SCTV.
Tabel. 14
Jawaban Responden Tentang Berita Liputan 6 SCTV
Apakah Berita Tersebut Dapat Mempengaruhi
Jawaban F %
a. Sangat mempengaruhi 29 29
b. Mempengaruhi 52 52
c. Kurang mempengaruhi 16 16
d. Tidak mempengaruhi 3 3
Jumlah 100 100,00
Sumber Angket No. XXII
Hasil tabel memperlihatkan bahwa responden yang menyatakan sanagt
mempengaruhi sebanyak 29 responden atau 29% yang menyatakan mempengaruhi 52
responden atau 52%, yang menyatakan kurang mempengaruhi 16 responden atau 16%
dan yang menyatakan tidak mempengaruhi 3 responden atau 3%. Dari tabel tersebut dapat
dilihat bahwa berita liputan 6 SCTV mempengaruhi sikap Kelurahan Tebing Tinggi
Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi.
Bagi masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini menyatakan bahwa
mereka sangat cenderung menyaksikan menonton liputan 6 SCTV, hal ini sangat positif
bagi masyarakat karena dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas
dibandingkan mahasiswa yang tidak cenderung menonton liputan 6 SCTV.

A. Pembahasan Data
Dari hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa siaran liputan 6 SCTV
sangat berpengaruh terhadap opini masayarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan
Padang Hilir Kota Tebing Tinggi.
Dari hasil penelitian masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang
Hilir Kota Tebing Tinggi menyatakan bahwa pemberitaan di liputan 6 SCTV sangat
menarik dan berita-berita yang ditayangkan juga sangat jelas. Masyarakat mengatakan
bahwa berita yang disiarkan itu dapat kita lihat berdasarkan kenyataan dan fakta, dimana
peristiwa itu betul terjadi serat tidak mengada-ada dan dapat dipertanggungjawabkan,
dan pemebritaan itu masayarakat menyatakan sudah lengkap, kita sudah puas dan dapat
kita pahami pemberitaan yang disiarkan itu.
Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing
Tinggi sangat simpati terhadap siaran pemberitaan Liputan 6 SCTV, sehingga dapat
mempengaruhi sikap masyarakat, seperti mereka setiap hari menontonnya, apabila
mereka tidak menyaksikan pemeberitaan Liputan 6 SCTV mereka merasa kurang dalam
hal informasi, juga bagi masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini
menyatakan bahwa sangat cendrung menyaksikan pemebritaan Liputan 6 SCTV , hal ini
sangat positif bagi mereka karena dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih
luas dibandingkan bagi masyarakat yang jarang dan tidak pernah menyaksikan
pemebitaan tersebut.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh siaran liputan 6 SCTV
terhadap opini Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota
Tebing Tinggi sangat memuaskan.

PENUTUP

Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang
Hilir Kota Tebing Tinggi, berdasarkan dari jawaban responden /masyarakat banyak.
mendukung dan sangat setuju dan sesuai acara liputan 6 SCTV dan acara lainnya.
2. Bahwa siaran liputan 6 SCTV sangat berpengaruh dan sangat di percaya terhadap
opini Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing
Tinggi.
3. Tingkat minat menonton Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang
Hilir Kota Tebing Tinggi terhadap liputan 6 SCTV cukup tinggi.
4. Berita yang disajikan dalam liputan 6 SCTV sebagian besar Masyarakat Kelurahan
Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi sangat percaya dan
merasa yakin akan isi pesan yang disampaikan liputan 6 SCTV setiap hari
5. Masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi
menunjukkan bahwa Masyarakat sangat berminat menyaksikan siaran berita liputan 6
SCTV.

Saran-saran.
1. Dalam menghadapi persaingan bebas yang semakin ketat maka acara liputan 6 SCTV
hendaknya terus merevisi beberapa hal yang terasa masih kurang seperti tambahan
untuk materi berita, serta dapat mempertahankan hal-hal yang menjadi ciri khasnya
seperti mempertahankan ketajaman dan keberanian dalam penyampaian berita
2. Hendaknya masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota
Tebing Tinggi tetap menyaksikan acara liputan 6 SCTV karena dapat menambah
wawasan serta dapat mengetahui hal-hal apa saja yang terjadi di tanah air dan di luar
negeri
3. Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti, responden banyak menonton liputan 6
SCTV adalah masyarakat Kelurahan Tebing Tinggi Kecamatan Padang Hilir Kota
Tebing Tinggi sangat berminat untuk menonton liputan 6 SCTV, peneliti
4. Diharapkan kepada masyarakat agar selalu menonton berita liputan 6 SCTV supaya
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
5. Diharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan oleh peneliti-peneliti lain dengan
pembahasan indikator variabel yang lebih banyak dan lokasi yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA
Assegaff, Dja’far, 1982. Jurnalistik Masa Kini, Jakarta Ghalia Indonesia.
Arikuntoro, Suharsisi. 1997. Prosudur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Jakarta :
Rinaka Ciptan
Arifin, H. Anwar, 1988 Strategi Komunikasi. Bandung, Armico.
Effendy, Onong U. 1986. Dimensi-Dimensi Komunikasi. Bandung, Alumni.
................................1990 Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung, Alumni.
................................1993 Televisi Siaran Teori dan Praktek. Bandung. Madar Maju.
................................1986 Dinamika Komunikasi, Bandung , Remaja Rosda Karya.
Junaedhie, Kurniawan, 1991 Ensiklopedi Pers Indinesia. Jakarta, Pustaka Utama.
Kuswandi, Wawan. 1966. Komunikasi Massa Sebuah AnalisisMedia Televisi Jakarta,
Reneca Cipta.
Liliweri, Alo, 1991, Memahami Peran Komunokasi Massa Dalam Masyarakat.
Bandung, Citra Aditya Bakti.
Mc. Quail, Dennis 1989, Teori-teori Komunikasi Massa. Jakarta, Erlangga.
Nawawi, Hadari, 1991, Metode Penelitian Bidang Sosial, Bandung, Remaja Rosda
Bakti.
Rakhmat, Jalaluddin, 1980 Metode Penelitian Komunikasi Bandung Alumni.
..................................1998 Sosiologi Komunikasi Massa Bandung.Remaja Rasda Karya.
.................................... 1993 Psikologi Komunikasi. Bandung Remaja Rosda Karya.
AKSES INFORMASI POLITIK
DARI PERSPEKTIF BIROKRAT
(Studi Kasus Pada Pegawai Negri Sipil Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta)

Oleh: Emmy Poentarie

ABSTRACT

The results showed that voters Provincial Government Daerah Istimewa


Yogyakarta civil servants is an active audience who behave rationally, before the
political choices needed information Legislative Election 2009. Based on the priorities
and the reasons stands on the information required by the Provincial Government of
voters civil servants, can be categorized into two namely "prospective voters" and
"retrospective voters". Attempts to access the information carried by the media and also
uses the non-media (directly face to face). Problems faced in access to information
include the availability of information, the absorption of information, facilities, technical
and human resources are concerned. The government should understand these conditions
by providing information relating to the General Election which can be accessed easily
and cheaply, tailored to the level of skills in accessing information voters.

(Keywords: information, the Legislative Elections 2009)

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2009 bagi anggota DPR, DPD, maupun DPRD
dilaksanakan pada bulan April 2009, diikuti oleh 38 partai politik peserta pemilihan
umum. Sejak pemilihan pertama dilaksanakan pada tahun 1955 masyarakat Indonesia
hampir tidak pernah mengetahui dengan pasti calon legislatif yang mewakilinya dalam
lembaga legislatif. Kebanyakan dari para pemilih tersebut tidak mengetahui pengalaman
politik para wakilnya, identifikasi politik mereka terletak pada partai politik yang
diketahui dari tanda gambarnya. Para pemilih datang ke lokasi-lokasi pemilihan umum
untuk ‘mencoblos’ 3 (tiga) tanda gambar peserta pemilihan umum. Gambar partai apa
yang memperoleh suara terbanyak di DPR misalnya adalah representasi partai pemenang
dan memperoleh legitimasi.
Metode pemilihan umum dengan hanya mencoblos (dewasa ini berubah menjadi
‘mencontreng’) tanda gambar sebenarnya lebih mempermudah sosialisasi peserta
pemilihan umum, demikian juga bagi para pemilih tidak kesulitan dalam mencoblos, dan
tentunya waktu yang digunakan dalam bilik suara akan lebih cepat. Fungsi pemilihan
umum seperti demikian nampaknya tidak memberi pembelajaran politik kepada
masyarakat. Pemilihan umum merupakan salah satu bentuk pendidikan politik yang
bersifat langsung, terbuka dan massal, yang diharapkan bisa mencerdaskan pemahaman
politik dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai demokrasi. Perangkat yang
dipakai salah satunya adalah materi kampanye dari peserta Pemilu. Peran itu terutama
dilakukan oleh partai politik maupun individu peserta Pemilu. Instrumen yang dipakai
adalah materi (informasi) dari peserta Pemilu, ideologi, program dan kebijakan yang
ditawarkan peserta Pemilu dapat menjadi bahan evaluasi rakyat untuk menentukan
pilihannya secara tepat (Pamungkas, 2009:6). Dengan demikian idealnya informasi yang
disampaikan dalam kampanye terkait dengan kompetensi, kredibilitas, dan kedekatan
calon anggota legislatif. Juga visi, misi dan program-program yang akan dilaksanakan
oleh partai secara jelas. Namun dalam kenyataannya, informasi tersebut tidak mudah
didapat.
Tata cara pemilihan umum merupakan salah satu cerminan kehidupan
berdemokrasi masyarakat, sedangkan cerminan lainnya terwujud dalam hak memperoleh
informasi politik seluas-luasnya. Informasi yang berciri transparan, tanpa penyimpangan,
dan tentunya sangat mudah dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat. Fungsi kampanye
pemilihan umum hingga saat ini masih didominasi oleh pemahaman tentang bagaimana
mempengaruhi sebanyak mungkin orang untuk memilih calon legislatif maupun partai
dalam pemilihan umum. Sosiolog politik Sunyoto Usman mengakui bahwa aksi partai
politik dan calon anggota legislatif ketika menggelar kampanye nyaris tidak berbeda dari
pemilihan umum sebelumnya, obral janji dan pengerahan massa terjadi setiap kali
kampanye digelar (Kompas, 23 Maret 2009:1). Dengan demikian bukan tidak mungkin
masyarakat kekurangan kesempatan memperoleh informasi politik yang mendorong
pikiran kritis mereka, sehingga memperoleh pembelajaran politik yang lebih rasional,
menyentuh langsung aspirasi mereka.
Salah satu hal yang penting dalam pemilihan umum adalah keterlibatan secara
politik para abdi negara yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS), khususnya yang berada di
lingkungan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketika Orde Baru berkuasa, mobilisasi
partisipasi pegawai negeri sipil secara menyeluruh di Indonesia diorientasikan kepada
organisasi peserta pemilihan umum dari Golongan Karya (Golkar). Demikian juga di
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Gubernur DIY yang juga Sultan Kraton
Ngayogyakarta Hadiningrat waktu itu adalah salah satu tokoh Golkar, sehingga dengan
mudah para abdi negara di lingkungan ini memiliki kecenderungan memilih Golkar.
Ketika PNS menjadi alat kekuatan politik dari partai politik tertentu, maka dalam
menjalankan tugas dan fungsinya PNS cenderung akan bersifat parsial, berpotensi
menjadi tidak netral.
Di era reformasi sejak 1999, kedudukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam
kehidupan politik ditinjau kembali agar PNS tidak terlibat dalam partai politik manapun.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Kepegawaian Negara mengatur secara
tegas netralitas pegawai. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 melarang
keberpihakan PNS terhadap partai politik tertentu. PNS diberi kebebasan untuk memilih
partai maupun calon anggota legislatif sesuai aspirasi masing-masing saat pemilihan
umum. Mereka dilarang terlibat aktif dalam kegiatan kepartaian seperti kampanye,
menjadi calon anggota legislatif, dan menjadi anggota salah satu partai.
Kasus anggota Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta menjadi menarik untuk diangkat sebagai persoalan penelitian.
Menarik untuk diketahui bagaimana para PNS tersebut mengambil keputusan memilih
partai politik serta calon wakil rakyat di DPR, DPD, dan DPRD, demikian pula menarik
untuk dipahami bagaimana mereka mencari sumber informasi yang dipakai sebagai dasar
untuk pengambilan keputusan politiknya. Persoalan ini menjadi penting karena
bagaimanapun PNS dalam masyarakat tertentu masih dipandang sebagai pemuka
masyarakat (opinion leader).
Informasi politik dari calon legislatif maupun partai politik merupakan variabel
sangat penting bagi calon pemilih untuk menentukan pilihan politiknya secara akurat
sesuai dengan referensi dan aspirasi politiknya. Namun demikian nampaknya keinginan
masyarakat (dalam hal ini PNS) untuk memperoleh informasi akurat dari partai maupun
calon anggota legislatif semakin sulit menghadapi Pemilihan Umum 2009.
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapatlah diambil suatu rumusan masalah
yaitu: bagaimana Pegawai Negeri Sipil memperoleh informasi politik yang diperlukan
sebagai bahan referensi menentukan pilihan politiknya dalam Pemilihan Umum
Legislatif 2009?

Tujuan dan Manfaat


Penelitian yang dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui cara Pegawai Negeri
Sipil (PNS) memperoleh informasi politik yang diperlukan. Melalui cara tersebut dapat
dicapai deskripsi penggunaan media dan non media dalam mengakses informasi
Pemilihan Umum Legislatif 2009 yang diterapkan oleh pemilih dari kalangan Pegawai
Negeri Sipil (PNS). Di samping itu juga untuk mengetahui dan pemahami kebutuhan
informasi Pemilihan Umum Legislatif 2009 dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai
bahan referensi menentukan pilihan politiknya dalam Pemilihan Umum Legislatif 2009.
Hasil penelitian diharapkan bermanfaat, yakni dapat memberikan masukan bagi
pihak-pihak yang berkompeten (pemerintah, maupun partai politik serta calon anggota
legislatif) untuk mengetahui kebutuhan masyarakat akan informasi politik (pemilihan
umum). Selanjutnya dapat menjadi bahan untuk memformulasikan terkait dengan akses
informasi politik dalam pemilihan umum berikutnya. Karena itu, hasil penelitian
diharapkan dapat memberikan konsep pemikiran bagi partai politik serta calon anggota
legislatif yang akan berlaga dalam pemilihan umum.

Kerangka Teoritis
Komunikasi merupakan proses yang melibatkan dua pihak yaitu sumber
komunikasi dan penerima komunikasi. Kedua pihak itu dipertemukan melalui pertukaran
pesan komunikasi, menggunakan media, maupun tanpa media yaitu bila komunikasi
berlangsung secara personal. Sumber komunikasi dianggap sebagai pihak yang
memprakarsai terjadinya komunikasi melalui penyampaian pesan (informasi), sedangkan
penerima merupakan pihak yang menerima pesan (informasi) dari sumber.
Dalam kegiatan politik pemilihan umum, komunikasi memiliki peran yang
penting seperti yang pernah dikemukakan oleh Chaffee (1975) bahwa komunikasi politik
merupakan peranan komunikasi dalam proses politik (dalam Kaid, 2004:xiii). Sementara
Galdnoor (dalam Nasution, 1999:24) menyatakan bahwa komunikasi politik merupakan
infrastruktur politik, yakni suatu kombinasi dari berbagai interaksi sosial di mana
informasi yang berkaitan dengan usaha bersama dan hubungan kekuasaan masuk dalam
peredaran. Rumusan Galdnoor tersebut sejalan dengan pendekatan Almond dan Powell
(dalam Nasution, 1990:24) yang menempatkan komunikasi sebagai suatu fungsi politik
bersama-sama dengan fungsi lainnya (artikulasi, agregasi, sosialisasi, dan rekrutmen)
yang terdapat dalam suatu sistem politik. Bahkan dikemukakan pula bahwa komunikasi
merupakan prasyarat (prerequisite) yang diperlukan bagi berlangsungnya fungsi-fungsi
yang lain tadi.
Michael Rush dan Philip Althoff (dalam Maran, 2001:158) menyebutkan bahwa
komunikasi politik sebagai suatu proses di mana informasi politik yang relevan diteruskan
dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan di antara sistem-sistem sosial
dengan sistem-sistem politik. Menurut Maran (2001:159) proses ini terjadi secara
berkesinambungan dan mencakup pula pertukaran informasi di antara individu-individu
dengan kelompok-kelompoknya pada semua tingkatan. Komunikasi politik menjadi
penting karena merupakan suatu elemen yang dinamis dan yang menentukan sosialisasi
politik serta partisipasi politik. Seperti bentuk-bentuk komunikasi yang lain, komunikasi
politik berlangsung sebagai suatu proses penyampaian pesan-pesan tertentu yang berasal
dari sumber (selaku pihak yang memprakarsai komunikasi) kepada khalayak, dengan
menggunakan media tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang telah tertentu pula.
Unsur-unsur tersebutlah yang memungkinkan terjadinya suatu kegiatan komunikasi
politik dalam suatu masyarakat (Nasution, 1990:42).
Kegiatan pemilihan umum di Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 9 April
2009 merupakan kegiatan suatu proses komunikasi politik. Proses pertukaran pesan
politik terjadi sepanjang masa sosialisasi calon anggota legislatif sebagai sumber
informasi politik dengan konstituennya sebagai pihak penerima, dalam masa kampanye
pemilihan umum, hingga masa penetapan calon terpilih. Terkait dengan kebutuhan
informasi politik yang berhubungan dengan perilaku pemilih, menurut Roth (2008:23-48)
ada beberapa pendekatan (approach) atau dasar pemikiran yang berusaha menerangkan
perilaku pemilih, di antaranya pendekatan rational choice. Menurut pendekatan ini, yang
menentukan pilihan bukanlah adanya keter-gantungan terhadap ikatan sosial struktural
atau ikatan partai yang kuat, melainkan hasil penilaian rasional dari warga yang cakap.
Pendekatan pemilih rasional menawarkan cara pandang terhadap perilaku pemilih
yang disebut “memilih retrospektif“ atau memilih secara memandang ke belakang dan
“memilih prospektif”. Pemilih prospektif yaitu seorang pemilih akan memilih partai atau
tokoh lebih dikarenakan memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang menjadi preferensi dari
pemilih. Sedangkan pemilih retrospektif yaitu seseorang memilih partai politik atau tokoh
tertentu setelah mengevaluasi aktivitas/ komitmen dari partai politik tersebut sebagai
pemerintah atau oposisi selama periode terakhir.
Menurut Downs (dalam Roth 2008:49-50) sebetulnya pemilih membutuhkan
informasi yang lengkap. Hal inilah yang merupakan masalah sesungguhnya dalam teori
Downs. Dengan adanya informasi yang lengkap, alternatif-alternatif pilihan lebih mudah
dirumuskan. Namun pada kenyataannya informasi yang lengkap tidak selalu tersedia, atau
hanya dapat diperoleh melalui pengorbanan ekonomis yang besar. Oleh karena itu pada
umumnya pemilih harus mengambil keputusan dalam “ketidaktahuan”. Namun pemilih
memiliki berbagai kemungkinan untuk membatasi ketidaktahuan ini, salah satunya adalah
mengumpulkan informasi mengenai bidang-bidang yang dirasa penting. Dengan
memanfaatkan media, kelompok minat maupun partai itu sendiri, akhirnya dapat
mengambil keputusan.
Pemilihan Umum bagi anggota DPR maupun DPRD yang dilaksanakan pada
bulan 9 April 2009, diikuti oleh 38 partai politik peserta pemilihan umum. Pada pemilih
rasional, informasi menjadi bagian penting dalam membuat keputusan politik. Sebelum
menentukan pilihan politiknya, tentunya pemilih rasional membutuhkan informasi politik
yang berkaitan dengan partai politik maupun calon anggota legislatif. Aspek-aspek
informasi politik Pemilihan Umum 2009 khususnya tentang partai politik dan calon
anggota legislatif yang dibutuhkan masyarakat di antaranya adalah tentang: (a) tipe partai
politik, (b) visi dan misi partai politik, (c) platform/ program partai politik, (d) reputasi
partai politik, (e) kualitas calon anggota legislatif.
Ada beberapa cara yang dilakukan manusia untuk mendapatkan informasi politik
(berkomunikasi). Bisa dengan berinteraksi langsung dengan manusia lainnya yang ada di
sekitarnya, bisa dengan berinteraksi dengan lingkungannya, dan bisa juga menggunakan
media. Interaksi dengan manusia lainnya juga bisa dalam lingkup yang beragam seperti
yang banyak disinggung oleh beberapa ilmuwan tentang level komunikasi yang ada
seperti interpersonal, small-group, organization/ institution, public, mass communication
(Littlejohn, 2005; McQuail, 2000:10-15). Kemudian Heath dan Bryant (2000:89)
menyederhanakan menjadi dua macam komunikasi yaitu komunikasi langsung (direct
communication) dan komunikasi yang termediasi (mediated communication), dan ini bisa
dalam berbagai konteks-interpersonal, organisasi dan termediasi (mediated) yang sama
dengan konteks komunikasi massa.
Berdasarkan uraian di atas kiranya dapat disebutkan bahwa masyarakat dalam
mencari (mengakses) informasi politik dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Bermedia (mediated)
Terdiri dari media cetak (suratkabar, majalah), media elektronik (radio, televisi),
media luar ruang (spanduk, poster, baliho), dan media baru (internet).

b. Non media (Interpersonal)


Menurut Nimmo (1989:126) ada dua saluran utama komunikasi interpersonal yang
membantu khalayak belajar politik (mengakses informasi politik), yakni keluarga dan
lingkungan yang terdiri atas kawan-kawan dekat dan akrab yang dikenal sebagai
sebaya.

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Sesuai pertanyaan penelitian dan tujuan yang hendak dicapai dari penelitian, maka
jenis penelitian adalah kualitatif. Penelitian ini tergolong dalam bentuk studi kasus yang
bertujuan menjelaskan (to explain) atau mencari (seek to understand). Peneliti berusaha
mengetahui dan memahami sesuatu yang menjadi fokus penelitian. Dengan studi kasus,
penelitian bertujuan untuk mengetahui dan memahami penggunaan media dan non media
dalam akses informasi politik Pemilihan Umum 2009 dari perspektif Pegawai Negeri
Sipil (PNS) dan juga mengeksplorasi terkait dengan akses informasi tersebut (Creswell,
1994:71).

Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau birokrat di Pemerintah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemprov DIY). Dalam penelitian digunakan
teknik sampel bertujuan (purposive sampling) untuk memilih informan. Pemilihan
informan dilakukan dengan menggunakan teknik snowballing, yakni pemilihan informan
paling awal yang memberikan rekomendasi kenalan yang memiliki karakteristik yang
sama. Oleh karena itu informan yang dipilih dalam penelitian ini diambil berdasarkan
referensi dari satu informan ke informan lainnya, terkait dengan tiga pelaku birokrasi
yaitu pejabat struktural, fungsional dan staf pelaksana di lingkungan Pegawai Negeri Sipil
Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Metode Pengumpulan data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam menjawab pertanyaan penelitian
ini adalah wawancara mendalam/ in-depth interviews, observasi, penggunaan dokumen
dan arsip.

Teknik Pengolahan dan Analisis data


Unit analisis dalam penelitian adalah individu Pegawai Negeri Sipil di Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun teknik analis yang diambil dan digunakan adalah
teknik analisis tematik, sebagai berikut; (a) Pengumpulan data/ informasi, melalui
wawancara mendalam dengan informan maupun observasi langsung, (b) Reduksi data,
yakni merangkum, memilah hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting, untuk dicari tema dan polanya, (c) Setelah data direduksi maka langkah
selanjutnya adalah menampilkan data (display). Dalam penelitian ini disajikan data dalam
bentuk teks yang bersifat naratif, dan terakhir (d) Penarikan kesimpulan.
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam tahap analisis, peneliti menggunakan analisis interview seperti yang


dipergu-nakan May (2001:137), Benney dan Hughes (1984) yaitu menggunakan teknis
analisis hasil wawancara dengan menggunakan ukuran similarity (kesamaan) dan
comparability (perbandingan bisa berisi persamaan dan perbedaan). Berikut ini paparan
temuan penelitian berdasarkan hasil wawancara dengan pemilih Pegawai Negeri Sipil
Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dapat digambarkan sebagai
berikut:

Kebutuhan Informasi Pemilu Legislatif 2009


Berdasarkan temuan di lapangan didapatkan bahwa pada hakekatnya PNS
Pemerintah Provinsi DIY memiliki kecenderungan yang sama yakni membutuhkan
informasi Pemilu 2009 khususnya yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota
legislatif. Informasi yang dibutuhkan di antaranya tentang visi dan misi serta program
partai politik/ calon anggota legislatif, kinerja dan reputasi partai polilitik/ calon anggota
legislatif dan kualitas calon anggota legislatif. Bila mengacu pada pendekatan perilaku
pemilih sebagaimana yang dikemukakan oleh Roth, perilaku pemilih PNS Pemerintah
Provinsi DIY tergolong sebagai pemilih rasional. Downs (dalam Roth, 2008:49)
menyebutkan bahwa pemilih rasional sebelum menentukan pilihan politiknya
membutuhkan informasi yang sebanyak-banyaknya.
Prioritas informasi yang dibutuhkan masing-masing individu cenderung beragam,
ada yang sama, namun ada pula yang berbeda. Berdasarkan prioritas dan alasan yang
melatar belakangi informasi yang dibutuhkan oleh pemilih PNS Pemerintah Provinsi
DIY, dapat dikategorikan menjadi dua yakni perilaku pemilih yang disebut “pemilih
prospektif” dan “pemilih retrospektif”. Pemilih prospektif yaitu seorang pemilih akan
memilih partai politik atau calon anggota legislatif yang telah memenuhi kriteria-kriteria
tertentu yang menjadi preferensi dari pemilih. Sedangkan pemilih retrospektif, atau cara
memilih dengan memandang ke belakang, menekankan pada kemampuan pemilih untuk
memilih berdasarkan pada penilaiannya pada penampilan kontestan di masa lalu
(sebelumnya).
Jenis pemilih yang tergolong sebagai pemilih prospektif dapat dilihat dari
pernyataan informan, di antaranya sebagai berikut:
“ ..ingin mendapatkan informasi mengenai partai politik peserta Pemilu yang
mempunyai ideologi jelas, serta program yang diperjuangkannya tidak bersifat
normatif, tapi yang konkrit… Juga untuk mendapatkan informasi tentang caleg
yang mempunyai kemampuan dan kapasitas sebagai wakil rakyat…” (Wawancara,
Sudibyo: 5 Maret 2009).

Jenis pemilih PNS Pemerintah Provinsi yang kedua adalah golongan pemilih
retrospektif. Pemilih retrospektif adalah pemilih yang memilih partai politik atau calon
anggota legislatif setelah mengevaluasi aktivitas/ komitmen dari partai politik atau elit
yang mewakili partai selama masa baktinya. PNS Pemerintah Provinsi DIY yang menjadi
informan yang tergolong sebagai pemilih retrospektif memprioritaskan kebutuhan
informasi terutama tentang kinerja dan reputasi partai politik maupun calon anggota
legislatif. Menurut Key (dalam Roth, 2008:48) pemilih menetapkan pilihannya secara
retrospektif yaitu dengan menilai apakah kinerja partai yang menjalankan pemerintahan
pada periode legislatif terakhir bagi dirinya sendiri dan bagi negara atau sebaliknya.
Penilaian ini juga dipengaruhi oleh penilaian terhadap kinerja pemerintah di masa yang
lampau. Apabila hasil kinerja pemerintah yang berkuasa (juga bila dibandingkan dengan
pendahulunya) positif, maka akan dipilih kembali, apabila hasil penilaiannya negatif,
maka pemerintah tersebut tidak akan dipilihnya kembali.
Terkait dengan calon anggota legislatif, dalam pandangan pemilih rasional ini
menempatkan pemilih sebagai makhluk rasional yang mempunyai alasan dan tujuan
dalam tindakannya. Untuk memilih seorang calon anggota legislatif dibutuhkan informasi
yang berkaitan dengan kapasitas, intelektual, kepribadian dan karya nyata yang menjadi
pertimbangan utama pemilih sebelum menentukan pilihan politiknya. Artinya kualitas
dan performa individu seorang calon anggota legislatif menjadi prioritas utama, di mana
pemilih akan melihat reputasi yang berkaitan dengan kepribadian seorang calon anggota
dewan. Maka sudah sewajarnya bila PNS Pemerintah Provinsi DIY yang menjadi
informan dalam penelitian ini, membutuhkan informasi yang akan digunakan sebagai
dasar evaluasi, terutama adalah informasi tentang kinerja partai politik serta reputasi
(citra) partai politik. Sedangkan untuk calon anggota legislatif adalah informasi yang
berkaitan dengan pengenalan prestasi (kualitas calon anggota legislatif) serta serta
perilaku (reputasi) calon anggota legislatif.
Arus informasi yang semakin terbuka dan lancar serta posisi PNS yang netral,
tidak terikat (berafiliasi) dengan partai tertentu, memungkinkan pemilih PNS Pemerintah
Provinsi DIY saat ini menjadi bebas dan terbuka untuk menentukan arah pilihan
politiknya. Keterbukaan informasi memperlebar pintu kesempatan bagi PNS untuk
melakukan evaluasi terhadap lembaga-lembaga politik yang ada terutama lembaga
legislatif. Bagaimanapun juga pemilih yang rasional tidak akan memilih calon anggota
legislatif yang mempunyai reputasi kurang baik. Sebagaimana dikatakan oleh informan
ketika memberi alasan mengapa ia memprioritaskan kebutuhan informasi tentang reputasi
calon anggota legislatif, sebagai berikut:
“… saya membutuhkan informasi tentang kinerja dan reputasi calon anggota
legislatif, ingin mengetahui calon anggota legislatif yang mempunyai reputasi baik
atau buruk. Calon anggota legislatif yang suka kawin cerai, mempunyai hobi
berselingkuh, tidak layak menjadi anggota dewan yang terhormat.” (Wawancara,
Wijayanti: 13 Maret 2009).

Berdasarkan hasil paparan di atas dapat dikatakan bahwa pada dasarnya Pegawai
Negeri Sipil Pemerintah Provinsi DIY telah berlaku sebagai pemilih rasional. Pada
umumnya mereka yang membutuhkan informasi mengenai tipe/ platform partai politik,
adalah karena ingin mengetahui ideologi dari partai politik yang bersangkutan. Terkait
dengan visi dan misi, akan diperoleh gambaran ke arah mana bangsa ini akan dibawa ke
depannya. Sementara dengan adanya informasi mengenai program partai politik akan
dapat diketahui partai politik mana yang mempunyai program yang jelas, konkrit, masuk
akal, riil dan terarah. Terkait dengan informasi tentang reputasi dan kinerja partai politik,
akan diperoleh gambaran tentang partai politik yang mempunyai reputasi dan kinerja
yang mendahulukan kepentingan rakyat atau lebih mendahulukan kepentingan golongan.
Sementara dengan adanya informasi tentang kualitas calon anggota legislatif akan
didapatkan gambaran tentang calon anggota legislatif yang mempunyai kemampuan dan
kapasitas sebagai wakil rakyat, mempunyai kapasitas dan integritas sebagai legislator.
Sedangkan untuk informasi yang berhubungan dengan reputasi calon anggota legislatif,
sebagian besar informan membutuhkan informasi yang berkaitan dengan moral calon
anggota dewan. Informasi tersebut nampaknya cenderung dijadikan sebagai dasar
pertimbangan informan untuk menilai bahwa seorang calon legislatif itu layak atau tidak,
untuk dipilih sebagai anggota dewan yang terhormat.
Dengan perkataan lain bahwa informasi yang diinginkannya adalah yang berkaitan
dengan calon anggota legislatif yang dapat mengagregasikan sikap politiknya dengan
layak. Menekankan perlunya para anggota dewan, bukan saja untuk bekerja secara
profesional sebagai legislator, pengawas kekuasaan eksekutif dan penyusunan anggaran,
melainkan juga berperilaku patut dan layak menjadi suri tauladan orang banyak. Dengan
demikian lembaga legislatif akan diisi oleh orang-orang yang mempunyai kapasitas
intelektual, vitalitas kerja, serta mempunyai kopetensi dan integritas seorang wakil rakyat.

Akses Informasi Pemilu Legislatif 2009


Berdasarkan hasil temuan di lapangan diperoleh kecenderungan bahwa pada
dasarnya para pemilih PNS Pemerintah Provinsi DIY, sebagai individu senantiasa
berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam konteks penelitian ini, kebutuhan
tersebut berupa informasi Pemilu Legislatif 2009 khususnya yang berkaitan dengan partai
politik dan calon anggota legislatif. Beberapa cara telah ditempuh oleh pemilih PNS
Pemerintah Provinsi DIY ketika mencari upaya dalam mendapatkan informasi tersebut.
Ada yang berinteraksi langsung dengan individu-individu yang ada di sekitarnya, dengan
lingkungannya (komunitas), ada juga yang menggunakan media. Cara berkomunikasi
seperti ini, bila mengacu pada Heath dan Bryant (2000:89) disebut sebagai komunikasi
langsung (direct communication) dan komunikasi yang termediasi (mediated
communication/ indirect communication). Cara berkomunikasi dalam mengakses
informasi Pemilu Legislatif 2009 pemilih PNS Pemerintah Provinsi DIY dapat
digambarkan sebagai berikut:

1. Mediated (menggunakan media)


a. Surat kabar
Media komunikasi yang dipergunakan oleh para informan cenderung beragam,
ada yang melalui media cetak (suratkabar, majalah, brosur), media elektronik (radio dan
televisi), media luar ruang (spanduk dan baliho) serta media baru (internet). Masing-
masing informan mempunyai motif dan alasan tersendiri ketika memilih media yang
dipergunakan untuk mencari informasi Pemilu Legislatif 2009. Banyak suratkabar baik
yang berskala nasional maupun lokal yang terbit dan beredar di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Namun demikian tidak semua informan menggunakan suratkabar yang sama
untuk memenuhi kebutuhan informasinya.
Informan yang memilih Kompas sebagai sumber informasi tidak hanya dari sudut
pandang yang berkaitan kelengkapan informasi saja, namun juga berkaitan dengan cara
peliputan yang tidak hanya satu sisi saja (cover one side) yang akan terkesan memihak,
akan tetapi banyak sisi (cover both side) sehingga menghasilkan informasi yang netral
dan berimbang. Informasi Pemilu Legislatif 2009 yang diperoleh oleh informan
kebanyakan berkaitan dengan partai politik peserta Pemilu di antaranya tentang profil
partai politik, kinerja maupun reputasi partai politik anggota dewan di tingkat pusat.
Sedangkan beberapa informan yang memilih suratkabar Kedaulatan Rakyat, mempunyai
alasan bahwa informasi yang disampaikannya lebih bersifat kedaerahan (lokal) terutama
berita seputar Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagai mana disampaikan oleh beberapa
informan di antaranya sebagai berikut:
“..aku lebih banyak membaca suratkabar terbitan lokal seperti KR karena banyak
memuat berita-berita yang berskala lokal khususnya berita yang berhubungan
dengan DIY. Informasi tentang pemilu aku dapatkan melalui berita, opini, juga
melalui iklan dari caleg maupun parpol” (Wawancara, Marwati, 7 Maret 2009).

Hal ini menunjukkan bahwa informan melihat Kedaulatan Rakyat didasarkan pada
proximity (berita yang isinya memiliki kedekatan baik secara psikologis, geografis atau
demografis).
b. Radio
Dalam penelitian diperoleh pula informan yang mencari informasi Pemilu
Legislatif 2009 melalui radio. Berbagai alasan mengapa mereka mencari informasi
melalui radio: ada yang menyatakan karena radio itu mendengarkan suara, jadi relatif
fleksibel, bisa diakses di mana saja baik di rumah maupun di perjalanan. Singkatnya
ketika seseorang mendengarkan radio, tetap bisa sambil melakukan aktivitas lainnya.
Informasi yang disampaikan lewat radio ringkas dan padat. Sebagaimana disampaikan
oleh salah satu informan sebagai berikut:
“….saya mendengarkan radio di mobil dalam perjalanan dari rumah menuju
kantor, maupun sebaliknya. Radio yang saya dengarkan tidak tentu kadang Sonora
atau Trijaya … Informasi mengenai parpol dan caleg saya dengar dari acara
berbincang-bincang …ya.. ya..dialog,..” (Wawancara, Sudarsono: 12 Maret 2009).

Berdasarakan dari pernyataan informan tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa


informan menggunakan radio dalam mencari informasi, lebih berdasarkan pada segi
kepraktisannya. Radio merupakan salah satu media massa yang tidak memberikan
prasyarat khusus bagi khalayak yang mengaksesnya. Sebagaimana disampaikan oleh
Becker (1987:253) radio dapat dibawa ke manapun dan audience-nya dapat mengakses
tanpa menganggu aktivitas utamanya dan tanpa harus serius mendengarkannya. Informasi
Pemilu Legislatif 2009 tentang visi, misi dan program partai politik maupun hal-hal yang
berhubungan calon anggota legislatif kebanyakan didapat informan melalui berita, dialog
maupun iklan politik. Adapun stasiun radio yang dipakai untuk mencari informasi Pemilu
Legislatif 2009 cukup beragam seperti RRI, Trijaya FM, Sonora FM, Retjo Buntung FM,
Konco Tani, MBS dan Yasika FM, namun yang menjadi unggulan kebanyakan informan
adalah Radio Sonora FM.

c. Televisi
Informan pemilih PNS Pemerintah Provinsi DIY yang menjadikan televisi sebagai
rujukan ketika mencari informasi Pemilu Legislatif 2009, mempunyai motif dan alasan
yang berbeda-beda. Di antaranya ada yang mencari informasi melalui televisi dengan
alasan informasi melalui televisi lebih cepat sampai ke audience daripada informasi
melalui media cetak. Bahwa informasi melalui televisi mudah diserap karena televisi bisa
dilihat sekaligus didengar. Ada pula yang menyatakan, dapat melihat dan mendengar
sekaligus dan langsung (live) sebagaimana bertatap-muka langsung dengan sumbernya.
Ada juga yang memberi alasan bahwa informasi melalui televisi mudah diingat, karena
dapat mendengarkan sambil melihat.
Alasan informan memilih televisi karena kecepatan informasi sampai ke
audience, dalam hal ini motif dan alasan yang disampaikan informan berkaitan dengan
alasan mendasar yang menyebabkan televisi diminati oleh masyarakat adalah
sebagaimana dikemukakan oleh Bignell (2004:19) karena kemampuannya untuk
menghadirkan berbagai macam peristiwa, tokoh dan tempat-tempat yang berada jauh dari
audience. Sementara alasan yang lain, lebih pada melihat televisi dari sudut pandang
sifatnya yang audio visual yakni pandang dengar. Di samping itu, tidak semua stasiun
televisi dijadikan rujukan dalam mencari informasi Pemilu Legislatif 2009. Ada yang
memilih Metro TV dan TV One, sebagai rujukan dalam mencari informasi Pemilu
Legislatif 2009. Ada yang beralasan karena banyak tayangan tentang Pemilu yang
dikemas cukup serius dan berbobot. Ada pula yang menyatakan karena ada liputan khusus
pemilihan umum. Berdasarkan dari alasan yang dikemukakan oleh beberapa informan
tersebut, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya informan mengandalkan TV One dan
Metro TV karena kedua stasiun televisi tersebut dapat menjadi rujukan untuk mencari
informasi Pemilu Legislatif 2009. Kedua stasiun televisi tersebut setiap hari menyiarkan
informasi yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota legislatif. Untuk Metro
TV melalui mata acara seperti Suara Anda, Partai Bicara, Top Nine News, Genta
Demokrasi, Special Dialog. Sementara TV One melalui acara seperti Interview Politik,
Kabar Pemilu, Uji Kandidat, Atas Nama Rakyat, Documentary One, Debat, Suara Rakyat,
Debat Parpol.
Di samping itu ada juga informan yang memilih Metro TV, RCTI danTPI untuk
mencari informasi Pemilu Legislatif melalui mata acara parodi politik seperti Democrazy
(Metro TV), Benar-Benar Membangun/ BBM (RCTI) dan Kontes de Parpol (TPI),
sebagaimana disampaikan oleh informan sebagai berikut:
“ …..saya suka menonton parodi dalam acara BBM, di samping mencari hiburan
karena banyak banyolan-banyoan dan sindiran, sekaligus juga dapat informasi
mengenai parpol dan caleg dari beberapa tokoh yang dihadirkan.” (Wawancara,
Wijayanti: 13 Maret 2009).
Alasan seperti tersebut di atas mencerminkan bahwa beberapa informan ketika mencari
informasi Pemilu Legislatif 2009 tidak hanya melalui tayangan yang sifatnya serius saja,
tapi juga tayangan yang ada hiburannya, seperti dalam acara parodi politik. Dalam acara
ini informasi yang berkaitan dengan Pemilu Legislatif 2009 dikemas dengan banyolan
dan sindiran-sindiran serta menghadirkan para tokoh ataupun para pakar yang mempunyai
kompetensi. Jadi khalayak yang menyaksikannya di samping mendapatkan informasi juga
mendapat hiburan. Dengan demikian motif dan alasan yang disampaikan informan sejalan
dengan apa yang dikemukakan Skomis (dalam Kuswandi, 1996:8) bahwa televisi
merupakan gabungan dari media dengar dan gambar yang bisa bersifat politis dan bisa
pula informatif, hiburan, pendidikan atau bahkan gabungan dari ketiga unsur tersebut.
Penyampaian isi pesan seolah-olah langsung antara komunikator dengan komunikan
sehingga mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio dan melihat secara visual.

d. Internet
Tidak ketinggalan beberapa informan pemilih PNS Pemerintah Provinsi DIY juga
menggunakan media baru (internet) untuk mencari informasi Pemilu Legislatif 2009.
Masing-masing informan mempunyai alasan tersendiri mengapa mengakses informasi
melalui internet. Ada yang beralasan bahwa banyak informasi yang secara mudah
didapatkan ketika dicari di internet. Melalui search engine google atau yahoo segala
informasi yang dibutuhkan dengan cepat dapat diperoleh. Ada pula yang menyatakan
bahwa internet menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan dan secara mudah di
dapatkan di situ melalui situs-situs yang ada. Sebagaimana diungkapkan oleh salah satu
informan seabagai berikut:
“…di samping melalui media massa saya juga sering browsing di internet,
mengapa ya karena banyak informasi tersedia dengan mudah dan cepat bisa saya
dapat. Untuk informasi mengenai pemilu 2009, saya dapatkan dalam situs seperti
Kompas Online, pernah juga saya membuka situsnya KPU ….” (Wawancara,
Rahayu, 6 Maret 2009).

Banyak informasi mengenai partai politik maupun para calon anggota


legislatifnya, dapat diakses melalui internet. Namun demikian tidak semua informan
memiliki kesempatan dan kemampuan yang sama. Berdasarkan hasil temuan didapatkan
bagi informan pejabat struktural (II, III, IV) dan pejabat fungsional, mempunyai
kecenderungan yang sama, media baru (internet ) ini juga dipergunakan untuk mencari
informasi Pemilu Legislatif 2009. Untuk staf pelaksana khususnya untuk golongan I
(satu) cenderung tidak pernah mengunakan internet, hal ini karena terkait dengan
kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang tidak mendukungnya.
Nampaknya penggunaan internet untuk akses informasi ada kaitannya dengan
latar belakang pendidikan dan jabatan masing-masing individu informan. Untuk pejabat
struktural maupun fungsional rata-rata paling rendah berpendidikan sarjana strata 1 (satu)
bukan tidak mungkin akan merasa kurang nyaman jika tidak pernah (tidak bisa)
mengakses informasi melalui internet. Sedangkan bagi staf pelaksana golongan 1 (satu)
yang rata-rata berpendidikan SLTP cenderung merasa nyaman-nyaman saja meskipun
tidak bisa mengoperasikan komputer maupun mengakses informasi melalui internet.

2. Non Media
Di samping menggunakan media, para informan pemilih PNS Provinsi DIY dalam
mencari informasi Pemilu Legislatif 2009 juga mempunyai kecenderungan yang sama,
yakni melakukannya secara langsung tatap-muka (face to face). Informasi Pemilu
Legislatif 2009 khususnya yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota
legislatif dari masing-masing informan didapatkan secara langsung dari sumber
informasi yang beragam yakni ada yang dari suami, anak, menantu, ada yang dari pakar,
ada juga dari calon anggota legislatif yang melakukan sosialisasi serta ada yang dari
teman kantor dan tetangga. Bila merujuk pada apa yang disampaikan oleh Nimmo
(1989:125) ada dua saluran utama komunikasi interpersonal yang membantu belajar
politik (akses informasi Pemilu Legislatif 2009) yakni keluarga dan lingkungan yang
terdiri dari kawan-kawan. Maka suami, anak dan menantu dikategorikan sebagai
keluarga. Sedang teman kantor dan tetangga dikategorikan sebagai kawan-kawan.
Sementara pakar dan calon anggota legislatif dalam model alir dua tahap (two step flow
model) dimaksudkan sebagai pemuka pendapat (tokoh masyarakat).
Berbagai macam alasan disampaikan oleh masing-masing informan ketika
memilih individu sebagai sumber informasi. Ada beberapa informan yang mengandalkan
seorang pakar sebagai sumber informasi, dengan alasan karena mempunyai kompetensi
dalam bidangnya, sehingga informasi yang disampaikan tidak diragukan validitasnya.
Alasan ini melihat sumber informasi dari sudut pandang yang berkaitan dengan
kapasitasnya sebagai narasumber yang dapat memberikan informasi Pemilu Legislatif
2009 sesuai dengan apa yang dibutuhkannya.
Di samping itu ada juga beberapa informan yang lebih suka mencari informasi
secara langsung dengan keluarganya (anak, suami). Dengan alasan tidak merasa malu,
tidak merasa sungkan, lebih terbuka, lebih bebas. Alasan seperti tersebut di atas
memandang sumber informasi dari sisi rasa kenyamanan pencari informasi. Menurut
Dowson (1979:142) ada ikatan emosional yang kuat dalam keluarga, sehingga dalam hal
ini sudah selayaknya bila ada salah satu anggota keluarga bisa menjadi tempat yang
nyaman untuk bertanya bagi anggota keluarga yang lain ketika membutuhkan suatu
informasi.
Selain itu, ada juga informan yang mencari informasi Pemilu Legislatif 2009
khususnya yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota legislatif kepada teman
kantor. Alasannya karena sama-sama PNS, duduk satu ruangan dan setiap hari bertemu.
Alasan ini memandang teman kantor sebagai karib yang senasib, sebagai sumber
informasi terdekat yang mudah ditemui. Di samping itu ada juga informan yang memilih
tetangga sebagai sumber informasi.
Tabel 1
Akses Informasi Pemilu Legislatif 2009
Menurut PNS Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
No Nama Keterangan
1 Sudibyo Mediated: suratkabar, brosur, majalah, televisi, radio dan
Pejabat struktural internet. Andalan: Kompas, karena netral, berita/ informasi
eselon II berimbang. Non media: pakar dan teman. Andalan: pakar,
karena mempunyai kompetensi, informasinya valid .
2 Tri Mulyono Mediated: suratkabar, majalah, brosur, televisi, radio dan
Pejabat struktural internet. Andalan: surat-kabar Kompas, informasinya lengkap.
eselon II Non media: pakar dan teman. Andalan pakar, merupakan
sumber informasi yang dapat dipercaya.
3 Sri Rahayu Mediated: spanduk, baliho, suratkabar, televisi, radio dan
Pejabat struktural internet. Andalan: surat-kabar Kompas, karena informasinya
eselon III lengkap. Non media: suami, anak, caleg. Andalan: suami
karena lebih sering mengikuti perekembangan yang terjadi
terkait dengan Pemilu 2009.
4 Sasongka Harjanta Mediated: brosur, suratkabar, televisi. Andalan: televisi (Metro
Pejabat struktural TV), karena informasinya cepat dan lengkap. Non media:
eselon III caleg, anggota KPU. Andalan: anggota KPU, karena
informasinya dapat dipercaya.
5 Tri Rubiyanto Mediated: surat kabar, leaflet, televisi, radio dan internet.
Pejabat struktural Andalan: surat kabar Kompas, karena informasinya obyektif
eselon III dan akurat.Non media: tim sukses dan teman, yang diandalkan
tidak ada, karena informasinya belum tentu benar.
6 Aris Rahajeng Mediated: suratkabar, radio, televisi, baliho, spanduk dan
Wijayanti internet. Media andalan: televisi RCTI. Non media : suami,
Pejabat struktural caleg dan teman kantor, andalan suami, karena wawasannya
eselon IV luas.
7 Sudarsono Mediated: suaratkabar, radio, televisi dan internet. Media
Pejabat struktural andalan: suratkabar KR. Alasannya: karena mengkhususkan
eselon IV berita di seputar DIY. Non media: anggota dewan dan teman,
andalannya anggota dewan, karena terlibat langsung dalam
Pemilu.
8 Ani Kuswati Mediated: suratkabar, televisi, radio. Media andalan:
Pejabat struktural suratkabar Kompas. Alasan: beritanya lengkap dan akurat. Non
eselon IV media: suami, teman. Andalan: suami, informasinya dapat
dipercaya.
9 Sarono Tamtomo Mediated: suratkabar,radio, televisi dan internet. Media
Yudho andalan: suratkabar Kompas, alasan informasi tentang Pemilu
Pejabat fungsional disajikan secara lengkap dan mendalam. Non media: tim
sukses, caleg, kerabat, yang menjadi andalan kerabat, tahu
kapasitasnya.
10 Veronika Mediated: suratkabar, majalah, radio, televisi dan internet.
Ismartiningsih Media andalan: TV One, informasi tentang pemilu lengkap.
Pejabat fungsional Non media: suami sekaligus menjadi andalan, karena lebih
sreg.
11 Sri Mawarti Mediated: suratkabar, brosur, radio, televisi dan internet.
Staf pelaksana Gol Andalan: televisi, Metro TV: informasi tentang Pemilu banyak.
III Non media: anak/ menantu, teman, caleg. Andalan: menantu,
pengetahuan banyak.
12 Tri Wahyono Mediated: suratkabar, radio, televisi dan internet. Media
Staf pelaksana Gol andalan: televisi, TV One: acara khusus liputan Pemilu. Non
III media: pakar, caleg. Andalan pakar, mempunyai kapasitas
dalam bidangnya.
13 Astriyanto Sri Mediated: suratkabar, televisi, radio. Andalan: suratkabar
Harjanto Kedaulatan Rakyat. Alasan: informasinya bersifat kedaerahan.
Staf pelaksana Gol Non media: caleg. Andalan: tidak ada.
III
14 Ani Sutarti Mediated: suratkabar dan televisi. Andalan: televisi, TV One,
Staf pelaksana Gol karena berita tentang pemilu banyak. Non media: teman
III kantor. Andalan: tidak ada.

15 Yohana Indarti Mediated: suratkabar, televisi dan internet. Andalan: televisi,


Staf pelaksana Gol yakni SCTV. Alasan: banyak informasi tentang pemilu. Non
III media: teman kantor dan tetangga. Andalan: tidak ada.
16 Hastin Mediated: suratkabar, radio, televisi dan internet. Andalan:
Puntaningrum suratkabar KR, bahasanya mudah dimengerti. Non media:
Staf pelaksana Gol suami, teman dan tetangga, andalan suami, informasinya dapat
II dipercaya.
17 Suprapto Mediated: suratkabar, radio, televisi, spanduk, baliho.
Staf pelaksana Gol Andalan: televisi TPI, mendapat informasi dan hiburan. Non
II media: teman, caleg. Andalannya caleg karena informasi
langsung dari orangnya.
18 Tumin Mediated: suratkabar, televisi dan radio. Andalan: televisi,
Staf pelaksana TPI, mendapatkan informasi dan hiburan. Non media: caleg
Gol II dan tetangga. Andalan: caleg, lebih tahu tentang pemilu.
19 Tukino Mediated: suratkabar, radio, televisi, spanduk/ poster. Media
Staf pelaksana andalan: spanduk, karena bisa melihat foto caleg dari partai.
Gol I Non media: caleg dan tetangga, andalannya tetangga karena
percaya.
20 Purwanto Mediated: suratkabar, radio,dan televisi. Media andalannya
Staf pelaksana Gol televisi: TPI, banyak informasi dan hiburannya. Non media:
I anak, sekaligus menjadi andalan karena tidak merasa malu.
Sumber: Data diolah, 2009

Pemenuhan dan Pemanfaatan Informasi Pemilu Legislatif 2009


Berdasarkan temuan di lapangan diperoleh kecenderungan bahwa pada dasarnya
kebutuhan informasi Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi DIY tentang Pemilihan
Umum Legislatif 2009 khususnya yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota
legislatif pada umumnya sudah terpenuhi. Pemenuhan kebutuhan informasi yang
diperoleh dari masing-masing informan paling tidak dari sumber berbeda, dalam hal ini
bisa dibedakan dari jenis media, isi media serta konteks sosial. Secara umum dapat
disebutkan bahwa terdapat pernyataan yang berbeda-beda dalam pemenuhan informasi
yang diperoleh. Hal ini disebabkan karena isi media atau informasi Pemilu 2009 yang
berkaitan dengan partai politik dan calon anggota legislatif yang terkandung di dalamnya,
serta dorongan situasi sosial dalam mencari informasi, semuanya didasarkan pada
kebutuhan masing-masing individu.
Dari wawancara dengan informan diperoleh kecenderungan, meskipun kebutuhan
informasi Pemilu Legislatif 2009 relatif sudah terpenuhi, namun belum semua informasi
yang diinginkan bisa diperoleh, masih ada saja hal-hal yang dirasakan sebagai
kekurangan. Sebagaimana disampaikan oleh informan di antaranya berikut ini:
“….informasi tentang calon anggota legislatif untuk DPR RI Dapil DIY, masih
banyak yang belum saya ketahui. Baru beberapa saja dari partai lama (partai
peserta Pemilu 2004), belum semuanya, hanya beberapa saja orangnya, itupun
hanya orang-orang tertentu saja yang cukup dikenal oleh masyarakat
Yogyakarta….” (Wawancara, Mulyono: 10 Maret 2009).

Berdasarkan penelitian di lapangan didapatkan pula bahwa kebutuhan informasi


yang dicari dan didapatkan, bisa menjadi bahan referensi bagi pemilih PNS Pemerintah
Provinsi DIY dalam menentukan pilihan politiknya pada Pemilu Legislatif 2009. Sebagai
terungkap dari pernyataan informan, diantaranya sebagai berikut:
“…ya informasi yang saya peroleh, paling tidak membantu saya sebagai bahan
pertimbangan untuk menentukan pilihan saya pada saat pencontrengan.
(Wawancara, Rahayu: 6 Maret 2009).
“…informasi yang saya dapat, bisa menjadi referensi, sebagai dasar acuan untuk
menentukan hak pilih saya pada hari H nanti” (Wawancara, Kuswati: Maret 2009)

Berdasarkan paparan di atas didapatkan kecenderungan bahwa informasi Pemilu


2009 khususnya yang berkaitan dengan partai politik dan calon anggota legislatif, yang
dibutuhkan oleh PNS Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada dasarnya
sudah cukup terpenuhi. Meskipun ada juga yang menyatakan belum terpenuhi semuanya.
Dari pernyataan belum terpenuhinya kebutuhan informasi Pemilu 2009, nampaknya
informan mengharapkan dengan mengakses informasi baik melalui media maupun secara
langsung tatap-muka, dapat memberikan pencerahan baru dari informasi yang
diperolehnya. Tidak hanya sekedar informasi seadanya akan tetapi yang lebih mendalam.
Informan menginginkan ada sesuatu yang dapat dipetik dari informasi yang terkandung di
dalamnya. Selanjutnya dapat dijadikan bahan referensi diri dalam pertimbangan dan
masukan yang berarti, untuk pengambilan keputusan dan diterapkan ketika menggunakan
hak pilihnya pada Pemilu Legislatif 2009, setelah mengakses informasi baik melalui
media maupun secara langsung tatap muka.

Kendala PNS Pemerintah Provinsi DIY Dalam Mengakses Informasi Pemilu


Legislatif 2009.
Berdasarkan hasil temuan didapatkan bahwa ada kendala yang dihadapi terkait
dengan kemampuan pemilih Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi Daerah Istmewa
Yogyakarta, ketika mengakses informasi Pemilu Legislatif 2009, seagai berikut:
Pertama, mengenai ketersediaan fasilitas media komunikasi. Dalam hal ini
berkaitan dengan kemampuan daya beli pegawai negeri. Beberapa informan menyebutkan
bahwa untuk berlangganan suratkabar dan majalah belum bisa dikatakan murah, masih
cukup mahal. Dengan demikian masih dirasakan berat untuk kantong pegawai negeri,
terutama bagi pegawai negeri yang berjenjang staf pelaksana. Demikian pula untuk
memasang dan berlangganan internet, biaya operasional perbulannya dirasakan masih
cukup mahal. Dengan demikian akses informasi Pemilu Legislatif 2009 melalui internet
cenderung terbatas.
Kedua, terkait dengan ketersediaan informasi Pemilu Legislatif 2009 yang
berkaitan dengan repuasi dan kualitas calon anggota legislatif. Dari media massa yang
memuat informasi berkaitan dengan reputasi dan kualitas calon anggota legislatif, porsi
dan jumlahnya relatif sedikit, terkesan hanya untuk para calon anggota legislatif tertentu
saja dan itupun dari partai politik peserta Pemilihan Umum lama (2004). Sedangkan
informasi yang berkaitan dengan para calon anggota legislatif lainnya dari partai politik
baru (2009) nyaris tidak pernah tersentuh, bahkan bisa dikatakan hampir tidak ada.
Ketiga, terkait dengan penyerapan informasi yang diakses melalui media massa
seperti suratkabar, radio dan televisi. Oleh beberapa informan golongan I (satu),
penggunaan bahasa atau istilah-istilah yang masih tergolong asing, membuat informasi
yang disampaikan tidak mudah dimengerti. Hal ini menyebabkan pencari informasi
mengalami kesulitan dalam memahami informasi yang disampaikan melalui media massa
tersebut. Kondisi ini bukan tidak mungkin akan menyebabkan tingkat penyerapan
terhadap informasi yang berkaitan dengan partai politik menjadi rendah.
Keempat, terkait dengan masalah teknis, waktu dan juga yang terkait dengan
sumber daya manusia (SDM). Adapun kendala yang dihadapi secara teknis di antaranya
yang berkaitan dengan kecepatan mengakses informasi melalui internet yakni ketika
mengakses loading-nya atau waktu men-download terasa lama, sehingga acapkali
membuat urung untuk mengaksesnya. Sedangkan kendala yang berkaitan dengan SDM
adalah tidak sedikit PNS yang sampai saat ini belum bisa mengoperasikan komputer,
sehingga bukan hal yang luar biasa bila yang bersangkutan tidak pernah mengakses
informasi yang berkaitan dengan partai politik maupun calon anggota legislatif melalui
internet.
Kelima, terkait dengan masalah psikologis dari PNS bersangkutan. Adanya “rasa
tidak enak ketika meminta penjelasan lebih mendalam dari sumber informasi”, “perasaan
ewuh pekewuh bila menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan calon anggota
legislatif kepada kenalan”, “merasa kurang sreg (kurang nyaman) kalau mencari
informasi yang berkaitan dengan partai poliitik maupun calon anggota legislatif kepada
orang lain”. Semuanya itu mengindikasikan adanya kendala psikologis yang berpotensi
menghambat kelancaran dalam akses informasi.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan data dari penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada dasarnya PNS Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, bila mengacu
pada pendekatan perilaku pemilih sebagaimana yang dikemukakan oleh Roth,
tergolong sebagai pemilih rasional, yakni sebelum menentukan pilihan politiknya
membutuhkan informasi yang sebanyak-banyaknya. Berdasarkan prioritas dan alasan
yang melatar belakangi informasi yang dibutuhkan dapat dikategorikan sebagai
“pemilih prospektif” dan “pemilih retrospektif”.
2. Media komunikasi yang dipergunakan untuk akses informasi Pemilihan Umum
Legislatif 2009 oleh para informan cenderung beragam meliputi: media cetak
(suratkabar, majalah, brosur), media elektronik (radio, televisi), media luar ruang
(baliho, spanduk), serta media baru (internet). Juga dilakukan secara langsung tatap-
muka (face to face) dengan sumber informasi yang beragam. Pemilihan sumber
informasi pada umumnya didasarkan pada kompetensi (kemampuan). Alasan ini
melihat sumber informasi dari sudut pandang yang berkaitan dengan kapasitasnya
sebagai narasumber yang dapat memberikan informasi sesuai dengan apa yang
dibutuhkannya.
3. Berdasarkan hasil temuan didapatkan pula bahwa ada kendala yang dihadapi terkait
dengan kemampuan pemilih Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi Daerah
Istmewa Yogyakarta, ketika mengakses informasi Pemilu Legislatif 2009. Baik akses
secara langsung tatap muka (non media) maupun dengan menggunakan media
komunikasi dan informasi. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya meliputi
ketersediaan informasi, penyerapan informasi, faslitas, teknis dan sumber daya
manusia yang bersangkutan. Kondisi ini menjadi salah satu penghambat kelancaran
dalam upaya pemenuhan kebutuhan informasi.
Saran
1. Pada dasarnya setiap warga negara mempunyai hak yang sama terkait dengan akses
informasi pemilu, namun demikian karena keterbatasan kemampuan, maka acapkali
antara individu yang satu dengan yang lainnya tidak mempunyai peluang dan
kesempatan yang sama. Untuk itu yang berkompeten diharapkan membuat kebijakan
terkait dengan ketersediaan informasi pemilihan umum dan penyebarluasannya. Hal itu
dilakukan dengan memanfaatkan media yang murah dan mudah diakses sesuai dengan
tingkat kebutuhan maupun kemampuan masyarakat.
2. Bagi pengelola media massa, khususnya media massa yang berskala lokal, terkait
dengan ketersediaan informasi pemilihan umum ke depan, informasi mengenai profil
masing-masing caleg juga perlu disampaikan kepada khalayak. Di samping itu, dalam
menyampaikan informasi perlu dipergunakan bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti oleh khalayak. Karena tidak setiap individu khalayak mempunyai tingkat
kemampuan dan daya cerna yang sama terhadap suatu informasi. Untuk itu informasi
yang disampaikan perlu disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan daya tangkap
masyarakat.
3. Setiap partai politik peserta pemilihan umum yang menginginkan meraih suara dari
pemilih, perlu membuat strategi pencitraan dan image positif untuk partai politik
maupun individu yang diusungnya, diinformasikan kepada masyarakat pemilih. Citra
atau image positif tidak hanya dimunculkan saat menjelang pemilihan saja, akan tetapi
diperlihatkan melalui kinerja partai politik di parlemen. Sementara individu yang
diusungnya tidak sekedar karena popularitasnya saja, tapi juga yang mempunyai
kapasitas, integritas serta idealnya dalam kehidupan sehari-hari relatif bersih, jauh dari
skandal

Daftar Bacaan

Becker, Samuel L. 1987. Discovering Mass Communication. Illionis. Scott Foremen &
Co.
Bignell, Jonathan. 2004. An Introduction to Television Studies. London: Routledge.
Creswell, John W. 1994. Research Design Qualitative & Quantitative Approachhes.
London&New Delhi. Thousands Oaks: Sage Pub.
Gaffar, Afan. 2000. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta.Pustaka
Pelajar.
Heath, Robert L, & Bryant, Jennings, Eds. 2000. Human Communication Theory and
Research: Concepts Contexts & Challenges. 2 (Edn) Mahwah. New Jersey &
London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
Irawan, I Ketut Putra. 2003. Parpol, Pemilu dan Legislasi-Teori Voters. Yogyakarta.
PLOD UGM.
Kuswandi, Wawan. 1996. Komunikasi Massa ”Sebuah Analisis Media Televisi”,
Jakarta. Rineka Cipta.
Maran, Rafael R. 2001. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta. Rineka Cipta.
Nasution, Zulkarnain. 1990. Komunikasi Politik: Suatu Pengantar. Jakarta. Ghalia
Indonesia,
Nimmo, Dan. 1989. Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek, Penerjemah: Tjun
Surjaman. Bandung. Remaja Karya.
Pamungkas, Sigit. 2009. Perihal Pemilu. Yogyakarta. JIP Jurusan Ilmu Pemerintahan
UGM.
Roth, Dieter. 2008. Studi Pemilu Empiris: Sumber, Teori-Teori, Instrumen danMetode,
Peterjemah Denise Matindas. Jakarta. PT Mitra Alembana Grafika.
Wahyudi, JB. 1996. Dasar-Dasar Jurnalistik Radio dan Televisi. Jakarta. Pustaka
Utama Grafiti.
Figur Susilo Bambang Yudhoyono Di TV ONE
Dan Minat Memilih Presiden Tahun 2009
(Kajian Pengaruh Figur Susilo Bambang Yudhoyono di Media TV One Terhadap
Minat Memilih di Kelurahan Pasar Merah Timur Kecamatan Medan Area Kota
Medan Pada Pemilihan Presiden Tahun 2009)

Oleh : Fauziah Dongoran

Abstraksi

Penelitian ini berjudul Figur Susilo Bambang Yudhoyono di TV One Dan Minat
Memilih Presoden Tahun 2009 ( Kajian Pengaruh Susilo Bambang Yudhoyono di Media
TV One Terhadap Minat Memilih di Kelurahan Pasar Merah Timur Kecamatan Medan
Area Kota Medan Pada Pemilihan Presiden Tahun 2009. Penelitian ini bermaksud
melihat popularitas figur Susilo Bambamng Yudhoyono dalam mempengaruhi minat
memilih masyarakat pada Pemilihan Presiden tahun 2009.
Latar belakang masalah dalam pemilihan ini adalah ; bahwa figur Susilo
Bambang Yudhoyono sebagai presiden RI mengalami peningkatan ketika
pemerintahannya menunjukan keseriusan dalam hal pemberantasan korupsi.
Kepemimpinannya terkesan tidak tebang pilih dalam upaya penegakan upaya hukum
tindak pidana korupsi, yang membuatnya mendapat aspirasi positif dari rakyat
Indonesia.Popularitas figur Susilo Bambang Yudoyhono semakin kuat ketika ia mampu
menggabungkan dua kelompok masyarakat ; menengah atas dan bawah, melalui
flukturasi Bahan Bakart Minyak ( BBM ) dan Pemberian Bantuan Langsung Tunai
( BLT ).Selain itu program Jaminan Kesehatan Masyarakat ( Jamkesmas ).
Sebagai perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Sejauh manakah figur
Susila Bambang Yudhoyono di TV One berpengaruh terhadap minat memilih Presiden
dikalangan mahasiswa kelurahan Pasar Merah Timur kecamatan Medan Area Kota
Medan.Adapun sebagai tujuan dari penelitian ini adalah : untuk mengetahui pengaruh
figur Susilo Bambang Yudhoyono di TV One terhadap minat memilih Presiden pada
masyarakat .
Penelitian ini menggunakan teori Uses And Gratifications yang memiliki teori
pendukung Social Categories dan Individual Differewnces Theory. Model teoritis yang
duiajukan ,menempatka figur Susilo Bambang Yudhoyono di TV One sebagai Variable
bebas ( X ) dan Minat Memilih sebagai variable terikat ( Y ). Adapun variable Anteseden
adalah karakteristik responden . Sebagai hipotesis adalah:
Ho : menunjukan terdapatnya hubungan antara variable X dan Y.
Ha : menujukan tidak terdapatnya hubungan antara variable X dan Y.
Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis dalam tabel
tunggal dan tabel silang, untuk selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Dengan
menggunakan rumus prodiuk momen ( person`s correlations ). Selanjutnya diketahui r
adalah 0,698, sesuai dengan skala Guilford, maka diketahui terdapat hubungan yang
signifikan antara figur SBY di TV One dengn Minat memilih masyarakat, dimana 0,698
berada pada tingkat 0,40-0,70 ; yabg berarti hubungan SBY signifikandengan minaty
memilih.
Untuk melihat besarnya kekuatan pengaruh ( KP ) digunakan rumus, KP { rs )2 x
100%, hasilnya= 49%. Hal ini bermakna hubungan figur SBY terhadap minat memilih
masyarakat sebesar 49% atau hanya 49% figur SBY di TV One berpengaruh terhadap
minat memili presiden bagi masyarakat kelurahan Pasar Merah Timur kecamatan
Medan Area Kota Medan dalam PilPres tahun 2009.
Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah


Peristiwa politik selalu menarik perhatian media massa untuk dijadikan sebagai
bahan liputan, termasuk media televise yaitu. Ada dua faktor saling berkaitan yang
menyebabkan hal tersebut terjadi. Pertama: dewasa ini politik berada diera mediasi, yakni
media massa, sehingga hampir mustahil kehidupan politik dipisahkan dari media massa.
Kedua, peristiwa politik dalam bentuk tingkah laku dan pernyataan para aktor politik
lazimnya selalu mempunyai nilai berita.
Pada tahun 2009 Indonesia telah melaksanakan pesta rakyat sebanyak dua kali.
Periode pertama adalah pemilihan wakil rakyat secara langsung untuk anggota DPR,
sedangkan periode kedua pada bulan juli 2009 adalah pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden secara langsung untuk masa bakti 2009 – 2014. Peristiwa politik ini juga telah
menjadi bahan berita dan iformasi yang menarik bagi berbagai media massa dintaranya
stasiun televisi TV ONE.
Pesta demokrasi rakyat tersebut didahului oleh kegiatan – kegiatan sosialisasi dan
kampanye dari masing – masing kandidat. Ttentang apa yang dianggap menjadi
kelebihan, baik dalam bentuk rencana kerja kedepan maupun personalitynya sebagai
seorang kandidat, telah disebarluaskan secara sistematis dan terorganisir menurut caranya
masing-masing. Apa yang dilakukan ini tentunya dalam kaitan untuk mendapatkan
simpati dan dukungan suara dari masyarakat luas, agar pihaknya bisa tampil sebagai
pemenang.
Dari pemilihan anggota legislatif tanggal 9 april 2009, hasilnya dapat diketahui
melalui penghitungan suara dengan menggunakan quick count yang dilakukan LP3ES,
Lembaga Survey Indonesia, Lingkungan Survey Indonesia dan lembaga – lembaga survey
lainnya. Data -data yang ada mengungkapkan keunggulan partai Demokrat dalam
perolehan suara anggota legislatif sekitar 20,5%. Tidak tanggung-tanggung data ini
bahkan menunjukan partai Demokrat telah mengambil alih posisi Golkar dengan selisih
angka yang cukup signifikan, dimana terjadinnya peningkatan perolehan suara yang
diperkirakan hampir tiga kali lipat dari hasil pemilu tahun 2004.
Kemenangan partai Demokrat dianggap sangat fantastis.Tetapi berdasarkan
analisis yang dilakukan para pengamat politik maupun para akademisi, perolehan suara
yang sangat cemerlang partai demokrat pada pemilihan legislatif tahun 2009 ini terkait
erat dengan figur Susilo Bambang Yudhoyono. Ketokohan Susilo Bambang Yudhoyono
diduga menjadi faktor yang sangat signifikan dalam mempengaruhi secara drastis
peningkatan perolehan suara partai Demokrat .
Figur pada konteks pemilihan umum ini adalah, ketokohan kepemimpinan (good
leadership). Figur publik merupakan seorang tokoh masyarakat yang menjadi pusat
perhatian orang banyak dan sudah dikenal oleh masyarakat luas, baik dari segi
penampilan fisiknya juga prestasi yang pernah diraihnya. Dalam kaitan ini hal yang
dimaksudkan adalah, popularitasnya, kapasitas dan kapabilitas kolektif untuk
mengkompromikan dan mempersatukan berbagai disparitas sosialnya. Kapasitas tersebut
tidak harus bertumpu pada individu tertentu, tetapi dapat juga dalam bentuk kapasitas
organisasi maupun gerakannya
Sebagai seorang pemimpin, figur Susilo Bambang Yudhoyono adalah seorang
pemimpin yang penuh perhitungan dalam mengambil keputusan dan janji perubahan yang
hati-hati menjadi ciri khasnya. Sebagai seorang tentara ia bersikap halus dan
sopn,berpenampilan santun, dan ini pulalah yang membedakannya dengan dengan
kebanyakan koleganya dari perwira dan pemimpin lainya. Apalagi secara fisik menurut
sebagian masyarakat kita Susilo Bambang Yudhoyono tergolong tampan. Semua hal yang
tersebut itu membuat kewibawaannya semakin kuat dimata kebanyakan bangsa Indonesia
dan telah menghantarkannya sebagai figur pemimpin yang populer.
Popularitas figur Susilo Bambang Yudhoyono ini kian meningkat setelah ketika
pemerintahannya mendapat aspirasi positif masyarakat, khususnya dalam upaya
pemberantasan korupsi, penggabungan kelompok masyarakat menengah atas-bawah,
diantaranya lewat fluktuasi harga BBM. Penurunan harga BBM premium danpemberian
Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas), serta beras untuk rakyat miskin (Raskin). Kebijakan pemerintahannya yang
telah mnguntungkan lapisan masyrakat menengah atas-bawah ini telah menjadi bahan
pemberitaan yang hangat dimedia massa maupun khalayak luas. Semua ini diduga telah
mendongkrak popularitas Susilo Bambang Yudhoyono.
Pemaparan fenomena komunikasi politik tersebut adalah objek kajian yang
menarik perhatian peneliti untuk selanjutnya dijadikan sebagai latar belakang masalah
dalam penelitian ini.Untuk menguji pengaruh Figur Susilo Bambang Yudhoyono terhadap
minat memilih Presiden, penelitian ini diberi judul “ Figur Susilo Bambang Yudhoyono di
TV One dan minat memilih presiden tahun 2009 (Kajian pengaruh Susilo Bambang
Yudhoyono di Media TV ONE Terhadap Minat Memilih Presiden di kelurahan Pasar
Merah Timur Kecamatan Medan Area Kota Medan Pada Pemilihan Presiden Tahun 2009

2. Perumusan Masalah.
Penelitian ini mengemukakan tiga ru,musan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah ketertarikan msyarakat terhadap figure Susilo Bambang
Yudhoyono.
2. Faktor-faktor apakah yang mendorong minat memilih masyarakat pada figure
Susilo Bambang Yudhoyono.
3. Sejauh manakah figure Susilo Bambang Yudhoyono berpengaruh ditelevisi TV
One terhadap minat memilih presiden dikalangan masyarakat kelurahan pasar
merah timur kecamatan Medan Area.

3.Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi hanya pada masalah sebagai berikut
1. Penelitian dilakukan untukmengetahui pengaruh figur Susilo Bamba dalam minat
memilih Presiden pada 2009.
2. Penelitian terbatas pada figur Susilo Bambang Yudhoyono dalam televisi
khususnya TV One.
3. Objek penelitian adalah masyarakat kelurahan Pasar Merah Timur kecamatan
Medan Area kota Medan.

4.Tujuan dan Manfaat Penelitian.


a.Tujuan Penelitian.
1. Untuk mengetahui ketertarikan masyarakat terhadap figure Susilo Bambang
Yudhoyono dalam pemilihan Presiden
2. Untuk mengetahui factor yang mendorong dalam minat memilih masayarakat
pada Figur Susilo Bambang Yudhoyono.
3. Untuk mengetahui pengaruh figur Susilo Bambang Yudhoyono di TV One
terhadap Minat memilih Presiden pada masyarakat di kelurahan Pasar Merah
Timur kota Medan.
b.Manfaat Penelitian.
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mahasiswa. Khususnya ilmu komunikasi dalam rangka memperkaya bahan
penelitian dan sumber Bacaan.
2. Secara teoritis, penelitian ini dapat memperluas cakrawala peneliti tentang partai
politik dalam pemilihan umum.
3. Secara praktisi, penelitian ini dapat memberi masukan bagi peneliti yang lain jika
akan mengadakan penelitian yang sama.

5. Kerangka Teori.
Untuk mendukung pemecahan masalah secara sistematis, teori yang dianggap
relevan dengan penelitian ini adalah Uses and Gratifications (kegunaan dan kepuasan),
yang diuraikan dengan berita figur Susilo Bambang Yudhoyono terhadap minat memilih.
Teori ini mempunyai teori pendukung antara lain; Sosial categories theory dan Individual
differences theory.
Model Uses and Gratifications, merupakan pergeseran focus dari tujuan
komunikator ke tujuan komunikan, atau dari proses pengiriman pesan ke proses
penerimaan pesan. Uses and gratifications ini menentukn fungsi komunikasi massa dalam
melayani khalayak. Model ini tidak tertarik pada apa yang dilakukan media pada diri
khalayak, tetapi tertarik pada apa yang dilakukan khalayak terhadap media, sebab
khalayak dianggap aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya.
Menurut Herbert Blumer dan Elihu Katz. (Orang pertama yang mengenalkan teori
ini pada tahun 1974 da;lam bukunya The Uses on Mass Communication Current
Perpectives on gratifications research) dan Michael Gurevitch (sebagai orang yang ikut
mencetuskan teori ini), uses and gratifications meneliti asal mula kebutuhan secara
psikologi dan social, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-
sumber lain, yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan (keterlibatan pada
kegiatan lain), dan menimbulkan kebutuhan dan akibat-akibat lain. Model ini memandang
individu sebagai makhluk suprarasional yang sangat efektif. Meskipun hal ini
mengundang kritik, tetapi dalam model ini perhatian telah bergeser dari proses
pengiriman pesan kepada proses penerimaan pesan. Model ini merupakan pengembangan
dari jarum hypodermik yang menganggap khalayak pasif.
Study Uses and gratifications ini memusatkan perhatian pada pengguna (uses)
media, untuk mendapatkan kepuasan (gratifications) atas kebutuhan seseorang. Dalam
proses komunikasi massa. Sedangkan inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan
dengan pemilihan media terletak pada khalayak. Teori ini berangkat dari pandangan
bahwa komunikasi tidak mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi khalayak. Pada
intinya khalayak menggunakan media massa berdasarkan motif-motif tertentu. Adapun
media dianggap berusaha memenuhi motif khalayak. Asal mula kebutuhan secara
pshikologis dan social yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber
lain yang membawa pola terpaan media yang berlainan dan menimbulkan pemenuhan
kebutuhan dan akibat lain.
Menurut teori tersebut, pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih
dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain; pengguna media adalah pihak yang
aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha untuk mencari sumber media
yang paling baik didalam usaha memenuhi kebutuhannya. Artinya teori ini mempunyai
pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya.
Model uses and gratifications menekankan pada pendekatan manusiawi dalam
melihat media massa. Bahwa manusia mempunyai otonomi, wewenang untuk memperla
kukan media. Model ini menunjukan bahwa yang menjadi permasalahan utama bukanlah
bagaimana media mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana media
memenuhi kebutuhan pribadi dan social khalayak. Pendekatan dalam memahami
interaksi orang dengan media, melalui pemanfaatan media oleh orang itu (uses), dan
keputusan yang diperoleh (gratifications).
Pendekatan uses and gratifications memberikan alternative untuk memandang
pada hubungan antara isi media dan audience, dan pengkategorian isi media menurut
fungsinya. Diawali decade 1940-an dan 1950-an para pakar melakukan penelitian
mengapa khalayak terlibat dalam berbagai jenis perilaku komunikasi. Pendekatan
mempersoalkan apa yang dilakukan pada media, yakni menggunakan media untuk
pemuasan kebutuhannya. Umumnya khalayak lebih tertarik kepada apa yang khalayak
lakukan pada media, tetapi bukan apa yang dilakukan media pada khalayak.
Efek atau pengaruh media massa terasa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat
modern orang memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa. Tetapi
menurut teori ini konsumen media mempunyai kebebasan untuk memutuskan bagaimana
media itu berdampak pada dirinya. Meskipun pada saat yang sama, khalayak sukar
mengecek keberadaan yang disajikan media. Teori ini juga menyatakan bahwa media
dapat mempunyai pengaruh jahat dalam kehidupan. Gratifikasi yang sifatnya umum
antara lain pelarian rasa khawatir, peredaan rasa kesepian, dukungan emosional,
perolehan informasi dan kontak social.
Pendukung model uses and gratifications diantaranya ; Sosial categories theory
yang diperkenalkan Melvin L. DeFleur. Menurut teori ini adanya perkumpulan-
perkumpilan, kebersamaan-kebersamaan atau kategori social pada masyarakat urban
industrial yang perilakunya ketika diterpa perangsang tertentu hamper-hampir seragam.
Asumsi dasar teori ini ialah teori sosiologis yang menyatakan bahwa meskipun
masyarakat modern sifatnya heterogen, tetapi bagi penduduknya yang memiliki sejumlah
ciri yang sama, akan mempunyai pola hidup tradisional yang sama. Persamaan gaya,
orientasi dan perilaku akan berkaitan dengan suatu gejala seperti media massa dalam
perilaku yang seragam.
Anggota-anggota dari suatu kategori tertentu akan memilih pesan komunikasi
yang kira-kira sama dan menanggapinya dengan cara yang hampir sama pula. Teori
kategori sosial ini merupakan formula yang lebih bersifat penjelasan dari pada
pembahjasan,tetapi sejauh mana dapat digunakan sebagai landasan untuk prediksi kasar
dan sebagai pedoman untuk penelitian, teori tersebut dapat berfungsi sebagai teori
sderhana untuk studi media massa.
Teori pendukung berikutnya adalah Individual Differencest theory, yang
dikemukakan Melvin D. DeFleur dalam buku “ Individual Differencest theory of mass
communication effect”. Teori ini menelaah perbedaan diantara individu-individu sebagai
sasaran media massa ketika mereka diterpa sehingga menimbulkan efek tertentu.
Khalayak sebagai sasaran media massa akan menaruh perhatian secara selektif kepada
pesan-pesan terutama jika berkaitan dengan kepentingannya, konsisten dngan sikap-
sikapnya, sesuai dengan kepercayaannyaa yang diduking oleh nilai-nilainya. Inilah yang
menyebabkan efek media pada khalayak tidak seragam, melainkan beragam, karena
secara individual berbeda satu sama lainnya dalam struktur kejiwaannya.
Anggapan dasar teori perbedaan individual ini , bahwa manusia amat bervariasi
dalam organisasi psikologinya secara biologis, tetapi ini dikarenakan pengetahuan secara
individual yang berbeda. Teori ini mengandung rangsangan-rangsangan khusus yang
menimbulkan interaksi yang berbeda dengan watak-watak perorangan anggota khalayak.
Oleh karena terdapat perbedaan individual pada setiap pribadi anggota khalayak itu, maka
secara ilmiah dapat diduga akan muncul efek yang berfariasi sesuai dengan perbedaan
individual itu.
Dalam kaitan dengan pemaparan teori tersebut, maka penelitian ini mencoba
melihat pada hubungan antara isi media massa yang menampilkan informasi tentang
figur Susilo Bambang Yudhoyono sebagai seorang pemimpin dimata masyarakat dan
minat memilih presiden. Bahwa penggunaan media massa TV One oleh khalayak dalam
mendapatkan informasi figur Susilo Bambang Yudhoyono adalah sebagai inisiatif untuk
mengaitkan minat memilih presiden, atau keputusan khalayak dengan pemilihan media
adalah dalam kaitan memenuhi kepuasannya.

6. Kerangka Konsep.
Untuk pencapaian hasil yang diharapkan dalam penelitian ini, diperlukan
kerangka konsep yang disusun berdasarkan perkiraan teoritis , dan lahan pengamatan.
Kerangka konbsep dalam penelitian ini adalah;

a. Model teoritis.
Kerangka konsep ini, dibentuk melalui pengelompokan variable – variable yang ada,
sehingga menghasilkan suatu model teoritis sebagai berikut:

Gambar 1. Model Teoritis

Variable Bebas (X) Variable Terikat (Y)


Figur SBY di Media Minat Memilih
TV One

Karakteristik
Responden

b. Variable Operasional.
Variable operasional adalah penjabaran dari kerangka konsep model teoritis
yang berfungsi sebagai peta penelitian didalam pengumpulan data-data. Sebagai
variable operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variable Teoritis Variable Operasional


1. Anteseden 1. Jenis kelamin
2.Usia.
3.Pendidikan.
4.Pekerjaan
2. Figur 1.Penampilan.
2.Gaya Bicara.
3. Karakteristik:
- Relegius.
- Tampan.
- Berwibawa.
3. Minat. Perhatian.
Pengertian.
Penerimaan.
7. Definisi Operasional.
Defenisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut mengenai konsep yang
telah dikelompokan dalam variable operasional penelitian. Sebagai definisi dari variable-
variable ini adalah sebagai berikut:

7.1 Anteseden yang terdiri dari


a). Jenis kelamin; yaitu pengelompokan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang akan
diajukan sebagai responden.
b). Usia; yaitu menunjukan kondisi batasan umur responden yang diajukan.
c). Pendidikan yaitu; yang menunjuka kondisi pendidikan responden yang diajukan.
d). Pekerjaan yaitu; menunjukan status kelompok kerja atau profesi responden yang
diajukan sebagai responden.

7.2 Figur yaitu, sosok individu yang sudah dikenal oleh masyarakat luas, karena
ketokohannya, seperti pejabat, pemimpin, dan sebagainya.
a). Penampilan yaitu cara tampilan seorang figur dalam media sehingga menarik bagi
masyarakat.
b). Gaya bicara yaitu teknik seorang figur dalam berbicara di media sehingga menarik
dan mudah dimengerti oleh masyarakat.
c). Karakteristik yaitu cara seorang figur menampilkan ciri tersendiri di media sehingga
dapat menarik hati masyarakat diantaranya, religius, tampan, berwibawa.

7.3 Minat yaitu kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu.


a). Perhatian yaitu suatu bentuk sikap yang mencerminkan keinginan untuk mengetahui
tentang suatu hal yang dianggap menarik untuk disimak.
b). Pengertian yaitu proses berfikir mengeni suatu hal yang membuat seseorang dapat
menyerap apa yang disampaikan kepada dirinya, yang memerlukan suatu penalaran
tentang hal tersebut.
c). Penerimaan yaitu rangkaian proses yang dimulai dari perhatian, pengertian dan
diakhiri dengan penerimaan terhadap informasi atau suatu hal yang kemudian dapat
mendatangkan suatu respond dan tanggapan.

8. Hipotesis.
Hipotesis adalah suatu pendapat atau sementara atau kurang sempurna. Sebagai
hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ho : Tidak terdapat hubungan antara figur Susilo Bambang Yudhoyono dalam media
Televisi TV One terhadap Minat Memilih Presiden pada masyarakat di- kelurahan
Pasar Merah Timur di-kota Medan.
Ha : Terdapat hubungan antara figur Bambang Yudhoyono dalam media televisi TV One
Terhadap minat memilih presiden pada masyarakat di-kelurahan Medan Timur di-
Kota Medan.

Uraian Teoritis.

A. Pengertian Komunikasi.
Harold Lasswell dalam bukunya The Structure and Function of Comminication in
Society untuk menjelaskan komunikasi ia mengemukan formulasi “ Who Says What In
Wich Channel To Whom With What Effect” Formulasi itu kemudian diterjemahkan
menjadi unsur-unsur komunikai yaitu; Komunikator (orang yang menyampaikan
informasi), Pesan { isi informasi ), Media ( alat atau sarana yang digunakan untuk
menyampaikan informasi ), komunikan ( orang menerima informasi ) dan efek ( pengaruh
komunikasi ).
Dilihat dari hakekatnya komunikasi ialah proses pertukaran atau perpindahan
informasi antara manusia dengan menggunakan bahasa, gambar, dan gerak-gerik sebagai
alat penyalurnya. Tetapi untuk membatasi makna komunikasi, kelompok sarjana komuni
kasi mendifinisikannya sebagai berikut: komunikasi adalah suatu transaksi, proses
simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan :
1. Membangun hubungan antar manusia.
2. Melalui pertukaran informasi.
3. Untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain.
4. Serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu.( Cangara, 2002: 19)
Proses komunikasi dapat berlangsung melalui dua cara yaitu, secara primer
(proses penyampaian informasi dengan menggunakan lambang ( symbol ) sebagai media.
Sedangkan komunikasi secara skunder ( proses penyampaian informasi dengan
menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua}. Media ada yang bersifat massa
seperti seperti televisi dan non- massa seperti telephon.
Penggunaan media massa merujuk kepada fungsi media massa itu sendiri, yaitu
sebagai berikut :
a). Menyampaikan informasi (to inform )
b). Mendidik ( to educate )
c). Menghubur ( to entertain ).
d). Mempengaruhi ( to influence ). ( Effendy, 2005 :8 ).

B. Pengertian Komunikasi Massa.


Komunikasi massa adalah proses komunikasi yang dilakukan melalui media
massa dengan berbagai tujuan komunikasi dan untuk menyampaikan informasi kepada
khalayak luas.( Bungin,2006:71). Atas dasar batasan ini maka unsure komunikasi massa
yang dikemukakannya adalah :
1. Komunikator
2. Media Massa
3. Informasi.
4. Getekeeper (Penyeleksi informasi).
5. Khalayak (penerima informasi).
6. Umpan Balik
Sedangkan Fungsi media massa menurut (Bungin,2006:79-81) adalah sebagai berikut :
a. Fungsi Pengawasan.(Konyrol social).
b. Fungsi Sicial Learning. (guiding pendidikan)
c. Fungsi penyampaian informasi. (to informations)
d. Fungsi transformasi budaya. (Proses transformasi).
e. Hiburan. (Entertaiment)

C. Pengertian figur.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (1988-705). Publik berarti orang banyak
(umum). Sedangkan figur bermakna : bentuk, wujud,tokoh, peran, merupakan sentral
yang menjadi pusat perhatian. Jadi public figur adalah tokoh, orang yang berperan, yang
menjadi pusat perhatian orang banyak.
David Orgilvy dalam Kesuma (1993:403) mengemukakan, public figur adalah
figur masyarakat (tokoh masyarakat). Tokoh masyarakat berarti orang yang sudah dikenal
oleh masyarakat luas, seperti artis, pejabat, pemimpin, olah raga, dan tokoh masyarakat
lainnya.
Jadi publik figur merupakan sosok orang menjadi pusat perhatian orang banyak
atau masyarakat luas, boleh jadi karena segi penampilan fisiknya prestasinya,
ketokohannya atau karena hal lainnya. Semakin populer sosok seorang figur biasanya
semakin sering ia tampil di media massa, dan akan semakin menjadi pembicaraan prilaku,
sikap dan tindakan-tindakannya.
Haji Susilo Bambang Yudoyono, yang lebih popular dengan sebutan SBY adalah
Presiden Indonesia yang ke-6 (2004-2009). Lahir di Pacitan, Jawa Timur pada tanggal 9
September 1949. Memulai karirnya dimiliter sejak tahun 1970, dan pada masa
pemerintahan Megawati ia diangkat menjadi Menko Polkam .Tahun 19973 ia sebagai
Taruna Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, American Language Course, Lackland,
Texas AS tahun 1976, Kursus Komando Batalyon tahun 19855 dan pangkat terakhir yang
disandangnya adalah Jendral TNI terhitung tanggal 25 September 2000 dan pensiun pada
tanggal 10 November 2000.
Karir politik SBY mulai menanjak setelah pengnduran dirinya pada masa kabinet
Gotong Royong pemerintahan presiden ke 5, yang kemudian pada pemilihan presiden
tahun 2004 ia mencalonkan diri sebagai presiden dan tampil sebagai pemenangnya
beserta wakilnya Usuf Kalla. Sebagai presiden masa bakti 2004-2009, beberapa
kebijakannya yang dianggap pro rakyat telah membuat figurnya semakin fenomenal
dimasyarakat.
Diantara penghargaan yang pernah diterimanya adalah :Tahun 1973 Lencana Adi
Mahakarya dari Presiden RI untuk lulusan AKABRI terbaik, 1983 Honorour, Graduated
ICAO di AS dan tahun 2003 terpilih sebagai Tokoh berbahasa lisan Terbaik.
Figur SBY dikenal sebagaai tokoh yang berwajah tampan, tubuh yang tegap, tutur
kata yang santun dan gaya bicara yang panjang lebar untuk dalam menjelaskan beberapa
persoalan. Performancenya ini telah merebut simpati masyarakat luas dari berbagai
lapisan masyarakat. Dalam menyikapi beberapa persoalan menurut sebagaian masyarakat
ia terkesan lamban dan ragu-ragu, tetapi sebagian lagi berpendapat bahwa hal itu
hanyalah sebagai ujud kehati-hatiannya sebagai seorang pemimpin yang berusaha untuk
bisa arif.
Kearifan dan kecerdasan SBY dalam berhadapan dengan tokoh-tokoh senior yang
juga calon-calon presoden lainya pada tahun 2004 dengan pernyataan “bagi saya
Megawati atau Amin Rais bukanlah musuh, tetapi kompetitor. Karenanya, marilah
berkompetisi secara sehat dalam bingkai demokrasi“. ( Kompas,24/6/2004 ).
Pada pemilihan Presiden tahun 2009 beberapa survey, jajak pendapat, dan polling
yang pernah diadakan oleh berbagai media, sikap-sikap positif SBY yang selalu
menonjol dan telah membawanya sebagi orang populer,mengalahkan calon-calon lainnya.
Banyak masyarakat yang beranggapan SBY sebagai simbol perubahan .Figur SBY ini
selain telah menghantarkanya sebgai pemenang pada pemilihan presiden langsung untuk
masa bakti 2009-20014, diduga figurnya jugalah yang telah berhasil mendongkrak
perolehan kursi DPR partai Demokrat pada pemilihan tahun ini juga.

D.Pengertian Minat.
Figur calon presiden biasanya berhubungan denagn perilaku pemilih. Semakin
disenangi figur seseorang semakin besar peluangnya untuk dipilih oleh pemilih pada
peristiwa pemilihan umum. Menrut Fisben and Ijek perilaku memilih dipengaruhi sistem
yang terdiri dari kepercayaan (believe), sikap (attitude), maksud (intention) dan perilaki
(behavior). Sistem ini merupakan dasar dari rule system yang menjadikannya aksen
activity, termasuk dalam hal minat memilihnya. Menurt Meichati ( 1974;25) minat adalah
perhatian, tekun, kuat, intensif dan lebih menguasai individu secara mendalam. Dalam
kamus bahasa Indonesia, minat diartikan sebagai perhatian,kesukaaan (kecenderungan
hati) kepada suatu keinginan tertentu, Minat seseorang itu merupakan proses internal
dalam diri individu. Poerwadarminta, 1986:55).Sedangkan Jersild dan Tasch (1983:224)
menekankan bahwa minat atau interst menyangkut aktifita yang dipilih secara bebas oleh
individu. Doyles Fryer (1983:224) menyatakan minat atau interest adalah gejala yang
berkaitan dengan objek atau aktifitas yang menstimulir perasaan senang pada individu.
Apabila dikaitakan dengan pemilihan maka minat ini akan terarah kepada suatu
objek yang menjadi perhatiannya dan merupakan sumber motivasi yang mendorong orang
secara bebas untuk menentukan apa atau siapa yang mereka pilih. Jadi minat bukanlah
sesuatu yang dibawa sejak lahir, melainkan terbentuk oleh stimulus melalui interaksi.
Hanya saja minat punya kaitan dengan faktor internal individu seperti mental atau bakat
dan sebagainya yang dapat membuat orang merasa senang, suka terhadap suatu
objek.Oleh karena itu minat bersifat situasional dan temporer yang dapat berubah.
Dengan demikian jika dilihat dari kepentingan indifidu, maka minat dapat timbul
jika adanya objek yang menonjol (kontras), yang menarik perhatiannya dan tentu ia
mempunyai harapan untuk mendapatkan sesuatu dari sana. Semakin besar harapannya
untuk mendapatkan sesuatu pada objek itu maka akan semakin besar minatnya terhadap
objek itu.

Metodologi Penelitian.
A.Metode Penelitian.
Penelitian ini menggunakan metode korelasional. “metode korelasional untuk
mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor lain berdasarkan pada koefisien
korelasional. Pada penelitian ini untuk mengetahui pengaruh figur Susilo Bambang
Yudhoyono dalam media televisi TV One terhadap minat memilih Presiden di Kelurahan
Pasar Merah Timur Kecamatan Medan Area Kota Medan.

B. Deskripsi Daerah Penelitian.


Penelitian ini dilakukan di kelurahan Pasar Merah Timur Kecamatan Medan Area
Kota Medan, dengan profilnya sebagai berikut :
1.Populasi: terdiri dari 12 lingkungan dengan jum;lah penduduk 11.793 Jiwa

C.Sample.
Untuk menentukan jumlah sample digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi
10% dan tingkat kepercayaan 90% ( Rahmat, 2004:82).
N
n=
Nd² + 1
Dengan demikian besar sample yang diambil adalah :
N
n=
Nd² + 1

11793
=
118.93
N = 99 Responden.
( Distribusi sample diambil dari 12 lingkungan).

Selanjutnya untuk penarikan sample digunakan rumus :

• nI x n

Kreteria sample telah ditentukan sebagai berikut :

a. Menonton acara tersebut.

b. Usia 17 – 60 tahun.

D. Teknik Pengumpulan Data.


Untuk mendapatka data penelitian yang diperlukan, penelitian ini menggunakan
dua sumber yaitu :
1). Penelitian kepustakaan (Pengambilan data melalui buku literature, tulisan dan
Dokumen- dokumen lainnya).
2). Penelitian lapangan (pengumpulan data melalui Kuesioner) dalam empat
bentuk yaitu :
a. Kuesioner pilihan ganda.
b. Kuesioner isian.
c. Tanda silang ( X ) sebuah daftar pada kolom yang sesuai.
d. Likert scale( Skala likert ), untuk melihat besar sukap responden.

E. Teknik Analisis Data.


Analisis data dilakukan dalam beberapa tahap:
1. Analisis table tunggal (membagi variable kedalam sejumlah frekuensi dan
Presentase.
2. Analisis table silang (untuk mengetahui hubungan variable)
3. Uji hipotesis (untuk mengetahui apakah hipotesis diterima atau ditolak).
Untuk menguji hubungan diantara kedua variable penelitian digunakan rumus
Product Moment sebagai berikut:.

N ∑ xy - ∑x∑y
r=

√ [ N ∑ X² - (∑ X²)][N ∑Y² - (∑Y²)]


Keterangan : r : Koefisien korelasi produk moment
N : Jumlah sample
x : Variable bebas
y : Variable terikat.
Jika Rxy <0, maka hipotesis ditolak.
Rxy >0, maka hipotesis diterima.

Hasil Penelitian dan Pembahasan.

A. Analisa Table Tunggal.

Tabel. 1
Jenis Responden
No Jenis Responden n %
1. Laki-laki 40 40,40
2. Perempuan 59 59,60
Jumlah 99 100,00
Sumber ; Angket Tahun 2009
n = 99
Responden Perempuan lebih bayak dari laki-laki. Hal ini menunjukan bahwa di
kelurahan pasar merah timur kecamatan Medan Area Kota Medan jumlah penduduk
permpuan lebih banyak dari pada laki-laki.

Tabel. 2
Pengaruh SBY terhadap informasi Responden
No Kategori Jawaban N %
1. Tidak Berpengaruh 7 7,07
2. Kurang Berpengaruh 6 6,06
3. Berpengaruh 58 58,59
4. Sangat Berpengaruh 28 28,28
Jumlah 99 100,00
Sumber : Angket tahun2009.
n = 99

Tabel menunjukan bahwa tingkat pengaruh penampilan SBY di televisi sangat


tinggi bagi responden dalam mendapatkan informasi tentang figur SBY.

Tabel. 3
Penampilan SBY mempengaruhi minat
No. Katogori Jawaban N %
1. Tidak Mampu 2 2,02
2. Kurang Mampu 7 7,07
3. Mampu 59 59,60
4. Sangat Mampu 31 31,31
Jumlah 99 100,00
Sumber: Angket Tahun 2009
n = 99
Tabel. 4
Gaya Bicara SBY pengaruhgaya bicara SBY.
No. Katogori Jawaban N %
1. Tidak Berpengaruh 5 5,05
2. Kurang Berpengaruh 9 9,09
3. Berpengaruh 61 61,62
4. Sangat Berpengaruh 24 24,24
Jumlah 99 100,00
Sumber: Angket Tahun 2009.
n = 99

Data pada tabel menunjukan bahwa pengaruh gaya bicara SBY cukup siknifikan
dalam mengubah pola pikir responden, atau 61 responden (61,62%) berpengaruh terhadap
menyatakan gaya bicara SBY berpengaruh gaya pola pikirnya .
Tabel. 5
Karakteristik SBY.
No. Katogori Jawaban N %
1. Tidak Berpengaruh 5 5,05
2. Kurang Berpengaruh 3 3,03
3. Berpengaruh 66 66,67
4. Sangat Berpengaruh 25 25,25
Jumlah 99 100,00
Sumber: Angket Tahun 2009
n = 99
Data pada tabel dalam kaitan pengaruh karakteristik SBY dalam pemilihan
president cukup tinggi, menurut 66 responden (66,67%).
Tabel. 6
Kewibawaan SBY.
No. Katogori Jawaban N %
1. Tidak Berpengaruh 4 4,04
2. Kurang Berpengaruh 2 2,02
3. Berpengaruh 52 52,53
4. Sangat Berpengaruh 41 41,41
Jumlah 99 100,00
Sumber: Angket Tahun 2009
n = 99
Kewibawaan SBY menurut tabel diatas berpengaruh terhadap minat memilih
presiden menurut 52 responden (52,53%).
Tabel. 7
Sifat Reliji SBY.
No. Katogori Jawaban N %
1. Tidak Berpengaruh 4 4,04
2. Kurang Berpengaruh 11 11,11
3. Berpengaruh 65 65,66
4. Sangat Berpengaruh 19 19,19
Jumlah 99 100,00
Sumber: Angket Tahun 2009
n = 99
Sifat Reliji SBY ternyata berpengaruh terhadap tingkat memilih dalam pemilihan
presiden menurut 65 responden (65,66%% ).
Tabel. 8
Meminat Memilih SBY
No. Katogori Jawaban N %
1. Tidak Berpengaruh 6 6,06
2. Kurang Berpengaruh 5 5,05
3. Berpengaruh 64 64,65
4. Sangat Berpengaruh 24 24,24
Jumlah 99 100,00
Sumber: Angket Tahun 2009
n = 99
Data pada tabel menunjukan bahwa setelah mengikuti figur SBY di telefisi berpengaruh
dalam tingkat minat , dalam pemilihan president, menurut 64 responden (64,65%).
B. Analisa Table Silang.
1). Hubungan antara penampilan figur Susilo Bambang Yudhoyono, berpengaruh
terhadap Tingkat Perhatian Responden Pada Pilpres
.
Tabel. 9
Hubungan penampilan SBY terhadap tingkat perhatian.
Tidak Kurang Sangat
Figur Mampu Total
No Mampu Mampu Mampu
SBY
F % F % F % F % F %
1. Tidak 1 1,01 0 0,00 1 1,01 0 0,00 2 2,02%
Mampu

2. Kurang 1 1,01 1 1,01 4 4,04 1 1,01 7 7,07%


Mampu

3. Mampu 4 4,04 14 14,14 33 33,33 8 8,08 59 59,60%

4. Sangat
Mampu 1 1,01 1 1,01 22 22,22 7 7,07 31 31,31%

7 16 60 16 99
Total
7,07% 16,16% 60,60% 16,16% 100,00%

Hubungan antara penampilan figur SBY terhadap tingkat perhatian masyarakat


dalam Pemilihan Presiden, menurut 59 ( 59,6% ) responden : bahwa daya tarik
penampilan SBY dianggap , mampu mempengaruhi tingkat perhatian dalam pemilihan
Presiden.Sedangkan 33 ( 31,31% ) responden mengatakan sangat mampu.

2). Hubungan Antara Intensitas Bicara SBY di Televisi Terhadap Minat Memilih
Responden.

Tabel. 10
Hubungan antara Intensitas Bicara SBY terhadap Minat Memilih
Minat Memilih Capres
Figur Tidak Kurang Sangat
No Mampu Total
SBY Mampu Mampu Mampu
F % F % F % F %
1. Tidak 0 0,00 0 0,00 2 2,02 0 0,00 2 2,02%
Sering

2. Kurang 0 0,00 2 2,02 1 14,1 6 6,06 2 22,22%


Sering 4 4

3. Sering 3 3,00 2 2,02 3 32,3 66 66,70%


2 29,2 2 2
4. Sangat 9 9
Sering 0 0,00 1 1,01 9 9,09%
6 6,06
2 2,02
3 5 47 16
Total 99
3,03% 5,05% 47,47% 16,16%

Terdapat hubungan antara tingkat frekuensi menerima intensitas bicara SBY


terhadap tingkat frekuensi pengaruh minat memilih presiden. Bahwa sebanyak 66(66,7%
) responden menyatakan: intensitas bicara SBY di televisi sering mempengaruhi tingkat
frekuensi minat responden dalam maju untuk ikut memberikan suara pada pilpres.Adapun
yang menyatakan sangat sering sebanyak 9 (9,09%) responden.

3). Hubungan Antara Kewibawaan SBY dan Minat Memilih Presiden.

Tabel. 11
Kewibawaan SBY dan Minat Memilih Presiden.
Minat Memilih Pilpres
Tidak Kurang
Berpengaruh Sangat
No Figur SBY Berpengaruh Berpengaruh TOTAL
Berpengaruh

F % F % F % F %
1. Tidak 4 4,04 0 0,00 0 0,00 0 0,00 4 4,04%
Berpengaruh

2. Kurang 0 0,00 1 1,01 1 1,01 0 0,00 2 2,02%


Berpengaruh

3. Berpengaruh 1 1,01 4 4,04 41 41,41 6 6,06 52 52,52%

4. Sangat
Berpengaruh 1 1,01 0 0,00 22 22,22 18 18,18 41 41,41%

6 5 64 24
Total 99
6,06% 5,05% 64,64% 24,24%

Figur SBY, berpengaruh terhadap tingkat minat memilih presiden. Sedangkan


tingkat pengaruh kewibawaan SBY berpengaruh terhadap tingkat minat responden dalam
memilih presiden. Menurut 52 (52.5%) responden, ternyata tingkat pengaruh kewibawaan
sebanyak 41 ( 41.41% ) responden menyatakan sangat berpengartuh.

4. Uji Hipotesis.
Uji hipotesis meliputi variable meliputi variable bebas ( X )sebagai figur Susilo
Bambang Yudhoyono, dan variable terikat ( Y) yakni minat memilih. Dari hasil temuan
data yang ada, maka korelasi dapat diketahui dengan menggunakan rumus Produk
Moment yaitu :.
N ∑ xy - ∑ x ∑ y
r=


[N ∑ X² - (∑ X)²][N ∑Y² - (∑Y)²]
Keterangan : r : Koefisien korelasi produk moment
N : Jumlah sample
x : Variable bebas
y : Variable terikat.
Pengujian Hipotesis korelasi ini menggunakan korelasi Product Moment (Person’s
correlation). Perhitungan nya menggunakan piranti lunak ( Software). SPSS 15.0 for
windows, pengujian t-test dan uji-Z tidak dibutuh kan lagi. Karena di dalam software
tersebut sudah diperingat kan secara jelas dan rinci.

Correlation’s
Figur SBY Minat Memilih
Figur SBY Pearson 1 .698 (**)
Correlation Sig. .000
(2-tailed) 99 99
N

Minat Pearson .698 (**) 1


Memilih Correlation Sig. .000
(2-tailed) 99 99
n

** Correlation is singnificant at the 0,01 level (2-tailed)

Berdasarkan tabel korelasi tersebut diketahui bahwa korelasi yang diperoleh


bersifat positif yaitu +0,68, ( terdapatnya hubungan figur Susilo Bambang Yudhoyono
dan minat memlih masyarakat). Tingkat signifikansi korelasi lebih kecil dari0,00, yaitu
0%. Jika probabilitas 0,01 maka Ho ditolak. Ini bermakna adanya hubungan antara
variable X dan Y.
Dengan menggunakan rumus produk moment, diketahui harga r adalah 0,698.
Menurut skala Guilford, korelasi ini (antar Figur Susilo Bambang Yudhoyono dan minat
memilih masyarakat dikelurhaan Pasar Merah ) terdapat hubungan yang signifikan,
dimana 0,698 berada pada tingkat 0,40-0,70. Ini berarti figur Susilo Bambang Yudhoyono
signifikan denagn minat memilih masyarakat.
Untuk melihat besarnya kekuatan pengaruh ( KP ) yang ditimbulkan oleh figur
Susilo Bambang Yudhoyono dari TV One terhadap minat memilih masyarakat di-
kelurahan Pasar Merah Timur, dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

• KP= (rs)2 x 100%

Keterangan : KP : Kekuatan Pengaruh


r : Koefisien korelasi.
KP= (rs)2 X 100%.
= (0,698 )2 x 100%
= (0,698 x 100%
= 48,7%.
= 49%
Dengan demikian hubungan figur Susilo Bambang Yudhoyono terhadap minat
memilih masyarakat di kelurahan Pasar Merah Timur adalah sebesar 49%. Ini bermakna
bahwa hanya sebesar 49% figur Susilo Bambang Yudyoyono di media televise
berpengaruh terhadap minat memilih Presiden bagi masyarakat kelurahan Pasar Merah
Timur Kecamatan Medan Kota.

5. Pembahasan Hasil Uji Hipotesis.


Hasil uji hipotesis secara keseluruhan dapat diklasifikasikan bahwa ; figur Susilo
Bambang Yudhoyono berhubungan dengan minat memilih presiden bagi masyarakat
kelurahan Pasar Merah Timur kecamatan Medan Area Kota Medan masyarakat.
Berdasarkan data-data yang terkumpul melalui pengajuan Kuesioner dapat
diketahui bahwa figur Susilo Bambang Yudhoyono mampu mempengaruhi, mengarahkan
dan mengajak masayarakat untuk turut menggunakan haknya dalam pelaksanaan
pemilihan presiden. Dalam praktek demokrasi hanya pemimpin yang memiliki legitimasi
masalah yang memiliki suatu kekuatan untuk mempengaruhi dan mengarahkan bangsanya
sesuai dengan apa yang dicita-citakannya.Dengan demikian figur Susilo Bambang
Yudyoyono adalah figur seorang pemimpin bangsa.
Sebagaimana dalam pembahasan sebelumnya, bahwa minat dimaknai dengan
kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Dalam hal ini tentu karena adanya rasa
ketertarikan, ada hal yang menyenangkan ataupun memberikan kepuasan. Penelitian ini
telah menghasilkan data-data tentang hubungan yang ditimbulkan antara figur Susilo
Bambang Yudhoyono terhadap minat memilih masyarakat pada Pilpres dikelurahan Pasar
Merah Timur.
Hasil uji hipotesis Ha, menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara figur
Susilo Bambang Yudhoyono pada siaran TV One terhadap minat memilih presiden pada
masyarakat kelurahan Pasar Merah Timur dengan skala Guilford 0,70 – 0,70 (hubungan
cukup berarti). Hasil ini menolak uji hipotesis Ho (tidak ada pengaruh sama sekali).
Dengan demikian makna keseluruhannya adalah; terdapat hubungan antara X dan Y.
Penelitian ini telah membuktikan bahwa figur Susilo Bambang Yudhoyono cukup
berpengaruh, dapat dilihat dari uji hipoteis adalah 0,698% ), karena figurnya sudah cukup
dikenal oleh masyarakat. Pengaruh figurnya ini pada pilpres sebesar 49%, sedangkan 51%
disebabkan beberapa faktor-faktor lainnya, seperti cara berfikirnya kritis, sabar dalam
menghadapi masalah, bersahaja dan dapat menerima keritikan-keritikan.

Kesimpulan Dan Saran

A. Kesimpulan
1). Terdapat pengaruh antara figur Susilo BambangYudhoyono di media televisi terhadap
minat memilih presiden pada masyarakat kelurahan Pasar Merah Timur kota Medan.
Uji hipotesis nilai r = 0,698, menunjukan terdapatnya pengaruh yang cukup berarti
antara figur Susilo Bambang Yudhoyono dengan minat memilih masyarakat
dikeluruhan Pasar Merah Timur kecamatan Medan Area kota Medan.

2). Figur SBY, berpengaruh terhadap tingkat minat memilih presiden. Sedangkan
tingkatpengaruh kewibawaan SBY ini berpengaruh terhadap tingkat minat responden
dalam memilih presiden. Hubungan ini dianggap cukup berarti dan cukup signifikan
dalam mempengaruhi masyarakat untuk memilih Susilo Bambang Yudoyono sebagai
calon presiden masa bakti 2009 -2014.

3). Besarnya kekuatan pengaruh (KP) yang ditimbulkan oleh figur Susilo Bambang
Yudhoyono dari TV One terhadap minat memilih masyarakat di-kelurahan Pasar
Merah Timur, dihitung dengan menggunakan rumus: KP = (rs) 2 x 100%. Hasil dari
perhitungan ini adalah, bahwa hubungan figur Susilo Bambang Yudhoyono pada
tayangan media televisi, terhadap minat memilih presiden bagi masyarakat kelurahan
Pasar Merah Timur kecamatan Medan Area, Kota medan, sebesar 49%. Hal ini berarti
hanya 49% kekuatan pengaruh figur Susilo Bambang Yudhoyono dimedia televisi
terhadap minat memilih calon presiden, bagi masyarakat Kelurahan Pasar Merah
Timur.
B. Saran
1). Figur Susilo Bambang Yudhoyono yang mendapat penilaian positif seperti religius
berwibawa, santun, tutur kata, hati-hati dan lain-lainnya seyogiyanyalah untuk
dipertahankan terlebih-lebih dalam menghadapi berbagai permasalahan baik yang
berkaitan dengan masyarakat luas, agar meminimalisasi konflik dan ketegangan
dalam penyelesaian masalahnya.

DAFTAR PUSTAKA.

Adi Soempeno Femi, 2009, Indonesia Memilih, Galangpress, Yokyakarta.


Bungin Burhan.2006, Sosiologi Komunikasi, Kencana ,Jakarta.
........................2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kencana, Jakarta.
Cangara,Hafied 2002. Erotika Media Massa. Cetakan Pertama. Muhammadiyah
university Press, Surakarta.
Djalal P.Dino.2007. Harus Bisa! Catatan Harian. PT.R&W.
Departemen Pendidikan Nasional, 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.
PT. Gramedia Pustaka , Jakarta
Effendy, Onong Uchjana, 2005. Ilmu Teori, dan Filsafat Komunikasi. Citra Aditya
Bakti Bandung.
Elizabet,B, Hurlock, 2007. Psikologi Perkembangan.Erlangga PT.Gelora Aksara
Pratama.
Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi, Kenca Prenada Media
Grup , Jakarta.
Koiruddin, 2004. Kilas Balik Pemilihan Presiden, 2004. Pustaka Pelajar Offset,
Yokyakarta.
MC,Quil, Dennis. 1994. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Erlangga, Jakarta.
Mulyana Deddy. 2005. Metode Penelitian. PT. Remaja Rosda Karya, Bandung.
Nawawi, Hadari. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada Universitas Press,
Yokyakarta.
Nurhadi,A. Muljani.1983. Sejarah Perpustakaan dan Pengembangan di Indonesia.
Andi Offset, Yokyakarta.
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Poewardaminta. 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.
Purba, Amir dkk. 2006. Pengantar Penelitian Komunikasi. Pustaka Bangsa Press,
Medan.
Rakhmat Jalaluddin, 2005. Metode Penelitian Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Riyono. Pratikno. 1984. Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi. Remaja Rosda Karya
Bandung.
Syafie, K.Inu & Ashari. 2005. Sistem Politik Indonesia. PT. Rafika Aditama, Bandung .
Singarimbun Masri & Sofien Effendi. 2006. Metode Penelitian Survei. Pustaka LP3ES,
Jakarta.
Sukardi, Ketut Dewa. 1993. Analisis Inventori Minat dan Kepribadian. Rineke Cipta.
Jakarta.
Suryabrata, Sumardi, 2006. Metode Penelitian. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Suwardi Lubis, 1998. Metode Penelitian Komunikasi, Penerbit USU Press
Wiryanto, 2000. Teori Komunikasi Massa. PT. Gasindo, Jakarta.
Widjaya, H.A,W.2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Rineka Cipta, Jakarta.

Sumber lain :
Kompas, 30 Juli 2009.
Kompas, 24 Juni 2004
http//:www.Komunikasimassa-umy,blogspot.com/2005/11/teori-media - dan khalayak-
dalam,html.
Html:www.unuka.ac.id/fakultas/psikojg/artkel/ss-i-htm
http://scholor,google,co,id/scholor=kamus+umum+inclonesia&btng=televisi.
Dijilid.Unnas.as.ad.library.
http:///www.scribd.comm/doe/2558832/perilaku-memilih-transmigran-jawa.
http:///kaligrafindah.multiply.com/jurnal/item/27minat-.manggoreskalografi.al-gurun-
educationapsychology-perspektive.
http:///www.google.co,id/searchpengertian+minat+menurut+h.g.tarigan.
Sindo, 29 April; 2009.
Waspada, 6 April; 2009.
www.tvOne.co.id.
IV. Volume 11 No. 1 April 2010

SOSIALISASI OPEN SOURCE SOFTWARE DI DENPASAR


Oleh : Paraden Lucas Sidauruk

Abstrak

Tujuan utama penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan sosialisasi


open source software (OSS) pada instansi pemerintah di Denpasar, Provinsi Bali. Salah
satu komponennya adalah mengungkapkan sumber informasi bagi karyawan instansi
yang diteliti.
Penelitian bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data
dilaksanakan dengan survei dengan mengedarkan kuesioner kepada 30 responden. Jumlah
responden dan lokasi penelitian ditentukan secara purposif. Untuk memperkuat dan
menjelaskan data kuantitatif dilakukan wawancara mendalam dengan enam orang
narasumber yang bekerja atau berprofesi di bidang teknologi informasi dan komunikasi
(TIK).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun sudah cukup lama mengenal
perangkat lunak open source, tetapi tidak digunakan antara lain karena tidak terbiasa
mengoperasikannya, tidak kompatibel dengan perangkat lunak proprietary.
Teman/sejawat merupakan sumber informasi utama OSS, sedangkan sosialisasi bersifat
langsung baik dari Departemen Komunikasi dan Informatika, maupun dari Badan
Informasi dan Telematika Daerah Pemerintah Provinsi Bali tidak pernah diikuti oleh
responden.
Selain meningkatkan sosialisasi dengan tepat sasaran, diharapkan Departemen
Komunikasi dan Informatika beserta instansi terkait dengan OSS dapat mengeluarkan
regulasi penggunaan OSS yang lebih kondusif guna mendorong aparatur pemerintah
menerapkannya di instansi masing-masing.
Kata Kunci : Penggunaan Open Source Software, Sosialisasi, Sumber Informasi

The main objective of this research is to know how the implementation of the
dissemination of open source software (OSS) in government offices in Denpasar, Bali
Province. One of the components is revealing the source of information for agency
employees is being investigated.
Descriptive research with quantitative approach. Data collection was carried out
with the survey by distributing questionnaires to 30 respondents. The number of
respondents and the location is determined by purposive research. To strengthen and
clarify the quantitative data in-depth interviews were conducted with six speakers who
worked or work in the field of information and communication technology (ICT).
Results showed that although old enough to know open source software, but not
used, among others, because not used to operate it, is not compatible with software
proprietary.Teman / peers are the main information source OSS, while socialization is
directly either from the Ministry of Communications and Information Technology , or
from the Information Agency and the Regional Government of Bali Province Telematics
never followed by the respondent.
In addition to increased socialization with the right target, it is expected the
Ministry of Communication and Information and its agencies associated with the use of
OSS may issue regulation that are more conducive to encourage government officials to
implement it in their respective intuition.

Keywords: Use of Open Source Software, Socialization, Information Resources

Latar Belakang Masalah


Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sudah sedemikian rupa
pesatnya sehingga memengaruhi cara bekerja dan berkomunikasi manusia. Dewasa ini
hampir tidak ada lagi orang yang tidak mengetahui komputer dan telepon genggam atau
handpone (HP). Peralatan (gadget) itu telah banyak digunakan di kalangan masyarakat
untuk keperluan komunikasi dan mempermudah penyelesaian pekerjaan. Maraknya
pemakaian komputer tentu menggembirakan karena dapat mendorong berkembangnya
teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technology atau
ICT) di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah berkepentingan untuk mencari strategi
dan cara meningkatkan minat masyarakat untuk memanfaatkan komputer dan internet
secara sehat dan legal.
Sejauh ini kebanyakan komputer yang digunakan di kantor pemerintahan berasal
dari peranti lunak proprietary, salah satunya adalah sistem operasi dari microsoft.
Menurut Dwi Handoko (2005 :31), “peranti lunak proprietary mengacu kepada suatu
peranti lunak yang dikembangkan oleh vendor di mana kode programnya (source code)
tertutup dari pengguna, sedangkan peranti lunak open source yang dikembangkan oleh
komunitas yang bekerja secara voluntir dan kode programnya dapat dilihat oleh
pengguna”. Sebagai closed source software, komputer dengan sistem operasi tersebut
tentu bersifat monopoli dan tidak bebas untuk dikembangkan kecuali oleh perusahaan
pemiliknya sendiri. Di satu pihak permintaan terhadap peranti lunak milik Microsoft
cukup tinggi, sedangkan di pihak lain harganya terbilang mahal dan kesadaran
masyarakat menghargai hak cipta dan membayar pajak masih rendah. Akibatnya, tidak
mengherankan apabila muncul pembajakan atau penggunaan perangkat ini di berbagai
kantor dan perumahan secara ilegal. Menurut Donny A Sheyoputra, “pada tahun 2005
sekitar 87 persen peranti lunak dalam komputer yang beredar di Indonesia bajakan, tahun
2006 menurun menjadi 85 persen dan tahun 2007 tinggal 84 persen. Selain merugikan
negara karena para pembajak tidak membayar pajak juga merugikan industri peranti lunak
karena terjadi persaingan tidak sehat”. (Kompas, 13/6/2008, hal 12)
Banyaknya penggunaan bajakan peranti atau perangkat lunak windows itu di
kalangan pemerintahan, masyarakat dan dunia swasta merupakan pelanggaran Hak atas
Kekayaan Intelektual (HaKI) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002 tentang hak cipta. Dorongan kebutuhan ternyata seringkali jauh lebih besar
daripada kewajiban menghormati hak cipta perangkat lunak itu. Pembajakan ini juga
menimbulkan citra negatif karena negara kita dimasukkan dalam “priority watch list”
dari sebelumnya “watch list” berkaitan dengan pembajakan perangkat lunak komputer,
film dan musik. (Koran Jakarta, 2/5/2009, hal 15)
Salah satu langkah yang ditempuh pemerintah untuk melawan pembajakan
software adalah melakukan sosialisasi baik mengenai HaKI maupun menggalakkan
penggunaan open source software (OSS) di instansi pemerintah dan masyarakat. ”Dengan
adanya OSS ini diharapkan dapat menjawab tantangan yang disebabkan oleh banyak
beredarnya perangkat lunak bajakan atau ilegal yang melanggar Hak atas Kekayaan
Intelektual (HaKI). Secara international, Indonesia masih termasuk dalam daftar Negara
Prioritas untuk diawasi (Priority Watch List) berdasarkan usulan International
Intellectual Property Alliance (IIPA) kepada United State Trade of Representative
(USTR), salah satunya karena dianggap belum berhasil dalam mengatasi pembajakan
perangkat lunak komputer” (Pusat Litbang Aptel, SKDI (2007 : 2) Pemerintah
mencanangkan penggunaan OSS dengan “deklarasi program Indonesia Go Open Source
(IGOS) 30 Juni 2004 oleh Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara, Departemen Komunikasi dan Informatika, Departemen
Pendidikan Nasional dan Departemen Kehakiman dan HAM. Program ini merupakan
upaya untuk peningkatan dan pengembangan industri software lokal dalam menghadapi
persaingan global, meningkatkan kreatifitas anak bangsa dan penegakan hak atas
kekayaan intelektual”. (Departemen Komunikasi dan Informatika, 2005 : 28). Esensinya
adalah “menggelorakan semangat Indonesia Go Open Source (IGOS) yaitu semangat
membangun peranti lunak yang memenuhi kebutuhan mendasar bagi pengguna komputer
tanpa kekhawatiran melanggar HaKI dan tanpa pemborosan uang untuk membayar lisensi
yang harus dibayarkan kepada pemilik yang notabene menjadi dampak negatif atau
ancaman globalisasi” (Kusmayanto Kadiman, 2007)
Selain deklarasi itu, Menteri Komunikasi dan Informatika mendorong pemakaian
dan pemanfaatan penggunaan peranti lunak legal di lingkungan instansi pemerintah
melalui surat edaran Nomor 05/SE/M.KOMINFO/10/2005 tanggal 24 Oktober 2005.
Ada lima pertimbangan pemanfaatan dan penggunaan aplikasi perangkat lunak legal
lokal berbasis open source, yaitu (1) aplikasi perangkat lunak legal lokal open source
lebih kompetitif dan terjangkau dibanding dengan aplikasi perangkat lunak lainnya, (2)
penghematan dalam penggunaan devisa negara dan dapat mengurangi tingkat
ketergantungan impor teknologi dan sumberdaya manusia, (3) peningkatan reliabilitas
(realibility) dan peningkatan keamanan (secure) dalam penggunaan aplikasi perangkat
lunak, (4) terbukanya kesempatan pengembang perangkat lunak lokal dalam persaingan
global, (5) memungkinkan peningkatan kapasitas penelitian dan pengembangan dan
perguruan tinggi dalam pengembangan teknologi informasi dan komunikasi secara
nasional. Berbagai kelebihan OSS ini merupakan salah satu materi yang perlu
disosialisasikan sehingga dipahami oleh aparatur pemerintah dan masyarakat secara luas.
Deklarasi IGOS-II pada tanggal 27 Mei 2008 diperluas meliputi 18 kementerian
dan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) seperti dimuat dalam surat edaran
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : SE/01/M.PAN/3/2009 tanggal
30 Maret 2009 tentang Pemanfaatan Perangkat Lunak Legal dan Open Source Software
(OSS). Isi lainnya mewajibkan Instansi Pemerintah untuk menggunakan perangkat lunak
open source guna menghemat anggaran pemerintah; dan paling lambat 31 Desember
2011 seluruh instansi pemerintah sudah menerapkan penggunaan perangkat lunak legal.
Implikasi kedua kebijakan itu adalah mendorong penggunaan dan pemanfaatan
OSS yang lebih murah dan legal sebagai salah satu upaya untuk menghilangkan
pembajakan perangkat lunak proprietary. Penggunaan OSS dimulai dari instansi
pemerintah yang diharapkan dapat diikuti oleh sektor swasta dan masyarakat. Untuk itu,
diperlukan penelitian mengenai bagaimana sosialisasi OSS selama ini dilaksanakan
pasca deklarasi IGOS-I dan kebijakan Menteri Komunikasi dan Informatika tanggal 24
Oktober 2005 pada instansi pemerintah di Denpasar, Provinsi Bali.

Perumusan Masalah
Masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana penggunaan perangkat lunak open source pada instansi pemerintah di
Denpasar, Provinsi Bali ?
2. Bagaimana pelaksanaan sosialisasi perangkat lunak open source pada instansi
pemerintah di Denpasar, Provinsi Bali ?

Tujuan dan Kegunaan


Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan perangkat lunak open source pada
instansi pemerintah di Denpasar, Provinsi Bali.
2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan sosialisasi perangkat lunak open
source pada instansi pemerintah di Denpasar, Provinsi Bali.
Hasil penelitian berguna bagi Departemen Komunikasi dan Informatika sebagai
bahan masukan bagi peningkatan program IGOS serta sebagai bahan evaluasi
pelaksanaan sosialisasi OSS. Untuk instansi pemerintah di Denpasar hasil
penelitian berguna sebagai masukan dalam rangka migrasi dari windows ke OSS.
Di samping itu, hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai referensi bagi kalangan
akademisi dan praktisi yang berminat terhadap pengembangan OSS.

Kerangka Pemikiran
Salah satu hambatan yang umum terjadi dalam pelaksanaan suatu program
pemerintah kurangnya informasi yang disampaikan kepada khalayak yang berkepentingan
dengan tujuan program tersebut. Khalayaknya kurang mendapat informasi yang cukup
sehingga bersikap ragu-ragu karena kurang mengetahui apa yang seharusnya dilakukan
dan dalam hal apa ikut berpartisipasi. Sosialisasi pada dasarnya merupakan proses
penyampaian informasi tentang suatu program pemerintah kepada masyarakat. Kegiatan
sosialisasi yang mendahului atau menyertai suatu program itu juga seharusnya berlaku
terhadap penggunaan OSS. Sejauh ini, indikasi penggunaan open source software
(perangkat lunak open source) semenjak 30 Juni 2004 belum dilaksanakan secara
maksimal.
Untuk memahami penggunaan OSS di kalangan aparatur pemerintah di daerah
diperlukan informasi yang benar dan lengkap dari sumber informasi yang kredibel.
Kredibilitas sumber ini penting agar informasi yang disampaikan dipercaya khalayaknya.
Dengan demikian, informasi itu bermanfaat bagi penerimanya menghilangkan keraguan
dalam menyikapi OSS. Betapa pentingnya informasi guna mengurangi atau
menghilangkan ketidakpastian dalam diri manusia merupakan suatu keniscayaan yang
tidak dapat dimungkiri. Informasi menghapuskan kebimbangan seseorang dalam
menghadapi pilihan-pilihan yang akan diputuskannya. “information refers to the
opportunity to reduce uncertainty. It gives us a chance to reduce entropy” (Claude
Shannon & Warren Weaver, dalam Griffin, 1997 :50) “Entropi adalah ketidakpastian
atau ketidakteraturan suatu situasi. Dalam teori informasi, kita menghubungkannya
dengan tingkat kebebasan memilih yang dimiliki seseorang dalam membangun sebuah
pesan” (Werner J. Severin dan James W. Tankard, Jr, 2007 : 60)
Pandangan itu sejalan dengan apa yang dikemukakan Gordon B. Davis (1995 :28)
bahwa “informasi mengurangi ketidakpastian ... dan karena itu mempunyai nilai dalam
proses keputusan”. Informasi yang mengandung kebenaran karena disampaikan oleh
komunikator yang memiliki keahlian di bidangnya dapat menghilangkan ketidakpastian.
Demikian pula informasi yang tepat akan berguna bagi penerimanya. ) “Kebutuhan
seseorang akan informasi juga ditinjau dari segi kualitasnya ... tingkat kegunaannya
(useful), nilainya (valuable), faktualitasnya (factual), keterandalannya (reliable),
ketepatannya (precision), dan kebenarannya (truth). (Sasa Djuarsa Sendjaja, 1993 :87).
Ketepatan informasi berkaitan dengan keadaan dan kebutuhan khalayak.. “Pesan satu-sisi
adalah paling efektif bagi orang-orang berpendidikan lebih rendah dan pesan dua-sisi
adalah paling efektif bagi orang-orang berpendidikan lebih tinggi” (Werner J. Severin dan
James W. Tankard, Jr, 2007 :183) Dalam konteks ini, materi sosialisasi OSS mencakup
dua-sisi, yaitu informasi perangkat lunak open source dan proprietary
Menurut B. Kuppuswamy (1975 :39) “socialization is the interactional process by
which the child’s behavior is modified to conform to the expectations held by the
members of the group to which he belongs” Dalam sosialisasi terjadi proses interaksi
yang tiada lain merupakan proses komunikasi yang melibatkan unsur-unsurnya. Informasi
dapat disampaikan dengan komunikasi interpersonal atau tatap muka maupun melalui
media massa. Media massa juga tidak kalah perannya dalam sosialisasi, sebagaimana
dikatakan oleh Denis McQuail (1987 : 251) “media memainkan peran dalam awal
sosialisasi anak-anak dan sosialisasi orang dewasa...sebagai upaya mengajarkan norma
dan nilai yang mapan melalui pujian dan hukuman simbolis bagi berbagai jenis
perilaku”.
Variabel penelitian sosialisasi dijabarkan menjadi tiga sub variabel (1) sumber
informasi OSS, (2) lama mengenal OSS, dan (3) kendala / hambatan OSS. . “Sumber
informasi dalam sosialisasi biasa disebut sosialisator, sama halnya dalam kegiatan
komunikasi disebut komunikator bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dan
kepentingan khalayak (BPPI Makassar, 2007 :19) Sumber informasi atau komunikator
merupakan salah satu unsur penting dalam sosialisasi. “Kredibilitas adalah aset terpenting
dari seorang komunikator” ( Werner J. Severin dan James W. Tankard, Jr, 2007 :162)
Menurut Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss, (2000 :117), “kredibilitas sumber berarti
persepsi penerima terhadap keotoritatifan pembicara dalam topik tertentu, wataknya, dan
dalam derajat yang lebih rendah, kedinamisannya” Keotoritatifan atau keahlian sumber
informasi dalam OSS penting diperhatikan karena menimbulkan kepercayaan bagi
penerima informasi.

Definisi Operasional
Sosialisasi adalah sebuah proses pemberitahuan, pengumuman secara besar-
besaran, mengabarkan pada khalayak ramai tentang sesuatu yang urgent, sesuatu yang
harus segera diketahui khalayak. Medianya bisa bermacam-macam seminar, iklan,
pemberdayaan di media cetak maupun elektronik, juga poster-poster di pinggir jalan
(http://id.answer.yahoo.com/question/index?qid=20090118000121AaoAt2, tanggal
17/2/2001)
Sosialisasi adalah proses penyampaian materi atau informasi OSS (dan perangkat
lunak proprietary) kepada karyawan atau pegawai baik melalui komunikasi interpersonal
maupun media massa dan internet pada instansi pemerintah di Denpasar, Provinsi Bali.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan sumber informasi adalah
komunikator (dalam komunikasi interpersonal) dan sumber yang memberikan informasi
(pendidikan, pelatihan, seminar), media massa, internet, penerbitan (buku,
brosur/leaflet/pamplet/spanduk) dan reklame luar ruang (baliho).
Lama mengenal OSS adalah jangka waktu mengenal atau mengetahui tentang
OSS.
Kendala adalah halangan, rintangan (WJS. Poerwadarminta, 1976: 479),dalam
penelitian ini kendala OSS dimaksudkan berupa hambatan yang terdapat dalam OSS.
Open source adalah source code yang dibuka dan biasanya didistribusikan untuk
publik...Perangkat lunak yang dihasilkan dari open source biasanya disebut Open Source
Software atau sering disingkat OSS. (Depkominfo, 2008a : 1-2) Open Source Software
(OSS) is computer software for which the source code and certain other rights normally
reserved for copyright holders are provided under a software licence that meets the open
source Definition or that is in the public domain. ( http://en wikipedia.org/wki/open-
source_software, tanggal 5/2/2010)
Perangkat Lunak adalah komponen dari sistem komputer berupa program yang
mengatur proses-proses bagaimana perangkat keras bekerja untuk mengolah data
sehingga menghasilkan output sesuai dengan yang diharapkan user. Secara garis besar
perangkat lunak terdiri dari dua jenis, yaitu perangkat lunak sistem dan perangkat lunak
aplikasi. (Depkominfo, 2008a : 1)
Perangkat lunak sistem atau system sofware adalah program yang mengendalikan
operasi dari komputer dan komponen-komponennya. Secara umum terdapat dua jenis
system sofware yaitu sistem operasi (Operating System/OS) dan program utility. Sistem
operasi adalah sekumpulan program yang mengatur semua aktivitas hardware dan
memungkinkan kita untuk menggunakan application software. (Indriyatno Banyumurti,
t.t: 3-4)
Penggunaan OSS adalah tingkat atau persentase pemakaian perangkat lunak OSS
pada instansi pemerintah dalam melaksanakan kegiatan perkantoran sehari-hari.
Instansi pemerintah adalah pemerintah provinsi dan pemerintah kota serta instansi
vertikal Badan Pusat Statistik yang berkedudukan di Denpasar, Provinsi Bali.

Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
metode survey. Jumlah responden dan lokasi penelitian ditentukan secara bertujuan atau
purposive oleh Pusat Penelitan dan Pengembangan Aplikasi Telematika dan Sarana
Komunikasi Diseminasi Informasi di Jakarta. Kota Denpasar dipilih sebagai salah satu
dari 11 lokasi penelitian dalam “Studi Penggunaan dan Pengembangan Perangkat Lunak
Open Source Pada Institusi Pemerintahan berdasarkan potensi pengembangan OSS dan
keberadaan komunitas OSS” (Pusat Litbang Aptel, SKDI, 2007 : 8) Menurut Suharsimi
Arikunto (2002 : 117), “sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek
bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan
tertentu... Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang
paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat populasi (key subjects)” Ciri-ciri yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah keterlibatan responden dalam TIK baik secara
individu maupun melalui instansinya. Dalam hubunganya dengan sampel purposive
Eriyanto (1999 : 110) mengatakan “karena menyangkut populasi yang spesifik, sukar
sekali untuk membuat daftar kerangka sampel yang memuat nama-nama...” Oleh sebab
itu dalam penelitian sosialisasi OSS target populasi adalah karyawan yang sehari-hari
bekerja dengan menggunakan TIK atau karyawan yang bekerja di instansi pemerintah
yang nomenklaturnya berkaitan dengan pengembangan TIK.
Jumlah responden yang telah ditentukan Pusat Litbang Aptel SKDI tersebut,
yakni 30 orang yang tersebar di tiga instansi, yaitu (1) Badan Informasi dan Telematika
Pemerintah Provinsi Bali 17 orang , (2) Kantor Pusat Data Elektronik Kota Denpasar 8
orang. (3) Bappeda Pemerintah Provinsi Bali 5 orang. Pengumpulan data pada ketiga
instansi pemerintah yang berada di Kota Denpasar dilakukan dengan mengedarkan
kuesioner kepada responden yang pekerjaan pokoknya berkaitan dengan penggunaan
TIK khususnya komputer. Distribusi atau sebaran kuesioner di tiga instansi itu dilakukan
secara proporsional dengan mempertimbangan jumlah pegawai yang menangani tugas
dan pekerjaan di bidang TIK. Pengumpulan kuesioner dan wawancara mendalam serta
observasi dilaksanakan oleh petugas lapangan dalam bulan Mei 2007 dengan mendapat
pelatihan (coaching) dan supervisi dari peneliti.
Sejak awal disadari bahwa data kuantitatif yang diperoleh dari responden kurang
mampu menggambarkan realitas sosial di lapangan secara utuh. Oleh sebab itu,
pengumpulan data kualitatif dibutuhkan untuk melengkapinya melalui wawancara
mendalam (depth interview) dan observasi di instansi pemerintah yang diteliti.
Wawancara mendalam dengan enam orang informan atau narasumber yang pekerjaan
atau kepakarannya, berkaitan dengan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya
keterlibatannya dalam OSS, yaitu (1) pemerhati teknologi informasi, (2) akademisi TIK,
(3) praktisi TIK (4) pakar TIK, (5) pengelola atau administrator sistem informasi pada
instansi pemerintah, (6) pengelola atau administrator telematika pada instansi pemerintah.
Analisa data dilakukan terhadap data kuantitatif melalui penyajian Tabel. Data
berupa persentase digunakan bersama dengan data kualitatif yang diperoleh dari hasil
wawancara mendalam dan observasi. Dengan menggabungkan kedua pendekatan dalam
analisis data terutama pada level pembahasan dapat diperoleh deskripsi mengenai
permasalahan penelitian secara utuh. Dari pembahasan yang bertitik tolak dari Tabel
dengan penjelasan yang berasal dari data kualitatif dicoba ditarik kesimpulan.

Gambaran Lokasi Penelitian


Pulau Bali sebagai salah satu tujuan wisatawan sudah mendunia. Wisatawan asing
yang datang dari mancanegara setiap hari mudah ditemukan di tempat wisata. Kota
Denpasar terkenal sebagai kota pariwisata yang memiliki pantai Kuta dan Jimbaran.
Selain sebagai kota pariwisata yang bertaraf internasional, sebagai ibukota provinsi Bali
kota ini menjadi pusat pemerintahan, pendidikan, perekonomian dan pusat kegiatan
lainnya. Kedudukannya yang multi fungsi dan letaknya pada posisi penghubung dengan
kota-kota kabupaten membutuhkan infrastruktur dan sarana umum , serta situasi
keamanan yang mendukung aktivitas penduduknya.
Topografi kota Denpasar umumnya miring kearah selatan dengan ketinggian
antara 0-75 m di atas permukaan laut. Morfologi landai dan beriklim tropis dengan musim
kemarau dipengaruhi angin timur (Juni-Desember) dan musim hujan dengan angin barat
(September-Maret) dengan diselingi musim pancaroba. Suhu antara 25,4o C -28,5o C
dengan suhu maksimum pada Januari dan suhu minimum pada Agustus. Jumlah curah
hujan tahun 2002 antara 0-406 mm, tertinggi pada Pebruari (406 mm) dan terendah pada
Oktober (0 mm). (Bagian Humas Setda Kota Denpasar 2006, 16-17 )
Secara administratif Denpasar terbagi menjadi 4 wilayah kecamatan, 16
kelurahan, 27 desa dinas, 39 desa adat, 285 banjar adat. Luas wilayah Kota Denpasar
127,78 km2 dengan kecamatan Denpasar Selatan 49,99 km2 sebagai wilayah terluas. Luas
lahan kota ini tahun 2005 seluas 15.583 Ha yang terbagi luas lahan sawah 5.547 Ha,
lahan perkebunan 35 Ha, lahan kering 10.001 Ha. (Bagian Humas Setda Kota Denpasar
2006, 23 dan 27 )
Lebih lanjut dikemukakan pada tahun 2004 jumlah penduduk Kota Denpasar
tercatat 444.527 jiwa dengan tingkat pertumbuhan 6,23 %. Tingkat kepadatan penduduk
rata-rata 4.427 orang/km2. Penduduk yang memeluk agama Hindu 325.917 orang, Islam
62.893 orang, Katolik 8.541 orang, Kristen Protestan 10.079 orang, Budha 5.304 orang.
Rumah peribadatan terdapat 7 Pura dan Kayangan, 105 Pura Kayangan Tiga, 38 Mesjid,
38 Gereja Kristen Protestan, 3 Gereja Katolik, dan 4 Biara.
Dalam tahun tersebut, tercatat jumlah sekolah negeri 218 unit SD, 43 unit SMP,
45 unit SMA/SMK. Jumlah sekolah swasta terdapat 34 unit SD, 43 unit SMP, 32
SMA/SMK. Angkatan kerja 4.873 orang terdiri dari 1.066 orang yang bekerja, dan 3.771
orang tidak terserap di pasar kerja. Dilihat dari pendidikan pencari kerja sebesar 42,90 %
merupakan lulusan sarjana, 21,75 % diploma, 34,17 % SLTA, 1,02 % SLTP, dan 0,25 %
SD. Lapangan usaha utama penduduk, sebagian besar mereka bekerja di sektor jasa
sebesar 48,98 %, sektor perdagangan 32,25 %, sektor pertanian 4,22 % dan sektor lainnya
0,57 %.
Di sektor telekomunikasi terdapat 87.746 sambungan induk, dengan 3 STO, 511
telepon koin, 135 telepon umum kartu, dan 126 wartel. Pelayanan Pos dan Giro sudah
menjangkau seluruh wilayah Kota Denpasar. Di tiap desa/kelurahan tersedia 1 Pos dan
Giro tambahan. Di samping itu, terdapat 12 unit mobil dinas Pos Keliling, 10 unit sepeda
motor dinas pos keliling, dan 10 unit mobil sarana angkutan.
Sebagai sebagai salah tujuan wisata di Bali, Kota Denpasar mengalami
pertumbuhan penduduk dan pembangunan sarana yang pesat sehingga memiliki tingkat
kerawanan yang cukup tinggi. Guna memberikan kenyamanan kepada wisatawan,
Pemerintah Kota Denpasar bekerja sama dengan Yayasan Pembangunan Sanur memasang
CCTV (Circuit Close Television) di 18 titik di wilayah Sanur. Di samping itu, guna
memberikan pelayanan prima pada perizinan dilakukan revitalisasi Unit Pelayanan
Terpadu (UPT) atau One Stop Service. Revitalisasi UPT didukung penerapan teknologi
informasi dengan menghubungkan Dinas-Dinas terkait pelayanan publik secara on line.
(Bagian Humas Setda Kota Denpasar 2006 : 27,37,38 39, 43,44,46 )

Identitas Responden
Dari 30 orang responden terrdapat pegawai berusia muda di bawah 25 tahun
13,33%, persentase berusia 25-45 tahun dan 46-55 tahun sama besar, yaitu 43,33 %.
Pegawai berusia muda memiliki potensi lebih besar menguasai teknologi informasi dan
komunikasi. Pegawai di bawah 25 tahun diharapkan dapat menjadi faktor pendorong
memajukan TIK, khususnya perangkat lunak open source. Biasanya karyawan muda
lebih cepat dan mudah memanfaatkan peralatan (gadget) teknologi informasi baru,
termasuk komputer daripada pegawai yang sudah berusia tua.
Pegawai di atas 46 tahun hingga 55 tahun apalagi pegawai yang menjelang usia
pensiun (56 tahun) tidak begitu intensif menggunaan komputer di kantor. ) Kerapkali
tampak karyawan tua menjadi gagap teknologi (gaptek) dalam mengoperasikan komputer.
Segelintir pegawai yang belum lancar mengoperasikan komputer masih ditemukan di
instansi yang diteliti, bahkan “masih ada menyentuh komputer untuk bekerja masih
enggan. Yang lain kemampuan menggunakannya sudah lumayan bagus”.2)
Status kepegawaian menunjukkan 79 % merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS)
dan 3,33 % CPNS. Di luar itu masih ada Honorer 3,33% dan status lain-lain 13,33 %.
Apabila dilihat dari segi pendidikan, ternyata tingkat pendidikan pegawai cukup
bervariasi mulai dari tingkat sekolah dasar/menengah (10%), D1-D3 (3,33%), S1 (66,66
%) dan pascasarjana S2 (20%). Mayoritas responden merupakan lulusan S1 dan S2
sebanyak 86,66% sehingga prospek perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
cukup baik di Bali.
Pendidikan formal responden di bidang komputer 20 % dapat menjadi modal
untuk terus meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan komputer. Ilmu komputer yang
diperoleh dari perguruan tinggi memudahkan karyawan meng-implementasikan
perangkat lunak OSS.
Tabel 1: Jenis Pendidikan
No Jenis Pendidikan F %
1 Ilmu Komputer 6 20
Ilmu Eksakta non
2 2 6,66
Komputer
Ilmu Hukum, Sastra, 36,6
3 11
Sosial dan Politik 6
36,6
4 Lainnya (ekonomi, dsb) 11
6
Jumlah 30 100

Masalahnya, jumlah karyawan yang berpendidikan ilmu komputer ternyata masih


minim. Untuk menangani pekerjaan kantor yang menggunakan komputer jauh dari
mencukupi, hanya ada 6 orang pegawai atau 20 %. Dalam Tabel 1 dapat dibaca bahwa
jurusan atau latar belakang pendidikan pegawai yang nonkomputer ternyata amat besar
80%. Perbandingan jumlah pegawai berdasarkan jenis pendidikan kurang proposional
guna mempercepat kemajuan TIK di pemerintahan. Kenyataannya, semakin banyak
tugas dan pekerjaan kantor sekarang yang diolah dengan komputer dan semakin sedikit
memakai cara manual. Bahkan di kantor BPS Bali hampir seluruh pekerjaan
memanfaatkan komputer, karena “secara umum di sini melaksanakan sensus. Yang
pertama adalah segi pengolahan data yang dikumpulkan dari lapangan, kuesioner
masuk dikumpulkan, ditransfer ke data entry masuk ke data base. Dari segi diseminasi,
yang menggunakan website masuk ke website untuk menampilkan dan juga membuat
publikasi. Membuat format-format itu semua computerized”.1) Pergeseran pekerjaan
kantor ke arah serba komputer menuntut tersedianya sejumlah SDM yang menguasai
komputer.
Apabila dilihat dari pekerjaan, jumlah karyawan yang menangani teknologi
informasi dan komunikasi (29,99 %) terdiri dari operator komputer (16,66 %) dan teknisi
komputer (13,33 %) seperti dapat dilihat pada Tabel 2. Hal ini cukup menggembirakan
karena di samping adanya
Tabel 2: Jabatan / Pekerjaan
No Jabatan/Pekerjaan F %
1 Struktural 9 30
2 Administrasi 7 23,33
3 Teknisi 4 13,33
4 Operator Komputer 5 16,66
5 Lainnya 5 16,66
Jumlah 30 100

operator komputer terdapat pula tenaga teknisi yang bekerja bersama-sama di satu kantor.
Operator komputer ditempatkan di unit kerja bidang administasi untuk melakukan
pengolahan data dan pelayanan media on line. Operator jarang bisa mereparasi komputer
yang dipakainya sehari-hari. Selama ini keluhan pengguna komputer umumnya mengenai
masalah teknisnya. Tenaga teknisi komputer memungkinkan untuk perbaikan komputer
dengan cepat sehingga dapat menjamin penyelesaian pekerjaan tepat waktu. Keduanya
saling komplementer untuk menyelesaikan pekerjaan kantor khususnya yang berkaitan
dengan TIK.
Secara kualitatif, keberadaan teknisi dan operator komputer dapat mendorong
penggunaan OSS di kemudian hari. Namun, dari segi kuantitas masih kurang memadai
karena jauh dari kebutuhan kantor sehari-hari. Jumlah SDM TIK (29,99%) lebih sedikit
daripada jumlah tenaga administratif dan struktural.(70%). Ini berarti, jumlah 9 orang
SDM TIK berhadapan dengan volume pekerjaan teknologi informasi yang terus
meningkat. Oleh karena itu, penambahan jumlah tenaga komputer dan teknisi di satu
pihak dan mengurangi pegawai administrasi dan struktural di pihak lain merupakan
persyaratan organisasi yang bersifat fungsional TIK.
Pembahasan

Penggunaan Perangkat Lunak Open Source


Upaya untuk menggunakan open source software (OSS) sebagai alternatif dari
perangkat lunak proprietary di instansi pemerintah tidak saja merupakan strategi yang
harus ditempuh untuk bisa keluar dari kemelut pembajakan, tetapi juga bagian dari proses
pengembangan TIK, khususnya perangkat lunak komputer yang berbasis pada
kemampuan dalam negeri. Usaha pemerintah untuk meningkatkan penggunaan dan
pengembangan perangkat lunak berbasis pada komponen lokal juga dimaksudkan untuk
memajukan industri telematika dan perekonomian bangsa. Hal ini sesuai dengan misi
Departemen Komunikasi dan Informatika (2004-2009) ”mengembangkan standardisasi
dan sertifikasi dalam rangka menciptakan iklim usaha yang konstruktif dan kondusif di
bidang industri komunikasi dan informatika” (Departemen Komunikasi dan Informatika,
2005 : 10). Pengembangan OSS tersebut juga sejalan dengan misi Kementerian
Komunikasi dan Informatika (2010-2014) yang ” mengembangkan sistem kominfo yang
berbasis kemampuan lokal yang berdaya saing tinggi dan ramah lingkungan”
(Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2010 : 24) Penggunaan dan pengembangan
OSS diharapkan selain memenuhi standard juga merupakan perangkat lunak dengan
komponen kandungan lokal cukup besar dan tidak merusak lingkungan. Dengan adanya
standardisasi dan sertifikasi komputer, termasuk perangkat lunak sistem operasi dan
aplikasinya tentu memberikan kepastian hukum bagi industri dan pemakainya. Untuk
itu pemerintah berusaha mendorong penggunaan OSS yang memenuhi standard dan juga
bersifat legal terutama di instansi pemerintah.
Tindakan terhadap pemberantasan perangkat lunak bajakan dengan cara
mendorong penggunaan dan pengembangan OSS semakin penting artinya di tengah-
tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Setiap kebijakan
yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penggunaan dan pengembangan OSS,
hal itu berguna sebagai indikasi awal bahwa pemerintah bersungguh-sungguh untuk
menghentikan pembajakan sistem operasi dan aplikasi komputer di Tanah Air. “Karena
itu kebijakan teknologi harus diarahkan untuk menyesuaikan sistem inovasi pada kondisi
yang terus berubah, melalui pembelajaran dan percobaan (learning and experimentation);
pencarian dan penelitian (search and research)” (Ikbal Maulana, 2006 :132). Kebijakan
pemerintah merupakan suatu alternatif yang menguntungkan seperti dimuat dalam surat
edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2005. Dalam jangka
panjang kebijakan ini dimaksudkan untuk menciptakan iklim kondusif bagi
pengembangan OSS sekaligus meniadakan pembajakan perangkat lunak proprietary.
“Pengadaan perangkat lunak pada Instansi Pemerintah harus legal atau sesuai dengan
aturan hukum yang berlaku baik dalam pengembangan dan distribusinya. Karena erat
kaitannya dengan berlakunya UU HaKI (UU 19 /2002)”5)
Temuan penelitan menunjukkan bahwa semua responden terbukti masih
menggunakan perangkat lunak proprietary yang diperoleh melalui berbagai cara, yaitu
beli dengan lisensi individu (60%), beli dengan lisensi corporate (36,66%), dan beli atau
copy bajakan (3,33%). Tingginya persentase pemakaian komputer proprietary bisa
karena faktor masyarakatnya dan keunggulan/kelebihan yang terdapat dalam komputer
itu sendiri. “ Untuk Bali Microsoft minded karena user friendly sudah terbiasa, untuk
sekarang masih Microsoft. Microsoft sekarang cukup memadai, tapi cukup banyak yang
dikeluarkan untuk beli lisensi.”3) Oleh karena itu, komputer ini diusahakan dimiliki
dengan berbagai cara mulai dari yang legal sampai yang melanggar hukum. Meskipun
persentase pembelian copy bajakan relatif kecil, dampaknya cukup luas karena terjadi di
lingkungan pemerintahan. Pemerintah sebagai teladan diharapkan dapat berperan
memelopori penggunaan perangkat lunak legal dan open source software (OSS) yang
diikuti oleh masyarakat. “Sejauh instansi resmi, pengadaan resmi kecuali individu-
individu atau pribadi bisa membeli bajakan. Tapi kalau pemerintah harus asli” 2)
Secara kuantitatif komputer yang menggunakan OSS antara 0-10 %, dapat dilihat
pada Tabel 3. Artinya ada 30 responden yang memakainya dengan kapasitas di bawah 10
% atau
Tabel 3: Persentase Komputer
Menggunakan Sistem Operasi Open Source
(Misal Linux)

No Persentase Penggunaan F %
Sistem Operasi Open
Source
1 0 – 10 % 30 100
2 11 – 40 % - -
3 41 – 60 % - -
4 61 – 90 % - -
5 91 – 100 % - -
Jumlah 30 100
secara kualitatif penggunaan perangkat lunak sistem operasi open source pada instansi
pemerintah di Denpasar tidak ada, terutama di kantor yang diteliti. Padahal, berdasarkan
observasi dan wawancara dengan nara sumber ternyata komputer di kantor instansi yang
diteliti tidak menggunakan OSS. ”Fakta objektif masih Microsoft minded, tapi ke depan
harus migrasi ke OS, untuk migrasi ke OS satu edukasi. Sekian tahun sudah banyak di-
training. Banyak pihak mendorong, tapi belum tampak hasil signifikan. Untuk penerapan
OSS sangat terbatas, penyebabnya (1) karena dari segi kebiasaan belum diimbangi
dengan edukasi. (2) belum ada regulasi yang kondusif mendukung itu artinya belum
melihat gebrakan signifikan yang mendorong itu bahkan Presiden bertemu dengan
Microsoft. Itu artinya untuk mengukuhkan Indonesia Microsoft minded”.3) Untuk
menegaskan kepastian arah OSS di masa depan, “penerapan OSS dapat dimulai dari
instansi pemerintah dan pendidikan selanjutnya ke pihak swasta dan masyarakat”6)
Dalam hal penggunaan perangkat lunak aplikasi open source tidak jauh berbeda
seperti dapat dilihat pada Tabel 4. Secara persentase sedikit lebih bervariasi karena
terdapat 6,66 % responden masuk dalam 11-40 %, dan mayoritas 93,33 % dalam 0-10%.
Akan tetapi, intinya bahwa pengguna perangkat lunak aplikasi open source amat minim,
khususnya di kantor. Pengetahuan responden mengenai perangkat lunak aplikasi open
source cukup baik, tampak dari jawabannya. Ketigapuluh responden memberikan 41
jawaban ( satu orang responden dapat memberikan jawaban lebih dari satu) mengenai
aplikasi open source. Hasilnya adalah (1) perkantoran (word procecssing, speadsheet,
presentation) 15 jawaban, server (web,e-mail,database) 17 jawaban, alat bantu (antivirus,
statistik) 3 jawaban, hiburan (audio/video, games) 6 jawaban. Aplikasi lainnya seperti
teknikal (CAD/CAM, CAE, CASE), kolaborasi (groupware, VoIP), pengembangan
(compiler, interpreter), content management system (e-learning, e-library) tidak ada
jawaban. Esensi dari data ini adalah hampir semua komputer yang dipakai oleh
responden di kantor tidak menggunakan sistem operasi dan aplikasi open source seperti
Linux.

Tabel 4 : Persentase Penggunaan Perangkat Lunak Aplikasi


Berbasis Open Source

No Persentase Penggunaan F %
Perangkat Lunak Aplikasi
Open Source
1 0 – 10 % 28 93,33
2 11 – 40 % 2 6,66
3 41 – 60 % - -
4 61 – 90 % - -
5 91 – 100 % - -
Jumlah 30 100
Hal ini karena pengguna komputer yang bekerja di instansi pemerintah sejauh ini
merasakan ”microsoft sudah nyaman dan memadai. Microsoft cenderung membuat
produk yang mengada-ada supaya orang beli padahal dengan windows 2000 orang
sudah nyaman”.1) Walaupun diketahui bahwa OSS memiliki beberapa kelebihan seperti
”dari segi kreativitas kalau dikembangkan Linux lebih murah, bisa mendorong aplikasi
sistem operasi produk/merek Indonesia karena ia open., dari segi virus, Linux lebih
aman.”3), kenyataannya tidak digunakan sebagai sarana kerja. Padahal secara “finansial
OS malah lebih murah, tapi sudah terbiasa dengan program windows”1).
Tampak bahwa migrasi dari peranti lunak proprietary khususnya microsoft ke
open source software masih menghadapi sejumlah masalah. ”Beberapa masalah yang
menjadikan kegiatan OSS di Indonesia terhambat antara lain kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang OSS, mudahnya masyarakat dalam memperoleh perangkat lunak
bajakan, sulitnya memperoleh perangkat lunak OSS, masih minimnya penggunaan OSS
oleh dunia pendidikan dan lembaga litbang dan kurangnya dukungan pemerintah
(Puslitbang Aptel dan SKDI, 2007 : 61-62) Oleh karena hampir semua masalah tersebut
berakar dari kurangnya informasi OSS, maka sosialisasi menjadi kata kunci sebelum
berharap banyak terhadap penggunaan OSS khususnya di instansi pemerintah.

Sosialisasi OSS
Unsur utama dalam sosialisasi OSS adalah sumber informasi yang menyampaikan
informasi OSS kepada khalayak sehingga mengetahui atau mengenalnya. Kedalaman
informasi OSS yang diterimanya tergantung kepada darimana atau siapa sumbernya.
Kredibilitas sumber ini penting karena berkaitan dengan kepercayaan. Pendidikan formal
bidang komputer merupakan sumber informasi yang kredibilitasnya cukup tinggi karena
menyangkut pengetahuan dan keahlian bidang TIK. Pendidikan formal sebagai sumber
informasi (20%) dianggap paling dipercaya karena OSS diperoleh dari perguruan tinggi
sehingga dipahami dengan baik. Sedangkan teman atau sejawat (33,33 %) merupakan
sumber informasi yang paling mudah dihubungi dan berperan luas menularkan OSS
kepada sesama karyawan. Teman sebagai sumber
informasi dapat dihubungi hampir setiap waktu, terutama pada waktu
senggang.Umumnya, teman/sejawat itu adalah teknisi dan operator komputer.

Tabel 5 : Sumber Informasi Open Source Software (OSS)


%
No Sumber Informasi F
1 Pendidikan Formal 6 20
2 Seminar dan Pelatihan 5 16,66
3 Teman atau Sejawat 10 33,33
4 Internet 4 13,33
5 Media Massa 5 16,66
Jumlah 30 100
Oleh karena itu, secara informal berlangsung proses pembelajaran atau
pemindahan pengetahuan (transfer of knowledge) antarsesama pegawai. Penularan
pengetahuan OSS secara ”in house training” di kalangan pegawai dapat terjadi tanpa
mengganggu pekerjaan kantor sehari-hari.
Media massa (5%) tidak banyak berperan sebagai sumber informasi OSS, sedikit
di atas internet (4%) Pada umumnya liputan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi khususnya OSS di media massa daerah belum mendapat porsi pemberitaan
yang besar. Hal ini dapat dimengerti karena tiap media massa menyampaikan informasi
yang menjadi perhatian publik (agenda setting). Sebaliknya, internet yang banyak
memuat OSS ternyata jarang diakses pegawai sebagai sumber informasi.
Sumber informasi berupa seminar dan pelatihan OSS persentasenya hanya 16,66
% Alasannya, karyawan jarang mengikuti kegiatan itu baik yang diadakan kantor sendiri
maupun oleh instansi lain. Peranan pemerintah seharusnya cukup besar sebagai sumber
informasi baik untuk menyampaikan informasi OSS, maupun mengadakan seminar dan
pelatihan dengan peserta dari aparat instansi pemerintah di daerah. Terlebih karena
migrasi proprietary ke open source software tampaknya dilematis dengan kompleksitas
tinggi. Sebagai sumber informasi OSS pemerintah mungkin implisit dalam kegiatan
seminar dan pelatihan yang diselenggarakan instansi pemerintah dan swasta (16,66%).
Pelaksanaan sosialisasi OSS yang diselenggarakan instansi pemerintah terutama
oleh deklarator OSS masih dianggap kurang terkoordinasi. “Sosialisasi di pusat paling
bertanggung jawab Depkominfo dan Menristek. Di daerah BPS karena ada pejabat
fungsional komputer yang berhubungan secara fungsional. Universitas di daerah,
tergantung yang ada TI. Kalau UNUD ada pionir yang menangani TI dilibatkan sebagai
stakeholder pengguna.”1) Dalam sosialisasi perlu ditetapkan penanggung jawab tingkat
nasional sebagai ”leading sector” sehingga ada koordinasi dan sinkronisasi antar
Departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)serta BUMN/D dan
asosiasi TIK. Keterlibatan daerah tidak dapat diabaikan agar tercapai kerjasama yang baik
dalam sosialisasi OSS mulai dari Pusat sampai ke Daerah. “Sosialisasi berdua Daerah
dan Pusat. Daerah bisa sosialisasi, yang tahu masyarakat Pemda. Tidak boleh Pusat
saja, bisa terjadi apatisme di daerah misal orang Telkom, dan Kominfo tapi profesional
seperti Asosiasi Wartel, BUMN Telkom Daerah, Asosiasi Warnet dalam bentuk Tim
sehingga nyambung. Yang satu dari segi bagaimana barangnya, bagaimana
pengoperasiannya, peluangnya, aturannya, manfaatnya sehingga sinergi”2).
Untuk mencapai hasil maksimal dari sosialisasi OSS, selain unsur Pusat dan
Daerah, peran dunia usaha sebagai pembuka lapangan kerja dilibatkan agar terjalin
keterkaitan (linkage) dengan pendidikan dan pengembangan OSS. “Ada kerjasama
Depkominfo, Depdagri, Menristek, Kadin untuk melakukan sosialisasi. Misal bagaimana
pendidikan supaya sesuai dengan kebutuhan masyarakat, duduk Kadin, Depnaker dan
Depdiknas. Untuk pengembangan TI duduk bersama Depkominfo, sebagai center of
excellence, Deperindag, Depdagri dan Kadin sebagai pengguna. Keempatnya membuat
peraturan bersama OSS”4)
Departemen Komunikasi dan Informatika sebenarnya tidak saja mengeluarkan
regulasi, tetapi juga menerbitkan sejumlah buku panduan sebagai upaya untuk
mensosialisasikan open source di Indonesia. Pada tahun 2008 Direktorat Sistem
Informasi, Perangkat Lunak dan Konten, Ditjen Aplikasi Telematika setidaknya telah
menerbitkan buku-buku tutorial interaktif berbasis Open Source disertai dengan CD
petunjuk, yaitu (1) Sistem Keamanan Jaringan Informasi, (2) Keamanan Aplikasi &
Database Server , (3) Sistem Keamanan Transportasi Email, (4) Integrasi Keamanan
Sistem Informasi. Di samping itu, diterbitkan pula tutorial interaktif disertai CD petunjuk
yang berkaitan dengan keamanan data dan ketersediaan sistem informasi yang dapat
digunakan untuk sistem operasi GNU/Linux seperti buku ”High Availibility System” dan
”Pengamanan Server Menggunakan SMS”. Sebagai pedoman praktis dalam penggunaan
OSS diterbitkan beberapa buku (manual book) tutorial dasar penggunaan Linux disertai
DVD berupa quick tutorial untuk pemula, yaitu (1) IGOS Nusantara, (2) PC LinuxOS ,
(3) Mandriva, (4) Kubuntu, (5) Ubuntu. Buku-buku petunjuk praktis ini merupakan
referensi atau materi pelajaran OSS untuk tingkat pengguna komputer pemula. Dengan
terbitan tersebut diharapkan minat aparat dan masyarakat dapat meningkat terhadap OSS
sehingga mau menggunakan dan mengembangkan OSS.
Tabel 5 menunjukkan bahwa lama responden mengenal OSS sebagian besar
(43,33 %) kurang dari 3 bulan. Responden yang mengenal OSS lebih dari 3 tahun tercatat
16,66 %. Persentase yang mengenal OSS cukup lama 1-3 tahun juga cukup besar 36,66
%. Apabila deklarasi IGOS 30 Juni 2004 dianggap sebagai awal OSS secara
kelembagaan pemerintah, berarti waktu untuk menerapkan OSS sesungguhnya sudah
cukup lama. Tidak diterapkannya OSS bisa karena adanya keterbatasan dalam OSS atau
faktor kebiasaan (habit) pengguna komputer. Bahhan responden yang sudah mengetahui
OSS lebih dari 3 tahun, tetapi tidak memakainya di kantor karena kendala yang
dihadapinya. ”Pilihan waktu belajar (di luar negeri) pakai OS, pakai Linux dan compile
yang pakai Linux. Tapi tekanan dari luar, di ruangan ini kalau buka file tidak bisa.
Masalahnya di sini Open Source di tempat lain tidak.”1)

Tabel 5 : Lama Mengenal Open Source Software (OSS)

No Lama Mengenal OSS F %


1 Kurang dari 3 bulan 13 43,33
2 3 – 12 bulan 1 3,33
3 1 – 3 tahun 11 36,66
4 Lebih dari 3 tahun 5 16,66
Jumlah 30 100

Hambatan yang dipersepsikan oleh responden cukup bervariasi ketika


membicarakan OSS. Pada Tabel 6 terlihat 32,43 % responden (N=74 jawaban)
menghadapi kesulitan mengoperasikan OSS karena mengubah kebiasaan pengguna
komputer yang selama ini memakai peranti lunak proprietary. “Kendalanya adalah
merubah kebiasaan yang semula terbiasa menggunakan windows berailh ke Linux
memerlukan pelatihan atau Bintek bagi operator di instansi masing-masing” 6)
Walaupun mengubah kebiasaan tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat, perubahan itu
bukan suatu yang mustahil. ”Behavior bisa diubah dengan kebijakan. Anggap misalnya
kalau orang sudah terbiasa menggunakan micosoft itu suatu behavior. Kalau tidak
pernah dimulai kapan muncul behavior, harus ada saat dimulai. Di Indonesia kalau
pemerintah belum mulai belum bisa, pemerintah harus memberikan contoh misal uji
kompetensi sertifikat”4) Kendala lain dalam diri pengguna “gaptek, bisa diatasi dengan
pelatihan dengan mendatangkan instruktur. Bagi orang-orang yang sudah mempunyai
kebiasaan tidak sulit switch, tidak terlalu susah. Kebiasaan tidak jadi hambatan asal ada
reward dan punishment bagi orang yang bekerja di operator. Orang yang menggunakan
OSS diberi tunjangan karena punya skill. Mahal murahnya relatif tergantung pimpinan,
yang memahami betul TI menganggarkan dan menyediakan dana.2)
Kendala yang terdapat dalam OSS sendiri jauh lebih besar daripada faktor
kebiasaan pengguna komputer. Dari jawaban yang diberikan responden ada 62,17 %
berupa kendala penggunaan OSS yang terdapat pada OSS itu sendiri, seperti sulit
mendapatkan driver untuk beberapa peripheral (20,27 %), tidak kompatibel dengan
perangkat lunak proprietary.(14,86%), fitur yang kurang lengkap (1,35%). Soal fitur ini
berkaitan dengan informasi mengenai OSS sehingga turut berpengaruh pada
penggunaannya. “Kendala yang dihadapi para pengguna OSS secara umum pada
penggunaan fitur-ftur yang ada karena keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan,
keterbatasan infrastruktur dan infostruktur” 5)
Dalam kaitannya dengan berbagai macam kendala tersebut, materi yang relevan dan tepat
hendaknya mendapat perhatian dari penyelenggara sosialisasi. Informasi yang
disampaikan kepada pengguna komputer yang berpendidikan S1 dan S2 (86,66%)
bukanlah informasi satu-sisi tentang OSS semata. Agar pesan yang disampaikan efektif,
materi sosialisasinya mencakup peranti lunak proprietary dan OSS, terutama segi
keuntungan dan kerugian atau kendala masing-masing. Perbandingan keduanya
dikemukakan bahwa “walaupun Linux berkembang masih sulit, belum se-powerfull
Microsoft, Microsoft segalanya tinggal klik. Kalau Linux masih terbatas, orang ingin
gampang dan murah di situ keterbatasannya. Lebih murah bisa melibatkan banyak
orang, belanja beli Microsoft bisa dikompensasi untuk pelatihan. Linux. Dari segi
kecepatan, sekedar office biasa, tapi harus dilihat per kasus, aplikasi-aplikasinya.3)
Informasi yang berimbang mengenai keuntungan dan kerugian kedua perangkat lunak ini
penting sebagai bahan masukan pengambilan keputusan yang tepat.

Tabel 6 : Kendala/Hambatan Open Source Software (OSS)


No Kendala/Hambatan OSS F %
1 Sulit dlm pengoperasiannya krn 24 32,43
tdk biasa
2 Tidak menarik perhatian 10 10
3 Banyak pekerjaan tdk bisa 9 12,16
dikerjakan
4 Tdk kompatibel dgn per.lunak 11 14,86
proprietary
5 Sulit mendptkan driver utk bbrp 15 20,27
peripheral
6 Fitur yang ada kurang lengkap 1 1,35
7 Lainnya 4 5,40
Jumlah 74 100
*

*N=74 merupakan jumlah jawaban dari 30 responden (tiap responden dapat


memberikan lebih dari satu jawaban).

Sosialisasi OSS mencakup informasi keberadaan perangkat lunak proprietary


yang selama ini sudah banyak digunakan tidak melemahkan posisi OSS. Dengan
mengetahui informasi perangkat lunak dari dua sisi itu justru minat dan keingintahuan
terhadap OSS dapat lebih dibangkitkan. Pakar Linux Indonesia, Drs Rusmanto dihadapan
CPNS Batan Bandung, 3-4 November 2008 menyampaikan tentang perbandingan
penggunaan OSS dan Windows, kemudahan penggunaan OSS, hal-hal lain yang
berpengaruh pada penggunaan OSS (misal masalah dana, perangkat-perangkat lunak yang
digunakan dengan sistem OSS) (http://www.batan-bdg.go.id /modules, php?name=New
%file=article&sid=290, tgl 17/2/2010).
Salah satu komponen dalam penyelenggaraan sosialisasi OSS yang juga penting
mendapat perhatian adalah pesertanya. Seleksi peserta sangat berguna agar sosialisasi
dapat mencapai tujuan jangka panjangnya, yakni meningkatnya penggunaan OSS. Selain
seleksi persyaratan usia dan latar belakang pendidikan, maka diprioritaskan kepada
mereka yang pekerjaannya berkaitan dengan komputer. “Yang perlu dilibatkan
fungsional-fungsional komputer (di BPS), yang menangani urusan komputer. Fungsional
komputer berhubungan dengan angka kredit”1).
Peserta yang memenuhi persyaratan itu diharapkan selesai mengikuti sosialisasi
memiliki motivasi tinggi untuk memelopori penggunaan OSS di kantornya. Dengan
demikian, sosialisasi tidak sekedar berfungsi sebagai sarana penyampaian informasi,
tetapi juga berguna sebagai pembelajaran untuk mendorong penggunaan, bahkan
pengembangan OSS. Sosialisasi yang mengabaikan persyaratan ketat pesertanya dan
lebih mengutamakan kuantitas dapat terjebak dalam sosialisasi sebagai formalitas yang
tidak mampu menghasilkan calon pengguna OSS.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam pembahasan dapat ditarik beberapa
kesimpulan berikut :
1. Tingkat penggunaan perangkat lunak sistem operasi OSS secara persentase di
bawah kapasitas 10 % artinya hampir tidak ada yang menggunakannya,
sedangkan peranti lunak aplikasi berbasis open source secara persentase lebih
bervariasi (0-10% dan 11-40%), tetapi amat rendah. Penggunaan perangkat lunak
proprietary mendominasi komputer pada kantor-kantor instansi pemerintah di
Denpasar.
2. Secara nasional sosialisasi OSS sudah dilakukan pemerintah melalui deklarasi,
kebijakan, dan publikasi, tetapi hal itu tidak sampai kepada aparat di lokasi
penelitian. Sumber informasi yang terbesar datang dari teman/sejawat (33, 33%)
di kantor. Lama seseorang mengenal OSS ternyata tidak mendorongnya
menggunakan OSS karena adanya beberapa kendala baik yang terdapat dalam
peranti lunak open source maupun dalam diri pengguna komputer dan lingkungan
kantor. Faktor kebiasaan atau behavior pengguna komputer merupakan kendala
terbesar (32,43 %), kesulitan mendapatkan driver (20,27%) dan tidak kompatibel
dengan perangkat lunak proprietary (14,86%).
3. Sosialisasi yang kurang menjangkau sasaran khalayak diperkirakan berpengaruh
terhadap tingkat penggunaan OSS di kalangan aparat di instansi pemerintah.

Saran
Dengan mencermati kesimpulan tersebut, dapat disarankan :
1. Agar pengadaan komputer pada instansi pemerintah di Denpasar mensyaratkan
penggunaan perangkat lunak sistem operasi dan aplikasi berbasis open source.
2. Agar sosialisasi dilaksanakan pada instansi pemerintah di Denpasar dengan
materi yang benar dan tepat (perangkat lunak proprietary dan open source) dan
dikuti oleh peserta yang memenuhi persyaratan yang ditentukan terlebih dahulu.
3. Agar diadakan penelitian lanjutan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
sosialisasi terhadap tingkat penggunaan OSS di Indonesia guna memecahkan
masalah rendahnya penggunaan OSS pada instansi pemerintah terutama di daerah.
Lampiran
Narasumber yang pendapatnya dikutip dalam teks: (1) pemerhati teknologi
informasi Dr Yudi Agusta, Kepala Bidang IPDS BPS Prov Bali, (2) akademisi TIK I
Gusti Agung Oka Budiartha, MSi dosen FIKOM Universitas Dwijendra, (3) I Dewa Kade
Wiarsa Raka Sandi ST, Direktur CV Asia Raya Media Tama (pendidikan,pengadaan dan
maintenace),(4) I Made Sarjana, SE MM, Pimpinan Lembaga Pendidikan TIK Ganesha
Guru, (5) pengelola atau administrator sistem informasi pada instansi pemerintah, I
Ketut Jack Mudastra, SH Kepala Bidang Sistem Informasi Manajemen, BITD dan (6)
pengelola atau administrator Telematika pada instansi pemerintah I Made Sondra, SE,
Kepala Bidang Telematika, BITD Provinsi Bali.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik Propinsi Bali. 2006. Buku Saku sekilas Bali. Denpasar.
Bagian Humas Setda Kota Denpasar. 2006. Data Selayang Pandang Kota Denpasar.
Denpasar
Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi (BPPI) Wilayah VII Makassar. 2007.
Laporan Hasil Penelitian Tentang Tanggapan Masyarakat Desa Tertinggal
Terhadap Sosialisasi Kebijakan Pemerintah di Kabupaten Bantaeng.
Makassar.
Davis, Gordon B. 1995. Sistem Informasi Manajemen. Bagian I, terjemahan Andreas S.
Adiwardana. Jakarta. PT Pustakan Binaman Pressindo.
Departemen Komunikasi dan Informatika. 2005. Rencana Strategis Departemen
Komunikasi dan Informatika 2004-2009. Jakarta
-----------, 2007. Laporan Akhir Studi Penggunaan dan Pengembangan Perangkat
Lunak Open Source Pada Institusi Pemerintah. Jakarta. Pusat Litbang
Aptel,SKDI.
-----------, 2008a. Penggunaan dan Pengembangan Perangkat Lunak Open Source
Pada Instansi Pemerintah. Jakarta. Pusat Litbang Aptel, SKDI
------------, 2008b. Laporan Akhir Studi Evaluatif Program IGOS Dalam
Pengimplementasian Open Source di Lembaga Pemerintah. Jakarta. Pusat
Litbang Aptel, SKDI
------------, 2008c. Forum Dialog Peneliti Tentang Semangat Kreatifitas Tanpa Batas
Dalam Pemanfaatan Software Legal di Instansi Pemerintah. Jakarta. Pusat
Ltbang Aptel, SKDI.
Dwi Handoko dan Ikbal Maulana. 2005. “Open Source : Potensi dan Strategi
Pengembangannya” Dalam Kajian Teknologi Informasi dan Komunikasi.
P3TIE, BPPT
Eriyanto. (1999). Metodologi Polling. Memberdayakan Suara Rakyat. Bandung.
Penerbit PT Remaja Rosdakarya
Ikbal, Maulana. 2006. “Sistem Inovasi Open Source software (OSS) dan Kebijakan
Pemerintah” Dalam Kajian Teknologi Informasi dan Komunikasi. Pusat
Tek.Informasi dan Komunikasi. BPPT. Hal 123-139
“Indonesia Urutan 12 Pembajak Peranti Lunak”. 2008. Kompas. 13 Juni. Hal. 12
“Indonesia Masuk ‘Priority Watch List”. 2009. Koran Jakarta. 2 Mei. Hal 15
Indriyanto Banyumurti, t.t. Modul Komputer. (Pengenalan komputer, aplikasi
perkantoran dan internet). Bandung. Diktat.
Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2010. Rencana Strategis (Renstra)
Kementerian Komunikasi dan Informatika 2010-2014. Jakarta.
Kuppuswamy, B. 1975. Elements of Sosial Psychlogy. New Delhi. Vikas Publising
House Pvt Ltd.
Kusmayanto, Kadiman. “Bangsa Pembajak Hak Cipta”, Kompas, 6/5/2007 hal.7
McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa. Edisi Kedua. Jakarta. Penerbit
Erlangga.
Menteri Komunikasi dan Informatika. 2005. Surat Edaran Nomor: 05/
SE/M/Kominfo/10/2005 tentang Pemakaian dan Pemanfaatan Penggunaan
Piranti Lunak Legal Di Lingkungan Instansi Pemerintah.
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara 2009. Surat Edaran Nomor :
SE/01/M.PAN/3/2009 tentang Pemanfaatan Perangkat Lunak Legal dan Open
Source Software (OSS)
Pusat Litbang Aptel SKDI. 2007. Rancangan Penelitian Studi Penggunaan dan
Pengembangan Perangkat Lunak Open Source Pada Institusi Pemerintahan.
Makalah
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.
Jakarta. Kementerian Komunikasi dan Informasi.
Sasa Djuarsa, Sendjaja. 1993. Pengantar Komunikasi. Jakarta. Penerbit Universitas
Terbuka
Severin Werner J, James W.Tankard, Jr. 2007. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan
Terapan di Dalam Media Massa. Edisi Kelima. Jakarta. Kencana Prenada
Media Group
Shannon, Claude dan Warren Weaver. 1997. “ Information Theory”. Dalam Griffin,
EM (ed) A First Look At Communication Theory. Third Edition. New York.
The Mc Graw-Hill Companies, Inc,
Suharsimi, Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian. Edisi Revisi V. Jakarta. Penerbit Rineka
Cipta.
Tubbs, Stewart dan Sylvia Moss. 2000. Human Communication. Konteks-Konteks
Komunikasi. Bandung. Penerbit PT Remaja Rosdakarya.
WJS. Poerwadarminta. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. PN Balai
Pustaka

Internet :
http://en wikipedia.org/wki/open-source_software, tanggal 5/2/2010
http://en wikipedia.org/wki/open-source_software, tanggal 5/2/2010
http://id.answer.yahoo.com/question/index?qid=20090118000121Aao t2, tanggal
17/2/2001 http://www.batan-bdg.go.id /modules, php?name=New
%file=article&sid=290, tgl 17/2/2010

KECENDERUNGAN PEMBERITAAN MEDIA CETAK


DAN TANGGAPAN DARI BERBAGAI KALANGAN TENTANG KLAIM
MALAYSIA ATAS PULAU-PULAU TERLUAR
DAN SENI BUDAYA INDONESIA
Oleh : Parulian Sitompul

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk membahas tentang media berita cetak dan seputar
kecenderungan berbagai konsepsi tentang klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar
Indonesia dan seni budaya Indonesia. Masalah ini perlu diteliti karena begitu gencarnya
media khususnya surat kabar mengenai desas-desus klaim Malaysia terhadap pulau
terluar dan seni budaya Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
analisis framing dari Zhongdang pau dan Gerald M. Kosicki. Teknik pengumpulan data
yang dilakukan mengambil pesan teks tentang klaim Malaysia terhadap seni budaya dan
pulau-pulau terluar Indonesia. Teknik analisa data menggunakan teknik analisis framing.
(Sobar alex, 2002). Berdasarkan hasil penelitian ini, media memiliki posisi begitu besar
dalam menyampaikan berbagai isu yang berkaitan dengan masalah perbatasan. Berita
baik dari berbagai kalangan maupun berbagai konsepsi yang sangat menolak tindakan
yang dilakukan oleh Malaysia terhadap klaim yang dilakukan terhadap pulau-pulau
terluar dan seni budaya Indonesia.

Kata kunci: berita media cetak, seputar berbagai konsepsi, klaim Malaysia, pulau terluar

This study aims to discuss about inclination news media prints and conception
various circle about Malaysian claim on extern islands from indonesia culture. This
problem is necessary studied because so the incessant media especially newspaper
illuminate Malaysian claim rumors towards extern islands and Indonesia culture art.
Study method that this troubleshoot analysis method framing from Zhongdang pau and
Gerald M. Kosicki. data collecting technique that done pencupli message text about
Malaysian claim towards culture art and Indonesia extern island. Data analysis
technique uses analysis technique framing (alex sobar, 2002. Based on this study result is
has position so big in submits various rumors related to border troubleshoot. Good news
from various also conception various circle very averse action that done by Malaysian
towards Indonesia on extern islands claim with Indonesia culture art.

keyword: news media prints, conception various circle, Malaysian claim, extern islands

Latar Belakang
Hubungan persahabatan Indonesia Malaysia sejak lima puluh tujuh tahun yang
lalu mengalami pasang surut kadang harmonis kadang menuai konflik. Persahabatan ini
setiap waktu mengalami perubahan. Wajar kiranya terkadang ada pertumbuhan dan
perkembangan terkadang ada surutnya persahabatan Indonesia Malaysia. Karena kedua
negara ini adalah serumpun wajar pula kiranya negara abang beradik ini selalu ada saja
muncul permasalahan yang selalu dipersoalkan. Pada hakekatnya kedua negara ini banyak
memiliki persamaannya seperti bahasa, seni, budaya dan juga punya kelebihan masing-
masing seperti Indonesia memiliki ribuan pulau dan ratusan juta jiwa penduduk.
Sementara Malaysia jumlah pulaunya sedikit dan begitu juga jumlah penduduknya
sehingga saling mengklaim satu dengan lainnya. Dikatakan serumpun sebab sebahagian
dari penduduk Malaysia itu adalah keturunan Indonesia yang sudah menetap berpuluh
tahun sebagai warga negara Malaysia. Di negara jiran tersebut ada Suku Bugis, Jawa,
Minang, Dayak dan suku-suku lainnya yang berasal dari Indonesia.
Tetapi walau demikian tidak ada salahnya jika kita set back sejarah berdasarkan
berbagai sumber media, bagaimana ketika presiden pertama RI Soekarno pada tahun 1964
menuduh Malaysia sebagai negara tetangga yang diketahui sebahagian dari penduduk
Malaysia itu berasal dari bebagai suku di Indonesia dijadikan proyek Nekolim (Neo
Kolonialisme dan Inperialisme) oleh Inggris dengan tujuan untuk membentuk kerajaan-
kerajaan kecil di semenanjung Malaysia, Serawak, Sabah dan Brunai untuk mengepung
Indonesia. Presiden Soekarno pada saat itu sangat marah kepada pihak Malaysia, maka
pada tanggal 3 Mei 1964 dihadapan apel besar sukarelawan Indonesia memberikan
komando pengganyangan terhadap Malaysia walaupun akhirnya selesai di meja
perundingan. Pengalaman bagi Indonesia, sejak di tahun 1962-1966 Indonesia juga
pernah malakukan konfrontasi politik terhadap Malaysia. Sampai-sampai Presiden
Soekarno di masa itu mengeluarkan maklumat “Ganyang Malaysia”.
Masih hangat dalam ingatan di tahun 2007 Malaysia mengklaim Pulau Sipadan
dan Ligitan sebagai pulau mereka dan berakhir di Mahkamah Internasional Den Hag
Belanda dimenangkan oleh Malaysia sehingga kedua pulau tersebut menjadi miliknya
Malaysia. Belum lagi problem tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Malaysia
selalu tergambar bahwa TKI menjadi bulan-bulanan pihak Malaysia karena dikatakan
ilegal. Kalau memang ilegal kenapa TKI dapat masuk dan bekerja di Malaysia sebagai
buruh kebun dan pembantu rumah tangga (PRT) di Malaysia.

http://indonesiaberprestasi.web.id/wp-content/uploads/2009/08/tari-pendet.jpg

Akhir-akhir ini juga hubungan persahabatan Indonesia Malaysia juga terusik


dikarenakan berbagai hal seperti klaim Malaysia terhadap Blok Ambalat yang berada di
Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur yang menimbulkan kejengkelan bangsa Indonesia
terhadap negara jiran itu. Sementara Indonesia adalah negara berdaulat Akibat
kejengkelan itu ribuan penduduk Indonesia bersedia menjadi sukarelawan untuk
ditugaskan guna mempertahankan hak kepemilikan pada blok Ambalat tersebut. Tidak
sampai di situ saja klaim Malaysia terhadap pulau terluar milik Indonesia yaitu Pulau
Jemur di Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) Riau. Walaupun
sebelumnya pihak Dirjen Bea Cukai (BC) Indonesia mengerahkan kapal patroli BC 9004
beroperasi di Pantai Timur Sumatera.
Tidak puas dengan pengklaiman pulau terluar daerah perbatasan Malaysia
Indonesia, Malaysia juga mengklaim berbagai produk seni dan budaya asli Indonesia.
Malaysia mengklaim batik yang berasal dari Solo, Yogya dan lainnya merupakan milik
Malaysia. Begitu juga keberanian Malaysia mengklaim Wayang, Reog Ponorogo, Tari
Pendet dan Ulos Batak adalah milik Malaysia. Tidak kalah sengitnya lagi juga pihak
Malaysia berani menciplak lagu Terang Bulan dan Negaraku yang diketahui adalah
ciptaan anak bangasa Indonesia dijadikan sebagai lagu nasional Malaysia dan sekaligus
sebagai lagu kebangsaan Malaysia.
Tentunya dampak perbuatan Malaysia itu memunculkan beragam reaksi dari
rakyat Indonesia. Reaksi itu dibuktikan dengan sejumlah mahasiswa di Medan dalam
kelompok Forum Mahasiswa Anti Liberalisme dan Kolonialisme (Formalin) melempari
dengan tomat kantor Konsulat Jenderal Malaysia di Medan, (Sumut Pos, 02/09).
Kelompok itu mengatakan Malaysia terlalu berani mengklaim Wayang, Reog Ponorogo,
Tari Pendet, Ulos Batak adalah milik negara jira itu dan menjiplak lagu Terang Bulan
menjadikan sebagai lagu nasional Malaysia. Selain itu menghina lagu Indonesia Raya
dengan mengubah total isi lagu tersebut. Tindakan ini tentunya menyakiti hati rakyat
Indonesia. Sisi lain sejarahwan Sumatera Barat Prof. Dr. Gusti Asnan menjelaskan sikap
Malaysia yang selalu mengklaim berbagai budaya dari Indonesia sebagai miliknya hanya
karena mereka sedang mencari identitas diri, sebab Malaysia kini gamang melihat masa
depannya.
Memang dalam pergaulan dunia antar negara yang mengglobal di era teknologi
komunikasi dan informatika saat ini sulit bagi suatu negara melakukan pembatasan-
pembatasan untuk tidak masuknya budaya asing melebur ke ranah budaya suatu negara
seperti Indonesia yang begitu terbuka dan demokratis. Kemampuan teknologi media, baik
media massa cetak maupun elektronik juga media maya memainkan peranan penting
untuk mengubah ideologi politik,budaya dan seni suatu bangsa apabila di suatu negara
itu tidak memiliki kekuatan ideologi politik, budaya dan seni yang mengakar pada nilai-
nilai budaya yang berkembang di daerah (local genius). Sikap kemapanan budaya perlu
ditingkatkan sehingga tidak ada lagi dari suatu produk budaya suatu daerah yang nantinya
diklaim sebagai milik negara lain walaupun dengan alasan serumpun dan alasan lainnya.
Memang diakui tidak ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan dengan kepala
dingin hati tenang. Sebagaimana yang diungkapkan Konjen Malaysia di Medan, Fauzi
Omar berkaitan dengan isu-isu negatif yang dapat mendistorsi hubungan persahabatan
antara Indonesia dan Malaysia.Ia menanggapi bahwa Indonesia dan Malaysia adalah
serumpun dan banyak penduduk Malaysia yang berasal dari Indonesia menjadi warga
negara Malaysia yang memiliki bentuk-bentuk budaya yang sama dengan saudaranya di
Indonesia. Mereka mengaku tarian yang mereka miliki otomatis menyiratkan tarian
Malaysia karena mereka adalah orang Malaysia. (Waspada, Analisa, 08/09/2009)
Bahkan Omar mengatakan dalam jumpa persnya di Medan pihak Malaysia tidak
pernah mengklaim Tari Pendet dan Pulau Jemur sebagai milik Malaysia, itu hanya
kesalahpahaman saja. Malahan Omar mempertegas penolakannya atas tuduhan beberapa
pihak bahwa ia tak dapat menerima Malaysia sebagai hantar teroris ke Indonesia.
Malahan dikatakan media di Indonesia dan pihak-pihak ketiga yang memblow up isu-isu
tersebut sehingga menimbulkan percikan amarah di pihak Indonesia agar terjadi konflik
antara Malaysia dan Indonesia.

http://beta.tnial.mil.id/cakra/images/ambalat.jpg
Indonesia diketahui adalah sebagai negara demokrasi ketiga terbesar setelah
Amerika dan India. Memiliki kebebasan pers yang begitu luas. Wajar kiranya informasi
apa pun yang memungkinkan menjadi konsumsi publik Indonesia dapat diberitakan oleh
media di Indonesia menjadi suatu kewajaran. Tetapi tentunya sebagaimana telah
diungkapakan di atas tadi, jika pihak pemerintah Indonesia dan Malaysia tidak mencari
solusi penyelesain konflik opini kedua negara berjiran ini yang bersumber dari media dan
pihak-pihak ketiga berdasarkan pemberitaan berbagai media akan dapat memperburuk
hubungan yang harmonis sebagaimana telah dijalin selama ini dengan baik dan juga
kerugian-kerugian yang akan dialami oleh kedua belah pihak seperti investasi, kerjasama
perdagangan, pendidikan dan lain sebagainya akan lenyap hanya karena salah paham.
Oleh karena itu berdasarkan uraian di atas sangat dianggap perlu untuk dilakukan
suatu pengkajian khusus tentang kecenderungan pemberitaan media cetak suratkabar dan
tanggapan dari berbagai pihak di daerah perbatasan tentang pengklaiman Malaysia
terhadap beberapa pulau terluar dan produk seni budaya Indonesia sebagai milik
Malaysia. Sehingga melalui pengkajian ini dapat diperoleh suatu informasi dan saran
pemikiran tentang yang perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menyikapi
klaim Malaysia atas pulau-pulau terluar dan seni budaya Indonesia.

Permasalahan
Permasalahan dalam pengkajian ini adalah isu yang bersumber dari pemberitaan
media cetak suratkabar yang terbit di Medan berkaitan dengan pengklaiman beberapa
pulau terluar sebagai milik negara Malaysia, begitu juga klaim Malaysia terhadap produk
hasil kesenian dan budaya Indonesia yang mendapat reaksi keras dari masyarakat
Indonesia. Sebab cara-cara yang dilakukan oleh negara jiran itu dapat merusak hubungan
yang harmonis antara Indonesia dan Malaysia yang selama ini sudah terjalin dengan baik.
Oleh karena itu adapun permasalahan secara khusus dalam pengkajian ini adalah :
5. Bagaimanakah kecenderungan media massa cetak surat kabar terbitan Medan dalam
memberitakan isu klaim pulau terluar di wilayah perbatasan BBPPKI Medan dan
klaim Malaysia terhadap produk seni dan budaya Indonesia?
6. Bagaimanakah tanggapan dari berbagai pihak masyarakat di daerah perbatasan di
wilayah kerja BBPPKI atas pemberitaan surat kabar tentang klaim Malaysia
terhadap pulau terluar Indonesia dan produk seni dan budaya Indonesia?
7. Langkah-langkah apakah yang perlu dilakukan oleh pemerintah agar tidak terulang
lagi klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar serta seni budaya Indonesia
berdasarkan pemberitan suratkabar yang terbit di Medan dan juga tanggapan dari
berbagai kalangan di daerah perbatasan Wilayah kerja BBPPKI Medan.

Tujuan Pengkajian
Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui :
e. Kecenderungan media massa cetak suratkabar dalam memberitakan isu-isu
klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan produk seni dan budaya Indonesia.
f. Tanggapan berbagai kalangan masyarakat di daerah perbatasan di wilayah
kerja BBPPKI Medan atas pemberitaan suratkaba tentang klaim Malaysia
terhadap pulau-pulau terluar dan produk seni dan budaya Indonesia.
g. Langkah-langkah apa yang terbaik di lakukan oleh Pemerintah untuk
mencegah terjadinya klaim Malaysia terhadap produk seni dan budaya Indonesia
serta pulau-pulau terluar Indonesia berdasarkan tanggapan tokoh masyarakat di
daerah perbatasan wilayah kerja BBPPKI Medan.

Sasaran
Adapun sasaran pengkajian ini adalah :
8. Diperolehnya gambaran umum tentang bagaimana kecendrungan media
suratkabar dalam memberitakan klaim Malaysia atas pulau-pulau terluar dan seni
budaya Indonesia melalui metode analisis wacana framing dan tanggapan dari
berbagai kalangan masyarakat di daerah perbatasan wilayah kerja BBPPKI
Medan.
9. Diperolahnya data dan informasi tentang langkah-langkah yang perlu dilakukan
oleh pemerintah dalam menyikapi kalim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar
dan seni budaya Indonesia.
Lokasi Nara Sumber Kajian
Lokasi narasumber pengkajian ini diambil di dua provinsi yang berbatasan
langsung dengan Malaysia yaitu provinsi Kepulau Riau dan Kalimantan Timur. Provinsi
Kepulau Riau sangat dekat jarak wilayahnya dengan Malaysia dan Singapura. Jika
dilakukan penyebarangan melalui laut dari Batam ke Singapura maka dapat ditempuh
dengan hanya lima belas menit.Demikian pula dengan Malaysia dapat ditempuh sekitar
satu jam dalam perjalanan melalui laut.
Sementara itu provinsi Kaltim kabupaten Nunukan berbatasan darat dengan
Tawau Malaysia begitu juga dengan kabupaten Malinau berbatasan darat dengan Sabah
Malaysia. Tentunya sebagai sumber informasi kunci dalam pengkajian ini adalah dari
berbagai kalangan masyarakat di dua ibukota provinsi dimaksud. Karena di kedua
ibukota provinsi tersebut ada suatu badan khusus di pemeritahan daerah yang menangani
daerah-daerah perbatasan. Antara lain : pejabat Dinas Infokom Prov Kaltim, Kepala
Dinas Budaya dan Pariwisata, Kepala Pengelola Daerah Perbatasan Provinsi Kaltim,
Ketua Kepemudaan KNPI Kaltim, Korem Danrem 091/ASN Kaltim. Sementara sumber
pemberitaan dari media suratkabar yang terbit di Medan adalah harian Waspada dan
Analisa.

Pemahaman Teoretis

a. Media Massa
Surat Kabar adalah salah satu media yang digunakan banyak orang sebagai
sumber informasi politik, Keberadaan media akan dapat membantu orang
mengetahui banyak hal khususnya yang menyangkut dunia politik. Media di
aplikasikan sebagai sebuah jendela dunia (lipman) yang dapat memandang luas
berbagai hal tentang kejadian yang terjadi di Negara – Negara lain seperti perang
antar Negara, bencana alam, kenaikan nilai mata uang dan berbagai hal tentang
kehidupan manusia sehingga seseorang dapat berwacana sesuai dengan sudut
pandang yang dimiliki karena media menurut Laswell dalam proses komunikasi
melalui aktivitas sebagai berikut yaitu who, says what, in which channel, to
whom, with what effect (Tankarel, 2005). Dengan kata lain dalam proses
informasi yang disampaikan (pesan–pesan politik) melalui aktivitas ini, karena
memang yang menjadi pembahasan dalam pengkajian ini adalah berkaitan dengan
informasi politik seperti berita klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan seni
budaya Indonesia.
Dalam kajian ini dengan menggunakan pendekatan framing terhadap isu
pembuatan media tentang klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan seni budaya
indonesia dan juga tanggapan dari berbagai kalangan terhadap isu dimaksud
berdasarkan pemberitaan media surat kabar. Dari media ini nantinya akan tampak
penonjolan isu berdasarkan konstruksi yang dilakukan oleh pengelola media.

b. Konsep Framing
Analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana
khususnya untuk menganalisis teks media. Framing dimaknai sebagai struktur
konseptual atau perangkat kepercayaan menganalisis pandangan politik, kebijakan
dan wacana serta yang menyediakan kategori – kategori standard
mengoptimalisasi realitas. (Sobur 2002 : 162).
Dalam denah studi komunikasi analisis framing mewakili tradisi yang
mengedepankan atau perspektif, multi disipliner untuk menganalisa fenomena –
fenomena atau aktivitas komunikasi, juga dalam studi komunikasi analisis framing
dipakai untuk membedakan cara–cara atau ideologi saat mengkonstruksi fakta.
Dengan kata lain analisis framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana
perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan ketika menyeleksi dan
menulis berita.

http://beritadaerah.com/UserFiles/Image/travel/batik/batik3.jpg

c. Teori Konstruksionis
Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada lain
kategori penulisan konstruksionis. Dalam teori ini memusatkan perhatian kepada
proses pembentukan realitas. Karenanya dalam pandangan teoritis konstruksionis
menemukan bagaimana peristiwa atau realitas dikonstruksikan dengan cara apa
konstruksi itu dibentuk.
Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis, pertama
pendekatan konstruksionis menekan pada politik pemaknaan dan proses
bagaimana seseorang membuat gambar yang realitas. Kedua, konstruksionis
memandang kegiatan komunikasi sebagai proses dinamis pendekatan ini
memandang bagaimana pembentukan pesan dari isi-isi komunikator dan dalam
sesi penerima, ia memeriksa bagaimana konstruksi makna individu ketika
menerima pesan. Pesan dipandang bukan sebagai mirror of reality yang
menampilkan apa adanya. Dalam konteks kajian ini adalah bagaimana media
mengenai realitas obyektif isu itu tentang klaim Malaysia terhadap pulau terluar
dan seni budaya Indonesia, sehingga berbagai media surat kabar yang telah diteliti
akan didapatkan gambaran tentang bagaimana penggunaan kata – kata yang
terpilih untuk tujuan tertentu, melalui perangkaian berita dan mempergunakan
simbol simbol agar dapat menimbulkan kesan tertentu ketika khalayak serta
menentukan apakah isu itu penting atau tidak.

d. Tanggapan
Berdasarkan kamus bahasa Indonesia, tanggapan berawal dari kata tanggap
yang artinya, mencamkan, melihat (mendengarkan) baik–baik. Sedangkan
tanggapan adalah terapan yaitu apa yang diterima panca indera, bayangan
dalam angan–angan, sambutan (reaksi), menggambarkan dan melahirkan pikiran
dan perasaan. (Balai Pustaka, 2006 : 1203).
Tanggapan dalam komunikasi tentunya merupakan reaksi yang timbul akibat
dari pesan yang diterima. Sama halnya dengan pendapat umum yang diartikan
sikap pribadi seseorang ataupun sikap kelompoknya maka sebagian dari sikapnya
ditentukan oleh pengalamannya, yaitu pengalaman dari kelompoknya juga.
(Astrid, 1985 : 80). Dengan demikian tanggapan adalah sikap dari gambaran
pengalaman dan belajar dari pengalaman. Ada hubungan yang erat antara sikap
dan pendapat yang menyimpulkan, bahwa suatu pendapat itu dinyatakan
(expressed) dan dapat juga tidak dinyatakan akan tetapi ada atau tidak disadari
(laten).
Sehubungan dengan itu berbagai pembentukan media khususnya surat kabar
terbitan Medan klaim atas pulau–pulau terluar dan seni budaya Indonesia akan
menimbulkan berbagai pendapat, tanggapan. Ada yang mungkin menanggapi
sangat reaktif terhadap pembentukan itu ada mungkin dianggap masalah biasa
saja. Tetapi walaupun demikian berdasarkan pembentukan media, berita tentang
klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan seni budaya Indonesia mendapat
perhatian yang begitu beragam dari masyarakat Indonesia.

Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini melalui pendekatan discourse analysis dengan menggunakan
metode analisis framing dari Zhongdang Pau dan Gerald M. Kosicki. Sesuai
dengan pandangan Pau dan Kosicki menggunakan metode ini yaitu suatu proses
membuat suatu pesan lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju
pada pesan tersebut.

2. Pengertian Operasional
a. Pemberitaan Media Cetak
Pemberitaan media cetak adalah berita yang disajikan oleh dua
suratkabar yang terbit di Medan yaitu harian Waspada dan harian Analisa
yang memberitakan tentang isu-isu klaim Malaysia terhadap pulau-pulau
terluar dan seni budaya Indonesia
b. Tanggapan Berbagai Kalangan
Tanggapan berbagai kalangan adalah merupakan sikap dan pengapat
dari berbagai narasumber yang mempunyai kompetensi menyikapi dan
berpendapat terhadap pemberitaan tentang isu-isu klaim Malaysia terhadap
pulau-pulau terluar serta seni budaya Indonesia. Tanggapan berbagai
kalangan ini berdomisili di daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia
seperti Provinsi Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau.
c. Pulau-pulau terluar & seni budaya Indonesia
Pulau-pulau terluar Indonesia adalah sejumlah pulau yang berbatas
langsung baik darat maupun laut dengan Negara tetangga, seperti Malaysia,
Singapore, Thailand, Philipina, Vietnam, Laos, Burma dan lainnya yang
rawan konflik perbatasan antar Negara. Sementara seni budaya Indonesia
adalah berbagai seni budaya yang diciptakan oleh putra-putri Indonesia
seperti tari Pendet, dan seni kain batik yang sering di klaim oleh Malaysia
sebagai milik mereka.

Model Kerangka Framing Pau dan Kosicki


STRUKTUR PERANGKAT UNIT YANG
FRAMING DIMINATI
Sintaksis 1. Skema berita Headline, Latar
Cara wartawan Informasi, Kutipan
menyusun fakta sumber, pernyataan
Skrip 1. Kelengkapan berita 5w + 1h
Cara wartawan
mengesahkan
fakta
Tematik 1. Detail Paragraf
Cara wartawan 2. Maksud kalimat Proposisi
menulis berita 3. nominalisasi antar
kalimat
4. koherensi
5. Bentuk kalimat
6. Kata ganti
Retoris 1. Leksikor Kata Idiom
Cara wartawan 2. Grafis gambar, kata, grafik
menekankan fakta 3. Metafora
4. Pengandaian
Sumber, Analisis teks media (Sobur, 2002 : 176)

3. Teknik Pengumpulan Data


Obyek yang dianalisis dalam penelitian ini adalah teks berita tentang klaim
Malaysia terhadap seni budaya dan pulau terluar Indonesia yang dimuat oleh Surat
Kabar harian Waspada dan Analisa tanggal 1 s/d 8 September 2009.
Pemilihan terhadap media ini dikarenakan kedua media dimaksudkan adalah
merupakan salah satu surat kabar nasional yang terbit di daerah dengan memiliki
pembaca dalam jumlah besar. Kedua media tersebut menaruh perhatian penting
terhadap isi tentang klaim Malaysia terhadap pulau–pulau terluar dan seni budaya
Indonesia.
Tentunya klaim tersebut menjadi pro-kontra atau menimbulkan dari berbagai
kalangan seperti Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kaltim, Korem Kaltim, Tokoh
masyarakat, Kepala Dinas Infokom, Kepala pengelola Daerah Perbatasan.

4. Teknik Analisa Data


Analisa data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah menggunakan
framing varia Pau dan Kosicki yang membagi pada empat struktur analisa
(sintaksis, skrip, tematik dan retoris) yang merupakan rangkaian yang
menunjukkan framing dari suatu media. Selanjutnya di interpretasikan
berdasarkan paradigma konstruksionis dengan memanfaatkan Teori Shoemaker
dan Reese sehingga dicari titik temu dari hasil penafsiran-penafsiran tersebut.

Hasil Kajian
Isu pembentukan tentang klaim Malaysia terhadap pulau – pulau terluar Indonesia
dan seni budaya Indonesia menjadi perhatian banyak orang. Selain berita informasi itu
penting tetapi juga menuai prokontra di masyarakat. Malahan ada sekelompok yang
melakukan tindakan anarkis yaitu melempar tomat ke kantor konsulat Malaysia di Medan,
dan juga membakar bendera Malaysia. Kejadian itu sangat disayangkan oleh Malaysia,
sebab malaysia tidak pernah mengklaim pulau terluar Indonesia seperti pulau jemur
sebagai milik Malaysia begitu juga seni budaya Indonesia bahwa Pemerintah Malaysia
tidak pernah mengklaim Tari Pendet sebagai tarian Malaysia. Pihak pemerintah Malaysia
tidak pernah memberi bahan tentang tari pendet kepada pihak Discovery Channel, jika itu
pun dilakukan oleh discovery channel itu sepertinya tanggung jawab discovery channel
sendiri.

1. Framing Harian Waspada


Klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar Indonesia banyak menjadi
perhatian berbagai media. Harian Waspada pada edisi 2 September 2009
memunculkan berita dengan judul “Malaysia Klaim Pulau Jemur”. Dari judul
berita ini harian waspada mengangkat isu ini karena begitu penting untuk
diketahui oleh khalayak pembaca. Dari judul ini pula menunjukkan bagaimana
waspada mem-frame dalam strategi rencana dengan menempatkan berita ini
walaupun dalam headline halaman dua tetapi mencuri perhatian pembaca. Karena
kesan judul berita tersebut bernilai panas dalam arti ada kesengajaan media
menjustifikasi bahwa Malaysia telah mengklaim kepemilikan pulau-pulau terluar
di Indonesia khususnya di pulau Sumatera. Apa lagi Malaysia berbatasan dengan
Indonesia.

http://wiryanto.files.wordpress.com/2008/05/reog.jpg

Dari analisis sintaksis pandangan harian waspada terhadap isu tersebut


diwujudkan dalam bentuk skema atau bagan dalam berita. Judul berita sudah jelas
menunjukkan begitu pentingnya isu itu untuk diketahui khalayak. Dalam teks
berita pada bentuk head harian waspada menampilkan ucapan sumber, Gubernur
Riau. Rusli Zainal. Malaysia mengklaim gugusan pulau jemur di Provinsi Riau
sebagai kawasan wisata mereka. Pemerintahan Provinsi Riau berniat
mengklarifikasi hal ini ke Konsulat Jenderal Malaysia di Pekanbaru. Klaim
Malaysia atas pulau jemur berdasarkan sumber lain yaitu Pangdam I BB Mayjen.
Burhanundin Amin mengungkapkan adanya klaim Malaysia terhadap Pulau Jemur
di Riau, Pangdam menjelaskan berdasarkan sejarah Pulau Jemur masuk wilayah
Kerajaan Siak dan secara defacto maupun dejure adalah milik Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang ditandai oleh Pos TNI Angkatan Laut, Navigasi
Perhubungan bahkan Mess Pemda setempat berada di pulau itu.
Disamping itu dalam pengesahan fakta harian waspada berupaya
menggambarkan unsur penting dalam pemberitaan klaim Malaysia terhadap pulau
terluar dan Seni Budaya Indonesia, mengambil pernyataan Gubernur Riau Rusli
Jainal akan mengklarifikasi persoalan itu. Disisi lain Gubernur tersebut juga
menegaskan Pulau Jemur adalah salah satu dari sembilan pulau yang termasuk
dalam gugusan pulau arwah di Kabupaten Rokan Hilir Riau. Pulau ini berjarak 70
km dari Bagan Siapi-api Kabupaten Rokan Hilir.
Dalam tematik harian waspada menggambarkan adanya tema tertentu atas
satu peristiwa. Dari judul dan teks berita yang disajikan harian waspada ada
beberapa elemen yang dapat diamati dari perangkat tematik yaitu adanya
koherensi. Harian waspada telah mengkonstruksi sedemikian rupa tentang adanya
realitas isu klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan seni budaya Indonesia.
Elemen tematik yang ditampilkan adalah adanya koherensi yang tampak pada
beberapa kalimat yang menghubungkan tiap alinea pada berita yang ditampilkan,
terutama dengan pengutipan pernyataan orang-orang yang relevan dengan yang
dimuat.
http://matanews.com/wp-content/uploads/batik1.jpg

Dari struktur retoris wacana berita menggambarkan pemulihan gaya kata yang
dipilih oleh wartawan untuk menonjolkan arti yang ingin disampaikan oleh
wartawan tersebut. Dalam retoris waspada telah memilih dan memakai kata-kata
tertentu untuk mem-frame isu tentang klaim Malaysia terhadap pulau terluar dan
seni budaya Indonesia, juga dari sisi grafis penekanan terhadap penggunaan huruf
yang relatif tebal atau hitam. Dalam retoris waspada juga mencoba memberikan
efek kognatif yang mengarah pada perhatian dan keterkaitan khalayak pembaca
secara intens, dalam upaya menunjukkan betapa pentingnya dan menariknya isu
tersebut.

ELEMEN STRATEGI PENULISAN


Skematis Pemuatan sumber-sumber berita yang memiliki
relevansi dengan judul berita menerangkan adanya
klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar dan seni
budaya Indonesia. Sumber penting dari pemberitaan ini
yaitu Gubernur Provinsi Riau Rusli Zainal yang
ditempatkan pada lead berita dan latar dengan model
piramida terbalik
Skrip Harian Waspada memaknai adanya pihak Malaysia
mengklaim pulau-pulau terluar dan seni budaya
Indonesia walaupun pada sisi lain pihak Malaysia
membantah isu itu dengan menuding pihak ketiga.
Bukti-bukti pemberitaan yang ditonjolkan oleh harian
Waspada (Skrip) adalah pulau Jemur di Kabupaten
Rohil Provinsi Riau diklaim oleh Malaysia melalui situs
pariwisata Travel Journal dan Laman Osvajd.net yang
menyebutkan bahwa pulau Jemur sebagai destinasi
wisata negara bagian Slangor Malaysia yang dikatakan
dalam situs itu pulau Jemur masuk dalam wilayah
Slangor Malaysia. Begitu juga tentang klaim seni
budaya Indonesia. Dengan demikian unsur-unsur dalam
pemberitaan telah memenuhi syarat dalam
pengungkapan fakta yang diperoleh Waspada.
Tematik Tematik yang ditampilkan oleh harian ini adalah adanya
persesuaian kaitan yang kelihatan antara beberapa
kalimat dengan yang lain sehingga hubung
menghubungkan setiap alenia dari setiap pernyataan
yang ditampilkan. Seperti sikap Gubernue Riau Rusli
Zainal dimuat bahwa pihak pemerintah daerah Riau
akan meminta klarifikasi tentang klaim itu. Sikap ini
sangat didukung oleh bagaimana gubernur juga
menyatakan bahwa dari 9 pulau yang termasuk dalam
gugusan Pulau Arwah di Kabupaten Rohil salah satunya
adalah Pulau Jemur, kalimat ini begitu tegas
menjelaskan kepemilikan Indonesia terhadap Pulau
Jemur dimaksud.
Retoris Harian ini telah memilih dan memakai kata-kata tertentu
untuk memframe isu tentang klaim Malaysia terhadap
pulau terluar dan seni budaya Indonesia yaitu dengan
judul berita, “Malaysia Klaim Pulau Jemur”. Dilihat dari
sisi grafis judul berita ini ditulis dengan huruf tebal
hitam (bold) sehingga tampak penonjolan begitu
pentingnya isu itu.

2. Framing Harian Analisa


Berdasarkan framing harian Analisa tentang isu klaim Malaysia terhadap
pulau terluar Pulau Jemur dan seni budaya Indonesia seperti Tari Pendet sama
sekali pihak Malaysia menyatakan tidak pernah menyatakan itu. Hal itu dapat
dilihat pada judul berita pada harian Analisa berjudul “Malaysia Tidak Pernah
Diangkat Klaim Tari Pendet Dan Pulau Jemur”. Judul ini diangkat berdasarkan
penegasan yang disampaikan Konsul Jenderal Malaysia Fauzi Omar yang
didampingi Direktur Tourisme Malaysia di Medan Noor Azman ketika menerima
kunjungan kerja anggota DPD RI Parlindungan Purba. Dari judul ini nampak
harian Analisa mencoba menunjukkan bagaimana pihak pemerintah Malaysia
merasa terganggu karena berbagai pemberitaan di Indonesia yang cenderung
memperuncing persoalan dimaksud. Kesan judul ini dimaknai untuk mencoba
menepis prasangka negatif atas isu klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar
dan seni budaya Indonesia.

http://www.primaironline.com/images_content/2009824tari%20pendet.jpg
Analisis sintaksis pandangan harian Analisa terhadap isu tersebut
diwujudkan dalam bentuk skema atau bagan berita. Judul berita menunjukkan
begitu pentingnya isu penyataan pihak Malaysia atas penolakan pemberitaan
berbagai media di Indonesia klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar dan seni
budaya Indonesia. Dalam teks berita pada bentuk headline harian Analisa
menampilkan penyataan pihak pemerintah Malaysia melalui Konsulat Jenderal
Malaysia Fauzi Omar mengungkapkan masalah Tari Pendet sebenarnya 100
persen merupakan tanggung jawab Discovery Channel. Karena itu pihak Malaysia
merasa perlu menjelaskan hal ini kepada Indonesia. Walaupun demikian pihak
rumah produksi yang memberi bahan kepada Discovery Channel sudah
mengklarifikasi dan meminta maaf atas kejadian tersebut. Begitu penyataan minta
maaf dari Discovery Channe. Dalam pengungkapan fakta pemberitaan telah
mengikuti tata cara pemberitaan yang benar. Kelengkapan sumber berita Fauzi
Omar Konsul Jenderal Malaysia di Medan sebagai aktor pemberitaan disebutkan
sangat jelas. Begitu juga isi berita tentang penyataan Konsul Jenderal Malaysia
atas kekecewaannya terhadap pemberitaan media di Indonesia yang cenderung
memperuncing permasalahan sehingga pernyataan Konsul Malaysia bahwa
pihaknya tidak pernah mengklaim Tari Pendet dan Pulau Jemur sebagai milik
Malaysia. Dalam penutup berita itu Analisa memframe bahwa hanya karena
miskomunikasi saja dan kesalahan komunikasi itu dimanfaatkan media sebagai isu
penting pemberitaan.
Analisa framing berdasarkan tematik penulisan berita tentang isu Malaysia
tidak pernah klaim Tari Pendet dan Pulau Jemur, harian Analisa adanya koherensi.
Harian Analisa telah mengkontruksi sedemikian rupa tentang adanya realitas
bagaimana pihak Malaysia menolak tudingan dimaksud. Ungkapan-ungkapan
alenia ke alenia hanya berhubungan terutama dengan pengutipan penyataan dari
sumber.

http://prabowosubianto.info/v2/wp-content/uploads/2009/06/ambalat.jpg

Dari struktur wacana retoris wacana berita menggambarkan pemilihan


gaya kata yang dipilih oleh wartawan untuk menonjolkan arti yang ingin
disampaikan. Dalam retoris pemahaman dan perhatian serta keterkaitan khalayak
pembicara terhadap pemberitaan. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan
pentingnya berita itu dan menarik untuk disimak.

ELEMEN STRATEGI PENULISAN


Skematis Pada framing harian Analisa lebih menonjolkan tentang
penolakan pemerintah Malaysia atas pemberitaan
berbagai media di Indonesia dengan mengangkat judul,
“Malaysia Tidak Pernah Mengklaim Tari Pendet Dan
Pulau Jemur”. Judul berita pada harian Analisa bercetak
tebal (bold), menunjukkan penolakan pemberitaan
dimaksud. Dalam lead berita Analisa mengambil
pernyataan narasumber dari Konsul Jenderal Malaysia
di Medan Fauzi Omar mengatakan pihak pemerintah
Malaysia tidak pernah klaim Tari Pendet begitu juga
klaim terhadap Pulau Jemur.
Skrip Harian Analisa memaknai bahwa pihak pemerintah
Malaysia menolak tudingan klaim dimaksud. Dalam
skrip Analisa menggunakan pola penulisan 5W+1H
dengan menonjolkan bagaimana sumber berita
menyikapi tudingan klaim Malaysia terhadap pulau
terluar dab seni budaya Indonesia. Malahan ditegaskan
ada agensi di Slangor yang membuat paket wisata
dengan memasukkan Pulau Jemur dalam paket wisata
Malaysia karena kedekatan geografis.
Tematik Tema yang dimuat oleh harian Analisa adalah
penolakan Malaysia atas tudingan klaim terhadap pulau
terluar dan seni budaya Indonesia. Adanya koherensi
yang tampak dalam kalimat sehingga tersusun dalam
paragraf yang menjelaskan topik berita dimaksud. Dari
ungkapan konsul jenderal Malaysia di Medan juga
anggota DPD Parlindungan Purba terucap klaim
Malaysia terhadap Pulau Jemur dan seni budaya
Indonesia hanya miskomunikasi saja.
Retoris Harian Analisa telah memilih dan memakai kata-kata
yang beruas untuk menkontruksi bahwa pemerintah
Malaysia melalui konsul jenderal di Medan membantah
tentang pemberitaan klaim Malaysia terhadap Pulau
Jemur dan seni budaya Indonesia. Malahan harian
Analisa mengambil ungkapan anggota DPD Sumut
Parlindungan Purba bahwa klaim itu hanya masalah
miskomunikasi bukan seperti yang diberitakan berbagai
media.

3. Hasil Wawancara
Berdasarkan hasil wawancara dari berbagai kalangan seperti dari
kepemudaan menjelaskan bahwa pemerintah perlu secara terus menerus
melakukan pendataan terhadap pulau-pulau terluar dan seni budaya Indonesia
untuk menghindari klaim yang dilakukan oleh negara tetangga, sebab tanpa
melakukan hal itu tidak tertutup kemungkinan akan terulang kembali klaim
Malaysia. Klaim Malaysia atas pulau terluar dan seni budaya Indonesia
berdasarkan pemberitaan berbagai media perlu klarifikasi dari pemerintahan
Malaysia. Sebagai negara tetangga apalagi serumpun perlu dikembangkan saling
menjaga dan menghargai kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Dan
tentunya pemerintah Indonesia perlu secara berkelanjutan melakukan sosialisasi
kepada masyarakat Indonesia yang berada di perbatasan untuk menjaga keutuhan
wilayah.
Dari pihak pariwisata menjelaskan dengan keberadaan media yang begitu
terbuka saat ini memberikan kontribusi yang begitu besar bagi masyarakat
Indonesia sehingga diketahuinya bahwa negara tetangga Malaysia mengklaim
pulau-pulau terluar dan seni budaya Indonesia. Berdasarkan pemberitaan media
tentang hal dimaksud tentunya Indonesia harus melakukan langkah-langkah
antisipatif seperti mempertanyakan persoalan itu kepada pemerintah Malaysia
tentang kebenarannya. Dan tidak perlu terlalu demonstratif tetapi dengan cara-cara
yang elegan persuasive. Walaupun dari beberapa pemberitaan media di Indonesia
pemerintah Malaysia tidak lagi ambil serius dengan persoalan tersebut. Tetapi
pada sisi lain tentunya tidak perlu terlalu berlebihan menyikapi pemberitaan media
di Indonesia atau klaim Malaysia dimaksud. Walaupun di sisi lain Indonesia perlu
mencari bukti kebenaran di lapangan atas pemberitaan tersebut. Sebab tindakan
media akan menginformasikan tentang sesuatu apalagi masalah kepentingan
negara jika tidak ada sumbernya. Tentunya Indonesia sangat terbantu dengan
pemberitaan media.
Penjelasan dari pihak Kodim 091/ASW Kaltim dan Tanjung Pinang
menjelaskan pemberitaan media itu masih dalam tahap kewajaran walaupun di sisi
lain perlu diseleksi kebenaran pemberitaan dimaksud. Tetapi pihak TNI tidak
setuju atas perbuatan pemerintah Malaysia mengklaim pulau terluar dan seni
budaya Indonesia. Sebab hal itu berkaitan dengan kedaulatan negara kesatuan
Republik Indonesia. Dan masalah ini tidak ada tawar menawar dan harus ditolak
dan perlu diselesaikan dengan segera. Tentunya dengan keberadaan media di
Indonesia saat ini lagi terbuka pantas diberikan rasa hormat kepada media di
Indonesia yang begitu cepat mengangkat kasus tersebut walaupun masih perlu
diselidiki kebenarannya. Sehubungan dengan keberadaan pulau-pulau terluar
Indonesia aparat keamanan seperti TNI perlu ditingkatkan keberadaannya di
daerah tersebut. Dalam hal ini penempatan Babinsa perlu ditingkatkan secara
merata di daerah-daerah perbatasan. Begitu juga peralatan pemantau seperti kapal
perang dan infrastruktur lainnya perlu segera diwujudkan sehingga aparat TNI dan
unsur Muspida terkait dapat dengan mudah melakukan patroli guna melakukan
penjagaan di daerah-daerah perbatasan baik darat maupun laut di wilayah
Indonesia yang berbatas dengan negara lain.
Reaksi Malaysia terhadap pemberitaan klaim Malaysia terhadap pulau
terluar dan seni budaya Indonesia perlu dipelajarin sebab walaupun Indonesia
Malaysia serumpun tetapi ternyata Malaysia sanggup mengklaim pulau terluar dan
seni budaya Indonesia. Bangsa Indonesia tidak boleh lengah dengan keadaan ini
perlu ada tindakan tegas dan terencana.
Tanggapan yang diungkapkan dari Ormas di daerah perbatasan Tanjung
Pinang menyebutkan perlu kiranya saling menghormati hukum internasional
tentang zona batas Indonesia Malaysia, jika memang perlu dilakukan kesepakatan
di Mahkamah Internasional sehingga akan dapat menguatkan keutuhan NKRI.
Klaim Malaysia terhadap seni budaya Indonesia sempat disayangkan. Memang
Indonesia Malaysia serumpun tetapi ada banyak hal yang berbeda jika dilihat dari
ragam budaya. Tentunya Indonesia lebih banyak memiliki seni dan budaya
dibanding Malaysia.
Maka langkah-langkah yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia adalah
dilakukannya pendataan ulang untuk memastikan keberadaan pulau-pulau terluar
serta seni budaya Indonesia. Setiap persoalan yang terjadi antara Indonesia dan
Malaysia tidak harus dilakukan secara destruktif yang berdampak pada
ketidakharmonisan hubungan kedua negara yang selama ini sudah terjalin baik.
Pemerintah Indonesia Malaysia perlu melakukan menginverting kembali berbagai
seni budaya kedua belah pihak, begitu juga keberadaan pulau-pulau terluar sebab
bagaimanapun juga sebagai negara bertetengga yang mana di Malaysia banyak
warga Indonesia berdomisili di sana baik yang sudah menetap sebagai warga
Malaysia maupun sebagai TKI dan juga pelajar. Dikarenakan sudah lama berada
di Malaysia rindu akan leluhur kebudayaannya sehingga berbagai seni budaya
yang dimiliki dipertunjukkan yang ternyata dikatakan seni budaya yang
dipertunjukkan itu sebagai milik Malaysia. Padahal seni budaya asli Indonesia.
Keadaan ini dapat memancing reaksi negatif Indonesia.
Tanggapan dari Badan Pengelola Daerah Perbatasan Provinsi Kaltim
mengungkapkan sangat respon positif terhadap pemberitaan media di Indonesia
tentang isu klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar dan seni budaya
Indonesia. Dengan pemberitaan itu akan diketahui apa-apa yang perlu dilakukan
untuk mengatasi masalah dimaksud apalagi masalah perbatasan Indonesia
Malaysia. Tentunya program-program yang telah ditetapkan oleh pemerintah
pusat maupun daerah perlu diwujudkan tidak hanya program semata tetapi tidak
diwujudkan dengan berbagai alasan. Sementara negara tetangga terus membangun
daerahnya yang berbatas langsung dengan Indonesia dan ini menunjukkan
kesenjangan dalam berbagai hal antara Indonesia dan Malaysia di daerah
perbatasan kedua belah pihak khususnya di bidang ekonomi.
Reaksi Malaysia terhadap pemberitaan media di Indonesia tentang isu dimaksud
biasa-biasa saja sebab mereka sudah sejahtera tidak perlu ada keributan dan klaim
Malaysia terhadap pulau terluar dan seni budaya Indonesia hanya media di
Indonesia saja yang meributkannya.

Kesimpulan
1. Keberadaan media memiliki posisi yang begitu besar dalam menyampaikan
berbagai isu yang berkaitan dengan permasalahan perbatasan. Kebebasan pers
dapat mengungkapkan dengan gamblang tentang bagaimana negara tetangga
seperti Malaysia mengklaim pulau terluar dan seni budaya Indonesia. Begitu juga
media di Indonesia memberitakan secara terbuka tentang bagaimana reaksi
masyarakat Indonesia atas klaim Malaysia tersebut.
2. Baik pemberitaan dari berbagai media maupun tanggapan dari berbagai kalangan
sangat menolak tindakan yang dilakukan oleh Malaysia terhadap Indonesia, sebab
klaim Malaysia atas pulau-pulau terluar Indonesia serta seni budaya Indonesia
menyangkut dengan kedaulatan negara. Tentunya dengan tegas pihak pemerintah
Indonesia menolak dan meminta klarifikasi atas klaim dimaksud.
3. Pada satu sisi pemerintah Indonesia sangat menghormati kedaulatan negara
tetangga seperti Malaysia, tetapi bangsa Indonesia juga sangat cinta terhadap
bangsa dan negara Indonesia yang berdaulat. Apapun yang terjadi antara
Indonesia atas klaim Malaysia terhadap pulau-pulau terluar serta seni budaya
Indonesia perlu dibicarakan secara baik-baik dengan cara kekeluargaan dengan
pendekatan budaya serumpun, sebab Malaysia Indonesia negara adik abang.

Rekomendasi
1. Pemerintah perlu mengoptimalkan peranan media massa untuk selalu
mensosialisasikan kepada masyarakat upaya-upaya yang akan dan sudah
dilakukan oleh pemerintah tentang pembangunan di daerah perbatasan. Sebab
dengan keterbukaan media pada saat ini merupakan peluang bagi masyarakat
untuk mengenal dan mengetahui keberadaan daerahnya dari informasi yang
ditemui dari berbagai media.
2. Keberadaan media yang semakin terbuka di Indonesia perlu terus didorong oleh
pemerintah. Sebab dengan kebebasan memperoleh informasi dari berbagai media
akan dapat meningkatkan peran masyarakat untuk menjaga dan mengoptimalkan
potensi-potensi yang ada di daerah perbatasan yang menjadi tempat tinggal
mereka. Tentunya untuk mendorong kearah tersebut pemerintah perlu membangun
infrastruktur sarana telekomunikasi untuk mempermudah akses masyarakat
terhadap informasi yang diinginkan oleh masyarakat di daerah perbatasan.
3. Pemerintah perlu menginverting kembali pulau-pulau terluar serta seni budaya
Indonesia sebab berdasarkan kesepakatan UNCLOS Indonesia memiliki 92 pulau
terluar berbatasan langsung dengan sepuluh negara. Untuk dilakukan pendaftaran
secara internasional yang menjadi milik bangsa Indonesia. Dengan pengakuan
internasional tersebut tidak ada lagi negara lain seperti Malaysia dapat mengklaim
pulau-pulau terluar serta seni budaya Indonesia sebagai milik mereka.
4. Pemerintah Indonesia perlu secara proaktif menyikapi persoalan-persoalan yang
muncul pada masyarakat yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur di
daerah perbatasan. Sebab sudah banyak program yang telah direncanakan baik
pemerintah pusat maupun daerah untuk keperluan masyarakat daerah perbatasan.
Tetapi belum dilaksanakan secara maksimal karena terbatas dan terkendala pada
pembiayaan/anggaran. Sementara masyarakat di daerah tetangga perbatasan
pembangunan sudah maju.

Daftar Pustaka
Poerwadarminta, W.J.S. 2006. Kamus Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.
Sobur, Alex. 2002. Analisis Teks Media. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Tankarel Jr, Werner J. Senerin. 2007. Teori Komunikasi. Kencana Prenada Media Group.
Harian Analisa, terbitan tanggal 1 s/d 30 September 2009.
Harian Waspada, terbitan tanggal 1 s/d 30 September 2009.

Lain-lain :
http://www.suarapembaruan.com/News/2007/03/05/Nasional/030307am.gif
http://www.umpo.ac.id/userfiles/image/reog24.jpg
http://indonesiaberprestasi.web.id/wp-content/uploads/2009/08/tari-pendet.jpg
http://matanews.com/wp-content/uploads/batik1.jpg
http://beta.tnial.mil.id/cakra/images/ambalat.jpg
http://beritadaerah.com/UserFiles/Image/travel/batik/batik3.jpg
http://wiryanto.files.wordpress.com/2008/05/reog.jpg
http://www.primaironline.com/images_content/2009824tari%20pendet.jpg
http://prabowosubianto.info/v2/wp-content/uploads/2009/06/ambalat.jpg

PERAN MEDIA DALAM PEMBENTUKAN OPINI MASYARAKAT DI


WILAYAH PERBATASAN MENGENAI JATI DIRI BANGSA INDONESIA9

Oleh : Amiruddin Z.

Abstrak
9
Telah dipresentasikan pada acara seminar hasil penelitian tanggal 3 Desember 2009 di BBPPKI Medan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peran media dalam
pembentukan opini masyarakat di wilayah perbatasan mengenai jati diri Bangsa
Indonesia. Lokasi yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah wilayah perbatasan
yang menjadi wilayah kerja Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan
Informatika Medan. Penelitian ini bersifat kualitatif yaitu mewawancarai terhadap
informan dari berbagai kalangan yang dianggap relevan, metode yang digunakan deskritif
analisis. Dari hasil temuan terungkap bahwa wilayah perbatasan masih merupakan daerah
tertinggal dari berbagai aspek, termasuk tentang keberadaan dan peran dari media
nasional. Sementara dikarenakan media Malaysia lebih jelas dan mudah. Sehingga
masyarakat lebih memilih penggunaan media (TV, Radio) dari negara tetangga Malaysia
tersebut. Hasil penelitian juga menyimpulkan bahwa jati diri masyarakat di wilayah
perbatasan tidaklah luntur, namun wawasan kebangsaan mereka dapat dikatakan
menurun, hal tersebut tentu suatu kewajaran disebabkan minimnya mendapatkan
penjelasan dan informasi dari tayangan / siaran media nasional.

Kata Kunci : Peran media masyarakat wilayah perbatasan, jati diri.

The purpose of this study is to describe the role of media in shaping public
opinion in the border region about the identity of the Indonesian nation. Locations
sampled in this study is a border region that became the working area of Research and
Development Center for Communications and Information Technology Field. This
research is qualitative interviewing informants from various groups that are considered
relevant, the methods used descriptive analysis. From the findings revealed that the
border region are still disadvantaged areas from various aspects, including the existence
and role of the national media. While the media is because Malaysia is more clear and
easy. So that people would prefer the use of media (TV, Radio) from the neighboring
country of Malaysia. The present study also concluded that the identity of the community
in the border region is not run, but the insights of their nationality can be said to decline,
it is certainly a lack of fairness due to get an explanation and information from the
impressions / national media broadcasts.

Key words: Role of media frontier society, identity.

Latar Belakang Masalah


Hidup ini dikendalikan media massa, kehadiran/keberadaan media massa di suatu
lokasi/tempat adalah sangat penting. Dengan keberadaan media massa dapat
meningkatkan peradaban masyarakat di lokasi/ tempat tersebut. Masyarakat memperoleh
berbagai informasi sekaligus mempengaruhi sikap atau membentuk cara pandang.
Penyebaran informasi adalah usaha komunitas melalui saluran komunikasi untuk
menyampaikan pesan kepada masyarakat luas. Saluran komunikasi ini dapat dianggap
sebagai penerus atau saluran pesan yang berasal dari sumber informasi kepada sasaran
komunikasi ( Rogres, 1978 :16 )
Peran media di dalam penyampaian informasi diungkapkan seorang penulis
ternama Alfin Tofler bahwa peradaban manusia dimasa ini telah memasuki era baru yang
disebut “ The Third Wave “ dikatakan bahwa fungsi informasi menjadi jauh lebih penting
daripada era sebelumnya. Dapat dipahami pengaruh informasi yang disampaikan melalui
media sangat berperan dalam pembentukan opini masyarakat. Jhon Naisbit
mengungkapkan bahwa ada sepuluh pertanda zaman yang kini merubah hidup dan
kehidupan masyarakat Amerika, dari kesepuluh pertanda zaman tersebut yang pertama
kali adalah information society atau masyarakat informasi.
Carter (1973) menganggap komunikasi sebagai satu tingkah laku. Menurut beliau
apabila seseorang berkomunikasi dia berusaha untuk mencari informasi yang dapat
digunakan untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya supaya dia
mempunyai satu gambaran yang lebih tepat tentang keadaan yang dihadapinya . Chaffe
(1980) dalam Rahmat (1985 : 215-217) mengemukakan tiga pendekatan untuk melihat
efek media massa :

Pertama : Pendekatan yang berkaitan dengan media massa


Kedua : Pendekatan dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada
khalayak seperti penerima informasi, perubahan perasaan atau sikap
dan perubahan perilaku (perubahan kognisi, efeksi, bihavioral)
Ketiga : Meninjau suatu observasi yang dikenal efek media massa.

Pendekatan tersebut menurut Gonzales (1978: dalam Jahi, 1988 :17) disebut tiga
dimensi efek komunikasi massa itu :
• Efek Kognitif yang meliputi peningkatan kesadaran belajar dan tambahan
pengetahuan
• Efek Afektif yang berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap.
• Efek Konatif erat hubungannya denga niat dan kecenderungan dan berperilaku
menurut cara tertentu

Adanya asumsi bahwa masyarakat pada wilayah perbatasan menggunakan media luar
negeri, lebih mengenal negara tetangga, dengan demikian dikhawatirkan akan mengalami
kelunturan jati diri sebagai bangsa Indonesia, oleh karenanya dipandang perlu penelitian
ini.

Permasalahan
Berdasarkan Uraian diatas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Bagaimana Peran Media dalam pembentukan opini masyarakat mengenai jati diri
Bangsa Indonesia di wilayah perbatasan ?
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui peran media dalam pembentukan opini masyarakat mengenai
jati diri Bangsa Indonesia di wilayah perbatasan.

Pembatasan Masalah.
Masyarakat yang menjadi objek penelitian ini adalah masyarakat yang berdomisili
di wilayah perbatasan yang berada dalam cakupan wilayah kerja BBPPKI Medan.
Namun karena faktor keterbatasan dana, waktu dan tenaga, maka dibatasi yaitu hanya
wilayah, Provinsi Sumatera Utara yaitu : Kabupaten Batubara, Provinsi Riau yaitu :
Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Kepri adalah : Kabupaten Bintan dan Kabupaten
Tanjung Balai Karimun, Provinsi Kalimantan Timur adalah : Kabupaten Malinao dan
Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Barat adalah : Kabupaten Sanggau, Kabupaten
Sambas, dan Kabupaten Bengkayang.
Objek penelitian ini adalah Media yang beredar di wilayah perbatasan dalam
cakupan kerja BBPPKI Medan, meliputi media elektronik, dan media cetak .

Kajian Teoritis
1. Media Dalam Pembentukan Opini
a. Peran Media
Peran media massa dalam kehidupan sosial menurut beberapa literatur
tidak diragukan lagi, walaupun kerap dipandang secara berbeda-beda.
Namun tidak ada yang menyangkal atas peran media massa yang signifikan
dalam masyarakat moderen. MC.Quail dalam bukunya Mass
Communication Theories (2000:66) menerangkan opini publik terhadap
peran Media Massa.
Pertama. Melihat Media Massa sebagai Window On Events And
Experience atau khalayak memandang apa yang terjadi di luar sana.
Kedua. Media Massa dianggap A miror Of event In Society And The Word
Impleying A Faith Full Relection atau cermin dari berbagai peristiwa
yang ada.
Dikatakan beliau media massa merupakan sumber ketahanan atau alat
kontrol, menagemen dan motivasi dalam masyarakat yang dapat
didayagunakan sebagai pengganti kata atau sumber daya lainnya. Dari
beberapa Pengkajian maupun tulisan dinyatakan bahwa hampir semua
tempat, media massa diharapkan ikut mengembangkan kepentingan nasional
dan menunjang nilai nilai utama pola perilaku tertentu karena sesungguhnya
media massa itu sendiri berfungsi sebagai pemberi informasi, pendidik,
hiburan dan kontrol sosial

b. Pengertian Opini dan Opini Publik


William Albiq dalam bukunya “ Modern Public Opinion “ yang
dikutip oleh Meinanda (1980 : 29 ) mengemukakan bahwa “Opini adalah
suatu pernyataan mengenai sesuatu yang sifatnya bertentangan. Opini
merupakan “ Expressed statement “ yang biasa diucapkan dengan kata
kata. Isyarat, atau cara lain yang mengandung arti dan dapat dipahami
maksudnya. Hal ini berarti opini harus dinyatakan.
Subyek dari suatu opini biasanya masalah masalah baru. Opini berupa reaksi
pertama dimana orang mempunyai rasa ragu ragu tentang sesuatu, yang lain
dari kebiasan, ketidakcocokan, dan adanya perubahan penilaian. Unsur unsur
ini mendorong orang untuk saling mempertentangkannya ( Albiq dalam
Sunarjo, 1984 :31)
Dengan demikian pengertian opini atau pendapat mempunyai dua unsur
yaitu :
1) Adanya pernyataan
2) Mengenai masalah yang bertentangan.
Opini atau pendapat itu dapat dinyatakan melalui media massa seperti
Televisi, Radio, maupun Suratkabar atau Majalah. Opini ini dikemukakan
oleh berbagai kalangan dari berbagai kalangan. Karena itu opini mempunyai
ciri ciri :
1) Selalu diketahui dari pernyataan pernyataan.
2) Merupakan sinthesa atau kesatuan dari banyak pendapat.
3) Mempunyai pendukung dalam jumlah besar.
Selanjutnya pengertian publik menurut Soekamto dalam Sunarjo (1984 :19)
adalah kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi terjadi secara
tidak langsung melalui media komunikasi misalnya pembicaraan secara
pribadi, desas desus, melalui media komunikasi massa misalnya surat kabar,
radio, televisi dan sebagainya.
Publik menaruh minat pada persoalan atau kepentingan yang sama,
mereka terlibat dalam suatu pertukaran pemikiran untuk mencari
penyelesaian atau kepuasan atas persoalan itu ( Hartono dalam Rousydy,
1985 :314 ). Menurut Schramm dalam Sunarjo dan Sunarjo ( 1981 : 2)
yang menyebabkan timbulnya publik adalah :
1) Sebagai respons terhadap suatu masalah.
2) Adanya perhatian dan minat terhadap sesuatu hal yang umum
sifatnya dan menyangkut kepentingan umum pula.
Secara singkat Blumer dalam Sastropoetro (1990 : 108 ) mengemukakan
ciri ciri publik sebagai berikut :
1) Dikonfrontasi / dihadapkan kepada sesuatu issu.
2) Terlihat dalam diskusi mengenai issu tersebut.
3) Memiliki perbedaan pendapat tentang cara mengatasi issu.
Dari kata opini dan publik timbullah istilah yaitu opini publik.
Para ahli mengemukakan berbagai rumusan atau definisi tentang opini
publik, yang berbeda satu sama lain. Menurut Childs (1965 ) hal ini terjadi
karena adanya perbedaan interest (titik perhatian) dalam mengkaji opini
publik tersebut. Misalnya ilmuan politik membatasi untuk kajian politik,
kemudian pihak pihak lain menitikberatkan pada cara pembentukan
pendapat atau tentang kualitas dari pendapat pendapat yang dinyatakan,
pengaruh pengaruhnya dan sebagainya (Sastroepoetro, 1990 :117 )
Cutlip dan Center dalam Sastroepoetro (1990 :117 ) bahwa
istilah opini publik sangat licin, sukar untuk diwajibkan, sulit pula untuk
didefinisikan, sulit untuk diukur dan tidak mungkin untuk dilihat. Namun
kekuatannya yang meresap sangat mudah dirasakan. Meskipun demikian,
dari sejumlah teori yang ada, Peneliti mencoba mengutip beberapa teori
yang dianggap relevan dengan penelitian ini.
Cutlip dan Center (1961) dalam bukunya “ Effective Public Relations
“ yang dikutip oleh Sastroepoetro (1990 : 71 ) menyatakan bahwa : “ Opini
Is The Sum Of Accumulated Individual Opinion On And Issue In Public
Debates And Effecting A Group Of People “. Artinya Opini publik adalah
jumlah akumulasi pendapat individual tentang suatu issu dalam pembicaraan
secara terbuka dan pengaruh terhadap sekelompok orang. Dengan demikian
opini publik terbentuk melalui suatu kegiatan yang berupa debat,
pembicaraan, atau pertukaran pikiran antara individu individu yang berada
dalam suatu kelompok.
Sedangkan Iris dan Protho (1965) dalam bukunya : The Politics Of Opini
adalah “ The Ekspression Of Attitude On A Social Issue “.
Lebih lanjut Irish dan Protho dalam Susanto (1985 :90) menyatakan : suatu
pendapat harus dinyatakan terlebih dahulu agar dapat dinilai sebagai
pendapat atau opini publik. Sebab menurut mereka sesuatu yang belum
dinyatakan belum bisa disebut opini karena belum mengalami proses
komunikasi, melainkan masih merupakan suatu proses dalam diri manusia,
masih merupakan sikap.
Disamping itu, diperlukan pula adanya issu atau masalah agar sesuatu
itu dapat dinilai sebagai opini publik. Suatu pendapat akan menjadi issu
apabila mengandung unsur kemungkinan pro dan kontra. Suatu issu akan
menjadi issu sosial apabila ia menyebabkan orang lain akan membentuk
pendapatnya dan menyatakan ataupun memberikan tanggapannya atas
persoalannya yang dibahas oleh pendapat semula (Irish dan Protho, dikutip
oleh Susanto, 1985 : 92 )
Dengan demikian, opini publik merupakan pendapat yang ditimbulkan
oleh adanya unsur unsur sebagai berikut :
1. Adanya masalah atau situasi yang bersifat kontroversial yang
menimbulkan kontra.
2. Adanya publik yang terikat kepada masalah tersebut dan berusaha
memberikan pendapatnya

2. Wilayah Perbatasan
Indonesia bila dilihat dari sisi geografis adalah merupakan negara besar di
Asia Tenggara. Keberadaan Negara Indonesia terletak diantara 6 0 Linta Utara, 11
0
Lintang Selatan dan diatas 95 0 Bujur Timur, dan 141 0 Bujur Barat, berada
diantara Benua Asia-Australia dan diantara Samudra Hindia-Pasifik. Indonesia
adalah merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 13.667 pulau.
Dalam Draft Rancangan Pembangunan Nasional Jangka Panjang (2004-
2009) pada Bab 24 tentang pengurangan ketimpangan Pembangunan Daerah
dijelaskan bahwa wilayah Perbatasan dan terpencil kondisinya masih terbelakang.
Perhatian berbagai pihak terhadap pembangunan di kawasan perbatasan pada
beberapa tahun terakhir ini semakin besar.
Indonesia disamping memiliki potensi wilayah yang strategis bagi
pertahanan dan keamanan negara, namun di beberapa wilayah perbatasan terjadi
kesenjangan pembangunan yang cukup besar dengan negara tetangga yang
dikhawatirkan dalam jangka panjang akan menimbulkan kerawanan. Untuk
wilayah perbatasan (khususnya perbatasan darat) disamping masih rendahnya
dana pembangunan, penyebab utama ketinggalan adalah akibat dari arah
kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini cenderung berorientasi in
word looking sehingga seolah olah kawasan perbatasan hanya menjadi halaman
belakang dari pembangunan kita.
Sementara itu, pulau pulau kecil yang ada di Indonesia sulit berkembang
terutama karena lokasinya sangat terisolir dan sulit dijangkau. Diantaranya banyak
yang tidak berpenghuni atau sangat sedikit jumlah penduduknya, serta belum
tersentuh oleh pelayanan dasar dari pemerintah seperti, Sekolah, Puskesmas,
dan lain lain.
Selanjutnya disebutkan program pengembangan wilayah perbatasan
ditujukan untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak
kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum internasional, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan
budaya serta potensi lokasi perbatasan.
Dan menjadikan wilayah perbatasan sebagai halaman depan negara
sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara negara RI dengan negara
tetangga dan antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat negara tetangga.
Kegiatan pokok yang akan dilakukan adalah :
1. Fasilitasi pemerintah daerah untuk mengembangkan wilayah perbatasan antara
negara sehingga wilayah perbatasan menjadi beranda depan negara, baik
kondisi fisik maupun kehidupan masyarakatnya tidak sangat jauh berbeda
dengan yang ada di negara tetangga.
2. Deklarasi serta penetapan garis perbatasan antara negara dengan tanda tanda
batas yang jelas
3. Pengamanan wilayah perbatasan dari kegiatan illegal dan fasilitas pergerakan
barang dan orang secara sah dan mudah.
4. Pengembangan wilayah perbatasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
berbasis sumber daya alam lokal melalui pengembangan sektor sektor
unggulan.
5. Peningkatan kualitas sumber daya manusia khususnya dalam bidang kesehatan
dan pendidikan.
6. Peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat.
7. Peningkatan wawasan kebangsaan masyarakat, serta
8. Penegakan supermasi hukum serta aturan perundang undangan terhadap setiap
pelanggaran yang terjadi di wilayah perbatasan.

Mengingat bentuk geografis Indonesia, yaitu sebagai negara kepulauan


yang dua pertiga wilayahnya terdiri dari lautan dan diantara pulau pulaunya ada
yang memberikan cukup ruang dan kedalam bagi penyusunan perlawanan. Tidak
terkecuali melalui pemberitaan media massa (keberadaan media asing) dapat
membuat kedangkalan rasa kecintaan terhadap tanah air Indonesia, menipisnya
rasa kebangsaan dan hilangnya jati diri bangsa Indonesia.

Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis,
metode yang hanya memaparkan situasi dan peristiwa apa adanya, tanpa mencari dan
menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesa atau membuat prediksi ( Rakhmat, 1997 :
34).
Penelitian deskriptif hanya memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu
individu, keadaan gejala, atau kelompok tertentu. Tujuannya adalah untuk membuat
deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat
populasi atau daerah tertentu

1. Lokasi Penelitian
Dengan berbagai pertimbangan dan pengkajian secara intern BBPPKI Medan
ditetapkan lokasi yang dijadikan sampel dalam penelitian ini yaitu :
 Untuk Provinsi Sumatera Utara yaitu : Kabupaten Batubara.
 Untuk Provinsi Riau yaitu : Kabupaten Rokan Hilir
 Untuk Provinsi Kepri adalah : Kabupaten Bintan dan Kabupaten Tanjung
Balai Karimun
 Untuk Provinsi Kalimantan Timur adalah : Kabupaten Malinao dan
Kabupaten Nunukan
 Untuk Provinsi Kalimantan Barat adalah : Kabupaten Sanggau, Kabupaten
Sambas, dan Kabupaten Bengkayang, lokasi tersebut dinilai dapat mewakili
setiap provinsi
 Sementara Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi NAD yang juga merupakan
wilayah kerja BBPPKI Medan, namun tidak diikutsertakan pada penelitian
ini.

2. Informan Yang Diwawancarai


1. Humas Setda Kab/Kota/Kabid Informasi Dinas Perhubungan
2. DPRD Kab/Ko ( yang membidangi informasi)
3. Dinas Pendidikan / Tokoh Pendidikan
4. Tokoh Adat / Budayawan
5. Organisasi Pers
6. Organisasi Radio
7. Organisasi Televisi
8. Organisasi KNPI Setempat/Tokoh Pemuda
9. Tokoh Organisasi Masyarakat
10. Tokoh Agama
11. KPID

3. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam
terhadap informan dan studi dokumen.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan melalui wawancara mendalam
(in-depth interview) sesuai pedoman wawancara yang disusun berdasarkan
permasalahan dan tujuan yang akan dicari dalam penelitian. Untuk lebih
mendalami secara akurat dalam pengumpulan data ini juga dilakukan melalui
teknik snowball (bola salju).
Prosedur dan mekanisme melalui penerapan dengan metoda atau teknik
snowball ini dilakukan secara berantai, makin lama informan semakin besar
seperti halnya bola salju. Pada tingkatan operasional, pengumpulan data kepada
para key informan ini dicari yang relevan untuk di interview, dan selanjutnya
diminta untuk menyebutkan nara sumber lainnya dengan spesifikasi/spesialisasi
yang sama, yang biasanya saling mengenal karena mereka satu spesialisasi
(Darmadi D, dkk:1998;34, Kristi Poerwandari:2001;61)
Pengumpulan data melalui metoda ini dilakukan dengan pertama,
menentukan nara sumber yang pertama kali di wawancarai, kemudian kedua
meminta kepada nara sumber pertama itu untuk menyebutkan key informan yang
berikut dan seterusnya sehingga data yang diperoleh semakin kaya untuk
kepentingan analisisnya. Wawancara dianggap cukup dan bisa diakhiri ketika
pemberi informan terkahir memberikan jawaban yang sama dan tidak
menyimpang dari nara sumber informasi sebelumnya

4. Teknik Analisis Data


• Data primer dan skunder yang telah diperoleh melalui observasi, wawancara
mendalam, catatan lapangan, kliping media cetak, buku laporan, buku-buku
pedoman dan peraturan, kepustakaan dan sebagainya dikumpulkan dan
ditelaah serta dikaitkan dengan permasalahan dan tujuan penelitian
• Data yang telah dirangkum berdasarkan permasalahan yang ingin diperoleh
jawabannya, kemudian dipelajari dan dianalisis secara mendalam
berdasarkan alur pemikiran dan sistematika penulisan.

Pembahasan Hasil Penelitian


1. Aspek Geografis.
Indonesia bila dilihat dari sisi geografis adalah merupakan negara besar di
Asia Tenggara. Keberadaan negara Indonesia terletak diantara 6 0 Lintang Utara,
110 Lintang Selatan dan diatas 95 0 Bujur Timur, 141 0 Bujur Barat, berada
diantara benua Asia-Australia dan diantara Samudra Hindia-Pasifik. Indonesia
adalah merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 13.667 pulau.
Wilayah perbatasan antar Negara mempunyai nilai strategis dalam
mendukung keberhasilan pembangunan nasional. Karena posisinya yang langsung
berbatasan dan berhadapan dengan Negara tetangga yang saat ini lebih maju dan
dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, apabila dibandingkan
dengan kesejahteraan masyarakat setempat antara yang tinggal di wilayah
Indonesia dan Negara tetangga. Dari pengalaman lepasnya Timor Timur dan
Pulau Sipadan dan Ligitan, maka sudah waktunya lebih memperhatikan kondisi
wilayah perbatasan antara Negara untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Pembangunan wilayah perbatasan antar Negara
merupakan bagian dari upaya perujudan ruang wilayah nusantara sebagai satu
kesatuan ideologi, ekonomi, otonomi, sosial budaya dan hankam.
Secara umum wilayah perbatasan masih merupakan wilayah rertinggal
dengan sarana dan prasaran sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas akibat
dari kebijakan pendekatan pembangunan di wilayah tersebut selama ini lebih
mengutamakan pada pendekatan keamanan (security approach) dari pada
pendekatan kesejahteraan ( prosperty approach). Dampak dari pendekatan seperti
itulah yang mengakibatkan wilayah perbatasan ini menjadi daerah yang tidak
tersentuh oleh dinamika pembangunan dan pusat pelayanan pemerintah lainnya
yang menyebabkan masayarakatnya menjadi relative miskin dan tertinggal .
sehingga secara ekonomi, masyarakat di wilayah ini lebih berorientasi kepada
negara tetangga Malaysia, yang telah membangun pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi di sepanjang koridor perbatasannya melalui berbagai kegiatan ekonomi
dan perdagangan yang telah memberikan keuntungan bagi masyarakatnya.
Dari aspek politik dan sosial budaya, masyarakat di wilayah inipun lebih
cenderung berorientasi pada Negara tetangga karena rendahnya akses informasi
dan komunikasi yang mereka peroleh sehari-hari, sehingga dikhawatirkan akan
melunturkan nilai-nilai jati diri kebangsaan sebagai warga NKRI
Dalam draft Rancangan Pembangunan Nasional Jangka Panjang (2004-
2009) pada Bab 24 tentang Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Daerah
dijelaskan bahwa wilayah perbatasan dan terpencil kondisinya masih terbelakang,
perhatian berbagai pihak terhadap pembangunan dikawasan perbatasan pada
beberapa tahun terakhir ini semakin besar.
Disamping memiliki potensi wilayah yang strategis bagi pertahanan dan
keamanan negara. Namun di beberapa wilayah perbatasan terjadi kesenjangan
pembangunan yang cukup besar dengan negara tetangga yang dikhawatirkan
dalam jangka panjang akan menimbulkan kerawanan.
Untuk wilayah perbatasan (khususnya perbatasan darat) disamping masih
rendahnya dana pembangunan, penyebab utama ketertinggalan adalah akibat dari
arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini cenderung berorientasi
inward looking sehingga seolah-olah kawasan perbatasan hanya menjadi halaman
belakang dari pembangunan kita.
Sementara itu, pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia sulit berkembang
terutama karena lokasinya sangat terisolir dan sulit dijangkau. Diantaranya banyak
yang tidak berpenghuni atau sangat sedikit jumlah penduduknya, serta belum
tersentuh oleh pelayanan dasar dari pemerintah sepertisekolah, puskesmas, dan
lain-lain.
Secara umum wilayah perbatasan dipandang dari aspek informasi dan
komunikasi. Selama ini lebih mengenai pemerintah dan kebijakan negeri tetangga,
sebagaimana terjadi di Kalimantan Barat. Kata Drs. Wikaya Kusuma, MA,
peneliti senior di Univ.Tanjungpura Pontianak (Asa di Tapal Batas) Tabloit
Dep.Kominfo Edisi Desember 2006.
Direktur Wilayah Administrasi dan Perbatasan, Ditjen Pemerintahan
Umum, Dep.Dalam Negeri, Kartiko Purnomo, SH, MPA, mengatakan masih
banyak batas wilayah negara yang belum beres, terutama wilayah perairan
Indonesia dengan negara-negara perbatasan.
Sedangkan pembangunan perbatasan sudah beres sebanyak 72 Pos Lintas
Batas (PLB), mercusuar dan pilar-pilar dikepulauan terluar diperbatasan negara,
menelan biaya ratusan milyar rupiah untuk menghindari pencaplokan wilayah
kesatuan Indonesia sebagaimana Pulau Ligitan dan Sepadan yang kini milik
Malysia dan Pulau Pasir masuk wilayah Australia. Meski perbatasan dengan
Malaysia, Singapura, Papua Nugini dan Australia titik-titik koordinat sudah
selesai, namun masih dilakukan pemasangan mercusuar untuk diwilayah
perbatasan perairan (laut) dan pembangunan PLB yang juga diharapkan dapat
mendongkrak makro ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan. Yang belum
beres untuk wilayah perairan dengan Indonesia, Thailand, Filipina, Vietnam,
Timor Leste. Untuk Timor Leste kini masih terus dilakukan negosiasi dan
diplomasi daerah Kupang yang masih tarik ulur, “ Katanya.
Banyak batas wilayah titik koordinat diperairan dengan negara-negara
tetangga ini perlu mendapat perhatian kita bersama, “ Disinilah Patriotisme
Kebangsaan kita diuji, Dep. Dalam Negeri terus bekerja keras, begitu juga Dep.
Luar Negeri berupaya meningkatkan lobby-lobby untuk menyelamatkan wilayah
Indonesia “.
Diminta terhadap masyarakat Indonesia agar mendukung dan tidak boleh
lagi lemah apa yang telah dilakukan oleh Malayasi dengan mengambil kedua
pulau Indonesia. “ Begitu juga dengan pulau Pasir yang menjadi milik Australia,
kasari sajalah, bila perlu serang saja negara yang mencaplok wilayah kita, ujar
Kartiko menceritakan kegeramannya di berbagai forum dalam mengurus
penyelesaian perbatasan negara yang dianggap remeh Malaysia dan Australia,
yang turut campur tangan dalam penyelesaian perbatasan Indonesia – Papua
Nugini.
Kita tidak takut lagi kehilangan pulau, karena 4.981 pulau telah dilaporkan
ke Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38
tahun 2002, tentang daftar koordinat geografis titik-titik dasar pangkal kepulauan
Indonesia . “ Jangan khawatir akan kehilangan pulau-pulau terdepan dan terluar,
justru sebaliknya yang di khawatirkan kita tidak dapat mengelolanya.
Mencegah pencaplokan pulau-pulau terluar, pemerintah telah memasang
prasasti, sehingga tidak gampang negara mengklaim pulau itu miliknya. Tapi
efektifision dan efektifprinsipil juga harus diperhatikan. Kalau kita lalai
mengelolanya bisa terulang kembali kasus Ligitan dan Sipadan, terhadap
Malaysia, dimana selalu terjadi tumpang tindih perbatasan wilayah meski telah
disepakati bersama. Mencermati geografis Indonesia teridiri dari Kepulauan dan
berhubungan dengan wilayah perbatasan yang banyak.
Dikaitkan dengan Wilayah Kerja Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI) Medan mencakup 7
Provinsi juga memiliki wilayah perbatasan dituntut kesiapan dari berbagai aspek
untuk dapat memiliki peta kewilayahan dan perbatasan

2. Aspek Media
Sesuai dengan fungsi komunikasi secara umum dapat dikategorikan
menjadi :
1. Memberi tahu (To Inform)
2. Mendidik (To Educate)
3. Membujuk (To Persuade)
4. Menghibur (To Entertaint)
Dampak dari keberadaan media komunikasi informasi ditengah-tengah
masyarakat/lingkungan adalah dapat membawa kedinamisan dan kemajuan dalam
berbagai aspek kehidupan dan sektor lapangan kerja dari masyarakat
lingkungan/daerah tersebut. Karena media komunikasi informasi dimaksud dapat
menyentuh dan mempengaruhi pengetahuan dan cara pandang serta bertingkah
laku, walaupun tidak seketika terhadap kehidupan masyarakat di daerah/wilayah
dimaksud.
Tidaklah berlebihan atau yang diungkapkan oleh Takaji Miyoshi yang
mensejajarkan informasi dengan energi dan pangan. Hal ini dapat dicermati bahwa
kebutuhan informasi disuatu daerah/wilayah menunjukkan tentang peran dan
fungsi dari media tersebut membawa dampak terhadap kemajuan sesuatu daerah.
Semakin maju suatu daerah/wilayah semakin berperan dan berfungsi media
komunikasi informasi, atau dengan kata lain maju dan terbelakangnya suatu
daerah/wilayah dapat ditandai dengan keberadaan media komunikasi informasi di
daerah/wilayah tersebut.
Temuan dari dampak media pada daerah lokasi penelitian ini membuktikan
bahwa pada daerah yang dijadikan penelitian di wilayah perbatasan, terutama pada
bagian pedalaman, belum optimal mendapat siaran/tayangan dari media Indonesia,
malah pada lokasi pedalaman di wilayah perbatasan, masyarakat/penduduk
Indonesia lebih dominant menggunakan media (TV/RADIO) siaran/tayangan luar
negeri (Malaysia). Sungguhpun pada prinsipnya bagi masyarakat bahwa
siaran/tayangan dan bahasan yang digunakan oleh media luar negeri tersebut
tidaklah lebih baik dan menarik dibandingkan dengan siaran/tayangan oleh media
Indonesia.
Namun disisi lain, media luar negeri lebih unggul dalam hal daya
jangkauannyalebih luas dan mudah diakses tanpa menggunakan
parabola/antenapun dapat terlihat jelas, berbeda dengan media Indonesia yang
harus menggunakan parabola/antenna, juga tidak sejelas/terang dari media
Malaysia.
Penduduk di pedalaman wilayah perbatasan dari sisi ekonomi sangat
memprihatinkan, malah ada diantara mereka yang terpaksa berpindah-pindah guna
mendapatkan lahan pertanian yang bakal digarap dijadikan lahan pertanian.
Kondisi ini tentu lebih tidak memungkinkan dapat menerima siaran/tayangan dari
media Indonesia

3. Wawasan Kebangsaan Dan Jati Diri Bangsa.


• Wawasan Kebangsaan
Wawasasan kebangsaan sangat penting dihayati untuk keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ke depan. Minimnya rasa nasionalisme
terhadap bangsa, bisa memecah kesatuan dan persatuan bangsa yang sudah
puluhan tahun terikat.
Suatu bangsa yang tidak mempedulikan akan arti pentingnya wawasan
kebangsaan bisa hancur. Terlepas dari berbagaai penyebab dan factor terjadinya
kurangnya nasionalisme seperti karena krisis ekonomi dan politik, bangsa
Indonesia harus benar-benar kembali akan pentingnya wawasan kebangsaan.
Wawasan kebangsaan itu harus dinomorsatukan dari keutuhan Negara Indonesia.

• Jati Diri Bangsa Indonesia


Jati diri bangsa Indonesia dibentuk oleh 4 (empat) Konsepsus dasar yaitu :
1. Pancasila
2. UUD-1945
3. NKRI
4. Bhineka Tunggal Ika
Empat sumber dasar inilah yang membentuk sikap kita dalam melihat,
memandang diri kita sendiri, memandang bangsa lain. Konsep dasar ini pulalah
yang menyatukan kebhinekaan tunggal ika kita.
Dari jawaban hasil wawancara mendalam terhadap informan pada
penelitian ini, dapat diketahui bahwa wawasan kebangsaan dan jati diri bangsa
Indonesia oelh masyarakat di wilayah perbatasan masih rendah, namun tidaklah
luntur atau mengingkari/menolak dari empat konsepsus dasar tersebut.
Bagi masyarakat pedalaman di wilayah perbatasan tidaklah menampilkan
ke-empat konsepsus dasar jati diri tersebut, yang paling mendasar bagi masyarakat
pedalaman di wilayah perbatasan adalah persoalan ekonomi, infrastruktur yang
belum tertata, sarana pendidikan, kesehatan yang masih terbelakang, transportasi
dan listrik sangat terbatas. Kesemua sarana yang ketertinggalan tersebut bisa
terpenuhi, jati diri bangsa Indonesia bagi masyarakat pedalaman di wilayah
perbatasan tidaklah perlu diragukan.
Di sisi lain adalah SDM, peningkatan pendidikan menjadi prioritas utama.
Keterbelakangan SDM bagi masyarakat pedalaman di wilayah perbatasan
membuat peranan media tidak banyak artinya karena media lebih difungsikan
hanya bertujuan sebagai hiburan.
Berkaitan dengan peran media nasional belum berfungsi optimal. Karena
jangkauan media nasional kalah bersaing dibanding dengan jangkauan oleh media
Negara tetangga (Malaysia), yang dapat diterima tanpa menggunakan antena
parabola.

Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian, terutama berupa wawancara mendalam (Depth Interview)
terhadap informan yang dijadikan pada penelitian “ Peran Media Dalam
Pembentukan Opini Masyarakat di Wilayah Perbatasan Mengenai Jati Diri Bangsa
Indonesia “, terungkap bahwa wilayah perbatasan masih merupakan wilayah
tertinggal dengan saran dan prasarana sosial, ekonomi yang masih sangat terbatas.
Wilayah perbatasan menjadi menjadi daerah yang belum tersentuh oleh dinamika
pembangunan dan pusat-pusat pelayanan pemerintah lainnya yang menyebabkan
masyarakat menjadi relatif miskin dan tertinggal, sehingga secara ekonomi
masyarakat di wilayah perbatasan ini lebih berorientasi kepada negara tetangga
Malaysia yang terus membangun ousat-pusat pertumbuhan ekonomi disepanjang
koridor perbatasannya melalui berbagai kegiatan ekonomi dan perdagangan yang
lebih memberikan keuntungan bagi masyarakatnya. Dari aspek politk dan sosial
budaya, masyarakat di wilayah perbatasan lebih cenderung berorientasi pada
negara tetangga, karena rendahnya akses informasi dan komunikasi yang mereka
peroleh sehari-hari, sehingga dikhawatirkan nilai-nilai kebangsaan sebagai NKRI.
2. Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa keberadaan media (terutama TV dan
Radio) di wilayah perbatasan khususnya di Pulau Kalimantan didapatkan selain
siaran dan tayangan nasional, juga peran dan keberadaan media TV dan Radio
negara tetangga (Malaysia) lebih eksis, lebih jelas dibandingkan dengan
siaran/tayangan nasional. Sehingga dilokasi tertentu yaitu pada bagian pedalaman
wilayah perbatasan peran dan keberadaan media luar negeri tersebut lebih
dominan, hal ini terkait dengan faktor ekonomi masyarakat karena bagi
masyarakat yang ekonomi lemah, tidaklah dapat membeli seperangkat alat yang
digunakan agar bisa mendapatkan siaran nasional, dengan demikian masyarakat
tersebut menyerap tayangan/siaran dari negara tetangga (Malaysia)
3. Tentang jati diri bangsa Indonesia bagi masyarakat wilayah perbatasan,
berdasarkan jawaban dari berbagai kalangan dari informan yang dijadikan dalam
penelitian ini mengemukakan bahwa jati diri masyarakat di wilayah perbatasan
tidaklah luntur, tetapi wawasan mereka dapat dikatakan menurun, tentu suatu
kewajaran disebabkan minimnya mendapatkan penjelasan dan informasi nasional
yang akhirnya mereka bisa jadi lebih mengenal struktur negara tetangga tersebut
dari pada negaranya sendiri.
4. Hasil wawancaradengan berbagai informan dalam penelitian ini, banyak
mengangkat agar peran pemerintah lebih serius dan optimal memajukan wilayah
perbatasan dan kesinergian pemerintah pusat, pemda, dan pemerintah setempat,
dalam penataan wilayah perbatasan. Demikian juga dengan penataan media
komunikasi informasi dibutuhkan kesinkronisasian dengan perangkat lainnya dan
aparatur perangkat di lokasi.
5. Keberadaan siaran/tayangan dari media nasional ditengah-tengah masyarakat pada
wilayah perbatasan, sangat diperlukan dalam hal pembentukan jati diri bangsa
Indonesia, oleh karenanya media nasional harus lebih eksis, sehingga masyarakat
wilayah perbatasan lebih menggunakan media nasional tersebut dan bila perlu
pemerintah dapat memblok siaran luar negeri

Saran
Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian “ Peran Media Dalam
Pemberitaan Opini Masyarakat Di Wilayah Perbatasan Mengenai Jati Diri Bangsa
Indonesia “.
 Diharapkan kesinergian Pemerintah Pusat, Provinsi dan Daerah guna penataan
infrastruktur pembangunan di wilayah perbatasan. Karena keberadaan dan
pengguna media informasi sangat tergantung terhadap maju dan tidaknya serta
SDMnya dari suatu daerah/wilayah tersebut. Demikian pula penataan dari
media informasi tidak terlepas dan senantiasa mempunyai ketertarikan dari
keberadaan dan kesiapan sarana dan prasarana lainnya.
 Persoalan yang paling mendesak bagi masyarakat Indonesia yang berdomisili
di pedalaman wilayah perbatasan adalah masalah ekonomi, dari persoalan
ekonomi ini berdampak menurunnya wawasan kebangsaan, oleh karenanya
pemerintah harus memprioritaskan pembangunan ekonomi dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat akan terbina peningkatan wawasan
kebangsaan dan terpeliharanya jati diri bangsa Indonesia, disebabkan
masyarakat dapat mengakses media nasional.

Daftar Pustaka

Akhadiah, Sabarti. 1986. Pendidikan Kewiraan Universitas Terbuka. Jakarta.


Badan Perencanaan pembangunan Nasional. 2004. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah. Jakarta.
Sandjaja, S.Djuassa. 1994. Teori Komunikasi Universitas Terbuka. Jakarta.
Depkominfo. Mei, 2006. Tabloid Komunika, Membedah Potensi Negara Kepulauan.
Depkominfo. Desember, 2006. Tabloid Komunika, Asa Di Tapal Batas.
Khollil, Syukur. 2006. Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung. Cita Pustaka
Media.
Lembaga Informasi Nasional. 2003. Jakarta UU No.32 tahun 2002 Tentang Penyiaran.
Lubis, Suwardi. 1988. Metodologi Penelitian Komunikasi. Medan. USU.
Nasution, Zulkarnain. 1996. Komunikasi Pembangunan. Jakarta. PT.Raja Grafindo
Persada.
Per. Men. Komunikasi Dan Informatika No.22/Per/M.Kominfo/6/2008 tentang
Organisasi Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Bidang Pengkajian Dan
Pengembangan Komunikasi Dan Informatika
Rakhmat, Jalaluddin. 1986. Sosiologi Komunikasi Massa. Bandung. Remaja Karya.
PENGETAHUAN MASYARAKAT KOTA MAKASSAR TERHADAP
INFORMASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG EKONOMI MELALUI
MEDIA MASSA

Oleh : Rukman Pala


Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat pengetahuan masyarakat


tentang informasi kebijakan pemerintah dibidang ekonomi melalui media massa, apakah
keberadaan media massa mampu memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, termasuk
mengetahui kebijakan pemerintah. Adapun metode yang dipergunakan dalam penelitian
ini adalah survey dengan pendekatan kuantitatif. Dari 269 responden dengan 12 kategori
kebijakan pemerintah dibidang ekonomi, sebanyak 9 kategori yang diketahui oleh
responden dengan presentase diatas 50%, sedang mengenai sikap responden terhadap 12
kategori kebijakan pemerintah tersebut ini sangat bervariasi beberapa kategori tertentu
responden setuju dan kurang setuju, tetapi responden yang sangat setuju dan tidak setuju
relative sedikit jumlahnya.

Kata Kunci : Pengetahuan Masyarakat, Informasi Pemerintah Kebijakan Ekonomi,


Media Massa

This study aimed to describe the level of public knowledge about government
policies in the economic information through mass media, whether the existence of the
mass media can fulfill people's right to know, including knowing the government's policy.
The method used in this research is survey with quantitative approach. Of the 269
respondents with 12 categories of government policy in the economic field, as many as
nine categories that are known by the respondents with percentages above 50%, was
about the attitude of respondents to the 12 categories of such government policy is highly
variable number of certain categories of the respondents agree and disagree, but most
respondents agreed and disagreed with relatively few in number.

Keywords: Knowledge Society, Economic Policy Government Information, Mass Media

Latar Belakang Masalah


Sebelum memasuki era reformasi informasi kebijakan pemerintah tidak menjadi
suatu persoalan untuk disosialisasikan kepada masyarakat karena instansi penerangan
sebagai petugas operasional penyebar informasi kebijakan pemerintah. Setelah reformasi
digulirkan petugas operasional penyebar informasi (jupen) hilang dengan sendirinya
sehingga kemacetan informasi kebijakan pemerintah dirasakan oleh masyarakat, namun
perkembangannya bahwa media massa menjadi tumpuan masyarakat untuk mendapatkan
informasi kebijakan pemerintah.
Media massa merupakan proses penyampaian pesan kepada khalayak banyak
(publik). Media massa sebagai suatu lembaga menyebarluaskan pesan-pesan yang
bertujuan untuk mempengaruhi dan mencerminkan kebudayaan suatu masyarakat.
Informasi tersebut dihadirkan secara serentak kepada khalayak luas yang beragam. Hal ini
membuat media massa menjadi bagian dari salah satu institusi yang kuat dalam
masyarakat. Dalam komunikasi masa, media masa merupakan lembaga yang memiliki
otoritas untuk menyeleksi, memproduksi pesan, dan menyampaikannya pada khalayak.
Ciri-ciri komunikasi massa antara lain sebagai berikut:
1. Menggunakan media masa dengan organisasi (lembaga media) yang jelas.
2. Komunikator memiliki keahlian tertentu
3. Pesan searah dan umum, serta melalui proses produksi dan terencana
4. Khalayak yang dituju heterogen dan anonim
5. Kegiatan media masa teratur dan berkesinambungan
6. Ada pengaruh yang dikehendaki
7. Dalam konteks sosial terjadi saling mempengaruhi antara media dan kondisi
masyarakat serta sebaliknya.
8. Hubungan antara komunikator (biasanya media massa) dan komunikan
(pemirsanya) tidak bersifat pribadi.

Demikian juga efek komunikasi masa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu
efek kognitif, afektif dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar,
dan tambahan pengetahuan. Selanjutnya, efek afektif berhubungan dengan emosi,
perasaan, dan attitude (sikap). Sedangkan efek konatif berhubungan dengan perilaku dan
niat untuk melakukan sesuatu menurut cara tertentu.10 Dalam kaitan dengan efek yang
dapat ditimbulkan oleh komunikasi massa, maka diharapkan eksistensi media massa tidak
hanya berorientasi pada bisnis semata, tetapi juga mengedepankan kepentingan public,
khususnya dalam hal memenuhi hak dasar warga Negara untuk mengetahui (right to
know) dan hak untuk berekspresi (right to expression).
Media massa dalam hal pemenuhan hak dasar warga Negara, diharapkan dapat
mencerdaskan dan memotivasi masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam
pembangunan. Hal tersebut dapat terjadi apabila media massa dapat membangun
hubungan baik secara fungsional dengan pemerintah dan juga lembaga non pemerintah
(civil society). Salah satu diantaranya media massa dapat menjadi saluran informative
terkait dengan kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi. Hal itu penting agar
masyarakat dapat memperoleh pengetahuan yang memadai tentang kebijakan pemerintah
tersebut untuk dimanfaatkan dalam peningkatan taraf hidupnya. Disinilah posisi media
dapat berperan sebagai mitra pemerintah dan atau menjadi sebagai “watchdog” atas
berbagai kebijakan dan perilaku menyimpang dari para aparat birokrasi.
Seiring dengan harapan terhadap keberadaan media massa sebagai saluran
komunikasi massa, maka kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah mendorong
perkembangan komunikasi massa semakin cepat, tidak hanya mengunakan media
konvensional yang umum dikenal, seperti surat kabar, radio, televisi, dan film, tetapi juga
media baru (internet) telah banyak mewarnai perkembangannya. Bahkan dewasa ini
antara media konvensional dan media baru sudah menyatu menjadi media konvergensi
(convergence media). Dengan demikian masyarakat memperoleh banyak pilihan dan
kesempatan, baik dalam hal penggunaan media maupun dalam hal
memperoleh/mengakses informasi yang diperlukannya (uses and gratifiction theory).11
Terkait dengan industri media massa di Indonesia, persaingan antar media
khususnya dalam hal merebut pasar iklan sebagai sumber utama pembiayaan serta target
audience semakin ketat. Tidak hanya disebabkan karena banyak media massa, tetapi juga
karena khalayak (penonton, pembaca) yang semakin pintar dan kritis serta sangat
heteregon dalam banyak hal (ras, suku, agama, adat istiadat, dll). Oleh karena itu, media
yang tidak mampu mendekatkan atau menselaraskan content-nya (baik yang bersifat
informative mapun yang bersifat hiburan) dengan karakteristik serta minat dan
kepentingan audience, maka media tersebut sudah pasti akan terpinggirkan karena
ditinggalkan oleh audience. Lebih jauh dari itu, persoalan penggunaan media oleh teori
user and gratifications menekankan bahwa khalayak dalam hal penggunaan media
bersifat selektif. Akibatnya, boleh jadi media massa yang cenderung berorientasi pada
peningkatan dan pengembangan kapasitas informasi dan pengetahuan masyarakat akan
tertinggal dibandingkan dengan media yang lebih condong pada hiburan (entertainment)
semata. Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa kecenderungan khalayak dalam
memenuhi kebutuhan informasinya, cenderung lebih banyak mengikuti siaran TV berita,

10
http://kommabogor. wordpresscom/2007/12/31/efek-komunikasi-massa-kognitif-afektif-behavioral
11
Teori ini menjelaskan bahwa seseorang menggunakan meda untuk memenuhi kepuasannya.
dibandingkan dengan siaran TV non berita. Hal itu akan berimbas pada perolehan pasar
iklan setiap tahunnya.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan penelitian
sebagai berikut:
Bagaimana pengetahuan masyarakat tentang informasi kebijakan pemerintah
dibidang ekonomi melalui media massa?

Tujuan dan Manfaat Penelitian


Penelitian dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:
Untuk mendeskripsikan tingkat pengetahuan masyarakat tentang informasi
kebijakan pemerintah dibidang ekonomi melalui media massa.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:
1 Manfaat praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan
bagi pemerintah dan lembaga terkait lainnya dalam rangka pemberdayaan peran
media massa mendukung peningkatan pengetahuan masyarakat dalam
pembangunan.
2 Manfaat ilmiah, diharapkan hasil penelitian ini dapat mendeskripsikan konsep-
konsep yang terkait dengan terpaan media massa (mass media exposure) dalam
masyarakat.

Tinjauan Pustaka
Konsep Media Massa
Sehubungan dengan pesatnya kemajuan perkembangan media massa dewasa ini,
maka konsekuensinya adalah persaingan dalam industri media massa pun semakin ketat
dan pilihan-pilihan bagi masyarakat baik dalam hal media maupun informasi semakin
bergam. Lebih jauh dari kemajuan tersebut, media massa diharapkan dapat memberikan
pencerahan (peningkatan pengetahuan dan keterampilan) bagi masyarakat. Dalam hal ini
media masa diharapkan dapat menyajikan pesan yang bersifat informative dan edukatif.
Media massa yang berkembang ditengah-tengah masyarakat yang semakin kritis
dan persaingan industri yang semakin ketat sudah pasti dituntut lebih berkualitas dan
professional dalam menjalankan perannya dalam masyarakat. Secara umum peran media
massa meliputi fungsi informative, yaitu fungsi media yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan kepada audience tentang suatu peristiwa, fungsi edukatif yaitu
fungsi media yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan khalayak, serta fungsi
kontrol social yaitu fungsi media sebagai wahana komunikasi sosial yang bertujuan untuk
memberikan kritik terhadap perubahan dan pekembgangan social yang sedang berjalan.
Menurut McNair (2003) mengkategorikan lima fungsi media massa yang ideal
yaitu:
• Pertama, sebagai media informasi (inform) kepada setiap warganegara tentang
apa yang terjadi disekelilingnya.
• Kedua, sebagai media pendidikan (educate) menyangkut maksud dan hubungan
suatu perstiwa.
• Ketiga, sebagai media penyedia ruang (platform) untuk diskusi publik guna
memudahkan terbentuknya pendapat umum.
• Keempat, sebagai media publikasi (publisitas) dalam rangka kontrol (watchdog)
terhadap institusi-instiusi publik.
• Kelima, sebagai media advocacy bagi warga negara. 12

12
McNair, B., 2003. An Introduction to Political Communication (Third Editions). Routledge, London, hal. 21-22.
Terkait dengan peranan media massa sebagai media pers dalam mendukung
peningkatan pengetahuan masyarakat, maka sudah seharusnya suguhan media massa
tidak hanya mencakup keprihatinan masyarakat seperti kasus korupsi atau
penyalahgunaan wewenang, tetapi juga penyajian berita yang akurat, independen, dan
kritis tentang kebijakan, program, dan pelayanan pemerintah. Hal itu penting guna
mencerdasakan masyarakat untuk ikut berpartisiasi atau mengambil peran dalam berbagai
kebijakan dan program pemerintah. Peran media massa semacam itu sesuai dengan peran
pers yang tertuang dalam Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers pasal 6 yaitu:

Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut :


a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi
hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan;
c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan
benar;
d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan umum;
e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran.” 13

Menurut McQuail (1996) ada lima dalil yang mendasari sehingga media massa
diasumsikan memiliki fungsi penting dalam masyarakat yaitu:
• Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan
lapangan kerja, barang, dan jasa, serta menghidupkan industri lain yang terkait;
media juga memiliki industri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma
yang menghubungkan industri tersebut dengan masyarakat dengan institusi sosial
lainnya. Di lain pihak, institusi media diatur oleh masyarakat.
• Media massa merupakan sumber kekuatan –alat kontrol, manajemen, dan inovasi
dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebgai pengganti kekuatan atau
sumber daya lainnya.
• Media merupakan lokasi (atau forum) yang semakin berperan, untuk
menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf
nasional maupun internasional.
• Media seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja
dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam
pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup, dan norma-norma.
• Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh
gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok
secara kolektif; media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang
dibaurkan dengan berita dan hiburan.14

Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa media memiliki posisi penting dalam
masyarakat. Dalam hal ini media direfresentasikan mampu memenuhi kepentingan dan
kebutuhan individu dan masyarakat, sehingga menjadi salah satu sumber referensi
individu dan masyarakat dalam mengelola kehidupannya. Kebutuhan manusia yang
begitu kompleks, antara lain digambarkan oleh teori kebutuhan Abraham H. Maslow,
bahwa manusia memiliki lima jenis kebutuhan dari yang terendah hingga yang tertinggi
yaitu: 1) kebutuhan fisiologis 2) kebutuhan akan rasa aman 3) kebutuhan sosial 4)
kebutuhan status, dan 5) kebutuhan aktualisasi diri.15
13
Undang-Undang RI. No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
14
McQuail, 1996, McQuail, D. 1996. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar (Edisi
Kedua) Terjemahan: Agus Dharma dan Aminuddin Ram. Erlangga, Jakarta, h. 3
15
http://id.wikipedia.org/wiki/TEORI_MOTIVASI, dikunjungi: 23 Feb.2009
Hal lain yang harus dipertimbangkan terkait dengan penggunaan media adalah
daya selekivitas individu dan masyarakat, dengan asumsi bahwa khalayak hanya
menggunakan media dan mengkonsumsi pesan yang disampaikannya apabila relevan
dengan kebutuhan dan kepentingannya. Salah satu teori yang mendasari selektivitas
khalayak dalam hal penggunaan media adalah teori uses and gratification yang
diperkenalkan pertama kali pada tahun 1974 oleh Herbert Blumer dan Elihu Katz. Teori
ini memandang bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan
menggunakan media massa.16 Asumsi dasar pendekatan Uses and Gratification, yaitu:
1. Audience dipandang bersifat aktif artinya peranan penting mamfaat media massa
diorientasikan pada sasaran.
2. Dalam proses Komunikasi Massa banyak inisiatif pengaitan diantara gratifikasi
kebutuhan dan pilihan media yang terletak pada audien.
3. Media bersaing dengan sumber-sumber pemenuhan kebutuhan yang lain.17

Katz, Gurevitch, dan Haas menggolongkan fungsi-fungsi sosial dan psikologis


media massa terhadap individu-individu ke dalam lima kategori yaitu :
1. Kebutuhan kognitif - memperoleh informasi, pengetahuan dan pemahaman.
2. Kebutuhan afektif - emosional, pengalaman menyenangkan atau estetis.
3. Kebutuhan integratif personal - memperkuat kredibilitas, rasa percaya diri,
stabilitas dan status.
4. Kebutuhan integratif sosial - memperkuat hubungan dengan keluarga, teman, dan
sebagainya.
5. Kebutuhan pelepasan ketegangan - pelarian dan pengalihan”.18

Teori used and gratification memandang individu sebagai mahluk suprarasional


yang sangat selektif, termasuk dalam hal penggunaan media. Blumer dan Katz percaya
bahwa tidak hanya ada satu jalan, melainkan banyak alasan dan pertimbangan khalayak
untuk menggunakan media.19 Televisi berita seperti MetroTV atau TVOne akan lebih
banyak dipilih dan digunakan oleh mereka yang ingin mencari kepuasan dalam perolehan
berita (news), dibandingkan dengan khalayak yang ingin memperoleh kepuasan dari rasa
ketegangan.
Penggunaan media tidak hanya dipengaruhi oleh faktor fsikologis sesorang, tetapi
juga ditentukan oleh faktor lingkungan, baik lingkungan fisik (geografis) maupun
lingkungan sosial (seperti: ciri-ciri demografis, afiliasi kelompok, dan sebagainya). Oleh
karena itu, walaupun dalam diri individu memiliki daya selektifitas yang tinggi (menurut
teori Uses and Gratifications), namun tidak berarti pengaruh negatif media akan selalu
terfilter, karena banyak faktor lain yang menentukan pengaruh media terhadap audience.
Tidak sedikit masyarakat, khususnya di kalangan orang tua yang merasa khawatir dari
pengaruh yang bisa ditimbulkan oleh media, khususnya terhadap anak-anak dan remaja
yang umumnya secara psikologis dalam tahap pencarian bentuk jati diri. Bahkan sudah
banyak bukti yang menunjukkan bahwa media dapat mempengaruhi khalayak, baik dari
aspek pengetahuan dan sikap.

Metode Penelitian
Pendekatan Dan Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu “suatu
pendekatan yang bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan suatu fenomena yang
16
Nurudin, 2007, Pengantar Komunikasi Massa, RajaGrafindo Persada, Jakarta,
hal. 192.
17
Severin, Werner J. & J.W. Tankard,Jr, 2005. Teori Komunikasi. Kencana Prenada Media, Jakarta, hal. 356
18
Ibid, hal. 357
19
Nurudin, 2007, Pengantar Komunikasi Massa, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 193.
hasilnya dapat digeneralisasikan”.20 Metode penelitian yang digunakan adalah metode
survey, ditujukan untuk mendeskripsikan secara sistematik masalah penelitian
berdasarkan data yang dihimpun melalui questioner yang diajukan kepada responden
dengan cara wawancara tatap muka.

Populasi Dan Sampel


Populasi penelitian ini adalah keseluruhan warga masyarakat yang berusia 17
tahun ke atas yang berdomisili tetap di lokasi penelitian yang telah ditetapkan. Adapun
data populasi (jumlah penduduk) Kota Makassar 1.207.592 dari 14 Kecamatan dan 143
Kelurahan.

Penentuan besaran sampel penelitian ini menggunakan rumus Slovin21 yaitu:


N
n=
1 + Ne 2

Dimana :
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = tingkat kesalahan

Berdasarkan rumus penentuan sampel dengan tingkat kesalahan sampel (sampling


error) sebesar 3%, maka ditetapkan besaran sampel (responden) penelitian sebanyak 269
orang.
Guna menghasilkan penarikan sample penelitian yang representative, maka
kerangka sampling penelitian ini disusun sebagai berikut:
1. Penetapan sample lokasi penelitian menggunakan
metode multi stage sampling. Metode tersebut digunakan untuk ;
a. Menetapkan kecamatan tepilih di kota
Makassar
b. Menetapkan Kelurahan di masing-maing
kecamatan terpilih
c. Menetapkan RW/RK dan atau lingkungan di
masing-maing kelurahan yang terpilih.
d. Menetapkan RT sebagai primary sampling
unit (PSU) di masing-masing RW yang terpilih.
2. Penetapan responden menggunakan metode
stratified random sampling (sample acak sederhana berstrata) ditingkat PSU.

Selanjunya responden penelitian didistribusi ke seluruh lokasi penelitian dengan


langkah-langkah sebagai berikut:
1. Penentuan sampel lokasi penelitian dengan cara multi stage sampling sebagai
berikut :
a. Menetapkan dua kecamatan secara purposive sampling dengan ketentuan
satu kecamatan pusat kota dan satu kecamatan pinggiran;
b. Menetapkan satu kelurahan (pusat kota) dan satu kelurahan (pinggiran)
secara purposive sampling untuk masing-masing kecamatan yang terpilih;
c. Menetapkan sampel ORW/ORK atau di daerah-daerah tertentu disebut
lingkungan/dusun secara simple random sampling untuk masing-masing
kelurahan/desa yang terpilih. Jumlah sampel ORW/ORK disesuaikan dengan
jumlah responden tingkat ORW/ORK.
20
Rachmat Kriyantono, 2006, Riset Komunikasi,Kencana, Jakarta
21
Burhan Bungin, 2006, h.160
d. Menetapkan sampel ORT secara simple random sampling sebagai primary
sampling unit (PSU) untuk masing-masing ORW/ORK yang terpilih sesuai
dengan jumlah responden tingkat ORT.

Kerangka Sampling Lokasi Penelitian dan Jumlah Responden


Multi Stage Sampel

Kota Makassar
(269 Responden)

Kecamatan Kecamatan
Rappocini Biringkanaya
(135 Responden) (134
Respponden)

Kelurahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan


Buakana Banta – Daya Sudiang
(68 Responden) Bantaeng (67 Responden) (67 Responden)
(67 Responden)

RW 01 RW 03
RW 05 RW 08
(34 (34
(34 Responden) (33 Responden)
Responden) Responden)

RT D RT C
RT A RT B
(17 (16
(17 Responden) (17 Responden)
Responden) Responden)

Keterangan: Jumlah Responden Setiap RT yaitu sebanyak 17 Responden

Metode Pengumpulan Data


Data primer penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara tatap muka dengan
menggunakan quesioner. Penelitian ini disamping mengumpulkan data primer, juga
mengumpulkan data sekunder melalui catatan atau data pendukung yang dihimpun
peneliti.

Metode Pengolahan Dan Analisis Data


Data penelitian ini dengan menggunakan dekriktif analisis, guna menggambarkan
krasterstik , serta fakta-fakta tentang pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kebijakan pemerintah dibidang ekonomi. Data yang terkumpul melalui qusioner,
selanjutnya dicoding dengan menggunakan coding sheet program SPSS. Hasil pengolahn
data penelitian selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pendekatan kuantitatif,
pendekatan kuantitatif ditujukan untuk menggambarkan pengetahuan dan sikap
masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dibidang ekonomi.

Defisinsi Operasional
Berdasarkan teori dan konsep penelitian ini, maka definisi operasional
dideskripsikan sebagai berikut:
1. Penggunaan media (media uses) adalah pola penggunaan media dalam
masyarakat, diantaranya menyangkut seberapa banyak media berhasil menjangkau
public (media exposure), seberapa intens penggunaan medianya, isi (content)
media yang digunakan, apa tujuannya mengunakan media, serta bagaimana
karakteristik pengguna media.
2. Pengetahuan masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan
sesorang tentang informasi kebijakan pemerintah di bidang eknomi, diantaranya
mengenai kebijakan pemerintah tentang:
a. Program pengendalian stabilitas harga bahan pokok
b. Program penyesuaian harga BBM
c. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
d. Program swasembada beras
e. Program penanganan masalah pengangguran dan kesempatan kerja
f. Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
g. Program Jaminanan Kesehatan Daerah (Jamkesda)
h. Program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
i. Program koversi Minyak Tanah ke Gas
j. Program penggunaan produksi dalam negeri
k. Program penyediaan pupuk bersubsidi bagi petani
l. Program pembagunan keparawisataan “Visit Indonesian Year 2008”
Hasil Penelitian

Temuan Penelitian
Data temuan penelitian yang diuraikan dalam bagian ini meliputi; karakteristik
responden, kepemilikan media, terpaan media dan pengetahuan responden terhadap
informasi kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi, serta sikap responden terhadap
kebijakan ekonomi pemerintah. Uraian tersebut bersifat deskriptif guna menggambarkan
secara sistematis variabel-variabel dalam penelitian.

Karakteristik responden
Data karakteristik responden yang dideskripsikan pada bagian ini meliputi; jenis
kelamin, usia, status perkawinan, suku bangsa, dan Social Economical Standard
responden.

Jenis Kelamin, Usia, Dan Status Perkawinan


Berdasarkan metode penelitian yang digunakan, ternyata responden yang terjaring
lebih banyak (51,7%) perempuan dibandingkan dengan responden laki-laki (48,3%)..
Selanjutnya, berdasarkan klasifikasi usia, responden penelitian ini yang paling banyak
(19,8%) yaitu responden yang berusia antara 42-46 tahun, menyusul (13,2%) responden
yang berusia antara 17-21 tahun. Responden yang berusia antara 12-26 tahun dan antara
27-31 tahun ternyata jumlahnya sama yaitu masing-masing 12,9%. Responden yang
berusia antara 47-51 tahun sebanyak 8,6% dan kelompok usia 32-36 tahun sebanyak
12,3%. Adapun responden yang usianya diatas 60 tahun hanya 1,7%.
Data hasil penelitian tentang status perkawinan dihimpun pada responden
mayoritas sudah kawin. Hanya lebih dari seperempat jumlah responden yang belum
kawin. Adapun responden yang cerai, baik cerai mati maupun cerai hidup sebanyak 2,4%.
Social Economical Standard (SES)
Terkait dengan standar sosial ekonomi masyarakat, data yang dihimpun mencakup
tingkat pendidikan, hoby, pengeluaran rata-rata perbulan, jumlah anggota keluarga yang
memiliki penghasilan tetap, serta kepemilikan media komunikasi dan informasi. Data
tersebut dideskripsikan sebagai berikut:
Tingkat Pendidikan
Berdasarkan data penelitian yang dihimpun, tergambar bahwa mayoritas (lebih
dari 70 persen) responden berpendidikan menengah ke bawah (SMA ke bawah). Bahkan
ada 1,6% responden yang tidak pernah sekolah. Selebihnya (kurang dari 30 persen)
responden yang berpendidikan tinggi. Data ini cenderung merefresentasikan gambaran
tingkat pendidikan masyarakat Indonesia. Paling tidak menggambarkan bahwa mayoritas
responden penelitian ini berpendidikan menengah ke bawah.

Pekerjaan Utama
Pekerjaan utama responden penelitian justru yang terbanyak (18,8%) adalah ibu
rumah tangga. Menyusul pegawai negeri sipil (17,9%), wiraswasta/pedagang 15,1%,
pegawai swasta 14,6%, petani/nelayan 10%, dan siswa/mahasiswa 9,8% Selebihnya yaitu
profesional, TNI/Polri, politisi, buruh/tukang, serta responden yang tidak bekerja, masing-
masing kurang dari 6%.

Pendapatan Dan Pengeluaran Rata-Rata Perbulan


Pendapatan dan pengeluaran rata-rata perbulan juga dijadikan salah satu indikator
SES responden. Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh data bahwa mayoritas
(41,1%) responden megaku memiliki pendapatan kurang dari 1 juta rupiah perbulan.
Sebanyak 31,6% responden yang memiliki pendapatan antara 1 juta – 2 juta rupiah
perbulan. Selanjutnya, 22,6% responden yang berpendapatan antara 2 juta – 3 juta rupiah
perbulan. Selebihnya (4,8%) yaitu responden yang mengaku berpendapatan di atas 3 juta
rupiah perbulan. Mencermati data tersebut dapat disimpulkan bahwa responden penelitian
cenderung berpendapatan menengah ke bawah. Selanjutnya, mengenai pengelaran rata-
rata responden dalam satu bulan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas atau
lebih dari setengah jumlah responden yang rata-rata pengeluarannya perbulan kurang dari
1 juta rupiah. Selanjutnya, 31,2% persen responden yang rata-rata pengeluarannya
perbulan antara 1-2 juta rupiah. Adapun responden yang rata-rata pengeluarannya
perbulan antara 2-3 juta rupiah sebanyak 7,8%. Sebanyak 10,5% responden yang
mengaku rata-rata pengeluarannya perbulan di atas 2 juta rupiah. Selebihnya yaitu 7,4%
responden yang mengaku tidak ada pengeluarannya perbulan.
Terkait dengan jumlah pendapatan dan pengeluaran, maka penelitian ini juga
menelusuri jumlah anggota keluarga responden yang memiliki penghasilan tetap. Data ini
penting guna mengetahui produktivitas suatu keluarga, dengan asumsi bahwa keluarga
yang memiliki jumlah anggota keluarga yang berpenghasilan tetap, relative lebih tinggi
tingkat pendapatan keluarganya dibandingkan dengan keluarga yang sedikit atau tidak
ada anggota keluarganya yang berpenghasilan tetap. Data hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa mayoritas (62,8%) responden yang mengaku hanya 1 orang dalam
keluarganya yang memiliki penghasilan tetap. Selanjutnya, 23,9% responden yang
mengaku dalam keluarganya ada 2 orang yang berpenghasilan tetap. Adapun responden
yang di dalam keluarganya terdapat lebih dari 2 orang yang berpenghasilan tetap
sebanyak 10,2%. Selebihnya yaitu 3,1% responden yang tidak ada anggota keluarganya
berpenghasilan tetap.

Kepemilikan Media Komunikasi Dan Informasi


Data kepemilikan media juga diposisikan sebagai salah satu indikator standar
ekonomi sosial/responden. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam hal
kepemilikian telepon rumah dan fax ternyata jauh lebih sedikit dibandingkan dengan
jumlah responden yang memiliki telepon genggam (handphone). Data kepemilikan
telepon rumah berdasarkan hasil penelitian ini yaitu hanya 36,3 telepon rumah per 100
orang responden, sedang jumlah responden yang memiliki telepon mobile (handphone)
mendekati angka 71 orang dalam 100 orang responden. Jumlah tersebut membuktikan
bahwa penetrasi HP dalam masyarakat mengalami peningkatan yang sangat signifikan.
Kepemilikan HP berdasarkan hasil penelitian hampir menyamai jumlah (85,9%)
responden yang memiliki pesawat televisi, bahkan sudah melebihi jumlah (55,8%)
responden yang punya radio dan berlangganan suratkabar. Adapun jumlah responden
yang memiliki komputer masih sangat sedikit yaitu hanya 16,4%, yang memiliki email
6,4% responden, memiliki web 1,2% responden

Pengetahuan Responden
Data hasil penelitian yang dideskripsikan pada bagian ini yaitu pengetahun
responden tentang informasi kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi yang meliputi
kategori informasi program pengendalian stabilitas harga bahan pokok, program
penurunan harga BBM, program PNPM Mandiri, program swasembada beras,
penanganan masalah pengangguran dan kesempatan kerja, program Jamkesmas, program
Jamkesda, program BOS, program konversi minyak tanah ke gas, program penggunaan
produksi dalam negeri, program penyediaan pupuk bersubsidi, dan informasi program
visit Indonesia year, yang bersumber dari media elektronik dan cetak yaitu televisi, radio
dan surat kabar.

Tabel
Distribusi Persentase Responden
Berdasarkan Pengetahuan Tentang Informasi
Kebijakan Pemerintah Bidang Ekonomi Melalui Media Massa (N. 269)
Kategori Informasi Kebijakan Pengetahuan
No. Pemerintah dalam Bidang Ekonomi Tahun
Ragu- Tidak Jumlah
ragu tahu
1. Pengendalian Stabilitas Harga Bahan Pokok 58.6 12.3 29.1 100
2. Penurunan Harga BBM 83.6 5.6 10.9 100
3. PNPM Mandiri 57.3 9.9 32.8 100
4. Swasembada Beras 55.1 11.1 33.8 100
5. Penanganan Masalah Pengangguran dan 49.2 13.1 37.6 100
Kesempatan Kerja
6. Program Jamkesmas 67.1 12.5 20.4 100
7. Program Jamkesda 54.4 13.6 32.1 100
8. Program BOS 78.2 5.3 16.5 100
9. Program Konversi Minyak Tanah ke Gas 66.7 7.6 25.7 100
10. Program Penggunaan Produksi dalam Negeri 44.0 9.2 46.8 100
11. Program Penyediaan Pupuk Bersubsidi 47.3 10.9 41.8 100
12. Program Visit Indonesia Year 38.8 9.4 51.8 100

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Mencermati data hasil penelitian yang terangkum pada tabel , terlihat jelas bahwa
dari 12 kategori informasi kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi, sebanyak 8
kategori yang dinilai cukup populer dikalangan responden. Kedelapan kategori tersebut
dinilai populer karena jumlah responden yang mengaku mengetahui informasi tersebut
lebih dari 50%. Adapun 4 kategori lainnya dinilai kurang dan tidak popular karena jumlah
responden yang mengaku mengetahui hal tersebut kurang dari 50% responden. Kategori
informasi kebijakan yang paling sedikit responden yang mengetahuinya yaitu informasi
tentang program Visit Indonesian Year. Adapun kategori informasi yang dinilai paling
populer adalah program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Berdasarkan angka-
angka yang terinci pada tabel 1, jelas terlihat bahwa diseminasi informasi kebijakan
pemerintah dalam bidang ekonomi hingga saat ini relatif belum merata, bahkan masih ada
yang cenderung lambat dan relatif rendah.

Sikap Responden
Data hasil penelitian yang dideskripsikan pada bagian ini yaitu sikap responden
tentang kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi yang meliputi kategori program
pengendalian stabilitas harga bahan pokok, program penurunan harga BBM, program
PNPM Mandiri, program swasembada beras, penanganan masalah pengangguran dan
kesempatan kerja, program Jamkesmas, program Jamkesda, program BOS, program
konversi minyak tanah ke gas, program penggunaan produksi dalam negeri, program
penyediaan pupuk bersubsidi, dan informasi program visit Indonesia year.

Tabel
Distribusi Persentase Sikap Responden Terhadap Kebijakan Pemerintah Bidang Ekonomi Melalui Media
(N. 269)
No Kategori Kebijakan Pemerintah Sikap
. dalam Bidang Ekonomi SS S KS TS TT
(+) (+) (-) (-) (0)
1. Pengendalian Stabilitas Harga Bahan 0.3 11.1 48.2 24.7 15.6
Pokok
2. Penurunan Harga BBM 1.3 44.0 37.6 11.3 5.8
3. PNPM Mandiri 13. 24.7 15.7 6.9 38.7
9
4. Swasembada Beras 13. 18.7 22.9 11.3 34
1
5. Penanganan Masalah Pengangguran dan 2.5 11.3 32.4 18.9 34.9
Kesempatan Kerja
6. Program Jamkesmas 9.8 33.2 24.4 7.5 25.1
7. Program Jamkesda 13 26.0 16.6 7.8 36.6
8. Program BOS 14. 43.0 14.9 6 21.5
6
9. Program Konversi Minyak Tanah ke Gas 3.3 17.3 33.9 16.8 28.7
10. Program Penggunaan Produksi dalam 2.7 26.7 20.7 6.2 43.8
Negeri
11. Program Penyediaan Pupuk Bersubsidi 3 25.3 17.1 9 45.6
12. Program Visit Indonesia Year 8.5 17.3 11.9 3.7 58.5
Sumber: Hasil pengolahan data

Mencermati data hasil penelitian yang terangkum pada tabel terlihat jelas bahwa
dari 12 kategori informasi kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi, hanya satu 1
kategori yang dinilai mendapat respon (sikap) positif dikalangan responden, yaitu
Program Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dengan jumlah responden yang
bersikap setuju dan sangat setuju lebih dari 50%. Selebihnya yaitu 11 kategori lainnya
kurang dari 50% responden yang menyikapinya secara positif (sangat setuju dan setuju).
Rendahnya jumlah responden yang bersikap setuju dan sangat setuju terhadap kebijakan-
kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi boleh jadi disebabkan oleh rendahnya
diseminasi informasi kebijakan pemerintah tersebut.

Kesimpulan
Berdasarkan temuan dan analisis hasi penelitian ini, dapat ditarik simpulan
sebagai berikut:
1. Bahwa penggunaan media massa dalam masyarakat relatif cukup tinggi, terbukti
bahwa pengetahuan masyarakat tentang kebijakan pemerintah dibidang ekonomi
melalui media massa cukup tinggi walupun dari beberapa kategori kebijakn
cenderung rendah pengetahuannya.
2. Bahwa pengetahuan masyarakat terhadap berbagai kebijakan pemerintah di
bidang ekonomi terutama dari beberapa kategori cukup tinggi. Hal tersebut seiring
dengan terpaaan dari berbagai jenis media massa kepada masyarakat, namun dari
sikap masyarakat cenderung terjadi pro dan kontra.

Saran
Berdasarkan simpulan penelitian ini, maka diajukan saran sebagai berikut:
1. Agar peran media massa terhadap disemininasi kebijakan pemerintah dapat lebih
ditingkatkan. Hal itu hanya dapat terwujud jika media tidak hanya menyampaikan
kelemahan dan kekurangan kebijakan pemerintah, tetapi juga penting
menyampaikan kelebihan atau sisi positif dari kebijakan pemerintah.
2. Agar pengetahuan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah terus ditingkatkan
sehingga citra pemerintah di mata masyarakat dapat lebih baik. Oleh karena itu
pemerintah perlu terus meningkatkan sosialisasi kebijakannya termasuk dengan
mengoptimalkan peran media massa.

Daftar Pustaka

Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta. RajaGrafindo Persada.


Kriyantono, Rahcmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi - Disertai contoh Praktis
Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi,
Komunikasi Pemasaran. Jakarta. Kencana Prenada Media.
Bugin, Burhan H.M. S. 2006. Sosiologi Komonikasi: Teori, paradigma, dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.
McNair, B. 2003. An Introduction To Political Communication (Third Editions).
London. Routledge.
McQuail, D. 1996. Teori komunikasi massa suatu pengantar (edisi kedua) terjemahan:
Agus Dharman dan Aminuddin Ram. Jakarta. Erlangga.
Rivers, W.L.,Peterson,T dan Jensen, J.W. 2003. Media Massa dan Masyarakat
Moderen. Edisi Kedua. Terjemahan:Haris Munandar dan Priatna. Jakarta.
Kencana Prenada Media.
Severen,WernerJ. dan JW. Tankard,Jr. 2005. Teori Komunikasi. Jakarta. Kencana
Prenada Media.
Undang-Undang RI. No.40 Tahun 1999 tentang Pers

STUDI:
PEMETAAN MEDIA PENYIARAN RADIO
DAN TELEVISI SERTA WARUNG INTERNET DI PROPINSI SUMATERA
UTARA – SUMATERA BARAT DAN RIAU22

Oleh : Burhanuddin Panjaitan, SH

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana
keberadaan radio, televisi, dan warung internet di Propinsi Sumatera Utara, Sumatera
Barat, dan Riau. Didalamnya diungkapkan tentang masalah – masalah apa saja yang
dihadapi serta bagaimana cara pemecahan masalahnya. Penelitian ini bersifat deskriptif
dan menggunakan pendekatan survei dengan fenomenologi realistik. Pengumpulan data
dilakukan dengan pengamatan dan pengisian daftar pertanyaan yang diajukan kepada
pemilik serta pengelola dari media penyiaran radio dan televisi, serta warung internet.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak permasalahan yang dihadapi didalam
pengoperasiannya terutama yang dirasakan sangat menyulitkan adalah masalah
pengurusan perizinan dimana banyak yang mengatakan ketidakpuasan mereka terhadap
pelayanan pengurusan izin karena sepertinya ada kesan ketidakadilan dan kelambanan
dalam pengurusan izin tersebut. Disamping itu masih banyak diantara para pengelola
media penyiaran radio dan televisi serta warung internet yang masih belum mengetahui
prosedur dan tata cara pengurusan izin, sehingga masih dirasa perlu untuk mengadakan
sosialisasi tentang prosedur dan tata cara pengurusan izin kepada para pengelola media
radio dan televisi, serta warung internet.

Kata Kunci : Studi Pemetaan, Media Penyiaran radio dan televisi, warung internet.

The purpose of this research is to get an idea of how the presence of radio,
television, and internet cafes in the province of North Sumatra, West Sumatra, and Riau.
Therein expressed about the problem - any problem encountered and how to solve it. This
study is descriptive and uses a survey approach with realistic phenomenology. Data
collected by observation and filling a list of questions submitted to the owners and
managers of radio and television broadcast media, and internet cafes. The results showed
that many of the problems faced in the operation very difficult, especially the perceived
problem and permits is where many say their dissatisfaction with the service permits
because there seems to be the impression of injustice and inaction in these permits.
Besides, many among the managers of radio and television broadcast media and internet
cafes that still do not know the procedures and procedures for permits, so it is still felt
necessary to convene the socialization of the procedures and procedures for permits to
the managers of radio and television media, as well as stalls Internet.

Keywords: Mapping Studies, Media Broadcasting radio and television, internet cafes.

Latar Belakang Masalah


Bangsa Indonesia pada saat ini tengah mengalami kehidupan berbangsa dan
bernegara secara fundamental menuju ke sistem pemerintahan yang demokratis
transparan serta meletakkan dasar supremasi hukum. Perubahan yang tengah dialami
tersebut memberikan peluang bagi penataan berbagai segi kehidupan berbangsa dan
bernegara, dimana kepentingan rakyat dapat kembali diletakkan pada posisi sentral.
22
Telah dipresentasikan pada acara seminar hasil penelitian tanggal 3 Desember 2009 di BBPPKI Medan
Untuk meletakkan kepentingan rakyat pada posisi sentral maka pemerintah harus
mengupayakan kelancaran arus informasi dan komunikasi dengan lembaga-lembaga
Negara. Pemerintah pusat maupun daerah seharusnyalah mendorong masyarakat luas,
agar dapat memenuhi kebutuhannya akan informasi. Disamping itu, pemerintah juga lebih
terbuka terhadap derasnya aliran ekspresi aspirasi rakyat dan harus mampu
menanggapinya secara cepat dan efektif.
Perubahan yang sedang dijalani terjadi pada saat dunia sedang mengalami
transformasi menuju era informasi. Kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat
serta potensi pemanfaatannya secara luas, membuka peluang bagi pengaksesan
pengelolaan, dan pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan
akurat. Kenyataan telah menunjukkan bahwa penggunaan media elektronik merupakan
faktor yang sangat penting dalam berbagai transaksi domestik maupun internasional,
khususnya dibidang perdagangan. Ketidakmampuan pemerintah menyesuaikan diri
dengan kecenderungan global tersebut akan membawa bangsa Indonesia terisolasi dari
perkembangan global karena tidak mampu memanfaatkan informasi.
Untuk menjawab tantangan tersebut pemerintah pusat dan daerah harus mampu
membentuk dimensi baru kedalam organisasi, sistem manajemen dan proses kerja yang
tidak dilandaskan pada tatanan birokrasi yang kaku. Untuk memuaskan kebutuhan
masyarakat yang semakin beraneka ragam dimasa mendatang harus dikembangkan sistem
manajemen modern dengan organisasi berjaringan sehingga dapat memperpendek lini
pengambilan keputusan dan memperluas rentang kendali. Melalui proses transformasi
(dilaksanakannya proses transformasi menuju E-Government) pemerintah dapat
mengoptimalisasikan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk mengeliminasi
sekat-sekat organisasi birokrasi, serta membentuk jaringan sistem manajemen dan proses
kerja yang memungkinkan instansi-instansi pemerintah bekerja secara terpadu untk
menyederhanakan akses kesemua informasi dan layanan publik yang harus dilaksanakan
oleh pemerintah.
Pengembangan e-government merupakan upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan
kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam rangka meningkatkan
kualitas layanan publik secara efektif dan efisien.
Pengumpulan data, informasi yang dilakukan oleh Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Informasi wilayah –I Medan di seluruh Kabupaten Kota Sumatera Utara,
Sumatera Barat dan Riau merupakan awal yang sangat penting dalam menghasilkan suatu
basis data media penyiaran dan media elektronik dan melihat sejauhmana keberadaan
media penyiaran dan media elektronik dalam membuka akses yang seluas-luasnya
terhadap penyebaran informasi publik. Hal ini dapat dijadikan informasi untuk
perencanaan dan pembinaan serta pengembangan penguasaan teknologi informasi dan
komunikasi bagi instansi terkait. Dengan pemetaan dan pendataan ini permasalahan-
permasalahan yang muncul tentang penggunaan media penyiaran dan media elektronik
(internet) di kabupaten kota dapat diketahui.
Sehubungan dengan hal tersebut Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Informasi wilayah – I Medan memandang perlu dilakukan pendataan penyiaran dan
media elektronik Kabupaten Kota Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau, dan
pemetaannya agar dapat diketahui peta keberadaan dan permasalahannya serta bagaimana
pemecahan masalahnya.

Maksud dan Tujuan.


Maksud dan tujuan disusunnya laporan ini adalah untuk memberikan deskripsi
keberadaan radio, televisi dan warung internet di Propinsi Sumatera Utara, Sumatera
Barat dan Riau.
Komunikasi Massa
Di Negara-negara maju, efek komunikasi massa telah beralih dari ruang kuliah ke
ruang pengadilan, dari polemik ilmiah di antara para professor ke debat parlementer di
antara anggota legislatif. Di negara berkembang efek komunikasi massa telah merebut
perhatian berbagai kalangan, dari politisi, tokoh agama, penyair, sampai petani. Politisi,
baik karena kerakusan atau ketakutan mencoba “melunakkan” pengaruh media massa
atau mengendalikannya. Tokoh agama mencemaskan hilangnya warisan rohaniah yang
tinggi karena penetrasi media erotica. Penyair mengeluh karena gadis-gadis desa tidak
lagi mendendangkan lagu-lagu tradisional. Petani telah menukarkan kerbaunya dengan
radio transistor dan televisi. Walaupun setiap orang menyadari efek komunikasi massa,
sedikit sekali orang menyadari gejala komunikasi massa. Komunikasi massa telah
dipandang secara ambivalen.
Psikologi telah lama menelaah efek komunikasi massa pada perilaku penerima
pesannya (Rakhmat, 2000 : 187). Sesuai dengan kerangka faktor-faktor personal dan
situasional yang mempengaruhi perilaku manusia, kita akan melihat bagaimana
karakteristik individu mempengaruhi penggunaan media, serta pengaruh media massa
pada sistem kognitif dan efektif khalayaknya. Tapi perlu, dijelaskan terlebih dahulu apa
yang dimaksud dengan komunikasi massa.
1. Pengertian Komunikasi Massa.
Defenisi yang paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan
Bitner (Rakhmat, 2000 : 188) :”Mass communication is messages communicated
through a mass medium to a large number of people” (Komunikasi massa adalah
pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang).
Kemudian Gebner (Rakhmat, 2000 : 188) menulis, “Mass communication
is the technologically based production and distribution of the most broadly
shared continious flow of messages in industrial societies” (Komunikasi massa
adalah Produksi dan partisipasi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari
arus pesan yang kontiniu serta paling luas dimiliki oleh orang dalam masyarakat
industri).
Selanjutnya menurut Rakhmadi (1993:189), komunikasi massa dapat
diartikan sebagai suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah
khalayak yang terbesar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau
elektronik sehingga pesan dapat diterima secara serentak dan sesaat.
Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan
kepada sejumlah besar khalayak tersebar, heterogen, dan anonim melalui media
cetak dan elektronik, sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak
dan sesaat. Perkataan “dapat” dalam defenisi ini menekankan pengertian bahwa
jumlah sebenarnya penerima komunikasi massa pada saat tertentu tidaklah
esensial. Yang penting, seperti dikatakan Alexis S. Tan (Rakhmat, 2000 :189),
“The communicator is a social organization capable of reproducing the message
and sending it simultaneously to large of people who are spatial separated”.
Secara sederhana komunikasi massa adalah komunikasi melalui media
massa, yakni surat kabar, majalah, televisi, dan film. Bila sistem komunikasi
massa diperbandingkan dengan komunikasi interpersonal, secara teknis kita dapat
menunjukkan empat tanda pokok dari komunikasi massa menurut Elizabeth-
Noelle Neuman (Rakhmat, 2000 : 189).
9. Bersifat tidak langsung, artinya harus melewati media teknis.
10. Bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi peserta-peserta komunikan.
11. Bersifat terbuka, artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan
anonim.
12. Mempunyai publik yang secara geografis terbesar.
2. Efek Komunikasi Massa
Pendekatan uses and gratification mempersoalkan apa yang dilakukan
orang pada media, yakni menggunakan media untuk pemuas kebutuhannya,.
Umumnya kita lebih tertarik bukan kepada apa yang kita lakukan kepada media,
tetapi kepada apa yang dilakukan media kepada kita. Kita ingin tahu bukan untuk
apa kita membaca suratkabar atau menonton televisi, tetapi bagaimana suratkabar
dan televisi menambah pengetahuan, mengubah sikap, atau menggerakkan
perilaku kita. Inilah yang dimaksud dengan efek komunikasi massa.
Dalam setiap proses komunikasi menghendaki adanya tiga unsur : sumber
(source), pesan (message), dan sasaran (destination). Sumber dalam proses
komunikasi dapat merupakan perorangan atau sebuah organisasi komunikasi
(seperti surat kabar, radio dan lain-lain). Pesan ataau message dapat berwujud tinta
diatas kertas, gelombang radio di udara, lambaian tangan atau tanda-tanda lain dan
apabila diinterpretasikan mempunyai arti tertentu.
Sasaran dapat merupakan seseorang yang sedang mendengarkan,
memperhatikan atau membaca, maupun kelompok-kelompok orang yang sedang
mendengarkan ceramah, menonton dan sebagainya.
Pertama-tama sumber “meng-code” pesannya, yaitu ia mengambil
informasi yang ia berikan lalu ia tuangkan dalam bentuk yang dapat dikirimkan.
Gambaran dalam otak kita tak mungkin dapat dioperkan atau disiarkan kecuali
sudah “di-code”, gambaran tadi di code dalam bentuk kata-kata lisan maka akan
dapat dipindahkan dengan mudah dan efektif, akan tetapi ini tidak akan dapat
terhantarkan jauh, kecuali dibawa oleh gelombang radio. Sebuah pesan yang telah
disiarkan maka ia akan bebas dari sumbernya dan apa yang terjadi pada pihak
penerima diluar kekuasaan sumbernya untuk merubahnya.
Proses komunikasi lewat radio siaran tidak ubahnya sebagai gambaran
menyerupai “lingkaran”. Sistem proses komunikasi itu dapat digambarkan sebagai
berikut :

Sumber Isyarat Decoder Destination


(Source) Encoder (Signal) (sasaran)

Anggaplah bahwa sumber dan encoder itu adalah seorang dan decoder dan
sasaran adalah orang lain serta isyaratnya adalah bahasa, maka itu sudah
merupakan proses komunikasi antara manusia. (Effendi, 1985 : 28).
Satu hal perlu diketahui bahwa sistem seperti itu tidak akan lebih kuat
daripada mata rantai yang terlemah. Dalam satu tahap akan “terdapat
penyaringan” atau perubahan. Jika sumber tidak mempunyai informasi yang setara
dan terang, jika pesan tidak di code dengan sempurna, teliti dan efektif kedalam
isyarat yang dapat dioperkan, jika pesan itu tidak dioperkan dengan cukup cepat
dan teliti, kendati menghadapi interferensi dan kompetisi kepada sasaran yang
dituju. Jika pesan tidak di code kedalam pola yang sesuai dengan akhirnya jika
sasaran tidak dapat mengcode maka tidak akan dapat menimbulkan tanggapan
sesuai yang diinginkan.
Sedangkan proses komunikasi menurut David K. Berlo terdiri dari sumber,
pesan, saluran dan penerima sebagaimana terlihat dalam diagram di bawah ini:

Diagram I
Proses komunikasi menurut formula Berlo

Sumber Pesan Saluran Penerima


Melihat
Keterampilan Ketrampilan
Mendenga sikap mental
sikap mental Isi kode
pengetahuan r pengetahuan
sistem sosial perlakuan Mencium sistem sosial
kebudayaan kebudayaan
Meraba
Mengecap
Dari diagram di atas terlihat unsur-unsur yang dimiliki oleh sumber, pesan saluran
dari penerima. (Liliweri, 1991 : 3).

Dalam lingkup komunikasi sebagai proses penyampaian gagasan atau ide,. dapat
disimpulkan bahwa komunikasi itu memiliki fungsi antara lain :
e. Mass information (informasi).
f. Mass education (pendidikan)
g. Mass persuasion (mempengaruhi)
h. Mass entertainment (menghibur)

Fungsi komunikasi tidak akan timbul dan tercapai apabila pesan yang
dikomunikasikan tidak disampaikan kepada sasarannya. Apabila pesan sudah sampai
kepada khalayak pendengar, mereka akan mengadakan penyaringan informasi yang
mereka perlukan.
Pentingnya komunikasi sangatlah dominan. Tanpa komunikasi pikiran tidak akan
dapat mengembangkan sifat manusiawi yang sebenarnya, akan tetap berada dalam
keadaan yang abnormal. Pikiran yang sedemikian kacau ini dikarenakan tidak adanya
informasi yang diterima untuk dijadikan pegangan pengetahuan untuk merubah
keadaannya. Dengan hiburan musik sajapun seharusnya manusia dapat terhindar dan
mengurangi jiwa berontaknya terhadap orang lain dan lingkungan.
Ternyata komunikasi, termasuk organisasi-organisasi dalam lingkungan
kesusastraan, kesenian dan pranata-pranata, adalah struktur di luar pikiran yang
mengandung sebab dan akibat yang terdapat didalam pikiran atau keadaan hidup manusia.
Kesemuanya itu merupakan suatu pertumbuhan lambang-lambang, tradisi-tradisi dan
pranata-pranata, terproyeksikannya, hal-hal tersebut mengadakan reaksi dalam arti kata
mengadakan pengontrolan, melakukan keseimbangan menjalani perkembangan dan
menetapkan pikiran-pikiran tertentu yang tidak dihadapi oleh pesan yang disalurkan.
Fungsi komunikasi dalam penyebarluasan sifat kemanusiaan sebagai bersifat
langsung melalui kontak yang leluasa. Sebagian lagi bersifat tidak langsung, yakni
melalui usaha meningkatkan inteligensi, mengurangi bentuk-bentuk organisasi yang
bersifat mekanis, tak teratur dan membangun pergaulan hidup yang lebih bersifat
kemanusiaan.
Dalam perkembangan teknologi komunikasi khususnya teknologi komunikasi
massa, mempunyai kedudukan yang istimewa dalam kehidupan masyarakat dalam upaya
membentuk jaringan-jaringan baru dalam proses interaksi melalui komunikasi massa.
Komunikasi massa di sini diartikan ialah komunikasi dengan menggunakan media
massa modern, yang meliputi surat kabar bersirkulasi luas, radio dan televisi yang
siarannya ditujukan kepada umum dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung
bioskop.
Lazimnya media massa modern menunjukkan seluruh sistem di mana pesan-pesan
diproduksi, dipilih, disiarkan, diterima dan ditanggapi.
Melakukan kegiatan komunikasi massa jauh lebih sukar daripada komunikasi
antar personal. Seorang komunikator yang menyampaikan pesan kepada ribuan pribadi
yang berbeda satu sama lain namun pada saat yang sama tidak akan bisa menyesuaikan
harapannya untuk memperoleh tanggapan komunikasi secara pribadi. Suatu pendekatan
yang bisa meyakinkan sebagian komunikan, mungkin saja bisa merenggangkan kelompok
lainnya.
Dalam komunikasi massa ada dua tugas komunikator : mengetahui apa yang
dikomunikasikan dan mengetahui bagaimana harus menyampaikannya, sehingga berhasil
melancarkan penetrasi ke dalam bentuk komunikan. Sebuah pesan yang isinya lemah
yang disampaikan dengan lemah pula kepada jutaan orang, bisa menimbulkan pengaruh
yang kurang efektif dibanding dengan pesan yang disampaikan dengan baik kepada
komunikan yang jumlahnya sedikit.
Komunikasi massa (mass communication) sesungguhnya penyederhanaan
komunikasi media massa. Jadi dari sifat eksplisit diimplikasikan, media tidak disebut.
Cukup komunikasi massa saja, pengertiannya tetap komunikasi media massa, meski kata
media tidak disebutkan.
Adapun yang menjadi ciri-ciri komunikasi massa antara lain :
1. Komunikasi melembaga.
Komunikator yang melancarkan komunikasi massa yakni komunikasi
melalui media massa tidaklah bertindak atas nama pribadinya, melainkan
atas nama lembaga dimana ia bekerja. Sebagai konsekuensinya, maka selaku
komunikator melembaga (institutional communicator) ia tidak melembaga.
Komunikator dalam komunikasi massa, seperti wartawan, penyiar,
reporter, komentator dan lain-lain, mesti bersikap dan bertindak tidak
sebagai individu yang bebas melainkan sebagai wakil lembaga ;
kebebasannya terbatas. Jika ia tidak bersedia mengikuti kebijaksanaan,
peraturan, dan ketentuan lembaganya, maka ia pun akan diberhentikan
sebagai komunikator.
Pesan yang dikomunikasikan komunikator kepada komunikan bersifat
umum (public), karena ditujukan kepada khalayak umum, bukan khusus
mengenai kepentingan umum. Jadi tidak ditujukan kepada perorangan
tertentu atau kelompok tertentu, melainkan kepada seluruh masyarakat.

2. Media menimbulkan keserempakan.


Media dalam komunikasi massa atau lebih tegasnya media massa
menciptakan suatu situasi dimana khalayak secara serempak (simultan) dan
serentak (instant) bersama-sama pada saat yang sama memperhatikan pesan
yang dikomunikasikan kepadanya.
Media massa yang tinggi derajat keserempakannya setelah televisi
adalah radio, karena peristiwanya diceritakan oleh reporter. Sehingga
pendengar bisa lekas mengetahui peristiwa tersebut. Meski televisi
mempunyai kelebihan dari radio yakni televisi sifatnya audiovisual.
Sedangkan radio hanya auditori, tetapi radiopun melebihi televisi dalam hal
daya jangkauannya yang lebih jauh dan memudahkannya dalam
penyampaian suatu pesan.
Komunikan pada komunikasi massa, yakni khalayak sasaran media
massa bersifat heterogen yang berarti antar pembaca, pendengar atau
penonton yang berbeda satu sama lainnya dalam jenis kelamin, usia,
pekerjaan, agama, pendidikan, kebudayaan, ideologi, hobi, pengalaman,
pandangan hidup, cita-cita dan lain sebagainya.
Heterogenitas komunikasi seperti inilah yang menyebabkan para
komunikator media massa menetapkan acara tertentu secara khusus untuk
berbagai kelompok di atas dengan tujuan supaya setiap individu terpuaskan.
Dengan demikian maka isi atau pesan yang dikomunikasikan media massa
diperuntukkan bagi khalayak sasaran (target audience), yakni khalayak
keseluruhan tanpa melihat jenis kelamin, usia, agama, dan sebagainya. Dan
kelompok sasaran (target group) berdasarkan jenis-jenis yang beragam tadi.
Itu semua adalah demi kepunyaan khalayak yang sungguh heterogen itu.
Proses komunikasi massa berlangsung satu arah (one way traffic
communication) secara linier. Ini berarti prosesnya tidak menimbulkan
umpan balik (feed back). Kalau pun terjadi, berlangsungnya secara tertunda
(delayed feed back) itupun tanggapan seorang atau dua orang saja.
Sebagai konsekuensi dari situasi komunikasi massa seperti itu,
komunikator harus melakukan perencanaan dan persiapan sedemikian rupa
sehingga pesan yang disebarkan diterima komunikan yang heterogen dalam
jumlah yang relatif sangat banyak itu. Secara inderawi (recerived) dan
rohani (accepted) menyenangkan dan memuaskan.

Radio Siaran Sebagai Kekuasaan Kelima


Radio siaran mendapat julukan “kekuasaan kelima” atau the fifth estate, setelah
pers dianggap sebagai “kekuasaan keempat” (the fourth estate) dan tiga lembaga lainnya
– eksekutif, legislatif, yudikatif – masing-masing sebagai kekuasaan pertama, kedua dan
ketiga.
Dibandingkan dengan televisi siaran, televisi sebenarnya lebih lengkap daripada
radio sebab, jika radio bersifat auditif – hanya untuk didengarkan – televisi bersifat audio-
visual – selain untuk didengarkan, juga untuk dilihat. Meskipun demikian, sampai
sekarang televisi belum pernah diberi julukan “kekuasaan keenam” (the sixth estate).
Para ahli komunikasi memberi julukan kekuasaan kelima kepada radio karena
dibuktikan oleh sejarah yakni ketika menjelang, semasa, dan sesudah Perang Dunia II,
tatkala Jerman, Italia, dan Jepang di satu pihak, terlibat dalam perang radio dengan
Inggris, Amerika, Rusia, dan negara-negara lainnya di lain pihak.
Sampai sekarang pun, jika terjadi perebutan kekuasaan di sebuah Negara, diantara
sekian banyak media massa, yang pertama-tama diincar adalah stasiun radio siaran.
Mengapa radio dijuluki kekuasaan kelima ? Ada tiga faktor yang mendukungnya:

1. Radio siaran bersifat langsung


Makna langsung sebagai sifat radio siaran ialah, bahwa suatu pesan yang
akan disiarkan dapat dilakukan tanpa proses yang rumit. Bandingkan dengan
penyiaran pesan melalui surat kabar, brosur, pamflet, atau media cetak lainnya
yang, selain lama dalam memprosesnya, juga tidak mudah menyebarluaskannya.
Para ahli komunikasi membandingkannya ketika dalam Perang Dunia II Sekutu
menyebarkan pamflet ke negara-negara di Eropa yang diduduki Jerman. Selain
memerlukan waktu yang lama dalam pembuatannya, juga mengandung resiko
bahaya tertembaknya pesawat udara yang menyebarkannya.
Penyampaian pesan propaganda lebih efektif dan efisien melalui radio
karena langsung tertuju ke rumah-rumah, dan langsung pula dapat disampaikan
melalui mikrofon.
Sifat yang dimiliki radio siaran sepeti itu telah dimanfaatkan pula oleh
Bung Tomo ketika pada zaman Revolusi dengan Radio Pemberontaknya dari Jawa
Timur berhasil membakar semangat para pemuda di Jawa Barat untuk bertempur
melawan Belanda.
2. Radio siaran tidak mengaenal jarak dan rintangan
Faktor lain yang menyebabkan radio dianggap memiliki kekuasaan ialah
tidak dijumpainya jarak dan rintangan.
Bagi radio tidak ada jarak waktu; begitu suatu pesan diucapkan olehg
seorang penyiar atau orator, pada saat itu juga dapat diterima oleh khalayak. Bagi
radio tiada oula jarak ruang; bagaimanapun jauhnya sasaran yang dituju, radio
dapat mencapainya. Gunung, lembah, padang pasir, ataupun samudera tidak
menjadi rintangan. Suatu pesan yang disiarkan dari suatu tempat di suatu Negara,
dapat sampai seketika di tempat lain, negara lain, dan benua lain.
Karena faktor itulah, Chaerul Saleh di zaman pendudukan Jepang melalui
radio dapat mengetahui menyerahnya pemerintahan Jepang kepada pihak Sekutu,
sehingga ia bersama-sama para pemuda lainnya mempersiapkan kemerdekaan
Indonesia. Disebabkan faktor itulah pula dunia mengetahui diproklamasikannya
Republik Indonesia yang disampaikan oleh penyiar Sakti Alamsyah melalui
Bandung Hoso Kyoku, stasiun radio siaran yang kemudian diambil alih dan
menggunakan station call “Radio Bandung”.

3. Radio siaran memiliki daya tarik


Faktor ketiga yang menyebabkan radio dijuluki kekuasaan kelima ialah
daya tarik yang dimilikinya. Sebelum pesawat televisi muncul sebagai pelengkap
rumah tangga sekitar tahun lima puluh, pada waktu hanya terdapat dua jenis media
massa, surat kabar, atau majalah dan radio, radio memiliki daya tarik, disebabkan
oleh tiga unsur yang melekat padanya, yskni:
a. Kata-kata lisan (spoken words),
b. Musik (music),
c. Efek suara (sound effect).

Dengan dihiasi musik dan didukung efek suara, seperti suara binatang,
hujan atau badai, mobil atau pesawat terbang, dan lain-lain, suatu acara yang
disajikan radio menjadi hidup. Meskipun kemudian muncul di rumah-rumah
pesawat televisi yang, selain audial seperti radio, juga visual, pesawat radio tetap
tidak tergeser sebab, untuk menikmati suatu acara dari pesawat televisi, khalayak
tidak bias beranjak dari kursi di depan pesawat, sedangkan acara dari pesawat
radio dapat dinikmati sambil mandi, bekerja, atau sambil mengemudikan
kendaraan.
Itulah faktor-faktor yang menyebabkan dijulukinya radio sebagai the fifth
estate; langsung, tidak mengenal jarak dan rintangan, serta memiliki daya tarik.
Keefektifan radio siaran semakin didukung pula oleh produksi teknologi mutakhir,
seperti pemancar sistem frequency modulation (FM), transistor, dan lain-lain.

Radio Siaran Sebagai Media Massa Elektronik


Sebagai unsur dari proses komunikasi dalam hal ini sebagai media massa, radio
siaran mempunyai ciri dan sifat yang berbeda dengan media massa lainnya. Jelas berbeda
dengan surat kabar yang merupakan media cetak, juga dengan film yang bersifat
mekanik-optik. Dengan televisi, kalaupun ada persamaannya dengan sifatnya yang
elektronik terdapat perbedaan yakni radio sifatnya audit, televisi bersifat audio-visual.
Penyampaian pesan melalui radio siaran dilakukan dengan menggunakan bahasa
lisan. Kalaupun ada lambang-lambang yang dipergunakan jumlahnya sangat minim,
umpamanya tanda waktu pada saat akan memulai acara warta berita dalam bentuk bunyi
telegrafi atau bunyi salah satu alat musik.
Keuntungan radio siaran bagi komunikan ialah sifatnya yang santai. Orang bisa
menikmati radio sambil makan, sambil tidur-tiduran, sambil bekerja bahkan sambil
mengemudikan mobil. Tidak demikian dengan media massa lainnya.
Penyajian hal yang menarik dalam rangka penyampaian suatu pesan adalah
penting, sebab publik sifatnya selektif. Begitu banyak pillihan diantara sedemikian
banyak media komunikasi dan begitu banyak pula pilihan acara dari sekian banyak acara
dari setiap media. Dalam hubungan ini musik memegang peranan yang sangat penting.
Diantara acara-acara musik yang memukau itulah pesan-pesan disampaikan kepada
pendengar.
Daya pikat untuk bisa melancarkan pesan ini penting artinya dalam proses
komunikasi, terutama melalui media massa, disebabkan sifatnya yang satu arah (one way
traffic communication). Komunikasi hanya dari komunikator kepada komunikan.
Komunikator tidak mengetahui tanggapan komunikan. Kelemahan-kelemahan ini bagi
radio di tambah lagi dengan sifatnya yang lain yakni “didengar sekilas”. Pesan yang
disampaikan kepada pendengar hanya sekilas saja, begitu didengar begitu hilang. Arus
balik (feed back) tidak mungkin pada saat itu. Pendengar yang tidak mengerti atau
mungkin ingin memperoleh penjelasan lebih lanjut tak mungkin meminta kepada penyiar
guna mengulangi lagi.
Karena kelemahan-kelemahan itulah maka radio siaran banyak dipelajari dan
diteliti guna mencari teknik-teknik yang bisa mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut
sehingga komunikasi melalui radio siaran lebih efektif.
Untuk lebih memperjelas mengenai keberadaan radio siaran sebagai bagian dari
komunikasi massa, harus diketahui apa yang menjadi fungsi dari radio itu sendiri.
Radio siaran seperti halnya itu surat kabar, televisi dan film merupakan bagian
dari sarana komunikasi, oleh karenanya fungsi dari komunikasi merupakan fungsi dari
radio pula, sebagaimana radio merupakan bagian dari komponen dari suatu proses
komunikasi.

Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa


Menurut Wahyudi televisi berasal dari dua kata yaitu : “Tele” (bahasa Yunani)
yang berarti jauh dari “visi” (bahasa latin) yang berarti penglihatan. Dengan demikian
televisi yang dalam bahasa Inggrisnya “television” diartikan dengan melihat jauh. Melihat
jauh disini diartikan dengan gambar dan suara yang diproduksi disuatu tempat (studio
televisi) dapat dilihat dari tempat lain melalui sebuah perangkat penerima/televiset.
(Wahyudi, 1986 : 3).
Lebih rinci Ensiklopedia Indonesia memberikan defenisi televisi yaitu : “Televisi
sebagai pesawat penerima, didefenisikan sebagai pesawat televisi yang berisi
perlengkapan untuk mengubah sinyal televisi menjadi gambar dan suara. Sinyal yang
diterima disalurkan kepada pemilih saluran yang melakukan pengubahan frekwensi.
Setelah disaring (dengan filter) lalu dimodulasi. Setelah itu dipisah-pisahkan sinyal
gambarnya dengan sinyal suara singkronisasi. Dalam pesawat penerima televisi warna
ada pemisahan dan penggarapan sinyal dan informasi warna dilakukan suatu alat khusus”
(Ensikzslopedia, 1988 : 3489).
Sebagai media massa televisi memang memiliki kelebihan dalam penyampaian
melalui gambar dengan media massa lain. Pesan-pesan melalui televisi disampaikan
melalui gambar dan suara secara bersamaan (sinkron), dan hidup, sangat cepat (aktual)
terlebih lagi dalam siaran langsung (live broadcast) dan dapat menjangkau ruang yang
sangat luas (Wahyudi, 1986 : 3).
Hal yang sama dikemukakan oleh Jacob Oetama yang mengemukakan “bahwa :
televisi merekam kejadian dengan gambar dan suara serentak, mentah seperti apa adanya.
Televisi merekam atau memotret kejadian secara hidup dan langsung menyiarkannya
kepada penonton. Mungkin saja masih ada jarak waktu, misalnya jika tidak siaran
langsung. Meskipun demikian keserentakan lebih terasa, lebih nyata, lebih hidup dan
mencekam” (Atmowiloto, 1986 : xi).
Alat-alat audiovisual (televisi) juga membuat suatu pengertian atau informasi
menjadi lebih berarti, kita lebih mudah dan lebih cepat belajar enggan melihat alat-alat
sensori seperti gambar, bagan, atau model (Suleiman, 1981 : 1).
Hal ini menyebabkan pesan televisi dapat merasuk ke seluruh lapisan masyarakat
baik remaja, orang tua, wanita, pria yang berpendidikan atau tidak. Sehingga wajar jika
pesan yang disampaikan televisi diterima dan diartikan berbeda-beda pemirsanya
tergantung kondisi dan situasinya. Ada yang terhibur dan puas dan ada yang tidak.
Seperti yang diungkapkan Wahyudi (1986 : 215) :
“Televisi sebagai media massa tidak mungkin dapat memuaskan semua orang yang
memiliki latar belakang, usia, pendidikan, status sosial, kepercayaan, paham golongan
yang berbeda-beda. Televisi dapat membuat orang puas, tidak puas, senang, tidak
senang, sedih, gembira, marah, yang semuanya merupakan hal yang wajar karena sifat
manusia yang berbeda-beda”
Televisi siaran yang pertama kali di Indonesia adalah TVRI yaitu tahun 1962,
yang merupakan televisi siaran milik pemerintah. Sampai tahun 1988 TVRI merupakan
talevisi siaran satu-satunya yang ada di Indonesia. Baru tahun 1989, mulai muncul televisi
swasta secara bertubi-tubi (Swa edisi November 1995 : 12).
Hal ini sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah, khusus dibidang siaran televisi
yang memberi ijin pendirian stasiun yang murni komersial dan dimiliki swasta. Tak
tanggung-tanggung lima stasiun televisi swasta muncul, bahkan untuk masa yang akan
datang malah akan lebih, kalau stasiun-stasiun daerah yang sewaktu itu direncanakan jadi
dibuka (Swa edisi November 1995 : 13). Televisi swasta yang pertama muncul adalah
RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia), yang hadir pada pertengahan 1989 (Manan,
994 : 24). Televisi swasta berada di Jakarta dan baru diperuntukkan bagi pemirsa televisi
disekitar kota Jakarta. Jadi hanya dapat ditangkap didaerah Jabotabek (Jakarta, Bogor,
Tangerang, dan Bekasi). Kemudian disusul oleh SCTV (Surya Citra Televisi Indonesia)
pada tanggal 18 Agustus 1990 yang berada di kota Surabaya. Siaran-siaran yang dikelola
kedua televisi swasta ini, belum dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, karena
hanya dapat ditonton oleh mereka yang mempunyai decoder, (alat Bantu untuk
menangkap siaran). Perkembangan didunia siaran televisi Indonesia terus berkembang,
siaran RCTI dan SCTV akhirnya dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat tanpa
memakai decoder. Kemudian pada tahun 1991 hadir stasiun swasta lain yang mengambil
tema pendidikan yaitu TPI (Televisi Pendidikan Indonesia). Jam siarannya berlangsung
dari pagi hingga siang hari. Televisi ini mengudara secara nasional di Indonesia.
Siaran televisi swasta bertambah lagi dengan hadirnya ANTEVE (Andalas
Televisi), yang umumnya menyajikan produk-produk import (film-film dan acaranya).
Dan terakhir, adalah INDOSIAR yang mempromosikan warna dan suara yang lebih
bagus dengan sistem digitalnya
Tapi dengan me-nasionalnya televisi swasta tadi masyarakat semakin dapat bebas
memilih saluran televisi yang disenanginya. Dalam hal ini Indonesia adalah negara
pertama yang memanfaatkan satelit yang bertujuan supaya siaran-siaran televisi swasta
tadi dapat menjangkau seluruh Indonesia. Kehadiran televisi swasta tadi ini,
menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat
Stasiun televisi swasta mengalami perkembangan. Sekarang sebagian besar jam
siar televisi swasta tadi masih diisi oleh film-film dari luar negeri, terutama dari Amerika
Serikat, Amerika Latin ( untuk telenovela), Hongkong, India dan Jepang.Alasannya selain
kualitas dan teknik film-film itu cukup bagus, harganyapun murah. Rata-rata stasiun
televisi swasta tadi mengudara 18 Jam perhari, total jam siaran kelima stsiun televisi tadi
90 Jam perhari (Swa edisi Oktober 1995 :46)
Perkembangan Televisi Swasta Nasional tersebut itu diikuti oleh televisi swasta
lainnya seperti TPI, MTV, METRO TV dan malahan dibeberapa daerah provinsi seperti
Provinsi Sumut Kotamadya Siantar mencoba membangun TV komunitas walaupun
akhirnya gagal.
Namun dalam pandangan komunikasi perkembangan komunikasi massa perhatian
masyarakat akan memanfaatkan media massa sebagai media informasi seperti televisi
umpamanya tampaknya cukup tinggi. Justru itulah wajar kiranya dari kajian teoritis
komunikasi massa tersebut perlu disambut dan didukung atas kehadiran media massa
ditengah-tengah kehidupan masyarakat.

Internet Sebagai Komunikasi Massa.


Penggunaan Internet telah mengubah pengunaan teknologi informasi. Di berbagai
tempat di dunia, akses terhadap informasi menjadi lebih mudah dan murah dengan adanya
media Internet ini. Pada mulanya akses kepada informasi dalam bentuk elektronik
(electronic information) sangat sukar dan mahal. Orang harus menggunakan jaringan
telekomunikasi dan komputer sendiri (private lines, value added network) yang harganya
mahal.
Indonesia tidak berbeda dengan negara lain dimana Internet dan Teknologi
Informasi mulai menjadi sesuatu hal yang penting. Di Indonesia penggunaan teknologi
informasi yang berbasis elektronik ini lebih dikenal dengan istilah “Telematika”. Selain
itu jaringan Internet juga sudah makin tersebar keberadaannya di Indonesia, sampai ke
daerah. Namun masih belum jelas pemanfaatan dari Telematika di Indonesia. Penyedia
Jasa Internet (PJI, Internet Service Provider / ISP) sudah mencapai lebih dari 100 buah,
namun jumlah pengguna Internet di Indonesia diperkirakan masih belum mencapai dua
(2) juta orang. Berbagai inisiatif sudah dijalankan, namun belum meningkatkan jumlah
pengguna dalam angka yang berarti. Ada dugaan hal ini berkaitan dengan masalah kultur
Indonesia. (Lihat “Bahan Bacaan”.)
Ada sebuah hipotesa bahwa pemanfaatan Telematika dapat meningkatkan daya
saing yang akhirnya dapat membuat rakyat sejahtera. Hipotesa ini masih harus
dibuktikan.
Sementara itu otonomi daerah merupakan sebuah fenomena yang muncul di
Indonesia. Apakah pemanfaatan Telematika dapat meningkatkan kemampuan dan daya
saing Pemerintah Daerah? Adakah manfaat lain dari penerapan Telematika di Pemerintah
Daerah?

PETA PERMASALAHAN MEDIA PENYIARAN DAN MEDIA ELEKTRONIK DI


PROPINSI SUMATERA UTARA, SUMATERA BARAT DAN RIAU.

Pengantar.
Keberadaan Radio, Televisi dan Warung Internet Kabupaten/Kota di Sumatera
Utara, Sumatera Barat dan Riau. Berbagai permasalahan yang ditemui dilapangan dalam
penggunaan media penyiran dan media elektronik Radio, Televisi dan Warung Internet
adalah antara lain
1. Masalah yang bersifat umum dan strategis, merupakan permasalahan yang
muncul disetiap objek.
2. Masalah yang memerlukan perhatian dan penanganan serta tindak lanjut.
Penjabaran dari masalah-masalah tersebut adalah sebagai berikut :
Masalah Yang Bersifat Umum dan Strategis.
1. Radio.
a. Masih banyak radio yang belum mempunyai ijin dari KPI. Ada pihak radio
menyatakan ketidakpuasan terhadap pelayanan pengurusan ijin karena
sepertinya ada kesan ketidak adilan dan kelambanan dalam pengurusan ijin.
Misalnya untuk mengurus pengalihan frekuensi AM ke FM, masih ada radio
yang belum mengantongi ijin, sedangkan pengurusan sudah dilakukan jauh
hari sebelumnya, sedangkan radio yang baru berdiri bisa dengan mudah
mendapatkan ijin FM, disamping itu banyak radio yang tidak masuk dalam
Master Plan daerah.
b. Faktor alam yaitu cuaca buruk yang sangat menggangu dan berbahaya dalam
melakukan penyiaran radio.

2. Televisi.
Karena kurangnya alokasi dana dan perijinan dalam mendirikan Televisi swasta
lokal, sehingga masih banyak di tiap-tiap daerah yang belum ada.

3. Warung Internet.
5. Jaringan Speedy kurang lancar dan jaringan sering terjadi Disconnect.
6. Jaringan tidak stabil.
7. Akses sering putus dan lama aksesnya.
8. Listrik yang sering padam.
9. Harga ISP yang terlalu tingi.
10. Virus jaringan.
11. Sulit mendapatkan software resmi.

Analisis Masalah.
1. Radio.
6. Karena kesulitannya mengurus perijinan, maka banyak pengusaha siaran radio
yang melakukan kegiatan penyiaran meskipun belum memiliki ijin dengan
alasan ijin sedang dalam pengurusan.
7. Masalah yang harus diwaspadai dalam pengoperasian stasiun radio adalah
cuaca yang buruk dan sangat rawan petir, yang sangat berbahaya terhadap
perangkat penyiaran radio.
2. Televisi.
Dana alokasi untuk perijinan dalam pendirian televisi sangat besar, sehinga sulit
bagi pengusaha untuk mendirikan televisi swasta lokal.
3. Warung Internet.
K. Bahwa infrastruktur untuk kelancaran pelaksanaan internet belum memadai
karena jaringan internet masih sering mengalami gangguan.
L. Dimana dalam penggunaannya, warnet sering mengalami gangguan jaringan
yang tidak stabil dalam mengakses internet.
M. Akses internet yang sering terputus-putus sehingga mengganggu dalam
pemakaiannya.
N. Fasilitas listrik yang sering padam, yang mengakibatkan kerugian bagi pemilik
warnet.
O. ISP yang tersedia di daerah masih sangat terbatas yang menyebabkan para
pemilik warnet hanya bisa menggunakan ISP yang ada saja, sehingga jaringan
yang dimiliki ISP menjadi over load (kelebihan beban).
P. Virus dalam penggunaan warnet sangat sulit untuk diatasi.
Q. Software resmi sangat sulit didapatkan., kalaupun ada harus diperoleh dengan
harga yang tinggi (mahal).

Pemecahan Masalah.
1. Radio.
b. Sebaiknya didalam pengurusan perijinan pendirian radio diberi kemudahan, mulai
dari pihak KPI dalam urusan yang berhubungan dengan penyiaran, dan pihak
Balmon yang berhubungan dengan frekuensi sehinga radio bisa didirikan, karena
radio adalah media yang sangat penting bagi masyarakat pedesaan/pedalaman
yang sulit dijangkau oleh media komunikasi yang lain.
c. Faktor alam, yaitu cuaca. Dimana kita hendaknya dapat memanfaaatkan prakiraan
cuaca dari BMG tentang prakiraan cuaca yang akan terjadi.

2. Televisi.
Dalam pendirian televisi swasta lokal sebaiknya dana tidak terlalu besar atau
tinggi, sehinga para pengusaha mampu untuk mendirikan televisi swasta lokal di setiap
daerah.
3. Warung Internet.
5. Seharusnya jaringan lebih diperlancar dan diperbaiki agar tidak terjadi banyak
gangguan atau disconnect.
6. Dimana kalau ada masalah jaringan yang tidak stabil sebaiknya Telkom cepat
memberikan solusi dan segera mengatasinya.
7. Supaya stabilitas koneksi akses diperbaiki dan lebih ditingkatkan lagi kualitas
maintenance dan pelayanan dalam pengaksesan.
8. Jika PLN berani memberi denda terhadap keterlambatan pembayaran tagihan,
maka PLN juga harus bersedia membayar biayar kompensasi atas kerugian
pengusaha warnet karena seringnya terjadi pemadaman listrik dari pihak PLN.
Para pengguna warnet juga harus menyediakan genset untuk mengantisipasi
apabila terjadi pemadaman listrik dari PLN.
9. Memberikan penambahan jumlah ISP dengan harga yang relatif lebih murah yang
dapat terjangkau.
10. Bila terjadi virus harus diformat atau diinstall kembali.
11. Pemerintah hendaknya menyediakan subsidi software resmi (legal) bagi pemilik
dan pengguna internet.

Kesimpulan.
1. Radio.
Bahwa ada pihak radio menyatakan ketidakpuasan terhadap pelayanan pengurusan
ijin karena sepertinya ada kesan ketidak adilan dan kelambanan dalam pengurusan ijin.
Disamping itu, masalah cuaca buruk dan sangat berbahaya yang sering mengganggu
terhadap perangkat penyiaran radio.
2. Televisi.
Bahwa dana alokasi untuk pengurusan perijinan dalam pendirian televisi sangat
besar, sehinga menyulitkan bagi para pengusaha yang berminat untuk mendirikan televisi
swasta lokal.

3. Warung Internet.
d. Bahwa infrastruktur untuk kelancaran pelaksanaan warung internet belum
memadai karena jaringan internet masih sering mengalami ganguan. Dimana
dalam penggunaannya warnet sering mengalami jaringan yang tidak stabil dalam
menggunakan internet. Akses juga sering terputus-putus sehingga mengganggu
dalam pemakaiannya.
e. Fasilitas listrik yang sering padam, yang mengakibatkan kerugian bagi pemilik
warnet.
f. ISP yang tersedia di daerah masih sangat terbatas yang menyebabkan para pemilik
warnet hanya bisa menggunakan ISP yang ada saja, sehingga jaringan yang
dimiliki ISP menjadi over load (kelebihan beban). Software resmi sangat sulit
didapatkan, kalaupun ada harus diperoleh dengan harga yang tinggi (mahal).
g. Virus dalam penggunaan warnet sangat sulit untuk diatasi.

Saran
1. Radio.
Sebaiknya dalam hal perijinan pendirian radio tidak perlu rumit dan dipersulit,
karena radio adalah salah satu media komunikasi yang siarannya sampai kedaerah
pedalaman yang sulit dijangkau oleh media lainnya.

2. Televisi.
Agar dana dalam pengurusan perizinan pendirian televisi swasta tidak terlalu mahal atau
tinggi, agar setiap daerah memiliki siaran televisi swasta lokal.
3. Warung Internet.
5. Agar kualitas jaringan dan maintenance lebih ditingkatkan lagi sehingga tidak
terjadi banyak gangguan atau disconnect dan apabila ada masalah jaringan yang
tidak stabil sebaiknya Telkom cepat memberikan solusi dan segera mengatasinya.
6. Agar kualitas pelayanan listrik dari PLN lebih ditingkatkan lagi, sehingga
pemadaman-pemadaman listrik yang sering terjadi dapat diminimalisir. Para
pengguna warnet juga harus menyediakan genset untuk mengantisipasi apabila
terjadi pemadaman listrik dari pihak PLN.
7. Agar pemerintah menambah jumlah ISP dengan harga yang relatif lebih murah
yang dapat terjangkau serta menyediakan subsidi software resmi (legal) bagi
pemilik dan pengguna internet.
8. Agar pihak pemilik warnet memformat atau menginstall kembali program
komputer apabila terjadi gangguan virus.

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro dan Erdinaya, K. Lukiati (2004). Komunikasi Massa Suatu


Pengantar. Bandung. Simbiosa Rekatama Media.
Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta.
Rineka Cipta.
Biro Pusat Statistik. (2006). Beberapa Indikator Penting Sosial Ekonimi Indonesia,
Edisi Juli.
Kementerian Komunikasi dan Informasi RI, (2004). Telematika Indonesia, Kebijakan
dan Perkembangan Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKPI). Jakarta.
Kriyantono, Rakhmat. (2006). Teknik Praktis Riset komunikasi, Jakarta. Kencana
Prenada Media Group.
Rakhmat, Jalaluddin. (2000). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Rogers, E.M. (1995). Diffusion of Innovations. New York. Free Press.
Rogers, E.M. dan F. Shoemaker (1971). Comminication of Innovation – A Cross
Cultural Approach. New York. Free Press.
Santoso, Gempur. (2005). Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta.
Prestasi Pustaka Publisher.
Setiawa, Bambang, (1990). Metode Survey Untuk Komunikasi. PAU Studi Sosial.
Yogyakarta.UGM.
Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. (226). Metode Penelitian Survey. LP3ES.
Jakarta.
Suryabrata, Sumadi. (2003). Metode Penelitian. Jakarta. PT. Raja Grafindo.
Severin, W.J, James w. Tankard, Jr. (2005). Teori Komunikasi : Sejarah, Metode, dan
Terapan di Dalam Media Massa, Jakarta. Prenada Media. Edisi Kelima.

TINGKAT PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP APLIKASI


KOMPUTER DAN INTERNET
(Survey Terhadap Pengunjung Warung Internet di 14 Kota Wilayah Kerja BPPI
Wilayah I Medan)23

Oleh : Abdul Rahman Harahap

23
Telah dipresentasikan pada acara seminar hasil penelitian tanggal 3 Desember 2009 di BBPPKI Medan
Abstrak

Masih rendahnya tingkat penguasaan Internet (Internet Literacy) dan menguasai


informasi (information literacy) serta Pola pikir masyarakat yang menggangap
kehadiran Internet masih sebatas media hiburan penyebab terjadinya kesenjangan
digital (digital devide). Sejauh mana tingkat pemahaman masyarakat dalam
mengaplikasikan komputer dan internet, serta apa kendala yang dihadapi dalam
memahami dan mengaplikasikannya merupakan permasalahan penelitian ini. Penelitian
ini dilaksanakan di 14 kota wilayah kerja BPPI Medan, dengan jumlah responden 280
orang pengunjung warung internet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebahagian
besar responden memiliki pengenalan, penguasaan terhadap computer dan internet.
Namun perangkat lunak sistem operasi (operating system) yang digunakan masih pada
win 98, win Xp, win ME dan Win NT. Sedangkan Linux masih belum familier
dikalangan masyarakat pengunjung warung internet. Dari perspektif sosial dan
kebudayaan, internet sebagai introduksi salah satu jenis teknologi telah mendorong
berlangsungnya pelbagai perubahan di masyarakat. e-commerce, atau cybersex,
misalnya, adalah sebahagian contoh dari beberapa perubahan radikal dalam lingkup
ekonomi dan sosial masyarakat. Internet juga telah mendorong munculnya beberapa
kecemasan baru di kalangan masyarakat luas.

Kata Kunci : Pemahaman, masyarakat, aplikasi, komputer, internet.

The low level of mastery of the Internet (Internet Literacy) and control
information (information literacy) and the mindset of the people who menggangap
Internet presence is still limited to the cause of the entertainment media, the digital gap
(digital divide). How far the level of public understanding in applying computers and
internet, and what obstacles encountered in understanding and applying it is a problem
of research. This research was conducted in 14 cities of Medan BPPI working area, with
the number of visitors 280 respondents internet cafes. The results showed that the
respondents have settled some recognition, mastery of computers and the Internet.
However, operating system software (operating system) that is used is still on win 1998,
Win XP, Win ME and Win NT. While Linux still not familiar visitors among the
community of internet cafes. From the social and cultural perspective, the introduction of
the Internet as one type of technology has encouraged the various changes taking place
in society. e-commerce, or cybersex, for example, was settled some examples of some
radical changes in economic and social sphere of society. The Internet also has
encouraged the emergence of some new anxieties among the public.

Keywords: Comprehension, communities, applications, computers, internet.


Latar Belakang Masalah
Penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada era informasi ini
sudah merupakan suatu keharusan, bila tidak ingin tertinggal dengan negara lain. Hal ini
dipicu (driver) dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, yang terjadi
sedemikian pesat sehingga data, informasi dan pengetahuan dapat diciptakan dengan
teramat sangat cepat dan dapat disebarkan ke seluruh lapisan masyarakat di berbagai
belahan di dunia dalam hitungan detik.
Teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini tidak hanya merupakan faktor
pendukung bagi pembangunan Indonesia dibidang politik, ekonomi, social budaya,
hukum dan hankam akan tetapi sudah merupakan motor penggerak pembangunan.
Dukungan keunggulan teknologi informasi dan komunikasi yang merupakan suatu
konvergensi antara telekomunikasi, media dan informatika (Telematika) telah
meningkatkan kualitas komunikasi dan informasi dalam menyediakan informasi yang
mudah dan cepat bagi masyarakat secara merata, sehingga merupakan wahana dalam
mentransfer pemikiran dan sudut pandang, gagasan, pengetahuan dan keterampilan untuk
mampu meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi tantangan global.
Peranan informasi dan komunikasi dalam mengatasi berbagai permasalahan nyata
dewasa ini ( isu kemiskinan, separatisme, konflik vertikal dan horizontal dalam
masyarakat, KKN, hukum dan HAM, antisipasi bencana alam) dengan memperhatikan
arah perkembangan peradaban pada masa yang akan datang, maka inflementasi dan
pengembangan teknologi informasi dan komunikasi sudah menjadi kebutuhan dan bahkan
dalam aspek tertentu menjadi katalisator seperti penerapan e-Government dan e-
Procurement yang menjadi metode dalam upaya mengatasi sebagian isu KKN. Artinya
pengembangan teknologi informasi Mdan komunikasi menjadi prioritas untuk
menyiapkan Indonesia menghadapi masa depan dan sekaligus menjadi bagian dari solusi
untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut.(Renstra Depkominfo 2004-2009)
Pendapat tentang perlunya meningkatkan ekses informasi dan komunikasi bagi
negara-negara berkembang muncul dari berbagai pihak termasuk institusi internasional,
seperti Komisi Eropa dan UNESCO. Kedua institusi ini sepakat bahwa pada masyarakat
yang lebih maju adalah masyarakat yang lebih instens dalam pemanfaatan teknologi
informasi sehingga memiliki akses yang lebih besar terhadap informasi.
Tumbuhnya masyarakat informasi tidak terlepas dari adanya revolusi digital yang
muncul pertengahan abat 20. Revolusi ini telah memberikan pengaruh yang sangat
penting dalam kehidupan masyarakat baik dilihat dari aspek sosial, budaya ,ekonomi dan
politik. Tentang masyarakat informasi, Castels menyatakan: “ Masyarakat informasi
adalah yang menciptakan, menggunakan, mengekploitasi informasi sebagai satu yang
penting dalam kegiatan ekonomi, politik dan budaya. Secara spesifik teknologi informasi
pada masyarakat berada pada posisi sentral dalam kegiatan produksi, ekonomi dan
kegiatan masyarakat secara luas.
Kesenjangan digital (digital devide) telah memisahkan banyak orang yang
terhubung pada revolusi digital dalam ICT dengan orang-orang yang tidak memiliki akses
pada teknologi baru ini. “ Terminologi dari digital devide merujuk kepada adanya jurang
pemisah antara masyarakat yang mengakses teknologi informasi digital secara efektif
dengan yang tidak mengakses sama sekali. Pada umumnya mencakup dua hal, yaitu
mengakses teknologi secara fisik dan secara luas kemampuan dan ketersediaan sumber
daya yang tersedia untuk digunakan”. Dalam mengatasi kesenjangan digital, pada awal
abad ini UNESCO telah melaksanakan dua kali pertemuan internasional yaitu Word
Summit On the Information Society (WSIS), di Jenewa pada tahun 2003 dan di Tunisia
tahun 2005. Pada 2003 para pemimpin dunia yang hadir saat itu mendeklarasikan tekat
bersama dalam mengurangi kesenjangan digital ini, antara lain berbunyi: “ Kita juga
menyadari bahwa manfaat dari revolusi teknologi informasi pada saat ini telah
terdistribusi tidak merata antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang serta
lingkungan masyarakat. Kita berkomitmen sepenuhnya untuk mengubah kesenjangan
digital ini menjadi satu peluang digital untuk semua orang khususnya bagi mereka yang
beresiko tertinggal dan semakin terpinggirkan”.
Pada WSIS kedua di Tunisia tahun 2005 disepakati satu deklarasi yang cukup
progresif yang merupakan Plan of Action- dari UNESCO, yaitu bahwa pada tahun 2015
sebanyak 50 Persen dari wilayah diberbagai negara sudah terjangkau jaringan
infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi. (http://www.postel.go.id )
Bagi Indonesia berarti bahwa pada tahun 2015 sebesar 50 Persen dari penduduk
Indonesia sudah masuk ke masyarakat informasi global (Global information Society).
Dalam mengembangkan masyarakat Informasi di Indonesia, peran pemerintah masih
tampak menonjol, pemerintah tidak hanya sebagai regulator tetapi juga sebagai operator.
Upaya pemerintah ini tidak terlepas dari proses globalisasi yang sedang berlangsung,
yang oleh berbagai pihak dinilai telah menciptakan ketidakadilan. “ Ketidak seimbangan
ini tentu saja akan menyebabkan pengkutuban antara segelintir negara dan kelompok-
kelompok yang memperoleh keuntungan, dan negara-negara maupun yang kalah atau
termarjinalisasikan.
Sampai saat ini posisi Indonesia di kancah internasional dalam hal inflementasi
Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) tergolong masih rendah. Data terakhir dari ITU.
menunjukkan bahwa tingkat ICT-Literacy penduduk Indonesia saat ini berada pada
urutan ke 51 pada kategori Medium Access, dan pada urutan 116 dari 178 negara yang di
indeks oleh International Comunication Union ( ITU). Dengan indeks skor 0,34,
Indonesia sejajar dengan Gabon, diatas Maroko dan dibawah Mongolia. Dibanding
dengan negara-negara ASEAN Indonesia berada jauh dibawah Singapura dan Malaysia,
bahkan Vietnam yang semuanya juga masuk kedalam kategori Upper Access. Sementara
itu APJII mencatat bahwa sampai dengan tahun 2006 pengguna Internet di Indonesia baru
mencapai 20 juta orang atau sekitar 8 persen dari jumlah penduduk, walaupun terjadi
peningkatan dibanding tahun 2002 yang baru berjumlah 4,5 juta orang
Walaupun pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam
pengembangan TIK namun di Indonesia TIK belum berkembang secara signifikan.
Banyak hal yang diperkirakan menyebabkan lambatnya perkembangan TIK dimaksud,
misalnya tingkat perkembangan ekonomi yang belum mendukung, masih relative
tingginya masyarakat yang tinggal di pedesaan dengan berbagai persoalan yang dihadapi,
seperti rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya akses informasi dan lemahnya tingkat
ekonomi masyarakat serta rendahnya tingkat pemahaman masyarakat mengakses
/menguasai komputer (computer literacy), menguasai internet (Internet Literacy) dan
menguasai informasi (information literacy).
Pentingnya kajian dan pengembangan terhadap TIK di Indonesia terutama adalah
untuk mengejar ketertinggalan bangsa Indonesia dalam penerapan TIK khususnya dalam
percepatan inflementasi Plan of Action, WSIS, dalam rangka mencapai target 50 persen
penduduk sudah terakses kedalam TIK pada tahun 2015.
Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan, keterampilan dan pemahaman
mengaplikasikan teknologi informasi komunikasi yang demikian pesat perkembangannya
agar dapat berinteraksi dengan masyarakat luar terutama agar dapat menerima informasi
yang dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri agar dapat meningkatkan Pengetahuan yang
bermuara pada peningkatan tarap hidupnya.
Oleh sebab itu perlu diteliti “ Pemahaman Masyarakat Terhadap Aplikasi
Komputer dan Internet “, kebijakan dan program kegiatan apa yang sangat dibutuhkan
masyarakat untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan aplikasi internet serta
hambatan dan permasalahan yang menjadi kendala bagi masyarakat dalam memahami
dan mengaplikasikan internet.

Identifikasi Masalah
Adapun permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Kesenjangan digital (digital devide) telah memisahkan banyak orang yang
terhubung pada revolusi digital dalam TIK dengan orang-orang yang tidak
memiliki akses terhadap aplikasi komputer dan internet.
2. Walaupun pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam
pengembangan TIK namun di Indonesia TIK belum berkembang secara signifikan
3. Masih rendahnya tingkat mengakses /menguasai komputer (computer literacy)
menguasai Internet (Internet Literacy) dan menguasai informasi (information
literacy) dikalangan Masyarakat.
4. Pola pikir masyarakat yang menggangap kehadiran Internet masih sebatas media
hiburan.

Perumusan Masalah
Adapun permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Sejauhmana pemahaman masyarakat pengunjung warung internet terhadap
aplikasi komputer dan internet di 28 Warung internet pada 14 kabupaten/Kota
wilayah kerja BPPI Medan.
2. Hambatan-hambatan dan permasalahan apa yang menjadi kendala bagi
masyarakat dalam memahami dan mengaplikasikan komputer dan Internet?.
3. Kebijakan dan Program kegiatan apa yang dibutuhkan masyarakat untuk
meningkatkan pemahaman dan keterampilan aplikasi internet ?

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui tingkat pemahaman masyarakat terhadap penggunaan komputer dan
internet.
2. Mengetahui faktor-faktor penghambat yang dihadapi masyarakat dalam
memahami penggunaan komputer dan internet.
3. Sebagai bahan informasi dalam merumuskan kebijakan dan program kegiatan
yang dibutuhkan masyarakat dalam meningkatkan pemahaman dan keterampilan
penggunaan komputer dan internet.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Dapat mengetahui bagaimana gambaran tentang tingkat pemahaman masyarakat
pengunjung warung internet terhadap aplikasi Komputer dan internet
2. Dapat menjadi bahan masukan bagi instansi terkait mengenai hambatan dan
permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam upaya memahami
dan mengaplikasikan internet
3. Dapat menjadi salah satu referensi dalam membuat konsep kebijakan dan program
kegiatan untuk peningkatan pemahaman dan keterampilan masyarakat dalam
mengaplikasikan komputer dan internet.

Kerangka Teori
Secara umum untuk menggambarkan kondisi Sumber daya Manusia (SDM) di
bidang telematika dapat diketahui dari tingkat kesadaran, pemahaman dan
pendayagunaan ICT yang disebut e-literacy. Literacy dalam kamus bahasa Inggris,
diartikan sebagai “the ability to read and write” atau kemampuan untuk membaca dan
menulis. Dalam bahasa Indonesia bisa disebut dengan kata ‘melek’. Secara sederhana
literasi adalah kemampuan membaca dan menulis atau melek aksara. Dalam konteks
sekarang, literasi memiliki arti yang sangat luas. Literasi bisa berarti melek teknologi
politik, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitar. Kirsch dan Jungeblut
dalam buku Literacy Profiles of America’s young adults mendefinisikan literasi
kontemporer sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan informasi tertulis atau
cetak untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi
masyarakat. Lebih jauh, seorang baru bisa dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami
sesuatu karena membaca dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman bacaannya.
Wagner (2000) menegaskan bahwa tingkat literasi yang rendah berkaitan erat
dengan tingginya tingkat drop-out sekolah, kemiskinan, dan pengangguran. Ketiga
kriteria tersebut adalah sebagian dari indikator rendahnya Indeks Pembangunan Manusia.
Menciptakan generasi literat merupakan jembatan menuju masyarakat makmur yang kritis
dan peduli. Kritis terhadap segala informasi yang diterima sehingga tidak bereaksi secara
emosional dan peduli terhadap lingkungan sekitar.
Penciptaan generasi yang literat, saat ini mencakup berbagai bidang kehidupan
diantaranya literasi membaca, literasi politik, literasi pengetahuan, literasi gender dan
berbagai literasi lainnya. Persamaan diantara berbagai konsep literasi adalah penciptaan
masyarakat yang memiliki kebebasan akses informasi dan cerdas menggunakan informasi
yang dimilikinya.

Kerangka Berpikir
Dalam bidang yang terkait dengan TIK / ICT, ada beberapa jenis literacy atau
kadar melek seseorang, yaitu melek informasi, melek komputer, melek internet, melek
teknologi. Sebagai hulu dari semua ‘melek’ tersebut adalah melek informasi. E-
literacy, dapat dilihat dari gambaran kemampuan akses masyarakat terhadap informasi
melalui internet yang didukung oleh keunggulan teknologi informasi dan komunikasi.
Secara teoritis, untuk sampai ke tingkat ICT- Literacy ada empat tahap yang harus
dilalui, yaitu : 1)Information Literacy, 2)Computer Literacy, 3) Digital Literacy, dan 4)
Internet Literacy ( sumber : Ministry of Communication and Information Technology,
Version 1,0 : Desember 2006).
Secara jelas diuraikan bahwa :
1) Information literacy adalah kemampuan mengakses, mengevaluasi dan
menggunakan informasi dan berbagai bentuk, seperti buku, surat kabar, video,
CD-Rom atau Web.
2) Computer literacy adalah kemampuan menggunakan computer untuk memenuhi
kebutuhan peribadi ataupun suatu instansi.
3) Digital Literacy adalah kemampuan memahami dan menggunakan informasi dari
berbagai sumber ketika disajikan melalui alat – alat teknologi digital.
4) Internet literacy adalah kemampuan menggunakan pengetahuan teoritis dan
praktis mengenai internet sebagai suatu media komunikasi dan informasi bagi
manusia yang memerlukannya.
Dengan demikian ICT – Literacy adalah suatu kombinasi dari kemampuan
intelektual dan konsep fundamental, serta keterampilan kontemporer yang harus dimiliki
seseorang untuk belajar menggunakan teknologi informasi dan komunikasi secara efektif.
Untuk menggambarkan kondisi Sumber daya Manusia (SDM) dalam bidang
pengusaan teknologi informasi dan komunikasi dapat diketahui dari tingkat kesadaran,
pemahaman dan pendayagunaan ICT yang disebut e-literacy.
Gambaran e-literacy secara konseptual dapat dikategorikan dalam enam kategori,
berdasarkan konsep atau teori Personal-Capability Maturity Model (P-CMM). Menurut
teori ini, level e-literacy seseorang dapat digambarkan seperti berikut :

Level 0 seorang individu sama sekali tidak tahu dan tidak peduli akan
pentingnya informasi dan teknologi untuk kehidupan sehari-hari;
Level 1 jika seorang individu pernah memiliki pengalaman satu dua kali
dimana informasi merupakan sebuah komponen penting untuk
pencapaian keinginan dan pemecahan masalah, dan telah
melibatkan teknologi informasi maupun komunikasi untuk
mencarinya;
Level 2 jika seorang individu telah berkali-kali menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi untuk membantu aktivitasnya sehari-
hari dan telah memiliki pola keberulangan dalam penggunaannya;
Level 3 jika seorang individu telah memiliki standar penguasaan dan
pemahaman terhadap informasi maupun teknologi yang
diperlukannya, dan secara konsisten mempergunakan standar
tersebut sebagai acuan penyelenggaraan aktivitasnya sehari-hari;
Level 4 jika seorang individu telah sanggup meningkatkan secara
signifikan (dapat dinyatakan secara kuantitatif) kinerja aktivitas
kehidupannya sehari-hari melalui pemanfaatan informasi dan
teknologi;
Level 5 jika seorang individu telah menganggap informasi dan teknologi
sebagai bagian tidak terpisahkan dari aktivitas sehari-hari, dan
secara langsung maupun tidak langsung telah mewarnai perilaku
dan budaya hidupnya (bagian dari information society atau
manusia berbudaya informasi).

Selanjutnya model yang dapat juga dijadikan acuan adalah adalah Model Uses and
gratification. Model ini meneliti asal muka kebutuhan manusia secara psikologis dan
sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain
(atau keterlibatan pada kegiatan lain) dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan. Uses and
Gratifications model memusatkan perhatian pada kegunaan isi media untuk memperoleh
gratifikasi atau pemenuhan kebutuhan. McQuail (pada Betty-Soemirat, dalam Karlinah,
dkk. 1999) Model Uses and Gratifications memakai pendekatan penggunaan dan
grafikasi adalah : individu tertentu, seperti halnya sebagian besar manusia mempunyai
kebutuhan dasar untuk mengadakan interaksi sosial. Dari pengalamannya, individu ini
berharap bahwa konsumsi atau pengunaan media massa tertentu akan memenuhi sebagian
kebetuhannya. Hal ini menuntun pada kegiatan penggunaan internet, apakah berinteraksi
dengan dunia luar dengan penggunaan e mail atau pun Chatting, membuka situs-situs
yang berhubungan dengan kebutuhannya, membaca content website dan sebagainya.
Dalam beberapa kasus, kegiatan ini menghasilkan gratifikasi kebutuhan, tetapi dapat pula
menimbulkan ketergantungan dan perubahan kebiasaan dan ini merupakan efek dari
penggunaan internet pada individu itu.
Kemudian teori perbedaan individu yang diketengahkan oleh Melvin D. Fleur
bahwa individu-individu sebagai anggota khalayak merupakan sasaran media massa
secara selektif, individu akan menaruh perhatian pada pesan-pesan yang diterimanya
terutama jika berkaitan dengan kepentingannya, individu konsisten dengan sikap-
sikapnya, sesuai dengan kepercayaannya yang didukung oleh nilai-nilainya. Tanggapan
terhadap pesan yang diterima oleh individu, diubah oleh tatanan psikologisnya. Teori ini
menjelaskan bahwa efek media massa pada khalayak tidak seragam, melainkan beragam
disebabkan secara individual berbeda satu sama lain dalam struktur kejiwaannya.
Menurut teori ini khalayak amat bervariasi dalam organisasi psikologisnya secara pribadi.
Dimana variasi dimulai dari perbedaan Keperibadian, sikap, norma, nilai, teori, peranan,
persepektif, persepsi, interaksi dan struktur jiwa. Oleh karena terdapat perbedaan
individual pada setiap pribadi maka secara alamiah dapat diduga akan muncul efek yang
bervariasi sesuai dengan perbedaan individu itu.

Metode Penelitian
1. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah 14 kota pada wilayah kerja balai pengkajian
dan pengembangan Informasi Medan yang terpilih secara purposive. Ke-14 kota
ini dipilih karena menurut hemat penulis bahwa daerah ini adalah daerah
tergolong maju terhadap perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(internet) dibandingkan dengan daerah lainnya pada wilayah kerja BPPI wilayah I
Medan. Selanjutnya pemilihan Warung Internet (secara Purposive) dipilih 1
warung internet yang berlokasi di inti kota dan 1 warung internet (warnet) yang
berlokasi dipinggiran kota daerah penelitian. Hal ini dilakukan dengan asumsi
akan terjaring pengunjung warnet dengan mobolitas ekonomi tinggi untuk inti
kota dan mobilitas ekonomi rendah untuk pinggiran kota.
2. Disain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif
Analitis. Menurut Rakhmat (2000: 24), metode deskriptif adalah metode yang
hanya memaparkan situasi dan peristiwa apa adanya, tanpa mencari dan
menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesa atau membuat pradiksi. Tegasnya ,
penelitian deskriptif hanya memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu
individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu.
Selanjutnya dalam menentukan teknik penarikan sampel di lapangan,
peneliti menggunakan penarikan secara non probability sampling, yaitu secara
purporsive sampling (sampel bertujuan).
3. Populasi dan Sample
a. Populasi
Populasi penelitian ini adalah masyarakat pengunjung warnet selama bulan
Oktober 2007 pada 28 warnet yang dipilih dari 14 kota di wilayah kerja BPPI
Wilayah I Medan sebanyak 68.645 orang.
Adapun ke-empat belas kota tersebut masing-masing bersama 2 warung
internet yang dipilih adalah sebagai berikut

TABEL 1
NAMA KOTA DAN WARNET SERTA JUMLAH
PENGUNJUNG PADA BULAN OKTOBER 2007

JLH PENGUNJUNG
NO NAMA KOTA NAMA WARNET
OKTOBER 2007
1. BANDA ACEH Jambu Net 2.715
Speed ++ Net. 1.270
2. MEDAN Drag Net 11.800
Gemini Net 3.000
3. LUBUK PAKAM Dimensi Internet 4.500
Jimmy Net 3.200
4 KABANJAHE Perimsa warnet 2.250
Tenan Kata Warnet 3.000
5 PEMATANG SIANTAR Warnet Poltak 3.100
Cyber Net 2.700
6 KISARAN Bima Net 3.020
Planet Net 905
7 RANTAU PRAPAT Warnet SMK I 3.250
Dharma Net 1.230
8 PADANG SIDEMPUAN Dano Marsabut 1.200
Warung-Infokom 900
9 PADANG Kharisma Net 2.200
Malpindo Net 1.560
10 BUKIT TINGGI Tuiji Net 1.600
Melka Net 1.325
11 BATAM Warnet Clasia 2.400
Lesehan Net 1.500
12 PEKAN BARU Lingga Net 2.500
Graha Net 2.100
13 BENGKALIS Vista Net 1.970
Kuantum Net 1.350
14 LHOKSEUMAWE Lacak Com 1.200
Enjoy Net 900
Jumlah............................... 68.645 orang
Sumber data : Hasil observasi oktober 2007

b. Sampel
Penentuan besaran sampel dari populasi tersebut ditetapkan dengan
menggunakan rumus Taro Yamane yaitu:
N
n=
Nd 2
+1
Dimana :
n = ukuran sampel
N = ukuran
populasi
d = tingkat
68.645
n=
68.645(6%) 2 + 1

68.645
n=
68.645 x0.0036 + 1

68.645 
n= n = 276 ,66 ⇒277 orang
248,12

Batas kesalahan yang ditolerir ini bagi setiap populasi tidak sama . Ada yang
1%, 2%,3%,4%5% atau 10% (umar, 2002 dalam Kriyantono, 2007)
Untuk penelitian ini maka peneliti memutuskan untuk mengambil 280 orang
sampel. Dimana untuk masing-masing warung internet ditetapkan 10 orang
responden ( quota sampling). Dengan pecahan sample seperti pada table
berikut :

TABEL 2
NAMA KOTA DAN WARNET SERTA PENETAPAN JUMLAH SAMPEL

Jlh
NO NAMA KOTA NAMA WARNET
Responden
1. BANDA ACEH Jambu Net 10
Speed ++ Net. 10
2. MEDAN Drag Net 10
Gemini Net 10
3. LUBUK PAKAM Dimensi Internet 10
Jimmy Net 10
4 KABANJAHE Perimsa warnet 10
Tenan Kata Warnet 10
5 PEMATANG SIANTAR Warnet Poltak 10
Cyber Net 10
6 KISARAN Bima Net 10
Planet Net 10
7 RANTAU PRAPAT Warnet SMK I 10
Dharma Net 10
8 PADANG SIDEMPUAN Dano Marsabut 10
Warung-Infokom 10
9 PADANG Kharisma Net 10
Malpindo Net 10
10 BUKIT TINGGI Tuiji Net 10
Melka Net 10
11 BATAM Warnet Clasia 10
Lesehan Net 10
12 PEKAN BARU Lingga Net 10
Graha Net 10
13 BENGKALIS Vista Net 10
Kuantum 10
14 LHOKSEUMAWE Lacak Com 10
Enjoy Net 10
Total Sampel ................... 280

Selanjutnya untuk memilih responden dalam penelitian ini, peneliti


menggunakan teknik Accidental Sampling (sampel kebetulan) terhadap
pengunjung Warnet yang telah ditentukan diatas sampai memenuhi quota yang
telah ditetapkan
Perancangan Alat Ukur dan Analisis
No Dimensi Indikator penelitian Skala Analisis
1 Anteseden Usia, jenis kelamin, Nominal Statistik
(sosiodemografis pendidikan, pekerjaan Univariat
dan psikologis ) pendapatan, minat akan (f dan %)
internet
2 Latarbelakang Frekwensi menggunakan Ordinal Statistik
pengalaman internet, Intensitas, lamanya Nominal univariat
masyarakat waktu meng-gunakan (f dan %),
internet, jenis pesan yang
diakses, nilai-nilai yang
terbentuk, kepercayaan
terhadap internet, sikap
individu terhadap internet
internet sbg kebutuhan.
3 Pemahaman Aplikasi kemampuan mengakses,
TIK mengevaluasi dan
-Information literacy menggunakan informasi dan
(Kemampuan Akses berbagai bentuk, (Content)
Informasi) CD-Rom atau Web.
-Computer literacy kemampuan menggunakan Ordinal Statistik
(Kemampuan computer untuk memenuhi univariat
Menggunakan kebutuhan peribadi ataupun (f dan %),
Komputer) suatu instansi.
-Digital Literacy kemampuan memahami dan
(Kemampuan menggunakan informasi dari
Memahami) berbagai sumber ketika
disajikan melalui alat
teknologi digital.
-Internet literacy kemampuan menggunakan
(Kemampuan pengetahuan teoritis dan
Internet) praktis mengenai internet
sebagai suatu media
komunikasi dan informasi
bagi manusia yang
memerlukannya.
4 Efek dari Efek kognitif afektif, dan Ordinal Statistik
pemahaman internet behavioral univariat
(f dan %),

Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan
atas dasar generalisasi dari sejumlah karekteristik kejadian ke dalam kelompok atau
individu tersebut (Singarimbun, 1998:24).
Berdasarkan kerangka teoritis di atas, adapun konsep-konsep dalam penelitian ini
dapat dibedakan menjadi beberapa variabel, yaitu :
1. Variabel Anteseden.
Variabel anteseden ini terdiri dari data sosiodemografis dan psikologis
masyarakat.
2. Variabel Melek (literacy)
• Information literacy adalah kemampuan mengakses, mengevaluasi dan
menggunakan informasi dan berbagai bentuk, seperti buku, surat kabar, video,
CD-Rom atau Web.
• Computer literacy adalah kemampuan menggunakan computer untuk
memenuhi kebutuhan peribadi ataupun suatu instansi.
• Digital Literacy adalah kemampuan memahami dan menggunakan informasi
dari berbagai sumber ketika disajikan melalui alat – alat teknologi digital.
• Internet literacy adalah kemampuan menggunakan pengetahuan teoritis dan
praktis mengenai internet sebagai suatu media komunikasi dan informasi bagi
manusia yang memerlukannya.
3. Variabel Media
Variabel media adalah sejauhmana terpaan media internet terhadap kebutuhan dan
kepuasan oleh individu dalam masyarakat. Adapun yang termasuk ke dalamnya
adalah keuntungan relatif, kesesuaian, mampu digunakan, dan mampu dilihat
hasilnya.
4. Variabel Efek
Maksudnya adalah sejauhmana tingkat Pemahaman individu dalam masyarakat
dalam menggunakan internet.

Model Teoritis

Variabel Anteseden Variabel Literacy Variabel Media Variabel efek

- Sosiodemografis & - Dimensi Terpaan komputer Efek


Psikologis kemampuan, & internet Kognitif,
- Minat dan motivasi Pemahaman terhadap apektif dan
terhadap Komputer kebutuhan dan Behavioral
& internet kepuasan

Operasionalisasi Variabel
Berdasarkan variabel-variabel konsep dan model teoritis di atas , adapun
operasionalisasi variabel penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Konsep Variabel Operasional


Variabel Anteseden 1.Usia
(Sosiodemografis 2.Jenis kelamin
dan psikografis) 3.Pendidikan
4.Pekerjaan
5.Pendapatan
6.Minat terhadap internet
1. Information literacy
Variabel Melek (Literacy) a. kemampuan mengakses internet
b. mengevaluasi, menggunakan
informasi berbagai bentuk : referensi,
berita, content internet
c. Lamanya waktu menggunakan
internet
d. Jenis pesan yang diakses
2. Computer literacy
a. kemampuan menggunakan computer
b. untuk kebutuhan pribadi atau instansi
3. Digital literacy
a. kemampuan memahami dan
menggunakan informasi dari berbagai
sumber
4.Internet literacy
kemampuan menggunakan internet sbg
kebutuhan media komunikasi dan
informasi

Temuan dan Pembahasan


a. Aspek Sosiodemokrafis dan psikografis
• Usia Responden
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa dapat dilihat 39,6% masih berusia
antara 15-19 tahun. Untuk usia masyarakat 20-25 tahun berjumlah 34,7%.
Sedangkan 40 tahun keatas dijawab 1,9%
• Jenis Kelamin Responden
57% masyarakat yang menjawab berjenis kelamin pria. Sedangkan yang
berjenis kelamin wanita berjumlah 43%.
• Status Perkawinan
Masyarakat yang menjawab status perkawinan tidak menikah berjumlah
70.2% Sedangkan yang menjawab status perkawinan sudah menikah
berjumlah 20,8%. Sedangkan untuk janda masyarakat menjawab status
perkawinan janda berjumlah 5,7%. Dan masyarakat yang menjawab status
perkawinan duda berjumlah 3,4%.
• Tingkat Pendidikan Akhir.
Masyarakat yang menjawab tingkat pendidikan akhirnya adalah tamat SMU
(sederajat) berjumlah 47,9%. Sedangkan tingkat pendidikan akhirnya adalah
tamat Diploma (I,III) berjumlah 18,1%. Sedangkan 0,4% masyarakat
menjawab tingkat pendidikan akhirnya adalah tamat S3
• Pekerjaan
Mayoritas pekerjaan masyarakat adalah pelajar/mahasiswa dengan 42,6%.
Pekerjaan berwiraswasta yang dijawab oleh masyarakat berjumlah 21,9%.
Untuk pekerjaan karyawan swasta masyarakat menjawab 17,4%. Sedangkan
untuk pekerjaan masyarakat pensiunan, akademisi masyarakat hanya
menjawab 0,4%.
b. Pemahaman Masyarakat Terhadap Aplikasi Internet Saat Ini
Ada 15 hal penting yang menjadi sorotan untuk mengetahui pemahaman
masyarakat terhadap aplikasi internet saat ini, yaitu:
1. Pengenalan masyarakat terhadap perangkat keras (hardware) yang terdiri
dari pengenalan perangkat input, perangkat output serta scanner gambar
dan webcam.
2. Pengenalan masyarakat terhadap perangkat lunak internet yang terdiri
dari microsoft internet explorer, mozila fire fox, internet mail/outlook
express.
3. Lama mengenal internet.
4. Asal mula masyarakat belajar internet.
5. Manfaat internet yang paling dirasakan.
6. Yang mendorong masyarakat dalam menggunakan internet
7. Frekuensi masyarakat dalam mengakses internet selama seminggu
8. Lokasi mengakses internet.
9. Fasilitas yang digunakan masyarakat untuk mengakses internet.
10. Kegiatan yang dilakukan masyarakat melalui internet.
11. Informasi yang dicari masyarakat melalui internet.
12. Program aplikasi yang digunakan masyarakat untuk kegiatan chating
13. Aplikasi browser yang digunakan masyarakat.
14. Situs yang digunakan masyarakat untuk kegiatan browsing (pencarian
data).
15. Situs yang digunakan masyarakat untuk memperoleh informasi atau
berita.

Untuk perangkat keras input yang terdiri dari key board, mouse, trackball
dan gamepad, sebanyak 30,9% masyarakat sangat mengenalnya dan 49,1%
mengenal input. Sedangkan 16,2% kurang mengenal, dan hanya 3,8% yang
tidak mengenal. Jika dilihat persentase masyarakat yang sangat mengenal dan
mengenal input memiliki jumlah lebih besar dari yang kurang mengenal dan
tidak mengenal sama sekali, maka hal ini sangat wajar karena perangkat input
yang dimaksud sering digunakan atau dilihat sehari-hari oleh masyarakat
pengguna internet maupun keseharian dalam bekerja dan belajar.
Perangkat keras output yang terdiri dari printer, speaker dan networking
(jaringan) sangat dikenal oleh 30,9% masyarakat dan yang mengenal sebanyak
42,3%. Masyarakat yang kurang mengenal output sebanyak 20,4% dan 6,4%
tidak mengenal sama sekali. Jika dilihat lebih jauh, maka perangkat output
tidak berbeda jauh pengenalannya oleh masyarakat yang juga mengenal input.
Perangkat output bisa dikatakan sebagai pelengkap input.
Scanner gambar dan webcam merupakan salah satu poin favorit bagi
pengguna internet. Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa 40%
masyarakat mengenal scanner gambar dan webcam, sebanyak 26% sangat
mengenal. Yang kurang mengenal berjumlah 26,8%. Sedangkan 7,2%
masyarakat tidak mengenal scanner gambar dan webcam. Umumnya fasilitas
scanner gambar dan webcam telah banyak disediakan oleh warung internet
(warnet) sebagai salah satu daya tarik untuk menambah pengunjung, sehingga
bagi masyarakat yang tidak memiliki fasilitas tersebut di rumah atau yang
sama sekali rumahnya tidak memiliki fasilitas internet dapat menggunakan
scanner gambar dan webcam di warnet.
Microsoft internet explorer sangat dikenal oleh 21,9% masyarakat dan
yang mengenal sebanyak 47,9%. Yang kurang mengenal berjumlah 12,5%
serta 17,7% tidak mengenal. Bagi para pengguna awal internet, perangkat
Microsoft internet explorer merupakan hal yang wajib digunakan sebagai jalur
untuk masuk kedalam tahapan lanjutan.
Perangkat Internet Mozzila Firefox sangat dikenal oleh 34% masyarakat
dan 44,9% mengenal perangkat tersebut. Sedangkan 15,1% kurang
mengenalnya dan hanya 6% tidak mengenal perangkat internet Mozzila
Firefox. Penggunaan perangkat internet Mozilla Firefox sangat mempermudah
para pengguna internet dalam membuka berbagai macam situs dengan waktu
yang relative lebih cepat.
Dalam hal perangkat internet mail/outlook express sebanyak 29,1%
masyarakat sangat mengenalnya, 44,5% mengenal. Sedangkan 20%
masyarakat kurang mengenal Perangkat internet mail/outlook express dan
6,4% tidak mengenal sama sekali. Sebagai salah satu perangkat yang sangat
digemari, internet mail/outlook express lebih mempercepat pengguna internet
untuk mengakses situs yang sudah disimpan sebelumnya.
Sebanyak 15,8% masyarakat mengenal internet kurang dari 1 tahun,
33,6% mengenalnya 2 sampai dengan 3 tahun. Sedangkan yang mengenal
internet 3 sampai dengan 4 tahun adalah 23% dan yang mengenal internet
lebih dari 5 tahun berjumlah 7,2%. Dari data tersebut ternyata waktu 2 sampai
dengan 3 tahun memberikan pendalaman masyarakat untuk lebih memahami
internet.
Dalam hal belajar internet, masyarakat yang langsung mencoba sebanyak
24,2% Sedangkan belajar dari teman berjumlah 25,7% . Bagi yang belajar dari
sekolah berjumlah 19,2% dan 18,5% masyarakat memilih belajar internet dari
kursus. Sedangkan yang belajar dari pelatihan hanya berjumlah 1,5%. Artinya
belajar internet dari teman dan mencoba langsung lebih dikedepankan
masyarakat untuk dapat belajar internet.
Sebanyak 27,2% masyarakat menggunakan internet sebagai hiburan,
25,7% mencari informasi yang dibutuhkan. Sedangkan 16,6%
memanfaatkannya sebagai alat komunikasi dan 20% masyarakat
menggunakannya untuk menambah wawasan, serta 10,6% membantu
pekerjaan mereka. Perbedaan yang tidak terlalu mencolok dalam hal
penggunaan internet menggambarkan bahwa saat ini internet telah dianggap
penting untuk membantu berbagai kegiatan masyarakat.
Kemudahan untuk berkomunikasi sangat mendorong 42,3 % masyarakat
untuk menggunakan internet. Mengikuti perkembangan zaman adalah alasan
sebanyak 53,2% masyarakat dalam melakukan penggunaan internet dan 44,5%
tuntutan pekerjaan. Di era perkembangan teknologi ternyata sangat memacu
masyarakat untuk lebih mengenal internet agar dapat mengikuti perkembangan
zaman.
Dalam waktu penggunaan internet, 8,3% masyarakat menggunakannya
kurang dari 1 jam/minggu Kemudian 46,8% mengakses internet diantara 5
sampai dengan 8 jam/minggu. Lebih dari 8 jam diakses oleh 34,3%
masyarakat dan sebanyak 10.6% hanya mengakses internet 1 sampai dengan 4
jam/minggu. Artinya masyarakat membutuhkan waktu yang bisa dikatakan
cukup panjang untuk mengakses internet sebagai hiburan, mencari informasi
yang dibutuhkan, sebagai alat komunikasi, menambah wawasan, serta
membantu pekerjaan mereka.
Kantor menjadi tempat dimana masyarakat sangat sering mengakses
internet dengan jumlah sebanyak 31,7%. Sedangkan 61,1% masyarakat tidak
pernah mengakses internet di rumah teman, tetangga/saudara. Hanya 10,2%
masyarakat sangat sering menggunakan kampus/sekolah/perpustakaan untuk
mengakses internet dan yang sering sebanyak 16,6%. Dalam penggunaan
internet di warnet, 20,4% sangat sering dan 25,3% sering menggunakannya.
Sedangkan penggunaan dirumah sering digunakan oleh 21,9% masyarakat.
Lembaga pendidikan sebagai salah satu tempat yang seharusnya
mempermudah masyarakat untuk memgakses internet justru persentasenya
bisa dibilang rendah.
Sebanyak 24,2% masyarakat sangat sering menggunakan
laptop/notebook untuk mengakses internet dan jumlah yang sering
menggunakannya sebanyak 30,6%. Fasilitas ponsel untuk mengakses internet
hanya digunakan oleh 7,2% masyarakat. Mengakses internet melalui ponsel
belum menjadi pilihan utama masyarakat karena tidak semua ponsel memiliki
fasilitas untuk mengakses internet.
Untuk melakukan kegitan pembukaan elektronik mail (e-mail) di
internet, sebanyak 34% masyarakat sering menggunakannya dan yang sangat
sering sebanyak 14,3%. Sebanyak 40,8% masyarakat sering melakukan
chating (komunikasi secara instant melalui internet) pada saat mengakses
internet, sedangkan 36,2% untuk mengakses informasi. Melakukan kegiatan
mengakses lowongan pekerjaan di internet dilakukan oleh 28,7% masyarakat.
Game on line hanya 7,2% masyarakat yang sering menggunakannya.
Melakukan chating menempati posisi yang cukup tinggi dalam kegiatan
masyarakat mengakses internet, belum lagi ditambah 24,9% yang sangat
sering melakukannya. Penggunaan fasilitas chating hampir selalu dibuka
dalam kegiatan mengakses internet.
Data tentang pendidikan sering dicari 42,3% masyarakat melalui
internet, tentang kesehatan 34,3%. Data tentang ekonomi hanya 7,6%
masyarakat yang sangat sering mencarinya. Temuan penelitian menemukan
bahwa data tentang pendidikan paling sering diakses terutama bagi masyarakat
yang ingin mencari jalur pendidikan yang lebih tinggi baik di dalam maupun
luar negeri, karena saat ini sudah banyak institusi pendidikan yang memiliki
web site sendiri bahkan banyak perguruan tinggi yang sudah menerapkan
sistem on line bagi mahasiswanya yang ingin melihat perkembangan terakhir
nilainya.
Untuk kegiatan email 30,6% masyarakat sangat sering menggunakan
situs www.plasa.com. Hanya 15,5% yang sangat sering menggunakan
www.yahoo.com. Sedangkan penggunaan www.gmail.com hanya 6,0%
masyarakat yang sangat sering menggunakannya. Situs www.plasa.com yang
dimiliki oleh telkom ternyata masih menjadi favorit bagi para pengguna email.
Program situs yang sangat sering digunakan untuk chating oleh
masyarakat adalah www.kaskus.com dengan jumlah 21,9%. Sedangkan hanya
7,2% yang sangat sering menggunakan situs www.wikipidia.com. Situs
wikipedia menempati urutan terendah sebagai situs yang sangat sering
digunakan oleh masyarakat.
Program aplikasi yahoo messenger untuk kegiatan chating sangat sering
digunakan oleh 26% masyarakat dan 29,4% mengatakan sering. Sedangkan
program aplikasi meebo hanya 7,5% masyarakat yang sangat sering
menggunakannya, 9,1% mengatakan sering. Yahoo messenger merupakan
program aplikasi yang sudah sangat terkenal bagi para penggiat chating,
sedangkan meebo masih sangat asing ditelinga masyarakat penggiat chating.
Untuk aplikasi browser, sebanyak 32,1% masyarakat sangat sering
menggunakan Mozzila Firefox dan 26,8% masuk dalam kategori sering
menggunakannya. Saat ini internet explorer merupakan aplikasi yang tidak
pernah digunakan oleh 41,1% masyarakat dan 30,6% jarang menggunakannya.
Mozzila firefox telah menjadi trend baru karena mampu mengakses secara
cepat berbagai macam situs sebanyak apapun halaman yang kita buka.
Situs www.yahoo.com adalah yang sering digunakan oleh 29,4%
masyarakat untuk kegiatan browsing (pencarian data). Situs yang tidak pernah
digunakan masyarakat untuk mencari data (browsing) adalah
www.altavista.com dengan jumlah 47,2 %. Situs www.google.com sering
digunakan oleh 17,4% masyarakat. Dalam hal ini www.yahoo.com masih
menempati posisi tertinggi dalam kegiatan browsing.
Situs yang dipakai untuk memperoleh informasi/ berita, Masyarakat
pengguna internet sering menggunakan situs www.jobsdb.com (23,4%).
Sedangkan 42,3% tidak pernah menggunakan www.wikipedia.org untuk
memperoleh informasi/ berita. Ternyata masyarakat lebih membutuhkan
informasi mengenai lowongan pekerjaan melaui www.jobsdb.com.
Dari hasil data dapat dilihat bahwa 8,3% masyarakat sangat percaya
terhadap informasi yang dipublikasikan oleh internet. Sedangkan yang tidak
percaya terhadap informasi yang dipublikasikan oleh internet sebanyak 28,7%.
Sedangkan 25,7% masyarakat menjawab percaya terhadap informsi yang
dipublikasikan oleh internet. Untuk yang kurang percaya terhadap informasi
yang dipublikasikan sebanyak 37,4%.

c. Hambatan-hambatan dan permasalahan yang menjadi kendala bagi


masyarakat dalam memahami dan mengaplikasikan Internet?.
Masyarakat masih belum memahami beberapa perangkat lunak internet.
Diantaranya adalah 48,7% masyarakat belum mengenal perangkat lunak Eudora.
Sebanyak 27,9% menyatakan tidak mengenal perangkat yahoo, booter.
Masyarakat yang tidak mengetahui penggunaan dari perangkat lunak Eudora
berjumlah 27,5%. Eudora juga jarang diketahui penggunaannya oleh 47,5%
masyarakat. Selain perangkat lunak Eudora dan yahoo, booter, masyarakat banyak
yang belum mengenal secara luas perangkat Maxthon, Nerscape Communicator,
Mail Selver, dan Webserver. Sampai saat ini mayoritas masyarakat banyak yang
baru mengenal penggunaan dasar internet. Sedangkan kendala lain adalah
beredarnya situs-situs yang memiliki dampak negative, seperti situs porno yang
bisa dibuka oleh siapapun tanpa terkecuali anak dibawah umur.
Masyarakat menyatakan pernah mengalami gangguan non teknis atau
teknis pada saat menggunakan internet dengan jumlah 84,9%. Sedangkan 15,1%
masyarakat menjawab tidak pernah mengalami gangguan pada saat menggunakan
internet
Gangguan yang sering pada saat mempergunakan internet adalah tidak
dapat menemukan informasi yang dicari dengan jumlah 38,1% dan banner iklan
yang membuat lama pembukaan situs (34%). Sedangkan gangguan hacker (system
dibobol) sangat sering dialami oleh 17,4% masyarakat. Gangguan yang tidak
pernah dialami masyarakat pada saat menggunakan internet adalah virus komputer
dengan jumlah 52,8%. Dan gangguan yang jarang dialami masyarakat pada saat
menggunakan internet adalah tidak dapat menentukan dimana saya berada tersesat
di dunia maya dengan jumlah 35,5%.

d. Kebijakan dan program kegiatan yang dibutuhkan masyarakat dalam


meningkatkan pemahaman dan keterampilan aplikasi Internet.
Meskipun masih merupakan hal yang relatif baru, tidak diragukan lagi
bahwa kehadiran dan pertumbuhan teknologi internet telah menjadi salah satu
fenomen sosial yang paling menarik perhatian saat ini. Di seluruh dunia, termasuk
di Indonesia, kini semakin banyak orang yang memanfaatkan internet untuk
bermacam-macam kebutuhan. Selain telah secara revolusioner mengubah metode
komunikasi massa dan penyebaran data atau informasi, internet juga telah
membuktikan dirinya sebagai satu-satunya medium berjangkauan massal yang
paling fleksibel. Ia dengan mudah bisa mengintegrasikan seluruh bentuk media
massa konvensional seperti media cetak dan audio visual bahkan tradisi lisan
(oral tradition) sekalipun.
Dalam perspektif sosial dan kebudayaan, setiap introduksi satu jenis
teknologi ke dalam sebuah masyarakat pasti akan mendorong berlangsungnya
pelbagai perubahan. Apa yang kemudian dikenal sebagai e-commerce, atau
cybersex, misalnya, adalah sebagian contoh dari beberapa perubahan radikal
dalam lingkup ekonomi dan sosial masyarakat postmodern saat ini yang mustahil
muncul tanpa kehadiran internet. Setiap bentuk perubahan sosial dan kebudayaan,
di lain pihak, juga cenderung akan melahirkan beberapa problem sosial yang baru.
Secara ekonomis, dalam beberapa hal internet boleh jadi telah membawa akibat
berupa efisiensi waktu dan penghematan biaya yang sangat besar. Dari sisi
ekologis, konversi segala jenis data menjadi kode-kode digital dalam internet, juga
dianggap sebagai alternatif gaya hidup yang eco-friendly, ramah lingkungan,
antara lain ketika semakin lama orang tertantang untuk semakin terbiasa dengan
kondisi yang relatif paperless di tempat kerja atau di rumah masing-masing.
Akan tetapi, di samping keuntungan-keuntungan komparatif tadi, internet
juga telah mendorong munculnya beberapa kecemasan baru di kalangan
masyarakat luas. Beberapa kasus kejahatan atau perilaku menyimpang dari
seseorang atau sekelompok orang yang secara kebetulan menjadi bagian dari
masyarakat pengguna internet, misalnya, telah melahirkan respon berupa
kecurigaan yang terkadang berlebihan terhadap akibat negatif yang bisa
ditumbulkan oleh pertumbuhan jenis teknologi ini.
Berdasarkan pada kecenderungan umum sikap yang diambil terhadap
munculnya teknologi internet, secara sederhana kita bisa membagi masyarakat ke
dalam tiga kelompok utama:
Pertama, kelompok existing users, yakni mereka yang saat ini sudah
menjadi pemakai aktif beberapa layanan internet seperti e-mail, web surfing, e-
commerce, dll. Untuk kelompok ini, pertanyaan penelitiannya bisa difokuskan
pada apa dan bagaimana latar belakang, alasan, jenis pemanfaatan, dan
pengalaman konkretnya (evaluasi) dalam menggunakan jasa-jasa internet.
Kedua, kelompok perspective users, yakni mereka yang saat ini masih
belum menjadi pemakai internet tapi yang, karena beberapa alasan, memiliki
potensi besar untuk menjadi pemakai di masa depan. Ke dalam kelompok ini
termasuk para mahasiswa, karyawan perkantoran, tenaga edukatif di lembaga-
lembaga pendidikan serta kelompok-kelompok masyarakat lain yang secara
keseluruhan bisa diasumsikan sebagai orang-orang yang telah memiliki
pengetahuan minimal tentang komputer atau, paling tidak, sedikit banyak telah
memperoleh cukup informasi tentang manfaat internet bagi kehidupan mereka.
Di luar dua kelompok tersebut, tentu saja adalah kelompok sosial lain yang
menjadi bagian terbesar dari populasi masyarakat. Ada banyak sebab mengapa
mereka tidak bisa digolongkan ke dalam kelompok perspective users seperti
tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tarap hidup ekonomi, dan variabel-variabel
sosial lain yang hubungannya sangat signifikan dengan preferensi pilihan mereka
terhadap salah satu produk teknologi seperti internet.
Secara skematik, proses-proses sosial yang berlangsung antara masyarakat
dan internet itu adalah seperti dalam Figure 1 berikut

Kesimpulan
1. Bahwa Pemahaman masyarakat pengunjung warung internet terhadap aplikasi
computer dan internet cukup tinggi. Hal itu dapat dilihat dari tingginya persentase
pengenalan, kemampuan dan keterampilan responden dalam menggunakan
perangkat keras computer dan perangkat lunak computer dan internet. Sebahagian
besar responden juga sangat mengenal fungsi perangkat keras dan perangkat lunak
computer dan internet. Menu-menu yang ada pada computer seperti key board,
mouse, trackball, gamepad, input, Perangkat keras output yang terdiri dari printer,
speaker dan networking (jaringan). Microsoft internet explorer, Perangkat Internet
Mozzila Firefox sangat dikenal. perangkat internet mail/outlook express.
2. Hambatan dan permasalahan yang dialami masyarakat pengunjung warnet dalam
memahami dan mengaplikasikan internet adalah masyarakat masih belum
memahami beberapa perangkat lunak internet. Seperti belum mengenal perangkat
lunak Eudora, yahoo, booter. perangkat Maxthon, Nerscape Communicator, Mail
Selver, dan Webserver. Sampai saat ini mayoritas masyarakat banyak yang baru
mengenal penggunaan dasar internet. Sedangkan kendala lain adalah beredarnya
situs-situs yang memiliki dampak negative, seperti situs porno yang bisa dibuka
oleh siapapun tanpa terkecuali anak dibawah umur. Disamping itu masyarakat
juga menyatakan pernah mengalami gangguan non teknis atau teknis pada saat
menggunakan internet. Gangguan yang sering pada saat mempergunakan internet
adalah tidak dapat menemukan informasi yang dicari dan banner iklan yang
membuat lama pembukaan situs. Sedangkan gangguan hacker (system dibobol)
juga sangat sering dialami sebahagian kecil masyarakat pengunjung warnet.
3. Kebijakan dan Program yang dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman
aplikasi computer dan internet. Melihat kondisi masyarakat sampai saat ini masih
banyak yang baru mengenal penggunaan dasar internet maka Program yang
dibutuhkan adalah Bimbingan Teknis bagi pengelola warung internet, mengingat
mayoritas masyarakat pengunjung Warnet belajar menggunakan internet langsung
coba umumnya di warung internet bagi yang tidak memiliki laptop maupun ponsel
yang memiliki vitur internet. Sedangkan kebijakan yang dibutuhkan adalah
proteksi terhadap situs-situs porno, peningkatan kapasitas Bandwidth dan
penurunan tarip internet.

Saran
Masyarakat sangat membutuhkan sosialisasi lebih meluas mengenai penggunaan
internet baik secara positif maupun negative. Dalam meningkatkan pemahaman berbagai
aplikasi yang beredar, perlu disosialisasikan hal-hal dasar mengenai penggunaannya
termasuk aplikasi apa yang paling cepat dan efektif untuk digunakan. Untuk pemahaman
mengenai aplikasi sebaiknya diberikan tahapan-tahapan dasar.
Sedangkan bagi masyarakat yang benar-benar telah mengetahui berbagai macam
aplikasi dan mampu mengoperasikannya secara maksimal, maka harus diberikan
pemahaman awal mengenai penggunaan aplikasi bagi kepentingan masyarakat luas
terutama bagi pembangunan manusia Indonesia agar benar-benar berguna bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Harus ada distribusi pemahaman dan keahlian dari
tenaga-tenaga profesional semaksimal mungkin ke daerah-daerah yang benar-benar
belum mengetahui tentang komputer maupun internet.
Penggunaan biaya tinggi jangan sampai dibebankan pada masyarakat, artinya
akses semaksimal mungkin harus dapat diterima masyarakat terutama kalangan menengah
kebawah.
Penyedia jasa internet atau warnet perlu meminimalisir pelanggaran hukum seperti
pencurian/ pembobolan rekening bank, perusakan data dokumen suatu lembaga, plagiasi,
pembajakan hak cipta, dan pornografi.

Daftar Pustaka

Ardianto, Elvinaro dan Erdinaya, K. Lukiati. (2004). Komunikasi Massa Suatu


Pengantar. Bandung.Simbiosa Rekatama Media.
Arikunto, Suharsimi.(2002). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek.
Yogyakarta. Rineka Cipta.
Biro Pusat Statistik. (2006). Beberapa Indikator Penting Sosial Ekonomi Indonesia,
Edisi Juli
Kementerian Komunikasi dan Informasi RI,(2004). Telematika Indonesia, Kebijakan
dan Perkembangan Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKPI). Jakarta
Kriyantono, Rachmat. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta. Kencana
Prenada Media Group.
Rakhmat, Jalaluddin.(2000). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Rogers, E.M. (1995). Diffusion of Innovations. New York. Free Press.
Rogers,E.M & F.Shoemaker.(1971). Communication of Innovations – A Cross Cultural
Approach. New York. Free Press.
Santoso, Gempur. (2005). Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta.
Prestasi Pustaka Publisher.
Setiawan,Bambang. (1990). Metode Survey Untuk Komunikasi. PAU Studi Sosial.
Jokyakarta. UGM
Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. (2006). Metode Penelitian Survei. LP3ES.
Jakarta.
Suryabrata, Sumadi.(2003). Metode Penelitian. Jakarta. PT.Raja Grafindo.
Severin,W.J,James w.Tankard,Jr. (2005), Teori Komunikasi : Sejarah, Metode, Dan
Terapan di Dalam Media Massa. Edisi Kelima. , Jakarta. Prenada Media.
Lain – Lain :
www.pustaka.usm.my/docushare/dsweb/Get/Document-5633/
http//www.majalahheindonesia.com/divakar_goswani.htm
Digital Access Index 2002 (ITU 2002) http//www.itu.int/home/feedback/index.phtml?
mail=indicators
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor : 1/PM.Kominfo/4/2005
http://en.wikipedia.org/w/index.php?title=Information_Society&printable
http://en.wikipedia.org/wiki/Digital_divide
http//www.itas.fzk.de/eng/itas-profil/technology.htm
http//en.wikipedia.org/w/index.php?title=Information_Society&printable

You might also like