You are on page 1of 89

Sabtu, 03 April 2010

PERENCANAAN PEMBELAJARAN

A. Pengertian Perencanaan

Perencanaan merupakan suatu hal yang begitu penting bagi seseorang yang
akan melaksanakan tugas atau pekerjaannya, termasuk guru yang memiliki
tugas/pekerjaan mengajar (mengelolah Pembelajaran)
Supaya guru dapat menyusun suatu perencanaan Pembelajaran harus
memahami prinsip-prinsip perencanaan dengan baik sebagai prasyarat
mutlak yang harus dipenuhi seorang guru.
Pengertian perencanaan atau dalam Bahasa Inggris “Planning” atau desain
“Design” ada juga mengartikan sebagai persiapan. Di dalam ilmu manajemen
pendidikan atau ilmu administrasi pendidikan, perencanaan diartikan sebagai
persiapan menyusun suatu keputusan berupa langkah-langkah penyelesaian
suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada
pencapaian tujuan tertentu.
Ada beberapa defenisi tentang perencanaan yang rumusannya berbeda-beda
satu dengan yang lain. Cunningham (1982) mengatakan perencanaan itu
ialah menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta-fakta, imajinasi-
imajinasi, dan asumsi-asumsi untuk masa yang akan datang untuk tujuan
untuk memvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan
kegiatan yang diperlukan, dan perilaku batas-batas yang dapat diterima yang
akan digunakan dalam penyelesaian. Perencanaan disini menekankan
kepada usaha menyeleksi dan menghubungkan sesuai untuk kepentingan
untuk masa yang akan datang serta usaha untuk mencapainya.
Arthur W. Steller (1983) mendefenisikan bahwa perencanaan ialah hubungan
antara apa adanya sekarang ( what is) dengan bagaimana seharusnya (would
should be) yang bertalian dengan kebutuhan, penentuan tujuan, prioritas
program, dan alokasi sumber.
Sementara Stephen P. Robbins (1982) mendefenisikan secara pendek bahwa
perencanaan adalah suatu cara untuk mengantisipasi dan menyeimbangkan
perubahan. Dalam defenisi ini ada asumsi bahwa perubahan itu sering
terjadi.
Fredman dan Hudson (1974) mengemukakan empat kategori utama dalam
tradisi perencanaan. Keempat tradisi itu masing-masing adalah penganut
filsafat sintetis (The Philosophical syntetik), penganut filsafat rasionalisme
(The rationalism), penganut pengembangan organisasi (Organization
Development), dan penganut empirisme (Empiricism).
Penganut Filsafat Sintetis seperti Manheim (1949) Dahl dan Lindblom (1953)
Etzioni (1969) melihat perencanaan sebagai cara berpikir, proses
pengambilan keputusan, dan bimbingan sosial (societal guidency).
Perencanaan merupakan usaha untuk mengoptimalkan kesimbangan antara
pengawasan (control) yang ketat dengan konsesus yang lemah. Perencanaan
dapat dipandang sebagai suatu proses yang bersifat psikologis, yaitu untuk
suatu “pembelajaran” dengan penekanan pada transaksi interpersonal.
Penganut The rationalism seperti Ackoff (1974) mengemukakan empat
kategori sikap atau pandangan terhadap perencanaan, yakni (1) inactivists,
puas dengan cara yang ada dan cara yang berlaku, (2) reactivists, memilih
keadaan seperti yang telah terjadi dan mereka percaya sesuatu yang akan
lebih buruk dari pada yang buruk. (3) preactivists, mereka percaya masa
depan pada dasarnya susah dikontrol, namum dapat dipercepat
kehadirannya dan mengontrol akibat-akibatnya, dan (4) interactivists,
mereka para edialis kecendurangan untuk melakukan perubahan. Menurut
penganut rasionalisme, perencanaan merupakan suatu bentuk pengambilan
keputusan, suatu proses yang mengikuti langkah-langkah procedural dalam
rangka pengambilan keputusan, pemilihan alternative, consensus, dan hasil.
Penganut Organization Development berpandangan bahwa pengembangan
organisasi dapat di pandang sebagai salah satu metode perencanaan di
mana perubahan dan pengembangan organisasi akan berpengaruh terhadap
perubahan eksternal suatu system. Perubahan organisasi merupakan suatu
proses pembelajaran mengenai kesadaran dan tingkah laku anggota
organisasi. (Bennis, 1969)
Sementara penganut Empiricism menyatakan bahwa dalam perencanaan
terdapat dua aliran yaitu, aliran pertama, yang memusatkan perhatiannya
pada aspek politik dan realitas fungsi ekonomi skala nasional. Perhatian pada
aliran ini difokuskan pada berbagai studi mengenai perencanaan nasional
dan perencanaan yang sifatnya indikatif, sedangkan aliran kedua,
perhatiannya difokuskan terhadap berbagai studi mengenai politik
pembangunan perkotaan (Fredman dan Hudson, 1974)
Dari beberapa defenisi tersebut diatas memperlihatkan rumusan dan tekanan
yang berbeda. Yang satu mencari wujud yang akan datang serta usaha untuk
mencapainya, yang lainnya menghilangkan kesenjangan antara keadaan
sekarang dengan keadaan yang masa akan datang, dan satunya lagi
merubah keadaan agar sejalan dengan kondisi sekarang.

B. Dimensi-dimensi perencanaan
Dimensi perencanaan yaitu berlaitan dengan cakupan dan sifat-sifat dari
beberapa karakteristik yang ditemukan dalam perencanaan Pembelajaran.
Pertimbangan terhadap dimensi-dimensi itu menurut Harjanto (1997 : 5)
memungkinkan diadakannya perencanaan kompherensif yang menalar dan
efisien, yakni :
1. Signifikansi : tingkat signifikansi tergantung pada tujuan pendidikan yang
diajukan dan signifikansi dapat ditentukan berdasarkan kreteria-kreteria yang
dibangun selama proses perencanaan.
2. Feasibilitas : perencanaan harus disusun berdasarkan pertimbangan
realities baik yang berkaitan dengan biaya maupun pengemplentasinnya.
C. Pembelajaran
Para ahli pendidikan mayoritas mengartikan Pembelajaran adalah terjemahan
dari instruction atau teaching. Pengertian tersebut menurut Arif S. Sadiman
tidak tepat karena padanan tersebut tidak tepat secara pas, instruction lebih
luas pengertiannya dari Pembelajaran. Instruction mencakup semua event
yang mungkin punya pengaruh langsung kepada proses belajar manusia dan
bukan saja terbatas pada event (peristiwa-peristiwa) yang dilakukan oleh
guru/dosen/instruktur. Instruction itu meliputi pula kejadian-kejadian yang
diturunkan oleh bahan cetakan, gambar, program televisi, film, slide, dan
lain-lain.
Sementara dalam pengertian lain diungkapkan bahwa Pembelajaran itu
adalah suatu proses yang sistimatis dan prosedural dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu. Menurut Joyce dan Weil (1986) Pembelajaran adalah “proses
membantu para pelajar memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara
berfikir, saran untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar
bagaimana belajar”.
Menurut Lindgren (1976) fokus sistim pendidikan mencakup tiga aspek, yaitu
(1) siswa, yang paling penting sebab tanpa siswa tidak akan ada proses
belajar, (2). Proses belajar, yaitu apa saja yang dihayati siswa apabila mereka
belajar, bukan apa yang harus dilakukan guru untuk mengajarkan materi
pelajaran tetapi apa yang akan dilakukan siswa untuk mempelajarinya, dan
(3). Situasi belajar, yaitu lingkungan dimana terjadi proses belajar dan
mencakup semua faktor yang mempengaruhi siswa atau proses belajar
seperti guru, kelas dan interaksi didalamnya, dan sebagainya.
Mengajar merupakan suatu aktifitas profesional yang memerlukan
keterampilan tingkat tinggi dan mencakup pengambilan keputusan (Davies,
1971). Di masa lampau keputusan-keputusan tersebut lebih merupakan
keputusan jangka pendek yang bersifat insindental, tetapi dengan bertambah
banyaknya informasi yang ada sekarang maka hal tersebut tidak dapat
dilakukan lagi. Guru dalam Pembelajaran dituntut untuk berfungsi sebagai
pengelola proses belajar mengajar yang melaksanakan empat macam tugas,
yakni : merencanakan, mengatur, mengarahkan, dan mengevaluasi.
D. Pengertian Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan Pembelajaran adalah suatu pemikiran atau persiapan untuk
melaksanakan tugas mengajar/aktifitas Pembelajaran dengan menerapkan
prinsip-prinsip Pembelajaran serta melalui langkah-langkah Pembelajaran;
perencanaan itu sendiri, pelaksanaan dan penilaian, dalam rangka pencapian
tujuan Pembelajaran yang telah ditentukan. Ada pula yang memberikan
batasan pengertian yang berbeda, bahwa perencanaan Pembelajaran
sebagai pemikiran tentang penerapan prinsip-prinsip umum Pembelajaran
dalam rangka pelaksanaan tugas mengajar dalam suatu interaksi
Pembelajaran (interaksi guru dan siswa) tertentu yang khusus, baik yang
berlangsung di dalam kelas maupun diluar kelas. Makin baik perencanaan
Pembelajaran maka makin baik pula dalam pelaksanaan Pembelajarannya.
William H. Newman (Abdul Majid. 2008), mengemukakan bahwa perencanaan
adalah menentukan apa yang akan dilakukan. Perencanaan mengandung
rangkaian-rangkaian putusan yang luas dan penejalsan-penjelasan dari
tujuan, penentuan kebijakan, program, metode dan prosedur tertentu dan
penentuan kegiatan berdasarkan jadwal sehari-hari.
Nurhida Amir dan Rochdito berpendapat, bahwa membuat perencanaan
Pembelajaran merupakan suatu proses analisis dari kebutuhan dan tujuan
belajar, pengembangan materi, kegiatan belajar mengajar, dan kegiatan
penilaian hasil belajar peserta didik, mencoba merevisi semua kegiatan
mengajar dan penilaian peserta didik.
Dengan demikian guru adalah sebagai desainer/perancang Pembelajaran
sekaligus sebagai pengelolah/pelaksana Pembelajaran. Maka, untuk dapat
melakukan tugasnya, baik sebagai desainer maupun sebagai
pengelola/pelaksana Pembelajaran guru perlu memiliki pengetahuan dan
keterampilan dalam menyusun perencanaan Pembelajaran. Perencanaan
Pembelajaran merupakan alat yang dapat membantu guru dalam
melaksanakan kegiatan mengajar secara efektif dan efisien. Meskipun
demikian, pengetahuan cara menyusun perencanaan Pembelajaran tidak
secara otomatis menjamin guru menjadi terampil dalam menyusun
perencanaan Pembelajaran. Hal demikian memerlukan latihan dan kerja
sama dengan guru yang lain (terutama sesama guru yang mengajar
pelajaran yang sama). Dengan mengkomunikasikan perencanaan
Pembelajaran yang dibuat kepada guru yang lain diharapkan guru tersebut
akan memberikan feedback tentang perencanaan Pembelajaran itu.
Feedback itu dapat digunakan untuk menyempurnakan perencanaan
Pembelajaran selanjutnya.
Perencanaan Pembelajaran merupakan perencanaan yang sistimatik dan
suatu Pembelajaran yang akan dimenfestasikan bersama-sama (kepada)
peserta didik. Dalam rangka ini, ada baiknya jika guru terlebih dahulu
memiliki proses berpikir dalam dirinya; apa yang akan diajarkan dan materi
apa yang diperlukan untuk mencapai untuk hasil belajar yang diinginkan,
bagaimana cara mengajarkan serta prosedur pencapaiannya, dan bagaimana
guru menilai (untuk mengetahui) apakah tujuan sudah dicapai atau apakah
materi sudah dikuasai peserta didik.
Lebih luas lagi dijabarkan Abdul Majid (17, 2008) perencanaan pembelajaran
dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu ;
a. Perencanaan pembalajaran sebagai teknologi adalah suatu perencanaan
yang mendorong penggunaan teknik-teknik yang dapat mengembangkan
tingkah laku kognitif dan teori-teori konstruktif terhadap solusi dan problem-
problem pembelajaran.
b. Perencanaan pembelajaran sebagai suatu sistim adalah sebuah sumber-
sumber dan prosedur-prosedur untuk mengerakkan pembelajaran.
Pengembangan sistim pembelajaran melalui proses yang sistemik
selanjutnya diimplementasikan dengan mengacu pada sistim perencanaan
itu.
c. Perencanaan pembelajaran sebagai sebuah disiplin adalah cabang dari
pengetahuan yang senantiasa memperhatikan hasil-hasil penelitian dan teori
tentang strategi pembelajaran dan implementasinya terhadap strategi
tersebut.
d. Perencanaan pembelajaran sebagai sains (science) adalah mengkreasi
secara detail spesifikasi dari pengembangan, implementasi, evaluasi, dan
pemeliharaan akan situasi maupun fasilitas pembelajaran terhadap unit-unit
yang luas maupun yang lebih sempit dari materi pelajaran dengan segala
tingkatan kompleksitasnya.
e. Perencanaan pembelajaran sebagai sebuah proses adalah pengembangan
pembelajaran secara sistemik yang digunakan secara khusus atas dasar
teori-teori pembelajaran dan pengajaran untuk menjamin kualitas
pembelajaran dengan mengadakan analisis kebutuhan dari proses belajar
dengan alur sistematik untuk mencapai tujuan pembelajaran.
f. Perencanaan pembelajaran sebagai sebuah realitas adalah ide pengajaran
dikembangkan dengan memberikan hubungan pengajaran dari waktu
kewaktu dalam suatu proses yang dikerjakan perencana dengan mengecek
secara cermat bahwa semua kegiatan telah sesuai dengan tuntutan sains
dan dilaksanakan secara sistematik.
Untuk menyusun perencanaan Pembelajaran yang baik, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan :
1. Tujuan dan sumber yang ada harus jelas sebelum perencanaan itu
disusun.
2. Masing-masing komponen dalam perencanaan Pembelajaran harus saling
membantu, saling berhubungan dan saling bergantungan dalam rangka
mencapai tujuan.
3. Proses yang ditempuh memungkinkan untuk melakukan koreksi terhadap
kemajuan.
4. Proses perencanaan bersifat berulang-ulang dan saling berinteraksi.
5. Rencana Pembelajaran harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
sejalan dengan kegiatan lainnya (mata pelalajaran/fasilitas).
6. Tidak satupun komponen atau prosedur dapat berubah tanpa
menimbulkan pengaruh terhadap komponen atau prosedur lainnya.
7. Koordinasikan kebutuhan lainnya, seperti tenaga, biaya, waktu, fasilitas,
peralatan untuk melaksanakan rencana Pembelajaran tersebut.
8. Nilailah hasil belajar peserta didik berdasarkan tujuan, hasilnya untuk
merevisi dan menilai setiap fase dari rencana yang memerlukan
penyempurnaan.
Dalam rangka pencapaian tujuan dan fungsi Pembelajaran terdapat empat
kegiatan utama dalam penyusunan perencanaan, yaitu (1) memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk memperoleh haknya dalam
Pembelajaran; (2) meningkatkan mutu Pembelajaran sesuai dengan
kemajuan dan perkembangan pengeahuan dan teknologi; (3) menyesuikan
proses dan hasil Pembelajaran dengan berbagai tuntutan, aspirasi dan
kebutuhan anak didik sebagai tujuan Pembelajaran sebagai akibat dinamika
kehidupan yang selalu berubah, dan (4) meningkatkan efisiensi dan
efektivitas manajemen Pembelajaran untuk menunjang tiga kegiatan
pertama.
Berdasarkan hal tersebut perencanaan program Pembelajaran harus
disesuaikan dengan konsep pendidikan dan Pembelajaran yang dianut dalam
kurikulum sehingga pelaksanaan pembelajaran bisa berjalan dengan efektif
dan efisien.
D. Kompenen-komponen Perencanaan Pembelajaran
Secara garis besar komponen-komponen perencanaan Pembelajaran itu ada
dua, yaitu komponen pokok dan komponen penunjang. Masing-masing
komponen (pokok dan penunjang) meliputi :
1. Komponen Pokok
a. Topik/pokok bahasan/unit (mungkin lebih rinci lagi berupa indikator)
b. Entry behavior/situasi awal atau pengenalan karakteristik/kemampuan
bawaan peserta didik (termasuk guru dan kondisi situasi sekolah) atau biasa
disebut analisis situasi. Komponen ini merupakan pijakan untuk menentukan
kegiatan Pembelajaran/belajar.
c. Tujuan Pembelajaran, baik tujuan umum yang diambil GBPP setiap mata
pelajaran, maupun tujuan khusus yang dirumuskan sendiri oleh guru dalam
rangka menjabarkan tujuan umum.
d. Perumusan alat evaluasi/penilaian, yang menyangkut prosedur ; pre test
dan post test, jenis evaluasi, tulis atau lisan, dan bentuk evaluasi; obyektif
atau essay, test tindakan, sikap atau kemampuan kognitif.
e. Penentuan materi/isi Pembelajaran yang diharapkan untuk dikuasai
peserta didik dan untuk mencapai rumusan tujuan Pembelajaran yang telah
ditentukan.
f. Merancang bentuk kegiatan Pembelajaran. Apa yang harus diperbuat oleh
peserta didik dan kapan mereka harus terlibat aktif dalam Pembelajaran.
Kemudian, apa pula yang harus diperankan guru, kapan guru harus tidak
terlibat aktifdalam kegiatan Pembelajaran. (guru seyogyanya tidak banyak
mendominasi kegiatan Pembelajaran, sehingga memungkinkan siswa terlibat
aktif)
g. Sumber Pembelajaran/belajar (bahan atau referensi). Sumber
Pembelajaran/belajar (instruktion / learning resources) adalah apa yang ada
diluar individu dan memingkinkan mempermudah serta mendukung
terjadinya events atau proses Pembelajaran/belajar.
h. Subyek ajar, maksudnya adalah pelaku atau pelaksana kegiatan
Pembelajaran itu sendiri yaitu guru dan peserta didik
i. Metode Pembelajaran
2. Komponen Penunjang
Yaitu komponen Pembelajaran keberadaannya dapat membantu kelancaran,
mempermudah pelaksanaan Pembelajaran seperti; pengaturan jadwa;/waktu
pertemuan, tempat Pembelajaran, alat ataupun fasilitas-fasilitas
Pembelajaran yang akan menambah kelengkapan/kesempurnaan kegiatan
Pembelajaran, juga prosedur atau pengaturan proses kegiatan yang baik, dan
sebagainya.
E. Desain Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan
kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai
dengan standar performansi yang telah ditetapkan. “Compentency Based
Education is geared toward preparing individuals to perfoms identified
competency” (Schrag 1987, h 22).
Rumusan ini menunjukkan bahwa pendidikan mengacu pada upaya
penyiapan individu agar mampu melakukan perangkat kompetensi yang
diperlukan. Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus
mengandung empat unsur pokok, yaitu
1). Pemilihan kompetensi yang sesuai
2). Spesifikasi Indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan
pencapaian kompetensi
3). Pengembangan sistem Pembelajaran
4). Penilaian.
Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi
peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Kegiatan
pembelajaran mengembangkan kemampuan untuk mengetahui, memahami,
melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan dan mengaktualisasikan diri.
Dengan demikian, kegiatan perlu : 1) berpusat pada peserta didik; 2)
mengembangkan kreatifitas peserta didik; 3) menciptakan kondisi yang
menyenangkan dan menantang; 4) bermuatan, nilai, etika, estetika, logika,
dan kinestetika, dan 5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam
(Puskur, 2004:13).
Dalam kerangka ini, pengembangan program dilakukan berdasarkan
pendekatan kompetensi. Penggunaan pendekatan ini memungkinkan desain
program dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan tepat. Hasil-hasil
pembelajaran di nilai dan dijadikan umpan balik untuk mengadakan
perubahan terhadap tujuan pembelajaran dan prosedur pembelajaran yang
akan dilaksanakan sebelumnya. Langkah-langkah pengembangan
pembelajaran tersebut sebagaimana dikemukan oleh Stanley Elam (1971)
dan Oemar Hamalik (2002:92) sebagai berikut :
Langkah ke – 1
Spesifikasi asumsi-asumsi atau preposisi-preposisi yang mendasar.
Program pembelajaran harus didasarkan pada asumsi yang jelas. Makna
belajar ditekankan pada proses siswa mengalami sendiri apa yang
dipelajarinya dengan lingkungan pembelajaran secara alamiah. Pembelajaran
berorientasi pada target penguasaan materi. Dalam langkah pertama ini
ditekankan pada penguasaan teori-teori pengembangan kurikulum sebagai
landasan penyusunan program yang betul-betul aktual.
Langkah ke – 2
Mengidentifikasi kompetensi
Dalam penyusunan rencana pembelajaran perlu memperhatikan kompetensi
dasar yang akan diajarkan, terutama keluasan dan kedlaman cakupan
kemampuan dasar. Kompetensi yang luas perlu diajarkan lebih dari satu kali
pembelajaran demikian halnya kompetensi tidak terlalu rumit dapat
dijabarkan kedalam satu pembelajaran.
Kompetensi-kompetensi harus dijabarkan secara khusus dan telah divalidasi
serta dites sejauh mana konstribusinya terhadap keberhasilan dan efektifitas
belajar mengajar. Dalam mengidentifikasi kompetensi dapat digunakan
beberapa metode pendekatan, diantaranya :
a. Pendekatan analisis tugas ( task analysis) untuk menentukan daftar
kompetensi. Berdasarkan analisis tugas guru dapat menentukan kompetensi-
kompetensi yang diperlukan, sehingga dapat diketahui pencapaian
kompetensi yang telah ditetapkan..kompetensi dasar berfungsi untuk
mengarahkan pencapaian target yang harus dicapai.
b. Pendekatan the needs of school learners (memusatkan perhatian pada
kebutuhan-kebutuhan siswa disekolah) langkah pertama dalam pendekatan
ini adalah bertitik tolak dari ambisi, nilai-nilai dan pandangan para siswa.yang
menjadi dasar mengidentifikasi kompetensi.
c. Pendekatan berdasarkan asumsi kebutuhan masyarakat.
Hal senada diungkapkan Ashan (Mulyasa, 2004), analisis kompetensi
dilakukan melalui proses :
1. Analisis tugas. Dimaksudkan untuk mendeskripsikan tugas-tugas yang
harus dilakukan kedalam indikator-indikator kompetensi. Berdasarkan
analisis tugas yang harus dipelajari siswa, dikembangkan berbagai jenis
pengetahuan yang menuntut dicantumkan kompetensi-kompetensi yang
diperlukannya. (daftar kompetensi)
2. Pola analisis. Dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan baru
yang belum ada. Pola analisis dilakukan dengan menganalisis setiap
pekerjaan yang ada di masyarakat dengan keterampilan yang dimiliki siswa,
sehingga keterampilan tersebut dapat efektif dan efisien dalam mencapai
tujuan.
3. Research. Dimaksudkan untuk mengembangkan sejumlah kompetensi
berdasarkan hasil penelitian dan diskusi yang melibatkan berbagai ahli yang
memahami kondisi kekinian dan masa depan.
4. Expert judgement. Atau pertimbangan ahli untuk menganalisis kompetensi
berdasarkan analisis Delphi.
5. Individual group interview data. Analisis kompetensi berdasarkan
wawancara secara individu maupun kelompok untuk mendapatkan informasi
tentang kegiatan, tugas-tugas yang telah dilakukan secara individu maupun
kelompok.
6. Role play. Dimaksudkan untuk melakukan analisis kompetensi berdasarkan
pengamatan dan penilaian untuk mengidentifikasi yang dimiliki siswa untuk
dikembangkan.
Langkah ke-3
Menggambarkan secara spesifik kompetensi-kompetensi
Kompetensi yang telah ditetapkan, diperkhusus dan dirumuskan menjadi
eksplisit dan dapat diamati, sehingga dapat dipertimbangkan masalah
konteks pelaksanaannya, hambatan-hambatan program, waktu pelaksanaan
dan parameter sumbernya.
Langkah ke-4
Menentukan tingkat kriteria dan jenis assessment
Menentukan jenis-jenis penilaian yang akan digunakan dimaksudkan untuk
mengukur ketercapaian kompetensi, ini sangat membantu dalam
pengembangan program pembelajaran. Penilaian ini mengandung unsur
kompetensi yang telah dikuasai, tingkat kesulitan variabel kompetensi,
suasana respon siswa.
Langkah ke-5
Pengelompokan dan penyusunan tujuan pembelajaran
Pada langkah ini dilakukan penyusunan sesuai dengan urutan maksud-
maksud instruksional. Dalam melaksanakan hal tersebut diatas, perlu
dipertimbangkan pengaturan sebagai berikut:
a. Struktur isi yang dimuat dari pengertian yang sederhana sampai dengan
prinsip-prinsip yang kompleks.
b. Lokasi dan fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan macam-macam
kegiatan.terutama bertalian pemanfaatan media pembelajaran atau pun
komponen-komponen lain yang disesuaikan pencapaian kompetensi yang
telah ditetapkan.
Langkah ke-6

Diposkan oleh MUCHLIS A. HASYIM di 22.16 0 komentar Link ke posting


ini

Reaksi
:

Sabtu, 23 Januari 2010


PENGELOLAAN HASIL PRODUKSI

3. Aspek-aspek Perencanaan Produk


Aspek perencanaan produk dan produksi terkait dengan dua
pertanyaan mendasar, yaitu “what” dan “how”. Oleh karena itu, ada
tiga aspek dari perencanaan produk, yaitu:
Aspek produk apa yang akan dibuat (what).
Aspek ini menuntut perusahaan atau wirausaha untuk dapat
memilih salah satu dari dua cara:
Market-pull, yaitu memproduksi dan menjual produk atas dasar
pertimbangan membuat apa yang dapat dijual”. Jenis produk
yang akan dihasilkan ditentukan berdasarkan permintaan pasar.
Dengan kata lain cara ini dilandasi filosofi untuk “memenuhi
kebutuhan masyarakat”.
Contoh:
Perusahaan A melakukan riset pasar untuk mengetahui produk
yang saat ini dan beberapa waktu kedepan banyak diminta
masyarakat. Produk X ternyata banyak diminta konsumen dan
belum ada perusahaan yang dapat memenuhi seluruh
permintaan pasar, oleh karena itu perusahaan A memutuskan
untuk memproduksi produk X tersebut, walaupun perusahaan
terpaksa harus menyesuaikan teknologi yang dimiliki dan
dikuasainya dengan produk X yang akan dihasilkannya tersebut.
Technology-push, yaitu memproduksi dan menjual produk atas
dasar pertimbangan “menjual apa yang dapat dibuat”. Jenis
produk yang akan dihasilkan ditentukan berdasarkan teknologi
yang dimiliki dan dikuasai perusahaan. Dengan perkataan lain,
cara ini dilandasi filosofi untuk “menciptakan kebutuhan
masyarakat”.

Contoh: Perusahaan X dengan sumber dayanya menguasai


teknologi produksi pengolahan limbah plastik menjadi berbagai
pot bunga plastik. Oleh karena itu, perusahaan ini akan
memproduksi berbagai macam pot bunga plastik, tanpa
mempertimbangkan bagaimana permintaan pasar terhadap
produk tersebut.

Aspek volume produk (How)

Aspek ini adalah aspek yang berhubungan dengan jumlah produk


yang akan dihasilkan/diproduksi. Umumnya dikenal dua cara atau
teknik untuk menentukan jumlah produk yang akan diproduksi,
yaitu:

Teknik nonstatistika atau teknik pertimbangan. Yaitu penentuan


volume atau jumlah produk yang harus dibuat dan dijual yang
didasarkan atas pendapat/pertimbangan seseorang atau
sekelompok orang, baik dari manajemen perusahaan maupun
dari luar perusahaan. Teknik yang banyak digunakan antara lain:
Pertimbangan tenaga penjual.

Tenaga penjual merupakan pihak yang paling mengetahui


bagaimana kondisi pasar dan permintaan konsumen. Oleh
karena itu, tenaga penjual dapat menjadi salah satu sumber
informasi yang tepat dalam menentukan volume produksi.
Misalnya, si A adalah tenaga penjual dari produk suatu
perusahaan menginformasikan bahwa saat ini dan untuk
beberapa waktu ke depan permintaan konsumen akan
produk tersebut masih tetap banyak dan bahkan akan
meningkat, hal ini dikarenakan tidak adanya perusahaan
pesaing yang mampu memenuhi permintaan pasar. Oleh
karena itu, atas dasar informasi ini perusahaan akan
memproduksi setidaknya sama dengan jumlah produksi yang
lalu atau dapat menambah jumlah produksi.

Pertimbangan eksekutif

Pihak eksekutif dalam hal ini adalah pihak manajemen


perusahaan. Pihak eksekutif adalah wirausaha yang
berwawasan luas, termasuk tentang kondisi pasar atau
permintaan masyarakat. Oleh karena itu, pertimbangan dari
pihak manajemen dalam menentukan volume produksi patut
untuk dipertimbangkan. Hal ini tidak jauh berbeda dari
pertimbangan tenaga penjual, dengan wawasan yang
dimilikinya pihak eksekutif membuat perkiraan jumlah produk
yang akan dihasilkan.

Pertimbangan ekspert.

Ekspert merupakan pihak yang memang memiliki tugas


meramal volume penjualan, sehingga dari hasil ekspertnya
tersebut dapat ditentukan berapa volume produksi yang
tepat. Ekspert merupakan pihak yang memang diserahi tugas
untuk membuat peramalan mengenai jumlah produk yang
akan diproduksi. Oleh karena itu pihak ekspert akan
melakukan berbagai hal yang ada kaitannya dengan
usahanya untuk memprediksi produksi, misalnya melakukan
survey ke konsumen atau pasar, mencatat fluktuasi
penjualan dan sebagainya. Data-data yang diperoleh
kemudian dianalisis dan selanjutnya dijadikan pedoman
untuk menentukan jumlah produksi. b) Teknik statistika atau
teknik analisis kuantitatif. Yaitu penentuan volume produksi
berdasarkan atas analisis kuantitatif terhadap data-data
masa lalu dan proyeksi masa yang akan datang dengan
menggunakan rumus-rumus statistika tertentu. Teknik ini
biasanya membutuhkan data-data kuantitatif mengenai
produksi dan penjualan sebelumnya untuk dapat menentukan
atau membuat peramalan bagi produksi dan penjualan yang
akan datang.

Aspek kombinasi produk.

Merupakan aspek yang berhubungan dengan masalah jumlah jenis


produk yang akan diproduksi, yaitu perusahaan akan memproduksi
dan menjual lebih dari satu jenis produk (misalnya produk X dan Y).
Karena sumberdaya yang dimiliki perusahaan terbatas, maka harus
ditentukan kombinasi produksi yang tepat, berapa jumlah X yang
diproduksi dan berapa jumlah Y yang akan diproduksi. Untuk
menjawab kombinasi yang tepat tersebut biasanya menggunakan
teknik linier programming. Contoh: Misalnya Perusahaan “Dunia
Akhirat” akan memproduksi antara dua macam barang yang
menggunakan sumber/faktor produksi yang sama baik bahan baku
maupun tenaga kerja, yaitu sepatu anak (A) dengan sepatu dewasa
(D). Memproduksi satu unit sepatu anak tentu memerlukan bahan
baku dan tenaga kerja yang lebih sedikit dibanding dengan sepatu
dewasa. Masing-masing sepatu memberi keuntungan yang
berbeda, sepatu anak (A) memberi keuntungan sebesar Rp
12.000’,- per unit , sedangkan sepatu dewasa memberi keuntungan
sebesar Rp 10.000,- per unit. Bahan baku utama yang digunakan
terdiri dari Kulit (K), benang (B), lem (L), dengan rincian
penggunaan sebagai berikut:

FAKTOR KEBUTUHAN AKAN INPUT INPUT YANG


PRODUKSI PER UNIT PRODUK TERSEDIA
(INPUT) A D
K 2 2 100
B 1 2 70
L 0,5 1 40
Dari data di atas maka:

Dengan persediaan dan penggunaan input seperti di atas maka


bagaimanakah kombinasi produksi antara produk A dan D ?
Berapa keuntungan optimal yang akan diperoleh perusahaan
“Dunia Akhirat” apabila memproduksi dengan kombinasi
tersebut ?

Jawab:

Misalnya, perusahaan akan memproduksi A sebanyak X buah


dan D sebanyak Y buah, maka laba yang diperoleh adalah:

Laba = 12.000 X + 10.000 Y

Penggunaan bahan baku K : 2A + 2D ? 100 (persamaan 1)

Penggunaan bahan baku B : 1A + 2D ? 70 (persamaan 2)

Penggunaan bahan baku L : 0,5 A + 1D ? 40 (persamaan 3)

Maka dari persamaan 1 dan 2, diperoleh:

2A + 2D = 100

1A + 2D = 70 (-)

A = 30

Untuk menentukan berapa D:

1A + 2D = 70

1 (30) + 2D = 70

2D = 70 – 30

D = 20

Dengan demikian kombinasi produksinya adalah 30 unit produk A


(sepatu anak) dan 20 unit produk D (sepatu dewasa).

Keuntungan optimal yang diperoleh dengan kombinasi produksi di atas


adalah:

(30 X Rp 12.000) + (20 X Rp 10.000) = Rp 560.000,-.

Proses Perencanaan Produksi.


Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan
produksi

Sebelum menetapkan langkah-langkah perencanaan produksi,


setiap perusahaan dalam hal ini manajer produksi selayaknya
mempertimbangkan hal-hal yang berkenaan dengan
perencanaan produksi, yaitu antara lain:

Jumlah kebutuhan produksi per produk selama periode tertentu.

Kebijakan persediaan terhadap jumlah persedian bahan


baku/penolong, bahan setengah jadi dan barang jadi.

Kebijakan kapasitas mesin atau kapasitas poduksi.

Tersedianya fasilitas produksi, seandainya terjadi penambahan


atau pengurangan kapasitas produksi.

Tersedianya bahan baku dan bahan penolong serta tenaga


kerja.

Jumlah produksi atau lot produksi yang ekonomis

Jadwal produksi dalam satu periode anggaran tertentu.

Skala produksi dan karakteristik proses produksi.

Dan lain-lain, termasuk dampak dari lamanya proses produksi.

Langkah-langkah perencanaan produksi.

Setiap wirausaha atau manajer produksi suatu perusahaan


melakukan langkah – langkah perencanaan produksi sebagai
berikut:

Penelitian dan Pengembangan Produk Bagi


perusahaan/wirausaha penelitian produk yang dilakukan
dibedakan atas penelitian terhadap proses produksi maupun
pada produk yang dihasilkan.

Penelitian proses produksi

Penelitian proses produksi dimaksudkan untuk perbaikan


terhadap proses produksi yang sedang berjalan baik
produk yang sedang berjalan maupun untuk terciptanya
produk baru tertentu.
Contoh:

Terhadap proses produksi produk dodol, dimaksudkan


agar dodol yang dihasilkan memenuhi standar produk
yang telah ditetapkan atau dapat menciptakan produk
lain selain dodol dengan menggunakan bahan

yang hampir sama dengan dodol.

Penelitian Produk.

Penelitian produk ditujukan untuk perubahan/perbaikan


produk yang sudah ada disesuaikan dengan selera
konsumen.

Contoh:

Penelitian terhadap produk dodol yang sudah ada.


Misalnya dari segi rasa dodol tersebut akan divariasikan
dengan buah-buahan tertentu (misalnya dodol rasa
starwberry, rasa nangka dan sebagainya), mengubah
ukurannya, kemasannya, dan sebagainya sesuai dengan
selera atau permintaan konsumen.

Mencari gagasan dan seleksi produk. Dari penelitian yang


dilakukan baik terhadap proses produksi maupun terhadap
produk, maka langkah selanjutnya adalah pelaksanaan dari
penelitian dan pengembangan tersebut, yaitu dengan
tahapan :

Mencari gagasan, yaitu tahapan dalam mencari gagasan-


gagaan dalam rangka pengembangan produk. Gagasan
ini dapat berasal dari pasar/konsumen, teknologi yang
ada atau digunakan dan dari pihak ketiga atau biasanya
pihak ahli.

Seleksi produk, yaitu tahapan untuk memilih gagasan-gagasan yang


masuk atau yang terbaik berkaitan dengan pengembangan
produk, sehingga gagasan yang dimanfaatkan adalah gagasan-
gagasan yang tidak akan mengakibatkan perusahaan
mengalami kerugian.
Wednesday, May 5, 2010
Standar Kompetensi Guru
BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Pada masa sekarang dimana informasi semakin melimpah. cepat dan mudah diperoleh,
pemilihan suatu kompetensi menjadi suatu keharusan untuk menyesuaikan dengan
perubahan seiring dengan perkembangan tersebut maka untuk meningkatkan mutu
pendidikan diperlukan tenaga pendidik yang professional. Untuk menetukan kriteris guru
yang professional maka perlu suatu standar kompetensi guru sebagai tenaga professional
berfungsi merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran menilai hasil
pembelajaran melakukan pembimbingan dan pelatihan, melakukan penelitian, membantu
pengembangan dan pengelolaan program sekolah serta mengembangkan
keprofesionalannya. Hal ini dapat terwujud bila guru mampu menciptakan perencanaan
pengajaran yang baik.
Sesuai dengan fungsinya, guru tidak hanya menyampaikan materi ajar saja, tetapi harus
melakukan tindakan mendidik. Oleh karena itu, guru perlu memiliki kemampuan
memotivasi belajar, memahami potensi peserta didik, sehingga mampu memberikan
pelayanan yang optimal. Apalagi dalam era globalisasi komunikasi seperti saat ini perlu
adanya perubahan orientasi di dalam proses pembelajaran. Guru bukanlah satu-satunya
sumber informasi bahan ajar, maka guru berfungsi sebagai fasilitator, motivator dan
membantu peserta didik dalam mengolah informasi. Perubahan peran dan fungsi guru di
dalam proses pembelajaran tersebut menuntut adanya perubahan dan peningkatan
kompetensi profesional guru.

2.Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut :

a.Bagaimana standar kompetensi guru, jenis-jenis serta pengembangannya


b.Bagaimana definisi perencanaan pengajaran dan dimensi-dimensinya.
c.Bagaimana manfaat pengajaran dan langkah-langkah pengembangan pengajaran.

3.Tujuan Penulisan
a.Untuk mengetahui bagaimana standar kompetensi guru jenis-jenis serta
pengembangannya
b.Untuk mengetahui definisi perencanaan pengajaran dan dimensi-dimensinya.
c.Untuk mengetahui bagaimana manfaat pengajaran dan langkah-langkah pengembangan
pengajaran.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Standar Kompetensi Guru
Tidak dapat dipungkiri bahwa guru adalah salah satu bentuk jasa professional yang
dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, standar guru professional
merupakan kebutuhan mendasar yang sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hal ini
tercermin dalam undang-undang system pendidikan nasional no. 20 tahun 2003 pasal 35
ayat 1 bahwa "standar nasional terdiri atas isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan
yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala".
Standar yang dimaksud adalah suatu kriteria yang telah dikembangkan dan ditetapkan
atas sumber, prosedur dan manajemen yang efektif. Sedangkan kriteria adalah sesuatu
yang menggambarkan ukuran keadaan yang dikehendaki ( Suharsini Arikunto).
Penggunaan standar sangat vital dalam pengembangan suatu profesi. Standar profesi
menetapkan siapa yang boleh atau tidak boleh masuk kedalam katagori profesi tersebut.
Standar suatu profesi membangun "public trust" terdapat eksistensi profesi tersebut bagi
kepentingan masyarakat luas dan sekaligus pula
Menurut Syah (2000), “kompetensi” adalah kemampuan, kecakapan, keadaan
berwenang, atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya dikemukakan
bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan
kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Jadi kompetensi
profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam
menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompenten dan profesional adalah guru
piawai dalam melaksanakan profesinya.
Kompetensi merupakan kebulatan penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang ditampilkan melalui unjuk kerja. Kepmendiknas No. 045/U/2002 menyebutkan
kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam
melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Jadi kompetensi guru dapat
dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud
tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran. Undang-Undang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19
(Depdiknas, 2005) menyatakan kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian,
pedagogik, profesional, dan sosial. Keempat jenis kompetensi guru tersebut adalah
sebagai berikut :

1.Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi
peserta didik dan berakhlak mulia.
2.Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman
peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substantif,
kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan
dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
3.Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan
materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan
substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang
menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai
seorang guru.
4.Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Kompetensi profesional guru sangat diperlukan guna mengembangkan kualitas dan
aktivitas tenaga kependidikan, dalam hal ini guru. Guru merupakan faktor penentu mutu
pendidikan dan keberhasilan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu tingkat kompetensi
profesional guru di suatu sekolah dapat dijadikan barometer bagi mutu dan keberhasilan
pendidikan di sekolah.
Pengembangan Kopetensi Guru.
Guru sebagai tenaga profesinonal bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembangunan, menilai hasil pembelajaran melakukan pembimbingan dan pelatihan,
melakukan penelitian, membantu pengembangan dan pengelolaan sekoiah serta
mengembangkan keprofesianalannya.

Proses pengembangan standar kompotensi guru dapat dilakukan melalui:


1. Penelitian
Sekurang-kurangnya ada 3 jenis upaya penelitian yang dilakukan dalam kaitan dengan
pengembangan mutu guruh:
a. Mengidentifikasi masalah pendidikan yang dihadapi terutama tentang mutuh kinerja
guru.
b.Mengkaji prakondisi yang perlu dipenuhi untuk dapat menerapkan suatu standar
kompetensi guru dalam system yang ada.
c.Penelitian yang melekat didalam pengembangan standar itu sendiri untuk mengetahui
efektifitas atau kelaikan dari standar yang sedang dikembangkan dalam menghsilkan
standar baku kompotensi guru.
2. Pengembangan
Upaya pengembangan dalam rangka menghasilkan inofasi yang tepat untuk
diterapkan dalam system yang ada, merupakan tahapan yang sangat penting dan
kritikal.
Ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian yang serius dalam uapaya
pengembangan standar kompotensi guru.
a. Kejelasan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapi dari profesi guru, antisipasi
kendala yang bakal dihadapiny, identifikasi alternative-altematif pemecahan, serta
pengambangan alternative yang dipilih dalam skala terbatas.
b. Permasalahan yang jelas serta tujuan yang spesifik, jika perlu dilengkapi dengan kriteri
keberhasilan yang dijadikan ukuran, merupakan titik awal yang sangat penting dalam
upaya pengembangan standar kompotensi guru. Permasalah maupun tujuan yang ingin
dicapai hendaknya dirumuskan sedemikian rupa sehingga membuka peluang bagi
diterapkannya standar kompotensi yang applicable.
c. Antisipasi kendala, merupakan langkah yang tidak dapat diabaikan dalam proses
pengembangan ini. Pemahaman terhadap kendala yang ada akan sangat berguna dalam
proses meng identifikasikan maupun menyeleksi alternative pemecahan atas stsndar
kompotensi yang akan dikembagkan.
d. Melalui proses identifiksi dan seleksi berbagai alternative pemecahan, akan dapat
dihasilkan standar kompetensi yang telah diperhitungkan kekuatan maupun
kelemahannya ditinjau dari permasalahan dan tujuan yang di inginkan maupun kendala-
kendala yang ada. Dengan kata lain, langkah ini sangat brguna bagi optimal isasi
efektifitas maupun kebaikan dari stendar kompotensi yang akan dikembangkan.
e. Sekalipun ujucoba suatu setandar kompetensi dalam skala terbatas, kadang-kadang
mengandung kelemahan terutama dalam prediksi kelaikan largescaleimpementation.
Upaya pengembangan dalam skala terbatas ini tampaknya masih tetap diperlukan dalam
fase-fase awal pengaem bangan standar. Yang perlu diperhatikan adalah agar
karakteristik lingkungan terbatas dimana standar kompetensi guru yang akan
dikembangkan hendaknya diupayakan sedekat mungkuin dengan karaktesistik dunia
nyata (the real world), bukan merupakan situasi yang sangat berbeda dengan
lingkungannya.
3. Manejemen Mutu Guru
Sekurang-kurangnya terdapat dua hal penting yang perlu diperhatikan berkenaan dengan
manajemen peningkatan muruh guru dengan standar kompetensinya;
Pertama adalah upaya melibatkan berbagai pihak terkait sedinih mungkin dan, kedua
adalah penerapan proses dieminasi secara bertahap. Adanya peran serta aktif dari
berbagai pihak terkait sedini mungkin dalam proses pengembangan mutuh guruh akan
membuat standar kompetensi yang mengiringinya tidak terisioner dari dunia nyata,
sehingga proses transisi dari tahap pengembangan ketahap pelaksanaan (implementasi)
para guru akan dapat berjalan dengan lancar. Pembelajaran atau ungkapan yang belum
dikenal sebelumnya "pengajaran" adalah upaya untuk membelajarkan siswa (degeng,
1989). Aktifttas pada siswa dapat terjdi tanpa direncanakan. Belajar agama islam yang
direncanakan adalah aktivitas pendidikan secarasadar dirancang untuk membantu murid
dalam mengembangkan pandangan hidup islam yang selanjutnya diwujudkan dalalm
sikap hidup dan ketrampilan hidup baik yang bersifat manual maupun mental spiritual.
Sedangkan belajar yang tidak di rencanakan adalah fenomena pendidikan yang berupa
pristiwa yang tanpa di sengaja atau direncanakan, namun dapaknya dapat mempengaruhi,
mengubah, atau bahkan mengubah pendangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan
hidup. Fenomena kehidupan berupa peristiwa kehidupan sehari-hari akan senantiasa
dihadapi oleh setiap orang, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, pekerjaan,
maupun global, (muhaiimin, 2004,184).
2.2 Konsep Dasar Perencanaan Pengajaran
Perencanaan adalah menyusun langkah-langkah yang dilaksanakan untuk mecapai tujuan
yang telah ditentukan. Perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam
jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun yang lebih
utama adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat
sasaran.
Perencanan Pengajaran adalah kegiatan pertama sebelum dimulainya proses belajar
mengajar yang meliputi rumusan tentang apa yang akan diajarkan pada siswa, bagaimana
mengajarkannya, dan seberapa besar siswa dapat menyerap semua bahan ajar ketika
mereka sudah menyelesaikan proses pembelajaran. Perencanaan dibuat agar kegiatan
belajar mengajar dapat dioptimalkan, Oleh karena itu pengajar di lembaga pendidikan
atau pelatihan harus menyadari hal ini demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Bagi guru pemula bermanfaat untuk melatih diri dalam rangka mempersiapkan rencana
pembelajaran yang maksimal sesuai dengan kurikulum. Dengan mempelajari
Perencanaan Pengajaran berarti setiap guru mampu mendesain program pengajaran yang
kreatif baik untuk pendidikan formal maupun non formal. Perencanaan adalah suatu
proyeksi tentang apa yang diperlukan dalam arangka mencapai tujuan absah dan bemilai,
yang mencakup elemen-elemen sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi dan mendokumentasikan kebutuhan.
b. Menentukan kebutuhan yang perlu diproritaskan
c. Spesifikasi hasil yang dicapai dan setiap kebutuhan yang diproritaskan
d. Identifikasi persyaratan untuk mencapai tiap-tiap pilihan
e. Sekuensi hasil yang dipelukan untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan
f. Identifikasi strategi altematif dan mungkin dan alat atau toals untuk melengkapi tiap
perencanaan dalam mencapai tiap kebutuhan,termasuk didalamnya merinci keuntungan
dan kerugian tiap strategi dan alat yang dipakai. (keutamaan dalam haryanto, 1996).
Dengan demikian perencanaan berkaitan dengan penentuan apa yang dilakukan .
perencanaan mendahui pelaksanaan, mengingat perencanaan merupakan suatu proses
untuk menentukan keman harus pergi dan harus mengidentifikasi persyaratan yang harus
diperlukan dengan cara yang efektiffan efesien. Berdasarkan pemahaman di atas maka
perencanaan mengandung 6 pokok pikiran yaitu:
1. perencanaan melibatkan proses penetapan keadaan masa depan yang di inginkan
2. keadaan masa depan yang diinginkan itu kemudian dibandingkan dengan keadaan
sekarang, sehingga dapat dilihat kesenjangannya
3. untuk menututup kesenjengan itu perlu dilakukan usaha
4. Usaha yang dilakukan untuk menutup kesenjangn itu dapat bervareasi dan merupakan
alternative yang mungkinditempuh.
5. Pemilihan alternative yang paling baik, dalam arti yang mempuyani efektivitas dan
efesien yang paling tinggi perlu dilakukan.
6. Alternative yang dipilih harus terinci sehingga dapat menjadi pedoman daram
pengambilan keputusan apabila akan dilaksanakan.
Berdasarkan 6 pokok Ipemikiran diatas dapat dinyatakan bahwa perencanaan adalah
menentukan apa yang akan dilakukan. Perencanaan mengandung rangkiaan-rangkaian
putusan yang luas dan penjelasan-penjelasan daritujuan, penentuan kebijakan,penentuan
program, penentuan metode-metode dan prosedur tertentudan
penentuan kegiatan berdasarkan jawaban sehari-hari. Terry (1993:17) menyatakan bahwa
perencanaan adalah mene-tapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kelompok
untuk mencapai tujuan yang digariskan. Perencanaan mencakup kegiatan pengambilan
keputusan.
Banghart dan trull, (1973) mengemukakan bahwa perencanaan adalah awal dan sernua
proses yang rasional dan mengandung sifat optimisme yang didasarkan atas kepercayaan
bahwa akan dapat mengatasi berbagai macam permsalahan. Nana sudjana (2000:61)
mengatakan bahwa perencanaan adalah proses yang sestimatis dalam pengambilan
keputusan entang tindakan yang akan dilakukan pada waktu.yang akan datang.
Hal senada juga dikemukan oleh haddari nawawi (1983:16). Bahwa perencanaan berarti
menyusun langkah-langkah penyeselesian suatu mesalah atau pelaksanaan suatu
pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu. Dalam menentukan tujuan umum
(goal) dan tujuan khusus (obvktifitas) suatu organisasi atau lembaga penyelenggaraan
pendidikan, berdasarkan dukungan imformasi yang lengkap. Setelah tujuan ditetapkan
perencanaan berkaitan dengan penyusunan pola, rangkaian dan proses kegiatan yang
akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut. Singkatnya efektivitas perencanaan
berkaitan dengan penyusunan rangkaian kegitan untuk mencapai tujuan.dapat diukur
terpenuhinya factor kerja sama perumusan perencanaan, program kerja madrasah, dan
upaya implementasi program kerja tersebut dalam mencapai tujuan.
Sedangkan pengajaran dapat diartikan sebagai suati proses yang dilakukan oleh para guru
dalam membimbing, membantu, dan mengarahkan peserta didik untuk memiliki
pengalaman belajar. Dengan kata lain pengajaran dalah suatu cara bagaimana
mempersiapkan pengalaman belajar bagi peserta didik (jones at.al dalam muliani
sumantri, 1988:95).
Dalam kontek pengajaran, perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan
materi, pengunaan media pengajaran, pengunaan pendekatan dan metode pengajaran dan
penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan plida masa tertentu untuk
mencapai tujuan yang tiah ditentukan.
Berdasarkan uraian di atas, konsep perencanaan pengajaran dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang, yaitu:
a.Perencanaan pengajaran sebagai teknologi adalah suatu pelaksanaan yang mendorong
penggunaan teknik-teknik yang dapat mengembangkan tingkah laku koknetif dan teori
krontuktif terhadap solusi dan problem-problem pengajaran.
b.Perencanaan pengajaran sebagai suatu system adalah sebuah susunan dari sumber-
sumber dan prosedur-prosedur untuk menggerakan pembelajaran.pengembangan system
pengajaran melalui proses yang setematif selanjutnya impiementasikan dengan mengacu
pada system perencanaan.
c.Perencanaan pengajaran sebagi sebuah disiplin adalah cabang dari sebuah pengetahuan
yang senantiasa memperhatikan hasil-hasil penehtian dan tiori tetang strategi pengajaran
da implementasinya terhadap strategi tersebut
d.Perencanaan pengajaran sebagai sain (scinence) adalah mengkreasi secara detail
spesifisiksi dari pengembangan, implementasi, evaluasi, dan pemmeliharaan akan situasi
maupun fasilitas pembelajaran tarhadap unit-unit yang luas maupun yang lebih sempit
dari materi pelajaran dengan segala tingkatan komleksitasnya.
e.Perencanaan pengajaran sebagai sebuah proses adalah pengembangan pengajaran
secara sistemik yang digunakan secara khusus atas dasar teori-teori pembelajaran dan
pengajaran untuk menjamin kualitas pembalajaran. Dalam perencanaan ini dilakuakan
analisis kebutuhan dari peruses belajar dengan alura yang sistematik untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Termasuk didalamnya melakukan efaluasi terhadap materi pelajaran
dan aktifitas-aktifitas pengajaran.
f.Perencanaan pengajaran sebagai sebuah realitas adalah ide pengajaran yang
dikembangkan dengan memberikan hubungan pengajaran dari waktu-kewaktu dalam
suatu proses yang dikerjakan perencana dengan mengecek secara cermat bahwa semua
kegiatan telah sesuai dengan tuntutan sains dan dilaksanakan dengan secara sistematik.
Dimensi-Dimensi Perencanaan
Dimensi-dimensi menurut harjanto (1997:5) memungkinkan diadakannya perencanaan
komprehensif yang menalar efesien, yakni:
1.Signifikansi
Tingkat signifikansi tergantung pada tujuan pendidikan yang diajukan dan Signifikansi
dapat ditentukan berdasarkan criteria-kriteria yang dibangun selama proses perencanaan.
2.Feasibilitas
Maksudnya perencanaan perlu disusun berdasarkan pertimbangan realistis baik yang
berkaitan dan biaya maupun pengimplementasiannya.
3.Relevensi
konsep relevensi berkaitan dengan jaminan bahwa perencanaan memungkinkan
penyelesaian persoalan secara lebih spesifik pada waktu yang tepat agar dapat dicapai
tujuan spesifik secara optimal.
4.Kepastian
konsep kepastian minimum diharapkan dapat mengurangi kejadian-kejadian yang tidak
terduga.
5.Ketelitian
Prinsip utama yang perlu diperhatikan ialah agar perencanaan pengajaran disusun dalam
bentuk yang sederhana, serta perlu diperhatikan secara sensitive kaitan-kaitan yang pasti
terjadi antara berbagai komponen.
6.Adaptabilitas
Diakui bahwa perencanaan pengajaran bersifat dinamis, sehingga perlu senantiasa
mencari informasi sebagai umpan balik. Penggunaan berbagai proses memungkinkan
perencanaan yang fleksibel atau adaptable dapar dirancang untuk menghindari hal-hal
yang tidak diharapkan.
7.Waktu
Factor yang berkaitan dengan waktu cukup bayak, selain keterlibatan perencanaan dalam
memprediksi masa depan, juga validasi dan reliabiltas yang dipakai, serta kapan untuk
menilai kebutuhan kepedidikan masa kini dalam kaitannya dengan masa mendatang.
8.Monitoring
Monitoring merupakan proses mengembangkan criteria untuk menjamin bahwa berbagai
komponen bekerja secara efekitif.
9.Isi perencanaan
Isi perencanaan merujuk pada hal-hal yang akan direncanakan. Perencanaan pengajaran
yang baik perlu men-mat: tujuan apa yang diinginkan, atau bagaimana cara
mengorganisasi aktivitas belajar dan layanan-layanan pendukungnya, program dan
layanan, atau bagaimana cara mengorganisasi aktivitas belajar dan layanan-layanan
pendukungnya, tenaga manusia, yakni mencakup cara-cara mengembangkan
prestasi,spesilisasi,perilaku,kompetensi, maupun kepuasan mereka, Keuangan, melipiputi
rencana pengeluaran dan rencana penerimaan, Bangunan fisik mencangkup tentang cara-
cara penggunaan pola distribusi dan kaitannya dengan pengembangan psikologi, Struktur
organisasi, maksudnya bagaimana cara menorganisasikan dan manajemen operasi dan
pengawasan program dan aktivitas kependidikan yang direncanakan, Konteks social atau
elemen-elemen lainnya yag perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pengajaran.
Hal ini menunjukan bahwa guru harus mempersiapkan perangkat yang harus
dilaksanakandalam merencanakan program. Hidayat (1990:11) mengemukakan bahwa
perangkat yang harus dipersiapkan dalam perencanaan pembelajaran antara lain:
1. Memahami kurikulum.
2. Menguasai bahan ajar.
3. Menyusun program pengajaran.
4. Melaksanakan program pengajaran.
5. Menilai program pengajaran dan hasil proses belajar mengajar yang telah
dilaksanakan.
Dalam pembelajaran berbasis kompetensi perlu ditentukan standar minimum kompetensi
yang harus dikuasai oleh siswa. Sesuai dengan pendapat tersebut, komponen materi
pokok pembelajaran berbasis kompetensi meliputi: (1) komponen yang akan dicapai; (2)
strategi penyampaian untuk mencapai kompetensi; (3)system evaluasi atau penilaian
yang digunakan untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi.
Konsep pembelajaran berbasis kompetensi mensyaratkan dirumuskan secara jelas
lompetensi yang harus dimiliki atau ditampilkan siswa setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran. Degan tolak ukur pencapaian kompotensi, maka dalam kegiatan
pembelajaran siswa alan terhindar dari mempelajari materi yang tidakmenunjang
tercapainya penguasaan kompetensi. Pencapaian setiap kompotensi tersebut terkait erat
dengan system pembelajaran. Dengan demikian komponen minimal pembelajaran
berbasisi kompetensi adalah:
a. Pemilihan dan perumusan kompetensi yang tepat.
b. Spesifikasi indicator penilaian untuk menentukan pencapaian kompetensi.
c. Pengembangan system penyampaian yang fungsional dan releva dengan kompetensi
dan system penilaian.
2.3 Manfaat Perencanaan Pengajaran
Perencanaan pengajaran memainkan peran penting dalam memandu guru untuk
melaksanakan tugas sebagai pendidik dalam melayani kebutuhan belajar siswanya.
Perencanaan pengajaran juga dimaksudkan sebagai langkah awal sebelum proses
pembelajaran berlangsung.
Terdapat beberapa manfaat perencanaan pengejaran dalam proses belajar mengajar yaitu:
1. Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan.
2. Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsure yang
terlibat dalam kegiatan.
3. Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsure, baik unsure guru maupun unsure murid.
4. Sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiapsaat diketahui
ketepatandan kelambatan kerja.
5. Untuk bahan penyusun data agar terjadi keseimbangan kerja.
6. Untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat dan biaya.
Sedangkan penerapan konscp dan prinsip pembelajaran berbasisi kompetensi diharapkan
bermanfaat untuk:
a.Menghindari duplikasi dalam memberikan materi pelajaran. Dengan menyajikan materi
pelajaran yang benar-benar relevan dengan kompetensi yang ingin dicapai, dapat
dihindari terjadinya duplikasi dan pemberian materi pembelajaran yang terlalu banyak.
b.Mengupayakan konsistensi kompetensi yang ingin dicapai dalam mengejarkan suatu
mata pelajaran. Dengan kompotensi yang telah ditentukan secra tetulis, siapapun yang
mengajarkanmata pelajaran tertetentu tidakakan bergeser atau menyimpang dari
kompetensi yang telah ditentukan.
c.Meningkatkan pembeljaran sesuai dengan kebutuhan, kecepatan dan kesempurnaan
siswa.
d.Membantu mempermudah pelaksanaan akreditasi. Pelaksanaan akreditasi akan lebih
dipermudah dengan menggunakan tolak ukur standar kompetensi.
e.Memperbaharui system evaluasi dan laporan hasil belajar siswa. Dalam pembelajaran
berbasis kompetensi, keberhasilan siswa diukur dan dilaporkan berdasarkan pencapaian
kompetensi atau sub-kompetensi tertentu. bukan didasarkan atas perbandingan dengan
hasil belajar siswa yang lain.
f.Memperjelas komunikasi dengan siswa tentang tugas, kegiatan. atau pengalaman belajar
yang hams dilakukan, da cara yang digunakan untuk menentukan keberhasilan
belajarnya.
g.Meningkatkan akuntabilitas public. Kompetensi yang telah disusun, divalidasikan, dan
dikomunikasikan kepada public, sehingga dapat digunakan untuk
mempertanggungjawabkan kegiatan pembelajaran kepada public.
h.Memperbaiki system sertifikasi. Dengan perumusa kompetensi yang lebih spesifik dan
terperinci, sekolah/madrasah dapat mengeluarkan sertifikat atau transkrip yang
menyatakanjenis dan aspek kompetensi yang dicapai.

2.4 Desain Pembelajaran Berbasis Kompetensi


Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk
melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu yang sesuai standar performansi yang te!ah
ditetapkan. "competency based education is geared toward preparing individuals to
perform identified competency" (Schrag, 1987, h 22).
Rumusan ini menunjukan bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu
agar mampu melakukan perangkat kompetensi yang diperlukan. Suatu program
pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung empat unsur pokok yaitu:
1.Pemilihan kompetensi yang sesuai.
2.Spesifikasi indictor-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian
kompetensi.
3.Pengembangan system pengajaran.
4.Penilaian.
Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta didik
untuk menguasai kompotensi yang diharapkan. Kegiatan pembelajaran mengembangkan
kemampuan untuk mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam
kebersamaan dan mengaktualisasikan diri. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran
perlu: 1) berpusat pada perserta didik; 2) mengembangkan krestifitas perserta didik; 3)
memnciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang; 4) bermuatan, nilai, etika,
estetika, logika, dan kinestetika, dan 5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam
(puskur, 2004:13).
Dalam kerangka itu, pengembangan program dilakukan berdasarkan pendekatan
kompetensi. Penggunaan pendekatan ini memungkinkan desain program dapat dilakukan
secara efektif, efisien, dan tepat. Hasil-hasil pembelajaran dinilai dan dijadikan umpan
balik untuk mengadakan perubahan terhadap tujuan pembelajaran dan prosedur
pembelajaran yang dilaksanakan sebelumnya. Langkah-langkah pengembangan
pembelajaran tersebut sebagaimana ditemukan oleh Stanley Elam (1971) dalam Oemar
Hamalik (2002:92) sebagai berikut.
Langkah ke-1 Spesifikasi Asumsi-Asumsi atau Preposisi-Preposisi Yang Mendasar
Langkah ke-2 Mengidentiflkasi Kompetensi
Langkah ke-3 Menggambarkan Secara Spesifik Kompetensi-Kompetensi
Langkah ke-4 Menentukan Tingkat-Tingkat Kriteria dan Jenis Asesmet.
Langkah ke-5 Pengelompokan dan Penyusunan Tinjau Pengajaran
Langkah ke-6 Desain Strategi Pembelajaran
Langkah ke-7 Mengorganisasikan Sistem Pengelolaan
Langkah ke-8 Melaksanakan Percobaan Program
Langkah ke-9 Menilai Desain Pembelajaran
Langkah ke-10 Memperbaiki Program

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam undang-undang system pendidikan nasional no. 20 tahun 2003 pasal 35 ayat 1
bahwa "standar nasional terdiri atas isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus
ditingkatkan secara berencana dan berkala".
Undang-Undang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 (Depdiknas, 2005)
menyatakan kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional,
dan sosial.
Terdapat beberapa manfaat perencanaan pengejaran dalam proses belajar mengajar yaitu:
Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan, Sebagai pola dasar dalam
mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsure yang terlibat dalam kegiatan, Sebagai
pedoman kerja bagi setiap unsure, baik unsure guru maupun unsure murid, Sebagai alat
ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiapsaat diketahui ketepatandan
kelambatan kerja, Untuk bahan penyusun data agar terjadi keseimbangan kerja, Untuk
menghemat waktu, tenaga, alat-alat dan biaya.
Dimensi-dimensi menurut harjanto (1997:5) memungkinkan diadakannya perencanaan
komprehensif yang menalar efesien, yakni:Signifikansi, Feasibilitas, Relevensi,
Kepastian, Ketelitian, Adaptabilitas, Waktu, Monitoring, Isi perencanaan.
Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung empat unsur pokok
yaitu: Pemilihan kompetensi yang sesuai, Spesifikasi indictor-indikator evaluasi untuk
menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi, Pengembangan system pengajaran,
Penilaian.

3.2 Saran
Dalam penyusunan makalah ini perlu adanya tambahan referensi demi kesempurnaan
makalah ini, karena kami menyadari bahwa masih banyak yang perlu di perbaiki.

Diposkan oleh Ilmu Kimia di 9:23 PM


Email This BlogThis! Share to Twitter Share to Facebook Share to Google Buzz
Label: Pembelajaran
Reaksi:
0 komentar:

Post a Comment

Link ke posting ini


Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)

Bisnis Tambahan

EVALUASI DAN PRESTASI BELAJAR

A. EVALUASI HASIL BELAJAR

1. Definisi Evaluasi

Evaluasi artinya penilaian terhadap tigkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebuah program. Selain kata evaluasi dan assessment ada pula kata lain yang
searti dan relative lebih dikenal dalam dunia pendidikan yakni tes, ujian dan ulangan.
Sementara itu , istilah evaluasi biasanya digunakan untuk menilai hasil belajar para siswa
pada akhir jenjang pendidikan tertentu, seperti Evaluasi Belajar tahap Akhir Nasional
( EBTANAS ) yang kini disebut ujian akhir Nasional (UAN).

2. Tujuan dan Fungsi Evaluasi

Evaluasi yang berarti pengungkapan dan pengukuran hasil belajar itu, pada dasarnya
merupakan proses penyusunan deskripsi siswa, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Namun Perlu penyusunan
a. Tujuan Evaluasi
Pertama untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu
kurun waktu proses belajar tertentu.
Kedua, untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok siswa.
Ketiga , untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar.
Keempat untuk mengetahui hingga sejauh mana siswa telah mendayagunakan kapasitas
kognitifnya ( kemampuan kecerdasan yang dimilikinya ) untuk keperluan belajar.
Kelima, untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah
digunakan guru dala proses belajar mengajar ( PMB)

b. Fungsi Evaluasi
Disamping memiliki tujuan , evaluasi belajar juga memiliki fungsi –fungsi yang
sebagaimana tersebut dibawah ini;
- Fungsi Administratif untuk penyusunan daftar nilai dan pengisian buku raport
- Fungi promosi untuk menetapkan kenaikan atau kelulusan.
- Fungsi diagnostic untuk mengidentifikasi kesulitan belajar siswa dalam merencanakan
program remedial teaching (pengajaran perbaikan )
- Sebagai sumber data BP yang dapat memasok data siswa tertentu yang memerlukan
bimbingan dan penyuluhan (BP)
- Sebagai bahan pertimbangan pngembangan pada masa yang akan datang yang meliputi
pengembangan kurikulum, metode fan alat – alat untuk proses PMB

3. Ragam Evaluasi

Pada prinsipnya , evaluasi hasil belajar merupakan kegiatan berencana dan


berkesinambungan.
a. Pretest dan posttest
Kegitan pretest dilakukan guru secara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi
terbaru.
Post test adalah kebalikan dari pre test , yakni kegiatan evaluasi yang dilaksanakan guru
pada setiap akhir penyajian materi.

b. Evaluasi bersyarat
Evaluasi jenis ini sangat mirip dengan pretest.

c. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi jenis ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan
tujuan mengidentifikasi bagian – bagian tertentu yang belum dikuasai siswa.

d. Evaluas Formatif
Evaluasi jenis ini dapat dipandang sebagai “ulangan” yang dilakukan pada setiap akhir
penyajian suatu pelajaran atau modul.

e. Evaluasi Sumatif
Ragam penilaian sumatif dapat dianggap sebagai ulangan umum yang dilakukan untuk
mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir periode pelaksanaan
program pengajaran.

f. Ujian Akhir Nasional (UAN)


Ujian Akhir Nasional ( UAN ) yang dulu disebut EBTANAS ( Evaluasi Belajar tahap
akhir Nasional ) pada prinsipnya sama dengan evaluasi sumatif dalam arti sebagai alat
penentu kanaikan status siswa.

4. Ragam Alat Evaluasi

Secara garis besar, ragam alat evaluasi terdiri atas dua macam bentuk , yaitu;

1. Bentuk Objektif
2. Bentuk Subjektif.
Bentuk objektif biasanya diwujudkan dalam bentuk – bentuk alternative jawaban,
pengisian titik – titik , dan pencocokan satu pertanyaan dengan pertanyaan lainnya.

a. Bentuk Objektif

Bentuk ini lazim juga disebut tes objektif, yakni tes yang jawabannya diberi skor nilai
secara lugas ( seadanya ) menurut pedoman nilai yang ditentukan sebelumnya.

1. Tes benar salah

tes ini merupakan alat evaluasi yang paling bersahaja baik dalam hal susunan item –
itemnya maupun dalam hal cara menjawabnya.
Dalam dunia pendidikan modern ; tes semacam ini sudah lama ditinggalkan karena dua
alas an yakni;
- tes BS tidak emghargai kreatifitas akal siswa karena mereka hanya didorong untuk
memilih sekenanya salah satu dari dua alternative yang ada.
- Tes BS dalam beberapa segi tertentu dianggap sangat rendah tingkat realibitasnya.

2. Tes Pilihan Berganda

Item – item dalam pihan tes berganda (Multiple Choice ) biasanya berupa pertanyaan
atau pertanyaan yang dapat dijawab dengan memilih salah satu dari empat atau lima
alternative yang mengiringi setiap soal.
Contoh;
Sila keberapakah yang melarang menganut paham atheisme?

a. Sila Kesatu
b. Sila kedua
c. Sila Ketiga
d. SIla keempat
Alasan – alas an ditinggalkan jenis ini adalah;
- Kurang mendorong kratifitas ranah cipta dan karsa siswa, karena ia hanya merasa
disuruh berspekulasi, yakni menebak dan menyilang secara untung – untungan
- Sering terdapat dua jawaban ( diantara empat atau lima alternative) yang identik atau
sangat mirip, sehingga terkesan kurang diskriminatif.
- Sering terdapat satu jawaban yang sangat mencolok kebenarannya, sehingga jawaban –
jawaban lainnya terlalu gampang untuk ditinggalkan.

3. Tes pencocokan ( menjodohkan )

Tes penccokan (matching test) disusun dalam dua daftar yang masing – masing memuat
kata , istilah, atau kalimat yang diletakkan bersebelahan.

4. Tes isian

Alat Tes isian biasanya berbentuk cerita atau karangan pendek, yang pada bagian –
bagian yang memuat istilah atau nama tertentu dikosongkan.

5. Tes Perlengkapan ( Melengkapi )

Cara Menyelesaikan tes melengkapi pada dasarnya sama dengan cara menyelesaikan tes
isian, Perbedaannya terletak pada kalimat – kalimat yang dipakai sebagai instrumen.

b. Bentuk Subjektif

Alat evaluasi yang berbentuk subjektif hádala alat pengukur prestasi belajar yang
jawabnnya tidak dinilai dari skor atau angka pasti, seperti yang digunakan untuk evaluasi
objektif.
Ada beberapa keunggulan tes esay yang secara emplisit juga diakui oleh suryabrata
(1984), yakni bahwa;
a. Tes esay tidak hanya mampu mengungkapkan materi hasil jalaban siswa tetapi
juga cara atau jalan yang ditempuh untuk memperoleh jalaban itu.
b. Tes Esay dapat mendorong siswa untuk berpikir kreatif , kritis , bebas , mandiri,
tetapi juga melupakan tanggung jawab.

5. Syarat Alat Evaluasi

Langkah Pertama yang perlu ditempuh guru dalam menilai prestasi belajar siswa hádala
menyusun alat evaluasi (test instruyen) yang sesuai dengan kebutuhan , dalam arti tidak
menyimpang dari indikator dan jenis prestasi yang diharapkan.
Persyaratan pokok penyusunan alat evaluasi yang baik dalam perspektif psikologi belajar
(the psychologhy of learning ) meliputi dua macam yakni;
- Reliabilitas
- Validitas
Reliabilitas secara sederhana, reliabilitas (reliability) berarti hal tahan uji atau dapat
dipercaya.
Validitas pada prinsipnya, validitas (validity) berarti keabsahan atau kebenaran.

6. Evaluasi Pelbagai ranah psikologis

Pada bagian ini akan divas serba singkat alternatif pengukuran keberhasilan belajar baik
yang berdimensi ranah cipta, ranah rasa, maupun ranah karsa.

a. Evaluasi Prestasi Kognitif.

Mengukur keberhasilan siswa yang berdimensi kognitif (ranah cipta) dapat dilakukan
dengan berbagai cara, baik dengan tes tertulis maupun tes lisan dan perbuatan.

b. Evaluasi prestasi Afektif


Dalam merencanakan penyusunan instruyen tes prestasi siswa yang berdimensi afektif
(ranah rasa) jenis – jenis prestasi internalisasi dan karakterisasi.

c. Evaluasi prestasi pskomotor

Cara yang dipandang tepat untuk mengevaluasi keberhasilan belajar yang berdimensi
ranah psicomotor (ranah karsa) hádala observasi.

B. PRESTASI BELAJAR

1. Indikator Prestasi belajar

Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis
yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa

2. Pendekatan Evaluasi prestasi belajar

Ada dua macam pendekatan yang Amat popular dalam mengevaluasi atau menilai tingkat
keberhasilan /prestasi belajar yakni;
- Norm refencing atau norm Refernced assessment;
- Criterion – referencing atau criterian referenced assessment ( Tardif dkk, 1989 : 131)
-

a. Penilaian acuan norma ( norm-Referenced Assessment )

Dalam penilaian yang menggunakan pendekatan PAN ( Penilaian Acuan Norma),


prestasi belajar seorang peserta didik diukur dengan membandingkannya dengan prestasi
yang dicapai teman – teman sekelas atau sekelompoknya.

b. Penilaian Acuan Kriteria (criterion – Referenced Assessment )


Penilaian dengan pedekatan PAK ( Penilaian acuan kriteria) menurut Tardif et al (1989;
95) merupakan proses pengukuran prestasi belajar dengan cara membandingkan
pencapaian seorang siswa dengan pelbagai perilaku ranah yang telah ditetapkan secara
baik ( well-defined domain behaviours) sebagai patokan absolut.

3. Batas minimal Prestasi belajar

Setelah mengetahui indikator dan memperoleh skor hasil evaluasi belajar diatas , guru
perlu pula mengetahui bagaimana kiat menetapkan batas minimal keberhasilan belajar
para siswanya.
KESIMPULAN

1. Evaluasi hádala penilaian terhadap keberhasilan program belajar siswa ,


yang bertujuan antara lain untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah
dicapai siswa , dan berfungsi antara lain menentukan posisi siswa dalam
kelompoknya.
2. Ragam evaluasi terdiri atas ;

- pretest dan post test


- evaluasi persyarat
- evaluasi diagnostik
- evaluasi formatif
- evaluasi sumatif dan ujian akhir nasional (UAN)

3. Evaluasi prestasi hasil belajar meliputi;

- prestasi kognitif
- Prestasi afektif dan,
- Prestasi Psikomotor

DAFTAR PUSTAKA
Muhibbin Syah, M.Ed , Rajawali Pers,Grafindo Persada
Postingan Terkait Lainnya :
makalah

• Pengembangan media dan sumber belajar


• Pergaulan Baik antara Suami Istri
• KERAJINAN TANGAN SENI MENGANYAM KERTAS KORAN
• Dokumentasi Rekam Medis
• Penentuan Tingkat pendapatan Nasional
• Makalah Pengantar Bisnis
• Kewajiban manusia untuk menuntut ilmu
• Belajar Aktif, Cara kerja otak dan Gaya belajar
• Manusia Sebagai Makhluk Pendidikan
• Perkembangan Islam di Thailand- makalah
• Pengertian Kenakalan Remaja (Makalah)
• Sejarah Perkembangan komputer - makalah
• Metode Pengembangan Seni - Mencetak dengan berbagai media
• MAKALAH CIVIC EDUCATION TENTANG WAWASAN NUSANTARA
• Pengertian Sampah dan cara menanggulangi
• Penilaian Pendidikan Agama Islam
• Sarana dan Prasarana Pendidikan Agama Islam
• Metodologi Pendidikan Agama Islam
• Makalah Perjanjian Perkawinan dalam Islam
• UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP – KONSEP IPA
MELALUI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK BAGI SISWA KELAS
IV
• Pengertian (definisi) Riba dan Jenis-Jenisnya
• Pentingnya Sex Education ( Pendidikan Seks)
• Jujur (Keselarasan Antara Ucapan dan Perbuatan)
• Contoh Penulisan daftar pustaka
• contoh Kata Pengantar Skripsi /proposal

usun Untuk Memenuhi Tugas Semester Lima


Mata Kuliah Perencanaan Pengajaran Bahasa dan Sastra
Dosen Pengampu: Ratna P. M.Pd

Oleh:
IKA RAHAYU SUSILANINGSIH
K1207020
PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
Desain Pembelajaran Berbasis Kompetensi

Desain pembelajaran menurut istilah dapat didefinisikan :


1. Proses untuk menentukan metode pembelajaran apa yang paling baik dilaksanakan
agar timbul perubahan pengetahuan dan keterampilan pada diri pemelajar ke arah yang
dikehendaki (Reigeluth)
2. Rencana tindakan yang terintegrasi meliputi komponen tujuan, metode dan penilaian
untuk memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan (Briggs)
3. Proses untuk merinci kondisi untuk belajar, dengan tujuan makro untuk menciptakan
strategi dan produk, dan tujuan mikro untuk menghasilkan program pelajaran atau modul
(Seels & Richey)
Komponen dasar dari desain pembelajaran adalah:
• Pebelajar ( pihak yang menjadi fokus )
Yang perlu diketahui meliputi karakteristik mereka, kemampuan awal dan pra syarat.
• Tujuan Pembelajaran (umum dan khusus )
Adalah penjabaran kompetensi yang akan dikuasai oleh pebelajar.
• Analisis Pembelajaran
Merupakan proses menganalisis topik atau materi yang akan dipelajari.
• Strategi Pembelajaran
Dapat dilakukan secara makro (dalam kurun satu tahun) atau mikro (dalam kurun satu
kegiatan belajar mengajar).
• Bahan Ajar
Adalah format materi yang akan diberikan kepada pebelajar
• Penilaian Belajar
Tentang pengukuran kemampuan atau kompetensi ang sudah dikuasai atau belum.
Pendidikan berbasis kompetensi mengacu pada upaya penyiapan individu agar mampu
melakukan perangkat kompetensi yang ditentukan. Program pendidikan berbasis
kompetensi mengandung empat unsur pokok, yakni:
1. Pemilihan kompetensi yang sesuai
2. Spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian
kompetensi
3. Pengembangan sistem pengajaran
4. Penilaian
Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk mengembangkan semua kompetensi yang
dimiliki oleh peserta didik. Oleh karena itu kegiatan pembelajaran harus:
1. Berpusat pada peserta didik
2. Mengembangkan kreativitas peserta didik
3. Menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang
4. Bermuatan nilai, etika, estetika, logika dan kinestika
5. Menyediakan pengalaman belajar yang beragam (Puskur, 2004:13)
Stanley Elam dalam Oemar Hamalik (2002:92) mengemukakan langkah-langkah
pengembangan pembelajaran sebagai berikut:
1. Spesifikasi asumsi-asumsi atau preposisi-preposisi yang mendasar
Dewasa ini banyak digunakan teori konstruktivisme yang inti ajarannya adalah
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
2. Mengidentifikasi kompetensi
Untuk dapat mengidentifikasikan kompetensi dapat digunakan beberapa model
pendekatan, antara lain:
• Pendekatan analisis tugas (task analysis)
Untuk menentukan jenis kompetensi.
• Pendekatan the needs of school learners (memusatkan perhatian pada kebutuhan-
kebutuhan siswa di sekolah)
Pendekatan ini berdasarkan asumsi bahwa terdapat hubungan yang erat antara persiapan
guru dengan apa yang diinginkan oleh siswa.
• Pendekatan berdasarkan asumsi kebutuhan masyarakat
Pendekatan ini berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan tentang masyarakat yang anyata
dan penting dapat diterjemahkan menjadi program sekolah para siswa yang pada
gilirannya dituang ke dalam program pembelajaran.

Selain ketiga pendekatan di atas, Ashan (1981:57) dalam Mulyasa (2004:8)


mengemukakan bahwa analisis kompetensi dapat dilakukan melalui proses:
• Analisis tugas
Dimaksudkan untuk mendeskripsikan tugas-tugas yang harus dilakukan ke dalam
indikator-indikator kompetensi.
• Pola analisis
Dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan baru yang belum ada.
• Research
Research (peneletian) dimaksudkan untuk mengembangkan sejumlah kompetensi
berdasarkan hasil-hasil penelitian dan diskusi.
• Expert judgement
Expert judgement atau pertimbangan ahli dimaksudkan untuk menganalisis kompetensi
berdasarkan pertimbangan para ahli.
• Individual group interview data
Analisis kompetensi berdasarkan wawancara, baik secara individu maupun kelompok
dimaksudkan untuk menentukan informasi tentang kegiatan, tugas-tugas , dan pekerjaan
yang diketahui oleh seseorang atau sekelompok orang dalam bentuk lisan.
• Role play
Role play dimaksudkan untuk melakukan analisis kompetensi berdasarkan pengamatan
dan penilaian terhadap sejumlah orang yang melakukan peran tertentu.
3. Menggambarkan secara spesifik kompetensi-kompetensi
Kompetensi-kompetensi yang telah ditentukan lebih diperkhusus dan dirumuskan
menjadi eksplisit dan dapat diamati. Selain itu dipertimbangkan masalah-masalah yang
menyertainya, antara lain target populasi dalam konteks pelaksanaannya, hambatan-
hambatan program, waktu pelaksanaan dan parameter sumber.

4. Menentukan tingkat-tingkat kriteria dan jenis assessment


Menentukan jenis-jenis penilaian yang akan digunakan dimaksudkan untuk mengukur
ketercapain kompetensi. Kompleksnya kompetensi yang ada menuntut guru untuk
menyediakan berbagai alternatif penilaian,
5. Pengelompokan dan penyusunan tujuan pengajaran
Landasan dalam rangka penyususnan tujuan pengajaran yaitu:
• Struktur isi yang dimuat dari pengertian-pengertian sederhana sampai dengan prinsip-
prinsip yang kompleks.
• Lokasi dan fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan bermacam-macam kegiatan.
6. Desain strategi pembelajaran
Program intruksional disusun bertalian dengan kompetensi yang telah dirumuskan dan
secara logis dikembangkan setelah kompetensi ditentukan. Modul instruksional adalah
seperangkat pengalaman dengan maksud memberikan fasilitas kepada para siswa untuk
mengembangkan kompetensi. Pada umumnya format modul terdiri dari lima bagian
utama, yaitu:
• Prospektus, memuat pernyataan yang jelas tentang rasional asumsi-asumsi pokok yang
menjadi landasan, hubungan antara modul satu dengan modul lainnya dan dengan
keseluruhan program.
• Tujuan atau seperangkat tujuan yang harus dirumuskan dengan jelas dan tidak
membingungkan.
• Pre Assessement yang meliputi assessment diagnostik terhadap sub kompetensi atau
tujuan-tujuan modul.
• Kegiatan-kegiatan yang merupakan alternatif instruksional untuk mencapai kompetensi,
alternatif yang dapat dipilih oleh siswa berdasarkan asumsi bahwa para siswa bersikap
accountable terhadap kompetensi, bukan semata-mata ikut berpartisipasi.
• Post assessment, untuk mengetahui keberhasilan modul.
7. Mengorganisasikan sistem pengelolaan
Pembelajaran berbasis kompetensi lebih mengutamakan suasana real (field setting).
Suasana belajar yang diciptakan oleh guru harus melibatkan siswa secara aktif,
mengalami, bertanya dan mempertanyakan, menjelaskan, dan sebagainya. Menghargai
usaha siswa walaupun hasilnya belum memuaskan dan menantang siswa menjadi pelajar
seumur hidup. Oleh karena itu sangat diperlukan praktek pengelolaan dan sistem
pengelolaan yang didesain secra cermat.
8. Melaksanakan percobaan program
Percobaan program bertujuan untuk mengetes efektifitas strategi instruksional, seberapa
besar diperlukan tuntutan-tuntutan program, ketepatan alat atau jenis penilaian yang
digunakan, dan efektifitas sistem pengelolaan.
9. Menilai desain pembelajaran
Pelaksanaan terhadap sebuah desain instruksional lazimnya mencakup empat spek, yaitu:
• Validasi tujuan dalam hubungan dengan peranan pendidikan yang diproyeksikan.
• Tingkat-tingkat kriteria dan bentuk-bentuk assessment.
• Sistem instruksional dalam hubungannya dengan hasil belajar.
• Pelaksanaan organisasi dan pengelolaan alm hubungan dengan hasil tujuan.
10. Memperbaiki program
Setiap program tidak akan pernah tersusun secara sempurna. Pengalaman-pengalaman
yang didapat akan selalu menjadi umpan balik untuk melakukan perbaikan.

memerhatikan keaslian ide

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Nama Sekolah : SMP Negeri 1 Klego


Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VIII/1
Standar Kompetensi : 8. Mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui kegiatan
menulis kreatif naskah drama
Kompetensi Dasar :8.1 Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memerhatikan
keaslian ide
Indikator (1) Siswa mampu menentukan ide untuk menulis naskah drama
(2) Siswa mampu mengembangkan ide menjadi naskah drama satu babak
(3) Siswa mampu menanggapi naskah drama yang sudah dibuat oleh temannya
Alokasi Waktu 40 menit (2 pertemuan) : 4 x

I. Tujuan Pembelajaran
Siswa mampu menulis naskah drama dengan memerhatikan keaslian ide.

II. Materi Pembelajaran


Penulisan naskah drama

III. Metode Pembelajaran


– Contoh
– Tanya jawab
– Diskusi kelompok
– Latihan

IV. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran


Pertemuan Pertama
A. Kegiatan Awal
• Guru bertanya jawab tentang karakteristik naskah drama kepada siswa
• Guru bertanya jawab tentang judul-judul naskah drama yang populer kepada siswa
B. Kegiatan Inti
• Siswa membaca naskah drama yang terdapat pada buku siswa
• Guru dan siswa bertanya jawab tentang bagian-bagian naskah drama
• Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok
• Masing-masing kelompok mendiskusikan ide untuk menulis naskah drama
• Masing-masing kelompok latihan menulis naskah drama berdasarkan ide yang sudah
didiskusikan sebelumnya
C. Kegiatan Akhir
• Siswa dan guru melakukan refleksi

Pertemuan Kedua
A. Kegiatan Awal
• Siswa dan guru bertanya jawab tentang kegiatan menulis naskah drama yang dilakukan
pada pertemuan sebelumnya.
• Siswa berkelompok sesuai dengan kegiatan sebelumnya
B. Kegiatan Inti
• Perwakilan dari masing-masing kelompok membacakan naskah drama yang sudah
dibuat pada pertemuan sebelumnya
• Guru dan siswa yang lain menilai kelompok yang tampil
• Secara bergantian siswa menilai temannya yang tampil dan memberikan komentar
• Siswa dan guru menentukan naskah terbaik
• Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang naskahnya menjadi naskah
terbaik
C. Kegiatan Akhir
● Siswa dan guru menyimpulkan naskah drama yang baik
● Siswa dan guru melakukan refleksi
● Siswa dan guru merancang pembelajaran berikutnya berdasarkan pengalaman
pembelajaran saat itu

V. Sumber/Bahan/Alat
▪ Contoh naskah drama
▪ Ide untuk menulis naskah drama
▪ Anipudin dkk. 2007. Cermat Berbahasa 2A. Solo: Tiga Serangkai.

VI. Penilaian
Bentuk tes: lisan dan tertulis
No Aspek penilaian Bobot Nilai
1 Menentukan ide untuk menulis naskah drama dengan memerhatikan orisinalitas ide:
a. Menarik dan kreatif (3)
b. Kurang menarik, tetapi kreatif (2)
c. Tidak menarik dan tidak kreatif (1) 5
2 Mengembangkan ide menjadi naskah drama
a. Baik (3)
b. Kurang baik (2)
c. Tidak baik (1) 5
3 Membacakan naskah drama bersama kelompok
a. Menarik (3)
b. Kurang menarik (2)
c. Tidak menarik (1)
5

Keterangan:
Skor maksimum: 3 ( 3 x 5 ) = 45
Nilai perolehan siswa = (Skor perolehan : Skor maksimum) X 100

Surakarta, 22 Mei 2009


Mengetahui, Guru mata pelajaran,
Kepala Sekolah

……………….…… Ika Rahayu Susilaningsih


NIP NIM K 1207020
Diposkan oleh IKA RAHAYU SUSILANINGSIH di 20.27 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz

RAGAM BAHASA BERDASARKAN KELAS SOSIAL

RAGAM BAHASA BERDASARKAN KELAS SOSIAL


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Semester Lima
Mata Kuliah Sosiolinguistik
Dosen Pengampu: Sri Hastuti, S.S

Oleh:
IKA RAHAYU SUSILANINGSIH
K1207020

PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
RAGAM BAHASA BERDASARKAN KELAS SOSIAL

Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mengenal adanya ragam bahasa berdasarkan kelas


sosial.Daerah-daerah yang mengenal ragam bahasa tersebut antara lain:
1. Sunda
Bahasa Sunda dituturkan oleh sekitar 27 juta orang dan merupakan bahasa dengan
penutur terbanyak kedua di Indonesia setelah Bahasa Jawa. Sesuai dengan sejarah
kebudayaannya, bahasa Sunda dituturkan di provinsi Banten khususnya di kawasan
selatan provinsi tersebut, sebagian besar wilayah Jawa Barat (kecuali kawasan pantura
yang merupakan daerah tujuan urbanisasi dimana penutur bahasa ini semakin berkurang),
dan melebar hingga batas Kali Pemali (Cipamali) di wilayah Brebes, Jawa Tengah.
Dialek (basa wewengkon) bahasa Sunda beragam, mulai dari dialek Sunda-Banten,
hingga dialek Sunda-Jawa Tengahan yang mulai tercampur bahasa Jawa. Para pakar
bahasa biasanya membedakan enam dialek yang berbeda. Dialek-dialek ini adalah:
• Dialek Barat
• Dialek Utara
• Dialek Selatan
• Dialek Tengah Timur
• Dialek Timur Laut
• Dialek Tenggara
Dialek Barat dipertuturkan di daerah Banten selatan. Dialek Utara mencakup daerah
Sunda utara termasuk kota Bogor dan beberapa bagian Pantura. Lalu dialek Selatan
adalah dialek Priangan yang mencakup kota Bandung dan sekitarnya. Sementara itu
dialek Tengah Timur adalah dialek di sekitar Majalengka. Dialek Timur Laut adalah
dialek di sekitar Kuningan, dialek ini juga dipertuturkan di beberapa bagian Brebes, Jawa
Tengah. Dan akhirnya dialek Tenggara adalah dialek sekitar Ciamis.
Bahasa Sunda terutama dipertuturkan di sebelah barat pulau Jawa, di daerah yang
dijuluki Tatar Sunda. Namun demikian, bahasa Sunda juga dipertuturkan di bagian barat
Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Brebes dan Cilacap. Banyak nama-nama tempat
di Cilacap yang masih merupakan nama Sunda dan bukan nama Jawa seperti Kecamatan
Dayeuhluhur, Cimanggu, dan sebagainya. Ironisnya, nama Cilacap banyak yang
menentang bahwa ini merupakan nama Sunda. Mereka berpendapat bahwa nama ini
merupakan nama Jawa yang "disundakan", sebab pada abad ke-19 nama ini seringkali
ditulis sebagai "Clacap".
Selain itu menurut beberapa pakar bahasa Sunda sampai sekitar abad ke-6 wilayah
penuturannya sampai di sekitar Dataran Tinggi Dieng di Jawa Tengah, berdasarkan nama
"Dieng" yang dianggap sebagai nama Sunda (asal kata dihyang yang merupakan kata
bahasa Sunda Kuna). Seiring mobilisasi warga suku Sunda, penutur bahasa ini kian
menyebar. Misalnya, di Lampung, di Jambi, Riau dan Kalimantan Selatan banyak sekali,
warga Sunda menetap di daerah baru tersebut.
Karena pengaruh budaya Jawa pada masa kekuasaan kerajaan Mataram-Islam, bahasa
Sunda - terutama di wilayah Parahyangan - mengenal undak-usuk atau tingkatan
berbahasa, mulai dari bahasa halus, bahasa loma/lancaran, hingga bahasa kasar. Namun,
di wilayah-wilayah pedesaan/pegunungan dan mayoritas daerah Banten, bahasa Sunda
loma (bagi orang-orang daerah Bandung terdengar kasar) tetap dominan. Di bawah ini
disajikan beberapa contoh.
Tempat:
Bahasa Indonesia Bahasa Sunda
(normal) Bahasa Sunda
(sopan/lemes)
di atas .. di luhur .. di luhur ..
di belakang .. di tukang .. di pengker ..
di bawah .. di handap .. di handap ..
di dalam .. di jero .. di lebet ..
di luar .. di luar .. di luar ..
di samping .. di samping .. di gigir ..
di antara ..
dan .. di antara ..
jeung .. di antawis ..
sareng ..
Waktu:
Bahasa Indonesia Bahasa Sunda
(normal) Bahasa Sunda
(sopan/lemes)
sebelum saacan sateuacan
sesudah sanggeus saparantos
ketika basa nalika
Besok Isukan Enjing
Lain Lain:
Bahasa Indonesia Bahasa Sunda
(normal) Bahasa Sunda
(sopan/lemes)
Dari Tina Tina
Ada Aya Nyondong
Tidak Embung Alim

2. Surakarta dan Yogyakarta


Dialaek sosial dalam bahasa jawa (Surakarta dan Yogyakarta) berbentuk sebagai berikut:
a. Ngoko lugu
b. Ngoko andhap
c. Madya
d. Madyantara
e. Krama
f. Krama inggil
g. Bagongan
h. Kedhaton
Kedua dialek terakhir digunakan di kalangan keluarga keraton dan sulit dipahami oleh
orang jawa kebanyakan.
Di bawah ini disajikan contoh sebuah kaliamt dalam beberapa gaya bahasa yang berbeda-
beda tadi:
• Bahasa Indonesia: “Maaf, saya mau tanya rumah kak Budi itu, di mana?”
• Ngoko kasar: “Eh, aku arep takon omahe Budi kuwi neng ndi?”
• Ngoko alus: “Aku nyuwun pirsa, daleme mas budi kuwi neng ndi?”
• Ngoko meninggikan diri sendiri: “Aku kersa ndangu, omahe mas Budi kuwi neng ndi?”
• Madya: “Nuwun sewu, kula ajeng tangklet, griyane mas Budi niku teng pundi?”
• Madya alus: “Nuwun sewu, kula ajeng tangklet , daleme mas Budi niku teng pundi?”
• Krama andhap: “Nuwun sewu, dalem badhe nyuwun pirsa, griyanipun mas Budi
menika wonten pundi?”
• Krama: “Nuwun sewu, kula badhe taken, griyanipun mas Budi punika wonten pundi?”
• Krama inggil: “nuwun sewu, kula badhe nyuwun pirsa, dalemipun mas Budi punika
wonten pundi?”
Dengan memakai kata-kata yang berbeda dalam sebuah kalimat yang secara tata bahasa
berarti sama, seseorang bisa mengungkapkan status sosialnya terhadap lawan bicaranya
dan juga terhadap yang dibicarakan. Namun juga harus diakui bahwa tidak semua
penutur bahasa jawa mengenal semuanya. Biasanya mereka hanya mengenal ngoko dan
sejenis madya.

3. Surabaya
Dialek Surabaya atau lebih sering dikenal sebagai bahasa Suroboyoan adalah sebuah
dialek bahasa Jawa yang dituturkan di Surabaya dan sekitarnya. Dialek ini berkembang
dan digunakan oleh sebagian masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Secara struktural
bahasa, bahasa Suroboyoan dapat dikatakan sebagai bahasa paling kasar. Meskipun
demikian, bahasa dengan tingkatan yang lebih halus masih dipakai oleh beberapa orang
Surabaya, sebagai bentuk penghormatan atas orang lain. Namun demikian penggunaan
bahasa Jawa halus (madya sampai krama) di kalangan orang-orang Surabaya kebanyakan
tidaklah sehalus di Jawa Tengah terutama Yogyakarta dan Surakarta dengan banyak
mencampurkan kata sehari-hari yang lebih kasar.
Batas wilayah penggunaan dialek Suroboyoan diperkirakan sampai wilayah:
• Wilayah Selatan
Perak (Kab. Jombang - bukan Tanjung Perak di Surabaya).
Wilayah Perak Utara masih menggunakan Dialek Surabaya, sementara Perak Selatan
telah menggunakan Dialek Kulonan.
• Wilayah Utara
Madura
Beberapa orang Madura dapat menggunakan Dialek ini secara aktif.
• Barat
Wilayah Gresik
• Timur
Belum diketahui secara pasti, namun di sepanjang pesisir tengah Jawa Timur (Pasuruan,
Probolinggo sampai Banyuwangi) Dialek ini juga banyak digunakan.
Akhir-akhir ini, banyak media lokal yang menggunakan dialek Surabaya sebagai bahasa
pengantar mereka.
Orang Surabaya lebih sering menggunakan partikel "rek" sebagai ciri khas mereka.
Partikel ini berasal dari kata "arek", yang dalam dialek Surabaya menggantikan kata
"bocah" (anak) dalam bahasa Jawa standar. Partikel lain adalah "seh" (e dibaca seperti e
dalam kata edan), yang dlam bahasa Indonesia setara dengan partikel "sih".
Orang Surabaya juga sering mengucapkan kata "titip" secara /tetep/, dengan diucapkan
seperti /e/ dalam kata "edan"; dan kata "tutup" secara /totop/ dengan u diucapkan
seperti /o/ dalam kata "soto". Selain itu, vokal terbuka sering dibuat hambat, seperti
misalnya: "kaya" (=seperti) lebih banyak diucapkan /k@y@?/ daripada /k@y@/, kata
"isa" (=bisa) sering diucapkan /is@?/ daripada /is@/.
Berikut ini beberapa kosa kata berdasarkan kelas sosial yang ada di Surabaya:
Bahasa Indonesia Dialek Surabaya (Ngoko) Dialek Surabaya (Krama alus) Dialek
Surabaya (Krama inggil)
Kamu Koen Peno/Sampean Panjenengan
Makan Mbadog Mangan Dhahar
Pergi Lungo Kesa Tindak
Kepala Ndas Sirah Mustaka
Diposkan oleh IKA RAHAYU SUSILANINGSIH di 20.24 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz

DESAIN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI

DESAIN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Semester Lima


Mata Kuliah Perencanaan Pengajaran Bahasa dan Sastra
Dosen Pengampu: Ratna P. M.Pd

Oleh:
IKA RAHAYU SUSILANINGSIH
K1207020

PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
Desain Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Desain pembelajaran menurut istilah dapat didefinisikan :
1. Proses untuk menentukan metode pembelajaran apa yang paling baik dilaksanakan
agar timbul perubahan pengetahuan dan keterampilan pada diri pemelajar ke arah yang
dikehendaki (Reigeluth)
2. Rencana tindakan yang terintegrasi meliputi komponen tujuan, metode dan penilaian
untuk memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan (Briggs)
3. Proses untuk merinci kondisi untuk belajar, dengan tujuan makro untuk menciptakan
strategi dan produk, dan tujuan mikro untuk menghasilkan program pelajaran atau modul
(Seels & Richey)
Komponen dasar dari desain pembelajaran adalah:
• Pebelajar ( pihak yang menjadi fokus )
Yang perlu diketahui meliputi karakteristik mereka, kemampuan awal dan pra syarat.
• Tujuan Pembelajaran (umum dan khusus )
Adalah penjabaran kompetensi yang akan dikuasai oleh pebelajar.
• Analisis Pembelajaran
Merupakan proses menganalisis topik atau materi yang akan dipelajari.
• Strategi Pembelajaran
Dapat dilakukan secara makro (dalam kurun satu tahun) atau mikro (dalam kurun satu
kegiatan belajar mengajar).
• Bahan Ajar
Adalah format materi yang akan diberikan kepada pebelajar
• Penilaian Belajar
Tentang pengukuran kemampuan atau kompetensi ang sudah dikuasai atau belum.
Pendidikan berbasis kompetensi mengacu pada upaya penyiapan individu agar mampu
melakukan perangkat kompetensi yang ditentukan. Program pendidikan berbasis
kompetensi mengandung empat unsur pokok, yakni:
1. Pemilihan kompetensi yang sesuai
2. Spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian
kompetensi
3. Pengembangan sistem pengajaran
4. Penilaian
Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk mengembangkan semua kompetensi yang
dimiliki oleh peserta didik. Oleh karena itu kegiatan pembelajaran harus:
1. Berpusat pada peserta didik
2. Mengembangkan kreativitas peserta didik
3. Menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang
4. Bermuatan nilai, etika, estetika, logika dan kinestika
5. Menyediakan pengalaman belajar yang beragam (Puskur, 2004:13)
Stanley Elam dalam Oemar Hamalik (2002:92) mengemukakan langkah-langkah
pengembangan pembelajaran sebagai berikut:
1. Spesifikasi asumsi-asumsi atau preposisi-preposisi yang mendasar
Dewasa ini banyak digunakan teori konstruktivisme yang inti ajarannya adalah
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
2. Mengidentifikasi kompetensi
Untuk dapat mengidentifikasikan kompetensi dapat digunakan beberapa model
pendekatan, antara lain:
• Pendekatan analisis tugas (task analysis)
Untuk menentukan jenis kompetensi.
• Pendekatan the needs of school learners (memusatkan perhatian pada kebutuhan-
kebutuhan siswa di sekolah)
Pendekatan ini berdasarkan asumsi bahwa terdapat hubungan yang erat antara persiapan
guru dengan apa yang diinginkan oleh siswa.
• Pendekatan berdasarkan asumsi kebutuhan masyarakat
Pendekatan ini berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan tentang masyarakat yang anyata
dan penting dapat diterjemahkan menjadi program sekolah para siswa yang pada
gilirannya dituang ke dalam program pembelajaran.

Selain ketiga pendekatan di atas, Ashan (1981:57) dalam Mulyasa (2004:8)


mengemukakan bahwa analisis kompetensi dapat dilakukan melalui proses:
• Analisis tugas
Dimaksudkan untuk mendeskripsikan tugas-tugas yang harus dilakukan ke dalam
indikator-indikator kompetensi.
• Pola analisis
Dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan baru yang belum ada.
• Research
Research (peneletian) dimaksudkan untuk mengembangkan sejumlah kompetensi
berdasarkan hasil-hasil penelitian dan diskusi.
• Expert judgement
Expert judgement atau pertimbangan ahli dimaksudkan untuk menganalisis kompetensi
berdasarkan pertimbangan para ahli.
• Individual group interview data
Analisis kompetensi berdasarkan wawancara, baik secara individu maupun kelompok
dimaksudkan untuk menentukan informasi tentang kegiatan, tugas-tugas , dan pekerjaan
yang diketahui oleh seseorang atau sekelompok orang dalam bentuk lisan.
• Role play
Role play dimaksudkan untuk melakukan analisis kompetensi berdasarkan pengamatan
dan penilaian terhadap sejumlah orang yang melakukan peran tertentu.
3. Menggambarkan secara spesifik kompetensi-kompetensi
Kompetensi-kompetensi yang telah ditentukan lebih diperkhusus dan dirumuskan
menjadi eksplisit dan dapat diamati. Selain itu dipertimbangkan masalah-masalah yang
menyertainya, antara lain target populasi dalam konteks pelaksanaannya, hambatan-
hambatan program, waktu pelaksanaan dan parameter sumber.

4. Menentukan tingkat-tingkat kriteria dan jenis assessment


Menentukan jenis-jenis penilaian yang akan digunakan dimaksudkan untuk mengukur
ketercapain kompetensi. Kompleksnya kompetensi yang ada menuntut guru untuk
menyediakan berbagai alternatif penilaian,
5. Pengelompokan dan penyusunan tujuan pengajaran
Landasan dalam rangka penyususnan tujuan pengajaran yaitu:
• Struktur isi yang dimuat dari pengertian-pengertian sederhana sampai dengan prinsip-
prinsip yang kompleks.
• Lokasi dan fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan bermacam-macam kegiatan.
6. Desain strategi pembelajaran
Program intruksional disusun bertalian dengan kompetensi yang telah dirumuskan dan
secara logis dikembangkan setelah kompetensi ditentukan. Modul instruksional adalah
seperangkat pengalaman dengan maksud memberikan fasilitas kepada para siswa untuk
mengembangkan kompetensi. Pada umumnya format modul terdiri dari lima bagian
utama, yaitu:
• Prospektus, memuat pernyataan yang jelas tentang rasional asumsi-asumsi pokok yang
menjadi landasan, hubungan antara modul satu dengan modul lainnya dan dengan
keseluruhan program.
• Tujuan atau seperangkat tujuan yang harus dirumuskan dengan jelas dan tidak
membingungkan.
• Pre Assessement yang meliputi assessment diagnostik terhadap sub kompetensi atau
tujuan-tujuan modul.
• Kegiatan-kegiatan yang merupakan alternatif instruksional untuk mencapai kompetensi,
alternatif yang dapat dipilih oleh siswa berdasarkan asumsi bahwa para siswa bersikap
accountable terhadap kompetensi, bukan semata-mata ikut berpartisipasi.
• Post assessment, untuk mengetahui keberhasilan modul.
7. Mengorganisasikan sistem pengelolaan
Pembelajaran berbasis kompetensi lebih mengutamakan suasana real (field setting).
Suasana belajar yang diciptakan oleh guru harus melibatkan siswa secara aktif,
mengalami, bertanya dan mempertanyakan, menjelaskan, dan sebagainya. Menghargai
usaha siswa walaupun hasilnya belum memuaskan dan menantang siswa menjadi pelajar
seumur hidup. Oleh karena itu sangat diperlukan praktek pengelolaan dan sistem
pengelolaan yang didesain secra cermat.
8. Melaksanakan percobaan program
Percobaan program bertujuan untuk mengetes efektifitas strategi instruksional, seberapa
besar diperlukan tuntutan-tuntutan program, ketepatan alat atau jenis penilaian yang
digunakan, dan efektifitas sistem pengelolaan.
9. Menilai desain pembelajaran
Pelaksanaan terhadap sebuah desain instruksional lazimnya mencakup empat spek, yaitu:
• Validasi tujuan dalam hubungan dengan peranan pendidikan yang diproyeksikan.
• Tingkat-tingkat kriteria dan bentuk-bentuk assessment.
• Sistem instruksional dalam hubungannya dengan hasil belajar.
• Pelaksanaan organisasi dan pengelolaan alm hubungan dengan hasil tujuan.
10. Memperbaiki program
Setiap program tidak akan pernah tersusun secara sempurna. Pengalaman-pengalaman
yang didapat akan selalu menjadi umpan balik untuk melakukan perbaikan.
Diposkan oleh IKA RAHAYU SUSILANINGSIH di 20.23 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz

SIKAP MENTAL WIRAUSAHA

SIKAP MENTAL WIRAUSAHA


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Semester Lima
Mata Kuliah Kewirausahaan
Dosen Pengampu: Laili F, S.S, M.M

Oleh:
IKA RAHAYU SUSILANINGSIH
K1207020

PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009

SIKAP MENTAL WIRAUSAHA

A. Wirausaha dan Perekonomian Indonesia


Dalam tata perekonomian di Indonesia terdapat tiga unsur penting yaitu sektor negara,
sektor swasta, dan koperasi. Sektor swasta merupakan unsur penting dalam
perekonomian di Indonesia, karena itu kewirausahaan/kewiraswastaan mempunyai
peranan penting dalam pembangunan nasonal di bidang perekonomian.

B. Kondisi Wirausaha/Wiraswasta
Setelah proklamasi kemerdekaan, kondisi sosial ekonomi di Indonesia sangatlah tidak
stabil. DR. Suparman Sumahamidjoyo menyatakan bahwa kelemahan dan keterbatasan
yang melekat pada bangsa Indonesia akibat polotik penjajahan menyangkut kelemeahan
sikap mental. Kelemahan sikap mental adalah sikap mental negatif yaitu sikap mental dan
tingkah laku yang bersumber pada sikap berpikir negatif.
Prof. Koentjoroningrat dalam Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan menyatakan
kelemahan mental bangsa Indonesia yaitu:
• Sifat mentalitet yang meremehkan waktu
• Sifat mentalitet yang suka menerobos
• Sifat tidak percaya pada diri sendiri
• Sifat tidak berdisiplin murni
• Sifat mentalitet yang suka megorbankan tanggung jawab yang kokoh
Melihat keterbatasan dan kelemahan yang ada, maka bantuan pemerintah untuk
mendorong tumbuh dan kegairahan usaha swasta kecil maupun sedang sangat diperlukan.
Namun perlu disadari bahwa kunci keberhasilan terletak pada dirinya sendiri, ialah
terletak pada sikap mental dan kepribadiannya.

C. Sikap Mental dan Kepribadian Wiraswasta adalah Modal Dasar Wirausaha


Sikap mental dan kepribadian merupakan unsur penting sebagai dasar dan titik tolak
mencapai hasil dalam perjuangan hidup. Pembinaan mental dan kepribadian ini dapat
dikatakan lebih menitikberatkan membedah pada “tenaga dalam”, seperti kejujuran,
ketekunan, keuletan, kemauan, tangggung jawab, percaya diri, rajin berdaya upaya, tidak
lekas putus asa, pemikiran diri sendiri, tidak mengharap belas kasihan, lebih banyak
berpikir dan berbuat kreatif, dan sebagainya.
Kepribadian adalah keseluruhan dari sifat-sifat jasmani, pikiran, jiwa dan watak
seseorang sehinggga membedakan seseorang dari orang lain, baik dalam individualitas
maupun budi pekertinya. Suatu kepribadian paling baik adalah milik paling penting,
merupakan suatu kekuatan yang dapat menciptakan sesuatu menakjubkan. Kepribadian
memiliki nilai paling tinggi dibanding miliknya untuk mencapai suatu keberhasilan.
Sebagaimana hasil penelitian Charles Screibe menyatakan bahwa keberhasilan kegiatan
seorang usahawan ditentukan oleh: pendidikan formal (15 %) dan nilai-nilai sikap mental
dan kepribadian seseorang (85 %). DR. Suparman Sumahamijayabmenyatakan
keberhasilan ditentukan oleh kesediaan berjerih payah(25 %), pendidikan sekolah formil
(15 %) serta pengembangan kepribadian (60%).

D. Menyikapi Hambatan
Mewujudkan suatu usaha berwiraswasta tentu saja akan menghadapi banyak hambatan
seperti adanya resiko, keterbatasan modal, hambatan mental kepribadian dan lain
sebagainya.
Adanya resiko merupakan hambatan
Resiko dapat dikatakan layaknya bagai kabut gelap. Resiko perlu didekati, dikenal dan
dimengerti agar menjadi terang untuk dapat diperhitungkan dan ditundukkan. Dengan
memperkokoh organisasi dan efisiensi, dengan mengerjakan sesuatu memecahkan
hambatan itu. Menundukkan resiko perlu kewaspadaan mental. Tanpa keberanian berbuat
untuk memecahkannya akan menelorkan keputusan yang menghasilkan kemiskinan,
lepasnya tujuan keberhasilan.

E. Proses Pembentukan Modal


Proses pembentukan modal yang pertama yaitu tekad dan kemauan untuk
mengembangkan diri. Kita menyadari pada diri kita mempunyai berbagai bentuk sumber
kekuatan sebagai kekuatan pengetahuan, sikap mental, keakhilan, keterampilan,
pengalaman, dan kemampuan membuat hubungan perkenalan. Namun itu barulah
kekuatan potensial belum kekuatan nyata, tetapi semua itu benar adalah mengandung
nilai sebagai modal karena akan membuka dan mengundang datangnya modal uang. Hal
ini akan berujud dengan dikombinasikan dengan kekuatan mental kesediaannya berupaya
dan mendirikan usaha. Orang-orang demikianlah yang dapat dipercaya dan mebawa
keberhasilan dalam mengelola suatu kegiatan usaha.
Modal
Sebagaimana Dr. Suparman Sumahamijaya mengupasnya, maka yang dimasukkan dalam
kategori adalah sebagai berikut:
1. Kemerdekaan
Karena kemerdekaan ini menyediakan kesempatan.
2. Kesempatan
Sebuah kesempatan jika digarap dengan baik akan menjadi sebuah sumber penghasilan
dengan ditopang melalui bentuk modal.
3. Diri sendiri
Di dalam diri sendiri itu terdapat instrumen berpikir, dengan sikap mental
wirausaha/wiraswasta untuk berwiraswasta.
4. Waktu
Waktu adalah modal, gunakan sebaik-baiknya untuk membangun masa depannya dengan
bekerja, belajar, menyelidiki sesuatu untuk kemudian diketahui, diterjuni dan diolah.

5. Belajar
Belajar adalah modal, belajarpun banyak caranya. Dapat dinyatakan dengan belajar
sendiri, merantau, mencari pengalaman, dan sekolah.
Modal bukanlah uang
Sikap berpikir itulah modal, modal yang dapat menggali uang. Uang adalah alat
pembantu perluasan kesempatan usaha, jadi bukan modal mendirikan usaha.

F. Kewaspadaan Mental Wiraswasta/Wirausaha


Untuk mengkap peluang dan kesempatan baik diperlukan kewaspadaan mental. Agar
kewaspadaan mental menjadi tajam dan tinggi perlu dilatih dan dikembangkan
kemampuan-kemampuan mental itu.
Kemampuan mental ialah kemampuan memakai pikiran dan perasaan ujudnya adalah:
• Penyerapan: Kemampuan berpikir dan merasakan sesuatu secara mendalam, melihat
pikiran secara batin dengna penuh perhatian.
• Penyimpanan: Kemampuan menyimpan dan menanam pikiran dan perasaan di dalam
ingatan. Ini sewaktu-waktu dapat dikeluarkan kembali.
• Pemakaian pikiran: Kemampuan mengupas, membahas, dan menilai suatu persoalan.
• Daya cipta: Kemampuan melihat di dalam pikiran, supaya bisa tahu sebelum dan
selanjutnya kemampuan melahirkan atau mewujudkan ide baru atau gagasan-gagasan
kreativitas.

G. Bekerjasama dengan Orang lain


Diri sendiri, tenaga, kekuatan, dan waktu adalah modal pokok untuk melakukan
pekerjaan dan ini adalah terbatas; kenyataan menunjukkan banyak jenis pekerjaan dan
bagian pekerjaan yang harus dikerjakan orang lain.

Agar bekerjasama menjadi kokoh kuat, memerlukan beberapa hal anatara lain:
• Toleransi
• Disiplin
• Solidaritas
• Kerukunan
• Tekad bersama untuk membangun dan mengembangkan usaha
• Dan lain sebagainya
Diposkan oleh IKA RAHAYU SUSILANINGSIH di 20.22 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz

CERPEN

SKETSA:

Kematian Rara, sang kekasih tercinta telah membuat Nino tak berdaya untuk menjalani
hari-harinya. Kini dia tak bisa lagi melihat indahnya pegunungan bersama kekasihnya itu.
Nino merasa sangat bersalah atas kematian Rara. Dia hanya bisa mengenang semua yang
telah mereka lalui bersama, semua kenangan indah itu.

CERPEN:

Rara kekasihku Tercinta

Nino Suryo Nugroho, ya itulah nama pemuda itu. Teman-temannya biasa memanggilnya
Nino. Perawakannya cukup tinggi, sekitar 170 centi meter dengan tubuh yang tidak
terlalu gemuk namun berisi. Parasnya tidak begitu tampan, kulitnya juga tidak terlalu
putih namun terlihat bersih. Pakaiannya selalu rapi, mungkin itulah yang membuat
penampilannya terlihat menarik. Dia adalah seorang mahasiswa yang cukup berprestasi
di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Berasal dari kalangan yang kurang mampu tidak
membuatnya patah semangat.
Diremehkan, hal itu sudah biasa dialami olehnya. Bahkan tidak jarang dia diolok-olok
oleh teman-temannya yang berasal dari golongan yang bisa dibilang tajir. Namun Nino
selalu optimis dan yakin bahwa dia mampu melakukan segala sesuatu yang bisa
dilakukan orang lain. Kalau orang lain saja bisa melakukannya mengapa saya tidak,
begitulah prinsip hidupnya. Hinaan demi hinaan yang dia terima justru memacunya untuk
lebih giat berusaha. Terbukti segala usaha kerasnya tidak sia-sia karena kini dia telah
menggarap skripsi untuk tugas akhirnya.
Nino dikenal sopan dan mudah bergaul. Dia juga aktif di banyak organisasi di
kampusnya. Sudah barang tentu banyak mahasiswa yang mengenal sosok pemuda yang
satu ini. Kerendahan hatinya membuatnya disenangi oleh teman-temannya.
Akhir-akhir ini Nino selalu menyendiri dan tampak tak bersemangat lagi. Kematian Rara
--sang kekasih tercinta-- telah merubahnya menjadi sosok yang pendiam dan tak lagi
bergaul dengan teman-temannya. Peristiwa naas yang merenggut belahan jiwanya itu
terjadi seminggu yang lalu. Bersama dengan teman-temannya hari minggu itu Nino
mengajak Rara mendaki gunung Sindoro. Mereka berdua memiliki hobi yang sama,
senang menikmati keindahan alam apalagi pegunungan. Dari kesenangan itu jugalah awal
mula mereka berkenalan. Perkenalan mereka bisa dibilang terjadi secara tidak disengaja.
Saat itu cuaca di gunung lawu cukup buruk disertai dengan kabut tebal. Nino dan teman-
temannya menghentian pendakian saat mereka sampai di pos tiga. Mereka memutuskan
untuk beristirahat sambil menunggu cuaca membaik.
Baru sekitar lima menit mereka beristirahat terdengar teriakan minta tolong dari
sekelompok pendaki yang sepertinya berasal dari tempat yang tidak jauh dari tempat
Nino dan teman-temannya beristirahat. Spontan Nino dan teman-temannya mencari
sumber suara tersebut. Benar saja baru berjalan sekitar seratus meter Nino dan teman-
temannya sudah menemukan asal muasal suara tersebut. “Ada apa, mengapa kalian
berteriak minta tolong?” Nino bertanya kepada kelompok pendaki yang baru saja mereka
temukan itu. Namun sebelum ada seorangpun yang menjawab pertanyaan yang
dilontarkannya, Nino telah mendapatkan jawaban dari pertanyaannta tadi. Dia melihat
ada seorang gadis yang mengalami hipotermia.
Nino segera mengeluarkan minyak tawon yang berada di saku celananya dan
mengoleskannya di bagian leher, tangan serta kaki gadis itu. Nino juga melepas jaket
parasit yang ia kenakan dan memakaikannya ke tubuh gadis malang itu. Sepuluh menit
kemudian terlihat keadaannya mulai membaik. Beruntung Nino dan teman-temannya
segera menolong gadis itu sebelum dia mengalami hipotermia akut sehingga nyawanya
masih dapat terselamatkan.
“Terima kasih banyak, kalian telah menyelamatkan nyawaku”, ucapan terima kasih itu
tak henti-hentinya keluar dari bibir gadis itu untuk Nino dan teman-temannya.. Teman-
teman Rara pun melakukan hal yang sama.”Terima ksih banyak, kalian telah
menyelamatkan teman kami”, begitu ucap mereka serempak. Mereka merasa berhutang
budi kepada Nino dan teman-temannya karena mereka telah menyelamatkan nyawa Rara.
“Sama-sama, sudah kewajiban kita untuk saling membantu sesama selagi kita mampu”,
begitu jawab Nino.
“O ya kalau boleh saya tahu, siapa nama kamu?”, Tanya Nino kepada gadis itu. Sambil
mengulurkan tangannya kepada Nino gadis itu menjawab, “Saya Rara”. “Saya Nino”,
balas Nino sambil berjabat tangan dengan Rara. Dari situlah Nino dan Rara berkenalan
dan akhirnya mereka berdua menjadi sepasang kekasih.
Rara adalah seorang gadis yang dewasa dan sederhana. Meskipun ia berasal dari keluarga
yang cukup berada, ia tidak pernah menampakkan kekayaan kedua orang tuanya itu. Dia
sama sekali tidak pernah menyentuh kehidupan malam atau yang biasa disebut dugem
itu. Kesederhanaan yang ia miliki inilah yang telah mencuri hati Nino.
Tapi siapa yang menyangka jika kebahagiaan sepasang kekasih itu kini tak lagi dapat
mereka rasakan. Kecelakaan maut hari minggu itu telah merenggut Rara dari Nino. Mobil
mereka bertabrakan dengan bus yang berasal dari arah yang berlawanan. Supir bus
mengantuk dan malangnya menghantam mobil yang dikendarai oleh Nino dan teman-
temannya. Rara dan satu orang teman Nino meninggal di tempat tanpa sempat dibawa ke
rumah sakit. Saat itu Nino tak sadarkan diri, jidadnya terluka dan mengalami pendarahan
hebat. Beruntung Nino segera dibawa ke rumah sakit sehingga nyawanya masih dapat
terselamatkan.
Sesaat setelah Nino sadarkan diri, ia langsung menanyakan di mana Rara. Keluarganya
tidak mampu berkata yang sebenarnya kepada Nino, mereka berbohong pada Nino dan
mengatakan bahwa Rara sedang dirawat di kamar lain. Keluarganya khawatir Nino tidak
sanggup menerima kenyataan pahit bahwa Rara telah meninggalkan mereka semua untuk
selamanya. Oleh karena itu mereka menunggu saat yang tepat untuk mengatakan hal
tersebut kepada Nino.
Tiga hari dirawat, keadaan Nino semakin membaik. Keinginan Nino untuk menemui
Rara pun tidak bisa dicegah lagi. Akhirnya keluarganya mengatakan hal yang sebenarnya
kepada Nino bahwa Rara telah meninggal dunia. Kabar itu tentu saja terasa bagaikan
petir di siang bolong. Nino tak kuasa mendengarnya dan akhirnya ia jatuh tersungkur ke
lantai dan tak sadarkan diri.
Hari-hari berikutnya hanya berisi penyesalan dan ketidakrelaan. Nino merasa sangat
bersalah pada dirinya sendiri. Jika saja dia tidak mengajak Rara minggu itu tentu saat ini
dia masih bisa melihat senyum ceria kekasihnya. Jika saja dia bisa menghindari bus itu
tentu saat ini dia masih bisa memeluk Rara. Jika saja, jika saja, dan jika saja, hanya itu
yang ada di benak Nino.
Manusia hanya bisa berencana, tapi Tuhanlah yang menentukan segalanya. Keinginan
Nino dan Rara untuk menikmati pemandangan gunung Sindoro hanya tinggal kenangan.
Hari-hari Nino kini hanya diisi oleh kenangan-kenangan indahnya bersama Rara, entah
sampai kapan dia akan terus murung dan menyalahkan dirinya atas kematian kekasihnya
itu.

CERPEN BERJUDUL “RARA KEKASIHKU TERCINTA”


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester Empat
Mata Kuliah Menulis Kreatif
Dosen Pengampu: Drs. Suyitno. M. Pd
Disusun Oleh:
IKA RAHAYU SUSILANINGSIH
K1207020

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
Diposkan oleh IKA RAHAYU SUSILANINGSIH di 20.21 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz

HUBUNGAN ANTARA PENGUASAAN DIKSI DAN GAYA BAHASA


DENGAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI PADA SISWA
KELAS VII SMP NEGERI 1 KLEGO

PROPOSAL
HUBUNGAN ANTARA PENGUASAAN DIKSI DAN GAYA BAHASA DENGAN
KEMAMPUAN MENULIS PUISI PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1
KLEGO
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Semester Empat
Mata Kuliah Penelitian Kuantitatif
Dosen Pengampu: Dr. Budi Setiawan

Disusun Oleh:
IKA RAHAYU SUSILANINGSIH
K1207020
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menulis adalah suatu bentuk komunikasi yang proses pemikirannya dimulai dengan
memikirkan gagasan yang akan disampaikan kepada pembaca. Menulis merupakan
kegiatan yang paling sering dilakukan siswa di sekolah karena semua pelajaran pasti
memanfaatkan kegiatan menulis sebagai sarana transfer informasi. Oleh karenanya,
menulis merupakan salah satu alat penting dalam proses belajar mengajar termasuk
dalam bidang studi Bahasa Indonesia.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Tarigan (1984: 4) yang mengemukakan bahwa peranan
menulis dalam dunia pendidikan yaitu (1) memudahkan siswa berpikir kritis; (2)
memudahkan siswa dalam merasakan dan menikmati hubungan-hubungan; (3)
memperdalam daya tangkap atau persepsi siswa; dan (4) menjelaskan pikiran-pikiran, ide
atau gagasan.
Dari pendapat Tarigan tersebut kita ketahui bahwa kemampuan menulis bagi siswa
merupakan hal yang penting, namun pengajaran menulis di sekolah sering kali tidak
seimbang dengan pengajaran berbahasa sehingga kemampuan menulis siswa tidak
maksimal. Pengajaran kemampuan berbahasa sering hanya ditekankan pada pengetahuan
kebahasaan dan kurang dilatih sehingga hasil karangan siswa kurang baik terlihat dari
banyak pilihan kata yang kurang tepat, kalimat kurang efektif, sukar mengemukakan
gagasan, karena kesulitan membuat kalimat, kurang mampu mengembangkan ide secara
teratur dan sistematis (Sabarti, 1990: 5).
Salah satu kajian menulis yang dipelajari dalam mata pelajaran bahasa Indonesia adalah
menulis puisi. Untuk dapat menulis puisi dengan baik maka diperlukan penguasaan diksi
dan gaya bahasa secara baik pula. Hal ini disebabkan karena menulis puisi berbeda
dengan keterampilan menulis yang lainnya yang tidak begitu mementingkan gaya bahasa.
Dalam menulis puisi, gaya bahasa dan pemilihan kata yang tepat justru menjadi hal yang
sangat penting.
Bertolak dari faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan menulis puisi di atas, peneliti
tertarik untuk mengkaji ada tidaknya hubungan antara penguasaan diksi dan gaya bahasa
dalam kaitannya dengan menulis puisi pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Klego.
B. Identifikasi Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah tersebut, penulis mengidentifikasikan adanya
beberapa masalah, yaitu sebagai berikut:
1. Masih terbatasnya penguasaan diksi siswa dalam menulis puisi.
2. Masih terbatasnya penguasaan gaya bahasa siswa dalam menulis puisi.
3. Banyak siswa yang kesulitan ketika ditugasi untuk menulis puisi.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang ada, agar permasalahan dapat dikaji secara mendalam,
peneliti membatasi penelitian hanya pada aspek-aspek berikut ini:
1. Hubungan antara penguasaan diksi dan kemampuan menulis puisi.
2. Hubungan antara penguasaan gaya bahasa dan kemampuan menulis puisi.
3. Hubungan antara penguasaan diksi dan gaya bahasa secara bersama-sama dengan
kemampuan menulis puisi.

D. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara penguasaan diksi dan kemampuan menulis puisi?
2. Apakah terdapat hubungan antara penguasaan gaya bahasa dan kemampuan menulis
puisi?
3. Apakah terdapat hubungan antara penguasaan diksi dan gaya bahasa secara bersama-
sama dengan kemampuan menulis puisi?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. terdapat tidaknya hubungan antara penguasaan diksi dan kemampuan menulis puisi;
2. terdapat tidaknya hubungan antara penguasaan gaya bahasa dan kemampuan menulis
puisi;
3. terdapat tidaknya hubungan secara bersama-sama antara penguasaan diksi dan gaya
bahasa dengan kemampuan menulis puisi.

F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini dapat memperkaya khasanah keilmuan dalam hubungan antara penguasaan
diksi dan gaya bahasa dengan kemampuan menulis puisi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa, untuk menambah wawasan dan pengetahuan siswa mengenai diksi, gaya
bahasa, dan menulis puisi sehingga dapat berfungsi sebagai sarana untuk pemacu dalam
memperbaiki diri.
b. Bagi Guru, untuk memperluas dan memperdalam pemahamannya sehingga dia dapat
memberikan metode pengajaran menulis puisi yang tepat dengan menggunakan hasil
penelitian ini sebagai salah satu rujukan.
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Hakikat Diksi
a. Pengertian Diksi
Diksi biasa juga disebut pilihan kata. Keraf (2000: 23) mendefinisikan pengertian pilihan
kata atau diksi ini dalam tiga pengertian, yaitu (1) pilihan kata atau diksi mencakup
pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagaasan, bagaimana
membentuk pengelompookan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-
ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam satu situasi; (2)
pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa
makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk
yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat
pendengar; (3) pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan
sejumlah besar kosa kata.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diksi diartikan pilihan kata yang tepat dan selaras
(dulu pengggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu
(seperti yang diharapkan).
Kata merupakan alat penyalur gagasan, hal ini memiliki pengertian bahwa semakin
banyak kata yang dikuasai seseorang, semakin banyak pula ide atau gagasan yang
dikuasainya dan yang sanggup diungkapkannya. Mereka yang menguasai banyak gagasan
atau dengan kata lain mereka yang luas kosa katanya dapat dengan mudah dan lancar
mengadakan komunikasi dengan orang lain baik secara lisan maupun tulis.

b. Ketepatan Pilihan Kata


Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan
gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar seperti apa yang
dipikirkan atau dirasakan penulis atau pembaca (Keraf: 2000: 87). Untuk mencapai
ketepatan pilihan kata, hal-hal yang harus diperhatikan antara lain:
1). Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi
Dari dua kata yang mempunyai makna yang mirip satu sama lain harus ditetapkan kata
mana yang akan dipergunakan untuk mencapai maksud yang diinginkan.
2). Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim
Penulis harus berhati-hati memilih kata dari sekian sinonim yang ada agar tidak timbul
interpretasi yang berlainan.
3). Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya
4). Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri
5). Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata-kata asing yang
menggunakan akhiran asing tersebut
6). Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis
7). Untuk menjamin ketepastan diksi, penulis atau pembicara harus membedakan kata
umum dan kata khusus.
Kata khusus lebih tepat menggambarkan sesuatu daripada kata umum
8). Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus
9). Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal
10). Memperhatikan kelangsungan pilihan

c. Kesesuaian Pilihan Kata


Kesesuaian pilihan kata mempersoalkan apakah pilihan kata yang digunakan tidak
merusak suasana atau menyinggung perasaan orang yang hadir. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan agar kata-kata yang digunakan tidak akan mengganggu suasana, dan
tidak akan menimbulkan ketegangan antara penulis dengan pembicara dengan para
hadirin atau para pembaca, antara lain:
1). Hindarilah sejauh mungkin bahasa atau unsur-unsur substandar dalam suatu situasi
yang formal.
Bahasa standar adalah semacam dialek kelas dan dapat dibatasi sebagai tutur dari mereka
yang mengenyam kehidupan ekonomis atau menduduki status sosial yang cukup dalam
suatu masyarakat (Keraf: 2000: 104).
2). Gunakan kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja.
Dalam situsi yang umum lebih baik dipergunakan kata-kata populer.
3). Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum
Jargon merupakan bahasa yang khusus sekali, maka tidak akan banyak artinya bila
dipakai untuk suatu sasaran yang umum. Oleh karena itu dihindari sejauh mengkin unsur
jargon dalam sebuah tulisan umum (keraf: 2000: 107).
4). Penulis atau pembicara sejauh mungkin menghindari pemakaian kata-kata asing.
5). Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan
Kata percakapan adalah kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan atau pergaulan
orang-orang yang terdidik (Keraf: 2000: 107).
6). Hindarilah ungkapan-ungkapan unsur (idiom yang mati)
Yang disebut idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah
bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan
secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yangt
membentuknya (Keraf: 2000: 109).
7). Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artifisial
Yang dimaksud bahasa artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni (Keraf:
20000:110). Bahasa yang artifisial tidak terkandung dalam kata yang digunakan, tetapi
dalam pemakaiannya untuk menyatakan suatu maksud.

2. Hakikat Gaya Bahasa


a. Pengertian Gaya Bahasa
Keraf (2000: 113) mendefinisikan pengertian gaya bahasa seagai cara mengungkapkan
pikiran melalui bahasa yang khas dengan memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis
(pemakai bahasa).
Maulana (dalam http://firman94.multiply.com) mendefinisikan gaya bahasa adalah cara
khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Kekhasan
dari gaya bahasa ini terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung
menyatakan makna yang sebenarnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia gaya bahasa diartikan (1) pemanfaatan atas
kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; (2) pemakaian ragam
tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; (3) keseluruhan ciri-ciri ahasa sekelompok
penulis sastra; (4) cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis
dan lisan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara dalam pengungkapan gagasan
pengarang yang digunakan dengan media bahasa agar menimbulkan keindahan yang akan
menunjukkan sikap dan kepribadian pengarang.

b. Ragam Gaya Bahasa


Keraf (2000:116) membagi gaya bahasa menjadi empat, yaitu (1) gaya bahasa
berdasarkan pilihan kata; (2) gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam
wacana; (3) gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat; (4) gaya bahasa berdasarkan
langsung tidaknya makna.
1). Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata
Gaya bahasa ini membahas ketepatan dan kesesuaian dalam situasi-situasi tertentu. Kata
yang paling tepat untuk posisi dalam kalimat dan tepat tidaknya pemakaian kata tersebut
dari lapisan pemakai bahasa dalam masyarakat. Gaya bahasa ini meliputi gaya bahasa
resmi, tidak resmi dan percakapan.
2). Gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana
Gaya bahsa ini didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dari rangkaian kata-kata yang
terdapat dalam sebuah wacana. Gaya bahasa ini meliputi gaya sederhana, mulia dan
bertenaga, serta menengah.
3). Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat
Struktur kalimat bersifat periodik, kendur, dan berimbang. Periodik apabila bagian yang
terpenting mendapatkan penekanan di akhir kalimat. Kendur apabila penekanan
dilakukan di awal kalimat. Berimbang apabila dua bagian kalimat atau lebih memiliki
kedudukan sederajat. Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dibagi atas klimaks,
antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi.
4). Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna
Gaya bahasa ini sering disebut “trope” yang berarti penyimpangan. Gaya berdasarkan
makna diukur dari langsung tidaknya makna yaitu acuan yang dipakai masih
mempertahankan makna denotasi atau sudah ada penyimpangan. Gaya bahasa ini dibagi
menjadi dua yaitu gaya retoris dan gaya kiasan.

3. Hakikat Menulis Puisi


a. Hakikat Menulis
Menulis merupakan salah satu aspek kemampuan berbahasa selain menyimak, berbicara,
dan membaca yang perlu dikuasai oleh siswa. Menulis merupakan kemampuan berbahasa
yang berfungsi untuk menyampaikan infiormasi secara tertulis. Dalam menulis dituntut
lebih banyak persyaratan dan dianggap lebih sulit daripada kemampuan berbahasa yang
lain, misalnya kemampuan berbicara.
Ada berbagai macam pengertian menulis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
menulis adalah (1) membuat huruf dengan pena (pensil, kapur); (2) melahirkan pikiran
atau perasaan (seperti mengarang atau membuat surat) dengan tulisan; (3) menggambar;
(4) melukis; (5) membatik. Menulis merupakan kegiatan seseorang mengungkapkan
gagasan, menyampaikannya melalui bahasa tulis.
Semi (1990:8) menyatakan menulis atau mengarang merupakan pemindahan pikiran atau
perasaan dalam bentuk lambang-lambang bahasa. Lambang-lambang bahasa ini
berbentuk tulisan yang berisi pesan atau gagasan penulis agar bisa dipahami pembaca.
Tarigan (1993: 21) menyatakan menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-
lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang,
sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau
mereka memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut.
Dari pendapat-pendapat di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa menulis
merupakan kegiatan mengungkapkan ide, gagasan, pikiran atau perasaan menggunakan
bahasa tulis.
Azzaini (dalam http://jamil.niriah.com/) mengemukakan tujuh manfaat menulis, yaitu:
1. Mengurangi stres
Menurut James W Pennebaker, Ph.D., Professor of Psychology dari University of Texas
dan penulis buku “Opening Up: The Healing Power of Expressing Emotions“, kondisi
mental orang-orang yang terbiasa mengekspresikan emosi atau unek-unek dengan
menulis, lebih stabil dibandingkan orang-orang yang tidak biasa menulis.
2. Membantu menemukan jalan hidup
Harvard Business School pernah melakukan penelitian tentang hubungan antara memiliki
cita-cita & menuangkannya dalam bentuk tulisan, dengan pencapaian cita-cita tersebut.
Hasilnya, sebagian besar responden (84%), ternyata tidak punya cita-cita. 13% punya
cita-cita tapi tidak menuliskannya. Dan hanya segelintir orang, yaitu 3%, yang punya
cita-cita dan menuliskannya.
3. Menjaga semangat dan komitmen
Setiap tulisan yang kita buat akan mengingatkan kita pada komitmen-komitmen yang
telah kita buat, dan itu adalah obat yang sangat baik untuk membangkitkan semangat
yang kerap kali pudar di tengah jalan.
4. Mencari dan memperkaya inspirasi
Menulis tentang sesuatu akan mendorong kita untuk mencari hal-hal yang akan
memperkuat materi penulisan, googling/searching akan segera menjadi kata yang akrab
bagi orang yang hobi menulis, atau minta pendapat dari orang lain yang lebih ahli.
5. Mendatangkan passive income
Tulisan yang baik sangat bisa dijadikan buku, dan diterbitkan, dan dijual. Sebut sajalah
berjudul-judul buku yang diambil dari buku harian atau kumpulan posting di blog, atau
dari kumpulan kertas tissue yang digunakan JK Rowling waktu menulis naskah cerita di
cafe-cafe. Tak heran kalau Andrea Hirata mendapat royalti lewat Rp1M dari Laskar
Pelanginya.
6. Meningkatkan kreativitas
Menulis yang rutin dan sinambung, lama-kelamaan akan mendorong kita untuk terus
menggali lebih dalam bagaimana cara menulis yang baik, penyampaian yang sistematis,
dan gaya penulisan yang menarik.
7. Menyimpan memori
Rasanya ini adalah salah satu “tujuan utama” sebagian orang menulis, baik itu buku
harian ataupun blog harian. Terlalu banyak kisah hidup dan aktivitas keseharian yang
sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja, tanpa dibungkus dalam album yang setiap
saat bisa dibuka-buka kembali.
b. Pengertian Puisi
Puisi adalah bentuk kesusastraan yang paling tua. Pengertian puisi sampai saat ini masih
sulit untuk didefinisikan. Kata ”puisi” berasal dari bahasa Yunani poiesis yang berarti
”penciptaan”. Dalam bahasa Inggris padanan kata ”puisi” adalah poetry yang erat
hubungannya dengan kata poet dan poem. Coulter dalam Tarigan (1984:4) menjelaskan
kata poet berasal dari kata Yunani yang berarti orang yang mencipta melalui
imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada
dewa-dewa.
Menurut Soedarmo dalam Pradopo (1997) puisi adalah karangan yang terikat oleh
banyak baris dalam tiap bait, banyak kata dalam tiap baris, banyak suku kata dalam tiap
baris, rima, dan irama. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, puisi adalah
ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan
bait.
Menurut Abercrombie dalam Tarigan (1984:7) puisi adalah ekspresi dari pengalaman
imajinatif, yang hanya bernilai serta berlaku dalam ucapan atau pernyataan yang bersifat
kemasyarakatan yang diutarakan dengan bahasa yang mempergunakan setiap rencana
yang matang dan bermanfaat (poetry is the ekspression of imaginative experience valued
simply as such and significant as such, in the cominicable state given by language which
employs every avaiable and appropriate device).
Pendapat lain tentang puisi dikemukakan oleh Johnson dalam Waluyo (1987:23),
menurutnya puisi adalah peluapan yang spontan dari perasaan yang penuh daya yang
berpangkal pada emosi yang berpadu kembali dalam kedamaian.
Dengan demikian, puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan
perasaan penyair yang diwujudkan dalam susunan kata-kata yang memiliki makna dan
amanat yang ingin disampaikan kepada para pembacanya.
c. Unsur-unsur Puisi
Waluyo dalam bukunya yang berjudul Teori Dan Apresiasi Puisi (1987:4) menyatakan
pada pokoknya puisi dibangun oleh dua unsur pokok, yakni struktur fisik dan struktur
batin atau struktur makna. Struktur fisik puisi disebut juga metode puisi, yakni unsur
estetik yang membangun struktur luar puisi. Unsur-unsur tersebut yaitu diksi,
pengimajinasian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), versivikasi, dan tata wajah puisi.
Unsur-unsur ini dapat ditelaah satu per satu, tetapi unsur-unsur ini merupakan satu
kesatuan yang utuh. Sedangkan struktur batin atau struktur makna mengungkapkan apa
yang hendak dikemukakan oleh penyair dengan perasaan dan suasana jiwanya.
Richard dalam Tarigan (1993:9) menyatakan bahwa suatu puisi mengandung suatu
makna keseluruhan yang merupakan perpaduan dari tema penyair (yaitu mengenai inti
pokok puisi itu), perasaan (yaitu sikap sang penyair terhadap bahan atau objeknya), nada
(yaitu sikap sang penyair terhadap pembaca atau penikmatnya), dan amanat (yaitu
maksud atau tujuan sang penyair).
Hartoko dalam Waluyo (1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi, yaitu
unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik puisi
lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi, sedangkan unsur sintaksis menunjuk pada
strukur fisik puisi.
Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa puisi terdiri dari
unsur-unsur pembentuknya. Unsur-unsur tesebut meliputi tema, nada, rasa, amanat, diksi,
imaji, bahasa figuratif, kata konkret, ritme dan rima. Unsur-unsur tersebut saling terikat
dan merupakan satu kesatuan yang utuh.

B. Kerangka Berpikir
Salah satu kemampuan berbahasa yang penting untuk dikuasai siswa adalah kemampuan
menulis. Dengan menulis, bebagai gagasan dan pengalaman siswa dapat
dikomunikasikan ke semua pihak. Gagasan yang akan dikomunikasikan dalam bentuk
puisi memerlukan banyak aspek kebahasaan, antara lain diksi dan gaya bahasa.
Dalam kegiatan menulis, diksi memiliki peranan penting. Baik tidaknya suatu tulisan saat
dipengaruhi oleh diksi yang digunakan penulisnya. Siswa yang memiliki penguasaan
diksi yang tinggi akan dapat membuat tulisan dengan baik dibandingkan siswa yang
memiliki penguasaan diksinya rendah.
Berdasarkan gambaran di atas dapat dikatakan bahwa penguasaan diksi diduga memiliki
hubungan yang positif dengan keterampilan menulis puisi.
Penguasaan gaya bahasa dalam kegiatan menulis puisi juga merupakan faktor yang
penting karena dengan menguasai gaya bahasa dengan baik siswa akan dapat
mengungkapkan ide atau gagasannya kepada orang lain dalam bentuk puisi secara baik
pula.
Berdasarkan gambaran di atas, dapat dikatakan bahwa penguasaan gaya bahasa diduga
juga memiliki hubungan yang positif dengan keterampilan menulis puisi. Penguasaan
diksi dan gaya bahasa tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan menulis puisi karena
keduanya saling melengkapi.
Berdasarkan uraian di atas dapat dapat disimpulkan bahwa penguasaan diksi dan gaya
bahasa berpengaruh terhadap keterampilan menulis puisi siswa. Hubungan itu dapat
digambarkan seperti bagan berikut:

C. Hipotesis
Berdasrkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan dapat diajukan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan positif antara penguasaan diksi dan kemampuan menulis puisi.
2. Terdapat hubungan positif antara penguasaan gaya bahasa dan kemampuan menulis
puisi.
3. Terdapat hubungan positif secara bersama-sama antara penguasaan diksi dan gaya
bahasa dengan kemampuan menulis puisi.
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Klego tahun ajaran 2009/2010. Penelitian ini
dilaksanakan mulai bulan Juni sampai bulan Agustus 2009. Adapun rincian waktu dan
kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1 Rincian waktu dan jenis kegiatan penelitian
No Rincian waktu Juni Juli Agustus
Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan judul dan pengajuan proposal x x
2 Konsultasi proposal x
3 Perizinan x
4 Pengambilan data x x x x
5 Pengolahan dan analisis data x x x x
6 Pembuatan laporan x x

B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dan jenis
penelitiannya adalah deskriptif korelasional yang berupaya untuk mengemukakan ada
tidaknya hubungan antara penguasaan diksi dan gaya bahasa sebagai variabel bebas
dengan kemampuan menulis puisi sebagai variabel terikat pada siswa kelas VII SMP
Negeri 1 Klego.

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah sisiwa kelas VII SMP Negeri 1 Klego yang terdiri
dari lima kelas.
2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel
Sampel dalam penelitian ini yaitu kelas VIIA sebanyak 40 siswa. Teknik yang digunakan
dalam mengambil sampel adalam menggunakan teknik simple random sampling yaitu
penarikan sampel secara acak.

D. Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini instrumen atau alat yang digunakan untuk memperoleh data adalah
tes.
a. Tes objektif
Tes objektif ini digunakan untuk mendapatkan data tentang penguasaan diksi dan gaya
bahasa pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Klego.
b. Tes esai
Tes esai digunakan untuk mendapatkan data tentang keterampilan menulis puisi siswa
kelas VII SMP Negeri 1 Klego .

E. Validitas Instrumen
Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur. Dalam penelitian ini untuk mengukur validitas instrumen tes penguasaan diksi,
gaya bahasa dan kemampuan menulis puisi siswa digunakan validitas internal, yakni
mengukur keabsahan atau kevalidan dari butir-butir pertanyaan yang disediakan dalam
butir pertanyaan yang secara statistik digunakan rumus korelasi Point Biserial dengan
rumus:

Keterangan:
Xi: rata-rata skor total responden yang menjawab benar butir ke-i
Xt: rata-rata skor total semua responden
St: standar deviasi skor total
pi: proporsi jawaban benar untuk butir ke-i
qi: proporsi jawaban salah untuk butir ke-i
rpbi: koefisien korelasi point biserial

F. Reabilitas Instrumen
Suatu instrumen dikatakan reliabel atau memiliki taraf keajegkan tinggi jika instrumen
tersebut dikerjakan oleh siswa yang sama dalam waktu yang berbeda hasilnya relatif
tetap. Dalam peneletian ini untuk mengukur reliabilitas tes penguasaan diksi, gaya bahasa
dan kemampuan menulis puisi siswa digunakan rumus Kuder Richardson-20 (KR-20).
Rumus ytang dimaksud adalah sebagai berikut:

Keterangan:
r: koefisien reabilitas internal seluruh item
n: jumlah butir tes yang valid
p: proporsi jawaban yang benar
q: proporsi jawabab yang salah
St: standar deviasi skor total
St2: varians skor total

G. Hipotesis Statistik
Sebelum analisis data dilakukan perlu dirumuskan hipotesis statistik penelitian ini
sebagai berikut:
1. Hipotesis Pertama
a. H��: ��y.1 = ��
b. H1 : ��y.1 > 0
2. Hipotesis Kedua
a. H0 : ��y.2 = 0
b. H1 : : ��y.2 > 0

3. Hipotesis Ketiga
a. H0 : ��y.12 = 0
b. H1: : ��y.1

H. Teknik Analisis Data


1. Menguji garis regresi
Untuk menguji persamaan garis regresi sederhana dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Persamaan y terhadap x1
Y = a + bx1
Persamaan y terhadap x2
Y = a + bx2
Sedangkan untuk menguji persamaan garis regresi ganda, adalah sebagai berikut:
Y = a + bx1 + cx2
2. Menghitung koefisien korelasi
Untuk menghitung koefisien korelasi sederhana ( Y terhadap x1 ataupun Y terhadap x2)
menggunakan rumus korelasi produk moment yang rumusnya:
rxy =
Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi antara variable x dan y
x = Skor masing-masing
y = Skor total
N = Jumlah individu dalam sampel
Untuk menguji koefisien korelasi ganda ( Y atas x1 dan x2) menggunakan rumus sebagai
berikut:

Sebelum menguji hipotesis lebih dulu dilakukan uji persyaratan analisis yang terdiri dari
uji normalitas dengan menggunakan rumus Lilifors, uji linieritas, dan keberartian data
dengan menggunakan teknik statistik anaya (anaya varians).

DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, dkk. 1990. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia.
Jakarta: Airlangga

Atar Semi. 1990. Menulis Efektif. Padang: Angkasa Raya


Firman Maulana. 2009. Gaya Bahasa (Majas). http://firman94.multiply.com. Diakses
tangggal 22 Juni 2009 Jam 09:30
Herman J. Waluyo. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret Press
Jamil Azzaini. 2009. 7 Kedahsyatan Menulis Dalam http://jamil.niriah.com/ (Diakses
Tanggal 10 Mei 2009)
Keraf, Goris. 2000. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Riduwan. 2004. Metode dan Teknik Menyusun Thesis. Bandung: Alfabeta


Rachmat Djoko Pradopo. 1997. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press
Tarigan, Henry Guntur. 1993. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa
Yuli Purwanti. 2006. Skripsi. Penggunaan Gaya Bahasa dalam Novel “Setitik Kaut
Selakksa Cinta” Dan “ Setangkai Puisi Cinta” Karya Izzatul Jannah.
Diposkan oleh IKA RAHAYU SUSILANINGSIH di 20.21 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz

MOUSE OVER PADA POWER POINT

MOUSE OVER PADA POWER POINT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Semester Lima


Mata Kuliah Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis TI

Oleh:
IKA RAHAYU SUSILANINGSIH
K1207020
PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
MOUSE OVER PADA POWER POINT

Mouse over pada powerpoint bisa kita gunakan di dalam presentasi. Kapan penggunaan
mouse over ini? mouse over bisa digunakan ketika mouse mengarah pada suatu objek
kemudian ada perubahan, misalnya perubahan warna atau apa saja yang kita inginkan.
Dalam paper ini saya memberikan contoh perubahan warna. Langkah-langkah yang harus
dilakukan yaitu:
1. Pada slide pertama, buat 2 tombol menggunakan autoshape.

2. Duplicate slide tersebut (ctrl+D), ganti warna pada tombol 1 dan 2 sesuai keinginan,
misalnya merah dan kuning.

3. Duplicate slide kedua (ctrl+D). Ganti warna tombol pada slide kedua sesuai keinginan,
misalnya hijau dan ungu.

4. Gabungkan ketiga slide tersebut. Pada slide 1, klik kanan tombol 1, kemudian klik
insert > action. Klik tab Mouse Over, pilih hyperlink to slide > pilih slide 2. Klik kanan
tombol 2, kemudian klik action setting. Klik tab Mouse Over. Pilih hyperlink to slide >
slide 3.Klik tab Mouse Over. Pilih hyperlink to : slide > pilih slide 3.

5. Pada slide 2, klik kanan regtangle, kemudian klik insert > action. Klik tab Mouse Over.
Pilih hyperlink to : slide > pilih slide 1.
6. Pada slide 3, klik kanan regtangle, kemudian klik insert > action. Klik tab Mouse Over.
Pilih hyperlink to : slide > pilih slide 1.
7. Tekan F5 untuk melihat hasilnya, kemudian arahkan mouse ke tombol-tombol tersebut.
Ketika tombol disentuh maka akan berubah warna.
Diposkan oleh IKA RAHAYU SUSILANINGSIH di 20.20 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz

PERMASALAHAN MAKNA
PERMASALAHAN MAKNA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Semester Lima
Mata Kuliah: Psikolinguistik
Dosen Pengampu : Dr. Andayani, M.Pd.

Disusun oleh:
Ika Rahayu Susilaningsih
K1207020

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
Permasalahan Makna

A. Hakikat Makna Ujaran


Berbicara tentang makna, pertama perlu diingat adanya dua bidang kajia tentang makna,
yaitu semantik dan semiotik. Kedua bidang kajian ini sama-sama meneliti atau mengkaji
tentang makna. Bedanya, kalau emantik khusus mengkaji makna bahasa sebagai alat
komunikasi verbal manusia, sedangkan semiotik mengkaji semua makna yang ada dalam
kehidupan manusia seperti makna-makna yang terkandung oleh berbgai tanda dan
lambang serta isyarat-isyarat lainnya. Kemudian, karena bahasa sebenarnya juga tidak
lain sebagai suatu sistem lambang (Chaer: 2003: 268), maka semantik bisa dikatakan juga
termasuk atau menjadi bagian dalam kajian semiotik. Dalam praktek berbahasa, ternyata
makna suatu ujaran tidak bisa dipahami hanya dari kajian emanti, tetapi juga harus
dibantu oleh kajian semiotik, seperti pemahaman mengenai gerak-gerik tubuh dan
anggota tubuh, serta mimik, dan sebagainya.
Dalam kajian semantik kalau misalnya kepada kita ditanyakan apa makna kata tirta, maka
spontan kita akan menjawab bahwa tirta dalah “air”. Jadi, kata tirta diberi makna dengan
sinonimnya, yaitu air. Kalau ditanyakan apakah makna kata avtur maka kita akan
menjawab bahwa avtur adalah “bahan bakar pesawat terbang”. Jadi, kata avtur diberi
makna dalam sebuah frase. Lalu, kalau ditanyakan apa makna kata kuda, maka mungkin
kita akan menjelaskan dalam bentuk definisi, “kuda adalah sejenis binatang berkaki
empat yang biasa dikendarai”. Maka makna kata tirta, avtur dan kuda di atas akan bisa
kita pahami kalau sebelumnya kit telah mengerti makna kata-kata tersebut. Kalau makna
kata-kata tersebut tidak kita pahami sebelumnya, maka makna kata tirta, avtur dan kuda
itu tetap tidak kita ketahui. Jadi, jelas untuk dapat memahami makna sebuah kata kita
harus memahami terlebih dahulu makna kata-kata yang dirangkai untuk menjelaskan
makna kata itu.
Makna adalah bagian yang selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian
dari makna sendiri sangatlah beragam. Mansoer Pateda (2001:79) dalam
http://susilo.adi.setyawan.student.fkip.uns.ac.id/ mengemukakan bahwa istilah makna
merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu
pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman dalam
http://susilo.adi.setyawan.student.fkip.uns.ac.id/ mengemukakan bahwa makna adalah
hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure ( dalam
Abdul Chaer, 1994:286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau
konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.
Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :
1. Maksud pembicara;
2. Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau
kelompok manusia;
3. Hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara
ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya,dan
4. Cara menggunakan lambang-lambang bahasa
Dari pengertian para ahli bahasa di atas, dapat dikatakan bahwa makna adalah suatu
bentuk kebahasaan yang harus dianalisis dalam batas-batas unsur-unsur penting situasi di
mana penutur mengujarnya. makna merupakan hubungan antara bahsa dengan bahasa
luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahsa sehingga dapat saling dimengerti.
Batasan tentang pengertian makna sangat sulit ditentukan karena setiap pemakai bahasa
memiliki kemampuan dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai sebuah ujaran
atau kata.
Aspek-aspek makna dalam semantik ada empat hal, yaitu :
1. Pengertian (sense)
Pengertian disebut juga dengan tema. Pengertian ini dapat dicapai apabila pembicara
dengan lawan bicaranya atau antara penulis dengan pembaca mempunyai kesamaan
bahasa yang digunakan atau disepakati bersama. Pengertian adalah sistem hubungan-
hubungan yang berbeda dengan kata lain di dalam kosakata.
2. Nilai rasa (feeling)
Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa berkaitan dengan sikap pembicara
terhadap hal yang dibicarakan.dengan kata lain, nilai rasa yang berkaitan dengan makna
adalah kata0kata yang berhubungan dengan perasaan, baik yang berhubungan dengan
dorongan maupun penilaian. Jadi, setiapkata mempunyai makna yang berhubungan
dengan nilai rasa dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan perasaan.
3. Nada (tone)
Aspek makna nada adalah sikap pembicara terhadap kawan bicara. Aspek nada
berhubungan pula dengan aspek makna yang bernilai rasa. Dengan kata lain, hubungan
antara pembicara dengan pendengar akan menentukan sikap yang tercermin dalam kata-
kata yang digunakan.
4. Maksud (intention)
Aspek maksud merupakan maksud senang atau tidak senang, efek usaha keras yang
dilaksanakan. Maksud yang diinginkan dapat bersifat deklarasi, imperatif, narasi,
pedagogis, persuasi, rekreasi atau politik.

B. Makna Leksikal
Istilah leksikal adalah bentuk adjektiva dari nomina leksikon, yang berasal dari leksem.
Dalam kajian morfologi leksem lazim diartikan sebagai bentuk dasar yang setelah
mengalami proses gramatikalisasi akan menjadi kata (Kidalaksana dalam Chaer: 2003:
269). Sedangkan dalam kajian semantik leksem lazim diartikan sebagai satuan bahasa
yang memiliki satu makna atau satu pengertian, seperti air dalam arti “sejenis barang cair
yang digunakan untuk pengertian sehari-hari”, pensil dalam arti ‘sejenis alat tulis, yang
terbuat dari kayu dan arang”, meja hijau dalam ari “pengadilan” adalah contoh-contoh
leksem. Dari contoh-contoh tersebut nampak bahwa leksem itu bisa berupa kata dan juga
bisa berupa gabungan kata. Namun, dalam dunia pendidikan bentuk-bentuk seperti meja
hijau dan membanting tulang lazim diartikan idiom.
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-
unsurnya, baik secara leksikal maupun gramatikal. Misalnya secara gramatikal bentuk
“menjual rumah” bermakna “yang menjual menerima uang dan yang membeli menerima
rumahnya”, tetapi dalam bahasa Indonesia bentuk “menjual gigi” tidak memiliki makna
seperti itu, melainkan bermakna “tertawa keras-keras”. Jadi, makna yang dimiliki seperti
makna gigi itulah yang disebut makna gramatikal.
Makna leksikal adalah makna yang secara inhern dimiliki oleh sebuah leksem. Makna
leksikal juga dapat diartikan sebagai makna secara lepas, di luar konteks kalimatnya.
Makna leksikal ini terutama yang berupa kata di dalam kamus biasanya didaftarkan
sebagai makna pertama kata atau entri yang terdaftar dalam kamus itu. Misalnya, “bagian
tubuh dari leher ke atas” adalah makna leksikal dari kata kepala, sedangkan makna
“ketua” atau “pemimpin” bukanlah makna leksikal, sebab untuk menyatakan makna
“ketua’ atau “pemimpin”, kata kepala itu harus bergabung dengan unsur lain, seperti
dalam frase kepala sekolah atau kepala kantor.
Tahap pertama untuk bisa meresapi makna suatu ujaran adalah memahami makna
leksikal setiap butir leksikal (kata, leksem) yang digunakan di dalam ujaran itu.
Andaikata kita dak tahu makna leksikal yang digunakan dalam sebuah ujaran kita bisa
melihatnya di dalam kamus, atau bertanya kepada orang lain yang tahu. Namun,
persoalannya tidak seederhana itu sebab ada sejumlah kasus di dalam studi semantik yang
menyangkut makna lesikal itu. Permasalahan yang menyangkut makna leksikal antara
lain:
1. Kesinoniman
Pada setiap bahasa ada sejumlah kata yang memiliki kesamaan makna. Hal ini dalam
studi semantiklazim disebut dengan istilah sinonim, sinonimi, atau kesinoniman. Dalam
bahasa Indonesia misalnya kata ayah memiliki kesamaan makna dengan kata bapak, kata
mati memiliki kesamaan makna dengan kata meninggal, wafat, dan mampus. Kasus
kesinoniman ini bisa menjadi masalah dalam meresepsi makna ujaran. Hal ini seperti
yang dikemukakan Verhaar (dalam Chaer:270) bahwa dua buah kata yang bersinonim
maknanya hanya kurang lebih sama. Untuk membuktikan hal itu dapat diambil contoh
kata ayah dan bapak seperti di bawah ini:
(a). “Bapak” mau pergi ke mana?
“Ayah” mau pergi ke mana?
(b) Selamat pagi “Bapak” Lurah?
Selamat pagi “Ayah” Lurah?
Ternyata pada kalimat kedua kata bapak tidak dapat digantikan dengan kata ayah. Hal ini
membuktikan bahwa kata bapak dan ayah yang disebut bersinonim atau memiliki
kesamaan makna ternyata tidak selalu dapat dipertukarkan.
Ketidakpersisan makna diantara kata-kata yang bersinonim adalah karena ada kaiah
umum dalam kajian semantik bahwa bila bentuk (kata, leksem) berbeda maka maknanya
pun akan berbeda, meskipun perbedaannya hanya seikit (Chaer:2003:271).
Ketidakpersisan ini yang menyebabkan dua buah kata yang bersinonim tidak dapat
dipertukarkan, bisa disebabkan oleh:
(1). Faktor areal
Faktor areal adalah faktor dimana kata itu biasa digunakan. Misalnya kaya saya dan kata
beta adalah dua buah kata yang bersinonim. Namun, kalau kata saya bisa digunakan di
daerah mana saja di seluruh Indonesia, tetapi kata beta hanya cocok digunakan di wilayah
atau dalam konteks Indonesia bagian timur. Contoh lain kata pepaya dan kates adalah dua
buah kata yang bersinonim. Hanya saja kalau kata pepaya dapat dignakan di wilayah
mana saja, sedangkan kates hanya cocok untuk konteks atau wilayah Jawa.
(2). Faktor sosial
Faktor sosial adalah faktor tingkat kedudukan sosial di antara dua partisipan yang
menggunakan kata-kata yang bersinonim itu. Umpamanya kata saya dan aku adalah dua
buah kata yang bersinonim. Namun, kalau kata saya dapat diginakan oleh siapa saja
terhadap siapa saja, sedangkan kata aku hanya dapat digunakan terhadap lawan bicara
yang lebih muda atau kedudukan sosialnya lebih rendah. Dalam hal ini munculnya kata
pirsawan atau pemirsa adalah karena faktor sosial ini.
(3). Faktor temporal
Faktor temporal adalah faktor waktu penggunaan kata-kata itu. Misalnya kata hilubalang
dan kata komando adalah dua buah kata yang bersinonim. Namun, keduanya tidak bisa
dpertukarkan begitu saja, sebab kata hulubalang hanya cocok digunakan untuk konteks
arkais atau klasik, sedangkan kata komando untuk masa sekarang.
(4). Faktr bidang kegiatan
Faktor bidang kegitan adalah faktor dalam bidang kegiatan apa kata-kata itu bisa
digunakan. Misalnya kata matahari dan surya adalah dua buah kata yang bersinonim.
Hanya saja kata matahari dapat digunakan dalam bidang apa saja, sedangkan kata surya
hanya bisa digunakan dalam bbidang sastra.
(5).Faktor fitur semantik
Faktor fitur semantik adalah faktor ciri-ciri semantik yang dimiliki secara inhern oleh
kata-kata itu sehingga membedakan kata-kata itu satu dari yang lainnya, meskipun kata-
kata itu bersinonim. Misalnua kata meihat, melirik, mengintip,menonton, dan melotot
adalah lima buah kata yang bersinonim. Kalau kata melihat bisa digunakan untuk
mengganti keempat kata lainnya, maka keempat kata lainnya tidak dapat digunakan untuk
mengganti kata melihat. Kata melirik digunakan untuk menyatakan melihat dengan sudut
mata”, kata mengintip digunakan untuk menyatakan “melihat dari celah-celah sempit”,
kata menonton digunakan untuk menyatakan “melihat untuk hiburan”, dan kata melotot
digunakan untuk menyatakan “melihat dengan mata lebar-lebar”. Jadi, kata melihat
bersifat umum, sedangkan keempat kata lainnya lebih bersifat spesifik.
2. Keantoniman
Kentoniman lazim diartikan sebagai keadaan dua butir leksikal (kata atau leksem) yang
maknanya bertentangan, berkebalikan, atau berkontras. Verhaar (dalam Chaer : 273)
mengemukakan bahwa dua buah kata yang berantonim memiliki makna yang dianggap
kebalikan yang satu dari yang lain, maka persoalan keantoniman menjadi cukup sukar
bagi penutur dalam melahirkan ujaran. Ada beberapa tipe keantoniman, antara lain:
a. Keantoniman mutlak
Yakni keantoniman natara dua buah kata atau leksem yang maknanya saling
meniadakan.Misalnya kata hidup dan manti, sesuatu yang masih hidup tentu belum mati,
dan sesuatu yang sudah mati tentu tidak bisa hidup lagi. Keantoniman mutlak ini memang
tidak banyak contohnya, karena dalam kehidupan kita kemutlakan jarang ada. Yang
lazim dan banyak adalah kerelatifan.
b. Keantoniman Relatif
Yakni keantoniman antara dua dua buah kata atau leksem yang pertentangan maknanya
bersifat relative, tidak mutlak. Misalnya kata baik dan buruk. Sesuatu yang disebut baik
belum tentu buruk, dan sesuatu yang disebut buruk belum tentu baik. Kerelatifan baik
dan buruk bisa ditandai dengan keterangan “sangat”, “lebih”, atau “kurang”.
c. Keantoniman Relasional
Yakni keantoniman antara dua buah kata atau leksem yang maknanya saling melengkapi,
dalam arti adanya sesuatu karena adanya yang lain. Misalnya antara kata suami dan kata
isteri. Dalam kasus ini adanya suami karena adanya istri dan adanya istri karena adanya
suami.
Dalam keantoniman relasional, relasional ini tidak tersirat adanya makna pertentangan,
kebalikan, atau kontras. Yang tampak adalah cirri keberpasangan di antara kedua kata
keantoniman relasional itu.
d. Keantoniman hierarkial
Yaitu keantoniman antara dua buah kata atau leksem yang maknanya menyatakan jenjang
urutan dari ukuran, nilai, timbangan, atau kepangkatan. Misalnya keantoniman antara
tamtama dan bintara,prajurit dengan opsir, dll. Kata-kata yang berantonim hierarkial ini
juga tidak menunjukkan adaya pertentangan, atau kebalikan. Yang atmpak adalah urutan
jenjang ukuran atau nilai.
e. Keantoniman Ganda
Yaitu keantoniman sebuah kata dengan pasangan yang lebih dari satu. Misalnya kata
diam, bisa berantonim dengan kata bergerak, bicara, dan bekerja.
3. Kehomoniman
Kehomoniman lazim diartikan sebagai keadaan adanya dua buah kata atau lebih yang ciri
fisiknya persis sama namun memiliki makna yang berbeda karena masing-masing
merpakan identitas kata yang berlawanan. Misalnya kata pacar dalam arti “kekasih” dan
dalam arti “pemerah kuku”.
Kasus kehomoniman ini dapat menimbulkan kesalahan reseptif pada pihak pendengar
jika penutur tidak menyampaikan ujaran secara lengkap. Misalnya:
(a). Mana hak saya?
(b). Saya minta kopinya saja.
Kata hak bisa ditafsirkan “bagian bawah sepatu” dan bisa juga ditafsirkan “bagian atau
sesuatu yang harus diterima”. Sedangkan kata kopi bisa diartikan “minuman kopi” dan
bisa juga “salinan surat yang difotokopi”.
Berdasarkan contoh di atas, maka sudah seharusnya seoranng penutur harus berhati-hati
dalam menggunakan kata yang berhati-hati dalam menggunakan kata yang berhomonim
ini di dalam ujarannya. Ujaran yang baik adalah ujaran yang tidak menimbulkan makna
ganda.
Dalam bahasa tulis ada istilah homograf yang digunakan untuk menyebutkan adanya
bentuk-bentuk kata yang tulisannya sama persis, tetapi lafalnya berbeda dan maknanya
tentu juga berbeda karena merupakan dua buah kata yang berbeda. Misalnya kata dalam
arti “bagian di depan pintu rumah” dan dilafalkan (teras) dan kata dalam arti “inti kayu”
yang dilafalkan sebagai (teras). Contoh lain kata dalam arti “sejenis makanan terbuat dari
kacang kedelai” dan dilafalkan (tahu) dan kata alam arti “mengerti” dan dilafalkan (tau).
Istilah homografi sering didikotomikan dengan homofoni yakni untuk menyebut adanya
dua buah kata atau lebih yang lafalnya sama tetapi artinya berbeda. Misalnya:
• Guci itu adalah peninggalan masa kutai. (masa = waktu)
• Kasus tabrakan yang menghebohkan itu dimuat di media massa.(massa = masyarakat
umum)
4. Kehiponiman dan Kehiperniman
Kehiponiman lazim diartikan sebagai keadaan sebuah kata yang maknanya tercakup atau
berada di bawah kata yang lain. Misalnya kata merpati yang maknanya tercakup di dalam
makna kata burung. Merpati memang burung tetapi burung bukan hanya merpati; bisa
juga tekukur, gelatik, garuda, murai,dll.
Kalau hubungan natara merpati dan burung disebut hiponim, maka kebalikannya
hubungan antara burung dan merpati disebut hipernim. Lalu, relasi sesame antara
merpati, tekukur, garuda, dan murai disebut kohiponim dari kata burung.
Kasus kehiponiman dan kehiperniman mengandaikan adanya kelas bawahan dan kelas
atasan, adanya kata yang maknanya berada di bawah makna kata lainnya. Karena itu, ada
kemungkinan sebuah kata yang merupakan hipernimi terhadap sejumlah kata lain, akan
menjadi hiponim terhadap kata lain yang secara hierarkial berada di atasnya. Sebagai
contoh kata burung yang merupakan hipernim terhadap kata merpati, tekukur, kutilang,
dan sebagainya, akan menjadi hiponim terhadap kata unggas. Lalu kata unggas yang
merupakan hipernim terhadap kata burung, itik, dan angsa akan menjadi hiponim
terhadap kata binatang.
Konsep hiponim dan hipernim perlu dipahami untuk dapat membuat kategori spesifik
atau dalam membuat klasifikasi dari suatu konsep yang bersifat umum. Hanya perlu
disadari konsep generik dan spesifik butir-butir leksikal dari bahasa adalah tidak sama
karena masalah semantik bahasa ini sangat berkaitan erat dengan masalah budaya
(Larson dalam Chaer: 2003: 277).

C. Makna Gramatikal
Makna gramatikal yakni makna yang muncul sebagai hasil suatu proses gramatikal.
Proses gramatikal dalam bahasa Indonesia antara lain afiksasi, reduplikasi, komposisi,
pemfrasean, dan pengkalimatan. Makna-makna gramatikal yang dihasilkan oleh proses
gramatikal tersebut berkaitan erat dengan fitur makna.
1. Fitur Makna
Makna setiap butir leksikal dapat dianalisis atas fitur-fitur makna yang membentuk
makna keseluruhan leksikal itu seutuhnya. Misalnya kata bahasa Inggris boy, man, girl,
dan woman, jika dianalisis fitur-fitur semantiknya akan tampak seperti pada bagan
berikut ini:

Fitur Makna Boy Man Girl Woman


1. Manusia + + + +
2. Dewasa - + - +
3. Laki-laki + + - -

Dari bagan tampak bahwa kata boy memiliki fitur makna [+manusia], [-dewasa],
sedangkan man memiliki fitur semantik [+manusia], [+dewasa], [+laki-laki]. Jadi yang
membedakan boy dan man bahwa boy berfitur [-dewasa[, sedangkan man berfitur
[+dewasa]. Perbedaan boy dan girl terletak pada fitur [+laki-laki] dan [-laki-laki].
Dalam bahasa Inggris, disamping boy dan girl ada kata son dan daughter dan dalam
bahasa Indonesia hanya ada kata anak. Kalau kita bandingkan kata boy, girl, son,
daughter, dan anak tampak fitur-fitur maknanya:
Fitur Makna Boy Girl Son Daughter Anak
1. Manusia + + + + +
2. Dewasa - - - - +
+++
3. Laki-laki + - + _ +

Dari bagan tersebut kita bisa melihat bahwa bahasa Inggris memiliki empat butir leksikal
yang berkenaan dengan anak, dengan fitur-fitur maknanya yang lebih spesifik.
Sedangkan bahasa Indonesia hanya memiliki satu butir leksikal yaitu anak dengan itur
semantik yang masih umum. Oleh karena itu, untuk menampung konsep boy dalam
bahasa Indonesia harus ditambah fitur (=laki-laki) menjadi anak laki-laki, dan untuk
menampung konsep girl kita harus menambah (-laki-laki) ) (=perempuan) sehingga
menjadi anak perempuan.
2. Makna Gramatikal Afiksasi
Afiksasi adalah pembubuhan afiks pada bentuk dasar. Kita banyak menemui kesalahan
penggunaan afiks-afika dalam tulisan, baik bagi mereka yang hanya berpendidikan
menengah maupun mereka yang berpendidikan tinggi. Dalam praktek berbahasa orang
lebih umum menggynakan konstruksi, seperti naik sepeda daripada bersepeda, begitu
juga konstruksi minum kopi daripada mengopi. Hal ini tentunya ada kaitan dengan
masalah bahasa Indonesia secara psikologis bukan bahasa pertama bagi sebagian besar
orang Indonesia. Bahasa ibu mereka adalah bahasa daerah mereka masing-masing.
Kalau sebuah bentuk dasar memiliki fitur makna yang ’’menonjol’’ lebih dari satu, maka
makna gramatikal yang munculpun bisa lebih dari satu. Umpamanya kata patung
memiliki fitur makna yang menonjol (a) {+hasil (pekerjaan)} dan (b) {+sifat diam (tak
berbicara, tak bergerak)}, maka bila dibubuhi prefiks me- menjadi kata mematung akan
memunculkan makna gramatikal (a) ’membuat patung’ (b) ’diam seperti patung’. Padahal
kata menyambal hanya bermakna gramatikal ’membuat sambal’ dan kata membatu hanya
bermakna gramatikal ’(keras) seperti batu’. Hal ini terjadi karena kata sambal hanya
memiliki satu fitur makna yang menonjol yaitu {(+hasil) pekerjaan} dan kata batu hanya
memiliki satu fitur makna yang menonjol yaitu {(+keras) seperti batu}.
Untuk mengetahui makna gramatikal makna yang diacu oleh kata mematung tampaknya
tidak hanya pada tingkat morfologi, melainkan kita harus melihat pada tingkatan
gramatikal yang lebih tinggi, yaitu tingkatan sintaksis. Contoh:
a). Usaha mematung hanya dilakukan penduduk desa itu.
b). Dia duduk saja mematung dalam seminar itu.
Kalimat pertama memberikan makna gramatikal ’membuat patung’, sedangkan kalimat
kedua memberikan makna gramatikal ’diam seperti patung’.
3. Makna Gramatikal Reduplikasi
Reduplikasi juga merupakan satu proses gramatikal dalam pembentukan kata. Secara
umum, makna gramatikal yang dimunculkannya adalah menyatakan ’pluralis’ atau
’intensitas’. Contohnya rumah direduplikasikan menjadi rumah-rumah yang bermakna
gramatikal ’banyak rumah’.
Konsep bahwa reduplikasi memberikan makna ’pluralis’ atau ’intensitas’ secara
psikologis telah tertanam pada nurani kebanyakan orang Indonesia, sehingga sering kali
terjadi kesalahan dalam penggunaannya. Contoh : Para bapak-bapak diharap menunggu
dengan tenang. Penggunaan reduplikasi di sini salah karena kata para sudah berarti
jamak.
4. Makna Gramatikal Komposisi
Permasalahan makna dari segi komposisi ini biasanya muncul karena sebuah ujaran yang
rancu maknanya. Misalnya lukisan yusuf. Ujaran tersebut memiliki tiga nmakna, yaitu (a)
lukisan karya Yusuf, (b) luki san wajah yusuf, (c) lukisan wajah yusuf. Ketiga makna ini
bisa terjadi karena kata yusuf memiliki fitur makna (+manusia), (+pemilik), (+pembuat),
dan (+objek).
5. Kepolisemian
Polisemi adalah satu buah kata/ ujaran yang memiliki makna lebih dari satu
(http://studycycle.blogspot.com). Setiap satu entri kata dalam kamus yang memiliki
makna leksikal lebih dari satu adalah polisemi.
Contoh polisemi dalam kamus: kata “ekor” dalam KBBI online

ekor n 1 bagian tubuh binatang dsb yg paling belakang, baik berupa sambungan dr tulang
punggung maupun sbg lekatan; 2 kata penggolong untuk binatang 3 sesuatu yg rupanya
(keadaannya) spt ekor 4 bagian yg di belakang sekali (tt pesawat, pasukan, dsb) 5 akibat
dr kejadian atau keadaan sebelumnya 6 ki orang yg harus ditanggung (diurus, dibiayai,
dsb); tanggungan

Konteks wacana sangat diperlukan untuk mengetahui makna kata yang mana yang
dimaksudkan oleh penulis.
Contoh:
• Ayah membeli ayam jantan seharga Rp 100.000 per ekor. (Kata “ekor” dalam kalimat
tersebut berarti kata penggolong untuk binatang).
• Ibu memotong ekor ayam itu untuk menandai ayam miliknya. (Kata “ekor” dalam
kalimat tersebut di atas berarti bagian tubuh binatang dan sebagainya yang paling
belakang, baik berupa sambungan dari tulang punggung maupun sebagai lekatan).

D. Makna Kontekstual
Memahami makna leksikal dan gramatikal saja belum cukup untuk dapat memahami
makna suatu ujaran, sebab untuk dapat memahami makna suatu ujaran harus pula
diketahui konteks dari terjadinya ujaran itu, atau tempat terjadinya ujaran itu. Konteks
ujaran berupa:
1. Konteks Intra Kalimat
Sudah menjadi asumsi umum bahwa makna sebuah kata tergantung pada kedudukannya
di dalam kalimat, baik menurut letak posisiya di dalam kalimat maupun menurut kata lain
yang berada di depan maupun belakang kata tersebut. Contoh:
a). Sungai itu dalam sekali.
b). Dalam sungai itu 20 meter.
Makna kata dalam pada kedua kalimat tersebut tentunya berbeda.
2. Konteks Antarkalimat
Banyak ujaran dalam bentuk kalimat yang baru bias dipahami maknanya berdasarkan
hubungannya dengan makna-makna kalimat sebelum atau sesudahnya. Contoh:
a). Meskipun persiapan itu telah dilakukan dengan seksama, tetapi operasi itu batal
dilaksanakan. Menurut keterangan tim medis hal itu terjadi karena tiba-tiba pasien
mengalami komplikasi.
b). Meskipun persiapan itu telah dilakukan dengan seksama, tetapi operasi itu batal
dilaksanakan. Hal itu karena rencana itu telah bocor, sehingga tak sebuah becakpun yang
keluar.
Kata operasi pada paragraf pertama bermakna ‘pembedahan’, sedangkan pada paragraf
kedua bermakna ‘penertiban’. Kedua makan kata operasi itu bias dipahami karena
kalimat yang mengikutinya.
3. Konteks Situasi
Yang dimaksud konteks situasi adalah kapan, di mana, dan dalam suasana apa ujaran itu
diucapkan. Contohnya kalimat ‘Tiga kali empat berapa?’. Bila diucapkan oleh seorang
guru SD maka jawabannya adalah dua belas, tetapi bila kalimat tersebut diucapkan oleh
seseorang yang ditujukan kepada tukang afdruk foto maka jawabannya bisa saja ‘seribu’
atau ‘seribu lima ratus’.
Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa makna bahasa seperti yang diresepsi
pendengar bukanlah semata-mata masalah intralingual belaka seperti yang disebutkan
Verhaar, melainkan juga masalah ekstralingual.
E. Makna Referensial
Sebuah kata disebut memiliki makna referensial kalau ada referensinya atau acuannya.
Kata-kata seperti “kuda” disebut memiliki makna referensial kalau ada acuannya atau
referensinya. Kata-kata seperti “kuda”, “merah”, dan “gambar” adalah termasuk kata-kata
yang memiliki makna referensial. Kata-kata seperti “dan”, “atau”, “karena” tidak
bermakna referensial karena kata-kata itu tidak mempunyai referens.
Berkenaan dengan acuan ini, ada sejumlah kata yang disebut kata-kata deiktik yang
acuannya tidak menetap pada satu wujud, melainkan dapat berpindah dari wujud yang
satu ke wujud yang lain. Kata-kata yang deiktik ini adalah kata-kata seperti pronomina,
seperti “dia”, “saya”, “kamu”, “kata-kata yang menyatakan ruang”, ‘kata-kata yang
menyatakan waktu”, ‘kata-kata yang disebut kata petunjuk”. Contoh pronomina kata saya
yang acuannya tidak sama:
• “Tadi pagi saya bertemu Pak Ahmad”, kata Ani kepada Ali.
• “Saya juga bertemu beliau tadi pagi”, sahut Ali.
• “Di mana kalian bertemu?”, tannya Amir. “Saya sudah lama tidak berjumpa dengan
beliau”.
Pada kalimat pertama kata saya mengacu pada Ani, kalimat kedua pada Ali, dan kalimat
terakhir pada Amir.
F. Ujaran Taksa
Ujaran taksa adalah ujaran yang maknanya bisa ditafsirkan bermacam-macam. Penyebab
ujaran taksa antara lain:
1. Kekurangan Konteks
Kekurangan konteks merupakan penyebab utama terjadinya ujaran taksa. Contoh:
a). Minggu lalu saya bertemu paus.
b).Minggu lalu ketika saya ke pantai saya bertemu paus.
Pada kalimat pertama, makna kata paus masih rancu, bisa saja bermakna ‘ikan paus’ dan
bias juga bermakna ‘nama pemimpin agama katolik’. Karena adanya penambahan
konteks tempat (ketika saya ke pantai), maka makna kata paus menjadi jelas, yakni ‘ikan
paus’.
Selain dengan konteks kalimat, konteks situasi jiga dapat menghilangkan ketaksaan.
Misalnya jika kalimat “minggu lalu saya bertemu paus” diucapkan ketika seseorang
berada di halaman Vatikan atau di kota Roma, akan menjadi jelas bahwa yang ditemui
adalah Paus pemimpin teringgi agama Katolik. Jika kalimat tersebut diucapkan oleh
seseorang dalam suatu pelayaran di tengah samudera, juga akan menjadikan jelas bahwa
yang ditemui adalah paus, sejenis ikan besar.
2. Ketidakcermatan Struktur Gramatikal
Ketidakcermatan struktur gramatikal meliputi struktur frase, klausa, kalimat, dan wacana.
Ketaksaan di sini selain karena ketidakcermatan struktur gramatikal, bisa juga terjadi
pada konstruksi yang struktur gramatikalnya berterima tetapi berbagai kendali semantik
telah menimbulkan ketaksaan pada konstruksi itu.
a). Struktur frase
Contoh: lukisan yusuf.
Mess dalam pembicaraannya mengenai aneksi mengatakan konstruksi di atas dapat
bermakna (a) lukisan itu milik Yusuf, (b) lukisan itu karya Yusuf, (c) Lukisan itu
menampilkan wajah Yusuf. Namun, Mess tidak menjelaskan mengapa konstruksi di atas
bisa memiliki tiga buah kemungkinan makna. Dia hanya mengatakan karena konstruksi
di atas bukan sebuah kata majemuk, melainkan sebuah aneksi.
Kalau konstruksi di atas kita analisis menurut teori komponen makna dari Nida atau
Larson, kiranya penyebab ketaksaan konsytruksi di atas dapat dijelaskan. Ketaksaan
tersebut bersumber pada fitur-fitur makna yang secara inhern dimiliki oleh fitur Yusuf
tersebut. Leksem Yusuf sebagai unsur kedua dalam frase lukisan Yusuf memiliki fitur
makna (+manusia), yang berpotensi juga untuk memiliki fitur makna (+pemilik). Karena
itu, jadilah konstruksi itu memiliki makna gramatikal “milik”. Leksem Yusuf juga
berpotensi memiliki fitur semantik (+pelaku). Karena itulah, konstruksi lukisan Yusuf
memiliki makna gramatikal “luisan karya Yusuf”. Kita bandingkan dengan konstruksi
seperti lukisan Afandi, puisi rendra, dan novel Mira W, yanng juga bermakna gramatikal
“hasil, karya” karena nama Afandi dikenal sebagai pelaku pembuat lukisan, nama Mira
W sebagai penulis nivel, dan Rendra sebagai penulis puisi.Selain itu, leksem Yusuf juga
berpotensi memiliki fitur (+objek) atau (+sasaran). Karena itulah konstruksi lukisan
Yusuf juga memiliki makna gramatikal “objek lukisan”. Kita bandingkan dengan
konstruksi seperti lukisan banteng, pembangunan jalan, dan penulisan novel yang juga
bermakna gramatikal “objek pembuatan”.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa penyebab ketaksaan pad konstruksi di atas adalah fitur
makna yang dimiliki secara inhern oleh leksem Yusuf.
b). Struktur kalimat
Contoh: Guru baru datang.
Kalimat tersebut menjadi taksa karena dapat ditafsirkan menjadi ’guru yang baru
diangkat itu datang’ dan dapat pula diartikan ’guru itu terlambat datang (baru
datang)’.Penyebabnya karena kata baru dapat ditafsirkan sebagai bagian dari frase
nominal guru baru dan juga dapat ditafsirkan sebagai bagian dari frase verbal baru dating.
Untuk menghilangkan ketaksaan konstruksi tersebut adalah dengan memberi penanda
batas antar fungsi subjek dan fungsi predikat. Misalnya dengan menempatkan kata itu
pada bagian akhir subjeknya.
c). Struktur wacana
Contoh: Ali dan Ahmad bersahabat karib. Dia sangat mencintai istrinya.
Wacana sederhana tersebut menjadi taksa karena dapat ditafsirkan bermakna ‘Ali sangat
mencintai istrinya’ dan dapat pula bermakna ‘Ahmad sangat mencintai istri Ali’.
Penyebabnya adalah karena penggunaan pronomina persona dia dan nya yang tidak
cermat, yang bias mengacu secara anaforis pada Ali dan juga pada Ahmad. Lebih baik
tetap menggunakan kata Ali atau Ahmad.
3. Kekurangan Tanda Baca
Kekurangan tanda baca dapat menyebabkan ketaksaan. Ketaksaan karena tanda baca ini
tentu saja hanya terjadi pada ragam nahasa tulis karena bahasa tulis tidak memiliki
intonasi.
Contoh: Buku sejarah baru.
Konstruksi tersebut menjadi taksa karena dapat ditafsirkan bermakna ‘buku itu mengenai
sejarah baru’ dan dapat pula bermakna ‘buku baru itu mengenai sejarah’. Menurut
pedoman EYD ketaksaan pada konstruksi tersebut akan hilang jika antara satuan-satuan
leksikal yang secara semantik berdekatan diberi tanda hubung (-).Untuk menyatakan
‘buku itu mengenai sejarah baru’ maka ditulis: Buku sejarah-baru. Sedangkan untuk
menyatakan ‘buku baru itu mengenai sejarah’, maka ditulis: Buku-sejarah baru.
Dengan disisipkannya tanda hubung antara kata sejarah dan kata baru, maka urutan
sejarah-baru itu menjadi sebuah satuan semantik. Sebaliknya, dengan disisipkannya tanda
hubung antara kata buku dan kata sejarah maka urutan buku-sejarah itu menjadi sebuah
satuan semantik.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Chaer. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Aspek Makna dalam Semantik dan Keterkaitannya dengan Jenis-jenis Makna.
http://susilo.adi.setyawan.student.fkip.uns.ac.id/ (Diakses Tanggal 25 Desember 2009)
Polisemi. http://studycycle.blogspot.com. (Diakses Tanggal 25 Desember 2009)
Diposkan oleh IKA RAHAYU SUSILANINGSIH di 20.18 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz

RANCANGAN INSTRUMEN MOTIVASI BELAJAR

RANCANGAN INSTRUMEN
MOTIVASI BELAJAR
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester Lima
Mata Kuliah: Pengembangan Instrumen Penelitian
Dosen Pengampu : Dr. Budhi Setiawan, M.Pd.

Disusun oleh:
Ika Rahayu Susilaningsih
K1207020

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010

A. Kajian Teori
Motivasi merupakan hal yang cukup penting dalam menentukan keberhasilan seseorang.
Huitt, W. (2001) dalam http://sunartombs.wordpress.com// mengatakan motivasi adalah
suatu kondisi atau status internal (kadang-kadang diartikan sebagai kebutuhan, keinginan,
atau hasrat) yang mengarahkan perilaku seseorang untuk aktif bertindak dalam rangka
mencapai suatu tujuan. Jadi ada tiga kata kunci tentang pengertian motivasi menurut
Huitt, yaitu: 1) kondisi atau status internal itu mengaktifkan dan memberi arah pada
perilaku seseorang; 2) keinginan yang memberi tenaga dan mengarahkan perilaku
seseorang untuk mencapai suatu tujuan; 3) Tingkat kebutuhan dan keinginan akan
berpengaruh terhadap intensitas perilaku seseorang.
Sejalan dengan pendapat Huit, Crow dalam Riani (2005:42) menyatakan bahwa motivasi
adalah suatu keadaan yang menyebabkan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan
atau aktivitas untuk mencapai tujuan. Tevan dan Smith dalam Riani (2005:42) juga
berpendapat mengenai motivasi, menurut mereka motivasi adalah konstruksi yang
mengaktifkan perilaku, sedangkan komponen yang lebih spesifik dari motivasi yang
berhubungan dengan tipe perilaku tertentu disebut motif.
Motivasi yang lebih lengkap menurut Sudarwan Danim (2004 : 2) dalam
http://sunartombs.wordpress.com// diartikan sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan,
semangat, tekanan, atau mekanisme psikologis yang mendorong seseorang atau
sekelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang
dikehendakinya. Motivasi paling tidak memuat tiga unsur esensial, yakni : (1) faktor
pendorong atau pembangkit motif, baik internal maupun eksternal, (2) tujuan yang ingin
dicapai, (3) strategi yang diperlukan oleh individu atau kelompok untuk mencapai tujuan
tersebut.
Motivasi adalah sesuatu yang menggerakkan dan mengarahkan tujuan seseorang dalam
tindakan-tindakannya secara negatif atau positif. Motivasi merupakan sejumlah proses-
proses psikologikal yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya
persistensi kegiatan- kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu, baik
yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu yang menyebabkan timbulnya
sikap antusiasme dan persistensi.
Motivasi yang ada pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara yang satu
dengan yang lain. Untuk itu, diperlukan pengetahuan mengenai pengertian dan hakikat
motivasi, serta kemampuan teknik menciptakan situasi sehingga menimbulkan
motivasi/dorongan bagi mereka untuk berbuat atau berperilaku sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh individu lain/ organisasi.
Belajar merupakan proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi terhadap
semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan kepada suatu tujuan,
proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat, mengamati, memahami
sesuatu yang ingin dipelajari (Gino, dkk: 1998: 31).
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah
kesanggupan untuk melakukan kegiatan belajar karena didorong oleh keinginannya untuk
memenuhi kebutuhan dari dalam dirinya ataupun yang datang dari luar. Kegiatan itu
dilakukan dengan kesungguhan hati dan terus menerus dalam rangka mencapai tujuan.
Pentingnya motivasi dalam proses pembelajaran perlu dipahami oleh pendidik agar dapat
melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan
sebagai dorongan, baik diakibatkan faktor dari dalam maupun luar siswa, untuk mencapai
tujuan tertentu guna memenuhi / memuaskan suatu kebutuhan. Dalam konteks
pembelajaran maka kebutuhan tersebut berhubungan dengan kebutuhan untuk pelajaran.
Motivasi belajar siswa dapat dianalogikan sebagai bahan bakar untuk menggerakkan
mesin motivasi belajar yang memadai yang akan mendorong siswa berperilaku aktif
untuk berprestasi dalam kelas.
Fungsi motivasi dalam pembelajaran diantaranya :
1. Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan, tanpa motivasi tidak akan timbul
suatu perbuatan misalnya belajar.
2. Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
3. Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang.
Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.
Motivasi belajar tidak akan terbentuk apabila orang tersebut tidak mempunyai keinginan,
cita-cita, atau menyadari manfaat belajar bagi dirinya. Oleh karena itu, dibutuhkan
pengkondisian tertentu, agar diri kita atau siapa pun juga yang menginginkan semangat
untuk belajar dapat termotivasi (http://www.anneahira.com/motivasi/index.htm).

B. Definisi Konseptual
Motivasi belajar adalah kesanggupan untuk melakukan kegiatan belajar karena didorong
oleh keinginannya untuk memenuhi kebutuhan dari dalam dirinya ataupun yang datang
dari luar. Kegiatan itu dilakukan dengan kesungguhan hati dan terus menerus dalam
rangka mencapai tujuan.

C. Definisi Operasional
Motivasi belajar adalah kesanggupan untuk melakukan kegiatan belajar karena didorong
oleh keinginannya untuk memenuhi kebutuhan dari dalam dirinya ataupun yang datang
dari luar. Kegiatan itu dilakukan dengan kesungguhan hati dan terus menerus dalam
rangka mencapai tujuan. Motivasi belajar dapat diukur melalui perhatian siswa, relevansi,
percaya diri, dan kepuasan.
D. Dimensi dan Indikator
Berdasarkan kajian teori, dimensi konseptual, dan dimensi operasional di atas, maka
dimensi dan indikator-indikator yang merujuk pada motivasi belajar siswa dalam
instrumen ini adalah sebagai berikut:
1. Perhatian (attention)
2. Relevansi (relevanse)
3. Percaya diri (confidence)
4. Kepuasan (satisfaction)

E. Jenis Instrumen
Instrumen yang digunakan untuk mengukur motivasi siswa yaitu angket atau kuisioner.
Yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui.

F. Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Menulis Argumentasi


Variabel Indikator Kode Pernyataan Jumlah
Positif Negatif + - ∑
Motivasi Belajar 1. Perhatian (attention)
A1 9, 11,
17, 20, 23,
24, 28 2, 8, 12, 15, 22,
29 7 6 13
2. Relevansi (relevanse)
A2 4, 6, 18,
30 16, 26, 31, 33 4 4 8
3. Percaya diri (confidence)
A3 1, 13, 25,
35 3, 7, 19 4 3 7
4. Kepuasan (satisfaction)
A4 5, 10, 27, 32 14,21, 34 4 3 7
Jumlah Pernyataan 19 16 35

G. Instrumen Angket Motivasi Berprestasi


Petunjuk Umum Mengerjakan¬
1. Kuisioner ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar motivasi belajar anda.
2. Pada kuisioner ini terdapat 35 pertanyaan. Berilah jawaban yang benar-benar sesuai
dengan pilihan anda.
3. Bertanyalah kepada pengawas, apabila menemui kesulitan dalam memahami soal.
4. Jika Anda telah selesai mengerjakan, serahkan lembar soal dan lembar jawaban pada
pengawas.
5. Waktu yang disediakan bagi Anda untuk mengerjakan kuisioner ini adalah 60 menit.
Selamat Mengerjakan......

1). Pertama kali saya melihat pembelajaran ini,saya percaya bahwa pembelajaran ini
mudah bagi saya.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
2). Pada awal pembelajaran, ada sesuatu yang tidak menarik bagi saya.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
3). Materi pembelajaran ini lebih sulit dipahami daripada yang saya harapkan.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
4). Setelah membaca informasi pendahuluan, saya yakin bahwa saya mengetahui apa
yang harus saya pelajari dari pembelajaran ini.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
5). Menyelesaikan tugas-tugas dalam pembelajaran ini membuat saya merasa puas
terhadap hasil yang telah saya capai.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
6). Jelas bagi saya bagaimana hubungan materi pembelajaran ini dengan apa yang telah
saya ketahui.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
7). Banyak halaman-halaman yang mengandung amat banyak informasi sehingga sukar
bagi saya untuk mengambil ide-ide penting dan mengingatnya.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
8). Materi pembelajaran ini sangat membosankan.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
9). Terdapat cerita, gambar atau contoh yang menunjukkan kepada saya bagaimana
manfaat materi pembelajaran ini bagi beberapa orang.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
10). Menyelesaikan pembelajaran dengan berhasil sangat penting bagi saya.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
11). Kualitas tulisannya membuat saya sangat menarik.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
12). Pembelajaran ini sangat abstrak sehingga sulit bagi saya untuk tetap
mempertahankan perhatian saya.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju

13). Selagi saya bekerja pada pembelajaran ini, saya percaya bahwa saya dapat
mempelajari isinya.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
14). Saya tidak menyukai pembelajaran ini sehingga saya tidak ingin mengetahui lebih
lanjut pokok bahasan ini.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
15). Halaman-halaman pembelajaran ini kering dan tidak menarik.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
16). Isi pembelajaran ini tidak sesuai dengan minat saya.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
17). Cara penyusunan informasi pada halaman-halaman membuat saya tetap
mempertahankannya.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju

18). Terdapat penjelasan dan contoh-contoh bagaimana manusia menggunakan


pengetahuan dalam pembelajaran ini.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
19). Tugas-tugas latihan pada pembelajaran ini terlalu sulit.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
20). Pada pembelajaran ini ada hal-hal yang merangsang rasa ingin tahu saya.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
21). Saya benar-benar tidak senang mempelajari pembelajaran ini.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
22). Jumlah pengulangan pada pembelajaran ini kadang-kadang membosankan saya.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
23). Isi dan gaya tulis pada pembelajaran ini memberi kesan bahwa isinya bermanfaat
untuk diketahui.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
24). Saya telah mempelajari sesuatu yang sangat menarik dan tak terduga sebelumnya.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
25). Setelah mempelajari pembelajaran ini beberapa saat, saya percaya bahwa saya akan
berhasil dalam tes.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
26). Pembelajaran ini tidak relevan dengan kebutuhan saya sebab sebagian besar isinya
tidak saya ketahui.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
27). Kalimat umpan balik setelah latihan, atau komentarkomentar lain pada pembelajaran
ini, membuat saya merasa mendapat penghargaan bagi upaya saya.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
28). Keanekaragaman pada bacaan, tugas, ilustrasi dan lainlainnya memukau perhatian
saya pada pembelajaran ini.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
29. Gaya tulisannya membosankan.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
30). Saya dapat menghubungkan isi pembelajaran ini dengan halhal yang telah saya lihat,
saya lakukan, atau saya pikirkan di dalam kehidupan sehari-hari.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
31). Pada setiap halaman terdapat banyak kata yang sangat mengganggu.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
32). Saya merasa bahagia menyelesaikan dengan berhasil pembelajaran ini.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
33). Isi pembelajaran ini tidak bermanfaat bagi saya.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
34). Sedikitpun saya tidak memahami materi pembelajaran ini.
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
35). Organisasi yang baik isi materi pembelajaran ini membuat saya percaya diri
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju bahwa saya akan dapat mempelajarinya.

H. Kalibrasi Instrumen
1. Validitas
Uji validitas yang digunakan untuk mengukur instrumen ini yaitu dengan rumus sebagai
berikut:

2. Reabilitas
Uji reliabilitas yang digunakan untuk mengukur kereliabelan instrumen ini yaitu dengan
menggunakan ά Cronbach, dengan rumus sebagai berikut:

I. Simpulan
Motivasi belajar adalah kesanggupan untuk melakukan kegiatan belajar karena didorong
oleh keinginannya untuk memenuhi kebutuhan dari dalam dirinya ataupun yang datang
dari luar. Kegiatan itu dilakukan dengan kesungguhan hati dan terus menerus dalam
rangka mencapai tujuan. Keberhasilan seorang siswa dalam belajar juga ditentukan oleh
adanya motivasi dari dalam diri siswa tersebut.
Daftar Pustaka

Djaali, Puji Mulyono. 2008. Pengukuran dalam Pendidikan. Jakarta: Grasindo

Gino,dkk. 1997. Belajar dan Pembelajaran 1. Surakarta: UNS Press

Asri Laksmi Riani. 2005. Dasar-dasar Kewirausahaan. Surakarta: UNS Press

Motivasi Belajar. http://www.anneahira.com/motivasi/index.htm. (Diakses Tanggal 25


Desember 2009)

Motivasi Belajar. http://sunartombs.wordpress.com/2008/09/23/motivasi-belajar/.


(Diakses Tanggal 25 Desember 2009)

You might also like