You are on page 1of 22

1.

DESKRIPSI ACARA

Praktikum Pengetahuan Bahan ini dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2010 pada pukul
15.00 di Laboratorium Pengetahuan Bahan, dengan asisten dosen Jurita Permatasari dan
Silviana. Praktikum yang dilakukan adalah mengenai susu. Praktikum diawali dengan
kuis yang diberikan asisten dosen untuk para praktikan. Setelah itu, cara kerja dijelaskan
oleh asisten dosen. Kemudian, praktikan melakukan uji sensori dan fisik serta uji kimia
terhadap susu. Pada uji sensori dan fisik, bahan yang digunakan adalah susu sapi segar.
Uji kimia yang dilakukan adalah uji pH, uji asiditas, uji mikroskopik, dan membedakan
susu skim dan susu krim. Pada uji pH, susu yang digunakan adalah susu segar.
Sedangkan untuk uji asiditas digunakan susu sapi segar, untuk kelompok 1, 4, dan 7;
susu bubuk, untuk kelompok 2 dan 5; serta susu fermentasi, untuk kelompok 3 dan 6.
Selama praktikum berlangsung, ada beberapa praktikan yang mengikuti kuis lisan dari
asisten dosen berdasarkan undian yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah semua uji
dilakukan dan hasilnya dicatat, praktikan membersihkan dan membereskan peralatan
yang digunakan. Kemudian, praktikan dan asisten dosen meninggalkan ruangan.

1
2. TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui sifat – sifat susu baik dari segi
sensori, kimia, mapun mikrobiologi; mengetahui mutu susu yang baik dari sifat – sifat
dan ciri – cirinya; membandingkan susu segar, susu bubuk, dan susu fermentasi;
mengenal struktur susu secara mikroskopik; dan mengetahui perbedaan susu skim dan
susu krim.

2
3. MATERI METODE

3.1. Materi
3.1.1. Alat
Alat – alat yang digunakan di dalam praktikum ini adalah gelas, gelas ukur, panci,
kompor, termometer, viskotester, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pH meter, kamera,
labu Erlenmeyer, buret, statif, timbangan analitik, pipet tetes, gelas objek, mikroskop,
tabung centrifuge dan centrifuge.
3.1.2. Bahan
Bahan – bahan yang digunakan di dalam praktikum ini antara kain susu sapi segar, susu
bubuk instan, susu fermentasi, susu skim, susu krim asam cuka, larutan fenolftalein 1%
dalam alkohol, NaOH 01 N dan methylen blue.

3.2. Metode
3.2.1. Uji Sensori dan Fisik
Pertama – tama, 2 buah gelas disiapkan dan diisi masing – masing 50 ml susu segar.
Kemudian, suhu bahan pada gelas pertama diukur dengan termometer. Selanjutnya,
bahan pada gelas kedua dituangkan ke dalam panci. Bahan tersebut dipanaskan di atas
kompor hingga mendidih. Saat petama kali mendidih, suhunya diukur. Setelah itu,
bahan dipindahkan lagi pada gelas kedua. Warna dan aroma pada bahan pada kedua
gelas tersebut diamati. Selanjutnya, dilakukan uji fisik. Viskotester disiapkan dan
dipasang. Lalu, bahan ditempatkan ke dalam wadah. Suhunya diukur terlebih dulu dan
kemudian viskositasnya diukur dan dicatat besarnya. Hal ini dilakukan terhadap masing
– masing bahan hasil uji sensori. Uji sensori dan fisik dilakukan dalam 2 kali
perulangan.

3.2.2. Uji Kimia


3.2.2.1. Uji pH
Pertama – tama 20 ml susu sapi segar dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu diukur
pHnya. Kemudian ditambahkan 0,1 ml asam cuka dan diukur kembali pHnya.
Perubahan yang terjadi diamati.
3.2.2.2. Uji Asiditas

3
4

Pertama – tama buret diisi dengan NaOH 0,1 N. Kemudian 18 gram bahan dalam
erlenmeyer disiapkan. Lalu 10 tetes fenolftalein 1% dalam alkohol ditambahkan sebagai
indikator. Selanjutnya bahan dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna
merah muda yang stabil. Selanjutnya pemakaian titer dicatat dan asiditas susu dihitung
sebagai persen asam laktat. Lakukan untuk masing – masing bahan.
% asam laktat dapat dihitung menggunakan rumus :
NaOH  N  90
% asam laktat =  100%
g _ contoh  1000

N : Normalitas NaOH yang digunakan sebagai titer.

3.2.3. Uji Mikroskopik


Pertama – tama, susu sapi segar diteteskan di atas gelas objek cekung. Kemudian 1 tetes
methylen blue ditambahkan. Selanjutnya, preparat diamati dibawah mikroskop.
Hasilnya dicatat di dalam laporan sementara.

3.2.4. Membedakan Susu Skim dan Susu Krim


Pertama – tama, tabung centrifuge kosong ditimbang dengan timbangan analitik,
massanya dianggap sebagai A. Kemudian, masing – masing larutan bahan dimasukkan
ke dalam tabung centrifuge. Tabung centrifuge tersebut ditimbang lagi dengan
timbangan analitik, massanya dianggap sebagai B. Selanjutnya, kedua larutan bahan,
yaitu susu skim dan susus krim, disentrifugasi. Supernatan yang dihasilkan dibuang
sedangkan tebung centrifuge beserta endapannya ditimbang, massanya dianggap
sebagai C. Massa endapan, dianggap sebagai D, dapat dihitung dengan rumus: D= C -A.
4. HASIL PENGAMATAN

Berikut ini adalah hasil pengamatan uji sensori dan uji fisik.

Tabel 1. Uji Sensori dan fisik

Perlakuan Warna Aroma Viskositas(mPa)


Susu sapi(24,80C)
Ulangan 1 Putih kekuningan Susu sapi normal 2,000
Ulangan 2 Putih kekuningan Susu sapi normal 2,500
Susu sapi(770C)
Ulangan 1 Putih kekuningan Susu sapi kuat 2,200
Ulangan 2 Putih kekuningan Susu sapi kuat 2,300

Pada tabel 1. dilakukan uji sensori dan fisik, dapat dilihat bahwa susu sapi pada suhu
24,80C berwarna putih kekuningan dan beraroma seperti susu sapi pada umumnya
dengan rata-rata viskositas yang didapatkan dari ulangan 1 dan ulangan 2 sebesar 2,225
mPa lalu dipanaskan pada suhu 770C warna yang dapat dilihat sama seperti susu pada
suhu 24,80C, belum mengalami perubahan yaitu berwarna putih kekuningan. Namun
aroma susu sapi yang dipanaskan pada suhu 77 0C ini beraroma kuat. Rata-rata
viskositas susu sapi pada suhu 770C sama seperti susu sapi pada suhu 24,8 0C yaitu
sebesar 2,225 mPa.

3.2 Uji Kimia

Berikut ini adalah hasil pengamatan pengujian pH.

Tabel 2. Uji pH

Bahan pH1 pH2 Gambar Keterangan


Susu 6,07 6,05 Warna putih
segar kekuningan
Tidak ada gumpalan

Susu 5,14 4,99 Warna kekuningan


segar + sekali
0,1 ml Ada gumpalan
asam cuka
Pada tabel kedua, dapat diketahui bahwa susu sapi segar memiliki pH 1 sebesar 6,07
dan pH 2 6,05 dengan warna putih kekuningan dan tidak ada gumpalan..Sedangkan

5
6

untuk susu sapi yang ditambahkan 0,1 ml asam cuka, pH 1-nya sebesar 5,14 dan pH 2-
nya 4,99 dengan warna putih kekuningan dan tidak ada gumpalan

Berikut ini adalah hasil pengamatan pengujian asiditas.

Tabel 3. Uji Asiditas

Kel Bahan Gram bahan ml NaOH % asam laktat


1 Susu sapi 18 gram 7,3 0,365 %
2 Susu bubuk 18 gram 7,1 0,355 %
3 Susu fermentasi 18 gram 14,6 0,730 %
4 Susu sapi 18 gram 7,3 0,365 %
5 Susu bubuk 18 gram 7,9 0,395 %
6 Susu fermentasi 18 gram 6,2 0,310 %
7 Susu sapi 18 gram 8,0 0,400 %

Dari hasil pengamatan di atas, dapat diketahui bahwa kelompok 1 yang menggunakan
susu sapi, diperlukan NaOH sebanyak 7,3 ml, sehingga asam laktatnya adalah 0,365%.
Untuk kelompok 2 yang menggunakan susu bubuk, diperlukan NaOH 7,1 ml, sehingga
asam laktatnya adalah 3,55%. Untuk kelompok 3 yang menggunakan susu fermentasi,,
diperlukan NaOH 14,6 ml, sehingga asam laktatnya adalah 0,730%. Untuk kelompok 4
yang menggunakan susu sapi, diperlukan NaOH 7,3 ml, sehingga asam laktatnya adalah
0,365%. Untuk kelompok 5 yang menggunakan susu bubuk, diperlukan NaOH 7,9 ml,
sehingga asam laktatnya adalah 0,395%. Untuk kelompok 6 yang menggunakan susu
fermentasi, diperlukan NaOH 6,2 ml, sehingga asam laktatnya adalah 0,310%. Untuk
kelompok 7 yang menggunakan susu sapi, diperlukan NaOH 8,0 ml, sehingga asam
laktatnya adalah 0,400%

Semakin banyak volume NaOH yang digunakan maka persentase asam laktat yang
didapatkan akan semakin besar. Begitu juga sebaliknya, semakin sedikit volume NaOH
yang digunakan akan menghasilkan persentase asam laktat yang kecil.
7

Berikut ini adalah hasil pengamatan uji mikroskopik.

Tabel 4. Uji Mikroskopik

Gambar dan perbesaran Keterangan


1. globula
2. kasein
Perbesaran 40 x 10

Pada tabel 4. dilakukan uji mikroskopik di mana pada uji ini menggunakan bantuan
mikroskop dengan perbesaran 40 X 10. Dapat dilihat bagian-bagian pada susu sapi
segar yaitu globula dan kasein. Pada globula yang dilihat di mikroskop memiliki bentuk
bulatan yang lebih besar dibanding kasein. Kasein yang terlihat di mikroskop memiliki
bulatan yang kecil-kecil dan menyebar ke seluruh permukaan.

Berikut ini adalah hasil pengamatan untuk membedakan susu skim dan susu krim.

Tabel 5. Membedakan Susu Skim dan Susu Krim

Kel Bahan A (g) B(g) C (g) D(g)


1 Susu skim 12,65 19,60 13,24 0,59
Susu krim 12,65 19,99 13,02 0,37
2 Susu skim 12,52 19,60 13,70 1,18
Susu krim 12,52 19,99 13,33 0,81
3 Susu skim 12,46 19,59 13,16 0,70
Susu krim 12,46 18,81 12,83 0,37
4 Susu skim 12,57 19,59 13,25 0,68
Susu krim 12,57 18,81 13,02 0,45
5 Susu skim 12,52 17,93 13,00 0,48
Susu krim 12,52 18,56 12,81 0,29
6 Susu skim 12,48 17,93 12,90 0,42
Susu krim 12,48 18,56 13,02 0,54
7 Susu skim 12,64 19,92 13,14 0,50
Susu krim 12,64 19,25 13,08 0,44

Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui, bahwa hasil kelompok 1 untuk susu skim,
massa A-nya adalah 12,65 gram, massa B-nya adalah 19,60 gram, massa C-nya adalah
13, 24 gram, dan massa D-nya adalah 0,59 gram; sedangkan untuk susu krim, massa A-
8

nya adalah 12,65 gram, massa B-nya adalah 19,99 gram, massa C-nya adalah 13,02
gram, dan massa D-nya adalah 0,37 gram. Hasil kelompok 2 untuk susu skim, massa A-
nya adalah 12,52 gram, massa B-nya adalah 19,60 gram, massa C-nya adalah 13,70
gram, dan massa D-nya adalah 1,18 gram; sedangkan untuk susu krim, massa A-nya
adalah 12,52 gram, massa B-nya adalah 19,99 gram, massa C-nya adalah 13,33 gram,
dan massa D-nya adalah 0,81 gram. Hasil kelompok 3 untuk susu skim, massa A-nya
adalah 12,46 gram, massa B-nya adalah 19,59 gram, massa C-nya adalah 13,16 gram,
dan massa D-nya adalah 0,7 gram; sedangkan untuk susu krim, massa A-nya adalah
12,46 gram, massa B-nya adalah 18,81 gram, massa C-nya adalah 12,83 gram, dan
massa D-nya adalah 0,37 gram. Hasil kelompok 4 untuk susu skim, massa A-nya adalah
12,57 gram, massa B-nya adalah 19,59 gram, massa C-nya adalah 13,25 gram, dan
massa D-nya adalah 0,68 gram; sedangkan untuk susu krim, massa A-nya adalah 12,57
gram, massa B-nya adalah 18,81 gram, massa C-nya adalah 13,02 gram, dan massa D-
nya adalah 0,45 gram. Hasil kelompok 5 untuk susu skim, massa A-nya adalah 12,52
gram, massa B-nya adalah 17,93 gram, massa C-nya adalah 13,00 gram, dan massa D-
nya adalah 0,48 gram; sedangkan untuk susu krim, massa A-nya adalah 12,52 gram,
massa B-nya adalah 18,56 gram, massa C-nya adalah 12,81 gram, dan massa D-nya
adalah 0,29 gram. Hasil kelompok 6 untuk susu skim, massa A-nya adalah 12,48 gram,
massa B-nya adalah 17,93 gram, massa C-nya adalah 12,90 gram, dan massa D-nya
adalah 0,42 gram; sedangkan untuk susu krim, massa A-nya adalah 12,48 gram, massa
B-nya adalah 18,56 gram, massa C-nya adalah 13,02 gram, dan massa D-nya adalah
0,54 gram. Hasil kelompok 7 untuk susu skim, massa A-nya adalah 12,64 gram, massa
B-nya adalah 19,92 gram, massa C-nya adalah 13,14 gram, dan massa D-nya adalah
0,50 gram; sedangkan untuk susu krim, massa A-nya adalah 12,64 gram, massa B-nya
adalah 19,25 gram, massa C-nya adalah 13,08 gram, dan massa D-nya adalah 0,44
gram.
5. PEMBAHASAN

Susu adalah produk hasil sekresi dari kelenjar sapi yang menyusui anaknya, yang
didapat dengan cara pemerahan. Dipandang dari segi gizinya, susu merupakan makanan
yang hampir sempurna dan merupakan makanan alamiah dari bayi hewan menyusui di
mana susu merupakan satu-satunya bahan makanan pemberi kehidupan setelah lahir.
Komposisi susu amat unik karena berbeda dengan komposisi dari ditemukan pada darah
yang merupakan asal susu. Misalnya lemak susu, kasein, laktosa. Komposisi susu
bervariasi tergantung dari beberapa faktor antara lain jenis ternak, saat/waktu
dilakukannya pemerahan, urutan pemerahan, musim, umur sapi, pakan, dan
ada/tidaknya penyakit pada hewan tersebut. Secara umum komposisi susu sapi yaitu :
kadar lemak 3,9%, protein 3,4%, abu 0,72%, dan kadar air 87,10%. Bersama bahan-
bahan tersebut terlarut pula asam sitrat, enzim-enzim, fosfolipid, vitamin A,B, dan C
(Arpah, 1993). Susu sapi merupakan bahan pangan hasil laktasi yang telah bebas dari
kolustrum, diperah dari sapi yang sehat dan setidaknya mengandung 8,25% padatan
bukan lemak (solid non fat) dan 3,25% lemak susu (fat) (Widodo, 2003).

Dalam praktikum ini dilakukan uji sensori fisik, uji kimia, uji asiditas, dan uji untuk
membedakan susu skim dan susu krim. Uji yang dilakukan pertama kali adalah uji
sensori dan fisik yang meliputi pengamatan terhadap suhu, aroma, warna dan viskositas
susu sapi segar maupun susu sapi yang direbus. Pertama – tama, 2 buah gelas diisi
masing – masing 50 ml susu segar. Kemudian, suhu bahan pada gelas pertama diukur
dengan termometer. Selanjutnya, bahan pada gelas kedua dituangkan ke dalam panci.
Bahan tersebut dipanaskan di atas kompor hingga mendidih. Saat petama kali mendidih,
suhunya diukur. Setelah itu, bahan dipindahkan lagi pada gelas kedua. Warna dan
aroma pada bahan pada kedua gelas tersebut diamati. Selanjutnya, dilakukan uji fisik.
Viskotester disiapkan dan dipasang. Lalu, bahan ditempatkan ke dalam wadah. Suhunya
diukur terlebih dulu dan kemudian viskositasnya diukur dan dicatat besarnya. Hal ini
dilakukan terhadap masing – masing bahan hasil uji sensori. Uji sensori dan fisik
dilakukan dalam 2 kali perulangan.

Melalui hasil yang diperoleh diketahui bahwa, warna susu pada suhu 24,8 oC, baik pada
perulangan 1 maupun perulangan 2 adalah putih kekuningan. Warna susu pada suhu

9
10

77oC, baik pada perulangan 1 maupun perulangan 2 juga putih kekuningan. Hal ini
sesuai dengan Saleh (2004) dimana warna air susu berkisar dari putih kebiruan hingga
kuning keemasan. Warna putih dari susu merupakan hasil dispersi dari refleksi cahaya
oleh globula lemak dan partikel koloidal dari casein dan calsium phosphat. Warna
kuning adalah karena lemak dan caroten yang dapat larut.

Selain menganati warnanya, diamati pula aromanya. Dari hasil pengamatan yang
diperoleh, dapat diketahui bahwa aroma susu sapi yang sudah dipanaskan lebih kuat
daripaa susu sapi yang tidak dipanaskan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widodo
(2003), dimana pemanasan pada suhu tinggi dapat menimbulkan flavor yang matang.
Dan menurut Aspiyanto, dkk (2007), flavor masak timbul karena adanya senyawa
sulfidrin pada temperatur tinggi dan terjadinya proses karamelisasi terutama yang
disebabkan oleh laktosa sehingga mengubah stabilitas kasein dan bisa menyebabkan
pengendapan kasein.

Kemudian, dilakukan pula uji untuk mengetahui viskositas susu. Pertama – tama
viskotester disiapkan dan dipasang. Lalu bahan ditempatkan bahan ke dalam gelas.
Selanjutnya suhunya diukur terlebih dahulu lalu diukur viskositasnya dan dicatat
besarnya. Uji fisik ini dilakukan terhadap masing – masing bahan hasil uji sensoris.
Viskositas juga dapat didefinisikan sebagai kerja gesekan internal pada sebuah fluida.,
atau juga sebagai ketahanan suatu fluida untuk mengalir (Lewis, 1987). Untuk
mengukur viskositas dapat menggunakan sebuah alat yang dinamakan viscometer,
sedangkan alat untuk penera viskositas sering disebut sebagai viskotester. Alat ini terdiri
dari 3 rotor yakni Concentratic Cylinder (3-150 dPaS), Cone and Plate (100-4000
dPaS) dan Single Spindle (0,3-13 dPaS). Cara kerja dari alat ini adalah dengan cara
memutar silinder pada kecepatan tetap karena vikositasnya, maka cairan yang akan
diperiksa viskositasnya meneruskan putaran pada silinder dalam dan ditopang oleh
kawat torsi, maka akan diteruskan kepada penunjuk oleh jarum (Frederick, 1996).

Viskositas yang dihasilkan untuk susu sapi suhu 24,8oC, pada perulangan 1
viskositasnya 2 dPa, dan pada perulangan 2 viskositasnya 2,5, sehingga rata – rata
viskostas yang diperoleh adalah 2,225. Sedangkan untuk susu sapi suhu 77oC, pada
11

perulangan 1 viskositasnya 2,2 dPa, dan pada perulangan 2 viskositasnya 2,3, sehingga
rata - rata viskositasnya adalah 2,225. Menurut Lewis (1987), semua cairan akan
menurun viskositasnya pada saat temperaturnya naik. Maka, hasil yang diperoleh tidak
sesuai dengan teori Lewis (1987). Hal ini dimungkinkan karena susu yang digunakan
terlebih dahulu disimpan di dalam lemari pendingin sehingga molekul – molekulnya
akan semakin padat. Molekul yang semakin padat menyebabkan kesatuan volumenya
akan menjadi lebih berat. Maka, saat diuji, viskositas susu sapi yang tidak dipanaskan
tidak jauh berbeda daripada susu sapi yang dipanaskan.

Selain melakukan uji fisik, dilakukan pula uji kimia. Uji kimia yang pertama dilakukan
adalah uji pH. Pertama – tama 20 ml susu sapi segar dimasukkan ke dalam tabung
reaksi lalu diukur pHnya. Kemudian ditambahkan 0,1 ml asam cuka dan diukur kembali
pHnya. Pengukuran terhadap pH dilakukan dengan menggunakan pH meteru Cara kerja
alat ini adalah dengan cara mencelupkan kedalam cairan yang akan diukur dan secara
otomatis alat bekerja mengukur. Pada saat pertama dicelupkan angka yang ditunjukkan
oleh display masih berubah-ubah, tunggulah kira-kira 2 sampai 3 menit sampai angka
digital stabil (SNI, 1991).

Melalui hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa susu sapi segar memiliki pH 1
sebesar 6,07 dan pH 2 6,05 dengan warna putih kekuningan dan tidak ada
gumpalan..Sedangkan untuk susu sapi yang ditambahkan 0,1 ml asam cuka, pH 1-nya
sebesar 5,14 dan pH 2-nya 4,99 dengan warna putih kekuningan dan tidak ada
gumpalan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa, susu akan semakin asam
(semakin rendah pH-nya) bila ditambahkan dengan asam cuka. Hal ini sesuai dengan
Widodo (2003), bahwa bila ditinjau dari nama larutan yang digunakan sendiri tentunya
telah memiliki sifat yang asam, sehingga bila ditambahkan pada susu yang pH nya lebih
tinggi, maka akan terjadi penurunan dibandingkan dengan susu segar. Selain itu, bila
diamati, pada susu segar yang ditambahkan dengan asam cuka, terdapat gumpalan –
gumpalan, sedangkan pada susu segar biasa tidak terdapat gumpalan. Menurut Buckle et
al. (1987), penggumpalan yang disebabkan oleh asam dikendalikan oleh pH. Partikel
kasein berada pada titik isoelektris pada pH 4,6. Pada pH tersebut, afinitas partikel
terhadap air akan menurun, dan oleh karenanya akan terjadi pengendapan.
12

Uji kimia kedua yang dilakukan adalah uji asiditas. Pertama – tama buret diisi dengan
NaOH 0,1 N. Kemudian 18 gram bahan dalam erlenmeyer disiapkan. Lalu 10 tetes
fenolftalein 1% dalam alkohol ditambahkan sebagai indikator. Selanjutnya bahan
dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda yang stabil.
Selanjutnya pemakaian titer dicatat dan asiditas susu dihitung sebagai persen asam
laktat. Lakukan untuk masing – masing bahan.
% asam laktat dapat dihitung menggunakan rumus :
NaOH  N  90
% asam laktat =  100%
g _ contoh  1000

N : Normalitas NaOH yang digunakan sebagai titer.

Dengan melakukan langkah – langkah di atas, hasil yang diperoleh adalah bahwa
kelompok 1 yang menggunakan susu sapi, diperlukan NaOH sebanyak 7,3 ml, sehingga
asam laktatnya adalah 0,365%. Untuk kelompok 2 yang menggunakan susu bubuk,
diperlukan NaOH 7,1 ml, sehingga asam laktatnya adalah 3,55%. Untuk kelompok 3
yang menggunakan susu fermentasi,, diperlukan NaOH 14,6 ml, sehingga asam
laktatnya adalah 0,730%. Untuk kelompok 4 yang menggunakan susu sapi, diperlukan
NaOH 7,3 ml, sehingga asam laktatnya adalah 0,365%. Untuk kelompok 5 yang
menggunakan susu bubuk, diperlukan NaOH 7,9 ml, sehingga asam laktatnya adalah
0,395%. Untuk kelompok 6 yang menggunakan susu fermentasi, diperlukan NaOH 6,2
ml, sehingga asam laktatnya adalah 0,310%. Untuk kelompok 7 yang menggunakan
susu sapi, diperlukan NaOH 8,0 ml, sehingga asam laktatnya adalah 0,400%. Bahan
yang digunakan adalah 18 gram dan kemudian ditambahkan 10 tetes fenolftalein 1%
dalam alkohol yang berperan sebagai indikator. Cara keja ini sesuai dengan Widodo
(2003), bahwa keasaman adalah jumlah NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi sejumlah
sampel susu dengan menggunakan indikator phenolptalein.

Dari hasil pengamatan yang diperoleh, dapat diketahui bahwa susu fermentasi
mengandung asam laktat terbesar, seperti yang ditunjukkan hasil kelompok 3 dimana %
asam laktatnya adalah 0,730%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widodo (2003),
dimana keasaman susu akan meningkat bila asam laktat dibiarkan berkembang.
Peningkatan asam terkait dengan pertumbuhan mikrobia dalam susu. Menurut Sari
13

(2007), proses fermentasi yang berlangsung dapat melibatkan mikroorganisme tunggal


maupun campuran dari spesies bakteri ataupun khamir. Fermentasi yang terjadi
mengubah laktosa dalam susu menjadi asam laktat.

Sedangkan % asam laktat terendah terdapat pada susu bubuk, seperti yang ditunjukkan
oleh hasil kelompok 2, yaitu 0,355%. Hal ini disebabkan karena susu bubuk telah
mengalami berbagai proses, terutama proses pengeringan. Menurut Susilorini (2006),
produk-produk susu kering atau tepung susu adalah produk susu berwarna putih
kekuningan, bau dan rasa khas susu, yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian
besar air dari susu dengan cara pengeringan. Kadar air dikurangi sampai di bawah 5 %
dan sebaiknya harus kurang dari 2 %. Karena sudah melalui tahapan evaporasi,
homogenisasi dan pengeringan (spray drying atau freeze drying), kandungan nilai gizi
yang terdapat dalam susu bubuk lebih rendah dari susu cair segar (Anomim, 2007).
Maka, kandungan asam di dalam susu bubuk pun menjadi lebih rendah daripada susu
sapi dan susu fermentasi. Sedangkan untuk susu sapi, tingkatan asam laktatnya lebih
rendah daripada susu fermentasi, namun lebih tinggi dari susu bubuk. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Widodo (2003), dimana seharusnya susu sapi segar memiliki
kandungan asam laktat yang tidak sebanyak pada susu asam dan tidak sesedikit pada
susu bubuk. Hal ini disebabkan karena susu sapi belum mengalami proses pengolahan
lebih lanjut, seperti yang sudah dialami susu fermentasi dan susu bubuk.

Namun, dari hasil percobaan di atas, terdapat hasil yang tidak sesuai dengan teori. Hasil
yang tidak sesuai dengan teori ditunjukkan oleh kelompok 5 yang menggunakan susu
bubuk dan kelompok 6 yang menggunakan susu fermentasi. Seharusnya kadar asam
laktat susu bubuk lebih rendah daripada susu fermentasi. Hal ini dapat disebabkan oleh
ketidaktelitian praktikan dalam melakukan penimbangan bahan maupun dalam proses
titrasi. Kesalahan dalam proses titrasi dapat terjadi karena praktikan kurang teliti
membaca skala ataupun kurang cepat menutup keran sehingga titik akhir titrasi tidak
dicapai dengan tepat.

Setelah uji kimia, uji mikroskopik terhadap susu dilakukan. Pertama – tama, susu sapi
segar diteteskan di atas gelas objek cekung. Kemudian 1 tetes methylen blue
ditambahkan. Selanjutnya, preparat diamati dibawah mikroskop. Hasilnya dicatat di
dalam laporan sementara. Pewarna Methylene digunakan karena akan menyebabkan
14

warna biru pada susu.  Warna biru akan semakin berkurang sebagai akibat pertumbuhan
bakteri yang menyerap oksigen dari pewarna, sehingga warna biru akan menghilang
dari susu. Semakin lama pudarnya warna biru menunjukkan semakin tinggi kualitas
susu yang diperiksa (Susilorini, 2006).

Uji ini menggunakan bantuan mikroskop dengan perbesaran 40 X 10. Dapat dilihat
bagian-bagian pada susu sapi segar yaitu globula dan kasein. Pada globula lemak yang
dilihat di mikroskop memiliki bentuk bulatan yang lebih besar dibanding kasein.
Kasein yang terlihat di mikroskop memiliki bulatan yang kecil-kecil dan menyebar ke
seluruh permukaan. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Widodo (2003), dimana lemak
dalam suspensi susu terdistribusi dalam bentuk emulsi. Dimana lemak merupakan
bagian yang terbesar, sedangkan kasein agak lebih kecil daripada lemak. Globula lemak
merupakan partikel terbesar dalam susu dengan diameter berkisar antara 0,1-20 μm dan
rerata ukurannya sekitar 3-4 μm. Dalam 1 ml suspensi susu tersusun atas 3000 sampai
4000 juta globula lemak. Di bawah pengamatan mikroskop, lapisan krim tersusun oleh
globula lemak yang berlapis dan terlindungi oleh membran globula lemak yang
tersusun atas protein dan phospholipid. Membran globula ini berukuran tipis yaitu 8-10
nm dan berfungsi untuk melindungi lemak dari pengaruh enzim yang terdapat dalam
susu serta mencegah flokulasi pada globula. (Widodo, 2003). Sedangkan kasein
ukurannya antara 8-20 nm. Misel kasein biasanya stabil terhadap pengeringan, ultra
filtrasi dan pelletasi (pelleting), tapi akan rusak oleh adanya asam dan enzim chymosin.
Kasein murni berwarna putih, tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut basa atau
asam kuat. Keberadaannya dalam susu biasanya dalam bentuk partikel koloid yaitu
misel kasein sebagai akibat interaksi kasein kaseinat dan kalsium phospat. (Widodo,
2003). Maka, ukuran globula lemak lebih besar daripada kasein.

Uji terakhir yang dilakukan adalah uji untuk membedakan susu skim dan susu krim.
Pertama – tama, tabung centrifuge kosong ditimbang dengan timbangan analitik,
massanya dianggap sebagai A. Kemudian, masing – masing larutan bahan dimasukkan
ke dalam tabung centrifuge. Tabung centrifuge tersebut ditimbang lagi dengan
timbangan analitik, massanya dianggap sebagai B. Selanjutnya, kedua larutan bahan,
yaitu susu skim dan susus krim, disentrifugasi. Supernatan yang dihasilkan dibuang
15

sedangkan tebung centrifuge beserta endapannya ditimbang, massanya dianggap


sebagai C. Massa endapan, dianggap sebagai D, dapat dihitung dengan rumus: D= C -A.
Alat pemusing (sentrifuge) merupakan alat yang digunakan untuk mempercepat
pemisahan endapan dari cairan induknya (Rahardjo, 1987). Cara kerja ini dapat
digunakan untuk menentukan susu krim dan susu skim berdasarkan endapan yang
dihasilkan. Krim dapat dipisahkan dari susu melalui proses pemusingan (sentrifugasi)
yaitu memutar susu dengan alat pemusing. (Gaman & Sherington, 1994). Pemisahan
krim dan susu skim dapat terjadi karena kedua bahan tersebut mempunyai berat jenis
yang berbeda. Krim mempunyai berat jenis yang rendah karena banyak mengandung
lemak. Susu skim mempunyai berat jenis yang tinggi karena banyak mengandung
protein, sehingga dalam sentrifugasi akan berada di bagian dalam (Saleh, 2004).

Dengan melakukan langkah – langkah di atas, maka diperoleh hasil bahwa kelompok 1
untuk susu skim, massa A-nya adalah 12,65 gram, massa B-nya adalah 19,60 gram,
massa C-nya adalah 13, 24 gram, dan massa D-nya adalah 0,59 gram; sedangkan untuk
susu krim, massa A-nya adalah 12,65 gram, massa B-nya adalah 19,99 gram, massa C-
nya adalah 13,02 gram, dan massa D-nya adalah 0,37 gram. Hasil kelompok 2 untuk
susu skim, massa A-nya adalah 12,52 gram, massa B-nya adalah 19,60 gram, massa C-
nya adalah 13,70 gram, dan massa D-nya adalah 1,18 gram; sedangkan untuk susu krim,
massa A-nya adalah 12,52 gram, massa B-nya adalah 19,99 gram, massa C-nya adalah
13,33 gram, dan massa D-nya adalah 0,81 gram. Hasil kelompok 3 untuk susu skim,
massa A-nya adalah 12,46 gram, massa B-nya adalah 19,59 gram, massa C-nya adalah
13,16 gram, dan massa D-nya adalah 0,7 gram; sedangkan untuk susu krim, massa A-
nya adalah 12,46 gram, massa B-nya adalah 18,81 gram, massa C-nya adalah 12,83
gram, dan massa D-nya adalah 0,37 gram. Hasil kelompok 4 untuk susu skim, massa A-
nya adalah 12,57 gram, massa B-nya adalah 19,59 gram, massa C-nya adalah 13,25
gram, dan massa D-nya adalah 0,68 gram; sedangkan untuk susu krim, massa A-nya
adalah 12,57 gram, massa B-nya adalah 18,81 gram, massa C-nya adalah 13,02 gram,
dan massa D-nya adalah 0,45 gram. Hasil kelompok 5 untuk susu skim, massa A-nya
adalah 12,52 gram, massa B-nya adalah 17,93 gram, massa C-nya adalah 13,00 gram,
dan massa D-nya adalah 0,48 gram; sedangkan untuk susu krim, massa A-nya adalah
12,52 gram, massa B-nya adalah 18,56 gram, massa C-nya adalah 12,81 gram, dan
16

massa D-nya adalah 0,29 gram. Hasil kelompok 6 untuk susu skim, massa A-nya adalah
12,48 gram, massa B-nya adalah 17,93 gram, massa C-nya adalah 12,90 gram, dan
massa D-nya adalah 0,42 gram; sedangkan untuk susu krim, massa A-nya adalah 12,48
gram, massa B-nya adalah 18,56 gram, massa C-nya adalah 13,02 gram, dan massa D-
nya adalah 0,54 gram. Hasil kelompok 7 untuk susu skim, massa A-nya adalah 12,64
gram, massa B-nya adalah 19,92 gram, massa C-nya adalah 13,14 gram, dan massa D-
nya adalah 0,50 gram; sedangkan untuk susu krim, massa A-nya adalah 12,64 gram,
massa B-nya adalah 19,25 gram, massa C-nya adalah 13,08 gram, dan massa D-nya
adalah 0,44 gram.

Dari hasil pengamatan yang diperoleh, massa untuk endapan susu skim rata – rata lebih
besar daripada susu krim. Padahal seharusnya, endapan susu krim lebih banyak daripada
susu skim. Susu skim merupakan bagian susu tertinggal sesudah krim diambil sebagian
atau seluruhnya. Susu ini hanya mengandung semua zat makanan dari susu kecuali
lemak dan vitamin larut lemak. Susu ini hanya mengandung 55% dari seluruh energi
susu (Arpah, 1993). Sedangkan susu krim merupakan bagian dari susu yang kaya akan
lemak yang timbul ke bagian atas dari susu pada waktu didiamkan ataupun dipisahkan
dengan sentrifugal (Susilorini, 2006). Maka, seharusnya, endapan susu krim lebih
banyak daripada susu skim, karena susu krim masih mengandung lebih banyak lemak.
Menurut Gaman & Sherington (1994), susu krim juga memiliki kandungan yang lebih
kompleks sehingga bila dipusingkan akan menghasilkan endapan lebih banyak. Namun,
hasil yang diperoleh 1, 2, 3, 5, dan 7 tidak sesuai dengan teori ini. Ketidaksesuaian ini
dapat terjadi karena ketidaktelitian praktikan dalam melakukan percobaan. Kesalahan
yang mungkin terjadi adalah praktikan dapat salah dalam mengambil bahan atau
memberi nama pada tabung sentrifugasi susu sehingga tertukar antara susu skim dan
susu krim.
6. KESIMPULAN

 Susu adalah produk hasil sekresi dari kelenjar sapi yang menyusui anaknya, yang
didapat dengan cara pemerahan.
 Warna air susu berkisar dari putih kebiruan hingga kuning keemasan.
 Warna putih dari susu merupakan hasil dispersi dari refleksi cahaya oleh globula
lemak dan partikel koloidal dari casein dan calsium phosphate sedangkan warna
kuning karena lemak dan caroten yang dapat larut.
 Pemanasan pada suhu tinggi dapat menimbulkan flavor yang matang karena adanya
senyawa sulfidrin pada temperatur tinggi dan terjadinya proses karamelisasi.
 Alat untuk penera viskositas sering disebut sebagai viskotester.
 Viskotester terdiri dari 3 rotor yakni Concentratic Cylinder (3-150 dPaS), Cone and
Plate (100-4000 dPaS) dan Single Spindle (0,3-13 dPaS).
 Seharusnya semua cairan akan menurun viskositasnya pada saat temperaturnya naik.
 Hasil yang tidak sesuai dengan teori dimungkinkan karena susu yang digunakan
terlebih dahulu disimpan di dalam lemari pendingin sehingga molekul – molekulnya
akan semakin padat dan berat.
 pH meter terdiri dari gabungan elektroda gelas hidrogen sebagai standar primer serta
electrode calomel reference sebagai pasangan elektroda yang akan menghasilkan
perubahan tegangan 59,1 mV/pH unit pada 25oC.
 Penambahan asam cuka akan menyebabkan pH susu menjadi rendah dan susu akan
menggumpal.
 Dalam menentukan persentase asam laktat, keasaman adalah jumlah NaOH yang
dibutuhkan untuk titrasi sejumlah sampel susu dengan menggunakan indikator
phenolptalein.
 Keasaman susu akan meningkat bila asam laktat dibiarkan berkembang.
 Fermentasi yang terjadi mengubah laktosa dalam susu menjadi asam laktat.
 Asam laktat pada susu fermentasi paling tinggi karena telah mengalami proses
pengubahan laktosa menjadi asam laktat.
 Asam laktat pada susu bubuk paling rendah karena telah mengalami proses
evaporasi, homogenisasi dan pengeringan, sehingga asam laktat menjadi berkurang.

17
18

 Kandungan asam laktat susu sapi berada di antara susu bubuk dan susu fermentasi
karena belum mengalami proses pengolahan lebih lanjut.
 Kesalahan dalam proses titrasi dapat terjadi karena praktikan kurang teliti membaca
skala ataupun kurang cepat menutup keran sehingga titik akhir titrasi tidak dicapai
dengan tepat.
 Lemak merupakan bagian yang terbesar, sedangkan kasein agak lebih kecil daripada
lemak.
 Krim dapat dipisahkan dari susu melalui proses pemusingan (sentrifugasi) yaitu
memutar susu dengan alat pemusing.
 Krim mempunyai berat jenis yang rendah karena banyak mengandung lemak
sedangkan susu skim mempunyai berat jenis yang tinggi karena banyak mengandung
protein.
 Seharusnya, endapan susu krim lebih banyak daripada susu skim, karena susu krim
masih mengandung lebih banyak lemak dan komponen kompleks lainnya.

Semarang, 28 Juni 2010 Asisten Dosen :


- Jurita Permata Sari

Christy Michelle Mandey


09.70.0057
7. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Susu Bubuk atau Susu Cair?. www.ibudananak.com

Arpah, Muhammad. (1993). Pengawasan Mutu Pangan. Tarsito. Bandung.

Aspiyanto, dkk. (2007). Proses Teknologi Membran dalam Proses Pembuatan Susu
Rendah Lemak Sebagai Alternatif Pasteurisasi.
http://125.163.204.22/download/ebooks_kimia/makalah/Proses%20Pembuatan%20Susu
%20Rendah%20Lemak.pdf

Buckle, K.A, R.A Edward, G. H Fleet and M. Wotton. (1987). Ilmu Pangan. UI Press.
Jakarta.

Frederick, J. ( 1996 ). Fisika Edisi 8. Erlangga Jakarta.

Gaman, P. B. & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan,

Nutrisi, dan Mikrobiologi, Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Lewis, M.J. (1987). Physical Properties of Foods and Food Processing Systems. EIIIs
Horwood.

Rahardjo, Sentot Budi (1987). Buku Petunjuk Kuliah “Praktikum Kimia Dasar”.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Saleh, Eniza. (2004). Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak.
http://library.usu.ac.id/download/fp/ternak-eniza.pdf.

SNI (1991). SNI Sipramin. Badan Standarisasi Nasional.

Susilorini, Tri Eko. 2006. Produk Olahan Susu, Penebar Swadaya, Jakarta.

Widodo. (2003). Bioteknologi Industri Susu. Lacticia Press. Yogyakarta.

19
8. LAMPIRAN

8.1. Perhitungan

8.1.1. Perhitungan Asam Laktat

Persentase Asam Laktat

Rumus:

% asam laktat =

Kelompok 1

% asam laktat = = 0,365 %

Kelompok 2

% asam laktat = = 0,355 %

Kelompok 3

% asam laktat = = 0,730 %

Kelompok 4

% asam laktat = = 0,365%

Kelompok 5

% asam laktat = = 0,395 %

20
21

Kelompok 6

% asam laktat = = 0,310 %

Kelompok 7

% asam laktat = = 0,400 %

8.1.2. Perhitungan Berat Endapan Susu Skim dan Susu Krim

Susu skim dan susu krim (D=C-A)

Kelompok 1

Susu skim = 13,24-12,65=0,59

Susu krim = 13,02-12,65=0,37

Kelompok 2

Susu skim = 13,70-12,52=1,18

Susu krim = 13,33-12,52=0,81

Kelompok 3

Susu skim = 13,16-12,46=0,70

Susu krim = 13,83-12,46=0,37

Kelompok 4

Susu skim = 13,25-12,57=0,68

Susu krim = 13,02-12,57=0,45

Kelompok 5
22

Susu skim = 13,00-12,52=0,48

Susu krim = 12,81-12,52=0,29

Kelompok 6

Susu skim = 12,90-12,48=0,42

Susu krim = 13,02-12,48=0,54

Kelompok 7

Susu skim = 13,14-12,64=0,50

Susu krim = 13,08-12,64=0,44

8.2. Laporan Sementara

You might also like