You are on page 1of 26

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

1. Ariyanti Dekatutari
2. Agustine Dwi Ratnawati
3. Anita Ratnasari
4. Asti Fitria
5. Devi Nafi’ah
6. Dewi rahayu
7. Dian Novitasari
8. Dini Anjar Diyani
9. Efa Khasanah
10. Hubaisy Ayu Tifani

D III KEBIDANAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2010

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Sujud syukur hanya kepada ‫ ﷲ‬Al kholiq, Al Malik, Ar roziq, pemilik penggenggam
ilmu pengetahuan. Sholawat bagi junjungan dan panutan kami Rasulullah Muhammad
SAW yang telah mengajarkan pada kami arti penghambaan, ketauhitan, keikhlasan,
kebenaran dan keadilan.
Dalam dunia kebidanan, para bidan dituntut untuk dapat memahami hal-hal yang
berhubungan dengan kehamilan, persalinan, maupun masalah yang berkaitan dengan
komplikasi dan penyulitnya.

Tujuan pembuatan makalah komplikasi dan penulit saat persalinan ini adalah
untuk pemenuhan tugas kuliah dan sebagai acuan pembelajaran mahasiswa mengenai
macam-macam komplikasi dan penyulit yang terjadi saat persalinan.
Semoga ‫ ﷲ‬memberikan keridloan atas niat dan usaha kecil ini. Selain itu semoga
‫ ﷲ‬senantiasa meluruskan langkah kami bila ada silap dan salah melalui kritikan dan
saran dari dosen pengampu dan teman-teman sekalian.
Wassalamu’alaikum wr.wb

Penulis

DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persalinan yang normal, apabila ketiga factor yang penting telah membuktikan
kerjasama yang baik sehingga persalinan berjalan spontan, aterm dan hidup.
Keadaan demikian menunjukkan bahwa ketiga factor power (P), passage (P),
passanger (P) telah bekerja sama dengan baik tanpa terdapat intervensi sehingga
persalinan berjalan dengan mulus. Dapat pula ditambahkan factor lainnya, seperti
factor psikis dan penolong.
Dengan factor 3 P, kemungkinan besar terdapat kelainan yang mempengaruhi
jalannya persalinan, sehingga memerlukan intervensi persalinan untuk mencapai
well born baby dan well health mother. Persalinan yang memerlukan bantuan dari
luar karena terjadi penyimpangan dari 3 P disebut persalinan distosia.

BAB 2
ISI

Kelainan yang terdapat pada masing-masing faktor dapat dirinci sebagai berikut :
2.1 Power : Kekuatan his dan mengejan

1. Inersia uteri

a. Inersia uteri hipotonik

Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan
his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan
keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang
misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia,
grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi
kurang baik.

Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif,
maupun pada kala pengeluaran.
Inertia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :

1. Inersia uteri primer


Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak
adekuat ( kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan ),
sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki
keadaan inpartu atau belum.

2. Inersia uteri sekunder


Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian
pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.

 Penatalaksanaan

1. Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus


diperhatikan.
2. Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan dijelaskan tentang
kemungkinan-kemungkinan yang ada.
3. Teliti keadaan serviks, presentasi dan posisi, penurunan kepala / bokong
bila sudah masuk PAP pasien disuruh jalan, bila his timbul adekuat
dapat dilakukan persalinan spontan, tetapi bila tidak berhasil maka akan
dilakukan sectio cesaria.

b. Inersia uteri hipertonik

Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi
normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan
bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong
bayi keluar.
Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. Contoh misalnya “tetania
uteri” karena obat uterotonika yang berlebihan.

Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir
terus-menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan
sirkulasi uteroplasenter.
Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan
pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah
lama dengan disertai infeksi, dan sebagainya.

 Penatalaksanaan :

Dilakukan pengobatan simtomatis untuk mengurangi tonus otot, nyeri,


mengurangi ketakutan. Denyut jantung janin harus terus dievaluasi. Bila
dengan cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus diakhiri dengan
sectio cesarea.

2. Tetania Uteri

His yang terlalu kuat dan terlalu sering, sehingga tidak terdapat kesempatan
reaksi otot rahim.
Akibat dari tetania uteri dapat terjadi :
Persalinan Presipitatus
Persalinan yang berlangsung dalam waktu tiga jam. Akibat mungkin fatal :
a. Terjadi persalinan tidak pada tempatnya
b. Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan dalam persalinan
c. Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan, inversio
uteri
d. Tetania uteri menyebabkan asfiksia intra uterin sampai kematian janin
dalam rahim.

3. Incoordinate uterine action


 Pengertian
Incoordinate uterina action yaitu kelainan his pada persalinan berupa
perubahan sifat his, yaitu meningkatnya tonus otot uterus, di dalam dan di
luar his, serta tidak ada kordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah, dan
bawah, sehingga his tidak efisien mengadakan pembukaan serviks.( Aif
mansjoer, kuspuji triyanti, rakhmi savitri, kapita selekta, edisi ketiga, hal 303 )

 Etiologi
Pemberian oksitoksin yang berlebnihan atau ketuban pecah lama yang
disertai infeksi.
 Komplikasi
hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter

 Penatalaksanaan
Dilakukan pengobatan simtomatis karena belum ada obat untuk
memperbaikki kordinasi fungsional antara bagian – bagian uterus.
Bila terjadi lingkaran konstriksi pada kala I , lakukan seksio sesar.

2.2 Passage : jalan lahir


Passage (jalan lahir) adalah komponen yang sangat penting dalam proses
persalinan yang terdiri dari jalan lahir lunak dan jalan lahir keras. Penyulit dan
komplikasi dalam persalinan dapat terjadi pada komponen ini, berikut macam-
macam penyulit dan komplikasi dalam jalan lahir.
1. Penyulit dan komplikasi pada jalan lahir keras
Jalan lahir keras terdiri atas :
- 2 tulang pangkal paha (os coxae) terdiri dari os ilium,os ischium dan os pubish
- 1 tulang kelangkang ( os sacrum)
- 1 tulang tungging (os coccygis)

a. Kelainan bentuk panggul

Ginekoid
Android Antropoid Platipeloid
Bagian (normal)
23% wanita 24% wanita 3% wanita
50% wanita
Sedikit Sisi
Oval,
lonjong atau Berbentuk hati anteroposterior
Pintu atas anteroposterior
sisi kiri dan bersudut pipih, kanan-kiri
lebih lebar
kanan bulat lebar

Bentuk bulat hati oval pipih

Kedalaman sedang dalam dalam dangkal

Dinding tepi lurus konvergen lurus lurus

Tumpul, Menonjol,diamet Menonjol, Tumpul,terpisah


Spina agak jauh er interspinosa diameter jauh
isciadica terpisah sempit interspinosa
seringkali
sempit
Sedikit
Dalam melengkung,bagi Sedikit Sedikit
Sakrum
melengkung an ujung sering melengkung melengkung
bengkok
Lengkung
lebar sempit sempit lebar
Subpubis
Sectio
Model secsaria Forsep/spont
Persalinan Pervaginam ,pervaginam an dengan
spontan
Yang bisa spontan sulit,jika posisi oksiput
terjadi menggunakan posterior
forsep

b. Kesempitan panggul dan ketidakseimbangan sefalopelvic.

Kesempitan panggul dimana ukuran-ukuran panggul kurang dari ukuran


panggul yang normal,hal ini dapat diketahui juga apabila dilakukan VT
maka akan teraba promontorium.
Ukuran panggul normal antara lain:
 Distansia spinarum : jarak antara SIAS kanan dan kiri (24-26cm)
 Distansia cristarum : jarak yang terjauh antara crista iliaca kanan
dan kiri (28-30 cm)
 Conjugata eksterna : jarak antara pinggir atas simpisis keujung ruas
lumbal 5 (18-20cm)
 Ukuran lingkar panggul : dari pinggir atas sympisis kepertengahan
antara sias dan trochanter mayor kembali ketepi atas sympisis (80-
100cm)
Ketidakseimbangan sefalopelvic dapat diduga bila dijumpai :
- Kepala janin belum turun pada minggu ke36 pada primigravida
- Kelainan letak
- Pada multipara dapat dilihat pada riwayat persalinan .

Dengan mempertimbangkan keadaan tersebut dapat diperkirakan


persalinan akan mengalami kesulitan,sehinga perlu dikonsultasikan atau
segera dirujuk agar mendapatkan penanganan yang adekuat.
2. Penyulit dan komplikasi pada jalan lahir lunak.
Jalan lahir lunak terdiri dari :
- Uterus (rahim) yang terdiri dari
fundus,corpus,cavum,ishstmus,dan serviks.
- Vagina
- Perineum
- Ligamentum-ligamentum (penggantung)
Kelainan pada jalan lahir lunak dapat terjadi gangguan pembukaan terutama :
1. Servik
a. Servik yang kaku : terdapat pada primitua ,sekunder atau primer . servik
yang mengalami banyak cacat perlukaan
b. Servik gantung : osteum uteri eksternum terbuka lebar,namun osteum uteri
internum tidak dapat terbuka.
c. Servik konglumer : osteum uteri internum terbuka ,namun osteum uteri
eksternum tidak terbuka.
d. Edema servik : terutama karena kesempitan panggul,servik terjepit antara
kepala dan jalan lahir sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah dan cairan
yang menimbulkan edema servik.
e. Servik duplek karena kelainan kongenital
2. Vagina
Kelainan vagina yang dapat mengganggu perjalanan persalinan :
Vagina septum : transvaginal septum vagina ,longitudinal septum vagina
Tumor pada vagina
3. Hymen dan perineum
Kelainan pada hymen imperforata ,atau hymen elastic pada perineum yang
terjadi kekakuan sehingga memerlukan episiotomi yang luas.
Komplikasi persalinan yang dapat terjadi pada uterus ;
a. Inversio uteri
Adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya
masuk kedalam cavum uteri. Uterus dikatakan mengalami terbalik jika
bagian dalam menjadi luar saat melahirkan plasenta. Penyebab inversio
uteri antara lain :
- Grandemultipara
- Atonia uteri
- Kelemahan alat kandungan
- Tekanan intra abdominal yang tinggi
- Tarikan tali pusat
- Manual placenta yang dipaksakan
- Perlekatan placenta pada dinding rahim
b. Atonia uteri
Adalah perdarahan pasca persalinan yang dapat terjadi karena
terlepasnya sebagian plasenta dari uterus dan sebagian lagi belum
terlepas. Terjadi bila myometrium tidak berkontraksi .
c. Subinvolusi uteri
Adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi,dan
keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan
pasca persalinan.

2.3 PASSANGER
1. Kelainan bentuk dan besar janin

a. DISTOSIA BAHU
Distosia bahu, angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria
diagnosa yang digunakan. Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu
adalah bila dalam persalinan pervaginam untuk melahirkan bahu
dilakukan maneuver khusus seperti traksi curam bawah dan episiotomi
luas.

 Komplikasi :
komplikasi distosia bahu komplikasi maternal perdarahan pasca
persalinan Fistula Rectovaginal Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau
tanpa “transient femoral neuropathy” robekan perineum derajat III atau IV
rupture uteri komplikasi fetal brachial plexus palsy fraktura klavikula
kematian janin hipoksia janin, dengan atau tanpa kerusakan neurololgis
permanen fraktura humerus.
 Prediksi dan pencegahan :
Prediksi dan pencegahan distosia bahu meskipun terdapat sejumlah
faktor resiko yang sudah diketahui, prediksi secara individual sebelum
distosia bahu terjadi adalah suatu hal yang tidak mungkin.
 Faktor Resiko :
a. maternal kelainan anatomi panggul
b. diabetes gestational
c. kehamilan postmatur
d. riwayat distosia bahu
e. tubuh ibu pendek
f. fetal dugaan macrosomia
g. masalah persalinan Assisted vaginal delivery (forceps atau vacum)
“Protracted active phase” pada kala I persalinan “Protracted” pada
kala II persalinan.

 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kesigapan penolong persalinan dalam mengatasi


distosia bahu sangat diperlukan. Pertama kali yang harus dilakukan bila
terjadi distosia bahu adalah melakukan traksi curam bawah sambil
meminta ibu untuk meneran. Lakukan episiotomi. Setelah membersihkan
mulut dan hidung anak, lakukan usaha untuk membebaskan bahu
anterior dari simfsis pubis dengan berbagai maneuver

b. ANENCEPHALUS
 Pengertian
Anensephalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar
tulang tengkorak dan otak tidak terbentuk.
Anensefalus adalah suatu kelainan tabung saraf (suatu kelainan yang
terjadi pada awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan
pada jaringan pembentuk otak dan korda spinalis).
Ancephalus terjadi jika tabung saraf sebelah atas gagal menutup,
tetapi penyebabnya yang pasti tidak diketahui. penelitian menunjukkan
kemungkinan Ancephalus berhubungan dengan racun di lingkungan juga
kadar asam folat yang rendah dalam darah. Ancephalus ditemukan pada
3,6-4,6 dari 10.000 bayi baru lahir.
Faktor resiko terjadinya anensefalus adalah:
- Riwayat anensefalus pada kehamilan sebelumnya
- Kadar asam folat yang rendah.
Resiko terjadinya anensefalus bisa dikurangi dengan cara meningkatkan
asupan asam folat minimal 3 bulan sebelum hamil dan selama kehamilan
bulan pertama
 Gejala :

 Ibu : polihidramnion (cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak)


 Bayi :
- tidak memiliki tulang tengkorak
- tidak memiliki otak (hemisfer serebri dan serebelum)
- kelainan pada gambaran wajah
- kelainan jantung.

 Pemeriksaan :
- Kadar asam lemak dalam serum ibu hamil
- Amniosentesis (untuk mengetahui adanya peningkatan kadar alfa-
fetoprotein)
- Kadar alfa-fetoprotein meningkat (menunjukkan adanya kelainan tabung
saraf)
- Kadar estriol pada air kemih ibu
- USG.
Bayi yang menderita anensefalus tidak akan bertahan, mereka lahir dalam
keadaan meninggal atau akan meninggal dalam waktu beberapa hari
setelah lahir.
 Penatalaksanaan :
Operasi sesar.

c. HIDROSEPHALUS

 Pengertian
Hidrosefalus adalah penumpukan cairan serebrospinal yang
berlebihan dan mengakibatkan pembesaran kranium. Kelainan ini jarang
ditemukan pada kelahiran aterm. Beberapa kelainan tertentu sering
menyertai hal ini, terutama defek tabung syaraf (neural tube defect).
Lingkar kepala bayi aterm normal berkisar antara 32 dan 38 cm. Pada
hidrosefalus, lingkar kepala sering lebih dari 50 cm, dan terkadang
mencapai 80 cm. Volume cairan biasanya antara 500-1.500 mL, tetapi
juga bisa sampai 5 L. Presentasi bokong ditemukan pada sekitar
sepertiga kasus. Pada presentasi apapun, hidrosefalus lazimnya disertai
disproporsi sefalopelvik berat, dengan distosia serius sebagai
konsekuensi umumnya.

 Penatalaksanaan :

Operasi sesar

2. Kelainan presentasi dan posisi


Malposisi merupakan posisi abnormal dari vertex kepala janin (dengan ubun-
ubun kecil sebagai penanda) terhadap panggul ibu.
Malpresentasi adalah semua presentasi lain dari janin selain presentasi
vertex. Janin dalam keadaan malpresentasi dan malposisi sering
menyebabkan partus lama/partus macet.
a. Presentasi Puncak kepala

Pada persalinan normal, saat melewati jalan lahir kepala janin dalam
keadaan flexi dalam keadaan tertentu flexi tidak terjadi, sehingga kepala
deflexi. Presentasi puncak kepala disebut juga preesentasi sinput terjadi
bila derajat deflexinya ringan, sehingga ubun-ubun besar merupakan
bagian terendah. Pada presentasi puncak kepala lingkar kepala yang
melalui jalan lahir adalah sikumfrensia fronto oxipito dengan titik
perputaran yang berada di bawah simfisis adalah glabella.

Etiologi :

1. Kelainan panggul
2. Kepala berbentuk bulat
3. Anak kecil/mati
4. Kerusakan dasar panggul

Penatalaksanaan :

1. Usahakan lahir pervaginam karena kira-kira 75 % bisa lahir spontan.


2. Bila ada indikasi ditolong dengan vakum/forsep biasanya anak yang
lahir di dapati caput daerah VVB.

Komplikasi :

Ibu :Robekan jalan lahir yang lebih luas


Anak :Karena partus lama dan molase hebat sehingga mortalitas anak
agak tinggi.

b. Presentasi Dahi

Presentasi dahi adalah posisi kepala antara flexi dan deflexi, sehingga dahi
merupakan bagian terendah. Posisi ini biasanya akan berubah menjadi
letak muka/letak belakang kepala.
Kepala memasuki panggul dengan dahi melintang/miring pada waktu putar
paksi dalam, dahi memutar kedepan depan dan berada di bawah arkus
pubis, kemudian terjadi flexi sehingga belakang kepala terlahir melewati
perinerum lalu terjadi deflexi sehingga lahirlah dagu

Etiologi :
1. Panggul sempit
2. Janin besar
3. Multiparitas
4. Kelainan janin
Ex : anansefalus
5. Kematian janin intra uterin

Penatalaksanaan :
Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal, tidak dapat
lahir spontan pervaginam, jadi lakukan SC (janin hidup). Janin mati
pembukaan SC, pembukaanbelum lengkap lengkap Kraniotomi.

Komplikasi :
Ibu :Partus lama dan lebih sulit, bisa terjadi robekan yang hebat dan
ruptur uteri
Anak : Mortalitas janin tinggi

c. Presentasi Occipito posterior

Pada persalinan presentasi belakang kepala, kepala janin turun melalui


PAP dengan sutura sagitalis melintang/miring, sehingga ubun-ubun kecil
dapat berada di kiri melintang, kanan melintang, kiri depan, kanan depan,
kiri belakang/kanan belakang. Dalam keadaan flexi bagian kepala yang
pertama mencapai dasar panggul adalah Occiput. Occiput akan memutar
kedepan karena dasar panggul dan muculus levator aninya mementuk
ruangan yang lebih sesuai dengan occiput. Keadaan VVK dibelakang
dianggap :

 Diameter antero posterior panggul lebih panjang dari diameter


transversa Ex : panggul antiopoid
 Segmen depan Menyempit Ex : panggul android
 Otot-otot dasar panggul yang lembek pada multi para
 Kepala janin yang kecil dan bulat

Penatalaksanaan:

 Lakukan pengawasan dengan seksama dengan harapan dapat lahir


sontan pervaginam
 Tindakan baru dilakukan jika kalla II terlalu lama/ada tanda-tanda
bahaya terhadap janin
 Pada persalinan dapat terjadi robekan perenium yang teratur atau
extensi dari episiotomi
 Periksa ketuban. Bila intake, pecahkan ketuban
 Bila pesisi kepala > 3/5 diatas PAP atau diatas 2 maka SC
 Bila pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi,
beri oksitosin drip
 Bila pembukaan lengkap dan tidak ada kemajuan pada fase
pengeluaran, ulangi apakah ada obstruksi. Bila tidak ada tanda obstruksi
oksitosin drip
 Bila pembukaan lengkap dan kepala masuk sampai tidak kurang 1/5
atau (0) maka E.V atau forseps
 Bila ada tanda obstruksi/gawat janin maka SC

d. Presentasi muka

Disebabkan oleh terjadinya ekstensi yang penuh dari kepala janin. Yang
teraba muka bayi = mulut, hidung, dan pipi

Etiologi :

- Panggul sempit
- Janin besar
- Kematian intrauterine
- Multiparitas
- Perut gantung
- Janin ansefalus dan tumor di leher bagian depan
- Dagu merupakan titik acuan dari posisi kepala, sehingga ada presentasi
muka dagu anterior posisis muka flexi dan Presentasi muka dagu posterior
posisi muka defleksi max

Penatalaksanaan:

 Dagu anterior

a. Bila pembukaan lengkap


 Lahirkan dengan persalinan spontan pervaginam
 Bila kemajuan persalinan lambat lakukan disitoksin drip
 Bila kurang lancar, lakukan forseps
b. Bila pembukaan belum lengkap
Tidak didapatkan tanda obtuksi, lakukan oksitosin drip. Lakukan
evaluasi persalinan sama dengan persalinan verteks

 Dagu Posterior

 Bila pembukaan lengkap maka SC


 Bila pembukaan maka lengkap, lakukan penilaian penurunan rotasi,
dan kemajuan persalinan, jika macet maka SC
 Jika janin mati maka Kraniotomi

3. Kelainan letak janin

a. Letak sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian
bawah kavum uteri.

Macam –Macam Letak Sungsang :

1. Letak bokong murni ( frank breech )


Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat ke atas.
2. Letak sungsang sempurna (complete breech)
Kedua kaki ada disamping bokong dan letak bokong kaki sempurna.
3. Letak sungsang tidak sempurna ( incomplete breech )
Selain bokong sebagian yang terendah adalah kaki atau lutut.

 Etiologi:

1. Fiksasi kepala pada PAP tidak baik atau tidak ada ; pada panggul
sempit, hidrocefalus, anencefalus, placenta previa, tumor.
2. Janin mudah bergerak ; pada hidramnion, multipara, janin kecil
(prematur).
3. Gemelli
4. Kelainan uterus ; mioma uteri
5. Janin sudah lama mati
6. Sebab yang tidak diketahui.

 Diagnosis Letak Sungsang :

1. Pemeriksaan luar, janin letak memanjang, kepala di daerah fundus


uteri
2. Pemeriksaan dalam, teraba bokong saja, atau bokong dengan satu
atau dua kaki.

 Syarat Partus Pervagina Pada Letak Sungsang :

1. Janin tidak terlalu besar


2. Tidak ada suspek CPD
3. Tidak ada kelainan jalan lahir

Jika berat janin 3500 g atau lebih, terutama pada primigravida atau
multipara dengan riwayat melahirkan kurang dari 3500 g, sectio cesarea
lebih dianjurkan.

b. Letak Lintang
Keadaan ini terjadi bila sumbu panjang janin kira-kira tegak lurus
dengan sumbu panjang tubuh ibu. Bila sumbu panjang tersebut
membentuk sudut lancip, hasilnya adalah letak lintang oblik. Letak lintang
oblik biasanya hanya terjadi sementara karena kemudian akan berubah
menjadi posisi longitudinal atau letak lintang saat persalinan. Oleh karena
itu, di Inggris letak lintang oblik diyatakan sebagai letak lintang yang tidak
stabil.
Pada letak lintang biasanya bahu berada diatas pintu atas panggul
sedangkan kepala terletak disalah satu fossa iliaka dan blokong pada
fossa iliaka yang lain. Pada keadaan yang disebut sebagai presentasi
bahu ini, arah akromion yang menghadap sisi tubuh ibu menentukan jenis
letaknya yaitu letak akromion kiri atau kanan. Lebih lanjut, karena kedua
posisi tersebut, punggung dapat mengarah ke anterior atau posterior, ke
superior atau ke inferior.
 Etiologi :
1. Dinding abdomen teregang secara berlebihan disebabkan oleh
kehamilan multiparitas. Pada ibu hamil dengaqn paritas 4 atau lebih
terjadi insiden hampir sepuluh kali lipat dibanding ibu hamil nullipara.
Relaksi dinding adomen pada perut yang menggantung akibat
multipara dapat menyebabkan uterus beralih kedepan. Hal ini
mengakibatkan defleksi sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan
lahir, sehingga terjadi posisi oblik atau melintang.
2. Janin prematur. Pada janin prematur letak janin belum menetap,
perputaran janin sehingga menyebabkan letak memanjang.
3. Plasenta previa atau tumor pada janin lahir. Dengan adanya plasenta
atau tumor di jalan kahir, maka sumbu panjang janin menjauhi sumbu
janin lahir.
4. Abnormalitas uterus. Bentuk dari uterus yang tidak normal
menyebabkan janin tidak dapat engagement sehingga sumbu
panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir.
5. Panggul sempit. Bentuk panggul yang sempit mengakibatkan bagian
presentasi tidak dapat masuk kedalam panggul (engagement)
sehingga dapat mengakibatkan sumbu panjang janin menjauhi sumbu
jalan lahir.

 Diagnosis
1. Mudah ditegakkan bahkan dengan pemeriksaan inspeksi saja.
Abdomen biasanya melebar kearah samping dan fundus uteri
melebar di atas umbilikus.
2. Pemeriksaan abdomen dengan palpasi perasat leopold mendapatkan
hasil:
a. Leopold I fundus uteri tidak ditemukan bagian janin.
b. Leopold II teraba balotemen kepala pada salah satu fosa iliaka yang
lain.
c. Leopold III dan IV tidak ditemukan bagian janin, kecuali pada saat
persalinan berlangsung dengan baik dapat teraba bahu di dalam
rongga panggul. Bila pada bagian depan perut ibu teraba suatu
dataran keras yang melintang maka berarti punggung anterior. Bila
pada bagian perut ibu terasa bagian-bagian yang tidak beraturan atau
bagian kecil janin berarti punggung posterior.
3. Pada pemeriksaan dalam teraba bagian yang bergerigi yaitu tulang
rusuk pada dada janin diatas pitu atas panggul pada awal persalinan.
Pada persalinan lebih lanjut teraba klavikula.posisi aksila menunjukan
kemana arah behu janin menghadap tubuh ibu. Bila persalinan terus
berlanjut bahu janin akan masuk rongga panggul dan salah satu
lengan sering menumbung (lahir terlebih dahulu) kedalam vagina dan
vulva.

 Penatalaksanaan :
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang,
sebaiknya diusahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi
luar. Sebelum melakukan versi luar harus dilakukan pemeriksaan teliti ada
tidaknya panggul sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta previa,
sebab dapat membahayakan janin dan meskipun versi luar berhasil, janin
mungkin akan memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar kembali
ibu di anjurkan menggunakan korset, dan dilakukan pemeriksaan
antenatal ulang untuk menilai letak janin. Ibu diharuskan masuk rumah
sakit lebih dini pada permulaan persalinan, sehingga bila terjadi
perubahan letak, segera dapat ditentukan diagnosis dan penanganannya.
Pada permukaan persalinan masih dapat diusahakan mengubah letak
lintang janin menjadi presentasi kepada asalkan pembukaan masih
kurang dari empat sentimeter dan ketuban belum pecah. Pada seorang
primigravida bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera dilakukan
seksio sesarea.
Sikap ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1) Bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik,
sehingga pada seorang primigravida kala satu menjadi lama dan
pembukuan serviks sukar menjadi lengkap.
2) Karena tidak ada bagian besar janin yang menahan tekanan intra-
uterin pada waktu his, maka lebih sering terjadi pecah ketuban
sebelum pembukaan serviks sempurna dan dapat mengakibatkan
terjadinya prolapsus funikuli
3) Pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan.

4. Plasenta previa
 Pengertian
Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal, yaitu
Pada segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum (TM. Hanafiah,2004).
Lokasi plasenta dalam keadaan normal berada pada segmen atas
uterus atau bagian fundus uteri (melekat pada dinding uterus). Sedangkan
jika plasenta berimplantasi atau terbentuk pada segmen bawah uterus dan
menutupi jalan lahir, dapat mengakibatkan perdarahan plasenta (Harry
Oxorn, 1990)
 Patofisiologi
Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan
10 minggu saat segmen bawah uterus membentuk dari mulai melebar serta
menipis, umumnya terjadi pada trimester ke-3 karena segmen bawah uterus
lebih banyak mengalami perubahan pelebaran segmen bawah uterus dan
pembukaan serviks yang menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya
plasenta dari dinding uterus karena robekan sinus marjinalis dari plasenta.
Pendarahan tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot
segmen bawah uterus untuk berkontraksi pada plasenta letak normal
(Mansjoer, 2006)
 Faktor predisposisi/faktor resiko
Penyebab utama terjadinya plasenta previa belum diketahui. Tetapi
terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkan meningkatnyaseorang
ibu atau wanita hamil berkesempatan mengalami plasenta previa, yaitu:

 Kehamilan dengan janin lebih dari satu (seperti kembar dua atau kembar
tiga) dengan plasenta besar.
 Konsepsi dan nidasi terlambat
 Riwayat plasenta previa sebelumnya
 Kokain dan penggunaan obat-obat bius

 Gejala klinis

 Gejala utama plasenta previa adalah perdarahan tanpa sebab, tanpa


rasa nyeri dan biasanya berulang. Darah pervaginam biasanuya
berwarna merah segar.
 Bagian terdepan janin tinggi/belum memasuki pintu atas panggul. Sering
dijumpai kelainan letak (sungsang atau lintang)
 Perdarahan pertama biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila
dilakukan periksa dalam sebelumnya, sehingga pasien sempat dikirim
ke rumah sakit. Tetapi perdarahan berikutnya biasanya lebih banyak.
 Janin biasanya masih baik, namun dapat juga disertai gawat janin
sampai kematian janin tergantung beratnya plasenta previa.
 Pada pemeriksaan jalan lahir, teraba jaringan plasenta (lunak).
 Diagnosis

a) Anamnesis
Riwayat perdarahan, darah warna merah segar, tanpa rasa nyeri, tanpa
sebab, terutama pada multigravida pada kehamilan setelah 22 minggu.
b) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum atau tanda-tanda vital ibu mungkin dapat baik sampai
buruk, tergantung pada berat perdarahan.
c) Pemeriksaan obstetrik
 Pemeriksaan luar
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul
presentasi kepala. Biasanya kepala masih terapung diatas pintu atas,
mengelok kesamping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
Ada kelainan letak.
 Pemeriksaan inspekulo
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari
osteum uteri eksternum atau kelainan serviks dan vagina. Apabila
perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum, adanya plasenta previa
harus dicurigai.
d) Penentuan letak plasenta tidak langsung
Dapat dilakukan dengan radiografi, radioisotop dan ultrasonografi
(USG). Akan tetapi pada pemeriksaan dengan radiografi dan
radioisotop, ibu dan janin dihadapkan pada bahaya radiasi sehingga
cara ini ditinggalkan. Sedangkan pemeriksaan dengan ultrasonografi
(USG) tidak menimbulkan bahaya radiasi dan rasa nyeri, sehingga cara
ini dianggap sangat tepat untuk menentukan letak plasenta.
e) Penentuan letak plasenta secara langsung
Pemeriksaan dengan menentukan letak plasenta secara langsung baru
dikerjakan bila fasilitas lain tidak ada dan dilakukan dalam keadaan siap
operasi, maka disebut pemeriksaan dalam diatas meja operasi (PDMO),
yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks
pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia
berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya menentukan
diagnosis (Saefuddin, 2001).

Pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan


perdarahan banyak. Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut:
 Perabaan forniks, mulai dari forniks posterior apa ada teraba
tahanan lunak (bantalan) antara bagian terdepan janin dan jari
pemeriksa.
 Pemeriksaan melalui kanalis servikalis, caranya jari pemeriksa
dimasukkan hati-hati kedalam osteum uteri internum untuk meraba
adanya jaringan plasenta.
f) Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium: darah lengkap, urin lengkap.
b. Kardiotokografi (KTG), Doppler Laennec untuk mengetahui
kesejahteraan janin.
c. Ultrasonografi (USG) untuk menentukan letak plasenta/implantasi
plasenta, usia kehamilan dan keadaan janin secara keseluruhan.

 Komplikasi

Plasenta previa dapat menyebabkan berbagai komplikasi, baik bagi ibu


maupun pada janin yang dikandungnya, yaitu:
a. Perdarahan yang hebat dan syok sebelum atau selama persalinan
b. Persalinan prematur
c. Infeksi
d. Defect persalinan
e. Prolaps plasenta
Plasenta previa dapat menghambat perkembanganjanin. Meskipun beberapa
penelitian sering menemukan masalah pertumbuhan janin pada plasenta
previa, beberapa penelitian lainnya tidak menemukan perbedaan antara bayi-
bayi pada kelainan ini dengan bayi-bayi dari kehamilam normal.
 Penatalaksanaan

Semua pasien atau ibu dengan perdarahan pervagina pervaginam pada


kehamilan trimester ke-3, harus dirawat dirumah sakit tanpa periksa dalam
(touche vagina). Bila pasien dalam keadaa syok karena perdarahan yang
banyak harus segera dilakukan perbaikan keadaan umumnya dengan
pemberian infus atau transfusi darah.
Untuk itu dalam melakukan rujukan pasien dengan plasenta previa, bidan
seharusnya mengambil sikap/memperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Sebelum dirujuk, anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan
menghadap ke kiri, tidak melakukan senggama, menghindari peingkatan
tekanan rongga perut (misal: bstuk, mengedan karena sulit buang air
besar).
b. Pemasangan infus untuk mengimbangi perdarahan
c. Sedapat mungkin diantar oleh petugas
d. Dipersiapkan donor darah untuk transfusi darah

Selanjutnya, penganan/penatalaksanaan plasenta previa tergantung pada:


a. Keadaan umum pasien, kadar Hb
b. Jumlah perdarahan yang terjadi
c. Umur kehamilan/taksiran berat badan janin
d. Jenis/klasifikasi plasenta previa
e. Paritas dan kemajuan persalinan

5. Retensio plasenta
 Pengertian
Retensio plasenta adalah keadaan Dimana plasenta belum lahir selama
setengah jam setelah Bayi lahir.
 Jenis retensio plasenta

a. Plasenta adesiva
Plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam
(plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim karena
kontraksi rahim kurang kuat untik melepaskan plasenta).
b. Plasenta inkreta: Vilikhorialis tumbuh lebih dalam dan menembus
desidua endometrium sampai miometrium.
c. Plasenta akreta: Vilikhorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke
serosa (plasenta yang belum lahir dan masih melekat didinding rahim
karena vilikhorialisnya menembus desidua sampai miometrium)
d. Plasenta perkreta: Vilikhorialis tumbuh menembus serosa atau
perineum
rahim.

 Etiologi
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh
lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya:

 Bila plasenta belum lepas sama sekali, tidak akan terjadi perdarahan
tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi
perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.
 Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau
rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
 Melalui periksa dalam/tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah
plasenta sudah lepas atau belum, dan bila lebih dari 30 menit maka
dapat dilakukan plasenta manual.
.2. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim, namun belum keluar
karena atoni uteri atau adanya konstriksi pada bagian bawah rahim
(akibat kesalahan penanganan kala 3) yang akan menghalangi
plasenta keluar (plasenta inkarserata).
 Penatalaksanaan

a. Pencegahan yang terbaik adalah:


 Atasi anemia pada kehamilan
 Pada kala 3 uterus jangan dipijat atau didorong sebelum plasenta
lepas
 Penggunaan uterotonika terutama pada ibu dengan resiko
perdarahan
 Persalinan lama: berikan penenang, cegah jangan sampai ibu
lelah
b. Penanganan umum
 Ketahui dengan pasti kondisi ibu sejak awal
 Pimpin persalinan mengacu pada persalinan bersih dan aman
 Observasi 2 jam pertama (dikamar bersalin), 4 jam kemudian
dilakukan rawat gabung
 Selalu siap keperluan tindakan emergensi
 Lakukan penilaian klinik untuk menemukan masalah/komplikasi.

6. Solutio plasenta

 Pengertian
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada
fundus utei/corpus uteri sebelum janin lahir. Biasanya terjadi pada trimester
III, walaupun dapat pula terjadi pada setiap saat dalam kehamilan.
 Etiologi.
Penyebab primer solusio plasenta tidak diketahui, tetapi keadaan ini dapat
dikemukakan sebagi faktor-faktor etiologinya yaitu :

 Trauma
 Tali pusat yang pendek
 Hipertensi kronis atau hipeertensi yang ditimbulkan karena kehamilan
 Hamil pada usia tua
 Merokok
 Kekurangan gizi dan asam folat

 Klasifikasi
a. Ringan : perdarahan kurang dari 100 – 200 cc, uterus tidak tegang, belum
ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang dari 1/6
bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg%.
b. Sedang : perdarahan lebih dari 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pra
renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta ¼ sampai
2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120 – 150 mg%.
c. Berat : uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan,
biasanya janin telah mati, pelepasan plasenta dapat terjadi pada lebih dari
2/3 bagian permukaan atau keseluruhan bagian permukaan.
 Gejala klinis

 Pada palpasi, uterus tegang dan bagian janin sukar teraba dari luar.
 Keadaan umum ibu pucat, sesak nafas, anemia, kadang-kadang sampai
syok.
 Dapat disertai gawat janin sampai kematian janin.
 Terjadi perdarahan per vaginam yang berwarna kehitaman (darah
kehitaman menunjukkan bahwa perdarahan sudah terjadi dalam kurun
waktu yang lama).

 Komplikasi
Komplikasi tergantung dari luasnya plasenta dan lamanya solusio
plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi ialah:

 perdarahan
 kelainan pembekuan darah
 oliguria
 gawat janin sampai kematiannya.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Mochlar, Rustam. 1990. Synopsis Obstetric. Jakarta : EGC

FKUI Universitas Padjajaran. 1983. Uji Diri Obstetric dan ginekologi. Bandung : Eleman

FKUI Universitas Padjajaran. 1982. Obstetric Patologi. Bandung : Elstar offset

Cunningham, F. Gary. 1995. Obstetric Williams. Jakarta : EGC

Oxorn, Harry. 1990. Patologi dan Fisiologi Persalinan. Jakarta : Yayasan Essentia Medica

Wiknojosastro, Hanifa. 1992. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo

Maryunani, Anik. 2009. Asuhan Kegawat Daruratan dalam Kebidanan. Jakarta : Trans Info
Media

Suamarah, dkk. 2008. Perawatan Ibu Bersalin. Yogyakarta : Fitramaya

Bagus, Ida. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana. Jakarta :
EGC

You might also like