You are on page 1of 30

BEBERAPA PARAMETER

KUALITAS SUMBERDAYA AIR

I. PENDAHULUAN

1.1. Perubahan Lingkungan: Alami dan Buatan Manusia

Dalam khasanah pengelolaan lingkungan alam, ada tiga istilah yang


masih saling berkaitan, yaitu "Lingkungan, Ekosistem, dan Kualitas Hidup",
banyak digunakan untuk melukiskan isu-isu patriotisme yang dapat menggugah
emosi. Istilah-istilah ini jarang didefinisikan, barangkali karena makna-makna
"kamusial" seperti itu tidak cukup mencerminkan gema simboliknya secara
memadai. Kita tidak akan berhenti dengan tradisi seperti ini, tetapi para
pembaca buku ini akan diarahkan oleh konsteks di dalam mana istilah-istilah
tersebut digunakan; misalnya saja akan dibuat referensi-referensi bagi
lingkungan fisik, biologi, dan sosial-ekonomi. Pada pokoknya kita akan memu-
satkan perhatikan pada lingkungan bio-geofisik, dan pengaruh-pengaruh
kegiatan manusia terhadapnya.
Dalam kondisi tidak ada manusia sekalipun, lingkungan alami pasti
mengalami perubahan-perubahan secara kontinyu. Hal ini mungkin saja berlang-
sung dalam jangka waktu ratusan juta tahun, seperti misalnya terangkatnya
kontinental dan pembentukan gunung api; atau dalam jangka waktu puluhan
ribu tahun seperti Jaman Es dan perubahan per-mukaan air laut yang
menyertainya; atau dalam jangka waktu ratusan tahun seperti halnya eutrofikasi
alami dan siltasi danau-danau dangkal; atau bahkan dalam jangka waktu
beberapa tahun, seperti kalau koloni binatang "beaver" mengubah lahan kering
menjadi rawa-rawa. Sebagian dari perubahan-perubahan alami tersebut bersifat
tidak dapat balik (irreversible) seperti eutrofikasi danau, sedangkan lainnya
bersifat siklis seperti siklus klimatik tahunan, atau transien seperti kekeringan.
Bersamaan dengan perubahan-perubahan lingkungan secara alami
tersebut juga terjadi perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh kegiatan
manusia. Bahkan pada tingkat budaya masyarakat pemburu dan pengumpul
hasil hutan, penggunaan api telah memodifikasi beberapa lingkungan alami.
Kemudian dengan domestikasi hewan dan introduksi pertanian, efek-efek dari
kegiatan-kegiatan ini menjadi lebih luas, terutama kalau semakin banyak manu-
sia yang terlibat. Laju perubahan tersebut meningkat dengan berkem-bangnya
industri karena tenaga otot digantikan dengan enerji yang berasal dari bahan
bakar fosil hingga beberapa dekade terakhir ini. Dampak manusia telah
mencapai intensitas yang tidak diharapkan dan mempengaruhi seluruh dunia,
karena jumlah penduduk meningkat dengan pesat dan konsumsi setiap kapita
yang lebih tinggi.
2

Sum berdayaAla m

P emban gkit
enerji P roduksibarang Konsu msibarang

Lim bah : G as,


cair, Lim bah sa
: mpa h,
Lim bah : gas,
pa nas,
dan lainn ya padatandan lain gas,asap,dll

Daurulanglimbah

P embua ngan
ke
P embua ngan
ke P enimb unan
sungai &perairan
atm osfer bebas di lahan

Faktor-faktor
lin gkungan yan g
salingberinteraksi
PE NCE M ARAN

Kerusakan/
kerugian RE S EP TO R

Gambar 1.1. Pemanfaatan sumberdaya alam dan pencemaran


lingkungan
3

R E SE PT O R
PO LU T A N

K ER U G IA N PR IM ER :
L angsung pada reseptor

K erugian tidak langsung K erugian tidak langsung


pada trofi yang lebih tinggi
pada reseptor yang terkait

K ER U G IA N SEK U N D ER :
L angsung kepada reseptor

Gambar 2.2. Kerugian primer dan sekunder akibat pencemaran

Intervensi manusia, misalnya dengan jalan penebangan hutan,


penambangan, pembangunan bendungan besar dan diversi sungai, telah
menjadi suatu gaya yang berskala geologis. Terlepas dari banyaknya batuan
dan material bumi yang dipindahkan setiap tahun dalam berbagai aktivitas
pertambangan, konstruksi jalan raya, dan lain-lainnya, pengaruh pada aliran air
dan pengisian kembali air bumi mungkin menjadi sangat penting. Kita hanya
mengetahui sedikit sekali siklus-siklus bio-geokimia alami untuk menduga
konsekuensi-konsekuensi yang sesungguhnya dari gangguan-gangguan terse-
but. Usulan-usulan dari beberapa "Futurist" untuk mendapatkan mineral dari
bijih yang kua-litasnya sangat rendah harus diteliti dengan sangat hati-hati;
dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh limbahnya bisa sangat serius.
Semakin meningkatnya kontrol manusia terhadap lingkungan hidupnya
seringkali menciptakan konflik-konflik antara sasaran-sasaran kemanusiaan
dengan proses-proses alamiah. Dalam rangka untuk mencapai hasil yang lebih
banyak atau untuk tujuan-tujuan lainnya, manusia berupaya menyimpangkan
aliran enerji alamiah, mengabaikan proses-proses alami, memotong rantai
makanan, menyederhanakan ekosistem, dan menggunakan banyak subsidi
enerji untuk mempertahankan kenyamanan keseimbangan yang artifisial.
4

Memang dalam beberapa kasus aktivitas-aktivitas ini dapat menciptakan atau


diperlukan untuk mempertahankan kondisi sekeliling yang dianggap perlu oleh
manusia, seperti misalnya aspek-aspek tertentu di daratan Eropa, yang selu-
ruhnya merupakan "buatan manusia" tetapi mencerminkan budidaya yang
seksama selama banyak generasi. Walaupun demikian sering terjadi konflik
antara strategi-strategi yang memaksimumkan manfaat jangka pendek
(misalnya hasil pangan selama lima tahun) dan yang memaksimumkan manfaat
jangka panjang (misalnya hasil yang lestari 50 tahun). Hal yang pertama
seringkali mengakibatkan penalti berupa degradasi lingkungan yang sifatnya
tidak dapat balik. Ketidak-sesuaian antara ahli ekonomi dan ahli ekologi
terutama terletak pada perbedaan perspektif waktu yang digunakannya; pada
umumnya 5-10 tahun dianggap merupakan periode/jangka panjang oleh para
ahli ekonomi, tetapi dianggap jangka pendek oleh para ahli ekologi. Sedikit
pertimbangan dan perhitungan dilibatkan dalam perhitungan ekonomis
terhadap proses-proses lingkungan seperti kerusakan tanah yang lambat atau
penurunan kapasitas akuifer.
Karena lingkungan alami berfluktuasi dengan waktu, kita tidak dapat
dengan mudah membedakan perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh
manusia. Misalnya, suatu daerah binaan untuk pemukiman baru yang sedang
dibangun pada hamparan terras yang kompleks. Hal ini jelas akan mengubah
kondisi lingkungan fisik. Tetapi untuk memahami perubahan-perubahan ini
maka perlu mengetahui kondisi-kondisi apa saja yang juga akan mengalami
perubahan seandainya pembangunan pemukiman tersebut tidak dilakukan.
Memang tidak mudah untuk mengukur secara tepat kondisi lingkungan yang
ada sekarang, demikian juga untuk menduga signifikansi kecenderungan-
kecenderungan perubahan yang terjadi di masa lalu serta memproyeksikannya
secara akurat ke masa yang akan datang.

1.2. Dampak Lingkungan (DAL)

Dampak (L) penting adalah perubahan lingkungan yang sangat


mendasar yang diakibatkan oleh suatu kegiatan. Perubahan mendasar ini
meliputi tiga kelompok besar, yaitu:
(1). Perubahan akibat suatu kegiatan yang (secara kumulatif)
menghilangkan identitas rona lingkungan awal secara nyata.
(2). Perubahan akibat suatu kegiatan yang menimbulkan ekses nyata
pada kegiatan lain di sekitarnya
(3). Perubahan akibat suatu kegiatan yang menyebabkan suatu rencana
tata ruang (SDA) tidak dapat dilaksanakan secara konsisten lagi.

Cara penentuan Dampak lingkungan adalah:


(1). Berdasarkan pengalaman empiris profesional (expert judgement)
(2). Perubahan dibandingkan dengan baku mutu lingkungan
(3). Perubahan dibandingkan dengan sistem nilai, fasilitas, pelayanan
sosial dan sumberdaya yang diperlukan.
Kriteria penentuan dampak penting adalah:
1. Jumlah penduduk yang terkena dampak lingkungan
2. Luas wilayah persebaran dampak lingkungan
3. Lamanya dampak lingkungan berlangsung
5

4. Intensitas dampak lingkungan


5. Banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak lingkungan
6. Sifat kumulatif dampak lingkungan
7. Reversibilitas /irreversibilitas akibat dampak lingkungan.

Tingkat Pendugaan Dampak Lingkungan

Pola Pendekat-an Dasar Metode Manfaat


Peramal-an Subyektif/ Spesifik Pandangan Pendidikan bagi pe-ngambil keputusan,
Intuitif Eksplisit pakar perencana dan ma-syarakat
Analogi
Perkiraan Kemungkinan Konstan Ekstrapolasi Menentukan kecenderungan
Situasio-nal Korelasi
Multi-regresi
Proyeksi Menggam- Konstan Korelasi Menentukan keperluan prasarana, sarana,
barkan Dampak Model pengendalian
kondisi Sensitivitas
Simulasi
Prospek Eksplorasi Konstan Analisis Menentukan ko-or-dinasi dalam kebi-jakan
Imajinasi Obyektif Sistem strategis dan alternatif.
Menaksir manfaat dan resiko Dampak

Perenca- Norma Tunggal Model Statistik Pengambilan kepu-tusan terhadap alter-


naan Otorisasi Konstan Sintesis natif atas pertim-bangan:
Sosekbud Sistem 1. Kelayakan ekonomis
Sistem 2.Kemungkinan teknis
3. Kemampuan institusi
4. Kesesuaian lingkungan

1.3. Pendugaan Dampak Lingkungan

Proses pendugaan dampak lingkungan melibatkan beberapa aktivitas, yaitu:


(1). Pemahaman terhadap landasan legal dan persyaratan prosedural bagi proses pendugaan
(2). Deskrispsi rona lingkungan tempat berlangsungnya kegiatan/proyek. Variabel pendugaan
dampak mengacu kepada karakteristik lingkungan yang digunakan untuk mendeskripsikan rona
lingkungan awal dan karakteristik lingkungan yang akan terkena dampak.
(3). Pendugaan dampak. Besarnya dampak dari setiap alternatif kegiatan proyek dievaluasi terhadap
masing-masing variabel lingkungan harus diduga dan diinterpretasi.
(4). Mengagregasikan informasi dampak akibat dari setiap alternatif kegiatan proyek. Berdasarkan
informasi agregat ini, sambil mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis, dilakukan
pemilihan alternatif kegiatan proyek.
(5). Penyiapan laporan pendugaan dampak lingkungan yang menjelaskan prosedur dan temuan-
temuan yang diperoleh.

Pemilihan dan penggunaan variabel pendugaan dampak yang tepat menjadi komponen
penting dari proses pendugaan dampak lingkungan. Variabel-variabel tersebut mencerminkan ciri-
ciri penting dari aktivitas-aktivitas yang melibatkan deskripsi rona lingkungan, penilaian dan
pendugaan dampak, dan pemilihan kegiatan proyek. Dalam kaitannya dengan variabel-variabel
tersebut, "karakteristik lingkungan" dapat dibagi menjadi fisiko-kimia, biologi, estetika, dan sosial-
ekonomi. Misalnya variabel pendugaan dampak akibat Proyek Pembangunan Sumberdaya Air, dapat
6

dikelompokkan menjadi kualitas lingkungan, kesejahteraan sosial, dan pengembangan wilayah.


Kualitas lingkungan berkenaan dengan lingkungan alami dan meliputi variabel fisiko-kimia,
biologis, dan estetika; kesejahteraan sosial dan pengembangan wilayah diarahkan kepada lingkungan
buatan, dan variabel-variabel sosial-ekonomi.

Empat kategori variabel pendugaan dampak adalah terrestrial, akuatik, udara dan human-
interface. Kategori terrestrial dan akuatik mencakup variabel fisiko-kimia dan biologis; kategori
udara meliputi variabel fisiko-kimia; dan kategori human-interface meliputi variabel estetika sesuai
dengan sumberdaya noise, sejarah dan arkheologis.

Untuk setiap variabel pendugaan dampak, disajikan informasi mengenai "DEFINISI",


pengukuran & pengamatan yang diperlukan untuk menyusun dan menetapkan rona awal; dan
penilaian serta pendugaan dampak.

Kurva fungsional juga disajikan untuk banyak variabel pendugaan dampak. Kurva
fungsional ini menyajikan hubungan empiris antara hasil pengukuran obyektif variabel pendugaan
dampak dengan hasil evaluasi subyektif (baik hingga jelek) variabel rona lingkungan.
Hasil pengukuran obyektif digunakan sebagai sumbu-X , sedangkan indeks kualitas
subyektif sebagai sumbu-Y. Indeks kualitas disajikan dengan sekala 0.0 hingga 1.0; dimana 0.0
menyatakan kualitas rendah atau kondisi lingkungan jelek/buruk dan 1.0 menyatakan kualitas
lingkungan yang baik atau kondisi lingkungan yang diperlukan/diinginkan.

II. VARIABEL KUALITAS SUMBERDAYA

1. VARIABEL: KEINDAHAN PERAIRAN

1.1. DEFINISI DAN PENGUKURAN RONA AWAL


Kualitas estetika air tergantung pada kejernihannya dan karakteristik
alirannya. Air jernih dan “murni” sangat diperlukan; aliran air yang deras
dianggap lebih menarik secara visual daripada air yang statis dan lambat
alirannya. Aliran air yang deras dapat sedikit mengatasi efek buruk akibat
turbiditas dan bau. Debu, sedimen dan algae dapat mengurangi kualitas air
secara visual.
Pengukuran variabel ini memerlukan kunjungan lapangan ke lokasi
proyek oleh tim inter-disiplin. Pada kenyataannya, kunjungan harus dilakukan
secara berkala untuk menentukan perbedaan musiman karakteristik aliran air
dan kejernihannya. Tim interdisiplin harus mampu menetapkan secara kualitatif
apakah karakteristik aliran air bersifat statik, lambat, moderat, ataukah dicirikan
oleh white-water. Selain itu, keputusan kualitatif juga harus diambil terhadap
kejernihan air, yaitu jernih, moderat, agak keruh atau keruh.

1.2. PENDUGAAN DAMPAK


Pendugaan dampak akibat pembangunan proyek harus melibatkan
justifikasi kualitatif oleh tim interdisiplin dalam mengestimasi apakah
karakteristik aliran air akan mengalami perubahan akibat dari adanya proyek,
demikian juga terhadap perubahan kejernihan air. Pertimbangan harus diberikan
7

terhadap perubahan-perubahan potensial selama fase konstruksi dan operasi


proyek.

1.3. KURVA FUNGSIONAL (Battelle Environmental Evaluation System,


1972)

Indeks Kualitas

1.0
Jernih

0.8

Agak keruh
0.6 (Algae, sedimen, dll)

0.4

0.2 Keruh
( Algae, Sedimen, dll)

0.0

Statik Lambat Moderat


Whitewater

Karakteristik aliran

PERHATIAN KHUSUS
Personil terlatih sebagai spesialis rekreasi dapat membantu dalam
menghimpun dan menginterpretasikan informasi tentang variabel ini.
8

2. VARIABEL: BAU DAN MATERIAL MENGAPUNG


2.1. DEFINISI DAN PENGUKURAN RONA AWAL
Air yang menyebarkan bau tidak sedap atau yang membawa sampah
terapung yang berlebihan , limbah minyak, atau busa, secara estetika tidak
menarik. Bau air alamiah, bau ringan, bahkan hingga bau yang hampir tidak
dapat dikenali, tidak selalu harus dibuang, dan harus dinilai sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan air yang tidak berbau sama sekali.
Pengukuran peubah ini mensyaratkan beberapa kunjungan lapangan
secara musiman di lokasi proyek oleh tim interdisiplin. Estimasi harus dilakukan
dalam hal banyaknya material apungan yang ada dalam tubuh perairan, juga
bau yang ditimbulkan oleh material apung tersebut, limbah minyak dan busa.
Justifikasi kualitatif diperlukan untuk menentukan klasifikasi material apungan
menjadi ringan, moderat, parah, atau tidak ada. Hal yang serupa juga
diperlukan terhadap “bau” , apakah dapat diabaikan, dapat dikenali baunya,
atau baunya lemah.

KURVA FUNGSIONAL (Battelle Environmental Evaluation System, 1972)

Indeks Kualitas

1.0
Bau kurang sedap

0.8

Noticeable odor

0.6

0.4

Bau tidak sedap


0.2

0.0

Tidak Sedikit Moderat


Banyak
ada

Material mengapung (Detached)


9

2.2. PENDUGAAN DAMPAK


Pendugaan dampak akibat proyek memerlukan justifikasi kualitatif
terhadap kondisi masa mendatang apakah akan dicirikan oleh adanya material
apungan atau bau-bauan. Pertimbangan perlu diberikan terhadap kemungkinan
apakah kegiatan proyek akan menghasilkan bahan apungan atau bau-bauan,
atau mendorong berkembangnya sarana pengendalian di bagian hulu untuk
mengeliminir masalah tersebut. Perhatian juga harus diberikan terhadap fase
kontruksi proyek dan penggunaannya lebih lanjut.

PERHATIAN KHUSUS
Personil terlatih sebagai spesialis rekreasi dapat membantu dalam menghimpun
dan menginterpretasikan informasi tentang variabel ini.

3. VARIABEL: pH
3.1. DEFINISI DAN PENGUKURAN KONDISI AWAL
pH suatu larutan mencerminkan aktivitas kation hidrogennya, dan
dinyatakan sebagai logaritma negatif dari aktivitas kation hidrogen dalam mole
per liter pada suhu tertentu. Istilah pH lazimnya digunakan untuk menyatakan
intensitas kondisi asam atau alkalin suatu larutan. Kalau pH antara 1 dan 7, ini
merupakan kisaran asam, dan kisaran alkalin adalah pH 7 - 14. pH air
permukaan biasanya berkisar antara 6.5 - 9.0.
Kualitas air yang ada, ditinjau dari nilai pH, harus dideskripsikan untuk
suatu kawasan proyek. Perhatian harus diberikan kepada variasi pH-perairan
secara musiman akibat peristiwa alamiah ataupun karena aktivitas manusia.

PENDUGAAN.DAMPAK:
Pendugaan.dampak.suatu.proyek harus memperhatikan besarnya
penyimpangan nilai pH dari nilai normal (alami) di suatu wilayah. Kurva
fungsional berikut disusun berdasarkan konsep bahwa penurunan kualitas
lingkungan akan terjadi kalau pH. Di suatu lokasi berubah dari kondisi
normal/alaminya. Perhatian harus ditujukan kepada potensial perubahan pH
yang mungkin terjadi akibat kegiatan konstruksi atau operasi proyek. Kalau
suatu proyek melibatkan kegiatan pembendungan air, maka diperkirakan akan
terjadi perubahan pH. Pembangunan industri diduga juga akan mengakibatkan
perubahan pH. perairan. karena adanya pembuangan limbah.

PERHATIAN KHUSUS:
Penetapan nilai pH “alami” untuk lokasi proyek harus dilakukan secara
hati-hati sekali.
10

KURVA FUNGSIONAL:(Battelle.Environmental.Evaluation.System,.1972)

Indeks Kualitas

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2
0.0
-6.............-4...............-2............... 0................. 2................ 4................ 6

pH,.......(penyimpangan dari kondisi alami, pH=7.0)

4. VARIABEL: TURBIDITAS

4.1. DEFINISI DAN PENGUKURAN KONDISI AWAL:


Turbiditas merupakan suatu ukuran yang menyatakan sampai seberapa
jauh cahaya mampu menembus air , dimana cahaya yang menembus air akan
mengalami “pemantulan” oleh bahan-bahan tersuspensi dan bahan koloidal.
Satuannya adalah Jackson Turbidity Unit (JTU), dimana 1 JTU sama dengan
turbiditas yang disebabkan oleh 1 mg/l SiO 2 dalam air. Dalam danau atau
perairan lainnya yang relatif tenang, turbiditas terutama disebabkan oleh bahan
koloidan dan bahan-bahan hakus yang terdispersi dalam air. Dalam sungai yang
mengalir , turbiditas terutama disebabkan oleh bahan-bahan kasar yang
terdispersi. Turbiditas penting bagi kualitas air permukaan, terutama berkenaan
dengan pertimbangan estetika, daya filter, dan disinfeksi. Pada umumnya kalau
turbiditas meningkat, nilai estetika menurun, filtrasi air lebih sulit dan mahal,
dan efektivitas desinfeksi berkurang. Turbiditas dalam perairan mungkin terjadi
karena material alamiah, atau akibat aktivitas proyek, pembuangan limbah, dan
operasi pengerukan.
Informasi tentang tingkat turbiditas awal dalam perairan di daerah proyek
harus diperoleh. Perhatian harus diberikan terhadap hubungan antara tingkat
turbiditas dengan laju aliran air didaerah proyek.

4.2. PENDUGAAN DAMPAK


Pendugaan dampak harus memperhatijan perubahan turbiditas selama
masa konstruksi dan operasi proyek. Pendekatan matematika dapat digunakan
untuk menduka peningkatan sedimen dan turbiditas sebagai akibat dari
11

pembangunan proyek (Canter, 1977). Perubahan turbiditas dapat terjadi akibat


pembendungan aliran air.

4.3. PERHATIAN KHUSUS


Perhatian harus diberikan terhadap berbagai teknik pengukuran
turbiditas . Karena kemiripan definisi dan/atau interpretasi tentang informasi
turbiditas, padatan tersuspensi, dan sedimen tersuspensi, maka harus benar-
benar hati-hati dalam mereka-yasa, menduga, dan menginterpretasikan
informasi tentang turbiditas.

KURVA FUNGSIONAL:

Indeks Kualitas

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

0 20 40 60 80 100
120

Satuan Turbiditas Jackson


(Sumber: NSF = National Sanitation Foundation)
12

5. VARIABEL: SUSPENDED SOLID (SS)

DEFINISI DAN PENGUKURAN KONDISI AWAL:


SS adalah padatan yang terkandung dalam air dan bukan merupakan
larutan, bahan ini dibedakan dari padatan terlarut dengan jalan uji filtrasi
laboratorium. Satuannya adalah mg/l. SS terdiri atas komponen settleable,
floating dan non-soluble (suspensi koloidal). SS lazimnya mengandung senyawa
organik dan anorganik. Satu ciri dari SS adalah berkaitan dengan karakteristik
turbiditas. SS sangat penting karena pengaruhnya terhadap kualitas estetika,
filtrasi (penjernihan) dan desinfeksi; dan potensial dampaknya terhadap
ekosistem akuatik. Pada umumnya air yang mengandung banyak SS kurang
bagus ditinjau dari sudut pandang estetika, lebih sulit dan mahal untuk
menjernihkannya, dan memerlukan lebih banyak bahan kimia untuk dis-
infeksinya. SS yang berlebihan dapat membahayakan ikan dan jasad akuatik
lainnya melalui penyelimutan insang, reduksi radiasi matahari, dan selanjutnya
akan berpengaruh pada rantai makanan alami.
Informasi awal tentang SS dalam air permukaan di lokasi proyek harus
diperoleh. Perhatian khusus harus diarahkan pada variasi musiman SS dalam
kaitannya dengan variasi aliran air.

PENDUGAAN DAMPAK:
Pendugaan dampak harus melibatkan peningkatan SS sebagai akibat
dari aktivitas konstruksi. Pertimbangan perlu diberikan untuk mengantisipasi
pembuangan limbah sebagai akibat dari operasional proyek sumberdaya air,
dan akibat dari dampak sekunder peningkatan populasi dan pembangunan
industri. Banyak literatur yang dapat digunakan untuk kuantifikasi dugaan
konsentrasi SS dan perilakunya kalau ia dibuang ke perairan permukaan yang
ciri hidrauliknya berbeda (Canter, 1977).

KURVA FUNGSIONAL:

Berikut ini adalah konsep dari U.S. Department of the Army (1975):

Konsentrasi SS (mg/l) Kategori Kualitas Lingkungan


4 Ekselen
10 Baik
15 Cukupan
20 Jelek
35 Sangat jelek
13

Indeks Kualitas

1.0

0.9

0.75

0.5

0.1

0.0
0 5 10 15 20 25 30 35
Konsentrasi SS (mg/l)

PERHATIAN KHUSUS:
Karena adanya kesamaan definisi dan/atau interpretasi informasi tentang
turbiditas, SS, dan sedimen tersuspensi, maka harus hati-hati dalam
menghimpun, menduga dan menginterpretasikan informasi mengenai SS.
Tergantung pada data yang tersedia, tin inter-disiplin dapat menggunakan
turbiditas atau SS sebgaai peubah dalam pendugaan dampak.

6. VARIABEL: TEMPERATUR AIR


6.1. DEFINISI DAN PENGUKURAN KONDISI AWAL:
Temperatur merupakan derajat panas atau dinginnya air yang diukur
pada sekala definit seperti derajat celsius (oC) atau derajat Fahrenheit (oF).
Temperatur air merupakan regulator utama proses-proses alamiah di dalam
lingkungan akuatik. Ia dapat mengendalikan fungsi fisiologis organisme dan
berperan secara langsung atau tidak langsung bersama dengan komponen
kualitas air lainnya mempengaruhi kualitas akuatik. Temperatur air
mengendalikan spawning dan hatching, mengendalikan aktivitas, memacu atau
menghambat pertumbuhan dan perkembangan; dapat menyebabkan kematian
kalau air menjadi panas atau dingin sekali secara mendadak. Air yang lebih
dingin lazimnya menghambat perkembangan; air yang lebih panas umumnya
14

mempercepat aktivitas. Temperatur air juga mempengaruhi berbagai macam


reaksi fisika dan kimiawi di dalam lingkungan akuatik.
Determinasi kondisi awal untuk temperatur air meliputi pengumpulan
informasi yang ada tentang temperatur air di daerah lokasi proyek. Perhatian
harus diberikan kepada variasi musiman temperatur air serta variasi temperatur
menurut kedalaman tubuh perairan.

6.2. PENDUGAAN DAMPAK:


Banyak aktivitas yang berhubungan dengan konstruksi dan operasi
proyek sumberdaya air dapat mengakibatkan perubahan temperatur air, dan
pembendungan air dapat mengakibatkan perubahan suhu pada permukaan air
dan pada berbagai kedalaman air. Banyak referensi ilmiah yang dapat
digunakan untuk menduga perubahan suhu air akibat kontruksi dan operasi
proyek sumberdaya air. Semua negara mempunyai baku mutu air untuk
temperatur, dan baku mutu ini dapat digunakan untuk menduga dampak
potensial dari proyek pembangunan sumberdaya air.
Kurva fungsional berikut ini menyatakan bahwa “kunci pokok” terletak
pada variasi suhu air dari kondisi normal alamiahnya. Sesuai dengan observasi
untuk kebanyakan ikan, kurva fungsionsal menyatakan efek yang kurang serius
akibat perubahan suhu yang mendinginkan lingkungan alamiah dibandingkan
dengan perubahan suhu yang memanaskan lingkungan alamiah.

6.3. KURVA FUNGSIONAL: (Battelle Environmental Evaluation System,


1972)

Indeks Kualitas
1.0

0.8

0.6

0.4 NSF

0.2

0.0
15

-10 -5 0 +5 +10
+15
oC, Penyimpangan dari kondisi kesetimbangan
NSF = National Sanitation Foundation

6.4. PERHATIAN KHUSUS:


Tim interdisiplin harus secara hati-hati memperhatikan variasi “alamiah”
suhu air yang terjadi di daerah proyek.

7. VARIABEL: OKSIGEN TERLARUT (DO)


7.1. DEFINISI DAN PENGUKURAN KONDISI AWAL:
Oksigen terlarut mungkin merupakan parameter kualitas air yang paling
umum digunakan. Kelarutan oksigen atmosfer dalam air segar/tawar berkisar
dari 14.6 mg/liter pada suhu 0oC hingga 7.1 mg/liter pada suhu 35oC pada
tekanan satu atmosfer. Rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam air
berpengaruh buruk terhadap kehidupan ikan dan kehidupan akuatik lainnya, dan
kalau tidak ada sama sekali oksigen terlarut mengakibatkan munculnya kondisi
anaerobik dengan bau busuk dan permasalahan estetika.
Kebutuhan oksigen ikan beragam dengan spesies dan umur ikan. Ikan air
dingin membutuhkan lebih banyak oksigen terlarut daripada ikan lainnya
(seperti carp dan pike), mungkin karena jenis ikan yang pertama lebih aktif dan
predator. Kisaran antara 3 - 6 mg/liter merupakan tingkat kritis DO untuk hampir
semua jenis ikan. Di bawah 3 mg/liter, penurunan lebih lanjut hanya penting
dalam kaitannya dengan munculnya kondisi anaerobik lokal; kerusakan utama
terhadap ikan dan kehidupan akuatik lainnya telah terjadi pada kondisi seperti
ini. Di atas 6 mg/liter, keuntungan utama dari penambahan oksigen terlarut
adalah sebagai cadangan atau penyangga untuk menghadapi “shock load”
buangan limbah yang membutuhkan banyak oksigen.
Penentuan kondisi awal harus mencakup informasi yang ada tentang
konsentrasi DO dalam perairan permukaan di lokasi proyek. Perhatian khusus
harus diberikan kepada variasi DO sebagai fungsi dari musim (suhu air) dan
konsentrasi padatan terlarut, seperti misalnya pada perairan pantai.

7.2. PENDUGAAN DAMPAK


Pendugaan dampak proyek terhadap DO harus mencakup fase konstruksi
dan operasi proyek. Banyak model matematika yang telah dikembangkan oleh
para ahli untuk menduga perubahan potensial DO sebagai akibat dari
pembendungan air, perubahan hidraulik lainnya, dan/atau pembuangan limbah.
Markofsky dan Harlemen (1971) menyediakan model-model prediktif untuk
menduga pengaruh stratifikasi thermal terhadap DO dalam waduk. Baku mutu
DO yang ada dapat digunakan untuk pendugaan dampak potensial
pembangunan proyek terhadap DO.
16

7.3. PERHATIAN KHUSUS:


Perhatian khusus harus diberikan terhadap perubahan alamiah DO di
lokasi proyek.

7.4. KURVA FUNGSIONAL: (Battelle Environmental Evaluation System, 1972)

Indeks Kualitas
1.0

0.8

0.6

Sesuai dengan NSF,


0.4
diasumsikan jenuh = 9
mg/liter

0.2

0.0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
mg/l

NSF = National Sanitation Foundation

8. VARIABEL: BOD
8.1. DEFINISI DAN PENGUKURAN KONDISI AWAL:
BOD didefinisikan sebagai jumlah oksigen (mg/l) yang diperlukan oleh
bakteri untuk mendekomposisikan bahan organik (hingga stabil) pada kondisi
aerobik. Kondisi uji yang tipikal adalah inkubasi lima hari pada suhu 20oC.
Karena BOD merupakan ukuran tidak langsung dari jumlah bahan organik yang
dapat didekomposisi secara biologis, maka ini dapat menjadi indikator jumlah
oksigen terlarut yang akan digunakan (hilang dari air) selama asimilasi biologis
polutan organik secara alamiah. Uji BOD merupakan salah satu uji yang lazim
digunakan dalam evaluasi kualitas air.
17

Penentuan kondisi awal (rona awal) untuk variabel ini harus mencakup
agregasi informasi kualitas air (BOD) di daerah proyek. Variasi musiman harus
dicatat, demikian juga kecenderungan historis BOD. Perhatian khusus harus
diberikan terhadap persyaratan baku mutu dalam kaitannya dengan
pengendalian pembuangan limbah organik. Disamping menelaah konsentrasi
BOD dalam air, mungkin juga diperlukan dalam mendeskripsikan rona awal
lingkungan dalam kaitannya dengan total buangan limbah ke dalam perairan.

8.2. PENDUGAAN DAMPAK


Pendugaan dampak potensial suatu proyek terhadap BOD harus
memperhitungkan limbah organik yang berasal dari fase konstruksi dan operasi
proyek, serta mempertimbangkan sumber-sumber limbah yang masuk ke
perairan (point dan non-point sources). Selain itu juga perlu dipertimbangkan
informasi yang ada dalam pustaka-pustaka, seperti Canter (1977), untuk
memperhitungkan jumlah limbah yang akan masuk ke perairan. Perhatian juga
harus diberikan pada dekomposisi bahan organik dalam perairan melalui proses
perombakan biologis. Model-model matematika dapat digunakan untuk
menduga konsentrasi BOD dalam aliran sungai. Pendugaan dampak
pembendungan aliran air tehadap BOD juga harus dilakukan kalau ada proyek
pembangunan sumberdaya air yang diikuti dengan pembendungan aliran air.
Rasionalitas yang melandasi kurva fungsional berikut ini ialah bahwa BOD
sangat penting karena ia merangsang pengurangan oksigen terlarut atau
pertumbuhan organisme benthos yang tidak diinginkan. Dalam aliran sungai
yang lambat atau waduk, BOD sebesar 5 mg/liter mungkin telah cukup untuk
menimbulkan kondisi buruk, sedangkan sungai-sungai di pegunungan yang
aliran airnya deras dapat mengandung BOD 30 mg/liter atau lebih tanpa
menimbulkan efek yang buruk. Hal ini karena aliran sungai yang deras
mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk re-aerasi dan mencegah
terjadinya akumulasi bahan organik di sedimen dasar. Kurfa fungsional dari NSF
berada di antara kedua kondisi ekstrem tersebut.

8.3. PERHATIAN KHUSUS

Dalam kaitannya dengan kajian BOD perairan permukaan, sangat penting


diperhatikan adalah sumber-sumber pencemaran yang bersifat non-point.
18

8.4. KURVA.FUNGSIONAL: (Battelle Environmental Evaluation System,


1972)

Indeks Kualitas

1.0

Sungai yang alirannya


0.8
deras

0.6

0.4 NSF

0.2
Waduk

0.0 10 20 30 40 50 60
70

BOD, mg/l

9. VARIABEL: PADATAN TERLARUT


9.1. DEFINISI DAN PENETAPAN KONDISI AWAL:
Total padatan tersuspensi (TDS) merupakan agregat dari karbonat,
bikarbonat, klorida, sulfat, fosfat, nitrat dan garam-garam lainnya dari Ca, Mg,
Na, K, dan senyawa lainnya. TDS dipisahkan dari SS melalui teknik filtrasi
laboratorium. Satuannya adalah mg/liter. TDS sangat penting karena
pengaruhnya terhadap palatabilitas dan efeknya untuk menyebabkan reaksi
fisiologis yang buruk. Air yang kaya mineral juga kurang bagus bagi aplikasi
industri, dan juga kualitasnya untuk irigasi agak terbatas.
Penetapan kondisi awal untuk peubah ini melibatkan penghimpunan
informasi yang ada tentang TDS dalam air di lokasi proyek. Harus diperhatikan
adanya variasi konsentrasi TDS sebagai fungsi dari variasi aliran air sungai.

9.2. PENDUGAAN DAMPAK


19

Pendugaan dampak harus memperhatikan dampak fase konstruksi dan


operasi, meskipun fokus utama untuk variabel ini berkaitan dengan fase operasi
proyek. Kuantifikasi dugaan TDS yang akan masuk lingkungan perairan akibat
dari operasi proyek dapat dilakukan melalui aplikasi berbagai unit faktor
penghasil limbah (Canter, 1977). Pendugaan perilaku padatan terlarut setelah
memasuki perairan dapat dilakukan dengan bantuan model matematik yang
berdasarkan pada prinsip-prinsip pengenceran. Haris diperhatikan bentuk-
bentuk kimiawi dari padatan terlarut serta potensi pengendapan kimiawi yang
dapat terjadi sebagai fungsi dari perubahan pH dan temperatur. Juga harus
dipertimbangkan potensi pembentukan TDS sebagai akibat evaporasi dari
proyek pembendungan aliran air sungai.
Baku mutu yang ada dapat digunakan untuk menduga dampak potensial
akibat proyek pembangunan sumberdaya air. Kurva fungsional berikut ini
menyatakan bahwa kualitas lingkungan terhadap TDS menunjukkan hubungan
yang menurun, sehingga peningkatan TDS akan menurunkan kualitas
lingkungan. Kurva fungsional ini menunjukkan beberap nilai konsentrasi TDS
sangat esensial pada ekstrim rendah dalam kaitannya untuk mencapai
keseimbangan kimia dalam air.

9.3. PERHATIAN KHUSUS

Harus diperhatikan variasi TDS secara alamiah dalam perairan di lokasi


proyek.

9.4. KURVA FUNGSIONAL: (Battelle Environmental Evaluation System, 1972)

Indeks Kualitas

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2
20

0.0
0 500 1000 1500 2000 2500
3000

TDS, mg/liter
10. VARIABEL: NITROGEN ANORGANIK
10.1. DEFINISI DAN PENETAPAN KONDISI AWAL:
Nitrogen merupakan unsur hara esensial yang diperlukan untuk
melestarikan kehidupan akuatik. Biasanya diukur dengan satuan mg/liter.
Secara spesifik, nitrogen anorganik dalam bentuk nitrat dan amonia tersedia
untuk masuk ke dalam siklus rantai makanan akuatik. Nitrogen organik menjadi
tersedia setelah mengalami konversi menjadi bentuk anorganik oleh aktivitas
bakteri. Limbah industri, limbah domestik dan residu pupuk dalam air limpasan
dari lahan pertanian merupakan sumber utama nitrogen anorganik dalam
perairan.
Penetapan rona awal lingkungan untuk variabel ini mencakup agregasi
informasi kualitas air variabel nitrogen anorganik di daerah proyek. Variasi
musiman konsentrasi nitrogen anorganik harus dicatat, demikian juga
kecenderungan historisnya.
Disamping konsentrasi nitoegn anorganik dalam perairan, perlu
dijelaskan pula agregat total input nitrogen ke dalam perairan, dari berbagai
sumber.

10.2. PENDUGAAN DAMPAK


Pendugaan dampak proyek terhadap konsentrasi N-anorganik harus
meliputi masukan limbah N-anorganik selama fase konstruksi dan operasi
proyek. Harus diperhatikan pula kemungkinan terjadinya perubahan kimiawi dan
konversi biologis N-anorganik yang terjadi dalam air. Model-model matematika
dapat digunakan untuk menduga konsentrasi N-anorganik dalam aliran sungai.
Pertimbangan tentang dampak pembendungan aliran air terhadap konsentrasi
N-anorganik juga harus dimasukkan kalau melibatkan proyek pembendungan
sumberdaya air.
Kurva fungsional berikut ini didasarkan atas pemikiran bahwa ada suatu kisaran
optimum konsentrasi N-anorganik , dimana kualitas lingkungan menurun kalau
terjadi penyimpangan konsentrasi di atas dan di bawah kisaran optimum.
Sedikit nitrogen sangat esensial untuk mendukung ekosistem ekuatik; kisaran di
bawah 0.3 mg/l N-anorganik (dinyatakan sebagai N) dianggap sebagai kisraan
defisien. Konsentrasi di sekitar 1.0 mg N /l dianggap sebagai kisaran optimum.
Konsentrasi 10 mg N/l atau lebih mungkin telah menghambat berbagai proses
biologis.
21

10.3. KURVA FUNGSIONAL: (Battelle Environmental Evaluation System, 1972)

Indeks Kualitas

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
mg N / l

10.4. PERHATIAN KHUSUS:


Bentuk kurva fungsional di atas dianggap berlaku secara umum,
walaupun konsentrasi N untuk EQ maksimum beragam dari region ke region.
22

11. VARIABEL: FOSFAT ANORGANIK


11.1. DEFINISI DAN PENETAPAN KONDISI AWAL:
Fosfor merupakan unsur hara esensial yang diperlukan bagi
kelangsungan kehidupan akuatik. Biasanya diukur dengan satuan mg/l atau
ppm. Berbagai bentuk P-anorganik telah banyak dibahas dalam kaitannya
dengan problem eutrofikasi. Sumber fosfor yang masuk ke dalam perairan
adalah limbah domestik, limbah industri, air limpasan dari lahan pertanian yang
dipupuk fosfat.
Penentuan rona awal untuk peubah ini akan meliputi pengumpulan
informasi kualitas air P-anorganik di lokasi proyek. Variasi musiman konsentrasi
P-anorganik harus diperhatikan , demikian juga kecenderungan historisnya.
Baku mutu harus dipertimbangkan dalam kaitannya dengan kemungkinan
perubahan masukan P-anorganik dari sumber-sumber buangan limbah. Selain
memperhatikan konsentrasi P-anorganik dalam air, perlu mendeskripsikan
kondisi lingkungan yang ada untuk memperkirakan total masukan fosfat ke
dalam sumberdaya air. Informasi yang berguna untuk memperhitungkan total
masukan P-anorganik dikemukakan oleh Canter (1977).

11.2. PENDUGAAN DAMPAK


Pendugaan dampak proyek harus mempertimbangkan buangan-limbah
selama fase konstruksi dan operasi proyek. Demikian juga , informasi
kepustakaan, untuk memperhitungkan total P-anorganik. Perilaku P-anorganik
dalam air sangat tergantung pada proses biologis dan reaksi-reaksi kimiawi.
Ada beberapa model matematika yang dapat digunakan untuk menduga
konsentrasi P-anorganik dalam aliran sungai. Pertimbangan tentang dampak
pembendungan aliran sungai terhadap konsentrasi P-anorganik juga harus
dimasukkan ke dalam analisis dampak proyek pembendungan sungai.
Rasionalita kurva fungsional berikut ini ialah bahwa meskipun konsentrasi
P-anorganik yang menimbulkan masalah beragam dengan ciri-ciri lingkungan
akuatik dan kandungan unsur hara lainnya, namun danau yang relatif tidak
terkontaminasi ternyata airnya mengandung 0.001 - 0.003 mg P / l (total fosfor).
Daerah ini dianggap defisien hara. Di atas 0.02 mg P/l dianggap sebagai daerah
potensial blooming algae. Di atas 0.10 mg P/l, air dianggap sangat diperkaya.
23

11.3. KURVA FUNGSIONAL: (Battelle Environmental Evaluation System, 1972)

Indeks Kualitas

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0
0 0.022 0.04 0.066 0.088 0.10
mg P / liter

11.4. PERHATIAN KHUSUS:

Bentuk kurva fungsional di atas dianggap berlaku secara umum,


meskipun konsentrasi P untuk EQ maksimum dapat beragam antar wilayah.

12. VARIABEL: SALINITAS

12.1. DEFINISI DAN PENETAPAN KONDISI AWAL:


Salinitas didefinisikan sebagai total padatan dalam air setelah semua
karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida diganti dengan
klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi. Satuan untuk salinitas
lazimnya adalah g/kg atau satu per seribu. Salinitas merupakan peubah penting
dalam perairan pantai dan estuarine, dan perubahan salinitas dapat
menyebabkan perubahan kualitas ekosistem akuatik, terutama ditinjau dari tipe-
tipe dan kelimpahan organisme. Salinitas harus digunakan sebagai parameter
24

pendugaan dampak untuk semua proyek pengembangan sumberdaya air yang


berhubungan dengan perairan pantai dan estuaria.
Penentuan rona awal untuk peubah ini akan melibatkan pengumnpulan
informasi yang ada mengenai nilai-nilai salinitas di sekitar lokasi proyek.
Perhatian perlu diberikan kepada variasi salinitas harian dan musiman, serta
variasinya terhadap kedalaman air pada lokasi tertentu.

12.2. PENDUGAAN DAMPAK


Pendugaan dampak terutama dipusatkan pada perubahan salinitas yang
mungkin terjadi sebagai akibat dari aktivitas konstruksi dan operasi proyek.
Teknik-teknik pendugaan telah ada, dengan pendekatan yang berhubungan
dengan karakteristik hidraulik dari zone pantai dan/atau estuaria.
Kurva fungsional di bawah ini didasarkan pada pemikiran bahwa
perubahan dari kondisi salinitas normal akan diikuti oleh penurunan kualitas
lingkungan. Perubahan salinitas dapat menyebabkan peningkatan atau
penurunan kualitas lingkungan, tergantung pada aktivitas proyek.

PERHATIAN KHUSUS:

Hati-hati dalam menentukan kisaran salinitas “NORMAL” di suatu lokasi


proyek. Pendugaan dampak mungkin memerlukan pemodelan hidraulik yang
unik.
25

12.3. KURVA FUNGSIONAL: (Battelle Environmental Evaluation System,


1972)

Indeks Kualitas

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0
-10 -5 -2.5 Normal +2.5 +5
+10

Perubahan salinitas (%)

13. VARIABEL: SENYAWA TOKSIK

13.1. DEFINISI DAN PENETAPAN KONDISI AWAL:


Berbagai macam senyawa toksik berada dalam lingkungan akuatik.
Limbah yang mengandung logam berat (Hg, Cu, Ag, Pb, Ni, Co, As, Cd, Cr, dan
lainnya) sendiri-sendiri atau campurannya hingga konsentrasi tertentu dapat
bersifat toksik bagi organisme akuatik, sehingga mempunyai dampak yang
serius terhadap ekosistem akuatik. Senyawa toksik lainnya termasuk pestisida,
senyawa ammonia, sianida, sulfida, fluorida, dan senyawa-senyawa khlor
organik.
Uji bio-essay dapat digunakan untuk menyatakan konsentrasi dalam mg/l
pada saat mana senyawa toksik tidak menyebabkan gangguan pada organisme
uji. Akan tetapi, efek jangka panjang dari senyawa toksik mungkin menimbulkan
gangguan yang lebih berbahaya, seperti pengkerdilan pertumbuhan, penurunan
fertilitas, penyimpangan fisiologis, dan pola perilaku aneh; dan ini semua dapat
26

menyebabkan gangguan yang lebih berbahayadibandingkan dengan sekedar


ekeberadaan spesies. Demikian juga, magnifikasi biologis dan penyimpanan
residu bahan pencemar yang toksik dalam organisme akuatik dapat
mengakibatkan dampak serius. Karena alasan ini semuanya, dan didukung
alasan praktis, senyawa toksik, kalau mereka dapat dideteksi dalam perairan
alami dengan metode canggih analisis kualitas air, dapat mengakibatkan air
tidak layak bagi perbanyakan kehidupan akuatik yang sehat.
Penetapan rona awal untuk variabel ini harus mencakup agregasi
informasi kualitas air mengenai senyawa toksik yang ditetapkan di atas
konstentrasi yang mungkin terjadi di lokasi proyek. Kalau ada data tentang
kecenderungan historis konsentrasi senyawa toksik (potensial) juga harus
dicatat. Disamping memperhatikan konsentrasi yang ada dalam air, dengan
kemungkinan terjadi di lokasi proyek, maka tim interdisiplin harus juga
mempertimbangkan adanya titik-titik sumber pencemaran yang ada di daerah
aliran sungai.

13.2. PENDUGAAN DAMPAK:


Pendugaan dampak proyek terhadap senyawa toksik harus
mempertimbangkan peluang introduksi material toksik selama fase konstruksi
dan operasionalisasi proyek. Pertimbangan harus diberikan kepada siklus
lingkungan dari berbagai senyawa toksik, yaitu mereka cenderung mengendap
dari larutan (air), menguap ke atmosfer, atau diambil dalam berbagai bentuk
akuatik. Informasi yang ekstensif mengenai perilaku berbagai senyawa toksik
dalam lingkungan dapat dikaji dari literatur tentang limbah radioaktif, karena
berbagai macam radio-nuklida merupakan isotop dari logam-logam toksik.
Model matematik umumnya masih belum ada untuk menduga konsentrasi
berbagai bentuk senyawa toksik dalam aliran sungai. Salah satu hal yang harus
diperhatikan adalah kemungkinan terjadinya interaksi sinergistik atau
antagonistik di antara senyawa-senyawa campuran yang dapat menyebabkan
efek yang berbeda selain yang disebabkan oleh masing-masing senyawa toksik
secara sendiri-sendiri.

13.3. KURVA.FUNGSIONAL:.
Belum ada kurva fungsional. Kurva fungsional yang serupa dengan
residu pestisida dapat digunakan.

13.4. PERHATIAN KHUSUS:


Kalau beberapa senyawa toksik atau potensial toksik ada di lokasi
proyek, harus dipertimbangkan keberadaannya secara sendiri-sendiri dalam
pendugaan dampak di lokasi proyek.

14. VARIABEL: RESIDU PESTISIDA

14.1. DEFINISI DAN PENETAPAN KONDISI AWAL:


Pestisida merupakan istilah kolektif yang mencakup insektisida,
herbisida, dan algaesida yang dapat digunakan ke lahan atau air, guna
mengendalikan gangguan flora dna fauna. Efek pestisida sangat beragam dari
satu jenis pestisida ke yang lainnya, demikian juga beragam antar spesies
tumbuhan atau satwa akuatik.
27

Penetapan rona awaluntuk peubah ini harus mencakup pengumpulan


informasi kualitas air dalam mg/l berbagai residu pestisida di lokasi proyek.
Fluktuasi musiman harus dicatat , demikian juga kecenderungan historis
konsentrasi residu pestisida. Karena pestisida terutama bersumber dari lahan
pertanian, maka perlu dihimpun informasi tentang sejarah masa lalu
penggunaan pestisida di daerah aliran sungai.

14.2. PENDUGAAN DAMPAK:


Pendugaan dampak proyek terhadap konsentrasi residu pestisida harus
mencakup potensi masuknya pestisida selama fase konstruksi dan fase
operasional proyek. Perilaku residu pestisida dalam perairan permukaan dapat
diperkirakan melalui berbagai informasi ilmiah mengenai mekanisme
transportasinya. Model matemaktika umumnya belum ada untuk menduga
konsentrasi residu pestisida dalam aliran sungai, demikian juga untuk menduga
dampak potensial pembendungan air terhadap residu pestisida.
Karena konsnetrasi maksimum yang diperbolehkan snagat beragam di antara
pestisida, dan karena akan sangat “sulit” untuk menyusun kurva fungsional
secara sendiri-sendiri untuk setiap jenis pestisida, maka kurva fungsional berikut
ini disusun berdasarkan rasio konsentrasi yang ada (atau konsentrasi dugaan)
suatu pestisida tertentu dengan konsentrasi maksimumnya. Kalau hanya ada
satu jenis residu pestisida maka kurva fungsional dpaat digunakan secara
langsung. Dalam hal seperti ini, indeks kualitas bragam secara linear dari 1.0
(zero pesticides) hingga 0.0 kalau konsentrasi eksisting atau hasil pendugaan
mencapai nilai maksimum yang diperbolehkan, maka rasio tersebut tidak
berguna. Untuk mengkaji adanya residu berbagai pestiside dapat digunakan
formula berikut ini: dimana: QI = Indeks kualitas untuk keseluruhan residu
pestisida yang ada; QI i = indeks kualitas pestisida ke-i yang diperoleh dari kurva
fungsional; N = banyaknya macam / jenis residu pestisida.
N
Σ QIi
i=1
QI = ------------------------- (0.9) N
N

14.3. PERHATIAN KHUSUS:


Kalau diketahui ada penggunaan dua atau tiga jenis pestisida yang
dominan di lokasi proyek, maka tim interdisiplin dapat melakukan pendugaan
dampak secara sendiri-sendiri /masing-masing jenis residu pestisida.
28

14.4. KURVA FUNGSIONAL:

Indeks Kualitas

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0
0 0. 2 0. 4 0. 6 0.8 1.0

Rasio konsentrasi = (konsentrasi) /


(konsentrasi maksimum yang diperbolehkan)

15. VARIABEL: BAKTERI COLIFORM

15.1. DEFINISI DAN PENETAPAN KONDISI AWAL:


Air dapat berfungsi sebagai kendaraan untuk menyebarkan penyakit.
Adanya organisme coliform dalam air dianggap sebagai bukti kontaminasi
karena organisme ini asal-usulnya dari dalam saluran pencernaan manusia atau
hewan berdarah panas lainnya. Perlunya uji coliform terhadap suplai air
menjadi semakin kurang penting karena teknologi pengolahan air bersih
semakin efektif mampu melenyapkan bakteri penyebab penyakit melalui
perlakuan desinfeksi. Akan tetapi, uji coliform terus menjadi tetap penting
karena pemanfaatan air untuk jasa rekreasional melibatkan aktivitas body-
contact, dan karena implikasi bahwa penyakit virus dapat ditularkan melalui
kontaminasi tinja dalam suplai air. Jalur tidak langsung seperti kontaminasi
bahan makanan dengan air irigasi yang tercemar tinja, dan akumulasi
kontaminan oleh oyster, clams, dan bangsa siput dari perairan pantai yang
tercemar tinja, terus menjadi masalah yang menarik perhatian.
29

Penetapan kondisi awal untuk variabel ini akan meliputi pengumpulan


informasi kualitas air , termasuk konsentrasi coliform di lokasi proyek.
Konsentrasi dinyatakan dalam MPN per 100 ml (most probable number). Variasi
coliform musiman harus dicatat, demikian juga kecenderungan historisnya.
Selain memperhatikan konsentrasi coliform dalam air, perlu dideskripsikan
kondisi lingkungan yang dalam rangka untuk menduga total masukan limbah ke
dalam perairan.

15.2. PENDUGAAN DAMPAK


Pendugaan dampak proyek terhadap konsentrasi coliform-tinja harus
memperhatikan masukan limbah selama fase konstruksi dan operasi proyek.
Perhatian juga harus diberikan pada fenomena kematian alamaiah organisme
ini di permukaan perairan, dan tentu saja juga harus memperhatikan
kemungkinan pertumbuhannya kembali setelah memasuki kondisi akuatik
tertentu.
Sekala koliform pada kurva fungsional di bawah ini adalah logaritmik dan
diukur dalam unit-unit konvensional MPN/ 100 ml (Most Probable Number per
100 ml). Pertimbangannya ialah bahwa baku mutu air minum satu organisme
per 100 ml (100) sedangkan konsentrasi koliform tinja dalam limbah mentah
dapat mencapai sebesar 106 organisme atau lebih per 100 ml. Fungsi nilai yang
dikembangkan oleh NSF dan ORSANCO (Ohio River Sanitation Commission) juga
disajikan. Fungsi yang dikembangkan dlaam Battelle Environmental Evaluation
System berada di antara kedua ekstrim tersebut. Kurva fungsional yang
berbentuk “S” mencerminkan unit-unit perubahan yang tidak konsisten pada
zone bawah dan zone atas dari sekala, dan adanya sifat kritis pada kisaran 102
hingga 104 MPN/100 ml.
30

15.3. KURVA.FUNGSIONAL:
(Battelle.Environmental.Evaluation.System,.1972)

Indeks Kualitas

1.0

0.8 ORSANCO

0.6 NSF

0.4

0.2

0.0
100 10 1 10 2 10 3 10 4 10 5
10 6

MPN/100 ml

15.4. PERHATIAN KHUSUS:


Kalau data kualitas air yang tersedia mengindikasikan adanya organisme
penyebab penyakit spesifik, maka tim interdisiplin seyogyanya
menggunakannya dalam kaitannya dengan data koliform tinja.

REFERENSI

Canter, L.W. 1977. Environmental Impact Assessment. McGraw-Hill Book


Company, New York.

Canter, L.W. dan L.G.Hill. 1979. Handbook of Variables for Environmental Impact
Assessment. Ann Arbor Science, Publishers Inc, Ann Arbor, Michigan.

Chanlett, E.T. 1973. Environmental Protection. McGraw-Hill Book Company, new


York.

You might also like