You are on page 1of 33

Hukum Acara Perdata

Oleh Oleh
Misnar Syam, SH.MH Misnar Syam, SH.MH
Silabus Hukum Acara Perdata Silabus Hukum Acara Perdata

Bab I Pendahuluan :
1. Istilah dan Pengertian
2. Sejarah Hukum Acara Perdata
3. Sumber Hukum
4. Asas-asas Hukum Acara Perdata
5. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum Acara Pidana

Bab II Gugatan
1. Pengertian dan Isi Gugatan
2. Pencabutan dan Perubahan Gugatan
3. Penggabungan Gugatan
4. Kewenangan Mengadili atau kompetensi

Bab III Penyitaan


1. Pengertian dan dasar hukum
2. Conservatoir Beslag
3. Revindicatoir Beslag

Bab IV Pemeriksaan Perkara :


1. Penetapan Hari Sidang
2. Proses Pemeriksaan Perkara
3. Peranan Hakim dalam Memeriksa Perkara
4. Perdamaian
5. Acara Verstek
6. Jawaban tergugat
7. Replik dan Duplik
8. Intervensi

Bab V Pembuktian
1. Pengertian dan dasar Hukum
2. Hal yang Dibuktikan dan Beban Pembuktian
3. Teori Pembuktian dan Kekuatan Alat Bukti
4. Macam-macam Alat Bukti
Bab VI Putusan Hakim
1. Pengertian
2. Susunan dan Isi Putusan Hakim
3. Macam-macam Putusan Hakim
4. Kekuatan Putusan Hakim
5. Uitvoorbaar Bij Voorraad

Bab VII Upaya Hukum


1. Upaya Hukum Terhadap Putusan Hakim
2. Perlawanan
3. Banding
4. Kasasi
5. Peninjauan Kembali
6. Derdenverzet

Bab VIII Eksekusi atau Pelaksaaan Putusan Hakim


1. Pegertian
2. Bentuk-bentuk Eksekusi

Literatur Literatur
1. Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Acara Perdata Indonesia, Citra
Aditya Bakti,Bandung.
2. K Wantjik Saleh, 1979, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Ghalia
Indonesia, Jakarta.
3. Lilik Mulyadi, 1999, Hukum Acara Perdata menurut Teori dan
Praktek Peradilan di Indonesia, Jembatan, Jakarta.
4. Izaac.S.Leinisu, Fatimah Ahmad, 1982, Intisari Hukum Acara
Perdata, Ghalia Indonesia, Jakarta.
5. Mukti Arto, 1996, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama,
Pustaka Pelajar,Yogyakarta.
6. Sudikno Mertokusumo, 2000, Hukum Acara Perdata Indonesia,
Liberty, Yogyakarta.
7. Riduan Syahrani, 1988, Hukum Acara Perdatadi Lingkungan
Peradilan Umum, Pustaka Kartini, Jakarta.
8. R. Soepomo, 1993, Hukum Acara Perdata, Pradanya Paramita,
Jakarta.
9. R. Rubini, 1974 , Pengantar Hukum Acara Perdata, Alumni Bandung.
10.R. Wiryono Prodjodikoro, 1982, Hukum Acara Perdata di Indonesia,
Sumur, Bandung.
11.Retnowulan Sutantio Iskandar Oeripkartowinata, 1972, Hukum Acara
Perdata Dalam Praktek dan Teori, Alumni, Bandung.
12.R. Tresna, 1979, Komentar HIR, Pradnya Paramita, Jakarta.
13.R. Subekti, 1969, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta.
14.--------------, Hukum Acara Perdata, 1977, Bina Cipta, Jakarta.

BAB I Pendahuluan
1. Istilah dan Pengertian

Hukum Perdata Materil : hukum yang mengatur hak dan kewajiban


pihak-pihak dalam hubungan perdata.

Hukum perdata formil === hukum acara perdata : hukum yang


mengatur cara mempertahankan atau melaksanakan hak dan kewajiban para
pihak dalam hubungan hukum perdata.

Hubungan antara hukum perdata materil dengan hukum perdata


formil : hukum perdata formil mempertahankan tegaknya hukum
perdata materil ===== jika ada yang melanggar perdata materil
maka diselesaikan dengan perdata formil.
Pengertian hukum acara perdata menurut pendapat para ahli
2. Abdul Kadir Muhammad=== peraturan hukum yang m,engatur proses
penyelesaian perkara perdta melalui pengadilan (hakim), sejak diajukan
gugatan sampai dengan pelaksanaan putusan hakim.
2. Wirjono Projodikoro=== rangkaian peraturan yang memuat cara
bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan
cara bagaimana pengadilan harus bertindak satu sama lain untuk
melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.
3. Sudikno Mertokusumo=== peraturan hukum yang mengatur bagaimana
caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materil dengan
perantaraan hakim===hukum yang mengatur bagaimana caranya
mengajukan tuntutan hak, memeriksa sera memutusnya dan
pelaksanan daripada putusannya.

Tujuan dan sifat hukum acara Tujuan dan sifat hukum acara
perdata perdata
• Tujuan :
2. Mencegah jangan terjadi main hakim sendiri (eigenrichtig)
3. Mempertahanakan hukum perdata materil
4. Memberikan kepastian hukum
• Sifat :
7. Memaksa === mengikat para pihak yang berperkara dan
ketentuanketentuan
yang ada peraturan hukum acara perdata harus dipenuhi.
contoh: gugatan harus diajukan di tempat atau domisili tergugat
Jangka waktu untuk mengajukan permohonan banding adalah 14 hari
setelah putusan hakim diterima para pihak, dll
11. Menagatur === peraturan-peraturan dalam hukum acara perdata dapat
dikesampingkan para pihak
Contoh dalam hal pembuktian.
Sejarah hukum acara perdata Sejarah hukum acara perdata
• Sebelum tanggal 5 April 1848
Hukum acara perdata yang digunakan di pengadilan Gubernemen
bagi golongan Bumiputera untuk kota-kota besar di Jawaadalah
BrV (hukum acara bagi golongan Eropa)
Untuk luar kota-kota besar Jawa digunakan beberapa pasal dalam
Stb 1819-20
Pada tahun 1846 Ketua Mahkamah Agung (Hooggrerechtshof) Mr H.L
Wichers tidak setuju hukum acara perdata bagi golongan Eropa
digunakan untuk golongan Bumiputera tanpa berdasarkan
perintah Undang-undang.
Gubenur Jendral J.J Rochussen menugaskan Wichers membuat
rancnagn Reglement tentang Administrasi Polisi dan Hukum Acara
Perdata dan Pidana Bagi Bumiputera.
Tahun 1847 rancaqngan selesai dibuat tetapi JJ Rochussen
mengajukan keberatan yaitu
2. Pasal 432 ayat (2) :membolehkan pengadilan yang memeriksa
perkara perdata untuk golongan Bumiputera menggunakan
hukum acara perdata uyang diperuntukkan untuk golongan
Eropa.
3. Rancangan itu terlalu sederhana karena tidak dimasukkannya
lembag-lembaga intervensi, kumulasi gugatan, penjaminan dan
rekes civil seperti yang termuat dalam BRv
• Tanggal 5 April 1848 setelah melakukan perubahan dan
penambahan maka rancangan itu ditetapkan dengan nama
Inlandsch Reglement (IR) yang ditetapak dengan Stb 1848-16
dan disahkan dengan firman Raja tanggal 29 September 1849
dengan Stb 1849-63.
• Tahun 1927 diberlakukan RBg (Rechtsreglement voor
de Buitengewesten) yaitu hukum acara perdata bagi
golongan Bumiputera luar Jawa dan Madura.
Sebelumnya berlaku peraturan tentang susunan
Kehakiman dan kebijaksanaan Pengadilan ===Stb 1847
-23
• Tahun 1941 terjadi perubahan nama Ir menjadi HIR
(Herzeine Indlansch Reglement)dengan Stb 1941-44
yang berlaku untuk Jawa dan Madura.
• Pada saat ini dengan Pasal 1 UUD 1945 yang telah
diamandemen HIr dan RBg masih berlaku sampai saat
ini.
Sumber hukum acara perdata Sumber hukum acara perdata
• Pada zaman Hindia Belanda:
2. RV (reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering)===
golongan Eropa
3. HIR (Herzeine Indlandsch Reglement)===golongan
Bumiputera daerah Jawa dan Madura
4. RBg (Reglement voor de Buitengewesten)===
golongan Bumiputera luar Jawa dan Madura.
• Saat Ini
7. HIR dan RBg
8. UU No 29 Tahun 1947 tentang Peradilan Banding Jawa
dan Madura.
1. UU No 1 Tahun 1974 tentang Pokok Perkawinan
2. UU No 4 Tahun 2004 tentang Pokok Kehakiman
3. UU No 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
4. Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku ke-IV
tentang Pembuktian dan Daluarsa
5. Yurisprudensi.
6. SEMA
7. Hukum Adat
8. Doktrin
Asas-asas Hukum Acara Perdata Asas-asas Hukum Acara Perdata
1. Hakim bersifat menunggu===inisiatif mengajukan
tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada yang
berkepentingan===Pasal 118 HIR/142 RBg
2. Hakim bersifat Pasif=== ruang lingkup atau luas pokok
perkara ditentukan para pihak berperkara tidak hakim.
Hakim tidak boleh menjatuhkan putusan melebihi dari
yang dituntut
3. Persidangan terbuka untuk umum===setiap orang
dibolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan
perkara, walaupun ada beberapa perkara yang
dilakukan pemeriksaannya secara tertutup. Contoh
dalam perkara perceraian.
1. Mendengarkan kedua belah pihak
2. Putusan harus disertai dengan alasanalasan.
3. Berperkara dikenai biaya.
4. Beracara tidak harus diwakilkan=== bisa
langsung pihak yang berperkara
beracara di pengadilan atau dapat
diwakilkan.
Perbedaan Hukum Acara Perdata Perbedaan Hukum Acara Perdata
dengan Hukum Acara Pidana dengan Hukum Acara Pidana
• Dasar timbulnya gugatan
Perdata :timbulnya perkara krn terjadi pelanggaran hak yang diatur
dalam hukum perdata.
Pidana : timbulnya perkara krn terjadi pelanggaran terhadap perintah
atau larangan yang diatur dlm hkm pidana
9. Inisiatif berperkara
Perdata : datang dari salah satu pihak yang merasa dirugikan
Pidana : datang penguasa negara/pemerintah melalui aparat penegak
hukum seperti polisi dan jaksa
3. Istilah yang digunakan
Perdata : yang mengajukan gugatan=== penggugat
pihak lawannya/digugat ===== tergugat
Pidana : yang mengajukan perkara ke pengadilan ====
jaksa/penuntut umum
pihak yang disangka === tersangka=== terdakwa===terpidana
4. Tugas hakim dalam beracara
Perdata : mencari kebenaran formil ==== mencari kebenaran
sesungguhnya yang didasarkan apa yang dikemukakan oleh para
pihak dan tidak boleh melebihi dari itu.
Pidana :mencari kebenaran materil ==== tidak terbatas apa saja
yang telah dilakukan terdakwa melainkan lebih dari itu. Harus
diselidiki sampai latar belakang perbuatan terdakwa. Hakim
mencari kebenaran materil secara mutlak dan tuntas.
5. Perdamaian
Perdata : dikenal adanya perdamaian
Pidana : tidak dikenal perdamaian
6. Sumpah decissoire
Perdata : ada sumpah decissoire yaitu sumpah yang dimintakan
oleh satu pihak kepada pihak lawannya tentang kebenaran suatu
peristiwa.
Pidana : tidak dikenal sumpah decissoire.
7. Hukuman
Perdata : kewajiban untuk memenuhi prestasi (melakukan ,
memberikan dan tidak melakukan sesuatu )
Pidana : hukuman badan ( kurungan, penjara dan mati), denda
dan hak.
Bab II Bab II
Gugatan Gugatan
Perkara perdata ada 2 :
2. Perkara contentiosa === perkara yang di dalamnya terdapat sengketa atau
perselisihan.
3. Perkara voluntaria === perkara yang di dalamnya tidak terdapat sengketa
atau perselisihan
Beda contentiosa dengan voluntaria
Pihak yang berperkara
Contentiosa : penggugat dan tergugat
Voluntaria : pemohon
Aktifitas hakim yang memewriksa perkara
Contentiosa : terbatas yang dikemukakan dan diminta oleh pihak-pihak
Voluntaria : hakim dapat melebihi apa yang dimohonkan krn tugas hakim
bercorak administratif.
Kebebasan hakim
Contentiosa : hakim hanya memperhatikan dan menerapkan apa yang telah
ditentukan UU
Voluntaria : hakim memiliki kebebasan menggunakan kebijaksanaannya.
Kekuatan mengikat putusan hakim
Contentiosa : hanya mengikat pihak-pihak yang bersengketa serta orang-
orang yang telah
didengar sebagai saksi.
Voluntaria : mengikat terhadap semua pihak.
Pengertian gugatan Pengertian gugatan
• Menurut RUU Hukum Acara Perdata pada Psl 1 angka 2 ===
tuntutan hak yang mengandung sengketa dan diajukan ke
pengadilan untuk mendapatkan putusan
• Sudikno Mertokusumo : tuntutan hak adalah tindakan yang
bertujuan memperoleh perlindungan yang diberikan oleh
pengadilan untuk mencegah main eigenrichtig.
• Darwan Prinst : suatu permohonan yang disampaikan kepada
Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang mengenai suatu
tuntutan terhadap pihak lainnya dan harus diperiksa menurut tata
cara tertentu oleh pengadilan serta kemudian diambil putusan
terhadap gugatan tersebut.
Syarat dan isi gugatan Syarat dan isi gugatan
• Syarat gugatan :
2. Gugatan dalam bentuk tertulis.
3. Diajukan oleh orang yang berkepentingan.
4. diajukan ke pengadilan yang berwenang
• Isi gugatan :
Menurut Pasal 8 BRv gugatan memuat :
8. Identitas para pihak
9. Dasar atau dalil gugatan/ posita /fundamentum petendi
berisi tentang peristiwa dan hubungan hukum
10. Tuntutan/petitum terdiri dari tuntutan primer dan
tuntutan subsider/tambahan
Teori pembuatan gugatan Teori pembuatan gugatan
• Ada 2 teori tentang bagaimana menyusun sebuah surat gugatan
yaitu :
2. Substantieseringstheorie yaitu membuat surat gugatan dengan
menguraikan rentetan kejadian nyata yang mendahului peristiwa
yang menjadi dasar gugatan.
3. Individualseringstheorie yaitu hanya memuat kejadian-kejadian
yang cukup menunjukkan adanya hubungan hukum yang
menjadi dasar gugatan
Pencabutan Gugatan
Pencabutan gugatan dapat terjadi:
7. Sebelum pemeriksaan perkara oleh hakim
8. Dilakukan dalam proses pemeriksaan perkara dengan syarat
disetujui oleh pihak tergugat.
• Perubahan surat gugatan dapat dilakukan dengan syarat :
2. Tidak boleh mengubah kejadian materil yang menjadi dasar gugatan.
3. Bersifat mengurangi atau tidak menambah tuntutan.
Kesempatan atau waktu melakukan perubahan gugatan dapat dibagi menjadi
2 tahap :
6. Sebelum tergugat mengajukan jawaban dapat dilakukan tanpa perlu izin
tergugat.
7. Sesudah tergugat mengajukan jawaban harus dengan izin tergugat jika
tidak disetujui perubahan tetap dapat dilakukan dengan ketentuan :
h. Tidak menyebabkan kepentingan kedua belah pihak dirugikan terutama
tergugat.
i. Tidak menyimpang dari kejadian materil sebagai penyebab timbulnya
perkara.
j. Tidak boleh menimbulkan keadaan baru dalam positanya.
Penggabungan gugatan atau Penggabungan gugatan atau
kumulasi gugatan kumulasi gugatan
• Kumulasi gugatan ada 2 yaitu :
2. Kumulasi subjektif yaitu para pihak lebih dari satu orang (Pasal 127
HIR/151 RBg)
4. Kumulasi objektif yaitu penggabungan beberapa tuntutan.
Penggabungan objektif tidak boleh dilakukan dalam hal:
g. Hakim tidak wenang secara relatif untuk memeriksa satu tuntutan yang
diajukan
secara bersama-sama dalam gugatan
h. satu tuntutan tertentu diperlukan satu gugatn khusus sedangkan tuntutan
lainnya
diperiksa menurut acara biasa.
i. Tuntutan tentang bezit tidak boleh diajukan bersama-sama dengan tuntutan
tentang
eigendom dalam satu gugtan.
Tujuan penggabungan gugatan :
l. Menghindari kemungkinan putusan yang berbeda atau berlawan
m. Untuk kepentingan beracara yang bersifat sederhana, cepat dan biaya
ringan.
kompetensi kompetensi
• Kompentensi adalah kewenangan mengadili dari badan
peradilan.
• Kompetensi ada 2 yaitu :
3. Kompetensi mutlak/absolut yaitu dilihat dari beban
tugas masing-masing badan peradilan
4. Kompetensi relatif yaitu dari wilayah hukum masingmasing
peradilan
• Menurut Pasal 118 HIR/142 RBg kompetensi relatif
adalah pengadilan negeri di tempat tinggal tergugat
( asas Actor Sequitor Forum Rei).
• Pasal 118 HIR/142 RBg mengatur juga pengecualiannya yaitu :
2. Diajukan di tempat kediaman tergugat apabila tidak diketahui
tempat tinggatnya.
3. Apabila tergugat lebih dari satu orang diajukan di tempat tinggal
salah satunya sesuai pilihan tergugta.
4. Satu tergugat sebagai yang berhutang dan satu lagi penjamin
diajukan di tempat tinggal yang berhutang.
5. Jika tidak diketahui tempat tinggal dan kediaman tergugat diajukan
di tempat tinggal penggugat.
6. Jika objeknya benda tetap diajukan di tempat benda tetap itu
berada.
7. Jika ada tempat tinggal yang dipilih diajukan di tempat tinggal yang
dipilih tersebut.
Para Pihak Berperkara Para Pihak Berperkara
• Ada 2 pihak yaitu penggugat dan tergugat.
• Pihak ini dapat secara langsung berperkara di
pengadilan dan dapat juga diwakilkan.
• Untuk ini dapat dibedakan atas :
4. Pihak materil : pihak yang mempunyai kepentingan
langsung
yaitu penggugat dan tergugat.
7. Pihak formil : mereka yang beracara di pengadilan,
yaitu penggugat,tergugat dan kuasa hukum
• Turut tergugat : pihak yang tidak menguasai objek
perkara tetapi akan terikat dengan putusan hakim
Perwakilan dalam Perkara Perdata Perwakilan dalam Perkara Perdata
• Dalam sistim HIR/RBg beracara di muka
pengadilan dapat diwakilkan kepada kuasa
hukum dengan syarat dengan surat kuasa.
• Menurut UU No 18 Tahun 2003 tentang advokat
, kuasa hukum itu diberikan kepada advokat.
• Advokat adalah orang yang mewakili kliennya
untuk melakukan tindakan hukum berdasarkan
surat kuasa yang diberikan untuk pembelaan
atau penuntutan pada acara persidangan di
pengadilan atau beracara di pengadilan.
• Surat kuasa : suatu dokumen di mana isinya seseorang menunjuk
dan memberikan wewenang pada orang lain untuk melakukan
perbuatan hukum untuk dan atas namanya.
• Macam-macam surat kuasa :
4. Surat kuasa umum :surat yang menerangkan bahwa pemberian
kuasa tersebut hanya untuk hal-hal yang bersifat umum saja,
artinya untuk segala hal atau segala perbuatan dengan titk berat
pengurusan.
6. Surat kuasa khusus: kuasa yang menerangkan bahwa pemberian
kuasa hanya berlaku untuk hal-hal tertentu saja.
Dalam beracara perdata digunakan surat kuasa khusus.
Isi Surat Kuasa Khusus Isi Surat Kuasa Khusus
1. Identitas pemberi kuasa dan penerima
kuasa.
2. Apa yang menjadi pokok perkara.
3. Pertelaan isi kuasa yang diberikan.
Dijelaskan tentang kekhususan isi
kuasa.
4. Hak subsitusi /pengganti
Bab III Bab III
BESLAAG/SITA BESLAAG/SITA
• Pengertian : Pengertian :
2. 2. Tindakan hukum Tindakan hukum
3. 3. Tindakan hakim Tindakan hakim
4. 4. Bersifat eksepsional Bersifat eksepsional
5. 5. Adanya permohonan pihak bersengketa Adanya permohonan
pihak bersengketa
6. 6. Mengamankan barang-barang sengketa Mengamankan barang-
barang sengketa
7. 7. Tujuan akhir menjamin pelaksanaan putusan hakim Tujuan akhir
menjamin pelaksanaan putusan hakim
Bentuk-bentuk penyitaan Bentuk-bentuk penyitaan
• Ada 2 yaitu :
2. Conservatoir beslaag/sita jaminan yaitu penyitaan
terhadap barang milik tergugat.
• Dasar hukum : Pasal 227 HIR/261 RBg
• Tujuan : untuk menjamin terlaksananya putusan
pengadilan
• Sita ini dapat dilakukan jika ada permohonan
penggugat dan ada dugaan bahwa tergugat berusaha
menghilangkan, merusak, memindahtangankan bendabenda
tersebut.
• Benda-benda yang menjadi objek sita ini adalah benda
bergerak dan benda tidak bergerak
1. Revindicatoir beslaag yaitu sita terhadap barang
milik penggugat yang dikuasai oleh orang lain.
• Dasar hukumnya Pasal 226 HIR/260 RBG
• Tujuan : menjamin suatu hak kebendaan dari
pemohon dan berakhir dengan penyerahan
barang yang disita.
• Objeknya : benda bergerak
• Sita ini hanya terbatas atas sengketa hak milik.
3. Marital beslaag yaitu sita yang diletakkan
atas harta perkawinan.
• Sita dapat dimohonkan dalam sengketa
perceraian, pembagian harta perkawinan,
pengamanan harta perkawinan.
4. Eksekusi beslaag yaitu eksekusi dalam
rangka pelaksanaan putusan hakim
Bab IV Bab IV
Pemeriksaan Perkara Pemeriksaan Perkara
• Pengajuan gugatan
• Penetapan hari sidang dan pemanggilan
• Persidangan pertama :
• a. gugatan gugur
• b. verstek
• c. perdamaian
• Pembacaan gugatan
• Jawaban tergugat :
• a. mengakui
• b. membantah

c. referte
d. eksepsi :
- materil
- formil
• Rekonvensi
• Repliek dan dupliek
• Intervensi
• Pembuktian
• Kesimpulan
• Putusan Hakim
Pengajuan gugatan Pengajuan gugatan
1. Diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang
berwenang.
2. Diajukan secara tertulis atau lisan
3. Bayar preskot biaya perkara
4. Panitera mendaftarkan dalam buku register
perkara dan memberi nomor perkara
5. Gugatan akan disampaikan kepada ketua
pengadilan negeri.
6. Ketua pengadilan menetapkan majelis hakim
Penetapan hari sidang dan Penetapan hari sidang dan
Pemanggilan para pihak Pemanggilan para pihak
1. Majelis hakim menentukan hari sidang
2. Pemanggilan para pihak :
• Tenggang waktu antara pemanggilan dengan
hari sidang tidak boleh kurang dari 3 hari
• Tata cara melakukan pemaggilan :
e. Dilakukan oleh juru sita/juru sita pengganti
f. Pemangilan dengan surat panggilan dan
salinan surat gugatan
g. Bertemu langsung dengan orang yang
dipanggil di tempat tinggal/kediamanan
a. Jika tidak ketemu disampaikan kepada kepala
desa/lurah
b. Jika ada pihak yang tidak diketahui tempat tinggal dan
kediamannya dlakukan pemangilan melalui
bupati/walikota di wilayah hukum penggugat
c. Jika sitergugat meningal dunia ke ahli warisnya, jika
tidak diketahui maka diserahkan kepada kepala
desa/lurah
d. Jika para pihak bertempat tinggal di luar wilayah hukum
pengadilan negeri yang memeriksa perkara relas dikirim
ke pengadilan negeri di mana pihak itu bertempat
tinggal
e. Jika berada di luar wilayah Indonesia dikirim ke
kedutaan besar Indonesia
Persidangan pertama Persidangan pertama
1. Penggugat tidak hadir, tergugat hadir.
Pasal 126 HIR/150 RBg: majelis dapat
memanggil sekali pihak yang tidak hadir agar
hadir pada sidang berikutnya.
Akibatnya : gugatan dinyatakan gugur
5. Penggugat hadir, tergugat tidak hadir.
Berlaku Pasal 126 HIR/150 RBG
Akibatnya : verstek
Verstek Verstek
• Pengertian : putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya
tergugat
• Syarat acara verstek :
c. Tergugat telah dipanggil dengan sah dan patut
- yang melaksanakan pemangilan juru sita
- surat panggilan
- jarak waktu pemanggilan dengan hari sidang yaitu 8 hari
apabila jaraknya tidak jauh, 14 hari apabila jaraknya
agak jauh dan 20 hari apabila jaraknya jauh (Pasal 122
HIR/10Rv)
b. Tergugat tidak hadir tanpa alasan yang sah
c. Tergugat tidak mengajukan eksepsi kompetensi
Bentuk Putusan Bentuk PutusanVerstek Verstek
1. Menggabulkan gugatan penggugat, terdiri dari :
a. mengabulkan seluruh gugatan
b. mengabulkan sebagian gugatan
• Hal ini terjadi jika gugatn beralasan dan tidak melawan hukum.
2. Gugatan tidak dapat diterima, apabila : gugatan melawan hukum
atau ketertiban dan kesusilaan (unlawful)
• Gugatan ini dapat diajukan kembali tidak berlaku asas
nebis in idem
3. Gugatan ditolak apabila gugatan tidak beralasan
• Gugatan ini tidak dapat diajukan kembali
Upaya hukum dari verstek adalah verzet/perlawanan
Perdamaian Perdamaian
• Jika pihak penggugat dan tergugat hadir
• Dasar hukum Pasal 130 HIR/154 RBg
• Upaya yang pertama kali dilakukan oleh hakim
• Dilakukan selama sebelum hakim menjatuhkan putusan
• Dapat menyelesaikan perkara
• Tujuannya :
7. Mencegahnya timbulnya perselisihan di kemudian hari di antara para
pihak.
8. Menghindari biaya mahal
9. Menghindari proses perkara dalam jangka waktu lama.
• Perdamaian dituangkan dalam akta perdamaian (acte van vergelijk) di
mana mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan hakim.
• Tidak dapat dibanding kesepakatan para pihak/menurut
kehendak para pihak.
Jawaban Tergugat Jawaban Tergugat
• Setelah gugatan dibacakan oleh
penggugat
• Bentuknya ada beberapa :
3. Mengakui menyelesaikan perkara
dan tidak ada pembuktian.
4. Membantah harus dengan alasan.
5. Referte tidak mengakui dan tidak
membantah.
6. Eksepsi/tangkisan
Eksepsi/Tangkisan Eksepsi/Tangkisan
• Pengertian : jawaban tergugat yang tidak langsung pada pokok
perkara.
• Bentuk ada 2 yaitu :
3. Eksepsi prosessual : eksepsi yang didasarkan pada hukum
acara perdata
Eksepsi ini adalah eksepsi tolak (declinatoir exceptie) yaitu
bersifat menolak agar pemeriksaan perkara tidak diteruskan.
Termasuk jenis ini adalah :
a. tidak berwenang mengadili === diputus terlebih dahulu oleh
hakim
b. batalnya gugatan
c. perkara telah pernah diputus
d. penggugat tidak berhak mengajukan gugatan
2. Eksepsi materil : didasarkan kepada hukum
perdata materil.
Bentuk eksepsi ini ada 2 yaitu :
a. Eksepsi tunda (dilatoir exceptie)
Contoh : eksepsi krn penundaan pembayaran
utang
b. Eksepsi halang ( peremptoir exceptie)
Contoh : lampau waktu (daluarsa),
penghapusan utang
Rekonvensi Rekonvensi
• Dasar hukum Pasal 132a dan Pasal 132b HIR disisip dgn Stb 1927-300,
Pasal 157-158 RBg.
• Pengertian : gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat
karena dianggap juga
melakukan wanprestasi kepada tergugat.
• Dapat berupa jawaban tergugat tapi dapt juga dilakukan dalam dupliek.
• Batas waktunya sebelum proses pembuktian.
• Rekonvensi dapat diajukan baik yang ada koneksitas maupun tidak.
Jika ada koneksitas dapat diperiksa sekaligus/bersama-sama.
Jika tidak ada koneksitas dapat diperiksa satu-satu/dipisah.
• Rekonvensi tidak dapat diajukan dalam hal :
15. Jika kedudukkan penggugat tidak dalam kualitas yang sama antara
gugatan konvensi dengan
rekonvensi.
16. Rekonvensi tidak dalam kompentensi yang sama.
17. Rekonvensi tentang pelaksanaan putusan hakim
Intervensi Intervensi
• Dasar hukum Pasal 279-282 BRv
• Pengertian :masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara perdata yang
sedang
berlangsung bila dia juga mempunyai kepentingan (interest).
• Bentuknya :
5. Voeging (menyertai) dengan cara menggabungkan diri kepada salah satu
pihak.
6. Tussenkomst (menengahi) berdiri sendiri (tidak memihak salah satu pihak.
8. Vrijwaring (penanggungan) :
- mirip tapi tidak sama dengan intervensi karena insiatifnya tidak dari pihak
ketiga
yang bersangkutan.
- ikutsertanya karena diminta sebagai penjamin/pembebas oleh salah satu
pihak yang
berperkara.
12. Exceptio Plurium Litis Consortium:
- masuknya pihak ketiga karena ditarik oleh salah satu pihak yang
berperkara.
- dilakukan karena pihak tersebut tidak lengkap.
- contoh dalam perkara warisan.
Repliek dan Dupliek Repliek dan Dupliek
• Repliek : jawaban penggugat atas
jawaban tergugat.
• Dupliek : jawaban tergugat terhadap
repliek penggugat
Bab V Bab V
Pembuktian Pembuktian
•Merupakan proses yang sangat penting dan Merupakan proses yang sangat
penting dan
menentukan karena dari proses ini hakim menentukan karena dari proses ini
hakim
mendapatkan kepastian untuk menjatuhkan mendapatkan kepastian untuk
menjatuhkan
putusan apakah gugatan dimenangkan atau putusan apakah gugatan
dimenangkan atau
dikalahkan dikalahkan
Pengertian Pengertian
• Pendapat para ahli
2. Abdul Kadir Muhammad:
membuktikan dalam arti yuridis adalah menyajikan
fakta yang cukup menurut hukum untuk memberikan
kepastian kepada majelis hakim mengenai terjadinya
suatu peristiwa atau hubungan hukum.
4. Soepomo :
membuktikan adalah memperkuat kesimpulan hakim
dengan syarat-syarat bukti yang sah.
3. Subekti :
membuktikan adalah menyakinkan hakim tentang
kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu
persengketaan.
1. Sudikno Mertokusumo : membuktikan mengandung beberapa
pengertian :
b. Dalam arti logis : memberikan kepastian dalam arti mutlak
c. Dalam arti konvensional : memberikan kepastian bersifat nisbi/relatif,
dimana punya tingkatan :
- conviction intime : bersifat intuitif/perasaan
- conviction raisonne : berdasarkan bertimbangan akal.
f. Dalam arti yuridis : memberikan dasar-dasar yang cukup kepada hakim
yang memeriksa perkara guna memberikan kepastian tentang
kebenaran peristiwa yang diajukan.
• Pembuktian : proses menyajikan alat-alat bukti yang sah kepada majelis
hakim guna memberikan kepastian akan kebenaran suatu peristiwa.
• Unsur-unsur pembuktian :
Unsur-unsur Pembuktian Unsur-unsur Pembuktian
1. Merupakan bahagian dari hukum acara
perdata.
3. Merupakan suatu proses prosessuil untuk
menyakinkan hakim terhadap kebenaran dalildalil
yang dikemukakan para pihak berperkara
di persidangan.
5. Dasar bagi hakim dalam rangka menjatuhkan
putusan
Hal yang Dibuktikan Hal yang Dibuktikan
1. Fakta/peristiwa
• Tetapi tidak semua peristiwa harus dibuktikan ada beberapa
peristiwa yang tidak memerlukan pembuktian :
c. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di persidangan yaitu :
- Pihak tergugat/para tergugat mengakui kebenaran surat
gugatan/para penggugat.
- Apabila majelis hakim menjatuhkan pututsan verstek.
- Sumpah pemutus/decisoir .
b. Peristiwa notoir : peristiwa atau keadaan yang dianggap harus
diketahui oleh orang yang berpendidikan atau peristiwa yang
diketahui umum.
Contoh : Tanggal 17 Agustus hari Kemerdekaan Indonesia.
2. Hak
Beban Pembuktian Beban Pembuktian
• Dasar hukum Pasal 163 HIR/283 RBg
• Dari Pasal ini dapat dirinci bahwa beban pembuktian dilakukan oleh :
3. Pihak yang menyatakan mempunyai hak dialah yang harus
membuktikan haknya itu.
5. Pihak yang menyebutkan suatu peristiwa untuk menguatkan haknya
dialah yang harus membuktikan peristiwa itu.
7. Pihak yang menyebutkan suatu peristiwa untuk membantah hak orang
lain dialah yang harus membuktikan peristiwa itu.
• Kesimpulannya : siapa yang mendalilkan seseuatu dia yang harus
membuktikan.
• Hakim dalam tugasnya membagi beban pembuktian berdasarkan
kesamaan kedudukkan para pihak yang berperkara maka dibebankan
secara seimbang dan patut.
Beban pembuktian dalam Beban pembuktian dalam
KUHPerdata dan KUHD KUHPerdata dan KUHD
1. Pasal 1244 KUHPerdata tentang keadaan memaksa
debitor.
3. Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan
hukum (onrechtmatige daad) pelanggar.
4. Pasal 1394 KUHPerdata tentang sewa bunga yang
harus dicicil debitor yang sudah membayar cicilan.
5. Pasal 1977 KUHPerdata tentang bezit atas benda
bergerak eigenaar (pemilik sebenarnya).
6. Pasal 468 ayat (2) KUHD tentang pengangkutan
pengangkut barang
Teori Pembuktian Teori Pembuktian
• Hakim mencari kebenaran formil maksudnya hakim tidak boleh
melampau batas-batas yang diajukan para pihak.
• Ada 3 teori pembuktian yaitu :
4. Pembuktian bebas : di mana tidak menghendaki adanya
ketentuanketentuan
yang mengikat hakim, sehingga penilaian pembuktian
seberapa dapat diserahkan kepada hakim.
6. Pembuktian negatif : harus ada ketentuan-ketentuan yang mengikat
hakim bersifat negatif, hakim terbatas sepanjang yang dibolehkan
undang-undang.
8. Pembuktian positif: hakim diwajibkan melakukan segala tindakan dalam
pembuktian kecuali yang dilarang dalam undang-undang.
• Pendapat umum menghendaki teori pembuktian yang lebih bebas
untuk memberikan kelonggaran kepada hakim dalam mencari
kebenaran.
Kekuatan bukti dari alat-alat bukti Kekuatan bukti dari alat-alat bukti
1. Bukti mengikat dan menentukan, artinya
b. Satu alat bukti cukup bagi hakim menjatuhkan putusan.
c. Hakim terikat dengan alat bukti tersebut.
d. Tidak dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan/sebaliknya.
• Alat bukti ini: sumppah pemutus, pengakuan.
7. Bukti sempurna, artinya :
h. Satu alat bukti cukup bagi hakim menjatuhkan putusan.
i. Hakim terikat dengan bukti tersebut, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.
j. Dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan.
• Alat bukti ini : akta otentik, dll
13. Bukti permulaan, artinya :
n. Alat bukti sah tetapi belum memenuhi syarat formil sebagai bukti yang
cukup.
o. Memerlukan alat bukti lain agar menjadi sempurna.
p. Hakim bebas dan tidak terikat dengan alat bukti ini.
q. Dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan.
• Alat bukti ini : akta di bawah tangan, dll
4. Bukti bebas, artinya :
b. Hakim bebas menilai sesuai dengan pertimbangannya yang
logis.
c. Hakim tidak terikat dengan alat bukti tersebut.
d. Terserah kepada hakim untuk menilainya.
e. Hakim dapat mengeyampingkan alat bukti ini.
f. Dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan.
• Alat bukti ini : saksi ahli, pengakuan di luar sumpah, dll
5. Bukti bukan bukti, artinya:
j. Tidak memenuhi syarat formal sebagi alat bukti yang sah.
k. Tidak mempunyai kekuatan pembuktian
l. Tampak seperti alat bukti tapi bukan bukti.
• Contohnya : saksi yang tidak disumpah, foto-foto, rekaman
kaset/video, dll
Macam-macam Alat Bukti Macam-macam Alat Bukti
• Pasal 164 HIR/284 RBG, ada 5 alat bukti yaitu :
2. Bukti tulisan/surat
3. Saksi
4. Persangkaan
5. Pengakuan
6. Sumpah
• Di luar Pasal 164 HIR/284 RBg :
9. Keterangan ahli
10. Pemeriksaan di tempat
Alat bukti tertulis/surat Alat bukti tertulis/surat
• Dasar hukumnya Pasal 165, 167 HIR/285-305 RBg, stb No 29 Tahun
1867.
• Pengertian : surat adalah alat bukti tertulis yang memuat tanda-tanda baca
di mana
menyatakan pikiran seseorang.
• Bentuk surat ada 2 yaitu :
6. Akta : surat yang diberi tanggal dan ditanda tangani.
akta ini terbagi 2 yaitu :
a. Akta otentik : akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang
berwenang.
Akta ini dapat dibagi 2 :
- Akta ambtelijk : pejabat yang berwenang menerangkan apa yang dilihat
dan
dilakukannya.
Contoh : akta kelahiran.
- akta partai : selain pejabat menerangkan apa yang dilihat dan
dilakukannya, pihak
yang berkepentingan juga mengakuinya dengan membubuhkan tanda tangan
mereka.
Contoh : akta jual beli.
Kekuatan bukti akta otentik Kekuatan bukti akta otentik
• Mempunyai kekuatan bukti sempurna (volledig bewijs).
• Pada setiap akta otentik di dalmnya terkandung 3
macam kekuatan bukti yaitu:
4. Kekuatan bukti lahir : kekuatan yang berkenaan dengan
syarat-syarat formal (tampak secara lahiriah).
5. Kekuatan bukti formal : kebenaran peristiwa yang
diterangkan dalam akta.
6. Kekuatan bukti materil : kebenaran isi akta otentik.
b. Akta di bawah tangan b. Akta di bawah tangan
• Pengertian : akta yang sengaja dibuat para pihak tanpa bantuan
pejabat yang berwenang.
• Kekuatan bukti : permulaan bukti tertulis (begin van schrifftelijk
bewijs)
• Pasal 288 dan Pasal 289 RBg, Pasal 1b Stb No 29 Tahun 1867 :
akta otentik akan mempunyai kekuatan bukti sempurna jika tanda
tangan diakui pembuatannya dan ahli waris atau orang yang
mendapat hak darinya cukup menyatakan mengenal tulisan atau
tanda tangan tersebut.
2. Surat Non Akta : surat yang tidak ada tanda tangannya.
Kekuatan buktinya : permulaan bukti tertulis.
Saksi Saksi
• Dasar hukum : Pasal 168-172 HIR/306-309 RBG, Stb NO 29 Tahun 1867,
Pasal 1902-1908 KUHPerdata.
• saksi : orang yang memberikan keterangan di muka sidang dengan
memenuhi syarat-syarat tertentu tentang suatu
peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengar dan dialami sendiri sebagai
bukti terjadinya peristiwa atau keadaan
tersebut.
• Kekuatan bukti : bukan bukti sempurna dan mengikat hakim tetapi terserah
kepada hakim untuk mempercayainya .
• Syarat-syarat saksi :
8. Formil:
i. Umur 15 tahun ke atas
j. Sehat akalnya
k. Tidak ada hubungan sedarah atau semenda kecuali ditentukan undang-
undang.
l. Sekurang-kurangnya ada 2 orang saksi untuk satu peristiwa (unus testis
nullus testis), atau dikuatkan dengan alat
bukti lain.
14. Materil :
o. Menerangkan apa ynag ia liha, dengar dan alami sendiri.
p. Diketahui sebab-sebab ia mengetahui peristiwanya.
q. Bukan merupakan pendapat atau kesimpulannya.
r. Saling bersesuai satu sama lainnya.
s. Tidak bertentangan dengan akal sehat.
Kewajiban saksi Kewajiban saksi
1. Datang menghadap ke pengadilan
setelah dipanggil secara patut.
3. Bersumpah menurut agamanya
5. Memberikan keterangan
orang yang tidak dapat menjadi orang yang tidak dapat menjadi
saksi saksi
1. Secara mutlak : yang mempunyai hubungan sedarah
atau semenda kecuali ditentukan lain oleh undangundang.
termasuk ke dalam golongan ini adalah :
c. Keluarga sedarah dan semenda menurut garis lurus ke
atas dan ke bawah.
d. Istri atau suami walaupun sudah bercerai
6. Secara relatif/nisbi : belum memenuhi syarat-syarat
untuk jadi saksi.
Termasuk ke dalam golongan ini :
h. anak di bawah usia 15 tahun.
b. orang gila
Orang yang dapat mengundurkan Orang yang dapat mengundurkan
diri jadi saksi diri jadi saksi
1. Saudara laki-laki dan perempuan, ipar laki-laki
dan perempuan dari salah satu pihak.
3. Keluarga sedarah dan semenda menurut garis
keturunan lurus dari saudara laki-laki dan
perempuan suamiatau istri salah satu pihak.
5. Orang-orang yang karena jabatan atau
pekerjaannya yang sah wajib menyimpan
rahasia.
Contoh : notaris, dokter, dll
Testimonium de Auditu Testimonium de Auditu
• Saksi dimana keterangan yang diberikan
berasal dari pihak ketiga.
• Kesaksian ini tidak dapat berdiri sendiri
dan harus dikuatkan dengan bukti lain.
Persangkaan ( Persangkaan (vermoeden) vermoeden)
• Dasar hukumnya : Pasal 173 HIR/310 RBg.
• Digunakan jika tidak ada alat bukti lain untuk membuktikan suatu
peristiwa.
• Pengertian : kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang
telah jelas ke arah peristiwa yang belum jelas.
• Persangkaan dapat dibedakan atas 2 yaitu :
8. Persangkaan hukum/undang-undang (rechtsvermoeden)
kekuatan buktinya : memaksa.
2. Persangkaan hakim (feitelijk vermoeden) : ditarik dari keadaan
yang timbul dalam persidangan
syarat persangkaan hakim syarat persangkaan hakim
1. Dugaan mengenai suatu kejadian harus didasrkan atas hal-hal
yang telah terbukti.
2. Hakim harus berkeyakinan bahwa hal-hal yang telah terbukti itu
dapat menimbulkan dugaan terhadap terjadinya suatu peristiwa
lain.
3. Hakim dalam mengambil dari bukti-bukti itu tidak boleh
mendasarkan putusannya atas hanya satu dugaan saja.
4. Dugaan harus bersifat penting, seksama, tertentu dan ada
hubungan satu sama lainnya.
5. Persangkaan semacam ini hanya boleh diperhatikan dalam hal
undang-undang membolehkan pembuktian dengan saksi.
• Kekuatan bukti persangkaan hakim :diserahkan kepada
pertimbangan hakim secara logis.
Pengakuan ( Pengakuan (bekentenis bekentenis)
• Dasar hukum : Pasal 174-176 HIR/311-313 RBg.
• Pengertiannya : keterangan sepihak dari salah satu pihak
dalam suatu perkara, di mana ia mengakui apa yang
dikemukakan oleh pihak lawan baik seluruh atau
sebahagiaan dari apa yang dikemukkan pihak lawan.
• Pengakuan tidak boleh dipisah-pisah tapi harus diterima
secara bulat ( asas onsplitsbaar aveu)
• Pengakuan adalah alat bukti yang dapat mempercepat
penyelesaian suatu perkara perdata
Bentuk-bentuk pengakuan Bentuk-bentuk pengakuan
1. Pengakuan murni : pengakuan yang sifatnya sederhana dan
sesuai sepenuhnya.
• Tidak memerlukan pembuktian.
4. Pengakuan dengan kualifikasi : pengakuan yang disertai dengan
sangkalan terhadap sebagian dari tuntutan.
• Memerlukan pembuktian yaitu terhadap sangkalannya.
• Pembuktian dibebankan terlebih dahulu kepada pihak lawannya.
8. Pengakuan dengan klasula : pengakuan yang disertai dengan
keterangan tambahan yang bersifat membebaskan.
• Memerlukan pembuktian.
• Pembuktian dibebankan terlebih dahulu kepada pihak lawan.
Sumpah Sumpah
• Dasar hukum : Pasal 155-158, 177 HIR,182-185, 314 RBg dan Pasal 1929-
1945 KUHPerdata.
• Pengertian : suatu pernyataan yang khimat diberikan atau diucapkan pada
waktu memberi janji dengan mengingat
akan sifat Maha Kuasa dari pada Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang
memberi keterangan atau janji yang tidak
benar akan dihukum olehNya.
• Sumpah dapat dibedakan atas 2 yaitu :
6. Sumpah promissoir : sumpah untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu.
• Contoh : sumpah saksi, sumpah jabatan, dll.
• Ciri-ciri sumpah ini :
9. Diucapkan sebelum memberikan keterangan/melakukan sesuatu.
10. Berfungsi sebagai syarat formil sahnya suatu keterangan/tindakan.
11. Sumpah ini tidak sebagai alat bukti.
12. Tidak mengakhiri sengketa.
14. Sumpah confirmatoir : sumpah memberikan keterangan guna
meneguhkan bahwa sesuatu itu benar demikian atau
tidak.
• Ciri-cirinya :
16. Diucapkan sesudah memberikan keterangan/melakukan sesuatu.
17. Berfungsi meneguhkan suatu peristiwa atau hak.
18. Sumpah inilah sebagai alat bukti.
19. Mengakhiri sengketa.
Bentuk-bentuk sumpah Bentuk-bentuk sumpah confirmatoir confirmatoir
1. Sumpah suppletoir/pelengkap
• Diperintahkan hakim kepada salah satu pihak.
• Berfungsi untuk melengkapi alat bukti.
• Didahului dengan bukti permulaan.
• Tidak ada jalan lain untuk menguatkannya dengan alat-alat bukti lain.
• Pihak yang diperintahkan bersumpah tidak bol;eh mengembalikan sumpah
kepada pihak
lawan.
• Pihak yang diperintahkan bersumpah hanya boleh melakukan atau
menolak.
• Jika mengucapkan akan dimenangkan dan menolak akan kalah.
• Dasar hukumnya : Pasal 155 HIR, 182 RBg, 1940 KUHPerdata.
• Kekuatan bukti dari sumpah ini :
m. Menyelesaikan perkara.
n. Memiliki bukti sempurna.
o. Dimungkinkan adanya bukti lawan.
p. Dapat dibatalkan oleh putusan hakim yang lebih tinggi.
q. Apabila sumpah itu ternyata palsu dapat menjadi alasan untuk peninjauan
kembali.
2. Sumpah 2. Sumpah aestimatoir aestimatoir/penaksir /penaksir
• Diperintahkan oleh hakim kepada penggugat.
• Berfungsi untuk menentukan uang ganti kerugian.
• Dasar hukumnya : Pasal 155 ayat (2) HIR, 182 RBg, 1940
KUHPerdata.
• Sumpah ini baru diterapkan apabila :
f. penggugat telah dapat membuktikan haknya atas barang
sengketa atau tuntutan ganti kerugian.
g. Besarnya nilai barang sengketa/ganti kerugian masih simpang
siur/belum pasti.
h. Tidak ada jalan lain untuk menetapkan besarnya nilai ganti
kerugian /harta benda.
• Kekuatan bukti dari sumpah ini : sempurna dan masih
dimungkinkan adanya bukti lawan.
3. Sumpah 3. Sumpah decisoir decisoir/pemutus /pemutus
• Dimintakan oleh salah satu pihak kepada pihak lawannya.
• Dasar hukum : Pasal 156 HIR, 183 RBg, 1930 KUHPerdata.
• Tidak ada pembuktian sama sekali.
• pihak yang meminta sumpah disebut deferent dan yang bersumpah disebut
delaat.
• Bunyi sumpah ditentukan oleh deferent.
• Syarat-syarat dapat dikabulkannya permintaan sumpah pemutus :
h. Mengenai peristiwa yang menjadi sengketa.
i. Bukan tentang hukum atau hubungan hukum.
j. Mengenai perbuatan yang dilakukan sendiri oleh delaat atau bersama-sama
dengan deferent.
• Pihak delaat dapat:
m. Menolak bersumpah dikalahkan.
n. Melakukan sumpah dimenangkan.
o. Mengembalikan sumpah kepada deferent.
• Syarat pengembalian sumpah kepada deferent :
r. Sumpah itu mengenai perbuatan yang dilakukan kedua belah pihak.
s. Jika sumpah itu mengenai perbuatan yang dilakukan delaat sendiri maka
tidak bisa dikembalikan.
• Pihak deferent/relaat dapat :
v. Menolak dikalahkan.
w. Melakukan sumpah dimenangkan.
Akibat hukum sumpah Akibat hukum sumpah decisoir decisoir
1. Kebenaran peristiwa yang dimintakan sumpah menjadi
pasti.
2. Kekuatan buktinya bersifat menentukan.
3. Tidak dimungkinkan adanya bukti lawan.
4. Pihak lawan tidak boleh membuktikan bahwa sumpah
itu palsu, tanpa mengurangi wewnnag jaksa untuk
menuntut berdasarkan sumpah palsu.
5. Tidak dapat dibatalkan oleh hakim yang lebih
tinggi(banding dan kasasi).
6. Jika dikemudian hari terbukti sumpah itu palsu maka
dapat dijadikan alasan untuk peninjauan kembali.
Pemeriksaan di tempat ( Pemeriksaan di tempat (plaatselijk plaatselijk
onderzoek) onderzoek)
• Dasar hukum : Pasal 153 HIR, Pasal 180 RBg.
• Pemeriksaan dilakukan di luar gedung
pengadilan untuk memeriksa objek perkara yang
tidak dapat dihadirkan dalam ruang persidangan.
• Tujuannya : memperoleh kepastian akan
kebenaran peristiwa yang menjadi sengketa.
Keterangan ahli/saksi ahli Keterangan ahli/saksi ahli
• Dasar hukum : Pasal 154 HIR/181 RBg.
• Pengertian : orang yang memberikan keterangan di persidangan
berdasarkan ilmu pengetahuan yang dikuasainya.
• Beda antara saksi dengan saksi ahli :
5. Saksi tidak dapat diganti sedangkan saksi ahli dapat digantikan.
6. Saksi menerangkan apa yang dilihat,didengar dan dialami
sendiri, sedangkan saksi ahli berdasar ilmu pengetahuan yang
dikuasainya.
7. Keterangan saksi mengenai peristiwa yang terjadi sebelum
perkara di sidangkan, saksi ahli tentang hal yang diawasi/dilihat
dalam persidangan.
8. Guna keterangan saksi untuk memberikan bahan baru untuk
menambah atau melengkapi bahan yang sudah ada, sedangkan
saksi ahli keteangannya untuk bahan pertimbangan mengenai
suatu peristiwa bagi hakim.
Bab VII Bab VII
Upaya Hukum Upaya Hukum
Suatu usaha bagi setiap pribadi yang merasa Suatu usaha bagi setiap pribadi
yang merasa
dirugikan haknya atau atas kepentingannya untuk dirugikan haknya atau atas
kepentingannya untuk
memperoleh keadilan dan perlindungan/kepastian memperoleh keadilan dan
perlindungan/kepastian
hukum, menurut cara-cara yang ditetapkan dalam hukum, menurut cara-cara
yang ditetapkan dalam
undang-undang. undang-undang.
Bentuk-bentuk upaya hukum Bentuk-bentuk upaya hukum
1. Upaya hukum biasa :
• Untuk putusan yang belum inkracht.
• Menunda sementara eksekusi.
• Termasuk ke dalam upaya hukum biaya :
e. Verzet
f. Banding
g. Kasasi
9. Upaya hukum luar biasa :
• Putusan inkracht.
• Tidak menunda eksekusi.
• Termasuk ke dalam upaya hukum ini :
m. Peninjauan kembali
n. derdenverzet
Verzet Verzet
• Perlawanan untuk verstek.
• Pemeriksaannya dilakukan di pengadilan negeri
yang memeriksa perkara yang memutus verstek.
• Jangka waktu mengajukannya 14 hari setelah
putusan yang diterima oleh tergugat.
• Kedudukkan para pihaknya tetap, penggugat
tetap sebagai penggugat (terlawan) dan tergugat
tetap sebagai tergugat (pelawan)
• Verstek dapat dijatuhkan 2 kali dan verzet hanya
1 kali saja. Upaya hukum berikutnya adalah
banding.
Banding Banding
• Pengertian : upaya hukum yang dilakukan untuk perkara yang telah di
putus oleh Pengadilan tingkat pertama
diperiksa ulang oleh pengadilan yang lebih tinggi, kareana merasa belum
puas dengan putusan pengadilan tingkat
pertama.
• Tata cara banding diatur dalam :-
- Daerah Jawa dan Madura : UU no 20 Tahun 1947.
- Luar Jawa dan Madura : Pasal 199 -205 RBg.
• Syarat banding :
7. Diajukan oleh pihak-pihak yang berperkara.
8. Diajukan dalam tengang waktu yang telah ditentukan yaitu :
- 14 hari setelah putusan diterima para pihak.
- 30 hari bagi pemohon yang tinggal di luar wilayah hukum pengadilan
negeri yang memeriksa perkara .
- Nilai perkara yang dibnading harus < Rp 100, (Pasal 6 UU No 20 Tahun
1947)
• Permohonan banding diajukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi melalu
panitera pengadilan negeri ybs.
• Berkas-berkas yang harus diajukan ke pengadilan tinggi adalah :
15. Permohonnan
16. Memori banding : alasan banding.
17. Kontra memori banding.
18. Semua berkas perkara pada pengadilan tingka pertama.
Bentuk putusan banding : Bentuk putusan banding :
1. Menguatkan putusan pengadilan negeri artinya apa
yang telah diperiksa dan diputus pengadilan negeri
dianggap benar dan tepat menurut keadilan.
3. Memperbaiki putusan pengadilan negeri artinya apa
yang telah diperiksa dan diputus oleh pengadilan negeri
kurang tetap menurut rasa keadilan karenanya perlu
diperbaiki.
5. Membatalkan putusan pengadilan negeri artinya apa
yang telah diperiksa dan diputus pengadilan negeri
dipandang tidak benar dan tidak adil karenanya harus
dibatalkan. Dalam hal ini pengadilan tinggi memberikan
putusan sendiri.
Kasasi Kasasi
• Pengertian : upaya hukum agar putusan yudex factie dibatalkan oleh
Mahkamah Agung karena
telah salah dalam melaksanakan peradilan.
• Dasar hukum UU no 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung jo UU NO
4 Tahun 2004
tentang Perubahan UU Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985.
• Kewenangan Mahkamah Agung adalah memeriksa dalam hal :
5. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
6. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
7. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan.
• Syarat kasasi adalah sudah dilakukan banding, kecuali yang ditentukan lain
oleh undangundang.
• Jangka waktu permohonan kasasi adalah 14 hari setelah putusan anding
diterima para pihak.
• Permohonann diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung melalui panitera
pengadilan negeri
yang memeriksa perkara pada tingkat pertama.
• Berkas-berkas yang harus dikrim ke Mahkamah Agung :
14. Permohonan kasasi.
15. Memori kasasi.
16. Jawaban atas memori kasasi. Semua berkas perkara pada tingkat
banding.
Putusan kasasi Putusan kasasi
1. Permohonan kasasi tidak dapat diterima ini dapat disebab :
- Jangka waktu mengajukan permohonan terlmbat.
- Pemohon kasasi belum menggunakan haknya yang lain seperti
banding.
2. Permohonan kasasi ditolak, disebabkan :
- Alasan-alasan yandiajukan bukan kewenangan kassai tetapi
mengenai peristiwa/kejadian yang dulu tidak pernah disebutkan
dalam tingkat pengadilan sebelumnya.
- Alasan kassai bertentangan dengan hukum.
3. Permohonan kasasi diterima : alasan kasasi tersebut
dibenarkan oleh Mahkamah Agung.
Peninjauan Kembali Peninjauan Kembali
• Pengertian : meninjau kembali putusan perkara perdata yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
• Peninjauan kembali dilakukan oleh Mahkamah Agung.
• Dasar hukumnya dalam UU NO 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung jo UU NO 4 Tahun 2004 tentang Perubahan
UU No 14 Tahun 1985.
• Tenggang waktu peninjauan kembali adalah 180 hari.
• Yang berhak mengajukannya :
10. Para pihak yang berperkara.
11. Ahli warisnya.
12. Wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.
Alasan–alasan mengajukan PK Alasan–alasan mengajukan PK
• Menurut Pasal 67 UU No 14 Tahun 1985
2. Apabila putusan didasarkan atas suatu kebohongan atau tipu muslihat
pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasrkan
pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.
3. Apabila setelah perkara diputus ditemukan alat-alat bukti yang bersifat
menentukan yang waktu diperiksa pada tingkat sebelumnya tidak
ditemukan.
4. Apabila dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari apa
yang dituntut.
5. Apabila mengenai suatu bagian belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebab-sebabnya.
6. Apabila antara pihak-pihak yang sama, mengenai suatu soal yang sama,
atas dasar yang sama, oleh pengadilan yang sama atau sama
tingkatannya diberikan putusan yang bertentangan satu sama lain.
7. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau
kekeliruan yang nyata.
Putusan PK Putusan PK
1. Permohonan peninjauan kembali tidak dapat diterima
(niet ontvankelijk verklaard) karena pemohon terlambat
mengajukan PK, dll ==== syarat formal tidak terpenuhi.
3. Permohonann PK ditolak apabila permohonannya tidak
beralasan atau tidak memenuhi Pasal 67 UU NO 14
Tahun 1985.
5. Permohonan PK dikabulkan apabila alasan-alasan PK
sesuai dengan Pasal 67 UU No 14 Tahun 1985. Dalam
hal ini Mahkamah Agung akan membatalkan putusan
sebelumnya dan selanjutkan memeriksa dan memutus
sendiri.
Derdenverzet Derdenverzet
• Pengertian : upaya hukum luar biasa yang
dilakukan pihak ketiga melawan putusan hakim
yang merugikannya.
• Dilakukan dalam hal penyitaan.
• Derdenverzet dapat dilakukan sebelum barangbarang
yang disita dilelang jika telah dilakukan
maka upayanya adalah mengajukan gugatan.
Bab VIII Bab VIII
Eksekusi Eksekusi
•Pelaksana putusan hakim. Pelaksana putusan hakim.
•Putusannya inkracht. Putusannya inkracht.
•Putusan condemnatoir. Putusan condemnatoir.
•Sanksi : melaksanakan prestasi Sanksi : melaksanakan prestasi
Bentuk-bentuk Eksekusi Bentuk-bentuk Eksekusi
• Ada 3 macam :
2. Membayar sejumlah uang (Pasal 197 HIR/208 RBg
Dilaksanakan melalui penjualan lelang terhadap barang-barang
milik yang kalah perkara.
5. Melakukan suatu perbuatan tertentu (Pasal 225 HIR/259 RBg).
Eksekusi ini dapat dinilai dengan sejumlah uang dengan
mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan yang
memutus perkara.
8. Eksekusi Riil/ mengosongkan benda tetap (Pasal 1033 BRv).
Hal-hal yang diperhatikan dalam Hal-hal yang diperhatikan dalam
eksekusi riil eksekusi riil
1. Tempat/barang yang akan dikosongkan haruslah sesuai dengan
isi penetapan ketua pengadilan negeri baik mengenai ukuran
maupun batas-batasnya sehingga dapat dihindari salah
eksekusi.
3. Lokasi tempat yang akan dieksekusi hendaknya diperhatikan
secara seksama situasinya dan pihak termohon eksekusi sudah
dijelaskan dan diberi pengertian jauh sebelum eksekusi.
5. Hendaknya pihak pemohon eksekusi juga mempersiapkan
segala sesuatu demi kemanusiaan sepserti menyediakan
penanmpungan sementara.
7. Setelah eksekusi selesai maka tempat yang dikosogkan itu
harus tetap dijaga sementara sebelum diserahkan kepada
pemohon eksekusi.
Proses pelaksanaan eksekusi Proses pelaksanaan eksekusi
• Diajukan oleh pihak yang menang.
• Diberitahukan kepada pihak yang kalah.
• Jika pihak yang kalah lalai atau tidak mau melaksanakan
di panggil ke pengadilan.
• Selambat-lambatnya 8 hari putusan hakim harus
dilaksanakan.
• Jika tidak dilaksanakan maka dilakukan sita eksekutorial.
• Jika putusan membayar sejumlah uang barang sita akan
dilelang .
• Pelelangan dapat dilakukan oleh pengadilan atau kantor
lelang negara.
Bab VIII Bab VIII
Eksekusi Eksekusi
•Pelaksana putusan hakim. Pelaksana putusan hakim.
•Putusannya inkracht. Putusannya inkracht.
•Putusan condemnatoir. Putusan condemnatoir.
•Sanksi : melaksanakan prestasi Sanksi : melaksanakan prestasi
Bentuk-bentuk Eksekusi Bentuk-bentuk Eksekusi
• Ada 3 macam :
2. Membayar sejumlah uang (Pasal 197 HIR/208 RBg
Dilaksanakan melalui penjualan lelang terhadap barang-barang
milik yang kalah perkara.
5. Melakukan suatu perbuatan tertentu (Pasal 225 HIR/259 RBg).
Eksekusi ini dapat dinilai dengan sejumlah uang dengan
mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan yang
memutus perkara.
8. Eksekusi Riil/ mengosongkan benda tetap (Pasal 1033 BRv).
Hal-hal yang diperhatikan dalam Hal-hal yang diperhatikan dalam
eksekusi riil eksekusi riil
1. Tempat/barang yang akan dikosongkan haruslah sesuai dengan
isi penetapan ketua pengadilan negeri baik mengenai ukuran
maupun batas-batasnya sehingga dapat dihindari salah
eksekusi.
3. Lokasi tempat yang akan dieksekusi hendaknya diperhatikan
secara seksama situasinya dan pihak termohon eksekusi sudah
dijelaskan dan diberi pengertian jauh sebelum eksekusi.
5. Hendaknya pihak pemohon eksekusi juga mempersiapkan
segala sesuatu demi kemanusiaan sepserti menyediakan
penanmpungan sementara.
7. Setelah eksekusi selesai maka tempat yang dikosogkan itu
harus tetap dijaga sementara sebelum diserahkan kepada
pemohon eksekusi.
Proses pelaksanaan eksekusi Proses pelaksanaan eksekusi
• Diajukan oleh pihak yang menang.
• Diberitahukan kepada pihak yang kalah.
• Jika pihak yang kalah lalai atau tidak mau melaksanakan
di panggil ke pengadilan.
• Selambat-lambatnya 8 hari putusan hakim harus
dilaksanakan.
• Jika tidak dilaksanakan maka dilakukan sita eksekutorial.
• Jika putusan membayar sejumlah uang barang sita akan
dilelang .
• Pelelangan dapat dilakukan oleh pengadilan atau kantor
lelang negara.

You might also like