You are on page 1of 13

KEHIDUPAN PEREMPUAN DALAM BUDAYA ISLAM

KEHIDUPAN PEREMPUAN
PEREMPUAN DALAM BUDAYA
ISLAM
Oleh : H. Mas’oed Abidin

PENDAHULUAN
PERJALANAN PEREMPUAN
PEREMPUAN disebut 'wanita' (bhs.Sans) berarti lawan
dari jenis laki-laki. Perempuan (bhs. kawi) menyimpan kata "empu"
artinya pemimpin (raja), orang pilihan, ahli, yang pandai, pintar
dengan segala sifat keutamaan yang lain (lihat:KUBI).1 Saya lebih
senang memakai kata perempuan selain wanita, karena padanya
terkait banyak peran.2 Dimasa gelap jahiliyah terjadi pelecehan
terhadap kaum perempuan berpuncak dengan kelahirannya di
sambut kematian, keberadaannya tidak diterima, ada paham
wanita pembawa aib keluarga, jabang bayi berjender wanita
mesti dibunuh (lihat QS.16,an-Nahl :57-60), dan sama ditemui
dizaman Fir’aun terhadap anak lelaki yang lahir dari kaum Musa
(keluarga ‘Imran) mesti dibunuh (mirip rasilalisme, atau ethnic
cleansing).
ALQURAN menyebut perempuan dengan Annisa' atau
Ummahat, artinya sama dengan ibu, saya artikan dengan "Ikutan
Bagi Umat." Annisa' adalah tiang suatu negeri.3 Sunnah Nabi
menyebutkan, dunia indah dengan berbagai perhiasan (mata'un),
perhiasan paling indah adalah perempuan saleh (artinya istri atau ibu
yang tetap pada perannya dan konsekwen dengan citranya). Tafsir
Islam tentang kedudukan perempuan menjadi konsep utama
keyakinan Muslim bermu’amalah. Alquran mendudukkan
perempuan pada derajat sama dengan jenis laki-laki di posisi
azwajan atau pasangan hidup (lihat Q.S.16:72, 30:21, 42:11), sangat

1
H. MAS’OED ABIDIN
amat berbeda dengan masa sebelumnya yang masih bertanya
apakah makhluk perempuan tergolong makhluk punya hak dan
kewajiban sama dengan laki-laki, dianggap benda yang boleh
dipindah-tangankan sewaktu-waktu diperjual-belikan sebagai
komoditi budak menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya?
Kata woman dalam bahasa Inggris kabarnya berasal dari
“womb man”, hampir sama artinya dengan manusia berkantong,
pemahaman klasik makhluk setengah manusia yang mempunyai
kantong tempat tumbuh calon manusia atau “manusia” yang
hanya kantong tempat manusia.
BUDAYA MINANGKABAU yang berkembang menjadi
“adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah” menempatkan
perempuan pada posisi ‘orang rumah’, “induak bareh”,
“pemimpin” di masyarakatnya dengan sebutan “bundo
kandung” -- limpapeh rumah nan gadang, umbun puro pegangan
kunci, hiasan di dalam kampuang, sumarak dalam nagari, nan gadang
basa batauah, kok hiduik tampek ba nasa, kalau mati tampek ba niaik, ka
unduang-unduang ka tanah suci, ka payuang panji ka sarugo --, tersirat
kekokohan kedudukan perempuan Minang pada posisi sentral,
menjadi pemilik seluruh kekayaan, rumah, anak, suku bahkan
kaumnya. Kalangan lebih awam dinagari dan taratak menggelari
dengan sebutan “amai paja, biaiy, mandeh”, menempatkan laki-laki
pada peran pelindung, pemelihara dan penjaga harta dari
‘perempuan’nya dan ‘anak turunan’nya.
Dalam siklus ini generasi Minangkabau dilahirkan
bernasab ayahnya (laki-laki), bersuku ibunya (perempuan), bergelar
mamaknya (garis matrilineal) , sehingga kemenakan berpisau tajam
dengan mamak berdaging tebal, memperlihatkan egaliternya suatu
persenyawaan budaya dan syarak yang indah.

2
KEHIDUPAN PEREMPUAN DALAM BUDAYA ISLAM

HAK ASASI PEREMPUAN


HAK ASASI perempuan yang gencar diperjuangkan hari ini, di
dalam konsep Islam sudah diperlakukan sempurna 15 abad lalu,
kendatipun dizaman maju masih ada beberapa kawasan atau
negeri berpandangan ragu mengakui perempuan. Agama Islam
menempatkan perempuan (ibu) menjadi mitra setara (partisipatif)
bagi jenis laki-laki. Dan lelaki menjadi pelindung wanita
(qawwamuuna 'alan-nisaa'). Lelaki secara lahiriyah dan
bathiniyah (fisik dan mental) memiliki kelebihan pada kekuatan,
badan, fikiran, keluasaan, penalaran, kemampuan, ekonomi,
kecerdasan, ketabahan, kesigapan dan anugerah (QS. An Nisa' 34).
Wanita dibina menjadi mar'ah shalihah (= perempuan shaleh
yang ceria (hangat/warm) dan lembut, menjaga diri, memelihara
kehormatan, patuh (qanitaat) kepada Allah, hafidzaatun lil ghaibi
bimaa hafidzallahu (= memelihara kesucian faraj di belakang
pasangannya, karena Allah menempatkan faraj dan rahim
perempuan terjaga, maka tidak ada keindahan yang bisa melebihi
perhiasan atau tampilan "indahnya wanita shaleh" (Al Hadist).
KODRAT PEREMPUAN memiliki peran ganda; penyejuk hati
dan pendidik utama, menempatkan sorga terhampar dibawah telapak
kaki perempuan (ibu, ummahat). Dibawah naungan konsep Islam,
perempuan berkepribadian sempurna, bergaul ma'ruf dan ihsan,
kasih sayang dan cinta, lembut dan lindung, berkehormatan,
berpadu hak dan kewajiban. Dalam konteks Islam ini, emansipasi
tidak diartikan perjuangan persamaan derajat, karena kedua jenis
jender ini sudah mendapatkan kesetaraan hak dengan wajar, tidak
melebihi dan tidak melewati kodrat fitrah masing-masing.
Pemahaman bulat dan padu pemeranan perempuan sebagai mitra
saling terkait, saling memerlukan bukan eksploatasi. Konsep
azwaajan mengandung makna pasangan dengan kedudukan
setara/sejajar. Penggunaan kata pasangan (azwajan) terpatri pada
tidak punya arti sesuatu kalau pasangannya tidak ada dan tidak
3
H. MAS’OED ABIDIN
jelas eksistensi sesuatu kalau tidak ada yang setara di
sampingnya. “Pasangan”, mungkin tidak ada kata yang lebih
tepat untuk azwajan itu. Mungkin di belahan dunia lainnya (entah
di barat atau di timur), memang ada gejala kecenderungan
penguasaan hak-hak perempuan dan paling akhir hilangnya
wewenang "ibu" di rumah tangga sebagai salah satu unit inti
keluarga besar (extended family).
a). Secara moral, perempuan punya hak utuh menjadi IBU =
Ikutan Bagi Umat. Masyarakat baik lahir dari Ibu baik, dengan
relasi kemasyarakatan pemelihara tetangga dan perekat
silaturrahim.4
b). Dalam Ajaran Islam, penghormatan kepada Ibu menempati
urutan kedua sesudah iman kepada Allah (konsep tauhidullah).
Bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Ibu,
diwasiatkan sejalan untuk seluruh manusia. Penghormatan
kepada Ibu (perempuan) menjadi disiplin hidup yang tidak boleh
diabaikan. Disiplin ini tidak dibatas oleh adanya perbedaan
anutan keyakinan. Hubungan hidup duniawi wajib dipelihara
baik dengan jalinan ihsan (lihat QS. 31, Luqman : 14-15).
Universalitas (syumuliyah) Alquran menjawab tantangan zaman
(QS. Al Baqarah, 2 dan 23) dengan menerima petunjuk berasas
taqwa (memelihara diri), tidak ragu kepada Alquran menjiwai
hidayah, karena Allahul Khaliqul 'alam telah menciptakan alam
semesta amat sempurna, tidak ditemui mislijk kesiasiaan (QS. 3,
Ali 'Imran, ayat 191), diatur dengan lurus (hanif) sesuai fithrah
yang tetap (QS. 30, Ar Rum, ayat 30) dalam perangkat natuur- wet
atau sunnatullah yang tidak berjalan sendiri, saling terkait agar
satu sama lain tidak berbenturan. Kandungan nilai pendidikan
dan filosofi ini terikat kokoh kasih sayang, hakikinya semua
datang dan terjadi karena Rahman dan RahimNya dan akan
berakhir dengan menghadapNya, maka kewajiban asasi insani
menjaga diri dan keluarga dari bencana (QS. At Tahrim :6) dengan
memakai hidayah religi Alqurani.
4
KEHIDUPAN PEREMPUAN DALAM BUDAYA ISLAM
c). Dalam alih generasi, tidak termungkiri bahwa perempuan
menjadi pembentuk generasi berdisiplin mensyukuri nikmat
Ilahi. Dari rahim dalam Ibu lahir manusia bersih (menurut fithrah,
beragama tauhid). Pembinaan sisi keyakinan (agama) dan
kebiasaan hidup (istiadat, budaya) faktor terpenting menentukan
didalam membantu meraih keberhasilan pendidikan generasi
berasas akhlak Islami. Makhluk manusia berkeyakinan haqqul
yaqin kepada Khaliq, tumbuh menjadi pribadi kokoh (exist)
dengan karakter teguh (istiqamah, konsisten) dan tegar (shabar,
optimis) menapak hidup. Rohaninya (rasa, fikiran, dan kemauan)
dibimbing keyakinan hidayah iman. Jasmaninya (gerak, amal
perbuatan) dibina oleh aturan syari'at Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah.
‫ن مَا َوصّى ِب ِه نُوحًا‬
ِ ‫ن الدّي‬
ْ ‫ع َل ُك ْم ِم‬
َ ‫ش َر‬
َ

‫ن َو َل‬
َ ‫ن َأقِيمُوا الدّي‬
ْ ‫ص ْينَا بِه ِإ ْبرَاهِي َم َومُوسَى َوعِيسَىَِأ‬
ّ ‫ك َومَا َو‬
َ ‫ح ْينَا ِإَل ْي‬
َ ‫وَاّلذِي َأ ْو‬
‫َت َت َف ّرقُوا فِي َِه‬
“Allah telah menyari’atkan dasar hidup “ad-din” bagi kamu seperti
telah diwasiatkanNya kepada Nuh, dan telah dipesankan kepadamu
(Muhammad). Agama yang telah dipesankan kepada Ibrahim, Musa, Isa
dengan perintah agar kalian semua mendaulatkan agama ini dan jangan
kalian berpecah dari mengikutinya…” (QS.Syura : 13). Perilaku
kehidupan menurut mabda' (konsep) Alquran, bahwa makhluk
diciptakan dalam rangka pengabdian kepada Khaliq (QS. 51, Adz
Dzariyaat : 56), memberi warning peringatan agar tidak
terperangkap kebodohan dan kelalaian sepanjang masa. Manusia
adalah makhluk pelupa (Al Hadist).
d). Konsep Islam, “di bawah telapak kaki perempuan (ibu),
terbentang jalan kepada keselamatan (Sorga)”. Kebahagiaan
menanti setiap insan yang berhasil meniti jalan keselamatan yang
di ajarkan perempuan (ibu) dengan baik, penuh kepatuhan dan
rasa hormat yang tinggi.5
5
H. MAS’OED ABIDIN
Dari dalam lubuk hati perempuan (ibu) yang tulus dan dengan
tangannya yang lembut terampil dicetak generasi tauhidik
berwatak taqwa, khusyuk (telaten) berkarya (amal) dan kaya
dengan rasa malu, berkarakter manusiawi inti masyarakat yang
hidup dengan tamaddun (budaya). Keyakinan kepada norma
agama -- dari sudut Islam -- mesti seiring dengan pokok
keyakinan mendiskripsikan agama disisi Allah (QS. Ali 'Imran :19)
yang kamal, lengkap dan diredhai (QS. Al Maidah : 3), selain tidak
diperkenankan maka di dunia akhirat merugi (QS. Ali 'Imran :85).
Wahyu membimbing kepada hidayah Islam (QS. Asy Syu'ara :13)
sambung bersambung, maka kehadiran Muhammad SAW seakan
sebuah bata terakhir dari bangunan yang tersusun dan Alquran
menyelesaikannya (Al Hadist). Penyempurnaan hidayah Iman oleh
agama yang haq (QS. Al Fath :28). Konsep ini membekali umat
Muslim satu toleransi tinggi, tidak boleh memaksakan keyakinan
kepada orang lain yang masih belum mau menerima kebenaran
Islam (QS. Al Baqarah :256), dan diperintah berdada-lapang
menerima kenyataan adanya fanatisme paham turun temurun
(QS. Al Kafiruun :6). Tegasnya, seorang Muslim wajib
menda'wahkan Islam, menerapkan amar ma'ruf dan nahi munkar
(QS. Ali 'Imran :104), dimulai dari diri sendiri, agar terhindar dari
celaan besar karena suruhan tidak diamalkan (QS. Al Baqarah :44
dan QS. Ash-Shaf :3). Amar ma'ruf nahi munkar adalah tiang
kemashlahatan hidup umat manusia, di dasari dengan Iman billah
(QS. Ali 'Imran :110) agar tercipta satu bangunan umat yang
berkualitas (khaira ummah).

ALQURAN menempatkan perempuan pada posisi


azwajan, pasangan, mitra sejajar/setara, (QS.16:72), factor penyaji
sakinah (kebahagiaan), perwujudan rahmah dengan mawaddah kasih
sayang (QS.30:21). Citra perempuan sempurna pada posisi IBU
(Ikutan Bagi Umat), unit inti dalam keluarga besar (di Minangkabau
disebut bundo kanduang) dan menjadi “tiang negeri” (al Hadist)

6
KEHIDUPAN PEREMPUAN DALAM BUDAYA ISLAM
dengan penghormatan termulia pada ungkapan, “sorga terletak di
bawah telapak kaki ibu” (al Hadist).6

POSISI PEREMPUAN didalam Islam ada dalam bingkai


(frame) menjadi sumber sakinah yakni bahagia dan ketenangan.
Disini di tuntut sifat kreatif, ulet, tabah, sabar, teguh, konsistensi,
jujur, hanif dan mampu menghidangkan keindahan dalam rumah
tangga, seperti sudah dipesankan Nabi Muhammad SAW,

Allah itu indah dan sangat menyenangi keindahan

POSISI PEREMPUAN PENDIDIK UTAMA


PERKEMBANGAN MASA disertai perubahan budaya
pandang yang seringkali menampilkan ketimpangan menjauhkan
keseimbangan pertumbuhan didalam meraih kesempatan yang
sangat menyolok pada fasilitas pendidikan, lapangan kerja,
hiburan, penyiaran mass-media, antara di kota dan kampung,
akhirnya mengganggu pertumbuhan masyarakat. Perpindahan
penduduk dengan mobilitas terpaksa besar-besaran ke kota
menjadi penyakit menular di tengah kemajuan negeri sedang
berkembang. Pergesekan keras tuntutan ekonomi mengumpul
materi, menyita perhatian utama, seringkali seorang wanita tidak
mampu mengangkat wajah apabila tidak memiliki pekerjaan di
luar rumah. Perempuan tidak mesti bergelimang di dapur, sumur
dan kasur, tetapi terdorong keluar rotasi masuk ke dalam
lingkaran kantor, mandor dan kontraktor. Apabila kearifan dan
keseimbangan peranan memelihara budaya dan generasi
tercerabut pula, maka tidak dapat tidak akan ikut menyumbang
lahirnya "X Generation".7

7
H. MAS’OED ABIDIN
Generasi berbudaya memiliki prinsip yang teguh, elastis
dan toleran bergaul, lemah lembut bertutur kata, tegas dan keras
melawan kejahatan, kokoh menghadapi setiap percabaran budaya,
tegar menghadapi percaturan kehidupan, sanggup menghindari
ekses buruk, membuat lingkungan sehat, bijak menata pergaulan
baik, penuh kenyamanan, tahu diri, hemat, dan tidak malas, akan
terbentuk dengan keteladanan. Konsepsi Rasulullah SAW;”Jauhilah
hidup ber-senang-senang (foya-foya), karena hamba-hamba Allah
bukanlah orang yang hidup bermewah-mewah (malas dan lalai)”
(HR.Ahmad). Kewajiban kemasyarakatan (social movement)
membuat generasi berkemampuan tinggi berhadapan dengan
setiap perubahan untuk mewujudkan kemajuan (madaniyah)
tanpa harus mengabaikan nilai-nilai moral pergaulan (husnul-
khuluq). Peran orang tua wajib melakukan pengawasan melekat
terhadap anak-anaknya sepanjang masa, terutama terhadap tiga
prilaku tercela, yaitu dusta (bohong), mencuri dan mencela (caci
maki). Sabda Rasulullah SAW; “Jauhilah dusta, karena dusta itu
membawa kepada kejahatan, dan kejahatan membawa kepada neraka”
(Hadist Shahih).
PERAN PEREMPUAN SEBAGAI IBU, IBU inti (core) rumah
tangga dan masyarakat (negara) menjadi guru pertama dalam
perkataan, pergaulan, penularan tauladan, cinta kasih terhadap
anak-anaknya. Kehadiran manusia kepermukaan bumi melalui
satu legalitas yang disebut "keluarga". Keluarga di bangun oleh
insan berbeda jenis tapi setaraf dalam martabat kemanusiaan.
Pembentukan satu keluarga di dalam Islam di mulai dengan satu
"contract sosial", di sebut "'aqad nikah", di awali dengan
kesediaan dua insan berlain jenis mengikat diri dalam kehidupan
"mu'asyarah bil ma'ruf" atau hidup dengan ikatan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban secara utuh dan optimal. Di mulai dengan
timbang terima dari generasi pendahulu (orang tua, sebagai wali
nasab) kepada generasi penerus (anak dan menantu), maka aqad
nikah adalah ritual dan sakral. Anak generasi mestinya dipahamkan

8
KEHIDUPAN PEREMPUAN DALAM BUDAYA ISLAM
menjadi amanah Allah, yang tumbuh dan belajar dengan contoh
dari tengah lingkungannya, atau pendidikan keteladanan.
Teladan yang baik menjadi landasan paling asas untuk
membentuk watak generasi.8

PROFIL PEREMPUAN MANDIRI


KAUM PEREMPUAN harus memaksimalkan perannya
menjadi pendidik di tengah bangsa menampilkan citra perempuan
mandiri, memastikan terpenuhinya hak dan terlaksananya
kewajiban. "Pendidikan formal yang dapat membuat wanita
sejajar dengan laki-laki, bila tidak didampingi dengan penunaian
hak dan kewajiban yang tegas, akan berpeluang menjadikan
wanita kehilangan jati dirinya sebagai perempuan. Secara tidak
sadar perempuan terpelajar menjadi lebih maskulin daripada
laki-laki. Ujung proses ini adalah ancaman kehidupan rumah
tangganya. "Sifat feminim yang menjadi sumber kasih sayang,
kelembutan, keindahan, dan sumber cahaya ilahi berpotensi menyerap
dan mengubah kekuatan kasar menjadi sensitivitas, rasionalitas menjadi
intuisi, dan dorongan seksual menjadi spiritualitas sehingga memiliki
daya tahan terhadap kesakitan, penderitaan dan kegagalan."9 Tidak
hanya ajaran Agama Islam yang mengungkapkan secara jelas
peran dan citra perempuan. Penulis sastera mengungkapkan peran
perempuan Melayu (Timur) dengan pendirian kokoh, dalam Syair
Siti Zubaidah Perang China ; "Daripada masuk agama itu,
baiklah mati supaya tentu, menyembah berhala bertuhankan
batu, kafir laknat agama tak tentu."10 Perempuan Melayu dengan
sifat-sifat mulia diantaranya lembut hatinya, penyabar,
penyayang sesama, keras dalam mempertahankan harga diri,
tegas, teguh dan kuat iman dalam melaksanakan suruhan Allah,
pendamai, suka memaafkan dan mampu menjadi pemimpin
masyarakatnya. Wanita Melayu juga mempergunakan akal di
dalam berbuat dan bertindak, bahkan terkadang terlalu keras

9
H. MAS’OED ABIDIN
dan berani, seperti ditunjukkan dalam syair Siti Zubaidah, kata H.
Ahmad Samin Siregar. 11

KHULASAH
KEHIDUPAN KEPEMILIKAN PEREMPUAN DALAM ISLAM
PEREMPUAN menjadi pemilik dari apa yang dimiliki
pasangannya.
(1). Hak kepribadian
(a). Dipergauli dengan ma'ruf (QS.An-Nisa'4), (b). Dinafkahi
menurut kelapangan dan kemampuan (QS. At- Thalaq, 7), (c).
Dijaga rahasia yang amat karakteristik dari kepribadian
perempuan, (e). Dalam rumah tangga istri adalah pakaian
suami dan suami adalah pakaian istri (QS. Al Baqarah, 187), (e).
Menghormati nasab yang diterima dari bapaknya, (f).
Perempuan mempunyai hak perlindungan dari pasangannya.
(2). Hak kepemilikan
(a). Lelaki tidak boleh menguasai harta istri, (b). Perempuan
ada hak bagian dari harta peninggalan keluarganya (QS An
Nisa' 7), (c). Kewajiban lelaki (suami) menyerahkan mahar
kepada istri dengan kerelaan dari pihak perempuan (nihlah)
(QS. An Nisa' 4), (d). Mahar tidak boleh diambil lagi, tidak
boleh dirampas oleh keluarga (lihat Tafsirul Khazin, I : 477),
artinya apa yang sudah diberikan kepada perempuannya
secara ikhlas (nihlah) tidak boleh dirampas kembali. (e).
Haram mengeksploitasi perempuan untuk berbuat
serong/pelacuran (QS. An Nuur, 33), (f). Tidak boleh
menyulitkan perempuan, (g). Wajib lelaki memberikan
hak-hak perempuan secara penuh (memberi makan, pakaian)
menurut kemampuan, (h). Tidak boleh memukul wajahnya,
tidak boleh mencelanya, (i). Tidak boleh memisahkan dari
tempat tidurnya kecuali dalam rumah sendiri (HR. Abu
Daud).

10
KEHIDUPAN PEREMPUAN DALAM BUDAYA ISLAM
(3). Hak kewenangan mengatur sirkulasi ekonomi rumah tangga
(a). "Jika seorang isteri memberikan infaq dari makanan rumahnya
dengan tidak menimbulkan kerusakan, dia akan mendapatkan pahala
dari infaknya, sedangkan suaminya juga mendapatkan pahala atas
usahanya, dan bagi penyimpan juga mendapatkan pahala.
Sebahagian mereka tidak mengurangi bahagian yang lainnya (HR.
Muslim). (b). Seorang perempuan (istri) dapat membelanjakan
harta suaminya dengan tidak berlebihan, dan dalam hal ini
suami mendapatkan pahala dari Allah. (c). Tetap amanah
dalam pengaturannya, sesuai sabda Rasulullah SAW ; "Apabila
seorang isteri melaksanakan shalat lima kali (waktu), shaum
(Ramadhan) satu bulan penuh, memelihara kemaluan (farajnya),
dan mentaati suaminya, akan dikatakan kepadanya "UDKHULIL
JANNATA MIN AYYIL- ABWAAB" artinya "Masuklah kamu ke
dalam syorga dari segala pintu" (HR. Ahmad).(d). Perempuan
mempunyai kewajiban menjaga kepemilikan dibelakang
pasangannya. Dan semuanya terlihat dalam hukum
perkawinan menurut Islam.

DARI PANDANGAN AGAMA ISLAM disimpulkan


bahwa yang tidak mau mengindahkan hak-hak perempuan,
sebenarnya adalah mereka yang tidak beriman atau lebih halus
lagi, kurang mengamalkan ajaran agama Islam. Di Minangkabau
lebih jauh lagi, dalam hal pusako tinggi, sesuai hukum adat
dikuasai oleh lini materilineal, hukum garis keibuan.
Sungguhpun ditemui ada kerancuan dalam pelaksanaannya,
semata disebabkan oleh hilangnya kepatuhan orang beradat,
karena hakikat sesungguh dari adat basandi syarak, syarak
basandi Kitabullah adalah aplikatif, bukan simbolis.
Padang, 7 Agustus 2001.

11
1
Catatan
Pada masa dahulu memang sangat banyak penulisan cerita (dongeng) tentang wanita yang melahirkan anggapan bahwa perempuan hanya
sejenis komoditi penggembira, penghibur, teman bercanda, pengisi harem, peramaikan istana dan pesta, sehingga peran perempuan
disepelekan seakan segelas air pelepas dahaga. Akan tetapi, kehadiran Islam memberikan kepada perempuan kedudukan mulia.
2
Antara lain pemimpin, pandai, pintar, dan memiliki segala sifat keutamaan rahim, penuh kasih sayang, makhluk pilihan, pendamping
jenis kelamin lain (laki-laki).
3
Bila Annisa'-nya baik, baiklah negeri itu, dan kalau sudah rusak, celakalah negeri itu (Al Hadits). Kaidah Alqurani menyebutkan,
Nisa'-nisa' kamu adalah perladangan (persemaian) untukmu, kamupun (para lelaki) menjadi benih bagi Nisa'-nisa' kamu. Kamu dapat
mendatangi ladang-ladangmu darimana (kapan saja). Karena itu kamu berkewajiban menjaga anfus (diri, eksistensi dan identitas) sesuai
perintah Qaddimu li anfusikum, dengan selalu bertaqwa kepada Allah (Q.S.2:23).
4
"Ibu (an-Nisak) adalah tiang negeri" (al Hadist). Jika kaum Ibu dalam suatu negeri (bangsa) berkelakuan baik (shalihah), niscaya akan
sejahtera negeri itu. Sebaliknya, bila kaum Ibu disuatu negeri berperangai buruk (fasad) akibatnya negeri itu akan binasa seluruhnya.
Selain itu, banyak hadist Nabi menyatakan pentingnya pemeliharaan hubungan bertetangga, menanamkan sikap peduli, berprilaku
mulia, solidaritas tinggi dalam kehidupan keliling. Diantaranya sabda SAW; "Demi Allah, dia tidak beriman”, "Siapakah dia wahai
Rasulullah?" Beliau menjawab, "Yaitu, orang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatan-kejahatannya". (Hadist
diriwayatkan Asy-Syaikhan). Hadist lainnya; “Tidaklah beriman kepadaku orang yang perutnya kenyang, sedangkan tetangganya
(dibiarkan) kelaparan disampingnya, sementara dia juga mengetahui (keadaan)nya” (HR.Ath-Thabarani dan Al Bazzar).
Pentingnya pendidikan akhlak Islam, “Satu bangsa akan tegak kokoh dengan akhlak (moralitas budaya dan ajaran agama yang
benar)”. Tata krama pergaulan dimulai dari penghormatan di rumah tangga, dikembangkan kelingkungan tetangga dan ketengah
pergaulan warga masyarakat (bangsa), sesuai QS.41, Fush-shilat, ayat 34.
5
Rasulullah SAW bersabda ; “Sorga terletak dibawah telapak kaki Ibu”(al Hadist). Sahabat Abu Hurairah RA., meriwayatkan
seseorang bertanya kepada Rasulullah; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk aku pergauli dengan cara
yang baik?”. Beliau menjawab, “Ibumu”. (sampai tiga kali), baru terakhir Beliau menjawab, “Bapakmu”. (HR.Asy-Syaikhan). Hadist
lainnya ; Shahabat Abdullah Ibn ‘Umar menceritakan, “Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya”. (HR.Asy-Syaikhan).
Disiplin tumbuh melalui pendidikan akhlak, teladan paling ideal dimata generasi, menanamkan ajaran agama yang benar (syari’at).
Jangan berbuat kedurhakaan. Meyakini hari akhirat, tempat kembali terakhir. Bakti kepada dua orang tua (birrul walidaini) diajarkan
supaya jangan berkata keras. Harus bergaul dengan lemah lembut, menyimak perintah orang tua dengan cermat. Jangan bermuka masam
(cemberut) kepada keduanya, tidak memotong perkataan keduanya, serta mengajarkan dialog (mujadalah) dengan cara baik dan ihsan
(lihat QS.17, al-Israk; ayat 234-24). Wahyu dalam QS.46, al Ahqaaf; ayat 15-16 bahwa generasi yang menolak kebenaran (al-haq)
dari Allah, akan menjadi generasi permissif (berbuat sekehendak hati) dan menjadi pelaku anarkisme dan hedonisme sepanjang masa.
Inilah generasi yang lemah (loss generation), yang tercerabut dari akar budaya dan agama ( lihat QS: 46, al-Ahqaaf, ayat 17-18). Maka
birrul walidaini (berbakti kepada dua orang tua), merupakan pelajaran dasar satu generasi, yang harus di turunkan turun temurun,
seperti disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW; “Berbaktilah kepada bapak-bapak (orang tua) kalian, niscaya anak-anak kalian
akan berbakti pula kepada kalian. Dan tahanlah diri kalian (dari hal-hal yang hina), niscaya istri-istri kalian juga akan menahan
diri (dari hal-hal yang hina)”.(HR. Ath-Thabarani).
6
Kalangan yang ingin bebas acapkali merendahkan peran perempuan sebagai ibu di rumah tangganya. Melahirkan dan mengasuh anak
dilihat mereka sebagai suatu yang out of date. Bila seseorang memerlukan anak bisa ditempuh jalan pintas melalui adopsi atau mungkin
satu ketika dengan teknologi kloning (?).
7
Generasi yang tumbuh tanpa aturan, jauh dari moralitas, cendrung meninggalkan tamaddun budayanya. Tampak pada suka bolos
sekolah, memadat, menenggak minuman keras, pergaulan bebas, morfinis, dan perbuatan tak berakhlak akan menghilangkan generasi
dari akar budaya masyarakat yang melahirkannya. Disinilah pentingnya peran ibu. Maka para perempuan (ibu) yang memelihara peran
ibu berhak mendapatkan "medali" pengatur rumahtangga dan pendidik bangsa. Inilah dharma ibu yang sebenar-benar dharma.
8
Anak-anak (generasi pelanjut) senantiasa akan berkembang menyerupai ibu dan bapaknya. Peran pendidikan amat menentukan, karena
pendidikan adalah teladan paling ideal dimata anak (lihat Nashih ‘Ulwan, dalam Tarbiyatul Aulaad). Jika ibu menegakkan hukum-
hukum Allah, begitu pula generasi yang di lahirkannya. Urgensi pelatihan ibadah untuk anak sedari kecil dengan membiasakan
mengerjakan shalat dan ibadah (puasa, shadaqah, mendatangi masjid, menghafal Alquran) akan menjadi alat bantu utama melatih
disiplin anak dari dini. Sabda Rasulullah SAW. membimbingkan; “Suruhlah anak-anak kamu mengerjakan shalat, selagi mereka
berumur tujuh tahun, dan pukulllah mereka (dengan tidak mencederai) karena meninggalkan shalat ini, sedang mereka telah berumur
sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka” (HR.Abu Daud dan Al Hakim).
9
Hani'ah, "Wanita Karir dalam Karya Sastra: Ada Apa Dengan Mereka?", makalah Munas IV dan Pertemuan Ilmiah Nasional VIII,
HISKI 12-14 Desember 1997 di Padang.
10
Syair Siti Zubaidah Perang China, Edisi Abdul Muthalib Abdul Ghani, hal. 230.
11
Ibid. Pendapatnya diketengahkan pada Munas PIN VIII, HISKI 12-14 Desember 1997 di Padang.

RIWAYAT DIRI
H. MAS’OED ABIDIN
TEMPAT/TANGGAL LAHIR: Koto Gadang Bukittinggi, 11 Agustus 1935
AYAH dan IBU: H.Zainal Abidin bin Abdul Jabbar Imam Mudo dan Khadijah binti Idriss.
RIWAYAT PENDIDIKAN : Surau (madrasah) Rahmatun Niswan Koto Gadang, Sumatra Thawalib dipimpin oleh Syeikh H.
Abdul Mu’in Lambah, Thawalib Parabek, SR Kotogadang, SMP II Neg. Bukittinggi, SMA A/C Bukittinggi (1957), dan FKIP
UNITA Padangsidempuan, IKIP Medan (1963).

ORGANISASI : Sekum Komda PII Tapanuli Selatan (1961-1963), Ketua HMI Cabang Padangsidempuan yang pertama (1963 –
1967), Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Sumbar (1967- sekarang).
JABATAN SEKARANG : Wakil Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Perwakilan Sumbar di Padang (2000-2005) dan Ketua
MUI Sumbar Membidangi Dakwah (2001-2005), Sekretaris Dewan Pembina ICMI Orwil Sumbar.

ALAMAT SEKARANG :

 Jalan Pesisir Selatan V/496 Siteba Padang (KP - 25146), Fax/Telepon 52898, Tel: 58401.

 Kantor DDII Sumbar, Jl.Srigunting No.2 ATB Padang, Tel: 0751-53072.

 Kantor MUI Sumbar, Masjid Nurul Iman, Jl. Imam Bonjol Padang.

BUKU YANG SUDAH DITERBITKAN ;


1. Islam Dalam Pelukan Muhtadin MENTAWAI, DDII Pusat, Percetakan ABADI, Jakarta - 1997.
2. Dakwah Awal Abad, Pustaka Mimbar Minang, Padang - 2000.
3. Problematika Dakwah Hari Ini dan Esok, Pustaka Mimbar Minang, Padang – 2001.

DALAM PROSES PERCETAKAN ;


1. Taushiyah DR. Mohammad Natsir, Pusataka Mimbar Minang, Padang –2001.
2. Pernik Pernik Ramadhan, Pustaka Mimbar Minang, Padang – 2001.
3. Dakwah Komprehensif, DDII Pusat, Media Dakwah, Jakarta – 2001.
4. Suluah Bendang, Berdakwah di tengah tatanan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah di Minangkabau, Pustaka
Mimbar Minang, Padang - 2001.

LAIN-LAIN:
 Personal Web-site : http://www.masoedabidin.web.id
 Grup diskusi di Mailinglist : http://abssbkranahnagaribundo@yahoogroups.com
 Email:
 masoedabidin@mimbarminang.com
 masoedabidin@yahoo.com
 masoedabidin@hotmail.com

You might also like