Professional Documents
Culture Documents
KELAS A
Rasa syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas tuntasnya penyusunan
makalah ekonomi ini. Makalah ini kami susun dengan maksud untuk memenuhi tugas
yang diberikan oleh dosen, untuk itu kami telah berusaha sebaik mungkin dalam
penyusunannya, mulai dari pengumpulan sumber, pencarian informasi yang sesuai
dengan tema sampai pada tahap penyusunan telah kami lakukan sebaik mungkin,
walaupun demikian kami selaku penyusun menyadari masih terdapat kekurangan dalam
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memuaskan walau tidak mencapai tahap sempurna,
karena memang tidak ada yang sempurna di dunia ini kecuali Allah SWT. Sehingga
penyusun mohon maaf atas kesalahan dan kekurangan dalam penyajian, hal ini semata –
mata hanyalah kekhilafan penyusun sebagai manusia biasa, penyusun juga memohon
kritik dan saran yang membangun untuk dijadikan bahan pembelajaran dalam pembuatan
makalah yang lebih baik di waktu yang akan datang. Terima kasih atas perhatinnya.
Penyusun.
Pendahuluan
Pada saat ini Indonesia tengah mengalami masa - masa penuh gejolak
perekonomian baik di sektor perbankan maupun sektor ekonomi lainnya. Sejak
tumbangnya rezim orde baru dan memasuki masa reformasi, perekonomian Indonesia
berjalan dalam ketidakpastian, masa reformasi ini ditandai dengan krisis moneter yang
berlanjut menjadi krisis ekonomi yang sampai saat ini belum menunjukkan tanda – tanda
ke arah pemulihan, laju inflasi masih cukup tinggi yaitu rata – rata sekitar 10%, rakyat
Indonesia sebagian besar masih berada di bawah garis kemiskinan. Di samping
kemiskinan absolut, terdapat persoalan kemiskinan relatif yang timbul sebagai akibat
kurangnya pemerataan dalam menikmati hasil – hasil pembangunan, pembangunan yang
pesat hanya terjadi di daerah tertentu saja seperti daerah-daerah industri di Pulau Jawa
yang menjadi incaran pendatang migran yang membludak tanpa diimbangi jumlah
lapangan kerja yang justru menyempit. Hal ini bisa dilihat pada tingkat pengangguran
yang relatif lebih besar jumlahnya di perkotaan. Rata- rata penduduk di pedesaan banyak
yang melakukan urbanisai ke kota. Untuk wilayah – wilayah kota besar tingkat
pengangguran jumlahnya semakin hari semakin meningkat. Penduduk desa umumnya
melakukan urbanisasi ke kota karena diiming – imingi oleh mewahnya kehidupan di kota
besar, padahal di perkotaan banyak usaha – usaha yang mengalami penurunan produksi,
yang berdampak pada banyaknya kasus PHK. Terjadinya krisis ekonomi mengakibatkan
banyak usaha yang mengalami kebangkrutan. Hal ini menggambarkan semakin banyak
jumlah penduduk miskin baik di kota- kota besar maupun di pedesaan. Jumlah penduduk
miskin pada Maret 2006 sebanyak 39,05 juta orang atau 17,75% dari total 222 juta
penduduk. Penduduk miskin bertambah empat juta orang dibandingkan yang tercatat
pada Februari 2005. Tanpa Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar
Minyak, jumlahnya mencapai 50,8 juta orang. Turunnya nilai rupiah mengakibatkan
harga dollar meningkat sehingga para importir banyak yang mengalami kerugian,
berdampak pada macetnya angka kredit, karena para kreditor tidak sanggup membayar
pinjaman. Permasalahan di sektor perbankan ini menjadi persoalan bagi para pengusaha
besar yang sebagian besar modalnya tergantung pada pinjaman.
Dalam makalah ini akan diuraikan mengenai peranan ekonomi kerakyatan
sebagai kebijakan pemerintah yang dimaksudjan sebagai penampung tenaga kerja dan
sumber pendapatan masyarakat golongan menengah ke bawah. Selain itu akan
dijelaskan pula mengenai hal – hal berikut ini :
Menurut Emil Salim ciri – ciri sistem ekonomi kerakyatan adalah sebagai berikut :
Pertama, peranan negara beserta aparatur ekonomi negara adalah penting, tetapi
tidak dominan agar dicegah tumbuhnya sistem etatisme (serba negara). Peranan swasta
adalah penting, tetapi juga tidak dominan agar dicegah tumbuhnya free fight. Dalam
sistem ekonomi kerakyatan usaha negara dan swasta tumbuh berdampingan dengan
perimbangan tanpa dominasi berlebihan satu terhadap yang lain.
Ketiga, Masyarakat sebagai satu kesatuan memegang peranan sentral dalam sistem
ekonomi kerakyatan. Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan
atau kepemilikan anggota-anggota masyarakat. Masyarakat adalah unsur non negara
yakni ekonomi swasta. Dalam ekonomi swasta ini yang menonjol bukan perorangan,
tetapi masyarakat sebagai satu kesatuan. Tekanan kepada masyarakat, tidak berarti
mengabaikan individu, tetapi langkah individu harus serasi dengan kepentingan
masyarakat.
Keempat, negara menguasai bumi, air dan kekayaan alam lainnya yang terkandung
dalam bumi dan yang merupakan pokok bagi kemakmuran masyarakat. Dalam
melaksanakan hak menguasai ini perlu dijaga supaya sistem yang berkembang tidak
mengarah etatisme. Oleh karena itu hak menguasai oleh negara harus dilihat dalam
konteks pelaksanaan dan kewajiban negara sebagai. (1) pemilik; (2) pengatur;
(3)perencana; (4)pelaksana; (5)pengawas.
Kelima, sistem ekonomi kerakyatan tidak bebas nilai. Bahkan sistem nilai (value
system) inilah yang mempengaruhi kelakuan pelaku ekonomi. Sistem yang
dikembangkan bertolak dari ideologi yang dianut, dalam hal ini adalah ideologi
Pancasila. Ideologi Pancasila masih terus berkembang sesuai dengan dinamika
pertumbuhan masyarakat, namun kelima sila secara utuh harus dijadikan leitstar (bintang
pengarahan), kearah mana sistem nilai dikembangkan.
1. Sistem ekonomi liberal yang bebas. Artinya sistem ekonomi yang menumbuhkan
eksploitasi atau pemerasan terhadap manusia dan bangsa lain. Dalam sejarahnya,
sistem ekonomi liberal yang bebas di Indonesia telah menimbulkan kelemahan
posisi Indonesia dalam percaturan ekonomi dunia.
3. Persaingan tidak sehat, serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok
atau monopoli yang merugikan masyarakat.
Ekonomi kerakyatan bukan suatu pemikiran baru, sebab konsep ini didasarkan
pada Pancasila dan UUD’ 45 dan telah menjadi cita –cita para pendiri negara. Arus
pemikiran ekonomi kerakyatan ini muncul kembali sebagai reaksi positif dari
berbagai gejala ekonomi dan sosial yang muncul setelah Indonesia melaksanakan
pembangunan nasional selama lebih dari 25 tahun. Selama ini hasil pembangunan
ekonomi di Indonesia telah berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi, sehingga Indonesia mulai memasuki kelompok negara industri baru pada
tahun 1995.
2. Peran Ekonomi Kerakyatan Dalam Perekonomian Indonesia
Sistem ekonomi kerakyatan sebenarnya sudah diperkenalkan pada awal Repelita III
(1979 ). Pemikiran beberapa orang pemikir mengatakan apabila pada waktu itu sistem ini
sudah diterapkan maka krisis ekonomi yang demikian parah ini dapat terhindarkan.
Namun, yang terjadi setelah jatuhnya harga minyak ekspor (1982) adalah ditanggapi
pemerintah dengan kebijakan deregulasi yang kemudian kebablasan,dengan akibat
pertumbuhan ekonomi yang memang meningkat tajam, tetapi dibarengkan dengan
ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang memprihatinkan, jumlah penduduk
miskin di Indonesia secara absolut masih cukup besar. Sejak mengalami krisis ekonomi
tahun 1997 rakyat miskin di Indonesia terus bertambah.
Contoh : Pada Maret 2006 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 39,05 juta
orang atau 17,75% dari total 222 juta penduduk. Mereka ini hidup di bawah garis
kemiskinan.
Jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan tersebut sebenarnya
sudah berkurang banyak bila dibandingkan tahap – tahap awal pelaksanaan
pembangunan. Di samping kemiskinan absolut, terdapat persoalan kemiskinan relatif
yang timbul sebagai akibat kurang meratanya kesempatan ikut menikmati hasil
pembangunan. Ketimpangan dalam kemiskinan relatif ini antara lain dapat terjadi antar
golongan penduduk di Indonesia.
Contoh : Pada tahun 1990, 40% dari jumlah penduduk Indonesia yang termasuk
kelompok pendapatan terendah menerima 21, 31% pendapatn nasional, sementara 20%
penduduk kelompok penghasilan tinggi menerima 41, 94% pendapatan nasional.
Distribusi pendapatan masyarakat juga dapat dilihat dari jenis lapangan usaha atau
sektor. Penduduk miskin di daerah pedesaan tahun 1995 tercatat 45% bekerja pada sektor
pertanian sedangkan di daerah perkotaan yang hidup dari sektor perdagangan jumlahnya
33%. Kemiskinan di sektor pertanian sangat bertolak belakang dengan kehidupan
penduduk di perkotaan yang hidup dari sektor indutri.
Dewasa ini kita ditengah – tengah siklus 7 tahunan tahap pengembangan ekonomi
rakyat (1994-2001), setelah periode konglomerasi 7 tahun sebelumnya (1987-1997),
bangsa Indonesia mendapat cobaan atau ujian dari Allah SWT, apakah kita akan
konsekuen dan teguh memihak pada ekonomi kerakyatan dalam menghadapi berbagai
masalah perekonomian? Dalam ujian berat seperti ini, menurut Prof. Mubyarto, bangsa
Indonesia perlu “bertobat” dan melakukan “tolak bala” agar keserakahan (angkara
murka) yang mengancam kesatuan dan persatuan bangsa (sila ke 3) dapat diatasi.
3. Potensi dan Kendala Ekonomi kerakyatan
Koperasi adalah salah satu bentuk konkrit dari pelaksanaan ekonomi kerakyatan,
koperasi sangat berpotensi untuk berkembang sebagai bangun perusahaan yang dapat
digunakan sebagai salah satu wadah utama untuk membina kemampuan usaha golongan
ekonomi lemah serta membantu dan memudahkan masyarakat dalam memperoleh
pinjaman. Hal ini menunjukan bahwa koperasi memiliki potensi untuk meningkatkan
pemerataan kesejahteraan rakyat Indonesia. Seperti kita ketahui bersama bahwa pada
satu sisi pengembangan koperasi telah banyak membuahkan hasil. Tetapi dibandingkan
dengan pelaku ekonomi lainnya koperasi ternyata masih jauh tertinggal. Ketertinggalan
ini disebabkan oleh kendala – kendala yang berasal dari dua faktor, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal yang menjadi penghambat perkembangan koperasi
meliputi faktor profesionalitas pengelolaan kelembagaan, kualitas sumber daya manusia
dan permodalan. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor iklim politik ekonomi
nasional yang kurang kondusif serta tingkat persaingan yang ketat dengan badan usaha
lainnya.
Selain koperasi usaha kecil juga merupakan bentuk dari ekonomi kerakyatan. usaha
kecil memiliki beberapa potensi diantaranya adalah penyerapan tenaga kerja yang lebih
besar dibandingkan industri besar, mempromosikan potensi sandang dan pangan
nusantara serta saat ini usaha kecil terus membantu pemerintah dalam memajukan
perekonomian masyarakat melalui bertambahnya sektor industri kecil dan menengah di
Indonesia hal ini dapat dilihat dari meningkatnya permintaan kredit untuk menjalankan
usaha kecil baru, Ekspansi neto kredit perbankan ke sektor usaha kecil mencapai Rp
11,446 triliun, posisi total kredit usaha kecil Rp381 triliun (meningkat 20,5% dibanding
tahun 2005). Kredit usaha kecil juga menunjukkan kinerja yang cukup baik, diukur dari
kredit bermasalah (Non Perfoming Loans) neto sebesar 2,41 persen, lebih rendah dari
angka perbankan secara umum sebesar 4,86 persen, sektor pertanian termasuk perikanan,
mencatat ekspansi neto sebesar Rp 385 miliar atau 3,4% dari total kredit ekspansi usaha
kecil, sementara itu perlu diketahui bahwa pangsa kredit usaha kecil mencapai 52, 9%
dari total kredit perbankan yang sebesar Rp 719,8 triliun. Data tersebut menunjukan
keadaan usaha kecil yang semakin membaik dan menumbuhkan potensi usaha kecil
sebagai badan usaha yang membantu perekonomian masyarakat menengah ke bawah.
Karena peranan faktor produksi tenaga kerja di sektor industri dan kerajinan
merupakan permintaan turunan dari output industri kecil dan kerajinan, maka
tergusurnya pasar output industri kecil dan kerajinan tersebut akan mematikan sebagian
potensi penyerapan tenaga kerja. Upaya yang nyata dari pemerintah untuk melindungi
industri kecil dan kerajinan baik di pasar output maupun input dalam persaingan dengan
industri besar dan menengah nyaris tidak ada. Perlindungan ini sangat diperlukan oleh
industri kecil dan kerajinan, mengingat output dari industri kecil yang beragam ini masih
dibutuhkan oleh mayoritas konsumen lapisan bawah. Penggunaan bahan mentah
domestik yang dihasilkan oleh sektor tradisional seperti pertanian, tambang dan galian
amat kurang, baik sebagai input antara atau yang masih harus diolah lagi dalam proses
produksi maupun untuk konsumsi akhir. Penggunaan “local content” yang rendah ini
karena pertimbangan efisiensi teknis yang rendah, sehingga menggunakan jalur impor
untuk memiliki kebutuhan tersebut. Akibatnya usaha peningkatan produksi sektor
tradisional tidak memperoleh insentif untuk berkembang. Padahal sektor tradisional
seperti pertanian, tambang dan galian, serta sektor informal pada hakekatnya merupakan
potensi ekonomi rakyat.
Upaya – upaya pembinaan usaha kecil sebenarnya telah lama dilaksanakan oleh
pemerintah Orde Baru. Pada tahun 1995 telah diterbitkan Undang – Undang Nomor 9
tahun 1995 tentang usaha kecil. Pengertian usaha kecil menurut undang –undang tersebut
adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih, paling banyak 200 juta, tidak termasuk
nilai tanah dan bangunan tempat usaha; memiliki hasil penjualan maksimal Rp 1 milyar
per tahun; bersifat mandiri, bukan merupakan cabang atau memiliki afiliasi dengan
perusahaan lain; berbentuk badan usaha perseorangan atau badan usaha tak berbadan
hukum. Usaha kecil terdiri atas usaha kecil informal terdaftar, belum tercatat dan belum
berbadan hukum. Contoh : petani penggarap, pedagang asongan, pedagang kaki lima,
atau pemulung.
Aspek informasi bagi pengusaha kecil meliputi pemberian informasi harga pasar
untuk produk usaha kecil yang bisa disiarkan ke seluruh wilayah Indonesia, seperti
informasi harga sayur – sayuran. Informasi seperti ini dapat dikumpulkan dalam bank
data, sehingga akan dapat digunakan sebagai bahan analisis. Aspek informasi yang juga
penting menyangkut informasi permintaan produk yang bersumber dari pasar, meliputi
jumlah permintaan maupun spesifikasi prosuk yang diminta, baik pasar domestik
maupun pasar ekspor. Demikian pula diperlukan penyebaran informasi tentang teknologi
yang dapat berupa peralihan atau penyuluhan tentang teknologi baru yang bersifat tepat
guna untuk usaha kecil.
Contoh: Untuk meningkatkan kualitas hasil pengolahan kulit pada industri kecil kulit,
dilakukan kerjasama dengan lembaga internasional melalui pelatihan
pengolahan kulit.
Aspek perlindungan bagi usaha kecil antara lain meliputi penyediaan lokasi
usaha, misalnya berupa pasar tradisional, yang dibangun dengan memperhatikan lokasi
untuk pasar bagi usaha menengah dan besar. Contoh lain yakni pembangunan sentra
industri kecil atau penyediaan lahan pada kawasan industri yang dibangun oleh
pemerintah atau oleh usaha menengah atau usaha besar. Aspek perlindungan diberikan
pada usaha kecil yang mempunyai kekhususan dalam proses produksi, atau kepada
kegiatan usaha yang bersifat padat karya, termasuk kegiatan usaha yang memiliki nilai
seni dan budaya.
Dalam praktek, upaya penciptaan iklim, untuk menumbuhkan usaha kecil masih
banyak dijumpai kendala dan penyimpangan yang terjadi bila dibandingkan dengan apa
yang dimaksudkan oleh Undang – Undang tentang usaha kecil.
Contoh: Meskipun sudah ada peraturan yang mewajibkan sektor perbankan untuk
menyalurkan kreditnya sebesar 20% bagi Kredit Usaha Kecil, namun karena
tingkat bunga kredit sangat tinggi akhirnya tidak dapat dijangkau.
Selain upaya – upaya yang dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Baru, saat ini di
bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan RPPK ( Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan ),
dicanangkan oleh presiden yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan, pengurangan
pengangguran, peningkatan daya saing, membangun ketahanan pangan, membangun
pedesaan, dan melestarikan lingkungan. Tetapi pada kenyataannya tidak ada kemajuan
yang tercapai, masyarakat tidak tergerak untuik terlibat, koordinasi tidak berjalan, dan
kebijakan yang muncul bertentangan dengan cita – cita RPPK contoh yang paling nyata,
baru beberapa bulan RPPK dicanangkan, pemerintah sudah mengimpor beras. Kasus
lainnya adalah rencana pembukaan impor ternak dan produk asal ternak dari negara yang
terjangkit penyakit tertentu. Di samping itu, ada izin impor gula kasar hingga 518.000
ton pada saat musim giling tebu.
Melihat kondisi tadi dapat disimpulkan bahwa RPPK masih merupakan sebuah
cita – cita yang belum sepenuhnya tercapai. Kondisi tersebut disebabkan masih ada fokus
kebijakan yang belum sepenuhnya selesai sehingga menyebabkan RPPK tidak berjalan
secara menyeluruh seperti usaha unggas yang tidak tersentuh karena tertekan akibat
wabah flu burung. Memang terdapat fokus program yang sudah dilakukan, tetapi pada
saat yang sama masih terdapat fokus program lain yang belum tuntas atau tingkat
kecepatannya tidak sesuai dengan yang dinginkan. Antara lain, banyak irigasi yang rusak
serta rendahnya dukungan pembiayaan nonpemerintah, baik perbankan atau
nonperbankan.
Kemitraan usaha antara usaha menengah, usaha besar dan usaha kecil diharapkan
terjadi karena adanya keterkaitan usaha. Potensi keterkaitan ini sesungguhnya cukup
besar baik yang bersifat kaitan ke depan (forward linkage) atau bentuk kaitan ke
belakang (backward linkage). Kaitan ke depan mempunyai arti bahwa usaha kecil dapat
memanfaatkan output usaha menengah dan besar sebagai faktor input. Contoh: usaha
kecil kerajinan rakyat dapat memanfaatkan output usaha menengah dan besar seperti
plastik, lem, kain sebagai input bagi kegiatan produksi.
Contoh dari bentuk kemitraan usaha dengan kaitan usaha ini ialah berlakunya
program CSR ( Corporate Social Responsibility ) atau tanggung jawab sosial perusahaan
yang merupakan bentuk kerjasama perusahaan besar swasta dengan usaha kecil dan
menengah UMKM. Dalam program ini perusahaan – perusahaan besar diharuskan
menyisihkan sebagian kecil keuntungannya untuk pemberdayaan masyarakat, yakni
memanfaatkan dana CSR untuk pengembangan UMKM. Ada berbagai pola pelaksanaan
CSR oleh perusahaan. Ada yang berupa dana tunai secara cuma – cuma, ada juga yang
lebih mengedepankan pemberdayaan usaha sehingga mereka bisa mandiri, tidak
tergantung secara terus - menerus pada bantuan pihak lain. Pola ini dilaksanakan dalam
bentuk pemberian dana yang sifatnya harus dikembalikan untuk digulirkan pada yang
lain. Salah satu program CSR yang telah berjalan ialah antara PT Indofood Sukses
Makmur Tbk dengan perusahaan kecil yang selama ini menggunakan produknya, selain
memberikan bahan baku PT Indofood juga memberikan kredit tanpa agunan yang dapat
digunakan untuk pembelian mesin. Dengan demikian, terjadi saling membutuhkan dan
saling membantu. Persoalan yang mungkin dihadapi para pemberi dana CSR itu adalah
kelanjutan program dan jangkauan yang semakin luas. Sebab, ada juga perusahaan yang
memiliki dana CSR, tetapi tidak memiliki unit yang menyalurkan dan mengawasi dana
tersebut. Maka dari itu untu mencapai sasaran perlu pula kehadiran lembaga-lembaga
intermediasi yang dekat dengan sasaran proyek dan memahami betul karakter komunitas
yang hendak diberdayakan. Misalnya, koperasi atau LKM (Lembaga Keuangan Mikro)
yang mampu menyalurkan dana itu ke sasaran yang tepat dengan pola yang pas sehingga
benar – benar dapat memberdayakan dan memandirikan masyarakat yang dibantu.
Kemitraan usaha tanpa disadari oleh adanya keterkaitan dalam bidang usaha dari
sisi input dan output, menyebabkan ketidakefisien penggunaan sumber-sumber ekonomi
dan melahirkan beban biaya yang cenderung menjadi biaya yang harus dipikul
masyarakat (social cost). Di lain pihak, kemitraan usaha kecil dengan usaha menengah
dan besar tanpa dasar hubungan keterkaitan tadi, secara psikologis menimbulkan dampak
yang kurang sehat bagi perkembangan usaha kecil yakni seolah – olah sebagai pihak
yang menengadahkan tangan untuk menerima bantuan.
Jika harus dilaksanakan bentuk kemitraan tanpa kaitan usaha, maka hal itu lebih
tepat bila diterapkan pada perusahaan menengah dan besar BUMN daripada perusahaam
menengah dan besar milik swasta. Hal ini karena fungsi BUMN selain harus
menghasilkan profit atau keuntungan juga berfungsi sebagai agen pembangunan. Salah
satu bentuk kemitraan yang telah berjalan cukup lama adalah antara KUD di Jawa Timur
dengan perusahaan susu Nestle. Perusahaan susu Nestle menerima pasokan susu segar
hasil kegiatan peternakan sapi perah anggota KUD di wilayah Malang dan Pasuruan.
Dalam kemitraan tersebut terjadi pula alih teknologi dalam peningkatan kualitas
produksi, pemasaran, dan manajemen usaha.
Dalam Undang – Undang nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil, bentuk
kemitraan yang dapat dilaksanakan oleh usaha menengah dan besar dengan usaha kecil
dapat berupa:
a. Inti-plasma
b. Sub – kontrak
c. Dagang umum
d. Waralaba
e. Keagenan
f. Bentuk – bentuk lain
Dalam bentuk kemitraan inti plasma, usaha besar atau menengah bertindak
sebagai inti, sementara usaha kecil sebagai plasma.
Contoh: Petani sebagai plasma menerima pinjaman dari inti dalam bentuk bibit
tanaman perkebunan. Inti adalah perusahaan perkebunan besar yang
memberikan dan menerima hasil perkebunan untuk diolah dalam proses
produksi. Hasil atau pendapatan bersih petani plasma telah diperhitungkan
pembayaran kredit yang harus dilakukan.
Sedangkan kemitraan dalam bentuk sub kontrak misalnya para pengusaha kecil
berdasarkan kontrak yang ditandatangani memasok komponen – komponen untuk
kepentingan industri besar.
Dalam pola kemitraan dagang umum misalnya, KUD dengan kegiatan produksi
anggotanya di bidang sayuran menjalin hubungan pemasaran sayur dengan perusahaan
besar.
Contoh: Koperasi primer menjadi agen penjualan barang – barang kebutuhan dari
GORO.
Sejauh mana bentuk kemitraan telah membawa manfaat bagi usaha kecil? Untuk
menjawab hal ini diperlukan waktu yang cukup lama untuk mengkajinya. Namun paling
tidak efektivitas dari suatu hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha
menengah adalah saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Keberhasilan suatu
kemitraan bergantung pada dua hal yaitu tujuan yang ditetapkan dan perilaku atau sifat
pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut. (Hendroyogi, 1997).
Tujuan dari peserta kemitraan dapat bersifat jangka pendek dan jangka panjang.
Koperasi atau pengusaha kecil ingin bermitra usaha dengan pengusaha besar untuk
mendapatkan beberapa keuntungan, yaitu keuntungan bidang teknologi, mendapatkan
jalur sebagai sumber keuangan, keterampilan dalam bidang usaha dan sebagainya.
Selanjutnya menurut Mark Weaver (dalam Hendroyogi, 1997) faktor yang menentukan
keberhasilan kemitraan ada 4 (empat):
1. Perilaku yang bertujuan tidak ingin untung sendiri;
2. Perilaku percaya pada mitra usaha;
3. Perilaku timbal balik;
4. Perilaku mampu menahan diri atau sabar.
Sifat ingin cari untung sendiri didorong oleh sifat mengambil untung lebih
banyak dari mitranya. Peserta kemitraan ini bertindak atas kepentingannya sendiri.
Perilaku saling percaya bersumber pada keyakinan akan kebaikan rekannya atau
mitranya. Rasa percaya timbul karena keyakinan bahwa kemitraan akan memberikan
hasil yang adil. Perilaku mampu menahan diri hanya bisa terjadi kalau dalam kemitraan
terdapat rasa saling percaya, tidak ada perilaku oportunistik di antara para mitra usaha.
Dalam praktek, bentuk kemitraan usaha kecil dan koperasi dengan usaha
menengah dan besar serta BUMN paling banyak berbentuk pemberian kredit kecil
dengan bunga rendah. Padahal kelemahan usaha kecil dan koperasi selain bidang
permodalan, juga terletak pada bidang pemasaran, adaptasi teknologi, dan kualitas SDM.
Usaha kemitraan dalam bentuk sub kontrak misalnya akan melahirkan upaya transfer
teknologi dari perusahaan besar atau pihak swasta dan BUMN kepada usaha kecil dan
koperasi.
KESIMPULAN
Pola kemitraan usaha kecil termasuk didalamnya koperasi dapat dijalin dengan
usaha besar dan menengah baik dari pihak swasta maupun BUMN. Terdapat berbagai
bentuk kemitraan usaha seperti bentuk-bentuk inti-plasma, dagang umum, sub-kontrak,
waralaba dan sebagainya. Prinsip kemitraan yang paling ideal adalah saling
menguntungkan antara pihak – pihak yang melakukan kemitraan usaha. Keberhasilan
suatu kemitraan ditentukan oleh dua hal yaitu: tujuan yang ditetapkan dan perilaku dari
pihak –pihak yang melakukan emitraan antara lain yang bersifat tidak ingin untung
sendiri, percaya pada mitra usaha, perilaku timbal balik, perilaku mampu menahan diri
atau sabar.
Daftar Pustaka