You are on page 1of 22

MAKALAH EKONOMI

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM


MENINGKATKAN EKONOMI KERAKYATAN

DISUSUN OLEH : Febriansyah Puji C.(NPM : 210110060009)


Justito (NPM : 210110060018)
Puja Islami (NPM : 210110060052)
Ryan Prasastyo (NPM : 210110060017)
Yusuf Alfran ( NPM : 210110060021)
Vikry A. Rahiem ( NPM : 210110060045 )

KELAS A

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS PADJADJARAN


Kata Pengantar

Rasa syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas tuntasnya penyusunan
makalah ekonomi ini. Makalah ini kami susun dengan maksud untuk memenuhi tugas
yang diberikan oleh dosen, untuk itu kami telah berusaha sebaik mungkin dalam
penyusunannya, mulai dari pengumpulan sumber, pencarian informasi yang sesuai
dengan tema sampai pada tahap penyusunan telah kami lakukan sebaik mungkin,
walaupun demikian kami selaku penyusun menyadari masih terdapat kekurangan dalam
makalah ini.

Melalui beberapa sumber seperti artikel – artikel ekonomi penyusun telah


berupaya untuk menyampaikan data dan informasi yang aktual dan sesuai dengan topik
makalah yakni mengenai ekonomi kerakyatan serta kebijakan – kebijakan pemerintah
yang penting dan berpengaruh terhadap peningkatan ekonomi kerakyatan.

Semoga makalah ini dapat memuaskan walau tidak mencapai tahap sempurna,
karena memang tidak ada yang sempurna di dunia ini kecuali Allah SWT. Sehingga
penyusun mohon maaf atas kesalahan dan kekurangan dalam penyajian, hal ini semata –
mata hanyalah kekhilafan penyusun sebagai manusia biasa, penyusun juga memohon
kritik dan saran yang membangun untuk dijadikan bahan pembelajaran dalam pembuatan
makalah yang lebih baik di waktu yang akan datang. Terima kasih atas perhatinnya.

Jatinangor, November 2006

Penyusun.
Pendahuluan

Pada saat ini Indonesia tengah mengalami masa - masa penuh gejolak
perekonomian baik di sektor perbankan maupun sektor ekonomi lainnya. Sejak
tumbangnya rezim orde baru dan memasuki masa reformasi, perekonomian Indonesia
berjalan dalam ketidakpastian, masa reformasi ini ditandai dengan krisis moneter yang
berlanjut menjadi krisis ekonomi yang sampai saat ini belum menunjukkan tanda – tanda
ke arah pemulihan, laju inflasi masih cukup tinggi yaitu rata – rata sekitar 10%, rakyat
Indonesia sebagian besar masih berada di bawah garis kemiskinan. Di samping
kemiskinan absolut, terdapat persoalan kemiskinan relatif yang timbul sebagai akibat
kurangnya pemerataan dalam menikmati hasil – hasil pembangunan, pembangunan yang
pesat hanya terjadi di daerah tertentu saja seperti daerah-daerah industri di Pulau Jawa
yang menjadi incaran pendatang migran yang membludak tanpa diimbangi jumlah
lapangan kerja yang justru menyempit. Hal ini bisa dilihat pada tingkat pengangguran
yang relatif lebih besar jumlahnya di perkotaan. Rata- rata penduduk di pedesaan banyak
yang melakukan urbanisai ke kota. Untuk wilayah – wilayah kota besar tingkat
pengangguran jumlahnya semakin hari semakin meningkat. Penduduk desa umumnya
melakukan urbanisasi ke kota karena diiming – imingi oleh mewahnya kehidupan di kota
besar, padahal di perkotaan banyak usaha – usaha yang mengalami penurunan produksi,
yang berdampak pada banyaknya kasus PHK. Terjadinya krisis ekonomi mengakibatkan
banyak usaha yang mengalami kebangkrutan. Hal ini menggambarkan semakin banyak
jumlah penduduk miskin baik di kota- kota besar maupun di pedesaan. Jumlah penduduk
miskin pada Maret 2006 sebanyak 39,05 juta orang atau 17,75% dari total 222 juta
penduduk. Penduduk miskin bertambah empat juta orang dibandingkan yang tercatat
pada Februari 2005. Tanpa Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar
Minyak, jumlahnya mencapai 50,8 juta orang. Turunnya nilai rupiah mengakibatkan
harga dollar meningkat sehingga para importir banyak yang mengalami kerugian,
berdampak pada macetnya angka kredit, karena para kreditor tidak sanggup membayar
pinjaman. Permasalahan di sektor perbankan ini menjadi persoalan bagi para pengusaha
besar yang sebagian besar modalnya tergantung pada pinjaman.
Dalam makalah ini akan diuraikan mengenai peranan ekonomi kerakyatan
sebagai kebijakan pemerintah yang dimaksudjan sebagai penampung tenaga kerja dan
sumber pendapatan masyarakat golongan menengah ke bawah. Selain itu akan
dijelaskan pula mengenai hal – hal berikut ini :

a. pengertian ekonomi kerakyatan;


b. peran ekonomi kerakyatan dalam perekonomian Indonesia;
c. potensi dan kendala ekonomi kerakyatan;
d. kebijakan pemerintah yang dapat meningkatkan ekonomi kerakyatan melalui
pembukaan usaha kecil;
e. bentuk kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah dan besar.
1. Pengertian Ekonomi Kerakyatan

Pengertian ekonomi kerakyatan adalah suatu perekonomian di mana pelaksanaan


kegiatan, pengawasan kegiatan, dan hasil –hasil dari kegiatan ekonomi dinikmati oleh
seluruh rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan atau sistem ekonomi Pancasila ini secara
umum dapat diartikan sebagai sistem ekonomi yang memadukan ideologi konstitusional
(Pancasila dan UUD 1945) bangsa Indonesia dengan sistem ekonomi campuran (Sistem
Ekonomi Pasar Terkelola) yang diwujudkan melalui kerangka demokrasi ekonomi serta
dijabarkan dalam langkah – langkah ekonomi yang berpihak pada masyarakat dan
pemberdayaan seluruh masyarakat, yang ditujukan untuk mewujudkan tercapainya
masyarakat yang adil dan makmur.

Menurut Emil Salim ciri – ciri sistem ekonomi kerakyatan adalah sebagai berikut :

Pertama, peranan negara beserta aparatur ekonomi negara adalah penting, tetapi
tidak dominan agar dicegah tumbuhnya sistem etatisme (serba negara). Peranan swasta
adalah penting, tetapi juga tidak dominan agar dicegah tumbuhnya free fight. Dalam
sistem ekonomi kerakyatan usaha negara dan swasta tumbuh berdampingan dengan
perimbangan tanpa dominasi berlebihan satu terhadap yang lain.

Kedua, dalam sistem ekonomi kerakyatan, hubungan kerja antar lembaga –


lembaga ekonomi tidak didasarkan pada dominasi modal, seperti halnya dalam sistem
ekonomi kapitalis. Juga tidak didasarkan pada dominasi buruh, seperti halnya dalam
sistem ekonomi komunis. Tetapi asas kekeluargaan menurut keakraban hubungan antar
manusia.

Ketiga, Masyarakat sebagai satu kesatuan memegang peranan sentral dalam sistem
ekonomi kerakyatan. Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan
atau kepemilikan anggota-anggota masyarakat. Masyarakat adalah unsur non negara
yakni ekonomi swasta. Dalam ekonomi swasta ini yang menonjol bukan perorangan,
tetapi masyarakat sebagai satu kesatuan. Tekanan kepada masyarakat, tidak berarti
mengabaikan individu, tetapi langkah individu harus serasi dengan kepentingan
masyarakat.

Keempat, negara menguasai bumi, air dan kekayaan alam lainnya yang terkandung
dalam bumi dan yang merupakan pokok bagi kemakmuran masyarakat. Dalam
melaksanakan hak menguasai ini perlu dijaga supaya sistem yang berkembang tidak
mengarah etatisme. Oleh karena itu hak menguasai oleh negara harus dilihat dalam
konteks pelaksanaan dan kewajiban negara sebagai. (1) pemilik; (2) pengatur;
(3)perencana; (4)pelaksana; (5)pengawas.

Kelima, sistem ekonomi kerakyatan tidak bebas nilai. Bahkan sistem nilai (value
system) inilah yang mempengaruhi kelakuan pelaku ekonomi. Sistem yang
dikembangkan bertolak dari ideologi yang dianut, dalam hal ini adalah ideologi
Pancasila. Ideologi Pancasila masih terus berkembang sesuai dengan dinamika
pertumbuhan masyarakat, namun kelima sila secara utuh harus dijadikan leitstar (bintang
pengarahan), kearah mana sistem nilai dikembangkan.

Sistem ekonomi kerakyatan/ Pancasila adalah suatu sistem ekonomi yang


didasarkan pada sila – sila dalam Pancasila. Dalam sistem ekonomi ini koperasi perlu
terus dikembangkan, sekaligus berfungsi sebagai soko guru perekonomian Indonesia.
Untuk menumbuh kembangkan sistem ekonomi ini maka harus dihindarkan hal – hal
negatif seperti :

1. Sistem ekonomi liberal yang bebas. Artinya sistem ekonomi yang menumbuhkan
eksploitasi atau pemerasan terhadap manusia dan bangsa lain. Dalam sejarahnya,
sistem ekonomi liberal yang bebas di Indonesia telah menimbulkan kelemahan
posisi Indonesia dalam percaturan ekonomi dunia.

2. Sistem ekonomi komando. Artinya , negara beserta aparatur ekonomi negara


bersifat dominan, mendesak, dan mematikan potensi serta daya kreasi unit – unit
ekonomi swasta.

3. Persaingan tidak sehat, serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok
atau monopoli yang merugikan masyarakat.

Ekonomi kerakyatan bukan suatu pemikiran baru, sebab konsep ini didasarkan
pada Pancasila dan UUD’ 45 dan telah menjadi cita –cita para pendiri negara. Arus
pemikiran ekonomi kerakyatan ini muncul kembali sebagai reaksi positif dari
berbagai gejala ekonomi dan sosial yang muncul setelah Indonesia melaksanakan
pembangunan nasional selama lebih dari 25 tahun. Selama ini hasil pembangunan
ekonomi di Indonesia telah berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi, sehingga Indonesia mulai memasuki kelompok negara industri baru pada
tahun 1995.
2. Peran Ekonomi Kerakyatan Dalam Perekonomian Indonesia

Ekonomi kerakyatan turut berperan dalam perekonomian Indonesia salah satu


peran ekonomi kerakyatan yang nyata adalah penerapan sistem ini dalam masa
perekonomian Indonesia saat ini serta dalam berbagai perencanaan pembangunan
ekonomi, walau memang masih belum menunjukkan perbaikan yang berarti. Sejak
bangsa Indonesia menetapkan GBHN 1993, berbagai ajaran ekonomi kerakyatan
diterapkan, yaitu untuk saling menghargai martabat manusia dengan tidak melakukan
pemaksaan kehendak dan pemerasan atau eksploitasi (sila ke-2), mewujudkan
kebersamaan dalam melakukan kegiatan ekonomi (sila ke-3), memupuk semangat
kegotong-royongan dan kerakyatan (sila ke-4), dan ajaran untuk mewujudakan
kemerataan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (sila ke-5) dengan tetap menjunjung
tinggi etika dan nilai-nilai moral beragama (sila pertama).

Pada Pelita VI ( Bab 9 ) yang berjudul Pemerataan pembangunan dan


Penanggulangan Kemiskinan, dan kemudian pelaksanan IDT berdasarkan Inpres
Nomor 5/1993, adalah upaya konkrit melaksanakan perintah GBHN 1993. Program IDT
mempunyai 3 (tiga) misi besar, yaitu (1) memacu dan memicu gerakan nasional
penanggulangan kemiskinan; (2) melaksanakan kebijakan dan strategi pemerataan
pembangunan, dan pengurangan kesenjangan ekonomi sosial; (3) mengembangkan
ekonomi rakyat; adalah upaya konkrit untuk mewujudkan cita-cita keadilan sosial yang
terkandung dalam ekonomi kerakyatan.

Sistem ekonomi kerakyatan sebenarnya sudah diperkenalkan pada awal Repelita III
(1979 ). Pemikiran beberapa orang pemikir mengatakan apabila pada waktu itu sistem ini
sudah diterapkan maka krisis ekonomi yang demikian parah ini dapat terhindarkan.
Namun, yang terjadi setelah jatuhnya harga minyak ekspor (1982) adalah ditanggapi
pemerintah dengan kebijakan deregulasi yang kemudian kebablasan,dengan akibat
pertumbuhan ekonomi yang memang meningkat tajam, tetapi dibarengkan dengan
ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang memprihatinkan, jumlah penduduk
miskin di Indonesia secara absolut masih cukup besar. Sejak mengalami krisis ekonomi
tahun 1997 rakyat miskin di Indonesia terus bertambah.

Contoh : Pada Maret 2006 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 39,05 juta
orang atau 17,75% dari total 222 juta penduduk. Mereka ini hidup di bawah garis
kemiskinan.
Jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan tersebut sebenarnya
sudah berkurang banyak bila dibandingkan tahap – tahap awal pelaksanaan
pembangunan. Di samping kemiskinan absolut, terdapat persoalan kemiskinan relatif
yang timbul sebagai akibat kurang meratanya kesempatan ikut menikmati hasil
pembangunan. Ketimpangan dalam kemiskinan relatif ini antara lain dapat terjadi antar
golongan penduduk di Indonesia.

Contoh : Pada tahun 1990, 40% dari jumlah penduduk Indonesia yang termasuk
kelompok pendapatan terendah menerima 21, 31% pendapatn nasional, sementara 20%
penduduk kelompok penghasilan tinggi menerima 41, 94% pendapatan nasional.

Contoh di atas sekaligus menggambarkan ketimpangan dalam pembagian


pendapatan yang tergolong ringan, jika dibandingkan antara pulau jawa dan luar jawa.
Ketimpangan pembagian pendapatan antar golongan penduduk tersebut masih lebih
parah di Jawa. Selanjutnya ketimpangan pembagian pendapatan di daerah perkotaan
ternyata lebih buruk dibandingkan ketimpangnan pendapatan di wilayah pedesaan. Hal
ini terlihat dari koefisien gini di daerah perkotaan sebesar 0,34 sedangkan untuk daerah
pedesaan 0,25.

Distribusi pendapatan masyarakat juga dapat dilihat dari jenis lapangan usaha atau
sektor. Penduduk miskin di daerah pedesaan tahun 1995 tercatat 45% bekerja pada sektor
pertanian sedangkan di daerah perkotaan yang hidup dari sektor perdagangan jumlahnya
33%. Kemiskinan di sektor pertanian sangat bertolak belakang dengan kehidupan
penduduk di perkotaan yang hidup dari sektor indutri.

Dewasa ini kita ditengah – tengah siklus 7 tahunan tahap pengembangan ekonomi
rakyat (1994-2001), setelah periode konglomerasi 7 tahun sebelumnya (1987-1997),
bangsa Indonesia mendapat cobaan atau ujian dari Allah SWT, apakah kita akan
konsekuen dan teguh memihak pada ekonomi kerakyatan dalam menghadapi berbagai
masalah perekonomian? Dalam ujian berat seperti ini, menurut Prof. Mubyarto, bangsa
Indonesia perlu “bertobat” dan melakukan “tolak bala” agar keserakahan (angkara
murka) yang mengancam kesatuan dan persatuan bangsa (sila ke 3) dapat diatasi.
3. Potensi dan Kendala Ekonomi kerakyatan

Koperasi adalah salah satu bentuk konkrit dari pelaksanaan ekonomi kerakyatan,
koperasi sangat berpotensi untuk berkembang sebagai bangun perusahaan yang dapat
digunakan sebagai salah satu wadah utama untuk membina kemampuan usaha golongan
ekonomi lemah serta membantu dan memudahkan masyarakat dalam memperoleh
pinjaman. Hal ini menunjukan bahwa koperasi memiliki potensi untuk meningkatkan
pemerataan kesejahteraan rakyat Indonesia. Seperti kita ketahui bersama bahwa pada
satu sisi pengembangan koperasi telah banyak membuahkan hasil. Tetapi dibandingkan
dengan pelaku ekonomi lainnya koperasi ternyata masih jauh tertinggal. Ketertinggalan
ini disebabkan oleh kendala – kendala yang berasal dari dua faktor, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal yang menjadi penghambat perkembangan koperasi
meliputi faktor profesionalitas pengelolaan kelembagaan, kualitas sumber daya manusia
dan permodalan. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor iklim politik ekonomi
nasional yang kurang kondusif serta tingkat persaingan yang ketat dengan badan usaha
lainnya.

Selain koperasi usaha kecil juga merupakan bentuk dari ekonomi kerakyatan. usaha
kecil memiliki beberapa potensi diantaranya adalah penyerapan tenaga kerja yang lebih
besar dibandingkan industri besar, mempromosikan potensi sandang dan pangan
nusantara serta saat ini usaha kecil terus membantu pemerintah dalam memajukan
perekonomian masyarakat melalui bertambahnya sektor industri kecil dan menengah di
Indonesia hal ini dapat dilihat dari meningkatnya permintaan kredit untuk menjalankan
usaha kecil baru, Ekspansi neto kredit perbankan ke sektor usaha kecil mencapai Rp
11,446 triliun, posisi total kredit usaha kecil Rp381 triliun (meningkat 20,5% dibanding
tahun 2005). Kredit usaha kecil juga menunjukkan kinerja yang cukup baik, diukur dari
kredit bermasalah (Non Perfoming Loans) neto sebesar 2,41 persen, lebih rendah dari
angka perbankan secara umum sebesar 4,86 persen, sektor pertanian termasuk perikanan,
mencatat ekspansi neto sebesar Rp 385 miliar atau 3,4% dari total kredit ekspansi usaha
kecil, sementara itu perlu diketahui bahwa pangsa kredit usaha kecil mencapai 52, 9%
dari total kredit perbankan yang sebesar Rp 719,8 triliun. Data tersebut menunjukan
keadaan usaha kecil yang semakin membaik dan menumbuhkan potensi usaha kecil
sebagai badan usaha yang membantu perekonomian masyarakat menengah ke bawah.

Namun usaha kecil belum mampu mengangkat perekonomian Indonesia yang


mengalami kerapuhan, usaha kecil memiliki beberapa kendala, sama seperti koperasi
kendala usaha kecil umumnya adalah terbatasnya kualitas dan kuantitas tenaga kerja,
menghadapi persaingan yang ketat dan kemampuan modal yang kecil sehingga tidak
mampu menyisihkan marjin keuntungan untuk membayar asuransi atau cadangan guna
menghadapi kondisi tak terduga, seperti bencana. Praktis, semua risiko akibat bencana
harus ditanggung sendiri. Selain itu usaha kecil kurang mendapat prioritas dalam
pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah, yang mendapat prioritas dalam
pembangunan adalah sektor modern seperti industri besar dan menengah, sektor jasa
seperti keuangan, perbankan, perdagangan eceran dengan skala besar dan lain-
lainnya.Pemerintah berharap pertimbuhan usaha pada sektor modern ini akan
menyebarkan manfaat ekonomi berupa kebutuhan input atau pasokan output pada sektor
lainnya terutama yang dianggap memiliki potensi pertumbuhan rendah. Kebutuhan
faktor input yang timbul tersebut dapta berupa penyerapan tenaga kerja, bahan mentah,
bahan penolong, yang diharapkan bisa dipasok dari sektor tradisional yang
diidentisikasikan kurang potensi untuk berkembang. Namun kenyataannya, setelah
berbagai fasilitas perijinan dan fasilitas kredit diperoleh usaha – usaha besar dan
menengah di sektor modern ini, tidak terlihat adanya manfaat ekonomi yang cukup besar.
Tingkat pengangguran angkatan kerja baik di kota maupun di pedesaan yang sangat
besar menunjukkan bahwa sektor modern tidak mampu menciptakan nilai tambah
melalui penciptaan lapangan kerja. Pertumbuhan tersebut dicapai dengan menggunakan
banyak faktor input yang diimpor , sehingga pemanfaatan output sektor tradisional tidak
banyak terserap. Tingkat upah di sektor modern terutama di wilayah perkotaan sangat
rendah, sehingga kehidupan sosial ekonomi masyarakat perkotaan ditandai oleh dualisme
status sosial ekonomi masyarakat yang cukup mencolok. Di satu pihak dijumpai
kelompok minoritas dengan status sosial ekonomi yang tinggi seperti di negara maju,
sementara di lain pihak terdapat kelompok mayoritas dengan kondisi ekonomi yang
serba kekurangan.Kebebasan berusaha yang didukung oleh fasilitas perijinan, modal, dan
manajemen modern, menyebabkan banyak produk – produk industri besar dan menengah
mendesak keberadaan produk yang dihasilkan oleh industri kecil dan kerajinan rakyat,
begitu banyak kendala yang dihadapi oleh usaha-usaha kecil, pemerintah perlu
membentuk suatu solusi untuk hal ini sehingga terbentuk pemerataan kesejahteraan
sektor usaha kecil, menengah dan industri besar dan kelompok minoritas dan mayoritas
tersebut dapat terhapus.
4. Kebijakan Pemerintah yang Dapat Meningkatkan Ekonomi
Kerakyatan Melalui Pembukaan Usaha Kecil

Karena peranan faktor produksi tenaga kerja di sektor industri dan kerajinan
merupakan permintaan turunan dari output industri kecil dan kerajinan, maka
tergusurnya pasar output industri kecil dan kerajinan tersebut akan mematikan sebagian
potensi penyerapan tenaga kerja. Upaya yang nyata dari pemerintah untuk melindungi
industri kecil dan kerajinan baik di pasar output maupun input dalam persaingan dengan
industri besar dan menengah nyaris tidak ada. Perlindungan ini sangat diperlukan oleh
industri kecil dan kerajinan, mengingat output dari industri kecil yang beragam ini masih
dibutuhkan oleh mayoritas konsumen lapisan bawah. Penggunaan bahan mentah
domestik yang dihasilkan oleh sektor tradisional seperti pertanian, tambang dan galian
amat kurang, baik sebagai input antara atau yang masih harus diolah lagi dalam proses
produksi maupun untuk konsumsi akhir. Penggunaan “local content” yang rendah ini
karena pertimbangan efisiensi teknis yang rendah, sehingga menggunakan jalur impor
untuk memiliki kebutuhan tersebut. Akibatnya usaha peningkatan produksi sektor
tradisional tidak memperoleh insentif untuk berkembang. Padahal sektor tradisional
seperti pertanian, tambang dan galian, serta sektor informal pada hakekatnya merupakan
potensi ekonomi rakyat.

Upaya – upaya pembinaan usaha kecil sebenarnya telah lama dilaksanakan oleh
pemerintah Orde Baru. Pada tahun 1995 telah diterbitkan Undang – Undang Nomor 9
tahun 1995 tentang usaha kecil. Pengertian usaha kecil menurut undang –undang tersebut
adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih, paling banyak 200 juta, tidak termasuk
nilai tanah dan bangunan tempat usaha; memiliki hasil penjualan maksimal Rp 1 milyar
per tahun; bersifat mandiri, bukan merupakan cabang atau memiliki afiliasi dengan
perusahaan lain; berbentuk badan usaha perseorangan atau badan usaha tak berbadan
hukum. Usaha kecil terdiri atas usaha kecil informal terdaftar, belum tercatat dan belum
berbadan hukum. Contoh : petani penggarap, pedagang asongan, pedagang kaki lima,
atau pemulung.

Sedangkan yang dimaksud dengan tradisional yaitu usaha kecil yang


menggunakan alat produksi sederhana yang telah digunakan secara turun temurun, atau
berkaitan dengan seni budaya. Pemberdayaan usaha kecil dilakukan dalam bentuk
penumbuhan iklim usaha serta pembinaan dan pengembangan usaha yang tangguh dan
mandiri. Tujuan pemberdayaan usaha kecil secara mikro adalah agar mereka dapat
berkembang menjadi usaha menengah. Sedangkan tujuan makro yang ingin dicapai
adalah meningkatkan peranan usaha kecil dalam pembentukan pendapatan nasional,
perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor, serta peningkatan
pemerataan pendapatan, agar usaha kecil mampu mewujudkan dirinya sebagai tulang
punggung serta memperkukuh struktur perekonomian nasional.

Aspek penumbuhan iklim usaha meliputi :


a. Pendanaan
b. Persaingan
c. Prasarana
d. Informasi
e. Kemitraan
f. Perijinan Usaha
g. Perlindungan

Sedangkan bidang yang menjadi garapan untuk pembinaan dan pengembangan


usaha kecil meliputi bidang produksi, pemasaran, sumberdaya manusia, dan teknologi.
Dalam aspek pendanaan melalui BI pemerintah telah berupaya untuk mendorong
tumbuhnya BPR ( Bank Perkreditan Rakyat ) di luar Jawa-Bali sehingga dapat
mempercepat perkembangan usaha kecil dan mikro. Keberadaan BPR tersebut sangat
penting karena sebagian dari 90 persen dari 40 juta pengusaha kecil yang tidak dapat
mengakses kredit perbankan berada di luar Jawa-Bali. Jika dijabarkan, penumbuhan
iklim usaha melalui aspek pendanaan meliputi upaya agar usaha kecil dapat memperoleh
sumber pendanaan yang lebih luas.
Contoh : Sumber pendanaan bagi usaha kecil buka hanya bersumber dari lembaga
keuangan bank, tetapi dimungkinkan pula mendapatkan sumber
pendanaan dari non bank, seperti pegadaian dan hibah atau pinjaman dari
keuntungan BUMN yang disisihkan serta alokasi dana APBN tahun 2007
untuk penguatan modal usaha mikro, kecil, dan menengah bagi perikanan
budidaya sebesar Rp 162,25 miliar yang dirancang oleh Departemen
Kelautan dan Perikanan . Di samping itu prosedur mendapatkan
pendanaan bagi usaha kecil tersebut harus dipermudah, tidak melalui
proses yang berbelit – belit.

Dalam aspek persaingan, upaya dilakukan dengan menumbuhkan kerjasama antar


usaha kecil dalam bentuk koperasi, supaya kemampuan memproduksi menjadi efisien
dan memiliki posisi pemasaran yang lebih kuat, dibanfingkan jika setiap perusahaan
mandiri secara bebas. Tahun ini pemerintah telah membuat kebijakan untuk mencapai
target pembentukan koperasi berkualitas sebanyak 23.380 di seluruh Indonesia selain itu
pembentukan wirausaha baru telah mencapai target yakni sebesar 300.000 unit usaha.
Dalam aspek persaingan, dicegah terbentuknya struktur pasar persaingan yang bersifat
tidak sempurna yang akhirnya merugikan pertumbuhan usaha kecil. Bentuk struktur
pasar tersebut dapat berupa monopoli, monopsoni, oligopoli atau oligopsoni.
Contoh: Di bidang perkebunan rakyat, jika untuk menjual hasil perkebunannya para
pengusaha kecil harus menjual pada satu perusahaan saja, ini disebut struktur
pasar monopsoni. Para pengusaha akan rugi sebab tidak akan dapat menjual
produknya dengan harga tinggi. Sebaliknya dalam usaha kecil tradisional di
bidang usaha tambak tradisional, jika untuk membeli bibit ikan atau udang
harus membeli pada satu perusahaan saja, maka perusahaan tersebut telah
menciptakan struktur pasar monopoli. Hal ini akan merugikan petambak
tradisional, karena harus membeli input dengan harga tinggi.

Untuk menumbuhkan iklim usaha yang baik, pemerintah membangun prasarana


umum yang diperlukan misalnya perbaikan jalan menuju lokasi sentra industri kecil,
sehingga akan mempermudah arus distribusi produk dari produser ke konsumen.
Demikian pula prasarana lain, seperti: listrik, air bersih, telepon, dan sebagainya. Selain
memperhatikan penyediaannya, pemerintah juga perlu menentukan tarif pemanfaatan
sarana tersebut lebih murah, misalkan untuk tarif air bersih dari PDAM atau contoh lain
ialah penerapan undang – unfang pajak yang baru dibentuk pemerintah yang
memberikan tarif khusus bagi usaha kecil. Dalam hal prasarana pemerintah telah
mengupayakan untuk memenuhinya dalam rapat kerja nasional ( rakornas ) usaha mikro,
kecil, dan menengah (UMKM) di sanur, bali jumat melalui Program Pemberdayaan
Kaum Miskin dan Pengangguran yang bertujuan meningkatkan pembangunan
infrastruktur, terutama yang mendukung sektor pertanian, seperti membaiki jalan, irigasi,
pasar, telekomunikasi, listrik, serta upaya membuka akses sumber-sumber permodalan
dengan menumbuhkan lembaga keuangan mikro (LKM) di setiap kecamatan serta
mendorong Bank Pembangunan Daerah (BPD) memperluas pelayanan kredit usaha
mikro dan kecil. Rakornas juga menyepakati untuk melanjutkan gerakan sertifikasi tanah
dan penerapan sistem resi gudang sebagai jaminan bagi koperasi dan UMKM dalam
permohonan kredit.

Aspek informasi bagi pengusaha kecil meliputi pemberian informasi harga pasar
untuk produk usaha kecil yang bisa disiarkan ke seluruh wilayah Indonesia, seperti
informasi harga sayur – sayuran. Informasi seperti ini dapat dikumpulkan dalam bank
data, sehingga akan dapat digunakan sebagai bahan analisis. Aspek informasi yang juga
penting menyangkut informasi permintaan produk yang bersumber dari pasar, meliputi
jumlah permintaan maupun spesifikasi prosuk yang diminta, baik pasar domestik
maupun pasar ekspor. Demikian pula diperlukan penyebaran informasi tentang teknologi
yang dapat berupa peralihan atau penyuluhan tentang teknologi baru yang bersifat tepat
guna untuk usaha kecil.
Contoh: Untuk meningkatkan kualitas hasil pengolahan kulit pada industri kecil kulit,
dilakukan kerjasama dengan lembaga internasional melalui pelatihan
pengolahan kulit.

Dalam aspek kemitraan, pemerintah mendorong atau memberikan rangsangan


kepada usaha besar dan menengah agar mau melakukan kemitraan dengan usaha kecil
atas dasar pertimbangan rasional ekonomis. Model kemitraan yang ideal dapat berupa
saling kerergantungan dalam pemanfaatan input dan output kedua belah pihak.
Hubungan kemitraan ini diharapkan akan menimbulkan alih teknologi, manajemen, dan
perluasan kesempatan berusaha secara wajar. Dalam aspek kemitraan ini, usaha kecil
harus dilindungi dari kerugian- kerugian yang akan muncul dari hubungan usaha dengan
usaha besar maupun menengah yang mungkin timbul, seperti: penundaan pembayaran,
pemotongan harga secara sepihak, pembebanan resiko yang kurang adil dan sebagainya.

Dalam aspek perijinan usaha, dilakukan penyerdehanaan perijinan bagi usaha


kecil. Langkah yang ditempuh yakni dengan memusatkan sistem administrasi perijinan
dalam satu atap, sehingga akan menghemat biaya, waktu dan tenaga. Di samping
menyederhanakan perijinan dalam bentuk sistem administrasi satu atap, juga syarat –
syarat untuk pengurusan ijin disederhanakan . Dengan kemudahan pengurusan ijin,
tersedianya data dan informasi, keberadaan usaha kecil semakin lengkap sehingga
memudahkan dalam penyusunan rencana dan program pengembangan usaha kecil oleh
pemerintah. Penyederhanaan perijinan usaha kecil diharapkan juga akan menurunkan
biaya.

Aspek perlindungan bagi usaha kecil antara lain meliputi penyediaan lokasi
usaha, misalnya berupa pasar tradisional, yang dibangun dengan memperhatikan lokasi
untuk pasar bagi usaha menengah dan besar. Contoh lain yakni pembangunan sentra
industri kecil atau penyediaan lahan pada kawasan industri yang dibangun oleh
pemerintah atau oleh usaha menengah atau usaha besar. Aspek perlindungan diberikan
pada usaha kecil yang mempunyai kekhususan dalam proses produksi, atau kepada
kegiatan usaha yang bersifat padat karya, termasuk kegiatan usaha yang memiliki nilai
seni dan budaya.
Dalam praktek, upaya penciptaan iklim, untuk menumbuhkan usaha kecil masih
banyak dijumpai kendala dan penyimpangan yang terjadi bila dibandingkan dengan apa
yang dimaksudkan oleh Undang – Undang tentang usaha kecil.
Contoh: Meskipun sudah ada peraturan yang mewajibkan sektor perbankan untuk
menyalurkan kreditnya sebesar 20% bagi Kredit Usaha Kecil, namun karena
tingkat bunga kredit sangat tinggi akhirnya tidak dapat dijangkau.

Dalam aspek persaingan, praktek monopoli, oligopoli, monopsoni dalam bidang


usaha tertentu termasuk bidang usaha yang dilakukan usaha kecil, ternyata banyak
dilakukan oleh perusahaan besar atau konglomerat. Konsentrasi kekuatan pasar untuk
bahan baku bagi usaha kecil yang dilakukan perusahaan besar menyebabkan hambatan
bagi pengembangan usaha kecil. Dalam hal prasarana lokasi usaha, pada umumnya
lokasi yang ada jauh dari konsumen atau kurang strategis untuk dijangkau oleh
konsumen. Bahkan di berbagai kota, lokasi untuk usaha kecil sektor informal sering
tergusur atau terkena penertiban tata kota dalam arti fisik. Mengenai informasi pasar,
teknologi, disain dan mutu, sumbangan dari instansi teknis sangat minim. Untuk
mendapatkan disain produk misalnya untuk tas, sepatu dan lain –lain, biasanya
pengusaha kecil berupaya sendiri melalui meniru disain produk impor. Perijinan maih
dirasakan oleh para pengusaha kecil sebagai awal dri beban biaya tambahan yang tidak
ada sangkut pautnya dengan kegiatan produksi, sebab dengan tercatatnya usaha mereka
dalam wujud keluarnya ijin usaha menimbulkan kekhawatiran mereka akan jadi obyek
pungutan – pungutan tidak resmi.

Selain upaya – upaya yang dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Baru, saat ini di
bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan RPPK ( Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan ),
dicanangkan oleh presiden yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan, pengurangan
pengangguran, peningkatan daya saing, membangun ketahanan pangan, membangun
pedesaan, dan melestarikan lingkungan. Tetapi pada kenyataannya tidak ada kemajuan
yang tercapai, masyarakat tidak tergerak untuik terlibat, koordinasi tidak berjalan, dan
kebijakan yang muncul bertentangan dengan cita – cita RPPK contoh yang paling nyata,
baru beberapa bulan RPPK dicanangkan, pemerintah sudah mengimpor beras. Kasus
lainnya adalah rencana pembukaan impor ternak dan produk asal ternak dari negara yang
terjangkit penyakit tertentu. Di samping itu, ada izin impor gula kasar hingga 518.000
ton pada saat musim giling tebu.

Melihat kondisi tadi dapat disimpulkan bahwa RPPK masih merupakan sebuah
cita – cita yang belum sepenuhnya tercapai. Kondisi tersebut disebabkan masih ada fokus
kebijakan yang belum sepenuhnya selesai sehingga menyebabkan RPPK tidak berjalan
secara menyeluruh seperti usaha unggas yang tidak tersentuh karena tertekan akibat
wabah flu burung. Memang terdapat fokus program yang sudah dilakukan, tetapi pada
saat yang sama masih terdapat fokus program lain yang belum tuntas atau tingkat
kecepatannya tidak sesuai dengan yang dinginkan. Antara lain, banyak irigasi yang rusak
serta rendahnya dukungan pembiayaan nonpemerintah, baik perbankan atau
nonperbankan.

Dari segi tinjauan makro ekonomi, kurang berhasilnya upaya pengembangan


usaha kecil menyebabkan sumbangan usaha kecil dalam pembentukan pendapatan
nasional proporsinya tetap kecil.
5. Kemitraan Usaha Antar Pelaku Ekonomi

Kemitraan usaha antara usaha menengah, usaha besar dan usaha kecil diharapkan
terjadi karena adanya keterkaitan usaha. Potensi keterkaitan ini sesungguhnya cukup
besar baik yang bersifat kaitan ke depan (forward linkage) atau bentuk kaitan ke
belakang (backward linkage). Kaitan ke depan mempunyai arti bahwa usaha kecil dapat
memanfaatkan output usaha menengah dan besar sebagai faktor input. Contoh: usaha
kecil kerajinan rakyat dapat memanfaatkan output usaha menengah dan besar seperti
plastik, lem, kain sebagai input bagi kegiatan produksi.

Sedangkan keterkaitan ke belakang merupakan kebalikannya. Contoh: Usaha


menengah atau besar di bidang makanan dan minuman dapat menggunakan output atau
hasil hasil produksi usaha kecil seperti gula merah, beras, kedelai, cabe dan sebagainya
sebagai faktor input atau bahan baku dalam proses produksi.

Contoh dari bentuk kemitraan usaha dengan kaitan usaha ini ialah berlakunya
program CSR ( Corporate Social Responsibility ) atau tanggung jawab sosial perusahaan
yang merupakan bentuk kerjasama perusahaan besar swasta dengan usaha kecil dan
menengah UMKM. Dalam program ini perusahaan – perusahaan besar diharuskan
menyisihkan sebagian kecil keuntungannya untuk pemberdayaan masyarakat, yakni
memanfaatkan dana CSR untuk pengembangan UMKM. Ada berbagai pola pelaksanaan
CSR oleh perusahaan. Ada yang berupa dana tunai secara cuma – cuma, ada juga yang
lebih mengedepankan pemberdayaan usaha sehingga mereka bisa mandiri, tidak
tergantung secara terus - menerus pada bantuan pihak lain. Pola ini dilaksanakan dalam
bentuk pemberian dana yang sifatnya harus dikembalikan untuk digulirkan pada yang
lain. Salah satu program CSR yang telah berjalan ialah antara PT Indofood Sukses
Makmur Tbk dengan perusahaan kecil yang selama ini menggunakan produknya, selain
memberikan bahan baku PT Indofood juga memberikan kredit tanpa agunan yang dapat
digunakan untuk pembelian mesin. Dengan demikian, terjadi saling membutuhkan dan
saling membantu. Persoalan yang mungkin dihadapi para pemberi dana CSR itu adalah
kelanjutan program dan jangkauan yang semakin luas. Sebab, ada juga perusahaan yang
memiliki dana CSR, tetapi tidak memiliki unit yang menyalurkan dan mengawasi dana
tersebut. Maka dari itu untu mencapai sasaran perlu pula kehadiran lembaga-lembaga
intermediasi yang dekat dengan sasaran proyek dan memahami betul karakter komunitas
yang hendak diberdayakan. Misalnya, koperasi atau LKM (Lembaga Keuangan Mikro)
yang mampu menyalurkan dana itu ke sasaran yang tepat dengan pola yang pas sehingga
benar – benar dapat memberdayakan dan memandirikan masyarakat yang dibantu.

Kemitraan usaha tanpa disadari oleh adanya keterkaitan dalam bidang usaha dari
sisi input dan output, menyebabkan ketidakefisien penggunaan sumber-sumber ekonomi
dan melahirkan beban biaya yang cenderung menjadi biaya yang harus dipikul
masyarakat (social cost). Di lain pihak, kemitraan usaha kecil dengan usaha menengah
dan besar tanpa dasar hubungan keterkaitan tadi, secara psikologis menimbulkan dampak
yang kurang sehat bagi perkembangan usaha kecil yakni seolah – olah sebagai pihak
yang menengadahkan tangan untuk menerima bantuan.

Jika harus dilaksanakan bentuk kemitraan tanpa kaitan usaha, maka hal itu lebih
tepat bila diterapkan pada perusahaan menengah dan besar BUMN daripada perusahaam
menengah dan besar milik swasta. Hal ini karena fungsi BUMN selain harus
menghasilkan profit atau keuntungan juga berfungsi sebagai agen pembangunan. Salah
satu bentuk kemitraan yang telah berjalan cukup lama adalah antara KUD di Jawa Timur
dengan perusahaan susu Nestle. Perusahaan susu Nestle menerima pasokan susu segar
hasil kegiatan peternakan sapi perah anggota KUD di wilayah Malang dan Pasuruan.
Dalam kemitraan tersebut terjadi pula alih teknologi dalam peningkatan kualitas
produksi, pemasaran, dan manajemen usaha.

Dalam Undang – Undang nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil, bentuk
kemitraan yang dapat dilaksanakan oleh usaha menengah dan besar dengan usaha kecil
dapat berupa:

a. Inti-plasma
b. Sub – kontrak
c. Dagang umum
d. Waralaba
e. Keagenan
f. Bentuk – bentuk lain

Dalam bentuk kemitraan inti plasma, usaha besar atau menengah bertindak
sebagai inti, sementara usaha kecil sebagai plasma.

Contoh: Petani sebagai plasma menerima pinjaman dari inti dalam bentuk bibit
tanaman perkebunan. Inti adalah perusahaan perkebunan besar yang
memberikan dan menerima hasil perkebunan untuk diolah dalam proses
produksi. Hasil atau pendapatan bersih petani plasma telah diperhitungkan
pembayaran kredit yang harus dilakukan.

Sedangkan kemitraan dalam bentuk sub kontrak misalnya para pengusaha kecil
berdasarkan kontrak yang ditandatangani memasok komponen – komponen untuk
kepentingan industri besar.

Dalam pola kemitraan dagang umum misalnya, KUD dengan kegiatan produksi
anggotanya di bidang sayuran menjalin hubungan pemasaran sayur dengan perusahaan
besar.

Bentuk waralaba, pemegang waralaba dengan kompensasi tertentu memberikan


lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba
disertai bantuan bimbingan dan manajemen. Sedangkan dalam bentuk keagenan,
pengusaha kecil termasuk koperasi diberi hak khusus memasarkan barang dari usaha
menengah atau usaha besar.

Contoh: Koperasi primer menjadi agen penjualan barang – barang kebutuhan dari
GORO.

Sejauh mana bentuk kemitraan telah membawa manfaat bagi usaha kecil? Untuk
menjawab hal ini diperlukan waktu yang cukup lama untuk mengkajinya. Namun paling
tidak efektivitas dari suatu hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha
menengah adalah saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Keberhasilan suatu
kemitraan bergantung pada dua hal yaitu tujuan yang ditetapkan dan perilaku atau sifat
pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut. (Hendroyogi, 1997).

Tujuan dari peserta kemitraan dapat bersifat jangka pendek dan jangka panjang.
Koperasi atau pengusaha kecil ingin bermitra usaha dengan pengusaha besar untuk
mendapatkan beberapa keuntungan, yaitu keuntungan bidang teknologi, mendapatkan
jalur sebagai sumber keuangan, keterampilan dalam bidang usaha dan sebagainya.
Selanjutnya menurut Mark Weaver (dalam Hendroyogi, 1997) faktor yang menentukan
keberhasilan kemitraan ada 4 (empat):
1. Perilaku yang bertujuan tidak ingin untung sendiri;
2. Perilaku percaya pada mitra usaha;
3. Perilaku timbal balik;
4. Perilaku mampu menahan diri atau sabar.
Sifat ingin cari untung sendiri didorong oleh sifat mengambil untung lebih
banyak dari mitranya. Peserta kemitraan ini bertindak atas kepentingannya sendiri.
Perilaku saling percaya bersumber pada keyakinan akan kebaikan rekannya atau
mitranya. Rasa percaya timbul karena keyakinan bahwa kemitraan akan memberikan
hasil yang adil. Perilaku mampu menahan diri hanya bisa terjadi kalau dalam kemitraan
terdapat rasa saling percaya, tidak ada perilaku oportunistik di antara para mitra usaha.

Dalam praktek, bentuk kemitraan usaha kecil dan koperasi dengan usaha
menengah dan besar serta BUMN paling banyak berbentuk pemberian kredit kecil
dengan bunga rendah. Padahal kelemahan usaha kecil dan koperasi selain bidang
permodalan, juga terletak pada bidang pemasaran, adaptasi teknologi, dan kualitas SDM.
Usaha kemitraan dalam bentuk sub kontrak misalnya akan melahirkan upaya transfer
teknologi dari perusahaan besar atau pihak swasta dan BUMN kepada usaha kecil dan
koperasi.
KESIMPULAN

Ekonomi kerakyatan merupakan kegiatan ekonomi yang dilaksanakan, dinikmati


dan diawasi oleh rakyat. Bidang kegiatan ekonomi kerakyatan meliputi sektor informal,
usaha kecil pertanian, koperasi dan sebagainya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
cukup tinggi dan berlangsung cepat selama beberapa Pelita yang lalu seiring dengan
masih terdapatnya jumlah penduduk miskin, menggambarkan kondisi ketimpangan hasil
pembangunan ekonomi. Peranan ekonomi kerakyatan selain sebagai penampung tenaga
kerja juga sebagai sumber pendaptan masyarakat golongan menengah bawah. Berbagai
kebutuhan dasar atau kebutuhan pokok mampu dihasilkan oleh sektor pertanian sebagai
unit – unit usaha kecil dalam perekonomian Indonesia menggambarkan kegiatan
ekonomi rakyat yang selama ini masih belum mampu berkembang secara optimal.
Pengembangan usaha kecil yang dipelopori oleh pemerintah dilakukan melalui
penciptaan iklim yang sesuai. Pembinaan diarahkan dalam penanganan bidang produksi,
pemasaran, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan teknologi.

Pola kemitraan usaha kecil termasuk didalamnya koperasi dapat dijalin dengan
usaha besar dan menengah baik dari pihak swasta maupun BUMN. Terdapat berbagai
bentuk kemitraan usaha seperti bentuk-bentuk inti-plasma, dagang umum, sub-kontrak,
waralaba dan sebagainya. Prinsip kemitraan yang paling ideal adalah saling
menguntungkan antara pihak – pihak yang melakukan kemitraan usaha. Keberhasilan
suatu kemitraan ditentukan oleh dua hal yaitu: tujuan yang ditetapkan dan perilaku dari
pihak –pihak yang melakukan emitraan antara lain yang bersifat tidak ingin untung
sendiri, percaya pada mitra usaha, perilaku timbal balik, perilaku mampu menahan diri
atau sabar.
Daftar Pustaka

Artikel – artikel ekonomi harian KOMPAS.

Niam Sovie dan Suharyono.“Kebijakan Pemerintah Dalam


Meningkatkan Ekonomi kerakyatan “. Modul 8. ISIP

________________________.”Kemitraan Usaha Antar Pelaku


Ekonomi”. Modul 8. ISIP

Subandi. 2005. Sistem Ekonomi Indonesia. Bandung : Alfabeta

You might also like