You are on page 1of 20

faaqihgroup.wordpress.

com
ebook gratis – animasi gratis – mp3 arabic gratis – software gratis – islam video gratis
– islam galeri gratis – edukasi games gratis – tips/tutorial computer gratis – 3D wallp
aper gratis – info bisnis online Apa Itu Filsafat? Soal: Apa itu Filsafat? Bagaima
na pandangan Islam terhadap filsafat? Apakah para ulama dahulu menggunakan metod
e filsafat untuk memperkuat keimanan mereka? Apakah filsafat bisa memberi kontri
busi terhadap dakwah Islam sekarang? Jawab: Saya tidak akan masuk pada pembahasa
n-pembahasan filsafat secara definitive, akan tetapi langsung pada substansi per
tanyaannya. Pada dasarnya, filsafat yang kemudian mendapat kecaman dan kritik da
ri kalangan kaum muslim, adalah metode berfikir (epistemologi) yang didasarkan p
ada kaedah-kaedah silogisme (ilmu mantic). Kaedah-kaedah ini disusun berdasarkan
hubungan-hubungan premis yang disusun di atas silogisme tertentu. Para ahli log
ika telah menyusun bermacam-macam kaedah logika, misalnya mulai dari logika kuan
titas menjadi kualitas, coversion (pembalikan), obversion (perlipatan), contrapo
sition (perlipatan terbalik), hingga silogisme. Silogisme sendiri terdiri dari e
mpat macam (menurut Aristoteles). Kadang-kadang ada yang membaginya menjadi tiga
. Silogisme Aristoteles adalah silogisme paling terkenal yang dipakai hingga sek
arang. Dari keragaman kaedah logika tersebut, kita bisa menarik benang merah, ba
hwa mereka berusaha memberikan simpulan (konklusi) atas suatu fakta berdasarkan
premis-premis (premis major, dan premis minor) yang kemudian disusun dalam kaeda
h-kaedah logika tertentu. Contohnya adalah kesimpulan dari sebagian orang yang m
enyatakan bahwa al-Qur’an adalah makhluk. Premis major = al-Qur’an tersusun dari hur
uf Arab Premis minor = Huruf Arab adalah makhluk Conclusi = al-Qur’an adalah makhl
uk Ahli filsafat hanya berkutat dengan premis-premis ini, kemudian menyusunnya d
alam timbangan logika. Konklusi apapun yang lahir dari premis minor dan mayor, d
ianggap sebagai sebuah kesimpulan yang benar, bila sejalan dengan kaedah-kaedah
logika. Padahal, bisa jadi kesimpulan itu salah dan bertentangan dengan fakta ya
ng ada. Pada dasarnya, cara berfikir semacam ini tidak pernah dikenal oleh kaum
muslim. Bahkan, cara berfikir semacam ini adalah cara berfikir dangkal yang akan
merusak akal manusia. Sedangkan tradisi berfikir kaum muslim tidak dibentuk ber
dasarkan filsafat. Mereka diajari
1
untuk mengamati fakta kemudian membuat kesimpulan berdasarkan fakta tersebut dan
berdasarkan dalil naqliy yang terpercaya. Jika suatu perkara itu bisa diindera
dan didekati dengan akal, maka proses pembuktiannya cukup dengan akal. Akan teta
pi, jika suatu perkara sudah berada di luar jangkauan indera, maka akal tidak ma
mpu menjangkaunya, dan untuk membuat kesimpulan dalam ranah seperti ini, mereka
disuruh melihat dalil-dalil naqliy yang shahih. Dalam kondisi seperti ini, akal
harus tunduk dengan dalil naqliy yang menerangkan perkara tersebut. Kaum muslim
juga tidak diperintahkan untuk membahas secara mendalam, hal-hal yang tidak dite
rangkan secara rinci oleh nash-nash syara’. Misalnya, duduknya Allah, Allah bisa d
ilihat dengan mata atau tidak, dan lain sebagainya. Seorang muslim hanya menyand
arkan diri pada makna-makna global yang ditunjukkan oleh nash tersebut, dan tida
k perlu membahasnya lebih rinci dan mendalam lagi. Dari sinilah kita bisa memaha
mi, mengapa para ‘ulama sangat benci terhadap ahli kalam, bahwa konon Imam Syafi’iy
pernah memberikan fatwa kepada kaum muslim untuk memukul ahli kalam dengan pelep
ah kurma jika mereka bertemu. Cara berfikir kaum muslim boleh dikatakan sangat s
imple dan sederhana, namun sangat mendalam dan produktif. Untuk membuktikan kebe
naran sesuatu, mereka mencukupkan diri dengan penginderaan, jika sesuatu tersebu
t berada dalam jangkauan indera. Jika indera mereka tidak mampu menjangkau hal t
ersebut, maka mereka mencukupkan diri pada keterangan yang disampaikan oleh al-Q
ur’an dan as-sunnah. Untuk membuktikan eksistensi Allah, kaum muslim diajari untuk
mengamati dan meneliti alam semesta melalui inderanya, bukan dengan cara membua
t kesimpulan berdasarkan premis-premis logika. Dengan mengamati alam semesta, ki
ta bisa menyimpulkan bahwa ada al-Khaliq al-Mudabbir yang menciptakannya. Adapun
hal-hal yang berada di luar jangkauan indera, mereka diperintahkan untuk meruju
k kepada dalil-dalil yang pasti. Misalnya, tentang adanya surga dan neraka. Inde
ra tidak mampu menjangkau keduanya. Untuk itu, akal tidak bisa menetapkan sepert
i apa surga dan neraka itu. Dalam keadaan seperti ini, seorang muslim mesti meru
juk kepada keterangan yang telah dipaparkan oleh al-Qur’an tentang surga dan nerak
a. Jika al-Qur’an tidak menerangkan secara rinci, maka kita harus mencukupkan diri
pada pengertian-pengertian globalnya saja. Kita tidak perlu membahasnya lebih r
inci lagi. Sebab, tidak ada dalil yang menerangkan secara detail masalah itu. Mi
salnya, duduknya Allah di ‘Arsy. Kita mesti yakin terhadap masalah ini. Namun kita
tidak perlu membahas lebih rinci, bagaimana posisi dudukNya,
2
terbuat dari apa ‘Arsy itu, jika memang tidak ada dalil yang menerangkannya. Walha
sil, filsafat tidak akan mampu membangun keimanan yang kokoh dan tangguh. Sebali
knya, ia adalah metodologi berfikir yang rusak dan dangkal. Lebih dari itu, fils
afat tidak akan memberikan pengaruh apapun bagi dakwah Islam, dalam arti pengaru
h yang baik. Justru dengan filsafatlah kaum muslim terpecah belah dalam firqahfi
rqah yang tidak jarang firqah-firqah tersebut saling menyerang, mengkafirkan, ba
hkan saling membunuh satu dengan yang lain. Untuk itu, filsafat harus ditinggalk
an dan dibersihkan dari benak kaum muslim. Wallahu a’lam bi ash-shawab. [Syamsuddi
n Ramadhan] Hanya Sekadar Mengganti Menteri Lewat Keppres, Presiden Abdurrahman
wahid membebastugaskan Menteri Negara penanaman Modal dan Pembinaan BUMN Laksama
na Sukardi beserta Menteri Perindustrian dan Perdagangan Yusuf Kalla. Alasannya,
kedua orang tersebut tidak sepaham lagi dengan Menko Ekuin dan Menteri Keuangan
(Kompas, 25/04/2000). Belakangan Gus Dur akhirnya bicara terus terang mengenai
alasan penggantian dua menteri tersebut. Keduanya terlibat KKN. Jadi, bukan soal
lemahnya koordinasi di bidang ekuin seperti yang diungkapkan sebelumnya (Media
Indonesia, 28/04/2000 Tak pelak lagi inkonsistensi pernyataan-pernyataan Gus Dur
itu kembali memanaskan suhu politik di negeri ini. Sektor ekonomi yang selama s
emester pertama pemerintahan Gus Dur tidak beranjak dari keadaan semula langsung
terkena dampaknya. Reaksi negatif dari pasar pun muncul. Perekonomian tetap tid
ak menentu. Pada saat bersamaan situasi politik sedang sangat rentan. Setelah pe
nggantian menteri, kondisi pun tetap runyam. Ujungnya, beberapa fraksi DPR bersi
kap keras meminta klarifikasi dari presiden. Namun, penggantian menteri demi men
teri pun tetap berjalan. Berangkat dari fenomena demikian muncul pertanyaan-pert
anyaan, apakah penggantian menteri-menteri atau pejabat lain secara otomatis dap
at memperbaiki kondisi politik, ekonomi, hukum dan keamanan negeri ini? Ataukah
kondisi politik, ekonomi, hukum dan keamanan itu justru sangat ditentukan oleh s
istemnya, yakni kondisi akan tetap runyam meskipun para pelakunya berganti-ganti
? Hanya Ganti Menteri Setiap masyarakat dan pemerintahan di seluruh dunia melak
ukan aktifitas kehidupannya sesuai dengan pemahaman terhadap ideologi (mabda) ya
ng dianutnya. Sebab, seperti disebutkan oleh M.M. Ismail dalam bukunya Al Fikru
Al Islamiy (1958), mabda atau ideologi merupakan aqidah ‘aqliyah yang melahirkan s
istem dan aturan kehidupan (nizham). Jadi, ideologi itulah yang mengatur dan men
garahkan pandangan hidup anggota-anggota masyarakat dan pemerintahannya kepada a
rah pandang tertentu yang menjadi tujuan hidup masyarakatnya sesuai dengan aqida
h yang dianutnya. Ideologi itu pula yang menjadi dasar pijakan sebuah masyarakat
dan pemerintahan.
3
Sebuah masyarakat atau pemerintahan yang berlandaskan ideologi kapitalisme denga
n sekularisme sebagai landasan, misalnya, menjadikan sistem politik, ekonomi, hu
kum, dan keamanan tidak diatur oleh aturan Allah SWT, melainkan digali oleh akal
dari akal itu sendiri dengan manfaat kekinian sebagai tolok ukurnya. Dalam sist
em seperti ini, perekonomian hanya dikuasai oleh segelintir orang, riba menjadi
tulang punggung perekonomian, judi dilegalkan karena dianggap kebudayaan sebagia
n penduduk, utang luar negeri terus menumpuk, dominasi asing imperialis pun meru
pakan kenyataan. Hukum dalam mabda kapitalisme digali dari bumi sendiri, adat is
tiadat, tradisi, maslahat masyarakat di negeri itu pada periode tertentu. Demiki
an halnya dalam bidang kehidupan lainnya. Seluruh sistem hidup yang berkait deng
an politik, ekonomi, hukum, keamanan dan bidang lainnya sama sekali terpisah den
gan Islam. Islam tidak dijadikan tolok ukur maupun asasnya. Sebaliknya, Islam di
tempatkan di pojok yang sempit untuk hanya mengurus hati, etika, dan moral. Siap
apun yang berpikir jernih dan berhati bersih akan memahami bahwa sistem kapitali
sme dengan landasan sekularisme inilah yang sampai saat ini menguasai negeri-neg
eri Islam, termasuk Indonesia. Perubahan-perubahan yang terjadi adalah perubahan
orang. Sementara sistemnya sama saja yaitu sekularisme. Sekalipun terlihat bent
uknya berubah dari sekularisme yang satu ke sekularisme yang lain. Penampakannya
berganti namun intinya sama : pemisahan agama dari kehidupan dan negara, sekula
risme! Perubahan Sistem, Bukan Sekadar Orang Kenyataan tadi, tentu saja, bertent
angan dengan Islam. Sebab, perubahan yang harus dilakukan tidak terbatas pada pe
nggantian orang melainkan juga sekaligus penggantian sistem. "Barang siapa yang
mengangkat seseorang sebagai pemimpin jama’ah, padahal ia tahu bahwa di dalam kelo
mpok itu terdapat orang yang lebih baik, maka ia telah mengkhianati Allah SWT, m
enghianati rasul-Nya, dan mengkhianati kaum mukminin," demikian sabda Rasulullah
SAW yang diriwayatkan oleh Imam Al Hakim. Dalam hadits ini, Nabi SAW menekankan
betapa pentingnya perubahan orang. Sampai-sampai kesalahan menempatkan orang di
kategorikan sebagai sebuah pengkhianatan. Bukan sekedar pengkhianatan kepada kau
m mukminin, tetapi juga kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Selain itu, penggantian
dengan orang yang tidak tepat diberitakan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai cikal b
akal datangnya kehancuran. Imam Bukhari meriwayatkan hadits bahwa Nabi saw. bers
abda: "Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah ke
hancurannya." Tidak cukup sampai di sini. Perubahan menuju masyarakat haruslah d
itempuh dengan mengubah sistem sekuler yang bertentangan dengan Islam itu menjad
i sistem yang lahir dari aqidah dan hukum Islam. Sesungguhnya Allah SWT telah me
mberikan petunjuk yang amat jelas kepada kaum muslimin dalam melakukan perubahan
yang dapat mendatangkan kebaikan yang hakiki. Firman Allah SWT : "Sesungguhnya
Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan diri me
reka sendiri." (QS. Ar Ra’du : 11).
4
Ayat ini menegaskan bahwa jika kaum muslimin mengingiukan perubahan keadaan yang
ada di tengah-tengah masyarakat maupun pemerintahan, maka apa saja yang menjadi
penyusun masyarakat itu harus diubah. Padahal, melalui penelaahan terhadap real
itas dan proses pembentukan masyarakat dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dalam
suatu masyarakat adalah: individuindividu (orangnya), pemikiran-pemikirannya, p
erasaan-perasaannya, dan peraturan (sistem) perundangan yang berlaku, mencakup s
eluruh sistem yang ada di masyarakat, seperti sistem politik, pemerintahan, ekon
omi, hukum/peradilan, dan keamanan (lihat Mafahim Islamiyah, Muhammad Husain Abd
ullah, hal.115-116). Masing-masing unsur itu berinteraksi satu dengan yang lain
secara terusmenerus hingga terbentuklah sebuah masyarakat. Ciri khas masyarakat
itu ditentukan oleh jenis ideologi yang menjadi azas ataupun tolok ukur yang dia
nut masyarakat tersebut. Bila ideologi yang mendasarinya adalah sosialis-komunis
maka masyarakatnya adalah masyarakat Komunis, artinya masyarakat yang seluruh u
nsur-unsurnya merujuk pada ideologi Komunis. Begitu pula halnya dengan masyaraka
t Kapitalis, atau masyarakat Islam. Jadi, untuk merubah masyarakat kapitalisme y
ang berlandaskan sekularisme, misalnya, menjadi masyarakat Islam dilakukan denga
n mengubah pemikiran, perasaan, dan sistem/peraturan sekularisme yang berlaku di
tengah-tengah masyarakat dengan Islam. Selama pemikiran-pemikiran, perasaan-per
asaan dan sistem/peraturan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat tidak beruba
h, maka keadaan masyarakat itu tetap tidak akan berubah. Pergantian kepemimpinan
, termasuk di dalamnya penggantian menteri-menteri atau para pejabat, baik itu b
eberapa orang ataupun seluruhnya, tidak akan berarti apaapa terhadap keadaan yan
g ada di masyarakat. Sebab keadaan masyarakat itu amat ditentukan oleh pemikiran
-pemikiran, perasaan ridla-bencinya, sedihgembiranya, dan senang-susahnya, serta
oleh sistem/peraturan yang berlaku. Jelaslah, perubahan orang tidak akan berdam
pak baik dalam sebuah sistem yang bobrok, kecuali bila dilakukan bersamaan denga
n perubahan sistem itu sendiri. Perubahan Masyarakat dengan Islam Selama sistem/
peraturan yang berlaku, pemikiran-pemikiran dan perasaanperasaan yang ada di mas
yarakat bertentangan dengan sistem/peraturan Islam, pemikiran dan perasaan Islam
, meskipun pemimpin mereka adalah seorang muslim, maka hal itu sama saja dengan
membangun, menjalankan dan memelihara perundang-undangan kufur atau thaghut. All
ah berfirman : "Apakah engkau tidak memperhatikan terhadap orang-orang yang meng
aku bahwa mereka beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan (kepada) apa ya
ng diturunkan sebelum engkau? Mereka hendak berhukum kepada thaghut (sesuatu yan
g menyesatkan, segala pembuat hukum selain Allah SWT), padahal sungguh mereka te
lah diperintahkan supaya mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatka
n mereka dengan penyesatan yang sejauh-jauhnya." (QS. An-Nisa : 60) Imam Ibnu K
atsir menerangkan ayat ini dengan mengatakan: ‘Ini merupakan bentuk pengingkaran d
ari Allah ‘Azza wa Jalla terhadap orang yang mengaku beriman dengan apa yang Allah
turunkan kepada RasulNya dan kepada para Nabi terdahulu, sementara pada saat ya
ng bersamaan ia menghendaki untuk
5
bertahkim (merujuk pada undang-undang) –dalam memecahkan perselisihan-kepada selai
n Kitab Allah (Al Quran) dan Sunnah RasulNya.’ (Tafsir Ibnu Katsir, jld.I, hal.642
). Dalam bukunya, Imam Ibnul Qoyyim lebih lugas menyatakan: ‘Sungguh siapa saja ya
ng berhukum atau menghukumi dengan selain yang dibawa Rasul SAW berarti ia telah
menjadikan thaghut sebagai hakim dan berhukum kepadanya. Dan thaghut adalah set
iap yang disembah, diikuti, atau ditaati melebihi batas. Jadi, thaghut itu setia
p sesuatu selain Allah dan rasul-Nya yang dijadikan penentu hukum oleh suatu ban
gsa, atau diturut oleh mereka tanpa bukti/penjelasan dari Allah SWT’ (I’lamul Muqi’in,
jld. I, hal. 50). Nampaklah, Allah SWT Dzat Maha Bijaksana lagi Adil memerintah
kan umat manusia untuk hanya mengikuti aturan-Nya semata, yaitu sistem Islam. Me
ngikuti sistem Islam, berarti menjadikan aqidah islamiyyah sebagai landasan hidu
p baik individual dalam kehidupan pribadi maupun kolektif dalam bernegara. Tolok
ukurnya adalah halal–haram, yakni perintah dan larangan Rabbul ‘Alamin. Sedangkan ‘ma
slahat’ baru dipertimbangkan bila sudah jelas kehalalannya. Sementara, sesuatu yan
g haram tidak dapat menjadi boleh hanya dengan dalih manfaat. Hukum dalam sistem
Islam dibuat oleh Allah SWT yang sampai pada manusia dalam bentuk wahyu. Sumber
penggalian hukumnya adalah berupa Al Quran, As Sunnah, Ijma’ Sahabat, dan Qiyas.
Berbeda dengan para penganut kapitalisme dan sosialisme-komunisme, makna kebahag
iaan bagi orang yang meyakini sistem Islam adalah memperoleh keridlaan Allah SWT
dengan cara terus menerus mentaati-Nya. Adapun hukum Islam yang diterapkan dipe
lihara oleh tiga pilar, yaitu ketaqwaan individu dan keyakinannya akan Islam, ko
ntrol sosial dari masyarakat, dan pemerintah yang menerapkan syariat Islam (An-N
abhani, Nizhamul Islam, 1953, 31—34). Semua ini telah disediakan oleh Allah SWT. I
slam telah disempurnakan. Setiap muslim yang beriman kepada Allah SWT dengan ima
n yang benar dan hakiki pasti akan yakin dengan kesempurnaan sistem ajaran Islam
. Allah berfirman : "Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Aku cukupkan kepada kamu nikmatKu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai aga
ma bagi kamu." (QS. Al Maidah 3) Ayat ini menyatakan dengan jelas bahwa tidak ad
a ajaran, ideologi maupun peraturan apapun yang sempurna kecuali Islam. Sebab, I
slam diturunkan oleh Dzat Maha Sempurna. Khatimah Realitas sejarah telah membukt
ikan keluhuran sistem Islam. Sepanjang Islam diterapkan dalam peradabannya yang
amat panjang, sistem Islam dalam Daulah Khilafah Islamiyah (selama lebih dari 13
abad) telah mampu membangun masyarakat paling unggul di dunia, mampu memancarka
n kemakmuran, ketenteraman dan keadilan ke seluruh dunia, dan menjadi rahmatan l
il ‘alamin. Benarlah kiranya firman Allah SWT : "Maka apakah (sistem) hukum Jahili
yah yang mereka cari ? Dan hukum siapakah yang lebih baik (sistem hukumnya) dari
pada (sistem) hukum Allah bagi kaum yang yakin ?" (QS. Al Maidah : 50) Masihkah
ummat ini mencari-cari alternatif pemikiran, perasaan dan sistem/perundang-unda
ngan selain Islam ?
6
Allahumma ballaghna! Fasyhad!
Buletin Edisi 11 Syari at Islam Langgeng dan Konstan Kerinduan umat Islam pada p
enerapan hukum Allah SWT semakin tampak. Semaraknya kegiatan ke-Iislaman, derasn
ya tuntutan penerapan syariat Islam, dan mengkristalnya sikap kaum muslimin untu
k hanya taat kepada aturan Islam menunjukkan hal ini. Namun, kaum kafirin dan an
tek-anteknya di dunia Islam berupaya menutupnutupi cahaya Islam. Mereka mengatak
an syari’at Islam itu cocok untuk masa lalu. Sedangkan kini, kata mereka, realitas
, bentuk interaksi, dan kondisi masyarakat jauh berbeda. Jadi, menurut mereka, p
erlu penambahan dan pengurangan atau modifikasi sesuai kebutuhan. Tulisan ini me
nepis anggapan tersebut dengan menjelaskan beberapa perkara yang secara hakiki j
ustru menjamin keadaan hukum syari’at Islam itu langgeng dan konstan hingga hari k
iamat, tak berubah, tak bertambah ataupun berkurang. Kesempurnaan dan terpelihar
anya wahyu Allah SWT telah menyempurnakan syari’at Islam (QS. Al Maidah 3) dan men
jaga kesempurnaan itu. Dia berfirman: "Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al
Quran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya" (QS. Al Hijr 9). Allah me
melihara Al Quran dari penambahan maupun pengurangan. Dia berfirman: "Yang tidak
datang kepadanya (Al Quran) kebathilan, baik dari depan maupun dari belakangnya
, yang diturunkan dari Dzat Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji," (QS. Fushshi
lat 42). Al Quran juga terhalang dari penyimpangan dan kerusakan. Allah berfirma
n: "Alif lam raa, inilah suatu kitab yang ayat-ayatnya di-ihkamkan serta dijelas
kan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi Allah Yang Maha Bijaksana lagi
Maha Tahu" (QS. Huud 1). Dalam kamus Lisanul Arab, "Ihkam" berarti terjaga dan t
ercegah dari kerusakan. Jadi, Allah SWT menjaga dan mencegahnya dari kerusakan,
penyimpangan, masukan, dan kebathilan. Demikian Qatadah menafsirkan ayat tersebu
t yang dinukil Imam Ath Thabari dalam tafsirnya. Dalam ayat yang lain Allah SWT
berfirman : "Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak pu
la seorang nabi melainkan apabila ia memiliki suatu keinginan, syaithan pun mema
sukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasu
kkan oleh syaithan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Menge
tahui lagi Maha Bijaksana" (Al Hajj 52). Dalam memahami ayat ini, Imam As Syathi
bi mengatakan : "Allah SWT mengabarkan bahwa Dia memelihara dan menjaga ayat-aya
t-Nya sehingga
7
tidak bercampur dengan selainnya. Tidak pula dapat masuk ke dalamnya perubahan m
aupun penggantian. Adapun As Sunnah, sekalipun tidak langsung disebutkan, namun
As Sunnah merupakan penjelas bagi Al Qur’ an dan ‘beredar di seputarnya’. Jadi, As Sun
nah merupakan bagian tak terpisahkan darinya. Makna Al Qur’an pun dikonfirmasikan
dengan makna-makna As Sunnah. Al Qur’an dan As Sunnah saling menjelaskan dan mengu
atkan satu sama lain’ Lebih lanjut beliau menegaskan : Pemeliharaan tersebut langg
eng sampai datangnya kiamat. Hal ini menunjukkan kepada Anda tentang terpelihara
nya syari’at dan terjaganya dari perubahan maupun penggantian." Persoalan ini dite
gaskan lagi di dalam firman Allah SWT : "Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (Al Qu
ran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tak ada yang dapat mengubah-ubah kalim
at-kalimat-Nya dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al An’am
115). Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirul Quranil ‘Azhim menyatakan: "Benar dalam pen
gabaran, dan adil dalam hukum dan seruan. Setiap yang dikabarkan di dalamnya pas
ti benar, tanpa mengandung kesamaran maupun keraguan. Demikian pula, setiap yang
diperintahkan pasti adil, tidak ada yang menandingi keadilannya. Setiap yang di
larang Al Quran merupakan kebathilan. Sebab, Dia tidaklah melarang selain
 mafsad
at seperti firman Allah SWT : "yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma ruf dan
melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar"(QS. Al A’raf 157). Adapun pernyataa
n "Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimatnya" maknanya adalah tidak ada seor
ang pun yang dapat menggantikan hukum Allah SWT, di dunia maupun di akhirat, dan
Dia mendengar perkataanperkataan hamba-Nya dan Maha Mengetahui aktivitas-aktivi
tas dan tempattempat mereka. Demikian ditegaskan oleh Imam Ibnu Katsir. Kebenara
n dan keadilan yang benar-benar sempurna dan tidak ada yang dapat mengubah-ubahn
ya ini berhadapan dengan kesesatan, persangkaan dan kebathilan yang dikandung ol
eh hukum-hukum dan hawa nafsu manusia. Dalam ayat berikutnya Allah SWT menjelask
an bahwa kebanyakan penduduk bumi tidaklah mengikuti selain persangkaan, ilusi,
kebathilan dan kesesatan. Dia berfirman: "Dan jika kamu menuruti kebanyakan manu
sia yang ada di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Alla
h. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lai
n hanyalah berdusta terhadap Allah" (QS. Al An’am 116). Hakikat Al Khaliq dan makh
luk serta terputusnya wahyu Syari’ah adalah hukum-hukum syara’ yang telah disyariatk
an Allah SWT kepada hamba-Nya serta diturunkan sebagai wahyu kepada Rasulullah s
aw dengan tujuan memberikan petunjuk kepada manusia tentang tata cara yang benar
lagi diterima oleh Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan. Dan dengan pen
erapan syariat tersebut terpenuhilah kebutuhan jasmani maupun gharizah manusia.
Pemenuhan tersebut menentukan apakah manusia kembali kepada kehidupan kekal di a
khirat akan mendapatkan kenikmatan abadi langgeng ataukah siksaan kekal. Dengan
kata lain bahagia dan tidaknya manusia tergantung kepada masa hidupnya di dunia
yang mana tolok ukur
8
keuntungan dan kerugiannya adalah keterikatan terhadap keseluruhan hukumhukum sy
ara’ dengan landasan aqidah Islamiyah. Allah SWT berfirman: "Kami berfirman : Turu
nlah kamu semua dari surga itu ! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka
barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mer
eka,dan tidak pula mereka bersedih hati" (Al Baqarah : 38). Gamblang sekali kita
berada di hadapan timbangan dan tolok ukur yang telah difardhukan oleh Allah SW
T, pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan. Tolok ukur tersebut adalah tolo
k ukur bagi jenis manusia dengan sifatnya manusiawinya. Dan sifat dasar manusia
dari dulu hingga sekarang tetap sama, yaitu lemah, serba kurang dan serba membut
uhkan. Sementara Allah SWT pun tetap, yaitu Maha Pencipta, Pengatur Kehidupan, P
emberi Rizki, Maha Gagah, Yang Menghidupkan dan Mematikan. Dia yang dulu ataupun
Dia yang sekarang itu-itu juga, yaitu tempat kembalinya manusia yang kalimat-ka
limatnya tidak mungkin ada yang dapat mengubah, dan hukumnya tidak ada yang dapa
t mengganti. Fakta bahwa manusia dulu dan sampai kapan pun sama dalam karakterny
a sebagai manusia dan Allah SWT juga sama baik dulu maupun sampai kapan pun semu
a ini memastikan secara akal bahwa setelah terputusnya wahyu yang merupakan jala
n turunnya hukum-hukum Allah SWT pastilah syariat Islamiyyah langgeng dan konsta
n selamanya sampai hari kiamat. Jadi kelanggengan syariat Islamiyyah dipastikan
oleh adanya tetapnya tabiat manusia, tetapnya hakikat pencipta serta tetapnya ka
limat (sunnah dan hukum) Allah SWT. Hakikat realitas dan tabiat benda Dengan mem
ahami fakta yang ada di tengah-tengah manusia tampak nyata realitas dan hakikat
benda itu tetap. Misalnya aktivitas mencuri. Dalam pandangan Islam mencuri merup
akan aktivitas mengambil barang secara sembunyi-sembunyi dari pemiliknya atau ya
ng mewakilinya dengan syarat telah mencapai ukuran yang mengharuskan potong tang
an. Hukum perbuatan mencuri adalah haram. Sanksinya adalah potong tangan. Hal in
i sesuai dengan firman Allah SWT: "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang men
curi, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan
dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa dan Bijaksana."(QS. Al M
a’idah : 38) Diriwayatkan dari Aisyah ra. bahwa Rasulullah bersabda: "Potong tanga
n diterapkan pada pencurian seperempat dinar atau lebih"( HR. Imam Bukhori). Kin
i berkembang sarana-sarana dan teknik pencurian, demikian pula untuk memelihara
harta diperlukan alat-alat penjagaan yang ketat termasuk peralatan elektronik, s
ehingga pencurian pun menjadi aktivitas yang memerlukan kesungguhan berfikir dan
pengalaman. Namun, apakah perubahan dalam cara dan teknik seperti ini mengubah
hakikat pencurian dan realitasnya seperti yang dijelaskan oleh hukum syara’? Jawab
annya tentu saja tidak. Bila demikian, sementara Al Quran itu tetap Al Quran dan
Hadits pun tetap Hadits, bagaimana mungkin berfikir untuk mengubah hukum? Bukan
kah hukum ini merupakan
9
pemecahan yang benar yang telah ditetapkan oleh Allah sebagai Pemilik Pahala dan
Siksa, serta Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan? Contoh lain hakikat
khamer. Sekalipun penamaannya beraneka ragam, metode pembuatannya bermacam-macam
, dan kemasannya juga berbeda-beda seperti whisky, bir, sampagne, sake dan sebag
ainya, hakikatnya tetap khamer, yakni minuman yang memabukkan dan merusak akal y
ang hukumnya haram itu. Allah SWT berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman,ses
ungguhnya khamer, judi, undian nasib dan berhala merupakan najis dan perbuatan s
yetan, maka jauhilah oleh kalian agar kalian beruntung" (QS. Al Maidah 90). Bila
hakikat benda tersebut tetap tidak berubah, mungkinkah orang berakal mengatakan
bahwa hukum Allah dalam hal tersebut harus berubah? Siapa pun yang mengelaboras
i hakikat perbuatan dan benda-benda adalah tetap dari dulu sampai sekarang sesua
i dengan batasan-batasan hukum syara’. Memang, terjadi perubahan. Hanya saja perub
ahan tersebut pada perkara teknis, cara ataupun bentuknya semata. Sedangkan haki
katnya adalah sama saja. Jadi tetapnya hakikat perbuatan dan benda disertai deng
an terjaganya syariat Islam menunjukkan pula bahwa syariat Islam itu bersifat la
nggeng sampai hari kiamat. Peranan para sahabat Para sahabat radhiallahuanhum ya
ng sikap dan perilaku hidup mereka diridlai Allah dan kesepakatan mereka menjadi
dalil syar’i amat berjasa dalam menjaga syari’at Islam agar tetap langgeng dan kons
tan. Ter kadang mereka meninggalkan perkara yang sunnah (mandub) karena khawatir
masyarakat memahami perkara-perkara tersebut wajib. Abu Suraihah Al Ghifariy me
riwayatkan: "Aku melihat Abu Bakar dan Umar bin Khatthab ra. kadangkadang tidak
menyembelih kurban karena khawatir orang-orang mencontoh keduanya (menganggap wa
jib bila terus menerus melakukan)." Imam Syathibi mengatakan bahwa perkara-perka
ra mubah hakikatnya tidak boleh disamakan dengan mandub maupun makruh. Sebagai c
ontoh, ketika Rasulullah saw disuguhi daging dhob (biawak). Beliau tidak memakan
nya, seraya berkata: "Di tempat kaumku tidak ada makanan seperti ini sehingga ak
u merasa jijik terhadapnya". Sahabat pun makan hidangan tersebut dan Rasulullah
membiarkannya. Ini menjelaskan bahwa makan biawak boleh, sehingga beliau tidak m
enyamakan antara mubah tersebut dengan haram maupun makruh. Umar bin Abdul Aziz
ra. berkata: " Ingatlah sesungguhnya halal itu adalah apa yang dihalalkan oleh A
llah dalam kitab-Nya melalui lisan nabi-Nya dan itu halal sampai hari kiamat. In
gat pula perkara haram yang diharamkan oleh Allah dalam kitab-Nya melalui lisan
nabi-Nya adalah haram sampai hari kiamat". Khatimah Wahai kaum muslimin, sudah j
elas bahwa syari at Islam adalah hukum Allah SWT --bukan hukum karangan umat Isl
am-- yang langgeng dan kostan. Tinggal kita mau tunduk kepada-Nya ataukah kepada
hawa nafsu kita dan tipuan syaithan serta orang-orang kafir. Mari kita renungka
n makna fiman Allah SWT : "Katakanlah: Bahwasanya aku hanya seorang manusia sepe
rti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasannya ilah kamu adalah ilah yang satu, maka
10
tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya.
Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yangmempersekutukannya (QS. Fushil
at 6). Buletin Edisi 15 Muslim Tertindas, Islam Jawabnya! Pertikaian antara kelo
mpok muslim dengan Kristen di Maluku belum juga mereda. Terakhir diberitakan ter
jadi kerusuhan di Galela yang menewaskan 114 orang. Galela ini disebut-sebut seb
agai benteng terakhir Kelompok Merah, beragama Kristen. Mensikapi hal ini, Ameri
ka Serikat memperlihatkan reaksi kerasnya. Juru bicara Deplu AS, Philip Reeker,
di New York langsung menuduh para "ekstremes" dari luar Maluku terlibat serta me
manas-manasi situasi. AS juga menuduh aparat keamanan tidak mau dan tidak mampu
menghentikan konflik Maluku. Empat hari setelah AS bersikap, pemerintah Indonesi
a memberlakukan Darurat Sipil di Maluku dan Maluku Utara. Sikap ini sangat berbe
da saat berbagai kalangan menuntut diberlakukannya Darurat Sipil ataupun Darurat
Militer pada saat banyak umat Islam yang terbunuh dan sebagian lagi mengungsi.
Sekretaris Jenderal PBB, Kofi Anan, yang selama ini tidak pernah mengeluarkan pe
rnyataan apapun tentang pembantaian muslim Maluku, setelah peristiwa Galela ters
ebut melontarkan reaksi keras. Dengan mengatasnamakan hak asasi manusia Annan de
ngan gaya diplomatis menuntut Indonesia untuk memberikan akses yang aman dan tan
pa halangan untuk memungkinkan pekerja kemanusiaan memberikan bantuan (Kompas, 2
/7/2000). Sementara itu, pada hari kamis (6/7/2000) Parlemen Eropa meminta dunia
internasional melakukan intervensi ke Maluku. (Republika, 10/7/2000). Dan pada
tanggal 9/7/2000 BBC News Online memberitakan tiga tokoh gereja Maluku, diantara
nya Pendeta Katolik Roma Ambon Petrus Canissius Mandagi dan Joseph Pattiasina, m
engunjungi Kantor Komisi Tinggi HAM PBB di Jenewa Swiss meminta secara telanjang
agar komisi tersebut ikut mengintervensi Maluku Peristiwa ini, dan banyak peris
tiwa-peristiwa lainnya, menunjukkan bahwa ketika umat Islam tertindas, mulai dar
i lembaga-lembaga lokal yang mengklaim sebagai ‘pembela’ HAM sampai lembaga internas
ional diam seribu bahasa. Sebaliknya, teriakan mereka demikian lantang bila hal
yang sekalipun jauh lebih kecil menimpa umat lain. Lantas, perlukah umat Islam b
erharap kepada slogan HAM yang digembar-gemborkan Barat? Bagaimanakah Islam mens
ikapi hal ini ? HAM Memang Bukan Untuk Umat Islam Banyak peristiwa meyakinkan ba
hwa HAM bukanlah diperuntukkan bagi umat Islam. Kasus FIS yang diberangus atas n
ama demokrasi, embargo ekonomi terhadap Irak, dan kasus Bosnia Herzegovina merup
akan secuil contoh standar ganda HAM. Demikian pula di dalam negeri, hal ini dit
unjukkan dengan amat jelas dalam banyak peristiwa seperti peristiwa Doulos, peny
elidikan kasus Tanjung Priok, dan peristiwa Maluku. Jelas, dilihat dari segi pen
erapannya, sesuatu termasuk HAM atau tidak tergantung kepada lembaga yang berwen
ang memberikan penilaian. Dan secara umum, memang HAM bukan diperuntukkan bagi u
mat Islam, melainkan bagi kafir Barat imperialis dan para pengikutnya.
11
Tidak sebatas ini. Secara paradigmatik, HAM ini bertentangan dengan Islam. Sebab
, dalam HAM yang berhak menentukan mana yang menjadi hak bagi manusia dan mana y
ang tidak adalah manusia itu sendiri. Jadi, di dalam konsep HAM agama (Islam) ti
daklah menjadi satu perkara yang diperhatikan. Sebaliknya, agama dan hukum-hukum
Allah SWT disingkirkan atas nama HAM. Padahal, manusia merupakan hamba Allah SW
T yang tugas utamanya adalah beribadah, yaitu tunduk, patuh dan taat kepada selu
ruh aturan-aturan yang diwahyukan oleh-Nya. Firman Allah SWT : "Dan tidaklah Aku
menciptakan jin dan manusia selain untuk beribadah kepadaKu" (Adz Dzariyat [51]
: 56). Di sisi lain, landasan HAM adalah 4 kebebasan: kebebasan ber’aqidah, kebeb
asan memiliki, kebebasan pribadi (berperilaku) dan kebebasan berpendapat. Melalu
i dalih kebebasan ini setiap orang bebas berpindah-pindah dan mencla-mencle dala
m menganut agama, siapapun boleh memiliki apapun dengan cara apapun tanpa lagi m
emandang apakah yang dimilikinya itu tergolong pemilikan individu, umum, atau pe
milikan negara. Melalui HAM itu pula legal bagi siapa saja untuk berbuat apapun
selama tidak mengganggu orang lain, dan boleh berpendapat apapun sekalipun menen
tang, menghina, dan mengolok-olok hukum Allah SWT karena dijamin oleh kebebasan
berpendapat. Padahal, dalam ajaran Islam, seluruh perbuatan manusia tidaklah beb
as, melainkan harus senantiasa terikat dengan aturan dan hukum dari Allah SWT. K
arenanya, dari bebagai dalil dalam Al Quran maupun As Sunnah para ulama menegask
an satu kaidah ushul yang berbunyi: "Hukum pokok dari setiap perbuatan adalah te
rikat dengan hukum syara’." Ditinjau dari segi politis, slogan HAM merupakan upaya
negara-negara imperialis pimpinan Amerika untuk menutup-nutupi kebobrokan merek
a sekaligus sebagai sarana untuk mencampurbauri urusan dalam negeri negara lain.
Seperti diketahui, persoalan lingkungan hidup, HAM, dan demokrasi di dunia meru
pakan salah satu kebijakan politik luar negeri Amerika. Dengan demikian, tidak m
engherankan bila mereka hendak mengintervensi Indonesia lewat permasalahan Maluk
u dengan dalih HAM. Berdasar hal tersebut, berharap kepada Barat dengan konsep H
AM-nya untuk menyelesaikan masalah umat Islam hanyalah akan mendatangkan malapet
aka dan murka Allah SWT saja. Hak-Hak Syar’iy Bagi Manusia Perspektif Islam Allah
SWT menciptakan manusia dari tanah. Lalu, ditiupkan nyawa. Hiduplah manusia deng
an karakteristik yang juga diciptakan Allah SWT berupa kebutuhan jasmani, ghariz
ah, dan kemampuan berpikir. Allah SWT Dzat Maha Adil mengutus Rasulullah SAW seb
agai Nabi dan Rasul terakhir untuk menyampaikan Islam yang berfungsi sebagai pet
unjuk, jalan lurus dan pembeda antara haq dan bathil. Siapapun yang mengelaboras
i ajaran Islam akan menyimpulkan bahwa Islam telah menetapkan kewajiban-kewajiba
n yang harus ditunaikan oleh seorang hamba. Demikian pula, Allah SWT telah mensy
ari’atkan hak-hak yang layak dimiliki oleh manusia melalui lisan Nabi Muhammad SAW
. Dan kelak pada hari kiamat hak-hak tersebut akan dimintai pertanggungjawaban o
leh-Nya. Jadi, yang menetapkan hak apa saja yang
12
dimiliki oleh manusia bukanlah manusia itu sendiri melainkan Allah SWT. Itulah h
ak-hak syar’iy bagi manusia (huququsy syar’iy lil insan). Hak-hak yang dimiliki manu
sia yang dijamin oleh syara ada 3 jenis, yaitu hak dharuriyat, hak hajiyat, dan
hak tahsinat. Hak dharuriyat merupakan hak-hak yang berhak dimiliki oleh manusia
yang menjadi landasan bagi kemuliaan hidup manusia, tegaknya dan stabilnya masy
arakat dengan benar. Bila hak ini tidak terlaksana maka sistem hidup akan hancur
, masyarakat akan kacau dan rusak, serta kenestapaan di dunia dan adzab di nerak
a akan disandangnya. Diantara hak dharuriyat ini adalah : Hak dipelihara agamany
a. Islam tidak memaksa seseorang non muslim untuk masuk Islam. "Tidak ada paksaa
n dalam menganut agama," begitu makna firman Allah SWT di dalam surat Al Baqarah
[2] ayat 256. Ini tidak berarti sebagai kebebasan beraqidah seperti dalam ideol
ogi kapitalis. Sebab, seorang muslim yang murtad dari agamanya harus diajak disk
usi oleh pengadilan, disuruh taubat, dan bila dalam jangka waktu tiga hari tidak
kembali kepada Islam berhak dibunuh. Kata Nabi seperti diriwayatkan Imam Muslim
: "Siapa saja yang mengganti agamanya (Islam) maka bunuhlah ia." Jadi, dalam Is
lam tidak dibenarkan adanya kristenisasi atau westernisasi dalam keyakinan. Perk
ara-perkara yang dapat merusak ‘aqidah dan menjauhkan masyarakat dari Islam tidak
boleh ada. Jika tidak, berarti melanggar hak syar i’ bagi manusia dalam hal ini ha
k dipelihara agamanya. Hak untuk dipelihara jiwanya. Allah SWT menegaskan dalam
surat Al Isra [17] ayat 70 : "Dan sungguh Kami telah memuliakan anak-anak Adam (
manusia)". Allah SWT mengharamkan segala bentuk perkara yang mengakibatkan rusak
nya nyawa manusia. Untuk itu, ada hukum qishash bagi pembunuh. Firman Allah SWT
: "Dan bagi kalian di dalam hukum qishash itu terdapat kehidupan, wahai ulul alb
ab" (QS. Al Baqarah [2] : 179). Jelaslah setiap orang —muslim mapun kafir dzimmi— be
rhak dilindungi nyawanya dari pembunuhan ataupun pembantaian. Berhak dipelihara
akalnya. Islam sangat meninggikan derajat akal. Sampaisampai akal merupakan tolo
k ukur seseorang terkena beban (taklif) hukum. Islam juga mengangkat derajat ilm
u, serta mengharamkan segala perkara yang dapat merusak akal seperti khamr, ganj
a, morphin, dan lainnya. Karenanya, keberadaan barang-barang tersebut di tengah
masyarakat melanggar hak syar’iy bagi manusia. Berhak dipelihara nasab keturunanny
a. Setiap orang berhak mengetahui ayah, ibu, dan saudara-saudaranya. Islam melar
ang mendekati zina dan melakukannya dan menjatuhkan hukuman berat bagi pelakunya
. Bila belum menikah dicambuk 100 kali, dan jika sudah pernah menikah dirajam sa
mpai meninggal. "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka tiap-ti
ap seorang dari keduanya seratus kali dera" (QS. An Nur [24] : 2). Hal ini jelas
berbeda dengan kebebasan pribadi dalam HAM yang memang serba boleh itu. Hak dip
elihara hartanya. Islam membolehkan manusia memiliki apapun asalkan dengan cara
yang dibolehkan dan barang-barangnya dihalalkan. Di sisi lain Islam, Islam melar
ang siapapun mengambil barang milik orang lain dan memberikan sanksi pada pelaku
nya. Ajaran Islam pun membedakan jenis
13
pemilikan individu, pemilikan umum, dan pemilikan negara. Semua ini adalah dalam
rangka menjaga harta setiap orang. Berhak dipelihara kehormatan dirinya. Setiap
orang tidak boleh dituduh dengan tuduhan dusta, tidak boleh difitnah, dan juga
tidak boleh dicemarkan nama baiknya. Semua ini dijamin di dalam Islam. Makanya,
siapa saja yang menuduh seseorang baik-baik berzina, misalnya, dihukum delapan p
uluh cambukan. Sedangkan, tuduhan bohong lainnya dikenakan hukuman ta’zir (Abdurra
hman Maliki, Nizhamul ‘uqubat fil Islam). Hak mendapatkan keamanan. Islam menjamin
keamanan bagi setiap warga negara baik dalam perkara kehormatan, harta, maupun
nyawa. Pengabaian terhadap hal ini merupakan pengabaian terhadap hak syar’iy bagi
manusia. Berkaitan dengan hukum terhadap perusuh dan pengacau keamanan Islam dan
kaum muslimin Allah SWT menegaskan: "Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-ora
ng yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi hanyala
h mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan berti
mbal balik, atau dibuang dari negeri tempat kediamannya" (QS. Al Maidah [5] : 33
). Merujuk hal tersebut, apa yang menimpa muslim di Maluku dan daerah lain yang
diusir dan diganggu keamanannya tidak akan terjadi dan berlarut-larut bila hukum
Islam yang ditegakkan. Berhak terpelihara negaranya. Islam telah mewajibkan kep
ada kaum muslimin untuk hanya memiliki satu negara di dunia. Keterpecahbelahan u
mat Islam menjadi 56 negara seperti sekarang merupakan pelanggaran terhadap hak
syar’iy bagi manusia. "Barangsiapa membai’at seorang imam, meletakkan tangannya dan
menyerahkan buah hatinya, hendaklah ia mentaatinya semaksimal mungkin. Dan jika
datang orang lain hendak merampasnya maka penggallah leher orang itu." "Bila dat
ang seseorang, sedangkan urusan kalian berada pada seorang, hendak memisahkan ka
lian atau memecah belah jamaah kalian, maka bunuhlah dia" (HR. Muslim). Hadits-h
adits tadi menjelaskan bahwa kaum muslimin tidak boleh memiliki lebih dari satu
jamaah kaum muslimin, yakni khilafah. Inilah wahyu Allah SWT yang disampaikan le
wat mulut Rasulullah SAW. Jadi, adanya satu kepemimpinan umat saja di dunia dan
keutuhannya merupakan hak sekaligus kewajiban seluruh kaum muslimin. Hanya sayan
g, tidak sedikit kaum muslimin masih tertipu oleh perjanjian Sykes – Picot (yang m
emicu munculnya negara Yahudi) yang menetapkan batas-batas negara. Padahal, Alla
h dan Rasul-Nya justru memerintahkan hal sebaliknya. Adapun hak hajiyat merupaka
n perkara yang diberikan oleh Allah SWT sebagai keringanan. Misalnya, pada waktu
tidak ada makanan apapun maka seseorang berhak untuk memakan makanan yang haram
seperti bangkai. Sedangkan hak tahsinat merupakan segala perkara yang dapat men
ingkatkan kualitas hidup manusia. Semua hak-hak tersebut akan terlaksana dengan
diterapkannya hukum-hukum Islam. Bukan hanya umat Islam yang menikmatinya, melai
nkan juga non muslim yang menjadi kafir dzimmi dalam pemerintahan Islam. Sebab,
hak-hak
14
tadi bukan hanya diperuntukkan bagi kaum muslimin saja melainkan juga bagi non m
uslim yang menjadi warga negara. Nampaklah, ketakberdayaan, ketertindasan, dan t
ercerabutnya hak-hak umat Islam di tengah belantara sekularisme ini hanya akan b
erhenti dengan ditegakkannya hukum Islam. Inilah langkah strategis yang mutlak t
erus diperjuangkan. Namun, tentu saja langkahlangkah praktis untuk menyelesaikan
masalah kekinian perlu diusahakan. Sebab itu, muslim yang berharta meninfakkan
hartanya untuk membantu saudaranya yang tengah terusir dan haknya dirampas. Mere
ka yang punya kekuasaan gunakanlah kekuasaannya untuk menghentikan kezhaliman at
as kaum muslimin. Setiap muslim penting dan wajib mencurahkan kemampuannya untuk
menolong saudaranya. Dan do’a kepada Allah SWT demi ketinggian Islam dan kaum mus
limin tidak layak terputus. Khatimah "Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhamma
d) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam," demikian makna firman Allah SWT da
lam surat Al Anbiya [21] ayat 107. Melalui ayat tersebut Allah Dzat Maha Pengasi
h lagi Penyayang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW merupakan rahmat bagi seluruh
alam. Artinya, ajaran Islam yang diturunkan Allah SWT kepadanya merupakan rahmat
bagi seluruh alam. Oleh sebab itu, seluruh umat manusia bila benar-benar rindu
akan datangnya maslahat dan menjauhnya madharat mau tidak mau harus menerapkan s
eluruh syariat Islam. Itulah satu-satunya pilihan! Sebaliknya, mengikuti jalan-j
alan lain hanya akan mendatangkan derita seperti nampak dalam realitas kekinian.
Buletin Edisi 19 Kontroversi Amandemen Pasal 29 UUD 45 Amandemen pasal 29 UUD
45 pada Sidang MPR (7-18 Agustus 2000) kiranya akan tersendat. Pasalnya, perbeda
an pendapat seputar perubahan pasal 29 ini sangatlah besar. Ada fraksi yang tida
k menginginkan perubahan sama sekali. Fraksi KKI yang beranggotakan beberapa gel
intir wakil partai-partai kecil nasionalis misalnya, pagi-pagi sudah mengancam a
kan walk-out dari ruang sidang bila amandemen pasal itu tetap dilaksanakan melal
ui jalan voting. Fraksi PDI-P pun lantang menolak. Sementara, Fraksi PPP terus g
igih menggalang dukungan agar usulan mengamendemen pasal 29 seperti yang mereka
inginkan dapat digolkan. Apa yang sebenarnya terjadi? Seperti telah diketahui, b
unyi pasal 29 UUD 45 adalah, " (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa"
. Ayat (2) berbunyi, "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memel
uk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya i
tu". Oleh FPP pasal ini ingin diubah dengan tambahan dengan kewajiban menjalanka
n syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Tidak salah bila orang mengasosiasikan
usulan F-PPP ini dengan semangat kembali ke Piagam Jakarta karena memang fraksi
dari partai pemenang urutan ketiga pemilu 1999 lalu ini secara terang-terangan m
engembalikan rumusan itu ke dalam konstitusi. Sebagai partai Islam, F-PPP agakny
a merasa berkewajban untuk menegaskan kembali semangat penerapan syariat Islam d
i Indonesia yang memang mayoritas penduduknya beragama Islam.
15
Sayang usulan ini tidak mendapat dukungan partai lain, termasuk partai-partai ya
ng katanya partai Islam atau berbasis Islam. Mereka malah mengusulkan rumusan la
in. F-Reformasi yang terdiri dari PAN dan PK, FPDU, P-PBB mengusulkan ditambah d
engan rumusan, dengan kewajiban menjalankan ajaran agama bagi masing-masing peme
luknya. F-Golkar mengusulkan rumusan lain lagi, yaitu negara melindungi penduduk
dari penyebaran paham yang bertentangan dengan Ketuhanan Yang Maha Esa, serta p
enyelenggaraan negara tidak boleh menyimpang dari norma dan nilai agama. Sementa
ra Fraksi PKB menginginkan rumusan pasal 29 ayat (1) tidak berubah, sedang rumus
an Pasal 29 pasal (2) diubah menjadi, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap pend
uduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut kepercayaan agam
anya masing-masing. Mengapa Terjadi Kontroversi? Sungguh aneh, di negeri Islam a
da kontroversi terhadap upaya tegas untuk mencantumkan kewajiban penerapan syari
at Islam dalam konstitusi. Semestinya, yang muncul bukan penolakan, melainkan du
kungan bahkan tuntutan. Tapi mengapa kontroversi terjadi juga? Setidaknya ada du
a pemicu. Pertama, ketakutan pada Islam atau Islamophobia. Ini didorong oleh ste
reotip bahwa amandemen itu akan menjadikan Indonesia negara Islam yang menindas
kaum minoritas non muslim. Hal ini barangkali ilusi orang-orang Minahasa. Melalu
i Deklarasi Kongres Minahasa Raya, Sabtu, 5 Agustus 2000 mereka menolak keras us
ulan amandemen itu, seraya mengancam jika amandemen itu dilakukan dan berhasil,
pada saat itu juga rakyat Minahasa menyatakan berpisah dan terlepas dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Kedua, kekurangpahaman atau kesalahpahaman terhadap
ajaran Islam, khususnya berkenaan dengan syariat, seolah-olah penerapan syariat
Islam merupakan pilihan. Bukan suatu kewajiban. Juga bahwa syariat Islam, kalau
pun akan diterapkan, hanya sebatas buat kaum Islam saja. Terhadap yang lain, dik
ira syariat Islam tidak wajib bahkan tidak boleh diterapkan. Padahal syari at Is
lam wajib diterapkan baik untuk kaum muslimin maupun non muslim. Antara Piagam J
akarta dan Piagam Madinah Sejak masa Orba, kelompok Islamphobia selalu menggunak
an trik politik "waspadai upaya-upaya hendak mengembalikan Piagam Jakarta" terha
dap berbagai upaya politisi muslim untuk memasukkan hukum-hukum Islam dalam berb
agai RUU yang dibahas di DPR seperti RUU Perkawinan dan RUU Peradilan Agama. Tri
k yang dipropagandakan tersebut tampaknya berhasil mempengaruhi publik, khususny
a para anggota DPR dan pejabat pemerintah, bahkan kalangan tokoh umat Islam send
iri.
16
Dengan trik tersebut dibangun logika bahwa kalau RI bubar dan berubah menjadi ne
gara Islam, maka orang-orang non muslim akan dibunuhi. Selain itu, toh dalam Pia
gam Madinah sendiri Nabi Muhammad saw. mengakui keberadaan pluralitas warga nega
ra. Oleh karena itu, kalau mau merujuk kepada ajaran Nabi Muhammad, negara RI ya
ng plural ini sudah final. Di tengah penyesatan politik itu, secara umum umat ku
rang begitu paham tentang Piagam Jakarta maupun Piagam Madinah. Padahal sejarah
mencatat bahwa piagam Jakarta (lihat Endang Saefuddin Anshari, Piagam Jakarta) y
ang ditandatangani pada tanggal 22 Juni 1945 oleh Panitia 9 (satu orang di antar
anya Kristen dari pergerakan nasionalis, yakni Mr. A.A. Maramis) adalah hasil ru
musan resmi yang dikeluarkan oleh wakil bangsa yang tergabung dalam BPUPKI (Bada
n Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan merupakan "gentleman’s agr
eement". Isinya sama persis dengan Pembukaan UUD 1945 kecuali pada alinea terakh
ir pada kalimat "..berdasar kepada: keTuhanan, dengan kewajiban menjalankan syar
i’at Islam bagi pemelukpemeluknya,..". Dalam sidang BPUPKI 10 Juli 1945, Sukarno s
ebagai Ketua Panitia 9 menyampaikan bahwa "Piagam Jakarta" merupakan hasil akhir
dari kompromi yang diperoleh secara susah payah dari kalangan nasionalis dan ka
langan Islam. Namun pada sidang 11 Juli seorang Protestan bernama Latuharhary me
nolak kata kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya itu. Pada sidang t
anggal 14 Juli 1945 tokoh Muhammadiyah Ki Bagus Hadi Kusumo (yang didukung oleh
Kyai Sanusi) usul agar kata-kata "bagi pemelukpemeluknya" dihapus. Namun Sidang
akhirnya memutuskan dipertahankannya hasil kompromi tersebut. Berkaitan dengan p
asal 29 UUD 1945 yang dalam rancangan Batang Tubuh Konstitusi yang dibuat oleh B
PUPKI sebagai pasal 28, Ki Bagus Hadi Kusumo kembali mengusulkan agar kata "bagi
pemeluk-pemeluknya" dihapus. Namun sidang 15 Juli 1945 itu kembali menolak usul
an Ki Bagus Hadi Kusumo dan secara mufakat menyetujui hasil panitia yang dilapor
kan oleh Prof. Supomo yaitu: Pasal 28 Bab X tentang Agama: 1. "Negara berdasar a
tas Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluk-pemelukny
a"; 2. "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama lain
dan untuk beribadat menurut agamanya masing-masing" Berkaitan dengan piagam Jaka
rta dan Pasal 28 ayat 1 di atas, Sidang BPUPKI pada tanggal 16 Juli akhirnya men
yetujui usulan golongan Islam yang diungkapkan oleh Patalykrama pada sidang 15 J
uli 1945 –-mengulang usulan A. Wahid Hasyim, ayah presiden Gus Dur yang disampaika
n tanggal 13 Juli 1945—yang didukung tokoh NU K.H. Masykur, yakni Pasal 4 ayat 2 t
entang Presiden: "Yang dapat menjadi Presiden dan Wakil Presiden hanya orang Ind
onesia asli yang beragama Islam".
17
Hanya saja, sehari setelah Indonesia merdeka terjadi manuver licik yang dilakuka
n oleh PPPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dengan modus bahwa kalau
ketetapan BPUPKI yang memuat "kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pe
meluknya" ditetapkan sebagai konstitusi negara, golongan Kristen dan Katolik dar
i Indonesia bagian Timur akan memisahkan diri dari negara kesatuan Indonesia kar
ena merasa didiskriminasikan. Penghapusan kalimat-kalimat penting dalam Mukaddim
ah (Piagam Jakarta), Pasal 4 ayat 2, dan Pasal 28 ayat 1 dan 2 diumumkan oleh Ha
tta pada rapat PPKI 18 Agustus 1945. Dan Bung Karno yang mengambil alih pimpinan
sidang mengatakan bahwa UUD 1945 itu adalah UUD sementara, UUD Kilat, Revolutie
grondwet. Dia meminta umat Islam bersabar dulu tentang masalah itu agar nanti di
bicarakan setelah Indonesia dalam keadaan aman dan tenang. Para tokoh umat Islam
dengan khusnuzhan dan sikap toleran akhirnya menyetujui. Namun persetujuan mere
ka harus dibayar mahal oleh kaum muslimin yang mayoritas di negeri ini, yakni hu
kum syari’at Islam tak pernah diterapkan oleh negara. Negara pun menerapkan hukum-
hukum kufur warisan kolonialis Belanda yang agamanya sama dengan kaum minoritas
tersebut. Padahal kita tahu bahwa dulu penjajah Belanda itu dengan paksa melikui
dasi hukum-hukum syari’at Islam dari negeri ini dan mereka ganti dengan hukumhukum
yang mereka bahwa dari negeri mereka. Siapa yang curang? Oleh karena itu, umat
Islam punya alasan historis untuk menuntut dikembalikannya 7 kata yang dicoret d
ari Piagam Jakarta juga pada Pasal tentang Agama dan Presiden sehingga syari’at Is
lam bisa diterapkan. Dan kita pun sudah tahu modus yang bakal diterapkan oleh ke
lompok Islamphobia adalah akan memisahkan diri sebagaimana kasus Minahasa. Kiran
ya umat Islam jangan sampai tertipu dua kali. Kata Nabi tidaklah seorang muslim
itu jatuh dalam lubang yang sama dua kali. Adapun Piagam Madinah yang banyak dij
adikan alasan untuk menolak Islam dengan sangkaan bahwa Piagam Madinah ini justr
u menghargai pluralitas dan pluralisme, dapat kita lihat sebagai piagam yang did
eklarasikan oleh Rasulullah saw. kepada umum bahwa telah berdiri satu komunitas
yang mandiri dengan aturan sendiri yakni komunitas umat Islam yang terdiri dari
kaum Anshar dan Muhajirin. Orang-orang non muslim yang mengikuti tata cara kehid
upan kaum muslimin akan mendapatkan perlindungan (ahlu dzimmah) kaum muslimin da
n diberi kebebasan bagi mereka dalam perkara yang diajarkan agama mereka. Adapun
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, semua rakyat baik muslim maupun no
n muslim tunduk di bawah hukum Syari’at Islam. Adapun Kaum Yahudi yang ada di dala
m dan sekitar kota Madinah yang tidak masuk ke sistem kehidupam masyarakat kaum
muslimin, terhadap mereka dibangun hubungan bertetangga baik (husnul jiwar) dan
perjanjian sama-sama mempertahankan kota Madinah. Satu hal yang menarik, bilaman
a ada perkara di antara komunitas umat Islam dan kaum Yahudi, maka perkaranya ak
an diselesaikan menurut Allah dan rasul-Nya.
18
Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa piagam Jakarta maupun piagam Madinah se
cara esensial memiliki kemiripan, hanya saja dalam piagam Jakarta ada pembatasan
pelaksanaan syari’ah Islam bagi para pemeluknya sedangkan dalam piagam Madinah sy
ari’at Islam (sebagaimana usul Ki Bagus Hadi Kusumo dan Kyai Sanusi) dilaksanakan
untuk seluruh umat manusia yang terikat dengan piagam tersebut, baik muslim maup
un non-muslim. Nasihat buat kaum muslimin: Jelas bahwa upaya mengembalikan aqida
h dan hukum syari at Islam sebagai konstitusi dan undang-undang dalam kehidupan
masyarakat di dunia Islam adalah merupakan usaha mulia yang harus diperjuangkan
dengan sungguhsungguh. Kaum muslimin harus mendukungnya, sekalipun usaha itu mes
ti dengan mengamandemen seluruh UUD 1945, dari pembukaan sampai penutup, dari da
sar sampai atap! Sebab, fakta sejarah Nabi menyatakan bahwa beliau menegakkan ne
gara di kota Madinah adalah dengan dasar aqidah Islamiyah. Beliau saw. sebagai k
epala negara menjalankan pemerintahan dengan hukum-hukum Islam sebagaimana pelak
sanaan firman Allah: "dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka men
urut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka."
(QS. alMaidah 49). Oleh karena itu, menjadi tugas dan tanggung jawab para anggo
ta MPR dari kalangan kaum muslimin untuk memperjuangkan ditegakkannya negara kau
m muslimin ini di atas dasar Islam dan diterapkannya sistem hukum Islam dalam ke
hidupan bermasyarakat dan bernegara bagi seluruh warga negara, muslim atau non m
uslim. Oleh karena itu, kini saat ujian iman bagi wakil rakyat, jangan sampai se
perti yang disebut oleh Allah SWT: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang y
ang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada
apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padaha
l mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesa
tkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya." (QS. AnNisaa 60). Wallahu
muawwiq ila aqwamit thariiq!
19

You might also like