You are on page 1of 10

Fungsi dan Anatomi Sinus Paranasalis

SOURCE: Grand Rounds Presentation, UTMB, Dept. of Otolaryngology


DATE: January 9, 2002
RESIDENT PHYSICIAN: Glen Porter, MD
FACULTY PHYSICIAN: Francis B. Quinn, Jr., MD
SERIES EDITORS: Francis B. Quinn, Jr., MD and Matthew W. Ryan, MD

Materi ini disiapkan oleh residen sebagai sebagian persyaratan dalam Program Latihan
PostGraduate departemen Otolaringologi/ Bedah Kepala dan Leher dan tidak
dimaksudkan untuk pemakaian klinis. Materi ini disajikan dengan tujuan untuk
menstimulasi diskusi kelompok dalam tataran konferensi. Tidak ada jaminan, baik itu
secara eksplisit maupun implisit, mengenai akurasi, kelengkapan ataupun ketepatan
waktunya. Materi ini tidak mencerminkan opini sekarang maupun masa lalu fakultas
UTMB dan sebagiknya tidak digunakan untuk tujuan diagnosis ataupun terapi tanpat
berkonsultasi dengan sumber literatur yang layak dan opini profesional.

PENDAHULUAN

Kompleksitas anatomi sinus paranasalis, maupun fungsinya menjadikan sinus


adalah topik pembelajaran yang menarik dan bermanfaat. Terdapat empat pasang sinus,
yaitu sinus frontalis, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaris. Sinus ini adalah rongga
udara yang dilapisi oleh mukosa yang terletak di dalam tulang-tulang wajah dan
tengkorak. Perkembangan sinus bermula dari saat dalam kandungan, tetapi sinus yang
relevan secara klinis saat lahir adalah sinus maxillaris dan ethmoidalis. Perkembangan
dinding lateral nasus bermula sebagai struktur halus dan tidak terdiferensiasi.
Perkembangan pertama adalah concha maxillaris yang kemudian menjadi concha
inferior. Setelah itu,tonjolan mesenkin yang adalah concha ethmoidalis, tumbuh menjadi
concha nasalis media, superior dan suprema, yang terbagi lagi menjadi concha
ethmoidalis kedua dan ketiga. Pertumbuhan ini diikuti dengan perkembangan sel-sel ager
nasi, processus uncinatus dan infundibulum ethmoidalis. Sinus kemudian mulai
berkembang.
Sistem resultan adanya kavitas, depresi, ostia dan procesus adalah sistem
kompleks struktur yang harus dipahami secara mendetail sebelum penatalaksanaan bedah
penyakit sinus dapat berjalan aman dan efektif. Selanjutnya, anatomi makroskopis,
anatomi mikroskopis, fisiologi dan fungsi sinus akan diuraikan.

DINDING NASUS LATERAL

Dinding lateral nasus meliputi sebagian os ethmoidale, os maxilla, palatina,


lacrimale, dan lamina pterygoideus medialis os sphenoidale, os nasal dan concha nasalis
inferior. Tiga hingga empat concha terproyeksi dari dinding tersebut; concha nasalis
suprema, superior dan media terproyeksi dari os ethmoidale. Concha nasalis inferior
dianggap sebagai struktur mandiri. Setiap struktur ini melapisi ruangan udara di
bawahnya dan di sebelah lateralnya yang dikenal dengan nama meatus. Sepotong kecil
tulang yang terproyeksi dari os ethmoidale yang menutupi muara sinus maxillaris yang
terletak di lateral dan membentuk palung di posterior concha nasalis media.Bagian tulang
yang tipis disebut processus uncinatus. Dinding samping nasus bagian superior terdiri
atas cellula ethmoidalis yang membatasi epitel olfaktori dan lamina cribosa di sebelah
lateral. Di sebelah superior cellula ethmoidalis anterior terdapat sinus frontalis yang
bermuara diantara cellula. Bagian superoposterior dinding nasus bagian lateral adalah
dinding anterior sinus sphenoidalis yang berada di inferior sella turcica dan sinus
cavernosus.

SINUS MAXILLARIS

Perkembangan
Sinus maxillaris (antrum Highmori) adalah sinus yang pertama berkembang.
Struktur ini biasanya terisi cairan saat lahir. Pertumbuhan sinus ini terjadi dalam dua fase
sela pertumbuhan tahun 0-3 dan 7-12. Selama fase terakhir, pneumatisasi menyebar lebih
ke arah inferior ketika gigi permanen erupsi. Pneumatisasi dapat sangat luas hingga akar
gigi terlihat dan selapis tipis jaringan lunak menutupi mereka.

Struktur
Sinus maxillaris dewasa berbentuk piramida yang bervolume sekitar 15 ml (34x33x23
mm). Basis sinus adalah dinding nasus dengan puncak menunjuk ke arah processus
zygomaticus. Dinding anterior mempunyai foramen infraorbital yang terletak pada pars
midsuperior yang dilalui oleh nervus infraorbital pada atap sinus dan keluar melalui
foramen tersebut. Bagian tertipis dinding anterior terletak di superior gigi caninus pada
fossa canina. Atap dibentuk oleh lantai cavum orbita dan dipisahkan oleh perjalanan
nervus infraorbitalis. Dinding posterior tidak jelas. Di sebelah posterior dinding ini
terdapat fossa pterygomaxillaris yang dilewati arteri maxillaris interna, ganglion
sphenopalatina dan canalis Vidian yang dilewati nervus palatinus mayor dan foramen
rotundum. Lantai, seperti didiskusikan di atas, bervariasi ketinggiannya. Dari lahir hingga
usia 9 tahun, lantai sinus berada di atas cavitas nasalis. Pada usia 9 tahun, lantai sinus
biasanya berada sejajar dengan lantai nasus. Lantai biasanya terus berkembang ke inferior
seiring dengan pneumatisasi sinus maxillaris. Karena hubungannya berdekatan dengan
gigi geligi, penyakit gigi dapat menyebabkan infeksi sinus maxillaris dan ekstraksi gigi
dapat mengakibatkan fistula oroantral.

Suplai Darah
Sinus maxillaris disuplai oleh arteri maxillaris interna. Arteri ini termasuk
mempercabangkan arteri infraorbitalis (berjalan bersama nervus infraorbitalis),
sphenopalatina rami lateralis, palatina mayor dan arteri alveolaris. Drainase vena berjalan
di sebelah anterior menuju vena facialis dan di sebelah posterior menuju vena maxillaris
dan jugularis terhadap sistem sinus dural.

Inervasi
Sinus maxillaris diinervasi oleh rami maxillaris. Secara rinci, nervus palatina mayor dan
nervus infraorbital.

Struktur Terkait
Ductus nasolacrimalis
Ductus nasolacrimalis merupakan drainase saccus lacrimalis dan berjalan dari fossa
lacrimalis pada cavum orbita, dan bermuara pada bagian anterior meatus nasalis inferior.
Ductus terletak sangat berdekatan dengan ostium maxillaris (kira-kira 4-9 di sebelah
anterior ostium.

Ostium Natural
Ostium maxillaris terletak di bagian superior dinding medial sinus. Ostium ini
biasanya terletak setengah posterior infundibulum ethmoidalis atau di sebelah posterior
sepertiga inferior processus uncinatus. Tepi posterior ostia bersambungan dengan lamina
papyracea, sehingga menjadi patokan batas lateral diseksi bedah. Ukuran ostium kira-kira
2,4 mm tetapi dapat bervariasi dari 1 – 17 mm. Delapan puluh delapan persen ostium
maxillaris tersembunyi di posterior processus uncinatus dan dengan demikian tidak dapat
terlihat dengan endoskopi.

Ostium accessoris/ Fontanella Anterior/ Posterior


Ostium ini non-fungsional dan berfungsi untuk drainase sinus jika ostium natural
tersumbat dan tekanan atau gravitasi intrasinus menggerakkan material keluar dari
ostium. Ostium accessoris biasanya ditemukan di fontanela posterior.

SINUS ETHMOIDALIS

Perkembangan
Sinus ethmoidalis terlihat jelas sebagai struktur yang berisi cairan pada bayi yang
baru lahir. Selama perkembangan fetus, cellula ethmoidalis anterior berkembang terlebih
dahulu, yang kemudian diikuti dengan cellula ethmoidalis posterior. Cellula berkembang
bertahap dan berukuran optimal pada usia 12 tahun. Cellula biasanya tidak nampak pada
radiografi hingga usia satu tahun. Septa bertahap menipis dan berpneumatisasi ketika usia
bertambah. Cellula ethmoidalis adalah sinus yang paling bervariasi dan kadang
ditemukan di superior cavum orbita, lateral terhadap sinus sphenoidalis, ke arah atap
sinus maxillaris dan di sebelah superoanterior sinus frontalis. Cellula-cellula ini memiliki
nama. Cellula di sebelah superior cavum orbit disebut cellula supraorbital dan ditemukan
pada sekitar 15% pasien. Invasi cellula ethmoidalis hingga lantai sinus frontalis disebut
bulla frontalis. Perluasan hingga ke concha nasalis media disebut concha bullosa. Cellula
di atap sinus maxillaris (infraorbital) disebut “cellula Haller”, dan ditemukan pada 10%
populasi. Cellula ini dapat menyumbat ostium, menyempitkan infundibulum dan
mengakibatkan gangguan fungsi normal sinus. Sedangkan cellula yang meluas secara
anterolateral ke arah sinus sphenoidalis disebut cellula Onodi (10%). Variabilitas umum
cellula ini menjadikan pencitraan preoperatif penting untuk assesment anatomi individu
pasien.

Struktur
Cellula ethmoidalis posterior dan anterior bervolume 15 ml (3,3 x 2,7 x 1,4 cm). Cellula
ethmoidalis berbentuk seperti piramida dan terbagi menjadi cellula kecil jamak yang
dipisahkan oleh septum tipis. Atap cellula ethmoidalis terdiri atas struktur penting. Atap
cellula ethmoidalis melandai ke posterior (15 derajat) dan medial. Dua-pertiga anterior
atap tebal dan kuat dan terdiri atas os frontal dan foveola ethmoidalis. Sepertiga posterior
lebih superior di sebelah lateral dan melandai ke inferior ke arah lamina et foramina
cribosa. Perbedaan ketinggian antara atap lateral dan medial bervariasi, antara 15 – 17
mm. Bagian posterior cellula ethmoidalis berbatasan dengan sinus sphenoidalis. Dinding
lateral adalah lamina papyracea/ lamina orbitalis.

Suplai Darah
Sinus ethmoidalis disuplai dari arteri carotis interna dan externa. Arteri
sphenopalatina dan arteri opthalmicus (yang bercabang menjadi arteri ethmoidalis
anterior dan posterior) mensuplai sinus. Drainase vena mengikuti aliran arteri sehingga
dapat mengetahui infeksi yang terjadi intrakranial.

Inervasi
Nervus maxillaris dan mandibularis menginervasi sinus ethmoidalis. Nervus
maxillaris menginervasi bagian superior sedangkan nervus mandibularis menginervasi
regio inferior. Inervasi parasimpatis melalui nervus Vidian. Inervasi simpatis melalui
ganglion simpatis cervicalis dan melalui arteri ke arah mukosa sinus.

Struktur Terkait

Lamella Basalis Concha Nasalis Media


Struktur ini memisahkan antara cellula ethmoidalis anterior dan posterior;
merupakan perlekatan concha nasalis media dan berjalan pada tiga bidang yang berbeda
dalam perjalanannya dari anterior dan posterior. Bagian paling anterior terletak vertikal
dan terinsersi pada crista ethmoidalis dan basis cranii. Sepertiga media berjalan oblik dan
terinsersi pada lamina papyracea. Sepertiga posterior berjalan horizontal dan berinsersi
pada lamina papyracea. Ruang di sebelah inferior concha nasalis media diistilahkan
meatus nasi media, yang menjadi drainase sinus maxxillaris, sinus frontalis dan sinus
ethmoidalis. Kerusakan akibat bedah terhadap bagian anterior atau posterior concha
nasalis media dapat melabilkan struktur ini dan di sebelah anterior berisiko merusak
lamina et foramina cribosa.

Cellula Ethmoidalis Anterior dan Posterior


Cellula ethmoidalis anterior terletak anterior terhadap lamella basalis. Cellula ethmoidalis
anterior berdrainase ke meatus nasi media melalui infundibulum ethmoidalis. Cellula
ethmoidalis anterior termasuk agger nasi, bulla ethmoidalis dan cellula ethmoidalis
anterior lainnya. Cellula ethmodalis posterior berdrainase ke meatus nasalis superior dan
berbatasan dengan sinus sphenoidalis. Cellula ethmoidalis anterior lebih sedikit
jumlahnya dan lebih besar ukurannya daripada cellula ethmoidalis anterior.

Cellula agger nasi


Cellula agger nasi terletak pada os lacrimalis di sebelah anterior dan superior terhadap
persimpangan antara concha nasalis media dengan dinding nasal (sering dideskripsikan
sebagai penonjolan pada dinding nasus lateral dimana concha nasalis media melekat).
Agger nasi tersembunyi di posterior bagian paling anterior processus uncinatus dan
berdrainase menuju hiatus semilunaris. Agger nasi adalah cellula yang berpneumatisasi
pada bayi yang baru lahir dan prominen selama masa kanak-kanak. Jumlahnya dari satu
hingga tiga. Dinding posterior cellula membentuk dinding anterior recessus frontalis.
Atap cellula ethmoidalis adalah dasar sinus frontalis, dan dengan demikian menjadi
patokan penting pembedahan sinus frontalis.

Bulla Ethmoidalis
Bulla ethmoidalis adalah patokan yang letaknya paling konstan untuk tindakan bedah.
Bulla ethmoidalis terletak di sebelah superior infundibulum ethmoidalis dan tepi superior
dan permukaan lateral/ inferior processus uncinatus membentuk hiatus semilunaris. Bulla
ethmoidalis biasanya paling besar diantara cellula ethmoidalis anterior. Arteri ethmoidalis
anterior biasanya berjalan melawati atap cellula ini. Recessus suprabulla dan retrobulla
dapat terbentuk ketika bulla ethmoidalis tidak meluas hingga basis cranii. Recessus
suprabulla terbentuk ketika terdapat celah diantara atap bulla ethmoidalis dan fovea.
Spasia retrobulla terbentuk ketika terdapat celah antara lamella basalis dan bulla
ethmoidalis. Spasia retrobulla terbuka menuju struktur yang disebut hiatus semilunaris
superior.

Infundibulum Ethmoidalis
Perkembangan infundibulum mendahului sinus. Recessus ini, dimana sinus
ethmoidalis, sinus maxillaris dan sinus frontalis berdrainase dibentuk oleh bermacam-
macam struktur. Dinding anterior terbentuk oleh processus uncinatus, dinding medial
adalah processus frontalis os maxilla dan lamina papyracea. Dinding anterior berjalan ke
anterior berkelanjutan dengan recessus frontalis hingga batas posterior dimana processus
uncinatus melekat ke lamina. Lubang di sebelah superior recessus disebut hiatus
semilunaris. Sinus maxillaris juga ditemukan pada daerah ini.

Arteri Ethmoidalis Posterior/ Anterior


Arteri ethmoidalis anterior dan posterior dipercabangkan dari arteri opthalmicus
di cavum orbita. Arteri anterior menembus musculus rectus medialis dan berpenetrasi
lamina papyracea. Arteri kemudian melintasi atap sinus ethmoidalis, kadang mensuplai
lamina et foramina cribosa dan septum anterior. Arteri ini biasanya single dan besar dan
dapat menutup ke inferior menuju cellula. Posisinya berdekatan dengan struktur yang
letaknya lebih medial, yaitu fovea ethmoidalis. Arteri ethmoidalis posterior melewati
musculus rectus medialis, menembus lamina papyracea dan berjalan melalui cellula
ethmoidalis posterior (biasanya berhubungan dengan dinding anterior cellula ethmoidalis
paling-posterior) hingga ke septum. Arteri ini mensuplai sinus ethmoidalis posterior,
bagian concha nasalis superior dan media dan sebagian kecil septum posterior. Arteri ini
biasanya lebih kecil dan bercabang. Posisi arteri ethmoidalis posterior berhubungan
dengan posisi nervus opticus yang berdekatan dengan atap cavum orbita.

SINUS FRONTALIS

Perkembangan
Os frontal adalah tulang membranosa saat lahir sehingga jarang lebih dari satu
recessus hingga tulang mulai menulang sekitar usia dua tahun. Dengan demikian,
radiografi jarang menunjukkan struktur ini sebelum usia dua tahun. Pertumbuhan sejati
bermula pada usia lima tahun dan berlanjut hingga akhir usia belasan tahun.
Struktur
Volume sinus sekitar 6 – 7 ml (28 x 24 x 20 mm). Anatomi sinus frontalis sangat
bervariasi, tetapi pada umumnya berbentuk corong dan mengarah ke superior. Kedalaman
sinus adalah dimensi yang paling signifikan secara bedah karena menentukan limitasi
pendekatan bedah. Kedua sinus frontalis mempunyai ostia di sebelah posteromedial. Hal
ini yang menyebabkan sinus ini jarang terlibat dalam penyakit infeksi. Baik dinding
anterior dan posterior sinus terdiri atas diploe. Meski demikian, dinding posterior
(memisahkan sinus frontalis dengan fossa cranii anterior) jauh lebih tipis. Dasar sinus
ikut membentuk atap cavum orbital.

Vascular supply
The frontal sinus is supplied by the ophthalmic artery via the supraorbital and
supratroclear arteries. Venous drainage is via the superior ophthalmic veins to the
cavernous sinus and via small venulae in the posterior wall which drain to the dural
sinuses.

Innervation
The frontal sinus is innervated by a branches of V1. Specifically, these nerves
include the supraorbital and supratrochlear branches.

Struktur Terkait

Recessus Frontalis
Recessus frontalis adalah ruangan yang ada diantara sinus frontalis dengan hiatus
semilunaris. Batas anterior dengan cellula agger nasi dan di sebelah superior dengan
sinus frontalis, di sebelah medial dengan concha nasalis media dan di sebelah lateral
dengan lamina papyracea. Kavitas menyerupai dumbbel, sinus frontalis menyempit pada
ostium sinus dan kemudian terbuka lagi menuju recessus frontalis yang melebar.
Tergantung dari perluasan pneumatisasi sinus ethmoidalis, recessus ini dapat berbentuk
tubuler sehingga penyempitan dumbbell menjadi lebih panjang. Struktur anomali seperti
sinus lateralis (sebelah posterior recessus frontalis pada basis cranii) dan bulla frontalis
(sebelah anterior recessus pada dasar sinus frontalis) dapat disalahartikan sebagai sinus
frontalis selama pembedahan sinus.

SINUS SPHENOIDALIS

Perkembangan
Sinus sphenoidalis adalah sinus yang unik karena tidak berasal dari outpouching
cavum nasi. Sinus ini berasal dari kapsul nasalis embrio. Sinus sphenoidalis tetap tidak
berkembang sampai usia tiga tahun. Pada usia tujuh tahun, pneumatisasi telah mencapai
sella turcica. Pada usia 18 tahun, sinus telah mencapai ukuran penuh.

Struktur
Pada akhir usia belasan tahun, sinus mencapai ukuran penuh dengan volume 7,5
ml (23 x 20 x 17 mm). Pneumatisasi sinus ini, seperti sinus frontalis, sangat bervariasi.
Umumnya, struktur bilateral ini terletak di bagian posterosuperior cavum nasi.
Pneumatisasi dapat meluas hingga clivus, ala sphenoidalis dan foramen magnum.
Dinding sinus sphenoidalis bervariasi dalam ketebalan dengan dinding anterosuperior dan
atap paling tipis (0,1 – 1,5 mm). Dinding lainnya lebih tebal. Bagian paling tipis dinding
anterior adalah 1 cm dari fovea ethmoidalis. Posisi sinus dan hubungan anatomi
tergantung pada perluasan pneumatisasi. Sinus dapat terletak di sebelah anterior ataupun
di sebelah inferior sella turcica (concha, presella, sella, sella/ postsella). Posisi paling
posterior dapat terletak berdekatan dengan struktur vital seperti arteri carotis, nervus
opticus, nervus maxillaris, nervus Vidian, pons, sella turcica, dan sinus cavernosus.
Struktur-struktur ini kadang diidentifikasi sebagai lekukan pada atap dan dinding sinus.
Pengambilan septa sinus harus berhati-hati karena berlanjutan dengan canalis carotis dan
canalis opticus dan dapat mengakibatkan kematian dan kebutaan.
Ostium sinus sphenoidalis bermuara ke recessus sphenoethmoidalis. Ostium
sangat kecil (0,5 – 4 mm) dan terletak sekitar 10 mm di atas dasar sinus. Tiga-puluh
derajat sudut yang digambar dari dasar cavum nasi anterior dapat digunakan sebagai
perkiraan lokasi ostium dinding nasal posterosuperior. Ostium biasanya terletak di
sebelah medial concha nasalis suprema/ superior, dan hanya beberapa milimeter dari
lamina et foramina cribosa.

Suplai Darah
Arteri ethmoidalis posterior mensuplai atap sinus sphenoidalis. Bagian sinus
lainnya disuplai oleh arteri sphenopalatina. Drainase vena melalui vena maxillaris
menuju pleksus jugularis dan pterygoideus.

Inervasi
Sinus sphenoidalis diinervasi oleh ramus nervus maxillaris dan mandibularis.
Nervus nasociliaris (cabang nervus maxillaris) berjalan menuju nervus ethmoidalis
posterior dan mensuplai atap sinus. Cabang nervus sphenopalatina (nervus maxillaris)
mensuplai dasar sinus.

Struktur Terkait

Recessus Sphenoethmoidalis
Recessus sphenoethmoidalis adalah ruang di sebelah posterior dan superior
concha nasalis superior. Batas ruangan ini dibentuk oleh banyak struktur. Dinding
anterior sinus sphenoidalis membentuk bagian posterior. Septum nasalis dan lamina et
foramina cribosa membentuk bagian medial dan superior. Perluasan di sebelah
anterolateral ditentukan melalui concha nasalis superior. Recessus terbuka ke cavum nasi
di sebelah inferior. Cellula ethmoidalis posterior dan sinus sphenoidalis bermuara menuju
regio ini.

Rostrum sphenoidalis
Struktur ini adalah proyeksi pada midline dinding sinus sphenoidalis anterior.
Rostrum berartikulasi dengan lamina perpendicular dan vomer.

Cellula Onodi
Seperti yang telah didiskusikan di atas, cellula ini adalah cellula ethmoidalis yang
terletak di sebelah anterolateral sinus sphenoidalis. Struktur penting seperti arteri carotis
dan nervus opticus dapat melalui cellula ini. Diseksi yang teliti pada area ini dan
pemeriksaan radiografi preoperatif yang baik penting untuk menghindari hasil yang tidak
diinginkan.

ANATOMI MIKROSKOPIS

Sinus dilapisi oleh epitel kolumner pseudostratifikasi bersilia yang berlanjut


dengan mukosa cavum nasi. Epitel sinus lebih tipis dibandingkan dengan epitel nasus.
Ada empat tipe dasar tipe sel: sel epitel kolumner, sel kolumner non-siliaris, sel-sel basal
dan sel goblet. Sel-sel bersilia mempunyai 50 – 200 silia per sel dengan 9 – 11
mikrotubulus dan lengan dynein. Data eksperimental menunjukkan bahwa sel ini
berdenyut 700 – 800 kali per menit, menggerakkan dengan kecepatan 9 mm/ menit. Sel-
sel non-siliaris ditandai dengan adanya mikrofili yang menutupi bagian apikal sel dan
berfungsi untuk meningkatkan area permukaan (untuk memfasilitasi kelembaban dan
menghangatkan udara yang dihirup). Menarik untuk dicacat bahwa terdapat peningkatan
konsentrasi (lebih dari 50%) pada ostium sinus. Fungsi sel-sel basal tidak diketahui. Sel-
sel ini bervariasi dalam bentuk, ukuran dan jumlah. Beberapa peneliti menyatakan bahwa
sel basal bertindak sebagai sel induk yang dapat berdiferensiasi jika diperlukan. Sel
goblet menghasilkan glikoprotein yang berperan untuk viskositas dan elastisitas mukus.
Sel-sel goblet diinervasi oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Dengan demikian,
stimulasi parasimpatis menginduksi mukus yang lebih tebal sedangkan stimulasi simpatis
menginduksi sekresi mukus yang lebih serus.
Lapisan epitel disokong dengan membran basalis, lamina propia dan periosteum.
Glandula serosa dan mukosa terdapat di lamina propia. Penelitian anatomis menunjukkan
bahwa sel-sel goblet dan glandula submukosa pada sinus lebih sedikit dibandingkan pada
mukosa nasus. Diantara semua sinus, sinus maxillaris mempunyai kepadatan sel goblet
tertinggi. Ostium sinus maxillaris, sphenoidalis dan ethmoidalis anterior mempunyai
peningkatan jumlah glandula submukosa serosa dan mukosa.

KLIRENS (CLEARANCE) MUCOCILIARIS

Sel-sel bersilia pada setiap sinus bergerak ke arah spesifik. Karena banyak sinus
yang berkembang dengan cara ke arah luar dan inferior, mukosa bersilia kadang
menggerakkan material melawan gravitasi menuju muara sinus. Hal ini berarti mukus
diproduksi berdekatan dengan muara sinus. Ini adalah salah satu alasan bahwa adanya
ostia accessoris pada tempat selain ostium fisiologis tidak berpengaruh signifikan
terhadap drainase sinus. Faktanya, mukus mengalir dari ostia memasuki sinus kembali
melalui ostia baru dan berputar melalui sinus lagi. Hilding adalah yang pertama
mendeskripsikan bahwa setiap aliran mukus sinus mengikuti pola tertentu, dan hasil
observasinya masih valid hingga sekarang. Peneliti selanjutnya mendeskripsikan
fenomena stagnasi yang terjadi ketika dua permukaan bersilia berkontak (terutama pada
kompleks osteomeatus). Hal ini dapat mengganggu klirens mukus dan dapat
mengakibatkan sinusitis.
FUNGSI SINUS

Fisiologi dan fungsi sinus telah menjadi topik beberapa penelitian. Sayangnya,
kami masih tidak yakin dengan semua fungsi rongga udara ini. Banyak teori menyatakan
tentang fungsi sinus. Fungsi sinus termasuk untuk menghangatkan atau melembabkan
udara yang dihirup, membantu pengaturan tekanan intranasal dan tekanan gas serum (dan
terkadang ventilasi permenit), berperan dalam pertahanan tubuh, meningkatkan area
permukaan mukosa, meringankan tengkorak, memberikan resonansi suara, penyerap
shock dan berperan dalam pertumbuhan tulang muka. Hidung adalah pelembab dan
penghangat udara yang menakjubkan. Bahkan dengan aliran udara 7 liter permenit,
hidung belum mencapai kemampuan maksimalnya untuk melaksanakan fungsi ini. Proses
melembabkan nasus telah berkontribusi sebanyak 6,9 mm Hg serum pO2. Meskipun
mukosa nasus paling baik untuk melaksanakan tugas ini, sinus juga berkontribusi.
Beberapa peneliti menunjukkan bahwa individu yang bernafas dengan mulut mempunyai
penurunan volume tidal CO2 yang dapat menaikkan serum CO2 dan sleep apnea.
Sinus memproduksi mukus dalam jumlah besar, maka sinus berkontribusi besar
terhadap sistem imun/ filtrasi udara melalui hidung. Mukosa nasus dan sinus bersilia dan
berfungsi untuk menggerakkan mukus menuju choana dan gaster di inferior. Lapisan
superfisial yang menebal pada mukosa nasal bertindak sebagai perangkap bakteri dan
memecah substansi melalui sel-sel imun, antibodi dan protein antibakteri, lapisan sol
yang mendasari lebih tipis dan menghasilkan substrat yang dapat menggerakkan silia;
ujung silia melekat pada lapisan superfisial dan mendorong substrat ke arah gerakan.
Kecuali tersumbat oleh penyakit ataupun variasi anatomi, sinus menggerakkan mukus
keluar dari ostium menuju choana. Penelitian paling mutakhir mengenai fungsi sinus
berfokus pada molekul Nitrous Oxide (NO). Penelitian menunjukkan bahwa produksi NO
intranasal terutama di dalam sinus. NO toksik terhadap bakteri, jamur dan virus pada
tingkat 100 ppb. Konsentrasi substansi NO dalam nasus dapat mencapai 30.000 ppb
sehingga beberapa peneliti mengusulkan sebagai mekanisme sterilisasi sinus. NO juga
dapat meningkatkan motilitas silia.
Fisiologi dan fungsi sinus paranasalis adalah subjek yang merefleksikan kompleksitas
anatominya. Penelitian berkelanjutan akan dapat mengungkapkan bahwa fungsi ini
merupakan bagian dari gambaran yang lebih besar dari yang nampak sekawang.

Daftar Pustaka

Anon, Jack B., et al, Anatomy of the Paranasal Sinuses, Theime, New York, c1996.
Bhatt, Nikhil J., Endoscopic Sinus Surgery: New Horizons, Singular Publishing Group,
Inc., San Diego, c1997.
Bailey, Byron J., et al, Head & Neck Surgery -- Otolaryngology, Lippincott Williams &
Wilkins, Philadelphia, c2001.
Lundberg, J., Weitzberg, E. Nasal Nitric Oxide in Man. Thorax 1999; 54(10):947-952.
McCaffrey, Thomas V., Rhinologic Diagnosis and Treatment, Thieme, New York,
c1997.
Marks, Steven C. Nasal and Sinus Surgery, W.B. Saunders Co., Philadelphia, c2000.
Navarro, Joao A.C., The Nasal Cavity and Paranasal Sinuses, Springer, Berlin, c2001.
Watelet, J.B., Cauwenberge P. Van, Applied Anatomy and Physiology of the Nose
and Paranasal Sinuses. Allergy 1999; 54, Supp 57:14-25.

Posted 1/10/2002

You might also like