You are on page 1of 23

A.

Pengertian Kaligrafi
• Asal kata : “Kaligrafia/kaligraphos” dari bahasa Yunani

o Kallos : Indah

o Graphos: Tulisan

• Arti : Tulisan (Aksara) indah yang mempunyai nilai estetis

• Dalam bahasa Arab :”khatt”

• Adalah satu-satunya seni Islam yang murni dihasilkan oleh orang Islam,
berbeda dengan seni Islam lainnya seperti seni lukis dan ragam hias yang terpengaruh
unsur non-Islam.

B. Sejarah dan Perkembangan Kaligrafi Islam di Dunia


Al-Qur'an selalu memainkan peranan utama dalam perkembangan tulisan
Arab. Keperluan untuk merakam al-Qur'an memaksa memperbaharui tulisan mereka
dan memperindahnya sehingga ia pantas menjadi wahyu Ilahi. Al-Qur'an diturunkan
kepada Nabi Muhammad dalam bahasa Arab dengan perantaraan malaikat Jibril.
Baginda menerima wahyu dan menyiarkannya sampai wafat pada tahun 632 M,
sesudah itu wahyu tidak turun lagi dan penyebarannya dari orang mukmin yang satu
kepada yang lain secara lisan oleh para Huffaz (mereka yang hafal al-Qur'an dan dapat
membaca dalam hati).

Pada tahun 633, sejumlah huffaz ini terbunuh dalam peperangan yang timbul
setelah wafatnya Nabi. Ini memberikan peringatan kepada kaum Muslimin, khususnya
Umar bin Khatab. Umar mendesak Khalifah pertama Abu Bakar supaya mengerjakan
penulisan al-Qur'an. Juru tulis Nabi, Zayd bin Thabit diperintahkan menyusun ian
mengumpulkan wahyu ke dalam sebuah kitab, yang kemudian ditetapkan oleh
Khalifah ketiga, Usman, pada tahun 651. Penyusunan yang disucikan ini kemudian
disalin ke dalam empat atau lima edisi yang serupa dan dikirim ke wilayah-wilayah
Islam yang penting untuk digunakan sebagai naskah kitab yang baku.
Abad ke-13, di mana bersama Yaqut, adalah abad kehancuran dan
pembangunan kembali di negeri Islam Timur. Penghancuran tu terjadi akibat serbuan
Jengis Khan (1155-1227) dan pasukan Mongolnya, dan memuncak dengan
ditaklukannya Bagdad oleh putranya Hulagu pada tahun 1258 dan kejatuhan terakhir
kekhalifahan Abbasiyyah. Pembangunan kembali hampir secara langsung oleh
pemantapan kekuasaan Mongol, dan putera Hulagu, Abaga (1265-82), adalah
penguasa pertama yang memberikan gelas Il- Khan (penguasa Suku) bagi dinasti baru
tersebut.

Adalah sangat menakjubk bahwa Islam mampu, setelah dihancurkan


sedemikian rupa, bangkit kembali dan meneruskan vitalitasnya yg tak pernah
berkurang. Kurang dari setengah abad setelah kehancuran Bagdad, Islam memperoleh
kemenangan atas penakluknya yang kafir, sebab, tidak hanya buyut Hulagu, Ghazan
(1295-1305) memeluk Islam, melainkan dia juga yang menjadikan Islam sebagai
agama resmi seluruh negeri yang diperintahnya. Ghazan menjadi seorang Muslim ya
terpelajar, teguh dan membaktikan sebagian besar hidupnya demi kebesaran Islam dan
kebangkitan kembali kebudayaannya. Dia memberikan dorongan yang amat besar
terhadap seni Islam, termasuk kaligrafi dan penyalinan buku!

Tradisi ini dilanjutkan oleh saudara dan penggantinya Uljaytu (1306-16),


yang pemerintahannya berlimpah dengan kebesaran seni dan kemajuan sastra. Dia
beruntung memiliki menteri dua tokoh yang berpikiran terang, Rashid al-Din dan Sa'd
al-Din, yang mendorong dia melindungi kaum terpelajar, para seniman dan ahli
kaligrafi. Di bawah kekuasaannya, seni kaligrafi dan penerangan Il-Khanid mencapai
puncaknya, sebagaimana dapat dilihat dari salinan al-Quran yang sangat indah dalam
tulisan Rayhani yang ditulis atas perintah Ulyaytu dan disalin serta diperterang pada
tahun 1313 oleh Abd Allah ibn Muhammad al-Hamadani.

Pendekar kaligrafi yang lain pada masa awal dinasti Il-Khan, yang dibimbing
oleh Yaqut, adalah Ahmad al-Suhrawardi, yang meninggalkan untuk kita salinan al-
Qur'an dalam tulisan Muhaqqaq tahun 1304. Yaqut menarik perhatian sejumlah besar
muridnya, tidak hanya karena berusaha menyainginya namun juga bangga
mengatributkan karya mereka kepadanya; yang menolong mengabadikan
kemasyurannya.Uljaytu diikuti oleh putranya, Abu Sa'id (1316-34), yang ketika
memerintah, kemerosotan politik mulai berlangsung. Tetapi kehidupan budaya
memuncak, termasuk seni kaligrafi, walaupun tidak berlangsung lama. Kemajuan ini
khususnya karena sebagian besar murid Yaqut tumbuh pada masa ini. Di antara
mereka yang menjadi pendekar kaligrafi yang mandiri, melengkapi pendekar yang
baru kita sebut, adalah Mubarak Shah al-Qutb (w.1311), Sayyii Haydar (w. 1325),
Mubarak Shah al-Suyufi (w. 1334), Abd Allah al-Sayrafi (w. 1338) yang
meninggalkan untuk kita sebuah kaligrafi yang indah sekal ditandatangani dan
berangka tahun 1323, lalu Abd Allah Arghun (w. 1341) da. Yahya I-Jamali I-Sufi.
Untungnya al-Sufi meninggalkan kepada kita sebuah salinan aI-Quran yang indah
dalam tulisan emas Muhaqqaq dengan huruf hidup biru, berangka tahun 1345, sebagai
monumen bagi keahliannya di bidang seni kaligrafi.

Tokoh lain adalah Muhammad ibn Yusuf al-Abari, yang meninggalka untuk
kita salinan al-Qur'an dalam tulisan Thuluth yang mendekati tulisa Rayhani, yang
cukup menarik perhatian. Dinasti Il-Khanid bertahan sampai akhir abad ke-14,
kemudian digantika oleh dinasti Timurid, yang didirikan oleh Timur yang agung,
dikenal dalam bahasa Inggris sebagai Tamerlane (w.1405). Meskipun dia dikenal
dunia karen kejahatannya sebagai pembinasa besar, tetapi dalam hidupnya di
kemudiari hari setelah memeluk Islam. Dia sering mengumpulkan para seniman
terbaik, kam terpelajar, pelukis dan para ahli kaligrafi di wilayah-wilayah yan
ditaklukkannya, dan membawa mereka ke ibukota, Samarkand. Timur Leng
memberikan perhatian istimewa terhadap senikaligrafi, da secara langsung
bertanggungjawab atas terciptanya gaya baru penulisan al Qur'an yang sesudah
wafatnya disebut menurut namanya, dan menggantika gaya dinasti Il-Kahanid Mongol
yang awal.Berbeda dengan gaya Il-Khanid, yg mencapai kemegahan dengan salinan
al-Quran besar dalam tulisan monumental yang berpola megah dan geometris, gaya
Timurid bertujuan menciptakan keseimbangan antara keindahan dan kemegahan
dengan memadukan penulisan huruf yang jelas dalam kitab al-Qur'an besar dengan
pola tumbuhan yang sungguh indah, mempesona, lembut pewarnaannya, terpadu
dengan tulisan ornamental Kufi Timur yang begitu indah sehingga hampir tak ketara.
Untuk pemakaian tulisan besar, tulisan Rayhanilah yang dipilih secara tetap,
dan keindahannya ditonjolkan dengan penulisan huruf hidupnya yang menggunakan
pena yang 1ebih bagus dari pena biasa. Tulisan naskhi dipakai untuk halaman yang
kurang lebar, namun memberikan kejelasan dan kemurnian garis yang lebih besar
yang kemudian mempengaruhi Ta-liq Persia dan Naskhi India. Walaupun praktek
pemakaian bermacam gaya dan ukuran tulisan yang berbeda pada halaman yang sama
mengulangi praktek yang berlaku di masa Ibn Muqlah, mungkin gaya Timuridlah yang
pertama kali memperluas pemakaiannya untuk penulisan al-Qur'an.

Sifat dan ciri tulisan masa Timurid khususnya tercermin sekali dalam kitab2
al-Qur'an besar, di antaranya adalah salinan paling besar yang pernah dihasillkan.
Sebuah anekdot menarik yang menceritakan kecintaan Timur Leng kpda al-Qur'an
besar adalah kisah 'Umar Aqta', orang yang diperintahkan Timur Leng menulis kitab
al-Qur'an. Umar akhirnya mempersembahkan salinan al-Qur'an kepada Timur Leng
dalam tulisan Ghubar, salinan itu sekecil cincin stempel. Timur Leng menerima
persembahan ini dengan sikap menghina oleh karena ukurannya yang kecil; sedang
Umar meminta kembali al-Qur'an kecil itu tanpa rasa takut dan menyalin al-Qur'an
lain dalam tulisan Tumar, tiap halaman hampir satu meter ukurannyaj dan oeh karena
itu dia mendapatkan hadiah besar.Tradisi kaligrafi murni ini dilanjutkan oleh
pengganti Timur Leng.

Putranya, Shah Rukh (1405-47), adalah seorang Muslim taat yang


menghargai kaligrafi sedemikian tinggi dan dialah yang memerintahkan penyalinan
banyak kitab al Quran yang indah. Dia juga memiliki seorang putra yang sangat ahli di
bidang ini. Salah satu dari sejumlah al-Qur'an dari masa pemerintahannya yang ada
sekarang adalah buah tangan ahli kaligrafi Timurid terkemuka Muhammad al Tughra'i,
disalin tahun 1408 dalam tulisan Muhaqqaqemas.Putra Shah Rukh, Ibrahim Sultan,
menjadi salah seorang ahli kaligrafi terkemuka pada masa itu, spt terlihat dari al-
Qur'an yang dia salin dalam tulisan Rayhani emas pada thn 1431. Putra Shah Rukh yag
lain, Baysunghur (w. 1433) adalah tokoh budaya yang berbakat pada masa Timurid
dan setaraf kedudukannya di antara para kolektor buku tingkat dunia. Sepanjang
hidupnya dia mengayomi seni dan pengkajian ilmu, menghimpun banyak seniman,
ahli kaligrafi, penjulid buku & pelukis yang mengembangkan gaya yang indah dari
produksi buku madzab Timurid, menonjol karena salinan al-Qur'annya yang indah dan
berjilid-jilid ,salinan epik Persia yang mempesona, dengan lukisan miniatur dan hiasan
lain yg bagus.

Pencinta buku lain adalah Sultan Husayn (w. 1506), yang dari istananya di
Herrat lahir salinan-salinan al-Qur'an dalam gaya Timurid yang sangat indah. Antara
para ahli kaligarafi hebat zaman Timurid yang paling berbakat, sebagai tambahan bagi
nama-nama yang dah disebutkan, adalah Abd Allah ibn Mir Ali, Ja'far al-Tabrizi,
Muhammad Mu'min ibn 'Abd Allah, Abd Allah al-Tabbakh & muridnya, Abd al-Haqq
al-Sabzawari. Kekhalifahan Mameluk, yang menegakkan dinastinya (1250-1517)
terutama di Mesir dan Siria, memerintah untuk menyelamatkan wilayah Dar aI-Islam
mereka dari kehancuranyang melanda provinsi-provinsi Timur, sehingga kelanjutan
kehidupan budaya terpelihara. Apresiasi mereka yang tinggi terhadap seni Islam secara
umum membuat mereka jadi pelindung seni kaligrafi hiasan al Quranan yang sangat
gairah, yang memuncak hingga mencapai tingkat yang paling tinggi, menyaingi
pencapaian dinasti Il-Khanid di Timur.

Malahan, sampaii sekarang pun banyak salinan al-Qur'an peninggalan dinasti


Mameluk dipandang sebagai puncak karya kaligrafi yang tak pernah tertandingi.Sultan
besar dinasti Mameluk yang pertama adalah Rukh al-Din Baybars I (1260-77). yang
tersohor baik dalam peperangan maupun dalam perdamaian, dan pelindung besar seni.
Baybars diikuti oleh sederet panjang sultan Mameluk, yang paling besar adalah
Qalawun (1279-90) dan putranya, aI-Nasir, yang memerintah dalam tiga masa antara
1293 dan 1340, al-Ashraf (1363-76) dan Barquq (1387-98).

Untungnya sejumlah salinan al-Qur'an zaman Mameluk yang terpandang


sampai kepada kita. Ahli kaligrafi terbesar zaman Mameluk adalah Muhammad ibn al-
Wahid, yang meninggalkan kepada kita salinan al-Qur'an yang unik dalam tulisan
Thuluth, yang telah disinggung, disalin pada tahun 1304 untuk seorang pejabat tinggi
Baybar, yang kemudian menjadi Sultan Baybar II (1308-09).
Tiga ahli kaligrafi yang tumbuh pada masa panjang pemerintahan aI-Nasir,
dan meninggalkan kepada kita contoh karya sebagai bukti keahliannya yang hebat
dalam kaligrafi, adalah Muhamad ibn Sulaiman al-Muhsini, Ahmad ibn Muhammad
aI-Ansari dan Ibrahim ibn Muhammad al-Khabbaz. Abd aI-Rahman ibn al-Sayigh
tersohor karena menyalin dalam tulisan Muhaqqaq kitab al-Qur'an yang dikenal paling
besar dari zaman Mameluk, yang panjangnya lebih dari dua meter, dibuat hanya
dengan menggunakan pena bambu dan ditulis dalam waktu singkat, enam puluh hari.
Qur'an ini, dengan hiasan yang mengagungkan, dibuat pada tahun 1397 untuk Sultan
Barquq, yang setelah dia kekuasaan dinasti Mameluk mulai merosot. Sekalipun
demikian, ukuran kaligrafi yang sangat tinggi tetap dipertahankan selama hampir satu
abad kemudian, seperti dapat dilihat dari sebuah Qur'an lebar yang disiapkan untuk al-
Malik al-Ashraf pada tahun 1496 oleh Shahin al-Inbitani, yang menyalinnya dalam
tulisan Naskhi besar.Masa dinasti Mameluk adalah masa kemajuan kebudayaan yang
luar biasa, dan para ahli umumnya sepakat bahwa kaligrafi Arab mencapai puncak
kesempurnaannya di Mesir dan Siria pada abad pertama pemerintahan dinasti
Mameluk. Sementara pandangan ini benar bagi seni kaligrafi dan hiasan al¬Qur'an
zaman Mameluk, kemajuan itu juga tercermin dalam penggunaan bahan kaligrafi
seperti logam, kaca, gading, kain, kayu dan batu.

Penggunaan kaligrafi yang luas ini, yang menarik perhatian karena cakupan
dan bobotnya, membangkitkan lahirnya gaya Thuluth dan Naskhi khusus, yang selalu
dikaitkan dengan masa ini.

Kemunduran dinasti Timurid, yang berlangsung sedemikian cepat menjelang


abad ke-15, memberi peluang dinasti Safawi muncul di bawah pemimpin mereka yang
energetik yang kemudian memperoleh gelar Shah Isma'il (1502-24). Dinasti Safawi
yang bertahan sampai tahun 1736 adalah dinasti yang paling lama dan jaya yang
memerintah Persia dan Iraq. Sekalipun selalu timbul pertentangan dengan musuh-
musuhnya, namun dinasti Safawi berhasil antara kehidupan budaya Persia ke era baru,
yang berpengaruh langsung kepada perkembangan seni Islam, tidak hanya dalam
wilayah mereka, namun juga di wilayah kerajaan musuh mereka dinasti Usmaniyyah.
Perkembangan kaligrafi yang benar-benar penting terjadi pada masa
kekuasaan Shah Isma'il dan penggantinya, Shah Tahmasp (1524-76). Di bawah
dorongan merekalah tulisan Ta'liq dirumuskan dan dikembangkan menjadi tulisan
yang digunakan penduduk negeri secara luas, yang kemudian mengarah ke
perkembangan tulisan Nasta'liq. Dari sudut luas pemakaiannya di kalangan bangsa
Persia, Urdu dan yang berbahasa Turki, dan sumbangan penting mereka terhadap
kaligrafi Islam pada umumnya, dua tulisan yang masih agak muda ini terangkat
kedudukannya menjadi tulisan utama. Tulisan Ta'liq (gantung), menurut beberapa
sumber Arab, dikembangkan oleh orang Persia dari tulisan Arab awal yang kurang
dikenal, Firamuz, suatu bentuk tulisan kursif yang sederhana yang dipakai sampai
awal abad ke-9. Sekalipun demikian orang memandang bahwa tulisan Ta'Iiq bisa
berkembang menjadi tulisan yang pasti setelah ditemukannya tulisan Riyasi pada abad
ke-9.Perkembangannya khususnya dipengaruhi oleh tulisan Riqa' dan Ta'Yqi, sedikit
banyak penyimpangannya dihubungkan langsung dengan dua tulisan ini oleh berapa
sumber Persia, dan menganggap penemunya adalah Taj-i Salmani, seorang ahli
kaligrafi dari Isfahan yang tidak begitu dikenal. Sekalipun demikian, ahlii kaligrafi
Abd al-Hayy dari kota Astarabad yang tampaknya telah memainkan peranan lebih
penting dalam perkembangannya awal. Dia didorong oleh pengayomnya, Shah Isma'il,
untuk meletakkan aturan-aturan dasar tulisan Ta'liq, dan tidak saja mempopulerkan
tulisan Ta'liq di kalangan orang Persia, Turki & India. Para ahli kaligrafi Persia segera
mengembangkan dari tulisan Ta'liq ke suatu ragam yang lebih terang dan indah,
kemudian dikenal sebagai Nasta'liq, walau pun mereka terus memakai tulisan Ta'liq
untuk naskah monumental dan peristiwa-peristiwa penting. Para ahli kaligrafi Turki, di
lain hal, selama jangka waktu yang lama tetap mematuhi aturan-aturan dasar Ta'liq
awal. Juga setelah enyerap banyak perubahan yang ditimbulkan oleh tulisan Nasta'liq,
yang mereka terima sebagai perbaikan, orang Turki tetap mempertahankan nama
Ta'liq untuk gaya itu.

Tulisan Nasta'liq (tersusun dad nama Naskh dan Ta'liq) harus dipandang
sebagai suatu ragam gaya Ta'liq yang dikembangkan di akhir abad ke-15 oleh org
Persia, dan menjadi tulisan Nasional mereka. Semua sumber penting sepakat bahwa
ahli kaligrafi Persia Mir Ali Sultan al- Tabrizi (w. 1416) adalah pembangun tulisan ini
dan berjasa merancang aturan-aturannya yang kompleks.

Menurut legenda, Mir Ali, sebagai seorang Muslim yang taat, rajin
sembahyang seraya memohon diberi keahlian dalam menciptakan gaya kaligrafi baru
yang indah. Imam Ali, sepupu Nabi dan Khalifah keempat, kepada siapa semua ahli
kaligrafi Islam menghubungkan silsilahnya, muncul kepadanya dalam mimpi
menyarankan kepadanya agar mempelajari burung tertentu. Segera sesudah itu di
dalam mimpinya dia dikunjungi oleh burung meliwis yang terbang, dan bentuk sayap
burung itulah yang mengilhami model huruf-hurufnya. Legenda mengenai garis tebal
dan jelas tulisan Nasta'liq dan lengkungan bulatnya g sempurna diilhami oleh seekor
burung yang sedang terbang. Kejelasan kemurnian geometrisnya secara terpadu
memberikan kepada tulisan sra'liq keindahan yang tampak secara sepintas
bertentangan dengan aturannya yang sangat rumit dan ketat dalam penerapannya.Ada
ciri umum tertentu di dalam tulisan Ta'liq, Nasta'liq dan Riqa'. Di atrnya adalah
kenisbian tinggi ujungnya, Asnan (gigi), pada garis horisontal huruf tertentu seperti s
dan sh, yang kerap ,engisi pusat kelukan sebagian huruf, dan ujung dari sebagian besar
huruf yang tidak berhubungan sangat tipis dan garis-garisnya runcing. Ciri umum lain
adalah bahwa lengkungan ciptakan perbedaan yang menyolok dalam lebar garisnya,
yang berubah tiba-tiba dari garis sangat besar ke garis paling tipis yang digores dengan
pena yang sarna.

Pada masa kekuasaan Shab Tahmasp (1524-76), tulisan Nasta'liq


menggantikan tulisan Naskhi, dan menjadi tulisan yang biasa digunakan untuk
menyalin antologi, epik dan karya sastra Persia yang lain. Semenjak pemerintahan
Shah Abbas (1588-1629) yang agung ia dipakai untuk sebagian dr penulisan naskah
keduniawiaan Persia, khususnya naskah yang dihiasi lukisan miniatur.

Walaupun ia sedikit sekali digunakan oleh bangsa-bangsa yang lain, ia


memiliki pengaruh besar atas perkembangan seni kaligrafi mereka secara umum dan
pada tulisan Naskhi pada khususnya. Baik para ahli kaligrafi Arab maupun Turki di
lingkungan kekhalifahan Usmaniyyah, mengembangkan gaya campuran baru dari
tulisan naskhi kecil yang mirip tulisan yang secara sederhana disebut tulisan Naskhi
Usmaniyyah, dan yang kerap dipakai utk menulis dan menyalin hasil-hasil karya sastra
yang melimpah pd masa itu.Tulisan Ta'liq dan Nasta'liq jarang dipakai untuk
penyalinan al-Qur'an, & sejauh yang dikenal, hanya satu al-Qur'an besar ditulis dalam
tulisan Nasta'liq. Salinan yang luar biasa indah ini, ditulis untuk Shah Tahmasp oleh
Shah Mahmud al-Nishaburi dalam tahun 1539, membuktikan kejernihan kekuatan dan
keindahan puncak yang dicapai oleh tulisan Nasta'liq.

Seolah-olah untuk membebaskan kejanggalan tulisan Nasta'liq dari kelompok


huruf Qur'ani yang berpengaruh, dinasti Safawi berusaha menempatkan perannya
dalam seni kaligrafi dan hias al-Qur'an periode ini memiliki ciri halaman khusus yang
dibedakan dalam dua atau lebih pembagiar. yang terdiri dari huruf-huruf yang
ukurannya sangat berbeda. Kerap pembagian ini sampai tujuh banyaknya, dengan
bentuk vertikal yang dipakai untuk maksud hiasan yang menambah kekayaan hiasan
yang telah ada. Mir' 'Ali al- Tabrizi diikuti oleh sederet panjang ahli kaligrafi Muslim
yang mengesankan, terutama ahli-ahli Persia, yang telah meninggalkan kepada kita
contoh kaligrafi Nasta'liq yang berlimpah ruah. Di antara pendekar-pendekar awal
tulisan ini yang perlu dibicarakan secara khusus adalah Abd al-Rahman al-
Khawarizmi, seorang pelopor abad ke-15 yang mencapai kedudukan sangat tinggi. Dia
diikuti dan disaingi oleh dua orang putranya, Abd al-Rahim Anisi dan Abd al-Karim
Padshah.

Pemerintahan Shah Abbas yang agung di mana kebudayaan Persia mencapai


puncak perkembangannya yang baru, juga merupakan zaman keemasan bagi tulisan
Nasta'liq. Ia menghasilkan sejumlah besar pendekar kaligrafi, paling terkemuka di
antaranya adalah Qasim Shadi, Shah Kabir ibn Uways al-Ardabili, Kamal aI-Din
Hirati, Ghiyath aI-Din al-Isfahani; yang terakhir dan mungkin paling besar dari
generasi ahli kaligrafi Persia ini adalah Imad al-Din al-Husayni.

Kehormatan yang dinikmati oleh para pendekar kaligrafi ini bisa


digambarkan dengan anekdot bersejarah mengenai 'Imad al-Din, yang kedudukan
sosialnya begitu tinggi sehingga dia berani menghina tawaran pengayoman dari Shah
Abbas, dan menolak permintaannya untuk membuatkan salinan epik Persia, Shanamah
karangan Firdausi. Shah mengirim uang sedikit sebagai uang muka pesanannya pada
tahun 1615, memeriksa buku itu setelah terlupa hampir setahun, tetapi Imad ai-Din
menjawabnya dengan mengirimkan beberapa bab dari halaman pertama buku, yang
menurut anggapannya cukup untuk mengimbangi pembayaran dari Shah. Ini membuat
murka Shah' Abbas sehingga dia tak bisa memaafkan Imad al-Din, dan segera setelah
itu mengirim si ahli kaligrafi ini ke akhirat.Kaligrafi Arab berkembang di India dan
Afghanistan mengikuti garis yang jauh lebih tradisional. Sebuah tulisan kursif minor
disebut tulisan Behari muncul di India pada abad ke-14, yang ciri utamanya adalah
garis-garisnya lebar, tebal dan horisontal memanjang, yang sangat berlawanan dengan
garis vertikalnya yang kecil dan mempesona.

Huruf-hurufnya mempunyai kerenggangan yang cukup baik dengan


kembangan berupa lengkungan yang terbuka dan mudah dilafalkan, dan kerap ditulis
dengan warna yang aneka ragam, terutama hitam dengan emas, merah dan biru.
Sekalipun lekuknya jelas, namun tulisan ini!, memiliki persenyawaan dengan tulisan
yang lebihmenyudut yang dikembangkan di Herat Pada awal abad ke-14 sebagai
kebangkitan kembali huruf Kufi baku yang kaku, dan kita bisa menyebutnya Kufi-
Herat. Tulisan ini, yang dipakai di Afghanistan juga mempengaruhi perkembangan
tulisan Siyaqat dinasti Usmaniyyah yang akan diuraikan di bawah ini. Berjuta-juta
Muslim Cina yang memakai tulisan Arab, setidak-tidaknya untuk tujuan pengajian
agama, biasanya mengambil gaya kaligrafi yang dewasa itu berkembang di
Afghanistan, dengan sedikit perubahan. Dengan tambahan mereka lambat laun
mengembangkan tulisan khusus yang disebut tulisan Sinii (Cina) dengan garis yang
sangat indah dan bulatan besar, kebanyakan dipakai pada keramik dan tembikar Cina.
Gaya ornamental yang sebenarnya berasal dari tulisan Sini, dengan mempertahankan
kebulatannya, namun mudah dibedakan dengan garis-garis vertikalnya yang sangat
tebal dan hampir segi tiga dibandingkan dengan garis-garis horisontalnya yang tipis.

Secara keseluruhan, ahli kaligrafi di India maupun Afghanistan secara


langsung dipengaruhi oleh ahli kaiigrafi Persia. Kaum Muslimin India mengambil
tulisan Nasta'liq sebagai tulisan nasional dan memakainya untuk tulisan Urdu. Namun
di Afghanistan dan bagian-bagian tertentu anak benua India, tulisan Naskhi yang
sedikit mengalami perkembangan terus dipakai. Ciri utama yg bisa diistilahkan
sebagai tulisan Naskhi India, terletak pada huruf2nya yang lebih berat, tebal dan lebih
renggang jaraknya. Lengkungannya hampir sepenuhnya bulat, memberikan kepadanya
kekukuhan yang tidak terdapat pada tulisan Naskhi yang lazim.Tulisan Thuluth
berkembang sepanjang garis yang sama, dan karenanya ia disebut sebagai Thuluth
India. Perkembangan sepenuhnya dikukuhkan di bawah dinasti Mongol (1526-1857)
yang memerintah India dan Afghanistan.

Kaligrafi khususnya dijunjung tinggi oleh kaiar Mongol, Babur (w. 1530),
Akbar (1556-1605) dan Jahangir (1605-28). Nama yang terakhir ini sangat mengagumi
dan memperhatikan karya kaligrafi Imad al-Din al-Husayni, sehingga dia akan
membayar tinggi kepada orang yang mempersembahkan contoh hasil tangan ahli
kaligrafi besar Persia ini. Dinasti Usmaniyyah, yang memperoleh nama dari
pendirinya, terhitung sejak abad ke-14 awal, namun kerajaannya tidak sepenuhnya
mapan sampai mereka menaklukkan dinasti Mameluk pada tahun 1517, dan mewarisi
wilayah mereka di Siria, Mesir dan Arabia. Segera setelah itu, mereka mampu
menyatukan seluruh dunia Arab ke dalam kerajaannya. lni mengakhiri lembaran
kejaiayaan kaligrafi Mameluk dan membuka sebuah kaligrafi baru dan mungkin yang
terakhir dalam sejarah kaligrafi Islam. 0leh karena itu dari masa ini sampai akhir,
sejarah seni Islam terkait dengan dinasti Usmaniyyah Turki. Ini juga berlaku pada seni
kaligrafi, yang oleh dinasti Usmaniyyah dipadukan dan digerakkan agar berkembang
dengan kegairahan dan imaginasi yang luas biasa. Mereka menjadi tersohor karena
kecintaannya terhadap kaligrafi, dan tanpa terpengaruh oleh pertikaian dengan musuh
bebuyutan mereka di Persia mereka tetap mengagumi tradisi kaligrafi Persia dan
memberlakukan tulisan Ta'liq ke dalam bahasa mereka. Hubungan yang rapat ini
meluas ke bidang seni kaligrafi, tulisan buku dan penjlidan sehingga dengan peristiwa
itu sangatlah sukar dikatakan dengan pasti apakah sebuah naskah dibuat di Persia atau
di Turki.

Dinasti Usmaniyyah tidak saja menerima sebagian besar kaligrafi mutakhir


Persia & ahli dlm bidang itu, narnun mereka juga mengembangkan beberapa gaya baru
dan benar-benar asli. Mereka menghargai tinggi kaligrafi Arab, dan merasakan
kesuciannya yang sangat mendalam. Ini tercermin dalam sejumlah besar naskah al-
Qur'an yang berhias yang mereka hasilkan, dalam penggunaan tulisan ornamental yang
melimpah di mesjid-mesjid, sekolah-sekolah dan gedung umum, dan dalam ribuan
naskah kaligrafi karya keduniawian yg masih terdapat di Turki dan di tempat-tempat
lain.Sumbangan terbesar bagi kaligrafi Islam adalah sumbangan dari Syaikh
Hamdullah al-Amasi (w. 1520), yang dipandang sebagai pendekar kaligrafi terbesar
sepanjang masa dinasti Usmaniyyah. Dia mengajar kaligrafi kepada Sultan
Usmaniyyah Bayazid II (1481-1520) yang sangat menghormatinya dan membayarnya
mahal untuk setiap tinta yang mengalir, sementara Syaikh menulis kalimat-kalimatnya.
Dari banyak murid berbakat Syaikh Hamdullah yang paling terkenal adalah Ahmad
Qarahisari (w. 1555), yang meninggalkan kepada kita banyak contoh karya
kaligrafinya. Sudah menjadi tradisi di kalangan sultan dinasti Usmaniyyah utk
mengayomi para ahli kaligrafi yang baik dari masa mereka. Ini mendorong
membanngkitnya sejumlah besar ahli kaligrafi pilihan, yang sebagian besar layak
dipelajari secara terperinci. Namun di sini kita akan membicarakan 'Uthman ibn 'Ali,
yang 1ebih dikenal sebagai Hafiz 'Uthman (w. 1698), yang tingkatnya hanya nomor
dua di bawah Hamdullah, dan keduanya memimpin deretan ahli kaligrafi terkemuka.
Malahan, semua ahli kaligrafi Turki mencoba menghubungkan rantai silsilah
keahliannya kepada mereka, dan menghormati mereka sedemikian tinggi.

Perkembangan lebih lanjut ten tang kaligrafi di Turki dan temp at lain
terdorong terciptanya sejumlah tulisan turunan yang disesuaikan dengan keperluan,
dan juga melahirkan penemuan2 aligrafi yg luar biasa, yang secara keseluruhan
ornamental dan terutama dirancang agar menyenangkan atau memberi kesan
menarik.Yang paling penting di antara gaya-gaya turunan itu ialah Shikasteh,
Shikasteh-amiz, Divani dan Jali. Shikasteh (bentuk patah) dan tulisan ornamental
kelompok Shikasteh-amiz adalah perkembangan tulisan Persia yang bertalian langsung
dengan tulisan Ta'liq dan Nasta'liq. Tulisah Shikasteh dikatakan sebagai dptaan
sejumlah Shafi' dari herat. Walaupun demikian yang paling tersohor dari tulisan ini
adalah Darwish 'Abd al-Majid Taliqani. Sebagai tambahan untuk kerabat dekat tulisan
Ta'liq awal, Shikasteh ditandai oleh kepadatannya yang luar biasa, sebagai akibat
sambungan dan garis-garis vertikalnya yang sangat rendah dan miring, dan juga
karena kurangnya tanda huruf hidup. Tulisan itu kebanyakan dipakai untuk surat-
menyurat pribadi dan usaha, dan untuk tulisan tangan umum bagi bahasa Persia dan
Urdu. Shikasteh-amiz sering dipakai di dalam kekanseliran dan usaha-usaha resmi
serupa. Tulisan ini lebih besar dan kurang padu dibanding Shikasteh, dan biasanya
ditulis pada kertas terang atau berwarna. Tulisan Divani adalah perkembangan tulisan
Usmaniyyah yang sejajar dengan Shikasteh, dan khususnya dikembangkan akhir abad
ke-15 dari tulisan Ta'liq Turki oleh Ibrahim Munif. Kemudian ia disempurnakan oleh
Syaikh Hamdullah yang terkemuka, khususnya untuk dipakai di bidang kekanseliran.
Tulisan ini benar-benar kursif dan bersusun-susun, dengan huruf tanpa titik dan di luar
konvensi saling berpadu, dan juga tanpa tanda huruf hidup. Tulisan Divani juga
mengembangkan ragam ornamental yang disebut Divani Jali, juga dikenal sebagai
Humayuni(kerajaan).

Perkembangan tulisan Jali sepenuhnya dikatakan ditangani oleh Hafiz


'Uthman dan para muridnya, yang juga menerapkannya terhadap tulisan-tulisan utama
yang lain, semata-mata untuk tujuan ornamental. Ciri utama tulisanJali adalah
melimpahnya hiasannya denganberagam tujuan dekoratif, yang tidak memerlukan nilai
ejaan apa pun, sehingga secarakeseluruhan merupakan kumpulan susunan yang padat,
membentuk persegi panjang lurus atau melengkung atau bentuk-bentuk geometris
lain.Seni menulis ukuran kedl, yang terutama didasarkan pada tulisan Ghubar, menjadi
sangat populer di masa mutakhir. Para ahli kaligrafi modern menyusutkan tulisan
Ghubar menjadi sedemikian kecil ukurannya, menuliskannya pada obyek

Pada awal periode Islam, kaligrafi ditulis di perkamen atau papirus dari
Mesir.. Pengenalan kertas dari Cina pada pertengahan abad ke-9 sangat membantu seni
kaligrafi, kertas lebih murah, lebih berlimpah, lebih mudah untuk memotong, dan
mengambil warna lebih baik daripada bahan-bahan tulisan yang sebelumnya
digunakan. Alat-alat tulis Islam itu disebut Qalam, dan biasanya terbuat dari alang-
alang. Buluh yang terbaik berasal dari kawasan Teluk Persia, dan mereka objek yang
berharga perdagangan di seluruh dunia Islam.. Tugas awal dari kaligrafi, dan salah
satu yang tetap yang paling penting, adalah menyalin Alquran. Awal Alquran yang
sangat besar, kadang-kadang beberapa meter ketika dibuka, dan teliti rinci dalam
kesenian.. Dari sana, kaligrafi tumbuh menjadi salah satu seni Islam terbesar, seperti
yang digunakan untuk menghias hampir semua permukaan.. Arsitektur keagamaan
hampir selalu ditampilkan prasasti dalam bahasa Arab kaligrafi, biasanya ayat-ayat
dari Al Qur'an, di tempat ikonografi. Di Koin, kaligrafi gambar diganti penguasa di
awal periode Islam, sebagai nama penguasa menjadi lebih penting daripada wajahnya
di melambangkan negara. Kekaisaran Ottoman sebenarnya menciptakan sebuah
monogram resmi, disebut tughra, untuk setiap sultan.kaligrafi penulisan masing-
masing nama sultan, dan bahwa ayahnya, dengan judul Turki Khan dan kata-kata
"pernah menang," digunakan sebagai tanda sultan. Proliferasi ini menulis di atas
menunjukkan gambaran piktorial melek huruf yang relatif penduduk, karena gambar
telah sering digunakan sepanjang sejarah untuk kepentingan yang buta huruf..
Memang, penekanan pada belajar Islam dan pengetahuan, serta buku produktif
produksi, menyebabkan penduduk lebih melek huruf daripada di abad pertengahan
Eropa.. Tetapi bahkan di antara orang-orang yang tidak bisa membaca tulisan kaligrafi
di berbagai bahan, tulisan berfungsi sebagai jenis gambar, dan penduduk buta huruf
masih bisa menghargai keindahan artistik, tanpa mengetahui apa yang dikatakan.

Ibnu Muqla (886-940) adalah salah seorang ahli kaligrafi terbesar Islam. Dia
mengembangkan prinsip-prinsip geometris yang digunakan oleh ahli kaligrafi setelah
dia, untuk menyimpan surat-surat dalam proporsi, dan ia juga membantu
mengembangkan script kursif yang dikenal sebagai naskh. Ada banyak naskah yang
berbeda gaya, yang berbeda dalam berbagai berabad-abad dan di seluruh daerah luas
dunia Islam. Kufic ini sebagian besar digunakan untuk menulis Alquran, naskh adalah
naskah reguler berpendidikan Muslim, dan hias Thuluth adalah script untuk judul atau
ubin prasasti, di samping banyak variasi lainnya.

C. Berbagai Gaya Kaligrafi Islam

Ada sembilan gaya penulisan kaligrafi yang populer yang dikenal oleh para
pecinta seni kaligrafi.
Jenis Kaligrafi Kufi

1. Kufi

Gaya penulisan kaligrafi ini banyak digunakan untuk penyalinan Alquran


periode awal. Karena itu, gaya Kufi ini adalah model penulisan paling tua di antara
semua gaya kaligrafi. Gaya ini pertama kali berkembang di Kota Kufah, Irak, yang
merupakan salah satu kota terpenting dalam sejarah peradaban
Islam sejak abad ke-7 M. Gaya penulisan kaligrafi yang
diperkenalkan oleh Bapak Kaligrafi Arab, Ibnu Muqlah,
memiliki karakter huruf yang sangat kaku, patah-patah, dan
sangat formal. Gaya ini kemudian berkembang menjadi
lebih ornamental dan sering dipadu dengan ornamen floral

Gaya Kaligrafi Tsuluts

2. Tsuluts

Seperti halnya gaya Kufi, kaligrafi gaya Tsuluts


diperkenalkan oleh Ibnu Muqlah yang merupakan seorang
menteri (wazii) di masa Kekhalifahan Abbasiyah. Tulisan
kaligrafi gaya Tsuluts sangat ornamental, dengan banyak hiasan
tambahan dan mudah dibentuk dalam komposisi tertentu untuk
memenuhi ruang tulisan yang tersedia. Karya kaligrafi yang
menggunakan gaya Tsuluts bisa ditulis dalam bentuk kurva,
dengan kepala meruncing dan terkadang ditulis dengan gaya
sambung dan interseksi yang kuat. Karena keindahan dan keluwesannya ini, gaya
Tsuluts banyak digunakan sebagai ornamen arsitektur masjid, sampul buku, dan
dekorasi interior.

Gaya Kaligfari Naskhi

3. Naskhi

Kaligrafi gaya Naskhi paling sering dipakai


umat Islam, baik untuk menulis naskah keagamaan
maupun tulisan sehari-hari. Gaya Naskhi termasuk
gaya penulisan kaligrafi tertua. Sejak kaidah
penulisannya dirumuskan secara sistematis oleh Ibnu Muqlah pada abad ke-10, gaya
kaligrafi ini sangat populer digunakan untuk menulis mushaf Alquran sampai
sekarang. Karakter hurufnya sederhana, nyaris tanpa hiasan tambahan, sehingga
mudah ditulis dan dibaca.

Gaya Kaligfrafi Riq'ah

4. Riq'ah

Kaligrafi gaya Riq'ah merupakan


hasil pengembangan kaligrafi gaya Naskhi dan
Tsuluts. Sebagaimana halnya dengan tulisan gaya
Naskhi yang dipakai dalam tulisan sehari-hari. Riq'ah
dikembangkan oleh kaligrafer Daulah Usmaniyah, lazim pula digunakan untuk tulisan
tangan biasa atau untuk kepentingan praktis lainnya. Karakter hurufnya sangat
sederhana, tanpa harakat, sehingga memungkinkan untuk ditulis cepat.

Gaya Kaligrafi Raihani

5. Ijazah (Raihani)

Tulisan kaligrafi gaya Ijazah (Raihani) merupakan


perpaduan antara gaya Tsuluts dan Naskhi, yang dikembangkan oleh
para kaligrafer Daulah Usmani. Gaya ini lazim digunakan untuk penulisan ijazah dari
seorang guru kaligrafi kepada muridnya. Karakter hurufnya seperti Tsuluts, tetapi
lebih sederhana, sedikit hiasan tambahan, dan tidak lazim ditulis secara bertumpuk
(murakkab).
Gaya Kaligrafi Diwani

6. Diwani

Gaya kaligrafi Diwani dikembangkan


oleh kaligrafer Ibrahim Munif. Kemudian,
disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah dan kaligrafer
Daulah Usmani di Turki akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16. Gaya ini digunakan
untuk menulis kepala surat resmi kerajaan. Karakter gaya ini bulat dan tidak
berharakat. Keindahan tulisannya bergantung pada permainan garisnya yang kadang-
kadang pada huruf tertentu neninggi atau menurun, jauh melebihi patokan garis
horizontalnya. Model kaligrafi Diwani banyak digunakan untuk ornamen arsitektur
dan sampul buku.

Gaya Kaligrafi Diwani Jali

7. Diwani Jali

Kaligrafi gaya Diwani Jali


merupakan pengembangan gaya Diwani. Gaya penulisan kaligrafi ini diperkenalkan
oleh Hafiz Usman, seorang kaligrafer terkemuka Daulah Usmani di Turki. Anatomi
huruf Diwani Jali pada dasarnya mirip Diwani, namun jauh lebih ornamental, padat,
dan terkadang bertumpuk-tumpuk. Berbeda dengan Diwani yang tidak
berharakat, Diwani Jali sebaliknya sangat melimpah. Harakat yang melimpah ini lebih
ditujukan untuk keperluan dekoratif dan tidak seluruhnya berfungsi sebagai tanda
baca. Karenanya, gaya ini sulit dibaca secara selintas. Biasanya, model ini digunakan
untuk aplikasi yang tidak fungsional, seperti dekorasi interior masjid atau benda hias.

Gaya Kaligrafi Farisis

8. Farisi

Seperti tampak dari namanya, kaligrafi gaya


Farisi dikembangkan oleh orang Persia dan menjadi
huruf resmi bangsa ini sejak masa Dinasti Safawi sampai sekarang. Kaligrafi Farisi
sangat mengutamakan unsur garis, ditulis tanpa harakat, dan kepiawaian penulisnya
ditentukan oleh kelincahannya mempermainkan tebal-tipis huruf dalam 'takaran' yang
tepat. Gaya ini banyak digunakan sebagai dekorasi eksterior masjid di Iran, yang
biasanya dipadu dengan warna-warni arabes.
Gaya Kaligrafi Moalla

9. Moalla

Walaupun belum cukup terkenal, gaya kaligrafi


Moalla merupakan gaya yang tidak standar, dan tidak masuk
dalam buku panduan kaligrafi yang umum beredar. Meski tidak begitu
terkenal, kaligrafi ini masih masuk dalam daftar jenis-jenis kaligrafi
dalam wikipedia Arab, tergolong bagian kaligrafi jenis yang
berkembang di Iran. Kaligrafi ini diperkenalkan oleh Hamid Ajami,
seorang kaligrafer kelahiran Teheran.

D. Fungsi Kaligrafi Islam

• Kaligrafi merupakan salahsatu sarana komonikasi antar manusia , Kaligrafi


telah berhasil membawa warisan budaya derabad-abad dari nenek moyang
kepada cucu
• Kaligrafi adalah salah satu medium kebudayaan yang lahir dari agama , sosial,
ekenomi dan lain lain dan merupakan medium ilmu dan penelitian ilmiah.
• Kaligrafi merupakan kepanjangan dari pikiran manusia, dan pena termasuk
salahsatu sarananya. Dengan demikian, pena adalah penyambung lidah
pemahaman.
• Kaligrafi adalah salah satu sarana penyampai sejarah sepanjang zaman, catatan
peristiwa dan sejarah bangsa.
• Kaligrafi adalah salah satu sarana infomasi dan cabang estetika yang bernilai
budaya.
• Kaligrafi juga berfungsi sebagi seni terapan yang diaplikasikan pada dekorasi
benda-benda, seperti bangunan, kain, dll.
E. Perkembangan Kaligrafi Islam di Indonesia
Penulis aksara-aksara (huruf-huruf) Arab di Indonesia, biasanya dipadukan
dengan seni jawa yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Huruf-huruf Arab yang tertulis
dengan sangat indah itu disebut dengan seni kaligrafi (seni Kath dan Kholt).
Seperti juga jenis karya seni rupa islam lainnya, perkembangan seni kaligrafi
Arab di Indonesia kurang begitu pesat, apalagi dibandingkan dengan negara-negara
lain. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

• Penggunaan seni kaligrafi Arab sebagai hiasan di Indonesia masih


sangat terbatas
• Bangunan-bangunan kuno pada permulaan berdirinya Kerajaan Islam
kurang memberi peluang bagi penerapan seni kaligrafi
• Bangunan masjid-masjid kuno seperti masjid Banten, Cirebon, Demak
dan Kudus kurang memperhatikan penggunaan Seni Kaligrafi Arab
Seni Kaligrafi hadir dengan kondisi yang kurang menguntungkan, tetapi
dapat dikatakan tetap ada perkebangan, karena seni kaligrafi tetap diperlukan untuk
berbagai macam keperluan seperti :

• Untuk hiasan pada bangunan-bangunan masjid


• Untuk motif hiasan batik
• Untuk hiasan pada keramik
• Untuk hiasan pada keris
• Untuk hiasan pada batu nisan dan
• Untuk hiasan pada dinding rumah
Sampai saat sekarang seni kaligrafi berkembang di Indonesia, terutama
dalam seni ukir. Seni ukir kaligrafi ini dikembangkan oleh masyarakat dari Jepara.

Selain itu, di Indonesia, kaligrafi merupakan bentuk seni budaya Islam yang
pertama kali ditemukan, bahkan ia menandai masuknya Islam di Indonesia. Ungkapan
rasa ini bukan tanpa alasan karena berdasarkan hasil penelitian tentang data arkeologi
kaligrafi Islam yang dilakukan oleh Prof. Dr. Hasan Muarif Ambary, kaligrafi gaya
Kufi telah berkembang pada abad ke-11, datanya ditemukan pada batu nisan makam
Fatimah binti Maimun di Gresik (wafat 495 H/1082 M) dan beberapa makam lainnya
dari abad-abad ke-15. Bahkan diakui pula sejak kedatangannya ke Asia Tenggara dan
Nusantara, disamping dipakai untuk penulisan batu nisan pada makam-makam, huruf
Arab tersebut (baca: kaligrafi) memang juga banyak dipakai untuk tulisan-tulisan
materi pelajaran, catatan pribadi, undang-undang, naskah perjanjian resmi dalam
bahasa setempat, dalam mata uang logam, stempel, kepala surat, dan sebagainya.
Huruf Arab yang dipakai dalam bahasa setempat tersebut diistilahkan dengan huruf
Arab Melayu, Arab Jawa atau Arab Pegon.

Pada abad XVIII-XX, kaligrafi beralih menjadi kegiatan kreasi seniman


Indonesia yang diwujudkan dalam aneka media seperti kayu, kertas, logam, kaca, dan
media lain. Termasuk juga untuk penulisan mushaf-mushaf al-quran tua dengan bahan
kertas deluang dan kertas murni yang diimpor. Kebiasaan menulis al-Qur’an telah
banyak dirintis oleh banyak ulama besar di pesantren-pesantren semenjak akhir abad
XVI, meskipun tidak semua ulama atau santri yang piawai menulis kalgrafi dengan
indah dan benar. Amat sulit mencari seorang khattat yang ditokohkan di penghujung
abad XIX atau awal abad XX, karena tidak ada guru kaligrafi yang mumpuni dan
tersedianya buku-buku pelajaran yang memuat kaidah penulisan kaligrafi. Buku
pelajaran tentang kaligrafi pertama kali baru keluar sekitar tahun 1961 karangan
Muhammad Abdur Razaq Muhili berjudul ‘Tulisan Indah’ serta karangan Drs. Abdul
Karim Husein berjudul ‘Khat, Seni Kaligrafi: Tuntunan Menulis Halus Huruf Arab’
tahun 1971.

Pelopor angkatan pesantren baru menunjukkan sosoknya lebih nyata dalam


kitab-kiab atau buku-buku agama hasil goresan tangan mereka yang banyak di tanah
air. Para tokoh tersebut antara lain; K.H. Abdur Razaq Muhili, H. Darami Yunus, H.
Salim Bakary, H.M. Salim Fachry dan K.H. Rofi’I Karim. Angkatan yang menyusul
kemudian sampai angkatan generasi paling muda dapat disebutkan antara lain
Muhammad Sadzali (murid Abdur Razaq), K. Mahfudz dari Ponorogo, Faih
Rahmatullah, Rahmat Ali, Faiz Abdur Razaq dan Muhammad Wasi’ Abdur Razaq, H.
Yahya dan Rahmat Arifin dari Malang, D. Sirojuddin dari Kuningan, M. Nur Aufa
Shiddiq dari Kudus, Misbahul Munir dari Surabaya, Chumaidi Ilyas dari Bantul dan
lainnya. D. Sirajuddin AR selanjutnya aktif menulis buku-buku kaligrafi
danmengalihkan kreasinya pada lukisan kaligrafi.

Dalam perkembangan selanjutnya, kaligrafi tidak hanya dikembangkan


sebatas tulisan indah yang berkaidah, tetapi juga mulai dikembangkan dalam konteks
kesenirupaan atau visual art. Dalam konteks ini kaligrafi menjadi jalan namun bukan
pelarian bagi para seniman lukis yang ragu untuk menggambar makhluk hidup. Dalam
aspek kesenirupaan, kaligrafi memiliki keunggulan pada faktor fisioplastisnya, pola
geometrisnya, serta lengkungan ritmisnya yang luwes sehingga mudah divariasikan
dan menginspirasi secara terus-menerus.

Kehadiran kaligrafi yang bernuansa lukis mulai muncul pertama kali sekitar
tahun 1979 dalam ruang lingkup nasional pada pameran Lukisan Kaligrafi Nasional
pertama bersamaan dengan diselenggarakannya MTQ Nasional XI di Semarang,
menyusul pameran pada Muktamar pertama Media Massa Islam se-Dunia than 1980 di
Balai Sidang Jakarta dan Pameran pada MTQ Nasional XII di Banda Aceh tahun
1981, MTQ Nasional di Yogyakarta tahun 1991, Pameran Kaligrafi Islam di Balai
Budaya Jakarta dalam rangka menyambut Tahun Baru Hijriyah 1405 (1984) dan
pameran lainnya.

Para pelukis yang mempelpori kaligrafi lukis adalah Prof. Ahmad Sadali
(Bandung asal Garut), Prof. AD. Pirous (Bandung, asal Aceh), Drs. H. Amri Yahya
(Yogyakarta, asal Palembang), dan H. Amang Rahman (Surabaya), dilanjutkan oleh
angkatan muda seperti Saiful Adnan, Hatta Hambali, Hendra Buana dan lain-lain.
Mereka hadir dengan membawa pembaharuan bentuk-bentuk huruf dengan dasar-dasar
anatomi yang menjauhkannya dari kaedah-kaedah aslinya, atau menawarkan pola baru
dalam tata cara mendesain huruf-huruf yang berlainan dari pola yang telah dibakukan.
Kehadiran seni lukis kaligrafi tidak urung mendapat berbagai tanggapan dan reaksi,
bahkan reaksi itu seringkali keras dan menjurus pada pernyataan perang. Namun
apapun hasil dari reaksi tersebut, kehadiran seni lukis kaligrafi dianggap para khattat
sendiri membawa banyak hikmah, antara lain menimbulkan kesadaran akan kelemahan
para khattat selama ini, kurang wawasan teknik, kurang mengenal ragam-ragam media
dan terlalu lama terisolasi dari penampilan di muka khalayak. Kekurangan mencolok
para khattat, setelah melihat para pelukis mengolah karya mereka adalah kelemahan
tentang melihat bahasa rupa yang ternyata lebih atau hanya dimiliki para pelukis.

Perkembangan lain dari kaligrafi di Indonesia adalah dimasukkan seni ini


menjadi salah satu cabang yang dilombakan dalam even MTQ. Pada awalnya dipicu
oleh sayembara kaligrafi pada MTQ Nasional XII 1981 di Banda Aceh dan MTQ
Nasional XIII di Padang 1983. Sayembara tersebut pada akhirnya dipandang kurang
memuaskan karena sistemnya adalah mengirimkan hasil karya khat langsung kepada
panitia MTQ, sedangkan penulisannya di tempat masing-masing peserta. MTQ
Nasional XIV di Pontianak meniadakan sayembara dan MTQ tahun selanjutnya
kaligrafi dilombakan di tempat MTQ
DAFTAR PUSTAKA
Faiz, 2009 “Sejarah Perkembangan Kaligrafi Islam” http://www.yapink.net/

Hilyatulqalam, 2009 “Sejarah Perkembangan Kaligrafi di Indonesia”


http://hilyatulqalam.wordpress.com/

Anonim, “Sejarah Kebudayaan Islam” www.scribd.com

Anonim, 1998 “Calligraphy” http://www.ucalgary.ca

Anonim, 2010 “Seni dan Gaya Penulisan Kaligrafi”


http://majlisdzikrullahpekojan.org/

Syamsuri, 2006 “Pendidikan Agama Islam SMA Jilid 2”, penerbit Erlangga

You might also like