Professional Documents
Culture Documents
ABSTRAK
LIA SAUTUNNIDA : JUAL BELI MELALUI INTERNET (E-COMMERCE)
KAJIAN MENURUT BUKU III KUH
PERDATA DAN UNDANG-UNDANG INFORMASI
DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
(iv, 76), pp., bibl., app)
Sesuai dengan asas kebebasan berkontrak sebagaimana tersimpul dari Pasal
1338 jo 1320 jo Pasal 18 UUITE KUH Perdata, maka dalam praktek tumbuh
bermacam-macam perjanjian baru, salah satunya adalah perjanjian jual beli yang
dilakukan dengan menggunakan jasa Internet. Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) menyebutkan bahwa
bukti dan perjanjian elektronik mengikat dan sah. Namun pada kenyataanya transaksi
melalui elektronik menyangkut keabsahan, tanggung jawab dan sistem
pembuktiannya tidak dipahami oleh pihak-pihak dalam jual beli sehingga diragukan
oleh masyarakat dari aspek hukumnya.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana keabsahan
perjanjian melalui Internet, tanggung jawab pihak-pihak dalam perjanjian melalui
Internet dan sistem pembuktian transaksi elektronik (e-commerce).
Dalam penulisan ini data diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang
merupakan penelitian hukum normatif untuk mendapatkan data sekunder yang
dilakukan dengan cara membaca buku-buku, peraturan perundang-undangan,
perjanjian baku jual beli melalui Internet, situs di Internet dan hasil-hasil penelitian
yang berkaitan dengan topik penelitian ini.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa dalam e-commerce dapat diterapkan
secara analogis Buku III KUH Perdata yang dalam Pasal 1320 yang menentukan
syarat sahnya suatu perjanjian yaitu kesepakatan, kecakapan, suatu hal tertentu dan
suatu sebab yang halal. Pasal 18 UUITE menyebutkan bahwa transaksi elektronik
yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik mengikat para pihak. Penjual
bertanggung jawab atas produk atau jasa yang telah diiklankannya di Internet serta
bertanggung jawab atas pengiriman barang atau jasa yang telah dipesan oleh pembeli
atas produk dan jasanya. Sedangkan pembeli bertanggung jawab untuk membayar
sejumlah harga dari produk atau jasa yang dibelinya. Berdasarkan sistem pembuktian
hukum perdata yang masih menggunakan ketentuan yang diatur dalam KUH Perdata
alat-alat bukti dalam perkara perdata terdiri dari : bukti tulisan, bukti saksi-saksi,
persangkaan-persangkaan, pengakuan dan bukti sumpah (Pasal 1866 BW atau 164
HIR). UUITE menambahkan dengan bukti elektronik (Pasal 5, 6, dan 7)
Disarankan untuk dilakukannya sosialisasi mengenai UUITE sehingga
masyarakat dapat memahami dan mengetahui perihal keabsahan perjanjian melalui
Internet tersebut. Bagi para pihak yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya
sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dapat digugat oleh pihak yang merasa
dirugikan untuk mendapatkan ganti rugi. Pemerintah seyogyanya memberikan
pengawasan yang lebih ketat lagi bagi para pihak yang melakukan transaksi
elektronik supaya tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab.
2
BAB I
PENDAHULUAN
Sebelumnya manusia hanya membayangkan bahwa itu adalah suatu globalisasi dunia
fisik ketika batasan geografis yang membagi bumi menjadi beberapa negara akan
pudar dan hilang. Secara perlahan-lahan usaha tersebut mulai dilakukan, yaitu
lazim disebut dengan dunia maya. Di sini setiap individu memiliki hak dan
kemampuan untuk berhubungan dengan individu yang lain tanpa batasan apa pun
dunia maya, yang menghubungkan seluruh masyarakat digital atau mereka yang
Internet, sektor bisnis atau perdagangan merupakan sektor yang paling cepat tumbuh.
pertama kalinya seluruh manusia di muka bumi memiliki kesempatan dan peluang
yang sama agar dapat berhasil berbisnis di dunia maya karena selain “permainan” ini
masih sangat baru, lahan yang baru “digarap” pun masih sangat luas.
3
mengubah cara manusia melakukan interaksi dengan lingkungannya, yang dalam hal
ini terkait dengan mekanisme dagang. Semakin meningkatnya dunia bisnis yang
langsung menciptakan sebuah domain dunia baru yang kerap diistilahkan dengan
cyber space atau dunia maya. Berbeda dengan dunia nyata, cyber space memiliki
manusia dapat dengan mudah berinteraksi dengan siapa saja di dunia ini sejauh yang
seseorang berkomunikasi dengan orang lain secara efisien dan efektif secara
langsung mengubah cara perusahaan melakukan bisnis dengan perusahaan lain atau
konsumen.
Electronic commerce adalah salah satu bagian dalam pembahasan cyber law
yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan, merupakan kajian yang lebih khusus
dibicarakan. Hal ini disebabkan tentang e-commerce ini hukum yang mengaturnya
1
Ricardus Eko Indrajit, E-commerce Kiat dan Strategi di Dunia Maya, PT Elek Media Komputindo,
Jakarta, 2001. Hal.2.
4
komunikasi global dan memiliki akses terhadap informasi secara luas. Hal yang
mengenai perjanjian atau perdagangan yang ada dalam perundangan lebih fleksibel
masih menyimpan keraguan sebagian orang berkaitan dengan faktor keamanan dan
kepastian hukum. Selain itu, budaya dalam masyarakat di bidang pembuktian, masih
diperlukan adanya bukti otentik untuk suatu transaksi, juga merupakan faktor yang
Tahun 1997 tentang Dokomen Perusahaan yang di dalam salah satu pasalnya
yang disimpan di media elektronik dapat dijadikan alat bukti yang sah. Demikian
juga telah memberikan kemudahan dalam pengurusan dokumen bea dan cukai
disetujui DPR RI menjadi Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UUITE) tepatnya pada tanggal 25 Maret 2008 dan mulai
berlaku sejak tanggal 12 April 2008. Dalam undang-undang ini mancakup segala
elektronik yang merupakan salah satu ornamen utama dalam bisnis. Dengan adanya
regulasi khusus yang mengatur perjanjian virtual ini, maka secara otomatis
Implikasi dari perikatan itu adalah timbulnya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi
hal yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi tidak dapat lagi dilakukan
bisa dibatasi oleh teritorial suatu negara, aksesnya dengan mudah dapat dilakukan
dari belahan dunia mana pun, kerugian dapat terjadi baik pada pelaku Internet
maupun orang lain yang tidak pernah berhubungan sekalipun misalnya dalam
terakomodasi dengan baik dalam sistem hukum acara Indonesia, karena itu
2. Bagaimana tanggung jawab para pihak dalam jual beli melalui Internet?
perlu diungkapkan bahwa ruang lingkup dibatasi pada bidang hukum perjanjian,
yaitu perjanjian yang dilakukan oleh para pihak dalam transaksi jual beli melalui
Internet dan hukum pembuktian perdata yaitu untuk menjelaskan pembuktian jual
2. Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan dalam skripsi ini adalah untuk menjelaskan antara lain :
1) Untuk mengetahui dan menjelaskan keabsahan dari perjanjian jual beli yang
2) Untuk mengetahui dan menjelaskan tanggung jawab para pihak dalam transaksi
commerce).
7
C. Metode Penelitian
2. Penjual adalah yang dibebani kewajiban untuk menyerahkan barang ditinjau dari
3. Pembeli adalah pihak yang harus membayar harga pembelian pada waktu dan
4. Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau
5. Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya kalau ada
6. Internet adalah jaringan publik yang sangat luas dan besar (huge / wide spread
network), layaknya yang dimiliki oleh suatu jaringan publik, elektronik, yang
murah, cepat, dan kemudahan aksesnya, dan juga sebagai media penyampaian
hubungan langsung atau terasosiasi pada suatu informasi elektronik lain yang di
8
buat oleh penanda tangan untuk menunjukan indentitas dan statusnya sebagai
subjek hukum, termasuk dan tidak terbatas pada penggunaan infrastruktur kunci
penelitian untuk mendapatkan data sekunder dilakukan dengan cara membaca buku-
buku, peraturan perundang-udangan, perjanjian baku jual beli melalui Internet, situs-
situs di Internet dan hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan topik penelitian ini.
lengkap yaitu untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang keadaan dan
ketentuan-ketentuan hukum.
9
D. Sistematika Pembahasan
Untuk menguraikan secara teratur dan menyeluruh isi dari skripsi ini, maka
Bab II, merupakan bab yang bersifat teoritis. Oleh karena itu, pada bab ini
dijelaskan mengenai tinjauan umum tentang perjanjian jual beli dan jual beli di
Internet, yang meliputi subbab A tentang pengertian perjanjian jual beli, subbab B
tentang hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian jual beli, subbab C tentang
wanprestasi dalam jual beli, subbab D tentang jual beli di Internet, subbab E
Bab III, mengemukakan analisis hukum transaksi jual beli melalui Internet.
Bab ini terdiri dari subbab A tentang keabsahan perjanjian melalui Internet, subbab B
tentang tanggung jawab para pihak dalam jual beli melalui Internet, subbab C tentang
Bab IV, merupakan bab penutup yang dalam sub babnya memuat kesimpulan
dan saran yang diharapkan dapat bermanfaat dalam pemecahan permasalahan yang
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI
DAN JUAL BELI DI INTERNET
Untuk mengetahui pengertian jual beli ada baiknya dilihat Pasal 1457 KUH
Perdata yang menentukan “jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak
penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang/benda (zaak) dan pihak lain yang
suatu pihak mengikat diri untuk berwajib menyerahkan suatu barang, dan pihak lain
adalah pihak yang satu penjual (verkopen) mengikat diri kepada pihak lainnya
pembeli (loper) untuk memindah tangankan suatu benda dalam eigendom dengan
berwujud uang”.2
Di dalam sistem obligatoir, apabila barang telah dijual, tetapi belum ada
penyerahan kepada pembeli, barang yang dijual itu kemudian dijual kembali untuk
yang kedua kalinya oleh penjual dan diserahkan kepada pembeli kedua. Tegasnya
selaku pembeli yang kedua, di dalam sistem obligatoir perbuatan A tidak dibenarkan,
1
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur,
Bandung, 1985. Hal. 17
2
RM Suryo Diningrat, Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Penerbit Tersito, Bandung,
1996.Hal 14
11
hal ini seperti yang dimuat di dalam Putusan Mahkamah Agung tanggal 19 Juni
1983, No. 101 K/Sip/63. Dalam perkara ini PT Daining diputuskan oleh Mahkamah
Agung telah menyalahi janjinya untuk menjual sebuah pabrik kepada PT Ichsani.
Dalam perkara ini Mahkamah Agung tidak membenarkan putusan Pengadilan Negeri
dan Pengadilan Tinggi, bahwa dengan penyetoran uang harga pabrik tersebut oleh
tergugat dalam kasasi, dan juga penyerahan kepada PT Ichsani tidak mungkin
dilaksanakan karena pabrik tidak lagi berada di tengah PT Daining, karena telah
Sifat obligatoir ini sangat berlainan sekali dengan Code Civil Perancis, yang
menyatakan bahwa hak milik atas barang-barang yang dijual adalah sudah berpindah
ke tengah pembeli pada waktu persetujuan jual beli diadakan. Di dalam Hukum Adat
Menurut hukum adat Indonesia yang dinamakan jual beli bukanlah persetujuan
belaka, yang berada diantara kedua belah pihak, tetapi adalah suatu penyerahan
barang oleh penjual kepada pembeli dengan maksud memindahkan hak milik atas
barang itu dengan syarat pembayaran harga tertentu berupa uang oleh pembeli
kepada penjual. Dengan demikian dalam Hukum Adat Indonesia setiap hubungan
jual beli tidak mengikat kepada asas atau sistem obligator, atau sistem/asas yang
lainnya.
ada juga persetujuan antara kedua belah pihak yang berupa mufakat tentang maksud
untuk memindahkan hak milik dari tangan penjual ke tangan pembeli dan
pembayaran harga oleh pembeli kepada penjual, tetapi persetujuan itu hanya bersifat
12
pendahuluan untuk suatu perbuatan hukum tertentu yaitu berupa pembayaran tadi.
Selama penyerahan barang belum terjadi maka belum ada jual beli dan pada
Tentang perjanjian jual beli dianggap sudah berlangsung antara pihak penjual
dan pembeli apabila mereka telah menyetujui dan bersepakat tentang keadaan benda
dan harga barang tersebut sekalipun barangnya belum di serahkan dan harganya
belum di bayarkan (Pasal 1458 KUHPerdata). Jual beli tiada lain persesuaian
harga. Barang dan hargalah yang menjadi essensial perjanjian jual beli. Tanpa ada
barang yang hendak dijual tidak mungkin terjadi jual beli. Sebaliknya jika barang
objek jual beli tidak dibayar dengan sesuatu harga, jual beli dianggap tidak ada.
seperti yang terjadi pada penjualan atas dasar eksekutorial atau yang disebut
Akan tetapi, cara dan bentuk penjualan eksekutorial yang bersifat umum ini
Oleh karena itu jual beli yang terjadi dalam lalu lintas kehidupan masyarakat sehari-
hari adalah jual beli antara tangan ke tangan, yakni jual beli yang dilakukan antara
penjual dan pembeli tanpa campur tangan pihak resmi, dan tidak perlu di muka
umum. Bentuk jual belinya pun, terutama objeknya barang-barang bergerak cukup
3
Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit, Hal: 18.
13
Hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian jual beli pada dasarnya meliputi
1. Kewajiban Penjual
Tentang kewajiban penjual ini, pengaturannya dimulai dari Pasal 1427 KUH
Perdata yaitu “Jika pada saat penjualan, barang yang dijual sama sekali telah musnah
barang dari segi ketentuan umum hukum perjanjian, adalah berkedudukan sebagai
pihak debitur. Akan tetapi, barangkali rasionya terletak pada hakikat jual beli itu
sendiri. Umumnya pada jual beli, pihak penjual selamanya yang mempunyai
kedudukan lebih kuat dibandingkan dengan kedudukan pembeli yang lebih lemah.
persetujuan yang kurang jelas atau yang mengadung pengertian kembar, tidak
Jika Pasal 1473 KUH Perdata tidak menyebut apa-apa yang menjadi
kewajiban pihak penjual, kewajiban itu baru dapat dijumpai pada pasal berikutnya
yakni Pasal 1474 KUH perdata pada pokoknya kewajiban penjual menurut pasal
perbendaan.
yang dijual ke dalam kekuasaan dan pemilikan pembeli. Kalau pada penyerahan
penyerahan nyata (eitel jke levering), agar pemilikan pembeli menjadi sempurna,
misalnya penjual rumah atau tanah. Penjual menyerahkan kepada pembeli, baik
secara nyata maupun secara yuridis, dengan jalan melakukan akte balik nama
(overschijving) dari nama penjual kepada nama pembeli, umumnya terdapat pada
Penyerahannya sudah cukup sempurna dengan penyerahan nyata saja Pasal 612
KUH perdata).
Mengenai ongkos penyerahan barang yang dijual, diatur dalam Pasal 1874
KUH perdata yang berbunyi “Biaya penyerahan dipikul oleh penjual, sedangkan
biaya pengambilan dipikul oleh pembeli jika tidak telah diperjanjikan sebaliknya”.
Namun demikian, kedua belah pihak dapat mengatur lain, diluar ketentuan
yang disebut di atas. Karena Pasal 1776 KUH perdata itu sendiri ada menegaskan,
ketentuan pembayaran ongkos penyerahan yang dimaksud Pasal 1476 KUH Perdata
tadi berlaku, pada para pihak kedua dan pembeli tidak memperjanjikan lain. Malah
penyerahan. Jika demikian halnya, sedikit banyak harga penjualan akan lebih tinggi
Jika para pihak tidak menentukan tempat penyerahan dalam persetujuan jual
beli, maka penyerahan dilakukan ditempat terletak barang yang dijual pada saat
persetujuan jual beli terlaksana. Ketentuan ini terutama jika barang yang dijual terdiri
dari benda tertentu (bepaalde zaak). Bagi jual beli barang-barang diluar barang-
barang tertentu, penyerahan dilakukan menurut ketentuan Pasal 1393 ayat (2) KUH
Perdata penyerahan dilakukan ditempat tinggal kreditur, dalam hal ini di tempat
2. Kewajiban Pembeli
Perdata berbunyi “kewajiban utama pembeli ialah membayar harga pembelian, pada
membayar harga merupakan kewajiban yang paling utama bagi pihak pembeli.
barang. Jual beli tidak akan ada artinya tanpa pembayaran harga. Itulah sebabnya
Pasal 1513 KUH Perdata sebagai pasal yang menentukan kewajiban pembeli
harga barang yang dibeli. Oleh karena itu, beralasan sekali menganggap pembeli
hukum” (onrechtmatig).
16
3. Tempat Pembayaran
Tempat dan saat pembayaran pada prinsipnya bersamaan dengan tempat dan
saat penyerahan barang. Inilah prinsip umum mengenai tempat dan saat pembayaran.
Tentu tempat dan saat pembayaran yang utama harus dilakukan ditempat dan saat
yang telah ditentukan dalam persetujuan. Jika tempat dan saat pembayaran tidak
a. Pembayaran barang generik harus dilakukan ditempat tinggal pembeli. Hal ini
tadi terletak ataupun ditempat dijual. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal
1429 KUH Perdata, yang menentukan penyerahan atas barang- barang tertentu
penjualan.
Sesuatu hal yang barangkali dikejar oleh ketentuan Pasal 1514 KUH Perdata,
pembayaran dan penyerahan barang yang dibeli, terjadi bersamaan dalam waktu
yang sama, sehingga pembayaran dan penyerahan barang terjadi serentak pada
Objek jual beli terdiri dari barang tertentu eenzeker en hepaalde-zaak). Jika
objek jual beli terdiri dari barang, resiko atas barang-barang berharga dari pihak
Dari ketentuan Pasal 1460 KUH Perdata, jual beli mengenai barang tertentu,
Seandainya barang yang hendak di levering lenyap, pembeli tetap wajib membayar
harga. Hanya saja ketentuan Pasal 1460 KUH Perdata di atas adalah hukum yang
balik seperti pada jual beli, apabila salah satu prestasi gugur, dengan sendirinya
prestasi yang lain pun harus gugur. Dengan demikian, lebih masuk akal, jika barang
yang dijual musnah sebelum diserahkan kepada pembeli, gugurlah kewajiban para
pembeli untuk membayar harga. Adalah lebih baik untuk menentukan resiko dalam
jual beli barang tersebut, tetap berada pada pihak penjual selama barang belum
diserahkan pada pembeli. Paling tidak resiko kemusnahan barang tidak menyebabkan
pembeli harus membayar harga. Kurang baik sekali rasanya jika pembeli dibebani
membayar barang yang musnah. Bagaimana dapat diterima akal, jika tetap ada
dengan Pasal 1237 KUH Perdata yang menentukan sejak terjadinya perjanjian,
barang yang hendak diserahkan menjadi keuntungan menjadi keuntungan bagi pihak
tersebut, terhitung sejak debitur melakukan kealpaan tersebut. Akan tetapi, oleh
karena Pasal 1460 KUH Perdata merupakan lex generalis, dengan sendirinya
tersingkir.
Namun demikian, diyakini Pasal 1460 KUH Perdata itu sendiri belum dapat
memberi jawaban atas semua keadaan. Terutama atas persoalan, jika barang yang
menjadi objek beli tadi benar-benar tidak dapat diserahkan, bukan karena barangnya
atau karena barang itu dicabut (onteigening) oleh pemerintah. Apakah dalam
harga. Kalau dalam hal-hal seperti inipun pembeli dapat membayar harga, benar-
Objek jual beli terdiri dari barang yang dijual dengan timbangan bilangan
atau ukuran, risiko atau barang, tetap berada di pihak penjual, sampai pada saat
barang itu di timbang, diukur atau dihitung (Pasal 1461 KUH Perdata). Akan tetapi,
jika barang telah dijual dengan tumpukan atau onggokan barang-barang menjadi
resiko pembeli, meskipun barang barang itu belum ditimbang, di ukur atau ditimbang
Memperhatikan ketentuan Pasal 1461 KUH Perdata, resiko jual beli atas
barang-barang nyata tetap berada pada pihak penjual sampai saat barang-barang itu
ditimbang, diukur atau di hitung. Dengan syarat jika barang nyata tadi dijual tidak
Harga ini harus berupa uang, sebab kalau harga itu berupa suatu barang maka
tidak terjadi jual beli melainkan yang terjadi tukar menukar. Sifat konsensuil dari jual
beli tersebut dapat dilihat pada Pasal 1458 KUH Perdata, yang mengatakan: “Jual
beli sudah di anggap terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka
mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan
Jadi dengan lahirnya kata sepakat maka lahirlah perjanjian itu dan sekalian
pada saat itu menyebabkan timbulnya hak dan kewajiban, oleh karena itu maka
perjanjian jual beli dikatakan juga sebagai perjanjian konsensuil dan sering juga
dan kewajiban menganggap dirinya sudah mempunyai status yang lain, artinya sudah
sebenarnya belum, pembeli baru menjadi pemilik atas barang semenjak diadakannya
cukup dilakukan penyerahan secara nyata saja atau penyerahan dari tangan ke tangan
Penyerahan ini dilakukan berdasarkan Pasal 612, 613 dan KUH Perdata, ini
sudah di tegaskan dalam Pasal 1459 KUH Perdata, yang mengatakan: Hak milik atas
belum dilakukan menurut Pasal 612, 613 dan KUH perdata. Pasal 616 KUH Perdata
dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti ditentukan
dikirim dengan alamat yang benar oleh pengirim ke suatu sistem elektronik yang
ditunjuk atau dipergunakan penerima dan telah memasuki sistem elektronik yang
berada di luar kendali pengirim”. Pasal 8 ayat (2) UUITE menyatakan bahwa
Ayat (3) pasal tersebut menyebutkan bahwa “dalam hal penerima telah menunjuk
sistem elektronik yang ditunjuk”. Selanjutnya ayat (4) pasal tersebut yang
menyatakan bahwa “dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang
Pengirim;
Penerima.
secara hukum. Oleh karena itu, dalam pengaturan teknologi informasi, penentuan
masalah waktu pengiriman dan penerimaan diatur secara khusus agar dapat
terciptanya kepastian yang berkaitan dengan waktu kejadian. Hal ini mengingat
bahwa suatu informasi yang dikirim belum tentu langsung dibaca, dilihat atau
balik dalam pelaksanaan perjanjian yang dibuat. Perjanjian jual-beli merupakan suatu
perjanjian bertimbal-balik, kedua subjek hukumnya, yaitu pihak pembeli dan penjual
22
terdahulu.
kemungkinan salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian yang mereka perbuat,
maka dikatakan bahwa pihak tersebut wanprestasi, yang artinya tidak memenuhi
berarti suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali
dalam Bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi dan
dalam suatu pertikaian si debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang
Dari uraian di atas jelas apa sebenarnya yang dimaksud dengan wanprestasi itu.
wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seseorang itu dikatakan lalai
4
Wirjono Projodikoro, Op. Cit, Hal: 14
5
H. Mariam Badrulzaman, Hukum Perdata tentang Perikatan, Penerbit Fak. Hukum USU,
Medan, 1974, Hal. 33.
23
Dalam suatu perjanjian jual-beli apabila salah satu pihak, baik itu pihak
penjual maupun pihak pembeli tidak melaksanakan perjanjian yang mereka sepakati,
Diperjanjikan.
sisa pembayaran selanjutnya belum dibayar oleh pihak pembeli kepada pihak
penjual sementara barang yang dijual telah diserahkan kepada pihak pembeli.
Dalam kasus ini walaupun pihak pembeli telah membayar panjar untuk awal
harga jual barang kepada penjual, tetapi sisanya tidak dibayarnya, pihak
dalam pembayaran harga jual barang, yaitu setelah masa garansi barang yang
tersebut habis. Tetapi setelah masa garansi dari barang yang dijual selesai
6
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan XL, Penerbit PT Intermasa, Jakarta, 1987, Hal.23.
24
Misalnya dalam kasus ini pihak penjual tidak menjual barang dengan mutu
yang sebenarnya atau barang yang dijual tersebut adalah tiruan tetapi
harganya tetap sama dengan harga barang yang asli. Maka dalam kasus ini
tersebut.
dari wanprestasi salah satu pihak merasa dirugikan. Dan apabila akhirnya timbul
perselisihan diantara keduanya akibat wanprestasi tersebut upaya apa yang dapat
ditempuh pihak yang dirugikan agar dia tidak merasa sangat dirugikan.
Sebagaimana biasanya akibat tidak dilakukannya suatu prestasi oleh salah satu
pihak dalam perjanjian, maka pihak lain akan mengalami kerugian. Tentu saja hal ini
sama sekali tidak diinginkan oleh pihak yang menderita kerugian. Namun kasus
sudah terjadi, para pihak hanya dapat berusaha supaya kerugian yang terjadi ditekan
sekecil mungkin.
25
Dalam hal terjadinya wanprestasi, maka pihak lain sebagai pihak yang
rugi.
atas bagi suatu perjanjian timbal-balik oleh ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata
salah satu pihak wanprestasi maka pihak yang dirugikan dapat menempuh upaya
pada bentuk perjanjian jual-beli ini perihal apabila timbul perselisihan diantara
mereka maka para pihak tersangkut pada isi perjanjian yang telah disetujui yaitu
dengan cara:
Penentuan jalan atau tata cara penyelesaian perselisihan di atas baik itu akibat
wanprestasi atau akibat-akibat lainnya tersebut diterangkan dalam isi surat perjanjian
yang mereka berbuat adalah untuk mengantisipasi hal-hal yang terbit dari perjanjian
26
tersebut, hal ini adalah sangat penting agar dapat ditindaklanjuti jika timbul suatu hal
Menurut Pasal 38 ayat (1) UUITE bahwa “setiap orang dapat mengajukan
pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa alternatif lainnya sesuai
orang lain dapat mengajukan gugatannya secara perdata terhadap orang tersebut.
Gugatan tersebut dapat diajukan secara perwakilan. Gugatan perdata yang dilakukan
arbitrase.
27
Jaringan yang di bangun Departemen pertahanan Amerika kala itu diberi nama
“ARP Anet”. Tujuan membangun sistem jaringan ini agar tetap terjaganya
komunikasi sekalipun terjadi serangan nuklir. Belakangan,”sruktur” jaringan ini
dipelajari banyak pakar komputer hingga pada gilirannya medium intern dalam
berinteraksi di berbagai aspek kehidupan secara global”7
dugaan. Tidak pernah terbayangkan bila kini berbagai transaksi dapat dilakukan di
dunia maya. Misalnya, seseorang ingin membeli sebuah produk melalui suatu situs di
Internet, maka orang tersebut cukup mengakses komputer dan mencari produk yang
(surat/pesan). Seandainya situs atas suatu produk tersebut setuju, cukup pula
suatu produk dari sebuah perusahaan manufaktur (pabrik) diluar negeri. Kembali
dan menekan tombol send bila yang diingini sudah ada. Kemudian, pabrik yang
7
Imam Sjahputra, Problematika Hukum Internet Indonesia, PT Prehalindo, Jakarta 2002,
Hal.15-16.
28
commerce yang dapat diakui adanya manfaat. Antara lain, transaksi dilakukan tanpa
meskipun para pihak berada di dua benua berbeda sekalipun. E-commerce adalah
suatu sistem bisnis elektronik yang menggunakan medium Internet dan dapat
batas geografis teritorial para pihak yang bertransaksi masuk dunia antah berantah.
masalah hukum. Pertanyaan logis yang selalu timbul adalah waktu transaksi itu
terjadi, sah tidaknya transaksi semacam ini, waktu tanda tangan dalam transaksi
transaksi jual beli suatu produk terjadi dalam Internet. Pada saat pengirim menekan
tombol send pada keyboard komputer, maka kesepakatan antara penerima dan
Konsekuensi hukumnya, penerima harus memenuhi segala kondisi dan syarat yang
dapat mengirimkan produknya, hal ini tidak boleh diingkari oleh pengirim tersebut.
29
Maka, dalam hal ini pengirim, dapat diminta pertanggung jawabannya karena
melakukan perbuatan wanprestasi dan adalah hak dari penerima untuk menuntutnya.
Sebagai bukti kuat dari penerima adalah catatan elektronik (elektronik record) dalam
e-mail yang menunjukan telah terjadi kata sepakat antara penerima dan pengirim
tersebut.
Sebagai perbandingan, kita dapat berpaling pada apa yang terjadi di Singapura
tentang penggunaan catatan elektronik sebagai alat bukti. Dalam prakteknya,
negara ini mengakui catatan elektronik sebagai alat bukti sebagaimana di atur
dalam Elektronic Transaktion Act (Undang-undang transaksi elektronik).
Ketentuan salah satu pasal dari undang-undang ini secara tegas
mengatakan,”untuk menghindari keragu-raguan, maka suatu keabsahan tidak
dapat dibatah keabsahannya, akibat hukumnya atau pelaksanaannya sebagai
dasar bahwa keterangan tersebut adalah dalam bentuk catatan elektronik.
(kutipan dari buku E-commerce Law karangan Catrine Tay SweeKian).8
Suatu tanda tanda tangan dalam Internet juga bukan merupakan syarat
keharusan dalam suatu penulisan nama, pengetikan dapat diganti dengan penulisan
nama, stempel atau penulisan alamat e-mail. Dalam Pasal 1 butir 12 UUITE
menyebutkan tanda tangan elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi
lainnnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi. Contoh dalam
”bilamana nama para pihak ditulis atau dicetak, dalam suatu dokumen, itu
merupakan tanda tangan biarpun itu di letakkan pada awal, tengah atau di bawah
dokumen tersebut “. Jual beli adalah perjanjian timbal balik dalam mana pihak yang
satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak
8
Ibid, Hal. 15
30
yang lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah
Supaya suatu penyerahan itu sah, menurut sistem kausal harus dipenuhi dua
syarat:
jual beli, pemberian hibah, tukar menukar. Kalau perjanjian ini tidak sah
maka penyerahannya tidak sah pula, atau di anggap tidak ada pemindahan
hak milik.
Ad.2.Orang yang dapat membuat bebas barang itu, yaitu orang yang berkewenangan
penuh untuk memindah tangankan barang itu atau orang yang diberi kuasa
oleh pemiliknya. Ini juga harus diperhatikan supaya penyerahannya itu sah.
dengan baik dapat diperhatikan pula ciri-ciri perjanjian melalui Internet atau ciri
1. Cara Berkomunikasi
Dalam perjanjian tersebut harus dinyatakan jaminan yang harus dibuat oleh
salah satu pihak (penjual) dan harus bebas dari unsur penjiplakan, memperhatikan
3. Biaya
4. Pembayaran
5. Kerahasiaan
Dalam hal ini perlu dibuat untuk memastikan agar pihak terikat untuk
komputer atau media elektronik lainnya, transaksi jual beli secara elektronik
merupakan salah satu perwujudan ketentuan di atas. Pada transaksi jual beli secara
elektronik ini, pada pihak terkait di dalamnya melakukan hubungan hukum yang
dituangkan melalui suatu bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara
elektronik dan sesuai dengan Pasal 1 butir 17 UUITE disebut sebagai kontrak
elektronik yakni perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media
elektronik lainnya.
pada saat ini sudah mulai merambat ke dunia elektronik. Transaksi dapat dilakukan
ataupun privat. Pelaku usaha yang menawarkan barang atau jasa secara elektronik
32
secara lengkap dan benar. Dalam Pasal 17 UUITE Ayat (1) disebutkan
privat”. Ayat (2) pasal tersebut menyatakan bahwa “para pihak yang melakukan
transaksi elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beritikad baik dalam
hukum yang sama dengan kontrak konvensional. Oleh karena itu, kontrak elektronik
harus juga mengikat para pihak sebagaimana Pasal 18 ayat (1) UUITE menyebutkan
para pihak”. Dan seperti halnya kontrak konvensional, para pihak memiliki
kebebasan untuk memilih hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik yang
sifatnya internasional. Dalam ayat (2) pasal tersebut menyatakan “para pihak
memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik
internasional yang dibuatnya. Selain itu para pihak juga memiliki kewenangan untuk
Berkaitan dengan hal ini, Pasal 18 ayat (3) UUITE menyebutkan “jika para
hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional. Jika para
pihak tidak melakukan pilihan forum dalam kontrak elektronik internasional, maka
prinsip yang digunakan adalah prinsip yang terkandung dalam hukum perdata
33
internasional sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 18 ayat (4) UUITE yang
yang akan digunakan untuk melakukan transaksi. Kecuali ditentukan lain oleh para
pihak, transaksi elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim
pengirim telah diterima dan disetujui oleh penerima sebagaimana yang ditentukan
dalam Pasal 20 ayat (1) UUITE. Maka, dalam hal ini transaksi elektronik baru
terjadi jika adanya penawaran yang dikirimkan kepada penerima dan adanya
elektronik”.
akibat dalam pelaksanaan transaksi elektronik harus dilihat dari kewenangan yang
diberikan kepada agen oleh para pihak untuk melakukan transaksi sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 21 ayat (1) UUITE bahwa “pengirim atau penerima dapat
melakukan transaksi elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau
34
melalui agen elektronik”. Dalam ayat (2) angka 1 menyatakan apabila transaksi
dilakukan sendiri, maka orang yang melakukan transaksi yang menanggung akibat
dilakukan oleh pihak ketiga dengan pemberian kuasa, maka yang bertanggung jawab
jatuh kepada pihak yang memberi kuasa. Namun apabila transaksi dilakukan melalui
agen elektronik, maka tanggung jawab menjadi tanggung jawab penyelenggara agen
elektronik mengenai hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 21 ayat (2)
angka 3 UUITE.
disebabkan gagal beroperasinya agen elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara
langsung terhadap sistem elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab
kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan
dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah”.
Pasal 5 Ayat (2) UUITE menyatakan bahwa “Informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagai mana dimaksud pada ayat (1) merupakan
perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di
dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini”. Pasal 5 ayat (4) UUITE
elektronik sebagai mana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk surat yang
menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis dan surat beserta
dokumennya yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk akta notaris
Pasal 6 UUITE menyebutkan “dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang
diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus
peranan yang sangat penting dalam hukum pembuktian. Pada prinsipnya, akan sangat
36
tidak berarti bagi suatu kontrak jika kontrak tersebut tidak pernah ditandatangani.
Dalam hal ini, suatu tanda tangan akan berfungsi sebagai berikut :
bersangkutan.
tangan bagi suatu dokumen, dalam hubungan dengan data elektronik, persyaratan
elektronik.
suatu metode identifikasi tersebut, dalam arti layak secara hukum, komersial dan
pihak tersebut.
bersangkutan.
10. Ada atau tidaknya asuransi yang mengkaver data yang tidak diotorisasi.
11. Ketersediaan metode identifikasi yang alternatif dan biaya yang diperlukan.
surat (paper based). Di lain pihak, praktek perkembangan transaksi melalui sistem
Meskipun begitu, dalam bentuknya sangatlah lemah, pintu masuk bagi hakim
bukan berarti sama sekali tidak ada, meskipun sangat dibatasi, mengingat hukum
pembuktian merupakan salah satu bidang hukum publik yang bersifat memaksa
sehingga tidak mudah bagi hakim untuk berkelit atau menyimpang dari ketentuan-
Tanpa harus menyimpang dari ketentuan hukum pembuktian yang ada, pintu
masuk bagi hakim untuk menerima berbagai macam sistem pembuktian tanpa
warkat, tetapi hanya dengan memakai pembuktian elektronik, dalam bidang hukum
perdata, terobosan hukum dapat dilakukan melalui pemakaian alat bukti “serbaguna”,
yaitu alat bukti persangkaan (vide Pasal 164 HIR). Dalam hal ini, meskipun dengan
alat bukti elektronik melalui alat bukti persangkaan ini masih sesuai dengan sistem
HIR, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 173 HIR bahwa “Persangkaan-
lainnya”.
Di samping itu, bantuan dari alat bukti berupa saksi ahli dalam menafsirkan
makna dari pembuktian dengan memakai alat bukti elektronik tersebut juga sering
menjadi semakin jelas bagi hakim. Dengan demikian, diharapkan hakim dapat
memutus perkara tersebut secara lebih adil dan lebih benar. Pada transaksi-transaksi
kertas.
transaction. Apabila terjadi sengketa diantara para pihak yang bertransaksi maka
dokumen-dokumen kertas itulah yang akan diajukan sebagai bukti oleh masing-
39
masing pihak untuk memperkuat posisi hukum masing-masing. Hal ini berbeda
document, melainkan digital document. Seperti dikemukakan oleh Toh See Kiat,
bahwa sampai bukti tersebut di ”printed out” di dalam hard copy, bukti dari suatu
komputer mudah sekali menghilang, mudah diubah tanpa dapat dilacak kembali,
tidak berwujud dan sulit dibaca. Sumber atau otentikasi dari bukti yang diterima oleh
suatu sistem telematika dari sistem telematika yang lain, tidak dapat dipastikan.
pada suatu informasi elektronik lain yang dibuat oleh penandatangan untuk
menunjukkan identitas dan statusnya sebagai subyek hukum, termasuk dan tidak
memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak lain berdasarkan adanya
Informasi Elektronik dan /atau Dokumen Elektronik yang ada padanya berasal dari
undangan.
9
Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Menuju Kepastian Hukum
di Bidang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jakarta 2007. Hal. 49
40
dokumen yang nantinya dapat digunakan sebagai alat bukti biasanya ditandatangani
oleh atau untuk dan atas nama pihak yang bertransaksi. Tujuan utama
benar berasal dari atau telah disetujui melalui Internet. Timbul permasalahan
bagaimana para pihak yang bertransaksi dapat membubuhkan tanda tangan mereka
transaksi melalui Internet. Sebagai solusi terhadap permasalahan tersebut di atas saat
ini orang telah menggunakan tanda tangan elektronik (digital signature) sebagai alat
image of handwritten signature. Tanda tangan elektronik bukan tanda tangan yang
dibubuhkan di atas kertas sebagaimana lazimnya suatu tanda tangan. Tanda tangan
elektronik diperoleh dengan terlebih dahulu menciptakan suatu message digest atau
cyberspace.
41
BAB III
ANALISIS HUKUM TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI
INTERNET
Pada prinsipnya, menurut KUH Perdata, suatu perjanjian adalah bebas, tidak
terikat pada bentuk tertentu. Namun, bila undang-undang menentukan syarat sahnya
perjanjian seperti bila telah dibuat secara tertulis, atau bila perjanjian dibuat dengan
akta notaris, perjanjian semacam ini di samping tercapainya kata sepakat terdapat
formalitas tersebut tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut akan terancam batal
Dalam e-commerce dapat diterapkan secara analogis, ketentuan dari Buku III
tentang Hukum Perikatan. Dalam KUH Perdata ditentukan bahwa suatu persetujuan
adalah suatu perbuatan dengan mana suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 KUH Perdata). Untuk sahnya suatu
kontrak maka harus dilihat kepada syarat-syarat yang diatur di dalam Pasal 1320
KUH Perdata yang menentukan bahwa syarat sahnya suatu perjanjian adalah sebagai
berikut:
Dalam hal tidak terpenuhinya unsur pertama (kesepakatan) dan unsur kedua
terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang
halal) maka kontrak tersebut adalah batal demi hukum. Suatu persetujuan tidak
hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya melainkan juga
kebiasaan atau undang-undang (Pasal 1339 KUH Perdata). Syarat-syarat yang selalu
KUH Perdata).
hukum yang sama dengan kontrak konvensional. Oleh karena itu, kontrak elektronik
harus juga mengikat para pihak sebagaimana ditentukan Pasal 18 ayat (1) UUITE.
diinginkannya. Jadi minimal ada tiga pihak yang terlibat dalam sistem
43
terjadi proses outhorize and wait response, yang durasinya relatif singkat.
dapat melakukan transaksi tanpa perlu ada pihak ketiga untuk melakukan
halnya dengan uang kontan biasa. Memang pada sistem yang off-line,
bahwa pembayaran oleh konsumen yang bersangkutan itu tidak sah. Jadi
menjamin:
rahasia, sehingga tidak dapat dibaca oleh pihak-pihak yang tidak diinginkan
dan Mastercard), atau kartu kredit seperti Kualiva dan Stand Card
transaksi yang telah dilakukan dapat dijadikan barang bukti di suatu saat jika
ada perselisihan.
Transaksi jual beli secara elektronik dilakukan oleh pihak yang terkait,
walaupun pihak-pihaknya tidak bertemu secara langsung satu sama lain, tetapi
berhubungan melalui Internet. Dalam jual beli secara elektronik, pihak-pihak yang
3. Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada
Pada dasarnya pihak-pihak dalam jual beli secara elektronik tersebut di atas,
merupakan pihak yang menawarkan produk melalui Internet, oleh karena itu penjual
bertanggung jawab memberikan secara benar dan jujur atas produk yang ditawarkan
kepada pembeli atau konsumen. Di samping itu, penjual juga harus menawarkan
undangan, tidak rusak atau mengandung cacat tersembunyi, sehingga barang yang
Penjual juga bertanggung jawab atas pengiriman produk atau jasa yang telah
dibeli oleh seorang konsumen. Dengan demikian, transaksi jual beli termaksud tidak
menimbulkan kerugian bagi siapa pun yang membelinya. Di sisi lain, seorang
penjual atau pelaku usaha memiliki hak untuk mendapatkan pembayaran dari
pembeli/konsumen atas harga barang yang dijualnya dan juga berhak untuk
baik dalam melaksanakan transaksi jual beli elektronik ini. Jadi, pembeli
berkewajiban untuk membayar sejumlah harga atas produk atau jasa yang telah
1
Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, PT Gravindo Persada Jakarta 2000. Hal.
65.
46
telah dibelinya dari penjual sesuai jenis barang dan harga yang telah disampaikan
antara penjual dan pembeli tersebut, selain itu mengisi data identitas diri yang
mendapatkan informasi secara lengkap atas barang yang akan dibelinya itu. Pembeli
juga berhak mendapat perlindungan hukum atas perbuatan penjual/pelaku usaha yang
berkewajiban dan bertanggung jawab sebagai penyalur dana atas pembayaran suatu
produk dari pembeli kepada penjual produk itu karena mungkin saja
mengunakan fasilitas Bank untuk melakukan pembayaran atas harga produk yang
telah dibelinya dari penjual, misalnya dengan proses pentransferan dari rekening
Provider merupakan pihak lain dalam transaksi jual beli secara elektronik,
dalam hal ini provider memiliki kewajiban atau tanggung jawab untuk menyediakan
layanan akses 24 jam kepada calon pembeli untuk dapat melakukan transaksi jual
beli secara elektronik melalui media Internet dengan penjualan yang menawarkan
produk lewat Internet tersebut, dalam hal ini terdapat kerja sama antara
penjual/pelaku usaha dengan provider dalam menjalankan usaha melalui Internet ini.
Transaksi jual beli secara elektronik merupakan hubungan hukum yang dilakukan
dengan memadukan jaringan (network) dari sistem yang informasi berbasis komputer
47
Hubungan hukum yang terjadi dalam transaksi jual beli secara elektronik tidak hanya
terjadi antara pengusaha dengan konsumen saja, tetapi juga terjadi pada pihak-pihak
dibawah ini:
hal ini, baik pembeli maupun penjual adalah sebuah perusahaan dan bukan
mengetahui satu sama lain dan transaksi jual beli tersebut dilakukan untuk
3. Custumer to business, merupakan transaksi jual beli yang terjadi antar individu
Dengan demikian, pihak-pihak yang dapat terlibat dalam satu transaksi jual
beli secara elektronik, tidak hanya antara individu dengan individu tetapi juga
individu dengan pemerintah, dengan syarat bahwa para pihak termasuk secara
perdata telah memenuhi persyaratan untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum
2
Ibid, Hal 77
48
Pada dasarnya proses transaksi jual beli secara elektronik tidak jauh berbeda
1. Penawaran, yang dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui website pada
Internet. Penjual atau pelaku usaha menyediakan strorefront yang berisi katalog
produk dan pelayanan yang akan diberikan. Masyarakat yang memasuki website
pelaku usaha tersebut dapat melihat barang yang ditawarkan oleh penjual. Salah
satu keuntungan jual beli melalui toko online ini adalah bahwa pembeli dapat
berbelanja kapan saja dan dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu.
ditawarkan, harga, nilai reting atau poll otomatis tentang barang yang diisi oleh
mengunakan media Internet memasuki situs milik penjual atau pelaku usaha
menggunakan media Internet dan memasuki situs milik pelaku usaha yang
menawarkan sebuah produk maka tidak dapat dikatakan ada penawaran. Dengan
tersebut
e-mail, karena penawaran hanya ditujukan sebuah e-mail tersebut yang ditujukan
untuk seluruh rakyat yang membuka website yang berisikan penawaran atas
49
suatu barang yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha. Setiap orang yang
tersebut. Pada transaksi jual beli secara elektronik khususnya melalui website,
biasanya calon pembeli akan memilih barang tertentu yang ditawarkan oleh
penjual atau pelaku usaha, dan jika calon pembeli atau konsumen itu tertarik
untuk membeli salah satu barang yang ditawarkan, maka barang itu akan
misalnya melalui fasilitas Internet namun tetap bertumpu pada sistem keuangan
b. Pembayaran dua pihak tanpa perantara, yang dapat dilakukan langsung antar
3
Ibid, Hal. 90
50
dilakukan melalui cash account to account atau pengalihan dari rekening pembeli
dilakukan melalui kartu kredit pada formulir yang disediakan oleh penjual dalam
penawarannya. Pembayaran dalam transaksi jual beli secara elektronik ini sulit untuk
dilakukan secara langsung, karena adanya perbedaan lokasi antar penjual dengan
barang yang telah ditawarkan oleh penjual kepada pembeli, dalam hal ini
yang dijadikan objek perjanjian dikirimkan oleh penjual kepada pembeli dengan
Berdasarkan proses transaksi jual beli secara elektronik yang telah diuraikan
di atas yang telah menggambarkan bahwa ternyata jual beli tidak hanya dapat
bertemu secara lansung, namun dapat juga hanya melalui media Internet, sehingga
orang yang saling berjauhan atau berada pada lokasi yang berbeda tetap dapat
melakukan transaksi jual beli tanpa harus bersusah payah untuk saling bertemu
secara langsung, sehingga meningkatkan efektifitas dan efisiensi waktu serta biaya
transaksi elektronik harus dilakukan secara aman, andal dan dapat beroperasi
4
Ibid, Hal. 82
51
produk melalui sistem elekronik harus menyediakan informasi yang dilengkap dan
benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.
Dalam Pasal 10 ayat (1) UUITE dijelaskan bahwa “setiap pelaku usaha yang
maka dalam Pasal 12 ayat (1) UUITE disebutkan bahwa “setiap orang yang terlibat
tangan elektronik yang digunakannya”. Dalam Pasal 21 ayat (2) UUITE dijelaskan
bahwa “pengamanan tanda tangan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya meliputi ;
a. Sistem tidak dapat siakses oleh orang lain yang tidak berhak
penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan tanda tangan
elektronik;
Pasal 12 ayat (3) UUITE juga menjelaskan bahwa “setiap orang yang
jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul. Artinya setiap
orang bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul akibat pelanggaran yang
dalam KUH Perdata, HIR (untuk Jawa Madura) dan RBg (untuk luar Jawa Madura).
Dalam hukum pembuktian ini, alat-alat bukti dalam perkara perdata terdiri dari: bukti
(Pasal 1866 KUHPerdata atau 164 HIR). Sementara itu, dengan pesatnya teknologi
dilakukan dengan cara kontak fisik, kini dengan Internet kegiatan perdagangan
berinteraksi antar sesamanya. Oleh karena itu, semakin lama semakin kuat desakan
5
WWW.Klinik, “ Telekomunikasi dan Teknologi Hukum E-Commerce”. Diakses pada
Senin. 7 April 2008.
54
kekuatan pembuktian dari suatu tanda tangan digital/elektronik, yang dewasa ini
Dalam hal ini, posisi hukum pembuktian seperti biasanya akan berada dalam
hukum selalu dapat mengikuti perkembangan zaman dan teknologi, perlu pengakuan
sebagai alat bukti di pengadilan. Akan tetapi, di lain pihak kecenderungan terjadi
manipulasi penggunaan alat bukti digital oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab menyebabkan hukum tidak bebas dalam mengakui alat bukti digital tersebut.
The best evidence rule mengajarkan bahwa suatu pembuktian terhadap isi
Kecuali jika dokumen/photographi atau rekaman tersebut memang tidak ada, dan
ketidakberadaannya bukan terjadi karena kesalahan yang serius dari pihak yang
harus membuktikan. Dengan demikian, menurut doktrin best evidence ini, fotokopi
(bukan asli) dari suatu surat tidak mempunyai kekuatan pembuktian di pengadilan.
Demikian juga dengan bukti digital, seperti e-mail, surat dengan mesin faksimile,
tanda tangan elektronik, tidak ada aslinya atau setidak-tidaknya tidak mungkin
pada data digital yang dibuat dengan kunci tanda tangan pribadi (private signature
key), yang penggunaannya tergantung pada kunci publik (public key) yang menjadi
55
sertifikat kunci tanda tangan (signature key certificate) dari suatu badan pembuat
sertifikat (certifier). Dalam sertifikat ini ditentukan nama pemilik kunci tanda tangan
dan karakter dari data yang sudah ditandatangani, untuk kekuatan pembuktian
Beberapa masalah yang mungkin timbul dari sistem digital signature ini terkait
dengan sistem hukum yang sudah ada. Pada banyak negara, disyaratkan bahwa suatu
tertulis di lnggris, bukti tertulis haruslah berupa tulisan (typing), ketikan (printing),
lain, yang dapat memperlihatkan atau mengolah kata kata dalam bentuk yang terlihat
secara kasat mata. Definisi dari bukti tertulis itu sendiri sudah diperluas hingga
mencakup juga “telex, telegram, atau cara-cara lain dalam telekomunikasi yang
Pemakaian Internet dan bisnis melalui Internet dewasa ini berkembang sangat
pesat sehingga sektor hukum pun temasuk hukum pembuktian diminta untuk turun
tangan sehingga bisnis melalui Intenet seperti itu dapat dicapainya ketertiban dan
kepastian, disamping tercapai pula unsur keadilan bagi para pihak. Beberapa prinsip
hukum yang bersentuhan dengan e-commerce yang mestinya diakui sektor hukum
kekuatan pembuktian yang sama dengan kontrak yang dibuat secara tertulis
diatas kertas.
Januari 2000.
Notarisasi Bisnis Nomor 102, tanggal 31 Mei 2000, yang mulai berlaku sejak
membuat Uncitral Model Law terhadap alat bukti komersil (Uncitral Model Law on
Electronic Commerce). Uncitral Model Law ini telah resmi dipublikasikan sejak
tahun 1996, dengan bahasa aslinya dalam bahasa Arab, Cina, Inggris, Prancis, Rusia,
57
dan Spanyol. Model law ini diharapkan dapat diterapkan pada setiap informasi dalam
bentuk “data elektronik” (data message) yang digunakan dalam hubungannya dengan
aktivitas komersil. Yang dimaksud dengan data elektronik (data message) dalam hal
ini adalah setiap informasi yang dihasilkan, dikirim, diterima, atau disimpan dengan
sistem elektronik, optikal, atau dengan cara-cara yang serupa, termasuk tetapi tidak
elektronik, telegram, teleks, atau telekopi. Banyak ketentuan yang diatur dalam
model law tersebut, baik yang bersentuhan secara langsung maupun yang tidak
hubungannya dengan pengakuan terhadap alat bukti digital adalah sebagai berikut:
2. Praduga otentisitas
3. Notarisasi bisnis
electronic commerce. Akan tetapi, dalam praktik sering juga diperlukan aturan
khusus untuk suatu jenis electronic commerce khusus. Sebagai contoh, uncitral
tambahan. Transfer dana secara elektronik merupakan transfer dana yang satu atau
lebih bagian dalam transfer dana yang dahulu menggunakan warkat (secara fisik)
kemudian diganti dengan menggunakan teknik elektronik ex: via telex, the society
Pengiriman uang via elektronik (seperti lewat komputer atau Internet) atau
lewat telepon akan tidak mempunyai bukti tertulis sama sekali. Hal ini tentu akan
hari, di amping dapat terjadi pula penipuan/pemalsuan. Oleh karena itu, biasanya
bank yang menggunakan teknik ini akan menggunakan sistem konfirmasi tertulis
yang dilakukan segera setelah dilakukan transfer. Di samping itu, tersedia pula
beberapa model pengamanan yang lain, seperti pemberian contoh tanda tangan,
penentuan terhadap yang disebut dengan istilah test key, merekam suara percakapan
yang telah diberi kedudukan sebagai alat bukti tertulis otentik untuk di amankan
disimpan dalam bentuk elektronis ( paperless ) ini dapat dijadikan sebagai alat bukti
yang sah. Di samping itu dalam Pasal 3 UU No.8 Tahun 1997 telah memberi peluang
luas terhadap pemahaman atas alat bukti, yaitu: “dokumen keuangan terdiri dari
merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha perusahaan’’.
atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi
menyebutkan alat-alat bukti secara limitatif, yaitu hanya menyebutkan lima macam
alat bukti. Dari kelima macam alat bukti tersebut. Dalam perkara perdata, bukti
tulisan mendapat kedudukan sebagai alat bukti yang utama, apalagi yang disebut
dengan bukti tulisan yang berupa data otentik. Akta otentik memiliki kekuatan
pembuktian formil, materil dan mengikat (sebagai alat bukti yang sempurna,
dalam hukum pembuktian, yaitu: Pertama, asas Audi et alteram partem yaitu bahwa
60
kedua belah pihak yang bersengketa harus di perlakukan sama atau dalam praktek di
tinggal atau dikenal dengan “Actor sequitur forum rei”. Asas ini di kembangkan
bertolak dari apa yang dikenal dalam hukum pidana dengan “Presumtion of
innocense”.
Ketiga, asas actori incumbit probatio, yaitu bahwa siapa yang mengaku
memiliki hak harus membuktikannya, asas ini berdasarkan kepada apa yang tampak
telah ada secara sah haruslah untuk sementara dibiarkan dalam keadaan demikian
untuk kepastian hukum. Namun demikian, yang harus dibuktikan tersebut hanyalah
yang positif saja, yaitu adanya suatu peristiwa dan bukan tidak adanya peristiwa.
pembuktiannya bersifat khusus (lex specialis), harus tetap mengacu pada hukum
pembuktian yang umum (HIR/RBg atau Hukum Acara Perdata baru yang akan
datang).
digunakan secara hukum harus juga meliputi informasi atau dokumen elektronik
untuk memudahkan pelaksanaan hukumnya. Selain itu hasil cetak dari dokumen atau
informasi tersebut juga harus dapat dijadikan bukti yang sah secara hukum. Untuk
elektronik atau hasil cetak), maka bukti elektronik dapat disebut sebagai perluasan
alat bukti yang sah, sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Namun
61
bukti elektronik tidak dapat digunakan dalam hal-hal spesifik, seperti dalam
tertulis, perjanjian yang berkaitan dengan transaksi barang tidak bergerak, dokumen
yang berkaitan dengan hak kepemilikan dan juga dokumen lainnya yang menurut
elektronik yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Suatu bukti
elektronik harus dapat menunjukkan bahwa informasi yang dimilikinya berasal dari
dilakukan dengan online trading. Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang,
perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran (offerte)
menerima jawaban yang termaktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah yang
yang bersangkutan tidak membuka surat itu, adalah menjadi tanggungannya sendiri.
6
Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Menuju Kepastian Hukum
di Bidang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jakarta 2007. Hal. 14
62
sudah lahir tidak dapat ditarik kembali tanpa izin pihak lawan. Saat atau detik
masalah beralihnya suatu risiko dalam suatu perjanjian jual beli. Tempat tinggal
(domisili) pihak yang mengadakan penawaran (offerte) itu berlaku sebagai tempat
lahirnya atau ditutupnya perjanjian. Tempat ini pun menjadi hal yang penting untuk
dapat dikategorikan sebagai bukti tertulis. Akan tetapi, terdapat suatu prinsip hukum
atau digital signature, yakni adanya syarat bahwa dokumen tersebut harus dapat
dilihat, dikirim dan disimpan dalam bentuk kertas. Masalah lain yang dapat timbul
berkaitan dengan dokumen elektronik dan digital signature ini adalah masalah cara
untuk menentukan dokumen yang asli dan dokumen salinan. Berkaitan dengan hal
hukum yang dapat mengatur suatu tanda kepemilikan saham yang terjamin
diatur dalam UU harus bersifat khusus, seperti halnya dalam beracara kepailitan pun
demikian. Bidang-bidang hukum lainnya seperti Hukum Acara Perdata (dalam BW,
HIR/RBg), UUPT, dan sebagainya yang mengatur masalah pembuktian tetap diakui
sebagai hukum umum. Artinya undang-undang yang sudah ada dibiarkan tetap
special/khusus akan patuh pada asas lex specialis derogat lex generalis.7
bahwa informasi yang dimilikinya berasal dari sistem elektronik yang terpercaya.
Salah satu alat yang dapat digunakan untuk menentukan keaslian atau keabsahan
suatu bukti elektronik adalah tanda tangan elektronik. Pasal 11 UUITE menyebutkan
bahwa “tanda tangan elektronik harus dapat diakui secara hukum karena penggunaan
tanda tangan elektronik lebih cocok untuk suatu dokumen elektronik. Salah satu alat
yang dapat dipergunakan untuk menentukan keaslian atau keabsahan suatu bukti
7
Mieke Komar Kantaatmadja. Cyber Law Suatu Pengantar. Elips Bandung 2001 Hal. 37
64
elektronik adalah tanda tangan elektronik. Agar suatu tanda tangan elektronik dapat
a. Data pembuatan tanda tangan hanya terkait kepada penanda tangan saja;
b. Data pembuatan tanda tangan hanya berada dalam kuasa penandatangan pada
saat penandatangan;
penandatangannya;
mempunyai kewajiban untuk mengamankan tanda tangan agar tanda tersebut tidak
a. Sistem tidak dapat diakses oleh orang lain yang tidak berhak;
8
Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Op.cit, Hal. 16
9
Ibid, Hal 16-17
65
bahwa :
Jika syarat tersebut gagal untuk dipenuhi, maka orang tersebut bertanggung
jawab atas kerugian yang ditimbulkan. Pada dasarnya lembaga sertifikasi elektronik
Dalam dunia teknologi informasi, seperti Internet, seseorang dapat dengan mudah
membuat identitas lain (contoh, nama chatting, alamat e-mail). Oleh karena itu,
pemerintah atau masyarakat harus dapat membentuk suatu lembaga sertifikasi yang
terpercaya, agar pelaku usaha dapat melakukan usaha dengan sarana elektronik
secara aman.
Fungsi lain dari sertifikat elektronik adalah menjamin keaslian tanda tangan
antara tanda tangan elektronik dengan pemilik tanda tangan tersebut. Selain itu
untuk mengetahui data pembuatan tanda tangan, dan menunjukan bahwa tanda
66
Di Indonesia saat ini baru saja disahkan ketentuan khusus tentang alat bukti
yang mengakui informasi dan dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah
tentang akurasi dan kebenaran alat bukti dimaksud yaitu yang terdapat didalam
(termasuk e-contract dan digital signature) sebagai alat bukti di pengadilan, pada
untuk mengadili suatu perkara yang belum ada pengaturan hukumnya. Selain itu
dimaksud.
Out;
2. Proses data seperti pada umumnya dengan memasukkan inisial dalam sistem
3. Menguji data dalam waktu yang tepat, setelah data dituliskan oleh seseorang
10
Ibid, Hal 17
67
dimasukkan;
Sebelum UUITE sebenarnya telah ada beberapa hal yang menyangkut dengan
penggunaan dan pengakuan dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah,
misalnya:
yang telah diberi kedudukan sebagai alat bukti tertulis otentik dalam Undang-
khususnya. Digital signature merupakan salah satu isu spesifik dalam e-commerce.
integrity” yang menjamin bahwa pengirim pesan (sender) adalah benar-benar orang
yang berhak dan bertanggung jawab untuk itu. Hal ini berbeda dengan tanda tangan
biasa yang berfungsi sebagai pengakuan dan penerimaan atas isi pesan/dokumen.
68
Persoalan hukum yang muncul seputar hal ini antara lain berkenaan dengan fungsi
1. Authenticity (Ensured)
hukum, dan status dari user. Dengan keberadaan digital certificate ini maka pihak
ketiga yang berhubungan dengan pemegang digital certificate tersebut dapat merasa
yakin bahwa pesan yang diterimanya adalah benar berasal dari user tersebut.
2. Integrity
elekronik yang dikirimkan tersebut tidak mengalami suatu perubahan atau modifikasi
oleh pihak yang tidak berwenang. Jaminan authenticity ini dapat dilihat dari adanya
fungsi hash dalam sistem digital signature dimana penerima data dapat melakukan
pembandingan hash value. Jika hash valuenya sama dan sesuai maka data tersebut
keasliannya.
69
3. Non- Repudiation
pesan jika ia memang sudah mengirimkan pesan tersebut. Ia juga tidak dapat
menyangkal isi pesan tersebut. Hal ini disebabkan digital signature yang
menggunakan enkripsi asimetris yang melibatkan private key dan public key. Suatu
pesan yang telah dienkripsi dengan menggunakan kunci privat akan hanya dapat
4. Confidentiality
Dengan mekanisme digital signature yang sedemikian rupa maka akan dapat
terjamin kerahasiaan suatu pesan yang dikirimkan. Hal ini dimungkinkan karena
tidak semua orang dapat mengetahui isi pesan/data elektronik yang telah di-sign dan
publik, kunci simetrik dan sebuah fungsi hash satu arah. Teknik-teknik yang
teknologi informasi itu sendiri. Namun demikian, pada prinsipnya suatu tanda tangan
1. Otentik
2. Aman
4. Konfidensialitas
5. Hanya sah untuk dokumen itu saja atau kopinya yang sama persis
menjadi sangat penting untuk menjaga keaslian data tersebut. Oleh karena itu,
bahwa pemegang Kunci Publik adalah individu yang dimaksud. Dalam sebuah
atau Thrusted Third Party (TTP) merupakan Pihak Ketiga Terpercaya (Trustworthy)
atau suatu institusi yang dapat memberikan rasa percaya kepada para pelaku
adalah sebuah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak ketiga yang layak
serta menyediakan layanan keamanan yang dapat dipercaya oleh pengguna dalam
oleh penerima yang berhak dan tidak dapat dipahami oleh pihak yang tidak berhak);
71
diterima tidak berubah); dan Non repudiation (pihak yang terkait tidak dapat
dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis
untuk ruang cyber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk mengkategorikan sesuatu
hanya dengan ukuran dan kualifikasi konvensional untuk dapat dijadikan objek dan
perbuatan, sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal-
hal yang lolos dari jerat hukum. Kegiatan e-commerce merupakan kegiatan virtual
tetapi berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik, dengan
Salah satu hal penting adalah masalah keamanan. Terdapat tiga pendekatan
dilakukan, mengingat tanpa pendekatan teknologi suatu jaringan akan sangat mudah
Oleh karena itu, pendekatan hukum dan sosial budaya-etika sebagai bentuk
11
Ibid, Hal. 52-53
72
bentuk tersedianya hukum positif akan memberikan jaminan kepastian dan sebagai
BAB IV
PENUTUP
sebelumnya, maka pada bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan dan saran
A. Kesimpulan
1. Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan bahwa syarat sahnya suatu perjanjian
yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan untuk membuat perjanjian, suatu hal
tertentu dan suatu sebab yang halal dapat diterapkan untuk menentukan
transaksi.
2. Tanggung jawab para pihak dalam jual beli melalui Internet yaitu pihak penjual
bertanggung jawab atas semua produk atau jasa yang telah di iklankannya di
Internet serta bertanggung jawab atas pengiriman barang atau jasa yang telah
membayar sejumlah harga dari produk atau jasa yang telah dibelinya dari
informasi dan transaksi elektronik harus dilakukan secara aman, andal dan
adanya pihak lain yang secara tanpa izin melakukan tindakan sehingga sistem
ketentuan yang diatur dalam KUH Perdata maka dalam hukum pembuktian ini,
alat-alat bukti dalam perkara perdata terdiri dari : bukti tulisan, bukti saksi-
sahnya suatu perjanjian yang menyebutkan bahwa bukti elektronik baru dapat
untuk terjadinya jual beli melalui Internet, baik itu mencakup tanda tangan
ataupun lainnya yang menjadi suatu bentuk keabsahan dari suatu perjanjian
75
B. Saran
Dalam hal ini sosialisasi dimaksudkan juga agar masyarakat dapat melaksanakan
transaksi e-commerce ini sesuai dengan aturan yang berlaku dan juga agar
penerapannya.
2. Bagi para pihak yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan
12 UUITE.
3. Pemerintah seyogyanya memberikan pengawasan yang lebih ketat lagi bagi para
sehingga proses transaksinya dapat berjalan lancar dan tidak ada satu pihak pun
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
____, Suatu Tinjauan Hukum tentang E-Commerce. Pusat Studi Hukum dan
Kemasyarakatan Graha Kirana. Jakarta, 2000.
Mieke Komar Kantaatmadja. Cyber Law Suatu Pengantar. Elips. Bandung 2001.
_____, Hukum Perdata tentang Perikatan. Penerbit Fak. Hukum USU. Medan,
1974.
Ricardus Eko Indrajit. E-commerce Kiat dan Strategi di Dunia Maya. PT Elek
Media Komputindo. Jakarta, 2001.
Zulfi Chairi. Aspek Hukum Perjanjian Jual beli Melalui Internet. Universitas
Sumatera Utara. Medan, 2005.
B. Peraturan Perundang-undangan
C. Situs Internet
D. Sumber Lain