You are on page 1of 20

PERBANDINGAN SISTEM EKONOMI

KAPITALIS, SOSIALIS DAN ISLAM


Oleh: Irwan Malik Marpaung

A. Prolog
Kebahagiaan dan kesejahteraan merupakan tujuan utama kehidupan
manusia. Berbagai cara dilakukan manusia untuk mencapai hal tersebut. Salah
satu paradigma1 atau acuan  kebahagiaan dan kesejahteraan manusia adalah tolak
ukur ekonomi, dan demi mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dalam bidang
ini,  manusia mengacu pada berbagai pemikiran. Tentunya, setiap pemikiran yang
menjadi acuan ini berangkat dari worldview2 maupun intrest konstitusionalnya
masing-masing jika meminjam istilah Habermas. Seperti; sistem ekonomi
kapitalis dan sosialis adalah sistem yang lahir dari paham secular dan kemudian

1
Paradigma atau aslinya paradigm, adalah sebuah konsep yang ambigous, ketika pertama
kali dilontarkan oleh Thomas Kuhn dalam tulisannya yang cukup terkenal, The Structure of
Scientific Revolution memiliki pengertian yang beragam. dalam tulisan Redman, Economics and
the Philosophy of Science, term tersebut ditemukan dalam 21 pengertian yang berbeda. Akan
tetapi satu pengertian dasar dari term ini, bahwa Kuhn memperkenalkan suatu konsep yang
mendasar, dan diperlukan sebagai prasyarat dalam rangka sebuah pengembangan ilmu
pengetahuan didasarkan pada pencapaian-pencapaian ilmiah sebelumnya. Dengan demikian,
apabila terjadi ketidak-sinambungan dalam pengembangan ataupun perkembangan ilmu
pengetahuan, ia dapat dibenarkan dengan merujuk pada istilah paradigm shift, yang lebih jauh lagi
memungkinkan terjadinya revolusi ilmiah, sebagaimana judul buku karya Kuhn tersebut. Lihat:
Deborah A. Redman, Economics and the Philosophy of Science, Oxford University Press, New
York, 1991, halaman. 16, dikutip dari Masyhudi Muqorobin, “Paradigma Ilmu Ekonomi Islam”,
makalah yang diposting pada situs resmi Fakultas Ekonomi Unversitas Muhammadiyah
Yogyakarta. http://fe.umy.ac.id/eei/index.php?option=download&it-
linemodule=1&action=viewDl&cid=2
2
Secara awam worldview atau pandangan hidup sering diartikan filsafat hidup. Setiap
kepercayaan, bangsa, kebudayaan atau peradaban dan bahkan setiap orang memiliki worldview
masing-masing. Maka dari itu jika worldview diasosiasikan kepada suatu kebudayaan maka
spektrum maknanya dan juga termanya akan mengikuti kebudayaan tersebut. Lihat: Hamid Fahmy
Zarkasyi, “Worldview Sebagai Asas Epistemologi Islam”, ISLAMIA, Majalah Pemikiran dan
Peradaban Islam, THN II No.5 April-Juni 2005, hal 10-20., Prof. Alparslan mengartikan
worldview sebagai asas bagi setiap perilaku manusia, termasuk aktifitas-aktifitas ilmiyah dan
teknologi. Setiap aktifitas manusia akhirnya dapat dilacak pada pandangan hidupnya, dan dalam
pengertian itu maka aktifitas manusia dapat direduksi menjadi pandangan hidup. (the foundation
of all human conduct, including scientific and technological activities. Every human activity is
ultimately traceable to its worldview, and as such it is reducible to that worldview. Alparslan
Acikgence, "The Framework for A history of Islamic Philosophy", Al-Shajarah, Journal of The
International Institute of Islamic Thought and Civlization, (ISTAC, 1996, vol.1. Nos. 1&2, 6).
Dari definisi di atas setidaknya kita dapat memahami bahwa worldview adalah identitas untuk
membedakan antara suatu peradaban dengan yang lain. Dan dapat kita mengerti bahwa worldview
melibatkan aktifitas epistemologis manusia, sebab ia merupakan faktor penting dalam aktifitas
penalaran manusia.

1
menjelma menjadi sumber kebenaran peradaban.3Sedangkan dalam Islam,
pemikiran ekonomi berkaitan erat dengan struktur metafisika dasar Islam yang
telah terformulasikan sejalan dengan wahyu, hadith, akal, pengalaman dan intuisi.
Ini berarti bahwa ilmu ekonomi dalam Islam merupakan produk dari pemahaman
(tafaqquh) terhadap wahyu yang memiliki konsep-konsep yang universal,
permanen, dinamis, pasti dan samar-samar, yang asasi dan yang tidak.
Sehubungan dengan masalah ini, berikut akan dibahas secara singkat
perbedaan maupun perbandingan sistem ekonomi kapitalis, ekonomi sosialis dan
ekonomi Islam. Ekonomi kapitalis tidak diragukan adalah sistem ekonomi yang
paling dominan di dunia saat ini dan sistem ekonomi sosialis sebagai
tandingannya. Sedangkan ekonomi Islam, baik sebagai ilmu maupun sistem, kini
telah memasuki kategori untuk dinyatakan sebagai sebuah paradigma ekonomi
baru. Hal ini dibuktikan pula dengan semakin maraknya diskursus tentang
ekonomi Islam di berbagai universitas, baik di Barat maupun di negara-negara
Islam sendiri. Sementara ekonomi Islam sebagai sebuah sistem juga telah mulai
menampakkan kehadirannya, utamanya melalui kehadiran sistem keuangan dan
perbankan Islam.

B. Sistem Ekonomi Kapitalis


Di bawah dominasi kapitalisme, ekonomi konvensional saat ini sedang
menghadapi masa krisis dan re-evaluasi. Kapitalisme menghadapi serangan kritik
dari berbagai penjuru. Mulai dari Karl Max sampai pada era tahun 1940-an,1950-
an, 1960an, bahkan di awal abad 21 kritikan tersebut semakin tajam dan meluas.

3
Hingga pertengahan abad ke-19 tidak banyak dijumpai petunjuk bahwa ilmu ekonomi
dapat diubah menjadi sumber kebenaran peradaban. Hanya ketika Tuhan dikatakan telah mati.
Lihat: Jhon Ralston Saul, Runtuhnya Globalisasi dan Penemuan Kembali Dunia, terj: Dariyanto,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008, hal. 64

2
seperti Joseph Schumpeter4, Paul Omerod5, Umar Ibrahim Vadillo6, Critovan
Buarque7, sampai kepada Joseph Stigliz 8. Banyak indikasi kegagalan kapitalisme
tersebut, anatara lain. pertama, Ekonomi konvensional yang berlandaskan pada
sistem ribawi, ternyata semakin menciptakan ketimpangan pendapatan yang hebat
dan ketidak-adilan ekonomi. Kedua, Ekonomi kapitalisme tersebut juga telah
menciptakan krisis moneter dan ekonomi di banyak negara. Di bawah sistem
kapitalisme, krisis demi krisi terjadi terus menerus, sejak tahun 1923, 1930, 1940,
1970, 1980, 1990, 1997 bahkan sampai sekarang. Banyak negara senantiasa
terancam krisis susulan di masa depan jika sistem kapitalisme terus dipertahankan.
Ketiga, Ekonomi kapitalisme banyak memiliki kekeliruan dan kesalahan dalam
sejumlah premisnya, terutama rasionalitas ekonomi yang telah mengabaikan
moral dimensi moral.

Defenisi Sistem Ekonomi Kapitalis

4
Sejak awal, Joseph Schumpeter meragukan kapitalisme. Dalam konteks ini ia
mempertanyakan, “Can Capitalism Survive”?. No, I do not think it can. (Dapatkah kapitalisme
bertahan ?. Tidak, saya tidak berfikir bahwa kapitalisme dapat bertahan). Selanjutnya ia
mengatakan, ” Capitalism would fade away with a resign shrug of the shoulders”,Kapitalisme
akan pudar/mati dengan terhentinya tanggung jawabnya untuk kesejahteraan (Heilbroner,1992).
5
Paul Omerod dalam buku The Death of Economics (1994). Menuliskan bahwa ahli
ekonomi terjebak pada ideologi kapitalisme yang mekanistik yang ternyata tidak memiliki
kekuatan dalam membantu dan mengatasi resesi ekonomi yang melanda dunia. Mekanisme pasar
yang merupakan bentuk dari sistem yang diterapkan kapitalis cenderung pada pemusatan kekayaan
pada kelompok orang tertentu.
6
Mirip dengan buku Omerod, muncul pula Umar Vadillo dari Scotlandia yang menulis
buku, ”The Ends of Economics” yang mengkritik secara tajam ketidakadilan sistem moneter
kapitalisme. Kapitalisme justru telah melakukan ”perampokan” terhadap kekayaan negara-negara
berkembang melalui sistem moneter fiat money yang sesungguhnya adalah riba.
7
Critovan Buarque, ekonom dari universitas Brazil dalam buknya, “The End of
Economics” Ethics and the Disorder of Progress (1993), melontarkan sebuah gugatan terhadap
paradigma ekonomi kapitalis yang mengabaikan nilai-nilai etika dan sosial. Paradigma ekonomi
kapitalis tersebut telah menimbulkan efek negatif bagi pembangunan ekonomi dunia, yang disebut
Fukuyama sebagai ”Kekacauan Dahsyat” dalam bukunya yang paling monumental, “The End of
Order”.(1997), yakni berkaitan dengan runtuhnya solidaritas sosial dan keluarga.
8
Sejalan dengan Omerod dan Vadillo, belakangan ini muncul lagi ilmuwan ekonomi
terkemuka bernama E.Stigliz, pemegang hadiah Nobel ekonomi pada tahun 2001. Stigliz adalah
Chairman Tim Penasehat Ekonomi President Bill Clinton, Chief Ekonomi Bank Dunia dan Guru
Besar Universitas Columbia. Dalam bukunya “Globalization and Descontents, ia mengupas
dampak globalisasi dan peranan IMF (agen utama kapitalisme) dalam mengatasi krisis ekonomi
global maupun lokal.

3
Ada banyak definisi formal tentang capitalism. Makna Kapitalisme adalah
sistim ekonomi yang berorientasi pada cara-cara produksi secara individu atau
dimiliki oleh individu, dimana distribusi, penentuan harga dan jasa-jasa pelayaan
didalamnya ditentukan oleh pasar bebas. Pengertian individu disini dapat juga
diartikan sebagai individu secara kolektif dalam bentuk perusahaan (corporate
ownership) dan bukan milik masyarakat atau milik negara.9 Oleh sebab itu
kapitalisme juga disebut dengan sistim ekonomi dengan pendekatan pasar bebas
(free market). Para proponen sistim ini percaya bahwa pasar adalah efisien dan
harus berfungsi secara bebas tanpa campur tangan pihak manapun, tugas negara
hanya mengatur dan memproteksi.10. Milton Friedman, salah seorang proponen
utama kapitalisme modern merumuskan tiga faktor utama sistem kapitalisme:
pasar bebas, kebebasan individual, dan demokrasi.11 Kapitalisme sebagai sistem
ekonomi muncul pada abad 16, didorong dengan munculnya industri sandang di
Inggris.
Pada masa permulaannya, kapitalisme merupakan semangat usaha, berani
mengambil resiko, persaingan dan keinginan untuk mengadakan inovasi. Tata
nilai dominan kapitalisme adalah individualisme, kemajuan material dan
kebebasan politik.12 Pertumbuhan kapitalisme, dan terutama industrialisasi
kemudian melahirkan kelas pekerja. Seiring berjalannya waktu, prospek
kapitalisme tidak begitu cerah seluruhya segera sesudah terjadinya krisis finansial
yang melanda Amerika Serikat yang kemudian berdampak bagi negara-negara
lain. Banyak para kalangan yang mengatakan bahwa ini adalah saatnya
kehancuran kapitalisme.

Karakteristik Sistem Ekonomi Kapitalis

9
John Schrems, Understanding Principles of Politics and the State, PageFree Publishing
(2004), page 234.
10
http://www.investorwords.com/713/capitalism.html
11
Friedman, “Capitalism and Freedom”, 1965.
12
Hudiyanto, 2002, hal 20

4
Ciri dominan dari system kapitalis adalah; pertama: Kebebasan memiliki
harta secara perorangan. Hak milik perorangan merupakan elemen penting
kapitalisme. Dalam paham kapitalisme tidak berlaku istilah hak milik berfungsi
sosial. Pemberian hak milik secara mutlak akan menciptakan  perilaku individu
untuk menggunakan semaksimal mungkin  sumber daya yang dimiliki dan
berdampak pada distribusi pendapatan masyarakat. Kedua: Persaingan bebas
(Free competition). Persaingan bisa terjadi antar produsen dalam menghasilkan
produk, persaingan bisa terjadi antara penyalur produk, persaingan bisa terjadi
antar karyawan untuk mendapatkan pekerjaan, persaingan bisa terjadi antar
pemilik modal dan seterusnya. Ketiga: Kebebasan penuh. Kapitalisme identik
dengan kebebasan (liberalisme/ laisses faire) , yang dianggap sebagai iklim yang
paling sesuai dengan sendi kapitalisme. Liberalisme adalah suatu paham yang
berpendapat dan bercita-cita bahwa manusia dilahirkan di dunia mempunyai hak
untuk bebas seperti yang diinginkannya.
Keempat: Mementingkan diri sendiri. Aktivitas individu diyakini tidak
akan membawa kekacauan, bahkan sebaliknya akan membawa kemakmuran
bangsa-bangsa. Adam Smith13  mengatakan “Bukan berkat kemurahan hati tukang
daging, tukang pembuat bir dan tukang roti kita dapat makan siang, akan tetapi
karena mereka memperhatikan kepentingan pribadi mereka. Kita bicarakan bukan
kepada rasa kemanusiaan mereka melainkan cinta mereka kepada diri mereka
sendiri”14 Kelima: Harga sebagai penentu (Price system). Paham serba bebas
(laissez faire)  akan tercipta keseimbangan baru yang  mampu membawa kepada
kemakmuran masyarakat. Apabila terjadi kelebihan faktor produksi, maka akan
tidak terserap oleh pasar sehingga akan terjadi pengurangan faktor produksi
tersebut karena mekanisme pasar dan sebaliknya. Kondisi semacam ini akan dapat
memunculkan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi. Keenam: Campur
tangan pemerintah minimum. Doktrin laissez faire sistem ekonomi merupakan
13
Adam Smith adalah penganut aliran klasik terkenal. Ia lahir di kota Kirkcaldy
Scotlandia. Belajar filsafat dan pernah menjadi guru besar logika di Universitas Glasgow. Tahun
1766 ia pergi ke Perancis dan bertemu dgn para penganut liberalisme. Tahun 1776 ia menerbitkan
Penelitian Alam dan Sebab-sebab Kekayaan Manusia. Buku inilah yg dikatakan kritikus Edmund
Burke sebagai karya tulis teragung yg pernah ditulis manusia.
14
(Heilbroner, 1982, hal …)

5
orde alamiah  (natural orde) yang tunduk pada hukum alam (natural
law). Campur tangan pemerintah dalam bidang ekonomi  akan menghambat
proses pengaturan diri (self regulation)

Dampak Posisitif dan negative Sistem Ekonomi Kapitalis:


Tak dapat dipungkiri bahwa kapitalisme telah memberikan begitu banyak
hasil positif bagi peradaban umat manusia. Kemudahan fasilitas hidup,
perkembangan teknologi, variasi produk, infrastruktur menjadi bukti bahwa
kapitalisme menunjukkan perannya yang signifikan dalam sejarah peradaban umat
manusia. Dampak positif ini bisa kita rangkum pada tiga poin; pertama:
Mendorong aktivitas ekonomi secara signifikan. Kedua: Persaingan bebas akan
mewujudkan produksi dan harga ke tingkat wajar dan rasional. Ketiga:
Mendorong motivasi pelaku ekonomi mencapai prestasi terbaik.
Terlepas dari semua hal itu, tidak salah jika dianalisa bahwa dibalik
kesuksesan itu, ada kerancuan bahkan kontradiktif yang pada hakekatnya
menafikan kesuksesan tadi.15 Hal ini tampak pada; pertama: Penumpukan harta,
distribusi kekayaan tidak merata. Selama abad 20, selain megahnya pembangunan
fisik ekonomi, ternyata terdapat data-data yang jelas menunjukkan bahwa system
kapitalis memberikan goncangan-goncangan ekonomi dan implikasi-implikasi
negative. Jeratan hutang di hampir seluruh Negara berkembang, kemiskinan yang
semakin meluas di negara dunia ketiga.16 Kedua: Individualisme. Dalam interaksi
ekonomi internasional terlihat bagaimana system ekonomi kapitalis menciptakan
kondisi kompetisi yang tidak sehat, bahkan wujud kecenderungan eksploitasi
ekonomi dari sekelompok negara terhadap sekelompok negara lain. Sehingga
kekacauan ekonomi yang cenderung diciptakan ini meluas pada wilayah hukum,
social budaya, pendidikan dan bahkan politik.
Ketiga: Distorsi pada nilai-nilai moral. Bahkan seiring dengan
perkembangan ekonomi berupa fasilitas dan segala kemudahan teknologi bukan

15
Ali Sakti, Ekonomi Islam, Jawaban atas Kekacauan Ekonomi Modern, Paradigma &
Aqsa Publishing, 2007, hal. 26
16
Ibid, hal. 27

6
semakin membuat peradaban yang terbangun menjadi lebih baik, tapi semakin
menunjukkan paradok-paradok kemajuan ekonomi. Semakin maju ekonomi
semakin tidak terlihat kemajuan pada sisi moral yang digambarkan oleh kualitas
dan kuantitas interaksi diantara manusia sebagai subjek pembangunan ekonomi.
Manusia terjebak dalam budaya egoisme dan budaya menguasai kekayaan dunia
untuk kemewahan diri sendiri. Dalam pidatonya Bung Karno pernah mengatakan
bahwa dengan kapitalisme, manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya.
Budaya egoisme ini tentu berlangsung tanpa pijakan moral untuk memakmurkan
umat manusia, ataupun membangun peradaban yang adil dan beradab.
Kapitalisme memandang manusia sebagai benda materi. Karena itu manusia
dijauhkan dari kecenderungan ruhani dan akhlaknya. Bahkan dalam sistem
kapitalisme antara ekonomi dan moral dipisahkan jauh-jauh
Keempat: Pertentangan antar kelas misalnya majikan dan buruh.
Kapitalisme mendefenisikan kepuasan ekonomi direpresentasikan oleh jumlah
materi yang dapat dimiliki. Kemudian disadari atau tidak, materi yang dimiliki
tersebut menjadi parameter status social pelaku ekonomi. Menurut Umar Chapra17
parameter tersebut kemudian menjelma menjadi nilai atau norma dalam aktifitas
perekonomian. Hal ini kemudian memicu ketidak harmonisan pada setiap lapisan
antara kelas ekonomi.

C. Sistem Ekonomi Sosialis


Kutup lain dari sistem ekonomi kapitalis adalah sistem ekonomi sosialis.
Lahirnya sistem ekonomi marxisme atau sosialisme pada mulanya dimaksudkan
untuk memperbaiki kehidupan masyarakat yang menderita akibat  akumulasi
modal kapitalisme. Filosofinya adalah setiap individu bersama-sama memperoleh
kesejahteraan. Perkembangan sistem ini berangkat dari kritik terhadap kapitalisme
yang pada masa itu disebut kaum borjuis dan mendapat legitimasi dari gereja
untuk meng-eksploitasi buruh.

17
Muhammad Umer Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi Sebuah Tinjauan Islam, Jakarta,
Gema Insani Press, 2001, hal. 112

7
Defenisi Sistem Ekonomi Sosialis
Dari sudut pandang ekonomi, sosialisme adalah sebuah sistem ekonomi
yang dilandaskan pada prisip kebersamaan, di mana kepemilikan alat-alat
produksi (means of production) dan distribusi bersifat kolektif.18 Salah satu
bentuknya yang paling ekstrim adalah komunisme, dimana keputusan-keputusan
ekonomi disusun, direncanakan dan sekaligus dikontrol oleh negara. Sebagai
respon terhadap era industrialisasi, sistem ekonomi sosialis dimana Karl Marx
sebagai rujukan utamanya, gencar mengkritik ekonomi pasar yang dikembangkan
oleh Adam Smith. Dalam kaca mata sosialis, kapitalisme adalah sistem yang tidak
adil dan “busuk dari dalam”. Dari sudut moral, kapitalisme mewarisi ketidak
adilan sebab ketidak pedulian pada ketimpangan dan kesenjangan social dalam
masyarakat. Dari sudut social, sosialis memandang kapitalisme sebagai sumber
konflik antar kelas, baik yang borjuis dan proletar, antara tuan tanah dan buruh,
dimana yang satu berperan sebagai penindas (oppressor) sedang yang lainnya
sebagai yang tertindas I(oppressed). Dari sudut ekonomi, sosialis memandang
kapitalisme tidak lain hanyalah alat bagi kapitalis untuk mengejar laba.
Sedangkan ekonomi pasar yang diciptakan kapitalisme bukanlah sebuah
mekanisme untuk memaksimumkan kesejahteraan privat individu-individu,
melainkan sebagai untuk memfasilitasi ketamakan para kapitalis mengangkangi
nilai surplus (surplus value) dan mengakumulasikan kekayaan.19

Karakteristik Sistem Ekonomi Sosialis


Pertama: Kepemilikan harta dikuasai negara. Kedua: Setiap individu
memiliki kesamaan kesempatan dalam melakukan aktivitas ekonomi. Ketiga:
Disiplin politik yang tegas dan keras. Keempat: Tiap warga negara dipenuhi
kebutuhan pokoknya. Kelima: Proyek pembangunan dilaksanakan negara.
Keenam: Posisi tawar menawar individu terbatas.20

18
Deliarnov, Ekonomi Politik, Penerbit Erlangga, 2oo6, hal. 39
19
Lebih lanjut Lihat: Deliarnov, ibid, hal. 41-43
20
Lebih lanjut Lihat: Albert, Michael & Hahnel, Robin: The Political Economy of
Participatory Economics , Princeton University Press, 1991. (Available online), Cole, GDH :
Socialist Economics , 1950, London : Victor Gollancz Ltd. Cole, GDH, Horvat, Branko: The

8
Dampak Posisitif dan negative Sistem Ekonomi Sosialis:
Kebaikan sistem ekonomi sosialis; pertama: Berpihak pada nasib dari
kaum lemah. Kedua: Tidak terjadi pengangguran masyarakat. Ketiga:
Kemakmuran yang merata.
Walau dilihat dari cita-cita sosialis untuk menghilangkan kemiskinan,
kemeralatan dan keterbelakangan sangat mulia, dalam dunia nyata kemiskinan,
kemeralatan dan keterbelakangan di negara-negara sosialis lebih kentara dari yang
dijumpai dalam sistem ekonomi kapitalis.21 Para pemikir dan pemimpin sosialis
memang memiliki mimpi yang indah untuk membawa masyarakat pada sistem
kemasyarakatan yang lebih mulia. Akan tetapi, kelompok kapitalis memandang
mungkin di satu sisi mereka berhasil mengurangi ketimpangan dan
mempromosikan pemerataan, tetapi bukan pemerataan dalam kekayaan dan
kesejahteraan, melainkan pemerataan dalam kemiskinan. Dalam pandangan
Winston Churchil: “Socialism is the philosophy of failure, the creed of ignorance
and the gospel of envy”.22
Mengapa sistem ekonomi sosialis tidak bisa maju? Menurut Deliarnov,
sebenarnya banyak teori yang dapat dikemukakan, yang paling menonjol adalah;
pertama: pengelolaan yang terlalu disentralisasi, dua: birokrasi yang berbelit-
belit, tiga: kurangnya insentif untuk menggali ide-ide dan gagasan baru, serta
empat: kurang akomodatif terhadap perubahan.23 Dengan bahasa lain, Tidak
adanya jaminan atas kebebasan untuk berekspresi. Menurunkan semangat bekerja
karyawan. Dan tampaknya sistem sosialis yang dirumuskan oleh Karl Marx,
belum selesai. Ideologi Marxismo nampaknya hanya memberikan prediksi bahwa
pada suatu saat masyarakat akan menjadi seperti ini dan tidak seperti itu. Dengan
demikian, sistem ekonomi sosialis baru membicarakan to be or not to be . Karl

Political Economy of Socialism , 1982, ME Sharpe, Inc., Lebowitz, Michael A. : Beyond Capital,
Marx's Political Economy of the Working Class , 1992, 2003
21
Deliarnov, ibid, hal. 50
22
Dikutip dari Deliarnov: ibid, hal. 51
23
ibid, hal. 50

9
Mark belum sampai kepada pembicaraan yang lebih tuntas apakah factor
dominant dalam membentuk sistem ekonomi sosialis di muka bumi.

D. Sistem Ekonomi Islam


Sebagai suatu sistem hidup (millah, din) ajaran Islam dapat
diklasifikasikan menjadi dua bagian. Pertama yang berhubungan dengan ibadah
khususnya yang mengandung hubungan dimensi vertikal. Sedangkan yang kedua
yang berhubungan dengan permasalahan hubungan antar sesama mahluk
(muamalat). Kedua sub-sistem ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena
keduanya merupakan komplementer satu dengan yang lainnya. Jika keduanya
dipisahkan maka manusia akan mendapatkan kehinaan.24
Dengan demikian, pemikiran ekonomi Islam lahir dari kenyataan bahwa
Islam adalah sistem yang diturunkan oleh Allah kepada seluruh manusia untuk
menata seluruh aspek kehidupannya dalam seluruh ruang dan waktu. Karakter
agama Islam yang paling kuat adalah sistem dan penataan yang ada. Islam
dengan begitu merupakan konsep tentang sebuah proyek peradaban,25 Maka
secara kronologis perkembangan dalam memahami pemikiran ekonomi Islam
mengalami perkembangan dari masa ke masa, yang dimulai dari masa turunnya
wahyu, masa penyebaran Islam, masa ijtihad (penyusunan ilmu-ilmu), masa
stagnasi pemikiran Islam, masa invasi ideologi (terjadinya konflik antara ideologi
Islam, Sosialis dan Kapitalis) dan masa Islamisasi ilmu pengetahuan (yaitu;
terjadinya Islamisasi ilmu ekonomi).

Defenisi Ekonomi Islam


Islam sebagai suatu sistem kehidupan manusia mengandung suatu tatanan
nilai dalam mengatur semua aspek kehidupan manusia baik menyangkut sosial,
politik, budaya, hukum, ekonomi dsb. Syariat Islam mengandung suatu tatanan
nilai yang berkaitan dengan aspek akidah, ibadah, akhlaq dan muamalah.

24
Lihat: Al-Qur’an , Al Imran (3:112)
25
Lebih lanjut lihat: M.Sayyid Qutb, Muqawwamat al-Tashawwur al-Islami, Dar al-
Shuraq, S.M.N, al-Attas in his Prolegomena to The Metaphysics of Islam An Exposition of the
Fundamental Element of the Worldview of Islam, Kuala Lumpur, ISTAC.

10
Pengaturan sistem ekonomi tidak bisa dilepaskan dengan syariat Islam dalam
pengertian yang lebih luas. Dengan demikian sistem ekonomi Islam dapat
didefinisikan sebagai sistem yang membantu merealisasikan kesejahteraan
manusia melalui alokasi dan distribusi sumber-sumber daya yang seirama dengan
maqashid as syari`ah tanpa mengekang kebebasan individu, menciptakan ketidak
seimbangan makroekonomi dan ekologi yang berkepanjangan, atau melemahkan
solidaritas keluarga dan social serta jaringan moral masyarakat.26

Karakteristik Ekonomi Islam


Sistem ekonomi Islam tidak mengesampingkan unsur-unsur ego dalam diri
manusia, namun pemahaman bahwa hidup ini adalah ibadah (kepatuhan kepada
Tuhan), maka perilaku manusiapun sepatutnya merujuk dan mematuhi serta
menjadikan kepatuhan kepada Tuhan sebagai parameter dan titik sentral dari
perilaku manusia. Ekonomi Islam tidak sekedar berorientasi untuk pembangunan
fisik material dari individu, masyarakat dan negara saja, tetapi berikut horizon
dunia ataupun akhirat.
Karakteristik utama sistem ekonomi Islam adalah; pertama: tidak
membedakan antara ekonomi dengan etika, sebagaimana juga Islam tidak
membedakan antara ilmu dengan akhlak, politik dengan etika, perang dengan
etika dan lain lain, sehingga dalam mengarungi kehidupannya seorang muslim
haruslah memiliki budi pekerti dan akhlak yang mulia seperti yang di contohkan
oleh Muhammad Rosulullah saw.27 Individu maupun kelompok disatu sisi diberi
kebebasan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, namun disisi lain, ia
terikat dengan iman dan etika, sehingga ia tidak bebas mutlak dalam
permasalahan ekonomi untuk menginvestasikan modalnya atau membelanjakan
hartanya, yang akan dapat merugikan bagi orang lain. Masyarakat muslim juga
tidak bebas tanpa kendali dalam memproduksi segala sumberdaya alam yang ada

26
Umer Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam, Gema Insani Press,
pentrj: Ikhwan Abidin Basri, 2001, hal. 108
Sesungguhnya Aku (Muhammad) diutus pada Kamu sekalian adalah untuk
27

menyempurnakan akhlak yang mulia : Hadist Riwayat; Bukhori dan Muslim

11
yang dapat berakibat merusaknya,28 mendistribusikannya atau mengkonsumsinya.
Ia terikat dengan ikatan akidah dan etika mulia, disamping juga dengan hukum-
hukum Islam.29
Sistem ekonomi yang berlandaskan etika ini diakui oleh beberapa pakar
ekonomi Barat antara lain; Jack Austri, seorang Perancis, dalam bukunya “Islam
dan Pengembangan Ekonomi” mengatakan, “Islam adalah gabungan antara
tatanan kehidupan praktis dan sumber etika mulia. Antara keduanya terdapat
ikatan yang sangat erat yang tidak dapat terpisahkan. Dari sini sebetulnya orang
Islam tidak dapat menerima paham ekonomi orang kapitalis yang lebih condong
pada keduniaan saja tanpa memikirkan akhirat. Dan ekonomi yang kekuatannya
berlandaskan wahyu dari langit itu tanpa diragukan lagi adalah ekonomi yang
berdasarkan pada etika”. Menurut J. Perth, kombinasi antara ekonomi dan etika
ini bukanlah hal baru dalam Islam. Sejak semula Islam tidak mengenal pemisahan
jasmani dengan rohani. Didalam Islam kita menemukan praktek-praktek bisnis
yang menggabungkan antara etika dan ekonomi, seperti; larangan untuk
mengurangi takaran dan timbangan,30 larangan memakan riba,31 anjuran untuk
menafkahkan harta yang dimiliki agar tidak menumpuk pada orang tertentu, 32
larangan mempunyai sifat kikir33 dan untuk membersihkan hartanya.

28
Lihat: Al Qur’an, Ar-Rum ; 41
29
Sebagai misal dalam memandang masalah minuman keras, Islam dengan jelas dan
tegas menyebutkannya : “Hai orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji (yang) termasuk
perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya setan itu termasuk hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu
lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
sembahyang, maka berhentillah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)” Al-Qur’an Surat Al-
Ma’idah ayat 90-91, Minuman keras atau khamar, dari sisi ekonomi mungkin sangat
menguntungkan seperti dapat membuka lapangan pekerjaan, akan tetapi larangan tersebut sifatnya
final dan secara kompleks dan meyeluruh, yaitu larangan bagi pembuatnya (produsennya),
penyalurnya, orang yang mengantarkan barang tersebut (transportasinya), orang yang menjualnya,
orang yang membelikannya, dan orang yang menuangkannya. (Hadist Riwayat Abu Dawud)
30
Al-Qur’an; Surat Al-Muthoffifiin ayat 1-6
31
Al-Qur’an; Surat Al-Baqoroh ayat 275-276
32
Al-Qur’an Surat Al-Hasyr ayat 7
33
Al-Qur’an; Surat Al-Baqoroh ayat 261-274

12
Kedua: karakter ekonomi Islam sesuai dengan fitrah manusia. Tujuan
ekonomi Islam adalah menciptakan kehidupan manusia yang aman dan sejahtera.
Dengan demikian, dalam ekonomi Islam, manusia dan faktor kemanusiaan
merupakan faktor utama. Faktor kemanusiaan dalam ekonomi Islam terdapat
dalam kumpulan etika, yang ada pada Al-Qur’an, Hadits, serta ijma’ para ulama
yang mencakup etika, kebebasan, kemuliaan, keadilan, sikap moderat dan
persaudaraan sesama manusia. Etika Islam mengajurkan manusia untuk menjalin
kerjasama, tolong-menolong dan menjauhi sikap iri, dengki dan dendam.
Islam juga menganjurkan kasih sayang sesama manusia terutama pada
kaum lemah, anak yatim, miskin papa (bahkan dikatakan sebagai berbohong
dalam agama jika tidak memperdulikan mereka)34. Islam juga menganjurkan sikap
bertenggang rasa kepada para janda, tua renta dan orang yang tidak sanggup untuk
bekerja. Buah yang dipetik dari etika ini ialah diakuinya oleh Islam hak milik
individu, dengan syarat barang itu diperoleh dengan jalan halal. Islam juga
menjaga milik individu dengan segala undang-undang dan etika yang ada.

E. Komparasi Sistem Ekonomi Kapitalis, Sosialis dan Islam


Sistem ekonomi Islam pada hakekatnya bukanlah sebuah sikap reaksioner
terhadap fenomena ekonomi dominan. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya,
awal keberadaannya sama dengan awal keberadaan Islam di muka bumi ini.
Ekonomi Islam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Islam itu sendiri.
Islam diyakini sebagai jalan maupun konsep hidup tentu meliputi ekonomi
sebagai salah satu aktivitas hidup manusia, bahkan ekonomi merupakan aktivitas
utama dalam kehidupan, karena ia berkaitan erat dengan kemampuan dan segala
kegiatan mempertahankan hidup manusia baik kualitas dan kuantitas.35 Dari
penjelasan di atas kita temukan beberapa hal yang membedakan ekonomi
kapitalis, sosialis dan Islam secara signifikan, baik entitas ilmu maupun
mekanisme kerjanya dikehidupan manusia. Berikut beberapa perbedaan penting:

34
Al-Qur’an; Surat Al-Ma’un ayat 1 - 6
35
Ali Sakti, Ekonomi Islam, Jawaban… hal. 80

13
a. Sumber;
Sistem ekonomi Islam merujuk pada entitas utamanya yaitu Islam sebagai
konsep hidup dan kehidupan merupakan konsep yang langsung diidekan
(ideational) oleh Allah SWT.36 Sementara dalam sistem ekonomi kapitalis dan
sosialis hamper dipastikan tidak memiliki persfektif filosofi seperti yang dimiliki
Islam. Filosofi dasar sistem ekonomi kapitalis dan sosialis terfokus pada tujuan
materialism yang memang menjadi parameter terpenting dalam segala
aktifitasnya. Sehingga upaya menuju pencapaian materi tersebut diidentifikasi dan
dilakukan tanpa batasan-batasan tertentu seperti dalam ekonomi Islam. Hal ini
bisa dimaklumi karena sumber inspirasi ekonomi kapitalis dan sosialis adalah
interest manusiawi.

b. Motif;
Tujuan dari aktifitas ekonomi Islam tidak terlepas dari pemahaman Islam
sebagai konsep hidup yang mengantarkan manusia pada kesejahteraan dan
kedamain akhirat. Maka motif utama aktifitas ekonomi Islam tidak terlepas dari
motif ibadah. Motif ibadah ini kemudian mempengaruhi perilaku konsumsi,
produksi, distribusi dan interaksi ekonomi lainnya. Secara spesifik ada tiga motif
utama dalam perilaku ekonomi Islam, yaitu; maslahat, kebutuhan dan kewajiban.
Menurut Muhammad Akram Khan37 maslahat adalah parameter yang bernuansa
altruisme (kepentingan bersama). Kebutuhan merupakan sebuah motif dasar
disamping sebagai nilai moral tersendiri. Sedangkan motif kewajiban merupakan
presentasi entitas utama motif ibadah. Motif ini merefleksikan tugas utama
manusia sebagai hamba Tuhan.
Sedangkan motif ekonomi kapitalis dan sosialis lebih didominasi oleh
nilai-nilai egoisme, self interest danrasionalisme yang materialis. Kapitalis
menilai bahwa egoisme merupakan nilai yang konsisten mempengaruhi seluruh
36
Muhammad Nejatullah Siddiqi, “Islamizing Economics”, Toward Islamization of
Dixcipline, The International Institute of Islamin Though (IIIT), Hemdon, Virginia, USA, 1995,
hal. 253-261. Dikutip dari Ali Sakti, Ekonomi Islam, Jawaban… hal. 81
37
Muhammad AkramKhan, “The role of Government in the Economy”, The American
Journal of Islamic Social Sciences, Vol. 14, No 2, 1997, hal. 157. Dikutip dari Ali Sakti, Ekonomi
Islam, Jawaban… hal. 86

14
aktivitas manusia.38 Sehingga egoismelah yang menjadi titik sentral dari analisa
dan pengembangan teori ekonomi. Hal ini terlihat bagaimana egoisme menjadi
ruh dalam perilaku konsumsi, produksi dan interaksi ekonomi. Singkatnya,
ekonomi kapitalis dan sosialis lebih mempertimbangkan unsure keinginan (wants)
dalam mengembangkan mekanisme sistem ekonomi. Sedangkan Islam lebih focus
pada kebutuhan manusia.

c. Tujuan;
Perbedaan mendasar antara ekonomi kapitalis, sosialis dan Islam adalah
sudut pandang aksiologis. Rasionalitas dalam Islam bukannya kemudian
membatasi peluang untuk melakukan pemaksimalan kepentingan atau kebutuhan
secara mutlak. Term “maksimisasi” bisa saja tetap digunakan, hanya ia dibatasi
oleh kendala etika dan moral Islam. Maka istilah “kepuasan” pun mengalami
transformasi pengertian dari “kepuasan tak terbatas” menjadi falah, dalam arti
yang luas, dunia dan akhirat. Keyakin inilah yang kemudian mengontrol perilaku
manusia agar selalu merujuk pada Islam sebagai konsep hidup. Perpaduan
keyakinan (iman) dan profesiaonalitas keduniaan merupaka sinergi nilai dan kerja
yang khas dalam perekonomian Islam.
Sedangkan dalam perekonomian kapitalis dan sosialis, landasan filosofi
dari tujuan aktifitas ekonomi tidak menyentuh nilai-nilai aksiologis maupun
religiusitas. Keduanya terbatas pada nilai keduniawian, dimana parameter dan
tujuan aktifitas ekonominya cenderung materialistis. Konsep utilitas dalam
perilaku konsumsi yang ditunjukkan akhirnya demi mencapai tujuan
materialisme.

d. Paradigma;
Perbedaan paradigma sebagai ruang lingkup aktifitas juga cukup
signifikan. Dimana ekonomi Islam tidak bisa lepas dari aksiologinya (keyakinan

Lihat: Amartya SEn, :Rational Fool: A Critique of The Behavioaral Fondations of


38

Economic Theory”, Philosophy an Economic Theory, Edited by Frank Hahn and Martin Hollis,
Oxford University Press, 1979, hal. 87-109. Dikutip dari Ali Sakti, Ekonomi Islam, Jawaban…
hal. 87

15
pada hari kemudian, dosa-pahala dll). Paradigma ini kemudian menempatkan
norma-norma Islam menjadi variable yang cukup menentukan dari segala aktifitas
ekonomi manusia. Variable ini secara otomatis menuntut manusia pada segala
aktifitas hidupnya sejalan dengan prinsif keadilan dan keseimbangan.
Sementara ekonomi kapitalis dan sosialis lebih mengedepankan pasar
sebagai paradigmanya.39 Inovasi dan pengembangan aktifitas ekonomi didasarkan
pada optimalisasi bentuk pencapaian keuntungan yang bersifat individual maupun
kelompok secara bebas, tanpa memiliki batasan-batasan yang bersifat ideologi
maupun spiritual oriented. Isu moral dan akhlak berada pada koridor terbatas
dalam interaksi sesama manusia yang dijabarkan dalam wacana etika, tanpa
pernah jadi pertimbagan. Hal ini menjadi alasan utam mengapa kecenderungan
pelaku pasar dalam kedua sistem tersebut begitu konsumtif, materialistik dan
individualistik (dalam makna luas).

e. Harta;
Perbedaan mensikapi harta antara kapitalis, sosialis dan Islam juga sangat
berbeda. Dalam Islam harta disikapi sebagai pokok kehidupan maupun amanah. 40
Hal ini sejalan dengan corak perekonomian yang mementingkan kebersamaan
(altruisme) dan keyakinan bahwa hidup hanyalah perjalanan sementara, sehingga
harta sebagai alat hidup dikonsumsi secukupnya. Dalam definisi al-Ghazali, harta
dikonsumsi sebanyak yang dibutuhkan untuk hidup.41
Sementara dalam pandangan kapitalis dan sosialis, harta sebagai aset yang
dipergunakan untuk terus diperbanyak berdasarkan tujuan kepuasan individu.

f. Alokasi dan distribusi kekayaan;


Dalam Islam, mekanisme alokasi dan distribusi pendapatan dan kekayaan
berkaitan erat dengan nilai moral Islam sebagai alat untuk meraih kesejahteraan

39
Muhammad Arif, “Toward the Syari`ah Paradigm of Islamic Economics: The beginning
of Scientific Revolution”, Journal of Research in Islamic Economics, Vol. 2, No. 4, July 1985.
Dikutip dari Ali Sakti, Ekonomi Islam, Jawaban… hal. 89
40
Lihat QS: 4:5, QS: 63:9
41
Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, As Syifa, Jilid 2

16
akhirat. Kewajiban hamba pada Tuhannya merupakan prioritas utama dari segala
tindakan. Hala ini menjadikan mekanisme distribusi pendapatan dan kekayaan
yang bertujuan pada pemerataan menjadi sangat urgent dalam perekonomian
Islam, karena diharapkan setiap manusia dapat menjalankan kewajibannya sebgai
hamba tanpa harus dihalangi oelh hambatan yang wujud diluar kemampuannya.
Dengan demikian peran utama negara adalah memastikan terpenuhinya kebutuhan
minimal seluruh rakyat negara tersebut.42 Distribusi dan alokasi kekayaan selain
dilakukan dengan aktifitas ekonomi yang wajar dalam transaksi jual-beli, juga
diakui mekanisme berupa zakat yang sifatnya tidak mengikat.43
Sedangkan dalam sistem ekonomi kapitalis dan sosialis menggunakan
instrumen pajak dan tunjangan sebagai alat pemerataan pendapatan. Namun
secara kongkrit keberlangsungannya tergantung pada kebijakan rezim ekonomi
tersebut.

g. Fungsi negara;
Fungsi negra dapat dibagi menjadi dua fungsi utama, yaitu fungsi bersifat
geografi (geofraphical frontier) dan bersifat idiologi (ideological frontier). Fungsi
yang bersifat geografi adalah memastikan terpelihara dan berkembangnya negara
secara geografis, seperti pertahanan (deffence). Sedangkan fungsi yang bersifat
idiologi adalah memastikan terpeliharanay nilai-nilai ketauhidan dan keimanan
warga negara serta usaha-usaha peningkatannya. Fungsi ini terlaksana pada sisi
sosial-moral dan pada sisi ekonomi. Dalam Islam, fungsi negara yang
sedemikianalah sesuatu yang terikat dengan aksiologi. Sedangkan dalam sistem
ekonomi kapitalis dan sosialis fungsi tersebut bukanlah keharusan yang terikat
dengan aksiologi.

42
Lihat: QS: ar-Rum: 38-39
43
Lihat: QS: 59:7

17
F. Epilog
Peralihan kekuasaan dari Muslim ke Kristen menuntut terjadinya suatu
transformasi nilai-nilai sosial dari moralitas Islam ke sekularisasi. Sekularisme
sendiri sebenarnya tidak berniat untuk menanggalkan baju moralnya, masyarakat
ilmiah di lingkungan Kristen-lah yang mencoba mengelak dari nilai moralitas
ajaran mereka atas nama perkembangan intelektual, ilmu pengetahuan dan
teknologi. Kemudian, menurut Kenneth Lux dalam bukunya Adam Smith’s
Mistakes, datanglah Adam Smith yang “membuang moralitas untuk menemukan
ekonomi”. Fenomena ini memang telah mendapatkan pengesahan sejarah melalui
tonggak-tonggaknya yang paling penting yaitu “The Enlightenment”; revolusi
ilmiah; revolusi industri; dan imperialisme-kolonialisme ekonomi serta berbagai
bentuk kelembagaan lainnya hingga sekarang.

Sejak saat itulah terjadi divergensi dalam pemikiran dan praktek ekonomi
secara sistemik, antara Islam dan kapitalisme. Yang kedua kemudian menjadi
mainstream dan terpecah lagi secara garis besar dengan lahirnya sosialisme,
masing-masing mempersiapkan perangkat paradigmanya untuk membangun
institusi sosial dan politik dalam rangkaian penguatan sistem-sistem ekonomi
tersebut. Jadi dengan kata lain ilmu ekonomi sekular modern, kapitalisme maupun
sosialisme, adalah sebuah fenomena penyimpangan dari ekonomi Islam, dan
bukan sebaliknya.

18
Daftar Pustaka

Ali Sakti, Ekonomi Islam, Jawaban atas Kekacauan Ekonomi Modern, Paradigma
& Aqsa Publishing, 2007
Alparslan Acikgence, "The Framework for A history of Islamic Philosophy", Al-
Shajarah, Journal of The International Institute of Islamic Thought and
Civlization, (ISTAC, 1996, vol.1. Nos. 1&2, 6)
Amartya SEn, :Rational Fool: A Critique of The Behavioaral Fondations of
Economic Theory”, Philosophy an Economic Theory, Edited by Frank
Hahn and Martin Hollis, Oxford University Press, 1979
Deborah A. Redman, Economics and the Philosophy of Science, Oxford
University Press, New York, 1991
Deliarnov, Ekonomi Politik, Penerbit Erlangga, 2006
Hamid Fahmy Zarkasyi, “Worldview Sebagai Asas Epistemologi Islam”,
ISLAMIA, Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam, THN II No.5 April-
Juni 2005
Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, As Syifa, Jilid 2
Jhon Ralston Saul, Runtuhnya Globalisasi dan Penemuan Kembali Dunia, terj:
Dariyanto, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008
M.Sayyid Qutb, Muqawwamat al-Tashawwur al-Islami, Dar al-Shuraq
Masyhudi Muqorobin, “Paradigma Ilmu Ekonomi Islam”, makalah yang diposting
pada situs resmi Fakultas Ekonomi Unversitas Muhammadiyah
Yogyakarta. http://fe.umy.ac.id/eei/index.php?option=download&it-
linemodule=1&action=viewDl&cid=2
Muhammad AkramKhan, “The role of Government in the Economy”, The
American Journal of Islamic Social Sciences, Vol. 14, No 2, 1997
Muhammad Arif, “Toward the Syari`ah Paradigm of Islamic Economics: The
beginning of Scientific Revolution”, Journal of Research in Islamic
Economics, Vol. 2, No. 4, July 1985
Muhammad Nejatullah Siddiqi, “Islamizing Economics”, Toward Islamization of
Dixcipline, The International Institute of Islamin Though (IIIT), Hemdon,
Virginia, USA, 1995
S.M.N, al-Attas in his Prolegomena to The Metaphysics of Islam An Exposition of
the Fundamental Element of the Worldview of Islam, Kuala Lumpur,
ISTAC.
Umer Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam, Gema Insani
Press, pentrj: Ikhwan Abidin Basri, 2001

19
20

You might also like