You are on page 1of 19

Menonton infotainment kemarin pagi, bergidik mendengar artis remaja perempuan

yang akan dipenjara karena suatu kasus, ternyata hamil pula di luar nikah, sudah dua
bulan. Tidak ada konfirmasi siapa ayah dari si jabang bayi.

Remaja dengan segala perubahan dan fakta-fakta remaja lainnya seperti juga pernah
diungkapkan pada artikel sebelumnya (Remaja dan Seks) memang selalu menarik
untuk dibahas.

Fakta artis tersebut hanyalah tontonan yang tampaknya sudah menjadi sangat biasa
kita santap sehari-hari. Data terburuk lain mengungkap fakta yang tidak kalah
mirisnya, remaja bahkan rela melakukan aborsi ketika kehamilan menjadi tidak
diinginkan : 700 ribu remaja Indonesia setiap tahunnya melakukan aborsi. Padahal
tindakan aborsi pun beresiko menjadi kematian.

Akibat-akibat lain dari seks bebas di kalangan remaja ini pun berbagai macam,
terkena HIV/AIDS, PMS (Penyakit Menular Seksual), KTD (Kehamilan yang Tidak
Diinginkan) hingga aborsi (seperti yang disebutkan tadi) yang dapat menyebabkan
cacat permanen atau berujung pada kematian.

Akibat psikologis yang seringkali terlupakan ketika melakukan hal ini sebenarnya
adalah: RASA BERSALAH, MARAH, SEDIH, SESAL, MALU, KESEPIAN,
TIDAK PUNYA BANTUAN, BINGUNG, STRES, BENCI DIRI SENDIRI, BENCI
ORANG YANG TERLIBAT, TAKUT TIDAK JELAS, INSOMNIA,
KEHILANGAN PERCAYA DIRI, GANGGUAN MAKAN, KEHILANGAN
KONSENTRASI, DEPRESI, BERDUKA, TIDAK PUNYA PENGHARAPAN,
CEMAS, TIDAK MEMAAFKAN DIRI SENDIRI, TAKUT HUKUMAN TUHAN,
MIMPI BURUK, MERASA HAMPA, HALUSINASI, SULIT
MEMPERTAHANKAN HUBUNGAN.

Lalu berikut beberapa alasan kenapa hal ini bisa terjadi :

1. TIDAK BISA MENGATAKAN ‘TIDAK’:

- Biasanya karena merasa takut diputus hubungan oleh pacarnya. Cara untuk
mempertahankan hubungan tersebut. Padahal biasanya, sehabis itu pacar akan lari
juga.

- Pacar sudah membujuk rayu sedemikian rupa, sampai akhirnya tidak bisa menolak.
Habis itu, siapa yang akan bertanggung jawab ya?

- Biasanya dijadikan alasan sebagai pembuktian cinta. Sebenarnya kalau benar-benar


cinta, akan menjaga supaya hubungan seks dilakukan setelah menikah.

2. MERASA BUKAN ANAK GAUL

Dengan pernah melakukan seks, dianggap ‘Gaul’. Salah besar padahal. Akan tetapi,
banyak remaja yang punya konsep diri rendah tetap melakukannya supaya dianggap
‘Gaul’.

3. BISNIS
Prostitusi semakin merebak, sekedar iming-iming Blackberry dapat membuat remaja
melakukannya loh! Di beberapa daerah, remaja juga dijadikan alat bisnis oleh orang
tuanya atau juga karena masalah kemiskinan.

4. NILAI AGAMA YANG BERKURANG

Kalau dulu sih, pegangan tangan lawan jenis saja, kayaknya tabu sekali. Agama yang
dijadikan alasan. Katanya secara agama tidak boleh. Tapi, sekarang mungkin sudah
biasa yah? Ajarannya sih masih sama, akan tetapi nilai-nilainya mungkin sudah mulai
bergeser kali tampaknya…

5. TAYANGAN TV

Wah, ini jangan ditanya deh. Dicekokin tiap hari dengan tayangan sinetron,
infotainment, film, dll. Apa tidak rusak jadinya? Minimal membuat remaja ada
keinginan ingin mencoba? Hm…jangan sampai kejadian deh ya...

6. GAYA HIDUP

Nah, akhirnya ada beberapa orang malah sudah menjalaninya sebagai gaya hidup.
Sudah biasa saja. Ckckck…

Akan tetapi, penulis yakin dan optimis, masih banyak remaja yang mempunyai sikap
dan prinsip yang kuat dengan rumus ini :

PACARAN + CINTA = PERNIKAHAN, baru kemudian SEKS

Sekedar berkaca dari remaja di Dumpit Tangerang ketika penulis melakukan


penyuluhan di sana di akhir bulan lalu. Mereka adalah remaja yang mempunyai sikap
dan konsep diri yang baik. Remaja-remaja dari kalangan bawah tersebut, meskipun
seringkali terpaksa bekerja untuk membantu orang tua mereka, tetap punya prinsip
untuk tidak melakukan seks pranikah. Mereka tahu bahwa mereka akan berkata
‘TIDAK’ dan belajar menghargai diri mereka sendiri.

Bagaimanapun, pendidikan seks tetap perlu dilakukan agar hal ini tidak terjadi lagi.
Lagi-lagi, ini PR siapa ya? Orang tua, guru, atau remajanya sendiri?

Yang pasti : REMAJA TETAP PUNYA MASA DEPAN!

(Wah, penulis jadi bersemangat sekali nih… Maunya sih tidak melihat lagi tayangan
seperti kemarin pagi… Cayo remaja Indonesia…)
Masa remaja adalah masa yang paling berseri. Di masa remaja itu juga proses
pencarian jati diri. Dan, disanalah para remaja banyak yang terjebak dalam pergaulan
bebas.

Menurut Program Manajer Dkap PMI Provinsi Riau Nofdianto seiring Kota
Pekanbaru menuju kota metropolitan, pergaulan bebas di kalangan remaja telah
mencapai titik kekhawatiran yang cukup parah, terutama seks bebas. Mereka begitu
mudah memasuki tempat-tempat khusus orang dewasa, apalagi malam minggu.
Pelakunya bukan hanya kalangan SMA, bahkan sudah merambat di kalangan SMP.
‘’Banyak kasus remaja putri yang hamil karena kecelakan padahal mereka tidak
mengerti dan tidak tahu apa resiko yang akan dihadapinya,’’ kata cowok yang disapa
Mareno ini pada Xpresi, Rabu (20/8) di ruang kerjanya.

Sejak berdirinya Dkap PMI tiga tahun lalu, kasus HIV dan hamil di luar nikah terus
mengalami peningkatan. Setiap bulan ada 10-20 kasus. Mereka yang sebagian besar
kalangan pelajar dan mahasiswa ini datang untuk melakukan konseling tanpa
didampingi orang tua. ‘’Rata-rata mereka berusia 16-23. Bahkan ada yang berusia 14
tahun datang ke Dkap untuk konsultasi bahwa ia sudah hamil. Mereka yang
melakukan konseling, ada datang sendiri, ada juga dengan pasangannya. Sebagian
besar orang tua mereka tidak tahu,’’ ujarnya.

Meskipun begitu, lanjutnya para remaja yang mengalami ‘kecelakaan’ ini tak boleh
dijauhi dan dibenci. ‘’Kita tidak pernah melarang mereka untuk melakukan hubungan
seks, karena ketika dilarang atau kita menghakimi, mereka akan menjauhi kita.
Makanya, Dkap disini merupakan teman curhat mereka dan kita memberikan solusi
bersama. Seberat apapun masalahnya, kalau bersama bisa diatasi,’’ ungkapnya lagi.
Bukan hanya remaja nakal saja yang terjebak, anak baik pun bisa kena. ‘’Anak baik
yang disebut anak rumah pun ada yang mengalami ‘kecelakaan’,’’ ucapnya.

Oleh sebab itu, sangat diperlukan pancegahan dini dengan memberikan pengetahuan
seks. ‘’Pendidikan seks itu sangat penting sekali. Tapi, di masyarakat kita pendidikan
seks itu masih dianggap tabu. Berdasarkan pengamatan kami, banyaknya remaja yang
terjebak seks bebas ini dikarenakan mereka belum mengetahui tentang seks. Seks itu
bukan hanya berhungan intim saja. Tapi, banyak sekali, bagaimana merawat organ
vital, mencegah HIV dan lainnya. Pelajari seks itu secara benar supaya kita bisa hidup
benar,’’ tuturnya.

Sementara itu, Martha Sari Uli pelajar SMAN 4 Pekanbaru mengaku interaksi bebas
di kalangan remaja dalam pergaulan bebas, identik dengan kegiatan negatif. ‘’Banyak
anak-anak remaja beranggapan bahwa masa remaja adalah masa paling indah dan
selalu menjadi alasan sehingga banyak remaja yang menjadi korban dan menimbulkan
sesuatu yang menyimpang,’’ ungkapnya ketika diminta komentarnya mengenai
pergaulan bebas di kalangan remaja.

Senada dengan itu, Debora Juliana juga pelajar SMAN 4 Pekanbaru mengatakan
pergaulan bebas itu saat ini sudah tidak tabu lagi, dan banyak remaja yang
menjadikannya budaya modern. ‘’Pergaulan bebas berawal ketika remaja mulai
melakukan perbuatan yang keluar dari jalur norma-norma yang berlaku di sekitar
kehidupan kita. Sekarang banyak banget anak-anak seumuran kita sudah keluar dari
jalurnya,’’ ujar cewek kelahiran 18 Juli 1993. ‘’Kalo aku nggak pernah melakukan hal
tersebut dan jangan sampai lah,’’ tambahnya.

Di tempat terpisah, Ketua MUI Provinsi Riau Prof Dr H Mahdini MA mengatakan


data yang ditemukan lebih banyak lagi anak-anak yang melakukan seks bebas. Maka
diperlukan pencegahan. ‘’Saya meminta semua kalangan, baik para pendidik, orang
tua, dan tokoh masyarakat agar memfungsikan tugas-tugas sosialnya,’’ pintanya.

Banyaknya kalangan remaja yang melakukan seks bebas, lanjutnya diindikasikan ada
jaringan tertentu yang menggiring anak-anak ke hal yang negatif. Oleh karena itu,
MUI menghimbau untuk menutup tempat yang berbau maksiat. ‘’Menutup tempat
maksiat itu jauh lebih penting demi generasi muda,’’ sarannya.

Ditingkat pergaulan dalam kondisi hari ini, anak-anak bisa saja berbohong. Oleh
sebab itu, sambungnya pengawasan orang tua harus diperketat. Tentu saja contoh
perilaku orang tua sangat berperan.

Ia berharap, semua sekolah-sekolah tanpa terkecuali memperkuat kembali kehidupan


beragama. ‘’Kita harus menanamkan nilai-nila agama sejak dini sehingga mereka
memiliki kepribadian yang kuat,’’ katanya.

Hal yang sama juga diutarakan Drs Ali Anwar, kepala SMA 5 Pekanbaru.
Menurutnya, akibat perkembangan zaman, ketika agama tidak lagi menjadi pokok
dalam kehidupan banyak remaja yang terjebak dalam pergaulan bebas. ‘’Solusinya,
kuatkan lagi ajaran agama. Baik di sekolah maupun di rumah agama merupakan
kebutuhan pokok,’’ ucapnya.
Selain itu, orang tua harus lebih memperhatikan anaknya. ‘’Orang tua dan anak harus
selalu berkomunikasi. Sehingga tahu persoalan anak,’’ ungkapnya.

Menyikapi hal ini, kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Drs HM Wardan MP
mengatakan akan melakukan komunikasi dengan dinas pendidikan kabupaten/kota
untuk membuat surat edaran ke sekolah-sekolah dalam mengantisipasi hal tersebut.
‘’Kita berharap jangan sampai terjadi hal tersebut karena akan merusak diri sendiri,
sekolah, agama dan daerah,’’ ujarnya ketika ditemui usai acara pelantikan Persatuan
Anak Guru Indonesia (Pagi) Provinsi Riau, Rabu (20/8) malam di Hotel Sahid
Pekanbaru.

Related Artilces
• Tur ke Perpustakaan Soeman HS
• Kenangan Terindah Bersama Ibu
• Hari Anti Korupsi It’s Time for Honesty!
• Saatnya Yang Muda Perangi AIDS!
• Pesan Cinta dari Babe
• Ramai-ramai Gunakan Friendster
• Pernikahan Dini?, Nggak Deh!
• Mengenang 10 November Hari Pahlawan
• Sumpah Pemuda Maknai Dengan Prestasi - 80 Tahun
• Bintang Terburuk 2008: Pasha Ungu, Marcella Zalianty
SALAH satu televisi swasta beberapa waktu lalu menayangkan kasus perkosaan yang
dilakukan sekelompok oknum pelajar SLTP dan SLTA secara beramai-ramai di
wilayah Jawa Timur.

Dari hasil pemeriksaan aparat, perilaku memalukan ini akibat pengaruh minuman
keras dan sering menonton VCD porno.

DALAM cerita rubrik Curhat, Kompas, pernah ada sebuah cerita tentang seorang
remaja yang menutup pintunya rapat-rapat hanya karena ingin membuka kartu remi
full color yang gambarnya aduhai dan syuur.

Merebaknya pornografi sungguh amat memprihatinkan, apalagi bacaan-bacaan dan


sejenisnya, yang saat ini amat mudah diakses oleh siapa pun (termasuk remaja).

Beberapa waktu lalu survei terhadap pornografi menggambarkan, banyak media


massa yang masuk kategori pornografi, di dalamnya memuat isi dan gambar secara
vulgar dan permisif. Banyak foto perempuan yang berpose seronok dan berpakaian
mini, bahkan hanya ditutupi daun pisang, dan masih banyak kasus serupa yang
seringkali masih saja menghiasi wajah media massa kita.

Situasi maraknya pornografi sebagai media yang menyesatkan hingga berimplikasi


terhadap dekadensi moral, kriminalitas, dan kekerasan seks yang dilakukan remaja,
sesunguhnya bukan sebuah kasus baru yang mengisi lembaran surat kabar ataupun
media elektronik.

Kasus-kasus kekerasan seksual, kehamilan tidak dikehendaki (KTD) pada remaja dan
sejenisnya, tampaknya masih belum banyak diangkat ke permukaan sehingga "seolah-
olah" masalah ini dianggap "kasuistik" yang tidak penting untuk dikaji lebih jauh.
Padahal, timbulnya kasus-kasus seputar KTD remaja, kekerasan seksual, penyakit
menular seksual (PMS) pada remaja bahkan sampai aborsi, tidak lepas dari (salah
satunya) minimnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja.

Pendidikan Seks = Pornografi?

Pendidikan kesehatan reproduksi remaja sebagai salah satu upaya untuk "mengerem"
kasus-kasus itu, sampai saat ini masih saja diperdebatkan (bahkan banyak yang
enggak setuju).

Sementara, pornografi tiap saat ditemui remaja. Beberapa kajian menunjukkan,


remaja haus akan informasi mengenai persoalan seksualitas dan kesehatan reproduksi.

Penelitian Djaelani yang dikutip Saifuddin (1999:6) menyatakan, 94 persen remaja


menyatakan butuh nasihat mengenai seks dan kesehatan reproduksi. Namun,
repotnya, sebagian besar remaja justru tidak dapat mengakses sumber informasi yang
tepat. Jika mereka kesulitan untuk
mendapatkan informasi melalui jalur formal, terutama dari lingkungan sekolah dan
petugas kesehatan, maka kecenderungan yang muncul adalah coba-coba sendiri
mencari sumber informal.
Sebagaimana dipaparkan Elizabeth B Hurlock (1994:226), informasi mereka coba
dipenuhi dengan cara membahas bersama teman-teman, buku-buku tentang seks, atau
mengadakan percobaan dengan jalan masturbasi, bercumbu atau berhubungan
seksual. Kebanyakan masih ada anggapan, seksualitas dan kesehatan reproduksi
dinilai masih tabu untuk dibicarakan remaja.

Ada kekhawatiran (asumsi) untuk membicarakan persoalan seksualitas kepada


remaja, sama halnya memancing remaja untuk melakukan tindakan coba-coba.

Sebenarnya, masalah seksualitas remaja adalah problem yang tidak henti-hentinya


diperdebatkan. Ada dua pendapat tentang perlu tidaknya remaja mendapatkan
informasi seksualitas. Argumen pertama memandang, bila remaja mendapat informasi
tentang seks, khususnya masalah pelayanan kesehatan reproduksi, justru akan
mendorong remaja
melakukan aktivitas seksual dan promiskuitas lebih dini.

Sedangkan pendapat kedua mengatakan, remaja membutuhkan informasi tentang


perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan implikasi pada perilaku seksual
dalam rangka menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kesadaran terhadap
kesehatannya.

Remaja sendiri merupakan kelompok umur yang sedang mengalami perkembangan.


Banyak di antara remaja berada dalam kebingungan memikirkan keadaan dirinya.
Sayangnya, untuk mengetahui persoalan seksualitas masih terdapat tembok
penghalang. Padahal, mestinya jauh
lebih baik memberikan informasi yang tepat pada mereka daripada membiarkan
mereka mencari tahu dengan caranya sendiri.

Pendidikan seksualitas masih dianggap sebagai bentuk pornografi. Padahal, dalam


gambaran penelitian yang pernah dilakukan oleh Pusat Studi Seksualitas PKBI-DIY
di wilayah Yogyakarta pada pertengahan tahun 2000 terhadap persepsi remaja dan
guru (mewakili orangtua), anggapan itu tidak sepenuhnya terbukti.

Selama ini pendidikan seks dipersepsikan sebagai sebuah hal yang sifatnya pornografi
yang tidak boleh dibicarakan, apalagi oleh remaja. Dari hasil kuesioner
menggambarkan, hanya sekitar 14,29 persen (responden guru) yang menyatakan,
pendidikan seks sama dengan
pornografi. Dari remaja sendiri anggapan tentang pendidikan seks sama dengan
pornografi tidak terbukti (0 persen).

Remaja dan pendidikan seks?

Masih amat sedikit pihak yang mengerti dan memahami betapa pentingnya
pendidikan seksualitas bagi remaja. Faktor kuat yang membuat pendidikan seksualitas
sulit diimplementasikan secara formal adalah persoalan budaya dan agama.

Selain itu, faktor lain yang ikut mempengaruhi adalah kentalnya budaya patriarki
yang mengakar di masyarakat. Seksualitas masih dianggap sebagai isu perempuan
belaka.
Pornografi merupakan hal yang ramai dibicarakan karena berdampak negatif, dan
salah satu upaya membentengi remaja dari pengetahuan seks yang menyesatkan
adalah dengan memberikan pendidikan seksualitas yang benar. WHO menyebutkan,
ada dua keuntungan yang dapat diperoleh dari pendidikan seksualitas.

Pertama, mengurangi jumlah remaja yang melakukan hubungan seks sebelum


menikah.

Kedua, bagi remaja yang sudah melakukan hubungan seksual, mereka akan
melindungi dirinya dari penularan penyakit menular seksual dan HIV/AIDS.

Mengingat rasa ingin tahu remaja yang begitu besar, pendidikan seksualitas yang
diberikan harus sesuai kebutuhan remaja, serta tidak menyimpang dari prinsip
pendidikan seksualitas itu sendiri. Maka, pendidikan seksualitas harus
mempertimbangkan:

Pertama, pendidikan seksualitas harus didasarkan penghormatan hak reproduksi dan


hak seksual remaja untuk mempunyai pilihan.
Kedua, berdasarkan pada kesetaraan jender.
Ketiga, partisipasi remaja secara penuh dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan seksualitas.
Keempat, bukan cuma dilakukan secara formal, tetapi juga
nonformal.
Sampai kapankah kita masih terus memperdebatkan persoalan pendidikan seksualitas
untuk remaja, sedangkan remaja sebenarnya "diam-diam" sudah mencuri informasi
yang menyesatkan tentang seks dari pornografi?
Masa SMA, adalah masa yang paling indah, gitu katanya kebanyakan anak-
anak seragam putih abu- abu. masa SMA adalah saat dimana kita bebas
ekspresikan yang kita mau, sebagian lain malah berpendapat bgitu, mulai dari
yang positif contohnya ngukir prestasi, sampe yang negatif- negatif juga ada,
mulai dari rokok , bolos, tawuran, nge genk, party party, dan lain lain, wah. But
By the way, taukah kamu kalau masa SMA adalah juga masa rawan dalam hal
pergaulan.

Banyak diantara teman- teman kita diluar sana yang udah terjerumus atau bahkan
dengan suka rela menjerumuskan diri (naudzubillah) dalam pergaulan seks bebas. Ga
percaya, coba aja baca keterangan ini. Hopefully you won’t get shock aja yow,

“Media Indonesia (6/1) ngutip Kantor Berita Antara nulis, ”85 Persen Remaja 15
Tahun Berhubungan Seks”. Warta Kota (11/2) beri judul, ”Separo Siswa Cianjur
Ngesek”. Lalu, Harian Republika terbitan 1 Maret 2007 nulis, ”Penyakit Menular
Seksual Ancam Siapa Pun”. Dalam berita itu juga ditulis”Hampir 50 persen remaja
perempuan Indonesia melakukan hubungan seks di luar nikah.”

Berita di Republika ngutip hasil survei Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia


(PKBI). Survei itu dilakuin taun 2003 di lima kota, di antaranya Bandung, Jakarta,
dan Yogyakarta. Hasil survei PKBI, yang juga dikutip Media Indonesia, dan disana
dinyatain kalau 85 persen remaja berusia 13-15 tahun dah pada ngaku telah
berhubungan seks dengan pacar mereka. Penelitian pada 2005 itu dilakukan ke 2.488
responden di Tasikmalaya, Cirebon, Singkawang, Palembang, dan Kupang.

Parahnya lagi, menurut Direktur Eksekutif PKBI, Inne Silviane, bilang kalau
hubungan seks itu dilakukan di rumah sendiri. Sebanyak 50 persen dari remaja itu
ngaku nonton pornografi, contohnya VCD. Dari penelitian itu didapat, kalau 52
persen yang paham gimana kehamilan bisa terjadi.

Penelitian lain dilakuin sama Annisa Foundation, seperti dikutip Warta Kota.
Diberitakan kalau, 42,3 persen pelajar SMP dan SMA di Cianjur udah ngelakuin
hubungan seksual. Mereka ngaku kalo hubungan seks itu dilakukan suka sama suka,
dan bahkan ada yang berganti-ganti pasangan. Penelitian ini dilakukan Annisa
Foundation (AF) pada Juli-Desember 2006 terhadap 412 responden, yang berasal dari
13 SMP dan SMA negeri serta swasta.

Laila Sukmadewi, Direktur Eksekutif AF, juga mengatakan hubungan seks di luar
nikah itu umumnya dilakukan responden karena suka sama suka. Hanya sekitar 9
persen dengan alasan ekonomi. ”Jadi, bukan alasan ekonomi. Fiuhh..Yang lebih
memprihatinkan, sebanyak 90 persen dari mereka paham nilai-nilai agama, dan
mereka tahu itu dosa,” ujar Laila. sebagian besar mereka menggunakan alat
kontrasepsi yang dijual bebas.

Eits, itu tadi di atas belum selesai lho, Penelitian di Jakarta tahun 1984 menunjukkan
57,3 persen remaja putri yang hamil pranikah mengaku taat beribadah. Penelitian di
Bali tahun 1989 menyebutkan, 50 persen wanita yang datang di suatu klinik buat
ngedapetin induksi haid berusia 15-20 tahun. Menurut Prof. Wimpie, induksi haid itu
nama lain untuk aborsi. Catet!! kejadian aborsi di Indonesia cukup tinggi yaitu 2,3
juta per tahun. “ Dan 20 persen di antaranya remaja,” kata Guru Besar FK Universitas
Udayana, Bali ini.

Penelitian di Bandung tahun 1991 juga nunjukin kalau pelajar SMP, 10,53 persen
pernah ciuman bibir, 5,6 persen melakukan ciuman dalam, dan 3,86 persen pernah
berhubungan seksual.

Dari aspek medis, menurut Dr. Budi Martino L., SPOG, seks bebas memiliki banyak
konsekwensi misalnya, penyakit menular seksual,(PMS), selain juga infeksi,
infertilitas dan kanker. Ga heran lah makin banyak kasus kehamilan pranikah,
pengguguran kandungan, dan penyakit kelamin atopun penyakit menular seksual di
kalangan remaja (termasuk HIV/AIDS).

Menurut guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, per November 2007,
441 wanita dari 4.041 orang dengan HIV/AIDS. Dari 441 wanita penderita HIV/AIDS
ini terdiri dari pemakai narkoba suntik 33 orang, 120 pekerja seksual, 228 orang dari
keluarga baik. Karena keadaan wanita penderita HIV/AIDS mengalami penurunan
sistem kekebelan tubuh menyebabkan 20 kasus HIV/AIDS menyerang anak dan bayi
yang dilahirkannya.

Tingkah laku remaja yang seringkali lepas kontrol ngakibatkan tambahnya masalah
sosial yang dialami. Menurut WHO, di seluruh dunia, sekitar 40-60 juta ibu yang ga
pengen kehamilan melakukan aborsi. Setiap tahun diperkirakan 500.000 ibu ngalami
kematian gara- gara kehamilan dan persalinan. Sekitar 30-50 % diantaranya
meninggal gara- gara komplikasi abortus yang ga aman dan 90 % terjadi di negara
berkembang termasuk Indonesia.

Angka-angka semua tu, boleh jadi cuma puncak gunung es. Guys, Pernah ga sih kita
sebagai remaja sedikit aja ngeluangin waktu untuk mikir, kalo Bencana yang terus
menimpa bangsa ini insyaallah bisa kok diperbaikin, tapi kalau bencana gara- gara
rusaknya moral, terus perbaikinnya kaya gimana coba?. Maka buat kamu- kamu
semua, jaga diri baik baik, bentengi diri dengan iman yang kuat deh, en jangan pernah
skali- kali kamu coba- coba nglakuin hal kaya’ diatas itu, yang bakal ngebuat kamu
nyesel seumur hidup. (White rose, dari berbagai sumber)
WASPADAI SEKS BEBAS KALANGAN REMAJA
Majalah Gemari, September 2001

Berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar 20 hingga


30 persen remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks. Celakanya, perilaku
seks bebas tersebut berlanjut hingga menginjak ke jenjang perkawinan. Ancaman pola
hidup seks bebas remaja secara umum baik di pondokan atau kos-kosan tampaknya
berkembang semakin serius. Mungkinkah karena longgarnya control mereka pada
mereka? Berikut ini laporan wartawan Majalah Gemari Haris Fadillah dari “Kota
Pelajar” Yogyakarta dan Kota Jakarta.

Pakar seks juga specialis Obstetri dan Ginekologi Dr. Boyke Dian Nugraha di
Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan
seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar lima persen pada tahun 1980-an, menjadi
duapuluh persen pada tahun 2000.

Kisaran angka tersebut, kata Boyke, dikumpulkan dari berbagai penelitian di


beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu dan Banjarmasin.
Bahkan di pulau Palu, Sulawesi Tenggara, pada tahun 2000 lalu tercatat remaja yang
pernah melakukan hubungan seks pranikah mencapai 29,9 persen.
“sementara penelitian yang saya lakukan pada tahun 1999 lalu terhadap pasien yang
datang ke Klinik Pasutri, tercatat sekitar 18 persen remaja pernah melakukan
hubungan seksual pranikah,” kata pemilik Klinik Pasutri ini.

Kelompok remaja yang masuk ke dalam penelitian tersebut rata-rata berusia


17-21 tahun, dan umumnya masih bersekolah di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas (SLTA) atau mahasiswa. Namun dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak-
anak yang duduk di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan remaja erat kaitannya


dengan meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta kurangnnya pengetahuan remaja
akan reproduksi sehat. Jumlah aborsi saat ini tercatat sekitar 2,3 juta, dan 15-20
persen diantaranya dilakukan remaja. Hal ini pula yang menjadikan tingginya angka
kematian ibu di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara yang angka kematian
ibunya tertinggi di seluruh Asia Tenggara.

Dari sisi kesehatan, perilaku seks bebas bisa menimbulkan berbagai gangguan.
Diantaranya, terjadi kehamilan yang tidak di inginkan. Selain tentunya kecenderungan
untuk aborsi, juga menjadi salah satu penyebab munculnya anak-anak yang tidak di
inginkan. Keadaan ini juga bisa dijadikan bahan pertanyaan tentang kualitas anak
tersebut, apabila ibunya sudah tidak menghendaki.

Seks pranikah, lanjut Boyke juga bisa meningkatkan resiko kanker mulut
rahim. Jika hubungan seks tersebut dilakukan sebelum usia 17 tahun, risiko terkena
penyakit tersebut bisa mencapai empat hingga lima kali lipat.

Selain itu, seks pranikah akan meningkatkan kasus penyakit menular seksual,
seperti sipilis, GO (ghonorhoe), hingga HIV/AIDS. Androlog Anita Gunawan
mengatakan, kasus GO paling banyak terjadi. Penderita bisa saja tidak mengalami
keluhan. Tapi, hal itu justru semakin meningkatkan penyebaran penyakit tersebut.

Anita menggolongkan penyakit GO tersebut ke dalam subklinis, kronis dan


akut. Subklinis dan kronis, kata anita, tidak menimbulkan gejala serta keluhan pada
penderita. Sedangkan GO akut akan menampakan gejala, seperti sulit buang air kecil
atau sakit pada ujung kemaluan. “Pada pria biasanya menampakan gejala. Berbeda
dengan wanita, seringkali tidak menampakan gejala yang jelas. Paling-paling hanya
timbul keputihan atau anyang-anyang,” ujarnya.

Bagaimana dengan GO yang sudah parah? Dr Boyke Dian Nugraha


menjelaskan, untuk GO yang sudah parah dapat menyebabkan hilangnya kesuburan,
baik pada pria maupun wanita. Saluran sperma atau indung telur menjadi tersumbat
oleh kuman GO.

Disisi lain, Boyke menambahkan, perilaku seks bebas ini bisa berlanjut hingga
menginjak perkawinan. Tercatat sekitar 90 dari 121 masalah seks yang masuk ke
Klinik Pasutri (pasangan suami istri)pada tahun 2000 lalu, dialami orang-orang yang
pernah melakukan hubungan pranikah (pre marital).
“Masalah seks dengan pasangannya justru dijadikan legistimasi untuk
melakukan seks bebas. Bahkan, saat ini, seks bebas sudah menjadi bagian dari budaya
bisnis,” cetusnya. Factor yang melatarbelakangi hal ini, ujar Boyke, antara lain
disebabkan berkurangnya pemahaman nilai-nilai agama. Selain itu, juga disebabkan
belum adanya pendidikan seks secara formal di sekolah-sekolah. Selain itu, juga
maraknya penyebaran gambar serta VCD porno.

Banyak remaja terjebak

Lalu bagaimana dengan remaja di “Kota Pelajar” Yogyakarta? Berdasarkan


survey Pusat Studi Wanita Universitas Islam Indonesia (PSW-UII) Yogyakarta,
jumlah remaja yang mengalami masalah kehidupan seks terutama di Yogyakarta terus
bertambah, akibat pola hidup seks bebas. Mengapa demikian? “karena pada
kenyataannya pengaruh gaya seks bebas yang mereka terima jauh lebih kuat dari pada
control yang mereka terima maupun pembinaan secara keagamaan,” kata Kepala
PSW-UII Dra Trias Setiawati, Msi.

Saat ini, jumlah pelajar di Kota Yogyakarta sebanyak 121.000 orang, atau
sekitar 25 persen dari penduduk kota yang terkenal sebagai Kota pelajar yang
sebanyak 490.000. Ini, tentunya mendorong makin suburnya bisnis rumah kos di kota
ini. Sementara tingkat pengawasan dari pemilik kos di kota ini. Sementara tingkat
pengawasan dari pemilik kos maupun pihak orang tua, kata Trias Setiawati, semakin
longgar. Sehingga, makin banyak remaja yang terjebak ke dalam pola seks bebas
karena berbagai pengaruh yang mereka terima baik dari teman, internet, dan pengaruh
lingkungan secara umum.

“Sekuat-kuatnya mental seorang remaja untuk tidak tergoda pola hidup seks
bebas, kalau terus-menerus mengalami godaan dan dalam kondisi sangat bebas dari
kontrol, tentu suatu saat akan tergoda pula untuk melakukannya. Godaan semacam itu
terasa lebih berat lagi bagi remaja yang memang benteng mental dan keagamaannya
tidak begitu kuat,” dalihnya.

Salah satu upaya untuk menanggulangi maraknya seks bebas di kalangan


remaja, khususnya penghuni kos, selain perlu dilakukan pengawasan yang ketat dan
intensif dari pemilik kos secara proporsional, juga meningkatkan kesadaran dari orang
tua untuk memilihkan tempat kos bagi anak-anaknya yang layak dan aman. “Selain
itu, tentu membekali putra-putrinya dengan benteng ajaran agama yang kokoh,” ujar
Trias saat ditemui di Yogyakarta, belum lama ini.

Pendidikan Kesehatan Reproduksi

Maraknya seks bebas di kalangan remaja membuat banyak pihak sangat


prihatin. Salah satunya adalah Ketua Yayasan Sayap Ibu Daerah Istimewa Yogyakarta
Ny Hj Ciptaningsih Utaryo. Pasalnya, kata dia, hal itu akan menimbulkan masalah
baru bukan hanya bagi wanita remaja itu sendiri, tapi juga pada anak-anak yang akan
dilahirkan. Terlebih anak yang lahir tersebut merupakan anak yang dikehendaki,
sehingga ada kecenderungan akan ditelantarkan orang tua.

Ditambahkannya, munculnya perilaku seks bebas di kalangan remaja yang


marak belakangan ini tidak terlepas dari pengaruh era globalisasi, serta berkaitan erat
dengan pengaruh Napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya) atau di
Daerah Istimewa Yogyakarta di sebut madat.

Sebagai Yayasan yang perduli dengan anak-anak terlantar, Yayasan Sayap Ibu
(YSI) berupaya untuk mengatasi permasalahan anak-anak yang ditelantarkan
orangtuannya, yang hingga kini jumlahnya demikian besar. Di Yayasan Sayap Ibu
Daerah Istimewa Yogyakarta saja saat ini tercatat sekitar 500 orang anak lebih yang
dirawat dan belum mendapatkan orang tua angkat. Bila digabung dengan lain
jumlahnya akan mencapai ribuan orang.

Di antara mereka yang dirawat bukan hanya fisiknya yang normal, tapi ada
juga diantaranya yang mengalami kecacatan akibat aborsi yang gagal dilakukan orang
tuannya. “Karena biasanya orang tua yang hamil di luar nikah akan cenderung
mencari jalan pintas untuk menutupi aib yang dideritannya. Padahal , cara ini selain
tidak berprikemanusiaan, juga akan menyebabkan beban ganda pada anak-anak yang
gagal di aborsi,” dalih Ciptaningsih.

Untuk menghindari tindakan aborsi illegal yang dilakukan ibu-ibu yang tidak
menginginkan kehamilan, Yayasan Sayap Ibu selain menampung anak-anak yang
ditelantarkan orang tuanya, juga mempunyai program merawat ibu-ibu muda yang
hamil akibat seks bebas atau kehamilan tidak dikehendaki sampai anak tersebut lahir
dengan selamat.

“Upaya yang dilakukan Yayasan Sayap Ibu ini bukannya justru memberikan
peluang kepada anak-anak remaja untuk melakukan seks bebas, tapi semata untuk
menolong nyawa ribuan generasi muda dari perbuatan tidak berkemanusiaan. Aborsi
illegal bukan hanya berbahaya bagi janin, tapi juga nyawa ibu muda itu sendiri.
Karena setiap janin berdasarkan kontroversi Hak Anak Internasional perlu dijaga
kelangsungan hidupnya,” tungkasnya.

Ciptaningsih menegaskan, saat ini untuk menekankan jumlah pelaku seks


bebas -terutama di kalangan remaja- bukan hanya membentengi diri mereka dengan
unsure agama yang kuat, juga dibentengi dengan pendampingan orang tua Dan
selektivitas dalam memilih teman-teman. Karena ada kecenderungan remaja lebih
terbuka kepada teman dekatnya ketimbang dengan orang tua sendiri.

Selain itu, sudah saatnya di kalangan remaja diberikan suatu bekal pendidikan
kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah, namun bukan pendidikan seks secara vulgar.
“Pendidikan Kesehatan Reproduksi di kalangan remaja bukan hanya memberikan
pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi bahaya akibat pergaulan bebas, seperti
penyakit menular seksual dan sebagainya. Dengan demikian, anak-anak remaja ini
bisa terhindar dari percobaan melakukan seks bebas,” imbau Ciptaningsih.

silahkan hubungi naff_r@yahoo.co.id


DAMPAK PERILAKU SEKS BEBAS BAGI KESEHATAN
REMAJA *
Dipublikasikan oleh syarif
Monday, 19 May 2008
Halaman 1 Index Artikel
dari 3 DAMPAK PERILAKU SEKS BEBAS BAGI KESEHATAN REMAJA *
Halaman 2
Oleh: dr Halaman 3
Nurul
Muzayyanah **

Sudah menjadi maklum, remaja memang sosok yang sangat menarik untuk
diperbincangkan. Kenapa?. Remaja masa pencarian jati diri yang mendorongnya mempunyai
rasa keingintahuan yang tinggi, ingin tampil menonjol, dan diakui eksistensinya. Namun disisi
lain remaja mengalami ketidakstabilan emosi sehingga mudah dipengaruhi teman dan
mengutamakan solidaritas kelompok. Diusia remaja, akibat pengaruh hormonal, juga
mengalami perubahan fisik yang cepat dan mendadak. Perubahan ini ditunjukkan dari
perkembangan organ seksual menuju kesempurnaan fungsi serta tumbuhnya organ genetalia
sekunder. Hal ini menjadikan remaja sangat dekat dengan permasalahan seputar seksual.
Namun terbatasnya bekal yang dimiliki menjadikan remaja memang masih memerlukan
perhatian dan pengarahan.

Ketidakpekaan orang tua dan pendidik terhadap kondisi remaja menyebabkan remaja
sering terjatuh pada kegiatan tuna sosial. Ditambah lagi keengganan dan kecanggungan
remaja untuk bertanya pada orang yang tepat semakin menguatkan alasan kenapa remaja
sering bersikap tidak tepat terhadap organ reproduksinya. Data menunjukkan dari remaja usia
12-18 tahun, 16% mendapat informasi seputar seks dari teman, 35% dari film porno, dan
hanya 5% dari orang tua.

Potret Remaja di Usianya

Remaja dalam perkembangannya memerlukan lingkungan adaptip yang menciptakan


kondisi yang nyaman untuk bertanya dan membentuk karakter bertanggung jawab terhadap
dirinya. Ada kesan pada remaja, seks itu menyenangkan, puncak rasa kecintaan, yang serba
membahagiakan sehingga tidak perlu ditakutkan. Berkembang pula opini seks adalah sesuatu
yang menarik dan perlu dicoba (sexpectation).Terlebih lagi ketika remaja tumbuh dalam
lingkungan mal-adaptif, akan mendorong terciptanya perilaku amoral yang merusak masa
depan remaja. Dampak pergaulan bebas mengantarkan pada kegiatan menyimpang seperti
seks bebas, tindak kriminal termasuk aborsi, narkoba, serta berkembangnya penyakit menular
seksual (PMS).

Beberapa penelitian menunjukkan, remaja putra maupun putri pernah berhubungan


seksual. Di antara mereka yang kemudian hamil pranikah mengaku taat beribadah. Penelitian
di Jakarta tahun 1984 menunjukkan 57,3 persen remaja putri yang hamil pranikah mengaku
taat beribadah. Penelitian di Bali tahun 1989 menyebutkan, 50 persen wanita yang datang di
suatu klinik untuk mendapatkan induksi haid berusia 15-20 tahun. Menurut Prof. Wimpie,
induksi haid adalah nama lain untuk aborsi. Sebagai catatan, kejadian aborsi di Indonesia
cukup tinggi yaitu 2,3 juta per tahun. “ Dan 20 persen di antaranya remaja,” kata Guru Besar
FK Universitas Udayana, Bali ini.

Penelitian di Bandung tahun 1991 menunjukkan dari pelajar SMP, 10,53 persen pernah
melakukan ciuman bibir, 5,6 persen melakukan ciuman dalam, dan 3,86 persen pernah
berhubungan seksual. Dari aspek medis, menurut Dr. Budi Martino L., SPOG, seks bebas
memiliki banyak konsekwensi misalnya, penyakit menular seksual,(PMS), selain juga infeksi,
infertilitas dan kanker. Tidak heranlah makin banyak kasus kehamilan pranikah, pengguguran
kandungan, dan penyakit kelamin maupun penyakit menular seksual di kalangan remaja
(termasuk HIV/AIDS).

Di Denpasar sendiri, menurut guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, per
November 2007, 441 wanita dari 4.041 orang dengan HIV/AIDS. Dari 441 wanita penderita
HIV/AIDS ini terdiri dari pemakai narkoba suntik 33 orang, 120 pekerja seksual, 228 orang dari
keluarga baik. Karena keadaan wanita penderita HIV/AIDS mengalami penurunan sistem
kekebelan tubuh menyebabkan 20 kasus HIV/AIDS menyerang anak dan bayi yang
dilahirkannya.

Tindakan remaja yang seringkali tanpa kendali menyebabkan bertambah panjangnya


problem sosial yang dialaminya. Menurut WHO, di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan
sekitar 40-60 juta ibu yang tidak menginginkan kehamilan melakukan aborsi. Setiap tahun
diperkirakan 500.000 ibu mengalami kematian oleh kehamilan dan persalinan. Sekitar 30-50
% diantaranya meninggal akibat komplikasi abortus yang tidak aman dan 90 % terjadi di
negara berkembang termasuk Indonesia.

Dampak Seks Bebas terhadap Kesehatan Fisik dan Psikologis Remaja

Pengetahuan remaja mengenai dampak seks bebas masih sangat rendah. Yang paling
menonjol dari kegiatan seks bebas ini adalah meningkatnya angka kehamilan yang tidak
diinginkan. Setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia dimana 20 persennya
dilakukan remaja. Di Amerika, 1 dari 2 pernikahan berujung pada perceraian, 1 dari 2 anak
hasil perzinahan, 75 % gadis mengandung di luar nikah, setiap hari terjadi 1,5 juta hubungan
seks dengan pelacuran. Di Inggris 3 dari 4 anak hasil perzinahan, 1 dari 3 kehamilan berakhir
dengan aborsi, dan sejak tahun 1996 penyakit syphillis meningkat hingga 486%. Di Perancis,
penyakit gonorhoe meningkat 170% dalam jangka waktu satu tahun. Di negara liberal,
pelacuran, homoseksual/ lesbian, incest, orgy, bistiability, merupakan hal yang lumrah bahkan
menjadi industri yang menghasilkan keuntungan ratusan juta US dolar dan disyahkan oleh
undang-undang.

Lebih dari 200 wanita mati setiap hari disebabkan komplikasi pengguguran (aborsi)
bayi secara tidak aman. Meskipun tindakan aborsi dilakukan oleh tenaga ahlipun masih
menyisakan dampak yang membahayakan terhadap keselamatan jiwa ibu. Apalagi jika
dilakukan oleh tenaga tidak profesional (unsafe abortion).

Secara fisik tindakan aborsi ini memberikan dampak jangka pendek secara langsung
berupa perdarahan, infeksi pasca aborsi, sepsis sampai kematian. Dampak jangka panjang
berupa mengganggu kesuburan sampai terjadinya infertilitas.

Secara psikologis seks pra nikah memberikan dampak hilangnya harga diri, perasaan dihantui
dosa, perasaan takut hamil, lemahnya ikatan kedua belah pihak yang menyebabkan
kegagalan setelah menikah, serta penghinaan terhadap masyarakat.

Bagaiamana Remaja Bersikap?

Hubungan seks di luar pernikahan menunjukkan tidak adanya rasa tanggung jawab dan
memunculkan rentetan persoalan baru yang menyebabkan gangguan fisik dan psikososial
manusia. Bahaya tindakan aborsi, menyebarnya penyakit menular seksual, rusaknya institusi
pernikahan, serta ketidakjelasan garis keturunan. Kehidupan keluarga yang diwarnai nilai
sekuleristik dan kebebasan hanya akan merusak tatanan keluarga dan melahirkan generasi
yang terjauh dari sendi-sendi agama.
Sebagaimana apa yang diperingatkan Alloh dalam surat An-Nur: 21:

”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah


syetan. Barang siapa yang mengikuti langkah syetan, maka sesungguhnya dia (syetan)
menyuruh perbuatan yang keji dan mungkar. Kalau bukan karena karunia Alloh dan Rahmat-
Nya kepadamu, niscaya tidak seorang pun diantara kamu bersih dari perbuatan keji dan
mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Alloh membersihkan siapa yang dikehendaki... (An-nuur
(24):21)

Aktifitas seksual pada dasarnya adalah bagian dari naluri yang pemenuhannya sangat
dipengaruhi stimulus dari luar tubuh manusia dan alam berfikirnya. Meminimalkan hal-hal
yang merangsang, mengekang ledakan nafsu dan menguasainya. Masa remaja memang
sangat memperhatikan masalah seksual. Banyak remaja yang menyukai bacaan porno,
melihat film-film porno. Semakin bertambah jika mereka berhadapan dengan rangsangan seks
seperti suara, pembicaran, tulisan, foto, sentuhan, dan lainnya. Hal ini akan mendorong
remaja terjebak dengan kegiatan seks yang haram.

Perawatan organ reproduksi tidak identik dengan pemanfaatan tanpa kendali. Sistem
organ reproduksi dalam pertumbuhannya sebagaimana organ lainnya, memerlukan masa
tertentu yang berkesinambungan sehingga mencapai petumbuhan maksimal. Disinilah letak
pentingnya pendampingan orang tua dan pendidik untuk memberi pemahaman yang benar
tentang pertumbuhan organ reproduksi. Pemahaman remaja berkaitan dengan organ
reproduksinya tentunya ditanamkan sesuai dengan kadar kemampuan logika dan umur
mereka. Dengan demikian remaja tidak akan cemas ketika menghadapi peristiwa haid
pertama, melewati masa premenstrual syndrome dengan aman, memahami hukum fiqh terkait
dengan haid serta peristiwa lain yang mengiringi masa pubertas remaja.

Remaja juga harus bisa menjaga diri (isti’faaf). Hal ini mampu dilakukan pada remaja
yang mempunyai kejelasan konsep hidup dalam menjalani hidupnya. Orang tua sejak usia dini
harus menanamkan dasar yang kuat pada diri anak bahwa Alloh menciptakan manusia untuk
beribadah kepada-Nya. Jika konsep hidup yang benar telah tertanam maka remaja akan
memahami jati dirinya, menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya, mengerti hubungan
dirinya dengan lingkungaanya. Kualitas akhlak akan terus terpupuk dengan memahami batas-
batas nilai, komitmen dengan tanggung jawab bersama dalam masyarakat. Remaja akan
merasa damai di rumah yang terbangun dari keterbukaan, cinta kasih, saling memahami di
antara sesama keluarga. Pengawasan dan bimbingan dari orang tua dan pendidik akan
menghindarkan dari pergaulan bebas, komitmen terhadap aturan Alloh baik dalam aurot
(pakaian), pergaulan antar lawan jenis, menghindari ikhtilath dan sebagainya. Bagaimana
dengan anda? Walloohu a’lam bisshowab....

*Disampaikan pada Talk Show ”Sex before married Asik Kali Yee .....” Oleh Unit
Kemuslimahan Lembaga Dakwah kampus Universitas Kanjuruhan Malang (Makalah tersedia
di www.halalsehat.com )

** Pemateri adalah pengelola www.halalsehat.com situs Kehalalan Produk dan Kesehatan,


serta pengasuh Rubrik Bunga (Bincang untuk wanita dan keluarga) Mitra 97 FM Kota Batu,
setiap hari Kamis jam 09.00 WIB.
Fenomena Seks Bebas di Kalangan Remaja,
Haruskah di Biarkan?
Saatnya Suara KITA Didengar! » Artikel » Fenomena Seks Bebas di Kalangan
Remaja, Haruskah di Biarkan?
27 October 2009 oleh RM Hadi Suryo S | 4 Komentar

Yah, bicara soal remaja tidak akan pernah lepas dari percintaan remaja. Tentu semua
remaja telah mengalaminya, bukan? Ya, hampir seluruh remaja di Dunia termasuk
Indonesia mempunyai suatu budaya untuk mengekspresikan percintaan remaja itu
sendiri yang biasa kita sebut sebagai “Pacaran”.

Pacaran, bukan hal yang lazim lagi di kalangan remaja saat ini. Mulai dari berbagai
jenjang pendidikan mereka. Mulai dari Anak-anak kuliah sampai SMP (bahkan anak
SD pun mulai mencoba-coba). Mulai dari tingkatan remaja awal sampai remaja akhir,
rata-rata mereka sudah mempunyai ‘pacar’. Macam-macam pula remaja
mengekspresikan rasa cintanya pada sang ‘pacar; dengan berbagai cara. Mulai dari
yang biasa sampai yang tidak bisa diterima secara moral karena perbuatan mereka
telah melanggar ketentuan norma yang ada. Salah satu cara yang merupakan cara
yang paling tidak diterima di kalangan masyarakat adalah seks bebas.

Seks bebas merupakan cara mengekspresikan cinta yang paling melanggar norma-
norma masyarakat. Seks bebas juga merupakan suatu hal yang “Anehnya” mulai
dianggap hal yang biasa bagi beberapa remaja di Indonesia. Mengapa? Hal ini tidak
terlepas dari media-media massa/elektronik, westernisasi (kebarat-baratan) atau pun
salah pergaulan. Mereka yang kurang pendidikan agamanya atau mereka yang kurang
terdidik moral nya dan lebih sering melihat atau menonton acara-acara yang dianggap
menjadi dasar dari perbuatannya, seperti sinetron atau film, tentu saja hal ini akan
membentuk perilaku remaja yang cenderung tersesat dalam pergaulan nya atau lebih
bisa lebih buruk lagi.

Pendidikan seks di kalangan remaja tampaknya belum terlihat realisasi nya, terbukti
dengan banyaknya kasus tentang kehamilan di luar nikah atau penyakit menular
seperti HIV/AIDS dan sebagainya. Memang tidak semua remaja harus diberi
pengarahan tentang hal ini karena mereka seharusnya sudah dapat berpikir secara
matang tentang nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku di masyarakatnya. Namun,
sebagaimana yang kita ketahui bersama, bahwa remaja cenderung labil dalam emosi
dan pengetahuan serta pengalaman yang dimiliki mereka masih belum bisa membuat
remaja itu menentukan tindakannya secara benar. Hal inilah yang menyebabkan seks
bebas di kalangan remaja semakin memburuk. Tentu masih banyak penyebab-
penyebab remaja cenderung melakukan seks bebas.

Haruskah kita biarkan hal ini tetap terjadi? Haruskah budaya yang seperti ini
menghancurkan remaja-remaja atau pemuda-pemuda negeri ini? Tidak! Lalu
bagaimana caranya membimbing para remaja agar tidak tersesat dalam pergaulan
bebas? Ini beberapa cara yang dapat dilakukan baik pihak sekolah, lingkungan,
keluarga, juga remaja itu sendiri untuk sebagai ‘pencegahan dini’ dari pergaulan
bebas remaja:

1. Perlunya kerja sama antara orang tua dengan pihak sekolah mengenai
pendidikan moral anak mereka. Hal ini tentunya akan membuat pihak sekolah
lebih ketat dalam urusan moral para siswa nya.
2. Keaktifan dari para guru BP/BK/P2S untuk mencegah dan mengajarkan moral
dan etika kepada para siswa nya dan memberi peringatan yang keras kepada
mereka agar tidak mengulangi nya lagi.
3. Perlu adanya kedekatan para orangtua dengan anak-anak mereka sehingga
terjalin suatu hubungan yang baik di mana anak-anak mereka dapat menuruti
nasihat serta perintah dan jujur dengan orangtua mereka sendiri.
4. Perlunya pengawasan atas media yang di tonton oleh para orangtua terhadap
anak mereka. Hal ini sangat penting karena media saat ini merupakan acuan
para remaja(anak-anak mereka)dalam mencari trend.
5. Untuk para remaja, kalian harus lebih selektif dalam mencari kelompok
bermain yang baik. Bukan berarti hal ini akan membuat pergaulan kalian
menjadi kaku, namun hal ini dapat membuat kalian jauh dari pergaulan yang
salah. Ekspresi kan kecintaan kalian dengan sang ‘pacar’ dalam hal yang
positif. Bisa dalam bentuk inspirasi dalam membuat novel atau cerpen dan
lagu. Hal ini akan membuat kalian lebih produktif dan itu tentu bermanfaat
bagi kekreatifan kalian.

Masih banyak lagi yang dapat dilakukan sebagai pencegahan dini dalam
menanggulangi pergaulan bebas. Semoga bermanfaat.

« Bersahabat dengan Sejarah


Belajarlah dari Negeri Sakura

You might also like