Professional Documents
Culture Documents
<!--[if !vml]-->
<!--[if !supportLists]--><!--[endif]--
Bening Bening
>+25 aquades
<!--[if !supportLists]--><!--[endif]--
Bening Oranye keruh
>+indikator metil jingga 2 tetes
<!--[if !supportLists]--><!--[endif]--
Oranye bening Oranye keruh
>Dititrasi dengan HCl
<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-- VHCl = 23,4 mL
>Diulang sampai tiga kali titrasi VHCl = 23,3 mL
<!--[if !supportLists]--><!-- VHCl = 23,3 mL
[endif]-->Percobaan I
<!--[if !supportLists]--><!--
[endif]-->Percobaan II
<!--[if !supportLists]--><!--
[endif]-->Percobaan III
Aplikasi Titrasi Penetralan
<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-- Padatan putih Bening
>Menimbang 0,1 gr pupuk ZA + 50
mL NaOH 0,1 N
<!--[if !supportLists]--><!--[endif]--
>Dididihkan hingga tidak ada NH 3 Bening Bening
yang keluar
<!--[if !supportLists]--><!--[endif]--
Bening Kuning
>Didinginkan + 3 tetes metil merah
<!--[if !supportLists]--><!--[endif]--
>Dititrasi dengan HCl yang sudah Kuning Merah jingga
distandarisasi
<!--[if !supportLists]--><!--[endif]--
>Diulang sampai tiga kali titrasi
<!--[if !supportLists]--><!--
VHCl = 45,3 mL
[endif]-->Percobaan I
VHCl = 45,5 mL
<!--[if !supportLists]--><!--
VHCl = 45,0 mL
[endif]-->Percobaan II
<!--[if !supportLists]--><!--
[endif]-->Percobaan III
<!--[if !supportLists]-->VII. <!--[endif]-->DISKUSI DAN PEMBAHASAN
STANDARISASI
Tabel 1
Standarisasi asam klorida (HCl) dengan Natrium Karbonat (Na 2CO3)
HCl Na2CO3
Percobaan -3 -3
V (10 L) N V (10 L) N
I 23,4 0,1070 25 0,1001
II 23,3 0,1074 25 0,1001
III 23,3 0,1074 25 0,1001
Na2CO3 w = 0,5305 gr
V1 = 0,1 L
M = 0,0501 M
n = 1,2513 . 10-3 mol
neq = 2,5026 . 10-3 molek
Standarisasi asam kuat yaitu asam klorida menggunakan natrium klorida karena
zat ini tersedia dalam bentuk garam murni sehingga lebih praktis. Zat ini juga dipilih karena
memenuhi kriteria larutan standart utama dari asam kuat. Natrium karbonat bersifat
sedikit higroskopis, memiliki berat ekivalen yang tinggi dan merupakan basa kuat sehingga
baik untuk titrasi asam kuat. Dalam percobaan digunakan 0,5305 gr natrium karbonat yang
dilarutkan hingga 0,1 L. Berdasarkan persamaan:
<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Percobaan I
mol NaOH sisa = mol HCl
= 45,3 X 10,7244.10-2
= 4,8582.10-3 mol
= 4,8582 mmol
Mol NH3 = nNaOH mula-mula – nNaOH sisa
= 5 – 4,8582
= 0,1418 mmol
gr NH3 = mol NH3 . Mr
= 0,14180 . 17,03061
= 2,4149.10-3 mmol
<!--[if !vml]-->
<!--[endif]-->
<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Percobaan II
mol NaOH sisa = mol HCl
= 45,5 X 10,7244.10-2
= 4,8796.10-3 mol
= 4,8796 mmol
Mol NH3 = nNaOH mula-mula – nNaOH sisa
= 5 – 4,8796
= 0,1204 mmol
gr NH3 = mol NH3 . Mr
= 0,1204 . 17,03061
= 2,0505.10-3 mmol
<!--[if !vml]-->
<!--[endif]-->
<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Percobaan II
mol NaOH sisa = mol HCl
= 45,0 X 10,7244.10-2
= 4,826.10-3 mol
= 4,826 mmol
Mol NH3 = nNaOH mula-mula – nNaOH sisa
= 5 – 4,826
= 0,174 mmol
gr NH3 = mol NH3 . Mr
= 0,174 . 17,03061
= 2,9633.10-3 mmol
Asidi ALKaLiMeTRi
Salah satu analisis titrimetri yang melibatkan asam basa adalah asidi alkalimetri.
Titrasi asam basa sangat berguna dalam dunia kefarmasian terutama untuk reaksi-
reaksi dalam pembuatan obat. Oleh karena itu asidi alkalimetri sangat perlu untuk
dipelajari..
<!--[if !supportLists]--> Salah satu dari empat golongan utama dalam
penggolongan analisis titrimetri adalah reaksi penetralan atau asidimetri dan
alkalimetri. Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena
hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam
standar (asidimetri), dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang
berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar (alkalimetri).
Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air merupakan
akibat reaksi-reaksi tersebut (Basset, J, 1994).
Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam
suatu volume tertentu dalam suatu larutan disebut larutan standar. Sedangkan
larutan standar primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung
ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi.
Suatu zat standar primer harus memenuhi syarat seperti dibawah ini:
<!--[if !supportLists]-->1.Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah
dikeringkan (sebaiknya pada suhu 110-120oC).
<!--[if !supportLists]-->2.Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga
sesatan penimbangan dapat diabaikan.
<!--[if !supportLists]-->3.Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia
digunakan.
<!--[if !supportLists]-->4.Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-
uji kualitatif atau uji-uji lain yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat
pengotor, umumnya tak boleh melebihi 0,01-0,02 %).
<!--[if !supportLists]-->5.Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan
praktis sekejap. Sesatan titrasi harus dapat diabaikan, atau mudah ditetapkan
dengan cermat dengan eksperimen.
<!--[if !supportLists]-->6.Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan;
kondisi-kondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula
dioksidasi oleh udara, atau dipengaruhi oleh karbondioksida. Standar ini
harus dijaga agar komposisinya tak berubah selama penyimpanan.
Natrium karbonat Na2CO3, natrium tetraborat Na2B4O7, kalium hydrogen
iodat KH(IO3)2, asam klorida bertitik didih konstan merupakan zat-zat yang biasa
digunakan sebagai standar primer. Sedangkan standar sekunder adalah suatu zat
yang dapat digunakan untuk standarisasi yang kandungan zat aktifnya telah
ditemukan dengan perbandingan terhadap suatu standar primer (Basset, J, 1994).
Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut
titrasi. Titik (saat) mana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekuivalen (setara) atau
titik akhir teoritis. Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu
perubahan, yang tak dapat di salah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan
standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri, atau lebih
lazim lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai
indikator (Basset, J, 1994).
Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya
mereka menunjukkan warna pada range pH yang berbeda (Keenan, 2002).
Fenolphtalein tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan yang tidak
terionisasi indikator tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa
fenolphtalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena
anionnya (Day, 1981).
Metil jingga adalah garam Na dari suatu asam sulphonic di mana di dalam
suatu larutan banyak terionisasi, dan dalam lingkungan alkali anionnya memberikan
warna kuning, sedangkan dalam suasana asam metil jingga bersifat sebagai basa
lemah dan mengambil ion H+, terjadi suatu perubahan struktur dan memberikan
warna merah dari ion-ionnya (Day, 1981).
Campuran karbonat dan hidroksida, atau karbonat dan bikarbonat, dapat
ditetapkan dengan titrasi dengan menggunakan indikator fenolphtalein dan jingga
metil (Day, 1981).
Biasanya ion karbonat dititrasi sebagai suatu basa dengan suatu asam kuat
sebagai titran, dalam hal mana akan diperoleh dua patahan yang cukup nyata, yang
berpadanan dengan reaksi :
<!--[if gte vml 1]> <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[if !vml]--> <!--
[endif]--> CO32- + H3O+ HCO3- + H2O
<!--[if gte vml 1]> <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]--><!--[if gte vml
1]> <![endif]--><!--[if !vml]--> <!--[endif]--> HCO3- + H3O+ H2CO3- + H2O
*** for the hardest n user who wants most n more, please read:
Bassett, J. dkk., 1991, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Day, RA dan A.L Underwood, 1981, Analisa Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.
Keenan, Charles W. dkk., 1991, Ilmu Kimia untuk Universitas Jilid I, Erlangga, Jakarta.
Tim Penyusun, 1979. Farmakope Indonesia Ed. III. Depkes RI. Jakarta.
Tim Penyusun, 1995. Farmakope Indonesia Ed.IVI. Depkes RI. Jakarta.
*Menunggu info tambahan Mode:on
ANALISIS KUANTITATIF : ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang
diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah contoh tertentu
yang akan di analisis. Contoh yang akan dianalisis dirujuk sebagai (tak diketahui, unknown).
Prosedur analitis yang melibatkan titrasi dengan larutan-larutan yang konsentrasinya
diketahui disebut analisis volumetri. Dalam analisis larutan asam dan basa, titrasi
melibatkan pengukuran yang seksama, volume-volume suatu asam dan suatu basa yang
tepat saling menetralkan (Keenan, 1998: 422-423).
Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai
seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan perubahan warna. Perubahan warna
menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady, 1999 : 217-218).
Larutan basa yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang
berskala) dan jumlah yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi.
Larutan asam yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia (erlenmeyer) dengan
mengukur volumenya terlebih dahulu denga memekai pipet gondok. Untuk mengamati
titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya disekitar titik ekivalen. Dala titrasi yang
diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen (syukri, 1999 : 428).
Suatu proses didalam laboratorium untuk mengukur jumlah suatu reaktan yang bereaksi
sempurna dengan sejumlah reaktan lainnya, dimana reaktan pertama ditambahkan secara
kontinu ke dalam reaktan kedua disebut titrasi. Reaktan yang ditambahkan tadi disebut
sebagai titrant dan reaktan yang ditambahkan titrant kedalamnya disebut titree. Didalam
beberapa titrasi, titik ekivalen adalah titik selama proses titrasi dimana tepatnya titrat telah
cukup ditambahkan untuk bereaksi dengan titree. Salah satu masalah tekhnis dalam titrasi
adalah titik dimana suatu perubahan dapat diamati, terjadi yang untuk mengindikasikan
pendekatan yang paling baik ke titik ekivalen. Secara ideal, titik akhir dan titik ekivalen
seharusnya identik, tetapi dalam prakteknya jarang sekali ada orang yang mampu
membuat kedua titik tersebut tepat sama, meskipun ada beberapa hal dimana perbedaan
antara kedua hal tersebut dapat diabaikan (Snyder, 1996 : 597-599).
Kadang-kadang kita perlu mengetahui tidak hanya atau sekedar pH, akan tetapi perlu kita
ketahui juga berapa banyak asam atau basayang terdapat didalam sampel. Sebagai contoh,
seorang ahli kimia lingkungan mempelajari suatu danau dimana ikan-ikannya mati. Dia
harus mengetahui secara pasti seberapa banyak asam yang terkandung dalam suatu
sampel air danau tersebut. Titrasi melibatkan suatu proses penambahan suatu larutan yang
disebut tirant dari buret ke suatu flask yang berisi sampel dan disebut analit. Berhasilnya
titrasi asam-basa tergantung pada seberapa akurat kita dapat mendeteksi titik stoikiometri.
Pada titik tersebut, jumlah mol dari H3O+ dan OH- yang ditambahkan sebagai titrant adlah
sama dengan jumlah mol dari OH- atau H3O+ yang terdapat dalam analit. Pada titik
stoikiometri, larutan terdiri dari garam dan air. Larutan tersebut adalah asam apabila ion
asam yang terkandung didalamnya, dan basa apabila ion basa yang terkandung didalamnya
(Atkins, 1997 : 550).
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, dalam stoikiometri titrasi, titik ekivalen dari
reaksi netralisasi adalah titik pada reaksi dimana asam dan basa keduanya setara, yaitu
dimana keduanya tidak ada yang berlebihan. Dalam titrasi, suatu larutan yang akan
dinetralkan, misal asam, ditempatkan di dalam flask bersamaan dengan beberapa tetes
indikator asam basa. Kemudian larutan lainnya (misal basa) yang terdapat didalam buret,
ditambahkan ke asam. Pertama-tama ditambahkan cukup banyak, kemudian dengan
tetesan hingga titik ekivalen. Titik ekivalen terjadi pada saat terjadinya perubahan warna
indikator. Titik pada titrasi dimana indikator warnanya berubah disebut titik akhir (Petrucci,
1997 : 636).
Misalkan kita ingin menentukan molaritas dari suatu larutan HCl yang tidak diketahui
konsentrasinya. Kita bisa menentukan konsentrasi HCl tersebut melalui suatu prosedur
yang disebut titrasi, dimana kita menetralisasi suatu asam dengan suatu basa yang telah
diketahui konsentrasinya. Pada titrasi, pertama-tama kita menempatkan suatu asam yang
volumenya telah ditentukan ke dalam suatu flask. Dan tambahkan beberapa tetes indikator
seperti penolftalein, kedalam larutan asam. Dalam larutan asam, penolftalein tidak
berwarna. Kemudian, buret kita isi dengan larutan NaOH yang konsentrasinya telah
diketahui. dan dengan hati-hati NaOH ditambahkan ke asam pada flask. Kita bisa
mengetahui bahwa netralisasi telah berlangsung ketika penolftalein dalam larutan berubah
warna menjadi merah muda. Ini disebut titik akhir netralisasi. Dari volume yang
ditambahkan dan molar NaOH, kita dapat menentukan konsentrasi asam (Timberlake, 2004
: 354-355).
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, Peter and Jones Lorette. 1997. Chemistry Molecules and Canges, 3rd Ed. New
York: W. H. Freeman and Company.
Brady, James E. 1999. Kimia Universutas Asas dan Struktur. Jakarta: Binarupa
Aksara
Keenan, C. W, dkk. 1998. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Petrucci, Ralph H and Willias S. Harwood. 1997. General Chemistry. New Jersey:
Prentice Hall.
Snyder, Milton K. 1996. Chemistry Structure and Reaction. New York: Holt, Rinehart
And winston. Inc.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung ITB.
Timberlake, Karen C. 2004. General, Organic and Biological Chemistry Structure Of
Life. San Fransisco: Pearson Benjamin Cummings.