Professional Documents
Culture Documents
3, Desember 2005
C. D. Ino Yuwono
M. G. Bagus Ani Putra
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya
ABSTRAK
Selama ini kajian-kajian tentang perubahan dalam organisasi lebih banyak berada pada
tataran rasional. Pandangan bahwa individu akan mudah menerima prubahan apabila ada
penjelasan rasional merupakan pandangan umum dalam perubahan organisasi sehingga strategi
perubahan organisasi mengikuti pola rasional (Bennis & Chin, 1997). Perubahan organisasi
selalu menyangkut perubahan individu, dan respon individu dalam menyikapi perubahan ini
tidak semata-mata rasional tetapi juga melibatkan respon emosional. Emosi yang melekat
dalam diri individu sebagai manusia, dalam kajian tentang proses perubahan dalam organisasi
dianggap sebagai suatu nuissance. Sedangkan reaksi-reaksi emosional individu dalam
menanggapi perubahan yang terjadi dalam organisasi dianggap sebagai suatu bentuk resis-
tance. Terdapat perbedaan antara model perubahan organisasi yang umum digunakan selama
ini dengan model perubahan organisasi yang mempertimbangkan unsur emosi individu.
Pengelolaan emosi para anggota organisasi merupakan suatu hal yang harus diperhatikan
apabila perubahan yang diinginkan organisasi diharapkan dapat berjalan dengan lancar.
Dalam model perubahan individu yang terdapat dalam makalah ini, yang berkaitan dengan
perubahan organisasi, terlihat bahwa respon emosional individu memegang peranan penting
dalam penerimaan atau penolakan terhadap perubahan yang dilakukan organisasi. Berbagai
perbedaan pendekatan model teoritis yang digunakan dalam kajian Psikologi Industri-
Organisasi, yang memasukkan faktor emosi dalam proses perubahan organisasi menunjukkan
hasil yang senada, bahwa respon emosional individu dalam menyikapi perubahan mengikuti
suatu pola yang teratur dan dapat diantisipasi. Tahapan-tahapan perubahan emosi yang
terpola dalam menyikapi perubahan organisasi ini dapat digunakan sebagai model untuk
emotional management dalam pengelolaan perubahan organisasi.
© 2005, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005
250
C. D. Ino Yuwono, M. G. Bagus Ani Putra
perubahan organisasi itu sendiri maka dehumanisasi tempat kerja (Speedy, 2004).
resistansi akan dilakukan oleh para anggota Rationalitas dapat merupakan prinsip
organisasi apabila para perencana perubahan pengorganisasian yang effisien apabila
melupakan faktor manusia (Carol Kinsey organisasi berada dan menghadapi situasi
Goman, 2004). Kegagalan dalam melakukan yang stabil. Pemisahan antara rasionalitas
proses perubahan ini akan berdampak pada dan emosi merupakan warisan cara berpikir
pencapaian tujuan organisasi, dan dalam Barat yang dualistis, either-or, disamping
jangka panjang akan mengancam adanya bias gender karena rasionalitas lebih
kelangsungan hidup organisasi. Selama ini, menunjukkan maskulinitas, sementara
kehidupan dalam organisasi masih emosionalitas lebih dikaitkan dengan
diasumsikan berdasarkan rasionalitas feminitas. Paradigma yang dianut dalam
semata. Padahal kalau kita mencermati akan perubahan organisasi mengikuti paradigma
semakin mengetahui bahwa resistansi juga keilmuan yang berlaku yang bercirikan
berkaitan dengan faktor emosi. reduksionis, determinitik dan mengarah
Perubahan organisasi, terutama yang pada kestabilan dan equilibrium.
bersifat mendasar, bukan semata-mata Perubahan organisasi sejauh ini secara
ditanggapi secara kognitif-rasional, umum akan lebih mementingkan rasionalitas
melainkan lebih merupakan suatu peristiwa dalam pelaksanaannya.Secara umum, model
yang emosional, dan ditanggapi dengan yang paling sering dirujuk adalah yang
menggunakan emosi. Ketika para anggota dikemukakan oleh Lewin dan dikenal
organisasi mendengar dan mengetahui akan sebagai force field analysis, yang terdiri atas tiga
diadakan perubahan organisasi, reaksi tahap yaitu: Unfreezing, Moving and Freezing.
pertama mereka pada umumnya adalah Model perubahan organisasi yang
shock. Hal ini menandakan adanya suatu dikemukakan oleh Chin & Bennis (1985)
reaksi emosional. Terlebih kalau perubahan menunjukkan tiga strategi yang digunakan
itu dipersepsikan akan berpengaruh negatif dalam melakukan perubahan organisasi ,
terhadap dirinya dan situasinya. Dalam yaitu :
masa-masa perubahan organisasi, emosi 1. Strategi edukatif/empiris-rational.
lebih sering muncul dengan intensitas yang 2. Strategi normative-persuasif.
lebih kuat dibandingkan dengan masa-masa 3. Strategi power-coercives.
biasa.
Sementara ada berbagai model yang
Emosi selama ini merupakan hal yang
digunakan dalam melakukan perubahan
terpinggirkan dalam pembicaraan mengenai
dalam organisasi, antara lain:
organisasi, karena citra yang dimiliki tentang
a. Burke – Litwin model
organisasi adalah citra yang mekanistis –
b. Six-Box model
struktural dengan bentuk idealnya birokrasi.
c. Star model
Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa
d. Nadler & Tushman’s congruence model
bentuk ideal birokrasi yang dikemukakan
(Ian Palmer, Richard Dunford, Gib
oleh Weber merupakan salah satu bentuk
Akin, 2005, Managing Organizational
1. Emosi merupakan bagian yang tak terhadap situasi tertentu (flight or fight
terpisahkan dari proses pemaknaan reaction). Sebagian ahli mengatakan
dalam proses keorganisasian, termasuk emosi merupakan komponen penting
perubahan organisasi. Ketika terjadi dari motivasi individu, karena emosi
perubahan dalam organisasi, maka akan akan mendorong individu untuk
terjadi hal-hal diluar kebiasaan berperilaku tertentu (Frijda, 1993;
organisasi, sehingga para anggota Fineman, 2001).
organisasi merasa terkejut /surprise,
Untuk meyakinkan adanya kaitan
shock, bahkan merasa terancam. Emosi
antara emosi dengan proses perubahan
merupakan reaksi yang wajar secara
organisasi maka penulis menyajikan tabel
psikologis terhadap kejadian-kejadian
perbandingan paradigma emosi antara
tersebut, dan individu akan berusaha
pendekatan yang ada dengan pendekatan
memberikan makna terhadap kejadian
alternatif.
kejadian tersebut, yang diluar kebiasaan.
Organisasi pada era sekarang ini lebih
Pemaknaan ini tidak meliputi proses
menekankan pada jaringan [network]
kognitif saja, tapi juga melibatkan emosi
sehingga pendekatan command and control
individu, dan kedua proses ini saling
kurang sesuai pada masa dimana organisasi
terjalin.
berada pada lingkungan yang cepat berubah.
2. Emosi merupakan bagian integral dari
Koordinasi horizontal dan vertikal
proses adaptasi dan motivasi. Dalam
menghendaki sikap aktif anggota organisasi,
kajian psikologi, emosi terutama dilihat
yang lebih menekankan pada terbentuknya
sebagai fungsi adaptif ketika terjadi
pola hubungan antar individu maupun antar
sesuatu yang mengancam individu, yang
unit organisasi. Ini berarti anggota organisasi
membantu penyesuaian individu
akan lebih mudah mengalami konflik antar
Tabel 1
Perbandingan Paradigma Emosi
Asumsi peran emosi dalam proses Asumsi peran emosi dalam proses
perubahan : perubahan :
¾ Emosi bersifat dysfunctional dalam Emosi mendorong perilaku individu
organisasi dan perubahan Emosi constitute individual
organisasi. and‘social change story (meaning
¾ Emosi akan menghambat of change)
perubahan organisasi.
emosional ang gotanya sehingga bahwa perubahan itu dimulai dan dilakukan
memungkinkan dilakukan pengelolaan oleh individu-individu dalam organisasi.
bersama secara sadar. Organisasi hanya berubah melalui
e. Pengelolaan emosi akan menjadikan perubahan ang gotanya, baik secara
organisasi lebih fleksibel, adaptif dan individual maupun secara kolektif.
memudahkan pengelolaan saling Pengertian mengenai proses perubahan
ketergantungan antar unit organisasi individu – perubahan pada level individu –
maupun antar individu (door diperlukan apabila diinginkan pengertian
Mastenbroek, Willem, 1999). yang lebih menyeluruh terhadap perubahan
organisasi. George and Jones (2001, Jennifer
Tahapan respons emosional dalam M.George & Gareth R.Jones, Towards a process
perubahan organisasi model of Individual Change in Organizations,
Perubahan organisasi, per-definisi, Human Relations, 54(4), pp 419-444) Mereka
merupakan reorientasi fundamental mengemukakan suatu model mengenai
mengenai cara organisasi beroperasi, perubahan individu dalam organisasi seperti
sehingga selalu bersifat menyeluruh nampak dalam Gambar 1.
(organization-wide). Namun harus diingat,
Freeman (1996) menggunakan model diatas oleh para anggota organisasi dan waktu
dalam suatu bentuk model seperti dibawah perubahan organisasi sebagaimana didapat
ini : dari hasil penelitian Zell.
Zell (2003) dalam penelitiannya secara Pada enam bulan pertama setelah
longitudinal di sebuah Departemen di dilakukannya perubahan organisasi, maka
Universitas di Amerika, mendapatkan sebagian besar anggota organisasi (60%)
tahap-tahap emosi yang sesuai dengan masih berada pada tahap denial, 20% pada
Tabel 2
Model Tahapan Emosi (Freeman, 1996)
Tahapan
tahapan emosi yang dikemukakan oleh tahap anger, 10% pada tahap bargaining dan
Kubler-Ross ketika sedang mengalami 10% berada pada tahap depressi. Pada enam
perubahan organisasi. Tabel 3 dibawah ini, bulan pertama ini, tak ada seorangpun yang
menunjukkan tahapan emosi yang dialami berada pada tahap acceptance. Pada akhir
Tabel 3
Model Tahapan Emosi (Zell, 2003)
tahun kedua, maka sebagian besar anggota 3. Discarding mulai medefinisikan ulang
organisasi (72.73%) sudah dapat menerima dirinya dan perannya melalui proses self-
perubahan organisasi yang dijalankan, dan examination, dan mulai timbulnya rasa
hanya 9.09% yang masih berada pada tahap penerimaan (acceptance).
denial. Tabel 3 juga menunjukkan bahwa 4. Acceptance dimana dalam tahap ini
dibutuhkan waktu yang cukup bagi para perubahan mulai diterima dengan
anggota organisasi untuk dapat menerima terbentuknya identitas yang baru,
perubahan. Dalam kurun waktu setahun penerimaan atas realitas yang baru.
setelah perubahan mulai dilaksanakan, tidak
Kiefer dalam penelitiannya mengenai
semua anggota organisasi dapat menerima
emosi yang dialami para Manager SDM
proses perubahan organisasi.
dalam proses perubahan organisasi
Penelitian yang dilakukan oleh
mendapatkan bahwa setelah enam bulan
INSEAD di Eropa juga menunjukkan pola
dalam proses perubahan, tidak semua
tahapan emosi yang serupa, yang mirip
manager mengalami emosi negatif, demikian
dengan tahapan yang dikemukakan oleh
juga pengalaman emosional mereka tidak
Kubler-Ross (Manfred F.R. Kets de Vries,
sekuensial seperti tahapan emosional dari
Katharina Balazs,1999, Transforming the Mind-
Kubler-Ross. Emosi yang timbul tergantung
Set of The Organization, Administration and
pada konteks jabatan (job contex)]. Konteks
Society, 30 (6), pp 640-675). Mereka
jabatan yang berkaitan dengan emosi dalam
mengemukakan ada 4 tahap , yaitu :
menjalani perubahan seperti yang
1. Shock yang berupa rasa panik, marah,
dikemukakan oleh Kiefer adalah :
takut, numbness.
1. Pekerjaan itu sendiri (the work itself)
2. Working-through process, yang berupa rasa
2. Situasi personal (personal situation)
tak percaya, penolakan (denial), rasa
3. Hubungan Sosial (social relationships)
marah yang irrasional, sedih,
4. Organisasi itu sendiri (organization)
menyalahkan diri (self-reproach), dan
reaktif, orientasi pada masa lalu.