Professional Documents
Culture Documents
HERU SETIAWAN
MOCH. SAPTO SETIAWAN
ELLEN MAHARANI
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Keuangan Negara dan Pasal 70 ayat 2 Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang
Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Daerah (LKPD) sebagai
2014. Penundaan ini disebabkan oleh ketidaksiapan semua perangkat dan elemen
yang menyusun implementasi akuntansi berbasis full accrual (kita akan memakai
terminologi full accrual untuk membedakannya dengan cash toward accrual). Selama
ini basis akuntansi yang digunakan Pemerintah adalah basis cash toward accrual di
mana basis kas digunakan untuk pengakuan pendapatan, belanja, transfer, dan
1
2
dasar entitas akuntansi, asumsi dasar dan international reporting standard. Dari hal
Equity. Persamaan ini menginginkan semua informasi yang terkait yaitu unsur assets,
Perspektif kedua mengenai konsep dasar entitas akuntansi tentang adanya pemisahan
antara owner dan business entity yang diwakili manajemen. Di ranah publik,
management business entity. Sebagaimana entitas akuntansi lainnya, selalu ada area
transparansi (pemenuhan hak masyarakat atas informasi keuangan yang terbuka dan
jujur) atas keuangan dan operasionalnya. Sebagai konsekuensi atas itu, setiap
dan LKPD) menyatakan bahwa Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa
entitas pelaporan akan berlanjut keberadaannya (going concern). Asumsi dasar ini
menghendaki setiap dampak yang terjadi di masa lalu atau masa depan atas peristiwa
mensyaratkan integrated financial and performance system dengan basis full accrual.
Ketika keempat perspektif urgensi akuntansi berbasis full accrual ini tidak
3
peristiwa masa lalu atau masa kini, dan memprediksi masa depan) dan andal (bebas
dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta
secara jujur, serta dapat diverifikasi) tidak tercermin dalam lembar muka (on the face)
sendiri atau strategi campuran dari ketiga rancangan itu (Hoesada 2009). Proses
berbasis cash toward accrual (sesuai PP No. 24 Tahun 2005) menjadi PSAP berbasis
yang berlaku, administrasi Pemerintahan yang ada dan pertimbangan sumber daya
relevan dan andal kepada masyarakat mengenai posisi keuangan Pemerintahan yang
Dalam karya ilmiah ini, penulis ingin melakukan analisis permasalahan pada
unsur liabilities atau kewajiban laporan keuangan atas beberapa alasan yang ter-
Peningkatan 18,36% porsi kewajiban dari tahun sebelumnya, peningkatan hampir dua
kali lipat debt to equity ratio Pemerintah Pusat, mengindikasikan perlunya pengaturan
kewajiban baik secara akuntansi maupun manajemen karena porsi ini akan
Menurut hasil audit LKPP Tahun Anggaran 2008 (BPK 2008), pengendalian rasio
utang yang tepat memberikan kontribusi bagi perbaikan kondisi perekonomian dalam
Perhitungan rasio utang atau kewajiban negara ini dapat dilihat melalui lembar muka
(on the face) laporan keuangan dan bukan Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK).
menjadi alasan pentingnya update regulasi dan kebijakan khususnya atas besarnya
porsi kewajiban sebagai unsur laporan keuangan seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Atas ketiga alasan tersebut, dalam karya ilmiah ini, penulis tertarik untuk
melakukan analisis mengenai “Unsur-unsur kewajiban yang perlu diatur dalam PSAP
berbasis full accrual yang ditargetkan paling lambat Tahun Anggaran 2014.
B. Rumusan Masalah
semakin jelas, karena keterbatasan ruang lingkup yang dinyatakan oleh PSAP No. 9
5
Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai; Transaksi dalam mata uang asing yang timbul
atas transaksi selain dari transaksi pinjaman yang didenominasi dalam suatu mata
uang asing. Jika kita bandingkan dengan IPSAS, hal-hal terkait dengan unsur
kewajiban diatur dalam beberapa pernyataan seperti IPSAS No. 5 tentang Borrowing
Cost, IPSAS No. 13 tentang Leases, IPSAS No. 19 tentang Provisions and
Contingent Liability, IPSAS No. 25 tentang Employee Benefit serta pernyataan lain
yang mengintegrasikan kewajiban sebagai bagian yang tidak terpisah seperti salah
merangkum kebutuhan yang ada. Belum lagi, basis cash toward accrual di mana
Atas dua argumentasi di atas, penulis yakin kewajiban sudah seharusnya diatur
secara jelas dalam PSAP berbasis full accrual. Karya ilmiah ini akan mem-
breakdown kewajiban menjadi empat unsur yang sebelumnya belum diatur dengan
masa yang akan datang, adanya international best practice dalam IPSAS, serta
adanya praktek umum yang mengemuka. Empat unsur yang dimaksud adalah :
1. Financial Liabilities;
6
Oleh karena itu, research question yang harus dijawab karya ilmiah ini adalah
spending; perlu diatur lebih lanjut dalam PSAP berbasis full accrual?”
empat unsur kewajiban yang diprediksi layak untuk diatur dalam PSAP berbasis full
A. Kerangka Teoritis
1. Kewajiban
arising from past events, the settlement of which is expected to result in an outflow
Definisi kewajiban menurut PSAP adalah “Utang yang timbul dari peristiwa masa
Pemerintah” 2. Atas dua definisi kewajiban tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa
1
International Public Sector Accounting Standards No. 1 - Presentation of Financial Statements;
Definition of Liabilities; page 29
2
Standar Akuntansi Pemerintahan Pernyataan Nomor 9 tentang Akuntansi Kewajiban; Definisi
Kewajiban halaman 2
7
8
in using accrual accounting for such future liabilities, which has made the overall
financial statements more accurate 3
tersebut jelas akan berpengaruh dalam rangka mendukung kesinambungan fiskal dan
2. Financial Liabilities
Statements tidak secara jelas menyatakan definisi financial liabilities hanya saja
disebutkan bahwa, “Guidance on the disclosure of ... financial liabilities can be found
3
Accrual Accounting in New Zealand and Australia : Issues and Solutions created by Mark
Champoux; Harvard Law School Federal Budget Policy for Briefing Paper No. 27; Page 14
4
International Public Sector Accounting Standards No. 1 - Presentation of Financial Statements;
Statement of Financial Position; The Current/Non-current Distinction; Paragraph 78, Page 14
9
Dari definisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa financial liabilities merupakan
sejenis kontrak obligasi yang melibatkan kas atau nonkas, dengan atau tanpa equity
liabilities sebagai Surat Berharga Negara. Surat Berharga Negara terdiri dari Surat
Definisi SUN adalah “surat berharga yang berupa surat pengakuan utang
dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan
pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya” 6. SUN
terdiri dari Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara. Surat Perbendaharaan
Negara adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan
dengan pembayaran bunga secara diskonto sedangkan obligasi negara adalah SUN
yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan
Definisi SBSN “... atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga
negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian
penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing" 7.
Menurut UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, SBSN
diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat, yang terdiri dari enam jenis akad
Akad Ijarah merupakan akad yang satu pihak bertindak sendiri atau melalui
wakilnya menyewakan hak atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga sewa
dan periode sewa yang disepakati. Secara substansi dari sudut pandang Pemerintah,
transaksi ini dapat disamakan dengan transaksi sale and lease back (penjualan
manfaat) dimana underlying asset tetap berada dalam neraca Pemerintah dengan
reklasifikasi.
Akad mudarabah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih, yaitu
satu pihak sebagai penyedia modal dan pihak lain sebagai penyedia tenaga dan
keahlian, keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan nisbah yang
sepenuhnya oleh pihak penyedia modal, kecuali kerugian disebabkan oleh kelalaian
penyedia tenaga dan keahlian. Secara substansi dari sudut pandang Pemerintah,
Sampai masa jatuh tempo sukuk, bagi hasil Pemerintah yang dicatat sebagai
Akad istishna adalah akad jual beli aset berupa obyek pembiayaan antara para
pihak dimana spesifikasi, cara dan jangka waktu penyerahan, serta harga aset tersebut
ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak. Underlying asset tetap berada dalam
neraca Pemerintah.
Akad musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
menggabungkan modal, baik dalam bentuk uang maupun bentuk lainnya, dengan
tujuan memperoleh keuntungan, yang akan dibagikan sesuai dengan nisbah yang telah
sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak. Secara substansi dari
sudut pandang Pemerintah, transaksi ini serupa dengan partnership. Underlying asset
tetap berada dalam neraca Pemerintah. Sampai masa jatuh tempo sukuk, nisbah
Liabilities. Pada dasarnya kedua hal tersebut serupa dan memiliki kemiripan satu
sama lain terutama pada karakteristik uncertain in timing. Jika dilihat dari definisinya,
A contingent liability is: (a) A possible obligation that arises from past events and
whose existence will be confirmed only by the occurrence or nonoccurrence of one
or more uncertain future events not wholly within the control of the entity; or (b) A
present obligation that arises from past events but is not recognized because: (i) It
is not probable that an outflow of resources embodying economic benefits or
service potential will be required to settle the obligation; or (ii) The amount of the
obligation cannot be measured with sufficient reliability. 9
Istilah contingent liabilities lebih dikhususkan bagi kewajiban yang tidak memenuhi
whether the entity has a present obligation that could lead to an outflow of resources
obligation cannot be made (IASB 2002). Contingent liabilities adalah kewajiban yang
kewajiban yang memiliki karakteristik certain existence karena tiga alasan yaitu nilai
menurut PSAP No.9 tentang Kewajiban, cukup dituangkan dalam CALK (KSAP
2004). Informasi mengenai provisions harus ditampilkan di lembar muka (on the face)
sebagaimana diatur dalam IPSAS No. 13 adalah “an agreement whereby the lessor
conveys to the lessee in return for a payment or series of payments the right to use an
asset for an agreed period of time”11. Leasing diklasifikasi menjadi dua yaitu finance
dan operating lease. Sewa guna usaha dikategorikan sebagai finance lease apabila
d. Nilai sekarang dari jumlah pembayaran minimum secara substansi sama dengan
10
International Public Sector Accounting Standards No. 19 - Provisions, Contingent Liabilities And
Contingent Assets; Relationship between Provisions and Contingent Liabilities; Par. 20, Page 490
11
International Public Sector Accounting Standards No. 13 – Leases; Definitions; Par. 7, Page 291,
13
e. Sifat barang spesifik sehingga hanya lessee yang dapat menggunakan tanpa harus
memodifikasi
i. Lessee memiliki opsi untuk memperpanjang masa sewa guna usaha pada tingkat
Jika suatu transaksi sewa guna usaha tidak memenuhi klasifikasi di atas, maka
5. Non-budgetary Spending
jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup
of actual expenditure over the final budget has to be disclosured with an explanation
B. Pengembangan Hipotesis
Setelah melakukan literature survey atas data sekunder yang terkait, hipotesis
yang dikemukakan dalam karya ilmiah ini dirumuskan sebagai berikut “Unsur-unsur
serta kewajiban yang berasal dari non-budgetary spending; perlu diatur lebih lanjut
13
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Bab VII
Pelaksanaan APBN dan APBD; Pasal 27 ayat 4. Pengaturan untuk melakukan pengeluaran yang
belum tersedia anggaran (non-budgetary spending) dalam keadaan darurat bagi Pemerintah Daerah
diatur dalam Pasal 28 ayat 4.
BAB III
METODE RISET
Metode dalam penulisan karya tulis ini adalah studi pustaka terkait bagaimana
2. Studi pustaka untuk memperoleh teori yang relevan dengan permasalahan sebagai
acuan.
15
BAB IV
ANALISIS DATA
Pemerintahan dari cash toward accrual menjadi full accrual ditujukan untuk
memberikan informasi yang relevan dan andal kepada masyarakat mengenai posisi
keuangan Pemerintahan yang tercermin dalam lembar muka (on the face) laporan
sumber daya manusia Indonesia. Dalam rangka pembuktian hipotesis, karya ilmiah ini
akan melakukan analisis keempat unsur kewajiban yang dikemukakan sejak awal
campuran seperti praktek yang dilakukan KSAP. Pembahasan berurut dari segi
A. Financial liabilities
No. 32, dapat disimpulkan bahwa financial liabilities merupakan sejenis kontrak
16
17
obligasi dimana “entity does not have an unconditional right to avoid delivering cash
Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, adalah Surat Berharga
Negara (SBN). Surat Berharga Negara secara garis besar terdiri dari Surat Utang
seperti SUN dan SBSN dalam laporan keuangan didasari oleh UU Nomor 19 Tahun
2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Tata cara pelaporan, baik pengukuran
dan pengungkapan, secara teknis akan diatur oleh KSAP dalam pernyataan yang
besar defisit dalam APBN Tahun Anggaran 2010, akan dibiayai dari SBN sejumlah
104,4315 triliun rupiah. Jumlah tersebut merupakan 10% dari porsi APBN. Komposisi
jumlah dan jenis instrumen SBN yang akan diterbitkan, pembayaran pokok, dan
pembelian kembali SBN, akan diatur lebih lanjut oleh Pemerintah dengan
pembiayaan SBN tercapai. Besarnya jumlah SBN yang akan dikeluarkan pemerintah
untuk menutup defisit anggaran, meningkatkan kebutuhan akan adanya tata cara
pelaporan teknis Surat Berharga Negara sebagai bentuk financial liabilities. Atas dua
14
International Accounting Standard (IAS) No. 32 Financial Instruments: Disclosure and
Presentation; Definitions; Paragraph 19, Paragraph 19, page 17
15
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2010; Penjelasan Pasal 22 ayat 3 nomor 1, halaman 22
18
alasan yaitu kebutuhan pengaturan teknis pelaporan dan besarnya rupiah yang terkait
dengan instrumen keuangan ini, KSAP sudah seharusnya mengatur lebih lanjut
Secara umum, SUN telah diatur dalam PSAP No. 9 tentang Kewajiban. Dalam
Selain definisi dan klasifikasi, diatur pula masalah measurement dan recognition.
PSAP No.9 menyatakan bahwa pemerintah wajib mencatat nilai SUN sebesar nilai
pari (original face value) dengan memperhitungkan diskonto atau premium yang
(perubahan selain perubahan nilai pasar, seperti perubahan kurs valuta asing).
Pencatatan kewajiban atas SUN dilakukan dan diakui saat penerbitan. Karena
kemungkinan SUN dapat terjual lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai pari,
sepanjang umur obligasi dengan menggunakan metode garis lurus (atau effective
interest method). Metode amortisasi ini berbeda dengan alternatif yang ditawarkan
dalam PSAK No. 50 maupun IAS No. 32 yang sama-sama mengatur masalah
instrumen keuangan, tentang pencatatan fair value dengan penyesuaian setiap tanggal
pelaporan selain amortized cost. Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya PSAP No.
financial liabilities.
Perbedaan yang mendasari SUN dan SBSN adalah prinsip. SUN adalah
obligasi konvensional dengan bunga. SBSN adalah obligasi syariah dengan bagi hasil
19
karakteristik dan transaksi yang terkait. Salah satu perbedaannya : SUN terbagi
berdasarkan akad-akadnya. Ada empat akad SBSN yaitu ijarah, mudarabah, ishtisna’
yang membedakan perlakuan dan pencatatannya, tidak hanya yang terkait dengan
unsur kewajiban.
Terdapat dua seri SBSN senilai 4,7 triliun rupiah yang telah diterbitkan pada
akhir tahun 2008 yaitu “IFR0001 dan IFR0002 dengan masa jatuh tempo masing-
masing tahun 2015 dan 2018 dengan tingkat imbalan 11,8% dan 11,95%” (BPK
2009). Dua seri SBSN ini menggunakan akad ijarah sejenis sale and lease back.
olah menyewa kembali underlying asset tersebut dengan jumlah tertentu untuk
membayar “bunga” atau kupon bagi hasil berdasarkan kesepakatan. Transaksi sale
and lease back yang terjadi melibatkan Special Purpose Vehicle (SPV) atau Wali
Amanat. Dalam transaksi ini, “sifat pemindahtanganan dimaksud, antara lain: (i)
penjualan dan/atau penyewaan dilakukan hanya atas Hak Manfaat Barang Milik
Negara; (ii) tidak terjadi pemindahan hak kepemilikan (legal title) Barang Milik
Negara; dan (iii) tidak dilakukan pengalihan fisik Barang Milik Negara sehingga tidak
20
SBSN ijarah, hanyalah mengidentifikasi transaksi sale and lease back sejenis. Hal-hal
yang perlu diatur adalah masalah pengungkapan barang milik negara di neraca,
terkait di setiap transaksi dalam akad ini. Pengungkapan barang milik negara di
neraca yang dijadikan underlying asset, apakah harus direklasifikasi ke aset lain-lain
financial liability, atau tidak berubah sama sekali namun memberikan tambahan
informasi di CALK sebagai aset yang dijaminkan. Basis akuntansi full accrual
menginginkan pencatatan suatu akun harus dapat menunjukkan nilai yang sebenarnya,
nilai barang milik negara berupa tanah atau bangunan yang dijaminkan tersebut
disebutkan dalam dokumen SBSN, sehingga tidak perlu dilakukan penyesuaian sama
sekali (karena penyesuaian hanya akan mengubah nilai). PSAP maupun Buletin
Teknis Penyusutan belum mengakomodir hal ini. Pencatatan kewajiban dalam tiap
tahap transaksi, seperti jual-beli, sewa, pembayaran kupon dan jatuh tempo, belum
diatur. Timing pencatatan kewajiban atas SBSN belum diatur dalam undang-undang,
secara teknis administrastif apakah dapat disamakan dengan SUN atau justru
barang milik negara berupa tanah atau bangunan dapatkah disamakan dengan
16
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2009 Tentang Surat Berharga Syariah
Negara; Penjelasan Pasal 11 ayat 1, halaman 8
21
transaksi jual-beli yang biasa dilakukan pemerintah atau adanya hal-hal lain yang
membedakan, mengingat jual-beli yang terjadi hanyalah atas hak manfaat bukan hak
kepemilikan, begitu pun halnya dengan transaksi sewa. Timing pencatatan kewajiban
atas pembayaran kupon SBSN dapat dilakukan oleh pemerintah, awal tahun anggaran
ataukah adanya penentuan saat-saat tertentu. Terakhir, transaksi jatuh tempo, apa
yang seharusnya dicatat atas transaksi seolah-olah menjual kembali barang milik
negara dari SPV ke pemerintah. Ketiga hal tersebut, jelas memerlukan pengaturan
keuntungan untuk dibagihasilkan atas porsi tertentu yang telah disepakati. Kerugian
yang diderita terjadi sepanjang masa akad akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak
penyedia modal, kecuali kerugian disebabkan oleh kelalaian Pemerintah. Dalam akad
ini, SPV dan Pemerintah bersepakat membangun sebuah proyek yang kemudian
proyek tersebut. Setelah selesainya proyek sampai masa jatuh tempo SBSN, SPV
melakukan pengelolaan dan hasilnya dibagi dengan pemegang SBSN dan pemerintah
sesuai akad yang telah disepakati. Setelah jangka waktu SBSN berakhir, maka hasil
Hal-hal yang terkait pengukuran dan pengungkapan dalam akad ini meliputi
transaksi perjanjian kerjasama, bagi hasil pengelolaan dan jatuh tempo. Ketika
maka pemerintah dapat mengakuinya nilai pokok SBSN sebagai kewajiban dan aset
22
aset tersebut dari SPV ketika waktu untuk penebusan SBSN tiba. Sebagai aset karena
kemungkinan besar sudah terdapat potensi manfaat ekonomi di masa datang sebagai
hasil dari perjanjian ini. Aset yang dicatatkan di awal ini, juga berfungsi sebagai
underlying asset yang terintegrasi secara langsung dalam proyek yang sedang
berjalan. Pengakuan aset ini dapat dicatat sebagai aset in nature, aset lain-lain ataukah
liability. Penilaian aset yang terintegrasi dalam proyek ini, dalam akuntansi berbasis
full accrual, perlu diakui depresiasi dalam neraca pemerintah, neraca SPV atau tidak
samasekali. Pengaturan masalah timing dan valuation pencatatan bagi hasil yang akan
diterima oleh pemerintah menjadi poin yang cukup crucial dalam akuntansi berbasis
full accrual. Penerimaan bagi hasil pengelolaan sudah semestinya dicatat sebagai
penerimaan kas dan pendapatan, sama seperti bagi hasil proyek lainnya yang
dalam Laporan Realisasi Anggaran diklasifikasikan dalam PNBP Lainnya atau justru
ada pertimbangan lain. Pada saat jatuh tempo, Pemerintah akan mencatatkan
digunakan untuk menebus SBSN serta melakukan atau tidak melakukan reklasifikasi
Akad istishna’ serupa dengan jual beli aset. Pemerintah yang berada dalam
kondisi keterbatasan dana, ingin memiliki sejumlah aset dalam rangka melaksanakan
tupoksi pelayanan umum. Pemerintah melakukan perjanjian serupa jual beli dengan
SPV. SPV untuk pembelian sejumlah aset tersebut dengan menggunakan dana SBSN
23
tupoksi pelayanan umum. Pembayaran atas penjualan aset tersebut akan dibayar
Pemerintah sampai jangka waktu yang ditentukan dalam masa akad SBSN ishtisna’.
Hal-hal yang terkait pengukuran dan pengungkapan dalam akad ini meliputi
transaksi perjanjian jual beli dan jatuh tempo. Ketika penandatanganan perjanjian jual
beli dilakukan antara Pemerintah dengan SPV maka pemerintah dapat mengakuinya
nilai pokok SBSN sebagai kewajiban dan aset sekaligus, sama seperti dalam akad
membayar utang penjualan aset oleh SPV ketika masa jatuh tempo SBSN ishtisna’.
Sebagai aset karena transaksi jual beli sejumlah aset untuk melaksanakan tupoksi
pemerintah. Aset yang dicatatkan di awal ini, juga berfungsi sebagai underlying asset.
Pengakuan aset ini dapat dicatat sebagai aset in nature, aset lain-lain ataukah di-offset
Penilaian aset yang terintegrasi dalam proyek ini, dalam akuntansi berbasis full
accrual, perlu diakui depresiasi dalam neraca pemerintah atau tidak samasekali. Pada
menyerahkan uang kepada SPV sebagai pembayaran atas pembelian di awal masa
perjanjian untuk menebus SBSN serta melakukan reklasifikasi jika dibutuhkan sesuai
nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian yang timbul akan
tanah atau aset lainnya sementara SPV menyerahkan uang yang didapat dari
penerbitan SBSN. Tanah atau aset lainnya yang diserahkan ini berfungsi juga sebagai
pemerintah untuk melaksanakan pembangunan aset baru dengan dana yang didapat
dari SPV. Pengelolaan aset setelah selesai dibangun dilakukan oleh musyarakah untuk
porsi tertentu yang telah disepakati kepada SPV, pemegang SBSN dan pemerintah.
Pemerintah sesuai dengan akad akan membeli penyertaan modal SPV pada
Musyarakah sesuai dengan harga yang sudah disepakati pada awal akad, hasilnya
Hal-hal yang terkait pengukuran dan pengungkapan dalam akad ini meliputi
modal SPV. Penyertaan modal pemerintah dalam musyarakah berupa barang milik
negara baik tanah dan/atau bangunan secara tidak langsung menjadi underlying asset
SBSN yang diterbitkan. Dalam penyerahan barang milik negara sebagai underlying
asset ini, pencatatan yang dilakukan pemerintah atas neracanya harus menunjukkan
atau cukup hanya memberikan informasi tambahan di dalam CALK atas aset yang
diikutkan dalam penyertaan modal. Pencatatan aset ini juga akan terkait dengan
hasil yang akan diterima oleh pemerintah menjadi poin yang cukup crucial dalam
akuntansi berbasis full accrual. Penerimaan bagi hasil pengelolaan sudah semestinya
25
dicatat sebagai penerimaan kas dan pendapatan, sama seperti bagi hasil proyek
Lainnya atau justru ada pertimbangan lain. Pada saat jatuh tempo, Pemerintah akan
membeli penyertaan modal SPV sejumlah pokok pelunasan SBSN dengan tujuan
aset musyarakah dan pengurangan sejumlah kas sebesar pokok SBSN. Hal-hal ini
kewajiban jangka panjang lainnya. Utang pemerintah tersebut pun harus diungkapkan
secara rinci dalam bentuk daftar skedul utang untuk memberikan informasi yang lebih
baik karena telah adanya pernyataan yang cukup mengakomodir yaitu PSAP No. 9
sama sekali belum diatur baik dalam Sistem Akuntansi Pemerintahan (maupun Sistem
SBSN (dengan atau tanpa disatukan dengan SUN) dalam sebuah pernyataan khusus
dalam Sistem Akuntansi Pemerintahan (SAP). Dengan adanya PSAP tersendiri untuk
uncertain in timing. Contingent Liabilities bukan hal baru di Indonesia, telah diatur
terdapat kemungkinan besar (not probable) suatu entitas mengeluarkan sumber daya
kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal”17. Sedangkan menurut IPSAS No.
19 pengungkapan provisions dalam lembar muka (on the face) Laporan Keuangan
sama sekali belum diatur di Indonesia (IASB 2002). Provisions dapat diklasifikasi
a. Adanya present obligation yang disebabkan oleh past obligating event baik
unavoidable costs of meeting the obligations under the contract exceed the
resources.
17
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan No. 9 tentang Kewajiban; Definisi; Paragraf 5,
halaman 2
27
Jika ketiga kriteria ini tidak dipenuhi, maka suatu kejadian digolongkan sebagai
Jakarta; jaminan resiko land capping atas Proyek Pembangunan Jalan Tol yang
2009; tuntutan hukum kepada Pemerintah dalam sengketa yang terkait dengan
accrual.
yang menyediakan pendanaan kredit untuk pembangunan tenaga listrik. Analisis yang
provisions untuk diungkap dalam lembar muka (on the face) Laporan Keuangan.
harga jual tenaga listrik; kebijakan subsidi listrik dalam rangka kompensasi
resources
18
Kegagalan untuk memenuhi kewajiban berdasarkan perjanjian menurut Daftar Istilah
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) / Sukuk Negara
19
Altman Model atau lebih dikenal dengan “Z-score formula for predicting bankruptcy” diperkenalkan
oleh Edward I. Altman pada tahun 1968. Formula ini digunakan dalam studi akademis untuk
memprediksi probabilitas bahwa sebuah perusahaan akan mengalami kebangkrutan dalam jangka
waktu 2 tahun.
29
0,139 (dibawah ambang batas 0,862) dengan kata lain, berada dalam posisi
bunga maupun pokok yang tidak mampu dibayar PLN. Jumlah pokok utang
yang sudah pasti dan yang masih dalam proses dapat direalisasikan pada tahun
2009 sekitar 84,5 trilyun rupiah21. Pembayaran bunga utang pada tahun 2009
Atas ketiga kriteria, kejadian ini dapat diklasifikasi sebagai provisions baik current
No. 04 tentang Catatan Atas Laporan Keuangan dan Standar Akuntansi Pemerintahan
jumlah kewajiban atas salah satu dari beberapa kejadian yang mungkin. Belum lagi,
provisions) dan Kewajiban Kontinjensi tidak diatur dalam pernyataan ini sehingga
Contingent Liabilities dapat dibuatkan bagian khusus dalam PSAP berbasis full
Contingent Assets.
lease) dengan atau tanpa hak opsi (hak beli) di akhir masa perjanjian. Dalam
sebagai lessee. Dalam IPSAS No. 13 tentang Lease dinyatakan bahwa Pemerintah
dalam sebuah perjanjian finance lease, mencatat aset yang terlibat dalam finance
leases (beserta depresiasinya tiap tahun anggaran secara konsisten); associated lease
obligations (future lease payment) sebagai kewajiban (sebesar fair value atau sebesar
present value of the minimum lease payments). Dalam menghitung present value jika
memungkinkan dapat digunakan interest rate implicit in the lease atau cukup
menggunkan lessee’s incremental borrowing rate (IASB 2001). Dalam IPSAS No. 13
harus mengungkap total of future minimum lease payments tanpa mencatat aset yang
Namun jika kita analisis lebih dalam dan mengaitkannya dengan asset strategy yang
penerapan leasing untuk beberapa tahun ke depan bisa jadi menjadi alternatif yang
31
Total Asset Management manual kepunyaan New South Wales dalam perumusannya.
yaitu :
c. Asset Location, pemilihan lokasi dan relokasi yang tepat dengan prinsip cost
and benefit.
d. Asset Capacity, perencanaan aset yang cukup bagi pelayanan umum dengan
22
Total Asset Management Manual; Asset Strategy; Asset Strategy development; The Framework,
Page 4
32
Praktek non-build options yang ada di Indonesia selama ini terbatas pada sewa
gedung dan/atau bangunan. Berbeda dengan sewa biasa, operating lease dapat
resiko ini sejalan dengan manajemen resiko barang milik negara yang coba
kebijakan non-build options selain sharing dan joint use akan mengarah ke leasing.
nyata, mengingatkan setiap policy yang ditetapkan pemerintah saat ini memang
accrual maupun full accrual. Penulis menganalisis, tidak seperti dua unsur
sebelumnya yaitu financial liabilities dan provision and contingent liabilities yang
perlu diatur karena bersifat material karena jumlah nominalnya, leasing ini disinyalir
tersebut, agar unsur kewajiban ini tidak menjadi grey area di kemudian hari,
sebaiknya akuntansi leasing diatur dalam PSAP berbasis full accrual. Poin-poin yang
D. Non-budgetary Spending
sumber daya di masa yang akan datang diklasifikasi sebagai kewajiban. Oleh karena
itu, seharusnya semua transaksi baik yang telah dianggarkan maupun tidak, jika di
berasal dari excess of actual expenditure over the final budget. Kelebihan belanja
tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran untuk
membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia” 23. Namun
non-budgetary spending.
anggaran
Anggaran.
Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur Tahun Anggaran 2007. Temuan yang
menunjukkan nilai yang wajar dan belum mencerminkan seluruh belanja Provinsi
Kalimantan Timur. Jumlah belanja yang diakui dalam Laporan Realisasi Anggaran
berbeda dengan jumlah belanja aktual, salah satunya karena pengelolaan jasa
yang terkait dengan jasa pelayanan kesehatan tidak dianggarkan pada RSUD
belanja operasional umum. Belanja (dan pendapatan) yang terkait, tidak tercermin
pengaturannya ini melibatkan dana sekitar seratus miliar. Temuan ini menjadi salah
satu alasan penetapan opini disclaimer pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
35
sekali tidak dibukukan. Pada kasus Rumah Sakit Daerah Kalimantan Timur, mereka
memilih tetap tidak membukukan belanja dan puas dengan opini disclaimer yang
yang timbul dari kejadian yang berkaitan dengan pemerintah (government related
belanja yang belum dilakukan pembayaran karena melampaui batas pencairan dana.
Belum lagi, tingkat keterjadiannya yang kerapkali menjadi alasan opini disclaimer
yang diberikan BPK. Atas dasar tersebut, menurut penulis, seharusnya hal-hal yang
dengan jelas dalam PSAP berbasis full accrual. Perlakuan akuntansi yang mungkin
25
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah No. 9 tentang Kewajiban; Pengakuan Kewajiban;
Paragraf 22, halaman 6
BAB V
A. Pembahasan Temuan
harus memenuhi karakteristik kualitatif relevan26 dan andal27 untuk memenuhi tujuan
feedback dan predictive value. Untuk memenuhi hal tersebut dilakukan harmonisasi
regulasi sebagai konsekuensi pergeseran basis akuntansi full accrual yang paling
lambat akan diimplementasikan Tahun Anggara 2014. Analisis dalam karya ilmiah ini
yang berlaku, administrasi pemerintahan dan sumber daya manusia Indonesia atas
empat unsur kewajiban yang menurut penulis material untuk diatur lebih lanjut dalam
PSAP berbasis full accrual yaitu financial liabilities; provisions and contingent
26
informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna
27
bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara
jujur, serta dapat diverifikasi.
36
37
terkait dengan khususnya SBSN yang akan dijadikan alternatif utama pembiayaan.
Besarnya rupiah yang terkait dengan instrumen keuangan ini mendapat porsi 10% dari
APBN sekitar seratus triliun rupiah. Secara terpisah, sebenarnya SUN telah
diakomodir oleh PSAP No. 9 tentang Kewajiban, namun tidak dengan SBSN. SBSN
yang terdiri dari empat akad dengan keunikan masing-masing yaitu ijarah,
pengaturan pencatatan atas kewajiban negara namun juga hal lain yang terkait seperti
transaksi akad dan pencatatan aset yang terlibat. Hal-hal yang perlu diatur dalam akad
ijarah (sale and lease back) adalah masalah pengungkapan barang milik negara di
atau tanpa depresiasi; pencatatan kewajiban yang terkait di setiap transaksi transaksi,
seperti jual-beli, sewa, pembayaran kupon; dan jatuh tempo. Hal-hal yang perlu diatur
mengakuinya nilai pokok SBSN sebagai kewajiban dan aset sekaligus (dengan atau
tanpa depresiasi); pengakuan timing dan valuation bagi hasil pengelolaan (sebelum
dan saat diterima); dan penyerahan proyek ketika SBSN jatuh tempo. Hal-hal yang
perlu diatur dalam akad istishna’ (jual beli) meliputi transaksi perjanjian jual beli dan
jatuh tempo. Hal-hal yang perlu diatur dalam akad musyarakah (Public Private
Partnership) adalah penyertaan modal; pencatatan timing dan valuation atas bagi hasil
yang probable dan earned atas pengelolaan; dan pembelian penyertaan modal SPV.
Sampai saat ini, untuk instrumen keuangan syariah seperti SBSN, belum terdapat
international best practice yang dapat dijadikan acuan pengaturan, bahkan SAK pun
38
belum mengatur pencatatan Sukuk dalam pernyataannya. Atas hasil analisis di atas,
penulis yakin bahwa financial liabilities khususnya SBSN (dengan atau tanpa SUN)
Provisions dan Contingent Liabilities dipisahkan dengan tiga kriteria yaitu ada
kejadian tertentu yang memenuhi kriteria present obligation karena adanya peraturan
aliran keluar resources, dan nilainya yang dapat diestimasi. Suatu kejadian yang tidak
di CALK sampai probable untuk dilaporkan dalam lembar muka (on the face)
contoh PLN saja telah melibatkan sekitar delapanpuluh triliun rupiah). Belum lagi,
Atas hasil analisis tersebut, penulis yakin bahwa provisions dan contingent liabilities
wajib diatur dalam PSAP berbasis full accrual dengan mengadopsi IPSAS No. 19—
milik negara di dalamnya. Hal ini yang mendasari keyakinan penulis bahwa
probabilitas penerapan leasing untuk beberapa tahun ke depan bisa jadi menjadi
alternatif yang menjanjikan karena sifat pengalihan sebagian resiko merupakan salah
satu karakternya (operating lease). Tidak seperti dua unsur sebelumnya yang perlu
39
diatur karena sifat materialitas nominal rupiahnya, menurut penulis leasing disinyalir
tersebut, penulis yakin bahwa untuk mengantisipasi kemungkinan masa depan atas
BPK atas temuan yang tidak melibatkan mekanisme pelaksanaan APBN(D) itu, tidak
diikuti oleh pengguna anggaran karena adanya tarik menarik kepentingan. Pengguna
menurut penulis sebaiknya dilegalkan dengan restriksi dan prosedur tertentu untuk
meminimalisasi peluang grey area yang justru mungkin dapat menyuburkan tindak
diikuti dengan tata cara pencatatan sesuai akuntansi yang berlaku. Atas hasil analisis
akuntansi berbasis cash towards accrual dan minimalisasi tindak pidana korupsi,
B. Simpulan Penulisan
yang diperlukan dalam pengujian; menganalisis data sesuai dengan tujuan dan
40
bahwa :
1. Instrumen keuangan syariah seperti SBSN belum memiliki best practice baik
internasional dalam IPSAS maupun Indonesia dalam SAK atas sukuk yang
akan datang Kewajiban Keuangan khususnya SBSN (dengan atau tanpa SUN)
daya ekonomi di masa depan dan indikasi harus diaturnya masalah dalam
dalam PSAP berbasis full accrual dengan mengadopsi IPSAS No. 19—
kebijakan integrasi manajemen resiko pada asset strategy, Sewa Guna Usaha
wajib diatur dalam PSAP berbasis full accrual dengan mengadopsi IPSAS No.
13 tentang Leases.
metodologis dengan acuan data sekunder, hipotesis yang dikemukakan dalam karya
provisions and contingent liabilities; leasing; serta kewajiban yang berasal dari non-
budgetary spending; perlu diatur lebih lanjut dalam PSAP berbasis full accrual”
terbukti.
BAB V
A. Implikasi
B. Keterbatasan
pustaka dengen data sekunder pengaturan dalam IPSAS atau IAS ditambah dengan
kasus yang mengemuka akhir-akhir ini tanpa kajian yang menyeluruh terhadap semua
unsur kewajiban yang patut diatur dalam PSAP berbasis full accrual.
42
Daftar Referensi
Laporan Keuangan Pemeriintah Pusat Tahun 2008 (Audited) 11 Juni 2009 Republik
Indonesia diakses dari http://www.perbendaharaan.go.id/pro/index.php?
pilih=umum&aksi=non&yid=477&yawal=10
Accrual Accounting in New Zealand and Australia : Issues and Solutions Mark
Champoux Harvard Law School Federal Budget Policy Seminar 4-29-06 diakses dari
http://www.law.harvard.edu/faculty/hjackson/NewZealand_Australia_27.pdf
. (http://www.djkn.depkeu.go.id/?mod=berita&read=369)
Standar Akuntansi Pemerintahan Pernyataan No. 04 tentang Catatan Atas Laporan
Keuangan