Professional Documents
Culture Documents
1. Latar belakang
mencapai masyarakat yang adil dan makmur spiritual dan material yang merata tidak
hanya bertugas memelihara ketertiban masyarakat saja tetapi lebih luas dari itu, yaitu
Negara Indonesia hanya mengenal 4 lembaga peradilan, tapi bukan tidak mungkin
diadakannya suatu badan peradilan khusus dibidang pajak sebab peluang itu dijamin oleh
Kehakiman yang menegaskan bahwa peradilan khusus yang menangani sengketa pajak
Pada mulanya, bila terjadi sengketa antara rakyat dengan alat-alat Negara, secara
umum diselesaikan oleh Pengadilan Negeri (Umum), yang hasilnya kurang memuaskan,
karena perselisihan itu terjadi di bidang tata usaha Negara. Tetapi setelah lahirnya
Stb.1927 No.29. Lembaga ini berstatus sebagai lembaga peradilan administrasi yang akan
memberikan perlindungan hukum kepada para wajib pajak. Sehingga segala sengketa
pajak setelah melalui prosedur tertentu pada akhirnya akan diselesaikan oleh Majelis
Pertimbangan Pajak (MPP) yang merupakan instansi peradilan administrasi sehingga
berada di luar peradilan sipil. Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) yang bertempat tinggal
di Jakarta Pusat dimana keputusan Majelis ini bersifat final. Majelis Pertimbangan Pajak
(MPP) mempunyai tugas dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pertimbangan Pajak yaitu
3. Pajak yang dikenakan oleh swapraja sekadar permohonan untuk naik banding
Susunan majelis ini terdiri atas ketua majelis yang diangkat oleh presiden yang
menunjuk pula seorang ketua diantara para anggota. Anggota-anggota ini diangkat
pula oleh presiden atas usul-usul yang diajukan : dua orang anggota atas usul
Mahkamah Agung dan dua orang lagi atas usul Kamar Dagang dan Industri. Wajib
pajak yang merasa belum mendapatkan perlakuan adil karena ditolak sebagian atau
seluruhnya oleh fiskus, maka dalam jangka waktu tiga bulan setelah diterimanya
yakni:
1. Dengan prosedur perlawanan (verset procedure) atas suatu surat paksa. Bila
seseorang mendapat sutar paksa atau utang pajaktidak langsung, sedangkan wajib
pajak tidak dapat menyetujui jumlah pajak yang ditagih itu, maka wajib pajak
Dari Pembaharuan Perpajakan Nasional I disebabkan oleh harga minyak dan gas
bumi di pasaran dunia mengalami kemerosotan dan situasi tidak menentu, padahal
stuktur keuangan negara banyak mengandalkan pemasukan dari sektor ini yang
pajak, cara pemenuhan kewajiban pajak dan pemberian kepercayaan kepada wajib
pajak, juga ada perubahan yang cukup mendasar mengenai sistem pengaturan hukum
Pada masa ini muncul Undang-undang No.5 Tahun 1986 yang dalam Pasal 48
oleh seseorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap putusan
Tata Usaha Negara, dan seterusnya” Pasal tersebut tentu membawa konsekuensi
bahwa putusan Majelis Pertimbangan Pajak dapat di koreksi oleh pengadilan
termasuk Mahkamah Agung. Hal ini sangatlah berlainan dengan selma itu
berlangsung, di mana putusan Majelis Pertimbangan Pajak bersifat final. Hal yang
dengan penyelesaian sengketa pajak adalah tidak adanya pemisahan secara tegas
instrumen penyeleseaian sengketa pajak terhadap pajak langsung maupun pajak tidak
langsung.
peningkatan pemasukan keuangan negara dari luar sektor minyak dan gas bumi.
Tetapi di samping keberhasilan yang dirasakan itu, disadari pula adanya kele mahan
Kekurangan itu antara lain meliputi self assessment system yang memberikan
kepercayaan besar kepada wajib pajak ternyata masih belum berhasil, dan law
terjadi perubahan yang cukup berarti. Hal tersebut diatur dalam Pasal 27 Undang-
undang No. 9 Tahun 1994, dalam pasal tersebut ditentukan bahwa upaya banding
menjalankan fungsi Badan Peradilan Pajak tersebut. Di samping itu, dalam Undang-
undang yang sama menentukan bahwa putusan Majelis Pertimbangan Pajak bukan
merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, dan bersifat Final sehingga membawa
konsekuensi bahwa upaya hukum yang diajukan wajib pajak ke Majelis Pertimbangan
Pajak, bila belum memuaskan sudah tidak dapat diajukan uupaya hukum lanjutan. Hal
48 Undang-undang No.5 Tahun 1986 masih terbuka upaya hukum melalui Peradilan
Pada Pembaharuan Perpajakn Nasional III pada tahun 1997 terjadi perombakan
Pajak;
Daerah;
Surat Paksa;
Nasional II dalam UU No.9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas UU No.6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengisyaratkan akan
yang selanjutnya diganti dengan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) pada
tetapi apabila dipandang perlu, dimungkinkan untuk dibentuk di tempat lain yang
Sengketa Pajak harus dilakukan dengan adil melalui prosedur dan proses yang
proses penyelesaian sengketa pajak dilakukan dalam sidang secara tertutup dan
Pajak. Hal ini sangat berbeda dengan peradilan lainnya karena peradilan lain
maka putusan dinyakan Batal Demi Hukum. Dalam proses persidangan tersebut
juga dipimpin oleh seorang Pejabat Badan Penyelesaian Sengkerta Pajak bukanlah
seorang Hakim. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu badan peradilan pajak yang
2. Pembahasan
kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan
Pengadilan Pajak yang diatur dalam Undang-undang No.14 Tahun 2002 itu
bagi rakyat selaku wajib pajak untuk mendapatkan keadilan di bidang perpajakan.
Di sisi lain, Pasal 2 tersebut juga mengandung arti bahwa Pengadilan Pajak
merupakan instrumen yang dapat digunakan sebagai sarana bagi pencari keadilan
Dalam konteks dimensi relasi antara para pihak yang bersengketa di Pengadilan
selaku wajib pajak atau penaggung pajak, maka Pengadilan Pajak ini menjalankan
fungsi perlindugan hukum bagi rakyat di dibang hukum. Hal tersebut didasarkan
pada kenyataan bahwa dalam sengketa pajak yang dijadikan sengketa pajak
adalah keputusan atau tindakan pemerintah yang tercermin dari keputusan atau
tindakan dari Pejabat pada jajaran Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Bea dab
Cukai maupun pejabat yang berwenang lainnya yang dipermasalahkan oleh rakyat
Jadi fungsi yang dijalankan oleh Pengadilan Pajak yang utama adalah
untuk memberikan perlindungan bagi rakyat. Fungsi perlindungan bagi rakyat ini
atas hukum publik yang istimewa yang dengan itu dapat menentukan secara
sepihak. Di sisi lain, agar rakyat tidak diperlakukan semena-mena maka rakyat
khususnya adalah Peradilan Pajak ini. Hal ini kiranya memperkuat argumentasi
Usaha Negara seperti yang diatur oleh Undang-undang No.4 Tahun 2004.
dengan Pengadilan Umum, karena misi yang diemban oleh Pengadilan dalam
dalam bidang pajak, penegakan hukum dapat dilakukan secara langsung, atau
dengan kata lain tidak semuanya pengadilan , misalnya melalui penerapan snksi
administratif berupa denda, bunga, dan sebagainya yang dilakukan oleh aparatur
pengadilan dapat dilihat misalnya dalam hal tindak pidana di bidang pajak.
pajak dan permohonan akan hak dan kewajiban dalam melaksanakan peraturan
perpajakannya secara adil, serta melalui prosedur yang cepat, sederhana dan biaya
murah.
di tempat lain yang mempunyai tingkat yang sama, sebagai upaya agar penyelesaian
banding tidak hanya di Jakarta. Pada saat itu Republik Indonesia mengesahkan Undang-
tersebut terdapat definisi pengadilan pajak dijelaskan dalam Pasal 2, yaitu “Pengadilan
Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak
atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak”. Sesuai dengan
ketentuan Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa, “Dengan Undang-
Undang ini dibentuk Pengadilan Pajak yang berkedudukan di ibukota Negara,” maka
Pengadilan Pajak hanya ada di ibukota Jakarta. Maka sifat Pengadilan Pajak adalah tidak
harus in persona (para pihak harus dihadirkan). Dalam Pengadilan Pajak yang diperiksa
hanyalah dokumen, yaitu berupa laporan keuangan, rekening bank, data transaksi,
mengenai omset, dan sebagainya. Kedudukan Pengadilan Pajak yang hanya bertempat di
Jakarta tidak menjadi penghalang bagi para wajib pajak dan fiskus yang berdomisili di
luar Jakarta dan luar Pulau Jawa untuk dapat menyelesaikan sengketa pajak masing-
masing. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 4 (1) UU Nomor 14 Tahun 2002 yang
berbunyi, “Sidang Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya dan apabila perlu
dapat dilakukan di tempat lain”. Sementara tempat sidang yang dimaksud dalam pasal
tersebut ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Pajak. Dengan demikian, sebagai contoh, bagi
wajib pajak dan fiskus yang bersengketa di Makassar, Majelis Sidang Pengadilan Pajak
dapat bersidang di kota tersebut. Dalam hal in maka asas cepat, sederhana dan biaya
ringan dapat dilaksanakan dalam peradilan dimana sesuai dengan daerah wajib pajak
tertempat tinggal tanpa harus menunggu lama dalam penyelesaian sengketa pajak dan
wajib pajak tidak harus mengeluarkan biaya yang mahal untuk menyelesaikan sengketa
Peradilan Pajak.
3.KESIMPULAN
1. memasuki era globalisasi dan reformasi ekonomi dewasa ini, diharapkan
dalam pemungutan pajak serta mampu ber-acara cepat yang dipimpin oleh Ketua
Pengadilan Pajak.
2. Pada Prinsipnya Pengadilan Pajak bukan atasan Direktur Jenderal Pajak maupun
kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang mencari