You are on page 1of 11

1.

Formasi Laterit
Laterit didefinisikan sebagai produk yang dihasilkan dari pelapukan yang kuat pada daerah-daerah tropis, lembab, dan
hangat yang kaya akan lempung kalolinit sebagai oksida dan oksihidroksida dari Fe dan Al. Laterit penting secara ekonomi
karena mengandung logam alumunium (bauksit). Berikut merupakan kandungan unsur-unsur yang terdapat pada profil
laterit.
Mineral utama Pencucian Mineral Sekunder
pada zona ferruginous K, Rb, Cs Si, Al (kaolinit)

Aluminosilikat (muskovit, mineral jejak : Au


kaolinit)
oksida besi; emas
pada saprolit bagian atas Cs, K, Rb Si, Al (kaolinit)

Aluminosilikat (muskovit) Mg, Li Fe, Ni, Co, Cr, Ga, Mn, Ti, V,
Ferromagnesia (klorit, talk, Ca, Mg, Na (Oksida Fe dan Mn)
amfibol) Si, Al (kaolinit)
Lempung smektit
pada saprolit bagian bawah Ca, Cs, K, Na, Rb Si, Al (kaolinit); Ba

Aluminosilikat Ca, Mg Fe, Ni, Co, Cr, Ga, Mn, Ti, V (Oksida
Ferromagnesia (piroksen, olivin, Fe dan Mn)
amfibol, klorit, biotit)
pada zona pelapukan sulfide As, Au, Cd, Co, Cu, As, Cu, Ni, Pb, Sb, Zn (oksida besi;
Mo, Ni, Zn, S sulfat, arsenat, karbonatan, alunit-
jasorit)
pada daerah karbonatan Ca, Mg, Fe, Mn, Sr
2. Formasi bauksit
Bijih bauksit, sebagai sumber utama logam alumunium, mengandung mineral gibsit, boehmit, dan diaspor. Akumulasi dari
residu kaya alumina, pada bagian atas dari profil laterit, sebagai hasil dari curah hujan yang tinggi, temperatur yang agak
rendah (22°C), dengan kelembaban yang tinggi. Proses yang berlangsung pada bagian atas dari profil laterit berupa
pelarutan inkongruen yaitu :
Feldspar – (kehilangan Si) → kaolinit – (kehilangan Si) → gibsit (Al(OH)3)

Variasi iklim musiman juga dianggap penting dalam pembentukan formasi bauksit. Musim panas dan dingin membuat
fluktuasi pada muka air tanah, yang membuat terjadinya pelarutan dan transfer massa. Variasi pada profil bauksit sebagai
transformasi dari gibsit yang terdehidrasi menjadi versi yang terhidrasi secara relatif, boehemit atau diaspor (ALO(OH)),
dihasilkan dari fluktuasi tersebut. Profil mineralogical untuk zona mineralisasi bauksit dapat bervariabel.
3. Laterit Nikel
Laterit nikel berasal dari batuan ultramafik yang mengandung olivin dan ortopiroksen dengan berlimpah, dan karenanya
kaya akan nikel. Laterit nikel mengandung konsentrasi nikel silikat atau nikel oksida yang mencapai 10 kali lipat dari
konsentrasi aslinya. Penambangan laterit nikel jauh lebih mudah daripada penambangan bijih sulfida magmatik. Bijih nikel
berhubungan dengan eluviasi nikel dari residu pada lapisan laterit teratas dan konsenrasi di dasar illuvium saprolit sebagai
talk nikeliferous, serpentin, atau smektit, dan bersamaan dengan geotit meskipun jarang.
Mineral olivin dan ortopiroksen sebagai sumber nikel utama merupakan penyusun utama dari batuan ultramafik mungkin
berasal dari bagian kompleks ofiolit obduksi atau berupa intrusi mafik. Alterasi olivin terjadi karena proses hidrasi dari silika,
serpentinit, dan limonit . Pada tanah laterit, keasaman air tanah semakin berkurang seiring dengan bertambahnya
kedalaman dan bikabornat bertindak sebagai anion utama dalam proses pelarutan ini. Olivin bereaksi pada kondisi ini,
diikuti dengan ortopiroksen, serpentin, klorit, dan talk. Berikut ini merupakan contoh reaksi pada olivin.
4(Fe2,Mg3)SiO4 + 8H+ + 4O2 → (Fe2,Mg3)Si4O10(OH)2 + 6FeO(OH) + 5Mg2+
olivin smektit goetit
Konsentrasi nikel dipengaruhi oleh pertukaran kation, kemungkinan oleh Mg2+. Hasilnya adalah suatu jenis mineral
pilosilikat yang kaya nikel seperti kerolit (Ni-talk), nepouit (Ni-serpentin), dan pimelit (Ni-smektit). Salah satu contoh dari
reaksi pertukaran kation adalah sebagai berikut :
Mg2Si2O5(OH)4 + 3Ni2+(aq) → Ni3Si2O5(OH)4 + 3Mg2+(aq)
serpentin nepouit
Konsentrasi dari nikel juga sering berasosiasi dengan goetit, sekalipun mekanismenya belum diketahui. Kemungkinan
absorbs dari nikel pada koloid goetit terjadi pada alam karena pH yang agak basa. Zona limonit yang ada pada bagian atas
dari profil laterit pada umumnya tidak mengandung nikel.
Laterit yang sangat tebal dan sangat kaya dengan garnierit terjadi pada batuan dasar yang mengalami sirkulasi air tanah
maksimum dan peran dari interaksi air antar batuan. Konsentrasi nikel juga dikontrol oleh keadaan topografi dan cenderung
terjadi dibawah perbukitan atau pinggiran plato atau teras. Hal ini dikarenakan deposit sensitif untuk mengalami erosi
permukaan dan fluktuasi muka air dikonrol oleh distribusi zona eluviasi dan iluviasi.
4. Emas pada laterit
Telah diketahui dengan baik bahwa emas dapat terbentuk pada bagian pedolitik atas pada zona pelapukan laterit. Bentuk
emas yang dihasikan bermacam-macam dari yang berukuran besar, partikel membundar seperti nugget, dan dendritus emas
pada celah dan retakan, sampai kristal-kristal kecil pada pori-pori tanah. Sebenarnya sumber emas secara primer adalah
pada lingkungan yang juga kaya akan perak. Emas dapat berada pada profil laterit karena proses kimiawi. Berbeda dengan
proses mobilisasi dan penghilangan perak, dimana Ag berperan sebagai air meteorik pada zona pelapukan. Proses
perpindahan Au dan Ag hanya terjadi pada kondisi spesifik tertentu. Mungkin perpindahan tersebut berhubungan dengan
asamnya air tanah dekat permukaan pada lingkungan laterit. Kedua reaksi berikut merupakan contoh dari proses
pengasaman yang berlangsung pada profil laterit.
2FeS2 + 2H2O +7O2 → 2Fe2+ + 4SO42- + 4H+
2Fe2+ + 3H2O + O2 → 2 FeOOH + 4H+
Percobaan yang dilakukan menunjukan bahwa pada keadaan pH rendah, Eh tinggi, dan keberadan ion Cl -, emas yang berada
di dekat permukaan dapat menjadi AuCl 4-. Hal ini dikontrol oleh oksidasi dari Fe 2+ yang berhubungan dengan ketersedian
oksigen. Sebagai perbandingan, perak akan bereaksi dengan lebih cepat, pada daerah reduksi, sebagai AgCl, AgCl2-, dan
AgCl32-. Reaksi berikut mengasilkan Au murni pada kondisi reduksi yang terjadi pada bagian yang kaya akan ion Fe 2+ dan
Mg2+.
AuCl4- + 3Fe+ + 6H2O → Au + 3FeOOH + 4Cl- +9H+
Perlu diketahui bahwa mikroorganisme juga berhubungan dengan konsentrasi emas pada tanah laterit. Emas sekunden yang
berbentuk nugget dapat ditemukan pada lingkungan yang berbeda dari tempat deposit emas terjadi. Hal ini disebabkan oleh
bakteri pada tanah yang memiliki kemampuan untuk mengakumulasi emas melaluiproses difusi melewati dinding selnya dan
masuk ke dalam cytoplasmanya. Diagenesis subsekuen dari sedimen yang mengandung mikroorganisme yang kaya akan
emas akan menyebabkan terjadinya rekristalisasi dari emas menjadi bentuk seperti nugget.
5. PGE pada laterit
Unsur-unsur kelompok platinum juga terdapat pada laterit. Kristal-kristal Pt-Fe atau Os-Ir-Ru dapat ditemukan pada
pedolith, sebagai hasil perpindahan PGE pada zona pelapukan. Dipercaya bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
konsentrasi PGE juga sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi Au dam Ag. Pada daerah non laterit, PGE tidak akan
tertransportasi sebagai senyawa klorit (PdCl 42- dan PtCl42-), tetapi sebagai senyawa hidroksida (PdOH 2 dan Pt OH2). Proses
laterisasi menyebabkan berpindahnya komponen-komponen bijih berpindah, dengan mineral dasar terbentuk pada oksida
Mn dan Au-Pt-Pd terbentuk bersamaan dengan karbon nonkristal, dan oksida atau oksihidroksida dari De-Mn.
6. Deposit lempung
Mineral-mineral lempung merupakan produk pelapukan yang sangat berlimpah, baik yang terdapat in situ maupun yang
berpindah dan mengalami deposisi. Mineral-mineral ini penting secara ekonomi pada industry kertas, keramik, filtrasi, dan
minyak pelumas. Mineral-mineral lempng yang penting ini diantaranya adalah kaolinit, illit, dan kelompok smektit
(termasuk monmorilonit). Kaolinit berasal dari kondisi lembab yang mendukung terjadinya hidrolisis asam pada batuan
feldspar. Illit terjadi pada kondisi basa dengan pelapukan feldspar dan mika. Sedangkan smektit merupakan hasil pelapukan
dari batuan intermediet sampai basa dibawah kondisi basa, dengan lapisan-lapisan intrakristalin air dan kation-kation yang
dapat berganti-ganti. Mineral-mineral lempung tidak hanya dihasilkan dari pelapukan batuan saja, tetapi dapat ditemukan
sebagai produk dari alterasi hidrotermal bertemperatur rendah.

Eksplorasi mineral merupakan salah satu kegiatan penting untuk mendapatkan informasi dimana lokasi mineral
berada, namun selama ini proses tersebut membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar terutama jika
dilakukan pada daerah yang luas. Di dalam penelitian ini penulis akan menyajikan aplikasi penginderaan jauh
diterapkan dalam pemetaan mineral deposit nikel laterit. Dengan menggunakan metode defoliant technique dan
citra sensor ASTER, akan ditunjukkan bagaimana pemetaan potensi deposit mineral dilakukan padawilayah
tropis. Sorowako merupakan contoh menarik untuk dikaji, wilayahnya yang merupakan bagian dari singkapan
ultramafik terbesar di dunia disertai lingkungan mendukung menjadikan sorowako kaya akan deposit nikel
laterit.
Kata kunci : Eksplorasi mineral, Defoliant technique, ASTER

I. Pendahuluan
Nikel merupakan salah satu barang tambang penting di dunia. Manfaatnya yang begitu besar bagi kehidupan
sehari-hari, seperti pembuatan logam anti karat, campuran dalam pembuatan stainless steel, baterai Nickel-metal
hybride, dan berbagai jenis barang lainnya. Keserbagunaan ini pula yang menjadikan nikel sangat berharga dan
memiliki nilai jual tinggi di pasaran dunia. Setidaknya sejak 1950 permintaan akan nikel rata-rata mengalami
kenaikan 4% tiap tahun, dan diperkirakan sepuluh tahun mendatang terus mengalami peningkatan (Dalvi et al.,
2004).
Bijih nikel diperoleh dari endapan nikel laterit yang terbentuk akibat pelapukan batuan ultramafik yang
mengandung nikel 0.2 - 0.4 % (Golightly, 1981). Jenis-jenis batuan tersebut antara lain olivine, piroksin, dan
amphibole (Rajesh, 2004). Nikel laterit umumnya ditemukan pada daerah tropis, dikarenakan iklim yang
mendukung terjadinya pelapukan, selain topografi, drainase, tenaga tektonik, batuan induk, dan struktur geologi
(Elias, 2001).
Selama ini eksplorasi terhadap nikel laterit dilakukan dengan mencari singkapan ultramafik, pemetaan lapangan,
pengeboran, dan analisa laboratorium untuk mengetahui kandungan mineral dan kimiawi nikel. Namun salah
satu hambatan besar dari kegiatan tersebut adalah pada tahap pemetaan lapangan, dimana membutuhkan waktu
yang lama dan berbiaya besar, terutama untuk daerah baru, sehingga seringkali sulit untuk dilakukan pada
wilayah luas. Namun seiring berkembangnya teknologi dalam bidang pemetaan, keterbatasan tersebut kini dapat
diatasi dengan menggunakan aplikasi dari teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG)
(Rajesh, 2004).
Aplikasi penginderaan jauh dan SIG dalam eksplorasi mineral memiliki banyak keuntungan, antara lain cakupan
wilayahnya luas, hemat biaya, data yang mudah diperbaharui (up date) dan memungkinkan integrasi dengan
berbagai jenis data satelit, geofisika, geokimia, Digital Elevation Model (DEM), dan sebagainya. Sehingga
proses analisa semakin efisien, cepat, dan akurasi yang meningkat.
Penggunaan penginderaan jauh dalam eksplorasi pertambangan telah lama digunakan dan sudah berkembang
luas, beberapa pendekatan yang banyak diaplikasikan antara lain, pemetaan lithologi, struktur, dan alterasi
(Rajesh, 2004; Siegal dan Gillespie, 1991). Pemetaan lithologi merupakan pemetaan sumberdaya mineral,
dengan menarik kesimpulan dari beberapa parameter utama yang diperoleh melalui observasi penginderaan jauh,
seperti mengidentifikasi nilai spektral batuan, penampakan struktural, pelapukan dan bentuk daratan (landform),
serta pola aliran sungai. Pemetaan struktur didasarkan pada hubungan antara deposit mineral dengan beberapa
tipe deformasi, seperti patahan, lipatan atau struktur geologi lainnya. Sedangkan pendekatan alterasi merupakan
teknik pemetaan mineral yang mengasosiasikan deposit mineral dengan alterasi hidrothermal dan batuan sekitar,
jenis dan luasnya zona alterasi menggambarkan tipe dari deposit mineral (Rajesh, 2004). Distribusi spasial dari
batuan hasil alterasi hidrothermal merupakan kunci utama untuk mengetahui zona aliran dari hidrothermal dan
sebagai petunjuk penting untuk mengenali deposit mineral (Pirajno, 1992 dalam Rajesh, 2004).
Identifikasi sebaran nikel laterit melalui teknologi penginderaan jauh dalam penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan alterasi, yaitu dengan memetakan mineral permukaan hasil lapukan batuan ultramafik pada lapisan
limonite, antara lain mineral goethite, hematite dan chlorite. Metode yang digunakan untuk mendeteksi mineral
tersebut yaitu Defoliant Technique atau Directed Principal Component (DPC). Pemilihan metode tersebut
didasarkan pada karakteristik wilayah tropis yang bervegetasi rapat, sehingga menjadi hambatan tersendiri dalam
mendeteksi deposit mineral. Untuk itu metode yang mampu meminimalisir pengaruh vegetasi, seperti Defoliant
Technique sangat cocok untuk digunakan (Carranza, 2003; Rojas, 2003).
Defoliant Technique pada dasarnya adalah teknik penajaman yang dilakukan dengan menggabungkan dua rasio
saluran (Carranza, 2002; Fraser dan Green, 1987 dalam Rojas, 2003), adapun hasil dari proses ini adalah sebaran
mineral permukaan yang digambarkan dalam citra skala keabuan (grayscale). Beberapa penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa Defoliant Technique mampu mengidentifikasi keberadaan alterasi hidrothermal di daerah
bervegetasi, seperti yang dilakukan oleh Carranza dan Hale pada tahun 2001 di wilayah Baugio, Filipina.
Kemudian untuk menguji tingkat akurasi, hasil pencitraan akan diverifikasi dengan data titik bor.
Sensor yang digunakan untuk mengidentifikasi deposit mineral adalah Advanced Spaceborne Thermal Emission
Radiometer (ASTER). Salah satu kelebihan citra ASTER dalam memetakan sebaran mineral permukaan adalah
ketersediaan saluran (band) yang lebih banyak (VNIR saluran 1 – 3, SWIR saluran 4 – 9, dan TIR saluran 10 –
14) dan resolusi spasial yang lebih baik dibandingkan citra Landsat, oleh karena itu ASTER cocok dalam
memetakan berbagai jenis batuan dan mineral. Kemudian harga citra ASTER yang jauh lebih murah
dibandingkan menggunakan satelit hyperspectral ataupun pemetaan udara menjadikan ASTER menarik untuk
digunakan lebih jauh. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan kemampuan ASTER yang baik dalam
pemetaan geologi, seperti yang dilakukan oleh Simpson, Mars, dan Rowan pada tahun 2004 dalam pemetaan
lithologic komplek ultramafik di Australia serta Debgani dan Gingerich tahun 2005 untuk ekstrasi mineral di
Iran.
Sorowako merupakan salah satu wilayah Sulawesi yang kaya akan kandungan nikel laterit dalam jumlah besar.
Hal ini didukung oleh bentukan geologi yang terdiri atas volcano plutonic arc, methamorphic belt, ophiolite belt,
banggai-sula dan tukang besi disisi Barat dan Utara, Tengah, Timur, serta beberapa pecahan fragmen di Timur
dan Tenggara. Selain itu kondisi ini juga tidak terlepas oleh iklim, reaksi kimia, struktur, dan topografi Sulawesi
yang cocok terhadap pementukan nikel laterit. Endapan nikel laterit di Sorowako terbentuk karena proses
pelapukan dari batuan ultramafik yang terbentang dalam suatu singkapan tunggal terbesar di dunia seluas lebih
dari 120 km x 60 km, dimana sejumlah endapan lainnya tersebar di provinsi Sulawesi Tengah dan Tenggara
(Waheed, 2005).
Salah satu perusahaan yang melakukan eksplorasi dan penambangan nikel laterit di beberapa wilayah Sulawesi
bagian Tengah, Tenggara dan Selatan adalah PT. International Nickel Indonesia, Tbk (PT INCO). Perusahaan
multinasional yang diakuisisi sahamnya sejak tahun 2007 oleh Companhia Vale do Rio Doce (CVRD) yang kini
bernama Vale, dan berubah menjadi Vale Inco, ltd; telah beroperasi sejak tahun 1968, terutama di wilayah
Sorowako. Nikel laterit PT INCO diperoleh dengan mengambil mineral dari endapan nikel laterit yang
mengandung unsur nikel dalam jumlah besar, antara lain limonite dan saprolite, kemudian diolah secara
pyrometallurgical atau hydrometallurgical dan dihasilkan nikel dalam bentuk matte.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola sebaran potensi, tingkat akurasi pencitraan dan ASTER di areal
eksplorasi tambang PT INCO blok Sorowako. Hasil penelitian dapat menyediakan informasi sebaran potensi
nikel laterit secara spasial dengan metode yang lebih cepat dan efisien, mempermudah dalam pemetaan awal
(reconnaissance mapping) geologi dan mineral pada daerah yang luas, serta sebagai decision maker support
system bagi kepentingan PT INCO dalam melakukan eksplorasi tambang nikel laterit.

II. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola sebaran potensi deposit nikel laterit di areal
eksplorasi tambang PT INCO berdasarkan interpretasi citra satelit dan kaitannya dengan variabel fisik batuan
induk, struktur geologi, dan lereng. Sehingga hasil penelitian diharapkan dapat menyediakan informasi sebaran
potensi nikel laterit secara spasial dengan metode yang lebih cepat dan efisien, mempermudah dalam pemetaan
awal geologi (reconnaissance mapping) dan mineral pada daerah yang luas, serta sebagai decision maker support
system bagi kepentingan PT INCO dalam melakukan eksplorasi tambang nikel laterit.

III. Kondisi Geologi


Beberapa penelitian yang menjelaskan mengenai proses tektonik dan geologi di daerah sulawesi, antara lain
adalah Sukamto (1975) yang membagi pulau Sulawesi dan sekitarnya terdiri dari 3 Mandala Geologi yaitu :
1) Mandala Geologi Sulawesi Barat, dicirikan oleh adanya jalur gunung api paleogen, intrusi neogen dan
sedimen mesozoikum.
2) Mandala Geologi Sulawesi Timur, dicirikan oleh batuan ofiolit yang berupa batuan ultramafik peridotite,
harzburgit, dunit, piroksenit dan serpentinit yang diperkirakan berumur kapur.
3) Mandala Geologi Banggai Sula, dicirikan oleh batuan dasar berupa batuan metamorf permo-karbon, batuan
plutonik yang bersifat granitis berumur trias dan batuan sedimen mesozoikum.

Menurut Hamilton (1979) dan Simanjuntak (1991), Mandala Geologi banggai Sula merupakan mikro kontinen
yang merupakan pecahan dari lempeng New Guinea yang bergerak kearah barat sepanjang sesar sorong.
( Gambar 1 )

Gambar 3.1 Garis Besar Kondisi Lithologi dan Struktur Geologi Pulau Sulawesi (Ahmad, 2006)
Geologi daerah Sorowako dan sekitarnya sudah dideskripsikan sebelumnya secara umum oleh Brouwer, 1934;
Van Bemmelen, 1949; Soeria Atmadja et al., 1974; dan Ahmad, 1977 dalam Mustaring, 2006. Namun yang
secara spesifik membahas tentang geologi deposit nikel laterit adalah Golightly pada tahun 1979, dimana ia
membagi geologi daerah Sorowako menjadi tiga bagian, yaitu :
1) Satuan batuan sedimen yang berumur kapur, terdiri dari batu gamping laut dalam dan rijang. Terdapat
dibagian barat Sorowako dan dibatasi oleh sesar naik dengan kemiringan kearah barat.
2) Satuan batuan ultrabasa yang berumur awal tersier, umumnya terdiri dari jenis peridotit, sebagian mengalami
serpentinisasi dengan derajat yang bervariasi dan umumnya terdapat dibagian timur. Pada satuan ini juga
terdapat intrusi-intrusi pegmatit yang bersifat gabroik dan terdapat dibagian utara.
3) Satuan alluvial dan sedimen danau (lacustrine) yang berumur kuarter, umumnya terdapat dibagian utara dekat
desa Sorowako.

Batuan induk dari endapan nikel laterit adalah batuan ultrabasa dengan kandungan mineral ferromagnesian
(olivine, piroksin, dan amphibole) dalam jumlah besar yang berasosiasi dengan struktur geologi yang terbentuk
pada masa Precambrian hingga Tersier (Ahmad, 2006). Batuan ultrabasa wilayah Sorowako tersusun dari batuan
peridotite yang dapat dibagi menjadi empat satuan batuan, yang merupakan batuan induk pembawa nikel dengan
kadar sekitar 2 %. Batuan-batuan sejenis peridotite antara lain :
1) Dunite, yang mengandung olivine lebih dari 90% dan piroksen sekitar 5%.
2) High Serpentinized, yang mengandung olivine 85% dan piroksen 15%.
3) Low Serpentinized, yang mengandung olivine 65% dan piroksen 35%.

Bijih nikel yang terdapat di bagian Tengah dan Timur Sulawesi tepatnya di daerah Sorowako termasuk ke dalam
jenis nikel laterite dan bijih nikel silikat (garnierit). Bijih nikel tersebut terbentuk akibat pelapukan dan
pelindihan (leaching) batuan ultrabasa seperti peridotit dan serpentinit dari rombakan batuan ultrabasa. Namun
berdasarkan ciri fisik dan kimiawinya, endapan nikel laterit di Sorowako dapat dibagi menjadi dua, yaitu Blok
Barat (West Block) dan Blok Timur (East Block) yang berbeda satu sama lainnya (gambar 2).
Perbedaan topografi sangat menyolok, pada umumnya di East Block memiliki topografi yang landai sedikit
berbukit sedangkan di West Block pada umumnya topografi terjal membentuk pegunungan. West Block meliputi
36 bukit dengan luas sekitar 46,5 km persegi, secara umum merupakan batuan peridortite yang tidak
terserpentinisasi dengan bentuk morfologi yang relatif lebih terjal dibandingkan East Block (karena pengaruh
struktur yang kuat), banyak dijumpai bongkah – bongkah segar peridotit (Boulder) sisa proses pelapukan
sehingga recovery menjadi kecil. Umumnya boulder dilapisi oleh zona pelapukan tipis dibagian luarnya. Daerah
West banyak mengandung urat-urat kuarsa yang sulit dikontrol pola penyebarannya. Sedangkan East Block
meliputi 44 bukit menempati area seluas 36,3 km persegi. Topografi pada daerah ini relatif lebih landai dari pada
daerah West Block. Batuan dasar dari tipe ini umumnya adalah serpentine peridotite, lherzolite, dengan derajat
serpentin yang bervariasi.

Estimasi dan pemodelan cadangan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam tahap evaluasi penambangan,
karena keputusan teknis yang berhubungan dengan kegiatan penambangan sangat bergantung pada jumlah
cadangan. Metode estimasi cadangan yang berkembang saat ini cukup banyak, namun salah satu metode
estimasi yang terbaik yang berhubungan dengan pemodelan dan perhitungan cadangan adalah metode
geostatistik berupa kriging. Metode kriging tersebut diterapkan dalam penelitian ini untuk melakukan estimasi
dan pemodelan cadangan nikel laterit daerah Pulau Gee, Halmahera timur, Propinsi Maluku Utara.
Metode kriging yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ordinary kriging blok 3 (tiga) dimensi
karena mempertimbangkan penggunaan data dalam aspek ruang tiga dimensi. Pemodelan dan perhitungan
cadangan dilakukan berdasarkan konsep model blok, dimana cadangan dibagi menjadi unit-unit blok untuk
memperoleh variabel taksiran cadangan secara detail. Adapun variabel taksiran yang digunakan dalam
melakukan estimasi cadangan nikel laterit ini yaitu data kadar nikel (Ni) dan besi (Fe). Dimensi unit-unit blok
cadangan yang digunakan adalah 25 25 1 meter yang disesuaikan dengan daerah pengaruh lubang bor dan spasi
assay per meter kedalaman yang dilakukan terhadap conto bor.
Berdasarkan analisis variogram, dapat diketahui karakterisik spasial antar data. Dimana, data pada arah
horizontal memiliki daerah pengaruh (range) sebesar 35-43 meter dan pada arah vertikal memiliki daerah
pengaruh sebesar 10-15 meter. Pada beberapa lokasi yaitu Blok Utara dan Blok Selatan A, variogram memiliki
nugget effect yang cukup tinggi yang menunjukkan adanya data yang bersifat erratic.

Batuan induk bijih nikel adalah batuan peridotit. Menurut Vinogradov batuan ultra basa rata-rata
mempunyai kandungan nikel sebesar 0,2 %. Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal
mineral olivin dan piroksin, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses terjadinya
substitusi antara Ni, Fe dan Mg dapat diterangkan karena radius ion dan muatan ion yang hampir
bersamaan di antara unsur-unsur tersebut. Proses serpentinisasi yang terjadi pada batuan peridotit
akibat pengaruh larutan hydrothermal, akan merubah batuan peridotit menjadi batuan serpentinit atau
batuan serpentinit peroditit. Sedangkan proses kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian panas
dingin yang bekerja kontinu, menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk.
Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara dan pembusukan
tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang tidak stabil (olivin dan piroksin) pada batuan
ultra basa, menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut; Si cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel
silika yang sangat halus. Didalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferri-hydroksida,
akhirnya membentuk mineral-mineral seperti geothit, limonit, dan haematit dekat permukaan. Bersama
mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur cobalt dalam jumlah kecil.
Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus kebawah selama larutannya bersifat asam,
hingga pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral akibat adanya kontak dengan tanah dan batuan,
maka ada kecenderungan untuk membentuk endapan hydrosilikat. Nikel yang terkandung dalam rantai
silikat atau hydrosilikat dengan komposisi yang mungkin bervariasi tersebut akan mengendap pada
celah-celah atau rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-urat garnierit dan krisopras. Sedangkan
larutan residunya akan membentuk suatu senyawa yang disebut saprolit yang berwarna coklat kuning
kemerahan. Unsur-unsur lainnya seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa
kebawah sampai batas pelapukan dan akan diendapkan sebagai dolomit, magnesit yang biasa mengisi
celah-celah atau rekahan-rekahan pada batuan induk. Dilapangan urat-urat ini dikenal sebagai batas
petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan segar yang disebut dengan akar pelapukan (root of
weathering).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih nikel laterit ini adalah:
a. Batuan asal. Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit,
macam batuan asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal ini pada batuan ultra basa tersebut: -
terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya - mempunyai mineral-mineral yang
paling mudah lapuk atau tidak stabil, seperti olivin dan piroksin - mempunyai komponen-komponen
yang mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.
b. Iklim. Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi kenaikan dan
penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan akumulasi
unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis,
dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia
pada batuan.
c. Reagen-reagen kimia dan vegetasi. Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur
dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung
CO2 memegang peranan penting didalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus menyebabkan
dekomposisi batuan dan dapat merubah pH larutan. Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan
vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan: • penetrasi air dapat lebih dalam dan
lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan • akumulasi air hujan akan lebih banyak •
humus akan lebih tebal Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada lingkungan
yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu,
vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.
d. Struktur. Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah Polamaa ini adalah struktur kekar
(joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas
dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-
rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih
intensif.
e. Topografi. Keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta reagen-
reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan
mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-
pori batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan
sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang
curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih banyak daripada air yang meresap ini
dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif.
f. Waktu. Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena
akumulasi unsur nikel cukup tinggi.
Profil nikel laterit keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi sebagai berikut :
1. Iron Capping : Merupakan bagian yang paling atas dari suatu penampang laterit. Komposisinya
adalah akar tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa-sisa organik lainnya. Warna khas adalah coklat tua
kehitaman dan bersifat gembur. Kadar nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam
penambangan. Ketebalan lapisan tanah penutup rata-rata 0,3 s/d 6 m. berwarna merah tua, merupakan
kumpulan massa goethite dan limonite. Iron capping mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar
nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineral-mineral hematite, chromiferous.
2. Limonite Layer : Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa. Komposisinya
meliputi oksida besi yang dominan, goethit, dan magnetit. Ketebalan lapisan ini rata-rata 8-15 m.
Dalam limonit dapat dijumpai adanya akar tumbuhan, meskipun dalam persentase yang sangat kecil.
Kemunculan bongkah-bongkah batuan beku ultrabasa pada zona ini tidak dominan atau hampir tidak
ada, umumnya mineral-mineral di batuan beku basa-ultrabasa telah terubah menjadi serpentin akibat
hasil dari pelapukan yang belum tuntas. fine grained, merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari
limonit soil menyelimuti seluruh area. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang
karena erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide, lithiophorite.
Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous, quartz, gibsite, maghemite.
3. Silika Boxwork : putih - orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan sebagian
menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen peridotite, sebagian mengawetkan struktur dan
tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat mineral opal, magnesite. Akumulasi dari garnierite-
pimelite di dalam boxwork mungkin berasal dari nikel ore yang kaya silika. Zona boxwork jarang
terdapat pada bedrock yang serpentinized.
4. Saprolite : Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya berupa oksida besi,
serpentin sekitar <0,4% kuarsa magnetit dan tekstur batuan asal yang masih terlihat. Ketebalan lapisan
ini berkisar 5-18 m. Kemunculan bongkah-bongkah sangat sering dan pada rekahan-rekahan batuan
asal dijumpai magnesit, serpentin, krisopras dan garnierit. Bongkah batuan asal yang muncul pada
umumnya memiliki kadar SiO2 dan MgO yang tinggi serta Ni dan Fe yang rendah. campuran dari sisa-
sisa batuan, butiran halus limonite, saprolitic rims, vein dari endapan garnierite, nickeliferous quartz,
mangan dan pada beberapa kasus terdapat silika boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari
limonite ke bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan, mineral-mineral primer
yang terlapukkan, chlorite. Garnierite di lapangan biasanya diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan
lebih atau kurang nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.
5. Bedrock : bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih besar dari 75 cm dan
blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis (kadar
logam sudah mendekati atau sama dengan batuan dasar). Batuan dasar merupakan batuan asal dari
nikel laterit yang umumnya merupakan batuan beku ultrabasa yaitu harzburgit dan dunit yang pada
rekahannya telah terisi oleh oksida besi 5-10%, garnierit minor dan silika > 35%. Permeabilitas batuan
dasar meningkat sebanding dengan intensitas serpentinisasi.Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang
membuka, terisi oleh mineral garnierite dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab
adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.

Nikel laterite merupakan sumber bahan tambang yang sangat penting, menyumbang terhadap 40% dari produksi
nikel dunia. Endapan nikel laterite terbentuk dari hasil pelapukan yang dalam dari batuan induk dari jenis
ultrabasa. Umumnya terbentuk pada iklim tropis sampai sub-tropis. Saat ini kebanyakan nikel laterite memang
terbentuk di daerah ekuator. Negara penghasil nikel laterite di dunia diantaranya New Caledonia, Kuba,
Philippines, Indonesia, Columbia dan Australia.
yang kaya akan Nikel; Garnierite ( max. Ni 40%). Ni terlarut (leached) dari fase limonite (Fe Oxyhydroxide) dan
terendapkan bersama mineral silicate hydrous atau mensubtitusi unsure Mg pada serpentinite yang teralterasi
(Pelletier,1996). Jadi, meskipun nikel laterite adalah produk pelapukan, tapi dapat dikatakan juga bahwa proses
enrichment supergene sangat penting dalam pembentukan formasi dan nilai ekonomis dari endapan hydrous
silicate ini. Type ini dapat ditemui dibeberapa tempat seperti di New Caledonia, Indonesia, Philippines.Dominika
dan Columbia.
Istilah “laterite” bisa diartikan sebagai endapan yang kaya akan iron-oxide, miskin unsure silica dan secara
intensif ditemukan pada endapan lapukan di iklim tropis (eggleton, 2001). Ada juga yang mengartikan nikel
laterite sebagai endapan lapukan yang mengandung nikel dan secara ekonomis dapat di tambang.
Batuan induk dari endapan Nikel Laterite adalah batuan ultrabasa; umumnya harzburgite (peridotite yang kaya
akan unsur ortopiroksen), dunite dan jenis peridotite yang lain.
Proses Kimia Pembentukan Nikel
Nikel terbentuk bersama mineral silikat kaya akan unsur Mg (ex;olivin). Olivin adalah jenis mineral yang tidak
stabil selama pelapukan berlangsung. Saprolite adalah produk pelapukan pertama, meninggalkan sedikitnya 20%
fabric dari batuan aslinya (parent rock). Batas antara batuan dasar, saprolite dan wathering front tidak jelas dan
bahkan perubahannya gradasional. Endapan nikel laterite dicirikan dengan adanya speroidal weathering
sepanjang joints dan fractures ( boulder saprolite). Selama pelapukan berlangsung, Mg larut dan Silika larut
bersama groundwater. Ini menyebabkan fabric dari batuan induknya is totally change. Sebagai hasilnya, Fe-
Oxide mendominasi dengan membentuk lapisan horizontal diatas saprolite yang sekarang kita kenal sebagai
Limonite. Benar bahwa Nikel berasosiasi dengan Fe-Oxide terutama dari jenis Goethite. Rata-rata nikel
berjumlah 1.2 %.
Kondisi Mineralogy
Endapan nikel laterite terbentuk baik pada mineral jenis silicate atau oxide. Kemiripan radius ion Ni2+ dan
Mg2+ memungkinkan substitusi ion diantara keduanya. Umumnya, mineral bijih dari jenis hidrous silicate
seperti talc, smectite, sepiolite, dan chlorite terbentuk selama proses metamorphisme temperature rendah dan
selama proses pelapukan dari batuan induk. Umumnya, mineral – mineral tersebut mempunyai variasi ratio Mg
dan Ni. Mineral garnierite dari jenis silicate mempunyai ciri poor kristalin, texture afanitik, dan berstuktur
seperti serpentinite (Brindley,1978).
Genesis of Nikel Laterite
Umunya Nikel deposit terbentuk pada batuan ultrabasa dengan kandungan Fe di olivine yang tinggi dan Nikel
berkadar antara 0.2% – 0.4% wt. Secara mineralogi nikel laterite dapat dibagi kedalam tiga kategori (Brand et
all.,1998)
1. Hydrous Silicate Deposits
Profil dari type ini dari vertical dari bawah ke atas : Ore horizon pada lapisan saprolite (Mg-Ni silicate), grade
Nikel antara 1.8% – 2.5%. Pada zona ini berkembang box-works (apa tuh..), veining, relic structure, fracture dan
grain boundaries dan dapat terbentuk mineral
1. Clay Silicate Deposits
Pada jenis endapan ini, Si hanya sebagian terlarut oleh melalui groundwater. Si yang tersisa akan bergabung
dengan Fe,Ni,dan Al untuk membentuk mineral lempung (clay minerals) seperti Ni-rich Notronite pada bagian
tengah profil saprolite (see profile). Ni-rich serpentine juga dapat di replace oleh smectite atau kuarsa jika profile
deposit ini tetap kontak dalam waktu lama dengan groundwater. Ni grade pada endapan ini lebih rendah dari
Hydrosilicate deposit (1.2%;Brand et all,1998).
1. Oxide Deposits
Type terakhir adalah Oxide. Profile bawah menunjukkan Protolith dari jenis harzburgitic peridotites (mostly
mineral olivine,serpentine, piroksen), sangat rentan terhadap pelapukan terutama di daerah tropis. Diatasnya
terbentuk saprolite dan mendekati permukaan terbentuk limonite dan ferricrete (dipermukaan) ( see profile).
Pada tipe deposit oxide ini, Nikel berasosiasi dengan Goethite (FeOOH) dan Mn Oxide.
Sebagai tambahan, Nikel laterite sangat jarang atau tidak sama sekali terbentuk pada batuan carbonate
mengandung mineral talc.
Tektonik Setting
Nikel laterite berkembang di kompleks Ophiolite pada rentang waktu Phanerozoic, terutama Cretaseous-Miosen.
Ophiolite ini telah mengalami fault dan joint sebagai efek dari tectonic uplift yang dapat memicu intensitas
pelapukan dan perubahan pada water table level. Deposit Nikel lainnya ditemukan pada Archean Craton yang
tergolong stabil berasosiasi dengan layer mafic complexes and komatiite (Butt,1975). Semakin banyak zona
shear dan steep fault ( normal??), semakin tinggi pula tingkat enrichment proses untuk menghasilkan grade
Nikel yang tinggi. Sebaliknya, zona thrust fault berasosiasi dengan emplacement kompleks ophiolite dan
bersama dengan greenstone membentuk zona serpentine milonite atau talc-carbonates-altered ultramafic rocks.
Komposisi seperti itu tidak memungkinkan terbentuknya Nikel pada endapan residu (regolith/lapukan).
Kondisi Topografi dan Morfologi
Dua faktor tersebut sangat penting dalam endapan nikel laterit karena kaitannya dengan posisi water table,
stuktur dan drainage. Zona enrichment nikel laterite berada di topografi bagian atas (upper hill slope,crest,
plateau, atau terrace). Kondisi water table pada zona ini dangkal,apalagi ditambah dengan adanya zona patahan n
shear or joint. In consequence, akan mempercepat proses palarutan kimia (leaching processes) yang pada
akhirnya akan terbentuk endapan saprolite mengandung nikel yang cukup tebal. Kondisi seperti ini dapat
dijumpai di beberapa tempat sepeti Indonesia,New Caledonia, Ural (Russia) dan Columbia. Sebaliknya, pada
topografi yang rendah, water table yang dalam akan menghambat proses pelarutan unsur – unsur dari batuan
induk (baca:enrichment proses).
Iklim
Tempat – tempat yang beriklim tropis seperti Indonesia, Columbia memungkinkan untuk terjadinya endapan
Nikel laterite. Kondisi curah hujan yang tinggi,temperatur yang hangat ditambah dengan aktivitas biogenic akan
mempercepat proses pelapukan kimia, dimana Nikel laterite bisa mudah terbentuk.
4. NIKEL
Sifat-sifat nikel :
• Putih mengkilat
• Sangat keras
• Tidak berkarat
• Tahan terhadap asam encer
Bijih nikel yang utam adalah nikel sulfida . Nikel-nikel yang diekspor dalam bentuk 3 macam yaitu bijih, nikel
kasar, dan ferronikel. Daerah penambangan nikel ada di Koala, Soroako, Maluku Utara. Cara penambangan nikel
melalui berbagai cara , antara lain ;
• Penebangan pohon dan semak
• Pengupasan tanah permukaan
• Penggalian dengan sistem tangga (benching system) yaitu dimulai dari bawah ke atas mengikuti garis kontur
dengan alat gali power shovel atau dozer shovel
Pengolahan nikel melalui beberapa tahap , yaitu :
• Pemanggangan
• Peleburan
• Elektrolisis
Penggunaan Nikel
• Untuk melapisi barang yang terbuat dari besi, tembaga, baja karena nikel mempunyai sifat keras, tahan korosi
dan mudah mengkilap jika digosok.
• Untuk membuat baja tahan karat (stailess stell)
• Untuk membuat aliase dengan tembaga dan beberapa logam lain seperti :
a. Monel (Ni, Cu, Fe)
Digunakan untuk membuat instrumen tranmisi listrik
b. Nikrom(Ni,Fe,Cr)
Digunakan sebagai kawat pemanas
c. Alniko (Al, Ni, fe, Co)
Untuk membuat magnet.
d. Palinit dan Invar yaitu paduan nikel yang mempunyai koefisien muai yang sama dengan gelas yang digunakan
sebagai kawat listrik yang ditanam dalam kaca, misalnya pada bolam lampu pijar.
e. Serbuk nikel digunakan sebagai katalisator, misalnya pada hidrogenansi (pemadatan) minyak kelapa, juga
pada cracking minyak bumi.
Genesa Endapan Nikel Akibat Replacement
Unsure logam Ni dan Co sebagai penyusun utama magma basa hadir dalam Kristal olivine dan enstatite
karena adanya kesamaan jari-jari ion (Ni= 0,78 A dan Co = 0,82 A) dengan jari-jari mg dan Fe sehingga Ni
dan Co dapat bertukar (proses replacement) dengan Mgf dan Fe pada jaringan mineral asli. Ni dan Co
menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam batuan peridotit, dimana dalam keadaan segar mengandung Ni
sebesar 0,1% sampai 0,3 % ( Prijono, 1977)
Genesa Endapan Nikel Laterit
Tubuh endapan nikel laterit terbentuk setelah tubuh batuan beku tersingkap di permukaan dan mengalami
pelapukan secara terus – menerus yang mengakibatkan batuan menjadi
Batuan induk bijih nikel adalah batuan peridotit. Menurut Vinogradov batuan ultra basa rata-rata mempunyai
kandungan nikel sebesar 0,2 %. Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral olivin dan
piroksin, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses terjadinya substitusi antara Ni, Fe dan Mg
dapat diterangkan karena radius ion dan muatan ion yang hampir bersamaan di antara unsur-unsur tersebut.
Proses serpentinisasi yang terjadi pada batuan peridotit akibat pengaruh larutan hydrothermal, akan
merubah batuan peridotit menjadi batuan serpentinit atau batuan serpentinit peroditit. Sedangkan proses
kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian panas dingin yang bekerja kontinu, menyebabkan
disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk.
Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara dan pembusukan
tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang tidak stabil (olivin dan piroksin) pada batuan ultra
basa, menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut; Si cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang
sangat halus. Didalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferri-hydroksida, akhirnya membentuk
mineral-mineral seperti geothit, limonit, dan haematit dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu
ikut serta unsur cobalt dalam jumlah kecil.
Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus kebawah selama larutannya bersifat asam, hingga
pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral akibat adanya kontak dengan tanah dan batuan, maka ada
kecenderungan untuk membentuk endapan hydrosilikat. Nikel yang terkandung dalam rantai silikat atau
hydrosilikat dengan komposisi yang mungkin bervariasi tersebut akan mengendap pada celah-celah atau
rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-urat garnierit dan krisopras. Sedangkan larutan residunya akan
membentuk suatu senyawa yang disebut saprolit yang berwarna coklat kuning kemerahan. Unsur-unsur
lainnya seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa kebawah sampai batas pelapukan
dan akan diendapkan sebagai dolomit, magnesit yang biasa mengisi celah-celah atau rekahan-rekahan pada
batuan induk. Dilapangan urat-urat ini dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan dengan zona
batuan segar yang disebut dengan akar pelapukan (root of weathering).

You might also like