Professional Documents
Culture Documents
B. Faktor Dalam
1. Faktor hereditas.
2. Hormon.
a. Auksin adalah senyawa asam indol asetat (IAA) yang dihasilkan di ujung
meristem apikal (ujung akar dan batang). F.W. Went (1928) pertama kali
menemukan auksin pada ujung koleoptil kecambah gandum Avena sativa.
2. Metabolisme Auxin
Hasil penelitian terhadap metabolisme auxin menunjukan bahwa
konsentrasi auxin di dalam tanaman mempengaruhi pertumbuhan
tanaman. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi IAA ini
adalah :
a. Sintesis Auxin
b. Pemecahan Auxin
c. In-aktifnya IAA sebagai akibat proses pemecahan molekul.
Sebagaimana diketahui, IAA adalah endogeneous auxin yang
terbentuk dari Trypthopan yang merupakan suatu senyawa dengan inti
Indole dan selalu terdapat dalam jaringan tanaman di dalam proses
biosintesis. Trypthopan berubah menjadi IAA dengan membentuk
Indole pyruvic acid dan Indole-3-acetaldehyde. Tetapi IAA ini dapat
pula terbentuk dari Tryptamine yang selanjutnya menjadi Indole-3-
acetaldehyde, selanjutnya menjadi Indole-3-acetid acid (IAA).
Sedangkan mengenai perubahan Indole-3-acetonitrile menjadi IAA
dengan bantuan enzym nitrilase prosesnya masih belum diketahui.
Pemecahan IAA dapat pula terjadi di dalam alam. Hal ini sebagai
akibat adanya photo oksidasi dan enzyme. Dalam peristiwa photo
oksidasi ini, pigmen pada tanaman akan menyerap cahaya kemudian
energi ini dapat mengoksidasi IAA. Adapun pigmen yang berperan
dalam photo oksidasi ialah Ribovlavin dan B-Carotene.
Ada hubungan yang berbanding terbalik antara aktivitas oksidasi
IAA dengan kandungan IAA dalam tanaman. Dalam hal ini apabila
kandungan IAA tinggi, maka aktivitas IAA oksidasi menjadi rendah,
begitu pula sebaliknya. Di dalam daerah meristematic yang kadar
auxinnya tinggi, ternyata aktivitas IAA oksidasinya rendah. Sedangkan
di daerah perakaran yang kandungan auxinnya rendah, ternyata
aktivitas IAA oksidasinya tinggi.Proses lain yang menyebabkan
inaktifnya IAA ialah karena adanya degradasi oleh photo oksidasi atau
aktivitas suatu enzym.
g. Abisission
h. Pembentukan callus (callus formation) dan
i. Respirasi
b. Giberelin
2. Metabolisme gibberelline
Gibberellin adalah zat kimia yang dikelompokan kedalam terpinoid.
Semua kelompok terpinoid terbentuk dari unit isoprene yang terdiri dari 5
atom karbon.
C
C-C-C
C
Unit Isoprene (5-C)
O H OH
CO CH2
HO H COOH H CH3 H
GA3 (gibberellic acid)
a. Genetic dwarfis
m
Genetic dwarfism adalah suatu gejala kerdil yang disebabkan oleh
adanya mutasi. Gejala ini terlihat dari memendeknya internode. Terhadap
Genetic dwarfism ini, gibberelline mampu merubah tanaman yang kerdil
menjadi tinggi. Hal ini telah dibuktikan oleh Brian dan Hemming (1955).
Dalam eksperimennya mereka telah memberi perlakuan penyemprotan
gibberellic acid pada berbagai varietas kacang. Hasil dari eksperimen ini
menunjukan bahwa gibberellic acid berpengaruh terhadap tanaman
kacang yang kerdil dan menjadi tinggi.
Mengenai hubungannya dengan cell elengation, dikemukakan
bahwa gibbberelline mendukung pengembangan dinding sel.
Menurut van Oberbeek (1966) penggunaan gibberelline akan mendukung
pembentukan enzym protolictic yang akan membebaskan tryptophan
sebagai asal bentuk dari auxin. Hal ini berarti bahwa kehadiran
gibberelline tersebut akan meningkatkan kandungan auxi
n.
Mekanisme lain menerangkan bahwa gibberelline akan
menstimulasi cell elengation, karena adanya hidrolisa pati yang dihasilkan
dari gibberelline, akan mendukung terbentuknya a amilase. Sebagai
akibat dari proses tersebut, maka konsentrasi gula meningkat yang
mengakibatkan tekanan osmotik di dalam sel menjadi nai, sehingga ada
kecenderungan sel tersebut berkembang.
b. Pembungaan (flowering
)
Gibbereline sebagai salah satu hormon tumbuh pada tanaman,
mempunyai peranan dalam pembungaan. Penelitian yang dilakukan
Henny (1981) pada bungan spothiphyllum Mauna loa.
g. Dormans
i
Dormansi adalah masa istirahat bagi suatu organ tanaman atau biji.
Menurut Copeland (1976), dormansi adalah kemampuan biji untuk
mengundurkan fase perkecambahannya hingga saat dan tempat itu
menguntungkan untuk tumbuh.
Secara umum terjadinya dormansi adalah disebabkan oleh faktor luar
dan faktor dalam. Faktor yang menyebabkan dormansi pada biji adalah
sbb:
1. tidak sempurnanya embrio (rudimentery embriyo)
2. embrio yang belum matang secara fisikologis (physiological
immature embriyo)
3. kulit biji yang tebal (tahan terhadap gerakan mekanis)
4. kulit biji impermeable ( impermeable seed coat)
5. adanya zat penghambat (inhibitor) untuk perkecambahan
(presence of germination inhibitors).
Fase yang terjadi dalam dorminasi biji, menurut Amen (1968) ada
empat fase yang harus dilalui :
1. fase induksi, ditandai dengan terjadinya penurunan jumlah hormon
(hormon level)
2. fase tertundanya metabolisme (a period of partial metabolic arrest)
3. fase bertahannya embrio untuk berkecambah karena faktor lingkungan
yang tidak menguntungkan.
4. Perkecambahan (germination), ditandai dengan meningkatnya hormon
dan aktivitas enzym.
Peranan hormon tumbuh di dalam biji yang mengalami dorminasi telah
dibahas oleh warner (1967) yang mengatakan bahwa GA3 dapat
menstimulasi sintesis ribonukleas, amilase dan protoase di dalam
endospem biji barley.
c. Sitokinin:
NH
Adenine (6-amino purine)
Sebaliknya apabila cytokinin lebih rendah dari auxin, maka ini akan
mengakibatkan stimulasi pada pertumbuhan akar. Sedangkan apabila
perbandingan cytokinin dan auxin berimbang, maka pertumbuhan tunas,
daun dan akar akan berimbang pula. Tetapi apabila konsentrasi cytokinin
itu sedang dan konsentrasi auxin rendah, maka keadaan pertumbuhan
tobacco pith culture tersebut akan berbentuk callus
.
Sedangkan dalam pembelahan sel, dikemukakan bahwa IAA dan
kinetin, apabila digunakan secara tersendiri akan menstimulasi sintesis
DNA dalam tobacco pith culture. Dan menurut ahli tsb, kehadiran IAA dan
kinetin ini diperlukan dalam proses mitosis walaupun IAA lebih dominan
pada fase tersebut.
d. etilen :