You are on page 1of 79

KEPALA SEKOLAH

KOMPETENSI MANAJERIAL PENDIDIKAN DASAR

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PENYUSUNAN RENCANA OPERASIONAL, RAPBS, PROPOSAL


DAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN
DALAM PENGEMBANGAN SEKOLAH DASAR

DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN


DIREKTORAT JENDERAL
PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
TAHUN 2007
KATA PENGANTAR

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang


Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi
kompetensi yaitu: Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan
Sosial. Dalam rangka pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala
sekolah untuk menguasai lima dimensi kompetensi tersebut, Direktorat Tenaga
Kependidikan telah berupaya menyusun naskah materi diklat pembinaan
kompetensi untuk calon kepala sekolah/kepala sekolah.

Naskah materi diklat pembinaan kompetensi ini disusun bertujuan untuk


memberikan acuan bagi stakeholder di daerah dalam melaksanakan pendidikan
dan pelatihan calon kepala sekolah/kepala sekolah agar dapat dihasilkan
standar lulusan diklat yang sama di setiap daerah.

Kami mengucapkan terimakasih kepada tim penyusun materi diklat


pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah ini atas dedikasi
dan kerja kerasnya sehingga naskah ini dapat diselesaikan.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi upaya-upaya kita dalam


meningkatkan mutu tenaga kependidikan.

Jakarta,

Direktur Tenaga Kependidikan

Surya Dharma, MPA, Ph.D

NIP. 130 783 511

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI....... ................................................................................................. ....ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................. 1

B. Kompetensi .................................................................................... 1

C. Indikator Ketercapaian Kompetensi ............................................... 2

D. Alokasi Waktu ................................................................................ 2

E. Mata Pendidikan dan Pelatihan ..................................................... 3

F. Skenario Pembelajaran ................................................................. 3

BAB II RENCANA OPERASIONAL .................................................................. 4

A. Pengertian Rencana Operasional .................................................. 4

B. Komponen-Komponen Rencana Operasional ............................... 4

C. Jadwal Pelaksanaan .................................................................... 17

BAB III PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN


BELANJA SEKOLAH (RAPBS) .......................................................... 18

A. Sistem Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran


(Planning, Programing, and Budgetting System) ......................... 19

ii
B. Masalah-Masalah Terkait Dengan Penyusunan RAPBS ............. 21

C. Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah ........... 28

BAB IV PENYUSUNAN PROPOSAL DAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN42

A. Penyusunan Proposal Pengembangan Sekolah ......................... 42

B. Penyusunan Kerangka Acuan Kegiatan ...................................... 61

DAFTAR RUJUKAN ............................................................................................. 70

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Contoh Penyajian Indikator Kinerja ...................................................... 11

Tabel 1.2 Contoh Kegiatan dan Investasi ............................................................ 13

Tabel 1.3 Keterkaitan Antara Kegiatan, Sub-Kegiatan, Sumber Daya dan


Sumber Dana ........ .............................................................................. 15

Tabel 1.4 Contoh Jadwal Kagiatan dalam Renop ................................................ 17

Tabel 2.1 Perbandingan PPBS dan Pendekatan Penganggaran Tradisional ...... 20

Tabel 2.2 Sumber Pendapatan Sekolah .............................................................. 29

Tabel 2.3 Perhitungan Anggaran Pendapatan Sekolah ....................................... 31

Tabel 2.4 Perhitungan Biaya Operasi Sekolah .................................................... 37

Tabel 2.5 Perhitungan Biaya Investasi ................................................................. 39

Tabel 3.1 Matrik permasalahan, alternatif pemecahaan, dan program yang


diusulkan .............................................................................................. 51

Tabel 3.2 Indikator Keberhasilan ......................................................................... 54

Tabel 3.3 Program dan Penjadwalan ................................................................... 56

Tabel 3.4 Rekapitulasi Anggaran Biaya Berdasarkan Program/Sub-Program ..... 58

Tabel 3.5 Rekapitulasi Kebutuhan Anggaran menurut Komponen Anggaran dan


Tahun Realisasi ................................................................................... 59

Tabel 3.6 Contoh-contoh rumusan tujuan dan hasil yang diharapkan ................. 64

Tabel 3.7 Contoh Uraian Ruang Lingkup Untuk Beberapa Komponen Anggaran 65

Tabel 3.8 Contoh Uraian Anggaran Pelatihan Guru............................................. 66

iv
Tabel 3.9 Contoh Jadwal Persiapan Pelatihan .................................................... 68

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan,


Depdiknas merupakan Direktorat Jenderal yang dibentuk melalui PP No. 8
Tahun 2005. Salah satu direktorat di bawahnya adalah Direktorat Tenaga
Kependidikan yang mempunyai tugas pokok melaksanakan penyiapan bahan
perumusan kebijakan, pemberian bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi di
bidang pembinaan tenaga kependidikan pada pendidikan formal.

Tenaga kependidikan yang menjadi perhatian UU Sisdiknas dan PP No.


19 Tahun 2005 adalah: Kepala Sekolah, Tenaga Perpustakaan, Tenaga
Pengawas Sekolah, Tenaga Laboratorium, dan Tenaga Administrasi Sekolah
(TAS). Salah satu upaya meningkatkan kompetensi manajerial kepala sekolah
sesuai Permendiknas No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah antara lain adalah melalui bimbingan teknis. Salah satu
kompetensi manajerial kepala sekolah adalah manajerial dalam konteks
pendidikan persekolahan termasuk, khususnya dalam penyusunan Renop,
RAPBS dan TOR pengembangan sekolah dasar.

B. Kompetensi

Secara umum, setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan ini para peserta
akan memiliki kompetensi untuk melakukan perencanaan pengembangan
sekolah untuk berbagai tingkatan perencanaan, yang meliputi Rencana
Operasional, Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah, Proposal
Pengembangan Sekolah, dan Kerangka Acuan atau Term of Reference (TOR)
kegiatan.

1
C. Indikator Ketercapaian Kompetensi

1. menyusun Rencana Operasional (Renop) pengembangan sekolah


berlandaskan kepada keseluruhan rencana strategis yang telah
disusun, melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan
perencanaan operasional yang memegang teguh prinsip-prinsip
penyusunan rencana operasional yang baik.

2. menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah


(RAPBS) berlandaskan kepada keseluruhan rencana tahunan yang
telah disusun, melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan
perencanaan RAPBS yang memegang teguh prinsip-prinsip
penyusunan rencana RAPBS yang baik.

3. menyusun Proposal melalui pendekatan, strategi, dan proses


penyusunan Rencana Kegiatan yang memegang teguh prinsip-
prinsip penyusunan proposal yang baik.

4. menyusun Kerangka Acuan Kegiatan atau Term of Reference (TOR)


berlandaskan Renop, RAPBS, atau Proposal Pengembangan yang
telah disusun, melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan
TOR yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan rencana
TOR yang baik.

D. Alokasi Waktu

Alokasi waktu diklat ini adalah 4 hari @ 10 jam, pelajaran @ 45 menit, atau
40 jam pelajaran/45 menit.

2
E. Mata Pendidikan dan Pelatihan

1. Rencana Operasional Pengembangan Sekolah Dasar

2. Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah

F. Skenario Pembelajaran

Diklat ini harus diselenggarakan dengan pendekatan Andragogi. Selain itu


dijelaskan prinsip-prinsip, diskusi kelompok pendalaman, latihan-latihan praktek
dan kreativitas berinovasi didorong dan dibimbing oleh Fasilitator, lakukan studi
banding terhadap bahan-bahan dari sekolah yang berhasil.

3
BAB II

RENCANA OPERASIONAL

A. Pengertian Rencana Operasional

Rencana Operasional (Renop) sekolah merupakan rencana implementasi


Rencana Stratejik sekolah dalam kurun waktu satu tahun. Renop sering juga
disebut Rencana Tahunan. Renop berisi langkah-langkah operasional yang
akan ditempuh selama satu tahun oleh sekolah, unit-unit, dan atau individu-
individu staf dalam rangka mencapai tujuan operasional. Tujuan operasional
merupakan jabaran dan tahapan-tahapan untuk mencapai tujuan stratejik.

Renop disusun oleh unit-unit atau individu staf yang ada dalam struktur
organisasi sekolah dan mengacu pada program yang relevan dengan tugas
pokok dan fungsi masing-masing. Renop pengembangan kegiatan kurikuler,
renop pengembangan kegiatan kesiswaan, renop peningkatan kerjasama
dengan masyarakat, dan sebagainya merupakan contoh-contoh Renop yang
dapat dikembangkan di SD/MI. Renop berfungsi sebagai alat yang digunakan
oleh masing-masing unit penyusunnya sebagai: (1) penjamin bahwa program
pengembangan akan terealisasi dalam kegiatan operasional sekolah sehari-
hari, (2) pedoman pelaksanaan kegiatan semesteran, bulanan, mingguan, dan
harian, dan (3) justifikasi rinci penyusunan Rencana Anggaran dan Belanja
tahunan.

B. Komponen-Komponen Rencana Operasional

Komponen-komponen Renop sebenarnya tidak jauh berbeda dengan


Program Pengembangan yang dirumuskan dalam dokumen Renstra.
Perbedaan pokok antara keduanya terletak pada kurun waktu kegiatan dan

4
rincian dari masing-masing komponen itu. Komponen-komponen Renop
meliputi:

1. Latar Belakang dan Rasional:

alasan atau argumentasi yang mendasari kegiatan yang diusulkan.

2. Sasaran:

hasil yang akan peroleh pada akhir kegiatan operasional

3. Indikator Kinerja:

tolak ukur kuantitatif pencapaian sasaran

4. Rancangan Kegiatan:

jenis dan tahap-tahap pekerjaan yang akan dilaksanakan untuk


mencapai tujuan operasional selama satu tahun.

5. Sumber Daya dan Dana Yang dibutuhkan:

a. jenis dan kualifikasi sumber daya manusia, sarana-prasarana,


dan informasi yang dibutuhkan dalam implementasi kegiatan.

b. jumlah dan sumber dana yang dibutuhkan untuk pengadaan,


peningkatan kualitas, pemeliharaan, dan pengoperasian sumber
daya yang dibutuhkan.

6. Jadwal Kegiatan:

kapan pekerjaan sesungguhnya dilaksanakan dan batas waktu tugas


harus diselesaikan

7. Penanggung Jawab Kegiatan:

Pejabat atau staf yang bertanggung jawab keterlaksanaan Renop

5
Berikut diuraikan penjelasan rinci masing-masing komponen Renop tersebut.

1. Latar Belakang dan Rasional

Latar Belakang dan Rasional ini menguraikan secara ringkas dan


padat mengenai alas atau argumentasi yang mendasari kegiatan yang
diusulkan. Beberapa hal yang perlu diuraikan dalam bagian ini meliputi:

a. Penjelasan mengenai akar permasalahan yang telah berhasil


diidentifikasi pada telaah diri saat menyusun Renstra, yang
akan diselesaikan dengan melaksanakan Renop ini. Masalah
tersebut harus dijelaskan sedemikian rupa, sehingga tergambar
permasalahan tersebut secara utuh dan menyeluruh (termasuk
cakupannya, berat/ringannya, faktor-faktor yg berpengaruh
pada permsalahan tersebut).

b. Kebijakan dan tujuan yang dirumuskan dalam Rencana Tindak


dalam dokumen Renstra

c. Apabila Renop yang disusun untuk tahun kedua dan seterusnya


dari siklus implementasi Renstra, dalam latar belakang juga
perlu dikemukakan:

1) capaian-capaian tujuan jangka panjang yang telah


diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya.

2) Masalah dan kendala yang dihadapi yang belum


terselesaikan pada tahun sebelumnya.

3) Praktik-praktik baik (good practices) yang diperoleh pada


tahun sebelumnya dan perlu dipertahankan pada Renop
yang sedang disusun

d. Argumentasi (alasan) tentang mengapa uraian Renop yang


akan dilaksanakan adalah pilihan yang paling tepat untuk
menyelesaikan akar permasalahan tersebut diatas.

6
Argumen/alasan tersebut dapat didasarkan pada pembenahan
faktor-faktor yang berpengaruh pada akar permasalahan
tersebut atau dapat berdasarkan teori ilmiah dan pengalaman
dalam menghadapi akar permasalahan tersebut.

2. Sasaran (Objective)

Sasaran merupakan penjabaran atau diturunkan dari tujuan. Sasaran


adalah penggambaran hal yang ingin diwujudkan melalui tindakan-
tindakan yang diambil sekolah guna mencapai tujuan (target terukur).
Sasaran adalah hasil yang akan dicapai secara nyata oleh sekolah atau
unit yang ada di sekolah dalam rumusan yang lebih spesifik, terukur,
dalam kurun waktu satu tahun.

Dalam sasaran dirancang pula indikator sasaran, yaitu ukuran tingkat


keberhasilan pencapaian sasaran untuk diwujudkan pada tahun
bersangkutan. Setiap sasaran disertai target masing-masing. Sasaran
diupayakan untuk dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu/tahunan
secara berkesinambungan sejalan dengan tujuan yang ditetapkan.

Rumusan sasaran yang baik harus memenuhi kriteria sebagai


berikut.

a. Sasaran harus sesuai dengan peraturan dan perundang-


undangan yang berlaku setta sejalan dengan kebijaksanaan
pemerintah pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota.

b. Sasaran ditetapkan mengacu pada dan merupakan milestone


pencapaian visi, misi, tujuan sekolah, strategi, serta kebijakan
dan tujuan yang dituangkan dalam Renstra Sekolah.

c. Sasaran harus dapat dijabarkan ke dalam sejumlah indikator


kinerja.

7
d. Sasaran harus mengacu pada masalah-masalah yang
teridentifikasi dalam telaah diri dan merupakan upaya yang
dikembangkan untuk menjawab isu-isu stratejik.

e. Sasaran harus merupakan tindak lanjut dari pengalaman atau


permasalahan yang teridentifikasi pada tahun sebelumnya.

f. Spesifik, sasaran menggambarkan hasil spesifik yang


diinginkan, dan bukan cara pencapaiannya.

g. Dapat dinilai dan terukur, sasaran harus terukur dan dapat


digunakan untuk memastikan apa dan kapan pencapaiannya.

h. Menantang namun dapat dicapai, tetapi tidak boleh


mengandung target yang tidak layak.

i. Berorientasi pada hasil, sasaran harus mensepesifikasikan hasil


yang ingin dicapai.

j. Dapat dicapai dalam waktu tahun tertentu.

3. Indikator Kinerja

Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif atau kualitatif yang


menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan. Indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung
dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat
tingkat kinerja baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, tahap setelah
kegiatan selesai dan berfungsi, serta untuk meyakinkan bahwa kinerja hari
demi hari organisasi/unit kerja yang bersangkutan menunjukkan kemajuan
dalam rangka dan atau menuju tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Tanpa indikator kinerja sulit bagi kita untuk menilai kinerja (keberhasilan
atau ketidakberhasilan) sekolah atau unit kerja yang ada di bawahnya.
Secara umum indikator kinerja memiliki fungsi:

8
a. Memperjelas tentang apa, berapa dan kapan suatu kegiatan
dilaksanakan.

b. Menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak


terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama
pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan.

c. Membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan evaluasi


kinerja sekolah atau unit kerja yang ada di dalamnya.

Indikator kinerja yang baik hendaknya memenuhi beberapa syarat


sebagai berikut:

a. Spesifik dan jelas, sehingga dapat dipahami dan tidak ada


kemungkinan kesalahan interpretasi

b. Dapat diukur secara obyektif baik secara kuantitatif maupun


kualitatif.

c. Relevan, indikator kinerja harus menangani aspek-aspek


obyektif yang relevan dengan sasaran yang ingin dicapai.

d. Dapat dicapai, penting, dan harus berguna untuk menunjukan


keberhasilan masukan, keluaran, hasil, manfaat, dampak, dan
proses.

e. Harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan.

f. Efektif, data/informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja


yang bersangkutan dapat dikumpulkan dan dianalisis.

Terdapat enam jenis indikator kinerja yang sering digunakan dalam


pengukuran kinerja sekolah, yaitu :

a. Indikator masukan (input): segala sesuatu yang dibutuhkan


agar pelaksanaan pendidikan dapat berjalan untuk
menghasilkan keluaran yang diinginkan. Indikator ini dapat

9
berupa kualitas siswa baru, kelekatan persaingan dalam seleksi
siswa baru, relevansi kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja,
kualitas Renstra yang disusun sekolah, dan sebagainya.

b. Indikator proses (process): merupakan gambaran mengenai


perkembangan atau aktivitas yang terjadi atau dilakukan dalam
proses pendidikan di sekolah. Contoh indikator ini antara lain,
tingkat kehadiran siswa, tingkat keterlibatan siswa dalam
pembelajaran, penerapan PAKEM dalam pembelajaran, tingkat
pemanfaatan laboratorium, jumlah siswa yang berkunjung ke
perpustakaan, dan sebagainya.

c. Indikator keluaran (output): sesuatu yang diharapkan


langsung dicapai dari kegiatan pendidikan. Indikator-indikator
seperti peningkatan rata-rata NUN, peningkatan peringkat rata-
rata NUN di tingkat kabupaten/kota, atau peningkatan jumlah
siswa yang lulus UN, dapat digolongkan sebagai indikator
output.

d. Indikator dampak (outcome): segala sesuatu yang


mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka
menengah (efek langsung). Inikator ini biasanya sulit dicapai
dalam kurun waktu Renop (1 tahun), akan tetapi harus sudah
terukur setelah masa siklus Renstra (4-5 tahun) selesai atau
hampir selesai. Jumlah siswa yang diterima di jurusan favorit di
perguruan tinggi ternama, jumlah siswa yang langsung
mendapatkan pekerjaan setelah lulus, semakin pendeknya
masa tunggu siswa untuk mendapatkan pekerjaan pertama
setelah mereka lulus, adalah contoh-contoh indikator outcome.

e. Indikator akibat (impact): segala sesutu yang merupakan


akibat dari outcomes. Peningkatan popularitas sekolah akibat
banyaknya siswa cepat mendapatkan pekerjaan, meningkatnya

10
jumlah siswa yang mendaftar sebagai siswa baru akibat dari
banyak nya siswa yang diterima di perguruan tinggi unggulan,
cepatnya promosi atau perkembangan karir lulusan di dunia
kerja merupakan contoh-contoh indikator akibat tersebut.

Untuk mengukur keberhasilan capaian Indikator Kinerja, maka dalam


Renop harus dicantumkan kondisi saat disusunnya Renop dan kondisi
yang diharapkan dicapai setelah kegiatan dilaksanakan. Kondisi saat
disusunnya Renop digunakan sebagai baseline. Selain itu, jika indikator
bersifat spesifik maka perlu dijelaskan bagaimana dan kapan indikator itu
akan diukur.

Tabel 1.1 Contoh Penyajian Indikator Kinerja

Metode
Sasaran Indikator Base-line Target
Pengukuran
Meningkatnya  Rata-rata nilai 6,75 8,00 Rata-rata nilai
relevansi hasil Uji semua peserta
kompetensi siswa Kompetensi uji kompetensi
di bidang TIK yang dilakukan
dengan Asosiasi Profesi
kebutuhan dunia (output)
kerja  Jumlah siswa 65% 100% Jumlah yang
yang lolos Uji lulus dibagi
Kompetensi jumlah peserta
oleh Asosiasi uji kompetensi
Profesi (output)
 Jumlah lulusan Tidak 100% Studi sampling
yang bekerja di diketahui setelah mereka
bidang TIK lulus
(outcomes)

11
4. Rancangan Kegiatan

Rancangan kegiatan menjabarkan rincian, tahapan, dan langkah-


langkah kegiatan (sub-kegiatan) yang akan dilaksanakan dalam satu
tahun. Pada setiap langkah (sub-kegiatan) harus dijelaskan, maksud dan
tujuannya yang ingin dicapai secara ringkas dan jelas. Rancangan
kegiatan yang efektif harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai
berikut.

a. Kegiatan tersebut bukan merupakan investasi atau pengadaan


sumberdaya. Namun harus berupa dampak dari investasi atau
upaya pemanfaatan investasi. Kegiatan dapat berlangsung
terus-menerus sementara investasi merupakan implikasi dan
hanya merupakan tahap paling awal dari sebuah kegiatan.

b. Kegiatan tersebut tidak kompleks, sehingga dapat dipahami


dengan mudah dan dapat dilaksanakan dengan baik.

c. Kegiatan tersebut dapat diukur tingkat keberhasilannya. Untuk


itu perlu ditetapkan indikator keberhasilan pelaksanaan kegiatan
yang dapat diukur. Indikator keberhasilan kegiatan, umumnya
berupa indikator keluaran (output), namun dimungkinkan untuk
mencantumkan indikator keberhasilan dampak (impact/
outcomes).

d. Cakupan kegiatan tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit,


karena cakupan ini akan berkaitan dengan beban kerja seorang
penanggung jawab. Cakupan kegiatan yang terlalu luas akan
meningkatkan beban kerja penanggungjawab.

e. Keluaran (output) maupun dampak (impact/outcomes) kegiatan


mempunyai kontribusi yang cukup bermakna (significant)
terhadap rencana pengembangan sekolah secara keseluruhan.

12
f. Keterkaitan antar bagian kegiatan/sub-kegiatan harus terlihat
dengan jelas.

g. Keberlangsung kegiatan tergambarkan dengan jelas.

Untuk memudahkan kita dalam merancang kegiatan dan


membedakannya dengan investasi, Tabel 1.1 memberikan contoh
keduanya.

Tabel 1.2 Contoh Kegiatan dan Investasi

Kegiatan Investasi

Peningkatan kualitas penelitian  Pelatian penelitian tindakan kelas


tindakan kelas (output) untuk guru.
 Penyediaan jumlah referensi
penunjang PTK
Peningkatan peringkat dalam  Pelatihan pembimbingan LKIR bagi
kejuaraan Lomba Karya Ilmiah Remaja guru.
(LKIR) di tingkat Kabupaten (outcome)  Penyediaan karya ilmiah siswa
sekolah lain yang telah berhasil
memenangi LKIR
Peningkatan keberterimaan siswa  Penyesuaian peralatan lab dengan
dalam Prakerin (impact). standar industri.
 Peningkatan Networking dengan
DU/DI
Peningkatan relevansi antara RPP  Lokakarya penyusunan RPP di
yang disusun guru dengan SKL dan SI sekolah;
(output)  Konsultan pengembangan KTSP
dan RPP
Peningkatan keefektifan pembelajaran  Pelatihan untuk meningkatkan
Teknologi Informasi dan Komunikasi kompetensi guru TIK di bidang
jaringan.

13
Kegiatan Investasi

 Penambahan peralatan
laboratorium.
 Perluasan daya tampung
laboratorium komputer

5. Sumber daya yang dibutuhkan

Sumber daya yang dicantumkan dalam Renop merupakan uraian


rinci mengenai jenis, kualifikasi, dan kuantitas sumber daya yang
dibutuhkan agar kegiatan/sub-kegiatan yang direncanakan dapat
dilaksanakan dan dijaga keberlangsungannya (sustainability). Sumber
daya ini dapat meliputi SDM, pra-sarana dan sarana pendidikan, buku-
buku perpustakaan, keahlian, informasi, teknologi, sistem manajemen,
networking, bahan habis pakai untuk kegiatan manajemen.

Pemilihan dan penetapan sumber daya yang dibutuhkan hendaknya


memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut.

a. Uraian harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan untuk


melaksanakan kegiatan.

b. Harus dijelaskan asal sumber daya tersebut, misal: membeli,


menyewa, meminjam, memperbaiki yang telah ada, atau
meningkatkan kapasitas.

c. Sumber daya tidak hanya dapat diperoleh melalui siswa atau


orang tua siswa, namun juga bisa didapatkan dari sumber lain,
termasuk sumber dana yang berasal dari non-pemerintah.

d. Setiap kegiatan atau sub-kegiatan dimungkinkan membutuhkan


lebih dari satu sumber daya.

14
e. Dimungkinkan adanya juga kegiatan yang tidak membutuhkan
penambahan sumber daya baru, tetapi menggunakan sumber
daya yang sudah ada, sehingga pada bagian ini tidak ada
sumber daya yang dibutuhkan.

f. Pada bagian ini harus disebutkan secara ringkas, tentang jenis,


kualifikasi, spesifikasi, dan jumlah masing-masing sumberdaya
yang diperlukan (contoh: komputer dengan spesifikasi tertenu,
guru atau staf dengan kompetensi tertentu, alat laboratorium,
jenis informasi, peraturan di bidang tertentu, konsultan di bidang
tertentu);

g. Mencantumkan jumlah dana yang dibutuhkan untuk


mengadakan, perbaikan, peningkatan kapasitas sumber daya
tersebut;

h. Apabila sumber daya diusulkan kepada donor atau pemerintah,


asal sumber dana yang akan digunakan harus sesuai dengan
Komponen Pembiayaan Yang Boleh Diusulkan (Eligible Cost
Component).

Keterkaitan antara kegiatan, sub-kegiatan, sumber daya dan sumber


dana yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut.

Tabel 1.3 Keterkaitan Antara Kegiatan, Sub-Kegiatan, Sumber Daya dan


Sumber Dana

Sumber Daya
Kegiatan/Sub- Sumber
Yang Investasi Jumlah Biaya
kegiatan Dana
dibutuhkan
Peningkatan
keefektifan
pembelajaran
TIK

15
Sumber Daya
Kegiatan/Sub- Sumber
Yang Investasi Jumlah Biaya
kegiatan Dana
dibutuhkan
 Peningkatan  2 orang guru Lokakarya Rp. 2.500.000 DIK
Rancangan yang kompeten
pembelajara dalam
n TIK penyusunan
Silabus dan
RPP TIK yang
efektif
 Silabus dan Supervisi - -
RPP Penyusunan
Pembelajaran Silabus/RPP
TIK yang efektif
 Peningkatan  2 orang guru Pelatihan Rp.10.000.000 DPP
keefektifan yang kompeten
kegiatan di bidang Web
praktikum Master,
Jaringan, dan
PC Hardware
 15 Unit Perbaikan Rp.10.000.000 Blockgrant
Komputer yang sudah
berkecepatan komputer
tinggi dan
jaringan
 20 set Pengadaan Rp.40.000.000 Pemkab
Komponen PC Barang
untuk kegiatan
praktikum

16
C. Jadwal Pelaksanaan

Bagian ini berisi uraian ringkas tentang jadwal pelaksanaan kegiatan


selama satu tahun, dalam bentuk tabel (bar diagram). Sub kegiatan atau
tahapan kegiatan yang dicantumkan pada bagian ini, harus sama dengan sub
kegiatan atau tahapan kegiatan yang diuraikan pada bagian Rancangan
Kegiatan. Untuk contoh kegiatan “Peningkatan keefektifan pembelajaran TIK” di
atas, jadwal pelaksanaannya dapat disajikan sebagai berikut.

Tabel 1.4 Contoh Jadwal Kagiatan dalam Renop

Bulan
Kegiatan/Sub-kegiatan
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
Peningkatan keefektifan
pembelajaran TIK
 Peningkatan
Rancangan
pembelajaran TIK
 Peningkatan
keefektifan kegiatan
praktikum
 Evaluasi kompetensi
berskala industri

17
BAB III

PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA


SEKOLAH (RAPBS)

Pembahasan tentang Rencana Anggaran pendapatan dan Belanja


Sekolah (RAPBS) berikut ini didasarkan pada asumsi bahwa sistem
penganggaran di sekolah menggunakan pendekatan yang disebut sistem
penganggaran berbasis sekolah atau School-based Budgeting System. Dengan
sistem ini alokasi anggaran sekolah bersifat lump-sum atau kita kenal juga
dengan sistem hibah blok (block grant). Sistem ini memberikan keleluasaan
kepada sekolah untuk menggali, mengalokasikan dan mengelola anggaran
sesuai dengan kebutuhan baik untuk operasional sehari-hari maupun untuk
pengembangan sebagaimana direncanakan dalam Renstra maupun Renop.

Spear (dalam Gorton dan Schneider, 1991) mengidentifikasi beberapa


keunggulan sistem penganggaran berbasis sekolah itu meliputi: (1) sekolah
dapat menunjukkan keunikan kebutuhan masing-masing sekolah (2) kajian yang
bersifat kooperatif terhadap program-program dan praktik-praktik yang telah
berjalan, (3) keterlibatan guru dalam penentuan status finansial sekolah dan
pembatasan penggunaan anggaran, (4) hubungan yang lebih akrab antara guru
dengan orang tua, dan (5) keputusan yang diambil lebih dekat dengan
kebutuhan siswa.

Selain itu, sistem penganggaran berbasis sekolah juga memiliki beberapa


kelemahan yang perlu diantisipasi oleh pihak sekolah, komite sekolah, pengurus
yayasan, atau dinas pendidikan. Pertama, sekolah akan menjadi semacam
“kerajaan-kerajaan” kecil yang dapat berdampak pada terhambatnya kerjasama
antar satu sekolah dengan yang lain. Kedua, sekolah memerlukan waktu yang
lebih banyak baik untuk menyusun RAPBS maupun untuk keperluan
pengawasan dan pemeriksaan keuangan. Ketiga, karena sistem tersebut harus
melibatkan semua warga sekolah, guru-guru harus meluangkan waktu khusus

18
untuk melibatkan diri dalam penyusunan RAPBS, dan ini dapat berdampak
terkuranginya konsentrasi guru terhadap tugas profesionalnya.

A. Sistem Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran (Planning,


Programing, and Budgetting System)

Sebuah pendekatan sistematis dalam perencanaan anggaran yang perlu


dipahani oleh kepala SD/MI adalah apa yang disebut Sistem Perencanaan,
Pemrograman, dan Penganggaran (Planning, Programing, and Budgetting
System atau PPBS). Secara sederhana PPBS merupakan “pemintaan sumber
daya yang didasarkan dengan tujuan, program, dan sasaran organisasi alih-alih
dengan barang atau jasa yang akan dibeli, SDM, atau bahan-bahan lainnya.
Jika tujuan disetujui oleh pengambil keputusan, maka apapun pengeluaran yang
diperlukan untuk mencapai tujuan itu akan disetujui.” Meskipun pendekatan
tradisional dalam penganggaran juga menekankan pada perencanaan dan
pemrograman, proses penganggaran ini tidak diorganisasikan pada derajat
yang sama untuk semua program dan tujuan sebagaimana diterapkan dalam
PPBS. Pendekatan tradisional juga tidak menerapkan derajat evaluasi yang
sama untuk semua program maupun tujuan.

Ubben dan Hughes (dalam Gorton dan Schneider, 1991) mengidentifikasi


langkah-langkah paling sederhana dalam PPBS:

1. Perumusan tujuan yang harus dicapai.

2. Idetifikasi sasaran untuk mencapai tujuan tersebut.

3. Pengembangan program dan proses yang dibutuhkan untuk


mencapai tujuan dan sasaran tersebut.

4. Melakukan praktik-praktik evaluasi formatif dan sumatif.

5. Telaah dan prosedur bersiklus yang menunjukkan apakah, atau


sejauh mana, program dan proses berhasil mencapai tujuan dan

19
sasaran; dan jika tidak, untuk membantu menentukan prosedur,
proses, atau program lain.

Untuk memudahkan memahami PPBS, kita dapat membandingkannya


dengan pendekatan tradisional sebagaimana diuraikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perbandingan PPBS dan Pendekatan Penganggaran


Tradisional

PPBS Pendekatan Tradisional


Tahapan: Tahapan:
1. Menilai (assess) kebutuhan 1. Menentukan kebutuhan guru
pendidikan mengenai barang-barang, buku, dan
sebagainya.
2. Merumuskan tujuan dan kriteria 2. Menentukan tingkat kepentingan
dan metode yang digunakan usulan anggaran guru berdasarkan
untuk mengevaluasi sasaran hasil penilaian kebutuhan yang
dilakukan oleh pengambil keputusan.
3. Menentukan program dan 3. Melakukan estimasi usulan anggaran
prioritas untuk mencapai tujuan guru.
4. Menentukan dan mengestimasi 4. Mengorganisasikan anggaran
biaya yang diperlukan untuk berdasarkan kategori kebutuhan,
menyediakan sumber daya yang misalnya: perangkat belajar-
dibutuhkan untuk melaksanakan mengajar, buku, pelatihan, dan
program sebagainya.
5. Mengorganisasikan anggaran
menurut bidang program dan
tujuan

Tampak pada Tabel 2.1 bahwa PPBS memberi penekanan yang sangat
besar pada perumusan dan evaluasi tujuan program dan pada keterkaitan
pendanaan dengan kebutuhan yang diajukan sekolah untuk mencapai tujuan-
tujuan itu, dari pada mementingkan item-item yang akan didanai.

20
Persoalan yang paling sering dihadapi sekolah dalam penerapan PPBS
adalah kebutuhan waktu yang cukup panjang. Selain itu, penekanan hubungan
antara alokasi anggaran dengan tujuan yang dapat dirumuskan dengan jelas
serta penentuan tujuan-tujuan pendidikan terbukti bukan hal yang mudah untuk
dilakukan dan bahkan sering mendatangkan keputus-asaan. Persoalan lainnya
terkait dengan sulitnya dicapai kesepakatan di antara pihak yang terlibat
mengenai data dan proses yang harus dilalui dalam proses pelaksanaannya
dan juga keterbatasan kemampuan pimpinan sekolah terkait dengan teknik-
teknik pengambilan keputusan yang beorientasi sistem tersebut. Namun
demikian, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa PPBS tetap memiliki
keunggulan dibandingkan dengan pendekatan tradisonal. Di era yang dilingkupi
keterbatasan sumber dana dan tuntutan akuntabilitas yang terus meningkat saat
ini, tidak ada pilihan lain bagi sekolah kecuali menerpkan sistem penganggaran
yang sistematis seperti ditawarkan dalam PPBS tersebut.

B. Masalah-Masalah Terkait Dengan Penyusunan RAPBS

Salah satu implikasi dari penerapan Manajemen Berbasis Sekolah


sebagaimana diamanatkan dalam perundang-undangan sistem pendidikan kita
adalah diharuskannya pimpinan sekolah (terutama Kepala Sekolah) untuk
mengemban tanggung jawab yang lebih besar dalam proses pengembangan
RAPBS. Oleh karena itu disarankan agar awal sedari para pimpinan itu
menyadari berbagai masalah yang harus mereka hadapi untuk melaksanakan
tanggung jawab yang besar itu. Berikut ini diuraikan beberapa masalah yang
sering muncul dalam proses penyusunan RAPBS dengan menggunkan
pendekatan sistematis dalam konteks disentralisasi pendidikan tersebut.

1. Anggaran diusulkan didasarkan uang yang tersedia dan tidak


didukung pengetahuan yang memadai

Sekolah yang melibatkan guru atau pihak lain dalam penyusunan


anggaran kadang-kadang mendapati usulan anggaran dari orang-orang

21
yang tidak benar-benar membutuhkan apa yang mereka minta atau tidak
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai barang-barang itu atau
bagaimana mereka akan menggunakannya. Banyak guru, misalnya,
mengusulkan produk-produk baru komputer yang mereka ketahui hanya
melalui cerita dari mulut ke mulut bahwa produk itu efektif membantu
kegiatan belajar siswa.

Untuk mencegah masalah ini disarankan agar kepala sekolah


meminta semua pihak yang mengajukan anggaran untuk membuat alasan-
alasan tertulis pada setiap butir usulan, bagaimana akan digunakan, dan
sejauh mana calon pengguna itu telah memahami pengetahuan yang
diperlukan untuk memanfaatkan barang yang diusulkan itu atau
pengetahuan atau keterampilan apa yang ia perlukan agar dapat
memanfaatkannya dengan baik. Selain itu pengusul juga perlu diminta
menunjukkan apakah usulannya tersebut benar-benar dibutuhkan atau
bersifat esensial.

2. Kurang lengkapnya penjelasan tentang pentingnya usulan


anggaran untuk meningkatkan belajar siswa

Usulan anggaran dapat dimaksudkan untuk penggantian atau


penambahan barang yang dimiliki. Masalah yang sering muncul berkaitan
dengan ini adalah bahwa ketidakjelasan keterkaitan antara item-item yang
diusulkan itu dengan peningkatan kegiatan belajar siswa dan bagaimana
peningkatan itu akan diukur. Untuk mencegah hal ini kepala sekolah perlu
meminta para pengusul untuk memberikan alasan-alasan yang kuat
bagaimana barang-barang yang diusulkan akan membantu meningkatkan
belajar siswa dan bagaimana peningkatan belajar itu akan diukur.

3. Penurunan anggaran pendidikan dari tahun ke tahun

Kebijakan wakil rakyat, kondisi perekonomian, pergantian pemimpin


politik (bupati, wali kota, gubernur, bahkan presiden) di daerah atau
program-program kemasyarakatan lain sering berdampak pada

22
pengurangan anggaran pendidikan yang disediakan oleh pemerintah.
Selain beberapa kondisi eksternal itu, penurunan anggaran juga sering
terjadi karena faktor internal sekolah. Penurunan jumlah siswa merupakan
kondisi internal yang paling dominan penurunan anggaran sekolah.
Kemungkinan terjadinya pengurangan semacam ini sangat beragam
antara satu daerah dengan daerah yang lain, antara satu sekolah dengan
sekolah yang lain. Namun demikian tidak ada satu daerahpun yang dapat
menjamin terbebas dari hal itu.

Apabila terjadi, penurunan anggaran semacam itu bukan merupakan


persoalan yang sederhana. Pengurangan itu dapat berakibat pada
modifikasi atau eliminasi program, pengurangan staf, penundaan
pemeliharaan dan perbaikan fasilitas, yang dapat berdampak pada
timbulnya frustrasi, kekecewaan dan penurunan moral kerja. Meskipun
tidak semua dampak pengurangan anggaran itu dapat dihindarkan, namun
akibatnya dapat diminimalkan apabila pendekatan panganggaran yang
digunakan rasional dan adil. Salah satu pendekatan yang tampaknya
dapat membantu mengatasi dampak tersebut adalah pendekatan yang
disebut “zero-base budgeting” atau penganggaran tanpa pertumbuhan
yang dikenal dengan ZBB (Gorton dan Schneider, 1991).

ZBB berusaha untuk menghindarkan penganggaran yang tidak


menentu, dalam mana anggaran yang ada tidak dipersoalkan dan
perhatian difokuskan hanya pada anggaran yang baru atau anggaran
tambahan yang akan diberikan. Selain itu, ZBB juga mempertimbangkan
keseluruhan anggaran dan memerlukan perbandingan antar semua bidang
anggaran. Mundt, Olsen, dan Steinberg (dalam Gorton dan Schneider,
1991:163) mendefinisikan ZBB sebagai

“a process in which ‘decision packages’ are prepared to describe the


funding of existing and new programs at alternative service levels,
both lower and higher than current level, and funds are allocated to
program based on rankings of these alternatives”

23
Dengan kata lain, dalam penerapan ZBB, sekolah harus melakukan
justifikasi yang ketat terhadap setiap butir anggaran yang diusulkan setiap
tahun. Justifikasi itu harus mencakup rasional, tujuan dan sasaran, kriteria
evaluasi, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi level-level alternatif
layanan pada masing-masing program. Langkah-langkah umum ZBB
meliputi:

a. Identifikasi unit-unit pengambilan keputusan (dibatasi pada


program-program yang membutuhkan sumber daya).

b. Analisis paket-paket keputusan (dokumen yang memaparkan


tujuan, kegiatan, sumber daya dan anggaran masing-masing
keputusan).

c. Membuat peringkat paket keputusan.

d. Pengalokasian anggaran.

e. Penyiapan anggaran resmi.

Selain langkah-langkah di atas, Hudson dan Steinberg (dalam Gorton


dan Schneider, 1991) menyarankan biang-bidang sebagai berikut sebagai
pertimbangan dalam penentuan prioritas.

a. Budget Pad. Pada anggaran yang baik biasanya terdapat marjin


pengaman. Jika kondisi memaksa dilakukan pengurangan
anggaran, pada alokasi ini yang dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan penghematan.

b. Pengurangan jumlah kelas. Apabila penurunan jumlah siswa


terjadi pada kelas tertentu atau, di SMK, pada program keahlian
tertentu hingga mencapai angka kurang dari batas minimal,
pelajaran-pelajaran yang bersifat duplikasi dapat dikurangi
tanpa mengurangi kualitas atau standar yang ditetapkan dalam
KTSP.

24
c. Fungsi-fungsi layanan non-pembelajaran. Karena terjadi
pengurangan anggaran, perlu dilakukan pengkajian kembali
terhadap kegiatan-kegiatan non-pembelajaran seperti
pemeliharan, transportasi, premi asuransi, prosedur pengadaan
yang lebih efisien, tanpa mengurangi program pembelajaran.

d. Rencana bidang prasarana. Jika anggaran tepaksa harus


dikurangi, perlu dilakukan peninjauan kembali rencana-rencana
renovasi atau pembangunan gedung atau pengadaan
prasarana lainnya.

e. Layanan pendukung pembelajaran. Penurunan jumlah siswa


dapat berdampak pada menurunnya kebutuhan bahan, staf
layanan khusus seperti bimbingan konseling, media
pembelajaran, dan kegiatan administrasi. Oleh karena itu
dipertimbangkan pengurangan pada kebutuhan-kebutuhan itu
tanpa mengurangi standar kualitas.

f. Program pembelajaran. Pengurangan program ini dapat


dilakukan hanya jika pengurangan anggaran tidak teratasi
dengan semua usaha yang disebutkan di atas.

4. Kurangnya kemampuan dalam mengevaluasi usulan anggaran

Kepala sekolah biasanya seorang generalis yang bekerja bersama


sekelompok guru yang merupakan para spesialis mata pelajaran tertentu.
Kepala sekolah ada kalanya juga memiliki spesialisasi di bidang-bidang
tertentu. Akan tetapi kecil kemungkinannya seorang kepala sekolah
mampu menguasai dengan baik semua bidang dalam program pendidikan.
Konsekuensinya, selama penyusunan RAPBS, kepala sekolah sering
menerima usulan anggaran pada bidang-bidang yang ia hanya memiliki
pengetahuan yang sangat terbatas.

25
Untuk mengurangi dampak negatif dari keterbatasan tersebut, kepala
sekolah dapat melakukan satu atau lebih dari alternatif-alternatif berikut.
Pertama, kepala sekolah dapat meminta guru yang memiliki keahlian yang
cukup untuk membantu melakukan justifikasi usulan yang kepala skeolah
tidak memiliki cukup pengetahuan. Dampak negatif dari alternatif ini adalah
kepala sekolah dapat dipandang hanya sebagai tukang stempel atas
usulan anggaran yang dibuat guru.

Alternatif kedua adalah kepala sekolah berusaha meningkatkan


pengetahuannya tentang hal-hal yang ia belum tahu. Meskipun cara ini
fisibel dan harus diusahakan semaksimal mungkin oleh kepala sekolah
sebagai bagian dari tanggung jawab yang diembannya, meskipun cara itu
tetap tidak akan mampu menjawab semua masalah di atas.

Alternatif ketiga adalah memanfaatkan jasa konsultansi dari orang-


orang yang ada di lingkungan sekolah yang dapat membantu kepala
sekolah, seperti pengawas mata pelajaran, atau ahli dari universitas untuk
mengevaluasi usulan anggaran yang bersifat khusus di atas. Dengan
asumsi bahwa konsultan semacam itu dapat diperoleh, kepala sekolah
harus tetap hati-hati dalam memilih konsultan agar objektivitas penilaian
usulan anggaran benar-benar terjamin.

5. Permintaan untuk membeli barang bermerk tertentu atau


ancaman sentralisasi anggaran

Banyak pihak yang mengusulkan anggaran menuntut merek-merek


tertentu karena mereka yakin bahwa merek itu memiliki kualitas dan
kesesuaian yang tinggi dengan kebutuhan mereka. Terkait dengan usulan
semacam ini muncul karena hal itu terlarang dalam proses pengadaan
yang menggunakan anggaran pemerintah. Pengadaan melalui tender
melarang penyebutan merk tertentu atas barang atau jasa yang akan
diadakan dengan maksud agar diperoleh harga terrendah dalam rangka
efisiensi penggunaan uang negara.

26
Untuk mengatasi hal itu, pengusul anggaran harus berusaha keras
agar barang yang diperoleh terjaga kualitas, keawetan, dan
kebermanfaatanya dengan cara menyebutkan secara rinci spesifikasi
barang atau jasa yang diusulkan. Selain itu keterlibatan para pengguna
dalam penentuan usulan anggaran juga merupakan cara yang dapat
membantu mengatasi permasalahan merek tersebut. Keterlibatan
pengguna ini juga akan mendorong optimalisasi pemanfaatan ketika
barang itu telah tersedia.

Selain itu, kecenderungan menggunakan barang dengan merek


tertentu juga dapat bermasalah ketika harus terjadi pergantian staf. Staf
pengganti akan mengalami kesulitan jika sebelumnya ia tidak pernah
mengoperasikan barang dengan merek tertentu itu.

6. Kurangnya pembinaan, komunikasi dan konsultasi dengan


pihak-pihak terkait

Oleh karena proses penyusunan RAPBS sangat rumit, maka


diperlukan pembinaan dan konsultasi yang intensif dari pihak terkait,
misalnya Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten. Konsultansi semacam itu
penting untuk semua aspek manajemen sekolah, akan tetapi jauh lebih
penting berkaitan dengan proses penganggaran. Namun sayangnya,
persoalan kurangnya pembinaan dan konsultasi ini paling sering dijumpai
di berbagai tempat.

Kurangnya konsultasi dan komunikasi tersebut dapat terjadi pada dua


periode: (a) tahap awal, dan (2) tahap setelah usulan anggaran dikirimkan
ke pihak yang lebih atas (Dinas Pendidikan atau Yayasan). Persoalan
yang sering terjadi pada tahap awal adalah kurangnya informasi yang
diperoleh sekolah mengenai kebijakan anggaran yang berlaku di suatu
wilayah dimana sekolah berada. Kebijakan dimaksud dapat mencakup
jumlah dan alokasi anggaran, prosedur dan mekanisme perencanaan dan
pengusulan anggaran, dan parameter-parameter pengelolaan keuangan

27
lainnya. Bahkan sering dialami sampai dengan saat tahun pelajaran telah
berlangsung, pihak sekolah belum mendapatkan gambaran yang pasti
mengenai informasi-informasi tersebut. Sekolah juga sering menerima
informasi yang penuh ketidak-pastian mengenai kebijakan anggaran
daerah atau pusat.

Persoalan komunikasi sering juga terjadi saat usulan anggaran


sekolah telah diserahkan kepada pengambil keputusan di tingkat yang
lebih tinggi. Modifikasi mata anggaran, pemangkasan alokasi anggaran,
atau perubahan-perubahan lain sering dilakukan oleh pengambil
keputusan itu tanpa dikomunikasikan lebih dahulu dengan sekolah.

Persolan rendahnya derajat komunikasi juga dapat terjadi karena


kurangnya inisiatif sekolah untuk berkonsultasi dengan pihak di atasnya.
Selain itu berbagai tekanan yang berasal dari pihak-pihak di luar Dinas
Pendidikan, seperti Dewan Pendidikan, Kepala Daerah, DPRD, dan pihak-
pihak lain juga sering membuat pihak Dinas Pendidikan terpaksa
melakukan perubahan usulan anggaran sekolah tanpa memiliki cukup
waktu untuk membahasnya dengan sekolah pengusul. Satu-satunya cara
yang dapat ditempuh untuk mengatasi persoalan komunikasi tersebut
adalah pihak sekolah harus selalu proaktif untuk mendapatkan informasi
yang cukup mengenai parameter-parameter penganggaran yang harus
dijadikan pegangan dalam proses penyusunan RAPBS dan juga terus
memantau perkembangan proses penetapan anggaran yang telah
diserahkan kepada pengambil keputusan tersebut.

C. Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah

Pendapatan dan belanja sekolah merupakan dua komponen pokok dalam


RAPBS. Pendapatan sekolah adalah segala penerimaan yang diperoleh
sekolah yang berupa uang atau setara uang (buku, peralatan, bahan-bahan,
dan lain-lain) dalam satu tahun anggaran. Sedangkan belanja sekolah adalah

28
segala pengeluaran yang dilakukan sekolah dalam bentuk uang atau setara
uang dalam satu tahun anggaran.

1. Pendapatan Sekolah

a. Sumber Pendapatan

Setiap sekolah memiliki sumber-sumber pendanaan yang


berbeda-beda. Untuk sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah
(sekolah negeri) sumber pendapatan utama berasal dari pemerintah
dan siswa. Sedangkan untuk sekolah yang diselenggarakan oleh
masyarakat sumber pendapatan biasanya berasal dari yayasan
penyelenggaranya, siswa, dan pemerintah. Pendapatan dari masing-
masing sumber tersebut biasanya masih dirinci lagi menjadi
beberapa jenis anggaran. Tabel 2.1 menunjukkan beberapa contoh
jenis anggaran dari masing-masing sumber pendapatan sekolah.

Tabel 2.2 Sumber Pendapatan Sekolah

Sumber Pendapatan
Anggaran
Sekolah*
Pemerintah APBN
APBD Propinsi
APBD Kabupaten/Kota
Orang Tua Siswa/Komite Sumbangan Pelaksanaan Pendidikan (SPP)
Sekolah
Bantuan Pengembangan Pendidikan (BPP)
Biaya Pendaftaran Murid Baru
Biaya Ujian Akhir Semester
Biaya Ujian Akhir Sekolah
Iuran Ekstra Kurikuler
Iuran Perpustakaan
Bantuan-bantuan lain yang ditentukan sekolah

29
Sumber Pendapatan
Anggaran
Sekolah*
Yayasan Penyelenggara Biaya Operasional Sekolah
Biaya Pengembangan Sekolah
Donatur Bantuan sukarela masyarakat umum insidental
Bantuan sukarela masyarakat umum rutin
Bantuan alumni
Hasil Usaha Sekolah Kantin Sekolah
Koperasi Sekolah
Unit Usaha sekolah
Penyewaan gedung dan fasilitas milik sekolah
Lain-lain Bunga tabungan sekolah
Sesuai dengan kebijakan dan ketentuan sekolah
maisng-masing
*) Penentuan sumber pendanaan SD/MI harus sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Perhitungan Pendapatan Sekolah

Frekuensi penerimaan selama satu tahun dari masing-masing


sumber pendapatan berbeda-beda, sekali dalam satu tahun, rutin
setiap bulan, setiap semester, bahkan ada yang tidak dapat
dipastikan. Sekolah umumnya tidak banyak kesulitan untuk
menghitung perkiraan pendapatan yang bersifat rutin, akan sering
mengalami kesulitan dalam memperkirakan pendapatan yang bersifat
insidental atau tidak menentu. Tabel 2.3 dapat membantu sekolah
menghitung anggaran pendapatan dalam penyusunan RAPBS.

30
Tabel 2.3 Perhitungan Anggaran Pendapatan Sekolah

Jumlah Jumlah
Besaran Frekwensi
Uraian Wajib Bayar Penerimaan
No Satuan Pembayaran
Penerimaan (Siswa/ Per Tahun
Penerimaan per Tahun
Donatur/dst) (Kol 3 x 4 x 5)
1 2 3 4 5 6
1. SPP
1.1 SPP Klas A
1.2 SPP Klas B
1.3 dst
2. BPP
2.1 BPP Klas A
2.2 BPP Klas B
dst.
3. Biaya PMB
4. Biaya Ujian
5.1 Ujian
Semestar
5.2 Ujian Akhir
Klas 6
5. dst.

Petunjuk Pengisian Tabel Perhitungan Angaran Pendapatan Sekolah:

Kolom 1: Diisi Nomor Urut

Kolom 2: Diisi Sumber Pendapatan dan diuraikan menurut jenis-


jenis anggaran pada masing-masing Sumber Pendapatan

31
Kolom 3: Diisi besaran atau jumlah yang harus dibayar oleh wajib
bayar setiap satu kali pembayaran

Kolom 4: Diisi jumlah pihak-pihak yang wajib membayar pada


masing-masing jenis anggaran pendapatan (misal siswa,
donatur, alumni, dsb.)

Kolom 5: Disi berapa kali dalam satu tahun masing-masing wajib


bayar harus membayar (SPP = 12; Biaya Ujian Semester
= 2; BPP = 1)

Kolom 6: Diisi jumlah penerimaan pada masing-masing Jenis


Anggaran Pendapatan yang merupakan hasil kali antara
kolom 3, 4, dan 5.

2. Belanja Sekolah

a. Jenis Anggaran Belanja Sekolah

Menurut Pasal 62 Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005


tentang Standar Nasional Pendidikan biaya pendidikan di sekolah
meliputi biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya
investasi meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana,
pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya
operasi sekolah meliputi: (1) gaji pendidik dan tenaga kependidikan
serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, (2) bahan atau
peralatan pendidikan habis pakai, dan (3) biaya operasi pendidikan
tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan
sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak,
asuransi, dan lain sebagainya. Biaya personal meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa
mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Dari tiga macam biaya tersebut, dua diantaranya harus dicantumkan
dalam setiap RAPBS yang disusun sekolah.

32
1) Biaya Investasi Sekolah

Anggaran investasi dapat juga diartikan sebagai alokasi


anggaran yang dibutuhkan sekolah untuk meningkatkan
pelaksanaan misinya melalui perbaikan atau peningkatan
kinerjanya. Anggaran ini biasanya digunakan untuk
meningkatkan kapasitas (kemampuan) sumber daya yang
dimiliki sekolah dalam mendukung peningkatan atau perbaikan
kegiatan pendidikan. Berikut ini beberapa contoh mata
anggaran yang termasuk dalam anggaran pengembangan
sekolah.

a) Peningkatan kapasitas dan kompetensi guru dan staf


sekolah: pelatihan, MGMP, PKG, magang, seminar.

b) Peningkatan sarana dan prasarana sekolah:


pengadaan sarana atau prasarana baru, peningkatan
kapasitas sarana-prasarana yang telah ada, renovasi
fasilitas fisik untuk merubah atau meningkatkan
fungsi atau kapasitasnya.

c) Pengadaan bahan-bahan referensi untuk siswa


maupun guru.

d) Pengembangan sistem atau perangkat lunak


sekolah: pengembangan KTSP, penngembangan
kebijakan, aturan, atau sistem baru dalam rangka
peningkatan kinerja sekolah, pengembangan model-
model pembelajaran yang baru melalui PTK atau
PTS, dan lain-lain.

e) Biaya operasional manajemen dan bahan habis pakai


untuk mendukung kegiatan-kegiatan pengembangan
di atas.

33
2) Biaya Operasi atau Biaya Rutin

Biaya operasi adalah alokasi biaya yang dibutuhkan


sekolah agar dapat mempertahankan atau meningkatkan
sedikit-demi sedikit pelaksanaan misi utamanya melalui
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sehari-hari. Dalam
Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 biaya operasi
didefinisikan sebagai bagian dari dana pendidikan yang
diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan
agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai
standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan.
Anggaran operasional ini dapat mencakup:

a) Gaji guru dan pegawai tetap

b) Honorarium guru/pegawai tidak tetap atau tenaga


pendukung lainnya.

c) Biaya operasional, pemeliharaan, perawatan dan


perbaikan sarana-prasarana sekolah sehingga dapat
berfungsi secara normal.

d) Biaya pengadaan bahan habis pakai pendukung


kegiatan sekolah yang bersifat rutin.

e) Biaya tagihan berlanggaran: listrik, air, telepon,


sambungan internet.

f) Biaya operasional pimpinan dan staf sekolah

b. Perhitungan Anggaran Belanja Sekolah

Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian awal bab ini


bahwa perhitungan biaya sekolah harus didasarkan pada rencana
program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam Rencana
Operasional Sekolah (Renop). Namun demikian prinsip fisibilitas

34
implementasi program dan efisiensi penggunaan anggaran harus
juga dipertimbangkan pada saat melakukan perhitungan belanja
sekolah untuk dituangkan dalam RAPBS. Dalam bahasa yang
sederhana, anggaran biaya yang dialokasikan untuk setiap kegiatan
yang diusulkan harus cukup namun sama sekali tidak dibenarkan
terjadi pemborosan. Ketepatan dan kecermatan perhitungan
anggaran dalam RAPBS menjadi pra-syarat terwujudnya prinsip-
prinsip itu. Beberapa langkah berikut dapat membantu sekolah untuk
mendapatkan hasil perhitungan yang tepat itu.

1) Volume pekerjaan yang akan dilaksanakan harus telah


terdefinisikan dengan jelas. Untuk melaksanakan pelatihan
guru, misalnya, harus sudah dipastikan berapa orang yang
akan mengikuti pelatihan, berapa lama, dan dimana
pelatihan yang akan laksanakan. Dari data ini akan mudah
diperhitungkan biaya pelatihan yang harus dibayar ke
tempat pelatihan, biaya perjalanan, biaya hidup, dan biaya
pendukung lainnya.

2) Spesifikasi dan kualifikasi barang atau jasa yang akan


diadakan harus jelas dan rinci.

3) Sekolah harus memiliki informasi yang dapat dipercaya


mengenai biaya satuan (unit cost) untuk setiap barang
atau jasa yang akan diadakan. Pemanfaatan berbagai
media informasi dan komunikasi akan sangat membantu
mendapatkan informasi ini.

35
4) Biaya-biaya tambahan seperti pajak, kenaikan harga
karena inflasi, biaya pengiriman, biaya pemasangan, dan
lain-lain harus diperhitungkan dengan cermat. Hal ini
penting karena harga yang ditawarkan oleh penyedia
barang atau jasa biasanya belum termasuk biaya-biaya ini.

5) Untuk memudahkan proses pengadaan barang atau jasa


dengan menggunakan anggaran pemerintah, sekolah
harus memahami dengan baik peraturan perundang-
undangan mengenai prosedur pengadaan barang dan
jasa. Dengan pemahaman ini sekolah akan dapat
mencegah terhambatnya implementasi kegiatan yang telah
diprogramkan yang diakibatkan oleh prosedur pengadaan
barang/jasa itu.

6) Masing-masing sumber pendapatan biasanya telah


ditetapkan untuk mendanai kegiatan atau pengadaan
barang/jasa tertentu. Penyusun RAPBS harus memahami
dengan baik ketentuan-ketentuan tentang komponen-
komponen anggaran yang diperbolehkan untuk masing-
masing sumber pendapatan itu.

7) Penyusun RAPBS harus memahami dengan baik


ketentuan pembiayaan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat
maupun daerah.

36
Tabel 2.4 dapat membantu sekolah menghitung anggaran operasi dalam
penyusunan RAPBS, Tabel 2.5 dapat digunakan untuk menyusun anggaran
investasi pengembangan sekolah.

Tabel 2.4 Perhitungan Biaya Operasi Sekolah

Biaya Sumber
No Uraian Satuan Volume Jumlah Ket.
Satuan Dana
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Biaya Operasi
1.1 Gaji dan JB
Tunjangan-
Tunjangan
1.1a Tunjangan Jabatan OB
Kasek
1.1b Tunjangan OB
Wakasek
1.1c Honor lembur OJ

1.2 Bahan Habis


Pakai
1.2a Bahan Paket- 12
Pembelajaran Bulan
dalam kelas (kapur
tulis, spidol, dsb)
1.2b Bahan
pembelajaran di lab
1.2c ATK OH -
1.2d Minuman harian Paket- 12
guru/pegawai Bulan

1.3 Biaya Tak

37
Biaya Sumber
No Uraian Satuan Volume Jumlah Ket.
Satuan Dana
1 2 3 4 5 6 7 8
Langsung
(rekening-
rekening)
1.3a Listrik Bulan
1.3b Air Bulan
1.3c Telepon Bulan
1.3d Internet Bulan

1.4 Pemeliharaan dan


perawatan
sarana-prasarana
1.4a Pengecatan
Gedung ruang
kelas
1.4b Perbaikan
komputer
dst.
Petunjuk Pengisian Table 2.4
Kolom 1: Diisi Nomor Urut

Kolom 2: Diisi Uraian pengeluaran

Kolom 3: Diisi satuan yang digunakan. Dalam contoh tersebut OB =


Orang-Bulan; OH = Orang-Hari; OJ = Orang-Jam.

Kolom 4: Diisi volume yang akan dibayar. Misal, jika jumlah


wakasek = 4; maka volume Tunjangan Wakasek = 4 x 12
= 48 OB. Jika sulit menentukan satuan maka kolom ini

38
dapat diisi “Paket”

Kolom 5: Disi besar biaya tiap satu satuan

Kolom 6: Diisi jumlah biaya dalam satu tahun dan merupakan hasil
kali dari 4 dan 5

Kolom 7: Diisi Sumber Pendapatan yang dialokasikan. Jika satu


kegiatan didanai melalui lebih dari satu sumber
pendapatan, maka perlu disebutkan proporsi anggaran
untuk masing-masing sumber. Misal Pembangunan Kelas
Baru dari APBN Rp. .... dan Komite Sekolah Rp ....

Kolom 8: Diisi penjelasan singkat mengenai anggaran yang


bersangkutan. Untuk Biaya Investasi, kolom ini sebaiknya
diisi Kegiatan atau Kode Kegiatan dalam Renop yang
mendasari mata anggaran yang bersangkutan.

Tabel 2.5 Perhitungan Biaya Investasi

Program/ Jumlah
Komponen Biaya Sumber
Kegiatan Satuan Volume Biaya
Anggaran Satuan Dana
dalam Renop (4x5)
1 2 3 4 5 6 7
Program 1  Pengembangan OB
Staf
 Peralatan Unit
 Bahan ajar Eksp.
 Renovasi m2
Gedung
 Mebelair Unit/paket
 Biaya PTK Judul

39
Program/ Jumlah
Komponen Biaya Sumber
Kegiatan Satuan Volume Biaya
Anggaran Satuan Dana
dalam Renop (4x5)
untuk guru
 Beasiswa SB
 Promosi sekolah Paket
 Dst
Program 2  Pengembangan
Staf
 Peralatan
 Bahan ajar
 Renovasi
Gedung
 Mebelair
 Biaya PTK
untuk guru
 Beasiswa
 Promosi sekolah
 Dst
Dst.
Jumlah

Petunjuk Pengisian Table 2.5

Kolom 1: Diisi judul-judul program/kegiatan yang tercantum dalam


RENOP

Kolom 2: Diisi komponen anggaran yang digunakan

Kolom 3: Diisi satuan yang digunakan. Dalam contoh tersebut OB =


Orang-Bulan; OH = Orang-Hari; OJ = Orang-Jam.

40
Kolom 4: Diisi volume yang akan dibayar.

Kolom 5: Disi besar biaya tiap satu satuan

Kolom 6: Diisi jumlah biaya dalam satu tahun dan merupakan hasil
kali dari 4 dan 5

Kolom 7: Diisi Sumber Pendapatan yang dialokasikan. Jika satu


kegiatan didanai melalui lebih dari satu sumber
pendapatan, maka perlu disebutkan proporsi anggaran
untuk masing-masing sumber. Misal Pembangunan Kelas
Baru dari APBN Rp. .... dan Komite Sekolah Rp ....

Dari Rencana Belanja yang disajikan dalam Tabel 2.4 dan 2.5 biasanya
masih diperlukan beberapa justifikasi atau spesifikasi yang lebih rinci mengenai
barang atau jasa yang diadakan. Sebagai contoh, Pelatihan Guru dalam Tabel
2.5 hanya dicantumkan biaya satuan untuk tiap “Paket”. Dalam penentuan biaya
per paket ini, penyusun RAPBS harus sudah memperhitungkan juga biaya
perjalanan dan biaya hidup peserta selama mengikuti pelatihan. Untuk
pembangunan fasilitas fisik, biaya yang dicakup meliputi biaya perencanaan,
biaya pengawasan, dan biaya pelaksanaan pembangunan.

Selain perhitungan Anggaran Belanja tersebut, biasanya Penyusun


RAPBS juga masih diharuskan memberikan argumentasi atau justifikasi yang
rinci untuk setiap mata anggatan yang diusulkan. Justifikasi ini dapat dibuat
secara khusus dalam bentuk Rencana Anggaran dan Belanja (RAB) atau
Kerangka Acuan Kegiatan (Term of Reference atau TOR). Bab berikut
memberikan beberapa contoh bagaimana membuat TOR yang efektif.

41
BAB IV

PENYUSUNAN PROPOSAL DAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN

A. Penyusunan Proposal Pengembangan Sekolah

Proposal berasal dari kata to propose artinya mengusulkan. Proposal


pada umumnya berisi rencana yang bersifat sekali pakai (single-use plan) yang
dikembangkan untuk mencapai serangkaian tujuan yang tidak mungkin diulang-
ulang di masa depan. Usulan kegiatan dalam proposal dapat berupa program
atau proyek. Yang dimaksud program dalam hal ini adalah serangkaian sasaran
(objectives) dan rencana untuk mencapai satu tujuan yang dipandang penting
dan bersifat sekali capai (one-time goal). Program dirancang untuk
melaksanakan sejumlah kegiatan untuk kepentingan organisasi sekolah.
Program merupakan kegiatan-kegiatan yang bersifat pokok, yang kadang kala
memerlukan waktu beberapa tahun untuk menyelesaikannya, serta sering
memerlukan dibentuknya organisasi yang terpisah. Program memiliki ruang
lingkup yang luas dan terdiri dari atau terkait dengan sejumlah proyek.

Proyek pada prinsipnya sama dengan program, akan tetapi memiliki


jangka waktu yang lebih pendek dan ruang lingkup yang lebih spesifik. Dengan
kata lain, proyek merupakan serangkaian tujuan jangka pendek dan rencana
dalam ruang lingkup yang sempit untuk mencapai satu tujuan yang dipandang
penting dan bersifat sekali capai (one-time goal). Proyek seringkali merupakan
bagian dari program. Peningkatan pembelajaran berbasis satuan pendidikan
merupakan contoh sebuah program. Pengembangan KTSP, pengembangan
silabus muatan lokal, dan identifikasi kearifan lokal untuk diadopsi menjadi nilai-
nilai yang dikembangkan dalam interaksi belajar-mengajar merupakan proyek-
proyek yang menjadi bagian dari program peningkatan pembelajaran berbasis
satuan pendidikan tersebut.

42
Proposal sebenarnya merupakan dokumen yang berisi paparan tertulis
yang dimaksudkan untuk meyakinkan pihak lain sehingga bersedia
memberikan dukungan (biasanya berupa dana) terhadap implementasi program
atau kegiatan yang diusulkan. Proposal penelitian mahasiswa, misalnya,
biasanya diajukan untuk mendapatkan persetujuan dari pimpinan jurusan atau
dosen pembimbing untuk kemudian menjadi proyek penelitian dalam rangka
menyelesalaikan skripsi, tesis, atau disertasi. Disamping untuk mendapatkan
persetjuan, proposal juga diajukan untuk mendapatkan pendanaan dari pihak-
pihak yang berkepentingan dengan kegiatan yang diusulkan. Kegiatan untuk
pengembangan sekolah biasanya diusulkan kepada pemerintah, komite
sekolah, yayasan, atau pihak donor yang lain untuk disetujui dan untuk
mendapatkan pendanaan.

Proposal diajukan atas dasar permintaan pihak lain (penyedia dana) atau
atas inisiatif dari pembuat proposal itu sendiri. Porposal yang dibuat atas dasar
permintaan pihak lain biasanya telah disertai ketentuan mengenai substansi
dan format yang harus diikuti oleh sekolah pengusul. Sekolah tidak banyak
mengalami kesulitan berkaitan dengan isi dan format yang harus dituangkan
dalam proposal.

Persoalan sering muncul apabila sebuah kegiatan yang dituangkan dalam


proposal murni atas inisiatif sekolah itu sendiri atau oleh pihak lain akan tetapi
tidak disertai panduan yang rinci tentang cara-cara menyusun proposal. Dalam
hal yang demikian ini, sekolah harus mampu menuangkan gagasan
pengembangannya kedalam sebuah proposal yang mampu meyakinkan pihak
lain bahwa kegiatan yang diusulkan benar-benar dibutuhkan oleh sekolah dan
layak untuk diberi dukungan. Uraian berikut ini memberikan pemahaman
bagaimana menuangkan inisiatif pengembangan sebuah sekolah dituangkan
dalam bentuk proposal sehingga dapat meyakinkan pihak lain yang
berkepentingan agar bersedia mendukung implementasi kegiatan yang
diusulkan itu. Uraian difokuskan pada prinsip-prinsip penyusunan proposal yang
baik, sistematika proposal, dan proses penyunanan proposal yang efektif.

43
1. Prinsip-Prinsip Penyusunan Proposal

Urgensi, relevansi, dan fisibilitas merupakan tiga prinsip penting yang


harus dipegang teguh dalam dalam penyusunan proposal pengembangan
sekolah. Kegiatan yang diusulkan dalam sebuah proposal harus bersifat
urgen atau mendesak. Kemendesakan ini dapat dilihat dari dua hal.
Pertama, kegiatan dikatakan mendesak untuk dilaksanakan apabila
kegiatan itu benar-benar dimaksudkan untuk mengatasi masalah yang
sangat penting dan mendesak untuk dipecahkan oleh sekolah. Masalah
terjadi ketika sekolah gagal mencapai apa tujuan yang telah dirumuskan.
Kinerja sekolah tidak memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan.
Ketika sekolah menetapkan sasaran pengembangan adalah untuk
mencapai rata-rata NUN sebesar 7,50 namun dalam kenyataannya angka
yang dicapai di bawah 7,50, dapat diartikan bahwa sekolah menghadapi
masalah.

Kedua, adanya peluang untuk pengembangan. Peluang ada ketika


sekolah memandang adanya potensi sekolah untuk mencapai hal-hal yang
lebih dari apa yang telah ditetapkan dalam tujuan. Dari contoh tentang
NUN di atas, sekolah dapat dikatakan memiliki peluang apabila sekolah
berhasil mencapai rata-rata NUN 7,50 akan tetapi dilihat dari potensi yang
dimiliki, sebenarnya sekolah itu mampu mencapai rata-rata NUN di atas
7,50.

Prinsip kedua untuk menghasilkan proposal yang baik adalah adanya


relevansi eksternal dan internal kegiatan yang diusulkan. Relevansi
eksternal adalah relevansi kegiatan yang diusulkan dengan visi, misi,
tujuan, kebijakan dan program pengembangan yang tertuang dalam
Rencana Stratejik Sekolah. Relevansi internal adalah relevansi antar
komponen-komponen dalam proposal itu.

Apapun yang diupayakan dalam rangka pengembangan sekolah


harus tetap dalam kerangka pencapaian tujuan stratejik sekolah. Visi, misi,

44
tujuan, kebijakan dan program pengembangan yang tertuang dalam
Rencana Stratejik Sekolah harus menjadi rujukan utama dalam
penyusunan proposal pengembangan sekolah. Tujuan dan kegiatan yang
diusulkan dalam sebuah proposal harus mencerminkan kebutuhan sekolah
untuk mencapai tujuan-tujuan stratejik sekolah tersebut. Tujuan-tujuan
stratejik sekolah tersebut harus digunakan sebagai pijakan dan tolak ukur
(benchmark) utama dalam identifikasi dan analisis masalah atau peluang
yang merupakan cikal-bakal disusunnya sebuah proposal pengembangan.

Relevansi internal sebuah proposal pengembangan dapat dilihat dari


adanya hubungan fungsional dan sistematis antar komponen yang
disajikan dalam proposal. Setiap proposal pengembangan sekolah
sekurang-kurangnya harus mencakup komponen-komponen: identifikasi
masalah atau peluang, tujuan pengembangan, deskripsi kegiatan,
rancangan implementasi, dan rencana anggaran. Dengan demikian
sebuah proposal yang memiliki relevansi internal yang baik dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.

a. Tujuan kegiatan harus mencerminkan apa yang ingin dicapai


untuk memecahkan masalah atau memanfaatkan peluang yang
teridentifikasi. Tujuan harus juga berdampak pada pemberian
manfaat yang sebesar-besarnya bagi belajar siswa.

b. Pencapaian tujuan harus terukur. Oleh karena itu, sasaran dan


indikator keberhasilan yang dirumuskan harus merupakan
penjabaran rinci dari tujuan yang ingin dicapai sehingga
keduanya merupakan tolok ukur yang tampak dari pencapaian
tujuan.

45
c. Deskripsi kegiatan harus sesuai dan terkait dengan tujuan yang
akan dicapai dan harus merupakan pilihan terbaik dari sekian
alternatif kegiatan yang mungkin dapat dilaksanakan.

d. Organisasi pelaksana kegiatan, jadwal kegiatan, dan rancangan


monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang tertuang
dalam rancangan implementasi kegiatan harus terkait dengan
deskripsi kegiatan yang diusulkan. Susunan kepanitiaan atau
satgas berikut jumlah personalia, waktu yang dialokasikan, dan
prosedur serta teknis evaluasi dan monitoring yang akan
diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan harus sesuai dengan
ruang lingkup cakupan kegiatan yang diusulkan.

e. Anggaran pembiayaan yang diusulkan harus


mempertimbangkan prinsip-prinsip efisiensi. Komponen-
komponen pembiayaan yang diusulkan harus sesuai dengan
kebutuhan kegiatan yang diusulkan.

Prinsip ketiga dalam penyusunan proposal adalah prinsip


keterlaksanaan. Sekolah dapat saja mengusulkan kegiatan untuk
mencapai tujuan dalam tingkatan yang paling ideal. Akan tetapi sekolah
harus tetap memperhatikan kemampuan sumber daya yang dimiliki baik
yang berupa SDM, fasilitas, waktu, informasi maupun dana. Keterbatasan
sumber daya yang tersedia akan menentukan keterlaksanaan kegiatan
yang diusulkan dan keberhasilan pencapaian tujuan yang diinginkan. Oleh
karena itu, sebuah kegiatan yang baik harus terjamin keterlaksanaannya
melalui dukungan sumber daya yang mampu disediakan.

2. Struktur Proposal Pengembangan Sekolah

Sebenarnya tidak ada format baku dalam penyusunan proposal


pengembangan. Sekolah kegiatan harus mengembangkan sendiri
proposal sedemikian rupa sehingga proposal dapat memberikan informasi
yang lengkap mengenai mengapa, untuk apa, bagaimana, oleh siapa,

46
kapan, dan dengan sumber daya apa sebuah kegiatan akan dilaksanakan.
Namun demikian, pada umumnya setiap proposal pengembangan selalu
mencakup bagian-bagian pokok sebagai berikut.

a. Informasi umum tentang sekolah

b. Telaah situasi dalam rangka identifikasi masalah yang dihadapi


oleh sekolah

c. Rancangan program pengembangan

d. Indikator keberhasilan

e. Rencana implementasi program

f. Rangkuman kebutuhan sumber daya dan anggaran biaya

g. Lampiran-lampiran

Berikut diuraikan secara singkat ruang lingkup dari komponen-


komponen proposal tersebut.

a. Informasi Umum

Bagian ini dimaksudkan untuk menyampaikan informasi kepada


pihak ke mana proposal yang diajukan mengenai profil sekolah,
rencana pengembangan sekolah, dan perkembangan sekolah
selaman beberapa tahun terakhir. Profil sekolah yang dipaparkan
dapat mencakup

1) Identitas sekolah, yang meliputi nama, alamat lengkap,


nama kepala sekolah, dan lain-lain.

2) Sejarah singkat sekolah;

3) Status akreditasi;

4) Jumlah siswa;

47
5) Jumlah guru;

Rencana pengembangan sekolah yang disajikan harus


merupakan ringkasan Rencana Stratejik Sekolah. Uraian ini
dimaksudkan untuk menunjukkan keterkaitan antara rencana
pengembangan yang akan diuraikan dalam proposal yang
bersangkutan dengan rencana pengembangan sekolah secara
keseluruhan sebagaimana diuraikan dalam Renstra sekolah. Hal-hal
yang perlu dipaparkan dalam bagian ini antara lain meliputi:

1) Visi, misi, tujuan dan strategi yang ditetapkan oleh


sekolah;

2) Kebijakan dan prioritas yang akan dikembangkan;

3) Kebijakan/rencana operasional yang telah dan akan


diambil untuk mewujudkan rencana strategis tersebut.

Bagian terakhir dari komponen proposal ini adalah uraian


singkat mengenai kemajuan atau prestasi yang dicapai sekolah
terkait dengan implementasi Renstra selama kurun waktu tertentu
(misal 3 tahun). Hal-hal yang diuraikan dalam bagian ini sekurang-
kurangnya harus mencakup:

1) Strategi, program, atau kegiatan yang telah dilaksanakan;

2) Hasil-hasil (output) yang dicapai melalui pelaksanaan


Strategi, program, atau kegiatan tersebut;

3) Dampak dari hasil tersebut terhadap proses dan hasil


pembelaran serta terhadap kualitas dan daya saing lulusan
untuk melanjutkan studi atau mendapatkan pekerjaan;

4) Praktik-praktik baik (good practices) yang perlu


dipertahankan untuk memelihara kesinambungan
pengembangan sekolah;

48
5) Kebijakan, program, kegiatan yang belum atau masih
harus dilanjutkan, serta masalah-masalah yang timbul dan
perlu penanganan dengan segera;

b. Telaah Situasi Sekolah

Telaah Situasi merupakan titik tolak semua kemajuan. Karena


itu peningkatan kemampuan dan komitmen untuk melakukan Telaah
Situasi secara benar dan terus menerus merupakan budaya yang
harus dimiliki oleh setiap organisasi. Tatacara Telaah Situasi yang
baik dan benar dapat dilihat dalam Bagian II bahan diklat ini yang
pelaksanaannya disesuaikan dengan tingkat kemampuan sekolah
dan jenis Program yang diusulkan. Prinsip-prinsip telaah situasi yang
baik meliputi:

1) Pelaksanaannya melibatkan semua pihak yang


berkepentingan (stakeholders) dengan sekolah;

2) Didukung dengan data-data yang akurat, lengkap dan


mutakhir;

3) Analisis dilakukan secara mendalam sehingga mampu


mengidentifikasi akar penyebab timbulnya berbagai
masalah di sekolah; dan

4) Telaah bersifat komprehensif menyangkut semua aspek


keberlangsungan sekolah.

Telaah Situasi untuk pengembangan sekolah perlu dimulai


dengan mengemukakan secara benar hal-hal sebagai berikut.

1) Latar Belakang

Berisi penjelasan tentang proses pelaksanaan Telaah


Situasi, termasuk penjelasan tentang bagaimana berbagai
sumber data dan informasi diidentifikasi dan data serta

49
informasi yang diperoleh dari sumber-sumber itu digunakan,
serta seberapa besar keterlibatan dan kontribusi dari semua
warga sekolah dalam penyusunan Telaah Situasi.

2) Kondisi Eksternal

Berisi penjelasan tentang kondisi eksternal (peluang dan


tantangan) yang berpengaruh terhadap eksistensi sekolah.
Uraian tentang mengapa Sekolah ini harus ada dari sudut
pandang stakeholders sangat diharapkan untuk dikemukakan.

3) Kondisi Organisasi dan Kelembagaan

Bagian ini menjelaskan tentang bagaimana sistem


organisasi dan tata kerja yang diterapkan di Sekolah serta
bagaimana keterkaitannya dengan komite sekolah, yayasan,
atau instansi lain yang relevan. Perlu dijelaskan tentang
berbagai kelemahan dan keunggulan sistem tata kerja yang
diterapkan tersebut.

4) Program Pembelajaran

Penjelasan bagian ini perlu difokuskan pada analisis


tentang seberapa besar efisiensi, produktivitas dan efektivitas
penyelenggaraan program pembelajaran yang ada, serta
kelemahan dan keunggulannya

5) Manajemen Sumberdaya

Bagian ini berisi telaah tentang ketersediaan dan


pengelolaan sumberdaya (manusia, finansial/uang, fasilitas
fisik) yang ada di Sekolah. Perlu dijelaskan tentang analisis
berbagai kelemahan dan keunggulan sistem manajemen
sumberdaya yang diterapkan tersebut.

50
6) Permasalahan dan Alternatif Penyelesaiannya

Bagian ini harus menjelaskan hubungan antara isu


strategis, akar permasalahan yang sudah teridentifikasi, solusi
alternatif, pengembangan potensi-potensi yang ada, rencana
dan target peningkatan kualitas dan perbaikan kelemahan yang
ada, sesuai dengan hasil analisis situasi. Dalam hal ini sekolah
harus memilih program yang paling tepat yang akan dilakukan
dari berbagai penyelesaian alternatif yang ada.

Pada sisi lain, program yang diusulkan tersebut, harus


dapat memanfaatkan potensi dan peluang yang telah di
identifikasi, sehingga pada akhirnya dapat memperbaiki kinerja
dan kualitas dari program pembelajaran. Dengan demikian,
semua program yang sedang berjalan maupun yang sedang
diusulkan untuk dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu ke
depan harus menyertakan sumber daya yang dibutuhkan. Tiap
program dapat ditabulasi seperti terlihat pada Tabel 3.1.
dibawah ini dan harus mempunyai hubungan yang jelas antara
permasalahan yang diidentifikasi, alternatif penyelesaikan
masalah, dan kegiatan perencanaan beberapa tahun ke depan

Tabel 3.1 Matrik permasalahan, alternatif pemecahaan, dan program


yang diusulkan

Program
Alternatif Sumber
Masalah Yang Keterangan
Pemecahan Pembiayaan
Diusulkan
1 2 3 4 5

51
Keterangan:
Kolom 1 diisi masalah-masalah yang teridentifikasi dalam telaah situasi;

Kolom 2 diisi kemungkinan solusi yang dapat dilakukan untuk memecahkan


masalah;

Kolom 3 diisi solusi yang dipilih untuk mengatasi masalah denan


mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki oleh sekolah atau yang sedang
diusulkan melalui proposal yang disusun.

Kolom 4 diisi sumber pembiyaan untuk mendukung program terpilih, misalnya


komite sekolah, SPP, BPP, donor, atau yang lain.

c. Rancangan program pengembangan

Komponen proposal ini sebenarnya merupakan penjabaran


lebih rinci dari usulan program yang telah diidentifikasi pada bagian
akhir telaah situasi. Penjabaran masing-masing usulan program itu
sekurang-kurangnya mencakup: (1) latar belakang dan rasional, (2)
tujuan, (3) mekanisme dan rancangan kegiatan, (4) sumber daya
dana yang dibutuhkan, (5) jadwal pelaksanaan, (6) indikator
keberhasilan, dan (7) rancangan keberlanjutan.

Bagian-bagian proporsal tersebut pada dasarnya tidak berbeda


dengan bagian-bagian Renop yang diuraikan pada Bab 1 yang
diuraikan pada awal bahan diklat ini. Oleh karena itu, rincian dan
ruang lingkup masing-masing bagian tersebut sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan penjelasan pada Bab 1 tersebut. Hal yang
membedakan keduanya adalah pijakan yang dijadikan rujukan dalam
pengembangan program atau kegiatan. Dasar pengembangan Renop
adalah hasil telaah yang dilakukan untuk penyusunan Renstra,
sedangkan dasar dalam pengembangan proposal adalah hasil telaah
situasi yang dilakukan saat proposal itu di kembangkan. Kedua hasil

52
telaah tersebut dimungkinkan berbeda karena dilaksanakan pada
waktu dan fokus yang berbeda.

d. Indikator keberhasilan

Untuk memudahkan pembaca mengetahui apa yang menjadi


tolak ukur pencapaian tujuan semua program yang diusulkan, selain
untuk pada masing-masing program yang diusulkan, penyusun
proposal perlu menyajikan sejumlah indikator keberhasilan program
secara keseluruhan. Indikator keberhasilan ini dapat berupa indikator
kunci (key performance indicator) dan indikator pendukung atau
indikator tambahan. Indikator kunci biasanya merupakan indikator
keberhasilan kegiatan secara keseluruhan, dan sulit dicapai oleh
program-program yang diusulkan secara terpisah-pisah. Peningkatan
persentase atau jumlah siswa yang lulus UNAS, tingkat keberhasilan
siswa diterima pada jurusan favorit di perguruan tinggi ternama,
kecepatan siswa mendapatkan pekerjaan, misalnya, hanya dapat
dicapai melalui berbagai program pengembangan sekolah yang
dilaksanakan secara terintegrasi. Oleh karena itu angka-angka yang
menunjukkan parameter-paremeter tersebut dapat dijadikan sebagai
indikator kunci pengembangan sekolah. Indikator-indikator seperti
tingkat kehadiran siswa di kelas, tingkat penggunaan laboratorium
untuk, tingkat kunjungan siswa ke perpustakaan, transaksi bahan
pustaka dengan siswa, dan sebagainya adalah faktor-faktor yang
dapat dicapai oleh program-program pengembangan khusus. Oleh
karena itu indikator-indikator semacam ini dapat digunakan sebagai
tambahan atau pendukung pencapaian indikator kunci.

Untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi kemajuan yang


dicapai sekolah secara bertahap, dianjurkan indikator keberhasilan
tersebut disajikan secara serial dalam rentang waktu tertentu.
Rentang waktu yang biasa dipakai adalah saat awal (sebelum
program yang diusulkan dalam proposal dilaksanakan) yang

53
digunakan sebagai landasan awal atau baseline, saat pertengahan
implementasi program atau midterm, dan saat program telah berakhir
atau final. Penyajian itu dapat dilakukan dalam bentuk tabel
sebagaimana Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Indikator Keberhasilan

Awal Akhir
Capaian
Indikator Program Program
Tengah (Mid)
(Baseline) (Final)
Idikator Kunci
 Kelulusan Ujian akhir (%)
 Rata-Rata NUN
 Jumlah Siswa yang diterima
di PT Favorit
 Persentase Kenaikan kelas
(%)
 Lama tunggu mendapatkan
pekerjaan pertama (bulan)
 dst.
Indikator
Pendukung/Tambahan
 Penggunaan laboratorium
IPA untuk per minggu (jam)
 Tingkat kehadiran siswa
dalam kelas (%)
 Rata-rata transaksi bahan
pustaka dengan siswa (per
hari)
 Dst

54
e. Rencana Implementasi Program

Bagian ini terdiri dari tiga bagian sebagai berikut.

1) Organisasi Program

Organisasi ini harus dibentuk untuk melaksanakan


program yang diusulkan, memonitor dan mengevaluasi
pelaksanaannya. Organisasi ini harus sesuai dengan struktur
organisasi yang ada di sekolah, artinya struktur yang dibangun
tidak saling tumpang-tindih atau bertentangan dengan struktur
organisasi sekolah. Akan lebih baik jika disertakan juga bagan
organisasinya, deskripsi tugas dan tanggung jawab masing-
masing, serta daftar nama pelaksana yang terkait (Ketua
Pelaksana, Wakil Ketua Bidang A, Wakil Ketua Bidang B, dsb,
dan penanggung jawab masing-masing program). Untuk lebih
meyakinkan pihak-pihak yang terkait, perlu disertakan (dalam
lampiran, misalny) curiculum vitae masing-masing pelaksana.
Dalam organisasi ini harus tampak juga keterkaitannya dengan
struktur organisasi yang ada di sekolah.

2) Program dan Penjadwalan

Jadwal implementasi keseluruhan program/kegiatan perlu


dibuat tersendiri agar memudahkan pelaksanaannya dan juga
memberi pemahaman kepada pembaca proposal kapan setiap
program yang diusulkan akan dilaksanakan. Jadwal dalam
bentuk bagan seperti tabel di bawah ini (Tabel 3.3) akan lebih
memudahkan mehamai jadwal pelaksanaan tersebut.

55
Tabel 3.3 Program dan Penjadwalan

Jadwal Pelaksanaan*
Sub-Program atau Tahun 2008 Tahun 2009
Program
Kegiatan TW TW TW TW TW TW TW TW
1 2 3 4 1 2 3 4
1. Program 1.1 Sub-Program 1.1
1
1.2 Sub-Program 1.2
1.3 Sub-Program 1.3,
dst.
2. Program 2.1 Sub-Program 2.1
2
2.2 Sub-Program 2.2
2.3 Sub-Program 2.3,
dst.

Catatan:
TW = Triwulan

*) = Bila kegiatan dilaksanakan dalam setahun, jadwal dapat dibuat bulanan;


jika kegiatan dilaksanakan dalam 6 bulan atau kurang, jadwal dibuat dalam
mingguan

3) Mekanisme Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi adalah bagian yang penting dari


manajemen program agar implementasi program dapat berjalan
dan dapat mencapai target yang sudah ditetapkan. Jelaskan
mekanisme monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan.

56
f. Rangkuman kebutuhan sumber daya dan anggaran biaya

Selain jadwal, kebutuhan sumber daya dan anggaran


pendukung pelaksanaan program juga harus dirangkum menjadi
satu. Rangkuman ini mencakup semua kebutuhan sumber daya dan
anggaran yang telah diuraikan pada masing-masing program yang
diusulkan. Tabel 3.4 dan Tabel 3.5 merupakan contoh rekapitulasi
sumber daya dan anggaran dimaksud.

57
Tabel 3.4 Rekapitulasi Anggaran Biaya Berdasarkan Program/Sub-
Program

Kebutuhan
Sub- Sumber Daya Biaya Sumber
Program Satuan Volume Total Biaya
Program (Komponen Satuan Biaya
Anggaran)
Program Sub- 1.1.1 Orang- 15 120.000 1.800.000 Komite
1 Program Pelatihan hari (OH)
1.1 guru
1.1.2 Unit 7 1.750.000 12.250.000 Pemda
Pembelian
alat lab
Sub- 1.2.1 Kegiatan 2 3.000.000 6.000.000 Pemda
Program Lokakarya
1.2 dengan
komite
1.2.3 Seminar Kegiatan 1 3.000.000 3.000.000 Pemda
1.2.3 Studi OH 50 200.000 10.000.000 Komite
banding
Sub- 1.3.1
Program Renovasi
1.3 gedung
Program Sub- 2.1.1 Pemb.
2 program Gedung baru
2.1
2.1.2 Bahan
pustaka
2.1.3
Sub- 2.2.1
program
2.2
Jumlah
Komite
Pemda
Lain-lain

58
Dari Tabel 3.4 di atas, anggaran perlu dikelompokkan menurut komponen
anggaran dan jadwal realisasi anggaran sebagaimana Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Rekapitulasi Kebutuhan Anggaran menurut Komponen


Anggaran dan Tahun Realisasi

Komponen Total Tahun 1 Tahun 2 Jumlah


Satuan
Anggaran Volume Volume Biaya Volume Biaya Biaya
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Pelatihan OH
Guru
2. Pengadaan paket
alat lab
3. Renovasi m2
gedung
4. Pemb. m2
Gedung baru
5. Lokakarya Kegiatan
6. Bahan Eksemplar
pustaka
7. Peralatan Paket
kantor
8.
9.
dst
Manajemen paket
Program
Keterangan:
Kolom 1 : diisi komponen anggaran yang diajukan

Kolom 2 : diisi satuan yang dipakai

59
Kolom 3 : diisi jumlah volume komponen yang bersngkutan dari masing-
masing program yang diusulkan

Kolom 4dan 6 : diisi volume yang akan direalisasikan pada tahun yang
bersangkutan

Kolom 5 dan 7 : diisi jumlah biaya yang dibutuhkan pada tahun yang
bersangkutan

g. Lampiran-Lampiran

Untuk lebih meyakinkan pembaca, proposal harus benar-benar


valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Untuk itu setiap proposal
pengembangan sekolah harus didukung dengan data atau informasi
yang relevan, sahih, mutakhir, dan dalam takaran yang cukup. Data-
data yang demikian ini biasanya tidak mungkin disertakan dalam
dokumen inti proposal. Oleh karena itu data atau informasi ini dapat
dikumpulkan dalam lampiran proposal. Data atau informasi yang
dilampirkan itu dapat meliputi:

1) Dokumen resmi pendukung penyelenggaraan sekolah:


piagam pendirian sekolah, piagam akreditasi, sertifikat
tanah;

2) Data tentang keberhasilan selama beberapa tahun terakhir


terkait dengan implementasi Renstra Sekolah;

3) Dokumen dan data pendukung telaah situasi sekolah:


perkembangan jumlah, jumlah guru, tingkat kehadiran
siswa, tingkat kehadiran guru, jenis dan jumlah sarana
pembelajaran, nilai hasil ujian siswa, dan data-data lain
yang dibutuhkan untuk memperkuat hasil analisis dalam
analisis situasi;

60
4) Data pendukung justifikasi anggaran biaya: spesifikasi rinci
komponen anggaran yang diusulkan, spesifikasi barang
atau jasa yang diadakan, atau kerangka acuan kegiatan
yang menjabarkan secara rinci komponen anggaran
tertentu seperti pelatihan guru, loka karya dan seminar,
studi banding, dan sebagainya.

B. Penyusunan Kerangka Acuan Kegiatan

Kerangka Acuan atau Term of Reference disingkat TOR dibutuhkan saat


sekolah akan mulai mengimplementasikan semua kegiatan yang dirancang
dalam Renop dan RAPBS atau Proposal Pengembangan Sekolah. TOR ini
dibutuhkan agar realisasi setiap komponen anggaran yang dituangkan dalam
RAPBS atau Proposal Pengembangan dapat berjalan efisien dan efektif. TOR
pada intinya berisi jabaran rinci dan sangat teknis mengenai mengapa, untuk
apa, oleh siapa, bagaimana, kapan, dan dimana sebuah mata anggaran akan
direalisasikan. TOR berfungsi sebagai pedoman teknis dan pengendali yang
digunakan oleh tim atau panitia untuk melaksanakan sebuah event atau
kegiatan. Beberapa mata anggaran yang memerlukan TOR antara lain:

1. Pengembangan kompetensi staf: pelatihan, penataran,


permagangan, seminar, lokakarya, studi banding.

2. Pengembangan kebijakan atau dokumen-dokumen pendukung


pendidikan seperti KTSP, Kebijakan Disiplin Siswa, Kebijakan
Kesehatan Lingkungan, dan sebagainya.

3. Kegiatan-kegiatan seremonial atau seperti peringatan hari-hari besar,


Masa Orientasi Siswa (MOS), pelatihan kepemimpinan siswa.

4. Kegiatan-kegiatan lain yang dipandang memerlukan penjelasan rinci.

61
Sebenarnya tidak ada format baku dalam penyusunan TOR. Penanggung
jawab kegiatan harus mengembangkan sendiri TOR untuk masing-masing
kegiatan sedemikian rupa sehingga siapapun yang diberi tugas melaksanakan
kegiatan akan merealisaikan kegiatan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Secara umum TOR berisi komponen-komponen sebagai berikut.

1. Judul

2. Latar Belakang dan Rasional

3. Tujuan

4. Hasil yang diharapkan

5. Ruang lingkup kegiatan

6. Rincian anggaran biaya

7. Jadwal kegiatan

8. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan

9. Pelaksana/penangung jawab kegiatan

Pada halaman berikut ini diuraikan secara singkat komponen-kompoenen


TOR tersebut.

62
1. Judul TOR

KERANGKA ACUAN KEGIATAN


(TERM OF REFERENCE)
Nama Program/Kegiatan : .......................................................
Mata Anggaran : .......................................................
Kode Anggaran dalam RAPBS : .......................................................
Tahun Anggaran : .......................................................

Semua keterangan dalam judul tersebut dikutip langsung dari Renop


atau Proposal yang menjadi dasar disusunnya TOR yang bersangkutan.

2. Latar Belakang dan Rasional

Pada bagian ini perlu uraikan hal-hal sebagai berikut:

a. Penjelasan permasalahan yang telah berhasil diidentifikasi pada


telaah diri/situasi saat menyusun Renstra dan Renop atau
Proposal Pengembangan, yang akan diselesaikan dengan
melaksanakan komponen anggaran ini. Masalah tersebut harus
dijelaskan sedemikian rupa, sehingga tergambar secara utuh
dan menyeluruh (termasuk cakupannya, berat/ringannya, faktor-
faktor yg berpengaruh pada permasalahan tersebut).

b. Pemarapan kemendesakan atau pentingnya pemecahan


masalah diatas yang mencakup dampak negatif yang akan
timbul jika tidak dipecahkan dan dampak positif yang diperoleh
jika sebaliknya.

c. Argumentasi (alasan) tentang mengapa kegiatan yang akan


dilaksanakan adalah pilihan yang paling tepat untuk
menyelesaikan akar permasalahan tersebut diatas.
Argumen/alasan tersebut dapat didasarkan pada pembenahan
faktor-faktor yang berpengaruh pada akar permasalahan

63
tersebut atau dapat berdasarkan teori ilmiah dan pengalaman
dalam menghadapi akar permasalahan tersebut.

3. Tujuan

Pada bagian ini diuraikan tujuan yang ingin dicapai melalui


pelaksanaan komponen anggaran dimaksud.

4. Hasil Yang Diharapkan

Hasil atau output kegiatan merupakan uraian rinci mengenai yang


mencakup jumlah, kualifikasi, atau karakteristik keluaran yang diharapkan
diperoleh melalui anggaran yang bersangkutan. Tabel 3.6 menyajikan
contoh tujuan dan hasil yang diharapkan dari beberapa komponen mata
anggaran yang biasa diusulkan dalam RAPBS atau Proposal
Pengembangan Sekolah.

Tabel 3.6 Contoh-contoh rumusan tujuan dan hasil yang diharapkan

Komponen
Tujuan Hasil Yang diharapkan
Anggaran
Pelatihan Guru Meningkatkan Tiga orang guru memiliki
kompetensi guru di kompetensi di bidang .... yang
bidang ... sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh
lembaga/instansi ...
Lokakarya KTSP  Meningkatkan Dihasilkannya KTSP beserta
pemahaman warga semua perangkat
sekolah terhadap pendukungnya (Silabus, RPP,
KTSP Kalender Pendidikan, dsb) yang
 Mengembangkan sesuai dengan Visi, Misi,
KTSP sesuai dengan Tujuan dan karakteristik
Visi, Misi, Tujuan, dan Sekolah
karakteristik Sekolah

64
5. Ruang Lingkup Kegiatan

Yang dimaksud ruang lingkup kegiatan dalam bagian ini adalah


batasan-batasan mengenai orang, waktu, substansi, dan pihak-pihak yang
terlibat dalam pelaksanaan kegiatan. Setiap mata anggaran memiliki ruang
lingkup yang berbeda-beda. Tabel 3.7 menyajikan contoh hal-hal yang
perlu diuraikan dalam Ruang Lingkup Kegiatan.

Tabel 3.7 Contoh Uraian Ruang Lingkup Untuk Beberapa Komponen


Anggaran

Komponen Anggaran Uraian Dalam Ruang Lingkup Kegiatan

Pengembangan staf 1. Bentuk kegiatan: pelatihan, magang.


2. Jumlah, kualifikasi, dan prosedur seleksi calon
peserta pelatihan
3. Pokok-pokok materi atau kompetensi pelatihan
4. Lamanya pelaksanaan pelatihan
5. Nama dan kualifikasi tempat/lembaga pelatih
Loka karya/Seminar 1. Pokok materi
2. Pokok-pokok Kegiatan
3. Jumlah dan spesifikasi/kualifikasi peserta
4. Jumlah dan kualifikasi nara sumber
5. Lamanya kegiatan (hari atau jam)
6. Tempat pelatihan (jika diperlukan tempat khusus)
disertai justifikasi pemilihan tempat.
Studi Banding 1. Jumlah dan karakteristik tujuan studi
2. Pokok-pokok materi dan kegiatan yang dikaji di
tempat studi.
3. Pihak-pihak yang ditemui di tempat studi
4. Jumlah dan kualifikasi peserta.
5. Lamanya kegiatan

65
6. Biaya

Biaya yang dicantumkan dalam TOR harus cukup rinci dan sesuai
dengan ruang lingkup kegiatan yang akan dilaksanakan. Estimasi
anggaran biaya harus diperhitungkan secara cermat dan detail sehingga
tidak ada satupun kebutuhan yang terlewatkan sehingga akan
mengganggu tercapainya tujuan dan hasil yang diharapkan. Namun
demikian, prinsip efisien penggunaan anggaran harus tetap diperhatikan.
Agar dapat melakukan estimasi anggaran yang demikian itu, penyusun
TOR harus cermat dalam mengidentifikasi jenis kebutuhan serta biaya
yang diperlukan untuk masing-masing kebutuhan. Paparan ruang lingkup
kegiatan yang cermat dan rinci dan diskusi dengan sesama anggota tim
penyusun TOR akan sangat membantu memudahkan estimasi biaya ini.
Tabel 3.8 menyajikan contoh uraian biaya untuk komponen anggaran
Pelatihan Guru yang bertugas di sebuah SMA di Malang. Pelatihan
dilaksanakan di Surabaya selama 2 minggu.

Tabel 3.8 Contoh Uraian Anggaran Pelatihan Guru

Biaya
Uraian Kebutuhan Biaya Satuan Volume Total Biaya
Satuan
a. Perjalanan negosiasi:
 Transport Malang- PP 1 100.000 100.000
SBY
 Lumpsum OH 1 300.000 300.000
b. Biaya pelatihan Paket 3 1.000.000 3.000.000
c. Biaya Perjalanan:
 Transport PP 3 100.000 300.000
 Uang saku/lumpsum OH 6 300.000 1.800.000
(3 org @ 2 hari)
d. Biaya Hidup (3 Org @ OH 39 100.000 3.900.000
13 hari)

66
Biaya
Uraian Kebutuhan Biaya Satuan Volume Total Biaya
Satuan
e. Bahan pelatihan Paket 3 250.000 750.000
f. Perjalanan Biaya:
 Transport Malang- PP 1 100.000 100.000
SBY
 Lumpsum OH 1 300.000 300.000
g. Penggandaan Laporan Paket 1 150.000 150.000
Jumlah 10.700.000
Keterangan:
PP = Pergi-pulang

OH = Orang Hari

7. Jadwal Kegiatan

Terdapat dua macam jadwal yang disajikan dalam TOR: Persiapan


hingga pelaporan dan jadwal pelaksanaan kegiatan. Tabel 3.9 menyajikan
contoh Jadwal Kegiatan Pelatihan. Selain jadwal ini, pihak pelaksana
pelatihan juga harus memberikan jadwal kegiatan yang harus diikuti
peserta selama pelatihan berlangsung.

67
Tabel 3.9 Contoh Jadwal Persiapan Pelatihan

Waktu
No Kegiatan Agustus September
1 2 3 4 1 2 3 4
1. Penyusunan TOR
2. Persetujuan TOR oleh Kepala
Sekolah
3. Seleksi peserta pelatihan
4. Negosiasi dengan tempat
penyelenggara pelatihan
5. Kontrak
6. Pelaksanaan pelatihan
7. Monitoring pelatihan
8. Pelaporan oleh peserta
9. Pelaporan oleh penangung jawab
kepada kepala sekolah

8. Monitoring dan Evaluasi

Bagian ini memuat prosedur dan teknik monitoring dan evaluasi yang
akan dilaksanakan selama dan setelah kegiatan dilaksanakan. Monitoring
dan evaluasi dilakukan untuk menjamin bahwa kegiatan berjalan
sebagaimana rencana yang telah dibuat. Monitoring dilakukan untuk
mengidentifikasi kemajuan pelaksanaan kegiatan dan kendala-kendala
yang timbul mungkin selama berlangsungnya kegiatan. Dengan demikian
setiap hambatan yang timbul dapat segera diatasi sehingga tidak
menimbulkan dampak negatif yang lebih besar.

Kegiatan evaluasi dilakukan terhadap dua hal. Pertama, evaluasi


dilakukan terhadap seluruh kegiatan, sejak dari persiapan sampai dengan
berakhirnya kegiatan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk

68
mengidentifikasi apakah semua target kegiatan telah tercapai sesuai
dengan rencana dan juga untuk mengidentifikasi berbagai kendala yang
tidak teratasi untuk digunakan sebagai dasar penentuan langkah pada
kegiatan serupa di lain waktu. Evaluasi ini dapat dilakukan oleh
penanggungjawab kegiatan atau oleh pihak lain yang ditunjuk untuk itu.
Kedua, evaluasi terhadap kesesuaian hasil yang dicapai dengan yang
direncanakan. Untuk kegiatan pelatihan, misalnya, evaluasi ini dapat
dilakukan oleh pihak pelaksana pelatihan. Laporan tertulis merupakan
sumber informasi yang efektif untuk kepentingan evaluasi kegiatan.

69
DAFTAR RUJUKAN

Arismunandar. 2007. Rencana Strategis Sekolah. Makalah disajikan pada


Pendidikan dan pelatihan Kemitaraan Kepala Sekolah yang
diselenggarakan oleh Direktorat Tenaga Kependikan, Ditjen PMPTK,
Depdiknas di Jakarta, Juli 2007.

Brodjonegoro, S.S. (2003). Higher Education Long Term Strategy 2003-2010.


Directorat General of Higher Education, Ministry of National Education
Republic of Indonesia.

Bryson, J. M. (1995). Strategic Planning For Public and Nonprofit


Organizations. San Francisco: Jossey-Bass Publishers

Canavan, N. & Monahan, L. (2000). School Culture and Ethos: Releasing the
Potential. A resource pack to enable schools to access articulate and
apply ethos values. Dublin: Marino Institute of Education,

Collins U. (1996). Developing a School Plan: A Step by Step Approach.


Dublin: Marino Institute of Education.

Colman H.& Waddington D. (1996). Synergy. Australia: Catholic Education


Office.

Daft, Richard L. (1988). Management. Chicago: The Dryden Press.

Directorat General of Higher Education. (2003). Technological and


Professional Skills Development Sector Project (TPSDP) Batch III:
Guidelines for Sub-Project Proposal Submission. Jakarta: Directorat
General of Higher Education, Ministery of National Education.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (2006). Panduan Penyusunan


Proposal Program Hibah Kompetisi. Jakarta: Ditjen Dikti, Depdikas

70
Duke, Daniel L. & Canady, Robert L. (1991). School Policy. New York:
MacGraw-Hill, Inc.

Dwyer, B. 1986. Catholic Schools at the Crossroads.Victoria: Dove


Communications,

Furlong, C. & Monahan L. 2000. School Culture and Ethos. Dublin: Marino
Institute of Education

Gorton, Richard A. & Schneider, Gail T. (1991). School-Based Leadership:


Callenges and Opportunities. Dubuque, IA: Wm. C. Brown Publishers

Government of Ireland. (1999). School Development Planning – An


Introduction for Second Level Schools. Dublin: Department of
Education & Science,

Hargreaves, A. & Hopkins, D. The Empowered School: the Management and


Practice of Developmental Planning. London: Cassell, 1991

Hargreaves, D. and Hopkins, D. (1993). School Effectiveness, School


Improvement and Development Planning, in Margaret Preedy (ed.)
Managing the Effective School, London: Paul Chapman Publishing.

Hope A., Timmel S. (1999). Training for Transformation. London: The


Intermediate Technology Group.

Kavanagh, A. (1993). Secondary Education in Ireland: Aspects of Changing


Paradigm. Tullow: Patrician Brothers Generalate.

Lerner, A.L. (1999). A Strategic Planning Primer for Higher Education.


Northridge. California: College of Business Administration and
Economics, California State University.

Lyddon, J. W. (1999). Strategic Planning In Smaller Nonprofit


Organizations: A Practical Guide for the Process. Michigan: W.K.

71
Kellogg Foundation Youth Initiative Partnerships (in Website:
http://www.wmich.edu/ nonprofit/Resource/index.html)

Mintzberg, H. (1994). The Rise and Fall of Strategic Planning. New York, NY:
The Free Press.

Mohrman, S.A., and Wohlstetter, P. (Ed.). (1994). School Based Management:


Organizing High Performance. San Francisco: Jossey-Bass Publisher

Morrison, James L., Renfro, William L., and Boucher, Wayne I. 1984. Futures
Research And The Strategic Planning Process: Implications for
Higher Education. ASHE-ERIC Higher Education Research Reports

Nickols, K. and Thirunamachandran, R. (2000). Strategic Planning in Higher


Education: A Guide for Heads of Institutions, Senior Managers and
Members of Governing Bodies. In Website: www.hefce.ac.uk.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13


Tahun 2007 Tentang Standar Kepala Sekolah. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang


Standar Nasional Pendidikan. 2005. Jakarta: Sekretariat Jenderal
Departeman Pendidikan Nasional.

Prayogo, Joko. 2007. Rencana Stratejik. Makalah disajikan pada Pendidikan


dan pelatihan Kemitaraan Kepala Sekolah yang diselenggarakan oleh
Direktorat Tenaga Kependikan, Ditjen PMPTK, Depdiknas di Jakarta, Juli
2007.

Rowley, D. J., Lujan, H. D., & Dolence, M.G. (1997). Strategic Change in
Colleges and Unviversities. San Francisco, CA: Jossey-Bass
Publishers.

72
School Development Planning Initiative. (1999). School Development
Planning: Draft Guidelines for Second Level Schools. Dublin: SDPI,

Tuohy, D. (1997). School Leadership and Strategic Planning. Dublin: A.S.T.I

Umaedi. (1999). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Sebuah


Pendekatan Baru Dalam Pengelolaan Sekolah Untuk Peningkatan
Mutu. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Direktorat
Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah, Depdiknas.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru


Dan Dosen. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem


Pendidikan Nasional. 2003. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.

73

You might also like